image 05

66
1

Upload: image-magazine

Post on 07-Apr-2016

217 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Architecture // Urbanism //Sayembara // Internship // IMA- Gunadharma // Institut Teknologi Bandung //

TRANSCRIPT

1

2

EDI-TORI-AL

Mutual Recognition Arrangement atau biasa disingkat sebagai MRA merupakan sebuah kesepakatan yang disetujui oleh setiap negara yang tergabung dalam ASEAN. Sebenarnya MRA sendiri merupakan suatu jawaban atau bagian dari program ASEAN yaitu Regional Economic Intergration yang rencananya akan mulai berlangsung pada tahun 2015. Salah satu tujuan dari MRA adalah agar arsitek-arsitek dari ASEAN dapat lebih mudah dan leluasa dalam berpraktek arsitektur dalam lingkup ASEAN. Ide tersebut sebenarnya merupakan ide yang cukup menarik karena dapat memperluas pasar, dari pasar domestik menjadi pasar berskala ASEAN. Namun tentu saja hal tersebut memiliki dampak-dampak tertentu bagi perasitekturan Indonesia khususnya, baik dampak positif maupun dampak negatif.

Pada edisi kali ini majalah IMAGE akan membahas bagaimana MRA akan mempengaruhi kondisi arsitektur Indonesia. Mengambil pandangan dari pihak-pihak yang berkecimpung dalam dunia arsitektur Indonesia seperti praktisi profesional arsitektur, akademisi, maupun pandangan Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI). Selain itu hal yang akan pula dibahas dalam edisi ini adalah bagaimana seharusnya sikap dan peran mahasiswa arsitektur dalam menghadapi persaingan global. Apa saja hal yang harus dibenahi dan dipersiapkan oleh mahasiswa arsitektur Indonesia. Apa saja keunggulan dan kekurangan mahasiswa arsitektur Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain. Dari pandangan setiap narasumber terseebut diharapkan pengetahuan wawasan akan apa yang akan terjadi dan dihadapi oleh dunia arsitektur Indonesia akan menjadi lebih jelas sehingga kita dapat lebih siap untuk menghadapi persaingan global yang tidak dapat terhindarkan ke depannya.

Jadi bagaimana sikap kita dalam menghadapi AEC?

EDITORIAL

#5

IMAGEVOL 5BEH IND THE SCENE

3

Marsha Aldira Etsa Amanda Ario Bimo N. Agnes Cynthia G. Aviannisa Hadi

Kevin TrikusumoAfifah H. A. Fachri Muzakir Intan Dyah Ayu M. Iqbal T.

Zahra Balqis Gagas Firas S.Olivia D.Ady Dwi N.Ulya Azma K.

Made Bagus Y. Rendy Setiawan Tiffani Rossa V, Jovita Callista Ida Ayu P.

Citra Jessi P. Rachel Pra Asta C. Norma Audita Natalia Siringo R.

Eko Purwono Robby Dwikojuliardi Realrich Sjarief Indra Budiman S. Sibarani Sofian Belly Munandar

Adelita FebiolaTim Sinar MasLuna Nuansa I.Tim Gaung Bandung Made Harris K.

IMAGE VOL 5

4

DAFTAR IS I

DAFTARISI

kembang tahu

liputan utana: MRA

cerita kp

sayembara

resensi: the eye of the skin

6

12

36

52

42

50

IMAGEVOL 5

5

DAFTAR IS I

DAFTARurban walker

kembang tahu

gaungbandung

liputan utana: MRA

6 12

54

IMAGE ART IKELVOL 5

6

IMAGEART IKELVOL 5

7

IMAGE ART IKELVOL 5

8

IMAGEART IKELVOL 5

9

IMAGE ART IKELVOL 5

10

IMAGE

11

IMAGE ART IKELVOL 5

12

IMAGEART IKELVOL 5

13

IMAGE VOL 5

14

GAUNG BANDUNG

IMAGEART IKELVOL 5

15

IMAGE VOL 5

16

L I PUTAN UTAMA: MRA

MRA (Mutual Recognition Arrangement) ASEAN yang akan diberlakukan pada 2015 akan berdampak pada bidang arsitektur di Asia Tenggara. Semua bagian dari arsitektur pun juga terkena dampaknya. Salah satunya adalah dari praktisi arsitek sendiri. Dalam edisi kali ini, IMAGE ingin memaparkan MRA dari sudut pandang praktisi yaitu Indra Budiman, sebagai Chief Executive Officer (Principal Architect and Urban Designer) dari sebuah perusahaan konsultan bernama PT. BITA Bina Semesta, Sibarani Sofian, sebagai Direktur Regional Divisi Urban Design AECOM untuk daerah Asia Tenggara, dan Realrich Sjarief, sebagai Principal Architect di RAW Architect, biro yang beliau dirikan.

Apa pendapat

mereka tentang

MRA?

IMAGEART IKELVOL 5

17

Indra Budiman, Chief Executive Officer (Principal Architect and Urban Designer) dari sebuah perusahaan konsultan bernama PT. BITA Bina Semesta, merupakan seorang praktisi yang telah berpengalaman dalam perancangan arsitektur. Sebagai seorang yang telah bertahun-tahun menggeluti bidang keprofesian arsitektur, Indra Budiman melihat MRA sebagai sebuah peluang.

Menurut Indra Budiman, MRA sebenarnya mer-upakan penyetaraan arsitek-arsitek antar negara Asia Tenggara dalam bersaing sehingga menjadi lebih bebas. Dengan adanya persaingan ini arsitek harus mengor-ganisasi diri untuk mengikuti tender-tender Internasi-onal dan juga bersaing dalam tender-tender nasional. Arsitek Indonesia harus siap menghadapi MRA. Bila ti-dak siap tender-tender pemerintah dapat dikuasai arsi-tek luar. Sebenarnya beberapa arsitek Indonesia sudah memiliki “nama”, tetapi jumlahnya masih sedikit diband-ing yang dimiliki luar.“MRA adalah sebuah peluang”, imbuh Indra Budi-

man. MRA bukan sebuah keuntungan maupun kerugian, tapi sebuah peluang. Peluang yang bisa digunakan den-gan baik oleh arsitek Indonesia untuk maju dan bersaing dengan arsitek luar baik untuk proyek luar negeri, mau-pun dalam negeri sendiri.

