kapita selekta materi mata kuliah manajemen · pdf file12 kapita selekta dan kasus-kasus ......
TRANSCRIPT
S T I A B A N T E N
P A N D E G L A N G - B A N T E N
-
-
1 / 1 / 2 0 1 1
Zainal Muttaqin, S.IP
KOMPILASI MATERI SEBAGAI BAHAN BELAJAR MAHASISWA
MATA KULIAH MANAJEMEN PEMERINTAHAN DAERAH DAN
KOTA JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA (SEMESTER V) STIA
BANTEN
KAPITA SELEKTA
MATERI MATA KULIAH
MANAJEMEN
PEMERINTAH DAERAH
DAN KOTA
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
DAFTAR MENU …… PROLOGUE
1 PEMBAGIAN KEKUASAAN NEGARA
a. Areal and Capital Division of Power
b. Negara Federal dan Negara Kesatuan
2 TIPOLOGI DAN AMALGAMASI PEMERINTAHAN DAERAH
c. Fused, Dual, and Split Model Hierarchy
d. Perfectoral and Fungsional
e. Aneksasi, Merger, dan Redivisi
3 PEMERINTAHAN DAERAH DI INDONESIA
f. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom
g. Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas
Pembantuan (Madebewind)
4 ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DAN BIROKRASI DAERAH
5 KEBIJAKAN PUBLIK DI DAERAH
a. Proses Penyusunan Perda
b. Teknis Materi Perda
c. Stakeholder
6 KEUANGAN DAERAH
d. Sumber Keuangan Daerah
e. Instrumen Keuangan Daerah
f. Transparansi dan Akuntabilitas
7 KEPEGAWAIAN DAERAH
8 PARTISIPASI PUBLIK
a. Bentuk-Bentuk Partisipasi Publik
b. Pengaruh Partisipasi Publik dalam Penyelenggaraan
Pemda
9 MANAJEMEN STRATEJIK DAERAH
10 PEMERINTAHAN KOTA
11 PERBANDINGAN PEMERINTAHAN DAERAH BERBAGAI NEGARA
a. Variabel Perbandingan
b. Perbandingan Pemda Berbagai Negara
12 KAPITA SELEKTA DAN KASUS-KASUS PEMERINTAHAN DAERAH
13 BIBLIOGRAFI (DAFTAR PUSTAKA)
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
PROLOGUE
Judulnya memang Kapita Selekta. Kurang lebih berarti pilihan-pilihan pokok dari mata kuliah yang
diajarkan. Kompilasi ini—barangkali istilah yang lebih tepat—memuat berbagai cuplikan dari sekian
banyak beban Mata Kuliah Manajemen Pemerintahan Daerah (dan Kota), kemudian disingkat MPDK.
MPDK menjadi satu subjek yang memiliki begitu banyak sub-bahasan yang luas yang masing-masing
dapat menjadi mata kuliah tersendiri. Sehingga terkadang, sulit untuk dapat menghindari adanya
kesilapan dalam menyampaikan materi-materi yang berkaitan. Baik itu di kelas maupun dalam kompilasi
ini.
Teristimewa untuk kesilapan tersebut, penyusun berharap agar tidak saja maklum, namun masukan
hingga kritik agar proses ke depan dapat menjadi lebih baik dan bermakna. Sebagai kompilasi, tentu saja
‘kitab’ ini mesti didampingi dengan berbagai sumber utama dari setiap topic untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih lengkap. Di bagian akhir (bibliografi), daftar referensi dan bacaaan dapat dirujuk
sebagai permulaan melengkapi bacaan.
Seperti judulnya, ‘kitab’ mungil ini memuat materi-materi tentang manajemen pemerintahan daerah
(dan kota). Diantaranya dimulai dengan konsep pembagian kekuasaan dan tipologi pemerintahan
daerah sebagai pondasi memahami pemerintahan daerah di Indonesia yang menjadi pokok bahasan
utama. Diantara aspek-aspek yang didiskusikan dalam kelas dan ‘kitab’ ini yang berkaitan dengan
manajemen pemda adalah kebijakan daerah (yang langsung menyorot ke peraturan daerah), keuangan,
kepegawaian, serta, (mekanisme) partisipasi public di daerah.
Menjelang akhir, mata kuliah ini berupaya untuk memperdalam secara khusus mengenai pemerintahan
kota. Hingga ujungnya, diperkenalkan secara sangat ringkas (sebagai perkenalan) beberapa konsep dan
praktek pemerintahan daerah di beberapa negara lainnya untuk bahan perbandingan.
Penyusun berharap dapat menyajikan lebih banyak pilihan topic yang relevan dan kasus-kasus pada
‘kitab’ sederhana ini. Agar warna tulisan yang mendorong adanya etika dan kualitas dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah lebih menggigit.
Semoga niat dan harapan tersebut dapat terrealisasi seiring dengan adanya masukan dan saran dari
siapapun yang Allah takdirkan memegang dan membaca ‘kitab’ yang jauh dari tersusun dengan baik ini.
Hanya atas campur tangan Allah Yang Maha Agung (Alhamdulillah) melalui kebaikan dan tangan-tangan
pimpinan, rekan dosen, staf akademik dan jurusan di STIA Banten Pandeglang, entitas (yang sungguh
penyusun malu menyebutnya sebagai karya) ini bisa hadir di hadapan sidang pembaca. Yang lebih
istimewa lagi, terima kasih dihaturkan atas dorongan dari mahasiswa-mahasiswi ANe yang cerdas dan
tangkas dalam proses belajar, debat, diskusi di kelas hingga pengumpulan tugas yang bernas di kelas
MPDK 2010/2011.
Akhirul kalimah, semoga menjadi amal yang ilmiah dan ilmu yang amaliah. Ammiin.
Saran dan kritik dapat disampaikan dengan santun via zainalmuttaqin.blog.com
Nov 2010 – Jan 2011
Zain
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
PEMBAGIAN KEKUASAAN NEGARA
a. Areal and Capital Division of Power
b. Negara Federal dan Negara Kesatuan
Pembagian kekuasaan/kewenangan pemerintahan, secara teoritis dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu: a) capital division of power; dan b) areal division of power. Capital Division of Power,
menggunakan cara trias politika (Montesqueu), yaitu:
a. Kekuasaan eksekutif (pelaksana undang-undang).
b. Kekuasaan legislative (pembuat undang-undang).
c. Kekuasaan judikatif (kekuasaan kehakiman).
Areal Division of Power, yaitu pembagian kekuasaan berdasarkan:
a. Desentralisasi, yaitu penyerahan kekuasaan secara legal untuk melaksanakan fungsi tertentu
kepada otorita lokal.
b. Dekonsentrasi, yaitu pendelegasian kekuasaan kepada staf pemerintah pusat yang berada di
luar kantor pusat, untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu.
Konstitusi pada umumnya juga merupakan pencatatan (registrasi) pembagian kekuasaan di dalam suatu
Negara. Secara visual, kekuasaan dapat dibagi dengan dua cara:
d. Secara vertical, yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatnya dan dalam hal ini yang
dimaksud ialah pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintah. Carl J. Friedariich
memakai istilah pembagian kekuasaan secara territorial (territorial division of power), misalnya
antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam suatu negara kesatuan, atau antara
pemerintah federal dan pemerintah negara bagian suatu negara federal. Pembagian kekuasaan
ini semakin jelas dapat kita saksikan kalau kita bandingkan antara Negara kesatuan, Negara
federal, serta konfederasi.
e. Secara horizontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya secara horizontal. Pembagian
ini menunjukkan pembedaan antara fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat legislative,
eksekutif, dan yudikatif yang lebih dikenal sebagai Trias Politica atau pembagian kekuasaan
(division of powers). (Budiardjo, 2008: 267)
Pada kesempatan kali ini, kita hanya akan membahas mengenai pembagian kekuasaan yang pertama
(vertical atau menurut tingkat) serta memperbandingkan antara konfederasi, negara kesatuan, dan
Negara federal.
Konfederasi.
Menurut L. Oppenheim, suatu”Konfederasi terdiri dari beberapa negara yang berdaulat penuh, yang
untuk mempertahankan kemerdekaan ekstern dan intern, bersatu atas perjanjian internasional yang
diakui dengan menyelenggarakan beberapa alat perlengkapan tersendiri yang mempunyai kekuasaan
tertentu terhadap anggota konfederasi, tetapi tidak terhadap warga negara-negara anggota.
Kekuasaanalat bersama ini sangat terbatas dan hanya menyangkut persoalan- persoalan yang
ditentukan. Negara-negara yang tergabung dalam konfederasi tetap merdeka dan berdaulat.
Keanggotaan suatu negara dalam suatu konfederasi tidaklah menghilangkan ataupun mengurangi
kedaulatan sebagai negara. Konfederasi dibentuk karena keinginan bersama dan sukarela negara-negara
peserta dengan maksud dan tujuan kepentingan politik luar negeri dan pertahanan bersama.
Negara kesatuan.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Menurut C.F. Strong, Negara kesatuan adalah bentuk negara dimana wewenanglegislatif tertinggi
dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat. Kekuasaan terletak pada pemerintahan pusat.
Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagian kekuasannya kepada daerah
berdasarkan hak Otonomi.
Dengan demikian hakekat negara kesatuan adalah kedaulatan yang tidak terbagi. Ada 2 ciri mutlak dari
negara kesatuan, yaitu adanya supremasi dari DPR pusat dan tidak adanya badan-badan lain yang
berdaulat. dibanding dengan Konfederasi, maka negara kesatuan merupakan bentuk negara yang
integritasnya paling kokoh.
Negara federal
Negara federal merupakan bentuk perumusan dari Konfederasi dan Negara kesatuan, merupakan
penyesuaian konsep negara yang bertentangan, yaitu kedaulatan negara federal dalam keseluruhannya
dan kedaulatan negara-negara bagian. Penyelenggarankedaulatan keluar dari negara-negara bagian
diserahkan sepenuhnya kepada pemerintahan Federal, sedangkan kedaulatan negara bagian dibatasi.
Untuk membentuk negara federal dibutuhkan 2 syarat, yaitu:
1. Adanya perasaan sebangsa diantara kesatuan-kesatuan politik yang hendak membentuk federasi.
2. Adanya keinginan untuk mengadakan ikatan terbatas dari kesatuan-kesatuan politik
Ciri negara federasi:
1. Setiap negara bagian mempunyai wewenang membentuk undang-undang dasar sendiri, namun
terbatas pada konstitusi federal.
2. Dalam negara federal, wewenang membentuk undang-undang,pemerintah pusat mengatur hal-
hal tertentu dan terperinci, satu persatu dalam konstitusi federal.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
TIPOLOGI DAN AMALGAMASI PEMERINTAHAN DAERAH
• Fused, Dual, and Split Model Hierarchy
• Perfectoral and Fungsional
• Aneksasi, Merger, dan Redivisi
Menurut Leemans (1970), Various basic patterns of relationship exist between central government field
administration and representative local government institutions. Bentuk-bentuknya adalah:
1. Fused model: “The central government field organization is fused with local representative
institutions. This pattern may be called fused or single hierarchy model. In such a case, only one
integrated organization for government and administration exist at each level, composed of
central government officials and local representatives.” Perancis dan beberapa negara di Asia
dan Afrika menggunakannya. Jerman juga mengacu sistem ini pada level ‘Kreis’, sehingga
banyak pakar menyamakannya dengan sistem Perancis.
2. Dual model: “There are two hierarchies of decentralization: the central government field
administration (…) and the representative local government institutions. Each hierarchy is
composed of several levels of local government or administration, each responsible for areas of
decreasing size. This pattern may be called the dual hierarchy model.”
Sistem ini diwujudkan dengan menempatkan aparatus Pemerintah yang ada di Daerah
mengawasi unit pemerintah daerah. Belanda dulu menerapkannya untuk Hindia Belanda
dengan mengembagkan controlleur dan Assistant controleur yang bertugas mengawasi pejabat
Pribumi.
Saat ini sangat sulit ditemui sistem pemerintahan daerah yang murni mengembangkan ‘dual
hierarchy’, kecuali instansi vertikal dari departemen sektoral yang masih dikembangkan di
berbagai negara seprti di Inggris dan Perancis. Dan apabila terjadi pada wakil pemerintah,
umumnya dikembangkan pada level yang berbeda sehingga dikenal sebagai ‘split model’.
3. Split model: “In what might be termed the split-hierarchy model, only central government field
organizations are found on some levels of the local government and administration hierarchy,
and only local representative institutions on others.”
Sebenarnya hampir semua negara di dunia ini mengacu sistem ‘split’ ini dimana level teratas
pemerintahan dijadikan tempat munculnya aparatus pemerintah, yang bisa dimungkinkan tidak
adanya mekenisme desentralisasi. Intinya adalah: “The absence of a local representative
element at the higher level”.
Tipologi Pemerintahan Daerah Menurut Kewenangan
1. Sistem fungsional (functional system)--dalam rangka dekonsentrasi setiap departemen
menempatkan kepala2 instansi vertikal di wil. Adm. Untuk memberikan pelayanan umum di
bidangnya (sektoral) secara fungsional. Contoh: negara Anglo-saxon (Inggris, Amerika, dll.)
2. Sistem prefektur (prefectorat system)--jika wilayah nasional dibagi ke dalam fungsi2 pelayanan
departmen secara terfragmentasi=sistem fungsional, sistem prefektur membagi teritori nasional
dibagi ke dalam wilayah administrasi dan/atau daerah otonom dengan batas yurisdiksi yang
sama dan dengan sebutan sama pula. contoh: pembagian wilayah daerah tk. I, II, dan III
• Integrated prefectoral system, contoh: Gubernur kepala wilayah dan kepala daerah,
UNDANG-UNDANG 5/1974 Orba=sistem prefektoral>prefektoral terintegrasi-
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
>sentralistis, UNDANG-UNDANG 22/1999 dan UNDANG-UNDANG 32/2004 Orde
Reformasi=sistem prefektoral->prefektoral tidak terintegrasi
• Unitegrated prefectoral system, contoh: bupati, perwakilan instansi vertikal
Pembagian kewenangan antara Pem. Pusat – Subnasional (Daerah) Tergantung pada karakteristik
masing2 negara. Menurut Smith (Dlm Hague, Harrop & Breslin, 1993 :277), membagi kewenangan
menurut 2 sistem :
1. Sistem Ganda (dual System) Pemda dijalankan secara terpisah dari Pem. Pusat/dari eksekutifnya
di daerah
2. Sistem Gabungan (Fused System) Pem. Pusat dan Pemda dilaksankaan bersama-sama dalam 1
unit, dengan seorg pejabat Pemerintah yang ditunjuk utk mengawasi jalannya pemerintahan
setempat
AMALGAMASI
Amalagamasi secara umum itu berarti penggabungan. Dalam bidang ilmu pengambilan keputusan:
Amalgamasi ialah merangkum semua nilai yang didapat menjadi satu atau sejumlah kecil indeks dampak
komposit. Amalgamasi disebut juga agregasi; Tujuan amalgamasi ialah untuk mempermudah pemilihan
alternatif oleh pengambil keputusan. Berbagai Bentuk Amalgamasi (AF. Leemans: 1970):
1. Merger: meleburnya dua daerah otonom yang menimbulkan daerah otonom baru yang
merupakan (1) percampuran dua daerah otonom yang bersangkutan; atau, (2) terdapat salah
satu daerah yang bergabung keseluruhan wilayahnya dengan daerah otonom lainnya, nama
daerah otonom masih ada pada salah satu, baik dahulu maupun sekarang dengan undang-
undang. Alasannya: the lack of economic growth can increase or even decline of the population
as a result of migration to urban centres, made physical extension of the territory of such rural
communes unnecessary. the tasks of rural governments did not undergo the spectacular increase
of their major counterparts”.
2. Aneksasi: peleburan dua daerah otonom tanpa menimbulkan daerah otonom baru, atau adanya
sebagian wilayah dari salah satu daerah otonom yang dileburkan ke dalam daerah otonom
lainnya. Dasarnya cukup dengan peraturan pemerintah.
3. Redivisi Wilayah (pembagian ulang). Pemecahan atau penggabungan sub-sub wilayah dalam
daerah otonom tanpa menimbulkan mengembang atau menciutnya wilayah daerah otonom
yang dimaksud secara keseluruhan. Dalam provinsi di indonesia, redivisi berarti: (1) mengubah
jumlah kabupaten/ kota yang ada, sehingga dengan undang-undang; atau (2) memperluas
wilayah kabupaten/ kota tertentu tanpa membentuk daerah otonom baru berupa aneksasi atau
merger, dimana kalau aneksasi bisa dengan undang-undang jika mengubah nama, dan atau
cukup dengan pp jika tidak mengubah nama. Tetapi jika merger antar kabupaten/ kota yang
ada, harus dengan undang-undang. dalam kabupaten/ kota, mengubah jumlah kecamatan atau
kelurahan sehingga didasari dengan peraturan daerah.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
PEMERINTAHAN DAERAH DI INDONESIA
a. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom
b. Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan (Madebewind)
Dasar-dasar Pembentukan Pemerintahan Daerah di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Menurut pasal 18 UNDANG-UNDANG DASAR 1945 pemerintah daerah harus berdasar pada asas
permusyawaratan atau demokrasi. Di samping itu, pemerintah daerah harus memperhatikan
hak asal-usul daerah yang bersifat istimewa termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum
adat.
2. Pasal 18 UNDANG-UNDANG DASAR 1945 lebih menunjuk pada daerah otonom untuk satuan
pemerintahan di daerah, bukan daerah administrasi.
3. Dalam pembahasan BPUPKI yang dimaksud dengan daerah besar dan daerah kecil adalah
daerah propinsi untuk daerah besar dan kabuten dan kota untuk daerah kecil.
4. Menurut pasal 18 dan Penjelasannya UNDANG-UNDANG DASAR 1945 diakui adanya daerah
otonom, daerah administrasi, dan daerah istimewa.
5. Daerah istimewa merujuk pada daerah-daerah bekas daerah swapraja dan kesatuan masyarakat
hukum pribumi yang ada pada zaman Hindia Belanda.
6. Pasal 18 UNDANG-UNDANG DASAR 1945 yang telah diamandemen mengakui adanya daerah
yang bersifat khusus atau istimewa dan kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat dengan hak-
hak tradisionalnya.
Sejarah hubungan Pusat – Daerah, karena pengaruh Belanda diwarnai dengan 3 (tiga) ajaran rumah
tangga formil, materiil dan riil.
1. Ajaran rumah tangga formil : Bahwa suatu daerah secara formil telah diberikan kekuasaan untuk
berotonomi (namun batas2nya tidak jelas)
2. Ajaran rumah tangga materiil : Kekuasaan yang ditransfer diatur scr rinci dalam undang-undang
(terkesan seragam dan kaku)
3. Ajaran rumah tangga riil : Kewenangan pangkal yang diberikan sesuai kemampuan daerah
(dapat ditambah atau berkurang)
Dengan demikian, prinsip-prinsip yang mengatur mengenai hubungan pusat dan daerah adalah:
1. Menurut UNDANG-UNDANG DASAR 1945, hubungan Pusat-Daerah adalah hubungan
desentralistik yang berpegang pada permusyawaratan, pemeliharaan, dan pengembangan
prinsip-prinisp pemerintahan asli, kebhinekaan, dan berdasarkan hukum.
2. Sistem rumah tangga daerah menurut UNDANG-UNDANG DASAR 1945 adalah 1) harus
menjamin keikutsertaan rakyat, 2) bersifat asli, bukan sesuatu yang diserahkan oleh satuan
pemerintahan tingkat lebih atas, 3) memberi tempat bagi prakarsa dan inisiatif Daerah untuk
mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri, 4) berbeda-beda antara satu daerah dengan
daerah lain, 5) mencerminkan hubungan desentralistik antara Pusat dan Daerah, 6) ditujukan
untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial, dan 7) ada tempat bagi pemerintah Pusat
untuk mempengaruhi rumah tangga daerah demi menjamin pemerataan keadilan dan
kesejahteraan sosial.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
3. Hubungan Pusat dan Daerah diatur dalam mekanisme hubungan di bidang otonomi,
dekonsentrasi, tugas pembantuan, susunan organisasi, keuangan, dan pengawasan. Di bidang
otonomi Pusat menciptakan hubungan desentralistik sehingga memberi keleluasaan dan
kebebasan Daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingannya berdasarkan kehendaknya.
Di bidang dekonsentrasi Pusat menciptakan hubungan pengendalian pada Daerah agar tetap
berada dalam koridor negara kesatuan. Di bidang tugas pembantuan Pusat memberi tugas
kepada daerah sesuai dengan peraturan-peraturan perundangan dengan tanggung jawab pada
Pemerintah Daerah. Di bidang susunan organisasi, pemeritahan daerah terdiri atas daerah besar
(provinsi) dan daerah kecil (kabupaten/kota dan desa) yang harus bersendikan
permusyawaratan/ demokrasi. Di bidang keuangan Pusat memberi keleluasaan pada Daerah
untuk mencari dana sendiri lewat pajak dan retribusi dengan memberi campur tangan keuangan
untuk mengatur pemerataan dan keadilan sosial. Bi bidang pengawasan Pusat melakukan
pengawasan represif dan preventif kepada Daerah agar tetap berada pada koridor peraturan
perundang-undangan.
Pemahaman penting yang harus dimiliki seputar Pemerintahan Daerah adalah hal tersebut bermakna
bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip NKRI
sebagaimana dimaksud dalam UNDANG-UNDANG DASAR 1945.
• Pemerintahan Daerah Provinsi terdiri atas Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD
Provinsi. Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD,
dinas daerah, dan lembaga teknis daerah.
• Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kotaterdiri atas Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
dan DPRD Kabupaten/Kota. Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat
daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan
kelurahan.
Susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam Perda dengan memperhatikan faktor-faktor
tertentu dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Dasar utama penyusunan perangkat daerah
dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Namun tidak
berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri.
Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan
keuangan; kebutuhan daerah; cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis
dan banyaknya tugas; luas wilayah kerja dan kondisi geografis; jumlah dan kepadatan penduduk; potensi
daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani; sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh
karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa
sama atau seragam.
OTONOMI DAERAH DAN DAERAH OTONOM
Otonomi daerah adalah hak penduduk yang tinggal dalam suatu daerah sebagai kesatuan masyarakat
hukum untuk mengatur, mengurus, mengendalikan, dan mengembangkan urusannya sendiri sesuai
dengan aspirasi masyarakat setempat dengan tetap menghormati peratuan perundangan yang berlaku.
Isi dan luas otonomi daerah menganut ajaran rumah tangga materiil, formal, dan riil. Ajaran rumah
tangga materiil menjelaskan bahwa sejak pembetukannya isi rumah tangga telah ditentukan antara yang
menjadi kewenangan pusat dan daerah. Ajaran rumah tangga formal menegaskan bahwa isi rumah
tangga daerah ditentukan atas alasan rasional, efektifitas, dan efesiensi. Di sini pemerintah daerah
diberi keleluasaan untuk mengambil inisiatif dan prakarsa sendiri untuk menentukan isi rumah
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
tangganya. Sedangkan ajaran rumah tangga riil menjelaskan bahwa isi rumah tangga didasarkan faktor-
faktor riil yang dimiliki oleh pemerintah daerah.
Daerah otonom adalah daerah yang jelas batas-batasnya dan memiliki kewenangan untuk
menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
Wilayah adminstrasi adalah wilayah atau daerah kerja administrasi pejabat pusat yang ditempatkan di
daerah. Instansi vertikal adalah lembaga milik kementerian pusat yang merupakan cabang dari
kementerian pusat pada wilayah kerja administrasi pejabatnya di daerah.
Penyelenggaraan Otonomi Daerah yang berisikan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber
daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Di samping itu penyelenggaraan otonomi daerah juga dilaksanakan
dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan,
serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.
Penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat
dengan selalu memerhatikan kepentingan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat.
Untuk itu, otonomi daerah diharapkan dapat:
(1) menciptakan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya daerah,
(2) meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat,
(3) membudayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut berpartisifasi dalam
proses pembangunan (Mardiasmo, 2002).
Menurut UNDANG-UNDANG Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Daerah provinsi,
daerah kabupaten, dan daerah kota yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsanya sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dibentuk dan disusun dalam
rangka pelaksanaan asas desentralisasi. Daerah-daerah tersebut berdiri sendiri dan tidak mempunyai
hubungan hierarki satu sama lain. Daerah provinsi sebagai daerah otonom dan wilayah administrasi
melaksanakan kewenangan pemerintah pusat yang didelegasikan kepada Gubernur. Daerah provinsi
bukanlah pemerintah atasan dari daerah kabupaten dan kota.
Menurut UNDANG-UNDANG Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Daerah provinsi,
daerah kabupaten, dan daerah kota yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsanya sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dibentuk dan disusun dalam
rangka pelaksanaan asas desentralisasi. Daerah Kabupaten dan Kota memiliki hubungan hierarkis
dengan daerah Provinsi.
KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH
Urusan pemerintahan terbagi atas urusan yang tidak mungkin (tabu) didesentralisasikan yang mutlak
menjadi wewenang Pemerintah dan urusan yang dapat didesentralisasi yang tidak eksklusif menjadi
wewenang daerah otonom. Di satu sisi, dalam urusan yang tabu didesentralisasikan, Pemerintah dapat
mengembangkannya sendiri, men-dekonsentrasikan kepada instansi vertikal, atau dapat melakukan
tugas pembantuan kepada daerah otonom. Di sisi lain, dalam urusan yang dapat didesentralisasikan ini
Pemerintah dapat pula mengembangkannya sendiri, mendekonsentrasikan, atau memberi tugas
pembantuan kepada daerah otonom, dan men-desentralisasikan kepada daerah otonom. Urusan yang
didesentralisasikan dapat dilakukan melalui rincian (ultra vires doctrine), umum (general competence/
open end arrangements), atau gabungan keduanya.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Pembagian urusan Pemerintahan antara Pemerintah Pusat dan daerah otonom tidak dapat dipisahkan
dengan pengembangan instrumen desentralisasi dari sebuah negara. Untuk menelusurinya bahkan
terlebih dahulu perlu mengetahui apakah bentuk negara yang dikembangkan oleh sebuah bangsa
Kesatuan atau Federal. Jika Kesatuan, maka desentralisasi yang dikembangkan dilakukan oleh
Pemerintah Pusat di tingkat nasional, sedangkan di Negara Federal, desentralisasi dilakukan oleh
Pemerintah Negara Bagian. Di negara federal, seringkali UNDANG-UNDANG DASAR (konstitusi) Negara
Federal mengatur umum saja keberadaan pemerintah daerah di negara tersebut seperti di Jerman,
tetapi ada pula negara federal yang mengatur keberadaan pemerintah daerahnya di masing-masing
UNDANG-UNDANG DASAR (konstitusi) Negara Bagian-nya, seperti di AS.
Berikut kewenangan pemerintah yang berlaku di Indonesia.
Kewenangan Pemerintah Pusat
• Pemerintah Pusat terdiri atas Presiden beserta para Menterinya/kabinet.
• Presiden adalah Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan.
• Para menteri/ kabinet diangkat dan bertanggung jawab kepada Presiden.
• Menteri terdiri atas Menteri Koordinator, Menteri yang memimpin departemen, Menteri
Negara, dan Menteri Muda.
• Pemerintah Pusat memiliki semua kewenangan pemerintahan.
• Sesuai dengan UNDANG-UNDANG Nomor 22 Tahun 1999 kewenangan Pusat dibatasi hanya
pada bidang politik luar negeri, hankam, moneter dan fiskal, peradilan, agama, dan kewenangan
lain. Kewenangan Provinsi adalah kewenangan lintas Kabupaten/Kota, bidang pemerintahan
tertentu, kewenangan yang belum dapat dilaksanakan Pemerintah Kabupaten/Kota, dan
kewenangan yang dilimpahkan oeh Pemerintah Pusat.
Kewenangan Pemerintah Daerah
Gubernur selaku Kepala Wilayah Administrasi memiliki kewenangan melaksanakan dekonsentrasi.
Pemerintah Provinsi sebagai daerah otonom memiliki kewenangan lintas kabupaten/ kota, bidang
pemerintahan tertentu, kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan Daerah Kabupaten dan
Daerah Kota, kewenangan dalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan oleh Pemerintah Pusat sebagai
Wilayah Administrasi.
Kewenangan Pemerintah kabupaten/Kota adalah semua kewenangan selain kewenangan Pusat dan
Provinsi.
SENTRALISASI, DEKONSENTRASI, DESENTRALISASI, DAN TUGAS PEMBANTUAN
Negara Indonesia adalah negara kesatuan. Karena itu, kedaulatannya tunggal dalam arti tidak terbagi di
antara kesatuan-kesatuan pemerintahan di bawahnya. Meskipun demikian, dalam Negara Indonesia
dibentuk Pemerintah Daerah yang menerima sebagian kewenangan dari Pemerintah. Sentralisasi adalah
pemusatan kewenangan politik dan administrasi di tangan Pemerintah Pusat yaitu Presiden dan para
Menteri.
Pengertian lain yang perlu dipahami mengenai pemerintahan daerah di Indonesia adalah:
1. Penyerahan kewenangan politik dan administrasi oleh jenjang Pemerintah Pusat kepada
Pemerintah Daerah disebut desentralisasi atau devolusi.
2. Pelimpahan wewenang administrasi dari Pemerintah Pusat kepada pejabatnya di wilayah negara
atau wilayah administrasi disebut dekonsentrasi. Satuan pemerintahan daerah yang diberi
limpahan kewenangan menurut asas dekonsentrasi tidak menimbulkan otonomi daerah.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Sedangkan yang diberi limpahan kewenangan berdasarkan asas desentralisasi atau devolusi
menimbulkan otonomi daerah.
3. Tugas pembantuan atau medebewind adalah pemberian tugas oleh pemerintah yang lebih
tinggi tingkatannya tentang urusan yang menjadi kewenangannya kepada satuan pemerintahan
yang lebih rendah disertai anggarannya yang pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada
daerah yang diberi tugas.
Fungsi Pemerintahan Daerah
1. Pemerintah baik Pusat maupun Daerah mempunyai tiga fungsi utama yaitu memberikan
pelayanan, membangun sarana dan prasarana untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan
menciptakan keamanan, ketenteraman, dan ketertiban.
2. Fungsi pelayanan yaitu fungsi pemerintahan untuk memberikan layanan baik yang bersifat
perorangan maupun untuk khalayak/publik.
3. Fungsi pertumbuhan ekonomi adalah fungsi pemerintahan untuk membangun sarana,
prasarana, dan fasilitas yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerahnya sehingga
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang pada gilirannya meningkatkan kemampuan
ekonomi daerahnya.
4. Fungsi perlindungan masyarakat adalah fungsi pemerintahan untuk memberikan perlindungan
kepada masyarakat berupa penciptaan rasa aman, rasa tenteram, dan kondisi yang tertib
sehingga semua anggota masyarakat dapat bekerja dengan tenang untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya
Kesejahteraan Masyarakat Sebagai Tujuan Pelayanan Pemerintahan Daerah
1. Muara dari pelayanan publik oleh Pemerintah Daerah adalah terciptanya masyarakat yang
sejahtera.
2. Pelayanan yang dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat adalah pelayanan prima.
Pelayanan prima yaitu suatu pelayanan yang membuat orang yang dilayani merasa ditolong,
dibantu, dimudahkan, dan disenangkan yang pada akhirnya orang tersebut merasa puas.
3. Pelayanan prima sangat berkaitan dengan good governance. Good governance adalah tata
pemerintahan yang baik yaitu pemerintahan yang menaati hukum, menghormati HAM,
menghargai nilai-nilai dasar yang dianut oleh masyarakat, dan yang secara sadar dan sistematis
membangun fasilitas untuk menumbuhkan ekonomi masyarakat, bersikap egaliter, dan
menghormati keragaman termasuk etnis, agama, suku, dan budaya lokal.
4. Agar dapat memberikan pelayanan prima Pemerintah Daerah hendaknya mengadopsi konsep
reinventing government yaitu pemerintahan hendaknya diselenggarakan dengan jiwa
wirausaha: bersifat partisipatif, kompetitif, berorientasi pelanggan, antisipatif, dan
terdesentralisasi.
5. Peran masyarakat dalam penciptaan pelayanan prima oleh Pemerintah Daerah sangat penting.
Oleh karena itu, masyarakat harus berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan
politik/kebijakan publik.
Masyarakat sejahtera sebagai yang hendak dicapai oleh penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah
masyarakat yang tidak sekedar mampu memenuhi kebutuhan dasarnya tapi masyarakat yang mampu
mengembangkan diri secara wajar dan dapat menikmati hidup secara nyaman lahir dan batin.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DAN BIROKRASI LOKAL DAERAH
Pemerintah daerah berkait erat dengan otonomi daerah dan desentralisasi. Otonomi daerah
berhubungan dengan seberapa besar pemerintah daerah memiliki kewenangan mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan aspirasinya. Sedangkan desentralisasi
berhubungan dengan seberapa besar kewenangan administratif dan politik diserahkan oleh pemerintah
pusat kepada satuan administrasi pemerintahan di bawahnya.
Pemerintahan nasional menjadi tidak efektif jika diselenggarakan secara terpusat. Hal ini berkaitan
dengan kompleksnya urusan yang harus diselenggarakan dan kerumitan adminstrasinya. Untuk itu,
diperlukan pemerintahan daerah. Pemerintah daerah adalah satuan pemerintahan yang berada di
daerah dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintahan nasional.
Pemerintahan daerah diperlukan dalam penyelenggaraan negara karena alasan-alasan berikut:
a. Terlalu berat dan rumitnya penyelenggaraan pemerintahan jika semuanya diatur dan
diurus oleh pemeritnah pusat.
b. Perlu mempertimbangan faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan-
keamanan dalam menyelenggarakan pemerintahan.
c. Upaya memberi pelayanan yang cepat, murah, dan efesien kepada masyarakat karena
semua urusannya didekatkan pada masyarakat.
d. Memberi peluang partisipasi yang luas kepada masyarakat untuk menentukan apa yang
menjadi kebutuhannya sendiri.
Sistem administrasi pemerintahan daerah adalah adalah proses-proses kegiatan yang terdapat pada
pemerintahan daerah yang mencakup masukan, keluaran, tujuan, lingkungan, dan umpan balik. Semua
proses tersebut dimulai dari proses politik, proses pemerintahan, dan proses administrasi publik. Proses
politik menghasilkan peraturan, proses pemerintahan menghasilkan kebijakan publik, dan proses
administrasi publik menghasilkan layanan publik. Semua proses tersebut tampak dalam perumusan
kegiatan, pelaksaan tugas administrasi, dan penggunaan dinamika administrasi.
Birokrasi lokal adalah organisasi pemerintahan di daerah otonom di bawah Kepala Daerah. Para
pejabatnya/birokratnya diangkat dan dibina berdasarkan sistem meritokrasi dan sistem karir. Birokrasi
lokal adalah kepala daerah dan aparaturnya di daerah yang kedudukan, tugas pokok, dan fungsinya
adalah sebagai pelaksana kebijakan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat untuk mencapai tujuah
negara pada lingkup daerah.
LEMBAGA PEMERINTAHAN DAERAH
Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
1. Kepala Daerah adalah lembaga yang melaksanakan kebijakan daerah.
2. DPRD adalah lembaga yang berwenang membuat kebijakan Daerah dan melakukan pengawasan
dan membuat penganggaran.
3. Di Daerah Provinsi Gubernur dan perangkatnya adalah lembaga pelaksana kebijakan Daerah.
Sedangkan di Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota dan perangkatnya.
4. Di Provinsi terdapat DPRD Provinsi, sedangkan di Kabupaten/Kota terdapat DPRD
Kabupaten/Kota
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, dan lembaga
teknis daerah. Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas
daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan. Susunan organisasi perangkat daerah
ditetapkan dalam Perda dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan
Pemerintah.
Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Camat, Lurah, dan Desa
1. Sekretariat Daerah merupakan staf Pemerintah Daerah, yang dipimpin oleh seorang Sekretaris
Daerah yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Daerah. Sekretariat Daerah
mempunyai tugas membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan tugas penmyelenggaraan
pemerintahan, administrasi, organisasi dan tata laksana, serta memberikan pelayanan
administratatif kepada seluruh perangkat Daerah. Sekretariat daerah dipimpin oleh Sekretaris
Daerah. Sekretaris daerah mempunyai tugas dan kewajiban membantu kepala daerah dalam
menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah.
2. Dinas Daerah merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah dipimpin oleh seorang Kepala
Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daeah melalui Sekretaris
Daerah. Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Kepala dinas daerah
bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah.
3. Lembaga Teknis Daerah merupakan unsur penunjang Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh
seorang Kepala yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Daerah melalui
Sekretaris Daerah. Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah
dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan,
kantor, atau rumah sakit umum daerah. Kepala badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah
tersebut bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah.
4. Sekretariat DPRD merupakan unsur pelayanan terhadap DPRD, dipimpin oleh seorang Sekretaris
yang bertanggungjawab kepada Pimpinan DPRD, dan secara administrasi dibina oleh Sekretaris
Daerah. Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD. Sekretaris DPRD mempunyai tugas:
(a). menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD; (b). menyelenggarakan administrasi
keuangan DPRD; (c). mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD; dan (d). menyediakan dan
mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD dalam melaksanakan fungsinya sesuai
dengan kemampuan keuangan daerah.
5. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai Perangkat Daerah Kabupaten dan/atau Kota.
Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Perda berpedoman pada Peraturan
Pemerintah. Kecamatan dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh
pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan
otonomi daerah.
6. Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai Perangkat Daerah Kabupaten dan/atau Daerah
Kota di bawah Kecamatan. Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda
berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kelurahan dipimpin oleh lurah yang dalam
pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota.
7. Desa adalah adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Instansi Vertikal pada Pemerintah Daerah
1. Instansi vertikal adalah kantor cabang dari departemen/kementerian Pusat di Daerah
berdasarkan asas dekonsentrasi. Instansi vertikal berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Menteri yang bersangkutan. Hanya dalam menyelenggarakan tugasnya kepada intansi
vartikal di bawah koordinasi Kepala Daerah tempat instansi vertikal berada.
2. Instansi vertikal di Provinsi nomenklaturnya adalah Kantor Wilayah seperti Kantor Wilayah
Departemen Agama, sedangkan nomenklatur instansi vertikal di Kabupaten/Kota adalah Kantor
seperti Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
KEBIJAKAN PUBLIK DI DAERAH
• Proses Penyusunan Perda
• Teknis Materi Perda
• Stakeholder
Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, yang dimaksud dengan Peraturan Daerah (Perda) adalah “peraturan perundang-
undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala
Daerah”.
Definisi lain tentang Perda berdasarkan ketentuan Undang- Undang tentang Pemerintah Daerah adalah
“peraturan perundangundangan yang dibentuk bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan
Kepala Daerah baik di Propinsi maupun di Kabupaten/Kota”.
Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah Propinsi/Kabupaten/Kota dan tugas
pembantuan serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi dengan memperhatikan ciri khas masingmasing daerah.
Sesuai ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, materi muatan Perda adalah seluruh materi muatan dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan dan menampung kondisi khusus daerah serta
penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Gubernur
atau Bupati/Walikota. Apabila dalam satu kali masa sidang Gubernur atau Bupati/Walikota dan DPRD
menyampaikan rancangan Perda dengan materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan Perda
yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan Perda yang disampaikan oleh Gubernur atau
Bupati/Walikota dipergunakan sebagai bahan persandingan.
Program penyusunan Perda dilakukan dalam satu Program Legislasi Daerah (PROLEGDA), sehingga
diharapkan tidak terjadi tumpang tindih dalam penyiapan satu materi Perda. Ada berbagai jenis Perda
yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kota dan Propinsi antara lain:
a. Pajak Daerah;
b. Retribusi Daerah;
c. Tata Ruang Wilayah Daerah;
d. APBD;
e. Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD);
f. Perangkat Daerah;
g. Pemerintahan Desa;
h. Pengaturan umum lainnya.
Dalam memulai persiapan perencanaan dan merumuskan Peraturan Perundangan secara baik dan benar
dalam sebuah ketentuan perundangan undangan, maka perlu dipahami teknik penyusunan peraturan
perundang-undangan. Teknik atau prosedur penyusunan peraturan daerah sesungguhnya telah diatur
dalam berbagai ketentuan. Yaitu:
1. Undang Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
2. Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
3. Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) No. 16 Tahun 2006 Tentang Prosedur
Penyusunan Produk Hukum Daerah.
Namun demikian untuk lebih memudahkan pemahaman, maka dapat diuraikan secara ringkas, hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam teknis penyusunan peraturan perundangan di tingkat daerah sebagai
berikut :
1 . Rancangan Peraturan Daerah .
Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau
Bupati/Walikota/Gubernur, masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah kabupaten, Rancangan
Peraturan Daerah tersebut dapat disampaikan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat
kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang khusus menangani bidang legislasi.
Penyiapan rancangan daerah ini ada dua kemungkinannya, yang pertama datang dari
Bupati/Walikota/Gubernur dan kedua dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Rancangan Peraturan Daerah yang telah disiapkan oleh Bupati/Walikota/Gubernur disampaikan dengan
Surat Pengantar Bupati kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah oleh Bupati/Walikota/Gubernur.
Sedangkan rancangan peraturan daerah yang telah disiapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
disampaikan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kepada Bupati/Walikota/Gubernur.
Selanjutnya, setelah draft rancangan dibuat maka perlu disosialisasikan. Sosialisasi atau penyebarluasan
rancangan peraturan daerah yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dilaksanakan oleh
Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sedangkan yang berasal dari Bupati dilaksanakan oleh
Sekretaris Daerah.
Namun apabila Bupati/Walikota/Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyampaikan
rancangan peraturan daerah yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan peraturan daerah yang
diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan yang disampaikan oleh Bupati/Walikota/Gubernur
digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.
2 . Materi Peraturan Daerah
Materi muatan Peraturan Daerah secara umum adalah seluruh materi muatan dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta
penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Yang perlu diperhatikan dalam pemuatan materi peraturan daerah adalah disesuaikan dengan
kebutuhan dan keterbatasan kewenangan Pemerintah Daerah.
3 . Teknik Penyusunan Peraturan Daerah
Dalam perumusan peraturan daerah ke dalam bentuk format peraturan perundangn diperlukan
sistematika penyusunan seperti yang telah diatur dalam Undang-undang. Teknik penyusunan
Peraturan Daerah disusun dalam sistematika berikut ini :
A. JUDUL
B. PEMBUKAAN
1. Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
2. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan
3. Konsiderans
4. Dasar, Hukum
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
5. Diktum
C. BATANG TUBUH
1. Ketentuan Umum
2. Materi Pokok yang Diatur
3. Ketentuan Pidana (Jika diperlukan)
4. Ketentuan Peralihan (Jika diperlukan)
5. Ketentuan Penutup
D. PENUTUP
E. PENJELASAN (Jika diperlukan)
F. LAMPIRAN (Jika diperlukan)
4 . Pembahasan dan Penetapan
Setelah disusun rancangan peraturan daerah maka akan dilakukan pembahasan. Pembahasan dapat
dilakukan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
bersama Bupati melalui tingkat-tingkat pembicaraan yang dilakukan dalam rapat komisi/panitia/alat
kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat
paripurna.
Alur Partisipasi Dalam Proses Penyusunan Peraturan Daerah
Dalam penyusunan peraturan daerah, partisipasi dikatakan optimal bila masyarakat terlibat secara aktif
dari awal proses penyusunan hingga peraturan daerah itu disahkan menjadi produk hukum. Hal ini
dapat dilakukan bila masyarakat dan lembaga legislatif saling berjalan sinergis untuk mewujudkan
produk hukum yang terbaik untuk daerah.
Dalam fungsinya sebagai Lembaga legilslasi, DPRD perlu menyerap aspirasi sebanyak-banyaknya dari
masyarakat (selain menyerap masukan dari inisiatif anggota DPRD atau masukan dari Pemda) untuk
bahan penyusunan kebijakan daerah. Semua aspirasi yang masuk dicatat dan didokumentasikan
dengan baik. Selanjutnya DPRD melakukan proses seleksi dengan memperhitungkan berbagai aspek
seperti sumberdaya, sumber dana, tingkat keperluan dan berbagai keterbatasan-keterbatasan
lainya. Tujuan dari proses seleksi ini adalah untuk menyusun prioritas usulan-usulan yang akan dibahas
lebih lanjut di DPRD.
Untuk mendapatkan partisipasi yang optimal, sebelum dibahas lebih lanjut di DPRD, usulan yang sudah
diprioritaskan tersebut perlu disosialisasikan terlebih dahulu kepada masyarakat luas. Paling tidak
masyarakat mengetahui dari sekian aspirasi yang masuk di DPRD ada priotitas yang akan dibahas lebih
lanjut. Langkah ini dilakukan selain untuk mendapatkan masukan dari masyarakat, juga
merupakan bentuk Transparansi lembaga Legislasi kepada publik. Dari sini masyarakat akan
mengetahui aspirasi mana yang menjadi prioritas DPRD dan mengapa aspirasi tersebut yang dipilih.
Setelah disosialisasikan, DPRD perlu menyerap aspirasi dari masyarakat. Aspirasi dari masyarakat
cukup penting karena akan menjadi bahan pertimbangan dalam pembahasan. Upaya untuk menyerap
aspirasi tersebut dapat dilakukan melalui dua cara, yakni cara pasif dan aktif. Cara pasif DPRD
menunggu reaksi masyarakat setelah usulan-usulan prioritas disosialisasikan. Sedangkan cara
aktif, DPRD mengundang atau mengajak bekerjasama dengan elemen masyarakat yang berkepentingan
untuk melakukan pembahasan.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Setelah mendapatkan masukan dari masyarakat, usulan prioritas di bahas di DPRD melalui Rapat
Paripurna (I dan II). Dari rapat ini, usulan-usulan prioritas tersebut akan ditetapkan untuk dibahas lebih
mendalam dalam rapat-rapat komisi. Jumlah usulan yang ditetapkan tergantung dari hasil pembahsan
dalam rapat paripurna.
Selama sidang komisi, DPRD kembali membuka ruang publik untuk mendapatakan masukan-masukan
dari masyarakat. Bila perlu Draft Raperda yang telah dibahas di sidang komisi disosialisasikan dan
dibahas bersama masyarakat untuk mendapatkan masukan-masukan. Cara yang ditempuh
sebagaimana telah disebutkan diatas, yakni melalui dua cara. Cara pasif menunggu reaksi masyarakat
setelah draft disebarluaskan. Sedangkan Cara aktif mengajak berbagai elemen yang berkepentingan
dimasyarakat untuk melakukan pembahasan bersama.
Selanjutnya setelah melakukan pembahasan disidang komisi, masyarakat perlu mengetahui proses
pengesahan Raperda dalam sidang paripurna DPRD. Keterlibatan masyarakat terlibat dalam proses
pengesahan merupakan ujung dari proses partisipasi masyarakat dalam penyusunan Peraturan Daerah.
Rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan
Gubernur atau Bupati/Walikota disampaikan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kepada
Gubernur atau Bupati/Walikota untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah.
5 . Pengundangan
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan daerah harus diundangkan dengan menempatkannya
dalam:
a. Lembaran Daerah; atau
b. Berita Daerah.
Yang mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri, Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Lembaran
Daerah dan Berita Daerah.
PERENCANAAN, PELAKSANAAN, DAN EVALUASI KEBIJAKAN DAERAH
Perencanaan Kebijakan
Kebijakan adalah tindakan atau perilaku yang dilakukan pemerintah atau pejabat pemerintah untuk
mengatasi permasalahan. Kebijakan publik adalah tindakan lembaga publik/pemerintah untuk
mengatasi permasalahan publik yang diorientasikan pada terciptanya kesejahteraan masyarakat.
Pembuatan kebijakan publik harus dimulai dari perencanaan yang baik. Perencanaan dimulai dari:
1. penyusunan agenda,
2. perumusan permasalahan,
3. pembahasan permasalahan dalam lembaga politik DPRD, dan
4. penetapan kebijakan.
Demi terjaminnya kualitas kebijakan publik masyarakat perlu berpartisipasi aktif dalam perumusan dan
pembahasan rancangan kebijakan publik.
Pelaksanaan Kebijakan
Setelah kebijakan Pemerintah Daerah ditetapkan maka langkah selanjutnya adalah pelaksanaan
kebijakan. Yang menjadi pelaksana kebijakan adalah Kepala Daerah dan perangkatnya. Kepala Daerah
bertanggungjawab melaksanakan kebijakan Pemerintah Daerah dan bertanggungjawab kepada DPRD.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Dalam melaksanakan kebijakan Pemerintah Daerah harus menyelenggarakan good governance, yaitu
menyelenggarakan tata pemerintahan yang berkualitas yang bermuara pada kesejahteraan rakyat
melalui pelibatan seluruh stakholder atas dasar prinsip-prinsip keadilan, keterbukaan, kesejahteraan,
efesiensi, transparansi, dan akuntabilitas.
Dalam melaksanakan kebijakan Pemerintah Daerah, Kepala Daerah harus menjadi koordinator yang baik
terhadap para pelaksana teknis bawahannya. Koordinasi sangat penting karena akan menyatupadukan
langkah dan metode dalam pencapaian tujuan. Di samping itu koordinasi akan dapat memperjelas arah
kegiatan para pelaksana teknis menuju satu fokus.
Sukses tidaknya pelaksanaan kebijakan Daerah sangat ditentukan oleh tingkat kualitas format kebijakan
itu sendiri dan juga dipengaruhi oleh kondisi-kondisi yang menyertainya.
Evaluasi Kebijakan
Kebijakan Daerah setelah dilaksanakan oleh Kepala Daerah harus dievaluasi. Evaluasi kebijakan Daerah
yaitu melakukan penilaian sehingga diketahui sejauh mana kebijakan tersebut mencapai tujuan seperti
yang ditetapkan. Evaluasi diperlukan untuk pelurusaan, pembetulan, dan penghentian kebijakan jika
memang tidak layak diteruskan.
Pihak yang melakukan evaluasi adalah DPRD dalam rangka melaksakan fungsi pengawasannya. Namun
untuk kepentingan intern evaluasi juga dilakukan oleh badan pengawas internal seperti Badan Pengawas
Daerah. Di samping itu evaluasi juga dilakukan oleh badan pengawas fungsional ektern seperti BPKP dan
BPK, dan masyarakat sebagai bentuk partisipasi politik.
Terdapat empat tipe evaluasi yaitu evaluasi kecocokan, evaluasi efektifitas, evaluasi efesiensi, dan
evaluasi meta. Dalam melakukan evaluasi harus 1) dibuat sebuah skema umum penilaian dan 2) dibuat
seperangkat instrumen yang meliputi parameter dan indikator.
Mengacu pada kenyataan penyusunan Raperda yang dilakukan selama ini, pelibatan publik masih belum
merupakan suatu keharusan. Jika pun ada pelibatan publik, hal tersebut cenderung hasil dari
pendekatan dan terkadang ‘tekanan’ dari publik – baik itu ornop maupun masyarakat yang
berkepentingan langsung terhadap peraturan tersebut. Namun demikian, dalam pelibatan publik ini
masih belum ada jaminan bahwa apa yang menjadi aspirasi masyarakat akan tertulis dalam produk final
Perda. Penyusunan peraturan daerah lebih menekankan pada proses teknisnya saja dan bukan pada
substansi yang akan disusun ataupun kepentingan apa yang dibawa oleh Perda tersebut. Pihak-pihak
yang seharusnya dilibatkan malah tidak diikutkan. Hal ini pada akhirnya tidak jarang melahirkan konflik
pada pihak dimana peraturan tersebut nantinya akan diterapkan.
Rendahnya peran serta dalam penyusunan peraturan pada dasarnya lebih disebabkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai itu kurang memberi kesempatan pada publik (bahkan
nyaris tak ada). Kemampuan yang minim dan elitisme pembuat peraturan di tingkat daerah turut
menyumbang sempitnya ruang partisipasi bagi publik. Selain itu, birokrasi model lama masih
mendominasi sehingga proses penyusunan peraturan yang seharusnya dimungkinkan untukmelibatkan
publik malah menjadi tertutup.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
KEUANGAN DAERAH
a. Sumber Keuangan Daerah
b. Instrumen Keuangan Daerah
c. Transparansi dan Akuntabilitas
Sumber Keuangan Pemerintah Daerah
Sumber-sumber keuangan Daerah adalah:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD):
a. Pajak
b. Retribusi
c. Keuntungan Perusahaan Daerah
d. Pengelolaan aset Daerah.
e. Lain-lain.
2. Dana perimbangan:
a. Bagi hasil:
1. Pajak Bumi dan Bangunan.
2. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
3. Hasil Hutan, Tambang Umum, Perikanan.
4. Minyak Bumi.
5. Gas Alam.
b. Dana Alokasi Umum.
c. Dana Alokasi Khusus.
4. Kebutuhan di Luar DAU.
5. Prioritas Nasional.
6. Dana Reboisasi.
7. Matching Grant.
Pinjaman Daerah:
a. Dalam negeri.
b. Luar negeri.
c. Hasil kekayaan Daerah Lain yang Dipisahkan:
a. Bagian laba.
b. Dividen.
c. Penjualan saham.
d. Lain-Lain: Hibah, Dana Darurat, Penerimaan Lainnya.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai Instrument
APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. APBD dirancang oleh Kepala Daerah kemudian
diajukan kepada DPRD untuk mendapatkan persetujuan. Jika DPRD tidak setuju Pemerintah Daerah
menggunakan anggaran tahun lalu sebagai dasar penganggarannya.
Komponen-komponen APBD adalah:
a. Pendapatan Daerah
b. Belanja Operasional Pemerintahan
c. Belanja Modal (Capital Investment)
d. Surplus/Defisit
e. Aset Daerah
f. Pembiayaan
g. Dana Daerah
h. Pinjaman (Pemerintah Pusat Masyarakat Luar Negeri)
i. Struktur APBD adalah:
a. Pendapatan Daerah.
b. Belanja Daerah.
c. Pembiayaan.
j. APBD dilaksanakan oleh Kepala Daerah dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD.
k. Setiap tindakan yang mengakibatkan kerugian keuangan Daerah baik karena
kesengajaan atau kelalaian harus diganti oleh pelakunya.
Transparansi dan Akuntabilitas
Pelaksanaan APBD mestinya diawasi oleh Pemerintah, instansi internal, dan DPRD. Kelemahan
perundang-undangan dalam bidang keuangan daerah selama ini menjadi salah satu penyebab terjadinya
beberapa bentuk penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara. Dalam upaya menghilangkan
penyimpangan tersebut dan mewujudkan sistem pengelolaan fiskal yang
berkesinambungan (sustainable) sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam undang-
undang dasar dan asas-asas umum yang berlaku secara universal, maka dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara diperlukan suatu undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara.
Adapun kekuasaan pengelolaan keuangan daerah menurut pasal 6 UNDANG-UNDANG No. 17 Tahun
2003 merupakan bagian dari kekuasaan pengelolaan keuangan negara. Dalam hal ini presiden selaku
kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari
kekuasaan pemerintahan, kemudian diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala
pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah
dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Selanjutnya, kekuasaan pengelolaan keuangan
daerah dilaksanakan oleh masing-masing kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku
pejabat pengelola APBD dan dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat
pengguna anggaran/barang daerah.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Pengelolaan keuangan daerah harus Transparansi yang mulai dari proses perencanaan, penyusunan,
pelaksanaan anggaran daerah. Selain itu, Akuntabilitas dalam pertanggungjawaban publik juga
diperlukan, dalam artii bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan, dan
pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD
dan masyarakat. Kemudian, Value for money yang berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses
penganggaran yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas.
Dengan adanya penerapan prinsip-prinsip tersebut, maka akan menghasilkan pengelolaan keuangan
daerah (yang tertuang dalam APBD) yang benar-benar mencerminkan kepentingan dan pengharapan
masyarakat daerah setempat secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab.
Sehingga nantinya akan melahirkan kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
AKIP (Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah)
Penerapan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-
undangan, antara lain TAP MPR RI Nomor XI/MPR/1998, kemudian disusul dengan Undang-undang
Nomor 28 Tahun 1999, Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999, dan Keputusan Kepala LAN Nomor
589/IX/6/Y/99 tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, serta
Keputusan Kepala LAN Nomor 239/IX/6/8/2003 tentang Perbaikan Pedoman Pelaporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah.
Semua peraturan perundang-undangan tersebut adalah payung kebijakan untuk membangun sistem
akuntabilitas di Indonesia. Akuntabilitas diperlukan karena adanya kekuasaan yang berupa amanah yang
diberikan kepada orang atau pihak tertentu untuk menjalankan tugasnya dalam rangka mencapai tujuan
tertentu dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Setelah amanah dijalankan, harus ada laporan
atas tugas yang telah dipercayakan dengan mengungkapkan segala sesuatu yang dilakukan, dilihat,
dirasakan baik yang mencerminkan keberhasilan maupun kegagalan.
Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah
Untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah sejalan dengan penyerahan kewenangan pemerintahan
yang diberikan perlu didukung dengan sumber keuangan yang memadai. Untuk itu, diatur perimbangan
keuangan antara Pusat dan Daerah. Dana perimbangan antara Pusat dan Daerah terdiri atas:
a. Bagi hasil:
1. Pajak Bumi dan Bangunan: Pusat 10% dan Daerah 90%
2. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan: Pusat 20% dan Daerah 80%.
3. Hasil Hutan, Tambang Umum, Perikanan: Pusat 20% dan Daerah 80%
4. Minyak Bumi: Pusat 85% dan Daerah 15%.
5. Gas Alam: Pusat 70% dan Daerah 30%
b. Dana Alokasi Umum.
c. Dana Alokasi Khusus.
1. Kebutuhan di Luar DAU.
2. Prioritas Nasional.
3. Dana Reboisasi.
4. Matching Grant.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah (desentralisasi fiskal) mencerminkan tujuan
politik yang mendasar, karena berperan dalam menentukan bobot kekuasaan yang dijalankan oleh
pemerintah daerah dalam keseluruhan sistem pemerintahan disuatu negara. Hubungan tersebut harus
serasi dengan peranan yang dimainkan oleh pemerintah daerah.
Secara teoritis, terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan sebagai acuan di dalam pembagian
kewenangan pemerintahan dan keuangan, yaitu:
1. Daerah diberi sumber-sumber keuangan dulu, kemudian diserahkan urusan-urusan tertentu
untuk dilaksanakan.
2. Urusan pemerintahan dibagi terlebih dahulu antara pemerintah pusat dan daerah, kemudian
kepada daerah diberikan sumber-sumber keuangan yang dibutuhkan untuk menjalankan urusan
tersebut.
Sesuai dengan UNDANG-UNDANG No. 32 tahun 2004, pendekatan yang diterapkan di Indonesia adalah
pendekatan yang kedua. Prinsip yang dianut di dalam perimbangan keuangan antara pemerintah pusat
dan daerah di Indonesia adalah:
1. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah merupakan subsistem keuangan
negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara pemerintah pusat dan daerah.
2. Pemberian sumber keuangan negara kepada pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh pemerintah pusat kepada daerah dengan
memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal.
3. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah merupakan suatu sistem yang
menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan
tugas pembantuan.
Prinsip-prinsip tersebut merupakan dasar dari cara untuk mendanai pemerintah daerah dalam
melaksanakan pemerintahannya. Pendanaan pemda dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan
sebagai berikut.
1. Penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi,
didanai dengan APBD.
2. Penyelenggaraan urusan pemerintah pusat yang dilaksanakan oleh gubernur dalam rangka
pelaksanaan dekonsentrasi, didanai dengan APBN
3. Penyelenggaraan urusan pemerintah pusat yang dilaksanakan oleh gubernur dalam rangka tugas
pembantuan, didanai dengan APBN
4. Pelimpahan kewenangan dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi dan/atau penugasan dalam
rangka pelaksanaan tugas pembantuan dari pemerintah pusat kepada pemda, disertai dengan
pemberian dana.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah akan dapat terlaksana secara efektif, apabila pemerintah daerah
(pemda) memiliki sumber-sumber keuangan yang memadai. Penyerahan sumber-sumber keuangan di
sini, dapat dalam bentuk penyerahan sumber-sumber PAD (pajak daerah, retribusi, laba perusahaan
daerah), maupun dalam bentuk alokasi dana kepada daerah (bagi hasil pajak pusat kepada daerah, bagi
hasil pengelolaan SDA, DAU dan DAK).
Di dalam pembagian kewenangan di bidang keuangan, aspek keadilan merupakan hal yang sangat
penting untuk dicermati. Ada tiga aspek yang akan menentukan terjadinya perimbangan keuangan yang
adil dan transparan, yaitu:
1. adanya sumber-sumber keuangan yang cukup bagi daerah, terutama yang bersumber dari pajak
daerah dan retribusi.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
2. adanya akses bagi daerah terhadap sumber-sumber pendapatan bagi hasil dari pajak
3. adanya subsidi yang adil dan efektif dari pemerintah pusat kepada daerah.
Atas dasar ketiga hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembagian kewenangan di bidang keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah, akan bermuara pada tiga hal yang akan menjadi sumber keuangan
daerah, yaitu sumber PAD, bagi hasil penerimaan pemerintah pusat baik dari pajak maupun nonpajak,
dan dana alokasi atau subsidi kepada daerah.
Pemberian alokasi dana oleh pemerintah pusat kepada daerah terkait dengan adanya
ketidakseimbangan antara sumber-sumber keuangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah dengan
tanggung jawab yang dilimpahkan kepadanya. Sumber-sumber keuangan yang dimiliki oleh pemerintah
daerah untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut sering kali sangat terbatas. Hal ini mengakibatkan
perbedaan mekanisme pengalokasian keuangan dari pemerintah pusat kepada daerah. Alokasi dana dari
pusat kepada daerah, dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dari pemerintah pusat.
Tujuan-tujuan tersebut antara lain:
1. Untuk membiayai kekurangan dana yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam rangka
menjalankan fungsi pelayanan yang diembannya;
2. Untuk mempengaruhi pola pembiayaan yang dianut oleh daerah agar standar layanan yang
dikehendaki oleh pemerintah dapat dicapai;
3. Untuk mengontrol pengeluaran daerah, baik secara menyeluruh maupun pada layanan-layanan
tertentu;
4. Untuk menutupi kesenjangan antar daerah;
5. Untuk memberikan kompensasi terhadap daerah tertentu karena layanan yang diberikan
menjangkau daerah lain;
6. Untuk memobilisasi dana daerah;
7. Untuk merangsang tanggung jawab daerah dalam mengambil keputusan dalam rangka
menjalankan otonominya;
8. Untuk mendorong pembangunan ekonomi daerah;
9. Untuk mengatasi keadaan darurat.
Pengalokasian dana dari pusat kepada daerah, sebaiknya berpedoman pada kriteria-kriteria tertentu
agar alokasi dana yang diberikan kepada daerah tepat sasaran. Kriteria-kriteria tersebut adalah:
1. Memadai (adequacy);
2. Elastis (elasticity);
3. Stabil dan dapat diperkirakan jumlahnya (stability and predictability);
4. Adil (equity);
5. Merangsang mobilisasi dana daerah;
6. Merangsang otonomi daerah.
Sedangkan bentuk-bentuk alokasi dana dari pemerintah pusat kepada daerah adalah:
1. Kapitalisasi atau penyertaan modal pemerintah (capitalization).
2. Bagi hasil dari suatu pendapatan pemerintah pusat (revenue sharing).
3. Pinjaman (borrowing).
4. Subsidi (grant).
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
KEPEGAWAIAN DAERAH
Pada dasarnya Pegawai Negeri Sipil (PNS) di negara manapun mempunyai tiga peran yang
serupa. Pertama, sebagai pelaksana peraturan dan perundangan yang telah ditetapkan pemerintah.
Untuk mengemban tugas ini, netralitas PNS sangat diperlukan. Kedua, melakukan fungsi manajemen
pelayanan publik. Ukuran yang dipakai untuk mengevaluasi peran ini adalah seberapa jauh masyarakat
puas atas pelayanan yang diberikan PNS.
Apabila tujuan utama otonomi daerah adalah mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, sehingga
desentralisasi dan otonomi terpusat pada pemerintah kabupaten dan pemerintah kota, maka PNS pada
daerah-daerah tersebut mengerti benar keinginan dan harapan masyarakat setempat. Ketiga, PNS harus
mampu mengelola pemerintahan.
Artinya pelayanan pada pemerintah merupakan fungsi utama PNS. Setiap kebijakan yang diambil
pemerintah harus dapat dimengerti dan dipahami oleh setiap PNS sehingga dapat dilaksanakan dan
disosialisasikan sesuai dengan tujuan kebijakan tersebut. Dalam hubungan ini maka manajemen dan
administrasi PNS harus dilakukan secara terpusat, meskipun fungsi-fungsi pemerintahan lain telah
diserahkan kepada pemerintah kota dan pemerintah kabupaten dalam rangka otonomi daerah yang
diberlakukan saat ini.
Pokok-pokok Kepegawaian antara lain:
1. Pegawai Negeri terdiri atas Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, dan anggota POLRI.
2. Pegawai Pusat adalah pegawai negeri yang gajinya dibebankan pada APBN dan bekerja pada
perangkat Pemerintah Pusat atau kantor cabangnya di daerah.
3. Pegawai Daerah adalah pegawai negeri yang gajinya dibebankan pada APBD dan bekerja pada
perangkat Pemerintah Daerah.
4. Pejabat Negara adalah orang yang diangkat untuk menduduki jabatan-jabatan tertentu seperti
Presiden, Wakil Presiden, Ketua MPR, Ketua DPR, dan lain-lain.
5. Pegawai Negeri berkewajiban menaati Pancasila, UNDANG-UNDANG DASAR 1945, dan setia
pada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di samping itu, Pegawai Negeri mempuyai hak
mendapatkan gaji yang adil dan layak.
Rekrutmen Pegawai Daerah
Otonomi daerah yang telah berlangsung selama lebih dari delapan tahun ini tentunya memberikan
implikasi tertentu pada sistem kepegawaian di Indonesia. Pada mulanya, sebelum dilaksanakannya era
otonomi, sistem kepegawaian terpusat dalam arti segala kebijakan kepegawaian ada pada pemerintah
pusat, daerah hanya menerima jatah dari pemerintah pusat sesuai dengan permintaan dan ketersediaan
pegawai yang ada di pusat. Dan pegawai dari satu tempat dapat berpindah ke tempat lain sesuai dengan
keputusan atasan, dan hal ini tentunya sangat berbeda dengan adanya kebijakan desentralisasi yaitu
pegawai sulit berpindah antar satu tempat dengan tempat yang lain.
Dengan adanya desentralisasi kewenangan yang diberikan kepada daerah, ada kemungkinan jumlah dan
struktur PNS di daerah menjadi tidak terkendali. Apalagi bila dalam pengangkatan pegawai baru dan
promosi serta mutasi tidak mengikuti prinsip “merit sistem” tetapi lebih pada “marriage sistem (sistem
kekeluargaan)” yang dianut oleh pemerintah pusat selama ini. Karena sulit meninggalkan paradigma
lama yang telah berakar selama 33 tahun itu, kewenangan yang besar kepada daerah tersebut
dimungkinkan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 yang memungkinkan
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Gubernur, Bupati dan Walikota mengangkat dan memberhentikan PNS di daerahnya mulai dari pangkat
I/a sampai dengan golongan IV/e, Pembina Utama. Suatu kewenangan yang sebelum terbit Peraturan
Pemerintah ini, hanya dimiliki oleh Presiden dan dilakukan secara terpusat.
1. Formasi adalah penentuan jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan
agar mampu melaksanakan tugas pokok yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
2. Kebijakan manajemen Pegawai Negeri Sipil berada di tangan Presiden selaku Kepala
Pemerintahan. Untuk itu masalah pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dilakukan
oleh Presiden. Namun Presiden dapat mendelegasikan kewenangannya kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian Pusat dan menyerahkan sebagian wewenangnya kepada Pejabat
Kepegawaian Daerah.
3. Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan secara terhormat atau tidak terhormat karena:
a. Atas permintaan sendiri.
b. Meninggal dunia.
c. Hukuman disiplin.
d. Perampingan organisasi pemerintah.
e. Menjadi anggota partai politik.
f. Dipidana penjara.
g. Dinyatakan hilang.
h. Keuzuran jasmani.
i. Mencapai batas usia pensiun.
Pembinaan dan Pengembangan Pegawai Daerah
Pengembangan secara bertahap kemampuan kelembagaan yang menangani kepegawaian di daerah
dalam jangka waktu lima tahun dimulai saat awal pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi.
Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 159 Tahun 2000, lembaga ini dinamakan Badan Kepegawaian
Daerah (BKD) yang mempunyai hubungan fungsional dan profesional baik langsung dengan Badan
Kepegawaian Negara (BKN) yang ada di pusat, maupun dengan kantor-kantor regional BKN yang
tersebar pada delapan wilayah kerja dewasa ini.
situasi problematis terkait dengan persoalan internal sistem kepegawaian dapat dianalisis dengan
memperhatikan subsistem yang membentuk kepegawaian negara. Subsistem kepegawaian negara
terdiri dari: (1) rekrutmen, (2) penggajian dan reward, (3) pengukuran kinerja, (4) promosi jabatan, (5)
pengawasan. Kegagalan pemerintah untuk melakukan reformasi terkait dengan subsistem-subsistem
tersebut telah melahirkan birokrat-birokrat yang dicirikan oleh kerusakan moral (moral hazard) dan juga
kesenjangan kemampuan untuk melakukan tugas dan tanggungjawabnya (lack of competencies).
1. Penanggung jawab manajemen kepegawaian berada di tangan Presiden selaku Kepala
Pemerintahan.
2. Dalam menjalankan tugasnya sebagai penanggungjawab kebijakan manajemen kepegawaian
Presiden dibantu oleh Komisi Kepegawaian.
3. PNS dibina dan dikembangkan berdasarkan sistem karier. PNS diberi pangkat dan jabatan sesuai
dengan prestasi dan pengabdiannya.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
4. Untuk mencapai kompetensi sesuai dengan standar normatif, Calon PNS yang akan diangkat
sebagai PNS penuh harus mengikuti Diklat Prajabatan. Sedangkan PNS yang sudah diangkat
penuh agar mampu mengemban tugas-tugas kenegaraan, pemerintahan, dan pembangunan
yang akan diembannya ia harus mengikuti Diklat dalam Jabatan.
5. Pangkat tertinggi untuk pejabat karier pada Pemerintah Provinsi adalah I/b, sedangkan pengkat
tertinggi untuk pejabat karier pada Pemerintah Kabupaten/Kota adalah II/a.
Reformasi di bidang kepegawaian yang merupakan konsekuensi dari perubahan di bidang politik,
ekonomi dan sosial yang begitu cepat terjadi sejak paruh pertama tahun 1998 ditandai dengan
berlakunya Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Peraturan
perundang-undangan yang merupakan perubahan dan penyempurnaan dari Undang-undang Nomor 8
Tahun 1974 dengan pokok bahasan yang sama tersebut, kemudian diikuti dengan berbagai peraturan
pelaksanaannya, baik yang berupa Peraturan Pemerintah (PP) maupun Keputusan Presiden (Keppres),
untuk menjamin terlaksananya Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 ini secara baik dan terarah.
Desentralisasi mensyaratkan pola rekrutmen berada di tangan pemerintah daerah. Namun, hal itu tentu
saja tidak dapat berjalan dengan mulus karena adanya permasalahan yang ada di daerah. Kesiapan dari
daerah merupakan kunci utama untuk menjalankan sistem kepegawaian yang diserahkan langsung
kepada pemerintah daerah. Di sini, daerah harus bekerja ekstra keras untuk menggali potensi yang ada
di daerahnya terutama potensi sumber daya manusia daerah. Pemerintah daerah harus jeli melihat
peluang dan tantangan yang kemungkinan muncul di suatu daerah tertentu.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
PARTISIPASI PUBLIK
a. Bentuk-Bentuk Partisipasi Publik
b. Pengaruh Partisipasi Publik dalam Penyelenggaraan Pemda
Kebijakan Otonomi Daerah telah melahirkan angin segar untuk pelibatan masyarakat, karena kebijakan
ini diambil dengan tujuan meningkatkan pelibatan masyarakat. Pemerintahan lokal secara fisik memang
lebih dekat dengan masyarakat sehingga masyarakat lebih mudah mengetahui kebijakan yang diambil
pemerintah. Dan kebijakan yang diambil umumnya langsung berkaitan dengan keseharian masyarakat.
Dampaknya jika ada kebijakan yang kurang sesuai masyarakat dapat segera mengkritisi kebijakan
tersebut dan penyelenggara pemerintahan yang hidup ‘bersama’ masyarakatnya mau-tidak mau harus
merespon aspirasi masyarakatnya. Penyelengaraan pemerintahan lokal yang lebih dinamis ini telah
menimbulkan suatu kebutuhan bersama untuk mengatur pelibatan masyarakat.
Bentuk Partisipasi Masyarakat
Derajat Partisipasi Masyarakat Contoh
Tinggi Memiliki Kontrol
Lembaga Pemerintah, legislatif, LSM, mendorong masyarakat, untuk
mengindentifikasikan masalah, tujuan, maksud dan kesimpulan-
kesimpulan kunci. Lembaga memiliki kemauan membantu
masyarakat dalam setiap langkah-langkahdalam menyelesaikan
tujuan-tujuan tersebut.
Memiliki Kekuasaan yang
terlegasi
Lembaga – pemerintah, legislatif, LSM – mengidentifikasikan
masalah dan menyampaikannya kepada masyarakat, mendefinisikan
keterbatatasan serta membuat keputusan-keputusan yang dapat
digabungkan dalam suatu rencana yang diterima
Keterlibatan dalam
perencanaan
Lembaga - pemerintah, legislatif, LSM – menyampaikan perencanaan
tentative dan terbuka untuk menerima perubahan dari subjek yang
dipengaruhi. Mengharapkan perubahan rencana paling sedikit dan
mungkin lebih dari itu.
Saran
Lembaga - pemerintah, legislatif, LSM – menyampaikan rencana dan
mengundang tanggapan masyarakat. Rencana hanya dipersiapkan
untuk dimodifikasi, jika memang diperlukan
Dikonsultasi
Lembaga - pemerintah, legislatif, LSM – mencoba menawarkan
rencana. Mencari dukungan agar, memperoleh penerimaan atau
memberi sanksi, sehingga pengadaan administrasi tercapai seperti
yang diharapkan.
Menerima informasi
sosialisasi
Lembaga – pemerintah, legislatif, LSM – membuat perencanaan dan
mengumumkannya. Masyarakat dikerahkan untuk tujuan
mendengarkan informasi. Masyarakat berkumpul menjadi suatu
yang diharapkan.
Rendah Tidak ada sama sekali Masyarakat tidak mengetahui sama sekali.
Sumber: Community participation for health for all. London, Community participation group of the
United Kingdom for all network, 1991 dalam Suhardi Suryadi dan Julmansyah 2001
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Hak Masyarakat, Kewajiban Pemerintah dan Mekanisme Partisipasi
Hak Masyarakat
Sebagaimana tertuang dalam PP nomer 68 tahun 1999 berkenaan dengan peran serta masyarakat
dalam penyelenggaraan negara, maka masyarakat mendapatkan hak-haknya sebagai berikut;
• Hak mencari dan memperoleh informasi mengenai penyelenggaraan negara
• Hak menyampaikan saran dan pendapat
• Hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggara negara
• Hak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan hak-haknya diatas
Kewajiban Pemerintah
Sebagai konsekwensi adanya pengakuan terhadap hak masyarakat maka penyelenggara
pemerintahan mempunyai kewajiban untuk mendengar pendapat masyarakat (yang berkepentingan)
dalam proses perumusan dan penetapan kebijakan yang menyangkut kepentingan masyarakat. Dengan
demikian penyelenggara pemerintahan sebagai penerima mandat masyarakat berkepentingan untuk
menjamin terlaksananya hak-hak masyarakat. Dan terjaminnya hak-hak masyarakat menjadi salah satu
indikator keberhasilan penyelenggaraan pamerintahan.
Mekanisme Partisipasi
Mekanisme yang memungkinkan pelibatan aktif masyarakat minimal harus menjamin terlaksananya hak
masyarakat sehingga dalam mekanisme pelibatan masyarakat ini minimal harus mengatur:
1. Penyampaian informasi tentang kebijakan yang akan diambil termasuk jadwal dan
prosedur pelibatan masyarakat
2. Tanggapan terhadap aspirasi masyarakat
3. Hasil akomodasi masyarakat dan Keberatan
Pengaruh Partisipasi Masyarakat
Pengawasan Masyarakat
Untuk menjamin agar Pemerintahan Daerah diselenggarakan sesuai dengan rencana dan tujuannya
maka masyarakat juga perlu melakukan pengawasan. Pengawasan masyarakat adalah pengawasan yang
dilakukan oleh anggota masyarakat baik perorangan maupun kelompok, formal maupun non formal,
dan melembaga maupun tidak melembaga.
Pengawasan masyarakat harus dilakukan dengan cara yang sesuai kaidah moral secara umum dan sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku. Penyelenggara Negara wajib memberikan informasi yang
diminta masyarakat tentang penyelenggaraan negara di bawah tangggung jawabnya.
Jika masyarakat menemukan indikasi atau fakta adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme yang dilakukan
oleh Penyelenggara Negara maka dapat melaporkannya kepada pejabat yang berwenang dan Komisi
Pemeriksa. Jika dilaporkan kepada Komisi Pemeriksa maka laporan harus ditembuskan kepada pimpinan
instansi tertingginya.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
MANAJEMEN STRATEJIK DAERAH
Maju mundurnya negara ditentukan oleh kualitas manajemennya (Peter F. Dariucker, 1995). Krisis
multidimensional yang melanda Indonesia (1997 – skrg)lebih disebabkan oleh salah urus
(mismanagement) pada semua tingkatan dan semua sektor (Ross H. McLeod, 1998).
Potensi daerah harus pula diimbangi dengan penguasaan teori manajemen strategis oleh pemerintah
daerah dan menerapkannya secara tepat dalam melaksanakan otonomi daerah. Oleh karena itu,
pemahaman terhadap manajemen strategis secara utuh tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan fungsi
dan peran yang diemban pemerintah daerah sebagai strategic managers. Esensi utama yang melekat
pada strategic managers adalah kemampuannya mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki dalam situasi
lingkungan yang berubah.
Sementara itu, pengertian pada manajemen strategis biasanya berkaitan dengan perumusan arah
pengembangan organisasi ke masa depan, yang akan memberikan kerangka untuk manajemen
operasional untuk mencapai sasaran-sasaran jangka panjang dan jangka pendek. Dengan kata lain,
dapat dinyatakan manajemen strategis” forces an organization to define its philosophy, mission, role,
and goals (Chandler dan Plano,1988:158). Sementara itu Sondang P. Siagian (1995:15) mendefinisikan
manajemen strategis sebagai serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh
manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka
pencapaian tujuan organisasi tersebut.
Menurut Lester A. Digman dalam bukunya “Strategic Management: Concepts, Decisions, Cases” (1986:4-
5) dinyatakan bahwa manajemen strategis sebagai proses berkelanjutan yang melibatkan usaha-usaha
untuk memadukan organisasi dengan perubahan lingkungannya dengan cara yang paling
menguntungkan. Dengan begitu, manajemen strategis meliputi adaptasi organisasi dengan
memperhatikan kekuatan dan kelemahan yang ada dalam organisasi itu sendiri terhadap lingkungan
eksternalnya.
Dengan demikian, dapat ditarik pengertian bahwa manajemen strategis berkaitan dengan perumusan
arah pengembangan organisasi ke masa depan, yang akan memberikan kerangka bagi manajemen
operasional dalam rangka mencapai sasaran-sasaran jangka panjang dan jangka pendek. Dalam kaitan
dengan kinerja pemerintah daerah, dapat dinyatakan bahwa manajemen strategis pemerintah daerah
sebagai serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh pemerintah daerah dan
dimplementasikan oleh seluruh jajaran organisasi pemerintahan daerah dalam rangka pencapaian misi,
visi dan tujuan pemerintahan daerah tersebut
Certo dan Peter (1990:10-14) mengemukakan tahap-tahap manajemen strategis, yaitu: 1) Analisis
lingkungan (internal dan eksternal); 2) Memantapkan arah organiasi (misi dan dan sasaran); 3)
Menyusun strategi organisasi; 3) Mengimplementasikan strategi organiassi; serta 5) Melakukan
pengawasan strategis. Sedangkan Boseman dan Pathak (Djunaedi, 1995:21), menyatakan bahwa proses
manajemen strategis yang diidentikkannya dengan proses perencanaan strategis mencakup tujuh
bagian yang saling berkaitan, yaitu:1) Penilaian terhadap organisasi, dalam hal kekuatan, kelemahan,
peluang dan tantangan (strenghs, weakness, oppurtunities, and threats atau disingkat SWOT); 2)
Perumusan Misi Organisasi; 3) Perumusan falsafah dan kebijakan organisasi; 4) Penetapan sasaran-
sasaran strategis; 5) Penetapan strategi organisasi; 6) Implementasi strategi organisasi; 7) Pengendalian
(control) strategi organisasi.
Bryson (1988:5) selanjutnya mengusulkan suatu proses perencanaan strategis untuk organisasi nirlaba
yang mencakup delapan langkah yakni:
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
1) Memulai dan bersepakat dalam hal proses perencanaan strategis;
2) Mengenali mandat yang diberikan kepada organisasi;
3) Menetapkan misi dan nilai-nilai yang dipegang oleh organisasi;
4) Menilai kondisi lingkungan eksternal, dalam hal peluang dan tantangan;
5) Menilai kondisi lingkungan internal, dalam hal kekuatan dan kelemahan;
6) Menemu-kenali isu-isu strategis yang dihadapi oleh organisasi;
7) Merumuskan strategis-strategi untuk mengelola isu-isu;
8) Merumuskan dan memantapkan visi organisasi ke masa depan.
Dari beberapa variasi yang terdapat dalam proses manajemen strategis yang telah diuraikan, maka
untuk proses manajemen strategis pemerintah daerah kali ini dipergunakan perpaduan dari beberapa
model tersebut, dengan tetap menitikberatkan pada model terakhir yang dikemukakan oleh John M.
Bryson.
Tahap-tahap yang dipergunakan adalah: Pertama, penetapan misi, visi dan dan tujuan Pemerintah
Daerah; Kedua, Penilaian terhadap kekuatan,kelemahan, peluang dan tantangan (SWOT) Pemerintah
Daerah; Ketiga, Menetapkan isu-isu strategis dalam pelaksanaan otonomi daerah; serta Keempat,
merumuskan strategi pengembangan kinerja Pemerintah Daerah.
Pilihan titik berat pada model ini didasari oleh asumsi bahwa organisasi pemerintahan daerah dari awal
pendiriannya lebih menunjukkan sosok sebagai organisasi nirlaba daripada organisasi yang berorientasi
pada profit semata.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
PEMERINTAHAN KOTA
Kita yang hidup pada zaman muthakhir ini dapat dengan mudah mengamati dan menggambarkan
apakah “kota” itu, sesuai dengan tolak ukur atau focus perhatian kita masing-masing. Pemerintahan
Kota tidak secara spesifik dibedakan dengan Kabupaten. Keduanya berada pada level/tingkat yang sama
dalam system pemerintahan daerah di Indonesia. Hanya saja, beberapa karakteristik khusus yang
dimiliki kota menjadikannya dalam beberapa hal berbeda dan karenanya perlu pembahasan khusus.
Oleh karena itu tidak dirisaukan jika terdapat banyak definisi tentang kota, yang mungkin satu dengan
yang lainnya berbeda. Adapun Definisi tersebut antara lain :
• Mumford : Kota sebagai tempat pertemuan yang berorientasi ke luar. Sebelum kota menjadi
tempat pemukiman yang tetap, pada mulanya kota sebagai suatu tempat orang pulang balik
untuk berjumpa secara teratur, jadi ada semacam daya tarik pada penghuni luar kota untuk
kegiatan rohaniah dan perdagangan serta,kegiatan lain.
• Max Weber: Penghuninya sebagian besar telah mampu memenuhi kebutuhannyalewat pasar
setempat dan ciri kota ada pasarnya.
• Sjoberg : : Melihat kota dari timbulnya suatu golongan spesialis non agraris dan yang
berpendidikan merupakan bagian terpenting
• Prof. Bintarto (1984 : 36) Kota adalah sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai oleh
strata sosial ekonomi yang heterogen serta corak matrialistis. Menurut Peraturan Menteri
Dalam Negeri Republik Indonesia No 4/1980 Kota adalah wadah yang memiliki batasan
administratif wilayah seperti kotamadya dan kota administrasi.
• Kota adalah suatu ciptaan peradaban umat manusia. Kota sebagai hasil dari peradaban lahir dari
pedesaan, tetapi kota berbeda dengan pedesaan Pedesaan sebagai “daerah yang melindungi
kota” (P.J.M. Nas 1979 : 28). Kota seolah-olah mempunyai karakter tersendiri, mempunyai jiwa,
organisasi, budaya atau peradaban tersendiri.
Karakteristik Kota
1. Dari aspek penduduk. Secara praktis jumlah penduduk ini dapat dipakai ukuran yang tepat untuk
menyebut kota atau desa, meskipun juga tidak terlepas dari kelemahan –kelemahan. Kriteria
jumlah penduduk ini dapat secara mutlak atau dalam arti relatif yakni kepadatan penduduk
dalam suatu wilayah. Sebagai contoh misalnya dia AS dan Meksiko suatu tempet dikatakan kota
apabila dihuni lebih dari 2500 jiwa dan Swedia 200jiwa.
2. Dari aspek morfologi, antara kota dan pedesaan terdapat perbedaan bentuk fisik, seperti cara
membangun bangunan-bangunan tempat tinggal yang berjejal dan mencakar langit (tinggi) dan
serba kokoh. Tetapi pada prakteknya kriteria itu sukar dipakai pengukuran, karena banyak kita
temukan dibagian-bagian kota tampak seperti desa misalnya, didaerah pinggiran kota,
sebaliknya juga desa-desa yang mirip kota, seperti desa-desa di pegunungan dinegara-negara
laut tengah.
3. Dari aspek sosial, gejala kota dapat dilihat dari hubungan-hubungan sosial (social interrelation
dan social interaction) di antara penduduk warga kota, yakni yang bersifat kosmopolitan.
Hubungan sosial yang bersifat impersonal, sepintas lalu (super-ficial), berkotak-kotak, bersifat
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
sering terjadi hubungan karena kepentingan dan lain-lain, orang ini bebas untuk memilih
hubungan sendiri.
4. Dari aspek ekonomi, gejala kota dapat dilihat dari cara hidup warga kota yakni bukan dari bidang
pertanian atau agraria sebagai mata pencaharian pokoknya, tetapi dari bidang-bidang lain dari
segi produksi atau jasa. Kota berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi, perdagangan industri,
dan kegiatan pemerintahan serta jasa-jasa pelayanan lain. Ciri yang khas suatu kota ialah adanya
pasar, pedagang dan pusat perdagangan.
5. Dari aspek hukum, pengertian kota yang dikaitkan dengan adanya hak-hak dan kewajiban
hukum bagi penghuni, atau warga kota serta sistem hukum tersendiri yang dianut untuk
menunjukkan suatu wilayahtertentu yang secara hukum disebut kota.
Dari karakteristik diatas dapat disimpulkan bahwa kota :
1. Kota mempunyai fungsi-fungsi khusus (sehingga berbeda antara kota dengan fungsi yang
berbeda)
2. Mata pencaharian penduduknya diluar agraris.
3. Adanya spesialisasi pekerjaan warganya
4. Kepadatan penduduk
5. Ukuran jumlah penduduk (tertentu yang dijadikan batasan)
6. Warganya (relatif) mobility
7. Tempat pemukiman yang tampak permanen
8. Sifat-sifat warganya yang heterogen, kompleks, social relation, yang impersonal dan eksternal,
serta personal segmentasion karena begitu banyaknya peranan dan jenis pekerjaan seseorang
dalam kelompoknya sehingga seringkali tidak kenal satu sama lain, seolah-olah seseorang
menjadi asing dalam lingkungannya.
Perbedaan Antara Kota dan Desa
Dari definisi yang telah diajukan baik definisi kota maupun desa kita dapat membuat perbedaan diantara
keduanya. Dikutip dari apa yang dikemukakan oleh P.J.M. Nas, (1979 : 35) yang mengutip pendapat
Costandse, sbb :
1) Kota bersifat besar dan memberikan gambaran yang jelas sedangkan pedesaan itu kecil dan
bercampur-baur, tanpa gambaran yang tegas.
2) Kota mengenal pembagian kerja yang luas, desa (pedalaman) tidak.
3) Struktur sosial dikota mengenal differensiasi yang luas sedangkan dipedesaan relatif sederhana.
4) Individualitas memainkan peranan penting dalam kebudayaan kota, sedangkan di pedesaan hal
ini kurang penting, di pedesaan orang menghayati hidupnya terutama dalam kompak primer.
5) Kota mengarahkan gaya hidup pada kemajuan, sedangkan pedesaan lebih berorientasi pada
tradisi, dan cenderung pada konservatisme.
Fungsi Kota
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Menurut Noel P. Gist dalam “Urban Society” (hasil kuliah Daris.M Thalla, 1972) sebagai berikut :
a. Production center, yakni kota sebagai pusat produksi, baik barang setengah jadi maupun barang
jadi.
b. Center of trade and commerce, yakni kota sebagai pusat perdagangan dan niaga, yang melayani
daerah sekitarnya. Kota seperti ini sangat banyak, seperti Rotterdam, Singapura, Hamburg.
c. Political capital, yakni kota sebagai pusat pemerintahan atau sebagai ibukota negara, misalnya
kota london dan Brazil.
d. Cultural center, kota sebagai pusat kebudayaan, contohnya : kota Vatikan, Makkah, Yerusalem.
e. Health and recreation, yakni kota sebagai pusat pengobatan dan rekreasi wisata, misalnya :
Monaco, Palm Beach, Florida, Puncak Bogor, Kaliurung.
f. Divercified cities, Yakni kota-kota yang berfungsi ganda atau beraneka. Kota-kota pada masa kini
(setelah perang dunia ke II) banyak yang termasuk kategori ini. Sebagai contoh : Jakarta, Tokyo,
Surabaya yang mencanangkan diri sebagai “kota indarmardi” (kota industri, perdagangan,
maritim, dan pendidikan),disamping sebagai pusat pemerintahan.
Permasalahan di kota antara lain konflik (pertengkaran), kontroversi (pertentangan), kompetisi
(persaingan), kegiatan pada masyarakat pedesaan, dan sistem nilai budaya
Perkembangan Pembentukan Kota
Jadi dalam perkembangannya sebuah kota berdasarkan tahap perkembangannya kota dimulai dari
tahap :
1. Eopolis yaitu tahap perkembangan daerah kota yang sudah diatur ketahap kehidupan
kota (kota kecamatan )
2. Polis yaitu tahap perkembangan kota yang masih ada pengaruh kehidupan agraris (kota
kabupaten)
3. Metropolis, yaitu tahap perkembangan kota sudah mengarah ke sektor industry
4. Megapolis, yaitu tahap perkembangan kota yang telah mencapai tingkat tertinggi
diantaranya dengan dengan pemekaran atau perluasan kota
5. Trianopolis, yaitu tahap perkembangan kota yang kehidupannya sudah sulit
dikendalikan baik masalah lalulintas, pelayanan maupun kriminalitas
6. Nekropolis, yaitu tahap perkembangan kota yang kehidupannya mulai sepi bahkan
mengarah pada kota mati.
Pola – pola Kota
a) Pola sentralisasi adalah pola persebaran kegiatan kota yang cenderung berkumpul atau
berkelompok pada satu daerah atau wilayah utama.Area utama tersebut merupakan daerah
yang ramai dikunjungi serta dilewati oleh banyak orang pada pagi, siang, dan sore hari namum
sunyi di malam hari.
b) Pola desentralisasi adalah pola persebaran kegiatan kota yang cenderung menjauhi titik pusat
kota atau inti kota sehingga dapat membentuk suatu inti / nukleus kota yang baru.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
c) Pola nukleasi adalah pola persebaran kegiatan kota yang mirip dengan pola penyebaran
sentralisasi namun dengan skala ukuran yang lebih kecil di mana inti kegiatan perkotaan berada
di daerah utama.
d) Pola segresi adalah pola persebaran yang saling terpisah-pisah satu sama lain menurut
pembagian sosial, budaya, ekonomi, dan lain sebagainya. Dan jika kita umpamakan dengan
papan permainan dart atau papan target anak panah, maka pusat kota berada pada pusat
papan dart atau papan target anak panah dan begitu seterusnya garis-garis lingkaran yang
mengelilinginya berurutan adalah wilayah sub urban atau sub urban, kemudian diikuti dengan
daerah urban dan yang terakhir adalah daerah rural yang masih-masing memiliki sifat dan ciri-
ciri tersendiri.
Urutan-urutannya adalah sebagai berikut :
1. City adalah pusat kota yang menjadi pusat sub urban, urban, dan rural area.
2. Sub urban adalah daerah tempat atau area di mana para penglaju / commuter tinggal
yang letaknya tidak jauh dari pusat kota. penglaju atau kommuter adalah orang-orang
yang tinggal di pinggiran kota yang pulang pergi ke kota untuk bekerja setiap hari.
3. Sub urban fring adalah area wilayah yang mengelilingi daerah sub urban yang menjadi
daerah peralihan kota ke desa.
4. Urban fring adalah daerah perbatasan antara kota dan desa yang memiliki sifat yang mirip
dengan daerah wilayah perkotaan. Urban adalah daerah yang penduduknya bergaya
hidup modern.
5. Rural urban fringe adalah merupakan daerah jalur yang berada di antara desa dan kota.
6. Rural adalah daerah pedesaan atau desa yang penduduknya hidup sederhana.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
PERBANDINGAN PEMERINTAHAN DAERAH BERBAGAI NEGARA
a. Variabel Perbandingan
b. Perbandingan Pemda Berbagai Negara
Bagaimana membandingkan sistem Pemerintahan daerah yang notabene multidimensi? Berbagai aspek
dalam kelembagaan (organisasi dan administrasi) pemerintahan daerah yang dapat dijadikan variable
untuk melakukan perbandingan pemerintahan daerah satu negara dengan negara lainnya dapat dilihat
sebagai berikut:
• Pembagian wewenang
• Struktur pemerintahan: lembaga politik dan birokrasi
• Sumberdaya: keuangan dan SDM
• Aspek susunan wilayah administrasi/ daerah otonom
• Pertalian kelembagaan antar asas pemerintahan
• Mekanisme manajerial: perencanaan, pengorganisasian, pemantauan dan pengawasan.
Alan Norton membandingkan praktek pemerintahan daerah di berbagai negara maju dengan indikator-
indikator yang mudah dibaca: (1) jumlah susunan dan banyaknya daerah otonom (struktur secara
nasional); (2) pembiayaan daerah; (3) dasar pembentukan; (4) karakter wewenang; (5) pengawasan
aspek hukum; (6) wewenang Kepala Daerah; (7) sistem perwakilan dan kepartaian; dan (8) partisipasi
masyarakat.
Dilihat dari sisi cara membagi, urusan pemerintahan dapat dilakukan dengan cara rincian (ultra vires
doctrine), secara umum (open end arrangements), atau campuran dari keduanya. Inggris dengan sistem
ultra vires, Jerman yang dominan subsidiary akibatnya urusan dibagi dengan campuran dominan dengan
sistem open end arrangements, Perancis dengan dominan sistem ultra vires, Soviet dengan dominan
ultra vires.
Di bawah ini akan dipaparkan secara singkat gambaran-gambaran umum dari pemda dari beberapa
negara. Sebagai penambah wawasan, bagian ini mutlak memerlukan referensi yang lebih lengkap. Oleh
karena itu, dianjurkan untuk memperbanyak bahan bacaan lainnya untuk melengkapi dan memperkaya
kajian. Berikut ini terdapat pemetaan struktur pemerintahan daerah di beberapa negara Asia dan
wilayah lainnya.
INDIA
Tahun 2001 penduduk India telah mencapai 1,027 miliar Jiwa. Penduduk yang tinggal di wilayah
perdesaan mencapai 742 juta, sedangkan di perkotaan sebesar 285 juta jiwa. Sejarah menyebutkan
Negara ini adalah bagian dari kolonialisme Inggris.
Dalam konsep Elazar, India merupakan ‘federacy’ karena terdapatnya wilayah yang dikendalikan oleh
Pemerintah Pusat secara langsung terdiri dari 7 bagian wilayah, ditambah adanya 25 negara bagian yang
dibentuk di seluruh wilayah India. Sekarang ini dari konstitusi tahun 2001 terdapat 28 negara bagian
(IHUDS: 2002).
Konstitusi India mengatur secara tegas pembagian wewenang antara Pemerintah Pusat, Negara bagian
dan Pemerintah daerah. Terdapat III daftar kewenangan: (1) list I merinci secara eksklusif kewenangan
Pemerintah Pusat; (2) list II merinci negara bagian; dan (3) merinci kemungkinan wewenang bersama
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
antara negara bagian dan Pemerintah Pusat. Pemerintah daerah baik Perkotaan maupun perdesaan ada
dalam list II.
YAMAN
Yaman, secara resmi dipanggil Republik Yaman. Yaman adalah negara Timur Tengah yang terletak di
Semenanjung Arab di Asia Barat Daya. Yaman terdiri dari bekas Yaman Utara dan Selatan. Negara ini
berbatasan dengan Laut Arab dan Teluk Aden di selatan, Laut Merah di barat, Oman di timur laut, dan
batasannya yang lain bersebelahan dengan Arab Saudi. Wilayah Yaman termasuk Socotra, sebuah pulau
terpencil yang terletak lebih kurang 350 kilometer di selatan, berdekatan dengan Afrika Timur. Sejarah
membuktikan pernah dianutnya komunisme di negara ini meskipun jajahan Inggris.
Yaman adalah negara Kesatuan. Struktur Pemerintahannya terdiri dari 19 Provinsi (governorate); Abyan,
'Adan, Ad Dali', Al Bayda', Al Hudaydah, Al Jawf, Al Mahrah, Al Mahwit, 'Amran, Dhamar, Hadariamawt,
Hajjah, Ibb, Lahij, Ma'rib, Sa'dah, San'a', Shabwah, dan Ta'izz ditambah dengan 1 daerah setingkat
Provinsi. Luas negara ini adalah 527,970 km2 dengan jumlah penduduk 22,2 juta jiwa. Provinsi dibagi lagi
ke dalam 333 distrik, yang dibagi lagi ke dalam 2,210 sub-distrik, dan kemudian ke dalam 38,284 desa (
mulai dari 2001).
THAILAND
Kerajaan Thailand adalah Negara Kesatuan dengan bentuk pemerintahan monarki konstitusional
memiliki nama resmi Ratcha Anachak Thai; juga Prathēt Thai, kadangkala juga disebut Mueang Thai.
Terletak di Asia Tenggara yang berbatasan dengan Laos dan Kamboja di timur, Malaysia dan Teluk Siam
di selatan, dan Myanmar dan Laut Andaman di barat. Thailand dahulu dikenal sebagai Siam sampai
tanggal 11 Mei 1949. Kata "Thai" berarti "kebebasan" dalam bahasa Thailand, namun juga dapat
merujuk kepada suku Thai, sehingga menyebabkan nama Siam masih digunakan di kalangan orang Thai
terutama kaum minoritas Tionghoa.
Thailand merupakan negara satu-satunya di Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah. Negeri seluas
510.000 kilometer ini kira-kira seukuran dengan Perancis. Secara geografis, Thailand terbagi enam:
perbukitan di utara di mana gajah-gajah bekerja di hutan dan udara musim dinginnya cukup baik untuk
tanaman seperti strawberry dan peach; plateau luas di timur laut berbatasan dengan Sungai Mekong;
dataran tengah yang sangat subur; daerah pantai di timur dengan resor-resor musim panas di atas
hamparan pasir putih; pegunungan dan lembah di barat; serta daerah selatan yang sangat cantik.
Thailand dibagi kepada 76 provinsi (changwat), yang dikelompokkan ke dalam 5 kelompok provinsi.
Nama tiap provinsi berasal dari nama ibu kota provinsinya. Provinsi-provinsi tersebut kemudian dibagi
lagi menjadi 795 distrik (Amphoe), 81 sub-distrik (King Amphoe) dan 50 distrik Bangkok (khet) (jumlah
hingga tahun 2000), dan dibagi-bagi lagi menjadi 7.236 komunitas (Tambon), 55.746 desa (Muban), 123
kotamadya (Tesaban), dan 729 distrik sanitasi (Sukhaphiban) (jumlah hingga tahun 1984).
Di tahun 1987 ada 73 provinsi (changwat), termasuk kawasan metropolitan yaitu Bangkok, yang
memiliki status keprovinsian. Provinsi-provinsi tersebut dikelompokkan menjadi sembilan wilayah untuk
keperluan administrasi. Pada tahun 1984 provinsi dibagi menjadi 642 distrik (amphoe), 78 subdistricts
(king amphoe), 7,236 communes (tambon), 55,746 desa (muban), 123 municipalities (tesaban), and 729
distrik sanitasi (sukhaphiban).
Provinsi dikepalai oleh Gubernur (phuwarachakan), disertai oleh satu atau lebih wakil gubernur, dan
asisten gubernur yang mengatur staf lapangan di provinsi dan distrik. Gubernur mengawasi seluruh
administrasi provinsi, mengatur hukum dan ketertiban, dan mengkoordinasi pekerjaan dari instansi
vertikal.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
KAMBOJA
Kamboja adalah negara kesatuan dengan menganut monarki konstitusional. Luas wilayahnya 181, 035
km2 dengan jumlah penduduk 13.4 juta jiwa. Kepadatan penduduknya rata-rata 74 jiwa/ km2. Negara
ini terdiri dari 20 Provinsi (khett) dan 4 Kotapraja (krong). Dengan demikian, susunannya terdiri dari tiga
tingkatan pemerintahan (termasuk Pemerintah Pusat). Negara ini adalah negara bekas kolonialisme
Perancis.
Berdasarkan konstitusi, raja adalah kepala negara seumur hidup, panglima tertinggi tentara negara,
lambing kesatuan dan keabdian negara. Raja berhak mengumumkan amnesti dan berhak membubarkan
Majelis Nasional berdasarkan usul Perdana Menteri dan setelah mendapat persetujuan Ketua Majelis
nasional.
Pembagian urusan antar pemerintahan diatur dalam konstitusi chapter III dan IV pada butir 31, 51, dan
52. Isi konstitusi menyatakan bahwa kerajaan Kamboja mengakui hak-hak masyarakat di bidanh hukum
dan mendapat posisi yang sejajar di hadapan hukum dan mengakui bahwa masyarakat memegang
kekuasaan tertinggi serta berhak berpartisipasi di dalam pemerintahan dengan kewajiban menjunjung
tinggi hukum dan organisasi masyarakat (daerah otonom) harus berdasarkan hukum.
PAKISTAN
Pakistan merupakan negara Federal-republik. Bentuk ini dinyatakan dalam konstitusi federalnya. Di
tingkat federal, terdapat seorang Presiden sebagai kepala Pemerintahan. Negara bagiannya disebut
Provinsi yang berjumlah hanya empat. Di dalam setiap negara bagian terdapat susunan pemerintahan
daerah yang terdiri atas distrik-distrik.
Luas wilayahnya 803.000 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2005 sebesar 162.5 juta jiwa.
Sejarah mengatakan bahwa negara ini bersamaan dengan India adalah bekas kolonialisme Inggris.
