kajian ekonomi dan keuangan regional provinsi dki … · xi bab i. perekonomian global dan nasional...
TRANSCRIPT
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Provinsi DKI Jakarta
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
Agustus 2017
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
i
Visi Bank Indonesia
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
Misi Bank Indonesia
1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
Nilai-Nilai Strategis Bank Indonesia
Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak atau berperilaku yaitu Trust and Integrity, Professionalism, Excellence, Public Interest, Coordination and Teamwork.
Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
Menjadi kantor perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.
Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai rupiah, stabilitas sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang inklusif dan berkesinambungan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
iii
Kata Pengantar
Kami memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat dan hidayah-Nya buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
(KEKR) Provinsi DKI Jakarta edisi Agustus 2017 ini dapat diselesaikan dengan baik.
Buku ini merupakan terbitan rutin triwulanan, yang pada edisi ini menganalisis
dan mengevaluasi kondisi perekonomian DKI Jakarta khususnya pada triwulan II
2017 serta asesmen prospek ekonomi untuk triwulan berjalan serta keseluruhan
tahun 2017, berdasarkan realisasi data hingga bulan Agustus 2017.
Secara ringkas, perkembangan ekonomi DKI Jakarta hingga triwulan II 2017
mengindikasikan berlanjutnya fase peningkatan pertumbuhan ekonomi ke depan,
yang terlihat pada terus meningkatnya pertumbuhan investasi dan tetap tingginya
pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Namun, adanya pergeseran belanja
pemerintah dan berkurangnya aktivitas ekspor impor barang terkait libur panjang
menyebabkan ekonomi pada triwulan II 2017 melambat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Inflasi DKI Jakarta pada triwulan II 2017 masih tetap
terkendali, yang didukung oleh terjaganya pasokan pangan, khususnya pada
bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
Kami menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada berbagai pihak,
seperti BPS DKI Jakarta, SKPD Provinsi DKI Jakarta, narasumber yang kami undang
dalam Focus Group Discussion serta pihak-pihak lainnya, atas perolehan data dan
informasi yang digunakan dalam penyusunan buku ini. Harapan kami, kajian ini
dapat menjadi sumber referensi bagi para pemangku kepentingan dan pemerhati
ekonomi Jakarta serta dapat memberikan manfaat bagi pembangunan ekonomi
Provinsi DKI Jakarta. Masukan dan saran dari berbagai pihak juga kami harapkan
untuk dapat meningkatkan kualitas kajian buku KEKR ini.
Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-Nya
dan melindungi kita dalam berkarya.
Jakarta, Agustus 2017
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI DKI JAKARTA
ttd.
Doni P. Joewono Kepala Perwakilan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
v
Daftar Isi
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
RINGKASAN UMUM
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH
halaman
halaman
halaman
halaman
iii
v
vii
xi
BAB I. PEREKONOMIAN GLOBAL DAN NASIONAL halaman 1 A. Perekonomian Global halaman 1
B. Perekonomian Nasional halaman 3 C. Bauran Kebijakan halaman 11
BAB II. EKONOMI MAKRO REGIONAL halaman 13
A. Komponen Permintaan halaman 14 B. Komponen Penawaran (Lapangan Usaha) halaman 26
Boks 1 Melambatnya Konsumsi dan Perdagangan Ritel di Jakarta halaman 35
BAB III. KEUANGAN PEMERINTAH halaman 41
A. Pendapatan Daerah halaman 41 B. Belanja Daerah halaman 45
C. Pembiayaan halaman 47
BAB IV. INFLASI halaman 51 A. Perkembangan dan Program Pengendalian Inflasi
Triwulan I 2017 halaman 51 B. Perkembangan Disagregasi Inflasi Triwulan I 2017 halaman 55
C. Tracking Inflasi Triwulan II 2017 halaman 60 D. Program Pengendalian Inflasi Triwulan II 2017 halaman 63
Boks 2 Pemanfaatan Teknologi Controlled Atmosphere Storage (CAS) dalam Pengendalian Inflasi DKI Jakarta halaman 67
BAB V. STABILITAS KEUANGAN DAERAH SERTA
PENGEMBANGAN KEUANGAN DAN UMKM halaman 71 A. Perkembangan Kinerja Perbankan halaman 72
B. Stabilitas Keuangan Daerah halaman 79 C. Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM halaman 96
BAB VI. SISTEM PEMBAYARAN halaman 103
A. Pengelolaan Uang halaman 103 B. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran halaman 106
BAB VII. KESEJAHTERAAN halaman 109
A. Tingkat Kemiskinan halaman 109 B. Perkembangan Indeks Rasio Gini halaman 115
BAB VIII. PROSPEK PEREKONOMIAN
A. Prospek Perekonomian Global dan Nasional B. Prospek Perekonomian DKI Jakarta
halaman halaman halaman
121 121 124
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
vii
Ringkasan Umum
Memasuki pertengahan tahun 2017, perkembangan ekonomi DKI Jakarta
mengindikasikan berlanjutnya fase peningkatan pertumbuhan ekonomi ke depan.
Indikasi berlanjutnya fase peningkatan pertumbuhan ekonomi terlihat pada terus
meningkatnya pertumbuhan investasi dan tetap tingginya pertumbuhan konsumsi
rumah tangga, yang didukung dengan tetap terjaganya tingkat keyakinan masyarakat.
Perkembangan ekonomi yang juga diiringi dengan terkendalinya inflasi di ibukota
diharapkan dapat terus mendukung momentum pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta.
Untuk turut mendukung momentum pemulihan ekonomi tersebut secara nasional, dan
dengan tetap mengutamakan kestabilan makroekonomi dan sistem keuangan, Bank
Indonesia pada Agustus 2017 menurunkan tingkat suku bunga BI 7-day Reverse Repo
Rate. Kebijakan tersebut konsisten dengan adanya ruang pelonggaran kebijakan
moneter dengan rendahnya realisasi dan prakiraan inflasi tahun 2017 dan 2018 di
dalam kisaran sasaran, sehingga dapat terus mendukung momentum pertumbuhan
ekonomi. Berbagai hal ini diharapkan dapat semakin mendorong optimisme
masyarakat sehingga perekonomian nasional, khususnya DKI Jakarta, dapat terus
menguat dan semakin berkualitas.
Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada triwulan II 2017 tetap tumbuh positif, sebesar
5,96% (yoy). Realisasi pertumbuhan tersebut relatif melambat dibandingkan dengan
pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 6,45% (yoy), yang lebih disebabkan oleh
adanya pergeseran belanja pemerintah dan berkurangnya aktivitas ekspor impor
barang terkait libur panjang, di samping masih terbatasnya dampak peningkatan
perdagangan dunia pada ekspor Indonesia. Pergeseran belanja pemerintah, terutama
Kementerian/Lembaga yang berkantor di ibukota, pada pembayaran gaji dan
tunjangan ke-13 Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari sebelumnya pada bulan Juni menjadi
bulan Juli 2017 merupakan faktor utama turunnya kinerja belanja pemerintah pada
triwulan II 2017. Sementara pada sisi perdagangan luar negeri, pelarangan kendaraan
angkutan barang untuk melintas selama masa libur Lebaran 2017 berkontribusi pada
rendahnya aktivitas ekspor dan impor Jakarta. Namun demikian, investasi tetap
tumbuh solid, yang didorong oleh berbagai pembangunan konstruksi di DKI Jakarta.
Pada perkembangan harga, tekanan inflasi di ibukota pada triwulan II 2017 tetap
terkendali, di tengah siklus musiman bulan Ramadhan dan hari Idul Fitri. Hal tersebut
ditunjukkan dengan capaian inflasi sebesar 3,94% (yoy), yang lebih rendah
dibandingkan inflasi rata-rata tiga tahun sebelumnya di kisaran 6,11% (yoy).
Terjaganya inflasi di DKI Jakarta dipengaruhi oleh harga pangan yang secara umum
terkendali, di tengah meningkatnya permintaan pada masa Ramadhan dan hari Idul
Fitri. Semakin efektifnya program pengendalian harga oleh Tim Pengendalian Inflasi
Daerah (TPID) DKI Jakarta, berbagai kebijakan pemerintah yang tidak mendorong
inflasi, serta komunikasi yang baik dan masif kepada masyarakat untuk menjaga
ekspektasi inflasi menjadi faktor utama yang mendukung terkendalinya tingkat harga
di DKI Jakarta pada triwulan II 2017.
Dari sisi kesejahteraan, pertumbuhan positif ekonomi DKI Jakarta belum berdampak
pada tingkat kemiskinan, yang tercatat kembali meningkat pada Maret 2017. Hal
tersebut karena pertumbuhan ekonomi Jakarta lebih didorong oleh golongan
menengah atas, sehingga kemiskinan tetap meningkat di tengah tren perbaikan
pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini tercermin pula pada semakin melebarnya
ketimpangan pendapatan, melalui rasio gini yang meningkat, setelah beberapa periode
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
viii
menunjukkan tren yang menurun. Lebih lanjut, meningkatnya kemiskinan juga
disebabkan oleh terbatasnya kemampuan sektor formal dalam menyerap tenaga kerja,
yang tercermin pada penyerapan tenaga kerja sektor informal yang lebih tinggi
dibandingkan penyerapan pada sektor formal. Namun, kompensasi yang diberikan oleh
sektor informal tidak sebanding dengan meningkatnya harga-harga komoditas pokok
yang dikonsumsi masyarakat kelas bawah, sehingga berdampak pada bertambahnya
tingkat kemiskinan.
Mengiringi perkembangan perekonomian Jakarta tersebut, kondisi stabilitas sistem
keuangan DKI Jakarta pada triwulan II 2017 masih terjaga, yang didukung oleh kinerja
positif pada sektor perbankan. Kinerja sektor korporasi dan sektor rumah tangga juga
relatif cukup baik. Kinerja korporasi menunjukkan peningkatan yang didukung oleh
pertumbuhan sektor-sektor utama Jakarta, dan terindikasi dari membaiknya indikator
rasio keuangan utama. Di sisi lain, resiliensi sektor rumah tangga juga masih relatif
cukup baik yang tercermin melalui membaiknya tingkat ekspektasi dan keyakinan
rumah tangga terhadap kondisi perekonomian.
Pada sisi sistem pembayaran, efek musiman bulan puasa dan Idul Fitri pada triwulan II
2017 berdampak pada aktivitas transaksi keuangan masyarakat, terutama transaksi
secara tunai. Respons yang searah dari transaksi tunai terhadap kondisi tersebut
tercermin pada net outflow aliran uang tunai pada triwulan laporan yang lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, melambatnya konsumsi rumah
tangga secara keseluruhan terindikasi pada perkembangan transaksi nontunai, melalui
perlambatan pada transaksi yang menggunakan sistem kliring nasional (SKN-BI).
Untuk prospek ekonomi, pantauan terhadap berbagai faktor baik kondisi ekonomi
global maupun nasional mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta
pada tahun 2017 akan meningkat dibandingkan dengan tahun 2016, meskipun sedikit
lebih rendah dari proyeksi pada triwulan sebelumnya. Faktor pendorong pertumbuhan
masih akan bersumber dari konsumsi masyarakat, seiring dengan membaiknya
investasi, khususnya melalui pembangunan infrastruktur oleh pemerintah. Harga
komoditas global yang diperkirakan tetap stabil akan turut memberikan kontribusi
positif melalui peningkatan perdagangan antardaerah neto dari Jakarta kepada daerah-
daerah penghasil komoditas.
Di sisi harga, tekanan inflasi pada tahun 2017 diperkirakan tetap terkendali dan
mendukung pencapaian sasaran inflasi nasional tahun 2017. Dampak kebijakan
penyesuaian subsidi listrik untuk golongan 900 VA tidak setinggi perkiraan semula,
karena jumlah kelompok pelanggan tersebut tidak terlalu banyak di Jakarta. Kendati
demikian, penguatan koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah Provinsi DKI dalam
menentukan langkah-langkah strategis pengendalian inflasi, antara lain melalui
pengendalian harga pangan di Ibukota akan terus ditingkatkan, sehingga sasaran
inflasi nasional tahun 2017 sebesar 4% ± 1% akan dapat dicapai.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
ix
Halaman ini sengaja dikosongkan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
x
Halaman ini sengaja dikosongkan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
xi
Tabel Indikator Terpilih
Total Total I II III IV Total I II
Ekonomi Makro Regional
Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)* 5.9 5.9 5.7 6.0 6.1 5.5 5.8 6.4 6.0
Berdasarkan Lapangan Usaha:
1 Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 0.5 1.1 1.8 1.6 0.4 -0.1 0.9 0.2 0.1
2 Pertambangan dan Penggalian -0.9 -0.7 0.3 -1.9 -2.2 -2.2 -1.5 -3.4 0.4
3 Industri Pengolahan 5.5 5.0 3.8 3.8 3.6 3.3 3.6 6.3 5.9
4 Pengadaan Listrik dan Gas 2.4 4.5 2.7 5.1 -1.5 -7.9 -0.5 -2.9 -10.4
5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 3.9 3.2 4.3 3.4 1.5 -0.2 2.2 2.5 1.2
6 Konstruksi 5.0 4.0 0.5 0.8 2.1 2.0 1.4 3.6 4.1
7 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 5.0 2.7 5.2 5.0 3.4 5.0 4.7 5.1 3.7
8 Transportasi dan Pergudangan 13.8 9.0 10.1 10.0 12.2 12.5 11.2 10.4 9.1
9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5.5 5.4 5.7 4.5 5.8 7.3 5.8 7.1 7.0
10 Informasi dan Komunikasi 11.1 10.1 10.2 10.4 11.2 11.3 10.8 10.5 11.8
11 Jasa keuangan dan Asuransi 4.0 10.7 11.2 13.3 9.9 0.5 8.5 9.1 7.1
12 Real Estate 5.0 4.7 4.5 4.6 4.8 4.8 4.7 4.4 4.0
13 Jasa Perusahaan 9.0 7.8 7.5 7.8 8.3 10.0 8.4 8.7 8.9
14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, Jaminan Sosial Wajib 1.2 1.2 1.7 2.3 6.8 2.4 3.3 -1.8 -0.5
15 Jasa Pendidikan 3.7 6.6 5.3 6.4 6.5 9.5 7.0 6.3 3.0
16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6.9 7.6 7.1 7.1 7.1 9.9 7.8 8.2 7.1
17 Jasa Lainnya 8.3 8.0 7.8 7.9 8.5 9.6 8.5 9.0 9.1
Berdasarkan Permintaan:
1 Konsumsi 5.2 4.8 6.8 7.1 4.7 2.4 5.1 5.2 4.2
a. Pengeluran Konsumsi Rumah Tangga 5.5 5.3 5.4 5.6 5.0 5.9 5.5 6.0 5.9
b. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 16.8 -4.7 5.8 6.0 14.7 19.6 11.7 21.3 18.1
c. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 2.0 3.8 17.4 15.1 1.9 -11.8 2.4 -3.8 -5.1
3 PMTB 3.1 2.6 0.8 0.4 1.4 3.6 1.6 4.0 4.1
4 Perubahan Inventori 76.4 -2.6 51.0 66.4 42.5 106.9 65.1 62.4 50.9
5 Ekspor Barang dan Jasa 0.7 -1.0 -3.2 0.0 0.0 1.5 -0.4 -5.8 -13.7
6 Impor Barang dan Jasa -0.4 -11.3 -6.6 -2.7 -3.8 10.2 -0.7 2.9 -2.6
7 Net Ekspor Antar Daerah 0.2 -24.8 -10.6 -5.4 0.7 59.4 5.8 16.1 10.9
Ekspor
- Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta) 11,529 11,454 2,550 3,050 2,786 4,138 12,524 2,207 2,142
- Volume Ekspor Non Migas (ribu ton) 2,950 3,133 752 784 688 786 3,010 666 623
Impor
- Nilai Impor Non Migas (USD Juta) 56,039 46,350 11,245 11,948 11,212 12,597 47,002 12,724 12,692
- Volume Impor Non Migas (ribu ton) 22,514 26,289 7,574 7,563 6,540 7,666 29,343 7,123 7,378
Indeks Harga Konsumen 118.77 123.35 123.80 124.29 125.32 126.27 126.27 128.05 129.19
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) 8.95 3.30 3.62 3.08 2.40 2.37 2.37 3.43 3.94
Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun) 2,067 2,179 2,258 2,282 2,302 2,473 2,473 2,504 2,538
Kredit (Rp Triliun) 1,206 1,338 1,295 1,358 1,356 1,439 1,439 1,429 1,472
- Modal Kerja 691 747 707 764 758 800 800 797 839
- Investasi 337 400 397 404 409 444 444 434 431
- Konsumsi 178 190 191 190 189 194 194 198 203
Kredit UMKM (Rp Triliun) 119 126 121 123 122 125 125 126 128
Loan to Deposit Ratio (%) 57.39 60.26 57.35 59.49 58.88 58.19 58.19 57.08 57.99
NPL Gross (%) 1.60 2.11 2.57 2.68 2.76 2.90 2.90 2.87 2.61
Sistem Pembayaran
Transaksi Kliring (Rp Triliun)
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Triliun) 2.6 2.4 2.2 2.3 2.0 2.1 2.2 2.0 1.9
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (ribu) 54.3 45.7 44.0 44.0 37.7 39.4 41.3 38.1 39.3
Sumber: BPS, BI
2017
Perbankan
Indikator201620152014
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 1
PEREKONOMIAN
GLOBAL & NASIONAL
Perekonomian global pada awal tahun 2017 terus bergerak menuju arah
perbaikan, disertai dengan terjadinya pergeseran sumber-sumber
pertumbuhan. Perbaikan ekonomi dunia antara lain ditopang oleh
membaiknya ekonomi Tiongkok dan Eropa. Sementara itu, perekonomian AS
diperkirakan tumbuh lebih rendah sejalan dengan konsumsi yang melemah
dan investasi yang tertahan oleh prospek penurunan harga minyak. Di sisi lain,
harga komoditas global masih tetap tinggi, berpotensi bias ke bawah.
Pada perkembangan nasional, perekonomian Indonesia tumbuh stabil pada
triwulan II 2017, yang didukung oleh meningkatnya kinerja investasi. Di sisi
harga, inflasi pada triwulan II 2017 terkendali di tengah meningkatnya
permintaan seiring masuknya periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN),
dengan kisaran angka yang tetap mendukung pencapaian sasaran inflasi
2017. Kondisi ini mencerminkan kondisi stabilitas makroekonomi yang tetap
terjaga, yang juga didukung oleh defisit transaksi berjalan yang menurun, dan
nilai tukar rupiah yang bergerak menguat. Di sisi lain, stabilitas sistem
keuangan tetap solid, yang ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan
terjaganya kinerja pasar keuangan.
A. Perekonomian Global
Ekspansi perekonomian dunia terus berlanjut disertai dengan terjadinya
pergeseran sumber-sumber pertumbuhan. Di satu sisi, perekonomian
Tiongkok tumbuh lebih baik ditopang oleh konsumsi yang solid dan ekspor
yang meningkat. Di Eropa, pertumbuhan ekonomi juga diperkirakan lebih
baik seiring dengan peningkatan aktivitas konsumsi dan kinerja ekspor yang
meningkat. Di sisi lain, perekonomian AS diperkirakan tumbuh lebih rendah
sejalan dengan konsumsi yang melemah dan investasi yang tertahan oleh
prospek penurunan harga minyak. Perkembangan ekonomi global tersebut
berpotensi mendorong peningkatan volume perdagangan dunia dan masih
tetap tingginya harga komoditas global. Sementara itu, kenaikan FFR
diperkirakan akan terjadi satu kali pada akhir tahun 2017 dan normalisasi
Bab 1
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
2
neraca bank sentral AS diperkirakan akan diumumkan pada September
2017.
Perekonomian Tiongkok diperkirakan tumbuh lebih baik ditopang oleh
konsumsi yang solid dan ekspor yang meningkat. Sumber penopang
konsumsi di antaranya adalah pertumbuhan kredit rumah tangga yang
masih meningkat, peningkatan upah riil yang positif, dan tren penguatan
pada indikator dini (employment PMI dan tingkat keyakinan konsumen).
Selain itu, ekspor pada triwulan II tumbuh lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya, yang didorong oleh permintaan global khususnya AS,
Eropa, dan Jepang. Ekspor yang tumbuh lebih tinggi sementara impor
melambat menyebabkan surplus neraca perdagangan masih tinggi,
meskipun pada triwulan II 2017 sedikit mengalami penurunan.
Di Eropa, pertumbuhan ekonomi diperkirakan lebih baik seiring dnegan
peningkatan aktivitas konsumsi dan kinerja ekspor. Peningkatan aktivitas
konsumsi tercermin dari penjualan ritel dan kredit rumah tangga (RT) yang
membaik meski terbatas. Peningkatan aktivitas konsumsi diperkirakan
berlanjut paling tidak hingga awal triwulan III 2017. Hal ini terindikasi dari
market retail PMI yang kembali bertahan pada level ekspansi dalam 3 bulan
terakhir. Lebih baiknya pertumbuhan ekonomi Eropa juga didukung oleh
meningkatnya kinerja ekspor seiring dengan berlanjutnya pemulihan
ekonomi global.
Di sisi lain, perekonomian AS diperkiakan tumbuh lebih rendah sejalan
dengan konsumsi yang melemah dan investasi yang tertahan oleh prospek
penurunan harga minyak. Melemahnya konsumsi tercermin dari
pertumbuhan pengeluaran konsumsi personal yang menurun menjadi 2,6%
(yoy) pada triwulan II 2017, dari 2,9% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
sementara itu, investasi AS pada triwulan II 2017 tertahan, yang
dicerminkan oleh pertumbuhan sebesar 3,4% (yoy) atau hanya sedikit
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,2% (yoy).
Tertahannya pertumbuhan investasi tersebut terutama disebabkan moderasi
investasi nonresidensial seiring dengan harga minyak yang diperkirakan
menurun. Ke depan, pertumbuhan investasi (terutama nonresidensial)
diperkirakan terbatas sejalan dengan prospek harga minyak.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 3
Sementara itu, harga komoditas global diperkirakan juga masih tetap tinggi,
meskipun berpotensi bias ke bawah. Perkiraan harga komoditas global yang
masih tetap tinggi ditopang oleh tingginya harga batubara hingga triwulan
III 2017. Tingginya harga batubara tersebut didorong oleh permintaan
Tiongkok yang bersifat siklikal seiring dengan musim panas dan kebutuhan
untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) akibat gangguan Pembangkit
Listrik Tenaga Air (PLTA). Ke depan, permintaan batubara diperkirakan
menurun seiring hilangnya faktor siklikal dan pergeseran ke sumber energi
lain. Selain itu, harga minyak sawit diperkirakan menurun seiring
meningkatnya produksi di tengah melambatnya permintaan.
B. Perekonomian Nasional
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2017 tercatat 5,01%
(yoy), sama dengan triwulan I 2017, namun lebih rendah dari periode yang
sama pada 2016 sebesar 5,18% (yoy). Pertumbuhan ekonomi tersebut
didukung oleh meningkatnya kinerja investasi, khususnya investasi
bangunan sejalan dengan akselerasi belanja infrastruktur pemerintah (Tabel
1.1). Di sisi lain, pertumbuhan konsumsi rumah tangga tetap solid meskipun
sedikit termoderasi, sementara konsumsi Pemerintah mengalami kontraksi
seiring dengan adanya pergeseran pengeluaran. Dari sisi eksternal, kinerja
ekspor melambat terutama dipengaruhi penurunan pertumbuhan volume
ekspor produk manufaktur sejalan dengan belum kuatnya pemulihan
ekonomi dunia.
Tabel 1.1 Tabel Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran (% yoy)
Konsumsi Rumah Tangga 5.01 4.97 4.95 4.93 4.96 4.97 5.07 5.01 4.99 5.01 4.94 4.95
Konsumsi LNPRT -8.06 -7.98 6.57 8.33 -0.62 6.40 6.71 6.64 6.72 6.62 8.05 8.49
Konsumsi Pemerintah 2.91 2.61 7.09 7.12 5.32 3.43 6.23 -2.95 -4.05 -0.15 2.68 -1.93
Investasi 4.60 4.01 4.93 6.43 5.01 4.67 4.18 4.24 4.80 4.48 4.78 5.35
Investasi Bangunan 5.71 4.72 6.11 7.78 6.11 6.78 5.07 4.96 4.07 5.18 5.87 6.07
Investasi Nonbangunan 1.62 2.05 1.65 2.47 1.95 -1.20 1.70 2.16 7.07 2.45 1.49 3.27
Ekspor -0.68 -0.26 -0.95 -6.38 -2.12 -3.29 -2.18 -5.65 4.24 -1.74 8.21 3.36
Impor -2.63 -7.37 -6.65 -8.75 -6.41 -5.14 -3.20 -3.67 2.82 -2.27 5.12 0.55
Pertumbuhan Domestik Bruto 4.82 4.74 4.77 5.17 4.88 4.92 5.18 5.01 4.94 5.02 5.01 5.01
Sumber: Badan Pusat Statistik
2016
KomponenII
20172015
I II III IV Total I II III IV Total I
Kinerja investasi bangunan yang cukup kuat menopang peningkatan
investasi pada triwulan II 2017. Pertumbuhan investasi pada triwulan II 2017
tercatat sebesar 5,35% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya sebesar 4,78% (yoy). Perbaikan kinerja investasi utamanya
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
4
bersumber dari investasi bangunan yang tumbuh 6,07% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,87% (yoy), sejalan dengan
berlanjutnya proyek infrastruktur yang dikerjakan oleh Pemerintah dan
pihak swasta, termasuk BUMN. Di sisi lain, investasi nonbangunan
menunjukkan kinerja yang membaik didorong oleh pertumbuhan dari
Cultivated Biological Resources (CBR) dan Hak atas Kekayaan Intelektual
(HAKI). Namun, pertumbuhan investasi nonbangunan tanpa CBR dan HAKI
cenderung melemah sejalan dengan kontraksi pertumbuhan mesin dan
perlengkapan yang tercermin pada turunnya impor mesin dan peralatan
serta impor barang modal bukan kendaraan. Sementara itu, kinerja investasi
nonbangunan berupa kendaraan masih tumbuh tinggi meskipun sedikit
termoderasi. Selain itu, impor alat angkut dan perlengkapan meningkat.
Konsumsi rumah tangga (RT) tumbuh lebih stabil dengan dukungan faktor
lebaran dan inflasi yang terjaga, namun sedikit lebih rendah dari proyeksi
semula. Konsumsi RT pada triwulan II 2017 tumbuh 4,95% (yoy) relatif
stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya ditopang pengeluaran
terkait makanan & minuman, transportasi & komunikasi, serta restoran dan
hotel. Sementara itu, realisasi inflasi yang terendah dalam periode Lebaran 3
tahun terakhir turut mendukung terjaganya konsumsi. Selain itu, kinerja
konsumsi rumah tangga yang terjaga sejalan dengan keyakinan konsumen
yang tetap positif. Meskipun konsumsi tetap kuat, RT terindikasi menahan
pembelian barang-barang durable yang lebih merupakan kebutuhan tersier.
Sementara itu, konsumsi Pemerintah pada triwulan II 2017 terkontraksi
terkait dengan adanya pergeseran pengeluaran. Konsumsi pemerintah
tercatat turun (-1,93% yoy) pada triwulan II 2017, setelah tumbuh cukup
kuat pada triwulan sebelumnya (2,68% yoy). Terbatasnya konsumsi
pemerintah tersebut terutama bersumber dari realisasi pengeluaran
pemerintah pusat yang tumbuh 1,3% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya maupun periode yang sama pada tahun 2016.
Realisasi belanja pegawai dan barang mengalami kontraksi pertumbuhan
terkait pergeseran pengeluaran ke triwulan III 2017. Demikian pula, transfer
ke daerah tercatat rendah disebabkan oleh realisasi DAK Fisik yang turun.
Dari sisi eksternal, pertumbuhan ekspor melambat sejalan dengan ekspor
manufaktur yang mengalami tekanan dipengaruhi oleh belum kuatnya
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 5
pemulihan ekonomi negara maju. Pertumbuhan ekspor pada triwulan II
2017 sebesar 3,36% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tercatat 8,21% (yoy). Kinerja ekspor terutama ditopang oleh tetap
positifnya pertumbuhan ekspor nonmigas, di tengah kontraksi ekspor
migas. Namun, ekspor nonmigas mengalami penurunan disebabkan oleh
pelemahan ekspor manufaktur di tengah masih positifnya kinerja ekspor
pertanian. Ekspor manufaktur kembali terkontraksi sejalan dengan belum
kuatnya pemulihan ekonomi negara maju khususnya AS. Sementara itu,
harga komoditas primer tercatat tetap tinggi, antara lain harga komoditas
batubara yang didorong oleh peningkatan permintaan dari Tiongkok. Selain
itu, kinerja komoditas primer juga didukung oleh minyak nabati (CPO)
meskipun sempat mengalami koreksi harga yang bersifat temporer terkait
pasokan yang berlimpah dari Malaysia.
Sebagai respons dari pelemahan ekspor dan permintaan domestik, impor
juga tumbuh melambat. Pertumbuhan impor pada triwulan II 2017 hanya
sebesar 0,55% (yoy) setelah tumbuh 5,12% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Pelemahan tersebut terutama didorong oleh penurunan impor
migas. Sementara itu, perlambatan impor nonmigas terutama didorong oleh
koreksi pertumbuhan impor bahan baku dan barang modal.
Dari sisi sektoral, kinerja Lapangan Usaha (LU) transportasi dan komunikasi
dan konstruksi yang membaik menopang pertumbuhan ekonomi pada
triwulan II 2017. LU transportasi dan komunikasi tumbuh meningkat
didorong oleh tingginya permintaan terkait faktor musiman Lebaran dan
hari libur (Tabel 1.2). Aktifitas Lebaran dan hari libur juga mendorong
kinerja LU Perdagangan dan Penyediaan Akomodasi dan Mamin, khususnya
untuk Hotel dan Restoran. Namun, moderasi konsumsi rumah tangga
berpengaruh terhadap terbatasnya pertumbuhan sublapangan usaha
perdagangan. Sementara itu, LU konstruksi terus melanjutkan tren
peningkatan pertumbuhan sejalan dengan kuatnya investasi bangunan oleh
Pemerintah dan swasta. Kinerja LU manufaktur terbatas sejalan dengan
pelemahan ekspor barang manufaktur. Sebaliknya, harga komoditas yang
tetap tinggi menopang kinerja LU pertambangan yang kembali tumbuh
positif setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
6
Tabel 1.2 Tabel Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha (% yoy)
Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 3.76 6.54 2.88 1.64 3.77 1.47 3.44 3.03 5.31 3.25 7.12 3.34
Pertambangan dan Penggalian 0.58 -3.59 -4.41 -6.03 -3.42 1.20 1.15 0.29 1.60 1.06 -0.49 2.24
Industri Pengolahan 4.07 4.20 4.60 4.43 4.33 4.68 4.63 4.52 3.36 4.29 4.21 3.54
Listrik, Gas, Air Bersih, dan Pengadaan Air* 1.97 1.22 1.12 1.02 1.32 7.35 6.09 4.69 3.11 5.26 1.80 -2.09
Konstruksi 6.03 5.35 6.82 7.13 6.36 6.76 5.12 4.95 4.21 5.22 6.26 6.96
Perdagangan dan Penyediaan Akomodasi dan Mamin** 3.70 1.95 1.97 4.03 2.90 4.43 4.25 3.79 4.01 4.11 4.76 4.01
Transportasi, Pergudangan, Informasi dan Komunikasi*** 7.88 7.72 9.08 8.51 8.31 7.73 8.24 8.64 8.79 8.36 8.45 9.76
Jasa Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan**** 6.88 4.19 7.57 8.56 6.81 7.52 9.25 6.87 4.51 6.99 5.23 5.66
Jasa-jasa Lainnya***** 5.79 8.60 5.03 6.14 6.37 5.67 5.35 3.94 2.92 4.42 3.87 2.60
Pertumbuhan Domestik Bruto 4.82 4.74 4.77 5.17 4.88 4.92 5.18 5.01 4.94 5.02 5.01 5.01
*) Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Pengadaan Listrik dan Gas dan (ii) Pengadaan Air
**) Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor serta (ii) Penyediaan Akomodasi dan Mamin
***) Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Transportasi dan Pergudangan serta (ii) Informasi dan Komunikasi
****) Penggabungan 3 lap. usaha: (i) Jasa Keuangan, (ii) Real Estate dan (iii) Jasa Perusahaan
*****) Penggabungan 4 lap. usaha: (i) Adm. Pemerintahan, Pertahanan, Jaminan Sosial Wajib, (ii) Jasa Pendidikan, (iii) Jasa Kesehatan dan (iv) Jasa Lainnya
Sumber: Badan Pusat Statistik
I
2017
I II III IV Total IIKomponen
2015 2016
I II III IV Total
Secara spasial, berbagai daerah di Indonesia mencatatkan arah
pertumbuhan yang beragam pada triwulan II 2017. Perekonomian
Sumatera, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua berhasil tumbuh stabil
dan lebih baik dibandingkan triwulan I 2017. Sementara perekonomian
Jawa, Sulawesi, dan Kalimantan justru tumbuh melambat (Gambar 1.1).
Ekonomi Jawa tumbuh melambat 5,41% lebih rendah dibanding triwulan
sebelumnya yang tumbuh 5,68% disebabkan penurunan kinerja ekspor dan
konsumsi pemerintah ditengah konsumsi RT yang tetap solid. Perekonomian
Kalimantan dan Sulawesi masing-masing tumbuh melambat 4,44% (yoy)
dan 6,49% (yoy) pada triwulan II 2017 dari triwulan sebelumnya 4,94%
(yoy) dan 6,84% (yoy). Selain konsumsi pemerintah yang terbatas di kedua
wilayah tersebut, kinerja ekspor juga tumbuh melambat seiring melemahnya
harga komoditas seperti batubara (Kalimantan) dan CNO (Sulawesi).
Sementara itu, ekonomi Sumatera tumbuh stabil 4,09% (yoy) ditopang oleh
konsumsi RT yang tetap kuat. Di sisi lain, kinerja ekspor mineral dan jasa di
wilayah Balinusra dan ekspor Nikel di wilayah Maluku Papua (Mapua) yang
meningkat menopang pertumbuhan ekonomi.
PDRB ≥ 7,0% 5,0% ≤ PDRB < 6,0% 4,0% ≤ PDRB < 5,0% PDRB < 0%6,0% ≤ PDRB < 7,0% 0% ≤ PDRB < 4,0%
KALTARA6,17
Sumber BPS (diolah)
ACEH4,01
SUMUT5,09
RIAU2,41
SUMBAR5,32
JAMBI4,29
BENGKULU5,04
SUMSEL5,24
LAMPUNG5,03
KEP. RIAU1,04
KEP. BABEL5,36
KALBAR4,92
KALTENG6,12
KALSEL5,15
BANTEN5,52 JABAR
5,29
DKI5,96
JATENG5,18 JATIM
5,03
BALI5,87
NTB-1,96
NTT5,01
SULUT5,80
GORONTALO6,64
SULTENG6,61
SULBAR4,78
SULSEL6,63
SULTRA7,03
MALUKU5,68
MALUT6,96
PAPBAR2,01
PAPUA4,91
KALTIM3,58
DIY5,17
KALTARA6,44
4,60 3,53
4,29 4,09 4,09
2014 2015 2016 I'17 II'17
Sumatera (22%)
5,57 5,47 5,59 5,68
5,41
5,00
5,50
6,00
2014 2015 2016 I'17 II'17
Jawa (58,5%)
3,37 1,37 2,01
4,94 4,44
2014 2015 2016 I'17 II'17
Kalimantan (7,9%) 6,87
8,19 7,42 6,84 6,49
2014 2015 2016 I'17 II'17
Sulawesi (6%)
5,90
10,45
5,89 2,49 3,14
2014 2015 2016 I'17 II'17
Bali Nusra (3,1%)
4,54 6,35 7,45 4,04 4,52
2014 2015 2016 I'17 II'17
Mapua (2,5%)
5,01
4,88
5,02 5,01 5,01
2014 2015 2016 I'17 II'17
NASIONAL
Gambar 1.1 Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan II-2017 (% yoy)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 7
Dari sisi harga, inflasi pada triwulan II 2017 terkendali di tengah
meningkatnya permintaan seiring masuknya periode Hari Besar Keagamaan
Nasional (HBKN). Sepanjang periode triwulan II 2017, kenaikan tekanan
inflasi terutama terjadi pada bulan Juni 2017 yakni sebesar 0,69% (mtm).
