karakteristik struktur lapisan nicral dan nicralhf pada...
TRANSCRIPT
i
KARAKTERISTIK STRUKTUR LAPISAN NiCrAl DAN
NiCrAlHf PADA NICKEL BASED SUPERALLOY
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Oleh
SENDIKO JANU WINARNO
NIM: 1113097000017
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018/1438H
ii
KARAKTERISTIK STRUKTUR LAPISAN NiCrAl DAN
NiCrAlHf PADA NICKEL BASED SUPERALLOY
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Oleh
SENDIKO JANU WINARNO
NIM: 1113097000017
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018/1438H
iii
LEMBAR PENGESAHAN
KARAKTERISTIK STRUKTUR LAPISAN NiCrAl DAN NiCrAlHf PADA
NICKEL BASED SUPERALLOY
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Oleh
SENDIKO JANU WINARNO
NIM: 1113097000017
Menyetujui:
Pembimbing I Pembimbing II
Arif Tjahjono, ST, M.Si
NIP. 197511072007011015
Dr. Eni Sugiarti, M.Eng
NIP. 198205052006042002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Fisika
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pimpinan Instansi Tempat Penelitian
Kepala Pusat Penelitian Fisika LIPI
Arif Tjahjono, ST, M.Si
NIP. 197511072007011015
Dr. Rike Yudianti
NIP. 196807211994032003
iv
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul ―Karakteristik Struktur Lapisan NiCrAl dan NiCrAlHf pada
Nickel Based Superalloy‖ yang ditulis oleh Sendiko Janu Winarno dengan NIM
1113097000017 telah diuji dan dinyatakan lulus dalam sidang Munaqasah
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tanggal 03 April 2018 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Fisika.
Menyetujui:
Penguji I Penguji II
Dr. Ambran Hartono
NIP. 197104082002121002
Dr. Sutrisno, M.Si
NIP. 195902021982031005
Pembimbing I Pembimbing II
Arif Tjahjono, ST, M.Si
NIP. 197511072007011015
Dr. Eni Sugiarti, M.Eng
NIP. 198205052006042002
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Fisika
Dr. Agus Salim, M.Si
NIP.197208161999031003
Arif Tjahjono, ST, M.Si
NIP. 197511072007011015
v
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tangerang Selatan, 2018
Sendiko Janu Winarno
vi
ABSTRAK
Sistem Perintang Termal (Thermal Barrier Coating) merupakan proses pelapisan
multi-layer dan multi-material yang diaplikasikan pada material yang beroperasi
pada lingkungan dengan temperatur tinggi. Sistem tersebut terdiri dari substrat
(paduan berbasis nikel), lapisan pengikat (bondcoat), lapisan oksida protektif
(TGO), dan lapisan keramik (topcoat). Pada penelitian ini akan difokuskan untuk
mengetahui ketahanan oksidasi 1000°C selama 100 jam terhadap sitem lapisan
pengikat NiCrAl dan NiCrAlHf di atas substrat Nickel Based Superalloyyaitu
Hastelloy-C276 dan Nikel murni dengan teknik pelapisan thermal spray dengan
tipe High Velocity Oxy Fuel (HVOF). Hasil pengujian menunjukkan lapisan
pengikat NiCrAlHf dengan substrat Hastelloy lebih tahan terhadap temperatur
tinggi daripada lapisan pengikat yang lainnya. Hal tersebut dapat dibuktikan
dengan perubahan massa sebesar 1.52131 mg/cm2dan cenderung stabil selama
dilakukan pengujian oksidasi dengan durasi 100 jam. Melalui karakterisasi SEM
dan XRD, pada sampel NiCrAlHf dengan substrat Hastelloy terbentuk lapisan
oksida protektif α-Al2O3 yang mampu tahan terhadap temperatur tinggi dan
mencegah difusi oksigen lebih lanjut, namun pada lapisan pengikat tersebut
terbentuk oksida yang bersifat merugikandengan kuantitas yang banyak, yaitu
NiCr2O4. Jadi, lapisan pengikat dengan penambahan unsur Hf yang merupakan
element reaktif memiliki pengaruh yang baik terhadap ketahanan oksidasi.
Kata kunci: Sistem Perintang Termal, Nickel Based Superalloy, lapisan pengikat
NiCrAl, elemen reaktif Hf, High Velocity Oxy Fuel, SEM dan XRD
vii
ABSTRACT
Thermal Barrier Coating is multi-layers and multi-materials coating process which
applied to materials in high temperature environments. The system consists of
substrate (Nickel Based Superalloy), bondcoat layer, protective oxide layer, and
topcoat layer. In this research will be focused to know the oxidation resistance of
1000°C for 100 hours to NiCrAl and NiCrAlHf on nickel based superalloys such
as Hastelloy C276 and Pure Nickel using thermal spray coating by High Velocity
Oxygen Fuel (HVOF) type. The result showed NiCrAlHf with Hastelloy C276
substrate is more resistant to high temperature than the others. It can be proved by
mass change of that layer system is 1.52131 mg/cm2 and tends to be stable during
oxidation process 1000°C for 100 hours. Through the characterization of SEM
and XRD, in the NiCrAlHf layer with Hastellloy C276 substrate formed a
protective oxide layer α-Al2O3 which is capable to resistant in high temperature
and prevent further oxygen diffusion, but on this coating layer system is formed
oxide layer which has a disadvantage with much quantity to the coating system,
such as NiCr2O4. Thus, the bondcoat layer with the addition of Hf element has a
good effect for oxidation resistance.
Keyword: Thermal Barrier Coating, nickel based superalloy, NiCrAl Bondcoat,
reactive element Hf, High Velocity Oxy Fuel (HVOF), SEM, and XRD
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang menguasai seluruh alam. Puji sertasyukur
penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas karunia dan rahmatNya penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat serta salam semga senantiasa
tercurahkan kepada sauri tauladan terbaik akhir zaman, Nabi Muhammad SAW
yang telah menunjukkan dari zaman jahiliyah menuju zaman terang benderang
Pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan yang
tulus atas bantuan, arahan, informasi serta bimbingan kepada :
1. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Rike Widiyanti, selaku Kepala Pusat Penelitian Fisika LIPI yang telah
memberikan ijin untuk melaksanakan Tugas Akhir.
3. Arif Tjahjono, M.Si, selaku Ketua Program Studi Fisika Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus dosen pembimbing yang telah
membimbing, mengarahkan, dan memberi masukan dalam proses penulisan
karya ilmiah ini.
4. Dr. Eni Sugianti, M.Eng selaku pembimbing lapangan di P2F LIPI yang telah
bersedia membimbing, mengarahkan, memberikan informasi dan ilmu kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tugas akhir dengan
lancar.
ix
5. Resetiana Dwi Desiati, ST selaku peneliti yang telah membantu
membimbing, mengarahkan, memberika informasi dan ilmu kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tugas akhir dengan lancar.
6. Astria Nurhermaya, selaku teknisi lapangan di laboratorium yang telah
membantu penulis dalam melakukan kegiatan PKL sehingga penulis
mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
7. Safitry Ramandhany, S.Si selaku asisten peneliti yang telah membantu
penulis dalam menganalisa sampel dan mengarahkan penulis dalam penulisan
skripsi, sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan baik.
8. Pegawai dan rekan-rekan di Pusat Penelitian Fisika LIPI Serpong yang telah
membantu terlaksananya tugas akhir.
9. Orang tua serta keluarga yang memberikan semangat, dukungan, membantu
terlaksananya PKL dengan lancar dan yang selalu memberikan doa kepada
penulis.
10. Keluarga besar SMP Cenderawasih II yang telah memberikan dukungan
kepada penulis agar terselesaikannya tugas akhir penulis.
11. Marching Band UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
penulis semangat sejak penelitian hingga terselesaikannya tugas akhir penulis
dan akan mengiringi penulis ketika wisuda.
12. Heva Nurhayani, Dina Krisnaningrum dan Esti Rustianti selaku teman
seperjuangan, teman bermain, dan teman berkeluh kesah selama menjalani
penelitian.
x
13. My Family, ‗Adl Shahida Ismail Datu-Maki, Muhammad Lawrence
Pattersons yang telah memberi dukungan dan semangat selama penulis
melakukan penelitian dan penulisan tugas akhir.
14. Dai Kazoku, yang telah memberi dukungan dan semangat selama penulis
melakukan penelitian dan penulisan tugas akhir.
Penulis menyadari dalam penulisan karya ilmiah ini tidak luput dari
kesalaha. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun sehingga penulis dapat belajar dan dapat menjadi lebih baik dalam
penulisan karya ilmiah selanjutnya. Kritik dan saran tersebut dapat disampaikan
melalui alamat email penulis: [email protected].
Semoga segala bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak dijadikan
sebagai amal sholeh. Penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan khususnya bagi penulis.
Jakarta,
Sendiko Janu Winarno
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii
PENGESAHAN UJIAN ........................................................................................ iv
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................................. vi
ABSTRACT .......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi
BAB IPENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 7
1.4 Batasan Masalah ........................................................................................ 7
1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 8
1.6 Sistematika Penulisan ................................................................................ 9
BAB IIDASAR TEORI ........................................................................................ 11
2.1 Hastelloy C-276 ....................................................................................... 11
2.2 Nikel Murni .............................................................................................. 12
xii
2.3 Pelapisan .................................................................................................. 13
2.3.1 Thermal Spray ...................................................................................... 13
2.3.2 Proses High Velocity Oxygen Fuel (HVOF) ....................................... 15
2.4 MCrAl dan MCrAl+RE ........................................................................... 16
2.5 Reactive Element ...................................................................................... 17
2.6. Annealing ................................................................................................ 18
2.7 Oksidasi Temperatur Tinggi .................................................................... 19
2.7.1 Proses Oksidasi Temperatur Tinggi ..................................................... 19
2.7.2 Kinetika Laju Oksidasi Temperatur Tinggi ......................................... 20
2.7.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Oksidasi ............................... 22
2.8 Prinsip Kerja Alat Karakterisasi .............................................................. 24
2.8.1 Focused Ion Beam (FIB) ...................................................................... 24
2.8.2 Difraksi Sinar-X (X-Ray Diffraction) .................................................. 26
BAB IIIMETODE PENELITIAN......................................................................... 29
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 29
3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian ................................................................ 29
3.2.1 Bahan Penelitian................................................................................... 29
3.2.2 Peralatan ............................................................................................... 30
3.2.3 Alat Karakterisasi ................................................................................. 32
3.3 Diagram Alir Penelitian ........................................................................... 32
xiii
3.3.1 Preparasi Serbuk Pelapis ...................................................................... 32
3.3.2 Proses Pelapisan dan Pengujian ........................................................... 33
3.4 Prosedur Penelitian .................................................................................. 34
3.4.1 Preparasi Substrat ................................................................................. 34
3.4.2 Preparasi Serbuk Pelapis ...................................................................... 35
3.4.3 Proses Pelapisan ................................................................................... 36
3.4.4 Proses Annealing .................................................................................. 37
3.4.5 Proses Oksidasi .................................................................................... 38
3.5 Variabel Penelitian ................................................................................... 39
3.5.1 Variabel Perlakuan ............................................................................... 39
3.5.2 Variabel Pengujian ............................................................................... 40
3.6 Karakterisasi Struktur Mikro ................................................................... 40
3.6.1 FIB ....................................................................................................... 40
3.6.2 X-Ray Diffarction (XRD) .................................................................... 41
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 42
4.1 Ketahanan oksidasi serbuk pelapis NiCrAl dan NiCrAlHf pada Nickel
Based Superalloy ....................................................................................... 44
4.2 Karakteristik Struktur Mikro .................................................................... 46
4.2.1 Morfologi Permukaan Lapisan Pelapis ................................................ 47
4.2.1.1 Lapisan Pengikat NiCrAl ................................................................. 47
xiv
4.2.1.2 Lapisan Pengikat NiCrAlHf .............................................................. 48
4.2.2 Morfologi Penampang Melintang ......................................................... 49
4.2.2.1 Lapisan Pengikat NiCrAl .................................................................. 50
4.2.2.2 Lapisan Pengikat NiCrAlHf .............................................................. 52
4.2.3 Morfologi Lapisan Oksida .................................................................... 53
4.3 Identifikasi Fasa ....................................................................................... 55
BAB VPENUTUP ................................................................................................. 63
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 63
5.2 Saran ........................................................................................................ 64
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 65
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Hastelloy C-276 Dalam Weight Percent................... 11
Tabel 2.2 Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Ketahanan Oksidasi ........................ 12
Tabel 2.3 Perbandingan Proses Thermal Spray Coating dan Karakteristik ........... 15
Tabel 2 4 Komposisi Kimia dari NiCrAl dan NiCrAlHf dalam wt% .................... 17
Tabel 3.1 Bahan-bahan Penelitian.......................................................................... 30
Tabel 3.2 Peralatan Penelitian ................................................................................ 30
Tabel 3.3 Pengaturan Gas High Velocity Oxygen Fuel (HVOF) ........................... 36
Tabel 3.4 Waktu Pengujian Oksidasi ..................................................................... 39
Tabel 4.1 Uji Sebelum dan Sesudah Pengujian Oksidasi (a) Hastelloy NiCrAl,
(b) Nikel NiCrAl, (c) Hastelloy NiCrAlHf, (d) Nikel NiCrAlHf .......... 43
Tabel 4.2 Perubahan massa setelah pengujian oksidasi 1000°C selama 100 jam . 45
Tabel 4.3 Posisi 2θ, d-spacing, dan fasa yang teridentifikasi substrat Hastelloy .. 57
Tabel 4.4 Posisi 2θ, d-spacing, dan fasa yang teridentifikasi substrat Nikel ......... 59
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pembentukan Lapisan dengan Metode Thermal Spray Coating ....... 14
Gambar 2.2 Mekanisme Pembentukkan Lapisan Oksida Pada Suatu Logam ...... 21
Gambar 2.3 Kriteria Laju Oksidasi ....................................................................... 22
Gambar 2.4 Skema Peralatan FIB ......................................................................... 25
Gambar 2.5 Skema Peralatan untuk Pencitraan dengan FIB ................................ 26
Gambar 2.6 Prinsip Kerja XRD ............................................................................. 27
Gambar 3.1 Diagram Alir Preparasi Serbuk Pelapis .............................................. 32
Gambar 3.2 Proses Pelapisan dan Pengujian ......................................................... 33
Gambar 3.3 a. Hastelloy C-276, b. Nickel Chrome ............................................... 35
Gambar 3.4 Diagram Waktu Proses Milling .......................................................... 35
Gambar 3.5 Serbuk Pelapis .................................................................................... 36
Gambar 3.6 a. Substrat Sebelum Proses HVOF, b. Substrat Setelah Proses
HVOF ................................................................................................ 36
Gambar 3.7 a. Sampel Sebelum ProsesAnnealing. b. Sampel Setelah Proses
Heat Treatment ................................................................................. 38
Gambar 3.8 Sampel di Dalam Muffle Furnace ...................................................... 38
Gambar 3.9 Sampel Cross Section ......................................................................... 41
Gambar 4.1 Kurva perubahan massa uji oksidasi .................................................. 44
Gambar 4.2 Gambar Secondary Electron dari Permukaan sampel lapisan
NiCrAl (a) Hastelloy, (b) Nikel ........................................................ 47
xvii
Gambar 4.3 Gambar Secondary Electron dari Permukaan sampel lapisan
NiCrAlHf (a) Hastelloy, (b) Nikel .................................................... 48
Gambar 4.4 Gambar Back Scattered Electron (BSE) dari Penampang
Lapisan sampel lapisan NiCrAl (a) Hastelloy, (b) Nikel .................. 50
Gambar 4.5 Back Scattered Electron (BSE) dari Penampang Lapisan sampel
lapisan NiCrAlHf (a) Hastelloy, (b) Nikel ........................................ 52
Gambar 4.6 Gambar dari Lapisan Oksida pelapis (a) Hastelloy, (b) Nikel ........... 54
Gambar 4.7 Pola difraksi sinar X sampel Hastelloy .............................................. 56
Gambar 4.8 Pola Difraksi sinar X sampel Nikel .................................................... 58
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penelitian material pada temperatur tinggi masih terus dikembangkan
hingga saat ini seperti halnya pada turbineblade. Turbine blade merupakan salah
satu bagian dari turbine gas yang berfungsi untuk mengekstrak energi panas dari
suhu dan tekanan tinggi dari ruang bakar, sehingga turbine blade beroperasi pada
suhu yang sangat tinggi. Peningkatan temperatur kerja pada mesin dan waktu
operasional harus diiringi dengan perbaikan struktur material yang digunakan
pada mesin tersebut, apabila mesin digunakan secara terus-menerus dan
digunakan dalam jangka waktu yang sangat lama akan menimbulkan kerusakan
pada mesin dan tidak dapat beroperasi secara maksimal. Permasalahan yang
sering muncul pada material yang digunakan pada temperatur tinggi seperti
turbine blade adalah ketahanannya terhadap oksidasi. Peristiwa oksidasi pada
mesin akan mengakibatkan kerusakan pada material, seperti perubahan kekerasan,
keuletan, perubahan dimensi, berat material, dan terjadinya kerak di permukaan
material[1].
