infeksi sekunder pada covid-19
TRANSCRIPT
Infeksi SekunderPada COVID-19
Erlina Burhan
Departemen Pulmonologi dan IlmuKedokteran Respirasi FKUI
RSUP Persahabatan
Pendahuluan
• Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) merupakan suatupenyakit yang menjadi pandemi di dunia disebabkanoleh virus SARS-CoV-2
• Menyebar dengan sangat cepat ke berbagai negara
• Data Indonesia per 26 September 2020 :• 271.339 kasus positif,
• 199.403 kasus sembuh,
• 10.308 meninggal.
1. WHO Coronavirus Disease (COVID-19) Dashboard [Internet]. Covid19.who.int. 2020 [cited 5 September 2020]. Available from: https://covid19.who.int/2. COVID-19 G. Peta Sebaran | Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 [Internet]. covid19.go.id. 2020 [cited 5 September 2020]. Available from:
https://covid19.go.id/peta-sebaran
Infeksi Sekunder Pada COVID-19
• Infeksi bakteri sekunder merupakakan salah satukomplikasi yang sering terjadi pada infeksi virus dan berhubungan dengan meningkatnya mortalitas danmorbiditas
• Zhou, et al → sebanyak 19, 50% pasien dengan Covid-19 meninggal dengan infeksi bakteri sekunder:
• dari 191 pasien COVID-19, terdapat 28 pasien (15%) denganinfeksi sekunder. Dari 28 pasien dengan infeksi sekunder, 27 pasien meninggal. Namun banyak faktor lain yang mempengaruhi (faktor komorbid lain)
• Chen, et al → terdapat koinfeksi bakterial dan fungal pada COVID-19
1. Zhou F, Yu T, Du R, Fan G, Liu Y, Liu Z, et al. Clinical course and risk factors for mortality of adult inpatients with COVID-19 in Wuhan, China: a retrospective cohort study. The Lancet.
2020 Mar;395(10229):1054–62.
2. Chen N, Zhou M, Dong X, Qu J, Gong F, Han Y, et al. Epidemiological and clinical characteristics of 99 cases of 2019 novel coronavirus pneumonia in Wuhan, China: a descriptive
study. The Lancet. 2020 Feb;395(10223):507–13.
• Tingginya mortalitas pasien dengan infeksisekunder tidak dapat dipastikan sebagaiakibat langsung adanya infeksi sekunderkarena terdapat faktor lain yang dapatmempengaruhi pada penelitian ini
1. Zhou F, Yu T, Du R, Fan G, Liu Y, Liu Z, et al. Clinical course and risk factors for mortality of adult
inpatients with COVID-19 in Wuhan, China: a retrospective cohort study. The Lancet. 2020
Mar;395(10229):1054–62.
Penggunaan Antibiotik pada COVID-19
• WHO merekomendasikan untuk TIDAK menggunakan antibiotik
sebagai terapi ataupun profilaksis pada pasien COVID-19
gejala ringan
• Antibiotik pada gejala sedang COVID-19 HANYA diberikan jika
terdapat tanda klinis infeksi bakteri
• Antibiotik dapat dipertimbangkan pada pasien usia lanjut,
perawatan lama, atau anak < 5 tahun
• Pada gejala berat COVID-19, antibiotik empiris dapat
diberikan. Dianjurkan untuk melakukan kultur terlebih dahulu
1. WHO, Clinical Management of COVID-19. Geneva. 2020
WHO
• Terdapat koinfeksi yang disebabkan oleh bakteri
• Untuk pasien suspek atau terkonfirmasi COVID-19 yang moderate atau severe
NICE (National Institute for Health and Care Excellence), UK
• Untuk pasien suspek atau terkonfirmasi COVID-19 yang moderate atau severe
• Terapi berbeda dengan CAP dan HAP
• Jika antibiotic dilanjutkan, berikan selama 5 hari, kemudian dihentikan kecualiterdapat indikasi yang jelas untuk melanjutkan antibiotik.
NIH (National Institutes of Health), USA
• Beberapa ahli rutin memberikan antibiotik dengan spektrum luas pada pasienhipoksemia moderate atau severe
Kapan Menggunakan Antibiotik padaCOVID19?
