infeksi luka jahit pasca appendectomy

Upload: teru-kira

Post on 05-Nov-2015

30 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sjsjsjrsjr

TRANSCRIPT

KERANGKA SKRIPSIMENILAI ANGKA KEJADIAN INFEKSI LUKA JAHIT PASCA APPENDECTOMY DI RSPAD GATOT SOEBROTO JAKARTA

BAB I:PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang Masalah1.2. Perumusan Masalah1.3. Tujuan Penelitian1.4. Metode Penelitian pindahin ke bab 31.4.1. Definisi Operasional1.4.2. Populasi dan Sampel1.4.3. Teknik Pengumpulan Data1.4.4. Analisis DataBAB II:TINJAUAN KEPUSTAKAAN2.1. Definisi dan Patofisiologi2.1.1. Appendisitis Akut2.1.2. Appendectomy2.1.3. Komplikasi Pasca Appendectomy2.1.4. Infeksi Luka Jahit2.1.5. Patofisiologi Appendisitis Akut2.1.6. Patofisiologi Infeksi Luka Jahit2.2. Kejadian Penyakit2.3. Manifestasi Klinik2.3.1. Manifestasi Klinik Appendisitis Akut2.3.2. Manifestasi Klinik Infeksi Luka Jahit2.4. Diagnosis2.5. Penanganan2.6. Usaha Pencegahan2.7. Publikasi TerakhirBAB III:HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN3.1. Hasil Penelitian3.2. PembahasanBAB IV:KESIMPULANBAB V:SARANDAFTAR KEPUSTAKAAN

BAB IPENDAHULUANI.1. Latar Belakang MasalahAppendisitis atau yang lebih dikenal masyarakat awam sebagai penyakit radang usus buntu bukanlah merupakan hal yang baru di Indonesia. Appendisitis apertama kali ditemukan oleh Claudius Amyand, seorang ahli bedah di Rumah Sakit Westminister & St. Georges pada tahun 1736. Saat itu beliau tengah mengoperasi seorang anak kecil berusia 11 tahun dengan diagnosa kerja hernia disertai fistula. Pada tahun 1755, Heister mengatakan bahwa mungkin yang dimaksud appendix adalah lokasi inflamasi primer akut pada pasien dengan keluhan nyeri di perut bagian kanan bawah (Maingots hal. 1191).Pada awalnya Appendisitis lebih dikenal dengan istilah typhlitis dan perityphlitis yang artinya gejala penyerta berupa inflamasi dan perforasi (dipublikasikan oleh Bright dan Addison pada tahun 1839) dan terus digunakan hingga akhir abad ke 19. Profesor Fitz dari Fakultas Kedokteran Universitas Harvard adalah orang yang pertama kali memberikan penjelasan yang logis dan ilmiah mengenai appendisitis pada tahun 1886. Beliau mengatakan pada kasus typhlitis yang paling fatal ditemukan caecum yang intak dan appendix yang mengalami ulserasi dan perforasi. Beliau pula yang mengganti istilah typhlitis dengan appendicitis. (Maingots hal. 1191).Terapi definitif untuk appendicitis adalah dengan terapi operatif atau yang lebih dikenal dengan istilah appendectomy. Terapi operatif tersebut telah berulang kali mengalami evolusi sejak pertama kali diuji coba oleh Hanock pada tahun 1848. (Maingots hal. 1191). Akan tetapi appendectomy baru dipublikasikan pada forum ilmiah kedokteran pada tahun 1886 oleh Kronlein, walaupun pasien yang menjadi subjek penelitiannya meninggal 2 hari pasca operasi. Dua tahun kemudian McBurney di New York menjadi orang yang pertama kali menemukan diagnosis dini dan intervensi operatif dini untuk appendicitis. Bahkan beliau memberi nama lokasi untuk insisi appendectomy dengan namanya. (Maingots hal. 1192).Pada penelitian selanjutnya ditemukan angka keberhasilan yang tinggi pada appendectomy apabila appendix belum mengalami perforasi, tetapi tingkat kegagalan juga tinggi pada appendectomy apabila appendix telah mengalami perforasi dan menimbulkan komplikasi berupa infeksi pada peritoneum atau yang lebih dikenal dengan istilah peritonitis (Maingots 1192). Insidensi appendicitis akut di Amerika Serikat adalah 1,1/1000 penduduk per tahun, sedangkan di Afrika dan Asia prevalensinya lebih rendah akan tetapi cenderung meningkat karena pola diet masyarakat yang mengikuti masyarakat barat. Di Indonesia insidensi appendicitis akut jarang dilaporkan, bahkan hampir tidak pernah. Ruchiyat dkk pada tahun 1983 pernah melaporkan insidensi appendicitis akut pada pria 242 kasus sedangkan pada wanita ditemukan 218 kasus dari keseluruhan 460 kasus. (sumber : http://ilmubedah.info/definisi-insiden-patogenesis-diagnosis-penatalaksanaan-penyakit-apendisitis-akut-20110202.html)Salah satu komplikasi appendectomy yang masih sering terjadi hingga sekarang adalah infeksi luka jahit pasca appendectomy. Wang dan Wilson di Amerika Serikat menemukan 93 kasus infeksi luka jahit pasca appendectomy dalam periode 1955 hingga 1975 atau sekitar 8 % dari total kasus. (Maingots hal. 1121). Hingga saat ini penulis belum berhasil menemukan satupun karya tulis maupun disertasi atau thesis mengenai infeksi luka jahit pasca appendectomy di Indonesia. Padahal menurut keterangan mantan Kepala SMF Bedah Digestif RSPAD Gatot Soebroto Jakarta (dr. H. Boediono Soehendro SpB. KBd., Brigjen Purn.) angka kejadian infeksi luka jahit pasca appendectomy di RSPAD Gatot Soebroto kerap kali ditemukan walau tidak terlalu tinggi. Hal inilah yang mendorong penulis untuk meneliti lebih jauh tentang angka kejadian infeksi luka jahit pasca operasi appendectomy.

