kebijakan untuk mangrove -...

54
Kebijakan untuk MANGROVE Mengkaji Kasus dan Merumuskan Kebijakan

Upload: lykhuong

Post on 03-Feb-2018

232 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

Kebijakan untuk

MANGROVEMengkaji Kasus dan Merumuskan Kebijakan

Page 2: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

i

KKKeeebbbiiijjjaaakkkaaannn uuunnntttuuukkk

MMMAAANNNGGGRRROOOVVVEEEMMMeeennngggkkkaaajjjiii KKKaaasssuuusss &&& MMMeeerrruuummmuuussskkkaaannn KKKeeebbbiiijjjaaakkkaaannn

Page 3: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

ii

Hak Cipta: ©2007 International Union for Conservationof Nature and Natural Resources& MangroveAction Project

Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan non komersil dibolehkan tanpa pemberitahuandengan syarat mencantumkan sumber. Dilarang mereproduksi publikasi ini untuk keperluan komersil tanpa ijin tertulisdari pemegang hak cipta.

Tulisan ini dibuat dengan dukungan dana dari proyek “Rehabilitasi eksosistem pesisir pasca tsunami: tahap konsolidasi”yang disponsori oleh Organismo Autónomo Parques Nacionales (OAPN) K ementerian Lingkungan Hidup Spanyol.Opini-opini yang terdapat dalam tulisan ini tidak selalu menggambarkan pandangan OAPN, Kementrian LingkunganHidup Spanyol dan IUCN.

IUCN & Mangrove Action Project-Indonesia

Keterangan Foto:Sampul Depan: Nelayan sedang menatap mangrove dan kampungnya yang rusak karena tambak di Semanting KalimantanTimurSampul Beakang: Staf MAP-Indonesia ber siap melakukan survei hutan desa di Jaring Halus, Langkat, Sumatera Utara

Ditulis oleh IUCN, The WorldConservation Union.

P enu li s: J ajang Ag us S onjaya

K ontrib utor : B en Br own, Sri Kartaharja , Ratna Fadil lah, Subki , Indr a S eti adh arm a

TataLetak: Jajang Agus Sonjaya

Dicetak oleh:

Available from: IUCNPublications Services Unit219c Huntingdon Road, Cambridge CB3 ODL, United KingdomTel: +44 1223 277894Fax: +44 1223 277175E-mail: [email protected]://www.iucn.orgA catalogue of IUCN publications is al so available

Versi elektronik tersedia di: http ://www.mangroveactionproject.org

Komposisi: Cover dicetak pada kertan Aconda 300 miligram yang mengandung 40% serat yang dapat didaurulang; danKertas 60% serat kayuyang paling tidak 50% nya m emiliki sertifikasi FSC.

Isi dicetak pada kerta s Normaset Puro 90 miligram yang mengandung 100%sera t kayu dengan setidaknya 30%memiliki sertifikasi FSC.

Dicetak dengan tinta yang berbahan da sar minyak tumbuhan.

Page 4: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

iii

Kebijakan untuk

MANGROVEMengkaji Kasus & Merumuskan Kebijakan

IUCN - The World Conservation Union

Page 5: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

iv

Rehabilitasi Ekosistem Pesisir Pasca Tsunami:Tahap Konsolidasi

Proyek ini ditujukan untuk menanggulangi ancaman jangka panjang yang dihadapai mangrove di negara-negarayang terkena dampak tsunami, serta untuk merestorasi, merehabilitasi dan melindungi eksositem penting ini.Pendanaan disediakan oleh Organismo Autónomo Parques Nacionales (OAPN), Kementerian LingkunganHidup Spanyol. Antara bulan Sepetember 2005 sampai Desember 2006 OAPN menyalurkan dana hibah untukmembantu rehabilitasi mangrove di daerah yang terkena dampak tsunami di Sri Lanka dan Thailand. OAPNmemberikan dana hibah tahap ke dua antara Januari dan Desember 2007 untuk konsolidasi dan berbagipengetahuan dan pengalaman dari pelaksanaan rehabilitasi mangrove yang dilakukan pada tahap pertamaproyek ini. Tahap konsolidasi difokuskan pada penggunaan pengetahuan yang diperoleh pada tahap pertamauntuk meningkatkan kesadaran dan membangun kapasitas pihak-pihak yang terlibat dalam restorasi mangrove,terutama para pengelola Kawasan Lindung. Tahap dimaksudkan untuk menyebarluaskan dan berbagi informasiserta belajar dari lokasi dan kelompok lain di Sri Lanka dan Thailand sebagai negara yang ikut serta dalam tahappertama proyek, juga untuk memperluas pembelajaran dengan negara lain yang juga terkena dampak tsunamiyakni Indonesia.

Mangrove Action Project

Mangrove Action Project adalah lembaga non profit yang mendedikasikan diri pada perbaikan kerusakan danpengembalian ekosistem hutan mangrove di seluruh dunia. Tujuan utama Map adalah mengedepankan hakmasyarakat tradisional setempat, termasuk nelayan dan petani dalam mengelola lingkungan secaraberkelanjutan. Melalui jaringan global dan perwakilan di Amerika Serikat (kantor pusat), Thailand (kantorregional Asia), Indonesia dan Amerika Latin, MAP memfasilitasi pertukaran ide -ide dan informasi dalam halkonservasi dan restorasi hutan mangrove sekaligus pemanfaatan hutan mangrove secara berkelanjutan olehmasyarakat pesisir.

Page 6: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

v

KATA PENGANTAR

Banyak-banyaklah berj alan dan melihat, niscaya Anda akan lebih bijaksana dalam berpikir dan bertindak.Prinsip inilah yang mendorong penulisan buku ini. Dengan menelusuri beberapa hutan mangrove di Indone sia,pembaca diajak untuk lebih mengerti dan memahami pesoalan yang terjadi pada hutan mangrove di Indonesiayang sedangmengalami tekanan akibat pengaruh globalisasi ekonomi dan industri. Mangrove di Indonesia yangdapat dikatakan sebagai mangrove terluas di dunia kini sedang sakit akibat dikonversi menjadi tambak, lahanekspolari arang, dan dikonversi untuk perkebunan kelapa sawit.

Indonesia nampaknya harus belajar dari beberapa kawasan mangrove yang diangkat dalam studi kasus buku ini.Kasus pertama mengangkat isue di Segara Anakan yang dikelola secara ketat oleh pemerintah. Masyarakatmembutuhkan alternatif penghidupan yang lain, akan tetapi kebijakan yang diterapkan pemerintah untukmengelola kawasan mangrove di Segara Anakan tidak mendukung keinginan masyarakat. Berkebalikan denganSegara Anakan, masyarakat Jaring Halus adalah contoh pengelolaan kawasan mangrove yang murni dikelolaoleh masyarakat. Desa Jaring Halus memiliki hutan desa yang ditumbuhi mangrove seluas 57,789 hektar.Hutan desa yang tidak kurang dari 19 spesies mangrove itu dikelola dengan sangat baik melalui peraturan adatyang disepakati bersama oleh warga desa; sedangkan ribuan hektar mangrove di sekitarnya yang dikelolanegara justru rusak karena tambak dan perusahaan arang. Di antara dua tingakt partisipasi masyarakat tersebut,terdapat kasus Bengkalis dan Tiwoho yang berada di tengah-tengah. Dari kawasan ini kita bisa belajarmengenai proses pelibatan masyarakat dalam pengelolaan mangrove dan strategi perumusan kebijakan.

Dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalamproses penulisan dan proyek-proyek yang diangkat menjadi kasus dalam buku ini . Mereka antara lain IUCN,Ministerio De Medio Ambiente, BKSDA SUMUT I, ESP-USAID, JALA, MAP-Indodenia/YARL, YayasanKelola, Yayasan Laksamana Samudera, Yayasan Konservasi Laut, dan Kalster Humaniora UGM.

Akhir kata, semoga buku ini bermanfaat. Yang pasti buku ini bukanlah sebuah akhir, sehingga kritik dan sarankami harapkan untuk menghasilkan karya yang jauh lebih baik.

Yogyakarta, Okrober 2007

Tim Penyusun

Page 7: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR__v

DAFTAR ISI __vi

Bagian Satu: OVERVIEW KEBIJAKAN SEPUTAR PENGELOLAAN SUMBER DAYA PESISIR

Pengelolaan Sumber Daya Pesisir__1

Ada Apa dengan Mangrove di Indonesia?__2

Bagaimana Peran Kebijakan? __3

Kebijakan Negara__5

Kebijakan Negara dan Kebijakan Kehutanan__5

Kebijakan yang Saling Bertentangan__6Konflik Antartingkat Pemerintah yang Berbeda__7

Kebijakan dan Konvensi Internasional__7

Bagian Dua: STUDI KASUS PENGELOLAAN MANGROVE DI INDONESIA

Belajar dari Segara Anakan__9Belajar dari Tiwoho__18

Belajar dari Jaring Halus__22

Belajar dari Bengkalis__32

Bagian Tiga: TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DAN LANGKAH-LANGKAH PERUMUSANKEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE

Kebijakan Terkait Pengelolaan Hutan Mangrove__38

Strategi dan Mekanisme untuk Implemenatasi Kebijakan Pengelolaan Mangrove__40

REFERENSI__44

Page 8: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

1

Bagian SatuOVERVIEW KEBIJAKAN SEPUTAR

PENGELOLAAN SUMBER DAYA PESISIR

Pengelolaan Sumber Daya PesisirWilayah pesisir memiliki arti strategis karenamerupakan wilayah peralihan antaraekosistem darat dan laut, serta memilikipotensi sumberdaya alam dan jasa-jasalingkungan yang sangat kaya. Kekayaansumberdaya tersebut menimbulkan dayatarik bagi berbagai pihak untukmemanfaatkan sumberdayanya dan berbagaiinstansi untuk meregulasi pemanfaatannya.Kekayaan sumberdaya pesisir, meliputipulau-pulau besar dan kecil sekitar 17.500pulau, yang dikelilingi ekosistem pesisirtropis, seperti hutan mangrove, terumbukarang, padang lamun, berikut sumberdayahayati dan non-hayati yang terkandung didalamnya.Akan tetapi kekayaan sumberdayapesisir tersebut mulai mengalami kerusakan.Sejak awal tahun 1990-an phenomenadegradasi biogeofisik sumberdaya pesisirsemakin berkembang dan meluas. Laju

kerusakan sumberdaya pesisir telah mencapaitingkat yang mengkhawatirkan, terutamapada ekosistem mangrove terumbu karangdan estuari (muara sungai).

Di wilayah pesisir juga berdiam para nelayanyang sebagian besar masih prasejahtera.Mempertimbangkan karakteristik masyarakatpesisir, khususnya nelayan sebagai komponenyang paling banyak, serta cakupan ataubatasan pengelolaan, maka sudah tentupengelolaan sumber daya pesisir patutdilakukan secara komprehensif yangmemiliki ciri-ciri (1) berbasis lokal; (2)berorientasi pada peningkatan kesejahteraan;(3) berbasis kemitraan; (4) secara holistik;dan (5) berkelanjutan. Menurut MenteriKelautan dan Perikanan, Dr. RokhminDahuri, pengelolaan dengan ciri seperti inidikenal dengan istilah Pengelolaan PesisirTerpadu (Integrated CoastalManagement/ICM).

Keterkaitan masyarakatdan mangrove

Page 9: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

2

Ada Apa dengan Mangrove diIndonesia?

Indonesia memiliki hutan mangrove yangluas dibandingkan dengan negara lain.Hutan-hutan ini dapat menempati bantaransungai-sungai besar hingga 100 km masuk kepedalaman seperti yang dijumpai disepanjang sungai Mahakam dan Sungai Musi.Keanekaragaman juga tertinggi di duniadengan jumlah spesies sebanyak 89, terdiridari 35 spesies tanaman, 9 spesies perdu, 9spesies liana, 29 spesies epifit, dan 2 spesiesparasitik (Dahuri, 2001).

Hutan mangrove merupakan ekosistemutama pendukung kehidupan yang penting diwilayah pesisir. Selain mempunyai fungsiekologis sebagai penyedia nutrien bagi biotaperairan, tempat pemijahan dan asuhan bagibermacam biota, penahan abrasi, penahanamukan angin taufan, dan tsunami, penyeraplimbah, pencegah intrusi air laut, dan lainsebagainya, hutan mangrove juga mempunyaifungsi ekonomis seperti penyedia kayu,daun-daunan sebagai bahan baku obatobatan, dan lain-lain. Mengingat nilaiekonomis pantai dan hutan mangrove yangtidak sedikit, maka kawasan ini menjadisasaran berbagai aktivitas yang bersifateksploitatif. Lahan mangrove dibabat untuktambak, dimulai dari pantai utara Jawa, lalumerambat ke Papua, Sumatera, danKalimantan. Hutan mangrove di utara PulauJawa nyaris tidak tersisa akibat dikonversimenjadi lahan tambak. Padahal tambak-tambak tersebut berproduksi secara optimalhanya dalam periode lima tahun pertama.Setelah itu, tambak-tambak tersebut sudahtidak lagi produktif dan akhirnya cenderungdibiarkan terbengkalai menjadi lahan kritis.Setelah mangrove di Jawa habis, parainvestor pun lalu mencari daerah baru diPapua, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.Selain karena tambak, kerusakan hutanmangrove makin diperparah denganmunculnya pabrik bubur kertas di beberapadaerah yang menggunakan pohon mangrove

sebagai bahan bakunya, pabrik arang, danpenebangan untuk keperluan rumah tangga.

