kajian place attachment kampus arsitektur …

10
KAJIAN PLACE ATTACHMENT KAMPUS ARSITEKTUR UNIVERSITAS DIPONEGORO IMAJI Vol.9 No.2 AGUSTUS 2020 | 141 KAJIAN PLACE ATTACHMENT KAMPUS ARSITEKTUR UNIVERSITAS DIPONEGORO Oleh : Very Darmawan, Sonia Tessalonica Sihotang Salah satu persyaratan Universitas Diponegoro sebagai penyedia layanan pendidikan ialah memberikan rasa nyaman kepada mahasiswa sebagai objek utama dalam sebuah pendidikan kampus. Oleh sebab itu, kampus Arsitektur Universitas Diponegoro sebagai bagian dari kawasan Universitas Diponegoro harus membangun iklim layanan pendidikan yang dapat membuat para mahasiswa nyaman untuk tinggal dan berkarya. Terjalinnya hubungan antara lingkungan kampus dengan penghuninya dengan baik, akan memberikan citra yang baik pula terhadap kawasan kampus Arsitektur Universitas Diponegoro. Jika tidak ada ikatan batin (place attachment), mahasiswa arsitektur Undip kemungkinan merasa tidak nyaman untuk beraktivitas atau bersosialisasi di kampusnya sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat place attachment di kampus Arsitektur Undip sebagai penyedia layanan pendidikan bagi mahasiswa guna mengetahui apakah kampus Arsitektur Undip yang terdiri atas lingkungan fisik alam dan binaan berhasil dalam segi desain berdasarkan aspek psikologis arsitektural. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah proportionate stratified random sampling, dan sampel yang dipilih adalah mahasiswa arsitektur Undip angkatan 2016, 2017 dan 2018. Teknik yang dipilih peneliti adalah kuesioner online serta dokumentasi. Kemudian dilakukan analisis menggunakan place attachment index (PAI), guna mengetahui alasan yang melatarbelakangi adanya place attachment di kampus Arsitektur Undip. Hasilnya, terpilih 15 objek yang menjadi menjadi preferensi responden. Terpilihnya objek-objek tersebut adalah akibat adanya keterikatan responden dengan tempat. Penelitian ini membuktikan apabila kampus Arsitektur Undip berhasil dalam mewujudkan lingkungan kampus nyaman dengan place attachment cukup banyak dan beragam berdasarkan konteks peristiwa dan waktu. Kata kunci: place, place attachment, kawasan kampus 1. LATAR BELAKANG Universitas Diponegoro sebagai penyedia layanan pendidikan wajib memberikan rasa nyaman kepada mahasiswa sebagai objek utama dalam sebuah pendidikan kampus. Dalam peraturan Majelis Wali Amanat nomor 07 tahun 2016, Universitas Diponegoro akan membangun iklim akademik yang kondusif, challenging, inspiring, dan encouranging yang dapat membuat para mahasiswa nyaman untuk tinggal dan berkarya. Pelaksanaannya akan berhasil dengan baik, apabila didukung oleh iklim kampus yang kondusif yakni mampu memberikan kepastian kualitas hasil belajar dalam suasana ruang yang aman, damai, dan harmonis. Upaya ini dapat diciptakan apabila mahasiswa memiliki pengalaman yang menyenangkan atau telah merasakan kondusifitas kebahagiaan baik dari sisi sosial maupun lingkungan fisiknya. Lingkungan kampus harus mampu memberikan dampak pada persepsi dan perilaku, serta menjadi bagian dari pengalaman akademik yang sangat mengesankan bagi mahasiswa (Astin, 1975). Terdapat korelasi yang sangat berpengaruh antara mahasiswa dan pengalamannya terhadap lingkungan fisik kampus, mulai dari kedatangan pertama sekali mahasiswa ke suatu kampus, pengalaman pertama mengikuti perkuliahan maupun kegiatan kemahasiswaan. Kesan yang ditimbulkan dari lingkungan fisik itulah yang dapat memberikan rasa nyaman dan rasa memiliki sehingga mahasiswa dapat berperan aktif dalam menciptakan atmosfer akademik yang baik di lingkungan kampus. Tidak bisa dipungkiri, pemahaman serta keterikatan sebuah ruang oleh seseorang

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN PLACE ATTACHMENT KAMPUS ARSITEKTUR …

KAJIAN PLACE ATTACHMENT KAMPUS ARSITEKTUR UNIVERSITAS DIPONEGORO

I M A J I V o l . 9 N o . 2 A G U S T U S 2 0 2 0 | 141

KAJIAN PLACE ATTACHMENT KAMPUS ARSITEKTUR UNIVERSITAS DIPONEGORO

Oleh : Very Darmawan, Sonia Tessalonica Sihotang

Salah satu persyaratan Universitas Diponegoro sebagai penyedia layanan pendidikan ialah memberikan rasa nyaman kepada mahasiswa sebagai objek utama dalam sebuah pendidikan kampus. Oleh sebab itu, kampus Arsitektur Universitas Diponegoro sebagai bagian dari kawasan Universitas Diponegoro harus membangun iklim layanan pendidikan yang dapat membuat para mahasiswa nyaman untuk tinggal dan berkarya. Terjalinnya hubungan antara lingkungan kampus dengan penghuninya dengan baik, akan memberikan citra yang baik pula terhadap kawasan kampus Arsitektur Universitas Diponegoro. Jika tidak ada ikatan batin (place attachment), mahasiswa arsitektur Undip kemungkinan merasa tidak nyaman untuk beraktivitas atau bersosialisasi di kampusnya sendiri.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat place attachment di kampus Arsitektur Undip sebagai penyedia layanan pendidikan bagi mahasiswa guna mengetahui apakah kampus Arsitektur Undip yang terdiri atas lingkungan fisik alam dan binaan berhasil dalam segi desain berdasarkan aspek psikologis arsitektural. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah proportionate stratified random sampling, dan sampel yang dipilih adalah mahasiswa arsitektur Undip angkatan 2016, 2017 dan 2018. Teknik yang dipilih peneliti adalah kuesioner online serta dokumentasi. Kemudian dilakukan analisis menggunakan place attachment index (PAI), guna mengetahui alasan yang melatarbelakangi adanya place attachment di kampus Arsitektur Undip. Hasilnya, terpilih 15 objek yang menjadi menjadi preferensi responden. Terpilihnya objek-objek tersebut adalah akibat adanya keterikatan responden dengan tempat. Penelitian ini membuktikan apabila kampus Arsitektur Undip berhasil dalam mewujudkan lingkungan kampus nyaman dengan place attachment cukup banyak dan beragam berdasarkan konteks peristiwa dan waktu.

