ikhlas

31
Ikhlas Semoga Allah mengaruniakan kepada kita hati yang ikhlas. karena betapapun kita melakukan sesuatu hingga bersimbah peluh berkuah keringat, habis tenaga dan terkuras pikiran, kalau tidak ikhlas melakukannya, tidak akan ada nilainya di hadapan Allah. Bertempur melawan musuh, tapi kalau hanya ingin disebut sebagai pahlawan, ia tidak memiliki nilai apapun. Menafkahkan seluruh harta kalau hanya ingin disebut sebagai dermawan, ia pun tidak akan memiliki nilai apapun. Mengumandangkan adzan setiap waktu shalat, tapi selama adzan bukan Allah yang dituju, hanya sekedar ingin memamerkan keindahan suara supaya menjadi juara adzan atau menggetarkan hati seseorang, maka itu hanya teriakan-teriakan yang tidak bernilai di hadapan Allah, tidak bernilai! Ikhlas, terletak pada niat hati. Luar biasa sekali pentingnya niat ini, karena niat adalah pengikat amal. Orang-orang yang tidak pernah memperhatikan niat yang ada di dalam hatinya, siap-siaplah untuk membuang waktu, tenaga, dan harta dengan tiada arti. Keikhlasan seseorang benar-benar menjadi amat penting dan akan membuat hidup ini sangat mudah, indah, dan jauh lebih bermakna. Apakah ikhlas itu? Orang yang ikhlas adalah orang yang tidak menyertakan kepentingan pribadi atau imbalan duniawi dari apa yang dapat ia lakukan. Konsentrasi orang yang ikhlas cuma satu, yaitu bagaimana agar apa yang dilakukannya diterima oleh Allah SWT. Jadi ketika sedang memasukan uang ke dalam kotak infaq, maka fokus pikiran kita tidak ke kiri dan ke kanan, tapi pikiran kita terfokus bagaimana agar uang yang dinafkahkan itu diterima di sisi Allah. Apapun yang dilakukan kalau konsentrasi kita hanya kepada Allah, itulah ikhlas. Seperti yang dikatakan Imam Ali bahwa orang yang ikhlas adalah orang yang memusatkan pikirannya agar setiap amalnya diterima oleh Allah. Seorang pembicara yang tulus tidak perlu merekayasa kata-kata agar penuh pesona, tapi ia akan mengupayakan setiap kata yang diucapkan benar-benar menjadi kata yang disukai oleh Allah. Bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bisa dipertanggungjawabkan artinya. Selebihnya terserah Allah. Kalau ikhlas walaupun sederhana kata-kata kita, Allah-lah yang kuasa menghujamkannya kepada setiap qalbu. Oleh karena itu, jangan terjebak oleh rekayasa-rekayasa. Allah sama sekali tidak membutuhkan rekayasa apapun dari manusia. Allah Mahatahu segala lintasan hati, Mahatahu segalanya! Makin bening, makin bersih, semuanya semata-mata karena Allah, maka kekuatan Allah yang akan menolong segalanya. Buah apa yang didapat dari seorang hamba yang ikhlas itu? Seorang hamba yang ikhlas akan merasakan ketentraman jiwa, ketenangan batin. Betapa tidak? Karena ia tidak diperbudak oleh penantian untuk mendapatkan pujian, penghargaan, dan imbalan. Kita tahu bahwa penantian adalah suatu hal yang tidak menyenangkan. Begitu pula menunggu diberi pujian, juga menjadi sesuatu yang tidak nyaman. Lebih getir lagi kalau yang kita lakukan ternyata tidak dipuji, pasti kita akan kecewa. Tapi bagi seorang hamba yang ikhlas, ia tidak akan pernah mengharapkan apapun dari siapapun, karena kenikmatan baginya bukan dari mendapatkan, tapi dari apa yang bisa dipersembahkan. Jadi kalau saudara mengepel lantai dan di dalam hati

Upload: afan-dwi-anwar

Post on 24-Sep-2015

215 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

sdfds ds

TRANSCRIPT

Ikhlas

Semoga Allah mengaruniakan kepada kita hati yang ikhlas. karena betapapun kita melakukan sesuatu hingga bersimbah peluh berkuah keringat, habis tenaga dan terkuras pikiran, kalau tidak ikhlas melakukannya, tidak akan ada nilainya di hadapan Allah. Bertempur melawan musuh, tapi kalau hanya ingin disebut sebagai pahlawan, ia tidak memiliki nilai apapun. Menafkahkan seluruh harta kalau hanya ingin disebut sebagai dermawan, ia pun tidak akan memiliki nilai apapun. Mengumandangkan adzan setiap waktu shalat, tapi selama adzan bukan Allah yang dituju, hanya sekedar ingin memamerkan keindahan suara supaya menjadi juara adzan atau menggetarkan hati seseorang, maka itu hanya teriakan-teriakan yang tidak bernilai di hadapan Allah, tidak bernilai!Ikhlas, terletak pada niat hati. Luar biasa sekali pentingnya niat ini, karena niat adalah pengikat amal. Orang-orang yang tidak pernah memperhatikan niat yang ada di dalam hatinya, siap-siaplah untuk membuang waktu, tenaga, dan harta dengan tiada arti. Keikhlasan seseorang benar-benar menjadi amat penting dan akan membuat hidup ini sangat mudah, indah, dan jauh lebih bermakna.Apakah ikhlas itu? Orang yang ikhlas adalah orang yang tidak menyertakan kepentingan pribadi atau imbalan duniawi dari apa yang dapat ia lakukan. Konsentrasi orang yang ikhlas cuma satu, yaitu bagaimana agar apa yang dilakukannya diterima oleh Allah SWT. Jadi ketika sedang memasukan uang ke dalam kotak infaq, maka fokus pikiran kita tidak ke kiri dan ke kanan, tapi pikiran kita terfokus bagaimana agar uang yang dinafkahkan itu diterima di sisi Allah.Apapun yang dilakukan kalau konsentrasi kita hanya kepada Allah, itulah ikhlas. Seperti yang dikatakan Imam Ali bahwa orang yang ikhlas adalah orang yang memusatkan pikirannya agar setiap amalnya diterima oleh Allah. Seorang pembicara yang tulus tidak perlu merekayasa kata-kata agar penuh pesona, tapi ia akan mengupayakan setiap kata yang diucapkan benar-benar menjadi kata yang disukai oleh Allah. Bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bisa dipertanggungjawabkan artinya. Selebihnya terserah Allah. Kalau ikhlas walaupun sederhana kata-kata kita, Allah-lah yang kuasa menghujamkannya kepada setiap qalbu.Oleh karena itu, jangan terjebak oleh rekayasa-rekayasa. Allah sama sekali tidak membutuhkan rekayasa apapun dari manusia. Allah Mahatahu segala lintasan hati, Mahatahu segalanya! Makin bening, makin bersih, semuanya semata-mata karena Allah, maka kekuatan Allah yang akan menolong segalanya.Buah apa yang didapat dari seorang hamba yang ikhlas itu? Seorang hamba yang ikhlas akan merasakan ketentraman jiwa, ketenangan batin. Betapa tidak? Karena ia tidak diperbudak oleh penantian untuk mendapatkan pujian, penghargaan, dan imbalan. Kita tahu bahwa penantian adalah suatu hal yang tidak menyenangkan. Begitu pula menunggu diberi pujian, juga menjadi sesuatu yang tidak nyaman. Lebih getir lagi kalau yang kita lakukan ternyata tidak dipuji, pasti kita akan kecewa.Tapi bagi seorang hamba yang ikhlas, ia tidak akan pernah mengharapkan apapun dari siapapun, karena kenikmatan baginya bukan dari mendapatkan, tapi dari apa yang bisa dipersembahkan. Jadi kalau saudara mengepel lantai dan di dalam hati mengharap pujian, tidak usah heran jikalau nanti yang datang justru malah cibiran.Tidak usah heran pula kalau kita tidak ikhlas akan banyak kecewa dalam hidup ini. Orang yang tidak ikhlas akan banyak tersinggung dan terkecewakan karena ia memang terlalu banyak berharap. Karenanya biasakanlah kalau sudah berbuat sesuatu, kita lupakan perbuatan itu. Kita titipkan saja di sisi Allah yang pasti aman. Jangan pula disebut-sebut, diingat-ingat, nanti malah berkurang pahalanya.Lalu, dimanakah letak kekuatan hamba-hamba Allah yang ikhlas? Seorang hamba yang ikhlas akan memiliki kekuatan ruhiyah yang besar. Ia seakan-akan menjadi pancaran energi yang melimpah. Keikhlasan seorang hamba Allah dapat dilihat pula dari raut muka, tutur kata, serta gerak-gerik perilakunya. Kita akan merasa aman bergaul dengan orang yang ikhlas. Kita tidak curiga akan ditipu, kita tidak curiga akan dikecoh olehnya. Dia benar-benar bening dari berbuat rekayasa. Setiap tumpahan kata-kata dan perilakunya tidak ada yang tersembunyi. Semua itu ia lakukan tanpa mengharap apapun dari orang yang dihadapinya, yang ia harapakan hanyalah memberikan yang terbaik untuk siapapun.Sungguh akan nikmat bila bergaul dengan seorang hamba yang ikhlas. Setiap kata-katanya tidak akan bagai pisau yang akan mengiris hati. Perilakunya pun tidak akan menyudutkan dan menyempitkan diri. Tidak usah heran jikalau orang ikhlas itu punya daya gugah dan daya ubah yang begitu dahsyat.Dikisahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Turmudzi dan Ahmad, sebagai berikut : Tatkala Allah SWT menciptakan bumi, maka bumi pun bergetar. Lalu Allah pun menciptkana gunung dengan kekuatan yang telah diberikan kepadanya, ternyata bumi pun terdiam. Para malaikat terheran-heran akan penciptaan gunung tersebut. Kemudian mereka bertanya? "Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada gunung?"Allah menjawab, "Ada, yaitu besi" (Kita mafhum bahwa gunung batu pun bisa menjadi rata ketika dibor dan diluluhlantakkan oleh buldozer atau sejenisnya yang terbuat dari besi).Para malaikat pun kembali bertanya, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada besi?"Allah yang Mahasuci menjawab, "Ada, yaitu api" (Besi, bahkan baja bisa menjadi cair, lumer, dan mendidih setelah dibakar bara api).Bertanya kembali para malaikat, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada api?"Allah yang Mahaagung menjawab, "Ada, yaitu air" (Api membara sedahsyat apapun, niscaya akan padam jika disiram oleh air)."Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari air?" Kembali bertanya para malaikta.Allah yang Mahatinggi dan Mahasempurna menjawab, "Ada, yaitu angin" (Air di samudera luas akan serta merta terangkat, bergulung-gulung, dan menjelma menjadi gelombang raksasa yang dahsyat, tersimbah dan menghempas karang, atau mengombang-ambingkan kapal dan perahu yang tengah berlayar, tiada lain karena dahsyatnya kekuatan angin. Angin ternyata memiliki kekuatan yang teramat dahsyat).Akhirnya para malaikat pun bertanya lagi, "Ya Allah adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih dari semua itu?"Allah yang Mahagagah dan Mahadahsyat kehebatan-Nya menjawab, "Ada, yaitu amal anak Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya."Artinya, orang yang paling hebat, paling kuat, dan paling dahsyat adalah orang yang bersedekah tetapi tetap mampu menguasai dirinya, sehingga sedekah yang dilakukannya bersih, tulus, dan ikhlas tanpa ada unsur pamer ataupun keinginan untuk diketahui orang lain.Inilah gambaran yang Allah berikan kepada kita bagaimana seorang hamba yang ternyata mempunyai kekuatan dahsyat adalah hamba yang bersedekah, tetapi tetap dalam kondisi ikhlas. Karena naluri dasar kita sebenarnya selalu rindu akan pujian, penghormatan, penghargaan, ucapan terima kasih, dan sebagainya. Kita pun selalu tergelitik untuk memamerkan segala apa yang ada pada diri kita ataupun segala apa yang bisa kita lakukan. Apalagi kalau yang ada pada diri kita atau yang tengah kita lakukan itu berupa kebaikan.Nah, sahabat. Orang yang ikhlas adalah orang yang punya kekuatan, ia tidak akan kalah oleh aneka macam selera rendah, yaitu rindu pujian dan penghargaan. Allaahu Akbar.***Home Dasar-Dasar Islam Tazkiyatun Nufus Tiga Ciri Orang Ikhlas

