kasus sulit zaw 2
TRANSCRIPT
KEPANITERAAN KLINIKSTATUS ILMU PENYAKIT MATA
RS MATA DR YAP
Nama : Noor Faraain bt Abd Gafar
NIM : 11-2010-195
Dr. Pembimbing : dr. Enni Cahyani P, SpM, M.Kes
Fak. Kedokteran : UKRIDA
I. IDENTITASNama : Ny.S
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jln. Perkutut , Candi Ngawi.
Pemeriksa : Noor Faraain Bt Abd Gafar
II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal16 Juli 2012 jam 1000 WIB
Keluhan Utama :
Mata kanan terasa perih sejak kurang lebih 2 minggu SMRS
Keluhan Tambahan :
Mata kanan merah,pegal, cekot-cekotan, terasa kering, penglihatan remang-remang, , dan silau
serta nyeri kepala.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Menurut os, ketika usia 12 tahun os didahului demam panas. Os menyadari terdapat titik putih
di mata hitamnya namun masih kecil. Pandangan os ketika itu tidak buram. Os hanya diberi ubat tetes
ketika mendapat rawat jalan di RS Yap . Os menyadari titik putih di mata semakin membesar seiring
dengan usia namun tidak merasa nyeri. Os mulai berobat ketka usia 14 tahun id mana keluhan di
matanya menyebabkan pandangan buram. Namun os tidak merasa nyeri. Selama waktu tersebut os
sering bolak balik ke RS Yap mendapatkan pengobatan . Ketika usia 17 tahun os ke RS lagi dan
mendapat rawat jalan dan diberi obat tetes mata. Namun tidak ada perubahan. Doktor di RS Yap
mencadangkan os menjalani operasi pencangkokan.
Os dirawat selama 2 minggu dan setelah keluhan berkurang os hanya datang kontrol beberapa
kali. Setelah operasi penglihatan os tetap tidak kembali normal dan kelhan nyeri dan pegal sedikit
berkurang. Setelah obat dari yang dibekalkan oleh rs Yap habis os membeli obat tetes mata jenama
Polidex(dexamethason neomisin, sodium sulfat) dari apotek berdekatan dan memakai selama pasca
operasi tersebut .
2 minggu SMRS, os ke RS Mawardi di Solo dengan keluhan mata perih dan cekot-cekotan.
Penglihatan OS juga remang-remang. Os menunjukkan obat tetes yang dibeli di apotek dan doktor di
rumah sakit mawardi menyatakan pengobatan polidex ini salah dan menyebabkan keluhan os tidak
berkurang.
Dari RS tersebut os mendapatkan rawatan jalan dan diberi obat tetes mata Cravit ( levofloxacin
0.5%), cendo lyteers , Reepithel ( vit A), obat makan ciprofloxacin dan flamat. Namun setelah berobat,
keluhan pasien tidak berkurang dan penglihatan os tidak berubah.
Akhirnya os memutuskan mendapatkan rawatan di RS Yap.
Os tidak mempunyai riwayat pemakaian lensa kontak, kacamata atau obat steroid untuk jangka
waktu panjang.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Umum :
Hipertensi : Tidak Ada
Diabetes Mellitus : Tidak Ada
Asma : Tidak Ada
Gastritis : Tidak ada
Alergi Obat : tidak Ada
Mata :
Riwayat penggunaan kacamata (-)
Riwayat operasi mata : pencangkokan kornea mata kanan tahun 19885
Riwayat trauma mata: (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak Ada
III. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital : Tekanan Darah: 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 16 x/menit
Suhu : 36,50C
Kepala : normocephaly, wajah simetris
THT : membran timpani intak, serumen -/-, sekret -/-
Thorak : paru-paru : suara nafas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I dan BJ II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : supel, datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), massa (-)
Ekstremitas : Atas : udema -/-, hangat +/+
Bawah : udema -/-, hangat +/+
KGB : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
VI. STATUS OFTALMOLOGIKUS
KETERANGAN OD OS1. VISUS
Aksis Visus 1/300 6/6Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukanAddisi Tidak dilakukan Tidak dilakukanDistansia Pupil Sulit dinilai Sulit dinilaiKacamata Lama Tidak ada Tidak ada
2. KEDUDUKAN BOLA MATAEksoftalmos Tidak ada Tidak adaEnoftalmos Tidak ada Tidak adaDeviasi Tidak ada Tidak adaGerakan Bola Mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. SUPERSILIAWarna Hitam HitamSimetris Simetris Simetris
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOREdema ada AdaNyeri tekan Tidak ada Tidak adaEktropion Tidak ada Tidak adaEntropion Tidak ada Tidak adaBlefarospasme Ada Tidak adaTrikiasis Tidak ada Tidak adaSikatriks Tidak ada Tidak adaFissura palpebra Normal NormalPtosis Tidak ada Tidak adaHordeolum Tidak ada Tidak adaKalazion Tidak ada Tidak ada
5. KONJUNGTIVA TARSALIS SUPERIOR DAN INFERIORHiperemis ada Tidak adaFolikel Tidak ada Tidak adaPapil Tidak ada Tidak adaSikatriks Tidak ada Tidak adaAnemis Tidak ada Tidak adaKemosis ada Tidak ada
6. KONJUNGTIVA BULBISekret Tidak ada Tidak Ada Injeksi Konjungtiva ada Tidak AdaInjeksi Siliar ada Tidak AdaInjeksi Subkonjungtiva
Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak adaPinguekula Tidak ada Tidak adaNevus Pigmentosus Tidak ada Tidak adaKista Dermoid Tidak ada Tidak ada
7. SISTEM LAKRIMALISPunctum Lakrimalis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
8. SKLERAWarna Putih PutihIkterik Tidak Ada Tidak adaNyeri Tekan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
9. KORNEAKejernihan keruh Jernih Permukaan Tidak rata licinUkuran 12 mm 12 mmSensibilitas Ada AdaInfiltrat ada AdaKeratik Presipitat Tidak ada Tidak adaSikatriks Tidak ada Tidak ada
Ulkus
Ada disentral, berbatas tegas dengan ukuran ± 5x7mm, tepi tidak rata
Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak adaArkus Senilis Tidak ada Tidak adaEdema ada Tidak AdaTes Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
10. BILIK MATA DEPANKedalaman Sulit dinilai DalamKejernihan Sulit dinilai JernihHifema Tidak ada Tidak adaHipopion Tidak ada Tidak adaEfek Tyndall Tidak dilakukan Tidak dilakukan
11. IRISWarna Sulit dinilai CoklatKripte Sulit dinilai JelasSinekia Sulit dinilai Tidak adaKoloboma Tidak ada Tidak ada
12. PUPILLetak Ditengah DitengahBentuk Sulit dinilai BulatUkuran Sulit dinilai ± 3mmRefleks Cahaya Langsung
Sulit dinilai Positif
Refleks Cahaya Tak Langsung
Sulit dinilai Positif
13. LENSAKejernihan Sulit dinilai JernihLetak Sulit dinilai Di tengahShadow Test Sulit dinilai Negatif
14. BADAN KACAKejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