Solusi dari permasalahan tersebut supaya material tidak terjadi kontak
secara langsung dengan lingkungan temperatur tinggi dapat dilakukan dengan cara
pelapisan (coating). Pelapisan merupakan proses mendepositkan suatu zat atau
material ke permukaan substrat (material yang akan dilapisi) dengan tujuan
melindungi material berkontak langsung dengan lingkungan (ketahanan korosi),
2
memperindah permukaan dan mendapatkan sifat mekanik permukaan seperti
kekerasan dan ketahanan aus. Proses pelapisan yang sering digunakan pada
turbine blade adalah sistem perintang termal (Thermal Barrier Coating).
Sistem Thermal Barrier Coating merupakan sistem multi-layer dan multi-
material pelapis yang digunakan untuk melindungi material dari lingkungan
dengan temperatur tinggi (>1000°C)[2]. Sistem tersebut telah digunakan secara
luas untuk melindungi komponen mesin turbin gas dan mesin pembangkit daya
agar tahan terhadap panas dan lingkungan yang fluktuatif[3]. Sistem Thermal
Barrier Coating (TBC)berfungsi untuk mengurangi temperatur substrat dan
meningkatan daya tahannya terhadap oksidasi guna meningkatkan efisiensi mesin
dan memperpanjang umur pakai komponen[3]. Sistem TBC terdiri dari substrat
superalloy, bondcoat, Thermally Grown Oxide (TGO), dan topcoat[3].
Substrat merupakan bagian dasar yang digunakan pada aplikasi TBC.
Material yang sering digunakan untuk aplikasi ketahannnya terhadap temperatur
tinggi seperti turbin blade adalah paduan superalloy. Paduan superalloy
merupakan paduan yang memiliki kekuatan dan ketahanan mulur yang sangat
baik pada temperatur tinggi[4]. Paduan superalloy yang sering digunakan pada
sistem TBC adalah paduan logam berbasis nikel, karena komponen tersebut
memiliki banyak keunggulan di antaranya, memiliki kekuatan, ketangguhan,
ketahanan yang baik terhadap oksidasi. Paduan super berbasis nikel didefinisikan
sebagai paduan super yang unsur dominannya adalah nikel, selain itu paduan
tersebut mengandung 10-20% Cr, 8% maksimum Al dan Ti, serta sejumlah kecil
B, Zr, dan C[4]. Unsur nikel pada paduan tersebut dapat memberi keuletan dan
3
ketangguhan yang baik, karena unsur tersebut dapat memicu terbentuknya fasa
austenite yang lebih kuat dan stabil pada suhu tinggi[5]. Penambahan unsur
kromium pada paduan tersebut mampu membuat paduan tersebut tahan terhadap
temperatur tinggi. Contoh dari paduan superalloy berbasis nikel yang memiliki
ketahanan yang baik pada temperatur tinggi adalah Hastelloy dan Inconel. Untuk
melindungi substrat dari temperatur tinggi dilakukan proses tahapan selanjutnya,
yaitu melapisi subsrat dengan lapisan pengikat (bondcoat).
Lapisan pengikat (bondcoat) pada sistem perintang termal merupakan
lapisan tahan oksidasi berupa MCrAl (M = Ni, Co, atau Fe)[6]. Lapisan pengikat
ini berfungsi sebagai pelindung substrat dari oksidasi pada temperatur tinggi.
Lapisan pengikat ini akan menghasilkan lapisan oksida protektif di atas
permukaan pelapis. Unsur kromium dan aluminium pada lapisan tersebut
diketahui mampu untuk membentuk oksida protektif seperti Cr2O3 dan Al2O3.
Lapisan pengikat (bondcoat) merupakan lapisan pertama yang melapisi substrat.
Oleh karena itu diperlukan teknik khusus untuk melapisi serbuk pelapis berupa
MCrAl tersebut.
Pada umumnya proses pelapisan serbuk pelapis terhadap substrat
menggunakan metode Thermal Spray Coating. Thermal spray coating adalah
suatu proses di mana bahan dalam bentuk serbuk atau kawat logam dan non logam
dideposisikan dalam kondisi cair atau setengah cair pada suatu permukaan yang
telah dipersiapkan untuk membentuk lapisan spray[7]. Keuntungan dari metode
tersebut adalah laju deposisi yang tinggi, dapat dilakukan dalam keadaan atmosfer
dan ramah lingkungan[7]. Salah satu teknik pelapisan thermal spray yang paling
4
baik adalah High Velocity Oxy Fuel (HVOF). Teknik pelapisan dengan metode
tersebut mampu menghasilkan struktur bahan yang padat, porositas rendah, serta
densitas yang tinggi[7][8][9].
Lapisan ke tiga dari sistem perintang termal adalah Thermally Grown Oxide
(TGO). Lapisan TGO merupakan lapisan yang terbentuk akibat proses
pendeposisian material coating ataupun dipengaruhi pemanasan[10]. Lapisan
TGO berfungsi sebagai lapisan tahan oksidasi dan perekat antara lapisan topcoat
dan bondcoat[6]. Lapisan TGO menjadikan lapisan yang paling penting pada
sistem perintang termal, karena pada lapisan TGO akan terbentuknya lapisan
oksida protetif yang tahan terhadap temperatur tinggi seperti α-Al2O3. Lapisan
protektif α-Al2O3 yang diharapkan terbentuk pada lapisan TGO, yaitu
pembentukannya yang alami, berbentuk kontinu, dan pertumbuhan yang perlahan-
lahan (slow growing), segaram, dan memiliki daya ikat yang optimal dengan
tujuan menghindari terjadinya spallation[6]. Kriteria-kriteria tersebut menjadikan
material tahan terhadap temperatur tinggi. Untuk mendapatkan kriteria tersebut
salah satunya dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah kecil elemen-
elemen reaktif seperti (yttrium, cerium, hafnium, atau oksidanya) pada permukaan
material (lapisan bondcoat), karena penambahan elemen reaktif dalam jumlah
kecil dapat mengubah mekanisme pertumbuhan oksida protektif[11].
Lapisan teratas dari sistem perintang termal adalah lapisan topcoat. Lapisan
topcoat berfungsi sebagai isolator panas[10]. Material yang sering digunakan pada
lapisan topcoat ini adalah YSZ (Y2O3stabilized ZrO2). Material tersebut
5
digunakan karena memiliki titik leleh yang tinggi, konduktivitas termal yang
rendah, dan tahan terhadap korosi, erosi, oksidasi[6].
Ilmu material sering berkaitan dengan unsur maupun senyawa kimia. Unsur
kimia terdiri dari 118 jenis dan memiliki densitas, massa atom, serta manfaat
tertentu bagi kehidupan di alam semesta. Terkait dengan unsur kimia, terdapat
firman Allah SWT dalam surah An-Nahl ayat 68-69 yang dapat ditadaburi:
ا يعزشو ٱنشجز وي ا وي ٱنجبال بيوت ٱتخذى ي وأوحي ربك إني ٱنحم أ
بوا شزب ي يخززٳت فٲسهكي سبم ربك ذنل )٨٦( ثى كهي ي كم ٱنث
)٨٦( نوو يكزوي في ذٳنك خهف أنوٳه ۥ فيه شاء نهاس إ ي
“Dan Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di
bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia".
(68) kemudian makanlah dari tiap-tiap [macam] buah-buahan dan tempuhlah
jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan [bagimu]. Dari perut lebah itu keluar
minuman [madu] yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat
yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda [kebesaran Tuhan] bagi orang-orang yang memikirkan.
(69”) (Q.S An-Nahl:68-69).
Dari penggalan surah An-Nahl tersebut dapat disimpulkan, bahwa Allah
SWT yang mengubah struktur, sifat dan kegunaan berbagai unsur kimiawi dalam
kombinasi dan komposisi yang berbeda-beda. Sebagai contoh unsur nikel,
kromium, dan aluminium jika dipadukan dengan komposisi yang seimbang maka
tercipta material dengan ketahanan terhadap temperatur tinggi yang baik.
6
sesungguhnya milik Allah segala kekayaan (khazanah) yang ada di langit dan
bumi.
Mengacu dari referensi serta diperkuat dengan penggalan dari surah An-
Nahl, pada penelitian ini akan diteliti tentang efek penambahan elemen reaktif
hafnium dengan komposisi 0.4 wt% setelah penggujian oksidasi 1000°C selama
100 jam. Penggunaan reaktif elemen hafnium diketahui sangat baik dalam
pembentukkan lapisan oksida protektif dan memiliki laju yang konstan. Hasil dari
pengujian oksidasi tersebut berupa, kurva perubahan massa, mikrostruktur, dan
identifikasi fasa yang akan memberikan informasi mengenai ketahanan oksidasi
lapisan tersebut.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah ketahanan oksidasi substrat Nickel Based Superalloypada
temperatur 1000°C selama 100 jam?
2. Bagaimanakah ketahanan oksidasi serbuk pelapis NiCrAl dan NiCrAlHf
pada Nickel Based Superalloy pada temperatur 1000°C selama 100 jam?
3. Bagaimanakah struktur mikro pelapis NiCrAl dan NiCrAlHf pada Nickel
Based Superalloy setelah dilakukan pengujian oksidasi pada temperatur
1000°C selama 100 jam?
7
4. Apa sajakah fasa-fasa yang terbentuk pada serbuk pelapis NiCrAl dan
NiCrAlHf pada Nickel Based Superalloy setelah dilakukan pengujian
oksidasi pada temperatur 1000°C selama 100 jam?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menentukan ketahanan substrat Nickel Based Superalloy pada temperatur
1000°C selama 100 jam.
2. Menentukan ketahanan oksidasi serbuk pelapis NiCrAl dan NiCrAlHf pada
Nickel Based Superalloy pada temperatur 1000°C selama 100 jam.
3. Menentukan karakteristik struktur mikro pada serbuk pelapis NiCrAl dan
NiCrAlHf pada Nickel Based Superalloy pada temperatur 1000°C selama
100 jam.