Tiga Ciri Orang Ikhlas

Rubrik: Tazkiyatun Nufus | Oleh: Mochamad Bugi - 03/05/08 | 16:19 | 27 Rabbi al-Thanni 1429 H

Ada 107 komentar 221.952 Hits

Iklan negatif? Laporkan!

Ilustrasi

dakwatuna.com Jika ada kader dakwah merasakan kekeringan ruhiyah, kegersangan ukhuwah, kekerasan hati, hasad, perselisihan, friksi, dan perbedaan pendapat yang mengarah ke permusuhan, berarti ada masalah besar dalam tubuh mereka. Dan itu tidak boleh dibiarkan. Butuh solusi tepat dan segera.

Jika merujuk kepada Al-Quran dan Sunnah, kita akan menemukan pangkal masalahnya, yaitu hati yang rusak karena kecenderungan pada syahwat. Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada. (Al-Hajj: 46). Rasulullah saw. bersabda, Ingatlah bahwa dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik maka seluruh tubuhnya baik; dan jika buruk maka seluruhnya buruk. Ingatlah bahwa segumpul daging itu adalah hati. (Muttafaqun alaihi). Imam Al-Ghazali pernah ditanya, Apa mungkin para ulama (para dai) saling berselisih? Ia menjawab, Mereka akan berselisih jika masuk pada kepentingan dunia.

Karena itu, pengobatan hati harus lebih diprioritaskan dari pengobatan fisik. Hati adalah pangkal segala kebaikan dan keburukan. Dan obat hati yang paling mujarab hanya ada dalam satu kata ini: ikhlas.

Kedudukan IkhlasIkhlas adalah buah dan intisari dari iman. Seorang tidak dianggap beragama dengan benar jika tidak ikhlas. Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (Al-Anam: 162). Surat Al-Bayyinah ayat 5 menyatakan, Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus. Rasulullah saw. bersabda, Ikhlaslah dalam beragama; cukup bagimu amal yang sedikit.

Tatkala Jibril bertanya tentang ihsan, Rasul saw. berkata, Engkau beribadah kepada Allah seolah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah melihatmu. Rasulullah saw. bersabda, Sesungguhnya Allah tidak menerima amal kecuali dilakukan dengan ikhlas dan mengharap ridha-Nya.

Fudhail bin Iyadh memahami kata ihsan dalam firman Allah surat Al-Mulk ayat 2 yang berbunyi, Liyabluwakum ayyukum ahsanu amala, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya dengan makna akhlasahu (yang paling ikhlas) dan ashwabahu (yang paling benar). Katanya, Sesungguhnya jika amal dilakukan dengan ikhlas tetapi tidak benar, maka tidak diterima. Dan jika amal itu benar tetapi tidak ikhlas, juga tidak diterima. Sehingga, amal itu harus ikhlas dan benar. Ikhlas jika dilakukan karena Allah Azza wa Jalla dan benar jika dilakukan sesuai sunnah. Pendapat Fudhail ini disandarkan pada firman Allah swt. di surat Al-Kahfi ayat 110.

Imam Syafii pernah memberi nasihat kepada seorang temannya, Wahai Abu Musa, jika engkau berijtihad dengan sebenar-benar kesungguhan untuk membuat seluruh manusia ridha (suka), maka itu tidak akan terjadi. Jika demikian, maka ikhlaskan amalmu dan niatmu karena Allah Azza wa Jalla.

Karena itu tak heran jika Ibnul Qoyyim memberi perumpamaan seperti ini, Amal tanpa keikhlasan seperti musafir yang mengisi kantong dengan kerikil pasir. Memberatkannya tapi tidak bermanfaat. Dalam kesempatan lain beliau berkata, Jika ilmu bermanfaat tanpa amal, maka tidak mungkin Allah mencela para pendeta ahli Kitab. Jika ilmu bermanfaat tanpa keikhlasan, maka tidak mungkin Allah mencela orang-orang munafik.

Makna IkhlasSecara bahasa, ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih tidak kotor. Maka orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya dalam beramal.

Sedangkan secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari kotoran yang merusak.

Seseorang yang ikhlas ibarat orang yang sedang membersihkan beras (nampi beras) dari kerikil-kerikil dan batu-batu kecil di sekitar beras. Maka, beras yang dimasak menjadi nikmat dimakan. Tetapi jika beras itu masih kotor, ketika nasi dikunyah akan tergigit kerikil dan batu kecil. Demikianlah keikhlasan, menyebabkan beramal menjadi nikmat, tidak membuat lelah, dan segala pengorbanan tidak terasa berat. Sebaliknya, amal yang dilakukan dengan riya akan menyebabkan amal tidak nikmat. Pelakunya akan mudah menyerah dan selalu kecewa.