15. FUNDUS OKULIBatas Tidak dilakukan Tidak dilakukanWarna Tidak dilakukan Tidak dilakukanEkskavasio Tidak dilakukan Tidak dilakukanRasio Arteri :Vena Tidak dilakukan Tidak dilakukanC/D Ratio Tidak dilakukan Tidak dilakukanMakula Lutea Tidak dilakukan Tidak dilakukanRetina Tidak dilakukan Tidak dilakukanEksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukanPerdarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukanSikatriks Tidak dilakukan Tidak dilakukanAblasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
16. PALPASINyeri Tekan Tidak ada Tidak adaMassa Tumor Tidak ada Tidak adaTensi Okuli Normal NormalTonometri Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
17. KAMPUS VISI Tes Konfrontasi Sulit Sesuai pemeriksa dinilai
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap
Tidak ada
V. RESUME
Wanita , 44 tahun datang dengan keluhan pandangan remang-remang pada mata kanan 2
minggu smrs. Keluhan lain disertai pegal, nyeri dan cekot-cekotan di rongga mata. Os pernah
mendapatkan rawatan sebelum ini di RS Mawardi,Solo dan mendapat obat tetes mata dan pil
makan namun tidak ada perubahan. Akhirnya os ke RS Yap untuk mendapatkan rawatan
selanjutnya. Os mempunyai riwayat pencangkokan kornea pada usia 17 tahun akibat kegagalan
terapi ubat akibat kesan putih-putih pada mata sejak usia 12 tahun. Os beberapa kali kontrol ke
RS Yap. Setelah itu Os hanya mendapatkan obat dari opotek , yaitu obat tetes mata ,
Polidex( neomicin, dexamethason, sodium sulfat) dan os pakai obat tersebut disaat merasa
pegal-pegal saja. Ternyata setelah berobat ke Solo, doktor di sana menyatakan pengobatan
polidex itu salah dan merupakan punca mata os tidak membaik.
Dari pemeriksaan fisik mata didapati; VOD;1/300 dan VOS: 6/6. Pada pemeriksaan loop dan
senter OD terdapat;kemosis, injeksi konjungtiva dan silier, kornea ; keruh, permukaan tidak
rata, infiltrat, hipopion 1mm, ulkus ada disentral, berbatas tegas dengan ukuran ± 6x10mm,
dengan tepi tidak rata.
VI. DIAGNOSIS KERJA
Okuli Dextra (OD) : ulkus kornea ec Bakteri dengan hipopion
Dasar :
Mata merah, nyeri, pegal , cekot-cekotan, penglihatan menurun hanya bisa melihat
cahaya.Terdapat blefarospasme, odem palpebra , kemosis , injeksi silier, injeksi kongjungtiva,
kornea keruh dan udem, terdapat infiltrat dan tukak berbatas tegas berbentuk lojong dengan luas
kira-kira ±5x7mm, letak di sentral kornea, permukaan kornea tidak rata,
Terdapat riwayat sakit mata dengan keluhan titik putih di tegah mata setelah demam panas. Os
dianjurkan operasi pencangkokan kornea setelah terapi obat-obatan gagal
Os mempunyai riwayat pemakaian obat yang salah pasca operasi.
Okuli Sinistra (OS) : normal
VII. DIAGNOSIS BANDING
1. Okuli Sinistra(OD) :
a) Ulkus kornea ec jamur
b) Endoftamitis kronis
VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Monitor pemeriksaan visus
- Pemeriksaan slit lamp
- Fluorescein tes
- Monitor tekanan intraocular
- Pemeriksaan Lab darah.
- Pemeriksaan kultur kuman dan jamur
- USG B scan
- Uji resistensi serta sensitivitas obat
IX. PENATALAKSANAAN
Rawat inap
Non-medikamentosa :
1. OS ditutul betadine dan irigasi pagi dan sore.
Medikamentosa
1. Imunos 1x1 caps
2. Oculenta per 3jam OS
3. Natacen tetes / 1 jam OS
4. Diflucan tetes / 1 jam OS
5. Ceftri F tetes/1/2 jam OS
6. SA 1% tetes / 4 jam OS
7. Ciprofloksasin 2x500 mg
8. Asam mefenamat 3 x 500mg
Edukasi
1. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
2. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan menger-
ingkannya dengan handuk atau kain yang bersih
3. Melindungi mata dengan memakai kaca mata ketika bekerja atau ketika menyetir
kenderaan.
4. Edukasi pasien dan keluarga untuk keratoplasti lagi bila gagal dengan pengobatan.
X. PROGNOSIS
OKULO DEXTRA (OD) OKULO SINISTRA (OS)
Ad Vitam : bonam bonam
Ad Fungsionam : bonam dubia
Ad Sanationam : bonam dubia
TINJAUAN PUSTAKA
ULKUS KORNEA
I. PENDAHULUAN
Gambar 1: ulkus kornea
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui berkas cahaya menuju
retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgenses.
Deturgenses, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat
aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel
dalam mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada
cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat
transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang
akan menghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea
berakibat film air mata menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor
yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.
Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda asing, dan dengan air mata atau
penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke dalam kornea sehingga menimbulkan
infeksi atau peradangan. Ulkus kornea merupakan luka terbuka pada kornea. Keadaan ini menimbulkan
nyeri, menurunkan kejernihan penglihatan dan kemungkinan erosi kornea.
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat supuratif disertai
defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus
kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan
timbulnya komplikasi berupa descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea
yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua di
Indonesia. Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri,
jamur, dan virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan
kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas.
II.ISI
1.0Epidemiologi .
Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 oleh Leber, tetapi baru
mulai periode 1950-an kasus-kasus keratomikosis diperhatikan dan dilaporkan, terutama di bagian
selatan Amerika Serikat dan kemudian diikuti laporan-laporan dari Eropa dan Asia termasuk Indonesia.
Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan penggunaan
kortikosteroid topikal, penggunaan obat immunosupresif dan lensa kontak, di samping juga bertambah
baiknya kemampuan diagnostik klinik dan laboratorik, seperti dilaporkan di Jepang dan Amerika
Serikat. Singapura melaporkan (selama 2,5 tahun) dari 112 kasus ulkus kornea, 22 beretiologi jamur,
sedang di RS Mata Cicendo Bandung (selama 6 bulan) didapat 3 kasus dari 50 ulkus kornea, Taiwan
(selama 10 tahun) 94 dari 563 ulkus, bahkan baru-baru ini Bangladesh melaporkan 46 dari 80 ulkus
(kemungkinan keratitis virus sudah disingkirkan).