4. Mengidentifikasi fasa-fasa yang terbentuk pada serbuk pelapis NiCrAl dan
NiCrAlHf pada Nickel Based Superalloy pada temperatur 1000°C selama
100 jam.
1.4 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Substrat yang digunakan dalam proses pelapisan adalah Nickel Based
Superalloy.
2. Serbuk pelapis yang digunakan untuk proses pelapisan adalah NiCrAl dan
NiCrAlHf.
8
3. Proses pelapisan menggunakan metode High Velocity Oxygen Fuel
(HVOF).
4. Perlakuan yang diberikan adalah proses Heat Treatment pada temperatur
1.100°C selama 4 jam.
5. Pengujian yang dilakukan adalah uji oksidasi pada temperatur 1.000°C
selama 100 jam.
6. Karakterisasi struktur morfologi sampel dilakukan menggunakan FIB
(Focus Ion Beam) baik permukaan sampel atupun penampang melintang
pada sampel.
7. Identifikasi fasa sampel dilakukan dengan menggunakan XRD (X-ray
Difractometer) dan proses analisa kuantitatif menggunakan perangkat lunak
High Score Plus.
8. Elemen reaktif yang digunakan adalah Hafnium.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi tentang penelitian selanjutnya mengenai serbuk
pelapis NiCrAl dan NiCrAlHf padaNickel Based Superalloy.
2. Memberikan informasi mengenai karakteristik struktur mikro yang
terbentuk pada serbuk pelapis NiCrAl dan NiCrAlHf.
3. Memberikan informasi mengenai pengaruh penambahan elemen reaktif
Hafnium (0.4%) terhadap laju oksidasi.
9
4. Memberikan informasi perbedaan karakteristik dari masing-masing serbuk
pelapis pada Nickel Based Superalloy.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan mengacu pada buku pedoman akademik yang
diterbitkan oleh Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang pada
masing-masing bab adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Bab ini mencakup latar belakang penelitian, perumusan masalah,
batasan masalah yang akan dijadikan penelitian, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka
Bab ini membahas tentang landasan teori dan berisi materi-materi
penunjang penelitian yang teridiri dariNickel Based
Superalloy(Hastelloy C276 dan Nikel Murni), metode pelapisan,
serbuk pelapis NiCrAl dan NiCrAlHf, elemen reaktif, proses heat
treatment, oksidasi, prinsip kerja dari XRD dan FIB.
BAB III Metode Penelitian
Bab ini membahas tentang peralatan dan bahan-bahan penunjang
penelitian, diagram alur penelitian, prosedur penelitian, dan alat
karakterisasi yang digunakan.
10
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa data
yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan.
BAB V Kesimpulan dan Saran
Bab ini membahas tentang kesimpulan yang diperoleh dari
penelitian dan memberikan saran untuk penelitian selanjutnya.
11
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Hastelloy C-276
Hastelloy C-276 merupakan superalloy nikel-molybdenum-kromium
dengan penambahan tungsten yang dirancang untuk memiliki ketahanan korosi
yang sangat baik. Komposisi nikel dan molybdenum yang tinggi memberikan
ketahanan korosi yang baik. Kandungan karbon yang cukup rendah
meminimalkan presipitasi karbida untuk menjaga ketahanan terhadap korosi pada
temperatur tinggi. Tujuan menurunkan kadar karbon dalam kandungan tersebut
juga untuk mengatasi permasalahan pengelasan yang sangat mungkin terjadinya
korosi intergranular pada lingkungan yang mengandung klorida. Berikut ini
merupakan komposisi kimia dari Hastelloy C-276:
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Hastelloy C-276 Dalam Weight Percent[12]
Ni Co Cr Mo W Fe Si Mn C Lainnya
57 2.5 16 16 4 5 0.08 1 0.01 V-0.35
Pengaruh unsur paduan terhadap logam nikel dapat dilihat pada tabel 2.1
dengan komposisi logam terbesar adalah unsur kromium dan molybdenum,
sehingga logam paduan nikel Hastelloy C-276 akan sangat baik di dalam
lingkungan yang oksidatif dan dapat menstabilkan fasa γ [6]. Pada tabel 2.2 akan
disajikan pengaruh dari unsur-unsur paduan pada ketahanan oksidasi.
12
Tabel 2.2 Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Ketahanan Oksidasi [12]
Unsur Paduan Pengaruh Terhadap Ketahanan
Oksidasi
Nikel (Ni) Penambahan 2—3% Nikel akan
meningkatkan ketahanan terhadap Oksidasi
Kromium (Cr) Meningkatkan ketahanan terhadap
oxidizing (HCl, H2SO4, dan H3PO4) dan
high temperature oxidizing
Molybdenum (Mo) Meningkatkan ketahanan korosi pitting dan
korosi crevice.
Besi (Fe) Meningkatkan ketahanan pada de-
carburization
Wolfram (W) Penambahan 3—4% Wolfram dengan
kombinasi Molybdenum sebesar 13—16%
akan memberikan ketahanan korosi yang
baik dan akan memberikan ketahanan
terhadap non-oxidizing acids.
2.2 Nikel Murni
Nikel murni secara komersil diaplikasikan dalam pemrosesan kimia dan
elektronika. Nikel murni memiliki ketahanan korosi yang baik, karena nikel murni
banyak digunakan untuk menjaga kualitas produk dalam banyak reaksi kimia.
Nikel murni memiliki komposisi sebesar 99.6% nikel.
Dibandingkan dengan paduannya, nikel murni memiliki konduktivitas listrik
tinggi, temperatur curie yang relatif tinggi, dan sifat magnetostrictive yang baik.
Nikel murni memiliki konduktivitas panas yang baik, sehingga dapat digunakan di
lingkungan yang korosif.
13
2.3 Pelapisan
Pelapisan adalah proses mendepositkan suatu zat atau material ke
permukaan substrat (material yang akan dilapisi) dengan tujuan melindungi
material berkontak langsung dengan lingkungan (ketahanan korosi), memperindah
permukaan, dan mendapatkan sifat mekanik permukaan seperti kekerasan dan
ketahanan aus. Secara umum, pelapisan dibedakan menjadi dua, yaitu pelapisan
dengan bahan dasar logam dan pelapisan dengan bahan dasar bukan logam.
Proses pelapisan pada logam diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu
hard facing(thermal sprying, welding atau clading), electrochemical deposition,
chemical deposition, dan vapour deposition.
2.3.1 Thermal Spray
Thermal spray coating adalah suatu proses di mana bahan dalam bentuk
serbuk atau kawat logam dan bukan logam dideposisikan dalam kondisi cair atau
setengah cair pada suatu permukaan yang telah disiapkan sebelumnya untuk
membentuk suatu lapisan spray. Thermal spray coatingberfungsi baik sebagai
proteksi permukaan dan pengembangan bahan tingkat lanjut[7].
Proses thermal spray coating secara umum melindungi logam dasar pada
kondisi lingkungan dengan tingkat merusak yang tinggi. Proses ini telah
digunakan secara luas pada aplikasi industri seperti : industri logam, industri
kimia dan petrokimia, tekstil, otomotif dan transportasi, industri pengolahan
makanan, elektronik, medis, hingga luar angkasa. Setiap jenis coating yang dipilih
diharapkan dapat memiliki satu atau beberapa fungsi, seperti : ketahanan aus,
14
ketahanan panas atau oksidasi, ketahanan korosi, ketahanan terhadap
konduktifitas elektrik, dan restorasi dimensi[7].
Proses thermal spray dapat dikelompokkan dalam suatu grup yang terdiri
dari beberapa proses di mana serbuk atau kawat logam dideposisikan pada suatu
permukaan dengan menggunakan sumber panas berupa energi listrik atau energi
kimia[7].
http://www.syntheticcoatings.ie/Webpics/image/thermalspray.gif
Gambar 2.1 Pembentukan Lapisan dengan Metode Thermal Spray Coating
Material diumpankan ke dalam gun, kemudia material dipanaskan hingga
mencair lalu dipercepat dengan adanya tekanan gas yang disemprotkan menuju
substrat. Pada saat partikel cair hasil semprotan mengenai bagian permukaan
substrat, partikel tersebut kemudian mengalami pendinginan yang membentuk
struktur berupa lapisan (lamellar), dengan demikian akan membentuk lapisan atau
endapan hasil spray[13].
Proses pelapisan dengan metode thermal spray coating mudah digunakan,
biaya operasional terjangkau, serta dapat meningkatkan kinerja dan umur pakai
15
komponen. Perbedaan tingkat porositas dan jumlah oksida pada hasil lapisan akhir
merupakan fungsi dari kecepatan partikel cair dan lingkungan, udara dan gas inert
yang digunakan. Lapisan hasil thermal spray yang menempel dan terikat pada
substrat dengan ikatan mekanik (mechanical interlocks) dengan syarat permukaan
substrat telah dikasarkan terlebih dahulu dengan grit blasting. Ikatan seperti ini
disebut dengan kekukatan ikatan adhesive, sedangkan ikatan antara partikel
dengan partikel yang sejenis disebut dengan ikatan kohesif[13].
2.3.2 Proses High Velocity Oxygen Fuel (HVOF)
Proses HVOF thermal spray merupakan proses yang menggunakan
pembakaran gas campuran bahan bakar dan oksigen sebagai sumber panas untuk
melelehkan partikel pelapis yang kemudian didorong dan diakselerasikan ke
permukaaan substrat[7]. Pelapisan dengan metode High Velocity Oxygen Fuel
(HVOF) thermal spray coating menghasilkan struktur bahan yang sangat padat,
porositas rendah dengan tegangan sisa tarik yang rendah[8].
Tabel 2.3Perbandingan Proses Thermal Spray Coating dan Karakteristik [12]
Teknik
Thermal
Spray
Kecepatan
Partikel
(m.s-1
)
Kekuatan
Adhesi
(MPa)
Kandungan
Oksida (%)
Porositas
(%)
Kecepatan
Deposisi
(kg.hf)
Tebal
Lapisan
(mm)
Flame 40 <8 10-15 10-15 1-10 0.2-10
Arc 100 10-30 10-20 5-10 6-60 0.2-10
Plasma 200-300 20-70 1-3 5-10 1-5 0.2-2
HVOF 600-1000 >70 1-2 1-2 1-5 0.2-2
Proses HVOF dicirikan dengan kecepatan partikel droplet yang tinggi dan
temperatur nyala api yang rendah. Panas yang dihasilkan dari proses HVOF
merupakan hasil dari pembakaran campuran oksigen dengan bahan bakar gas,
16
terutama berupa hidrogen, kerosene, propane, propylene, gas alam cair, dan
acetylene[8]. Hal tersebut membuat hasil pelapisan dengan menggunakan metode
HVOF akan memiliki porositas yang rendah, kekuatan ikat yang tinggi,
permukaan lapisan yang halus dan tegangan sisa yang rendah[13].
2.4 MCrAl dan MCrAl+RE
Material-material yang beroperasi pada temperatur tinggi harus memiliki
ketahanan terhadap oksidasi. Material berbasis nikel dan paduannya sering
diaplikasikan pada mesin-mesin yang beroperasi pada temperatur tinggi seperti
halnya pada turbin gas. Untuk melindungi material dari kontak langsung dengan
lingkungan pada temperatur tinggi, umumnya material tersebut dilindungi dengan
serbuk pelapis MCrAl atau MCrAl+RE (M= Ni,Co, atau Fe; RE= Y, Hf, Zr, Si,
dll). Hal tersebut dilakukan agar mendapatkan lapisan oksida yang berada
dipermukaan sampel ketika mendapatkan perlakuan pada temperatur tinggi.
Pemilihan material serbuk pelapis berbasis nikel didasarkan pada
ketahanannya terhadap temperatur tinggi. Selain itu, pemilihan material serbuk
pelapis juga didasarkan pertimbangan dan karakteristiknya sebagai material yang
dapat memberikan pertahanan terhadap oksidasi. Unsur alumiunium di dalam
paduan nikel tersebut memiliki peranan yang sangat penting, yaitu dapat
membentuk lapisan oksida protektif α-Al2O3[14]. Unsur kromium merupakan
unsur yang membuat paduan nikel tahan terhadap oksidasi[2]. Hal tersebut dapat
dibuktikan bahwa unsur kromium memiliki kemampuan yang sama dengan unsur
aluminium yang dapat membentuk lapisan oksida protektif seperti Cr2O3[14].
17
Unsur hafnium merupakan salah satu unsur reaktif elemen, di mana unsur-unsur
reaktif elemen memilliki efek yang sangat menguntungkan apabila ditambahkan
ke dalam suatu paduan dengan komposisi [15].
Tabel 2 4 Komposisi Kimia dari NiCrAl dan NiCrAlHf dalam wt%[14]
Ni Cr Al Reactive Element
Bal. 24.0 – 25.0 5.0 – 7.0 0.3 – 0.5
2.5 Reactive Element
Reaktif elemen pertama kali dipatenkan oleh Pfeil pada tahun 1937.
Semenjak penelitian yang dilakukan oleh Pfeil, peneltian tentang reaktif elemen
semakin banyak dilakukan dan hasil-hasil mengenai penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa[16]:
1. Reactive element oxides bertindak sebagai nukleasi heterogen yang selektif
dalam menentukan elemen-elemen pelindung seperti Aluminium dan
Kromium.
2. Mekanisme penambahan reaktif elemen terhadap laju pertumbuhan butir
sesuai dengan ukuran ion nya. Secara fisika, batas butir pada umumnya
dapat menerima difusi anion dan kation.
