kajian ekonomi dan · selain itu kajian/analisis ... el nino dan potensi rawan pangan ... bab iii...
TRANSCRIPT
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan IV - 2015
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi
Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan
KPW BI Provinsi NTT
Jl. Tom Pello No. 2 Kupang NTT
[0380] 832-047 ; fax : [0380] 822-103
www.bi.go.id
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN IV–2015|
ii
Kata Pengantar
Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting
dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter.
Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap
perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank
Indonesia dalam kaitan perumusan kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis
ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan dapat bermanfaat bagi
eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta
stakeholder lainnya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini
mencakup Ekonomi Makro Regional, Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan
dan Sistem Pembayaran, Keuangan Pemerintah, Kesejahteraan serta Prospek
Perekonomian Daerah pada periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan
data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini
dinas/instansi terkait.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan,
oleh karena itu kami mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan
kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun
dalam bentuk saran, kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami
mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat terus
berlanjut di masa yang akan datang.
Kupang, Februari 2016
Kepala Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Naek Tigor Sinaga
Deputi Direktur
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN IV–2015|
iii
Daftar Isi
Halaman Judul ------------------------------------------------------------------------------------------- i
Kata Pengantar ------------------------------------------------------------------------------------------ ii
Daftar Isi -------------------------------------------------------------------------------------------------- iii
Daftar Grafik -------------------------------------------------------------------------------------------- v
Daftar Tabel --------------------------------------------------------------------------------------------- viii
Ringkasan Umum --------------------------------------------------------------------------------------- ix
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur ----------------------------- xii
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1 Kondisi Umum----------------------------------------------------------------------------- 1
1.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Tahun 2015 ------------------------ 1
1.1.2. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Triwulan-IV 2015 ------------------ 2
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan ------------------------------------------ 3
1.2.1. Konsumsi --------------------------------------------------------------------------- 5
1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi --------------------------------- 6
1.2.3. Ekspor dan Impor ---------------------------------------------------------------- 8
1.2.3.1 Ekspor dan Impor Antar Daerah ------------------------------------- 8
1.2.3.2 Ekspor dan Impor Luar Negeri --------------------------------------- 9
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral ------------------------------------------------ 10
1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan -------------------------------- 11
1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial - 14
1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor --- 15
1.3.4. Sektor-Sektor Lainnya ----------------------------------------------------------- 16
BOKS 1. Pembangunan Infrastruktur Utama di NTT -------------------------------- 18
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
2.1. Kondisi Umum ------------------------------------------------------------------------- 23
2.1.1. Inflasi Tahunan ---------------------------------------------------------------- 24
2.1.2. Inflasi Triwulanan ------------------------------------------------------------- 25
2.1.3. Inflasi Bulanan ----------------------------------------------------------------- 25
2.2. Inflasi Berdasarkan Komoditas ------------------------------------------------------ 27
2.2.1. Bahan Makanan --------------------------------------------------------------- 28
2.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan -------------------------- 29
2.2.3. Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar ---------------------------- 30
2.2.4. Komoditas Lainnya ------------------------------------------------------------ 30
2.3. Disagregasi Inflasi NTT ---------------------------------------------------------------- 31
2.3.1 Volatile Foods ------------------------------------------------------------------- 32
2.3.2 Administered Prices ------------------------------------------------------------ 33
2.3.3 Inflasi Inti (Core) ---------------------------------------------------------------- 33
2.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota -------------------------------------------------------- 34
2.4.1 Inflasi Kota Kupang ------------------------------------------------------------ 34
2.4.2 Inflasi Kota Maumere -------------------------------------------------------- 35
2.5. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID ------------------------------------------ 36
BOKS 2. El Nino dan Potensi Rawan Pangan ----------------------------------------- 39
BOKS 3. Perkembangan Peningkatan Produktifitas Pertanian di NTT ----------- 41
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN IV–2015|
iv
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
3.1. Kondisi Umum ------------------------------------------------------------------------- 43
3.2. Perkembangan Kinerja Bank Umum ---------------------------------------------- 46
3.2.1. Aset dan Aktiva Produktif ---------------------------------------------------- 46
3.2.2. Dana Pihak Ketiga ------------------------------------------------------------- 47
3.2.3. Penyaluran Kredit Pembiayaan ---------------------------------------------- 49
3.2.4. Kualitas Kredit ------------------------------------------------------------------ 51
3.2.5. Suku Bunga --------------------------------------------------------------------- 51
3.2.6. Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah -------------------------------- 52
3.3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)---------------------------------- 54
3.4. Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau --------------------------------- 56
3.4.1. Pulau Flores ---------------------------------------------------------------------- 56
3.4.2. Pulau Sumba -------------------------------------------------------------------- 57
3.4.3. Pulau Timor ---------------------------------------------------------------------- 57
3.5. Sistem Pembayaran ------------------------------------------------------------------- 58
3.5.1 Transaksi Non Tunai ------------------------------------------------------------ 58
3.5.1.1. Transaksi Kliring (SKNBI) ------------------------------------------- 58
3.5.1.2. Transaksi RTGS ------------------------------------------------------ 60
3.5.2 Transaksi Tunai ------------------------------------------------------------------ 60
3.5.2.1 Aliran Uang Masuk dan Uang Keluar --------------------------- 60
3.5.2.2 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) ---------------- 61
3.5.2.3 Temuan Uang Palsu (Upal) ----------------------------------------- 61
BAB IV KEUANGAN PEMERINTAH
4.1 Kondisi Umum -------------------------------------------------------------------------- 63
4.2 Pendapatan Daerah -------------------------------------------------------------------- 64
4.3 Belanja Daerah ------------------------------------------------------------------------- 65
BAB V KESEJAHTERAAN DAN KETENAGAKERJAAN
5.1 Kondisi Umum -------------------------------------------------------------------------- 70
5.2 Perkembangan Tingkat Kemiskinan ------------------------------------------------ 70
5.3 Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) --------------------------------- 73
5.3 Perkembangan Sektor Ketenagakerjaan ------------------------------------------ 74
BOKS 4. Permasalahan Sumber Daya Manusia (SDM) di NTT --------------------- 75 ---------------------------------------------------------------------------------------------
BAB VI OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH
6.1 Pertumbuhan Ekonomi ---------------------------------------------------------------- 78
6.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016 --------------------------------- 79
6.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan I-2016 ---------------------------- 79
6.1.2.1 Pertumbuhan Sisi Sektoral ------------------------------------------ 80
6.1.2.2 Pertumbuhan Sisi Penggunaan ------------------------------------ 81
6.2 Inflasi -------------------------------------------------------------------------------------- 82
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN IV–2015|
v
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi
NTT dibandingkan Nasional------ ----------------------------------------- 2
Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT,Bali, NTB & Nasional----- 2
Grafik 1.3 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi
NTT dibandingkan Nasional (triwulanan)------ ------------------------- 3
Grafik 1.4 PDRB & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT,Bali, NTB & Nasional
(triwulanan)----- -------------------------------------------------------------- 3
Grafik 1.5 Indeks Riil Penjualan Eceran Triwulan IV 2015 ------------------------ 5
Grafik 1.6 Pertumbuhan Triwulanan Penjualan Eceran --------------------------- 5
Grafik 1.7 Indeks Tendensi Konsumen ------------------------------------------------ 6
Grafik 1.8 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga ---------------------- 6
Grafik 1.9 Indeks Kegiatan Dunia Usaha --------------------------------------------- 6
Grafik 1.10 Penyaluran Kredit Konsumsi ----------------------------------------------- 6
Grafik 1.11 Realisasi Investasi PMA & PMDN ------------------------------------------ 8
Grafik 1.12 Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT --------------------------------- 8
Grafik 1.13 Perkembangan Kliring ------------------------------------------------------ 8
Grafik 1.14 Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi ---- -------- 8
Grafik 1.15 Perkembangan Peti Kemas------------------------------------------------- 9
Grafik 1.16 Aktivitas Bongkar Muat ----------------------------------------------------- 9
Grafik 1.17 Ekspor Impor Antar Negara ------------------------------------------------ 9
Grafik 1.18 Negara Tujuan Ekspor NTT ------------------------------------------------- 9
Grafik 1.19 Perkembangan Nilai Tukar Petani ---------------------------------------- 12
Grafik 1.20 Pengiriman Ternak ----------------------------------------------------------- 13
Grafik 1.21 Data Pengeluaran Ternak -------------------------------------------------- 13
Grafik 1.22 Perkembangan SKDU Pertanian ------------------------------------------ 13
Grafik 1.23 Perkembangan Kredit Pertanian ------------------------------------------ 13
Grafik 1.24 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah --------------------------------- 15
Grafik 1.25 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan ----------------- 15
Grafik 1.26 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan ---------------------------- 16
Grafik 1.27 Perkembangan Survei Konsumen ---------------------------------------- 16
Grafik 1.28 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan ---------------------------- 16
Grafik 1.29 Perkembangan Tamu Hotel ------------------------------------------------ 17
Grafik 1.30 Perkembangan Penumpang Bandara ------------------------------------ 17
Grafik 2.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional ------------------------------ 24
Grafik 2.2 Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional --------------------------- 24
Grafik 2.3 Perbandingan Inflasi Tahunan di 5 regional di Indonesia ------------ 27
Grafik 2.4 Perbandingan Inflasi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara ------------ 27
Grafik 2.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara
Triwulanan, Tahunan dan Bulanan ---------------------------------------- 28
Grafik 2.6 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub
Kelompok Komoditas -------------------------------------------------------- 28
Grafik 2.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi
dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan ------ 30
Grafik 2.8 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi
dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas -------------------- 30
Grafik 2.9 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan
Bakar secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan ----------------------- 30
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN IV–2015|
vi
Grafik 2.10 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan
Bahan Bakar per Sub Kelompok Komoditas --------------------------- 30
Grafik 2.11 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan
Provinsi Nusa Tenggara Timur --------------------------------------------- 32
Grafik 2.12 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Bulanan
Provinsi Nusa Tenggara Timur --------------------------------------------- 32
Grafik 2.13 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 Bulan ke Depan -------------- 34
Grafik 2.14 Inflasi Tahunan Kota Kupang --------------------------------------------- 35
Grafik 2.15 Inflasi Triwulanan Kota Kupang ------------------------------------------ 35
Grafik 2.16 Inflasi Bulanan Kota Kupang ---------------------------------------------- 35
Grafik 2.17 Inflasi Tahunan Kota Maumere ------------------------------------------ 36
Grafik 2.18 Inflasi Triwulanan Kota Maumere --------------------------------------- 36
Grafik 2.19 Inflasi Bulanan Kota Maumere -------------------------------------------- 36
Grafik 3.1 Perkembangan Kinerja Perbankan ---------------------------------------- 44
Grafik 3.2 Perkembangan LDR & NPL -------------------------------------------------- 44
Grafik 3.3 Perkembangan SKNBI -------------------------------------------------------- 45
Grafik 3.4 Komposisi Aset Berdasarkan Kelompok Bank -------------------------- 47
Grafik 3.5 Share Deposito Berdasarkan Jangka Waktu ----------------------------- 48
Grafik 3.6 DPK Berdasarkan Golongan Nasabah ------------------------------------- 48
Grafik 3.7 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) ----------------------------------- 49
Grafik 3.8 Komposisi DPK ----------------------------------------------------------------- 49
Grafik 3.9 Suku Bunga Simpanan ------------------------------------------------------- 49
Grafik 3.10 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan --------------- 50
Grafik 3.11 Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan --------------------- 50
Grafik 3.12 Lima Sektor Utama Pendorong Kredit ---------------------------------- 50
Grafik 3.13 Perkembangan NPL Berdasarkan Jenis Penggunaan ----------------- 51
Grafik 3.14 Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate --------------------------------- 52
Grafik 3.15 Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga ---------------------- 52
Grafik 3.16 Komposisi Kredit UMKM --------------------------------------------------- 53
Grafik 3.17 Share Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi ------------------- 53
Grafik 3.18 Perkembangan UMKM ----------------------------------------------------- 54
Grafik 3.19 Perkembangan UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan ------------- 54
Grafik 3.20 Komposisi DPK BPR ---------------------------------------------------------- 55
Grafik 3.21 Pertumbuhan DPK BPR ----------------------------------------------------- 55
Grafik 3.22 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi ------------------------------- 55
Grafik 3.23 Share Kredit dan NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi ------------------ 55
Grafik 3.24 Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau ------------- 56
Grafik 3.25 Komposisi DPK di Pulau Flores -------------------------------------------- 57
Grafik 3.26 Komposisi Kredit di Pulau Flores ------------------------------------------ 57
Grafik 3.27 Komposisi DPK di Pulau Sumba ------------------------------------------- 57
Grafik 3.28 Komposisi Kredit di Pulau Sumba ---------------------------------------- 57
Grafik 3.29Komposisi DPK di Pulau Timor --------------------------------------------- 58
Grafik 3.30 Komposisi Kredit di Pulau Timor ------------------------------------------ 58
Grafik 3.31 Perkembangan SKNBI NTT ------------------------------------------------- 59
Grafik 3.32 Perkembangan SKNBI Nasional ------------------------------------------- 59
Grafik 3.33 Perkembangan SKNBI Berdasarkan Kelompok Bank ----------------- 59
Grafik 3.34 Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Volume ------------------------- 60
Grafik 3.35 Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Nominal ------------------------ 60
Grafik 3.36 Perkembangan Transaksi Tunai ------------------------------------------- 61
Grafik 3.37 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow) ------------------- 61
Grafik 3.38 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di NTT --------------- 62
Grafik 3.39 Perkembangan Uang Palsu (UPAL) di NTT ------------------------------ 62
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN IV–2015|
vii
Grafik 4.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur --------------------- 64
Grafik 4.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT 65
Grafik 4.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi
dan Kabupaten/Kota di NTT ------------------------------------------------ 65
Grafik 4.4 Perkembangan Realisasi Belanja -------------------------------------------- 66
Grafik 4.5 Perkembangan Realisasi Belanja Modal----------------------------------- 66
Grafik 4.6 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota
di Provinsi NTT ----------------------------------------------------------------- 67
Grafik 4.7 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD
Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT ---------------------- 68
Grafik 4.8 Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD
Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT ---------------------- 68
Grafik 4.9 Realisasi Belanja dan Belanja Modal Pemerintah Provinsi
dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur --------------- 68
Grafik 4.10 Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota
pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur ------------------ 69
Grafik 5.1 Perbandingan Prosentase Kemiskinan NTT dan Nasional ------------- 71
Grafik 5.2 Sepuluh Provinsi dengan Prosentase Penduduk Miskin Tertinggi --- 71
Grafik 5.3 Prosentase Penduduk Miskin NTT ------------------------------------------ 71
Grafik 5.4 Perkembangan Garis Kemiskinan ------------------------------------------ 72
Grafik 5.5 Sepuluh Peringkat Terendah Garis Kemiskinan ------------------------- 72
Grafik 5.6 Indeks Kedalaman Kemiskinan --------------------------------------------- 73
Grafik 5.7 Indeks Keparahan Kemiskinan ---------------------------------------------- 73
Grafik 5.8 Angka Partisipasi Sekolah ---------------------------------------------------- 74
Grafik 5.9 Angka Partisipasi Murni ------------------------------------------------------ 74
Grafik 5.10 Perkembangan Tenaga Kerja ---------------------------------------------- 74
Grafik 5.11 Produktivitas Industri Besar Sedang -------------------------------------- 74
Grafik Boks 4.1 Porsi Tenaga Kerja ------------------------------------------------------ 75
Grafik Boks 4.2 Perkembangan Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah ------- 75
Grafik Boks 4.3 Porsi Pendidikan Tenaga Kerja --------------------------------------- 76
Grafik Boks 4.4 Pangsa Tenaga Kerja Menurut Tingkat Pendidikan ------------- 76
Grafik Boks 4.5 Produktivitas Tenaga Kerja di Indonesia --------------------------- 76
Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT tahun 2016 ---------- 79
Grafik 6.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Tw I-2016 ------------ 79
Grafik 6.3. Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan ---------------------------- 81
Grafik 6.4. Indeks Tendensi Konsumen ------------------------------------------------ 82
Grafik 6.5. Perkembangan Inflasi NTT -------------------------------------------------- 83
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN IV–2015|
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Tw-III 2015 ----------- 4
Tabel 1.2 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Tw-III 2015 ------- 11
Tabel 2.1 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT -------------- 25
Tabel 2.2 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT ------------- 26
Tabel 2.3 Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas ----------- 28
Tabel 2.4 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas --------- 35
Tabel 2.5 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas ------- 36
Tabel 3.1 Perkembangan BI-RTGS ----------------------------------------------------- 45
Tabel 3.2 Perkembangan Kinerja BPR ------------------------------------------------- 54
Tabel 4.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten /Kota
di Provinsi NTT ----------------------------------------------------------------- 67
Tabel 4.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah
Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT ------------------ 69
Tabel Boks 4.1 Persentase Jumlah Fasilitas Kesehatan dan Penduduk ----------- 76
DAFTAR GAMBAR
Gambar Boks 1.1 Ringkasan Pembangunan Infrastruktur Utama di NTT ------- 18
Gambar Boks 1.2 Bandara dan Jalur Penerbangan Pesawat di NTT -------------- 19
Gambar Boks 1.3 Alur Pelayaran dan Distribusi Barang di NTT ------------------- 20
Gambar Boks 1.4 Pembangunan Sumber Daya Air (Waduk) di NTT ------------- 20
` Gambar 2.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan III 2015
dan Sebaran Pembentukan TPID ---------------------------------------- 37
Gambar Boks 2.1 Peta Daerah dengan Potensi Kerusakan Tanam Posisi
Januari 2016 ----------------------------------------------------------- 39
Gambar Boks 3.1 Empat Komponen dalam Peningkatan Produksi Tanaman
Pangan ------------------------------------------------------------------ 41
Gambar 6.1 Perkiraan Curah Hujan Bulan Februari -- ------------------------------ 80
Gambar 6.2 Perkiraan Curah Hujan Bulan Maret ----------------------------------- 80
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN IV–2015|
ix
Ringkasan Umum
KER Provinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan IV-2015
EKONOMI MAKRO REGIONAL
Produk Domestik Bruto (PDRB) NTT pada tahun 2015 sebesar Rp 76,43 triliun
(harga berlaku) dengan tingkat pertumbuhan ekonomi NTT sebesar 5,02% (yoy)
cenderung lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan
ekonomi NTT terutama didorong oleh Investasi/Pembentukan Modal Tetap Bruto sebesar
17,2% (yoy). Dari sisi sektoral, sektor Administrasi Pemerintahan menjadi pendorong
pertumbuhan yang disebabkan oleh peningkatan realisasi dana hibah dan dana desa.
Sementara itu, sektor perdagangan besar dan eceran menjadi pendorong lainnya.
Sementara itu, PDRB NTT pada triwulan-IV mencapai Rp 20,37 triliun dengan
pertumbuhan 5,13% (yoy) sedikit melambat dibandingkan triwulan-III yang sebesar
5,15% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan didorong konsumsi pemerintah yang
ditopang peningkatan realisasi belanja pemerintah dan PMTB/Investasi pada triwulan-IV.
Namun, tingginya impor daerah masih menjadi penghambat utama pertumbuhan yang
lebih tinggi. Sementara dari sisi sektoral, peningkatan belanja dan investasi pemerintah
juga tercermin dari tingginya pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan dan
konstruksi. Sementara itu, adanya momen natal dan tahun baru turut mendorong sektor
Perdagangan Besar dan Eceran.
INFLASI REGIONAL
Inflasi Provinsi NTT pada triwulan IV 2015 mengalami kenaikan signifikan terutama
disebabkan oleh tingginya inflasi bulan Desember yang mencapai 2,46%, lebih besar
dibanding total inflasi NTT bulan Januari November 2015 yang sebesar 2,40%.
Tingginya inflasi terutama disebabkan oleh tingginya kenaikan harga bahan makanan
seiring dengan tingginya permintaan pada saat hari raya Natal dan tahun baru serta
tambahan permintaan selama puncak perayaan hari kesetiakawanan nasional dan natal
bersama nasional yang dipusatkan di Kota Kupang. Kinerja inflasi yang sangat baik
hingga bulan September 2015 tidak dapat bertahan seiring dengan peningkatan yang
cukup besar di triwulan IV 2015. Secara tahunan, inflasi Provinsi NTT sebesar 4,92%,
lebih besar dibanding nasional yang hanya sebesar 3,35%.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN IV–2015|
x
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Kinerja perbankan NTT pada triwulan IV 2015 menunjukkan perlambatan yang
tercermin dari beberapa indikator perbankan, diantaranya Aset yang hanya tumbuh
sebesar 11,90% (yoy) lebih rendah dari Triwulan III yang mencapai 20,90% (yoy).
Penghimpunan Dana Pihak ketiga juga mengalami perlambatan dari 18,35 % (yoy) di
menjadi 16,89% (yoy). Selain itu, indikator Kredit juga menunjukkan perlambatan
sebesar 14,04% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang mencapai 14,33% (yoy). Di sisi lain,
Rasio kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) Gross perbankan di Provinsi NTT
pada Triwulan IV mengalami penurunan dari 2,00% (Tw III) menjadi 1,60%.
Secara umum perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada Triwulan IV
2015 menunjukkan peningkatan yang signifikan. Sistem Pembayaran Tunai mengalami
net-outflow sebesar Rp.2,07 triliun atau 217,19% (yoy), sementara itu sistem
pembayaran non tunai, diantaranya Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
meningkat sebesar 152,50% (yoy). Di sisi lain, transaksi BI-RTGS sampai dengan
November 2015 mengalami net transaksi keluar NTT sebesar Rp.3.787,87 miliar atau
tumbuh -143,06% (yoy).
KEUANGAN PEMERINTAH
Di akhir tahun 2015, pagu anggaran belanja Pemerintah (Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota) di Provinsi NTT mencapai Rp 34,5 triliun atau meningkat Rp 2,44 triliun
(7,6%) dibandingkan triwulan-III 2015. Peningkatan tertinggi berasal dari alokasi APBD
Kabupaten/Kota yang meningkat mencapai Rp 1,9 triliun Sementara itu, realisasi belanja
pemerintah hingga akhir tahun 2015 mencapai 85,4% (Rp 29,47 triliun) dengan realisasi
tertinggi pada Pemerintah Provinsi (95,4%). Di sisi lain, realisasi belanja modal mencapai
83,5% atau Rp 9,28 triliun dari total pagu sebesar Rp 11,1 triliun. Belanja modal
tertinggi terutama dipergunakan bagi pembangunan bendungan, jaringan irigasi dan
pembangunan/pelebaran jalan terutama di kawasan perbatasan. Dari sisi pendapatan,
realisasi hingga akhir tahun 2015 mencapai 105,46% atau Rp 22,09 triliun dari total
rencana target Rp 20,95 triliun. Peningkatan pendapatan terbesar diperoleh Pemerintah
Pusat melalui pendapatan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai.
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kondisi kesejahteraan masyarakat NTT menunjukkan perbaikan yang terlihat dari
adanya penurunan presentase penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT
pada bulan September 2015 adalah sebesar 1.160,53 ribu orang atau meningkat sebesar
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN IV–2015|
xi
690 orang dibandingkan bulan Maret 2015 yang sebesar 1.159,84 ribu orang. Namun
persentase penduduk miskin cenderung mengalami penurunan dari 22,61% (Maret
2015) menjadi 22,58% (September 2015). Adanya pembangunan proyek-proyek
pemerintah dan swasta diperkirakan turut mendorong pembukaan lapangan kerja yang
meningkatkan pendapatan masyarakat NTT. Sementara itu, Angka Partisipasi Sekolah
(APS) di NTT cenderung mengalami peningkatan. APS untuk kelompok umur 7-12 tahun
pada tahun 2014 mencapai 98% meningkat dibandingkan 2013 yang sebesar 92,3%,
sementara kelompok umur 13-15 tahun mencapai 94,3%, sedangkan untuk kelompok
16-18 tahun mencapai 74%.
PROSPEK PEREKONOMIAN
Pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih berada
pada tingkat moderat dengan rentang antara 5,1-5,5% (yoy). Pertumbuhan investasi dan
alokasi anggaran pemerintah diperkirakan masih menjadi pendorong utama
pertumbuhan ekonomi NTT. Sementara itu, kinerja perekonomian pada triwulan-I 2016
diperkirakan melambat pada rentang 4,5-4,9% (yoy) seiring perlambatan kegiatan
pemerintah, belum tibanya musim panen padi, tekanan El Nino dan penurunan konsumsi
masyarakat paska libur sekolah dan natal.
Di sisi lain, inflasi tahun 2016 diperkirakan sedikit menurun pada kisaran 4,3-
4,7% (yoy) dan masih berada pada rentang target Bank Indonesia sebesar 4±1% (yoy).
