implementasi sistem informasi geografis penataan kota di

18
Implementasi Sistem Informasi Geografis Penataan Kota di DKI Jakarta (Ditinjau dari Organizational Setting) Andrian Saputro, Teguh Kurniawan Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia E-mail: [email protected]/ [email protected] Abstrak Penataan kota menjadi aktivitas vital dimana pemetaan, data, dan informasi yang cepat serta akurat menjadi kunci- kunci penting dalam perencanaan serta pengawasan penataan kota sehingga dibutuhkan teknologi terkini sesuai dengan Program Kerja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta 2013-2017 untuk Urusan Wajib, yaitu Program Pengembangan Sistem Informasi Tata Ruang. Penelitian ini ingin melihat implementasi Sistem Informasi Geografis (SIG) tersebut. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain deskriptif. Analisis dilakukan dengan berdasarkan hasil wawancara dengan informan yang ditinjau dari faktor-faktor organisasional. Hasil dari penelitian ini adalah implementasi SIG dalam penataan kota di DKI Jakarta masih bersifat parsial untuk kegiatan perencanaan tata ruang serta pengendalian tata ruang yang masih menghadapi keterbatasan yang dipengaruhi faktor-faktor organisasional. Implementation of Geographic Information Systems (GIS) for the City Planning in DKI Jakarta (Judging from the Organizational Setting) Abstract Structuring the city is a vital activity which is quick and accurate map, data, information becomes important keys in the planning and supervision of city planning that takes the latest technology in accordance with the Work Programme 2013-2017 Jakarta Government 's Mandatory Affairs, the Program Development System Spatial information. This study wanted to see the implementation of the Geographic Information System (GIS). The analysist is based on interview with the informers, then judging from the organizational factors. Researcher used a qualitative approach with descriptive design. Results from this study is the implementation of GIS in city planning in Jakarta are still partial to the activities of spatial planning and the control layout which is still facing limitations of organizational factors. Keywords: Geographic Information Systems, City Planning, Organizational Setting, Spatial Planning, Monitoring and Control. Pendahuluan Pembangunan menjadi salah satu kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintahan guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Setiap wilayah melakukan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya dengan mengelola dan mendayagunakan potensi yang Implementasi Sistem ..., Andrian Saputro, FISIP UI, 2016

Upload: others

Post on 30-Oct-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Implementasi Sistem Informasi Geografis Penataan Kota di

Implementasi Sistem Informasi Geografis Penataan Kota di DKI Jakarta (Ditinjau dari Organizational Setting)

Andrian Saputro, Teguh Kurniawan

Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia

E-mail: [email protected]/ [email protected]

Abstrak

Penataan kota menjadi aktivitas vital dimana pemetaan, data, dan informasi yang cepat serta akurat menjadi kunci-kunci penting dalam perencanaan serta pengawasan penataan kota sehingga dibutuhkan teknologi terkini sesuai dengan Program Kerja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta 2013-2017 untuk Urusan Wajib, yaitu Program Pengembangan Sistem Informasi Tata Ruang. Penelitian ini ingin melihat implementasi Sistem Informasi Geografis (SIG) tersebut. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain deskriptif. Analisis dilakukan dengan berdasarkan hasil wawancara dengan informan yang ditinjau dari faktor-faktor organisasional. Hasil dari penelitian ini adalah implementasi SIG dalam penataan kota di DKI Jakarta masih bersifat parsial untuk kegiatan perencanaan tata ruang serta pengendalian tata ruang yang masih menghadapi keterbatasan yang dipengaruhi faktor-faktor organisasional.

Implementation of Geographic Information Systems (GIS) for the City Planning in DKI Jakarta (Judging from the Organizational Setting)

Abstract

Structuring the city is a vital activity which is quick and accurate map, data, information becomes important keys in the planning and supervision of city planning that takes the latest technology in accordance with the Work Programme 2013-2017 Jakarta Government 's Mandatory Affairs, the Program Development System Spatial information. This study wanted to see the implementation of the Geographic Information System (GIS). The analysist is based on interview with the informers, then judging from the organizational factors. Researcher used a qualitative approach with descriptive design. Results from this study is the implementation of GIS in city planning in Jakarta are still partial to the activities of spatial planning and the control layout which is still facing limitations of organizational factors.

Keywords: Geographic Information Systems, City Planning, Organizational Setting, Spatial Planning, Monitoring

and Control.

Pendahuluan

Pembangunan menjadi salah satu kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintahan guna

meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Setiap wilayah melakukan pembangunan untuk

memenuhi kebutuhan masyarakatnya dengan mengelola dan mendayagunakan potensi yang

Implementasi Sistem ..., Andrian Saputro, FISIP UI, 2016

Page 2: Implementasi Sistem Informasi Geografis Penataan Kota di

tersedia guna mencapai kesejahteraan masyarakat. Selain itu, pembangunan dapat dipandang

sebagai suatu proses perubahan dari masyarakat primitif ke masyarakat yang lebih maju baik

dalam hal infrastruktur maupun ekonomi. Pembangunan suatu kota erat kaitannya dengan

kegiatan pengelolaan lingkungan dan ruang spasial. Pengelolaan tata ruang menjadi aktivitas vital

dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama terkait dengan pembangunan kota. Pembangunan

kota dengan memperhatikan penataan ruang diarahkan untuk mencapai pembangunan kota

berkelanjutan. Kota berkelanjutan akan terbentuk jika penggunaan ruang di dalamnya diatur

secara tepat dan ditaati bersama, sehingga memungkinkan dilaksanakannya pembangunan

ekonomi, sosial, lingkungan dan kelembagaan secara optimal. Ketiga aspek ini perlu

diperhitungkan dalam perencanaan dan penataan kota karena pilihan rencana dan tatanan tertentu

akan berpengaruh pada pembangunan dan kehidupan yang terjadi di dalam kota. Guna

mewujudkan hal tersebut, maka penataan ruang menjadi satu poin penting dalam

penyelenggaraan pemerintahan.

Setiap daerah memiliki ruang wilayah yang berbeda-beda sehingga Undang-Undang No.

26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang mengatur tata ruang secara nasional memberikan

hak pemerintah provinsi untuk mengatur ruangannya sendiri sesuai keadaannya dan tidak

bertentangan dengan Undang-Undang. Keleluasaan ini mendorong daerah-daerah untuk

mengembangkan wilayahnya sesuai dengan kebutuhan. Pemerintah daerah mengembangkan dan

mengaplikasikan tata ruang sebagai suatu alat (tools) strategis dalam penataan peruntukkan lahan.