Karena itu, bagi seorang dai makna ikhlas adalah ketika ia mengarahkan seluruh perkataan, perbuatan, dan jihadnya hanya untuk Allah, mengharap ridha-Nya, dan kebaikan pahala-Nya tanpa melihat pada kekayaan dunia, tampilan, kedudukan, sebutan, kemajuan atau kemunduran. Dengan demikian si dai menjadi tentara fikrah dan akidah, bukan tentara dunia dan kepentingan. Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku. Dai yang berkarakter seperti itulah yang punya semboyan Allahu Ghayaatunaa, Allah tujuan kami, dalam segala aktivitas mengisi hidupnya.

Buruknya RiyaMakna riya adalah seorang muslim memperlihatkan amalnya pada manusia dengan harapan mendapat posisi, kedudukan, pujian, dan segala bentuk keduniaan lainnya. Riya merupakan sifat atau ciri khas orang-orang munafik. Disebutkan dalam surat An-Nisaa ayat 142, Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat itu) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.

Riya juga merupakan salah satu cabang dari kemusyrikan. Rasulullah saw. bersabda, Sesungguhnya yang paling aku takuti pada kalian adalah syirik kecil. Sahabat bertanya, Apa itu syirik kecil, wahai Rasulullah? Rasulullah saw. menjawab, Riya. Allah berkata di hari kiamat ketika membalas amal-amal hamba-Nya, Pergilah pada yang kamu berbuat riya di dunia dan perhatikanlah, apakah kamu mendapatkan balasannya?' (HR Ahmad).

Dan orang yang berbuat riya pasti mendapat hukuman dari Allah swt. Orang-orang yang telah melakukan amal-amal terbaik, apakah itu mujahid, ustadz, dan orang yang senantiasa berinfak, semuanya diseret ke neraka karena amal mereka tidak ikhlas kepada Allah. Kata Rasulullah saw., Siapa yang menuntut ilmu, dan tidak menuntutnya kecuali untuk mendapatkan perhiasan dunia, maka ia tidak akan mendapatkan wangi-wangi surga di hari akhir. (HR Abu Dawud)

Ciri Orang Yang IkhlasOrang-orang yang ikhlas memiliki ciri yang bisa dilihat, diantaranya:

1. Senantiasa beramal dan bersungguh-sungguh dalam beramal, baik dalam keadaan sendiri atau bersama orang banyak, baik ada pujian ataupun celaan. Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, Orang yang riya memiliki beberapa ciri; malas jika sendirian dan rajin jika di hadapan banyak orang. Semakin bergairah dalam beramal jika dipuji dan semakin berkurang jika dicela.

Perjalanan waktulah yang akan menentukan seorang itu ikhlas atau tidak dalam beramal. Dengan melalui berbagai macam ujian dan cobaan, baik yang suka maupun duka, seorang akan terlihat kualitas keikhlasannya dalam beribadah, berdakwah, dan berjihad.

Al-Quran telah menjelaskan sifat orang-orang beriman yang ikhlas dan sifat orang-orang munafik, membuka kedok dan kebusukan orang-orang munafik dengan berbagai macam cirinya. Di antaranya disebutkan dalam surat At-Taubah ayat 44-45, Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa. Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya.

2. Terjaga dari segala yang diharamkan Allah, baik dalam keadaan bersama manusia atau jauh dari mereka. Disebutkan dalam hadits, Aku beritahukan bahwa ada suatu kaum dari umatku datang di hari kiamat dengan kebaikan seperti Gunung Tihamah yang putih, tetapi Allah menjadikannya seperti debu-debu yang beterbangan. Mereka adalah saudara-saudara kamu, dan kulitnya sama dengan kamu, melakukan ibadah malam seperti kamu. Tetapi mereka adalah kaum yang jika sendiri melanggar yang diharamkan Allah. (HR Ibnu Majah)

Tujuan yang hendak dicapai orang yang ikhlas adalah ridha Allah, bukan ridha manusia. Sehingga, mereka senantiasa memperbaiki diri dan terus beramal, baik dalam kondisi sendiri atau ramai, dilihat orang atau tidak, mendapat pujian atau celaan. Karena mereka yakin Allah Maha melihat setiap amal baik dan buruk sekecil apapun.

3. Dalam dakwah, akan terlihat bahwa seorang dai yang ikhlas akan merasa senang jika kebaikan terealisasi di tangan saudaranya sesama dai, sebagaimana dia juga merasa senang jika terlaksana oleh tangannya.

Para dai yang ikhlas akan menyadari kelemahan dan kekurangannya. Oleh karena itu mereka senantiasa membangun amal jamai dalam dakwahnya. Senantiasa menghidupkan syuro dan mengokohkan perangkat dan sistem dakwah. Berdakwah untuk kemuliaan Islam dan umat Islam, bukan untuk meraih popularitas dan membesarkan diri atau lembaganya semata.

BELAJAR ILMU IKHLAS

Mari ku ajarkan mu tentang ikhlas, kata seorang guru kepada muridnya.Nanti saya ambilkan buku dan pena untuk menulisnya.Tak payah, bawa sahaja karung guni.Karung guni? soal anak muridnya, seperti tidak percaya.Mari kita ke pasar!

Dalam perjalanan ke pasar mereka berdua melalui jalan yang berbatu-batu.Kutip batu-batu yang besar dan masukkan ke dalam guni yang kau bawa itu, kata guru itu memberi arahan.Tanpa soal, anak muridnya memasukkan batu-batu besar yang mereka temui sepanjang jalan.Cukup?Belum, isi sampai penuh karung guni itu. Lebih banyak lebih baik.

Sampai di pasar, mereka berdua tidak membeli apa-apa pun. Gurunya hanya berlegar-legar, melihat-lihat dan kemudiannya mula beredar ke luar.Tok guru, kita tidak beli apa-apa kah?Tidak. Bukankah karung guni mu telah penuh?Ya, ya kata murid itu sambil memikul guni yang berat itu kelelahan.

Banyak beli barang, tegur seorang kenalan apabila melihat anak murid itu memikul guni yang berisi penuh dengan batu-batu.Wah, tentu mereka berdua ini orang kaya. Banyak sungguh barang yang mereka beli, bisik orang lalu-lalang apabila melihat guru dan anak murid tersebut.Agaknya, mereka hendak buat kenduri dengan barang-barang yang banyak itu, kata orang yang lain.

Sampai sahaja di tempat tinggal mereka, murid tadi meletakkan guni yang berisi batu-batu tadi.Oh, letih sungguh apa yang kita nak buat dengan batu-batu ni Tok?Tak buat apa-apa.Eh, kalau begitu letih sahajalah saya, balas anak murid.Letih memang letih, tapi kamu dah belajar tentang ikhlasBagaimana? tanya anak murid itu kehairanan.

Kamu dah belajar apa akibatnya tidak ikhlas dalam beramal.Dengan memikul batu-batu ini?Ya. Batu-batu itu umpama amalan yang riyak. Tidak ikhlas. Orang memujinya seperti orang-orang di pasar tadi memuji banyaknya barang yang kamu beli. Tapi, kamu sendiri tahu itu bukan barang makanan atau keperluan tetapi hanya batu-batuAmal yang tidak ikhlas umpama batu-batu ini?Ya, hanya beratnya sahaja yang terpaksa ditanggung. Dipuji orang, tetapi tidak ada nilainya di sisi Allah. Yang kamu dapat, hanya penatYa, sekarang saya sudah faham apa akibat jika beramal tetapi tidak ikhlas! ujar murid itu. Sekarang dia sudah faham apa akibatnya RIYAK dalam beramal.

Pengajaran:Ramai manusia tertipu dalam beramal kerana mengharapkan pujian orang. Padahal kata pujian daripada orang-orang itu tidak akan memberi manfaat pun kepadanya pada hari akhirat. Malah, mengharap pujian daripada manusia hanya akan menyebabkan diri terseksa kerana terpaksa hidup dalam keadaan yang bermuka-muka. Rugi benar orang yang tidak ikhlas, terseksa di dunia, terseksa di akhirat.