Tekanan inflasi pada tahun 2016 diperkirakan berasal dari komoditas bahan makanan
(volatile food), terhambatnya musim tanam padi karena dampak El Nino dan fluktuasi
harga tiket pesawat. Sementara itu, tekanan inflasi pada triwulan-I 2016 diperkirakan
berada pada rentang 5,9 - 6,3% (yoy) sebagai dampak pernurunan harga BBM pada
periode yang sama tahun 2014 dan masih dipengaruhi oleh tingginya harga komoditas
daging ayam dan semen, serta pengaruh cuaca yang mendorong peningkatan harga ikan
segar dan bumbu-bumbuan.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN IV–2015|
xii
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur
I. EKONOMI MAKRO REGIONAL
2015 2014
%yoy*) IV III IV % qtq**) %yoy***)
Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) 68,598.5 76,432.5 5.02 18,055.2 20,021.6 20,371.2 0.20 5.13
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 20,447.4 22,665.7 2.93 5,042.8 6,039.3 5,545.2 -9.04 2.59
Pertambangan dan Penggalian 1,070.3 1,307.6 6.42 305.6 350.6 358.9 0.50 8.53
Industri Pengolahan 843.7 940.9 5.23 231.6 243.5 259.3 5.53 5.57
Pengadaan Listrik dan Gas 31.8 40.0 10.19 9.7 9.2 12.5 9.83 4.37
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 45.5 47.2 2.07 11.9 12.3 12.3 -1.20 0.48
Konstruksi 7,096.0 7,908.2 5.22 1,907.5 2,051.7 2,244.0 3.57 7.34
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,296.7 8,274.0 6.09 1,905.3 2,176.8 2,219.1 0.97 7.59
Transportasi dan Pergudangan 3,566.9 3,976.0 5.49 974.6 1,014.8 1,101.5 6.42 5.07
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 422.4 487.1 6.17 116.8 127.3 137.0 5.90 8.60
Informasi dan Komunikasi 5,134.4 5,477.4 7.14 1,337.5 1,416.9 1,462.3 2.43 7.65
Jasa Keuangan dan Asuransi 2,698.9 2,995.5 5.76 715.9 781.3 799.2 2.06 6.00
Real Estate 1,860.9 2,054.3 3.85 496.4 539.7 550.9 0.43 3.83
Jasa Perusahaan 210.9 235.5 4.61 55.8 61.3 62.3 0.22 4.91
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 8,392.7 9,399.6 7.09 2,278.5 2,461.3 2,653.4 6.13 7.79
Jasa Pendidikan 6,568.2 7,367.7 4.85 1,880.4 1,904.1 2,079.8 7.52 0.67
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,414.6 1,616.4 5.52 394.6 413.7 444.9 6.21 4.73
Jasa lainnya 1,497.0 1,639.5 3.72 390.4 417.8 428.6 1.07 3.34
Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) 68,598.5 76,432.5 5.02 18,055.2 20,021.6 20,371.2 0.20 5.13
1. Konsumsi Rumah Tangga 50,952.8 56,027.9 6.33 13,460.9 14,448.8 15,532.8 3.53 4.77
2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT) 2,323.8 2,539.4 4.49 580.7 671.5 727.6 7.03 20.92
3. Konsumsi Pemerintah 20,592.3 23,705.4 7.97 5,809.0 7,655.1 8,049.6 2.85 26.43
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 26,693.0 32,505.8 17.19 8,070.4 8,467.2 9,043.3 4.27 5.72
5. Perubahan Inventori 1,024.3 967.6 -15.22 277.4 417.2 352.4 -17.81 13.05
6. Ekspor Luar Negeri 1,382.3 1,608.8 19.99 391.7 506.8 359.9 -32.38 -7.95
7. Impor Luar Negeri 527.2 261.5 -54.99 215.6 60.2 72.6 27.32 -70.28
8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor) -33,842.9 -40,660.9 18.66 -10,319.2 -12,084.8 -13,621.8 6.67 17.57
Data Ekspor Impor di Provinsi NTT
Ekspor
Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD) 18,410 24,018 30.46 4,722 6,249 6,616 5.88 40.12
Volume Ekspor Nonmigas (ton) 61,410 83,016 35.18 13,620 27,364 26,423 -3.44 94.00
Impor
Nilai Impor Nonmigas (ribu USD) 26,013 5,352 -79.43 11,736 93 1,439 1454.17 -87.74
Volume Impor Nonmigas (ton) 76,708 3,042 -96.03 10,626 511 760 48.93 -92.85
Ket: Dalam Rp Miliar
*) Total Pertumbuhan 2015 dibandingkan 2014
**) Pertumbuhan Q4 2015 dibandingkan Q3 2015
***) Pertumbuhan Q4 2015 dibandingkan Q4 2014
****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan
INDIKATOR 2014 20152015
II. INFLASI
I II III IV I II III IV I II III IV
Indeks Harga Konsumen
NTT 104.41 104.78 108.66 110.58 112.52 113.27 113.15 119.15 118.59 120.07 120.78 125.02
- Kota Kupang 104.56 104.91 108.85 110.84 112.91 113.63 113.50 120.06 119.47 121.09 121.54 126.15
- Maumere 103.39 103.96 107.42 108.85 110.00 110.93 110.85 113.20 112.81 113.42 115.77 117.60
Laju Inflasi Tahunan (yoy %)
NTT 7.11 5.26 8.29 8.41 7.78 8.10 4.13 7.76 5.39 6.01 6.74 4.92
- Kota Kupang 7.06 5.56 8.88 8.84 7.99 8.31 4.27 8.32 5.81 6.57 7.08 5.07
- Maumere 7.38 3.73 5.32 6.24 6.39 6.70 3.19 4.00 2.55 2.24 4.44 3.89
2014 2015INDIKATOR
2013
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN IV–2015|
xiii
II. PERBANKAN
I II III IV I II III IV I II III IV
A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)
1. Total Aset 22,434 25,600 21,017 21,291 22,055 22,434 23,316 26,398 27,114 25,600 29,877 32,778 32,750 28,602
2. DPK 16,402 18,571 15,351 15,836 15,923 16,402 17,078 18,791 19,092 18,571 19,798 21,764 22,341 21,478
- Giro 2,917 3,717 3,781 3,999 3,903 2,917 4,137 5,516 5,091 3,717 5,474 6,379 6,537 4,372
- Tabungan 9,933 10,385 7,575 7,751 8,029 9,933 8,577 8,568 9,041 10,385 9,092 9,149 9,644 11,933
- Deposito 3,552 4,469 3,995 4,087 3,990 3,552 4,363 4,707 4,960 4,469 5,232 6,236 6,159 5,173
3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek 15,624 17,759 13,546 14,528 15,276 15,624 15,756 16,652 17,220 17,759 16,907 17,845 18,552 20,284
- Modal Kerja 4,447 5,316 3,480 3,949 4,269 4,447 4,439 4,881 5,122 5,316 5,011 5,392 5,618 6,110
- Investasi 1,412 1,537 1,141 1,270 1,358 1,412 1,344 1,444 1,444 1,537 1,260 1,303 1,286 1,650
- Konsumsi 9,765 10,905 8,925 9,309 9,649 9,765 9,972 10,326 10,654 10,905 10,636 11,150 11,648 12,524
4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 14,918 17,094 12,844 13,862 14,568 14,918 15,071 15,947 16,532 17,094 17,226 18,198 18,897 19,483
- Modal Kerja 4,340 5,252 3,439 3,889 4,172 4,340 4,322 4,742 5,008 5,252 5,218 5,626 5,848 5,917
- Investasi 1,150 1,309 831 1,008 1,095 1,150 1,115 1,201 1,235 1,309 1,318 1,359 1,338 1,381
- Konsumsi 9,427 10,534 8,574 8,965 9,301 9,427 9,634 10,004 10,289 10,534 10,690 11,212 11,710 12,185
LDR (%) 91.0% 92.0% 83.7% 87.5% 91.5% 91.0% 88.3% 84.9% 86.6% 92.0% 87.0% 83.6% 84.6% 90.7%
Kredit UMKM 4,007 5,162 3,294 3,741 3,889 4,007 4,185 4,753 5,000 5,162 5,234 5,611 5,996 6,075
B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)
Total Aset 337 415 254 263 303 337 343 355 374 415 437 454 482 510
Dana Pihak Ketiga 248 309 182 184 211 248 250 257 275 309 311 331 353 381
Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 256 319 181 212 242 256 270 294 306 319 330 349 354 366
LDR (%) 84.3% 79.4% 81.4% 84.6% 83.9% 84.3% 82.6% 85.6% 84.1% 79.40% 80.5% 82.4% 80.5% 76.7%
1. Total Aset 22,771 26,016 21,271 21,555 22,357 22,771 23,660 26,753 27,487 26,016 30,314 33,232 33,232 29,112
2. Dana Pihak Ketiga 16,649 18,880 15,533 16,020 16,134 16,649 17,328 19,048 19,367 18,880 20,109 22,095 22,694 21,859
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 15,174 17,413 13,025 14,074 14,810 15,174 15,341 16,241 16,838 17,413 17,556 18,547 19,250 19,849
D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total
1. Total Aset (%) 1.5% 1.6% 1.2% 1.2% 1.4% 1.5% 1.5% 1.3% 1.4% 1.6% 1.4% 1.4% 1.4% 1.8%
2. Dana Pihak Ketiga (%) 1.5% 1.6% 1.2% 1.1% 1.3% 1.5% 1.4% 1.4% 1.4% 1.6% 1.5% 1.5% 1.6% 1.7%
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%) 1.7% 1.8% 1.4% 1.5% 1.6% 1.7% 1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.9% 1.9% 1.8% 1.8%
III. SISTEM PEMBAYARAN
I II III IV I II III IV I II III IV
Transaksi Tunai
Inflow (Rp. Triliun) 3.2 3.4 1.4 0.6 0.8 0.4 1.4 0.7 0.8 0.5 1.8 0.5 0.8 0.3
Outflow (Rp. Triliun) 4.7 4.6 0.4 1.0 1.4 1.9 0.3 0.8 1.3 2.1 0.4 0.9 1.7 1.0
Uang Palsu (lembar) 37 72 8 7 15 7 14 11 39 8 27 966 52 53
Transaksi Non Tunai
BI-RTGS
To NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) 80.03 93 13.31 22.75 17.78 26.20 14.18 13.05 29.84 35.63 34.61 43.75 41.55 10.58
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) 29,516 33,747 5,687 6,142 8,209 9,478 7,809 7,868 8,776 9,294 5,984 6,086 5,877 2,690
From NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) 91 89 22.69 21.88 20.72 25.50 17.19 20.60 24.09 26.83 31.69 40.04 33.54 14.36
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) 46,994 42,931 9,704 9,333 12,630 15,327 10,696 10,475 10,707 11,053 6,013 6567 6,812 3,692
Net To-From NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) -11 4 -9.38 0.87 -2.94 0.70 -3.00 -7.54 5.75 8.80 2.92 -3.71 8.02 -3.79
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) -17,478 -9,184 -4,017 -3,191 -4,421 -5,849 -2,887 -2,607 -1,931 -1,759 -29 -481 -935 -1,002
Kliring
Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun) 3.13 3.79 0.66 0.70 0.81 0.96 0.84 0.85 0.91 1.19 0.99 0.93 1.38 3.0
Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat) 139,007 152,284 31,839 32,715 34,848 39,605 34,677 36,188 37,809 43,610 39,971 40,708 48,453 72,843
Cek/BG Kosong 948 897 213 251 ` 256 179 175 276 267 300 254 342 307
*) RTGS Triwulan IV sampai dengan November 2015
2015
2014 2015
C. Grand Total (A+B) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)
INDIKATOR2013
2013 2014
20132014
2014INDIKATOR2013
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 1
EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2015 mengalami pertumbuhan
yang moderat namun cenderung melambat dibandingkan tahun 2015. Pendorong
utama pertumbuhan di tahun 2015 adalah Investasi/Pembentukan Modal Tetap
Bruto yang meningkat 17,2% (yoy). Dari sisi sektoral, pertumbuhan terutama
didorong sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib,
serta Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor.
Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT tahun 2015 mencapai
5,02% (yoy) cenderung melambat dibandingkan tahun 2014 yang sebesar
5,05% (yoy), namun masih lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar
4,79% (yoy).
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi NTT triwulan IV mencatat angka 5,13%
(yoy) yang juga didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan, sektor
Perdagangan Besar dan Eceran serta sektor Konstruksi.
1.1 Kondisi Umum
1.1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT tahun 2015
PDRB NTT pada tahun 2015 mencapai Rp 76,43 triliun (harga berlaku).
Sepanjang tahun 2015, pertumbuhan ekonomi NTT tercatat sebesar 5,02% (yoy)
cenderung melambat dibandingkan 2014 yang sebesar 5,05% (yoy). Namun, masih
lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan ekonomi
tahun 2015 terutama didorong oleh Investasi/Pembentukan Modal Tetap Bruto sebesar
17,2% (yoy). Banyaknya investasi pemerintah di NTT menjadi salah satu pendorong
yang terindikasi dari peningkatan realisasi belanja modal sebesar 52,4% (yoy) atau
meningkat sebesar Rp 3,2 triliun di tahun 2015. Dari sisi sektoral, sektor Administrasi
Pemerintahan menjadi pendorong yang disebabkan oleh peningkatan realisasi dana
hibah dan dana desa. Sementara itu, sektor perdagangan besar dan eceran menjadi
pendorong lainnya yang terutama terjadi pada triwulan IV seiring perayaan natal dan
tahun baru. Di sisi lain, sektor Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan yang merupakan
pangsa utama perekonomian di NTT (29,7%) mengalami perlambatan dari 3,59% (yoy)
pada tahun 2014 menjadi 2,93% (yoy) pada tahun 2015. Faktor kekeringan dan
adanya serangan hama diperkirakan turut menjadi penyebab terhambatnya produksi
beberapa komoditas perkebunan dan pertanian, seperti jambu mete, kakao, padi dan
jagung.
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 2
Dari sisi spasial, pertumbuhan ekonomi NTT cenderung masih lebih rendah
apabila dibandingkan Provinsi lainnya yang berada pada koridor Bali dan Nusa
Tenggara. Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi
sebesar 21,24%(yoy) yang didorong oleh relaksasi ekspor barang tambang pada tahun
2015. Sementara itu, pertumbuhan Provinsi Bali mencapai 6,04% (yoy) yang masih
ditopang oleh sektor penyediaan akomodasi dan makan minum.
Grafik 1.1. PDRB (ADHB) dan Pertumbuhan
PDRB Tahunan Provinsi NTT dibanding Nasional
Grafik 1.2. PDRB dan Pertumbuhan PDRB
Provinsi NTT, Bali, NTB dan Nasional
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
1.1.2 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Triwulan-IV 2015
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan-IV
mencapai Rp 20,37 triliun dengan pertumbuhan 5,13% (yoy) sedikit melambat
dibandingkan triwulan-III yang sebesar 5,15% (yoy). Dari sisi penggunaan,
pertumbuhan didorong konsumsi pemerintah yang ditopang peningkatan realisasi
belanja pemerintah dan PMTB/Investasi pada triwulan-IV. Namun, tingginya impor
daerah masih menjadi penghambat utama pertumbuhan yang lebih tinggi. Sementara
dari sisi sektoral, peningkatan belanja dan investasi pemerintah juga tercermin dari
tingginya pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan dan konstruksi. Sementara
itu, adanya momen natal dan tahun baru turut mendorong sektor Perdagangan Besar
dan Eceran.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT sebesar 5,13% (yoy) pada triwulan IV-
2015 cenderung lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 5,04% (yoy).
Namun, apabila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali sebesar
5,96% (yoy) dan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sebesar 11,98% (yoy),
pertumbuhan ekonomi NTT cenderung masih lebih rendah. Pertumbuhan ekonomi NTB
sendiri pada triwulan IV masih didorong oleh relaksasi ekspor bijih logam PT. Newmont
Nusa Tenggara (NNT). Sementara itu, pertumbuhan ekonomi bali ditunjang oleh
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 3
penyediaan akomodasi dan makan minum. Masa liburan natal, tahun baru dan liburan
sekolah dipekirakan masih menjadi pendorong sektor unggulan Bali tersebut di akhir
tahun.
Grafik 1.3. PDRB (ADHB) dan Pertumbuhan
PDRB Tahunan Provinsi NTT dibanding Nasional
(Triwulanan)
Grafik 1.4. PDRB dan Pertumbuhan PDRB
Provinsi NTT, Bali, NTB dan Nasional
(Triwulanan)
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT tumbuh di atas Prov
NTB, namun berada dibawah Prov Bali. Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada
triwulan IV 2015 sebesar 0,20% (qtq), masih dibawah pertumbuhan ekonomi Provinsi
Bali yang sebesar 1,38% (qtq), namun masih diatas Provinsi NTB yang menurun sebesar
-8,76% (qtq). Tumbuhnya ekonomi Bali ditopang oleh tibanya musim panen pertanian,
walaupun sektor penyediaan akomodasi dan makan minum cenderung melambat
karena puncak kunjungan wisatawan yang biasa terjadi pada triwulan III. Sementara
itu, menurunnya produksi PT. Newmont Nusa Tenggara menjadi penyebab kontraksinya
ekonomi NTB secara triwulanan.
Dorongan perekonomian NTB terutama berasal dari sektor industri pengolahan
seiring peningkatan produksi industri pengolahan tembakau. Sementara pertumbuhan
ekonomi NTT lebih disebabkan olah sektor Administrasi Pemerintahan seiring adanya
realisasi gaji ke-13 Pegawai Negeri Sipil.
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
Pada tahun 2015 secara tahunan kinerja Investasi/PMTB serta konsumsi
rumah tangga menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di NTT. Investasi/PMTB
tercatat tumbuh sebesar 7,9% (yoy) atau secara nominal meningkat sebesar Rp 5,8
triliun. Peningkatan ini diperkirakan terjadi akibat dorongan investasi pemerintah
melalui pembangunan bendungan, sarana irigasi, perbaikan bandara, rehabilitasi dan
pembangunan jalan serta rehabilitasi Pelabuhan. Pertumbuhan juga terjadi pada sektor
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 4
konsumsi rumah tangga yang mencatat pertumbuhan sebesar 6,3% (yoy) yang
didorong oleh peningkatan konsumsi masyarakat terutama pada akhir tahun seiring
perayaan natal dan tahun baru. Namun, peningkatan tersebut tereduksi oleh tingginya
pertumbuhan impor antar daerah yang sebesar 18,7% (yoy). Tingginya impor tersebut
diperkirakan terjadi sebagai konsekuansi tingginya kebutuhan bahan baku bangunan
untuk kegiatan proyek dan investasi dari daerah lain. Selain itu kebutuhan pangan
(beras dan bahan makanan lainnya) yang masih bergantung dari daerah lain juga
menjadi penyebab.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV terutama didorong
oleh peningkatan konsumsi pemerintah yang mencapai 26,4% (yoy). Selain itu
kinerja investasi/PMTB tercatat cukup baik sebesar 5,7% (yoy). Namun, adanya
perayaan natal dan tahun baru serta peningkatan kegiatan proyek di akhir tahun juga
mendorong pertumbuhan impor antar daerah yang mencapai 17,6%, sehingga
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi masih terhambat.
Secara triwulanan, kinerja perekonomian NTT mengalami perlambatan
sebesar 0,20%(qtq). Komponen PMTB/Investasi mengalami pertumbuhan sebesar
4,27% (qtq) dan menjadi yang tertinggi dibandingkan komponen utama lainnya.
Komponen lainnya yang tumbuh adalah konsumsi rumah tangga sebesar 3,53% (qtq).
Kegiatan proyek-proyek pemerintah di akhir tahun menjadi penyebab tumbuhnya
investasi/PMTB, sementara konsumsi rumah tangga ditunjang oleh perayaan natal dan
tahun baru, selain juga adanya momen perayaan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional
(HKSN) dan Perayaan Natal Bersama di kota kupang yang turut mendorong konsumsi
masyarakat. Namun faktor-faktor tersebut masih terhambat oleh pertumbuhan net
impor antar daerah yang tumbuh 6,67% (qtq).
Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan IV-2015
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
2014
2014 2015 Tw IV Tw III Tw IV
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 50,952,750 56,027,892 13,460,895 14,448,773 15,532,810 76.2 3.53 4.77
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2,323,762 2,539,408 580,680 671,518 727,600 3.6 7.03 20.92
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 20,592,320 23,705,393 5,808,979 7,655,085 8,049,633 39.5 2.85 26.43
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 26,693,029 32,505,797 8,070,387 8,467,247 9,043,274 44.4 4.27 5.72
5. Perubahan Inventori 1,024,332 967,562 277,382 417,152 352,370 1.7 -17.81 13.05
6. Ekspor Luar Negeri 1,382,328 1,608,842 391,673 506,776 359,881 1.8 -32.38 -7.95
7. Impor Luar Negeri 527,152 261,549 215,560 60,163 72,579 0.4 27.32 -70.28
8. Net Ekspor Antar Daerah (33,842,869) (40,660,869) (10,319,232) (12,084,768) (13,621,813) -66.9 6.67 17.57
P D R B 68,598,500 76,432,477 18,055,203 20,021,620 20,371,177 100.0 0.20 5.13
UraianYOY 2015
Bobot yoyqtq
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 5
1.2.1 Konsumsi
Pengeluaran konsumsi pada triwulan IV menunjukkan peningkatan cukup
tinggi sebesar 11,2% (yoy). Peningkatan tersebut terutama didorong oleh
pertumbuhan konsumsi pemerintah hingga 26,4 (yoy) yang terutama didorong oleh
peningkatan belanja pegawai serta barang dan jasa di akhir tahun. Selain itu, adanya
peningkatan realisasi anggaran bantuan keuangan seiring pelaksanaan Pilkada di 9
(sembilan) Kabupaten/Kota, yaitu Kab. Belu, Kab. Malaka, Kab. Manggarai Barat, Kab.
Sumba Timur, Kab. Manggarai, Kab. Ngada, Kab. Sumba Barat, Kab. Timor Tengah
Utara (TTU) dan Kab. Sabu Raijua. Adanya penyaluran dana desa juga turut membantu
peningkatan konsumsi pemerintah di akhir tahun.
Konsumsi rumah tangga pada triwulan-IV juga menunjukkan pertumbuhan
secara tahunan sebesar 4,7% (yoy) dan secara triwulan sebesar 3,53% (qtq).
Adanya momen natal dan tahun baru serta masuknya liburan sekolah turut menopang
pertumbuhan konsumsi rumah tangga di akhir tahun. Pertumbuhan tersebut juga
terindikasi dari peningkatan angka indeks penjualan riil pada Survei Penjualan Eceran -
Bank Indonesia. Peningkatan penjualan pada triwulan IV juga terlihat dari pertumbuhan
penjualan eceran terutama pada kelompok perlengkapan rumah tangga, pakaian dan
perlengkapannya serta makanan dan tembakau. Sementara itu, penjualan bahan
konstruksi menunjukkan penurunan yang diperkirakan terjadi akibat keterbatasan
pasokan semen yang dapat dijual pedagang sebagai komoditas utama bagi kegiatan
pembangunan.
Grafik 1.5. Indeks Penjualan Riil Eceran
Tw IV 2015
Grafik 1.6. Pertumbuhan Triwulanan Penjualan
Eceran
Sumber : SPE Bank Indonesia, diolah
Sumber : SPE Bank Indonesia, diolah
Peningkatan konsumsi masyarakat juga telihat dari Indeks Tendensi
Konsumen (ITK) yang menunjukkan peningkatan. Tingkat kepercayaan masyarakat
yang ditunjukkan oleh ITK juga mengalami peningkatan seiring pertumbuhan konsumsi
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 6
rumah tangga. Sementara itu, konsumsi listrik rumah tangga pada triwulan-IV 2015
mengalami peningkatan sebesar 5,9% (yoy) atau 7,9% (qtq) yang diperkirakan
didorong pula oleh kebutuhan yang cukup tinggi untuk perayaan natal dan tahun baru
serta adanya dua even berskala nasional di kota Kupang, yaitu Perayaan Hari
Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) dan Natal Bersama pada bulan Desember 2015.
Di sisi lain, Indeks Kegiatan Usaha dari hasil Survei Bank Indonesia menunjukkan adanya
peningkatan untuk indikator kegiatan usaha dan tenaga kerja yang sesuai dengan
pertumbuhan positif konsumsi rumah tangga. Sementara dari indikator perbankan
penyaluran kredit konsumsi pada triwulan IV mencapai Rp 12,3 triliuan atau tumbuh
positif sebesar 4% (qtq) dan secara tahunan tumbuh sebesar 15,6% (yoy).
Grafik 1.7. Indeks Tendensi Konsumen Grafik 1.8. Perkembangan Konsumsi Listrik
Rumah Tangga
Sumber : BPS, diolah
Sumber : PT PLN, diolah
Grafik 1.9. Indeks Kegiatan Dunia Usaha Grafik 1.10. Penyaluran Kredit Konsumsi
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga
(LNPRT) menunjukkan adanya peningkatan yang cukup tinggi sebesar 20,9% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2014 (1,7%-yoy). Peningkatan
konsumsi lembaga non profit diperkirakan didorong oleh adanya penyelenggaraan
pemilu serentak di 9 Kabupaten di Provinsi NTT. Pembentukan tim sukses dan lembaga
independen pengawas pemilu menjadi beberapa hal yang mendorong peningkatan
konsumsi LNPRT.
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 7
1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi
Pertumbuhan investasi/PMTB di NTT pada triwulan IV-2015 mengalami
kenaikan sebesar 5,7% (yoy) yang diperkirakan berasal dari investasi Pemerintah.
Dari data realisasi belanja modal pemerintah, terjadi peningkatan cukup signifikan dari
Rp 2,9 triliun (triwulan III) menjadi Rp 9,3 triliun (triwulan IV). Peningkatan terutama
berasal dari realisasi belanja modal APBN yang meningkat sekitar Rp 3,4 triliun pada
rentang triwulan III dan triwulan IV. Peningkatan belanja APBN diperkirakan didorong
pula oleh penyelesaian pembayaran untuk beberapa proyek besar yang ada di NTT,
diantaranya pembangunan bendungan, pembangunan jaringan irigasi,
rehabilitasi/pembangunan jalan dan jembatan, serta peningkatan kapasitas bandara
dan pelabuhan. Selain itu, telah pula dilakukan groundbreaking pembangunan Waduk
Rotiklot di Kab. Belu oleh Presiden Jokowi dan proyek swasta berupa pembangunan
Independent Power Plant (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Surya dengan kapasitas 5
MWp di Desa Oelpuah, Kec. Kupang Tengah, Kab. Kupang dengan total investasi USD
11,2 Juta pada akhir Desember 2015. Proyek lainnya adalah pembangunan gedung
pemerintahan (Kantor Gubernur NTT) dan proyek-proyek swasta, seperti pembangunan
area perbelanjaan.
Peningkatan investasi juga terlihat dari data realisasi investasi BKPM dan
Penjualan Semen. Berdasarkan data BKPM, pada triwulan-IV 2015 telah terealisasi
Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar US$ 31,34 juta atau meningkat 307% (yoy)
dibandingkan periode yang sama tahun 2014. Peningkatan juga terlihat dari
Penanaman Modal Dalam Negeri yang menunjukkan realisasi hingga Rp 1,29 triliun.
Peningkatan juga terlihat dari indikator penjualan semen yang mengalami peningkatan
sebesar 11,3% (yoy).
Sumber : KBI Kupang
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 8
Grafik 1.11 Realisasi Investasi Modal Asing &
Penanaman Modal Dalam Negeri
Grafik 1.12. Realisasi Konsumsi Semen
Provinsi NTT
Sumber : BKPM, diolah
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
Dari data sistem pembayaran non tunai juga terlihat adanya peningkatan
perputaran uang. Data kliring menunjukkan adanya perputaran uang mencapai Rp
3 triliun pada triwulan IV 2015 atau meningkat 152,5% (yoy) dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu dari indikator perbankan,
pertumbuhan kredit modal kerja sebesar 13,2% (yoy) dan kredit investasi sebesar
5,2% (yoy) cenderung lebih lambat dibandingkan periode yang sama pada tahun
sebelumnya. Namun dengan angka pertumbuhan yang masih cukup baik
menunjukkan adanya perkembangan kegiatan investasi di NTT.
Grafik 1.13. Perkembangan Kliring
Grafik 1.14. Perkembangan Kredit Modal Kerja
dan Kredit Investasi
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
1.2.3 Ekspor Impor
1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar Daerah
Peningkatan aktivitas ekonomi juga terlihat dari perkembangan aktivitas
bongkar muat di pelabuhan. Pada triwulan-IV, net impor antar daerah di Provinsi NTT
tumbuh sebesar 17,6% (yoy) dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya
atau tumbuh sebesar 6,7% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Apabila dilihat
dari bongkar muat peti kemas, terjadi peningkatan kegiatan sebesar 34,4% (qtq)
dibandingkan triwulan-III. Di sisi lain, bongkar muat curah masih menunjukkan defisit
masuk barang ke NTT yang cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 9
kegiatan ekonomi di NTT berkorelasi postif dengan pasokan barang dari daerah lain.
Terbatasnya industri dan tingginya kebutuhan sumber daya pangan di NTT
menyebabkan ketergantungan dengan daerah lain masih tinggi. Beberapa komoditas
impor dari daerah lain yaitu kayu, Beras, Bahan Baku Proyek (semen,gypsum,dan aspal)
serta batu-bara dan pasir besi. Sementara, komoditas ekspor utama NTT adalah hewan
(sapi dan kuda) serta semen.