Salah satu tools penting dalam penataan ruang adalah peta atau dikenal dengan sebutan pemetaan

(mapping). Penataan ruang mencakup mulai dari perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan

pengendalian pemanfaatan ruang. Oleh karena itu, selain dibutuhkan peta yang akurat namun

juga dapat memberikan informasi yang sistematis dan detail.

Hingga kini SIG telah dikembangkan kegunaannya dalam penataan ruang terkait

pemetaan wilayah. Terdapat urgensi SIG dalam penataan ruang, yakni (1) karena penataan ruang

mengelola data spasial dan non spasial; (2) SIG sebagai alat analisis data spasial berdasarkan

akurasi yang diinginkan; (3) SIG memungkinkan monitoring dan evaluasi pelaksanaan penataan

ruang; (4) SIG digunakan untuk mendukung pengambilan keputusan dalam proses pelaksanaan

pembangunan (Satar, 2012:6). Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai daerah yang memiliki

tugas, fungsi dan peran yang khusus atau istimewa tentu menghadapi berbagai permasalahan

yang sangat kompleks dan berbeda dengan daerah-daerah lain, seperti masalah kependudukan,

Implementasi Sistem ..., Andrian Saputro, FISIP UI, 2016

Page 3: Implementasi Sistem Informasi Geografis Penataan Kota di

urbanisasi, keamanan, transportasi, lingkungan hidup, pengelolaan kawasan khusus, tata ruang

dan masalah sosial kemasyarakatan lain yang memerlukan pemecahan masalah secara sinergis

melalui berbagai instrumen. Menyikapi berbagai permasalahan yang ada, pemerintah berusaha

memperbaiki dan meningkatkan kapasitas baik dari sistem, instrumen maupun dari sumber

dayanya sesuai dengan Program Kerja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta 2013-2017 untuk Urusan

Wajib, yaitu Program Pengembangan Sistem Informasi Tata Ruang. Selain itu, masalah penataan

ruang yang terjadi di Jakarta adalah terjadinya alih fungsi beberapa lahan. Sistem penataan ruang

di Jakarta yang masih memiliki celah kerap kali dijadikan peluang bagi para pihak swasta untuk

melakukan ekspansi bisnis yang menguntungkan seperti pembangunan area perumahan elit

ataupun pusat-pusat perbelanjaan (mall). Jika diperhatikan, apabila pemerintah daerah DKI

Jakarta telah melakukan manajemen ruang kota ini dengan baik tentu ibukota akan tertata baik

mulai dari infrastruktur, sarana-prasarana dan pemanfaatan lahan yang sesuai dengan Rencana

Dasar Tata Ruang (RDTR) DKI Jakarta. Berikut ini dapat dilihat perbandingan peralihan fungsi

lahan di Jakarta dari tahun 1970, 1980, 1990, dan 2000.

Gambar I.3 Peralihan Fungsi Lahan di DKI Jakarta Tahun : 1970, 1980, 1990, 2000.

Sumber: World Bank, 2011

Beberapa dekade terakhir ini SIG sebagai suatu perspektif dan tools dalam penataan ruang

mulai berkembang di kalangan ilmuwan, akademisi dan praktisi. Melihat masalah penataan ruang

DKI Jakarta di atas, maka diperlukan suatu sistem guna menunjang dan mempermudah aparatur

dalam memetakan dan menganalisis data penataan ruang. Aronof (1993) menyatakan SIG adalah

Implementasi Sistem ..., Andrian Saputro, FISIP UI, 2016

Page 4: Implementasi Sistem Informasi Geografis Penataan Kota di

sistem berbasis komputer baik perangkat keras, lunak dan prosedur yang dapat digunakan untuk

menyimpan, memanipulasi informasi geografi (Darmawan, 2011: 2). SIG ini pun mulai

diimplementasikan di berbagai bidang seperti, kesehatan, pendidikan, kependudukan, dan

pemerintahan daerah. Di bidang administrasi pertanahan, SIG bukan sekedar menghasilkan peta

kadaster, tetapi sebuah sistem yang memungkinkan pembuatan peta baru secara cepat dan

pemilihan lokasi serta analisa valuasi.

Permasalahan ini merupakan dampak dari sistem penataan ruang yang belum optimal dan

konsisten. Pembangunan infrastruktur dan pengaturan zonasi pemanfaatan ruang akan lebih baik

jika diatur dengan menggunakan peta skala besar. Namun, ketersediaan peta sampai saat ini

meliputi peta dasar dan peta tematik masih sangat kurang, sedangkan banyak pemerintah daerah

sedang menyusun dokumen RDTR. Di dalam suatu rencana tata ruang wilayah, peta adalah suatu

model yang baik untuk menjelaskan dokumen maupun Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang

wilayah tersebut secara spasial. Selain itu, peta rencana tata ruang juga dapat berfungsi sebagai

dasar dalam pemanfaatan ruang dan sebagai tools dalam pengendalian pemanfaatan ruang. RDTR

disusun sebagai bagian dari wilayah Kabupaten/Kota yang merupakan kawasan perkotaan atau

kawasan strategis Kabupaten/Kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi. Hal ini sesuai

dengan Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan

Penataan Ruang, bahwa setiap RTRW kabupaten/kota harus menetapkan bagian dari wilayah

kabupaten/kota yang perlu disusun RDTR-nya.

Sebelum berkembangnya SIG, sistem penataan ruang dilakukan secara manual dimana

basis data spasial menggunakan peta-peta manual yang sudah dilakukan dan digunakan dalam

penataan ruang. Penggunaan analisis spasial secara manual menggunakan metode overlay dengan

beberapa lembar peta. Analisis spasial dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan

seperti land-use planning, aksesibilitas lokasi, analisis distribusi, analisis keterkaitan antar

wilayah. Penggunaan SIG bukanlah segalanya dalam penataan ruang, namun penataan ruang

akan lebih mudah dengan bantuan SIG sebagai alat bantu dalam pengumpulan data spasial dan

analisisnya. Hal tersebut juga didorong dengan adanya semangat transformasi yang dimulai sejak

tahun 2010 untuk mengembangkan SIG dalam penataan kota serta didorong dengan Kebijakan

Satu Peta (One Map Policy) untuk peta dasar yang seragam dan terstandar. Kesiapan suatu

instansi atau lembaga baik dari segi keorganisasian maupun sumber daya manusianya menjadi

kunci penting karena dibutuhkan konsistensi dan keberlanjutan dalam penerapan SIG. Masalah-

Implementasi Sistem ..., Andrian Saputro, FISIP UI, 2016

Page 5: Implementasi Sistem Informasi Geografis Penataan Kota di

masalah penataan ruang dan kesiapan organisasi inilah yang melatarbelakangi ketertarikan

peneliti dalam mengangkat penelitian untuk menggambarkan implementasi Sistem Informasi

Geografis Penataan Kota di DKI Jakarta yang ditinjau dari organizational setting.