I.2. Perumusan MasalahPerumusan masalah yang dapat diajukan dalam bentuk pertanyaan penelitian adalah :1. Seberapa besar angka kejadian infeksi luka jahit pasca appendectomy?2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi munculnya infeksi luka jahit pasca appendectomy?3. Faktor-faktor resiko apa saja yang dapat mempengaruhi munculnya infeksi luka jahit pasca appendectomy?I.3. Tujuan PenelitianTujuan penelitian ini adalah :1. Mengetahui angka kejadian infeksi luka jahit pasca appendectomy di SMF. Bedah RSPAD Gatot Soebroto Jakarta.2. Mengetahui faktor-faktor penyebab dan faktor-faktor resiko yang dapat menimbulkan infeksi luka jahit pasca appendectomy di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta.

I.4. Metode PenelitianI.4.1. Definisi Operasional1.4.1.1. Infeksi Luka Jahit Pasca AppendectomyPenderita appendicitis akut maupun kronik setelah dilakukan pembedahan appendectomy, datang dengan gejala dan tanda appendicitis, belum pernah dioperasi pada daerah abdomen dan bukan karena tumor. Keluhan timbul ketika pasien menjalani perawatan setelah pembedahan di Ruang Perawatan Bedah RSPAD Gatot Soebroto Jakarta.1.4.1.2. Faktor-faktor yang dinilaiMasa Pra Rumah SakitKurun waktu ini dihitung sejak timbul gejala appendicitis (nyeri akut abdomen) sampai penderita datang di rumah sakit. Dinyatakan dalam hari.Masa Pra BedahKurun waktu ini dihitung sejak penderita datang di rumah sakit sampai operasi dimulai. Dinyatakan dalam jam.Faktor-faktor KlinisFaktor-faktor klinis yang diperoleh dengan mudah dan lengkap secara retrospektif adalah nadi, suhu, hitung leukosit, flatus, distensi abdomen, nyeri hebat menetap, nyeri tekan, defans muskulare, status lokalis luka jahit operasi.I.4.2. Populasi dan SampelPada penelitian ini tidak dilakukan penarikan sampel. Penelitian ini ditujukan pada semua penderita dewasa, dengan diagnosa kerja appendicitis akut, setelah pembedahan, yang dioperasi sejak Januari 2010 sampai dengan Januari 2011, di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta, dengan n = x.I.4.3. Teknik Pengumpulan DataData diperoleh secara retrospektif dari buku rekam medik.I.4.4. Analisis DataPenderita yang dioperasi dibagi dalam kelompok kelamin pria dan kelompok kelamin wanita. Masing-masing kelompok ini dibagi lagi atas subkelompok dengan infeksi luka jahit pasca pembedahan dan luka jahit tanpa infeksi pasca pembedahan.Dibuat tabulasi data meliputi keterangan umum, data observasi klinis prabedah, dan data observasi klinis pasca bedah.Signifikansi diuji dengan chi-square test.