Grafik 1.15. Perkembangan Peti Kemas Grafik 1.16. Aktivitas Bongkar Muat
Sumber : Pelindo III, diolah
Sumber : Pelindo III, diolah
1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar Negeri
Aktivitas ekspor bersih Provinsi NTT pada triwulan IV masih mengikuti
perkembangan triwulan sebelumnya yang meningkat secara tahunan. Peningkatan
net ekspor NTT mencapai 94,7% (yoy) pada triwulan IV yang disebabkan oleh nilai
ekspor yang meningkat tinggi. Ekspor NTT pada triwulan IV bernilai US$ 6,6 juta
dengan tujuan utama ekspor adalah Timor Leste. Komoditas utama ekspor adalah
semen dan kendaraan bermotor roda 4 dan lebih, sementara ekspor dari sektor
pertanian terutama ikan tuna/tongkol. Sementara itu, impor NTT pada triwulan IV
sebesar US$ 1,4 juta dengan komoditas impor utama adalah alat listrik serta kaca dan
barang dari kaca yang berasal dari Tiongkok.
Grafik 1.17. Ekspor Impor Antar Negara Grafik 1.18. Negara Tujuan Ekspor NTT
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 10
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
Pertumbuhan ekonomi secara sektoral pada tahun 2015 sebesar
5,02%(yoy) didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib serta sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor. Secara tahunan pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan
mencapai 7,1% (yoy) yang terutama didorong oleh peningkatan realisasi belanja
pegawai, barang dan jasa serta yang mencapai 11,7% (yoy) atau meningkat sebesar Rp
1,8 triliun tahun 2014. Adanya tambahan anggaran dana desa juga turut mendorong
peningkatan. Sementara itu pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran
mencapai 6,1% (yoy) yang terutama disebabkan oleh dorongan konsumsi masyarakat
di akhir tahun seiring perayaan natal dan tahun baru, serta musim liburan sekolah.
Adanya perayaan Hari Kesetiakawanan Sosial (HKSN) dan Perayaan Natal Bersama juga
turut mendorong peningkatan sektor perdagangan di NTT.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV sebesar 5,13%
(yoy) didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan, sektor Perdagangan Besar
dan Eceran serta sektor Konstruksi. Peningkatan kinerja sektor Administrai
Pemerintahan dan konstruksi diperkirakan turut didorong oleh peningkatan realisasi
belanja konsumsi dan belanja modal pemerintah. Sementara itu sektor perdagangan
besar dan eceran meningkat seiring perayaan natal dan tahun baru serta
penyelenggaraan HKSN dan Natal Bersama di kota Kupang. Di sisi lain, pertumbuhan
ekonomi NTT secera triwulanan sebesar 0,20% (qtq) lebih didorong oleh sektor
Administrasi Pemerintahan dan Jasa Pendidikan yang disebabkan oleh pencairan Dana
Bantuan Operasional Sekolah serta realisasi bantuan pemerintah kepada dunia
pendidikan, seperti bantuan tanah dan bangunan untuk sarana pendukung
pembelajaran di Universitas (Universitas Nusa Cendana dan Universitas Timor) serta
bantuan sarana prasarana pendukung pendidikan untuk sekolah.
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 11
Tabel 1.2. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan IV 2015
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) *Dalam Juta Rp
1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
Sektor pertanian secara tahunan mengalami pertumbuhan yang stabil pada
triwulan IV, namun secara triwulanan mengalami perlambatan. Pertumbuhan sektor
Pertanian pada triwulan IV mencapai 2,6% (yoy) cukup stabil dibandingkan triwulan III
(2,6%-yoy), namun secara triwulanan pertumbuhan sektor pertanian tercatat menurun
sebesar -9,04% (qtq). Peningkatan secara tahunan ditengarai turut didorong oleh
peningkatan produksi tanaman bahan makanan yang terindikasi dari Angka Ramalan
(ARAM) II BPS yang menunjukkan peningkatan produksi padi sebesar 14,2% atau
943.020 Gabah Kering Giling (GKG), serta produksi jagung sebesar 6,74% (yoy) atau
690.710 ton juga turut menjadi pendorong pertumbuhan secara tahunan. Peningkatan
ini juga terlihat dari indeks nilai tukar petani (NTP) yang menunjukkan kenaikan dari
102,21 (tw-III) menjadi 103,19 (tw-IV) yang terutama didorong peningkatan indeks
yang diterima dari sektor tanaman bahan makanan dan perkebunan rakyat.
2014
2014 2015 Tw IV Tw III Tw IV
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 20,447,428 22,665,673 5,042,826 6,039,273 5,545,220 27.2 -9.04 2.59
B Pertambangan dan Penggalian 1,070,349 1,307,566 305,571 350,556 358,925 1.8 0.50 8.53
C Industri Pengolahan 843,708 940,862 231,573 243,493 259,276 1.3 5.53 5.57
D Pengadaan Listrik dan Gas 31,840 40,001 9,707 9,187 12,466 0.1 9.83 4.37
EPengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang45,529 47,150 11,891 12,347 12,305 0.1 -1.20 0.48
F Konstruksi 7,095,979 7,908,227 1,907,483 2,051,698 2,243,992 11.0 3.57 7.34
GPerdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor7,296,703 8,273,959 1,905,266 2,176,788 2,219,097 10.9 0.97 7.59
H Transportasi dan Pergudangan 3,566,950 3,975,985 974,600 1,014,761 1,101,475 5.4 6.42 5.07
I Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum
422,443 487,091 116,822 127,264 137,030 0.7 5.90 8.60
J Informasi dan Komunikasi 5,134,426 5,477,449 1,337,473 1,416,921 1,462,281 7.2 2.43 7.65
K Jasa Keuangan dan Asuransi 2,698,906 2,995,475 715,911 781,252 799,178 3.9 2.06 6.00
L Real Estate 1,860,878 2,054,341 496,391 539,727 550,863 2.7 0.43 3.83
M,N Jasa Perusahaan 210,879 235,528 55,762 61,340 62,344 0.3 0.22 4.91
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
dan Jaminan Sosial Wajib
8,392,732 9,399,572 2,278,494 2,461,309 2,653,426 13.0 6.13 7.79
P Jasa Pendidikan 6,568,193 7,367,666 1,880,362 1,904,125 2,079,834 10.2 7.52 0.67
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,414,584 1,616,418 394,622 413,749 444,901 2.2 6.21 4.73
R,S,T,U Jasa lainnya 1,496,973 1,639,515 390,450 417,829 428,566 2.1 1.07 3.34
PDRB 68,598,500 76,432,477 18,055,203 20,021,620 20,371,177 100 0.20 5.13
qtq yoy2015YOY
UraianKategori Bobot
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 12
Grafik 1.19. Perkembangan Nilai Tukar Petani
Sumber : BPS, diolah
Secara triwulanan, sektor pertanian mengalami penurunan sebesar
-9,04% (qtq). Penurunan diperkirakan terjadi karena faktor musiman, yaitu adanya
penurunan produksi perikanan akibat kondisi cuaca yang kurang baik pada rentang
triwulan IV. Selain itu, penurunan pada pengiriman hewan ternak, terutama sapi juga
menjadi penyebab lainnya. Hal ini terkonfirmasi adanya kenaikan harga yang cukup
tinggi pada beberapa komoditas ikan yaitu ikan kembung dan tongkol, selain itu dari
hasil liasion disebutkan pula bahwa komoditas ikan tuna cenderung menurun pada
akhir triwulan IV hingga awal triwulan I dan akan kembali meningkat pada bulan
Maret. Perkembangan pengiriman ternak tersebut didasarkan pada data Pelindo III yang
menunjukkan adanya penurunan pengiriman ternak dari 9.872 ekor (tw III) menjadi
5.324 ekor (tw IV) atau menurun sebesar -46,1% (qtq) namun apabila dibandingkan tw
IV-2014 terjadi peningkatan sebesar 51,6% (yoy). Hal ini juga terindikasi dari data
pengiriman sapi dari dinas peternakan yang menunjukkan adanya penurunan
pengiriman sapi dari 24.402 ekor pada triwulan III 2015 menjadi 8.524 ekor pada
triwulan IV 2015 namun meningkat sebesar 9,03% (yoy) apabila dibandingkan
pengiriman sapi pada periode sama tahun 2014 yang sebanyak 7.818 ekor. Trend yang
sama juga terjadi pada tahun 2014 yang menunjukkan penurunan pengiriman pada
triwulan-IV. Penurunan ini diperkirakan terjadi akibat kuota pengiriman sapi yang sudah
mulai terpenuhi di akhir tahun.
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 13
Grafik 1.20. Data Pengiriman Hewan Grafik 1.21. Data Pengeluaran Ternak
Sumber : Pelindo III, diolah
Sumber : Dinas Peternakan, diolah
Di sisi lain, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) di sektor pertanian
menunjukkan adanya peningkatan kegiatan usaha pada triwulan-IV 2015. Hal ini
terlihat dari adanya peningkatan nilai indeks kegiatan usaha dan tenaga kerja Yng
terutama disebabkan oleh adanya panen di sektor pertanian (jagung) dan perkebunan
(jambu mete). Sementara itu penurunan indeks harga jual diperkirakan disebabkan oleh
peningkatan suplai hasil pertanian yang menurunkan harga jual. Di sisi lain, indikator
kredit pertanian menunjukkan adanya perlambatan -0,6% (qtq) yang diperkirakan
terjadi akibat mulai menurunnya jumlah kredit petani yang telah dilunasi seiring masa
panen.
Grafik 1.22. Perkembangan SKDU Pertanian Grafik 1.23. Perkembangan Kredit Pertanian
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
Beberapa permasalahan yang dapat menghambat perkembangan sektor
pertanian terutama berasal dari faktor alam. Dari sisi sarana dan prasarana,
Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pertanian dan Kementerian Pekerjaan Umum
serta Pemerintah Daerah telah melakukan upaya-upaya dalam peningkatan produksi
pertanian, diantaranya: pembangunan bendungan, jaringan irigasi, bibit, benih dan
sarana produksi. Pada tahun 2015, Pemerintah Provinsi NTT juga telah mendapatkan
tambahan dana untuk Upaya Khusus (Upsus) Padi, Jagung dan Kedelai sebesar Rp 319
miliar untuk bantuan perbaikan irigasi, bantuan saprodi (traktor & hand tractor), harvest
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 14
combiner dan bantuan lainnya. Namun yang perlu menjadi perhatian adala adanya
ancaman El Nino yang memperpanjang musim kemarau, sehingga dapat menghambat
masa tanam pertanian. Selain itu, koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah juga perlu untuk ditingkatkan supaya program-program yang dijalankan dapat
saling terkait bermanfaat maksimal bagi masyarakat sekitar (cth. pembangunan
jaringan tersier, embung dan irigasi).
1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib
Secara tahunan, pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib pada triwulan IV 2015 meningkat
dibandingkan periode sebelumnya maupun triwulan-IV 2014. Pertumbuhan sektor
Administrasi Pemerintahan pada triwulan IV mencapai 7,79% (yoy) atau meningkat
dibandingkan triwulan III yang sebesar 6,79% (yoy). Secara triwulanan pertumbuhan
juga cukup tinggi sebesar 6,13% (qtq). Peningkatan turut didorong oleh peningkatan
realisasi belanja pegawai, barang dan jasa serta hibah sebesar 61,2% (qtq) atau sebesar
Rp 6,7 triliun pada triwulan IV. Peningkatan tersebut diperkirakan disebabkan oleh
selesainya proses pembayaran lelang kegiatan barang dan jasa dan peningkatan
realisasi dana hibah seiring penyelenggaraan pemilu di 9 (sembilan) Kabupaten/Kota
dan penyaluran dana desa ke daerah. Realisasi belanja konsumsi sendiri mengalami
peningkatan sebesar 16,3% (yoy) atau Rp 23,3 triliun pada tahun 2015 dibandingkan
tahun 2014 yang sebesar Rp 20,1 triliun.
Sementara itu, perkembangan yang sama juga terlihat pada indikator simpanan
pemerintah di perbankan yang mengalami penurunan hingga mencapai -65,4% (qtq)
pada triwulan IV atau sebesar Rp 2,64 triliun dibandingkan triwulan IV yang sebesar Rp
7,64 triliun. Secara tahunan dana pemerintah juga mengalami penurunan sebesar -
6,4% (yoy) yang menunjukkan adanya dorongan realisasi anggaran yang sangat tinggi
oleh pemerintah di akhir tahun.
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 15
Grafik 1.24. Realisasi Belanja Konsumsi
Pemerintah
Grafik 1.25. Perkembangan Simpanan
Pemerintah di Perbankan
Sumber : Biro Keuangan dan Kanwil Ditjen
Perbendaharaan, diolah
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor
Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan
sepeda motor pada triwulan-IV 2015 mengalami trend peningkatan di akhir tahun.
Pada triwulan IV tercatat pertumbuhan sektor perdagangan mencapai 7,6% (yoy) atau
meningkat dibandingkan triwulan III yang sebesar 5,8% (yoy). Peningkatan terutama
terjadi akibat adanya liburan sekolah, momen natal dan tahun baru, selain itu adanya
perayaan HKSN dan Natal Bersama di Kota Kupang juga turut mendorong peningkatan.
Dari sisi pendapatan masyarakat, adanya dorongan proyek pemerintah di akhir tahun
dan panen komoditas pertanian turut membuka lapangan kerja baru yang dapat
menopang konsumsi masyarakat di akhir tahun.
Berdasarkan indikator Survei Kegiatan Dunia Usadah (SKDU) terlihat adanya
peningkatan pada triwulan IV. Indikator SKDU menunjukkan adanya peningkatan
pada indikator kegiatan usaha dan tenaga kerja yang menggambarkan bahwa terjadi
peningkatan geliat ekonomi pada triwulan IV. Selain itu, berdasarkan survei Konsumen,
terjadi pula kenaikan pada indikator Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Kondisi
Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). Dari sisi kredit, kredit
perdagangan hingga akhir triwulan IV-2015 mencapai Rp 5,08 triliun atau tumbuh
sebesar 14,1% (yoy). Sementara secara triwulanan, kredit perdagangan triwulan-IV
tumbuh sebesar 4,4% (qtq) meningkat dibandingkan triwulan III yang sebesar 2,1%
(qtq).
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 16
Grafik 1.26. Perkembangan SKDU Sektor
Perdagangan
Grafik 1.27. Perkembangan Survei Konsumen
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
Sumber : SK-Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.28. Perkembangan Kredit Sektor
Perdagangan
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
1.3.4 Sektor-sektor Lainnya
Sektor konstruksi memiliki pertumbuhan sebesar 7,3% (yoy) dan
merupakan salah satu sektor yang mampu tumbuh cukup tinggi pada triwulan IV
2015. Peningkatan kegiatan proyek pemerintah di akhir tahun, berupa sarana
bendungan, irigasi, jalan, dermaga, fasilitas bandara dan gedung pemerintahan menjadi
beberapa faktor pendorong utama. Peningkatan kegiatan proyek juga terindikasi dari
adanya kelangkaan semen yang sempat terjadi di akhir tahun serta banyaknya kegiatan
proyek yang akhirnya belum selesai dan terpaksa meminta dispensasi penyelesaian
proyek selama 50 hari di tahun 2016.
Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan-IV 2015
mengalami pertumbuhan hingga mencapai 8,6% (yoy). Peningkatan jumlah
okupansi hotel diperkirakan didorong pula oleh adanya 2 kegiatan bertaraf nasional di
kota Kupang, yaitu Kegiatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) dan Perayaan
Natal Bersama yang dihadiri oleh Presiden Jokowi. Selain itu, adanya kegiatan-kegiatan
rapat dan sosialisasi oleh Pemerintah di hotel juga menjadi pendorong peningkatan
lainnya. Hal ini terindikasi dari peningkatan jumlah tamu hotel yang mencapai 61.245
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 17
orang pada triwulan IV-2015 atau meningkat sebesar 49,8%(yoy) apabila dibandingkan
tahun 2014. Peningkatan juga terjadi pada indikator jumlah penumpang di bandara
yang tercatat sebesar 778.721 orang atau meningkat sebesar 2% (yoy) dibandingkan
tahun sebelumnya.
Grafik 1.29. Perkembangan Tamu Hotel Grafik 1.30 Perkembangan Penumpang
Bandara
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
Sektor transportasi dan pergudangan tercatat mengalami peningkatan
sebesar 5,07% (yoy). Peningkatan terlihat dari adanya penambahan transportasi hewan
melalui kapal KM. Camara Nusantara I yang melayani pengiriman ternak dari Jakarta
melalui Cirebon, Semarang, Surabaya, NTB dan NTT. Selain itu adanya penambahan
kapal perintis oleh PT. Pelni yang melayani rute intra dan keluar NTT juga diperkirakan
menyebabkan kenaikan lainnya. Sektor Jasa Pendidikan tumbuh sebesar 0,67% (yoy)
yang diperkirakan ditunjang oleh bantuan sarana pendidikan dan pembangunan
fasilitas pendidikan untuk Perguruan Tinggi (Universitas Nusa Cendana dan Universitas
Timor). Sektor Listrik dan Gas tumbuh sebesar 4,37% (yoy) yang diperkirakan didorong
oleh adanya tambahan kapasitas sebesar 8 MW untuk mengatasi krisis listrik akibat
kerusakan PLTU Bolok di bulan Desember.
| Boks I Pembangunan Infrastruktur Utama di NTT 18
Pembangunan Infrastruktur Utama di NTT
Tahun 2015 dapat dikatakan sebagai babak awal tahun pembangunan infrastruktur di
NTT. Total anggaran belanja modal tahun 2015 mengalami kenaikan hingga 53,92% dibanding
tahun sebelumnya. Peningkatan anggaran terutama bersumber dari APBN-P yang memberikan
tambahan alokasi dana yang cukup besar untuk pembangunan di NTT. Adapun realisasi belanja
modal pemerintah di NTT tahun 2015 mencapai 9,29 triliun, meningkat 52,47% dibandingkan
realisasi belanja modal pemerintah tahun 2014. Belanja modal pemerintah tahun 2015
difokuskan pada belanja jalan dengan total anggaran mencapai 1,9 triliun, diikuti oleh
pembangunan SDA dengan alokasi anggaran mencapai 873 miliar, Bandar udara dengan total
alokasi anggaran sebesar 598 miliar, pelabuhan dan penunjang (592 miliar), pendidikan (367
miliar), pengembangan air baku (286 miliar), kesehatan (156 miliar), kelistrikan (151 miliar) dan
permukiman dengan alokasi mencapai 124 miliar rupiah. Pemerintah juga melakukan perbaikan
pasar tradisional dengan pagu belanja mencapai 46 miliar rupiah. Selain investasi pemerintah,
kegiatan investasi juga dilakukan oleh investor swasta seperti investasi kelistrikan oleh PT PLN,
pemasangan BTS oleh operator maupun investasi pelabuhan laut oleh PT Pelindo III. Pemerintah
daerah juga melakukan investasi dengan total investasi lebih dari 4,2 triliun rupiah.
Boks 1.1. Ringkasan Pembangunan Infrastruktur Utama di Nusa Tenggara Timur
Berdasarkan alokasi belanja di atas, terlihat bahwa pemerintah sudah fokus pada
pembenahan permasalahan infrastruktur utama di NTT yaitu permasalahan logistik dan
konektivitas, permasalahan sumber daya air dan permasalahan kelistrikan. Dalam meningkatkan
konektivitas antar wilayah, pemerintah telah melakukan perbaikan jalan nasional dengan rasio
anggaran mencapai 1,4 miliar per km. Dengan anggaran sebesar itu, tingkat kemantaban jalan
nasional dapat mencapai 99% atau hanya 1% dari 1.341 km jalan nasional dalam kondisi
kurang bagus. Kondisi berbeda terjadi pada kemantaban jalan provinsi dan kabupaten kota.
Dengan asumsi seluruh belanja modal digunakan untuk membangun jalan, maka rasio alokasi
belanja pembangunan dan perbaikan jalan provinsi dan kabupaten kota paling banyak hanya
sebesar 200 juta per km atau paling banyak hanya sepertujuh dari alokasi belanja pemerintah
pusat. Rendahnya alokasi pembangunan jalan tersebut berdampak pada tingkat kemantaban
jalan provinsi dan kabupaten/kota yang hanya sebesar 50% dan 40%. Pengalihan status jalan
ke jalan nasional sebagaimana yang terjadi pada kawasan strategis pariwisata nasional Kelimutu
| Boks I Pembangunan Infrastruktur Utama di NTT 19
sekiranya dapat ditiru kabupaten/kota atau provinsi untuk menyiasati minimnya alokasi belanja
modal yang dimiliki.
Selain perhubungan darat, Provinsi NTT memiliki 14 bandara yang dapat
menghubungkan antar wilayah di Provinsi NTT. Kota Kupang dan Bali menjadi hub utama yang
menghubungkan kota-kota di provinsi NTT. Hanya Labuan Bajo Ende yang memiliki
penerbangan langsung. Selebihnya harus melalui Kota Kupang atau Bali apabila ingin
melakukan perjalanan antar daerah. Terdapat 4 bandara yang dapat didarati pesawat jet, dan 9
lainnya hanya dapat didarati pesawat propeller serta 1 bandara yang hanya dapat didarati
pesawat jenis caravan. Pada tahun 2015, terdapat 13 bandara yang melakukan investasi
perpanjangan atau pelebaran landasan pacu. Selebihnya adalah perluasan kapasitas parkir
pesawat (apron), landasan hubung (taxi way) maupun terminal. Total realisasi investasi
perhubungan udara mencapai 539 miliar rupiah setara dengan 90,11% dari total alokasi
investasi yang direncanakan. Terdapat 5 bandara dengan realisasi investasi kurang dari 90%
dengan pencapaian terendah di Bandara AA Bere Talo Belu yang disebabkan oleh proses
pembebasan lahan yang belum selesai, sehingga perpanjangan landasan pacu juga terkendala.
Alor, Rote Ndao dan Ende juga terkendala penyelesaian landasan pacu, sedangkan bandara
Frans Sales Lega Ruteng terkendala oleh penyelesaian terminal penumpang. Pada tahun 2016,
investasi perhubungan udara dialokasikan sebesar 431 miliar belum termasuk investasi bandara
El Tari Kupang yang ditangani oleh PT Angkasa Pura I.
Boks 1.2. Bandara dan jalur penerbangan pesawat di Nusa Tenggara Timur
Pada tahun 2015, terdapat pula investasi pelabuhan dalam rangka mendorong sistem
logistik di provinsi NTT. Investasi dilakukan pada 11 pelabuhan di 11 Kabupaten di NTT. Adapun
realisasi investasi perhubungan laut hingga akhir tahun 2015 sebesar 66,11% atau sebesar 392
miliar rupiah. Rendahnya realisasi investasi pelabuhan laut selain karena permasalahan AMDAL
dan studi kelayakan, juga disebabkan oleh adanya dual pengelolaan di pelabuhan Tenau
Kupang, Ende, dan Sikka, sehingga proses investasi urung dilakukan. Di Ende, dana investasi
masih dalam keadaan terblokir, sehingga tidak bisa dilakukan penarikan anggaran. Pencapaian
investasi pelabuhan di pelabuhan Reo Manggarai juga masih kurang dari 60% yang disebabkan
oleh selain penyelesaian proyek yang tidak sesuai jadwal, juga disebabkan oleh adanya dana
yang masih terblokir sebesar 56,5 miliar rupiah. Untuk melanjutkan pembangunan
perhubungan laut, pemerintah mengalokasikan belanja investasi sebesar 191,43 miliar di tahun
2016. Pembangunan fasilitas pelabuhan direncanakan dilakukan pada 6 pelabuhan di Kota
Kupang, Sikka, Ende, Sumba Timur, Kabupaten Kupang dan Manggarai. Pembangunan besar
| Boks I Pembangunan Infrastruktur Utama di NTT 20
fasilitas pelabuhan di Kota Kupang diserahkan kepada PT Pelindo III sebagai operator
pelabuhan. Di pelabuhan Bolok, pemerintah juga merencanakan membangun fasilitas
pelabuhan kenavigasian dan pembangunan sarana bantu navigasi pelayaran dengan nilai
investasi mencapai 60 miliar rupiah.
Boks 1.3. Alur pelayaran dan Distribusi Barang di Nusa Tenggara Timur
Dalam membantu meningkatan penyediaan sumber daya air di Provinsi NTT, pemerintah
berencana membangun 7 waduk dengan skema proyek lintas tahun (multi years). Hingga saat
ini baru terdapat 2 waduk yang sudah dilakukan pembangunan fisik dan di tahun 2016
diharapkan dapat mulai dilakukan pembangunan waduk kolhua. Hingga penyelesaiannya, total
biaya pembangunan waduk bisa mencapai lebih kurang enam triliun rupiah. Diharapkan,
ketujuh waduk tersebut dapat menambah 13 ribu ha lahan pertanian teririgasi, menjadi sumber
air baku bagi lebih kurang 300 ribu jiwa dan menghasilkan energi listrik dengan kapasitas
sebesar 2,55 MW. Selain pembangunan waduk, pemerintah juga tetap akan melakukan
pemeliharaan dan pembangunan jaringan irigasi dan membangun lebih dari 100 embung baru
di tahun 2016, sehingga total embung yang terbangun menjadi lebih kurang 1.200 embung.
Total realisasi pembangunan sumber daya air di tahun 2015 sebesar 845 miliar dengan
prosentase realisasi mencapai 97%.
Boks 1.4. Pembangunan Sumber Daya Air (Waduk) di Nusa Tenggara Timur
Sumber : Balai Wilayah Sungai, diolah
| Boks I Pembangunan Infrastruktur Utama di NTT 21
Belanja infrastruktur air baku di tahun 2015 juga cukup besar hingga 276 miliar rupiah
dengan prosentase realisasi mencapai 97%. Pembangunan air baku ditititik beratkan kepada
pembangunan sistem pengelolaan air minum, peningkatan sarana dan prasarana penyediaan
air baku, serta pembangunan jaringan irigasi air tanah. Di tahun 2016, pemerintah
mengalokasikan 160,4 miliar untuk melanjutkan pembangunan air baku.
Suatu wilayah tidak akan dapat melakukan pembangunan atau membangun industri
atau bisnis tanpa adanya kecukupan listrik. Dengan total beban puncak sebesar 148 MW dan
rasio elektrifikasi yang masih sebesar 58%, investasi kelistrikan mutlak diperlukan dalam waktu
mendesak. Saat ini, total kebutuhan daya tunggu sudah mencapai lebih dari 100 MW. Untuk
itu, PT PLN berencana melakukan investasi hingga tahun 2020 dengan total penambahan daya
sebesar 290 MW yang terdiri dari 213 MW PLTU, 32,5 MW PLTMG dan PLTP serta 12,2 MW
PLTS. Untuk mengatasi kekurangan daya saat ini, PLN mendapatkan realokasi 2 genset dengan
total kapasitas 17 MW dan 1 buah kapal listrik dengan daya sebesar 60MW. Genset menurut
rencana dapat segera dioperasikan, sedangkan kapal listrik baru akan diterima pada tengah
tahun 2016.
