implementasi pendidikan karakter pada pembelajaran...
TRANSCRIPT
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP ISLAMIYAH CIPUTAT
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana
Pendidikan
Oleh
Muhammad Irshon Faruq
NIM 11150110000059
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
i
ABSTRAK
Muhammad Irshon Faruq (NIM: 11150110000059). Implementasi Pendidikan
Karakter Pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di SMP Islamiyah
Ciputat.
Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Pembelajaran PAI
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Karakter adalah keadaan asli yang ada
dalam diri individu seseorang yang membedakan antara dirinya dengan orang lain.
Pendidikan karakter dalam Islam adalah pendidikan akhlak, dalam Islam tidak ada
disiplin ilmu yang terpisah dari etika-etika Islam dan pentingnya komparasi antara
akal dan wahyu dalam menentukan nilai-nilai moral terbuka untuk diperdebatkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi Pendidikan Karakter
pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Islamiyah Ciputat. Metode
penelitian yang digunakan adalah penelitian bersifat kualitatif dengan pola
pendekatan deskriptif. Penelitian hanya dilakukan di kelas VIII SMP Islamiyah
Ciputat.
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
wawancara, observasi, dokumentasi dan angket. Angket sebagai alat untuk
menjaring jawaban siswa, sedangkan wawancara dilakukan terhadap guru
Pendidikan Agama Islam dan Kepala Sekolah. Observasi dilakukan dengan melihat
guru ketika mengajar di dalam kelas, dan mengamati kondisi sekolah dan segala
objek penelitian di sekolah. Teknik analisa data dilakukan dengan cara
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
ii
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dalam penerapan pendidikan
karakter pada pembelajaran PAI di SMP Islamiyah Ciputat, guru PAI banyak
memberikan contoh baik itu secara langsung berperilaku kepada siswa, memberi
contoh melalui kisah-kisah teladan dalam sejarah Islam yang berkaitan dengan
karakter, dan selalu memberikan nasihat-nasihat kepada siswa. Dalam proses
pelaksanaannya, penerapan pendidikan karakter pada pembelajaran PAI tidak
hanya dilakukan di dalam kelas saja, melainkan juga di luar kelas. Adapun bentuk
penerapan pembelajaran pendidikan agama Islam di luar kelas seperti pembiasaan
shalat dhuhur berjamaah, melakukan kegiatan istighatsah setiap jumat pagi yang
tentunya didampingi oleh para guru PAI dan guru lainnya, dan juga melakukan
kegiatan keislaman seperti memperingati hari besar Islam.
iii
ABSTRACT
Muhammad Irshon Faruq (NIM: 11150110000059). Implementation of
Character Education in Islamic Religious Education Learning in Ciputat
Islamic Middle School.
Keywords: Character Education, PAI Learning
Education is a conscious and planned effort to create an atmosphere of learning
and learning process so that students actively develop their potential to have
spiritual spiritual strength, self-control, personality, intelligence, noble character,
and the skills needed by themselves, society, nation and country. Character is the
original state of an individual's person that distinguishes himself from others.
Character education in Islam is moral education, in Islam there is no discipline that
is separate from Islamic ethics and the importance of the comparison between
reason and revelation in determining open moral values for debate.
This study aims to determine the implementation of Character Education in the
learning of Islamic Education in Ciputat Islamic Middle School. The research
method used was a qualitative study with a descriptive approach pattern. The study
was only conducted in class VIII of Ciputat Islamic Middle School.
The research instrument used in this study was to use interviews, observation,
documentation and questionnaires. Questionnaire as a tool to solicit students'
answers, while interviews were conducted with Islamic Religious Education
teachers and Principals. Observation is done by looking at the teacher when
teaching in the classroom, and observing the condition of the school and all objects
of research in the school. Data analysis technique is done by collecting data,
reducing data, presenting data, and drawing conclusions.
The results of the study can be concluded that in the application of the character
education in PAI learning in Ciputat Islamic Junior High School, PAI teachers
provide many good examples that directly behave to students, give examples
through exemplary stories in Islamic history related to character, and always give
advice to students. In the process of implementation, the application of character
iv
education in PAI learning is not only done in the classroom, but also outside the
classroom. The form of the application of Islamic religious education learning
outside the classroom such as the custom of Dhuhur prayer in congregation, doing
istighatsah every Friday morning which is certainly accompanied by PAI teachers
and other teachers, and also carrying out Islamic activities such as commemorating
Islamic holidays.
v
KATA PENGANTAR
Pertama dan yang paling utama, saya panjatkan puji dan syukur kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, serta kekuatan dari-
Nya saya dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam saya
haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammmad Shallallah ‘Alayhi wa Sallam,
semoga sampai kepada keluarga serta kepada kita selaku umatnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Skripsi ini begitu banyak hambatan
dan kesulitan sehingga tidak lepas dari bimbingan dan arahan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, MA, selaku Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs. Abdul Haris, M.Ag, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Agama
Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. Rusdi Jamil, M.Ag, selaku Dosen Penasihat Akademik, yang telah
meluangkan waktu, memberikan tenaga dan pikirannya untuk membimbing
hingga selesainya skripsi ini.
4. Bapak Dr. Dimyati, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing Skripsi, yang selalu
meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dari awal sampai akhir
pembuatan skripsi.
5. Orang tua, Bapak Suyadi, M.M, dan Ibu Purwani yang selalu mendukung,
memberi motivasi dan mendoakan, serta selalu memberi bantuan baik moril
maupun materil. Karena doa mereka saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Adik Safa Nur Nabilah yang selalu menyemangati dari awal hingga akhir
pembuatan skripsi ini.
7. Sahabat-sahabat seperjuangan PAI: Husnul Khotimah S.Pd, Tunjung Magenta
S.Pd, Fathur Rozi S.Pd, Asep Dian Nur Ilham, Elmiani Rahmah Hayati S.Pd,
dan Rahmatika Imanda yang selalu memberikan bantuan, doa dan supportnya
kepada saya dalam penyusunan skripsi ini.
vi
8. Teman-teman seperjuangan Pendidikan Agama Islam kelas C 2015 yang telah
menemani saya dari awal perkuliahan hingga saat ini yang selalu memberikan
dukungan kepada saya.
9. Teman-teman Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2015.
Skripsi ini telah disusun secara maksimal. Terlepas dari itu, penulis menyadari
bahwa masih ada kekurangan baik itu dari sistematika penulisan maupan
penggunaan bahasa. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya kritik dan
saran dari semua pihak yang membaca untuk kebaikan di masa mendatang.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu, yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga Allah membalas semua
kebaikan kalian. Akhir kata, semoga Skripsi ini dapat diterima dan memberikan
manfaat bagi penulis dan pembaca.
Jakarta, 09 Desember 2019
Penulis
Muhammad Irshon Faruq
vii
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................ 10
C. Pembatasan Masalah ........................................................................... 10
D. Perumusan Masalah ............................................................................ 10
E. Tujuan Penelitian ................................................................................. 11
F. Kegunaan Penelitian ............................................................................ 11
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Pengertian Implementasi dan Pendidikan ...................................... 12
2. Pengertian Akhlak .......................................................................... 14
3. Pengertian Karakter ........................................................................ 15
4. Tujuan Pendidikan Karakter ........................................................... 17
5. Penguatan Pendidikan Karakter ..................................................... 18
6. Nilai-Nilai Karakter ........................................................................ 20
7. Penanaman Karakter di Lingkungan Sekolah ................................ 21
8. Metode Pendidikan Karakter .......................................................... 27
9. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ....................... 31
10. Ruang Lingkup Pembelajaran Pendidikan Agama Islam............. 34
viii
11. Karakteristik Pendidikan Agama Islam ....................................... 36
12. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam .......................... 38
B. Hasil Penelitian Relevan ..................................................................... 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 41
B. Latar Penelitian .................................................................................. 41
C. Metode Penelitian .............................................................................. 41
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ................................... 42
E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ................................ 48
F. Analisis Data ...................................................................................... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum SMP Islamiyah Ciputat
1. Sejarah Singkat SMP Islamiyah Ciputat ........................................ 50
2. Visi, Misi, dan Tujuan SMP Islamiyah Ciputat ............................. 51
3. Guru dan Tenaga Kependidikan SMP Islamiyah Ciputat .............. 51
4. Siswa SMP Islamiyah Ciputat ........................................................ 53
5. Sarana dan Prasarana SMP Islamiyah Ciputat ............................... 54
B. Deskripsi Data ..................................................................................... 55
C. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Implementasi Pendidikan Karakter pada Pembelajaran PAI di
SMP Islamiyah Ciputat ................................................................. 66
2. Faktor Pendukung Implementasi Pendidikan Karakter pada
Pembelajaran PAI di SMP Islamiyah Ciputat ............................... 73
3. Faktor Penghambat Implementasi Pendidikan Karakter pada
Pembelajaran PAI di SMP Islamiyah Ciputat ............................... 74
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................... 75
B. Saran .................................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 77
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1: Kisi-Kisi Angket ................................................................................... 45
Tabel 3.2: Skor Alternatif Jawaban ........................................................................ 46
Tabel 3.3: Skala Persentase .................................................................................... 47
Tabel 4.1: Daftar guru dan tenaga kependidikan SMP Islamiyah Ciputat ............. 51
Tabel 4.2: Siswa pada tahun pelajaran 2018-2019................................................. 53
Tabel 4.3: 1. Saya melaksanakan sholat zuhur berjamaah di sekolah (Nilai
Karakter: Religius) ................................................................................................. 55
Tabel 4.4: 2. Saya mengikuti kegiatan dzikir bersama pada hari jumat pagi (Nilai
Karakter: Religius) ................................................................................................. 55
Tabel 4.5: 3. Saya tidak menyontek ketika ujian berlangsung (Nilai Karakter:
Jujur) ...................................................................................................................... 56
Tabel 4.6: 4. Ketika menemukan barang yang bukan milik saya, saya melapor
guru atau mengumumkannya kepada teman-teman (Nilai Karakter: Jujur) .......... 57
Tabel 4.7: 5. Saya menghargai pendapat teman-teman (Nilai Karakter: Toleransi)
................................................................................................................................ 57
Tabel 4.8: 6. Saya menerima kritik dan saran dari teman (Nilai Karakter:
Toleransi) ............................................................................................................... 58
Tabel 4.9: 7. Saya masuk sekolah tepat waktu (Nilai Karakter: Disiplin) ............. 58
Tabel 4.10: 8. Saya berpakaian rapih dan sopan (Nilai Karakter: Disiplin) .......... 59
Tabel 4.11: 9. Saya mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh (Nilai Karakter:
Kerja Keras) ........................................................................................................... 59
Tabel 4.12: 10. Saya giat dan bersemangat dalam belajar (Nilai Karakter: Kerja
Keras) ..................................................................................................................... 60
Tabel 4.13: 11. Saya mencoba hal-hal baru yang berkaitan dengan pelajaran (Nilai
Karakter: Kreatif) .................................................................................................. 60
Tabel 4.14: 12. Saya mengajukan pertanyaan dalam pembelajaran di kelas (Nilai
Karakter: Kreatif) ................................................................................................... 61
Tabel 4.15: 13. Saya mengerjakan tugas sendiri (Nilai Karakter: Mandiri) .......... 61
Tabel 4.16: 14. Saya berangkat sekolah sendiri (Nilai Karakter: Mandiri) ........... 62
x
Tabel 4.17: 15. Saya senang berbicara dengan teman-teman (Nilai Karakter:
Bersahabat/Komunikatif) ....................................................................................... 62
Tabel 4.18: 16. Saya belajar kelompok bersama teman-teman (Nilai Karakter:
Bersahabat/Komunikatif) ....................................................................................... 63
Tabel 4.19: 17. Saya membantu teman yang kesulitan dalam belajar (Nilai
Karakter: Peduli Sosial) ......................................................................................... 63
Tabel 4.20: 18. Saya menyumbangkan sebagian harta ketika ada bakti sosial di
sekolah (Nilai Karakter: Peduli Sosial) .................................................................. 64
Tabel 4.21: 19. Saya bertanggung jawab terhadap tugas sekolah (Nilai Karakter:
Tanggung Jawab) ................................................................................................... 65
Tabel 4.22: 20. Saya melaksanakan tugas piket tanpa disuruh (Nilai Karakter:
Tanggung Jawab) ................................................................................................... 65
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Pedoman Wawancara
Lampiran 2 : Hasil Wawancara
Lampiran 3 : Instrumen Angket Penelitian
Lampiran 4 : Foto Kegiatan Penelitian
Lampiran 5 : Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 6 : Biodata Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kegiatan yang berurusan dengan manusia. Oleh
sebab itu, sebelum membahas tentang pedidikan, perlu dikaji terlebih dahulu
hakikat dari manusia. Pandangan Islam terhadap hakikat manusia adalah
makhluk ciptaan Tuhan yang harus beraktivitas selama hayatnya dalam rangka
menumbuhkembangkan segala potensi yang ada padanya dan tetap memelihara
fitrah (kesucian dirinya) menurut norma atau aturan yang ditetapkan Tuhan.1
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, karena
manusia di samping memiliki fisik biologis, juga diberikan oleh Allah akal
pikiran, perasaan, hati, moral, dan potensi yang sangat besar untuk dapat
dikembangkan terus selama hidup manusia. Manusia tidak hanya hidup untuk
keperluan kehidupannya di dunia, tetapi bertujuan untuk mencapai kehidupan
yang kekal di akhirat nanti. Manusia diberi anugerah dan kemampuan oleh sang
pencipta untuk mengembangkan potensi dirinya agar mencapai harkat dan
martabat kemanusiannya yang sempurna menuju pengabdiannya kepada Tuhan
Yang Mahakuasa. Manusia tidak hanya dipandang dari aspek keberadaannya
dengan berbagai kondisinya dalam kaitannya dengan dirinya sendiri dan
lingkungannya dalam kehidupan keduniaan, tetapi manusia harus dikaji secara
menyeluruh dari mana manusia berasal dan ke mana akan kembali dalam
kehidupan ukhrawinya. Dengan demikian, hakikat manusia dilihat dari harkat
dan martabatnya adalah makhluk yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa; makhluk yang paling indah dan sempurna dalam penciptaan
dan pencitraannya; makhluk yang paling tinggi derajatnya; khalifah di muka
bumi; dan pemilik hak asasi manusia.2
1 Syafril dan Zelhendri Zen, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Depok: Kencana, 2017), Cet.
I, h. 7 2 Ibid, h. 7
2
Harkat dan martabat manusia akan semakin mencapai hasil yang baik jika
potensi diri manusia itu dikembangkan dengan baik. Pengembangan potensi diri
manusia tidak berjalan dengan sendirinya, tetapi memerlukan upaya yang
optimal dari diri sendiri dan lingkungannya. Pengembangan potensi diri manusia
harus dapat menghasilkan kehidupan yang lebih baik.3
Pengembangan potensi diri tersebut harus meliputi semua komponen.
Pengembangan potensi diri individu untuk menjadi khalifah di muka bumi,
sehingga menghasilkan manusia yang dapat berpikir dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dan alam
beserta isinya. Pengembangan komponen rasa, keindahan, kesusilaan,
kehidupan bermasyarakat yang baik akan dapat menghasilkan rasa kebahagiaan,
kenyamanan, keamanan, ketentraman, kesejukan dan saling pengertian serta
saling tolong-menolong dalam kehidupan bermasyarakat.4
Manusia secara individual terlahir ke muka bumi dengan segenap
potensinya untuk berkembang. Potensi tersebut tidak dengan sendirinya akan
terwujud, maka diperlukan upaya dari manusia lain untuk merangsang agar
dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Pendidikan merupakan
kebutuhan setiap manusia agar menjadi manusia.
Agar potensi yang dimiliki manusia berkembang optimal, maka manusia
memerlukan orang lain dalam kehidupannya melalui proses sosialisasi. Tidak
ada manusia yang maju dan berhasil tanpa bergaul dan berinteraksi dengan
manusia lainnya. Oleh sebab itu, setiap individu harus mampu hidup dan
menunjukkan kesendiriannya di tengah-tengah pergaulan sosialnya dan mampu
menerima keberadaan orang lain dalam dirinya.5
Dalam masyarakat Indonesia yang beraneka ragam coraknya, memerlukan
kemauan dan kemampuan mengendalikan diri dan kepentingan yang pada
gilirannya dapat menumbuhkan keseimbangan dan stabilitas masyarakat. Oleh
sebab itu, sikap hidup manusia Indonesia adalah; kepentingan pribadinya tetap
3 Syafril dan Zelhendri Zen, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Depok: Kencana, 2017), Cet.
I, h. 8 4 Ibid, 9-11 5 Ibid, h. 11-14
3
diletakkan dalam kerangka kesadaran dan kewajiban sebagai makhluk sosial
dalam kehidupan masyarakat; kewajiban terhadap masyarakat dirasakan lebih
besar dari kepentingan pribadinya. Sikap dan pandangan hidup seperti ini,
merupakan proses dan tujuan pendidikan dalam keseimbangan yang selaras
antar pemenuhan kebutuhan individu dengan pengembangan hidup masyarakat.
Pendidikan dilihat sebagai proses kemanusiaan yang terjadi dalam konteks
kehidupan masyarakat, sebagai transaksi budaya. Hal itu terwujud jika interaksi
pendidikan dilandasi oleh sikap saling menghargai harkat masing-masing
anatara guru dan murid, yang secara seimbang terwujud sebagai kemampuan
mempertanyakan dan kesediaan menerima nilai-nilai lingkungan. Peranan kunci
dari pendidik dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian yang pada
dasarnya dilakukan dengan; menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan
kesempatan untuk memutuskan dan berbuat; menumbuhkan kemampuan
mengambil keputusan dan berbuat dengan meningkatkan pengetahuan
keterampilan; menyediakan sistem dukungan yang menawarkan kesempatan
serta kemudahan belajar.6
Pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia pada setiap jenis dan jenjang
pendidikan harus mengacu pada pencapaian tujuan pendidikan nasional. Untuk
menjadi manusia yang seutuhnya terlebih dahulu manusia perlu dicerdaskan.
Manusia Indonesia memerlukan kecerdasan dalam berpikir, merasa, memahami
nilai-nilai agama dan susila yang dianutnya yang dapat diperolehnya melalui
proses pendidikan. Dari ketiga kecerdasan tersebut, diharapkan ia mampu
mewujudkan dirinyan sebagai manusia yang seutuhnya, yang dapat menyikapi
kebutuhan dirinya secara positif baik secara jasmaniah maupun rohaniah,
kehidupan individual, dan sosial dan memperhatikan dalam arti kata
mengamalkan nilai susila dalam bermasyarakat dan nilai-nilai agama yang
dianutnya.7
6 Syafril dan Zelhendri Zen, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Depok: Kencana, 2017), Cet.
I, h. 17 7 Ibid, h. 18-21
4
Pendidikan adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan dengan tujuan
untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan menjadikan manusia sebagai pribadi
yang cerdas serta memiliki ilmu pengetahuan yang memadai dalam menjalankan
kehidupannya. Pendidikan juga dikatakan sebagai suatu kegiatan atau usaha
yang dilakukan secara sadar oleh pendidik dengan tujuan untuk membina
karakter, pikiran dan jasmani, serta mampu mengarahkan peserta didik untuk
mengembangkan kemampuan dalam dirinya secara optimal dan terarah sesuai
dengan tujuan pendidikan yaitu memiliki sikap intelektual yang bagus dan
memiliki karakter yang baik. Hal ini telah dijelaskan di dalam Undang-Undang
RI Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang
isinya :
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara.8
Sejalan dengan arah tujuan pendidikan nasional tersebut, maka pendidikan
merupakan suatu proses usaha atau kegiatan belajar yang dilakukan oleh peserta
didik untuk mendapatkan nilai pendidikan karakter. Sebagaimana yang tertuang
di dalam Undang-undang Dasar Nomor 20 tahun 2003, bahwa pendidikan
dikatakan sebagai suatu proses kegiatan belajar untuk mendapatkan nilai
karakter seperti mengembangkan potensi yang ada dalam diri setiap indivindu,
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, mampu mengendalikan dirinya sendiri,
memiliki kepribadian yang cerdas dan berakhlak mulia, serta mampu menguasai
keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai
karakter pada peserta didik, yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran
atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik
terhadap Tuhan yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan,
8 UU Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 3
5
maupun bangsa, sehingga menjadi manusia insan kamil.9 Pendidikan karakter
menurut Thomas Lickona adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian
seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan
nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab,
menghormati hak orang lain, kerja keras, dan sebagainya.10 Menurut
Kemendiknas 2010, sebagaimana disebutkan dalam buku induk kebijakan
Nasional pembangunan karakter bangsa tahun 2010-2025 bahwa pembangunan
karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan
UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang
berkembang saat ini, seperti disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai
Pancasila; bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman
disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa.
Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter
sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta
mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, maka Pemerintah menjadikan
pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan
nasional. Atas dasar itu, maka pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan
mana yang benar dan mana yang salah, akan tetapi pendidikan karakter
menanamkan kebiasaan tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik
menjadi paham tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan nilai
yang baik dan biasa melakukannya. Dengan kata lain, pendidikan karakter yang
baik bukan hanya melibatkan aspek pengetahuan yang baik, akan tetapi juga
harus merasakan dengan baik dan perilaku yang baik, pendidikan karakter
menekankan pada kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan dan dilakukan.11
Saat ini kita tengah berada di pusaran hegemoni media, revolusi ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek), yang tidak hanya mampu menghadirkan
9 Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2011), h. 46 10 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter (Konsep dan Implementasi), (Bandung: Alfabeta,
2012), h. 23 11 Ibid., h. 26-27
6
sejumlah kemudahan dan kenyamanan hidup bagi manusia modern, tetapi juga
mengundang serentetan persoalan dan kekhawatiran. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi dapat mengurangi atau bahkan menihilkan
kemanusiaan atau yang disebut dehumanisasi. Kemajuan zaman yang terjadi saat
ini, yang semula dipandang akan memudahkan pekerjaan manusia, kenyataanya
juga menimbulkan keresahan dan ketakutan baru bagi manusia, yaitu kesepian
dan keterasingan baru, yang ditandai dengan lunturnya rasa solidaritas,
kebersamaan, dan silaturrahim.
Contohnya, dengan adanya televisi, komputer, dan handphone telah
mengakibatkan sebagian masyarakat terutama remaja dan anak-anak terlena
dengan dunia layar. Hampir setiap bangun tidur menekan tombol televisi untuk
melihat layar, mengisi waktu luang dengan menggunakan handphone untuk
mengirim pesan whatsapp, bermain game mobile, dan aplikasi sosial media
lainnya. Akibatnya hubungan antar anggota keluarga maupun lingkungan sekitar
rumah menjadi renggang, hal ini menunjukkan bahwa kemajuan teknologi saat
ini dapat membius sebagian besar remaja dan anak-anak untuk tunduk pada layar
dan mengabaikan orang disekelilingnya jika tidak dipantau oleh orangtua.
Thomas Lickona mengungkapkan sepuluh tanda-tanda zaman yang harus
diwaspadai, tanda-tanda tersebut diantaranya pertama, meningkatnya kekerasan
di kalangan remaja. Kedua, penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk.
Ketiga, pengaruh peergroup yang kuat dalam tindak kekerasan. Keempat,
meningkatnya perilaku yang merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol,
dan perilaku seks bebas. Kelima, semakin kaburnya pedoman moral baik dan
buruk. Keenam, menurunnya etos kerja. Ketujuh, semakin rendahnya rasa
hormat pada orangtua dan guru. Kedelapan, rendahnya rasa tanggung jawab
individu dan warga negara. Kesembilan, membudayanya ketidakjujuran dan
kesepuluh, adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama.12
12 Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter: Konsepsi & Implementasinya secara
Terpadu di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi, dan Masyarakat, (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2013), h. 17-18
7
Banyak pemberitaan di berbagai media yang menginformasikan maraknya
kasus krisis moral yang ada di lingkungan masyarakat seperti penyalahgunaan
narkotika dan obat terlarang lainnya, pembunuhan, penganiayaan, tawuran yang
dilakukan oleh pelajar dan masih banyak kasus yang lainnya. Dengan adanya
pemberitaan seperti ini, maka dapat disimpulkan bahwasannya saat ini nilai-nilai
akhlak/moral di lingkungan masyarakat terutama di kalangan anak usia sekolah
mengalami krisis moral. Permasalahan seperti ini tidak bisa diremehkan, perlu
adanya pembenahan dan pengupayaan dengan benar. Sebab jika tidak,
dikhawatirkan nantinya bangsa ini akan hancur dengan sendirinya dikarenakan
nilai moral dari masyarakat bangsanya sendiri. Untuk mencegah lebih parah hal
tersebut, kini pemerintah mulai melakukan berbagai upaya untuk melakukan
perbaikan dalam bidang pendidikan.
Alasan-alasan kemerosotan moral, dekadensi kemanusiaan yang
sesungguhnya terjadi tidak hanya dalam generasi muda, tetapi telah menjadi ciri
khas abad kita. Keadaan ini seharusnya membuat kita perlu mempertimbangkan
kembali bagaimana lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat sehingga
mampu menyumbangkan perannya bagi perbaikan karakter. Akan tetapi, dengan
fakta-fakta seputar kemerosotan karakter pada sekitar kita menunjukkan bahwa
ada kegagalan pada pendidikan yang diterapkan di lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat dalam hal menumbuhkan remaja dan anak-anak yang
berkarakter dan berakhlak mulia.
Padahal, karakter yang positif atau mulia yang dimiliki remaja dan anak-
anak kelak akan mengangkat status derajatnya. Kemuliaan seseorang terletak
pada karakternya. Karakter begitu penting karena dengan karakter yang baik
membuat seseorang tahan dan tabah dalam menghadapi cobaan dan dapat
menjalani hidup dengan sempurna. Kestabilan hidup seseorang amatlah
bergantung pada karakter. Karakter membuat individu menjadi matang,
bertanggung jawab, dan produktif.13
13 Heri Gunawan, Op,.Cit, h. 19
8
Berdasarkan hasil obervasi yang dilakukan oleh peneliti di SMP Islamiyah
Ciputat. Peneliti melihat berbagai macam bentuk perilaku siswa yang masih
kurang baik menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter di sekolah maupun
lingkungan sekitar sekolah. Sebagai contoh peneliti melihat pada saat guru
menjelaskan pelajaran masih ditemukan siswa yang tidak memperhatikan
dengan baik. Selain itu masih ada beberapa siswa yang kurang disiplin seperti
terlambat datang masuk sekolah, tidak memakai sepatu sesuai aturan yang
ditentukan sekolah, merokok di depan lingkungan sekolah, dan peneliti
menemukan beberapa siswa menggunakan handphone di kelas padahal dilarang
oleh guru. Peneliti juga mendapatkan informasi dari hasil wawancara dengan
kepala sekolah bahwa rata-rata latar belakang siswa di sekolah tersebut berasal
dari SD yang di mana pemahaman pendidikan agama Islam nya masih minim.
Pendidikan karakter harus selalu mendapatkan perhatian, karena dalam
membangun nilai-nilai karakter diperlukan waktu yang lama dan harus
dilakukan secara berkesinambungan agar menghasilkan generasi muda yang
berkarakter dan juga insan kamil. Di sinilah mata pelajaran agama Islam
berperan sangat penting dalam pembinaan karakter peserta didik, karena tujuan
akhir dari pendidikan agama Islam adalah terwujudnya akhlakul karimah atau
karakter mulia. Hal tersebut senada dengan hasil wawancara yang dilakukan
peneliti dengan kepala sekolah SMP Islamiyah Ciputat bahwa pendidikan agama
Islam sangat relevan dalam pembentukan karakter siswa di sekolah maupun
untuk kehidupannya di masyarakat.
Dalam menjalankan misi pembentukan karakter, pendidikan agama tidak
berjalan sendiri akan tetapi didukung oleh pelajaran-pelajaran yang lain dengan
tujuan untuk mengoptimalkan nilai karakter yang telah ditanamkan. Selain itu,
pendidikan agama dianggap sangat penting karena dapat dijadikan jembatan
penghubung pengembangan karakter pada peserta didik. Hal ini dikarenakan
hampir semua materi pendidikan agama didalamnya menyelipkan nilai-nilai
karakter.14
14 Nazarudin, Manajemen Pembelajaran: Implementasi Konsep, Karakteristik dan
Metodologi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum, (Yogyakarta: Teras, 2007), h. 27
9
Sehubungan dengan hal tersebut, maka peran dan fungsi pendidikan agama
Islam dalam menciptakan kondisi peserta didik yang bermoral, sejahtera, adil
dan makmur sangat strategis. Hal ini dikarenakan segala sikap dan tingkah laku
mereka dapat terkontrol dan terarah dengan baik sesuai dengan ajaran agama
Islam. Pada hakikatnya, pendidikan agama Islam harus dibekali dan diberikan
sejak anak usia dini hingga dewasa, karena Islam tidak menentukan batas usia
untuk menempuh pendidikan. Islam memberlakukan bahwasannya pendidikan
harus dilakukan sepanjang hayat (life long education), artinya selama manusia
masih memiliki nafas, ia tidak akan lepas dari yang namanya belajar. Hal ini
dikarenakan setiap langkah manusia hakikatnya adalah belajar, baik langsung
maupun tidak langsung.15
Pada saat ini, nilai-nilai karakter sudah mulai diimplementasikan di
beberapa sekolah dalam berbagai mata pelajaran, khususnya dalam mata
pelajaran pendidikan agama Islam. Pengintegrasian nilai-nilai karakter ke dalam
pelajaran pendidikan agama Islam ini sangatlah penting dilakukan dengan tujuan
untuk membentuk karakter pada peserta didik untuk berakhlakul karimah di
dalam kehidupan sehari-hari.
SMP Islamiyah Ciputat merupakan sekolah menengah pertama yang telah
mulai menerapkan nilai-nilai karakter dalam proses pembelajaran pendidikan
agama islam. Sebagai contoh dalam pembelajarannya, guru PAI banyak
memberikan contoh baik itu secara langsung berperilaku kepada siswa, memberi
contoh melalui kisah-kisah teladan dalam sejarah Islam yang berkaitan dengan
karakter, dan selalu memberikan nasihat-nasihat kepada siswa. Dalam proses
pelaksanaan penerapan nilai-nilai pendidikan karakter pada pembelajaran PAI
tidak hanya dilakukan di dalam kelas saja, melainkan juga di luar kelas. Adapun
bentuk penerapan pembelajaran pendidikan agama Islam di luar kelas seperti
pembiasaan shalat dhuhur berjamaah, melakukan kegiatan istighatsah setiap
15 Nazarudin, Manajemen Pembelajaran: Implementasi Konsep, Karakteristik dan
Metodologi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum, (Yogyakarta: Teras, 2007), h. 27
10
jumat pagi yang tentunya didampingi oleh para guru PAI dan guru lainnya, dan
juga melakukan kegiatan keislaman seperti memperingati hari besar Islam.
Berdasarkan uraian di atas, maka implementasi pendidikan karakter pada
pembelajaran PAI sangat penting dilakukan untuk membentuk nilai karakter
yang baik pada diri siswa. Berangkat dari hal itu, maka peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian yang dituangkan dalam sebuah skripsi dengan judul
“Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter pada Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di SMP Islamiyah Ciputat”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan yang dapat
diidentifikasi antara lain :
1. Masih ditemukan kurangnya nilai karakter disiplin pada siswa di sekolah dan
lingkungan sekitar sekolah.
2. Minimnya pemahaman pendidikan agama Islam di kalangan siswa,
dikarenakan rata-rata lulusan dari SD bukan MI.
C. Pembatasan Masalah
Untuk memperjelas dan memberi arah yang tepat serta menghindari
meluasnya pembahasan dalam penelitian ini, dan dengan adanya identifikasi
masalah di atas, maka penulis akan membatasai permasalahan pada:
1. Implementasi pendidikan karakter pada pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di SMP Islamiyah Ciputat.
2. Faktor pendukung dan penghambat dalam mengimplementasikan pendidikan
karakter pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Islamiyah
Ciputat.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada pembatasan masalah yang telah dipaparkan, maka penulis
merumuskan masalah yaitu :
1. Bagaimana implementasi pendidikan karakter pada pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di SMP Islamiyah Ciputat ?
11
2. Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat dalam
mengimplementasikan pendidikan karakter pada pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di SMP Islamiyah Ciputat ?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana implementasi pendidikan karakter dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Islamiyah Ciputat.
2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mendukung dan menghambat dalam
mengimplementasikan pendidikan karakter pada pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di SMP Islamiyah Ciputat
F. Kegunaan Penelitian
Setelah mengetahui tujuan tersebut di atas, maka diharapkan penelitian ini
dapat dikembangkan dan diamalkan. Adapun kegunaan penelitian ini
diantaranya:
1. Sebagai bahan pertimbangan terhadap guru agar meningkatkan mutu
pengajarannya.
2. Menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi para pendidik dan siswa.
3. Bahan upaya pengembangan diri penulis maupun bagi orang yang
memerlukan.
4. Menambah pengetahuan orangtua tentang perilaku anak di sekolah.
12
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Pengertian Implementasi dan Pendidikan
Implementasi bisa diartikan sebagai pelaksanaan atau penerapan.1
Implementasi merupakan kegiatan untuk merealisasikan rencana menjadi
tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien,
sehingga akan memiliki nilai. Dalam pelaksanaan pendidikan karakter
merupakan kegiatan inti dari pendidikan karakter.2
Pendidikan berasal dari bahasa Latin, yaitu “pedagogi” yang artinya
pendidikan, dan dari bahasa Yunani “pedagogia” (paedagogik) yang berarti
ilmu pendidikan. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata
pendidikan berasal dari kata “didik” dan mendapatkan imbuhan (pe-) dan
akhiran (–an). Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan.3
Makna pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha
manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam
masyarakat dan kebudayaan. Dengan demikian, bagaimanapun sederhananya
peradaban suatu masyarakat di dalamnya terjadi suatu proses pendidikan.
Karena itulah sering dinyatakan pendidikan telah ada sepanjang peradaban
umat manusia.
Menurut Prof. Rechey, istilah “pendidikan” berkenaan dengan fungsi
yang luas dari pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat
terutama membawa warga masyarakat yang baru (generasi muda) bagi
1 Syafruddin Nurdin dkk, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta:
Ciputat Press, 2002), h. 70 2 Zulhijrah. Juni 2015. “Implementasi Pendidikan Karakter di sekolah”. Volume 1, No.1 3 Amin Kuneifi Elfachmi, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Erlangga, 2016), h. 13-14
13
penunaian kewajiban dan tanggungjawabnya di dalam masyarakat. Jadi
pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang
berlangsung di dalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial
yang esensial yang memungkinkan masyarakat yang kompleks, modern,
fungsi pendidikan ini mengalami proses spesialisasi dan melembaga dengan
pendidikan formal, yang tetap berhubungan dengan proses pendidikan
informal di luar sekolah.4
Ki Hajar Dewantara memberi definisi pendidikan sebagai tuntunan di
dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Maksudnya pendidikan menuntun segala
kekuatan pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan anggota
masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-
tingginya. UUD Nomor 2 tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional
menegaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta
ddidik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan bagi perannya di
masa yang akan datang. Sedangkan dalam UUD Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.5
Dari uraian tentang pengertian pendidikan di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
a) Pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan
kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya,
yaitu rokhani (pikir, karsa, rasa, cipta dan budinurani) dan jasmani
(pancaindera serta keterampilan-keterampilan).
4 TIM Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-dasar Kependidikan, (Surabaya: Usana
Offset Printing, 1981), h. 2-4 5 Abdul Kadir, Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2012), Cet. 1, h. 62
14
b) Pendidikan berarti juga lembaga yang bertanggung jawab menetapkan
cita-cita (tujuan) pendidikan, isi, sistem, dan organisasi pendidikan.
Lembaga-lembaga ini meliputi : keluarga, sekolah dan masyarakat.
c) Pendidikan merupakan hasil atau prestasi yang dicapai oleh
perkembangan manusia dan usaha lembaga-lembaga tersebut dalam
mencapai tujuannya.6
2. Pengertian Akhlak
Menurut etimologi arab, akhlak adalah bentuk masdar (infinitif) dari kata
akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan yang memiliki arti perangai (assajiyah);
kelakuan, tabiat atau watak dasar (ath-thabi’ah); kebiasaan atau kelaziman
(al-‘adat); peradaban yang baik (al-muru’ah); dan agama (addin).7
Sementara menurut istilah (terminologis) terdapat pengertian tentang
akhlak, diantaranya :
a. Ibnu Maskawih mengatakan akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorong
ke arah melakukan perbuatan tanpa memikirkan (lebih lama).
b. Al-Ghazali mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam
jiwa yang darinya menimbulkan perbuatan-perbuatan yang gampang dan
mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan (perenungan)
terlebih dahulu.8
Akhlak terbagai kepada dua macam yaitu Akhlak terpuji dinamakan
akhlak alkarimah (akhlak mahmudah), dan akhlak tercela dinamakan akhlak
mazmumah. Seseorang yang memiliki akhlak terpuji dan tercela karena
dipengaruhi oleh hati (al-qalb) terdapat pada sanubari yang terdalam.
Jelasnya, perbuatan terpuji dan tercela dalam lingkup akhlak bukan
didasarkan pada pertimbangan akal, tradisi atau pengalaman, tetapi karena
bisikan hati nurani yang ada pada setiap orang itu sendiri.9
6 TIM Dosen FIP-IKIP Malang, Op.Cit., h. 7 7 Ulil Amri Syarif. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an. (Jakarta: Raja Grafindo
Press, 2012), h. 72.
8 Mahjuddin, Akhlak Tasawuf. (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h. 3-4. 9 Al Mawardi, Etika, Moral dan Akhlak, Jurnal Fakultas Pendidikan Agama Islam
Politeknik Negeri Lhokseumawe, 2013.
15
3. Pengertian Karakter
Secara bahasa (etimologis) istilah karakter berasal dari bahasa Latin
kharakter, kharassaein, dan kharax, dalam bahasa Yunani character dari kata
charassein, yang berarti membuat tajam dan membuat dalam. Sedangkan,
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional kata karakter berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau
budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau bermakna
bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat,
tabiat, temperamen, watak. Maka istilah berkarakter artinya memiliki
karakter, memiliki kepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak.
Menurut istilah (terminologis) terdapat beberapa pengertian karakter,
sebagaimana telah dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain :
a) Hermawan Kartajaya mendefinisikan karakter adalah ciri khas yang
dimiliki oleh suatu benda atau individu (manusia). Ciri khas tersebut
adalah asli, dan mengakar pada kepribadian benda atau individu
tersebut dan merupakan mesin pendorong bagaimana seseorang
bertindak, bersikap, serta merespons sesuatu.
b) Simon Philips mendefinisikan karakter adalah kumpulan tata nilai
yang menuju pada suatu sistem yang lemandasi pemikiran, sikap, dan
perilaku yang ditampilkan.
c) Imam Ghozali menganggap bahwa karakter lebih dekat dengan akhlaq,
yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau melakukan perbuatan
yang telah menyatu dalam diri manusia, sehingga ketika muncul tidak
perlu dipikirkan lagi.10
Pendidikan karakter dalam Islam adalah pendidikan akhlak, dalam Islam
tidak ada disiplin ilmu yang terpisah dari etika-etika Islam dan pentingnya
komparasi antara akal dan wahyu dalam menentukan nilai-nilai moral terbuka
untuk diperdebatkan. Bagi kebanyakan muslim segala yang dianggap halal
dan haram dalam Islam, dipahami sebagai keputusan Allah tentang benar dan
10 Heri Gunawan, Op.Cit., h. 1-4
16
baik. dalam Islam terdapat tiga nilai utama yaitu akhlak, adab, dan
keteladanan.
Akhlak merujuk kepada tugas dan tanggungjawab selain syariat dan
ajaran Islam secara umum. Sedangkan term adab merujuk kepada sikap yang
dihubungkan dengan tingkah laku yang baik sedangkan keteladanan merujuk
pada kualitas karakter yang ditampilkan oleh seorang muslim yang baik yang
mengikuti keteladanan Nabi Muhammad SAW. Ketiga nilai inilah yang
menjadi pilar pendidikan karakter dalam Islam.
Pembentukan akhlak merupakan aspek penting dalam Islam, bahkan
Rasulullah diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia. Implementasi
akhlak dalam Islam tersimpul dalam karakter Rasulullah SAW. Dalam
pribadi Rasul, bersemai nilai-nilai akhlak yang mulia dan agung. Al Qur’an
Surat Al Ahzab : 21 menjelaskan secara tegas bahwa sesungguhnya di dalam
diri Rasulullah terdapat uswatun hasanah.11
Berdasarkan pada beberapa pengertian di atas, dapat dimaknai bahwa
karakter adalah keadaan asli yang ada dalam diri individu seseorang yang
membedakan antara dirinya dengan orang lain. Pengertian karakter, watak,
dan kepribadian memang sering tertukar-tukar dalam penggunannya. Hal ini
karena ketiga isitilah ini memang memiliki kesamaan yakni sesuatu asli yang
ada dalam diri individu seseorang yang cenderung menetap secara permanen.
