jurnal kedokteran dan kesehatan
TRANSCRIPT
Kejadian Berat Badan Lahir Rendah Bayi Di RS Koja Tahun 2015 Fatimah dan Siti Nurhasiyah Jamil Hubungan Faktor Risiko Dengan Kelahiran Makrosomia Pada Ibu Bersalin Di Rumah Sakit Umum Daerah (Rsud) Koja, Jakarta Utara Periode Tahun 2013-2015 Elli Hidayati dan Retno Mulyaningsih Hubungan Faktor Risiko Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Kecamatan Cilincing Jakarta Utara Tahun 2016. Hamidah dan Riri Alviani Cyntia Pengaruh Pemahaman Ibu Tentang Gizi Balita Terhadap Tumbuh Kembang Balita Tahun 2016 Hirfa Turrahmi Faktor – faktor yang memengaruhi status kelengkapan imunisasi pada ibu yang memiliki bayi umur 10-12 bulan di Puskesmas Cilincing, Jakarta Utara tahun 2016
Fakhriah dan Patmawati Hapandri Pengaruh Perubahan Alat Pemipih Tangkil Terhadap Nyeri Tangan Pada Pekerja Industri Emping Di Banten Maria Eka Putri Hubungan Inflammatory Bowel Disease Dengan Kanker Kolorektal Sugiarto Penyakit Kulit Frambusia Heryanto Implementasi Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja Di Safira Laundry Saprita Aliance dan Maria Eka Putri
J. Kedokteran.
Kesehatan. Vol. 12 No. 3 Hlm. 1-83
Edisi
Suplemen
Jakarta
November 2016
ISSN 0216-3942
JURNAL
KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
Daftar Isi Kejadian Berat Badan Lahir Rendah Bayi di RS Koja Tahun 2015 1-6 Fatima dan Siti Nurhasiyah Jamil Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil di Puskesmas Kecamatan Cilincing Jakarta Utara Tahun 2016. 7-12 Hamidah dan Riri Alviani Cyntia Hubungan Faktor Risiko dengan Kelahiran Makrosomia Pada Ibu Bersalin Di Rumah Sakit Umum Daerah (Rsud) Koja, Jakarta Utara Periode Tahun 2013-2015 13-22 Elli Hidayati dan Retno Mulyaningsih Faktor – Faktor yang memengaruhi Status Kelengkapan Imunisasi pada Ibu yang memiliki Bayi Umur 10-12 Bulan di Puskesmas Cilincing, Jakarta Utara tahun 2016 23-28 Fakhriah dan Patmawati Hapandri Pengaruh Pemahaman Ibu Tentang Gizi Balita terhadap Tumbuh Kembang Balita Tahun 2016 29-36 Hirfa Turrahmi Pengaruh Perubahan Alat Pemipih Tangkil terhadap Nyeri Tangan Pada Pekerja Industri Emping Di Banten 37-47 Maria Eka Putri Penyakit Kulit Frambusia 48-59 Heryanto Hubungan Inflammatory Bowel Disease dengan Kanker Kolorektal 60-73 Sugiarto Implementasi Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Safira Laundry 74-83 Saprita Aliance dan Maria Eka Putri
Jurnal KEDOKTERAN
DAN KESEHATAN ISSN 0216-3942
Volume 12, Nomor 3 November 2016
Susunan Redaksi
Penanggung Jawab
dr. Slamet Sudi Santoso, M.Pd.Ked (Dekan FKK UMJ)
Penasehat
dr. Amir Syafruddin, M.Med.Ed (Wakil Dekan I)
Pimpinan Redaksi
Tria Astika Endah Permatasari, SKM, MKM.
Redaksi Pelaksana
Asry Novianty, SST., MKM.
Anggota Redaksi
Lukman Effendi, S.Sos., M.Kes
dr. Jekti Teguh Rochani, Sp.MK, MS
Staf Pemasaran
Yuanita Sinta, SKM
Mitra Bestari pada edisi ini:
Prof. Dr. dr. Armen Muchtar, Sp.FK (FKK Universitas Muhammadiyah Jakarta)
Prof. Dr. dr. Abdul Razak Thaha, M.Sc (FKM Universitas Hasanuddin)
Dr.dr. Ferial Hadipoetro Idris, Sp.RM (K)., M.Kes.(FKK Universitas Muhammadiyah Jakarta)
Dr. Suherman, S.Pi, M.Sc (FKK Universitas Muhammadiyah Jakarta)
dr. Nur Asikin, MD.Ph.D (FKK Universitas Muhammadiyah Jakarta)
dr. Muhammad Fachri, Sp.P (FKK Universitas Muhammadiyah Jakarta)
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Diterbitkan oleh Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta, dengan frekuensi
penerbitan setiap 6 bulan sekali, dimaksudkan sebagai wadah publikasi hasil penelitian dan tulisan ilmiah
sivitas akademika Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta (FKK-UMJ).
Redaksi berhak memeriksa dan mengedit tulisa yang akan dimuat tanpa merubah maksud dan isinya. Tulisan
diketik 1,5 spasi dengan minimal 8 halaman dan maksimal 15 halaman.
PEDOMAN BAGI PENULIS
1. Jurnal kedokteran dan kesehatan merupakan jurnal publikasi ilmiah yang memuat naskah di
bidang ilmu kedokteran dan kesehatan.
2. Naskah yang diajukan dapat berupa artikel peelitian, artikel telaah, laporan kasus, editorial,
dan surat kepada redaksi
3. Jenis Naskah:
a. Artikel Penelitian
Artikel penelitian asli dalam ilmu kedokteran dan kesehatan.Format artikel penelitian
terdiri judul, abstrak, pendahuluan, metode, hasil, diskusi, simpulan, saran, dan daftar
pustaka. Komponennya sebagai berikut:
Judul dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris ditulis maksimal 15 patah kata
Identitas penulis ditulis dibawah judul memuat nama, alamat korespondensi, nomor
telepon, dan email.
Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris maksimal 250 kata, dalam
satu alinia mencakup masalah, tujuan, metode, hasil, disertai dengan 3-5 kata kunci.
Pendahuluan berisi latar belakang, tinjauan pustaka secara singkat dan relevan serta
tujuan penelitian
Metode meliputi desain, populasi, sampel, sumber data, teknik/instrument
pengumpulan data, dan prosedur analisis data.
Hasil adalah temuan penelitian yang disajikan tanpa pendapat.
Diskusi menguraikan secara tepat dan argumentatif hasil penelitian dengan teori dan
temuan terdahulu yang relevan.
Simpulan menjawab masalah penelitian tidak melampaui kapasitas temuan.