2.0Anatomi dan fisiologi kornea.
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal sebuah jam tangan
kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar pada persambungan ini disebut
sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan
diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-
beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma,
membran Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea.
Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea udem
karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga
penderita akan melihat halo.
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:
Lapisan epitel.
1. Tebalnya 50 µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih;
satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
2. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan menjadi lapis
sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan
sel basal disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula oklu-
den; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.
3. Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gang-
guan akan menghasilkan erosi rekuren.
4. Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
Membran Bowman
- Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun
tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
- Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
Jaringan Stroma
- Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu dengan yang lain-
nya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat kolagen
ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-
kadang sampai 15 bulan.Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibrob-
last terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan
serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
Membran Descement
- Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan
sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
- Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 µm.
Endotel
- Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m. Endotel
melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf na-
sosiliar, n. V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus
membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan
diantara. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquous, dan air mata. Ko-
rnea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan
oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya.
3.0 Definisi
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea,
yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, dan diskontinuitas
jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.
4.0 Patofisiologi
4.1 Patofisiologi ulkus kornea
Kornea adalah bagian mata yang paling depan tidak berwarna atau bening, yang secara kasar kita
lihat seolah-olah hitam atau coklat atau biru dan sebagainya. Sebenarnya, itu bukanlah warna kornea,
tapi itu adalah warna iris yang ada di belakang kornea. Oleh karena kornea sendiri bening, jadi warna
iris bisa dilihat dari luar.
Kornea tidak ada pembuluh darah, makanannya berasal dari oksigen dan dari air mata yang
membasahi kornea itu. Oleh itu, jika kornea tertutup lama, misalnya memakai lensa kontak pada waktu
tidur, maka kornea akan kekurangan oksigen atau hipoksia. Akibatnya, mata akan kelihatan merah
karena pembuluh darah yang ada di konjungtiva dan sklera akan mengirim oksigen dan akan
mengakibatkan munculnya pembuluh darah baru atau neovaskularisasi. Hal ini merupakan salah satu
komplikasi dari pemakaian lensa kontak.
Kornea mempunyai kekuatan dioptri yang sangat besar sekitar + 43.00 D, berfungsi untuk
membiaskan sinar yang masuk ke mata, sehingga dengan sedikit saja perubahan kelengkungannya akan
berdampak besar untuk merubah jatuhnya sinar atau fokusnya sinar di dalam mata.
Kornea mempunyai banyak serabut saraf. Oleh karena itu, kebanyakan lesi pada kornea, baik
superfisial maupun profunda, dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat
dengan adanya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai
sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia,
sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan
dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat sel leukosit dan
limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu melebar dan
mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah
infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma
maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.
Gambar 2. Patogenesis ulkus kornea
4.11Perjalanan ulkus kornea dibagi 4 stadium:
stadium infiltrasi progresif
stadium ulserasi aktif
stadium regresif
stadium penyembuhan/sikatrisasi
1. Stadium Infiltrasi Progresif
Mikroorganisme mengalami kesulitan untuk melekat pada epitel, karena epitel mempunyai
permukaan yang licin, membran yang tidak dapat ditembus mikroorganisme, dan ditambah dengan
adanya reflaks mengedip dari kelopak mata. Tetapi dengan adanya penurunan alamiah ini maka kuman
dapat melekat pada permukaan epitel dan masuk ke dalam stroma melalui epitel yang rusak dan
melakukan replikasi.
Dalam waktu 2 jam setelah kerusakan kornea timbul reaksi radang yang diawali pelepasan
faktor kemotaktif yang merangsang migrasi sel polimorphonuclear(PMN) ke stroma kornea yang
berasal dari lapisan air mata dan pembuluh darah limbus. Apabila tidak terjadi infeksi maka sel PMN
akan menghilang dalam waktu 48 jam dan epitel pulih dengan cepat.
Ciri khas stadium ini adalah terdapatnya infiltrat dari leukosit PMN dan limfosit ke dalam epitel
dan stroma. Ciri klinis pada epitel terdapat kekeruhan yang berwarna putih atau kekuning-kuningan,
edema dan akhirnya terjadi nekrosis. Keadaan tersebut tergantung pada virulensi kuman, mekanisme
pertahanan tubuh dan pengobatan antibiotika.
Mikroorganisme akan difagosit oleh sel PMN. Sel ini akan mengeluarkan enzim – enzim yang
mencerna bakteri, dan juga merusak jaringan sekitarnya.
2. Stadium Ulserasi Aktif
Pada epitel dan stroma terjadi nekrosis, pengelupasan, dan timbul suatu cekungan (defek).
Jaringan sekitarnya terdapat infiltrasi sel radang, dan edema. Pada pemeriksaan klinis terdapat kornea
berwarna putih keabuan dengan dasar ulkus yang nekrosis. Pada bilik mata depan timbul reaksi radang
ringan atau sampai terjai hipopion, dan blefarospasme pada kelopak mata. Penderita mengeluh rasa
nyeri, fotofobia, lakrimasi, dan penurunan tajam penglihatan. Ulkus meluas ke lateral atau ke lapisan
yang lebih dalam sehingga menimbulkan descemetokel, atau bahkan sampai perforasi.
3. Stadium Regresi
Pada stadium ini terjadi regresi dari perjalanan penyakit di atas, karena adanya mekanisme
pertahanan tubuh atau pengobatan.
4. Stadium Penyembuhan / Sikatrisasi
Ada penyembuhan timbul epitelisasi dari semua sisi ulkus, fibroblast membentuk stroma baru
dan dilanjutkan dengan pengeluaran debris. Stroma baru terbentuk dibawah epitel dan menebal,
sehingga epitel terdorong ke depan. Stroma tersebut mengisi seluruh defek, sehingga permukaan
kornea yang terinfeksi menjadi rata atau meninggalkan sedikit cekungan. Pada stadium ini keluhan
semakin berkurang, tajam penglihatan mulai membaik. Jaringan nekrotik mulai diganti dengan jaringan
fibrosa, pembuluh darah mulai timbul dan menutup ulkus dengan membawa fibrosa. Bila penyembuhan
sudah selesai, pembuluh darah mengalami regresi. Jaringan sikatrik yang terjadi tidak transparan, tetapi
lama kelamaan kepadatannya akan berkurang terutama pada dewasa muda dan anak – anak. Derajat
sikatrisasi setelah ulkus bermacam – macam mulai dari nebula, makula, dan leukoma.
4.2Patofisiologi hipopion
Gambar 3: hipopion.