Dapat ditegaskan bahwa karakter merupakan perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
krama, budaya, dan adat istiadat.12 Karakter dipengaruhi oleh hereditas.
Perilaku seorang anak sering kali tidak jauh dari perilaku ayah atau ibunya.
Dalam bahasa Jawa dikenal istilah “Kacang ora ninggal lanjaran” (Pohon
11 Suryawati, Dewi Prasari. November 2016. “Implementasi Pembelajaran Akidah Akhlak
Terhadap Pembentukan Karakter Siswa di MTs Negeri Semanu Gunungkidul”. Volume 1, No.2 12 Heri Gunawan, Op.Cit., h. 4
17
kacang panjang tidak pernah meninggalkan kayu atau bambu tempatnya
melilit dan menjalar).13
4. Tujuan Pendidikan Karakter
Socrates berpendapat bahwa tujuan paling mendasar dari pendidikan
adalah untuk membuat seseorang menjadi good and smart. Dalam sejarah
Islam, Rasulullah saw. menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik
manusia adalah untuk mengupayakan pembentukan karakter yang baik (good
character). Tokoh pendidikan Barat yang mendunia seperti Klipatrick,
Lickona, Brooks dan Goble seakan menggemakan kembali gaung yang
disuarakan Socrates dan Muhammad saw. bahwa karakter adalah tujuan yang
tak terhindarkan dari dunia pendidikan. Begitu juga dengan Marthin Luther
King menyetujui pemikiran tersebut dengan mengatakan bahwa kecerdasan
plus karakter, itulah tujuan yang benar dari pendidikan.
Pemaparan pandangan tokoh-tokoh tersebut, menunjukkan bahwa
pendidikan sebagai nilai universal kehidupan memiliki tujuan pokok yang
disepakati di setiap zaman, pada setiap kawasan, dan dalam semua pemikiran.
Dengan bahasa sederhana, tujuan yang disepakati itu adalah merubah
manusia menjadi lebih baik dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan.14
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang
tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong-
royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa
kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.15
Pendidikan karakter berfungsi, (1) mengembangkan potensi dasar agar
berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan
membangun perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban
bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
13 Muchlas Samani dan Hariyanto, Op.Cit., h. 43 14 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya Offset, 2011), Cet. 1, h. 30 15 Hendriana, Evinna Cinda dan Arnold Jacobus. September 2016. “Implementasi
Pendidikan Karakter di sekolah Melalui Keteladanan dan Pembiasaan”. Volume 1, No.2
18
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup
keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik,
pemerintah, dunia usaha, dan media massa.16
5. Penguatan Pendidikan Karakter
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) adalah gerakan pendidikan di
sekolah untuk memperkuat karakter siswa melalui harmonisasi olah hati
(etik), olah rasa (estetis), olah pikir (literasi), dan olah raga (kinestetik)
dengan dukungan pelibatan publik dan kerja sama antara sekolah, keluarga,
dan masyarakat.
Olah hati (etik) adalah individu yang memiliki kerohanian mendalam,
beriman dan bertakwa. Olah rasa (estetis) adalah individu yang memiliki
integritas moral, rasa berkesenian dan berkebudayaan. Olah pikir (literasi)
adalah individu yang memiliki keunggulan akademis sebagai hasil
pembelajaran dan pembelajar sepanjang hayat. Olah raga (kinestetik) adalah
individu yang sehat dan mampu berpartisipasi aktif sebagai warga negara.17
Ada 5 nilai utama karakter prioritas PPK, yaitu sebagai berikut:
a. Religius, mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b. Integritas, upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat
dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
c. Nasionalis, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan diri dan kelompoknya.
d. Mandiri, tidak bergantung pada orang lain dan mempergunakan tenaga,
pikiran, waku untuk merealisasikan harapan, mimpi, dan cita-cita.
e. Gotong royong, mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama
dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama.
16 Heri Gunawan, Loc.Cit., h. 30 17 Kemendikbud.go.id
19
Adapun manfaat dari Penguatan Pendidikan Karakter yaitu sebagai
berikut:
a. Penguatan karakter siswa dalam mempersiapkan daya saing siswa dengan
kompetensi abad 21 (berpikir kritis, kreatif, mampu berkomunikasi, dan
berkolaborasi).
b. Pembelajaran dilakukan terintegrasi di sekolah dan di luar sekolah dengan
pengawasan guru.
c. Revitalisasi peran kepala sekolah sebagai manajer dan guru sebagai
inspirator PPK.
d. Revitalisasi komite sekolah sebagai badan gotong royong sekolah dan
partisipasi masyarakat.
e. Penguatan peran keluarga melalu kebijakan pembelajaran lima hari.18
Selanjutnya, berikut ini merupakan beberapa fokus gerakan Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK):
a. Struktur Program, difokuskan pada jenjang Sekolah Dasar (SD) dan
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan memanfaatkan ekosistem
pendidikan yang ada di lingkungan sekolah serta penguatan kapasitas
kepala sekolah, guru, orang tua, komite sekolah dan pemangku
kepentingan lain yang relevan.
b. Struktur Kurikulum, tidak mengubah kurikulum yang sudah ada
melainkan optimalisasi kurikulum pada satuan pendidikan melalui
kegiatan intrakulikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler, serta
nonkurikuler di lingkungan sekolah.
c. Struktur Kegiatan, mengajak masing-masing sekolah untuk menemukan
ciri khasnya sehingga sekolah menjadi sangat kaya dan unik serta
mewujudkan kegiatan pembentukan karakter empat dimensi pengolahan
karakter yang digagas oleh Ki Hadjar Dewantara meliputi olah rasa, olah
hati, olah pikir, dan olah raga.19
18 Kemendikbud.go.id 19 Kemendikbud.go.id
20
6. Nilai-Nilai Karakter
Pendidikan Karakter dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau
kebajikan yang menjadi nilai dasar karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi
atribut suatu karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu, pendidikan
karakter pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari
pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya dan nilai-
nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional. Berikut ini
merupakan beberapa nilai pendidikan karakter yaitu:20
a. Religius, yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain,
dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
b. Jujur, yaitu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan.
c. Toleransi, yaitu sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,
suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari
dirinya.
d. Disiplin, yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
e. Kerja keras, yaitu perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh
dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta
menyelesaikannya dengan sebaik-baiknya.
f. Kreatif, yaitu berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara
atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
g. Mandiri, yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
h. Bersahabat/komunikatif, yaitu tindakan yang memperlihatkan rasa
senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
20 Moh. Haitami Salim, Pendidikan Karakter (Konsepsi dan Implementasinya secara
terpadu di lingkungan keluarga, sekolah, perguruan tinggi, dan masyarakat (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2013), Cet. 1, h. 39
21
i. Peduli sosial, yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan
pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
j. Tanggung jawab, yaitu sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan
tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan terhadap diri
sendiri, masayarakat, lingkungan, negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Dasar pendidikan karakter tersebut diterapkan sejak usia kanak-kanak,
karena usia dini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam
mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar
50% variabilitas kecerdasan orang dewasa terjadi ketika anak berusia 4 tahun.
Peningkatan 30 % berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada
pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini sudah sepatutnya
pendidikan karakter dimulai dari dalam pendidikan keluarga, yang
merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak.21
7. Penanaman Karakter di Lingkungan Sekolah
Pendidikan karakter di lingkungan sekolah bertujuan untuk
meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang
mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta
didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan.
Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri
meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji, dan
menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak
mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Berikut ini merupakan
penjelasan tentang strategi internalisasi karakter pada peserta didik di
lingkungan sekolah.22
21 Anas Salahudin, Pendidikan Karakter (Pendidikan Karakter Berbasis Agama dan
Budaya Bangsa), (Bandung: Pustaka Setia, 2013), Cet. 1, h. 54-56 22 Moh. Haitami Salim, Loc.Cit, h. 127
22
a. Religius
Sikap dan perilaku religius merupakan sikap dan perilaku yang dekat
dengan hal-hal spiritual. Seseorang disebut religius ketika ia merasa perlu
dan berusaha mendekatkan dirinya dengan Tuhan, dan patuh
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya. Untuk dapat menumbuhkan
nilai-nilai religius tidaklah mudah, hal ini memerlukan kerja sama yang
baik antara guru sebagai tim pengajar dengan pihak-pihak luar yang
terkait. Nilai-nilai religius dapat diajarkan kepada peserta didik di sekolah
melalui beberapa kegiatan yang sifatnya religius. Kegiatan religius yang
dapat diajarkan kepada peserta didik di sekolah yang dapat dijadikan
sebagai pembiasaan, di antaranya; Berdoa atau bersyukur; Melaksanakan
kegiatan di mushalla seperti shalat berjamaah setiap hari; Merayakan hari
raya keagamaan seperti Idul Adha, Isra’ Mi’raj, Idul Fitri; dan
Mengadakan kegiatan keagamaan seperti pesantren kilat.
b. Jujur
Salah satu bentuk program yang dapat dilakukan oleh sekolah untuk
menumbuhkan kejujuran pada peserta didik, yaitu dengan membuat kantin
jujur. Kantin jujur adalah ruang tempat menjual minuman dan makanan di
sekolah kepada peserta didik dengan tujuan untuk melatih kejujuran para
peserta didik dalam membayar makanan yang mereka ambil. Hal ini
menjadi salah satu indikator dalam menilai kejujuran dari siswa sekolah.
c. Toleransi
Untuk membentuk peserta didik yang memiliki rasa toleransi terhadap
sesama tentu tidak mudah. Namun, ada beberapa poin penting yang dapat
dijadikan sebagai acuan dalam memulai dan berinovasi. Beberapa poin
yang dapat dijadikan acuan bagi guru dalam membentuk sikap toleransi
peserta didik, sebagai berikut:23
23 Ibid, h. 127-132
23
(1) Keteladanan Guru
Guru menjadi contoh teladan dalam berperilaku di kelas. Guru
adalah sosok yang menjadi teladan, baik dari segi pengetahuan maupun
kepribadian bagi peserta didiknya. Oleh karena itu, seorang guru harus
berhati-hati dalam bertutur kata dan bertingkah laku.
(2) Pembiasaan terhadap Perbedaan
Sikap toleransi terhadap sesama tidak muncul begitu saja, guru
harus menempatkan peserta didik pada kondisi yang menghadirkan
banyak perbedaan-perbedaan. Pada kondisi demikian guru dapat
melatih peserta didik agar bisa menghargai setiap perbedaan yang ada.
Sebagai contoh sederhana guru dapat memberikan sebuah
permasalahan untuk diselesaikan peserta didik secara berkelompok.
Guru kemudian mengadu pendapat antara kelompok satu dengan
kelompok yang lain. Dengan perbedaan pendapat tersebut, peserta didik
dilatih untuk tetap saling menghormati dan menghargai dengan sesama
temannya.
d. Disiplin
Cerminan kedisiplinan mudah terlihat pada tempat-tempat umum,
lebih khusus lagi pada sekolah-sekolah, di mana banyaknya pelanggaran
tata tertib sekolah yang dilakukan oleh peserta didik yang kurang disiplin.
Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses
dan serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan,
kepatuhan, kesetiaan, keteraturan, dan ketertiban. Beberapa contoh
pelaksanaan kegiatan yang dapat dijadikan acuan bagi guru dalam
membentuk sikap disiplin peserta didik yaitu:
(1) Pukul 06.45 semua peserta didik harus sudah berada di sekolah dengan
toleransi 15 menit.
(2) Peserta didik bila berhalangan hadir masuk, harus ada surat
pemberitahuan ke sekolah.
(3) Kerapian dan kebersihan pakaian dicek setiap hari oleh guru.
24
(4) Kerapian rambut peserta didik laki-laki dicek setiap hari oleh guru; dan
lain-lain.24
e. Kerja Keras
Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-
sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Nilai ini sangat dibutuhkan
oleh manusia agar selalu memiliki semangat yang besar dan tidak mudah
putus asa dalam mencapai cita-citanya. Berikut ini beberapa cara yang bisa
dilakukan seorang guru untuk mengajarkan dan menanamkan kegigihan
dalam diri seorang peserta didik;
(1) Bantu peserta didik untuk membuat target pencapaian yang realistis
dan bisa dicapai oleh peserta didik. Banyak peserta didik yang
akhirnya menjadi pribadi yang mudah menyerah karena merasa target
(pencapaian) yang harus diraihnya terlalu berat dan terlalu sulit
digapai. Aspek yang perlu diingat, saat ini banyak hal baru dalam
tahap melatih mental anak agar menjadi gigih.
(2) Bila seorang peserta didik menemui kegagalan dalam mencapai
targetnya, ajarkan peserta didik untuk berdamai dengan kegagalan itu,
dan dorong peserta didik agar segera bangkit lagi untuk
menyelesaikan masalah tersebut. Bantu peserta didik untuk bisa
mengatasi kekecewaan akibat kegagalannya. Peserta didik perlu
belajar dari kesalahan dalam kegagalan sebelumnya.
(3) Berikan kesempatan pada peserta didik untuk menghadapi tantangan
dan hal-hal baru. Upayakan jangan mengotak-ngotakkan potensi
peserta didik, misalnya memvonis peserta didik bahwa ia tidak pandai
di bidang olahraga, tapi ia berbakat di bidang matematika. Mengotak-
kotakkan potensi anak seperti itu hanya akan mengurangi kesempatan
peserta didik untuk mencoba banyak hal dan menggali semua potensi
yang ada dalam dirinya.
24 Ibid, h. 132-137
25
f. Kreatif
Kreatif dapat didefinisikan sebagai cara berpikir dan melakukan
sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah
dimiliki. Kreativitas dapat tumbuh di kalangan peserta didik ketika situasi
belajar di sekolah memang mendukung tumbuhnya daya pikir dan
bertindak kreatif. Maka dari itu, seorang guru dapat memakai berbagai
macam model pembelajaran yang kreatif. Ada beberapa upaya dalam
pengembangan kreativitas siswa, yaitu sebagai berikut:
(1) Berikan kesempatan dan waktu yang leluasa kepada setiap peserta
didik untuk mengeksplorasi dan melakukan pekerjaan terbaiknya dan
jangan mengintervensi pada saat mereka justru sedang termotivasi
dalam menyelesaikan tugas-tugasnya secara produktif.
(2) Ciptakan lingkungan kelas yang menarik dan mengasyikkan. Sisakan
suatu masalah, yang mana peserta didik akan merasa penasaran dan
tergoda pemikirannya untuk berusaha mengkajinya pada saat-saat
berikutnya.
(3) Ciptakan iklim kelas yang memungkinkan peserta didik merasa
nyaman jika melakukan suatu kesalahan, mendorong keberanian
peserta didik untuk mengambil resiko menerima kegaduhan dan
kekacauan yang tepat di kelas, serta memberikan otonomi yang luas
kepada peserta didiknya untuk mengelola belajarnya sesuai dengan
minat, karakteristik, dan tujuannya.
g. Mandiri
Mandiri adalah suatu sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung
pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Untuk menjadi mandiri,
peserta didik di lingkungan sekolah hendaknya “sesekali” dibiasakan
belajar secara mandiri. Peserta didik yang belajar secara mandiri
mempunyai kebebasan untuk belajar tanpa harus menghadiri pelajaran
yang diberikan guru di kelas. Peserta didik dapat mempelajari pokok
bahasan atau topik pelajaran tertentu dengan membaca buku atau melihat
dan mendengarkan program media pandang-dengar (audio visual) tanpa
26
bantuan atau dengan bantuan terbatas dari orang lain. Kemandirian dalam
belajar ini perlu diberikan kepada peserta didik supaya mereka mempunyai
tanggung jawab dalam mengatur dan mendisiplinkan dirinya dan dalam
mengembangkan kemampuan belajar atas kemuan sendiri.25
h. Bersahabat / Komunikatif
Secara psikologis perkembangan peserta didik dalam proses
pembelajaran, dipengaruhi dari apa yang mereka ingat dan meniru apa
yang mereka lihat. Guru hendaknya memberi contoh yang baik kepada
peserta didiknya. Maksud memberi contoh di sini bukan hanya sekedar
menjelaskan, melainkan perilaku guru harus mencerminkan sikap-sikap
yang baik. Hal sederhana yang dapat dilakukan guru misalnya dengan
membiasakan untuk menyapa atau mengucapkan salam ketika bertemu
dengan peserta didik. Hal ini membuat peserta didik akan terbiasa dengan
sikap bersahabat/komunikatif guru-guru mereka, dan selanjutnya
menjadikan guru-guru mereka sebagai contoh atau model bagi mereka
dalam bersikap dan berperilaku.26
i. Peduli Sosial
Berjiwa sosial dan senang membantu merupakan sebuah ajaran yang
universal dan dianjurkan oleh semua agama. Kepedulian sosial adalah
sebuah tindakan, bukan hanya sebatas pemikiran atau perasaan. Tindakan
peduli tidak hanya tahu tentang sesuatu yang salah atau benar, tapi ada
kemauan melakukan gerakan sekecil apa pun. Memiliki jiwa kepedulian
sosial sangat penting bagi setiap orang, begitu juga pentingnya bagi
seorang peserta didik. Beberapa alternatif kegiatan yang dapat dilakukan
dalam kerangka mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai kepedulian
sosial dalam diri seorang peserta didik, misalnya dengan memfasilitasi
kegiatan yang bersifat sosial, melakukan aksi sosial, menyediakan fasilitas
untuk menyumbang, dan lain-lain.
25 Ibid, h. 138-143 26 Ibid, h. 154
27
j. Tanggung Jawab
Agar guru dapat mengajari tanggung jawab secara lebih efektif dan
efisien kepada peserta didiknya, guru dapat melakukan beberapa cara
sebagai berikut:
(1) Memberi pengertian pada peserta didik apa itu sebenarnya tanggung
jawab. Tanggung jawab adalah sikap ketika kita harus bersedia
menerima akibat dari apa yang telah kita perbuat.
(2) Perlu adanya pembagian tanggung jawab peserta didik satu dengan
yang lain. Misalnya, dengan adanya pembagian tugas piket
membersihkan kelas.
(3) Mulailah memberikan pelajaran kepada peserta didik tentang rasa
tanggung jawab mulai dari hal-hal kecil, seperti usahakan peserta
didik selalu membereskan kursi meja temapt ia duduk sebelum
meninggalkan ruangan kelas ketika jam pelajaran selesai atau juga
dengan cara mebiasakan membuang sampah pada tempatnya.27
8. Metode Pendidikan Karakter
Dalam proses pendidikan, termasuk dalam pendidikan karakter
diperlukan metode-metode pendidikan yang mampu menanamkan nilai-nilai
karakter baik kepada siswa, sehingga siswa bukan hanya tahu tentang moral
(karakter), tetapi juga diharapkan mereka mampu melaksanakan moral
(karakter) yang menjadi tujuan utama pendidikan karakter. Beberapa metode-
metode pendidikan karakter adalah sebagai berikut:
a. Metode Hiwar atau Percakapan
Metode hiwar (dialog) adalah percakapan silih berganti antara dua
pihak atau lebih melalui tanya jawab mengenai suatu topik, dan dengan
sengaja diarahkan kepada satu tujuan yang dikehendaki. Dalam proses
pendidikan metode hiwar mempunyai dampak yang sangat mendalam
terhadap jiwa pendengar atau pembaca yang mengikuti topik percakapan
27 Ibid, h. 157-158
28
dengan seksama dan penuh perhatian. Hal ini disebabkan oleh beberapa
hal sebagai berikut:
(1) Permasalahan yang disajikan sangat dinamis, karena kedua belah
pihak (pendidik dan peserta didiknya) langsung terlibat dalam
pembicaraannya secara timbal balik, sehingga tidak membosankan.
(2) Pembaca atau pendengar tertarik untuk terus mengikuti jalannya
percakapan itu dengan maksud dapat mengetahui kesimpulannya.
(3) Metode hiwar (dialog) dapat membangkitkan berbagai perasaan dan
kesan seseorang, yang akan melahirkan dampak pedagogis yang turut
membantu kukuhnya ide tersebut dalam jiwa pendengar/pembaca
serta mengerahkan kepada tujuan akhir pendidikan.