Saran mengacu pada tujuan dan simpulan berbentuk narasi, logis, dan tepat guna.
b. Artikel Telaah
Artikel yang mengulas berbagai hal mutakhir.Format yang digunakan untuk artikel
telaah terdiri atas judul, abstrak, pendahuluan, isi, dan daftar pustaka.
c. Laporan Kasus
Artikel mengenai kasus dalam bidang ilmu kedokteran dan kesehatan yang perlu
disebarluaskan.Format laporan kasus terdiri atas judul, abstrak, pendahuluan, kasus,
diskusi, dan daftar pustaka.
d. Editorial
Membahas berbagai masalah kedokteran dan kesehatan yang menjadi topik hangat di
kalangan kedokteran dan kesehatan.
e. Surat kepada Redaksi
Sarana komunikasi pembaca dengan redaksi dan pembaca lain yang dapat berisi
komentar, sanggahan, atau opini mengenai isi artikel Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
sebelumnya atau usulan untuk selanjutnya.
4. Halaman Judul
Halaman Judul berisi judul artikel, nama penulis dengan gelar lengkap, lembaga afiliansi
penulis, nama dan alamat korespondensi, nomor telepon, nomor faksimili, serta alamat e-
mail. Judul artikel singkat dan jelas.
5. Abstrak dan Kata Kunci
Abstrak untuk setiap artikel ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Abstrak
maksimal 200 kata, dalam satu alinea mencakup masalah, tujuan, metode, hasil, dan diskusi,
disertai 3-5 kata kunci.
6. Tabel
Tabel diketik 1 spasi dan diberi nomor urut sesuai penampilan dalam teks.Jumlah maksimal
6 tabel dengan judul singkat.
7. Gambar
Gambar yag pernah dipublikasi harus diberi acuan. Gambar harus diberi nomor urut sesuai
dengan pemunculan dalam teks.Jumlah gambar maksimal 6 buah.
8. Petunjuk Umum
Naskah maksimal 20 halaman A4 spasi ganda, ditulis dengan program komputer Microsoft
Word dan pdf, softcopy artikel dikirim via email atau dalam CD dan 1 (satu) eksemplar
dokumen tertulis melalui pos disertai surat pengantar, biodata, dan surat bebas plagiat yang
ditandatangani penulis bermaterai 6000 dan artikel akan dikembalikan jika ada permintaan
tertulis.
9. Daftar Pustaka
Rujukan sesuai aturan Vancouver, urut sesuai dengan pemunculan dalam keseluruhan teks,
dibatasi 25 rujukan dari terbitan maksimal 10 tahun terakhir dan diutamakan rujukan jurnal
terkini. Rujukan diupayakan dari jurnal dan maksimal 20% dari buku ajar. Cantumkan nama
belakang penulis dan inisial depan. Maksimal 6 orang, selebihnya diikuti “dkk (et al)”.
Huruf pertama judul acuan ditulis dengan huruf capital, selebihnya dengan huruf kecil,
kecuali nama orang, tempat, dan waktu. Judul tidak boleh digaris bawah dan ditebalkan
hurufnya.
Contoh bentuk referensi:
Artikel Ilmiah Penulis Individu:
Naftassa Z. Patogenitas entamoeba pada penderita amebiasis dengan dan tanpa
HIV/AIDS.Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. 2012; 8 (1): 16-23
Artikel Jurnal Penulis Organisasi:
Diabetes Prevention Program Research Group. Hypertension, insulin, and proinsulin in
participant with inpaired glucose tolerance, Hypertension. 2002; 40 (5): 679-86.
Buku yang ditulis Individu:
Murray PR, Rosenthal KS, Kobayashi GS, Pfaller MA.Medical microbiology. 4th ed. St.
Lois: Mosby; 2002.
Buku yang ditulis Organisasi dan Penerbit:
Royal Adelaide Hospital; University of Adelaide, Departement of Clinical
Nursing.Compendium of nursing research and practice development, 1999-2000. Adelaide
(Australia): Adelaide University; 2001.
Bab dalam Buku:
Meltzer PS, Kallioniemi A, Trent JM. Chromoso-me alterations in human solid tumor. In:
Vogelstein B, Kinzler KW, editors. The genetic basis of human cancer. New York: McGraw-
Hill; 2002.p.93-113.
Materi Hukum atau Peraturan:
Regulated Health Professions Act, 1991, Stat. Of Ontario, 1991 Ch.18, as amended by 1993,
Ch. 37: office consolidation. Toronto: Queen’s Printer for Ontario; 1994.
CD-ROM:
Anderson SC, Poulsen KB. Anderson’s electronic atlas of hematology [CD-ROM].
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2002.
Artikel Jurnal di Internet:
Abood s. Quality improvement initiative in nursing homes: the ANA acts in an advisory role.
Am J Nurs [serial on the Internet]. 2002 Jun [cited 2002 Aug 12]; 102 (6); [about 3 p.].
available from: http://www.nursingword.org/AJN/2002/june/Wawatch.htm.
Buku di Internet:
Foley KM, Gelband H, editors. Improving palliative care for cancer [monograph on the
Internet]. Washington: National Academy Press; 2001 [cited 2002 Jul 9]. Available from:
http://www. nap.edu/books/0309074029/html/.
Ensiklopedia di Internet:
A.D.A.M. medical encyclopedia [Internet]. Atlanta; A.D.A.M., Inc.; c2005 [cited 2007 Mar
26]. Available from:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/encyclopedia.html.
Situs Internet: Canadian Cancer Society [homepage on the Internet]. Toronto: the Society; 2006 [ update
2006 May 12; cited 2006 Oct 17]. Available from: http://www.cancer.ca/.
Alamat Redaksi:
Unit Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Jl. KH Ahmad Dahlan, Cirendeu, Ciputat
Tangerang Selatan, 15419
Telp: (021) 90523980, Mobile: 081291837183
e-mail: [email protected] atau [email protected]
61
Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, Edisi Suplemen 2016
Hubungan Inflammatory Bowel Disease Dengan Kanker Kolorektal
Sugiarto Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
Abstrak
Penyakit radang kronik sering dikaitkan dengan peningkatan resiko terkena kanker. Resiko ini
terlihat nyata pada salah satu penyakit inflamasi kronik dari system digestive yaitu Inflammatory
Bowel Disease (IBD) dimana colitis kronik atau radang kolon menetapa berhubungan erat dengan
resiko terjadinya keganasan di region kolorektal. Resiko kanker kolorektal ini terjadi pada setiap
kasus Kolitis Ulseratif dengan besar factor resiko menjadi sebesar 2 % setelah 10 tahun, 8% setelah
20 tahun dan 18 % setelah terkena penyakit selama 30 tahun. Perubahan mikroskopik berupa
dysplasia merupakan akibat lebih lanjut dari proses peradangan kronik yang selanjutnya menjadi
pencetus terjadinya Adenokarsinoma atau Karsinoma pada penderita colitis ulseratif dan penyakit
Crohn. Perubahan pada tingkat molekuler merupakan dasar dari pathogenesis mutasi gen pada
tingkat inti sel dimana melalui reaksi yang rumit dan cukup lama sehingga terjadi perubahan
menjadi tidak normal (dysplasia), misalkan pada penyakit IBD (inflammatory Bowel disease)
sehingga perubahan dysplasia epithelial menjadi tonggak pengetahuan yang mengikuti
perkembangan lebih terfokus secata patologi omolekuler.
