interaksi antigenantibodi123456
TRANSCRIPT
PERCOBAAN I
INTERAKSI ANTIGEN-ANTIBODI
I. TUJUAN
Percobaan ini bertujuan untuk mengenal cara identifikasi suatu agen infeksi
menggunakan reaksi imunologi.
II. DASAR TEORI
Antibodi (Ab), juga dikenal sebagai immunoglobulin (Ig), merupakan sebuah protein
besar berbentuk Y yang diproduksi oleh sel B dan digunakan oleh sistem imun untuk
mengidentifikasi dan menetraisasi objek asing seperti bakteri dan virus. Antibodi mengenali
bagian khas dari target asing yang disebut sebagai antigen (Janeway, 2001; Litman et. al.,
1993).
Antigen adalah zat-zat asing yang pada umumnya merupakan protein yang berkaitan
dengan bakteri dan virus yang masuk ke dalam tubuh. Beberapa antigen berupa olisakarida
atau polipeptida, yang tergolong makromolekul dengan BM > 10.000. Antigen berasal dari
kata antibodi generator (Guyton and Hall, 2006) dan merupakan molekul yang berikatan
secara spesifik pada antibodi, tetapi sekarang antigen juga menunjukkan pada molekul atau
fragmen molekul yang dapat diikat oleh major histocompatibility complex (MHC) dan
dipresentasikan pada reseptor sel T (Parham, 2009).
Setiap ujung dari bagian Y dari antibodi mengandung sebuah paratope (sebuah
struktur analog untuk sebuah kunci) yang spesifik untuk setiap satu bagian epitope (mirip
analog untuk sebuah kunci) pada antigen, yang menyebabkan kedua struktur tersebut
berikatan bersama-sama dengan presisi. Mekanisme tersebut digunakan oleh antibodi untuk
dapan mengenali mikroba atau sel yang terinfeksi untuk diserang oleh bagian lain dari
sistem imun atau dinetralisasi secara langsung. Produksi antibodi menjadi fungsi utama dari
sistem imun humoral (Pier, 2004). Interaksi antigen antibodi merupakan interaksi kimiawi
yang dapat dianalogikan dengan interaksi enzim dengan substratnya. Spesifitas kerja
antibodi mirip dengan enzim (Sadewa, 2008)
Sel-sel kunci dalam respon antigen-antibodi adalah sel limfosit. Terdapat dua jenis
limfosit yang berperan, yaitu limfosit B dan T. Sel B dapat mengenali hampir semua
senyawa sebagai antigen, misalkan metabolit intermediet sederhana, karbohidrat, lipid,
peptide, hormone, maupun makromolekul (karbohidrat kompleks, fosfolipid, asam nukleat,
protein). Sedangkan sel T hanya mengenali peptide saja sebagai antigen (Baratawidjaja,
2004). Molekul yang dapat menstimulasi respon imun disebut sebagai imunogen. Molekul
kecil seperti teofilin dapat berikatan dengan antibodi tetapi tidak dapat mengaktifkan sel B
untuk membentuk antibodi. Agar mampu merangsang pembentukan antibodi, molekul kecil
tersebut harus diikatkan ke senyawa pembawa yang bersifat imunogen yang disebut dengan
hapten. Makromolekul biasanya jauh lebih besar dari daerah perlekatan antigen antibodi
(antigen binding site). Oleh karena itu antibodi hanya berikatan dengan suatu bagian kecil
dari makromolekul yang disebut sebagai bagian determinant atau epitope. Dengan demikian
epitope adalah bagian dari makromolekul atau antigen yang dikenali oleh antibodi.
Makromolekul dapat membawa atau mempunyai lebih dari satu epitope. Apabila suatu
molekul mempunyai epitope yang sama lebih dari satu maka disebut sebagai polivalen atau
multivalent.
Determinan antigenik dari suatu karbohidrat atau fosfolipid biasanya terbentuk dari
struktur kovalen, sedangkan protein pada protein, beberapa determinan terbentuk karena
struktur kovalen dan determinan lain dibentuk karena struktur tersier protein. Determinan
atau epitope yang dibentuk oleh asam amino yang berturutan disebut determinan linier atau
epitope linier, sedangkan determinan yang terbentuk karena struktur tersier protein (bentuk
tiga dimensi) disebut sebagai determinan atau epitope konformasional. Apabila protein
mengalami modifikasi struktur maka epitope yang terbentuk karena modifikasi tersebut
dinamakan epitope neoantigenetik. Antigen yang berbeda dapat mempunyai suatu epitope
yang sama. Oleh karena itu suatu antibodi tertentu yang mengenali suatu epitope tertentu
pula dapat mengenali lebih dari satu antigen berbeda apabila antigen-antigen tersebut
mempunyai epitope yang sama. Peristiwa ini disebut dengan reaksi silang (cross reaction).