Meski demikian, tekanan inflasi di bulan Juni tersebut lebih rendah
dibandingkan dengan rata-rata inflasi periode puasa dan lebaran dalam tiga
tahun terakhir yakni sebesar 0,85% (mtm). Perkembangan inflasi yang
terkendali ini tidak terlepas dari kontribusi positif berbagai kebijakan yang
ditempuh Pemerintah dan koordinasi yang kuat dengan Bank Indonesia
dalam menghadapi lebaran. Dengan perkembangan tersebut, inflasi IHK
hingga Juni 2017 secara kumulatif tercatat 2,38% (ytd) atau secara tahunan
mencapai 4,37% (yoy).
Memasuki awal triwulan III 2017, inflasi IHK tetap terkendali dan berada
pada level yang lebih rendah dari perkiraan semula. Pada Juli 2017, inflasi
IHK tercatat 0,22% (mtm) dibawah rata-rata realisasi inflasi pascalebaran
dalam tiga tahun terakhir yang sebesar 0,28% (mtm). Realisasi inflasi IHK
pada Juli 2017 dipengaruhi oleh terkendalinya inflasi pada kelompok
administered prices (AP) dan inflasi kelompok volatile foods dan inflasi inti
yang tercatat lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata inflasi pada
periode pascalebaran tiga tahun terakhir. Dengan perkembangan ini, inflasi
IHK sampai dengan bulan Juli secara kumulatif tercatat 2,60% (ytd) atau
secara tahunan tercatat 3,88% (yoy)
Inflasi inti pada bulan Juni 2017 masih tercatat cukup rendah meskipun
mengalami sedikit kenaikan dibandingkan dengan periode bulan
sebelumnya. inflasi inti pada bulan Juni 2017 tercatat sebesar 0,26% (mtm),
sedikit meningkat dari bulan sebelumnya sebesar 0,16% (mtm), namun
lebih rendah dari historis inflasi inti periode lebaran tiga tahun terakhir yang
sebesar 0,40% (mtm), sehingga secara tahunan inflasi inti pada triwulan II
2017 tercatat sebesar 3,13% (yoy). Realisasi inflasi inti Juni 2017 yang
mengalami peningkatan dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan terkait
pola musiman Ramadhan, sebagaimana tercermin dari komponen inti
traded yang meningkat. Demikian halnya dengan komponen inti nontraded
yang juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan bulan sebelumnya
terutama pada beberapa komoditas makanan seperti nasi dengan lauk, mie,
dan kopi manis. Sementara itu, Inflasi inti pada Juli 2017 tercatat 0,26%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
8
(mtm) lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata inflasi inti pada periode
pascalebaran tiga tahun terakhir, yaitu 0,45% (mtm). Inflasi kelompok inti
pada bulan Juli 2017 lebih dipengaruhi oleh tekanan pada komponen inti
nontraded terutama pada biaya sekolah SMA dan SD seiring masuknya
tahun ajaran baru. Di sisi lain, komponen inti traded mengalami
perlambatan karena deflasi pada komoditas emas perhiasan. Secara
tahunan, inflasi inti pada Juli 2017 tercatat 3,05% (yoy), lebih rendah
dibanding realisasi inflasi inti di bulan sebelumnya yang sebesar 3,13%
(yoy).
Inflasi kelompok volatile food (VF) pada bulan Juni 2017 tercatat lebih
rendah dari bulan sebelumnya. inflasi kelompok VF pada Juni 2017 tercatat
sebesar 0,65% (mtm), lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar 0,91%
(mtm) dan lebih rendah secara historis pada periode lebaran dalam tiga
tahun terakhir dengan rata-rata 1,78% (mtm). Dengan demikian, secara
tahunan inflasi VF pada triwulan II 2017 tercatat 2,17% (yoy). Relatif
rendahnya inflasi VF Juni 2017 ditopang oleh kebijakan pengendalian inflasi
komoditas VF selama bulan puasa yang dilakukan oleh Pemerintah untuk
memastikan ketersediaan pasokan pangan bagi masyarakat, antara lain
melalui operasi pasar, pasar murah, serta kebijakan pemenuhan pasokan
pangan dari berbagai sumber. Lebih lanjut, Inflasi kelompok volatile food
pada Juli 2017 juga tercatat lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya,
yakni menjadi 0,17% (mtm). Rendahnya inflasi volatile food terutama
bersumber dari koreksi harga beberapa komoditas pangan paska Idul Fitri
seperti bawang putih, daging ayam ras, beras, dan cabai merah. Penurunan
inflasi VF lebih lanjut tertahan oleh kenaikan telur ayam ras, tomat sayur dan
bawang merah. Secara tahunan, inflasi volatile food tercatat rendah yaitu
sebesar 1,13% (yoy).
Sementara itu, inflasi Administered Prices (AP) pada Juni 2017 tercatat
masih berada pada level yang cukup tinggi. Inflasi kelompok AP pada Juni
2017 tercatat sebesar 2,10% (mtm) atau lebih tinggi dibandingkan dengan
bulan sebelumnya sebesar 0,69% (mtm). Dengan demikian, secara tahunan
inflasi AP pada triwulan II 2017 masih tetap berada pada level yang cukup
tinggi yakni mencapai 10,64% (yoy). Inflasi AP pada bulan Juni 2017
terutama disebabkan adanya penyesuaian tarif listrik untuk pelanggan
pascabayar daya 900 VA nonsubsidi. Beberapa kenaikan tarif angkutan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 9
sepanjang periode Ramadhan seperti tarif angkutan udara, tarif angkutan
antarkota, dan tarif kereta api juga turut mendorong kenaikan inflasi AP.
Inflasi kelompok administered prices pada Juli 2017 tercatat 0,07% (mtm),
lebih rendah dibanding bulan sebelumnya. Realisasi inflasi AP yang lebih
rendah tersebut dipengaruhi oleh deflasi pada komponen tarif angkutan
antar kota dan kereta api. Penurunan inflasi administered prices yang lebih
dalam tertahan oleh kenaikan tarif angkutan udara seiring meningkatnya
permintaan selama periode liburan sekolah dan adanya kenaikan cukai
rokok. Secara tahunan, inflasi administered prices pada Juli 2017 tercatat
menurun dibanding bulan sebelumnya yakni menjadi 9,27% (yoy) dari
sebelumnya 10,64% (yoy).
Secara spasial, sebagian besar wilayah mencatat inflasi yang rendah pada
bulan Juli 2017 (Gambar 1.2). Secara berurutan, inflasi terendah tercatat di
Jawa dan Sumatera yang masing masing tercatat 0,19% (mtm), diikuti
Kawasan Timur Indonesia (KTI) sebesar 0,35% (mtm). Rendahnya inflasi di
Jawa dan Sumatera disumbang inflasi seluruh provinsi di kedua wilayah
tersebut, bahkan beberapa daerah tercatat mengalami deflasi seperti di
Kepulauan Bangka Belitung (-0,25%; mtm), Lampung (-0,09%; mtm), dan
Kepulauan Riau (-0,04%; mtm). Inflasi KTI tercatat lebih tinggi dibanding
wilayah lainnya akibat relatif tingginya inflasi berbagai provinsi di wilayah
Sulampua, seperti di Gorontalo (1,03%; mtm), Sulawesi Tenggara (0,99%;
mtm), dan Maluku (0,99%; mtm). Meski demikian, kenaikan lebih lanjut
tertahan oleh deflasi di sejumlah provinsi antara lain Papua (-1,23%; mtm),
Kalimantan Utara (-0,27%; mtm), Kalimantan Barat (-0,18%; mtm),
Kalimantan Tengah (-0,05%; mtm), dan Nusa Tenggara Timur (-0,16%;
mtm).
Gambar 1.2 Peta Inflasi Daerah Bulan Juli 2017 (% mtm)
Inflasi Nasional: 0,22%, mtm
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
10
Nilai tukar rupiah bergerak cukup stabil ditopang oleh tetap tingginya
kepercayaan terhadap stabilitas makroekonomi Indonesia. Pada triwulan II
2017, secara rata-rata rupiah menguat sebesar 0,30% dari Rp13.348
menjadi Rp13.309 per dolar AS. Penguatan rupiah pada triwulan II 2017
didukung oleh kondisi domestik yang cukup solid di tengah perkembangan
eksternal yang cenderung dinamis. Stabilnya nilai tukar rupiah berlanjut
pada Juli 2017. Hingga akhir Juli 2017, secara point-to-point nilai tukar
rupiah sedikit menguat sebesar 0,02% (ptp) dari Rp13.328 menjadi
Rp13.325 per dolar AS, meski secara rata-rata nilai tukar rupiah melemah
sebesar 0,37% dari Rp13.298 menjadi Rp13.346. Stabilnya nilai tukar
rupiah ditopang oleh aliran dana masuk yang tetap kuat seiring dengan
prospek imbal hasil yang positif dan diikuti oleh tetap tingginya pasokan
valas korporasi di pasar valas domestik. Nilai tukar rupiah ke depan
diperkirakan tetap stabil didukung oleh keseimbangan neraca pembayaran
yang terjaga dan pasar valas domestik yang semakin dalam.
Stabilitas sistem keuangan tetap kuat, didukung oleh ketahanan industri
perbankan yang tetap kuat yang bersumber dari tingginya rasio kecukupan
modal. Permodalan industri perbankan masih berada pada level yang cukup
kuat dan jauh di atas threshold-nya seiring dengan terjaganya profitabilitas
perbankan. Tingkat kecukupan modal perbankan atau Capital Adequacy
Ratio (CAR) mencapai 22,5% pada akhir triwulan II 2017. Tingkat
kecukupan modal perbankan ini masih lebih tinggi dibandingkan tahun-
tahun sebelumnya dan diperkirakan mampu untuk memitigasi risiko kredit
dan mengantisipasi kebutuhan pemenuhan Capital Surcharge serta
Countercyclical Capital Buffer. Sementara itu, risiko kredit yang tercermin
dari rasio Non Performing Loan (NPL) masih terjaga dan bahkan mengalami
sedikit penurunan. NPL tercatat sebesar 3,02% pada akhir triwulan II 2017,
turun 5 bps dari 3,07% pada akhir triwulan I 2017.
Pertumbuhan kredit pada triwulan II 2017 melambat. Kredit tumbuh 7,8%
(yoy) pada akhir triwulan II 2017, lebih rendah dibanding triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 9,2% (yoy). Namun, pertumbuhan kredit
sejak awal tahun masih positif dan tumbuh 2,6% (ytd) pada Juni 2017.
Perlambatan pertumbuhan kredit utamanya bersumber dari melambatnya
pertumbuhan kredit modal kerja (KMK) dan kredit investasi (KI). KMK
tumbuh melambat menjadi 7,2% (yoy) dari 8,6% (yoy) pada triwulan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 11
sebelumnya, sementara pertumbuhan KI melambat menjadi 6,5% (yoy) dari
10,3% pada triwulan sebelumnya. Di sisi lain, kredit konsumsi mampu
tumbuh lebih baik menjadi 9,9% (yoy) dari 9,3% (yoy) pada triwulan
sebelumnya.
Pertumbuhan DPK meningkat terutama bersumber dari giro dan deposito.
Dana Pihak Ketiga (DPK) pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 10,3% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 10,0% (yoy).
Berdasarkan jenisnya, peningkatan pertumbuhan DPK triwulan II 2017
terutama bersumber dari giro dan deposito, sementara pertumbuhan
tabungan menurun.
C. Bauran Kebijakan
Dengan mempertimbangkan kondisi terkini, serta prospek dan risiko
perekonomian ke depan, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia
pada 21-22 Agustus 2017 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day
Reverse Repo Rate sebesar 25 bps dari 4,75% menjadi 4,50%, dengan suku
bunga Deposit Facility turun 25 bps menjadi 3,75% dan Lending Facility
turun 25 bps menjadi 5,25%, berlaku efektif sejak 23 Agustus 2017.
Keputusan tersebut konsisten dengan adanya ruang pelonggaran kebijakan
moneter dengan rendahnya realisasi dan prakiraan inflasi tahun 2017 dan
2018 di dalam kisaran sasaran yang ditetapkan, serta terkendalinya defisit
transaksi berjalan dalam batas yang aman. Risiko eksternal terkait dengan
rencana kenaikan Fed Funds Rate (FFR) dan normalisasi neraca bank sentral
AS mereda sehingga perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri
Indonesia tetap menarik. Penurunan suku bunga kebijakan diharapkan
dapat memperkuat intermediasi perbankan sehingga memperkokoh
stabilitas sistem keuangan serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang
lebih tinggi. Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter,
makroprudensial, dan sistem pembayaran guna menjaga stabilitas
makroekonomi dan sistem keuangan. Bank Indonesia juga akan terus
memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas lainnya untuk
memastikan pengendalian inflasi, penguatan stimulus pertumbuhan, dan
reformasi struktural berjalan dengan baik sehingga mampu menopang
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
12
Halaman ini sengaja dikosongkan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 13
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II 2017 melambat dibandingkan
dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya, dan lebih rendah dari perkiraan
Bank Indonesia. Perlambatan yang terutama disebabkan oleh pelemahan
kinerja ekspor dan impor, serta belanja pemerintah ini mengakibatkan
pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan ini turun menjadi 5,96% (yoy)
dari 6,45% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Pelemahan kinerja ekspor DKI Jakarta tidak terlepas dari perkembangan pasar
luar negeri untuk produk ekspor utama Jakarta seperti kendaraan bermotor
dan perhiasan yang belum sejalan dengan perbaikan kondisi ekonomi global
secara umum. Selain itu, pelarangan kendaraan angkutan barang untuk
melintas selama masa libur Lebaran 2017 juga turut berkontribusi pada
rendahnya aktivitas ekspor dan impor Jakarta.
Pelemahan ekonomi juga dikontribusi oleh melemahnya kinerja belanja
pemerintah, terutama pada belanja Kementerian dan Lembaga (K/L) yang
berkantor di Ibukota. Bergesernya pembayaran gaji dan tunjangan ke-13
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari sebelumnya pada bulan Juni menjadi bulan Juli
2017 merupakan faktor utama turunnya kinerja belanja pemerintah pada
triwulan II 2017
Sementara itu, komponen pengeluaran yang menjadi sumber pertumbuhan
ekonomi Jakarta pada triwulan II 2017 adalah konsumsi rumah tangga,
konsumsi lembaga non-profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) dan
ekspor neto antardaerah yang masih tumbuh cukup tinggi, meskipun
mengalami perlambatan. Laju perlambatan pada konsumsi rumah tangga
dapat tertahan dengan adanya faktor puasa dan Idul Fitri, sedangkan pada
konsumsi LNPRT terbantu dengan adanya Pilkada DKI Jakarta putaran kedua
dan kegiatan lembaga keagamaan sepanjang bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
Sebaliknya, investasi (PMTB) tumbuh meningkat sejalan dengan realisasi
berbagai proyek infrastruktur di DKI Jakarta.
Bab 2
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
14
Sejalan dengan pelemahan kinerja ekspor dan impor, dua lapangan usaha
(LU) utama dalam PDRB DKI Jakarta, yaitu LU perdagangan dan industri
pengolahan mengalami perlambatan pertumbuhan. Perlambatan pada LU
perdagangan disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan intermediate
demand dari kegiatan industri pengolahan yang pada periode laporan
menunjukkan perlambatan. Sementara itu, LU utama lainnya yaitu konstruksi
mengalami peningkatan sejalan dengan pertumbuhan PMTB yang juga
meningkat, demikian juga LU informasi dan komunikasi yang memberi
kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi Jakarta.
A. Komponen Permintaan
Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II 2017 melambat dibandingkan
dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Kinerja pertumbuhan ekonomi
pada triwulan laporan tercatat sebesar 5,96% (yoy), melambat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar
6,45% (yoy)1 , dan juga lebih rendah dari capaian pertumbuhan pada
triwulan II tahun sebelumnya yang sebesar 6,04% (yoy) (Grafik 2.1).
Melambatnya pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta juga sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi kawasan Jawa pada triwulan II 2017 yang tercatat
5,41% (yoy), lebih rendah daripada triwulan sebelumnya (5,66%; yoy)
(Grafik 2.2).
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.1 Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta
Grafik 2.2 Pertumbuhan Ekonomi Nasional, Kawasan Jawa, dan Jakarta
Meskipun masih tercatat mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi,
konsumsi rumah tangga (RT) sebagai komponen yang memiliki kontribusi
terbesar dan menopang pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta mengalami
perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II 2017,
pertumbuhan konsumsi rumah tangga tercatat sebesar 5,86% (yoy),
1 Berdasarkan rilis data pertumbuhan ekonomi triwulan II 2017 oleh BPS Provinsi DKI Jakarta, terdapat koreksi angka
pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta triwulan I 2017, dari sebelumnya 6,48% (yoy) menjadi 6,45% (yoy).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 15
sedangkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya tercatat sebesar 5,97%
(yoy). Relatif rendahnya kegiatan belanja masyarakat merupakan faktor
terbesar yang menahan pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Hal tersebut
antara lain disebabkan karena masyarakat, khususnya masyarakat kelas
menengah pada triwulan laporan cenderung menahan belanja, untuk
mengantisipasi pengeluaran yang lebih besar pada triwulan III 2017, antara
lain tahun ajaran baru. Namun demikian, laju perlambatan pada konsumsi
rumah tangga dapat tertahan dengan adanya faktor bulan puasa dan Idul
Fitri, yang secara umum mendorong belanja masyarakat. Di sisi lain, kondisi
keyakinan konsumen yang secara umum masih berada pada level positif
juga turut menopang pertumbuhan positif konsumsi rumah tangga.
Masih terjaganya kondisi keyakinan konsumen pada level positif tercermin
pada hasil survei konsumen Bank Indonesia. Dari hasil survei, terlihat
keseluruhan komponen, antara lain Indeks Keyakinan Konsumen (IKK),
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK), dan Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE)
mengalami pertumbuhan serta berada pada level positif pada pertengahan
tahun 2017 (Grafik 2.3). Hal tersebut menggambarkan persepsi masyarakat
terhadap perekonomian domestik pada tahun 2017 yang stabil dan terjaga.
Selain itu, hasil survei menunjukkan bahwa penghasilan masyarakat
meningkat pada triwulan II 2017, yang sejalan dengan pemberian
Tunjangan Hari Raya (THR) dalam menyambut datangnya hari raya Idul Fitri.
Meningkatnya penghasilan masyarakat tersebut tercermin dari Indeks
Penghasilan Konsumen yang meningkat cukup tinggi pada triwulan II 2017
(Grafik 2.4).
Sumber: Survei Konsumen BI, diolah Sumber: Survei Konsumen BI, diolah
Grafik 2.3 Indeks Survei Konsumen Grafik 2.4 Indeks Penghasilan Konsumen dan Ketersediaan Kerja
Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja masih berada pada level pesimis,
meskipun tumbuh membaik. Hal ini tidak terlepas dari persepsi masyarakat
terhadap lapangan kerja formal yang relatif masih sulit diperoleh, yang
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
16
tercermin dari pertumbuhan lapangan kerja formal yang lebih rendah dari
pertumbuhan lapangan kerja informal (Grafik 2.5). Beberapa hal yang
menyebabkan pertumbuhan lapangan kerja informal lebih tinggi dari
lapangan kerja formal antara lain semakin maraknya masyarakat yang
memilih berprofesi sebagai pengemudi transportasi umum berbasis on-line,
serta pemberdayaan peran serta masyarakat dalam membangun dan
merawat kota Jakarta sebagai Pekerja Penanganan Sarana dan Prasarana
Umum (PPSU) yang memiliki penghasilan setara Upah Minimum Provinsi.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.5 Pertumbuhan Lapangan Kerja Formal dan Informal
Melambatnya konsumsi juga terkonfirmasi melalui penjualan kendaraan
bermotor yang mengalami kontraksi. Pada triwulan II 2017, penjualan
kendaraan bermotor khususnya mobil di DKI Jakarta berkurang 5,69% (yoy)
dari jumlah penjualan pada triwulan yang sama tahun 2016, sedangkan
penjualan pada triwulan sebelumnya masih mengalami pertumbuhan positif
6,18% (yoy) (Grafik 2.6). Jika ditelusuri lebih dalam, penjualan mobil low
cost green car (LCGC) yang terjangkau oleh kelas menengah di Jakarta serta
selalu mencatat pertumbuhan yang tinggi, pada triwulan II 2017 mencatat
perlambatan yang cukup dalam, yaitu dengan realisasi pertumbuhan
15,93% (yoy), dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya
yang mencapai 55,5% (yoy) (Grafik 2.7).
Sumber: Gaikindo Sumber: Gaikindo
Grafik 2.6 Penjualan Mobil di Jakarta Grafik 2.7 Penjualan Mobil LCGC di Jakarta
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 17
Namun, laju perlambatan pada konsumsi rumah tangga dapat tertahan
dengan adanya faktor bulan puasa dan hari raya Idul Fitri, sejalan dengan
tren peningkatan belanja masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pada
kedua momen tersebut, seperti kebutuhan makanan dan pakaian muslim.
Hal tersebut tercermin pada impor barang konsumsi yang membaik pada
triwulan II 2017, meskipun masih tumbuh negatif (Grafik 2.8). Dari sisi
pembiayaan, datangnya momen bulan puasa dan hari raya Idul Fitri dalam
mendorong belanja tercermin dari kredit konsumsi pada triwulan II 2017
yang meningkat (Grafik 2.9). Pada triwulan laporan, penyaluran kredit
konsumsi di DKI Jakarta tumbuh 6,53% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya dengan realisasi sebesar 5,20%
(yoy), dimana pada periode tersebut tidak terdapat momen bulan puasa dan
Idul Fitri. Jika dilihat secara nominal, penyaluran kredit konsumsi pada
triwulan II 2017 sebesar Rp202,6 triliun, sedangkan penyaluran pada
triwulan sebelumnya tercatat sebesar Rp198,7 triliun.
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 2.8 Impor Barang Konsumsi Grafik 2.9 Penyaluran Kredit Konsumsi di Jakarta
Peningkatan belanja masyarakat pada momen bulan puasa dan hari raya
Idul Fitri juga terkonfirmasi melalui hasil liaison 2 terhadap beberapa
perusahaan di DKI Jakarta pada periode triwulan II 2017. Hasil liaison
menunjukkan bahwa dorongan momen bulan puasa dan Idul Fitri terhadap
tingkat belanja tercermin pada meningkatnya penjualan domestik
perusahaan, seperti terlihat pada skala likert penjualan domestik beberapa
perusahaan yang lebih tinggi pada triwulan II 2017 dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya (Grafik 2.10). Namun, melambatnya konsumsi
tercermin pada tingkat persediaan beberapa perusahaan tersebut yang
sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 2.11).
2 Kegiatan Liaison adalah kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang dilakukan secara periodik melalui
wawancara langsung/tidak langsung kepada pelaku usaha/institusi lainnya mengenai perkembangan dan arah kegiatan usaha dengan cara yang sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan dan likert scale.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
18
Hal tersebut mengindikasikan bahwa tingkat persediaan atau inventory
barang perusahaan yang terjual kepada masyarakat pada triwulan laporan
yang tidak lebih banyak dari triwulan sebelumnya.
Sumber: Liaison Bank Indonesia, diolah Sumber: Liaison Bank Indonesia, diolah
Grafik 2.10 Skala Likert Penjualan Domestik
Grafik 2.11 Skala Likert Persediaan
Sementara itu, pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta putaran kedua yang
dilaksanakan pada tanggal 19 April 2017 dan kegiatan lembaga sosial
masyarakat terkait bulan Ramadhan dan persiapan Lebaran memberikan
dorongan yang cukup kuat terhadap pertumbuhan konsumsi di DKI Jakarta,
khususnya konsumsi lembaga non-publik yang melayani rumah tangga
(LNPRT). Pada triwulan II 2017, konsumsi LNPRT tumbuh sebesar 18,09%
(yoy), cukup tinggi meskipun sudah mulai melambat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh 21,29% (yoy). Dengan
memasuki Pilkada DKI Jakarta putaran kedua, partai-partai politik lebih
mengintensifkan kegiatan rapat konsolidasi untuk meraih hasil maksimal
pada Pilkada. Begitu juga dengan pelaksanaan Pilkada di daerah dan
provinsi lain yang berkontribusi terhadap pertumbuhan konsumsi LNPRT DKI
Jakarta, yang disebabkan oleh sebagian besar partai politik memiliki kantor
pusat di Jakarta dan memusatkan kegiatan konsolidasi di Ibukota. Namun,
jumlah daerah yang melaksanakan Pilkada putaran kedua hanya satu
dibandingkan dengan Pilkada putaran pertama, maka berdampak pada
melambatnya pertumbuhan konsumsi LNPRT pada triwulan laporan. Lebih
lanjut, konsumsi LNPRT juga ditopang oleh kegiatan yayasan dan lembaga
keagamaan sepanjang bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
Memasuki triwulan III 2017, konsumsi rumah tangga diperkirakan
meningkat dibandingkan triwulan II 2017, sejalan dengan ekspektasi positif
masyarakat yang terindikasi dari indeks Survei Konsumen Bank Indonesia
yang terus tumbuh positif dan berada pada level optimis (Grafik 2.12). Di sisi
lain, konfirmasi yang diperoleh dari kalangan usaha melalui kegiatan liaison
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 19
menyebutkan, kondisi penjualan pada satu triwulan ke depan diperkirakan
akan tetap membaik, yang didorong oleh beberapa penyelenggaraan
festival belanja pada triwulan berjalan (Grafik 2.13). Festival belanja tersebut
antara lain Hari Belanja Diskon Indonesia yang digelar oleh Himpunan
Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) dalam rangka
menyambut dan memeriahkan perayaan HUT Republik Indonesia ke-72.
Pesta belanja diskon tersebut akan diikuti oleh mal-mal modern dan
berbagai pusat perbelanjaan pada tanggal 17-20 Agustus 2017 dengan
menawarkan berbagai barang dengan harga yang lebih terjangkau, seperti
produk busana, elektronik, makanan dan minuman, hingga hiburan.
Kemudian festival belanja berikutnya adalah Happy Birthday Indonesia yang
akan diselenggarakan di Jakarta International Expo Kemayoran pada tanggal
15-27 Agustus 2017 yang akan diikuti oleh lebih dari 200 perusahaan yang
mengelola 500 merk lokal dan internasional. Festival-festival belanja
tersebut diharapkan dapat menstimulasi belanja masyarakat dan menjadi
pendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan berjalan.
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Sumber: Liaison Bank Indonesia, diolah
Grafik 2.12 Perkembangan Terkini Survei Konsumen Bank Indonesia
Grafik 2.13 Perkiraan Penjualan
Konsumsi pemerintah pada triwulan II 2017 kembali terkontraksi lebih
dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan,
konsumsi pemerintah tumbuh -5,15% (yoy), lebih rendah dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang juga mengalami kontraksi dengan
pertumbuhan sebesar -3,83% (yoy). Melemahnya kinerja belanja
pemerintah tersebut terutama disumbang oleh pelemahan belanja
Kementerian dan Lembaga (K/L) yang berkantor di ibukota. Turunnya kinerja
belanja K/L tersebut disebabkan oleh bergesernya pembayaran gaji dan
tunjangan ke-13 Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari triwulan II ke triwulan III
2017. Pada tahun lalu, gaji dan tunjangan ke-13 serta gaji ke-14 (Tunjangan
Hari Raya) dibayarkan pada bulan Juni, atau masih berada pada triwulan II,
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
20
sedangkan pada tahun 2017 gaji dan tunjangan tersebut baru dibayarkan
pada bulan Juli 2017 (triwulan III). Porsi belanja K/L tersebut cukup dominan
terhadap pembentukan komponen konsumsi pemerintah di DKI Jakarta,
karena mayoritas K/L berkantor di Ibukota, sehingga penundaan belanja
berdampak pada kontraksi konsumsi pemerintah DKI Jakarta.
Belum optimalnya belanja Kementerian/Lembaga tersebut tercermin dari
serapan anggaran sampai dengan pertengahan tahun 2017 yang belum
mencapai separuh dari pagu anggaran, meskipun serapan tersebut lebih
baik dari tahun-tahun sebelumnya (Grafik 2.14). Pada bulan Juni 2017,
serapan belanja kumulatif APBN untuk Kementerian/Lembaga baru
mencapai 32% dari pagu anggaran. Lebih lanjut, penyerapan belanja
kumulatif pada APBD DKI Jakarta juga turut berkontribusi pada kontraksi
konsumsi pemerintah. Sampai dengan pertengahan tahun 2017, serapan
belanja kumulatif APBD DKI Jakarta tercatat sebesar 25,3%, lebih rendah
dibandingkan dengan serapan belanja kumulatif pada pertengahan tahun
2016, yang mencapai 27,4% (Grafik 2.15). Realisasi belanja APBD sampai
dengan pertengahan tahun 2017 yang lebih rendah dibandingkan
penyerapan tahun sebelumnya, disebabkan oleh persentase realisasi belanja
pegawai yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu, yang
disebabkan oleh pergeseran waktu pencairan gaji serta tunjangan kepada
PNS.
Konsumsi pemerintah pada triwulan III 2017 diperkirakan kembali tumbuh
positif. Pertumbuhan tersebut salah satunya akan didorong oleh belanja
pegawai melalui pencairan tunjangan dan gaji ke-13 untuk Pegawai Negeri
Sipil pada bulan Juli. Di samping itu, memasuki semester II tahun 2017,
penyerapan belanja akan lebih dioptimalkan untuk memenuhi target
realisasi anggaran pada akhir tahun.
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Negara Jkt Sumber: BPKD DKI Jakarta
Grafik 2.14 Realisasi Belanja Kementerian/Lembaga di Jakarta
Grafik 2.15 Perkembangan Realisasi Belanja APBD DKI Jakarta
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 21
Di tengah kontraksi pertumbuhan konsumsi pemerintah, kinerja investasi
DKI Jakarta tetap tumbuh positif, meskipun relatif terbatas dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II 2017, komponen investasi
DKI Jakarta tercatat mengalami pertumbuhan 4,12% (yoy), lebih baik
dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh
4,00% (yoy)3. Pertumbuhan pada triwulan laporan tersebut masih ditopang
oleh investasi yang dilakukan oleh pemerintah, khususnya investasi
bangunan dalam bentuk pembangunan infrastruktur di ibukota. Investasi
bangunan tersebut masih mendominasi pangsa komponen Pembentukan
Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi secara keseluruhan di Jakarta pada
triwulan laporan, dengan realisasi pertumbuhan pada triwulan II 2017
sebesar 5,75% (yoy) (Grafik 2.16 dan 2.17).
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta
Grafik 2.16 Nominal Komponen PMTB Grafik 2.17 Pertumbuhan Investasi Bangunan
Akselerasi investasi bangunan di DKI Jakarta didorong oleh pembangunan
infrastruktur yang menyebar di berbagai wilayah di Jakarta. Proyek-proyek
tersebut antara lain kelanjutan pembangunan Mass Rapid Transit (MRT)
dengan keseluruhan progres pekerjaan sampai dengan akhir triwulan II
2017 telah mencapai 75%, dengan rincian 87,5% untuk konstruksi bawah
tanah dan 56,86% untuk konstruksi layang4; pembangunan LRT Jabodebek
dengan progres pekerjaan sampai dengan triwulan I 2017 sebesar 15,5%5,
dengan rincian ruas Cawang-Cibubur telah terbangun 31,4%, ruas
Cawang-Kuningan-Dukuh Atas baru terbangun 2,7%, serta ruas Cawang-
Bekasi Timur yang telah terbangun 15,1%; pembangunan LRT dalam kota
Jakarta yang menghubungkan rute Kelapa Gading-Velodrome dengan
progres pekerjaan sampai bulan Juni 2017 mencapai 26,35%, atau lebih
3 Berdasarkan rilis data pertumbuhan ekonomi triwulan II 2017 oleh BPS Provinsi DKI Jakarta, terdapat koreksi angka
pertumbuhan investasi DKI Jakarta triwulan I 2017, dari sebelumnya 6,30% (yoy) menjadi 4,00% (yoy). 4 Sumber: laman PT MRT Jakarta (jakartamrt.co.id) 5 Sumber: Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
22
cepat dari target progres tengah tahun sebesar 25%6. Lebih lanjut, pada
awal tahun 2017, DKI Jakarta memulai pembangunan tiga underpass dan
tiga flyover secara bersamaan dengan total anggaran mencapai Rp 700
miliar yang bersumber dari belanja modal APBD DKI Jakarta. Pembangunan
tersebut antara lain flyover Cipinang Lontar, Pancoran, dan Bintaro, serta
underpass Kartini, mampang-Kuningan, dan Matraman, dimana sampai
dengan posisi akhir bulan Juni 2017, progres total pekerjaan untuk keenam
konstruksi tersebut telah mencapai 40%.
Sementara itu, peran swasta dalam kegiatan investasi masih terbatas. Masih
rendahnya kegiatan investasi swasta terindikasi dari penyaluran kredit
investasi yang melanjutkan tren perlambatan. Pada triwulan II 2017
penyaluran kredit investasi tumbuh 6,64% (yoy), lebih rendah dibandingkan
dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 9,33%
(yoy). (Grafik 2.18). Masih rendahnya investasi swasta tersebut tidak terlepas
dari perilaku investor swasta yang masih melanjutkan perilaku wait-and-see
terhadap kondisi ekonomi saat ini yang telah dimulai sejak awal tahun
2016, yang juga tercermin dari penyaluran kredit korporasi yang melambat
pada triwulan laporan (Grafik 2.19).
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 2.19 Penyaluran Kredit Investasi Grafik 2.20 Penyaluran Kredit Rumah Tangga untuk Perumahan
Investasi bangunan yang dilakukan oleh pemerintah melalui pembangunan
konstruksi dan infrastruktur masih akan menjadi penopang utama
pertumbuhan investasi pada triwulan berjalan, antara lain pembangunan
MRT, pembangunan LRT di dalam kota Jakarta dan lintas Jabodebek, serta
pembangunan flyover dan underpass. Pada pembangunan MRT sampai
dengan perkembangan terkini7, konstruksi layang telah mencapai 64,10%
dan konstruksi bawah tanah telah mencapai 88,26%. Pembangunan LRT
6 Sumber: PT Jakarta Propertindo 7 Per tanggal 31 Juli 2017, data diperoleh dari laman www.jakartamrt.co.id
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 23
Jakarta yang menghubungkan rute Kelapa Gading Velodrome telah
mencapai 29,8% progres fisik, dan diakui oleh PT Jakarta Propertindo selaku
pihak pelaksana pembangunan proyek lebih tinggi dari target yang
dicanangkan8. Sementara itu, pembangunan LRT Jabotabek yang meliputi
tiga rute, yaitu rute Cibubur Cawang sepanjang 14,5 km telah mencapai
37%, rute Bekasi Timur Cawang sepanjang 17,1 km telah mencapai 17%,
dan rute Cawang Dukuh Atas sepanjang 10,5 km baru mencapai 3%.
Lebih lanjut, pembangunan flyover dan underpass, antara lain flyover
Cipinang Lontar, Pancoran, dan Bintaro, serta underpass Kartini, mampang-
Kuningan, dan Matraman, ditargetkan untuk selesai pada akhir tahun 2017,
sehingga pada semester II ini, pekerjaan konstruksi akan semakin dipercepat
untuk memenuhi target. Di sisi lain, investasi swasta diperkirakan masih
belum meningkat signifikan, yang terindikasi dari penyaluran kredit investasi
dan kredit korporasi terkini yang masih tumbuh melambat (Grafik 2.20 dan
2.21). Namun, berlalunya Pilkada diperkirakan dapat mengurangi efek
psikologis negatif dan perilaku wait-and-see investor swasta, sehingga
dalam waktu ke depan kontribusi investasi dari sektor swasta diharapkan
membaik.
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 2.20 Perkembangan Terkini Penyaluran Kredit Investasi
Grafik 2.21 Perkembangan Terkini Penyaluran Kredit Korporasi
Dari sisi eksternal, kinerja ekspor luar negeri kembali mengalami kontraksi
yang lebih dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Ekspor DKI
Jakarta pada triwulan II 2017 tumbuh -13,69% (yoy), terkontraksi cukup
dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang juga mengalami
kontraksi dengan realisasi pertumbuhan -5,84% (yoy). Kontraksi terutama
disebabkan oleh ekspor barang yang mengalami kontraksi cukup dalam,
serta ekspor jasa yang juga tumbuh negatif. Ekspor barang pada triwulan
8 Sumber: http://megapolitan.kompas.com/read/2017/08/12/18420971/ini-progres-pembangunan-lrt-jakarta-koridor-
kelapa-gading-velodrome tanggal 12 Agustus 2017
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
24
laporan mengalami kontraksi 25,27% (yoy), sedangkan ekspor jasa
mengalami kontraksi 1,99% (yoy) (Grafik 2.22 dan 2.23).
