karakterisasi mach-zehnder interferometer ...lib.unnes.ac.id/41469/1/4211415030.pdfindeks bias...

82
i KARAKTERISASI MACH-ZEHNDER INTERFEROMETER BERBASIS SERAT OPTIK PLASTIK SEBAGAI SENSOR INDEKS BIAS DENGAN KOMPENSASI SUHU Skripsi Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Fisika oleh Zunita Aryani Fahma Latif 4211415030 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2020

Upload: others

Post on 04-Feb-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    KARAKTERISASI MACH-ZEHNDER INTERFEROMETERBERBASIS SERAT OPTIK PLASTIK SEBAGAI SENSOR

    INDEKS BIAS DENGAN KOMPENSASI SUHU

    Skripsi

    Disusun sebagai salah satu syarat

    untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

    Program Studi Fisika

    oleh

    Zunita Aryani Fahma Latif

    4211415030

    JURUSAN FISIKA

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

    2020

  • ii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING

    Skripsi yang berjudul “Karakterisasi Mach-Zehnder Interferometer Berbasis Serat

    Optik Plastik sebagai Sensor Indeks Bias dengan Kompensasi Suhu” ini telah

    disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang ujian skripsi Jurusan Fisika,

    Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang.

    Semarang, 20 Januari 2020

    Pembimbing

    Dr. Ian Yulianti, S.Si.,M.Eng.

    NIP. 197707012005012001

  • iii

    PERNYATAAN

    Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa skripsi berjudul

    “Karakterisasi Mach-Zehnder Interferometer Berbasis Serat Optik Plastik sebagai

    Sensor Indeks Bias dengan Kompensasi Suhu” benar-benar asli dan bebas plagiat.

    Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari

    terbukti terdapat plagiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi

    sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Semarang, 20 Januari 2020

    Zunita Aryani Fahma Latif

    4211415030

  • iv

    PENGESAHAN

    Skripsi yang berjudul

    Karakterisasi Mach-Zehnder Interferometer Berbasis Serat Optik Plastik

    sebagai Sensor Indeks Bias dengan Kompensasi Suhu.

    disusun oleh

    Zunita Aryani Fahma Latif

    4211415030

    telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Matematika

    dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang pada tanggal 20 Januari

    2020.

    Panitia:

    Ketua Sekretaris

    Dr. Sugianto, M.Si. Dr. Suharto Linuwih, M.Si.

    NIP. 19602191993031001 NIP. 196807141996031005

    Penguji I Penguji II

    Drs. Ngurah Made D.P., M.Si., Ph.D Dr. Budi Astuti, M.Sc

    NIP. 196702171992031002 NIP. 197902162005012001

    Anggota Penguji/Pembimbing

    Dr. Ian Yulianti, S.Si. M. Eng

    NIP. 197707012005012001

  • v

    MOTTO

    “Jika Anda malas dan hanya membuang-buang waktu, Anda tak akan tahu

    bagaimana cara merengkuh peluang bahkan ketika peluang itu tepat berada di

    hadapan Anda” (Li Ka-Shing)

    Lakukan yang terbaik, kemudian berdoalah, Allah yang akan mengurus sisanya.

    PERSEMBAHAN

    Untuk Ibu dan Bapakku

    Adikku

    Ibu Ian Yulianti

    Almamaterku

  • vi

    PRAKATA

    Alhamdulillahirabbil’alamin atas segala nikmat iman, Islam, kesempatan,

    kesehatan, serta kekuatan yang telah diberikan Allah Subhanahuwata’ala sehingga

    dapat menyelesaikan skripsi sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana sains

    di Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

    Negeri Semarang. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada tuntunan dan suri

    tauladan Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam beserta keluarga, sahabat, dan umat

    beliau yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai Islam yang sampai saat ini

    dapat dinikmati oleh seluruh manusia di penjuru dunia.

    Terselesaikannya skripsi dengan judul “Karakterisasi Mach-Zehnder

    Interferometer Berbasis Serat Optik Plastik sebagai Sensor Indeks Bias dengan

    Kompensasi Suhu” tidak terlepas dari bimbingan, masukan, saran, dan bantuan

    dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan yang berbahagia ini penulis

    ucapkan terimakasih kepada:

    1. Ibu dan Bapak atas segala doa yang selalu dipanjatkan, semangat yang selalu

    diberikan, kesabaran yang selalu dicurahkan, dan dukungan moril maupun

    materil yang tak henti-hentinya diberikan.

    2. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang.

    3. Dr. Sugianto, M.Si., Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

    Universitas Negeri Semarang.

    4. Dr. Suharto Linuwih, M.Si., Ketua Jurusan Fisika Universitas Negeri

    Semarang.

  • vii

    5. Dr. Mahardika Prasetya Aji, M.Si., Kepala Program Studi Fisika Universitas

    Negeri Semarang.

    6. Dr. Ian Yulianti, S.Si., M.Eng., dosen pembimbing yang telah membimbing

    dengan penuh kesabaran serta meluangkan waktu untuk selalu memberikan

    masukan, saran, dan motivasi selama penyusunan skripsi ini.

    7. Drs. Ngurah Made Darma Putra, M.Si., Ph.D., dosen penguji I yang telah

    membimbing dengan penuh kesabaran serta meluangkan waktu untuk selalu

    memberikan masukan, saran, dan motivasi selama penyusunan skripsi ini.

    8. Dr. Budi Astuti, M.Sc., dosen penguji II yang telah membimbing dengan penuh

    kesabaran serta meluangkan waktu untuk selalu memberikan masukan, saran,

    dan motivasi selama penyusunan skripsi ini.

    9. Asisten Laboratorium Fisika: Rodhotul Muttaqin, S.Si., Wasi Sakti Wiwit P.,

    S.Pd., dan Natalia Erna S., S.Pd., yang telah membantu selama proses

    penelitian skripsi ini.

    10. Keluarga besarku yang selalu memberikan semangat dan berbagi pengalaman.

    11. Teman-teman Photonic Research Group : Mbak Ida, Mbak Helvi, Mbak Mae,

    Mas Azka, Kukuh, Adhe dan Dhea yang telah memberi dukungan dan

    membantu dalam mengerjakan penelitian ini.

    12. Teman-teman curhatku Sifa, Azizah, Eva, Rosi dan Wening yang telah

    memberi dukungan dan motivasi dalam mengerjakan skripsi.

    13. Sahabat-sahabatku Devi, Ovia, Prima, Sofie, Widya dan Novi atas canda tawa,

    ejekan dan motivasi dalam mengerjakan skripsi.

  • viii

    14. Kukuh Eka Kurniansyah yang telah memberi semangat, membantu dan

    menjadi teman diskusi selama mengerjakan skripsi ini.

    15. Teman-teman rombel Fisika yang selalu memberi semangat dan pengalaman

    yang luar biasa.

    Semoga Allah yang membalas seluruh kebaikan kalian, Allahumaamin.

    Dalam penulisan skripsi ini menyadari bahwa masih banyak kekurangan, oleh

    sebab itu dibutuhkan saran, masukan, serta kritikan dalam bentuk apapun yang

    dapat membangun ke depannya. Semoga skripsi yang sederhana ini dapat

    bermanfaat bagi masyarakat, pembaca, dan siapapun secara langsung maupun tidak

    langsung.

    Semarang, 20 Januari 2020

    Zunita Aryani Fahma Latif

    4211415030

  • ix

    ABSTRAK

    Z. A. F. Latif. 2019. Karakterisasi Mach-Zehnder Interferometer Berbasis SeratOptik Plastik sebagai Sensor Indeks Bias dengan Kompensasi Suhu. Skripsi,Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UniversitasNegeri Semarang. Pembimbing Utama Dr. Ian Yulianti, S.Si., M.Eng.

    Kata Kunci: Polymer Optical Fiber, Mach-Zehnder Interferometer, Sensor Indeks

    bias, Suhu.

    Sensor fiber optik dapat diaplikasikan untuk pengukuran indeks bias dan suhu.Polymer Optial Fiber (POF) merupakan salah satu jenis serat optik yang terbuatdari bahan plastik yang dapat diaplikasikan sebagai sensor indeks dengankompensasi suhu. Mach-Zehnder Interferometer (MZI) merupakan salah satumetode yang dikembangkan dalam sensor optik yang memiliki kelebihan ukuranyang kecil dan sederhana, sensitivitas tinggi, linearitas yang baik, tahan terhadapgangguan elektromagnetik, dan biaya fabrikasi rendah. Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui sensitivitas, histeresis, dan waktu respon sensor MZI-POFterhadap perubahan indeks bias dan perubahan suhu. Fabrikasi sensor MZI-POFdilakukan dengan memanfaatkan teknik heat-and-pull untuk mengurangi diameterPOF pada dua titik yang dipisahkan sejauh 1 cm agar terbentuk struktur MZI duataper. Karakterisasi terhadap perubahan indeks bias dilakukan dengan meletakkanMZI-POF yang dicelupkan dalam beberapa larutan glukosa dengan indeks biasyang bervariasi yaitu 1,3330 hingga 1,3547 pada suhu ruang dan melewatkancahaya LED biru dengan panjang gelombang 430 nm dan bandwidth 80 nm kedalam MZI-POF. Sementara itu, karakterisasi terhadap perubahan suhu dilakukandengan meletakkan MZI-POF yang dicelupkan dalam larutan glukosa denganindeks bias 1,3490 ke dalam temperature chamber. Hasil karakterisasimenunjukkan nilai sensitivitas sensor POF-MZI terhadap perubahan indeks biaspada rasio transmitansi λ /λ sebesar 4,2986 /RIU dan koefisien korelasi 97,16 %.Sementara itu, untuk λ /λ memiliki nilai sensitivitas sebesar 2,8793 /RIU dankoefisien korelasi 97,64%. Pada rasio transmitansi λ /λ terjadi histeresis tertinggipada indeks bias 1,3330 yaitu sebesar 0,4137, sedangkan pada rasio transmitansiλ /λ terjadi histeresis tertinggi pada indeks bias 1,3454 yaitu sebesar 0,2501. Padanilai indeks bias 1,3330 sensor membutuhkan waktu 15 detik untuk mencapaikeadaan stabil. Semakin besar nilai indeks bias maka semakin lama waktu responsensor mencapai keadaan stabilnya. Sensitivitas sensor POF-MZI terhadap suhupada nilai rasio λ /λ dan λ /λ adalah 0,0026 /°C dan 0,0014/°C dengan koefisienkorelasi berturut-turut 97,20 % dan 97,72 %. Pada rasio transmitansi λ /λ terjadihisteresis tertinggi sebesar 0,1850, sedangkan pada rasio transmitansi λ /λ terjadihisteresis tertinggi yaitu sebesar 0,1045. Waktu respon sensor rata-ratamembutuhkan 30 detik untuk mencapai keadaan stabil setiap kenaikan suhu.