Terdapat tiga kelompok antigen :
1. Antigen H: antigen yang berhubunagn dengan flagella, yang digunakan untuk bergerak,
sehingga antigen H hanya ditemui pada bacteria yang dapat bergerak (misalnya
Salmonella typhi). Komposisi kimia dari flagella sangat bervariasi antar bacteria.
2. Antigen O: antigen yang berhubungan dengan antigen permukaan, disebut pula sebagai
antigen somatic. Antigen O dihubungkan dengan bacteria yang tidak bergerak (misalnya
E.coli).
3. Antigen Vi: Antigen permukaan yang bertanggung jawab pada sifat virulensi suatu
bacteria, misalkan berupa lapisan kapsul yang terdiri dari polisakarida, pada bacteria
tertentu (misalkan S.aureus).
Pada ujung dari antibodi tersebut terdapat daerah pengenalan yang disebut sebagai
Complementary determining region (CDR), daerah hipervariable yang merupakan bagian
antigen binding site atau perlekatan dengan antigen (epitop).
Perlekatan antibodi – antigen akan menginisiasi :
a. Proses komplemen, suatu proses yang akan mengarah terjadinya lisis dari antigen (sel)
oleh serangkaian protein-protein tertentu,
b. Sel T sitolitik, suatu sel T yang akan mengahancurkan antigen (sel) (Sasmito, 2009)
Interaksi antara antigen dengan antibodi dapat menimbulkan berbagai akibat antara
lain presipitasi (bila antigen merupakan bahan larut dalam cairan garam fisiologik), aglutinasi
(bila antigen merupakan bahan tidak larut/partikel-partikel kecil), Neutralisasi toksin dan
aktivasi komplemen.
Pada umumnya aglutinasi tidak terjadi bila kadar antibodi sangat tinggi. Tabung
reaksi dengan kadar antibodi tinggi yang tidak menunjukkan aglutinasi merupakan suatu efek
prozon (Batarawidjaja, 2000).
Interaksi antigen-antibodi dapat dibagi dalam 3 kategori: (1) primer, (2) sekunder,(3)
tersier. Interaksi primer atau interaksi awal antigen dengan antibodi adalah suatu kejadian
dasar yang terdiri dari pengikatan molekul antigen dengan antibodi. deteksi biasanya
dikerjakan dengan reaksi sekunder, yang merupakan alat bantu untuk memvisualisasikan
reaksi, misalnya presipitasi. Reaksi tersier merupakan ekspresi biologik dari interaksi
antigen-antibodi yang dapat berguna untuk merusak. Pada Aglutinasi, fase pertama
penyatuan antigen-antibodi terjadi seperti pada presipitasi dan tergantung pada kekuatan ion,
pH dan suhu. Pada aglutinasi sel darah merah, misalnya dimana reseptor antigenik mungkin
terletak pada cekungan yang dalam pada permukaan sel, antibodi diikat kuat pada sisi
reseptor pada satu sel (Bellanti, 1993).
Kompleksitas antara antigen-antibodi terjadi saat antiserum dicampur dalam
perbandingan 1:1 dengan antigen. Ikatan antara antigen-antibodi terjadi karena kekuatan
kimia dan molekuler yang dibangkitkan antara faktor antigen dan area pengikat antigen pada
Fab end molekul antibodi. Faktor antigen berasal dari permukaan molekul dan dalam
reaksinya dengan imunoglobulin akan cocok dengan salah satu reseptor imunoglobulin.