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta
Grafik 2.22 Pertumbuhan Ekspor DKI Jakarta per Komponen
Grafik 2.23 Pertumbuhan Ekspor Barang DKI Jakarta
Kontraksi yang cukup dalam pada ekspor barang salah satunya disebabkan
oleh kebijakan pemerintah melalui Peraturan Dirjen Perhubungan Darat
No.SK2717/Aj.201/DRJD tentang Pengaturan Lalu Lintas dan Pengaturan
Kendaraan Angkutan Barang pada Masa Angkutan Lebaran Tahun 2017,
yang turut berkontribusi dalam rendahnya aktivitas ekspor Jakarta.
Berdasarkan peraturan tersebut, angkutan barang ekspor dan impor pada
masa libur lebaran tahun 2017, pada tanggal 21 Juni 29 Juni 2017 tidak
boleh beroperasi melalui jalan nasional dan jalan tol. Kebijakan tersebut
menyebabkan menurunnya aktivitas arus barang dari dan menuju
pelabuhan, termasuk yang terkait dengan kegiatan tersebut. Sejalan dengan
hal tersebut, nilai ekspor DKI Jakarta pada triwulan II 2017 berkurang
29,77% (yoy) dibandingkan nilai ekspor pada triwulan II tahun lalu (Grafik
2.24). Lebih lanjut, perkembangan pasar luar negeri untuk produk ekspor
utama Jakarta seperti kendaraan bermotor, perhiasan, dan peralatan
mekanik9 belum sejalan dengan perbaikan kondisi ekonomi global secara
umum, sehingga berdampak pada angka pertumbuhan yang terus bergerak
negatif, dan turut berkontribusi terhadap kontraksi pertumbuhan ekspor
DKI Jakarta (Grafik 2.25).
9 Berdasarkan Berita Resmi Statistik BPS Provinsi DKI Jakarta No. 38/08/31/Th. XIX tanggal 1 Agustus 2017 perihal Ekspor
dan Impor DKI Jakarta. Tiga besar nilai ekspor produk DKI Jakarta menurut golongan barang HS 2 digit adalah kendaraan dan bagiannya, perhiasan/permata, dan mesin-mesin/pesawat mekanik.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 25
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 2.24 Pertumbuhan Nilai Ekspor DKI Jakarta
Grafik 2.25 Ekspor Produk Unggulan DKI Jakarta
Ekspor jasa pada triwulan laporan masih memiliki pangsa dominan terhadap
keseluruhan ekspor luar negeri DKI Jakarta, melalui kunjungan wisatawan
mancanegara (wisman) ke ibukota (Grafik 2.26). Sejalan dengan ekspor
barang yang menurun, jumlah wisman yang berkunjung ke Ibukota pada
triwulan laporan terus menurun dengan tingkat pertumbuhan yang terus
melambat (Grafik 2.27), sehingga hal tersebut turut berkontribusi terhadap
kontraksi ekspor DKI Jakarta secara keseluruhan.
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta
Grafik 2.26 Pangsa Ekspor DKI Jakarta Grafik 2.27 Kunjungan Wisatawan Mancanegara ke DKI Jakarta
Setelah mengalami pertumbuhan positif pada triwulan sebelumnya, kinerja
impor DKI Jakarta kembali mengalami kontraksi pada triwulan II 2017. Pada
triwulan laporan, kinerja impor terkontraksi 2,58% (yoy), sedangkan pada
triwulan sebelumnya tumbuh positif 2,95% (yoy). Kontraksi pada impor DKI
Jakarta tersebut dikontribusi oleh perlambatan pada pertumbuhan impor
barang modal dan bahan baku (Grafik 2.28), sejalan dengan melambatnya
pertumbuhan intermediate demand dari kegiatan industri pengolahan yang
pada periode laporan menunjukkan perlambatan, yang juga sebagai
dampak dari terbatasnya pertumbuhan konsumsi. Di sisi lain, impor barang
konsumsi mengalami perbaikan, meski masih mengalami pertumbuhan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
26
negatif, yang terbantu oleh faktor musiman bulan puasa dan hari raya Idul
Fitri, melalui impor makanan kemasan dan barang tekstil atau pakaian
muslim. Kontraksi kinerja impor DKI Jakarta tersebut juga sejalan dengan
perlambatan pertumbuhan nilai barang-barang impor yang masuk ke DKI
Jakarta (Grafik 2.29).
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 2.28 Impor Barang Konsumsi, Bahan Baku, dan Barang Modal
Grafik 2.29 Pertumbuhan Nilai Impor DKI Jakarta
B. Komponen Penawaran (Lapangan Usaha)
Lapangan usaha utama di DKI Jakarta juga secara umum mengalami
pertumbuhan yang sejalan dengan komponen permintaannya. Struktur
perekonomian Jakarta menurut Lapangan Usaha (LU) pada triwulan II 2017
didominasi oleh tiga lapangan usaha utama, yaitu perdagangan besar dan
eceran, reparasi mobil dan sepeda motor, industri pengolahan, dan
konstruksi10.
Lapangan Usaha Konstruksi
Kinerja LU konstruksi Jakarta tumbuh lebih baik dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan LU kontruksi di DKI Jakarta pada
triwulan II 2017 tercatat sebesar 4,11% (yoy), terakselerasi dibandingkan
dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,56%
(yoy). Pertumbuhan LU konstruksi tersebut tidak terlepas dari masifnya
pembangunan infrastruktur di DKI Jakarta, seperti infrastruktur
transportasi serta infrastruktur jalan dan jembatan. Pada perkembangan
terkini, pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) sampai dengan akhir
triwulan II 2017 telah mencapai 75%, dengan rincian 87,5% untuk
konstruksi bawah tanah dan 62% untuk konstruksi layang 11 ,
10 Berdasarkan Berita Resmi Statistik BPS DKI Jakarta No. 41/08/31/Th.XIX tanggal 7 Agustus 2017 perihal Pertumbuhan
Ekonomi DKI Jakarta Triwulan II 2017 11 Sumber: laman PT MRT Jakarta (jakartamrt.co.id)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 27
pembangunan LRT Jabodebek telah mencapai progres pekerjaan 15,5%12
sampai dengan tengah tahun 2017, dengan rincian ruas Cawang-Cibubur
telah terbangun 31,4%, ruas Cawang-Bekasi Timur yang telah terbangun
15,1%, serta ruas Cawang-Kuningan-Dukuh Atas yang baru terbangun
2,7%, pembangunan LRT dalam kota Jakarta yang menghubungkan rute
Kelapa Gading-Velodrome dengan progres pekerjaan sampai bulan Juni
2017 mencapai 26,35%, atau lebih cepat dari target progres tengah
tahun sebesar 25%13. Lebih lanjut, pada awal tahun 2017, DKI Jakarta
memulai pembangunan 3 underpass dan 3 flyover secara bersamaan
dengan total anggaran mencapai Rp 700 miliar yang bersumber dari
belanja modal APBD DKI Jakarta. Pembangunan tersebut antara lain
flyover Cipinang Lontar, Pancoran, dan Bintaro, serta underpass Kartini,
Mampang-Kuningan, dan Matraman. Sampai dengan posisi akhir bulan
Juni 2017, progres total pekerjaan untuk keenam konstruksi tersebut telah
mencapai 40%.
Namun, kegiatan konstruksi di sektor swasta masih belum menunjukkan
peningkatan yang signifikan. Hal tersebut disebabkan oleh belum terlalu
bergairahnya kondisi pasar properti residensial di DKI Jakarta. Belum
bergairahnya kegiatan konstruksi sektor swasta tersebut juga terindikasi
pada pertumbuhan penyaluran kredit ke sektor konstruksi yang melambat
dan konsumsi semen yang mengalami kontraksi pada triwulan II 2017
(Grafik 2.30 dan 2.31).
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 2.30 Konsumsi Semen di Jakarta Grafik 2.31 Penyaluran Kredit Sektor Konstruksi
Kinerja lapangan usaha konstruksi pada triwulan berjalan diperkirakan
melanjutkan pertumbuhan positif. Pertumbuhan tersebut masih akan
ditopang oleh konstruksi infrastruktur yang dikerjakan oleh pemerintah
12 Sumber: Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) 13 Sumber: PT Jakarta Propertindo
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
28
seperti infrastruktur moda transportasi umum kereta massal cepat, serta
infrastruktur jalan dan jembatan. Pada pembangunan MRT sampai dengan
perkembangan terkini14, konstruksi layang telah mencapai 64,10% dan
konstruksi bawah tanah telah mencapai 88,26%. Pembangunan LRT
Jakarta yang menghubungkan rute Kelapa Gading Velodrome telah
mencapai 29,8% progress fisik, dan diakui oleh PT Jakarta Propertindo
selaku pihak pelaksana pembangunan proyek lebih tinggi dari target yang
dicanangkan15. Sementara itu, pembangunan LRT Jabotabek yang meliputi
tiga rute, yaitu rute Cibubur Cawang sepanjang 14,5 km telah mencapai
37%, rute Bekasi Timur Cawang sepanjang 17,1 km telah mencapai
17%, dan rute Cawang Dukuh Atas sepanjang 10,5 km baru mencapai
3%. Lebih lanjut, pembangunan flyover dan underpass, antara lain flyover
Cipinang Lontar, Pancoran, dan Bintaro, serta underpass Kartini,
mampang-Kuningan, dan Matraman, ditargetkan untuk selesai pada akhir
tahun 2017, sehingga pada semester II ini, pekerjaan konstruksi akan
semakin dipercepat untuk memenuhi target. Di samping itu,
pembangunan infrastruktur tata ruang di DKI Jakarta juga akan menjadi
pendorong pertumbuhan lapangan usaha konstruksi, antara lain
pembangunan dan pemeliharaan sarana pedestrian, di antaranya Kawasan
Tanah Abang, Kawasan Istiqlal, penghubung Kota Tua-Museum Bahari,
dan kawasan Stasiun Palmerah. Pertumbuhan konsumsi semen di Jakarta
yang meningkat menjadi indikasi berlanjutnya pertumbuhan positif
lapangan usaha konstruksi pada triwulan berjalan (Grafik 2.32).
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia
Grafik 2.32 Perkembangan Terkini Konsumsi Semen di Jakarta
Lapangan Usaha Industri Pengolahan
Pada triwulan II 2017, lapangan industri pengolahan tumbuh 5,92% (yoy),
melambat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang
14 Per tanggal 31 Juli 2017, data diperoleh dari laman www.jakartamrt.co.id 15 Sumber: http://megapolitan.kompas.com/read/2017/08/12/18420971/ini-progres-pembangunan-lrt-jakarta-koridor-
kelapa-gading-velodrome tanggal 12 Agustus 2017
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 29
tercatat sebesar 6,27% (yoy)16. Perlambatan industri pengolahan di DKI
Jakarta yang secara umum masih didominasi oleh output produksi industri
skala besar dan sedang mengalami perlambatan pada triwulan II 2017.
Indeks industri Besar dan Sedang di DKI Jakarta pada triwulan II 2017
tercatat tumbuh 11,29% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan
indeks pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 12,47% (yoy)
(Grafik 2.33).
Melambatnya industri pengolahan di DKI Jakarta salah satunya disebabkan
oleh turunnya output industri alat angkut yang memiliki pangsa dominan
terhadap industri pengolahan DKI Jakarta, sejalan dengan kontraksi
pertumbuhan produksi mobil pada triwulan II 2017 (Grafik 2.34). Di
samping itu, cukup panjangnya masa cuti bersama dalam rangka hari raya
Idul Fitri tahun pada penghujung triwulan II 2017 juga berkontribusi
terhadap melambatnya LU industri pengolahan, seiring dengan berhentinya
kegiatan operasi dan produksi selama kurang lebih 6 hari kerja.
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 2.33 Pertumbuhan Indeks Industri Besar dan Sedang di Jakarta
Grafik 2.34 Pertumbuhan Produksi Mobil
Lapangan usaha industri pengolahan pada triwulan berjalan diperkirakan
tumbuh sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan II 2017. Relatif
terbatasnya perkiraan pertumbuhan permintaan dan konsumsi rumah
tangga, belum dapat mendongkrak pertumbuhan lapangan usaha industri
pengolahan untuk dapat tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya.
Aktivitas produksi yang masih di bawah kapasitas terpasang, menyebabkan
pertumbuhan permintaan belum direspons oleh pelaku usaha melalui
investasi untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Di samping itu,
beberapa pabrikan mobil yang merilis model baru pada semester II 2017
16 Berdasarkan rilis data pertumbuhan ekonomi triwulan II 2017 oleh BPS Provinsi DKI Jakarta, terdapat koreksi angka
pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan DKI Jakarta triwulan I 2017, dari sebelumnya 5,84% (yoy) menjadi 6,27% (yoy).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
30
diperkirakan dapat meningkatkan pertumbuhan industri kendaraan
bermotor melalui produksi mobil terbaru.
Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor
Perlambatan konsumsi rumah tangga berdampak pada kinerja lapangan
usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor.
Pada triwulan II 2017, pertumbuhan lapangan usaha perdagangan tercatat
tumbuh sebesar 3,69% (yoy), melambat dibandingkan dengan
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,07% (yoy).
Faktor musiman bulan puasa dan hari raya Idul Fitri yang jatuh pada
triwulan laporan tidak memiliki dampak positif yang signifikan terhadap
pertumbuhan lapangan usaha perdagangan.
Relatif rendahnya kegiatan belanja masyarakat merupakan faktor terbesar
yang menahan pertumbuhan lapangan usaha perdagangan besar dan
eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. Hal tersebut antara lain
disebabkan karena masyarakat, khususnya masyarakat kelas menengah
pada triwulan laporan cenderung menahan konsumsi, untuk mengantisipasi
pengeluaran yang lebih besar setelah Idul Fitri, antara lain tahun ajaran
baru.
Melambatnya pertumbuhan lapangan usaha perdagangan terkomfirmasi
melalui hasil Survei Pedagang Eceran (SPE) Bank Indonesia yang
menunjukkan perlambatan, antara lain pada penjualan makanan minuman
serta penjualan barang rumah tangga (Grafik 2.35). Perlambatan juga
tercermin pada pembiayaan perbankan pada lapangan usaha perdagangan
besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. Hal tersebut terlihat
dari penyaluran kredit pada sektor perdagangan besar dan eceran pada
triwulan laporan yang tumbuh sebesar 1,66% (yoy), lebih rendah
dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,77%; yoy)
(Grafik 2.36).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 31
Sumber: SPE Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 2.35 Indeks Penjualan Eceran di Jakarta
Grafik 2.36 Kredit Sektor Perdagangan Besar dan Eceran di Jakarta
Pertumbuhan lapangan usaha perdagangan pada triwulan III 2017
diperkirakan tumbuh lebih baik dibandingkan dengan triwulan laporan.
Pertumbuhan positif tersebut salah satunya akan didorong melalui konsumsi
masyarakat dalam menyambut tahun ajaran baru yang jatuh pada triwulan
berjalan, melalui belanja pakaian seragam, buku pelajaran, serta
perlengkapan sekolah lainnya. Lebih lanjut, pada triwulan berjalan juga akan
diselenggarakan berbagai festival belanja, antara lain Hari Belanja Diskon
Indonesia yang digelar oleh Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan
Indonesia (HIPPINDO) dalam rangka menyambut dan memeriahkan
perayaan HUT Republik Indonesia ke-72 dan festival belanja Happy Birthday
Indonesia yang akan diselenggarakan di Jakarta International Expo
Kemayoran pada tanggal 15-27 Agustus 2017 yang akan diikuti oleh lebih
dari 200 perusahaan yang mengelola 500 merk lokal dan internasional.
Festival-festival belanja tersebut diharapkan dapat menstimulasi belanja
masyarakat dan menjadi faktor pendorong pertumbuhan lapangan usaha
pada triwulan berjalan.
Lapangan Usaha Lainnya
Lapangan usaha lainnya yang memiliki pangsa cukup dominan terhadap
pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta, seperti LU Informasi dan
Komunikasi dan LU Jasa Keuangan dan Asuransi juga menjadi sektor yang
berkontribusi terhadap akselerasi pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada
triwulan laporan.
Lapangan usaha informasi dan komunikasi kembali tumbuh positif, sejalan
dengan meningkatnya kebutuhan informasi masyarakat dan perubahan pola
komunikasi seluler masyarakat, yaitu dari pemakai telepon (voice) dan short
message services (SMS) menjadi pemakai data. Selain itu, penetrasi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
32
penggunaan sosial media yang semakin tinggi turut berdampak pada
pertumbuhan pembelian dan pemakaian data selular. Lebih lanjut, momen
hari raya idul Fitri juga berdampak pada peningkatan aktivitas seluler,
khususnya dalam rangka pengiriman ucapan hari raya, sehingga hal
tersebut mendorong masyarakat dalam melakukan belanja data seluler lebih
banyak daripada biasanya. Hal tersebut tercermin pada meningkatnya
indeks penjualan peralatan komunikasi pada triwulan II 2017 yang
dihasilkan melalui Survei Pedagang Eceran (SPE) Bank Indonesia (Grafik
2.37). Dengan perkembangan demikian, lapangan usaha informasi dan
komunikasi pada triwulan II 2017 mencatat pertumbuhan 11,81% (yoy),
lebih baik dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang
tercatat 10,47% (yoy).
Sumber: SPE Bank Indonesia, diolah
Grafik 2.37 Indeks Penjualan Peralatan Komunikasi
Namun, lapangan usaha jasa keuangan dan asuransi menunjukkan
perlambatan. Pada triwulan II 2017, lapangan usaha tersebut tercatat
tumbuh 7,08% (yoy), lebih rendah daripada pertumbuhan pada triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 9,15% (yoy) 18 . Melambatnya
pertumbuhan lapangan jasa keuangan tersebut sejalan dengan penyaluran
kredit pada triwulan laporan yang melambat dibandingkan dengan
pertumbuhan triwulan sebelumnya. Di satu sisi, penyaluran kredit pada
triwulan II 2017 tumbuh sebesar 8,41% (yoy), lebih rendah dibandingkan
dengan penyaluran kredit pada triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh
10,37% (yoy) (Grafik 2.38). Di sisi lain, pertumbuhan dana pihak ketiga
(DPK) masyarakat Jakarta relatif stabil, dengan penghimpunan yang tumbuh
10,99% (yoy) pada triwulan II 2017 dan tumbuh 10,82% pada triwulan
sebelumnya (Grafik 2.39). Melambatnya penyaluran kredit serta stabilnya
pertumbuhan penghimpunan DPK pada tingkat yang cukup baik tersebut
18 Berdasarkan rilis data pertumbuhan ekonomi triwulan II 2017 oleh BPS Provinsi DKI Jakarta, terdapat koreksi angka
pertumbuhan lapangan usaha jasa keuangan dan asuransi DKI Jakarta triwulan I 2017, dari sebelumnya 9,53% (yoy) menjadi 9,15% (yoy).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 33
sejalan dengan kondisi konsumsi masyarakat saat ini, yang lebih menahan
belanja dan lebih memilih untuk menyimpan dan menabung
pendapatannya.
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 2.38 Penyaluran Kredit di Jakarta Grafik 2.39 Penghimpunan DPK
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
34
Halaman ini sengaja dikosongkan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 35
BOKS 1
Melambatnya Konsumsi dan Perdagangan Ritel di Jakarta
Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta triwulan II 2017 yang melambat, salah
satunya disebabkan oleh melemahnya konsumsi rumah tangga (RT).
Konsumsi RT yang melemah tersebut menjadi sorotan berbagai kalangan,
karena terjadi di tengah momen bulan puasa dan Lebaran yang jatuh
pada triwulan laporan. Kondisi demikian yang juga didukung oleh
pemberitaan mengenai penurunan pada transaksi ritel, juga menjadi
anomali, karena terjadi di tengah kondisi makroekonomi yang relatif
stabil. Apakah daya beli masyarakat DKI Jakarta mengalami penurunan?
Atau apakah terdapat penyebab yang lain sehingga konsumsi rumah
tangga melambat?
Profil Konsumsi DKI Jakarta
Sebagai ibukota negara, perekonomian DKI Jakarta memiliki pangsa
terbesar terhadap PDB Nasional, begitu juga dengan pangsa konsumsi
rumah tangganya. Konsumsi RT DKI Jakarta memiliki pangsa 18%
terhadap nasional, kemudian diikuti Jawa Timur (17%), Jawa Barat
(16%), dan Jawa Tengah (10%). Pada PDRB DKI Jakarta, konsumsi RT
juga memiliki porsi yang terbesar, dengan kisaran 60%, dan menjadi
penopang utama pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta (Grafik B.1.1). Jika
dilihat lebih dalam, subkelompok yang mendominasi konsumsi rumah
tangga di DKI Jakarta secara umum adalah kebutuhan-kebutuhan primer
yang dibutuhkan untuk aktivitas dan kegiatan rumah tangga sehari-hari
(Grafik B.1.2).
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik B.1.1 Porsi Konsumsi RT pada PDRB DKI Jakarta
Grafik B.1.2 Subkelompok pada Konsumsi RT DKI Jakarta
Indikasi Perlambatan Konsumsi Rumah Tangga
Momen bulan puasa dan hari raya Idul Fitri secara umum disambut
gembira oleh kalangan ritel dan perdagangan, karena kedua momen
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
36
tersebut menstimulasi perilaku belanja masyarakat yang lebih banyak dan
lebih tinggi dibandingkan dengan biasanya. Namun, momen bulan puasa
dan Idul Fitri pada tahun 2017 tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.
Sampai dengan pertengahan tahun 2017, kondisi penjualan secara umum
menurun, bahkan pada saat momen bulan puasa dan Idul Fitri. Berbagai
kalangan mengeluhkan hal tersebut, seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia
(APINDO) yang mengatakan bahwa hampir semua perusahaan ritel
mengeluhkan penjualan berbagai produk yang jauh menurun
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya1. Sementara itu, lesunya
belanja masyarakat juga tercermin pada kondisi pusat perdagangan,
seperti di kawasan Glodok yang dikenal sebagai pusat belanja barang
kebutuhan elektronik. Kios-kios di kawasan Glodok kini dilaporkan mulai
banyak ditinggalkan pemiliknya, karena lebih banyak mendatangkan
kerugian2.
Jika dilihat dari kelas masyarakat, pelemahan belanja cenderung lebih
banyak terjadi pada segmen menengah ke bawah. Hal ini terindikasi pada
pertumbuhan penjualan pada retailer dengan pangsa pasar menengah ke
bawah pada triwulan II 2017 yang lebih rendah dibandingkan triwulan II
pada tahun lalu (Grafik B.1.3 dan B.1.4). Di sisi lain, konsumsi masyarakat
kelas menengah relatif masih kuat di DKI Jakarta, yang tercermin dari
pertumbuhan penjualan beberapa retailer dengan pangsa pasar
masyarakat kelas menengah yang meningkat (Grafik B.1.5 dan B.1.6).
Sumber: FGD dengan Retailer Sumber: FGD dengan Retailer
Grafik B.1.3 Growth Penjualan Retail A dengan Segmen Menengah Ke Bawah
Grafik B.1.4 Growth Penjualan Retail B dengan Segmen Menengah Ke Bawah
1 tanggal 26 Juni 2017 2 Bisnis Retail Lesu, Omzet Pedagang di Glodok Tergerus 18 Juli
2017
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 37
Sumber: FGD dengan Retailer Sumber: FGD dengan Retailer
Grafik B.1.5 Pertumbuhan Penjualan Retail C dengan Segmen Menengah
Grafik B.1.6 Pertumbuhan Penjualan Retail D dengan Segmen Menengah
Perlambatan konsumsi rumah tangga yang dituding sebagai penyebab
turunnya penjualan ritel semakin terkonfirmasi dari angka pertumbuhan
ekonomi DKI Jakarta terkini yang dirilis pada bulan Agustus 2017. Data
tersebut menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga pada triwulan II
2017 tumbuh 5,86% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan
triwulan sebelumnya (5,97%; yoy). Sejalan dengan konsumsi rumah
tangga, lapangan usaha (LU) perdagangan besar dan eceran, reparasi
mobil dan sepeda motor juga melambat, dengan pertumbuhan pada
triwulan II 2017 sebesar 3,69% (yoy) yang lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan triwulan sebelumnya (5,07%; yoy). Pertumbuhan pada
triwulan II 2017 yang terdapat momen bulan puasa dan Idul Fitri ini
berbeda dengan pola historis pada tahun-tahun sebelumnya.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan LU perdagangan pada momen
puasa dan Idul Fitri yang secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan
waktu normal (Grafik B.1.7 dan B.1.8)
Sumber: BPS Prov. DKI Jakarta Sumber: BPS Prov. DKI Jakarta
Grafik B.1.7 Pertumbuhan Konsumsi RT DKI Jakarta
Grafik B.1.8 Pertumbuhan LU Perdagangan DKI Jakarta
Namun, perlambatan konsumsi rumah tangga dan lapangan usaha
perdagangan pada triwulan II 2017 cukup mengundang berbagai
pertanyaan dari sejumlah kalangan, karena terjadi di tengah stabilitas
ekonomi nasional yang kondusif. Sejalan dengan hal tersebut, kondisi
perekonomian DKI Jakarta juga relatif stabil dan kondusif, yang tercermin
pada indikator makroekonomi yang relatif baik, khususnya tingkat
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
38
keyakinan masyarakat yang masih terjaga di level positif (Grafik B.1.9).
Indikator pada sisi intermediasi perbankan juga menunjukkan
peningkatan, yaitu pada penyaluran kredit konsumsi (Grafik B.1.10). Hal
tersebut menunjukkan bahwa daya beli masih ada, namun terdapat
beberapa hal yang membuat masyarakat Jakarta memutuskan untuk tidak
melakukan belanja.
Penyebab Perlambatan Konsumsi Rumah Tangga dan Perdagangan
Retail
Melambatnya konsumsi dan perdagangan retail di tengah momen bulan
puasa dan Idul Fitri serta stabilitas ekonomi menjadi sebuah kondisi yang
perlu dicari penyebabnya. Secara umum, hal-hal yang menyebabkan
terjadinya perlambatan adalah sebagai berikut:
1. Perubahan Perilaku (Behavior Changing)
Masyarakat dewasa ini cenderung lebih selektif untuk melakukan
belanja, antara lain dengan memprioritaskan pembelian kebutuhan-
kebutuhan primer, sedangkan untuk kebutuhan sekunder atau
komplementer masih dapat ditunda kebutuhannya, atau cukup
dengan menggunakan barang yang telah dimiliki sebelumnya karena
sifatnya yang tidak mendesak. Hal tersebut tercermin pada hasil Survei
Pedagan Eceran (SPE) Bank Indonesia, yang menunjukkan bahwa
terdapat kecenderungan perubahan pola belanja, yaitu peningkatan
belanja pada kebutuhan makanan dan minuman (kebutuhan primer
dan bersifat mendesak), serta penurunan pada belanja pakaian
(kebutuhan primer namun sifatnya tidak mendesak) dan belanja
barang rumah tangga (barang sekunder dan sifatnya tidak mendesak)
(Grafik B.1.9, B.1.10, dan B.1.11).
Sumber: Survei Pedagang Eceran (SPE) BI Sumber: Survei Pedagang Eceran (SPE) BI
Grafik B.1.9 Belanja Makanan dan Minuman
Grafik B.1.10 Belanja Pakaian
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 39
Sumber: Survei Pedagang Eceran (SPE) BI
Grafik B.1.11 Belanja Barang Pribadi dan Rumah Tangga
2. Penggunaan E-Commerce
Penggunaan e-commerce ini lebih kepada penyebab turunnya
pembelanjaan di toko-toko ritel dan toko fisik. Kemudahan akses
internet yang dinikmati oleh warga ibukota serta kemudahan
transaksi berpengaruh terhadap pergeseran pola belanja, dari
sebelumnya mendatangi pusat perbelanjaan, kini cukup mengunakan
gawai. Berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia (APJII), sebanyak 51,8% penduduk Indonesia telah memiliki
akses dan menggunakan internet, dengan pengguna terbesar ada di
Pulau Jawa. Pengguna internet tersebut paling banyak mengakses
toko online, sehingga hal ini ditengarai menjadi pemicu berkurangnya
transaksi di lokasi belanja ritel. Namun, data pasti mengenai jumlah
transkasi belanja melalui media e-commerce belum terdokumentasi
secara lengkap, sehingga belum bisa diperoleh gambaran menyeluruh
mengenai kegiatan jual-beli melalui internet.
3. Kondisi Lapangan Kerja.
Pada kondisi lapangan kerja, pertumbuhan lapangan kerja informal di
DKI Jakarta lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan
kerja formal. Hal tersebut menyebabkan terbatasnya perbaikan daya
beli masyarakat, karena lapangan kerja informal tidak dapat
menyediakan job security sebaik lapangan kerja formal, sehingga
masyarakat yang bekerja di sektor informal cenderung
membelanjakan pendapatannya untuk kebutuhan yang penting saja.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
40
Halaman ini sengaja dikosongkan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 41
KEUANGAN
PEMERINTAH
Perekonomian DKI Jakarta yang tumbuh melambat pada triwulan II 2017
mengakibatkan kinerja pendapatan daerah turut melambat. Pertumbuhan
PAD mengalami kontraksi akibat menurunnya penerimaan dari empat pajak
utama, yaitu pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan
bermotor (BBNKB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) serta
pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2). Sebaliknya,
kinerja realisasi belanja daerah pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan
melalui realisasi belanja bantuan sosial untuk siswa miskin dan realisasi belanja
modal. Kinerja investasi pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada triwulan ini
sangat baik dengan adanya realisasi pembangunan rusun, pembangunan
jalan, dan pembelian alat berat untuk mendukung pembangunan di Jakarta.
Dari sisi pembiayaan, realisasi pada triwulan II 2017 cukup signifikan yaitu
berupa peningkatan pembiayaan kepada PT. MRT dan PT. Jakpro, khususnya
dalam rangka pembangunan infrastruktur untuk mendukung Asian Games
2018.
A. Pendapatan Daerah
Melambatnya pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada triwulan II 2017
turut berdampak terhadap kinerja pendapatan daerah. Penerimaan
pendapatan daerah tercatat sebesar Rp13,96 triliun atau tumbuh 4,23%
(yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (Tabel
3.1). Angka pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan dengan
pertumbuhan pada triwulan I 2017 yang mencapai 30,08% (yoy), atau
terhadap pertumbuhan triwulan II 2016 yang sebesar 12,87% (yoy). Secara
kumulatif, pendapatan daerah meningkat yaitu dari Rp23,60 triliun pada
semester pertama 2016 menjadi Rp27,24 triliun pada semester pertama
2017 atau tumbuh sebesar 15,41% (ctc).
Bab 3
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
42
Tabel 3.1 Realisasi Pendapatan Daerah DKI Jakarta
Rp Miliar % Rp Miliar % Rp Miliar % yoy (%)
PENDAPATAN 23,604.02 41.29% 27,240.70 43.61% 13,964.60 22.36% 4.23%
PAD 15,115.51 39.26% 15,583.27 37.56% 8,515.36 20.52% -2.64%
Pajak Daerah 13,016.26 39.32% 13,137.37 37.29% 6,907.32 19.61% -9.92%
Retribusi Daerah 291.02 44.83% 269.37 39.74% 138.42 20.42% -13.30%
106.79 32.88% 295.77 65.24% 272.88 60.19% 156.70%
Lain-Lain PAD 1,701.44 38.43% 1,880.76 36.68% 1,196.74 23.34% 47.29%
DANA PERIMBANGAN 6,969.42 43.59% 10,832.57 57.71% 4,624.39 24.64% 12.04%
1,519.10 56.91% 824.85 37.36% 824.85 37.36% 57.48%
Realisasi Tw II 2017Kumulatif Tw II 2017Kumulatif Tw II 2016U R A I A N
Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH
YANG SAH
Sumber: BPKD DKI Jakarta
Sumber pendapatan utama DKI Jakarta, yaitu pendapatan asli daerah (PAD)
mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,64% (yoy) yang disebabkan
karena turunnya penerimaan pajak daerah. Penerimaan pajak pada triwulan
II 2017 terkontraksi hingga 9,92% (yoy), jauh menurun dibandingkan
dengan kinerja triwulan sebelumnya yang tumbuh 16,49% (yoy), maupun
terhadap periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat tumbuh
17,34% (yoy). Sejalan dengan hal tersebut, retribusi daerah juga mengalami
kontraksi pertumbuhan hingga 13,30% (yoy), lebih dalam dibandingkan
dengan kontraksi triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 0,32% (yoy).
Meskipun kinerja retribusi termasuk rendah, sesungguhnya fungsi utama
retribusi bukanlah sebagai instrumen penerimaan pendapatan, melainkan
sebagai instrumen pengendalian perizinan oleh Pemerintah DKI Jakarta.
-100
-50
0
50
100
150
200
250
-40
-20
0
20
40
60
80
100
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
gBPHTB (LHS) gPBB (RHS)
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
g_PKB g_BBN-KB g_Penjualan Mobil
Sumber: BPKD DKI Jakarta, diolah
Grafik 3.1 Perkembangan Sumber Pajak Utama DKI Jakarta
Penurunan kinerja penerimaan pajak tidak terlepas dari melemahnya kinerja
empat sumber pajak utama, yaitu pajak kendaraan bermotor (PKB), bea
balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan (BPHTB) serta pajak bumi dan bangunan perdesaan dan
perkotaan (PBB-P2).
% %
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 43
Sejalan dengan melemahnya penjualan kendaraan bermotor, pertumbuhan
BBNKB terkontraksi hingga 13,51% (yoy), jauh menurun dibandingkan
dengan kinerja triwulan sebelumnya yang tumbuh 9,69% (yoy), maupun
terhadap periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 10,83% (yoy).
Pertumbuhan PKB juga terkontraksi sebesar 3,56% (yoy), menurun
dibandingkan dengan kinerja triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh
sebesar 8,72% (yoy), maupun terhadap triwulan II 2016 yang tumbuh
sebesar 29,99% (yoy).
Untuk meningkatkan penerimaan pajak kendaraan, Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta menerapkan kebijakan penghapusan denda PKB dan BBNKB bagi
wajib pajak yang memiliki tunggakan. Kebijakan tersebut diterapkan mulai
19 Juli 2017 hingga 31 Agustus 2017 berdasarkan Keputusan Kepala Badan
Pajak dan Retribusi Daerah DKI Jakarta Nomor 1594 tahun 2017. Kebijakan
sejenis juga pernah diterapkan pada tahun 2016 dan Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta mampu memperoleh pendapatan lebih dari Rp1 triliun rupiah.
Realisasi penerimaan BPHTB pada triwulan II 2017 terkontraksi sebesar
7,54% (yoy), setelah pada triwulan sebelumnya mampu tumbuh hingga
84,70% (yoy). Kinerja ini juga lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II
2016 yang tercatat mengalami pertumbuhan 22,31%. Selain karena masih
belum kuatnya penjualan properti di Jakarta, rendahnya penerimaan BPHTB
juga disebabkan karena telah diterapkannya kebijakan pembebasan BPHTB
untuk transaksi dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sampai dengan Rp2
miliar. Selain itu, penjualan apartemen untuk segmen high end juga
terkendala pajak yang cukup tinggi, karena dikenakan PPNBM 20%, PPh
barang sangat mewah 5% dan PPN 10% sehingga turut menghambat
penjualan.
Sejalan dengan penurunan kinerja BPHTB, penerimaan dari PBB-P2 juga
mengalami kontraksi hingga 20,93% (yoy). Pada triwulan sebelumnya
penerimaan dari PBB-P2 tumbuh sebesar 32,97% (yoy), sedangkan pada
triwulan II 2016 pertumbuhannya 14,96% (yoy). Penurunan ini turut
dipengaruhi oleh penerapan kebijakan penghapusan penerimaan PBB-P2
dengan NJOP sampai dengan Rp1 miliar sebanyak 1,1 juta SPPT,
pengurangan PBB kepada Wajib Pajak karena kondisi tertentu atau terkena
bencana alam, Rumah Sakit swasta dan Sekolah Swasta juga bagi Veteran,
Purnawirawan dan Pensiunan PNS. Penerimaan PBB-P2 diperkirakan
meningkat pada triwulan III 2017 karena batas akhir pembayaran yang jatuh
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
44
pada 31 Agustus 2017. Selain itu, sebagai upaya meningkatkan penerimaan
PBB-P2 dan memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam melakukan
pembayaran, Pemerintah DKI Jakarta pada tanggal 10 Agustus 2017 telah
meluncurkan layanan pembayaran PBB-P2 melalui Indomaret.