  • x

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

    PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................................... ii

    PERNYATAAN..................................................................................................... iii

    PENGESAHAN ..................................................................................................... iv

    MOTTO .................................................................................................................. v

    PERSEMBAHAN................................................................................................... v

    PRAKATA............................................................................................................. vi

    ABSTRAK ............................................................................................................. ix

    DAFTAR ISI........................................................................................................... x

    DAFTAR TABEL................................................................................................ xiii

    DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv

    DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xvi

    BAB

    I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1

    1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 3

    1.3 Batasan Masalah.......................................................................................... 3

    1.4 Tujuan Penelitian......................................................................................... 4

    1.5 Manfaat Penelitian....................................................................................... 4

    1.6 Sistematika Penulisan.................................................................................. 4

  • xi

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Fiber Optik .................................................................................................. 6

    2.1.1 Struktur Fiber Optik .................................................................................... 6

    2.1.2 Jenis Fiber Optik ......................................................................................... 7

    2.1.3 Perambatan Gelombang dalam Fiber Optik ................................................ 8

    2.1.4 Numerical Aperture ..................................................................................... 9

    2.1.5 Polymer Optical Fiber (POF) ................................................................... 10

    2.2 Sensor Fiber Optik .................................................................................... 11

    2.2.1 Klasifikasi Sensor Optik Fiber Optik ........................................................ 11

    2.3 Mach-Zehnder Interferometer (MZI)........................................................ 13

    2.4 Suhu........................................................................................................... 15

    III. METODE PENELITIAN

    3.1 Tempat dan Waktu .................................................................................... 18

    3.2 Alat dan Bahan .......................................................................................... 18

    3.3 Tahap fabrikasi .......................................................................................... 21

    3.3.1 Tahap Fabrikasi sensor MZI ..................................................................... 21

    3.3.2 Pembuatan Larutan Uji.............................................................................. 22

    3.4 Karakterisasi sensor................................................................................... 23

    3.5 Karakterisasi sensor terhadap perubahan suhu.......................................... 23

    3.6 Analisis data .............................................................................................. 24

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Fabrikasi MZI............................................................................................ 25

    4.2 Karakterisasi MZI terhadap Perubahan Indeks Bias ................................. 28

    4.2.1 Sensitivitas Sensor MZI-POF terhadap Perubahan Indeks Bias ............... 29

    4.2.2 Waktu Respon Sensor MZI-POF terhadap Perubahan Indeks Bias .......... 33

  • xii

    4.3 Karakterisasi MZI terhadap Perubahan Suhu............................................ 34

    4.3.1 Sensitivitas Sensor MZI-POF terhadap Perubahan Suhu.......................... 34

    4.3.2 Waktu respon Sensor MZI-POF terhadap Perubahan Suhu...................... 37

    4.4 Pengukuran Indeks Bias dengan Kompensasi Suhu ................................. 38

    V. PENUTUP

    5.1 Kesimpulan................................................................................................ 40

    5.2 Saran.......................................................................................................... 41

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 42

    LAMPIRAN.......................................................................................................... 49

  • xiii

    DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    3.1. Perbandingan konsentrasi serbuk glukosa dan aquades................................. 22

    4.1. Spesifikasi parameter fisis POF ......................................................................25

    4.2. Sensitivitas sensor terhadap perubahan suhu dan indeks bias. ...................... 39

  • xiv

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman

    2.1. Struktur fiber optik (Castrellon-Uribe, 2012). ................................................. 6

    2.2. Jenis fiber optik berdasarkan indeks bias (Island & Daly, 2018). ................... 8

    2.3. Perambatan cahaya dalam fiber optik (Ghatak, 2010). .................................... 9

    2.4. Skematik MZI POF........................................................................................ 14

    3.1. Diagram alur penelitian ................................................................................. 17

    3.2. Digital ABBE Refractometer ......................................................................... 18

    3.3. Fiber optic stripper three hole (H-119CC).................................................... 18

    3.4. Spektrometer Ocean Optic USB4000 ............................................................ 19

    3.5. Mikroskop Charge Coupled Device (CCD)................................................... 19

    3.6. Temperature Chamber ................................................................................... 19

    3.7. Polymer Optical Fiber (POF) ........................................................................ 20

    3.8. Glukosa .......................................................................................................... 21

    3.9. MZI-POF........................................................................................................ 21

    3.10. Set-up alat karakterisasi sensor MZI............................................................ 23

    3.11. Set-up alat karakterisasi sensor MZI terhadap perubahan suhu................... 24

    4.1. Struktur MZI-POF dengan dua taper ............................................................ 26

    4.2. Hasil pengamatan diameter MZI-POF pada taper (a) pertama (b) kedua...... 26

    4.3. (a) Hasil karakterisasi POF polos dan MZI pada suhu ruang dan (b)spektrum keluaran MZI pada suhu ruang ...................................................... 28

    4.4. Spektrum keluaran sensor MZI-POF ............................................................. 29

    4.5. Grafik hubungan rasio transmitansi terhadap perubahan indeks bias (a)pada / (b) pada / ............................................................................ 30

    4.6. Grafik hubungan transmitansi terhadap perubahan indeks bias pada ....... 31

    4.7. Reversibility respon indeks bias MZI-POF.................................................... 33

  • xv

    4.8. Waktu respon sensor MZI-POF terhadap perubahan indeks bias .................. 33

    4.9. Grafik hubungan rasio transmitansi terhadap perubahan suhu ...................... 35

    4.10. Grafik hubungan transmitansi terhadap perubahan suhu pada ............... 36

    4.11. Reversibility respon suhu sensor MZI-POF................................................. 37

    4.12. Waktu respon sensor MZI-POF terhadap perubahan suhu .......................... 38

  • xvi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran Halaman

    1. Spesifikasi LED Biru 430 nm .........................................................................49

    2. Hasil Uji Indeks Bias Larutan Glukosa...........................................................52

    3. Grafik hubungan rasio transmitansi terhadap perubahan indeks bias.............53

    4. Grafik hubungan rasio transmitansi terhadap perubahan suhu .......................60

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Fiber optik saat ini telah banyak dikembangkan dan diaplikasikan sebagai

    sensor. Sensor fiber optik memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan

    sensor elektrik konvensional, seperti tahan terhadap gangguan gelombang

    elektromagnetik, ketahanan terhadap erosi, kepekaan tinggi dan kemampuan

    penginderaan jarak jauh (Li et al., 2012). Sensor fiber optik banyak dikembangkan

    dan diaplikasikan untuk pengukuran berbagai parameter seperti indeks bias, suhu,

    pH, tekanan, regangan dan kelengkungan (Bhardwaj & Singh, 2016; Jiang et al.,

    2011). Indeks bias merupakan salah satu parameter penting yang digunakan dalam

    berbagai bidang seperti industri makanan, lingkungan, analisis kimia, dan biomedis

    (Harris et al., 2014; Yao et al., 2014; Teng et al., 2017). Dalam industri makanan,

    indeks bias digunakan untuk mendeteksi formalin (Anam et al., 2013). Selain itu,

    indeks bias juga digunakan untuk mengontrol kualitas pada minyak goreng

    (Firdausi & Budi, 2008). Pada aplikasinya di bidang lingkungan, indeks bias

    dimanfaatkan untuk evaluasi pencemaran lingkungan (Yao et al., 2014).

    Pengukuran indeks bias glukosa sangat penting dalam bidang kimia,

    parameter fisik dan terutama untuk biosensor (Binu et al., 2009). Pengukuran

    glukosa dengan konsentrasi yang berbeda dilakukan dalam berbagai hal termasuk

    biokimia, mikrobiologi, sensor kimia dan sensor fisik. Penentuan glukosa dalam

    darah dan urin merupakan suatu ukuran penting dalam tubuh manusia. Sekarang

    banyak sekali orang yang terkena diabetes, dimana diabetes merupakan penyakit

    kronis yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula (glukosa) darah di atas batas

    normal. Untuk tujuan ini beberapa teknologi telah dikembangkan untuk mengontrol

    kadar glukosa, seperti biosensor yang dapat digunakan untuk mendeteksi glukosa

    (Larin et al, 2003; Liu et al, 1992; Meadows & Schultz, 1993).

  • 2

    Dalam pengembangan sensor fiber optik, ada beberapa metode yang telah

    digunakan untuk mengukur perubahan indeks bias dan suhu seperti fiber Bragg

    gratings (FBG) (Woyessa et al., 2016), Fabry-Perot (FP) (Rong et al., 2012), dan

    Mach-Zehnder Interferometer (MZI) (Zhou et al., 2014). FBG sangat menarik jika

    digunakan sebagai sensor karena tidak memiliki cross sensitivity terhadap indeks

    bias eksternal dan dapat dioperasikan pada suhu tinggi dalam kondisi asam maupun

    basa, tetapi membutuhkan isolator untuk mencegah pemantulan kembali.

    Sementara itu, metode Fabry-Perot kurang praktis untuk digunakan karena

    memerlukan perangkat tambahan dalam pendeteksian keluarannya. Oleh karena itu,

    diperlukan metode lain yaitu Mach-Zehnder Interferometer (MZI) dengan

    keunggulannya seperti ukuran yang kecil dan sederhana (Zhao et al., 2017),

    memiliki sensitivitas tinggi, linearitas yang baik (Wang et al., 2017), tahan terhadap

    gangguan elektromagnetik, dan biaya fabrikasi yang murah sehingga cocok

    diaplikasikan sebagai sensor indeks bias (Ma et al., 2012).

    MZI merupakan salah satu sensor fiber optik yang memanfaatkan modulasi

    fasa (Ghetia et al., 2013). Cahaya yang masuk pada sensor MZI akan dipisahkan

    menjadi dua bagian yaitu dalam jalur sensing dan jalur reference. Jalur sensing

    merupakan daerah penginderaan yang digunakan untuk variasi seperti indeks bias,

    suhu, dan lain-lain. Sedangkan jalur reference merupakan daerah yang dilapisi

    dengan lapisan pelindung yang terisolasi. Setelah cahaya melewati kedua jalur

    tersebut, cahaya akan menyatu kembali sebelum melewati detektor (Huda et al.,

    2015).

    Sensor MZI dapat digunakan untuk pengukuran perubahan intensitas cahaya

    (modulasi intensitas) atau panjang gelombang (modulasi panjang gelombang).

    Untuk modulasi panjang gelombang membutuhkan peralatan dengan biaya tinggi

    dan juga kurang praktis (Raji et al., 2016). Sedangkan, sensor dengan modulasi

    intensitas memiliki proses fabrikasi yang sederhana dan biaya yang rendah (Vallan

    et al., 2012). Meskipun demikian, sensor dengan modulasi intensitas memiliki

    kelemahan yaitu sangat dipengaruhi oleh fluktuasi intensitas. Untuk menghindari

  • 3

    pengaruh dari fluktuasi intensitas dapat dilakukan dengan mengamati rasio

    transmitansi pada dua panjang gelombang yang berbeda (Tapetado et al., 2014).

    Struktur MZI yang lebih sederhana dapat diperoleh dengan menggunakan

    Polymer Optical Fiber (POF). POF merupakan jenis fiber optik yang terbuat dari

    bahan plastik polimer dan memiliki diameter 1 mm. POF memiliki beberapa

    kelebihan yaitu dimensinya lebih besar, mudah dimodifikasi, tidak mahal, fleksibel,

    tahan terhadap interferensi medan magnet dan medan listrik (Marques et al., 2017;

    Suana & Muntini, 2012). POF memiliki nilai Thermal Optic Coefficient (TOC)

    negatif, jika POF diberi perlakuan berupa kenaikan suhu maka massa jenis POF

    akan turun dan menyebabkan penurunan nilai indeks bias sehingga mempengaruhi

    intensitas keluaran POF. Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini dilakukan

    karakterisasi terhadap MZI-POF dengan teknik modulasi intensitas dengan

    mengukur perubahan intensitas pada dua panjang gelombang yang berbeda.

    Karakteristik yang diteliti adalah sensitivitas, histeresis dan waktu respon terhadap

    indeks bias dan suhu.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan yang

    diangkat dalam penelitian ini adalah:

    1. Bagaimana karakteristik sensor MZI-POF yang meliputi sensitivitas, histeresis,

    dan waktu respon terhadap perubahan indeks bias?

    2. Bagaimana karakteristik sensor MZI-POF yang meliputi sensitivitas, histeresis

    dan waktu respon dari sensor indeks bias dengan kompensasi suhu?

    1.3 Batasan Masalah

    Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Fiber optik yang digunakan adalah Polymer Optical Fiber multimode PMMA.

    2. Perubahan suhu yang digunakan adalah 35 °C – 85 °C dengan kenaikan 10 °C.

    3. Larutan yang digunakan adalah larutan glukosa dengan konsentrasi 0% - 12%.

  • 4

    4. Panjang gelombang yang digunakan 430 nm dengan bandwidth 80 nm.

    5. Parameter sensor yang dikarakterisasi adalah sensitivitas, histeresis dan waktu

    respon.

    1.4 Tujuan Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:

    1. Memperoleh karakteristik sensor yang meliputi sensitivitas, histeresis dan

    waktu respon terhadap perubahan indeks bias.

    2. Memperoleh karakteristik sensor yang meliputi sensitivitas, histeresis dan

    waktu respon dari sensor indeks bias dengan kompensasi suhu.

    1.5 Manfaat Penelitian

    Manfaat penelitian ini adalah mendapatkan karakteristik sensor MZI-POF

    menggunakan fabrikasi yang mudah dengan sensitivitas tinggi, sehingga dapat

    digunakan untuk pengukuran indeks bias dengan kompensasi suhu secara real time,

    serta dapat digunakan sebagai acuan atau referensi untuk digunakan pada riset

    selanjutnya.

    1.6 Sistematika Penulisan

    Sistematika penulisan skripsi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian awal,

    bagian isi, dan bagian akhir. Sistematika tersebut dipilih dengan tujuan untuk

    memudahkan dalam pemahaman mengenai struktur dan isi skripsi.

    1. Bagian awal skripsi, terdiri dari halaman judul, halaman persetujuan

    pembimbing, halaman pernyataan, halaman pengesahan, halaman motto dan

    persembahan, prakata, abstrak, daftar isi, daftar tabel, dafar gambar, dan daftar

    lampiran.

    2. Bagian isi skripsi, terdiri dari lima bab yang tersusun dengan sistematika

    sebagai berikut:

  • 5

    BAB 1. Pendahuluan, berisi latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah,

    tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

    BAB 2. Tinjauan Pustaka, berisi teori-teori yang mendukung penelitian.

    BAB 3. Metode Penelitian, berisi alur penelitian, alat dan bahan yang

    digunakan dalam penelitian, dan metode analisis data.

    BAB 4. Hasil dan Pembahasan, berisi tentang hasil beserta pembahasan dari

    penelitian yang telah dilakukan.

    BAB 5. Penutup, berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang telah

    dilakukan dan saran penelitian yang selanjutnya.

    3. Bagian akhir skripsi, memuat daftar pustaka yang digunakan sebagai acuan

    dalam penulisan skripsi dan lampiran-lampiran.

  • 6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Fiber Optik

    Fiber optik adalah pandu gelombang cahaya berupa kabel transparan yang

    digunakan untuk mentransmisikan informasi dengan kapasitas yang besar melalui

    media cahaya (Castrellon-Uribe, 2012). Hal ini yang menjadi salah satu kelebihan

    fiber optik karena yang dihantarkan adalah cahaya bukan elektron, sehingga tidak

    berbahaya, tahan terhadap gangguan gelombang elektromagnetik dan relatif stabil

    terhadap kondisi medium yang dilaluinya.

    2.1.1 Struktur Fiber Optik

    Fiber optik terdiri dari tiga bagian, yaitu : core, cladding, dan coating atau

    buffer seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.

    Gambar 2.1. Struktur fiber optik (Castrellon-Uribe, 2012).

    Inti (core) adalah sebuah material batang silinder dari bahan dielektrik dan

    umumnya terbuat dari kaca atau plastik. Inti merupakan bagian terkecil dari fiber

    optik dan merupakan bagian yang paling mudah pecah. Cahaya merambat

    disepanjang inti fiber. Lapisan cladding umumnya terbuat dari kaca atau plastik

    dengan indeks bias lebih kecil dari core ( > ). Pada POF, untuk membuatperbedaan indeks bias antara core dan cladding, core dibuat dari Poly Methyl

    MethacrylAte (PMMA). Lapisan core dan cladding dibuat berbeda indeks bias agar

    bisa terjadi pemantulan internal sempurna. Pemantulan internal sempurna inilah

  • 7

    yang menyebabkan cahaya tetap berada dalam fiber optik. Cladding berfungsi

    untuk mengurangi rugi daya dari inti ke udara sekitar, mengurangi rugi daya

    hamburan dari permukaan inti dan melindungi fiber dari kontaminasi penyerapan

    permukaan serta menambah kekuatan mekanis. Coating berfungsi sebagai

    pelindung core dan cladding dari kerusakan fisik. Bahan lapisan coating yang

    digunakan untuk melindungi fiber optik adalah jenis plastik. Coating bersifat

    elastis, mencegah abrasi dan mencegah loss hamburan akibat microbending.

    2.1.2 Jenis Fiber Optik

    Berdasarkan mode-nya, fiber optik dibedakan menjadi dua jenis yaitu fiber

    optik singlemode dan multimode (Fidanboylu and Efendioğlu, 2009).

    1. Fiber Optik Singlemode

    Fiber optik singlemode merupakan tipe fiber optik yang hanya dapat

    mentransmisikan gelombang cahaya dalam satu mode. Fiber optik singlemode

    memiliki Numerical Aperture (NA) yang kecil, tidak memiliki disperse intermodal

    yang dapat terjadi sepanjang fiber optik sehingga dapat digunakan pada jarak yang

    jauh dan kecepatan rambat cahaya di dalamnya yang besar sehingga informasi yang

    dibawa akan sampai lebih cepat, namun karena ukuran jari-jari inti yang kecil

    mengakibatkan tingkat kesulitan penyambungan yang lebih tinggi.

    2. Fiber Optik Multimode

    Fiber optik multimode adalah fiber optik yang dapat mentransmisikan lebih

    dari satu mode cahaya dalam satu waktu. Fiber optik multimode memiliki jari-jari

    inti yang jauh lebih besar daripada fiber optik singlemode. Kelebihan fiber optik

    multimode adalah instalasi yang lebih mudah karena besar ukuran inti sehinga

    cahaya dapat dengan mudah terkopel, kemudian dapat menggunakan laser maupun

    LED sebagai sumber cahaya dan karena fiber optik ini memandu beberapa moda

    sekaligus maka pada fiber optik ini terjadi dispersi intermodal sehingga

    mengakibatkan terbatasnya bandwith dan berpengaruh pada kecepatan transmisi

    data yang lebih lambat.

    Core dan cladding merupakan komponen yang mempengaruhi nilai indeks

    bias suatu serat optik (Maddu et al., 2007). Berdasarkan profil indeks bias, fiber

  • 8

    optik diklasifikasikan menjadi Step-index fiber dan Graded-index fiber seperti

    ditunjukkan pada Gambar 2.2.

    1. Step-index Fiber

    Step-index fiber mempunyai nilai indeks bias yang “bertahap” mulai dari

    indeks bias rendah ke indeks bias tinggi dan kemudian ke indeks bias rendah yaitu

    dari cladding ke inti dan kemudian ke cladding, atau dapat dikatakan bahwa fiber

    optik ini memiliki indeks bias yang “seragam” sepanjang sumbunya, seperti yang

    ditunjukkan dalam Gambar 2.2.

    2. Graded-index Fiber

    Graded-index fiber mempunyai indeks bias yang bervariasi secara parabolik

    dalam inti. Penjalaran sinarnya tidak lurus tapi melengkung karena refraksi yang

    terjadi pada setiap lapisan dalam inti yang indeks biasnya bervariasi parabolik

    seperti pada Gambar 2.2.

    Gambar 2.2. Jenis fiber optik berdasarkan indeks bias (Island & Daly, 2018).

    2.1.3 Perambatan Gelombang dalam Fiber Optik

    Prinsip kerja fiber optik adalah pembiasan cahaya yang dijelaskan dalam

    Hukum Snellius,sin = sin (2.1)dimana adalah indeks bias inti, sudut datang, indeks bias cladding, dan

    sudut bias seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3

    Jenis Fiber

    MekanismePropagasi

    Geometri

    ProfilIndeks Bias

    MultimodeStep-Index

    MultimodeGraded-Index

    SinglemodeStep-Index

    n (Inti)

    n (Selubung)

  • 9

    Gambar 2.3. Perambatan cahaya dalam fiber optik (Ghatak, 2010).

    Cahaya yang datang dari medium rapat ( ) ke medium yang kurang rapat ( )

    akan dibiaskan menjauhi garis normal. Pada bidang batas antarmuka inti-selubung,

    jika sudut datang i diperbesar secara gradual maka pada sudut θ1 tertentu, sudut bias

    akan bernilai 90˚ dan cahaya akan dirambatkan pada bidang batas. Pada saat θ1mencapai kondisi ini dinamakan sudut kritis ( ).= 90˚ (2.2)sin = (2.3)= (2.4)Ketika cahaya merambat dengan sudut datang kurang dari sudut kritis maka cahaya

    akan dibiaskan keluar dari inti, akan tetapi jika cahaya merambat menuju bidang

    batas antarmuka inti-selubung dengan sudut datang yang lebih besar dari sudut

    kritis, maka cahaya tersebut akan dipantulkan kembali (oleh bidang batas inti-

    selubung) ke dalam inti. Efek semacam ini disebut sebagai pemantulan internal

    sempurna (total internal reflection/ TIR). Kondisi inilah yang dipertahankan dalam

    transmisi cahaya dalam serat optik.

    2.1.4 Numerical Aperture

    Numerical Aperture (NA) adalah parameter yang mempresentasikan sudut

    penerimaan maksimum dimana berkas cahaya masih dapat diterima dan terpandu

    pada inti fiber optik. NA dapat ditentukan dari perbedaan nilai antara inti dan

    selubung. Pada Gambar 2.3 cahaya yang masuk dari medium luar (udara) menuju

    inti dengan sudut datang i mengalami pembiasan sedemikian rupa sehingga

    menjadikan sudut datang pada bidang batas kedua lebih besar dari sudut kritis. Hal

    tersebut menyebabkan cahaya terperangkap di dalam inti serat. Cahaya yang

  • 10

    dibiaskan membentuk sudut terhadap sumbu z. Dengan asumsi indeks bias

    medium luar adalah n0, maka pada bidang batas pertama berlaku:= (2.5)Cahaya yang mengalami pemantulan internal total pada bidang batas kedua

    berlaku kondisi,sin = cos > (2.6)sin < 1 − (2.7)sin < 1 − = ( ) (2.8)

    dengan asumsi indeks bias udara n0 = 1, maka nilai maksimum sin i adalah

    sin = −1 (2.9)Nilai sin im disebut sebagai tingkat numeris atau numerical aperture (NA).

    Cahaya tidak dapat melewati fiber optik jika sudut datang lebih besar dari .

    Dalam praktiknya pada persamaan (2. 9) berlaku kurang dari + 1,sehingga NA dari serat didefinisikan oleh persamaan (2. 10) (Ghatak, 2010) :

    = − (2.10)2.1.5 Polymer Optical Fiber (POF)

    POF merupakan salah satu jenis fiber optik yang terbuat dari bahan polimer

    yang mempunyai indeks bias 1,49. POF banyak diterapkan dalam komunikasi

    jaringan jarak pendek terutama untuk otomotif, komunikasi private kantor dan

    rumah, dan untuk sistem sensor (Prajzler et al., 2013).