Tinjauan Teoritis

Perspektif organisasional menjadi fokus penting dalam implementasi SIG dimana

organizational setting tidak hanya memandang dari segi teknis tapi juga mencakup lingkungan

operasional, teknis, politik, finansial, interaksi antar stakeholder. Dalam penelitian ini, peneliti

mengelaborasikan teori dari Huxhold dan Levinson (1995) mengenai 4 elemen penting dalam

SIG dan dari Chan dan Williamson (1995) mengenai 5 komponen SIG yang memfokuskan pada

implementasi SIG dilihat dari perspektif organizational setting.

Tabel II.3 Konsep Organizational Setting

Sumber: Data Olahan Peneliti, 2014

Pada dasarnya organizational setting merupakan suatu pengaturan garis otoritas secara

hierarki (struktur organisasi), komunikasi, hak dan kewajiban organisasi. Struktur organisasi

menekankan pada peran, kewenangan dan tanggung jawab, pengawasan, koordinasi dan

mengelola hubungan interaksi dengan berbagai level manajemen. Komunikasi menekankan pada

pola hubungan dan interaksi yang terjadi di dalam maupun di luar organisasi. Menurut Laudon

Huxhold  dan  Levinson  (1995)  -­‐  paradigma  SIG  -­‐  dasar  manajemen  data    -­‐  teknologi  

Chan  dan  Williamson  (1995)  -­‐  Data  

-­‐  teknologi  informasi  -­‐  standarisasi  -­‐  keahlian  SDM  

organizational  setting  

 

Implementasi Sistem ..., Andrian Saputro, FISIP UI, 2016

Page 6: Implementasi Sistem Informasi Geografis Penataan Kota di

dan Laudon (1988: 75) terdapat 8 unsur yang harus diperhatikan karena menjadi faktor dalam

pengaturan organisasi, yakni lingkungan, budaya, struktur, prosedur, proses, politik, manajemen

keputusan dan peluang.

a. Lingkungan yang dimaksud yakni dampak eksternal terhadap organisasi yang mencakup

dampak finansial dan politis. Lingkungan dapat berubah dengan cepat dibandingkan

organisasi sehingga dapat memicu kegagalan organisasi karena perubahan lingkungan

eksternal sangat berdampak pada implementasi suatu sistem informasi.

b. Budaya juga perlu diperhatikan karena budaya merupakan suatu asumsi fundamental

dalam organisasi yang memberikan kekuatan pada organisasi serta membentuk semua

komponen dalam organisasi mengenai kebijakan atau sistem apa yang akan dihasilkan,

untuk siapa, bagaimana dan dimana akan dihasilkan.

c. Struktur, terdapat beberapa tipe struktur organisasi yang memungkinkan dimana masing-

masing struktur memiliki perbedaan pendekatan dalam pengimplementasian, misalnya

divisi birokrasi dan mesin birokrasi yang menentukan bagaimana karakteristik otoritas

terpusat dan seberapa cepat perubahan lingkungan dapat terjadi.

d. Standar Prosedur menentukan ketepatan suatu set peraturan, prosedur dan praktik yang

mampu mengembangkan tugas-tugas utama secara efisien, serta standar prosedur ini tidak

mudah untuk berubah.

e. Proses bisnis merupakan cara organisasi mengoordinasikan dan mengelola aktivitas

pekerjaan, informasi dan pengetahuan untuk menghasilkan produk dan jasa dimana

standar prosedur merupakan sub-bagian dari proses bisnis.

f. Politik, menjadi hal yang perlu diperhatikan karena adanya perbedaan posisi dan perspektif

orang-orang terhadap distribusi sumber daya, penghargaan dan sanksi. Perbedaan ini

akan memicu konflik dan resistensi terhadap perubahan.

g. Keputusan Manajemen digunakan untuk mengontrol semua cara faktor di atas dalam

memediasi reaksi antara organisasi dan sistem informasi. Pengambil keputusan

menentukan kerangka waktu dan spesifikasi teknis.

h. Peluang menentukan kontrol yang tepat bagi organisasi dimana outcome dipengaruhi juga

oleh keberuntungan yang baik atau buruk karena kontrol yang sempurna sangatlah tidak

mungkin dilakukan saat organisasi menghadapi komponen sosial.

Implementasi Sistem ..., Andrian Saputro, FISIP UI, 2016

Page 7: Implementasi Sistem Informasi Geografis Penataan Kota di

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain deskriptif

berdasarkan konsep organizational setting yang merupakan hasil elaborasi teori dari Huxhold

dan Levinson (1995) mengenai 4 elemen penting dalam SIG dan dari Chan dan Williamson

(1995) mengenai 5 komponen SIG yang memfokuskan pada implementasi SIG dilihat dari

perspektif organizational setting untuk menggambarkan implementasi Sistem Informasi

Geografis Penataan Kota di DKI Jakarta berdasarkan faktor-faktor organisasional. Pada

penelitian ini analisis data temuan akan menghasilkan suatu gambaran deskriptif berupa

implementasi Sistem Informasi Geografis dari sudut pandang faktor-faktor organisasional.

Peneliti menggunakan instrumen pedoman wawancara mendalam untuk mendapatkan data primer

terkait topik penelitian serta melakukan studi pustaka sebagai data tambahan (sekunder).