3. Penambahan unsur reaktif elemen dapat mempengaruhi morfologi dan
mikrosktruktur. Pada umumnya produk oksida yang dihasilkan sangat kecil.
4. Penambahan reaktif elemen dapat mempengaruhi ukuran butir sehingga
menjadi lebih kecil.
5. Produk oksida yang dihasilkan berasal dari oksidasi internal.
18
6. Partikel oksida yang dihasilkan dari penambahan reaktif elemen bertindak
sebagai vacancy sink yang mampu meminimalkan kekosongan dan porositas
pada permukaan paduan logam.
7. Penambahan unsur reaktif elemen mampu mencegah pengotor seperti sulfur,
klorin, dan fosfor pada permukaan paduan logam.
Dari seluruh hasil penelitian di atas, nomor 7 adalah hasil penelitian yang
sangat diterima secara umum. Sulfur, fosfor, dan klorin merupakan unsur-unsur
pengotor yang dapat merusak adhesi dari lapisan alumina dan dapat mengurangi
kemurnian pada logam ataupun paduan logam[16].
Unsur-unsur reaktif elemen seperti yttrium (Y), cerium (Ce), zirconium (Zr),
hafnium (Hf), dan titanium (Ti) dapat berperan sebagai penyetabil dan penambah
daya lekat dari lapisan oksida protektif yang telah terbentuk, sehingga menjadi
kuat walaupun terjadi perubahan temperatur [17,18]. Bertambahnya daya lekat
lapisan oksida yang telah terbentuk akan memberikan efek terhadap komponen
seperti kekerasan pada permukaan meningkat dan umur pemaikan komponen juga
akan lebih lama, sehingga secara ekonomi juga akan sangat menguntungkan[16].
2.6.Annealing
Proses Annealing didefinisikan sebagai proses pemanasan pada tempertur
yang sesuai, kemudiaan diikuti dengan pendinginan pada kecepatan yang sesuai.
Hal ini bertujuan untuk melunakkan, memperbaiki sifat-sifat pengerjaan dingin,
dan membebaskan tegangan pada logam ataupun paduannya, sehingga diperoleh
struktur yang diinginkan[5].
19
Proses annealing diawali dengan memanaskan logam ataupun paduannya di
dalam tungku hingga temperatur pengkristalan kembali untuk membebaskan
tegangan-tegangan yang terdapat di dalam logam atupun paduannya, kemudian
mempertahankan pemanasannya pada temperatur tinggi untuk membuat sedikit
pertumbuhan butir pada strukturnya. Selanjutnya proses pendinginan dilakukan
secara perlahan-lahan di dalam tungku hingga temperatur kembali normal. Proses
tersebut juga dapat memperbaiki sifat-sifat setelah proses pengerjaan dingin[5].
2.7 Oksidasi Temperatur Tinggi
2.7.1 Proses Oksidasi Temperatur Tinggi
Korosi kimia atau korosi kering atau korosi temperatur tinggi adalah proes
korosi yang terjadi melalui reaksi kimia secara murni yang terjadi tanpa adanya
elektrolit atau bisa dikatakan tidak melibatkan zat cair. Korosi kimia biasanya
terjadi pada kondisi temperatur tinggi atau dalam keadaan kering yang meliatkan
logam (M) dengan oksigen, nitrogen, dan sulfide.
Tahapan dari proses oksidasi diawali dengan penarikan oksigen ke
permukaan logam, reaksi kimia antara oksigen dengan logam, oksidasi terbentuk
di permukaan logam, dan pertumbuhan lapisan oksida yang telah terbentuk.
Persyaratan dari lapisan yang berfungsi sebagai lapisan pelindung, yaitu homogen,
memiliki daya lekat yang tinggi, dan tidak ada kerusakan mikro maupun makro
baik yang berupa retak atau terkelupas. Kerusakan mikro ataupun makro akan
mengkaibatkan oksigen akan mudah masuk melewati lapisan oksida dan
20
engoksida logam. Lapisan oksida yang tebal dengan daya lekat tinggi akan
meindungi logam ataupun paduannya dari oksidasi.
2.7.2 Kinetika Laju Oksidasi Temperatur Tinggi
Perubahan energi bebas menunjukkan kemungkinan produksi reaksi stabil,
tetapi tidak megindikasikan laju pertumbuhan produk. Selama oksidasi
berlangsung, molekul oksigen diabsorbsi permukaan logam dan berdisosiasi
menjadi komponen atom sebelum membentuk ikatan kimia dengan atom
permukaan logam. Setelah terbentuk beberapa lapisan adsorbsi, oksida
bernukleasi secara epitaksial pada butir logam induk di lokasi yang diutamakan,
seperti dislokasi dan atom pengotor. Setiap daerah nukeasi akan tumbuh
membentuk lapisan oksida tipis di seluruh permukaan logam[19].
Apabila lapisan oksida yang mula-mula terbentuk bersifat porous, oksigen
dapat tembus dan terjadi reaksi pada antar muka oksida-logam. Pada umumnya,
lapisan tipis tidak porous dan oksida selanjutnya mencakup difusi melalui lapisan
oksida. Apabila terjadi oksida di permukaan oksida oksigen maka ion logam dan
elektron harus berdifusi dalam logam yang berada di bawahnya. Apabila reaksi
oksidasi terjadi di antar muka logam-oksida, ion oksigen harus berdifusi melalui
oksida dan elektron berpindah dengan arah berlawanan untuk menuntaskan
reaksi[19].
Proses pembentukkan lapisan atau kerak oksida merupakan reaksi
elektrokimia. Sebagai contoh untuk logam divalen M, reaksi yang terjadi
adalah[18]:
⁄ (2.1)
21
Reaksi diatas terdiri dari setengah reaksi oksidasi dan reduksi. Setengah
reaksi oksidasinya (pembentukkan ion logam) terjadi pada batas permukaan
kerak-logam, yaitu:
(2.2)
Untuk setengah reaksi reduksinya terjadi pada batas permukaan gas-kerak,
yaitu:
⁄
(2.3)
Gambar 2.2 Mekanisme Pembentukkan Lapisan Oksida Pada Suatu Logam [18]
Laju oksidasi dapat ditentukan dengan menimbang berat oksida yang
terbentuk sebagai fungsi waktu. Ketika oksida yang terbentuk tidak berpori dan
mengikat kuat permukaan logam, laju oksidasi ditentukan oleh difusi ion,
sehingga hubungan antara berat oksida tiap satuan luas (W) dan waktu (t) adalah
parabolik dengan persamaan:
(2.4)
22
Jika oksida yang terbentuk berpori dan mudah mengelupas, laju oksidasnya
adalah linier dengan persamaan:
(2.5)
Sedangkan jika oksida yang terbentuk sangat tipis dan terjadi pada suhu
rendah, laju oksidasinya berbentuk logaritmik dengan persamaan:
(2.6)
dengan: K1, K2, K3, K4, K5, dan K6 = konstanta
t = waktu
Secara skematis, hubungan antara perubahan berat oksida peratuan luas (W)
dan waktu (t) dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.3 Kriteria Laju Oksidasi [18]
2.7.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Oksidasi
Berikut ini merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi laju oksidasi,
yaitu temperatur, sumber oksigen, dan tekanan:
1. Temperatur
Laju pertumbuhan oksida sangat sensitif terhadap temperatur, karena laju
difusi oksigen. Secara matematis dapat ditunjukkan pada persamaan berikut ini:
23
(2.7)
dengan: D = koeffisien difusi (cm2/detik)
µ = mobilitas
Ea = energi aktivasi (eV)
k = konstanta Boltzman ( ⁄ )
T = Temperatur (K)
Meningkatnya temperatur dapat secara signifikan meningkatkan
pertumbuhan oksidanya.
2. Sumber Oksigen
Laju pertumbuhan oksida juga berhubungan dengan sumber oksigen. Oksida
kering dengan O2 memiliki laju pertumbuhan oksida leih rendah dibandingkan
dengan oksida basah yang menggunakan H2O. Sebagai contoh, silikon (100) pada
temperatur 1000°C, lapisan oksida basah tumbuh 2.2 mm setelah 20 jam,
sedangkan lapisan oksida kering tumbuh hanya 0.34 mm. Oleh karena itu, proses
oksidasi basah lebih disukai untuk menumbuhkan lapisan oksida tebal seperti
masking oxide dan field oxide.
3. Tekanan
Tekanan dapat digunakan untuk mengontrol laju pertumbuhan oksida.
Tekanan tinggi dapat meningkatkan laju oksida. Tekanan rendah menurunkan laju
oksidasi dan sedang diselidiki untuk menumbuhkan oksida sangat tipis yang
diperlukan untuk VSLI (Very Large Sircuit Integration).
24
2.8 Prinsip Kerja Alat Karakterisasi
2.8.1 Focused Ion Beam (FIB)
Focused Ion Beam (FIB) adalah teknik fabrikasi yang banyak digunakan di
industri semikonduktor dan bidang ilmu teknik material untuk analisis, deposisi,
dan pengikisan material. FIB merupakan perangkat yang menyerupai scanning
electron microscope (SEM). Perbedannnya yaitu, SEM menggunakan sinar
elektron yang terfokuskan untuk menginderakan sampel di ruang uji, sedangkan
FIB menggunakan sinar ion gallium yang terfokuskan. Gallium dipilih karena
proses pembuatan liqiuid metal ion source (LMIS) dari gallium tergolong mudah.
Pada LMIS gallium, logam gallium cair disentuhkan dengan jarum tungsten
kemudian dipanaskan. Gallium akan membasahi jarum tungsten dan medan listrik
yang besar (lebih besar dari 108 volt per centimeter) yang akan menyebabkannya
terionisasi dan terbentuknya medan emisi dari atom gallium. FIB juga dapat
digabungkan pada sistem dengan gabungan sinar ion dan elektron, sehingga
karakteristik yang sama dapat diteliti dengan kedua sinar. Ion yang dihasilkan
kemudian dipercepat menjadi energi sebesar 5 – 50 keV dan kemudian difokuskan
ke sampel dengna lensa elektrostatis. FIB dapat meneruskan puluhan nanoamper
arus ke benda kerja[20].
Komponen utama dari sistem FIB adalah sumber ion, ion optics column,
beam deflector, dan substrate stage. Pemberian tegangan kritis Taylor pada LMIS
akan mengekstrasi ion-ion bermuatan positif. Ion-ion tersebut kemudian
dikolimasi menjadi sinar-sinar parallel oleh lensa pengkondisi pertama. Kemudian
sinar ion diteruskan melalui pemisah massa dan drift tube. Pemisah massa
25
digunakan sehingga hanya sejumlah ion yang dibutuhkan dengan perbandingan
massa muatan yang tetap yang dapat lewat. Drift tube kemudian menghilangkan
ion-ion yang tidak terarah tepat vertikal. Lensa objektif diletakkan di bawah drift
tube dan berfungsi untuk mengurangi ukuran notkah dari sinar ion dan
memperbaiki fokus. Selanjutnya yaitu deflektor sinar elektrostatik, yang
mengendalikan lintasan akhir atau lokasi penembakkan ion di benda kerja[20].
Gambar 2.4 Skema Peralatan FIB [20]
Cara kerja dari FIB untuk pencitraan hampir sama seperti SEM, namun
sebagai pengganti elektron, ion gallium yang akan digunakan pada instrumen FIB.
Ketika ion menumbuk sampel, ion sekunder dan elektron sekunder terpancar dari
permukaan. Kadar elektron atau ion yang terpancar inilah yang dipindai dan
digunakan untuk mendapatkan hasil pencitraan dari permukaan. Dikarenakan
26
elektron sekunder dihasilkan dalam jumlah yang jauh lebih besar daripada ion,
maka citra yang dihasilkan akan memiliki kualitas yang lebih baik dengan resolusi
yang lebih tinggi[20]. Berikut merupakan skema peralatan FIB imaging:
Gambar 2.5 Skema Peralatan untuk Pencitraan dengn FIB [20]
2.8.2 Difraksi Sinar-X (X-Ray Diffraction)
Difraksi sinar-x merupakan proses hamburan sinar-x oleh bahan kristal.
pembahasan mengenai difraksi sinar-x mencakup pengetahuan yang berhubungan
dengan hal-hal berikut ini[21]:
1. Pembentukan sinar-x
2. Hamburan (scattering) gelombang elektromagnetik
3. Sifat kristal bahan (kristalografi)
Difraksi sinar-x oleh sebuah materi terjadi akibat dua fenomena, yakni
hamburan oleh setiap atom, dan interferensi gelombang-gelombang yang
27
dihamburkan oleh atom-atom tersebut.interferensi ini terjadi karena gelombang-
gelombang yang dihamburkan oleh atom-atom memiliki koherensi dengan
gelombang datang dan demikian juga dengan mereka sendiri[21].
X-Ray Diffractometer merupakan salah satu alat yang memanfaatkan
prinsip hukum Bragg dengan menggunakan metode karakterisasi material yang
paling tua dan palingsering digunakan hingga saat ini. Bahan yang dianalisa
adalah tanah halus, homogenized, dan rata-rata komposisi massa ditentukan.
Hukum Bragg merupakan perumusan matematika tentang persyaratan yang
halus dipenuhi agar berkas sinar-x yang dihamburkan tersebut merupakan berkas
difraksi. Sinar-x dihasilkan dari tumbukan antara elektron kecepatan tinggi
dengan logam target. Dari prinsip dasar ini, maka dibuatlah berbagai jenis alat
yang memanfaatkan prinsip dasar dari Hukum Bragg salah satu penerapannya
yaitu XRD[22]. Gambar di bawah akan menjelaskan prinsip kerja XRD.