Kata kunci : IBD, penyakit Crohn, Kolitis ulseratif, sitokin inflammasi, TNF-α, NF-ⱪB
Relations Inflammatory Bowel Disease with Colorectal Cancer
Abstract
Chronic inflammatory diseases are often associated with an increased risk of cancer. This risk is
evident in one of the chronic inflammatory disease of the digestive system that is Inflammatory
Bowel Disease (IBD) in which chronic colitis or inflammation of the colon menetapa closely
associated with the risk of malignancy in colorectal region. The risk of colorectal cancer occur in
every case of Ulcerative Colitis with major risk factors amounted to 2% after 10 years, 8% after 20
years and 18% after exposure to the disease for 30 years. Microscopic changes in the form of
dysplasia is a further consequence of chronic inflammatory process which then trigger the
occurrence of adenocarcinoma or carcinoma in patients with ulcerative colitis and Crohn's disease.
Changes at the molecular level is the basis of pathogenesis gene mutations at the level of the cell
nucleus where through a complicated reaction and long enough so that there is a change to be
abnormal (dysplasia), eg in inflammatory bowel disease (inflammatory bowel disease) so that
changes dysplasia epithelial milestone knowledge to follow more focused development secata
omolekuler pathology.
Keywords: IBD, Crohn's disease, ulcerative colitis, inflammatory cytokines, TNF-α, NF-ⱪB
Korespondensi: Sugiarto, Program Studi Pendidikan Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta Jalan KH. Ahmad Dahlan, Cirendeu, Ciputat, Tangerang Selatan 15419,
Mobile : 081310823074, Email : [email protected]
62
Sugiarto, Hubungan Inflammatory Bowel Disease Dengan Kanker Kolorektal
Pendahuluan
Inflammatory Bowel Disease (IBD)
berdasarkan kepustakaan yang ada dibagi
menjadi 2 penyakit ini ditemukan di seluruh
dunia,terutama di negara-negara barat. Di
negara-negara Eropa (Barat), Insiden penyakit
ini mencapai 4-12 per 100.000 penduduk/
tahun. Di Amerika insiden penyakit ini
mencapai angka kesankitan / prevalensi
sebesar 1.4 juta orang dengan estimasi biaya
yang dikeluarkan sebesar 2 milyar Dollar
Amerika.
Di Indonesia belum didapatkan angka
pasti dari kejadian IBD karena kasus-kasus
penyakit ini jarang ditemukan dan kurang
mendapat perhatia oleh para tenaga medis.
Hal ini mengakibatkan terapi terhadap
penyakit ini juga tidak efektif atau tidak tepat
yang disebabkan kesalahan dalam
mendiagnosis penyakit IBD. Akan tetapi
dalam decade terakhir ini sudah mulai lebih
sering ditemukan kasus-kasus yang termasuk
dalam kelompok IBD dimana masyarakat
yang berobat ke Dokter dengan gejala dan
tanda-tanda yang termasuk dalam kategori
penyakit IBD meningkat disertai fasilitas
peralatan diagnostic maupun prasarana yang
lebih memadai atau lebih modern yang telah
tersedia ata lebih baik. Penyakit IBD lebih
sering diderita oleh kaum wanita daripada
laki-laki dan ditemukan pada semua usia
tetapi biasanya lebih dominan pada usia
dewasa muda.
Pasien-pasien dengan IBD mempunyai
resiko lebih tinggi menjadi suatu malignansi
atau keganasan kolorektal. Eaden et.al
menunjukkan adanya peningkatan angka
kejadian IBD 2%, 8% dan 18% setelah kurun
waktu 10 tahun, 20 tahun dan 30 tahun untuk
menjadi keganasan kanker kolorektal pada
kasus-kasus colitis ulseratif.2 Sedangkan
penelitian oleh Jess et .al menemukan
peningkatan insiden kanker kolorektal dengan
ratio 1;9 jika diperbandingkan antara colitis
ulseratif dengan Crohn’s Disease.
Meskipun angka kejadian IBD yang
berkembang menjadi kanker kolorektal hanya
mencapai1-2 % dari semua karsinoma
kolorektal, akan tetapi penyakit IBD lebih
sering menyebabkan kematian pada
penderitanya.4 Penyakit IBD yang
berkembang menjadi kanker kolorektal
memiliki karakteristik dan gambaran yang
mengarah pada perkembangan melalui
serangkaian kejadian berupa “ inflammasi-----
displasia------karsinoma” yang berbeda
dengan kejadian dengan proses kejadian
kanker sporadic dengan jenis karsinoma biasa
yang ditandai oleh timbulnya lesi yang
disebut “Adenoma----Karsinoma.
Terminology dari dysplasia keras atau
multifocal dysplasia ringan merupakan tanda
yang terdapat pada seluruh permukaan epitel
mukosa kolon atau saluran cerna yang
terpapar oleh proses inflamasi kronik dan
memiliki peningkatan resiko kejadian yang
berkembang menjadi keganasan/kanker.
63
Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, Edisi Suplemen 2016
Oleh karena itu untuk pencegahan
kejadian dari penyakit IBD yang berkembang
menjadi penyakit kanker/karsinoma
kolorektal ini maka perlu sekali dilakukan
pengawasan / kontrol rutin dan berkala yang
bertujuan mendeteksi secara dini kejadian
perkembangan menjadi dysplasia atau
prekanker / awal kanker kolorektal disertai
usaha peningkatan pemahaman yang
berkaitan dengan penyebab-penyebab yang
berpengaruh pada penanganan klinis.
Etiologi
Patofisiologi penyakit IBD melibatkan
interkasi yang kompleks antara factor genetic,
lingkungan dan factor imunologik. Beberapa
faktor predisposisi terjadinya IBD adalah:
A. Faktor Genetik
Penderita Inflammatory Bowel
Disease mempunyai faktor predisposisi
genetik yang berkisar 5-10% individu
akan diturunkan diturunkan pada anggota
keluarganya. Sebesar 75% pada seluruh
anggota akan menderita penyakit Crohn
dan/atau semuanya menderita penyakit
colitis ulseratif. Penelitian epidemiologi
lain menunjukkan bahwa 25% penderita
IBD memiliki riwayat keluarga dengan
IBD. (penulis lain 10-25%). Pada kembar
monozigot peluang untuk Penyakit Crohn
sekitar 42%-58% dan peluang untuk
Kolitis Ulserativa sekitar 6%-17%. Pada
kembar dzigot hanya 4% menderita
penyakit Crohn sedangkan yang terkena
Kolitis ulseratif lebih dominan.