Luas hutan mangrove kian berkurang dariwaktu ke waktu, dan ini berakibat pada kianberkurangnya keanekaragaman hayati sertamusnahnya habitat dan satwa-satwa tertentu.Berkurangnya luasan hutan mangrove diIndonesia diperkirakan 1,1% per tahun.Berdasarkan perkembangan data kawasanhutan mangrove yang terakhir (ProyekInventarisasi Hutan Nasional, 1993), luashutan mangrove pada tahun 1982 kuranglebih 4,25 juta hektar, dan pada tahun 1993,luas hutan mangrove tersebut tinggal 3,7 jutahektar. Masyarakat yang hidup di sekitarhutan mangrove yang telah terdegradasimengalami kemunduran tingkat ekonomidan kesejahteraannya, seperti yang terjadi diSegara Anakan, Delta Mahakam, dan DeltaBerau. Degradasi hutan mangrove danrusaknya lingkungan kawasan pantaimengakibatkan menurunnya hasil tangkapanikan dan berkurangnya pendapatan paranelayan kecil di desa-desa pantai.Sebagai akibat dari adanya kerusakan hutantersebut, banyak kalangan di Indonesia dan dinegara-negara berkembang lainnya yangkemudian mengajukan konsep pengelolaanhutan yang berbasiskan masyarakat atau yangsering disebut dengan community-based forestmanagement (Mirsa, 1982; Webb, 1982;Wiersum, 1990). Konsep tersebut kemudianlebih populer di kalangan rimbawan danilmuan sosial-humaniora sebagai communityforestry (kehutanan masyarakat) atau socialforestry (hutan kemasyarakatan). Konsepkehutanan masyarakat merupakan salah satuwujud kesadaran dari beberapa pihak yangpeduli terhadap nasib kehutanan setelahberbagai masalah muncul akibat eksploitasihutan (termasuk mangrove) yang berlebihan.Namun kesadaran tersebut nampaknyabelum diikuti perasaan insyaf sehingga belumbisa memperlakukan hutan mangrove secaraarif dan bijaksana. Buktinya, setelah hampirsatu dasawarsa konsep hutan kemasyarakatan

Page 10: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

3

disosialisakan di Indonesia, hasilnya tetap sajatidak bisa menahan laju kerusakan hutan.Sementara itu, masyarakat di sekitar hutankehidupan dan perekonomiannya kianterpuruk.

Semangat kehutanan masyarakat dankolaborasi pengelolaan kawasan mangrovesudah mulai dirintis oleh DepartemenKehutanan antara lain denganmengembangkan Pusat RehabilitasiMangrove (Mangrove Centre) di Denpasar –Bali (untuk wilayah Bali dan Nusa Tenggara)

yang selanjutnya akan difungsikan untu kkepentingan pelatihan, penyusunan dansebagai pusat informasi. Untuk ke depansedang dikembangkan Sub Centre InformasiMangrove di Pemalang – Jawa Tengah(untuk wilayah Pulau Jawa), di Sinjai –Sulawesi Selatan (untuk wilayah Sulawesi,Maluku dan Irian Jaya), di Langkat –Sumatera Utara (untuk wilayah Sumateradan Kalimantan).

Bagaimana Peran Kebijakan?

Keberhasilan pengembangan masyarakatsebagai bagian dari pengelolaan pesisir danlaut sangat tergantung pada ketepatankebijakan yang diambil. Kebijakan yangdikembangkan dengan melibatkan danmemperhatikan kepentingan masyarakat danmenjamin keberhasilan pengelolaan sumberdaya alam dan wilayah. Keterlibatanmasyarakat sangat diperlukan karena akanmenghasilkan kebijakan yang disesuaikandengan potensi, aspirasi dan kepentinganmasyarakat. Kebijakan yang berbasis padapotensi masyarakat akan mendorong

keterlibatan masyarakat dalam pemanfaatandan perlindungan sumber daya alam. Selainitu juga memberikan keuntungan ganda.Pertama, dengan mengakomodasi aspirasimasyarakat maka pengelolaan pesisir dan lautakan menarik masyarakat sehingga akanmempermudah proses penataan. Kedua,memberikan peluang bagi masyarakat untukikut bertanggung jawab atas keamanan pesisirdan laut. Selain itu yang lebih penting lagiadalah adanya upaya untuk meningkatkankepentingan hakiki masyarakat yaitukesejahteraan.Pelibatan masyarakat dalam pengambilankebijakan, dapat dilakukan denganpendekatan yang menggabungkan bottom up

Lahan mangrove yangtelah dikonversi menjaditambak

Page 11: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

4

dan top down planning. Pada tingkatperencanaan masyarakat harus dilibatkandalam penyusunan tata ruang untukmenyerap informasi dan aspirasi masyarakat.Hal tersebut akan memberikan manfaat bagiproses pengembangan zona yang akandijadikan sebagai pola dasar penyusunanrencana pengelolaannya. Informasi danaspirasi masyarakat tersebut juga akanbermanfaat untuk menggali potensimasyarakat terutama dalam rangkamengembangkan sistem perlindungankawasan yang berbasis pada masyarakat.Dilain pihak, top down planning diperlukanuntuk memberikan peluang bagi pemerintahuntuk merancang pola pengelolaan wilayahbagi kepentingan yang lebih luas.

Kebijakan berperan penting dalampengelolaan sumber daya pesisir, khususnyamangrove. Meskipun tidak mungkin untu kselalu menggunakan mekanisme kebijakanuntuk memecahkan semua permasalahankerusakan atau konflik dalam penggunaansumber daya, namun hukum dan peraturanyang berlaku merupakan bagian penting dariproses. Rencana untuk mengkonservasi danmengelola sumber daya pesisir harus sesuaidengan kebijakan yang berada pada semuatingkat pemerintahan: mulai tradisional,lokal, propinsi, dan nasional. Terlebih lagi,banyak perencanaan yang harusmempertimbangkan kebijakan, perjanjian,dan konvensi internasional atau regional.Penting untuk diketahui bahwa kita bisamenggunakan kebijakan internasional atauregional untuk mendukung rencana bagikonservasi pesisir, misalnya konvensikenakaragaman hayati. Para pengelolasumber daya, aktivis lingkungan, danpemimpin masyarakat mutlak harusmengetahui, mengerti, dan memahamiberagam kebijakan dari berbagai tingkat.Kebijakan negara biasanya yang menjadipaling penting, namun kebijakan dankonvensi internasional yang dianut olehsebuah negara, juga menyediakan dukungan

penting bagi perlindungan pengelolaansumber daya alam.

Dalam konteks epistemologi pembangunan,termasuk arah kebijakan pembangunansektor kelautan sebenarnya masih didominasioleh terminologi pemikiran Michael Redcliftentang konsep pembangunan berkelanjutan.Pemikiran ini kemudian diperjelas dandikritisi oleh seorang pakar ekonomipembangunan yaitu Feyereban. Menurutnyapemikiran Redclif tentang konseppembangunan berkelanjutan, secaraepistemology pembangunan terlaludidominasi oleh pemikiran barat. Olehkarena itu menurut Feyereban diperlukansuatu multiple epistemology dalam memahamipemikiran pembangunan yaknimenggabungkan tradisi abstrak yangdidominasi pemikiran barat dengan tradisihistoris yang menjadi ciri utama negara-negara sedang berkembang. Namun, karenaposisi epistemologi lokal ini semakinmelemah dan tersingkir, meskipun telahterbukti mampu menjamin keberlanjutanpenghidupan masyarakatnya, maka perluditemukan metode atau upaya untukmemperkuat posisinya dalam perkembanganpengetahuan, khususnya yang berkaitandengan pembangunan termasukpembangunan sektor kelautan. Penguatanpengetahuan lokal mensyaratkan redefenisidari pembangunan sektor kelautan sebagaisebuah epistemologi baru guna menunjangotonomi daerah di wilayah pesisir dan lautan.Pembangunan sektor kelautan yang semacamini di mana pengetahuan lokal menjadilandasan utama mensyaratkan adanya cirri -ciri endogen dari pembangunan tersebut.Ciri-ciri endogen tersebut dijelaskan olehFriberg dan Hettne dalam Kusumastanto(2002), yaitu (1) bahwa unit sosial daripembangunan itu haruslah suatu komunitasyang dibatasi oleh suatu ikatan budaya, danpembangunan itu harus berakar pada nilai-nilai dan pranatanya; (2) adanyakemandirian, yakni setiap komunitasbergantung pada kekuatan dan

Page 12: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

5

sumberdayanya sendiri bukan pada kekuatanluar; (3) adanya keadilan sosial dalammasyarakat dan (4) keseimbangan ekologis,yang menyangkut kesadaran akan potensiekosistem lokal dan batas-batasnya padatingkat lokal dan global.

Kebijakan NegaraDi Indonesia, negara terkadangbersinggungan dengan peraturan provinsiatau tingkat pemerintahan di bawahnya.Oleh karena itu, para pengelola harusmengerti kebijakan-kebijakan negara yangmengatur penggunaan dan perlindungandaerah dan sumber daya pesisir. Bahkan halpaling sepele, yang terkait dengan definisikawasan, misalnya, sangat menggangu prosespengelolaan yang melibatkan banyak pihak.Apakah batasan pesisisr didasarkan padakontrol nasional berawal dari air pasang atausurut, sedang atau rata-rata?; Apakah sarannasional tentang lebar sabuk hijaumempunyai substansi?; Di mana kekuasaankontrol negara atau daerah berawal?; Apakahkredibilitas kebijakan tradisional dapat diakuijika dilihat melalui sudut pandang kebijakannegara? Itu adalah beberapa pertanyaan dasaryang membutuhkan pemahaman bersama.Setelah masalah definisi, berikutnya adalahmaslaah kuasa. Para pengelola harusmenentukan departemen pemerintah yangterlibat dan mempunyai kekuasaan atas zonapesisir. Departemen-departemen inimungkin memiliki banyak peraturan yangmempunyai kendali atas sumber daya pesisir,meskipun tidak disebutkan secara jelas.Misalnya, Departemen Perhubunganmungkin memiliki kekuasaan untukmembangun sebuah bandara atau pelabuhandi mana saja yang dianggap sebagaikepentingan nasional. Kewenangan inimungkin meliputi sumber daya pesisir yangpenting, seperti hutan bakau atau terumbukarang. Untuk mempermudah pekerjaan,para pengelola harusnya mengerti denganbaik akan kebijakan-kebijakan yang

mempengaruhi sumber daya. Mereka jugabisa membuat saran-saran bagaimanakebijakan bisa diubah untuk meningkatkanpengelolaan sumber daya yang dapatdiperbarui demi keberlangsungan sumber-sumber daya tersebut,.

Kebijakan Negara dan KebijakanKehutanan

Pengembangan kebijakan kehutanan nasionalsecara umum terpusat pada kebutuhan danpersyaratan bagi implementasi pengelolaanhutan secara berkesinambungan. Indonesiamenyadari kebutuhan bagi pengelolaan hutanberkesinambungan, untuk memberikankontribusi bagi pembangunan nasional dankeuntungan bagi penduduk lokal. Adabeberapa permasalahan penting dalamkebijakan pembangunan kehutanan antaralain penebangan hutan, degradasi hutan,illegal logging, pembukaan lahan perkebunan,devolusi dan desentralisasi pengelolaanhutan, keterlibatan masyarakat dalampengelolaan kehutanan, dan konservasi.Sebuah contoh dari pengutamaan kebijakankehutanan nasioanl adalah ‘proses programhutan nasional’ yang dilaksanakan melaluiKeputusan Presiden No 80/2000. Pada Juli2007 berlangsung dialog antarstakeholderyang beragam dalam dukungan prosestersebut yang diadakan di tiga daerah(Sumatra, Kalimantan, dan Nusa Tenggara).Kunci penting dari program hutan nasionalIndonesia adalah perlindungan, produksi,dan partisipasi. Isu-isu utama yang diangkatantara lain memerangi illegal logging,pencegahan kebakaran dan perusakan hutan,merestrukturisasi industri berbasiskehutanan, penanaman hutan kembali danreboisasi, dan desentralisasi sektorkehutanan.

Page 13: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

6

Kebijakan yang Saling Bertentangan

Pada umumnya banyak pihak yang terlibatdalam pengelolaan sumber daya seperti satuatau lebih departemen pemerintah (nasional,negara, dan lokal), masyarakat adat, danpihak-pihak yang memiliki izin legal dalampengelolaan sumber daya. Konflik kebutuhanbiasa terjadi pada agen-agen yang berbedadalam satu pemerintah. Agen-agenlingkungan dan taman-taman nasionalmencoba untuk melindungi lingkungan danspesies yang terancam kelestariannya.Departemen Kehutanan, Pertanian, danPerikanan mencoba mendapatkan dana untukmenjalankan program-program tersebut.Kerjasama antar berbagai pihak tersebut,dapat mencegah adanya konflik yangdisebabkan oleh pengelolaan sumber daya.Konsorsium, forum, kelompok-kelompokpenasihat, komite atau wadah-wadah apa punnamanya mungkin diperlukan untukmenemukan cara yang terbaik dalampengelolaan sumber daya dengan memilahkebijakan-kebijakan yang berbeda.Secara ekologis, pertanian di hulu danperikanan di muara saling tergantung.Kesehatan terumbu karang, tanaman bakau,dan rumput laut saling berhubungan satusama lain. Penangkapan ikan secara liar dapatmerusak terumbu karang. Kerusakanterumbu karang dan hutan bakau jugamengurangi perikanan. Konsultasi antaraagen-agen kehutanan dan perikanan dapatmemberikan jalan melalui metode-metodekehutanan yang dapat mengurangi jumlaherosi dan sedimentasi di sungai-sungai yangmengalir ke laguna, muara, dan terumbukarang.

Konflik antara agen-agen yang berbedasering menjadi permasalahan utama bagipihak pengelola sumber daya. Itulahsebabnya mengapa beberapa rencanapengelolaan gagal. Departemen Pariwisatamemiliki kepentingan kuat pada lingkunganyang belum rusak, dengan pendapatan yangdidapat dari pariwisata yang sering lebih

besar daripada kehutanan dan perikanan.Pariwisata adalah industri yang berkembangpaling cepat di berbagai negara.

Departemen Kelautan dan Perikanan jugadapat terkena dampak besar denganterjadinya pendangkalan air yang dialamiekosistem pesisir berdataran tinggi.Kebijakan yang ada sering berdampak padamuara dan pantai, dan undang-undangpenangkapan serta keberadaan ‘environmentalflows’ (tempat dimana perairan secara bebasdiberikan untuk membantu perikanan),membutuhkan pertimbangan. Demikianjuga, pengelolaan kehutanan dataran tinggiyang dapat berdampak luas pada kelestarianhutan bakau, karena hutan bakau sangatbergantung pada pasokan air tawar.Departemen Perindsutrian memilikikebijakan yang mempengaruhi polusi industridan pembuangan limbah yang penting bagipengelola pesisir.

Departemen yang lain seperti Pertambangandan Energi, Departemen Transportasi,Departemen Pertahanan (khususnyaAngkatan Laut), Departemen Kesehatan,serta Sekretarian Negara seringkalimempunyai peranan koordinatif. Apabilamemungkinkan, disarankan untuk bekerjamelalui Sekretariat Negara pada areapengelolaan yang lebih luas. Departemenyang penting lainya adalah departemen yangberhubungan dengan hak-hak masyarakatpribumi. Negara Kamboja, misalnya, telahmembuat sebuah departemen yangmengurusi masalah koordinasi partisipasimasyarakat dalam pengelolaan perikanan(PMCR-Participatory Management ofCoastal Resources Agency).

