jurnal kulit dermatitis atopi remaja dan dewasa
DESCRIPTION
dermatitis atopi remaja dan dewasaTRANSCRIPT
Karakteristik Perjalanan yang Berbeda dari Dermatitis Atopik Pada
Pasien Remaja Dan DewasaD. Garmhausen1,*, T. Hagemann1,*, T. Bieber1, I. Dimitriou2, R. Fimmers2, T. Diepgen3 & N.
Novak1
Abstrak
Latar belakang : Dermatitis atopik (DA) paling sering dimulai pada tahun pertama kehidupan
dan mengalami proporsi remisi tertinggi pada masa kanak-kanak. Namun, pada kasus yang berat,
DA menetap sampai usia dewasa atau dimulai dan kambuh dikemudian hari. Sejauh ini, studi
tentang perjalanan alami DA selama masa remaja dan dewasa jarang dilakukan. Tujuan dari
penelitian kami adalah untuk mengklasifikasikan perjalanan yang berbeda dari DA dan
mengkorelasikan dengan faktor risiko spesifik dari varian DA yang parah.
Metode : Pemeriksaan fisik yang rinci dan evaluasi retrospektif dari riwayat penyakit yang
dilakukan secara kolektif dari 725 pasien DA remaja dan dewasa. Data laboratorium termasuk
IgE total dan spesifik, dievaluasi.
Hasil : 607 pasien dari 725 pasien dapat diklasifikasikan ke dalam sub grup. Dari 607 pasien
tersebut 85,7% diklasifikasikan kedalam lima tipe yang berbeda dari 31 tipe yang tercatat.
Perbedaan tertinggi pada jumlah sensitisasi, kadar serum IgE total dan predileksi lesi kulit
diobservasi antara pasien dengan DA onset dini dan pasien dengan DA onset lambat yaitu
setelah tahun ke 20 kehidupan.
Kesimpulan : Data kami menunjukkan bahwa perjalanan DA dapat dibagi menjadi subgrup yang
menampilkan gambaran klinis yang berbeda. Data mendukung asumsi heterogenitas luas DA
masa remaja dan dewasa dan menekankan keperluan stratifikasi DA di masa depan.
Dermatitis atopik (DA) adalah salah satu penyakit kulit yang paling umum (1,2).
Penyakit ini biasanya dimulai selama tahun pertama kehidupan, yang diklasifikasikan sebagai
DA onset dini (3-5). Pada mayoritas pasien penyakit ini akan hilang saat bayi atau anak (6).
Namun pada kasus yang parah, DA dapat bertahan dengan chronic recurrent course sampai
dewasa dan strategi pengobatan pada subtipe ini sangat susah (7). Onset awal dari DA dapat
menjadi awal dari “allergic career” atau atopic march, yang sering menyebabkan manifestasi
lain dari penyakit atopik seperti asma dan rinokonjungtivitis (8,9). Pada beberapa pasien, DA
tidak muncul selama masa kanak-kanak tetapi mulai atau relaps dikemudian hari (misalnya
setelah usia 20 tahun) (10). Predisposisi genetik dari rusaknya pelindung kulit, contohnya,
disebabkan oleh hilangnya fungsi mutasi pada gen fillagrin, yang ada pada sepertiga dari pasien
kaukasia dengan DA, diidentifikasi baru-baru ini sebagai faktor risiko potensial untuk DA yang
parah (11-15). Salah satu hal yang paling penting dalam pengobatan penyakit kulit yang kronik
adalah strategi pencegahan yang efektif, yang harus ditujukan untuk mencapai intervensi awal
atau dengan desain strategi modifikasi penyakit (16) sebelum perubahan patologis yang serius
seperti peningkatan sensitisasi atau perkembangan autoreaktifitas Immunoglobulin E (IgE) (17).
Jelas bahwa prasyarat untuk setiap pendekatan intervensi adalah identifikasi, idealnya dengan
biomarker yang relevan dan tervalidasi, dari pasien yang berisiko untuk perjalanan yang kronik
(18) atau untuk mengidentifikasi pasien pendekatan terapeutik yang lebih personal (19).