Kata kunci: place, place attachment, kawasan kampus

1. LATAR BELAKANG

Universitas Diponegoro sebagai penyedia layanan pendidikan wajib memberikan rasa nyaman kepada mahasiswa sebagai objek utama dalam sebuah pendidikan kampus. Dalam peraturan Majelis Wali Amanat nomor 07 tahun 2016, Universitas Diponegoro akan membangun iklim akademik yang kondusif, challenging, inspiring, dan encouranging yang dapat membuat para mahasiswa nyaman untuk tinggal dan berkarya. Pelaksanaannya akan berhasil dengan baik, apabila didukung oleh iklim kampus yang kondusif yakni mampu memberikan kepastian kualitas hasil belajar dalam suasana ruang yang aman, damai, dan harmonis. Upaya ini dapat diciptakan apabila mahasiswa memiliki pengalaman yang menyenangkan atau telah merasakan

kondusifitas kebahagiaan baik dari sisi sosial maupun lingkungan fisiknya.

Lingkungan kampus harus mampu memberikan dampak pada persepsi dan perilaku, serta menjadi bagian dari pengalaman akademik yang sangat mengesankan bagi mahasiswa (Astin, 1975). Terdapat korelasi yang sangat berpengaruh antara mahasiswa dan pengalamannya terhadap lingkungan fisik kampus, mulai dari kedatangan pertama sekali mahasiswa ke suatu kampus, pengalaman pertama mengikuti perkuliahan maupun kegiatan kemahasiswaan. Kesan yang ditimbulkan dari lingkungan fisik itulah yang dapat memberikan rasa nyaman dan rasa memiliki sehingga mahasiswa dapat berperan aktif dalam menciptakan atmosfer akademik yang baik di lingkungan kampus.

Tidak bisa dipungkiri, pemahaman serta keterikatan sebuah ruang oleh seseorang

Page 2: KAJIAN PLACE ATTACHMENT KAMPUS ARSITEKTUR …

142 | I M A J I V o l . 9 N o . 1 J U L I 2 0 2 0

merupakan dampak dari pengalaman sehari-hari di suatu tempat yang mana mempunyai hubungan khusus antara dirinya dengan lingkungan, dalam hal ini merupakan ekspresi dari keberhasilan orientasi kognitif. Kelekatan mahasiswa kepada suatu tempat (attachment) tersebut merupakan bentuk perasaan “at home”, yakni munculnya rasa memiliki yang terjalin di kampusnya sendiri. Seseorang terikat kepada suatu tempat melalui suatu proses yang mencerminkan perilaku mereka, berdasarkan pengalaman kognitif dan emosional dalam lingkungan sosial dan fisik (Bernado & Palma, 2005). Yang mana perasaan terikat ini bisa menyebabkan adanya kontinuitas dalam konteks waktu dan situasi.

Perasaan terikat seseorang terhadap suatu tempat (place attachment) merupakan konsep penggabungan interaksi antara kasih sayang dan emosi, pengetahuan dan kepercayaan, perilaku dan tindakan dengan melibatkan kognisi terkait dengan tempat tersebut. Dalam place attachment ini pengguna akan memiliki rasa senang berada di suatu tempat serta penyesalan atau kesedihan apabila harus meninggalkan tempat tersebut (Purwanto & Harani, 2020). Seseorang akan terikat kepada suatu tempat melalui suatu proses yang mencerminkan perilaku mereka, pengalaman kognitif dan emosional dalam lingkungan sosial dan fisik (Bernado & Palma, 2005). Place attachment ini akan melibatkan ikatan pengalaman secara positif, terkadang terjadi tanpa kesadaran, yang tumbuh sepanjang waktu dari ikatan perilaku, afektif, dan kognitif antara seseorang ataupun kelompok dengan lingkungan sosial serta lingkungan fisiknya (Altman & Low, 1992).

Kampus Arsitektur Undip sebagai salah satu prodi yang sangat dekat perihal studi ruang, tidak hanya mengakomodasikan secara fisik kegiatan dan fasilitas tertentu bagi mahasiswanya, tetapi juga menjadi sebuah lingkungan binaan yang merupakan bagian dari lingkungan fisik dan lingkungan budaya sebagai bentuk adaptasi dan interaksi manusia terhadap lingkungan tersebut. Unit-unit dari sebuah ruang yang memiliki makna, aturan perilaku dan juga bentuk fisik tertentu. Semakin kuat sebuah ruang terhadap keterikatan penggunanya baik secara fisik

maupun emosional, bisa dikatakan ruang tersebut memiliki keberhasilan dalam desainnya.

