isolasi dan introduksi gen sitrat sintase dari … · isolasi dan introduksi gen sitrat sintase...
TRANSCRIPT
ISOLASI DAN INTRODUKSI GEN SITRAT SINTASE DARI Pseudomonas aeruginosa KE DALAM TANAMAN UNTUK
MENINGKATKAN TOLERANSI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM
RADITE TISTAMA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul”Isolasi dan Introduksi
Gen Sitrat Sintase dari Pseudomonas aeruginosa ke dalam Tanaman untuk Meningkatkan Toleransi terhadap Cekaman Aluminium” adalah karya bersama saya dengan pembimbing yang belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Juli 2012
Radite Tistama NIM G363070011
ABSTRACT
RADITE TISTAMA. Isolation and Introduction of Citrate Synthase Gene of Pseudomonas aeruginosa into Plant to Increase Aluminum Tolerance. Supervised by SUHARSONO, UTUT WIDYASTUTI, DIDY SOPANDIE
Commonly, marginal land was known as acid soil with aluminum toxicity as the main problem. Nevertheless, acid soil has the potential for expansion of agricultural lands both for food crops and energy producing plant. Our research target was to develop a biodiesel plant, Jatropha curcas, which has a good growth performance in acid soils. This research divided into four steps: 1) analysis of J. curcas response to Al stress, 2) isolation and characterization of Pseudomonas aeruginosa citrate synthase gene (PaCS), 3) expression of PaCS into model plant, Nicotiana tabacum, and 4) overexpression of PaCS gene into J. curcas. The J. curcas roots that were treated with different concentration of Al showed inhibited root elongation, which was caused by Al accumulation in the roots. Citrate synthase gene was isolated from Pseudomonas aeruginosa SP01 by using specific primer from citrate synthase gene. PaCS gene was introduced into N. tabacum and J. curcas mediated by Agrobacterium tumefaciens. Malate accumulation and malate secretion were increased in J. curcas root under Al stress. The Al-inhibited root elongation was reduced by addition of citrate in culture media. The research showed that J. curcas was less tolerant than Melastoma malabathricum, therefore it was categorized into moderate-Al tolerant. The PaCS gene was consisted of 1287 bp and has 96% similarity with citrate synthase of P. aeruginosa PA01. The N. tabacum transgenic showed more tolerance to Al than that of wild type, and histologically, the N. tabacum transgenic roots accumulated Al lower than that of wild type roots. PaCS gene was successfully introduced into J. curcas, although the transformation efficiency was only about 1%.
Key word: Aluminum tolerance, citrate synthase, Jatropha curcas, Pseudomonas aeruginosa
RINGKASAN DISERTASI
RADITE TISTAMA. Isolasi dan introduksi gen sitrat sintase dari Pseudomonas aeruginosa ke dalam tanaman untuk meningkatkan toleransi terhadap cekaman aluminium. Dibimbing oleh SUHARSONO, UTUT WIDYASTUTI, DIDY SOPANDIE
Luas lahan marginal di Indonesia mencapai kurang lebih 102,8 juta ha untuk lahan kering dan lahan rawa masam 34,78 juta ha. Lahan-lahan marginal ini pada umumnya adalah berupa lahan masam dengan toksisitas aluminium (Al) sebagai masalah utama. Meskipun demikian lahan marginal berpotensi untuk perluasan lahan pertanian baik untuk tanaman pangan maupun tanaman sumber energi. Salah satu tanaman sumber energi yang dapat dikembangkan di lahan marginal adalah Jatropha curcas. Tanaman ini kurang kompetitif apabila ditanam di lahan subur. Respon pertumbuhan Jatropha curcas terhadap cekaman Al belum diteliti. Salah satu mekanisme toleransi Al pada tanaman berhubungan dengan kemampuan tanaman dalam mensintesis dan mensekresikan asam organik. Asam organik yang paling kuat mengkelat Al adalah sitrat. Sitrat disintesis oleh enzim sitrat sintase. Ekspresi berlebih gen sitrat sintase di tanaman dapat meningkatkan sintesis dan sekresi sitrat serta meningkatkan toleransi terhadap Al. Gen sitrate sintase dapat diisolasi dari berbagai organisme termasuk bakteri. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengintroduksi gen sitrat sintase untuk mendapatkan J. curcas lebih toleran terhadap Al. Penelitian ini dibagi menjadi empat tahapan yaitu pertama, pengujian respon J. curcas terhadap berbagai tingkat konsentrasi cekaman Al, kedua, isolasi dan karakterisasi gen sitrat sintase dari Pseudomonas aeruginosa, ketiga, introduksi gen sitrat sintase ke dalam tanaman tanaman model, Nicotiana tabacum dan keempat, introduksi gen sitrat sintase ke dalam J. curcas untuk meningkatkan toleransi terhadap Al.
Pada percobaan pertama, benih J. curcas diperlakukan dengan berbagai konsentrasi aluminium dalam medium hidroponik. Melastoma malabathricum yang diketahui toleran terhadap Al digunakan sebagai tanaman pembanding. Pertumbuhan akar bibit J. curcas yang berumur 2 minggu mulai dihambat pada cekaman 0,4 mM Al. Penghambatan akar tersebut dipicu oleh akumulasi aluminium di ujung akar yang menyebabkan kerusakan sel-sel ujung akar. Cekaman Al menyebabkan akumulasi Al di akar J. curcas dan meningkatkan sekresi malat. Penghambatan pertumbuhan J. curcas berkurang dengan penambahan sitrat pada media. Perbandingan toleransi Al J. curcas dengan M. malabathricum dan beberapa tanaman lain, maka J. curcas termasuk ke dalam tanaman yang moderat toleran Al. Penambahan sitrat ke dalam media meningkatkan pertumbuhan J. curcas yang dicekam Al.
Usaha meningkatkan sintesis dan sekresi sitrat dapat dilakukan dengan mengintroduksikan gen sitrat sintase ke dalam tanaman target menggunakan promoter kuat. Gen sitrat sintase (CS) telah berhasil diisolasi dari P. aeruginosa dengan PCR, yang berukuran 1287 pb dan menyandikan 428 asam amino. Gen PaCS mempunyai kemiripan 96% dengan P. aeruginosa PA01 yang digunakan oleh peneliti sebelumnya. Gen PaCS telah berhasil difusikan dengan promoter kuat p35S CaMV dan terminator T Nos sehingga menjadi pMSH1-PaCS. Plasmid pMSH1-PaCS telah berhasil diintroduksikan ke dalam Agrobacterium tumefaciens dengan metode Tri Parental Mating. Gen PaCS telah berhasil diintroduksikan ke dalam tanaman model Nicotiana
tabacum dengan mettode ko-kultivasi dengan Agrobacterium tumefaciens LB 4404. Tanaman transgenik yang mengandung sisipan PaCS di bawah kendali CaMV 35S telah diperoleh. Nicotiana tabacum yang mengandung gen PaCS terbukti lebih toleran dibandingkan tanaman tipe liarnya. Hasil pengamatan histologis menunjukkan bahwa tanaman tembakau transgenik mengakumulasi aluminium lebih rendah dan kerusakan jaringan ujung akarnya lebih sedikit dibandingkan tanaman liarnya.
Setelah berhasil diekspresikan di tanaman model, PaCS diekspresikan ke dalam J. curcas. Kotiledon berumur 2 minggu digunakan sebagai eksplan dalam proses introduksi gen PaCS diko-kultivasi dengan A. tumefaciens LB 4404 yang mengandung pMSH1-PaCS. Eksplan dinduksi kalusnya kemudian diseleksi pada media yang mengandung 20 ppm kanamisin. Tunas yang dapat tumbuh pada media seleksi disebut sebagai tunas transgenik putatif. Analisis dengn PCR menggunakan kombinasi primer CaMV 35S forward dan PaCS reverse menunjukkan bahwa dua tunas yang tumbuh di media seleksi mengandung PaCS. Efisiensi transformasi J. curcas masih sangat rendah yaitu berkisar 1%. Kata kunci:, Jatropha curcas, Pseudomonas aeruginosa, sitrat sintase, toleransi aluminium
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.
ISOLASI DAN INTRODUKSI GEN SITRAT SINTASE DARI
Pseudomonas aeruginosa KE DALAM TANAMAN UNTUK MENINGKATKAN TOLERANSI TERHADAP CEKAMAN
ALUMINIUM
RADITE TISTAMA
Disertasi Sebagian salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada Program Studi Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup, 13 Juli 2012
1. Dr. Ir. Aris Tjahjoleksono, DEA Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB
2. Dr. Ir. Memen Surahman, M.Sc.Agr Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB
Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka, 19 Juli 2012
1. Prof. Dr. Bambang Sapto Purwoko, M.Sc Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB
2. Prof. Akiho Yokota, PhD Nara Institute of Science and Technology, JAPAN
Judul Disertasi : Isolasi dan Introduksi Gen Sitrat Sintase dari Pseudomonas
aeruginosa ke dalam Tanaman untuk Meningkatkan Toleransi Terhadap Cekaman Aluminium
Nama : Radite Tistama NIM : G363070011
Disetujui
Komisi Pembimbing
Ketua Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA
Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si. Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr
Anggota Anggota .
Diketahui
Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Miftahudin, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
.
Tanggal Ujian Terbuka: 19 Juli 2012 Tanggal lulus:
PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji hanya kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Disertasi ini
disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama 3 tahun di Laboratorium
Biotechnology Research Indonesia-The Netherland (BIORIN) Pusat Penelitian
Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB dan Nara Institute of Science and
Technology (NAIST), Japan. Disertasi ini memuat hasil penelitian tentang isolasi dan
introduksi gen sitrate sintase dari Pseudomonas aeruginosa ke dalam tanaman untuk
meningkatkan toleransi aluminium, dan selanjutnya diajukan sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih
kepada Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA, selaku ketua komisi pembimbing, Dr.Ir. Utut
Widyastuti, M.S. dan Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. sebagai anggota komisi
pembimbing yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis selama
penelitian dan penyelesaian disertasi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
pada Program Hibah Kompetensi Ditjen Dikti yang berjudul “Isolation and expression
of genes in the frame of obtaining plant tolerant to acid and aluminium stresses” dan
Program JSPS-DGHE Joint Research Project 2010 dengan judul “Molecular adaptation
of J. curcas to acid soil for reforestation of tropical wasteland” atas nama Prof. Dr. Ir.
Suharsono, DEA yang telah memberikan dukungan finansial selama penelitian
dilakukan di NAIST. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Prof. Akiho Yokota,
PhD atas fasilitas yang diberikan selama melakukan isolasi gen sitrat sintase serta
melakukan analisis fisiologi dan histologi di NAIST, serta Penelitian Kerjasama dan
Publikasi Internasional dengan judul: “Genetic engineering of Jatropha curcas by genes
responsible for aluminium tolerance and flowering” tahun 2012, atas nama Prof. Dr. Ir.
Suharsono, DEA.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Direktur Pusat Penelitian Karet dan
Kepala Balai Penelitian Sungei Putih Pusat Penelitian Karet atas izin tugas belajar yang
diberikan kepada penulis untuk melanjutkan belajar di Sekolah Pascasarjana IPB.
Terima kasih juga disampaikan kepada Rektor, Dekan Sekolah Pascasarjana, Dekan
FMIPA, Ketua Departemen Biologi IPB Bogor atas kesempatan yang diberikan untuk
mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada seluruh staf pengajar dan administrasi Sekolah Pascasarjana, Program
Studi Biologi Tumbuhan dan Departemen Biologi atas ilmu dan bantuan administrasi
yang diberikan.
Terima kasih kepada Dr. Ir. Tjahjo Leksono, DEA, Dr. Ir. Memen Surahman
M.Sc. Agr. Prof. Dr. Bambang Sapto Purwoko, M.Sc. dan Prof. Akiho Yokota, PhD
selaku Penguji Luar Komisi, yang telah memberikan masukan-masukan yang berharga
untuk perbaikan karya tulis ini.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan di Lab. Biorin,
Lab. BMST dan semua staf PPSHB IPB Bogor atas segala bantuan, dukungan dan
persahabatan selama penulis melakukan penelitian. Masih banyak pihak yang telah
membantu kelancaran penelitian, namun tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
untuk itu penulis juga mengucapkan terima kasih.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada istriku Iyen Handayani, SH serta
anak-anakku, Naufal Sasotyadena, Puspanendah Sasotyakirana dan Alika Tistama
Sasotyahilmi, Ibu Suharni, (alm) Bapak Ngasirun Puspawardaya, dan bapak mertua H.
Holil Burhanudin serta seluruh keluarga atas segala dukungan, kesabaran dan doanya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2012
Radite Tistama
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sleman pada tanggal 22 Juni 1968 sebagai anak ke-3 dari pasangan (almarhum) Ngasirun Puspawardaya dan Suharni. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Biologi UGM Yogyakarta. Pada tahun 2003 penulis menamatkan studi S2 di Program Studi Bioteknologi IPB Bogor. Pada tahun 2007 mendapatkan beasiswa dari Balit Sungei Putih Puslit Karet untuk melanjutkan studi S3 di Program Studi Biologi Program Pascasarjana IPB Bogor.
Penulis bekerja sebagai peneliti di Kelompok Penelitian Fisiologi Tumbuhan di Balai Penelitian Sungei Putih sejak 1997 hingga sekarang. Pada tahun 2005-2007, penulis ditugaskan sebagai Kepala Laboratorium Penelitian.
Artikel yang telah dipublikasikan berjudul” Physiological and Biochemical Responses to Aluminum Stress in the Root of a Biodiesel Plant Jatropha curcas L.” di Hayati Journal of Biosciense Vol 19 No. 1 March 2012.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………. xiii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………… xiv
BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang …………………………………………………………….. 1 Tujuan Penelitian ………………………………………………………….. 6 Manfaat Penelitian ………………………………………………………… 6 Strategi Penelitian …………………………………………………………. 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Toksisitas Aluminium ……………………………………………………. 8 Mekanisme Toksisitas Al di Jaringan akar ………………………………... 9 Toleransi Tanaman Terhadap Cekaman Al ……………………………….. 12 Gen-Gen yang Dipengaruhi Cekaman Al …………………………………. 14 Sintesis Sitrat di Siklus Kreb ………………………………………............. 15 Eksudasi Asam Organik ……………………………………………………. 17 Enzim Sitrat Sintase ………………………………………………………… 19 Biologi Agrobacterium …………………………………………………….. 20 Peran Agrobacterium dalam Rekayasa Genetik …........................................ 23
BAB III. RESPON FISIOLOGI Jatropha curcas TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM
Pendahuluan ………………………….…………………………………….. 27 Metodologi Penelitian ……………….……………………………………… 29 Hasil Dan Pembahasan …………….………………………………………. 31 Kesimpulan ………………………….……………………………………… 39
BAB IV. ISOLASI DAN KARAKTERISASI GEN SITRAT SINTASE Pseudomonas aeruginosa SP01
Pendahuluan …………………………….. ………………………………… 40 Metodologi Penelitian ……………………………………………………… 41 Hasil Dan Pembahasan …………………….……......................................... 44 Kesimpulan ………………………………….…………………………….. 52
BAB V. INTRODUKSI GEN SITRAT SINTASE Pseudomonas aeruginosa KE Nicotiana tabacum UNTUK MENINGKATKAN TOLERANSI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM
Pendahuluan ………………………………………………………………… 53 Metodologi Penelitian ………………………………………………………. 55 Hasil Dan Pembahasan ……………………………………………………... 59 Kesimpulan …………………………………………………………………. 64
BAB VI. INTRODUKSI GEN PaCS KE TANAMAN BIODISEL J. curcas UNTUK PENINGKATKAN TOLERANSI TERHADAP ALUMINIUM
Pendahuluan ……………………………………………………………….. 65 Metodologi Penelitian ……………………………………………………… 67 Hasil dan Pembahasan …………………………………………………….. 69 Kesimpulan ………………………………………………………………… 74
BAB VII. PEMBAHASAN UMUM …………………………………………….. 75
BAB VIII. KESIMPULAN UMUM …………………………………………….. 84
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….. 85
LAMPIRAN………………………………………………………………………. 101
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Hasil analisis Blastx dari sekuen hasil amplifikasi PCR dengan menggunakan primer spesifik gen sitrat sintase……………………………..
48
2 Jumlah tunas dari masing-masing asesi tanpa perlakuan Agrobacterium dan tunas kandidat transgenik……………………………………………………
71
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Tahapan penelitian…………...………………………………………………… 7
2 Pengaruh pH terhadap bentuk spesiasi Al……………………...………………. 8
3 Mekanisme toksisitas dan toleransi Al pada tanaman………..………………… 13
4 Siklus Kreb…………………………………………………………………….. 16
5 Perubahan lintasan sintesis sitrat dan isositrat pada sel tanaman ……………… 17
6 Struktur tiga dimensi sitrat sintase……………………………………………... 20
7 Peta fisik plasmid T-DNA……………………………………………………… 21
8 Mekanisme infeksi Agrobacterium ke tanaman ……………………………….. 23
9 Mekanisme penyisipan T-DNA ke genom sel inang…………………………... 24
10 Pengaruh cekaman Al terhadap pemanjangan akar J. curcas………………….. 32
11 Pembandingan perwarnaan akar J.curcas dengan M. malabathricum ………… 34
12 Pengaruh cekaman berbagai konsentrasi Al terhadap kandungan malat J. curcas dan M. malabathricum …………………………………………………
36
13 Pengaruh pemberian sitrat pada media kultur terhadap persentase berat kering J. curcas. . …………………………………………..………………………….
38
14 Urutan nukleotida fragmen DNA 16S P. aeuroginosa SP01. …………………. 45
15 PCR koloni bakteri E. coli DH5α hasil transformasi pGEM-T easy yang mengandung gen sitrat sintase. ………………………………………………..
45
16 Deduksi asam amino dari hasil sekuen DNA. Protein PaCS terdiri dari 428 asam amino. ……………………………………………………………………
47
17 Pohon filogenetik Pseudomonas sp berdasarkan sekuen gen sitrat sintase……. 49
18 Analisis hidrofobisitas asam-asam amino penyusun sitrat sintase P. aeruginosa SP01 ……………………………………………………………..
50
19 Penjajaran sekuen asam amino penyusun sitrat sintase bakteri dan tanaman………………………………………………………………………..
51
20 Kontruksi gen PaCS di vector ekspresi pMSH1 di sisi pemotongan enzim restriksi Spe I dan Not I. ……………………………………………………….
59
21 Hasil PCR terhadap tembakau yang diduga transgenik……………………….. 60
22 Seleksi tanaman tembakau menggunakan 50 µg/ml higromisin ...................... 60
23 Pemanjangan akar N. tabacum tipe liar (TL) dan tanaman transgenik T1 ....... 62
24 Fenotipik tanaman tembakau tipe liar (TL) dan tanaman trangenik T1 ……… 63
25 Proses introduksi PaCS ke J. curcas……………………………………….…. 70
26 Hasil PCR lini transgenik J. curcas………………………………………….... 73
1
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Potensi pengembangan lahan marginal untuk ekstensifikasi tanaman pangan dan
tanaman komersial lainnya masih sangat besar mengingat luasan lahan marginal
mencapai kurang lebih 102,8 juta ha untuk lahan kering dan lahan rawa masam 34,78
juta ha (Mulyani 2004). Luas lahan marginal di Kalimantan mencapai 30,51 juta ha atau
meliputi 57,22% dari luas pulau (Suharta 2010). Pembentukan lahan masam di
Indonesia disebabkan oleh adanya variasi iklim dan curah hujan yang relatif tinggi di
sebagian besar wilayah Indonesia. Kondisi tersebut mengakibatkan pencucian
kandungan basa dalam tanah sehingga tanah menjadi asam (Subagyo et al. 2004).
Lahan-lahan marginal ini pada umumnya memiliki pH rendah yang menyebabkan
meningkatnya toksisitas aluminium (Al) di dalam larutan tanah dan miskin unsur hara
(Samac & Tesfaye 2003).
Ultisol merupakan salah satu jenis tanah yang mempunyai sebaran luas di
Indonesia. Sebaran tanah ultisol paling luas di Kalimantan (21,9 juta ha), diikuti
Sumatra (9,5 juta ha), Maluku dan Papua (8,9 juta ha), Sulawesi (4,3 juta ha), Jawa (1,2
juta ha) dan Nusa Tenggara (53 ribu ha). Sebagian besar tanah ultisol bersifat masam
hingga sangat masam (pH 5,0-4,0). Kapasitas tukar kation tanah ultisol yang berasal
dari granit, sedimen dan tufa tergolong rendah yaitu masing-masing berkisar antara 2,9-
7,5 cmol/kg, 6,11-13,68 cmol/kg, dan 6,10-6,80 cmol/kg. Nilai kejenuhan Al tanah
ultisol yang berasal dari sedimen dan granit lebih dari 60%, dan yang berasal dari tufa
bagian bawah sekitar 37-78% (Prasetyo & Suradikarta 2006).
Di pH larutan yang lebih rendah dari 5, ion Al tersedia dalam bentuk
Al(H2O)63+ atau Al3+, dan seiring dengan meningkatnya pH, maka Al3+ mengalami
deprotonisasi menjadi Al(OH)2+
Keracunan Al mempengaruhi pertumbuhan dan produktifitas tanaman.
Gangguan yang ditimbulkan oleh keracunan Al umumnya dibagi ke dalam dua
kelompok yaitu gangguan jangka pendek dan gangguan jangka panjang. Gangguan
jangka pendek mulai kelihatan hanya beberapa jam saja setelah tanaman mendapat
yang tidak toksik (Delhaize & Ryan, 1995; R’bia et al.
2011). Usaha pengapuran pada lahan masam dinilai kurang efisien dalam meningkatkan
pH dan tidak ekonomis (R’bia et al. 2011).
2
cekaman Al seperti penghambatan pemanjangan akar, kerusakan tudung akar,
pembentukan kalose, adanya deposit lignin dinding sel dan penurunan pembelahan sel.
Aluminium dalam jangka panjang menyebabkan penurunan biomasa akar dan pucuk,
abnormalitas morfologi akar, penurunan penyerapan dan translokasi hara, gangguan
penyerapan dan transport air dan supresi fotosintesis (Miyasaka et al. 2006)
Gangguan pertumbuhan akar diawali dengan adanya akumulasi Al di ujung akar.
Genotipe-genotipe yang sensitif Al mengakumulasi Al yang lebih intensif dibandingkan
genotipe yang toleran (Matsumoto & Motoda 2012). Akumulasi Al di ujung akar
terutama terjadi di zona transisi (ZT), yaitu zona di antara zona sel-sel yang aktif
membelah dengan zona pemanjangan sel (Poschenrieder et al. 2008). Aluminium juga
mempengaruhi arsitektur akar. Arsitektur akar menjadi pendek tebal dan bersisik jika
tanaman mendapat cekaman Al.
Gangguan Al terhadap pertumbuhan akar meliputi perubahan proses fisiologis
dan biokimia. Perubahan tersebut disebabkan afinitas Al yang tinggi terhadap protein,
fosfat inorganik, fosfolipid, nukleotida, DNA, RNA dan antosian (Taylor 1991;
Delhaize & Ryan 1995). Respon fisiologis dapat berupa gangguan pertumbuhan ujung
akar (Samac & Tesfaye 2003), gangguan pembentukan dinding sel akar, pengambilan
dan transport membran terhadap unsur esensial (Ca, Mg, K dan P), serta gangguan
aktivitas beberapa enzim (Rout et al. 2001).
Toleransi Al antar spesies-spesies tanaman bervariasi bahkan seringkali berbeda
antar genotipe dalam spesies (Yang et al. 2006). Tanaman yang toleran Al mempunyai
kemampuan menekan pengaruh buruk Al yang lebih baik. Ma (2000) menyebutkan
bahwa mekanisme toleransi tanaman terhadap Al adalah dengan mencegah Al masuk ke
dalam jaringan akar atau mendetoksifikasi Al yang sudah masuk dalam sel dan
mengeluarkannya. Taylor (1991) membagi mekanisme toleransi menjadi dua kelompok
yaitu mekanisme eksternal dan internal. Mekanisme eksternal sering disebut eksklusi Al
meliputi imobilisasi Al di dinding sel, selektifitas membran plasma terhadap Al,
induksi pH di daerah rizosfer atau apoplasma, dan mensekresikan senyawa-senyawa
pengkelat Al. Sedangkan mekanisme internal meliputi pengkelatan Al ke dalam sitosol,
mobilisasi Al ke dalam vakuola, sintesis protein pengkelat Al, dan induksi akumulasi
protein tertentu (Taylor 1991).
3
Salah satu tanaman model yang mengandalkan mekanisme internal adalah
Melastoma malabathricum. Tanaman ini menggunakan oksalat untuk menetralisir Al di
sitosol sel-akar. Oksalat mengkelat Al dan membawanya ke xilem. Al yang dilepaskan
di xilem akan dikelat oleh sitrat. Komplek sitrat-Al dibawa menuju jaringan daun
karena pengaruh transpirasi. Di dalam jaringan daun Al akan dikelat oksalat dan
dikurung di epidermis dan mesofil (Watanabe & Osaki 2002).
Penelitian mengenai mekanisme toleransi tiap spesies penting dilakukan
terutama pada tanaman yang potensial dikembangkan di lahan masam. Spesies tanaman
tersebut meliputi tanaman sebagai sumber pangan, sumber energi atau sumber biomasa
lainnya. Salah satu sumber energi alternatif adalah minyak Jatropha curcas. J. curcas
mempunyai beberapa keunggulan yaitu mudah diperbanyak, masa pembentukan biji
cepat, mempunyai kandungan minyak tinggi, pertumbuhannya cepat, dan mampu
tumbuh di agro-klimat yang bervariasi (Divacara et al. 2010). Namun demikian, J.
curcas kurang kompetitif dibandingkan dengan tanaman perkebunan lainnya jika
ditanam di lahan yang subur. Tanah yang subur lebih menguntungkan untuk tanaman
pangan atau perkebunan lainnya. Areal alternatif untuk pengembangan perkebunan J.
curcas adalah lahan-lahan marginal seperti sebagian Pulau Sumatra dan Kalimantan.
Pemahaman mengenai toksisitas aluminium dan respon J. curcas diperlukan untuk
mengembangkan pemuliaan tanaman jarak ke depan dan menyusun protokol kultivasi
tanaman jarak di lahan masam. Informasi yang lengkap mengenai respon terhadap
cekaman Al juga diperlukan untuk melakukan rekayasa genetik yang berkaitan dengan
toleransi terhadap cekaman Al.
Toleransi terhadap cekaman Al berkorelasi positif dengan aktivitas eksudasi asam
organik pada beberapa spesies tanaman (Pellet et al. 1995; Ma 2000; Kochian et al.
2004; Ryan et al. 2004). Eksudasi asam organik berupa asam sitrat, malat, dan oksalat
ke daerah rizosfer merupakan salah satu mekanisme toleransi tanaman terhadap Al
(Ryan et al. 1995, Ma et al. 2001).
Jenis asam organik yang dominan diproduksi di akar dan yang disekresikan ke
rizhosfer berbeda-beda antar spesies tanaman. Pada kondisi dicekam Al, akar gandum
mensekresi asam malat dan membentuk komplek Al-malat, yang toksisitas Al-nya
rendah (Pellet et al. 1995; Kolmeier et al. 2001). Tanaman padi yang toleran Al
mensintesis asam sitrat lebih tinggi dibandingkan varietas yang peka (Kang & Ishi
4
2006). Tanaman gandum (Li et al. 2000) dan Cassia tora L (Yang et al. 2004)
merespon cekaman Al dengan cara meningkatkan konsentrasi dan aktivitas enzim sitrat
sintase 3 jam setelah perlakuan Al. Peningkatan sintesis sitrat tersebut diikuti oleh
meningkatnya efluks sitrat seiring dengan meningkatnya konsentrasi Al (Yang et al.
2004). Tanaman kedelai mengakumulasi sitrat dan malat di dalam jaringan akar. Akar
tanaman kedelai mengandung sitrat lebih rendah dibandingkan malat, tetapi
mensekresikan lebih banyak sitrat dibandingkan malat (Kasim et al. 2001). Contoh
tanaman yang juga meningkatkan sintesis dan sekresi sitrat jika dicekam oleh Al adalah
Hordeum vulgare L (Furukawa et al. 2004) dan Triticum aestivum (Ryan et al. 2009).
Sitrat mempunyai kemampuan mengkelat Al yang paling tinggi dibandingkan
asam organik lainnya, diikuti oleh oksalat, malat dan suksinat (Hue et al. 1986; Ma et al.
2001). Sitrat akan membentuk komplek Al-sitrat dengan perbandingan 1:1 dan Al-malat
dengan perbandingan 1:3 (Kochian 1995). Bentuk komplek ini merupakan bentuk yang
tidak beracun bagi akar serta dapat meningkatkan pH dalam sel (Appanna et al. 2002).
Sedangkan oksalat membentuk komplek dengan Al dengan perbandingan 1:1, 1:2 dan
1:3, dan hanya komplek Al:oksalat 1:3 saja yang tidak beracun (Ma & Hiradate 2000;
Ma et al. 2001). Bentuk kompleks Al-sitrat yang diambil oleh akar akan segera
dimetabolisme di dalam sel (Appanna et al. 2002).
Sitrat disintesis dalam siklus asam trikarboksilat oleh enzim sitrat sintase (EC
4.13.7) di dalam mitokondria dan peroksisomal (Ma et al. 2001; Anoop et al. 2003).
Asam sitrat ini digunakan untuk respirasi asam lemak dan perkecambahan
(Pracharoenwattana et al. 2005). Sebagian sitrat dikeluarkan dari mitokondria dan
dieksudasikan ke dalam media yang mengandung Al (Yang et al. 2006). Eksudasi sitrat
difasilitasi oleh suatu protein kinase pada kanal anion (Shen et al. 2004) dan protein
transporter sitrat (Yang et al. 2006). Shen et al. (2005) menyebutkan bahwa eksudasi
sitrat meningkat dengan meningkatnya aktivitas enzim H+
Teknik rekayasa genetik telah banyak digunakan para peneliti untuk memperbaiki
sifat-sifat genetik suatu tanaman seperti peningkatan toleransi Al. Penelitian tersebut
memerlukan koleksi gen-gen yang berkaitan dengan cekaman aluminium dan kemudian
-ATPase (Li et al. 2000; Yang
et al. 2006). Al menginduksi sekresi sitrat terutama di daerah ujung 1-2 mm yang
disebut zona transisi (ZT). Kultivar–kultivar yang toleran umumnya mengeksudasi
asam sitrat lebih tinggi dibandingkan tanaman peka (Kollmeier et al. 2001).
5
menguji ekspresinya. Gen-gen dapat diisolasi dari tanaman yang diperlakukan dengan
cekaman Al kemudian dibuat pustaka cDNA. Gen-gen yang diinduksi oleh cekaman Al
dapat diketahui dengan cara membandingkan antara pustaka cDNA tanaman yang
diperlakukan cekaman Al dengan tanaman kontrol (Anwar 1999). Teknik mutakhir
yang digunakan untuk mengetahui ge-gen yang dipengaruhi Al saat ini adalah dengan
menganalisis total transkrip terhadap tanaman yang dicekam oleh Al, yang dikenal
analisis transkriptomik. Analisis ini menggambarkan pola ekspresi tiap-tiap gen
(Kumari et al. 2008; You et al. 2011). Gen-gen yang diinduksi oleh Al termasuk gen-
gen yang berkaitan dengan sintesis asam organik dapat dimanfaatkan untuk
mendapatkan tanaman yang toleran.
Ekspresi berlebih gen sitrat sintase meningkatkan kandungan sitrat di dalam
jaringan akar maupun yang disekresikan (Samac & Tesfaye 2003). Overproduksi sitrat
pada tanaman transgenik terbukti meningkatkan toleransi tanaman tembakau dan
pepaya terhadap Al (de la Fuente et al. 1997). Introduksi gen sitrat sintase ke tanaman
wortel juga meningkatkan kemampuan menyerap unsur fosfor (P) dalam tanah masam
(Koyama et al. 2000). Demikian pula dengan transformasi khamir dan kanola dengan
gen sitrat sintase meningkatkan akumulasi sitrat dua kali lipat yang diikuti peningkatan
toleransi kedua spesies tersebut terhadap Al (Anoop et al. 2003). Meskipun Delhaize et
al. (2001) melaporkan tidak mendapatkan tanaman transgenik yang meningkat
toleransinya terhadap cekaman Al, tetapi Baron et al. (2008) membuktikan bahwa sitrat
sintase bakteri dapat meningkatkan kandungan sitrat sekaligus meningkatkan toleransi
tanaman terhadap Al.
Upaya meningkatkan toleransi Al dengan meningkatkan sintesis dan sekresi sitrat
pada Jatropha curcas belum diteliti. Upaya tersebut memerlukan sumber gen penyandi
sitrat sintase dan diekspresikan dengan promoter kuat. Sebagai sumber gen dapat
berasal dari organisme eukariotik maupun prokariotik seperti bakteri. Gen sitrat sintase
telah diisolasi dari beberapa bakteri. Ukuran gen sitrat sintase termotoleran berukuran
1612 pb (Schendel et al. 1992), dan dari Pseudomonas aeruginosa berukuran 1258 pb
(Donald et al. 1989).
Bakteri gram negatif, Pseudomonas merupakan mikroba utama di rhizosfer dan
merupakan bakteri endofitik di beberapa spesies tanaman (Arivind et al. 2009; Shi et al.
2011). Bakteri dari genus ini banyak dimanfaatkan dalam berbagai proses seperti
6
biodegradasi bahan-bahan organik (Idise et al. 2010), sebagai agen antimikroba patogen
(Chin-A-Woeng et al. 2003), untuk mengatasi cekaman oksidatif (Hassett et al. 1993),
pengkelat logam (Lemire et al. 2010), dan dimanfaatkan gennya untuk meningkatkan
toleransi tanaman terhadap cekaman aluminium (de la Fuente et al. 1997). Beberapa
spesies dalam genus ini juga dimanfaatkan sebagai bakteri pelarut fosfat, yaitu dengan
mensekresikan asam organik, terutama sitrat. P. fluorescens menunjukkan peningkatan
sekresi sitrat apabila mendapat cekaman Al (Mailloux et al. 2008) dan sitrat diketahui
sebagai pengkelat aluminium (Al) utama di bakteri ini (Lemire et al. 2010).