Penelitian yang menyelidiki manifestasi DA setelah anak usia dini dan khusunya DA
seumur hidup jarang. Selain itu, hanya beberapa penelitian hanya terdapat sedikit penelitian
mengenai pasien DA dengan onset setelah 20 tahun kehidupan atau setelah masa dewasa. Infeksi
bakteri atau virus merupakan komplikasi yang sering terjadi, yang paling sering disebabkan oleh
kolonisasi kulit pasien dengan staphylococcus aureus (S. aureus) (20) atau dengan infeksi kulit
oleh virus herpes simplex (HSV) (21-23). Komplikasi potensial lainnya adalah perkembangan
sensitisasi terhadap alergen udara dan makanan, yang bersama dengan serum IgE tinggi,
berkorelasi dengan tingkat keparahan lesi kulit yang dilaporkan pada beberapa penelitian
(24,25). Dalam kaitan dengan atopik march, hipotesis bahwa anak-anak dengan manifesitasi DA
sebelum tahun kedua kehidupan lebih sering berupa rhinitis dan asma alergik dikemudian hari
(4,7), yang dapat berhubungan dengan peningkatan skin-derived thymic stromal lymphopoietin
(TSLP) (26). Selain itu, autoreaktifitas IgE diamati dalam sub grup pasien dengan DA dan
mungkin menggambarkan faktor risiko lain untuk perjalanan yang kronik persisten (17,27).
Intervensi awal pencegahan seperti sinbiotik (28), pengobatan dengan anti histamin (29,30) atau
strategi imunoterapeutik (31) terbukti berguna untuk mengurangi manifestasi dari penyakit
atopik pada saluran pernapasan atas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki
perjalanan yang berbeda dari DA, untuk memahami riwayat alami DA pada pasien remaja dan
dewasa untuk mengidentifikasi korelasi yang potensial dengan memperhatikan (i) aspek klinis
seperti keparahan atau predileksi lesi kulit dan (ii) penanda biologis seperti IgE total dan
spesifik.
Kami menganalisis sifat dari tipe yang berbeda dari DA untuk mengidentifikasi pasien
dengan risiko tinggi untuk perjalanan kronik dengan onset awal DA dan perjalanan kronik
sampai dewasa serta untuk menguraikan karakterisitik sub grup pasien dengan DA pada usia
dewasa.
Bahan dan metode
Data klinis pasien sebanyak 725 pasien dengan DA (293 laki-laki dan 432 perempuan;
12-89 tahun; usia rata-rata 32,6 ± 14,0 tahun) direkrut di Department of Dermatology and
Allergy di Bonn, Jerman. Beberapa dari mereka berhubungan satu sama lain (hubungan orang tua
maupun saudara). Karena kondisi dari penelitian, pasien dibawah 20 tahun hanya dimasukkan
kedalam analisis perbedaan gender, sehingga jumlah total 607 pasien diklasifikasikan kedalam
tipe yang berbeda. Semua pasien telah dinilai dengan kombinasi pemeriksaan klinis dan
kuisioner [kriteria Hanifin dan Rajka (32), skor Diepgen (33) dan SCORAD (34)] dan penarikan
darah oleh dokter terlatih. Luas permukaan tubuh yang terkena ( SCORAD A) dan intensitas lesi
kulit (SCORAD B) dinilai secara terpisah. Diagnostik dan stratifikasi pasien DA didasarkan pada
data ini. Selain itu, riwayat keluarga untuk penyakit atopik dan predileksi lesi DA
didokumentasikan. Jika tersedia, rekam medis digunakan untuk melengkapi data yang kurang.
Data laboratorium
Sampel serum dari semua pasien di analisis untuk kadar IgE total dan kadar IgE terhadap
tungau (Dermatophagoides pteronyssinus, Dermatophagoides farinae), birch pollen, serbuk sari
rumput, bulu kucing, hazelnut, kacang, susu sapi, telur ayam, apel hijau, ikan kod, jamur dan ragi
(Aspergillus fumigatus, Candida albicans and Pityrosporum ovale) menggunakan sistem
Immulite 2000 (Siemens Healthcare Diagnostics, Eschborn, Germany). Protokol telah disetujui
oleh komite etika lokal dan informed consent ditandatangani oleh semua pasien yang
berpartisipasi dalam penelitian ini.