Gambar 1. Mekanisme patofisiologi terjadinya inflammatory Bowel Disease.
Sampai saat ini telah ditemukan
beberapa kelainan kromosom yang
berhubungan dengan Penyakit Crohn dan
Kolitis Ulserativa atau keduanya.
64
Sugiarto, Hubungan Inflammatory Bowel Disease Dengan Kanker Kolorektal
Beberapa penelitian telah menemukan
sejumlah lokus genetic yang rentan dan
berpotensial menjadi IBD. Kromosom 16
(gen IBDI) atau gen CARD15
berhubungan dengan Penyakit Crohn.
Perinuclear antinetrophil antibody
(pANCA) ditemukan pada 70% penderita
Kolitis Ulserativa. Kromosom 5 (5q31), 6
(6p21 dan 19p) sering ditemukan pada
penderita IBD.
B. Faktor Lingkungan
Sejumlah penelitian membuktikan
bahwa lingkungan memegang peranan
penting dalam perkembangan dan
pertumbuhan penyakit IBD yang kronik
menjadi prekanker sampai kanker
kolorektal. Perubahan lingkungan akan
menyebabkan perkembangan system
kekebalan mukosa atau melibatkan flora
enteral termasuk perubahan higienis,
mengkomsumsi makananan yang tidak
terkontaminasi bakteri, vaksinasi pada
anak-anak serta peningkatan usia pada
anak-anak saat pertama sekali terpapar
bakteri pathogen intestinal.
Beberapa agen infeksius diduga
sebagai penyebab IBD. Akan tetapi,
isolasi agen infeksius dari jaringan IBD
tidak dapat membuktikan hubungan
antara agen infeksius sebagai etiologi
IBD karena pada IBD sering disertai
koloni bakteri oportunistik pada mukosa
yang mengalami inflamasi. Selain itu
pemberian antibiotika tidak
mempengaruhi perjalanan penyakit IBD.
Sampai ini belum ada data mengenai
transmisi secara epidemik agen infeksius
pada IBD. Faktor lingkungan lain yang
diduga pencetus IBD adalah stres
psikososial, faktor makanan, seperti
pajanan susu sapi atau food additives,
asupan serat kurang dan zat toksin
lingkungan.
Factor host itu sendiri berperan
pada ketahanan mukosa melalui
ketahanan permeabelitas membrane
intestinal itu sendiri yang selanjutnya
berpengaruh pada pathogenesis dari
penyakit Crohn. Misalkan kasus yang
pernah menjalani apendiktomi usia lebih
muda(sebelum usia 20 tahun, sering
menunjukkan penurunan resiko menjadi
colitis ulseratif.
C. Faktor Imunologi
Kelainan respon kekebalan telah
diduga mempunyai peranan dalam
patogenesis IBD. Pada IBD, setelah
pajanan primer oleh antigen, sistem
kekebalan akan mengalami kelainan
regulasi yang bersifat menetap dan
bertindak sebagai lingkaran setan yang
mengakibatkan proses inflamasi. Sel T
helper/CD4+ mempunyai peran penting
dalam kelainan regulasi sistem kekebalan
pada IBD. Sel Th1 menghasilkan
interleukin (IL)-2, interferon (INF)-g, dan
65
Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, Edisi Suplemen 2016
tumor necrosis factor (TNF)-a yang
merangsang reaksi hipersensitifitas tipe
lambat. Sel Th1 dan sitokin yang
dihasilkan akan merangsang aktivasi
makrofag dan pembentukan granuloma,
merupakan gambaran histologi yang
sering ditemukan pada Penyakit Crohn..
Sebaliknya, sel Th2 menghasilkan sitokin
seperti IL-4. IL-5, Il-6 dan Il-10, akan
merangsang antibody-mediated immune
respons. Hal ini akan mengakibatkan
kerusakan jaringan oleh aktivasi antibodi
dan komplemen lebih sering ditemukan
pada Kolitis Ulserativa.
Beberapa penelitian telah
membuktikan kelainan autoimun dengan
adanya antibodi, immune-complex
complement atau aktifitas limfosit
terhadap mukosa kolon, namun semua
fenomena ini tidak berlangsung secara
konsisten dan tidak berhubungan dengan
perjalanan penyakit. Selain itu, adanya
kerusakan sel mukosa tanpa disertai
adanya agen eksogen spesifik, dan respon
terhadap pemberian kortikosteroid dan
obat imunosupresif mendukung
kemungkinan mekanisme kelainan
kekebalan. Pada Kolitis Ulserativa
ternyata berhubungan dengan prevalens
atopi keluarga, dan umumnya disertai
dengan kelainan ekstraintestinal seperti
eritema nodusum, artritis, dan uveitis.
Akan tetapi, sampai saat ini masih
belum dapat dibuktikan apakah kelainan
kekebalan tersebut mempunyai peranan
primer atau sekunder pada patogenesis
IBD. Diduga, kelainan kekebalan
poligenik, yang menjelaskan manifestasi
klinis yang beragam pada IBD. Sistem
kekebalan humoral lokal saluran
gastrointestinal pada IBD diduga
mempunyai kelainan. Pada periode
neonatus, defisiensi immunoglobulin A
(IgA) sekretori atau fungsi barier mukosa
yang imatur akan menyebabkan
meningkatnya permeabilitas terhadap
protein-protein di lumen usus yang
bersifat antigenik, sehingga terjadi
peningkatan pajanan terhadap
makromolekul dan sensitasi sistem
kekebalan saluran pencernaan terhadap
antigen, bakteri atau alergen makanan
dan perubahan sekresi dan komposisi
mukus. Pendapat lain mengatakan bahwa
local gut associated lymphoid tissue
mengalami sensitasi terhadap antigen,
kemudian membentuk tahapan/dasar yang
kemudian hari teraktivasi oleh pajanan
cross-reacting antigents melalui respon
imun antibody-dependent cell-mediated.
D. Integritas Epitel
Kelainan barier epitel mukosa akan
menyebabkan peningkatan pajanan
antigen terhadap sistem kekebalan traktus
gastrointestinal diduga sebagai faktor
inisial pada IBD. Pada Penyakit Crohn
dijumpai adanya gangguan integritas
66
Sugiarto, Hubungan Inflammatory Bowel Disease Dengan Kanker Kolorektal
mukosa yang menyebabkan
meningkatnya permeabilitas terhadap
protein-protein dilumen usus yang
bersifat antigenik, sehingga terjadi
perubahan sekresi dan komposisi mukus.
Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan
antibodi spesifik terhadap protein susu
sapi, produk-produk bakteri enterik, dan
protein luminal pada penderita Penyakit
Crohn.
Penyakit Crohn
Penyakit Crohn merupakan suatu
penyakit radang kronik idiopatik dan sering
mengenai ileum terminal dan sekum tetapi
dapat mengenai bagian lain dari traktus
gastrointestinal mulai dari mulut sampai anus.