Penambahan tersebut diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan listrik untuk sementara
waktu. Percepatan realisasi investasi kelistrikan dirasa sangat dibutuhkan agar pembangunan
dapat berjalan. Dengan rasio elektrifikasi yang rendah dan rata-rata penggunaan daya listrik
yang rendah pula, PT PLN diharapkan dapat lebih berani dalam mempercepat investasi agar
rasio elektrifikasi dapat meningkat dan kebutuhan pembanguna dapat tercukupi. Terkait
peramalan kebutuhan beban puncak untuk industri dan bisnis, seharusnya dapat dipisahkan
dari peramalan kebutuhan listrik rumah tangga dikarenakan besarnya daya listrik yang
dibutuhkan. Apabila kebutuhan listrik untuk kawasan industri bolok juga diperhitungkan, maka
dengan luas lahan yang mencapai 900 ha, akan dibutuhkan ratusan megawatt listrik untuk
operasionalnya yang pastinya tidak akan dapat terpenuhi dengan perencanaan generik saat ini.
Untuk menunjang peningkatan rasio elektrifikasi, kementrian ESDM tahun 2015 juga telah
melakukan investasi berupa peningkatan panjang jaringan distribusi dan penambahan gardu
listrik dengan nilai investasi sebesar 129 miliar rupiah. Menteri desa, daerah tertinggal dan
transmigrasi juga mengalokasikan investasi sebesar 3 miliar untuk pengadaan sarana
penerangan dan energi terbarukan.
Investasi lainnya antara lainnya pembenahan permukiman dan sanitasi dengan total
anggaran mencapai 83% atau sebesar 107 miliar dari total alokasi dana yang sebesar 129
miliar. PT Telkomsel juga telah melakukan pemasangan 12 BTS untuk daerah perbatasan
Indonesia dengan Timor Leste. selain itu, provider juga telah membangun 39 BTS untuk daerah
terluar. Pemerintah telah melakukan revitalisasi 6 pasar di NTT dari 8 pasar yang dialokasikan,
pembangunan 3 PTN di Kupang Kupang dan 1 investasi minor dengan total realisasi belanja
modal sebesar 254 miliar, serta investasi pembelian peralatan kesehatan serta pembangunan
gedung dengan total realisasi investasi mencapai 93 miliar rupiah.
Pada tahun 2016, pemerintah pusat telah mengalokasikan anggaran belanja modal
sebesar 3,57 triliun rupiah. Belanja pemeliharaan dan pembangunan jalan masih menjadi
prioritas utama dengan anggaran sebesar 1,7 triliun rupiah, disusul oleh anggaran belanja
sumber daya air (647 miliar), bandara (431 miliar), pelabuhan (191 miliar), air baku (161 miliar),
permukiman (121 miliar) dan pendidikan dengan anggaran sebesar 93 miliar. Namun demikian,
melihat detil rencana investasi yang akan dilakukan, maka diperkirakan akan terdapat
| Boks I Pembangunan Infrastruktur Utama di NTT 22
penambahan dalam APBN-P dikarenakan alokasi penganggaran pembuatan waduk Raknamo
dan Rotiklot masih sangat kecil. Dengan kondisi pekerjaan yang sudah melakukan pekerjaan
fisik bangunan, maka nilai investasi akan membutuhkan dana yang cukup besar. Pembangunan
infrastruktur diharapkan juga akan bertambah dari pemanfaatan dana desa yang pada tahun
2016 bertambah lebih dari dua kali lipat. Dengan himbauan pemerintah untuk memfokuskan
pada pembangunan infrastruktur dasar, diharapkan perbaikan jalan desa, jalan usaha tani
maupun irigasi tersier dapat dilakukan yang diharapkan berdampak pada peningkatan efisiensi
kegiatan ekonomi di daerah.
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 23
23
Inflasi Provinsi NTT pada triwulan IV tahun 2015 mengalami kenaikan tinggi dikarenakan oleh tingginya inflasi bahan makanan seiring dengan meningkatnya permintaan selama perayaan natal dan tahun baru. Inflasi NTT tahun 2015 sebesar 4,92% menurun dibanding inflasi 2014 yang sebesar 7,76%. Namun demikian, dengan rendahnya pencapaian inflasi nasional tahun 2015 yang hanya sebesar 3,35% menjadikan inflasi NTT menempati urutan ketujuh tertinggi di Indonesia. Secara triwulanan, Provinsi NTT pada triwulan IV 2015 mengalami inflasi tertinggi di Indonesia dengan nilai inflasi sebesar 3.51% (qtq).
Kelompok komoditas bahan makanan menjadi penyumbang utama
meningkatnya inflasi di NTT
Inflasi bulan Desember 2015 komoditas volatile food menjadi inflasi
tertinggi dalam 10 tahun terakhir
Kota Maumere lebih dapat mengendalikan inflasi di triwulan IV 2015
Saat ini hanya Kabupaten Malaka yang belum membentuk TPID
2.1. Kondisi Umum
Inflasi Provinsi NTT pada triwulan IV 2015 mengalami kenaikan
signifikan. Tingginya inflasi terutama disebabkan oleh tingginya inflasi bulan
Desember yang mencapai 2,46%, lebih besar dibanding total inflasi NTT bulan
Januari November 2015 yang sebesar 2,40%. Tingginya inflasi terutama
disebabkan oleh tingginya kenaikan harga bahan makanan seiring dengan
tingginya permintaan pada saat hari raya Natal dan tahun baru serta
tambahan permintaan selama puncak perayaan hari kesetiakawanan nasional
dan natal bersama nasional yang dipusatkan di Kota Kupang. Kinerja inflasi yang
sangat baik hingga bulan September 2015 tidak dapat bertahan seiring dengan
peningkatan yang cukup besar di triwulan IV 2015. Secara tahunan, inflasi Provinsi NTT
sebesar 4,92%, lebih besar dibanding nasional yang hanya sebesar 3,35%. Inflasi
tahunan NTT menduduki peringkat terbesar ketujuh di Indonesia dari 34 Provinsi
setelah Maluku (6,10%), Kalimantan Barat (5,77%), Sulawesi Utara (5,56%), Papua
Barat (5,29%), Kalimantan Selatan (5,18%), Kalimantan Timur (5,11%) dan Sulawesi
Barat (5,07%).
Secara triwulanan, 5 provinsi di kawasan timur indonesia mengalami inflasi
tertinggi di Indonesia. Provinsi NTT menjadi provinsi dengan inflasi triwulanan tertinggi
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 24
24
sebesar 3,51% (qtq), disusul oleh Provinsi Sulawesi utara (3,25%), Sulawesi Tengah
(3,24%), Papua (2,83%) dan Provinsi Maluku Utara (2,49%).
Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan
Nasional
Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan
Nasional
1.1.1 Inflasi Tahunan Secara tahunan, Inflasi di Provinsi NTT mencapai 4,92%, jauh lebih tinggi
dibanding inflasi nasional yang hanya sebesar 3,35%. Tingginya inflasi bahan
makanan terutama di akhir tahun dan makanan jadi, minuman dan tembakau
yang secara bertahap terus mengalami kenaikan di sepanjang tahun 2015
menjadi penyebab utama tingginya inflasi di tahun 2015. Hilangnya pengaruh
base effect kenaikan BBM di akhir tahun 2014 mampu meredam inflasi di akhir
tahun 2015. Berdasarkan komoditas, beras menjadi komoditas dengan andil inflasi
tertinggi. Sepanjang tahun rata-rata harga beras mengalami kenaikan hingga 16,04%
(yoy), disusul oleh komoditas angkutan udara dengan kenaikan rata-rata mencapai
17,85% (yoy), ikan kembung (23,80%), sawi putih (49,33%) dan daging ayam ras
(24,19%). Komoditas lainnya yang menyumbang inflasi tertinggi adalah semen, rokok
kretek filter, tomat sayur, telur ayam ras dan tarif listrik. Kenaikan harga beras lebih
disebabkan oleh penurunan pasokan beras seiring dengan datangnya El Nino. Kenaikan
harga daging ayam ras dan telur ayam ras lebih disebabkan oleh adanya larangan
impor, sehingga harga jagung naik tinggi yang berdampak pada kenaikan harga pakan.
Adanya pembatasan impor grand parent stock (indukan) juga membuat pasokan DOC
terbatas. Ditambah lagi dengan adanya musim pancaroba yang membuat lebih dari
30% ayam peternak mati, sehingga mengurangi pasokan ayam pedaging di akhir
tahun. Kenaikan harga semen hanya terjadi di akhir tahun seiring dengan berkurangnya
pasokan semen lokal dan di sisi lain terjadi peningkatan luar biasa untuk penyelesaian
proyek pemerintah.
3.35%
4.92%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Nasional
NTT
1.08%
3.51%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Nasional
NTT
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 25
25
1.1.2 Inflasi Triwulanan Inflasi NTT triwulanan IV 2015 mencapai 3,51% (qtq) tertinggi dibanding
provinsi lain di Indonesia. Tingginya inflasi terutama disebabkan oleh tingginya
permintaan bahan makanan di bulan Desember 2015. Inflasi bahan makanan
menjadi penyumbang utama inflasi triwulanan. Delapan dari sepuluh komoditas
penyumbang inflasi utama Provinsi NTT berasal dari bahan makanan, antara lain ikan
kembung, daging ayam, sawi putih, beras, tomat sayur, kubis, wortel, buncis dan
kangkung. Adapun dua komoditas di luar pangan hanyalah angkutan udara dan
semen. Kenaikan harga lebih disebabkan adanya even natal dan tahun baru serta natal
bersama dan hari kesetiakawanan sosial nasional yang diadakan di Kupang, sehingga
permintaan bahan makanan dan biaya angkutan udara mengalami kenaikan cukup
tajam.
1.1.3 Inflasi Bulanan Secara bulanan, inflasi mengalami kenaikan tertinggi pada bulan
Desember 2015. Gejala tingginya inflasi sudah terlihat di bulan September dan
Oktober 2015, yaitu ketika secara nasional mengalami deflasi, NTT justru
mengalami inflasi dan terus meningkat hingga puncaknya di bulan Desember
2015 dengan nilai inflasi mencapai 2,46% (mtm). Inflasi pada bulan Oktober sebesar
0,32% (mtm) dengan penyumbang utama komoditas beras dikarenakan oleh
menurunnya pasokan. Selain itu, ongkos angkutan udara juga mengalami kenaikan
yang disebabkan oleh adanya peningkatan permintaan angkutan udara menyambut
libur Tahun Baru Islam. Inflasi sayur-sayuran lebih disebabkan oleh pembalikan harga
setelah di dua bulan sebelumnya cenderung mengalami deflasi.
Tabel 2.1. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT
Sumber : BPS, diolah
Komoditas Inflasi (%) Andil (%) Komoditas Inflasi (%) Andil (%) Komoditas Inflasi (%) Andil (%)
Beras 1.40 0.10 Ikan Kembung 31.44 0.37 Daging Ayam Ras 40.02 0.38
Angkutan Udara 3.22 0.09 Beras 0.88 0.06 Semen 13.81 0.32
Buncis 45.74 0.03 Sepatu 18.68 0.04 Angkutan Udara 9.62 0.27
Kangkung 4.52 0.03 Pasir 3.60 0.04 Sawi Putih 41.61 0.25
Sawi Putih 4.48 0.03 Tomat Sayur 15.56 0.04 Kangkung 18.29 0.11
Tomat Sayur 11.60 0.03 Batu 10.52 0.04 Beras 1.46 0.10
Ayam Hidup 3.86 0.03 Sepeda Motor 2.34 0.03 Bayam 41.99 0.09
Mie 1.80 0.02 Tauge/Kecambah 33.35 0.03 Tarip Listrik 2.69 0.07
Pasir 2.18 0.02 Bawang Merah 13.24 0.02 Tomat Sayur 26.03 0.07
Pisang 6.41 0.02 Wortel 17.24 0.02 Sawi Hijau 60.68 0.07
Oktober November Desember
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 26
26
Pada bulan November, inflasi di Provinsi NTT justru mengalami peningkatan
dengan penyumbang utama kenaikan adalah komoditas ikan kembung, beras, sepatu,
pasir, tomat sayur dan batu. Mulai ramainya proses pengerjaan proyek membuat biaya
bahan bangunan mengalami kenaikan. Adanya pergantian musim juga menurunkan
hasil tangkapan ikan kembung, serta menurunnya stok beras juga masih membuat
harga mengalami kenaikan walaupun tidak setinggi bulan sebelumnya.
Tabel 2.2. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT
Sumber : BPS, diolah
Pada bulan Desember, Provinsi NTT mengalami puncak inflasi di tahun 2015
dengan inflasi mencapai 2,46% (mtm), jauh lebih tinggi dibanding rata-rata inflasi Natal
dan tahun baru dalam 7 tahun terakhir yang hanya sebesar 1,51%. Inflasi bahan
makanan menjadi penyumbang utama kenaikan harga terutama pada komoditas
daging ayam ras yang meningkat hingga 40% (mtm) dibanding bulan sebelumnya.
Dalam rangka menyambut natal dan tahun baru, produsen sudah meningkatkan
pasokan ayam hingga 20-25%. Namun demikian, adanya musim pancaroba membuat
lebih dari 30% ayam mengalami kematian. Dengan harga pakan yang meningkat, dan
penambahan permintaan seiring dengan adanya hari kesetiakawanan sosial nasional
(HKSN) dan natal bersama nasional yang dipusatkan di Kupang, harga daging ayam
mengalami kenaikan hingga lebih dari 40%. Adanya even HKSN juga telah membuat
harga tiket mengalami kenaikan yang cukup besar. Adanya penurunan produksi semen
dan tingginya permintaan proyek juga membuat semen menjadi langka. tarif listrik
juga mengalami kenaikan serta tingginya permintaan bahan makanan selama hari raya
Natal dan tahun baru membuat inflasi meningkat signifikan dibanding bulan-bulan
sebelumnya.
Komoditas Deflasi (%) Andil (%) Komoditas Deflasi (%) Andil (%) Komoditas Deflasi (%) Andil (%)
Cabai Rawit (31.46) (0.05) Kakap Merah (24.01) (0.06) Lengkuas (14.81) (0.03)
Telur Ayam Ras (5.43) (0.04) Kangkung (7.89) (0.05) Minyak Goreng (1.67) (0.02)Daging Ayam
Ras (3.32) (0.03) Batako (5.00) (0.02) Jeruk (10.93) (0.02)
Besi Beton (3.37) (0.03) Telur Ayam Ras (3.22) (0.02) Pisang (4.19) (0.01)
Cabai Merah (17.70) (0.03) Angkutan Udara (0.77) (0.02) Pasir (1.21) (0.01)
Bayam (12.19) (0.03) Daging Ayam Kampung (9.69) (0.02) Daging Babi (2.17) (0.01)
Ekor Kuning (14.37) (0.02) Jeruk (8.62) (0.02) Tas Tangan Wanita (20.19) (0.01)
Minyak Goreng (1.86) (0.02) Semangka (18.00) (0.01) Celana Panjang Bahan Drill (5.23) (0.01)
Cakalang/Sisik (16.82) (0.02) Cumi-cumi (18.49) (0.01) Baju Kaos Berkerah (6.35) (0.01)
Seng (1.84) (0.02) Daun Seledri (39.78) (0.01) Pembasmi Nyamuk Bakar (5.11) (0.01)
DesemberOktober November
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 27
27
Grafik 2.3. Perbandingan Inflasi 5 regional di
Indonesia
Grafik 2.4. Perbandingan Inflasi di Wilayah
Balinusra
Apabila dibandingkan dengan inflasi antar regional di Indonesia, inflasi tahunan
dan triwulanan di Balinusra masih relatif terkendali. Inflasi tahunan balinusra hanya
sebesar 3,29%, demikian pula dengan inflasi triwulanan yang sebesar 1,39%. Namun
demikian, pendorong rendahnya inflasi lebih disebabkan oleh rendahnya inflasi Bali dan
NTB yang hanya sebesar 2,76% (yoy) dan 3,43% (yoy). Demikian pula, inflasi
triwulanan Provinsi Bali tercatat hanya sebesar 0,78% (qtq) dan inflasi NTB hanya
sebesar 1,39% (qtq). Bandingkan dengan inflasi triwulanan NTT yang mencapai 3,51%
(qtq)
2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok Komoditas
Baik secara tahunan, triwulanan maupun bulanan, bahan makanan pada
triwulan IV 2015 menjadi penyumbang utama inflasi di NTT. Penurunan
pasokan komoditas bahan makanan antara lain disebabkan oleh ketiadaan
panen, kematian ternak dan berkurangnya hasil tangkapan ikan karena
peralihan musim. Inflasi komoditas makanan minuman dan tembakau juga tumbuh
cukup tinggi seiring dengan adanya kenaikan cukai rokok maupun kenaikan harga
minuman dan makanan jadi. Komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar
juga mengalami kenaikan seiring dengan adanya kenaikan harga bahan bangunan dan
kenaikan tarif listrik dengan daya 1.300 dan 2.200. Adapun inflasi komoditas
transportasi, komunikasi dan jasa secara tahunan justru mengalami penurunan seiring
dengan turunnya harga bahan bakar dan hilangnya efek kenaikan BBM di akhir tahun
2014.
5.13
4.43
3.29 3.07 3.06
1.60 1.51 1.39 1.38 0.86
-
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00K
alim
anta
n
Sula
wes
i
Bal
inu
sra
Jaw
a
Sum
ater
a
Sula
wes
i
Kal
iman
tan
Bal
inu
sra
Sum
ater
a
Jaw
a
yoy qtq
2.76
3.43
4.92
0.78
1.39
3.50
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
5.00
Bali NTB NTT Bali NTB NTT
yoy qtq
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 28
28
Tabel 2.3. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
Sumber : BPS, diolah
2.2.1 Bahan Makanan
Inflasi komoditas bahan makanan mengalami kenaikan signifikan di triwulan IV
2015. Tanda-tanda pergerakan inflasi sudah terlihat pada bulan Oktober seiring dengan
adanya kenaikan harga padi-padian terutama beras, dan semakin meningkat di bulan
November 2015 dengan nilai inflasi mencapai 1,83% (mtm) dan meningkat signifikan
di bulan Desember dengan inflasi sebesar 6,38% (mtm). Kenaikan permintaan lebih
disebabkan oleh kondisi permintaan yang lebih besar dibanding pasokan, terlebih pada
akhir tahun 2015 seiring dengan adanya perayaan Natal dan tahun baru serta
penyelenggaraan dua even nasional. Tingginya inflasi terutama disebabkan oleh inflasi
pada triwulan IV 2015 yang meningkat 8,79% (qtq) di triwulan IV 2015, dan membuat
inflasi tahunan menjadi sebesar 8,95% (yoy).
Grafik 2. 5. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan
Makanan secara Triwulanan,
Tahunan dan Bulanan
Grafik 2.6. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan
Makanan per Sub Kelompok
Komoditas
Berdasarkan sub kelompok komoditas pembentuknya, baik secara triwulanan
dan tahunan, sub kelompok komoditas sayur-sayuran menjadi penyebab utama
tingginya inflasi bahan makanan, diikuti oleh sub kelompok komoditas padi-padian
Okt Nov Des Okt Nov Des
INFLASI UMUM 121.2 122.0 125.0 4.92 3.51 0.32 0.70 2.46
Bahan Makanan 112.7 114.7 122.0 8.95 8.79 0.43 1.83 6.38
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau 130.6 131.0 132.7 8.50 2.03 0.41 0.29 1.32
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 120.0 120.5 122.7 3.16 2.26 0.01 0.43 1.81
Sandang 120.0 121.5 120.4 5.71 0.76 0.40 1.27 (0.90)
Kesehatan 111.5 112.1 112.7 5.32 0.93 (0.09) 0.50 0.52
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 123.3 123.3 123.5 5.91 0.35 0.23 (0.01) 0.14
Transportasi, Komunikasi dan Jasa 131.3 131.4 133.5 (1.04) 2.25 0.55 0.14 1.54
MTMQTQYOY
IHK 2015Komoditi
8.95
8.79
6.38
(8.00)
(6.00)
(4.00)
(2.00)
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
Jan
Feb
Mar
Ap
r
May Jun
Jul
Au
g
Sep
Oct
No
v
De
c
Jan
Feb
Mar
Ap
r
May Jun
Jul
Au
g
Sep
Oct
No
v
Dec
2014 2015
yoy qtq mtm
-20-10
010203040
Padi-padian,Umbi-umbian…
Daging dan Hasil-hasilnya
Ikan Segar
Ikan Diawetkan
Telur, Susu danHasil-hasilnya
Sayur-sayuranKacang -kacangan
Buah - buahan
Bumbu -bumbuan
Lemak danMinyak
Bahan MakananLainnya
yoy
qtq
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 29
29
serta daging dan hasil-hasilnya. Secara triwulanan, sub kelompok komoditas ikan segar
juga menjadi penyumbang inflasi tertinggi seiring dengan minimnya hasil tangkapan
ikan pada musim pancaroba. Secara rata-rata, harga sayur-sayuran telah naik hingga
22,36% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Demikian pula dengan komoditas padi-
padian serta daging dan hasil-hasilnya yang mengalami kenaikan hingga 15,10% (yoy)
dan 14,42% (yoy). Ikan segar secara tahunan mengalami deflasi -1.16% (yoy)
walaupun secara triwulanan mengalami inflasi sebesar 16,83% (qtq). Adapun
komoditas lainnya yang mengalami deflasi antara lain sub kelompok komoditas bumbu-
bumbuan, lemak dan minyak serta kacang-kacangan. Adanya El Nino membuat
penggantian tanaman komoditas cabe-cabean mundur dari jadwal yang biasanya
terjadi di bulan Desember 2015. Selain itu, adanya program gerakan tanam cabe di
musim kering juga membuat stok cabe cukup melimpah yang terlihat dari deflasi harga
cabe hingga di atas 50%. Kondisi kering El Nino juga relatif cocok untuk tanaman
kacang-kacangan sehingga pasokan meningkat. Penurunan harga minyak lebih
disebabkan oleh rendahnya harga minyak internasional yang berimbas kepada harga
domestik.
2.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan tahun 2015
mengalami deflasi 0,19% (yoy) terutama disebabkan oleh hilangnya base effect
kenaikan BBM di akhir tahun sebelumnya, dan disertai dengan penurunan
harga bensin, solar dan angkutan dalam kota. Tingginya kenaikan tarif
angkutan udara menjadi penghambat terjadinya deflasi pada kelompok
komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Harga bensin mengalami
penurunan -14,26% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Solar juga mengalami
penurunan -10,67% (yoy) dan angkutan dalam kota juga turun sebesar -8,07% (yoy).
Penurunan harga BBM dilakukan seiring kebijakan pemerintah untuk menyesuaikan
harga secara periodikal dan adanya penurunan minyak dunia. Turunnya ongkos
angkutan dalam kota sesuai dengan Keputusan Bupati untuk turun menurunkan tarif
angkutan seiring dengan penurunan harga BBM. Satu-satunya kenaikan yang cukup
signifikan terjadi pada tarif angkutan udara yang lebih disebabkan oleh tingginya
permintaan bertepatan dengan pelaksanaan hari kesetiakawanan sosial nasional (HKSN)
yang mampu menghadirkan ratusan peserta ke Kupang.
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 30
30
Grafik 2. 7. Inflasi Kelompok Komoditas
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Grafik 2.8. Inflasi Kelompok Komoditas
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per
Sub Kelompok Komoditas
2.2.3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Inflasi komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar tahun 2015
sebesar 3,16% (yoy), relatif terkendali dibandingkan realisasi inflasi tahun sebelumnya
yang sebesar 6,90% (yoy). Secara triwulanan, inflasi komoditas perumahan, air, listrik,
gas dan bahan bakar mengalami kenaikan sebesar 2,26% terutama disebabkan oleh
meningkatnya harga bahan bangunan seperti semen, pasir dan batu seiring dengan
banyaknya permintaan menjelang akhir tahun anggaran.
Grafik 2. 9. Inflasi Kelompok Komoditas
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Grafik 2.10. Inflasi Kelompok Komoditas
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar per
Sub Kelompok Komoditas
2.2.4 Komoditas Lainnya
Komoditas makanan, minuman dan tembakau menjadi komoditas dengan
inflasi tahunan tertinggi kedua setelah inflasi bahan makanan. Nilai inflasi hingga akhir
tahun 2015 mencapai 8,50% (yoy) terutama disebabkan oleh adanya kenaikan cukai
rokok, dan kenaikan harga makanan jadi dan minuman. kenaikan harga hampir terjadi
di sepanjang tahun 2015 oleh berbagai macam jenis makanan jadi dan minuman tak
(1.04)
2.25
1.54
(10.00)
(5.00)
-
5.00
10.00
15.00
20.00
Jan
Feb
Mar
Ap
r
May Jun
Jul
Au
g
Sep
Oct
No
v
De
c
Jan
Feb
Mar
Ap
r
May Jun
Jul
Au
g
Sep
Oct
No
v
De
c
2014 2015
yoy qtq mtm
-7%
-2%
4%
9%
14%
19%
24%
Jan
Feb
Mar Ap
r
May Jun Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
Jan
Feb
Mar Ap
r
May Jun Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
2014 2015
Triwulanan Transpor, Komunikasi dan JasaKeuanganTranspor
Komunikasi Dan Pengiriman
Sarana dan Penunjang Transpor
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
Jan
Feb
Mar Ap
r
May Jun Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
Jan
Feb
Mar Ap
r
May Jun Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
2014 2015
Tahunan
3.16
2.26
1.81
(2.00)
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
Jan
Feb
Mar
Ap
r
May Jun
Jul
Au
g
Sep
Oct
No
v
De
c
Jan
Feb
Mar
Ap
r
May Jun
Jul
Au
g
Sep
Oct
No
v
De
c
2014 2015yoy qtq mtm
-1%0%1%2%3%4%5%6%7%
Jan
Feb
Mar Ap
r
May Jun Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
Jan
Feb
Mar Ap
r
May Jun Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
2014 2015
qtq
PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB Biaya Tempat TinggalBahan Bakar, Penerangan dan Air Perlengkapan RumahtanggaPenyelenggaraan Rumahtangga
0%
5%
10%
15%
20%
Jan
Feb
Mar Ap
r
May Jun Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
Jan
Feb
Mar Ap
r
May Jun Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
2014 2015
yoy
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 31
31
beralkohol. Sedangkan kenaikan cukai disesuaikan sepanjang tahun agar kenaikan
harga rokok dan tembakau tidak terlalu signifikan.
Inflasi pada kelompok komoditas pendidikan, rekreasi dan olah raga menjadi
penyumbang inflasi terbesar ketiga setelah inflasi komoditas bahan makanan dan
makanan jadi, minuman dan tembakau. tingginya inflasi terutama disebabkan oleh
adanya kenaikan biaya sekolah dari kelompok bermain hingga sekolah menengah
pertama yang naik tinggi pada awal tahun ajaran baru. Secara triwulanan, inflasi pada
triwulan IV relatif rendah dikarenakan kenaikan besar biasanya hanya terjadi sekali
dalam setahun dan sudah mengalami kenaikan pada triwulan III 2015.