Kecenderungan preferensi mahasiswa arsitektur memilih ruang-ruang tertentu pada kampus Arsitektur Undip dapat dipengaruhi oleh kelekatan psikologis terhadap suatu tempat atau lingkungan fisiknya (place attachment) berdasarkan pengalaman kognitif. Ikatan batin yang merupakan kelekatan dan kecintaan terhadap lingkungan fisik secara positif akan memberikan rasa aman, nyaman, tentram, yang pada gilirannya akan memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi seseorang dalam menjalankan kehidupannya (Ernawati, 2014). Tejalinnya hubungan antara lingkungan kampus dengan penghuninya dengan baik, akan memberikan citra yang baik pula terhadap kawasan kampus Arsitektur Universitas Diponegoro Tembalang. Jika tidak ada ikatan batin (place attachment) mahasiswa arsitektur Undip bisa saja merasa tidak nyaman untuk beraktivitas atau bersosialisasi di kampusnya sendiri.

2. RUMUSAN MASALAH

Pola perilaku mahasiswa dalam menciptakan keseimbangan yang menyeluruh terhadap pola kehidupan dan penghidupannya akan menimbulkan ikatan/pertalian emosi antara manusia penghuni dengan kampusnya sendiri sesuai dengan persepsi dan kognisi masing-masing individu. Konsep “tempat” (place) didasarkan pada interaksi antara seseorang, setting fisik, dan aktivitas yang terjadi pada lokasi tersebut. Konsep ruang seketika berubah sesuai pola bagaimana manusia memberikan pemahaman makna baik melalui aktivitas sehari-hari atau dengan tradisi sosial yang dikerjakan secara rutin pada tempat tersebut, terutama antara mahasiswa dengan kampusnya.

Luasnya lingkup aspek spasial dari konsep “tempat” membawa konsekuensi bahwa penelitian di bidang place attachment masih sangat kurang (Ernawati, 2011). Padahal place attachment dapat menjadi salah satu faktor pendukung apakah desain sebuah bangunan bisa dikatakan berhasil atau tidak. Penelitian-penelitian yang jumlahnya masih terbatas

Page 3: KAJIAN PLACE ATTACHMENT KAMPUS ARSITEKTUR …

KAJIAN PLACE ATTACHMENT KAMPUS ARSITEKTUR UNIVERSITAS DIPONEGORO

I M A J I V o l . 9 N o . 1 J U L I 2 0 2 0 | 143

itupun sebagian terbesar dilakukan di negara-negara Barat (misalnya Bernardo & Palma, 2005; Gaspodini, 2002; Goodman, 2004; Lalli, 1992) dan masih sangat sedikit yang dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini dimaksudkan untuk mengisi kekosongan tersebut. Dalam hal ini studi tersebut akan mengkaji tingkat place attachment di Kampus Arsitektur Undip.

3. METODOLOGI

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menggali tingkat place attachment di kampus Arsitektur Undip. Langkah-langkah yang peneliti lakukan adalah melakukan survei secara saksama, dengan terlebih dahulu menyusun metode yang akan diterapkan dalam penelitian, kemudian menetapkan sampel penelitian pada objek di Arsitektur Undip. Objek penelitian ini akan menggunakan angkatan 2016, 2017 dan 2018 sebagai populasi penelitian. Penelitian ini tidak menggunakan angkatan 2019 sebagai anggota sampel dikarenakan masih dalam kategori mahasiswa baru, yang mana belum mengenal lingkungan kampus dengan baik dan proses kognitif terhadap tempat-tempat di Arsitektur Undip belum terjalin secara sempurna.

Penentuan sampel penelitian ini didasarkan pada pendapat Arikunto (2006), yang menjelaskan apabila populasi kurang dari 100 maka sebaiknya sampel dapat diambil dari seluruh total populasi. Sedangkan jika jumlah populasi lebih dari 100 maka dapat diambil 10-15% atau 20-25% sebagai sampel penelitian. Berkaca dari jumlah populasi yang ada yaitu 2018, 2017, dan 2016 sebanyak 380 responden, serta mendasarkan penentuan jumlah sampel dari pendapat Arikunto (2006), peneliti menentukan jumlah sampel 20% dari total populasi sebagai sampel penelitian yakni sebanyak 76 mahasiswa yang terdiri tiga angkatan tersebut. Pengambilan sampel pada anggota sampel bertingkat ini dilanjutkan secara proportional. Dan didapatkan jumlah anggota sampel sebagai berikut:

Tabel 1. Jumlah Sampel

Angkatan Populasi (orang)

Sampel (Orang)

2016 110 25

2017 142 31

2018 128 20

Total 380 76

Teknik yang peneliti pilih dalam penelitian ini yakni melalui sistem kuesioner online serta dokumentasi, kemudian dianalisa secara statistik sederhana. Kuesioner online ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang disusun untuk diisi oleh responden. Maksudnya adalah untuk memperoleh data primer berupa informasi secara tertulis langsung dari responden mengenai variabel yang ditelti. Sedangkan teknik dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan informasi dengan mempelajari sumber data tertulis untuk memperoleh data sekunder mengenai latar belakang dan data tertulis lainnya yang mendukung penelitian ini.

Sedangkan prosedur pengumpulan data diawali dengan pemilihan responden secara acak melalui grup angkatan sesuai dengan jumlah sampel yang telah ditentukan. Sebelum diberikan link kuesioner online peneliti akan menanyakan kepahaman responden mengenai tempat-tempat yang ada di Arsitektur Undip, Tembalang. Hal ini penting guna memudahkan pengolahan data nantinya. Kemudian responden terpilih akan diberi link kuesioner online. Responden diminta mengisi sendiri data pribadi meliputi asal domisili responden, jenis kelamin (Purwanto dan Darmawan, 2013), umur, fakultas, dan tingkat angkatan. Setelah itu, responden dipersilakan mengisi data selanjutnya yang tertera dalam kuesioner online berkaitan dengan place attachment di Kampus Arsitektur Undip sesuai dengan kemampuan kognisi responden. Bagaimanapun, agar tidak terjadi kesalahan interpretasi dalam pengisian kuesioner, maka pada saat kuesioner online diberikan kepada responden, peneliti akan memberi penjelasan secara rinci mengenai tujuan pengisian kuesioner dan tata cara pengisiannya. Responden diberi kesempatan untuk bertanya

Page 4: KAJIAN PLACE ATTACHMENT KAMPUS ARSITEKTUR …

144 | I M A J I V o l . 9 N o . 1 J U L I 2 0 2 0

apabila ada yang kurang jelas dari penjelasan peneliti. Setelah itu responden dipersilakan untuk mengisi kuesioner online.