Gambar 2.6 Prinsip Kerja XRD [22]
28
Sinar-X dapat terbentuk apabila suatu logam sasaran ditembaki dengan
berkas elektron berenrgi tinggi. Dalam eksperimen digunakan sinar-X
monokromatis. Kristal akan memeberikan hamburan yang kuat jika arah bidang
kristal terhadap berkas sinar-X (sudut θ) sesuai dengan persamaan Bragg, ssperti
yang ditunjukkan pada persamaan berikut ini[23]:
θ (2.8)
dengan n yaitu 1,2,...
Berdasarkan pesamaan Bragg, jika seberkas sinar-x di jatuhkan pada sampel
kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sianr-x yang memiliki panjang
gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang
dibiaskan akan dianggap oleh detektor kemudian diterjemahkann sebagai sebuah
puncak difrakasi makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, maka
makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Setiap puncak yang muncul
pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu
dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran
ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-x untuk hampir semua
jenis material. Standar ini disebut JCPDS[22].
29
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret 2017 hingga Juni 2017.
Penelitian ini dilakukan di beberapa laboratorium, diantaranya:
1. Pusat Penelitian Fisika (P2F) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
Kawasan Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(PUSPIPTEK) Serpong, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten,
Indonesia, 15314.
2. Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik (P2 Telimek), Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jalan Sangkuriang-Komplek LIPI
Gedung 20 Lantai 1, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Indonesia, 40135.
Laboratorium tersebut digunakan untuk proses pelapisan substrat Hastelloy
C-276 dan Nikel Chrom dengan serbuk pelapis NiCrAl dan NiCrAlHf
menggunakan metode High Velocity Oxygen Fuel (HVOF).
3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian
3.2.1 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah sebagai
berikut:
30
Tabel 3.1 Bahan-bahan Penelitian
No. Nama Bahan Keterangan
1. Hastelloy C-276 Substrat yang akan dilapisi
2. Nikel murni Substrat yang akan dilapisi
3. Serbuk Ni 137.2 gram
4. Serbuk Cr 48 gram
5. Serbuk Al 14 gram
6. Serbuk Hf 0.8 gram
7. H2SO4 Bahan elektrolit larutan Cu-Plating
8. CuSO4 Bahan elektrolit larutan Cu-Plating
9. Resin Epoxy Bahan pelapis sampel sebelum karakterisasi
10. Hardener Katalis resin
11. Aquadest Bahan elektrolit larutan Cu-Plating
12. Alumina Polisher Bahan untuk proses polishing
3.2.2 Peralatan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.2 Peralatan Penelitian No. Nama Alat Keterangan
1. Timbangan digital 6
digit Berfungsi untuk menimbang setiap sampel
2. Spatula Berfungsi untuk memindahkan serbuk ke dalam wadah
3. Wadah plastik Berfungsi untuk menyimpan sampel sebelum dan
sesudah dilakukan proses pengujian
31
4. Hair drier Berfungsi untuk mengeringkan peralatan setelah
digunakan
5. Plat Berfungsi untuk menempatkan sampel saat proses
HVOF
6. Kawat Nikel
Berfungsi untuk mengaitkan sampel pada plat, proses
Cu-Plating, menggantungkan sampel pada saat proses
annealing, dan menggantungkan sampel pada saat
proses Cu-Plating
7. Cawan perahu Berfungsi untuk meletakkan sampel saat proses
annealing
8. Pinset Berfungsi untuk memindahkan sampel ke wadah
9. Vacuum Furnace Berfungsi untuk proses annealing
10. Muffle Furnace Berfungsi untuk proses pengujian oksidasi
11. Alumina rod stick Berfungsi untuk menggantungkan sampel saat proses
oksidasi
12. Cawan Keramik Berfungsi sebagai wadah sampel saat proses oksidasi
13. Beaker glass Berfungsi sebagai wadah larutan Cu-Plating
14. Ultarsonic Cleaner Berfungsi sebagai pembersih peralatan
15. Mesin Potong Berfungsi untuk memotong sampel yang telah diberi
resin
16. Polisher Berfungsi untuk menghaluskan sampel untuk
karakterisasi
17.
Abrasive paper grid
#100, #400, #800,
#1000, #1500,
#2000, #3000
Berfungsi untuk meratakan sampel dan menghasluskan
sampel
18. Molding dies Berfungsi sebagai wadah untuk proses pelapisan dengan
resin
19. Klip Berfungsi untuk menjepit sampel pada proses pelapisan
dengan resin
20. Desikator Berfungsi untuk menyimpan sampel
32
3.2.3 Alat Karakterisasi
a. Focus Ion Beam (FIB)
Focus Ion Beamberfungsi untuk melihat morfologi pada sampel sehingga
bisa dilakukan analisis permukaan, penampang melintang, ketebalan
lapisan yang terbentuk, dan mengetahui unsur atau seyawa yang
terkandung di dalam sampel.
b. X-Ray Diffractometer (XRD)
X-Ray Diffractometer berfungsi untuk mendeteksi fasa yang terbentuk
pada sampel
3.3 Diagram Alir Penelitian
3.3.1 Preparasi Serbuk Pelapis
Gambar 3.1 Diagram Alir Preparasi Serbuk Pelapis
Bahan
Komposisi Menimbang Mencampur
Milling
9 jam 18 jam 27 Jam 36 Jam
Setiap 9 jam, sebagian
sampel diambil ± 3 gram
Serbuk pelapis NiCrAl dan NiCrAlHf
33
3.3.2 Proses Pelapisan dan Pengujian
Gambar 3.2 Proses Pelapisan dan Pengujian
Serbuk Pelapis NiCrAl
dan NiCrAlHf
Dilakukan proses
milling 36 jam,
1500 rpm
Substrat Hastelloy
C-276 dan Nikel
murni
Dipotong dan
diampelas (#100,
#400, #800,
#1000, #1200
Ditimbang dan
diukur dimensi
substrat
Dilakukan
Blasting Alumina
Dilapisi Substrat Hastelloy
C-276 dan Nikel murni
dengan Metode HVOF
Dilakukan Proses
annealing (1100°C, 4 Jam)
Dilakukan Proses Oksidasi
(1000°C, 100 Jam)
Karakterisasi
XRD FIB
Analisa
Kesimpulan
34
3.4 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode High Velocity Oxygen Fuel
(HVOF). Tahapan penelitian ini meliputi preparasi serbuk pelapis dan preparasi
substrat, penggerusan serbuk pelapis NiCrAl dan NiCrAlHf dengan metode
mechanical millingselama 36 jam dengan kecepatan milling1500 rpm,
penembakan serbuk pelapis pada substarat, proses annealingpada temperatur
1100°C selama 4 jam, proses oksidasi pada temperatur 1000°C selama 100 jam,
karakterisasi sampel menggunakan Focus Ion Beam (FIB) untuk melihat
morfologi permukaan dan penampang melintang pada sampel, dan karakterisasi
sampel menggunakan X-Ray Diffractometer (XRD) untuk mengetahui fasa-fasa
yang terbentuk pada sampel.
3.4.1 Preparasi Substrat
Substrat yang digunakan pada penelitian ini adalah Hastelloy C-276 dan
Nikel murni. Substrat tersebut dilakukan proses pemotongan dengan ukuran
. Setelah didapatkan ukuran substrat yang diinginkan, substrat
dihaluskan dengan abrasive paper nomor #100, #400, #800, #1000, dan #1200
agar substrat lebih halus dan bersih sebelum proses pelapisan. Substrat akan
kembali diukur dimensinya dengan, karena pada proses penghalusan terjadi
pengkisian pada susbtrat. Substrat diukur dengan menggunakan jangka sorong,
kemudian dilakukan penimbangan dengan timbangan digital 6 digit. Substrat yang
akan dilapisi akan diikat dengan kawat nikel pada plat dengan posisi vertikal.
35
a b
Gambar 3.3 a. Hastelloy C-276, b. Nickel Chrome
.
3.4.2 Preparasi Serbuk Pelapis
Serbuk bahan pelapis yang digunakan pada penelitian ini adalah NiCrAl dan
NiCrAlHf dengan komposisi masing-masing 200 gram. Masing-masing unsur
ditimbang sesuai dengan komposisinya, kemudian dilakukan pencampuran dari
masing-masing unsur untuk dilanjutkan ke proses milling. Proses mechanical
millingdilakukan agar ukuran partikel-partikel dari setiap serbuk pelapis menjadi
kecil. Proses milling dilakukan selama 36 jam secara bertahap dengan kecepatan
1500 rpm. Berikut ini merupakan diagram waktu proses milling:
Gambar 3.4 Diagram Waktu Proses Milling
Serbuk pelapis yang digunakan untuk proses pelapisan adalah serbuk
pelapis yang telah dilakukan proses milling selama 36 jam, karena diharapkan
ukuran partikel dari serbuk pelapis pada waktu milling 36 jam yang paling kecil
diantara waktu milling yang lainnya.
0 9 18 27 36
36
Gambar 3.5 Serbuk Pelapis
3.4.3 Proses Pelapisan
Substrat yang telah dipersiapkan untuk proses pelapisan terlebih dahulu
dilakukan proses blasting alumina agar pori-pori pada substrat terbuka serta
mudah menerima dan berikatan dengan serbuk pelapis sehingga didapatkan
lapisan yang sangat kuat. Serbuk pelapis yang sudah melalui proses milling
dimasukkan ke dalam powder feeder dan plat digantung dengan posisi vertikal
agar substrat mudah ditembak saat proses pelapisan menggunakan metode High
Velocity Oxygen Fuel (HVOF).
a. b.
Gambar 3.6 a. Substrat Sebelum Proses HVOF, b. Substrat Setelah Proses HVOF
Pada proses HVOF perlu diperhatikan parameter-parameter seperti
pengaturan gas terlebih dahulu, yaitu:
Tabel 3.3 Pengaturan Gas High Velocity Oxygen Fuel (HVOF)
No Parameter Tekanan
1 N2 5 bar
2 O2 8 bar
3 Propane 5 bar
37
Substrat yang telah dilapisi secara merata, kemudian akan didinginkan pada
ruang terbuka hingga substrat kembali pada temperatur normal. Substrat yang
telah didingkan akan ditimbang dengan menggunakan timbangan digital 6 digit
untuk mengetahui perubahan massa yang terjadi antara sebelum dan sesudah
proses pelapisan.
3.4.4 Proses Annealing
Substrat Hastelloy C-276 dan Nikel murni yang telah dilapisi dengan
metode HVOF selanjutnya akan diberikan perlakuanannealing. Proses
annealingpada substrat bertujuan untuk menjadikan lapisan pada subtrat menjadi
lebih homogen dan merata. Selain itu, pada proses annealingterjadi rekristalisasi
pada lapisan yang lebih tahan terhadap korosi.
Sampel yang akan dilakukan perlakuan heat treatment dipersiapkan terlebih
dahulu dan diletakkan pada ceramic crucible secara vertikal dengan penyangga
kawat. Hal tersebut bertujuan agar aliran gas Argon dan panas yang dihasilkan
saat proses annealingberlangsung dapat mengalir dengan merata. Proses heat
treatment dilakukan pada temperatur 1100°C selama 4 jam. Setelah proses
annealingselesai, setiap sampel dilakukan penimbangan menggunakan timbangan
digital 6 digit untuk mengetahui perubahan massa sampel sebelum dan sesudah
prosesannealing.
38
a. b.
Gambar 3.7 a. Sampel Sebelum ProsesAnnealing. b. Sampel Setelah Proses
Annealing
3.4.5 Proses Oksidasi
Proses oksidasi dilakukan untuk mengetahui ketahanan sampel terhadap
korosi pada temperatur tinggi. Pengujian oksidasi dilakukan pada temperatur
1000°C selama 100 jam di dalam muffle furnace tipe PPF 1300. Proses oksidasi
dilakukan secara isotermal. Sampel dimasukkan ke dalam muffle furnace lalu
dipanaskan hingga temperatur 1000°C selama 120 menit, kemudian sampel
ditahan selama 1 jam dan menurunkan temperatur hingga normal kembali. Sampel
kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital 6 digit untuk mengetahui
perubahan massa sampel sebelum pengujian oksidasi dan setelah pengujian
oksidasi. Setelah itu sampel difoto mengguakan kamera digital untuk mengetahui
perubahan warna pada sampel setelah dilakukan pengujian oksidasi.
Gambar 3.8 Sampel di Dalam Muffle Furnace
39
Pengujian oksidasi pada penelitian ini memiliki waktu tahan yang beragam,
berikut ini merupakan tabel waktu pengujian oksidasi:
Tabel 3.4 Waktu Pengujian Oksidasi
No Waktu Tahan (Jam) Total Waktu (Jam)
1 1 1
2 4 5
3 10 15
4 16 31
5 15 46
6 20 66
7 24 90
8 10 100
Setelah pengujian oksidasi berakhir, dilanjutkan dengan membuat kurva laju
oksidasi dengan menggunakan data perubahan massa sampel setiap satuan luas
terhadap waktu pengujian oksidasi.
3.5 Variabel Penelitian
3.5.1 Variabel Perlakuan
Variasi sampel yang mendapatkan perlakuan adalah sebagai berikut:
1. Sampel yang tidak ditambahkan reaktif elemen, mendapatkan proses heat
treatment, dan mendapatkan proses oksidasi.
2. Sampel yang ditambahkan reaktf elemen, mendapatkan proses heat
treatment, dan mendapatkan proses oksidasi.