Tabel 3.2 Realisasi Penerimaan Pajak
Rp Miliar % Rp Miliar % Rp Miliar % (yoy)
Pajak Kendaraan Bermotor 3,615.49 51.28% 3,696.16 46.79% 1,842.49 23.32% -3.56%
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 2,495.03 51.98% 2,420.65 48.41% 1,178.45 23.57% -13.51%
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 556.09 52.96% 575.64 52.33% 280.42 25.49% 3.34%
Pajak Hotel 724.32 45.27% 656.95 40.30% 326.94 20.06% -15.78%
Pajak Restoran 1,156.94 44.50% 1,180.35 42.16% 537.71 19.20% -8.95%
Pajak Hiburan 355.57 50.80% 342.03 45.60% 155.73 20.76% -14.37%
Pajak Reklame 386.68 33.62% 416.72 49.03% 216.55 25.48% 2.43%
Pajak Penerangan Jalan 360.23 46.48% 366.14 40.68% 182.58 20.29% -21.54%
Pajak Air Tanah 50.76 50.76% 40.58 40.58% 19.61 19.61% -26.97%
Pajak Parkir 234.13 46.83% 212.37 35.39% 91.89 15.31% -20.91%
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan 1,472.16 28.59% 1,748.48 32.99% 972.96 18.36% -7.54%
Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan 1,437.44 20.25% 1,290.31 16.76% 911.02 11.83% -20.93%
Pajak Rokok 171.43 32.65% 190.97 31.83% 190.97 31.83% 11.40%
Total 13,016.26 39.32% 13,137.37 37.29% 6,907.32 19.61% -9.92%
Sumber: BPKD DKI Jakarta
Realisasi Tw II 2017Kumulatif Tw II 2017Jenis Pajak Daerah
Kumulatif Tw II 2016
Perlambatan pertumbuhan yang terjadi pada pendapatan daerah dapat
tertahan dengan adanya dorongan dari dana perimbangan dan lain-lain
pendapatan daerah yang sah. Dana perimbangan mampu tumbuh sebesar
12,04% (yoy) karena adanya realisasi penerimaan dana alokasi khusus
(DAK) non-fisik. Pada tahun 2017, Provinsi DKI Jakarta dianggarkan
menerima DAK non-fisik sebesar Rp3,15 triliun yang mayoritas alokasinya
untuk bantuan operasional sekolah dan tunjangan profesi guru (Tabel 3.3).
Pada triwulan II 2017 penerimaan DAK non-fisik terealisasi sebesar
Rp719,06, sedangkan secara kumulatif realisasinya mencapai Rp1,48 triliun.
Hal ini berbeda dengan kondisi tahun sebelumnya, karena realisasi DAK
nonfisik baru terealisasi pada triwulan IV 2016.
Sementara itu, lain-lain pendapatan daerah yang sah tumbuh 57,48% (yoy)
pada triwulan laporan. Tingginya pertumbuhan disebabkan karena pada
tahun 2016 pendapatan hibah lebih banyak direalisasikan pada triwulan III.
Selain itu, berbeda dengan komposisi tahun sebelumnya, pada tahun 2017
kelompok pendapatan ini hanya terdiri dari dari pendapatan hibah,
terutama hibah untuk MRT. Sedangkan pada tahun sebelumnya terdapat
juga komponen dana penyesuaian dan otonomi khusus. Pada tahun 2017,
komponen tersebut tergabung dalam DAK.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 45
Tabel 3.3 Rincian DAK Non Fisik di DKI Jakarta
Komponen DAK Non Fisik Alokasi (Rp Ribu)
Bantuan Operasional Sekolah Rp 1,617,317,600
Bantuan Operasional Penyelenggaraan PAUD Rp 80,812,800
Tunjangan Profesi Guru Rp 1,385,462,880
Tambahan Penghasilan Guru Rp 14,298,000
Tunjangan Khusus Guru Rp -
Bantuan Operasional Kesehatan dan KB
Bantuan Operasional Kesehatan Rp 17,000,000
Akreditasi Rumah Sakit Rp -
Akreditasi Puskesmas Rp 17,000,140
Jaminan Persalinan Rp -
Bantuan Operasional KB Rp -
Dana Peningkatan Kapasitas Koperasi dan UKM Rp 1,000,000
Dana Pelayanan Administrasi Kependudukan Rp 16,080,458
Total Rp 3,148,971,878
Sumber: Kementerian Keuangan
B. Belanja Daerah
Berbeda dengan realisasi pendapatan yang mengalami perlambatan, kinerja
realisasi belanja daerah pada triwulan II 2017 lebih baik dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya (Tabel 3.4). Realisasi belanja daerah tumbuh
10,44% (yoy), sedangkan pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi
sebesar 22,03% (yoy). Namun, angka pertumbuhan tersebut masih lebih
rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan II 2016 yang
mencapai 27,35% (yoy).
Tabel 3.4 Rincian Belanja DKI Jakarta
Rp Miliar % Rp Miliar % Rp Miliar % yoy
BELANJA 16,433.42 28.65% 16,102.40 25.31% 11,187.79 17.59% 10.44%
BELANJA TIDAK LANGSUNG 10,014.85 38.04% 9,254.04 32.98% 6,408.81 22.84% 19.03%
Belanja Pegawai 7,577.78 38.04% 7,201.67 35.76% 4,501.09 22.35% -0.18%
Belanja Bunga 4.38 14.61% 13.78 27.99% - - -
Belanja Subsidi - - 28.80 0.89% 9.80 0.30% -
Belanja Hibah 1,369.22 61.35% 400.15 27.44% 288.27 19.77% -66.97%
Belanja Bantuan Sosial 1,062.90 42.46% 1,594.00 63.78% 1,594.00 63.78% 82107.21%
Belanja Bagi Hasil - - - - - - -
Belanja Bantuan Keuangan 0.57 0.26% 0.65 0.19% 0.65 0.19% 14.72%
Belanja Tidak Terduga - - 15.00 4.61% 15.00 4.61% -
BELANJA LANGSUNG 6,418.57 20.68% 6,848.35 19.26% 4,778.98 13.44% 0.69%
Belanja Pegawai 465.62 29.74% 1,039.24 33.89% 666.42 21.73% 117.21%
Belanja Barang dan Jasa 4,979.63 29.56% 4,447.02 26.78% 2,954.05 17.79% -18.48%
Belanja Modal 973.32 7.71% 1,362.10 8.58% 1,158.51 7.29% 42.09%
Kumulatif Tw II 2016 Tw II 2017U R A I A N
Kumulatif Tw II 2017
Sumber: BPKD DKI Jakarta
Pertumbuhan realisasi belanja masih terjaga karena didorong oleh realisasi
belanja tidak langsung yang mampu tumbuh hingga 19,03% (yoy), setelah
pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi hingga 38,55% (yoy).
Dorongan realisasi belanja tidak langsung terutama bersumber dari realisasi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
46
belanja bantuan sosial kepada siswa miskin. Pada tahun 2016, realisasi
belanja bantuan ini banyak dilakukan pada triwulan I dan IV, sehingga
menimbulkan base effect karena pada tahun 2017 realisasinya baru
dilakukan pada triwulan II.
Di samping itu, pertumbuhan belanja pegawai mengalami kontraksi sebesar
0,18% (yoy), karena adanya pergeseran pembayaran tunjangan PNS dari
bulan Juni ke Juli. Pertumbuhan belanja hibah juga terkontraksi 66,97%
(yoy), sedangkan pada triwulan sebelumnya kontraksi yang terjadi adalah
77,47% (yoy). Pada tahun 2017, anggaran hibah kepada organisasi
masyarakat (ormas) berkurang secara drastis dibandingkan dengan APBD
2016, sehingga total anggaran belanja hibah pada tahun 2017 lebih
rendah. Pada akhirnya, hal tersebut berdampak pada rendahnya
pertumbuhan realisasi belanja hibah tahun 2017, dibandingkan dengan
tahun 2016.
Sementara itu, belanja langsung mengalami perlambatan pertumbuhan,
yaitu dari 23,72% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 0,69% (yoy) pada
triwulan II 2017. Angka pertumbuhan tersebut juga jauh lebih rendah
dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan II 2016 yang mencapai
119,27% (yoy).
Melambatnya pertumbuhan belanja langsung disebabkan karena
menurunnya pertumbuhan belanja barang dan jasa hingga terkontraksi
sebesar 18,48% (yoy), sedangkan pada triwulan sebelumnya pertumbuhan
belanja barang dan jasa mencapai 10,12% (yoy). Hal ini disebabkan karena
adanya keterlambatan dalam pengadaan barang dan jasa, maupun sebagai
akibat dari adanya efisiensi anggaran dengan pelaksanaan lelang
konsolidasi.
Sebaliknya belanja modal mengalami peningkatan pertumbuhan, yaitu dari
28,86% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 42,09% (yoy) pada triwulan II
2017. Namun, pertumbuhan ini masih lebih rendah dibandingkan dengan
pertumbuhan pada triwulan II 2016 yang mencapai 243,26% (yoy).
Pertumbuhan belanja modal pada triwulan laporan terutama didorong
untuk realisasi pembangunan rusun, pembangunan jalan, dan pembelian
alat berat untuk mendukung pembangunan di Jakarta.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 47
3.1
3
12
.60
12
.40
33
.80
0.8
5 13
.33
15
.53
42
.39
10
.99 17
.66
17
.03
36
.47
7.73
17.59
0
10
20
30
40
50
Tw I Tw II Tw III Tw IV
2014 2015 2016 2017%
Sumber: BPKD DKI Jakarta
3.07
15.43
27.59
59.40
0.8514.18
29.70
72.10
10.99
28.65
45.68
82.15
7.73
25.31
0
20
40
60
80
100
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
%Rp Miliar Total Realisasi Belanja Daerah (LHS)
Persentase Realisasi Total Belanja (RHS)
Sumber : Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemprov. DKI Jakarta
Grafik 3.2 Penyerapan Belanja
Triwulanan DKI Jakarta Grafik 3.3 Realisasi dan Penyerapan
Belanja Kumulatif DKI Jakarta
C. Pembiayaan
Pada triwulan II 2017, realiasi penerimaan pembiayaan tercatat sebesar
99,75%, belum mengalami perubahan signifikan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya (Tabel III.7). Secara nominal terdapat peningkatan
penerimaan dari SiLPA sebesar Rp8,7 miliar, namun jumlah ini belum
mampu mendorong pertumbuhan yang lebih tinggi. Penerimaan
pembiayaan bahkan mengalami pertumbuhan negatif jika dibandingkan
dengan pertumbuhan triwulan yang sama tahun lalu. Hal ini disebabkan
karena sumber penerimaan pembiayaan lainnya, yaitu pinjaman daerah
yang bersumber dari Bank Dunia untuk program Jakarta Emergency
Dredging Initiative (JEDI), atau yang dikenal juga dengan Proyek Darurat
Penanggulangan Banjir Jakarta, masih belum terdapat realisasi karena belum
berjalannya program pengerukan/normalisasi sungai di DKI Jakarta. Hal ini
berbeda dengan kondisi tahun 2016, karena pinjaman JEDI telah
direalisasikan sejak triwulan II.
Sementara itu realisasi pengeluaran pembiayaan pada triwulan laporan
tumbuh hingga mendekati 13 kali lipat dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan karena pada triwulan laporan
terjadi peningkatan yang signifikan pada penyertaan modal (investasi)
pemerintah daerah kepada PT. Mass Rapit Transit (MRT), ditambah dengan
penyertaan modal kepada PT Jakarta Propertindo (JAKPRO). Terus
berjalannya pembangunan MRT, LRT Jakarta, ditambah dengan
pembangunan infrastruktur lainnya untuk mendukung Asian Games 2018
mengakibatkan pembiayaan untuk kedua BUMD Jakarta ini mengalami
peningkatan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
48
Tabel 3.5 Pembiayaan DKI Jakarta Triwulan II 2017
Rp Miliar % Rp Miliar % Rp Miliar % yoy
PENERIMAAN PEMBIAYAAN 5,007.96 87.11% 7,706.29 99.75% 0.01 0.0001% -100.00%
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun
Anggaran Sebelumnya
4,933.52 100.00% 7,706.29 135.20% 0.01 0.0002% -100.00%
Penerimaan Pinjaman Daerah 74.44 19.59% - - - - -
Penerimaan Kembali Pemberian
Pinjaman
- - - - - - -
PENGELUARAN PEMBIAYAAN 156.70 2.83% 2,020.00 30.70% 2,020.00 30.70% 1189.06%
Pembentukan Dana Cadangan 39.96 - - - - - -100.00%
Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah
Daerah
116.74 2.11% 2,020.00 30.78% 2,020.00 30.78% 1630.32%
Pembayaran Pokok Utang - - - - - -
URAIAN
Realisasi Kumulatif
Tw II 2016
Realisasi Kumulatif
Tw II 2017Tw II 2017
Sumber: BPKD DKI Jakarta
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 49
Halaman ini sengaja dikosongkan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
50
Halaman ini sengaja dikosongkan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 51
INFLASI
Sampai dengan pertengahan tahun 2017, inflasi DKI Jakarta tetap terkendali
pada level yang lebih rendah dibandingkan perkembangan beberapa tahun
terakhir. Kondisi permintaan yang belum memberikan tekanan, terjaganya
pasokan pangan, dan semakin solidnya program pengendalian inflasi yang
dilakukan oleh TPID DKI Jakarta, berkontribusi terhadap terjaganya
perkembangan inflasi di paruh pertama tahun 2017 ini. Hal ini juga didukung
oleh terbatasnya dampak penyesuaian subsidi listrik 900VA di DKI Jakarta.
Memasuki triwulan III 2017, inflasi Ibukota masih terjaga. Berkurangnya
tekanan permintaan barang dan jasa secara umum, berkontribusi terhadap
inflasi Juli 2017. Selain itu, penundaan kebijakan pemerintah menaikkan
harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, diikuti dengan pergerakan harga
pangan yang masih terkendali, mendukung terjaganya inflasi DKI Jakarta.
Berbagai kebijakan Bank Indonesia maupun stakeholder terkait lainnya, akan
diupayakan untuk tetap mengawal pencapaian target inflasi 4% ± 1%.
A. Perkembangan dan Program Pengendalian Inflasi Triwulan II 2017
Pada triwulan II 2017, inflasi DKI Jakarta tercatat sebesar 3,94% (yoy), lebih
rendah dari inflasi nasional (4,37% yoy) maupun dari rata-rata inflasi
ibukota tiga tahun sebelumnya (6,11% yoy). Perayaan Idul Fitri 2017 yang
jatuh bertepatan pada bulan Juni, tidak mendorong inflasi terlalu keatas.
Permintaan masyarakat akan barang dan jasa yang belum terlalu solid
sepanjang triwulan II 2017, serta didukung oleh terkendalinya harga
pangan, mampu menahan gejolak inflasi yang berlebih. Terkendalinya harga
pangan terutama didorong oleh semakin efektifnya program pengendalian
harga oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) DKI Jakarta, berbagai
kebijakan pemerintah yang tidak memberikan dorongan inflasi yang besar,
serta komunikasi yang baik dan masif untuk menjaga ekspektasi inflasi
masyarakat.
Bab 4 INFLASI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
52
Sumber: BPS Sumber: BPS
Grafik 4.1 Inflasi Jakarta dan Nasional Grafik 4.2 Inflasi Jakarta dan Nasional Triwulanan
Jika dilihat dari sisi kelompok pengeluaran, inflasi hampir seluruh kelompok
pengeluaran lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian tahun-tahun
sebelumnya. Kelompok pengeluaran bahan makanan pada triwulan II 2017
yang tercatat sebesar 2,43% (yoy), jauh lebih terkendali jika dibandingkan
dengan rata-rata tiga tahun sebelumnya sebesar 8,46% (yoy).
TPID DKI Jakarta, melalui BUMD pangannya, melakukan berbagai terobosan
program dalam pengendalian harga pangan. Di sisi hulu, kerjasama
antardaerah maupun antarinstansi dalam pemenuhan pasokan masyarakat
Ibukota terus diperkuat. Hal ini juga didukung oleh koordinasi yang baik
dengan stakeholder terkait di sisi hilir, antara lain dengan Kementerian dan
pihak Swasta. Hal ini ditujukan agar masyarakat DKI Jakarta dapat selalu
menikmati pangan dengan harga yang stabil dan terjangkau.
Kelompok pengeluaran lainnya yang harganya terpantau terkendali adalah
makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, yang tercatat mengalami
inflasi sebesar 4,50% (yoy) pada triwulan II 2017. Berdasarkan pola
historisnya, kelompok pengeluaran ini selalu naik cukup tinggi, terutama
pada bulan Ramadhan. Walau demikian, pencapaian saat ini lebih rendah
dari rata-rata tiga tahun sebelumnya sebesar 9,05% (yoy). Hal ini
mengindikasikan bahwa pada triwulan II 2017, tingkat permintaan
masyarakat tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya. Belum solidnya
perbaikan permintaan masyarakat terutama didorong oleh perilaku untuk
menahan konsumsi.
Belum kuatnya tekanan permintaan masyarakat juga terlihat dari inflasi
kelompok pengeluaran sandang yang tercatat sebesar 3,80% (yoy) pada
triwulan II 2017, lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata tiga tahun
sebelumnya sebesar 6,35% (yoy). Berdasarkan pola konsumsinya,
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 53
kebutuhan sandang masyarakat cenderung meningkat untuk keperluan
Ramadhan dan Idul Fitri. Namun, hal ini tidak terlalu terlihat pada tahun
2017. Walau bertepatan dengan perayaan Idul Fitri pada Juni 2017, harga
sandang di DKI Jakarta tidak mengalami kenaikan yang berarti. Berdasarkan
informasi pelaku usaha di sektor riil, penjualan baju lebaran saat Idul Fitri
tahun 2017 tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, pergerakan
harga emas perhiasan di Ibukota juga relatif terjaga, mengingat harga emas
internasional yang tidak berfluktuatif. Berbagai faktor tersebut berkontribusi
terhadap inflasi kelompok pengeluaran sandang yang rendah.
Walau bertepatan dengan libur panjang saat Idul Fitri 2017, inflasi
kelompok pengeluaran transpor, komunikasi dan jasa keuangan pada
triwulan II 2017 tetap terkendali. Di tengah kenaikan permintaan jasa
transportasi untuk keperluan mudik, kelompok ini tercatat mengalami inflasi
sebesar 4,21% (yoy), masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata
tiga tahun sebelumnya segesar 6,23% (yoy). Hal tersebut disebabkan oleh
pergerakan tarif transportasi, seperti angkutan antarkota dan angkutan
udara yang naik relatif tidak terlalu tinggi. Pembangunan infrastruktur
pendukung oleh pemerintah, antara lain tol lintas daerah, yang mendorong
sebagian masyarakat melakukan mudik dengan kendaraan pribadi. Hal ini
menyebabkan permintaan jasa transportasi lainnya cenderung tidak setinggi
tahun-tahun sebelumnya.
Tekanan harga dari kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga juga
bergerak terbatas. Di tengah libur panjang yang banyak dimanfaatkan
untuk berlibur, kelompok pengeluaran ini justru hanya mengalami inflasi
sebesar 0,81% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata tiga
tahun sebelumnya 2,85% (yoy). Banyaknya warga DKI Jakarta yang
berpergian keluar kota, menyebabkan sepinya beberapa destinasi wisata di
Ibukota, sehingga permintaan akan jasa rekreasi cenderung berkurang.
Belum masuknya tahun ajaran baru sekolah juga turut berkontribusi
terhadap rendahnya inflasi kelompok pengeluaran ini.
Adapun kelompok pengeluaran yang tercatat lebih tinggi dari rata-ratanya
hanya kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar.
Kelompok pengeluaran ini tercatat mengalami inflasi sebesar 5,63% (yoy),
lebih tinggi dari rata-rata tiga tahun sebelumnya (4,82% yoy). Kebijakan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
54
pemerintah melakukan penyesuaian subsidi listrik 900VA secara berkala
mulai Januari 2017 (Januari-Maret-Mei) menjadi faktor utama yang
mendorong inflasi lebih ke atas. Namun, jumlah penggunanya yang tidak
terlalu banyak di DKI Jakarta, menyebabkan dampak kebijakan tersebut
menjadi lebih terbatas dibandingkan dengan daerah-daerah lain.
Sumber: BPS (diolah)
Grafik 4.3 Inflasi berdasarkan kelompok barang
Program Pengendalian Inflasi Triwulan II 2017
Program pengendalian inflasi yang dilakukan TPID DKI Jakarta tetap
mengacu pada prinsip 4K (Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi,
Komunikasi dan Keterjangkauan Harga) dan roadmap pengendalian inflasi.
Pada triwulan II 2017, program yang dilakukan lebih berfokus pada
persiapan menghadapi Ramadhan dan Idul Fitri yang jatuh pada Juni 2017,
dan tetap melanjutkan program-program yang telah dilakukan sebelumnya.
Persiapan menghadapi Ramadhan dan Idul Fitri diawali dengan High Level
Meeting (HLM) TPID DKI Jakarta. Dari kegiatan HLM tersebut dihasilkan
berbagai program pengendalian harga untuk menghadapi dinamika
permintaan masyarakat dalam menghadapi bulan Ramadhan dan Idul Fitri
yang akan memengaruhi pergerakan harga. Berbagai program yang
dilakukan dan disepakati TPID DKI Jakarta, dikomunikasi melalui berbagai
media tingkat daerah (Jakarta) dan nasional dalam wadah media gathering
untuk membentuk ekspektasi harga yang positif baik bagi masyarakat,
antara lain tentang kecukupan pasokan dan operasi pasar selama
Ramadhan.
Selain itu, TPID DKI Jakarta juga telah meresmikan tiga unit mesin
Controlled Atmosphere Storage (CAS) sebagai media buffer stock untuk
komoditas hortikultura. Kegiatan ini juga diikuti dengan penandatanganan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 55
Memorandum of Understanding (MoU) kerjasama pasokan bawang merah
dengan kelompok tani di Brebes sebagai penyuplai DKI Jakarta.
TPID DKI Jakarta juga turut aktif dalam mendukung kegiatan berskala
nasional, antara lain adalah dukungan terhadap gerakan stabilisasi pangan
yang diadakan oleh Bulog dan Menteri Perdagangan, sidak pasokan dan
harga di berbagai pasar, termasuk pasar induk beras cipinang dan pasar
induk Kramat Jati bersama Menteri Perdagangan RI dan Menteri Pertanian
RI.
Sama seperti tahun sebelumnya, TPID DKI Jakarta kembali mengadakan
Festival Jakarta Great Sale (FJGS) di 40 pasar tradisional di Ibukota. FJGS
menjual berbagai bahan pangan dengan harga yang terjangkau. TPID DKI
Jakarta, bekerjasama dengan PT Transjakarta, juga telah membuka outlet
pangan di 53 Halte Busway, yang memudahkan masyarakat untuk
mengakses bahan pangan dengan harga yang terjangkau.
Adapun beberapa program pendukung lainnya yang dijalankan TPID DKI
Jakarta, bekerjasama dengan mitra strategis seperti BPOM adalah
pengawasan pangan. Pengawasan dilakukan untuk memeriksa kualitas dan
kesehatan pangan yang beredar di Ibukota. Pengawasan dilakukan di pasar-
pasar serta di industri rumah tangga. Selain itu, TPID DKI Jakarta juga
menjamin kelancaran distribusi pangan itu sendiri, antara lain melalui
pengaturan lalu lintas yang masuk/keluar dari DKI Jakarta.
Berbagai langkah yang ditempuh TPID DKI Jakarta, berkontribusi terhadap
terjaganya harga pangan sepanjang triwulan II 2017. Potensi kenaikan
harga pangan yang tinggi pada Ramadhan dan Idul Fitri, mampu dijaga
dengan baik, sehingga harga pangan tidaklah berfluktuasi.
B. Perkembangan Disagregasi Inflasi Triwulan II 2017
Terjaganya seluruh disagregasi pembentuk inflasi (inflasi inti, volatile food
dan administered price) berkontribusi terhadap terkendalinya inflasi triwulan
II 2017 di Ibukota. (Grafik 4.4).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
56
Sumber: BPS, Bank Indonesia (diolah)
Grafik 4.4 Pergerakan disagregasi inflasi DKI Jakarta
Inflasi Inti
Inflasi inti sampai dengan triwulan II 2017 bergerak cukup stabil. Masuknya
bulan Ramadhan dan Idul Fitri yang jatuh pada Juni 2017, tidak serta merta
mendorong inflasi inti lebih keatas. Faktor terjaganya inflasi inti datang dari
sisi eksternal dan internal, antara lain dari perkembangan nilai tukar yang
tidak fluktuatif, harga komoditas internasional yang terjaga, serta
permintaan masyarakat yang belum terlalu kuat. Nilai tukar rupiah
cenderung bergerak stabil sampai dengan pertengahan tahun 2017. Hal
tersebut menjadikan harga-harga barang impor juga stabil, baik bahan baku
maupun barang konsumsi (imported inflation terbatas).
Sementara itu, permintaan masyarakat yang belum terlalu solid, terindikasi
dari relatif rendahnya kegiatan belanja masyarakat yang menahan
pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Hal tersebut disebabkan oleh
masyarakat, khususnya kelas menengah, yang cenderung menahan belanja,
untuk mengantisipasi pengeluaran yang lebih besar pada triwulan III 2017,
antara lain tahun ajaran baru.
Sumber: BPS, Bank Indonesia (diolah) Sumber: BI, Bloomberg, BPS (diolah)
Grafik 4.5 Pergerakan inflasi inti dan nilai tukar
Grafik 4.6 Harga Minyak Dunia
Jika dilihat dari subkelompok pengeluaran yang memiliki bobot cukup besar
pada inflasi inti, yaitu subkelompok pengeluaran makanan jadi, cenderung
bergerak stabil rendah. Subkelompok ini mengalami inflasi sebesar 4,35%
(yoy) pada triwulan II 2017. Walau bertepatan dengan Ramadhan dan Idul
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 57
Fitri 2017, pencapaian ini masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-
rata tiga tahun sebelumnya (10,51% yoy). Permintaan masyarakat yang
belum terlalu tinggi, serta biaya produksi perusahaan yang terjaga,
menyebabkan harga-harga makanan jadi tidak bergejolak.
Inflasi kelompok pengeluaran sandang turut berkontribusi terhadap
terjaganya inflasi inti. Pola masyarakat yang cenderung berbelanja banyak
keperluan sandang untuk keperluan Ramadhan dan Idul Fitri, tidak terjadi
pada tahun 2017. Berdasarkan pengakuan pedagang-pedagang di Pasar
Tanah Abang, penjualan sandang tahun ini lebih rendah dibandingkan
dengan bulan Ramadhan dan Idul Fitri tahun-tahun sebelumnya. Hal ini
tercermin dari inflasi kelompok pengeluaran sandang yang sebesar 3,80%
(yoy), lebih rendah dari rata-rata tiga tahun sebelumnya (6,35% yoy). Lebih
rendahnya inflasi sandang, juga dikontribusikan oleh tren penurunan harga
emas perhiasan. Pergerakan harga emas perhiasan di Jakarta yang
cenderung turun tidak terlepas dari tren penurunan harga emas
internasional. Pada triwulan II 2017, harga emas perhiasan mengalami
kenaikan harga sebesar 5,05% (yoy), lebih rendah dibandingkan rata-rata
tiga tahun sebelumnya (12,84% yoy).
Sumber: Bloomberg Sumber: BI, Bloomberg, BPS (diolah)
Grafik 4.6 Pergerakan Inflasi Sandang dan Makanan Jadi
Grafik 4.7 Pertumbuhan emas internasional, NT& emas perhiasan
Tabel 4.1 Komoditas Penyumbang Inflasi Inti Triwulan II 2017
Komoditas Bobot Kontribusi (yoy) Inflasi (yoy) Komoditas Bobot Kontribusi (yoy) Inflasi (yoy)
TARIP PULSA PONSEL 1.81% 0.32% 17.85% IKAN KERANJANG 0.09% 0.05% 71.73%
SEWA RUMAH 4.32% 0.29% 6.67% TARIP GUNTING RAMBUT ANAK 0.03% 0.01% 37.25%
KONTRAK RUMAH 4.93% 0.17% 3.35% SARUNG KATUN 0.09% 0.03% 32.38%
NASI DENGAN LAUK 2.52% 0.13% 5.16% TARIP LABORATORIUM 0.02% 0.01% 29.67%
EMAS PERHIASAN 2.16% 0.11% 5.05% GELAS MINUM 0.07% 0.01% 19.39%
Komoditas Inflasi Inti Utama Penyumbang Tertinggi Komoditas Inflasi Inti Dengan Inflasi Tertinggi
Sumber: BPS
Volatile Food
Inflasi volatile food yang terjaga hingga pertengahan tahun, berkontribusi
terhadap terkendalinya inflasi triwulan II 2017. Walau bersamaan dengan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
58
bulan Ramadhan dan Idul Fitri 2017, tidak serta merta diikuti gejolak harga
pangan yang berarti. Inflasi kelompok bahan makanan pada triwulan II 2017
tercatat sebesar 2,43% (yoy), jauh lebih terkendali dibandingkan dengan
rata-rata triwulan II tiga tahun sebelumnya (8,46% yoy).
Terkendalinya inflasi volatile food, terutama disumbangkan oleh
subkelompok pengeluaran padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya yang
terjaga (1,31% yoy). Secara rata-rata dalam tiga tahun sebelumnya,
subkelompok tersebut mengalami inflasi sebesar 9,14% (yoy).
Melalui BUMD pangan, TPID DKI Jakarta terus menjaga kesinambungan
pasokan pangan strategis yang masuk ke Ibukota, maupun harga yang
tercatat di tingkat konsumen. Khusus untuk beras, selain kerjasama
antardaerah yang selalu digalakkan baik melalui mekanisme perdagangan
maupun pengelolaan Sistem Resi Gudang (SRG), kerjasama juga dilakukan
dengan Bulog dengan mekanisme standby stock beras. Beras dari Bulog
akan dikeluarkan apabila beras yang masuk ke Ibukota berada pada titik
yang rendah. Distribusi beras dengan harga yang lebih murah ke
masyarakat, baik dengan bekerjasama dengan pasar tradisional, pasar
modern, e-commerce, maupun outlet BUMD, juga turut menjaga harga
beras di tingkat ritel. Dengan berbagai upaya tersebut inflasi beras mencapai
0,65% (yoy), jauh lebih rendah dari rata-rata tiga tahun sebelumnya (9,08%
yoy).
Terkendalinya inflasi volatile food juga didukung oleh subkelompok
pengeluaran bumbu-bumbuan. Subkelompok ini tercatat mengalami inflasi
sebesar 6,15% (yoy), yang juga lebih rendah dari rata-ratanya (8,07% yoy).
Langkah TPID DKI Jakarta melalui pembelian mesin Controlled Atmosphere
Storage (CAS) yang berfungsi sebagai media penyimpanan buffer stock
komoditas hortikultura, berhasil menahan gejolak harga yang lebih tinggi.
Pemanfaatan mesin ini juga didukung oleh kerjasama pasokan bawang
merah dari kelompok tani di Brebes. Program ini turut berkontribusi
terhadap terkendalinya gejolak harga yang lebih tinggi di Ibukota, di tengah
masuknya musim tanam di beberapa daerah sentra produksi utama. TPID
DKI Jakarta merupakan TPID pertama yang memiliki teknologi CAS.
Kinerja inflasi kelompok volatile food pada pertengahan tahun 2017 juga
didukung oleh terjaganya inflasi subkelompok pengeluaran daging dan
hasil-hasilnya (5,32% yoy). Pemenuhan pasokan sapi dan daging sapi di
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 59
Ibukota selalu dilakukan baik melalui perdangan dengan peternak di Nusa
Tenggara Timur (NTT), maupun impor dari New Zealand dan Australia.
Pasokan ayam ras yang masuk ke Ibukota pun tetap terjaga, di tengah
kenaikan permintaan pangan masyarakat. Selain itu, penerapan HET (harga
eceran tertinggi) oleh pemerintah pada beberapa komoditas, seperti daging
beku, gula dan minyak goreng, turut memiliki peran dalam terkendalinya
harga pangan di DKI Jakarta.
Tabel 4.2 Komoditas Volatile Food Penyumbang Inflasi Triwulan II 2017
Komoditas Bobot Kontribusi (yoy) Inflasi (yoy) Komoditas Bobot Kontribusi (yoy) Inflasi (yoy)
DAGING AYAM RAS 1.21% 0.10% 8.50% CABAI RAWIT 0.11% 0.08% 68.46%
CABAI RAWIT 0.11% 0.08% 68.46% AYAM HIDUP 0.07% 0.02% 29.25%
TELUR AYAM RAS 0.57% 0.03% 4.56% CUMI-CUMI 0.05% 0.01% 17.79%
TAHU MENTAH 0.29% 0.02% 8.83% DAUN SINGKONG 0.05% 0.01% 14.79%
AYAM HIDUP 0.07% 0.02% 29.25% KACANG PANJANG 0.10% 0.01% 14.72%
Komoditas Volatile Food Utama Penyumbang Tertinggi Komoditas Volatile Food Dengan Inflasi Tertinggi
Sumber: BPS
Administered Prices
Idul Fitri yang jatuh pada Juni 2017, juga tidak serta merta mendorong
inflasi kelompok administered prices terlalu tinggi. Relatif terkendalinya
inflasi administered price pada pertengahan tahun 2017 terutama
disumbangkan oleh kenaikan tarif transportasi yang tidak setinggi tahun-
tahun sebelumnya.
Kenaikan tarif transportasi yang banyak digunakan untuk melakukan
aktivitas mudik dari Ibukota, terutama antarkota dan udara, tercatat cukup
terkendali. Pada triwulan II 2017, subkelompok pengeluaran transpor
tercatat mengalami inflasi sebesar 2,80% (yoy), lebih rendah dari rata-rata
tiga tahun sebelumnya (9,35% yoy). Di dalamnya, inflasi angkutan
antarkota dan angkutan udara juga tercatat relatif terkendali, masing-
masing sebesar sebesar 4,58% (yoy) dan 5,92% (yoy). Padahal pada tiga
tahun terakhir, angkutan udara bisa mengalami inflasi dengan rata-rata
27,66% (yoy), sedangkan angkutan antarkota mencapai sebesar 8,91%
(yoy). Lebih terkendalinya inflasi transpor tahun ini disebabkan oleh
masifnya pembangunan infrastruktur jalan tol oleh pemerintah, sehingga
masyarakat cenderung melakukan kegiatan mudik dengan kendaraan
pribadi.
Adapun kebijakan penyesuaian subsidi listrik 900VA yang dilakukan secara
bertahap (Januari-Maret-Mei 2017) menjadi pendorong inflasi utama dari
administered price. Kebijakan tersebut menyebabkan tarif listrik mengalami
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
60
kenaikan sebesar 17,81% (yoy) dan mendorong inflasi subkelompok bahan
bakar, penerangan dan air sebesar 12,04% (yoy). Namun, jumlah pengguna
listrik 900VA yang relatif sedikit di Ibukota, menyebabkan dampak yang
lebih terbatas dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya pada kelompok
administered price.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 4.8 Pergerakan Inflasi Transportasi
Tabel 4.3 Komoditas-komoditas Penyumbang Inflasi Administered Price Triwulan II 2017
Komoditas Bobot Kontribusi (yoy) Inflasi (yoy) Komoditas Bobot Sumbangan (yoy) Inflasi (yoy)
TARIP LISTRIK 4.12% 0.73% 17.81% BIAYA PERPANJANGAN STNK 0.52% 0.56% 107.38%
BIAYA PERPANJANGAN STNK 0.52% 0.56% 107.38% TARIP LISTRIK 4.12% 0.73% 17.81%
BENSIN 3.11% 0.19% 6.06% TARIP KERETA API 0.22% 0.02% 7.75%
ROKOK KRETEK FILTER 1.41% 0.10% 7.11% ROKOK KRETEK FILTER 1.41% 0.10% 7.11%
ROKOK KRETEK 0.78% 0.08% 10.01% BENSIN 3.11% 0.19% 6.06%
Komoditas Administered Price Utama Penyumbang Tertinggi Komoditas Administered Price Dengan Inflasi Tertinggi
Sumber: BPS
C. Tracking Inflasi Triwulan III 2017
Inflasi DKI Jakarta pada triwulan III 2017 diprakirakan lebih rendah dari
triwulan II 2017. Secara umum, permintaan akan barang dan jasa menurun
seiring berakhirnya Idul Fitri dan libur panjang. Beberapa harga pangan
terpantau mengalami penurunan, seiring stabilnya pasokan di Ibukota. Dari
sisi administered price, beberapa harga transportasi juga akan mengalami
penurunan, terutama angkutan udara dan angkutan antar kota. Berakhirnya
musim liburan menyebabkan turunnya permintaan akan jasa transportasi.