Tentang IkhlasSesungguhnya segala puji bagi Allah, Rabb seru sekalian alam, yang berkuasa membolak-balikkan hati anak Adam bagaimanapun Dia inginkan. Salawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi akhir zaman dan pembawa lentera bimbingan untuk membangkitkan kesadaran hati manusia yang telah lalai dan lupa akan hakekat kehidupan. Amma badu.

Saudara-saudara sekalian, semoga Allah menambahkan kepada kita bimbingan dan pertolongan sesungguhnya pada masa-masa seperti sekarang ini; masa yang penuh dengan ujian dan godaan serta kekacauan yang meluas di berbagai sudut kehidupan kita sangat memerlukan hadirnya hati yang diwarnai dengan keikhlasan. Hati yang selamat, sebagaimana yang disinggung oleh Allah taala dalam firman-Nya (yang artinya),

Pada hari itu -hari kiamat- tidaklah bermanfaat harta dan keturunan kecuali bagi orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat. (QS. asy-Syuara: 88-89)

Hati yang ikhlas itulah yang selamatIbnul Qayyim rahimahullah memaparkan,

Ia adalah hati yang selamat dari segala syahwat/keinginan nafsu yang menyelisihi perintah dan larangan Allah serta terbebas dari segala syubhat yang menyelisihi berita yang dikabarkan-Nya. (Ighatsat al-Lahfan, hal. 15)

Syaikh as-Sadi rahimahullah berkata,

Hati yang selamat itu adalah hati yang selamat dari syirik dan keragu-raguan serta terbebas dari kecintaan kepada keburukan/dosa atau perilaku terus menerus berkubang dalam kebidahan dan dosa-dosa. Karena hati itu bersih dari apa-apa yang disebutkan tadi, maka konsekunsinya adalah ia menjadi hati yang diwarnai dengan lawan-lawannya yaitu; keikhlasan, ilmu, keyakinan, cinta kepada kebaikan serta dihiasinya -tampak indah- kebaikan itu di dalam hatinya. Sehingga keinginan dan rasa cintanya akan senantiasa mengikuti kecintaan Allah, dan hawa nafsunya akan tunduk patuh mengikuti apa yang datang dari Allah. (Taisir al-Karim ar-Rahman [2/812])

Ibnul Qayyim rahimahullah juga mensifatkan pemilik hati yang selamat itu dengan ucapannya,

Ia akan senantiasa berusaha mendahulukan keridhaan-Nya dalam kondisi apapun serta berupaya untuk selalu menjauhi kemurkaan-Nya dengan segala macam cara. Kemudian, beliau juga mengatakan, amalnya ikhlas karena Allah. Apabila dia mencintai maka cintanya karena Allah. Apabila dia membenci maka bencinya juga karena Allah. Apabila memberi maka pemberiannya itu karena Allah. Apabila tidak memberi juga karena Allah (Ighatsat al-Lahfan, hal. 15)

Ayat-Ayat Yang Memerintahkan Untuk IkhlasAllah taala berfirman (yang artinya),

Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu al-Kitab dengan benar, maka sembahlah Allah dengan mengikhlaskan agama untuk-Nya. Ketahuilah, sesungguhnya agama yang murni itu merupakan hak Allah. (QS. az-Zumar: 2-3)

Allah taala berfirman (yang artinya),

Padahal, mereka tidaklah disuruh melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan agama untuk-Nya dalam menjalankan ajaran yang lurus, mendirikan sholat dan menunaikan zakat. Demikian itulah agama yang lurus. (QS. al-Bayyinah: 5)

Allah taala berfirman (yang artinya),

Berdoalah kepada Allah dengan mengikhlaskan agama/amal untuk-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai. (QS. Ghafir: 14)

Allah taala berfirman (yang artinya),

Dialah Yang Maha Hidup, tiada sesembahan -yang benar- selain Dia, maka sembahlah Dia dengan mengikhlaskan agama bagi-Nya. (QS. Ghafir: 65)

Hadits-Hadits Yang Memerintahkan Untuk IkhlasRasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amalan kecuali yang ikhlas dan dilakukan demi mengharap wajah-Nya. (HR. Nasai dari Abu Umamah al-Bahili radhiyallahuanhu, sanadnya hasan, dihasankan oleh al-Iraqi dalam Takhrij al-Ihya)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Orang yang paling berbahagia dengan syafaatku kelak pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan la ilaha illallah dengan ikhlas dari dalam hati atau dirinya. (HR. Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahuanhu)

Gara-Gara Tidak IkhlasDari Sulaiman bin Yasar, dia berkata: Suatu saat, ketika orang-orang mulai bubar meninggalkan majelis Abu Hurairah -radhiyallahuanhu-, maka Natil -salah seorang penduduk Syam- (beliau ini adalah seorang tabiin yang tinggal di Palestina, pent) berkata kepadanya,

Wahai Syaikh, tuturkanlah kepada kami suatu hadits yang pernah anda dengar dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Abu Hurairah menjawab,

Baiklah. Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya orang-orang yang pertama kali diadili pada hari kiamat adalah:

[Yang pertama] Seorang lelaki yang telah berjuang demi mencari mati syahid. Lalu dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sekiranya akan diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya. Allah bertanya kepadanya, Apa yang telah kamu lakukan untuk mendapatkan itu semua?. Dia menjawab, Aku berperang di jalan-Mu sampai aku menemui mati syahid. Allah menimpali jawabannya, Kamu dusta. Sebenarnya kamu berperang agar disebut-sebut sebagai pemberani, dan sebutan itu telah kamu peroleh di dunia. Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dia dilemparkan ke dalam api neraka.

[Yang kedua] Seorang lelaki yang menimba ilmu dan mengajarkannya serta pandai membaca/menghafal al-Quran. Lalu dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sekiranya akan diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya. Allah bertanya kepadanya, Apa yang telah kamu lakukan untuk mendapatkan itu semua?. Dia menjawab, Aku menimba ilmu dan mengajarkannya serta aku membaca/menghafal al-Quran di jalan-Mu. Allah menimpali jawabannya, Kamu dusta. Sebenarnya kamu menimba ilmu agar disebut-sebut sebagai orang alim, dan kamu membaca al-Quran agar disebut sebagai qari. Dan sebutan itu telah kamu dapatkan di dunia. Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dia dilemparkan ke dalam api neraka.

[Yang ketiga] Seorang lelaki yang diberi kelapangan oleh Allah serta mendapatkan karunia berupa segala macam bentuk harta. Lalu dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sekiranya akan diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya. Allah bertanya kepadanya, Apa yang telah kamu lakukan untuk mendapatkan itu semua?. Dia menjawab, Tidak ada satupun kesempatan yang Engkau cintai agar hamba-Mu berinfak padanya melainkan aku telah berinfak padanya untuk mencari ridha-Mu. Allah menimpali jawabannya, Kamu dusta. Sesungguhnya kamu berinfak hanya demi mendapatkan sebutan sebagai orang yang dermawan. Dan sebutan itu telah kamu dapatkan di dunia. Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dia dilemparkan ke dalam api neraka.

(HR. Muslim [1903], lihat Syarh Muslim [6/529-530])

Hadits yang agung ini memberikan faedah bagi kita, di antaranya:1. Dosa riya -yaitu beramal karena dilihat orang dan demi mendapatkan sanjungan- adalah dosa yang sangat diharamkan dan sangat berat hukumannya (lihat Syarh Muslim [6/531]). Riya merupakan bahaya yang lebih dikhawatirkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam menimpa orang-orang salih sekelas para sahabat. Beliau bersabda,

Maukah kukabarkan kepada kalian mengenai sesuatu yang lebih aku takutkan menyerang kalian daripada al-Masih ad-Dajjal?. Para sahabat menjawab, Mau ya Rasulullah. Beliau berkata, Yaitu syirik yang samar. Tatkala seorang berdiri menunaikan sholat lantas membagus-baguskan sholatnya karena merasa dirinya diperhatikan oleh orang lain. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, al-Bushiri berkata sanadnya hasan) (lihat at-Tam-hid, hal. 397, al-Qaul al-Mufid [2/55]).