40
3.5.2 Variabel Pengujian
a. Analisa morfologi sampel : FIB
b. Analisa fasa yang terbentuk pada sampel : XRD
3.6 Karakterisasi Struktur Mikro
Karakterisasi yang dilakukan untuk mengetahui struktur mikro dalam
penelitian ini adalaha dengan menggunakan Focus Ion Beam (FIB) dan X-Ray
Diffraction (XRD).
3.6.1 FIB
Focus Ion Beam (FIB) dilakukan bertujuan untuk melihat citra
mikrostruktur sampel, ukuran butir, dan komposisi pada sampel baik kondisi
surface ataupun cross section. Sebelum dilakukan proses pengujian sampel harus
dipreparasi terlebih dahulu, khususnya untuk pengujian sampel cross section.
Proses preparasi sampel cross section adalah dengan melapisi sampel yang telah
dilakukan proses pelapisan dengan menggunakan tembaga (Cu) yang bertujuan
untuk menyelaraskan koefisien refleksi antara logam (sampel dengan resin).
Pelapisan tembaga dilakukan dengan metode electroplating menggunakan
elektroda tembaga dan larutan elektrolit Cu-plating dengan rapat arus
0.1A/sampel pada temperatur ruang selama kurang lebih 18 jam. Setelah
dilakukan proses Cu-plating sampel dicetak menggunakan resin di dalam
cetakkan khusus dan diamkan kurang lebih 24 jam agar resin menjadi keras. Lalu
sampel dipotong dan diampelas menggunakan abrasive paper grit #100, #400,
#800, #1000, #1500, #2000, dan #3000. Setelah diamplas menggunakan abrasive
41
paper, dilanjutkan dengan polishing sampel menggunakan kain beludru dan
alumina micropolisher pada mesin polisher sampai mengkilat seperti cermin.
Gambar 3.9 Sampel Cross Section
3.6.2 X-Ray Diffarction (XRD)
Pengujian XRD merupakan metode pengujian untuk mengetahui fasa yang
terbentuk pada sampel. Pada umumnya, pengujian ini hanya dilakukan dengan
padatan kristal, karena padatan kristal memiliki susunan atom yang teratur. Hasil
pengujian XRD berupa peak. Peak-peak tersebut menggambarkan fasa yang
terbentuk di dalam sebuah material. Fasa terkuat akan membentuk puncak yang
paling tinggi diantara fasa-fasa yang lainnya.
42
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Serbuk pelapis NiCrAl dan NiCrAlHf yang telah dilakukan proses
mechanical milling akan digunakan sebagai lapisan bondcoat pada sistem
perintang termal. Lapisan tersebut akan melapisi substrat Hastelloy C276 dan
Nikel dengan menggunakan metode High Velocity Oxygen Fuel (HVOF). Substrat
yang telah terlapisi akan dilakukan pengujian oksidasi dengan temperatur 1000°C
selama 100 jam. Pengujian tersebut bertujuan untuk mengetahui ketahanan
oksidasi dari lapisan paduan NiCrAl dan NiCrAlHf. Selain mengetahui ketahanan
oksidasi dari kedua lapisan paduan, dibutuhkan analisis struktur mikro
seperti,Scanning Electron Microscope (SEM) untuk mengetahui morfologi lapisan
dan X-Ray Diffractometer (XRD) untuk mengetahui fasa-fasa yang terbentuk.
Hasil analisis struktur mikro tersebut dapat membantu menganalisa hubungan
antara ketahanan oksidasi dengan struktur-struktur yang terbentuk.
Sampel-sampel yang akan dikarakterisasi adalah sampel yang telah melalui
proses heat treatment dan proses oksidasi. Sebelum dilakukan karakterisasi
sampel-sampel tersebut di foto menggunakan kamera digital guna untuk
mengetahui kondisi visual pada sampel. Pengamatan visual kondisi sampel
bertujuan untuk mengamati ada atau tidaknya suatu perbedaan ketika sampel
sebelum dilakukan proses pengujian oksidasi dan setelah dilakukan proses
oksidasi. Hasil dari pengamatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini:
43
Tabel 4.1 Uji Sebelum dan Sesudah Pengujian Oksidasi (a) Hastelloy NiCrAl, (b)
Nikel NiCrAl, (c) Hastelloy NiCrAlHf, (d) Nikel NiCrAlHf
Durasi
Oksidasi
Hastelloy Nikel
(a) (b) (c) (d)
Without Reactive
Element
With Reactive
Element
Without Reactive
Element
With Reactive
Element
0 Jam
100 Jam
Berdasarkan kondisi sampel dari gambar di atas, terlihat adanya perbedaan
warna pada sampel sebelum dilakukan pengujian oksidasi dan setelah pengujian
oksidasi. Pada umumnya warna dari ke empat sampel sebelum dilakukan
pengujian oksidasi cenderung berwarna abu-abu gelap, sedangkan setelah
dilakukan pengujian oksidasi 1000°C selama 100 jam berubah menjadi
kehitaman.
Pengujian oksidasi 1000°C selama 100 jam ternyata juga menyebabkan
beberapa lapisan yang terkelupas dari substrat, seperti halnya pada sampel (a), dan
(d),hal tersebut menandakan ketahanan oksidasi dari ke dua sampel tersebut
tidaklah baik. Berbeda dengan sampel (c), pada sampel tersebut tidak terjadi
pengelupasan melainkan sebagian pelapis telah habis teroksidasi. Kondisi tersebut
menandakan ketahanan oksidasi yang buruk. Pada sampel (c) tidak ada lapisan
pelapis yang terkelupas ataupun yang telah habis teroksidasi.
terkelupas terkelupas terkelupas
44
Jadi, menurut pengamat visual pada sampel dapat ketahui ketahan oksidasi
dari ke empat sampel tersebut. Sampel (a), (c), dan (d) memiliki ketahanan
oksidasi yang kurang baik, karena terdapat sampel yang terkelupas dari substrat
dan telah habis teroksidasi. Pada sampel (b) memiliki ketahanan oksidasi yang
baik, karena tidak terdapatnya sampel yang terkelupas ataupun habis teroksidasi.
4.1Ketahanan oksidasi serbuk pelapis NiCrAl dan NiCrAlHf pada Nickel
Based Superalloy
Pengujian oksidasi 1000°C selama 100 jam bertujuan untuk mengetahui
ketahanan terhadap temperatur tinggi. Hasil pengujian oksidasi tersebut dapat
ditampilkan dalam bentuk grafik untuk mengetahui ketahanaan oksidasi dari
sampel yang telah dilapisi dengan pelapis NiCrAl dan NiCrAlHf seperti pada
grafik di bawah ini:
Gambar 4.1 Kurva perubahan massa uji oksidasi
45
Kurva di atas menunjukkan, bahwa setelah dilakukan pengujian oksidasi
dengan temperatur 1000°C selama 100 jam terjadi perubahan massa. Perubahan
massa tersebut ditandai dengan adanya difusi oksigen ke dalam substrat. Selain
dilihat dari perubahan massa, bentuk kurva juga dapat menentukan ketahanan
oksidasi. Tabel di bawah ini menunjukkan besarnya perubahan massa setelah
pengujian oksidasi
Tabel 4.2 Perubahan massa setelah pengujian oksidasi 1000°C selama 100 jam
Sampel Perubahan Massa (mg/cm2)
Hastelloy NiCrAl 0.34163
Hastelloy NiCrAlHf 1.53121
Nikel NiCrAl 34.255
Nikel NiCrAlHf 16.056
Pada pelapis NiCrAl dan NiCrAlHf pada substrat Nikel memiliki perubahan
massa yang paling besar secara berturut-turut, yaitu 34.255 mg/cm2 dan 16.056
mg/cm2. Perubahan massa yang sangat besar menandakan bahwa oksigen yang
terdifusi ke dalam substrat tersebut sangat banyak. Sifat dari pelapis NiCrAl
memiliki ciri-ciri berpori dan lapisan yang mudah mengelupas, selain itu
pembentukkan lapisan oksida protektif yang sangat cepat, sehingga cadangan
lapisan oksida protektif yang terbentuk lebih cepat habis[18]. Bentuk visual pada
Tabel 4.1 dari kedua sampel tersebut menunjukkan adanya pelapis yang
terkelupas dari sampel (d) dan pelapis yang habis teroksidasi (c). Hal-hal tersebut
semakin berkesinambungan antara bentuk visual sampel dengan perubahan massa
dan bentuk kurva yang dihasilkan dari kedua sampel tersebut.
Pada pelapis NiCrAl substrat Hastelloy memiliki perubahan massa yang
sangat kecil, yaitu 0.34163 mg/cm2, namun kurva ketahanan oksidasi dari pelapis
46
tersebut menunjukkan adanya penurunan perubahan massa setelah waktu
pengujian oksidasi 31 jam. Penurunan perubahan massa tersebut ditandai dengan
terkelupasnya sampel dari substrat. Hal tersebut dapat memicu terkelupasnya
lapisan oksida protektif yang telah terbentuk selama pengujian oksidasi tersebut,
sehingga sampel tersebut kehilangan ketahannnya terhadap temperatur tinggi.
Semakin diteruskan waktu pengujian oksidasi, sampel tersebut akan kehilanggan
massa yang sangat banyak, sehingga ketahanan terhadap temperatur tinggi
semakin berkurang.
Pada pelapis NiCrAlHf substrat Hastelloy memiliki perubahan massa yang
kecil, yaitu 1.53121 mg/cm2.Sifat dari pelapis NiCrAlHf memiliki ciri-ciri tidak
berpori dan mengikat kuat permukaan logam, selain itu menunjukkan
pertumbahan oksida protektif yang lambat[18]. Hal tersebut menunjukkan
pertumbuhan oksida protektif yang lambat (slow growing)memiliki ketahanan
oksidasi yang baik, karena lapisan oksida protektif yang digunakan cukup mampu
bertahan di temperatur tinggi yang cukup lama.
4.2 Karakteristik Struktur Mikro
Karakteristrik struktur mikro dapat membantu menganalisa ketahanan
oksidasi pada lapisan pelapis NiCrAl dan NiCrAlHf. Sampel-sampel yang akan
diamati adalah sampel yang telah dilakukan proses annealing1100°C selama 4
jam dan pengujian oksidasi 1000°C selama 100 jam. Hasil dari pengamatan
struktur mikro, yaitu morfologi permukaan lapisan dan penampang melintang.
47
4.2.1 Morfologi Permukaan Lapisan Pelapis
Morfologi permukaan lapisan dilakukan dengan menggunakan SEM dengan
hamburan Secondary Electron(SE). Hamburan yang dihasilkan akan digunakan
untuk mengetahui topografi, bentuk, dan ukuran partikel.
4.2.1.1 Lapisan Pengikat NiCrAl
Gambar di bawah ini merupakan topografi dari lapisan pelapis NiCrAl:
(a) (b)
SetelahAnne
aling
Setelah
Oksidasi
Gambar 4.2 Gambar Secondary Electron dari Permukaan sampel lapisan NiCrAl
(a) Hastelloy, (b) Nikel
Berdasarkan pengamatan hasil SEM pada sampel setelah
annealingditemukan sampel dengan kondisi partikel yang tidak meleleh. Pada
sampel setelah pengujian oksidasi terdapat dua perbedaan antara sampel (a)
dengan sampel (b). Bentuk morfologi dari sampel (a) berbentuk seperti struktur
bunga brokoli yang tersebar merata di seluruh permukaan sampel. Bentuk seperti
Partikel tidak meleleh
Partikel tidak meleleh
48
pada sampel (a) tersebut menunjukkan bahwa di atas permukaan sampel telah
terdeposisi lapisan protektif oksida setelah dilakukan pengujian oksidasi[24]. Pada
sampel (b) terlihat, bahwa setelah pengujian oksidasi mengalami perubahan
bentuk seperti butir-butir dengan dimensi yang tidak beraturan. Hal ini disebabkan
oleh pelapis yang telah habis teroksidasi. Oleh karena itu, untuk sampel (b)
memiliki ketahanan oksidasi yang rendah, karena lapisan oksida yang terbentuk
memiliki pertumbuhan yang cepat sesuai dengan kurva yang dihasilkan pada
gambar 4.1 untuk susbstrat Nikel NiCrAl.
4.2.1.2 Lapisan Pengikat NiCrAlHf
Gambar di bawah ini menunjukkan topografi dari lapisan pelapis NiCrAlHf:
(a) (b)
Setelah
Annealing
Setelah
Oksidasi
Gambar 4.3 Gambar Secondary Electron dari Permukaan sampel lapisan
NiCrAlHf (a) Hastelloy, (b) Nikel
Partikel Meleleh
Partikel Meleleh
49
Berdasarkan pengamatan pada hasil SEM lapisan NiCrAlHf setelah
annealingdidapatkan partikel yang meleleh dan menyatu pada kedua sampel.
Lapisan yang meleleh dan menyatu merupakan indikasibahwa lapisan pelapis
tersebut homogen. Pada sampel setelah pengujian oksidasi terdapat perubahan
pada bentuk morfologi dari ke dua sampel. Berdasarkan pada gambar 4.3 setelah
pengujian oksidasi, tampak pada ke dua sampel berbentuk bulat-bulat (spherical)
yang tersebar merata di seluruh permukan lapisan pelapis. Apabilapada sampel
tersebut diambil stuktur morfologi dengan perbesaran yang lebih besar dari
sebelumnya akan terlihat struktur bunga brokoli, hal tersebut menandakan bahwa
dengan adanya penambahan unsur elemen reaktif pada pelapis MCrAl akan
menyebabkan semakin mengecilnya partikel-partikel pelapis tersebut. Jadi, pada
kedua sampel tersebut mengindikasikan bahwa sampel tersebut telah terbentuk
lapisan oksida di atas permukaan lapisan.