Ditundanya kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga BBM bersubsidi,
turut menjaga inflasi administered price.
Memasuki bulan ke tujuh pasca-Ramadhan dan Idul Fitri, tekanan inflasi DKI
Jakarta pada bulan Juli 2017 mengalami penurunan. Inflasi bulan Juli 2017
tercatat sebesar 0,40% (mtm) atau 3,69% (yoy). Terkendalinya inflasi
terutama disebabkan oleh semakin rendahnya tekanan pada inflasi volatile
food dan administered price.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 61
Seiring berakhirnya Ramadhan dan Idul Fitri 2017, tekanan permintaan akan
komoditas pangan pun berkurang. Hal ini terlihat dari inflasi bahan
makanan yang tercatat sebesar 1,46% (yoy), lebih rendah dari bulan
sebelumnya 2,43% (yoy), maupun dengan rata-rata tiga tahun sebelumnya
(6,20% yoy).
Jika dilihat dari komoditasnya, beberapa komoditas pangan strategis
mengalami deflasi. Beras, yang merupakan komoditas pangan dengan
bobot terbesar, kembali menjadi kontributor utama terkendalinya harga
bahan makanan, karena mengalami deflasi sebesar 0,37% (yoy). Komoditas
lainnya yang tercatat mengalami deflasi adalah daging sapi, bawang merah
dan cabai merah, masing-masing sebesar 1,55% (yoy), 9,98% (yoy) dan
7,17% (yoy).
Sumber: BPS, diolah
Grafik 4.9 Pergerakan inflasi kelompok bahan makanan
Jika dilihat dari perkembangan stoknya, stok pangan Ibukota hingga akhir
Juli 2017 tetap stabil. Volume beras yang masuk ke Pasar Induk Beras
Cipinang (PIBC) pada akhir Juli 2017 masih terkendali. BUMD pangan
Jakarta masih mampu menjaga pasokan yang berkesinambungan, sehingga
harga beras tetap stabil. Penambahan stok juga diperkuat dengan perluasan
kerjasama antardaerah. Demikian pula dengan pasokan daging sapi yang
juga masih stabil, karena pengiriman sapi dari Nusa Tenggara Timur (NTT)
dan realisasi impor daging sapi juga tetap terjaga. Pasokan bumbu-
bumbuan yang utamanya masuk melalui Pasar Induk Kramat Jati juga tetap
terjaga.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
62
Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta
Grafik 4.10 Pasokan dan harga cabai di Pasar Induk Kramat jati
Grafik 4.11 Perkembangan harga daging ayam dan sapi, dan telur ayam
Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta
Grafik IV.12 Pasokan dan harga beras di Pasar Induk Cipinang
Grafik IV.13 Pasokan dan harga bawang merah di Ps. Induk Kramat Jati
Sumber: BMKG Sumber: BMKG
Gambar 4.12 Prakiraan Curah Hujan Terkini
Gambar 4.13 Prakiraan Sifat Hujan Terkini
Pada triwulan III 2017, inflasi volatile food diprakirakan tetap terjaga.
Gejolak harga pangan yang disebabkan oleh faktor musiman diperkirakan
sangat minim. Hari Raya Idul Adha yang jatuh pada 31 Agustus diperkirakan
tidak terlalu berpengaruh pada pergerakan harga pangan secara umum.
TPID DKI Jakarta, melalui BUMD pangan akan terus melakukan perluasan
kerjasama antardaerah, agar pasokan yang masuk ke Ibukota tetap terjaga
sepanjang waktu. Dalam menjalankan program tersebut, TPID DKI Jakarta
melakukan koordinasi yang intensif dengan BUMD pangan, Bulog,
Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan, serta dengan pihak
terkait lainnya. Berbagai program pengendalian harga ini akan membantu
tercapainya inflasi triwulan III 2017 yang tetap terkendali.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 63
Dari sisi inflasi inti, pergerakan berbagai harga komoditas yang tergabung
dalam inflasi inti masih relatif terbatas. Dampak dari penyesuaian subsidi
listrik pada beberapa komoditas yang terkait, antara lain sewa rumah dan
kontrak rumah, belum terlihat signifikan memengaruhi perkembangan
inflasi inti. Masuknya tahun ajaran baru pendidikan juga tidak terlalu
mendorong inflasi lebih keatas. Permintaan masyarakat yang masih terbatas,
diikuti oleh kecenderungan masyarakat untuk menabung, terkendalinya
ekspektasi inflasi, serta nilai tukar yang cukup stabil, turut mendukung
stabilnya inflasi inti secara keseluruhan
Di samping itu, kebijakan pemerintah untuk menunda kenaikan harga BBM
bersubsidi pada Juli 2017, berkontribusi terhadap terkendalinya inflasi
administered price triwulan III 2017. Kebijakan ini akan dikaji setiap tiga
bulan. Selain itu, tiadanya libur panjang selama triwulan III 2017, juga
berkontribusi terhadap rendahnya tekanan inflasi dari komoditas
transportasi. Berbagai faktor tersebut, menjaga inflasi administered price
dari gejolak yang berlebih.
Perkembangan harga-harga akan terus dicermati untuk mendukung
pencapaian sasaran inflasi nasional. Kebijakan Bank Indonesia akan
diupayakan untuk tetap mengawal pencapaian target inflasi nasional tahun
2017 yaitu 4% ± 1%. Selain itu, penguatan koordinasi Bank Indonesia,
Pemerintah Provinsi DKI dan Pemerintah Pusat melalui TPID sangat
diperlukan untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi tahun 2017,
terutama dari administered price dan volatile food. Koordinasi kebijakan
administered price, terutama terkait dengan waktu penetapan kebijakan
tersebut, agar tidak bersamaan dengan munculnya tekanan inflasi yang
bersifat musiman.
D. Program Pengendalian Inflasi Triwulan III 2017
Pada triwulan III 2017, program-program yang telah dijalankan pada waktu-
waktu sebelumnya, tetap dilakukan. Adapun beberapa kegiatan yang baru
dilakukan adalah kerjasama pasokan beras dengan Usaha Daerah di Sidrap,
Sulawesi Tengah. Selain itu, TPID DKI Jakarta juga menjajaki kerjasama
corporate farming dengan TPID Jogjakarta.
Dari sisi distribusi, TPID DKI Jakarta akan segera meresmikan JakGrosir.
JakGrosir merupakan pusat perkulakan, yang hadir dengan maksud
memotong rantai distribusi agar rantai distribusi menjadi lebih efisien. Jak
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
64
Grosir mendapatkan barang-barang yang dijualnya langsung dari produser
penghasil barang-barang tersebut. Dengan rantai distribusi yang lebih
pendek, Jak Grosir dapat menawarkan produk-produk dengan harga yang
lebih murah, khusus kepada pedagang-pedagang pasar tradisional di
Ibukota. Dengan demikian barang-barang dapat sampai ke konsumen akhir
dengan harga yang lebih murah pula.
TPID DKI Jakarta juga mengedepankan peran komunikasi yang masif dan
efektif kepada masyarakat dalam menjangkar ekspektasi harga. Ekspektasi
yang baik, turut berkontribusi terhadap terkendalinya harga barang dan jasa
secara keseluruhan. Info Pangan Jakarta (IPJ), yang merupakan salah satu
media komunikasi perkembangan harga di DKI Jakarta, akan terus
dikembangkan, dan akan segera dilengkapi dengan fitur market place, yang
mengakomodir masyarakat untuk berbelanja bahan pangan secara online.
Penguatan peran dan perluasan kerjasama di bidang pangan dan komoditas
pendukung lainnya perlu terus didorong oleh Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta melalui berbagai program yang tidak hanya semata-mata
mengendalikan harga-harga di DKI Jakarta, namun juga dapat
meningkatkan perekonomian bagi daerah pemasoknya. Terkendalinya inflasi
DKI Jakarta akan menjadi barometer pergerakan harga pangan nasional
pada umumnya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 65
Halaman ini sengaja dikosongkan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
66
Halaman ini sengaja dikosongkan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 67
BOKS 2
PEMANFAATAN TEKNOLOGI CONTROLLED ATMOSPHERE STORAGE
(CAS) DALAM PENGENDALIAN INFLASI DKI JAKARTA
Saat ini, anggota TPID DKI Jakarta, yaitu BUMD pangan DKI Jakarta
seperti PD Pasar Jaya, PT Food Station Tjipinang Jaya dan PD Dharma Jaya,
diberi mandat untuk dapat menstabilkan beberapa komoditas pangan
strategis di ibukota. Pembelian mesin CAS, yang akan dikelola oleh PD
Pasar Jaya, merupakan bagian dari langkah TPID DKI Jakarta dalam
rangka pengendalian pasokan untuk menjaga kestabilan harga pangan,
khususnya produk hortikultura.
Secara umum, CAS mampu menahan laju pematangan / pembusukan
sebuah produk. Secara teknis, CAS dapat digunakan untuk menyimpan
berbagai jenis produk hortikultura dengan pengaturan yang berbeda-
beda. Terdapat beberapa keunggulan menggunakan CAS dalam
menyimpan produk hortikultura, terutama bawang merah. Dengan CAS,
masa simpan bawang merah bisa mencapai 3-6 bulan, dengan susut
bobot ± 8%. Hal ini berbeda dengan metode konvensional yang susutnya
mencapai 35% dan masa simpan yang lebih cepat.
Menyertai pembelian mesin CAS, pasokan bawang diperoleh melalui
MoU kerjasama antardaerah, yaitu antara PD Pasar Jaya dengan
pemimpin kelompok petani bawang merah asal Brebes. Konsep
optimalisasi peran BUMD melalui kerjasama antardaerah yang didukung
dengan alat CAS ini diharapkan dapat menjadi pilot project yang
kemudian dapat diterapkan di seluruh daerah.
Gambar B.2.1 Konsep Buffer Stock dengan Alat Controlled Atmosphere Storage
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
68
Dengan adanya mesin CAS, manajemen stok produk-produk hortikultura,
terutama bawang merah akan menjadi lebih baik dan sekaligus menjaga
kestabilan harga. Hasil panen petani dapat disimpan dan dikeluarkan lagi
dari mesin CAS, sesuai dengan kebutuhan. Dalam hal ini mesin CAS
digunakan sebagai media buffer stock komoditas hortikultura.
Kedepannya TPID DKI Jakarta akan menambah jumlah CAS, dengan
target pembelian mesin barunya mencapai 10 unit per tahun. Jenis
komoditas yang disimpan juga akan ditambah, seperti cabai merah dan
buah-buahan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 69
Halaman ini sengaja dikosongkan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
70
Halaman ini sengaja dikosongkan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
STABILITAS KEUANGAN DAERAH
SERTA PENGEMBANGAN
KEUANGAN DAN UMKM
Secara umum, kondisi stabilitas keuangan di DKI Jakarta masih terjaga di
tingkat yang aman. Aset perbankan di DKI Jakarta tumbuh sebesar 10,78%
terutama didorong oleh peningkatan dana pihak ketiga yang mencapai
11,22%. Sementara itu, pertumbuhan kredit hanya sebesar 8,41% atau
cenderung tertahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar
10,37%. Proses pemulihan ekonomi Indonesia yang tidak sekuat perkiran
semula turut memberikan keyakinan perbankan untuk tetap selektif dalam
menyalurkan kreditnya.
Rasio kredit bermasalah (non performing loan) pada triwulan II 2017 terlihat
dalam kondisi aman dan menunjukkan perbaikan yaitu tercatat sebesar
2,61%. Perbaikan tersebut antara lain didorong oleh meningkatnya
restrukturisasi kredit yang dilakukan oleh beberapa bank sehingga secara
keseluruhan rasio loan at risk juga ikut terdorong meningkat selama beberapa
tahun terakhir.
Kinerja korporasi pada triwulan II 2017 masih dibayangi oleh kondisi
eksternal, yaitu melambatnya kinerja ekspor komoditas unggulan ke negara
mitra dagang utama DKI Jakarta, di tengah membaiknya indikator
perekonomian global. Hal tersebut berdampak pula pada terbatasnya investasi
oleh pihak swasta.
Tingkat ketahanan sektor rumah tangga masih relatif cukup baik. Hal ini
tergambar dari meningkatnya angka indeks keyakinan konsumen (IKK) dan
indeks kondisi ekonomi (IKE) saat ini. Meskipun terdapat peningkatan dalam
permintaan kredit, konsumsi rumah tangga cenderung masih tertahan
sehubungan dengan antisipasi masyarakat terhadap kebutuhan pasca-hari
raya dan tahun ajaran baru. Kredit bermasalah sektor rumah tangga masih
berada pada batas aman dengan rasio NPL berada pada angka 1,96%
Sementara itu, penyaluran kredit di sektor UMKM menunjukkan perbaikan.
Kredit UMKM tumbuh 4,25% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya, dengan mayoritas penyaluran kepada kredit modal
Bab 5
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 72
kerja. Kontribusi jumlah kredit UMKM terhadap total kredit perbankan di
Provinsi DKI Jakarta masih tergolong sangat kecil yaitu hanya sebesar 8,74%
dari total keseluruhan kredit. Hal itu lebih disebabkan karena pelaku UMKM
sebagian besar berada di luar wilayah DKI Jakarta (Bogor, Depok, Tangerang
dan Bekasi). Di samping itu, meskipun rasio kredit bermasalah di sektor
UMKM membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, rasio tersebut
sudah melebhi batas aman 5% sehingga perlu diwaspadai.
A. Perkembangan Kinerja Perbankan
Asesmen Kinerja Perbankan
Total aset bank umum di Provinsi DKI Jakarta pada triwulan II 2017 tercatat
sebesar Rp4.278 triliun atau tumbuh 10,78% (yoy) dibandingkan dengan
posisi yang sama pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut
disebabkan meningkatnya dana pihak ketiga (DPK) yang mencapai 11,22%.
Penambahan DPK terutama dipicu oleh pertumbuhan deposito di sektor
korporasi yang mencapai 17,09% (yoy).
Walaupun demikian, pertumbuhan aset tersebut tercatat melambat
dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan I 2017 yang sebesar
11,81% (tabel 5.1). Perlambatan tersebut antara lain dikarenakan ekspansi
kredit yang cenderung tertahan atau hanya tumbuh sebesar 8,41% (yoy),
lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I 2017 yang tumbuh sebesar
10,37% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit tersebut terutama terjadi
pada kredit modal kerja dan kredit investasi sektor-sektor utama di DKI
Jakarta, yaitu kredit kepada perdagangan besar dan eceran; industri
pengolahan; perantara keuangan; dan transportasi, pergudangan dan
komunikasi.
Belum membaiknya perkembangan pasar luar negeri untuk produk ekspor
utama Jakarta seperti kendaraan bermotor, perhiasan, dan peralatan
mekanik, terkontraksinya produksi mobil, serta belum kuatnya kegiatan
belanja masyarakat, turut memberikan andil yang cukup besar dalam
perlambatan pertumbuhan kredit tersebut. Hal tersebut menggambarkan
masih tingginya risiko, yang mendorong bank cenderung berhati-hati dalam
memberikan pembiayaan kegiatan ekonomi. Sebagai dampaknya
pertumbuhan kredit modal kerja dan kredit investasi melambat pada
triwulan II 2017 dibandingkan dengan periode sebelumnya, yaitu dari
12,66% (yoy) dan 9,33% (yoy) menjadi 9,82% (yoy) dan 6,64% (yoy).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
Sementara itu, dilihat dari rasio kredit bermasalah, pada triwulan II 2017
terlihat menunjukkan perbaikan. Kredit bermasalah tercatat sebesar 2,61%,
membaik dibandingkan periode sebelumnya yang sebesar 2,87%. Perbaikan
tersebut terutama disebabkan restrukturisasi kredit yang dilakukan oleh
beberapa bank, terutama kredit investasi. Dari total kredit restrukturisasi
pada triwulan laporan yaitu sebesar Rp80 triliun, kredit investasi memiliki
pangsa sebesar 54,69% atau sebesar Rp42,8 triliun. Selain itu, perbaikan
NPL juga disebabkan adanya hapus buku kredit bermasalah yang tercermin
dari meningkatnya jumlah hapus buku. Pada triwulan II 2017 jumlah hapus
buku tercatat sebesar Rp122 triliun atau tumbuh 23,89% (yoy), melambat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 24,13% (yoy).
Dari 106 bank umum yang beroperasi di wilayah DKI Jakarta, kelompok aset
terbesar dimiliki oleh bank swasta nasional yang mencapai 51%, diikuti oleh
bank milik pemerintah dan bank asing masing-masing sebesar 33% dan
15% (Grafik 5.1), dengan kantor Pusat Bank sebagaian besar berada di
wilayah Jakarta Pusat.
Tabel 5.1 Perkembangan Kinerja Bank Umum di Provinsi DKI Jakarta triliun Rp
I II III IV I II III IV I II III IV I II
1 Total Asset 3,003 3,143 3,321 3,463 3,579 3,625 3,778 3,778 3,775 3,862 3,953 4,162 4,220 4,278
2 Dana Pihak Ketiga (DPK) 1,820 1,913 2,000 2,100 2,153 2,183 2,251 2,220 2,258 2,282 2,302 2,473 2,504 2,538
3 Kredit
- Lokasi Bank (LB) 1,623 1,706 1,759 1,803 1,806 1,887 1,960 2,004 1,942 2,024 2,036 2,140 2,131 2,177
- Lokasi Proyek (LP) 1,109 1,160 1,186 1,206 1,202 1,263 1,305 1,338 1,295 1,358 1,355 1,439 1,429 1,472
4 Pertumbuhan (growth )
- g_Asset (%, yoy) 13.43 17.08 15.81 14.50 18.39 15.33 13.77 9.09 6.18 6.53 4.64 10.17 11.81 10.78
- g_DPK (%, yoy) 11.25 12.01 12.37 12.90 18.30 14.10 12.54 5.69 4.86 4.54 2.25 11.39 10.89 11.22
- g_Kredit Lokasi Bank (%, yoy) 20.43 18.45 13.26 11.13 11.24 10.60 11.39 11.18 7.55 7.26 3.90 6.79 9.68 7.58
- g_Kredit Lokasi Proyek (%, yoy) 21.84 17.51 11.97 9.39 8.36 8.90 9.99 10.96 7.74 7.51 3.88 7.57 10.37 8.41
4 LDR
LDR-Lokasi Bank 89.20 89.18 87.96 85.83 83.87 86.44 87.06 90.29 86.03 88.69 88.46 86.56 85.09 85.79
LDR-Lokasi Proyek 60.93 60.61 59.30 57.39 55.81 57.85 57.96 60.26 57.35 59.49 58.88 58.19 57.08 57.99
5 Non performing loan (NPL)
- Lokasi Bank 1.56 1.68 1.91 1.90 2.05 2.22 2.45 2.33 2.73 2.96 3.01 2.96 2.95 2.70
- Lokasi Proyek 1.44 1.47 1.63 1.60 1.81 1.79 2.02 2.11 2.57 2.68 2.76 2.90 2.87 2.61
2014 2015 2016 2017No Keterangan
Sumber: Bank Indonesia
33%
51%
15%
1%
Bank Persero Bank Swasta Nasional
Bank Asing & Campuran Bank Pemerintah Daerah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.1 Komposisi Aset Berdasarkan Kelompok Bank
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) pada triwulan II 2017 menunjukkan
peningkatan. DPK tercatat tumbuh sebesar 11,22% (yoy), lebih tinggi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 74
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 10,89% (yoy).
Peningkatan DPK terutama didorong oleh DPK pemerintah dan korporasi,
yang masing-masing tumbuh 17,20% dan 13,81%, lebih baik
dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar
13,11% dan 9,13%. Faktor utama peningkatan DPK tersebut berasal dari
peningkatan giro dan deposito yang mencapai 12,23% dan 10,86% (yoy),
lebih baik dari triwulan sebelumnya yang sebesar 10,39% dan 7,79%.
Sementara itu, penghimpunan dana tabungan menunjukkan perlambatan
pertumbuhan. Pada triwulan II 2017 dana tabungan tercatat tumbuh
sebesar 10,72% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang sebesar 13,90% (yoy) (Grafik 5.2). Perlambatan tersebut
terutama berasal dari sektor rumah tangga, seiring dengan meningkatnya
kebutuhan menjelang hari raya idul fitri dan jelang tahun ajaran baru.
Daerah bisnis dan pusat perdagangan seperti Jakarta Pusat dan Jakarta
Selatan masih menjadi primadona bagi DKI Jakarta dalam melakukan
penghimpunan dana. Penghimpunan dana di Jakarta Pusat dan Jakarta
Selatan masing-masing tumbuh sebesar 11,19% (yoy) dan 16,25% (yoy)
terutama didominasi oleh pertumbuhan deposito.
0
1
1
2
2
3
3
0
0
0
0
0
0
0
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
da
lam
tri
liu
n
Total DPK g_DPK Jakarta g_Tabungan Jakarta g_Deposito Jakarta
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
Jan Feb I II III IV I II
2016 2016 2017
dala
m tr
iliun
Jakarta Barat Jakarta Timur Jakarta Utara Jakarta Selatan Jakarta Pusat Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.2 Pertumbuhan DPK DKI Jakarta
Grafik 5.3 Sebaran DPK per wilayah
Bila dibandingkan dengan pertumbuhan DPK nasional dan Jawa,
pertumbuhan DPK Provinsi DKI Jakarta relatif lebih tinggi. Pertumbuhan DPK
nasional tercatat sebesar 10,32% (yoy), sementara pertumbuhan DPK di
Jawa sebesar 11,03%, (yoy) (Grafik 5.4). Selain itu, berdasarkan jumlah
nominal dana yang dihimpun, Provinsi DKI Jakarta masih menjadi tumpuan
perbankan nasional dalam hal penghimpunan dana pihak ketiga. Hal
tersebut tercermin dari proporsi penghimpunan DPK di DKI Jakarta
(berdasarkan lokasi bank) terhadap DPK Perbankan nasional mencapai 51%.
Sedangkan bila dibandingkan dengan perbankan di Jawa, proporsi DPK DKI
Jakarta mencapai 64% (Grafik 5.5).
%, yoy
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
0.00
4.00
8.00
12.00
16.00
20.00
24.00
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
g_DPK Perbankan Nasional g_DPK Perbankan di P. Jawa
g_DPK di Provinsi Jakarta
(%, yoy)
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
100.00
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
da
lam
tri
liun
Giro Tabungan
Deposito % DPK Jakarta thd Nasional (skala kanan)
% DPK Jakarta thd Jawa (skala kanan)
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.4 Pertumbuhan DPK DKI Jakarta, Jawa dan Nasional
Grafik 5.5 Share DPK Jakarta terhadap Jawa dan Nasional
Komposisi dana pihak ketiga DKI Jakarta pada triwulan II 2017 masih
didominasi oleh deposito, dengan proporsi sebesar 54%. Kemudian diikuti
oleh giro dan tabungan dengan proporsi masing-masing sebesar 28% dan
18% (Grafik 5.6). Komposisi tersebut relatif tidak berubah dalam kurun
waktu empat tahun terakhir. Tingginya komposisi deposito tersebut
berdampak pada biaya dana yang ditanggung oleh bank menjadi lebih
mahal. Namun, hal tersebut masih dapat diatasi dengan mengalokasikan
kelebihan dana terebut dalam bentuk kredit di luar wilayah Jakarta ataupun
melakukan penempatan pada instrumen lain yang lebih menguntungkan.
28%
18%
54%
Giro Tabungan Deposito
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.6 Komposisi DPK di Jakarta
Penyaluran Kredit
Pertumbuhan ekonomi global yang berangsur membaik terutama di
beberapa negara tujuan ekspor belum berdampak langsung terhadap
kinerja ekspor Indonesia. Ekspor masih mengalami kontraksi sehingga
pertumbuhan kredit, terutama kredit modal kerja dan kredit investasi, ikut
mengalami perlambatan. Selain itu, proses pemulihan ekonomi Indonesia,
yang tidak sekuat perkiran semula, turut memberikan keyakinan terhadap
perbankan untuk tetap selektif dalam menyalurkan kreditnya. Hal tersebut
tercermin pada penyaluran kredit pada triwulan II 2017 yang cenderung
melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit
berdasarkan lokasi proyek tumbuh melambat menjadi 8,41% (yoy) dari
triwulan sebelumnya yang sebesar 10,37% (yoy) (Grafik 5.7). Perlambatan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 76
tersebut terutama terjadi pada kredit modal kerja (dari 12,7% menjadi
9,3% (yoy)) dan kredit investasi (dari 9,3% menjadi 6,6% (yoy)). Sementara
itu, kredit konsumsi tumbuh sebesar 6,5% (yoy), meningkat dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 4,04% (yoy) (Grafik 5.8). Berdasarkan jenis
penggunaannya, kredit di DKI Jakarta didominasi oleh kredit modal kerja
yang memiliki pangsa sebesar 57%, diikuti oleh kredit investasi (29%), dan
kredit konsumsi (14%) (Grafik 5.9).
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Kredit (LB) Kredit (LP) - g_Kredit (LB) - g_Kredit (LP)
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
18%
20%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Trill
ion
s
Kredit Modal Kerja Kredit Investasi
Kredit Konsumsi g_Kredit Modal Kerja (skala kanan)
g_Kredit Investasi (skala kanan) g_Kredit Konsumsi (skala kanan) Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.7 Pertumbuhan Kredit di Jakarta
Grafik 5.8 Pangsa Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
57%29%
14%
Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Kredit Konsumsi
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
100.00
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
LDR-Lokasi Bank LDR-Lokasi Proyek
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.9 Pangsa Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 5.10 rasio LDR berdasarkan lokasi proyek dan lokasi bank
Dengan posisinya sebagai ibukota negara dan pusat kegiatan ekonomi
Indonesia, DKI Jakarta memiliki karakteristik sebagai daerah penghimpun
dana. Hal tersebut dikarenakan porsi belanja Kementerian dan Lembaga
(K/L) Pemerintah Pusat yang sebagian besar (50%) dikelola di DKI Jakarta
dan banyaknya korporasi yang berkantor pusat di DKI Jakarta, sehingga
dana korporasi yang mengalir ke kantor pusat menjadi sumber
penghimpunan dana bagi perbankan di Jakarta.
Besarnya penghimpunan dana tersebut tidak diimbangi dengan besarnya
permintaan kredit di Jakarta sehingga mendorong perbankan untuk
menyalurkan kreditnya ke daerah lainnya di luar Jakarta. Kondisi tersebut
tercermin dari LDR Lokasi proyek yang hanya sebesar 57,09%, jauh lebih
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
rendah dibandingkan dengan LDR Lokasi Bank yang sebesar 85,79% (Grafik
5.10). Dengan kata lain terdapat 27,80% kredit disalurkan di luar DKI
Jakarta.
Dari sisi risiko kredit, pada triwulan II 2017, tingkat kualitas kredit
perbankan di Provinsi DKI Jakarta membaik dibandingkan dengan triwulan I
2017, yaitu dari 2,87% menjadi 2,61% (Lokasi Proyek). Demikian pula
halnya dengan NPL berdasarkan lokasi bank yang tercatat membaik dari
2,95% menjadi 2.70% (Grafik 5.11).
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
NPL Lokasi Bank NPL Lokasi Proyek
0.00%
0.50%
1.00%
1.50%
2.00%
2.50%
3.00%
3.50%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
NPL (LP) Modal Kerja Investasi Konsumsi
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.11 Perkembangan NPL DKI Jakarta
Grafik 5.12 Perkembangan NPL (LP) Berdasarkan Jenis Penggunaan
Berdasarkan jenis penggunaan, NPL gross untuk seluruh jenis kredit tercatat
membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NPL gross kredit
modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi pada triwulan II 2017
masing-masing sebesar 2,66%, 2,82%, dan 1,93%, membaik dari triwulan
sebelumnya yang masing-masing sebesar 3,09%, 2,85%, dan 2,01%
(Grafik 5.12). Membaiknya risiko kredit tersebut disebabkan oleh
restrukturisasi kredit yang dilakukan oleh beberapa bank, terutama kredit
investasi. Dari total kredit restrukturisasi pada triwulan laporan yaitu Rp80
triliun, kredit investasi memiliki pangsa sebesar 54,69% atau sebesar Rp42,8
triliun. Selain itu, perbaikan NPL juga disebabkan adanya hapus buku kredit
bermasalah yang tercermin dari meningkatnya jumlah hapus buku. Pada
triwulan II 2017 jumlah hapus buku sebesar Rp122 triliun atau tumbuh
23,89% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 24,13% (yoy).
Secara keseluruhan, NPL di DKI Jakarta berdasarkan lokasi proyek masih
lebih rendah jika dibandingkan dengan NPL di Pulau Jawa maupun nasional
yang masing-masing tercatat sebesar 2,99% dan 3,02% (Grafik 5.13).
Namun, perbaikan NPL tersebut dibayangi oleh meningkatnya kredit
restrukturisasi sehingga secara keseluruhan rasio loan at risk juga ikut
terdorong meningkat selama beberapa tahun terakhir (grafik 5.14).
%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 78
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
NPL Perbankan Nasional NPL Perbankan di P. Jawa
NPL Perbankan Jakarta
(%)
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
2011 2012 2013 2014 2015 2016 Jun-17
da
lam
tri
liun
Total Kredit LAR % LAR tdhp Total Kredit
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.13 Pebandingan NPL DKI Jakarta, Jawa dan Nasional
Grafik 5.14 Loan at Risk DKI Jakarta
Dari total kredit yang telah diberikan, kredit kepada sektor swasta masih
mendominasi pemberian kredit, dengan porsi pada triwulan II 2017
mencapai 85,20%, sedangkan kepada sektor pemerintah sebanyak 13,47%
(Grafik 5.15). Hal tersebut tidak terlepas dari peran DKI Jakarta sebagai
pusat bisnis dan barometer ekonomi Indonesia. Namun, pada triwulan II
2017, pertumbuhan kredit kepada kedua sektor tersebut terlihat melambat.
Pertumbuhan kredit sektor swasta melambat dari 7,08% (yoy) menjadi
6,77% (yoy) dan sektor pemerintah melambat dari 35,08% (yoy) menjadi
22,85% (yoy) (Grafik 5.16).
13.47%
85.20%
1.33%
Sektor Pemerintah Sektor Swasta Lainnya
-20.00%
-10.00%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
g_Sektor Pemerintah g_Sektor Swasta
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.15 Komposisi Kredit Berdasarkan Golongan Debitur
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.16 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Golongan Debitur
Banyaknya perkantoran dan pusat perbelanjaan yang terletak di Jakarta
Pusat dan Jakarta Selatan, maupun pusat grosir dan perdagangan seperti di
Mangga Dua, Tanah abang dan Glodok, serta tempat-tempat hiburan dan
restoran, membuat wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan menjadi
dominan dalam hal penyaluran kredit. Pada triwulan II 2017, total kredit
yang disalurkan di dua daerah tersebut masing-masing sebesar 35,36% dan
35,14% dari total kredit di DKI Jakarta (Grafik 5.17).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
35.36%
10.15%11.00%
35.14%
8.26%
0.09%
Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat
Jakarta Selatan Jakarta Timur Kepulauan Seribu
0
100
200
300
400
500
600
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
dal
am t
riliu
n
Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat
Jakarta Selatan Jakarta Timur Kepulauan Seribu
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.17 Sebaran Kredit di Provinsi DKI Jakarta
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.18 Perkembangan Sebaran Kredit DKI Jakarta
B. Stabilitas Keuangan Daerah
Asesmen Sektor Korporasi
Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
Kinerja korporasi DKI Jakarta pada triwulan II 2017 dipengaruhi
perkembangan sektor eksternal maupun internal. Dari sisi eksternal,
ketidakpastian kondisi geopolitik memberikan risiko bagi kinerja ekspor
unggulan DKI Jakarta seperti kendaraan bermotor, perhiasan, dan peralatan
mekanik. Sedangkan dari sisi internal pelarangan kendaraan angkutan
barang pada masa libur idul fitri, tingginya ketergantungan akan barang
impor, melemahnya kinerja belanja pemerintah, terutama pada belanja
Kementerian dan Lembaga (K/L), serta relatif tertahannya kegiatan belanja
masyarakat untuk mengantisipasi pengeluaran pasca idul fitri, turut
memberikan andil yang cukup besar dalam menahan laju perekonomian DKI
Jakarta. Walaupun di sisi lain kegiatan investasi, terutama infrastruktur terus
meningkat sejalan dengan realisasi berbagai proyek infrastruktur di DKI
Jakarta.
Beberapa faktor yang memberikan tekanan pada kinerja Korporasi DKI
Jakarta, antara lain :
1. Perlambatan permintaan negara mitra dagang utama DKI Jakarta
Selain memenuhi permintaan dan konsumsi domestik, korporasi di DKI
Jakarta juga melakukan ekspor untuk memenuhi permintaan dari pihak
eksternal. Adapun negara mitra dagang utama DKI Jakarta yaitu
Singapura, Amerika Serikat, Filipina, Tiongkok dan Thailand. Di tengah
perbaikan ekonomi dunia yang ditopang oleh pertumbuhan ekonomi
AS, Tiongkok dan Eropa, pertumbuhan ekonomi di beberapa negara
mitra dagang DKI Jakarta tersebut pada triwulan II juga menunjukkan
perbaikan. Perekonomian di Amerika Serikat tumbuh sedikit membaik,
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 80
yaitu 2.1%, dibandingkan triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 2,0%.
Ekonomi Filipina juga tumbuh membaik yaitu 6,5%, sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (6,4%). Mengikuti dua
negara sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Thailand juga meningkat
menjadi 3,7% dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,3%
(Grafik 5.19). Namun hal tersebut belum dapat mendorong
pertumbuhan ekspor DKI Jakarta ke negara-negara mitra dagang
tersebut. Ekspor DKI Jakarta masih terkontraksi pada triwulan II 2017.
(2.00)
(1.00)
-
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
Singapura Amerika Thailand Tiongkok Filipina
Bahan baku baja20%
Makanan minuman
16%
Kendaraan Bermotor13%
Produk Kimia11%
Perhiasan dan pakaian
7%
Lainnya33%
Sumber: Trading Economics Grafik 5.19 Pertumbuhan Ekonomi
Mitra Dagang Utama
Sumber: Bank Indonesia Grafik 5. 20 Share ekspor
komoditas DKI Jakarta
2. Perlambatan kinerja ekspor komoditas unggulan DKI Jakarta
Komposisi ekspor DKI Jakarta didominasi oleh ekspor bahan baku baja
(20,01%), makanan minuman (15,44%), kendaraan bermotor
(13,20%), produk kimia (10,68%), dan perhiasan (7,41%) (grafik 5.18).
Pada triwulan II 2017, seluruh komoditas unggulan tersebut mengalami
kontraksi (grafik 5.20), bahkan beberapa di antaranya terkontraksi
cukup dalam. Bahan baku baja terkontraksi 3,67% setelah pada
triwulan sebelumnya tercatat tumbuh 6,73%, demikian pula dengan
produk makanan dan minuman yang terkontraksi 11.74% dimana pada
triwulan sebelumnya juga terkontraksi 8,13%. Kontraksi yang cukup
dalam juga dialami oleh kendaraan bermotor sebesar 72,85% (triwulan
sebelumnya tercatat 59,18%), diikuti oleh perhiasan yang terkontraksi
39,19% (triwulan sebelumnya 10, 34%), dan produk kimia (terkontraksi
37,74% setelah pada triwulan sebelumnya tercatat tumbuh 11,38%).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
-80.00
-60.00
-40.00
-20.00
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Basic Metals Food products and Beverages
Motor vehicles, trailers Chemicals and chemical products
Wearing Apparel, Dressing and dyeing -80.00
-60.00
-40.00
-20.00
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
Singapura Amerika Filipina Tiongkok Thailand
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.21 Pertumbuhan Ekspor Komoditas Unggulan DKI Jakarta
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.22 Pertumbuhan Ekspor ke negara tujuan utama DKI
Jakarta
Ekspor komoditas bahan baku baja melambat terutama karena banyak
negara yang menerapkan bea masuk tinggi untuk melindungi industri
baja di dalam negeri masing-masing. Sebagai akibatnya produk baja dari
Indonesia menjadi tidak dapat bersaing, bahkan tidak bisa masuk ke
pasar ekspor. Beberapa negara yang menerapkan kebijakan tersebut
yaitu Amerika Serikat, Kanada, dan Australia. Untuk perhiasan,
penurunan ekspor lebih disebabkan karena menurunnya permintaan
akibat melambatnya ekonomi di beberapa negara tujuan ekspor yaitu
Tiongkok, Dubai dan India. Demikian pula halnya untuk perkembangan
pasar luar negeri kendaraan bermotor dan peralatan mekanik yang juga
belum sejalan dengan perbaikan kondisi ekonomi global secara umum,
sehingga berdampak pada angka pertumbuhan yang terus bergerak
negatif.