Kalau para sahabat saja demikian, maka bagaimana lagi dengan orang seperti kita? Allahul mustaaan

2. Dorongan agar menunaikan kewajiban ikhlas dalam beramal. Hal ini sebagaimana yang telah Allah perintahkan dalam ayat (yang artinya),

Tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar menyembah Allah dengan mengikhlaskan amal untuk-Nya dalam menjalankan agama yang lurus. (QS. al-Bayyinah: 5) (lihat Syarh Muslim [6/531])

3. Hadits ini menunjukkan bahwa dalil-dalil lain yang bersifat umum yang menyebutkan keutamaan jihad itu hanyalah berlaku bagi orang-orang yang berjihad secara ikhlas. Demikian pula pujian-pujian yang ditujukan kepada ulama dan orang-orang yang gemar berinfak dalam kebaikan hanyalah dimaksudkan bagi orang-orang yang melakukannya ikhlas karena Allah (lihat Syarh Muslim [6/531-532])

4. Sesungguhnya ikhlas tidak akan berkumpul dengan kecintaan kepada pujian dan sifat rakus terhadap apa yang dimiliki oleh orang lain. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

Tidak akan bersatu antara ikhlas di dalam hati dengan kecintaan terhadap pujian dan sanjungan serta ketamakan terhadap apa yang dimiliki oleh manusia, kecuali sebagaimana bersatunya air dengan api atau dhobb/sejenis biawak dengan ikan -musuhnya-. (al-Fawaid, hal. 143)

5. Keikhlasan merupakan sesuatu yang membutuhkan perjuangan dan kesungguh-sungguhan dalam menundukkan hawa nafsu. Sahl bin Abdullah berkata,

Tidak ada sesuatu yang lebih sulit bagi jiwa manusia selain daripada ikhlas. Karena di dalamnya sama sekali tidak terdapat jatah untuk memuaskan hawa nafsunya. (Jami al-Ulum wa al-Hikam, hal. 26).

Sebagian salaf berkata,

Tidaklah aku berjuang menundukkan diriku dengan perjuangan yang lebih berat daripada perjuangan untuk meraih ikhlas. (lihat al-Qaul al-Mufid [2/53])

6. Tercela dan diharamkannya orang yang menimba ilmu agama tidak ikhlas karena Allah. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Barangsiapa yang menuntut ilmu yang semestinya dipelajari demi mencari wajah Allah akan tetapi dia tidak menuntutnya melainkan untuk menggapai kesenangan dunia maka dia pasti tidak akan mendapatkan bau -harum- surga pada hari kiamat kelak. (HR. Abu Dawud dan disahihkan al-Albani) (lihat Jami al-Ulum wa al-Hikam, hal. 22)

7. Amalan yang tercampuri syirik -contohnya riya- tidak diterima oleh Allah. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Allah taala berfirman: Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang dia mempersekutukan diri-Ku dengan selain-Ku maka akan Kutinggalkan dia bersama kesyirikannya. (HR. Muslim) (lihat Jami al-Ulum wa al-Hikam, hal. 23)

8. Sebesar apapun amalan, maka yang akan diterima Allah hanyalah amal yang ikhlas. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Sesungguhnya Allah tidak menerima amalan kecuali yang dilakukan dengan ikhlas dan demi mencari wajah-Nya. (HR. Nasai dan dihasankan al-Albani) (lihat Jami al-Ulum wa al-Hikam, hal. 21)

9. Amalan yang besar bisa berubah menjadi kecil gara-gara niat, sebagaimana amal yang kecil bisa menjadi bernilai besar karena niat. Ibnu Mubarak berkata,

Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar karena niat, dan betapa banyak amalan yang besar menjadi kecil karena niat. (lihat Jami al-Ulum wa al-Hikam, hal. 19)

Buah KeikhlasanDi antara buah paling agung yang diperoleh oleh orang-orang yang ikhlas adalah diharamkan tersentuh api neraka. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Sesungguhnya Allah mengharamkan sentuhan api neraka kepada orang yang mengucapkan la ilaha illallah dengan ikhlas karena ingin mencari wajah Allah. (HR. Bukhari dan Muslim dari Itban radhiyallahuanhu)

Orang yang ikhlas/bertauhid maka akan selamat dari hukuman kekal di dalam neraka, yaitu selama di dalam hatinya masih tersisa iman/tauhid meskipun sekecil biji sawi. Dan apabila keikhlasan itu sempurna di dalam hatinya maka ia akan selamat dari hukuman neraka dan tidak masuk ke dalamnya sama sekali (lihat al-Qaul as-Sadid, hal. 17)

Orang yang mendapatkan keutamaan ini hanyalah orang yang ikhlas dalam mengucapkan kalimat syahadat. Maka terkecualikan dari keutamaan ini orang-orang munafik, dikarenakan mereka tidak mencari wajah Allah ketika mengucapkannya (lihat at-Tam-hid, hal. 26).

Hadits ini mengandung bantahan bagi kaum Murjiah yang menganggap bahwa ucapan la ilaha illallah itu sudah cukup meskipun tidak disertai dengan harapan untuk mencari wajah Allah (ikhlas). Demikian pula, hadits ini mengandung bantahan bagi kaum Khawarij dan Mutazilah yang beranggapan bahwa pelaku dosa besar kekal di dalam neraka, sementara hadits ini menunjukkan bahwa para pelaku perbuatan-perbuatan yang diharamkan tersebut -dan tidak bertaubat sebelum matinya- tidak akan kekal di neraka, hanya saja pelakunya memang berhak menerima hukuman/siksa (lihat al-Qaul al-Mufid ala Kitab at-Tauhid [1/46])

Selain itu, orang yang ikhlas juga akan merasa ringan dalam melakukan berbagai ketaatan -yang pada umumnya terasa memberatkan-, karena orang yang ikhlas senantiasa menyimpan harapan pahala dari Allah. Demikian pula, ia akan merasa ringan dalam meninggalkan maksiat, karena rasa takut akan hukuman Rabbnya yang tertanam kuat di dalam hatinya (lihat al-Qaul as-Sadid, hal. 17)

Orang yang ikhlas dalam beramal akan bisa mengubah amalannya yang tampak sedikit menjadi banyak pahalanya, sehingga ucapan dan amalannya akan membuahkan pahala yang berlipat ganda (lihat al-Qaul as-Sadid, hal. 19).

Syaikh as-Sadi rahimahullah mengatakan,

Amal-amal itu sesungguhnya memiliki keutamaan yang bervariasi dan pahala yang berlipat-lipat tergantung pada keimanan dan keikhlasan yang terdapat di dalam hati orang yang melakukannya (Bahjat al-Qulub al-Abrar, hal. 17). Semoga Allah menjadikan kita orang yang ikhlas.

(Sebagian materi artikel ini kami ambil dari kitab Tathir al-Anfaas bi Ahaadits al-Ikhlas)

_____________________________________Sumber: http://abumushlih.com/tentang-ikhlas.html/Ikhlas Dalam BeramalDiriwayatkan dari Amir al-Mukminin (pemimpin kaum beriman) Abu Hafsh Umar bin al-Khattab radhiyallahuanhu beliau mengatakan: Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

. Sesungguhnya setiap amalan harus disertai dengan niat. Setiap orang hanya akan mendapatkan balasan tergantung pada niatnya. Barangsiapa yang hijrah karena cinta kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena menginginkan perkara dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya (hanya) mendapatkan apa yang dia inginkan. (HR. Bukhari [Kitab Bad'i al-Wahyi, hadits no. 1, Kitab al-Aiman wa an-Nudzur, hadits no. 6689] dan Muslim [Kitab al-Imarah, hadits no. 1907])

Faedah HaditsHadits yang mulia ini menunjukkan bahwa niat merupakan timbangan penentu kesahihan amal. Apabila niatnya baik, maka amal menjadi baik. Apabila niatnya jelek, amalnya pun menjadi jelek (Syarh Arbain li an-Nawawi, sebagaimana tercantum dalam ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 26).

Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah mengatakan,

Bukhari mengawali kitab Sahihnya [Sahih Bukhari] dengan hadits ini dan dia menempatkannya laiknya sebuah khutbah [pembuka] untuk kitab itu. Dengan hal itu seolah-olah dia ingin menyatakan bahwa segala amal yang dilakukan tidak ikhlas karena ingin mencari wajah Allah maka amal itu akan sia-sia, tidak ada hasilnya baik di dunia maupun di akhirat. (Jami al-Ulum, hal. 13)

Ibnu as-Samani rahimahullah mengatakan,

Hadits tersebut memberikan faedah bahwa amal-amal non ibadat tidak akan bisa membuahkan pahala kecuali apabila pelakunya meniatkan hal itu dalam rangka mendekatkan diri [kepada Allah]. Seperti contohnya; makan -bisa mendatangkan pahala- apabila diniatkan untuk memperkuat tubuh dalam melaksanakan ketaatan. (Sebagaimana dinukil oleh al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam Fath al-Bari [1/17]. Lihat penjelasan serupa dalam al-Wajiz fi Idhah Qawaid al-Fiqh al-Kulliyah, hal. 129, ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 39-40)

Ibnu Hajar rahimahullah menerangkan,

hadits ini juga merupakan dalil yang menunjukkan tidak bolehnya melakukan suatu amalan sebelum mengetahui hukumnya. Sebab di dalamnya ditegaskan bahwa amalan tidak akan dinilai jika tidak disertai niat [yang benar]. Sementara niat [yang benar] untuk melakukan sesuatu tidak akan benar kecuali setelah mengetahui hukumnya (Fath al-Bari [1/22]).