Penyakit Crohn banyak ditemukan di negara-
negara Barat dan sedikit di negara Asia dan
Afrika.Biasanya diderita oleh usia dewasa
muda dan lebih banyak mengenai wanita
daripada pria. Kolitis Crohn sering terlambat
didiagnosis sampai setelah gejala
Nampak.Biasanya daerah yang terkena
beberapa segmen yang terpisah-pisah (skip
lesion).
Peradangan pada penyakit ini terdapat
pada seluruh otot disertai
stenosis,periintestinal abses atau fistula.
Pembagian penyakit Crohn dalam klasifikasi
menjadi peradangan,striktura,dan sub tipe
perforasi dapat memprediksi pengobatan yang
akan diberikan.
Pasien sering mengeluh sakit pada
perut yang berulang, diare atau sebaliknya
sulit buang air besar, kadang disertai tidak
nafsu makan, berat badan menurun, dan
pendarahan dari anus yang disebabkan radang
kolon.
Mikroskopik
Perubahan arsitektur menjadi gambaran
yang khas pada colitis Crhon, terdapat fokus-
fokus atau segmental ulserasi, distorsi
kelenjar, bercabang ataupun memendek
sehingga tidak mencapai muskularis mukosa,
peningkatan jumlah sel plasma, limfosit,
makrofag, eosinophil dan neutrophil pada
dinding usus. Mukosa dan submukosa
melebar dengan limfangiektasis.
Terdapat fisura dalam dengan celah
knife-like sepanjang dinding usus, sinus yang
dalam meluas mencapai lapisan muskularis
propria disertai peradangan pada bagian
superfisialis menunjukkan adanya penyakit
Crohn. Peradangan transmural, penebalan
dinding hingga fibrotik, hiperplasia neuronal,
serta peradangan serosal (granuloma tanpa
perkejuan dan nodul limfoid).
Kolitis Ulseratif
Kolitis ulseratif merupakan penyakit
radang kronik usus dan terbtas pada kolon.
Peradangan bersifat menyeluruh dan terus
menerus pada seluruh bagian tetapi terbatas
pada mukosa.
67
Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, Edisi Suplemen 2016
Colitis ulseratif kebanyakan mengenai
usia muda tetapi saat ini terdapat peningkatan
dimana penyakit ini dapat ditemukan pada
segala usia dan berbagai kelompok suku.
Kejadian ini dihubungkan dengan merokok
dan colitis ulseratif yang berulang juga
disebabkan karena merokok.
Pasien mengeluhkan gejala diare yang
disertai rasa keram perut pada saat defekasi,
kotoran mengandung darah dan lender. Sering
ada nyeri di perut bagian kiri, hilang setelah
defakasi dan penderita mengeluh karena
tenesmus. Pada diare akut yang berdarah
dapat disertai suatu colitis berat dengan suhu
tubuh yang meningkat, anoreksia, mual dan
vomitus.
Makroskopik
Perluasan penyakit colitis ulseratif
dimulai di rectum sebagai radang yang difus
(distal) dan terus berlanjut naik ke bagian
proksimal dan seluruh kolon akan terkena.
Daerah ileum secara umum tidak terkena
kecuali daerah kecilnya “backwash ileitis”.
Pada permukaan dalam mukosa
tampak hiperemis secara menyeluruh terlihat
pada keadaan ringan, sedangkan mukosa
ulseratif ditemukan pada keadaan yang
sedang atau berat, dinding usus menjadi tipis
dan dapat menyebabkan perforasi. Pada
daerah non ulseratif, mukosa akan terlihat
seperti multiple pseudopolip (terbentuk dari
suatu proses regeneratif).
Pada permukaan dalam terdapat pola
cosbblestoned, jalur railroad yang panjang.
Perubahan arsitektur menjadi gambaran yang
khas pada kolit
Mikroskopik
Karakteristik kolitis ulseratif ditandai
dengan perdangan primer terbatas pada
mukosa, tetapi kadang kala meluas sampai
submukosa. Derajat variasi aktivitas
peradangan (neutrofilik) akan berlebihan pada
keadaan kronik pada lamina propria, dan
menyebabkan pola arsitektur yang tidak
normal seperti kripta bercabang, jarak yang
melebar antara dasar kelenjar dengan
muskularis mukosa. Ditemukan ulserasi
permukaan, infiltrasi neutrophil pada epitel
kelenjar, deplesi musin dan metaplastik sel
panet.
Komplikasi Kanker Pada Idb
Pasien dengan IDB memiliki resiko
untuk berkembang menjadi karsinoma
gastrointestinal, termasuk adenokarsinoma
kolorektal. Angka kejadian karsinma
diperkirakan 10-20 kali lebih banyak pada
usus kecil dan 4-20 kali lebih banyak pada
usus besar dari keseluruhan populasi. Kanker
mengenai 4,8% pasien penyakit Crohn dan
11,2 % pasien Kolitis ulseratif.
Kebanyakan kanker berkembang setelah
8 tahun menderita penyakit IDB (75% pada
penyakit Crohn, 90% pada colitis ulsertaif).
Rata-rata waktu didiagnosis karsima diatas
68
Sugiarto, Hubungan Inflammatory Bowel Disease Dengan Kanker Kolorektal
10-20 tahun lebih awal daripada karsinoma
tanpa IDB.
Dysplasia sebagai suatu petanda dari
karsinoma
Telah dikatakan sejak awal melalui
beberapa penelitian bahwa dysplasia
meurpakan pencetus terjadinya kanker pada
penderita colitis ulseratif dan penyakit Crohn.
Gambaran histologiknya pada lesi polipid,
dysplasia juga dapat ditemukan pada sediaan
biopsy. Hubungan yang kuat dapat terjadi
pada dysplasia keras dengan kejadian kanker
kolorektal, semakin keras dysplasia semakin
dekat hubungannya untuk menjadi karsinoma
invasive. Karsinoma jarang terjadi pada area
dengan dysplasia ringan.
Penemuan dysplasia ringan atau
dysplasia keras mengindikasikan kolon
berada pada resiko tinggi berubah menjadi
ganas, meskipun waktu perubahannya dapat
bervariasi. DALM/Dysplasia-associated
Lessions or Masses sudah pasti menjadi
indikasi untuk suatu karsinoma. Pada gambar
7 diperlihatkan dysplasia ringan dan dysplasia
keras.
Perubahan Molekular Berhubungan
Dengan Perkembangan Kanker Kolorektal
Pada Idb
Perkembangan kanker pada IDB
melewati banyak langkah dan molecular yang
tidak normal telah ditemukan dengan baik
pada penyakit Crhn dan colitis ulseratif.
