kajian pustaka 2.1 penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/45516/3/bab ii.pdfsebagai upaya untuk...
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian inidilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian-penelitian
terdahulu sebagai bahan perbandingan dan kajian. Adapun hasil penelitian yang
dijadikan perbandingan tidak terlepas dari topik penelitian tentang Dampak
Relokasi Pemukiman Masyarakat dari Bantaran Anak Sungai Bengawan Solo di
Kelurahan Balun, Kecamatan Cepu. Adapun perbedaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya yang sama membahas mengenai relokasi masyarakat di
bantaran sungai.
Pertama,Jurnal Nourma Yumita DS, Universitas Mulawarman (2014)
“Tinjauan Yuridis Dampak Relokasi Warga Terhadap Lingkungan Hidup Di
Singai Karang Mumus Kecamatan Samarinda Ilir. Hasil penelitian relokasi
sebagai kebijakan Pemerintah Kota Samarinda dalam rangka mengatur tata ruang
kota Samarinda dengan melakukan pemukiman kembali terhadap warga
masyarakat diatas bantaran sungai Karang Mumus, Kelurahaan Sidomulyo,
memiliki dampak secara sosial. Pemerintah juga harus tegas dalam menegakan
aturan kebersihan Sungai Karang Mumus dan melakukan penanaman pohon di
hulu sungai untuk mencegah erosi serta sanksi terhadap warga yang melakukan
pencemaran dan juga warga yang masih memaksa untuk tinggal di atas bantaran
sungai.
Kedua,Jurnal Ilmu pemerintahaan, Universitas Diponegoro, Risna Sugesti
(2014) “ Partisipasi Masyarakat Dalam Program Relokasi Pemukiman Penduduk
9
Tahun 2012-2014 (Studi Kasus Relokasi Permukiman Bantaran Sungai Bangawan
Solo Kelurahan Sangkrah dan Kelurahan Joyosuran Kota Surakarta)”. Hasil dari
penelitian dalam implementasi program relokasi terdapat partisispasi angsung dari
masyarakat yang salah satunya ditandai dengan dibentuknya kelompok kerja
(Pokja) di kelurahaan Sangkrah dan Joyosuran. Selain itu Program Relokasi
bersifat sukarela untuk para WPH sehingga tidak ada paksaan untuk menerima
program tersebut untuk menciptakan keadilan.
Ketiga,Jurnal Administrasi Negara, Universitas Mulawarman, Ryan Hardi
Wijaya (2017) “ Evalusi Program Relokasi Pemukiman Penduduk di Bantaran
Sungai Karang Mumus Oleh Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Samarinda
(Studi pada Bantaran Sungai Karang Mumus Kelurahan Temindung Permai)”.
Hasil penelitian digunakan untuk menentukan Indikator evaluasi program relokasi
pemukiman penduduk yang meliputi Efektifitas, Efisiensi, Kecukupan,
Pemerataan atau Kesamaan, Responsivitas, ketepatan dan juga menjelaskan
tentang faktor yang menghambat dari program relokasi ini adalah adanya tuntutan
dari warga yang melebihi jatah santunan semestinya ha ini dipengaruhi lagi
dengan sikap menolak warga yang tidak ingin bangunan rumahnya dibongkar
apabila tuntutan tersebut belum terpenuhi hal ini juga berlaku sama kasus warga
menolak untuk melakukan pembongkaran apabila sarana dan prasarana serta
fasilitas sosial dan umum dilokasi pemukiman yang baru belum terpenuhi namun
kendala dan hambatan yang paling dominan yaitu anggaran dan peraturan hukum
tentang hibah.