Data yang diperoleh dari hasil kuesioner online akan diolah menggunakan program komputer statistik sederhana dengan bantuan Microsoft Excel. Langkah yang ditempuh meliputi proses editing, yakni melakukan pengecekan kembali isi kuesioner apakah jawaban yang diperoleh sudah lengkap, jelas, relevan, dan konsisten. Dilanjutkan dengan proses penerjemahan data ke dalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis (coding). Kemudian data dimasukan ke dalam komputer guna pencetakan hasil analisis. Dalam proses analisis data, penelitian menggunakan sistem data kategorisasi. Metode ini menjadikan data dan informasi yang sama dan mirip dikelompokkan sesuai dengan karateristiknya ke dalam bentuk tabel dan narasi untuk kemudian dianalisis. Hasil serupa atau yang memiliki jawaban substansi yang sama akan dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan (Purwanto dan Harani, 2020).

4. KAJIAN PUSTAKA

4.1. Kajian Place Attachment

Place attachment adalah fenomena kompleks yang menggabungkan beberapa aspek seperti ikatan antar tempat dan orang, interaksi antar emosi dan pengaruh, pengetahuan dan keyakinan, serta perilaku dan tindakan terhadap suatu tempat (Altman dan Low, 2012). Place attachment mendorong kebebasan perilaku, eksplorasi, kepercayaan diri, serta respon afektif lebih besar dalam komunitas lokal (Fried, 2000). Place attachment dapat didefinisikan sebagai hubungan afektif yang dibangun orang dengan lingkungan spesifik, mereka akan memiliki kecenderungan untuk menetap di tempat mereka merasa nyaman dan aman (Hidalgo dan Hernandez, 2001). Place attachment terbentuk oleh dua aspek, yakni aspek individual terkait usia profil penghuni, lama tinggal, rute kegiatan dan pengalaman dan aspek lingkungan terkait jaringan sosial, keamanan, dan stabilitas dari keragaman etnik (Bailey, Kearns dan Livingston, 2012).

Elisabeth Deane Brocato (2006) di dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat 3 dimensi utama pembentuk place attachment, yakni affective component (affective attachment), cognitive component (place identity), dan behavioral component (place dependence, social bonds). Place identity adalah penggabungan tempat ke dalam konsep yang lebih besar dari diri, yang terbentuk berdasar teori identitas diri yakni cognitive-descriptive, affective-evaluative, object dan requirements. Place dependence adalah penentuan fungsi ruang terpilih yang bersifat relatif, yang meningkat sejalan dengan waktu dan pengalaman dengan tempat. Affective attachment adalah eksplorasi respon emosional terhadap kondisi fisik tempat.

Faktor yang secara afektif mempengaruhi place attachment, antara lain elemen fisik tempat, faktor sosial, faktor budaya, faktor karakteristik personal, memori dan pengalaman masa lalu, kepuasan, interaksi sosial, serta durasi aktivitas pengguna di dalam tempat tersebut (Sulistiani, 2018).

Menurut Brocato (2007), terdapat 4 dimensi place attachment, yakni:

a. Place identity adalah penggabungan tempat ke dalam konsep yang lebih besar dari diri, yang terbentuk berdasar teori identitas diri yakni cognitive-descriptive, affective-evaluative, object dan requirements. Identitas tempat ini berisi memori, ide, gagasan, perasaan, sikap, nilai, preferensi, makna dan konsep perilaku serta pengalaman yang berkaitan dengan keragaman serta kompleksitas setting fisik, yang menentukan eksistensi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Konsep ini menekankan pada peran tempat dalam organisasi memori dan stimulus bagi ekspresi manusia.

b. Place dependence adalah penentuan fungsi ruang terpilih yang bersifat relatif, yang meningkat sejalan dengan waktu dan pengalaman dengan tempat. Ketergantungan muncul ketika pengguna tempat merasa bahwa ruang yang tersedia mampu memenuhi

Page 5: KAJIAN PLACE ATTACHMENT KAMPUS ARSITEKTUR …

KAJIAN PLACE ATTACHMENT KAMPUS ARSITEKTUR UNIVERSITAS DIPONEGORO

I M A J I V o l . 9 N o . 1 J U L I 2 0 2 0 | 145

kebutuhannya dibandingkan dengan ruang-ruang alternatif lainnya.

c. Affective attachment adalah eksplorasi respon emosional terhadap kondisi fisik tempat.

d. Social bonding adalah mengenai hubungan antar masyarakat dalam tempat tersebut.

Sedangkan dalam proses pembentukannya, place attachment memiliki setidaknya 5 dimensi, yakni:

a. Continuity, terkait dengan pengalaman personal masyarakat terhadap tempat.

b. Distinctiveness, terkait dengan pendefinisian identitas tempat oleh masyarakat.

c. Attachment, terkait dengan emosi dan perilaku masyarakat terhadap tempat.

d. Symbolism, terkait dengan interaksi hubungan nonfisik masyarakat dengan tempat.

e. Familiarity, terkait dengan kenyamanan berkegiatan di dalam tempat (Teddy, Nikora dan Guerin, 2008).