Keterlibatan sejumlah genetic yang terdapat
pada dysplasia dan karsinoma meningkat pada
pasien IDB. Abnormalitas molekuler juga
terjadi pada mukosa tetapi terlalu jelas pada
keadaan dysplasia, didugaidentifikasi tersebut
akan dapat lebih memprediksi peningkatan
resiko kanker pada pasien IDB. Hal ini
melibatkan banyak gen yang sama seperti
pada kolorektal sporadik.
Perubahan molecular terjadi pada delesi
alel, instabilitas mikrosatelit, pemendekan
telomere, mutasi SMAD2, SMAD4 dan gene
p53. Mutasi K-ras, gen APC, ekspresi
berlebih dari myc dan DPC4 lebih sering pada
IDB berhubungan dengan neoplasia daripada
sporadik kanker kolorektal. Gambaran kanker
kolorektal pada penderita IDB sama dengan
kanker koloraktal non colitis.
Stimulus inflamasi kronik, seperti
inflammatory bowel disease (IDB) awalnya
menghasilkan respons Th1 sitokin
proinflamtorik. Tumor necrosis factor (TNF-
α) merupakan suatu sitokin pro inflamatorik
yang penting pada inflamasi yang disekresi
terutama oleh makrofag.9,11 TNF mempunyai
kemampuan untuk inisiasi apoptosis tumor,
namun terdapat banyak bukti yang
menunjukkan bahwa TNF juga diproduksi
oleh kanker dan dapat berfungsi sebagai
promoter tumor endogen.
TNF dapat menyebabkan sinyal survival
pada sel kanker, meningkatkan konsentrasi
regulator siklus sel dan menurunkan level
inhibitor CDK, meningkatkan jalur sinyal
69
Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, Edisi Suplemen 2016
reseptor komponen factor pertumbuhan (ras
atau c-myc), menyebabkan kerusakan DNA
dan inhibisi perbaikan DNA melalui
upregulating jalur nitrit oksida (non-cGMP).
Walaupun TNF dapat menginduksi kolaps
pembuluh darah tumor, juga dapat
menyebabkan angiogenesis. TNF dapat juga
berperan dapat pembentukan jaringan untuk
pertumbuhan dan metastasis tumor serta
menginduksi sitokin lain, factor angiogenik
dan MMP menghasilkan kerusakan DNA dan
meningkatkan remodeling tumor melalui
stimulasi aktivitas fibroblast, motilitas sel
tumor dan ivasi tumor.
Sitokin berperan penting pada
pathogenesis kanker. Pada satu sisi berperan
pada aktivasi mekanisme efektor imun yang
membatasi pertumbuhan tumor, pada sisi lain
berperan pada karsinogenesis dan
transformasi keganasan, pertumbuhan tumor,
invasi dan metastasis. Sitokin diproduksi oleh
stroma da sel imun, sebagai respons sekresi
molekul oleh sel kanker, atau sebagai bagian
inflamasi yang sering menyertai pertumbuhan
tumor. Sel ganas juga menghasilkan sitokin
pada lingkungan yang sama.
Sel dendritik merupakan sel yang
berfungsi memantau kerusakan jaringan dan
atau transformasi yang selanjutnya
memodulasi respons imun. Prekursornya
adalah sinyal bahaya, yang akan mempromosi
diferensiasi dan aktivasi sel denderitik. Sinyal
bahaya ini dapat berupa heat shock protein
yang dilepaskan akibat kerusakan sel atau
nekrosis, termasuk sitokin, yang dilepaskan
oleh sel tumor yang berdegnerasi. Sitokin,
misalnya IL-1, TNF, IFN tipe-1, GMCSF dan
IL-15 dapat meningkatkan promosi dan
aktivasi DC melalui beberapa mekanisme,
diantaranya dengan meningkatkan ko-
stimulasi antara sel dendritic dan sel T.
TAA (antigen tumor) ditangkap oleh sel
dendritik melalui beberapa mekanisme,
termasuk ingesti sel tumor apoptosis/badan
nekrotik. Sel dendrtik selanjutnya menjadi
Fenotip yang sangat aktif, dank arena
tereksposure oleh kemokin tertentu/sitokin,
selanjutnya bermigrasi ke KGB dimana TAA
disajikan ke sel T CD4 atau CD8 pada MHC
kelas II atau I. terjadi juga aktivasi sel B.
Pengaruh sitokin pada lokasi tumor
menyebabkan toleransi atau imunitas respons
imun. Sitokin tipe I (TNF dan IFN gama)
terlibat pada respons imun Th1 dan terutama
imunitas sel-induksi, sebaliknya tipe II sitokin
(IL-4, IL-5, IL-6, IL-10 dan IL-13) terlibat
pada respons imun Th2 dan menyebabkan
imunitas humoral melawan tumor dan atau
deviasi imun pada non respons (toleransi).
Pada kasus imunitas antitumor yang
efektif, sel T, CD4 dan CD8 bermigrasi ke
lokasi tumor dan menyerang sel tumor
melalui respons seluler dan humoral.17 Pada
lingkungan mikro tumor, terdapat
keseimbangan antara imunitas antitumor dan
aktivitas proinflamatorik tumor. Aktivitas ini
tergantung pada mediator yang dilepaskan
oleh sel inflamatorik, sel kanker dan sel lain
70
Sugiarto, Hubungan Inflammatory Bowel Disease Dengan Kanker Kolorektal
yang berhubungan dengan tumor (fibroblast
dan sel endotel). Saat aktivitas antitumor lebih
lemah daripada aktivitas imunosupresi, sel
tumor tumbuh lebih cepat. Sebaliknya, bila
imunitas antitumor lebbih kuat daripada
aktivitas imunosupresif, sel tumor
dieleminasi. Sehingga dapat dikatan bahwa
lingkungan mikro dengan inflamsi yang
menetap dapat meningkatkan promosi tumor,
akselerasi progresi tumor, invasi ke jaringan
sekitar, angiogenesis dan metastasis.
Melalui aktivasi COX-2 produksi
sitokin Th2 meningkat dan terjadi inhibisi
balik terhadap respons Th1. Adanya COX-2
dan perubahan Th2 mengahsilkan promosi
angiogenesis. COX-2 menstimulasi factor
pertumbuhan angiogenik, khususnya VEGF
yang juga distimulasi oleh berbagai mediator
inflamasi termasuk oksida nitrat (NO) dan
sitokin tertentu. Semuanya diaktivasi melalui
factor transkripsi hypoxia-inducible factor-1α
(HIF-1α) yang diatur oleh NO, sitokin tertentu
dan factor pertumbuhan dan pada saatnya
akan berikatan pada region promoter VEGF
dan menyebabkan aktivasinya.
Interaksi kompleks antara mediator
inflamasi dan proses seluler umum dapat
menyebabkan kanker. Lapisan terluar dinding
lumen kolon adalah lingkungan saluran cerna.