“MRA adalah sebuah

peluang. MRA bukan sebuah keuntungan

maupun kerugian,

tapi sebuah peluang.”

Dengan adanya penyetaraan oleh MRA, arsitek Indonesia bisa bersaing dan mengambil proyek luar negeri, tetapi berlaku juga sebaliknya, arsitek luar bisa masuk, sehingga arsitek Indonesia harus bisa bersaing juga untuk proyek dalam negeri. Apalagi bila dibandingkan pengalaman Arsitek luar lebih luas, namun secara harga Arsitek Indonesia kompetitif. Serta belum banyak biro yang memiliki konsultan engineering sendiri, sedangkan diluar lebih banyak.

1

IMAGE VOL 5

18

L I PUTAN UTAMA: MRA

Dengan peluang ini, banyak persiapan yang diperlukan. Karena MRA meningkatkan kompetisi antar arsitek, maka image kompetensi akan sangat berpengaruh, selain itu sertifikat arsitek seperti IAI atau AIA sangat dipandang untuk mendapatkan proyek. Oleh karena itu, salah satu cara menjawab tantangan MRA ini adalah dengan mendapatkan sertifikat tersebut.

Selain itu, untuk bisa menghasilkan arsitek yang lebih baik lagi, harus dilakukan perubahan terhadap kurikulum pendidikan yang ada agar ikut setara dengan pendidikan di luar sehingga dapat menghasilkan lulusan yang siap bersaing. Kebanyakan arsitek luar sudah memiliki lisensi sehingga arsitek Indonesia biasanya kalah bersaing. Oleh karena itu lisensi dan sertifikat arsitek sangat penting dalam kompetisi mendapatkan proyek ini, baik dalam negeri maupun luar negeri.

Dengan banyaknya arsitek luar yang bisa mendesain di Indonesia belum tentu ke-khas-an arsitektur nusantara akan hilang. Justru sebaliknya, arsitek luar banyak yang menguasai arsitektur nusantara dibandingkan arsitek Indonesia sendiri.

Dengan banyaknya arsitek luar yang bisa mendesain di Indonesia belum tentu ke-khas-an arsitektur nusantara akan hilang. Justru sebaliknya, arsitek luar banyak yang menguasai arsitektur nusantara dibandingkan arsitek Indonesia sendiri. Banyak contoh bangunan dengan arsitektur nusantara yang didesain oleh arsitek asing seperti beberapa bangunan di Bali dan beberapa developer ternama di Indonesia. Oleh karena itu, ini merupakan salah satu hal yang perlu direnungkan dan diperbaiki dari Indonesia sendiri.

Persiapan menghadapi MRA ini juga per-lu dilakukan dari sektor pendidikan di per-guruan tinggi. Sebagai peserta pendidikan di perguruan tinggi, mahasiswa perlu memper-siapkan beberapa hal, seperti mahasiswa ar-sitektur harus antusias dalam belajar, bukan hanya untuk mendapatkan nilai. Tapi, belajar untuk menambah wawasan dan skill. Hubun-gan IAI dan beberapa perguruan tinggi belum jelas untuk persiapan diri menghadapi MRA.

“Apakah Indonesia, apakah kita, bersedia dan

mau mengikuti perubahan dan

menyiapkan diri untuk menjawab

tantangan ini?”

“...mahasiswa arsitektur harus antusias dalam belajar, bukan

hanya untuk mendapatkan nilai.”

Disini peran organisasi mahasiswa men-jadi penting untuk memfasilitasi mahasiswa dalam mempersiapkan diri. Mahasiswa harus dapat mencari wawasan penting yang tidak didapat dalam kuliah seperti project manage-ment dan keterampilan kewirausahaan. Se-lain itu, aktif berorganisasi dapat melatih soft skill mahasiswa dalam mengorganisir diri dan orang lain.

IMAGEART IKELVOL 5

19

Sibarani Sofian, Direktur Regional Divisi Urban Design AECOM untuk

daerah Asia Tenggara. Sebagai seo-rang praktisi yang menggeluti bidang

Arsitektur dan Urban Design yang focus pada ASEAN dan lama berpen-

galaman di Negara-negara ASEAN, Sofian Sibarani melihat Mutual Recog-

nition Arrangement (MRA) dalam keprofesian Arsitektur sebagai sebuah

ancaman untuk Indonesia.

Inilah respon Sibarani Sofian yaitu MRA adalah sebuah ancaman bagi kita. Kita membutuhkan persiapan yang luar biasa untuk bisa sejajar dengan teman-teman di regional ASEAN, seperti Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand dan Vietnam. “They’re much more ready”, he said. Bayangkan, orang-orang Singapura sudah bisa masuk ke Indonesia untuk berpraktik disini, sebut saja Ong and Ong di Jakarta, DP architect, dan beberapa butik arsitek yang sudah merambah di Indonesia dan punya banyak proyek di Indonesia meskipun mereka belum buka praktik di sini.

Menurut Sibarani Sofian, dengan adanya MRA, praktisioner bisa saling membuka praktik di manapun di ASEAN meskipun memang ada kontekstualisasi terkait perizinan dan sebagainya. AECOM yang merupakan pe-rusahaan internasional mendapatkan untung yang san-gat besar di Indonesia karena brand-nya adalah brand internasional sehingga harga berada di tengah-tengah dan ternyata market-nya lumayan bagus. Jika semua konsultan internasional berpikir hal yang sama, berarti mereka akan menggunakan solusi glocal, global dan lo-kal. Global secara bisnis dan branding, sedangkan lokal secara resources. Dilihat dari sisi positifnya, kita adalah bangsa dengan manusia yang sifatnya “survival to the fittest” dan bisa beradaptasi. Tetapi, dari sisi negatifn-ya, jika perusahaan itu dipimpin oleh orang luar, maka semua uang dan manfaatnya akan keluar. Kita hanya akan menjadi teknisi, bukan leader atau game changer.

“...MRA adalah sebuah ancaman bagi

kita. Kita membutuhkan

persiapan yang luar biasa untuk bisa

sejajar dengan teman-teman

di regional ASEAN...”