Ikatan yang terjadi antara antigen dan molekul imunoglobulin walaupun sangat spesifik
namun ikatannya lemah dan reversibel. Ikatan elektrostatik yang didapatkan dari interaksi
antara beban positif dan negatif dalam molekul antigen dan antibodi, ikatan hidrogen, dan
kekuatan intermolekul tipe Van der Waals adalah yang terpenting. Contoh penerapan reaksi
antigen-antibodi yaitu: pada pemeriksaan golongan darah dan transfusi darah serta pada
transplantasi organ tubuh
III. Alat dan Bahan :
A. Alat :
1. Beker Glass
2. Pipet tetes
3. Bunsen
4. Gelas ukur
5. Tabung reaksi
6. Mikroskop
7. Objek glass dan gelas penutup
8. Ose
B. Bahan:
1. Larutan NaCl
2. Biakan bakteri Salmonella typhi dan
Escherichia coli, Shigella flexnerii
3. Serum grup Salmonella typhi
4. Serum grup Escherichia coli
5. Air serum
IV. Cara Kerja
A. Kontrol negatif
B. Kontrol positif
V. DATA PENGAMATAN
SerumAntigen
Salmonella typhii E. coli Shigella flexinerri
Serum Salmonella
thypii
+ - +
Serum E. coli - + -
Keterangan: + = terjadi gumpalan(aglutinasi)
- = tidak terjadi gumpalan(aglutinasi)
VI. PEMBAHASAN
Tujuan utama dari pratikum ini adalah untuk mengenal cara identifikasi suatu agen
infeksi menggunakan reaksi imunologi yang melibatkan interaksi antigen antibodi.
Berdasarkan kenyataan bahwa sebagai reaksi terhadap antigen, tubuh dapat membentuk
antibodi spesifik terhadap antigen itu. Respon imun yang dihasilkan dari adanya interaksi
antigen-antibodi tersebut adalah berupaya untuk mencegah masuknya suatu agen infeksi
(penyakit) ke dalam tubuh, dimana ikatan antara antigen-antibodi itu akan mengusir antigen
untuk mempertahankan diri.
Reaksi antigen-antibodi ditunjukkan melalui suatu mekanisme sebagai berikut:
Teteskan larutan NaCl fisiologis ( 1 tetes ) pada objek gelas
Ambil kira-kira 1-2 µl biakan dan suspensikan dalam larutan NaCl yang terdapat pada objek gelas
Amati di bawah mikroskop dan amati apa yang terjadi
Teteskan serum grup Salmonella typhi dan serum grup Escherichia coli pada object gelas yang berbeda
Ambil kira-kira 1-2 µl biakan dan suspensikan dalam larutan NaCl yang terdapat pada object gelas
Amati di bawah mikroskop dan amati apa yang terjadi
1. Antibodi mengenali bagian dari suatu antigen yang disebit epitop, kemudian akan
berikatan pada salah satu bagian antigen binding site (tempat perlekatan dengan
antigen), Fab dari antibodi.
2. Antibodi bereaksi dengan molekul antigen lain yang mungkin sudah berikatan dengan
salah satu molekul antibodi sehingga akhirnya terbentuk gumpalan (lattices) antigen-
antibodi. Oleh karena itu aglutinasi lebih mudah terjadi dengan antibodi kelas IgM yang
berbentuk pentamer dibandingkan Ig lain yang hanya memiliki sedikit antigen binding
site.
Penetapan adanya antibodi terhadap kuman-kuman atau agen infeksi tertentu dapat
dipakai untuk menentukan diagnosa berbagai jenis infeksi. Dasar tes imunokimia yang
dipakai adalah interaksi antigen-antibodi yang dapat ditetapkan dengan macam-macam cara
misalnya imunopresipitasi dan aglutinasi, radio-immunoassay (RIA) enzyme-immunoassay
(EIA) atau imunomikroskopi.
Untuk mengenal cara identifikasi suatu agen infeksi ini dilakukan dengan
menggunakan cara sederhana yaitu test aglutinasi yang diamati di bawah mikroskop. Teknik
ini dapat menentukan antigen atau antibodi secara semikuantitatif, dan cara aglutinasi ini
dapat dilihat dengan mata telanjang , tetapi lebih jelasnya dengan mikroskop. Namun tes
aglutinasi hanya cocok untuk antigen yang berupa partikel.
Pengujian berdasarkan reaksi aglutinasi berlangsung dalam 2 tahap, yaitu pertama-
tama antibodi dengan salah satu reseptor pengikat antigen (antigen binding site) bereaksi
dengan antigen. Karena pada umumnya antibodi memiliki lebih dari satu reseptor pengikat
antigen , maka pada tahap kedua dengan perantaraan reseptor yang lain, antibodi beraksi
dengan molekul antigen lain yang mungkin sudah berikatan dengan salah satu molekul
antibodi sehingga dengan demikian terbentuk gumpalan (lattices) antigen-antibodi.