4.2.2 Morfologi Penampang Melintang
Pengamatan morfologi penampang melintang dilakukan dengan hamburan
Back Scettered Electron (BSE). Hamburan yang dihasilkan akan digunakan untuk
menangkap informasi mengenai nomor atom serta topologi.
50
4.2.2.1 Lapisan Pengikat NiCrAl
(a) (b)
Setelah
Annealing
Setelah
Oksidasi
Gambar 4.4 Gambar Back Scattered Electron (BSE) dari Penampang
Lapisan sampel lapisan NiCrAl (a) Hastelloy, (b) Nikel
Berdasarkan pada gambar 4.4, ketebalan sampel hampir sama, yaitu berkisar
antara 200–300 µm. Berdasarkan hasil mapping komposisi pada sampel (a)
menunjukkan, bahwa komposisi unsur nikel di dalam pelapis tersebut sangat
banyak dan tersebar ke seluruh coating layer. Hal tersebut dapat dilihat dari
kecerahan warna pada hasil mapping, semakin cerah warna pada hasil mapping
Interface oxidation
Interface oxidation
51
pada suatu lokasi, semakin banyak unsur tersebut berada di lokasi tersebut. Unsur
Cr pada lapisan tersebut juga banyak tersebar di seluruh coating layer, namun
kecerahan pada unsur Cr hanya terletak pada lokasi-lokasi tertentu saja. Unsur Al
dan O hanya terdapat pada permukaan coating saja di mana bagian permukaan
pada coating merupakan tempat terbentuknya lapisan oksida protektif. Selain itu,
terdapat interface oxidation sepanjang lapisan coating bagian bawah. Interface
oxidation adalah produk oksida yang terdapat pada bagian interface. Selain itu,
kehadiraninterface oxidation sangat tidak diinginkan, karena dapat menjadi
sumber kegagalan sistem TBC [10].
Berdasarkan hasil mapping pada sampel (b), bahwa komposisi unsur Ni dan
Cr hampir menyebar ke seluruh bagiancoating layer, sedangkan unsur Al dan O
hampir merata di sepanjang permukaan NiCrAl coating layer. Serupa dengan
sampel sebelumnya, pada sampel (b) terdapat lapisan oksida protektif yang
terbentuk setelah proses HT, karena terdapatnya unsur Al dan O di permukaan
NiCrAl coating layer. Ketebalan lapisan coating pada sampel (b) setelah
dilakukan pengujian oksidasi mengalami penyusutan, karena selama proses
oksidasi dilakukan sampel tersebut lapisan coating dari pelapis NiCrAl terlalu
cepat mengalami oksidasi dan menyisakan substratnya saja. Terjadinya interface
oxidation yang sangat tebal sepanjang lapisan coating bagian bawah pada sampel
(b) juga sangat mempengaruhi ketahanan oksidasi dari pelapis tersebut.
52
4.2.2.2 Lapisan Pengikat NiCrAlHf
(a) (b)
Setelah
Annealing
Setelah
Oksidasi
Gambar 4.5Back Scattered Electron (BSE) dari Penampang Lapisan sampel
lapisan NiCrAlHf (a) Hastelloy, (b) Nikel
Berdasarkan pada gambar di atas, ketebalan sampel hampir sama, yaitu 100
µm – 200 µm. Berdasarkan hasil mapping komposisi unsur Ni dan Cr hampir
tersebar ke seluruh bagiancoating layer, sedangkan unsur Al dan O hampir merata
di sepanjang permukaan NiCrAlHf coating layer. Serupa dengan sampel-sampel
sebelumnya, pada sampel (a) terdapat lapisan oksida protektif yang terbentuk
Interface oxidation Interface oxidation
53
setelah prosesannealing, karena terdapatnya unsur Al dan O pada permukaan
NiCrAlHf coating layerberdasarkan hasil mapping pada gambar 4.5 di atas. Pada
bagian bawah lapisan coating terdapat interface oxidation, namun dalam jumlah
yang sangat sedikit.
Berdasarkan hasil mappingpada sampel (b), bahwa komposisi unsur Ni dan
Cr hampir menyebar ke seluruh bagian coating layer, sedangkan unsur Al dan O
hampir merata di sepanjang permukaan NiCrAlHfcoating layer. Serupa dengan
sampel sebelumnya, pada sampel (b) terdapat lapisan oksida protektif yang
terbentuk setelah proses HT, karena terdapatnya unsur Al dan O di permukaan
NiCrAlHfcoating layer. Terjadinya interface oxidation yang cukup banyak di
sepanjang lapisan coating bagian bawah pada sampel (b) juga sangat
mempengaruhi ketahanan oksidasi dari pelapis tersebut.
4.2.3 Morfologi Lapisan Oksida
Pengamatan morfologi penampang melintang dilakukan dengan hamburan
Back Scettered Electron (BSE). Hamburan yang dihasilkan akan digunakan untuk
mengetahui unsur yang terkandung pada sampel. Berikut ini merupakan morfologi
dari lapisan oksida:
54
(a) (b)
Without
Reactive
Element
With
Reactive
Element
Gambar 4.6 Gambar dari Lapisan Oksida pelapis (a) Hastelloy, (b) Nikel
Berdasarkan pada gambar 4.6 di atas, pada sampel (a) without reative
elementsetelah proses oksidasi terdapat mixed oxide di sepanjang bagain atas
lapisan oksida Al2O3 yang didasarkan pada data EDS dari sampel tersebut.
Muncunya mixed oxide pada lapisan oksida sangat tidak diinginkan dalam jumlah
yang banyak, karena dapat mengakibatkan crack dan memburuknya sistem
perintang termal [25].Pada sampel (a) with reative element setelah proses oksidasi
terdapat mixed oxide berdasarkan data EDS hasil mapping, yaitu terdiri dari Ni,
Cr, dan Oksigen dengan kuantitas yang kecil di bagain atas lapisan oksida Al2O3.
Pada sampel (b) without reative elementsetelah dilakukan pengujian
oksidasi, lapisan oksida yang terbentuk tidak kontinu. Lapisan oksida yang
terbentuk pada pelapis tersebut berdasarkan data EDS dan hasil mapping adalah
55
lapisan oksida NiO dan sedikit Al2O3. Lapisan oksida NiO merupakan salah satu
lapisan oksida yang tidak protektif dan sangat merugikan, sebab lapisan oksida
NiO bersifat sangat lemah dalam ketahannya terhadap temperatur tinggi dan dapat
menjadi salah satu kegagalan dari sistem perintang termal[26]. Lapisan oksida
NiO memiliki pertumbuhan yang sangat cepat, sehingga penggantian Ni pada
serbuk pelapis sangatlah cepat dan dikhawatirkan penggunaan Ni sebagai lapisan
oksida pada pelapis digantikan oleh substrat[27]. Pada sampel (b) with reative
elementsetelah dilakukan pengujian oksidasi, lapisan oksida yang terbentuk pada
pelapis tersebut berdasarkan data EDS sampel dan hasil mapping adalah lapisan
oksida yang terdiri dari sedikit NiO dan Al2O3. Kuantitas yang kecil dari lapisan
oksida NiO mempengaruhi kinerja sistem perintang termal.
Oleh karena itu, sesuai dengan data-data pendukung seperti kondisi visual,
morfologi permukaan dan morfologi penampang melintang, bahwa lapisan pelapis
with reative element substrat Hastelloy memiliki ketahanan oksidasi yang baik.
4.3 Identifikasi Fasa
Identifikasi fasa dilakukan untuk mengetahui fasa-fasa yang terbentuk
setelah proses heat treatment dan setelah proses oksidasi. Identifikasi fasa tersebut
digunakan alat X-Ray Diffractomerter (XRD) untuk dilakukan penembakkan
sinar-X terhadap masing-masing sampel untuk mendapatkan hasil raw yang akan
dianalisa menggunakan software. Analisa fasa pada sampel-sampel tersebut
menggunakan aplikasi High Score Plus dan analisan manual melalui pencocokkan
56
d-spacing fasa. Berikut ini merupakan hasil identifikasi fasa dari sampel-sampel
tersebut:
Gambar 4.7 Pola difraksi sinar X sampel Hastelloy
Berdasarkan hasil identifikasi fasa dengan menggunakan perangkat lunak
High Score Plus dan penyesuaian dengan d-spacing fasa didapatkan, bahwa
sampel NiCrAl setelah dilakukan proses heat treatment terdapat fasa Cr2O3, θ-
Al2O3, γ-Ni, γ-Ni3Al dan pada sampel NiCrAlHf setelah proses heat treatment
terdapat fasa α-Al2O3, γ-Ni, danγ-Ni3Al. Ke dua lapisan pengikat tersebut
membuktikan adanya lapisan oksida yang terbentuk setelah dilakukan proses heat
treatment, seperti hasil yang didapatkan dari datahasil mapping morfologi
penampang melintang dan data EDS lapisan oksida dari masing-masing lapisan
pengikat.
Setelah pengujian oksidasi, fasa-fasa yang terdapat pada sampel NiCrAl
adalah NiCr2O4, γ-Ni, dan γ-Ni3Al. Pada sampel NiCrAlHF setelah pengujian
57
oksidasi terdapat fasa NiCr2O4, α-Al2O3, γ-Ni, dan γ-Ni3Al. Data di bawah ini
merupakan posisi fasa dan d-spacing dari substrat Hastelloy:
Tabel 4.3 Posisi 2θ, d-spacing, dan fasa yang teridentifikasi substrat Hastelloy Sampel 2θ d-spacing Fasa
(a.1) NiCrAl setelah
heat treatment
24.586 3.61795 Cr2O3
33.67 2.65957 Cr2O3
36.24 2.47687 Cr2O3
40.4 2.23103 θ-Al2O3
43.8 2.06416 Cr2O3, γ-Ni, γ-Ni3Al
51.04 1.78806 θ-Al2O3, γ-Ni, γ-Ni3Al
54.9 1.66975 Cr2O3, θ-Al2O3
74.9 1.26629 γ-Ni, γ-Ni3Al
(a.2) NiCrAl setelah
oksidasi
36.19 2.48003 NiCr2O4
44.14 2.05005 NiCr2O4, γ-Ni, γ-Ni3Al
51.38 1.77671 γ-Ni, γ-Ni3Al
75.58 1.25703 NiCr2O4, γ-Ni, γ-Ni3Al
(b.1) NiCrAlHf
setelah heat
treatment
43.756 2.06718 α-Al2O3, γ-Ni, γ-Ni3Al
50.948 1.79096 γ-Ni, γ-Ni3Al
74.93 1.26634 α-Al2O3, γ-Ni, γ-Ni3Al
(b.2) NiCrAlHf
setelah oksidasi
30.39 2.939 NiCr2O4
36.06 2.488 NiCr2O4
43.57 2.075 NiCr2O4, α-Al2O3, γ-Ni, γ-Ni3Al
50.71 1.798 γ-Ni, γ-Ni3Al
74.62 1.271 NiCr2O4, α-Al2O3, γ-Ni, γ-Ni3Al
58
Pada gambar di bawah ini akan disajikan data dari sampel Nikel untuk
pelapis NiCrAl dan NiCrAlHf:
Gambar 4.8 Pola Difraksi sinar X sampel Nikel
Berdasarkan hasil identifikasi fasa dengan menggunakan perangkat lunak
High Score Plus dan penyesuaian dengan d-spacing fasa didapatkan, bahwa
sampel NiCrAl substrat nikel setelah dilakukan proses heat treatment terdapat
fasa Cr2O3, θ-Al2O3, γ-Ni, γ-Ni3Al dan pada sampel NiCrAlHf setelah proses heat
treatment terdapat fasa α-Al2O3, γ-Ni, dan γ-Ni3Al. Ke dua lapisan pengikat
tersebut membuktikan adanya lapisan oksida yang terbentuk setelah dilakukan
proses heat treatment, seperti hasil yang didapatkan dari data hasil mapping
morfologi penampang melintang dan data EDS lapisan oksida dari masing-masing
lapisan pengikat.
