iv hasil dan pembahasan 4.1 rendemen daging dan...
TRANSCRIPT
26
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Rendemen Daging dan Surimi
Rendemen ikan merupakan perbandingan berat antara daging dengan
ikan utuh (Hadiwiyoto 1993). Tujuan perhitungan rendemen daging adalah untuk
memperkirakan jumlah bagian dari ikan yang dapat digunakan sebagai bahan
pangan. Perhitungan rendemen diperoleh berdasarkan persentase perbandingan
antara berat akhir dengan berat awal bahan baku setelah di fillet diperoleh
rendemen daging lumat sebesar 43 %, kemudian dilakuan pencucian sebanyak
empat kali yang menghasilkan bobot akhir surimi sebesar 600 gram dari 1300
gram fillet ikan. Keempat pencucian tersebut menghasilkan rendemen surimi
sebesar 20,1 % (Lampiran 2).
Nilai rendemen surimi ikan lele dumbo ini semakin menurun dengan
semakin banyaknya pencucian yang dilakukan. Semakin banyak frekuensi
pencucian akan menyebabkan semakin banyak komponen yang akan terlarut
bersama air antara lain protein sarkoplasma, pigmen, lemak dan darah
(Venugopal et. al 1994). Semakin besar rendemen yang dihasilkan maka
semakin tinggi pula nilai ekonomis bahan tersebut, tetapi semakin kecil nilai
rendemen maka semakin rendah nilai ekonomis atau nilai efektivitas suatu bahan
tersebut.
4.2 Analisis Bahan Baku
Analisis bahan baku dilakukan untuk mengetahui kondisi awal bahan
baku yang akan digunakan dalam pembuatan surimi. Bahan baku yang
digunakan untuk membuat surimi adalah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)
dengan umur 1 tahun, bobot ±3 kg, dan panjang rata-rata 70 cm yang di peroleh
dari Perumahan Sawojajar II, Kota Malang, Jawa Timur. Adapun hasil analisa
bahan baku disajikan dalam Tabel 4.1
27
Tabel 4.1 Komposisi Kimia Daging Lumat Ikan Lele Dumbo
Parameter Ikan Lele Dumbo PustakaAir (%) 76,24 75-79*Lemak (%) 5,62 0,5-5**Protein (%) 16,48 16-17*Abu (%) 1,08 1-1,5*Ph 6,8 6,65-7***pH setelah pencucian 7,4 7,1-7,5***Ket : (*) : Utama (2008) (**) : Rose (2007) (***) : Santosa (2008)
Analisa bahan baku ikan lele dumbo meliputi kadar air, protein, lemak,
abu dan karbohidrat (by difference). Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan kadar
air pada ikan lele dumbo sebesar 76,24%, jika dibandingkan dengan pustaka
kadar air ikan lele dumbo berkisar antara 75-79% (Utama, 2008). Hal ini
dikarenakan ikan lele yang digunakan dengan pustaka memiliki karakteristik yang
hampir sama. Komponen kimia dalam ikan dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor varietas, keadaan iklim, tempat tumbuh, cara pemeliharaan, dan cara
pemanenan (Mahyuddin,2008).
Protein pada daging lumat ikan lele dumbo sebesar 16,48%, jika
dibandingkan dengan pustaka, protein ikan lele dumbo mencapai 16-17%
(Utama, 2008) Ikan dapat dikelompokkan ke dalam 4 golongan berdasarkan
kadar lemak dan proteinnya. Ikan digolongkan dengan lemak rendah protein
sedang apabila memiliki kadar lemak <5 % dan protein 15-20 % (Stansby, 1993).
Komposisi kimia fillet ikan lele dumbo yang diperoleh pada penelitian ini
menunjukkan daging lumat ikan lele dumbo termasuk ke dalam daging lumat ikan
golongan lemak rendah-protein sedang. Jenis ikan ini sangat cocok untuk diolah
menjadi surimi karena tingginya kadar protein diharapkan mampu menghasilkan
kekuatan gel terbaik. Kekuatan gel berkorelasi positif dengan kandungan protein,
terutama protein miofibril (aktin dan miosin) yang merupakan faktor utama
penentu kekuatan gel.
Lemak pada daging lumat ikan lele dumbo sebesar 5,62%, jika
dibandingkan pustaka, lemak yang terdapat pada ikan lele dumbo berkisar 0,5-
5% (Rose, 2007). Lemak adalah salah satu faktor penghalang komponen
pembentuk gel dalam daging, dimana dengan rendahnya kandungan lemak,
maka nilai kekuatan gel yang dihasilkan akan tinggi(Stansby, 1993).
Ikan lele dumbo yang digunakan dalam penelitian ini termasuk ke dalam
kelompok ikan yang masih segar. Rupa dan warna daging dari kedua jenis ikan
7.41
7.35
7.10
7.20
7.30
7.40
7.50
7.60
7.70
0.5
PH
Su
rim
i
Konsentrasi Cryoprotectant (%)
ini masih cemerlang, berwarna putih kemerahan. Belum tercium
pada ikan. Tekstur daging ikan terlihat masih
hasil perhitungan terhadap analisis kesegaran ikan (pH) menandakan bahwa
belum terjadi adanya penguraian daging ikan yang
senyawa basa volatil yang dapat meningkatkan nilai pH.
menandakan bahwa ikan segar berada dalam kondisi rigormortis pada kisaran
pH dibawah netral hingga pH netral (Amlacher 1961
Mempertahankan nilai pH ikan penting untuk dilakukan karena
kekuatan gel tinggi hanya mungkin diperoleh pada pH
(OFCF 1987). Apabila pH daging lumat lebih dari 7,0 (ikan sudah mulai busuk)
akan menghasilkan cam
4.3 Karakteristik Fisiko4.3.1 Derajat Keasaman
pH atau derajat keasaman merupakan parameter yang menunjukkan
tingkat keasaman suatu bahan pangan. Semakin rendah pH suatu bahan pangan
maka semakin tinggi asam yang terkandung pada bahan tersebut. pH dibentuk
dari informasi kuantitatif yang dinyatakan ole
basa yang berkaitan dengan aktivitas ion hydrogen (Erwinda, 2013). Data
analisis pH atau derajat keasaman
pH surimi pada jenis cryoprotectant
cryoprotectant dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Grafik Rerata NilaiPenambahan Berbagai Level Konsentrasi
28
7.39
7.307.277.35
7.387.42
7.47
1 1.5 2Konsentrasi Cryoprotectant (%)
Kitosan
Xanthan Gum
Jenis Cryoprotectant
lang, berwarna putih kemerahan. Belum tercium bau amonia
ikan. Tekstur daging ikan terlihat masih kompak dan elastis. Berdasarkan
hasil perhitungan terhadap analisis kesegaran ikan (pH) menandakan bahwa
penguraian daging ikan yang menyebabkan terbentuknya
senyawa basa volatil yang dapat meningkatkan nilai pH. Nilai pH yang
menandakan bahwa ikan segar berada dalam kondisi rigormortis pada kisaran
dibawah netral hingga pH netral (Amlacher 1961 dalam Santoso et al
Mempertahankan nilai pH ikan penting untuk dilakukan karena gel surimi
kekuatan gel tinggi hanya mungkin diperoleh pada pH daging ikan sekitar 6,5
(OFCF 1987). Apabila pH daging lumat lebih dari 7,0 (ikan sudah mulai busuk)
akan menghasilkan campuran gel yang rapuh dan kurang lentur.
4.3 Karakteristik Fisiko-Kimia SurimiDerajat Keasaman (pH)
pH atau derajat keasaman merupakan parameter yang menunjukkan
tingkat keasaman suatu bahan pangan. Semakin rendah pH suatu bahan pangan
maka semakin tinggi asam yang terkandung pada bahan tersebut. pH dibentuk
dari informasi kuantitatif yang dinyatakan oleh tingkat derajat keasaman atau
basa yang berkaitan dengan aktivitas ion hydrogen (Erwinda, 2013). Data
analisis pH atau derajat keasaman surimi berkisar antara 7,27-7,47. Rerata
ryoprotectant dan penambahan berbagai level k
dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Grafik Rerata Nilai pH Surimi pada Jenis Cryoprotectant Penambahan Berbagai Level Konsentrasi Cryoprotectant
Xanthan Gum
Cryoprotectant
bau amonia
Berdasarkan
hasil perhitungan terhadap analisis kesegaran ikan (pH) menandakan bahwa
menyebabkan terbentuknya
Nilai pH yang
menandakan bahwa ikan segar berada dalam kondisi rigormortis pada kisaran
et al. 2008).
gel surimi dengan
sekitar 6,5-7,0
(OFCF 1987). Apabila pH daging lumat lebih dari 7,0 (ikan sudah mulai busuk)
pH atau derajat keasaman merupakan parameter yang menunjukkan
tingkat keasaman suatu bahan pangan. Semakin rendah pH suatu bahan pangan
maka semakin tinggi asam yang terkandung pada bahan tersebut. pH dibentuk
h tingkat derajat keasaman atau
basa yang berkaitan dengan aktivitas ion hydrogen (Erwinda, 2013). Data
. Rerata nilai
konsentrasi
Cryoprotectant dan Cryoprotectant
29
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa nilai pH surimi cenderung mengalami
penurunan pada jenis cryoprotectant kitosan dan mengalami kenaikan pada jenis
cryoprotectant xanthan gum akibat adanya peningkatan konsentrasi
cryoprotectant yang ditambahkan. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 3)
perlakuan jenis cryoprotectant yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata
(α=0,05) terhadap derajat keasaman (pH) surimi. Perlakuan penambahan
konsentrasi yang berbeda juga memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05)
terhadap derajat keasaman (pH) surimi. Berdasarkan kedua perlakuan
menunjukkan adanya interaksi. Rerata nilai pH surimi akibat perlakuan
perbedaan jenis cryoprotectant disajikan pada Tabel 4.2
Tabel 4.2 Rerata Nilai pH Surimi Akibat Adanya Interaksi Antara Perlakuan Perbedaan Jenis Cryoprotectant dan Konsentrasi Cryoprotectant
Jenis Cryoprotectant
Konsentrasi Cryoprotectant (%)
Rerata Derajat Keasaman (pH)
DMRT 5%
Kitosan 0,5 7,507 e 0,0961 7,420 b 0,094
1,5 7,300 b 0,0922 7,250 a 0,087
Xanthan Gum 0,5 7,347 c 0,0971 7,377 c 0,098
1,5 7,417 cd 0,0992 7,473 de
Keterangan : Rerata yang didampingin dengan notasi huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan berpengaruh nyata pada uji lanjut BNT5% (α=0,05)
Berdasarkan Tabel 4.2 nilai pH surimi pada kedua jenis cryoprotectant
terdapat perbedaan. Pada kitosan, penambahan konsentrasi cryoprotectant
berdampak terhadap penurunkan pH surimi. Berbeda dengan xanthan gum,
penambahan konsentrasi cryoprotectant berdampak terhadap kenaikan pH
surimi. Kitosan yang digunakan dalam penelitian memiliki nilai pH sebesar 7,1.
Hans (2001), menjelaskan bahwa nilai pH kitosan berkisar antara 6,5-7,5.
Sementara itu, xanthan gum yang digunakan dalam penelitian memiliki nilai pH
sebesar 7,5. Xanthan gum memiliki nilai pH berkisar antara 7-8,5 (Muller, 2008).
Nilai pH air yang digunakan dalam proses pencucian daging lumat sebesar 7,4.
Perbedan hasil antara kitosan dan xanthan gum seiring banyaknya
konsentrasi cryoprotectant yang ditambahkan, dikarenakan pada kitosan terdapat
penambahan asam asetat. Lanier (1992) menyatakan, asam asetat pada kitosan
digunakan untuk melarutkan kitosan. Nilai pH asam asetat berkisar antara 2-2,5.
Oleh karena itu, semakin banyak konsentrasi krioprotektan yang ditambahkan ke
surimi, menghasilkan nilai pH yang lebih rendah.
nilai pH cenderung mengalami k
gum yang cenderung basa, serta
kitosan. Nussinovitch (1997) menyata
stabil pada pH 2-11 sehingga mengakibatkan besarnya nilai kenaikan dan
penurunan pH pada berbagai level konsentrasi yang tidak terlalu besar.
Tanikawa (1985) menyatakan, surimi dengan nilai ph berkisar antara 6,85
mampu menhasilkan produk dengan karaktersitik yang terbaik.
4.3.2 Kadar Air Surimi
Kadar air merupakan parameter penting suatu bahan pangan yang akan
menentukan tekstur bahan pangan dan menentukan kestabilan bahan pangan
selama penyimpanan. Penetapan kadar air
menguapkan air yang terkandung pada produk menggunakan oven
suhu 105°C. Adapun nilai
(2006) yang tercantum pada SNI 01
surimi berkisar antara
cryoprotectant dan penambahan berbagai level konsentrasi
dilihat pada Gambar 4.2
Gambar 4.2 Grafik Rerata NilaiPenambahan Berbagai Level Konsentrasi
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa
penurunan pada jenis
81.934
75.00
76.00
77.00
78.00
79.00
80.00
81.00
82.00
83.00
0.5
Kad
ar A
ir S
uri
mi (
%)
Konsentrasi Cryoprotectant (%)
30
Oleh karena itu, semakin banyak konsentrasi krioprotektan yang ditambahkan ke
menghasilkan nilai pH yang lebih rendah. Berbeda dengan xanthan gum
cenderung mengalami kenaikan disebabkan oleh karakteristik
gum yang cenderung basa, serta tidak ditambahkan asam asetat seperti pada
kitosan. Nussinovitch (1997) menyatakan bahwa xanthan gum memiliki sifat yang
11 sehingga mengakibatkan besarnya nilai kenaikan dan
penurunan pH pada berbagai level konsentrasi yang tidak terlalu besar.
) menyatakan, surimi dengan nilai ph berkisar antara 6,85
mampu menhasilkan produk dengan karaktersitik yang terbaik.
Kadar air merupakan parameter penting suatu bahan pangan yang akan
menentukan tekstur bahan pangan dan menentukan kestabilan bahan pangan
selama penyimpanan. Penetapan kadar air surimi dilakukan dengan
menguapkan air yang terkandung pada produk menggunakan oven listrik
. Adapun nilai standar kadar air surimi yang disyaratkan oleh BSN
(2006) yang tercantum pada SNI 01-2694.1-2006 yakni 80 – 82% Data
isar antara 77,351-81,934. Rerata kadar air surimi pada jenis
dan penambahan berbagai level konsentrasi cryoprotectant
2.
Grafik Rerata Nilai Kadar Air Surimi pada Jenis Cryoprotectant Penambahan Berbagai Level Konsentrasi Cryoprotectant
menunjukkan bahwa kadar air surimi cenderung mengalami
pada jenis cryoprotectant kitosan dan xanthan gum akibat adanya
81.93481.197
80.389
79.025
81.862
80.114
78.896
77.351
0.5 1 1.5 2
Konsentrasi Cryoprotectant (%)
Kitosan
Xanthan Gum
Jenis Cryoprotectant
Oleh karena itu, semakin banyak konsentrasi krioprotektan yang ditambahkan ke
xanthan gum,
enaikan disebabkan oleh karakteristik xanthan
tidak ditambahkan asam asetat seperti pada
kan bahwa xanthan gum memiliki sifat yang
11 sehingga mengakibatkan besarnya nilai kenaikan dan
penurunan pH pada berbagai level konsentrasi yang tidak terlalu besar.
) menyatakan, surimi dengan nilai ph berkisar antara 6,85-7,5
Kadar air merupakan parameter penting suatu bahan pangan yang akan
menentukan tekstur bahan pangan dan menentukan kestabilan bahan pangan
dilakukan dengan
listrik dengan
kadar air surimi yang disyaratkan oleh BSN
Data kadar air
pada jenis
cryoprotectant dapat
Cryoprotectant dan Cryoprotectant
cenderung mengalami
akibat adanya
31
peningkatan konsentrasi cryoprotectant yang ditambahkan. Berdasarkan hasil
analisis ragam (Lampiran 4) perlakuan jenis cryoprotectant yang berbeda tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air surimi (α=0,05). Hal ini
dikarenakan jumlah padatan (cryoprotectant) yang ditambahkan pada surimi
jumlahnya sama. Selain itu, surimi juga dikondisikan tertutup rapat. Hill (2006)
menjelaskan bahwa, jumlah penambahan padatan ke dalam suatu bahan yang
sama pada kondisi tertutup rapat tidak memberikan efek nyata terhadap kadar air
dan kelembaban bahan.
Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 4) perlakuan level
cryoprotectant yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar
air surimi (α=0,05). Jenis dan level cryoprotectant tidak menunjukkan adanya
interaksi.. Rerata kadar air surimi akibat perlakuan perbedaan level
cryoprotectant disajikan pada Tabel 4.3
Tabel 4.3 Rerata Kadar Air Surimi Akibat Perlakuan Perbedaan KonsentrasiCryoprotectant
Konsentrasi Cryoprotectant (%)
Rerata Kadar Air (%) BNT 5%
0,5 81,898 d
0,7921 80,539 c
1,5 79,476 b2 78,022 a
Keterangan : Rerata yang didampingin dengan notasi huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan berpengaruh nyata pada uji lanjut BNT5% (α=0,05)
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa kenaikan konsentrasi
cryoprotectant mengakibatkan pnurunan kadar air surimi. Penurunan kadar air
surimi dikarenakan level krioprotektan yang ditambahkan, semakin banyak
krioprotektan yang ditambahkan maka semakin rendah kadar air yang dihasilkan.
Matsumoto (1992) menjelaskan, bahwa kitosan dan xanthan gum bersifat
hidrofilik. Semakin tinggi konsentrasi cryoprotectant yang ditambahkan dapat
diartikan semakin banyak jumlah padatan yang ditambahkan ke surimi sehingga
akan menurunkan porsi air dalam surimi.
4.3.3 Kadar Air Gel Surimi
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan yang dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur dan cita rasa makanan. Selain itu, kadar air
juga penting dalam menentukan sifat-sifat fisik (kekerasan) dan sifat-sifat kimia,
perubahan enzimatis (pencoklatan enzimatis), dan kerusakan mikrobiologis
71.00
73.00
75.00
77.00
79.00
81.00
Kad
ar A
ir G
el S
uri
mi (
%)
(Buckle, 1985). Data kadar air surimi
kadar air gel surimi pada jenis
konsentrasi cryoprotectant
Gambar 4.3 Grafik Rerata Nilaidan Penambahan Berbagai Level Konsentrasi
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa
mengalami kenaikan pada jenis
penurunan pada jenis
konsentrasi cryoprotectant
(Lampiran 5) perlakuan jenis
cryoprotectant memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05) terhadap
surimi. Interaksi antara kedua perlakuan tersebut berbeda nyata (α=0,05). Rerata
kadar air gel surimi akibat adanya interaksi antara perlakuan perbedaan jenis
cryoprotectant dan konse
32
72.662
74.53775.160
76.014
75.362
77.461
79.40779.968
0.5 1 1.5 2
Konsentrasi Cryoprotectant (%)
Kitosan
Xanthan Gum
kadar air surimi berkisar antara 72,662-79,968
pada jenis cryoprotectant dan penambahan berbagai level
cryoprotectant dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Grafik Rerata Nilai Kadar Air Gel Surimi pada Jenis Cryoprotectant dan Penambahan Berbagai Level Konsentrasi Cryoprotectant
menunjukkan bahwa kadar air gel surimi
mengalami kenaikan pada jenis cryoprotectant kitosan dan dan mengalami
cryoprotectant xanthan gum akibat adanya peningkatan
cryoprotectant yang ditambahkan. Berdasarkan hasil analisis ragam
) perlakuan jenis cryoprotectant yang berbeda dan konsentrasi
memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05) terhadap kadar air
. Interaksi antara kedua perlakuan tersebut berbeda nyata (α=0,05). Rerata
akibat adanya interaksi antara perlakuan perbedaan jenis
dan konsentrasi cryoprotectant disajikan pada Tabel 4.4
Xanthan Gum
968. Rerata
dan penambahan berbagai level
Cryoprotectant Cryoprotectant
cenderung
dan mengalami
akibat adanya peningkatan
hasil analisis ragam
yang berbeda dan konsentrasi
kadar air gel
. Interaksi antara kedua perlakuan tersebut berbeda nyata (α=0,05). Rerata
akibat adanya interaksi antara perlakuan perbedaan jenis
4.
33
Tabel 4.4 Rerata Kadar Air Gel Surimi Akibat Adanya Interaksi Antara Perlakuan Perbedaan Jenis Cryoprotectant dan Konsentrasi Cryoprotectant
Jenis CryoprotectantKonsentrasi
Cryoprotectant (%)Kadar Air Gel
Surimi (%)DMRT 5%
Kitosan 0,5 72,662 a 0,8791 74,537 b 0,922
1,5 75,160 bc 0,9492 76,014 c 0,980
Xanthan Gum 0,5 75,362 bc 0,9671 77,461 d 0,990
1,5 79,407 e 0,9982 79,968 e
Keterangan : Rerata yang didampingin dengan notasi huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan berpengaruh nyata pada uji lanjut DMRT 5% (α=0,05)
Dari Tabel 4.4 diketahui bahwa terjadi kenaikan kadar air gel surimi pada
kedua jenis cryoprotectant seiring banyaknya konsentrasi penambahan.
Kenaikan kadar air ini dikarenakan adanya proses perebusan pada gel surimi.
Suhu memiliki peran terhadap perubahan kadar air suatu bahan (Zhou, 2006).
Selain suhu, hidrokoloid seperti kitosan dan xanthan gum memiliki sifat yang
mampu mengikat air (hidrofilik) (Matsumoto, 1992). Semakin banyak konsentrasi
cryoprotectant yang ditambahkan maka jumlah air bebas dari bahan akan
menurun karena terikat oleh cryoprotectant. Oleh karena itu, saat pendinginan
setelah proses perebusan jumlah air yang diuapkan pada konsentrasi rendah
jauh lebih besar dibandingkan pada konsentrasi tinggi.
Apriadi (2004) menyatakan, bahwa peningkatan konsentrasi kitosan dan
xanthan gum yang ditambahkan dapat menyebabkan kenaikan jumlah molekul
air yang diserapnya dan kenaikan kadar air yang terkandung dalam produk gel
surimi. Peningkatan kadar air ini disebabkan oleh molekul-molekul hidrokoloid
yang reaktif untuk berinteraksi dengan filamen yang bermuatan sehingga gaya
kohesi antar filamen-filamen yang berdekatan semakin berkurang. Hal tersebut
menyebabkan air dapat masuk ke dalam jaringan yang menyebabkan kadar air
gel meningkat (Fardiaz, 1992).
Kadar air gel surimi dengan xanthan gum lebih besar daripada
menggunakan kitosan. Hal ini dikarenakan xanthan gum memiliki berat molekul
beragam antara 2-11 juta, diduga semakin besar BM yang dimiliki, semakin
banyak pula gugus hidroksil yang dimiliki, gelling agent tersebut akan lebih kuat
dalam memerangkap air (Hui, 1992). Namun peningkatan kadar air yang
45.503
46.048
45.00
47.00
49.00
51.00
53.00
55.00
57.00
0.5
Wat
er H
old
ing
Cap
acit
y (%
)
Konsentrasi Cryoprotectant (%)
berlebihan pada produk gel surimi dapat mengakibatkan penurunan mutu gel dan
tekstur (Peranginangin, 1999)
4.3.4 Water Holding Capacity (
Daya ikat air atau
sebagai kemampuan daging untuk mengikat air, baik yang berasal dari
daging itu sendiri maupun yang berasal dari luar daging. Menurut Wahyuni
(1992), daya ikat air sangat berpengaruh pada kemampuan protein untuk
membentuk gel selama proses pengolahan, besarnya viskositas dan
kemampuan untuk mengembang. Selama proses pembentukan gel, air diikat
oleh matriks protein, yang akan diikat bersamaan dengan ikatan hidrogen dan
ikatan hidrofobik (Venugopal 1992)
55,0345. Rerata water holding capacity
penambahan berbagai level konsentrasi
Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Grafik Rerata NilaiCryoprotectant Cryoprotectant
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa
pada jenis cryoprotectant
konsentrasi cryoprotectant
(Lampiran 6) perlakuan jenis
cryoprotectant memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05) terhadap
34
45.503
47.315
51.883
53.442
46.048
50.800
52.662
55.035
1 1.5 2
Konsentrasi Cryoprotectant (%)
Kitosan
Xanthan Gum
berlebihan pada produk gel surimi dapat mengakibatkan penurunan mutu gel dan
tekstur (Peranginangin, 1999)
Water Holding Capacity (WHC)
Daya ikat air atau Water Holding Capacity (WHC) didefinisikan
sebagai kemampuan daging untuk mengikat air, baik yang berasal dari
daging itu sendiri maupun yang berasal dari luar daging. Menurut Wahyuni
(1992), daya ikat air sangat berpengaruh pada kemampuan protein untuk
mbentuk gel selama proses pengolahan, besarnya viskositas dan
kemampuan untuk mengembang. Selama proses pembentukan gel, air diikat
oleh matriks protein, yang akan diikat bersamaan dengan ikatan hidrogen dan
ikatan hidrofobik (Venugopal 1992) Data WHC berkisar antara
water holding capacity (WHC) pada jenis cryoprotectant
penambahan berbagai level konsentrasi cryoprotectant dapat dilihat pada
Grafik Rerata Nilai Water Holding Capacity (WHC) pada Jenis Cryoprotectant dan Penambahan Berbagai Level Konsentrasi Cryoprotectant
menunjukkan bahwa WHC cenderung mengalami kenaikan
cryoprotectant xanthan gum dan kitosan akibat adanya peningkatan
cryoprotectant yang ditambahkan. Berdasarkan hasil analisis ragam
) perlakuan jenis cryoprotectant yang berbeda dan konsentrasi
memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05) terhadap
Xanthan Gum
berlebihan pada produk gel surimi dapat mengakibatkan penurunan mutu gel dan
(WHC) didefinisikan
sebagai kemampuan daging untuk mengikat air, baik yang berasal dari
daging itu sendiri maupun yang berasal dari luar daging. Menurut Wahyuni
(1992), daya ikat air sangat berpengaruh pada kemampuan protein untuk
mbentuk gel selama proses pengolahan, besarnya viskositas dan
kemampuan untuk mengembang. Selama proses pembentukan gel, air diikat
oleh matriks protein, yang akan diikat bersamaan dengan ikatan hidrogen dan
isar antara 45,5031-
cryoprotectant dan
dapat dilihat pada
pada Jenis dan Penambahan Berbagai Level Konsentrasi
cenderung mengalami kenaikan
akibat adanya peningkatan
hasil analisis ragam
yang berbeda dan konsentrasi
memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05) terhadap WHC gel
35
surimi. Interaksi antara kedua perlakuan tersebut berbeda nyata (α=0,05). Rerata
Water Holding Capacity (WHC) gel surimi akibat adanya interaksi antara
perlakuan perbedaan jenis cryoprotectant dan konsentrasi cryoprotectant
disajikan pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Rerata Water Holding Capacity (WHC) Gel Surimi Akibat Adanya Interaksi Antara Perlakuan Perbedaan Jenis Cryoprotectant dan Konsentrasi Cryoprotectant
Jenis Cryoprotectant
Konsentrasi Cryoprotectant (%)
Water Holding Capacity (%)
DMRT 5%
Kitosan 0,5 45,503 a 1,4171 47,315 b 1,529
1,5 51,883 cd 1,5802 53,442 d 1,608
Xanthan Gum 0,5 46,048 ab 1,4861 50,800 c 1,558
1,5 52,662 d 1,5952 55,035 e
Keterangan : Rerata yang didampingin dengan notasi huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan berpengaruh nyata pada uji lanjut DMRT 5% (α=0,05)
Dari Tabel 4.5 diketahui bahwa terjadi kenaikan WHC pada kedua jenis
cryoprotectant seiring banyaknya konsentrasi penambahan cryoprotectant.
Kenaikan whc ini disebabkan karena kedua jenis cryoprotectant bersifat hidrofilik.
Kitosan dan xanthan gum termasuk dalam senyawa hidrokoloid, senyawa
hidrokoloid memiliki kemampuan dalam memerangkap air (hidrofilik). Sen (1981)
menyatakan bahwa WHC bergantung pada kemampuan gugus hidrofilik untuk
melakukan ikatan hidrogen dengan air. Stansby (1993) menyatakan bahwa
jumlah air yang dilepaskan dipengaruhi oleh lama pembekuan, suhu pembekuan
dan suhu pencairan. Selain itu, daya ikat air selama penyimpanan bergantung
pada konsentrasi dan jenis garam yang dipakai, semakin kecil konsentrasi garam
yang ditambahkan maka semakin meningkat kemampuan bahan dalam mengikat
air. Hal ini disebabkan kemampuan bahan belum tergantikan sepenuhnya oleh
garam yang berikatan dengan air. Hal inilah yang menyebabkan WHC
meningkat.
Nilai whc dengan menggunakan xanthan gum lebih besar apabila
dibandingkan dengan kitosan. Mangacu pada Gambar 4.3, kadar air gel surimi
yang lebih tinggi pada xanthan gum mengindikasikan bahwa kemampuan
xanthan gum dalam memerangkap air lebih tinggi dibandingkan kitosan.
Kemampuan memerangkap air yang tinggi ditunjang berat molekul xanthan gum
36
yang mencapai 2-11 juta, semakin besar BM yang dimiliki, semakin banyak pula
gugus hidroksil yang dimiliki, gelling agent tersebut akan lebih kuat dalam
memerangkap air (Hui, 1992). Santoso (2008) menyatakan, bahwa peningkatan
kadar WHC menyebabkan kandungan air bebas pada surimi mengalami
penurunan sehingga kekuatan gel semakin meningkat. Menurut Mahawanich
(2008), terdapat korelasi atau hubungan antara WHC dengan tekstur gel pada
gel surimi. Hal ini berbanding lurus antara hasil WHC tertinggi dengan kekuatan
atau tekstur gel tertinggi Gambar 4.5 pada konsentrasi kitosan yang sama.
4.3.5 Tekstur Gel Surimi (Tensile Strength)
Kualitas surimi yang baik secara umum ditentukan oleh kemampuan
daging untuk membentuk gel dengan cara mencampurkan surimi tersebut
dengan larutan garam, mencetak adonan kedalam casing yang sesuai dan
merebusnya (Reppond dan Babit 1997). Pengukuran tekstur gel surimi ikan lele
dilakukan dengan alat pengukur tekstur Tensile Strength. Data analisa tekstur gel
surimi berkisar antara 1,27-12,80. Rerata nilai analisa tekstur gel surimi pada
jenis cryoprotectant dan penambahan berbagai level konsentrasi cryoprotectant
dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Grafik Rerata Nilai Analisa Tekstur Gel Surimi pada Jenis Cryoprotectant dan Penambahan Berbagai Level Konsentrasi Cryoprotectant
Gambar 4.5 menunjukkan bahwa tekstur cenderung mengalami kenaikan
pada jenis cryoprotectant kitosan dan mengalami penurunan pada jenis
cryoprotectant xanthan gum akibat adanya peningkatan konsentrasi
37
cryoprotectant yang ditambahkan. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 7)
perlakuan jenis cryoprotectant yang berbeda dan konsentrasi cryoprotectant
memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05) terhadap tekstur gel surimi. Interaksi
antara kedua perlakuan tersebut berbeda nyata (α=0,05). Rerata tekstur gel
surimi akibat adanya interaksi antara perlakuan perbedaan jenis cryoprotectant
dan konsentrasi cryoprotectant disajikan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Rerata Tekstur Gel Surimi Akibat Adanya Interaksi Antara Perlakuan Perbedaan Jenis Cryoprotectant dan Konsentrasi Cryoprotectant
Jenis Cryoprotectant
Konsentrasi Cryoprotectant (%)
Tekstur (N) DMRT 5%
Kitosan 0,5 9,400 c 1,0671 9,883 c 1,078
1,5 11,800 d 1,0862 12,800 e
Xanthan Gum 0,5 6,133 b 1,0521 1,750 a 1,033
1,5 1,550 a 1,0032 1,267 a 0,957
Keterangan : Rerata yang didampingi dengan notasi huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan berpengaruh nyata pada uji lanjut DMRT 5% (α=0,05)
Dari Tabel 4.6 diketahui bahwa tekstur gel surimi mengalami kenaikan
pada kitosan dan penurunan pada xanthan gum seiring banyaknya konsentrasi
penambahan cryoprotectant. Hal ini bisa dikarenakan berbagai macam faktor
seperti kadar air gel surimi dan derajat keasaman (pH). Menurut Lee (1984),
bahwa pH 6-7 mampu memberikan kekuatan dan tekstur gel yang maksimal.
Pada pH lebih dari 7,5 akan melemahkan gel karena terjadi peningkatan hidrasi
protein. Menurut Haard dan Warren (1985), bila pH < 6 akan terjadi
pengembangan dan gel tidak terbentuk. Sebaliknya, apabila pH > 7,5
penyerapan air meningkat sehingga akan mengalami kesulitan dalam
pembuangan airnya.
Perbedaan tekstur gel surimi antara kitosan dan xanthan gum yang
disajikan pada Gambar 4.5, disebabkan pada kitosan terjadi proses cross-linking
protein (myosin) yang akan membuat tekstur gel surimi semakin kompak. Cross-
linking ini terjadi saat proses menggunakan suhu tinggi yang akan menghasilkan
gel yang lebih elastis dan kompak. Molekul asam amino pada kitosan berperan
sebagai filter pada matriks gel guna menghasilkan gel yang kuat (Benjakul,
2000). Ochoa (1999), menyebutkan bahwa xanthan gum bukanlah polisakarida
penghasil gel yang baik. Guna menghasilkan gel yang kuat dengan
38
menggunakan xanthan gum, perlu ditambahkan kombinasi hidrokoloid lainnya.
Seperti locust bean gum, arabic gum, tar gum (Tecante, 1999). Selain itu, tekstur
gel surimi juga dipengaruhi oleh kadar air surimi. Suzuki (1981) menjelaskan
bahwa kadar air surimi yang berlebihan dapat menurunkan kekuatan gel surimi
yang dihasilkan.
4.3.6 Uji Lipat (Folding Test)
Uji lipat merupakan salah satu uji yang digunakan untuk menilai kualitas
gel gel surimi. Metode ini baik sekali digunakan untuk membedakan gel yang
bermutu tinggi dengan yang bermutu rendah, namun tidak sensitif untuk
membedakan gel yang bermutu baik dengan gel yang bermutu sangat baik. Data
uji lipat gel surimi berkisar antara 1,00-5,00. Rerata nilai skor uji lipat gel surimi
pada jenis cryoprotectant dan penambahan berbagai level konsentrasi
cryoprotectant dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Grafik Rerata Skor Uji Lipat pada Jenis Cryoprotectant dan Penambahan Berbagai Level Konsentrasi Cryoprotectant
Gambar 4.6 menunjukkan bahwa skor uji lipat cenderung mengalami
kenaikan pada jenis cryoprotectant kitosan dan mengalami penurunan pada jenis
cryoprotectant xanthan gum akibat adanya peningkatan konsentrasi
cryoprotectant yang ditambahkan. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 8)
perlakuan jenis cryoprotectant yang berbeda dan konsentrasi cryoprotectant
memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05) terhadap skor uji lipat. Interaksi
antara kedua perlakuan tersebut berbeda nyata (α=0,05). Rerata skor uj lipat
39
akibat adanya interaksi antara perlakuan perbedaan jenis cryoprotectant dan
konsentrasi cryoprotectant disajikan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Rerata Skor Uj Lipat Akibat Adanya Interaksi Antara Perlakuan Perbedaan Jenis Cryoprotectant dan Konsentrasi Cryoprotectant
Jenis CryoprotectantKonsentrasi
Cryoprotectant(%)
Skor Folding Test
DMRT 5%
Kitosan 0,5 4,400 bc 0,7051 4,533 bc 0,712
1,5 5,000 c 2 4,467 bc 0,717
Xanthan Gum 0,5 3,933 b 0,6951 1,467 a 0,682
1,5 1,133 a 0,6632 1,000 a 0,632
Keterangan : Rerata yang didampingin dengan notasi huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan berpengaruh nyata pada uji lanjut DMRT 5% (α=0,05)
Dari Tabel 4.7 diketahui bahwa uji lipat gel surimi mengalami kenaikan
pada kitosan dan penurunan pada xanthan gum seiring banyaknya konsentrasi
penambahan cryoprotectant. Hal ini dapat dikarenakan beberapa faktor seperti
kadar air gel surimi, tekstur gel surimi, dan derajat keasaman (pH). Peningkatan
kadar air yang berlebihan pada produk gel surimi dapat mengakibatkan
penurunan mutu gel dan tekstur (Peranginangin, 1999).
Berdasarkan Gambar 4.6, uji lipat dengan menggunakan kitosan
menghasilkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan xanthan gum. Uji lipat
sangat dipengaruhi oleh tekstur dari bahan yang dihasilkan, semakin rendah nilai
tekstur maka semakin rendah uji lipatnya dan sebaliknya. Tekstur gel surimi yang
kompak dan kuat pada kitosan disebabkan ikatan silang antar protein (Widodo,
2008).
Semakin kompak tekstur dari gel surimi maka uji lipat yang dihasilkan pun
akan semakin lebih baik, namun pada konsentrasi 2% terjadi penurunan, hal ini
dikarenakan gel surimi yang didapatkan pada analisa tekstur mendapat nilai
tertinggi Gambar 4.5, namun jaringan gelnya kurang kokoh akibat penurunan
elastisitas bahan, sehingga pada saat dilakukan uji lipat, produk gel surimi sudah
agak mengering sehingga lebih mudah pecah atau retak dan sebaliknya
(Suzuki,1981). Berbeda pada xanthan gum, skor uji lipat cenderung menurun.
Suhendro (2012) menjelaskan, bahwa xanthan gum dapat menghasilkan gel
yang kokoh pada konsentrasi rendah (0,1-0,5%) dan akan pada konsentrasi 2-
80.34
78.41
77.00
78.00
79.00
80.00
81.00
82.00
83.00
84.00
85.00
0.5
Tin
gka
t K
ecer
ahan
(*L
)
Konsentrasi Cryoprotectant (%)
3% akan menghasilkan gel yang kurang kokoh.
xanthan gum cenderung meningkat
cryoprotectant yang dit
kurang kokoh, sehingga
keretakan.
4.3.7 Tingkat Kecerahan Surimi
Warna merupakan salah satu faktor penentu kualitas produk pangan,
karena penampakan fisik sangan sangat mempengaruhi
konsumen terhadap produk pangan.
berwarna putih kuat dan dapat membentuk gel (Winarno, 1993).
hasil analisa, data tingkat kecerahan surimi
tingkat kecerahan surimi
level konsentrasi cryoprotectant
Gambar 4.7 Grafik Rerata dan Penambahan Berbagai Level Konsentrasi
Gambar 4.7 menunjukkan bahwa
mengalami kenaikan pada jenis
penurunan pada jenis
konsentrasi cryoprotectant
(Lampiran 9) perlakuan
cryoprotectant memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05) terhadap
kecerahan surimi. Interaksi antara kedua perlakuan tersebut berbe
40
81.50
82.49
83.79
80.3480.83
82.52
1 1.5 2Konsentrasi Cryoprotectant (%)
Kitosan
Xanthan Gum
Jenis Cryoprotectant
3% akan menghasilkan gel yang kurang kokoh. Meskipun nilai WHC
xanthan gum cenderung meningkat Gambar 4.4 pada kenaikan level konsentrasi
yang ditambahkan. Namun tekstur gel surimi terlalu basa
sehingga saat dilakukan uji lipat produk gel surimi mudah terjadi
4.3.7 Tingkat Kecerahan Surimi
Warna merupakan salah satu faktor penentu kualitas produk pangan,
karena penampakan fisik sangan sangat mempengaruhi first impression
konsumen terhadap produk pangan. Mutu surimi yang paling baik adalah yang
berwarna putih kuat dan dapat membentuk gel (Winarno, 1993). Berdasarkan
tingkat kecerahan surimi berkisar antara 78,41-83,
kecerahan surimi pada jenis cryoprotectant dan penambahan berbagai
cryoprotectant dapat dilihat pada Gambar 4.7.
Grafik Rerata Tingkat Kecerahan Surimi pada Jenis Cryoprotectant dan Penambahan Berbagai Level Konsentrasi Cryoprotectant
menunjukkan bahwa tingkat kecerahan surimi
kenaikan pada jenis cryoprotectant kitosan dan mengalami
cryoprotectant xanthan gum akibat adanya peningkatan
cryoprotectant yang ditambahkan. Berdasarkan hasil analisis ragam
) perlakuan jenis cryoprotectant yang berbeda dan konsentrasi
memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05) terhadap
. Interaksi antara kedua perlakuan tersebut berbe
Xanthan Gum
Cryoprotectant
WHC pada
pada kenaikan level konsentrasi
terlalu basah dan
mudah terjadi
Warna merupakan salah satu faktor penentu kualitas produk pangan,
first impression
Mutu surimi yang paling baik adalah yang
Berdasarkan
,79. Rerata
dan penambahan berbagai
Cryoprotectant Cryoprotectant
cenderung
n dan mengalami
akibat adanya peningkatan
. Berdasarkan hasil analisis ragam
konsentrasi
memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05) terhadap tingkat
. Interaksi antara kedua perlakuan tersebut berbeda nyata
41
(α=0,05). Rerata tingkat kecerahan surimi akibat adanya interaksi antara
perlakuan perbedaan jenis cryoprotectant dan konsentrasi cryoprotectant
disajikan pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Rerata Tingkat Kecerahan Surimi Akibat Interaksi Perbedaan Jenis Cryoprotectant dan Konsentrasi Cryoprotectant
Jenis Cryoprotectant
Konsentrasi Cryoprotectant (%)
Tingkat Kecerahan Surimi (*L)
DMRT 5%
Kitosan 0,5 80,34 b 0,4151 81,50 d 0,441
1,5 82,49 e 0,4452 83,79 f
Xanthan Gum 0,5 78,41 a 0,4491 80,34 b 0,435
1,5 80,83 c 0,4272 82,52 e 0,396
Keterangan : Rerata yang didampingin dengan notasi huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan berpengaruh nyata pada uji lanjut DMRT 5% (α=0,05)
Dari Tabel 4.8 diketahui bahwa tingkat kecerahan surimi mengalami
kenaikan pada kitosan dan xanthan gum seiring banyaknya konsentrasi.
Kenaikan tingkat kecerahan ini dapat terjadi karena adanya interaksi antara
molekul air, protein dan polisakarida. Kang (2013) menjelaskan bahwa tingkat
kecerahan surimi tergantung pada komposisi daging merah yang terdapat pada
ikan.
Kenaikan tingkat kecerahan dengan menggunakan kitosan sebagai
cryoprotectant dikarenakan interaksi antara molekul air, protein dan polisakarida
akibat kitosan. Interaksi antara kitosan-kitosan dan cross-linking kitosan
diperkirakan dapat mengubah matriks gel surimi, hal ini yang akan
mengakibatkan penampakan lebih mengkilap sehingga kecerahan semakin
meningkat (Kang, 2013). Pada xanthan gum, tingkat kenaikan kecerahan surimi
diduga dipengaruhi oleh karakteristik dari xanthan gum. Santoso (2008),
menjelaskan xanthan gum memiliki stabilitas pada suhu rendah maupun suhu
tinggi. Oleh karena itu, pada suhu rendah (penyimpanan beku) warna surimi
tetap terjaga seiiring peningkatan jumlah konsentrasi yang ditambahkan.
84.95
85.48
82.00
83.00
84.00
85.00
86.00
0.5
Tin
gka
t K
ecer
ahan
(*L
)
Konsentrasi Cryoprotectant (%)
4.3.8 Tingkat Kecerahan
Warna adalah salah satu karakteristik fisik yang cukup berperan penting
dalam suatu bahan maupun produk pangan. Warna yang menarik
maupun produk pangan berperan penting dalam meningkatkan selera makan
dan minat dari konsumen untuk membeli bahan atau produk tersebut. Winarno
(2002) menyatakan bahwa, makanan yang dinilai memiliki rasa yang enak,
bergizi dan teksturya sangat b
warna yang kurang baik, tidak enak dilihat serta memberi kesan menyimpang
dari warna yang seharusnya.
surimi berkisar antara 82
cryoprotectant dan penambahan berbagai level konsentrasi
dilihat pada Gambar 4.7
Gambar 4.8 Grafik Rerata Cryoprotectant Cryoprotectant
Gambar 4.8 menunjukkan bahwa
mengalami penurunan pada jenis
adanya peningkatan konsentrasi
hasil analisis ragam (Lampiran
tidak memberikan pengaruh nyata
surimi . Perlakuan konsentrasi
pengaruh yang nyata (α=0,05) terhadap
perlakuan tidak menunjukkan adanya interaksi. Rerata
42
84.9284.74
83.63
84.16
83.69
82.42
1 1.5 2
Konsentrasi Cryoprotectant (%)
Chitosan
Xanthan Gum
Jenis Cryoprotectant
4.3.8 Tingkat Kecerahan Gel Surimi
Warna adalah salah satu karakteristik fisik yang cukup berperan penting
dalam suatu bahan maupun produk pangan. Warna yang menarik pada bahan
maupun produk pangan berperan penting dalam meningkatkan selera makan
dan minat dari konsumen untuk membeli bahan atau produk tersebut. Winarno
(2002) menyatakan bahwa, makanan yang dinilai memiliki rasa yang enak,
bergizi dan teksturya sangat baik, belum tentu akan dikonsumsi apabila memiliki
warna yang kurang baik, tidak enak dilihat serta memberi kesan menyimpang
dari warna yang seharusnya. Berdasarkan hasil analisa, data tingkat kecerahan
82,42-85,48. Rerata tingkat kecerahan surimi
dan penambahan berbagai level konsentrasi cryoprotectant
7
Grafik Rerata Tingkat Kecerahan Gel Surimi pada Jenis Cryoprotectant dan Penambahan Berbagai Level Konsentrasi Cryoprotectant
menunjukkan bahwa tingkat kecerahan gel surimi
pada jenis cryoprotectant kitosan dan xanthan gum
konsentrasi cryoprotectant yang ditambahkan. Berdasarkan
hasil analisis ragam (Lampiran 10) perlakuan jenis cryoprotectant yang berbeda
tidak memberikan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap tingkat kecerahan
konsentrasi cryoprotectant yang berbeda memberikan
yang nyata (α=0,05) terhadap tingkat kecerahan gel surimi
perlakuan tidak menunjukkan adanya interaksi. Rerata tingkat kecerahan
Chitosan
Xanthan Gum
Jenis Cryoprotectant
Warna adalah salah satu karakteristik fisik yang cukup berperan penting
pada bahan
maupun produk pangan berperan penting dalam meningkatkan selera makan
dan minat dari konsumen untuk membeli bahan atau produk tersebut. Winarno
(2002) menyatakan bahwa, makanan yang dinilai memiliki rasa yang enak,
aik, belum tentu akan dikonsumsi apabila memiliki
warna yang kurang baik, tidak enak dilihat serta memberi kesan menyimpang
tingkat kecerahan
pada jenis
cryoprotectant dapat
pada Jenis dan Penambahan Berbagai Level Konsentrasi
cenderung
kitosan dan xanthan gum akibat
. Berdasarkan
yang berbeda
tingkat kecerahan gel
memberikan
gel surimi. Kedua
tingkat kecerahan gel
43
surimi akibat perlakuan perbedaan konsentrasi cryoprotectant disajikan pada
Tabel 4.9
Tabel 4.9 Rerata Tingkat Kecerahan Gel Surimi Akibat Perlakuan Perbedaan Konsentrasi Cryoprotectant
Konsentrasi Cryoprotectant (%)
Rerata Tingkat Kecerahan Gel Surimi (*L)
BNT 5%
0,5 85,217 b
1,1801 84,540 b
1,5 84,213 b2 83,027 a
Keterangan : Rerata yang didampingin dengan notasi huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan berpengaruh nyata pada uji lanjut BNT5% (α=0,05)
Berdasarkan Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa tingkat kecerahan gel
surimi mengalami penurunan seiiring dengan penambahan konsentrasi. Hal ini
dikarenakan beberapa faktor, seperti reaksi maillard dan kadar whc (water
holding capacity). Pada gel surimi dengan whc tinggi Gambar 4.4 menyebabkan
kadar air bebas dalam produk berkurang sehingga menyebabkan produk menjadi
kurang cerah, sedangkan gel surimi yang daya ikat airnya rendah menyebabkan
kadar air bebas dalam produk tinggi sehingga lebih cerah dan saat diukur
dengan memperoleh nilai yang lebih tinggi (Park 1995). Penurunan kecerahan
akibat penambahan konsentrasi cryoprotectant juga diduga dapat disebabkan
karena proses pembekuan pada daging lumat, dimana saat proses pembekuan
awal terjadi ketidakseragaman bahan yang membeku, yaitu bagian permukaan
daging lumat membeku atau mengeras terlebih dahulu, namun bagian dalam
tetap cair. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan warna pada permukaan
bahan yang telah mengeras.
Konsentrasi penambahan cryoprotectant memberikan pengaruh dalam
menurunkan tingkat kecerahan gel surimi. Penurunan kecerahan yang terjadi
pada gel surimi disebabkan oleh reaksi yang terjadi antara grup aldehida bebas
dan asam amino dan protein. Reaksi Maillard adalah reaksi yang terjadi antara
gugus amino pada peptida atau protein dengan gugus hidroksil glikosidik pada
gula sehingga terbentuk polimer nitrogen berwarna coklat (Winarno,1992) Selain
itu reaksi Maillard cenderung terjadi pada pH > 6 (deMann, 1997) Peningkatan
nilai pH dapat mempercepat laju reaksi Maillard pada gel surimi yang dihasilkan,
sehingga akan menurunkan kecerahan surimi.
44
4.4 Pemilihan Perlakuan Terbaik
Penentuan perlakuan terbaik pada surimi menggunakan metode Multiple
Attribute (Zeleny, 1982). Pada penentuan perlakuan terbaik kimia fisik, parameter
yang digunakan diambil tanpa adanya pembobotan pada setiap parameternya.
Perlakuan terbaik pada jenis krioprotektan kitosan diperoleh pada perlakuan
dengan konsentrasi 1,5% dan pada xanthan gum dengan konsentrasi 0,5%.
Hasil penentuan perlakuan terbaik terhadap parameter kimia fisik dapat dilihat
pada Tabel 4.10
Tabel 4.10 Komposisi Surimi Perlakuan TerbaikParameter Kitosan Xanthan Gum
pH 7,3 7,35Kadar Air Surimi (%) 80,06 81,86Kadar Air Gel Surimi (%) 75,16 75,36WHC (%) 51,88 46,05Tekstur (N) 11,8 6,13Uji Lipat 5 3,93Kecerahan Surimi (L) 82,49 78,41Kecerahan Gel Surimi (L) 84,74 85,48
Surimi perlakuan terbaik pada kitosan dan xanthan gum kemudian
diaplikasikan pada pembuatan bakso ikan. Bakso ikan dengan penambahan
kitosan, xanthan gum dan kontrol (tanpa krioprotektan) akan diuji organoleptik ke
20 panelis tidak terlatih untuk mengetahui tingkat kesukaannya.
4.5 Organoleptik
Penilaian organoleptik dilakukan menggunakan General Linier Model
dengan Minitab versi 16.Pada uji ini, 20 panelis tidak terlatih diminta untuk
mengungkapkan tanggapannya terhadap produk.tingkat kesukaan dalam
pengujiannya menggunakan skala (0-11.5). Berkut merupakan pembagian skala
berdasarkan skor.
Tabel 4.11 Skala Tingkat Kesukaan Uji OrganoleptikSkala Keterangan
0 - ≤2,8 Tidak Suka
>2,8 - ≤5,6 Kurang Suka
>5,6 - ≤8,4 Suka
>8,4- ≤11,5 Sangat Suka
45
Skala yang digunakan merupakan skala garis dengan angka mulai dari
angka terendah hingga angka tertinggi, tidak menyukai sampai sangat menyukai.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan tingkat kesukaan antar
perlakuan yang ada. Hasil pengamatan tersebut meliputi rasa, warna, dan
tekstur. Rerata tingkat kesukaan panelis terhadap parameter rasa warna dan
tekstur disajikan pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12 Rerata Tingkat Kesukaan Panelis terhadap Parameter Rasa, Warna dan Tekstur Bakso Ikan
Jenis CryoprotectantSkor Tingkat Kesukaan Panelis
NotasiRasa Warna Tekstur
Kitosan 8,285 a 8,306 a 6,725 a tn
Xanthan Gum 7,100 a 7,330 a 7,735 a tn
Kontrol 6,860 a 7,010 a 7,650 a tn
Keterangan : Rerata hasil didampingin dengan notasi huruf yang samamenunjukkan tidak berpengaruh nyata
4.5.1 Rasa
Rasa makanan atau minuman merupakan turunan dari sebagian
komponen pangan yang terlarut dalam air liur selama makanan tersebut dicerna
secara mekanis di dalam mulut. Rasa suatu bahan pangan dapat berasal dari
bahan pangan itu sendiri dan perlakuan selama pengolahan, maka rasanya
dipengaruhi oleh bahan yang ditambahkan selama proses pembuatan. Agar
suatu senyawa dikenal rasanya, senyawa tersebut harus dapat larut dalam air
liur sehingga dapat mengadakan hubungan dengan microvillus dan impuls
(stimulus) yang terbentuk dikirim melalui syaraf ke pusat susunan syaraf dan
timbul kesan rasa (Winarno, 1992).
Skor kesukaan panelis terhadap bakso ikan dengan penambahan kitosan
dan xanthan gum perlakuan terbaik berkisar antara 2.5 – 11. 3 (Lampiran 13),
yang berarti bahwa tingkat kesukaan panelis berkisar dari tidak suka hingga
sangat suka terhadap rasa bakso ikan.
Berdasarkan Tabel 4.12 skor kesukaan panelis tertinggi diperoleh pada
jenis krioprotektan kitosan (8.29=suka). Sedangkan skor kesukaan panelis
terendah diperoleh pada kontrol (tanpa penambahan krioprotektan) (6.86= suka).
Hasil analisis ragam (Lampiran 13) menunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis
terhadap parameter rasa bakso ikan pada kitosan tidak berbeda nyata (α=0,05)
terhadap nilai kesukaan rasa bakso ikan dengan penambahan xanthan gum dan
46
tidak berbeda nyata (α=0,05) terhadap nilai kesukaan rasa bakso ikan tanpa
penambahan krioprotektan (kontrol). Hal ini dikarenakan pemberiaan bumbu
yang digunakan jumlahnya sama besar. Rasa merupakan salah satu aspek
penting dalam suatu makanan (Mirza, 2002). Berdasarkan Tabel 4.12, skor
kesukaan panelis terhadap bakso ikan dengan penambahan kitosan lebih besar
dikarenakan tidak memberikan efek lengket di atap mulut setelah konsumsi.
Berbeda dengan penambahan xanthan gum dan kontrol yang menberikan after
taste berupa lengket di atap mulut.
4.5.2 Warna
Menurut Yuwono dan Susanto (1998), kesukaan konsumen terhadap
produk pangan ditentukan oleh warna. Konsumen telah mempunyai gambaran
tertentu tentang produk dari warnanya. Rerata kesukaan panelis terhadap warna
bakso ikan akibat penambahan jenis krioprotektan yang berbeda berkisar antara
2,5 – 11,2, yang berarti bahwa tingkat kesukaan panelis berkisar dari tidak suka
hingga sangat suka.
Skor kesukaan panelis terhadap warna bakso ikan, dimana skor
kesukaan panelis tertinggi diperoleh pada jenis krioprotektan kitosan
(8.31=suka). Sedangkan skor kesukaan panelis terendah diperoleh pada kontrol
(tanpa penambahan krioprotektan) (7,01 = suka).Hasil analisis ragam (Lampiran
14) menunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis terhadap parameter warna bakso
ikan pada kitosan tidak berbeda nyata (α=0,05) terhadap nilai kesukaan warna
bakso ikan dengan penambahan xanthan gum dan tidak berbeda nyata (α=0,05)
terhadap nilai kesukaan warna bakso ikan tanpa penambahan krioprotektan
(kontrol). Hal ini dikarenakan jumlah bahan dan bumbu yang diberikan sama
besar pada tiap jenis cyoprotectant.
Warna suatu makanan, memegang peranan penting dalam penentuan
kualitas makanan itu sendiri (Didik, 2009). Pada pembuatan bakso, terjadi reaksi
perubahan warna sebelum dan sesudah adonan bakso setelah mengalami
perebusan. Perubahan warna ini diakibatkan denaturasi protein (Dwi, 2005).
Proses perubahan warna juga disebabkan pemberiaan bumbu pada pembuatan
bakso ikan.
47
4.5.3 Tekstur
Kualitas surimi yang baik secara umum ditentukan oleh kemampuan
daging untuk membentuk gel dengan cara mencampurkan surimi tersebut
dengan larutan garam, mencetak adonan kedalam casing yang sesuai dan
merebusnya (Reppond dan Babit 1997). Rerata kesukaan panelis terhadap
tekstur bakso ikan akibat penambahan jenis krioprotektan yang berbeda berkisar
antara 2.5 – 11 (Lampiran 15), yang berarti bahwa tingkat kesukaan panelis
berkisar antara tidak suka dan sangat suka terhadap tekstur bakso ikan.
Skor kesukaan panelis terhadap tekstur bakso ikan, dimana skor
kesukaan panelis tertinggi diperoleh pada jenis krioprotektan xanthan gum
(7,74=suka). Sedangkan skor kesukaan panelis terendah diperoleh pada jenis
krioprotektan kitosan (6,73 = suka). Hasil analisis ragam (Lampiran 14)
menunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis terhadap parameter tekstur bakso
ikan pada kitosan tidak berbeda nyata (α=0,05) terhadap nilai kesukaan tekstur
bakso ikan dengan penambahan xanthan gum dan tidak berbeda nyata (α=0,05)
terhadap nilai kesukaan tekstur bakso ikan tanpa penambahan krioprotektan
(kontrol). Hal ini diakrenakan penambahan garam (NaCl) dengan konsentrasi
yang sama besar. Tekstur bakso yang baik, merupakan perpaduan daging dan
bumbu-bumbu yang tepat. Salah satu bumbu yang digunakan untuk membentuk
tekstur yaitu garam (NaCl). Apabila protein daging ikan yang sedang dilumatkan
ditambah dengan garam (NaCl), maka actin dan myosin ini akan terekstrak
dalam bentuk actomyosin yang teksturnya seperti jala. Masa ini disebut sol, yang
sifatnya lengket dan adesing, apabila masa sol ini dipanaskan maka akan
terbentuk gel, yang memberikan elastisitas (Dacker, 1980).
Berdasarkan hasil anaisa fisik tekstur gel surimi pada Gambar 4.5.
Tekstur gel surimi pada kitosan lebih tinggi dibandingkan dengan xanthan gum.
Gel yang dihasilkan dengan penambahan kitosan lebih padat dibandingkan
xanthan gum. Dalam segi kesukaan, panelis lebih memilih tekstur bakso ikan
yang tidak terlalu padat dan lebih kenyal dibandingkan bakso ikan yang terlalu
padat. Oleh karena itu, bakso ikan dengan penambahan xanthan gum memiliki
skor kesukaan lebih tinggi dibandingkan bakso ikan dengan penambahan kitosan