Salah satu strategi untuk meningkatkan toleransi tanaman terhadap Al adalah
dengan mengurangi serapan dan kontak sel dengan Al (Poschenrieder et al. 2008).
Beberapa peneliti mengintroduksikan gen sitrat sintase yang berasal dari bakteri (de la
Fuente et al. 1997) ataupun dari tanaman lain (Koyama et al. 1999, 2000; Anoop et al.
2003) ke dalam tanaman target untuk mengurangi serapan dan kontak langsung sel
dengan Al.
Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk merakit tanaman jarak pagar Jatropha
curcas yang toleran terhadap cekaman Al. Penelitian tersebut perlu didukung informasi
mengenai respon pertumbuhan tanaman jarak pagar J. curcas terhadap cekaman
aluminium (Al). Secara khusus penelitian ini bertujuan :
1. Menganalisis respon fisiologis dan biokimia J. curcas terhadap cekaman
aluminium.
2. Mengisolasi dan mengkarakterisasi gen sitrat sintase dari bakteri Pseudomonas
aeruginosa.
3. Mengintroduksikan gen sitrat sintase dari bakteri ke dalam tanaman model
Nicotiana tabacum untuk meningkatkan toleransi terhadap cekaman Al.
4. Mengintroduksikan gen sitrat sintase ke dalam tanaman biodisel J. curcas
melalui perantara Agrobacterium tumefaciens.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini bermanfaat untuk mendapatkan J. curcas yang toleran
terhadap cekaman Al. Penelitian ini juga bermanfaat sebagai dasar menetapkan
budidaya tanaman jarak di lahan-lahan marginal yang mempunyai masalah dengan
7
cekaman aluminium. Penelitian ini juga bermanfaat untuk perbaikan genetik J. curcas
dalam kaitannya dengan cekaman Al. Secara khusus penelitian ini bermanfaat untuk
mendapat gen sitrat sintase yang dapat digunakan untuk rekayasa genetik berbagai
tanaman serta memantapkan protokol introduksi gen ke J. curcas dengan perantara
Agrobacterium tumefaciens.
Strategi Penelitian
Perakit tanaman yang toleran Al dilakukan melalui beberapa langkah penelitian
seperti ditunjukan Gambar 1.
1. Karakterisasi fisiologis tanaman J. curcas terhadap cekaman Al,
2. Isolasi gen sitrat sintase dari Pseudomonas aeruginosa.
3. Introduksi gen tersebut ke dalam tanaman tembakau sebagai model.
4. Optimasi introduksi gen sitrat sintase yang diinginkan ke dalam tanaman
J. curcas.
Gambar 1. Tahapan penelitian isolasi dan introduksi gen sitrat sintase dari Pseudomonas aeruginosa ke dalam tanaman untuk meningkatkan toleransi terhadap cekaman aluminium.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Toksisitas Aluminium
Faktor pembatas pertumbuhan tanaman pertanian di tanah masam adalah
kelarutan aluminium yang tinggi. Tingkat kelarutan Al dipengaruhi oleh perubahan pH
media. Pada kondisi pH rendah, Al3+
Aluminium mempunyai berbagai bentuk mineral seperti hidroksida (gibbsite),
aluminosilikat (kaolinite), sulfat (jurbanite) dan fosfat (variscite). Al akan dilepaskan
dari bentuk mineral jika pH tanah berubah rendah (R’bia et al. 2011). Di dalam pH
larutan yang lebih rendah dari 5, ion Al tersedia dalam bentuk Al(H
merupakan bentuk yang dominan dan beracun bagi
banyak tanaman (Delhaize & Ryan 1995). Ciri utama keracunan Al adalah terjadi
penghambatan pertumbuhan akar, yang pada akhirnya akan menurunkan produktifitas
tanaman. Produksivitas tanaman pangan khususnya biji-bijian dipengaruhi oleh kondisi
pH rendah, contohnya produktivitas jagung menurun 20%, dan padi menurun 13%
(Kochian et al. 2004). Meskipun usaha pengapuran telah dilakukan tetapi strategi ini
tidak cukup efektif meningkatkan pH dan kurang ekonomis (Kochian et al. 2004).
2O)63+ atau Al3+,
dan seiring meningkatnya pH, maka Al3+ mengalami deprotonisasi menjadi Al(OH)2+
dan Al(OH)2+
(Delhaize & Ryan, 1995; R’bia et al. 2011). Spesiasi Al dipengaruhi oleh
pH seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Pengaruh pH terhadap bentuk spesiasi Al (Miyasaka et al. 2006).
9
Keberadaan Al3+ di dalam larutan tanah merngubah permukaan senyawa
inorganik dan juga subtansi organik di tanah. Al3+ adalah logam yang reaktif yang dapat
membentuk komplek dengan berbagai ligan organik maupun anorganik termasuk
karboksilat, (Kochian et al. 2002), fosfat, sulfat, grup karboksil, asam organik, protein
dan lemak (Delhaize & Ryan, 1995; Poschenrieder et al. 2008). Beberapa bentuk
spesies Al mempunyai toksisitas yang rendah misalnya AlF, AlSO4 dan AlP (Miyasaka
et al. 2006). Karakter reaktif Al3+
Mekanisme Toksisitas Al di Jaringan Akar Tanaman
ini juga mempengaruhi penyerapan beberapa hara
penting bagi tanaman seperti P, Ca, Mg, dan K (Matsumoto & Yamaya 1988).
Fokus penelitian dalam satu dekade terakhir masih berkisar mengenai toksisitas
Al di daerah apoplasma. Proses penghambatan akar yang berlangsung cepat diduga kuat
karena adanya Al di apoplasma. Al3+ fitotoksik merupakan logam trivalen yang paling
beracun dibandingkan logam trivalen lainnya seperti La3+, Cr3+ atau Ga3+
Gangguan Al terhadap pertumbuhan akar diawali dengan akumulasi Al di ujung
akar. Akumulasi Al di akar dapat dideteksi dengan pewarnaan hematoksilin. Genotipe
yang sensitif akan menunjukkan warna hematoksilin yang lebih intensif dibandingkan
genotipe yang toleran (Matsumoto & Motoda, 2012). Proses pembelahan dan
pemanjangan sel-sel di ujung akar dihentikan oleh keberadaan Al di jaringan akar,
sehingga akar menjadi rapuh, perkembangan rambut akar menjadi berkurang dan
membengkak (Panda et al. 2009). Aluminium tidak hanya berkaitan dengan
berkurangnya pertumbuhan akar tetapi juga arsitektur akar. Aluminium mempengaruhi
struktur akar yang menyebabkan akar menjadi pendek tebal dan bersisik. Akumulasi Al
di daerah ujung akar terutama terjadi di zona transisi paling sensitif, yaitu zona antara
zona sel-sel yang aktif membelah dengan zona pemanjangan sel (Poschenrieder et al.
2008).
. Toksisitas Al
dapat mengganggu pertumbuhan akar meskipun dalam konsentrasi rendah dan dalam
waktu beberapa jam saja. Absorbsi Al berlangsung cepat walaupun dalam jumlah kecil.
Aluminium sudah dapat mencapai vakuola dalam waktu 30 menit (Miyasaka et al.
2006). Berbagai molekul menjadi target utama Al, yaitu karboksil pektin pada dinding
sel, fosfolipid plasma membran, ATP dan nukleotida di bagian dalam sel (Poschenrieder
et al. 2008).
10
Perubahan struktur sel-sel akar di bawah cekaman aluminium meliputi reduksi
jumlah butir pati dalam leukoplas, inti sel tersegmentasi dan adanya kondensasi
kromosom pada inti (Nagy et al. 2004), reduksi sisterna diktiosom, dan kerusakan pada
membran plasma. Di samping itu juga terjadi pembengkakan mitokondria dan reduksi
jumlah cristae, serta penebalan pada dinding sel (Konarska 2008). Proses penebalan
dinding sel atau lignisasi endodermis akar tanaman sensitif lebih cepat dikarenakan
adanya akumulasi Al di jaringan korteks (Silva et al. 2010).
Di dalam sel, Al akan memicu akumulasi polisakarida dinding sel utamanya
hemiselulosa sehingga terjadi penebalan dinding sel. Pengikatan Al terhadap material
penyusun dinding sel yang baru akan menyebabkan perubahan susunan material,
kekuatan dinding sel, elastisitas dan viskositas dinding sel yang baru terbentuk (Ma et al.
2004). Interaksi aluminium dengan sel-sel zona pemanjangan akar tidak hanya
menghambat pemanjangan sel-sel tetapi menyebabkan penghambatan pembelahan sel
yang dapat dilihat dari perubahan morfologi ujung akar. Faktor utama perubahan ini
adalah gangguan pada dinding sel yang mengikat Al dan menempatkan di apoplas.
Pektin metilesterase yang berperan dalam demetilasi pektin meningkat dengan adanya
cekaman Al. Gangguan Al menyebabkan inisiasi akar baru di bagian distal zona
pemanjangan. Inisiasi ini disebabkan adanya hambatan transport auksin ke ujung akar
dengan adanya zat penghambat asam naftilptalamat (Poschenrieder et al. 2008).
Laju influk Al3+ ke dalam sitoplasma relatif rendah. Diduga Al masuk ke
simplas secara pasif yang difasilitasi oleh protein tertentu yang belum diketahui.
Gradien Al ini terjaga dengan pengkelatan Al yang baru saja masuk oleh sitrat asam
organik. Di simplas, pH netral menyebabkan aktivitas Al3+ menjadi sangat rendah.
Walaupun konsentrasi hanya nanomolar, Al sudah sangat efisien berkompetisi dengan
Mg2+
Interaksi Al dengan membran plasma menyebabkan terganggunya fluiditas dan
potensial membran sehingga merubah sifat permeabilitasnya (Poschenrieder et al. 2008).
Selain itu, interaksi Al dengan membran plasma mengganggu sistem transport,
homeostasis kalsium, transduksi signal dan penghambatan mikrotubul (Ma 2000).
Aluminium menghambat efluk H
dalam mengikat ATP (Ma 2000; Poschenrieder et al. 2008).
+, serta mengurangi aktivitas K+, Mg+ dan ATPase
membran plasma (Panda et al. 2009).
11
Peroksidasi lipida merupakan gejala permulaan keracunan Al (Yamamoto et al.
2001). Reaksi ini dipicu oleh senyawa radikal (Reactive oxygen species/ROS) sebagai
akibat cekaman Al di dalam jaringan akar (Yamamoto et al. 2002). Degradasi lipid ini
mengakibatkan membran plasma kehilangan integritasnya (Yamamoto et al. 2001),
yang selanjutnya memicu gangguan fungsi akar dalam penyerapan hara dan air
(Mossor-Peitraszewska, 2001), sehingga menyebabkan defisiensi unsur hara. Tanaman
yang keracunan Al, pada beberapa kasus daunnya menunjukkan gejala yang mirip
dengan defisiensi fosfor (P), kalsium (Ca) atau besi (Fe) (Rout et al. 2001).
Proses penghambatan pertumbuhan akar oleh Al terjadi dalam waktu beberapa
jam saja. Beberapa peneliti berargumen bahwa penghambatan tersebut disebabkan
adanya gangguan dalam transduksi signal (Jones & Kochian 1995). Sebagai buktinya,
aluminum menghambat aktivitas fosfolipase C (FLC) yang berperan melepaskan
inositol 1,4,5-trifosfat ke sitoplasma dan diasil gliserol (DAG) ke membran (Jones &
Kochian 1995). Selain FLC, Al juga menghambat calmodulin yang berperan
mengaktifkan beberapa protein kinase (Panda et al. 2009). Transport kalsium oleh akar
juga terganggu dengan keberadaan Al di dalam larutan. Sementara Ca2+ diketahui
mengatur berbagai proses dalam pertumbuhan sel dan metabolisme. Target downstream
(aliran hilir) signal Ca2+ adalah kanal ion, protein kinase, dan sitoskeleton yang
dikaitkan dengan pembelahan dan pertumbuhan sel (Srivastava 2002). Gangguan
homeostasis Ca2+ akan mereduksi pembelahan sel dan pemanjangan akar (Panda et al.
2009). Al dapat merubah fungsi membran dengan mengikat fosfolipid. Pengikatan
tersebut menginduksi terbentuknya senyawa oksigen reaktif yang menyebabkan
peroksidasi lipid (Yamamoto et al. 2001). Toksisitas Al ini juga memicu perubahan
potensial membran. Perubahan ini mempengaruhi penyerapan kalsium (Ca2+
Penelitian yang mengkaitkan toleransi Al dengan selektifitas membran
dilakukan dengan mempelajari kanal Ca
). Kalsium
di dalam sitoplasma telah diketahui mempunyai peran penting dalam pertumbuhan sel
dan metabolisme (Panda et al. 2009).
2+. Aluminium memblok kanal Ca2+ di
membran plasma, sehingga terjadi penurunan penyerapan Ca2+ memicu defisiensi
kalsium. Defisiensi Ca2+ akan mengganggu homeostasis Ca2+ yang berpengaruh
terhadap struktur dan fungsi sel. Diduga kanal Ca2+ pada tanaman toleran tidak mudah
diblok oleh Al (Rengel et al.1995; Ryan et al. 1997). Namun penelitian berikutnya
12
membuktikan tidak terdapat perbedaan antara tanaman yang toleran dibandingkan
dengan tanaman sensitif dalam hal peran dari kanal Ca2+
Toleransi Tanaman Terhadap Cekaman Al
. Perbedaan toleransi antar
kedua genotipe dikarenakan adanya perubahan aktivitas di rizosfer yang mereduksi
toksisitas Al (Huang et al. 1995).
Mekanisme toleransi tanaman dibagi menjadi dua kelompok yaitu eksternal dan
internal. Mekanisme toleransi eksternal meliputi imobilisasi Al dinding sel, selektifitas
membran plasma terhadap Al, induksi pH di daerah perakaran atau apoplasma, eksudasi
senyawa-senyawa pengkelat Al. Mekanisme toleransi internal meliputi pengkelatan Al
di sitosol, pengurungan Al di vakuola, pengikatan Al oleh protein, akumulasi protein
tertentu (Taylor 1991).
Ma et al. (2001) mengajukan dua tipe mekanisme ekslusi asam organik dalam
kaitannya dengan cekaman Al. Tipe pertama, asam organik disekresikan sesaat 15-30
menit setelah Al ditambahkan di media. Hal ini telah dilaporkan oleh Delhaize et al.
(1993) pada tanaman Triticum aestivum yang mensekresikan malat dalam 15 menit
setelah ditambahkan Al. Tipe kedua, sekresi asam organik ditunda beberapa jam, seperti
di Casia tora di mana akumulasi sitrat di ujung akar meningkat pada 3 jam setelah
dicekam oleh Al, sedangkan eksudasi terjadi pada 6 jam setelah perlakuan Al (Yang et
al. 2004).
Kecepatan sekresi asam organik pada tipe pertama karena tidak memerlukan
induksi protein baru, tetapi cukup mengaktifkan protein tranporter tertentu yang ada di
membran (Ma et al. 2001). Sebaliknya pada tipe sekresi kedua memerlukan aktivasi
gen tertentu seperti protein tranporter atau enzim-enzim yang terlibat dalam biosintesis
asam organik (Kochian et al. 2004).
Kochian et al. (2004) mengilustrasikan peran asam organik dalam
mendektosifikasi Al (Gambar 3). Mekanisme eksklusi Al melibatkan kanal yang ada
pada membran plasma. Dalam mekanisme ekslusi ini ada tiga kemungkinan yaitu 1) Al
langsung mengaktifkan protein kanal, 2) Al masuk ke dalam sitosol dan mengaktifkan
protein kanal dan 3) Al mengaktifkan transduksi signal mengirimkan pesan untuk
mengaktifkan protein kanal (Gambar 3).
Asam organik tidak hanya berperan dalam pertahanan eksternal tetapi juga
internal. Watanabe dan Osaki (2002) melaporkan bahwa Melastoma sebagai tanaman
13
akumulator Al mensekresikan asam organik terutama oksalat. Al yang terikat oksalat
dibawa dan dilepaskan ke xilem. Di jaringan ini Al diikat oleh sitrat dan dibawa ke daun,
dan di daun Al diikat oleh oksalat untuk ditimbun di vakuola atau sitosol epidermis.
Seperti halnya Melastoma, tanaman teh (Camellia sinensis) juga mengikat Al dari
rizosfer dengan mensekresikan oksalat (Morita et al. 2008) dan dibawa ke daun melalui
xilem oleh sitrat (Morita et al. 2004).
Gambar 3. Model mekanisme toksisitas dan model toleransi Al. Ekslusi Al melibatkan pelepasan asam organik melalui kanal di membran. Aluminium di dalam sitosol dikelat oleh asam organik dan dikurung di vakuola (Kochian et al. 2005).
14
Sitrat diketahui sebagai asam organik yang paling kuat dalam mengikat Al. Al
terikat dengan sitrat dengan perbandingan molekul 1:1, Al-oksalat 1:2, dan dengan
malat 1:3 (Ma dan Hiradate 2000). Setiap spesies memiliki jenis asam organik yang
disekresikan yang berbeda-beda. Tanaman yang meningkatkan sintesis dan sekresi sitrat
adalah seperti Casia tora (Yang et al. 2004), Hordeum vulgare L (Furukawa et al.
2004) dan Triticum aestivum (Ryan et al. 2009).
Gen-Gen yang Ekspresinya Dipengaruhi Cekaman Al
Karakterisasi gen-gen yang ekspresinya diinduksi Al dilakukan dengan cara
membuat pustaka cDNA tanaman yang dicekam oleh Al, kemudian dibandingkan
dengan pustaka cDNA tanaman yang tidak dicekam oleh Al (Anwar 1999). Gen-gen
yang diinduksi oleh cekaman Al telah diisolasi dari tanaman gandum dan Arabidopsis,
yaitu glutation-S-transferase (GST), blue copper binding protein (BCB), superoxide
dismutase (SOD), katalase dan reticuline oxygen oxidoreductase (Snowden & Gardner
1993; Richards et al. 1998). Ezaki et al. (1995) juga berhasil mengisolasi tiga gen dari
tembakau yang ekspresinya diinduksi cekaman Al yaitu GST, peroksidase (PER) dan
GDP dissociation proteinase inhibitor (DGI). Gen-gen yang diisolasi tersebut lebih
banyak berkaitan dengan reduksi senyawa-senyawa radikal. Anwar (1999) telah
mengisolasi gen-gen yang diinduksi Al yang berkaitan dengan perkembangan sel atau
sistem transport seperti protein histon H3, H+
Karakterisasi mekanisme seluler di bawah cekaman Al saat ini dilakukan dalam
skala besar yaitu dengan analisis transkriptomik dan proteomik. Analisis transkriptomik
terhadap Arabidopsis yang dicekam oleh Al selama 48 jam menunjukkan perubahan
ekspresi gen-gen yang berkaitan dengan jalur stres oksidatif, dinding sel, dan
metabolisme polisakarida. Enzim-enzim yang terlibat dalam siklus Kreb tidak
dipengaruhi oleh cekaman Al, kecuali malat dehidrogenase (Kumari et al. 2008). You et
al. (2011) melaporkan bahwa cekaman Al pada kedelai selama 4 jam meningkatkan
ekspresi 561 gen dan menurunkan ekspresi 78 gen. Hampir separuh gen-gen yang
responsif Al belum diketahui fungsinya. Gen-gen yang diketahui meningkat ekspresinya
adalah faktor ekspresi, famili transporter MATE, STOP dan deposit lignin (You et al.
2011).
ATPase membran plasma, NADH-
dehidrogenase, dan auxin-induced protein.
15
Analisis proteomik terhadap kedelai yang toleran Al diketahui bahwa protein
yang meningkat jumlahnya adalah heat shock protein, glutathione S-transferase,
chalcone-related synthetase, GTP-binding protein and ABC transporter ATP-binding
protein (Zhen et al. 2007). Beberapa protein yang berhubungan dengan ROS meningkat
dengan adanya Al yaitu superokside dismutase, dan mondehydroascorbate reductase
yang berperan dalam sintesis asam askorbat. Selain itu, dua protein diasosiasikan
dengan sintesis prolin juga meningkat oleh paparan Al yaitu arginin tRNA ligase dan
glutamate dehidrogenase (Zhou et al. 2009). Duressa et al. (2010) juga melakukan
analisis proteomik terhadap genotipe kedelai sensitif dibandingkan dengan proteomik
yang toleran Al. Setelah 72 jam diperlakukan dengan Al, protein-protein yang
meningkat konsentrasinya adalah malat dehidrogenase, enolase, malat oksidoreduktase,
dan piruvat dehidrogenase. Peningkatan protein-protein tersebut hanya terjadi pada
genotipe toleran saja.
Sintesis Sitrat di dalam Siklus Kreb
Asam sitrat dihasilkan dari siklus asam trikarboksilat (TCA) yang dikenal
dengan Siklus Kreb atau siklus asam sitrat. Siklus ini merupakan pusat jalur metabolik
untuk semua proses aerobik dalam kehidupan organisme. Selama siklus TCA unit C2
asetil KoA yang merupakan derivat karbohidrat dan lipida diproses menjadi karbon
dioksida dan air. Dalam siklus ini dihasilkan senyawa antara, NADH dan FADH2
sebagai energi reduktif. Meskipun siklus TCA terjadi di mitokondria namun produk
antara diakumulasi di vakuola dan energi reduktif masuk ke rantai transport elektron
untuk proses fosforilasi di bagian dalam membran mitokondria. Siklus TCA diawali
dengan pengubahan pirufat menjadi asetil KoA dengan melepaskan CO2
Selama kondensasi oksaloasetat dengan asetil KoA, asetil dari kelompok asetil
KoA ditambahkan ke mioti keto oksaloasetat. Sitril asetat adalah senyawa antara dalam
reaksi ini (Gambar 5). Sitrat bukan hanya sebagai metabolit dalam siklus TCA saja,
tetapi bisa juga berperan menjadi donor asetil oleh ATP-sitrat liase. ATP-sitrat liase
. Asetil KoA
akan bereaksi dengan oksaloasetat yang berkarbon empat menjadi senyawa berkarbon
enam sitrat. Enzim yang berperan dalam reaksi ini adalah sitrat sintase (Gambar 4) (Taiz
& Zeiger 2002).
16
mengkatalisis sitrat dan KoA menjadi oksaloasetat dan asetil KoA (Popova & Carvalho
1998).
Gambar 4. Siklus asam trikarboksilat yang menghasilkan energi dan senyawa antara berupa asam organik (Taiz & Zeiger 2002).
Sitrat diubah menjadi senyawa antara akotinat menjadi isomernya yaitu isositrat
dengan bantuan enzim acotinase yang mengeluarkan air dan memasukan kembali.
Isositrat kemudian kehilangan satu karbon diubah menjadi senyawa 5 karbon,
oksoglutarat. Dalam reaksi tersebut ditambahkan NAD dan diubah menjadi NADH dan
dikatalisis dengan isositrat dehidrogenase. Oksoglutarat ini penting dalam asimilasi
nitrogen (Popova & Carvalho 1998; Taiz && Zeiger 2002).
Oksoglutarat akan diubah menjadi senyawa berkarbon empat, suksinil KoA oleh
enzim oksoglutarat dehidrogenase. Produk lain yang dihasilkan adalah NADH. Pada
langkah berikutnya terjadi fosforilasi pada tingkat subtrat. Fosfat ditransfer ke GDP
untuk membentuk GTP. Suksinil KoA sintetase akan mengubah suksinil menjadi
senyawa suksinat. Suksinat ini diubah menjadi fumarat dengan bantuan enzim suksinat
dehidrogenase, dengan mentranfer dua hidrogen ke FADH2. Fumarat kemudian diubah
menjadi malat dengan bantuan enzim fumarase dengan menambahkan satu molekul air.
Malat dehidrogenase mengubah malat menjadi oksaloasetat dengan menghasilkan
NADH (Taiz & Zeiger 2002).
17
Beberapa enzim yang berperan dalam siklus ini dilaporkan meningkat pada
tanaman Citrus grandis dengan adanya perlakuan cekaman Al. Enzim-enzim tersebut
adalah NAD malat dehidrogenase, sitrat sintase, akotinase dan NAD-isositrat
dehidrogenase (Yang et al. 2012).
Gambar 5. Lintasan perubahan sintesis sitrat dan isositrat pada sel tanaman (Popova &
Carvalho 1998).
Eksudasi Asam Organik
Asam organik dieksudasikan ke rizosfer dengan bantuan protein transporter.
Sasaki et al. (2004) mengidentifikasi pertama kali transpoter malat yang diinduksi Al
yang disebut ALMT1. Kanal ALMT1 ini merupakan faktor kunci eksudasi malat pada
akar tanaman gandum yang toleran. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa
transporter malat diaktifkan oleh sebuah protein kinase yang berukuran 42 kDa (Osawa
& Matsumoto 2001). Ekspresi berlebih gen ALMT1 ke tanaman tembakau dan barley
diketahui meningkatkan toleransi terhadap cekaman Al seiring meningkatnya eksudasi
malat (Sasaki et al. 2004; Delhaize et al. 2004).
Asam organik lain seperti sitrat juga mempunyai transporter sendiri yaitu
multidrug and toxic compound extrusion (MATE). Gen MATE ini berukuran 1668 pb
18
dan menyandikan 555 asam amino (Furukawa et al 2007). Ekspresi berlebih MATE
pada tanaman tembakau meningkatkan toleransi tanaman tembakau terhadap cekaman
Al (Furukawa et al. 2007). Selain MATE, sitrat juga dieksudasikan melalui H+ATPase
yang berkorelasi dengan efluk H+ (Ohno et al. 2003; Tomasi et al. 2009). Gen penyandi
H+ATPase telah diisolasi dari Melastoma malabathricum. Gen tersebut berukuran 2871
pb yang menyandikan 956 asam amino. Pembungkaman terhadap ekspresi gen tersebut
menurunkan toleransi tanaman Melastoma terhadap cekaman Al (Muzuni 2010). Mutasi
H+
Transporter lain yang juga berperan dalam eksudasi asam organik adalah
transporter ABC yaitu transporter yang mengikat ATP selama mengalirkan larutan
organik maupun anorganik. Baik tanaman yang toleran maupun yang sensitif
mempunyai transporter asam organik, namun yang membedakan antara keduanya
adalah terekspresi lebih tinggi atau lebih aktif pada tanaman toleran (Kochian et al
2004). Salah satu famili gen transporter ABC adalah gen for sensitive Al rhizotoxic
(STAR) yang telah diketahui berperan dalam toleransi terhadap Al (Huang et al. 2010).
ATPase meningkatkan sekresi sitrat 20 kali lipat dibandingkan tipe liarnya (Ohno et
al. 2003). Penghambatan transporter sitrat dengan anthracene-9-carboxylic acid sebuah
inhibitor kanal anion, menurunkan eksudasi sitrat (Yang et al. 2006).
Gen Succinate Fumarate Carrier (SFC) menyandikan protein carrier yang
tersusun dari 320 asam amino yang berperan untuk transport suksinat dan fumarat
keluar dari mitokondria. Aktivitas transporter suksinat ada di dalam sitosol (Linka &
Weber 2010). Pada bakteri juga ditemukan transporter suksinat yang aktivitasnya
optimal pada pH 5,6 dan dihambat oleh monokarboksilat (Terpe et al. 1999).
Transporter oksalate juga sudah diisolasi dan dianalisis struktur tiga dimensi.
Transporter ini berukuran 44 KDa disandikan oleh OxT. Protein ini mempunyai 12
heliks dan 11 heliks diantaranya melintasi membran sel (Hirai et al. 2002). Belum ada
penelitian yang menguji respon transporter-transporter tersebut terhadap cekaman Al.
Eksudasi sitrat dan malat dari akar biasanya mempunyai pola yang sama. Jika
eksudasi malat meningkat maka sitrat juga akan meningkat atau sebaliknya. Pada
tanaman gandum eksudasi baik sitrat maupun malat menurun seiring lamanya cekaman
Al, sebaliknya pada tanaman rye eksudasi kedua asam organik tersebut justru semakin
meningkat (Li et al. 2000). Penurunan kedua asam organik tersebut juga terjadi pada
19
Brassica napus (Ligaba et al. 2004) dan dua spesies jeruk (Yang et al. 2011) jika
dicekam oleh Al.
Enzim Sitrat Sintase
Sintesis sitrat diyakini sebagai tahapan pertama dalam Siklus Kreb dengan
mengkondensasi asetil KoA dengan oksaloasetat. Pada organisme eukariotik, enzim
sitrat sintase ditemukan terutama di dalam mitokondria dan peroksisom pada
perkecambahan (Beeckmans 1984). Sitrat sintase juga ditemukan di dalam peroksisom
non glioksomal di umbi kentang. Berbeda dengan organel glioksisom, organel non
glioksisom tidak mengandung isositrat liase dan malat dihidrogenase (Papke & Gerhard
1996). Berat molekul sitrat sintase mitokondria lebih besar dibandingkan sitrat sintase
glioksisom dan masing-masing terdiri dari dua subunit (Beeckmans 1984). Saat ini telah
diketahui lima gen yang menyandi sitrat sintase pada Arabidosis thaliana. Dua dari gen
tersebut ditargetkan ke dalam mitokondria, sedangkan tiga gen lainnya ditargetkan ke
peroksisom. Ketiga sitrat sintase tersebut berperan baik dalam respirasi asam lemak
maupun pada saat perkecambahan (Pracharoenwattana et al. 2005). Aktivitas sitrat
sintase terdeteksi di peroksisomal hipokotil mung bean dan mesokarp tanaman avokad.
Aktivitas sitrat sintase peroksisom lebih rendah daripada enzim sitrat sintase
mitokondria (Papke & Gerhardt 1996).
Sitrat sintase tersusun dari dua subunit protein yang masing-masing 20-alfa
heliks. Alfa heliks ini menyusun 75% struktur tiga dimensi, sedangkan selebihnya
merupakan residu (Gambar 6). Di antara dua subunit tersebut terdapat belahan yang
mengandung sisi aktif yang di satu sisi mengikat oksaloasetat dan sisi lain mengikat
asetil koA (PDB 2007). Pada tanaman, sitrat sintase pada tanaman berukuran 464-472
asam amino (Deng et al. 2009), sedangkan pada bakteri lebih kecil yaitu sekitar 430
asam amino (Donald et al. 1989). Tiga kunci asam amino di dalam sitrat sintase adalah
His274, His320 dan Asp375. His274 merupakan bagian lekukan dari interdomain dan
berperan sebagai pengikat oksaloasetat. Sitrat sintase mempunyai dua struktur aktif
yaitu struktur tertutup dan terbuka. Struktur ini diatur oleh residu 274-277, dan
mekanisme buka-tutup enzim ini dianalogikan dengan buka-tutup sebuah pintu
(Roccatano et al. 2001).
20
Gambar 6. Struktur kuarterner sitrat sintase bakteri dalam kondisi tertutup (kiri), dan
kondisi terbuka (kanan) (Protein Data Bank, 2007).
Biologi Agrobacterium
Agrobacterium adalah bakteri tanah yang termasuk ke dalam famili
Rhizobiaceae. Bakteri ini bersifat pathogen bagi tanaman terutama tanaman dikotil dan
beberapa spesies Gymnosperm (Srivastava 2002). Interaksi antara tanaman-
Agrobaterium secara alami hanya terjadi di dalam Kelas Dikotil. Secara alami
monokotil bukan termasuk tanaman inang bagi Agrobacterium tetapi bagian meristem
dapat diinfeksi bakteri ini (Smith & Hood 1995). Saat ini dikenal tiga biotipe yaitu
Agrobacterium tumefaciens yang menyebabkan crown gall, A. rubi yang menginfeksi
Rubus idaeus dan A. rhizogenesis yang menginfeksi jaringan akar (Otten et al. 2008).
Kemampuan Agrobacterium dalam menginduksi tumor adalah karena adanya
peningkatan aktivitas sitokinin dan indol acetic acid (IAA). Kedua hormon tersebut
diperuntukkan menghasilkan opin sebagai sumber makanan (McMullen & Binns 2006).
Pada proses ini, DNA dari Agrobacterium tipe liar ditransfer ke nukleus. Ekspresi T-
DNA di dalam jaringan tanaman menyebabkan terbentuknya tumor. Gen-gen di dalam
T-DNA terlibat dalam sintesis hormon pertumbuhan dan produksi opin yang merupakan
kondensasi antara asam amino dan gula (Sheng & Citovsky 1996)
Ada tiga komponen genetik Agrobacterium yang diperlukan untuk transformasi
sel tanaman. Komponen pertama adalah T-DNA yang diperlukan untuk mentransfer
gen dari sel bakteri ke dalam sel tanaman. T-DNA terdapat dalam Ti plasmid
Agrobacterium. Bagian ujung T-DNA dibatasi oleh pembatas atau border di sisi sebelah
kiri dan kanan. Komponen kedua adalah daerah virulensi (vir) yang berukuran 35-Kpb
yang mengandung tujuh lokus mayor yaitu virA, virB, virC, virD, virE, virG dan virH.
Komponen ketiga adalah gen virulen kromosomal (vk) yang terletak di kromosom
bakteri (Sheng & Citovsky 1996).
21
Kemampuan Agrobacterium menginfeksi sel inang berkaitan dengan plasmid
yang berukuran besar sebagai penginduksi tumor atau tumor-inducing (Ti) atau
penginduksi akar atau rhizogenic inducting (Ri). T-DNA dan daerah virulensi (vir)
terdapat di tumor-inducing plasmid (pTi) (Gambar 7). Selain di plasmid T-DNA juga
bisa terdapat di dalam kromosom dengan cara rekombinasi dengan bantuan protein
VirD2 (Gelvin 2008). Ukuran plasmis Ti berkisar 200-800 Kpb dan daerah T kurang
dari 10% dari Ti (Gelvin 2003). Ekspresi gen vir diinduksi oleh eksudat yang
dikeluarkan dari luka tanaman. Eksudat tersebut berupa senyawa fenolik seperti
asetosiringon yang diperkuat komponen gula dan pH (Zupan et al 2003).
Di samping gen-gen vir yang ada di plasmid, beberapa gen virulensi di
kromosom juga diperlukan untuk menginfeksi se-sel inang. Gen-gen virulensi tersebut
adalah chv A, chvB, chvD, chvE, chvG, chvH, dan chvI, serta gen-gen yang
mempengaruhi virulensi di kromosom yaitu acvB dan pgm(exoC), glgP, mia dan ros.