(4) Bila metode hiwar dilakukan dengan baik, memenuhi etika (akhlak)
Islam, maka cara berdialog, sikap orang yang terlibat itu akan
mempengaruhi peserta sehingga meninggalkan pengaruh berupa
pendidikan akhlak, sikap dalam berbicara, menghargai pendapat
oarang lain dan sebagainya.
b. Metode Qishah atau Cerita
Kisah berasal dari kata qashsha-yaqushshu-qishshatan, mengandung
arti potongan berita yang diikuti dan pelacak jejak. Dalam pelaksanaan
pendidikan karakter di sekolah, kisah sebagai metode pendukung
pelaksanaan pendidikan memiliki peranan yang sangat penting, karena
dalam kisah-kisah terdapat berbagai keteladanan dan edukasi. Hal ini
karena terdapat beberapa alasan yang mendukungnya yaitu:
(1) Kisah senantiasa memikat karena mengundang pembaca atau
pendengar untuk mengikuti peristiwanya, merenungkan maknanya.
Selanjutnya makna-makna itu akan menimbulkan kesan dalam hati
pembaca atau pendengar tersebut.
(2) Kisah dapat menyentuh hati manusia, karena kisah itu menampilkan
tokoh dalam konteksnya yang menyeluruh, sehingga pembaca atau
pendengar dapat menghayati dan merasakan isi kisah tersebut, seolah-
olah dia sendiri yang menjadi tokohnya.
29
(3) Kisah qurani mendidik keimanan dengan cara; membangkitkan
berbagai perasaan seperti khauf, ridlo, dan cinta (hub); mengarahkan
seluruh perasaan sehingga bertumpuk pada suatu puuncak, yaitu
kesimpulan kisah melibatkan pembaca atau pendengar ke dalam kisah
itu sehingga ia terlibat secara emosional.
c. Metode Amtsal atau Perumpamaan
Metode perumpamaan ini baik digunakan oleh para guru dalam
mengajarkan peserta didiknya terutama dalam menanamkan karakter
kepada mereka. Cara penggunaan metode amtsal ini hampir sama dengan
metode kisah, yaitu dengan berceramah. Metode perumpamaan ini
mempunyai tujuan pedagogis diantaranya adalah sebagai berikut:
(1) Mendekatkan makna pada pemahaman.
(2) Mendidik akal supaya berpikir logis dan menggunakan qiyas
(silogisma) yang logis dan sehat.
(3) Perumpamaan merupakan motif yang menggerakkan perasaan
menghidupkan naluri yang selanjutnya menggugah kehendak dan
mendorong untuk melakukan amal yang baik dan menjauhi segala
kemunkaran.
d. Metode Uswah atau Keteladanan
Dalam penanaman karakter kepada peserta didik di sekolah,
keteladanan merupakan metode yang lebih efektif dan efisien. Karena
peserta didik (terutama pada usia pendidikan dasar dan menengah) pada
umumnya cenderung meneladani (meniru) guru atau pendidiknya. Hal ini
karena secara psikologis siswa memang senang meniru, tidak saja yang
baik, bahkan terkadang yang jeleknya pun mereka tiru.
Guru atau pendidik adalah orang yang menjadi panutan anak peserta
didiknya. Setiap anak mula-mula mengagumi kedua orang tuanya. Semua
tingkah laku orang tua ditiru oleh anak-anaknya. Karen itu orang tua perlu
memberikan keteladanan yang baik kepada anak-anaknya. Ketika akan
makan misalnya orang tua membaca basmalah, anak menirukannya.
30
Tatkala orang tua shalat, anak diajak untuk melakukannya, sekalipun
mereka belum tahu cara dan bacaanya.
Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter, satuan
pendidikan formal dan nonformal harus dikondisikan sebagai pendukung
utama kegiatan tersebut. Satuan pendidikan formal dan nonformal harus
menunjukkan keteladanan yang mencerminkan nilai-nilai karakter yang
ingin dikembangkan. Misalnya toilet yang selalu bersih, bak sampah ada
di berbagai tempat dan selalu dibersihkan, satuan pendidikan formal dan
nonformal terlihat rapi, dan alat belajar ditempatkan teratur.
e. Metode Pembiasaan
Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-
ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Dalam pelaksanaan
pendidikan karakter, pembiasaan peserta didik akan lebih efektif jika
ditunjang dengan keteladanan dari tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan lainnya. Oleh karenanya metode ini dalam pelaksanaannya
tidak akan terlepas dari keteladanan. Dimana ada pembiasaan maka disana
ada keteladanan. Kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus ini yang
dalam teori pendidikan akan membentuk karakter.
f. Metode ‘Ibrah dan Mau’idah
‘Ibrah berarti suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia
kepada intisari sesuatu yang disaksikan, dihadapi dengan menggunakan
nalar yang menyebabkan hati mengakuinya. Adapaun kata mau’idah ialah
nasihat yang lembut yang diterima oleh hati dengan cara menjelaskan
pahala atau ancamannya.
g. Metode Targhib dan Tarhib (Janji dan Ancaman)
Targhib ialah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang
disertai dengan bujukan. Tarhib ialah ancaman karena dosa yang
dilakukan. Targhib dan Tarhib bertujuan agar orang mematuhi aturan
Allah. Akan tetapi keduanya mempunyai titik tekan yang berbeda. Targhib
31
agar melakukan kebaikan yang diperintahkan Allah, sedangkan tarhib agar
menjauhi perbuatan jelek yang dilaran oleh Allah.28
9. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Pendidikan
Agama dan Pendidikan Keagamaan, didalamnya dijelaskan bahwa
Pendidikan Agama adalah pendidikan yang mencakup pengenalan,
pemahaman, dan penanaman niali-nilai dalam kehidupan individual maupun
kemasyarakatan yang bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang
dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan.29
Sementara itu pengertian Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar
untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan
mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan
pelatihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain
dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk
mewujudkan persatuan nasional.30 Banyak istilah untuk menyebut
pendidikan dalam Islam. Istilah-istilah yang berasal dari terminologi dalam
bahasa arab, diantaranya at-tarbiyah, at-ta’lim, at-ta’dib, dan ar-riaydhoh.
Setiap istilah tersebut memiliki makna yang berbeda, karena perbedaan teks
dan konteks kalimatnya, walaupun dalam hal-hal tertentu mempunyai
kesamaan makna.31
Adapun, beberapa tokoh dalam Islam memahami istilah pendidikan
Islam sebagai berikut:
a. Secara terminologi kata tarbiyah menurut al-Abrasyi memberikan
pengertian bahwa tarbiyah adalah mempersiapkan manusia agar hidup
dengan sempurna dan meraih kebahagiaan, mencintai tanah air, sehat
jasmani, berakhlakul karimah, cerdas dalam segala bidang, dapat
28 Heri Gunawan, Loc.Cit., h. 88-96 29 Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005, Tentang Standar Nasional Pendidikan,
(Dirjend Pendidikan Islam Depag. RI, 2006) h. 219 30 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2008), h. 75-76 31 Ibid., h. 172
32
berguna bagi dirinya dan masyarakat serta sopan santun dalam bertutur
kata.
b. Sedangkan ta’lim menurut Rasyid Ridha, merupakan proses tranmisi
berbagi ilmu pengetahuan dalam jiwa seseorang tanpa ada batas.
Pemaknaan ini didasarkan atas Q.S al-Baqarah (2): 31 tentang
pengajaran (‘allama) Tuhan kepada nabi Adam as.
c. Ta’dib menurut al-Attas adalah pengenalan dan pengakuan yang tepat
dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa,
sehingga dapat membimbing kearah pengenalan dan pengakuan
kekuasaan serta keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan
keberadaannya.
d. Menurut al-Bastani riyadhah dalam konteks pendidikan berarti
mendidik jiwa anak dengan akhlak yang mulia. Pengertian ini dalam
tasawuf bermakna latihan rohani dengan cara menyendiri pada hari-
hari tertentu untuk melakukan ibadah dan tafakur mengenai hak dan
kewajibannya.32
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan Pendidikan Agama Islam adalah suatu aktivitas atau usaha-
usaha tindakan dan bimbingan yang dilakukan secara sadar dan sengaja serta
terencana yang mengarah pada terbentuknya kepribadian anak didik yang
sesuai dengan norma-norma yang ditentukan oleh ajaran agama Islam.
Mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya yaitu kitab suci al-
Quran dan al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran latihan, serta
penggunaan pengalaman.
Pembelajaran merupakan terjemahan dari kata “instruction” yang dalam
bahasa Yunani disebut instructus atau “intruere”yang berarti menyampaikan
pikiran, dengan demikian arti instruksional adalah menyampaikan pikiran
atau ide yang telah diolah secara bermakna melalui pembelajaran.33 Kegiatan
32 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), h. 14-15 33 Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran:landasan dan Aplikasinya, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2008), h. 265
33
belajar dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan
proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik
dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka
pencapaian kompetensi dasar. Pembelajaran adalah kegiatan dimana guru
melakukan peranan-peranan tertentu agar siswa dapat belajar untuk mencapai
tujuan pendidikan yang diharapkan.34
Pembelajaran dalam konteks pendidikan merupakan aktivitas pendidikan
berupa pemberian bimbingan dan bantuan rohani bagi yang masih
memerlukan. Selain itu, pembelajaran merupakan suatu proses
membelajarkan peserta didik agar dapat mempelajari sesuatu yang relevan
dan bermakna bagi diri mereka, disamping itu, juga untuk mengembangkan
pengalaman belajar dimana peserta didik dapat secara aktif menciptakan apa
yang sudah diketahuinya dengan pengalaman yang diperoleh. Dan kegiatan
ini akan mengakibatkan peserta didik mempelajari sesuatu dengan cara lebih
efektif dan efisien.35
Dalam pengertian lain, pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan
untuk membantu proses belajar peserta didik, yang berisi serangkaian
peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan
mendukung terjadinya proses belajar peserta didik yang bersifat internal.
Dapat dikatakan pembelajaran merupakan segala upaya untuk menciptakan
kondisi dengan sengaja agar tujuan pembelajaran dapat dipermudah
(facilitated) pencapaiannya.36 Sedangkan Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam adalah suatu upaya membuat peserta didik dapat belajar, butuh belajar,
terdorong belajar, mau belajar, dan tertarik untuk terus menerus mempelajari
agama Islam, baik untuk kepentingan mengetahui bagaimana cara beragama
yang benar maupun mempelajari Islam sebagai pengetahuan yang
34 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), Cet. 16, h.
201 35 Muhaimin dkk, Strategi Belajar Mengajar, (Surabaya: Citra Media, 1996), h. 157 36 Bambang Warsita, Op.Cit, h. 266
34
mengakibatkan beberapa perubahan yang relatif tetap dalam tingkah laku
seseorang yang baik dalam kognitif, afektif, dan psikomotorik.37
10. Ruang Lingkup Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Sebagaimana diketahui, inti ajaran agama Islam ruang lingkupnya
meliputi masalah keimanan (aqidah), masalah keislaman (syariah), dan
masalah ikhsan (akhlak).
a. Aqidah
Aqidah adalah bersifat i’tiqad batin, mengajarkan keesaan Allah, Esa
sebagai Tuhan yang mencipta, mengatur, dan meniadakan alam ini.
b. Syari’ah
Syari’ah adalah berhubungan dengan amal lahir dalam rangka
mentaati peraturan dan hukum Tuhan, guna mengatur hubungan antara
manusia dengan Tuhan dan mengatur pergaulan hidup dan kehidupan
manusia.
c. Akhlak
Akhlak adalah suatu amalan yang bersifat pelengkap penyempurna
bagi kedua amal di atas dan yang mengajarkan tentang cara pergaulan
hidup manusia.38
Dari tiga inti ajaran pokok tersebut, lahirlah beberapa keilmuan Agama
yaitu, Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqih dan Ilmu Akhlak. Ketiga ilmu pokok Agama
ini kemudian dilengkapi dengan pembahasan dasar hukum Islam yaitu Al-
Qur’an dan Al-Hadits serta ditambah lagi dengan Sejarah Islam (Tarikh)
sehingga secara berurutan sebagai berikut:
a. Ilmu Tauhid/Keimanan
Ilmu keimanan ini banyak membicarakan tentang kalamullah dan
banyak berbicara tentang dalil dan bukti kebenaran wujud dan keesaan
Allah. Beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berarti percaya dan yakin
wujud-Nya yang esa, yakin akan sifat-sifat ketuhanan-Nya yang maha
37 Abdul Majid dan Dina Andayani, Op.Cit., h. 132 38 Zuhairini, Abdul Ghofir dan Slamet As.Yusuf, Metodik Khusus Pendidikan Agama,
(Usaha Nasional: Surabaya, 1981), h. 60
35
sempurna; yakin bahwa Dia maha kuasa dan berkuasa mutlak pada alam
semesta dan seluruh makhluk ciptaan-Nya.
b. Ilmu Fiqih
Ilmu pengetahuan yang membicarakan atau membahas dan memuat
hukum-hukum Islam yang bersumber pada Al-Qur’an, Sunnah, dan dalil-
dalil Syar’i.
c. Al-Qur’an
Al-Qur’an ini menempati suatu ilmu tersendiri yang dipelajari secara
khusus. Membaca Al-Qur’an adalah suatu ilmu yang mengandung seni,
seni baca Al-Qur’an. Al-Qur’an ialah wahyu Allah yang dibukukan, yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, sebagai suatu mukjizat,
membacanya dianggap suatu ibadat, sumber utama ajaran Islam.
d. Al-Hadits
Hadits ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad
saw, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, ataupun sifat
fisik/kepribadian. Adapun ilmu yang dapat digunakan untuk mempelajari
hadits diantaranya ialah dari segi wurudnya, dari segi matan dan
maknanya, dari segi riwayat dan dirayahnya, dari segi sejarah dan tokoh-
tokohnya, dari segi yang dapat dianggap dalil atau tidaknya; dan dari segi
istilah-istilah yang digunakan dalam menilainya.
e. Akhlak
Akhlak ialah suatu istilah tentang bentuk batin yang tertanam dalam
jiwa seseorang yang mendorong ia berbuat (bertingkah laku). Demikian
pula ilmu akhlak yang dipelajari orang hanyalah gejalanya. Gejala itu
merupakan tingkah laku yang berhulu dari keadaan jiwa (bentuk batin
seseorang).39
39 Zakiyah Darajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (PT.Bumi Aksara: Jakarta,
1995), h. 66
36
f. Tarikh Islam
Tarikh Islam disebut juga ilmu Sejarah Islam yaitu ilmu yang
mempelajari tentang sejarah yang berhubungan dengan pertumbuhan dan
perkembangan umat Islam.40
11. Karakteristik Pendidikan Agama Islam
Setiap mata pelajaran tentunya memiliki ciri-ciri khas atau karakteristik
tertentu yang membedakan dengan mata pelajaran lain, begitu pula dengan
Pendidikan Agama Islam. Adapun ciri khas ataupun karakteristik mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pendidikan Agama Islam merupakan rumpun mata pelajaran yang
dikembangkan dari ajaran-ajaran pokok (dasar) yang terdapat dalam
agama Islam dan merupakan mata pelajaran pokok yang tidak dapat
dipisahkan dari ajaran Islam dengan tujuan mengembangkan moral dan
kepribadian peserta didik.
b. Tujuan Pendidikan Agama Islam adalah terbentuknya peserta didik
yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi pekerti yang
luhur (berakhlak mulia), memiliki pengetahuan tentang ajaran pokok
Agama Islam dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, serta
memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam tentang Islam sehingga
memadai baik untuk kehidupan bermasyarakat maupun untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
c. Pendidikan Agama Islam, sebagai sebuah program pembelajaran,
diarahkan pada : (1) Menjaga aqidah dan ketaqwaan peserta didik, (2)
Menjadi alasan untuk lebih rajin mempelajari ilmu-ilmu lain yang
diajarkan di madrasah, (3) mendorong peserta didik untuk kritis, kreatif
dan inovatif (4) menjadi landasan perilaku dalam kehidupan sehari-hari
di masyarakat.
d. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam tidak hanya menekankan aspek
kognitif saja, tetapi juga efektif dan psikomotoriknya.
40 Zakiyah Darajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (PT.Bumi Aksara: Jakarta,
1995), h. 66
37
e. Isi mata pelajaran Pendidikan Agama Islam didasarkan dan
dikembangkan dari ketentuan-ketentuan yang ada dalam dua sumber
pokok ajaran agama islam, yaitu Al-Qur’an dan sunnah nabi
Muhammad SAW (dalil naqli) dan juga diperkaya dengan hasil-hasil
istinbath atau ijtihad (dalil aqli) para ulama sehingga lebih rinci dan
mendetail.
f. Materi Pendidikan Agama Islam dikembangkan dari tiga kerangka
dasar ajaran Islam, yaitu konsep iman, syari’ah dari konsep Islam, dan
akhlak dari konsep ihsan. Dari ketiga konsep dasar itulah berkembang
berbagai kajian keIslaman, termasuk kajian-kajian yang terkait dengan
ilmu, tekhnologi, seni dan budaya.
g. Output program pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolahan
adalah terbentuknya peserta didik yang memiliki akhlak mulia (budi
pekerti yang luhur) yang merupakan misi utama diutusnya Nabi
Muhammad SAW di dunia ini. Pendidikan akhlak adalah jiwa
pendidikan dalam Islam, sehingga pencapaian akhlak mulia (karimah)
adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Jika dikaitkan dengan
hubungan pembelajaran yang lainnya, maka perlu ditegaskan bahwa
pembelajaran Pendidikan Agama Islam tidak identik dengan manfikan
pendidikan jasmani dan pendidikan akal. Keberadaan program
pembelajaran yang lain juga menjadi kebutuhan bagi para peserta didik
yang tidak mungkin dapat diabaikan. Untuk itu dalam pencapaian
akhlak mulia perlunya tanggung jawab dari semua pihak termasuk
pembelajaran non-PAI dan pendidik lainnya. Hal Ini berarti, meskipun
akhlak itu tampaknya hanya menjadi muatan pembelajaran Pendidikan
Agama Islam, namun pembelajaran lain juga perlu mengandung
muatan akhlak. Lebih dari itu, semua pendidik harus memperhatikan
akhlak peserta didik dan berupaya menanamkannya dalam setiap proses
38
pembelajaran. Jadi, pencapaian akhlak mulia tidak cukup hanya melalui
pembelajaran Pendidikan Agama Islam.41
12. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Tujuan pendidikan merupakan seperangkat hasil yang harus di capai oleh
peserta didik setelah mengikuti pembelajaran. Rangkaian kegiatan
pendidikan yang diikuti melalui bimbingan, pengajaran, dan latihan,
kesemuanya diarahkan untuk tercapainya tujuan pendidikan. Pendidikan
diselenggarakan tentu saja memiliki tujuan yang ingin dicapai terhadap
peserta didik, demikian pula pembelajaran Pendidikan Agama Islam memiliki
tujuan spesifik.
Secara umum, tujuan pendidikan nasional yang hendak dicapai,
sebagaimana tersebut dalam Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang
sistem pendidikan Nasional, dirumuskan sebagai berikut: “Pendidikan
Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Adapun secara khusus tujuan pendidikan Islam menurut Imam Al-
Ghazali menjelaskan bahwa ada dua tujuan pokok pendidikan Islam yaitu; (1)
untuk mencapai kesempurnaan manusia dalam mendekatkan diri kepada
Tuhan; dan (2) untuk mencapai kesempurnaan hidup manusia dalam menjalin
hidup dan penghidupan guna mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Ibnu
Khaldun mengemukakan bahwa tujuan pendidikan Islam mempunyai dua
tujuan pokok, pertama; tujuan keagamaan yaitu beramal sesuai dengan
tuntutan agama, kedua; tujuan ilmiyah sebagai bekal hidup untuk mengarungi
penghidupannya di dunia ini. Dapat disimpulkan bahwa tujuan utama
pendidikan Islam adalah untuk membentuk insan kamil atau manusia
41 Nazarudin, Op.Cit., h. 13-15
39
sempurna yakni dapat berperan sebagai hamba Allah yang benar dan juga
sebagai khalifah Allah di bumi yang mampu memakmurkan bumi bagi
kehidupan manusia dan rahmat bagi alam sekitarnya.