Keempat,Jurnal Mustianto Sepriyansyah, Universitas Mulawarman (2014) “
Relokasi Pemukiman Penduduk Bataran Sungai Karang Mumus Di Kota
10
Samarinda”. Hasil penelitian pelaksanaan relokasi penduduk bantaran sungai
memiliki beberapa tahapan yaitu pemindahan/pembongkaran, penyediaan lahan
serta pengadaan rumah sangat sederhana, penyuluhan dan santunan / pola
penggantian bangunan, dan pengadaan sarana dan prasarana lingkungan
perumahan dan pemukiman serta pembangunan fasilitas umum dan fasilitas
sosial. Pelalsanaan pemukiman penduduk di bantaran Sungai Karang Mumus
sebagai upaya untuk perlindungan fungsi sungai adalah salah satu Program Kali
Bersih (PROKASIH) dengan salah satu program prioritas adalah merelokasikan
bangunan beserta penduduknya dari kawasan kumuh di bantaran Sungai Karang
Mumus pada radius 5-20 meter dari tepi sungai untuk dipindahkan ke kawasan
pemukiman baru yang layak secara lingkungan. Dalam hal ini bahwa program
relokasi yang dilaksanakan oleh pemerintah kota Samarinda tidak sesuai dengan
tahapan pelaksanaan yang telah direncanakan dengan berbagai kendala yang ada
dilapangan baik dari pihak pemerintah maupun masyrakat yang memiliki beragam
alasan sehingga program relokasi belum terselesaikan.
Kelima,Jurnal Frendy Otavianus Rau, dkk (2016) “ Persepsi Masyarakat
Terhadap Rencana Relokasi Akibat Bencana Banjir (Studi Kasus Kelurahan
Dendengan Dalam, Kecamatan Paal Dua). Hasil penelitian bahwa ada hubungan
antara upaya pemerintah dalam mensosialisasikan program yang besarnya
pemahaman masyarakat akan rencana relokasi tersebut dengan persepsi
masyarakat mengenai rencana pemerintah untuk merelokasikan pemukiman di
lingkungan. Pasca bencana banjir juga tidak mempengaruhi kondisi sosial dan
ekonomi justru semakin meningkat lebih baik. Hasil penelitian juga menunjukan
bahwa kondisi organisasi (upaya sosialisasi pemerintah berada pada kategori
11
kurang baik, sehingga berakibatkan masyarakat kurang memahami / mengetahui
rencana relokasi tersebut. Masyarakat menyatakan persepsi ragu-ragu dan tidak
setuju dengan rencana relokasi, sikap masyarakat sebagian besar merupakan sikap
yang diambil oleh masyarakat yang berada pada golongan kondisi ekonomi
kurang baik, kondisi fisik yang memburuk dan tetap, kondisi sosial budaya yang
memburuk dan membaik, dan kondisi organisasi yang kurang dan cukup baik,
serta kurangnya (cukup) pengetahuan masyarakat dengan jelas secara keseluruhan
rencana relokasi tersebut.
Perbedaan yang mendasar dari beberapa penelitian terdahulu dengan
penelitian yang akan peneliti laksanakan adalah dalam mengetahui dampaak sosial
dan ekonomi masyarakat yang menjadi korban relokasi bantaran sungai. Selain itu
terdapat juga persamaan pada jurnal yang pertama juga membahas mengenai
dampak relokasi namun lokasi penelitian dan dampak relokasi yang menjadi dasar
peneliti terhadap lingkungan hidup sungai yang akan ditinjau melalui tinjauan
yuridis.
2.2 Konsep Relokasi
Analisis dan Evaluasi Hukum Tertulis Tentang Cara Kegiatan Perombakan
Rumah Pemukiman Kumuh Didalam Perkotaan (Paulus Wirotomo,1996:11),
menjelaskan bahwa pengertian relokasi adalah perumahan dan pemukiman
kumuh yang lokasinya tidak sesuai dengan tata ruang wilayah yang telah
ditentukan, penanganannya dilakukan dengan relokasi ke lokasi perumahan dan
pemukiman lain yang telah ditentukan dan dipersiapkan sesuai dengan
peruntukkannya. Sedangkan menurut kamus besar bahasa indonesia reokasi
merupakan pemindahaan tempat rencana industri pada suatu daerah segera
12
diwujudkan. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kamus Besar Bahasa
Indonesia 1982:739).
Ridlo (2001:96) menjelaskan bahwa prosedur yang ditempuh dalam
pelaksanaan relokasi yaitu :
1. Pendekatan yang interaktif kepada masyarakat yang terkena relokasi
dalam rangka menginformasikan rencana proyek relokasi tersebut.
2. Pembentukan forum diskusi warga sebagai wadah untuk menggali
respon, aspirasi warga dan peran serta warga dalam proyek relokasi.
Kegiatan forum diskusi ini dilaksanakan mulai dari perencanaan hingga
terlaksananya proyek.
3. Pekerjaan fisik berupa pengukuran yang bermanfaat bagi penentuan
besarnya kompensasi bagi masing-masing warga, penyiapan prasarana
dan sarana lingkungan dilokasi yang baru.
4. Penyusunan rencana penempatan lokasi rumah tempat tinggal baru
dengan memperhatikan aspirasi warga.
2.2.1 Pemukiman
Menurut Koestoer (1995:45) batasan permukiman terkait erat dengan
konsep lingkungan hidup dan penataan ruang. Permukiman adalah area tanah
yang digunakan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan
tempat kegiatan yang mendukung peri kehidupan dan merupakan bagian dari
lingkungan hidup di luar kawasaan lindung baik yang berupa kawasan perkotaan
maupun perdesaan.
13
Pengertian dasar Perumahan dan KawasanPermukiman dalam
Undang-UndangNomor 1 tahun 2011 pasal 1:
1. Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang
terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan
kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan
peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh,
penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat.
2. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik
perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan
fasitilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni
3. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan
lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
4. Lingkungan hunian adalah bagian dari kawasan permukiman yang terdiri atas
lebih dari satu satuan permukiman.
5. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari
satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utulitas umu, serta
mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaaan atau
kawasan perdesaan.
Perumahan dan Kawasan Permukiman dalam Undang-Undang Nomor
1 tahun 2011 pasal 2, diselenggarakan dengan berasaskan:
a. Kesejahteraan;
b. Keadilan dan pemerataan;
14
c. Kenasionalan;
d. Keefesienan dan kemanfaatan;
e. Keterjangauan dan kemudahan;
f. Kemandirian dan kebersamaan;
g. Kemitraan;
h. Keserasian dan keseimbangan;
i. Keterpaduan;
j. Kesehatan;
k. Kelestarian dan keberlanjutan;
l. Keselamatan, keamanan, ketertiban, dan keteraturan
2.2.2 Relokasi Pemukiman Penduduk
Selain itu (Kawilarang dalam Budiono, Dahlan, & Abdullah
1997a:121), menjelaskan bahwa relokasi adalah pemindahan/ penempatan
kembali masyarakat ke lokasi lain sesuai dengan rencana tata ruang. Disini
keuntungan yang dapat diperoleh masyarakat adalah perubahan hunian dari lokasi
kumuh ke satu lokasi baru terbangun (lengkap dengan prasarana dan sarana kota).
Di atas dapat dijelaskan bahwa relokasi pemukiman penduduk
merupakan suatu kegiatan pemindahan kawasan perumahan dan pemukiman ke
lokasi baru lengkap dengan sarana dan prasarana perkotaan yang sesuai dengan
rencana umum tata ruang kota. Ada beberapa kegiatan dalam pelaksanaan relokasi
pemukiman penduduk diantaranya adalah :
15
1. Pemindahan/ Pembongkaran Kawasan Pemukiman
Perumahan liar yang berada di lokasi yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang, terutama yang ada di lokasi yang berbahaya atau yang
dapat membahayakan daerah sekitanya, seperti rumah liar yang ada di
bantaran sungai dan sepanjang jalur pengamanan rel kereta api, tidak dapat
dilakukan perbaikan atau peremajaan pemukiman kumuh. Perumahan
tersebut harus dibongkar dan penghuninya harus pindah ke tempat lain
(Tandjung dan Budiono, Dahlan & Abdullah 1997b:15).
2. Penyiapan lahan
Penyiapan lahan merupakan aspek pertahanan yang sangat strategis
dalam penyelenggaraan pembangunan. Pembangunan akan berkelanjutan
bila penyediaan dan pengendalian tanah dilakukan secara berkelanjutan
pula. Penyiapan lahan untuk pemukiman pada umumnya sebagaimana yang
ditempuh saat ini adalah, pertama melalui cara-cara pembebasan lahan yang
sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang ada dan pada prinsipnya harus
dilakanakan secara musyawarah dengan para pemilik/ pemegang hak tanah
yang akan dibebaskan, dan kedua adalah dengan cara transaksi langsung
baik antara pengembang badan usaha pemerintah ataupun pengembang
swasta dengan masyarakat pemilik lahan. Dengan demikian maka
perumahan beserta tanah bagi masyarakat yang tidak memiliki lahan di
wilayah permukiman akan dapat memperolehnya dengan cara membeli
rumah maupun dengan sistem KPR (Sujarto dalam Budiono, Dahlan &
Abdullah 1997c:52).
16
3. Penyuluhan dan Santunan/ Pola Penggantian Bangunan SKM
Untuk memindahkan warga sekitar sungai itu diperlukan berbagai
pendekatan. Pola hidup, tradisi dan pandangan warga yang selama bertahun-
tahun tinggal dipinggir sungai tentu telah terikat oleh lingkungan itu. Untuk
itu perlu persiapan panjang, penyadaran melalui penyuluhan-penyuluhan
secara sangat manusiawi terhadap warga yang tinggal disana guna
menunjang pengembalian fungsi lingkungan sungai. Masyarakat menerima
ganti rugi untuk seluruh jenis kerugian, yang dibayarkan sesuai dengan nilai
pasar dan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Davidson
1993:51).
4. Pengadaan Prasarana dan Sarana Lingkungan Perumahan dan
Pemukiman
Suatu kawasan perumahan dan pemukimn ideal dapat dilihat apabila
terdapat adanya kelengkapan prasarana dan sarana perumahan dan
pemukiman, hal ini sangat penting didalam pengembangan kawasan
perumahan dan pemukiman. Kelengkapan komponen pemukiman ini
meliputi unsur sarana tempat tinggal dari berbagai golongan; sarana
pelayanan sosial dan pelayaanan umum; prasarana lingkungan seperti jalan
dan fasilitas umum (Sujarto dalam Budiono, Dahlan & Abdullah
1997d:58).
5. Pengadaan Rumah Sangat Sederhana
Pembangunan rumah sangat sederhana (RSS) harus tetap memenuhi
persyaratan lingkuangan hunian yang layak dan lokasinya aksesibel
terhadap pusat-pusat kegiatan/ kota sebagai pendukung perkembangannya.
17
Untuk memenuhi persyaratan tersebut, lokasi untuk pembangunan RSS
harus ditempatkan tidak berjauhan dengan lokasi pusat kegiataan/ kota.
Pertimbangan pengadaan RSS harus sesuai dengan standar perumahan
nasional, antara lain rumah benar-benar sesuai standar, terjamin haknya,
lingkuangan bersih, aman dan jauh dari pencemaran (Harsono dalam
Budiono, Dahlan & Abdullah 1997e:40).
6. Pembangunan Fasilitas umum dan Fasilitas Sosial
Dalam rangka pengadaan perumahan dan pemukiman, juga perlu
memperhatikan kelengakapan fasilitas umum dan fasilitas social lainnya.
Pembangunan fasilitas umum dan fasilitas sosial berupa pembangunan
gedung sekolah, pasar, terminal, hidro kebakaran, tempat sampah dan
tempat ibadah.
2.3 Dampak Relokasi
Dalam kehidupan manusia setiap mengalami perubahan dalam segala aspek
pasti akan menimbulkan dampak yang sangat berpengaruh bagi kehidupan
kesehariannya. Dampak sendiri memiliki arti yaitu suatu perubahan. Perubahan
hanya dapat diukur apabila ada titik acuannya, (Otto, 2001.98). Dampak yang
timbul bagi masyarakat yang terkena relokasi tidak jauh dari sistem sosial dan
ekonomi yang berubah baik itu positif maupun negatif. Dampak sosial bertolak
dari pemikiran bahwa masyarakat itu dipandang sebagai suatu bagian dari
pemikiran bahwa masyarakat itu dipandang sebagai suatu ekosistem dengan
bermacam-macam komponen yang saling berhubungan.
Salah satu konsep tentang studi dampak sosial bertolak dari pemikiran
bahwa masyarakat itu dipandang sebagai suatu bagian dari pemikiran bahwa
18
masyarakat itu dipandang sebagai suatu ekosistem dengan bermacam-macam
komponen yang saling berhubungan. Yang menjadi pusat perhatian adalah
bagaimana ekosistem itu berfungsi, bagaimana saling terkait antar subsistem,
dampak apa yang akan terjadi dan untuk berapa lama dampak itu akan
berlangsung. Di dalam masyarakat terdapat tiga subsistem yang saling interaktif
yakni sistem sosial, sistem ekonomi dan sistem fisik atau lingkungan fisik.
Pembangunan suatu proyek yang ada dalam perencanaan memang sudah
bertujuan untuk meningkatkan sosial-ekonomi, sehingga secara teoritis dampak
setiap proyek harus membawa dampak positif terhadap masyarakat setempat,
provinsi, nasional ataupun Internasional. Kenyataan yang sering dijumpai tidak
selalu demikian. Masyarakat tingkat kabupaten dan nasional hanya mendapatkan
dampak positif namun masyarakat setempat tidak pernah mendapat ataupun
sangat sedikit sekali mendapat dampak positif. Maka seringkali secara
keseluruhan dampak sosial-ekonomi sering menjadi negatif (Gunarwan.2002.
108).
Komponen-komponen sosial-ekonomi yang ditetapkan cenderung lebih sulit
dikarenakan sifat manusia sangat dinamis dan setiap komponen mempunyai
hubungan yang erat dan interaksi. Yang biasanya peneliti lakukan ialah dengan
mempelajari komponen-komponen yang digunakan oleh peneliti lain dan dari
berbagai pustaka. Tetapi tetap saja tidak dapat dengan mudah ditiru karena
keadaan masyarakat dan proyeknya tidaklah sama, sedang waktu yang beradapun
seolah memungkinkan suatu perubahan dalam masyarakat yang sama.
19
Menurut Gunarwan (2002. 109-110) dapat dicoba beberapa komponen-
komponen yang dianggap penting untuk diketahui, di antaranya adalah sebagai
berikut:
a. Pola perkembangan penduduk (jumlah, umur, perbandingan kelamin dan
lain sebagainya); pola perkembangan penduduk pada setiap masa-masa
yang lalu sampai sekarangpun harus perlu diketahui.
b. Pola perpindahan: pola perpindahan ini juga erat hubungannya dengan
perkembangan penduduk; pola perpindahan yang perlu diketahui ialah
pola perpindahan ke luar dan masuk ke suatu daerah secara umum, serta
pola perpindahan musiman dan tetap.
c. Pola perkembangan ekonomi: Pola perkembangan ekonomi masyarakat
ini erat hubungannya pula dengan pola perkembangan penduduk,
perpindahan, keadaan sumberdaya alam yang tersedia dan sumber
pekerjaan yang tersedia.
d. Penyerapan tenaga kerja: Masalah pengangguran ini merupakan masalah
umum khususnya di negara berkembang, negara majupun saat ini sudah
mengalami masalah tersebut. Makin banyak proyek yang akan dibangun
dapat menyerap tenaga kerja setempat akan semakin besar dampak
positifnya, sekalipun harus mengadakan pelatihan khusus.
e. Berkembangnya struktur ekonomi: Struktur ekonomi disini dimaksudkan
dengan adanya aktivitas perekonomian lain akibat adanya proyek
tersebut sehingga merupakan sumber-sumber pekerjaan baru yang sering
menyerap tenaga kerja yang lebih besar.
20
f. Peningkatan pendapatan masyarakat: Keadaan umum untuk masyarakat
di negara berkembang adalah rendahnya pendapatan masyarakat.
Peningakatn pendapatan baik secara langsung maupun tidak langsung
dari proyek akan memberikan dampak yang berarti.
g. Perubahan lapangan kerja: Dengan timbulnya lapangan pekerjaan baru
baik yang langsung mapun yang tidak langsung karena perkembangan
struktur ekonomi perlu diperhatikan karena tidak selalu perubahan itu
menguntungkan bagi masyarakat secara umum.
h. Kesehatan masyarakat: Kesehatan masyarakat selain erat hubungannya
dengan pendapatan masyarakat juga erat kaitannya dengan kebiasaan
dalam kehidupannya.
i. Bentuk komponen kritis lainnya yaitu sumberdaya apa yang sangat
langka dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
2.4 Konsep Masyarakat Bantaran Sungai
2.4.1 Pengertian Masyarakat
Menurut Koentjaraningrat (1989:138), masyarakat adalah kesatuan
hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang
bersifat kolektif dimana manusia itu bergaul dan berinteraksi. Interkasi antara
individu dengan keinginan dan tujuan yang sama tersebut pada akhirnya
melahirkan kebudayaan. Masyarakat adalah suatu organisasi manusia yang saling
berhubungan satu sama lain, sementara kebudayaan adalah suatu sistem norma
dan nilai yang terorganisasi yang menjadi pegangan bagi masyarakat tersebut.
Melalui kebudayaannya, manusia menciptakan tatanan kehidupan yang ideal.
21
2.4.2 Pengertian Bantaran Sungai
Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 38 Tahun 2011 tentang sungai
disebutkan bahwa sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa
jaringan pengaliran air didalamnnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan
diabatasi kanan dan kiri garis semapadan. Pada Peraturan Pemerintah yang sama
didalamnya juga disebutkan bahwa bantaran sungai adalah ruang antara tepi
palung sungai dan kaki tanggul sebelah dalam yang terletakdikiri dan/atau
dikanan palung sungai. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) bantaran adalah jalur tanah pada kanan dan kiri sunagi antara sungai dan
tanggul yang juga areal sempada kiri kanan sungai yang terkena atau terbanjiri
luapan air sungai. Fungsi bantaran sungai adalah tempat mengalirnya sebagian
debit sungai pada saat banjir.
Masyarakat bantaran sungai merupakan sekumpulan manusia yang
berinteraksi antara manusia satu dan lainnya maupun lingkungan disekitarnya
dimana manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan
selalu membutuhkan bantuan dari manusia lainnya. Masyarakat bantaran sungai
termasuk sebagai masyarakat marjinal yang dianggap sebelah mata oleh
masyarakat lainnya. Masyarakat tersebut tidak tingga ditempat yang sebagaimana
mestinya layak untuk ditinggali. Banyak masyarakat lain yang beranggapan
bahwa masyarakat yang tinggal di bantaran sungai tergolong sebagai pemukiman
kumuh (slum area).
2.5 Perubahan Sosial
Dampak yang terjadi dari proyek relokasi sendiri pasti memiliki imbas bagi
masyarakat yang menghubungkan pada perubahan pada masyarakat yang menjadi
22
korban. Menurut Selo Sumarjan perubahan-perubahan pada lembaga
kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya,
termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku diantara kelompok-
kelompok dalam masyarakat. Tekanan pada definisi tersebut terletak pada
lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan pokok manusia, yang
kemudian mempengaruhi struktur masyarakat lainnya(Soekanto,2013:263).
Banyaknya yang berpendapat bahwa kecenderungan terjadinya perubahan-
perubahan sosial merupakan gejala wajar yang timbul dari pergaulan hidup
manusia. Ahli lain berpendapat bahwa perubahan sosial terjadi karena adanya
perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat,
seperti misalnya perubahan dalam unsur-unsur geografis, biologis, ekonomis, atau
kebudayaan. Kemudian, ada pula yang berpendapat bahwa perubahan-perubahan
sosial bersifat periodik dan non periodik. Pendapat-pendapat tersebut umumnya
menyatakan bahwa perubahan merupakan lingkaran kejadian-kejadian.
Perubahan sosial dalam analisis sosiologi menyangkut dorongan-dorongan
perubahan sosial yang inheren dalam kontruksi tatanan sosial yang bersangkutan.
Hal ini dirasakan oleh masyarakat Indonesia banyak terjadi perubahan tatanan
sosial. Yang dimaksud tatanan sosial disini dapat berupa keadaan transisi dan
prasosial, keadaan individual sampai ke kehidupan sosial seperti kelembagaan
sosial dan struktur masyarakat. Misalnya dalam mengidentifikasi beberapa
mekanisme keorganisasian, eksploitasi dan alienasi, disorganisasi tentang anomi
dan sebagainya (Munandar, 1998:89).
23
Pitirim A. Sorokin (Soekanto, 2013:263) berpendapat bahwa segenap usaha
untuk mengemukakan adanya suatu kecenderungan yang tertentu dan tetap dalam
perubahan-perubahan sosial tidak akan berhasil baik. Dia meragukan kebenaran
akan adanya lingkaran-lingkaran perubahan sosial tersebut. Akan tetapi,
perubahan-perubahan tetap ada dan yang paling penting adalah lingkaran
terjadinya gejala-gejala sosial harus dipelajari karena dengan jalan tersebut
barulah akan dapat diperoleh suatu generalisasi. Beberapa sosiolog berpendapat
bahwa ada kondisi-kondisi sosial primer yang menyebabkan terjadinya
perubahan. Misalnya kondisi-kondisi ekonomis, teknologis, geografis atau
biologis menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada aspek-aspek
kehidupan sosial lainnya (William F. Ogburn menekankan pada kondisi
teknologis). Sebaliknya ada pula yang mengatakan bahwa semua kondisi tersebut
sama pentingnya, satu atau semua akan menelorkan perubahan-perubahan sosial.
Pada dewasa ini proses-proses pada perubahan sosial dapat diketahui dari
adanya ciri-ciri tertentu, yaitu sebagai berikut:
1. Tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya karena setiap
masyarakat mengalami perubahan yang terjadi secara lambat atau secara
tepat.
2. Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu, akan
diikuti dengan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial
lainnya. Karena lembaga-lembaga sosial tadi sifatnya interdependen,
maka sulit sekali untuk mengisolasi perubahan pada lembaga-lembaga
sosial tertentu saja. Proses awal dan proses-proses selanjutnya merupakan
suatu mata rantai.
24
3. Perubahan-perubahan sosial yang cepat biasanya mengakibatkan
disorganisasi yang bersifat sementara karena berada di dalam proses
penyesuaian diri. Disorganisasi akan diikuti oleh suatu reorganisasi yang
mencakup pemantapan kaidah-kaidah dan nilai-nilai lain yang baru.
4. Perubahan-perubahan tidak dapat dibatasi pada bidang kebendanaan atau
bidang spiritual saja karena kedua bidang tersebut mempunyai kaitan
timbal balik yang sangat kuat.
2.6 PERAN PEMERINTAH
Sektor pemerintah dan sektor non-pemerintah terdapat perbedaan dalam
profisi layanan-layanan kemanusiaan telah menjadi persoalan penting dalam
kebijakan sosial, dan telah membentuk banyak perdebatan tentang apa yang
diliahat sebagai isu-isu kunci kebijakan sosial; pasar verseus negara, peran agen-
agen non-pemerintah, privatisasidan seterusnya. Dilihat dari perspektif berbasis
masyarakat menjadikan perbedaan ini menjadi kurang relevan. Karena memiliki
ciri dari sebagian badan non-pemerintah, mereka tidak akan akuntabel1 pada suatu
konstituensi berbasis keanggotaan yang terbatas, mereka juga tidak akan
termotivasi oleh keinginan untuk laba, seperti layanan berbasis pasar. Mereka
akan tetap berlokasi dalam lingkup suatu struktur pemerintah dan pengambilan
keputusan publik, tetapi dalam sesuatu yang didasarkan atas masyarakat lokal
yang terevitalisasi2.
Sebagian besar peran yang dilakukan pemerintah yaitu memfasilitasi
kebutuhan kesehatan, pendidikan, perumahaan. Serta memiliki peran penting
dalam permainan untuk menyebarkan informasi dan dalam mendorong pembuatan
1 Akuntabel menurut KBBI : sesuatu yang dapat dipertanggungjawabkan2 Revitalisasi menurut kbbi : proses, cara, perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembaliberbagai kegiatan
25
jaringan. Dalam suatu model berbasis masyarakat, pemerintah memiliki peran
yang penting dan vital, akan tetapi juga memiliki peran minimal dalam
pemberian.
2.7 Peraturan Daerah Kabupaten Blora Tentang “ Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Blora Tahun 2011-2031”
Pada Bab VIII berisikan tentang HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN
MASYARAKAT pada Bagian Pertama Hak Masyarakat Pasal 77:
Dalam penataan ruang, setiap orang berhak:
a. Mengetahui RTRW dan rencana rinci di daerah;
b. Menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
c. Memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata
ruang;
d. Mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;
e. Mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan
f. Mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau
pemegang izin apabila kegiatan pembangungan yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang yang menmbulkan kerugian.
Kewajiban Masyarakat terdapat pada bagian kedua perda pasal 81, dalam
pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
a. Mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
26
b. Memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dan pejabat
berwenang;
c. Mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan
ruang; dan
d. Memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
Bagian Ketiga Peraturan Daerah mengenai Peran Masyarakat terdapat
pada pasal 83 s/d pasal 87:
(1) Peran masyarakat dalam penataan ruang dilakukan pada tahap:
a. Proses perencanaan tata ruang;
b. Pemanfaatan ruang; dan
c. Pengendalian pemanfaatan ruang.