Urutan DNA virulensi di dalam kromosom dan plasmid Ti identik (Suzuki et al. 2001).
Gambar 7. Peta plasmid Ti yang terdiri dari T-DNA, daerah virulensi, katabolisme opin
dan daerah origin of replication (Hooykas & Beijersbergen 1994).
McCullen dan Binns (2006) membagi tahapan masuknya T-DNA ke dalam
tanaman menjadi 7 tahap yaitu : 1) pengenalan senyawa kimia tanaman inang dan
pengaktifan ekspresi gen virulensi, 2) pengenalan fisik dan interaksi antara bakteri dan
inang, 3) produksi subtrat yang ditransfer dan transfer mesin 4) transfer subtrat dari
bakteri ke dalam sel inang, 5) pergerakan subtrat ke dalam nukleus, 6) integrasi T-DNA
ke dalam genom inang dan 7) ekspresi T-DNA di dalam sel inang. Sebagian proses
tersebut diilutrasikan pada Gambar 8.
22
Ada dua proses yang saling independen dalam proses pengenalan ini yaitu
aktifasi gen virulen dan pengikatan sel inang (McMullen & Binns 2006). Pengenalan
terhadap sel inang melalui senyawa kimia yang dikeluarkan sel-sel inang yang terluka.
Senyawa kimia ini akan dikenali oleh komplek reseptor VirA/VirG yang ada di
membrane plasma Agrobacterium. Senyawa opin dikenali oleh gen virA, yang
kemudian akan ditransduksikan melalui VirG untuk mengaktifkan salinan gen yang
akan ditranfer ke sel inang. Mekanisme ini merupakan karakteristik bakteri konjugatif
(Zupan et al. 1996). Bakteri mengikat permukaan sel dan diikuti dengan sintesis filamen
selulosa untuk memperkuat pengikatan (Zupan et al. 1996).
Gen virA dan virG mempunyai homologi dengan gen yang menyandikan dua
sensor kinase untuk menerima respon dan melanjutkannya dalam status fosforilisasi.
VirG dalam kondisi tidak aktif menempel pada protein VirA sebagai penerima signal.
Jika terdapat signal berupa opin, gula, PO4
Bersama dengan aktivasi gen vir, Agrobacterium melekatkan diri di sel inang.
Terdapat dua tipe pelekatan Agrobacterium ke sel inang yaitu: pelekaran nonspesifik
dan spesifik. Pelekatan nonspesifik dapat diketahui dengan cara pencucian
menggunakan bufer garam. Jumlah bakteri yang melekat di satu sel inang berkisar 200-
1000 bakteri. Pelekatan spesifik terjadi dengan terbentuknya T-pilus yang tersusun dari
β1-2 glukan. Gen-gen di kromosom chvA, chvB dan pscA (exoC) (McMullen &Binns
2006), serta virB di Ti plasmid (Judd et al. 2005) terlibat dalam pembentuk sintesis dan
lokalisasi pilus.
dan pH rendah opin maka VirG menjadi
bentuk yang terfosforilisasi dan terlepas dari VirA. Pemberian opin termasuk
didalamnya oktopin, nopalin, leucinopin, dan sucinamopin meningkatkan induksi 2-10
kali. Asetosiringon dapat mengaktifkan gen virA dan virG (Veluthambi et al. 1989).
Asetosiringon dan ADP-glucosa meningkatkan efesiensi transformasi pada embrio
muda tanaman gandum (Cheng et al. 1997). VirG akan mengaktifkan operon gen vir
yang berperan mengatur transport T-DNA ke dalam genom tanaman (Zupan et al. 2000).
T-DNA dibatasi oleh 25 pb sekuen yang dikenal dengan batas kanan (right
border) dan batas kiri (left border) (Zambryski et al. 1982). Protein komplek
VirD1/VirD2 berfungsi mengenali dan memotong bagian T-DNA di bagian batas kanan
sehingga terlepas menjadi utas tunggal dan setelah mencapai batas kiri maka utas
tunggal T-DNA terpotong dari plasmid Ti. Utas tunggal T-DNA tersebut diselimuti
23
dengan VirE2 untuk menghindari pemotongan nuklease (Citovsky et al. 1989). VirD1
kemudian dilepaskan dari potongan utas tunggal T-DNA dan virD2 tetap melekat di
utas tunggal T-DNA (Zupan et al. 2000).
Gambar 8. Mekanisme infeksi dan introduksi T-DNA dari Agrobacterium ke dalam sel
tanaman (McCullen dan Binns 2006).
T-DNA ditransfer ke sel inang melalui protein kanal yang disandikan oleh gen
virB dan virD4 (Christie & Vogel 2000). Protein VirD2 tetap berikatan dengan T-DNA
dan menjadi faktor penting dalam membawa T-DNA. Mutasi di daerah terminal C VirD
menyebabkan kegagalan transfer (van Kregten et al. 2009) Integrasi T-DNA ke dalam
kromosom inang diilustrasikan seperti pada Gambar 9 (Tzfira et al. 2004).
Peran Agrobacterium dalam Rekayasa Genetik
Selama dua dasa warsa telah banyak laporan mengenai keberhasilan
transformasi genetik yang dimediasi oleh Agrobacterium di berbagai spesies dan
kultivar. Beberapa publikasi menunjukkan bahwa transformasi dapat terjadi ke target
non tanaman seperti bakteri hingga khamir dan dari fungi hingga manusia (Tzifira &
Citovsky 2006). Pemanfaatan Agrobacterium dalam introduksi DNA ke dalam tanaman
24
target memiliki keunggulan dibandingkan dengan metode lain yaitu lebih ekonomis dan
jumlah kopi transgen yang terintegrasi adalah rendah (Paz et al. 2004).
Gambar 9. Model integrasi T-DNA ke dalam kromosom inang. (a) Utas T dapat mengalami degradasi pada 30 basa terakhir dari left border yang tidak dilindungi. (b) Di nukleus utas T dikonversi menjadi utas ganda T-DNA yang dapat diproses melalui dua jalur. Jalur pertama terjadi dikebanyakan tanaman, di mana integrasi terjadi dengan rekombinasi non-homolog. (c) VirD digantikan dengan AtKU70-AtKU80 heterodimer pada ujung T-DNA, untuk memasang DNA-dependent protein kinase. (d, e). Dalam waktu bersamaan, DNA yang tidak dikemas juga mengikat AtKU70-AtKU80-DNA-PK. (f) Inisiasi perbaikan potongan utas ganda (PUG). (f) komplek XRCC4-AtLIG4 memediasi integrasi T-DNA ke sisi PUG. (h) beberapa utas ganda T-DNA dapat bergabung dengan AtKU70-AtKU80-DNA-PK dan XRCC4-AtLIG4. (i,g) integrasi menjadi PUG. (j) ujung DNA dikenali oleh Rad52, dengan atau tanpa penggantian VirD2, (k) dan diproses oleh komplek Rad52(Rad50)-Mre11 meninggalkan ujung 50 basa overhang. Rad51, atau (l,m) AtRAD5 dipolimerisasi pada overhang utas tunggal DNA baik di T-DNA intermediet l) maupun di target DNA. Filament nukleoprotein pada ujung dari integrasi utas ganda DNA mencari mikrohomologi ke PUG di genom (n) dan mengikat daerah tersebut (o) sehingga terjadi ligasi ke PUG (Tzfira et al. 2004).
25
Infeksi Agrobacterium dipengaruhi beberapa faktor yaitu mulai pengenalan
terhadap inang hingga integrasi gen target ke dalam genom inang (Zupan et al. 2000).
Cahaya mempengaruhi kemampuan Agrobacterium dalam menginfeksi sel inang.
Dalam kondisi ada cahaya kemampuan bakteri tersebut menginfeksi tanaman berkurang
dikarenakan penurunan jumlah flagela. Penurunan pembentukan flagela disebabkan
adanya penghambatan operon flaABC oleh cahaya sehingga kemampuan pembentuk
flagelin menurun (Oberpichler et al. 2008). Agrobacterium mampu tumbuh optimum
baik di kondisi pH netral, asam dan sedikit basa. Patogenitas bakteri tersebut meningkat
pada kondisi asam (Li et al. 2003).
Untuk keperluan uji ekspresi, gen target harus disisipkan di T-DNA di antara
promoter dan terminator. Selain gen target, T-DNA juga harus mengandung gen untuk
menyeleksi sel-sel transgenik dari sel-sel non transgenik. Gen penyeleksi tersebut dapat
berupa gen resistensi terhadap antibiotik (Chee et al. 1989), atau gen resistensi terhadap
herbisida (Fang et al. 2004). Sebagai gen pelapor ekspresi dapat digunakan gen β
glucuronidase (GUS) (Batra & Kumar 2003) atau green fluorescent protein (GFP)
(Yancheva et al. 2006).
Beberapa peneliti telah melakukan introduksi gen untuk meningkatkan toleransi
tanaman terhadap cekaman Al dengan bantuan Agrobacterium. Ezaki et al. (2000)
mengintroduksikan beberapa gen glutation S-transferase, peroksidase, inhibitor
disosiasion GDP dan blue copper -binding protein dengan bantuan A. tumefaciens LB
4404. Beberapa galur trangenik dilaporkan mampu mengurangi stres Al dan beberapa
logam berat. Ekspresi gen super oxyde dismutase (MnSOD) mitokondria dari Triticum
aestivum di dalam Brassica napus mampu meningkatkan toleransi tanaman tersebut
terhadap cekaman Al. Enzim ini berperan mengontrol konsentrasi 1O2 dan H2O2
Ekspresi gen yang berkaitan dengan asam organik dan sekresinya mampu
meningkatkan toleransi tanaman terhadap aluminium. Introduksi gen ALMT, suatu
transporter malat yang difasilitasi oleh Agrobacterium juga berhasil mendapatkan galur
tanaman sorgum transgenik. Sekresi malat dari akar transgen tersebut meningkat
beberapa kali lipat yang sekaligus meningkatnya toleransinya terhadap cekaman Al
(Delhaize et al. 2004). Ekspresi gen multidrug and toxic compound (MATE) di dalam
di
dalam sel yang meningkat akibat cekaman abiotik (Basu et al. 2001).
26
tanaman sorgum meningkatkan sekresi sitrat dari akar. Ini membuktikan bahwa MATE
merupakan transporter sitrat dan berperan dalam toleransi Al (Malgahaes et al. 2007).
27
BAB III
RESPON FISIOLOGI Jatropha curcas TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM
Pendahuluan
Kebutuhan energi yang semakin meningkat seiiring meningkatnya jumlah
penduduk dunia dan ditambah dengan eskalasi harga minyak bumi dunia tidak menentu,
menyebabkan pencarian sumber energi alternatif (Raguskas et al. 2006). Minyak
Jatropha curcas merupakan sumber alternatif untuk pengganti minyak bumi. Tanaman
ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu mudah diperbanyak, masa pembentukan biji
cepat, mempunyai kandungan minyak tinggi, pertumbuhan cepat, dan mampu tumbuh
di agro-klimat yang bervariasi (Divacara et al. 2010). Meskipun potensi tanaman ini
cukup menjanjikan, namun J. curcas kurang kompetitif jika ditanam di areal yang subur.
Tanah yang subur lebih menguntungkan untuk tanaman pangan atau perkebunan. Areal
alternatif untuk pengembangan perkebunan J. curcas adalah lahan-lahan marginal
seperti sebagian Pulau Sumatra dan Kalimantan. Lahan-lahan marginal umumnya
bersifat masam dengan keracunan aluminium (Al) sebagai masalah utama.
Keracunan Al dapat menghambat pertumbuhan akar pada berbagai spesies
tanaman (Nagy et al. 2004), mereduksi biomasa akar dan tunas (Poscherieder et al.
2008), dan dalam jangka panjang akan mereduksi hasil panen. Pisum sativum yang
dicekam oleh Al menunjukkan bermacam-macam respon seperti penghambatan
pertumbuhan akar, akumulasi Al, peroksidasi lipid, dan kehilangan integritas membran
plasma (Yamamoto et al. 2001). Reactive oxygen species (ROS) menjadi faktor utama
yang menyebabkan penghambatan pertumbuhan akar yang dicekam oleh Al (Yin et al.
2010).
Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengidentifikasi mekanisme
keracunan Al di akar. Pewarnaan akar dengan hematoksilin sangat akurat membantu
dalam menyeleksi tanaman yang toleran dan yang peka terhadap cekaman Al pada
program pemuliaan (Cançado et al. 1999). Dengan pewarnaan ini, lokalisasi Al dalam
akar dapat dengan cepat diobservasi baik dengan menggunakan akar utuh ataupun irisan
anatomi (Yamamoto et al. 2001; Tamas et al. 2006). Peroksidasi lipid adalah salah satu
gejala awal akibat adanya akumulasi Al (Yamamoto et al. 2001), dan proses ini semakin
meningkat seiring meningkatnya akumulasi Al di dalam akar (Achary et al. 2008).
28
Peroksidasi lipid dapat dideteksi dengan pewarnaan dengan Schiff’s reagent (Yamamoto
et al. 2001), yang mendeteksi adanya aldehid derifat peroksida hasil degradasi lipid oleh
ROS (Yin et al. 2010). Gejala keracunan berikutnya adalah sel-sel akan kehilangan
integritas membran plasma sehingga pewarna Evan’s blue dapat berdifusi ke dalam sel
(Yamamoto et al. 2001;Tamas et al. 2006).
Asam organik dapat mengkelat Al dan berperan penting dalam mendetoksifikasi
Al, baik eksternal maupun internal sel (Ma et al. 2000). Eksudasi asam organik seperti
sitrat, malat dan oksalat ke area rizosfer telah diajukan sebagai mekanisme toleransi
pada beberapa tanaman dalam menghindari Al (Ryan et al. 1995). Aluminium
menstimulasi eksudasi sitrat, malat dan suksinat dari jaringan ujung akar, dan sitrat
merupakan asam organik yang paling banyak dieksudasikan (Osawa & Kojima 2006).
Asam organik di rizosfer dapat mengkelat Al di luar membran plasma, sehingga
mencegah Al masuk ke dalam jaringan akar (Miyasaka et al. 1991). Secara in vitro,
asam organik dapat mereduksi toksisitas Al, di mana kemampuan sitrat mereduksi lebih
efektif dibandingkan malat dan suksinat (Hue et al. 1986). Oryza sativa varietas toleran
dilaporkan mempunyai aktivitas sitrat sintasenya yang lebih tinggi dibandingkan
varietas peka (Kang & Ishii 2006). Selain mampu mereduksi toksisitas Al, sitrat juga
bisa melarutkan fosfor dari bentuk Al-fosfat menjadi bentuk yang tersedia bagi akar
tanaman (Miyasaka et al. 1991). Varietas gandum (Triticum aestivum L.) yang toleran
menghasilkan malat empat kali lipat dibandingkan varietas yang peka setelah 2 jam
dicekam dengan 200 μM Al (Delhaize et al. 1993).
Ekspresi berlebih gen yang terlibat metabolisme asam organik seperti sitrat
sintase ke dalam tanaman tembakau dan pepaya (de la Fuente et al. 1997) dan tanaman
wortel (Koyama et al. 1999) dapat meningkatkan sintesis dan eksudasi sitrat sekaligus
meningkatkan toleransi Al. Ekspresi gen ALMT1 sebuah transporter malat, terbukti
meningkatkan eksudasi malat dan toleransinya terhadap cekaman Al (Delhaize et al.
2004).
Respon J. curcas terhadap cekaman Al belum diamati secara lebih detail.
Penelitian ini bertujuan menganalisis sifat fisiologis dan biokimia J. curcas di bawah
cekaman Al. Pemahaman mekanisme toleransi J curcas bermanfaat untuk program
pemuliaan dan penetapan protokol dalam budidaya tanaman tersebut.
29
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan kecambah J. curcas varietas IP-3P. Biji disterilisasi
dengan 5% Na hipoklorid ditambah beberapa tetes Tween-20 selama 10 menit lalu
dibilas dengan air. Biji direndam dengan air selama 1 jam lalu dibenamkan di dalam
media isolite selama 10 hari. Biji yang mempunyai vigor tinggi dipilih untuk uji
cekaman Al menggunakan sistem kultur hidroponik. Media yang digunakan untuk
cekaman Al adalah ½ konsentrasi media Murashige & Skoog (MS) (Murashige &
Skoog 1962). Biji Melastoma malabathricum dikecambahkan pada media tanah selama
1 bulan. Kecambah tersebut digunakan sebagai pembanding spesies yang toleran Al
dengan mekanisme internal detoksifikasi. Kecambah M. malabathricum ditranfer ke
dalam media hidroponik pH 5,8 selama 1 minggu sebelum diperlakukan dengan Al.
Penghambatan Pertumbuhan Akar
Kecambah berumur 10 hari diperlakukan dengan berbagai tingkat konsentrasi
Al yaitu 0, 0,2 mM, 0,4 mM dan 0,8 mM AlCl3
Akumulasi Al di dalam Akar
. Aluminium tersebut ditambahkan ke
dalam ½ konsentrasi media MS dan pH ditetapkan pada 4,0. Cekaman dilakukan selama
7 hari, dan selama perlakuan cekaman kultur diberi aerasi. Media cekaman diganti
dengan media baru setiap 2 hari sekali. Tiap perlakuan terdiri dari lima tanaman dan
diulang lima kali. Semua panjang akar diukur dengan penggaris sebelum dan sesudah
perlakuan cekaman Al. Melastoma digunakan sebagai pembanding dalam percobaan ini
dan mendapatkan perlakuan cekaman yang sama dengan tanaman J. curcas.
Percobaan untuk pengamatan histologis dan fisiologis dilakukan dengan
menggunakan dua konsentrasi Al yaitu tanpa Al dan 0,8 mM AlCl3 selama 7 hari di
dalam kultur hidroponik. Setelah perlakuan cekaman Al berakhir, akar di rendam
dengan akuades selama 1 jam, lalu direndam dengan pewarna hematoksilin (0,2% (w/v)
hematoksilin dalam 0,02% (w/v) KIO3
) selama 10 menit. Akar dibilas dengan aquades
selama 1 jam. Irisan transversal ujung akar dilakukan dengan cara memotong akar
menggunakan pisau secara manual (free hand section). Pengamatan histologi akar
dilakukan terhadap ujung akar sepanjang 10 mm dari tudung akar. Melastoma
malabathricum juga diperlakukan sama dengan J. curcas sebagai pembanding.
30
Degradasi Membran Plasma
Degradasi membran plasma oleh ROS dideteksi dengan menggunakan reagen
Schiff’s (Yamamoto et al. 2001). Akar direndam dalam reagen tersebut selama 10 menit
dan dibilas dengan 0,5% (w/v) K2S2O5
Gangguan Integritas Membran Plasma
di dalam 0,05 M HCl hingga intensitas
warnanya berkurang.
Akar direndam di dalam 10 ml larutan Evan’s blue (0,025% (w/v) Evan’s blue
dalam 100 mM CaCl2 pH 5,6) selama 10 menit. Untuk mengurangi intensitas warna
biru, akar dibilas tiga kali dengan larutan 100 mM CaCl2
Kandungan Malat di dalam Akar, Daun dan Media
. Pengamatan intensitas warna
akar utuh maupun irisan akar dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya
(Tamas et al. 2006).
Pengukuran kandungan malat dilakukan berdasarkan metode yang digunakan
oleh Delhaize et al. (1993). Kecambah J. curcas dicekam dengan berbagai tingkat
konsentrasi Al, yaitu 0, 0,2, 0,4 dan 0,8 mM. Aluminium tersebut ditambahkan ke
dalam ½ konsentrasi media MS, dan diatur pada pH 4,0. Tiap-tiap unit percobaan
diulang tiga kali, dan setiap ulangan terdiri dari lima tanaman. Percobaan dilakukan
selama 6 hari. Media kultur diganti setiap dua hari sekali dan selama percobaan kultur
diberi aerasi. Akar dan daun yang telah terbuka penuh dicuci dengan dengan aquades,
lalu dikeringkan dengan kertas saring. Akar sepanjang 1 cm dari ujung dipotong
menggunakan gunting. Ujung akar dan daun pucuk dibekukan di dalam nitrogen cair
lalu disimpan di lemari pendingan pada suhu -80OC sampai diekstraksi. Sampel jaringan
seberat 0,3 g digerus di dalam mortal dengan menambahkan N2 cair hingga halus.
Ekstrak tersebut ditambah dengan 0,6 N asam perklorat lalu digerus kembali. Ekstrak
dipindahkan ke dalam tabung 1,5 ml, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 15000
rpm (Tomy MX-300) selama 5 menit. Sebanyak 0,9 ml supernatan diambil lalu
ditempatkan ke dalam ke tabung baru dan dinetralkan dengan 80 μl K2CO3
(69 g/100
ml air). Larutan yang sudah dinetralkan disentrifugasi lagi dengan kecepatan 15000 rpm
selama 5 menit. Pengukuran malat yang disekresikan akar dilakukan dengan mengukur
kandungan malat di dalam media pada penggantian media yang terakhir.
31
Malat diukur dengan cara mencampurkan 0,25 ml sampel dengan 0,75 ml buffer
(0,5 M glisin, 0,4 M hidrasin, pH 9,0), dan 0,05 ml 4 mM NAD. Reaksi
dipreinkubasikan terlebih dahulu selama 30 menit hingga mendapatkan nilai yang stabil
pada pembacaan A340, sebelum ditambahkan 5 μl malate dehidrogenase. Peningkatan
absorban pada A340
Pengaruh Sitrat terhadap Berat Kering Bibit J. curcas.
dihitung sebagai produksi NADH yang sebanding dengan
kandungan malat di dalam sampel. Analisis malat juga dilakukan pada Melastoma
malabathricum yang diperlakukan sama dengan J. curcas.
Kecambah berumur 10 hari diperlakukan dengan 1 mM Al dan diperlakukan
dengan berbagai konsentrasi sitrat yaitu 0, 0,4 mM, 0,8 dan 1 mM. Media yang
digunakan mengikuti komposisi media Watanabe et al. (2005). Setiap perlakuan terdiri
dari lima tanaman dan diulang tiga kali. Percobaan dilakukan selama 30 hari. Setiap 6
hari, media diganti dengan yang baru. Berat basah masing-masing individu ditimbang
sebelum dan sesudah perlakuan. Pada akhir perlakuan, tanaman dikeringkan dengan
cara dioven 60O
Hasil dan Pembahasan
C selama 12 jam sebelum ditimbang.
Penghambatan Pemanjangan Akar
Pertumbuhan akar utama J. curcas berkurang setelah tujuh hari dicekam Al.
Pada tingkat cekaman 0,2 mM Al, pemanjangan akar J. curcas belum nyata terhambat
jika dibandingkan dengan akar yang tidak dicekam Al. Penurunan pemanjangan akar
mulai terjadi pada konsentrasi cekaman 0,4 mM dan 0,8 mM Al, berturut-turut 36,17%
dan 48,02% (Gambar 10 a). Akar M. malabathricum tidak terhambat pemanjangannya
di semua tingkat cekaman Al. Pemanjangan akar M. malabathricum justru meningkat
pada tingkat cekaman Al 0,4 mM Al, dan tidak terjadi reduksi pemanjangan akar pada
cekaman 0,8 mM Al (Gambar 10 b). Aluminium membantu penyerapan Ca dan Mg
oleh akar Melastoma. Akar Melastoma mensekresi oksalat secara terus menerus
sehingga dapat menyebabkan presipitasi Ca dan Mg. Jika di dalam media terdapat Al
maka oksalat akan mengikat Al, sementara Ca dan Mg dalam bentuk terlarut dan dapat
diserap oleh akar Melastoma (Watanabe et al. 2008).
Aluminium menghambat pemanjangan akar J. curcas pada konsentrasi lebih
dari 0,2 mM. Akar tanaman yang peka seperti Triticum aestivum varietas Scout 66 (Ma
32
et al. 2004), dan Leucaena leucocephala (Osawa & Kojima 2006) pemanjangan
akarnya menurun drastis meskipun hanya dicekam Al konsentrasi rendah. Penurunan
pemanjangan akar kedua tanaman tersebut mencapai 40% saat dicekam 0,01 mM Al.
Sebuah penelitian melaporkan bahwa hanya dengan menggunakan kurang dari 0,2 mM
Al dapat untuk membedakan suatu tanaman peka dan toleran (Silva et al. 2010).
a b
Gambar 10. Panjang akar J. curcas (a) dan M. malabathricum (b) yang diperlakukan dengan berbagai tingkat konsentrasi Al.
Pemanjangan akar Picea abies yang toleran Al menurun 40% pada cekaman 0,5
mM Al selama 2 hari (Nagy et al. 2004). Akar Eucaliptus sp baru mengalami
penurunan yang nyata jika dicekam dengan konsentrasi Al di atas 0,6 mM (Silva et al.
2004). Beberapa varietas kedelai telah dievaluasi dengan tingkat cekaman 0,7 mM Al.
Pemanjangan akar varietas peka menurun 46,5%, sedangkan pada varietas toleran,
pemanjangan akar hanya berkurang 19,6% (Sopandie et al. 2003). Tanaman jarak
mengalami penghambatan akar hingga 48% jika diperlakukan dengan 0,8 mM Al.
Penghambatan tersebut lebih tinggi dibandingkan penghambatan akar pada M.
malabathricum, Eucaliptus dan varites kedelai toleran Al. Data tersebut mendukung
bahwa J. curcas dapat dikategorikan sebagai tanaman agak toleran.
Akumulasi Aluminium di dalam Akar
Akar J. curcas mengakumulasi warna hematoksilin secara intensif terutama di
sepanjang 1 cm dari jaringan ujung akar yang dicekam oleh Al (Gambar 11 a). Irisan
melintang di sepanjang jaringan tersebut juga menunjukkan adanya warna hematoksilin
di dalam sel-sel epidermis hingga mencapai endodermis (Gambar 11 d). Tanaman tanpa
perlakuan Al tidak menunjukkan adanya jaringan akar yang terwarnai oleh hematoksilin.
Ini menunjukkan bahwa Al yang diberikan di media diserap dan diakumulasi oleh akar
00,5
11,5
22,5
33,5
4
0,0 0,2 0,4 0,8
pem
anja
ngan
akar
(cm
/min
ggu)
Konsentrasi Al (mM)
ab
bc
a
00,5
11,5
22,5
33,5
0,0 0,2 0,4 0,8pe
man
jang
an ak
ar(c
m/m
ingg
u)Konsentrasi Al (mM)
b b
a
b
33
J. curcas. Sebaliknya, di jaringan akar M. malabathricum yang dicekam oleh Al tidak
menunjukkan adanya warna hematoksilin. Hal ini membuktikan tidak terdapat
akumulasi Al di dalam jaringan akar M. malabathricum (Gambar 11g).
Penghambatan pemanjangan akar berkorelasi positif dengan adanya akumulasi
Al di dalam jaringan akar J. curcas. Kondisi yang sama juga telah dilaporkan pada
Pisum sativum (Yamamoto et al. 2001), Picea abies (Navy et al. 2004), dan tanaman
gandum (Tamas et al. 2006). Pada J.curcas akumulasi Al terjadi di sepanjang 1 cm dari
ujung akar. Pineros et al. (2005) melaporkan bahwa tidak terdapat perbedaan
kandungan Al di antara potongan 0-0,25, 0,25-0,5 dan 0,5-1 cm. Akumulasi Al di dalam
jaringan akar terjadi dikarenakan tiga kemungkinan yaitu pertama, tidak adanya
translokasi Al ke daun seperti hal pada M. malabathricum (Watanabe & Osaki 2008),
kedua, kemampuan akar J. curcas mengeksudasi Al rendah dan ketiga konsentrasi asam
organik yang dieksudasikan tidak mampu mengkelat semua Al yang ada di apoplas dan
permukaan akar.
Degradasi Membran Plasma
Akar J. curcas yang dicekam oleh Al mengalami degradasi melalui proses
peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid tersebut dapat dibuktikan dengan adanya warna
merah jambu hasil pewarnaan Schiff’s reagent (Gambar 11 b). Peroksidasi lipid terjadi
pada jaringan epidermis hingga jaringan korteks (Gambar 11 e). Permukaan akar M.
malabathricum tidak menunjukkan adanya warna merah jambu seperti yang terjadi di
akar J. curcas meskipun dicekam oleh Al (Gambar 11 h).
Dari hasil pengamatan pewarnaan di atas diketahui bahwa sebagian besar
jaringan akar telah mengalami degradasi membran. Intensitas kerusakan ini dikarenakan
lamanya cekaman Al hingga 7 hari. Pisum sativum dan Arabidopsis telah mengalami
degradasi membran plasma dalam waktu 24 jam (Yamamoto et al. 2001; Yin et al.
2010). Al memicu terbentuknya reactive oxygen species (ROS) yang mengiduksi
peroksidasi lipid di membran plasma dan organel di dalam sitosol (Yamamoto et al.
2002; Jones et al. 2006).
Gangguan Integritas Membran Plasma
Ujung akar J. curcas yang dicekam oleh Al menyerap warna biru dari
pewarnaan Evan’s blue (Gambar 11 c). Pengamatan terhadap irisan melintang akar J.
34
curcas menunjukkan bahwa sebagian besar jaringan akar telah diinfiltrasi oleh pewarna
Evan’s blue (Gambar 11f). Kondisi ini tidak terjadi pada akar M. malabathricum yang
dicekam oleh Al (Gambar 11 i).
Gambar 11. Pembandingan perwarnaan akar J.curcas dengan M. malabathricum di
bawah cekaman Al atau tanpa cekaman. Perwarnaan akar J. curcas dengan a. hematoksilin, b, Schiff’s reagent, c. Evan’s blue. Irisan melintang akar J. curcas yang diwarnai dengan d. hematoksilin, e, Schiff’s reagent, f. Evan’s blue. Sebagai pembanding akar M. malabathricum yang diwarnai dengan g. hematoksilin, h. Schiff’s reagent, i. Evan’s blue
Evan’s blue dapat melewati membran plasma yang telah terganggu
permeabilitasnya. Permeabilitas membran plasma meningkat akibat sebagian lipid
penyusun membran tersebut telah terdegradasi oleh ROS. Evan’s blue merupakan
35
pewarna spesifik untuk viabilitas sel. Warna ini tidak dapat melewati membran sel yang
viabilitasnya tinggi. Akumulasi warna tersebut menandakan bahwa sel telah menurun
viabilitasnya (Yamamoto et al. 2001). Salah satu penyebab berkurangnya viabilitas sel
adalah gangguan pada struktur dan fungsi organel-organel sel. Akumulasi Al di sisi luar
membran plasma mempengaruhi fungsi mitokondria melalui jalur tranduksi signal yang
belum diketahui atau Al langsung melintasi membran plasma dan langsung mengubah
fungsi mitokondria (Yamamoto et al. 2002).
Kandungan Malat di dalam Jaringan Daun, Akar dan Media
Aluminium mempengaruhi kandungan malat di dalam daun dan akar J.curcas
dan M. malabatricum. Pada kondisi tanpa cekaman, kandungan malat di daun J. curcas
adalah 61,7 μmol g-1
Pada kondisi tanpa cekaman, kandungan Al di dalam akar J. curcas lebih tinggi
2,78 kali dibandingkan dengan M. malabathricum. Pola akumulasi malat di ujung akar
J.curcas berbeda dengan M. malabathricum. Kandungan malat di dalam akar J. curcas
meningkat seiring meningkatnya tingkat cekaman Al (Gambar 12 c). Kandungan malat
di dalam akar M. malabathricum meningkat dengan adanya cekaman Al. Peningkatan
ini mencapai puncak pada konsentrasi cekaman 0,4 mM Al, kemudian turun pada
cekaman 0,8 mM Al (Gambar 12 d).
berat segar atau lima belas kali lebih tinggi dibandingkan dengan
M. malabathricum. Kandungan malat pada J.curcas dan M. malabathricum berkurang
dengan adanya cekaman 0,2 mM Al berturut-turut 24,6% dan 46,44% dan kandungan
malat tersebut stabil dengan meningkatnya cekaman (Gambar 12 a, b).
J. curcas dan M. malabathricum mengeksudasikan malat ke media meskipun
tanpa cekaman Al (Gambar e, f). Eksudasi malat dari jaringan akar J. curcas lebih
rendah dibandingkan eksudasi dari jaringan akar M. malabathricum, masing-masing
0,102 dan 0,174 μmol ml media. Aluminium memicu peningkatan eksudasi malat dari
jaringan akar kedua tanaman tersebut. J. curcas mengeksudasi malat paling tinggi pada
cekaman 0,4 mM Al yaitu 0,35 µmol/ml, kemudian menurun menjadi 0,175 µmol/ml
pada cekaman 0,8 mM Al.
36
J. curcas M. malabathricum
a b
c d
e f Gambar 12.Kandungan malat pada berbagai tingkat konsentrasi Al. Kandungan malat J.
curcas dan M. malabathricum di dalam daun (a, b), akar (c, d) dan media (e, f). Setiap perlakuan terdiri tiga ulangan dan tiap ulangan terdiri dari lima tanaman. Bar menunjukkan SE dari rata-rata tiga ulangan.
0
50
100
150
200
250
300
0,0 0,2 0,4 0,8
Mal
at µ
mol
/g b
erat
sega
r
Konsentrasi Al (mM)
a
b bb
02468
101214161820
0,0 0,2 0,4 0,8
Mal
at µ
mol
/g b
erat
sega
r
Konsentrasi Al (mM)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0,0 0,2 0,4 0,8
Mal
at µ
mol
/g b
erat
sega
r
Konsentrasi Al (mM)
cbc
ab
a
0
5
10
15
20
25
0,0 0,2 0,4 0,8
Mal
at u
mol
/g b
erat
sega
r
Konsentrasi Al (mM)
bc
aba
b
00,05
0,10,15
0,20,25
0,30,35
0,40,45
0,0 0,2 0,4 0,8
Mal
ate µ
mol
/g b
erat
sega
r
Konsentrasi Al (mM)
b
b
a
b
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,0 0,2 0,4 0,8
Mal
at µ
mol
/ml m
edia
Konsentrasi Al (mM)
c
aab
a
37
Cekaman aluminium mempengaruhi metabolisme asam organik di dalam
jaringan tanaman (Ma et al. 2001). Penurunan kandungan malat di dalam daun
Melastoma yang jika dicekam oleh Al hingga mencapai 60% telah dilaporkan
(Watanabe & Osaki 2001). Namun demikian, mekanisme bagaimana cekaman Al
mempengaruhi penurunan malat atau asam organik di dalam daun belum dilaporkan.