4.2. Pemahaman Place Attachment dalam “Tripatriate Organizing Framework”

Gambar 2. Tripatriate Organizing Framework

Sumber: Scannell dan Gifford dalam Purwanto dan Harani (2020)

Menurut Scannell dan Gifford (dalam Purwanto dan Harani, 2020), berdasarkan gambar 2 dapat dilihat bahwa, Tripratriate Organizing Framework adalah konsep multi dimensi yang menjadikan aktor sebagai dimensi utama. Siapa objek yang terikat? Apakah keterikatan didasarkan pada makna individual dan kolektif? Dimensi kedua adalah proses psikologis: bagaimana pengaruh, kognisi, dan perilaku dimanifestasikan dalam sebuah keterikatan? Purwanto dan Harani (2020) dalam penelitiannya menambahkan

apabila proses psikologis ini meliputi keterikatan seseorang terhadap tempat yang muncul akibat kombinasi emosi, kognitif dan perilaku yang terjalin di tempat tertentu, yang hadir dalam bentuk perasaan senang atau sedih ketika harus meninggalkan tempat tersebut. Sedangkan Dimensi ketiga adalah objek keterikatan/tempat, hal apa yang membuat seseorang terikat baik secara fisik maupun sosial, dan apa karakteristik tempat tersebut.

4.3. Keterkaitan Place Attachment terhadap Kemampuan Kognisi

Dalam pemahaman mengenai place attachment seseorang akan memiliki ikatan afeksi terhadap tempat, yang menekankan pada pengalaman-pengalaman sensorik, memori, integrasi kognitif, pertimbangan afeksi dan berbagai aktivitas yang dilakukan dalam mendukung keterikatan tersebut. Tempat lebih dari sekedar lokasi dalam ruangan fisik, namun juga memainkan aspek kognitif-emosional yang mempengaruhi pengalaman dan aktivitas seseorang. Tempat dengan demikian, bermain sangat signifikan terhadap “cara” manusia berperilaku. Sehingga, integrasi kognitif ini perlu digaris bawahi karena keberadaannya yang penting dalam menentukan place attachment pada seseorang. Laurens (2004) dan Purwanto (2012) mengungkapkan (dalam Purwanto dan Darmawan (2013), bahwa kognisi merupakan cara yang digunakan oleh seseorang untuk menjelaskan bagaimana untuk memahami, menyusun, serta mempelajari lingkungan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bila setiap individu merupakan sebuah sistem kognisi. Purwanto dan Darmawan (2013) menambahkan, sistem tersebut merupakan hasil proses kognitif yang terdiri dari kegiatan-kegiatan: 1. Persepsi; 2. Imajinasi; 3. Berfikir (thinking); 4. Bernalar (reasoning); dan 5. Pengambilan keputusan.

Gambar 3. Alur Hasil Proses Kognisi Sumber: Purwanto (dalam Purwanto dan Darmawan,

2013)

Page 6: KAJIAN PLACE ATTACHMENT KAMPUS ARSITEKTUR …

146 | I M A J I V o l . 9 N o . 1 J U L I 2 0 2 0

Gambar 3 menjelaskan bahwa proses kognisi seseorang akan diawali dari persepsi terlebih dahulu, kemudian muncul imajinasi yang membuat seseorang harus berpikir dan bernalar sebelum menentukan sebuah tindakan. Berbeda dengan persepsi yang mempunyai sifat subjektif, karena bergantung pada kemampuan dan keadaan dari masing-masing pengamat. Keterikatan place attachment dengan kognisi seseorang ini didasarkan pemikiran pribadi seseorang tanpa melalui cara pandang orang lain. Pemberian arti, tanggapan, gambaran atau penginterpretasian terhadap sesuatu baik yang dilihat, didengar, atau dirasakan oleh panca indra dalam bentuk sikap, pendapat, dan perilaku murni melalui pemikiran pribadi. 5. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

Gambar 4.1 Kampus DAFT Undip Sumber: Peneliti

Kawasan Kampus Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Undip Tembalang terletak di Jl. Prof. Sudarto, Kec. Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah. Kawasan kampus arsitektur ini memiliki luas lahan kurang lebih 10000 m2. Kawasan Kampus Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Undip Tembalang memiliki fasilitas yang terdiri dari ruang administrasi, musholla, ruang dosen, ruang sidang, laboratorium grafis, perpustakaan, ruang auditorium, ruang-ruang kelas, laboratorium rancang kota, laboratorium struktur, laboratorium sejarah, studio perancangan arsitektur, studio tugas akhir, ruang komputer, open theatre, sitting group, toilet dan kantin. Selain menaungi kegiatan perkuliahan mahasiswa-mahasiswi S1 (Strata-1), kampus arsitektur ini juga memfasilitasi kegiatan perkuliahan mahasiswa-mahasiswi S2 (Strata-2), S3 (Strata-3) dan juga sekolah vokasi.

Kegiatan dominan yang ada di Arsitektur Undip dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kegiatan formal yang terjadi pada pagi hingga sore hari dan kegiatan informal yang terjadi pada sore hari hingga sebelum pagi hari. Lebih banyak kegiatan formal adalah karena kegiatan kependidikan, yakni belajar mengajar dosen bersama mahasiswanya. Sementara kegiatan yang lebih informal adalah karena kegiatan yang lebih banyak dilakukan mahasiswa diluar jam kelas, seperti rapat, ekstrakulikuler, maupun mengerjakan tugas bersama. Kegiatan yang muncul di Arsitektur Undip ini juga semakin beragam, mulai dari sekadar berkumpul dan rekreasi, sosialisasi, pertunjukan music (OBT+), hingga melakukan pameran arsitektural. 6. HASIL PENELITIAN Dari hasil penggalian data yang didapatkan dari pembagian kuesioner terhadap sampel sebanyak 20% berdasarkan total populasi penelitian, yakni sebanyak 76 mahasiswa Arsitektur Undip yang terdiri tiga angkatan; 2018, 2017, dan 2016, didapatkan 15 objek/nama tempat pilihan responden berdasarkan preferensi pada suatu tempat sehingga terjadinya place attachment di Kampus Arsitektur Undip. Nama-nama objek tempat tersebut dapat dilihat pada tabel 2 yang disertai dengan jumlah responden.

Tabel 2. data nama tempat dan jumlah responden

Sumber: hasil analisis peneliti

10

7

5

13

18

12

2 1 1

16

2 2 1 1 10

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

Page 7: KAJIAN PLACE ATTACHMENT KAMPUS ARSITEKTUR …

KAJIAN PLACE ATTACHMENT KAMPUS ARSITEKTUR UNIVERSITAS DIPONEGORO

I M A J I V o l . 9 N o . 1 J U L I 2 0 2 0 | 147

Berdasarkan hasil survei mengenai tempat yang paling terikat bagi para responden (tabel 2), didapati bahwa Sitting Group Gedung D menjadi objek/nama tempat yang dipilih paling banyak, yakni sebanyak 18 responden (23,69%). Hal ini menandakan bahwa Sitting Group Gedung D memiliki keterikatan atau place attachment terbesar bagi mahasiswa dibanding dengan tempat-tempat lain di Arsitektur Undip. Selain itu, terdapat 2 nama tempat lain yang dapat dikategorikan sebagai objek yang paling diminati oleh responden, yaitu Kantin Ibu Ning dan Sitting Group Gedung A, masing-masing dengan jumlah responden 16 orang dan 13 orang.

Seperti yang telah diungkapkan oleh Purwanto dan Harani tahun 2020, place attachment sebagai sebuah fenomena kompleks dipengaruhi oleh kemampuan kognisi spasial seseorang sebagai representasi internal informasi tentang karakteristik lingkungan sehari-hari dalam skala menengah hingga besar. Sehingga dalam dalam hal ini ada faktor yang melatarbelakangi terbentuknya place attachment sebagai sebuah keterikatan yang didasarkan pada pengalaman kognisi individu. Latar belakang pemilihan tempat-tempat oleh responden tersebut akan diungkapkan melalui survei PAI (Place Attachment Index) dari Williams dan Vaske (2003) yang telah dikonversi dalam kode angka 1 hingga 12 guna mengetahui alasan yang melatarbelakangi adanya place attachment di kampus Arsitektur Undip.

Tabel 3. PAI (Place Attachment Index) oleh Williams dan Vaske (2003) yang telah dikonversi dalam kode angka 1

hingga 12.

Kode Place Attachment

Index

1 Saya merasa (nama

tempat) adalah bagian dari diri saya.

2

(Nama tempat) adalah tempat terbaik untuk melakukan kegiatan

yang saya sukai.

3 (Nama tempat) sangat istimewa untuk saya.

4 Tidak ada tempat lain

yang dapat

dibandingkan dengan (nama tempat).

5 Saya dapat

diidentifikasi dengan (nama tempat).

6

Saya mendapatkan kepuasan lebih dari mengunjungi (nama

tempat) daripada mengunjungi tempat

lain.

7 Saya sangat terikat

pada (nama tempat).

8

Melakukan hal yang saya sukai di (nama

tempat) lebih penting bagi saya daripada melakukannya di

tempat lain.

9

Mengunjungi (nama tempat) dapat

mengatakan banyak tentang siapa saya.

10

Saya tidak akan memilih tempat lain untuk melakukan hal

yang saya sukai di (nama tempat).

11 (Nama tempat) sangat

berarti bagi saya.

12

Hal-hal yang saya suka lakukan di (nama

tempat), akan dengan senang saya lakukan

juga di tempat serupa (mempunyai ciri fisik

sama).

Tabel 4. data alasan (place attachment index) dan

jumlah responden

Sumber: hasil analisis peneliti

*Catatan: pengamat boleh menjawab lebih dari satu pilihan

Berdasarkan hasil pengungkapan responden mengenai latar belakang terhadap place attachment di Kampus Arsitektur Undip secara global, terjadi perbedaan jumlah indeks yang signifikan. Indeks nomor dua menjadi alasan

Page 8: KAJIAN PLACE ATTACHMENT KAMPUS ARSITEKTUR …

148 | I M A J I V o l . 9 N o . 1 J U L I 2 0 2 0

place attachment yang paling banyak dipilih oleh para responden, yakni sebanyak 40 orang, hasil ini mengungkapkan bahwa kebanyakan responden mahasiswa Arsitektur Undip cenderung memilih tempat-tempat yang terikat pada mereka karena merasa tempat tersebut sangat sesuai untuk melakukan kegiatan yang disukai. Selain alasan nomor dua, terdapat dua indeks lain yang dapat dikategorikan sebagai alasan kuat dalam mempengaruhi place attachment Arsitektur Undip, yaitu indeks nomor dua belas “hal-hal yang saya suka lakukan di (nama tempat), akan dengan senang saya lakukan juga di tempat serupa (mempunyai ciri fisik sama)” serta indeks nomor enam “Saya mendapatkan kepuasan lebih dari mengunjungi (nama tempat) daripada mengunjungi tempat lain”. Masing-masing dengan jumlah pemilih sebanyak 30 orang dan 25 orang. Melihat hal tersebut, selain terikatnya tempat terhadap responden akibat seringnya melakukan kegiatan yang disukai secara kontinu, tetapi juga karena responden merasakan adanya kepuasan apabila berada atau sesudah meninggalkan tempat tersebut. Akibat adanya keterikatan dengan tempat-tempat di Arsitektur Undip, responden juga akan cenderung memilih tempat yang serupa apabila pada lain tempat (misalnya di luar Arsitektur Undip).

Tabel 5. Data nama tempat yang paling terikat di Kampus Arsitektur Undip beserta PAI terbanyak yang

dipilih

Nama Tempat

Total Pemilih

Indeks terbanyak

yang dipilih

Banyak Responden

(orang)

Sitting Group

Gedung D

18 2 11

Kantin Ibu

Ning

16 2 10

Sitting Group

Gedung A

13 6 5

Sumber: hasil analisis peneliti

Berkaca dari hasil di atas, peneliti mencoba menelaah mengenai alasan terbesar 3 objek/nama di atas menjadi place attachment terhadap aktivitas responden. Ternyata alasan yang diungkapkan masih sama seperti sebelumnya, bahwa keterikatan tersebut dikarenakan seringnya responden melakukan kegiatan yang disukai secara berulang-ulang di tempat tersebut (indeks nomor 2) serta adanya kepuasan yang didapat apabila mengunjungi tempat tersebut dibandingkan dengan mengunjungi tempat lain. 7. PEMBAHASAN

Place attachment pada dasarnya mengacu pada terbentuknya ikatan batin seseorang dengan suatu tempat, misalnya antara mahasiswa dengan lingkungan kampus. Ikatan batin yang merupakan kelekatan dan kecintaan terhadap lingkungan berhuni secara positif akan memberikan rasa aman, nyaman, tentram, yang pada gilirannya akan mermberikan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi pengguna dalam menjalankan kehidupannya (Ernawati, 1992). Sebaliknya, tidak adanya ikatan batin tersebut (place attachment) dapat menimbulkan rasa ”terasing” dari lingkungannya, rasa tidak betah/ tidak kerasan di lingkungannya, yang pada gilirannya akan memberikan dampak buruk secara psikologis bagi penghuninya. Place attachment berpotensi menawarkan prediktabilitas dalam rutinitas sehari-hari, tempat untuk bersantai dari kehidupan formal, dan kesempatan untuk mengontrol berbagai bidang kehidupan. Hal ini juga memberikan kesempatan untuk berhubungan dengan teman dan masyarakat secara nyata. Hubungan yang terjadi akibat kebiasaan, sejarah atau terjadinya sebuah peristiwa dapat terjadi melalui tempat atau simbol yang berkaitan dengan tempat. Tempat ini kemudian menjadi bagian dari pengalaman hidup, jalinan komponen pengalaman hidup, dan tidak terlepas darinya (Low & Altman, 1992). Korelasi yang erat antara tingkat keterikatan emosi dengan tempat dan aktivitas dapat dijelaskan melalui penjelasan konsep place attachment (Altman, 1992), bahwa beberapa faktor yang berperan dalam terbentuknya

Page 9: KAJIAN PLACE ATTACHMENT KAMPUS ARSITEKTUR …

KAJIAN PLACE ATTACHMENT KAMPUS ARSITEKTUR UNIVERSITAS DIPONEGORO

I M A J I V o l . 9 N o . 1 J U L I 2 0 2 0 | 149

suatu fenomena place attachment adalah faktor interaksi pelaku dengan tempat dan aspek waktu. Penelitian ini memberikan pembuktian bahwa munculnya keterikatan secara emosional pada suatu tempat di Arsitektur dipengaruhi oleh pengalaman kognitif akibat frekuensi kedatangan/penggunaan tempat yang tinggi atau digunakan secara berulang-ulang. Proses interaksi pengguna dengan tempat yang digunakan secara kontinu akan memunculkan keterikatan yang menyebabkan pengguna akan merasa nyaman, aman, dan tentram sehingga akan menimbulkan efek berkelanjutan, misalnya penggunaan tempat yang sama secara berulang-ulang. Seperti yang dinyatakan oleh Altman (1992) dan Bernardo (2005) bahwa ikatan perilaku dan pengalaman kognitif emosional dalam lingkungan fisik mempengaruhi terbentuknya kelekatan tempat. Hal ini mengisyaratkan bahwa substansi keterikatan terhadap sebuah tempat salah satunya didasarkan pada hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan fisiknya, yang disebut sebagai proses dua arah yang konstruktif dan hal ini bisa saja didukung oleh sifat-sifat yang dapat memberikan citra lingkungan serta karakteristik setempat. Seperti yang diungkapkan oleh Schroeder, HW (dalam Purwanto dan Harani, 2020) bahwa perilaku sebagai manifestasi fisik dari keterikatan tempat dapat mewakili elemen secara kognitif dan afektif yang dimiliki seorang individu dalam ikatan “tempat-orang”. Perilaku menjaga jarak telah dicatat sebagai perilaku umum di antara orang-orang yang memiliki keterikatan tempat, mirip dengan mereka yang memiliki keterikatan interpersonal. 8. KESIMPULAN

Place attachment atau kelekatan seseorang pada suatu tempat merupakan konsep utama dalam psikologi lingkungan yang berkaitan dengan pengalaman pribadi individu. Place attachment berkembang dari pengalaman positif dan hubungan yang memuaskan antara seseorang dan suatu tempat. Place attachment ini bersifat multi-dimensi dan tidak dapat dijelaskan hanya melalui hubungan sebab dan akibat. Sebaliknya, hal tersebut sangat

bergantung pada hubungan timbal balik antara perilaku individu dan pengalamannya. Memori dan ingatan seseorang terhadap suatu tempat yang tergambar merupakan bukti otentik dari kelekatan tempat yang dimiliki seseorang karena frekeuensi dari penggunaan tempat tersebut dan adanya dampak psikologis positif (Low and Altman, 1992).