Secara tahunan, inflasi komoditas sandang pada tahun 2015 mencapai sebesar
5,71% (yoy) terutama disebabkan oleh adanya kenaikan harga sandang menjelang Hari
Raya Idul Fitri 2015. Pada triwulan IV 2015, kenaikan harga relatif rendah dan
cenderung menurun di akhir tahun dikarenakan adanya penurunan harga untuk
memenuhi target penjualan dan dalam rangka mengganti model sandang.
2.3. Disagregasi Inflasi
Berdasarkan disagregasi inflasi, administered price mampu menjadi
penghambat inflasi utama dengan total inflasi hanya sebesar 1,69% (yoy)
dibanding tahun sebelumnya. inflasi inti tumbuh moderat dengan nilai sebesar
4,79% dan inflasi volatile food mengalami kenaikan signifikan seiring dengan
kenaikan permintaan menjelang akhir tahun. Rendahnya inflasi administered price
terutama disebabkan oleh hilangnya faktor based effect atas kenaikan BBM di tahun
sebelumnya. Bahkan, harga bensin, solar dan angkutan dalam kota justru mengalami
penurunan dibanding tahun sebelumnya dikarenakan pengaruh penurunan harga
minyak dunia. Kenaikan inflasi pada administered price terjadi pada kenaikan cukai
rokok dan tembakau serta adanya kenaikan tarif listrik di bulan Desember untuk
pengguna listrik dengan daya 1.300 dan 2.200 watt.
Inflasi tinggi justru terjadi komoditas volatile food terutama di bulan Desember 2015
dikarenakan oleh tingginya permintaan dalam rangka menyambut natal dan tahun baru
tidak diimbangi oleh suplai pasokan yang ada.
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 32
32
Grafik 2. 11. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan
Inflasii Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 2.12. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan
Inflasii Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur
2.3.1 Kelompok Volatile Foods
Inflasi komoditas yang bergejolak (volatile foods) pada triwulan IV
2015 mengalami kenaikan signifikan. Tingginya inflasi terutama disumbang
oleh inflasi bulan Desember 2015 yang mencapai 6,34% (mtm), dan menjadi
inflasi tertinggi dalam 10 tahun terakhir, bahkan lebih tinggi dari inflasi karena
sentimen negatif paska kenaikan harga BBM. Tingginya permintaan yang tidak
diimbangi dengan peningkatan pasokan menjadi penyebab utama inflasi di triwulan IV
2015. Adanya perayaan hari raya natal dan tahun baru, serta perayaan HKSN dan natal
bersama nasional membuat permintaan bahan makanan mengalami peningkatan
signfikan seiring dengan adanya kunjungan ribuan tamu dalam acara tersebut.
Konsumsi bahan makanan juga mengalami kenaikan signifikan setiap hari raya Natal. Di
sisi lain, pasokan beberapa komoditas bahan makanan justru mengalami penurunan.
Pasokan ikan mengalami penurunan seiring dengan adanya musim pancaroba yang
membuat ikan tidak mau memakan umpan yang dipasang. lebih dari 30% ayam ras
mati karena terkena penyakit selama perubahan musim. Pasokan beras juga masih
relatif terbatas walaupun kondisi persediaan di tingkat pedagang besar masih tersedia.
Pasokan sayur-sayuran relatif tetap padahal terdapat peningkatan permintaan yang
cukup tinggi. Selain itu, terdapat peningkatan biaya produksi seperti kenaikan harga
pakan ternak yang berdampak pada kenaikan harga daging ayam ras. Adanya
pembatasan impor indukan ayam ras (GPS) juga membuat peningkatan pasokan ayam
hanya dapat dialokasikan sebesar 25% dari kondisi normal.
Secara tahunan, inflasi komoditas volatile food mencapai 9,43% (yoy). Padi-
padian menjadi penyumbang utama inflasi volatile food, disusul oleh komoditas sayur-
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
18.00
20.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014 2015
Sum AP Sum VFSum Core Inflasi (yoy)Inf Core Inf VFInf AP
-4.50
-2.50
-0.50
1.50
3.50
5.50
7.50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2014 2015
Sum APSum VFSum CoreInflasi (mtm)CoreVol FoodAdm Price
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 33
33
sayuran, daging dan hasil-hasilnya dan telur, susu dan hasil-hasilnya. Sepanjang tahun
2015, harga rata-rata bumbu-bumbuan justru dapat mengalami penurunan dibanding
tahun sebelumnya. Penurunan harga terutama pada komoditas cabe-cabean seiring
dengan banyaknya pasokan di pasar yang salah satunya disumbang oleh panen
Perdana program gerakan tanam cabe di musim kemarau (GTCK) yang terjadi di bulan
Oktober 2015.
2.3.2 Kelompok Administered Prices
Secara triwulanan, Inflasi administered price pada triwulan III 2015
mengalami kenaikan dibanding triwulan sebelumnya. Kenaikan inflasi
terutama disebabkan oleh kenaikan harga tembakau dan minuman beralkohol,
kenaikan tarif listrik dan kenaikan tarif angkutan udara di akhir tahun 2015.
kenaikan inflasi tembakau dan minuman beralkohol seiring dengan kenaikan cukai
rokok dan minuman beralkohol yang dibebankan secara bertahap. Selain itu terdapat
kenaikan harga sirih yang cukup tinggi di triwulan IV 2015 hingga 33,34% (qtq) dan
menyumbang inflasi hingga sebesar 0,02 (sum qtq). Kenaikan tarif listrik bersubsidi
dengan daya 1.300 dan 2.200 watt juga mampu meningkatkan inflasi hingga 2,46%
(qtq) dan menyumbang inflasi sebesar 0,07% (sum qtq). Tingginya permintaan
angkutan udara seiring dengan adanya perayaan HKSN juga telah meningkatkan harga
tarif pesawat udara secara cukup signifikan.
Walaupun sub kelompok komoditas transportasi secara triwulanan mengalami
kenaikan, namun secara tahunan justru mengalami penurunan. Telah hilangnya
pengaruh efek tahun dasar kenaikan BBM di tahun 2014 menjadi penyebab utama
penurunan inflasi. Selain itu, adanya penurunan harga bensin dan solar, serta
penurunan tarif angkutan dalam kota, mampu meredam kenaikan tarif angkutan
udara, sehingga inflasi justru mengalami deflasi dibanding tahun sebelumnya. Inflasi
terutama masih disebabkan oleh adanya kenaikan bertahap cukai rokok dan minuman
beralkohol.
2.3.3 Kelompok Inti (core)
Inflasi kelompok inti masih relatif terkendali dalam satu tahun terakhir.
Makanan jadi masih menjadi penyumbang inflasi tahunan, diikuti oleh sub kelompok
komoditas pendidikan dan minuman tak beralkohol. Kenaikan biaya produksi, tarif
sekolah dan ongkos angkutan diduga menjadi penyebab utama kenaikan inflasi inti.
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 34
34
Secara triwulanan, inflasi kelompok inti pada triwulan IV 2015 relatif terjaga
dengan nilai inflasi hanya sebesar 1,49% (qtq). Tidak terdapat kenaikan maupun
penurunan harga komponen pembentuknya secara signifikan. Namun demikian secara
bulanan, kenaikan inflasi inti relatif cukup besar. Inflasi sub kelompok komoditas biaya
tempat tinggal menjadi penyebab utama kenaikan seiring dengan langkanya pasokan
semen dan meningkatnya harga bahan bangunan lainnya. Kerusakan listrik PLN turut
mempengaruhi volume produksi PT Semen Kupang. Selain itu, makanan jadi dan
minuman tak beralkohol juga mengalami kenaikan harga di akhir tahun 2015
walaupun dalam jumlah yang tidak terlalu besar.
Grafik 2.13. Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6
bulan ke Depan
Sumber : Bank Indonesia, diolah
2.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota
2.4.1 Inflasi Kota Kupang
Inflasi Kota Kupang pada triwulan IV 2015 mengalami kenaikan yang
sangat signifikan. Dengan nilai inflasi sebesar 3,79% (qtq), kota Kupang
menjadi kota dengan inflasi triwulanan tertinggi kedua setelah Merauke
(6,36%) dari 82 kabupaten/kota sampel inflasi. Secara tahunan, inflasi Kota
Kupang mencapai 5,07% (yoy) lebih tinggi dibanding inflasi NTT yang sebesar 4,92%
(yoy). Penurunan inflasi tahunan lebih disebabkan oleh hilangnya base effect inflasi
BBM di tahun sebelumnya. Secara bulanan dan triwulanan, inflasi di Kota Kupang
mengalami kenaikan signifikan terutama disebabkan oleh tingginya inflasi bahan
makanan, komoditas bahan bangunan dan angkutan udara.
130.0
140.0
150.0
160.0
170.0
180.0
190.0
200.0
-2.00
-1.50
-1.00
-0.50
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Aug Se
p
Oct
Nov
Dec Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
2015 2016Inflasi KupangPerubahan harga umum 3 bulan yadPerubahan harga umum 6 bulan yad
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 35
35
Grafik 2.14. Inflasi Tahunan
Kota Kupang
Grafik 2.15. Inflasi Triwulanan
Kota Kupang Grafik 2.16. Inflasi Bulanan
Kota Kupang
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Tingginya inflasi komoditas bahan makanan sebenarnya sudah terdeteksi pada
rapat koordinasi TPID pada tanggal 28 Oktober 2015. Pada rapat tersebut disampaikan
komoditas-komoditas yang berpotensi menyumbang inflasi seperti komoditas sayur-
sayuran, beras, ikan kembung, telur ayam dan daging ayam ras. Namun demikian,
tingginya peserta dalam rangka HKSN dan natalan bersama nasional di luar perkiraan
TPID, sehingga inflasi angkutan udara justru terjadi dan di luar perhitungan TPID.
Pasokan daging ayam ras juga sudah meningkat lebih kurang 25% untuk menyambut
hari Natal dan tahun baru. Namun adanya pergantian musim yang membuat lebih dari
30% ayam ras mati juga luput dari pengawasan, sehingga sumbangan inflasi terhadap
inflasi kota Kupang cukup besar. Penurunan produksi PT Semen Kupang akibat dari
ketidakstabilan pasokan listrik juga membuat pasokan semen mengalami penurunan. Di
sisi lain, tekanan permintaan semen untuk penyelesaian proyek pemerintah juga cukup
besar, hingga terjadi kelangkaan semen di pasar.
Tabel 2.4. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
Sumber : BPS, diolah
2.4.2 Inflasi Kota Maumere
Berbeda dengan Inflasi di Kota Kupang, inflasi di Kota Maumere jauh
lebih terkendali. Secara triwulanan, inflasi Kota Maumere hanya sebesar
1,58%, relatif terjaga di tengah perayaan Natal yang dirayakan oleh sebagian
besar penduduknya. Bahan makanan masih menjadi penyebab utama inflasi terutama
Okt Nov Des Okt Nov Des
INFLASI UMUM 122.0 122.9 126.2 5.07 5.07 3.79 0.37 0.72 2.67
Bahan Makanan 113.8 115.9 123.9 9.55 9.55 9.38 0.41 1.93 6.88
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau 129.9 130.3 132.2 8.63 8.63 2.23 0.46 0.31 1.45
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 121.1 121.6 124.1 3.34 3.34 2.43 0.01 0.40 2.01
Sandang 121.7 123.5 122.2 6.32 6.32 0.87 0.46 1.48 (1.06)
Kesehatan 111.8 112.4 112.9 5.56 5.56 0.86 (0.11) 0.49 0.47
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 120.8 120.7 120.9 4.36 4.36 0.39 0.27 (0.04) 0.17
Transportasi, Komunikasi dan Jasa 133.3 133.5 135.9 (0.51) (0.51) 2.84 0.91 0.11 1.80
KomoditiIHK 2015
YOY QTQMTM
YTD
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 36
36
komoditas ikan segar yang disebabkan oleh turunnya tangkapan ikan seiring dengan
datangnya peralihan musim dan menurunnya pasokan sayur.
Grafik 2.17. Inflasi Tahunan
Kota Maumere
Grafik 2.18. Inflasi Triwulanan
Kota Maumere Grafik 2.19. Inflasi Bulanan
Kota Maumere
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Secara tahunan, inflasi Kota Maumere sebesar 3,89% (yoy) lebih rendah
dibanding inflasi NTT yang sebesar 4,92% (yoy). Tingginya kenaikan harga padi-padian
hingga 19,63% (yoy) menjadi penyebab utama inflasi di Kota Maumere, disusul oleh
kenaikan harga daging dan hasil-hasilnya hingga 33,86% (yoy) menjadi penyebab
kedua penyumbang inflasi terbesar di Kota Maumere. Adanya permasalahan kesulitan
dalam mendapatkan DOC di awal tahun membuat harga ayam hidup di Kota Maumere
mengalami kenaikan hingga 61,92% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Tingginya
kenaikan biaya pendidikan menjadi penyumbang terbesar ketiga inflasi di Kota
Maumere. secara total, biaya pendidikan mengalami kenaikan 20,03% dengan
kenaikan tertinggi pada biaya pendidikan taman kanak-kanak yang meningkat hingga
84,00% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Hampir semua biaya pendidikan baik
formal maupun non formal mengalami kenaikan biaya di sepanjang tahun 2015.
Tabel 2.5. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
Sumber : BPS, diolah
2.5. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID
Hingga triwulan IV 2015, TPID yang sudah terbentuk sebanyak 22 TPID.
Kabupaten TTS telah melaporkan pembentukan TPID sehingga hanya
kabupaten Malaka yang belum membentuk TPID. Dengan demikian, fokus TPID di
Okt Nov Des Okt Nov Des
INFLASI UMUM 115.7 116.4 117.6 3.89 3.89 1.58 (0.04) 0.59 1.03
Bahan Makanan 105.5 106.7 109.7 4.69 4.69 4.56 0.60 1.14 2.76
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau 135.4 135.6 136.3 7.66 7.66 0.78 0.15 0.16 0.48
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 112.6 113.3 113.8 1.90 1.90 1.11 0.04 0.63 0.43
Sandang 109.0 108.7 109.0 1.47 1.47 (0.01) (0.06) (0.24) 0.29
Kesehatan 109.7 110.3 111.2 3.70 3.70 1.41 0.01 0.55 0.85
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 140.2 140.5 140.4 15.61 15.61 0.14 - 0.15 (0.01)
Transportasi, Komunikasi dan Jasa 117.9 118.3 117.9 (4.84) (4.84) (2.01) (2.00) 0.31 (0.33)
KomoditiIHK 2015
YOY QTQMTM
YTD
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 37
37
tahun 2016 diharapkan dapat berfokus pada penguatan kelembagaan dan kesadaran
tentang peran TPID dalam pengendalian inflasi di daerah. Bagi daerah yang telah
terbentuk lebih dari 2 tahun, maka perlu dilakukan peningkatan komitmen dengan
melakukan langkah aksi dan penguatan koordinasi sebagaimana terdapat dalam
roadmap TPID nasional.
Gambar 2.1. Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan I 2015 dan
Sebaran Pembentukan TPID
Sumber : Sekretariat TPID, diolah
Adapun kegiatan TPID yang dilakukan di triwulan IV 2015 antara lain rapat
evaluasi kinerja dan koordinasi bersama TPID se-provinsi NTT. Selain itu juga dilakukan
rapat koordinasi di Kabupaten Ngada, Rapat High Level Meeting (HLM) untuk
mengantisipasi hari raya, inspeksi mendadak semen dan pasar serta operasi pasar.
Terkait pengendalian inflasi, pada rapat evaluasi kinerja sudah disampaikan perlunya
mempercepat koordinasi dalam menyiapkan hari raya terutama dalam rangka
mengantisipasi hari raya Natal dan tahun baru. Selain itu, juga dipaparkan komoditas
yang berpotensi menjadi penyumbang inflasi Natal dan tahun baru dalam 6 tahun
terakhir. Diharapkan, TPID dapat menjajagi perkuatan kerjasama terlebih dalam
penyediaan bahan pangan selama natal dan El Nino. Namun demikian, pelaksanaan
rapat HLM baru dapat dilaksanakan pada bulan Desember sehingga langkah struktural
tidak dapat dilakukan dan hanya dapat dilakukan langkah teknis berupa inspeksi
mendadak, percepatan bongkar muat bahan pangan dan operasi pasar. Operasi pasar
yang dilakukan dapat berhasil menjaga harga beras dengan kenaikan hanya 1,6%
dibanding bulan sebelumnya. Inspeksi mendadak juga dapat menahan kenaikan harga
semen yang sempat meningkat hingga lebih dari 60 ribu rupiah. Namun demikian,
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 38
38
Harga sayur mengalami kenaikan signifikan dikarenakan berkurangnya pasokan. Harga
daging ayam juga mengalami kenaikan hingga 40% dikarenakan adanya penurunan
pasokan di saat permintaan mengalami kenaikan signifikan. Kondisi ini sekiranya dapat
menjadi pembelajaran bagi TPID dalam penentuan waktu koordinasi yang tepat, agar
proses pengendalian inflasi dapat lebih efektif.
Boks 2. | El Nino dan Potensi Rawan Pangan di NTT 39
Adanya El Nino di tahun 2015 berpotensi menyebabkan kerawanan pangan apabila kondisi El
Nino masih terjadi hingga Februari 2016. Dengan kondisi musim yang hanya 4 bulan hujan dan
8 bulan kering, maka semakin lama daerah mengalami kekeringan, semakin besar pula potensi
daerah terancam rawan pangan. Hingga akhir Januari 2016, berdasarkan data 15
Kabupaten/Kota di NTT, dari total 105,2 ribu ha tanaman padi jagung yang telah ditanam, 32%
atau 33,6 ribu ha lahan berpotensi mengalami kerusakan. Potensi kerusakan tanaman padi
sebesar 13 ribu ha dari 39,45 ribu ha yang ditanam. Sedangkan potensi kerusakan lahan jagung
sebesar 20,54 ribu ha dari 65,73 ribu ha lahan yang ditanami jagung. Potensi kerusakan
terbesar berada di Kabupaten Sikka yang mencapai 87,2% dibandingkan total luas tanam yang
sebesar 9.910 ha. Kabupaten TTU juga berpotensi mengalami kegagalan tanam hingga 7.472
ha atau mencapai 89,7% dan Kabupaten Flores Timur berpotensi gagal tanam hingga 6 ribu
ha. Kerusakan tanaman tersebut disebabkan oleh jarangnya hujan yang terjadi, sehingga
tanaman yang sudah ditanam layu dan menguning. Pohon yang menguning apabila tidak
segera mendapatkan air, maka akan mengalami kematian.
Gambar Boks 2.1. Peta Daerah dengan Potensi kerusakan tanam Posisi Januari 2016
Sumber : Badan Ketahanan Pangan, diolah
Dengan kondisi 40% lahan pertanian mengandalkan tadah hujan, adanya El Nino jelas menjadi
ancaman terlebih pada masa tanam pertama ini. Pemantauan harian terus dilakukan untuk
menentukan langkah-langkah mitigasi potensi terjadinya rawan pangan. Apabila dapat segera
terjadi hujan, maka petani akan segera dianjurkan untuk mengganti bibit dan menanam
dengan bibit yang baru. Apabila kondisi tanaman hanya layu, maka tanaman tersebut masih
berpotensi hidup. Penentuan langkah mitigasi baru akan dilakukan setelah tanaman memasuki
fase vegetasi. Apabila selama masa pembuahan tersebut masih terdapat hujan, maka potensi
ancaman terjadinya gagal panen relatif kecil. Namun demikian, apabila hujan sudah berhenti,
maka pemerintah akan menghitung kapan mulai terjadi rawan pangan dengan
mempertimbangkan kecukupan stok yang ada. Untuk menanggulangi potensi rawan pangan,
bahkan Gubernur NTT telah mengalokasikan 10 miliar rupiah untuk pembelian cadangan beras
Boks 2. | El Nino dan Potensi Rawan Pangan di NTT 40
pemerintah. Dengan pemantauan melekat oleh Badan Ketahanan Pangan dan penambahan
dana cadangan rawan pangan, diharapkan dampak dari potensi kekeringan dan rawan pangan
dapat diminimalisir.
| Employability di NTT 41
Permasalahan pokok dalam mencapai kedaulatan pangan secara garis besar terdiri dari
dua hal yaitu permasalahan efisiensi dan produktifitas. Kedua permasalahan tersebut saling
beririsan yaitu adanya permasalahan efisiensi juga dapat berpengaruh terhadap produktifitas,
demikian pula sebaliknya. Permasalahan produktifitas lebih disebabkan oleh masalah pengairan,
saprodi (pemupukan, benih, obat-obatan), musim/iklim, kondisi tanah, teknik bertani maupun
kelembagaan petani. Sedangkan permasalahan efisiensi lebih disebabkan oleh kemampuan
petani dalam menjaga struktur biaya seperti penggunaan peralatan mekanisasi pertanian, yang
mampu mengurangi biaya produksi serta potensi kehilangan dalam panen ataupun
meningkatkan kualitas tanam hingga hasil produk akhir. Permasalahan efisiensi lainnya seperti
penyediaan jalan pertanian, dan produktifitas tenaga kerja.
Gambar Boks 3.1. Empat Komponen dalam Peningkatan Produksi Tanaman Pangan
Sumber : Dinas Pertanian, Balai Wilayah Sungai, PT Pupuk Kaltim, PT Petrokimia, Badan Ketahanan Pangan; diolah
Untuk mencapai kedua hal tersebut di atas, maka setidaknya terdapat empat komponen
yang harus diperhatikan antara lain ketersediaan sumber daya air dan jaringan irigasi,
kecukupan pasokan pupuk, kehandalan mekanisasi pertanian dan penguatan kelembagaan.
Untuk penguatan kapasitas sumber daya air, pemerintah sudah merencanakan untuk
membangun 7 buah waduk dengan potensi pembentukan lahan irigasi mencapai 13 ribu ha.
Selain itu, dalam jangka pendek, pemerintah telah membangun lebih dari 1.000 embung
sebagai cadangan air irigasi dan air baku bagi warga sekitar. Pada tahun 2016 akan dibangun
lebih dari 100 embung di seluruh Provinsi NTT. dampak dari pembangunan waduk baru akan
dapat dirasakan setelah waduk jadi, dan adanya embung tidak dapat memenuhi seluruh
kebutuhan air, tetapi setidaknya bisa mengurangi ketergantungan pada air hujan.
Realisasi penyaluran pupuk pada tahun 2015 mencapai 52 ribu ton pupuk atau
meningkat 8,6% dibanding tahun 2014 yang hanya sebesar 48 ribu ton. Peningkatan
penyaluran pupuk bersubsidi lebih disebabkan oleh adanya upaya khusus kementrian pertanian
yang menambahkan alokasi pupuk NPK hingga 165%, sehingga kebutuhan pupuk petani
dapat tercukupi. Pada tahun 2016, Provinsi NTT berdasarkan permentan No. 60 tahun 2015
| Employability di NTT 42
mendapatkan alokasi pupuk bersubsidi sebesar 53 ribu ton atau naik 2,5% dibanding realisasi
penyaluran pupuk tahun 2015. Adapun alokasi pupuk tersebut masih jauh lebih kecil
dibandingkan hasil perhitungan Bank Indonesia berdasarkan nilai rata-rata penyaluran pupuk
nasional per ha ataupun hasil penghimpunan RDKK yang dilakukan oleh Badan Ketahanan
Pangan. Namun demikian, penambahan kuota tersebut sekiranya patut disyukuri dan
dioptimalkan penggunaannya dengan harapan bisa mendapatkan penambahan kuota pupuk
melalui upaya khusus lanjutan kementrian pertanian di tahun 2016.
Dalam rangka peningkatan efisiensi produksi, kementrian pertanian telah menyalurkan
bantuan alat permesinan pertanian (alsintan) dengan total bantuan berjumlah 586 buah.
Namun demikian, bila dibandingkan dengan total gapoktan terdaftar yang berjumlah hingga 20
ribu gapoktan, maka pemberian bantuan tersebut dirasa sangat kurang. Oleh karena itu, zonasi
pemberian bantuan sekiranya dapat dilakukan agar pemanfaatan alsintan yang ada dapat
dinikmati bersama oleh beberapa gapoktan.
Terakhir, penguatan kelembagaan pertanian menjadi hal mutlak yang harus dilakukan.
Petani dan gapoktan harus memiliki ketrampilan cara bertanam yang benar sesuai dengan
praktek terbaik yang ada. Untuk itu, peran penyuluh dalam memberikan pendampingan, mulai
dari penyusunan RDKK, penyaluran pupuk sesuai RDKK dan penggunaan metode bertani yang
tepat menjadi sangat penting. Agar mendapatkan kuota pupuk yang sesuai, petani disadarkan
pentingnya bertani dalam kelompok agar dapat memperoleh kuota pupuk bersubsidi. Untuk
memastikan tidak adanya kebocoran penyaluran pupuk bersubsidi, maka pranata pengawasan
meliputi tim verifikasi dan komisi pengawasan pupuk dan pestisida harus senantiasa aktif dalam
mencatat realisasi penyaluran maupun pengawasan atas potensi penyelewengan yang terjadi.
Terakhir, petani sekiranya dapat terus diajak untuk menggunakan alat permesinan pertanian
agar biaya produksi dapat diminimalisir yang pada ujungnya akan berdampak pada
peningkatan kesejahteraan petani. Petani yang sudah memiliki alsintan didorong untuk tidak
hanya menggunakan untuk kepentingannya sendiri melainkan dapat menyewakan ke petani
lainnya agar efisiensi produksi dapat tercipta sebagaimana sudah biasa terjadi di Jawa.
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 43
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Kinerja perbankan melambat, sementara sistem pembayaran meningkat signifikan.
Indikator kinerja perbankan secara year-on-year (yoy) dan triwulanan (qtq)
mengalami perlambatan. Namun demikian, masih tetap tumbuh di atas
pertumbuhan Nasional.
Selain itu, beberapa indikator sistem pembayaran menunjukkan peningkatan
yang signifikan. Hal ini juga menggambarkan ekonomi di Provinsi NTT masih
terus berkembang.
3.1. KONDISI UMUM
Pada Triwulan IV 2015 kinerja perbankan baik secara Nasional maupun di Provinsi NTT
relatif melambat. Walaupun melambat, kinerja perbankan di Provinsi NTT masih lebih
baik daripada kinerja perbankan Nasional. Perlambatan kinerja perbankan tersebut
tercermin oleh beberapa indikator perbankan yaitu Aset, Dana Pihak Ketiga, dan Kredit.
Aset perbankan pada Triwulan IV 2015 hanya mencapai Rp.29,11 triliun atau tumbuh
11,90% (yoy) lebih kecil dari Triwulan III 2015 yang mencapai 20,90% (yoy). Penghimpunan
Dana Pihak ketiga mengalami perlambatan dari 18,35% (yoy) di Triwulan III 2015 menjadi
16,89% (yoy) atau dengan nominal sebesar Rp.22,07 triliun pada Triwulan IV 2015. Indikator
Kredit juga menunjukkan perlambatan sebesar 14,04% (yoy) atau mencapai Rp.19,86 triliun
pada Triwulan IV 2015, lebih rendah bila dibandingkan Triwulan III 2015 yang mencapai
14,33% (yoy).
Rasio kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) Gross perbankan di Provinsi NTT pada
Triwulan IV 2015 mengalami penurunan, dari 2,00% pada Triwulan III 2015 menjadi 1,60% di
Triwulan IV 2015. Angka tersebut juga masih berada pada level aman yakni dibawah batas
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu NPL Nett sebesar 5%. Selain itu, angka rasio
likuiditas atau Loan to Deposit Ratio (LDR) pada Triwulan IV 2015 sebesar 89,98% lebih tinggi
dari Triwulan III 2015 yang mencapai 83,99%.
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 44
Grafik 3.1. Perkembangan Kinerja Perbankan
Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL
Secara umum perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada Triwulan IV 2015
menunjukkan peningkatan yang signifikan. Sistem Pembayaran Tunai mengalami net-
outflow sebesar Rp.2,07 triliun atau 217,19% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu
pada periode yang sama. Besarnya Net outflow terutama disebabkan oleh momentum
perayaan Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2016 yang membuat konsumsi rumah tangga
mengalami peningkatan. Selain itu juga karena adanya realisasi pembayaran proyek
investasi dan proyek lainnya pada akhir tahun.
Pada Triwulan IV 2015 uang palsu yang ditemukan sebanyak 53 lembar, lebih sedikit bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 52 lembar. Temuan uang palsu
ini disebabkan oleh meningkatnya pemahaman dan kesadaran perbankan tentang uang
palsu. Sementara itu, pihak kepolisian juga berperan aktif dalam membantu
mengungkapkan kasus uang palsu tersebut.
Peningkatan pertumbuhan tidak hanya pada Sistem Pembayaran tunai, namun peningkatan
yang signifikan juga terjadi pasa Sistem Pembayaran secara non tunai. Transaksi
pembayaran melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di Provinsi NTT dari sisi
volume mengalami peningkatan sebesar 67,03% (yoy) dan berdasarkan nominal meningkat
sebesar 152,50% (yoy). Selain itu, pertumbuhan transaksi pembayaran melalui SKNBI di
Provinsi NTT masih tetap berada di atas pertumbuhan Nasional. Peningkatan volume dan
nominal transaksi pembayaran melalui SKNBI merupakan dampak diimplementasikannya
sistem BI-RTGS Gen II pada tanggal 16 November 2015 dimana batasan transaksi
pembayaran dengan menggunakan sistem BI-RTGS yaitu minimal Rp.100 juta, sementara
sampai dengan 30 Juni 2016 tidak terdapat batasan transfer dana dengan menggunakan
SKNBI.
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 45
Sementara itu, transaksi BI-RTGS pada Triwulan IV 2015 mengalami penurunan yang
signifikan. Pada Triwulan IV 2015 sampai dengan November 2015 mengalami Net-From-NTT
atau transaksi keluar dari NTT menggunakan fasilitas BI-RTGS lebih besar daripada transaksi
yang masuk. Transaksi keluar dari sisi Nominal mencapai Rp.3.787,87 miliar atau tumbuh -
143,06% (yoy) berbanding terbalik dengan Triwulan III 2015 yang tumbuh Net-To-NTT
sebesar 39,17% (yoy). Selain itu bila dilihat secara Nasional pada Triwulan IV 2015 hingga
November 2015, penggunaan BI-RTGS mulai berkurang atau menurun dari 4,74% (yoy) terus
menurun menjadi 37,33% (yoy).
Untuk diketahui bahwa penurunan transaksi pembayaran melalui BI-RTGS disebabkan oleh
perubahan ketentuan tentang BI-RTGS dan SKNBI. Hal ini sejalan dengan arah
pengembangan sistem BI-RTGS untuk transaksi yang bersifat high value.
Grafik 3.3. Perkembangan SKNBI
Tabel 3.1.Perkembangan BI-RTGS
I II III IV I II III IV
Nominal (Rp.Miliar) 90,782.31 17,188.53 20,597.63 24,389.56 26,834.10 89,009.82 31,694.04 40,042.32 33,535.78 14,364.68
Volume (Lbr Warkat) 51,895 10,696 10,475 10,900 11,053 43,124 6,013 6,567 6,812 3,692
Growth Nominal 14.73% -24.24% -5.85% 17.73% 5.23% -1.95% 84.39% 94.40% 37.50% -46.47%
Growth Volume 1.80% -10.63% -12.49% -13.70% -27.89% -16.90% -43.78% -37.31% -37.50% -66.60%
Nominal (Rp.Miliar) 80,032.43 14,184.27 13,052.92 30,150.79 35,629.94 93,017.92 34,614.54 43,751.01 41,553.64 10,576.81
Volume (Lbr Warkat) 33,361 7,809 7,868 8,965 9,294 33,936 5,984 6,086 5,877 2,690
Growth Nominal 22.75% 6.58% -42.61% 69.58% 36.00% 16.23% 144.03% 235.18% 37.82% -70.31%
Growth Volume 2.55% 4.90% -4.40% 9.21% -1.94% 1.72% -23.37% -22.65% -34.45% -71.06%
Nominal (Rp.Miliar) 22,500.17 4,329.99 4,261.96 13,639.43 19,742.90 41,974.28 25,133.15 29,243.54 21,382.63 1,726.09
Volume (Lbr Warkat) 5,379 1,393 1,231 1,567 1,746 5,937 1,106 1,188 1,085 297
Growth Nominal 325.42% 131.06% -17.11% 114.10% 116.62% 86.55% 480.44% 586.15% 56.77% -91.26%
Growth Volume 17.27% 12.61% -9.95% 20.45% 18.45% 10.37% -20.60% -3.49% -30.76% -82.99%
Nominal (Rp.Miliar) 10,749.88 3,004.26 7,544.71 -5,761.23 -8,795.84 -4,008.10 -2,920.50 -3,708.69 -8,017.86 3,787.87
Volume (Lbr Warkat) 18,534 2,887 2,607 1,935 1,759 9,188 29 481 935 1,002
Growth Nominal -22.79% -67.97% -969.65% -296.19% 1159.36% -137.29% -197.21% -149.16% 39.17% -143.06%
Growth Volume 0.47% -36.18% -30.29% -56.23% -69.93% -50.43% -99.00% -81.55% -51.68% -43.04%
2015
*) Data Triwulan IV 2015 s/d November 2015
From NTT
To NTT
From-To NTT
Net From (To) NTT
TRANSAKSI RTGS 20132014
2014
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 46
3.2. PERKEMBANGAN KINERJA BANK UMUM
Pada Triwulan IV 2015 perkembangan kinerja Bank Umum di Provinsi NTT melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan Aset dan Dana Pihak Ketiga
(DPK) pada triwulan ini disebabkan oleh berkurangnya dana pemerintah dan masyarakat di
bank. Sementara itu, pertumbuhan kredit hanya mengalami sedikit perlambatan,
perlambatan tersebut terjadi karena menurunnya kredit pada sektor konstruksi serta
melambatnya kredit pedagang besar dan eceran.
Total Aset Bank Umum pada Triwulan IV 2015 mencapai Rp.28,60 triliun atau tumbuh
sebesar 11,72% (yoy), lebih rendah dibandingkan Triwulan III 2015 yang mampu tumbuh
mencapai 20,79% (yoy). Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Triwulan IV 2015
mencapai Rp.21,69 triliun atau mengalami perlambatan sebesar 16,78% (yoy), dari 18,21%
(yoy) pada Triwulan III 2015. Pertumbuhan Kredit hingga Triwulan IV 2015 sebesar Rp.19,49
triliun atau 14,03% (yoy), pertumbuhan ini sedikit melambat dibanding Triwulan III 2015
yang mencapai 14,30% (yoy). Rasio Likuiditas perbankan Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank
Umum di Provinsi NTT pada Triwulan IV 2015 sedikit meningkat dari sebesar 83,73% pada
Triwulan III 2015, menjadi 89,87%.
Penurunan rasio kredit bermasalah seiring dengan menurunnya jumlah kredit bermasalah
pada Triwulan IV 2015 dibandingkan Triwulan III 2015. Rasio kredit macet atau Non
Performing Loan (NPL) pada triwulan ini mengalami penurunan yaitu sebesar 1,53% dari
1,93% pada Triwulan III 2015.
3.2.1. Aset dan Aktiva Produktif
Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi NTT maupun secara Nasional pada Triwulan
IV 2015 mengalami perlambatan. Namun demikian, pertumbuhan Aset Bank Umum di
Provinsi NTT masih tetap berada di atas Nasional. Perlambatan Aset perbankan ini
disebabkan oleh melambatnya Aset Bank Pemerintah dan Aset Bank Swasta. Aset Bank
Swasta pada triwulan ini mengalami perlambatan paling besar dibandingkan Aset Bank
Pemerintah yakni dari 18,34% (yoy) pada Triwulan III 2015 menjadi 8,69% (yoy) di Triwulan
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 47
IV 2015. Sementara itu, Aset Bank Pemerintah juga mengalami perlambatan sebesar 12,18%
(yoy) di Triwulan IV 2015, dari 21,12% (yoy) pada Triwulan III 2015.
Selain itu, perlambatan Aset perbankan di Provinsi NTT juga disebabkan oleh menurunnya
penempatan pada bank lain dan melambatnya kredit yang diberikan oleh perbankan.
Berdasarkan kelompok bank, penyumbang Aset terbesar pada Triwulan IV 2015 adalah Bank
Pemerintah dengan porsi sebesar 87,29%, sementara Bank Swasta Nasional hanya
menyumbang sebesar 12,71%.
Grafik 3.4. Komposisi Aset Berdasarkan Kelompok Bank
3.2.2. Dana Pihak Ketiga
Pada Triwulan IV 2015 penghimpunan DPK oleh Bank Umum di Provinsi NTT juga
mengalami perlambatan, namun masih tetap berada di atas pertumbuhan Nasional.
Melambatnya DPK Bank Umum pada Triwulan IV 2015 disebabkan oleh DPK kelompok
Pemerintah yang melambat sebesar 8,45% (yoy) dari 33,42% (yoy) pada Triwulan III 2015.
Selain itu, DPK kelompok lainnya juga mengalami perlambatan sebesar 1,81% (yoy) pada
Triwulan IV 2015, lebih rendah dari Triwulan III 2015 yang mencapai 4,41% (yoy). Sementara
itu, DPK kelompok Swasta dan Perorangan pada Triwulan IV 2015 mengalami peningkatan
masing-masing sebesar 28,48% (yoy), lebih kecil dari triwulan sebelumnya yang mencapai
11,94% (yoy) dan 17,24% (yoy) dari 10,34% (yoy) pada Triwulan III 2015.
BANK
PEMERINTAH87%
BANK SWASTA NASIONAL
13%
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 48
Grafik 3.5. Share Deposito Berdasarkan Jangka Waktu Grafik 3.6. Komposisi DPK Berdasarkan Golongan Nasabah
Berdasarkan komposisi, Giro Pemerintah pada Triwulan IV 2015 masih memiliki porsi paling
besar yaitu sebesar 48,50%, kemudian diikuti oleh Giro Swasta sebesar 33,30% dan
perorangan sebesar 17,91%. Sementara itu, melambatnya Giro pada Triwulan IV 2015 juga
disebabkan oleh menurunnya Giro Pemerintah sebesar 2,61% (yoy), dan melambatnya Giro
Lainnya sebesar 7,94% (yoy). Namun demikian pada kelompok Giro Swasta mengalami
peningkatan sebesar 52,10% (yoy) dan Giro Perorangan naik menjadi 63,23% (yoy). Hal ini
diperkirakan karena adanya realisasi anggaran investasi dan konsumsi pemerintah yang
tinggi di akhir tahun, sehingga ada perpindahan preferensi dari kelompok pemerintah
kepada pihak swasta.
Komposisi dana tabungan pada triwulan ini masih dikuasai oleh Kelompok Perorangan
dengan share 88,95%, kemudian Swasta sebesar 9,32%, Pemerintah sebesar 1,65% dan
Lainnya sebesar 0,08%. Pada Triwulan IV 2015 kelompok Tabungan mengalami peningkatan,
hal ini disebabkan oleh meningkatnya Tabungan Perorangan sebesar 15,94% (yoy), dan
Tabungan Pemerintah sebesar 11,50% (yoy). Sementara itu, kelompok Tabungan Lainnya
mengalami penurunan sebesar 25,92% (yoy) dan Tabungan Swasta melambat 12,41% (yoy).
Pada Triwulan IV 2015, kelompok Deposito Perorangan mengambil share terbesar yaitu
62,16%, kemudian Pemerintah sebesar 31,85%, Swasta sebesar 5,21% dan Lainnya sebesar
0,08%. Sementara itu, Deposito dari sisi pertumbuhan mengalami perlambatan pada semua
golongan diantaranya Swasta sebesar 1,56% (yoy), kemudian Pemerintah sebesar 26,89%
(yoy), Perorangan 13,50% dan Lainnya sebesar 9,05% (yoy).
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 49
Grafik 3.7. Pertumbuhan DPK
Grafik 3.8. Komposisi DPK
DPK ditinjau dari suku bunga, pada Triwulan IV 2015 rata-rata suku bunga simpanan
mengalami penurunan dibandingkan dengan Triwulan III 2015. Namun hal ini tidak terlalu
berpengaruh pada jumlah nasabah yang melakukan simpanan. Pada Triwulan IV 2015
jumlah rekening giro di NTT mengalami peningkatan sebesar 10,73% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan Triwulan III 2015 yang hanya mencapai 8,91% (yoy). Rekening Tabungan pada
Triwulan IV 2015 naik dari 4,16% (yoy) pada Triwulan III 2015 menjadi 8,57% (yoy).
Sementara itu, untuk rekening kelompok Deposito pada Triwulan IV 2015 melambat sebesar
10,61% (yoy) lebih rendari dari Triwulan III 2015 yang mencapai 11,77% (yoy).
Grafik 3.9. Suku Bunga Simpanan
3.2.3. Penyaluran Kredit / Pembiayaan
Pertumbuhan penyaluran kredit oleh Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan IV 2015
sedikit melambat bila dibandingkan dengan Triwulan III 2015, namun demikian masih
tetap berada di atas pertumbuhan Nasional. Pertumbuhan Kredit yang sedikit melambat
terjadi karena rendahnya pertumbuhan Kredit Modal Kerja yaitu sebesar 12,75% (yoy), dari
16,78% (yoy) pada Triwulan III 2015. Selain itu, Kredit Investasi juga mengalami perlambatan
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 50
dari 8,35% (yoy) pada Triwulan III 2015 menjadi 5,53% (yoy) pada Triwulan IV 2015. Namun
demikian, Kredit Konsumsi pada triwulan ini mengalami peningkatan sebesar 15,72% (yoy),
lebih tinggi dari Triwulan III 2015 yang hanya mencapai 13,81% (yoy). Peningkatan Kredit
Konsumsi pada akhir tahun tersebut, diperkirakan karena tingginya daya beli masyarakat
pada momen Hari Raya Natal dan Akhir Tahun 2015.
Grafik 3.10. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis
Penggunaan
Grafik 3.11. Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis
Penggunaan
Berdasarkan Sektor Ekonomi, pada Triwulan IV 2015 terdapat beberapa sektor yang
mendorong melambatnya penyaluran Kredit, diantaranya Kredit Sektor Konstruksi yang
menurun sebesar 42,97% (yoy) dari Triwulan III 2015 yang juga mengalami penurunan
sebesar 0,64% (yoy). Kemudian sektor Listrik, Gas, dan Air juga menurun sebesar 40,29%
(yoy) pada Triwulan IV 2015 dari 32,61% (yoy) di Triwulan III 2015. Kredit sektor
Pertambangan dan Penggalian pada Triwulan IV 2015 masih mengalami penurunan sebesar
22,35% (yoy), lebih besar dari Triwulan III 2015 yang juga mengalami penurunan sebesar
7,58% (yoy).
Grafik 3.12. Lima Sektor Utama Pendorong Kredit
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 51
Berdasarkan sektor usaha, pangsa terbesar penyaluran kredit pada Triwulan IV 2015 di
Provinsi NTT adalah sektor penerima kredit bukan lapangan usaha (konsumsi), kemudian
sektor pedagang besar dan eceran, serta sektor konstruksi.
Secara spasial, 5 (lima) Kabupaten/Kota yang menjadi perhatian penyaluran kredit bank
umum di NTT diantaranya berada di Kota Kupang dengan share sebesar 41,24%, Kabupaten
Belu 5,99%, Kabupaten Ende 5,91%, Kabupaten Sikka 5,77%, dan Kabupaten Manggarai
5,61%.
3.2.4. Kualitas Kredit
Total kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) Bank Umum di Provinsi NTT pada
Triwulan IV 2015 mencapai Rp.298,50 miliar atau dengan rasio sebesar 1,53%, lebih
rendah dibanding Triwulan III 2015 yang mencapai 1,93%. Penurunan rasio kredit macet
(NPL) terutama didorong oleh penurunan kredit bermasalah pada kredit Modal Kerja serta
kredit Investasi dan Konsumsi.
Grafik 3.13. Perkembangan NPL Berdasarkan Jenis Penggunaan
Pada Triwulan IV 2015 berdasarkan sektor ekonomi penyaluran kredit, maka kredit di sektor
Listrik, Gas dan Air menjadi pendorong utama rasio kredit macet di Provinsi NTT, dengan
rasio NPL sebesar 13,21%, diikuti oleh sektor konstruksi dengan rasio sebesar 11,31%, dan
sektor Perantara Keuangan sebesar 6,45%.
3.2.5. Suku Bunga
Pada Triwulan IV 2015 rata-rata suku bunga kredit Bank Umum di Provinsi NTT mengalami
penurunan. Berdasarkan jenis penggunaan, suku bunga Kredit Investasi mengalami
penurunan yang terbesar, kemudian diikuti oleh suku bunga Kredit Modal Kerja. Namun
demkian, pada triwulan ini suku bunga Kredit Konsumsi mengalami sedikit peningkatan
dibandingkan dengan Triwulan III 2015. Berdasarkan nilai suku bunga, kredit Konsumsi juga
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 52
memiliki suku bunga tertinggi dibandingkan suku bunga kredit yang lain. Dengan adanya
penurunan suku bunga Kredit Investasi dan Modal Kerja ini, diharapkan dapat mendorong
laju pertumbuhan kredit terutama dalam penggunaan Modal Kerja dan Investasi, sehingga
masyarakat semakin tertarik untuk berinvestasi serta dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi di Provinsi NTT.
Suku bunga Kredit Investasi pada Triwulan IV 2015 mencapai 14,20% menurun dibanding
triwulan sebelumnya yang mencapai 14,68%. Kemudian suku bunga kredit Modal Kerja pada
triwulan ini juga mengalami sedikit penurunan yaitu sebesar 13,54%, lebih rendah dibanding
Triwulan III 2015 yang mencapai 13,81%. Sementara itu, suku bunga kredit Konsumsi pada
Triwulan IV 2015 mengalami peningkatan menjadi 14,82% dari 14,71% pada Triwulan III
2015.
Grafik 3.14. Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate
Grafik 3.15. Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku
Bunga
3.2.6. Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah
Penyaluran kredit UMKM di NTT pada Triwulan IV 2015 mencapai Rp.6,08 triliun atau
mengalami perlambatan 17,79% (yoy) dari 19,91% (yoy) pada Triwulan III 2015. Walaupun
demikian, pertumbuhan UMKM di Provinsi NTT masih berada jauh di atas pertumbuhan
Nasional, dimana secara Nasional hanya mampu tumbuh sebesar 7,41% (yoy) atau
mencapai Rp.786,08 triliun. Sementara itu, rasio kredit UMKM dibandingkan dengan total
kredit yang disalurkan Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan IV 2015 mencapai
31,19%,sedikit lebih rendah dibanding Triwulan III 2015 yang mencapai 31,73%.
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 53
Grafik 3.16. Komposisi Kredit UMKM
Grafik 3.17. Share Kredit UMKM Berdasarkan
Sektor Ekonomi
Pertumbuhan kredit kelompok Mikro dan Kecil pada Triwulan IV 2015 mengalami
perlambatan masing-masing sebesar 13,61% (yoy) dan 6,58% (yoy), lebih rendah dari
Triwulan III 2015 yang masing-masing mencapai 14,32% (yoy) dan 13,64% (yoy). Walaupun
demikian, pada Triwulan IV 2015 kredit Menengah mengalami peningkatan sebesar 40,71%
(yoy) dari 34,97% (yoy) pada Triwulan III 2015.
Melambatnya pertumbuhan kredit UMKM pada Triwulan IV 2015 didorong oleh
melambatnya semua jenis penggunaan kredit UMKM, Kredit UMKM Modal Kerja mengalami
perlambatan sebesar 19,05% (yoy) dari 21,10% (yoy) pada Triwulan III 2015. Selain itu,
Kredit UMKM Investasi pada Triwulan IV 2015 juga mengalami perlambatan dari 14,22%
(yoy) pada Triwulan III 2015 menjadi 11,93% (yoy).
Sementara itu, risiko Kredit Macet (NPL) UMKM pada Triwulan IV 2015 terus menunjukkan
perbaikan yang ditunjukkan oleh penurunan rasio NPL menjadi sebesar 2,94% lebih kecil
dibandingkan Triwulan III 2015 yang mencapai 3,83%. Rasio kredit UMKM macet di Provinsi
NTT juga relatif lebih rendah dibanding nasional yang mencapai 4,78%.
Penurunan rasio kredit macet (NPL) UMKM di Provinsi NTT didorong oleh menurunnya NPL
Kredit Kecil, Mikro dan Menengah. NPL Kredit Kecil mengalami penurunan dari 4,02% pada
Triwulan IV 2015 menjadi 2,64% di Triwulan IV 2015. NPL Kredit Mikro menurun dari 2,55%
pada Triwulan IV 2015 menjadi 1,59%% pada Triwulan III 2015. Selain itu, NPL Kredit
Menengah pada Triwulan IV 2015 mengalami penurunan yang mencapai 4.36%, lebih
rendah dari Triwulan III 2015 yaitu sebesar 4.53%. Sementara itu, Kredit UMKM pada
triwulan ini menunjukkan peningkatan yang menggambarkan peningkatan kinerja di sektor
produktif sebagai pendorong utama ekonomi di Provinsi NTT.
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 54
Grafik 3.18. Perkembangan UMKM
Grafik 3.19. Perkembangan UMKM Berdasarkan
Jenis Penggunaan
Berdasarkan komposisi kredit UMKM, Kredit Modal Kerja (KMK) mendominasi penyaluran
kredit ini dengan porsi sebesar 83,18% dari total kredit UMKM. Sementara itu, kredit
Investasi hanya sebesar 16,82% dari total kredit UMKM.
3.3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Sampai dengan Triwulan IV 2015 pertumbuhan kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
juga mengalami perlambatan. Perlambatan pertumbuhan terjadi pada semua indikator
kinerja BPR. Namun demikian, walaupun terjadi perlambatan secara umum kinerja BPR
masih relatif lebih baik dibanding kinerja bank umum.
Tabel 3.2.Perkembangan Kinerja BPR
Perlambatan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) didorong oleh melambatnya
pertumbuhan Deposito dan Tabungan. Kelompok Deposito pada Triwulan IV 2015 mencapai
Rp.248,53 miliar atau tumbuh sebesar 33,71% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan periode
sebelumnya yang mencapai 38,43% (yoy). Sementara itu, kelompok Tabungan mencapai
Rp.132,63 miliar atau tumbuh 7,74% (yoy) juga lebih rendah dari pertumbuhan Triwulan III
2015 yaitu 12,34% (yoy).
Indikator
Utama I II III IV I II III IV
Aset (miliar) 336.87 343.28 355.19 373.58 415.26 436.99 454.41 481.56 509.90
y-o-y aset 34.35% 35.32% 34.81% 23.48% 23.27% 27.30% 26.50% 28.90% 22.79%
Kredit (miliar) 255.73 270.06 294.39 306.28 318.54 330.21 348.80 353.59 365.85
y-o-y kredit 45.80% 49.33% 38.87% 26.41% 24.56% 22.27% 18.59% 15.45% 14.85%
DPK (miliar) 247.60 250.20 323.64 274.78 308.97 311.39 330.86 352.91 381.16
y-o-y DPK 33.00% 37.53% 76.04% 29.98% 24.79% 24.45% 28.69% 28.43% 23.36%
LDR 84.26% 82.57% 85.60% 84.13% 79.40% 80.46% 82.38% 80.52% 76.70%
NPL 4.45% 4.96% 5.08% 5.30% 4.76% 5.46% 5.71% 6.05% 5.40%
2013
20152014
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 55
Grafik 3.20. Komposisi DPK BPR
Grafik 3.21. Pertumbuhan DPK BPR
Perlambatan penyaluran kredit oleh BPR terutama didorong oleh melambatnya
pertumbuhan kredit Investasi dan konsumsi. Kredit Investasi pada Triwulan IV 2015
mengalami penurunan sebesar 1,48% (yoy) dari 5,80% (yoy) pada Triwulan III 2015. Pada
Triwulan IV 2015 Kredit Konsumsi mengalami perlambatan sebesar 6,93% (yoy) lebih rendah
dari Triwulan III 2015 yang mencapai 13,80% (yoy). Sementara itu, Kredit Modal Kerja pada
Triwulan IV 2015 mengalami peningkatan dari 20,65% (yoy) pada Triwulan III 2015 menjadi
26,98% (yoy).
Adapun pendorong melambatnya penyaluran kredit BPR di NTT adalah melambatnya kredit
sektor Konsumsi, sektor Perdagangan Besar dan Eceran serta menurunnya penyaluran
kredit di sektor Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi.
Seiring dengan melambatnya penyaluran kredit dan penghimpunan DPK membuat rasio
likuiditas perbankan atau Loan to Deposit Ratio (LDR) pada Triwulan IV 2015 mengalami
penurunan dari 80,52% pada Triwulan III 2015 menjadi 76,70%. Sementara itu, rasio kredit
macet Non Performing Loan (NPL) juga mengalami penurunan dari 6,05% pada Triwulan III
2015 menjadi 5,40% pada Triwulan IV 2015.
Grafik 3.22. Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi Grafik 3.23. Share Kredit dan NPL Berdasarkan
Sektor Ekonomi
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 56
3.4. Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau
Perkembangan perbankan berdasarkan sebaran pulau dibagi menjadi tiga pulau, yaitu pulau
Flores, Sumba dan Timor. Dilihat dari sisi pertumbuhan baik itu Aset, Penghimpunan DPK,
Penyaluran Kredit dan Rasio NPL, pulau Sumba pada Triwulan IV 2015 masih mampu
tumbuh paling tinggi dari pulau Flores dan pulau Timor.