Tanaman umumnya merespon cekaman Al dengan meningkatkan sintesis dan
eksudasi asam organik jika konsentrasi cekaman Al rendah. Kandungan malat di akar J.
curcas meningkat seiring meningkatnya cekaman Al, tetapi eksudasi malat justru
berkurang pada cekaman 0,8 mM Al. Pada konsentrasi 0,8 mM Al kemungkinan telah
mengganggu transporter malat sehingga kemampuan eksudasinya menurun. Laporan
Yamamoto et al. (2001) menyebutkan bahwa tingginya akumulasi Al di apoplas dan
afinitas Al terhadap muatan negatif membran plasma menjadi kontributor utama
kerusakan membran plasma.
Peningkatan malat di dalam jaringan akar J. curcas diduga juga berkaitan
dengan usaha tanaman untuk mendetoksifikasi Al yang sudah masuk ke dalam jaringan
akar. Aluminium yang masuk ke dalam akar dikelat oleh malat, dan kemudian dibawa
ke dalam vakuola dan kemudian didetoksifikasi di dalam organel tersebut. Mekanisme
tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar 3 (Kochian et al. 2005). Mekanisme
detoksifikasi internal dikembangkan oleh J. curcas untuk mengatasi cekaman Al. Pola
penurunan malat di daun J. curcas sama dengan Melastoma jika mendapat cekaman Al.
Berdasarkan pola tersebut diduga J. curcas juga membawa sebagian Al ke dalam daun,
meskipun tidak sebanyak tanaman Melastoma.
Kandungan malat di dalam akar M. malabathricum menurun pada cekaman 0,8
mM Al, tetapi eksudasi malat terus meningkat. Kemungkinan hal ini terjadi karena
peningkatan eksudasi malat dari jaringan akar tidak diikuti peningkatan sintesis malat di
jaringan akar. Kondisi ini menyebabkan kandungan malat di dalam akar menurun.
Pengujian akar M. malabathricum dengan berbagai jenis pewarnaan menunjukkan tidak
terdapat akumulasi Al yang memicu peroksidasi lipida dan gangguan integritas
membran. Selain malat, M. malabathricum juga mengeksudasikan oksalat dan
mempunyai mekanisme mengkelat Al ke dalam jaringan akar, kemudian ditranfer ke
dalam daun melalui xilem dengan bantuan sitrat (Watanabe & Osaki 2002).
38
Pengaruh Sitrat terhadap Berat Kering Benih J. curcas
Pemberian sitrat meningkatkan berat kering J. curcas. Tanaman yang dicekam 1
mM Al tanpa pemberian sitrat, berat keringnya hanya 0,75 g. Pemberian sitrat 0.4 mM
dan 0.8 mM belum mampu meningkatkan berat kering. Peningkatan berat kering nyata
terjadi pada penambahan 1 mM sitrat yaitu 0,99 g (Gambar 13). Satu molekul sitrat
dapat mengikat satu molekul Al sehingga lebih efesien dibandingkan asam organik lain
seperti oksalat dan malat (Ma 2000). Hal ini membuktikan bahwa eksudasi sitrat juga
potensial untuk meningkatkan toleransi Al pada J. curcas. Penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Hue et al. (1986) dan Delhaize et al. (1993) telah membuktikan bahwa
pemberian sitrat, malat dan oksalat meningkatkan pertumbuhan akar di bawah cekaman
Al.
Delhaize et al. (1995) dan Ryan et al. (2001) menekankan bahwa eksudasi asam
organik merupakan mekanisme toleransi Al yang utama pada tanaman karena
mengurangi kontak akar dengan Aluminum. Namun Pineros et al. (2005) mengingatkan
bahwa mekanisme toleransi cekaman Al tidak hanya didukung oleh kemampuan
tanaman dalam mengeksudasi asam organik. Eksudasi asam organik berkaitan dengan
sintesis dan aktifitas tranporter asam organik. Ekspresi berlebih gen sitrat sintase di
dalam sel-sel wortel meningkatkan kemampuannya dalam mensekresikan sitrat
(Koyama et al. 1999), demikian juga ekspresi berlebih gen tersebut pada Arabidopsis
(Koyama et al. 2000), kanola (Anoop et al. 2003) dan alfalfa (Baron et al. 2008).
Gambar 13. Berat kering J. curcas yang mendapat cekaman dengan 1 mM Al dan
perlakuan berbagai tingkat konsentrasi sitrat. Bar menunjukkan SE dari rata-rata tiga ulangan.
-
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
1,2
1,0 + 0,0 1,0 + 0,4 1,0 + 0,8 1,0 + 1,0
Ber
atK
erin
g(g
r)
Konsentrasi Al + Sitrat (mM)
b b b
a
b b b
a
39
Kesimpulan
1. Cekaman Al menghambat pertumbuhan akar J. curcas. Penghambatan
pertumbuhan akar mulai terjadi pada konsentrasi cekaman 0,4 mM.
2. Gangguan pertumbuhan akar disebabkan oleh adanya akumulasi Al di sepanjang
1 cm dari ujung akar.
3. Cekaman Al berpengaruh terhadap kandungan malat pada daun, akar J. curcas
dan eksudasi ke dalam media.
4. Jatropha curcas mengembangkan mekanisme internal untuk detoksifikasi Al,
serta digolongkankan ke dalam kelompok tanaman yang moderat toleran Al.
5. Penambahan sitrat meningkatkan berat kering J. curcas yang dicekam oleh Al.
51
P. aeruginosa SP01 P. flourescens SWB25 P. putida KKT2440 P. aeruginosa PA01 A. thaliana N. tabacum P. aeruginosa SP01 P. flourescens SWB25 P. putida KKT2440 P. aeruginosa PA01 A. thaliana N. tabacum P. aeruginosa SP01 P. flourescens SWB25 P. putida KKT2440 P. aeruginosa PA01 A. thaliana N. tabacum P. aeruginosa SP01 P. flourescens SWB25 P. putida KKT2440 P. aeruginosa PA01 A. thaliana N. tabacum P. aeruginosa SP01 P. flourescens SWB25 P. putida KKT2440 P. aeruginosa PA01 A. thaliana N. tabacum
1 114 227 340 453
-----------------------MADKKAQLIIEGSAPVELPVLSGTMGPDVVDVRGLTATGHFTFDPGFMSTASCES---------- KITYIDGDKGVLLHRG--------- -----------------------MADKKAQLIIEGAAPVELPILTGTVGPDVIDVRGLTATGRFTFDPGFMSTASCES-----------KITYIDGDNGILLHRG--------- -----------------------MADKKAQLVIEGAAPVELPILTGTVGPDVIDVRGLGATGHFTFDPGFMATASCES---------- KITYIDGDKGILLHRG--------- -----------------------MADKKAQLIIEGSAPVELPVLSGTMGPDVVDVRGLTATGHFTFDPGFMSTASCES-----------KITYIDGDKGVLLHRG--------- MVFFRSVSAFTRLRSRVQGQQSSLSNSVRWIQMQSSTDLDLKSQLQELIPEHKDRLKKLKSEHGKVQLGNITVDMVIGGMRGMTGLLWETSLLDPEEVFALGDCRLPECQKAL MVFYRGVSLLSKLRSRAV-QQTNLSNSVRWLQVQTSSGLDLRSELQELIPEQQDRLKKLKSEHGKVQLGNITVDMVLGGMRGMTGLLWETSLLDPDEGIRFRGLSIYECQK-V YPIEQLAEKSDYLETCYLLLNGELPTAAQKEQFVGTIKNHTMVHEQLKTFFNGFRRDAHPMAVMCGVIGALSAFYHDSLDINNPKHR-------EVSAHRLIAKMPTIAAMVY YPIEQLAEQSDYLETCYLLLNGELPTAEQKAQFVSTVKNHTMVHEQLKTFFNGFRRDAHPMAVMCGVVGALSAFYHDSLDINNPQHR-------EISAIRLVAKMPTLAAMVY YPIEQLAEQSDYLETCYLLLNGELPNAEQKAQFVSTVKNHTMVHEQLKSFFNGFRRDAHPMAVMCGVVGALSAFYHDSLDINNPQHR-------EISAVRLVAKMPTLAAMVY YPIEQLAEKSDYLETCYLLLNGELPTAAQKEQFVGTIKNHTMVHEQLKTFFNGFRRDAHPMAVMCGVIGALSAFYHDSLDINNPKHR-------EVSAHRLIAKMPTIAAMVY LPTAQSGGLNHYRRSFVASLNWKGTLAKSKLKHCRKTWNRAAVSDYVYNAIDALPSTAHPMTQFASGVMALQVQSEFQKAYENGIHKSKFWEPTYEDCLNLIARVPVVAAYVY LPAAKPGGEPLPEGLLWLLLTGKVPSKEQVDSLSQELRSRATVPDHVYKTIDALPVTAHPMTQFATGVMALQVQSEFQKAYEKGIHKSKLWEPTYEDSMSLIAQVPLVAAYVY KYSKGEPMMYPRND-LNYAENFLHMMFNTPCETKPISPVLAKAMDRIFILHADHEQN-ASTSTVRLGRLLRRHPFACIASGIAALWGPAHGGANEAVLRMLDEIGDVSNIDKF KYSMGQPMMYPRND-LTYAENFLHMMFNTPCEIKPISPVLAKAMDRIFILHADHEQN-ASTSTVRLAGSSGANPFACIAAGIAALWGPAHGGANEAVLTMLDEIGDVSNIDKF KYSMGQPMMYPRND-LSYAENFLHMMFNTPCEIKPISPVLAKAMDRIFILHADHEQN-ASTSTVRLAGSSGANPFACIAAGIAALWGPAHGGANEAVLTMLDEIGDVSNIDKF KYSKGEPMMYPRND-LNYAENFLHMMFNTPCETKPISPVLAKAMDRIFILHADHEQN-ASTSTVRLAGSSGANPFACIASGIAALWGPAHGGANEAVLRMLDEIGDVSNIDKF RRMYKNGDSIPSDKSLDYGANFSHMLGFD-------DERLKELMRLTSPSTVMHEGGNVSAHTGHLVGSALSDPYLSFAAALNGLAGPLHGLANQEVLLWIKSVVEECGEDIS RRMYKNGNTIPKDDSLDYGANFAHMLGFS-------SSDMHELMKLYVTIHSDHEGGNVSAHTGHLVASALSDPYLSFAAALNGLAGPLHGLANQEVLLWIKSVVEECGENIS VEKAKDKNDPFKLMGFGHRVYKNFDPRAKVMKQTCDEVLQELGIN-DPQLELAMK-LEEIARHDPYFVERNLYPNVDFYSGIILKAIGIPTS-MFTVIFALARTVGWISHWQE IAKAKDKNDPFKLMGFGHRVYKNRDPRATVMKQTCDEVLKELGIKNDPQLELAMR-LEEIALTDPYFIERSLYPNVDFYSGIILKAIGIPTS-MFTVIFALARTVGWISHWKE IAKAKDKNDPFKLMGFGHRVYKNRDPRATVMKQTCDEVLRELGIKNDPQLELAMR-LEEIALTDPYFIERSLYPNVDFYSGIILKAIGIPTS-MFTVIFALARTVGWISHWKE VEKAKDKNDPFKLMGFGHRVYKNFDPRAKVMKQTCDEVLQELGIN-DPQLELAMK-LEEIARHDPYFVERNLYPNVDFYSGIILKAIGIPTS-MFTVIFALARTVGWISHWQE KEQLKEYVWKTLNSGKVIPGYGHGVLRNTDPRYVCQREFALKHHPDDPLFQCCK--LMKLASCLTELESEEPWPNVDAHSGVLLNHYGLTEARYYTVLFGVSRSLGICSQLIW KEQLKDYAWKTLKSGKVVPGFGHGVLRKTDPRYTCQREFALKHLPEDPLFQLVAKLYEVFLQFLQNLAKLNPWPNVDAHSGVLLNYYGLTEARYYTVLFGVSRALGICSQLIW MLSGPYKIGRPRQLYTGHTQRDFTALKDRGX 485 MLSSPYKIGRPRQLYTGYESRDITKLEDRKX MLSSPYKIGRPRQLYTGEQKRDIVALKDRKX MLSGPYKIGRPRQLYTGHTQRDFTALKDRGX DRELLLALERPKSVTMDWLEAHCKKASSAX DRALGLPLERPKSVTMEWLENHCKKAX
113 226 339 452
Gambar 19. Pejajaran urutan asam amino penyusun sitrat sintase bakteri dengan sitrat sintase tanaman. Sitrat sintase bakteri Pseudomonas sp terdiri dari P. aeruginosa SP01 dan PA01, P flurescens dan P. putida , sedangkan sitrat sintase tanaman yang digunakan adalah A. thaliana dan N. tabacum.
52
CS mempunyai peran yang strategis dalam menghasilkan energi baik pada
prokariotik maupun eukariotik. Sitrat sintase juga berperan dalam virulensi pada
Agrobacterium. Mutasi gen CS pada spesies tersebut menyebabkan penurunan daya
virulensi (Suksomtip et al. 2005). Mutasi pada gen CS ini juga berpengaruh dalam
pembentukan spora Bacillus sp (Donald et al. 1989). Sitrat sintase Aspergillus nidulans
disandikan oleh gen CitA berukuran 471 pb berlokasi di dalam mitokondria (Min et al.
2010). Gen CitA ini ditemukan kopi tunggal, mempunyai 7 intron dan inisiasi
transkripsinya pada posisi -26 (Park et al 1997; Min et al 2010). Pada bakteri
Coynebacterium glutamicum, sitrat sintase disandikan oleh gltA. Ekspresi gen tersebut
diatur oleh faktor transkripsi RamA, RamB dan GlxR yang terletak di bagiani hulu dari
gen tersebut (van Ooyen et al. 2011).
Kesimpulan
1. Gen sitrat sintase telah berhasil diisolasi dari Pseudomonas aeruginosa SP01. Gen
tersebut berukuran 1287 pb dan menyandikan 428 asam amino.
2. PaCS mempunyai kemiripan urutan asam amino dan hidrofobisitas dengan sitrat
sintase Pseudomonas aeruginosa PA0. Kemiripan urutan dan hidrofobisitas ini
mendukung kemiripan aktifitas antara kedua enzim sitrat sintase ini.
40
BAB IV
ISOLASI DAN KARAKTERISASI GEN SITRAT SINTASE
Pseudomonas aeruginosa SP01
Pendahuluan
Bakteri gram negatif Pseudomonas merupakan salah satu mikroba utama di
rhizosfer yang memberi beberapa keuntungan bagi tanaman seperti meningkatkan
ketahanan tanaman terhadap patogen (Atilla et al. 2008), menyediakan unsur fosfor
(Buch et al. 2008), memicu pertumbuhan akar dengan mensekresikan indole acetic acid
(IAA) (Khare & Arora 2010). Bakteri gram negatif ini juga dapat hidup dalam jaringan
tanaman tanpa memberikan efek negatif bahkan menguntungkan bagi tanaman inangnya
seperti meningkatkan toleransi terhadap herbisida (Ahemad & Khan 2010).
Pseudomonas banyak dimanfaatkan dalam beberapa proses biologi seperti
biodegradasi komponen organik (Idise et al. 2010), sebagai antimikroba patogen (Chin-
A-Woeng et al. 2003), mengurangi cekaman oksidatif (Hassett et al. 1993), mengkelat
logam (Lemire et al. 2010) dan meningkatkan toleransi terhadap cekaman aluminium
(de la Fuente et al. 1997).
Kemampuan beberapa spesies dalam genus Pseudomonas dalam melarutkan
fosfat (Buch et al. 2008: Ahemad & Khan 2010) dikaitkan dengan kemampuan
mensekresikan asam organik oleh bakteri tersebut. Sitrat merupakan asam organik yang
dominan disekresikan oleh bakteri-bakteri dalam genus ini. Sekresi sitrat oleh
Pseudomonas diperlukan untuk mengatasi keracunan aluminium (Mailloux et al. 2008).
Aluminium adalah racun bagi organisme karena merusak fungsi sel dengan
mengganggu fungsi-fungsi kation penting seperti Fe, Ca dan Mg (Mundy et al. 1997).
Biosintesis asam sitrat melibatkan kondensasi oksaloasetat dan asetil KoA yang
dikatalisis oleh sitrat sintase (CS) yang mengatur aliran karbon ke dalam siklus asam
trikarboksilat. Siklus ini mempunyai dua fungsi yaitu menyediakan energi seluler dan
prekusor biosintesis senyawa yang lain (Park et al. 1994). Transkripsi gen CS
meningkat beberapa kali lipat pada saat fase eksponensial atau jika bakteri ditumbuhkan
pada medium minimal (Jin & Sonenshein 1994). Pseudomonas fluorescens
menggunakan isositrat liase dan isositrat dehidrogease–NADP dependent untuk
metabolisme sitrat pada saat dicekam Al (Lemire et al. 2010).
41
Gen sitrat sintase Pseudomonas aeruginosa pertama kali diisolasi oleh Donald et
al (1989) dengan cara membuat pustaka genom. Gen ini mempunyai homologi yang
tinggi dengan CS dari P. stutzeri, P. putida dan P. alcaligenes. Sitrat sintase dari bakteri
ini dihambat aktivitasnya oleh NADH. Mitcell et al. (1995) melaporkan bahwa P.
aeruginosa memiliki dua tipe sitrat sintase CS I dan CS II. Bacillus subtilis juga
mempunyai dua tipe sitrat sintase, tetapi enzim ini dihambat oleh ATP (Jin &
Sonensheins 2006).
Ekspresi gen CS penting untuk meningkatkan sintesis dan efluk sitrat ke dalam
rizosfer. Beberapa kelompok peneliti telah melakukan ekspresi berlebih gen CS ke
tanaman untuk meningkatkan toleransi tanaman terhadap cekaman Al (de la Fuente et al.
1997, Barone et al. 2008). Ekspresi berlebih gen CS mitokondria Arabidopsis (At-mtCS)
di tanaman wortel atau sebaliknya meningkatkan toleransi terhadap cekaman Al
(Koyama et al. 1999). Anoop et al. (2003) juga melaporkan introduksi At-mtCS ke
dalam khamir dan kanola meningkatkan level sitrat di dalam sel-sel tunas dan memicu
sekresi sitrat dua kali lipat saat diperlakukan dengan Al. Sebaliknya, Delhaized et al.
(2001) melaporkan bahwa ekspresi berlebih gen CS Pseudomonas aeruginosa di dalam
tanaman tidak meningkatkan akumulasi sitrat di jaringan akar atau meningkatkan
sekresi sitrat.
Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan mengkarakterisasi gen sitrat sintase
bakteri endofitik Pseudomonas aeruginosa.
Metodologi Penelitian
Bahan
Bakteri P. aeruginosa diperoleh dari koleksi Balai Penelitian Sungei Putih Pusat
Penelitian Karet. Bakteri tersebut diisolasi dari permukaan daun Hevea brasiliensis di
Perkebunan Sungei Putih.
Isolasi DNA Bakteri Pseudomonas aeruginosa
DNA bakteri diekstrak dengan cetyl trimetil ammonium bromide (CTAB)
mengikuti Metode Sambrook dan Russel (2001). Sebanyak 2 ml biakan bakteri
ditumbuhkan pada media Luria Bertani (1% tripton, 0,5% ekstrak khamir, 1% NaCl)
selama 24 jam pada suhu kamar. Sebanyak 1,5 ml biakan bakteri diendapkan dengan
cara disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm (Jouan BR4i) selama 10 menit. Pada pelet
42
bakteri ditambahkan 600 µl 2% CTAB suhu 65 OC dan 1,2 µl β-mercaptoethanol, lalu
diinkubasikan pada suhu 65 OC selama 1 jam. Ekstrak dibalik-balik setiap 10 menit,
supaya homogen. Tabung berisi ekstrak dimasukkan ke dalam es dan ditambah 600 µl
CI (kloroform:isoamilalkohol 24:1). Setelah beberapa kali ekstrak sel dibolak-balik,
komponen padatan sel dipisahkan dengan cara disentrifugasi pada 10.000 rpm (Jouan
BR4i) suhu 4 OC, selama 10 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung baru dan
ditambah 1 kali volume PCI (fenol: kloroform: isoamilalkohol 25:24:1), dan
disentrifugasi pada 10000 rpm suhu 4 OC selama 10 menit. Supernatan dipindahkan ke
dalam tabung baru lagi dan ditambah dengan 0,1 kali volume 2 M Na asetat pH 5,2 dan
2 kali volume etanol absolut. Campuran tersebut diinkubasikan di suhu -20 OC selama
semalam. Presipitat DNA diendapkan dengan disentrifugasi pada 10.000 rpm selama 15
menit. Pelet dicuci dengan 500 µl etanol 70%. DNA diresuspensikan dengan 30 µl
buffer Tris-EDTA atau ddH2
Spesies bakteri dipastikan dengan mengamplifikasi daerah 16S rRNA
menggunakan primer forward 63F: 5`CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC`3 dan
reverse 1381R: 5`GGG CGG WGT GTA CAA GGC`3 (Marchesi et al. 1998). Kondisi
polymerase chain reaction (PCR) diatur sebagai berikut : pra PCR 94
O
OC, 5 menit,
diikuti siklus denaturasi 94 OC, 30 detik, penempelan primer 52 OC, 30 detik,
pemanjangan pada 72 OC, 1,5 menit, yang diulang 30 siklus, dan pasca PCR pada 72 OC,
5 menit, diikuti dengan 15 O
Isolasi Gen Sitrat Sintase P. aeruginosa
C selama 10 menit.
Gen sitrat sintase (CS) diisolasi dengan menggunakan primer spesifik
berdasarkan urutan gen CS dari P. aeruginosa yang ada di Gene Bank. Urutan primer
adalah sebagai berikut: primer forward 5’ATGGCTGACAAAAAAGCGCAG3’ dan
reverse 5’TCAGCCGCGATCCTTGAGGGC3’. Kondisi PCR diatur dengan siklus sebagai
berikut: pra PCR 94 OC, 5 menit, diikuti proses denaturasi 95 OC, 30 detik, penempelan
primer 55 OC, 30 detik, pemanjangan pada 72 OC, 1,5 menit, yang diulang 30 siklus, dan
pasca PCR pada 72 OC, 5 menit, diikuti dengan pendinginan15 O
Kandidat gen sitrat sintase yang diamplifikasi dari P. aeruginosa (PaCS) ini
kemudian di klon ke dalam plasmid pGEM-T Easy (Promega Inc.), dengan cara
mencampurkan 1 µl hasil PCR, 25 ng pGEM-T easy, 1,5 unit T4 DNA ligase, 2,5 µl 2x
rapid buffer ligasi, dan ddH
C, 10 menit.
2O hingga volume total menjadi 5 µl. Campuran
43
diinkubasikan pada suhu kamar selama 1 jam, kemudian diinkubasikan pada suhu 4 O
Introduksi pGEM-T PaCS ke dalam E. coli DH5α
C
selama 12 jam.
Hasil ligasi ditransfer ke dalam E. coli DH5α. Satu koloni E. coli diinokulasikan
ke dalam 2 ml media LB. Kultur bakteri digoyang di suhu 37 OC semalam. Dari kultur
ter sebut diambil 10 μl untuk dikulturkan kembali ke 10 ml LB. Kultur digoyang di suhu
37OC selama 2-3 jam atau OD600 = 0,25-3. Kultur disimpan di dalam es selama 15
menit. Dua jenis larutan 0,1 M CaCl2 dan 0,1 M CaCl2 yang mengandung 15% gliserol
juga disimpan di dalam es. Sebanyak 1,5 ml kultur sel disentrifugasi pada 5000 rpm
selama 10 menit pada suhu 4 OC. Medium dibuang dan sel diresuspensikan dengan 450
µl 0,1 M CaCl2. Suspensi dibiarkan di es selama 30 menit, kemudian disentrifugasi
seperti sebelumnya. Supernatan dibuang dan pelet diresuspensikan dengan 45 µl 0,1 M
CaCl2
Hasil ligasi dicampurkan ke dalam sel kompeten dan dibiarkan disimpan di
dalam es selama 30 menit. Campuran sel kompeten dipanaskan pada suhu 42
+ 15% gliserol dan sel bakteri sudah menjadi kompeten.
O
Plasmid hasil ligasi diamplifikasi dengan primer yang didesain dari urutan T7
dan SP16 untuk medapatkan urutan DNA utuh. Kondisi PCR adalah sama dengan
kondisi saat isolasi gen PaCS.
C selama
60 detik, lalu dengan cepat dimasukkan ke dalam es selama 5 menit. LB ditambahkan
ke dalam campuran tersebut kemudian diinkubasikan selama 1 jam. Kultur sel ini
disebarkan pada media LB yang mengandung 50 μg/ml ampisilin.
Pengurutan DNA dan Analisisnya
Urutan DNA penyusun gen 16S dan PaCs dianalisis menggunakan DNA
sequencer ABI Prism model 310 versi 3.7. Selanjutnya, urutan DNA dianalisis
homologinya dengan menggunakan program basic local aligment search tools
(BLAST) (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/blast) (Altschul et al. 1997). Urutan asam
amino PaCS diketahui dengan cara mendeduksi urutan DNA yang diperoleh
menggunakan program translation dari perangkat lunak Bioedit. Analisis keberadaan
situs restriksi di dalam gen menggunakan perangkat lunak yang sama.
Pohon filogenetik dibuat dengan menggunakan Program MEGA4 (Tamura et al.
2007). Urutan DNA hasil sequencing dan urutan DNA dari gen CS dari berbagai spesies
44
Pseudomonas yang akan dianalisis disimpan dalam bentuk file FASTA menggunakan
perangkat lunak Bioedit. File tersebut kemudian dibuka dengan program MEGA4,
kemudian data di sejajarkan dengan cara memilih menu bar align ClustalW. Data yang
telah disejajarkan dianalisis kekerabatan dengan memilih data dan analisis filogenetik.
Pohon kekerabatan dibuat dengan memilih menu bar Neigbor-Joining Tree. Penjajaran
urutan asam amino penyusun CS bakteri maupun tanaman menggunakan perangkat
lunak bioedit dengan memilih menu bar align ClustalW. Urutan gen CS dari beberapa
tanaman digunakan sebagai pembanding.
Hasil dan Pembahasan
PCR menggunakan primer universal untuk 16S bakteri menghasilkanfragmen
DNA berukuran 1301 pb (Gambar 14). Analisis BLAST berdasarkan urutan nukleotida
menunjukkan bahwa urutan tersebut mempunyai kesamaan 99% dengan gen penyandi
16S ribosomal RNA dari beberapa galur Pseudomonas aeruginosa. Hasil analisis
sebelumnya menggunakan uji biokimia dan mikroskopik, galur bakteri ini diidentifikasi
sebagai Pseudomonas flourescens (Data tidak dipublikasikan). Perbandingan spesies
bakteri banyak menggunakan urutan gen 16S rRNA sebagai dasar menyusun filogenetik
(Weisburg et al. 1990). Alasan menggunakan gen ini dikarenakan 16S rRNA secara
fungsional konstan, dan mempunyai urutans yang lebih bervariasi (Woese 1987). Gen
16S rRNA merupakan bagian dari operon (Coenye & Vandamme 2003). Kombinasi
primer 16S rRNA dapat mengidentifikasi beberapa spesies sekaligus tanpa harus
dikulturkan terlebih dahulu, sehingga proses identifikasi lebih cepat dan dapat
mencakup bakteri-bakteri yang tidak atau belum dapat dikulturkan (Weisburg et al.
1990).
Primer untuk isolasi gen sitrat sintase (CS) didesain berdasarkan urutan gen CS
dari beberapa galur Pseudomonas aeruginosa yang telah didaftarkan di Gene Bank.
Amplifikasi gen CS dari P. aeruginosa SP01 dengan PCR menghasilkan fragmen
berukuran 1300 pb. Fragmen ini telah berhasil diklon ke dalam plasmid kloning pGEM-
T Easy dan kemudian telah berhasil diintroduksikan ke E.coli DH5α untuk diperbanyak
(Gambar 15). Pengurutan DNA dari fragmen ini dilakukan dengan menggunakan
primer yang didesain dari urutan promoter SP6 dan T7 yang mengapit gen CS di
pGEM-T Easy.
45
GGGAGTAGACAGCTCTGGATCAGCGGCGGACGGGTGAGTAATGCCTAGGAATCTGCCTGGTAGTGGGG
GATAACGTCCGGAAACGGGCGCTAATACCGCATACGTCCTGAGGGAGAAAGTGGGGGATCTTCGGACC
TCACGCTATCAGATGAGCCTAGGTCGGATTAGCTAGTTGGTGGGGTAAAGGCCTACCAAGGCGACGAT
CCGTAACTGGTCTGAGAGGATGATCAGTCACACTGGAACTGAGACACGGTCCAGACTCCTACGGGAGG
CAGCAGTGGGGAATATTGGACAATGGGCGAAAGCCTGATCCAGCCATGCCGCGTGTGTGAAGAAGGTC
TTCGGATTGTAAAGCACTTTAAGTTGGGAGGAAGGGCAGTAAGTTAATACCTTGCTGTTTTGACGTTAC
CAACAGAATAAGCACCGGCTAACTTCGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGAAGGGTGCAAGCGTTAATC
GGAATTACTGGGCGTAAAGCGCGCGTAGGTGGTTCAGCAAGTTGGATGTGAAATCCCCGGGCTCAACC
TGGGAACTGCATCCAAAACTACTGAGCTAGAGTACGGTAGAGGGTGGTGGAATTTCCTGTGTAGCGGT
GAAATGCGTAGATATAGGAAGGAACACCAGTGGCGAAGGCGACCACCTGGACTGATACTGACACTGAG
GTGCGAAAGCGTGGGGAGCAAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGTCGACTA
GCCGTTGGGATCCTTGAGATCTTAGTGGCGCAGCTAACGCGATAAGTCGACCGCCTGGGGAGTACGGC
CGCAAGGTTAAAACTCAAATGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGA
AGCAACGCGAAGAACCTTACCTGGCCTTGACATGCTGAGAACTTTCCAGAGATGGATTGGTGCCTTCGG
GAACTCAAACACAGGTGCTGCATGGCTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAGTCCCGTAA
CGAGCGCAACCCTTGTCCTTAGTTACCAGCACCTCGGGTGGGCACTCTAAGGAAACTGCCGGTGACAAA
CCGGAAGGAAGGGGGGGATGACGTCAAGTCATCATGGCCCTTACGGCCAGGGCTACACACGTGCTACA
ATGGTCGGTACAAAGGGTTGCCAAGCCGCGAGGTGGAGCTAATCCCATAAAACCGATCGTAGTCCGGA
TCGCAGTCTGCAACTCGACTGCGTGAAGTCGGAATCGCTAGTAATCGGAATCAGAATGCCCGTTGGTGG
CGCC
Gambar 14. Urutan nukleotida fragmen DNA 16S rRNA P. aeuroginosa SP01. Fragmen tersebut tersusun oleh 1301 pb.
Gambar 15. PCR koloni bakteri E. coli DH5α hasil transformasi pGEM-T easy yang mengandung gen sitrat sintase. Urutan gen sitrat sintase di Pa4 dan Pa5 mempunyai orientasi yang berlawanan.
Gen CS di genus Pseudomonas memiliki kesamaan urutan di 8 asam amino
pertama dari kodon star dan kodon stop, sehingga memudahkan untuk mengisolasi gen
tersebut dengan desain berdasarkan urutan dari sisi 5’ dan di sisi 3’nya. PaCS terdiri
dari 1287 pb dan dideduksi menyandi 428 asam amino.Variasi gen CS pada strain P.
aeruginosa berada di urutan DNA di urutan 724-748 pb atau di urutan asam amino
242-248. Gen sitrat sintase pertama diisolasi dari P. aeruginosa berukuran 1287 pb dan
mempunyai homologi yang tinggi dengan spesies Pseudomonas lainnya (Donald et al.
46
1989). Ukuran CS eukariotik lebih besar dari prokariotik yaitu sekitar 1700 pb (Park et
al.1997; Min et al. 2011) (Gambar 16).