Peneliti melakukan pengolahan data kualitatif hasil wawancara mendalam dengan

narasumber atau informan yang terkait, yakni: (1) Bapak Andri selaku Kepala Seksi Pengelolaan

sistem Informasi Penataan Kota Bidang Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Dinas Penataan Kota

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta; (2) Bapak Ano selaku Staf Seksi Perencanaan Pemanfaatan

Ruang Bidang Perencanaan dan Evaluasi Pola Ruang, Dinas Penataan Kota Pemerintah Provinsi

DKI Jakarta; (3) Bapak Ari Budi selaku Staf Seksi Perencanaan Pola Ruang Bidang Perencanaan

dan Evaluasi Pola Ruang, Dinas Penataan Kota Pemerintah Provinsi DKI Jakarta; (4) Bapak

Helmy selaku Kepala Sub Bagian Pemantauan Program Pembangunan Biro Penataan Kota dan

Lingkungan Hidup Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta; (5) Bapak Wisnu selaku

Kepala Sub Bagian Pembangunan Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum Biro Penataan Kota dan

Lingkungan Hidup Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta; (6) Bapak Marco

Kusumawijaya selaku Direktur Rujak Center for Urban Studies (RCUS)- salah satu Non

Government Organization (NGOs)di DKI Jakarta yang bergerak di bidang arsitektur dan

pembangunan perkotaan. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan

data dan informasi faktual melalui wawancara mendalam dari berbagai informan atau narasumber

yang terlibat dalam implementasi GIS dalam penataan ruang di DKI Jakarta kemudian dilakukan

triangulasi informasi. Wawancara dilakukan untuk memperoleh persepsi dan realitas sosial yang

terjadi. Hasil wawancara dan studi literatur dipilah dan dikategorikan sesuai dengan bahasan pada

tema penelitian. Hal ini dilakukan untuk menemukan hubungan dan keterkaitan antara data

faktual di lapangan dengan kondisi ideal berdasarkan teori dan konsep. Kemudian

Implementasi Sistem ..., Andrian Saputro, FISIP UI, 2016

Page 8: Implementasi Sistem Informasi Geografis Penataan Kota di

menyintesiskan keduanya untuk melihat implementasi GIS dalam penataan ruang di DKI Jakarta

atas fenomena dan realitas yang terjadi di lapangan. Dengan demikian akan terlihat gambaran dan

deskripsi kesenjangan yang terjadi antara kondisi faktual di lapangan dengan kondisi ideal. Hasil

wawancara kemudian diidentifikasi, dikategorikan dan dianalisa keterkaitan alurnya terhadap

fokus penelitian yakni implementasi SIG di lapangan dengan teori-teori agar dapat terlihat

gambaran dan deskripsi atas kebutuhan kondisi realitas di lapangan. Terakhir, hasil analisa

disimpulkan berupa suatu pemahaman umum terkait gambaran implementasi SIG Penataan Kota

di DKI Jakarta yang ditinjau dari organizational setting.

Pembahasan Hasil Penelitian

Faktor lingkungan mempengaruhi implementasi SIG terutama bagaimana perubahan

lingkungan eksternal yakni kondisi tata ruang DKI Jakarta yang berkembang secara signifikan

terutama untuk lahan eksisting (existing area) terbangun sehingga mendorong Dinas Penataan

Kota yang mempunyai kewenangan untuk perencanaan, pemanfaatan hingga pengendalian

pemanfaatan tata ruang untuk melakukan transformasi dengan mengimplementasi SIG. Selain itu,

masalah keruangan perkotaan yang kompleks juga mendorong transformasi ini dilakukan

sehingga diharapkan dapat meminimalisir pelanggaran penataan ruang. Implikasi upaya

peningkatan penataan kota yang optimal diharapkan dapat menyelesaikan isu dan permasalahan

lingkungan, seperti banjir, berkurangnya ruang terbuka hijau, munculnya kawasan pemukiman

kumuh, bangunan-bangunan yang melanggar izin maupun tak berizin dan sebagainya. Adanya

perubahan lingkungan secara internal juga mempengaruhi implementasi SIG untuk penataan kota

yang merupakan implikasi dari perubahan-perubahan lingkungan di DKI Jakarta sehingga

melalui Program Kerja Urusan Wajib Tahun 2013-2017, pemerintah berusaha mendorong

pengembangan dan implementasi SIG untuk penataan kota. Semangat transformasi sistem

informasi dan teknologi di penataan kota ini mendorong organisasi untuk melakukan perubahan

guna mendorong pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi. Lingkungan eksternal yang

berupa kondisi pesatnya pertumbuhan atau pembangunan fisik DKI Jakarta dan juga lingkungan

internal organisasi yang membutuhkan SIG untuk mendukung dan mendorong kinerja organisasi.

Selain itu, organisasi dapat menentukan latar belakang dan arah transformasi sistem informasi

dan teknologi dengan menganalisis data-data hasil survei dan perubahan-perubahan yang terjadi.

Implementasi Sistem ..., Andrian Saputro, FISIP UI, 2016

Page 9: Implementasi Sistem Informasi Geografis Penataan Kota di

Dengan demikian, organisasi dapat menetukan sistem informasi dan teknologi yang tepat guna

untuk menyesuaikan dengan kondisi lingkungan eksternal dan internal organisasi.

Sistem informasi dan teknologi merupakan hal penting yang harus dipertimbangkan

organisasi sehingga dapat menghasilkan SIG yang mampu mengoptimalkan kinerja dan

pelayanan dari organisasi. SIG bukan semata-mata hanya sebatas mengikuti perkembangan dan

kemajuan teknologi tetapi harus diikuti dengan visi dan misi bersama organisasi karena

secanggih apapun teknologi yang diimplementasikan di dalam organisasi jika tidak tepat guna

maka tidak akan menghasilkan sesuatu apapun yang bermanfaat dan hanya pemborosan anggaran

yang akan terjadi karena biaya yang harus dikeluarkan untuk SIG tidak sedikit. Faktor

lingkungan ini juga erat kaitannya dengan kondisi dari berbagai aspek seperti kondisi politik,

perekonomian, dan sosial masyarakat. Faktor lingkungan dipengaruhi kondisi politik dilihat dari

segi kepemimpinan dalam pemerintahan dimana setiap pemimpin memiliki sudut pandang,

pemikiran, dan ide-ide yang berbeda dalam menghadapi perubahan lingkungan dan diwujudkan

dalam suatu bentuk keputusan atau kebijakan. Sebagaimana kondisi perpolitikan di Indonesia

khususnya di Jakarta tidak terlepas dari kepentingan-kepentingan berbagai pihak sehingga baik

secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi bentuk dukungan secara

administratif dan politis terhadap implementasi SIG.