Hipopion didefinisikan sebagai pus steril yang terdapat pada bilik mata depan. Hipopion dapat
terlihat sebagai lapisan putih yang mengendap di bagian bawah bilik mata depan karena adanya
gravitasi. Komposisi dari pus biasanya steril, hanya terdiri dari lekosit tanpa adanya mikroorganisme
patogen, seperti bakteri, jamur maupun virus, karena hipopion adalah reaksi inflamasi terhadap toxin
dari mikroorganisme patogen, dan bukan mikroorganisme itu sendiri.
Hipopion terjadi apabila terjadi peradangan hebat tapi belum terjadi perforasi dari ulkus, maka
toksin dari peradangan kornea dapat sampai ke iris dan badan siliar, dengan melalui membran
Descemet, endotel kornea ke cairan bilik mata depan. Dengan demikian iris dan badan siliar mengalami
peradangan dan timbulah kekeruhan di cairan bilik mata depan disusul dengan terbentuknya hipopion.
Adanya pus di bilik mata depan biasanya memberikan gambaran lapisan putih. Hipopion yang
berwarna kehijauan biasanya disebabkan oleh infeksi Pseudomonas. Sedangkan hipopion yang
berwarna kekuningan bisanya disebabkan oleh jamur.
Karena pus bersifat lebih berat dari cairan aqueous, maka pus akan mengendap di bagian bawah
bilik mata depan. Kuantitas dari hipopion biasanya berhubungan dengan virulensi dari organisme
penyebab dan daya tahan dari jaringan yang terinfeksi. Beberapa organisme menghasilkan pus lebih
banyak dan lebih cepat. Diantaranya Pneumokokus, Pseudomonas, Streptokokus pyogenes dan
Gonokokus.
Hipopion pada ulkus fungal biasanya dapat terinfeksi karena jamur dapat menembus membran
Descemet. Bakteri memproduksi hipopion lebih cepat dari jamur sedangkan infeksi virus tidak
menyebabkan hipopion. Apabila ditemukan hipopion pada infeksi virus, biasanya disebabkan adanya
infeksi sekunder oleh bakteri.
Hipopion merupakan reaksi inflamasi di bilik mata depan. Karena itu semua penyakit yang
berhubungan dengan uveitis anterior dapat menyebabkan terjadinya hipopion.
Hipopion dapat timbul setelah operasi atau trauma disebabkan karena adalanya infeksi. Misalnya
pada keratitis. Bakteria, jamur, amoba maupun herpes simplex dapat menyebabkan terjadinya hipopion.
Bakteri patogen yang umumnya ditemukan adalah Streptococcus dan Staphylococcus. Hipopion karena
infeksi jamur jarang ditemukan.
Apabila terjadi peradangan hebat tapi belum terjadi perforasi dari ulkus, maka toksin dari
peradangan kornea dapat sampai ke iris dan badan siliar, dengan melalui membran Descemet, endotel
kornea ke cairan bilik mata depan. Dengan demikian iris dan badan siliar mengalami peradangan dan
timbulah kekeruhan di cairan bilik mata depan disusul dengan terbentuknya hipopion.
Gejala subyektif yang biasanya menyertai hipopion adalah rasa sakit, iritasi, gatal dan fotofobia pada
mata yang terinfeksi. Beberapa mengalami penurunan visus atau lapang pandang, tergantung dari
beratnya penyakit utama yang diderita. Gejala obyektif biasanya ditemukan aqueous cell and flare,
eksudat fibrinous, sinekia posterior dan keratitis presipitat.
4.2.1Komplikasi hipopion.
Struktur dari hipopion yang mengandung fibrin, merupakan reaksi tubuh terhada inflamasi.
Tetapi fibrin-fibrin ini dapat menyebabkan terjadinya perlengketan antara iris dan lensa (sinekia
posterior) Bila seluruh pinggir iris melekat pada lensa disebut seklusio pupil, sehingga cairan dari cop
tidak dapat melalui pupil untuk masuk ke coa, iris terdorong ke depan, disebut iris bombe dan
menyebabkan sudut coa sempit sehingga timbul glaukoma sekunder.
Peradangan di badan silier dapat juga menyebabkan kekeruhan dalam badan kaca oleh sel-sel
radang, yang tampak sebagai kekeruhan seperti debu. Peradangan ini menyebabkan metabolisme lensa
terganggu dan dapat menimbulkan kekeruhan lensa, hingga terjadi katarak.
Pada kasus yang sudah lanjut, kekeruhan badan kaca pun mengalami jaringan organisasi dan
tampak sebagai membrana yang terdiri dari jaringan ikat dengan neovaskularisasi yang berasal dari
sistem retina, disebut retinitis proliferans.Bila membrana ini mengkerut, dapat menarik retina sehingga
robek dan cairan badan kaca melalui robekan itu masuk ke dalam celah retina potensial dan
mengakibatkan ablasi retina
5.0 Etiologi.
a. Infeksi
-Infeksi bakteri: P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella
merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral. Gejala klinis
yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat
khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.
- Infeksi jamur: disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus, Cephalosporium, dan
spesies mikosis fungoides.
- Infeksi virus: ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk
khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah
akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami
nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia
(jarang).
- Acanthamoeba: acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat di dalam air
yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh acan-
thamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa kontak lunak,
khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan
pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar.
b. Noninfeksi
- Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH. Bahan asam yang dapat merusak
mata terutama bahan anorganik, organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam
mengenai mata maka akan terjadi pengendapan protein permukaan sehingga bila
konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya
bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih yang
mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran
kolagen kornea.
- Radiasi atau suhu: dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang
akan merusak epitel kornea.
- Sindrom Sjorgen: salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang merupakan
suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film air mata (akeus,
musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan
timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul
ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan flurosein.
- Defisiensi vitamin A: terjadi karena kekurangan vitamin A dari makanan atau gangguan
absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh tubuh.
- Obat-obatan: obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid,
IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.
- Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
- Pajanan (exposure)
- Neurotropik
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
- Granulomatosa wagener
- Rheumathoid arthritis
6.0 Klasifikasi.
Berdasarkan lokasi, dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea, yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
Ulkus Kornea Sentral
a. Ulkus Kornea Bakterialis
Beragam jenis ulkus yang disebabkan bakteri yang berbeda memiliki bentuk yang sama, dan
hanya bervariasi derajat keparahannya, terutama pada bakteri opurtunistik seperti streptokokus α
hemolitikus, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, nocardia, dan M fortuitum-
chelonei, yang menyebabkan ulkus yang cenderung menyebar perlahan dan superfisial.
Ulkus Streptokokus: Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea
(serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram dengan tepi ulkus
yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea,
karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.