Dalam Undang-undang pendidikan Nasional secara jelas telah
dinyatakan bahwa pendidikan membentuk manusia yang beriman dan
bertaqwa. Demikian pula dengan tujuan yang hendak di capai dalam
pendidikan Islam yaitu menciptakan insan kamil. Dengan mengacu pada
yuridis di atas, maka tugas guru adalah bagaimana dapat mewujudkan cita-
cita Nasional dan juga yang lebih utama cita-cita Islam, sesuai dengan standar
kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang telah diataur oleh
pemerintah.42
B. Hasil Penelitin Relevan
1. Ismi Latifah, Implementasi Pendidikan Karakter Pada Mata Pelajaran PAI
Di Madrasah Tsanawiyah Negeri Kediri 2, Skripsi UIN Maulana Malik
Ibrahim, Malang, 2015. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dekriptif kualitatif, dimana riset yang bersifat deskriptif (menggambarkan)
dan menggunakan analisis dengan metode pengumpulan data melalui
observasi, wawancara, dan dokumentasi yang kemudian dianalisis dengan
cara mereduksi data yang tidak relevan, memaparkan data dan menarik
kesimpulan. Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang saat ini
sedang saya teliti adalah sama-sama membahasan tentang bagaimana
implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran PAI dan membahas
apa saja faktor pendukung dan penghambatnya, namun perbedaannya dalam
penelitian ini adalah dengan menambahkan pembahasan bagaimana
pengembangan implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran PAI.
2. Rini Sutra Dewi, Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Islam Kelas X Di SMA Sultan Mahmud Badaruddin
Palembang, Skripsi UIN Raden Fatah, Palembang, 2017. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu menguraikan,
42 Darwin Syah, Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam (Jakarta:
Gaung Persada Press, 2007), h. 5.
40
menggambarkan, dan menjelaskan data yang yang didapat dari hasil
penelitian kemudian diambil kesimpulan sebagai hasil dari analisis.
Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang saat ini sedang saya
teliti adalah sama-sama membahasan tentang bagaimana implementasi
pendidikan karakter dalam pembelajaran PAI dan membahas apa saja faktor
pendukung dan penghambatnya, namun perbedaannya dalam penelitian ini
adalah dengan menambahkan penjelasan hubungan antara pendidikan
karakter dengan pendidikan agama islam.
3. Miftakul Sakdiyah, Implementasi Pendidikan Karakter Pada Pembelajaran
PAI Di SMPN 3 Kedungwaru Tulungagung, Skripsi IAIN Tulungagung,
2019. Metode yang diguakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang saat ini sedang saya
teliti adalah sama-sama membahasan tentang bagaimana implementasi
pendidikan karakter dalam pembelajaran PAI dan membahas apa saja faktor
penghambatnya, namun perbedaannya dalam penelitian ini adalah dengan
menambahkan penjelasan bagaimana dampak dari implementasi pendidikan
karakter dalam pembelajaran PAI.
41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berlokasi di SMP Islamiyah Ciputat yang berlokasi di jalan Ki
Hajar Dewantara No.23, RT.1/RW.6, Ciputat, Kec. Ciputat, Kota Tangerang
Selatan, Banten. Dan waktu penelitian dilakukan pada bulan November 2019
sampai bulan Desember 2019.
B. Latar Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2019 sampai Desember
2019, adapun sekolah tempat penelitian ini di SMP Islamiyah Ciputat yang
berlokasi di jalan Ki Hajar Dewantara No.23, RT.1/RW.6, Ciputat, Kec. Ciputat,
Kota Tangerang Selatan, Banten. Yang akan diteliti disini adalah aktivitas guru,
aktivitas belajar siswa, bagaimana respon siswa terhadap Implementasi
Pendidikan Karakter yang digunakan oleh guru Pendidikan Agama Islam dalam
proses pembelajaran. Adapun yang berperan dalam penelitian ini, meliputi;
peneliti sendiri, Kepala Sekolah SMP Islamiyah Ciputat, guru mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam, dan siswa kelas VIII (Delapan).
C. Metode Penelitian
Metode di sini diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam
proses penelitian. Sedangkan “penelitian” itu sendiri diartikan sebagai upaya
dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta
dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan
kebenaran.1
Jadi, yang dimaksud dengan Metode penelitian merupakan rangkaian cara
atau kegiatan pelaksanaan penelitian yang didasari oleh asumsi-asumsi dasar,
pandangan-pandangan filosofis dan ideologis, pertanyaan dan isu-isu yang
1 Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995),
h. 24
42
dihadapi. Beberapa peneliti menyebutnya sebagai tradisi penelitian (research
traditions).
Suatu metode penelitian memiliki rancangan penelitian tertentu, rancangan
ini menggambarkan prosedur atau langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu
penelitian, sumber data dan kondisi arti apa data dikumpulkan, dan dengan cara
bagaimana data tersebut dihimpun dan diolah.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif, yaitu suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan
manganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap kepercayaan, persepsi,
pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Beberapa deskripsi
digunakan untuk menemukan prinsip-prinsip dan penjelasan yang mengarah
pada penyimpulan. Penelitian kualitatif bersifat induktif, peneliti membiarkan
permasalahan-permasalahan muncul dari data atau dibiarkan terbuka untuk
interpretasi. Tujuannya adalah menggambarkan dan mengungkap. Sedangkan
desain penelitiannya adalah case study (studi kasus) merupakan metode untuk
menghimpun dan menganalisis data berkenaan dengan suatu kasus.2 Dan field
research (penelitian lapangan) adalah penelitian yang dilakukan dengan cara
mengumpulkan data-data dari lapangan melalui pengamatan langsung.3
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
Mengumpulkan data berarti mencatat peristiwa, karakteristik, elemen, nilai
suatu variabel. Hasil penelitian ini menghasilkan data mentah yang kegunaannya
masih terbatas. Oleh karena itu agar data mentah lebih berguna harus diolah,
disarikan, disederhanakan dan dianalisis untuk diberi makna.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian kualitatif
adalah:
1. Observasi
Agar diperoleh data penelitian yang relevan dengan tujuan penelitian
diperlukan prosedur pengumpulan data yang akurat. Prosedur penelitian data
2 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006), h. 60-77 3 Sudjana, Metode Statistika, (Bandung: Tarsito, 2001), h. 8
43
yang digunakan dalam penelitian ini adalah melakukan langkah-langkah:
observasi, wawancara, dokumentasi dan triangulasi/gabungan untuk
memperoleh data yang ada di tempat penelitian.
Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam
pendekatan penelitian kualitatif. Observasi merupakan langkah awal yang
dilakukan peneliti. Dalam observasi ini peneliti akan melihat langsung
kegiatan kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh pihak yang terkait
penelitian. Dalam penelitian ini ialah semua yang mencakup ruang lingkup
sekolah. Hasil observasi ini akan digunakan untuk sumber data penelitian.
Dalam observasi, ada tiga komponen yang menjadi obyek penelitian,
yaitu: Place (Tempat), Actor (pelaku) dan Activities (aktivitas).4 Dalam
peneitian ini, peneliti melakukan observasi langsung ke lapangan yaitu di
SMP Islamiyah Ciputat.
a. Place (tempat)
Tempat yang menjadi obyek penelitian ini ialah SMP Islamiyah
Ciputat, yang berolaksi di jalan Ki Hajar Dewantara No.23, RT.1/RW.6,
Ciputat, Kec. Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten.
b. Actor (pelaku)
Pelaku yang diobservasi dalam penelitian ini adalah guru mata
pelajaran PAI dan para siswa di SMP Islamiyah Ciputat. Jumlah guru mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Islamiyah ini berjumlah 4
orang. Penelitian ini mengambil kelas VIII, kelas yang diajarkan sebanyak
5 kelas dalam seminggu. Masing-masing kelas mendapat pelajaran PAI 2
jam pelajaran dalam seminggu.
Adapun jumlah siswa SMP Islamiyah Ciputat pada tahun ajaran
2018/2019 sebanyak 505 siswa, 261 laki-laki dan 244 perempuan. Dan
jumlah siswa kelas VIII sebanyak 163 siswa, 86 laki-laki dan 77
perempuan.
4 Sugiyono, Metode Peneltian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta,
2012), Cet. 15, h. 228
44
c. Activities (aktivitas)
Aktivitas yang diamati dalam penelitian ini adalah seluruh kegiatan
pembelajaran guru PAI yang mengimplementasikan pendidikan berbasis
nilai karakter pada siswa. Para guru di SMP Islamiyah Ciputat ini, hadir di
sekolah pada pagi hari sebelum pukul 06.30 WIB. Pada pagi hari sebelum
kegiatan belajar mengajar dimulai, para guru selalu melakukan breafing di
ruang guru yang dipandu oleh kepala sekolah, dan berdo’a bersama yang
dipimpin oleh salah satu guru secara bergilir agar dilancarkan dalam
kegiatan belajar mengajar. Setiap jum’at pagi sebelum kegiatan belajar
mengajar dimulai, para guru dan seluruh siswa melakukan dzikir bersama
di lapangan.
Kegiatan pembelajaran di kelas dimulai pada pukul 07.00 WIB, ketika
bel pembelajaran berbunyi para guru memasuki kelasnya masing-masing.
Jika tidak ada jam mengajar atau waktu istirahat tiba para guru masuk ke
ruangan guru dan duduk di mejanya masing-masing. Ketika waktu shalat
zhuhur tiba, para guru dan siswa melaksanakan shalat secara berjama’ah.
Sebagaian dari guru memiliki jadwal menjadi imam masing-masing untuk
memimpin shalat berjama’ah.
2. Wawancara
Wawancara yang akan digunakan adalah wawancara tak terstruktur.
Wawancara ini mirip dengan percakapan informal. Metode ini bertujuan
untuk memperoleh bentuk-bentuk informasi tertentu dari semua informan,
tetapi susunan kata dan urutannya disesuaikan dengan ciri-ciri setiap
responden. Wawancara dilakukan guna mengubah data menjadi informasi
secara langsung yang diberikan oleh seseorang (subjek). Pendekatan ini
memungkinkan untuk mengukur apa yang diketahui oleh seseorang
(pengetahuan dan informasi), apa yang disesuaikan dan apa yang tidak
disesuaikan oleh seseorang. Dalam teknik wawancara tak terstruktur ini,
peneliti melakukan wawancara berbentuk dialog dengan informan, dengan
tetap berpatokan kepada sejumlah pertanyaan yang telah disiapkan.
45
Dalam wawancara ini, peneliti melibatkan Kepala sekolah SMP
Islamiyah Ciputat yaitu Sarmuji S.Ag, dan guru mata pelajaran PAI yaitu
Nurwahdah, S.Ag.
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan sumber non manusia, sumber ini adalah
sumber yang cukup bermanfaat sebab telah tersedia sehingga akan relatif
murah pengeluaran biaya untuk memperolehnya, dokumentasi merupakan
sumber yang stabil dan akurat sebagai cermin situasi/kondisi yang sebenarnya
serta dapat dianalisis secara berulang-ulang dengan tidak mengalami
perubahan.5 Dan dokumentasi disini berupa foto-foto, silabus dan rpp dari
guru PAI.
4. Angket
Angket merupakan suatu alat pengumpul informasi dengan cara
menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk menjawab secara tertulis
pula oleh responden.6 Angket yang akan disebar adalah di kelas VIII karena
jumlah siswanya lebih dari 100 orang, maka peneliti menyebarkan angket
hanya kepada sebagian kelas yakni kelas VIII 2, dan VIII 3.
Adapun kisi-kisi angket penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1: Kisi-Kisi Angket
Variabel Indikator Nomor
Soal
Jumlah
Item
Nilai-Nilai
Pendidikan
Karakter
1. Religius
2. Jujur
3. Toleransi
4. Disiplin
5. Kerja keras
6. Kreatif
7. Mandiri
8. Bersahabat/komunikatif
9. Peduli sosial
10. Tanggung jawab
1,2
3,4
5,6
7,8
9,10
11,12
13,14
2
2
2
2
2
2
2
5 UIN Syarif Hidayatullah, Pedoman Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
(Jakarta: KAN, 2013), h. 65-67 6 Margono, S, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rinek Cipta, 2010), Cet. 8, h.
167
46
15,16
17,18
19,20
2
2
2
Untuk angket, data diolah dengan cara:
a. Editing, yaitu memeriksa kembali jawaban daftar pertanyaan yang
diserahkan oleh responden. Kemudian angket tersebut diperiksa satu
persatu, tujuannya untuk mengurangi kesalahan atau kekurangan yang ada
pada daftar pertanyaan yang telah diselesaikan. Jika ada jawaban yang
diragukan atau tidak dijawab, maka penulis menghubungi responden yang
bersangkutan untuk menyempurnakan jawabannya.
b. Scoring, yaitu merupakan tahap pemberian skor terhadap butir-butir
pernyataan yang terdapat dalam angket. Dalam pengambilan angket
menggunakan skala likert, yaitu: Selalu, Sering, Kadang-kadang, dan
Tidak Pernah, yang harus dipilih oleh responden. Maka penulis melakukan
perhitungan skor rata-ratanya dengan ketentuan sebagai berikut:
Tabel 3.2: Skor Alternatif Jawaban
Pilihan Jawaban Skor Pernyataan
Positif (+) Negatif (-)
Selalu (S)
Sering (S)
Kadang-Kadang (KK)
Tidak Pernah (TP)
4
3
2
1
1
2
3
4
(1) Alternatif jawaban A, dengan bobot nilai 4
(2) Alternatif jawaban B, dengan bobot nilai 3
(3) Alternatif jawaban C, dengan bobot nilai 2
(4) Alternatif jawaban D, dengan bobot nilai 1
c. Tabulating, yaitu proses memindahkan jawaban ke dalam tabel, sehingga
diketahui perhitungan presentasenya.
47
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data secara
kuantitatif yang dinamakan deskripsi analisis, yaitu menggambarkan apa
adanya. Langkah pertama adalah membuat tabel frekuensi dan kemudian
dilengkapi dengan presentase. Dalam hal ini penulis menggunakan rumus
sebagai berikut:
P = 𝑭
𝑵 X 100%
Keterangan:
P = Angka persentasi untuk setiap jawaban
F = Frekuensi untuk setiap jawaban
N = Jumlah Responden
100% = Bilangan tetap (konstanta)
Dalam menetapkan ada tidaknya implementasi pendidikan karakter pada
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Islamiyah Ciputat, maka
peneliti menentukan kriteria data-data kualitatif berdasarkan nilai-nilai
angket yaitu:
Tabel 3.3: Skala Persentase
NO Persentase Penafsiran
1 100% Seluruhnya
2 90%-99% Hampir seluruhnya
3 60%-89% Sebagian besar
4 51%-59% Lebih dari setengah
5 50% Setengahnya
6 40%-49% Hampir setengahnya
7 10%-39% Sebagian kecil
8 1%-9% Sedikit kecil
9 0% Tidak sama sekali
48
E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data
Dalam pendekatan metode penelitian kualitatif, pemeriksaan dan
pengecekan keabsahan data dapat dilakukan dengan teknik-teknik sebagai
berikut: Credibility dan Transferability, Dependability atau Auditability serta
Confirmability.7 Dalam Credibility dan Transferability (kredibilitas data) atau
kepercayaan terhadap dat hasil penelitian disini dilakukan dengan melakukan
triangulasi dengan sumber yang akan digunakan untuk membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui
waktu dan alat yang berbeda. Hal ini akan digunakan dengan jalan; 1)
membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, 2)
membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan, 3)
membandingkan hasil wawancara dengan angket, pengamatan dan observasi.
Langkah selanjutnya peneliti mengecek data yang diperoleh dari pemberi
sumber data. Peneliti berdiskusi dengan pemberi sumber data mengenai data
yang telah dikumpulkan. Setelah berdiskusi maka hasil yang diperoleh ialah
bahwa tidak ada perbedaan antara data yang diperoleh dari pemberi data dengan
data yang ada. Setelah melakukan uji kredibilitas, peneliti melakukan
Dependability atau reliabilitas serta Confirmability yaitu data yang ditemukan
dianalisis kembali.
F. Analisis Data
Analisis data merupakan kegiatan mencatat, mengumpulkan, dan berpikir
untuk menemukan pola, sesuatu yang penting, serta memutuskan tentang apa
yang dapat dipublikasikan. Hal tersebut, sejalan dengan pendapat Bogdan &
Biklen bahwa, “Analisis data kualitatif adalah upaya untuk bekerja dengan data,
mengor-ganisir data, serta memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola untuk menemukan pola dan sesuatu yang penting dari data yang
diperoleh, sehingga mampu menentukan data yang dapat dipublikasikan”.8
7 Tim Penyusun Revisi Penulisan Skripsi FITK, Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta:
FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 61-66 8 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2014), h. 157
49
Analisis data penelitian kualitatif bersifat interaktif, berlangsung dalam
lingkaran yang saling tumpang tindih. Langkah-langkahnya biasa disebut
strategi pengumpulan dan analisis data, teknik yang digunakan fleksibel,
tergantung pada strategi terdahulu yang digunakan dan data yang telah
diperolah. Secara umum langkah-langkahnya ada kesamaan antara satu
penelitian dengan penelitian lainnya, tetapi di dalamnya ada variasi.9
Analisis data yang akan dipergunakan dalam penelitian kualitatif adalah
model analisis data mengalir (flow model), yakni:
1. Pengumpulan data
Peneliti membuat catatan data yang dikumpulkan melalui observasi,
wawancara dan studi dokumentasi yang merupakan catatan lapangan yang
terkait dengan pertanyaan dan tujuan penelitian.
2. Reduksi data
Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yakni dari
pengamatan, wawancara, dan dokumentasi. Setelah dibaca, dipelajari, maka
langkah selanjutnya adalah mengadakan reduksi data. Yaitu proses
menyeleksi, memfokuskan, menyederhanakan data mentah yang diperoleh
dari hasil penelitian dan dilakukan selama penelitian berlangsung.
3. Penyajian data
Sekumpulan informasi yang memungkinkan peneliti melakukan
penarikan kesimpulan. Yaitu berupa teks naratif yang menceritakan panjang
lebar temuan penelitian. Namun, untuk teks naratif tertentu, ada yang
dialihkan menjadi bentuk gambar, bagan, dan tabel.
4. Penarikan kesimpulan
Setelah data yang terkumpul direduksi dan selanjutnya disajikan, maka
langkah yang terakhir dalam menganalisis data adalah menarik kesimpulan
atau verifikasi. Analisisnya menggunakan model interaktif.
9 Nana Syaodih Sukmadinata, Op,Cit., h. 114
50
BAB IV
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum SMP Islamiyah Ciputat
1. Sejarah singkat SMP Islamiyah Ciputat
SMP Islamiyah merupakan lembaga pendidikan yang berada dibawah
naungan sebuah Yayasan Islamiyah telah ada sejak tanggal 12 Mei 1965,
namun baru mendapatkan status hukum pada tanggal 5 Agustus tahun 1976
bertepatan dengan tanggal 1 Ramadhan 1398 Hijriyah, berdasarkan akta
No.16 tanggal 11 Agustus 1978. Yang berdiri diatas lahan tanah seluas 1.600
m². Bertempat di Jalan Ki Hajar Dewantara No. 23 Ciputat Tangerang
Banten. Pendirinya yakni:
1. Drs. H. Zarkasih, MA sebagai Ketua
2. H. Abdul Munir, BA sebagai Wakil Ketua
3. A. Saiful Millah, BA sebagai Sekretaris I
4. Arifin Bin Ishak, BA sebagai Sekretaris II
5. M. Anwar Nur sebagai Bendahara I
6. Ny. Muniroh Nur sebagai Bendahara II
7. M. Yusuf Taujiri, sebagai Anggota
8. Ahmad Basyari, BA sebagai Anggota
9. Djajadi Adnan, BA sebagai Anggota
Yayasan Islamiyah pada mulanya mendirikan sekolah yang berfokus
pada pendidikan Guru Agama PGA, namun seiring dengan perkembangan
jaman dan keadaan lingkungan Yayasan Islamiyah menyelenggarakan juga
SMEA I, TK Cendrawasih Cimanggis, yang dimulai tahun pelajaran
1980/1981.1
Sejalan dengan perkembangan jaman yang semakin maju dan permintaan
masyarakat semakin meningkat sehingga dalam perkembangan pendidikan
pun semakin berkembang. Mengingat perkembangan tersebut, Yayasan
1 Dokumen SMP Islamiyah Ciputat
51
Islamiyah pun berupaya untuk mengembangkan diri dengan
menyelenggarakan sekolah-sekolah yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Maka, berdirilah sekolah MTs, SMP, dan Juga SMK, Madrasah
Aliyah Islamiyah. SMP Islamiyah ini dikukuhkan pada tanggal 06 Januari
1969 dengan Nomor: 326I.02.4R.1983. dengan proses belajar mengajar
dilaksanakan dengan pagi dan siang.