2

20

Dengan persaingan yang kompetitif di du- nia ini, pastilah kita harus memiliki persiapan dalam menghadapi MRA. Kita harus menguasai bahasa asing, minimal bahasa Inggris. “MRA goes both way, it’s not just they’re coming to us, but us going out there”, Sibarani said. Kita juga harus buka praktik di Filipina, Thailand, dan Malaysia, tetapi itu yang kurang dari kita. Sebagian besar dari kita belum seperti itu. Kita cukup senang dengan kekayaan dan kebanyakan proyek-proyek yang ada di sini. Kita terlalu cepat puas dan menerima begitu saja. Padahal, kita merupakan bangsa yang berkelimpahan akan sumber daya. Berbeda dengan bangsa yang mempunyai banyak keterbatasan, seperti Singapura. Singapura sekarang ini merupakan hasil usaha mereka. Dahulu, Singapura berjuang untuk menemukan sumber daya karena mereka tidak mempunyai listrik bahkan air. Mereka berjuang terus dan menjadi lebih baik, sedangkan kita mudah terlena.

Kita tidak akan dapat manfaat dari MRA ini jika kita cepat puas. Kita hanya akan menja-di market. Kebanyakan orang Filipina berpikir MRA merupakan kesempatan berpraktik di Indonesia karena mereka mempunyai kom-petensi dan skill arsitektural yang dahsyat. Mereka bisa kerja cepat, menghasilkan hasil yang bagus dan murah, bahkan mau men-gambil resiko. Ketika mereka di luar negeri, mereka tetap bersama-sama. Berbeda den-gan orang Indonesia, ketika di luar negeri, mereka berkumpul terbatas pada kota dan universitas yang sama. “How we live in Indo-nesia defines how we live outside at some-point”, Sibarani said. Pada umumnya, Sibarani Sofian melihat MRA lebih banyak rugi dari-pada untung. Jadi, seharusnya kita bangkit!

Walaupun kita memiliki kekurangan, kita memiliki kelebihan, yaitu seorang peker-ja dan mempunyai rasa bersalah atas peker-jaan yang tidak selesai dengan baik, paling mengetahui software “aneh” (bajakan), dan terkenal murah. Lalu, ketika kita diberikan pekerjaan sebagai tim, kita mengerjakan-nya sebagai tim yang solid. Berbeda den-gan bangsa lain yang lebih individualis, tetapi mereka memiliki kemampuan sketsa, desain, dan hebat mengelaborasi bentuk. Tetap saja, persiapan kita mengkhawatirkan.

Kantor AECOM yang dibuka di Indo-nesia tidak memberikan banyak perbedaan kepada orang Indonesia karena AECOM itu seperti Citibank, “nobody owns AECOM”. “The way we move, the way we think, make desicion, it’s just like as if we’re public be-cause it owns by shareholders”, Sibarani Sofian said. SOM, HOK, DP Architect bu-kan merupakan “public company” yang pertanggungjawabannya harus ke publik.

Summarecon memiliki banyak mall yang sebagian besar dibuat oleh perusahaan orang Filipina. Dengan orang Filipina yang mempu-nyai banyak proyek, mengapa tidak membu-ka kantor sekalian di sini? Sisi positifnya bagi kita dengan biro asing yang membuka kantor di sini adalah lebih banyak kesempatan bagi kita untuk bekerja di perusahaan asing yang berada di Indonesia, dan bisa meningkat-kan daya saing. Kita lebih baik membuka diri untuk bersaing daripada menutup diri.

Sibarani Sofian lebih memilih ditro-bos oleh ASEAN lebih dulu karena Indonesia akan mati jika dibuka oleh Tiongkok. Investa-si Tiongkok masuk dari infrastruktur, sep-erti Jembatan Suramadu, apartemen-apar-temen di Jakarta, dan Bandung Monorel.

MRA itu, it goes both way, it’s not just they’re

coming to us, but us going out

there.”

IMAGEART IKELVOL 5

21

Pengerjaan mereka cepat dan baik. Siba-rani Sofian sampai hari ini harus memakai orang Tiongkok karena sepertiga lebih murah, pengerjaan cepat, dan bahasa Inggrisnya lan-car. Jika file master plan dan contoh bangunan yang diinginkan diberikan kepada orang Tio-angkok, mereka bisa menyelesaikannya hing-ga detail kaca-kaca dalam waktu tiga hari dan tidak menyalin bangunan satu dan lainnya. Sedangkan, orang Indonesia hanya ingin ting-gal render dan bahannya sudah siap semua, karena beralasan sudah banyak pekerjaan.

Untuk mengerjakan proyek-proyek di negara ASEAN, seorang arsitek pun per-lu memiliki lisensi ASEAN, tetapi untuk orang Indonesia harus mempunyai lisen-si IAI terlebih dahulu. Indonesia mempu-nyai asosiasi arsitek yang diakui pemerin-tah sehingga orang luar masuk hanya bisa sampai di level tertentu. Jika mereka tidak setara, mereka tidak bisa melakukan prak-tik. Jika kita tidak bisa setara (tidak mempu-nyai lisensi ASEAN) dengan mereka, maka kita sama saja hanya menggambar teknik.

Menjadi bagian dari IAI itu penting, teta-pi Beliau merasa mahasiswa arsitektur ku-rang mengetahui tentang IAI itu sendiri. Saat ini, kita hanya menekankan desain bagus dan murah sehingga kepopuleran sertifika-si IAI itu tidak menjadi kebutuhan dan pada suatu poin dianggap jarak oleh praktisi-prak-tisi. Sibarani Sofian yang tidak bersertifikat IAI dan andaikan mau bersertifikat, IAI akan

Sisi positifnya bagi kita dengan biro asing yang membuka kantor

di sini adalah lebih banyak kesempatan

bagi kita untuk bekerja di perusahaan asing yang berada di Indonesia, dan bisa meningkatkan daya

saing.

menguji dengan anak junior. Sebagai arsitek pasti mempunyai ego yang tinggi, padahal hal itu tidak masalah. “It’s my fault”, he said.

Persiapan dalam menghadapi MRA un-tuk mahasiswa perlu dilakukan. Selain bahasa, hal yang perlu dipersiapkan adalah “embrace strangers”. Kita harus berani menerima pe-rubahan dan menerima tantangan. Kita ha-rus lebih kompetitif. Penting bagi kita untuk berpikir glocal, “think global and act locally”. Sudah tidak ada alasan untuk tidak global karena sekarang akses dimana-mana. Se-lain itu, “how to position yourself locally” itu penting. Sebagian besar perusahaan inter-nasional akan memilih orang lokal dengan standar internasional untuk daerahnya. Kita harus belajar ke luar dan balik lagi ke Indo-nesia karena market Indonesia ada. Kemu-dian, jadilah pemimpin dari bisnis asing.

Dengan adanya MRA ini, kita harus bisa ikut serta dalam bisnis asing. Kita per-lu belajar bisnis asing di Indonesia. Hal ini dapat mengangkat kemampuan kita di mata asing. Kita harus belajar bisa meng-hasilkan solusi dalam waktu yang singkat dengan hasil maksimal dan sketsa kare-na bahasa visual adalah bahasa universal.

IMAGE ART IKELVOL 5

22

“Ketika kita mengetahui

ketidakmampuan

kita, maka seharusnya

belajarlah untuk

mampu.”

Sibarani Sofian berkata kita harus peduli dengan pera-turan planning dan zonasi negara sendiri saat ini, khususnya kelak ketika MRA diberlakukan. Kita harus lebih mengeta-huinya daripada orang luar. Jika kita bisa sampai merevolusi peraturan planning di Indonesia, hal ini bisa menjadi salah satu kunci supaya kita tidak kalah sama orang luar. Jan-gan menjadi arsitek yang tidak peduli dengan peraturan!

Menurut Sibarani Sofian, apa yang kita dapat di kam-pus hanya layer foundation saja dan akan lebih banyak mendapatkan ilmu di luar. Kurikulum di dalamnya pragmatis.

Kemampuan mengonsep itu penting. Itulah kelebihan dari mahasiswa ITB (Institut Teknologi Bandung). Tak han-ya itu, kita juga harus bisa menggambar dengan profesion al dan berjiwa pengusaha. Selain produk yang superfisial, seperti render bagus, kita juga harus paham dengan teknis yang logis yaitu struktur. Secara umum, kekurangan pen-didikan di Indonesia adalah pembekalan teori, misalnya teori ruang atau perkotaan oleh siapa dan siapa. Ini men-jadi isu utama ketika masuk dan interview di luar karena mereka juga meminta kamu menjadi thinker dan di sinilah teori-teori dasar harus kena. Jadi, rasanya pendidikan kita harus lima tahun atau take master degree baru lengkap.

Kadang yang menjadi dosa kita adalah “ignorance”. Kita banyak membiarkan yang salah. Sistem kalibrasi untuk menentukan kompetensi arsitek-arsitek Indonesia masih ku-rang diperhatikan. Masalah utama kita adalah kompetensi, kadang ada orang-orang yang tidak kompeten namun tidak tersingkir. Ketika kita mengetahui ketidakmampuan kita, maka seharusnya belajarlah untuk mampu. Singapura bisa menjadi hebat karena me-ritrokrasi yang jelas orang orang yang tidak kompeten sehingga tidak dapat kerja. Hadapi ketidak-mampuan itu dan jadikan dirimu lebih mampu! Sibarani Sofian berkata menjadi arsitek itu tough, very harsh world out there. People treat you like a crap yet you standing for it and be proud of it. Hal itulah kenapa kita harus punya idealisme dan passion. Ini penting, we live it.

“Kita harus berani menerima perubahan dan

menerima tantangan. Kita harus lebih

kompetitif. Penting bagi kita untuk berpikir glocal,

“think global and act locally.”

IMAGEART IKELVOL 5

23

Realrich Sjarief, Principal Architect di sebuah biro bernama RAW Architect. Sebagai seo-rang praktisi yang telah berpengalaman bekerja di dalam dan luar negeri hingga mendirikan biro Arsitektur sendiri, Realrich Sjarief melihat Mutual Recognition Arragement (MRA) itu sangat penting untuk ke depannya, bukan untuk saat ini.

Respon Realrich Sjarief tentang MRA yaitu MRA berbicara tentang definisi dan batasan. Batasan tersebut dibuat untuk mengamankan industri perencanaan arsitektur. Jika berbicara MRA, maka kita berbicara tentang klien dan arsitek. Menurutnya, tidak perlu takut karena bu-daya klien kita juga berbeda dengan di luar. Tetapi, berbicara tentang profesionalisme, kita ha-rus ikut karena MRA berbicara produk arsitektur.

Di luar sudah banyak produk arsitektur yang lebih tinggi (denah, tampak, potongan ter-integrasi dengan struktur dan ME, dsb). Produk berupa apa? CAD atau BIM? Jika di Singapu-ra sudah terbiasa dengan BIM, apakah kita perlu takut soal itu? Tidak juga, karena kontraktor Indonesia tidak semua bisa. Apakah kita perlu takut tentang itu? Perlu juga, karena itu adalah

“...MRA adalah hal yang baik

karena memacu kita untuk beker-

ja dua kali leb-ih keras supaya mengejar ketert-inggalan negara ini dan merubah

industri ini.”

3

IMAGE VOL 5

24

L I PUTAN UTAMA: MRA

landasan untuk profesional sebab BIM dapat memperkecil kesalahan. Apa yang di-submit? Yang di-submit adalah modelnya. Itu adalah profesionalitas. Jika tentang image, kita per-lu takut karena klien mudah tergiur tentang image. Dengan sistem yang dimiliki oleh kita, kita harus hati-hati. Kita kebanyakan masih berpusat pada isu-isu yang bersifat citra diri.

Jika arsitek seperti Norman Foster atau Zaha Hadid yang pasti membawa teknologi baru, maka kita dapat mempelajarinya. Hal seperti itu berbicara tentang influence. Kita harus yakin bahwa influence yang dibawa adalah Jika arsitek seperti Norman Foster atau Zaha Hadid yang pasti membawa teknologi baru, maka kita dapat mempelajarinya. Hal

Indonesia ini, kita perlu bertanya tentang indentitas bangsa kita. Itu rumit sekali. Arsi-tektur lokal itu terbatas di segi sumber daya. Pertanyaan seberapa pentingkah? Mungkin untuk image itu penting, tetapi untuk pen-golahan dalam diri seorang arsitek, hal yang penting itu bisa menjadi tidak penting. Hal itu tergantung arsiteknya. Bila seorang arsitek dapat mengolah dengan baik sumber daya yang ada, itulah kemampuan dia.