Grafik 3.24. Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran
Pulau
3.4.1. Pulau Flores
Pada Triwulan IV 2015 kinerja perbankan di pulau Flores relatif melambat. Hal ini
tercermin dari pertumbuhan Aset perbankan di pulau Flores yang hanya sebesar 13,63%
(yoy) atau Rp.8,20 triliun lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan III 2015
yang mencapai sebesar 17,59% (yoy). Penghimpunan DPK pada Triwulan IV 2015 mencapai
Rp.6,93 triliun atau melambat 13,63% (yoy) dari Triwulan III 2015 yang mencapai 17,59%
(yoy). Sementara itu, penyaluran kredit di Pulau Flores pada Triwulan IV 2015 sedikit
meningkat dari 14,22% (yoy) pada Triwulan III 2015 menjadi 15,00% (yoy) atau dengan
nominal mencapai Rp.6,64 triliun. Angka rasio kredit macet (NPL) di Pulau Flores pada
Triwulan IV 2015 mengalami penurunan, dari 1,80% pada Triwulan III 2015 menjadi 1,33%
pada Triwulan IV 2015. Adapun rasio likuiditas di Pulau Flores pada Triwulan IV 2015
mencapai 95,79% lebih tinggi dari Triwulan III 2015 yang hanya sebesar 83,90%.
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 57
Grafik 3.25. Komposisi DPK di Pulau Flores
Grafik 3.26. Komposisi Kredit di Pulau Flores
3.4.2. Pulau Sumba
Kinerja perbankan di pulau Sumba pada Triwulan IV 2015 juga mengalami perlambatan.
Pertumbuhan Aset pada Triwulan IV 2015 melambat sebesar 12,45% (yoy) atau mencapai
Rp.2,11 triliun lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 16,90%
(yoy). Sementara itu, penghimpunan DPK di Pulau Sumba mencapai Rp.1,80 triliun, ikut
mengalami perlambatan sebesar 14,09% (yoy) dari 18,38% (yoy) pada Triwulan III 2015.
Adapun angka rasio likuiditas meningkat dari 87,34% menjadi 104,03%. Hal ini disebabkan
oleh tingginya penyaluran kredit yang tidak sebanding atau lebih besar dari penghimpunan
DPK di Pulau Sumba. Namun demikian, rasio kredit macet di pulau Sumba pada Triwulan IV
2015 mengalami penurunan dari 0,83% pada Triwulan III 2015 menjadi 0,60%.
Grafik 3.27. Komposisi DPK di Pulau Sumba
Grafik 3.28. Komposisi Kredit di Pulau Sumba
3.4.3. Pulau Timor
Pada Triwulan IV 2015 kinerja perbankan di pulau Timor sedikit melambat. Aset
perbankan di pulau Timor pada Triwulan IV 2015 mencapai Rp.21,78 triliun atau melambat
sebesar 10,81% (yoy) lebih rendah dibandingkan Triwulan III 2015 yang mencapai 19,28%
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 58
(yoy). Penyaluran Kredit juga mengalami perlambatan dari 14,39% (yoy) pada Triwulan III
2015 menjadi 13,10% (yoy) atau dengan nominal sebesar Rp.10,98 triliun pada Triwulan IV
2015. Sementara itu, penghimpunan DPK 19.12% (yoy) atau Rp.12,96 triliun lebih tinggi
dibandingkan dengan Triwulan III 2015 yang hanya mencapai 17,08% (yoy). Rasio kredit
macet di pulau Timor juga mengalami penurunan dari 2,19% pada Triwulan III 2015 menjadi
1,81% di triwulan IV 2015. Angka rasio LDR pada Triwulan IV 2015 mengalami peningkatan
dari 83,05% menjadi 84,75% pada Triwulan III 2015.
Grafik 3.29. Komposisi DPK di Pulau Timor
Grafik 3.30. Komposisi Kredit di Pulau Timor
3.5. Sistem Pembayaran
3.5.1. Transaksi Non Tunai
3.5.1.1. Transaksi Kliring (SKNBI)
Sistem Kliring Nasional Bank Indonsia (SKNBI) di Provinsi NTT Pada Triwulan IV 2015
mengalami peningkatan yang signifikan. Di sisi lain pertumbuhan kliring Provinsi NTT juga
masih tumbuh jauh di atas pertumbuhan kliring Nasional. Pertumbuhan kliring di Provinsi
NTT pada Triwulan IV 2015 dari sisi nominal mencapai Rp.3.012,64 miliar, tumbuh 152,50%
(yoy) lebih tinggi dibandingkan Triwulan III 2015 yang hanya mencapai 52,03% (yoy).
Sementara itu, dari sisi volume pada Triwulan IV 2015 naik 67,03% (yoy) atau mencapai
72.843 lembar warkat dari 28,15% (yoy) pada Triwulan III 2015.
Peningkatan transaksi yang signifikan ini disebabkan oleh adanya perubahan ketentuan dan
kegiatan SKNBI serta perlindungan nasabah. Saat ini, settlement layanan Transfer Dana
ditambah menjadi 5 (lima) kali, yaitu pada pukul 09.00, 11.00, 13.00, 15.00, dan 16.45 WIB
sedangkan Layanan Kliring Warkat Debit saat ini dibagi menjadi 4 zona.
Dibandingkan transfer melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS),
terdapat beberapa perbedaan transfer melalui SKNBI, yaitu pertama, SKNBI setelmennya
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 59
dilakukan secara periodik (netting) sedangkan RTGS, setelmennya dilakukan secara
individual (gross). Kedua, dari segi batasan nominal, transaksi transfer dana nasabah yang
dapat diproses melalui SKNBI sampai dengan 30 Juni 2016 tidak terdapat batasan maksimal,
sedangkan transaksi nasabah melalui BI-RTGS minimal sebesar Rp.100.000.000,00 per
transaksi. Ketiga, biaya yang dikenakan Bank Indonesia kepada Peserta untuk SKNBI lebih
murah, yaitu sebesar Rp.750,00 per transaksi dan maksimal biaya transfer dana yang dapat
dikenakan peserta kepada nasabahnya adalah Rp.5.000,00, sedangkan biaya transaksi BI-
RTGS yang dikenakan Bank Indonesia kepada peserta adalah sebesar Rp.15.000,00 dan
maksimal biaya transfer dana yang dapat dikenakan peserta kepada nasabahnya adalah
sebesar Rp.35.000,00.
Grafik 3.31. Perkembangan SKNBI NTT
Grafik 3.312 Perkembangan SKNBI Nasional
Berdasarkan komposisi peserta pengirim, transaksi kliring Provinsi NTT pada Triwulan IV
2015 paling besar didorong oleh Bank Swasta Nasional dengan porsi sebesar 55,70%,
kemudian Bank Pemerintah 41,03%, Bank Syariah 2,15%, Bank Campuran 0,75% dan Bank
Pembangunan Daerah sebesar 0,37%.
Grafik 3.33. Perkembangan SKNBI Berdasarkan Kelompok
Bank
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 60
3.5.1.2. Transaksi RTGS
Transaksi BI-RTGS pada Triwulan IV 2015 hingga November 2015 mengalami penurunan.
Tingginya net outflow RTGS di Provinsi NTT diperkirakan menggambarkan adanya investasi
keluar Provinsi NTT, serta tingginya transaksi dalam rangka realisasi anggaran dan proyek
pemerintah.
Transfer masuk (inflow) menggunakan BI-RTGS ke Provinsi NTT pada triwulan ini tercatat
sebesar Rp.10.576,81 miliar, menurun 70.31% (yoy) dari 37,82% (yoy) pada Triwulan III
2015. Sementara itu, transfer keluar (outflow) dari Oktober sampai November 2015
mencapai Rp.14.364,68 miliar, juga mengalami penurunan sebesar 46,47% (yoy) dari 37,50%
(yoy) pada Triwulan III 2015. Net-Outflow pada triwulan IV 2015 sebesar Rp.3.787,87 miliar
atau menurun sebesar 143,06% (yoy) pada triwulan ini.
Grafik 3.34. Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan
Volume
Grafik 3.35. Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan
Nominal
3.5.2. Transaksi Tunai
Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan,
diantaranya jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke stakeholder (outflow), jumlah
aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan kegiatan pemusnahan
Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL).
3.5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow)
Pada Triwulan IV 2015 perkembangan uang tunai di Provinsi NTT mengalami peningkatan.
Hal ini didorong oleh peningkatan outflow atau uang yang beredar mencapai Rp.1.015,35
miliar atau tumbuh sebesar -11,53% (yoy), lebih rendah dari Triwulan III 2015 yang
mencapai 25,56% (yoy). Sementara itu, aliran inflow atau uang yang disetor di Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada Triwulan IV 2015 mencapai Rp.346,50 miliar,
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 61
menurun 30,46% (yoy) dibandingkan dengan Triwulan III 2015 yang mengalami peningkatan
sebesar 9,65% (yoy).
Walaupun uang yang beredar di masyarakat mengalami penurunan dibandingkan
pertumbuhan periode sebelumnya, namun uang yang disetor juga tidak terlalu banyak
sehingga masih terdapat net-outflow positif sebesar Rp.668,85 miliar atau ikut mengalami
pertumbuhan yang melambat sebesar 2,99% (yoy) dibandingkan dengan Triwulan III 2015
yang mencapai 46,69% (yoy).
Grafik 3.36. Perkembangan Transaksi Tunai Grafik 3.37. Perkembangan Arus Uang Tunai
(Inflow-Outflow)
3.5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang telah dimusnahkan di Provinsi NTT hingga Triwulan IV
2015 mencapai Rp.252,79 miliar atau menurun 23,58% (yoy). Hal ini dapat digambarkan
oleh jumlah setoran UTLE di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT Pada Triwulan
IV 2015 tercatat sebesar Rp.355,11 miliar, atau menurun sebesar 24,31% (yoy) bila
dibandingkan dengan Triwulan III 2015 yang juga mengalami penurunan sebesar 17,06%
(yoy). Sementara itu, rasio pemusnahan UTLE di Provinsi NTT dibandingkan Nasional pada
Triwulan IV 2015 yaitu sebesar 0,57% sedikit meningkat bila dibandingkan Triwulan III 2015
yang mencapai 0,51%. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT terus mengupayakan
untuk menekan laju pertumbuhan UTLE di NTT dengan cara melakukan sosialisasi
bagaimana memperlakukan uang rupiah dengan baik ke pasar-pasar, perbankan, serta
akademisi dan pelajar.
3.5.2.3. Temuan Uang Palsu
Temuan uang palsu yang tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada
Triwulan IV 2015 sedikit meningkat. Jumlah lembar uang palsu meningkat dari 52 lembar
-400%
-200%
0%
200%
400%
600%
800%
-2000.00
-1500.00
-1000.00
-500.00
0.00
500.00
1000.00
1500.00
2000.00
Tw
1-1
1
Tw
2-1
1
Tw
3-1
1
Tw
4-1
1
Tw
1-1
2
Tw
2-1
2
Tw
3-1
2
Tw
4-1
2
Tw
1-1
3
Tw
2-1
3
Tw
3-1
3
Tw
4-1
3
Tw
1-1
4
Tw
2-1
4
Tw
3-1
4
Tw
4-1
4
Tw
1-1
5
Tw
2-1
5
Tw
3-1
5
Tw
4-1
5
Net In/Out (Rp. Miliar) qtq yoy
-80.00%
0.00%
80.00%
0.00
500.00
1,000.00
1,500.00
2,000.00
2,500.00
Inflow (Rp. Miliar) Outflow (Rp. Miliar) yoy inflow yoy outflow
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 62
menjadi 53 lembar pada triwulan laporan. Uang palsu yang ditemukan pada triwulan ini
umumnya uang kertas pecahan Rp.100.000,-, pecahan Rp.10.000,- dan Rp.50.000,-. Jumlah
uang palsu yang ditemukan sedikit meningkat, hal ini menggambarkan bahwa kegiatan
pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah berdampak positif dan terus diperlukan untuk
meningkatkan pemahaman masyarakat. Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap
temuan uang palsu juga menjadi alasan yang tinggi uang palsu tersebut dilaporkan.
Grafik 3.38. Perkembangan UTLE di Provinsi NTT
Grafik 3.39. Perkembangan UPAL di Provinsi NTT
Upaya penanggulangan uang palsu secara represif telah dilaksanakan oleh Kepolisian
dengan menangkap dan menuntut pembuat maupun pengedar uang palsu sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
-200.00%
0.00%
200.00%
400.00%
600.00%
800.00%
1000.00%
1200.00%
1400.00%
1600.00%
0.00
500.00
1,000.00
1,500.00
2,000.00
2,500.00
Inflow (Rp. Miliar) Outflow (Rp. Miliar) UTLE QtQ UTLE YoY UTLE
0
200
400
600
800
1000
1200
Lembar Upal
Bab IV |Keuangan Daerah 63
KEUANGAN DAERAH Realisasi pendapatan pemerintah pada akhir tahun 2015 mencapai 105,5%
(Rp 22,09 triliun) dari pagu rencana pendapatan sebesar Rp 20,95 triliun.
Sementara itu, realisasi anggaran belanja pemerintah daerah di akhir tahun
2015 tercatat moderat yaitu sebesar 85,4%(Rp 29,47 triliun) dibandingkan
pagu rencana belanja sebesar Rp 34,5 triliun.
4.1 Kondisi Umum
Di akhir tahun 2015, anggaran belanja Pemerintah (Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota) di Provinsi NTT mencapai Rp 34,5 triliun atau meningkat Rp 2,44
triliun (7,6%) dibandingkan triwulan-III 2015. Peningkatan tertinggi berasal dari
alokasi APBD Kabupaten/Kota yang meningkat mencapai Rp 1,9 triliun dan
terutama pada komponen belanja modal yang mencapai Rp 937 miliar.
Peningkatan tersebut terutama disebabkan adanya peningkatan Dana Penyesuaian
dan Otonomi Khusus serta Dana Alokasi Khusus dari Pemerintah Pusat. Di sisi lain,
realisasi belanja pemerintah hingga akhir tahun mencapai 85,4% (Rp 29,47 triliun)
dengan realisasi tertinggi pada Pemerintah Provinsi (95,4%). Sementara itu,
realisasi belanja modal mencapai 83,5% atau Rp 9,28 triliun dari total pagu
sebesar Rp 11,1 triliun. Belanja modal tertinggi terutama dipergunakan bagi
pembangunan bendungan, jaringan irigasi dan pembangunan/pelebaran jalan
terutama di kawasan perbatasan.
Dari sisi pendapatan, realisasi hingga akhir tahun 2015 mencapai
105,46% atau Rp 22,09 triliun dari total rencana target Rp 20,95 triliun.
Peningkatan pendapatan terbesar diperoleh Pemerintah Pusat melalui pendapatan
Pajak Penghasilan (Rp 1,21 triliun) dan Pajak Pertambahan Nilai (Rp 903 miliar).
Realisasi pendapatan cukup tinggi juga terjadi di Pemerintah Provinsi yang
mencapai 99,7% atau Rp 3,34 triliun dari target sebelumnya Rp 3,35 triliun.
Bab IV |Keuangan Daerah 64
Grafik 4.1. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah
Realisasi Pendapatan Pemerintah
Realisasi Belanja Pemerintah
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
4.2 Pendapatan Daerah
Pendapatan Pemerintah di Provinsi NTT mencapai 22,09 Triliun atau
105,8% dari pagu target. Dari sisi kewenangan pengaturan daerah. Pendapatan
APBN di Provinsi NTT adalah sebesar Rp 2,47 triliun yang terutama berasal dari
Pajak penghasilan sebesar Rp 1,2 triliun (48,9%) dan Pajak Pertambahan Nilai
sebesar Rp 903 miliar (36,5%) sementara sisa pendapatan berasal dari Penerimaan
Negara Bukan Pajak dan Pendapatan Pajak Lainnya. Sementara itu, pendapatan
pemerintah daerah, baik Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Provinsi
terutama berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) dengan pangsa 38,9%
(Pemerintah Provinsi) dan 65,2% (Pemerintah Kabupaten/Kota). Masih tingginya
DAU menunjukkan tingginya ketergantungan Pemerintah Daerah terhadap alokasi
dana dari Pemerintah Pusat. Selain itu, hal ini menunjukkan pula masih
terbatasnya objek-objek pajak daerah di NTT yang juga disebabkan oleh minimnya
industri dan pengelolaan potensi pariwisata yang belum optimal.
Selain berasal dari DAU terdapat pula komponen pendapatan lainnya
pada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Komponen pendapatan
Pemerintah Provinsi ditopang pula oleh Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
sebesar Rp 963 miliar (28,8%) yang sebagian digunakan bagi peningkatan kualitas
pendidikan (Dana Operasional Sekolah dan Tunjangan Guru di daerah) serta
Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp 659,8 miliar (27,3%). Di sisi lain, komponen
pendapatan Pemerintah Kab/Kota ditopang pula oleh Dana Alokasi Khusus
sebesar 12,8% (Rp 2,07 triliun).
Bab IV |Keuangan Daerah 65
Grafik 4.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan
APBN
Grafik 4.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/ Kab-Kota
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT
Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT
Dari sisi spasial, Kab. Ngada memperoleh pencapaian realisasi target yang
tertinggi dengan 100,3% (Rp 696 miliar) dari total rencana Rp 694 miliar,
pencapaian tersebut terutama dipengaruhi oleh penerimaan dana hibah yang
berada diatas target. Sementara itu, Kabupaten Alor menjadi yang terendah dalam
realisasi target pendapatan yaitu sebesar 85,7% (Rp 718 miliar) dari total target Rp
837 miliar. Hal tersebut disebabkan oleh realisasi pendapatan Dana Alokasi Umum
dan Dana Alokasi Khusus yang tidak mencapai target.
4.3 Belanja Daerah
Realisasi anggaran belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi NTT
hingga akhir tahun 2015 mencapai Rp 29,47 triliun (85,4%) dari total pagu
belanja yang sebesar Rp 34,5 triliun. Apabila dilihat secara historis triwulanan,
peningkatan realisasi anggaran baik di APBN, APBD Kab/Kota dan APBD Provinsi
baru menunjukkan peningkatan pesat pada triwulan IV. Perkembangan realisasi
Belanja pada Triwulan I rata-rata hanya 9,7%, triwulan II (17%), Triwulan IV
(23,7%) dan meningkat pada triwulan IV sebesar 38,2%. Hal yang sama juga
terjadi pada belanja modal yang pada triwulan I rata-rata hanya 2,7%, triwulan II
(10,09%), triwulan III (20,74%) dan meningkat pesat pada triwulan IV sebesar
50,71%. Terpusatnya realisasi anggaran pada triwulan IV diperkirakan terjadi
akibat adanya keterlambatan proses lelang proyek karena permasalahan
numenklatur dan adanya tambahan anggaran Dana Alokasi Khusus (sektor
pertanian dan perhubungan) oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah.
Selain itu, adanya karakter kontraktor untuk mengambil pembayaran di akhir
penyelesaian proyek dan standar akuntansi menggunakan cash basis membuat
Bab IV |Keuangan Daerah 66
proyek pembangunan infrastruktur di daerah yang masih dalam proses pengerjaan
tidak tercatat sebagai realisasi belanja modal hingga proyek tersebut sudah selesai
dikerjakan
Grafik 4.4 Perkembangan Realisasi Belanja Grafik 4.5 Perkembagan Realisasi Belanja Modal
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro
Keuangan
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro
Keuangan
Secara persentase, total realisasi anggaran belanja pemerintah pada tahun 2015
(85,43%) tercatat lebih rendah dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 87,30%.
Namun dari segi nominal, realisasi anggaran tahun 2015 sebesar Rp 29,47 triliun
tercatat jauh meningkat dibandingkan 2014 yang sebesar Rp 23,86 triliun.
Peningkatan ini terjadi akibat adanya peningkatan pagu anggaran belanja
pemerintah hingga mencapai 26,2% (yoy) dari Rp 27,3 triliun (2014) menjadi Rp
34,5 triliun (2015). Peningkatan anggaran terutama berasal dari dana APBN
sebesar Rp 2,5 triliun dan APBD Kab/Kota sebesar Rp 4 triliun. Program
penmbangunan waduk, sarana irigasi, jalan dan daerah perbatasan menjadi
pendorong tingginya anggaran APBN di NTT. Hal ini juga ditunjang adanya
tambahan Dana Alokasi Khusus kepada Pemerintah Kab/Kota.
Pada akhir tahun 2015, realisasi belanja tertinggi ada pada Pemerintah
Provinsi sebesar 95,4%. Sementara itu, apabila dibagi menjadi komponen belanja
modal dan belanja konsumsi. Realisasi belanja modal tertinggi ada pada APBN
sebesar 92,7% dan Realisasi belanja konsumsi tertinggi pada Pemerintah Provinsi
NTT yang mencapai 97,5%. Tingginya realisasi belanja Modal APBN untuk NTT
terutama dipergunakan bagi pengerjaan beberapa proyek-proyek strategis, seperti
bendungan dengan total mencapai Rp 590 miliar, pembangunan dan rehabilitasi
jalan sebesar Rp 1,55 triliun, Pembangunan sarana Pelabuhan dan bandara
sebesar Rp 649,5 miliar, serta pembangunan embung dan jaringan irigasi sebesar
Rp 101,25 miliar. Sementara itu belanja konsumsi pemerintah (APBN dan APBD
Bab IV |Keuangan Daerah 67
Kab/Kota) lebih digunakan bagi belanja pegawai yaitu gaji dan perjalanan dinas
pegawai. Namun, hal yang cukup berbeda terjadi pada Pemerintah Provinsi
dengan dominannya pangsa belanja hibah dalam komponen belanja konsumsi
hingga mencapai 34,86%. Program Desa Mandiri Anggur Merah yang
mengalokasikan dana hingga sebesar Rp147,25 miliar/tahun untuk dana bergulir
bagi pengembangan kelompok desa.
Grafik 4.6 Realisasi Belanja APBN dan APBD
Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Tabel 4.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD
Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan
Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Nominal %
BELANJA DAERAH 34,506 29,478 85.43 100
Belanja Modal 11,118 9,289 83.55 31.51
Belanja Konsumsi 23,389 20,189 86.32 68.49
Belanja Pegawai 11,867 10,698 90.15 36.29
Belanja Barang dan Jasa 7,242 5,556 76.72 18.85
Belanja Hibah 1,436 1,420 98.91 4.82
Belanja Bantuan Sosial 690 566 82.07 1.92
Belanja Bagi Hasil 341 324 95.29 1.10
Bantuan Keuangan 1,700 1,583 93.15 5.37
Konsumsi Lainnya 113 41 36.15 0.14
Belanja Lainnya - - -
URAIAN RENCANAREALISASI PANGSA
(%)
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan
Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Apabila dilihat dari struktur belanja masing-masing pemerintah (APBN, APBD
Kab/Kota dan APBD Provinsi), pangsa realisasi belanja modal pemerintah pusat di
Provinsi NTT mencapai 49,9% dan belanja pegawai sebesar 22,8%. Adapun alokasi
belanja konsumsi pemerintah provinsi untuk belanja hibah menjadi alokasi belanja
terbesar pemprov dengan pangsa sebesar 34,8%, diikuti belanja barang dan jasa
dengan pangsa sebesar 18,5%. Sedangkan pada pemerintah kabupaten/kota belanja
pegawai memiliki pangsa yang tinggi hingga sebesar 48,7%, diikuti alokasi belanja
alokasi belanja modal sebesar 22,7%.
Secara persentase komponen belanja konsumsi, realisasi belanja pegawa
menjadi komponen tertinggi di tingkat APBN hingga mencapai 96,6%. Sementara itu,
pada pemerintah Provinsi NTT, alokasi belanja konsumsi terbesar pada komponen
belanja hibah dengan realisasi mencapai 100,05% dan belanja pegawai 99,3%. Di
lingkup pemerintah kabupaten, belanja bantuan keuangan mengalami realisasi paling
tinggi dengan persentase realisasi 93,30% dan diikitui belanja hibah 92%.
Bab IV |Keuangan Daerah 68
Grafik 4.7 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi
APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan
Kota
Grafik 4.8 Persentase Realisasi Belanja Konsumsi
APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan
Kota di NTT
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro
Keuangan Provinsi NTT, diolah
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro
Keuangan Provinsi NTT, diolah
Secara spasial, persentase realisasi belanja pemerintah di tiap Kabupaten/Kota
periode laporan mencapai rata-rata 81,8%, dengan persentase realisasi tertinggi pada
Pemerintah Kab. Manggarai Timur sebesar 90,5% sedangkan Kab. Malaka menjadi
yang terendah dengan realisasi hanya sebesar 66,9%, salah satu penyebabnya adalah
keterlambatan pengesahan APBD. Sementara itu, belanja modal rata-rata di tingkat
kabupaten mencapai 73,5%, realisasi tertinggi pada kabupaten Manggarai Timur
dengan realisasi 97,20% dan realisasi terendah pada Kab. Alor dengan realisasi hanya
sebesar 37,6% yang disebabkan keterlambatan proses lelang.
Grafik 4.9. Realisasi Belanja dan Belanja Modal
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
Berdasarkan data perbankan pada bulan Triwulan IV-2015, tercatat Dana Pihak
Ketiga (DPK) Pemerintah dalam bentuk simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp
2,7 triliun. DPK tersebut menurun 63,4% (qtq) apabila dibandingkan triwulan III yang
sebesar 7,4 triliun. Penurunan tersebut selaras dengan peningkatan realiasi anggaran
pemerintah yang terjadi di akhir tahun. Total DPK pemerintah sendiri paling banyak ada
pada komponen Giro sebesar Rp 2,07 triliun.
Bab IV |Keuangan Daerah 69
Grafik 4.10 Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada
Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur
Tabel 4.2 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di
Provinsi NTT
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Lampiran:
Tabel 4.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL
PENDAPATAN DAERAH 353,964 17,240,948 3,353,173 20,948,085 2,476,094 16,272,949 3,343,785 22,092,828
BELANJA DAERAH 11,340,035 19,642,210 3,523,979 34,506,224 10,111,220 16,003,991 3,362,436 29,477,648
Belanja Modal 5,437,093 4,983,732 696,852 11,117,678 5,042,881 3,639,819 606,038 9,288,738
Belanja Konsumsi 5,902,942 14,658,478 2,827,126 23,388,546 5,068,339 12,364,173 2,756,398 20,188,910
Belanja Pegawai 2,383,405 8,883,184 600,660 11,867,249 2,303,035 7,798,515 596,358 10,697,909
Belanja Barang dan Jasa 2,945,876 3,636,003 660,587 7,242,465 2,275,762 2,659,691 620,902 5,556,355
Belanja Hibah - 269,747 1,165,970 1,435,716 - 248,076 1,171,987 1,420,063
Belanja Bantuan Sosial 573,662 87,758 28,337 689,757 489,542 55,565 20,958 566,065
Belanja Bagi Hasil - 8,640 331,908 340,548 - 6,726 317,772 324,497
Bantuan Keuangan - 1,667,424 32,165 1,699,589 - 1,555,722 27,369 1,583,091
Konsumsi Lainnya - 105,722 7,500 113,222 - 39,877 1,053 40,930
Belanja Lainnya - - - - - - - -
SURPLUS/DEFISIT (10,986,072) (2,401,262) (170,805) (13,558,139) (7,635,126) 268,957 (18,651) (7,384,820)
PEMBIAYAAN DAERAH
Penerimaan 2,636,248.01 255,505.09 2,891,753.09 2,324,203.81 255,187 2,579,390
SILPA Tahun Lalu 2,510,488 248,123 2,758,611 2,220,384 248,123 2,468,508
Lainnya 125,760 7,382 133,142 103,819 7,063 110,883
Pengeluaran 218,350.00 84,700 303,050 200,133.25 83,007 283,140
Penyertaan Modal 170,600.00 75,000.00 245,600.00 164,883.25 75,000 239,883
Lainnya 47,750 9,700 57,450 35,250 8,007 43,257
PEMBIAYAAN NETTO 2,417,898 170,805 2,588,703 2,124,071 172,180 2,296,251
SILPA SEKARANG 16,636 - 16,636 2,393,028 153,529 2,546,557
APBN/APBD REALISASI
| Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 70
70
KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN
Perkembangan jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT mengalami peningkatan pada September 2015 dibandingkan Maret 2015. Namun secara persentase jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dari 22,61% (Maret 2015) menjadi 22,58% (September 2015). Sementara itu angka partisipasi sekolah di Provinsi NTT cenderung menunjukkan trend peningkatan.