Aspek perekonomian juga erat kaitannya dengan perubahan lingkungan dimana

pertumbuhan pusat-pusat perbelanjaan dan sentra bisnis yang pesat akan mendorong perubahan

fisik lingkungan di DKI Jakarta. Organisasi dalam melaksanakan fungsi penataan kota harus

menentukan zonasi wilayah karena tanpa adanya pengaturan akan terjadi pertumbuhan fisik yang

tidak seimbang. Meskipun DKI Jakarta merupakan sebuah kota besar bukan berarti hanya sebagai

pusat pemerintahan dan bisnis, melainkan juga harus memperhatikan peruntukan untuk

permukiman penduduk, ruang terbuka hijau, pemakaman, pertamanan, dan sebagainya untuk

mewujudkan lingkungan yang nyaman, tertib dan berkelanjutan. Aspek sosial juga

mempengaruhi lingkungan dimana kondisi sosial masyarakat di DKI Jakarta sangat heterogen

dimana penduduknya merupakan penduduk asli dan juga pendatang. Heterogenitas ini juga

diikuti dengan kondisi ekonomi masyarakatnya. Perhatian pemerintah lebih fokus pada kalangan

marjinal dan masyarakat bawah dimana sering diikuti dengan kepatuhan terhadap peraturan yang

rendah seperti munculnya permukiman tak berizin/ilegal, permukiman kumuh yang tidak sesuai

Implementasi Sistem ..., Andrian Saputro, FISIP UI, 2016

Page 10: Implementasi Sistem Informasi Geografis Penataan Kota di

peruntukan. Hal ini terjadi karena terbatasnya lahan di DKI Jakarta dan diikuti tingginya harga

lahan.

Fenomena inilah yang akhirnya mendorong lingkungan mengalami perubahan. Dengan

demikian faktor lingkungan ini sebenarnya merupakan faktor yang dinamis karena berkaitan

dengan berbagai aspek kehidupan. Oleh karena ini, SIG yang tepat guna sangat penting guna

mendorong kinerja organisasi sesuai dengan fenomena-fenomena yang terjadi di lingkungan. SIG

tidak dapat berdiri dan berjalan sendiri melainkan bergantung pada sumber daya manusianya dan

juga organisasi. SIG juga tidak dapat memberikan manfaat jika tidak dimanfaatkan secara tepat

guna oleh organisasi. Berbagai negara di belahan dunia yang berhasil mengimplementasikan SIG

ke dalam pemerintahan bukan hanya melihatnya sebagai tools, sebaliknya sebagai kebutuhan dan

diterapkan secara tepat guna sehingga semakin canggih SIG maka akan semakin banyak

informasi yang diperoleh. Kemudian yang menjadi pertanyaan apakah sudah cukup informasi

yang ada di DKI Jakarta ini dimana informasi adalah kunci penting dalam pengambilan

keputusan dan pembuatan kebijakan. Seharusnya tidak ada kata cukup untuk informasi karena

lingkungan berkembang dan mengalami perubahan maka informasi pun tidak akan statis

melainkan juga berkembang mengikuti perubahan.

Sistem informasi dan teknologi atau SIG yang tepat guna juga mendukung pengambilan

keputusan yang cepat bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi terutama pemerintah.

Dengan demikian perlu dipertimbangkan dan dikaji kembali apakah memang SIG sebatas sebagai

tools pendukung atau sebagai tools kebutuhan. Selain memberikan kemudahan bagi pihak-pihak

yang membutuhkan tentunya SIG berpengaruh baik untuk pelaksanaan pelayanan fungsi

organisasi terkait penataan kota dan perizinan. Selain itu, dari lingkungan dapat dilihat pola atau

perilaku organisasi dalam melaksakan fungsinya, khususnya dalam penataan kota ini. Hal ini

dapat dilihat dengan membandingkan antara perkembangan teknologi di masa lalu dengan saat

ini. Sebelum menggunakan SIG, dahulu penataan kota hanya memanfaatkan data-data numerik

padahal selain data numerik, yang terpenting dalam penataan kota adalah data spasial karena

tidak memungkinkan bagi seseorang untuk mengamati secara langsung perubahan lingkungan

yang begitu luas dan hanya memanfaatkan data-data numerik dari perizinan secara manual.

Padahal tujuan pemerintah adalah penyelenggaraan pelayanan penataan kota yang efektif, efisien,

cepat dan akurat.

Implementasi Sistem ..., Andrian Saputro, FISIP UI, 2016

Page 11: Implementasi Sistem Informasi Geografis Penataan Kota di

Faktor budaya organisasi dapat sangat terlihat di Dinas Penataan Kota karena instansi ini

terbilang instansi baru karena baru berjalan selama kurang lebih dua tahun dimana instansi ini

merupakan hasil peleburan dari Dinas Tata Ruang dan Dinas P2B pada tahun 2014. Dengan

demikian, secara tidak langsung terjadi peleburan budaya dari dua organisasi. Peneliti melihat

fenomena yang terjadi adalah bertahannya budaya organisasi yang lebih dominan. Hal ini dilihat

dari konteks implementasi SIG yang merupakan hasil pengembangan dari aplikasi yang

digunakan oleh Dinas P2B dan diinisiasi oleh orang-orang yang dahulu merupakan anggota

organisasinya. Hal ini seharusnya dapat menjadi semangat yang baik guna mendorong

implementasi SIG untuk penataan kota. Jika hal tersebut merupakan latar belakang budaya yang

terdapat di dalam organisasi penataan kota, selanjutnya budaya yang terbentuk dengan adanya

implementasi SIG yakni anggota organisasi diharuskan mengikuti sistem yang ada dan

menggunakan SIG. Jika tidak mengikuti maka akan ada penolakan pekerjaan atau diberikan

pelatihan kembali karena dalam implementasi SIG terdapat hal yang harus diperhatikan yakni

kemampuan sumber daya manusianya. Budaya yang terbentuk ini pun tidak terlepas dari adanya

dorongan dari perubahan lingkungan terhadap organisasi Selain itu, budaya organisasi dapat

dilihat dari implementasi SIG ini masih belum diiringi dengan pengadaan pelatihan yang cukup.

Oleh karena itu, keterbatasan pelatihan sumber daya manusia ini mendorong anggota organisasi

untuk saling menularkan pengetahuan dan keahlian yang dimiliki ke anggota lain dan belajar

sendiri bersama anggota organisasi yang lain.

Kemudahan-kemudahan yang didapat dengan adanya implementasi SIG dalam organisasi

berpengaruh terhadap sistem kerja organisasi dimana jika sebelumnya menggunakan data-data

numerik, kini sudah dapat memanfaatkan data geospasial karena penataan kota memiliki senjata

utama yakni peta sehingga dalam pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan based on

map. Implementasi SIG mampu mengubah budaya kerja organisasi untuk terbiasa dengan suatu

bentuk teknologi baru guna mencapai efektivitas dan efisiensi kerja. Terbentuknya budaya yang

baru dengan implementasi SIG diharapkan dapat mengubah sistem yang ada dalam penataan kota

dimana keterbukaan data dan informasi menjadi hal yang sangat penting. Data dan informasi

yang dapat diakses oleh publik atau banyak pihak menjadi tujuan utama dengan implementasi

SIG, tentunya tetap ada batas-batas terkait data yang dapat di publish dan data internal. Selain itu,

faktor budaya juga dapat dilihat dari bagaimana interaksi yang ada di dalam organisasi sebagai

bentuk implikasi pembagiaan tugas dan wewenang berdasarkan hierarki atau struktur. Hal ini

Implementasi Sistem ..., Andrian Saputro, FISIP UI, 2016

Page 12: Implementasi Sistem Informasi Geografis Penataan Kota di

terkait dengan keterlibatan pihak-pihak di luar organisasi dan SIG yang diimplementasikan sesuai

dengan fungsi Dinas Penataan Kota terutama dalam pembuatan peta dan penyedia data serta

informasi geospasial. Jika sebelumnya Dinas Tata Ruang melaksanakan fungsi perencanaan tata

ruang dan Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan melaksanakan fungsi terkait perizinan

dan tindak lanjut di lapangan. Kini, Dinas Penataan Kota cenderung fokus pada perencanaan

penaataan kota, sedangkan perizinan dilimpahkan ke Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(BPTSP). Dinas Penataan Kota memberikan informasi geospasial yang dibutuhkan oleh BPTSP

untuk menentukan dan mengeluarkan produk perizinan.

Faktor struktur organisasi cenderung melihat dari struktur birokrasi yang berjalan. Dengan

struktur Dinas Penataan Kota yang ada dimana implementasi serta pengembangan SIG ini

melekat pada unit kerja pengelolaan sistem informasi tertentu akan menghambat implementasi

terutama dari sisi penganggaran karena penganggaran dilakukan secara umum yakni

penganggaran mengikuti kegiatan unit kerja lain sehingga sangat terbatas jumlahnya ditambah

proses pengembangan dilakukan secara sendiri tanpa melibatkan pihak ketiga. Selanjutnya,

terkait faktor struktur erat kaitannya dengan perencanaan dan pengembangan SIG dalam

penataan kota. Selain dari perencanaan dan pengembangan sistem tentu juga harus diiringi

dengan evaluasi sistem. Keseluruhan fungsi itu dijalankan sendiri dan langsung oleh Dinas

Penataan Kota khususnya di Bidang Pengendalian Pemanfaatan Ruang.

Faktor standar prosedur juga menentukan dalam konteks implementasi SIG dalam

organisasi. SIG seharusnya dilihat bukan hanya sekedar sebagai alat bantu atau pelengkap

melainkan sebagai suatu sistem dalam penataan kota. Paradigma ini yang seharusnya juga

mengiringi pengembangan sistem informasi. Beberapa pertimbangan dimana SIG bukan sekedar

alat bantu: (a) SIG bukanlah tools untuk menampilkan data spatial; (b) SIG menjadi sebuah

kebutuhan untuk membuat kebijakan. Kebijakan dalam kerangka ruang memerlukan dukungan

informasi spatial yang akurat hasil dari analisis spatial dengan basis data yang lengkap dan up

date; (c) SIG menjadi database yang terus berkembang dan di update dalam keseluruhan

pengambilan keputusan terkait ruang (IFACS, 2016). Implementasi SIG untuk penataan kota

belum diiringi dengan standar prosedur maupun kebijakan yang jelas. Pengaturan baru sebatas

berupa Urusan Wajib Program Kerja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017. Salah

satu program adalah penerapan teknologi atau pengembangan sistem informasi tata ruang dengan

indikator kinerja yang akan dicapai antara lain: Persentase Kepuasan Masyarakat Pemohon

Implementasi Sistem ..., Andrian Saputro, FISIP UI, 2016

Page 13: Implementasi Sistem Informasi Geografis Penataan Kota di

Pelayanan; Kecepatan penyelesaian pelayanan ketatakotaan. Standar prosedur secara langsung

yang mengatur pengembangan dan implementasi SIG belum ada, standarisasi baru sebatas pada

standar peta khususnya dalam hal koordinat pemetaan. Belum adanya standar prosedur yang

jelas dan secara langsung mengatur mengenai implementasi SIG untuk penataan kota disebabkan

karena paradigma terhadap SIG masih sebatas alat bantu. Saat suatu sistem dianggap penting dan

menjadi kebutuhan maka pemerintah akan mengupayakan optimalisasi melalui dukungan

administratif berupa regulasi baik peraturan perundang-undangan maupun pedoman dan petunjuk

pelaksanaan/teknis. Hal ini tentu membutuhkan kesadaran dari seluruh pihak terkait. Masih

minimnya kesadaran akan SIG pun terlihat dari inisiasi pengembangan dan implementasi SIG

yang berasal langsung dari Dinas Penataan Kota sehingga tanggung jawab pun ditanggung

sendiri. Dinas Penataan Kota diberi kebebasan untuk mengembangkan sistem yang dibutuhkan

dan sesuai untuk menjalankan fungsinya. Selain itu, kebijakan juga diperlukan untuk mengatur

terkait hasil output dari SIG yang harus disesuaikan dengan standar pemetaan untuk

meningkatkan akurasi atau ketepatan peta terhadap kondisi nyata di lapangan.

Faktor proses bisnis dalam konteks ini maksudnya adalah cara organisasi melakukan

koordinasi dan mengarahkan penggunaan pemanfaatan SIG untuk kepentingan dan keperluan

penataan ruang. Implementasi SIG digunakan untuk perencanaan tata ruang terkait dalam

pembuatan peraturan atau Perda, pengawasan dan penertiban ruang dan bangunan, serta SIG

untuk kebutuhan pemanfaatan ruang yang masih dalam proses pengembangan berupa plotting

Surat Izin Penggunaan Tanah (SIPT) ke dalam peta digital. Selanjutnya, implementasi SIG dalam

penataan kota secara fungsional ditujukan untuk menjalankan fungsi perencanaan serta

pengawasan dan penertiban dimana fungsi tersebut merupakan tugas pokok dari Dinas Penataan

Kota, meskipun khusus untuk pengawasan masih menghadapi keterbatasan data. Selain itu,

implementasi SIG juga diarahkan untuk urusan terkait Ruang Terbuka Hijau (RTH) khususnya

pemakaman, meskipun masih dalam pengembangan. Bentuk nyata dari implementasi SIG dalam

penataan kota dapat dilihat dari produknya yakni RDTR dan Peraturan Zonasi. Output dari SIG

digunakan untuk pembuatan perencanaan peraturan daerah yang natinya setelah disahkan

menjadi produk hukum seperti RDTR dan Peraturan Zonasi.

Faktor politik juga berpengaruh terhadap implementasi SIG untuk penataan kota dilihat

dari perbedaan persepsi anggota organisasi terhadap perubahan yang berbeda-beda. Sebagian ada

yang merasa terbantu dan dimudahkan dengan adanya SIG, tetapi sebagian lagi merasa dipersulit

Implementasi Sistem ..., Andrian Saputro, FISIP UI, 2016

Page 14: Implementasi Sistem Informasi Geografis Penataan Kota di

dan lebih rumit dengan adanya SIG. Selain itu, faktor politik juga dilihat dari bentuk dukungan

Pemerintah atau instansi-instansi di atasnya karena dapat mempengaruhi dari sisi anggaran dan

kebijakan. Sejauh ini belum ada dukungan yang berarti yang diberikan instansi di atas Dinas

Penataan Kota selain melalui penganggaran dan jumlahnya pun masih terbatas. Faktor politik

diwujudkan dengan bentuk dukungan administratif, politis, maupun finansial. Namun, belum

adanya dukungan secara politik dari pemerintah pusat dalam implementasi SIG untuk penataan

kota. Dukungan yang ada sama seperti dari sisi standar prosedur yakni baru dari hal terkait

pemetaan yang berupa proses asistensi atau pendampingan dalam penentuan koordinat peta

sesuai dengan standar nasional yang dikeluarkan oleh Badan Informasi Geospasial.Belum

adanya dukungan dari pusat juga disebabkan perbedaan tingkat pelaksanaan tugas dimana Dinas

Penataan Kota merupakan dinas teknis sehingga hal-hal teknis seperti implementasi SIG untuk

penataan kota menjadi urusan dinas sendiri, sedangkan pihak-pihak di tingkat atas hanya

mengurus hal-hal terkait kebijakan dengan memanfaatkan data dan informasi yang diperoleh dari

Dinas Penataan Kota. Sudut pandang antara satu pihak dengan pihak lain masih bersifat parsial

dan tidak dilihat secara holistik dimana kebutuhan SIG menjadi kebutuhan seluruh pihak karena

hasil dari SIG dimanfaatkan juga oleh pihak lain meskipun secara teknis penggunaannya

dilakukan oleh Dinas Penataan Kota. Selain itu, ego sektoral juga masih melekat dalam diri

instansi-instansi yang ada sehingga hal ini justru menghambat padahal yang dibutuhkan adalah

dukungan. Di samping itu, ego sektoral ini juga menyebabkan koordinasi antar pihak tidak

terjalin. Faktanya yang terjadi adalah sikap seolah-olah membiarkan dan mengacuhkan karena

kurangnya kesadaran dan perhatian. Terakhir, dari minimnya dukungan yang ada berdampak

pada cenderung lemahnya koordinasi antar pihak terkait. Dinas Penataan Kota terlihat berjalan

sendiri dan dukungan hanya dari segi anggaran namun jumlahnya pun dapat dikatakan masih

cukup terbatas.

Faktor keputusan manajemen cenderung mempertimbangkan bagaimana organisasi

mengontrol dan mengendalikan reaksi organisasi terhadap perubahan atas implementasi SIG

untuk pelaksanaan penataan kota. Dengan kata lain, dukungan dari top level manajemen internal

dimanifestasikan dalam bentuk pelatihan sumber daya manusia internal dinas yang dianggarkan

setiap setahun sekali. Selain itu, juga melalui anggaran untuk pengembangan SIG meskipun

jumlahnya cenderung terbatas karena SIG membutuhkan anggaran yang tidak sedikit untuk

hardware, software, lisensi program, hingga biaya maintenance.

Implementasi Sistem ..., Andrian Saputro, FISIP UI, 2016

Page 15: Implementasi Sistem Informasi Geografis Penataan Kota di

Faktor peluang yang ada adalah Dinas Penataan Kota sebagai SKPD teknis yang

menangani langsung isu dan permasalahan tata ruang di DKI Jakarta memiliki peluang untuk

menjadi pioneer untuk menyediakan data spasial yang berada pada satu basis data terintegrasi

dan terpusat dengan menyediakan akses bagi users dari instansi-instansi lain terkait dalam

penataan kota sehingga dapat menggunakan data spasial yang tersedia untuk diolah sesuai

kebutuhan masing-masing. Selain itu, peluang untuk mengembangkan SIG cukup besar guna

memberikan data dan informasi yang tidak hanya untuk kepentingan pihak-pihak terkait

melainkan juga demokratisasi pengetahuan yakni keterbukaan kepada masyarakat karena

partisipasi masyarakat dalam penataan kota juga diperlukan dalam penataan kota baik dalam

perencanaan hingga pengawasan langsung di lapangan.

Kesimpulan

Implementasi Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam Penataan Kota di DKI Jakarta

sudah dikembangkan dan diarahkan untuk menunjang tugas dan fungsi instansi meskipun masih

bersifat parsial, internal dan baru mencakup unit kerja perencanaan serta pengawasan dan

penertiban sehingga belum mampu memberikan keterbukaan akses data dan informasi spasial

kepada pihak-pihak di luar instansi terutama masyarakat. Implementasi juga masih dihadapkan

pada keterbatasan-keterbatasan baik sumber daya di dalam maupun di luar organisasi yang

cenderung dipengaruhi oleh faktor-faktor organisasional yakni lingkungan, budaya, struktur,

standar prosedur, proses bisnis, politik, keputusan manajemen dan peluang.

Saran

Demi mengoptimalkan implementasi SIG Penataan Kota di DKI Jakarta, maka peneliti

memberikan beberapa saran terkait implementasi Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam

Penataan Kota di DKI Jakarta sebagai berikut.

1. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Penataan Kota sebagai SKPD teknis

mengintegrasikan Sistem Informasi yang parsial menjadi suatu SIG yang terpusat. SIG

Lumbung memiliki potensi yang baik sebagai SIG Penataan Kota yang dapat digunakan

Implementasi Sistem ..., Andrian Saputro, FISIP UI, 2016

Page 16: Implementasi Sistem Informasi Geografis Penataan Kota di

untuk perencanaan tata ruang, pemanfaatan tata ruang serta pengendalian pemanfaatan

tata ruang.

2. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Penataan Kota meningkatan koordinasi

dengan pihak-pihak terkait pelaksanaan penataan ruang dan berkomitmen bersama untuk

mengoptimalkan kelengkapan dan kualitas sumber data spasial, serta diiringi keterbukaan

akses informasi dan data spasial hingga untuk intansi di luar Dinas Penataan Kota yang

terkait dalam pelaksanaan penataan kota sampai pada level masyarakat.

3. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan dukungan secara politis dan administratif

terhadap implementasi SIG dalam penataan kota karena kebutuhan SIG bagi penataan

kota bukan hanya sekedar alat bantu (tools) melainkan suatu sistem yang sangat erat

dengan pemetaan, data-data spasial dan geografis. Peta menjadi media atau perangkat

utama dalam pelaksanaan penataan kota.

Daftar Referensi

Buku:

Aronoff, Stand. 1993. Geographic Information Systems : A Management Perspective. Canada:

WDL Publication.

Castle, G.H. 1993. Profiting from a Geographic Information System. Fort Collins Colorado : GIS

World Book, GIS World Inc.

Date, C.J. 2004. An Introduction and Database System. Boston: Addison-Wesley.

Davies, P.B. 2004. Database Systems Third Edition. New York: Palgrave Macmillan.

Davis, Gordon B. 1993. Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen. Terjemahan, Seri

Manajemen 90-A. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo.

Ellen K, Cromley et al. 2001. GIS and Public Health. New York: The Guilford Press.

Laudon, K.C. and Laudon, J.P. 1998. Management Information Systems, New Approaches to

Organisation and Technology, Fifth Edition. New Jersey: Prentice Hall.

Neuman, W. Lawrence. 2006. Social Research Method: Qualitative and Quantitative

Approaches, Sixth Edition. USA: Pearson.

Raymond McLeod, J. 2007. Management Information System. Jakarta: Salemba Empat.

Satar, Musnanda. 2012. Aplikasi GIS dalam Penataan Ruang. Jakarta: IFACS.

Implementasi Sistem ..., Andrian Saputro, FISIP UI, 2016

Page 17: Implementasi Sistem Informasi Geografis Penataan Kota di

Jurnal:

Belanger, F, and Carter, L. 2008. Trust and Risk in E-Government Adoption Journal of Strategic

Information Systems. 17. 165-176.

Bundock, L. 1996 Factors that Influence The Success of a GIS Application Implementation. In

Proceedings of the 24th Annual International Conference and Technical Exhibition of the

Australasian Urban and Regional Information Systems Association Incorporated (Hobart

25th–29th November 1996: AURISA ’96 Hobart), p. 48-57.

Campbell, H. 1996. Theoretical Perspectives on The Diffusion of GIS Technologies. In GIS

Diffusion: The adoption and Use of Geographical Information Systems in Local

Government in Europe, edited by I. Masser, H. Campbell, and M. Craglia (London, UK;

Bristol, PA: Taylor and Francis). p. 23-45.

Chan, T.O. and Williamson, I.P. 1995. Justification of GIS as an Infrastructure Investment –

Some Observations Regarding GIS Management in Victoria. In Proceedings of the 23rd

Annual Conference and Technical Exhibition of the Australasian Urban and Regional

Information Systems Association Incorporated (Melbourne, 20th–24th November 1995:

AURISA ’95). P.492-503.

Chan. T.O. and Williamson. I.P. 1996. The Complimentary Development of GIS and Information

Technology within a Government Organisation. In Proceedings of the 37th Australian

Surveyors Congress (Perth, 13th–18th April 1996: The Institution of Surveyors Australia,

West Australian Division). p.445-454.

Craglia, W.J. and Masser, I. 1996. Introduction. In GIS Diffusion: The Adoption and Use of

Geographical Information Systems in Local Government in Europe, edited by I. Masser,

H. Campbell and M. Craglia (London, UK; Bristol, PA: Taylor and Francis). p.1-6.

Ferrari, R. and Onsrud, H.J. 1995 Understanding Guidance on GIS Implementation: A

Comprehensive Literature Review. Technical Report (No. 95-13). National Centre for

Geographic Information Analysis (NCGIA).

Jankovic, Dejan and Milidragovic, Radmila. 2011. Model For Improving Spatial Planning Area

Management in Local Government: Implementation of GIS Technology, Annals of

Faculty Engineering Hunedoara, International Journal of Engineering, Tome IX,

Fascicule 1.

Rogers, E.M.. 1995. Diffusion of Innovations, Fourth Edition. New York: The Free Press.

Implementasi Sistem ..., Andrian Saputro, FISIP UI, 2016

Page 18: Implementasi Sistem Informasi Geografis Penataan Kota di

Schmidt, K. 1994. Establishing GIS Functionality in The Operations of Local Government. In

URISA. p.60-68.

Sumber Lainnnya:

Budianto. 2011. Konsep Tata Ruang Kota Harus Mencapai Keselarasan. Diakses pada

www.umy.ac.id/konsep-tata-ruang-kota-harus-mencapai-keselarasan.html tanggal 18

Oktober 2014 pukul 18.43 WIB

Desyani. 2013. Alih Fungsi Lahan Sebabkan Banjir Kuningan. Diakses pada

http://www.tempo.co/read/news/2013/02/07/083459796/Alih-Fungsi-Lahan-Sebabkan-

Banjir-Kuningan tanggal 12 September 2014 pukul 22.12 WIB.

Purnamasari, Ratih. 2013. Ada apa dengan Rencana Tata Ruang Jakarta 2030?. Diakses pada

http://jakarta.kompasiana.com/layanan-publik/2013/06/05/ada-apa-dengan-rencana-tata-

ruang-jakarta-2030-562374.html tanggal 13 September 2014 pukul 10.28 WIB

Siregar, M. Jehansyah. 2014. Banjir Jakarta dan Inefektifitas Tata Ruang di Indonesia. Diakses

pada 13 September 2014 pukul 10.43 WIB

Wiwoho, Laksono Hari. 2014. Banjir Jakarta akibat Kesalahan Tata Ruang Bertahun-tahun.

Diakses pada

http://megapolitan.kompas.com/read/2014/01/22/2156212/Banjir.Jakarta.akibat.Kesalaha

n.Tata.Ruang.Bertahun-tahun tanggal 13 September 2014 pukul 10.35 WIB.

Implementasi Sistem ..., Andrian Saputro, FISIP UI, 2016