Jika kita berbicara identitas Indonesia, kita harus berbicara inovasi. Lihat saja kita su-dah membuat Candi Borobudur sampai tinggi sekali dan bagus. Apakah kita mempunyai ba-ngunan yang hebat seperti Candi Borobudur? Dari situ, kita lihat struktur bangunan yang masterpiece pada kita apa? Teknologi dan inovasi apa yang kita punya sekarang? Apa yang sudah kita berikan untuk teknologi saat ini? Banyak orang berkata lebih baik murah, sedangkan yang baru itu mahal. Padahal, se-suatu yang diukur dengan uang itu bukanlah arsitektur. Kita tidak boleh hidup diukur den-

na memacu kita untuk bekerja dua kali lebih keras supaya mengejar ketertinggalan neg-ara ini dan merubah industri ini. Bila indus-tri ini sudah berubah, maka we’re READY for change karena lambat laun MRA yang lebih besar akan terjadi.

Kita semua berada pada satu sistem yang saling mempengaruhi. Hanya siapa saja yang mau mempengaruhi? Mempengaruhi dengan apa? Mempengaruhi itu harus menggunakan pikiran, filosofi apa yang dibawakan, kemam-puan apa yang dibisakan, dan kapabilitas apa yang dimiliki. Tetapi, hal terpenting adalah es-ensi yang dibawa. Esensi apa di arsitektur? Es-ensi pada arsitektur itu sendiri adalah meng-gubah ruang, membuat orang bahagia, dan membuat sesuatu ciri yang khas bagi orang dan lingkungannya.

Dengan arsitek luar mengerjakan sebuah proyek di Indonesia, hal ini bisa dapat atau tidak dapat menghilangkan ke-khasan In-donesia. Ketika berbicara tentang ke-khasan

seperti itu berbicara tentang influence. Kita harus yakin bahwa influence yang dibawa adalah kualitas terbaik. Jika kita membuka diri total dan tidak ada filter, maka akan ber-bahaya.

Ada cracking point untuk berubah ke arah yang baik. Jika kita bisa belajar dengan baik, membawa perubahan ke arah yang lebih baik dan mendukung kita ke arah profesion-al, maka kita akan baik-baik saja. Kita harus menggali sebanyak mungkin ilmu yang dimi-liki oleh partner-partner luar hingga sistem layering untuk menghadapi MRA ini. Real-rich Sjarief yang pernah bekerja di bebera-pa biro, seperti Urbane dan Norman Foster berpendapat MRA adalah hal yang baik kare-

“Ketika berbicara tentang ke-khasan Indonesia ini, kita

perlu bertanya tentang inden-titas bangsa kita.”

IMAGEVOL 5

25

L I PUTAN UTAMA: MRA

“Setiap orang pun mempunyai cara mendesain sendiri. Ketika mendesain, mendesain itu harus dihayati, dijalani sampai hafal mendarah daging.”

gan uang, tetapi kita harus mengatur uang itu. Untuk mengakomodasi itu semua, lahir-lah inovasi. Jika dari semua keterbatasan lahir inovasi, itu baru jagoan.

Begitu kita melihat sesuatu yang kaya, jadikan proses itu indah. Proses pencarian identitas itu indah sekali. Hal yang penting adalah kita mempunyai identitas yang baik-baik. Seringkali, kita banyak mendewakan Candi Borobudur, Aula Barat dan Aula Timur. Ketika orang membicarakan Aula Barat dan Aula Timur, mungkin orang tidak mengetahui keterbatasan material saat itu. Jika kita dapat mengkaitkannya dengan konteks sekarang, itu akan menjadi mas terpiece. Hal ini yang perlu dibedah dengan jernih, kemudian dib-uat sekarang sehingga identitas dapat mun-cul.

Realrich tidak mengetahui identitas apa yang dibawakan di pelajaran. Apakah berupa identitas untuk masa depan atau terperangkap pada masa lalu? Identitas yang kita bawa harus relevan dengan kondisi sekarang, supaya sejarah itu dapat dipelajari dan yang jelek dihindari sehingga hal yang baik dapat terus ditingkatkan dan masalah sekarang dapat dipecahkan dengan lebih bagus. Namun, seseorang yang mengetahui sejarah saja sulit untuk merancang. Setiap orang pun mempunyai cara mendesain sendiri. Ketika mendesain, mendesain itu harus dihayati, dijalani sampai hafal mendarah daging.

Arsitek Indonesia itu “orang” Indonesia

sehingga membawa budaya Indonesia ketika mendesain. Rem Koolhas pernah di Indonesia. Dia menjadi “orang” Indonesia karena terpengaruh budaya yang baik dari Indonesia. Watak orang Indonesia itu adalah orang yang sangat sederhana, tidak mengada-ada. Orang Indonesia benar-benar melihat lingkungan secara kontekstual. Itulah identitas kita karena Realrich banyak belajar dari arsitektur Bali, Toraja dan Sumba. Jika orang tua kita bilang jangan mengubah Joglo, lalu kita diam, maka itu adalah pemikiran yang salah.

Seringkali, orang Indonesia banyak mencari pengakuan. Sebenarnya, pengakuan itu tidak perlu dicari kemana-mana. Jika kita terus berinovasi, maka pengakuan akan datang sendiri. Budaya berinovasi yang harus selalu ada.

Sebagai principal architect, menurut Realrich lisensi asean architect untuk MRA ini penting sekali. Menurutnya, itu adalah recognition orang lain ke kita seperti label. Hal itu berarti kita mencapai standar suatu kualifikasi tertentu. Pertanyaannya adalah penting tidak mempunyai label? Penting dan sangat perlu. Dengan adanya MRA, profesionalisme akan mempengaruhi kinerja Realrich dan biro-nya. Profesionalisme ini mengarah ke produk apa yang harus dicapai, seperti ISO, standarisasi apa yang harus dicapai.

Persiapan menghadapi MRA ini juga perlu dilakukan oleh mahasiwa-mahasiswi

IMAGE VOL 5

26

L I PUTAN UTAMA: MRA

jika terus belajar, kamu akan mempunyai wawasan, tidak melihat dunia itu kecil, dan melihat dengan tajam. Kita akan mempunyai framework yang banyak jika kita terus belajar.