(2) Ketentuan lebih lanut tentang peran masyarakat sebagai yang dimaksud
pada ayat, diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 84 menyatakan bahwa: Bentuk peran masyarakat dalam perencanaan tata
ruang sebagai mana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) huruf a dapat berbentuk,
a. Memberi masukan mengenai:
1. Persiapan penyusun rencana tata ruang;
2. Penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
3. Pengidenfikasikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah atau
kawasan;
4. Perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
5. Penetapan rencana tata ruang.
27
b. Kerja sama dengan pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sesama unsur
masyarakat dalam perencanaan tata ruang.
Pasal 85 menyatakan bahwa: peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud daam pasal 83 ayat (1) huruf b dapat berbentuk,
a. Pemanfaatan ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara berdasarkan
peraturan perundang-undangan, agama, adat, atau kebiasaan yang berlaku;
b. Bantuan pemikir dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan
pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan yang mencakup lebih dari satu
wilayah kabupaten/kota di daerah;
c. Penyelenggaraan pembangunan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah
dan rencana tata ruang kawasan yang meliputi lebih dari satu wilayah;
d. Perubahan atau konservasi pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah kabupaten yang telah ditetapkan; dan
e. Kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta
memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsii lingkungan hidup dan
sumber daya alam.
Pasal 86 menyatakan bahwa:
(1) Tata cara peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang di daerah
sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
di koordinasikan oleh pemerintah daerah.
28
Pasal 87 menyatakan bahwa: peran serta masyarakat dalam pengendalian
pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1) huruf c
disampaikan secara lisan atau tertulis kepada Bupati dan pejabat yang ditunjuk.
2.8 Peraturan Daerah Kabupaten Blora Nomor 1 Tahun 2017 Tentang
Ketertiban Umum
Peraturan daerah Kabupaten Blora Nomor 1 tahun 2017 tentang
ketertiban umum. Ketertiban umum merupakan kebutuhan mutlak bagi
masyarakat dalam rangka menyelenggarakan kehidupan sehari-hari. Hal ini juga
akan terkait dengan hak bagi warga negara untuk mendapatkan rasa nyaman,
aman, dan tentram. Ketertiban umum adlah suatu ukuran dalam suatu lingkungan
kehidupan yang terwujud oleh adanya perilaku manusia baik pribadi maupun
sebagai anggota masyarakat yang memenuhi kaidah hukum, norma agama, sosial,
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketertiban Umum merupakan manifestasi dari Hak Asasi Manusia
dalam tertib kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagaimana
dijamin dalm UUD 1945 bahwa kewajiban setiap orang untuk tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka
menjalankan hak dan kebebasannya. Tujuan dari pembatasan ini untu menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai,
agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang
demokratis.
Pasal 12 (tertib sungai, saluran air, dan sumber air), Menyatakan bahwa:
(1) setiap orang atau Badan dilarang:
29
a. membuang sampah ke sungai, sauran air, dan sumber air;
b. membuang kotoran pada sumber mata air, kolam air minum dan
sumber air bersih lainnya;
c. mengambil dan memindahkan penutup selokan atau saluran air
lainnya, kecuali dilakukan oleh petugas dalam rangka melaksankan
tugas kedinasan;
d. memlihara atau menempatkan keramba ikan di saluran air dan/atau
sungai, kecuali atas izin pejabat yang berwenang;
e. menangkap ikan dan di sungai dengan menggunakan peralatan/zat
yang dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem di sungai; dan/atau
f. mendirikan bangunan diatas sungai, bantaran sungai dan di atas
saluran air.
(2) Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (a)
sampai (f) dilakukan oleh Badan dikenakan sanksi administrasi secara
bertahap berupa tguran lisan, teguran tertulis dan/atau pencabutan izin oleh
pejabat yang berwenang.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi admisitratif diatur dalam Peraturan
Bupati.
Pasal 35 Menyatakan bahwa:
(1) Pembinaan atas penyelenggaraan Ketertiban Umum dilaksanakan melalui
kegiatan:
a. Sosialisasi/penyuluhan kepada masyarakat dan aparat;
b. Pendidikan keterampilan bagi masyarakat; dan
c. Bimbingan teknis kepada aparat dan pejabat perangkat daerah.
30
(2) Pengendalian atas penyelenggaraan Ketertiban Umum dilaksanakn
melalui kegiatan pengendalian dalam proses penertiban perizinan dan
non perizinan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pengawasan atas penyelenggaraan Ketertiban Umum dilaksanakan
melalui pemantauan, pelaporan dan evaluasi.