Macam-Macam NiatIstilah niat meliputi dua hal; menyengaja melakukan suatu amalan [niyat al-'amal] dan memaksudkan amal itu untuk tujuan tertentu [niyat al-ma'mul lahu].

Yang dimaksud niyatu al-amal adalah hendaknya ketika melakukan suatu amal, seseorang menentukan niatnya terlebih dulu untuk membedakan antara satu jenis perbuatan dengan perbuatan yang lain. Misalnya mandi, harus dipertegas di dalam hatinya apakah niatnya untuk mandi biasa ataukah mandi besar. Dengan niat semacam ini akan terbedakan antara perbuatan ibadat dan non-ibadat/adat. Demikian juga, akan terbedakan antara jenis ibadah yang satu dengan jenis ibadah lainnya. Misalnya, ketika mengerjakan shalat [2 raka'at] harus dibedakan di dalam hati antara shalat wajib dengan yang sunnah. Inilah makna niat yang sering disebut dalam kitab-kitab fikih.

Sedangkan niyat al-mamul lahu maksudnya adalah hendaknya ketika beramal tidak memiliki tujuan lain kecuali dalam rangka mencari keridhaan Allah, mengharap pahala, dan terdorong oleh kekhawatiran akan hukuman-Nya. Dengan kata lain, amal itu harus ikhlas. Inilah maksud kata niat yang sering disebut dalam kitab aqidah atau penyucian jiwa yang ditulis oleh banyak ulama salaf dan disabdakan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Di dalam al-Quran, niat semacam ini diungkapkan dengan kata-kata iradah (menghendaki) atau ibtigha (mencari).

(Diringkas dari keterangan Syaikh as-Sadi dalam Bahjat al-Qulub al-Abrar, sebagaimana tercantum dalam ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 36-37 dengan sedikit penambahan dari Jami al-Ulum oleh Ibnu Rajab hal. 16-17)

Pentingnya IkhlasAllah taala berfirman (yang artinya),

Allah yang menciptakan kematian dan kehidupan dalam rangka menguji kalian; siapakah di antara kalian orang yang terbaik amalnya. (QS. al-Mulk: 2)

al-Fudhail bin Iyadh rahimahullah menafsirkan

makna yang terbaik amalnya yaitu yang paling ikhlas dan paling benar. Apabila amal itu ikhlas namun tidak benar, maka tidak akan diterima. Begitu pula apabila benar tapi tidak ikhlas, maka juga tidak diterima. Ikhlas yaitu apabila dikerjakan karena Allah. Benar yaitu apabila di atas sunnah/tuntunan (Diriwayatkan oleh Abu Nuaim dalam Hilyat al-Auliya [8/95] sebagaimana dinukil dalam Tajrid al-Ittiba fi Bayan Asbab Tafadhul al-Amal, hal. 50. Lihat pula Jami al-Ulum wa al-Hikam, hal. 19)

Pada suatu saat sampai berita kepada Abu Bakar tentang pujian orang-orang terhadap dirinya. Maka beliau pun berdoa kepada Allah,

Ya Allah. Engkau lah yang lebih mengetahui diriku daripada aku sendiri. Dan aku lebih mengetahui diriku daripada mereka. Oleh sebab itu ya Allah, jadikanlah aku lebih baik daripada yang mereka kira. Dan janganlah Kau siksa aku karena akibat ucapan mereka. Dan ampunilah aku dengan kasih sayang-Mu atas segala sesuatu yang tidak mereka ketahui. (Kitab Az Zuhd Nuaim bin Hamad, dinukil dari Maalim fi Thariq Thalabil Ilmi, hal. 119)

Mutharrif bin Abdullah rahimahullah mengatakan,

Baiknya hati dengan baiknya amalan, sedangkan baiknya amalan dengan baiknya niat. (Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Rajab dalam Jami al-Ulum wa al-Hikam, hal. 19)

Ibnu al-Mubarak rahimahullah mengatakan,

Betapa banyak amal kecil menjadi besar karena niat. Dan betapa banyak pula amal besar menjadi kecil gara-gara niat. (Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Rajab dalam Jami al-Ulum wa al-Hikam, hal. 19)

Seorang ulama yang mulia dan sangat wara (berhati-hati) Sufyan Ats Tsauri rahimahullah berkata,

Tidaklah aku menyembuhkan sesuatu yang lebih sulit daripada niatku. (Tadzkiratus Sami wal Mutakallim, dinukil dari Maalim fii Thariq Thalabil Ilmi, hal. 19)

Pada suatu ketika sampai berita kepada Imam Ahmad bahwa orang-orang mendoakan kebaikan untuknya, maka beliau berkata,

Semoga saja, ini bukanlah bentuk istidraj (yang membuatku lupa diri). (Siyar Alamin Nubala, dinukil dari Maalim fii Thariq Thalabil Ilmi, hal. 22)

Begitu pula ketika salah seorang muridnya mengabarkan pujian orang-orang kepada beliau, maka Imam Ahmad mengatakan kepada si murid,

Wahai Abu Bakar. Apabila seseorang telah mengenali hakikat dirinya sendiri maka ucapan orang tidak akan berguna baginya. (Siyar Alamin Nubala, dinukil dari Maalim fii Thariq Thalabil Ilmi, hal. 22)

Ad Daruquthni rahimahullah mengatakan,

Pada awalnya kami menuntut ilmu bukan semata-mata karena Allah, akan tetapi ternyata ilmu enggan sehingga menyeret kami untuk ikhlas dalam belajar karena Allah. (Tadzkiratus Sami wal Mutakallim, dinukil dari Maalim fii Thariq Thalabil Ilmi, hal. 20)

Asy Syathibi rahimahullah mengatakan,

Penyakit hati yang paling terakhir menghinggapi hati orang-orang salih adalah suka mendapat kekuasaan dan gemar menonjolkan diri. (Al Itisham, dinukil dari Maalim fii Thariq Thalabil Ilmi, hal. 20)

Di dalam biografi Ayyub As Sikhtiyani disebutkan oleh Syubah bahwa Ayyub mengatakan,

Aku sering disebut orang, namun aku tidak senang disebut-sebut. (Siyar Alamin Nubala, dinukil dari Maalim fii Thariq Thalabil Ilmi, hal. 22)

Seorang ulama mengatakan,

Orang yang benar-benar berakal adalah yang mengenali hakikat dirinya sendiri serta tidak terpedaya oleh pujian orang-orang yang tidak mengerti hakikat dirinya (Dzail Thabaqat Hanabilah, dinukil dari Maalim fi Thariq Thalabil Ilmi, hal. 118)

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,

Tahun ibarat sebatang pohon sedangkan bulan-bulan adalah cabang-cabangnya, jam-jam adalah daun-daunnya dan hembusan nafas adalah buah-buahannya. Barang siapa yang pohonnya tumbuh di atas kemaksiatan maka buah yang dihasilkannya adalah hanzhal (buah yang pahit dan tidak enak dipandang, pent) sedangkan masa untuk memanen itu semua adalah ketika datangnya Yaumul Maaad (kari kiamat). Ketika dipanen barulah akan tampak dengan jelas buah yang manis dengan buah yang pahit.

Ikhlas dan tauhid adalah sebatang pohon di dalam hati yang cabang-cabangnya adalah amal-amal sedangkan buah-buahannya adalah baiknya kehidupan dunia dan surga yang penuh dengan kenikmatan di akherat. Sebagaimana buah-buahan di surga tidak akan akan habis dan tidak terlarang untuk dipetik maka buah dari tauhid dan keikhlasan di dunia pun seperti itu. Adapun syirik, kedustaan, dan riya adalah pohon yang tertanam di dalam hati yang buahnya di dunia adalah berupa rasa takut, kesedihan, gundah gulana, rasa sempit di dalam dada, dan gelapnya hati, dan buahnya di akherat nanti adalah berupa buah Zaqqum dan siksaan yang terus menerus. Allah telah menceritakan kedua macam pohon ini di dalam surat Ibrahim.