1 ATG GCT GAC AAA AAA GCG CAG TTG ATC ATC GAG GGC TCA GCC CCC 45 1 Met Ala Asp Lys Lys Ala Gln Leu Ile Ile Glu Gly Ser Ala Pro 15 46 GTC GAA CTG CCC GTC CTA TCC GGT ACC ATG GGT CCC GAT GTA GTG 90 16 Val Glu Leu Pro Val Leu Ser Gly Thr Met Gly Pro Asp Val Val 30 91 GAT GTA CGG GGC CTC ACC GCC ACG GGC CAC TTC ACC TTC GAT CCT 135 31 Asp Val Arg Gly Leu Thr Ala Thr Gly His Phe Thr Phe Asp Pro 45 136 GGC TTC ATG TCG ACC GCC TCC TGC GAG TCG AAG ATC ACC TAT ATC 180 46 Gly Phe Met Ser Thr Ala Ser Cys Glu Ser Lys Ile Thr Tyr Ile 60 181 GAC GGC GAC AAA GGC GTC CTC CTC CAT CGC GGC TAC CCC ATC GAG 225 61 As Gly Asp Lys Gly Val Leu Leu His Arg Gly Tyr Pro Ile Glu 75 226 CAA CTG GCA GAG AAA TCC GAC TAC CTG GAA ACC TGC TAC CTG CTG 270 76 Gln Leu Ala Glu Lys Ser Asp Tyr Leu Glu Thr Cys Tyr Leu Leu 90 271 CTG AAC GGC GAG CTG CCC ACC GCC GCG CAG AAG GAA CAG TTC GTC 315 91 Leu Asn Gly Glu Leu Pro Thr Ala Ala Gln Lys Glu Gln Phe Val 105 316 GGC ACC ATC AAG AAC CAC ACC ATG GTT CAC GAG CAG TTG AAG ACC 360 106 Gly Thr Ile Lys Asn His Thr Met Val His Glu Gln Leu Lys Thr 120 361 TTC TTC AAC GGC TTC CGC CGC GAC GCC CAC CCG ATG GCC GTG ATG 405 121 Phe Phe Asn Gly Phe Arg Arg Asp Ala His Pro Met Ala Val Met 135 406 TGC GGC GTG ATC GGC GCC CTC TCG GCC TTC TAC CAC GAC TCC CTG 450 136 Cys Gly Val Ile Gly Ala Leu Ser Ala Phe Tyr His Asp Ser Leu 150 451 GAC ATC AAT AAC CCG AAG CAT CGC GAA GTC TCC GCG CAT CGC CTG 495 151 Asp Ile Asn Asn Pro Lys His Arg Glu Val Ser Ala His Arg Leu 165 496 ATC GCC AAG ATG CCG ACC ATC GCC GCC ATG GTG TAC AAG TAC TCC 540 166 Ile Ala Lys Met Pro Thr Ile Ala Ala Met Val Tyr Lys Tyr Ser 180 541 AAG GGC GAG CCG ATG ATG TAT CCG CGT AAC GAC CTG AAC TAC GCG 585 181 Lys Gly Glu Pro Met Met Tyr Pro Arg Asn Asp Leu Asn Tyr Ala 195 586 GAA AAC TTC CTG CAC ATG ATG TTC AAC ACC CCC TGC GAG ACC AAG 630 196 Glu Asn Phe Leu His Met Met Phe Asn Thr Pro Cys Glu Thr Lys 210 631 CCG ATC AGC CCC GTG CTG GCC AAG GCC ATG GAC CGC ATC TTC ATT 675 211 Pro Ile Ser Pro Val Leu Ala Lys Ala Met Asp Arg Ile Phe Ile 225 676 CTC CAC GCC GAC CAC GAG CAG AAC GCC TCC ACC TCC ACG GTG CGT 720 226 Leu His Ala Asp His Glu Gln Asn Ala Ser Thr Ser Thr Val Arg 240 721 CTG GGC CGG CTC CTC CGG CGC CAT CCG TTC GCC TGC ATC GCC TCC 765 241 Leu Gly Arg Leu Leu Arg Arg His Pro Phe Ala Cys Ile Ala Ser 255 766 GGC ATC GCC GCC CTG TGG GGA CCG GCC CAT GGC GGC GCG AAC GAA 810 256 Gly Ile Ala Ala Leu Trp Gly Pro Ala His Gly Gly Ala Asn Glu 270 811 GCG GTG CTG CGC ATG CTC GAC GAG ATC GGC GAC GTG TCC AAC ATC 855 271 Ala Val Leu Arg Met Leu Asp Glu Ile Gly Asp Val Ser Asn Ile 285 856 GAC AAG TTC GTC GAG AAG GCC AAG GAC AAG AAC GAT CCG TTC AAG 900 286 Asp Lys Phe Val Glu Lys Ala Lys Asp Lys Asn Asp Pro Phe Lys 300 901 CTG ATG GGC TTC GGC CAT CGT GTC TAC AAG AAC TTC GAC CCG CGC 945
47
301 Leu Met Gly Phe Gly His Arg Val Tyr Lys Asn Phe Asp Pro Arg 315 946 GCC AAG GTC ATG AAG CAG ACC TGC GAC GAG GTC CTC CAG GAG CTG 990 316 Ala Lys Val Met Lys Gln Thr Cys Asp Glu Val Leu Gln Glu Leu 330 991 GGC ATC AAC GAC CCG CAA CTG GAA CTG GCG ATG AAG CTA GAA GAA 1035 331 Gly Ile Asn Asp Pro Gln Leu Glu Leu Ala Met Lys Leu Glu Glu 345 1036 ATC GCC CGC CAC GAC CCC TAC TTC GTG GAA CGC AAC CTG TAC CCG 1080 346 Ile Ala Arg His Asp Pro Tyr Phe Val Glu Arg Asn Leu Tyr Pro 360 1081 AAC GTC GAC TTC TAC TCG GGG ATC ATC CTC AAG GCG ATC GGC ATT 1125 361 Asn Val Asp Phe Tyr Ser Gly Ile Ile Leu Lys Ala Ile Gly Ile 375 1126 CCG ACC AGC ATG TTC ACC GTG ATC TTC GCC CTG GCG CGT ACC GTC 1170 376 Pro Thr Ser Met Phe Thr Val Ile Phe Ala Leu Ala Arg Thr Val 390 1171 GGC TGG ATC TCG CAC TGG CAG GAA ATG CTC TCC GGC CCC TAC AAG 1215 391 Gly Trp Ile Ser His Trp Gln Glu Met Leu Ser Gly Pro Tyr Lys 405 1216 ATC GGC CGC CCG CGC CAG CTC TAT ACC GGC CAC ACC CAG CGC GAC 1260 406 Ile Gly Arg Pro Arg Gln Leu Tyr Thr Gly His Thr Gln Arg Asp 420 1261 TTC ACC GCC CTC AAG GAT CGC GGC TGA 1287 421 Phe Thr Ala Leu Lys Asp Arg Gly End
Gambar 16. Deduksi asam amino dari hasil urutan DNA. Protein PaCS terdiri dari 428
asam amino. Huruf berwarna merah menunjukkan daerah yang spesifik dari gen PaCS dibandingkan dengan gen sitrat sintase dari strain P. aeruginosa maupun Pseudomonas sp.
Hasil analisis BLAST menunjukkan bahwa fragmen DNA yang disisipkan di
plasmid pGEM-T adalah gen sitrat sintase karena mempunyai kesamaan 96% dengan
sitrat sintase tipe II P.aeruginosa PAO1 dan 95% P. aeruginosa PA7 (Tabel 1). Urutan
tersebut dimulai star kodon ATG dan diakhiri dengan stop kodon TGA, dengan
demikian urutan merupakan gen utuh sitrat sintase tipe II dari P. aeruginosa, yang
kemudian diberi nama gen PaCS. Mitchell (1996) melaporkan bahwa P. aeruginosa
mempunyai dua jenis sitrat sintase yaitu sitrat sintase I dan II yang perannya bervariasi
tergantung fase pertumbuhannya. CS I berperan lebih dominan pada fase logaritmik,
sementara CS II lebih berperan pada fase stationer. CS II merupakan jenis enzim yang
sensitif terhadap NADH (Donald et al. 1989), seperti halnya CS II dari kebanyakan
bakteri gram negatif. Berbeda dengan bakteri gram negatif lainnya CS Bacillus subtilis
dihambat oleh ATP seperti halnya CS bakteri gram positif atau eukariotik (Jin &
Sonenshein 1996).
48
Tabel 1. Hasil analisis Blastx dari urutan hasil amplifikasi PCR fragmen DNA CS.
No. Asesi Deskripsi Score Query coverage
E-value
Max Ident
1 NP 250271.1 Type II citrate synthase (Pseudomonas aeruginosa PAO1)
815 99% 0.0 96%
2 YP 001349048.1 Type II citrate synthase (Pseudomonas aeruginosa PA7)
812 99% 0.0 95%
3 AAAA25769.1 Citrate synthase (Pseudomonas aeruginosa)
811 99% 0.0 95%
4 ZP 01364931.1 Hypothetical protein PaerPA 010002043 (Pseudomonas aeruginosa)
770 94% 0.0 96%
5 YP 001187996.1 Type II citrate synthase (Pseudomonas medocina ymp)
757 99% 0.0 88%
Analisis restriksi menggunakan perangkat lunak bioedit menunjukkan bahwa
enzim endonuklease yang tidak memotong urutan PaCS tetapi terdapat di dalam
multiple cloning site (MCS) pGEMT-T Easy adalah AflII, ApaI, BamHI, BglII, BstEII,
ClaI, DraI, EcoRI, EcoRV, HindIII, HpaI, MluI, NdeI, NheI, NotI, NsiI, PstI, PvuII,
RsrII, SfiI, SmaI, SpeI, SspI, StuI, XbaI, XhoI. Enzim-enzim tersebut dapat digunakan
untuk pengklonan gen ke dalam plasmid atau untuk penyisipan ke dalam kaset pada
kontruksi gen. Informasi ini juga penting untuk pemotongan DNA total tanaman
transgenik untuk analisis sisipan PaCS dengan menggunakan southern blot.
Hasil analisis filogenetik, CS dari P. aeruginosa SP01 mengelompok dengan
CS dari strain yang lain termasuk P. aeruginosa PAO1 yang digunakan dalam
penelitian de la Fuente et al (1997). Gen CS dari masing-masing spesies Pseudomonas
sp mempunyai urutan yang khas sehingga mengelompok dalam satu grup. Hal ini
memperkuat penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa gen CS dapat digunakan
untuk menganalisis kekerabatan seperti halnya 16S rRNA (Roux et al. 1997;
Hernabdez-Lucas et al. 2004) (Gambar 17).
Pada E.coli, CS berbentuk heksamerik sedangkan pada jantung babi berbentuk
dimerik (Bhayana & Duckword 1984). Bentuk heksamerik ini kemungkinan berkaitan
dengan hidrofobisitas asam amino penyusun CS. Analisis hidrofobisitas menunjukkan
bahwa CS dari P. aeruginosa mempunyai 6 puncak hidrofobik. Jika dibandingkan CS
dari P. aeruginosa SP01 dengan galur PA01 maka perbedaan terjadi hanya pada puncak
ke 5 yang disusun oleh asam amino 240-260. Hal ini terjadi karena penyusun asam
49
amino di daerah 242-248 galur SP01 berbeda dari galur yang lain. Perbedaan
hidrofobisitas antara CS dari P. aeruginosa SP01 dengan CS P. flourescens terjadi pada
puncak ke 1, 3, 4, 5, sedangkan jika dibandingkan dengan P. putida semua puncak
terdapat perbedaan. Tingkat perbedaan hidrofobisitas ini meningkat sesuai dengan jarak
evolusi masing-masing spesies. Hidrofobisitas asam-asam amino menentukan struktur
tiga dimensi dan menentukan aktivitas suatu enzim (Darnell et al. 1990). Berdasarkan
hidrofobisitas asam amino penyusun enzim CS dapat diduga struktur tiga dimensi enzim
tersebut. Perbedaan hidrofobisitas asam amino penyusun enzim-enzim yang semakin
tinggi diduga aktivitas enzim-enzim tersebut juga semakin berbeda (Gambar 18).
Gambar 17. Pohon filogenetik Pseudomonas sp berdasarkan urutan gen sitrat sintase.
P. aeruginosa M29728
P. aeruginosa CP000438.1
P. aeuginosa CH482384.1
P.aeruginosa FM209186.1
P. aeruginosa SP01
P. aeruginosa CH482383.1
P. aeruginosa PAO1
P. stutzeri A1501
P. mendocina CP000680.1
P.fluorescens CP000094.2
P. fluorescens AM181176.4
P. putida AE015451.1
P. syringae pv. aptata AY610697
P.syringae pv. coronafaciens AY610700
P. syringae pv. actinidiae AY610696
Psyringae pv. maculicola AY610714
P.syringae pv. broussonetiae AY610699
P. syringae pv. glycinea AY610701
P. syringae pv. lachrymans AY610711
P.savastanoi AY610743
0.02
50
Gambar 18. Analisis hidrofobisitas asam-asam amino penyusun sitrat sintase P. aeruginosa SP01 dengan Pseudomonas sp lainnya dengan metode Kyte and Doolitte. (Atas) Perbandingan hidrofobisitas CS P. aeruginosa SP 01 dengan P. aeruginosa PA01, (tengah) P. aeruginosa SP01 dengan P. flourescens, dan bawah P. aeruginosa SP01 dengan P. putida.
Hasil penjajaran urutan asam amino penyusun sitrat sintase antar spesies
Pseudomonas menunjukkan adanya kemiripan yang tinggi satu dengan lainnya. Namun,
urutan asam amino sitrat sintase Pseudomonas sp berbeda dengan sitrat sintase dari
tanaman. Kemiripan susunan amino sitrat sintase antara A. thaliana dan N. tabacum
juga relatif lebih rendah dibandingkan kemiripan antar spesies Pseudomonas (Gambar
19). Meskipun mempunyai perbedaan dalam hal urutan dan struktur, enzim sitrat sintase
bakteri telah diketahui dapat berfungsi normal di dalam jaringan tanaman (de la Fuente
et al. 1997; Barone et al. 2008).
53
BAB V
INTRODUKSI GEN SITRAT SINTASE DARI Pseudomonas aeruginosa KE
DALAM Nicotiana tabacum UNTUK MENINGKATKAN TOLERANSI
TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM
Pendahuluan
Keracunan alumininum (Al) merupakan penyebab utama berkurangnya
pertumbuhan dan produktivitas tanaman pertanian di tanah masam. Pada pH di bawah 5,
Al3+ merupakan bentuk yang dominan dan beracun bagi banyak tanaman (Kochian et al.
2002), dan dalam konsentrasi mikromolar Al3+
Upaya meningkatkan daya hasil tanaman di lahan masam dapat dilakukan
dengan meningkatkan toleransi tanaman terhadap Al dengan mengurangi kontak sel
dengan Al. Ma (2000) menyebutkan bahwa salah satu mekanisme toleransi tanaman
terhadap Al adalah dengan mencegah Al masuk ke jaringan akar atau mendetoksifikasi
Al yang sudah masuk di dalam sel dan kemudian mengeluarkannya. Tanaman
mendektosifikasi Al dengan mensintesis dan sekresikan asam. Usaha untuk
mendapatkan tanaman yang toleran Al telah dilakukan dengan mengekspresikan secara
berlebih gen sitrat sintase (de la Fuente et al. 1997; Koyama et al. 1999, 2000; Anoop et
al 2003). Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa ekspresi berlebih gen sitrat
sintase meningkatkan kandungan sitrat di dalam jaringan akar dan sekresi sitrat.
Peningkatan sintesis dan sekresi sitrat ini juga meningkatkan toleransi tanaman terhadap
Al. Ekspresi gen sitrat sintase dari P. aeruginosa di dalam tanaman yang dilakukan
Delhaize et al ( 2001) tidak mendapatkan tanaman yang toleran Al. Gen sitrat sintase
dapat diisolasi dari tanaman (Koyama et al. 1999), atau diisolasi dari bakteri misalnya
Pseudomonas aeruginosa (de la Fuente et al. 1997).
dapat menghambat pertumbuhan akar
hanya dalam beberapa jam. Al mengganggu fungsi dinding sel, plasma, dan jalur signal
transduksi hanya beberapa jam setelah akar dicekam Al (Poschenrieder et al. 2008).
Pseudomonas merupakan salah satu mikroba utama di rhizosfer yang banyak
digunakan berbagai proses seperti mengatasi cekaman oksidatif (Hassett et al. 1993),
antimikroba (Chin-A-Woeng et al. 2003), biodegradasi (Idise et al. 2010), dan
pengkelat logam (Lemire et al. 2010). Beberapa spesies dalam genus ini juga
dimanfaatkan sebagai bakteri pelarut fosfat, yaitu dengan mensekresikan asam, terutama
54
sitrat (Buch et al. 2008). P. fluorescens menunjukkan peningkatan sekresi sitrat jika
mendapat cekaman Al (Mailloux et al. 2008) dan sitrat diketahui sebagai pengkelat
aluminium (Al) utama di bakteri ini (Lemire et al. 2010). Hal ini menjadi alasan para
peneliti mengisolasi dan mengekspresikan gen sitrat sintase Pseudomonas ke dalam
tanaman atau khamir (de la Fuente et al. 1997; Baron et al. 2008).
Beberapa peneliti memilih tanaman model untuk menguji ekspresi suatu gen
yang diintroduksikan melalui perantara Agrobacterium. Tanaman model yang banyak
digunakan untuk rekayasa 54enetic adalah Arabidopsis thaliana, Nicotiana bentamiana
(Deng et al. 2009; Anggraito 2012) dan Nicotiana tabacum (de la Fuente et al. 1997;
Hanum 2012). Tanaman tembakau dipilih sebagai tanaman model karena jumlah bijinya
yang banyak, siklus hidupnya pendek, secara in vitro mudah diinduksi menjadi tanaman
utuh dan efisiensi transformasi tinggi.
Hanum (2012) melaporkan bahwa efisiensi transformasi pada N. tabacum
mencapai 92% dan pada N. bentamiana mencapai 82%. Persentase tersebut berdasarkan
pada jumlah eksplan yang membentuk tunas dibandingkan total eksplan yang
dikulturkan pada medium seleksi. Anggraito (2012) mendapatkan efisiensi transformasi
34,6% dalam mengintroduksikan gen MaMt2 ke dalam N. bentamiana melalui perantara
Agrobacterium. Efisiensi transformasi pada N. tabacum meningkat dua kali lipat dengan
penambahan asetosiringon (Chen et al. 2005). Asetoseringgon berfungsi mengaktifkan
VirG yang menginduksi gen-gen vir lainnya yang berperan dalam proses transfer T-
DNA (Zupan et al. 2000).
Ekspresi suatu gen memerlukan promoter. Promoter dibagi menjadi dua jenis
berdasarkan ekspresinya yaitu konstitutif dan induktif. Promoter konstitutif
mengekspresikan gen-gen secara terus menerus. Gen-gen tersebut biasa berperan
menjaga fungsi dasar sel seperti gen β-aktin (ACTB), α-tubulin (TUBA1), ubiquitin, dan
fosfogliserat kinase (PGK1) ( de Jonge et al. 2007). Promoter yang dikategorikan
sebagai promoter konstitutif adalah 35S CaMV, 35S CaMV omega, Ubiquitin (UBQ1)
dan tionin (BTH6). Promoter 35S CaMV merupakan promoter paling kuat ekspresinya
di antara keempat promoter konstitutif tersebut (Holtorf et al. 1995). Sedangkan
promoter induktif adalah promoter yang hanya mengekspresikan gen jika diinduksi oleh
kondisi tertentu, misalnya promoter heat shock (Gmshp17.3) (Holtorf et al. 1995).
55
Penelitian ini bertujuan untuk mengekspresikan gen sitrat sintase dari
Pseudomonas aeruginosa ke dalam tanaman tembakau dengan menggunakan promoter
CaMV 35S untuk meningkatkan toleransinya terhadap aluminium.
Metodologi Penelitian
Bahan untuk penelitian ini meliputi gen PaCS yang diklon ke dalam pGEM-T
Easy. Plasmid pMSH1 digunakan sebagai vector ekspresi. Agrobacterium tumefaciens
LB 4404 digunakan sebagai perantara transformasi. Nicotiana tabacum digunakan
sebagai tanaman model yang ditranformasi. Primer 35 S forward (5’AAACCTCCTC-
GATTCCATT3’) dan PaCS reverse (5’TCAGCCGCGATCCTTGAGGGC3’)
digunakan untuk menganalisis integrasi transgen PaCS di dalam tanaman transgenik.
Isolasi Plasmid pGEM-T Easy-PaCS
Isolasi DNA plasmid dilakukan mengikuti Suharsono (2002). E. coli DH5α yang
mengandung plasmid pGEM-T Easy PaCS ditumbuhkan pada media Luria Bertani
selama 12 jam di suhu 37 OC. Sebanyak 1,5 ml suspensi sel bakteri dipindahkan ke
dalam tabung dan disentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm (Juan BR4i) selama 4 menit.
Setelah supernatan dibuang, endapan bakteri resuspensikan dengan 150 μl Sol I (2 mM
Tris-HCl pH 7,4, 10 mM EDTA, 15% sakarosa). Pada suspensi sel tersebut
ditambahkan 200 μl Sol II (200 mM NaOH, 1% w/v SDS) dan dihomogenkan dengan
cara dibolak-balik beberapa kali. Campuran tersebut dibiarkan pada suhu kamar selama
5 menit, lalu ditambahkan Sol III (Na acetat 3 M pH 4,7). Setelah dihomogenkan,
campuran disimpan di es selama 10 menit. Fase padat diendapkan dengan cara
disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm (Juan BR4i) selama 15 menit suhu 4OC.
Supernatan ditransfer ke dalam tabung baru dan ditambahkan 1 kali volume PCI, lalu
disentrifugasi pada 10000 rpm suhu 4OC selama 10 menit. Supernatan dipindahkan ke
dalam tabung baru lagi dan ditambah 0,1 kali volume 2 M NaOAc pH 5,2 dan 2 kali
volume etanol absolut. Campuran diinkubasikan pada suhu -20OC selama semalam.
DNA diendapkan dengan disentrifugasi pada 10.000 rpm selama 30 menit. Pelet dicuci
dengan 500 µl etanol 70%, lalu disentrifugasi pada 10.000 rpm selama 10 menit. Etanol
dibuang dan DNA dikeringkan di dalam alat vacuum dryer selama 15 menit dengan
suhu 42O
C. DNA diresuspensikan dengan 30 µl buffer Tris-EDTA.
56
Penyisipan PaCS ke dalam Vektor Ekspresi pMSH1
Gen PaCS dikeluarkan dari plasmid pGEM-T Easy-PaCS menggunakan dua
enzim restriksi NotI dan SpeI. Plasmid pMSH1 juga dipotong dengan enzim yang sama.
Komposisi campuran terdiri 2 μl buffer Tango, 1,5 μl 10 unit NotI, 1,5 μl 10 unit SpeI, 2
μl BSA, 5 μl DNA plasmid dan 7 μl ddH2O. Campuran diinkubasikan pada suhu 37O
PaCS diligasikan ke pMSH1 menggunakan enzim ligase T4. Komposisi
campuran sebagai berikut 5 μl buffer 2x, 2 μl DNA gen PaCS, 1 μl DNA pMSH1, 0,5
μl ligase T4 dan 1,5 μl ddH
C
semalam. Hasil pemotongan dielektroforesis di 0,8% agarose di dalam buffer TAE dan
direndam dengan etidium bromida. DNA berukuran 1300 pb diambil dengan cara
memotong gel di atas alat UV transluminator. DNA dimurnikan dari agarose
menggunakan metode dari Qiagen USA.
2O. Campuran diinkubasikan di suhu kamar selama 1 jam,
kemudian dipindahkan di suhu 4O
Introduksi pMSH1-PaCS ke dalam E.coli DH5α
C semalam.
Plasmid pMSH1-PaCS diintroduksikan ke dalam E. coli DH5α dengan metode
seperti telah dijelaskan sebelumnya. Di akhir transformasi, suspensi sel disebarkan di
atas media LB padat yang mengandung 50 μg/ml kanamisin lalu disimpan pada suhu
37 O
Introduksi pMSH1-PACS ke dalam Agrobacterium tumefaciens
C semalam. Koloni yang tumbuh dikonfirmasi sisipan kontruksi gennya dengan
PCR menggunakan primer higromisin. Koloni yang positif diisolasi plasmidnya dan
dicek lagi dengan menggunakan primer gen PaCS. Kondisi PCR diatur sepeti percobaan
sebelumnya.
Introduksi gen dilakukan dengan metode Triparental mating (Liberty et al.
2008). Hari pertama digoreskan A. tumefacient EHA 105 di media Luria Bertani (LB)
padat yang mengandung 50 μg/ml streptomisin. Kultur bakteri diinkubasikan pada suhu
28 OC selama 48 jam. Hari kedua, dua jenis bakteri yaitu E. coli DH1 yang mengandung
plasmid helper pRK 2013 dan E. coli DH5α yang membawa pMSH1-PaCS
ditumbuhkan di media LB yang mengandung 50 μg/ml kanamicin. Kedua kultur
bakteri tersebut diinkubasikan pada suhu 37OC selama 12 jam. Hari ketiga, satu koloni
dari masing-masing bakteri diencerkan dengan 500 µl LB cair dan dikocok hingga
homogen. Sebanyak 20 µl bakteri diteteskan di tengah media LB padat tanpa antibiotik,
57
sisa di ujung pipet ditempelkan di pinggir media. Campuran bakteri dibiarkan kering
angin selama 15 menit, kemudian diinkubasikan di suhu 28O
Media LB yang mengandung tiga jenis antibiotik kanamisin dan higromisin dan
streptomisin disiapkan untuk menyeleksi bakteri Agrobacterium mengandung PaCS.
Campuran ketiga bakteri diambil dengan ose dan diencerkan dengan 500 µl LB cair dan
divorteks selama 5 menit. Suspensi sel diambil 5 µl dan diencerkan dengan 495 µl LB
cair. Sebanyak 10 µl dan 100 µl suspensi bakteri disebarkan ke media LB padat dengan
tiga jenis antibiotik. Sebagai kontrol negatif, masing-masing dari ketiga bakteri
ditempelkan di pinggir media. Kultur diinkubasikan di suhu 28
C selama 24-48 jam.
OC selama 48 jam.
Kultur bakteri kontrol harus tidak tumbuh di media ini. Jika kultur campuran dapat
tumbuh di media ini, maka A. tumefaciens tersebut telah mengandung ketahanan
terhadap ketiga jenis antibiotik dan sisipan gen PaCS. Sisipan gen PaCS dipastikan
dengan cara isolasi plasmid dan diamplifikasi dengan menggunakan primer spesifik
PaCS. Kultur murni disimpan dalam LB: 50% gliserol (1:1) disuhu -30O
Introduksi gen PaCS ke N. tabacum
C.
Daun N. tabacum dipotong kurang lebih 1cm2 dan direndam di dalam medium
cair Murashige dan Skoog (MS) (Murashige & Skoog 1962) yang mengandung A.
tumefaciens OD600 0,4-0,6 selama 10 menit. Medium MS tersebut ditambahi dengan 20
µM asetosiringon. Setelah sisa media di daun diserap dengan kertas saring steril, daun
ditanam pada media kokultivasi yaitu medium padat MS yang mengandung 1 ppm BAP
dan ditambahkan 20 µM asetosiringon. Kultur terdiri dari 10 botol dan setiap botol diisi
dengan 10 eksplan. Kultur daun disimpan pada kondisi gelap selama 3 hari, kemudian
dipindahkan ke media induksi tunas yang mengandung agen penyeleksi 30 µg/ml
higromisin. Kondisi kultur diatur dengan intensitas pencahayaan 1500-2000 lux suhu
24O
Isolasi DNA Tembakau
C. Eksplan disubkultur ke medium baru setiap 2 minggu. Tunas-tunas in vitro
dipindahkan ke dalam media induksi pengakaran yaitu media MS tanpa agen seleksi.
Setelah berakar, dipilih 10 planlet yang seragam ukurannya untuk diaklimatisasi dan
dipelihara di pot plastik hingga berbunga dan dipanen bijinya.
Sebanyak 10 planlet dipilih untuk analisis integrasi gen PaCS. DNA tiap-tiap
individu N. tabacum diisolasi untuk keperluan analisis integrasi gen PaCS di tanaman
58
yang lolos dari seleksi higromisin. Daun seberat 0,1 g digerus di dalam mortar hingga
halus dengan menambahkan 650 µl bufer ekstraksi (2% CTAB, 2% PVP), lalu dimasuk
ke dalam tabung 1,5 ml. Ekstrak diinkubasikan di suhu 65 OC selama 30 menit, dan
setiap 10 menit dibolak-balik. Ekstrak disimpan di dalam es selama 5 menit, setelah itu
ditambah dengan 1 kali volume CI (kloroform: isoamilalkohol, 24:1), dan dibolak-balik.
Setelah disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm, suhu 4OC selama 15 menit,
supernatan dipindahkan ke dalam tabung baru dan ditambahkan 1 kali volume PCI
(fenol:kloroform:isoamilalkohol, 25:24:1). Setelah disentrifugasi pada kecepatan yang
sama dengan sebelumnya, supernatan dipindahkan ke dalam tabung baru. Supernatan
ditambah dengan 0,1 kali vol 2 M Na asetat pH 5,2 dan 2 kali volume etanol absolute
untuk presipitasi DNA. Larutan disimpan pada suhu -20OC semalam. DNA diendapkan
dengan cara disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm, 4 OC selama 30 menit. DNA
dibilas dengan 500 µl 70% etanol, dan disentrifugasi dengan kecepatan yang sama
selama 5 menit. Setelah dikeringkan di dalam vacuum dryer, DNA dilarutkan dengan 20
µl ddH2O. Kontaminasi RNA dihilangkan dengan menambahkan 5 µl RNAase dan
diinkubasikan pada suhu 37OC selama 10 menit. RNAase diinaktifasi di suhu 70O
Gen sitrat sitase yang tersisip dideteksi menggunakan kombinasi primer 35S
CaMV forward dan PaCS reverse, dengan kondisi PCR sama dengan metode
sebelumnya.
C
selama 10 menit (Suharsono & Widyastuti 2006).
Uji Tantang Tanaman Transgenik terhadap Higromisin dan Cekaman Aluminium
Satu buah tembakau digunakan untuk uji tantang. Benih tembakau tipe liar (TL)
dan transgenik T1 dikeluarkan dari buahnya. Biji disterilkan dengan 70% alkohol
selama 1 menit, kemudian direndam dengan 20% pemutih pakaian selama 20 menit.
Setelah dibilas dengan air steril, benih dikecambahkan selama 1 minggu pada kondisi
gelap di media MS0 dengan dan tanpa ditambahkan 50 ppm higromisin. Setiap
perlakuan terdiri 30 biji dan diulang lima kali. Setelah benih berkecambah, kultur
dipindahkan ke kondisi terang. Setelah 1 minggu di kondisi terang, jumlah tanaman
yang berkecambah normal dan biji yang tidak berkecambah atau berkecambah tetapi
tidak normal pertumbuhannya dihitung. Respon biji T1 terhadap higromisin diuji
dengan Chi kwadrat untuk menentukan pola segregasinya.
59
Kecambah yang lolos seleksi higromisin diaklimatisasi dan dikultur hidroponik
menggunakan media ½ konsentrasi MS, pH 6 dan ditumbuhkan selama 1 minggu
dengan aerasi. Tanaman tipe liar diperlakukan sama dengan tanaman transgenik. Setelah
diadaptasi di medium pH 4 selama 3 hari, tanaman diperlakuan dengan 300 µM Al
dalam media ¼ MS0 pH 4 selama 6 hari dan diberi aerasi. Konsentrasi aluminium
tersebut telah digunakan untuk menyeleksi tembakau transgenik MmSOD (Hanum
2012). Media diganti setiap dua hari dan panjang akar diukur pada hari ke 0, 2, 4 dan ke
6.
Hasil dan Pembahasan
Analisis Tanaman Transgenik dengan Metode PCR
Gen PaCS berhasil disisipkan di daerah multiple cloning site dari pMSH1
dengan promoter 35S CaMV dan terminator Tnos. Enzim yang digunakan untuk
menyisipkan gen tersebut adalah NotI dan SpeI. Sebagai seleksi digunakan ketahanan
higromisin (hpt) dan kanamisin (npt). Peta fisik gen yang terdapat di daerah T-DNA
dari plasmid pMSH1-PaCS disajikan pada Gambar 20.
Gambar 20. Kontruksi gen PaCS di vektor ekspresi pMSH1 di sisi pemotongan Spe I
dan Not I .
Sepuluh plantlet yang lolos dari seleksi 30 µg/ml higromisin diaklimatisasi dan
ditumbuhkan hingga menghasilkan biji. Dari sepuluh galur yang diuji PCR hanya satu
yang mengandung gen PaCS beserta promoter 35S (Gambar 21). Analisis integrasi
PaCS di dalam genom tanaman transgenik menggunakan kombinasi primer PaCS F
dan PaCS R menghasilkan pita berukuran 1300 pb pada semua galur transgenik
termasuk tipe liarnya (TL). Gen sitrat sintase N. tabacum berbeda dengan PaCS.
Kemungkinan tanaman tembakau mempunyai famili gen sitrat yang mirip dengan PaCS.
Untuk memastikan apakah pita tersebut adalah gen sitrat sintase atau bukan, maka
analisis sekuen DNA terhadap pita tersebut perlu dilakukan. Kombinasi primer PaCS F
60
dan PaCS R tidak dapat digunakan dalam pengujian tanaman tembakau trasgenik PaCS.
Sisipan PaCS dapat dipastikan dengan menggunakan kombinasi primer 35S CaMV F
dengan PaCS R. Kombinasi ini menghasilkan pita berukuran 1630 pb (Gambar 21).
Tanaman trangenik Nt-1 ditanam pada media campuran sekam, kompos dan
tanah (1:1:1) di dalam pot plastik. Benih T1 ditanam di mediaseleksi untuk
membedakan benih transgenik dan non-transgenik. Uji tantang Al dengan menggunakan
media hidroponik dilakukan hanya terhadap tanaman T1 yang toleran higromisin untuk
mengetahui peranan gen PaCS terhadap toleransi tanaman tembakau terhadap cekaman
Al.
Gambar 21. Hasil PCR dari tiga galur dari 10 galur tembakau yang diduga transgenik yaitu Nt-1, Nt-2 dan Nt-3.
Analisis Segregasi Gen hpt pada Tanaman T0
Uji toleransiterhadap higromisin menggunakan konsentrasi 50 μg/ml higromisin
yang merupakan konsentrasi mematikan bagi N. tabacum (Hannum 2012) maupun N.
betamiana tipe liar (Anggraito 2012). Tanaman tembakau tipe liar akan terhambat
pertumbuhannya atau mati oleh 50 μg/ml higromisin. Keturunan tanaman yang tidak
mengandung gen hpt mengalami kematian (Gambar 22).
a b
Gambar 22. Seleksi tanaman tembakau menggunakan 50 µg/ml higromisin tipe liar (TL) (a), dan T1 (b). Tanda kuning menunjukan tanaman yang toleran terhadap higromisin (trangenik), dan panah merah menunjuk ke tanaman yang peka terhadap higromisin (non transgenik).
61
Jumlah benih yang dikecambahkan pada media yang mengandung 50 ppm
higromisin adalah 150 butir. Sebanyak 126 benih dapat berkecambah pada media
tersebut. Dari jumlah tersebut 96 kecambah dapat tumbuh normal sementara
pertumbuhan 30 kecambah lainnya mengalami kematian. Hasil analisis Chi kuadrat
menunjukkan bahwa segregasi galur Nt 1 adalah 3:1 untuk toleran dan peka terhadap
higromisin. Hasil segregasi tanaman T1 adalah 3:1 menunjukkan bahwa gen hpt telah
terintegrasi di dalam genom, dan diwariskan ke generasi berikutnya mengikuti Hukum
Mendel, dan tanaman transgenic T0 adalah heterozigot untuk hpt. Hasil ini sesuai
penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa gen yang diintroduksikan ke dalam
tanaman melalui perantara Agrobacterium diwariskan mengikuti pola pewarisan Mendel
(Rashid et al. 1996; Hanum 2012, Anggraito 2012).
Tanaman yang toleran terhadap higromisin yaitu sebanyak 96 tanaman
diaklimatisasi di kultur hidroponik dengan menggunakan ½ konsentrsi media MS pada
pH 5,8 selama 1 minggu. Tanaman yang berhasil diaklimatisasi berjumlah 72 tanaman
dan dari jumlah tersebut hanya 57 tanaman yang mempunyai pertumbuhan yang baik.
Kelima puluh tujuh tanaman ini selanjutnya diuji tantang dengan Aluminium.
Uji Tantang Tanaman T1 terhadap Cekaman Al
Pemanjangan akar tembakau tipe liar (TL) dan sebagian besar tanaman
transgenik mengalami penghambatan setelah dicekam dengan 300 µM Al. Pertambahan
panjang akar tembakau TL pada hari ke-2, 4, dan 6 berturut adalah rata-rata 0,2 cm dan
0,12 cm, dan 0,04 cm. Dari 57 tanaman transgenik yang diuji, hanya 5 tanaman yang
masih tumbuh dengan baik setelah 7 hari mendapat cekaman Al. Kelima tanaman
tersebut adalah tanaman transgenik yang toleran terhadap cekaman Al. Rata-rata
pertambahan panjang akar kelima tanaman yang toleran Al tersebut pada hari ke 2, 4,
dan 6 adalah berturut-turut 0,48 cm, 0,40 dan 0,29 cm (Gambar 23). Data tersebut
menunjukkan bahwa setelah hari ke-4 di dalam cekaman Al, akar tanaman TL
mengalami pemajangan yang sangat kecil yaitu hanya 0,04 cm . Pada tanaman T1 yang
toleran, pemanjangan akar masih relatif sama dengan perkembangan pada hari
sebelumnya. Laporan Delhaize et al. (1993) menyebutkan bahwa tanaman Triticum
sativum yang peka hampir tidak ada pemanjangan akar lagi setelah 1 hari dicekam oleh
Al, demikian juga pada Pisum sativum (Yamamoto et al. 2001). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa tanaman transgenik yang mengandung gen PaCS lebih toleran
62
terhaadap Al daripada tipe liar, walaupun masih memerlukan analisis ekspresi gen PaCS
di tanaman transgenik.
Gambar 23. Pemanjangan akar N. tabacum tipe liar (TL) dan tanaman transgenik T1 yang mendapat cekaman 300 µM dalam ¼ konsentrasi medium MS. Bar menunjukkan SE dengan n=5.
Pemanjangan akar ditentukan oleh pembelahan sel di daerah meristem dan
pemanjangan sel di zona pemanjangan (Ryan et al. 1993). Penghambatan pemanjangan
akar oleh Al pada varietas sensitif lebih tinggi dibandingkan dengan varietas toleran.
Hal ini telah dilaporkan seperti pada tanaman jagung (Boscolo et al. 2003), dan gandum
(Ma et al. 2004). Penghambatan akar ini disebabkan oleh kerusakan pada membran sel
yang dipicu oleh akumulasi Al di dalam akar khususnya di sepanjang 1 cm ujung akar.
Tamas et al. (2006) melaporkan bahwa cekaman Al selama dua hari menyebabkan
penetrasi Al mencapai bagian luar kortek. Setelah tiga hari perlakuan Al, penetrasi
telah mencapai sebagian besar endodermis. Penghambatan terjadi sepanjang zona
pertumbuhan akar, dan penghambatan maksimal terjadi pada daerah 3-5 mm dari ujung
akar (Jones et al. 2006).
Penghambatan akar oleh Al terjadi karena Al memicu terbentuknya reactive
oxygen species (ROS), penghambatan respirasi dan penipisan ketersediaan ATP
(Yamamoto et al. 2002). ROS menyebabkan degradasi lipid penyusun membran sel
sehingga terjadi disintegrasi membran plasma (Yamamoto et al. 2001). Kerusakan
membran ini memungkinkan penetrasi Al ke dalam sel semakin meningkat dan sampai
masuk ke dalam nukleus.
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
0 2 4 6
Pem
anja
ngan
aka
r (c
m)
Waktu (hari)
TL
NT1
63
Pada cekaman Al yang lebih lanjut, terjadi kerusakan pada daun tanaman
tembakau TL. Setelah dicekam selama 6 hari, sebagian besar pertumbuhan tanaman
tembakau TL mengalami stagnasi. Stagnasi pertumbuhan juga terjadi pada tanaman
transgenik yang peka. Gangguan pertumbuhan dicirikan oleh akar yang tidak tumbuh
dengan normal dan daun di pucuk mengalami nekrosis (Gambar 24 a).
a
-Al TL NT1 TL NT1 -Al
b
Gambar 24. Fenotipe tanaman tembakau tipe liar (TL) dan tanaman trangenik T1 yang bertahan hidup setelah mendapat cekaman 300 µM selama 7 hari. Fenotipe tanaman utuh setelah mendapat cekaman Al selama 7 hari (a). Akar tanaman tersebut kemudian diwarnai dengan hematoksilin (kiri) (b), dan pewarnaan Evans blue (kanan). TL: tanaman tipe liar, Nt1: tnaman transgenik T1.
Analisis Histologi Akar Tanaman Transgenik
Akumulasi Al di ujung akar T1 relatif lebih rendah daripada tipe liarnya. Hal ini
ditunjukan oleh adanya intensitas pewarnaan hematoksilin yang lebih kuat pada TL
dibandingkan tanaman transgenik. Akumulasi Al yang lebih tinggi di tanaman TL
64
diikuti tingkat kerusakan sel-sel pada jaringan ujung akar yang ditunjukkan dengan
pewarnaan Evans blue (Gambar 24 b). Pewarnaan hematoxilin dapat mengikat Al
sehingga berwarna keunguan. Evans blue digunakan sebagai pengukur integritas
membran plasma. Integritas membran yang rendah memudahkan warna Evans blue
berdifusi ke dalam sitoplasma. Warna biru pada sitoplasma dikaitkan dengan kerusakan
dan kematian sel (Delisle et al. 2001). Akumulasi Al dan kerusakan akar pada galur
toleran relatif lebih rendah dibandingkan TL. Al meningkatkan produksi ROS di dalam
sel. ROS meningkatkan peroksidasi lipid membran plasma (Yamamoto et al. 2001) dan
peroksidasi protein (Boscolo et al. 2003) yang keduanya menyebabkan terganggunya
integritas membran plasma dan penghambatan pertumbuhan akar.
Sekresi sitrat pada tanaman transgenik diduga lebih tinggi dibandingkan TL.
Sekresi sitrat mengurangi akumulasi Al di dalam jaringan akar. Sekresi sitrat akan
mengkelat Al dan membentuk komplek Al-sitrat untuk mencegah masuk ke dalam sel
(Anoop et al. 2003). Xue et al. (2006) membuktikan bahwa eksudasi sitrat mengurangi
penghambatan akar oleh cekaman Al. Selain itu, ekspresi berlebih gen sitrat sintase
meningkatkan aktivitas enzim sitrat sintase, sekresi sitrat dan juga meningkatkan
toleransi tanaman terhadap cekaman Al (Koyama et al 1999; Anoop et al. 2003).
Kesimpulan
1. Gen PaCS telah berhasil diintroduksikan ke dalam genom tanaman Nicotiana
tabacum.
2. Gen PaCS di bawah kendali promoter 35S CaMV di dalam tanaman tembakau
meningkatkan toleransinya terhadap cekaman Al.
65
BAB VI
INTRODUKSI GEN PaCS KE DALAM TANAMAN BIODISEL J. curcas UNTUK MENINGKATKAN TOLERANSI TERHADAP ALUMINIUM
Pendahuluan
Fluktuasi harga minyak dan semakin berkurangnya bahan bakar yang bersumber
dari fosil telah mendorong para peneliti untuk mendapatkan sumber energi alternatif
yang terbarukan. Salah satu alternatif sumber energi yang terbarukan adalah Jatropha
curcas. Jatropha curcas mempunyai banyak keuntungan seperti dapat tumbuh pada
berbagai tipe lahan, dapat sebagai tanaman penyimpan air, kandungan minyak relatif
tinggi, produknya tidak berkompetisi untuk keperluan pangan. Kandungan minyak biji
J. curcas berkisar 37-39%. Selain itu, tanaman jarak mempunyai banyak manfaat seperti
obat-obatan, pestisida dan sumber bahan makan ternak (King et al. 2009). Namun
demikian, Jatropha curcas masih kurang kompetitif jika ditanam di lahan yang subur.
Lahan pilihan yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya Jatropha curcas adalah lahan
marginal. Lahan marginal ini sebagian besar adalah tanah ultisol yang kebanyakan
mempunyai pH rendah dan kelarutan Al tinggi (Prasetyo & Suridikarta 2006).
J. curcas tersebar dari Amerika Selatan,Tengah, Afrika, India dan Asia
Tenggara (Heller, 1996). Di Indonesia, terdapat dua jenis tanaman jarak yaitu jarak
kepyar (Ricinus communis L.) dan jarak pagar (Jatropha curcas L.). Jarak kepyar hanya
berbuah setahun sekali, sedangkan jarak pagar mampu berbuah terus menerus jika
agroklimatnya mendukung (Prihandana & Hendroko 2007). Secara umum J. curcas
cukup adaptif terhadap tanah yang rendah nutrisinya dan rendah curah hujannya (Heller,
1996), tetapi juga adaptif di kondisi lembab dengan curah hujan tinggi (Makkar &
Becker 2009).
Pilihan J. curcas sebagai sumber utama biodiesel merupakan hal yang tepat
karena tidak berkompetisi manfaatnya sebagai pangan (Makkar & Becker, 2009), dan
mampu tumbuh baik di lahan kering (Rustina et al. 2007; Lapanjang et al. 2008), serta
memiliki manfaat ekologis dalam kaitannya dengan kemampuannya menyimpan air
(Fairless, 2007). Tanaman jarak juga dapat ditanam dengan sistem intercropping
dengan tanaman berkayu (Behera et al, 2010).
Produksi biji tanaman jarak tergantung pada variable iklim seperti rerata suhu,
suhu minimal, presipitasi tahunan dan presipitasi berkala (Trabucco et al. 2010). Pada
66
kondisi tidak diairi dan tidak dipupuk, curah hujan 652 mm selama 5 bulan, Jatropha
curcas berumur 4 tahun dengan kerapatan 741 pohon/ha dapat menghasilkan biji kering
1286 kg/ha /tahun (Jongschaap et al. 2009).
Perbaikan genetik J. curcas dapat dilakukan di beberapa aspek misalnya jumlah
biji, kandungan minyak, dan perbaikan sifat agronomis lainnya. J. curcas dinilai
kurang kompetitif dikembangkan di lahan yang subur, maka pengembangan di lahan
yang marginal menjadi pilihan. Peningkatan produksi dan kandungan minyak
merupakan target utama bagi pemuliaan J. curcas (King et al. 2009). Salah satu faktor
pendukung produktifitas tanaman adalah pertumbuhan tanaman yang optimal di mana
tanaman tersebut akan dibudidayakan. Perbaikan genetik dapat dilakukan dengan
persilangan buatan antara genotipe terpilih atau dengan introduksi gen dari spesies
lainnya.
Gressel (2007) menyatakan bahwa untuk memperbaiki produktivitas tanaman J.
curcas dapat memanfaatkan rekayasa genetik. Kandungan minyak pada biji dapat
ditingkatkan dengan introduksi gen diasilgliserol asiltransferase (Lardizabal et al.
2008), Sedangkan upaya meningkatkan jumlah biji telah dilakukan introduksi gen
pembungaan Hd3a (Sulistyaningsih 2012). Dari penelitian pertama diketahui bahwa
pertumbuhan J. curcas menurun akibat cekaman aluminium. Salah satu upaya untuk
meningkatkan toleransi tanaman terhadap aluminium dapat dilakukan dengan
mengintroduksi gen CS (de la Fuente et al. 1997).
Rekayasa genetik pada tanaman perlu didukung dengan metode regenerasi dari
kalus menjadi tanaman yang sudah mapan. Rekayasa genetik tanaman perlu
memerhatikan kemampuan meregenerasi tanaman transgenik yang meliputi pemilihan
media, zat pengatur tumbuh dan jenis eksplan. Pada tanaman padi digunakan Oriza
japonica sebagai tanaman model transformasi dan menggunakan skutelum sebagai
eksplan (Hiei & Komari 2008). Pan et al. (2010) menyebutkan bahwa kotiledon muda
lebih baik digunakan untuk transformasi genetik pada J. curcas karena lebih rentan
terhadap infeksi Agrobacterium.
Regenerasi in vitro tanaman J. curcas telah dilakukan oleh beberapa peneliti
dengan menggunakan berbagai eksplan seperti daun (Sujatha et al. 2005), hipokotil
(Wei et al. 2004) dan kotiledon ( Li et al. 2007; Pan et al. 2010). Transformasi genetik J.
curcas telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Li et al. (2007) melakukan introduksi gen
67
DRE-binding protein dengan reporter gen β-glucuronidase. Li et al. 2007 menggunakan
herbisida fosfinotrisin sebagai agen penyeleksi. Pan et al. (2010) berhasil
mengintroduksikan gen β-glucuronidase ke kotiledon muda J. curcas.
Penelitian ini bertujuan mengintroduksikan gen PaCS pada beberapa aksesi J.
curcas untuk meningkatkan sintesis dan sekresi sitrat sebagai agen pengkelat
aluminium .
Metodologi Penelitian
Penyediaan eksplan dan inokulum
Percobaan ini menggunakan tiga jenis aksesi yaitu IP 3A (Asem Bagus), IP 3M
(Muktiharjo), dan IP 2P (Pakuwon). Biji dibuang kulitnya dan disterilisasi dengan 20%
pemutih 20 menit, lalu dibilas air steril. Biji ditumbuhkan pada media ½ konsentrasi
Murashige & Skoog (MS) (Murashige & Skoog 1962) yang ditambah dengan 20 g
sukrosa dan 8 g agar murni, selama 2 minggu. Koloni tunggal A. tumefaciens LB 4404
yang membawa kontruksi gen sitrat sintase ditumbuhkan pada media yang mengandung
50 µg/ml streptomisin dan 50 µg/ml kanamisin. Kultur bakteri digoyang dengan shaker
dengan kecepatan 200 rpm pada suhu 28O
Introduksi Gen PaCS ke Jatropha curcas dengan di Mediasi oleh A. tumefaciens
C selama 24 jam.
Introduksi gen PaCS ke tanaman J. curcas mengikuti metode Li et al. (2007).
Sebanyak 100 µl kultur Agrobacterium ditumbuhkan di dalam 10 ml media Luria
Bertoni (LB) yang mengandung 50 µg/ml streptomisin dan 50 µg/ml kanamisin. Bakteri
dikulturkan selama 24 jam, atau setelah mencapai kerapatan Agrobacterium mencapai
OD600 nm = 0.6-0,8. Bakteri diendapkan dengan cara disentrifugasi pada 4000 rpm
selama 5 menit. Pelet bakteri dilarutkan dengan media MS cair yang mengandung 20
µM asetoseringgon, hingga kerapatan mencapai OD600 = 0,4-0,5. Kotiledon J.curcas
dipotong menjadi berukuran 1 cm2
Potongan daun direndam di dalam media yang mengandung Agrobacterium
selama 10 menit sambil digoyang. Eksplan dipindahkan ke medium kokultivasi yaitu
medium induksi kalus (MIK): MS, 0.2 mg/l mio-inositol, 10 mg/l thiamine, 1,5 ppm BA,
. Jumlah eksplan pada perlakuan kontrol pada aksesi
IP 3A, IP 3M dan IP 2P berturut-turut sebanyak 54, 56 dan 54 eksplan yang masing-
masing terbagi dalam 10 botol kultur. Sedangkan, jumlah eksplan yang ditransformasi
tiap aksesis IP 3A, IP 3M dan IP 2P berturut-turut sebanyak 150, 164, dan 177 eksplan.
68
0,1 ppm IBA, 5 g/ l PVP, 30 g/l sukrosa, 10 g/l agar murni, di tambah 20 mM
asetoseringon, pH medium 5,8. Eksplan dipindahkan ke media MIK tanpa
asetosiringon setelah dikokultivasi selama 4 hari. Eksplan di subkultur setiap 10 hari
hingga muncul kalus. Kultur diinkubasikan di suhu 25 O
Eksplan yang berkalus dipindahkan ke dalam medium MIK ditempatkan pada
kondisi cahaya 2000 lux. Pada tahapan ini medium MIK tersebut ditambah dengan 200
mg/l cefotaksim dan 20 mg/l kanamisin. Jumlah tunas yang muncul dihitung pada 1
bulan pertama dan kedua setelah 2 bulan perlakuan. Tunas yang hidup pada media
seleksi ini kemudian dipindahkan ke dalam media ½ MS, yang diperkaya dengan 20
ppm IBA, 100 µl/L 0,1 M AgNO
C dalam kondisi gelap. Jumlah
kalus yang muncul dari eksplan dihitung.
3
Penghitungan jumlah eksplan yang berkalus dan jumlah tunas yang tumbuh dari
kalus digunakan untuk mengetahui efisiensi transformasi. Persentase eksplan yang
berkalus dihitung dari jumlah kalus yang muncul dibagi dengan jumlah eksplan yang
dikulturkan dari masing-masing aksesi. Efisiensi transformasi dihitung dari jumlah
eksplan yang menghasilkan tunas diseleksi media dibagi dengan jumlah eksplan yang
berkalus dari masing-masing aksesi.
: Na Thiofosfat (1:4), dan disubkultur setiap 10 hari.
Tunas ditumbuhkan pada media yang sama tanpa pemberian zat pengatur tumbuh
hingga muncul akar (Pan et al. 2010). Plantlet diaklimatisasi di media arang sekam dan
disungkup dengan plastik selama 1 minggu.
Ekstraksi DNA Daun Eksplan JarakJ. curcas
Analisis integrasi gen PaCS di dalam tanaman yang lolos dari seleksi higromisin
dilakukan dengan metode PCR. DNA diisolasi dengan cara menggerus 0,1 g daun
hingga halus di dalam mortar dengan menambahkan 650 µl buffer ekstraksi (2% CTAB,
0.1 M Tris HCL pH 9.5, 20 mM EDTA, 1.4 M NaCl dan 2% PVP), dan 5 μl β-
merkaptoetanol, lalu dimasuk ke tabung 1,5 ml. Ekstrak diinkubasikan pada suhu 65 OC
selama 30 menit, dan setiap 10 menit dibolak-balik. Setelah disimpan es selama 5 menit,
ekstrak ditambah dengan 1 kali volume kloroform:isoamilalkohol, (24:1), dan dibolak-
balik. Ekstrak lalu disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm, pada suhu 4 OC selama 15
menit. Supernatan dipindahkan ke tabung baru dan ditambahkan sebanyak 1 kali
volume fenol:kloroform:isoamilalkohol, (25:24:1). Setelah disentrifugasi dengan
kecepatan yang sama dengan sebelumnya, supernatan dipindahkan ke dalam tabung
69
baru dan ditambah dengan 0,1 kali volume 2 M Na asetat pH 5,2 dan 2 kali volume
etanol absolut untuk presipitasi DNA. Larutan disimpan di suhu -20 OC semalam. DNA
diendapkan dengan cara disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm, 4 OC selama 30
menit. Endapan DNA dibilas dengan 500 µl 70% etanol, dan disentrifugasi pada
kecepatan yang sama selama 5 menit. Setelah dikeringkan, DNA dilarutkan kembali
dengan menambahkan 20 µl ddH2O. Kontaminasi RNA yang terikut didegradasi
dengan menambahkan 5 µl RNAase (10 mg/ml) dan diinkubasikan pada suhu 37OC
selama 10 menit, lalu diinaktivasi di suhu 70 O
Deteksi Tanaman Transgenik
C selama 10 menit (Suharsono &
Widyastuti 2006).
Gen PaCS yang tersisip dianalisis menggunakan primer 35S forward dan PaCS
reverse. Kondisi PCR diatur sebagai berikut: pre PCR 95 OC selama 4 menit, denaturasi
94 OC selama 30 detik, annealing pada suhu 55 OC selama 45 detik, pemanjangan pada
suhu 72 OC selama 2 menit, siklus ini diulang 40 kali, dan pasca PCR 72 OC selama 5
menit dan suhu 20 OC selama 5 menit. Deteksi hpt menggunakan primer forward
5’GATGGTTGGCGACCTCGTATT3’ dan reverse 5’GATGTAGGA-GGGCGTGG-
ATA3’. Kondisi PCR sebagai berikut Pre PCR 95OC selama 4 menit, denaturasi 94 OC
selama 30 detik, anneling pada suhu 60 OC selama 45 detik, pemanjangan pada suhu
72OC selama 1 menit, siklus ini diulang 40 kali, dan pasca PCR pada 72 OC selama 5
menit dan suhu 20 O
Hasil dan Pembahasan
C selama 5 menit.
Introduksi gen PaCS ke dalam Jatropha curcas dengan A. tumefaciens
Proses infeksi Agrobacterium ke potongan kotiledon berlangsung 10 hingga 20
menit. Potongan kotiledon perlu dilukai pada bagian tengah untuk meningkatkan
peluang infeksi dan terbentuknya kalus (Gambar 25). Kokultivasi dilakukan selama 3-4
hari. Proses kokultivasi lebih dari 5 hari hingga 7 hari dapat juga dilakukan dengan
menggunakan konsentrasi bakteri yang lebih rendah. Pan et al 2010 dan Li et al. 2007
menggunakan konsentrasi bakteri OD600
Kalus mulai muncul pada hari ke-15 hingga 20 setelah tanam dan pertumbuhan
kalus mencapai optimum pada 45 hari setelah tanam. Tidak semua kalus menghasilkan
tunas dan ada juga dalam satu eksplan menghasilkan beberapa tunas. Pada eksplan
= 0.4, dan kokultivasi selama 3 hari.
70
kontrol yaitu eksplan IP 3A, IP 3M dan IP 2P yang tidak diperlakukan dengan
Agrobacterium, jumlah kalus yang muncul berturut-turut 59,25 %, 76,79%, dan 66,67%
dari jumlah eksplan yang ditanam. Eksplan yang dikokultivasi dengan Agrobacterium
menghasilkan persentase kalus 64%, 69, 51%, dan 58,19% berturut-turut untuk eksplan
IP 3A, IP 3M, IP 2P (Tabel 2).
Gambar 25. Proses introduksi gen PaCS ke dalam tanaman J. curcas dengan perantara Agrobacterium tumefaciens. Infeksi eksplan kotiledon dengan A. tumefaciens (a). Kokultivasi eksplan dengan A. tumeaciens selama 3 hari (b). Induksi kalus menggunakan media MIK yang mengandung 200 ppm cefotaksim (c), di kondisi gelap. Induksi tunas menggunakan media MIK dengan agen seleksi 20 μg/ml kanamisin (d). Pemanjangan tunas di media yang mengandung 0,5 ppm GA3
Kondisi fisiologis sumber eksplan menentukan kemampuan eksplan
menghasilkan kalus. Biji J. curcas termasuk tidak dapat disimpan lama. Biji yang baru
dipanen mulai berkecambah pada 5 hari setelah tanam dan mencapai kecambah dewasa
pada umur 2 minggu. Proses perkecambahan ini menurun seiring lamanya penyimpanan.
Viabilitas biji J. curcas yang disimpan pada suhu 4
(e). Induksi pengakaran menggunakan media yang mengandung 20 ppm IBA (f).
O
C, masih normal hingga
penyimpanan 4 bulan. Mitchel et al. (2008) melaporkan bahwa genotipe dan jenis
eksplan mempunyai perbedaan dalam menghasilkan kalus pada media dasar yang sama.
71
Tabel 2. Jumlah tunas dari masing-masing aksesi tanpa perlakuan Agrobacterium dan tunas kandidat transgenik.
Jumlah Eksplan
Jumlah Kalus
Jumlah Tunas Rata-rata tunas
Kontrol IP 3A 54 32 62 1.94
Kontrol IP 3M 56 43 67 1,56
Kontrol IP 2P 54 36 49 1,36
Transgenik IP 3A 150 96 24 0,25
Transgenik IP 3M 164 114 18 0,16
Trangenik IP 2P 177 103 17 0,17
Penurunan jumlah eksplan yang berkalus pada eksplan yang dikokultivasi
dengan A. tumefaciens berkisar 3,67%. Hal ini menunjukkan kokultivasi dengan A.
tumefaciens tidak nyata menurunkan kemampuan eksplan kotiledon J. curcas dalam
menghasilkan kalus. Kotiledon merupakan bagian paling mudah diinduksi untuk
membentuk kalus diikuti hipokotil, petiol, dan daun (Li et al. 2007; Pan et al. 2010).
Ttunas terbentuk pada media yang sama dengan media MIK, tetapi pada kondisi
kultur ada pencahayaan (Li et al 2007). Jumlah tunas pada kontrol masih kurang dari 2
tunas/eksplan. Jumlah tunas yang terbentuk masih sangat rendah untuk keperluan
mendapatkan klon-klon unggul atau untuk kebutuhan komersialisasi. Pemberian zat
pengatur tumbuh pada medium MIK diperlukan untuk meningkatkan jumlah tunas.
Thomas dan Puthur (2004) melaporkan adanya peningkatan organogenesis dengan
penambahan thidiazuron. Pemberian 0,9 μM thidiazuron menghasilkan tunas dua kali
lebih banyak dibandingkan dengan BAP pada tanaman J. curcas jika menggunakan
eksplan dari daun (Khurana-Kaul et al. 2010). Penelitian tersebut juga melaporkan
adanya peningkatan jumlah tunas sepuluh kali lipat dengan menambahkan CuSO4 pada
media dasar. Pemberian BAP tanpa dikombinasikan dengan thiadizuron menyebabkan
eksplan cenderung menghasilkan kalus, sedangkan dengan penambahan thidiazuron saja
pembentukan tunas meningkat (Deore & Jhonson 2008). Pemberian BAP
dikombinasikan dengan IBA menghasilkan sebanyak 3,91 tunas/eksplan, sedangkan
penambahan 2,72 μM thidiazuron menyebabkan naiknya jumlah tunas yang dihasilkan,
yaitu mencapai 17,13 tunas/eksplan kotiledon (Khumar et al. 2011).
72
Tidak semua kalus dapat menghasilkan tunas pada medium seleksi yang
mengandung 20 μg/ml kanamisin (Tabel 2). Persentase tunas yang terbentuk yang
toleran kanamisin dari aksesi IP 3A, IP 3M dan IP 2P adalah 12,88%, 10,26% dan
12,5% dari rata-rata tunas pada media tanpa antibiotik. Jumlah tunas toleran ini masih
lebih rendah daripada penelitian sebelumnya. Li et al. (2007)) mampu mendapatkan
tunas yang toleran sebanyak 15-20%. Kemungkinan hal ini disebabkan perbedaan
genotipe yang digunakan dalam penelitian ini.
Analisis integrasi Gen hpt dan Promoter-PaCS di dalam Genom Tanaman
Trasngenik
Konfirmasi tanaman yang lolos seleksi dari kanamisin dilakukan dengan
menggunakan metode PCR. Primer yang digunakan untuk konfirmasi adalah primer gen
PaCS, primer spesifik ketahanan higromisin dan primer kombinasi 35S CaMV forward
dengan PaCS reverse.
Pada penelitian ini telah diisolasi dari 38 sampel tanaman transgenik yaitu 12
tunas IP 3A, 15 tunas dari IP 3M, dan 11 tunas IP 2P. Dari jumlah tersebut hanya 27
sampel yang diperoleh DNA yang berkualitas. Kegagalan isolasi ini dikarenakan
beberapa faktor seperti jumlah sampel yang sangat sedikit, dan kualitas sampel yang
sudah tidak segar.
PCR menggunakan primer spesifik gen PaCS menunjukkan bahwa semua tunas
menghasilkan pita berukuran 1300 pb termasuk tipe liarnya. Diduga J. curcas
mempunyai gen famili sitrat sintase yang sekuennya mirip dengan PaCS (Gambar 26 a).
PCR menggunakan primer spesifik gen hpt menunjukkan 4 planlet IP 3A, 4 planlet IP
3M dan 3 planlet IP 2P mengandung gen hpt yang berukuran 600 pb, sedangkan tipe
liar (TL) tidak mempunyai gen tersebut (Gambar 26 b). Karena posisi gen hpt di sisi kiri
(up stream) dari npt di dalam T-DNA maka dipastikan bahwa eksplan-eksplan tersebut
mengandung gen ketahanan terhadap kanamisin.
Tidak semua eksplan yang mengandung hpt mengandung sisipan PaCS. Hasil
PCR menggunakan kombinasi primer 35S CaMV F dengan primer PaCS R
menunjukkan bahwa hanya ada dua eksplan yang mengandung gen PaCS yaitu A1 dan
P7 (Gambar 26 c). Jumlah kalus yang diseleksi toleran terhadap kanamisis pada IP 3A
dan IP 2P berturut-turut sebanyak 96 dan 103 kalus. Jika dibandingkan dengan jumlah
kalus yang diseleksi dengan kanamisin maka jumlah tanaman transgenik PaCS hanya
73
berkisar 1%. Salah satu cara meningkatkan peluang mendapatkan tunas transgenik
adalah dengan cara meningkatkan jumlah tunas yang diinduksi. Salah satu cara
meningkatkan jumlah tunas yang dihasilkan dari kalus pada kultur jaringan J. curcas
adalah dengan menambahkan zat pengatur tumbuh ke media induksi tunas. Penambahan
zat pengatur tumbuh thidiazuron di media kultur meningkatkan jumlah tunas in vitro J.
curcas hingga 17 tunas/eksplan (Kumar et al. 2011).
a
b
c
Gambar 26. Hasil PCR terhadap tunas transgenik yang terdiri 4 galur IP 3A, 4 galur IP 3M dan 3 galur dari IP 3P. PCR menggunakan primer spesifik gen PaCS, semua galur menghasilkan pita 1300 pb (a), menggunakan primer hpt menghasilkan semua galur transgenik mengandung gen resistensi antibiotik higromisin (b), dan menggunakan primer promoter 35S CaMV forward dan PaCS reverse menghasilkan pita berukuran 1650 pb hanya pada 2 galur yang transgenik yaitu A1 dan P7 (c).
Tunas-tunas in vitro dipindahkan ke medium pengakaran selama 20 hari.
Beberapa tunas yang masih bertahan hidup dipindahkan ke media ½ MS tanpa zat
pengatur tumbuh. Jumlah tunas yang bertahan pada media ½ MS sebanyak10 tunas dari
aksesi IP 3A, 10 dari aksesi IP3M dan 9 dari aksesi IP 2P. Dari 10 tunas tersebut hanya
ada 4 tunas yang dapat berakar atau 40% tunas dapat berakar. Hal ini menunjukkan
bahwa media perakaran dengan penambahan 20 ppm BAP dan AgNO3 cukup efektif
untuk menginduksi perakaran tanaman jarak. Penelitian Pan et al. (2010) hanya
mendapat satu planlet dari 120 tunas in vitro. Kajikawa et al. (2012) telah memperbaiki
74
sistem transformasi genetik pada J. curcas dengan efesiensi mencapai 4,3% yang
menggunakan bispyribac untuk system seleksinya.
Kesimpulan
1. Gen PaCS berhasil diintroduksikan ke dalam J. curcas dengan menghasilkan PCR
dua planlet transgenik yang mengandung gen PaCS yaitu A1 dan P7.
2. Efesiensi transformasi gen PaCS ke aksesi IP 3A, IP 3M dan IP 3P masih rendah
yaitu berkisar 1%.
75
BAB VII
PEMBAHASAN UMUM
Transformasi Genetik J. curcas dengan Gen PaCS
Hasil analisis PCR menggunakan kombinasi primer hpt forward dengan
hptreverse terhadap tunas-tunas in vitro yang lolos seleksi kanamisin menunjukkan
adanya pita berukuran 600 pb. Konstruksi gen hpt berada hulu dari hpt sehingga jika
tunas mengandung hpt maka kemungkinan juga mengandung npt. Namun demikian
tidak semua tanaman transgenik hpt merupakan tanaman transgenik PaCS. Posisi PaCS
berada di hilir dari gen hpt dan npt. Faktor penyebab fenomena ini adalah proses
integrasi T-DNA ke dalam kromosom inang seperti telah dijelaskan pada Gambar 9. Di
dalam nukleus, T-DNA utas tunggal menjadi utas ganda dan terpotong menjadi dua
bagian T-DNA 1 dan T-DNA 2 (Tzfira et al. 2004). Peluang terjadi religasi ada tiga
kemungkinan yaitu religasi antara utas yang mengandung hpt dengan hpt, atau antara
utas yang mengandung PaCS dengan PaCS, atau religasi antara utas yang mengandung
hpt dengan PaCS. Pada tahap seleksi dengan media yang mengandung antibiotik, sel-sel
yang mengandung gen hpt akan dapat bertahan dan memperbanyak diri. Kumpulan sel
ini berdiferensiasi menjadi tunas yang toleran terhadap antibiotik. Sementara sel yang
hanya mengandung PaCS akan mati pada proses seleksi di media yang mengandung
antibiotik.
Deteksi menggunakan kombinasi primer PaCS forward dengan PaCS reverse
tidak dapat membedakan antara tanaman transgenik dan non transgenik baik pada J.
curcas maupun N. tabacum. Baik tanaman transgenik maupun non transgenik
menghasilkan pita berukuran 1300 pb. Kemungkinan kombinasi tersebut
mengamplifikasi famili gen sitrat sintase.
Pengujian bibit J. curcas terhadap berbagai tingkat konsentrasi aluminium
menunjukkan bahwa pada konsentrasi 0,8 mM Al terjadi akumulasi malat di dalam
ujung akar yang disebabkan sekresi malat terganggu. Gangguan sekresi malat
disebabkan adanya gangguan pada transporter malat, ALMT. Gangguan sekresi malat
ini menurunkan kemampuan J. curcas dalam mengurangi toksisitas Al. Tanaman
transgenik PaCS mensintesis sitrat dan mensekresikan lebih tinggi dibandingkan dengan
tipe liarnya (de la Fuente et al. 1997; Koyama et al. 1999). Sitrat mempunyai beberapa
transporter seperti MATE, ABC tranporter dan H+ATPase, sementara malat hanya
76
memiliki satu transporter yaitu ALMT. Dengan demikian, peluang gangguan sekresi
sitrat oleh cekaman Al konsentrasi tinggi lebih kecil dibandingkan sekresi malat.
Jumlah sekresi sitrat yang lebih tinggi pada tanaman transgenik PaCS ditambah afinitas
sitrat terhadap Al yang lebih tinggi daripada asam organik lainnya menyebabkan
tanaman transgenik PaCS akan dapat bertahan pada cekaman Al konsentrasi tinggi.
Efisiensi integrasi gen PaCS ke dalam genom tanaman jarak berkisar 1% jika
dihitung dari jumlah tanaman yang mengandung gen tersebut dibagi dengan jumlah
eksplan yang berkalus. Jumlah tersebut masih jauh lebih rendah jika dibandingkan
introduksi gen yang sama ke dalam tanaman model tembakau yang mencapai 10%.
Permasalahan yang masih kurang mendukung dalam mendapatkan tanaman transgenik J.
curcas adalah rendahnya regenerasi tunas in vitro. Saat ini, induksi tunas dari eksplan
kotiledon ataupun daun sudah dapat ditingkatkan hingga 17 tunas/eksplan dengan
penambahan thidiazuron ke dalam media dasar (Kumar et al. 2011).
Agen penyeleksi sangat berpengaruh dalam mendapatkan tanaman transgenik
dengan vigor yang baik. J. curcas termasuk sangat sensitif terhadap higromisin.
Sulistyaningsih (2012) mendapatkan tunas transgenik dengan menggunakan agen
seleksi higromisin konsentrasi 1,5 µg/ml. Agen seleksi kanamisin lebih sesuai untuk
menyeleksi tunas transgenik J. curcas karena hasil vigor tunas yang lebih baik
dibandingkan seleksi menggunakan higromisin. Konsentrasi 20 ppm kanamisin sudah
cukup efektif menyeleksi antara tanaman non transgenik dengan tunas transgenik.
Kajikawa et al. (2012) telah memperbaiki system seleksi untuk perakitan J. curcas
transgenik.
Kendala berikutnya adalah kesulitan dalam menginduksi perakaran tunas
transgenik. Dari sekitar 40 tunas transgenik hanya 4 tunas atau hanya 4% yang dapat
diinduksi dengan kombinasi IBA dengan perak nitrat. Beberapa peneliti berpendapat
bahwa agen penyeleksi mempengaruhi induksi akar pada tanaman jarak. Namun
pendapat tersebut masih kurang bukti yang kuat. Penelitian sebelumnya oleh Li et al
(2007) menggunakan fosfinothrisin asetiltransferase (ketahanan herbisida) dan Pan et al
(2010) menggunakan higromisin fosfotransferase (ketahanan terhadap higromisin),
keduanya hanya mendapatkan tunas yang berakar dalam jumlah sedikit.
77
Ekspresi Gen PaCS pada N. tabacum
Sintesis dan sekresi asam organik pada tanaman merupakan strategi dalam
meningkatkan toleransi terhadap cekaman Al. Introduksi gen CS bakteri P. aeruginosa
ke tanaman dan khamir menunjukkan peningkatan toleransi (de la Fuente et al. 1997;
Barone et al. 2008). Ekspresi berlebih gen PaCS pada tanaman tembakau juga
meningkatkan toleransi terhadap cekaman Al. Tetapi Delhaize et al. (2001) melaporkan
bahwa introduksi gen CS bakteri ke tembakau, tidak mendapatkan peningkatan sintesis
maupun ekspresi sitrat. Introduksi gen CS dari tanaman ke tanaman lain selalu
mendapatkan tanaman transgenik yang meningkat sintesis dan sekresi sitratnya,
sekaligus meningkatkan toleransi Al (Koyama et al. 1999; Anoop et al. 2003; Deng et
al. 2009). Gen CS tanaman mempunyai signal peptida yang mengarahkan ke
mitokondria di mana siklus TCA terjadi. Kegagalan ekspresi ini diduga karena proses
pelipatan protein CS terganggu, sehingga fungsional dari enzim ini tidak sempurna
(Delhaize et al. 2001). Pelipatan protein di dalam sel diatur oleh chaperon.
Kemungkinan perbedaan chaperon prokariotik dengan eukariotik sebagai penyebab
gangguan proses pelipatan tidak sepenuhnya benar. Hal ini dibuktikan oleh Castiglioni
et al. (2008) yang berhasil mengekspresikan gen chaperon bakteri ke tanaman dan dapat
berfungsi dalam meningkatkan proses pasca translasi. Penelitian tersebut membuktikan
bahwa chaperon bakteri mempunyai kemiripan fungsional dengan chaperon tanaman.
Salah satu penyebab tidak terjadi peningkatan sitrat pada tanaman transgenik
dikarenakan CS bakteri terekspresi di sitosol sedangkan siklus trikarboksilat berada di
mitokondria. Ketersediaan subtrat sitrat sintase diduga menjadi salah satu faktor
kegagalan tersebut. Ketersediaan subtrat sitrat sintase yaitu oxaloasetat dan asetil KoA
di sitosol tidak semelimpah di mitokondria. Sedangkan Barone et al. (2008) menduga
kegagalan mendapatkan tanaman transgenik yang toleran Al karena jumlah tanaman
yang diseleksi kurang banyak.
Introduksi PaCS ke tanaman tembakau mendapatkan satu tanaman T0 yang
mengandung PaCS dari sepuluh tanaman yang toleran higromisin. Benih T1 yang diuji
tantang Al hanya diperoleh lima tanaman yang toleran. Pertumbuhan akar kelima
tanaman ini bervariasi. Variasi ini kemungkinan disebabkan adanya variasi ketahanan
Al antar kelima galur tersebut berbeda.
78
Jumlah gen target yang tersisip ke dalam genom tanaman dapat mempengaruhi
tingkat ekspresinya. Barone et al. (2008) mengalisis jumlah gen CS yang tersisip di
genom berjumlah 2 hingga 6 kopi. Variasi jumlah sisipan ini diikuti variasi kandungan
sitrat di akar. Tanaman dengan jumlah kopi yang tinggi cenderung mengandung sitrat di
akar lebih rendah. Jumlah kopi gen yang tersisip cenderung menurunkan ekspresi gen
tersebut (Li et al. 2002). Pembungkaman pada tanaman transgenik ada dua sebab: 1)
gen tersisip di daerah kromosom yang tidak aktif seperti heterokromatin atau daerah
pengulangan sekuen, 2) gen tersisip dalam jumlah banyak kemungkinan terjadi
pengulangan langsung atau pengulangan terbalik. Kondisi pengulangan ini dapat
mengaktifkan sistem sel untuk melakukan metilasi gen tersebut (Stam et al. 1997).
Sifat promoter menentukan bagaimana suatu gen diekspresikan. Promoter 35S
CaMV adalah promoter kuat, kontitutif dan tidak spesifik jaringan (Odell et al. 1984).
Dengan demikian PaCS diekspresikan di suluruh jaringan tanaman tembakau maupun
Jatropha curcas. Target cekaman aluminium adalah akar dengan demikian ekspresi
suatu gen ke seluruh jaringan merupakan pemborosan energi. Salah satu promoter yang
spesifik berfungsi di akar adalah RB 7. Promoter tersebut telah diisolasi dari akar
tanaman strawberi. Promoter RB 7 bersifat konstitutif seperti halnya 35S CaMV
(Vaugan et al. 2006). Penggunaan promoter ini perlu dilakukan untuk mengekspresikan
gen-gen yang berkaitan cekaman logam atau gen yang berkaitan dengan penyerapan
hara.
Analisis Histologis dan Fisiologis J. curcas
Analisis ketahanan terhadap cekaman biotik maupun abiotik suatu spesies atau
kultivar penting dilakukan untuk menetapkan penyebaran budidaya tanaman tersebut.
Jika tanaman akan dibudidayakan di lahan-lahan yang mempunyai pH rendah maka
karakterisasi ketahanan terhadap pH rendah dan cekaman Al perlu dilakukan. Cara yang
umum untuk uji cekaman Al adalah menggunakan media hidroponik dengan komposisi
media bervariasi tergantung spesies yang diseleksi (Delhaize et al. 1993; Watanabe &
Osaki 2002; Yang et al. 2006). Penggunaan media hidroponik dilaporkan sangat ideal
untuk uji cekaman Al karena cekaman merata di seluruh jaringan, pertumbuhan akar
relatif lurus dan mudah dalam melakukan pengukuran.
Karakterisasi menggunakan parameter histologis dan fisiologis telah menjadi
protokol baku dalam mengalisis toleransi tanaman terhadap cekaman Al. Analisis
79
histologis meliputi pewarnaan Al dengan hematoksilin, pewarnaan Schiff untuk
peroksidasi lipid dan Evans blue untuk integritas membran (Yamamoto et al. 2001).
Ketiga pewarnaan tersebut relatif murah, mudah dilakukan dan cukup menggunakan
mikroskop cahaya. Pewarnaan hematoksilin dapat memberikan informasi adanya
akumulasi Al pada akar secara kualitatif (Delhaize et al. 1993; Yamamoto et al. 2001;
Maron et al. 2008). Ketiga perwarnaan tersebut memberi gambaran proses keracunan Al
pada akar yang dimulai dengan proses infiltrasi Al dan akumulasi Al di jaringan ujung
akar. Infiltrasi dan akumulasi Al menginduksi terbentuknya senyawa radikal dan
menyebabkan kerusakan membran karena adanya peroksidasi lipid. Degradasi lemak
tak jenuh pada membran menyebabkan integritas membran terganggu sehingga terjadi
infiltrasi berbagai senyawa dan termasuk Al ke dalam sitosol meningkat. Gangguan
homeostatis beberapa unsur menyebabkan sel mengalami kematian. Dalam kondisi
tersebut Evans blue dapat berdifusi ke dalam sel (Yamamoto et al. 2001).
Penetrasi Al mencapai ke jaringan endodermis akar J. curcas setelah perlakuan
Al selama 7 hari. Absorpsi Al dilaporkan relatif cepat yaitu dalam kurang dari 1 jam Al
telah mencapai vakuola (Lazof et al. 1994). Mekanisme absorpsi Al belum diketahui
dengan pasti namun diduga dapat melalui endositosis, kanal Ca atau kanal kation
nonspesifik (Miyasaka et al. 2006). Wilkinson et al. (1992) melaporkan bahwa
menggunakan nifedipine sebuah inhibitor kanal dapat menghambat absorpsi Ca2+, tetapi
tidak dengan Al3+
Beberapa tanaman non akumulator dilaporkan meningkat pertumbuhan akarnya
pada konsentrasi rendah 1,2 μM Al untuk Brasicca napus dan 10 μM pada Glycine max.
Beberapa peneliti berpendapat bahwa pada konsentrasi rendah Al memperbaiki sifat
toksin dari H
pada kultivar yang sensitif terhadap Al. Sedangkan pada kultivar
Sorgum bicolor yang toleran, nifedipine tidak menghambat absorpsi Ca tetapi
menghambat absorpsi Al. Al kemungkinan diabsorpsi melalui kanal yang berbeda
dengan kanal Ca. Penetrasi Al paling tinggi di daerah perifer akar, dan rendah di daerah
pembuluh. Al dapat menembus jaringan endodermis dan mencapai xilem jika jaringan
endodermis tidak sepenuhnya dilapisi suberin (Miyasaka et al. 2006).
+ terhadap membran plasma, transport hara dan dinding sel (Miyasaka et al.
2006). Peningkatan pertumbuhan akar terjadi pada M. malabathricum yang dicekam
dengan 0,4 mM Al. Berbeda dengan tanaman nonakumulator, M. malabathricum justru
membutuhkan Al untuk membantu menyerap nutrisi. Tanpa adanya Al, unsur Ca dan
80
Mg akan terpresipitasi, tetapi dengan adanya Al maka sekresi oksalat meningkat dan
melarutkan presipitat Ca dan Mg (Watanabe et al. 2008).
Kematian sel dikaitkan dengan mekanisme yang disebut Programmed cell death
(PCD) (Pan et al. 2001; Yakimova et al. 2007). PCD adalah proses aktif dalam sel yang
disandikan secara genetik yang tujuannya merusak sel itu sendiri. Program ini penting
untuk perkembangan dan ketahanan suatu organisme baik tanaman maupun hewan.
Terdapat dua kategori PCD yaitu program diferensiasi seperti diferensiasi xilem dan
delesi suspensor embrio (Giuliani et al. 2002), serta PCD yang diinduksi oleh
lingkungan (Fukuda 2000). PCD juga dikenal dengan apoptosis dimulai dari degradasi
nukleus atau organel seluler lainnya (Fukuda 2000). PCD diinduksi oleh cekaman biotik
maupun abiotik seperti infeksi penyakit, cekaman kekeringan, hebisida, salinitas dan
logam berat (Palavan-Unsal et al. 2005; Gunawerdana 2008).
Cekaman lingkungan meningkatkan produksi reactive oxygen species (ROS)
(Babourina et al. 2006). ROS diproduksi akar yang dicekam Al melalui peningkatan
enzim peroksidase dan oksalat oksidase (Tamas et al 2005). Seperti halnya organisme
aerobik lainnya, tanaman memerlukan oksigen untuk memproduksi energi. Selama
proses reduksi O2 ke H2O dapat terbentuk ROS seperti superoxide anion radical (O2-),
hidrogen peroksida (H2O2), hidroksil radikal (OH) dan atom oksigen tunggal (1O2)
dapat terbentuk. Satu persen O2
Gejala awal kematian sel jagung yang disebabkan oleh perlakuan etilen adalah
adanya invagination membran plasma akibat penyusutan membran plasma dari dinding
sel dan terjadi fragmentasi kromosom (Palavan-Unsal et al. 2005). Perlakuan 0,1-1,0
mM Al selama 8 jam menginduksi PCD melalui jalur tranduksi signal yang diaktifkan
oleh ROS. Pada cekaman Al yang lebih tinggi mengakibatkan nekrosis pada akar (Pan
et al. 2001). PCD efektif dihambat oleh protease dan inhibitor caspase manusia.
Percobaan ini mengindikasikan bahwa mekanisme kematian sel pada tumbuhan mirip
yang dikonsumsi oleh tanaman diubah menjadi ROS.
ROS mempunyai kapasitas untuk mengoksidasi komponen seluler seperti lipid protein,
enzim dan nukleotida yang memicu kematian sel. Di samping itu ROS juga merusak
sistem signal transduksi dalam sel. ROS dianggap penyebab utama kerusakan sel
sebagai akibat adanya cekaman (Turrens 2003). Aktivitas ROS meningkat 15 menit
setelah akar diperlakukan dengan Al, dan mempengaruhi pertumbuhan, aliran ion dan
beberapa aktivitas enzim (Babourina et al. 2006).
81
dengan sel hewan. Aplikasi antioksidan seperti inhibitor fosfolipase C (PLC), dan
inhibisi jalur signal etilen mampu menekan kematian sel (Yakimova et al. 2007).
Analisis fisiologis yang banyak dilakukan kaitannya dengan cekaman Al adalah
kandungan asam organik di dalam akar dan sekresi ke rhizosfer. Tanaman J. curcas
mempunyai kandungan yang asam malat yang lebih tinggi di jaringan akar
dibandingkan M. malabathricum. Namun demikian tanaman jarak ini lebih sensitif
dibandingkan M. malabathricum. Hal ini membuktikan bahwa akumulasi asam malat di
jaringan akar tidak cukup untuk mendetoksifikasi Al apabila konsentrasi lebih tinggi
dari 400 μM. Kandungan sitrat dan asam organik lain di jaringan akar J. curcas belum
diketahui konsentrasinya.
J. curcas diduga termasuk dalam kelompok tanaman yang mendetoksifikasi Al
di internal jaringan. Dugaan tersebut didasarkan pada tingginya akumulasi malat di
jaringan tanaman dan rendah dalam mensekresikan malat. Aluminium dikelat oleh
malat dan dibawa ke dalam vakuola. Aluminium tersebut didetoksifikasi di vakuola sel-
sel ujung akar. Akumulasi Al di dalam vakuola diketahui dengan pewarnaan
hemaktoksilin. Pada beberapa tanaman yang toleran seperti Melastoma dan Camelia
sinensis, Al ditrasfer dari akar menuju ke dalam daun (Watanabe dan Osaki 2002;
Morita et al. 2004). Kemungkinan J. curcas juga mentrasfer Al ke dalam jaringan daun
meskipun dalam jumlah yang relatif sedikit. Hal ini diindikasikan oleh adanya
perubahan kandungan asam malat di dalam daun J. curcas yang dicekam Al. Namun hal
itu harus dipastikan dengan cara menganalisis kandungan Al di dalam daun J. curcas.
Pola sekresi antara beberapa asam organik biasanya sama. Pada tanaman
gandum eksudasi baik sitrat maupun malat menurun seiring lamanya cekaman Al,
sebaliknya pada tanaman rye eksudasi kedua asam organik tersebut justru semakin
meningkat (Li et al. 2000). Penurunan kedua asam organik tersebut juga terjadi pada
Brassica napus (Ligaba et al. 2004) dan dua spesies jeruk (Yang et al. 2011) jika
dicekam Al. Diduga sekresi sitrat di akar J. curcas mempunyai pola yang sama dengan
malat, yaitu meningkat sekresinya pada cekaman Al konsentrasi rendah, kemudian turun
dengan cekaman Al tinggi.
Selain asam organik, beberapa tanaman juga mempunyai cara lain dalam
mengkelat Al yaitu dengan mensitesis mucilage seperti pada akan Melastoma dan
tanaman jagung. Meskipun keduanya mengeluarkan mucilage tetapi pada tanaman
82
Melastoma tidak mengalami kerusakan sel, sementara pada jagung kerusakan ujung
akar masih terjadi. Hal ini dikarenakan kemampuan pengikatan mucilage kedua jenis
tanaman tersebut berbeda. Mucilage pada Melastoma lebih cenderung mengikat dengan
kation trivalen, sedangkan jagung lebih mengikat unsur bermuatan divalen (Watanabe
et al. 2008).
Perspektif Rekayasa Genetik J.curcas
Salah satu strategi penting dalam meningkatkan toleransi J. curcas terhadap Al
di masa mendatang adalah dengan mengombinasi sintesis asam organik dengan
kemampuan sekresinya ke rizosfer. Gen penyandi transpoter yang berperan dalam
sekresi sitrat adalah MATE (Furukawa et al 2007), H+
Kemampuan pengkelatan sitrat terhadap Al cukup tinggi, namun pada
konsentrasi tertentu masih ada Al yang masih bebas kontak dengan sel. Dalam
konsentrasi yang sangat rendah, Al masih mampu mempengaruhi fungsi sel dengan
terbentuknya senyawa radikal seperti ROS, atau O
ATPase (Ohno et al. 2003) dan
ABC tranporter (Kochian et al. 2004). Rekombinasi dengan gen-gen ini dapat dilakukan
dengan persilangan buatan antara tanaman transgenik sitrat sintase dengan tanaman
transgenik transporter sitrat. Introduksi gen PaCS dengan salah satu transporter tersebut
juga dapat dilakukan secara bertahap atau dikontruksi dalam satu kaset.
2-
Ekspresi beberapa gen sekaligus dapat dilakukan dengan mengitroduksikan gen
yang menyandikan faktor transkripsi gen-gen di jalur hilirnya. Saat ini telah diketahui
faktor transkripsi yaitu for sensitive to proton rhizotoxicity1 (STOP) yang mengatur
beberapa gen. Gen-gen yang diatur STOP adalah gen yang menyandikan sejenis
transport malat dan tranporter kation, protein kinase (Sawaki et al. 2009). Faktor
transkripsi lain adalah Al resistance transcription factor 1 (ART1) yang mengatur 31
gen di hilir (downstream) yang berkaitan dengan detoksifikasi Al (Tsuitsui et al. 2010).
. Senyawa ini dapat mengganggu
fungsi sistem membran seperti pengenalan signal, kerusakan transporter membran
(Kochian et al. 2004), dan mengurangi integritas membran (Yamamoto et al. 2001).
Gen-gen yang dapat mengatasi oksidatif adalah peroxidase, glutathione-S-transferase,
blue copper-binding protein (Richards et al. 1998). Gen-gen tersebut juga dapat
diekspresikan bersamaan dengan sitrat sintase.
Selain gen yang berkaitan sekresi asam organik, gen yang menarik untuk
diintroduksikan adalah dikaitkan dengan stress oksidatif. Hal ini penting dilakukan
83
dikarenakan dalam beberapa penelitian menyebutkan bahwa sekresi asam organik tidak
cukup mengurangi dampak cekaman Al (Pineros et al. 2005). Hal ini juga terjadi ketika
J. curcas diperlakukan dengan konsentrasi Al tinggi maka kemampuan sekresinya
menjadi berkurang. Lebih lanjut Pineros et al (2005) menyarankan bahwa masalah
peningkatan toleransi Al membutuhkan integrasi beberapa gen. Ekspresi berlebih gen-
gen yang menyandikan protein antioksidan terbukti mampu mengurangi kerusakan
oksidatif dan meningkatkan toleransi terhadap Al (Roxas et al. 2000; Basu et al. 2001).
Kombinasi ekspresi antara sintesis atau sekresi asam organik dengan protein
antioksidan akan meningkatkan toleransi lebih tinggi dibandingkan jika hanya salah
satu gen saja yang diekspresikan.
Asam organik tidak hanya berperan dalam toleransi tanaman terhadap Al tetapi
juga terhadap logam lain seperti logam berat. Sekresi asam organik dapat
mendetoksifikasi logam berat seperti nikel (Jocsak et al. 2005), Cu dan Zn (Qin et al.
2007). Kemampuan tanaman ini diperlukan untuk memanfaatkan lahan-lahan bekas
lahan tambang yang menyisakan lahan dengan kadar logam tinggi dan kandungan hara
rendah sebagai lahan pertanian.
Asam organik juga dapat mengurangi defesiensi unsur penting terutama Fe dan
P. Transpoter ferric reductase defective (FDR3) merupakan famili tranporter sitrat yang
berperan mensekresikan sitrat di pembuluh xilem. Peningkatan sitrat di akar akan
memicu aktivitas transporter tesebut dalam membantu translokasi Fe ke daun (Durrett et
al. 2007). Selain Fe, sekresi asam organik ini meningkatkan kemampuan tanaman
dalam menyerap fosfor (P) (Koyama et al. 1999; Bucio et al. 2000; Shen et al. 2005),
namun demikian belum diketahui peran sitrat dalam translokasi P ke daun.
Peningkatan dalam penyerapan P dan pertumbuhan yang lebih tinggi
ditunjukkan oleh tanaman transgenik sitrat sintase (Koyama et al. 1999). Pada saat
tanaman tersebut ditumbuhkan dalam kondisi defisiensi P maka eksudasi asam organik
meningkat untuk mobilisasi P dari bentuk terikat dengan mineral atau logam lain
(Ohkama-Ohtsu & Wasaki 2010).
84
BAB VIII
KESIMPULAN UMUM DAN SARAN
Kesimpulan
Gen PaCS telah berhasil diekspresikan menggunakan promoter 35S CaMV dan
terbukti meningkatkan toleransi tanaman tembakau terhadap cekaman Al. Gen PaCS
juga berhasil diintroduksikan ke dalam J. curcas. Jumlah galur transgenik PaCS masih
relatif rendah dikarenakan jumlah tunas yang diinduksi masih sangat rendah. Ekspresi
gen PaCS dapat dikombinasikan dengan gen-gen lain yang berperan dalam toleransi
terhadap Al.
Saran
1. Protokol transformasi genetik pada Jatropha curcas masih perlu dimantapkan
terutama pada peningkatan jumlah tunas in vitro, induksi perakaran dan
aklimatisasi.
2. Ekspresi gen PaCS pada J. curcas dan N. tabacum harus dianalisis pada tingkat
transkripsi dan perlu dikonfirmasi kandungan sitrat di dalam jaringan akar dan yang
disekresikan.
85
DAFTAR PUSTAKA
Ahemad M, Khan MS. 2010. Phosphate-solubilizing and plant-growth promoting Pseudomonas aeruginosa PS1 improves green gram performance in quizalatop-p-ethyl and clodinatop amended soil. Arch of Envir Contami And Toxicol 58 (2): 361-372.
Altschul SF, Madden TL, Scaffer AA, Zhang Z, Zhang Z, Miller W, Lipman DJ. 1997. Gapped BLAST and PSI-BLAST: a new generation of protein database search programs. Nucleic Acids Res 25(17): 3389-3402.
Anggraito YU. 2012. Transformasi genetik Nicotiana bentamiana L. dan kedelai dengan gen MaMt2 penyandi metalothionein tipe II dari Melastoma malabathricum L. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Anoop VM, Basu U, McCammon MT, McAlister-Henn L, Taylor GJ. 2003.Modulation of citrate metabolism alters aluminium tolerance in yeast and transgenic canola overexpressing a mitochondrial citrate synthase. Plant Physiol 132: 2205-2217.
Anwar S. 1999. Pengklonan gen-gen yang diinduksi oleh aluminum pada kedelai (Glycine max L Marryl). [Disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Appana VD, Hamel RD, Levasseur R. 2002. The metabolism of aluminum citrate and biosynthesis oxalic acid in Pseudomonas flourescens. Curr Microbiol 47 (1): 32-39.
Arivind R, Kumar A, Eapen SJ, Ramana KV. 2009. Endophytic bacterial flora in root and stem tissues of blak pepper (Piper nigrum L.) genotype: isolation, identification and evaluation against Phytopthora capsiscin. Lett Appl Microbiol 48(1):58-64.
Atilla C, Ueda A, Cirillo SL, Chen JD, Chen W, Wood TK. Pseudomonas aeruginosa PAO1 virulence factors and poplar tree response in rhizosphere. Micro Biotechnol 1(1): 17-19.
Babourina O, Ozturk, Cakmax I, Regel Z. 2006. Reactive oxygen species production in wheat roots is not linked with changes in H+
Bahera SK, Srivastava P, Tripathi R, Singh JP, Singh N. 2010. Evaluation of plant performance of Jatropha curcas L. Under different agro-practices for optimizing biomass-A case study. Biomass and Bioenerg 34: 30-41.
fluxes during acidic and aluminum stresses. Plant Sign & Behav 1(2): 71-76
Barone P, Rosellini D, LaFayette P, Bouton J, Veronesi F, Parrott W. 2008. Bacterial citrate synthase expression and soil aluminum tolerance in transgenic alfafa. Plant Cell Rep 27: 893-901.
86
Basu U, Good AG, Taylor GJ. 2001. Transgenic Brassica napus plants overexpressing aluminum-induced mitochondrial manganese superoxide dismutase cDNA are resistant to aluminum. Plant Cell Envir 24: 1269–1278.
Batra S, Lumar S. 2003. Agrobacterium-mediated transient GUS gene expression in buffel grass (Cencherus ciliaris L.). J Appl Genet 44(4): 449-458.
Beeckmans S. 1984. Some structural and regulatory aspects of citrate syntase. Int J Biochem 16(4): 341-351.
Bhayana V, Duckwork HW. 1984. Amino acid sequencing of E. coli citrate synthase. Biochem 23: 2900-2905.
Boscolo PRS, Menossi M, Jorge RA. 2003. Aluminum-induced oxidative stress in maize. Phytochem 62: 181-189.
Buch AB, Archana G, Naresh-Kumar G. (2008). Metabolic channeling of glucose towards gluconate in phosphate-solubilizing Pseudomonas aeruginosa P4 under phosphorus deficiency. Res Microbiol 159: 635–642.
Buchanan BB, Gruissem W, Jones RL. 2000. Biochemistry & Molecular Biology of Plant. Courier Companies, Inc. California USA. 1343 p.
Bucio JL, dela Vega OM, Garcia AG, Estrella L. 2000. Enhances phosphorus uptake in transgenic tobacco plants that overproduce citrate. Nat Biothech 18:450-453.
Cancado GMA, Loguercio LL, Martins PR, Parentoni SN, Paiva E, Borem A, Lopes MA. 1999. Hematoxylin staining as a phenotypic index for aluminium tolerance selection in tropical maize (Zea mays L.). Theor Appl Genet 99: 747-757.
Castiglioni P, et al. 2008. Bacterial RNA chaperones confer abiotic stress tolerance in plants and improved grain yield in maize under water-limited conditions. Plant Physiol 147: 446-455.
Chee PP, Fober KA, Slightom JL. 1989. Transformation of soybean (Glycine max) by infecting germinating seeds with Agrobacterium tumefaciens. Plant Physiol 91: 1212-1218.
Chen SC, Liu HW, Lee KT, Yamakawa T. 2007. High-efficiency Agrobacterium rhizogenes-mediated transformation of heat inducible sHSP 18.2-GUS in Nicotiana tabacum. Plant Cell Rep 26: 29-37.
Cheng M, Fry JE, Pang SS, Zhou H, Hironaka CM, Duncan DR, Conner TTW, Wan Y. 1997. Genetic transformation of wheat mediated by Agrobacterium tumefaciens. Plant Physiol 115:971-980.
Chin-A-Woeng TFC, Bloemberg GV, Lugtenberg BJJ. 2003. Phenazine and their role in bicontrol by Pseudomonas bacteria. New Phytol 157: 503-523.
87
Christie PJ, Vogel JP (2000) Bacterial type IV secretion: conjugation systems adapted to deliver effector molecules to host cells. Trends Microbiol 8:354–360
Citovsky V, Wong ML, Zambrisky P. 1989. Cooperative interaction of Agrobacterium VirE2 protein with single-strand DNA: Implication in T-DNA transfer process. Proc Natl Acad Sci USA 86: 1193-1197.
Coenye T, Vandamme P. 2003. Intragenomic heterogeneity between multiple 16S ribosomal RNA operons in sequenced bacterial genomes. FEMS Microbiol Lett 228, 45-49.
Darnell J, Lodish H, Baltimore D. 1990. Molcular Cell Biology. 2nd
de Jonge HJM et al. 2007. Evidence based selection of housekeeping gens. Plos one. 9: e898.
Edition . Scientific America Books. New York USA.1105 p.
de la Fuente JM, Ramire-Rondriguez V, Cabrera-Ponce JL, Harrere-Estrell L. 1997. Aluminum tolerance in transgenic plant by alteration of citrate synthesis. Science 276: 1566-1568.
Delhaize E, Craig S, Beaton CD, Bennet RJ, Jagadish VC, Randall PJ. 1993. Aluminum tolerance in wheat (Triticum aestivum L). I. Uptake and distribution of Aluminum in root apices. Plant Physiol 103: 685-693.
Delhaize E, Hebb DM, Ryan PR. 2001. Expression of a Pseudomonas aeruginosa citrate synthase gene in tobacco is not associated with either enhanced citrate accumulation or efflux. Plant Physiol 125: 2059-2067.
Delhaize E, Ryan PR, 1995. Aluminum toxicity and tolerance in plants. Plant Physiol 107: 315-321.
Delhaize E, Ryan PR, Hebb DM, Yamamoto Y, Sasaki T, Matsumoto H. 2004. Engenering high-level aluminum tolerance in barley with the ALMT1 gene. Proc Natl Amc Soc 101(42): 15249–15254.
Delhaize E, Ryan PR, Randall. 1993. Aluminum tolerance in wheat (Triticum aestivum L.). II Aluminum-stimulated excretion of malic acid from root apices. Plant Physiol 103: 695-702.
Delisle G, Champoux M, Houde M. 2001. Characterization of oxalate oxidase and cell death in Al-sensitive and tolerant wheat roots. Plant Cell Physiol 42(3): 324-333.
Deng W, Luo K, Li Z, Yang Y, Hu N, Wu H. 2009. Overexpression of Citrus junos mitochondrial citrate synthase gene in Nicotiana benthamiana confers aluminum tolerance. Planta 230(2): 355-365.
Deore AC, Jhonson TS. 2008. High-frequency plant regeneration from leaf-disc cultures of Jatropha curcas L.: an important biodiesel plant. Plant Biotech Rep 2: 7-11.
88
Divakara BN, Upadhyaya HD, Wani SP, Gowda CLL. 2010. Biology and genetic improvement of Jatropha curcas L: A review. Appl Energy 87: 732-742.
Donald LJ, Molgat GF, Duckworth HW. 1989. Cloning, sequencing, and expression of the gene for NADH sensitive citrate synthase of Pseudomonas aeruginosa. J of Bact 171(10): 5542-5550.
Duressa D, Soliman K, Chen D. 2010. Identification of aluminum responsive genes in Al-tolerant soybean line PI 416937. Int J Plant Genomics 2010:1-13
Durrett TP, Gassmann W, Rogers EE. 2007. The FRD3-mediated efflux of citrate into the root vasculature is necessary for efficient iron translocation. Plant Physiol 144: 197-205.
Ezaki B, Gardner RC, Ezakii Y, Matsumoto H. 2000. Expression of aluminum-induced genes in transgenic Arabidopsis plants can ameliorate aluminum stress and/or oxidative stress. Plant Physiol 122:657–665.
Ezaki B, Yamamoto Y, Matsumoto H. 1995. Cloning and sequencing of cDNA induced by aluminum treatment and Pi starvation in cultured tobacco cells. Planta 93: 11-18.
Fairless D. 2007. Biofuel: The little shrub that could-maybe. Nature 449: 652-655.
Fang W, Zhang Y, Yang X, Duan H, Li Y, Pei Y. 2004. Agrobacterium tumefaciens-mediated transformation of Beauveria bassiana using an herbicide resistance gene as a selection marker. J Invert Path 85(1):18-24.
Fukuda H. 2000. Programmed cell death of tracheary elements as a paradigm in plants. Plant Mol Biol 44: 245–253.
Furukawa J, Yamaji NN, Wang H, Nitani N, Murata Y, Sato K, Katsuhara M, Takeda K, Ma JF. 2007. An aluminum-activated citrate transporter in barley. Plant Cell Physiol 48(8): 1081-1091.
Gelvin SB. 2003. Agrobacterium-mediated plant transformation: the biology behind the gene jockeying tool. Microbiol Mol Biol Rev 67(1):16-37.
Giuliani C, Consonni G, Gavazzi G, Colombo M, Dolfini S. 2002. Programme d cell death during embryogenesis in maize. Annals of Bot 90: 287–292.
Gressel J. 2007. Transgenics are imperative for biofuel crops. Plant Sci doi:10.1016/j.plantsci.2007.11.009.
Gunawerdena AHLAN. 2008. Programmed cell death and tissue remodelling in plants. J of Exp Bot 59(3): 445-451.
Hannum S. 2012. Ispolasi, pengklonan, dan analisis ekspresi gen penyandi copper-zinc superoxide dismutase (CuZn-SOD)) dari Melastoma malabathricum L. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
89
Hassett DJ, Woodruff WA, Wozniak DJ, Vasil ML, Cohen MS, Ohman DE. 1993. Cloning and characterization of the Pseudomonas aeruginosa sodA and sodB genes encoding manganese- and iron- cofactored superxide dismutase: Increased manganese superoxide dismutase activity in alginate-producing bacteria. J of Bacteriol : 7668-7665.
Heller, J. 1996. Physic nut, Jatropha curcas (L). International Pant Genetic Resource Institute. 66 pages.
Hernandez-Lucas I, Rosel-Hernandez M, Segovia L, Rojas-Jimenez, Martinez-Romero E. 2004. Phylogenetic relationships of rhizobia based on citrate synthase gene sequences. Syst Appl Microbial 27:703-706.
Hiei Y, Komari T. 2008. Agrobacterium-mediate transformation of rice using immature embryos or calli induced from mature seed. Nat Prot 3(59):824-834.
Hirai T, Heymann JAW, Shi D, Sarker F, Maloney PC, Subramaniam S. 2002. Tree-Dimensional structure of bacterial oxalate transporter. Nat Struc Biol 9(8): 597-600.
Hoekstra AY, Gerbens-Leenes W, van der Meer. 2009. The water footprint of Jatropha curcas under poor growing conditions. Letter Proc Natl Acad Sci 106: 1 p.
Holtrof S, Apel K, Bohlman H. 1995. Comparison of different constituve and inducible promoters for the overexpression of transgenes in Arabidopsis thaliana. Plant Mol Biol 29(4): 637-646.
Hooykas PJJ, Beijersbergen AGM. 1994. The virulence system of Agrobaterium tumefaciens. Annu Rev Phytipatol 32:157-179.
Huang CF, Yamaji N, Ma JF. 2010. Knockout of a bacterial-type ATP-Binding cassette transporter gene, AtSTAR1, results in increased aluminum sensitivity in Arabidopsis. Plant Physiol 153:1669-1677.
Huang JW, Grunes DL, Kochian LV. 1995. Aluminum and calcium transport interactions in intact roots and root plasmalemma vesicles from aluminum-sensitive and tolerant wheat cultivars. Plant and Soil 171(1):131-135.
Hue NV, Craddock GR, Adam F. 1986. Effect of organic acids on aluminum toxicity in Subsoil. Soil Sci Am J 20: 28-34.
Idise OE, Ameh JB, Yakubu SE, Okuofu CA. 2010. Biodegradation of a refinery effluent treated with organic fertilizer by modified strain of Bacillus cereus and Pseudomonas aeruginosa. Afric J of Biotech 9(22): 3298-3302.
Jin S, Sonenshein A. 1994. Transcriptional regulation of Bacillus subtilise citrate synthase genes. J of Bact 176(15): 4680-4690.
Jocsak I, Vegvari G, Droppa M. 2005. Changes in the amount of metal complexing organik acids were investigated in plant. Act Biol Szeged 49(1-2):99-101.
90
Jones DL, Blancaflor, Kochian LV, Gilroy S. 2006. Spatial coordination of aluminum uptake, production of reactive oxygen species, callose production and wall rigidification in maize roots. Plant Cell and Envir 29: 1309-1318.
Jones DL, Kochian LV. 1995. Aluminum inhibition of the inositol 1,4,5-triphospate signal transduction pathway in wheat roots: A roler in aluminum toxicity? Plant Cell 7: 1913-1922.
Jongschaap REE, Blesgraaf RAR, Bogaard, van Loo EEN, Savenije HHG. 2009. The water footprint of bioenergy from Jatropha curcas L. Proc Natl Acad Sci 106 (35): E92
Judd PK, Mahli D, Das A. 2005. Molecular characterization of the Agrobacterium tumefaciens DNA transfer protein VirB6. Microbiology 151: 3483–3492
Kajikawa M, Morikawa K, Inoue M, Widyastuti U, Suharsono S, Yokota A, Akashi K. 2012. Establishment of biopyribac selection protocols for Agrobacterium tumefaciens dan Agrobacterium rhizogenes-mediated transformation of the oil seed plant Jatropha curcas. Plant Biothecnol 29: 145-153
Kasim N, Sopandie D, Harran S, Jusuf M. 2001. Pattern of accumulation and secretion of citric acid and malic acid in some tolerant and sensitive soybean genotypes. Hayati 8(3):5861.
Khare E, Arora NK. 2010. Effect of indol-3-acetic acid (IAA) produced by Pseudomonas aeruginosa in suppression of charcoal rot disease of chickpea. Curr Microbiol 61(1): 64-68
Khumar N, Anand KGV, Reddy MP. 2011. Plant regeneration of non-toxic Jatropha curcas—impacts of plant growth regulators, source and type of explants. J Plant Bhichem Biothech 2(1): 7-11.
Khurana-Kaul V, Kachhwaha S, Kothari S. 2010. Direct shoot regeneration leaf explants of Jatropha curcas to thidiazuron and high copper content in the medium. Biol Plant 54(2):369-372.
King AJ, He W, Cuevas JA, Freudenberger M, Ramiaramanana D. Graham IA. 2009. Potential of Jatropha curcas as a source of renewable oil and animal feed. J of Exp Bot 60(10): 2897-2905.
Kochian LV, Hoekengan OA, Pineros MA. 2004. How do crop plants tolerate acids soil? Mechanisms of aluminum tolerance and phosphorous efficiency. Annu Rev Plant Biol 55:459-493
Kochian LV, Pence NS, Letham DLD, Pineros MA, Magahaes JV, Hoekenga OA, Garvin DF. 2002. Mechanisms of metal resistance in plants: aluminum and heavy metals. Plant and Soil 247: 109-119.
91
Kochian LV, Pinerose MA, Hoekenga OA. 2005. The physiology, genetics and molecular biology of plant aluminium resistance and toxicity. Plant and Soil 274: 175-195.
Kollmeier M, Dietrich P, Buaer CS, Horst WJ, Heincrich R. 2001. Aluminum activitated a citrate-permeable anion channel in aluminum-sensitive zone of the maize root apex. A comparisson between an aluminum-sensitive and an aluminum-resistant. Plant Physiol. 126: 397-410.
Konarska A. 2008. Change in the ultrastructure of Capsicum annum L. seedlings roots under aluminum stress conditions. Act Agrobot 61(1):27-32.
Koyama H, Kawamura A, Kihara T, Hara T, Takita E, Shibata D. 2000. Overexpression of mitochondrial citrate synthase in Arabidopsis thaliana improved growth on phosphorous limited soil. Plant Cell Physiol 41: 1030-1037.
Koyama H, Takita E, Kawamura A, Harai T, Shibata D. 1999. Overexpression of mithochondria citrate synthase gene improves the growth of carrot cells in Al-phosphate medium. Plant Cell Physiol 40(5): 482-488.
Koyama, H, Kawamura A, Kihara T, Hara T, Takita E, Shibata D. 2000. Overexpression of mitochondrial citrate synthase in Arabidopsis thaliana improved growth on a phosphorue-limited soil. Plant Cell Phyiol 41(9): 1030-1037.
Kumari M, Taylor GJ, Deyholos MK. 2008. Transcriptomic responses to aluminum stress in roots of Arabidopsis thaliana. Mol Genet Genomics 279(4): 339-357.
Lapanjang I, Purwoko BS, Hariyadi, Budi SW, Melati M. 2008. Evaluasi beberapa ekotipe jarak pagar (Jatropha curcas L.) untuk toleransi cekaman kekeringan. Bul Agron 36 (3): 263-269.
Lardizabal K, Effertz R, Levering C, Mai J, Pendroso MC, Jury T, Aasen E, Gruys K, Bennett K. 2008. Expression of Umbelopsis ramanniana DGAT2A in Seed Increases Oil in Soybean. Plant Physiol 148: 89-96.
Lazof DB, Goldsmith JG, Rufty TW, Linton RW. 1994. Rapid Uptake of Aluminum into cells of intact soybean root tips. A Microanalytical study using secondary ion mass spectrometry. Plant Physiol: 1107-1114.
Lemire J. Mailloux R, Auger C, Whalen D, Appana VD. 2010. Pseudomonas fluorescens
Li M, Li H, Jiang H, Pan X, Wu X. 2008. Establishment of an Agrobacterium-mediated cotyledone disc transformation method for Jatropha curcas. Plant Cell Tiss Org Cult :173-181.
orchestrates a fine metabolic-balancing act to counter aluminum toxicity. Envir Microb 12(6): 1384-1390.
92
Li X, et al. 2011. Regulation cytoplasmic calcium homeostasis can reduce aluminium toxicity in yeast. Plos one 6(6): e21148.
Li XF, Ma JF, Hiradate S, Matsumoto H. 2000. Mucilage strongly binds binds aluminum but does not prevent roots from aluminum injury in Zea mays. Plant Physiol 108: 152-160.
Li XF, Ma JF, Matsumoto H. 2000. Pattern of aluminum-induced secretion of organic acids differ between rey and wheat. Plant Physiol 123: 1537-1543.
Li XG, Chen SB, Lu ZX, Chang TJ, Zeng QC, Zhu Z. 2002. Impact in copy number on transgene expression in tobacco. Act Bot Sin 44(1):120-123.
Liberty, Herman M, Wattimena GA. 2008. Konstruksi plasmid ninerpembawa gen Cry1Ab dan transformasi plasmid biner dengan metode Tri Parental Mating. Zuriat 19(2): 130-139.
Ligaba A, Shen H, Shibata K, Yammoto Y, Tanakamaru S, Matsumoto H. 2004. The role of phosphorus in aluminum-induced citrate and malate exudation from rape (Brassica napus). Physiol Plant 120: 150-584.
Linka N, Weber APM. 2010. Intracellular metabolite transporter in plant. Mol Plant 3(1): 21-53.
Ma J F, Nagao S, Sato K, Ito H, Furukawa J, Takeda K. (2004). Molecular mapping of a gene responsible for Al-activated secretion of citrate in barley. J Exp Bot 55: 1335–1341.
Ma JF, Hiradate S. 2000. Form of aluminum for uptake and translocation in buckwheat (Fagopyrum esculentum Moench). Planta 211: 355-360.
Ma JF, Ryan PR, Delhaize E. 2001. Aluminum tolerance in plants and the complexing role of organic acids. Trend in Plant Sci 6(6): 273-278.
Ma JF, Shen R, Nagao S, Tanimoto E. 2004. Aluminum target elongations cells by reducing cell wall extensibility in wheat roots. Plant Cell Physiol 45(5): 583-589.
Ma JF. 2000. Role of organic acids in detoxification of Al in higher plants. Plant Cell Physiol 41(4): 383-390.
Ma JF. 2005. Plant root responses to three abundant soil minerals: silicon, aluminum and iron. Crit Rev Plant Sci 24:267-281.
Mailloux RJ, Lemire J, Kalyuzhnyi S, Appanna V. 2008. A novel metabolic network leads to enhanced citrate biogenesis in Pseudomonas flourescens exposed to aluminum toxicity. Extremophiles 12: 451-459.
Makkar HPS, Becker K. 2009. Jatropha curcas, a promising crop for the generation of biodiesel and value-added cproducts. Eur J Lipid Sci technol 111: 773-787.
93
Malgahaes JV, et al. 2007. A gene in the multidrug and toxic compound extrusion (MATE) family confers aluminun tolerance in sorghum. Nat Gen 39(9): 1156-1166.
Marchesi JR, Sato TT, Weightman AJ, Martin TA, Fry JC, Hiom SJ, Dymock D, Wade WG. 1998. Design and evalution of useful bacterium specific PCR primers that amplify genes coding for bacterial 16S rRNA. Appl & Envir Microb 64(2): 795-799.
Maron LG, Kirst M, Mao C, Milneri MJ, Menossi M, Kochian LV. 2008. Transcriptional profiling of aluminum toxicity and tolerance responses in maize roots. New Phytol 179: 116-128.
Matsumoto H, Motoda H. 2012. Aluminum toxicity recovery processes in root apices. possible association with oxidative stress. Plant Sci 185-186: 1-8
Matsumoto H, Yamaya T. 1988. Inhibition of potassium uptake a regulation of membrane associated with Mg-ATPase activity of pea roots by aluminum. Soil Sci Plant Nutr 32: 179-188.
McCullen CA, Bins AN. 2006. Agrobacterium tumefaciens and plant cell interactions and activities required for interkingdom macromolecular transfer. Ann Rev Cell Dev Biol 22:101-127.
Michel Z, Hilaire KT, Mongomake K, Geroge AN, Justin KY. 2008. Effect of genotype, explants, growth regulators and sugars on callus induction in cotton (Gossypium hirsutum L.). Aust J of Crop Sci 2(1): 1-9.
Min IS, Bang JY, Seo SW, Lee CH, Maeng PJ. 2010. Differential expression of citA gene encoding the mitochondrial citrate synthase of Aspergillus nidulans in response to developmental status and carbon sources. J Microbiol 48 (2): 188-198.
Mitchell CG, Anderson SC, el-Mansi EL. 1995. Purification and characterization of citrate synthase isoenzimes from Pseudomonas aeruginosa. Biochem J 2: 507-511.
Mitchell CG. 1996. Identification of multienzyme complex of the tricarboxylic acid cycle enzymes containing citrate synthase isoenzymes from Pseudomonas aeruginosa. Biochem J: 769-774.
Miyasaka SC, Hue NV, Dunn MA. 2006. Aluminum. In Baker AV, Pilbeam DJ (eds). Handbook of Plant Nutrition. Handbook of Plant Nutrition. CRC Press. 632 pp.
Morita A, Horei H, Fujii Y, Takatsu S,Watanabe N, Yagi A, Yokota H. 2004. Chemical forms of aluminum in xylem sap of tea plants (Camellia sinensis L.). Phytochem 65: 2775-2780.
94
Morita A, Yanagisawa O, Takatsu S, Maeda S, Hiradate S. 2008. Mechanism for the detoxification of aluminum in roots of tea plant (Camellia sinensis L. Kuntze). Phytochem 68: 147-153.
Mossor-Pietraszewska T. 2001. Effect of aluminum on plant growth and metabolisme. Act Bioch Pol 48(3): 673-686.
Mulyani, A., Hikmatullah, dan H. Subagyo. 2004. Karakteristik dan potensi tanah masam lahan kering di Indonesia. hlm. 1-32 dalam Prosiding Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Mundy WR, Freudenrich TM, Kodavanti PRS. 1997. Aluminum potentiates glutamate-induced calcium accumulation and iron-induced oxygen free radical formation in primary neuronal cultures. Mol and Chem Neuropath 32(1-3): 41-57.
Murashige T, Skoog F. 1962. A revised medium for rapid growth and bioassay with tobacco tissue culture. Plant Physol 15: 473-497.
Muzuni 2010. Isolasi, Pengklonan dan konstruksi RNAi gen penyandi H+
Nagy NE, Dalen LR, Jones DL, Swensen B, Fossdal CG, Eldhuset TD. 2004. Cytologycal an enzymatic responses to aluminum stress in root tips of Norway spruce seedlings. New Phytol 163 (3): 595-607.
ATPase membran plasma dari Melastoma malabathricum. [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Oberpichler I, Rozen R, Rasouly A, Vugman M, Ron EZ, Lamparter T. 2008. Light affects motility and infectivity of Agrobacterium tumefaciens. Envir Microb 10(8): 2020-2029.
Odell JT, Nagy F, Chua NH. 1985. Identification of DNA sequence required for activity of the cauliflower mosaic virus 35S promoter. Nature 313: 810-812.
Ohkama-Ohtsu N, Wasaki J. 2010. Recent progress in plant nutrition research: Cross-talk between nutrients, plant physiology and soil microorganism. Plant & Cell Physiol 51(89)1255-1264.
Ohno T, Koyama HH, Hara T. 2003. Characterization of citrate transport through the plasma membrane in carrot mutant cell line with enhanced citrate excretion. Plant Cell Physiol 44(29): 156-162.
Osawa H, Matsumoto H. 2001. Possible involvement of protein phosphorylation in aluminum-responsive malate efflux from wheat root apex. Plant Physiol 126: 411-420.
Otten L, Burr T, Szegedi E. 2008. Agrobacterium: A disease-causing bacterium. In Tzefira T, Citovsky V (eds), Agrobacterium from Biology to Biotechnology. Springer, New York. 768 pp
95
Palavan-Unsal N, Buyuktuncer ED, Tufekci MA. 2005. Programmed cell death in plants. J of Cell and Mol Biol 4: 9-23.
Pan J, Fu Q, Xu ZF. 2010. Agrobacterium tumefaciens-mediated transformation of biofuel plant Jatropha curcas using kanamicin selection. Afric J Biotec 2(39): 6477-6481.
Pan JW, Zhu MZ, Chen H. 2001. Aluminum-induced cell death in root-tip cells of barley. Envir & Experm Bot. 46(1): 71-79.
Panda SK, Baluska F, Matsumoto H. 2009. Aluminum stress signalling in plants. Plant sign & Behav 4(7): 592-597.
Papke I, Gerhardt B. 1996. Demonstration of citrate synthase peroxisomes in non-glyoxysomal. Plant Sci 116:131-140.
Park BW, Han KH, Lee CY, Lee CH,, Maeng PJ. 1997. Cloning and characterization of the citA gene encoding the mitochondrial citrate synthase of Aspergillus nidulans. Mol Cell 7(2): 290-295
Paz MM, et al. 2004. Assessment of condition affecting Agrobacterium-mediated soybean transformation using cotyledonary node explants. Euphytica 1136: 167-179.
Pellet DM, Grunes DL, Kochian LV. 1995. Organic acid exudation as an aluminium-tolerance mechanisme in maize (Zea mays L.) Planta 196: 788-795.
Pineros MA, Shaff JE, Manslank HS, Alves VMC, Kochian L. 2005. Aluminum resistance in maize cannot be solely explained by root organic acid exudation. A comparative physiological study. Plant Physiol 137: 231-241.
Popova TN, de Carvalho MAAP. 1998. Citrate and isocitrate in plant metabolism. Biochem et Biophys Act 1364: 307-325.
Poschenrieder C, Gunse B, Corrales I, Barchelo J. 2008. A glance into aluminum toxicity and resistance in plants. Sci of the Tot Envir: 356-368.
Pracharoenwattana I, Cornah JE, Smith SM. 2005. Arabidopsis peroxisomal citrate synthase is required for fatty acid respiration and seed germination. Plant Cell 17: 2037–2048,
Prasetyo BH, Suriadikarta DA. 2006. Karakteristik, potensi, dan teknologi pengelolaan tanah ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. J LitBang Pert 25(2):39-46.
Prihandono R, Hendroko R. 2007. Petunjuk Budidaya Jatropha curcas. Agromedia Pustaka. Jakarta. 79 p.
Protein Data Bank (PDB). 2007. Citrate sythase.doi:10.2210/rcsb_pdb/mom_2007_9
96
Puslitbangtanah. 2000. Atlas Sumber Daya Tanah Eksplorasi Indonesia. Skala 1:1.000.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Qin R, Hirano Y, BBrunner I. 2007. Exudation of organik acid anions from poplar roots after exposure to AL, Cu and Zn. Tree Physiol 27: 313-320.
R’bia O, Horchani F, Smida I, Mejri M, Aschi-Smiti S. 2011. Aluminum phytotoxicity and plant acclimation to acidic soils. Int J of Agric Res 6(3): 194-208.
Ragauskas JCK, et al. 2006. The path forward for biofuels and biomaterials. Science: 484-489.
Rashid H, Yokoi S, Toriyama K, Hinata K. 1996. Transgenic plant production mediated by Agrobacterium in Indica rice. Plant Cell Rep 15: 727-730.
Rengel Z, Pineros M, Tester M. 1995. Transmembran calcium fluxes during Al stress. Plant ad Soil 171(1):125-130.
Richards KD, Schott EJ, Sharma YK, Davis KR, Gardner RC. 1998. Aluminum induces oxidative stress genes in Arabidopsis thaliana. Plant Physiol 116: 409-418.
Richards KD, Schott EJ, Sharma YK, Davis KR, Gardner RC. 1998. Aluminum induces oxidative stress genes in Arabidopsis thaliana. Plant Physiol 116: 409-418.
Roccatano D, Mark Ae, Hayward S. 2001. Investigation of the mechanism of domain closure in citrate synthase by molecular dynamics simulation. J Mol Biol 310:1039-1053
Rout G, Samantaray S, Das P. 2001. Aluminum toxicity in plants: a r e v i e w. Agronomy 21: 3 - 2 1 .
Roux V, Rydkina E, Eremeeva M, Raoult D. 1997. Citrate synthase gene comparison, a new tool for phylogenetic analysis, and its application for the Rickettsiae. Int J of Syst Bact 47(2): 252-261.
Roxas VP, Lodhi SA, Garrett DK, Mahan JR, Allen RD. 2000. Stress tolerance in transgenik tobacco seedlings that overexpression glutathione S-transferase/glutathione peroxidase. Plant Cell Physiol 41(11): 1229–1234.
Rustina, A., Sulistyawati E., Deliar A. 2007. Pengelolaan lahan kering untuk pengembangan budidaya jarak pagar (Jatropha curcas L.) di Situbondo Jawa Timur. Lingkungan Tropis Edisi Khusus: 285-293
Ryan PR, Raman H, Gupta S, Horst WJ, Delhaize E. 2009. A second mechanism for aluminum resistance in wheat relies on the constitutive efflux of citrate from root. Plant Physiol 149: 340-351.
Ryan PR, Ditamaso JM, Kochian LV. 1995. Aluminum toxicity in root: an investigation of spatial sensitivity and of the root cap. J Exp Bot 44: 437-446.
97
Ryan PR, Reid RJ, Smith FA.1993. Direct evaluation of the Ca2+
Samac DA, Tesfaye M. 2003. Plant improvement for tolerance to aluminum in acid soils-a review. Plant Cell Tissue Org Cult 76: 189-207.
displacement hypothesis for Al toxicity. J Plant Physiol 113:1351-1357.
Sambrook J. Russell DW. 2001. Molecular Cloning. A Manual Laboratory. Third Edition. Cold Spring Harbor Laboratory Press. New York.
Sasaki T, Yamamoto Y, Ezaki B, Katsuhara M, Ahn SJ, Ryan PR. 2004. A wheat gene encoding an aluminum-activated malate transporter. Plant J 37: 645 – 653.
Sawaki Y, et al. 2009. STOP regulates multiple genes that protect Arabidopsis from proton and aluminium toxicities. Plant Physiol 150: 281-294.
Schendel FJPR, August PR, Anderso CR, Hanson RS, Flickinger MC. 1992. Cloning and nucleotide sequence of the gene coding for citrate synthase from thermotolerant Bacillus sp. App; Environ Microbiol 58: 335-345.
Shen J, Li H, Neuman G, Zhang F. 2005. Nutrient uptake, cluster root formation and exudation of protons and citrate in Lupinus albus as affected by localized supply of phosphorus in a split-root system. Plant Sci 168(3): 837-845.
Shen H, He LF. Yamamoto Y, Zheng SJ, Ligaba A. 2005. Citrate secretion couple with the modulation of soybean root tip under aluminum stress. Up regulation of transcription, translation, and threonine-oriented phosphorylation of plasma membran H+
Shen JL, Jia XN, Ni HQ, Sun PG, Niu SH, Chen XY. 2010. AFLP analysis of genetic diversity of Jatropha curcas grown in Hainan China. Trees Struc and Func 24(3): 455-462.
-ATPase. Plant Physiol 128: 287-296.
Sheng J, Citovsky V. 1996. Agrobacterium-plant cell DNA transport: have virulence proteins, will travel. Plant Cell 8: 1699-1710.
Shi J, Liu A, Li X, Chen W. 2011. Identification and antagonistic activities of an endophytic bacterium MGP3 isolated from papaya fruit. Act Microbiol Sinic 51(9):1240-1247.
Silva S, Pinto-Carnides, Martins-Lopes P, Mato M, Guedes-Pinto H, Santos C. 2010. Differential aluminum changes on nutrient accumulation and root differentiation in an Al sensitive vs. tolerant wheat. Evir & Exp Bot 68:91-98.
Snowden KC, Gardner RC. Five genes induced by aluminum in wheat (Triticum aestivum L.) roots. Plant Physiol 103: 855-861.
Sopandie D, Marzuki I, Jusuf M. 2003. Aluminum tolerance in soybean: Protein profil and accumulation Al in roots. Hayati 10(1): 30-33.
98
Srivasta LM. 2002. Plant Growth and Development: Hormone and Environment. Academic Press. London. 757 pp
Stam M, Mol JNM, Kooter. 1997. The silencing of genes in transgenic plants. Annals of Bot 79: 3-12.
Subagyo H, Suharta N, Siswanto AB. 2004. Tanah-tanah pertanian di Indonesia. Adimiharja, Amien LI, Agus F, Djaelani D (Edt.) Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolanya. Pusat Penelitian dan Pengembagan Agroklimat. Bogor. 45 hal
Suharsono. 2002. Konstruksi pustaka genom kedelai kultivar Slamet. Hayati 9(3): 67-70
Suharsono, Widyastuti. 2006. Penuntun Praktikum Latihan Dasar Pengklonan Gen. Institute Pertanian Bogor. Bogor. 68 hal
Suharta N. 2010. Karakteristik dan permasalahan tanah marginal dari batuan sedimen masam di Kalimantan. J. Litbang Pert 29(4):139-146.
Suksomtip M, Liu P, Anderson T, Tungpradapkul S, Wood DW, Nester EW. 2005. Citrate synthase mutants of Agrobacterium are attenuated in virulence and display reduced vir gene induction. J of Bact 187 (14): 4844-4856.
Sulisyaningsih Y. 2012. Rekayasa ekspresi gen pembungaan HD3A pada tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L). [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suzuki K, Iwata K, Yoshida K. 2001. Genome analisis of Agrobacterium tumefaciens: Construction of physical maps for linier and circular chromosomals DNAs, determination of copy number ratio and mapping chromosomal virulence genes. DNA Res 8:141-152.
Taiz L, Zeiger.2002. Plant Physiolgy. 3th edition. Sinauier Associated Inc. Publishers. Sunderland Massachusetts. 637 p.
Tamas L, Budikova S, Simonovicova M, Huttova J, Siroka B, Mistrik I. 2006. Rapid and simple method for Al-toxicity analysis in emerging barley roots during germination. Biol Plant 50(1): 87-93.
Tamas LL, Budikova S, Huttova J, Mistrik I, Simonovicova, Siroka B. Aluminum-induced cell death of barley-root border cells is correlated with peroxidise-and oxalate oxidase-mediated hydrogen peroxide production. Plant Cell Rep 24: 189-194.
Tamura K, Dudley J, Nei M, Kumar S. 2007. MEGA4: Molecular Evolutionary Genetics Analysis software version 4.0. Mol Biol Evol 24: 1596-1599.
Taylor GJ. 1991. Current views of the aluminum stress response; the physiological basis of tolerance. Curr Topics Plant Biochem Physiol 10: 57-93.
99
Terpe K, Kerkhoff K, Pluta E, Jendrossek D. 1999. Relationship between succinate transport and production of extracellular poly(3-hydrobutyrate) depolymerise in Pseudomonas lemoignei. Appl & Envir Micro 65(4): 1703-1709.
Thomas TD, Puthur JT. 2004. Thidiazuron induced high frequency shoot organogenesis in callus from Kigelia pinnata L. Bot Bull Acad Sin 45: 307-313
Tomasi N, Kretzschmar T, Espen L, Weisskopf L, Fuglsang AT, Palmgren MG. 2009. Plasma membrane H +
Trabucco, A., Achten WMJ, Bowe J, Aerts R, Orshoven JV, Norgroves L, Muys B. 2010. Global mapping of Jatropha curcas yield based on response of fitness to present and future climate. GCB Bioenergy 2: 139-151.
-ATPase dependent citrate exudation from cluster roots of phosphate deficient white lupin. Plant Cell Environ 32 : 465 – 475 .
Tsuitsui T, Yamaji N, Ma JF. 2011. Identification of a cis -acting Element of ART1, a C2H2-type zinc-finger transcription factor for aluminum tolerance in rice. Plant Physiol 156:925-931.
Turrens JF. 2003. Mitochondrial formation of reactive oxygen species. J. Physiol 552(2): 335-344.
Tzfira T, Citovsky V. 2006. Agrobacterium-mediated genetic transformation of plant: biology and biotechnology. Curr Oppnion in Biotech 17: 147-154.
Tzfira T, Li J, Lacroix B, Citovsky V. 2004. Agrobacterium T-DNA integration molecules and models. Trend in Gen 20(8): 375-383.
van Kregten M, Lindhout BI, Hooykaas PJJ, van der Zaal. 2009. Agrobacterium-mediated T-DNA transfer and integration by minimal VirD2 consisting of the relaxase Domain and a type IV secretion system translocation signal. MPMI 22(11):1356-1365.
van Ooyen J, Emer D, Bussman M, Bott M. 2011. Citrat synthase in Corynebacterium glutamicum is encoded by two gltA transcripts which are controlled by RamA, RamB and GlxR. J of Biotech 154(2-3): 140-148.
Vaugan SP, James DJ, Lindsey KL, Massiah AJ. 2006. Characterization of FaRB7, a near root-specific gene from strawberry (Fragraria x ananassa Duch.) and promoter activity analysis in homologous and heterologous hosts. J Exp Bot 57(14): 3901-3910.
Veluthambi K, Krishnan M, Gould JH, Smith RH, Gelvin SB.1989. Opines stimulate induction of the vir genes of Agrobacterium tumefaciens Ti plasmid. The J of Bact 171(7):3696-3703.
Watanabe T, Misawa S, Hiradate S, Osaki M. 2008. Root mucilage enhances aluminum accumulation in Melastome malabathricum, an aluminum accumulator. Plant Sign & Behav 3(8):603-605.
100
Watanabe T, Osaki M, Yoshihara T, Tadano T. 1998. Distribution and chemical speciation of aluminum in the Al accumulator plant Melastoma malabathricum L. Plant and Soil 201:165-173.
Watanabe T, Osaki M. 2002. Role of organic acids in aluminum accumulation and plant growth in Melastoma malabathricum. Tree Physiol 22: 785-792.
Wei Q, Lu WD, Yi L, Pan SL, Tang L, Chen F. 2004. Plant regeration from epicotyls explants of Jatropha curcas. J. Plant Physiol. Mol Biol 30(4):475-478.
Weisburg WG, Barns SM, Pelletier DA, Lane DJ. 1990. 16S ribosomal DNA amplification for phylogenetic study. J of Microb 173(2): 697-703.
Wilkinson RE, Duncan RR, Berry C, Deram I. 1992. Nifedipine influence on calsium and aluminum absorption in roots of three sorghum cultivars. J of Plant Nut 15(2): 191-198
Woose CR. 1987. Bacterial evolution. Microb Rev 51(2): 221-271.
Xue YJ, Xie FL, Yang ZM. 2006. Negative regulation of aluminum-responsive citrate efflux from roots of Cassia tora by an anion channel antagonist. Bot Stud 47: 137-144.
Yakimova ET, Kapchina-TToteva VM, Woltering EJ. 2007. Signalling transduction events in aluminum-induced cell death in tomato suspension cells. J of Plant Physiol 702-708.
Yamamoto Y, Kobayashi Y, Devi SR, Rikiishi S, Matsumoto H. 2002. Aluminum toxicity is associated with mitochondrial dysfunction and production reactive oxygen species in plant cells. Plant Physiol 128:63-72.
Yamamoto Y, Kobayashi Y, Matsumoto H. 2001. Lipid peroxidation is an early symptom triggered by aluminum, but not the primary cause of elongation inhibition in pea roots. Plant Physiol 125:199-208.
Yancheva SD, Shlizerman LA, Golubowich S, Yabloviz Z, Perl A, Hania U, Flaishman. 2006. The use of green fluororescent protein (GFP) improves Agrobacterium-mediated transformation of ‘Spadona7 pear (Pyrus communis L). Gen Transf & Hybrid 25(3):183-189.
Yang JL, Zhang L, Li YY, You JF, Wu P, Zheng SJ. 2006. Citrate transporter play a critical role in alumina-stiimulated citrate efflux in rice bean (Vigna umbellate) roots. Annals of Bot 97: 579–584.
Yang LT, Chen LS, Peng HY, Guo P, Wang P, Ma CL. 2012. Organic acid metabolism in Citrus grandis leaves and roots is differently affected by nitric oxide and aluminum interactions. Sci Holticult 133:40-46.
101
Yang LT, Jiang HX, Tang N, Chen LS. 2011. Mechanism of aluminum-tolerance in two species of citrus: secretion of organic acid anions and immobilization of aluminum by phosphorus in roots. Plant Sci 180(3): 521-530.
Yang ZM, Yang H, Wang J, Wang YS. 2004. Aluminum regulation of citrate metabolism for Al-induced citrate efflux in the roots of Cassia tora. Plant Sci 166: 1589-1594.
You J. Zhang H, Liu N, Ga L, Kong LL, Yang Z. 2011. Transcriptomic responses to aluminum stress in soybean roots. Genome 54(11): 923-933.
Zambryski Ρ, Depicker Α, Kruger Κ and Goodman Η. 1982 Tumor induction by Agrobacterium tumefaciens: analysis of the boundaries of T-DNA. J Mol App Genet 1 361-370.
Zhen Y, Qi JL, Wang SS, Su J, Xu GH, Zhang MS, Miao L, Peng XX, Tian D, Yang YH. 2007. Comparative proteome analysis of of differentially expressed proteins induced by Al toxicity in soybean. Physiol Plant 131(4):542-554.
Zupan J, Citovsky V, Zambryski P. 1996. Agrobacterium VirE2 protein mediates uptake of ssDNA in plant cells. Proc Natl Acad Sci 93: 2392-2397.
Zupan J, Muth TR, Draber O, Zambryski P. 2000. The transfer of DNA from Agrobacterium tumefaciens into plants: a feast of fundamental insights. Plant J 23(1): 11-28.