Ulkus yang disebabkan Streptokokus beta- hemolitikus grup A tidak memiliki ciri khusus.
Sekitar stroma kornea terdapat infiltrat dan edema, terdapat juga hipopion. Hasil kerokan
lesi didapatkan kokus gram positif dalam bentuk rantai.
Ulkus Stafilokokus: Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik kekuningan disertai
infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak diobati secara adekuat,
akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun
terdapat hipopion ulkus seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.
Ulkus Pseudomonas: Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea. ulkus
sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyerbukan ke dalam dapat
mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam. Gambaran berupa ulkus yang
berwarna abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang
bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang
banyak.
Ulkus kornea Pseudomonas dimulai dengan infiltrate berwarna kuning atau keabu-abuan
pada epitel kornea yang tidak intak. Ulkus kornea yang disebabkan Pseudomonas sering
disertai rasa sakit. Lesi cenderung menyebar dengan cepat ke semua arah karena enzim
proteolitik yang diproduksi oleh Pseudomonas. Pada awalnya hanya mengenai kornea
superficial, namun dengan cepat akan menyebar ke seluruh kornea yang dapat
menyebabkan perforasi kornea dan infeksi intraocular berat. Perforasi berhubungan
dengan IL-12 yang dilepaskan pada saat inflamasi. Sering terdapat hipopion yang
membesar seiring dengan perluasan ulkus. Infiltrat dan eksudat berwarna hijau kebiruan
karena pigmen yang diproduksi oleh Pseudomonas, warna tersebut merupakan
patognomonic untuk infeksi P aeruginosa. Ulkus kornea karena Pseudomonas biasanya
berhubungan dengan pemakaian lensa kontak lunak – terutama jenis pemakaian jangka
panjang. Selain itu juga berhubungan dengan pemakian larutan fluoresens dan tetes mata
yang terkontaminasi. Hasil kerokan pada lesi memperlihatkan batang Gram-negatif tipis.
Ulkus Pneumokokus: Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam. Tepi ulkus
akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan gambaran karakteristik
yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna
kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang
menggaung dan di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion
yang tidak selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti
bila ditemukan dakriosistitis.
Ulkus kornea karena pneumokokus biasanya timbul 24-48 jam setelah inokulasi pada
kornea yang tidak intak. Ulkus biasanya berwarna keabu-abuan, berbatas tegas, dan
cenderung menyebar secara acak dari fokus infeksi ke arah sentral kornea. Dinamakan
acute serpiginous ulcer karena ulserasi aktif diikuti oleh jejak ulkus yang menyembuh.
Pada awalnya lapis superfisial saja yang terkena kemudian menuju lapis dalam kornea.
Kornea di sekitar ulkus biasanya tetap jernih. Hipopion tidak selalu menyertai ulkus. Hasil
dari kerokan ulkus memperlihatkan bakteri kokus Gram-positif: lancet-shaped dengan
kapsul.
Gambar 4 : Ulkus Kornea Bakterialis Gambar 5; Ulkus Kornea Pseudomonas
b.Ulkus Kornea Fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa minggu sesudah trauma
yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak kering. Tepi lesi
berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu
daerah tempat asal penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya.
Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk
tukak lonjong dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang.
Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.
Umum terjadi pada petani dengan riwayat trauma atau kontak benda organik seperti pohon atau
daun, semakin sering pada populasi urban sejak penggunaan kortikosteroid dalam bidang mata
diperkenalkan. Biasanya infeksi ini terjadi akibat jumlah inokulasi yang cukup banyak. Jamur dapat
menyebabkan nekrosis stromal yang berat dan dapat masuk ke dalam bilik depan dengan melakukan
penetrasi ke dalam membran Descement. Ketika sampai di bilik depan, proses infeksi akan sulit untuk
dikendalikan. Organisme yang biasa ditemukan pada keratitis jamur adalah jamur berfilamen
(Aspergillus, Fusarium sp) dan Candida albicans. Infeksi candida sering terjadi pada pasien dengan
gangguan sistem imun.
Penampakan klinis : penderita keratitis jamur bisanya mengeluhkan sensasi benda asing,
fotofobia, penglihatan yang kabur dan abnormal sekret. Progresi panyakit lebih lambat dan lebih tidak
sakit daripada keratitis karena bakteri. Penggunaan topikal steroid akan meningkatkan replikasi jamur
dan invasi kornea.
Tanda yang dapat ditemukan antara lain adalah keratitis dengan filamen berwarna keabuan yang
menginfiltrasi stroma dengan tekstur kering dan tepi yang tidak rata, lesi satelit, plak endothelial dan
hipopion. Pada keratitis candida biasaya ditandai dengan lesi berwarna putih kekuningan.
Infeksi fungal memilki infiltrat abu-abu dengan tepi yang tidak beraturan, sering ditemukan
hipopion, tanda inflamasi, ulserasi yang superfisial, dan lesi satelit. Kebanyakan infeksi kornea karena
jamur disebabkan oleh opportunistik seperti kandida, fusarium, aspergillus, penicilium, cephalosporium
dan lainnya. Tidak ada penampakan spesifik yang dapat membantu membedakan ulkus jamur yang satu
dengan yang lain.
Gambar 6 : Ulkus Kornea karena Jamur
c.Ulkus Kornea Virus
Gambar 7: Ulkus Kornea karena Viral
Ulkus Kornea Herpes simplex (HSV): HSV adalah virus DNA yang hanya menginfeksi
manusia, sekitar 90 persen dari populasi seropositif terhadap antibodi HSV-1, walaupun
sebagian besar bersifat subklinis. HSV-1 biasanya menginfeksi bagian di atas pinggang
dan HSV-2 pada bagian bawah pinggang. HSV-2 dapat ditransmisikan ke mata melalui
sekret genital yang terinfeksi dan persalinan pervaginam.
Infeksi primer terjadi pada masak kanak-kanak muda melalui droplet atau inokulasi
langsung. Infeksi jenis ini jarang terjadi di awal kelahiran karena proteksi dari antibodi si
ibu. Rekuren mengandung arti bahwa selama ini HSV berada pada tubuh manusia di
akson saraf sensorik hingga ke gangglion dari saraf tersebut (periode laten). Periode laten
dapat kembali dan menyebabkan reaktivasi dari virus, berreplikasi dan berjalan ke bawah
melalui akson ke targer jaringan sehingga menyebabkan kambuhnya penyakit.
Infeksi okular primer biasanya terjadi pada umur 6 bulan hingga 5 tahun dan biasanya
dihubungkan dengan simptom umum dari penyakit virusnya. Blefarokonjungtivitis
biasanya jinak, self-limited dan hanya bermanifestasi pada anak-anak.
Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik.
Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya
suatu dataran sel di permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang
infiltrasi. terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat
pembesaran kelenjar preaurikel, bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif, jelas
diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya.
Antara tanda-tanda yang didapatkan adalah vesikel pada kulit melibatkan alis dan area
periorbital. Kondisi akut, unilateral, konjungtivitis folikuler berhubungan dengan
preauriculer limphadenopathy.
Pada kondisi ini tujuan pengobatan adalah untuk mencegah terjadinya keratitis dengan
asiklovir salep mata lima kali dalam sehari selam tiga minggu. Epitelial keratitis dapat
terjadi di segala usia, sakit ringan, mata berair dan penglihatan kabur.
Tanda yang muncul secara kronologis opaknya sel epitelial yang tersusun dalam coarse
punctate atau stellalte pattern, deskuamasi sentral yang menghasilkan lesi garis linear
bercabang (dendritik) dengan akhir terminal bulb, berkurangnya sensasi kornea, infiltrat
pada anterior stromal, perluasan sentrifugal progresif yang dapat menghasilkan konfigurasi
amoeboid, dalam masa pemulihan pada epitel dapat terjadi bentuk garis lurus yang
persisten yang mencerminkan arah dari sel pemulihan epitel.
Untuk tatalaksana dapat dilakukan secara topikal asiklovir 3% salep digunakan 5 kali
sehari, dapat juga menggunakan ganciklovir ataupun triflourotimidin. Lakukan juga
tindakan debridement untuk lesi dendritik dan menghilangkan virus yang ada untuk pasien
dengan alergi antiviral dan ketidaktersediaan obat. Caranya adalah dengan mengusapkan
permukaan kornea dengan spons selulosa 2mm dimulai dari tepi lesi hingga dendrit yang
terlihat.
Hal ini bertujuan untuk mengeluarkan virus dan mencegah epitel yang sehat dari dari
infeksi dan stimulus antigenik yang dapat mengakibatkan inflamasi stroma. Penggunaan
terapi sistemik profilaksis dapat menurunkan kambuhnya keratitis epitelial dan stromal
sebanyak 45% per tahun. Efek ini menghilang ketika penghentian obat dilakukan.
Cara efektif mengobati keratitis adalah debridement epitelial karena virus berlokasi di
dalam epitel. Debridement juga mengurangi beban antigenik virus pada stroma kornea.
Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas khusus. Obat siklopegik seperti
atropin 1% diteteskan ke dalam sakus konjungtiva dan ditutup sedikit dengan tekanan.
Pasien harus diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya sembuh
umumnya dalam 72 jam. Pengobatan tambahan dengan anti virus topikal mempercepat
pemulihan epitel.
Keratoplasi penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi penglihatan pasien yang
mempunyai parut kornea berat namun hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah
penyakit herpes non aktif. Pasca bedah infeksi herpes rekurens dapat timbul karena trauma
bedah dan kortikosteroid topikal yang diperlukan untuk mencegah penolakan transplantasi
kornea. Lensa kontak lunak untuk terapi atau tarsorafi mungkin diperlukan untuk
pemulihan defek epitel yang terdapat pada keratitis herpes simpleks.
Diagnosis banding dari lesi dendritik adalah keratitis Herpes Zoster, abrasi kornea dalam
pemulihan, keratitis anthamena dan keropathi toksik sekunder akibat pemakaian obat
topikal.
Ulkus Kornea Herpes Zoster: Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan
lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata ditemukan
vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya
infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda
dengan dendrit herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan
fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada
kornea biasanya disertai dengan infeksi sekunder.
Secara morfologi sama dengan penyakit herpes simpleks namun beda dari segi antigen dan
klinis. Zoster lebih sering menginfeksi pasien usia lanjut. Kerusakan mata akibat penyakit
ini dapat dikarenakan oleh dua hal yaitu invasi virus langsung dan iflamasi sekunder akibat
mekanisme autoimun. Risiko keterlibatan mata sebesar 15% dari total kasus herpes zoster,
meningkat bila dijumpai keterlibatan nervus ekternal nasal, keterlibatan nervus maksilaris,
dan peningkatan usia.
Herpes zoster oftalmikus dibagi menjadi 3 fase yakni:
Fase akut, ditandai dengan penyakit seperti infuenza, demam, malaise, sakit kepala
hingga seminggu sebelum tanda kemerahan muncul, neuralgia preherpetik,
kemerahan pada kulit, timbulnya keratitis dalam 2 hari setelah kemerahan muncul,
keratitis nummular yang mucul sekitar 10 hari setelah kemerahan muncul, dan
keratitis disciform yang dapat terjadi setelah tiga minggu.
Fase kronik, ditandai dengan keratitis nummular selama berbulan-bulan, keratitis
disciform dengan jaringan parut, keratitis neutrofik yang dapat menyebabkan
infeksi bakteri sekunderdan keratitis plak mukus yang dapat timbul setelah bulan
ketiga hingga keenam.
Fase relapse, dapat dijumpai bahkan hingga sepuluh tahun setelah fase akut. Hal ini
dapat diakibatkan oleh penghentian tiba-tiba dari steroid topikal. Lesi yang paling
umum adalah episkleritis, skeleritis, iritis, glaukoma, keratitis numular, disciform
atau plak mukus. \
d.Ulkus Kornea Acanthamoeba
Gambar 8: keratiti ec Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa yang hidup bebas, menempati air yang tercemar bakteri dan ma-
terial organic. Infeksi kornea oleh achantamuba biasanya berhubungan dengan pemakian lensa
kontak lunak yang berulang, termasuk lensa hidrogel silikon atau lensa kontak keras. Keratitis
karena Acanthamoeba juga dapat dialami bukan pemakai lensa kontak yang mengalami kontak
mata dengan tanah atau air yang tercemar.
Gejala awal berupa rasa sakit yang sangat dan tidak sebanding dengan tampilan klinisnya,
merah, dan fotofobia. Karakteristiknya adalah ulkus kornea dengan cincin pada stroma, dan in-
filtrat perineural.
Dianosis Acanthamoeba cukup sulit karena gejala yang mirip dengan keratitis herpes simplek-
s.Hilangnya sensasi kornea juga merupakan gejala yang mirip dengan keratitis herpes simpleks.
Diagnosis ditegakkan dengan media agar non-nutrien dengan biakan E. coli. Spesimen lebih
baik diambil dengan metode biopsi kornea daripada kerokan kornea, jika pasien adalah pemakai
lensa kontak, tempat dan cairan lensa juga perlu dikultur jika bentuk diagnosis Acanthamoeba
(trofozoit atau kista) tidak ditemukan pada kerokan.biopsi kornea.