    POF terdiri dari berbagai jenis yang dikategorikan berdasarkan material

    penyusunnya. Material penyusun yang sering digunakan antara lain poly(methyl

    methacrylate) (PMMA), polycarbonates (PC), polystyrene (PS), dan cyclic olefin

    copolymer (COC) (Luo et al., 2017; Zhang, 2013). Karakteristik dari jenis bahan

  • 11

    plastik pada POF ditunjukkan pada Tabel 2.1. dimana n adalah indeks bias inti, a

    adalah koefisien termal ekspansi dan dn/dT adalah koefisien termo-optik.

    Pada penelitian ini digunakan material PMMA dengan struktur kimia yang

    meliputi sifat glass transition temperature ( = 104 ℃), titik lebur ( =160 ℃), koefisien muai-termal ( = 0,68 × 10 ° ), koefisien thermo-optic( = −1,2 × 10 ° ), koefisien stress-optik ( = (−4,5~ − 1,5) ×10 ° ), dan moisture absorption mendekati 2,0 % (Luo et al., 2017).2.2 Sensor Fiber Optik

    Sensor fiber optik merupakan aplikasi lain dari teknologi fiber optik yang

    awalnya diterapkan dalam sistem komunikasi optik untuk mengirimkan cahaya

    yang membawa sinyal optik (Yulianti et al., 2017). Sensor fiber optik memiliki

    banyak keunggulan dibandingkan dengan sensor elektrik konvensional, seperti

    tahan terhadap gangguan gelombang elektromagnetik, ketahanan terhadap erosi,

    kepekaan tinggi dan kemampuan penginderaan jarak jauh (Li et al., 2012).

    Sensor fiber optik telah banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang seperti

    dalam bidang kesehatan untuk memantau kondisi pernapasan (Suana et al., 2012)

    dan pengukuran kandungan glukosa dalam tubuh (Larin et al., 2003), dalam bidang

    fisika untuk pengukuran kekentalan (Anggita & Harmadi, 2015), dan dalam bidang

    kimia untuk pengukuran pH (Islam et al., 2014). Selain itu sensor fiber optik dapat

    digunakan untuk mengukur indeks bias dan regangan (Jasim et al., 2014), suhu

    (Geng et al., 2014), tekanan (Xu et al., 2014) dan medan magnet(Chen et al., 2018).

    2.2.1 Klasifikasi Sensor Optik Fiber Optik

    Sensor fiber optik diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu berdasarkan

    lokasi pendeteksian dan prinsip kerja, dan aplikasi (Ghetia et al., 2013).

    Berdasarkan prinsip kerjanya, sensor fiber optik diklasifikasikan sebagai

    sensor berbasis modulasi intensitas, sensor berbasis modulasi panjang gelombang,

    dan sensor berbasis modulasi fase.

  • 12

    1. Sensor fiber optik berbasis modulasi intensitas

    Sensor fiber optik berbasis intensitas mendeteteksi variasi intensitas cahaya

    yang sebanding dengan lingkungan yang mengganggu. Konsep yang terkair dengan

    modulasi intensitas meliputi transmisi, refleksi, dan mikrobending. Untuk itu, target

    reflektif atau transmisif dapat dimasukkan dalam fiber. Mekanisme lain yang bisa

    digunakan secara independen dengan tiga konsep utama di antaranya absorbsi,

    hamburan, fluoresensi, dan polarisasi. (Castrellon-Uribe, 2012).

    2. Sensor fiber optik berbasis modulasi panjang gelombang

    Sensor fiber optik berbasis modulasi panjang gelombang ini memanfaatkan

    perubahan panjang gelombang dalam proses pendeteksian. Jenis sensor yang

    diterapkan misalnya bragg grating sensors (Yulianti et al., 2013).

    3. Sensor fiber optik berbasis modulasi fase

    Sensor jenis ini membandingkan fase cahaya dalam bagian sensing dan

    reference dalam perangkat yang dikenal dengan interferometer. Pada umumnya

    sensor ini menggunakan sumber cahaya laser yang koheren dan dua fiber single-

    mode. Cahaya yang masuk akan terbelah ke bagian sensing dan reference. Jika

    cahaya dalam bagian sensing terkena lingkungan yang mengganggu, maka akan

    terjadi pergeseran fase. Kemudian pergeseran fase akan terdeteksi oleh

    interferometer. Ada empat konfigurasi interferometrik yang digunakan dalam

    sensor fiber optik, yaitu Michelson, Fabry Perot, Sagnac, dan Mach-Zehnder

    (Castrellon-Uribe, 2012).

    Berdasarkan aplikasinya, sensor fiber optik terbagi menjadi sensor kimia,

    sensor fisika, dan sensor bio-medik.

    a. Sensor fisika

    Sensor fisika digunakan untuk pengukuran sifat-sifat fisika, seperti suhu

    (Wang et al., 2017), tekanan (Xu et al., 2014), indeks bias dan regangan (Jasim et

    al., 2014), medan magnet (Chen et al., 2018), dan kekentalan (Anggita & Harmadi,

    2015).

  • 13

    b. Sensor kimia

    Sensor ini digunakan untuk pengukuran pH (Yulianti et al., 2012), deteksi

    gas (Mishra et al., 2015), dan pengukuran konsentrasi (Hu et al., 2016).

    c. Sensor bio-medik

    Sensor ini digunakan dalam aplikasi bio-medik, seperti pengukuran

    kandungan glukosa dalam tubuh (Sari et al., 2012), sebagai sensor napas (Suana et

    al., 2012), dan sensor imun terhadap bakteri Escherichia coli (Rodrigues et al.,

    2017).

    2.3 Mach-Zehnder Interferometer (MZI)

    Mach-Zehnder Interferometer merupakan sensor modulasi fasa yang

    menggunakan two-beam interferometer. Pada sensor ini, sumber cahaya yang

    masuk dipisahkan menjadi dua bagian, sebagian masuk ke jalur reference dan yang

    lainnya masuk ke jalur sensing (Herdiyanto, 2007). Jalur reference merupakan jalur

    yang dilapisi dengan pelindung yang terisolasi. Sedangkan jalur sensing merupakan

    daerah penginderaan yang digunakan untuk variasi eksternal seperti indeks bias,

    dan lain-lain. Pada jalur ini cahaya yang melaluinya akan mengalami proses

    modulasi fasa. Setelah cahaya melewati kedua jalur tersebut, cahaya akan menyatu

    kembali (Huda et al., 2015).

    Salah satu bentuk pengembangan teknologi untuk memperoleh konfigurasi

    MZI adalah dengan struktur taper yang memanfaatkan teknik heat-and-pull untuk

    mengurangi diameter POF. Konfigurasi MZI diperoleh dengan membentuk dua

    taper pada POF. Pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Jasim et al

    (2014) konfigurasi MZI menggunakan POF graded index (GI-POF) masih

    memiliki kekurangan yaitu membutuhkan ketelitian dalam fabrikasi serta mudah

    patah Oleh karena itu, pada penelitian ini konfigurasi MZI dengan struktur taper

    diperoleh menggunakan POF step index (SI-POF) yang mudah untuk dibentuk

    karena memiliki diameter inti yang lebih besar dibandingkan dengan GI-POF.

    Selain itu dengan menggunakan SI-POF untuk mendeteksi sinyal output menjadi

    lebih murah karena hanya membutuhkan LED dan spektrometer.

  • 14

    Diagram sensor optik MZI menggunakan SI-POF multimode ditunjukkan

    pada Gambar 2.4 sebagai berikut:

    Gambar 2.4. Skematik MZI POF

    Dua buah taper dipisahkan sejauh L. Bagian POF dipanaskan dan

    direntangkan sehingga bagian core dan cladding akan tertarik dan membentuk

    lekukan ke dalam. Sumber cahaya sebagai input sensor merambat pada mode inti,

    ketika melewati taper pertama, cahaya yang merambat memiliki sudut datang

    kurang dari sudut kritis, sehingga cahaya ada yang tidak dipantulkan kembali di

    dalam inti melainkan dibiaskan keluar dari inti (ke selubung) dan sisanya merambat

    pada inti. Ketika cahaya merambat di dalam cladding menuju bidang batas

    antarmuka inti-selubung dengan sudut datang yang lebih besar dari sudut kritis,

    maka cahaya tersebut akan dipantulkan kembali (oleh bidang batas inti-selubung)

    ke dalam inti. Bagian cahaya yang bergerak di dalam selubung digabungkan

    kembali dengan cahaya di inti pada taper kedua. MZI terbentuk karena perbedaan

    fasa antara cahaya di inti dan mode selubung. Perbedaan fasa menyebabkan

    terbentuknya spektrum interferensi. Cahaya interferensi mengalami transmisi

    sebagai mode output melewati inti. Spektrum interferensi diamati menggunakan

    detektor (Wang et al., 2016).= + + 2 cos ∆ (2.11)karena I ≈ E2, maka intensitas interferensi antara mode inti dan mode selubung

    dinyatakan sebagai:= + + 2 cosΔ∅ (2.12)

  • 15

    dimana , adalah intensitas cahaya pada mode inti dan mode selubung, ∅adalah perbedaan fasa antara dua mode.

    Besarnya fasa untuk bidang gelombang = cos( − ) dimana =untuk lintasan L adalah = = = =

    = (2.13)L adalah panjang lengan interferensi, sedangkan adalah panjang gelombang saat

    melewati medium yang dipengaruhi oleh indeks bias medium dan adalah panjang

    gelombang di ruang hampa. Perbedaan fasa pada saat melewati inti dan selubung

    diperoleh: ∆ = −= 2 −= (2.14)

    dimana adalah indeks bias efektif mode inti dan adalah indeks bias

    efektif mode selubung. Δ adalah perbedaan indeks bias efektif antara mode intidan selubung. Ketika perbedaan fasa memenuhi kondisi ∆ = (2 + 1) , m=0,1,2,... intensitas cahaya interferensi mencapai nilai minimum (Wang et al., 2016).

    2.4 Suhu

    Terdapat dua parameter yang mencirikan pengaruh suhu pada fiber optik

    yaitu Coefficient of Thermal Expansion (CTE) dan Thermo-Optic Coefficient

    (TOC) (Ariani & Prajitno, 2016). CTE mencirikan ekspansi fisik atau kontraksi

    volume suatu material, sedangkan TOC mencirikan perubahan indeks bias sebagai

    respon dari perubahan suhu. Dengan menggunakan CTE dan TOC, maka perubahan

  • 16

    panjang fiber optik (∆ ), perubahan jari-jari inti (∆ ), dan perubahan indeks bias(∆ ) akibat dari perubahan suhu (∆ ), masing-masing dapat dinyatakan sebagai∆ = ∆ (2.15)∆ = ∆ (2.16)∆ = ∆ (2.17)dimana adalah koefisien muai termal dan adalah koefisien termo-optik. Adanya

    variasi suhu membawa tegangan termal yang datang dari perbedaan koefisien muai

    termal antara fiber dan struktur luar termasuk jaket.

    TOC yang dimiliki oleh suatu bahan menunjukkan bagaimana bahan tersebut

    sensitif terhadap panas. Ketika suhu lingkungan berubah, indeks bias serat optik

    juga ikut berubah. POF jenis PMMA memiliki TOC bernilai negatif, yaitu -1,2 ×

    10-4/ ˚C (Luo et al., 2017), sehingga pada saat suhu lingkungan mengalami

    kenaikan, indeks bias efektif selubung dan inti akan turun (Li et al., 2012).