2. Visi, Misi, dan Tujuan SMP Islamiyah Ciputat
a. Visi
Terbentuknya insan islami yang cerdas dan mandiri yang
berlandaskan paham ahlussunnah wal jama’ah.
b. Misi
(1) Melaksanakan dan mengembangkan pendidikan islami yang
berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits
(2) Mewujudkan manusia yang beriman dan bertaqwa yang berlandaskan
Ahlussunnah Wal Jama’ah.
(3) Mewujudkan manusia yang berkarakter, kompetitif dan mandiri.
(4) Menerapkan pendidikan aktif kreatif yang berwawasan kebangsaan
dan kepedulian pada lingkungan.
(5) Melaksanakan pemberantasan buta huruf Al-Qur’an dengan
mengembangkan pendidikan yang berorientasi pada baca tulis Al-
Qur’an.2
3. Guru dan Tenaga Kependidikan SMP Islamiyah
Tabel 4.1: Daftar guru dan tenaga kependidikan SMP Islamiyah
Ciputat
No Nama Status
Kepegawaian Jurusan/Prodi
1 Ade Laily Suryani, S.Ag GTY/PTY Pendidikan
Kewarganegaraan
(PKn)
2 Dokumen SMP Islamiyah Ciputat
52
2 Anggi Pranata, S.Pd GTY/PTY Bahasa Inggris
3 Aulia Herdiana Puspa
Sari, M.Pd
Guru Honor
Sekolah
Bahasa Indonesia
4 Bagus Hartono, S.Pd Guru Honor
Sekolah
Pendidikan
Jasmani dan
Kesehatan
5 Dede Suryadi, S.E GTY/PTY Ekonomi
6 Denny Prasetyo, S.E GTY/PTY Ekonomi
7 Dra. Wiwin Alawiyah GTY/PTY Pendidikan
Kewarganegaraan
(PKn)
8 Endang Jupriatna, S.E GTY/PTY Ekonomi
9 Faiz Fikri, S.Ag GTY/PTY Pendidikan
Agama Islam
10 Husen Sakilin, S.Pd Honor Daerah
TK.II Kab/Kota
Matematika
11 Ida Farida, M.Pd GTY/PTY Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA)
12 Lina Muzaimah, S.Pd GTY/PTY Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA)
13 Lisa Purnamasari, S.Pd GTY/PTY Bahasa Indonesia
14 M. Amim, S.Ag GTY/PTY Pendidikan
Agama Islam
15 M. Toyib Hafiz, S.Kom Guru Honor
Sekolah
Teknologi
Informasi dan
Komunikasi
(TIK)
16 Mega Nurwulan, S.Pd GTY/PTY Bahasa Inggris
17 Muawanah, S.Pd GTY/PTY Bahasa Inggris
53
18 Mudalih, S.Ag PNS
Diperbantukan
Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS)
19 Muhammad Gebes
Toyalisi, S.Si Guru Honor
Sekolah
Pendidikan
Agama Islam
20 Nurwahdah, S.Ag GTY/PTY Pendidikan
Agama Islam
21 Rahmatullah Asy Ari
Samun, S.Si
GTY/PTY Matematika
22 Saan Saputra, S.Pd GTY/PTY Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS)
23 Sarmuji, S.Pd GTY/PTY Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS)
24 Sri Heriawati GTY/PTY Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA)
25 Sri Nurhayati, S.Pd GTY/PTY Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS)
26 Subhan Prakarsa, S.Pd GTY/PTY Bimbingan dan
Konseling
(Konselor)
27 Sumarja, S.S GTY/PTY Bahasa Arab
28 Viny Krisni Rahmi
Maulani, S.Pd
Guru Honor
Sekolah
Matematika
29 Wiwi Tarwiyah, S.E GTY/PTY Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS)
4. Siswa SMP Islamiyah Ciputat
Tabel 4.2: Siswa pada tahun pelajaran 2018-2019
Kelas Jumlah
Rombel
Jumlah
Siswa
Jumlah
per
kelas
Jumlah Total
L P
Kelas VII VII. 1 21 20 41
160 VII. 2 22 19 41
54
VII. 3 25 16 41
VII. 4 18 19 37
Kelas VIII
VIII. 1 13 16 29
163
VIII. 2 19 16 35
VIII. 3 17 17 34
VIII. 4 14 16 30
VIII. 5 23 12 35
Kelas IX
IX. 1 9 22 31
182
IX. 2 19 17 36
IX. 3 22 16 38
IX. 4 18 19 37
IX. 5 21 19 40
JUMLAH 261 244 505 505
5. Sarana dan Prasarana SMP Islamiyah Ciputat
a. Keadaan Sekolah
(1) Luas Tanah Milik : 31997 m2
(2) Luas Tanah Bukan Milik : 50 m2
b. Gedung
Bangunan gedung yang tersedia:
(1) Ruang Kelas [Atas] : 7 ruang [standar]
(2) Ruang Kelas [Bawah] : 2 ruang [non standar]
(3) Ruang Kepala Sekolah : 1 ruang [ukuran : 4x3m]
(4) Ruang Guru : 1 ruang [ukuran : 7x9m]
(5) Ruang TU : 1 ruang [ukuran : 5x3m]
(6) WC Guru : 1 ruang [ukuran : 3x3m]
(7) WC Siswa : 3 ruang [ukuran : 3x3m]
(8) Perpustakaan : 1 ruang [ukuran : 7x9m]
(9) UKS : 1 ruang [ukuran : 4x5m]
(10) Ruang Osis : 1 ruang [ukuran : 4x3m]
(11) Ruang Perpustakaan : 1 ruang [ukuran : 7x9m]
(12) Lab. IPA : 1 ruang [ukuran : 7x9m]
(13) Lab. Komputer : 1 ruang [ukuran : 7x9m]
(14) Gudang : 1 ruang [ukuran : 5x3m]
55
B. Deskripsi Data
Untuk mendapatkan data penulis melakukan wawancara dengan kepala
sekolah, dan guru PAI, serta melakukan observasi ke dalam kelas ketika guru
mengajar. Selain itu angket yang disebarkan kepada 40 siswa kelas VIII hanya
sebagian kelas yakni kelas VIII 2, dan VIII 3.
Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis memperoleh data dari persepsi
siswa mengenai Implementasi Pendidikan Karakter pada pembelajaran PAI yang
dilaksanakan oleh guru PAI. Dalam hal ini, penulis mengemukakannya dalam
bentuk tabel-tabel analisis data sebagai berikut:
Tabel 4.3
1. Saya melaksanakan sholat zuhur berjamaah di sekolah (Nilai
Karakter: Religius)
No Jawaban Siswa Frekuensi Persentase
1 Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Tidak Pernah
4
7
29
0
10%
17,5%
72,5%
0%
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas, yang menjawab selalu sebanyak 10%, yang menjawab
sering sebanyak 17,5%, yang menjawab kadang-kadang sebanyak 72,5%, dan
yang menjawab tidak pernah sebanyak 0%. Jadi pada pernyataan ini, yang lebih
banyak adalah jawaban kadang-kadang sebanyak 72,5%. Dengan demikian,
bahwa guru PAI menerapkan shalat zuhur berjamaah dalam indikator nilai
karakter religius masih kurang.
Tabel 4.4
2. Saya mengikuti kegiatan dzikir bersama pada hari jumat pagi (Nilai
Karakter: Religius)
No Jawaban Siswa Frekuensi Persentase
2 Selalu 31 77,5%
56
Sering
Kadang-Kadang
Tidak Pernah
6
3
0
15%
7,5%
0%
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas, yang menjawab selalu sebanyak 77,5%, yang menjawab
sering sebanyak 15%, yang menjawab kadang-kadang sebanyak 7,5%, dan yang
menjawab tidak pernah sebanyak 0%. Jadi pada pernyataan ini, yang lebih
banyak adalah jawaban selalu sebanyak 77,5%. Dengan demikian, bahwa guru
PAI menerapkan dzikir bersama pada hari jumat pagi dalam indikator nilai
karakter religius sudah sangat baik.
Tabel 4.5
3. Saya tidak menyontek ketika ujian berlangsung (Nilai Karakter: Jujur)
No Jawaban Siswa Frekuensi Persentase
3 Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Tidak Pernah
2
8
21
9
5%
20%
52,5%
22,5%
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas, yang menjawab selalu sebanyak 5%, yang menjawab
sering sebanyak 20%, yang menjawab kadang-kadang sebanyak 52,5%, dan
yang menjawab tidak pernah sebanyak 22,5%. Jadi pada pernyataan ini, yang
lebih banyak adalah jawaban kadang-kadang sebanyak 52,5%. Dengan
demikian, bahwa guru PAI kurang baik menerapkan nilai-nilai pendidikan
karakter untuk tidak menyontek ketika ujian dalam indikator nilai karakter jujur.
57
Tabel 4.6
4. Ketika menemukan barang yang bukan milik saya, saya melapor guru
atau mengumumkannya kepada teman-teman (Nilai Karakter: Jujur)
No Jawaban Siswa Frekuensi Persentase
4 Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Tidak Pernah
17
9
12
2
42,5%
22,5%
30%
5%
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas, yang menjawab selalu sebanyak 42,5%, yang menjawab
sering sebanyak 22,5%, yang menjawab kadang-kadang sebanyak 30%, dan
yang menjawab tidak pernah sebanyak 5%. Jadi pada pernyataan ini, yang lebih
banyak adalah jawaban selalu sebanyak 42,5%. Dengan demikian, bahwa guru
PAI sudah baik menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter pada siswa untuk
melapor guru atau mengumumkan kepada teman-temannya ketika menemukan
barang yang bukan miliknya, dalam indikator nilai karakter jujur.
Tabel 4.7
5. Saya menghargai pendapat teman-teman (Nilai Karakter: Toleransi)
No Jawaban Siswa Frekuensi Persentase
5 Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Tidak Pernah
23
11
5
1
57,5%
27,5%
12,5%
2,5%
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas, yang menjawab selalu sebanyak 57,5%, yang menjawab
sering sebanyak 27,5%, yang menjawab kadang-kadang sebanyak 12,5%, dan
yang menjawab tidak pernah sebanyak 2,5%. Jadi pada pernyataan ini, yang
lebih banyak adalah jawaban selalu sebanyak 57,5%. Dengan demikian, bahwa
guru PAI sudah baik menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter dalam indikator
58
nilai karakter toleransi pada siswa yaitu untuk menghargai pendapat teman-
temannya.
Tabel 4.8
6. Saya menerima kritik dan saran dari teman (Nilai Karakter: Toleransi)
No Jawaban Siswa Frekuensi Persentase
6 Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Tidak Pernah
13
15
11
1
32,5%
37,5%
27,5%
2,5%
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas, yang menjawab selalu sebanyak 32,5%, yang menjawab
sering sebanyak 37,5%, yang menjawab kadang-kadang sebanyak 27,5%, dan
yang menjawab tidak pernah sebanyak 2,5%. Jadi pada pernyataan ini, yang
lebih banyak adalah jawaban sering sebanyak 37,5%. Dengan demikian, bahwa
guru PAI sudah baik menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter dalam indikator
nilai karakter toleransi pada siswa yaitu untuk dapat menerima kritik dan saran
dari temannya.
Tabel 4.9
7. Saya masuk sekolah tepat waktu (Nilai Karakter: Disiplin)
No Jawaban Siswa Frekuensi Persentase
7 Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Tidak Pernah
31
4
4
1
77,5%
10%
10%
2,5%
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas, yang menjawab selalu sebanyak 77,5%, yang menjawab
sering sebanyak 10%, yang menjawab kadang-kadang sebanyak 10%, dan yang
menjawab tidak pernah sebanyak 2,5%. Jadi pada pernyataan ini, yang lebih
banyak adalah jawaban selalu sebanyak 77,5%. Dengan demikian, bahwa guru
59
PAI sudah baik menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter dalam indikator nilai
karakter disiplin pada siswa untuk masuk sekolah tepat waktu.
Tabel 4.10
8. Saya berpakaian rapih dan sopan (Nilai Karakter: Disiplin)
No Jawaban Siswa Frekuensi Persentase
8 Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Tidak Pernah
31
4
5
0
77,5%
10%
12,5%
0%
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas, yang menjawab selalu sebanyak 77,5%, yang menjawab
sering sebanyak 10%, yang menjawab kadang-kadang sebanyak 12,5%, dan
yang menjawab tidak pernah sebanyak 0%. Jadi pada pernyataan ini, yang lebih
banyak adalah jawaban selalu sebanyak 77,5%. Dengan demikian, bahwa guru
PAI sangat baik menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter dalam indikator
nilai karakter disiplin pada siswa untuk berpakaian rapih dan sopan.
Tabel 4.11
9. Saya mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh (Nilai Karakter:
Kerja Keras)
No Jawaban Siswa Frekuensi Persentase
9 Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Tidak Pernah
14
10
16
0
35%
25%
40%
0%
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas, yang menjawab selalu sebanyak 35%, yang menjawab
sering sebanyak 25%, yang menjawab kadang-kadang sebanyak 40%, dan yang
menjawab tidak pernah sebanyak 0%. Jadi pada pernyataan ini, yang lebih
banyak adalah jawaban kadang-kadang sebanyak 40%. Dengan demikian,
60
bahwa guru PAI kurang baik menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter dalam
indikator nilai karakter kerja keras pada siswa untuk mengerjakan tugas dengan
sungguh-sungguh.
Tabel 4.12
10. Saya giat dan bersemangat dalam belajar (Nilai Karakter: Kerja
Keras)
No Jawaban Siswa Frekuensi Persentase
10 Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Tidak Pernah
17
12
10
1
42,5%
30%
25%
2,5%
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas, yang menjawab selalu sebanyak 42,5%, yang menjawab
sering sebanyak 30%, yang menjawab kadang-kadang sebanyak 25%, dan yang
menjawab tidak pernah sebanyak 2,5%. Jadi pada pernyataan ini, yang lebih
banyak adalah jawaban selalu sebanyak 42,5%. Dengan demikian, bahwa guru
PAI sudah baik menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter dalam indikator nilai
karakter kerja keras pada siswa untuk giat dan bersemangat dalam belajar.
Tabel 4.13
11. Saya mencoba hal-hal baru yang berkaitan dengan pelajaran (Nilai
Karakter: Kreatif)
No Jawaban Siswa Frekuensi Persentase
11 Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Tidak Pernah
10
10
20
0
25%
25%
50%
0%
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas, yang menjawab selalu sebanyak 25%, yang menjawab
sering sebanyak 25%, yang menjawab kadang-kadang sebanyak 50%, dan yang
61
menjawab tidak pernah sebanyak 0%. Jadi pada pernyataan ini, yang lebih
banyak adalah jawaban kadang-kadang sebanyak 50%. Dengan demikian,
bahwa guru PAI kurang baik menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter dalam
indikator nilai karakter kreatif pada siswa untuk mencoba hal-hal baru yang
berkaitan dengan pelajaran.
Tabel 4.14
12. Saya mengajukan pertanyaan dalam pembelajaran di kelas (Nilai
Karakter: Kreatif)
No Jawaban Siswa Frekuensi Persentase
12 Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Tidak Pernah
7
5
27
1
17,5%
12,5%
67,5%
2,5%
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas, yang menjawab selalu sebanyak 17,5%, yang menjawab
sering sebanyak 12,5%, yang menjawab kadang-kadang sebanyak 67,5%, dan
yang menjawab tidak pernah sebanyak 2,5%. Jadi pada pernyataan ini, yang
lebih banyak adalah jawaban kadang-kadang sebanyak 67,5%. Dengan
demikian, bahwa guru PAI kurang baik menerapkan nilai-nilai pendidikan
karakter dalam indikator nilai karakter kreatif pada siswa untuk mengajukan
pertanyaan dalam pembelajaran di kelas.
Tabel 4.15
13. Saya mengerjakan tugas sendiri (Nilai Karakter: Mandiri)
No Jawaban Siswa Frekuensi Persentase
13 Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Tidak Pernah
4
3
30
3
10%
7,5%
75%
7,5%
Jumlah 40 100%
62
Dari tabel di atas, yang menjawab selalu sebanyak 10%, yang menjawab
sering sebanyak 7,5%, yang menjawab kadang-kadang sebanyak 75%, dan yang
menjawab tidak pernah sebanyak 7,5%. Jadi pada pernyataan ini, yang lebih
banyak adalah jawaban kadang-kadang sebanyak 75%. Dengan demikian,
bahwa guru PAI kurang baik menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter dalam
indikator nilai karakter mandiri pada siswa untuk mengerjakan tugas sendiri.
Tabel 4.16
14. Saya berangkat sekolah sendiri (Nilai Karakter: Mandiri)
No Jawaban Siswa Frekuensi Persentase
14 Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Tidak Pernah
13
3
8
16
32,5%
7,5%
20%
40%
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas, yang menjawab selalu sebanyak 32,5%, yang menjawab
sering sebanyak 7,5%, yang menjawab kadang-kadang sebanyak 20%, dan yang
menjawab tidak pernah sebanyak 40%. Jadi pada pernyataan ini, yang lebih
banyak adalah jawaban tidak pernah sebanyak 40%. Dengan demikian, bahwa
guru PAI kurang baik menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter dalam
indikator nilai karakter mandiri pada siswa untuk berangkat sekolah sendiri.
Tabel 4.17
15. Saya senang berbicara dengan teman-teman (Nilai Karakter:
Bersahabat/Komunikatif)
No Jawaban Siswa Frekuensi Persentase
15 Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Tidak Pernah
29
10
1
0
72,5%
25%
2,5%
0%
Jumlah 40 100%
63
Dari tabel di atas, yang menjawab selalu sebanyak 72,5%, yang menjawab
sering sebanyak 25%, yang menjawab kadang-kadang sebanyak 2,5%, dan yang
menjawab tidak pernah sebanyak 0%. Jadi pada pernyataan ini, yang lebih
banyak adalah jawaban selalu sebanyak 72,5%. Dengan demikian, bahwa guru
PAI sangat baik menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter dalam indikator
nilai karakter bersahabat/komunikatif pada siswa untuk senang berbicara dengan
teman-temannya.
Tabel 4.18
16. Saya belajar kelompok bersama teman-teman (Nilai Karakter:
Bersahabat/Komunikatif)
No Jawaban Siswa Frekuensi Persentase
16 Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Tidak Pernah
16
14
10
0
40%
35%
25%
0%
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas, yang menjawab selalu sebanyak 40%, yang menjawab
sering sebanyak 35%, yang menjawab kadang-kadang sebanyak 25%, dan yang
menjawab tidak pernah sebanyak 0%. Jadi pada pernyataan ini, yang lebih
banyak adalah jawaban selalu sebanyak 40%. Dengan demikian, bahwa guru
PAI sangat baik menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter dalam indikator
nilai karakter bersahabat/komunikatif pada siswa untuk belajar kelompok
bersama teman-teman.
Tabel 4.19
17. Saya membantu teman yang kesulitan dalam belajar (Nilai Karakter:
Peduli Sosial)
No Jawaban Siswa Frekuensi Persentase
17 Selalu
Sering
5
13
12,5%
32,5%
64
Kadang-Kadang
Tidak Pernah
22
1
55%
2,5%
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas, yang menjawab selalu sebanyak 12,5%, yang menjawab
sering sebanyak 32,5%, yang menjawab kadang-kadang sebanyak 55%, dan
yang menjawab tidak pernah sebanyak 2,5%. Jadi pada pernyataan ini, yang
lebih banyak adalah jawaban kadang-kadang sebanyak 55%. Dengan demikian,
bahwa guru PAI kurang baik menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter dalam
indikator nilai karakter peduli sosial pada siswa untuk membantu teman yang
kesulitan dalam belajar.
Tabel 4.20
18. Saya menyumbangkan sebagian harta ketika ada bakti sosial di
sekolah (Nilai Karakter: Peduli Sosial)
No Jawaban Siswa Frekuensi Persentase
18 Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Tidak Pernah
11
13
16
0
27,5%
32,5%
40%
0%
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas, yang menjawab selalu sebanyak 27,5%, yang menjawab
sering sebanyak 32,5%, yang menjawab kadang-kadang sebanyak 40%, dan
yang menjawab tidak pernah sebanyak 0%. Jadi pada pernyataan ini, yang lebih
banyak adalah jawaban kadang-kadang sebanyak 40%. Dengan demikian,
bahwa guru PAI kurang baik menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter dalam
indikator nilai karakter peduli sosial pada siswa untuk menyumbangkan
sebagian harta ketika ada bakti sosial di sekolah.