Pengobatan untuk keratitis Acanthamoeba adalah propamidine isethionate (1% solution) topikal
intensif dan polyhexamethylene biguanide (0.01–0.02% solution) atau tetes mata mengandung
neomisin. Sama seperti bakteri, Acanthamoeba juga dapat resisten terhadap obat yang digu-
nakan, penyulit lain adalah kemampuan organisme ini untuk membentuk kista di dalam stroma
kornea, jadi memerlukan pengobatan dengan waktu yang lebih lama. Kortikosteroid topikal di-
gunakan untuk mengontrol reaksi inflamasi pada kornea.
Ulkus Kornea Perifer
a. Ulkus Marginal: Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk
ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus, toksit atau alergi
dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok arteritis nodosa, dan lain-lain.
Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya lateral. Ditemukan pada penderita leukemia
akut, sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.
b. Ulkus Mooren: Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral.
Ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai sekarang belum dike-
tahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah teori hipersensitivitas tuberkulosis,
virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering
menyerang seluruh permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada
bagian yang sentral.
c. Ring Ulcer: Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang berben-
tuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam, kadang-kadang
timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat menjadi satu menyerupai
ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya tak ada hubungan dengan konjungtivitis
kataral. Perjalanan penyakitnya menahun.
7.0 Manifestasi Klinis
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa:
Gejala Subjektif
Gambar 9 ; Ulkus Marginal
Gambar 10 : Mooren's Ulcer
- Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
- Sekret mukopurulen
- Merasa ada benda asing di mata
- Pandangan kabur
- Mata berair
- Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
- Silau
- Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer kornea dan
tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.
Gejala Objektif
- Injeksi siliar
- Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
- Hipopion
8.0 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan klinis
dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis pasien penting pada
penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat
penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid
yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes simplek. Juga
mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh
terapi imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar, kornea edema,
terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan
hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
- Ketajaman penglihatan
- Tes refraksi
- Tes air mata
- Pemeriksaan slit-lamp
- Keratometri (pengukuran kornea)
- Respon reflek pupil
- Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
- Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari dasar dan
tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih
baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff.
Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.
9.0 Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis mata agar tidak
terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya,
diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan
mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak
dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan menger-
ingkannya dengan handuk atau kain yang bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri
b. Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan konstitusi. Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan
umum yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan
makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat, pemberian roboransia
yang mengandung vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus
yang disebabkan kuman yang virulen, yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa, da-
pat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc susu steril yang disuntikkan intravena dan
hasilnya cukup baik. Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan sam-
pai melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan bertambahnya antibodi
dalam badan dan menjadi lekas sembuh.
2. Pengobatan lokal. Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan.
Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya. Konjungtuvi-
tis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga, teng-
gorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan:
- Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
i. Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
ii. Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
iii. Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi sehingga mata
dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis
sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah pembentukan
sinekia posterior yang baru
- Skopolamin sebagai midriatika.
- Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau tetrakain tetapi
jangan sering-sering.
- Antibiotik.
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum luas
diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus
sebaiknya tidak diberikan salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga
dapat menimbulkan erosi kornea kembali.
- Anti jamur.
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat komersial yang
tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi:
i. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya: topikal amphotericin B 1, 2, 5
mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole
ii. Jamur berfilamen: topikal amphotericin B, thiomerosal, Natamicin, Imidazol
iii. Ragi (yeast): amphotericin B, Natamicin, Imidazol
iv. Actinomyces yang bukan jamur sejati: golongan sulfa, berbagai jenis antibiotik.
- Antiviral.
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal untuk
mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik
bila terdapat indikasi. Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA,
interferon inducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat menghalangi
pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik terhadap
perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan pada ulkus yang
bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan:
1. Kauterisasi.
- Dengan zat kimia: Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni trikloralasetat
- Dengan panas (heat cauterisasion): memakai elektrokauter atau thermophore. Den-
gan instrumen ini dengan ujung alatnya yang mengandung panas disentuhkan pada
pinggir ulkus sampai berwarna keputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit.
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak menunjukkan
perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan yang baru yang
banyak mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh. Penutupan ulkus
dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang
kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi
pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva
ini dapat dilepaskan kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan sulfas
atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan melakukan
gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka
dapat dilakukan:
- Iridektomi dari iris yang prolaps
- Iris reposisi
- Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
- Beri sulfas atropin, antibiotik dan balut yang kuat.
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita obati
seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh
menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.
3. Keratoplasti. Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak
berhasil. Terdapat dua jenis keratoplasti yaitu:
- Keratoplasti penetrans, berarti penggantian kornea seutuhnya. Donor lebih muda
lebih disukai untuk keratoplasti penetrans; terdapat hubungan langsung antara umur
dengan kesehatan dan jumlah sel endotel. Karena sel endotel sangat cepat mati, mata
hendaknya diambil segerea setelah donor meninggal dan segera dibekukan. Mata utuh
harus dimanfaatkan dalam 48 jam. Media penyimpan modern memungkinkan
penyimpanan lebih lama. Tudung korneo sklera yang disimpan dalam media nutrien
boleh dipakai sampai 6 hari setelah donor meninggal dan pengawetan dalam media
biakan jaringan dapat tahan sampai 6 minggu.
- Keratoplasti lamelar, berarti penggantian sebagian dari ketebalan kornea. Untuk ker-
atoplasti lamelar kornea itu dapat dibekukan, didehidrasi, atau disimpan dalam lemari
es selama beberapa minggu; sel endotel tidak penting untuk prosedur ini. Tindakan
ini dilakukan apabila lapisan endotel penderita masih dapat menjalankan fungsi pom-
panya dengan baik. Selain itu, lapisan membran Descemet dan lapisan kornea yang
lebih dalam juga masih intak dan harus dalam keadaan baik.
Indikasi keratoplasti adalah bila:
- Dengan pengobatan tidak sembuh.
- Terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan.
- Lokasi parut atau kekeruhan terletak di sentral.
- Kedalaman ulkus yang mengancam terjadinya perforasi.
- Kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan.
- Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
- Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
- Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.
10.0 Pencegahan
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada ahli mata
setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil pada kornea dapat mengawali
timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.
- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup sempurna, gu-
nakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan merawat lensa terse-
but.
11.0 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering timbul akibat ulkus adalah berupa:
- Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
- Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
- Prolaps iris
- Sikatrik kornea
- Katarak
- Glaukoma sekunder
Komplikasi keratoplasti. Reaksi imunologi transplantasi dapat terjadi bahkan setelah bertahun-
tahun sejak dilakukan operasi. Reaksi penolakan (rejection reactions) diklasifikasikan menurut
lokasi di jaringan kornea. Reaksi penolakan epitel terdiri dari garis stainable limfosit sitotoksik yang
sedikit timbul berjalan di senter dari tepi graft (garis epitel Khodadoust). Bentuk reaksi kekebalan
tubuh ini biasanya tidak berbahaya.