  • 17

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    Penelitian ini telah dilakukan dengan beberapa tahapan yang diilustrasikan

    dalam diagram alur seperti pada Gambar 3.1 berikut:

    Gambar 3.1. Diagram alur penelitian

    Karakterisasi sensor :

    1. Indeks bias2. Suhu

    Analisis data

    Selesai

    Persiapan alat dan bahan

    Fabrikasi sensor:

    Sensor fiber optik Mach-Zehnder Interferometer

    Mulai

  • 18

    3.1 Tempat dan Waktu

    Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika D-9 Lantai 3, Jurusan Fisika,

    Universitas Negeri Semarang, pada bulan Januari-Mei 2019.

    3.2 Alat dan Bahan

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

    1. Digital ABBE Refractometer, digunakan untuk mengukur indeks bias larutan

    glukosa. Alat tersebut berada di Laboratorium Kimia Organik Universitas

    Gadjah Mada. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2.

    Gambar 3.2. Digital ABBE Refractometer

    2. Fiber optic stripper three hole (H-119CC), digunakan untuk mengupas jaket

    fiber optik. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.3.

    Gambar 3.3. Fiber optic stripper three hole (H-119CC)

  • 19

    3. Spektrometer Ocean Optic USB4000, digunakan sebagai detektor intensitas

    cahaya yang keluar dari POF pada saat karakterisasi seperti ditunjukkan pada

    Gambar 3.4.

    Gambar 3.4. Spektrometer Ocean Optic USB4000

    4. Mikroskop Charge Coupled Device (CCD), digunakan untuk melihat

    diameter MZI-POF, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.5.

    Gambar 3.5. Mikroskop Charge Coupled Device (CCD)

    5. Temperature Chamber, digunakan untuk memberikan pengaruh suhu pada

    MZI-POF seperti ditunjukkan pada Gambar 3.6.

    Gambar 3.6. Temperature Chamber

  • 20

    6. Konektor SMA 905, untuk menghubungkan POF ke Spektrometer Ocean

    Optic USB4000

    7. Solder, untuk memanaskan fiber optik agar terbentuk struktur MZI,

    8. Cutter, digunakan untuk melepaskan jaket fiber optik,

    9. Gunting, digunakan untuk memotong fiber optik,

    10. Penggaris, digunakan untuk mengukur panjang fiber optik yang akan dikupas

    bagian jaketnya,

    11. LED biru, digunakan sebagai sumber cahaya pada karakterisasi sensor MZI-

    POF,

    12. Timbangan digital dengan kapasitas 300 g dan ketelitian 0,01 g, digunakan

    untuk menimbang glukosa,

    13. Gelas ukur 100 ml, untuk mengukur volume larutan,

    14. Gelas beker, digunakan sebagai wadah saat membuat larutan glukosa,

    15. Magnetic stirer, digunakan untuk melarutkan glukosa dengan aquades,

    16. Gelas plastik, sebagai tempat larutan sampel yang akan diujikan,

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

    1. Polymer Optical Fiber (POF) multimode PMMA, digunakan untuk bahan

    sensor MZI-POF, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.7.

    Gambar 3.7. Polymer Optical Fiber (POF)

  • 21

    2. Glukosa, digunakan sebagai bahan untuk karakterisasi sensor, seperti

    ditunjukkan pada Gambar 3.8.

    Gambar 3.8. Glukosa

    3. Aquades, digunakan untuk pengenceran larutan.

    3.3 Tahap fabrikasi

    Tahap fabrikasi dilakukan melalui dua tahapan yaitu fabrikasi sensor MZI

    dan pembuatan larutan uji.

    3.3.1 Tahap Fabrikasi sensor MZI

    Fabrikasi sensor MZI dilakukan melalui beberapa tahapan berikut:

    1. Memotong kabel fiber optik dengan sepanjang 70 cm.

    2. Melepaskan bagian jacket sepanjang 5 cm menggunakan fiber optic stripper

    three hole dan Cutter pada bagian tengah kabel fiber optik pastik (POF).

    3. Memanaskan fiber optik dengan menggunakan solder pada suhu 100°C pada

    dua titik yang dipisahkan sejauh 1 cm agar terbentuk struktur MZI, seperti

    ditunjukkan pada Gambar 3.9.

    Gambar 3.9. MZI-POF

  • 22

    4. Mengukur diameter MZI-POF menggunakan mikroskop CCD.

    5. Melakukan karakterisasi MZI-POF menggunakan LED biru dengan panjang

    gelombang 430 nm sebagai sumber cahaya dan spektrometer untuk melihat

    spektrum keluaran pada MZI-POF.

    3.3.2 Pembuatan Larutan Uji

    Pembuatan larutan uji dilakukan dengan melarutkan serbuk glukosa dengan

    aquades dengan perbandingan seperti pada Tabel 3.1 berdasarkan persamaan

    berikut : (%) = ( ) × 100% (3.1)Tabel 3.1. Perbandingan konsentrasi serbuk glukosa dan aquades

    Konsentrasi larutan Massa glukosa (g) Aquades (ml)

    0% 0 250

    2% 5 245

    4% 10 240

    6% 15 235

    8% 20 230

    10% 25 225

    12% 30 220

  • 23

    3.4 Karakterisasi sensor

    Karakterisasi sensor dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

    1. Meletakkan MZI-POF yang dicelupkan dalam beberapa larutan glukosa

    dengan konsentrasi yang bervariasi yaitu 0% hingga 12% dengan kenaikan

    2% pada suhu ruang, seperti pada Gambar 3.10.

    2. Menghubungkan salah satu ujung MZI-POF dengan sumber cahaya LED biru

    dengan panjang gelombang 430 nm dan bandwidth 80 nm. Spesifikasi

    selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

    3. Menghubungkan ujung MZI-POF yang lain dengan spektrometer Ocean

    Optic USB4000.

    4. Untuk variasi konsentrasi larutan glukosa, dilakukan dengan mengganti

    larutan secara berurutan dari konsentrasi 0% – 12% dan dijaga selama 5 menit

    untuk setiap konsentrasi larutan.

    Gambar 3.10. Set-up alat karakterisasi sensor MZI

    3.5 Karakterisasi sensor terhadap perubahan suhu

    Karakterisasi sensor dilakukan dengan menggunakan sebuah Temperature

    chamber yang berfungsi untuk memanaskan MZI-POF, dengan langkah sebagai

    berikut:

    1. Meletakkan MZI-POF yang dicelupkan dalam larutan glukosa dengan

    konsentrasi 8% ke dalam temperature chamber, seperti pada Gambar 3.11.

    2. Menghubungkan salah satu ujung MZI-POF dengan sumber cahaya LED biru

    dengan panjang gelombang 430 nm.

  • 24

    3. Menghubungkan ujung MZI-POF yang lain dengan spektrometer Ocean

    Optic USB4000.

    4. Untuk variasi suhu, dilakukan dengan mengatur suhu pada temperature

    chamber yang dinaikkan secara berkala dari 35 °C – 85 °C dengan

    peningkatan 10°C dan dijaga selama 5 menit untuk setiap kenaikan suhu.

    Gambar 3.11. Set-up alat karakterisasi sensor MZI terhadap perubahan suhu

    3.6 Analisis data

    1. Sensitivitas

    Sensitivitas sensor MZI-POF diperoleh dengan memasukkan data keluaran

    dari spektrometer yang berupa perubahan intensitas cahaya terhadap indeks bias

    dan suhu. Selanjutnya diperoleh gradien grafik yang merupakan nilai sensitivitas.

    2. Histeresis

    Histeresis sensor MZI diperoleh dari plot grafik perubahan intensitas cahaya

    terhadap indeks bias dan suhu naik dan turun.

    3. Waktu respon

    Waktu respon diperoleh dengan membuat plot perubahan intensitas cahaya

    terhadap waktu untuk setiap kenaikan indeks bias dan kenaikan suhu.

  • 25

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Sensor MZI-POF telah dikembangkan dengan mengacu pada struktur MZI

    yang dibentuk menggunakan dua taper pada POF. Penelitian ini dilakukan dengan

    tahapan fabrikasi MZI-POF dan karakterisasi MZI-POF. Spesifikasi POF yang

    digunakan pada penelitian ditunjukkan pada Tabel 4.1.

    Tabel 4.1. Spesifikasi parameter fisis POF

    Parameter Nilai

    POF

    Material inti Polymethyl Methacrylate (PMMA)

    Indeks bias inti 1,49

    Indeks bias selubung 1,41

    Jenis indeks Step indeks

    Diameter inti 980 µm

    Diameter selubung 1000 µm

    Panjang fiber optik 70 cm

    4.1 Fabrikasi MZI

    Fabrikasi sensor POF dilakukan dengan memanfaatkan teknik heat-and-pull

    untuk mengurangi diameter POF agar terbentuk struktur taper pada bagian

    pengindera. Pengaruh struktur taper dikaji untuk mendapatkan sensor POF yang

    optimal dengan sensitivitas tinggi dan waktu respon yang cukup singkat.

    Fabrikasi MZI dilakukan dengan memotong POF sepanjang 70 cm

    menggunakan fiber optic stripper three hole. Pada bagian tengah POF sepanjang 5

    cm dilakukan pengupasan jaket pelindung menggunakan cutter, sehingga tersisa

  • 26

    bagian inti dan selubung saja. Bagian POF yang telah dikupas merupakan bagian

    penginderaan yang selanjutnya disebut sebagai sensor head. Selanjutnya, sensor

    head yang telah dikupas bagian jaket pelindungnya direntangkan dan dipanaskan

    menggunakan solder dengan suhu 100°C pada dua titik sehingga bagian inti dan

    selubung tertarik dan membentuk taper. Dua taper dipisahkan sejauh 1 cm.

    Gambar 4.1. Struktur MZI-POF dengan dua taper

    Diameter pada dua taper MZI-POF diukur melalui citra POF yang diambil

    menggunakan mikroskop CCD dengan perbesaran 50 kali. Citra CCD dapat dilihat

    pada Gambar 4.2.

    (a) (b)

    Gambar 4.2. Hasil pengamatan diameter MZI-POF pada taper (a) pertama (b)kedua

    Gambar 4.2 (a) memperlihatkan pada taper pertama memiliki diameter

    616,857 μm. Gambar 4.2 (b) yang memiliki diameter 573,573 μm merupakan citra

    taper kedua.