Dalam konsep keterikatan tempat dan seseorang, ada beberapa faktor yang berperan sangat penting dalam terbentuknya suatu fenomena place attachment, yakni faktor interaksi pelaku dengan tempat dan aspek waktu. Dalam hal ini interaksi pelaku dengan tempat adalah interaksi responden dengan Kampus Arsitektur Undip. Terpilihnya 15 objek yang beragam akibat adanya keterikatan tempat dengan responden telah membuktikan apabila Kampus Arsitektur Undip berhasil dalam mewujudkan lingkungan kampus yang memiliki place attachment cukup banyak dan beragam berdasarkan konteks peristiwa dan waktu. Terutama Sitting Group Gedung D, Kantin Ibu Ning dan Sitting Group Gedung A yang menjadi pilihan terbayak mahasiswa dalam hal keterikatan terhadap dirinya. Dari sekian banyak tempat yang tersedia di Arsitektur Undip, penelitian membuktikan bila mahasiswa Arsitektur Undip cenderung merasa terikat terhadap sebuah tempat ketika mereka dapat melakukan berbagai aktivitas dengan nyaman pada tempat tertentu yang dipilihnya.

Keterikatan akan suatu tempat berbeda-beda pada tiap manusianya. Mereka akan memilih dan terikat pada tempat tersebut atas kesadaran masing-masing yang disebabkan oleh karakteristik faktor personal. Kepuasan akan suatu tempat berkaitan dengan kualitas, keamanan secara fisik, sosial, dan emosional. Place attachment berkembang karena terdapat ekspetasi terhadap suatu tempat dari pengalaman akan tempat yang sebelumnya. Kepuasan tersebut memiliki faktor seperti fasilitas, adaptasi, keberlanjutan, karakteristik dan manajemen visual, nilai ekonomi, persamaan visi antar penduduk, latar belakang, fitur arsitektural, dan ruang-ruang sosial. Keterikatan pada tempat merupakan hal yang lebih dari sekedar perjalanan emosi atau pengalaman kognitif individu/kelompok akan

Page 10: KAJIAN PLACE ATTACHMENT KAMPUS ARSITEKTUR …

150 | I M A J I V o l . 9 N o . 1 J U L I 2 0 2 0

tempat maupun hubungannya. Pemahaman tempat didasarkan pada ikatan emosional seseorang terhadap suatu tempat, lebih lanjut dinyatakan bahwa ikatan tersebut dapat berawal dari pengalaman nyata pada tempat tersebut atau dari keabstrakan lingkungan alamnya, sebagai hasil dari proses simbolis pada suatu kurun waktu tertentu.

9. DAFTAR PUSTAKA

Altman, I. dan Low, S. M. (1992). Place Attachment. New York: Plenum Press.

Altman, I. dan Low, S. M. (2012). Place Attachment. Springer Science & Business Media.

Anonimous. 2016. Kebijakan Umum Universitas Diponegoro Tahun 2015-2039. Majelis Wali Amanat Universitas Diponegoro.

Arikunto. 2006. Prosedur Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Astin, A.1975. Preventing Students from. San Fransisco: Jossey-B ass Publisher.

Bailey, N.; Kearns, A.; Livingston, M. (2012). “Place attachment in deprived neighbourhoods: The impacts of population turnover and social mix”. Housing Studies. Taylor & Francis, 27(2), pp. 208–231.

Bernado, F. & Palma, J. M. (2005). “Place Change and Identity Processes”. Medio Ambiente y Comportamiento Humano, pp. 6(1), 71-87.

Brocato, E. D. (2007). “Place attachment: an investigation of environments and outcomes in a service context”. Business Administration.

Ernawati, J. (2011). Faktor-Faktor Pembentuk Indentitas Suatu Tempat. Jurnal Local Wisdom, Volume: III, No. 2, pp. 01–09.

Ernawati, J. (2014). Pengaruh Aspek Arsitektur dan Perencanaan Kota Terhadap Terbentuknya Ikatan Batin Dengan Suatu Tempat (Place Attachment). Jurnal RUAS, Volume 12 No 1, pp. 01–09.

Fried, M. (2000). “Continuities and discontinuities of place”. Journal of Environmental Psychology. Elsevier, 20(3), pp. 193–205.

Hayati, A.; Faqih M.; Ramadhani A. N. (2018). “Inhabitant’s Sense Of Place in The Context Of Tourism Kampung”. Architecture&ENVIRONMENT, Vol. 17, No. 2, pp. 151-168.

Hidalgo, M. C. dan Hernandez, B. (2001). “Place attachment: Conceptual and empirical questions”. Journal of Environmental Psychology. Elsevier, 21(3), pp. 273–281.

Lazuardi, M. J.; Astuti, W.; dan Rini, E. F. 2018. Analisis Citra Kawasan Mangkunegaran berdasarkan Penilaian Stakeholder dengan Konsep Ligibility. Region. Vol. 13 No. 1.

Purwanto, E. dan Darmawan, E. (2013). “Memahami Citra Kota Berdasarkan Kognisi Spasial Pengamat, Studi Kasus: Pusat Kota Semarang”. Tata Loka, Vol. 15, No.4, pp. 248–261.

Purwanto, E. dan Harani, A. R. (2020). “Understanding the Place Attachment and Place Identity in Public Space Through the Ability of Community Mental Map”. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science.

Ramadhani, N. A.; Faqih M.; Hayati A. 2018. Architecture Department, Faculty of Architecture Design and Planning. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Vol. 17, No. 2.

Strange, C. C. dan Baning, J. H., (2001). Educating by Design: Creating Campus Learning Environments That Work. The Jossey-Bass Higher and Adult Education Series. San Fransisco: Jossey-Bass, 350 Sansome.

Sulistiani, M. S. (2018). “Studi Temporalitas Ruang terhadap Place Attachment: Kasus pada Kafe di Koridor Jalan Mayjend Yono Soewoyo, Surabaya”. eDimensi Arsitektur Petra, 6(1), pp. 409–416.

Tuan, YF.1977. Space and Place: The Perspective of Experience. London: Edward Arnold

Williams, D.R. & Vaske, J.J. (2003). “The Measurments of Place Attachment: Validity and Generalizabilitiy of a Psychometric Approach”. Forest Science 49 (6): 830-840