Substansi eksogen pada mukosa yang
berproliferasi dan peningkatan jumlah bakteri
kaya LPS merupakan lingkungan ideal untuk
inflamasi kronik. Lapisan di dalamnya
merupakan mediator berupa sitokin pro
inflamasi, kemokin, factor pertumbuhan dan
nitrogen oksida, mediator-mediator ini terlibat
dengan HIF-1α dan NF-kB (Nuclear Factor-
kB) merupakan factor transkripsi yang
dihubungkan dengan karsinogenesis karena
pernannya pada inflamasi, diferensiasi dan
perkembangan sel.
NF-kB meregulasi beberapa gen yang
terlibat pada transformasi sel, proliferasi dan
angiogenesis.1,14-16 TNF-α merupakan inducer
utama NF-kB. Aktivasi NF-kB menyebabkan
ekspresi sitokin inflamatorik, kemokin,
reseptor imun, dan molekul adhesi permukaan
sel.1,15 Aktivasi NF-kB menyebabkan
proliferasi seluler dan menghambat apoptosis.
Kedua efek NF-kB tersebut berlawanan
dengan p53 (menghambat progresi siklus sel,
proliferasi seluler, replikasi DNA dan
apoptosis) sehingga mendukung
perkembangan kanker.
Ekspresi NF-kB menyebabkan
proliferasi sel sementara inhibisi aktivasi NF-
kB menghambat proliferasi sel.20 Selama
respons inflamasi, sitokin dan berbagai sel
mengaktifkan TNF-α yang juga mengaktifkan
NF-kB yang selanjutnya menyebabkan
progresi sel berproliferasi menjadi tumor.
Lapisan di dalam gambar 10 merupakan
mediator yang secara bersama-sama atau
tersendiri menyebabkan aktivasi COX-2.
Sikloooksigenase (COX) adalah enzim
inflamtorik yang diinduksi sitokin yang
merupakan enzim utama yang diperlukan
untuk sintesis asam arakhidonat menjadi
71
Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, Edisi Suplemen 2016
protagladin (PG) yang merupkan mediator
pada inflamasi akut dan kronik.22-24 Sitokin
proinflamtorik yang menginduksi COX-2
adalah IL-1α, IL-1β dab TNF-α.15 Sedikitnya
diketahui dua isoenzim berbeda, yaitu COX-1
dan COX-2. COX-1 terdapat pada jaringan
normal dan mempunyai fungsi fisiologis.
COX-2 aktif pada inflamasi dan
karsinogenesis dengan mekanisme inhibisi
apoptosis, modulasi adhesi seluler dan
motilitas, promosi angiogenesis dan
kemampuan ivasi dan metastasis.24
Peningkatan COX-2 meningkatkan invasi
tumor dan metastasis dengan peningkatan
produksi IL-6, IL-8, VEGF, iNOS, MMP-2
dan MMP-9.24 Pusatnya adalah 5 mekanisme
seluler yang membentuk jalur tranformasi
keganasan.
Prognosis
Kanker yang berasal dari colitis ulseratif
mempunyai sifat dan karakteristik yang lebih
agresif daripada kanker kolon sporadic.
Prognosis buruk dapat dihasilkan dari pasien-
pasien ini bila terdapat kesulitan diagnosis
awal, usia pasien yang seringkali muda dan
kankernya sangat ganas. Tidak ada perbedaan
bermakna pada ketahanan hidup 5 tahun
diantara pasien kanker kolorektal yang berasal
dari colitis maupun nonkolitis saat
dihubungkan dengan stadium kaner tersebut.
Pada multicariat analisis menunjukkan bahwa
stadium kanker suatu indicator prognosis
yang terbaik diikuti oleh diferensiasi tumor
dan status ploidi DNA. Factor-faktor lain
yang berhubungan dengan prognosis buruk
lebih adalah besar-ukuran tumor, infiltrasi dan
ulserasi serta banyaknya cairan musin.
Proses Perkembangan Inflamasi Menjadi
Kanker
Terdapat lima mekanisme utama
infeksi yang dapat menyebabkan keganasan,
yaitu stimulasi proferasi seluler (kerusakan
DNA), inhibisi apoptosis, kegagalan imunitas,
dan stimulasi angiogenesis. Sebagai tambahan
yang melengkapi, stimuli dan mediator
inflamasi kronik dapat menyebabkan
transformasi seluler.
Stimulus inflamasi kronik, seperti
inflammatory bowel disease (IBD) awalnya
menghasilkan respon Th1 sitokin
proinflammatorik. Tumor necrosis factor
(TNF-α) merupakan sutatu sitokin pro
inflammatorik yang penting pada inflamasi
yang disekresi terutama oleh makrofag.
TNF mempunyai kemampuan untuk
inisiasi apoptosis tumor, tetapi belakangn
bukti-bukti menunjukkan bahwa TNF-α juga
diproduksi oleh kanker dan dapat berfungsi
sebagai promoter tumor endogen.17 TNF-α
dapat menyebabkan sinyal survival pada sel
kanker, meningkatkan konsentrasi regulator
siklus sel dan menurunkan level inhibitor
CDK, meningkatkan jalur sinyal reseptor
komponen faktir pertumbuhan (ras tau c-myc
), menyebabkan kerusakan DNA dan inhibisi
perbaikan DNA melalui upregulating jalur
72
Sugiarto, Hubungan Inflammatory Bowel Disease Dengan Kanker Kolorektal
nitrit oksida (non-CGMP). Walaupun TNF-α
dapat menginduksi terjadinya kolaps
pembuluh darah massa tumor, juga dapat
menimbulkan pembentukan angiogenesis.
TNF-α diketahui juga berperan dalam
pembentukkan jaringan untuk pertumbuhan
dan metastasis tumor serrta menginduksi
sitokin lain, factor angiogenik dan MMP
menghasilkan kerusakan DNA disertai
petumbuhan maupun pertahanan sel –sel
tumor. TNF-α juga menginduksi MMP
menghasilkan proses Remodelling tumor
melalui stimulus aktivitas fibroblast, motilitas
sel tumor dan invasi sel tumor.
Sitokin berperan penting pada
pathogenesis kanker. Pada satu sisi berperan
pada aktifitas mekanisme efektor imun yang
membatas pertumbuhan tumor, selalin
berperan karsinogenesis dan transformasi
keganasan, pertumbuhan tumor, invasi dan
metastasis. Istokin diproduksi oleh stroma
dan sel imun, sebagai respon sekresi molekul
oleh sel kanker atau sebagai bagian inflamasi
yang sering menyertai pertumbuhan tumor.
Sel ganas juga menghasilkan sitokin pada
lingkungan yang sama.