  • 27

    Sebelum melakukan karakterisasi, larutan glukosa yang akan digunakan

    untuk karakterisasi sensor MZI-POF terlebih dahulu diuji nilai indeks biasnya

    menggunakan digital ABBE refractometer. Hasil yang diperoleh dari uji nilai

    indeks bias yaitu sebesar 1,3397 hingga 1,3547. Hasil uji indeks bias larutan

    glukosa selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

    Setelah fabrikasi, MZI selanjutnya dikarakterisasi. LED biru dengan

    panjang gelombang 430 nm dan bandwidth 80 nm digunakan sebagai sumber

    cahaya yang ditransmisikan ke dalam POF. Karakterisasi dilakukan pada suhu

    ruang, dimana indeks bias ruang sama dengan indeks bias udara yaitu 1,0003. Hasil

    karakterisasi MZI ditunjukkan pada Gambar 4.3. Kemudian dilakukan normalisasi

    dengan membandingkan intensitas keluaran terhadap intensitas input. Normalisasi

    didapatkan dengan membandingkan intensitas output dengan intensitas input

    menggunakan persamaan sebagai berikut :

    ( ) = 10 log ( )( ) (4.1)

    (a)

  • 28

    (b)

    Gambar 4.3. (a) Hasil karakterisasi POF polos dan MZI pada suhu ruangdan (b) spektrum keluaran MZI pada suhu ruang (setelah normalisasi)

    4.2 Karakterisasi MZI terhadap Perubahan Indeks Bias

    Karakterisasi sensor dilakukan untuk mengetahui respon MZI-POF terhadap

    perubahan indeks bias. LED biru digunakan sebagai sumber cahaya yang

    ditransmisikan ke dalam POF, kemudian untuk mendeteksi spektrum keluaran

    sensor digunakan spektrometer Ocean Optics USB4000. Untuk memperoleh

    pengaruh perubahan indeks bias, sensor MZI-POF diletakkan di dalam tempat

    larutan uji. Larutan glukosa dengan indeks bias 1,3330 dituangkan pada gelas

    hingga bagian sensor terendam di dalam larutan. Pengambilan data di lakukan

    setiap 15 detik hingga keadaannya stabil. Waktu yang dibutuhkan sensor untuk

    mencapai nilai stabil dicatat sebagai waktu respon sensor. Dengan cara yang sama

    dilakukan pengukuran untuk larutan glukosa dengan indeks bias 1,3397 – 1,3547.

    Karakterisasi sensor dilakukan pada indeks bias naik yaitu 1,3330 – 1,3547 dan

    pada indeks bias turun yaitu 1,3547 – 1,3330 untuk mendapatkan nilai reversibility

  • 29

    sensor. Spektrum keluaran sensor MZI-POF pada indeks bias 1,3330 – 1,3547

    ditunjukkan pada Gambar 4.4.

    Gambar 4.4. Spektrum keluaran sensor MZI-POF

    Berdasarkan grafik pada Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa ada tiga lembah

    dan dua puncak yang terletak pada panjang gelombang 423,57 nm (λ ), 435,23 nm(λ ), 462,85 nm (λ ), 478,14 nm (λ ) dan 517,63 nm (λ ). Sensitivitas sensorterhadap perubahan indeks bias dapat diperoleh dengan membuat rasio transmitansi

    pada dua panjang gelombang yang berbeda (Tapetado et al., 2014).

    4.2.1 Sensitivitas Sensor MZI-POF terhadap Perubahan Indeks Bias

    Sensitivitas sensor diperoleh dengan membuat plot perubahan intensitas

    cahaya terhadap indeks bias. Sensitivitas sensor terhadap perubahan indeks bias

    dapat diperoleh dengan membuat rasio transmitansi rata-rata pada dua panjang

    gelombang yang berbeda. Sebelumnya telah dibuat beberapa grafik hubungan rasio

    transmitansi rata-rata terhadap perubahan indeks bias yang dapat dilihat pada

    Lampiran 3, namun rasio transmitansi untuk / dan / memiliki linearitasdan sensitivitas paling tinggi. Hubungan rasio transmitansi terhadap indeks bias

    untuk / dan / ditunjukkan pada Gambar 4.5.

  • 30

    (a)

    (b)

    Gambar 4.5. Grafik hubungan rasio transmitansi terhadap perubahanindeks bias (a) pada / (b) pada /

    Berdasarkan gambar 4.5 dapat dilihat bahwa sensor MZI-POF memiliki

    respon linear untuk perubahan indeks bias terhadap intensitas cahaya. Rasio

    transmitansi / memiliki nilai sensitivitas sebesar 4,2986 /RIU dengan koefisien

  • 31

    korelasi 97,16%. Sedangkan untuk rasio transmitansi / memiliki nilaisensitivitas sebesar 2,8793 /RIU dengan koefisien korelasi 97,64%. Gambar 4.5

    menunjukkan bahwa semakin besar pengaruh indeks bias maka rasio transmitansi

    yang dihasilkan semakin meningkat. Sensitivitas rasio transmitansi pada dua

    panjang gelombang yang berbeda meningkat karena intensitas cahaya pada

    mengalami penurunan intensitas cahaya lebih besar dibandingkan dengan

    penurunan intensitas cahaya pada dan .

    Jika dibandingkan dengan sensor fiber optik dengan struktur lain yaitu

    Michelson Interferometer (MI) dengan modifikasi core-offset pada rentang indeks

    bias 1,30-1,43 yang mempunyai sensitivitas -202,46 dB/RIU (Wang et al., 2015),

    sensor MZI-POF yang ditinjau pada λ atau pada panjang gelombang 517,63 nm(Gambar 4.6) mempunyai nilai sensitivitas sebesar -5,9764 dB/RIU, hal ini

    menunjukkan bahwa nilai sensitivitas sensor MZI-POF lebih rendah daripada

    struktur sensor tersebut. Meskipun mempunyai nilai sensitivitas yang tidak terlalu

    tinggi, sensor MZI-POF mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya proses

    fabrikasi yang dilakukan sederhana, mudah, dan tidak membutuhkan biaya yang

    tinggi.

    Gambar 4.6. Grafik hubungan transmitansi terhadap perubahan indeks biaspada

  • 32

    Pada penurunan indeks bias dari 1,3547 – 1,3330, grafik respon yang

    diperoleh tidak sama dengan grafik respon pada kenaikan indeks bias. Untuk

    mengevaluasi sensor, dapat dilakukan dengan menghitung nilai histeresis

    menggunakan persamaan berikut (Garcia et al., 2018) := (4.2)dimana adalah intensitas pada pengukuran meningkat dan adalah intensitas

    pada pengukuran menurun. Sedangkan adalah intensitas tertinggi dalam kurva

    dan adalah intensitas terendah dalam kurva. Histeresis yang terjadi

    ditunjukkan pada Gambar 4.7. Pada rasio transmitansi / terjadi histeresistertinggi pada indeks bias 1,3330 yaitu sebesar 0,4137. Sedangkan pada rasio

    transmitansi / terjadi histeresis tertinggi pada indeks bias 1,3454 yaitu sebesar0,2501.

    (a)

  • 33

    (b)

    Gambar 4.7. Reversibility respon indeks bias MZI-POF

    (a) pada / (b) pada /4.2.2 Waktu Respon Sensor MZI-POF terhadap Perubahan Indeks Bias

    Waktu respon sensor adalah waktu yang diperlukan suatu sensor untuk

    mencapai keadaan stabil. Grafik hubungan pengaruh indeks bias terhadap waktu

    respon ditunjukkan pada Gambar 4.8.

    Gambar 4.8. Waktu respon sensor MZI-POF terhadap perubahan indeks bias

    Waktu respon yang diperlukan untuk mencapai keadaan stabil yang pertama

    yaitu indeks bias 1,3330 membutuhkan waktu yang cukup singkat yaitu 15 detik.

  • 34

    Untuk mencapai keadaan stabil berikutnya sensor ini menunjukkan kecepatan

    respon yang hampir sama besarnya. Sedangkan waktu respon sensor untuk indeks

    bias 1,3427 membutuhkan waktu selama 45 detik. Sementara itu, untuk perubahan

    ke arah konsentrasi yang lebih tinggi, waktu respon sensor semakin lama. Hal ini

    ditunjukkan pada daerah yang berfluktuasi pada kurva intensitas pada indeks bias

    1,3454 hingga 1,3547.

    4.3 Karakterisasi MZI terhadap Perubahan Suhu

    Untuk memperoleh pengaruh suhu, sensor MZI-POF yang terendam larutan

    glukosa diletakkan di dalam temperature chamber. Karakterisasi sensor dilakukan

    pada suhu naik yaitu 35 °C - 85 °C dan pada suhu turun yaitu 85 °C - 35 °C untuk

    mendapatkan nilai reversibility sensor. Rentang kenaikan dan penurunan suhu yang

    digunakan sebesar 10 °C. Pengambilan data dilakukan setiap 30 detik, kemudian

    mengamati perubahan intensitas cahaya pada bagian puncak dan lembah untuk

    setiap perubahan suhu.

    4.3.1 Sensitivitas Sensor MZI-POF terhadap Perubahan Suhu

    Respon sensor MZI-POF tehadap variasi suhu ditunjukkan oleh Gambar 4.9

    berupa perubahan nilai rasio transmitansi pada dua panjang gelombang yang

    berbeda.

    (a)

  • 35

    (b)

    Gambar 4.9. Grafik hubungan rasio transmitansi terhadap perubahan suhu

    (a) pada / (b) pada /Berdasarkan Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa sensor MZI-POF memiliki

    respon linear untuk perubahan suhu terhadap intensitas cahaya. Nilai sensitivitas

    sensor MZI-POF pada nilai rasio / dan / adalah 2,6 × 10 /°C dan1,4 × 10 /°C dengan koefisien korelasi berturut-turut 97,20 % dan 97,72 %. Halini menunjukkan perubahan sebesar 2,6 × 10 dan 1,4 × 10 untuk setiapperubahan suhu 1 °C. Gambar 4.9 menunjukkan bahwa semakin besar pengaruh

    suhu maka rasio transmitansi yang dihasilkan semakin meningkat. Sensitivitas rasio

    transmitansi pada dua panjang gelombang yang berbeda meningkat karena

    intensitas cahaya pada mengalami penurunan intensitas cahaya lebih besar

    dibandingkan dengan penurunan intensitas cahaya pada dan .

    Ketika fiber optik mengalami pemanasan, intensitas cahaya akan menurun

    karena hamburan, pembiasan dan penyerapan meningkat. Dengan meningkatnya

    suhu dalam larutan glukosa, intensitas cahaya keluaran mengalami penurunan.

    Struktur bagian dalam fiber optik berubah karena perubahan orientasi rantai

    polimer dengan meningkatnya suhu, sehingga mengakibatkan suhu pada lapisan

    POF meningkat, dan cahaya dapat dilemahkan oleh larutan glukosa. Transmisi

  • 36

    spektral dan intensitas cahaya yang ditransmisikan pada MZI-POF yang diberi

    perlakuan panas mengalami pelemahan karena molekul glukosa yang diserap

    sehingga dapat mengubah mode inti dan cladding (Zhong et al., 2016).

    Sensor MZI-POF terhadap pengaruh suhu yang ditinjau pada λ atau padapanjang gelombang 517,63 nm (Gambar 4.10) memiliki sensitivitas sebesar−4,2 × 10 dB/°C. Jika dibandingkan dengan sensitivitas sensor terhadapperubahan indeks bias pada Gambar 4.6, sensitivitas sensor MZI-POF terhadap

    pengaruh suhu sangatlah kecil. Oleh karena itu, MZI-POF dapat digunakan untuk

    sensor indeks bias yang bebas dari pengaruh suhu sehingga dapat memberikan

    pengukuran yang cukup akurat.

    Gambar 4. 10. Grafik hubungan transmitansi terhadap perubahan suhu pada

    Jika dilakukan pengujian pada suhu yang menurun, maka grafik respon

    terhadap perubahan suhu yang diperoleh memiliki histeresis yang ditunjukkan pada

    Gambar 4.11. Untuk mengevaluasi sensor, dapat dilakukan dengan menghitung

    nilai histeresis menggunakan persamaan 4.2. Pada rasio transmitansi / terjadihisteresis tertinggi pada suhu 55 °C yaitu sebesar 0,1850. Pada rasio transmitansi/ terjadi histeresis tertinggi pada suhu 35 °C yaitu sebesar 0,1045. Histeresisterjadi karena adanya fluktuasi suhu pada temperature chamber selama proses

    karakterisasi. Untuk memperkecil nilai histeresis sensor perlu menggunakan

  • 37

    temperature chamber yang lebih akurat dengan tingkat fluktuasi suhu yang lebih

    kecil.