59
Setelah pengujian oksidasi, fasa-fasa yang terdapat pada sampel NiCrAl
adalah NiO,α-Al2O3, θ-Al2O3γ-Ni, dan γ-Ni3Al. Kemunculan fasa NiO ini
didikung juga dengan data-data pendukung sebelumnya, seperti hasil mapping
morfologi penampang melintang, dan data EDS lapisan oksida. Banyaknya peak
NiO yang muncul pada fasa tersebut semakin memperkuat dugaan, bahwa sampel
Nikel lapisan pengikat NiCrAl memiliki ketahanan oksidasi yang buruk.Pada
sampel NiCrAlHF setelah pengujian oksidasi terdapat fasa NiO, α-Al2O3,θ-
Al2O3γ-Ni, dan γ-Ni3Al. Data di bawah ini merupakan posisi fasa dan d-spacing
dari sampel Nikel
Tabel 4.4 Posisi 2θ, d-spacing, dan fasa yang teridentifikasi substrat Nikel Sampel 2θ d-spacing Fasa
(c.1) NiCrAl setelah
heat treatment
24.43 3.64101 Cr2O3
33.51 2.67192 Cr2O3
36.10 2.48607 Cr2O3
40.22 2.24044 θ-Al2O3
43.69 2.06979 Cr2O3, γ-Ni, γ-Ni3Al
50.89 1.79272 θ-Al2O3, γ-Ni, γ-Ni3Al
54.79 1.67417 Cr2O3, θ-Al2O3
74.84 1.26759 γ-Ni, γ-Ni3Al
(c.2) NiCrAl setelah
oksidasi
37.13 2.41907 NiO
43.16 2.09420 NiO, α-Al2O3
44.02 2.05513 γ-Ni, γ-Ni3Al
51.24 1.78158 γ-Ni, γ-Ni3Al, θ-Al2O3
62.76 1.47929 θ-Al2O3, NiO
75.32 1.26701 γ-Ni, γ-Ni3Al, α-Al2O3
79.27 1.20753 NiO
60
(d.1) NiCrAlHf
setelah heat
treatment
43.873 2.06194 α-Al2O3
44.2408 2.04565 γ-Ni, γ-Ni3Al
51.104 1.78586 γ-Ni, γ-Ni3Al
75.29 1.26125 α-Al2O3, γ-Ni, γ-Ni3Al
(c.2) NiCrAlHf
setelah oksidasi
37.18 2.41617 NiO
43.23 2.09084 NiO, α-Al2O3
44.10 2.05159 γ-Ni, γ-Ni3Al
51.39 1.77651 θ-Al2O3, γ-Ni, γ-Ni3Al
62.86 1.47731 θ-Al2O3, NiO
75.66 1.25600 α-Al2O3, γ-Ni, γ-Ni3Al
Fasa-fasa yang diperoleh setelah analisa tersebut memiliki korelasi terhadap
analisa mikrostruktur dari sampel-sampel tersebut. Korelasi-korelasi antara fasa
dan mikrostruktur tersebut diantaranyaterdapat mixed oxide sepertiNiCr2O4.
Berdasarkan gambar hasil SEM penampang melintang setelah pengujian oksidasi
(Gambar 4.6) dapat dilihat bahwa sampel hastelloy without reactive
elementmemiliki mixed oxide dengan kuantitas yang banyak di atas permukaan
fasa alumina. Hal tersebut juga berkesinambungan dengan hasil penampang visual
(Tabel 4.1) dari sampel tersebut yang terkelupas setelah pengujian oksidasi,
karena dengan adanya mixed oxide yang berlebih pada sistem perintang termal
dapat menyebabkan crackyang berdampak merugikan bagi sistem tersebut.
Selain itu, terdapatnya fasa NiO pada analisis XRD juga dapat dibuktikan
dari data pendukung analisa mikrostruktur. Berdasarkan gambar hasil SEM
penampang melintang setelah pengujian oksidasi (Gambar 4.6) dapat dilihat
bahwa sampel nikel without reactive elementmemiliki NiO dengan kuantitas yang
61
banyak. Berdasarkan hasil mapping (Gambar 4.4) dapat dilihat bahwa sampel
nikel without reactive element(NiCrAl) menyatakan bahwa, komposisi unsur Ni
dan O pada sampel tersebut sangatlah banyak di bagian atas atau lapisan oksida.
Hal tersebut juga berkesinambungan dengan hasil penampang visual (Tabel 4.1)
dari sampel tersebut yang terkelupas sehingga hanya tersisa pelapis yang terdapat
dibagian tengah substrat. Senyawa NiO dengan kuantitas yang banyak ataupun
sedikit pada sistem perintang termal akan membawa dampak negative bagi sistem
tersebut, sehingga sistem tersebut tidak tahan terhadap temperatur tinggi.
Selain dari ke dua contoh di atas, korelasi antara mikrostruktur dan fasa-fasa
yang terbentuk adalah terdapatnya fasa alumina. Kemunculan fasa alumina dalam
sistem perintang termal dapat menjadi sebuah keuntungan, karena fasa tersebut
mampu bertahan pada temperatur tinggi yang baik. Terdapat dua jenis fasa
alumina yang terbentum, yaitu fasa θ-Al2O3dan α-Al2O3. Perbedaan dari kedua
fasa tersebut adalah kestabilan terhadap perubahan struktur kristal. Fasa θ-Al2O3
bersifat metastabil dengan struktur kristal monoklnik dan fasa α-Al2O3merupakan
fasa stabil dengan struktur kristal rhombohedral[28]. Fasa θ-Al2O3 disebut fasa
metastabil alumina disebabkan mempuyai struktur kristal yang dapat berubah,
sedangkan fasa α-Al2O3 tidak mengalami perubahan struktur kristal. Perubahan
struktur kristal tersebut memungkinkan terjadinya perpindahan kation (Al3+
),
sehingga dapat terjadi kemungkinan seperti Frenkel Defect (kekosongan kation
dan pasangan kation interstitial) maupun Shottky Defect (kekosongan kation dan
anion).
62
Melalui hal tersebut dapat diketahui, bahwa pelapis with reactive element
pada substrat hastelloy memiliki ketahanan oksidasi yang baik karena terbentuk
fasa stabil alumina α-Al2O3, selain itu perubahan massa setelah dilakukan
pengujian oksidasi pada sampel tersebut memiliki perubahan yang sedikit (Tabel
4.2). Hal tersebut mengindikasikan, bahwa dengan adanya penambahan element
reaktif pada sampel tersebut dapat menentukan elemen protektif dalam
pembentukan oksida protektif dan dapat memperlambat bahkan menghentikan
laju oksidasi.
63
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini, dapat
disimpulkan:
1. Substrat Hastelloy C276 dengan penambahan reaktif element Hf setelah
dilakukan pengujian oksidasi 1000°C selama 100 jam memiiki performa yang
baik.
2. Sistem lapisan pengikat NiCrAlHf dapat meningkatkan ketahanan oksidasi
1000°C selama 100 jam dan memiliki perubahan massa 1.531
mg/cm2terhadap Hastelloy C-276 setelah dilakukan pengujian oksidasi
1000°C selama 100 jam.
3. Setelah dilakukan pengujian oksidasi struktur permukaan sampel menjadi
berbentuk bunga brokoli (cauliflower structure) dan spherical(bundar-
bundar) yang mengidikasikan sampel tersebut telah mengalami oksidasi,
sedangkan pada struktur penampang melintang terbentuk lapisan oksida
protektif yang stabil dan terdapat spinnel di area tertentu.
4. Fasa yang teridentifikasi pada sampel setelah proses heat treatment adalah
Cr2O3, θ-Al2O3, γ-Ni, γ-Ni3Al untuk sampel NiCrAl substrat Hastelloy dan
Nikel, sedangkanα-Al2O3, γ-Ni, γ-Ni3Al untuk sampel NiCrAlHf substrat
Hastelloy dan Nikel. Fasa yang teridentifikasi setelah pengujian oksidasi
adalah NiCr2O4, γ-Ni, γ-Ni3Al untuk pelapis NiCrAl substrat Hastelloy, fasa
64
NiO, α-Al2O3, γ-Ni, γ-Ni3Al, θ-Al2O3untuk pelapis NiCrAl dan NiCrAlHf
substrat nikel, fasa NiCr2O4, α-Al2O3, γ-Ni, γ-Ni3Al untuk pelapis NiCrAlHf
substrat Hastelloy.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, untuk penelitian selanjutnya
waktu pengujian oksidasi ditambah. Hal tersebut dapat membantu untuk
mengurangi bahkan meniadakanmunculnya spinel yang dapat merugikan sistem
perintang termal.
65
DAFTAR PUSTAKA
[1] M. Nurbansari, D. H. Prajitno, dan H. Chany, ―Perilaku Oksidasi Paduan Ti-
6Al-4V pada Temperatur Tinggi,‖ lib ITENAS, 2014, pp. 144-148.
[2] V. Kumar and K. Balasubramanian, ―Progress in Organic Coatings Progress
update on failure mechanisms of advanced thermal barrier coatings : A
review,‖ Prog. Org. Coatings, vol. 90, pp. 54–82, 2016.
[3] H. Zhao, dkk, ―Morphology and Thermal Conductivity of Ytria-Stabilized
Zirconia oating,‖ Acta Materialia 54, 2006.
[4] J. D. Osorio, A. Toro, and J. P. Hernandes-Ortiz, ―Thermal Barrier Coatings
for Gas Turbine Applications: Failure Mechanisms and Key Microstructural
Features,‖ vol. 79, 2012.
[5] A. Tjahjono, Fisika Logam dan Alloy. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2013.
[6] T. Sudiro, A.P. Tetuko, Kusnandar, H. Izuddin, dan K.A.Z. Thosin,
―Pelapisan Thermal Barrier Coating (TBC) NiAl pada Paduan Logam
Berbasis Co,‖ vol. 3, no. 2, pp. 070202-1 – 0702024, 2007.
[7] B. Prawara dan F. Afandi, ―Teknologi Pelapisan dengan Sistem High
Velocity Oxygen Fuel,‖Prosiding Seminar Nasional Tenaga Listrik dan
Mekatronik, pp. 453-457, 2006.
[8] E. Riyanto, B. Prawara, ―Mikrostruktur dan Karakterisasi Sifat Mekanik
Lapisan Cr3C2-NiAl-Al2O3 Hasil Deposisi dengan Menggunakan High
66
Velocity Oxygen Fuel Thermal Spray Coating,‖Journal of Mechatronic,
Electrical Power, and Vehicular Technology, vol. 01, no. 1, pp. 1-4, 2010.
[9] J. Davis, Handbook of Thermal Spray Technology. Materials Park, Ohio:
ASM International, 2004, pp. 3–13.
[10] Hariyati P., Sulistijono, Lukman N., Rindang F., Cartha K., ―Studi Antar
Muka Top Coat dan Bond Coat pada Rekayasa Pelapisan Alumina sebagai
Lapisan Perintang Panas untuk Aplikasi Temperatur Tinggi,‖ Mekanika,
vol. 9, no. 1, pp. 247-256, 2010.
[11] Sudjatmoko, ―Pengaruh Penambahan Suatu Elemen Reaktif pada
Pertumbuhan Kerak Alumina dalam Material Paduan Suhu Tinggi,‖ Jurnal
Iptek Nuklir Ganendra, vol. 12, no. 2, pp. 50-58, 2009.
[12] Triharto, D. Panggih, Studi Ketahanan Korosi SUS 316L, SUS 317L, SUS
329J, dan Hastelloy C-276 dalam Asam Asetat yang mengandung Ion
Bromida. Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.
[13] R. Rasjidin, D. Pamilih, ―Usulan Perbaikan Kualitas Produk Baja pada
Proses Pelapisan Logam (HVOF Spray) dengan Metode Six-Sigma di PT.T,‖
Jurnal Inovisi, vol. 6, no. 1, pp. 9-28, 2007.
[14] Oerlikon Metco, Material Product Data Sheet DSMTS-0102.3-NiCrAlY
Powders, 2014.
[15] J. Stringer, ―The Reactive Element Effect in High-temperature Corrosion,‖
Material Science and Engineering, vol. 20, pp. 129–137, 1989.
67
[16] Nan Mu, High Temperature Oxidation Behavior of γ-Ni + γ’-Ni3Al Alloys
and Coating Modified with Pt and Reactive Elements. Iowa: Iowa State
University, 2007.
[17] K. M. Carling, E. A. Carter, ―Effect of Segregrating Elements on The
Adhesive Strength and Structure of The α-Al2O3/β-NiAl Interface,‖ Acta
Materialia, vol. 55, pp. 2791-2803, 2007.
[18] I. Kambali, T. Sujitno, Kustanto, ―Efek Implementasi Yttrium dan Cerium
terhadap Sifat Ketahanan Oksidasi Material FeNiCr Selama Siklus Termal,‖
Jurnal Radioisotop dan Radiofarmaka, vol. 6, no. 1, pp. 29-40, 2003.
[19] M. D. Pinem, ―Korosi dan Rekayasa Permukaan,‖ SIMETRIKA, vol. 4, no.
1, pp. 301-306, 2005.
[20] A. A. Akhmad, ―Focused Beam Micromachining,‖ Jurnal Rekayasa
Sriwijaya, vol. 19, no. 2, pp. 61-69, 2010.
[21] S. Pratapa, Difraksi Sinar-X,
[22] D. Ratnasari, S. Hermanihadi, W. Inriyanti, A. Fathony, Tugas Kimia Fisika
X-Ray Diffaction (XRD). Surakarta: Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
[23] W. Calister, Fundamentals of Materials Science Engineering Selected E-
Chapter. Rpi
[24] E. Sugiarti, K. A. Zaini, R. Sundawa, Y. Wang, S. Ohnuki, and S. Hayashi,
―Influence of Oxidation Temperature on The Oxide Scale Formation of
NiCoCrAl Coatings,‖ Journal of Physics, ser. 817, 2017.
68
[25] Y. Li, C. J. Li, Q. Zhang, G. J. Yang, and C. X. Li, ―Influence of TGO
Composition on The Thermal Shock Lifetime of Thermal Barrier Coatings
with Cold-sprayed MCrAlY Bond Coat,‖ Journal of Thermal Spray
Technology, vol. 19, pp. 168-177, 2010.
[26] Wu B, Chang E, Chang S. F, Tu D, ―Degradation Mechanisms of ZrO2-
8wt%Y2O3 / Ni-22Cr-10Al-1Y,‖ Journal of The American Ceramic Society,
no. 72, pp. 212-218, 1989.
[27] J. L. Smialek, N. S. Jacobson, Oxidation of High Temperature Aerospace
Materials. Cleveland: NASA Glenn Research Center.
[28] P. S. Santos, H. S. Santos, and S. P. Toledo, ―Standard Transition Aluminas
. Electron Microscopy Studies,‖ vol. 3, no. 4, pp. 104–114, 2000.