Bagaimana dengan kompetensi yang harus dipersiapkan para mahasiswa arsitektur dalam menghadapi MRA? Menurut Realrich adalah finishing arsitektur. Pengetahuan tentang material itu penting. Jangan lupa kemampuan untuk menggambar secara profesional itu penting! Tetapi, Beliau pikir semua itu adalah hal nomor 2. Hal pertama adalah mendapatkan teknis kelas A dari banyak orang. Sarannya adalah pergi ke luar negeri. Ketika bertemu banyak orang di luar, kita harus belajar sebanyak-banyaknya sehingga pemahaman tidak sempit. Beberapa dari mahasiswa saat ini sudah bagus dan mempunyai kualifikasi yang meningkat dari tahun ke tahun. Tetapi, jangan langsung puas diri!

yang akan menggeluti keprofesian arsitektur. Hal terpenting adalah kita tidak boleh sombong ketika kita belajar karena bila kita sombong, maka kejatuhan semakin mendekat. Bila kita tidak sombong, berarti kita bisa dibentuk sehingga menghasilkan karya yang indah. Karena arsitektur akan berhadapan dengan banyak orang, kita harus mau dibentuk. Jika makin banyak orang yang terlibat, maka akan lebih kompleks. Itulah mindset pertama.

Setelah kita tidak sombong, kita harus terus belajar. Terus belajar itu susah. Apa yang ada di depan mata, kita bisa selesaikan, maka itulah diri kita. Analoginya seperti main musik di live stage. Ketika main piano, kemampuan ditunjukkan saat itu juga. Hal itulah yang terjadi ketika kita bertemu dengan klien, apa yang kamu bisa, maka curahkanlah saat itu. Jadi,

“Kita akan mempunyai framework yang banyak jika kita terus belajar.”

“Karena arsitektur akan berhadapan dengan banyak orang, kita

harus mau dibentuk.”

IMAGEVOL 5

27

L I PUTAN UTAMA: MRA

“Ketika bertemu banyak orang di luar, kita harus belajar sebanyak-banyaknya sehingga pemahaman tidak sempit.”

IMAGE ART IKELVOL 5

28

IMAGEART IKELVOL 5

29

IMAGE ART IKELVOL 5

30

IMAGEART IKELVOL 5

31

IMAGE VOL 5

32

L I PUTAN UTAMA: MRA

IMAGEVOL 5

33

L I PUTAN UTAMA: MRA

IMAGE VOL 5

34

L I PUTAN UTAMA: MRA

IMAGEART IKELVOL 5

35

IMAGE VOL 5

36

SAYEMBARA

IMAGEART IKELVOL 5

37

IMAGE VOL 5

38

SAYEMBARA

IMAGEVOL 5

39

SAYEMBARA

IMAGE VOL 5

40

SAYEMBARA

IMAGEVOL 5

41

SAYEMBARA

IMAGE ART IKELVOL 5

42

NAMA : Belly MunandarBIRO TEMPAT KP : MINKKE, Biro Arsitek dan Interior, SingapuraHEAD OF OFFICE : Mink Tan (Malaysia)

CERITAKERJAPRAKTEK

IMAGEVOL 5

43

CER ITA KP

Q: Apa motivasi Kakak memilih untuk men-cari magang di luar negeri? A: Sebenarnya kuliah praktek dimana pun itu sama saja. Poin penting dari kuliah praktek di luar adalah kita bisa mempelajari budaya yang ada di luar. Jadi, motivasi saya memilih magang di luar negeri adalah untuk mem-pelajari dan merasakan secara langsung bagaimana budaya yang ada di luar.

Q: Kenapa memilih biro tersebut ? A: Alasannya itu gampang aja karena biro ini yang paling cepat memberikan re-spon. Setelah dua hari memasukan aplika-si langsung dihubungi. Sebenarnya, hal ini karena mema ng Biro MINKKE sedang kekurangan sumber daya manusia. Jadi, begitu ada yang mendaftar untuk magang, dia langsung oke. Dan saya juga tidak terlalu memilih-milih dalam hal itu karena balik lagi kerja dimana pun sama.

Q: Pada saat pertama kali datang bagaimana mereka menerima Kakak?

A: Pertama kali datang itu, saya di-briefing dulu. Dia menjelaskan bagaimana nanti saya bekerja disini dan apa saja yang perlu diker-jakan. Dia juga meminta saya bertanya jika ada yang tidak atau belum saya pahami. Dia juga yang mem-plot di bagian mana atau dalam tahapan mana saya harus memban-tu dalam proyek tersebut. Biasanya tiap hari saya diberi target untuk hari tersebut.

Q: Berapa lama Kakak menjalani KP di sana dan berapa proyek yang diambil selama itu?A: Saya magang di sana kurang lebih 3 bulan 12 minggu. Selama itu, saya terlibat dalam 7-8 proyek yang ada di biro tersebut, tapi saya hanya bekerja pada satu atau dua tahap dari masing-masing proyek karena pada saat datang ke sana sudah banyak proyek yang sedang dalam tahap pengerjaan sehingga saya masuk ditengah. Selain itu, pemilik biro tersebut juga ingin saya banyak belajar di bironya. Oleh karena itu, saya ditempatkan di tahapan yang berbeda-beda agar saya pernah mencoba tahapan tersebut.

IMAGE VOL 5

44

CER ITA KP

Q: Kalo jadwal kerjanya dari jam berapa sampai jam berapa ya kak?A: Jadwal kerja di Singapura itu dari jam 9 pagi hingga 5 sore tapi kenyataanya bisa hingga pukul 10 malam jika lembur. Wa-laupun jam lembur tetap ada, tapi saya be-nar-benar ditekankan mengenai displin dan menghargai waktu sehingga jika tidak terla-lu penting, sebaiknya kerja lembur dihindari sebisa mungkin. Hanya saja, jika memang waktu pengerjaannya sedikit ya terpaksa lembur. Pernah suatu ketika saya diminta membuat 12 alternatif ramp untuk parkir dalam waktu yang cukup singkat, jadi saya terpaksa harus lembur.