    (a)

    (b)

    Gambar 4.11. Reversibility respon suhu sensor MZI-POF

    (a) pada / (b) pada /4.3.2 Waktu respon Sensor MZI-POF terhadap Perubahan Suhu

    Waktu respon sensor terhadap perubahan suhu ditunjukkan pada Gambar

    4.12. Waktu yang digunakan pada setiap perubahan suhu adalah 3 menit.

  • 38

    Gambar 4.12. Waktu respon sensor MZI-POF terhadap perubahan suhu

    Sensor terhadap perubahan suhu membutuhkan waktu paling panjang untuk

    mencapai keadaan stabil yang pertama, waktu yang dibutuhkan adalah 330 detik.

    Untuk waktu respon selanjutnya, rata-rata membutuhkkan 30 detik untuk mencapai

    keadaan stabil setiap kenaikan suhu.

    4.4 Pengukuran Indeks Bias dengan Kompensasi Suhu

    Berdasarkan sub bab 4.3.1 sensor MZI-POF terhadap perubahan indeks bias

    juga dipengaruhi oleh suhu, namun pengaruh tersebut sangat kecil, hal ini dapat

    dilihat dari nilai sensitivitas sensor MZI-POF terhadap suhu yang bernilai−4,2 × 10 dB/°C. Pengukuran indeks bias tanpa mempertimbangkan efek suhuakan menyebabkan error/ kesalahan. Oleh karena itu, diperlukan teknik

    kompensasi. Teknik kompensasi dapat dilakukan dengan menggabungkan nilai

    sensitivitas terhadap indeks bias dan suhu dalam perhitungan matriks. Perhitungan

    matriks dapat dieliminasi sehingga dapat digunakan untuk menentukan salah satu

    nilai antara indeks bias atau suhu. Tabel 4.2 menampilkan sensitivitas sensor

    terhadap perubahan indeks bias dan suhu berdasarkan rasio transmitansi pada /dan / yang digunakan untuk perhitungan matriks.

  • 39

    Tabel 4.2. Sensitivitas sensor terhadap perubahan indeks bias dan suhu.

    Indikator

    Rasio

    transmitansi/ R2Rasio

    transmitansi/ R2Indeks bias 4,2986 / RIU 97,16 % 2,8793 / RIU 97,64 %

    Suhu 0,0026 / ˚C 97,20 % 0,0014 / ˚C 97,72 %

    Perubahan rasio transmitansi akibat indeks bias dan suhu disajikan secara

    matematis dalam bentuk matriks sebagai:∆∆ = K , K ,K , K , ∆∆ (4.3)dimana ∆ dan ∆ adalah perubahan intensitas cahaya keluaran pada / dan/ . K , dan K , merupakan sensitivitas sensor terhadap indeks bias pada/ dan / , sedangkan K , dan K , adalah sensitivitas sensor terhadapsuhu pada / dan / , sehingga dengan memasukkan nilai sensitivitas sensorpersamaan (4. 3) menjadi:∆∆ = 4,2986 0,00262,8793 0,0014 ∆∆ (4.4)∆∆ = 0,0014 −2,8793−0,0026 4,2986 ∆∆ (4.5)Besarnya nilai D diperoleh D = (4,2986)(0,0014) – (0,0026)(2,8793) = -0,00147

    sehingga persamaan (4.4) menjadi:∆∆ = −0,9524 1958,7071,7687 −2924,218 ∆∆ (4.6)Dari persamaan (4. 6) maka ∆ dan ∆ adalah:∆ = −0,9524 ∆ + 1958,707 ∆ (4.7)∆ = 1,7687 ∆ − 2924,218 ∆ (4.8)Dengan menggunakan persamaan (4.6) maka nilai indeks bias dapat

    ditentukan dengan menghilangkan efek suhu.

  • 40

    BAB V

    PENUTUP

    5.1 Kesimpulan

    MZI-POF dengan struktur taper untuk sensor indeks bias dengan kompensasi

    suhu telah berhasil difabrikasi. Fabrikasi dilakukan dengan memanfaatkan teknik

    heat and pull sehingga terbentuk struktur taper. Karakterisasi MZI-POF telah

    dilakukan dengan memberikan perlakuan secara fisis terhadap material fiber optik.

    Hasil pengolahan data karakterisasi menunjukkan bahwa MZI-POF memiliki

    sensitivitas yang cukup tinggi terhadap indeks bias dan suhu. Berdasarkan

    penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan:

    1. Sensitivitas sensor POF-MZI terhadap indeks bias pada nilai rasio

    transmitansi / memiliki nilai sensitivitas sebesar 4,2986 /RIU dankoefisien korelasi 97,16 %. Sedangkan untuk / memiliki sensitivitassebesar 2,8793 /RIU dan koefisien korelasi 97,64%. Pada rasio transmitansi/ terjadi histeresis tertinggi pada indeks bias 1,3330 yaitu sebesar0,4137. Sedangkan pada rasio transmitansi / terjadi histeresis tertinggipada indeks bias 1,3454 yaitu sebesar 0,2501. Pada nilai indeks bias 1,3330

    membutuhkan waktu 15 detik untuk mencapai keadaan stabil. Semakin besar

    nilai indeks bias maka semakin lama waktu respon sensor mencapai keadaan

    stabilnya.

    2. Sensitivitas sensor POF-MZI terhadap suhu pada nilai rasio / dan /adalah 2,6 × 10 /°C dan 1,4 × 10 /°C dengan koefisien korelasi berturut-turut 97,20 % dan 97,72 %. Hal ini menunjukkan perubahan sebesar2,6 × 10 dan 1,4 × 10 untuk setiap perubahan suhu 1 °C. Pada rasiotransmitansi / terjadi histeresis tertinggi pada suhu 55 °C yaitu sebesar0,1850. Pada rasio transmitansi / terjadi histeresis tertinggi pada suhu 35°C yaitu sebesar 0,1045. Waktu respon sensor rata-rata membutuhkkan 30

    detik untuk mencapai keadaan stabil setiap kenaikan suhu.

  • 41

    5.2 Saran

    Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, untuk penelitian lebih

    lanjut tentang MZI-POF sebagai sensor indeks bias dengan kompensasi suhu, untuk

    memperoleh sensitivitas sensor yang lebih baik perlu dilakukan optimasi sensor

    yaitu dapat dilakukan dengan variasi diameter taper, memodifikasi sensor dengan

    bentuk lain, dan melapisi bagian selubung dengan material yang lebih sensitif.

  • 42

    DAFTAR PUSTAKA

    Anam, M. K., Narindra, R., & Abraha, K. (2013). Deteksi Formalin Menggunakan

    Surface Plasmon Resonance ( SPR ) Berbasis Nanopartikel Perak sebagai

    Pengembangan Awal Teknologi Food Safety. 3(2), 201–208.

    Anggita, A. W., & Harmadi. (2015). Aplikasi Serat Optik sebagai Sensor

    Kekentalan Oli Mesran SAE 20W-50 Berbasis Perubahan Temperatur. Jurnal

    Fisika Unand, 4(3), 239–246.

    Ariani, P. F., & Prajitno, G. (2016). Analisis Pengaruh Panjang Kupasan dan

    Perubahan Suhu terhadap Pancaran Intensitas pada Serat Optik Platik

    Multimode Tipe FD 620-10. Jurnal Sains Dan Seni ITS, 5(2), 103–107.

    Avila-Garcia, M. S., Bianchetti, M., Corre, R. Le, & Guevel, A. (2018). High

    sensitivity strain sensors based on single-mode-fiber core-offset Mach-

    Zehnder interferometers.pdf (pp. 202–206). pp. 202–206. Optics and Lasers in

    Engineering.

    Bhardwaj, V., & Singh, V. K. (2016). Fabrication and characterization of cascaded

    tapered Mach-Zehnder interferometer for refractive index sensing. Sensors

    and Actuators, A: Physical, 244, 30–34.

    https://doi.org/10.1016/j.sna.2016.04.008

    Binu, S., Pillai, V. P. M., Pradeepkumar, V., Padhy, B. B., Joseph, C. S., &

    Chandrasekaran, N. (2009). Fibre optic glucose sensor. Materials Science &

    Engineering C, 29(1), 183–186. https://doi.org/10.1016/j.msec.2008.06.007

    Castrellon-Uribe, J. (2012). Optical Fiber Sensors : An Overview (M. Yasin, Ed.).

    https://doi.org/10.5772/28529

    Chen, H., Shao, Z., Zhang, X., Hao, Y., & Rong, Q. (2018). Highly sensitive

    magnetic field sensor using tapered Mach–Zehnder interferometer. Optics and

    Lasers in Engineering, 107(March), 78–82.

    https://doi.org/10.1016/j.optlaseng.2018.03.016

  • 43

    Firdausi, S., K, S., & Budi, W. S. (2008). Studi Kualitas Minyak Goreng Dengan

    Parameter Viskositas Dan Indeks Bias. Berkala Fisika, 11(2), 54–57.

    https://doi.org/10.1139/Z07-001

    Ghatak, A. (2010). OPTICS (1st ed.). New York: McGraw-Hill.

    Ghetia, S., Gajjar, R., & Trivedi, P. (2013). Classification of Fiber Optical Sensors.

    International Journal of Electronics Communication and Computer

    Technology (IJECCT), 3(4), 442–445. https://doi.org/10.1007/978-90-481-

    8831-4

    Harris, J., Lu, P., Larocque, H., Chen, L., & Bao, X. (2014). In-fiber Mach-Zehnder

    interferometric refractive index sensors with guided and leaky modes.pdf.

    https://doi.org/http://dx.doi.org/doi:10.1016/j.snb.2014.09.062 SNB

    Herdiyanto. (2007). Interferometer Mach-Zehnder sebagai Sensor Serat Optik.

    Techne Jurnal Ilmiah Elektroteknika, 6(1), 17–30.

    Hu, X., Chuan, T. S., Wang, Y., & Fang, T. (2016). Mach-Zehnder interferometer

    sensor based on the U-shaped probe for concentration sensing. Optik, 127(4),

    2183–2186. https://doi.org/10.1016/j.ijleo.2015.11.136

    Huda, N., Mahmudin, D., Hasanah, L., & Wijayanto, Y. N. (2015). Analisa Sudut

    Persimpangan dan Indeks Bias Pada Mach Zehnder Interferometer Optik.

    Prosiding Seminas Nasional Fisika SNF2015, 4, 57–60.

    Islam, S., Rahman, R. A., Othaman, Z. Bin, Riaz, S., & Naseem, S. (2014).

    Synthesis and characterization of multilayered sol-gel based plastic-clad fiber

    optic pH sensor. Journal of Industrial and Engineering Chemistry, 1–5.

    https://doi.org/10.1016/j.jiec.2014.08.007

    Island, R., & Daly, J. C. (2018). Fiber Optics.

