implementasi panen air dan pemanfaatanya untuk irigasi...

4
Volume 13 Nomor 1. Februari 2018 Terbit 2 bulan sekali Implementasi panen air dan pemanfaatanya untuk irigasi lahan kering Studi kasus “lahan kering di Desa Lampoko, Kecamatan Barebo, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan” ISSN 1907 - 8773 Gerakan nasional panen air yang dicanangkan oleh pemerintah pada intinya adalah untuk “Mewujudkan Kedaulatan Pangan Nasional Melalui Peningkatan Produktivitas Lahan dan Air serta Resiliensi terhadap Perubahan Iklim” Muara dari gerakan panen air tersebut akan memberikan dampak yang sangat luas terutama untuk meningkatkan IP di lahan sawah tadah hujan dari 100 menjadi 200 atau lebih. Selain itu diharapkan akan meningkatkan aktifitas pertanian di lahan kering untuk pengembangan pertanian (padi gogo, jagung, kedelai, hortikultura, dan peternakan) dan meningkatkan produktivitas lahan tidur. Salah satu bentuk penjabarannya dari program tersebut adalah dengan melakukan implementasi panen air dan pemanfaatannya untuk irigasi lahan kering di Desa Lampoko, Kecamatan Barebo, Kabupaten Bone, Provinsi Sulwesi Selatan. Wilayah tersebut merupakan lahan kering yang berkembang dari land form karst. Pemilihan lokasi didasarkan pada aspek sumberdaya lahan terutama ketersediaan sumberdaya air dan target irigasi yang memungkinkan ditingkatkan produktivitas lahannya. Lahan kering di wilayah Desa Lampoko umumnya dimanfaatkan oleh penduduk untuk budidaya pakan ternak dan tanaman buah-buahan (papaya dan mangga) danjambu mete yang dibudidayakan secara tradisional dan hanya mengandalkan air hujan sebagai sumber irigasi. Di lain pihak terdapat mata air Carirung dari goa perbukitan Karst dengan jarak kurang lebih 2600 m dari lokasi tersebut yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber air irigasi dengan debit 550 liter/detik yang digunakan untuk irigasi lahan pertanian yang terletak di sekitar mata air Carirung dan di luar wilayah Desa Lampoko. A. Potensi Sumber Daya Iklim Data curah hujan diambil dari stasiun hujan PG. Arasoe menunjukkan bahwa pola sekuensial dari rata-rata curah hujan bulanan wilayah Kabupaten Bone mempunyai pola hujan bimodal artinya memiliki dua kali periode puncak hujan yang terjadi pada bulan April-Mei dan bulan Desember tanpa bulan kering yang berarti. Berdasarkan kelas curah hujan tahunan, wilayah Kabupaten Bone termasuk kategori basah, dengan curah hujan tahunan sekitar 2715 mm. Puncak hujan umumnya pada bulan Mei dan Desember (Gambar 1). Bulan-bulan dengan curah hujan tinggi (bulan basah) intensitas >200 mm/bulan terjadi pada bulan Maret hingga Juli (5 bulan) dan Desember. Bulan- bulan dengan curah hujan rendah (bulan kering) dengan intensitas <100 mm/bulan terdapat sebanyak 2 bulan, yang terjadi pada bulan Agustus dan September. Menurut kriteria Oldeman (1979), Kabupaten Bone memiliki Zona Agroklimat C-2 sebagai zona agroklimat dominan, dengan panjang potensi masa tanam untuk tanaman pangan di lahan sawah adalah sepanjang 7 bulan dan bisa dilakukan dua kali tanam padi dengan intervensi teknologi pengelolaan air irigasi yang baik. Gambar 1. Distribusi Curah Hujan Bulanan

Upload: others

Post on 30-Oct-2020

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Implementasi panen air dan pemanfaatanya untuk irigasi ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/...Terbit 2 bulan sekali Volume 13 Nomor 1. Februari 2018 Implementasi

Volume 13 Nomor 1. Februari 2018 Terbit 2 bulan sekali

Implementasi panen air dan pemanfaatanya untuk irigasi lahan kering

Studi kasus “lahan kering di Desa Lampoko, Kecamatan Barebo, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan”

ISSN 1907 - 8773

Gerakan nasional panen air yang dicanangkan oleh pemerintah pada intinya adalah untuk

“Mewujudkan Kedaulatan Pangan Nasional Melalui Peningkatan Produktivitas Lahan dan Air serta

Resiliensi terhadap Perubahan Iklim” Muara dari gerakan panen air tersebut akan memberikan

dampak yang sangat luas terutama untuk meningkatkan IP di lahan sawah tadah hujan dari 100

menjadi 200 atau lebih. Selain itu diharapkan akan meningkatkan aktifitas pertanian di lahan kering

untuk pengembangan pertanian (padi gogo, jagung, kedelai, hortikultura, dan peternakan) dan

meningkatkan produktivitas lahan tidur. Salah satu bentuk penjabarannya dari program tersebut

adalah dengan melakukan implementasi panen air dan pemanfaatannya untuk irigasi lahan kering di

Desa Lampoko, Kecamatan Barebo, Kabupaten Bone, Provinsi Sulwesi Selatan. Wilayah tersebut

merupakan lahan kering yang berkembang dari land form karst. Pemilihan lokasi didasarkan pada

aspek sumberdaya lahan terutama ketersediaan sumberdaya air dan target irigasi yang

memungkinkan ditingkatkan produktivitas lahannya. Lahan kering di wilayah Desa Lampoko

umumnya dimanfaatkan oleh penduduk untuk budidaya pakan ternak dan tanaman buah-buahan

(papaya dan mangga) danjambu mete yang dibudidayakan secara tradisional dan hanya

mengandalkan air hujan sebagai sumber irigasi. Di lain pihak terdapat mata air Carirung dari goa

perbukitan Karst dengan jarak kurang lebih 2600 m dari lokasi tersebut yang dapat dimanfaatkan

sebagai sumber air irigasi dengan debit 550 liter/detik yang digunakan untuk irigasi lahan pertanian

yang terletak di sekitar mata air Carirung dan di luar wilayah Desa Lampoko.

A. Potensi Sumber Daya Iklim

Data curah hujan diambil dari stasiun hujan PG. Arasoe menunjukkan bahwa pola sekuensial dari

rata-rata curah hujan bulanan wilayah Kabupaten Bone mempunyai pola hujan bimodal artinya

memiliki dua kali periode puncak hujan yang terjadi pada bulan April-Mei dan bulan Desember tanpa

bulan kering yang berarti. Berdasarkan kelas curah hujan tahunan, wilayah Kabupaten Bone

termasuk kategori basah, dengan curah hujan tahunan sekitar 2715 mm. Puncak hujan umumnya

pada bulan Mei dan Desember (Gambar 1). Bulan-bulan dengan curah hujan tinggi (bulan basah)

intensitas >200 mm/bulan terjadi pada bulan Maret hingga Juli (5 bulan) dan Desember. Bulan-

bulan dengan curah hujan rendah (bulan kering) dengan intensitas <100 mm/bulan terdapat

sebanyak 2 bulan, yang terjadi pada bulan Agustus dan September. Menurut kriteria Oldeman

(1979), Kabupaten Bone memiliki Zona Agroklimat C-2 sebagai zona agroklimat dominan, dengan

panjang potensi masa tanam untuk tanaman pangan di lahan sawah adalah sepanjang 7 bulan dan

bisa dilakukan dua kali tanam padi dengan intervensi teknologi pengelolaan air irigasi yang baik.

Gambar 1. Distribusi Curah Hujan Bulanan

Page 2: Implementasi panen air dan pemanfaatanya untuk irigasi ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/...Terbit 2 bulan sekali Volume 13 Nomor 1. Februari 2018 Implementasi

2

Optimalisasi sumber daya air yang dilakukan dengan membuat saluran distribusi, dan pem-

buatan bak tampung serta embung di lahan petani. Beda tinggi antara mata air dan lokasi lahan

kering di Desa Lampoko sekitar 9 meter, sehingga air dapat didistribusikan dengan menggunakan

pipa pvc secara gravitasi dengan debit sebesar 2,1 liter/detik. Berdasarkan wawancara dengan pet-

ani di Desa Lampoko, akan dimanfaatkan lahan kering yang ada untuk budidaya palawija dan say-

uran apabila bisa memanfaatkan air dari mata air Carirung tersebut.

C. Instalasi Bangunan dan Jaringan Irigasi

Instalasi bangunan irigasi yang dilakukan berupa bak tampung utama (5x6x2 meter) dan 2 buah

embung pertanian masing-masing dengan ukuran 3x6x2 meter. Untuk mendistribusikan air dari

mata air ke bak tamping dan embung telah dilakukan pemasangan pipa paralon PVC 2 inchi sepan-

jang 2600 meter atau setara 650 batang pipa paralon (Gambar 3).

B. Potensi Sumber Daya Air

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan pada bulan Agustus 2017 terdapat potensi sumberdaya air

dari mata Carirung yang dapat dimanfaatkan untuk irigasi lahan, yang selama ini belum dapat

digunakan oleh sebagian besar petani lahan kering untuk mengairi lahan mereka. Mata air dari Bukit

Kapur Carirung mempunyai aliran dasar berkisar 550 liter/detik (Gambar 2). Mata air tersebut belum

dimanfaatkan secara optimal untuk mengairi lahan sawah yang ada sehingga masih sangat dimung-

kinkan untuk dieksploitasi untuk irigasi suplementer pada lahan kering di wilayah Desa Lampoko.

Gambar 2. Mata air Carirung

Gambar 3a. Bak Tampung Utama

Page 3: Implementasi panen air dan pemanfaatanya untuk irigasi ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/...Terbit 2 bulan sekali Volume 13 Nomor 1. Februari 2018 Implementasi

3

Gambar 3b. Bangunan bak tampung dan embung di lahan petani

D. Rancang bangun teknik pemanfaatan potensi sumber daya air untuk budidaya sa-yuran, palawija dan pakan ternak di Desa Lampoko, Kecamatan Barebo Kabu-paten Bone

Rancang bangun teknik pemanfaatan potensi sumberdaya mencakup aspek eksplorasi, eksploitasi,

dan efektivitas distribusi. Eksplorasi sumber daya air merupakan kegiatan mencari dan

mengidentifikasi potensi sumberdaya air. Eksploitasi bertujuan untuk memanfaatkan potensi

sumberdaya air dalam bentuk air permukaan dan air tanah. Efektivitas distribusi mencakup

peningkatan nilai guna air yang terbatas untuk budidaya pertanian secara maksimal. Desain irigasi

pada lahan kering ditetapkan berdasarkan informasi jenis dan potensi sumber daya air, bentang

lahan, panjang jalur distribusi saluran dan pilihan komoditas.

Gambar 3c. Pemasangan pipa distribusi menggunakan pipa pvc 2 inch sepanjang 2,6 km

Page 4: Implementasi panen air dan pemanfaatanya untuk irigasi ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/...Terbit 2 bulan sekali Volume 13 Nomor 1. Februari 2018 Implementasi

4

Hendri Sosiawan

Alamat Penyunting: Jl. Tentara Pelajar No 1A, Bogor 16111 Telp : (0251) 8312760 E-mail : [email protected] http://www.balitklimat.litbang.pertanian.go.id

Penanggung jawab : Kepala Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Redaktur : Kurmen Sudarman, Yeli Sarvina, Nani Heryani Penyunting : Yulius Argo Baroto Redaktur Pelaksana : Eko Prasetyo dan Tuti Muliani

Info Agroklimat dan Hidrologi memuat informasi aktual dan inovasi teknologi hasil-hasil penelitian bidang agroklimat, hidrologi, dan pengelolaan air

Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Distribusi adalah upaya mengalirkan air dari sumber ke lahan pertanian dan membagikan air

kepada tanaman. Berdasarkan cara pengaliranya distribusi air irigasi dapat dilakukan dengan saluran

terbuka (open channel) dan saluran tertutup/jaringan pipa (pipe networking). Berdasarkan cara

pendistribusiannya dapat dilakukan dengan irigasi permukaan (surface irrigation), irigasi curah

(springkler irrigation) dan irigasi tetes (drip irrigation). Desain distribusi irigasi dengan saluran ter-

buka terdiri dari saluran primer, sekunder dan tersier. Desain distribusi irigasi dengan saluran

tertutup terdiri jaringan pipa utama, jaringan penghubung dan kelengkapan pendukung seperti

konektor, reducer, balve valve dan sebagainya.

Penyusunan desain jaringan irigasi dilakukan untuk menyesuaikan antara letak pertanaman

dan sistem irigasi yang akan diaplikasikan dengan mempertimbangkan debit air yang dapat

digunakan untuk memasok irigasi pada lahan target irigasi sehingga diperoleh efisiensi penggunaan

bahan irigasi dan efisiensi kebutuhan air tanaman.

Teknik penyiraman merupakan satu rangkaian dengan cara pendistribusian air dari jaringan

irigasi ke tanaman. Agar aplikasinya tepat sasaran dan efisien dalam penggunaan airnya, teknik

penyiraman ditentukan berdasarkan kondisi lahan, jenis komoditas dan jarak tanam. Desain

distribusi dan teknik penyiraman di lahan disajikan pada Gambar 4. Jenis teknik penyiraman yang

diaplikasikan adalah irigasi “controlled furrow gated pipe” /leb yang dikontrol dengan kran air 14

jalur dan masih dapat dikembangkan sampai 20 jalur, irigasi impact sprinkler yang memanfaatkan

tekanan air dari pipa utama sebesar 20 bar dan irigasi big gun springkle yang memanfaatkan air dari

embung dan bak tampung dengan jangkauan diameter 70 meter (Gambar 4).

Gambar 4. Desain dsitribusi dan teknik penyiraman pada lahan kering untuk budidaya sayuran, palawija dan pakan ternak di Desa Lampoko, Kecamatan Barebo, Kabupaten Bone