Aglutinasi lebih mudah terjadi dengan antibodi kelas IgM yang berbentuk pentamer
dibandingkan IgA atau IgA yang mempunyai reseptor pengikat antigen lebih sedikit.
Pada pratikum kali ini yang digunakan sebagai sampel adalah bakteri Salmonella
typhii, Eschercia Coli, dan Shigella Flexinerri dimana ketiga bakteri ini nantinya akan
ditetesi dengan Serum E. Coli dan Salmonella typhii untuk membuktikan adanya interaksi
antigen antibody yang ditunjukan dengan terjadinya penggumpalan(aglutinasi).
Salmonella typhii adalah suatu genus bakteri enterobakteria gram-negatif berbentuk
tongkat/batang yang menyebabkan tifus, paratifus, dan penyakit foodborne. Bakteri
berbentuk batang, tidak berspora dan tidak bersimpai tetapi mempunyai flagel feritrik
(fimbrae), pada pewarnaan gram bersifat gram negatif, ukuran 2- 4 mikrometer x 0.5-0.8
mikrometer dan bergerak. Spesies-spesies Salmonella dapat bergerak bebas dan
menghasilkan hidrogen sulfida. Habitat Inang bagi Salmonella adalah usus halus manusia
dan hewan. Salmonella typhi mengandung suatu anti antigen H. Antigen H ini berhubungan
dengan flagellata yang digunakan sebagai alat geraknya. Jadi sebagian besar antigen H
dapat ditemui pada bacteria yang memiliki alat gerak berupa flagellate. Beberapa jenis
serotipe Salmonella lainnya (misalnya S. paratyphi A, B, C) memiliki antigen O dan H juga,
sehingga dapat menimbulkan reaksi silang dengan jenis bakteri lainnya, dan bisa
menimbulkan hasil positif palsu (false positive). Antigen ini bersifat labil terhadap panas
Eschericia coli merupakan contoh bakteri yang tidak bergerak dan dapat
menyebabkan penyakit gastroenteritis, infeksi saluran urin, dan neonatal meningitis. Grup
Eschericia mengandung anti antigen O. Antigen O ini berhubungan dengan antigen
permukaan ( somatic ). Antigen ini biasanya dimiliki oleh bakteri yang tidak bergerak.
Antigen tipe O merupakan antigen somatik yang stabil terhadap panas dan resisten terhadap
alkohol.
Shigella Flexinerri adalah kuman batang gram negatif ramping; bentuk kokobasil.
Shigella Flexinerri bersifat fakultatif anaerob tetapi paling baik tumbuh secara aerobik.
Koloninya konveks, bulat, transparan dengan pinggiran utuh yangmencapai diameter kira-
kira 2 mm dalam 24 jam. Shigella mempunyai susunan antigen yang kompleks. Terdapat
banyak tumpangtindih dalam sifat serologi pelbagai spesies, dan sebagian besar kuman ini
mempunyai antigen O yang juga dimiliki oleh kuman enteric lainnya. Antigen somatic O
shigella adalah lipopolisakharida. Infeksi Shigella hampir selalu terbatas pada saluran
pencernaan sedangkan invasike aliran darah sangat jarang karena habitat alamiah Shigella
terbatas pada saluranpencernaan manusia dan primata lainnya. Shigella mampu membuat
seseorang mengalami disentri.
Langkah kerja pratikum ini sangat sederhana, pertama kami membuat Kontrol
negative. Kontrol negative diibaratkan sebagai keadaan fisiologis di dalam tubuh manusia.