    Jasim, A. A., Hayashi, N., Harun, S. W., Ahmad, H., Penny, R., Mizuno, Y., &

    Nakamura, K. (2014). Refractive index and strain sensing using inline Mach-

    Zehnder interferometer comprising perfluorinated graded-index plastic optical

  • 44

    fiber. Sensors and Actuators, A: Physical, 219, 94–99.

    https://doi.org/10.1016/j.sna.2014.07.018

    Jiang, L., Yang, J., Wang, S., Li, B., & Wang, M. (2011). Fiber Mach–Zehnder

    interferometer based on microcavities for high-temperature sensing with high

    sensitivity. Optics Letters, 36(19), 3753.

    https://doi.org/10.1364/OL.36.003753

    Larin, K. V, Motamedi, M., & Ashitkov, T. V. (2003). Specificity of noninvasive

    blood glucose sensing using optical coherence tomography technique : A pilot

    study Specificity of noninvasive blood glucose sensing using optical coherence

    tomography technique : a pilot study. (May 2014).

    https://doi.org/10.1088/0031-9155/48/10/310

    Li, B., Jiang, L., Wang, S., Chen, Q., Wang, M., & Yang, J. (2012). A new Mach-

    Zehnder interferometer in a thinned-cladding fiber fabricated by electric arc

    for high sensitivity refractive index sensing. Optics and Lasers in Engineering,

    50(6), 829–832. https://doi.org/10.1016/j.optlaseng.2012.01.024

    Liu, Y., Hering, P., & Scully, M. O. (1992). An Integrated Optical Sensor for

    Measuring Glucose Concentration. 23, 18–23.

    Luo, Y., Yan, B., Zhang, Q., Peng, G.-D., Wen, J., & Zhang, J. (2017). Fabrication

    of Polymer Optical Fibre (POF) Gratings. Sensors, 17(3), 511.

    https://doi.org/10.3390/s17030511

    Ma, Y., Qiao, X., Guo, T., Wang, R., Zhang, J., & Weng, Y. (2012). Mach –

    Zehnder Interferometer Based on a Sandwich Fiber Structure for Refractive

    Index Measurement. 12(6), 2081–2085.

    Maddu, A., Sardy, S., Arif, A.,& Zain, H. (2007). Pengembangan Sensor Uap

    Amonia Berbasis Serat Optik Dengan Cladding Termodifikasi Nanoserat

    Polianilin. Sains Teknologi, 12(3), 137–142.

  • 45

    Marques, C. A. F., Webb, D. J., & Andre, P. (2017). Polymer Optical Fiber Sensors

    in Human Life Safety. Optical Fiber Technology, 36, 144–154.

    https://doi.org/10.1016/j.yofte.2017.03.010

    Meadows, D. L., & Schultz, J. S. (1993). Design , manufacture and

    characterization of an optical fiber glucose affinity sensor based on an

    homogeneous fluorescence energy transfer assay system. 280, 21–30.

    Mishra, S. K., Bhardwaj, S., & Gupta, B. D. (2015). Surface Plasmon Resonance-

    Based Fiber Optic Sensor for the Detection of Low Concentrations of Amonia

    Gas. IEEE Sensors Journal, 15(2), 1235–1239.

    https://doi.org/10.1007/s11468-015-0005-4

    Prajzler, V., Neruda, M., & Špirková, J. (2013). Planar Large Core Polymer Optical

    1x2 and 1x4 Splitters Connectable to Plastic Optical Fiber. Radioengineering,

    22(3), 751–757.

    Raji, Y. M., Lin, H. S., Ibrahim, S. A., Mokhtar, M. R., & Yusoff, Z. (2016).

    Intensity-modulated abrupt tapered Fiber Mach-Zehnder Interferometer for

    the simultaneous sensing of temperature and curvature. Optics and Laser

    Technology, 86, 8–13. https://doi.org/10.1016/j.optlastec.2016.06.006

    Rodrigues, D., Lopes, R., Franco, M., Werneck, M., & Allil, R. (2017). Sensitivity

    Analysis of Different Shapes of a Plastic Optical Fiber-Based Immunosensor

    for Escherichia coli: Simulation and Experimental Results. Sensors, 17(12),

    2944. https://doi.org/10.3390/s17122944

    Rong, Q., Sun, H., Qiao, X., Zhang, J., Hu, M., & Feng, Z. (n.d.). Corrigendum : A

    miniature fiber-optic temperature sensor based on a Fabry – Perot

    interferometer. 045002. https://doi.org/10.1088/2040-8978/14/5/059501

    Rosa, S., Laranjeira, M. C. M., Riela, H. G., & Valfredo, T. F. (2008). Cross-linked

    quaternary chitosan as an adsorbent for the removal of the reactive dye from

    aqueous solutions. Elsevier, 155, 253–260.

  • 46

    Sari, N. W., Marzuki, A., & Riyatun. (2012). Sensor Fiber Optik Dari Bahan Fiber

    Optik Polimer Untuk Pengukuran Refractive Index Larutan Gula. Indonesian

    Journal of Applied Physics, 2(1), 30–36.

    Suana, W., Muntini, M. S., & Hatta, A. M. (2012). Pengembangan Sensor Napas

    Berbasis Serat Optik Plastik dengan Cladding Terkelupas untuk Aplikasi di

    Bidang Medis. JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA, 8(2), 1–5.

    https://doi.org/10.12962/j24604682.v8i2.871

    Tapetado, A., Pinzón, P. J., Zubia, J., Pérez, I., Vázquez, C., Electrónica, D. T., …

    N, A. D. U. S. (2014). Self-referenced Temperature Sensor Based on a

    Polymer Optical Fiber. 9157, 12–15. https://doi.org/10.1117/12.2059297

    Vallan, A., Casalicchio, M. L., Olivero, M., & Perrone, G. (2012). Assessment of a

    Dual-Wavelength Compensation Technique for Displacement Sensors Using

    Plastic Optical Fibers. 61(5), 1377–1383.

    Wang, Q., Wang, B., Kong, L., & Zhao, Y. (2017). Comparative Analyses of Bi-

    Tapered Fiber Mach – Zehnder Interferometer for Refractive Index Sensing.

    1–7.

    Wang, Q., Wei, W., Guo, M., & Zhao, Y. (2016). Sensors and Actuators B :

    Chemical Optimization of cascaded fiber tapered Mach – Zehnder

    interferometer and refractive index sensing technology. Sensors & Actuators:

    B. Chemical, 222, 159–165. https://doi.org/10.1016/j.snb.2015.07.098

    Wang, Yinfeng, Wang, S., Jiang, L., Huang, H., Zhang, L., Wang, P., … Cao, Z.

    (2017). Temperature-insensitive Refractive Index Sensor based on Mach –

    Zehnder Interferometer with Two Microcavities. Chinese Optics Letters,

    15(2), 1–5. https://doi.org/10.3788/COL201715.020603.Optical

    Wang, Yiping, Zhou, J., Liao, C., Sun, B., He, J., Yin, G., … Zhao, J. (2015).

    Intensity modulated refractive index Michelson sensor based on optical fiber

    interferometer.pdf (pp. 315–319). pp. 315–319. Elsevier B.V.

  • 47

    Woyessa, G., Fasano, A., Stefani, A., Markos, C., Rasmussen, H. K., & Bang, O.

    (2016). Single mode step-index polymer optical fiber for humidity insensitive

    high temperature fiber Bragg grating sensors. 24(2), 3296–3298.

    https://doi.org/10.1364/OE.24.001253

    Xu, F., Shi, J., Gong, K., Li, H., Hui, R., & Yu, B. (2014). Fiber-optic acoustic

    pressure sensor based on large-area nanolayer silver diaghragm. Optics

    Letters, 39(10), 2838–2840. https://doi.org/10.1364/OL.39.002838

    Yao, Q., Meng, H., Wang, W., Xue, H., Xiong, R., Huang, B., … Huang, X. (2014).

    Sensors and Actuators A : Physical Simultaneous measurement of refractive

    index and temperature based on a core-offset Mach – Zehnder interferometer

    combined with a fiber Bragg grating. Sensors & Actuators: A. Physical, 209,

    73–77. https://doi.org/10.1016/j.sna.2014.01.017

    Yulianti, I., Edi, S. S., Saputra, B. A., Aji, M. P., Susanto., & Kurdi, O. (2017).

    Detection of Cadmium Ion by Evanescent Wave Based Chitosan Coated

    Optical Fiber Sensor. Journal of Physics The 3rd International Conference on

    Mathematics, Science and Education 2016, (Conf. Series 824 012002).

    https://doi.org/10.1088/1742-6596/824/1/012002

    Yulianti, Ian, Supa’At, A. S. M., Idrus, S. M., & Anwar, M. R. S. (2013). Design

    of Fiber Bragg Grating-Based Fabry-Perot sensor for Simultaneous

    Measurement of Humidity and Temperature. Optik, 124(19), 3919–3923.

    https://doi.org/10.1016/j.ijleo.2012.11.043

    Yulianti, Ian, Supa’At, A. S. M., Idrus, S. M., Kurdi, O., & Anwar, M. R. S. (2012).

    Sensitivity improvement of a fibre Bragg grating pH sensor with elastomeric

    coating. Measurement Science and Technology, 23(1).

    https://doi.org/10.1088/0957-0233/23/1/015104

    Zhang, Z. (2013). Bragg grating formation in PMMA doped with Trans-4-

    stilbenemethanol. 196.

    Zhao, N., Lin, Q., Jing, W., Jiang, Z., Wu, Z., Yao, K., … Shi, P. (2017). High

  • 48

    temperature high sensitivity Mach-Zehnder interferometer based on waist-

    enlarged fiber bitapers. Sensors & Actuators: A. Physical.

    https://doi.org/10.1016/j.sna.2017.09.016

    Zhong, N., Zhao, M., Liao, Q., Zhu, X., & Li, Y. (2016). Effect of heat treatments

    on the performance of polymer optical fiber sensor. 24(12), 12893–12898.

    https://doi.org/10.1364/OE.24.013394

    Zhou, J., Liao, C., Wang, Y., Yin, G., Zhong, X., Yang, K., … Li, Z. (2014).

    Simultaneous Measurement of Strain and Temperature by Employing Fiber

    Mach-Zehnder Interferometer. Optics Express, 22(2), 1680–1686.

    https://doi.org/10.1364/OE.22.001680

  • 49

    LAMPIRAN

    Lampiran 1. Spesifikasi LED Biru 430 nm

  • 50

  • 51

  • 52

    Lampiran 2. Hasil Uji Indeks Bias Larutan Glukosa

  • 53

    Lampiran 3. Grafik hubungan rasio transmitansi terhadap perubahan indeks

    bias

    Gambar 1. λ : λ

    Gambar 2. λ : λ

    Gambar 3. λ : λ

  • 54

    Gambar 4. λ : λ

    Gambar 5. λ : λ

    Gambar 6. λ : λ

  • 55

    Gambar 7. λ : λ

    Gambar 8. λ : λ

    Gambar 9. λ : λ

  • 56

    Gambar 10. λ : λ

    Gambar 11. λ : λ

    Gambar 12. λ : λ

  • 57

    Gambar 13. λ : λ

    Gambar 14. λ : λ

    Gambar 15. λ : λ

  • 58

    Gambar 16. λ : λ

    Gambar 17. λ : λ

    Gambar 18. λ : λ

  • 59

    Gambar 19. λ : λ

    Gambar 20. λ : λ

  • 60

    Lampiran 4. Grafik hubungan rasio transmitansi terhadap perubahan suhu

    Gambar 21. λ : λ

    Gambar 22. λ : λ

    Gambar 23. λ : λ

  • 61

    Gambar 24. λ : λ

    Gambar 25. λ : λ

    Gambar 26. λ : λ

  • 62

    Gambar 27. λ : λ

    Gambar 28. λ : λ

    Gambar 29. λ : λ

  • 63

    Gambar 30. λ : λ

    Gambar 31. λ : λ

    Gambar 32. λ : λ

  • 64

    Gambar 33. λ : λ

    Gambar 34. λ : λ

    Gambar 35. λ : λ

  • 65

    Gambar 36. λ : λ

    Gambar 37. λ : λ

    Gambar 38. λ : λ

  • 66

    Gambar 39. λ : λ

    Gambar 40. λ : λ