Koordinasi antardepartemen dan antarpihakdiharapkan dapat menghindari terjadinyadisefisiensi dan konflik sehingga pengelolaansumber daya dapat mencapai tujuanpemanfaatan yang maksimal secaraberkesinambungan. Sebagai contoh,Departemen Pertanian dan DepartemenPerikanan mestinya berkoordinasi berupaya

Page 14: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

7

mengurangi dampak-dampak yang ada.Metode-metode pertanian ditingkatkanuntuk mengurangi pengikisan sedimen.

Konflik Antartingkat Pemerintahyang Berbeda

Kebijakan nasional berlaku di seluruh negeri,namun peraturan yang dibuat olehpemerintah daerah sesungguhnya lebihefektif dalam mengendalikan kegiatan yangsifatnya merusak sumber daya pesisir.Peraturan daerah dibentuk agarmemudahkan untuk menentukan batas-bataspengelolaan dan menunjuk pihak yangberwenang atas pengelolaan sumber daya.Pemerintah yang bijak akan menyadari nilaiperaturan daerah dan mendukungpemerintah daerah serta masyarakat untukmengawasi sumber daya lokal mereka. DiIndonesia, otonomi daerah telahmemberikan kesempatan utnuk membuatdan mengimplementasikan program-program atas inisiatif pemerintah lokal, danjuga menjamin pertisipasi masyarakat dalamlegal drafting dan proses implementasinya.

Dalam hal kebijakan dalam konteks banyakkepentingan seperti ini yang harus diingatadalah bahwa seberapa pun kuatnya sistemkebijakan, konflik akan tetap selalu ada.Tidak ada sistem kebijakan yang sempurna.Karenanya peraturan sekuat apa punhendaknya cukup fleksibel agar bisamengakomodasi banyak kepentingan. Sebagaicatatan, kebijakan-kebijakan yang benar-benar kuat dan bermanfaat adalah yangdidukung oleh masyarakat dari mayoritasstakeholder.

Kebijakan dan Konvensi Internasional

Pada tahun 1980-an, negara-negara di duniaini telah menyadari fakta bahwa di sampingkemajuan pembangunan juga terjadidegradasi lingkungan hidup. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul waktu itu, mengapa

sudah ada berbagai aturan dengan ancamanhukuman tinggi tetapi masih terjadiperusakan lingkungan yang antara laindilakukan masyarakat sendiri, dan bagaimanasebagainya pembangunan itu disempurnakan.Dalam Sidang Umum PBB 1983 disepakatimembentuk suatu komisi untuk mempelajaritantangan lingkungan dan pembangunanserta cara-cara menanggulanginya. SekjenPBB di tahun 1984 mengangkat Nyonya GroHarlem Brundtland (Perdana MenteriNorwegia) sebagai Ketua Komisi Duniauntuk Lingkungan dan Pembangunan (theWorld Commission on Environment andDevelopment); salah seorang anggotanya, Prof.Emil Salim. Sidang kerja pertama Komisi inijustru dilakukan di Jakarta (Maret 1985)berupa dialog langsung dengan pemerintah,pengusaha dan lembaga-lembaga swadayamasyarakat.Tahun 1987, Komisi membuat laporan yangberjudul Our Common Future (Hari DepanKita Bersama), yang juga dikenal sebagai TheBrundtland Report. Komisi menyimpulkan,a.l. dalam praktek tidak adanya keterpaduanantara pertimbangan pembangunan denganpertimbangan ekologi, tidak adanyaketerpaduan antar instansi, dan hukum yangada pada umumnya merupakan hukum yangtidak didukung oleh masyarakat. Untukmendapatkan dukungan masyarakat, Komisimerekomendasikan pembaharuan hukum dimana cara yang paling baik menurut Komisiadalah melalui desentralisasi pengelolaansumberdaya yang menjadi penopang hidupmasyarakat setempat; dan melalui pemberiansuara yang efektif pada masyarakat itumengenai penggunaan sumberdaya tersebut.

Jadi, peraturan dan konvensi internasionalawalnya berasal dari agen-agen PBB,selanjutnya berasal dari kerjasama regional(antara satu atau dua negara). Pemerintahbisa menandatangani perjanjian danmengesahkannya, kecuali hal tersebutmerupakan legislasi internasional pada

Page 15: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

8

kebijakan nasional mereka sendiri, makatidak bersifat mengikat.

Kebijakan internasional dan konvensimerupakan kekuatan penting dalammembantu menjaga kelestarian ekosistemdan pemanfaatannya secaraberkesinambungan. Agen-agen internasionalsering menyebarkan informasi yang baik danratifikasi, yang mengindikasikan keinginanpemerintah untuk memberikan pengaruhpada pengelola sumber daya, publik, danLembaga Sosial Masyarakat (LSM). Berikutdaftar kebijakan dan konvensi internasionalyang dapat digunakan oleh pengelolamangrove di Indonesia:

United Nations Conference onEnvironment and Development(UNCED): Konferensi internasional diRio de Janeiro pada tahun 1992memberikan resolusi untuk melindungilingkungan yang disebut Agenda 21. Bab17 dokumen ini mengupas sceara spesifiktentang lingkungan kelautan.

World Heritage Convention: konvensiuntuk perlindungan warisan budaya danalam dunia pada tahun 1972 didesainuntuk melindungi warisan budaya(seperti Candi Borobudur) dan situs-situs khusus alam yang bernilai tinggi(seperti Great Barrier Reef-Australiaatau Ha Long Bai-Vietnam). Konvensiini adalah perlindungan tertinggi duni ayang melindungi situs kelautan danhanya digunakan bagi situs-situs yangbernilai besar dengan persetujuan penuhdari pemerintah nasional.

The International Convention onWetlands (Ramsar): konvensi inidiadakan di Ramsar, Iran pada tahun1971 dan umumnya dikenal denganKonvensi Ramsar. Lebih dari 100

negara, termasuk Indonesia,menandatangani konvensi ini untukmendukung penggunaan lahan basah(berlumpur) yang dikenal dengansustainable use, termasuk di dalamnyahutan Mangrove. Ada dua situs Ramsaryang terletak di Indonesia, yaitu DanauSentarum di Kalimantan (tidak terdapattanaman bakau) dan sebuah kawasanmangrove di Sumatera Selatan.Dibandingkan dengan negara lain,seperti Kanada, Indonesia hanyamemiliki sedikit lahan basah yangdirancang sebagai Situs Ramsar, padahalKanada mempunyai 143 Situs Ramsar.Ini satu indikasi bahwa kurangnyaperhatian pemerintah Indonesia untukmenominasikan dan mengajukan lokasi -lokasi penting lahan basah untukdilindungi berdasarkan KonvensiRamsar.

The Convention on Biological Diversity:konvensi ini nmendukung integrasikonservasi keanekaragaman hayatidengan kegiatan sektoral sepertiperikanan dan penggunaan sumber dayalainnya. Hal ini bertujuan untukmelindungi sumber dayakeanekaragaman hayati yang besar.Terumbu karang adalah salah satunya.

Yang harus kita lakukan dalam meresponKonvensi Internasional adalah menjalinhubungan dengan orang-orang dandepartemen yang berkemampuan baik dibidang hukum. Orang-orang ini dapatmembantu mempersiapkan urusan merekauntuk konservasi sumber daya sehinggadapat memasukkan bahasa hukum yang biasadigunakan pemerintah

Page 16: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

9

Bagian DuaSTUDI KASUS PENGELOLAAN MANGROVE

DI INDONESIA

BELAJARDARI SEGARA ANAKAN

Segara Anakan terletak di antara 7°35'-7°46'S, l08°45'-109°01'E, di sebelah selatanPulau Jawa, perbatasan antara Jawa Barat danJawa Tengah. Luas keseluruhan KawasanSegara Anakan adalah 24.000 hektar,meliputi perairan, hutan mangrove, dandaratan-daratan lumpur yang terbentuk

karena sedimentasi. Kawasan yangberketinggian mulai 0 sampai 4 meter di atasmuka air laut tersebut dimanfaatkan olehmasyarakat Kampunglaut yang tinggal diSegara Anakan antara lain untukkenelayanan, pertanian, tambak, danpenebangan kayu.

Page 17: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

10

Pulau Nusakambangan, yang membujur daritimur ke barat sepanjang 36 km dengan lebar4 – 6 km, melindungi kawasan SegaraAnakan dari Samudera Hindia. Meskipundemikian, perairan Segara Anakan masihterhubung dengan Samudera Hindia melaluidua kanal, yaitu kanal timur dan kanal barat.Kanal timur berupa celah sempit, panjang,dan dangkal yang memisahkan ujung timurNusakambangan dengan Kota Cilacap. Kanalbarat berukuran lebih panjang, lebar, dandalam yang memisahkan ujung baratNusakambangan dengan KecamatanKalipucang, Kabupaten Ciamis, sehinggakanal barat lebih berperan dalam interaksipasang surut air laut di Segara Anakan.Aliran air tawar di Segara Anakan terutamaberasal dari empat sungai, yaitu SungaiCitanduy, Sungai Cibeureum, SungaiCikonde, dan Sungai Cimeneng.Nusakambangan dan Segara Anakan beriklimhumid tropical maritime dengan curah hujanmaksimum 3,720 mm per tahun. Suhu rata-rata 27°C.Segara Anakan merupakan kawasan lahanbasah yang sebagian besar lahannya tertutupoleh hutan mangrove. Meskipun hutantersebut sudah rusak, namun dapat dikatakansebagai kawasan mangrove terluas danterlengkap di Jawa yang masih tersisa.Vegetasi hutan mangrove tersusun oleh jenistertentu dan zonasinya sangat jelas dengantinggi pohonnya yang hampir seragam.Frekuensi dan periode pasang surut sangatpenting di dalam menentukan zonasi dankomposisi spesies hutan mangrove. Sebagaiekosistem pasang surut, ekosistem hutanmangrove ketika air pasang didominasi olehair laut dan ketika air surut yang dominanadalah air tawar. Dengan demikian,komunitas hutan mangrove mempunyaitoleransi yang lebar terhadap perubahansalinitas.

Di rawa payau tersebut terdapat sekitar 30spesies tumbuhan. Beberapa tumbuhanmangrove tersebut adalah api -api (terdapat

tiga jenis api-api yaitu Avicenia alba, Aviceniamarina, dan Avicenia oficinalis), bogem(Sonneratia alba), bakau (Rizophora mucronatadan Rizophora apiculata), tancang (Bruguireasp), nyirih (Xylocarpus granatum danXylocarpus molluccensis) dan nipah (Nypafruticans). Beberapa tumbuhanlain yangberasosiasi dengan tumbuhan mangroveantara lain Acrostichum aureum, jerujon(Acanthus ilicifolius) dan gadelan (Derrisheterophylla).

Kawasan Segara Anakan juga merupakanhabitat dari berbagai jenis satwa liar, sepertimonyet, linsang, beragam burung dan jugaikan, udang, serta kepiting. Secara spesifik,Segara Anakan juga merupakan suatuekosistem akuatik yang kaya akan jenisplankton dan komunitas benthic yangmendukung produktivitas primer yangtinggi. Karenanya, Segara Anakan menjadidaerah asuhan (nursery ground) sekaligusmerupakan daerah 45 jenis ikan Peruaya(migratory species) dan menjadi juga sebagaitempat mencari makan ikan -ikan yangberasal dari sekitar Cilacap dan SamuderaHindia. Fauna di Segara Anakan banyak yangmemiliki nilai komersial, antara lain Luijanusspp, Formio niger, Pampus spp, Anus spp,Trichiurus spp, Priacanthus spp, Chorinemus sp,Epinephalus spp, Pomadacys spp, Nemipterus spp,Saurida spp, Johnius sp, Eutherapon sp, Upeneusspp, Gerres kapas, Leognathus spp, Anguilla spp,Psettodes sp, Cygnoglossus sp, Himantura spp andCarchaninus spp.

Berkurangnya jumlah ikan di Segara Anakansebenarnya tidak saja karena penggunaan alattangkap modern dan perilaku nelayan yangdestruktif, melainkan pula karena luasperairan Segara Anakan kian hari kianmenyusut. Dalam duapuluh tahun terakhir,terjadi sedimentasi yang hebat di SegaraAnakan. Sungai-sungai besar dan kecil yangbermuara di Segara Anakan membawalumpur berupa lanau akibat tingkat erositinggi di bagian hulu. Akibatnya, SegaraAnakan sekarang menjadi suatu laguna yang

Page 18: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

11

terisi lumpur membentuk pulau -pulau baru,atau masyarakat setempat menyebutnyatanah timbul. Kini Segara Anakan tidak lagimerupakan sebuah segara yang luas,melainkan tinggal sungai-sungai yangmemisahkan tanah-tanah timbul. Lajusedimentasi yang sangat tinggi dari tahun ke

tahun ini tidak hanya menimbulkanpendangkalan yang sangat hebat, tetapi jugamengganggu jumlah dan lamanya pasangsurut. Tabel di bawah ini menunjukkan kianmenurunnya luas perairan Segara Anakanakibat adanya sedimentasi.

Tahun Luas1978 4.038 hektar1984 2.906 hektar1985 2.893 hektar1986 2.811 hektar1989 2.298 hektar1991 2.019 hektar1994 1.575 hektar1998 1.300 hektar2003 600 hektar2006 400 hektar

Di samping masalah sedimentasi, sejak tahun1996 sampai saat ini, ekosistem hutanmangrove Segara Anakan juga mengalamistress lingkungan yang sangat tinggi akibatpenebangan hutan mangrove yang tidakterkontrol menjadi tambak udang. Yang

sangat menyedihkan, tambak udang tersebutjuga mengalami kegagalan dan meninyisakanlahan terbuka dengan tumbuhan mangroveyang tidak sehat.Beberapa upaya telah dilakukan untukmemperbaiki hutan mangrove yang rusak

Sedimentasi di Segara Anakanmembuat luas perairan makinmenyusut. Kondisi ini justrumelahirkan strategi penangkapanikan yang sangat destruktif, sepertipenggunaan wide dan jaring apongyang bisa menguras ikan-ikan diperairan yang tersisa

Page 19: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

12

dengan menanam bibit tancang (Bruguiera sp)yang dipelopori pemerintah. Namun, usahatersebut tidak berhasil walaupun sudahribuan bibit tancang ditanam. Bibit tancangtersebut tidak berhasil tumbuh dengan baikkarena adanya invasi gadelan (Derrisheterophylla). Gadelan ini merupakantumbuhan liana yang tumbuh menjalar dantumbuh sangat cepat membelit bibit tancang.Kegagalan ini mestinya tidak akan terjadi jikadiikuti oleh tindakan perawatan sepertimenyiangi gadelan.Degradasi lingkungan di kawasan tersebutberdampak pada kehidupan masyarakat yangkesehariannya bergantung pada sumber dayahutan mangrove dan perairan. Luas perairanSegara Anakan kian berkurang, sedangkanjumlah penduduknya kian bertambah. Bisadibayangkan bagaimana perairan SegaraAnakan yang luasnya tinggal 400 hektar bisamenghidupi 14.000 jiwa yang sebagian besarhidupnya tergantung dari kenelayanan.