BAB IITINJAUAN KEPUSTAKAAN2.1. Anatomi Appendix

Appendix muncul dari aspek posteromedial pada caecum, sekitar 2.5 cm dibawah valvula ileocaecal. Merupakan satu-satunya organ pada tubuh yang tidak memiliki posisi anatomis konstan; bahkan pada faktanya, bentuk konstannya adalah bentuk asal dari caecum, dimana organ ini tumbuh dari lokasi terdapat tiga taenia coli yang bersatu. Panjangnya bervariasi antara 1-25 cm, tapi memiliki panjang rata-rata 5-10 cm. Posisi appendix yang bervariasi adalah sebagai berikut : paracolic (appendix berada di antara sulcus pada bagian luar dari caecum), retrocecal (organ berada di belakang caecum dan bahkan dapat terletak ekstraperitoneal parsial atau total)

2.2. Appendicitis Akut2.2.1. InsidensiAppendicitis akut adalah penyebab tersering dari pembedahan abdomen akut di Inggris, namun karena notifikasi dari penyakit ini tidak dibutuhkan, maka angka kejadiannya tidak diketahui.Pieper dan Kager, dalam penelitian yang berhati-hati dari Swedia, memperkirakan angka kejadian tahunan adalah 1.33 kasus appendicitis per seribu dari populasi pria dan 0.99 per seribu dari populasi wanita (perbedaan ini adalah signifikan secara statistik, P = .002). Pada penelitian ini dari 971 kasus, usia pasien berkisar antara 1 hingga 89 tahun, dengan median 22 tahun. Dua puluh lima persen dari pasien berusia dibawah 14 tahun, dan 75 % berusia dibawah 33 tahun. Walaupun penulis ini tidak menemukan bukti menurunnya angka kejadian appendicitis akut, penelitian lain telah mengindikasikan angka penurunan yang stabil dari appendicitis dan appendectomy.2.2.2. Distribusi Geografik2.2.3. Patologi2.2.4. Fekalit Appendiceal2.2.5. Manifestasi Klinis2.2.6. Kesulitan Dalam Diagnosis2.2.6.1. Appendicitis Pada Anak2.2.6.2. Appendicitis Pada Lansia2.2.6.3. Appendicitis Pada Kehamilan2.2.7. Studi Diagnostik2.2.7.1. Tes Hitung WBC2.2.7.2. Pemeriksaan Urine2.2.7.3. Pemeriksaan Radiologi2.2.7.4. Ultrasonografi2.2.7.5. Laparoskopi2.2.8. Diagnosis Banding2.2.9. Penatalaksanaan2.2.9.1. Persiapan Praoperatif2.2.9.2. Pilihan Insisi2.2.9.3. Appendectomy Retrograde2.2.9.4. Massa Appendiceal2.2.9.5. Appendectomy Laparoscopic2.2.10. Terapi Antibiotik2.2.11. Komplikasi Pasca Operatif2.2.11.1. Ileus Paralitik2.2.11.2. Komplikasi Septik2.2.11.3. Ruptur Dinding Sekum2.2.11.4. Perdarahan2.2.11.5. Komplikasi Awal2.2.12. Tingkat Mortalitas2.3. Appendicitis Kronik2.4. Patofisiologi Infeksi Luka Jahit

This study investigated the use of antibiotics in the treatment of wound infections after appendectomy. The subjects were 72 patients with post-operative wound infections at a district general hospital in Jordan. All patients received daily antiseptic dressings with povidoneiodine 10% in alcohol. The patients were randomized in a single-blind trial to receive either no antibiotics or parenteral antibiotics metronidazole and cefoxitin. There was no significant effect of antibiotic use in patients with early inflamed or severely inflamed appendicitis. However, for patients with perforated appendicitis the mean length of hospital stay and the mean frequency of change of dressings were significantly reduced. We conclude that antibiotics do not offer any advantage in post-appendectomy wound infections except for cases of perforated appendixDalam studi ini dilakukan penelitian terhadap penggunaan antibiotik pada infeksi luka jahit pasca appendectomy. Subjek penelitian adalah 72 pasien Rumah Sakit Umum Pusat Jordania dengan infeksi luka jahit pasca appendectomy. Seluruh pasien diberi salep antiseptik stiap hari yang dicampur dengan povidone-iodine 10% dalam alkohol. Menggunakan single-blind trial, pasien secara acak ada yang tidak diberi antibiotik dan ada yang diberi antibiotik parenteral metronidazole dan cefotixin. Tidak terdapat efek yang signifikan dari pemberian antibiotik pada pasien appendicitis dengan inflamasi berat. Namun demikian, pasien appendicitis dengan perforasi memiliki rata-rata durasi rawat inap yang lebih cepat dan luka jahitnya lebih cepat kering dan membaik. Kesimpulan dari penelitian ini adalah antibiotik tidak memberi keuntungan apapun pada infeksi luka jahit pasca appendectomy kecuali untuk kasus appendix perforata. (sumber : http://www.emro.who.int/publications/emhj/0804_5/management.htm) In a prospective, randomized, nonblind clinical trial, single-dose intrarectal metronidazole prophylaxis reduced significantly (p < 0.005) the rate of wound infection after appendectomy. A single 1 g metronidazole suppository was given 1 hour before operation. Metronidazole prophylaxis particularly prevented anaerobic infections caused by Bacteroides species, which were the most common bacteria recovered from the pus in the control group. No side effects attributable to the use of metronidazole could be detected.

Pada penelitian ini dilakukan sebuah uji klinik non-blind, random, prospektif, profilaksis metronidazole intra-rektal dosis tunggal dapat menurunkan tingkat infeksi luka jahit pasca appendectomy secara signifikan (p < 0.005). Dosis tunggal metronidazole 1 gram suppositoria diberikan 1 jam sebelum operasi. Profilaksis metronidazole bekerja mencegah infeksi yang disebabkan oleh spesies Bacteriodes, yang merupakan bakteri tersering penyebab infeksi luka jahit. Bakteri ini berasal dari pus pada kelompok kontrol.

WEBSITE RUJUKANhttp://www.tcmwell.com/TCMDiseases/Chirurgery/How-to-prevent-wound-infection-after-appendectomy.htmlhttp://www.betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcarticles.nsf/pages/Appendicectomyhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2586807#http://www.emro.who.int/publications/emhj/0804_5/management.htmhttp://emedicine.medscape.com/article/188988-overview#a0104 (patofisiologi infeksi)http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/0002961082900782