*NICE guideline on COVID-19 (https://www.nice.org.uk/guidance/ng173/resources/prescribing-tables-to-guide-decision-making-about-antibiotic-choice-pdf-8719038253)
**NIH Guideline on COVID-19 (https://www.covid19treatmentguidelines.nih.gov/critical-care/pharmacologic-interventions/)
Rekomendasi WHO Terkait PenggunaanAntibiotik
• Pasien suspek COVID-19/COVID-19 ringan tidak diberikan terapi/profilaksis
antibiotik
• Pasien suspek/COVID-19 sedang, antibiotik diberikan hanya jika secara klinis
terdapat infeksi bakteri
• Pasien suspek/COVID-19 berat, penggunaan antimikroba empiris dianjurkan
untuk mengobati semua jenis pathogen, berdasarkan kondisi klinis, fokus
infeksi dan faktor risiko pasien, jika mungkin sesegera mungkin masuk
(dalam 1 jam penilaian), idealnya diambil kultur darah dan dievaluasi harian
World Health Organization. Clinical Management of COVID-19. 27 Mei 2020.
Biomarker – ProCalcitonin (PCT)
• Kadar calcitonin meningkat pada keadaan infeksi,
trauma, luka bakar, dan tumor neuro-endokrin
• Digunakan sebagai penanda infeksi bakterial vs virus
• Untuk menurunkan lamanya terapi antibiotik khususnya pada
pasien dengan penyakit ringan sampai sedang
• Kadarnya berkaitan dengan keparahan penyakitnya
• Perbaikan prediksi mortalitas bervariasi
Nomogram penggunaan antibiotik
Diagnosa CAP
Konsentrasi PCT
< 0.25 μg/mL > 0.25 − ≤ 0.5 μg/mL ≥ 0.5 − < 1 μg/mL ≥ 1 μg/mL
Antibiotik tidak dianjurkan
Antibiotik dianjurkan
Antibiotik sangat dianjurkan
Antibiotik sangat tidak dianjurkan
Christ-Crain et al. A J Respir Crit Care Med 2006; 174: 84−93
• Secara regular mengevaluasi kemungkinan penggantian antibiotik
intravena menjadi oral, dan menentukan target terapi berdasarkan hasil
mikrobiologi
• Durasi pemberian antibiotik jangka waktu sependek mungkin (5-7 hari)
• Peningkatan penggunaan antibiotik selama pandemi dapat
menyebabkan efek samping seperti infeksi Clostridioides difficile
• Program antibiotik stewardship tetap diberlakukan pada kondisi COVID-
19.
• Tatalaksana koinfeksi lain berdasarkan hasil lab dan data epidemiologi.
Rekomendasi WHO Terkait PenggunaanAntibiotik
World Health Organization. Clinical Management of COVID-19. 27 Mei 2020.
• Untuk memperoleh manfaat pasien yang optimal, klinisiharus memilih obat antibakerial yang paling poten untukwaktu yang terpendek yang diperlukan untukmengeradikasi infeksi
• Strategi pengobatan harus mencakup :• Membunuh bakteri secara efisien
• Meningkatkan kesuksesan pengobatan
• Memungkinkan pasien meninggalkan RS atau kembali bekerjalebih cepat lagi
• Menurunkan kejadian resistensi bakteri
PEMILIHAN ANTIBIOTIK
Jika sudah adahasil kultur: pilihantibiotik sesuai
hasil kultur
Berdasarkan data RS setempat
Clinical Management of COVID-19. Interim guidance. WHO. 27MAY2020. Available: file:///C:/Users/INA-
590/Downloads/WHO-2019-nCoV-clinical-2020.5-eng%20(1).pdf
Terapi Antibiotik untuk COVID-19(NICE Recommendation)
Tabel 1. Antibiotik untuk pasien >18 tahun dengan suspek CAP
TERAPI EMPIRIS ANTIBIOTIK DAN DOSIS
Antibiotik oral untuk pneumonia sedang atau berat Opsi:
- Doksisiklin: 200 mg hari pertama, kemudian 100
mg per hari
- Co-amoxiclav: 500 mg/125 mg 3x/hari dengan
Claritromisin 500 mg 2x/hari
Pada pneumonia berat dan jika tidak respons:
Levofloksasin 500 mg sehari atau 2x/hari
Antibiotik IV untuk pneumonia sedang atau berat Opsi:
- Co-amoxiclav: 1-2 g 3x/hari dengan
Claritromisin 500 mg 2x/hari
- Cefuroxime 750 mg 3 atau 4x/hari (meningkat
hingga 1,5 g 3x/hari jika infeksi berat) dengan