Sejak tahun 1980-an, berbagai permasalahanlingkungan Segara Anakan telah menjadibuah bibir media massa, baik lokal, nasional,maupun internasional. Media massa cukupberperan dalam menarik perhatian p ihakluar, sehingga sejak tahun itu perhatian padanasib Segara Anakan pun terus bermunculan,termasuk pemerintah yang mendapatpinjaman lunak dari Asian DevelopmentBank.Bagi orang-orang luar Kampunglaut, SegaraAnakan tempo dulu adalah tempat yangeksotik karena keindahannya. Bagi parapeneliti, Segara Anakan sudah lama menjadiobjek studi, meskipun hasil studinya itujarang yang dipublikasikan. Bagi mahasiswa,Segara Anakan adalah lokasi praktik yangunik, baik dari segi ekologis maupunkemasyarakatannya. Bagi missionaris, orangKampunglaut yang tinggal di kawasan SegaraAnakan dan Nusakambangan merupakananak-anak manusia yang harus diberipencerahan karena sebagian besar masihmemeluk agama tradisional, yakni Kejawen.

Bagi pemerintah, Kampunglaut adalahtempat sampah untuk membuang parapegawainya yang melanggar aturan main.Selain itu, Kampunglaut juga dikategorikandaerah miskin sehingga menjadi salah satutujuan proyek-proyek bantuan. Bagibeberapa lembaga swadaya masyarakat,orang Kampunglaut dianggap kurang berdayasehingga perlu pendampingan dan membuatmereka menjadi lebih berdaya.

Banyak sekali pihak yang berkepentingandengan Segara Anakan dan Kampunglautsehingga ragam intervensi pihak luar dikawasan ini tidak terhitung jumlah dankualitasnya. Pada tahun 1981, Yayasan SosialBina Sejahtera (YSBS) membantu masyarakatKampunglaut dengan membangun tangguldari mulai Klaces di sebelah barat hinggaPasuruhan di sebelah timur sejauh kuranglebih 6 km. Masyarakat mendukung dansenang terhadap kiprah yayasan berbasisagama yang berkantor di Cilacap ini. Padatahun yang sama orang Budhis tidak mauketinggalan untuk menyebarkan ajarannya diKampunglaut, namun usahanya tidaksesukses YSBS

Pada tahun 1997, Lembaga Bangun DesaSejahtera (LBDS) masuk ke Kampunglautmelakukan beberapa kegiatan yang terkaitdengan pembangunan di desa. Akan tetapi,upaya mereka yang datang sebentar tersebuttidak terlalu dimengerti oleh masyarakat.Pada tahun 1997 juga terjadi proses pentingkaitannya dengan okupasi mangrove ol ehpara pengusaha tambak dari luarKampunglaut. Setelah para pengusahatambak kehabisan lahan di pantai utara Jawa,mereka pun mengincar lokasi -lokasi lain,termasuk Segara Anakan. Merekakebanyakan orang-orang Cina yang datangdari Pangandaran, Jakarta, Lampung,Karawang, dan Pekalongan. Tanah timbulyang menempel pada lereng Nusakambanganmenjadi rebutan karena tanahnya memadaidan agak tinggi sehingga aman pasang besar(banjir).

Page 20: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

13

Setelah beberapa pengusaha berhasil panen,banyak warga yang mengikuti jejak itumenjadi petambak. Sayangnya mereka gagal,karena lokasi mereka yang berada di tanahtimbul bagian tengah Segara Anakantanahnya masih sangat labil sehingga tanggulsering jebol. Tidak hanya masyarakat, pihakLembaga Permasyarakatan Nusakambanganpun tertarik untuk membuka lahan tambakbekerjasama dengan sebuah perseroanterbatas. Menurut cacatan di DesaUjungalang, luas lahan yang dibuka untuktambak adalah 187 hektar. Semua tambakgagal, selain sistem hidrologi di SegaraAnakan sudah terganggu, juga karena adanyapenjarahan yang terjadi pada tahun 1998.Pada tahun 1997 – 1998, sebuah proyekperkebunan pisang cavendish masuk ke SegaraAnakan dan Nusakambangan. Perusahaanperkebunan tersebut, konon menurut ceritadari mulut ke mulut, adalah milik MbakTutut. Berhektar-hektar lahan di tanahtimbul dan lereng nusakambangan, dariPesuruhan hingga Klaces, dibukamenggunakan buldoser. Pembukaanperkebunan pisang ini menyedot tenaga kerjaperkebunan yang cukup banyak. Anehnya,para pekerja itu tidak diambil d ariKampunglaut, melainkan dari daerah JawaBarat. Mereka mendirikan gubuk-gubuk diperkebunan untuk tinggal sekaligus menjagapohon pisang dari hama binatang.Belum juga menghasilkan, pada tahun 1998perkebunan ditutup. Para pekerjanya belumsempat dibayar sebagaimana mestinya.Mereka memutuskan tetap tinggal di lahanperkebunan meskipun perusahaan sudahtutup. Untuk melangsungkan kehidupannya,mereka melakukan kegiatan pertanian diNusakambangan. Keberadaan mereka sangatmencolok mata. Di satu sisi orangKampunglaut dilarang naik Nusakambangan,sedangkan di sisi lain orang luar bolehmelakukan aktivitas pertanian diNusakambangan. Pada tahun 1999 akhirnyaterjadi pengusiran para pendatang itu oleh

orang Kampunglaut dengan dukungan daripemerintah dan tentara. Gubuk-gubukmereka dibakar. Sebagian besar dari merekapulang ke Jawa Barat dan sebagian kecillainnya menetap di Lempong Pucung danKlaces menjadi buruh tani.

Intervensi Pemerintah: PMO-SACDPPemerintah sangat perhatian dengan SegaraAnakan dan Kampunglaut. Ini terbuktidengan banyaknya proyek pembangunanyang masuk ke kawasan Segara Anakan.Proyek-proyek tersebut antara lain PPK,P2MPD, pemberantasan malaria, danpembangunan sekolah. Hampir setiap tahun,sejak diberlakukannya undang undangtentang desa, desa-desa di Kampunglautmenjadi sasaran pembanguan desa tertinggal.Proyek terbesar dimulai tahun 1997, bertitelSegara Anakan Conservation andDevelopment Project. Untuk menjalankanproyek tersebut, maka di Cilacap dibuatkantor bernama Project Management Officesehingga disingkat menjadi PMO-SACDP.Di kalangan masyarakat lebih dikenal dengannama PMO.

Proposal proyek SACDP mulai dirumuskanoleh pemerintah pada tahun 1995 dandiusulkan pada Asian Development Bankpada tanggal 19 Juni 1995 sebagai lembagayang bersedia memberikan pinjaman lunak(baca: utang) untuk proyek tersebut. Setelahmelalui proses negosiasi selama satu tahun,akhirnya usulan utang tersebut disetujui olehADB pada tanggal 6 November 1996. ADBmemberikan utang untuk SACDP sebesar22,8 juta dollar AS atau sekitar 200 milyarrupiah (kurs Rp. 9.000,00). Peminjam utangtersebut adalah pemerintah RI melaluiDirektorat Jenderal Pembangunan RegionalDepartemen Dalam Negeri dan DirektoratJenderal Semberdaya Air DepartemenPekerjaan Umum. Jangka waktu proyek yangdisepakati adalah 6 Januari 1997 hingga 30September 2002. Meski proyek dimulai

Page 21: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

14

tahun 1997, namun masyarakat mulai akrabdengan nama PMO baru pada tahun 1999.

SACDP melakukan kegiatan konservasi,pembangunan, dan pengelolaan ekosist emSegara Anakan untuk melindungi nilai sosialdan ekonominya secara berkelanjutan.Proyek tersebut meliputi tiga bagian sebagaiberikut.1. Bagian A adalah manajemen sumberdaya

air dan kontrol sedimentasi yangmeliputi pengerukan tanah timbul,saluran air, dan anak sungai sertapeningkatan kondisi sungai,perlindungan terhadap banjir danpembangunan infrastruktur lain yangberhubungan.

2. Bagian B adalah pengembanganmasyarakat yang meliputi rehabilitasi danpengelolaan kawasan mangrove,pengembangan akuakultur, menatainfrastruktur dasar desa-desa di KawasanSegara Anakan, serta konservasi tanahdan kontrol erosi.

3. Bagian C adalah manajemen proyek danpengembangan kapasitas yang meliputipengelolaan proyek, pengelolaanlingkungan, program pelaksanaan danperawatan sarana prasarana proyek, danperbaikan anggaran untuk menjaminkelangsungan program.

Proyek PMO-SACDP sangat besar danholistik. Dalam tulisan terbatas ini saya tidakmungkin menguraikan secara rinci pekerjaanPMO-SACDP. Saya juga sama sekali tidakbermaksud menilai PMO-SACDP, karenasaya tidak mempunyai kompetensi apa pundengan hal itu. Saya hanya ingin menyajikanperspektif dan respon masyarakat terhadapPMO-SACDP yang terekam dalam catatandan ingatan saya selama bekerja di SegaraAnakan dari tahun 2001 hingga sekarang.

Hal yang paling dirasakan manfaatnya olehmasyarakat atas kehadiran PMO-SACDPadalah pembangunan yang bersifat fisik. DiUjungalang, pembangunan fisik yang telah

dilaksanakan antara lain pembangunan ruas-ruas jalan dengan pavling dan pagar,pembangunan dermaga, café turis, balaidesa, sekolah, pemugaran rumah-rumah,pembuatan saluran irigasi (kalen) danpipanisasi air bersih. Dari pembangunansarana fisik itu, yang dirasa kurang berhasilhanya proyek air bersih dan bangunan untukfasilitas pariwisata. Rumah singgah turis diPelabuhan Motean runtuh begitu saja tanpasempat digunakan untuk pariwisata.Demikian pula cafe di Klaces menungguroboh karena tidak ada wisatawan yangsinggah.

Pada tahun 2001, PMO-SACDP mendapatsorotan kurang baik dari masyarakat, terkaitdengan proyek penanaman hutan mangrove.Setahun sebelumnya, yaitu tahun 2000,PMO-SACDP menanami tanah timbul danhutan mangrove yang telah rusak seluas 250hektar dengan pohon-pohon tancang.Program ini melibatkan tiga kelompokmasyarakat, di mana masing-masingkelompok terdiri atas 30 orang, termasukada beberapa orang perempuan. Tenagamereka terutama digunakan untukmenanam. Perharinya mereka dibayar Rp.17.500,00 per orang dan memakan waktuberbulan-bulan. Program penanamanmangrove itu tidak ditindaklanjuti denganpemeliharaannya, sehingga bibit yang baruditanam tidak bisa tumbuh, karena kalah olehgadelan dan jerujon. Program ini pun gagaltotal, padahal telah memakan biaya yangsangat besar. Pada tahun 2001, orang-oranglapangan PMO-SACDP menjadi sasarankemarahan masyarakat karena sebagi an upahmereka belum dibayar.

Selain pembangunan sarana fisik, PMO-SACDP juga berusaha untukmengembangkan sumber daya manusiaKampunglaut, termasuk Desa Ujungalang.Pada tanggal 23 – 28 April 2000, misalnya,PMO-SACDP mengadakan pelatihanParticipatory Rural Appraisal (PRA) bagi aparatdesa dan tokoh masyarakat di Kawasan

Page 22: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

15

Segara Anakan dalam rangka ProgramDiseminasi Proyek Tahun Anggaran1999/2000. Maksud proyek tersebut adalahuntuk memberikan masukan kepadamasyarakat, baik selaku subjek maupunobjek, berbagai kegiatan PMO-SACDP.Adapun tujuannya adalah untukmeningkatkan partisipasi aktif masyarakatdesa sebagai sasaran proyek, sehinggaterwujud kesamaan pandang dalammewujudkan berbagai kepentingan proyekPMO-SACDP. Jumlah peserta yangdilibatkan dalam kegiatan ini adalah 27 orangyang berasal dari Ujungalang enam orang,Ujung Gagak enam orang, Panikel enamorang, Pamotan enam orang, dan organisasikemasyarakatan tiga orang. Dari 27 orangtersebut, 21 laki-laki (77,78%) dan hanyaenam orang perempuan (22,22%).

Pemberdayaan masyarakat juga dilakukanmelalui pelatihan ekowisata bagi beberapaanggota masyarakat yang berlangsung padatanggal 5 – 8 Juli 2001. Pelatihan inibertujuan untuk mengimplementasikanrencana pengembangan wisata di SegaraAnakan yang telah didahului denganpembangunan sarana fisik penunjang wisataseperti rumah singgah dan cafe. Hasilpenelatihan ini kemudian disosialisasikan lagipada bulan November 2001. Namun aksinyatanya belum tampak hingga fasilitaspariwisata yang telah dibangun hancur.Salah satu bentuk kegiatan PMO-SACDPdalam pemberdayaan kenelayanan adalahmengembangkan usaha tambak dengan caramemanfaatkan bekas-bekas tambak yangterbengkalai. Beberapa orang Motean, yangsemuanya laki-laki, dipilih untuk dilatihmenjadi petambak, dengan cara studibanding ke daerah-daerah tambak yangtersohor, seperti Pekalongan. Usaha ini tidakberhasil, karena lahan yang dibuka untuktambak adalah tanah timbul, sehingga ku rangmemenuhi persyaratan. Selain itu, orang -orang yang dipilih mengikuti pelatihan,

menurut beberapa sumber, bukan orang-orang yang tepat.