55..11.. KKoonnddiissii UUmmuumm
Kondisi kesejahteraan masyarakat NTT menunjukkan perbaikan yang
terlihat dari adanya penurunan presentase penduduk miskin. Jumlah
penduduk miskin di Provinsi NTT pada bulan September 2015 adalah sebesar
1.160,53 ribu orang atau meningkat sebesar 690 orang dibandingkan bulan
Maret 2015 yang sebesar 1.159,84 ribu orang. Namun persentase penduduk
miskin cenderung mengalami penurunan dari 22,61% (Maret 2015) menjadi
22,58% (September 2015). Adanya pembangunan proyek-proyek pemerintah dan
swasta diperkirakan turut mendorong pembukaan lapangan kerja yang
meningkatkan pendapatan masyarakat NTT.
Sementara itu, Angka Partisipasi Sekolah (APS) di NTT cenderung
mengalami peningkatan. APS untuk kelompok umur 7-12 tahun pada tahun
2014 mencapai 98% meningkat dibandingkan 2013 yang sebesar 92,3%,
sementara kelompok umur 13-15 tahun mencapai 94,3%, sedangkan untuk
kelompok 16-18 tahun mencapai 74%.
55..22.. PPeerrkkeemmbbaannggaann TTiinnggkkaatt KKeemmiisskkiinnaann
Persentase penduduk miskin NTT masih lebih tinggi dibandingkan
persentase penduduk miskin nasional. Persentase penduduk miskin NTT pada
bulan September 2015 yang sebesar 22,58% cenderung masih jauh diatas
nasional yang sebesar 11,13%. Namun, trend penurunan terjadi baik dalam
lingkup nasional yang sebesar 11,22% (Maret 2015) maupun NTT 22,61%
(Maret). Jumlah penduduk miskin di lingkup nasional sendiri mencapai 28,51 juta
orang dengan jumlah terbanyak berada di pedesaan (17,89 juta orang).
Sementara itu, provinsi dengan persentase penduduk miskin terbesar adalah
Papua (28,4%) dan paling sedikit adalah DKI Jakarta (3,61%). Provinsi NTT (22,58)
| Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 71
71
berada pada peringkat ke-3 terbawah, diatas Papua Barat (25,73%) dan dibawah
Maluku (19,36%).
Dari sisi komposisi, penduduk miskin di NTT yang berada di pedesaan
menunjukkan angka peningkatan dari 1.043,68 ribu orang (Maret 2015) menjadi
1.063,47 (September 2015) atau 25,89% dari total penduduk di pedesaan. Hal
ini dapat menjadi indikasi adanya penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat
pedesaan yang mayoritas bekerja di sektor pertanian seiring adanya gagal panen
tanaman perkebunan (kopi dan kakao) serta tanaman bahan makanan (padi dan
jagung) di beberapa tempat seperti Kab. Ende, Kab. Timor Tengah Selatan, Kab.
Manggarai Timur, Kab. Belu dan Kab Malaka akibat kekeringan dan hama (keong
mas). Sementara itu, penduduk di perkotaan tercatat mengalami penurunan
jumlah penduduk miskin dari 116,16 ribu orang (Maret 2015) menjadi 97,06 ribu
orang (September 2015) atau 9,41% dari total penduduk perkotaan. Banyaknya
kegiatan proyek-proyek pemerintah dan swasta diperkirakan turut membuka
lapangan kerja dan mendorong penurunan jumlah penduduk miskin.
Grafik 5.3. Presentase Penduduk Miskin di NTT
Sumber : BPS, diolah
Di sisi lain, adanya kenaikan tingkat harga beberapa komoditas juga
mendorong peningkatan Garis Kemiskinan yang mencapai Rp 307.224,-/kapita
atau meningkat 3,14% dari bulan Maret 2015 yang sebesar Rp 297.863,-/kapita.
Grafik 5.1 Perbandingan Prosentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 5.2 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah Prosentase Penduduk Miskin Tertinggi
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
| Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 72
72
Peningkatan tertinggi berada pada komoditas bukan makanan sebesar 3,8%
(September dibandingkan Maret 2015), sementara makanan sebesar 2,98%.
Komoditas yang memiliki kontribusi tertinggi pada garis kemiskinan adalah beras
dan perumahan. Dari sisi peringkat, nilai garis kemiskinan Provinsi NTT berada di
peringkat ke-6 terendah diatas Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo,
Sulawesi Barat dan Sulawesi Utara. Tingginya angka kemiskinan dan dibarengi
oleh rendahnya garis kemiskinan menunjukkan bahwa tingkat pendapatan
provinsi NTT masih tergolong rendah. Hal ini juga terlihat dari PDRB Perkapita
penduduk NTT pada tahun 2015 yang sebesar Rp 14,92 juta/tahun atau jauh
dibawah PDB perkapita nasional yang sebesar Rp 45,18 juta/tahun.
Grafik 5.4. Perkembangan Garis Kemiskinan
Grafik 5.5. Sepuluh Peringkat Terendah Garis Kemiskinan
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
Indikator lain yang dapat dipergunakan dalam menggambarkan kondisi
kemiskinan, diantaranya adalah indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks
keparahan kemiskinan (P2). Indeks Kedalaman Kemiskinan (P
1) merupakan ukuran rata-
rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas
miskin. Semakin tinggi nilai indeks ini maka semakin besar rata-rata kesenjangan
pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan atau dengan kata lain
semakin tinggi nilai indeks menunjukkan kehidupan ekonomi penduduk miskin
semakin terpuruk. Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan
gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin, dan dapat
juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan. Indeks kedalaman dan
indeks keparahan kemiskinan di NTT pada Maret 2015 (P1: 4,06 dan P2: 1,07)
tercatat meningkat dibandingkan September 2014 (P1: 4,62 dan P2: 1,44).
Peningkatan keduanya mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk
miskin semakin menjauhi garis kemiskinan dan kesenjangan pengeluaran juga semakin
melebar.
| Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 73
73
Grafik 5.6. Indeks Kedalaman Kemiskinan Grafik 5.7. Indeks Keparahan Kemiskinan
55..33.. PPeerrkkeemmbbaannggaann AAnnggkkaa PPaarrttiissiippaassii SSeekkoollaahh ((AAPPSS))
Angka Partisipasi Sekolah (APS) merupakan proporsi dari semua anak yang
masih sekolah pada satu kelompok umur tertentu terhadap penduduk dengan
kelompok umur yang sesuai. Perkembangan APS Provinsi NTT menunjukkan angka
yang meningkat pada tahun 2014. Jumlah penduduk sekolah untuk usia 7-12
tahun mencapai 98%, usia 13-15 tahun (94,3%) dan usia 16-18 tahun (74%). Di
sisi lain, proporsi anak sekolah pada satu kelompok umur tertentu yang bersekolah
tepat pada tingkat kelompok umurnya atau Angka Partisipasi Murni (APM)
menunjukkan perkembangan yang meningkat pula. Namun, proporsi partisipasi
sekolah untuk tingkat SMP keatas masih cukup rendah yaitu dibawah 70% (SMP:
65,9, SMA: 52,15), sementara untuk tingkat SD sudah cukup baik sebesar 94,6%.
Tingkat APM yang rendah dapat menunjukkan bahwa masih banyak
penduduk NTT yang terlambat dalam mengambil tingkat pendidikan yang sesuai
dengan kelompok umurnya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kecenderungan
anak usia sekolah yang harus membantu orang tuanya terlebih dahulu untuk
bekerja, terutama di sektor pertanian. Sehingga kesadaran untuk memperoleh
pendidikan yang lebih tinggi menjadi berkurang karena masih rendahnya kualifikasi
kebutuhan pendidikan di sektor tersebut. Kesadaran untuk memperoleh
pendidikan baru meningkat sesuai perkembangan umur karena munculnya
kebutuhan untuk peningkatan kemampuan diri.
| Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 74
74
Grafik 5.8. Angka Partisipasi Sekolah Grafik 5.9. Angka Partisipasi Murni
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
Sementara apabila dilihat dari sisi spasial, perkembangan APS untuk kelompok
umur 7-12 tahun yang terendah ada di Kab. Sumba Barat Daya (SBD) sebesar
95,91%, sementara untuk kelompok umur 13-15 tahun ada di Kab. Alor (89,48%)
dan 16-18 tahun di Kab. Manggarai Barat (65,89%). Masuknya Kab. Manggarai
Barat yang merupakan salah satu sentra pertanian di NTT dalam kategori APS
terendah menunjukkan bahwa sektor lapangan kerja juga menjadi pertimbangan
utama masyarakat dalam melanjutkan pendidikan di NTT.
55..44.. PPeerrkkeemmbbaannggaann SSeekkttoorr KKeetteennaaggaakkeerrjjaaaann
Berdasarkan data Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank
Indonesia menunjukkan adanya peningkatan Saldo Tertimbang Bersih pada
triwulan IV-2015 yang menggambarkan adanya peningkatan penyerapan tenaga
kerja yang terutama didorong sektor bangunan dan sektor Perdagangan, Hotel &
Restoran. Dorongan proyek-proyek serta momen natal dan tahun baru di akhir
tahun diperkirakan menjadi penyebab. Sementara itu, proyeksi pada triwulan-I
2016 diperkirakan melambat yang disebabkan belum tibanya musim panen dan
penurunan kegiatan proyek pemerintah. Dari sisi produktivitas, angka produktivitas
penduduk NTT di triwulan-IV mencapai Rp 9,09 juta/orang yang terutama berasal
dari industri minuman sebesar Rp 9,75 juta/orang.
Grafik 5.10. Perkembangan Tenaga Kerja Grafik 5.11. Produktivitas Industri Besar Sedang
Sumber : SKDU - Bank Indonesia
Sumber : BPS, diolah
| Boks 4 - Employability di NTT 75
Provinsi NTT merupakan salah satu Provinsi besar di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dengan
jumlah penduduk mencapai 5,04 juta jiwa (2014) dan merupakan Provinsi dengan populasi
terbanyak ke-2 di KTI setelah Prov. Sulawesi Selatan (8,4 juta jiwa). Namun,besarnya populasi
tersebut bukan merupakan jaminan bagi kualitas sumber daya manusia. Angka kemiskinan NTT
masih berada di peringkat ke-32 dari 34 Provinsi dengan persentasi 22,58% atau 1,16 juta jiwa
(2015). Selain itu, pendapatan perkapita penduduk NTT pada tahun 2014 hanya sebesar Rp 13,6
juta dan jauh dibawah rata-rata nasional yang sebesar Rp 42,4 juta/kapita/tahun dan duduk di
peringkat terakhir dari 34 Provinsi di NTT. Terkait hal tersebut, kami mencoba memotret kondisi
sumber daya manusia yang merupakan garda terdepan bagi pembangunan perekonomian di
Provinsi NTT.
A. Kondisi Pendidikan:
Jumlah angkatan kerja di Provinsi NTT pada tahun 2014 mencapai 2,24 juta jiwa. Namun dari
jumlah tersebut sebanyak 61,14% (1,37 juta jiwa) merupakan tenaga kerja dengan tingkat
pendidikan SD kebawah. Persentase tersebut tidak berbeda jauh dengan Provinsi Papua sebesar
62,85%. Hal tersebut juga didukung oleh Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah yang
cenderung memiliki trend meningkat namun masih sangat rendah untuk tingkat SMP (65,86%)
dan SMA (52,15%). Dari sisi fasilitas 57,46% Desa tidak memiliki SMP/MTS sementara 80,21%
Desa tidak memiliki fasilitas SMA/SMK.
Grafik Boks 4.1. Porsi Pendidikan Tenaga Kerja
Sumber: BPS(diolah)
Grafik Boks 4.2. Perkembangan Angka
Partisipasi Murni (APM) Sekolah
Sumber: BPS(diolah)
B. Kesehatan:
Dari sisi fasilitas pendidikan, Persentase penduduk dibandingkan jumlah fasilitas yang ada
cenderung masih sangat timpang. Dari data Departemen Kesehatan (2014), 1 (satu) Rumah
Sakit masih berbanding dengan 114.475 orang di NTT, sementara 1 (satu) dokter berbanding
dengan 5.933 orang walaupun dalam perkembangannya terjadi penambahan jumlah fasilitas
kesehatan dan menurunkan persentase fasilitas kesehatan dan penduduk.
| Boks 4 - Employability di NTT 76
Tabel Boks 4.1. Persentase Jumlah Fasilitas Kesehatan dan Penduduk
Sumber: Kementerian Kesehatan (2014)
C. Pengangguran
Berdasarkan data kualitas pendidikan dan kesehatan tersebut, maka dilakukan perbandingan
pada tingkat pengangguran terbuka yang ternyata selalu mengalami trend menurun. Namun
Hal yang cukup menjadi perhatian adalah meningkatnya porsi pengangguran terdidik (tenaga
kerja dengan pendidikan terakhir diatas SMA) setiap tahunnya. Hal ini dapat disebabkan oleh
adanya ketidakcocokan kualifikasi angkatan kerja dengan lowongan pekerjaan yang tersedia.
Hal ini dapat terjadi karena struktur perekonomian NTT yang masih didominasi sektor pertanian
dan tidak membutuhkan tenaga kerja terdidik dengan jumlah besar.
Grafik Boks 4.3. Porsi Pendidikan Tenaga Kerja
Sumber: BPS(diolah)
Grafik Boks 4.4. Pangsa Tingkat Pendidikan
Tenaga Kerja
Sumber: BPS(diolah)
D. Produktivitas
Selain adanya ketidaksinkronan lapangan pekerjaan. Faktor lainya adalah tingkat produktivitas di
NTT yang masih sangat rendah yaitu hanya Rp 31,5 juta/orang dan merupakan yang terendah
dari 34 Provinsi di Indonesia. Hal tersebut dapat menyebabkan keengganan perusahaan yang
beroperasi di NTT untuk merekrut tenaga kerja lokal.
Grafik Boks 4.5. Produktivitas Tenaga Kerja di Indonesia
Sumber: BPS, diolah (2014)
Kategori 2010 2011 2012 2013 2014
Jiwa/RS 156,873 140,485 119,494 120,828 114,475
Jiwa/Puskesmas 15,230 13,966 14,038 13,685 13,613
Jiwa/Faskes 813 825 571 578 588
Jiwa/Dokter 7,844 7,655 7,205 6,623 5,933
Jiwa/Bidan 1,767 1,772 1,672 1,416 1,438
| Boks 4 - Employability di NTT 77
E. Hasil Liasion dan Wawancara
Berdasarkan data tersebut, telah pula dilakukan diskusi dengan beberapa pengusaha di NTT,
beberapa keluhan mengenai tenaga kerja NTT yang didapat sehingga menyebabkan
keengganan mereka untuk merekrut tenaga kerja lokal, diantaranya: 1) Kualitas lulusan rendah,
2) Budaya Service Excellence yang kurang, serta 3) Kualitas pendidik dan level pendidikan yang
timpang. Hal tersebut menyebabkan beberapa pengusaha lebih memilih mendatangkan tenaga
kerja dari pulau jawa untuk mengisi posisi yang strategis di perusahaan mereka.
F. Kesimpulan dan Rekomendasi
Dalam rangka meningkatkan kualitas SDM dan mengurangi kesenjangan dengan lulusan di
Pulau Jawa, maka beberapa hal yang perlu dilakukan adalah: 1) Peningkatan kualitas pendidik di
daerah, 2) Peningkatan akses pendidikan dan kesehatan, 3) Mendorong jiwa kewirausahaan
masyarakat, serta 4) Peningkatan kualitas SDM melalui lembaga pelatihan. Selain itu,
penanaman jiwa service harus ditingkatkan untuk dapat menunjang potensi wisata di NTT.
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 78
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH
Pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih berada
pada tingkat moderat dengan rentang antara 5,1-5,5% (yoy). Di sisi lain,
pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2016 diperkirakan melambat.
Sementara itu, inflasi tahun 2016 diperkirakan sedikit menurun pada kisaran
4,3-4,7% (yoy) dan masih berada pada rentang target Bank Indonesia sebesar
4±1% (yoy).
Peningkatan investasi dan alokasi anggaran pemerintah diperkirakan masih
menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi NTT di tahun 2016.
Sementara itu, perlambatan kegiatan pemerintah, belum tibanya musim
panen padi dan menurunnya konsumsi masyarakat paska libur natal
menjadi penyebab melambatnya perekonomian NTT pada ttriwulan-I 2016.
Tekanan inflasi pada tahun 2016 diperkirkan berasal dari komoditas bahan
makanan (volatile food), terhambatnya musim tanam padi karena dampak
El Nino dan fluktuasi harga tiket pesawat. sementara itu, tekanan inflasi
pada triwulan-I 2016 diperkirakan masih dipengaruhi oleh tingginya harga
komoditas daging ayam dan semen, serta pengaruh cuaca yang mendorong
peningkatan harga ikan segar dan bumbu-bumbuan.
6.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT
6.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016
Perekonomian NTT pada tahun 2016 diperkirakan berada pada rentang 5,1
5,5% (yoy) dan didorong terutama oleh investasi dan konsumsi pemerintah melalui
program pembangunan untuk publik. Beberapa proyek pemerintah yang masih
berjalan di tahun 2016, diantaranya Waduk Raknamo (Kab. Kupang) yang sudah
memasuki tahap konstruksi, Waduk Rotiklot (Kab. Belu), dan rencana pembangunan
Waduk Kolhua (Kota Kupang). Selain itu, terdapat pula rencana pembangunan 101
embung dan sarana pengendalian banjir sungai oleh Pemerintah Pusat sebagai
impelementasi program kedaulatan pangan Presiden Jokowi, serta peningkatan
konektivitas melalui pembangunan berbagai proyek besar seperti jalan, jembatan
dan rehabilitasi bandara. Sementara itu, proyek swasta yang dapat menjadi
pendorong adalah rencana pembangunan PT. Semen Kupang II dengan anggaran
mencapai Rp 2 triliun yang direncanakan dimulai tahun 2016.
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 79
Dari sisi belanja konsumsi pemerintah, perekonomian NTT tahun 2016 juga
didorong oleh adanya peningkatan dana desa sebesar 128% dari Rp 812 miliar
(2015 menjadi Rp 1,849 triliun (2016) yang akan disalurkan kepada 2995 desa di 21
kabupaten dengan besaran Rp 565 juta/desa. Sementara itu, konsumsi rumah
tangga turut didorong peningkatan Upah Minimum Provinsi (UMP) hingga 16% dari
Rp 1.250.000,- (2015) menjadi Rp 1.425.000,- (2016). Pertumbuhan ekonomi juga
diharapkan dapat berasal dari peningkatan sektor pertanian sebagai dampak positif
perbaikan sarana prasarana dan jalur irigasi di tahun 2015 walaupun untuk
penyelesaian Waduk Raknamo baru akan selesai sekitar tahun 2017.
Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016
Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)
6.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan I-2016
Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan I-2016 diperkirakan mengalami
perlambatan dan akan berada pada rentang 4,5-4,9% (yoy). Perlambatan terutama
disebabkan oleh penurunan kinerja sektor pertanian, sektor administrasi pemerintah,
serta sektor perdagangan besar dan eceran sebagai dampak penurunan aktivitas
ekonomi dan musim tanam yang baru tiba di awal tahun.
Grafik 6.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan I - 2016
Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 80
6.1.2.1 Pertumbuhan Sisi Sektoral
Dari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan I
diperkirakan mengalami penurunan. Penurunan terjadi karena dampak baru
tibanya musim tanam komoditas padi di Provinsi NTT. Selain itu, adanya dampak El
Nino juga mendorong adanya pergeseran masa tanam di NTT dan juga berdampak
pada produksi tanaman perkebunan (jambu mete dan kakao). Berdasarkan perkiraan
curah hujan, hujan baru akan turun di sebagian besar daerah Provinsi NTT pada
bulan Februari, namun curah hujan akan menurun pada bulan Maret dan sebagian
besar daerah mulai mengalami curah hujan rendah. Curah hujan yang stabil berada
di daerah Manggarai barat dan Manggarai yang merupakan sentra pertanian padi di
Provinsi NTT.
Gambar 6.1 Perkiraan Curah Hujan Bulan
Februari Gambar 6.2 Perkiraan Curah Hujan Bulan Maret
Sumber: BMKG Stakum Lasiana
Sumber: BMKG Stakum Lasiana
Dari sub sektor peternakan, adanya pengoperasian kapal ternak (KM.
Camara Nusantara I) dengan kapasitas angkut 500 ekor diperkirakan dapat
mempermudah penjualan komoditas sapi. Kapal ternak yang sebelumnya sempat
bermasalah dengan karena kosongnya ternak pada pengiriman ke-2, mulai
mendapatkan kepercayaan pengusaha NTT pada pengiriman ke-3 (Februari 2016),
terbukti dengan diangkutnya sapi sebanyak 500 ekor dari Kupang dan Waingapu. Di
sisi lain, sub sektor perikanan diperkirakan baru akan mengalami peningkatan pada
bulan Maret seiring kondisi cuaca dan gelombang yang mulai membaik.
Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib diperkirakan mengalami perlambatan. Perlambatan terutama disebabkan
oleh aktivitas pemerintah di awal tahun yang baru memasuki tahap konsolidasi,
perencanaan dan proses lelang barang dan jasa yang baru akan dibuka. Selain itu,
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 81
proses dropping anggaran dana desa juga masih belum optimal seiring dalam proses
evaluasi tahun sebelumnya.
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor diperkirakan juga mengalami perlambatan. Telah lewatnya masa liburan
sekolah dan natal menjadi penyebab utama perlambatan. Selain itu, belum adanya
peningkatan pendapatan masyarakat seiring belum tibanya panen juga menjadi
penyebab lainnya. Hal ini juga terindikasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
(SKDU) Bank Indonesia yang menunjukkan adanya penurunan dari segi kegiatan
usaha dan harga jual.
Grafik 6.3. Perkembangan SKDU Sektor
Perdagangan
Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah
Sektor konstruksi diperkirkan mengalami perlambatan di awal
tahun. Perlambatan diperkirakan terjadi seiring selesainya kegiatan proyek
pemerintah untuk tahun 2015. Namun, adanya beberapa proyek multiyears seperti
pembangunan waduk dan Kantor Gubernur NTT diperkirakan dapat menahan
perlambatan yang lebih dalam. Selain itu, adanya dispensasi kegiatan proyek yang
terlambat di tahun 2015 selama 50 hari diharapkan pula dapat menopang
tumbuhnya sektor konstruksi di awal tahun.
6.1.2.2 Pertumbuhan Sisi Penggunaan
Dari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga
diperkirakan melambat yang tercermin pada angka Indeks Tendensi
Konsumen (ITK). Perlambatan juga terlihat pada penurunan indeks proyeksi
pendapatan rumah tangga dan rencana pembelian barang tahan lama. Masih belum
optimalnya pendapatan masyarakat yang sebagian bekerja pada sektor pertanian di
awal tahun dan belum adanya dorongan lapangan pekerjaan dari kegiatan proyek-
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 82
proyek pemerintah diperkirakan menjadi beberapa penyebab. Selain itu, tidak
adanya momen untuk kegiatan belanja seperti libur sekolah dan natal juga menjadi
faktor penyebab lainnya.
Grafik 6.4. Indeks Tendensi Konsumen
Sumber: BPS diolah
Kinerja investasi diperkirakan melambat pada triwulan-I. Belum
dimulainya kegiatan proyek pemerintah pada tahun 2016 dan belum adanya
sinyalemen investasi besar swasta di awal tahun menjadi pendorong utama.
Kinerja ekspor antar daerah dan luar negeri NTT pada triwulan I
juga diperkirakan akan sedikit melambat. Perlambatan diperkirakan terjadi
seiring masih terbatasnya produksi komoditas ekspor di awal tahun (ikan tuna dan
jambu mete) karena faktor cuaca. Namun, penurunan ekspor antar daerah
diperkirakan dapat terhambat oleh adanya operasional kapal ternak yang
mendorong peningkatan pengiriman sapi dari NTT pada awal tahun.
6.2 Inflasi
Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2016 diperkirakan
sedikit menurun. Inflasi NTT pada tahun 2016 diperkirakan berada pada kisaran 4,3-
4,7% (yoy). Penyebab penurunan inflasi diperkirakan berasal dari kestabilan harga
komoditas Administered Prices terutama Bahan Bakar Minyak (BBM) seiring trend
penurunan harga minyak dunia. Namun, potensi dorongan inflasi masih tetap muncul
terutama pada komoditas Volatile Food seiring kondisi cuaca dan El Nino yang dapat
mempengaruhi produksi pertanian. Selain itu, kondisi cuaca dan gelombang laut yang
seringkali berubah-ubah juga berpengaruh pada harga komoditas ikan segar.
Sementara itu, adanya peningkatan daya listrik PLN sebesar 2x18 MW pada tahun 2016
diharapkan dapat mengurangi resiko adanya gangguan listrik, sehingga resiko kenaikan
harga semen akibat produksi yang menurun seperti tahun 2015 dapat dihindari. Di sisi
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 83
lain, banyaknya libur long weekend di tahun 2016 patut diantisipasi sebagai resiko
penyebab kenaikan tarif angkutan udara.
Sementara itu inflasi tahunan pada triwulan I 2016 masih tercatat cukup
tinggi karena dampak rendahnya inflasi pada tahun sebelumnya. Adanya
penurunan harga BBM pada triwulan I-2015 memberikan dampak rendahnya nilai
pembagi inflasi pada tahun 2015 sehingga angka inflasi tahunan triwulan I-2016
tercatat cukup tinggi sebesar degan rentang 5,9 - 6,3% (yoy). Namun secara
triwulanan (qtq) inflasi tercatat cukup rendah sebesar 0,5 - 0,8% (qtq). Sumbangan
inflasi secara triwulanan terutama didorong oleh kenaikan harga daging ayam ras dan
semen yang masih terjadi di awal tahun. Selain itu, faktor musiman yang menyebabkan
penurunan produksi komoditas bumbu-bumbuan dan sayur-sayuran menjadi
pendorong inflasi utama.
Di sisi lain, faktor penghambat inflasi diantaranya adalah penurunan harga BBM
dan tarif dasar listrik untuk 12 kelompok pelanggan pada bulan Januari, normalnya
pasokan dan permintaan semen serta daging ayam ras, serta dampak kembali
normalnya harga-harga setelah kenaikan tinggi pada bulan sebelumnya.
Grafik 6.5. Perkembangan Inflasi NTT
Sumber: BPS diolah