Claritromisin 500 mg 2x/hari
Pada pneumonia berat dan jika opsi di atas tidak
respons: Levofloxacin 500 mg 1 atau 2x/hari
TERAPI EMPIRIS ANTIBIOTIK DAN DOSIS
Antibiotik oral untuk pneumonia non-severe dan tidak
ada faktor resiko resisten
Opsi:
- Doksisiklin: 200 mg hari pertama, kemudian 100 mg
per hari
- Co-amoxiclav: 500 mg/125 mg 3x/har
- Kotrimoksazol: 960 mg 2x/hari
Jika tidak respons:
Levofloksasin 500 mg sehari atau 2x/hari
Antibiotik IV untuk pneumonia berat (Contohnya:
tanda dan gejala sepsis atau ventilator-associated
pneumonia) atau ada resiko resisten
Opsi:
- Piperacillin dengan tazobactam: 4,5 g 3x/hari,
miningkat hingga 4,5 g 4x/hari jika infeksi berat
- Ceftazidime: 2 g 3x/hari
Jika opsi di atas tidak respons: Levofloxacin 500 mg 1
atau 2x/hari
Antibiotik ditambah jika suspek atau terkonfirmasi
MRSA
- Vancomisin 15-20 mg/kg 2-3x/hari IV maksimal 2 g
per dosis
- Teicoplanin: inisial 6 mg/kg setiap 12 jam untuk 3
dosis IV kemudian 6 mg/kg/hari
- Linezolid: 600 mg 2x/hari oral atau IV
Tabel 2. Antibiotik untuk pasien >18 tahundengan suspek HAP
Antibiotik
1. Sebelumnya sehat dan tidak ada riwayat pemakaianantibiotik dalam 3 bulan terakhir
• -laktam atau -laktam ditambah anti -laktamase
• makrolid baru
2. Ada komorbid atau riwayat pemakaian antibiotik dalam3nbulan terakhir
• fluoroquinolone respirasi
(levofloxacin 750mg atau
moxifloxacin )
• -laktam or -laktam ditambah
anti -laktamase
• -laktam ditambah makrolid;
Rawat Inap
1. Non ICU • Fluoroquinolone respirasi
(levofloxacin 750mg atau
moxifloxacin )
• -lactam ditambah makrolid
Pemilihan Antibiotik pada CAP (PDPI Guideline )
Rawat Inap Antibiotik
2. ICU
Non Pseudomonas
• -lactam (cefotaxime, ceftriaxone, atau ampicillin-
sulbactam) ditambah makrolid baru atau
fluoroquinolone respirasi (levofloxacin 750mg atau moxifloxacin )
3. Kondisi khusus
* Bila kuman penyebab didugaPsedomonas
* Jika CA –MRSA dipertimbangkan
• antipneumococcal, antipseudomonal -lactam
(piperacillin-tazobactam, cefepime, imipenem, atau meropenem) ditambahciprofloxacin atau
levofloxacin (750mg)
atau
• -lactam di atas aminoglikosida dan
azithromycin
Atau
• -lactam di atas ditambah aminoglikosida dan
fluoroquinolon antipneumococcal (untuk pasien yg alergi penisilin, ganti betalaktamdengan aztreonam ) (level III)
• Tambahkan vancomycin or linezolid (level III)
•Pemilihan Antibiotik pada CAP(PDPI Guideline )
• Lansbury et al → hanya sedikitproporsi pasien COVID-19 yang mengalami infeksi sekunder
• Pasien yang dirawat di ICU memiliki proporsi lebih tinggiterhadap infeksi sekunder
• Penyebab yang paling umum→ Mycoplasam pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, dan Haemophillus influenza
• Peyebab koinfeksi virus paling banyak → Respiratory Syncytial Virus (RSV) dan Influenza A
1. Lansbury L, Lim B, Baskaran V, Lim WS. Co-infections in people with COVID-19: a systematic
review and meta-analysis. Journal of Infection. 2020 Aug;81(2):266–75.
Infeksi Sekunder pada COVID-19
• Hingga saat ini, dilaporkan bahwa terdapat kejadian
infeksi sekunder pada COVID-19
• Infeksi sekunder biasanya terjadi pada pasien COVID-19
yang dirawat di ICU
Antibiotic Management for Pneumonia in PUI (Patient Under Investigation) and Confirmed COVID-19 Patients
*Michigan Medicine : dikategorikan Rumah Sakit terbaik di USA tahun 2019 - 2020
Rekomendasi Michigan Medicine (Pathway A) : Penggunaan ampicillin sulbactam + Azithromycin pada lini pertama terapi empirik untuk pasien covid-19 dewasa dengan pneumonia.