Kegiatan PMO-SACDP yang sangat terkenaldan kontroversial di masyarakat adalahpenyodetan Sungai Citanduy. Menurutpenuturan Kepala Kecamatan PembantuKampunglaut periode 2000 - 2003,Sadmoko, penyodetan Citanduy bertujuanuntuk mengendalikan sedimen yang masukke Segara Anakan, yang mengancam lagunatersebut menjadi sebuah daratan. SungaiCitanduy yang merupakan sungai terbesar diJawa Barat itu, alirannya akan diluruskan,yang semula bermuara di Segara Anakan akandipindahkan ke perairan Nusawere diwilayah Ciamis. Rencana penyodetan alurSungai Citanduy tersebut ternyata ditentangoleh DPRD Kabupaten Ciamis dan kalanganLSM. Mereka khawatir, pemindahan muaraitu akan merusak dan mencemari lingkungankawasan Pantai Pangandaran yang menjadikawasan wisata andalan Kabupaten Ciamis.

Beberapa ahli juga berpendapat, bahwapenyodetan Citanduy tidak akanmemecahkan masalah, malah sifatnya hanyamemindahkan masalah dari Segara Anakan kePangandaran. Akibat dari pertentangan ini,ditambah dengan masalah pembebasan tanah,proyek penyodetan Citanduy dikaji ulang.Bahkan, menurut berita di salah satu suratkabar nasional tanggal 13 Maret 2002, ADBsebagai penyandang dana mengancam akanmenarik kembali dana yang dikucurkanuntuk proyek tersebut bila permasalahan itutidak segera diselesaikan. Ancaman ADB inisangat beralasan, karena penyodetanCitanduy menjadi prasyarat bagidijalankannya pekerjaan PMO-SACDP yanglain.

Sampai habis tempo proyek, penyodetanCitanduy ternyata tidak bisa dilaksanakan.Untuk itu, PMO-SACDP mengajukanperpanjangan waktu proyek pada ADB.Stelah melalui debat yang cukup alot, ahirnyaperpanjangan dikabulkan. ADB setuju untukmemperpanjang proyek dengan catatan

Page 23: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

16

bahwa kucuran utang ADB dikurangi, yangsemula SACDP didanai ADB sebanyak100%, mulai tahun 2002 hanya 60% dansisanya ditanggung oleh APBN/APBD.Seiring dengan perubahan kebijakanpendanaan SACDP, maka PMO berubahnama menjadi Badan Pengelola KawasanSegara Anakan (BPKSA), yang mana lembagaini diharapkan bisa mandiri setelah ADBmenghentikan utang pada tahun 2005.

Dalam menjalankan ketiga bagian proyeknya,PMO/BPKSA banyak melakukan studi diSegara Anakan yang hasilnya dalam bentukdata base kondisi sosial ekonomi, peta, danlaporan-laporan studi. Dalam studi tersebut,BPKSA bekerjasama dengan lembagapemerintah lain, seperti BPS, dan perguruantinggi, seperi UNDIP. Hasil studi yangmestinya bisa dimanfaatkan oleh masyarakatuntuk menjalani hidupnya agar lebih baik—seperti tujuan mulia SACDP—ternyatahanya digunakan oleh pemerintah dalammenyusun kebijakan yang kadangbertentangan dengan keinginan masyarakat,seperti pengerukan, pembatasan penggunaan

apong, dan lain-lain. Agenda itu mungkinbaik dan logis, namun karena tidak dilakukansecara partisipatoris, maka praktiknya seringditentang oleh masyarakat.Contohnya adalah dalam hal pengerukanSegara Anakan. Untuk mengatasisedimentasi, selain penyodetan Citanduy,salah satu kegiatan SACDP adalahpengerukan Segara Anakan. Beberapa kapalpengeruk didatangkan ke Segara Anakan.Lumpur pun dikeruk, lalu disposalnyadipindahkan ke beberapa tempat sepertiKlaces. Selama proses pengerukanberangsung, air Segara Anakan menjadikeruh, sehingga para nelayan tidak bisamenangkap ikan di lokasi yang keruhtersebut. Karena tidak bisa bekerja, paranelayan akhirnya minta konpensai padaBPKSA. Permintaan ini jelas tidakdikabulkan karena BPKSA berpikirdemikian, “orang Kampunglaut tuh gimanasih, mau dibantu agar lautnya jadi luas koktidak tahu diri, malah minta konpensasi!”.BPKSA berpikir sangat logis.

Pengerukan Segara Anakan

Page 24: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

17

Di sisi lain, masyarakat Kampunglaut punyapendirian yang nampaknya tidak diketahuiatau terpikirkan oleh BPKSA. Sebagai orangyang lahir dan tumbuh di Segara Anakan,orang Kampunglaut sangat memahami bahwapengerukan Segara Anakan tidak akan berartiapa pun jika tanah-tanah di daerah hulusungai tidak dibenahi. Penyodetan Citaduypun, menurut mereka, hanya sedikitpengaruhnya karena lumpur yang masuk keSegara Anakan tidak hanya dari Citanduy.Masyarakat sudah bisa membuktikan, bahwadua bulan setelah dikeruk, perairan di depanDesa Ujung Gagak kembali kandas (dangkal).Masyarakat ternyata juga berpikir sangatlogis.BPKSA yang berpikir logis dan masyarakatyang juga berpikir logis dalam melihat faktasedimentasi, ternyata berada pada posisi yangberseberangan. Mana yang benar? Mungkindua-duanya benar, mungkin juga dua-duanyasalah. Barangkali cerita tentang demonstrasimasyarakat menentang pengerukan bisamembantu kita menafsirkan (bukan menilai)hal tersebut.

Karena kompensasi tidak dikabulkan, orangKampunglaut melakukan sabotase terhadapkapal keruk. Mereka berdemo danmengacam para operator kapal dan pekerjapengerukan. Ketika terjadi perang mulutantara orang Kampunglaut dengan orangBPKSA, terjadi dialog menarik, kurang-lebihseperti ini.

Orang Kampunglaut: “Hentikan sajapengerukan jika disposal tidak dibuang ketempat yang disepakati. Lagi pula kami jaditidak bisa melaut karena air keruh!”

Orang BPKSA: “Sabar Pak, pengerukan inikan demi Bapak-bapak. Kalau lautnyakembali luas dan dalam, ikan-ikan kan jadibanyak. Bapak tidak bisa melaut sekarang,tetapi nanti jika laut sudah dalam,penghasilan Bapak akan jauh meningkat”.

Orang Kampunglaut: “Ah, omong kosong,paling beberapa bulan saja kandas lagi!”

Orang BPKSA: “Kalau nanti kandas, kangampang tinggal dikeruk lagi”.

Kepada siapa sebenarnya orang BPKSAberpihak? Orang Kampunglaut merasaBPKSA tidak pernah berpihak pada mereka;yang terjadi, menurut mereka,PMO/BPKSA telah menjual mereka. OrangKampunglaut berpikir bahwa mereka jugaharus mendapat bagian (uang) dari yangratusan milyar itu, karena yang lain sudahmendapat bagian yang sangat tidak masukakal. Orang Kampunglaut cukup pintarmenghitung bahwa uang pinjaman untukSegara Anakan lebih banyak habis di Jakarta,di Semarang, di Cilacap, di Ciamis, diperusahaan kapal keruk, dan di mana-mana,bukan di Kampunglaut. Entah karena bisamenerima alasan logis orang Kampunglautatau karena takut, konpensasi akhirnyadiberikan. Beberapa orang Kampunglautyang bersuara kritis direkrut dan digaji untukmengawasi jalannya pengerukan yang tidakjadi dihentikan. Padahal, penyodetanCitanduy sebagai prasyarat dilaksanakanpengerukan, belum dilakukan hingga naskahini ditulis (2006). “Pekerjaan yang sia-sia”,demikian pikir beberapa orangKampunglaut. Sementara itu beberapanelayan yang mendapat konpensasitersenyum lebar, meskipun mereka tahuperairan mereka akan kembali dangkal dalamwaktu beberapa bulan saja seperti sebelumada pengerukan.

Intervensi pemerintah terhadap lingkungandi Ujungalang yang juga cukup pentingadalah dalam hal penanganan batas wilayah.Terbentuknya tanah timbul yang menyatudengan lereng-lereng utara Nusakambanganmenyebabkan luas wilayah pulau itubertambah sekitar 1.000 hektar.Penambahan luas pulau itu menimbulkansengketa antara Departemen Kehakiman danHAM sebagai pemilik Nusakambangandengan Pemerintah Kabupaten Cilacapsebagai pemilik Laguna Segara Anakan.Untuk mengakhiri sengketa itu, Badan

Page 25: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

18

pertanahan Kabupaten Cilacap, DepkehHAM, serta PMO melakukan pengukuranulang terhadap batas wilayahNusakambangan dan Segara Anakan. Proyekini dikoordinir oleh Kantor Kesatuan Bangsa,Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat(Kesbangtiblinbas). Tujuan pengukuran iniadalah terutama untuk mengetahui manawilayah Nusakambangan dan mana wilayahlaguna Segara Anakan.

Pengukuran ini tidak sesederhana teknisnya,karena menimbulkan ekses sosial. Tanah-tanah timbul yang semula merupakanperairan Segara Anakan dan sekarangmenjadi bagian dari daratan Nusakambangan,ternyata sudah sarat dengan pemukimanpenduduk. Bagi penduduk Ujungalangsendiri, sengketa wilayah tersebutberdampak besar secara psikologis, karenakepemilikan tanah mereka di atas wilayah itumakin tidak jelas.

Sesungguhnya, memperebutkan SegaraAnakan ibarat memperebutkan “gadingretak”, karena kelestarian lingkungannyasendiri—untuk menjamin hidupberkelanjutan—masih terabaikan. Dr. TjutSugandawaty Djohan, seorang biolog UGMyang terlibat dalam berbagai penelitian dan

kegiatan kuliah lapangan di Segara Anakansejak tahun 1980, berpendapat bahwa SegaraAnakan akan hilang. Komentar itudisampaikan dalam sebuah diskusi mengenaiSegara Anakan pertengahan tahun 2001dalam rangka persiapan Pusat Studi AsiaPasifik Universitas Gadjah Mada (PSAP-UGM) melakukan penelitian ekologi budayadi Segara Anakan. Menurut TjutSugandawaty Djohan, sekitar 48 juta tonlumpur tertimbun di Segara Anakan setiaptahunnya. Jadi, hilangnya perairan SegaraAnakan mustahil dilawan, yang pentingdilakukan adalah membantu masyarakatmenghadapi perubahan lingkungan.

Berdasarkan cerita tentang masalah danragam intervensi di Segara Anakan, nampakbahwa dalam membuat kebijakanpengelolaan kawasan, dalam hal ini melaluiPMO-SACDP, masyarakat sama sekali tidakdilibatkan, baik dalam perencanaan maupunimplementasi proyek. Banyak pihak menilaibahwa megaproyek SACDP telah gagal danmenyisakan situasi yang tidakmenguntungkan, baik bagi kondisilingkungan fisik maupun lingkungan sosial diSegara Anakan.

BELAJARDARI TIWOHO

Tiwoho adalah sebuah desa kecil diKecamatan Wori Kabupaten MinahasaUtara, Sulawesi Utara. Jarak Desa Tiwohodari ibukota provinsi sekitar 18 km, dapatditempuh dengan mengendarai angkutan

umum kurang-lebih 45 menit. Desa Tiwohoberbatasan dengan Desa Tongkeina (desapaling ujung Utara Manado) di sebelah Barat,sebelah Selatan berbatasan dengan GunungTumpa, sebelah Timur berbatasan dengan

Page 26: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

19

Desa Wori dan sebelah Utara adalah pesisirpantai Taman Nasional Bunaken. DesaTiwoho dihuni oleh 312 kepala keluarga atausekitar 1.212 jiwa dengan beragam suku.Suku yang mendominasi adalah Sangir,sedangkan suku lainnya dengan jumlah tidakterlalu banyak antara lain Talaud, Minahasa,Gorontalo, Bolaang Mongondow, Jawa, danBugis. Matapencaharian di desa ini beragam,yaitu petani, nelayan, pegawai negeri, guru,pedagang, serta tibo-tibo (pengepul) danpengrajin.Tiwoho terletak di wilayah pesisir pantaidengan luas hutan mangrove 62,72 hektaryang ditumbuhi sekitar 33 spesies mangrovesejati dan mangrove assosiate. Sejak dulumasyarakat Tiwoho terbiasa memanfaatkanhutan mangrove sebagai sumberpenghidupan, di antaranya: tempat mencarikayu bakar, tempat mencari ikan, katang(kepiting), biak (sejenis kerang), tempatmencari biawak, burung, sumber makananternak kambing, tiang rumah, bahan bakupembuatan atap rumah, dan sumber obat-obatan tradisional. Kebiasaan ini telahberlangsung turun-temurun hingga padasuatu ketika di akhir 1989 sebuah perusahaanyang mengusung panji “Wori Mas” datanguntuk membuat sebuah usaha di bidangperikanan, yakni usaha tambak udang danbandeng. Sekitar 25 hektar hutan mangrovedikonversi menjadi kolam-kolampembudidayaan udang dan bandeng.Sebagian masyarakat mendukung kegiatan initapi sebagian meragukan keberhasilannya.Mereka yang masih merasa ragu tidak bisaberbuat banyak karena perusahaan tersebuttelah mendapatkan lampu hijau daripemerintah desa dan kecamatan. Menurutseorang warga Desa Tiwoho yang peduliterhadap wilayah pesisir pantai yang jugaketua Forum Masyarakat Peduli TamanNasional Bunaken (FMPTNB), Lorens Loho,perusahaan ini hanya beroperasi selama 3tahun, dan setelah itu perusahaan pergimeninggalkan hutan mangrove dalamkeadaan terbengkalai. Saat itu mulai muncul

keluhan-keluhan negatif akibat konversihutan mangrove tersebut, sepertiberkurangnya jumlah ikan, kerang, dankepiting karena kehilangan tempat bertelurdan memijah, tidak adanya penahan ombakdan angin.

Hampir bersamaan dengan itu, pada tahun1991 pemerintah melalui DepartemenKehutanan menetapkan wilayah hutanmangrove Desa Tiwoho masuk ke dalamwilayah Taman Nasional Bunaken (TNB).Sebagai bagian yang tak terpisahkan dariwilayah TNB, Tiwoho harus tunduk padaaturan-aturan TNB. Pada tahun yang samapula, beberapa masyarakat Tiwoho yangtergabung dalam Kelompok SwadayaMasyarakat menginisisasi penanamanmangrove, dibantu oleh Yayasan Kelola(sebuah NGO lokal yang bergerak di wilayahpesisir). Penanaman dilakukan pada bagiangaris pantai untuk menghindari terjadinyaabrasi. Jenis mangrove yang ditanam adalahSonneratia sp dan Avicennia alba denganmangambil benih dari hutan mangrovesekitar yang masih sehat. Empat tahunkemudian kelompok masyarakat ini yangmasih dibantu oleh Yayasan Kelolamelakukan penanaman kembali pada lahanbekas tambak yang luasnya 25 hektar denganpertimbangan keberhasilan penanamansebelumnya. Saat ini masih terjadi dualismedi tingkatan masyarakat, ada yangmengatakan lahan bekas tambak masihmenjadi milik perusahaan Wori Mas, di lainpihak masyarakat lain menganggap lahantersebut di bawah pengawasan DepartemenKehutanan. Walaupun demikian penanamantetap dilakukan.

Pada tahun 1998 dan 1999, tidak kurang dari4 hektar lahan bekas tambak tersebutditanami kembali. Kali ini penanamanmangrove melibatkan anak- anak sekolahdasar yang berada di Desa Tiwoho. Jenismangrove yang ditanam juga lebih banyakseperti Bruguiera sp, Rhizophora sp dan Ceriopstagal. Benih yang ditanam masih mengambil

Page 27: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

20

dari hutan mangrove yang sehat dan daritempat pembenihan yang telah dibuat.Penanaman kali ini disertai dengan harapanterjadi peningkatan jumlah tangkapan ikanoleh nelayan. Masyarakat sudah mulaimemikirkan fungsi dan manfaat hutanmangrove seiring dengan perkembangankesadaran masyarakat akan pentingnya hutanmangrove mulai tumbuh. Hal ini baik untukpengelolaan hutan mangrove ke depan.Ditambah lagi Undang Undang No. 5tentang kehutanan memberikan kesempatankepada masyarakat untuk mengelola hutannegara secara kolaborasi dengan pihakpemerintah, dalam hal ini DepartemenKehutanan untuk kepentingan konservasi.Masih pada tahun 1999, diadakan sebuahpertemuan untuk mengevaluasi keberhasilanpenanaman hutan mangrove tersebut.Pertemuan ini diadakan di Desa Tiwoho yangdihadiri oleh masyarakat, Yayasan Kelola,dan pihak pemerintah. Dari pertemuan initerungkap tiga keinginan masyarakatmengenai pemanfaatan hutan mengrove.Pertama, masyarakat menginginkan adanyamanfaat ekonomi dari hutan mangrove yangditandai dengan terjadinya peningkatan hasiltangkapan ikan. Kedua, masyarakatdibebaskan melakukan aktivitas kenelayanandi wilayah tersebut. Ketiga, pengelolaannyatidak diserahkan sepenuhnya kepadamasyarakat Tiwoho karena mereka lebihbanyak bergelut pada kegiatan pertanian.Penanaman mangrove ini masih terusdilakukan hingga tahun 2003 yang difasilitasioleh Mangrove Action Project (MAP) danYayasan Kelola.

Rehabilitasi mangrove di Desa Tiwoho dapatdikatakan berhasil karena tingkatpertumbuhan mangrovenya cepat dan saat inisebagian bekas tambak udang telah dipenuhioleh mangrove, walaupun masih adabeberapa tempat yang mangrovenya masihkecil-kecil. Saat ini tidak ada lagi penanamanmangrove di Tiwoho dengan alasan jumlahmangrove yang menghasilkan bibit sudah

mencukupi untuk distribusi ke lahan -lahanyan sesuai untuk pertumbuhan mangrove .Yang perlu dicatat di sini adalah bahwa hutanmangrove akan lebih cepat pertumbuhannyajika dibiarkan tumbuh secara alami.

Sebelum bergabung dengan TNB,pengelolaan mangrove di Tiwoho dikelolalangsung oleh masyarakat dengan caramereka sendiri. Pengelolaannya pun lebihbebas, misalnya masyarakat bisa mengambilkayu bakar, mancari makanan untuk ternak,bahkan ternak dibiarkan bebas mencarimakanan sendiri di kawasan hutan mangrove.Kondisi ini menyebabkan kawasan mangrovedi Tiwoho agak memprihatinkan. Tapisemenjak bergabung dalam kawasan TNB,mangrove di Tiwoho mengalami perbaikan.Aturan mengenai pelarangan masyarakatuntuk menebang pohon mangrove membawadampak baik bagi kondisi mangrove diTiwoho. Perlahan tapi pasti, ekosistemmangrove mengalami perubahan ke arahyang lebih baik. Hal ini juga dibarengidengan kesadaran masyarakat untuk lebihmenjaga hutan mangrove mereka. Bukanhanya hal itu yang menjadi keuntungan bagimasyarakat Tiwoho, dengan terjaganyalestarinya ekosistem mangrove merekasecara langsung jumlah ikan, kepiting, dankerang juga ikut meningakat. Selain itu,Tiwoho juga sempat kecipratan dana dariTNB sebanyak tiga kali berturut-turut yangjumlahnya rata-rata Rp. 10.000.000,00untuk pembangunan desa sebagai kompensasibergabung dengan TNB, walaupunseharusnya dana seperti itu rutin diterimasetiap tahunnya oleh masing- masing desayang tergabung dalam TNB. Masyarakat jugadiberi kepercayaan dengan mengangkatwarganya menjadi petugas patroli keamananuntuk TNB.

Selain dampak positif, warga juga terkenadampak negatif dengan bergabung dalamkawasan TNB. Pemicunya terutama karenaDewan Pengelola Taman Nasional Bunaken(DPTNB) dan Balai Pengelolaan Taman

Page 28: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

21

Nasional Bunaken (BPTNB) selaku badanyang bertanggungjawab mengelola TNBseringkali melakukan kegiatan yang tidakdikomunikasikan dengan masyarakat. Semuakeputusan hanya datang dari pihakpemerintah tanpa melibatkan masyarakatyang sebenarnya punya hak untuk campurtangan mengelola sumber daya mereka.Karenanya masyarakat Tiwoho saat inisedang menggodok sebuah peraturan desamengenai pengelolaan hutan mangrove agarmasyarakat mempunyai kekuatan hukumdalam mengelola sumber daya merekasendiri. Hal ini penting mengingat kawasanmangrove Tiwoho merupakan salah satu situsrehabilitasi mangrove yang berhasil danmenjadi percontohan baik tingkat lokal,nasional bahkan internasional. Saat ini sudahbanyak mahasiswa, peneliti, aktivis lembagaswadaya masyarakat, dan staf dari instansipemerintah yang datang berkunjung ataumelakukan riset di kawasan mangroveTiwoho.

Sebagai tempat yang telah menjadipercontohan, maka sudah selayakya Tiwohomempunyai kelebihan lain. Pada tahun 2002,

MAP bekerja sama dengan Yayasan Kelolamembuat sebuah pusat belajar masyarakatpesisir yang disebut Daseng Lolaro. DasengLolaro didirikan dengan tujuan sebagai pusatkegiatan yang berkaitan daerah pesisir,khususnya mangrove. Untuk memaksimalkanfungsi Daseng Lolaro tersebut, sejak 2004,MAP dan Kelola membuat berbagai pelatihanguna peningkatan kapasitas masyarakat.Selain berbagai pelatihan, kegiatan lain yangtelah dilakukan yang berhubungan denganpemanfaatan ekosistem mangrove adalahpendidikan lingkungan hidup buat anak-anakSD dan SMP, yang menjadikan ekosistemmangrove sebagai laboratorium alam yangsangat lengkap. Selain itu jugadiselenggarakan pengembanganmatapencaharian alternatif dari mangrovesebagai bentuk pemanfaatan mangrove yangramah lingkungan dan berkelanjutan. Semuakegiatan itu bertujuan untuk menumbuhkanrasa peduli masyarakat terhadap mangrove,karena pengelolaan mangrove tidak sekedarberurusan dengan masalah teknis melainkanpula terkait dengan masalah kultural.

Rehabilitasi mangrove di Tiwoho yang melibatkan anak-anak sekolah

Page 29: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

22

BELAJAR DARIJARING HALUS

Desa Jaring Halus termasuk ke dalamwilayah administratif KecamatanSecanggang, Kabupaten Langkat, ProvinsiSumatera Utara. Luas wilayahnya 78,853hektar yang terdiri atas 15,766 hektar luaspemukiman penduduk, 5,298 hektarbeting/endapan lumpur yang membentukdaratan, dan 57,789 hektar luas ekosistemmangrove. Desa pesisir yang berketinggianlebih-kurang 1 mdpl ini terbagi ke dalamlima dusun, bernama Dusun I hingga DusunV dengan batas desa sebagai berikut. Sebelahutara dan timur berbatasan dengan SelatMalaka; sebelah selatan berbatasan denganDesa Selotong; dan sebelah Barat berbatasandengan Desa Tapak Kuda.

Desa Jaring Halus terbentang pada 98030’ BT– 98042’ BT dan 3051’30” LU – 3059’45”LU, dipengaruhi oleh sistem angin musonyang berubah arah sesuai dengan kedudukanmatahari terhadap bumi. Jumlah bulan hujansebanyak 1 bulan dan suhu sehari-hari rata-rata 280 C. Desa Jaring Halus yang berada diperbatasan laut lepas hanya dapat dicapaidengan menggunakan kapal kecil atauspeedboat. Ada tiga cara menuju ke desa ini,yakni melalui Pasar Secanggang, TanjungPura dan Tangkahan Pematang Buluh.Diperbaikinya tangkahan di Pematang Buluhsejak tahun 1998, umumnya keluar masuk

desa ini melalui tangkahan tersebut denganjadwal keberangkatan 5 trip setiap harinya,yaitu pukul 06.30, 09.00, 12.00, 15.00, dan17.00 WIB. Transportasi reguler menujudan ke luar desa ini menggunakan perahubermesin dengan tarif per trip Rp. 5.000,00per orang.

Jumlah penduduk desa per-Maret 2006secara keseluruhan adalah 3.381 jiwa yangterbagi atas 1.735 perempuan dan 1.646laki-laki dengan jumlah kepala Keluargasebanyak 706. Masyarakat yang bermukim diJaring Halus terdiri atas berbagai suku,antara lain Melayu, Banjar, Mandailing, danJawa. Melayu adalah suku yang dominan didesa ini.

Sekitar 85% penduduk Jaring Halusberprofesi sabagai nelayan, sedangkan 15%lainnya berprofesi sebagai pengusaha ikan,pedagang, dan Pegawai Negeri Sipil. Adapunjenis-jenis komoditi ikan yang dihasilkan daridaerah ini antara lain ikan gembung, koli,kerapuh, jenahar, aji-aji, tuhut, kasai, cecangrebung, gulama, udang, kerang, dan kepiting.Secara spesifik jenis usaha nelayan JaringHalus digolongkan menurut jenis alat yangdigunakan dan jenis usahanya, antara lainpukat cerebung (52 armada), jaring koli, jaringgembung (musiman), pukat kedera, jaringselapis, jaring apollo, ambai (83 keluarga

Page 30: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

23

besar), toke kepiting batu (5 orang), tokekepiting renjong (2 orang), keramba kerapu,

tangkul kepiting batu, toke ikan cerebung, tokeikan gembung, toke ikan koli, dan toke udang.

Hutan desa

Jaring Halus dan PengelolaanMangrove

Desa Jaring Halus memiliki hutan desa yangditumbuhi mangrove seluas 57,789 hektar.Hutan desa tersebut menjadi satu daratandan melingkupi areal pemukiman DesaJaring Halus dari sisi utara, timur, danselatan. Hutan Desa Jaring Halus ditumbuhioleh berbagai species, di antaranya adalahAvicennia spp, Sonneratia spp, Bruguiera spp,Rhizophora spp, Nypa fructicans, Xylocarpusgranatum, dan Excoecaria agallocha. Vegetasimangrove tumbuh dalam berbagai strata,mulai dari fase semai, sapihan/anakan, tiang,dan pohon. Laju regenerasi berlangsungsecara alami dan tidak perlu campur tanganmanusia. Hal ini disebabakan karena kondisiekologisnya yang masih cukup baik danketersedian vegetasi yang produktif yang

menjamin pemenuhan kebutuhanbuah/benih untuk keberlangsungan prosesregenerasi. Berdasarkan hasil analisisvegetasi, diketahui bahwa tidak kurang dari19 spesies mangrove (major mangrove) dan 11spesies asosiasi mangrove (minor mangrove)tumbuh di Hutan Desa Jaring Halus.

Bagi masyarakat, ekosistem mangrove sangatberperan penting bagi kelangsungan hidupmereka baik secara fisik, ekologi, maupunekonomi. Masyarakat sudah mengertipentingnya ekosistem mangrove sebagaitempat perlindungan, tempat mencari ikan,dan tempat pemijahan beberapa jenis ikan,kepiting bakau, udang, dan berbagai jeniskerang. Fungsi lain dari hutan mangroveyang diketahui oleh masyarakat adalahsebagai benteng yang dapat melindungipermukiman dari badai, ombak pasang,

Page 31: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

24

abrasi yang dapat mengakibatkan rusaknyapermukiman.

Ketergantungan masyarakat terhadap hasiltangkapan laut, telah mendorong merekauntuk selalu mengusahakan agar sumberkehidupan mereka tetap dipertahankan.Warga masyarakat yang menyadari tentangketerkaitan antara keberadaaan hutan desadan ketersedian hasil tangkapan berupa ikan,udang, kepiting, kerang, dan hasil lautlainnya, sepakat untuk mempertahankankeberadaan hutan desa mereka. Referensialam cukup memberikan pelajaran padamasyarakat. Bagaimana kondisi hasiltangkapan mereka ketika hutan desa danhutan sekitarnya masih bagus, dan bagaimanapula ketika hutan sekitar Jaring Haluis sudahrusak parah. Satu hal lagi yang menjadipelajaran sangat berarti bagi masyarakat,yaitu ketika tragedi tsunami yangmeluluhlantakkan sebagian wilayah Aceh danSumatera Utara, membuat mereka semakinyakin betapa penting keberadaan hutanmangrove bagi keberlangsungan hidupmereka.

Penduduk desa nampaknya sudah terbiasadengan pemanfaatan mangrove. Merekasecara turun-temurun memanfaatkan kayu-kayu mangrove untuk berbagai keperluan,antara lain untuk galah cerebung, galah ambai,tiang tangkul, tiang tambatan perahu, kayubakar untuk pesta perkawinan dan kematian,serta kayu untuk pembuatan balai dan pentasjika ada pesta perkawinan. Masyarakat JaringHalus menyadari bahwa pemanfaatanmangrove tersebut harus diimbangi denganupaya-upaya pelestarian.

Dalam tatanan sosial budaya, tingkatkonsistensi masyarakat Jaring Halus terhadapadat istiadat yang mereka anut secara turuntemurun masih sangat tinggi. Namundemikian, proses modernisasi, akulturasi,dan laju pertumbuhan penduduk yangberkorelasi positip terhadap laju peningkatankebutuhan masyarakat, dikhawatirkan lambatlaun akan memberangus tatanan-tatanan

moral yang penuh nilai-nilai kearifan yangmereka anut selama ini. Dalam tatanansosial budaya tersebut, kehidupan masyarakatdan komponen-komponen yang bersifatalami khususnya keberadaan hutan desaadalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.Keberadaan hutan desa sangat tergantungdari pengelolaan masyarakat, sedangkaneksistensi masyarakat tidak terlepas darisumber daya alam yang dimiliki, terutamahutan desa. Bahkan keberadaan hutan desatersebut sudah menjadi identitas masyarakatDesa Jaring Halus.

Kesadaran itu tumbuh secara alamiberhubung mereka sudah merasakan artipenting mangrove bagi kelangsungan hidupmereka. Hubungan antara masyarakat JaringHalus dengan hutan yang terjalin cukuplama, akhirnya memunculkan semacamaturan main mengenai pengelolaan hutandesa. Pengelolaan dan pemanfaatan hutandesa diatur dalam aturan yang mengikatseluruh komponen masyarakat. Aturan-aturan tersebut ditetapkan oleh pawang desa,tidak tertulis, dan diketahui dan disepakatioleh masyarakat secara umum.

Dalam tradisi mayarakat melayu, khususnyadi Jaring Halus, seorang pawang memegangperanan yang sangat penting dalammenjalankan setiap aktivitas adat. Sangpawang memegang peran kunci dalam ritual-ritual tradisi seperti tolak bala, tepung tawar,dan jamu laut. Di antara berbagai ritual dibawah kepemimpinan sang pawang, jamulaut merupakan ritual yang menjadi agendarutin masyarakat yang dilaksanakan 3 tahunsekali. Prosesi ini mengandung filosopi yangsangat dalam dan penuh nilai-nilai kearifan,dilaksanakan dengan tujuan untuk menjagakeseimbangan antara manusia dengankomponen-komponen penyusun kehidupanlainnya, baik yang tampak maupun yangtidak tampak. Harapan dari pelaksanaanritual ini adalah agar masyarakat dijauhkandari segala macam bala dan ancaman yangmenganggu. Dalam rangka terwujudnya

Page 32: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

25

pengelolaan sumber daya alam sesuai yangdiharapkan, masyarakat berupayamenuangkan nilai-nilai adat yangberhubungan dengan pengelolaan sumberdaya alam, terutama hutan desa, dirumuskandalam sebuah kesepakatan.

Meskipun tidak tertulis, namun peraturantersebut telah terinstitusionalisasi denganbaik dalam masyarakat, sehingga masyarakatumumnya bisa mematuhi aturan yang tidaktertulis tersebut. Aturan -aturan mengenaihutan desa yang diketahui dan mengikatmasyarakat untuk mematuhinya antara lainsebagai berikut.

Dahan dan batang kayu yang mati bolehdimanfaatkan untuk kayu bakar ataukeperluan lainnya.

Boleh mengambil kayu untukperlengkapan nelayan, pacak tiangrumah, untuk pembuatan balai, pentas,dan untuk kayu bakar jika ada pestaperkawinan atau kematian.

Pengambilan kayu harus dengan ijin daripemerintahan desa dan pawang desa,terutama kayu untuk tiang rumah dankayu untuk keperluan pesta perkawinan.

Masyarakat dilarang keras melakukanpenebangan kayu untuk tujuankomersial/dijual.

Jika ada masyarakat yang kedapatanmelakukan penebangan kayu untuk dijualakan diberikan sanksi, mulai dari diberiperingatan keras sampai dengan sanksidenda yang nilainya mencapai jutaanrupiah.

Saat ini sedang digarap peraturan desa(Perdes) yang mengatur soal hutan desa ini,namun ketika hal tersebut dikonfirmasikepada kepala desa, sekertaris desa, dan parakepala dusun, mereka belum bersediamemberikan informasi. Hal umum yangdiketahui oleh masyarakat terkait dengantetap terjaganya kawasan hutan di desa

mereka adalah karena adanya pembatasanpemanfaatan yang disepakati bersama.

Selain hutan desa, ruang sumber daya(resource space) penduduk Jaring Halusmeliputi areal seluas lebih-kurang 1.125 Ha,mencakup kawasan hutan Konservasi SumberDaya Alam (KSDA) Suka MargasatwaLangkat Timur Laut. Hutan di LangkatTimur laut ditetapkan oleh Kerajaan NegeriDeli sebagai kawasan hutan denganZeltbestuur Besluit (ZB) 6/8/1932 seluas9.520 hektar. Kemudian berdasarkanKeputusan Mentei Pertanian Njo.811/kpts/Um/11/1980tangal 5 Novempeb1980 kawasan tersebut ditunjuk sebagaiSuaka Alam cq Suaka Margasatwa dengannama Suaka Margasatwa Langkat TimurLaut. Penataan batas kawasan dilakukan padatahun 1934 (satu tahun lebih awal daridikeluarkannya ZB No. 138) dengan beritaacara tanggal 14 Juni 1934 dan 3 Juli 1934.

Beberapa kawasan KSDA menjadi ruangsumber daya warga masyarakat Jaring Halus.Kawasan KSDA yang termasuk dalamadministratif Desa Jaring Halus meliputiareal seluas 1.125 hektar. Kawasan-kawasantersebut adalah Pulau Seberang, Pulau JaringHalus Kecil, Paluh Burung, TanjungKeramat, Paluh Midai, dan Selingkar. Ketikakondisinya masih bagus (sampai tahun 1990-an), Kawasan Suaka Margasatwa LangkatTimur Laut di sekitar Desa Jaring Halus inimemberikan daya dukung yang cukup bagusuntuk memenuhi kebutuhan hidupmasyarakat Jaring Halus dan sekitarnya. Padasaat itu mereka mencari ikan, udang, dankepiting hanya di muara dan sungai-sungaiyang terdapat di kawasan tersebut. Rakyathidup sejahtera karena apa yang merekadapat lebih dari cukup untukmemenuhikebutuhan hidup sehari-hari. Tidak herankalau pada masa itu banyak penduduk yangmampu menunaikan ibadah haji ke tanah suciatau menyekolahkan anak-anak mereka kejenjang yang lebih tinggi.

Page 33: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

26

Upaya warga masyarakat Jaring Halus untukmenjaga keseimbangan alam terbukti telahmemberikan daya dukung yang luar biasabagi kehidupan manusia. Kondisi hutan diruang sumber daya Desa Jaring Halus yangcukup baik telah memberikan berkah yangluar biasa yang bisa dinikmati tidak hanyaoleh masyarakat Jaring Halus tapi juga olehmasyarakat sekitarnya. Namun kejayaanJaring Halus tidak berlangsung lama. Dayadukung terbaik yang bisa diberikan olehruang sumber dayanya hanya bertahansampai awal-awal tahun 1990-an. Setelahtahun 1990-an banyak sekali tekanan yangterjadi pada Kawasan Suaka MargasatwaLangkat Timur Laut, khususnya kawasanyang menjadi ruang sumber daya wargamasyarakat Jaring Halus. Apapermasalahannya?

Pengaruh terbesar bagi menurunnya kualitasmangrove di Jaring Halus dan sekitarnyaadalah karena ada ekspansi dari PT. SariBumi Bakau. Sebagai pemegang konsesi dikawasan Hutan Produksi Langkat TimurLaut, PT. Sari Bumi Bakau telah melakukanokupasi ke beberapa area Kawasan SuakaMargasatwa Langkat Timur Laut yangtermasuk dalam ruang sumber daya wargamasyarakat Jaring Halus. Kondisi inimenjadi faktor terbesar bagi laju deforestasihutan di sekitar Jaring Halus yang secaralangsung berpengaruh terhadap ketersediaanhasil tangkapan masyarakat, yang padaakhirnya mempengaruhi tingkat pendapatandan perekonomian masyarakat.

Selain disebabkan oleh overlapp area konsesiPT. Sari Bumi Bakau, sebab lain lajudeforestasi yang juga tak kalah buruknyaadalah berdirinya kilang-kilang arang yangmengandalkan bahan baku mangrove. Hargaarang mangrove yang cukup tinggi danbanyaknya kilang-kilang arang yang siapmenampung kayu mangrove dari mana aja,telah menyebabkan pencurian kayumangrove menjadi kian tak terkendali.Penebangan liar dalam Kawasan Suaka

Margasatwa Langkat Timur Laut terjadi padahutan mangrove yang cukup rapat.

Berdasarkan laporan Tim Investigasi KSDA ISumatera Utara tahun 1998, tidak kurangdari 426 dapur arang menggantungkan bahanbakunya dari kawasan Kawasan SuakaMargasatwa Karang Gading dan LangkatTimur Laut dengan kebutuhan kayu bakau2.000 batang/dapur/40 hari. Itu barujumlah dapur arang yang diketahui. Laluberapa banyak lagi jumlah dapur arang yangtidak diketahui? Berdasarkan data hasilinvestigasi tersebut, berarti tidak kurang dari21.300 batang kayu bakau/mangrove hilangsetiap harinya. Yang perlu menjadi perhat ianadalah, bahwa ternyata pelaku penebanganliar tersebut adalah orang-orang dari luarDesa Jaring Halus seperti Desa Secanggang,Tanjung Ibus, dan Selotong, tapi yang palingmerasakan dampak negatifd dari kerusakanhutan tersebut adalah masyarakat Desa JaringHalus dan masyarakat lain yang mencarirezeki di perairan Jaring Halus.

Bagaimana sikap masyarakat Jaring Halusterhadap penebangan liar tersebut?Berdasarkan penuturan beberapa warga,mereka pernah melakukan usaha-usaha untukmencegah dan melarang masyarakat luaryang melakukan penebangan kayu, tapimasyarakat tidak mempunyai kekuatankarena mereka tidak diberikan ijin resmi olehpihak-pihak yang berwenang seperti KSDAdan kepolisian untuk ikut terlibat dalampengamanan hutan.

Selain ulah PT. Sari Bumi Bakau danpenebangan liar untuk arang, sebab lain yangmempunyai kontribusi tidak sedikit terhadaplaju kerusakan Kawasan Suaka MargasatwaLangkat Timur Laut adalah konversi kawasanuntuk usaha tambak udang dan peruntukanlain, seperti untuk kebun sawit. Usahatambak udang dikelola oleh peroranganmaupun investor dari luar. Ambisi untukmendapatkan keuntungan besar dalam waktusingkat telah mendorog orang-orangmemperlakukan alam secara tidak adil.

Page 34: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

27

Konversi kawasan menjadi tambak terjadi dimana-mana, padahal tambak-tambaktersebut hanya produktif dalam 3 sampai 5siklus produksi, karena selanjutnyaproduktifitas tambak tesebut akan semakinmenurun dan akhirnya ditinggalkan.Mungkinkah vegetasi mangrove pada lahan -lahan bekas tambak yang kondisihidrologisnya sudah mengalami kerusakanbisa pulih seperti sediakala tanpa campurtangan manusia?

Berdasarkan hasil transek yang dilakukanpada hutan Kawasan Suaka MargasatwaLangkat Timur Laut di sekitar Jaring Halusyang dianggap representatif, dapatdisimpulkan bahwa hutan Konservasi SumberDaya Alam Suaka Margasatwa LangkatTimur Laut mengalami dampak kerusakanyang cukup parah. Kondisi di lapanganmenunjukkan bahwa vegetasi yang ada saatini hanya terdiri atas fase semai, anakan, danpohon kecil. Adapun pohon besar yangtersisa adalah jenis Avicennia sp. (A. lanata danA. Marina), karena mungkin jenis ini kurangcocok untuk dijadikan arang kayu. Di mana-mana ditemukan tongggak-tonggakberukuran besar, terutama jenis Rizophora sp.dan Xylocarpus sp.Adanya vegetasi yang sudah mencapai fasepohon kecil dan sudah mulai belajar berbuahsebenarnya bisa diharapkan sebagai jaminanuntuk kawasan tersebut memulihkan dirisecara alami (ameliorasi), dengan syarattidak ada lagi penebangan liar danperambahan seperti yang pernah terjadidahulu. Untuk kawasan-kawasan yangtingkat kerusakannya cukup ekstrim perlucampur tangan manusia untuk melakukanperbaikan hidrologi dan pengkayaan jenis(enrichment planting). Peran BKSDA sebagaipemangku kawasan harus dioptimalkan,karena berdasarkan pengamatan jarang sekalipihak BKSDA melakukan survey ke lapangandalam rangka pengamanan kawasan.Rusaknya kawasan Suaka MargasatwaLangkat Timur Laut sebagai ruang sumber

daya masyarakat Jaring Halus dan sekitarnyaberpengaruh nyata terhadap tingkatperekonomian masyarakat. Keluhanmasyarakat tentang pengurangan hasiltangkapan mereka secara signifikan adalahindikator bahwa kawasan tersebut tidak bisamemberikan daya dukung seperti dulu lagi.Masyarakat yang semula cukup memenuhikebutuhan hidupnya hanya dari muara dansungai-sungai di perairan Jaring Halus, kiniharus mencari hasil tangkapan ke laut yanglebih dalam dan jauh dari jaring HalusBanyak usaha yang dilakukan masyarakatuntuk memulihkan kembali kondisilingkungan agar hasil tangkapan merekaseperti dulu lagi dan tidak perlu mencaritangkapan ke laut yang lebih dalam dan jauh.Pada tahun 1995-1998, masyarakat pernahmelakukan penanaman pada areal-arealKawasan Suaka Marga Satwa. Penanamanyang dimulai tanggal 16 Juli 1995 tersebutdilaksanakan berdasarkan instruksi BupatiLangkat yang pada waktu itu dijabat olehZulfirman Harahap. Kepala Desa JaringHalus pada saat itu adalah Pak Kasim(almarhum). Masyarakat diberikan hak pakailahan rata-rata satu hektar per kepalakeluarga untuk ditanami pohon mangrove.Perjanjian pada saat itu adalah bahwa setelahpohon-pohon tersebut siap dipanen, makahasilnya bisa dijual oleh masyarakat dengansistem tebang pilih. Akan tetapi, perjanjiantersebut hanya dilakukan secara lisan, tidakada dokumen resmi yang mempunyaikekuatan hukum yang dikantongi olehmasyarakat. Oleh karena itu, ketika terjadiperambahan terhadap hasil-hasil hutantersebut oleh orang-orang dari luar JaringHalus dan cukong-cukong arang, masyarakattidak bisa berbuat apa-apa. Hal tersebutmenimbulkan rasa ketidakpercayaanmasyarakat terhadap program-programrehabilitasi mangrove di sekitar desa mereka.Namun, setelah diadakan pendekatan kepadamasyarakat melalui observasi partisipasi olehstaf MAP-Indonesia selama empat bulan diJaring Halus, dapat diketahui bahwa