Pembuatan kontrol negative yaitu larutan NaCl fisiologis ( 1 tetes ) diteteskan pada 2 object
gelas, kemudian menambahkan kira - kira 1 – 2 µl biakan Salmonella thypi, Eschericia
coli, Shigella Flexinerri dan disuspensikan dalam larutan NaCl yang terdapat pada object
gelas masing – masing. Kemudian hasilnya diamati. Kemudian pratikum dilanjutkan dengan
meneteskan serum grup Salmonella typhi dan serum grup Escherichia coli pada object gelas
yang berbeda, kemudian mengambil kira - kira 1 – 2 µl biakan dan disuspensikan dalam
larutan NaCl yang terdapat pada object gelas, dan diamati di bawah mikroskop. Terjadinya
suatu interaksi antigen – antibodi yang menyebabkan suatu respon yang dinamakan respon
imun yang ditunjukkan adanya suatu penggumpalan
Berdasarkan hasil percobaan, Salmonella thypi, Eschericia coli, Shigella Flexinerri
yang ditetesi dengan serum E coli hanya Eschericia coli saja yang mengalami
penggumpalan, hal ini disebabkan karena Eschericia coli memilki antigen O yang akan
mengalami interaksi ketika bereaksi dengan serum Eschericia coli yang juga memiliki
antigen O. Sedangkan untuk Salmonella typhii dan Shigella Flexinerri sebenarnya juga
memiliki antigen O namun mungkin reaksinya kurang kuat dibandingkan dengan Eschericia
coli sehingga tidak mengalami penggumpalan.
Sedangkan Salmonella thypi, Eschericia coli, Shigella Flexinerri yang ditetesi
dengan serum Anti H Salmonella, mengalami aglutinasi kecuali E. Coli. E. Coli tidak
mengalami aglutinasi karena E. Coli memiliki antigen O yang tidak akan bereaksi dengan
serum anti H Salmonella, berbeda dengan Salmonella typhii yang memiliki antigen H.
Seharusnya pada Shigella Flexinerri dia tidak mengalami aglutinasi karena Shigella
Flexinerri hanya memilki antigen O yang tidak mungkin bereaksi dengan serum anti H
Salmonella, tetapi pada percobaan ini Shigella Flexinerri mengalami aglutinasi hal ini bisa
disebabkan karena kontaminasi saat percobaan, dimana percobaan seharusnya dilakukan
dalam ruangan steril tetapi kemarin hanya di ruangan biasa, sehingga kemungkinan
kontaminasi sangat besar.
VII.KESIMPULAN
1. Interaksi antigen-antibodi dapat diidentifikasi dengan terjadinya aglutinasi.
2. identifikasi suatu agen infeksi dilakukan dengan menggunakan reaksi imunologi yang
melibatkan interaksi antigen antibody
3. Serum Anti H Salmonella mampu mengaglutinasi Salmonella typhii dan Shigella
Flexinerri
4. Serum Anti O E. Coli hanya mengaglutinasi E.Coli padahal seharusnya bisa Salmonella
typhii dan Shigella Flexinerri
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Bellanti, J.A. & Jackson, A.L. 1993. Imunologi III. Jogjakarta: Gadjahmada University
press
Charles Janeway (2001). Immunobiology. (5th ed.). Garland Publishing. ISBN 0-8153-
3642-X. (electronic full text via NCBI Bookshelf).
Guyton and Hall (2006). Textbook of Medical Physiology, 11th edition. Page 440.
Elsevier, Inc. Philadelphia, PA.
Hugo, W.B. & Russel, A.D, 1998, Pharmaceutical Microbiology 6th Edition, Blackwell
Science Ltd, Oxford.
Kresno, Siti Boediono, dkk, 1996, Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Lewis and Kirkwood, 1990, Understanding Medical Immunology, University of
Glaslow,Gaslow,UK.
Litman GW, Rast JP, Shamblott MJ, Haire RN, Hulst M, Roess W, Litman RT, Hinds-Frey
KR, Zilch A, Amemiya CT (January 1993). "Phylogenetic diversification of
immunoglobulin genes and the antibodi repertoire". Mol. Biol. Evol. 10 (1): 60–72.
Parham, Peter. (2009). The Immune System, 3rd Edition, pg. G:2, Garland Science, Taylor
and Francis Group, LLC.
Pier GB, Lyczak JB, Wetzler LM (2004). Immunology, Infection, and Immunity. ASM
Press. ISBN 1-55581-246-5.
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM IMUNOLOGI
INTERAKSI ANTIGEN – ANTIBODI
Golongan : III
Nama Praktikan : 1. Anggarini Dwi Putri (08551)
2. Annisa Qisthia F (08554)
3. Murtiyana Sari (08557)
5. Yudi Utomo (08560)
6. Raisatun Nisa S (08563)
7. Dewi Magistasari (08567)
8. Indah Shintawati (08570)
9. Ratih A. Kusumawati (08573)
………………………………………….
Hari/Tanggal Praktikum :
Asisten Jaga :
Asisten Koreksi :
Dosen Jaga :
BAGIAN KIMIA FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012