Disebutkan bahwa pada pasiendengan HAP/VAP yang disebabkanoleh Acinetobacter sp. disarankanuntuk pengobatan dengancarbapenem atauampicillin/sulbactam jika isolateterbukti sensitif terhadap agenttersebut
Data source : Kalil et al. Management of Adults With HAP/VAP • CID 2016:63
Bagaimana pemilihan Antibiotik yang seharusnya digunakan sebagai treatment pada pasien dengan HAP/VAP yang disebabkan oleh Acinetobacter Species?
• Pada pasien dengan HAP/VAP yang disebabkan oleh Acinetobacter sp,treatmnet bisa diberikan dengan carbapenem atau ampicillin/sulbactam apabila isolat pasien sensitif terhadap agent tersebut
• Pada pasien dengan HAP/VAP yang disebabkan oleh Acinetobacter sp.Dimana hanya sensitif dengan polymyxins, direkomendasikan intravenapolymyxin (colistin atau polymyxin B), dan disarankan ada tambahancolisitin secara inhalasi
ATS IDSA. Management of Adults with HAP/VAP. 2016;63(5):575-82.
• Hasil study secara klinis dan bakteriologi /invitro menyebutkan disarankanpemberian dosis tinggi pada regimen ampicillin-sulbactam untuk MDRAcinetobacter baumannii VAP
• Sebuah hasil studi klinis melaporkan bahwa clinical cure rate 56% denganampicillin–sulbactam pada carbapenem-resistant Acinetobacter baumannii(CRAB) VAP.
• Terapi kombinasi colistin dengan ampicillin/sulbactam dengan dosis tinggimenunjukkan krespon klinis yang lebih baik pada VAP yang disebabkan olehcarbapenem-resistant A. baumannii (CRAB)
Betrosian et al. Scandinav J Infect Dis. 2007;39(1).Makris et al. Indian J Crit Care Med. 2018;22(2):67-77.
Huang et al. Front Pharmacol. 2019;10:92.Zalts et al. Am J Therapeutics. 2016; 23: 78-85.
KJCCM 2016 November 31(4):308-316
Penelitian di Korea terkait resistensi beberapa antibiotik pada kasus VAP yangdisebabkan oleh carbapenem-resistant A.baumanii (CRAB-VAP pada tahun 2016.Hasil : 58 pasien dengan CRAB-VAP yang ditreatment dengan sulbactam dosistinggi 8 g/hari, efikasi rate 66.6% . Kesimpulan : Pemberian sulbactam dosis tinggicukup efektif untuk pasien dengan CRAB-VAP
Tantangan
• Resistensi
• Pola Kuman
• Cost- effectiveness
• Kepatuhan terhadap Guideline
• Tidak ada Guideline
Kegagalan terapi dan mortalitasberdasarkan ketaatan terhadap panduan
Kegagalan pengobatan
n %
Adherent 126/974 12.9
Nonadherent 49/249 19.7
Significance p=0.03
Mortalitas
n %
Adherent 52/960 5.4
Nonadherent 22/245 8.9
Significance p=0.008
Menendez et al. Am J Respir Crit Care Med 2005; 172: 757–62
• Lama pengobatan sangatindividual tergantung
• Beratnya penyakit• Respon pengobatan
cepat/lambat• Ada tidaknya kuman
patogen* P. aeruginosa atauAcinobacter spp
mungkin kambuh, gagal, kematian tinggi* Metisilin sensitif S. aureuskeberhasilan
95%.
• Lama pemberian 7-10 hari, kecuali jika penyebabnyaP aeruginosa danEnterobacteriaceae (lama terapi 14-21 hari)
26
• Respon terapi dapat dilihat
dari :
- gejala klinis
- laboratorium
- foto toraks
- perbaikan dari organ yg
mengalami
kegagalan
• Respons klinis belum dapat
dilihat pada 24-72 jam
• Penting untuk mengetahui pola kuman penyebab dan polaresistensi
• Pilihlah antibiotik dengan efikasi yang baik dengan tingkatresistensi yang rendah
• Pilihan Antibiotik yang tepat• Memperpendek masa perawatan• Menurunkan biaya• Menurunkan angka kematian
Kesimpulan