Gambar 11 : Garis Khodadoust.
Perubahan subepitel sering terjadi setelah beberapa bulan dilakukan transplantasi. Ini terjadi karena
infiltrat subepitel pada graft yang tidak teratur dan terjadi mirip dengan infiltrat pada adenoviral
keratoconjunctivitis. Dengan kata lain, mata tersebut sepenuhnya uninflamed. Ini sering ditemui secara
kebetulan, dimana lapisan retina yang dalam tidak terlibat.
Dengan perubahan stroma, dapat terjadi koalesensi graft yang dangkal dan nekrosis stroma akut
terjadi pada 1-2%. Ini adalah infiltrasi putih yang padat oleh leukosit, limfosit, dan sel plasma yang
melibatkan semua lapisan kornea. Sebuah ulkus kornea yang menular harus dipertimbangkan dalam
diagnosis banding.
Perubahan endotel memiliki penampilan klinis yang heterogen. Oleh karena dalam lapisan epitel,
garis ini berjalan dari tepi graft ke tengah dari limfosit sitotoksik dapat dilihat reaksi endotel yang
progresif secara fokal. Garis ini yang disebut juga sebagai garis Khodadoust, bergerak pada tingkat
yang berbeda dan memisahkan antara lapisan endotel yang telah dihancurkan oleh limfosit dan lapisan
graft yang masih utuh (Ba).
Dalam reaksi kekebalan yang difus, presipitat yang luas ditemukan pada lapisan endotel.reaksi
kekebalan endotel tersebut menyebabkan terjadinya edema kornea. Selain itu, penyebab non-imunologi
dapat menyebabkan kegagalan graft (Bb). Yang termasuk aposisi luka kotor dan melambatkan
penyembuhan luka pada tepi graft, mata kering, infeksi (Bc), kerusakan akibat toksik obat, pembuluh
epitel yang tidak tumbuh, dan rekurensi penyakit penyebabnya.
Gambar 12: Kegagalan graft.
Prosedur operasi juga bisa memicu reaksi penolakan. Pengobatan adalah berdasarkan dari
penyebab kerusakan graft dan termasuk pengganti air mata, lensa kontak, antibiotik, obat antivirus atau
imunosupresan, atau operasi keratoplasti ulang. Sebelum dilakukan terapi, toksisitas zat pada epitel
harus dipertimbangkan secara individual.
Pasca keratoplasti, infeksi herpes simpleks rekurens dapat timbul karena trauma bedah dan
kortikosteroid topikal yang diperlukan untuk mencegah penolakan transplantasi kornea.
II. 13.0 Prognosis.
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya mendapat
pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus
kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat
avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya
komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga
dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat
terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi.
Gambar 14 : Infeksi rekurens herpes simpleks pada
Gambar 13 : Jahitan yang mengalami infeksi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan pemberian terapi yang
tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan
dengan mitosis sel dan pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil
dapat sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu adanya
suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik.
III.Penutup.
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat supuratif disertai
defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari epitel sampai stroma
Penyebabnya adalah dari infeksi bakteri, jamur, virus dan acanthamoeba. Ulkus kornea juga
bisa disebabkan oleh noninfeksi serta sistem imum
Gejala yang diberikan (subjektif)adalah mata merah, sakit mata ringan hingga berat, fotofobia,
penglihatan menurun, dan mata terkadang kotor.
Tanda:
Kekeruhan berwarna putih pada kornea dengan defek epitel yang bila diberi pewarnaan
flouresen akan berwarna hijau ditengahnya.
Iris sukar dilihat karena keruhnya kornea akibat edema dan infiltrasi sel radang pada kornea.
Gejala penyerta: penipisan kornea, lipatan descement, reaksi jaringan uvea (akibat gangguan
vaskularisasi iris) berupa suar, hipopion, hifema dan sinekia posterior.
Pengobatan umum untuk tukak kornea adalah :
Siklopegik
Antibiotik yang sesuai topikal dan subkonjungtiva
Pasien dirawat bila mengancam perforasi, tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi
obat dan perlu obat sistemik.
Penanganannya:
o Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi sebgai
inkubator.
o Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali satu hari.
o Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder.
o Debridement sangat membantu penyembuhan.
o Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali keadaan
berat.
Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epiteliasasi dan mata terlihat tenang kecuali bila penyebabnya
pseudomonas yang memerlukan pengobatan ditambah 1 – 2 minggu. Pada tukak kornea dilakukan
pembedahan atau keratoplasti apabila :
Dengan pengobatan tidak sembuh
Terjadinya jaringan parut yang mengganggu penglihatan
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan D. Oftalmologi Umum. Edisi ke-14. Widya Medika. Jakarta. 2000.
2. T. Schlote et al. Cornea in Flexibook Pocket Atlas of Ophthalmology. Thieme. Germany, 2006.
3. Gerhard K. Lang et al. Cornea in Ophthalmology A Short Textbook. Thieme Stuttgart. New York,
2000.
4. Arthur Lim S. M., Ian J. C. Colour Atlas of Ophthalmology. 3rd Edition. World Scientific Publish-
ing Company. 1995.
5. Anonimous. Ulkus Kornea. Dikutip dari http://medicastore.com/penyakit/862/Ulkus_Kornea.html.
6. Anonimous. Insiden Ulkus Kornea. Dikutip dari
http://mercywords.blogspot.com/2009_01_01_archive.html.
7. Ilyas H. Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga FKUI. Jakarta. 2005.
8. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia. Ulkus Kornea dalam : Ilmu Penyakit Mata Untuk
Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. edisi ke 2. Penerbit Sagung Seto. Jakarta, 2002.
9. Anonimous. Kornea. Dikutip dari http://optikonline.info/2008/06/11/anatomi-mata-kornea.html.
10. Friedman, Neil. Kaiser, Pieter. Essentials of Ophthalmology. Ebevier Inc. China. 2007.
11. Krachmer Jay H., Mannis Mark J, Holland Edward J. Cornea, Volume 1. Mosby Inc. China. 2005.
12. Greenberg, Michael I. Greenberg's Text-atlas of Emergency Medicine. Lippincot Williams &
Wilkins. USA. 2005
13. Mukherjee, P. K. Pediatric Opthalmology. New Age International Publisher. Delhi. 2005.
14. Wijana, Nana S.D. Ilmu Penyakit Mata. Abadi Tegal, Jakarta: 1993
15. Ilyas, Sidarta. DSM. Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI, Jakarta: 200
16. Bruce, Adrian S. Loughnan, Michael S. Anterior Eye and Therapeutics A-Z. Elsevier Science
Limted. Spain. 2003.
\