Selain hal di atas, adanya kebijakan pemerintah melalui Peraturan Dirjen
Perhubungan Darat No. SK2717/Aj.201/DRJD tentang Pengaturan Lalu
Lintas dan Pengaturan Kendaraan Angkutan Barang pada Masa
Angkutan Lebaran Tahun 2017 juga turut berkontribusi terhadap
terkontraksinya ekspor DKI Jakarta di triwulan II 2017. Berdasarkan
peraturan tersebut, angkutan barang ekspor dan impor pada masa libur
lebaran tahun 2017, pada tanggal 21 Juni s.d 29 Juni 2017 tidak boleh
beroperasi melalui jalan nasional dan jalan tol sehingga aktivitas arus
barang dari dan menuju pelabuhan mengalami penurunan.
3. Terbatasnya Investasi oleh pihak Swasta
Peran swasta dalam kegiatan investasi masih terbatas. Masih rendahnya
kegiatan investasi swasta terindikasi dari penyaluran kredit investasi
yang melanjutkan tren perlambatan. Pada triwulan II 2017 penyaluran
kredit investasi tumbuh 6,64% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 9,33% (yoy).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 82
Masih rendahnya investasi swasta tersebut tidak terlepas dari perilaku
investor swasta yang masih melanjutkan perilaku wait-and-see terhadap
kondisi ekonomi saat ini yang telah dimulai sejak awal tahun 2016. Hal
tersebut tercermin dari penyaluran kredit korporasi yang melambat pada
triwulan laporan. Dengan berlalunya Pilkada di DKI Jakarta diperkirakan
dapat mengurangi efek psikologis negatif dan perilaku wait-and-see
investor swasta, sehingga dalam ke depan kontribusi investasi dari
sektor swasta diharapkan membaik.
Percepatan beberapa proyek infrastruktur oleh Pemerintah Pusat dan
Daerah di DKI Jakarta diharapkan akan dapat menstimulus swasta untuk
meningkatkan perannya dalam pembangunan ekonomi DKI Jakarta.
Adapun proyek yang sedang dikerjakan yaitu kelanjutan pembangunan
Mass Rapid Transportation (MRT) dengan keseluruhan progres pekerjaan
sampai dengan akhir triwulan II 2017 telah mencapai 75%,
pembangunan LRT Jabodebek ruas Cawang-Cibubur (31,4%), ruas
Cawang-Kuningan-Dukuh Atas (2,7%), serta ruas Cawang-Bekasi Timur
(15,1%), pembangunan LRT rute Kelapa Gading-Velodrome (26,35%)
serta 3 underpass (Kartini, mampang-Kuningan, dan Matraman) dan 3
flyover (Cipinang Lontar, Pancoran, dan Bintaro) dengan progress
pekerjaan untuk mencapai 40%.
Kinerja dan risiko Sektor Korporasi
Kinerja Korporasi Umum
Sejalan dengan perlambatan kondisi ekonomi, kinerja korporasi pada
periode laporan diperkirakan sedikit melambat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya, khususnya pada sektor industri pengolahan;
perdagangan besar dan eceran; dan kendaraan bermotor terutama karena
menghadapi berbagai tantangan, seperti belum adanya perbaikan yang
signifikan dari konsumsi masyarakat, serta penurunan kinerja ekspor.
Perlambatan kinerja korporasi tersebut antara lain tercermin pada :
- Kinerja lapangan usaha utama perdagangan besar dan eceran dan
reparasi kendaraan bermotor pada PDRB DKI Jakarta yang mengalami
perlambatan pertumbuhan dari 5,07% pada triwulan I 2017 menjadi
3,69% pada triwulan II 2017, yang dipicu oleh kinerja ekspor yang
melambat. Kinerja lapangan usaha real estate juga melambat dari
4,43% menjadi 4,05%, serta lapangan usaha jasa keuangan dan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
asuransi yang turun dari 9,15% menjadi 7.08%. Pertumbuhan ketiga
lapangan usaha tersebut masih berada di bawah pertumbuhan periode
yang sama tahun 2016 yaitu perdagangan 5,05%, real estate 4,58%
dan jasa keuangan 13,33% (yoy)
- Perlambatan juga terjadi pada industri pengolahan PDRB DKI Jakarta
yang tumbuh melambat dari 6,27% pada triwulan I 2017 menjadi
5,92%. Walaupun demikian pertumbuhan tersebut jauh lebih baik
dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode yang sama tahun
2016 yang sebesar 3,82%.
- Dilihat dari sisi kredit, terjadi penurunan di sektor perdagangan besar
dan eceran dari sebelumnya 4,77% pada triwulan I 2017 menjadi
1,66% pada triwulan II 2017, demikian pula penyaluran kredit kepada
real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan yang turun cukup
signifikan dari 19,62% pada triwulan I 2017 menjadi 10,52% pada
triwulan II 2017.
Berdasarkan hasil liason kepada beberapa perusahaan besar di DKI Jakarta,
beberapa industri yang menghadapi tantangan dan risiko perlambatan
antara lain :
- Industri logam dasar dan besi baja
Beberapa negara tujuan ekspor utama menerapkan peraturan anti
dumping, dengan menerapkan bea masuk tinggi untuk melindungi
industri baja di dalam negeri masing-masing. Hal tersebut menyebabkan
produk baja dari Indonesia menjadi tidak dapat bersaing, bahkan tidak
bisa masuk ke pasar ekspor seperti Amerika Serikat yang menerapkan
bea masuk sebesar 51%, Kanada sebesar 49%, dan Australia sebesar
19%. Selain itu membanjirnya produk impor dari Tiongkok dan
menurunnya harga baja dunia ikut memengaruhi menurunnya kinerja
ekspor dan produksi industri logam dasar dan besi baja tersebut.
- Industri Kendaraan Bermotor
Pada triwulan II 2017, ekspor kendaraan bermotor, baik CBU maupun
CKD, terkontraksi cukup dalam sebesar 21,55% (yoy). Sedangkan pada
triwulan sebelumnya ekspor masih tercatat tumbuh sebesar 20,18%
(yoy). Penyebab turunnya ekspor tersebut terutama karena ekspor
kendaraan CKD yang terkontraksi mencapai 53,94% (yoy), lebih dalam
daripada triwulan I 2017 yang terkontraksi 23,50% (yoy). Selain itu,
penjualan kendaraan bermotor, khususnya mobil di DKI Jakarta,
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 84
berkurang 5,69% (yoy) dari jumlah penjualan pada triwulan yang sama
tahun 2016. Penjualan pada triwulan sebelumnya masih mengalami
pertumbuhan positif sebesar 6,18% (yoy). Jika ditelusuri lebih dalam,
penjualan mobil low cost green car (LCGC) menjadi penyebab
perlambatan tersebut. LCGC yang harganya cukup terjangkau oleh
masyarakat kelas menengah di DKI Jakarta, mencatat perlambatan yang
cukup dalam pada triwulan II 2017 dengan realisasi pertumbuhan
15,93% (yoy), jauh dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan
sebelumnya yang tercatat 55,5%.
- Industri Jasa Keuangan dan Asuransi
Perlambatan di sektor jasa keuangan dan asuransi antara lain tercermin
dari melambatnya pertumbuhan kredit pada periode laporan
dibandingkan dengan periode triwulan sebelumnya. Perlambatan
pertumbuhan kredit terutama terjadi pada kredit investasi korporasi,
yang melambat dari 8.7% pada triwulan I 2017 menjadi 5,9% pada
triwulan II 2017. Sementara itu, pertumbuhan kredit modal kerja hanya
mengalami sedikit perlambatan, yaitu dari 8,2% menjadi 8,1%.
Perlambatan pada kredit investasi tersebut terutama dialami oleh
korporasi yang bergerak di bidang perdagangan besar dan eceran, yang
turun cukup signifikan dari 13,9% menjadi 7,6%, diikuti oleh sektor real
estate dari 19,9% menjadi 14,7%. Dilihat dari kredit modal kerja
perlambatan yang cukup dalam dialami oleh sektor real estate, yang
turun signifikan dari 11,6% menjadi terkontraksi 1,6%.
- Industri kertas
Semakin tingginya kesadaran masyarakat terutama di negara-negara
maju terkait penggunaan kertas membuat permintaan akan kertas putih
dunia mengalami penurunan, selain juga menghadapi tekanan
menurunnya harga kertas dunia. Hal tersebut sejalan dengan penurunan
kapasitas produksi berdasarkan SKDU yaitu dari 68,67% pada triwulan
sebelumnya menjadi 56,25% pada triwulan laporan. Angka tersebut
terendah sejak tahun 2014 dengan kapasitas produksi terpakai pada
triwulan yang sama tahun sebelumnya mencapai 74%.
Adanya kebijakan pemerintah melalui Peraturan Dirjen Perhubungan
Darat No. SK2717/Aj.201/DRJD tentang Pengaturan Lalu Lintas dan
Pengaturan Kendaraan Angkutan Barang pada Masa Angkutan Lebaran
Tahun 2017 juga turut berkontribusi terhadap kinerja ekspor dan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
perdagangan DKI Jakarta. Berdasarkan peraturan tersebut, angkutan
barang ekspor dan impor pada masa libur lebaran tahun 2017, pada
tanggal 21 Juni s.d 29 Juni 2017 tidak boleh beroperasi melalui jalan
nasional dan jalan tol sehingga aktivitas arus barang dari dan menuju
pelabuhan mengalami penurunan.
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Industri PengolahanKonstruksiPerdagangan Besar & Eceran dan Reparasi Mobil & Sepeda MotorJasa Keuangan dan Asuransi
-0.05
28.00
0.07
39.25
48.76
-0.50
1.11
0.38
-0.74-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
-10.0
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
Realisasi SKDU g_PDRB
% qtq% SBT
*) perkiraan
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.23 Pertumbuhan PDRB Lapangan Usaha Unggulan DKI
Jakarta
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.24 Perkembangan Realisasi SKDU dan pertumbuhan
PDRB
Di tengah melambatnya kinerja beberapa industri di atas, optimisme dunia
usaha terhadap sektor-sektor unggulan terlihat masih cukup baik. Hal
tersebut tercermin dari :
- Meningkatnya pertumbuhan lapangan usaha konstruksi pada PDRB DKI
Jakarta dari sebelumnya 3,56% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi
4,11% (yoy) pada triwulan laporan (grafik 5.23). Pertumbuhan tersebut
masih jauh lebih baik dibandingkan periode yang sama pada tahun
2016 yang sebesar 0.82% terutama dipicu oleh maraknya
pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah DKI Jakarta. Sektor swasta
diperkirakan juga akan mulai ambil bagian dalam aktivitas
pembangunan ekonomi. Hal itu terlihat dari hasil survei SKDU yang
menunjukkan perbaikan, sebagaimana terlihat dari meningkatnya nilai
saldo bersih tertimbang (SBT) Industri bangunan dari -4,34 SBT menjadi
13,49 SBT.
- Meningkatnya nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) Survey Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU) Bank Indonesia pada triwulan II 2017 menjadi sebesar
39,25 SBT (grafik 5.22), jauh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan
I 2017 yang hanya sebesar 0.07 SBT. Membaiknya nilai SBT tersebut
antara lain disebabkan optimisme dunia usaha di sektor perdagangan,
restoran dan hotel, yang menunjukkan peningkatan yang signifikan,
yaitu dari -4,73 SBT menjadi 13,49 SBT. Demikian pula halnya dengan
Industri Keuangan Persewaan dan Jasa Perusahaan yang meningkat dari
4,30 SBT menjadi10,48 SBT (grafik 5.25).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 86
- Membaiknya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) menjadi 136,7 dari
sebelumnya sebesar 130,6. Perbaikan keyakinan konsumen didorong
oleh ekspektasi kondisi kegiatan usaha 6 bulan ke depan yang membaik
(dari 146,9 menjadi 154,6) dan ekspektasi ketersediaan lapangan
pekerjaan 6 bulan ke depan (meningkat dari 97,21 menjadi 121,7).
Selain itu juga meningkatnya Indeks Ekonomi saat Ini (IKE) dari 100,7
menjadi 118,7 poin, dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dari 141,8
menjadi 142,6 juga mencerminkan optimisme masyarakat akan
perbaikan ekonomi pada masa mendatang di DKI Jakarta (Grafik 5.26).
-0.1
-0.05
0
0.05
0.1
0.15
0.2
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Industri Pengolahan BangunanPerdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & KomunikasiKeuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
50.0
75.0
100.0
125.0
150.0
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Indeks Ekonomi Saat Ini (IKE) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.25 Perkembangan Realisasi SKDU sektor Unggulan DKI
Jakarta
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.26 Perkembangan Indeks IEK, IKK dan IKE DKI Jakarta
- Meningkatnya kapasitas produksi pada Industri pengolahan
sebagaimana hasil SKDU dari 70,18% pada triwulan sebelumnya
menjadi 75,13% pada triwulan II 2017 (grafik 5.27), yang terutama
dipicu oleh peningkatan kapasitas produksi di industri kimia (dari
74,71% menjadi 84%), industri alat angkut, mesin dan peralatannya
(dari 65,75% menjadi 80,0%), industri logam dasar, besi dan baja (dari
72,0% menjadi 80,0% dan industri tekstil, barang kulit dan alas kaki
(dari 57,0% menjadi 59,88%).
55.00%
60.00%
65.00%
70.00%
75.00%
80.00%
85.00%
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Rata-rata Industri Kapasitas Produksi Industri Pengolahan
Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.27 Kapasitas Produksi Industri Pengolahan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
Kinerja Korporasi - Keuangan
Pada triwulan I 2017, kinerja korporasi DKI Jakarta menunjukkan perbaikan,
seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi makro DKI Jakarta. Hal
tersebut tercermin dari meningkatnya indikator profitabilitas, solvabilitas dan
likuditas. Namun, produktivitas terlihat sedikit menurun dibandingkan
dengan triwulan IV 2016. Pada triwulan II 2017, korporasi DKI Jakarta masih
menghadapi tantangan berupa menurunnya permintaan ekspor terutama
dari negara-negara tujuan utama, walaupun secara keseluruhan indikator
perekonomian di negara-negara tersebut menunjukkan perbaikan.
Tabel 5.2 Tabel Rasio Keuangan Korporasi Nonkeuangan
2016 TW I 2017 2016 TW I 2017 2016 TW I 2017 2016 TW I 2017
1 Pertanian 1.71 0.78 4.59 2.62 4.22 4.21 16.89 16.44
2 Industri Dasar dan Kimia 2.34 1.84 4.32 3.66 0.39 0.44 3.04 3.44
3 Industri Barang Konsumsi 3.26 3.43 5.87 6.14 0.63 0.59 2.01 2.16
4 Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi 1.16 1.21 2.94 3.17 1.30 1.11 0.99 1.26
5 Aneka Industri 1.15 1.25 2.52 2.69 0.88 0.97 1.28 1.21
6 Pertambangan 0.56 1.06 0.95 1.78 0.69 0.68 2.40 2.29
7 Properti dan Real Estate 1.03 1.08 2.34 2.61 1.40 1.51 1.69 1.68
8 Perdagangan, Jasa dan Investasi 1.10 1.46 2.48 3.29 0.98 0.88 1.44 1.55
1.42 1.54 3.10 3.44 1.02 0.96 1.50 1.61
2016 TW I 2017 2016 TW I 2017 2016 TW I 2017 2016 TW I 2017
1 Pertanian 1.84 1.85 25.40 24.32 4.72 3.32 1.64 2.13
2 Industri Dasar dan Kimia 6.66 5.44 21.19 19.33 0.71 0.85 7.57 7.28
3 Industri Barang Konsumsi 2.59 2.70 39.42 37.84 0.68 0.51 15.58 18.42
4 Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi 1.77 1.90 14.78 16.34 0.54 0.55 4.62 5.58
5 Aneka Industri 2.13 2.03 23.06 22.12 1.50 1.40 15.89 19.08
6 Pertambangan 2.49 2.47 11.76 10.92 0.44 0.40 23.16 24.33
7 Properti dan Real Estate 1.72 1.66 14.57 9.95 1.00 1.09 5.93 6.26
8 Perdagangan, Jasa dan Investasi 2.02 2.14 59.91 42.10 0.99 0.95 9.31 9.84
2.04 2.11 24.26 22.96 0.82 0.78 7.75 8.93
Arah
Arah
ArahCurrent RatioDERROE
Agregat
Sektor
Sektor
ArahArah
Arah
No
No
Agregat
ArahSovability Ratio DSR
ArahICR
ROA
Asset Turnover
Sumber : Reuters, diolah
A. Produktivitas
Dibandingkan dengan triwulan IV 2016, produktivitas korporasi, yang
tercermin dari indikator asset turnover, turun dari 24,26 menjadi 22,96.
Namun, indikator inventory turnover sedikit meningkat, yaitu dari 10,45
menjadi 10,54. Kemampuan korporasi DKI Jakarta untuk mengoptimalkan
penggunaan asetnya lebih rendah dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Kondisi ini sesuai dengan perilaku historis, yaitu cenderung
melambatnya permintaan pada awal tahun, baik domestik maupun
eksternal, dibandingkan dengan saat pergantian tahun.
B. Profitabilitas
Pada triwulan I 2017 rasio ROA dan ROE meningkat, masing-masing dari
1,42% dan 3,10% pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar 1,54% dan
3,44% (Tabel 5.2). Kenaikan ROA dan ROE tersebut terutama disebabkan
oleh kenaikan net income karena korporasi melakukan upaya-upaya
efisiensi, baik berupa penurunan biaya maupun utang. Hal ini terlihat dari
lebih rendahnya proporsi utang korporasi pada triwulan laporan menjadi
96% dari triwulan sebelumnya sebesar 102%. Penurunan tertinggi terjadi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 88
pada sektor infrastruktur, utilitas dan komunikasi. Namun, dari sisi
produktivitas terlihat ada penurunan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Kondisi tersebut tercermin dari rasio perputaran aset yang
lebih rendah, terutama di sektor korporasi nonkeuangan.
C. Solvabilitas
Tingkat ketahanan korporasi DKI Jakarta secara keseluruhan cenderung
lebih baik dibandingkan dengan kondisi triwulan IV 2016. Kondisi ini
dipengaruhi oleh rasio penurunan komposisi utang, yang tercermin dari
penurunan indikator debt to equity ratio (DER) dari 102% (triwulan IV 2016)
menjadi 96% (triwulan I 2017). Penurunan DER tersebut mendorong
naiknya indikator solvabilitas korporasi (Total Aset/Total Liabilitas) dari 204%
menjadi 211% dan likuiditas (current ratio) dari 150% menjadi 161%.
D. Likuiditas
Likuiditas korporasi juga terlihat membaik tercermin melalui peningkatan
current ratio dari 150% menjadi 161% yang didorong oleh peningkatan
likuiditas di industri kimia, industri barang konsumsi, transportasi dan
pedagangan.
Membaiknya profitabilitas korporasi DKI Jakarta secara langsung menambah
kemampuan korporasi tersebut dalam membayar utang sehingga Debt
Service Ratio (DSR) mengalami perbaikan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. DSR pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 77,7%% atau
membaik dibandingkan dengan posisi triwulan sebelumnya sebesar 81,7%.
Selain itu, kemampuan korporasi dalam membayar bunga juga mengalami
peningkatan, tercermin dari nilai Interest Coverage Ratio (ICR) yang sebesar
8,93, membaik dibandingkan dengan triwulan IV 2016 sebesar 7,75. Hal ini
mengindikasikan semakin kecilnya utang korporasi yang berisiko. Namun,
beberapa sektor masih menunjukkan DSR yang cukup tinggi. Sektor-sektor
tersebut antara lain pertanian, aneka industri dan sektor properti dan real
estate dengan DSR masing-masing sebesar 332%, 140%, dan 109%. Hal
itu menunjukkan bahwa kemampuan industri dalam menghasilkan profit
belum dapat mengimbangi utang yang menjadi kewajibannya. Artinya,
terdapat risiko berkurangnya repayment capacity utang korporasi pada
sektor tersebut, yang dapat menjadi sumber kerentanan sistem keuangan,
yang perlu terus diperhatikan. Namun, dengan ICR yang masih >1,5 maka
kemampuan korporasi dalam membayar bunga tergolong masih cukup baik.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
Berdasarkan asesmen kinerja korporasi di atas, secara keseluruhan korporasi
DKI Jakarta mengalami perbaikan jika dibandingkan tahun 2016, namun
masih terdapat beberapa sektor yang profitabilitasnya menurun yaitu sektor
industri dasar dan kimia serta industri pertanian. Walaupun demikian
penurunan di sektor-sektor tersebut diprediksi tidak akan berdampak secara
luas.
Pada triwulan II 2017 koporasi DKI Jakarta masih menghadapi kendala
berkaitan dengan permintaan ekspor yang terbatas terutama di beberapa
negara tujuan utama. Namun, optimisme dunia usaha terhadap sektor-
sektor unggulan terlihat masih cukup baik sejalan dengan membaiknya
perekonomian dunia dan perekonomian negara-negara tujuan ekspor.
Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi
Perkreditan
Secara umum, porsi kredit perbankan yang disalurkan pada triwulan II 2017
ke sektor korporasi meningkat dari 61,69% pada triwulan sebelumnya
menjadi 64,51% pada triwulan II 2017. Namun, pertumbuhan penyaluran
kredit pada triwulan laporan melambat dari 8,09% (yoy) pada triwulan
sebelumnya menjadi sebesar 7,1% (yoy) (Grafik 5.29). Meskipun melambat,
penyaluran kredit pada tiga sektor utama di Provinsi DKI Jakarta tumbuh
lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Ketiga sektor
tersebut adalah sektor perdagangan besar dan eceran; sektor perantara
keuangan, dan sektor industri pengolahan yang masing masing tumbuh
6,03%, 22,23%, dan 3,36% (yoy) (Grafik 5.30). Sektor konstruksi menjadi
salah satu sektor yang menahan pertumbuhan kredit kepada sektor
korporasi. Pada triwulan II 2017 sektor ini tumbuh melambat dari 27,22%
(yoy) menjadi 19,54% (yoy).
13%
65%
21%
1%
Pemerintah Korporasi Rumah Tangga Lainnya
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
0
100
200
300
400
500
600
700
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Tri
llio
ns
Modal Kerja Investasi g_kredit Korporasi
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.28 Pangsa kredit korporasi Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.29 Pertumbuhan kredit Koprorasi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 90
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
700
750
800
850
900
950
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Tri
llio
ns
Kredit Korporasi (skala kiri) g_Industri Pengolahan g_Konstruksi
g_Perdagangan Besar dan Eceran g_Perantara Keuangan
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
NPL Korporasi Industri Pengolahan Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran Perantara Keuangan
Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.30 Penyaluran Kredit pada
Sektor Utama Korporasi
Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.31 NPL pada Sektor Utama
Korporasi
Dari sisi kualitas kredit secara umum, non-performing loan (NPL) kredit
korporasi membaik yaitu dari 3,67% menjadi 3,18% pada triwulan II 2017 .
Perbaikan kualitas kredit tersebut didukung oleh perbaikan pada beberapa
sektor ekonomi di antaranya tiga sektor utama di Provinsi DKI Jakarta yaitu
sektor Perdagangan Besar dan Eceran, sektor industri pengolahan, dan
sektor perantara keuangan yang pada triwulan laporan tercatat membaik
menjadi 4,47%, 3,45%, dan 0,81% (yoy).
Tabel 5.3 Kredit Korporasi menurut sektor ekonomi
Baki
Debet
(Rp T)
Pangsa
(%)
Pertumb.
Kredit
NPL
Gross
Baki
Debet
(Rp T)
Pangsa
(%)
Pertumb.
Kredit
NPL
Gross
Baki
Debet
(Rp T)
Pangsa
(%)
Pertumb.
Kredit
NPL
Gross
Baki
Debet
(Rp T)
Pangsa
(%)
Pertumb.
KreditNPL Gross
1 Perdagangan Besar Dan Eceran 157,92 18,80% -0,29% 5,79% 165,47 17,88% 1,89% 5,50% 165,51 18,23% 4,81% 5,14% 175,03 18,44% 6,03% 4,47%
2 Industri Pengolahan 164,26 19,56% 5,27% 3,69% 174,68 18,88% -0,27% 4,52% 165,14 18,19% 0,54% 4,23% 176,34 18,57% 3,36% 3,45%
3 Perantara Keuangan 119,81 14,26% 4,55% 0,40% 141,45 15,29% 20,99% 1,20% 142,90 15,74% 19,27% 1,50% 155,50 16,38% 22,23% 0,81%
4 Real Estate, Usaha Persewaan, Dan Jasa Perusahaan 89,18 10,62% 18,74% 3,54% 104,74 11,32% 16,84% 2,31% 103,66 11,42% 16,23% 1,80% 107,92 11,37% 7,23% 1,92%
5 Transportasi, Pergudangan Dan Komunikasi 86,97 10,35% 6,81% 4,51% 80,84 8,74% -10,24% 5,80% 81,81 9,01% -5,93% 6,33% 78,78 8,30% -9,57% 4,73%
6 Konstruksi 51,91 6,18% 21,85% 4,51% 65,77 7,11% 28,56% 3,22% 66,04 7,27% 4,81% 2,92% 68,65 7,23% 19,54% 3,64%
7 Pertanian, Perburuan Dan Kehutanan 56,36 6,71% 17,19% 3,21% 67,98 7,35% 10,79% 3,67% 62,70 6,91% 11,24% 3,67% 65,90 6,94% 8,21% 1,96%
8 Pertambangan Dan Penggalian 52,00 6,19% 4,04% 3,67% 55,95 6,05% 0,19% 6,11% 53,46 5,89% 2,80% 6,39% 54,31 5,72% 6,14% 6,41%
9 Penyediaan Akomodasi Dan Penyediaan Makan Minum 22,29 2,65% 18,59% 0,50% 23,54 2,54% 7,83% 0,71% 23,48 2,59% 5,33% 2,18% 24,17 2,55% 5,49% 2,17%
10 Listrik, Gas Dan Air 13,31 1,58% -6,99% 2,22% 16,11 1,74% 4,09% 3,05% 16,39 1,80% 23,10% 4,77% 15,85 1,67% 2,27% 4,06%
11 Lain-lain 25,93 3,09% 0,04% 2,31% 28,73 3,11% -1,32% 1,26% 26,76 2,95% 3,20% 2,35% 26,94 2,84% 2,20% 2,78%
Total 839,95 100% 6,97% 3,21% 925,27 100% 6,48% 3,67% 907,86 100% 8,09% 3,67% 949,38 100,00% 7,15% 3,18%
Jun-17
Sektor EkonomiNo
Mar-17Des-16Mar-16
Sumber: Bank Indonesia
Dana Pihak Ketiga
Dari sisi pendanaan, pada triwulan II 2017, pertumbuhan dana pihak ketiga
(DPK) korporasi meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu
dari 9,12% menjadi 13,91% (yoy) (Grafik 5.32). Peningkatan DPK pada
triwulan laporan dipicu oleh meningkatnya tabungan maupun deposito
(Grafik 5.31). Komposisi DPK korporasi lebih didominasi oleh deposito yang
memiliki pangsa sebesar 53% dari total DPK (Grafik 5.34).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
900
950
1000
1050
1100
1150
1200
1250
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Tri
llio
ns
DPK Korporasi g_DPK Korporasi
-10.00%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
g_DPK Korporasi g_giro g_tabungan g_deposito
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.32 Perkembangan DPK Korporasi Grafik 5.33 Pertumbuhan komponen DPK
42%
5%
53%
giro tabungan deposito
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.34 Komposisi DPK Korporasi
Asesmen Sektor Rumah Tangga
Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Pada triwulan II 2017 kinerja perekonomian Jakarta tercatat tumbuh
melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 6,45%
(yoy) menjadi 5,96% (yoy) yang disebabkan oleh pelemahan kinerja ekspor
dan impor, serta belanja pemerintah. Sementara itu, kendati melambat,
konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga non-profit yang melayani
rumah tangga (LNPRT) dan ekspor neto antardaerah masih tumbuh cukup
tinggi. Masa puasa dan Idul Fitri, serta kegiatan Pilkada DKI Jakarta putaran
kedua dan berbagai kegiatan lembaga keagamaan yang menyertai aktivitas
sepanjang bulan puasa menjadi faktor penahan laju perlambatan
pertumbuhan konsumsi (Grafik 5.35).
Pada triwulan II 2017 pertumbuhan konsumsi rumah tangga mengalami
perlambatan, yaitu dari 5,97% (yoy) menjadi 5,86% (yoy). Sekalipun
melambat, pencapaian pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut
terbilang cukup tinggi. Aktivitas belanja masyarakat yang dipengaruhi
momen hari besar keagamaan telah menopang konsumsi rumah tangga
sehingga menahan perlambatan yang tidak terlalu dalam. Hal tersebut
diperkuat dengan lebih tingginya pertumbuhan kredit konsumsi rumah
tangga dari triwulan sebelumnya dan meningkatnya ekspektasi dan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
92
optimisme masyarakat sebagaimana terindikasi pada peningkatan
komponen indeks Survei Konsumen (SK).
-
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
56%
57%
58%
59%
60%
61%
62%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
Proporsi Konsumsi RT thd PDRB Proporsi Konsumsi Non RT thd PDRB
Pertumbuhan Konsumsi RT (RHS) Pertumbuhan PDRB (RHS)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 5.35 Kontribusi Konsumsi Rumah Tanggal Terhadap PDRB
Meskipun perekonomian melambat, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
menunjukkan tren yang membaik. Hasil survei ini mengonfirmasi adanya
optimisme masyarakat akan kondisi perekonomian yang dirasakannya saat
ini. Optimisme masyarakat tercermin dari angka Indeks Keyakinan
Konsumen (IKK), yang lebih besar dari 100. IKK tercatat meningkat, yaitu
dari 121,1 pada triwulan sebelumnya menjadi 130,6 pada triwulan laporan.
Peningkatan IKK didorong oleh peningkatan dua komponen pembentuknya
yaitu Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK).
IKE, yang menggambarkan persepsi konsumen mengenai kondisi ekonomi
saat ini menunjukkan peningkatan menjadi 118,7 dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya sebesar 100,6, menunjukkan optimisme yang
menguat. Sementara itu, IEK, yang menggambarkan persepsi masyarakat
akan prospek ekonomi Jakarta ke depan, juga menunjukkan optimisme
yang semakin kuat. Hal tersebut tercermin dari peningkatan indeks, yaitu
dari 141,6 pada triwulan sebelumnya, menjadi 142,6 (Grafik 5.36). Persepsi
positif masyarakat tersebut dibangun oleh adanya optimisme perbaikan
kondisi lapangan usaha, yang berdampak pada lebih terbukanya lapangan
pekerjaan, dan perbaikan penghasilan.
70
80
90
100
110
120
130
140
150
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Threshold
Optim
isPesi
mis
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Grafik 5.36 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 93
Kinerja Keuangan Rumah Tangga
Kondisi keuangan rumah tangga pada triwulan laporan masih menunjukkan
ketahanan yang cukup baik. Hal tersebut didukung dari hasil survei
konsumen Bank Indonesia yang menunjukkan optimisme adanya
peningkatan pendapatan rumah tangga. Meskipun pertumbuhan DPK
rumah tangga mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, yaitu dari 8,57% (yoy) menjadi 6,04% (yoy) (Grafik 5.37),
berdasarkan hasil survei konsumen Bank Indonesia proporsi penghasilan
yang digunakan untuk menabung dan pembayaran cicilan meningkat dari
triwulan sebelumnya. Sedangkan porsi untuk konsumsi mengalami
penurunan pada triwulan II 2017 (Grafik 5.38). Berdasarkan data tersebut,
dapat diindikasikan bahwa perilaku rumah tangga pada triwulan laporan
cenderung untuk menahan konsumsinya dengan mengalokasikan
penghasilan untuk membayar cicilan dan menabung.
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
g_Total DPK g_DPK RT
56.5
66.6 66.9 64.8
56.3 61.0
16.8 17.7 15.7 16.0 20.5
16.4
26.7
15.7 17.4 19.2 23.2 22.6
-
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
80.0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
2017
Konsumsi Pembayaran cicilan/pinjaman Tabungan
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.37 Pertumbuhan Total DPK dan DPK Rumah Tangga
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Grafik 5.38 Pertumbuhan Total DPK dan DPK Rumah Tangga
Dana Pihak Ketiga Rumah Tangga di Perbankan
Pada triwulan laporan, Dana Pihak Ketiga (DPK) rumah tangga tumbuh
sebesar 6,04% (yoy), atau lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I
2017 yang sebesar 8,57% (yoy). Penurunan terutama disebabkan turunnya
tabungan dan deposito, yaitu dari sebelumnya tumbuh 12,09% dan 6,3%
menjadi 7,02% dan 3,61%. Hal tersebut ikut menarik pertumbuhan DPK
rumah tangga ke bawah walaupun pertumbuhan giro meningkat dari
6,26% menjadi 19,63% (yoy) (Grafik 5.39). Pangsa DPK rumah tangga
terhadap total DPK perbankan di Provinsi DKI Jakarta sendiri hanya sebesar
37,84%, menurun dari triwulan sebelumnya 37,65% (Grafik 5.40).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
94
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
g_Giro RT g_Tabungan RT g_Deposito RT g_Total DPK RT
41
.64
%
41
.47
%
41
.44
%
42
.30
%
41
.83
%
41
.95
%
37
.03
%
40
.52
%
37
.97
%
39
.69
%
40
.23
%
39
.71
%
37
.65
%
37
.84
%
58
.36
%
58
.53
%
58
.56
%
57
.70
%
58
.17
%
58
.05
%
62
.97
%
59
.48
%
62
.03
%
60
.31
%
59
.77
%
60
.29
%
62
.35
%
62
.16
%
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
DPK RT DPK Non RT
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.39 Perkembangan DPK Grafik 5.40 Komposisi DPK
Penurunan DPK rumah tangga yang signifikan terjadi pada dana yang
bersifat jangka pendek, yaitu tabungan (Grafik 5.39). Pertumbuhan tersebut
mengindikasikan bahwa masyarakat menggunakan dana tersebut untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi jangka pendeknya, seperti konsumsi
pangan dan nonpangan, cicilan utang, dan lain sebagainya. Dengan laju
perubahan masing-masing DPK tersebut, maka porsi deposito terhadap total
DPK rumah tangga menjadi yang tertinggi, yaitu sebesar 19,79%, diikuti
dengan porsi tabungan (15,19%), dan giro (2,86%) (Grafik 5.41).
3.26% 3.33% 3.09% 3.33% 3.33% 3.58% 2.46% 3.03% 2.68% 2.66% 3.74% 3.94% 2.60% 2.86%
16
.85
%
16
.29
%
15
.88
%
15
.45
%
14
.65
%
14
.60
%
14
.65
%
15
.35
%
14
.87
%
15
.79
%
15
.74
%
15
.53
%
15
.22
%
15
.19
%
21
.53
%
21
.85
%
22
.47
%
23
.52
%
23
.85
%
23
.78
%
19
.92
%
22
.13
%
20
.42
%
21
.24
%
20
.75
%
20
.25
%
19
.83
%
19
.79
%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
Giro RT Tabungan RT Deposito RT
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.41 Komposisi DPK Rumah Tangga
Kredit Perbankan pada Sektor Rumah Tangga
Berbeda dengan pertumbuhan total kredit di Provinsi DKI Jakarta yang
tumbuh melambat, pertumbuhan kredit rumah tangga pada triwulan
laporan meningkat. Kredit rumah tangga tumbuh 4,98% (yoy) atau
meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,37%
(yoy) (Grafik 5.42). Sedangkan komposisi kredit rumah tangga terhadap
total kredit perbankan di Provinsi DKI Jakarta pada triwulan II 2017 hanya
sebesar 20,74% atau lebih rendah dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang sebesar 21,13% (Grafik 5.43). Berdasarkan jenis
penggunaannya, kredit kepada sektor rumah tangga sebagian besar
digunakan untuk konsumsi (64,56%), diikuti kredit modal kerja (22,51%),
dan kredit investasi (12,93%) (Tabel 5.4).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 95
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
g_Kredit (LP) g_Kredit Non RT g_Kredit RT
75.01%
75.66%
76.15%
74.75%
75.00%
75.31%
76.03%
76.07%
75.88%
77.16%
77.47%
77.56%
77.65%
77.98%
23
.52
%
23
.05
%
22
.28
%
23
.63
%
23
.20
%
23
.11
%
22
.37
%
22
.31
%
22
.78
%
21
.42
%
21
.21
%
21
.03
%
21
.13
%
20
.74
%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
Kredit Non RT Kredit RT Lainnya
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.42 Perkembangan Kredit Grafik 5.43 Komposisi Kredit
Tabel 5.4 Kredit Sektor Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Penggunaan
triliun Rp
Jumlah
Kredit NPL (%)
Jumlah
Kredit NPL (%)
Jumlah
Kredit NPL (%)
Jumlah
Kredit NPL (%)
Jumlah
Kredit NPL (%)
Jumlah
Kredit
Pangsa
(%)NPL (%)
RT-Modal Kerja 63.91 2.56 63.36 2.80 65.90 2.94 68.53 3.17 68.17 3.32 68.73 22.51 4.11
RT-Investasi 47.39 2.91 43.75 3.30 39.38 5.30 46.45 4.63 41.08 3.76 39.47 12.93 3.67
RT-Konsumsi 183.64 1.76 183.69 1.82 182.21 2.01 187.56 1.87 192.67 1.97 197.07 64.56 1.96
Total Kredit RT 294.94 2.12 290.80 2.26 287.49 2.67 302.54 2.59 301.92 2.52 305.27 100.00 2.66
Jenis
Penggunaan
II
2016
I II III IV
2017
I
Sumber: Bank Indonesia
Kredit konsumsi rumah tangga meningkat cukup signifikan, yaitu dari
4,91% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 7,28% (yoy) pada triwulan
laporan. Peningkatan kredit konsumsi ini dikarenakan adanya peningkatan
dari seluruh jenis penggunaan kredit. Pada triwulan II 2017 tercatat kredit
pemilikan rumah tumbuh dari -0,34% (yoy) menjadi 1,47% (yoy), kredit
kendaraan bermotor dari -4,67% (yoy) menjadi 2,80% (yoy), dan kredit
multiguna dari 10,23% (yoy) menjadi 11,77% (yoy) (Grafik 5.44).
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
g_Kredit RT g_Kredit Perumahan
g_Kredit Kendaraan g_Kredit Multiguna
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.44 Perkembangan Kredit Rumah Tangga
Berdasarkan komposisinya, kredit multiguna memiliki porsi terbesar dalam
kredit konsumsi rumah tangga yaitu mencapai 57,43%, diikuti oleh kredit
perumahan dan kredit kendaraan bermotor masing-masing sebesar 32,59%
dan 9,98% (Grafik 5.45). Pertumbuhan kredit multiguna yang terus
meningkat dan pangsa yang lebih besar dibandingkan dengan jenis kredit
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
96
konsumsi rumah tangga lainnnya, tidak terlepas dari semakin giatnya
penawaran-penawaran perbankan kepada debitur yang disertai dengan
prosedur pengajuan kredit multiguna yang cenderung mudah, dan
fleksibilitas dalam penggunaan dana menyebabkan kredit jenis ini banyak
diminati oleh masyarakat walaupun dengan konsekuensi suku bunga yang
lebih tinggi.
49
.44
%
48
.28
%
48
.39
%
49
.74
%
50
.96
%
52
.69
%
52
.00
%
53
.58
%
54
.03
%
55
.13
%
55
.08
%
55
.49
%
56
.77
%
57
.43
%
38
.08
%
39
.27
%
39
.14
%
38
.66
%
37
.90
%
36
.81
%
36
.69
%
35
.63
%
35
.36
%
34
.46
%
34
.38
%
34
.32
%
33
.59
%
32
.59
%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
Kendaraan Multiguna Perumahan
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.45 Komposisi Kredit Konsumsi Rumah Tangga
Dari sisi risiko kredit, NPL Konsumsi rumah tangga di DKI Jakarta masih
berada di bawah batas aman meskipun memiliki kecenderungan untuk
meningkat. Pada posisi triwulan laporan NPL tercatat sebesar 1,96%, atau
sedikit lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
sebesar 1,97% (Grafik 5.46). Penurunan NPL tersebut didorong oleh
membaiknya NPL pada kredit pemilikan rumah yaitu dari 2,58% menjadi
2,38%.
0.00%
0.50%
1.00%
1.50%
2.00%
2.50%
3.00%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
NPL Kredit Konsumsi RT NPL Krd Perumahan
NPL Krd Kendaraan NPL Krd Multiguna
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.46 Perkembangan NPL Kredit Konsumsi Rumah Tangga
C. Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Akses Keuangan kepada UMKM Berbeda dengan pertumbuhan kredit yang disalurkan di Provinsi DKI Jakarta,
kinerja kredit UMKM pada triwulan laporan tumbuh lebih baik
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II 2017 kredit
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 97
UMKM tumbuh sebesar 4,25% (yoy), lebih baik dari triwulan sebelumnya
sebesar 4,08% (yoy) (Grafik 5.47). Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit
UMKM terutama diberikan untuk kredit modal kerja, yaitu sebesar 71%,
dan sisanya diberikan untuk kredit investasi sebesar 29% (Grafik 5.48).
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
Total Kredit (LP) Total Kredit UMKM (LP)g_Total Kredit (Skala Kanan) g_kredit UMKM (Skala Kanan)
71%
29%
0%
UMKM - Modal Kerja UMKM - Investasi UMKM - Konsumsi
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.47 Pertumbuhan Kredit UMKM
Grafik 5.48 Porsi Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
Berdasarkan skala usahanya, kredit UMKM di Provinsi DKI Jakarta masih
didominasi oleh kredit kepada skala usaha menengah. Pada triwulan II
2017, pertumbuhan kredit kepada skala usaha menengah sebesar 8,02%
(yoy) atau melambat dari triwulan sebelumnya yang sebesar 8,66% (yoy).
Untuk kredit kepada skala usaha mikro masih mengalami kontraksi, namun
tidak sedalam triwulan sebelumnya yaitu dari -28,15% (yoy) menjadi -
21,39% (yoy) (Grafik 5.49).
Terbatasnya akses pelaku UMKM terhadap fasilitas pembiayaan dari
perbankan, di satu sisi, antara lain disebabkan kurangnya keahlian sumber
daya manusia (SDM) perbankan yang memahami mengenai UMKM. Di sisi
lain, kondisi pelaku UMKM sendiri yang belum memenuhi persyaratan juga
menjadi tantangan di dalam mendapatkan pendanaan dari sektor
perbankan. Banyaknya usaha mikro, kecil dan menengah yang tidak dapat
memenuhi persyaratan kredit, antara lain tidak adanya jaminan yang
mencukupi dan tidak terdeteksinya cash flow ataupun keuangan dari calon
debitur menyebabkan bank kesulitan dalam menghitung kemampuan
keuangan debitur.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
98
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
0
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
dal
am t
riliu
n
Mikro Kecil Menengah
g_Mikro(Skala Kanan) g_Kecil (Skala Kanan) g_Menengah (Skala Kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.49 UMKM Berdasarkan Skala Usaha
Berdasarkan lapangan usaha, penyebaran kredit UMKM lebih diarahkan
kepada sektor-sektor ekonomi utama Jakarta. Sektor-sektor ekonomi yang
banyak menerima dana pembiayaan yaitu sektor perdagangan besar dan
eceran, dengan pangsa 39,48%, sektor industri pengolahan engan pangsa
13,08%, sektor konstruksi dengan pangsa 8,17%, dan sektor perantara
keuangan dengan pangsa 4,16% (Grafik 5.50). Pertumbuhan kredit UMKM
terhadap sektor utama dimaksud secara umum meningkat. Hal tersebut
tercermin dari peningkatan kredit UMKM pada sektor industri pengolahan,
sektor konstruksi, dan sektor perantara keuangan yang masing-masing
tumbuh menjadi 10,78% (yoy), 11,01% (yoy), dan 3,59% (yoy) lebih baik
dari triwulan sebelumnya. Sebaliknya, terjadi perlambatan pada kredit
UMKM sektor usaha perdagangan besar dan eceran dari 9% (yoy) pada
triwulan sebelumnya menjadi 6,77% (yoy) (Grafik 5.51).
13.08%
39.48%4.16%
8.17%
35.11%
Industri Pengolahan Perdagangan Besar dan EceranPerantara Keuangan KonstruksiSektor Lain
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
Industri Pengolahan Perdagangan Besar dan Eceran
Perantara Keuangan Konstruksi Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.50 Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi
Grafik 5.51 Perkembangan Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Utama
Meskipun secara kuantitas porsi kredit UMKM jauh lebih kecil dibandingkan
total keseluruhan kredit di Provinsi DKI Jakarta, yaitu hanya sebesar 8,74%
dari total kredit, dalam satu tahun terakhir tingkat non-performing loan
(NPL) kredit UMKM cenderung mengalami peningkatan. Tren peningkatan
NPL ini perlu diwaspadai dan menjadi perhatian perbankan, meskipun pada
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 99
triwulan II 2017 NPL UMKM menurun dari 5,72% menjadi 5,47%.
Membaiknya angka NPL tersebut didorong dari membaiknya NPL pada
kredit investasi dan modal kerja, yang masing-masing tercatat sebesar
6,49% dan 5,07% dari sebelumnya sebesar 6,73% dan 5,29% (Grafik
5.52). Sedangkan berdasarkan skala usaha, membaiknya NPL terutama
berasal dari kredit skala mikro dan menengah (Grafik 5.53).
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
NPL UMKM Modal Kerja Investasi Konsumsi
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
NPL UMKM Mikro Kecil Menengah
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.52 Perkembangan NPL Kredit UMKM berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 5.53 Perkembangan NPL Kredit UMKM Berdasarkan Skala Usaha
Jika dilihat dari jumlah rekening debitur UMKM berdasarkan lokasi proyek,
sampai dengan triwulan II 2017 tercatat sebanyak 654.006 rekening. Dari
jumlah tersebut, terdapat 519.968 rekening UMKM skala mikro, sebanyak
80.227 rekening UMKM skala kecil, dan sebanyak 53.811 rekening UMKM
berskala menengah. Meskipun pelaku usahanya lebih sedikit, kredit UMKM
terbesar tersalur kepada UMKM berskala menengah
Pengembangan UMKM
Pemerintah daerah telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong
peningkatan penyaluran kredit bagi UMKM. Salah satunya yaitu menjadikan
pelaku UMKM untuk lebih bankable dengan tujuan agar pelaku-pelaku
UMKM ini dapat mengakses pembiayaan dari lembaga keuangan. Upaya
yang telah dilakukan tersebut antara lain melalui (1) penyediaan lokasi
binaan (lokbin) dan lokasi sementara (loksem) bagi UMKM; (2) pendataan
dan pemberian surat izin usaha; (3) sertifikasi BPOM bagi UMKM kuliner;
dan (4) pemberian bantuan untuk peningkatan usaha. Pemerintah Daerah
juga mendorong sinergi antar-BUMD yang dimilikinya untuk meningkatkan
kapasitas dan penyaluran kredit UMKM. Salah satu contoh sinergi tersebut
adalah kerjasama antara Bank DKI dengan PD Pasar Jaya dalam
menyalurkan kredit kepada para pedagang di lingkungan PD Pasar Jaya. Di
samping itu, Pemerintah Daerah juga memberikan bantuan modal usaha
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
100
dan gerobak untuk membantu usaha kecil menengah di kawasan
Perkampungan Industri Kecil (PIK) serta di rumah susun.
Dalam rangka mendukung peningkatan akses keuangan UMKM, Kantor
Perwakilan Bank Indonesia DKI Jakarta juga melakukan berbagai upaya
antara lain dalam bentuk program pengendalian inflasi, Pengembangan
klaster perikanan berbasis wisata di Kepulauan Seribu, dan Pengembangan
Ekonomi Lokal (PEL). Program tersebut dijalankan untuk meningkatkan
kapasitas UMKM dan memfasilitasi akses terhadap input, produksi, pasar
dan keuangan. Selain itu, Bank Indonesia juga memberikan bantuan teknis
kepada UMKM, Business Development Services (BDS), pendamping UMKM,
Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) dan lembaga atau institusi terkait
lainnya melalui penyediaan informasi maupun capacity building tentang
pencatatan transaksi keuangan, manajemen keuangan, penguatan
kelembagaan, business coaching dan kegiatan lainnya.
Selain itu, dalam rangka meningkatkan akses pembiayaan terhadap UMKM,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia DKI Jakarta saat ini sedang melakukan
kajian pola pembiayaan terhadap usaha budidaya perikanan di Pulau Seribu
dengan sasarannya adalah perbankan dan pembiayaan melalui Financial
Technology.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 101
Halaman ini sengaja dikosongkan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
102
Halaman ini sengaja dikosongkan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 103
SISTEM
PEMBAYARAN
Aktivitas transaksi keuangan di DKI Jakarta pada triwulan II 2017 dipengaruhi
baik oleh aktivitas ekonomi maupun aktivitas sosial masyarakat pada triwulan
tersebut. Untuk transaksi secara tunai, pengaruh musiman bulan puasa dan
Idul Fitri berdampak pada net outflow aliran uang tunai pada triwulan laporan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara itu,
melambatnya konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 berdampak pada
melambatnya perkembangan transaksi nontunai, terutama pada transaksi
yang menggunakan sistem kliring nasional (SKN-BI).
A. Pengelolaan Uang
Pada triwulan II 2017, Provinsi DKI Jakarta mengalami net outflow yang
cukup tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Tabel 6.1). Hal
tersebut mengindikasikan jumlah penarikan uang dari kas Bank Indonesia
(outflow) lebih banyak dibandingkan dengan uang yang disetorkan kembali
(inflow). Kebutuhan dan penarikan uang kartal yang meningkat pada
triwulan II 2017 tidak terlepas dari berbagai aktivitas konsumsi yang
mengalami peningkatan, terutama terkait dengan momen bulan puasa,
serta hari raya idul Fitri. Pada kedua momen tersebut, belanja masyarakat
cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya, antara
lain untuk kebutuhan makanan, minuman, maupun kebutuhan sandang.
Tabel 6.1 Perkembangan Transaksi Uang Kartal
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
26,396.33 44,171.17 44,973.29 48,208.63 29,969.98 66,491.08 31,224.42 42,928.23 33,303.96 64,470.31
25,727.43 22,697.61 33,748.41 18,251.38 31,644.33 22,837.69 39,713.81 21,488.62 26,856.95 19,083.24
668.89 21,473.56 11,224.88 29,957.25 (1,674.35) 43,653.39 (8,489.40) 21,439.62 6,447.01 45,387.07
2016
Penyetoran / Inflow
Net Flow
2015
Penarikan / Outflow
Indikator
(Rp Miliar)
2017
Sumber: Bank Indonesia
Bab 6
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
104
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Grafik 6.1 Perkembangan Inflow Outflow Uang Kartal
Grafik 6.2 Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi dan Net Flow
Peningkatan perputaran uang kartal tersebut dapat terlihat dari tingkat
penarikan (outflow) uang kartal yang tercatat sebesar Rp64,47 triliun atau
meningkat sebesar 93,58% (qtq) dari triwulan sebelumnya. Sementara itu,
tingkat penyetoran (inflow) tercatat sebesar Rp19,08 triliun atau turun
28,95% (qtq) dari triwulan sebelumnya. dengan demikian, posisi aliran uang
kartal pada triwulan II 2017 tercatat sebesar Rp45,39 triliun (net outflow),
jauh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mengalami net outflow
sebesar Rp6,45 triliun.
Selain pengelolaan aliran uang kartal dari dan ke Bank Indonesia, salah satu
tugas Bank Indonesia dalam pengelolaan uang rupiah adalah memelihara
kualitas uang kartal yang diedarkan kepada masyarakat (Clean Money
Policy), di antaranya melalui pemusnahan uang tidak layak edar secara rutin.
Pada periode triwulan II 2017, nilai nominal pemusnahan UTLE tercatat
sebesar Rp10,30 triliun atau sebesar 54% dari jumlah uang kartal yang
masuk ke kas Bank Indonesia (Grafik 6.3). Relatif tingginya pemusnahan
UTLE tersebut disebabkan karena masih tingginya animo masyarakat
terhadap uang rupiah Tahun Emisi 2016 (T.E. 2016) yang dikeluarkan pada
akhir tahun 2016 lalu. Hal tersebut mendorong penukaran uang emisi lama
dalam jumlah besar, yang sebagian memiliki kondisi tidak layak edar,
dengan uang T.E. 2016.
Dalam rangka mengendalikan jumlah uang kartal yang dianggap tidak layak
edar dan harus dimusnahkan, Bank Indonesia terus melakukan upaya
sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya perlakuan yang tepat
terhadap uang kartal. Dengan demikian diharapkan usia edar uang kartal
dapat lebih panjang, sehingga mengurangi besarnya volume UTLE dan
menurunkan biaya pencetakan uang baru. Selain itu, Bank Indonesia juga
secara rutin menyelenggarakan kegiatan kas keliling ke daerah-daerah yang
relatif terpencil dan terluar, dan memiliki volume UTLE yang cukup banyak,
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 105
seperti pada Kepulauan Seribu. Pada bulan Juni 2017 lalu atau bertepatan
dengan Ramadhan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
bekerjasama dengan Polisi Perairan Polda Metro Jaya melaksanakan
kegiatan kas keliling ke Kepulauan Seribu, antara lain Pulau Pramuka, Pulau
Panggang, Pulau Untung Jawa, Pulau Tidung, dan Pulau Harapan. Lebih
lanjut, Bank Indonesia ke depan juga akan turut aktif dan rutin untuk
melaksanakan kegiatan kas keliling di Kepulauan Seribu, bekerja sama
dengan Bank DKI dan Bank Rakyat Indonesia (melalui Kapal Bahtera Seva)
yang memiliki layanan perbankan di Kepulauan Seribu. Dengan demikian,
diharapkan volume uang layak edar di Kepulauan Seribu akan senantiasa
terjaga.
Sementara itu, selama triwulan II 2017, penemuan uang palsu di DKI Jakarta
yang masuk melalui laporan serta setoran perbankan ke Bank Indonesia
tercatat mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Jumlah temuan uang palsu pada triwulan laporan tercatat
sebesar 5.062 lembar, atau meningkat sebesar 22,30% (qtq) dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang sebanyak 4.139 lembar (Grafik 6.4).
Bertambah banyaknya peredaran uang palsu pada triwulan laporan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya tersebut disebabkan karena
adanya momen bulan puasa dan idul Fitri yang biasanya dimanfaatkan oleh
pelaku kejahatan untuk mengambil kesempatan, yang dipicu oleh tingginya
kebutuhan masyarakat akan uang kartal, khususnya uang pecahan kecil
yang akan digunakan pada saat Idul Fitri.
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 6.3 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar
Grafik 6.4 Temuan Uang Palsu
Untuk terus meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat, Bank
Indonesia senantiasa melakukan penanggulangan yang bersifat preventif
maupun represif. Tindakan preventif dilaksanakan antara lain melalui
program edukasi dan sosialisasi keaslian uang rupiah secara berkala. Kantor
Perwakilan Bank Indonesia senantiasa menggalakkan kegiatan edukasi dan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
106
sosialisasi uang rupiah, baik melalui koran, radio, videotron, maupun poster,
kepada audiens yang beragam, antara lain kalangan perbankan, TNI,
penegak hukum, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dunia usaha, organisasi
keagamaan dan kemasyarakatan, jajaran manajemen Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD), serta kalangan nelayan. Edukasi dan sosialisasi tersebut
dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar senantiasa
memperlakukan uangnya dengan lebih baik, serta agar masyarakat semakin
mengenali ciri-ciri keaslian uang rupiah. Sementara itu, upaya
penanggulangan secara represif dilaksanakan oleh Kepolisian dengan
menangkap dan menghukum pembuat maupun pengedar uang palsu
sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.
B. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
Meskipun transaksi tunai masyarakat mengalami peningkatan pada momen
ramadhan dan Idul Fitri, konsumsi rumah tangga yang secara keseluruhan
mengalami perlambatan terindikasi dari aktivitas nontunai yang melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya. Selama triwulan II 2017, penyelesaian
transaksi ritel melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI), baik
yang berbasis kredit maupun debet, tercatat sebesar Rp435,09 triliun
dengan 20,8 juta transaksi (Grafik 6.5). Nominal transaksi ritel tersebut
turun 6,32% (qtq) dibandingkan dengan nominal transaksi pada triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar Rp464,48 triliun, meskipun dengan
jumlah transaksi yang lebih rendah yaitu 20,2 juta transaksi.
Berdasarkan jenisnya, Sistem Kliring Nasional (SKN) dibagi menjadi SKN
berbasis Data Keuangan Elektronik (DKE) dan SKN berbasis warkat (kliring
debet). SKN berbasis DKE atau yang biasa disebut kliring kredit, tercatat
juga mengalami penurunan. Kegiatan transaksi menggunakan SKN berbasis
DKE tersebut tercatat sebanyak 19,1 juta transaksi dengan nilai nominal
sebesar Rp350,53 triliun. Transaksi menggunakan SKN berbasis DKE
tersebut meningkat 9,49% dibandingkan dengan transaksi pada periode
triwulan sebelumnya. Sementara itu, jika dilihat secara nominal transaksi
tersebut mengalami kontraksi sebesar 31,15% dibandingkan dengan
nominal triwulan sebelumnya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 107
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 6.5 Pertumbuhan Transaksi SKN-BI (Kredit dan Debet)
Penggunaan SKN berbasis warkat (kliring debet) pada triwulan II 2017 juga
menunjukkan perlambatan. Pada triwulan II 2017 terdapat 1,8 juta transaksi
dengan nilai nominal Rp84,6 triliun. Jumlah transaksi tersebut lebih rendah
35,13% dibandingkan dengan jumlah transaksi triwulan sebelumnya,
sedangkan dari nominalnya juga mengalami kontraksi sebesar 31,15%
dibandingkan dengan periode triwulan sebelumnya (Grafik 6.6 dan 6.7)
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Grafik 6.6 Pertumbuhan Nominal SKN Grafik 6.7 Pertumbuhan Volume SKN
Kondisi yang sama juga terjadi pada transaksi dengan sistem Real Time
Gross Settlement (RTGS), yang pada triwulan laporan mengalami kontraksi
5,78% (qtq) secara nominal, dari Rp2.910,8 triliun pada triwulan
sebelumnya menjadi 2.742,4 triliun pada triwulan laporan, dengan jumlah
transaksi sebanyak 748 ribu transaksi.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
108
Halaman ini sengaja dikosongkan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 109
KESEJAHTERAAN
Tingkat kemiskinan Jakarta kembali meningkat pada Maret 2017. Terbatasnya
peran golongan miskin pada aktivitas ekonomi menyebabkan rendahnya
dampak pertumbuhan ekonomi terhadap kondisi ekonomi mereka.
Pertumbuhan ekonomi Jakarta lebih digerakkan oleh golongan ekonomi kelas
menengah-atas. Golongan masyarakat tersebut banyak bergerak di sektor-
sektor ekonomi yang memberikan nilai tambah besar pada perekonomian.
Sehingga ketika ekonomi tumbuh pesat, golongan menengah-atas yang lebih
menikmati buah pertumbuhan ekonomi, sementara tingkat kemiskinan belum
tentu turun, karena rendahnya peran golongan miskin dalam perekonomian.
Faktor penyebab lain adalah terbatasnya kemampuan sektor formal dalam
menyerap tenaga kerja. Belum solidnya perbaikan ekonomi menyebabkan
aktivitas dunia usaha masih terbatas, sehingga kebutuhan tenaga kerja pun
terbatas. Penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi terjadi di sektor informal.
Namun kompensasi yang diberikan oleh sektor informal tidak sebanding
dengan meningkatnya harga-harga komoditas pokok yang dikonsumsi
masyarakat miskin. Sebagai akibatnya kemiskinan meningkat.
Selain diwarnai oleh meningkatnya kemiskinan, kondisi ekonomi sosial Jakarta
juga diwarnai oleh kembali meningkatnya ketimpangan pendapatan. Indeks
rasio gini meningkat, setelah beberapa periode menunjukkan tren yang
menurun. Indeks rasio gini Jakarta kini berada di level 0,410, yang artinya
A. Tingkat Kemiskinan
Kondisi kemiskinan pada Maret 2017 kembali menunjukkan peningkatan.
Sejak tahun 2016, pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta relatif
terbatas dalam memperbaiki kondisi kemiskinan di Jakarta. Kegiatan
ekonomi Jakarta, yang relatif masih tinggi dibandingkan dengan daerah-
daerah lain, belum dapat dinikmati secara merata oleh masyarakat Jakarta.
Geliat ekonomi Jakarta lebih didorong oleh golongan ekonomi menengah-
atas. Sehingga ketika pertumbuhan ekonomi melaju cukup kencang,
sebagaimana yang terjadi pada triwulan I 2017, yang mencapat 6,48%
Bab 7
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
110
(yoy), tingkat kemiskinan justru meningkat. Buah pembangunan tidak
banyak memberikan perubahan pada kondisi kemiskinan Jakarta. Jumlah
penduduk miskin di Jakarta pada Maret 2017 meningkat 1,4% (yoy)
menjadi 389,69 ribu orang. Dengan demikian persentasi (porsi) penduduk
miskin Jakarta pada periode tersebut menjadi 3,77%, lebih tinggi dari
kondisi Maret dan September 2016. Pada Maret dan September 2016
persentase orang miskin masing-masing sebesar 3,75%.
394.0
412.8
398.9 368.7
384.3385.8
389.7
11.2
11.1
1.3
-10.7
-3.7
4.71.4
(15)
(10)
(5)
-
5
10
15
340
350
360
370
380
390
400
410
420
Maret September Maret September Maret September Maret
2014 2015 2016 2017
% (yoy)Ribu orang
Jumlah orang miskin g orang miskin (skala kanan)
Sumber: BPS, diolah
3.40
3.50
3.60
3.70
3.80
3.90
4.00
4.10
4.20
4.00
4.50
5.00
5.50
6.00
6.50
7.00
Ma
ret
Sep
tem
be
r
Ma
ret
Sep
tem
be
r
Ma
ret
Sep
tem
be
r
Ma
ret
Sep
tem
be
r
Ma
ret
Sep
tem
be
r
Ma
ret
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%%, yoy
g.PDRB Prosentase Penduduk Miskin (skala kanan)
Sumber: BPS, diolah Grafik 7.1 Perkembangan Orang Miskin
Jakarta Grafik 7.2 Pertumbuhan Ekonomi dan Persentase Penduduk Miskin
Penambahan kesempatan kerja di Jakarta tidak serta merta menurunkan
tingkat kemiskinan. Hal tersebut dapat terjadi karena penyerapan tenaga kerja
cenderung mengarah ke sektor informal. Kondisi tersebut telah terjadi sejak
tahun 2016. Meningkatnya peran sektor informal di pasar tenaga kerja
Jakarta, sejalan dengan tingginya pertumbuhan tenaga kerja pada level
pendidikan yang relatif rendah, yaitu pendidikan SMP ke bawah. Pada level
pendidikan tersebut pertumbuhan penyerapan tenaga kerja mencapai
20,72% (yoy), tertinggi di antara level pendidikan lainnya. Pertumbuhan
tenaga kerja tertinggi kedua terjadi pada pekerja dengan latar belakang
pendidikan sekolah menengah atas kejuruan (SMAK), yaitu sebesar 10,29%
(yoy). Sementara itu, pekerja dengan level pendidikan SMA umum dan
sekolah tinggi justru berkurang (terkontraksi). Masing-masing tumbuh sebesar
-14,22% dan -7,87% (yoy).
1.18
7.98
(20)
(15)
(10)
(5)
-
5
10
15
20
25
Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoy
g.Formal g. Informal
Sumber: BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah
Grafik 7.3 Perkembangan Lapangan Pekerjaan Sektor Formal-Informal
Grafik 7.4 Pertumbuhan Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 111
Tingginya penyerapan tenaga kerja di sektor informal cukup mampu
menurunkan tingkat pengangguran terbuka (TPT), Namun tidak
memperbaiki kondisi kemiskinan di Jakarta. Upah pekerja di sektor informal
umumnya berada di bawah upah minimum provinsi (UMP). Kendati UMP
secara nominal terus meningkat, secara riil pertumbuhan UMP tahun 2017
melambat, bahkan diperkirakan lebih rendah dari inflasi hingga akhir tahun
2017. Artinya, kenaikan UMP tidak dapat mendongkrak daya beli. Dengan
upah di bawah UMP, kemampuan pekerja informal dalam memenuhi
kebutuhan hidup layak sangat terbatas. Oleh karena itu kelompok ini rentan
jatuh miskin manakala aktivitas ekonomi tempat mereka bekerja mengalami
penurunan.
Guna menahan penurunan daya beli masyarakat miskin lebih lanjut,
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyediakan berbagai program sosial bagi
masyarakatnya. Sepanjang masyarakat miskin terdaftar sebagai penduduk
Jakarta, mereka akan memperolah berbagai fasilitas publik yang disediakan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, seperti Kartu Jakarta Pintar (KJP), Kartu
Jakarta Sehat (KJS). Selain itu, mereka juga dibebaskan dari biaya transpor
bila menggunakan jasa Trans Jakarta, serta mendapatkan akses terhadap
beberapa komoditas pangan seperti beras dan daging yang dapat diperoleh
dengan harga murah, karena terdapat subsidi Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta. Namun, bila masyarakat miskin tersebut bukan warga/penduduk
Jakarta (tidak memiliki KTP Jakarta), maka berbagai fasilitas bagi orang
miskin tersebut tidak dapat diperoleh.
Masih terbatasnya kegiatan ekonomi swasta menyebabkan rendahnya
penyerapan tenaga kerja di sektor formal. Hal tersebut tercermin dari
meningkatnya tingkat pengangguran terbuka (TPT) dengan level pendidikan
tinggi (diploma dan universitas). Pada Februari 2016 TPT dengan jenjang
pendidikan tinggi tercatat sebesar 3,75%. Level tersebut kemudian
meningkat menjadi 5,35% pada Februari 2017.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
112
3.2
6.8
10.1
3.4
8.95
3.30 2.37
3.5-4.0
0
2
4
6
8
10
12
2014 2015 2016 2017
%, yoy
g UMP Real inflasi Jakarta
Sumber: BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah Grafik 7.5 UMP Riil dan Inflasi Jakarta Grafik 7.6 Tingkat Pengangguran
Terbuka Jakarta
Meningkatnya angka garis kemiskinan (GK), menjadi salah satu faktor
penyebab bertambahnya jumlah penduduk miskin. Artinya, harga
komoditas-komoditas yang dikonsumsi oleh golongan miskin mengalami
kenaikan. Pada Maret 2017 garis kemiskinan Jakarta tercatat sebesar Rp
536.546, atau meningkat 5,13% dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya. Dilihat dari komposisi komoditas pembentuknya,
kenaikan lebih tinggi terjadi pada kelompok komoditas pangan (garis
kemiskinan makanan/GKM). Dengan kondisi tersebut, maka porsi komoditas
pangan dalam komposisi garis kemiskinan kembali meningkat, setelah
beberapa periode sebelumnya porsinya menurun. Sebaliknya, garis
kemiskinan nonmakanan (GKNM), pangsanya kembali turun, seiring dengan
pertumbuhannya yang melambat.
3.51
2.22
5.93
-
2
4
6
8
10
12
14
16
Ma
ret
Se
pte
mb
er
Ma
ret
Se
pte
mb
er
Ma
ret
Se
pte
mb
er
Ma
ret
Se
pte
mb
er
Ma
ret
2013 2014 2015 2016 2017
%, yoy
GK GKM GKNM
Sumber: BPS, diolah
65.57 65.14 64.59 64.33 64.74
34.43 34.86 35.41 35.67 35.26
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Maret September Maret September Maret
2015 2016 2017
%
GKM GKNM
Sumber: BPS, diolah Grafik 7.7 Perkembangan Garis
Kemiskinan Grafik 7.8 Komposisi Garis
Kemiskinan
Kenaikan harga-harga pada komoditas yang memiliki pangsa cukup besar
dalam keranjang komoditas kebutuhan minimum yang dikonsumsi oleh
masyarakat (garis kemiskinan) sedikit saja, dapat memicu meningkatnya
jumlah orang miskin. Kelompok makanan menempati porsi terbesar dalam
pembentukan garis kemiskinan. Kendati inflasi kolompok makanan dalam
tren yang menurun, garis kemiskinan makanan (GKM) pada periode Maret
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 113
2017 menunjukkan peningkatan. Pada Maret 2017 GKM tumbuh sebesar
5,38% (yoy), lebih tinggi dari kenaikan GKM periode yang sama tahun
sebelumnya yang hanya sebesar 3,14% (yoy). Komoditas-komoditas yang
memberi andil cukup besar terhadap peningkatan GKM, yaitu rokok kretek
filter, daging ayam ras, telur ayam ras, cabai merah, kopi bubuk (sachet).
Kenaikan yang tertinggi berasal dari komoditas rokok kretek filter.
Komoditas tersebut menempati porsi terbesar kedua setelah beras dalam
keranjang komoditas yang membentuk GKM. Kenaikan harga rokok kretek
filter disebabkan oleh penyesuaian harga bertahap yang dilakukan pelaku
usaha, sebagai respons dari kenaikan cukai rokok pada awal tahun 2017.
Akibat dari kenaikan harga ini, kontribusi komoditas rokok kretek filter
terhadap pembentukan GKM meningkat cukup signifikan, yaitu dari 14,2%
pada Maret 2016 menjadi 17,26% pada Maret 2017. Besarnya peningkatan
kontribusi rokok kretek filter menahan tren penurunan pertumbuhan GKM.
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
Ma
ret
Se
pte
mb
er
Ma
ret
Se
pte
mb
er
Ma
ret
Se
pte
mb
er
Ma
ret
Se
pte
mb
er
Ma
ret
2013 2014 2015 2016 2017
%, yoy
GKM Inflasi Makanan
Sumber : BPS, diolah
-
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
- 2.00 4.00 6.00 8.00
10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00
Sep Mar Sep Mar Sept Mar
2014 2015 2016 2017
%%
Rokok Kretek (Filter) Telur Ayam Ras Daging Ayam Ras
Mie Instan Beras (rhs)
Sumber: BPS, diolah Grafik 7.9 GKM dan Inflasi Makanan Grafik 7.10 Kontribusi Komoditas
Utama dalam GKM
Sementara itu, garis kemiskinan nonmakanan (GKNM) tumbuh melambat
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada Maret
2017 GKNM tumbuh sebesar 4,67 (yoy), lebih rendah dari peningkatan
periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,70% (yoy). Perlambatan
terutama didorong oleh turunnya kontribusi perumahan dalam
pembentukan GKNM, yaitu dari 39% pada Maret 2016 menjadi 36,46%
pada Maret 2017. Hal ini sejalan dengan tertahannya laju kenaikan harga
kontrak rumah. Pangsa perumahan merupakan yang terbesar dalam
keranjang konsumsi nonmakanan masyarakat miskin.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
114
-
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7
2016 2017
%, yoy
Kontrak Rumah
Sumber: BPS, diolah
- 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
Sep Mar Sep Mar Sept
2014 2015 2016
%%
Perumahan (rhs) Listrik
Angkutan Bensin
Pendidikan Perlengkapan Mandi
Sumber: BPS, diolah
Grafik 7.11 Perkembangan Kenaikan Harga Kontrak Rumah
Grafik 7.12 Kontribusi Komoditas Utama dalam GKNM
Sedangkan faktor penyebab naiknya GKNM adalah meningkatnya
sumbangan komoditas-komoditas energi. Kenaikan harga tersebut, tidak
terlepas dari berbagai kebijakan penyesuaian harga energi yang dilakukan
pemerintah, terutama terhadap komoditas bensin dan listrik. Sumbangan
kedua komoditas tersebut dalam pembentukan GKNM meningkat, yaitu
masing-masing dari 11,10% dan 7,56% pada Maret 2016 menjadi 12,63%
dan 11,92% pada Maret 2017.
Meningkatnya jumlah penduduk miskin diikuti dengan meningkatnya indeks
kedalaman dan keparahan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi yang relatif
tinggi pada triwulan I 2017, tidak mampu menjaga masyarakat yang berada
di sekitar garis kemiskinan agar tidak kian terperosok miskin. Hal ini terlihat
dari semakin meningkatnya indeks kedalaman kemiskinan. Dengan
penghasilan yang relatif stagnan, bahkan secara riil cenderung turun, dan
naiknya harga komoditas dalam keranjang garis kemiskinan, menyebabkan
semakin rendahnya kemampuan masyarakat berpenghasilan kecil atau
masyarakat miskin memenuhi kebutuhan pokok minimum (setara dengan
garis kemiskinan). Hal ini kemudian menyebabkan terjadinya pelebaran gap
antara kemampuan konsumsi masyarakat miskin dengan garis kemiskinan,
atau sering dikatakan indeks kedalaman kemiskinan meningkat.