Definisi dari subgrup yang berbeda dan tipe DA
Dalam langkah pertama, pasien yang direkrut dengan DA diklasifikasikan kedalam lima
sub grup sesuai dengan usia onset (tabel 1), berdasarkan klasifikasi Wuthrich (10). Sub grup I
memiliki onset DA antara lahir dan tahun kedua kehidupan; sub grup II memiliki onset DA
antara 2 dan 6 tahun; subgrup III memiliki onset DA antara 6 dan 14 tahun; sub grup IV
memiliki onset DA antara 14 dan 20 tahun. Pada tahap kedua, selama lima periode waktu yang
berbeda, dibagi lagi menjadi 31 tipe. Pasien kurang dari 20 tahun tidak termasuk kedalam tipe
ini.
Analisa statistik
Untuk menilai perbedaan antara tipe perjalanan, regresi logistik dan linear digunakan
tergantung pada jenis variabel dependen. Persamaan estimasi umum digunakan untuk
memperhitungkan korelasi dalam keluarga. Sebuah transformasi logaritma digunakan untuk
serum IgE total sebelum analisis. Semua uji statistik menggunakan SAS 9 (SAS Institute, Cary,
NC, USA)
Hasil
Perjalanan kronik persisten sejak masa kanak-kanak yang berlangsung hingga dewasa di
temukan pada sepetiga pasien dengan DA.
Sebagai langkah pertama, pasien yang termasuk dalam data kolektif dikelompokkan
dalam lima sub grup tergantung pada usia onset dan tipe perjalanan DA yang didefinisikan di
atas (lihat di bahan dan metode). Tipe yang paling sering dari DA adalah tipe 5 (31,1% dari
seluruh pasien) (tabel 1), yang ditandai dengan onset awal DA sebelum tahun kedua kehidupan
dan perjalanan kronik persisten sampai dewasa (tabel 1). Selain tipe 5, tipe yang peling sering
lainnya adalah tipe 31 (18,5%), tipe 20 (13,8%), tipe 30 (12,7%) dan tipe 27 (9,6%) (tabel 1).
Pasien laki-laki dengan DA memiliki serum IgE total yang lebih tinggi dan nilai objektif
SCORAD yang lebih tinggi dibandingkan pasien DA wanita.
Dominasi pada pasien perempuan yang paling sering, mulai dari 57,1% pada tipe 5 dan
31-65,5% pada tipe 27. Pasien laki-laki dengan DA menunjukkan serum IgE yang lebih tinggi
dari wanita secara signifikan (2513.4 ± 4748.0 kU/l vs 1111.7 ± 3532.1 kU/l; P < 0.0001, n =
718) dan perbedaan yang signifikan pada keparahan lesi kulit ( objektif SCORAD 33.2 ± 17.7 vs
29.9 ± 16.8; P = 0.0138, n = 693) dan permukaan tubuh yang terkena (SCORAD A 24.0 ± 25.1
vs 19 ± 22; P = 0.0092, n = 629). Dalam hal intensitas lesi kulit (SCORAD B), tidak ada
perbedaan antara pasien DA laki-laki dan perempuan yang dapat dideteksi.
Tanda-tanda atopi dan penyakit atopi yang muncul bersamaan secara signifikan lebih
banyak muncul pada onset awal dan kronik persisten daripada pasien DA dengan onset
lebih dari 20 tahun.
Karena kriteria Hanifin dan Rajka dan skor Diepgen merupakan parameter penting untuk
mendiagnosis dan mungkin untuk mengelompokkan DA, kami mengevaluasi kriteria ini pada
tipe yang berbeda. Sebuah perbandingan pada tipe 5 dengan keempat tipe yang paling sering,
menunjukkan perbedaan signifikan pada manifestasi intoleransi makanan sesuai dengan skor
Diepgen dengan angka persentase lebih tinggi pada pasien yang menderita intoleransi makanan
pada tipe 5 (tabel 2).
Menariknya, 90,5% dari pasien tipe 5 dilaporkan dampak dari faktor psikis terhadap
jalannya penyakit mereka berbeda dengan pasien tipe 31 yang dilaporkan dengan DA yang
hanya memburuk karena faktor psikis yaitu sebanyak 78,9% (P=0,0105).