Keempat Provinsi di Pakistan mempunyai wewenang sesuai konstitusi. Tiap Provinsi dikepalai oleh
Gubernur. Di tiap daerah (distrik) terdapat kepala yang ditunjuk oleh Gubernur, dan majelis Provinsi.
Anggota majelis Provinsi diisi melalui pemilu. Terdapat pembagian urusan antara Federal dan Provinsi
(negara bagian) yang prinsip utamanya adalah bahwa negara bagian lebih banyak ditujukan kepada
masalah lokal, sedangkan Federal masalah-masalah yang lebih luas. Bidang kesehatan, pendidikan,
pertanian dan prasaran fisik jalan raya ditentukan bersama antara Federal dan Negara Bagian.
Pemerintahan Distrik mengikuti jalan ultra vires doctrine dalam menerima urusan dari Pemerintah
negara bagian (provinsi) nya.
NEPAL
Nepal yang memiliki nama resmi Nepal Adhiraiya beribukota di kathmandu dengan luas wilayah
147.181. km2. Jumlah penduduknya 29 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan penduduknya 2,132%.
Menurut Ketentuan UNDANG-UNDANGD, Nepal adalah Kerajaan Monarkhi Konstitusional beragama
Hindu yang menganut Kesatuan. Pengaruh Cina sangat kuat karena wilayahnya berbatasan langsung
dengan Cina dan India. Partai Komunis menguasai perwakilan di negara ini. Dari sejarah tampak negara
ini merupakan negara di bawah pengaruh kolonialisme Inggris.
Nepal menganut demokrasi multi-partai. Pemerintah daerahnya hanya terdiri dari distrik-distrik
berjumlah 75 yang dikelompokkan dalam 14 Zona. Zona-zona ini merupakan wilayah administratif yang
dikelompokkan lagi dalam 5 wilayah pembangunan. Distrik dikepalai seorang kepala distrik. Di bawah
Distrik terdapat sejumlah pemerintahan Desa.
:
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
VIETNAM
Vietnam, memiliki nama resmi Republik Sosialis Vietnam. Partai Komunis adalah satu-satunya partai
yang ada dan berkuasa di Negara tersebut. Luas negara ini 331.688 km2. Jumlah penduduknya sampai
1999 adalah 76,3 juta jiwa dan diperkirakan pada 2007 berjumlah 86 juta. Sejarah mencatat Vietnam
dipengaruhi oleh Perancis meskipun kemudian Uni Soviet Berpengaruh.
Pemerintah Vietnam tersusun atas dua tingkatan pemerintahan daerah, yakni pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Distrik. Dalam distrik-distrik terdapat pemerintahan setingkat Desa di Indonesia (commune).
KANADA
Negara ini termasuk negara besar dengan luas wilayah hampir 10 juta kilometer persegi yang berhadap
dengantiga samudera Atlantik, pasifik dan Arktik. Kanada adalah negara Federal dimana kewenangan
Pemerintah Pusat dan Provinsi (sebagai negara bagian) diungkapkan dalam konstitusi. Penduduk Kanada
lebih dari 29 juta jiwa dimana hampir seperempatnya tinggal di Quebec yang berbahasa Perancis.
Negara ini berdiri sejak 1867 pada saat penduduknya baru 3 ½ juta jiwa. Sejarah mengatakan negara ini
di bawah pengaruh kolonilalisme Inggris.
Dalam konstitusi Kanada, sejak 1867, ditetapkan bahwa lembaga legislatif memiliki kekuasaan terhadap
pemerintah Federal maupun Negara Bagian (provinsi). Tercakup di dalamnya adalah kewenangan untuk
menggali penghasilan melalui Pajak dan megalokasikannya. Namun, kewenangan tersebut dari waktu ke
waktu mengalami perubahan melalui tantangan ‘judicial’ (Clark: 1997, h. 72).
Pemerintah Federal memiliki kewenangan terhadap urusan luar negeri, perdagangan dan bisnis,
copyright, nilai tukar, perbankan, keamanan nasional, kantor pos, sensus, navigasi, perikanan, hukum
kejahatan, jaminan masa tua dan pensiun, dan penjara jangka panjang. Pemerintah federal, juga secara
khusus dalam konstitusi, diwajibkan memberikan ‘transfer’ kepada Provinsi. Konstitusi menetapkan
tanggungjawab utama Pemerintah Provinsi di berbagai sektor kepada Provinsi seperti kesehatan,
pendidikan, banyak elemen kesejahteraan, tetapi tidak jaminan hari tua dan pensiun –keduanya
dilimpahkan kepada pemerintah Federal. Provinsi juga bertanggungjawab akan hak milik dan hak sipil,
transportasi jalan raya, pemolisian, sistem yudisial, penjara jangka pendek, penanganan masalah
lingkungan, pekerjaan lokal sepereti pemadaman kebakaran, sampah dan kebersihan. Banyak
tanggungawab terebut kemudian didesentralisasikan kepada ‘muncipal’ dan ‘school district’.
JEPANG
Kali ini tidak akan banyak disinggung mengenai system pemerintahan daerah di Jepang. Bangsa Jepang
yang terpecah-pecah disatukan oleh Tokugawa dengan bersenjatakan ajaran Konfusianisme, Bushido,
dan Shinto. Ajaran ini tidak lain adalah ajaran mengenai filsafat yang dapat ditanamkan ke dalam jiwa
bangsa Jepang sehingga terbentuklah perasaan kolektivitas dan kebersamaan di antara sesama mereka.
Filsafat inilah yang menyatukan bangsa Jepang menjadi bangsa yang kuat dan kokoh. Filsafat ini tidak
hanya tertanam dalam jiwa patriotisme bangsa Jepang, tetapi juga dalam segala bidang kehidupan
termasuk dalam bidang manajemennya.
Dalam bidang manajemen perusahaan maupun pemerintahan tertanam filsafat manajemen yang
didasarkan kepada saling percaya-mempercayai, bijaksana, setia dan loyal kepada atasan dan
perusahaan, rasa memiliki, tanggung jawab bersama dan partisipasi ternyata telah dapat meningkatkan
semangat kerja, kestabilan dan produktivitas dalam organisasi.
Berdirinya perusahaan-perusahaan raksasa Jepang erat kaitannya dengan kepribadian tradisional
masyarakat Jepang yang telah melahirkan filsafat manajemen yang dapat ditanamkan dalam setiap jiwa
peserta organisasi.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
Perbandingan Manajemen Jepang dan Amerika
Manajemen Jepang berbeda dengan manajemen Amerika. Pada manajemen Jepang terlihat ciri-ciri
sebagai berikut: sistem kerja seumur hidup, sistem evaluasi dan promosi lambat sehingga setiap
manajer akan memahami betul segala seluk beluk perusahaannya sebelum dipromosikan. Di samping
sistem pemberian bonus bersifat fleksibel dalam arti dapat besar kalau perusahaan mendapat untung
besar dan dapat kecil kalau perusahaan sedang krisis. Karier meningkat bukan berdasarkan spesialisasi
tetapi secara menyeluruh dalam semua bidang. Yang menjadi motivasi kuat bagi seluruh karyawan
dalam perusahaan Jepang adalah antara lain diikutsertakan dalam pengambilan keputusan itu.
Dengan demikian hal ini mempunyai dampak pula pada tanggung jawab bahwa masing-masing orang
bertanggung jawab kepada dirinya sendiri dan dalam bertugas mereka dapat mengawasi dirinya sendiri.
Dalam manajemen Amerika berlaku sistem kerja jangka pendek. Akibatnya seseorang berusaha untuk
dipromosikan secara cepat. Kalau mereka tidak dipromosikan dalam beberapa tahun maka mereka
pindah pekerjaan mencari keadaan yang lebih baik. Sistem bonus diberikan berdasarkan potongan dan
hal ini membuat orang bekerja seperti robot saja sehingga kadang-kadang menimbulkan kebosanan.
Karier berdasarkan spesialisasi.
Orang tidak akan mudah berpindah ke bidang pekerjaan lain kalau tidak berdasarkan spesialisasinya.
Kalau perusahaan tidak lagi memerlukan suatu spesialisasi maka orang akan menganggur atau pindah ke
perusahaan lain yang membutuhkan spesialisasinya. Pengambilan keputusan lebih banyak dilakukan
pada manajemen tingkat tinggi sehingga kalau sampai kepada pelaksanaan kadang-kadang mengalami
kesulitan karena orang akan bekerja sesuai dengan target yang telah ditentukan sehingga pengawasan
dalam hal ini dilakukan oleh supervisornya.
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
KAPITA SELEKTA DAN KASUS-KASUS PEMERINTAHAN DAERAH
KEGAGALAN PEMEKARAN DAERAH
Sekitar 80 persen daerah hasil pemekaran kurang berhasil. Sejak otonomi daerah digulirkan pada 1999,
Indonesia sudah melahirkan 205 provinsi dan kabupaten/kota baru. Perinciannya, tujuh provinsi, 164
kabupaten, dan 34 kota.
Sebagian berpendapat bahwa pemekaran daerah membawa berkah bagi masyarakat. Otonomi daerah
masih di perlukan sebagai persyaratan negara demokrat. Pemekaran daerah itu jangan diberhentikan.
Sebab, inti dari otonomi daerah adalah untuk mendekatkan pelayanan publik dan mensejahterakan
masyarakat.
Dengan adanya otonomi daerah berarti kekuasaan bisa dibagikan ke daerah, sehingga meringankan ki
nerja di tingkat pusat. Di samping itu, sudah saatnya daerah mampu sendiri mengelola anggarannya
tanpa harus ada petunjuk dari pusat.
Sebagian lain berpandangan bahwa pemekaran lebih banyak mudaratnya, makanya ada keinginan meng
hentikan pemekaran daerah. Pemerintah dan DPR sepakat mempertahankan kebijakan moratorium
wilayah. Ini karena pemerintah menilai masih banyak masalah yang timbul karena pemisahan wilayah.
Kebanyakan permasalahan yang muncul dari pemekaran wilayah di Indonesia adalah pengalihan aset
yang tidak lancar dan sengketa batas wilayah.
Banyak factor yang menyebabkan kegagalan yang banyak terjadi pada daerah yang baru dimekarkan.
Anda memiliki pandangan sendiri? Silahkan sharing di zainalmuttaqin.blog.com.
PELAYANAN PEMERINTAH DAERAH
Karena sifatnya, barang dan jasa dibedakan antara barang publik, barang privat, dan barang setengah
privat dan publik.
1. Barang publik adalah barang yang siapapun memanfaatkannya tidak boleh tanpa dikecualikan
dan tanpa bayar. Barang privat adalah barang yang untuk memanfaatannya orang harus
membayar. Sedangkan barang setengah privat dan publik adalah barang yang pemanfaatannya
dikecualikan dan harus membayar tapi harus berdasarkan peraturan perundang-undangan.
2. Layanan publik adalah layanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada rakyat seperti
pembuatan KTP, IMB, izin, dan lain-lain.
3. Jasa publik adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah berupa barang dan layanan
publik yang penggunaannya dikenai biaya tertentu yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
4. Pelayanan publik merupakan fungsi dari Pemerintahan Daerah.
KINERJA
Beberapa pendekatan teori yang dipergunakan dalam menjelaskan permasalahan adalah sebagai
berikut: Kinerja merupakan kriterion utama untuk menilai keberadaan organisasi. Konsep “kinerja”
berhubungan dengan operasi yang terus menerus, berbagai aktivitas, program atau misi organisasi.
Dengan begitu kinerja menunjukkan seberapa jauh tingkat kemampuan pelaksanaan tugas-tugas
Mpdk – STIA BANTEN 2010 @ zain
organisasi (Wibawa, 1992:64); atau menurut Atmosudirdjo (1997: 11) juga dapat berarti prestasi kerja,
prestasi penyelenggaraan sesuatu (performance, how well you do a piece of work or activity).
Indikator kinerja diantaranya telah dikemukakan oleh MacDonald & Lawton, dan Selim &
Woodward. Menurut MacDonald & Lawton , kinerja dapat diukur dari output oriented measures
throughput, efficiency and effectiveness.Sedang menurut Selim & Woodward, kinerja diukur dari
beberapa indikator antara lain workload/ demand, economy, efficiency, effectiveness, dan equity. Dari
indikator yang ada ini, efektivitas merupakan indikator yang paling luas maknanya. Dalam hubungannya
dengan tugas-tugas pembangunan, misalnya, dimensi efektivitas atau tingkat pencapaian tujuan
memiliki makna yang sangat luas, termasuk juga didalamnya adalah indikator equity,
kalauequity memang menjadi salah satu tujuan pembangunan (Keban, 1995:4).
Disamping itu, kriteria efektivitas dapat dikaitkan dengan peranan yang harus dimainkan oleh
pemerintah seperti yang digambarkan oleh Ted Gaebler dan David Osborne (1995: 29-342) yaitu
seberapa jauh pemerintah berperan dan sebagai pihak yang mengarahkan, memberi wewenang,
kompetitif, digerakkan misi, berorientasi hasil, berorientasi pelanggan, berwirausaha, mengantisipasi,
mendesentralisasikan, dan berorientasi pasar. Peranan-peranan tersebut menyangkut tidak hanya
peranan manajemen tetapi juga kebijakan.
Dari observasi terhadap berbagai ukuran kinerja yang dilakukan oleh Agus Dwiyanto (1995: 9)
ditemukan data dan metodologi yang dapat dipergunakan untuk menilai kinerja organisasi publik, yaitu:
produktivitas, kualitas pelayanan, responsivitas, responsibilitas dan akuntabilitas. Sedangkan Wibawa
(1992: 64) mengemukakan indikator-indikator kinerja, seperti: volume pelayanan, kualitas
pelayanan, dan kemampuan memperoleh sumber daya bagi pelaksanaan program
Dalam beberapa penelitian yang dilakukan Fisipol UGM bekerjasama dengan Depdagri (1991, 1992) juga
dinyatakan beberapa faktor yang dipergunakan untuk mengukur kinerja pemerintah Dati II dapat
diklasifikasikan atas dua kelompok, yakni faktor dominan dan faktor pendukung. Faktor-faktor pokok
dapat dirinci antara lain: kemampuan keuangan, kemampuan aparatur, kemampuan organisasi dan
administrasi, tingkat partisipasi masyarakat, keadaan demografi, dan kemampuan ekonomi daerah.
Sedangkan faktor-faktor pendukung terdiri dari: keadaan geografi, aspek sosial dan budaya dan
pertahanan keamanan serta potensi sektor swasta.
Dengan demikian kinerja Pemerintah Daerah dapat dilihat dari tingkat kemampuan keuangan,
kemampuan aparatur, kemampuan organisasi dan administrasi, tingkat partisipasi masyarakat dan
kemampuan ekonomi daerah.. Dengan demikian, kinerja pemerintah daerah menunjukkan seberapa
besar tingkat kemampuan keuangan, kemampuan aparatur, kemampuan organisasi dan administrasi,
tingkat partisipasi masyarakat, dan kemampuan ekonomi daerah di dalam melaksanakan tugas-tugas
pemerintahan.