Meningkatnya indeks kedalaman kemiskinan diikuti oleh meningkatnya
indeks keparahan kemiskinan. Hal ini menunjukkan bahwa selain semakin
jauh kemampuan orang miskin dalam memenuhi kebutuhan minimumnya,
ketimpangan daya beli di antara masyarakat miskin itu pun juga meningkat.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 115
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
Ma
ret
Se
pte
mb
er
Ma
ret
Se
pte
mb
er
Ma
ret
Se
pte
mb
er
Ma
ret
Se
pte
mb
er
Ma
ret
Se
pte
mb
er
Ma
ret
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Indeks
Indeks Kedalaman Kemiskinan Poly. (Indeks Kedalaman Kemiskinan)
Sumber: BPS, diolah
-
0.04
0.08
0.12
0.16
0.20
Ma
ret
Se
pte
mb
er
Ma
ret
Se
pte
mb
er
Ma
ret
Se
pte
mb
er
Ma
ret
Se
pte
mb
er
Ma
ret
Se
pte
mb
er
Ma
ret
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Indeks
Indeks Keparahan Kemiskinan Poly. (Indeks Keparahan Kemiskinan)
Sumber: BPS, diolah
Grafik 7.13 Indeks Kedalaman Kemiskinan
Grafik 7.14 Indeks Keparahan Kemiskinan
B. Perkembangan Indeks Rasio Gini
Setelah sempat bergerak turun dalam beberapa periode, indeks rasio gini
Provinsi DKI Jakarta pada Maret 2017 kembali meningkat. Indeks rasio gini
Jakarta saat ini sebesar 0,410. Dengan kata lain ketimpangan di Jakarta
masuk dalam kategori
0,40. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yang
tercatat berada pada level 0,411, indeks rasio gini Jakarta saat ini
menunjukkan perbaikan. Namun, bila dibandingkan dengan satu periode
pengukuran sebelumnya, yaitu September 2016 (0,397), indeks rasio gini
Jakarta menunjukkan pemburukan. Pada periode tersebut kondisi
ketim
Dari sisi distribusi pendapatan, penguasaan ekonomi masih didominasi oleh
20% kelompok masyarakat dengan pendapatan tertinggi. Kelompok
masyarakat tersebut mampu menguasai kue perekonomian hingga 48,2%,
mendekati separuh dari total perekonomian. Dengan kata lain ekonomi
terkonsentrasi pada kelompok masyarakat berpenghasilan tertinggi.
Idealnya 20% kelompok masyarakat dengan pendapatan tertinggi
menguasai kue ekonomi kurang lebih 20%.
Sementara itu, 40% kelompok masyarakat berpendapatan menengah
menguasai kue ekonomi sebesar 35,7%. Porsi tersebut lebih rendah dari
kondisi periode yang sama tahun sebelumnya yang mampu menguasai
perekonomian sebesar 36,3%. Dilihat dari porsi penguasaan kue
ekonominya, 40% kelompok masyarakat ini cukup dekat dengan kondisi
ideal (40%).
Namun, untuk 40% kelompok masyarakat berpendapatan terendah masih
jauh dari ideal. Kelompok ini hanya mampu menguasai 16,1% kue
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
116
perekonomian. Kondisi tersebut nyaris tidak berubah sejak tahun 2015.
Keadaan ini melengkapi indikator ketimpangan pendapatan di Jakarta.
0.431
0.421
0.411
0.397
0.410
0.380
0.390
0.400
0.410
0.420
0.430
0.440
Mar Sep Mar Sep Mar
2015 2016 2017
Indeks
16.0 16.6 16.0 16.5 16.1
33.6 33.5 36.3 37.3 35.7
50.4 50.0 47.7 46.2 48.2
0102030405060708090
100
Mar Sep Mar Sep Mar
2015 2016 2017
%
40% PendapatanTerendah 40% Pendapatan Sedang20% Pendapatan Tinggi
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS diolah
Grafik 7.15 Perkembangan Rasio Gini Grafik 7.16 Distribusi Pendapatan
Berdasarkan data terkini, jumlah masyarakat Jakarta yang hanya menikmati
16% kue pembangunan ekonomi sebanyak kurang lebih 4,15 juta orang.
Dari kelompok masyarakat tersebut, sebanyak 389,7 ribu orang atau sekitar
9% di antaranya merupakan masyarakat miskin. Kemampuan penguasaan
ekonomi dari 40% masyarakat berpendapatan terendah relatif tidak banyak
perubahan dari waktu ke waktu (persisten).
Besarnya ketimpangan pendapatan perkapita Jakarta, juga terlihat dari
perkembangan pendapatan perkapita Jakarta. Pendapatan perkapita Jakarta
berada jauh di atas garis kemiskinan. Pendapatan perkapita Jakarta pada
akhir tahun 2016 tercatat sebesar Rp 207,99 juta per tahun. Sementara itu,
garis kemiskinan dalam satu tahun tercatat hanya sebesar Rp 6,44 juta per
kapita. Mencermati data tersebut dapat dikatakan bahwa secara rata-rata
pendapatan perkapita masyarakat Jakarta jauh dari kategori miskin. Namun
pada kenyataannya terdapat 3,77% masyarakat yang tinggal di Jakarta
masuk dalam kategori miskin.
-
50,000,000
100,000,000
150,000,000
200,000,000
250,000,000
Mar
et
Sep
tem
be
r
Mar
et
Sep
tem
be
r
Mar
et
Sep
tem
be
r
Mar
et
Sep
tem
be
r
Mar
et
Sep
tem
be
r
Mar
et
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Rupiah
Garis Kemiskinan Pendapatan perkapita
Sumber BPS diolah.
Grafik 7.17 Garis Kemiskinan dan Pendapatan perkapita.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 117
Dengan kenyataan ini perhatian sebaiknya lebih dicurahkan pada
penurunan kemiskinan dibandingkan dengan penurunan ketimpangan
pendapatan. Konsentrasi penguasaan kue ekonomi oleh kelompok
masyarakat berpendapatan tertinggi (20% penduduk), dan menengah
(40% penduduk) merupakan kondisi struktural yang sudah lama terjadi dan
akan terus berlangsung. Beberapa faktor menyebabkan kelompok atas
mampu mempertahankan dominasi di dalam perekonomian, yaitu: (1)
besarnya akses kelompok tersebut terhadap pendidikan dan peningkatan
kemampuan atau keahliannya, sehingga lebih mudah untuk mendapatkan
pekerjaan dengan penghasilan yang layak; (2) besarnya akses terhadap
aktivitas ekonomi, yang umumnya bergerak di sektor formal dengan jam
kerja penuh. (3) sektor ekonomi yang digeluti masyarakat berpenghasilan
tinggi umumnya sektor yang memberikan nilai tambah tinggi terhadap
perekonomian. Sehingga bila kondisi ekonomi sedang menggeliat,
kelompok masyarakat ini umumnya yang dapat menikmati hasilnya lebih
banyak, dan pada akhirnya semakin meningkatkan kondisi ketimpangan.
Sementara itu, kemiskinan terjadi di antaranya disebabkan oleh
pengangguran dan rendahnya kemampuan untuk menghasilkan
pendapatan yang lebih. Faktor lemahnya pendidikan dan minimnya keahlian
menyebabkan terbatasnya kesempatan kerja, terutama di sektor formal,
yang dapat menyediakan upah setidaknya sama dengan upah minimum
yang telah ditentukan pemerintah (UMP). Kalaupun terserap kerja, sektor
yang dimasuki umumnya sektor informal, dengan kompensasi yang tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan minimumnya. Dengan demikian
kelompok masyarakat berpenghasilan rendah sangat sensitif terhadap
perubahan harga barang-barang yang menjadi kebutuhan pokoknya dan
perubahan kondisi ekonomi.
Perhatian Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terhadap pendidikan cukup besar,
tercermin dari alokasi pendidikan dalam APBD sebesar 20%. Selain
pendidikan formal, Pemerintah DKI Jakarta juga memberikan berbagai
kursus/ pelatihan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat Jakarta
secara gratis. Hal ini merupakan upaya positif untuk menyiapkan sumber
daya manusia pada masa mendatang (jangka menengah-panjang) agar
dapat lebih diterima oleh dunia kerja formal.
Selain pendidikan, dukungan terhadap lingkungan usaha yang kondusif
juga diperlukan. Dukungan pemerintah diharapkan melalui kebijakan-
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
118
kebijakan yang dapat mendorong geliat dunia swasta. Semangat untuk
memperbaiki doing of business di Jakarta merupakan hal yang positif untuk
meningkatkan peran swasta dalam perekonomian. Bila sektor swasta
bergairah, kesempatan kerja akan semakin terbuka, terutama di sektor
formal, yang diharapkan dapat memberikan kompensasi yang baik bagi
pekerja, dan kemiskinan bisa berkurang.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 119
Halaman ini sengaja dikosongkan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
120
Halaman ini sengaja dikosongkan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 121
PROSPEK PEREKONOMIAN
Dengan memerhatikan kondisi terkini, baik ekonomi global maupun nasional,
pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada tahun 2017 diprakirakan lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun 2016, namun lebih rendah dari proyeksi
sebelumnya. Pada triwulan IV 2017 pertumbuhan ekonomi diprakirakan
mengalami akselerasi dan mencapai kisaran 5,9%-6,3% yoy. Pertumbuhan
terutama akan ditopang oleh konsumsi masyarakat, seiring dengan kuatnya
pertumbuhan investasi bangunan oleh pemerintah pusat, maupun oleh
pemerintah DKI Jakarta khususnya dalam mempersiapkan Asian Games 2018.
Perdagangan antardaerah neto akan turut memberikan kontribusi positif, di
tengah kinerja ekspor yang masih lemah. Dengan demikian pertumbuhan
ekonomi keseluruhan tahun 2017 diprakirakan berada pada kisaran 6,0%-
6,4%.
Di sisi lain, tingkat inflasi Jakarta pada tahun 2017 diperkirakan lebih rendah
dari proyeksi sebelumnya. Tekanan dari inflasi inti yang tidak terlalu kuat,
ditambah dengan terjaganya volatile food dan administered prices, akan
membawa inflasi pada kisaran 4±1%, namun dengan kecenderungan bias ke
bawah.
Sementara itu, beberapa risiko masih membayangi dinamika perekonomian
DKI Jakarta ke depan. Dari sisi global, masih terdapat risiko tekanan tehadap
nilai tukar terkait rencana kenaikan Fed Fund Rate. Dari sisi domestik, masih
terdapat risiko pemotongan belanja pemerintah akibat peningkatan defisit
fiskal, dan risiko akibat review kebijakan bahan bakar minyak (BBM).
A. Prospek Perekonomian Global dan Nasional
Prospek Perekonomian Global
Perbaikan ekonomi global pada tahun 2017 diprakirakan masih sejalan
dengan proyeksi semula. Namun, dengan memerhatikan perkembangan
terkini, terdapat perubahan prakiraan angka pertumbuhan pada beberapa
negara. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan India diprakirakan
menjadi lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, sedangkan pertumbuhan
Tiongkok dan Uni Eropa diprakirakan meningkat (Tabel 8.1).
Bab 8
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
122
Tabel 8.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia
2016 2017 2018 2017 2018 2017 2018 2017 2018
Dunia 3,1 3.8 3.9 3,5 3,6 3.5 3.6 3.5 3.6
Negara Maju 1,7 2.0 2.0 2,0 2,0 1.9 1.9 1.9 1.9
Amerika Serikat 1,6 2.2 2.3 2,3 2,4 2.2 2.1 2.2 2.1
Kawasan Eropa 1,7 1.9 1.7 1,7 1,6 1.8 1.7 1.8 1.7
Jepang 1,0 1.4 1.1 1,2 0,6 1.2 0.6 1.2 0.6
Negara Berkembang 4,1 5.4 5.5 4,5 4,8 4.6 4.8 4.6 4.8
Negara Berkembang Asia 6,4
Tiongkok 6,7 6.6 6.3 6,6 6,5 6.7 6.5 6.7 6.5
India 7,5 7.3 7.6 7,4 7,5 7.1 7.2 7.1 7.2
Volume Perdagangan Dunia (barang dan jasa) 1,2 1,7 1,8 2.4 2.5 2.4 2.5
Minyak (USD per barel) 41,0 52 55 50 52 50 52
Bank Indonesia
Mei 2017 Jul 2017Jul-17
CFRealisasi
Agst 2017
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada tahun 2017 diprakirakan
sebesar 2,2%, lebih rendah dibandingkan dengan proyeksi pada periode
triwulan sebelumnya (Mei) yang sebesar 2,3%. Hal ini disebabkan karena
akselerasi fixed investment yang tertahan, seiring rendahnya harga minyak.
Selain itu risiko tertahannya konsumsi, seiring dengan tertahannya
pertumbuhan penjualan retail dan melemahnya pembiayaan konsumsi,
semakin memperkuat downside risk pertumbuhan ekonomi Amerika.
Sementara itu FFR diprakirakan naik pada bulan Desember dengan impiled
probability sebesar 38% (Grafik 8.1).
94.
40%
89.
70%
58.
20%
57.
80%
39.
10%
38.
80%
6% 10
%
38
%
38
% 45%
45%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Sep 17 Nov 17 Des 17 Jan 18 Mar 18 Mei 18
1-1.25 1.25-1.5
Sumber: Bloomberg
Grafik 8.1 FFR Implied Probability
Pertumbuhan ekonomi India diprakirakan lebih rendah karena indikator
ekonomi yang belum menunjukkan perbaikan yang signifikan. Konsumsi
swasta masih terbatas yang diantaranya dipengaruhi ketidakpastian sistem
pajak baru yang diimplementasikan pada I Juli 2017. Investasi juga tertahan
karena adanya overlevereged dengan NPL yang tinggi. Tekanan inflasi juga
melemah sehingga Bank Sentral India (RBI) menurunkan suku bunga
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 123
acuannya sebesar 25 bps menjadi 6%, atau yang terendah sejak tahun
2010.
Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi Tiongkok diprakirakan lebih baik karena
realisasi pertumbuhan ekonomi semester pertama yang solid dengan
ditopang oleh perbaikan ekspor dan konsumsi. Pertumbuhan ekonomi yang
cukup kuat juga ditunjukkan dengan pertumbuhan penjualan retail yang
mencapai 10,9% pada triwulan I, dan 10,8% pada triwulan II. Selain itu
ekspor dapat tumbuh cukup tinggi karena adanya dorongan permintaan
global, khususnya Amerika Serikat, Eropa dan Jepang.
Sejalan dengan ini, perekonomian Eropa diprakirakan lebih baik karena
menurunnya risiko geopolitik dan ketidakpastian keuangan. Risiko menurun
pasca-bailout terhadap utang Yunani pada 15 Juni 2017 dan pelaksanaan
pemilu di Jerman yang berlangsung kondusif. Pada triwulan II 2017,
perekonomian Eropa tumbuh 2,1% (yoy), meningkat dibandingkan dengan
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,9% (yoy), karena
didukung oleh perbaikan ekonomi di Perancis dan Spanyol. Perkembangan
positif ekonomi Eropa juga tercermin dari purchasing managers index (PMI)
komposit yang mencapai 55,8, melebihi batas ekspansi sebesar 50.
Dari sisi harga komoditas, indeks harga komoditas ekspor Indonesia (IHKEI)
diprakirakan meningkat karena tingginya harga batubara, meskipun bersifat
temporer. Harga batubara yang tinggi disebabkan oleh meningkatnya
permintaan dari Tiongkok untuk kebutuhan PLTU, karena terjadi gangguan
pada PLTA serta adanya faktor iklim. Permintaan diprakirakan kembali
normal seiring hilangnya faktor siklikal dan pergeseran ke energi lain. Harga
logam juga diprakirakan meningkat karena didukung oleh kuatnya
permintaan dari Tiongkok. Sebaliknya harga crude palm oil (CPO) berada
dalam tren menurun karena produksi yang meningkat, di tengah
melambatnya permintaan karena adanya substitusi oleh kedelai dan resolusi
Uni Eropa yang akan menurunkan impor CPO pada tahun 2020. Sementara
itu, harga minyak diprakirakan lebih rendah karena tingginya produksi
Amerika Serikat. Produksi minyak AS tumbuh tinggi, seiring breakeven cost
yang terus turun akibat tingginya produktivitas.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
124
Prospek Perekonomian Nasional
Pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2017 diprakirakan masih
berada pada kisaran 5,0%-5,4%, sejalan dengan proyeksi sebelumnya.
Prospek perbaikan ekonomi domestik bersumber dari beberapa faktor, yaitu
meningkatnya investasi khususnya investasi bangunan, perbaikan sektor
eksternal seiring masih tingginya harga komoditas, dan relatif terjaganya
konsumsi rumah tangga. Investasi diprakirakan meningkat karena didorong
oleh sektor swasta dan realisasi proyek pemerintah. Aktivitas ekspor
diprakirakan tumbuh, sejalan dengan harga komoditas yang masih tinggi
serta berlanjutnya perbaikan pertumbuhan ekonomi global. Sementara itu,
peran konsumsi rumah tangga tetap besar didukung oleh inflasi yang
rendah di tengah kenaikan pendapatan masyarakat yang terbatas, terutama
di kelompok menengah ke bawah.
Bank Indonesia terus mencermati risiko perekonomian yang berasal dari
eksternal maupun domestik. Dari sisi global, risiko eksternal terkait dengan
rencana kenaikan Fed Funds Rate (FFR) dan normalisasi neraca bank sentral
AS mereda sehingga perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri
Indonesia akan tetap menarik. Kenaikan FFR diperkirakan akan terjadi satu
kali pada akhir tahun 2017 dan normalisasi neraca bank sentral AS
diperkirakan akan diumumkan pada September 2017. Dari sisi domestik,
risiko yang tetap perlu diwaspadai terutama terkait dengan masih
berlangsungnya konsolidasi korporasi dan perbankan.
Untuk itu, Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter,
makroprudensial, dan sistem pembayaran guna menjaga stabilitas
makroekonomi dan sistem keuangan. Bank Indonesia juga terus
mempererat koordinasi bersama Pemerintah dalam rangka pengendalian
inflasi agar tetap berada pada kisaran sasaran dan mendorong kelanjutan
reformasi struktural agar dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan.
B. Prospek Perekonomian DKI Jakarta
Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Meskipun realisasi pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta hingga semester
pertama lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, pertumbuhan ekonomi DKI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 125
Jakarta pada tahun 2017 diprakirakan masih akan lebih baik dibandingkan
dengan tahun 2016, namun lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Masih
kuatnya pertumbuhan konsumsi masyarakat, dengan ditopang oleh
investasi yang terus meningkat, diprakirakan dapat membawa
perekonomian DKI Jakarta tumbuh pada kisaran 6,0%-6,4%, lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2016 yang tercatat sebesar
5,8% (Tabel 8.2).
Tabel 8.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jakarta Sisi Permintaan (% yoy)
PDRB (%,yoy) 5.9 5.8 5.9 - 6.3 5.9 - 6.3 6.0 - 6.4
Sisi Permintaan
Konsumsi Rumah Tangga 5.3 5.5 5.7 - 6.1 5.7 - 6.1 5.7 - 6.1
Konsumsi LNPRT (4.7) 11.7 (6.7) - (6.3) (11.5) - (11.1) 4.2 - 4.6
Konsumsi Pemerintah 3.8 2.4 3.1 - 3.5 4.2 - 4.6 (0.0) - 0.4
Pembentukan Modal Tetap Bruto 2.6 1.6 4.3 - 4.7 4.4 - 4.8 4.1 - 4.5
Ekspor Luar Negeri (1.0) (0.4) (11.0) - (10.6) (10.0) - (9.6) (10.3) - (9.9)
Net Ekspor Antar Daerah (24.8) 5.8 5.9 - 6.3 2.3 - 2.7 9.1 - 9.5
Impor Luar Negeri (11.3) (0.7) (2.5) - (2.1) (2.7) - (2.3) (1.4) - (1.0)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolahp proyeksi Bank Indonesia
2017
IIIp IVp Total-p
2016
Total
2015
Total
Investasi diprakirakan tumbuh pada kisaran 4,1%-4,5%, lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2016 yang sebesar 1,6%.
Pertumbuhan investasi masih akan ditopang oleh berbagai proyek
infrastruktur pemerintah pusat, maupun pemerintah DKI Jakarta, khususnya
dalam rangka persiapan venue Asian Games 2018 yang ditargetkan selesai
pada Desember 2017. Dengan prospek global dan nasional yang positif,
dorongan dari sektor swasta juga diharapkan dapat kembali pulih.
Sementara itu terus melemahnya kinerja ekspor pada semester pertama
tahun 2017, diprakirakan membawa ekspor pada akhir tahun 2017 menjadi
lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, maupun terhadap kinerja tahun
2016. Ekspor diprakirakan mengalami kontraksi 10,3%-9,9%, atau lebih
tinggi dari kontraksi tahun sebelumnya yang sebesar 0,4%. Pelemahan
ekspor komoditas utama, yaitu kendaraan bermotor dan emas perhiasan
diprakirakan masih akan berlanjut, yang disebabkan belum kuatnya
permintaan dari mitra dagang utama seperti Philipina, Saudi Arabia, dan
Thailand. Sejalan dengan melemahnya ekspor, kinerja impor juga
diprakirakan masih lemah. Jika pada tahun 2016 impor mengalami kontraksi
sebesar 0,7%, maka pada tahun 2017 kontraksinya diprakirakan berkisar
pada 1,4%-1,0%.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
126
Di sisi lain, ekspor neto perdagangan antardaerah diprakirakan meningkat
karena adanya pergeseran tren penjualan kendaraan bermotor ke provinsi
yang masih berkembang, khususnya di kawasan timur seperti Sulawesi,
Nusa Tenggara, dan Papua. Jika pada tahun 2016 pertumbuhan ekspor neto
antardaerah sebesar 5,8%, maka pada tahun 2017 pertumbuhannya
diprakirakan dapat mencapai 9.1%-9.5%.
Sejalan dengan meningkatnya investasi, yang disertai dengan prospek
pertumbuhan ekonomi yang baik, konsumsi masyarakat diperkirakan
tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun
2016 pertumbuhan konsumsi rumah tangga tercatat sebesar 5,5%,
sedangkan pada tahun 2017 diprakirakan pertumbuhannya dapat mencapai
5,7%-6,1%. Optimisme terhadap prospek ekonomi juga tercermin dari
indeks ekspektasi konsumen (IEK) yang masih terjaga pada area optimis dan
masih pada tren meningkat (Grafik 8.3).
75
85
95
105
115
125
135
145
155
165
175
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7
2014 2015 2016 2017
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Ekspektasi Penghasilan 6 bln yad
Ekspektasi Ketersediaan Lap. Kerja 6 bln yad Ekspektasi Kegiatan Usaha 6 bln yad
Optimis
Pesimis
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Grafik 8.3 Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen dan Komponennya
Rendahnya kinerja konsumsi pemerintah hingga semester pertama,
mengakibatkan prakiraan untuk keseluruhan tahun 2017 menjadi lebih
rendah dibandingkan sebelumnya. Konsumsi pemerintah diprakirakan
tumbuh di bawah 0,4%, sedangkan pada tahun 2016 pertumbuhannya
tercatat sebesar 2,4%.
Setelah adanya dorongan pertumbuhan yang relatif kuat pada tahun 2016,
khususnya karena faktor pilkada, pertumbuhan konsumsi lembaga nonprofit
yang melayani rumah tangga (LNPRT) diprakirakan menurun pada tahun
2017. Konsumsi LNPRT diprakirakan tumbuh pada kisaran 4,2%-4,6%,
setelah pada tahun 2016 mampu tumbuh hingga 11,7%.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 127
Pada triwulan IV 2017, pertumbuhan ekonomi diprakirakan berkisar pada
5,9%-6,3% yoy. Investasi diprakirakan akan mengalami akselerasi
pertumbuhan, kususnya untuk pemerintah DKI Jakarta, yang pada tahun
2017 tidak dimungkinkan untuk memiliki proyek yang bersifat multi years
karena adanya pergantian kepala daerah. Ekspor diprakirakan membaik
meskipun masih tumbuh dalam teritori negatif, sedangkan kontraksi impor
diprakirakan masih akan meningkat. Ekspor neto antardaerah akan tumbuh
meskipun tidak setinggi triwulan sebelumnya. Dengan adanya peningkatan
investasi, konsumsi masyarakat diprakirakan dapat tumbuh lebih tinggi.
Konsumsi pemerintah juga diprakirakan dapat tumbuh lebih tinggi,
sedangkan LNPRT akan terkontraksi karena tidak adanya faktor pendorong
seperti pada tahun 2016 yaitu momen Pilkada serentak.
Tabel 8.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jakarta Sisi Penawaran (% yoy)
PDRB (%,yoy) 5.9 5.8 5.9 - 6.3 5.9 - 6.3 6.0 - 6.4
Sisi Produksi
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1.1 0.9 -0.1 - 0.3 -0.1 - 0.4 -0.1 - 0.3
Pertambangan dan Penggalian -0.7 -1.5 -0.3 - 0.1 -0.4 - 0.0 -1.0 - -0.6
Industri Pengolahan 5.1 3.6 5.6 - 6.0 5.5 - 5.9 5.7 - 6.1
Pengadaan Listrik, Gas 2.6 -0.5 -1.5 - -1.1 0.5 - 0.9 -3.8 - -3.4
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah & Limbah 3.4 2.2 2.1 - 2.5 2.3 - 2.7 1.9 - 2.3
Konstruksi 4.0 1.4 3.9 - 4.3 4.2 - 4.6 3.9 - 4.3
Perdagangan Besar & Eceran, Rep. Kendaraan 2.7 4.7 3.6 - 4.0 3.6 - 4.0 3.9 - 4.3
Transportasi dan Pergudangan 9.0 11.2 7.8 - 8.2 6.9 - 7.3 8.4 - 8.8
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5.4 5.8 6.5 - 6.9 6.0 - 6.4 6.5 - 6.9
Informasi dan Komunikasi 10.1 10.8 10.9 - 11.3 11.1 - 11.5 11.0 - 11.4
Jasa Keuangan 10.7 8.5 6.1 - 6.5 7.2 - 7.6 7.3 - 7.7
Real Estate 4.7 4.7 3.8 - 4.2 4.4 - 4.8 4.1 - 4.5
Jasa Perusahaan 7.8 8.4 8.9 - 9.3 8.4 - 8.8 8.6 - 9.0
Adm Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan Sos. 1.2 3.3 -0.1 - 0.3 1.0 - 1.4 -0.4 - 0.0
Jasa Pendidikan 6.5 7.0 6.9 - 7.3 5.8 - 6.2 5.4 - 5.8
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7.6 7.8 7.7 - 8.1 6.8 - 7.2 7.3 - 7.7
Jasa lainnya 8.0 8.5 8.7 - 9.1 8.4 - 8.8 8.7 - 9.1
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolahp proyeksi Bank Indonesia
IIIp
IVp Total-p
20172015
Total
2016
Total
Dari sisi lapangan usaha (LU), perkembangan sektor-sektor utama di DKI
Jakarta pada tahun 2017 diprakirakan meningkat, khususnya pada LU
industri pengolahan dan LU konstruksi (Tabel 8.3). Industri pengolahan
diprakirakan dapat tumbuh pada kisaran 5,7%-6,1%, sedangkan
pertumbuhan tahun 2016 adalah 5,1%. Meningkatnya permintaan
kendaraan bermotor dari pasar domestik, khususnya pada provinsi di
Kawasan Timur Indonesia, diharapkan dapat memacu kinerja industri
pengolahan, di tengah perlambatan ekspor.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
128
Sementara itu, sejalan dengan meningkatnya investasi, sektor konstruksi
diprakirakan dapat tumbuh pada kisaran 3,9%-4,3%, meningkat
dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya yang sebesar 1,4%.
Dukungan pembangunan oleh Kementerian/Lembaga yang berada di DKI
Jakarta dengan dana APBN, ditambah dengan realisasi proyek milik
Pemerintah DKI Jakarta akan menjadi penopang sektor konstruksi, karena
masih terbatasnya geliat sektor swasta.
Di samping itu, sejalan dengan meningkatnya konsumsi masyarakat, kinerja
sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi kendaraan diprakirakan
terjaga pada kisaran 3,9%-4,3%. Adanya kecenderungan peningkatan
belanja masyarakat untuk kebutuhan tersier, seperti rekreasi atau kegiatan
leisure, juga berdampak pada meningkatnya kinerja LU penyediaan
akomodasi dan makan minum. LU tersebut diprakirakan dapat tumbuh
pada kisaran 6,5%-6,9%, meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun
sebelumnya yang sebesar 5,8%.
Pada triwulan IV 2017 industri pengolahan diprakirakan tumbuh pada
kisaran 5,5%-5,9% yoy, atau melambat dibandingkan dengan
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang diprakirakan berkisar pada 5,6%-
6,0% yoy. Sektor konstruksi diperkirakan masih akan menjaga akselerasi
pertumbuhan untuk menjaga realisasi proyek di akhir tahun, sehingga
diprakirakan tumbuh pada kisaran 4,2%-4,6% yoy, lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang diprakirakan
sebesar 3,9%-4,3%. Sejalan dengan tingkat konsumsi yang diprakirakan
meningkat, sektor perdagangan diprakirakan tumbuh pada kisaran 3,6%-
4,0% yoy, meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan
sebelumnya yang diprakirakan sebesar 3,6%-4,0%.
Prospek Inflasi
Pada akhir 2017, inflasi diprediksi bias ke bawah dari prakiraan semula 4,0%
- 5,0% (yoy), yang disebabkan oleh tekanan inflasi inti yang diprakirakan
akan lebih rendah, di samping terjaganya inflasi administered prices dan
volatile food. Pada semester I 2017, meskipun terdapat momen puasa dan
lebaran, realisasi inflasi inti tidak setinggi prakiraan sebelumnya. Pada
semester II, dengan tidak adanya faktor pendorong yang kuat, maka realisasi
inflasi inti berpotensi lebih rendah, sehingga tingkat inflasi secara umum
juga lebih rendah. Selain itu, harga emas perhiasan yang juga termasuk
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 129
dalam komponen inflasi ini diprakirakan juga tidak akan terlalu bergejolak,
seiring masih lesunya pasar emas internasional.
Dari sisi administered prices, tiadanya libur panjang sepanjang semester II
2017, menyebabkan terbatasnya tekanan terhadap tarif transportasi. Selain
itu, belum adanya kepastian kenaikan harga energi dari pemerintah,
semakin mendukung inflasi administered prices yang terjaga.
Dari sisi volatile food, semakin solidnya kinerja TPID Jakarta dalam
mengedalikan pergerakan harga pangan strategis melalui BUMD,
Kementerian dan Swasta, serta pemanfaatan teknologi controlled
atmosphere storage (CAS), akan mampu menjadi faktor penahan berbagai
gejolak harga pangan secara keseluruhan.
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Grafik 8.4 Ekspektasi Inflasi Konsumen
Pada triwulan IV 2017, inflasi diprakirakan tetap terkendali. Faktor
pendorong inflasi pada akhir tahun yaitu perayaan hari natal dan tahun baru
2018, diprakirakan hanya akan meningkatkan permintaan masyarakat secara
terbatas, sehingga dorongan terhadap inflasi triwulan IV 2017 tidak kuat.
Hal tersebut turut tercermin dari ekspektasi inflasi yang relatif tidak
menunjukkan banyak perubahan (Grafik IV.1). Inflasi dalam jangka 3 bulan
dan 6 bulan kedepan diperkirakan tetap terkendali, seiring berakhirnya Idul
Fitri 2017.
Faktor Risiko Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi
Perekonomian DKI Jakarta pada tahun 2017 dihadapkan pada beberapa
risiko yang dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi bias ke bawah dari
kisaran proyeksi 5,95%-6,35%. Beberapa faktor risiko tersebut telah
diidentifikasi pada triwulan sebelumnya, baik yang bersumber dari sisi global
maupun domestik. Dari sisi global, risiko kenaikan FFR masih mengemuka
dan dapat mengakibatkan ketidakpastian di pasar keuangan, sehingga
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
130
berdampak negatif terhadap perekonomian DKI Jakarta, mengingat pangsa
sektor keuangan pada perekonomian Jakarta cukup besar. Dari sisi
domestik, masih adanya risiko shortfall pajak berpotensi menurunkan
pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta, melalui penurunan belanja K/L yang
mayoritas berada di DKI Jakarta.
Dari sisi inflasi, potensi risiko kenaikan harga BBM bersubsidi dan LPG 3 kg
perlu terus diwaspadai. Review kebijakan harga BBM bersubsidi dilakukan
tiga bulan sekali. Pada April dan Juli 2017, pemerintah memutuskan untuk
tidak menaikkan harga BBM bersubsidi dan LPG 3 kg. Walau demikian,
masih terdapat potensi kenaikan pada bulan Oktober 2017. Kebijakan ini
berpotensi mendorong inflasi ibukota lebih tinggi, dan melebihi batas atas
sasaran inflasi 2017 4% ± 1%.
Pemerintah perlu terus mengkaji rencana ini, agar pencapaian inflasi DKI
Jakarta dan nasional selalu berada dalam sasaran yang telah ditetapkan
pemerintah. Walau demikian, harga minyak dunia yang bergerak stabil,
diprakirakan memengaruhi penundaan kebijakan tersebut.
Menghadapi berbagai tantangan dan peluang yang ada, dukungan dari
seluruh stakeholder terkait sangat dibutuhkan untuk mencapai target inflasi
jangka pendek maupun jangka panjang. Pemerintah perlu mengambil
langkah antisipatif apabila harga energi mengalami rebound, yang dapat
memengaruhi pergerakan harga berbagai komoditas terkait energi di dalam
negeri, termasuk didalamnya langkah untuk meredam potensi risiko
kenaikan harga BBM subsidi dan nonsubsidi. Pemerintah daerah perlu
mengimbangi dengan menjaga kelompok inflasi lainnya, yaitu volatile food.
Koordinasi yang intensif antara Bank Indonesia, Pemerintah Provinsi DKI
serta BUMD yang bergerak di bidang pangan melalui TPID sangat diperlukan
untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi tahun 2017 secara
keseluruhan, dan untuk tahun-tahun kedepan. Kerjasama dalam
pemenuhan stok pangan DKI perlu terus dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Implementasi Roadmap
Pengendalian Inflasi DKI yang telah disepakati perlu terus dilakukan dengan
konsisten, agar arah inflasi sejalan dengan target inflasi nasional. Berbagai
program yang ada harus didukung dengan komitmen yang kuat dari
berbagai pihak agar tercapai kestabilan harga yang sangat dibutuhkan
untuk mendorong pembangunan ekonomi Jakarta secara keseluruhan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 131
Tabel 8.4 Faktor Risiko Perekonomian DKI Jakarta
Jenis Risiko Jalur
Transmisi Probabilitas Keterangan
Kenaikan FFR
yang lebih tinggi
Pertumbuhan
ekonomi Moderat
Meningkatkan
ketidakpastian bagi
pelaku usaha
Inflasi Moderat Mendorong kenaikan
harga barang impor
Review
Kebijakan BBM Inflasi Tinggi
Mendorong kenaikan
harga BBM dan LPG
Meningkatnya
defisit APBN
Pertumbuhan
ekonomi Moderat
Mengurangi belanja
kementerian dan
lembaga di DKI Jakarta
serta penundaan dana
bagi hasil pajak (DBH)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
132
Halaman ini sengaja dikosongkan
TIM PENYUSUN
PENANGGUNG JAWAB
Doni P. Joewono, Fadjar Majardi
KOORDINATOR PENYUSUN
M. Cahyaningtyas
TIM PENULIS
Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans (Dwi Putra Indrawan, Supriyadi Ramdan Winata, Yunie Wijayanti, Febrian Alfetty, dan Widyastanto Nugroho)
KONTRIBUTOR
Fungsi Data dan Statistik Ekonomi dan Keuangan (Dian Wening Tiastuti, Haris Prabowo, Agneis Murdianti, dan Rezky Widiyawati)
Tim Pengembangan Ekonomi (Ambawani Restu Widi, Eka Vitaloka, Tia Fitri Hariyani, Wahyu Ega Nugraha, Yoga Munajat, dan Rizky Utama)
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI DKI JAKARTA
Divisi Advisory, Pengembangan Ekonomi, Layanan dan Administrasi
Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan
Jl. Ir. H. Juanda No. 28, Jakarta Pusat 10120
No. Telp. (021) 3514070, Fax No.(021) 3514061
Softcopy dapat diunduh di
http://bi.go.id/web/id/Publikasi/Ekonomi_Regional/KER/DKIJakarta