(Al Fawaid, hal. 158).

Syaikh Prof. Dr. Ibrahim ar-Ruhaili hafizhahullah mengatakan,

Ikhlas dalam beramal karena Allah taala merupakan rukun paling mendasar bagi setiap amal salih. Ia merupakan pondasi yang melandasi keabsahan dan diterimanya amal di sisi Allah taala, sebagaimana halnya mutabaah (mengikuti tuntunan) dalam melakukan amal merupakan rukun kedua untuk semua amal salih yang diterima di sisi Allah. (Tajrid al-Ittiba fi Bayan Asbab Tafadhul al-Amal, hal. 49)

_________________Penulis: Ari Wahyudi

http://muslim.or.id/hadits/ikhlas-dalam-beramal.htmlInginkah Anda Menjadi Orang yang Ikhlas?Seorang ulama yang bernama Sufyan Ats Tsauri pernah berkata, Sesuatu yang paling sulit bagiku untuk aku luruskan adalah niatku, karena begitu seringnya ia berubah-ubah.

Niat yang baik atau keikhlasan merupakan sebuah perkara yang sulit untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan sering berbolak-baliknya hati kita. Terkadang ia ikhlas, di lain waktu tidak. Padahal, sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, ikhlas merupakan suatu hal yang harus ada dalam setiap amal kebaikan kita. Amal kebaikan yang tidak terdapat keikhlasan di dalamnya hanya akan menghasilkan kesia-siaan belaka. Bahkan bukan hanya itu, ingatkah kita akan sebuah hadits Rasulullah yang menyatakan bahwa tiga orang yang akan masuk neraka terlebih dahulu adalah orang-orang yang beramal kebaikan namun bukan karena Allah?. Ya, sebuah amal yang tidak dilakukan ikhlas karena Allah bukan hanya tidak dibalas apa-apa, bahkan Allah akan mengazab orang tersebut, karena sesungguhnya amalan yang dilakukan bukan karena Allah termasuk perbuatan kesyirikan yang tak terampuni dosanya kecuali jika ia bertaubat darinya, Allah berfirman yang artinya,

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS. An Nisa : 48)

Ibnu Rajab dalam kitabnya Jamiul Ulum Wal Hikam menyatakan,

Amalan riya yang murni jarang timbul pada amal-amal wajib seorang mukmin seperti shalat dan puasa, namun terkadang riya muncul pada zakat, haji dan amal-amal lainnya yang tampak di mata manusia atau pada amalan yang memberikan manfaat bagi orang lain (semisal berdakwah, membantu orang lain dan lain sebagainya). Keikhlasan dalam amalan-amalan semacam ini sangatlah berat, amal yang tidak ikhlas akan sia-sia, dan pelakunya berhak untuk mendapatkan kemurkaan dan hukuman dari Allah.

Bagaimana Agar Aku Ikhlas ?Setan akan senantiasa menggoda dan merusak amal-amal kebaikan yang dilakukan oleh seorang hamba. Seorang hamba akan terus berusaha untuk melawan iblis dan bala tentaranya hingga ia bertemu dengan Tuhannya kelak dalam keadaan iman dan mengikhlaskan seluruh amal perbuatannya. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengetahui hal-hal apa sajakah yang dapat membantu kita agar dapat mengikhlaskan seluruh amal perbuatan kita kepada Allah semata, dan di antara hal-hal tersebut adalah

Banyak BerdoaDi antara yang dapat menolong seorang hamba untuk ikhlas adalah dengan banyak berdoa kepada Allah. Lihatlah Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, di antara doa yang sering beliau panjatkan adalah doa:

Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan-Mu sementara aku mengetahuinya, dan akupun memohon ampun terhadap perbuatan syirik yang tidak aku ketahui. (Hadits Shahih riwayat Ahmad)

Nabi kita sering memanjatkan doa agar terhindar dari kesyirikan padahal beliau adalah orang yang paling jauh dari kesyirikan. Inilah dia, Umar bin Khattab radhiyallahu anhu, seorang sahabat besar dan utama, sahabat terbaik setelah Abu Bakar, di antara doa yang sering beliau panjatkan adalah,

Ya Allah, jadikanlah seluruh amalanku amal yang saleh, jadikanlah seluruh amalanku hanya karena ikhlas mengharap Wajah-Mu, dan jangan jadikan sedikitpun dari amalanku tersebut karena orang lain.

Menyembunyikan Amal KebaikanHal lain yang dapat mendorong seseorang agar lebih ikhlas adalah dengan menyembunyikan amal kebaikannya. Yakni dia menyembunyikan amal-amal kebaikan yang disyariatkan dan lebih utama untuk disembunyikan (seperti shalat sunnah, puasa sunnah, dan lain-lain). Amal kebaikan yang dilakukan tanpa diketahui orang lain lebih diharapkan amal tersebut ikhlas, karena tidak ada yang mendorongnya untuk melakukan hal tersebut kecuali hanya karena Allah semata.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits,

Tujuh golongan yang akan Allah naungi pada hari di mana tidak ada naungan selain dari naungan-Nya yaitu pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh di atas ketaatan kepada Allah, laki-laki yang hatinya senantiasa terikat dengan mesjid, dua orang yang mencintai karena Allah, bertemu dan berpisah karena-Nya, seorang lelaki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang cantik dan memiliki kedudukan, namun ia berkata: sesungguhnya aku takut kepada Allah, seseorang yang bersedekah dan menyembunyikan sedekahnya tersebut hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya dan seseorang yang mengingat Allah di waktu sendiri hingga meneteslah air matanya. (HR Bukhari Muslim).

Apabila kita perhatikan hadits tersebut, kita dapatkan bahwa di antara sifat orang-orang yang akan Allah naungi kelak di hari kiamat adalah orang-orang yang melakukan kebaikan tanpa diketahui oleh orang lain. Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda

Sesungguhnya sebaik-baik shalat yang dilakukan oleh seseorang adalah shalat yang dilakukan di rumahnya kecuali shalat wajib. (HR. Bukhari Muslim)

Rasulullah menyatakan bahwa sebaik-baik shalat adalah shalat yang dilakukan di rumah kecuali shalat wajib, karena hal ini lebih melatih dan mendorong seseorang untuk ikhlas. Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah dalam Syarah Riyadush Sholihin menyatakan,

di antara sebabnya adalah karena shalat (sunnah) yang dilakukan di rumah lebih jauh dari riya, karena sesungguhnya seseorang yang shalat (sunnah) di mesjid dilihat oleh manusia, dan terkadang di hatinya pun timbul riya, sedangkan orang yang shalat (sunnah) di rumahnya maka hal ini lebih dekat dengan keikhlasan.

Basyr bin Al Harits berkata,Janganlah engkau beramal agar engkau disebut-sebut, sembunyikanlah kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan keburukanmu.Seseorang yang dia betul-betul jujur dalam keikhlasannya, ia mencintai untuk menyembunyikan kebaikannya sebagaimana ia menyembunyikan kejelekannya. Maka dari itu wahai saudaraku, marilah kita berusaha untuk membiasakan diri menyembunyikan kebaikan-kebaikan kita, karena ketahuilah, hal tersebut lebih dekat dengan keikhlasan.

Memandang Rendah Amal Kebaikan Memandang rendah amal kebaikan yang kita lakukan dapat mendorong kita agar amal perbuatan kita tersebut lebih ikhlas. Di antara bencana yang dialami seorang hamba adalah ketika ia merasa ridha dengan amal kebaikan yang dilakukan, di mana hal ini dapat menyeretnya ke dalam perbuatan ujub (berbangga diri) yang menyebabkan rusaknya keikhlasan. Semakin ujub seseorang terhadap amal kebaikan yang ia lakukan, maka akan semakin kecil dan rusak keikhlasan dari amal tersebut, bahkan pahala amal kebaikan tersebut dapat hilang sia-sia.

Said bin Jubair berkata,

Ada orang yang masuk surga karena perbuatan maksiat dan ada orang yang masuk neraka karena amal kebaikannya. Ditanyakan kepadanya Bagaimana hal itu bisa terjadi?. Beliau menjawab, seseorang melakukan perbuatan maksiat, ia pun senantiasa takut terhadap adzab Allah akibat perbuatan maksiat tersebut, maka ia pun bertemu Allah dan Allah pun mengampuni dosanya karena rasa takutnya itu, sedangkan ada seseorang yang dia beramal kebaikan, ia pun senantiasa bangga terhadap amalnya tersebut, maka ia pun bertemu Allah dalam keadaan demikian, maka Allah pun memasukkannya ke dalam neraka. Takut Akan Tidak Diterimanya Amal Allah ta'ala berfirman: Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. (QS. Al Muminun: 60)

Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa di antara sifat-sifat orang mukmin adalah mereka yang memberikan suatu pemberian, namun mereka takut akan tidak diterimanya amal perbuatan mereka tersebut ( Tafsir Ibnu Katsir ).

Hal semakna juga telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Aisyah ketika beliau bertanya kepada Rasulullah tentang makna ayat di atas. Ummul Mukminin Aisyah berkata,

Wahai Rasulullah apakah yang dimaksud dengan ayat, Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka adalah orang yang mencuri, berzina dan meminum khamr kemudian ia takut terhadap Allah?. Maka Rasulullah pun menjawab: Tidak wahai putri Abu Bakar Ash Shiddiq, yang dimaksud dengan ayat itu adalah mereka yang shalat, puasa, bersedekah namun mereka takut tidak diterima oleh Allah. (HR. Tirmidzi dengan sanad shahih )

Ya saudaraku, di antara hal yang dapat membantu kita untuk ikhlas adalah ketika kita takut akan tidak diterimanya amal kebaikan kita oleh Allah. Karena sesungguhnya keikhlasan itu tidak hanya ada ketika kita sedang mengerjakan amal kebaikan, namun keikhlasan harus ada baik sebelum maupun sesudah kita melakukan amal kebaikan. Apalah artinya apabila kita ikhlas ketika beramal, namun setelah itu kita merasa hebat dan bangga karena kita telah melakukan amal tersebut. Bukankah pahala dari amal kebaikan kita tersebut akan hilang dan sia-sia? Bukankah dengan demikian amal kebaikan kita malah tidak akan diterima oleh Allah? Tidakkah kita takut akan munculnya perasaan bangga setelah kita beramal sholeh yang menyebabkan tidak diterimanya amal kita tersebut? Dan pada kenyataannya hal ini sering terjadi dalam diri kita. Sungguh amat sangat merugikan hal yang demikian itu.

Tidak Terpengaruh Oleh Perkataan ManusiaPujian dan perkataan orang lain terhadap seseorang merupakan suatu hal yang pada umumnya disenangi oleh manusia. Bahkan Rasulullah pernah menyatakan ketika ditanya tentang seseorang yang beramal kebaikan kemudian ia dipuji oleh manusia karenanya, beliau menjawab,

Itu adalah kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin. (HR. Muslim)

Begitu pula sebaliknya, celaan dari orang lain merupakan suatu hal yang pada umumnya tidak disukai manusia. Namun saudaraku, janganlah engkau jadikan pujian atau celaan orang lain sebagai sebab engkau beramal saleh, karena hal tersebut bukanlah termasuk perbuatan ikhlas. Seorang mukmin yang ikhlas adalah seorang yang tidak terpengaruh oleh pujian maupun celaan manusia ketika ia beramal saleh. Ketika ia mengetahui bahwa dirinya dipuji karena beramal sholeh, maka tidaklah pujian tersebut kecuali hanya akan membuat ia semakin tawadhu (rendah diri) kepada Allah. Ia pun menyadari bahwa pujian tersebut merupakan fitnah (ujian) baginya, sehingga ia pun berdoa kepada Allah untuk menyelamatkannya dari fitnah tersebut. Ketahuilah wahai saudaraku, tidak ada pujian yang dapat bermanfaat bagimu maupun celaan yang dapat membahayakanmu kecuali apabila kesemuanya itu berasal dari Allah. Manakah yang akan kita pilih wahai saudaraku, dipuji manusia namun Allah mencela kita ataukah dicela manusia namun Allah memuji kita? Menyadari Bahwa Manusia Bukanlah Pemilik Surga dan NerakaSesungguhnya apabila seorang hamba menyadari bahwa orang-orang yang dia jadikan sebagai tujuan amalnya itu (baik karena ingin pujian maupun kedudukan yang tinggi di antara mereka), akan sama-sama dihisab oleh Allah, sama-sama akan berdiri di padang mahsyar dalam keadaan takut dan telanjang, sama-sama akan menunggu keputusan untuk dimasukkan ke dalam surga atau neraka, maka ia pasti tidak akan meniatkan amal perbuatan itu untuk mereka. Karena tidak satu pun dari mereka yang dapat menolong dia untuk masuk surga ataupun menyelamatkan dia dari neraka. Bahkan saudaraku, seandainya seluruh manusia mulai dari Nabi Adam sampai manusia terakhir berdiri di belakangmu, maka mereka tidak akan mampu untuk mendorongmu masuk ke dalam surga meskipun hanya satu langkah. Maka saudaraku, mengapa kita bersusah-payah dan bercapek-capek melakukan amalan hanya untuk mereka?

Ibnu Rajab dalam kitabnya Jamiul Ulum wal Hikam berkata:

Barang siapa yang berpuasa, shalat, berzikir kepada Allah, dan dia maksudkan dengan amalan-amalan tersebut untuk mendapatkan dunia, maka tidak ada kebaikan dalam amalan-amalan tersebut sama sekali, amalan-amalan tersebut tidak bermanfaat baginya, bahkan hanya akan menyebabkan ia berdosa. Yaitu amalan-amalannya tersebut tidak bermanfaat baginya, lebih-lebih bagi orang lain.

Ingin Dicintai, Namun DibenciSaudaraku, sesungguhnya seseorang yang melakukan amalan karena ingin dipuji oleh manusia tidak akan mendapatkan pujian tersebut dari mereka. Bahkan sebaliknya, manusia akan mencelanya, mereka akan membencinya, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Barang siapa yang memperlihat-lihatkan amalannya maka Allah akan menampakkan amalan-amalannya (HR. Muslim)

Akan tetapi, apabila seseorang melakukan amalan ikhlas karena Allah, maka Allah dan para makhluk-Nya akan mencintainya sebagaimana firman Allah taala:

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang. (QS. Maryam: 96)

Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dia akan menanamkan dalam hati-hati hamba-hamba-Nya yang saleh kecintaan terhadap orang-orang yang melakukan amal-amal saleh (yaitu amalan-amalan yang dilakukan ikhlas karena Allah dan sesuai dengan tuntunan Nabi-Nya ). (Tafsir Ibnu Katsir).

Dalam sebuah hadits dinyatakan

Sesungguhnya apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Dia menyeru Jibril dan berkata: wahai Jibril, sesungguhnya Aku mencintai fulan, maka cintailah ia. Maka Jibril pun mencintainya. Kemudian Jibril menyeru kepada penduduk langit: sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah ia. Maka penduduk langit pun mencintainya. Kemudian ditanamkanlah kecintaan padanya di bumi. Dan sesungguhnya apabila Allah membenci seorang hamba, maka Dia menyeru Jibril dan berkata : wahai Jibril, sesungguhnya Aku membenci fulan, maka bencilah ia. Maka Jibril pun membencinya. Kemudian Jibril menyeru kepada penduduk langit: sesungguhnya Allah membenci fulan, maka benciilah ia. Maka penduduk langit pun membencinya. Kemudian ditanamkanlah kebencian padanya di bumi. (HR. Bukhari Muslim)

Hasan Al Bashri berkata:

Ada seorang laki-laki yang berkata : Demi Allah aku akan beribadah agar aku disebut-sebut karenanya. Maka tidaklah ia dilihat kecuali ia sedang shalat, dia adalah orang yang paling pertama masuk mesjid dan yang paling terakhir keluar darinya. Ia pun melakukan hal tersebut sampai tujuh bulan lamanya. Namun, tidaklah ia melewati sekelompok orang kecuali mereka berkata: lihatlah orang yang riya ini. Dia pun menyadari hal ini dan berkata: tidaklah aku disebut-sebut kecuali hanya dengan kejelekan, sungguh aku akan melakukan amalan hanya karena Allah. Dia pun tidak menambah amalan kecuali amalan yang dulu ia kerjakan. Setelah itu, apabila ia melewati sekelompok orang mereka berkata: semoga Allah merahmatinya sekarang. Kemudian Hasan al bashri pun membaca ayat: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang. (Tafsir Ibnu Katsir)

Demikianlah pembahasan kali ini, semoga bermanfaat bagi diri penulis dan kaum muslimin pada umumnya. Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang ikhlas.