65
Tabel 4.21
19. Saya bertanggung jawab terhadap tugas sekolah (Nilai Karakter:
Tanggung Jawab)
No Jawaban Siswa Frekuensi Persentase
19 Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Tidak Pernah
14
17
8
1
40%
42,5%
20%
2,5%
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas, yang menjawab selalu sebanyak 40%, yang menjawab
sering sebanyak 42,5%, yang menjawab kadang-kadang sebanyak 20%, dan
yang menjawab tidak pernah sebanyak 2,5%. Jadi pada pernyataan ini, yang
lebih banyak adalah jawaban sering sebanyak 42,5%. Dengan demikian, bahwa
guru PAI sudah baik menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter dalam indikator
nilai karakter tanggung jawab pada siswa untuk bertanggung jawab terhadap
tugas sekolah.
Tabel 4.22
20. Saya melaksanakan tugas piket tanpa disuruh (Nilai Karakter:
Tanggung Jawab)
No Jawaban Siswa Frekuensi Persentase
20 Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Tidak Pernah
17
14
7
2
42,5%
40%
17,5%
5%
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas, yang menjawab selalu sebanyak 42,5%, yang menjawab
sering sebanyak 40%, yang menjawab kadang-kadang sebanyak 17,5%, dan
yang menjawab tidak pernah sebanyak 5%. Jadi pada pernyataan ini, yang lebih
banyak adalah jawaban selalu sebanyak 42,5%. Dengan demikian, bahwa guru
66
PAI sangat baik menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter dalam indikator
nilai karakter tanggung jawab pada siswa untuk bertanggung jawab terhadap
tugas sekolah.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil penelitian di sini mengacu pada wawancara, observasi, dokumentasi,
dan angket untuk para siswa yang merupakan cara pengumpulan data-data yang
ada dan didapatkan penulis. Wawancara yang dilakukan peneliti antara lain,
Kepala Sekolah, dan Guru PAI. Observasi yang dilakukan adalah melihat
kegiatan guru ketika mengajar di dalam kelas, dan angket disebarkan kepada 40
siswa kelas VIII SMP Islamiyah Ciputat. Pendidikan karakter yang dilaksanakan
guru PAI di SMP Islamiyah Ciputat adalah dengan cara memberikan contoh
kepada siswa, pembiasaan yang diterapkan kepada siswa dan mempraktikannya
langsung dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam proses mengajar yang
berlangsung selama di sekolah.
1. Implementasi Pendidikan Karakter pada Pembelajaran PAI
Pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai
karakter pada peserta didik, yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran
atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik
terhadap Tuhan yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan,
maupun bangsa, sehingga menjadi manusia insan kamil.3
Menurut Kemendiknas, pendidikan karakter dapat diintegrasikan melalui
tiga pendekatan di lingkungan sekolah, salah satunya dengan
mengimplementasikan pendidikan karakter melalui pembelajaran yang ada di
sekolah. Pada prinsipnya pembelajaran yang digunakan dalam pendidikan
karakter mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa sebagai pemilik mereka dan bertanggung jawab
atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai
pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai
dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini, peserta didik belajar melalui
3 Muchlas Samani dan Hariyanto, Op.Cit., h. 43
67
proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial
dan mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk
sosial.4
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Sarmuji, S.Pd (kepala
sekolah) menyatakan bahwa:
“Pembelajaran PAI tentu sangat relevan dalam pembentukan
karakter siswa. Pembelajaran PAI di SMP berbeda dengan di MTs,
karena pembelajaran PAI di SMP hanya secara menyeluruh
(gabungan dari komponen pelajaran agama) pembelajaran agama
nya. Pihak sekolah menambahkan pelajaran agama selain PAI, yang
bermanfaat untuk membantu pembentukan karakter siswa itu sendiri
yaitu mata pelajaran Mulok wajib berisi tentang BTQ (Baca Tulis
Qur’an) dan Mulok lokal yang dibuat oleh sekolah sendiri yakni
pelajaran Aswaja (Ahlusunnah wal jama’ah)”.5
Selain itu, hasil wawancara dengan ibu Nurwahdah, S.Pd (Guru PAI)
menyatakan bahawa:
“Ketika pembelajaran PAI, saya merasakan anak-anak memang
sering mengatakan “oh iya ya bu, harusnya kita harus begini/begitu
ya bu”. Akan tetapi, yang namanya penanaman nilai-nilai
pendidikan karakter itu jangka panjang, jadi anak-anak harus terus
diingatkan lagi karena saat diingatkan anak-anak akan tersentuh
hatinya, dan butuh proses untuk membentuk karakter siswa”.6
Dari paparan hasil wawancara di atas dapat kita ketahui bahwa
pembelajaran PAI sangat relevan dalam pembentukan karakter siswa.
Penanaman pendidikan karakter membutuhkan waktu yang tidak singkat,
tetapi membutuhkan proses jangka panjang untuk membentuk karakter siswa
agar lebih baik. Penerapan pendidikan karakter harus disertai dengan
memberikan banyak contoh kepada siswa, selalu mengingatkan siswa, dan
mempraktikannya langsung dalam proses belajar mengajar selama di sekolah.
4 Kemendiknas, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, (Jakarta:
Puskur, 2010), h. 11 5 Wawancara dengan Sarmuji, S.Pd, tanggal 28 November 2019 di SMP Islamiyah Ciputat. 6 Wawancara dengan Nurwahdah, S.Pd, tanggal 21 November 2019 di SMP Islamiyah
Ciputat.
68
Berdasarkan dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi dan angket
yang telah didapat oleh peneliti tentang pendidikan karakter yang diterapkan
oleh guru PAI adalah sebagai berikut:
a. Nilai Karakter Religius
Religius bermakna sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan
ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.7
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Nurwahdah, S.Pd (guru PAI)
terkait nilai karakter religius menyatakan bahwa:
“Pembelajaran PAI pasti semuanya terdapat nilai religius,
berharap anak dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari, dan saat saya mengajar memperbanyak memberikan
contoh-contoh bagaimana bersikap religius dalam kehidupan”.8
Indikatornya adalah melaksanakan shalat zuhur berjamaah dan mengikuti
kegiatan dzikir bersama pada hari jumat pagi. Berdasarkan hasil analisis
data dari jawaban angket yang peneliti dapatkan bahwa guru PAI masih
kurang menerapkan kepada siswa untuk shalat zuhur berjamaah,
sedangkan dalam menerapkan dzikir bersama pada hari jumat pagi sudah
sangat baik.
b. Nilai Karakter Jujur
Jujur dapat dimaknai sebagai perilaku yang didasarkan pada upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan.9 Berdasarkan hasil wawancara dengan
ibu Nurwahdah, S.Pd (guru PAI) terkait nilai karakter jujur menyatakan
bahwa:
“Alhamdulillah anak-anak kalau ditanya sama saya semuanya
jujur, seperti “siapa yang sholat/tidak sholat?” anak-anak
menjawab jujur semua”.10
7 Abna Hidayati, Desain Kurikulum Pendidikan Karakter, (Jakarta: Kencana, 2016), Cet.
1, h. 147 8 Wawancara dengan Nurwahdah, S.Pd, tanggal 21 November 2019 di SMP Islamiyah
Ciputat. 9 Abna Hidayati, Op,Cit, h. 151 10 Wawancara dengan Nurwahdah, S.Pd, tanggal 21 November 2019 di SMP Islamiyah
Ciputat.
69
Indikatornya adalah tidak menyontek ketika ujian berlangsung, jujur
ketika ditanya shalat atau tidak, dan ketika menemukan barang yang bukan
hak miliknya segera melapor kepada guru atau mengumumkannya kepada
teman-teman. Berdasarkan hasil analisis data dari jawaban angket yang
peneliti dapatkan bahwa guru PAI masih kurang baik menerapkan kepada
siswa untuk tidak menyontek ketika ujian, sedangkan guru PAI sudah baik
dalam menerapkan kepada siswa untuk melapor guru atau mengumumkan
kepada teman-temannya ketika menemukan barang yang bukan miliknya.
c. Nilai Karakter Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,
pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.11
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Nurwahdah, S.Pd (guru PAI)
terkait nilai karakter toleransi menyatakan bahwa:
“Di SMP Islamiyah penanaman nilai toleransinya hanya dalam
cerita dalam pembelajaran, tidak bisa secara langsung karena
semua nya beragama Islam. Jadi, penerapan secara langsungnya
masih kurang”.12
Indikatornya adalah siswa saling menghargai pendapat satu sama lain dan
dapat menerima kritik maupun saran dari teman-temannya. Berdasarkan
hasil analisis data dari jawaban angket yang peneliti dapatkan bahwa guru
PAI sudah baik dalam menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter
toleransi pada siswa yaitu untuk menghargai pendapat teman-temannya,
dan menerima kritik dan saran dari temannya.
d. Nilai Karakter Disiplin
Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui
proses dan serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan,
kepatuhan, kesetiaan, keteraturan, dan ketertiban.13 Berdasarkan hasil
wawancara dengan ibu Nurwahdah, S.Pd (guru PAI) terkait nilai karakter
disiplin menyatakan bahwa:
11 Moh. Haitami Salim, Op.Cit, h. 39 12 Wawancara dengan Nurwahdah, S.Pd, tanggal 21 November 2019 di SMP Islamiyah
Ciputat. 13 Moh. Haitami Salim, Loc.Cit, h. 132
70
“Disiplin dalam teks pasti sudah bagus, tinggal dalam konteks
saja. Saya hanya mengingatkan kepada anak-anak, ketika saya
mengajar anak-anak bagus dalam disiplin tidak ada keluhan
apapun”.14
Indikatornya adalah siswa masuk sekolah tepat waktu dan berpakaian
rapih dan sopan. Berdasarkan hasil analisis data dari jawaban angket yang
peneliti dapatkan bahwa guru PAI sangat baik menerapkan nilai-nilai
pendidikan karakter disiplin pada siswa untuk masuk sekolah tepat waktu,
dan berpakaian rapih dan sopan.
e. Nilai Karakter Kerja Keras
Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-
sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.15 Berdasarkan hasil
wawancara dengan ibu Nurwahdah, S.Pd (guru PAI) terkait nilai karakter
kerja keras menyatakan bahwa:
“Kerja keras mungkin masih kurang pada anak-anak, seperti;
mereka belajar kalo diminta, kalo tidak diminta tidak dikasih
tugas yaa biasanya gak tau. Walaupun begitu, guru tetap harus
ada pesan sponsornya”.16
Indikatornya adalah siswa mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh,
giat dan bersemangat dalam belajar. Berdasarkan hasil analisis data dari
jawaban angket yang peneliti dapatkan bahwa guru PAI kurang baik
menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter kerja keras pada siswa untuk
mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh, sedangkan sudah baik
dalam menerapkan pada siswa untuk giat dan bersemangat dalam belajar.
f. Nilai Karakter Kreatif
Kreatif dapat didefinisikan sebagai cara berpikir dan melakukan
sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah
14 Wawancara dengan Nurwahdah, S.Pd, tanggal 21 November 2019 di SMP Islamiyah
Ciputat. 15 Moh. Haitami Salim, Loc.Cit, h. 138 16 Wawancara dengan Nurwahdah, S.Pd, tanggal 21 November 2019 di SMP Islamiyah
Ciputat.
71
dimiliki.17 Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Nurwahdah, S.Pd
(guru PAI) terkait nilai karakter kreatif menyatakan bahwa:
“Ada beberapa anak yang menonjol kreativitasnya sebagian
kecil, yang lainnya masih agak kurang. Akan tetapi anak-anak
tidak bisa kita samakan dalam semua mata pelajaran”.18
Indikatornya adalah siswa mencoba hal-hal baru yang berkaitan dengan
pelajaran dan mengajukan pertanyaan dalam pembelajaran di kelas.
Berdasarkan hasil analisis data dari jawaban angket yang peneliti dapatkan
bahwa guru PAI masih kurang baik menerapkan nilai-nilai pendidikan
karakter kreatif pada siswa untuk mencoba hal-hal baru yang berkaitan
dengan pelajaran dan mengajukan pertanyaan dalam pembelajaran di
kelas.
g. Nilai Karakter Mandiri
Mandiri adalah suatu sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung
pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.19 Berdasarkan hasil
wawancara dengan ibu Nurwahdah, S.Pd (guru PAI) terkait nilai karakter
mandiri menyatakan bahwa:
“Kemandirian untuk anak-anak SMP kelas VIII masih kurang
belum kelihatan, masih suka banyak mainnya, maka harus tetap
ada pesan-pesan sponsornya yang harus disampaikan kepada
siswa”.20
Indikatornya adalah siswa mandiri untuk mengerjakan tugas sendiri dan
berangkat sekolah sendiri. Berdasarkan hasil analisis data dari jawaban
angket yang peneliti dapatkan bahwa guru PAI masih kurang baik
menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter mandiri pada siswa untuk
mengerjakan tugas sendiri dan berangkat sekolah sendiri.
17 Moh. Haitami Salim, Loc.Cit, h. 140 18 Wawancara dengan Nurwahdah, S.Pd, tanggal 21 November 2019 di SMP Islamiyah
Ciputat. 19 Moh. Haitami Salim, Loc.Cit, h. 143 20 Wawancara dengan Nurwahdah, S.Pd, tanggal 28 November 2019 di SMP Islamiyah
Ciputat.
72
h. Nilai Karakter Bersahabat/Komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan
bekerja sama dengan orang lain.21 Berdasarkan hasil wawancara dengan
ibu Nurwahdah, S.Pd (guru PAI) terkait nilai karakter
bersahabat/komunikatif menyatakan bahwa:
“Terkait nilai tersebut, anak-anak bagus dalam pergaulannya.
Tidak terlalu berlebihan”.22
Indikatornya adalah siswa senang berbicara dengan teman-teman dan
belajar kelompok bersama teman-teman. Berdasarkan hasil analisis data
dari jawaban angket yang peneliti dapatkan bahwa guru PAI sangat baik
dalam menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter bersahabat/komunikatif
pada siswa untuk senang berbicara dengan teman-temannya dan belajar
kelompok bersama teman-teman.
i. Nilai Karakter Peduli Sosial
Kepedulian sosial adalah sebuah tindakan, bukan hanya sebatas
pemikiran atau perasaan. Tindakan peduli tidak hanya tahu tentang sesuatu
yang salah atau benar, tapi ada kemauan melakukan gerakan sekecil apa
pun.23 Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Nurwahdah, S.Pd (guru
PAI) terkait nilai karakter peduli sosial menyatakan bahwa:
“Sebagian besar sudah bagus, karena setiap tahun berbeda sikap
anak-anaknya, untuk kelas VIII tahun ini bagus nilai karakter
peduli sosialnya. Jika ada teman-temannya yang butuh bantuan,
mereka cekatan membantunya”.24
Indikatornya adalah siswa membantu temannya yang sedang kesulitan
dalam balajar atau hal lainnya, dan siswa berempati dalam kegiatan bakti
sosial. Berdasarkan hasil analisis data dari jawaban angket yang peneliti
dapatkan bahwa guru PAI kurang baik menerapkan nilai pendidikan
karakter peduli sosial pada siswa untuk membantu teman yang kesulitan
dalam belajar dan berempati dalam kegiatan bakti sosial.
21 Moh. Haitami Salim, Loc.Cit, h. 154 22 Wawancara dengan Nurwahdah, S.Pd, tanggal 21 November 2019 di SMP Islamiyah
Ciputat. 23 Moh. Haitami Salim, Loc.Cit, h. 157 24 Wawancara dengan Nurwahdah, S.Pd, tanggal 21 November 2019 di SMP Islamiyah
Ciputat.
73
j. Nilai Karakter Tanggung Jawab
Tanggung jawab, yaitu sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan
terhadap diri sendiri, masayarakat, lingkungan, negara dan Tuhan Yang Maha
Esa.25 Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Nurwahdah, S.Pd (guru PAI)
terkait nilai karakter tanggung jawab menyatakan bahwa:
“Sebagian besar sudah cukup bertanggung jawab atas tugas-
tugas belajarnya, namun untuk tanggung jawab dalam ibadah
shalatnya masih kurang seperti shalat berjamaah”.26
Indikatornya adalah siswa mampu bertanggung jawab atas tugas sekolah dan
melaksanakan tugas piket tanpa disuruh. Berdasarkan hasil analisis data dari
jawaban angket yang peneliti dapatkan bahwa guru PAI sudah baik
menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter tanggung jawab pada siswa untuk
bertanggung jawab terhadap tugas sekolah dan melaksanakan tugas piket
tanpa disuruh.
2. Faktor Pendukung Implementasi Pendidikan Karakter pada
Pembelajaran PAI di SMP Islamiyah Ciputat
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Sarmuji, S.Pd (Kepala
Sekolah) menyatakan bahwa:
“Faktor pendukung yang pertama yaitu guru, yang di mana latar
belakang guru-guru di sini jurusan Pendidikan Agama Islam dan
semuanya sudah S1, jadi sangat mendukung. Faktor pendukung
yang kedua, tentunya adalah lingkungan sekolah karena ini sangat
berpengaruh, yayasan sudah memfasilitasi kegiatan keagamaan
seperti perayaan hari-hari besar Islam, kemudian pembiasaan
shalat berjama’ah. Faktor pendukung yang ketiga yaitu orang tua,
adanya komunikasi antar guru dan orang tua”.27
Selain itu ibu Nurwahdah, S.Pd (guru PAI) juga menjelaskan bahwa:
“Faktor yang sangat mendukung tentu orang tua, ketika kita bisa
berkomunikasi lancar dengan orang tua, terbuka diri, orang tua
25 Moh. Haitami Salim, Loc.Cit, h. 39 26 Wawancara dengan Nurwahdah, S.Pd, tanggal 21 November 2019 di SMP Islamiyah
Ciputat. 27 Wawancara dengan Sarmuji, S.Pd, tanggal 28 November 2019 di SMP Islamiyah
Ciputat.
74
tidak sekedar melepas menitip anaknya di sekolah, biasanya anak
dari orang tua seperti itu perubahannya akan cepat lebih baik”.28
Berdasarkan paparan tersebut, maka peneliti mendapatkan faktor
pendukung dalam implementasi pendidikan karakter pada pembelajaran PAI
di SMP Islamiyah Ciputat yaitu: 1) latar belakang guru-guru di sini adalah
sarjana dari jurusan Pendidikan Agama Islam, 2) lingkungan sekolah dan, 3)
orang tua, yakni adanya komunikasi antar guru dan orang tua.
3. Faktor Penghambat Implementasi Pendidikan Karakter pada
Pembelajaran PAI di SMP Islamiyah Ciputat
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Sarmuji, S.Pd (Kepala
Sekolah) menyatakan bahwa:
Faktor penghambat yang pertama yaitu sarana, karena sudah jelas
jumlah siswa di sini lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
sarana nya. Faktor yang kedua, kebiasaan siswa di rumahnya bagi
anak yang kurang mendapat pendidikan agama oleh orang tua nya.
Faktor yang ketiga, yaitu rata-rata siswa di SMP lulusan dari SD
yang pemahaman Pendidikan Agama Islam nya masih minim.29
Selain itu ibu Nurwahdah, S.Pd (guru PAI) juga menjelaskan bahwa:
“Penghambatnya ialah orang tua yang komunikasinya kurang
dengan guru, melepas begitu saja anaknya pada pihak sekolah.
Apalagi orang tua dengan ego nya yang selalu membela anaknya
yang ketika salah malah dibenarkan. Dan waktu pembelajaran PAI
nya masih kurang karena terbatas”.30
Berdasarkan paparan tersebut, maka peneliti mendapatkan faktor
penghambat dalam implementasi pendidikan karakter pada pembelajaran PAI
di SMP Islamiyah Ciputat yaitu: 1) sarana, karena sudah jelas jumlah siswa
di sini lebih banyak, 2) kebiasaan siswa di rumahnya bagi anak yang kurang
mendapat pendidikan agama oleh orang tua nya, 3) orang tua yang
komunikasinya kurang dengan guru, 4) rata-rata siswa di SMP lulusan dari
SD yang pemahaman Pendidikan Agama Islam nya masih minim dan, 5)
waktu pembelajaran PAI nya masih kurang karena terbatas.
28 Wawancara dengan Nurwahdah, S.Pd, tanggal 21 November 2019 di SMP Islamiyah
Ciputat. 29 Wawancara dengan Sarmuji, S.Pd, tanggal 28 November 2019 di SMP Islamiyah
Ciputat. 30 Wawancara dengan Nurwahdah, S.Pd, tanggal 21 November 2019 di SMP Islamiyah
Ciputat.