Sel dendritic merupakan sel yang
berfungsi memantau kerusakan jaringan , dan
atau transformasi yang selanjutnya
memodulasi respon imun. Prekursornya
adalah sinyal bahaya yang akan mempromosi
diferensiasi dan aktivasi sel denritik. Sinyal
bahaya ini dapat berupa heat shock protein
yang dilepaskan akibat kerusakan sel atau
nekrosis, termasuk sitokin, yang dilepaskan
oleh sel tumor yang berdegenerasi. Sitokin
misalnya IL-1, TNF-α TNF-α, IFN tipe-1,
GMCSF dan IL5 dapat meningkatkan
promosi dan aktivasi DC melalui beberapa
mekanisme, diantaranya mekanisme
meningkatkan ko-stimulasi antara sel
dendritic dan sel T.
Kesimpulan
1. Penyakit Crohn dan colitis ulseratif dapat
berkembang menjadi kanker kolorektal.
2. Proses pathogenesis perjalanan IBD
menjadi kanker kolorektal berbada dengan
dengan kanker yang timbul sporadic
karena kanker kolorektal terjadi melalui
serangkaian proses “ inflmasi-displasia-
karsinoma”. Sedangkan pada kanker
kolorektal sporadic berupa jalur
“adenoma-karsinoma”.
3. Perubahan dysplasia molekuler
menunjukkan bahwa proses IBD melalui
serangkaian kejadian tidak normal pada
jaringan dinding kolon berupa reaksi
radang dari sel-sel infitrat radang kronik
dan akuta disertai mediator sitokin,
proinflammatori, kemokin, TNF-α, dan
NO adalah mediator-mediator yang
terlibat dengan HIF- 1α dan NF-kB
(nuclear factor –kB) merupakan factor
transkripsi yang dihubungkan
dengankarsinogenesis Karena peranannya
pada reaksi inflamasi , differensiasi dan
perkembangn sel.
73
Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, Edisi Suplemen 2016
4. Lima mekanisme utama infeksi yang
dapat menyebabkan keganasan, yaitu
stimulasi proliferasi seluler (kerusakan
DNA), inhibisi apoptosis, kegagalan
imunitas dan stimulasi angiogenesis.
Sebagian tambahan yang melengkapi
dalah stimuli dan mediator inflamasi
kronik dapat menyebabkan transformasi
seluler.
5. Perubahan molekular yang terjadi dapat
dibuat suatu targeting terapi untuk kanker
kolorektal yang disebabkan penyakit IBD.
Daftar Pustaka
1. Burstein E, Fearon ER. Colitis dan
Cancer : a tale of inflammatory cells and
their cytokines. J.Cln. Invest 2008 ; 113
:464-7
2. Eaden J. Colorectal carcinoma and
Inflammatory Bowel Diasease. Aliment
Pharmacolo Ther 2004 ;20:24-30.
3. Lutgens MWMD, Vlegger Fp, Schipper
MEI, Stokkers PCF, Van de Woude Cj,
Homes DW et al. High frequency early
colorectal cancer inflammatory bowel
disease. Gut 2008:57:1246-51.
4. Masala G, Bagnali S, Ceroti M, Saieva
C, Trallori G, Zanna I et al. Divergent
pattern of total and cancer mortality in
ulcerative colitis and crrohn’s diasease
paient : The Florence IBD study 1978-
2001. Gut 2004; 53:1309-13.
5. Fenoglio-Praiser CM, Noffsinger Ae,
Stemmermann GN, Lantz P, Isaccson
PG, inflammatory bowel disease in :
gastrointestinal Pathology.3rd ed.
Philadelpphia,PA:Lipincott Williams &
Wilkins.2008.p593-689
6. Noffsinger A, Fenoglip-Preisser C, Maru
D, Gillinsky N. Inflammatory bowel
disease in : Gastro intestinal Disease.
American Registry of Pathology.
2008.p.675-728.
7. Van der Woude CJ, Moshage H,
Kleibeuke JH, jansen PLM, Van Dekken
H.Expression of apoptosis related protein
during malignant progression in chronic
ulcerative colitis. J Clin Pathol
2005;58:811-14.
8. Braun J, Wei B. Body Traffic: Etilogy,
Genetics and iimmunity in inflammatory
bowel disease. Annu.Rev.Pathol.Mech.
Dis 2007;2:401-29.
9. Connel WR, Sheffield JP, Kamn MA,
Ritchie JK, Hawley PR, Lennard-Jones
JE. Lower gastrointestinal malignancy in
Crohn disease. Gut 1994;35:347-52.
10. Munkholm P. The incidens and
prevalence of colorectal cancer in
inflammatory bowel disease. Aliment
Pharmacol Ther 2004:20(suppl.4):31-35.
11. Dobbine WO. Dysplasia and malignancy
in inflammatory bowel disease. Ann.
Rev. Med 1984;35:33-48.
12. Wilson Jap. Tumor necrosis factor -α and
colitis-associated colon cancer. N Engl J
Med 2008;358:25.
74
Sugiarto, Hubungan Inflammatory Bowel Disease Dengan Kanker Kolorektal
13. Fleisher AS, Esteller M, harpaz N,
Leytin A, Roshid A, Xu Y et al.
Microsatelite instability in Inflammatory
bowel disease-associated neoplastic
lesion in associated with hypermetilation
and diminished expression of the DNA
mismatch repair gene,hMLH1. Can Res
200;60:60:4864-8.
14. Papinova BK. Kitamura K, Wu Y,
Kondo T, Kagaya T, Kaneko S et al.
Blocking TNF-α in mice reduce
colorectal carcinogenesis associated with
chronic colitis. J. Clin.Invest
2008;118:560-70.
15. Macarthur M,Hold GL, El-Omar EM.
Inflammation and cancer. Am J Physiol
gastrointest Liver pyhsiol
2004;286:G515-20.
16. Kuper H, Adami HO, Trichopoulos D.
Infections as amajor prevenTabel cause
of human cancer. J Int Med 2000;
248:171-83.
17. Jonasch E, Hluska FG. Interferon in
oncological practice: Review of
interferon biology, clinical applications,
and toxicities. Oncologist 2001; 6:34-55.
18. Wheeler VS. interleukins: The search for
an anticancer therapy. Semin Oncol
Nurs, 1996; 12(2):106-14.
19. Coussens LM, Web b Z. inflammation
and cancer. Nature 2002; 420(19):860-6.
20. Philp M, Rowley DA, Schreiber H.
inflammation as a tumor promoter in
cancer induction. Semin in Cancer Biol
2004; 14:433-9.
21. Skalla K. The interferons. Semin Oncol
Nurs 1996; 12(2):97-105.
22. Paul AG. NG-kb: A novel therapeutic
target for cancer. Eukaryon 2005; 1:4-5.
23. Coussens LM, Werb Z. Inflammatory
cells and cancer: think different!. J Exp
Med 2001; 193(6):F23-6.
24. Ling FC, Baldus SE, Khochfar J.
Association of COX-2 expression with
corresponding active and chronic
inflammatory reactions in Barret’s
metaplasia and progressiaon to cancer.
Histopatology 2007; 20:2