Q: Sering lembur ga sih, Kak? Bagaimana cara mengatasinya?A: Jika berbicara lembur untuk orang yang berkecipung di desain pasti akan sering di-jumpai. Mencari inspirasi desain kadang bergantung mood sehingga sering sekali ide tidak muncul pada siang hari jadi ter-paksa harus lembur. Kalau cara mengata-sinya, saya mengambil budaya yang ada di Singapura. Jadi di Singapura itu kedisiplinan nomor satu. Ketika mengerjakan suatu pekerjaan, kita harus bisa work smart bukan work hard dengan begitu kita bisa mengh-indari kerja lembur.

Q: Apa pelajaran yang Kakak dapat setelah melakukan magang di luar negeri?A: Pelajaran yang juga kelihatan jelas kalo kita ke luar negeri adalah karena di negara

maju, maka banyak hal-hal yang memang bagus dan sesuai standar. Jadi, sambil ber-jalan-jalan, kita sambil mengamati keadaaan sekitar, bagaimana sebaiknya mendesain atau merencanakan sesuatu. Hal yang paling dirasakan adalah standar mereka terhadap ukuran yang membuat kita bisa merasakan langsung standar yang baik dan benar.

Q: Apa pengalaman unik yang Kakak ra-sakan selama di Singapura? A: Pengalaman unik yang saya rasakan se-lama di sana adalah banyak teman yang memiliki budaya berbeda-beda. Karena datang dari budaya yang berbeda-beda, mereka juga punya perayaan yang berbeda. Jadi, siap-siap aja meluangkan waktu untuk tiap undangan perayaan mereka ;) Q: Terakhir Kak, apa yang mau Kakak sam-paikan buat teman-teman Arsitektur yang ingin magang di luar negeri juga ?A: Bahasa itu penting! Bahasa memang jadi media untuk bisa menyampaikan aspirasi dan ide, namun bahasa tidak hanya sekedar bahasa lingustik, tapi juga bisa berupa ba-hasa visual. Hal ini terasa sekali selama saya di sana, karena Singapura itu adalah kota yang mempunyai budaya-budaya dari latar belakang yang bebeda dan untuk berkomu-nikasi lebih baik kita menggunakna gambar sebagai medianya. Jadi, jangan lupakan tool yang satu itu ya! Ketika kamu diluar, jangan takut untuk bertanya malah sebaiknya kamu harus banyak bertanya.

IMAGEVOL 5

45

CER ITA KP

Ketika kamu diluar, jangan takut untuk bertanya malah sebaiknya kamu harus banyak bertanya. }{

IMAGE ART IKELVOL 5

46

NAMA : Luna Nuansa ImanBIRO TEMPAT KP : Benton Design Group LLC, MarylandHEAD OF OFFICE : Felici

Q: Apa motivasi Kakak memilih untuk men-cari magang di luar negeri? A: Sederhana sih, karena ingin mencoba pengalaman baru terutama di luar negeri dan mumpung masih mahasiswa, kalau bisa dimanfaatkan sebisa mungkin.

Q: Kenapa memilih biro tersebut ?A: Sebenarnya, alasan saya memilih Mary-land sebagai destinasi itu sederhana banget karena saya memiliki kerabat di sana. Dia menyarankan saya untuk memasukkan pro-posal ke sana.

Q: Kenapa memilih biro interior terus apa yang Kakak rasakan setelah mencoba terjun ke interior?A: Awalnya sih ga pernah direncanakan un-

IMAGEVOL 5

47

CER ITA KP

tuk KP di biro ini. Cuma dari awal ingin KP (Kerja Praktek) di luar negeri dan ternyata dapat di biro interior. Setelah menjalank-annya justru jadi menarik juga. Sebenarnya, keuntungan dapat di biro interior adalah siklus mendapatkan proyeknya lebih ce-pat, karena lingkup proyeknya lebih kecil. Orang-orang belum tentu membutuhkan bangunan, tetapi mereka selalu membutuh-kan space baru. Kebetulan di Washington DC, ada banyak biro interior. Hal ini dikare-nakan disana peraturan tentang bangunan dan ruang ketat dan merupakan kota metro-politan. Jadi, mereka jarang sekali membuat gedung baru. Akhirnya, orang cenderung berkreasi di bagian interior dari bangunan.

Q: Proses persiapan yang dibutuhkan bera-pa lama, Kak?A: Proses mengirim proposal, portofolio dan diberi konfirmasi diterima dari biro tersebut tidak lama, tetapi justru yang memakan waktu lama adalah pembuatan visa, karena pembuatan dari Kedutaan Besar-nya sendi-ri agak berbelit-belit. Saya sarankan untuk membuat visa kita menyertakan surat dari kampus bahwa kita masih berstatus maha-siswa dan masih dalam masa studi di Indo-nesia. Surat itu bisa membantu kita karena dapat menegaskan bahwa kita ke sana den-gan tujuan yang jelas dan tidak akan beru-bah menjadi menetap di sana. Hal lain yang harus dipikirkan adalah living cost, lebih baik mencari kerabat yang bisa menampung sementara kita di sana.

Q: Menyesuaikan diri? Bagaimana caranya?A: Jika kita memiliki kerabat atau teman di sana, hal itu akan sangat membantu. Jadi, di sana ada guide yang akan memandu kamu dan memberitahu kamu budaya yang ada di sana. Tapi, karena sekarang adalah zaman globalisasi, perilaku orang di ma-na-mana hampir sama sehingga kita tidak akan terlalu sulit menyesuaikan diri, hanya perlu berusaha untuk ikut mematuhi keba-hasaan, budaya dan peraturan mereka. Jika memang ada aturan yang harus diikuti, se-baiknya diikuti saja dan jangan membawa kebiasaaan-kebiasaaan yang tidak baik dari

Indonesia! Jika memang tidak tahu, sebai-knya bertanya sehingga apapun yang kita lakukan sesuai dengan kebiasaan dan atur-an mereka.

Q: Itu secara umum. Apabila sudah masuk ke kantor, apa yang beda?A: Jika di Indonesia pertama kali kita kerja untuk menyesuaikan diri, kadang kita ha-nya perlu mendengarkan aja. Sedangkan, jika kita bekerja di luar negeri terutama di Amerika kita harus mencoba untuk ber-tanya karena budaya mereka adalah speak up. Jadi, kamu harus berusaha memperke-nalkan diri sendiri dan sering bertanya apa yang bisa kamu kerjakan. Jika ada yang be-lum dimengerti juga, sebaiknya langsung bertanya. Dalam mengerjakan suatu proyek, kita juga sebaiknya bertanya tentang infor-masi-informasi mendasar mengenai proyek tersebut, misalnya siapa klien kita. Hal-hal seperti itu bisa menunjukkan usaha kamu dalam bekerja dan juga memperlihatkan an-tusiasme kamu dalam mengerjakan proyek tersebut. Namun, hal itu juga harus mengi-kuti batas-batas, sejauh mana kamu boleh mengetahui hal-hal terkait proyek tersebut.

IMAGE ART IKELVOL 5

48

{

IMAGEVOL 5

49

CER ITA KP

Q: Berapa lama Kakak menjalani KP di sana dan berapa proyek yang diambil selama itu?A: Saya di sana selama kurang lebih 3 bu-lan dari akhir Juni sampai pertengahan September (bulan-bulan musim panas). Memang musim panas menjadi waktu yang tepat untuk kerja magang di Amerika, kare-na disana pada bulan-bulan tersebut semua sedang libur dan memang fresh graduate banyaknya di bulan musim panas. Selama di sana saya mengerjakan 6 proyek, 1 renova-si kecil dan di akhir saya juga bergabung di bagian marketing untuk mempelajari mar-keting.

Q: Kalo jadwal kerjanya dari jam berapa sampai jam berapa ya, Kak?A: Jadwal kerja di sana benar-benar mengi-kuti work hour. Ketika saya berada di sana,

ketika kita memilih untuk melakukan ker-ja praktik di luar negeri, kesempatan itulah yang harus kita pergunakan untuk melihat dunia sekitar. Secara kasat mata yang bisa kita lihat adalah bagaimana mereka men-gatur lingkungan mereka seperti penataan fasilitas-fasilitas publik dan gedung-gedung yang ada. Kemudian perbedaan musim juga menghasilkan perbedaaan kebiasaan yang diakomodasi oleh ruang, hal itu juga menja-di bagian yang menarik untuk dipelajari. Na-mun hal lain saya dapat adalah pada dasarn-ya semua tempat itu sama saja. Hal yang kita butuhkan untuk bisa bertahan di mana saja adalah kemauan keras untuk belajar.

Q: Apa pengalaman unik yang Kakak ra-sakan selama KP di sana?A: Pengalaman unik yang saya rasakan itu

...pada dasarnya semua tempat itu sama saja. Hal yang kita butuhkan untuk bisa bertahan di mana saja adalah kemauan keras untuk belajar.

work hour saat musim panas adalah dari pukul 10.00-18.00. Kenapa sangat mengi-kuti work hour? Karena lembur itu dibayar sangat mahal yaitu perjam. Orang-orang di sana sangat menghargai waktu dan mener-apkan moto quality life. Jadi, waktu kita itu harus seimbang antara bekerja dan kegiatan lainnya. Hidup bukan cuma untuk pekerjaan kecuali untuk sebagian orang yang mera-sa memang pekerjaan adalah hidupnya. Hanya kadang jika ada pekerjaan yang be-lum selesai, kita diminta menunggu untuk menyelesaikan pekerjaaan tersebut, tapi itu tidak pernah lebih dari satu jam. Biasanya saya paling telat pulang kerja pukul 19.00. Jadi, ketika di sana selain bekerja saya bisa melakukan banyak pekerjaan lain.

Q: Apa pelajaran yang Kakak dapat setelah melakukan magang di luar negeri?A: Setelah melakukan magang ke luar neg-eri, saya merasa kerja di mana pun sama. Hal yang membedakan ketika kita memilih ker-ja praktik di luar negeri adalah lingkungan sekitar kita yang memang berbeda. Jadi,

pernah dapat proyek yang ada perjanji-an untuk tidak diberi tahu ke orang-orang semua hasil desainnya. Makanya, ketika membuat laporan KP, hasil-hasilnya tidak boleh dimasukin ke kaporan KP. Ada sih yang tidak boleh dimasukin tapi cuma satu saja. Hal yang aneh juga di DC adalah pera-turan bangunan yang ketat (masalah uni-versal desain, dll). Di sana standard tentang ruang cukup ketat. Saya pernah menan-ganinya bersama biro ini. Saat itu, ada saat gedung yang sudah jadi, lalu ketika dicek ternyata tidak memenuhi standard di bagian toilet. Akhirnya kami harus merombak total toiletnya. Jadi, biro tempat KP saya ini dapat proyek perombakan toilet.

Q: Terakhir kak, apa yang mau Kakak sam-paikan untuk teman-teman Arsitektur yang ingin magang di luar juga?A: Kerja di mana aja itu sama saja, hanya balik lagi kita mau belajar apa tidak. Kalau memang mau belajar ya usaha, banyak-ban-yak bertanyalah.

{ }

IMAGE ART IKELVOL 5

50

IMAGEART IKELVOL 5

51

IMAGE VOL 5

52

RESENS I

IMAGEART IKELVOL 5

53

IMAGE ART IKELVOL 5

54

G A L E R I

B a n d u n g

Foto oleh Afifah Husnul A., Natalia Siringo Ringo, Fachri Muzakir

IMAGEART IKELVOL 5

55

Berjalan d i kor i dor Kota Bandung

IMAGE ART IKELVOL 5

56

Bertemu dengan bangunan-bangunan yang menjad i bukt i sejarah Kota Badndung

IMAGEART IKELVOL 5

57

Bertemu dengan bangunan-bangunan yang menjad i bukt i sejarah Kota Badndung

IMAGE ART IKELVOL 5

58

J a k a r t a

IMAGEART IKELVOL 5

59

Walaupun ada bangunan yang d i r enovas i , ruang terbuka d i depannya menjad i p i l i han warga Jakarta untuk men i kmat i Kota Tua

IMAGE ART IKELVOL 5

60

IMAGEART IKELVOL 5

61

Mendak i dar i bawah tanah menuju Busway Transjakarta Kota Tua

IMAGE ART IKELVOL 5

62

Y o g ya k a r t a

IMAGEART IKELVOL 5

63

Jalan “d i su lap” oleh warga Yogyakarta menjad i t empat pertunjukan budayanya

IMAGE ART IKELVOL 5

64

IMAGEART IKELVOL 5

65

Cahaya lampu meny i nar i malam har i Yogyakarta

IMAGE ART IKELVOL 5

66