75
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dipaparkan oleh
peneliti, maka dapat disimpulkan bahwa dalam penerapan pendidikan karakter
pada pembelajaran PAI di SMP Islamiyah Ciputat, guru PAI banyak
memberikan contoh baik itu secara langsung berperilaku kepada siswa, memberi
contoh melalui kisah-kisah teladan dalam sejarah Islam yang berkaitan dengan
karakter, dan selalu memberikan nasihat-nasihat kepada siswa. Pendidikan
karakter yang diterapkan oleh guru PAI adalah nilai karakter religius, jujur,
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, bersahabat/komunikatif, peduli
sosial, dan tanggung jawab. Dalam proses pelaksanaannya, penerapan
pendidikan karakter pada pembelajaran PAI tidak hanya dilakukan di dalam
kelas saja, melainkan juga di luar kelas.
Adapun bentuk penerapan pendidikan karakter pada pembelajaran
pendidikan agama Islam di luar kelas seperti pembiasaan shalat dhuhur
berjamaah, melakukan kegiatan istighatsah setiap jumat pagi yang tentunya
didampingi oleh para guru PAI dan guru lainnya, dan juga melakukan kegiatan
keislaman seperti memperingati hari besar Islam. Adapaun, faktor pendukung
dalam implementasi nilai-nilai pendidikan karakter pada pembelajaran PAI di
SMP Islamiyah Ciputat yaitu: 1) latar belakang guru-guru di sini adalah sarjana
dari jurusan Pendidikan Agama Islam, 2) lingkungan sekolah dan, 3) orang tua,
yakni adanya komunikasi antar guru dan orang tua. Sedangkan, Faktor
penghambat dalam implementasi nilai-nilai pendidikan karakter pada
pembelajaran PAI di SMP Islamiyah Ciputat yaitu: 1) sarana, karena sudah jelas
jumlah siswa di sini lebih banyak, 2) kebiasaan siswa di rumahnya bagi anak
yang kurang mendapat pendidikan agama oleh orang tua nya, 3) orang tua yang
komunikasinya kurang dengan guru, 4) rata-rata siswa di SMP lulusan dari SD
76
yang pemahaman Pendidikan Agama Islam nya masih minim dan, 5) waktu
pembelajaran PAI nya masih kurang karena terbatas.
B. Saran
Adapun saran yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Implementasi pendidikan karakter pada pembelajaran PAI tidak hanya
dilakukan oleh guru PAI, tetapi harus diterapkan oleh semua tenaga pendidik
yang ada termasuk kepala sekolah, TU, petugas sekolah dan semua yang ada
di lingkungan sekolah,
2. Guru PAI harus meningkatkan terus kualitas mengajar PAI di kelas, dengan
mengkreasikan metode dan strategi mengajar dengan baik.
3. Kepala sekolah memberikan pengetahuan dan arahan seputar pendidikan nilai
karakter kepada seluruh guru.
4. Siswa harus lebih baik lagi dalam membudayakan nilai karakter di sekolah
maupun di luar sekolah.
77
DAFTAR PUSTAKA
Al Mawardi. 2013. Etika, Moral dan Akhlak. Jurnal Fakultas Pendidikan Agama
Islam Politeknik Negeri Lhokseumawe.
Darajat, Zakiyah. 1995. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. PT.Bumi
Aksara: Jakarta.
Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter (Konsep dan Implementasi). Bandung:
Alfabeta.
Haitami Salim, Moh. 2013. Pendidikan Karakter (Konsepsi dan Implementasinya
secara terpadu di lingkungan keluarga, sekolah, perguruan tinggi, dan
masyarakat. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Hamalik, Oemar. 2014. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hendriana, Evinna Cinda dan Arnold Jacobus. 2016. “Implementasi Pendidikan
Karakter di sekolah Melalui Keteladanan dan Pembiasaan”. Volume 1, No.2.
Hidayati. Abna. 2016. Desain Kurikulum Pendidikan Karakter. Jakarta: Kencana.
J. Moleong, Lexy. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Kadir, Abdul. 2012. Dasar-dasar Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.
Jakarta: Puskur.
Kuneifi Elfachmi, Amin. 2016. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Erlangga.
Kurniawan, Syamsul. 2013. Pendidikan Karakter: Konsepsi & Implementasinya
secara Terpadu di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi, dan
Masyarakat. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Mahjuddin. 2009. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Kalam Mulia.
Majid, Abdul dan Dian Andayani. 2011. Pendidikan Karakter Perspektif Islam.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Mardalis. 1995. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi
Aksara.
Margono, S. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rinek Cipta.
78
Muhaimin. 2008. Paradigma Pendidikan Agama Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nazarudin. 2007. Manajemen Pembelajaran: Implementasi Konsep, Karakteristik
dan Metodologi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum. Yogyakarta:
Teras.
Nurdin, Syafruddin, dkk. 2002. Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum.
Jakarta: Ciputat Press.
Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005. 2006. Tentang Standar Nasional
Pendidikan. Dirjend Pendidikan Islam Depag. RI.
Ramayulis. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Salahudin, Anas. 2013. Pendidikan Karakter (Pendidikan Karakter Berbasis Agama
dan Budaya Bangsa. Bandung: Pustaka Setia.
Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sudjana. 2001. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Sugiyono. 2012. Metode Peneltian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Suryawati, Dewi Prasari. 2016. “Implementasi Pembelajaran Akidah Akhlak
Terhadap Pembentukan Karakter Siswa di MTs Negeri Semanu
Gunungkidul”. Volume 1, No.2.
Syafril dan Zelhendri Zen. 2017. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Depok: Kencana.
Syah, Darwin. 2007. Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam.
Jakarta: Gaung Persada Pres.
Syaodih Sukmadinata, Nana. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
TIM Dosen FIP-IKIP Malang. 1981. Pengantar Dasar-dasar Kependidikan.
Surabaya: Usana Offset Printing.
Tim Penyusun Revisi Penulisan Skripsi FITK. 2011. Pedoman Penulisan Skripsi.
Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
UIN Syarif Hidayatullah. 2013. Pedoman Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan. Jakarta: KAN.
79
UU Sistem Pendidikan Nasional. 2009. (UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar Grafika.
Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pembelajaran:landasan dan Aplikasinya.
Jakarta: Rineka Cipta
Zuhairini, Abdul Ghofir dan Slamet As.Yusuf. 1981. Metodik Khusus Pendidikan
Agama. Usaha Nasional: Surabaya.
Zulhijrah. 2015. “Implementasi Pendidikan Karakter di sekolah”. Volume 1. No 1.
LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
Pedoman Wawancara untuk Kepala sekolah:
1. Apa saja yang bapak/ibu ketahui mengenai nilai-nilai pendidikan karakter?
2. Bagaimana pendapat bapak/ibu mengenai nilai-nilai pendidikan karakter
siswa pada pembelajaran PAI?
3. Menurut bapak/ibu apa saja faktor pendukung implementasi pendidikan
karakter pada pembelajaran PAI?
4. Menurut bapak/ibu apa saja faktor penghambat implementasi pendidikan
karakter pada pembelajaran PAI?
Pedoman Wawancara untuk Guru Pendidikan Agama Islam:
1. Apa saja yang bapak/ibu ketahui mengenai nilai-nilai pendidikan karakter?
2. Bagaimana pendapat bapak/ibu mengenai nilai-nilai pendidikan karakter
siswa pada pembelajaran PAI?
3. Bagaimana pendapat bapak/ibu mengenai nilai religius yang ada pada
pembelajaran PAI?
4. Bagaimana pendapat bapak/ibu mengenai nilai jujur yang ada pada
pembelajaran PAI?
5. Bagaimana pendapat bapak/ibu mengenai nilai toleransi yang ada pada
pembelajaran PAI?
6. Bagaimana pendapat bapak/ibu mengenai nilai disiplin yang ada pada
pembelajaran PAI?
7. Bagaimana pendapat bapak/ibu mengenai nilai kerja keras yang ada pada
pembelajaran PAI?
8. Bagaimana pendapat bapak/ibu mengenai nilai kreatif yang ada pada
pembelajaran PAI?
9. Bagaimana pendapat bapak/ibu mengenai nilai mandiri yang ada pada
pembelajaran PAI?
10. Bagaimana pendapat bapak/ibu mengenai nilai bersahabat/komunikatif
yang ada pada pembelajaran PAI?
11. Bagaimana pendapat bapak/ibu mengenai nilai peduli sosial yang ada pada
pembelajaran PAI?
12. Bagaimana pendapat bapak/ibu mengenai nilai tanggung jawab yang ada
pada pembelajaran PAI?
13. Menurut bapak/ibu apa saja faktor pendukung implementasi pendidikan
karakter pada pembelajaran PAI?
14. Menurut bapak/ibu apa saja faktor penghambat implementasi pendidikan
karakter pada pembelajaran PAI?
HASIL WAWANCARA
Nama : Nurwahdah, S.Pd
Jabatan : Guru Pendidikan Agama Islam kelas VIII
Hari/Tanggal : Kamis, 21 November 2019
Tempat : Ruang Guru SMP Islamiyah Ciputat
Peneliti Apa saja yang bapak/ibu ketahui mengenai nilai-nilai
pendidikan karakter?
Nurwahdah, S.Pd Nilai-nilai pendidikan karakter ada banyak seperti; Jujur,
bersih, disiplin, ucapan yang baik, cara berpakaian, cara
sikap, cara bagaimana menghadapi orang tua dan masih
banyak yang lain.
Peneliti Bagaimana pendapat bapak/ibu mengenai nilai-nilai
pendidikan karakter siswa pada pembelajaran PAI?
Nurwahdah, S.Pd Ketika pembelajaran PAI, saya merasakan anak-anak
memang sering mengatakan “oh iya ya bu, harusnya kita
harus begini/begitu ya bu”. Akan tetapi, yang namanya
penanaman nilai-nilai pendidikan karakter itu jangka
panjang, jadi anak-anak harus terus diingatkan lagi karena
saat diingatkan anak-anak akan tersentuh hatinya, dan
butuh proses untuk membentuk karakter siswa.
Peneliti Bagaimana pendapat bapak/ibu mengenai nilai religius
yang ada pada pembelajaran PAI?
Nurwahdah, S.Pd Pembelajaran PAI pasti semuanya terdapat nilai religius,
berharap anak dapat mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari, dan saat saya mengajar
memperbanyak memberikan contoh-contoh bagaimana
bersikap religius dalam kehidupan.
Peneliti Bagaimana pendapat bapak/ibu mengenai nilai jujur yang
ada pada pembelajaran PAI?
Nurwahdah, S.Pd Alhamdulillah anak-anak kalau ditanya sama saya
semuanya jujur, sepertia “siapa yang sholat/tidak sholat?”
anak-anak jujur semua sama saya.
Peneliti Bagaimana pendapat bapak/ibu mengenai nilai toleransi
yang ada pada pembelajaran PAI?
Nurwahdah, S.Pd Di SMP Islamiyah penanaman nilai toleransinya hanya
dalam cerita dalam pembelajaran, tidak bisa secara
langsung karena semua nya beragama Islam. Jadi,
penerapan secara langsungnya masih kurang.
Peneliti Bagaimana pendapat bapak/ibu mengenai nilai disiplin
yang ada pada pembelajaran PAI?
Nurwahdah, S.Pd Disiplin dalam teks pasti sudah bagus, tinggal dalam
konteks saja. Saya hanya mengingatkan kepada anak-anak,
ketika saya mengajar anak-anak bagus dalam disiplin tidak
ada keluhan apapun.
Peneliti Bagaimana pendapat bapak/ibu mengenai nilai kerja keras
yang ada pada pembelajaran PAI?
Nurwahdah, S.Pd Kerja keras mungkin masih kurang pada anak-anak,
seperti; mereka belajar kalo diminta, kalo tidak diminta
tidak dikasih tugas yaa biasanya gak tau. Walaupun begitu,
guru tetap harus ada pesan sponsornya.
Peneliti Bagaimana pendapat bapak/ibu mengenai nilai kreatif
yang ada pada pembelajaran PAI?
Nurwahdah, S.Pd Ada beberapa anak yang menonjol kreativitasnya sebagian
kecil, yang lainnya masih agak kurang. Akan tetapi anak-
anak tidak bisa kita samakan dalam semua mata pelajaran.
Peneliti Bagaimana pendapat bapak/ibu mengenai nilai mandiri
yang ada pada pembelajaran PAI?
Nurwahdah, S.Pd Kemandirian untuk anak-anak SMP kelas VIII masih
kurang belum kelihatan, masih suka banyak mainnya,
maka harus tetap ada pesan-pesan sponsornya yang harus
disampaikan kepada siswa.
Peneliti Bagaimana pendapat bapak/ibu mengenai nilai
bersahabat/komunikatif yang ada pada pembelajaran PAI?
Nurwahdah, S.Pd Terkait nilai tersebut, anak-anak bagus dalam
pergaulannya. Tidak terlalu berlebihan.
Peneliti Bagaimana pendapat bapak/ibu mengenai nilai peduli
sosial yang ada pada pembelajaran PAI?
Nurwahdah, S.Pd Sebagian besar sudah bagus, karena setiap tahun berbeda
sikap anak-anaknya, untuk kelas VIII tahun ini bagus nilai
karakter peduli sosialnya. Jika ada teman-temannya yang
butuh bantuan, mereka cekatan membantunya.
Peneliti Bagaimana pendapat bapak/ibu mengenai nilai tanggung
jawab yang ada pada pembelajaran PAI?
Nurwahdah, S.Pd Sebagian besar sudah cukup bertanggung jawab atas tugas-
tugas belajarnya, namun untuk tanggung jawab dalam
ibadah shalatnya masih kurang seperti shalat berjamaah.
Peneliti Menurut bapak/ibu apa saja faktor pendukung
implementasi pendidikan karakter pada pembelajaran
PAI?
Nurwahdah, S.Pd Faktor yang sangat mendukung tentu orang tua, ketika kita
bisa berkomunikasi lancar dengan orang tua, terbuka diri,
orang tua tidak sekedar melepas menitip anaknya di
sekolah, biasanya anak dari orang tua seperti itu
perubahannya akan cepat lebih baik.
Peneliti Menurut bapak/ibu apa saja faktor penghambat
implementasi pendidikan karakter pada pembelajaran
PAI?
Nurwahdah, S.Pd Penghambatnya ialah orang tua yang komunikasinya
kurang dengan guru, melepas begitu saja anaknya pada
pihak sekolah. Apalagi orang tua dengan ego nya yang
selalu membela anaknya yang ketika salah malah
dibenarkan. Dan waktu pembelajaran PAI nya masih
kurang karna terbatas.
HASIL WAWANCARA
Nama : Sarmuji, S.Pd
Jabatan : Kepala Sekolah SMP Islamiyah Ciputat
Hari/Tanggal : Kamis, 28 November 2019
Tempat : Ruang Kepala Sekolah SMP Islamiyah Ciputat
Peneliti Apa saja yang bapak/ibu ketahui mengenai nilai-nilai
pendidikan karakter?
Sarmuji, S.Pd Nilai-nilai pendidikan karakter itu sudah jelas pasti
berkaitan tentang sikap/tingkah laku kepribadian
seseorang di masyarakat, tentunya banyak sekali nilai-nilai
pendidikan karakter.
Peneliti Bagaimana pendapat bapak/ibu mengenai nilai-nilai
pendidikan karakter siswa pada pembelajaran PAI?
Sarmuji, S.Pd Pembelajaran PAI tentu sangat relevan dalam
pembentukan karakter siswa. Pembelajaran PAI di SMP
berbeda dengan di MTs, karena pembelajaran PAI di SMP
hanya secara menyeluruh (gabungan dari komponen
pelajaran agama) pembelajaran agama nya. Pihak sekolah
menambahkan pelajaran agama selain PAI, bermanfaat
untuk membantu pembentukan karakter siswa itu sendiri
yaitu mata pelajaran Mulok wajib berisi tentang BTQ
(Baca Tulis Qur’an) dan Mulok lokal yang dibuat oleh
sekolah sendiri yakni pelajaran Aswaja (Ahlusunnah wal
jama’ah).
Peneliti Menurut bapak/ibu apa saja faktor pendukung
implementasi pendidikan karakter pada pembelajaran
PAI?
Sarmuji, S.Pd Faktor pendukung yang pertama yaitu guru, yang di mana
latar belakang guru-guru di sini jurusan Pendidikan Agama
Islam dan semuanya sudah S1, jadi sangat mendukung.
Faktor pendukung yang kedua, tentunya adalah
lingkungan sekolah karena ini sangat berpengaruh,
yayasan sudah memfasilitasi kegiatan keagamaan seperti
perayaan hari-hari besar Islam, kemudian pembiasaan
shalat berjama’ah. Faktor pendukung yang ketiga yaitu
orang tua, adanya komunikasi antar guru dan orang tua
misalnya guru memberi informasi terkait semua kegiatan
siswa di sekolah, khususnya karakter siswa di sekolah
melalui media sosial grup whatsapp.
Peneliti Menurut bapak/ibu apa saja faktor penghambat
implementasi pendidikan karakter pada pembelajaran
PAI?
Sarmuji, S.Pd Faktor penghambat yang pertama yaitu sarana, karena
sudah jelas jumlah siswa di sini lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah sarana nya. Faktor yang kedua, kebiasaan
siswa di rumahnya bagi anak yang kurang mendapat
pendidikan agama oleh orang tua nya. Faktor yang ketiga,
yaitu rata-rata siswa di SMP lulusan dari SD yang
pemahaman Pendidikan Agama Islam nya masih minim.
Angket Penelitian
“Implementasi pendidikan karakter pada pembelajaran PAI di SMP Islamiyah
Ciputat”
Nama : ..........................................
Kelas : ..........................................
Jenis Kelamin : .............................
Petunjuk Pengisian : Pilihlah salah satu jawaban yang dianggap paling sesuai dengan
memberi tanda ceklis (√) pada kolom yang tersedia.
No Pernyataan Keterangan
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
1
Saya melaksanakan
sholat zuhur
berjama’ah di
sekolah
2
Saya mengikuti
kegiatan dzikir
bersama pada hari
jumat pagi
3
Saya tidak
menyontek ketika
ujian berlangsung
4
Ketika menemukan
barang yang bukan
milik saya, saya
melapor guru atau
mengumumkannya
kepada teman-teman
5
Saya menghargai
pendapat teman-
teman
6
Saya menerima
kritik dan saran dari
teman
7 Saya masuk sekolah
tepat waktu
8 Saya berpakaian
rapih dan sopan
9
Saya mengerjakan
tugas dengan
sungguh-sungguh
10
Saya giat dan
bersemangat dalam
belajar
11
Saya mencoba hal-
hal baru yang
berkaitan dengan
pelajaran
12
Saya mengajukan
pertanyaan dalam
pembelajaran di
kelas
13 Saya mengerjakan
tugas sendiri
14 Saya berangkat
sekolah sendiri
15
Saya senang
berbicara dengan
teman-teman
16
Saya belajar
kelompok bersama
teman-teman
17
Saya membantu
teman yang kesulitan
dalam belajar
18
Saya
menyumbangkan
sebagian harta ketika
ada bakti sosial di
sekolah
19
Saya bertanggung
jawab terhadap tugas
sekolah
20
Saya melaksanakan
tugas piket tanpa
disuruh
FOTO KEGIATAN
BIODATA PENULIS
Muhammad Irshon Faruq, dilahirkan di
Tangerang pada hari Senin, 07 April 1997.
Anak pertama dari dua bersaudara pasangan
dari Suyadi, M.M dan Purwani. Penulis
menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar
yaitu SDN Serpong 1 pada tahun 2009.
Penulis melanjutkan pendidikan di Madrasah
Tsanawiyah (Pondok Pesantren) yaitu di
MTs. Madinatunnajah Jombang Tangerang
Selatan dan tamat pada tahun 2012.
Kemudian melanjutkan sekolah di Madrasah
Aliyah (Pondok Pesantren) Madinatunnajah Jombang Tangerang Selatan dan tamat
pada tahun 2015. Pada tahun 2015 penulis melanjutkan pendidikan jenjang
perkuliahan di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidyatullah Jakarta Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) dan
tamat pada tahun 2020.
Pengalaman organisasi banyak penulis dapatkan selama menuntut ilmu di Pondok
Pesanteren Madinatunnajah, salah satunya penulis merupakan Ketua Angkatan 14
Az-Zaahir sampai saat ini. Selama kuliah penulis juga merupakan Ketua Mahasiswa
kelas C PAI semester 4 dan juga merupakan divisi konsumsi pada kegiatan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) yang diadakan oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tahun 2018.
Motto:
“Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain”