jantung hamil bab i ii
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Wanita normal yang mengalami kehamilan akan mengalami perubahan fisiologik
dan anatomik pada berbagai sistem organ yang berhubungan dengan kehamilan
akibat terjadi perubahan hormonal di dalam tubuhnya. Perubahan yang terjadi
dapat mencakup sistem gastrointestinal, respirasi, kardiovaskuler, urogenital,
muskuloskeletal dan saraf. Perubahan yang terjadi pada satu sistem dapat saling
memberi pengaruh pada sistem lainnya dan dalam menanggulangi kelainan yang
terjadi harus mempertimbangkan perubahan yang terjadi pada masing-masing
sistem. Perubahan ini terjadi akibat kebutuhan metabolik yang disebabkan
kebutuhan janin, plasenta dan rahim.1
Penyakit jantung masih merupakan salah satu penyebab kesakitan dan
kematian non-obstetrik yang tinggi pada kehamilan/persalinan, dapat terjadi pada
0,4-4% dari kehamilan. Dilaporkan angka rata-rata mortalitas wanita hamil
dengan klasifikasi New York Heart Association kelas I dan II sebesar 0,4 hingga
6,8 % dan lebih tinggi lagi pada penderita yang tingkat keparahannya kelas III dan
IV. Dilaporkan bahwa penyakit jantung merupakan penyebab kematian sebesar
5,6 % dari 1459 kehamilan di Amerika Serikat sejak tahun 1987 hingga 1990. Hal
itu disebabkan oleh peningkatan beban hemodinamik pada saat hamil, bersalin
dan melahirkan yang dapat meperburuk gejala dan mencetuskan berbagai macam
komplikasi pada wanita yang sebelumnya sudah menderita penyakit jantung.2
Deteksi dini serta follow up yang teliti serta penatalaksanaan yang agresif
sangat membantu untuk menurunkan angka mortalitas bagi wanita yang hamil
dengan penyakit jantung. Dibutuhkan pengetahuan tentang perubahan fisiologis
pada system kardiovaskuler selama kehamilan dan puerpurium, gejala dan tanda
yang menyerupai penyakit jantung pada kehamilan yang normal, efek dari
perubahan fisiologis pada kehamilan pada kelainan kardiovaskuler, dan diagnosis
serta penatalaksanaan pada penyakit kardiovaskuler yang sudah ada.2
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kehamilan dengan penyakit jantung selalu saling mempengaruhi karena
kehamilan dapat memberatkan penyakit jantung yang dideritanya. Dan penyakit
jantung dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.
Penyakit jantung dalam kehamilan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan
kematian yang tinggi pada kehamilan atau persalinan. Pasien dengan penyakit
jantung biasanya dibagi dalam 4 golongan. Klasifikasi fungsional yang diajukan
oleh New York Heart Association adalah:1,2,3,4
Klas I : aktivitas tidak terganggu (tidak perlu membatasi kegiatan fisik).
Klas II : aktivitas fisik terbatas, namun tak ada gejala saat istirahat (bila
melakukan aktifitas fisik maka terasa lelah, jantung berdebar-debar,
sesak nafas atau terjadi angina pektoris).
Klas III : aktivitas ringan sehari-hari terbatas (kalau bekerja sedikit saja merasa
lelah, sesak nafas, jantung berdebar).
Klas IV : waktu istirahat sudah menimbulkan keluhan (memperlihatkan gejala-
gejala dekompensasio walaupun dalam istirahat).
Penyakit jantung yang berat dapat menyebabkan partus prematurus atau
kematian intrauterin karena oksigenasi janin terganggu. Dengan kehamilan
pekerjaan jantung menjadi sangat berat sehingga klas I dan II dalam kehamilan
dapat masuk ke dalam klas III atau IV.
2.2 Epidemiologi
Di Indonesia, angka kematian ibu akibat penyakit jantung dalam kehamilan
berkisar antara 1 –2%. Penyakit jantung rematik merupakan jenis penyakit
jantung terbanyak, dan lebih dari 90% biasanya dengan kelainan katup mitral
(stenosis katup mitral), disusul penyakit jantung kongenital dan penyakit otot
jantung.1
2
Meskipun banyak kasus penyakit jantung dengan kehamilan dijumpai di
klinik dan rumah sakit di Indonesia, akan tetapi hanya sedikit yang pernah
dilaporkan dalam tulisan ilmiah. Dari laporan pendahuluan mengenai insiden
kelainan jantung pada kehamilan diperoleh angka 3,1 % dari sekitar 20 %
penderita yang dirawat di Bagian Kebidanan dan Kandungan RSCM/FKUI
Jakarta dan dikonsulkan ke kardiologis (Aziz, Hartanuh, Sugeng dan Samil).
Menurut Samil angka kematian penyakit jantung di Bagian Kebidanan dan
Kandungan RSCM Jakarta merupakan urutan keempat setelah eklamsia,
perdarahan dan infeksi. Mortalitas terbanyak pada multipara sebesar 1,6 %,
dengan insiden 1,21 % dari seluruh kasus obstetric/ginekologis yang dirawar di
bagian tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Bambang DW, Suhatno Djoko
Sumantri terhadap 4741 kasus persalinan di RSU Dr. Soetomo Surabaya selama
empat tahun (1990-1993), didapatkan ibu hamil dengan penyakit jantung (tidak
termasuk hipertensi dalam kehamilan) adalah 31 kasus per tahun atau 0,65 % per
tahun dengan angka kematian sebesar 4,88 %. Dibandingkan dengan 0,3 % per
tahun 91972-1973) dan 0,5% per tahun (1978-1982), angka kejadian ibu hamil
dengan penyakit jantung tersebut menunjukkan adanya peningkatan dari tahun ke
tahun.1
2.3 Etiologi
Etiologi kelainan jantung dapat primer maupun sekunder. Kelainan primer akibat
kelainan kongenital, katup, iskemik dan kardiomiopati. Sedangkan sekunder
akibat penyakit lain seperti hipertensi, anemia berat, dan lain-lain.1,3
2.4 Kehamilan dan Fisiologi Kardiovaskuler1,2
Adaptasi normal yang dialami seorang wanita yang mengalami kehamilan
termasuk system kardiovaskuler akan memberikan gejala dan tanda yang sukar
dibedakan dari gejala penyakit jantung. Keadaan ini yang menyebabkan beberapa
kelainan yang tidak dapat ditoleransi pada saat kehamilan.1,2
Perubahan Hemodinamik
Pada wanita hamil akan terjadi perubahan hemodinamik karena
peningkatan volume darah sebesar 30-50% yang dimulai sejak trimester pertama
dan mencapai puncaknya pada usia kehamilan 32-34 minggu dan menetap sampai
3
aterm. Sebagian besar peningkatan volume darah ini menyebabkan meningkatnya
kapasitas rahim, mammae, ginjal, otot polos dan sistem vaskuler kulit dan tidak
memberi beban sirkulasi pada wanita hamil yang sehat. Peningkatan volume
plasma (30-50%) relatif lebih besar dibanding peningkatan sel darah (20-30%)
mengakibatkan terjadinya hemodilusi dan menurunya konsentrasi hemoglobin.
Peningkatan volume darah ini mempunyai 2 tujuan yaitu pertama mempermudah
pertukaran gas pernafasan, nutrien dan metabolit ibu dan janin dan kedua
mengurangi akibat kehilangan darah yang banyak saat kelahiran.
Peningkatan volume darah ini mengakibatkan cardiac output saat istirahat
akan meningkat sampai 40%. Peningkatan cardiac output yang terjadi mencapai
puncaknya pada usia kehamilan 20 minggu. Pada pertengahan sampai akhir
kehamilan cardiac output dipengaruhi oleh posisi tubuh. Sebagai akibat
pembesaran uterus yang mengurangi venous return dari ekstremitas bawah. Posisi
tubuh wanita hamil turut mempengaruhi cardiac output dimana bila dibandingkan
dalam posisi lateral kiri, pada saat posisi supinasi maka cardiac output akan
menurun 0,6 l/menit dan pada posisi tegak akan menurun sampai 1,2 l/menit.
Umumnya perubahan ini hanya sedikit atau tidak memberi gejala, dan pada
beberapa wanita hamil lebih menyukai posisi supinasi. Tetapi pada posisi supinasi
yang dipertahankan akan memberi gejala hipotensi yang disebut supine
hypotensive syndrome of pregnancy. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan
memperbaiki posisi wanita hamil miring pada salah satu sisi, Perubahan
hemodinamik juga berhubungan dengan perubahan atau variasi dari cardiac
output. Cardiac output adalah hasil denyut jantung dikali stroke volume. Pada
tahap awal terjadi kenaikan stroke volume sampai kehamilan 20 minggu.
Kemudian setelah kehamilan 20 minggu stroke volume mulai menurun secara
perlahan karena obstruksi vena cava yang disebabkan pembesaran uterus dan
dilatasi venous bed. Denyut jantung akan meningkat secara perlahan mulai dari
awal kehamilan sampai akhir kehamilan dan mencapai puncaknya kira-kira 25
persen diatas tanpa kehamilan pada saat melahirkan.
Curah jantung (cardiac output) juga berhubungan langsung dengan
tekanan darah merata dan berhubungan terbalik dengan resistensi vascular
sistemik. Pada awal kehamilan terjadi penurunan tekanan darah dan kembali naik
4
secara perlahan mendekati tekanan darah tanpa kehamilan pada saat kehamilan
aterm. Resistensi vascular sistemik akan menurun secara drastic mencapai 2/3
nilai tanpa kehamilan pada kehamilan sekitar 20 minggu. Dan secara perlahan
mendekati nilai normal pada akhir kehamilan. Cardiac output sama dengan
oxygen consumption dibagi perbedaan oksigen arteri-venous sistemik Oxygen
consumption ibu hamil meningkat 20 persen dalam 20 minggu pertama kehamilan
dan terus meningkat sekitar 30 persen diatas nilai tanpa kehamilan pada saat
melahirkan. Peningkatan ini terjadi karena kebutuhan metabolisme janin dan
kebutuhan ibu hamil yang meningkat.
Cardiac output juga akan meningkat pada saat awal proses melahirkan.
Pada posisi supinasi meningkat sampai lebih dari 7 liter/menit. Setiap kontraksi
uterus cardiac output akan meningkat 34 persen akibat peningkatan denyut
jantung dan stroke volume, dan cardiac output dapat meningkat sebesar 9
liter/menit. Pada saat melahirkan pemakaian anestesi epidural mengurangi cardiac
output menjadi 8 liter/menit dan penggunaan anestesi umum juga mengurangi
cardiac output. Setelah melahirkan cardiac output akan meningkat secara drastis
mencapai 10 liter/menit (7-8 liter / menit dengan seksio sesaria) dan mendekati
nilai normal saat sebelum hamil, setelah beberapa hari atau minggu setelah
melahirkan. Kenaikan cardiac output pada wanita hamil kembar dua atau tiga
sedikit lebih besar dibanding dengan wanita hamil tunggal. Adakalanya terjadi
sedikit peningkatan cardiac output sepanjang proses laktasi.
Perubahan unsur darah juga terjadi dalam kehamilan. Sel darah merah
akan meningkat 20-30% dan jumlah leukosit bervariasi selama kehamilan dan
selalu berada dalam batas atas nilai normal. Kadar fibronogen, factor VII, X dan
XII meningkat, juga jumlah trombosit meningkat tetapi tidak melebihi nilai batas
atas nilai normal. Kehamilan juga menyebabkan perubahan ukuran jantung dan
perobahan posisi EKG. Ukuran jantung berubah karena dilatasi ruang jantung dan
hipertrofi. Pembesaran pada katup trikuspid akan menimbulkan regurgitasi ringan
dan menimbulkan bising bising sistolik normal grade 1 atau 2. Pembesaran rahim
keatas rongga abdomen akan mendorong posisi diafragma naik keatas dan
mengakibatkan posisi jantung berobah kekiri dan keanterior dan apeks jantung
bergeser keluar dan keatas. Perubahan ini menyebabkan perubahan EKG sehingga
5
didapati deviasi aksis kekiri, sagging ST segment dan sering didapati gelombang T
yang inversi atau mendatar pada lead III.
Distribusi Aliran Darah1,2
Aliran darah pada wanita hamil tidak sepenuhnya diketahui. Distribusi aliran
darah dipengaruhi oleh resistensi vaskuler lokal. Renal blood flow meningkat
sekitar 30 persen pada trimester pertama dan menetap atau sedikit menurun
sampai melahirkan. Aliran darah ke kulit meningkat 40 - 50 persen yang berfungsi
untuk menghilangkan panas. Mammary blood flow pada wanita tanpa kehamilan
kurang dari 1 persen dari cardiac output. Dan dapat mencapai 2 persen pada saat
kehamilan aterm. Pada wanita yang tidak hamil aliran darah ke rahim sekitar 100
ml/menit (2 persen dari cardiac output) dan akan meningkat dua kali lipat pada
kehamilan 28 minggu dan meningkat mencapai 1200 ml/menit pada saat
kehamilan aterm, mendekati jumlah nilai darah yang mengalir ke ginjalnya
sendiri. Nilai semasa kehamilan pembuluh darah rahim berdilatasi maksimal,
aliran darah meningkat akibat meningkatnya tekanan darah maternal dan aliran
darah. Pada dasarnya wanita hamil selalu menjaga aliran darah ke rahimnya,
apabila redistribusi aliran darah total diperlukan oleh ibu atau jika terjadi
penurunan tekanan darah maternal dan cardiac output, maka aliran darah ke uterus
menurun dan tetap dipertahankan.
Vasokonstriksi yang disebabkan katekolamin endogen, obat
vasokonstriksi, ventilasi mekanix, dan beberapa obat anestetik yang berhubungan
dengan pre eklampsi dan eklampsi akan menurunkan aliran darah ke rahim. Pada
wanita normal aliran darah rahim mempunyai potensi dapat dibatasi. Dan pada
wanita berpenyakit jantung, pengalihan aliran darah dari rahim menjadi masalah
karena aliran darah sudah tidak teratur. Mekanisme perubahan hemodinamik juga
tidak sepenuhnya dimengerti, yang diakibatkan oleh perobahan volume cairan
tubuh.. Total body water semasa kehamilan meningkat 6 sampai 8 lifer yang
sebagian besar berada pada ekstraseluler. Segera setelah 6 minggu kehamilan
volume plasma meningkat dan pada trimester kedua mencapai nilai maksimal 11/2
dari normal. Masa sel darah merah juga meningkat tetapi tidak untuk tingkatan
yang sama; hematokrit menurun semasa kehamilan meskipun jarang mencapai
nilai kurang dari 30 persen, Perubahan vaskuler berhubungan penting dengan
6
perobahan hemodinamik pada saat kehamilan. Arterial compliance meningkat dan
terjadi peningkatan kapasitas venous vascular. Perubahan ini sangat penting dalam
memelihara hemodinamik dari kehamilan normal. Perubahan arterial yang
berhubungan dengan peningkatan fragilitas bila kecelakaan vaskuler terjadi yang
sering terjadi pada kehamilan dapat merugikan hemodinamik. Peningkatan level
hormon steroid saat kehamilan inilah yang menjadi alasan utama terjadinya
perubahan pada vaskuler dan miokard.
Perubahan hemodinamik dengan exercise1,2
Kehamilan akan merubah respons hemodinamik terhadap exercise. Pada wanita
hamil derajat exercise yang diberikan pada posisi duduk menyebabkan
peningkatan cardiac output yang lebih besar dibanding dengan wanita tanpa
kehamilan dengan derajat exercise yang sama. Dan maksimum cardiac output
dicapai pada tingkatan exercise yang lebih rendah. Peningkatan cardiac output
relatif lebih besar dari peningkatan konsumsi oksigen, sehingga terdapat
perbedaan oksigen arterio-venous yang lebih lebar dari yang dihasilkan pada
wanita tanpa kehamilan dengan derajat exercise yang sama. Keadaan ini
menunjukkan pelepasan oksigen ke perifer sedikit kurang efisien selama
kehamilan.
Pada wanita tanpa kehamilan, latihan akan meningkatkan stroke volume
yang lebih besar dan sedikit peningkatan denyut jantung dari pada yang didapati
pada individu yang tidak terlatih. Pada saat kehamilan efek latihan ini tidak
kelihatan dan kemungkinan karena peningkahin stroke volume dibatasi akibat
kompresi vena kava inferior atau meningkatnya distensibility vena. Exercise
semasa kehamilan tidak jelas apakah lebih berbahaya atau lebih bermanfaat pada
wanita dengan penyakit jantung daripada pada wanita tanpa kehamilan. Pada
manusia, diketahui tipe exercise mempengaruhi hemodinamik maternal dan
perfusi uterus. Regular aerobic endurance exercise semasa hamil berhubungan
dengan berkurangnya berat kelahiran. Sebagian besar pengurangan tersebut
karena berkurangnya massa lemak janin dan tidak jelas apakah hal ini merugikan.
2.5 Kelainan Katup Jantung pada Kehamilan3,4,6
7
Kelainan katup jantung adalah salah satu penyakit jantung yang sering ditemukan
pada saat kehamilan. Gangguan ini dapat meningkatkan kejadian gagal jantung,
morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin yang dikandung. Jenis-jenis kelainan
ini meliputi mitral stenosis yang disebabkan penyakit jantung rematik, mitral dan
aorta regurgitasi, kelainan katup tricuspid serta katup jantung prostetik.
Sudah diketahui bahwa pada kehamilan terjadi peningkatan volume darah
mencapai 30 hingga 50 % yang diikuti dengan meningkatnya curah jantung
(cardiac output). Hal ini muncul pada trimester pertama dan mencapai puncaknya
pada 20-24 minggu usia kehamilan. Setelah itu akan bertahan dan mulai menurun
3 hari setelah melahirkan. Suara murmur dapat terdengar sebagai hal yang normal
pada kehamilan. Biasanya lemah, middiastolik dan terdengar sepanjang garis
sternalis kiri. Intensitasnya meningkat seiring dengan meningkatnya curah
jantung, namun bila terdengar sangat keras serta berupa musmur diastolik,
murmur kontinus atau murmur sistolik yang kuat maka pemeriksaan
ekokardiografi sangat diperlukan.
Risiko terjadinya komplikasi jantung pada ibu hamil akan menigkat pada
kasus dengan stenosis katup yang berat serta menurunkan fungsi sistolik ventrikel
kiri (stenosis aorta dengan area katup <1,5 cm2 dan stenosis mitral dengan area
katup < 2 cm2), seperti stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal, regurgitasi
berat dengan gangguan fungsi ventrikel kiri dan sindrom Marfan’s dengan
aneurisma pada ascending aorta. Risiko juga akan meningkat pada ibu yang
memiliki riwayat penyakit jantung seperti: aritmia, gagal jantung dengan kelas
NYHA III-IV. Untuk itu peran konseling sebelum konsepsi sangat diperlukan.
Semua kejadian kelainan katup diharapkan dapat ditemukan sebelum kehamilan
terjadi. Untuk mendapatkan adanya kelainan katup diperlukan pemeriksaan fisik
jantung yang tepat. Auskultasi jantung yang benar tentu sangat membantu untuk
menemukan kecurigaan terjadinya kelaina katup jantung. Pemeriksaan penunjang
utama adalah ekokardiografi untuk memastikan adanya kelainan katup jantung
tersebut. Pemeriksaan ekokardiografi meliputi jenis murmur, gradiennya, anatomi
katup mitral, ukuran anatomi aorta descending, dimensi ventrikel kiri dan Fraksi
Ejeksi (EF). Hal lain yang perlu diperhatikan adalahpersiapan menjalani
kehamilan pada ibu yang menggunakan katup jantung prostetik.
8
Untuk memrediksi komplikasi pada nenonatal yang perlu diperhatikan
adalah adanya gangguan pada fungsi jantung (NYHA II ke atas) dan obstruksi
jantung kiri. Komplikasi yang dapat terjadi adalah lahir premature, intrauterine
growth retardation, respiratory distress syndrome, hemoragik intraventrikeldan
kematian. Pada beberapa kasus kehamilan dengan kelainan katup jantung,
penggunaan antibiotika diperlukan untuk menghindari terjadinya (profilaksis)
endokarditis.
Stenosis Mitral
Penyakit jantung rematik adalah penyebab utama kelainan katup ini. Pada stenosis
mitral terjadi tahanan pada ventrikel kiri yang menyebabkan tekanan pada atrium
kiri dan vena pulmonal meningkat. Hal ini dapat menimbulkan kongesti pulomal
dan edema. Selain itu, stenosis mitral dapat diikuti dengan aritmia atrial selama
kehamilan dan saat melahirkan. Karena selama kehamilan terjadi peningkatan
volume dan curah jantung maka dapat terjadi sesak nafas dan menurunnya
kemampuan aktivitas fisik. Bila frekuensi detak jantung meningkat maka
pengisian saat diastolic turun maka tekanan atrial yang meningkat dapat
menimbulkan kongesti paru dan edema. Risiko maternal pada ibu dengan mitral
stenosis yang lain adalah tromboemboli.
Terapi yang diberikan untuk mengatasi gejala antara lain adalah : diuretic,
mengurangi asupan garam dan mengurangi aktivitas fisik. Unutk mengatasi
peningkatan frekuensi detak jantung dan perbaikan pengisian diastolic digunakan
Beta Blocker. Bila terjadi fibrilasi atrial yang dapat menambah risiko terjadinya
tromboemboli maka dapat dilakukan kardioversi. Pengguanan Beta Blocker dan
digoxin dimaksudkan untuk mengontrol frekuensi detak jantung. Jika diperlukan
maka prokainamid dan quinidine dapat dipakai sebagai antiaritmia. Guna
mencegah tromboemboli, antikoagulan digunakan jika diperlukan. Selain itu,
digunakan pula antibiotic sebagai profilaksis endokarditis selama masa
melahirkan.
Pada mitral stenosis dengan area katup mitral yang ketat ( area katup < 1
cm2) dan disertai gejala yang signifikan ( NYHA III-IV), maka dapat dilakukan
9
valvuloplasti mitral dengan balon atau pembedahan. Percutaneous ballon mitral
valvulopasty biasa dikerjakan pada trimester kedua dan selama pelaksanaan maka
dibutuhkan pelindung pelvis untuk pencegahan radiasi pada janin. Terkadang hal
ini dapat dikerjakan dengan bantuan transesofageal ekokardiografi (TEE). Bila
tidak ada yang ahli dalam melakukan valvuloplasti maka pembedahan untuk
dilakukan commisurotomy dapat diupayakan.
Melahirkan pervaginam dapat dilakukan dengan bantuan anestesi pada
epidural. Secti caesarea dikerjakan jika memang ada indikasi dari gangguan ajlan
lahir. Saat melahirkan dapat terjadi peningkatan tekanan 8-10 mmHg pada atrium
kiri dan vena pulmonal. Unutk mengetahui gejala dan gangguan hemodinamik
selama proses melahirkan dianjurkan menggunakan Swan-Ganz kateter.
Mitral Regurgitasi
Kelainan katup ini biasa disebabkan oleh penyakit jantung rematik, endokarditis,
prolaps atau penyakit jaringan koneksi (connective tissue disease). Walau
terkadang regurgitasi ini berat namun hal ini dapat ditoleransi dengan baik oleh
ibu yang hamil karena menurunkan tahanan vaskuler sistemik. Bila ditemukan
sebelum kehamilan maka tindakan repair katup lebih diutamakan tetapi bila sudah
ada gangguan pada fungsi sitolik ventrikel kiri (EF <0,40) terkadang operasi
perbaikan katup tidak memberikan hasil yang optimal dan gangguan fungsi ini
meningkatkian risiko maternal salaam kehamilan. Sedangkan regurgitasi akut
yang terjadi selama kehamilan tidak dapat ditoleransi oleh ibu seta meningkatkan
mortalitas maternal.
Bila timbul gejala gagal jantung maka pemberian diuretic dan digoxin
dapat membantu memperbaiki gejala. Penurunan afterload dengan hidralazin juga
tidak merugikan. Pemberian antibiotic sebagai profilaksis endokarditis dianjurkan.
Untuk mitral regurgitasi yang terisolasi risiko maternal dan fetal selama
kehamilan rendah . Namun demikian data yang lengkap tentang tata laksana
kelainan mitral regurgitasi belum cukup dan masih lemah.
10
Stenosis Aorta
Penyebab stenosis aorta adalah congenital. Kelainan stenosis yang berat dengan
gradian lebih dari 50 mmHg tidak dapat ditoleransi oleh ibu. Bila hal ini
ditemukan sebelum kehamilan maka dianjurkan untuk menunda kehamilan dan
dilakukan koreksi katup dengan operasi. Bila sudha hamil maka termiansi menjadi
pilihan. Sednagkan pada aorta stenosis dengan gradient kurang dari 50 mmHg
maka gejala gagal jantung selama hamil dan melahirkan risikonya rendah. Walau
demikian anjuran koreksi katup didahulukan sebelum kehamilan meskipun tidak
ditemukan gejala. Prognosis fetal pada gangguan katup jantung dengan stenosis
terganggu dengan adanya growth retardation, lahir premature dan berat badan
lahir rendah. Pada beberapa kasus pernah dilakukan palliative aortic ballon
valvuloplasty dan aortic-valve replacement tentunya dengan risiko maternal dan
fetal yang mengkutinya.
Insufisiensi Aorta4
Pada aorta insufisiensi (AI), terjadi aliran darah balik dari aorta ke ventrikel kiri
pada waktu diastolik. Darah yang kembali dengan darah dari atrium kiri ke
ventrikel kiri menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel kiri sewaktu
diastolic.Ventrikel kiri menyesuaikan dengan memperbesar kemampuan
menampung darah sewaktu diastolic sehingga tidak terjadi peninggian tekanan
ventrikel kiri, atrium kiri dan pembuluh pulmonal.
Dapat ditemukan bising diastolic pada sela iga II kanan atau sepanjang
garis sternalis kiri yang mulai terdengar segera setelah bunyi jantung II. Bising
menjadi lebih jelas pada posisi duduk atau berdiri sesudah ekspirasi yang dalam,
iktus kordis lebih lateral dari yang normal dan pada perifer ditemukan tekanan
nadi yang besar, pulsasi arterial dapat terlihat di kuku dan pistol shoot sound pada
arteri besar terutama arteri femoralis. Kadang-kadang terdapat flushing di muka
dan leher. Bila terjadi dekompensasi, maka keluhan utamanya adalah dyspnea
d’effort. Tindakan bedah harus dipertimbangkan bila ditemukan tekanan nadi
yang bertambah, pembesaran jantung pada foto rontgen dan hipertrofi
miokardium pada EKG. Juga pada penderita dengan keluhan sedikit namun
11
mengalami pembesaran jantung dalam waktu yang singkat atau penurunan fungsi
ventrikel pada pemeriksaan invasive maupun non-invasive.
Regurgitasi Aorta
Regurgitasi aorta pada perempuan muda disebabkan oleh annulus aorta dilatasi
(pada sindrom Marfan’s), katup aorta bicuspid atau riwayat endokarditis sama
seperti mitral regurgitasi, akan terjadi penurunan tahanan vaskuler sistemik.
Untuk aorta regurgitasi yang terisolasi dapat digunakan vasodilator dan diuretic.
Bila ditemukan adanya gangguan pada fungsi sistolik ventrikel kiri maka risiko
maternal dan fetal meningkat. Penggunaan ace inhibitor dihindari, namun dapat
ditambahkan hidralazin dan nifedipine. Untuk menemukan adanya sindrom
Marfan’s maka bila dicurigai adanya regurgitasi aorta harus dilakukan pengkajian
klinis dan ekokardiografi sebelum kehamilan. Sindrom ini dapat meningkatkan
risiko selama kehamilan.
Katup Jantung Prostetik
mortalitas maternal diperkirakan 1-4% dan banyak berhubungan dengan kejadian
tromboemboli. resiko ini banyak ditemukan pada katub mitral prostetik. untuk itu,
pada pasien ini perlu diberikan informasi lengkap tentang resiko ini. pengkajian
resiko dan pengawasan ketat terhadap terapi antikoagulan wajib dilakukan.
Termasuk didalamnya evaluasi klinis status fungsional dan kejadian penyakit
jantung. Pengguanaan antagonis vitamin K meningkatkan keguguran, premature
dan embriotomi. namun ada beberapa cara dalam memberikan antikoagulan
selama kehamilan. ACC/AHA menyarankan pemberian heparin unfractionated
sampai melahirkan. 4-6 jam setelah melahirkan hjeparin dilanjutkan jika tidak ada
kontraindikasi. pemberian warfarin semalam setelah melahirkan dapat dilakukan
bila komplikasi perdarahan tidak terjadi.
2.6 Penyakit Jantung Kehamilan3
12
Penyakit jantung kehamilan (peripartum cardiopmyopathy/PPCM) adalah
kelainan otot jantung (cardiomyopathy) spesifik yang timbul pada akhir
kehamilan atau awal puerpurium. criteria diagnostic pertama kali dibuat oleh
demaskis et al (1971), yaitu :
1. gagal jantung yang timbul pada bulan-bulan akhir kehamilan atau dalam
kurun waktu 5 bulan setelah melahirkan.
2. tidak adanya penyakit jantung yang diketahui sebelumnya.
3. tidak adanya penyebab penyakit jantungyang dapat diidentifikasi.
4. disfungsi sistolik ventrikel kiri, yangb memenuhi criteria secara
ekocardiografi:
- fraksi ejeksi < 45 %
- fractional shortening < 30%
- dimensi diastolic akhir > 2,7 cm/m2
Berdasarkan definisi tersebut, maka untuk dapat menegakkan diagnosis penyakit
ini harus melalui anamnesis, pemeriksaan fisis dan ekokardiografi. Pada
Workshop tahun 1997 dibuat tambahan criteria bahwa disfungsi ventrikel kiri
harus ditunjukkan berdasarkan ekokardiografi.
Angka kejadian penyakit ini bervariasi dari daerah ke daerah dari ras ke
ras, menunjukkkan adanya kemungkinan pengaruh perilaku terhadap kejadian
penyakit ini. Di Amerika, kejadian kasus ini diperkirakan 1 dari 1300-1500
kelahiran hidup, di Jepang dilaporkan 1 dari 6000 kelahiran hidup, di Afrika
Selatan 1 dari 1000 kelahiran hidup, dan di Haiti 1 dari 350-400 kelahiranh hidup.
`Patogenesis penyebab dari kardiomiopati ini tidak diketahui, beberapa
kemungkinan penyebab diantaranya adalah ; miokarditis, respon imun abnormal
terhadap kehamilan, adaptasi yang salah terhadap perubahan fisiologis pada
kehamilan, peranan sitokin, dan penggunaan tokolitik yang berlebihan. Faktor
keturunan pernah dilaporkan pada beberapa kejadian, faktor risiko lainnya yang
telah diketahui meliputi usia kehamilan yang lanjut, multiparitas, obesitas
kehamilan multiple, preeklamsia, hipertensi kronis dan ras kulit hitam.
Miokarditis sebagai penyebab dari PPCM atas dasar adanya infiltrate
limfositik yang padat, edema miosit, nekrosis dan fibrosis pada biopsy ventrikel
13
kiri pasien dengan PPCM, serta adanya perbaikan klinis dengan menggunakan
imunosupresan, bahkan diduga adanya peranan infeksi virus pada penyakit ini.
Multiparitas merupakan salah satu factor risiko, maka timbul dugaan
adanya pajanan terhadap antigen fetus atau suami yang diikuti oleh respon
inflamasi miokard yang abnormal sebagai penyebab terjadinya penyakit ini.
Selain hal tersebut diatas, stress hemodinamik yang terjadi pada masa
kehamilan diduga memainkan peranan dalam pathogenesis PPCM. Pada masa
kehamilan terdapat beberapa perubahan fisiologis pada system kardiovaskular.
Perubahan fisiologis tersebut oleh beberapa ahli dikatakan menyebabkan
perubahan kontraktilitas dan remodeling otot jantung, bahkan dapat menyebabkan
hipertropi otot ventrikel.
Faktor-faktor lain yang diduga berhubungan dengan kejadian penyakit ini
meliputi penggunaan tokolitik yang lama, sitokin proinflamasi (TNF, IL-1, IL-6),
asupan garam berlebihan, kadar relaksin (hormone yang dihasilkan ovarium
selama kehamilan) yang abnormal, dan defisiensi selenium.
Gejala Klinis
Gejala klinis nya antara lain paroksismal nocturnal dispneu, nyeri dada, batuk di
malam hari, ronkhi di paru, peningkatan tekanan vena jugularis, dan
hepatomegali. Pada mulanya gejala dapat hanya berupa dispneu, kelahan dan
edema perifer, yang semuanya menyerupai gejala-gejala yang terjadi pada
kehamilan normal, sehingga kebanyakan pasien berobat karena komplikasi yang
sudah terjadi seperti gagal jantung kronik.
Ekokardiografi merupakan alat bantu yang sangat penting dalam
mendiagnosa penyakit ini. Melalui ekokardiografi dapat ditemukan penurunan
fungsi sistolik kiri dan dilatasi ventrikel, walaupun secara umum gambarannya
menyerupai penyakit jantung dilatasi non iskemik lainnya.
Prognosis
14
Walaupun gambaran PPCM menyerupai penyakit jantung dilatasi lainnya, namun
penyakit ini memiliki angka pemulihan spontan yang tinggi. Sekitar 50 % pasien
kembali ke kondisi normal dalam beberapa kali tindak lanjut, kebanyakan dalam 6
bulan pertama. Pada sebuah penelitian retrospektif, wanita yang fungsi sistoliknya
kembali normal, pada saat kehamilan berikutnya 21 % mengalami gagal jantung,
namun tanpa komplikasi serius. Di lain pihak, wanita yang mengalami disfungsi
sistolik yang menetap, pada kehamilan berikutnya 19% mengalami kehamilan.
Penatalaksanaan
Pasien dianjurkan untuk melakukan aktivitas semampunya, meskipun demikian
latihan beban dan aerobic tidak dianjurkan selama 6 bulan pertama post partum,
bahkan menyusui pun sebaiknya dihindarkan, bukan hanya untuk mencegah
beban tambahan bagi jantung, namun juga karena obat-obatan yang diminum
dapat masuk ke dalam air susu ibu.
Pengobatan secara umum menyerupai obat-obatan pada penyakit gagal
jantung lainnya, dengan catatan pada saat kehamilan inhibitor ACE dan ARB
dihindarkan karena akibatnya yang buruk terhadap janin.
Mengatasi gejala kongestif dapat digunakan diuretic loop dengan dosis
serendah mungkin, dan dosis digoksin harian yang kecil dapat ditambahkan.
Untuk mengurangi beban afterload dapat digunakan vasodilator seperti hidralazin
dan nitrat. Pada perempuan yang sebelum ditegakkan PPCM sudah
mengkonsumsi beta blocker, maka obat tersebut dapat dengan aman dilanjutkan.
Apabila pasien dalam masa postpartum, ACE inhibitor harus diberikan.
ARB menjadi pertimbangan selanjutnya apabila pasien mengalami batuk yang
sangat mengganggu. Pasien dapat tetap diberikan loop diuretic apabila terdapat
kongesti (untuk mengurangi gejala kongesti). Spironolakton dapat bermanfaat
pada gagal jantung dengan fraksi ejeksi < 40 % (gagal jantung berat). Beta
blocker (karvedilol, bisoprolol atau metoprolol) dapat diberikan bila sudah tidak
ada kongesti.
2.7 Evaluasi Pasien dengan Penyakit Jantung
15
Anamnesa
Pada pasien dengan penyakit jantung yang telah terdiagnosis sebelum
kehamilannya, harus dicari data-data mengenai: usia saat pertama kali diagnosis
ditegakkan, gejala-gejala sebelumnya dan komplikasi yang ada, prosedur
diagnostik sebelumnya termasuk kateterisasi jantung, excercise test (treadmill)
atau ekokardiografi, riwayat pengobatan sebelumnya, riwayat operasi, derajat
kesembuhan, gejala sisa, obat-obat yang dipakai, diet, pembatasan-pembatasan
aktifitas, serta sedapat mungkin didapatkan catatan medis mengenai perawatan
rumah sakit, prosedur diagnostik dan pengobatan sebelumnya.
Pada pasien tanpa riwayat penyakit jantung sebelumnya, harus ditanyakan
mengenai riwayat demam rematik atau penyakit-penyakit lainnya yang
berhubungan dengan penyakit jantung seperti demam scarlet, sistemik lupus
eritematosus, penyakit paru-paru, penyakit ginjal, difteri atau pneumonia, riwayat
perawatan di Rumah sakit dan riwayat operasi besar sebelumnya.
Perlu ditanyakan juga mengenai tanda-tanda dan gejala penyakit jantung
seperti sianosis pada waktu lahir atau waktu aktivitas, “squatting” pada masa
kanak-kanak, infeksi saluran napas berulang, gangguan irama jantung, dispnu
pada saat istirahat atau aktifitas, batuk-batuk lama, hemoptisis, asma, nyeri dada,
riwayat keluarga dengan penyakit jantung dan kelainan-kelainan kongenital.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu dievaluasi mengenai berat badan dan tinggi badan,
kelainan pada wajah, jari-jari dan tubuh yang menunjukkan kelainan kongenital
dan perubahan-perubahan pada kulit seperti sianosis, pucat, angioma, xantelasma,
dan xanthoma. Tekanan darah harus diukur secara hati-hati dengan cuff yang
sesuai, kalau perlu pada kedua lengan dan pada beberapa posisi. Denyut nadi
radial harus dinilai dengan cermat, pada Aorta Insufisiensi dapat dijumpai denyut
yang kollaps (Collapsing pulse), denyut yang lemah pada cardiac output yang
rendah, pulsus alternans atau pulsus paradoksus.
Inspeksi pada kepala dan wajah untuk mencari adanya tanda-tanda kelainan
kongenital, pengukuran JVP dan penilaian denyut karotid dan kelenjar thyroid.
Inspeksi dan palpasi pada dada untuk mencari adanya kelainan bentuk dinding
16
toraks seperti pectus excavatum, precordial bulging, denyut apeks kordis, thrill.
Pada auskultasi perlu dinilai bunyi jantung I, II, III, IV, murmur jantung, opening
snap, gallop dsb. Selanjutnya juga perlu dilakukan pemeriksaan pada paru-paru,
abdomen dan ekstremitas serta sistim-sistim organ tubuh lainnya.
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium rutin, seperti hematologis, kimia darah, gula darah.
2. EKG, bila perlu dapat dilakukan monitor 24 jam.
3. Phonokardiogram, untuk menilai bunyi jantung dan murmur.
4. Ekokardiografi.
5. Lain-lain, seperti kultur tenggorok (throat culture), C-reactive protein, ASTO,
kultur darah.
Diagnosis
Diagnosis biasanya dapat ditegakkan bila ditemukan adanya satu diantara gejala-
gejala berikut :
1. Bising diastolik, presistolik, atau bising jantung terus-menerus;
2. Bising jantung yang nyaring, terutama bila disertai thrill;
3. Pembesaran jantung yang jelas pada gambaran foto toraks;
4. Aritmia yang berat.
Kadang-kadang penyakit jantung dalam kehamilan baru diketahui kalau
sudah terjadi dekompensasio seperti adanya sesak nafas, sianosis, edema atau
ascites.
Penanganan
Pada penderita penyakit jantung diusahakan untuk membatasi penambahan berat
badan yang berlebihan, anemia secepat mungkin diatasi, infeksi saluran
pernafasan atas dan preeklampsia sedapat-dapatnya dijauhkan karena sangat
memberatkan pekerjaan jantung.
Saat-saat berbahaya adalah pada kehamilan 28 – 32 minggu karena
merupakan puncak hemodilusi, partus kala II karena venous return yang
meningkat saat mengedan, dan masa postpartum sebagai akibat kembalinya cairan
tubuh ke dalam sistim sirkulasi sehingga beban jantung bertambah berat.
17
Penanganan ibu hamil dengan penyakit jantung membutuhkan kerja sama
tim yang kompak dan terpadu dari berbagai disiplin ilmu seperti obstetri
ginekologi, kardiologi, ilmu penyakit dalam, dan anestesi.
a. Kelas I dan II
Umumnya penderita dapat meneruskan kehamilan sampai cukup bulan dan
melahirkan pervaginam. Namun tetap harus diwaspadai terjadinya gagal
jantung pada kehamilan, persalinan dan nifas. Faktor pencetus utama
terjadinya gagal jantung adalah endokarditis, oleh karena itu semua wanita
hamil dengan penyakit jantung harus sedapat mungkin dicegah terjadinya
infeksi terutama infeksi saluran napas atas .
Dalam penanganan penyakit jantung selama kehamilan terdapat 4 hal yang
perlu diperhatikan, yaitu :
1. Cukup istirahat ( 10 jam istirahat malam, ½ jam setiap kali setelah makan )
dan hanya pekerjaan ringan yang diizinkan.
2. harus dilakukan pencegahan terhadap kontak dengan orang-orang yang
dapat menularkan infeksi saluran nafas atas, merokok, penggunaan obat-
obat yang memberatkan pekerjaan jantung.
3. Tanda-tanda dini dekompensasio harus cepat diketahui, seperti adanya
batuk, ronki basal, dispnoe dan hemoptoe.
4. Sebaiknya pasien masuk rumah sakit 2 minggu sebelum persalinan untuk
istirahat.
Persalinan biasanya pervaginam, kecuali ada indikasi obstetri untuk
seksio sesarea. Penggunaan teknik analgesia untuk menghilangkan nyeri
persalinan sangat dianjurkan, yang umum dipakai adalah analgesia epidural.
Apabila akan dilakukan seksio sesarea, kebanyakan klinikus menyukai
analgesia epidural namun penggunaan harus hati-hati pada hipertensi
pulmonar. Anestesi umum dengan tiopental, suksinil kolin, N2O dan 30 % O2
juga memberikan hasil yang memuaskan.
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan pada persalinan pervaginam
adalah :
18
1. Ibu harus dalam posisi setengah duduk (kepala dan dada ditinggikan) dan
miring ke kiri.
2. Penolong persalinan harus memberikan pendekatan psikologis supaya ibu
tetap tenang dan merasa aman.
3. Untuk mencegah timbulnya dekompensasio kordis sebaiknya dibuat daftar
pengawasan khusus untuk mencatat nadi dan pernapasan secara berkala
(tanda-tanda vital harus dimonitor diantara tiap his, dalam kala I setiap
10-15 menit dan dalam kala II setiap 10 menit. Apabila terdapat
peningkatan denyut nadi lebih dari 115 x/mt atau peningkatan respirasi
lebih dari 28 x/mt dan disertai dispnu merupakan tanda-tanda dini
kegagalan ventrikel, dan pasien perlu diberikan morfin, digitalis, oksigen
dan diuretik).
4. Bila dibutuhkan oksitosin, berikan dalam konsentrasi tinggi (20 U/ltr)
dengan tetesan rendah dan pengawasan keseimbangan cairan.
5. Nyeri persalinan dapat diatasi dengan pemberian obat seperti Tramadol
100 mg supositoria, pethidin 50 mg IM, atau morphin 10-15 mg IM.
6. Persalinan kala II biasanya diakhiri dengan ekstraksi forseps atau ekstraksi
vakum dan sedapat mungkin ibu dilarang mengedan.
7. Penanganan kala III dilakukan secara aktif, namun pemakaian preparat
ergometrin merupakan kontraindikasi, karena kontraksi uterus yang
dihasilkan bersifat tonik dengan akibat terjadi pengembalian darah ke
dalam sirkulasi sistemik kurang lebih 1 liter.
8. Setelah kala III selesai, harus dilakukan pengawasan yang ketat untuk
mengetahui kemungkinan terjadinya gagal jantung atau edema paru,
karena saat tersebut merupakan saat yang paling kritis selama hamil,
pemasangan gurita dengan kantong pasir di dinding perut dapat dilakukan
untuk mencegah perubahan mendadak sirkulasi (kolaps postpartum).
Dalam kondisi sehari-hari, apabila ditemukan pasien dengan kegagalan
jantung maka penanganan awal harus mencakup langkah-langkah standar
resusitasi, termasuk diantaranya:
Perhatikan airway, breathing dan circulation.
19
Bagi ibu hamil, posisi yang dianjurkan adalah setengah duduk miring ke
kiri, untuk mencegah efek hipotensi akibat penekanan vena cava inferior
oleh uterus gravidarum.
Pemberian Morfin / petidin, β Bloker atau diuretik.
Digitalisasi.
Antibiotika untuk profilaksis terhadap endokarditis.
b. Kelas III dan IV
Bila seorang ibu hamil dengan kelainan jantung kelas III dan IV ada dua
kemungkinan penatalaksanaan yaitu : terminasi kehamilan atau meneruskan
kehamilan dengan tirah baring total dan pengawasan ketat, dan ibu dalam
posisi setengah duduk.
Kelas III sebaiknya tidak hamil, kalau hamil pasien harus dirawat di
Rumah Sakit selama kehamilan, persalinan dan nifas, dibawah pengawasan
ahli penyakit dalam dan ahli kebidanan, atau dapat dipertimbangkan untuk
dilakukan abortus terapeutikus. Persalinan hendaknya pervaginam dan
dianjurkan untuk sterilisasi.
Kelas IV tidak boleh hamil. Kalau hamil juga, pimpinan yang terbaik ialah
mengusahakan persalinan pervaginam.
c. Pengawasan Nifas
Pengawasan nifas sangat penting diperhatikan, mengingat kegagalan jantung
dapat terjadi pada saat nifas, walaupun pada saat kehamilan atau persalinan
tidak terjadi kegagalan jantung. Komplikasi-komplikasi nifas seperti
perdarahan post partum, anemia, infeksi dan tromboemboli akan lebih
berbahaya pada pasien-pasien dengan penyakit jantung.
Sebaiknya penderita penyakit jantung dirawat di rumah sakit sekurang-
kurangnya 14 hari setelah melahirkan dengan istirahat dan mobilisasi tahap
demi tahap serta diberi antibiotika untuk mencegah endokarditis.
Laktasi dibolehkan bagi wanita yang sanggup secara fisik, namun bagi
penderita penyakit jantung kelas III dan IV tetap dilarang untuk menyusui.
Konseling Prakonsepsi, Asuhan Antenatal dan Kontrasespsi
20
Sebagian besar wanita hamil dengan penyakit jantung sudah mengetahui tentang
kelainan jantung yang dialaminya dan biasanya sudah mendapat pengobatan atau
bahkan telah menjalani operasi jantung, jauh sebelum kehamilannya. Oleh karena
itu konseling prakonsepsi memegang peranan penting dalam manajemen penyakit
jantung dalam kehamilan.
Dalam konseling prakonsepsi, kepada calon ibu hamil dan partnernya
harus diberikan penjelasan yang menyeluruh tentang kondisi penyakit jantung
yang dialami dan risiko-risiko yang akan terjadi dalam kehamilannya.
Kepada pasien jantung kelas I dan II yang menginginkan kehamilan, harus
dilakukan optimalisasi kondisi jantung sehingga komplikasi yang dapat terjadi
dapat diminimalisasi. Sedangkan bagi pasien dengan kelas III dan IV dianjurkan
untuk tidak menikah, atau bila menikah dianjurkan menghindari kehamilan.
Apabila telah terjadi kehamilan sangat dianjurkan untuk dilakukan terminasi
kehamilan, sebaiknya sebelum minggu ke 12 dimana risikonya masih minimal.
Kebanyakan pasien juga menginginkan informasi tentang risiko bagi janin
yang dikandung, terutama apakah janinnya akan mengalami penyakit jantung
kongenital juga. Pada ibu hamil dengan penyakit jantung berat, hipoksia berat dan
cardiac output yang rendah sering menyebabkan insiden abortus spontan, lahir
mati, bayi berat lahir rendah atau bayi dengan kelainan kongenital lain.
Pada asuhan antenatal, penting sekali diupayakan supaya ibu mendapat
istirahat yang cukup, sekurang-kurangnya 8-10 jam, dan istirahat baring sekurang-
kurangnya ½ jam setiap kali setelah makan dengan diit rendah garam, tinggi
protein, dan pembatasan masuknya cairan. Kenaikan berat badan yang berlebihan
juga harus diwaspadai, dan total kenaikan berat badan sebaiknya tidak melebihi
12 kg. Untuk mencegah peningkatan volume darah yang berlebihan dapat
diberikan diuretik. Aktivitas fisik harus dibatasi oleh karena pada wanita hamil
dengan penyakit jantung biasanya tidak dapat meningkatkan cardiac output seperti
pada orang normal sehingga jaringan akan mengambil lebih banyak oksigen dari
darah arteri dengan akibat aliran darah uteroplacenta akan berpindah ke organ-
organ lain.
Status hemodinamik juga harus dipantau secara teratur dan peningkatan
tekanan darah seperti pada preeklampsia harus dihindari. Pada setiap kunjungan
21
harus ditentukan kelas fungsional pasien, apabila terjadi dekompensasio kordis
maka pasien digolongkan dalam satu kelas lebih tinggi.
Pemberian suplementasi besi dan asam folat secara dini dan teratur dapat
mencegah anemia yang memperberat kerja jantung. Juga harus dilakukan
pencegahan terhadap infeksi yang dapat mencetuskan terjadinya gagal jantung.
Pemeriksaan antenatal dilakukan 2 minggu sekali dan setelah kehamilan
28 minggu, seminggu sekali.
Konseling tentang kontrasepsi selama konseling prakonsepsi harus
mencakup keseluruhan informasi tentang metode kontrasepsi yang tersedia serta
efek samping yang dapat ditimbulkan. Secara umum preparat hormonal kurang
disukai, oleh karena resiko tromboemboli yang dapat terjadi. Namun pemberian
prep arat progestin parenteral masih dianjurkan.
22