Pasien dengan onset DA dini dan kronik persisten (tipe 5) memiliki eksim fleksural yang
lebih banyak (dibandingkan dengan tipe 30; P=0,0003 dan tipe 31 P< 0,0001). Dibandingkan
dengan course tipe 31, tipe 5 menunjukkan kejadian rinokonjungtivitis yang lebih tinggi secara
signifikan (P<0,0001), milk crust (P<0,0001), Hertoghe sign (P = 0.0091), Dennie–Morgan
infraorbital fold (P = 0.001), orbital darkening (P = 0.0007), white dermographism (P = 0.0031)
dan asma bronkial (P < 0.0001) (Tabel 2).
Pasien dengan onset yang dini dan yang kronik persisten memiliki nilai serum IgE total
yang paling tinggi dan frekuensi IgE spesifik alergen pada pasien dewasa sering bertepatan
dengan peningkatan serum IgE dan IgE spesifik alergen terhdap beberapa makanan dan aero
alergen. Serum IgE total tertinggi dideteksi pada pasien tipe 5 (2468.25 ± 4436.27 kU/l), tipe 30
(2215.18 ±7100.52 kU/l) dan tipe 20 (2075.58 ± 6029.44 kU/l), sedangkan tingkat serum IgE
terendah didapatkan pada pasien DA tipe 27 (1177.48 ± 1858.29 kU/I) dan tipe 31 (918.95 ±
1847.17 kU/l). Perbandingan serum IgE total antara tipe 5 dan empat tipe lainnya yang paling
sering, menunjukkan perbedaan signifikan (P = 0,0165) ketika dibandingkan dengan tipe 20, P =
0.0069) dengan tipe 27, (P = 0.0397) dengan tipe 30 dan P = 0.0001 dengan tipe 31.
IgE spesifik-alergen terhadap kacang dan apel lebih sering pada pasien tipe 5 daripada
keempat tipe yang paling sering lainnya (tabel 3). Persentase tertinggi pasien dengan IgE
spesifik-alergen terhadap C. albicans dan A. Fumigatus dideteksi pada pasien DA tipe 5 dan 20.
Membandingkan tingkat IgE spesifik-alergen terhadap birch dan serbuk sari rumput,paling tinggi
dideteksi pada pasien tipe 5.
Varian non alergi dari DA yang paling sering pada pasien dengan onset setelah 20 tahun
DA subtipe non alergi didefinisikan sebagai serum IgE yang rendah (<150 kU/I) dan tidak
terdeteksi sensitisasi terhadap alergen udara dan makanan. Jumlah pasien terbanyak dengan DA
subtipe non alergi (25%) ditemukan pada tipe 31, yang secara signifikan lebih tinggi daripada
tipe 5 (6,4%, P<0,0001). Sekitar 14,3% tipe 20, 15,5% tipe 27, 16,9% tipe 30 dan 6,4% tipe 5
memiliki DA tipe non alergi. hasil ini signifikan dibandingkan dengan tipe 5 (Fig 1).
Predileksi lesi kulit yang berbeda pada tipe yang berbeda
Distribusi lesi kulit pada DA bervariasi antara kelas usia; oleh karena itu, kami
membandingkan predileksi lesi kulit sesuai dengan tipe DA yang berbeda. Kami mengobservasi
predileksi lesi kulit yang paling tinggi pada regio leher (P=0,0206) pada pasien tipe 5 dari pada
tipe 31. Menariknya, 63,2% pasien tipe 20 mengalami eksim pada tangan, sedangkan 4 tipe
lainnya eksim pada tangan ditemukan pada 50% dari kasus. Dalam kaitan dengan nilai
SCORAD, tidak ada perbedaan signifikan antara tipe yang berbeda.
Berdasarkan klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini, terdapat lima dari 31 tipe
paling sering terjadi pada populasi penelitian kami. Pasien dengan onset dini dan kronik persisten
(tipe 5) berada pada risiko tertinggi untuk komplikasi DA yng parah. Kami menyimpulkan
perbedaan yang paling penting pada tipe ini dengan keempat tipe lain yang paling sering (Tabel
4).
Diskusi
Dermatitis atopik merupakan penyakit kulit yang kompleks, yang beragam gambaran
klinisnya, tingkat sensitisasi dan perjalanannya (5,35,36). Namun, penelitian follow-up jangka
panjang mengenai perjalanan penyakit dan distribusinya terutama pada dewasa adalah jarang.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang terbatas pada pasien DA dengan onset dini yaitu 2
tahun pertama kehidupan (37), penelitian kami menggunakan spektrum usia yang lebih luas.
Subgrup didefinisikan berdasarkan penelitia Wutrich dan didasarkan pada klasifikasi usia oleh
EMA dan FDA. Pasien dengan DA yang kronik persisten mengalami penyakit alergi saluran
nafas yang lebih sering. Observasi pasien DA dengan onset selama 2 tahun dan jenis kronik
persisten sampai dewasa (tipe 5; 31,1%) sama dengan hasil penelitian lainnya (7,9). Sehubungan
dengan predileksi lesi kulit, area leher lebih sering terlibat pada pasien dengan DA onset dini dan
kronik persisten (tipe 5) daripada onset lambat (tipe 31).
Menariknya, kebanyakan dari tanda atopi lebih dirasakan pada pasien yang kronik,
perjalanan yang lama (perbandingan tipe 5 vs 31). Ini mungkin menandakan latar belakang
genetik yang lebih kuat pada pasien tersebut. Sebagai tambahan, sama dengan observasi grup II
lig et al. (9), pasien dengan perjalanan yang kronik persisten sejak masa kanak-kanak memiliki
serum IgE total yang lebih tinggi dan lebih sering tersensitisasi dengan alergen udara dan
makanan. Terutama pada pasien tipe 5, sensitisasi telur ayam dan apel sering ditemukan, tapi
sensitisasi terhadap susu sapi sedikit lebih sering pada pasien tipe 20,27 dan 30.
Proporsi tertinggi pasien dengan serum IgE tinggi dan sensitisasi yang kuat
diklasifikasikan sebagai varian alergi dari DA dapat dideteksi pada subgrup tipe 5. Hal ini
sejalan dengan temuan penelitian kohort prospektif di Jerman dengan pasien DA remaja dimana
sensitisasi terhadap alergen merupakan salah satu prediktor perjalanan penyakit bertahan selama
pubertas (38). Proporsi tertinggi pasien DA varian non alergi tanpa sensitisasi dan serum IgE
total yang rendah dideteksi pada tipe 31. Ini mengarahkan pada kesimpulan bahwa dua varian
dari DA non alergi mungkin ada, satu terjadi sebagai bentuk transien dari masa anak-anak, yang
dalam kebanyakan kasus berkembang menjadi bentuk alergi dikemudian hari dan yang kedua
varian dewasa pada pasien dewasa dengan DA onset lambat. Saat ini, tidak jelas faktor seperti
regulasi hormonal, profesi dengan regangan kulit yang baik, faktor psikologis, kadar vitam D3
(39), asupan asam lemak dalam ASI (40) atau parameter lain yang tidak teridentifikasi yang
berkontribusi terhadap manifestasi DA khusunya pasien DA dewasa non alergi.
Identifikasi faktor penyebab DA non alergi pada dewasa sangat penting untuk strategi
terapi yang efektif. Langkah-langkah pencegahan yang umum pada anak-anak yang berisiko
antara lain menghindari alergen atau elimisasi diet, kelihatannya tidak mempunyai efek yang
menguntungkan untuk pasien tersebut. Penemuan ini menunjukkan bahwa kedua faktor
lingkungan dan genetik mungkin menentukan dan mempengaruhi perjalanan penyakit seorang
individu.
Ini adalah studi pertama yang menyediakan gambaran sistematis tentang perjalanan DA
pada remaja dan dewasa dan meringkas karakteristik klinis dari subgrup yang berbeda pada
pasien yang lebih tua. Data kami mendukung asumsi heterogenitas luas pada DA remaja dan
dewasa. Heterogenitas ini mungkin diantara faktor lainnya, alasan tingginya variasi dari genetik
yang berbeda, penelitian tentang DA dilakukan pada pasien secara kolektif. Selain itu, data
menekankan perlunya stratifikasi pasien DA dalam praktek klinis sebagai pendekatan pertama
terapi individual dan definisi subtipe DA dalan penelitian untuk mencapai hasil yang dapat
dibandingkan dan lebih baik.