Page 35: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

28

masyarakat umumnya bersedia melakukanpenanaman pohon mangrove, tetapi merekaberharap agar sebagian dari hasil penanamantersebut dapat dinikmati untuk menambahpendapatan mereka (orientasi produksi); danhal paling penting bagi mereka adalah bahwakegagalan rehabilitasi mangrove pada tahun1995 – 1998 jangan sampai terulang lagi.Melihat betapa tergantungya masyarakatterhadap ruang sumber daya di sekitarnya,maka dirasakan perlu untuk melakukansebuah tindakan agar ruang sumber daya disekitar Jaring Halus dapat memberikan dayadukung seperti dulu lagi. Bagaimanacaranya? Salah satu cara agar ruang sumberdaya tersebut dapat memberikan dayadukung yang memadai adalah denganmengembalikan kondisi ruang sumber dayatersebut seperti keadaan aslinya, sehinggaakan terbentuk ekosistem yang stabil.Pengelolaan kawasan hutan KonservasiSumber Daya Alam sesuai peruntukkannnyamutlak diperlukan.

Pada hakikatnya sumber daya alam di daratdan di laut adalah semata-mata untukmemberikan manfaat yang sebesar-besarnyabagi kemakmuran rakyat secara lestari danberkesinambungan. Pengelolaan sumberdaya alam yang telah dilakukan masyarakatJaring Halus secara turun-temurun dan telahterbukti berhasil menjaga keseimbanganantara komponen-komponennya tidaksalahnya untuk dicoba diterapkan pada areayang lebih luas terutama Kawasan SuakaMargasatwa Langkat Timur Laut yangtermasuk dalam ruang sumber dayamasyarakat Jaring Halus.

Masyarakat Desa Jaring Halus sebagai pihakpertama yang paling merasakan dampak darikeberadaan ruang sumber daya tersebut,perlu diberi akses untuk mengambil peranyang lebih luas. Hal ini tentu harus didukungoleh seperangkat aturan main yang disepakatibersama dan dilaksanakan secara konsekuenoleh semua pihak yang terlibat.Kesejahteraan masyarakat Jaring Halus dansekitarnya hanya sebagian kecil saja darisekian banyak manfaat lainnya yang bisadidapatkan jika kondisi ruang sumber dayatersebut (secara umum Kawasan SuakaMarga Satwa Langkat Timur Laut) dapatdipulihkan seperti sediakala. Tuhan tidakpernah menciptakan segala sesuatu dengansia-sia, maka sudah sepatutnyalah kitamemanfaatkan sekaligus memelihara ciptaan -Nya.

Berdasarkan perhitungan nilai ekonomismangrove bagi masyarakat, maka luas hutandesa yang hanya 57,789 hektar tidak bisamengimbangi kebutuhan penduduk JaringHalus yang jumlahnya 3.381 jiwa. Olehkarena itu, banyak penduduk yangmenghendaki untuk bisa mengelola KSAyang mangrovenya sudah rusak. Untukkebutuhan satu desa dengan jum lahpenduduk sekian itu, sedikitnya diperlukan80 – 100 hektar lahan mangrove. Tidakmustahil jika konsep hutan desa yang sudahterbukti bisa menjaga kelestarian mangrovedicoba diterapkan pada 100 hektar KSA yangtelah rusak. Namun dalam proses replikasitersebut tentunya diperlukan penyesuaian -penyesuaian atau perencanaan yang holistik,terarah, dan logis. Persoalannya adalah,apakah masyarakat bisa mengakses KSA yangdilindungi pemerintah?

Page 36: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

29

Replikasi Hutan Desa pada Hutan Negara

Setelah melakukan kajian hutan desa danmengkaji perspektif pengelolaan kolaborasikawasan hutan, ternyata sangat terbukapeluang masyarakat untuk mengkaseskawasan suaka marga satwa. Berbekal hasilkajian dan rumusan model pengelolaan,maka masyarakat Jaring Halus yang diwakilikelompok IPANJAR dengan didampingiMAP-Indonesia dan ESP-USAID melakukanpendekatan-pendekatan kepada pemerintah,dalam hal ini BKSDA SUMUT I sebagaipengampu dari Kawasan Suaka MargasatwaLangkat Timur Laut. Pendekatan inidilakukan melalui diskusi-diskusi yangmelibatkan stakeholders di calon kawasankelola. Proses ini berlangsung selama 6(enam bulan) dari Februari hingga Agustus2006.Dalam proses ini, langkah pertama yangdilakukan adalah identifikasi stakeholders.Sebagaimana diuraikan pada bagian intervensipihak luar, banyak pihak yang terlibat dalamisu-isu lingkungan di Jaring Halus. Namundari banyak pihak tersebut, yang palingrelevan untuk diajak hingga ke garda depan

bernegosiasi dengan BKSDA adalahIPANJAR, JALA dan ESP-USAID.Di Jaring Halus terdapat beberapa kelompokmasyarakat. Setelah melakukan identifikasikelompok masyarakat, maka IPANJAR yangsejak awal menghendaki pengelolaanmangrove di kawasan suaka menyatakanbersedia untuk mengajukan penawarankepada BKSDA. Di luar kelompokmasyarakat lokal, ESP-USAID adalahlembaga yang strategis untuk terlibat dalamkolaborasi pengelolaan hutan terkait denganpengaruh dan statusnya sebagai NGOinternasional. Sebagai catatan, BKSDAmenghendaki kerjasama kolaborasi mi nimaldengan lembaga skala nasional dan terdaftardi sekretariat negara untuk menjaminkepastian hukum dan memperlancar masalahadministrasi. Selain itu, ESP-USAIDmempunyai komitmen untuk bekerja dalambidang upaya-upaya pelestarian lingkungan diSumatera Utara paling tidak untuk limatahun kerja. Adapun JALA diajak terkaitdengan kapasitasnya sebagai lembaga

Page 37: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

30

advokasi nelayan dan telah lama menjalinkerjasama dengan nelayan di Jaring Halus.

Langkah kedua adalah melakukan penjajakandengan BKSDA dengan mengutarakankemungkinan bagi masyarakat Jaring Halusuntuk mengakses kawasan suaka margasatwa. Kepala BKSDA saat itumenyampaikan bahwa hal itu sangatmungkin, namun ada beberapa catatan yangharus diperhatikan, antara lain adalah bahwamasyarakat tidak boleh melakukanpenebangan dan pemanfaatan kayu untukalasan apa pun. Kepala BKSDA memberikanbuku yang berisi Keputusan MentriKehutanan tentang kolaborasi pengelaolaanhutan untuk dipelajari.Langkah ketiga adalah mempelajarikeputusan menteri tentang kolabo rasipengelolaan hutan dan peraturan-peraturanlain yang terkait. Hal ini dilakukan olehMAP-Indonesia di Yogyakarta dandikonsultasikan dengan ESP-USAID danBKSDA melalui telepon dan e-mail. Dalamproses ini JALA menyatakan tidak akanterlibat dengan beberapa pertimbangan yangcukup logis terkait dengan statuskelembagaan JALA sebagai jaringan.

Langkah keempat adalah merumuskan tujuandan bentuk pengelolaan yang hendakditawarkan kepada BKSDA. Dalam prosesini, staf lapangan MAP-Indonesia dan ESP-USAID melakukan survey dan pemetaankawasan yang hendak dikelola. Sementara itustaf MAP-Indonesia di Yogyakartamenyiapkan presentasi untuk BKSDA.

Langkah kelima adalah diskusi stakeholdersyang melibatkan IPANJAR, wakil masyarakatJaring Halus, MAP-Indonesia, BKSDASUMUT I, dan ESP-USAID. Dalam diskusitersebut dibicarakan butir-butir pentingsebagai berikut: (1) BKSDA menyambut baikrencana kolaborasi pengelolaan KawasanSuaka Marga Satwa Langkat Timur Lautdengan alasan bahwa memang sudah adaperaturan yang mendukung pada kegiatan

kolaborasi semacam itu; (2) BKSDAmenunjukkan beragam persoalan di kawasansuaka marga satwa, antara lain soal arang dantambak, yang membutuhkan penangananbersama; (3) MAP-Indonesia memberikanjaminan pengembangan matapencaharianalternatif menggunakan bahan non-kayu dikawasan suaka yang bisa meningkatkanpendapatan masyarakat secara berkelanjutan;dan (4) BKSDA menyarankan agar MAP-Indonesia dan ESP-USAID segeramerumuskan draft MoU kolaborasipengelolaan hutan.

Langkah keenam adalah merumuskan MoUKolaborasi Pengelolaan Hutan yangdilakukan oleh MAP-Indonesia dan ESP-USAID yang secara berkala dikonsultasikandengan BKSDA. Proses ini membutuhkanwaktu dua bulan. BKSDA memberikancontoh naskah MoU kolaborasi pengelolaanhutan di salah satu kawasan konservasi diSumatera.

Langkah ketujuh penandatanganan Selamaproses ini berlangsung, MAP-Indonesia yangbersentuhan langsung dengan akar rumputmasih terus melakukan aksi-aksi kolaborasibersama masyarakat di Jaring Halus, antaralain ujicoba rehabilitasi mangrove skala kecildi bekas tambak salah seorang pendudukserta pengembangan matapencaharianalternatif, antara lain pembuatan kerupukdan teh jeruju, pengengembangan VCO, danpembuatan kue mangrove. Tujuan daripengembangan matapencaharian alternatifadalah untuk meningkatkan rasa pedulimasyarakat terhadap mangrove dengan caramengeksplorasi dan mengenalkanmanfaatnya. Sementara itu, ujicobarehabilitasi yang menekankan pada sistemhidrologi dan pertumbuhan mangrove secaraalami adalah menyiapkan kelompokmasyarakat dan dan ujicoba teknis rehabilitasiguna diterapkan pada skala wilayah yanglebih luas, yakni pada kawasan KSA yangseluas 500 hektar jika MoU selesaiditandatangani.

Page 38: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

31

Penandatanganan MoU

Page 39: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

32

BELAJARDARI BENGKALIS

Teluk Pambang merupakan salah desayang ada di Kecamatan BantanKabupaten Bengkalis Provinsi Riau.Desa ini berada di Pulau Bengkalis,yang berjarak ± 60 km dari pusat ibukota Bengkalis. Sekitar 50 tahun laluhutan alam dan hutan bakau masihmendominasi kawasan Pulau Bengkalis.Pulau yang memiliki diameter sekitar150 kilometer ini dipadati hutan alamdengan kandungan kayu meranti dankempas yang merupakan komoditaskayu berkualitas sangat bagus. Disekeliling pulau, sepanjang 300-ankilometer dipagari oleh lebatnya hutanbakau. (Kompas, 2005).

Produksi arang kayu bakau dan jugadibukanya Hutan Tanaman Industri di PulauBengkalis selama belasan tahun terakhir,telah menggerus sabuk hijau sepanjang lebihdari 200 kilometer yang mengelilingikawasan ini. Hutan alam yang tersisa kurangribuan hektar saja, sementara itupenggundulan bakau hanya menyisakanbakau-bakau muda yang sudah mulaiditebang demi memenuhi kebutuhan bahanbakar arang (Kompas, 2005).

Vegetasi mangrove

Desa Teluk Pambang menyumbang beragamvegetasi mangrove yang ada di KabupatenBengkalis, beberapa vegetasi yang pernahdiidentifikasi antara lain Rhizophora apiculata(bakau putih), R. mucronata (belukap)Avicennia marina (api-api), A. lanata (api-api),A. alba (api-api), Bruguiera gymnorrhiza(tumu), B. parviflora (lenggadai), B. sexangula(tumu kuning) Ceriop tagal (tengo),Lumnitzera littorea (sesup bunga merah),Lumnitzera racemosa (sesup bunga putih),Sonneratia ovata (kedabu), S. caseolaris(berembang), S. Alba (perepat), Xilocarpusgranatum (nyirih), Schypiphora hidrophyllacea(cingam), Excoecaria agallocha (betak-betak),Heritiera littoralis (dungun) Nypa fruticans(nipah), Cerbera mangas (buah buto), hibiscustiliaceus (waru laut), Ipomoea pes-caprae,Pandanus tectorius (pandan laut), Acrostichumaureum (piyai), Acanthus ilicifolius (jeruju),Scaveola taccada (bakung), Sesuviumportulacastrum (gelang laut), Morinda citrifolia(mengkudu), Passiflora foetida dan Ricinuscomunis.

Page 40: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

33

Kelompok dan Legalitasnya

Kesadaran menjaga lingkungan mangroveyang dilakukan secara berkelompok olehmasyarakat sebenarnya sudah ada sejak lama,terbukti sudah adanya kelompok pengelolamangrove di tiap-tiap dusun, salah satunyaadalah kelompok mangrove yang ada diSungai Rambai Desa Teluk Pambang yangsecara berkelompok melakukan kegiatanpembersihan lahan mangrove pada tahun1980, secara swadaya bekerja sama denganpemerintah desa.Di Desa Teluk Pambang, terdapat beberapakelompok pengelolaan hutan mangroveberbasis masyarakat. Ada yang sudahmendapat legalitas dari kepala desa bahkanada yang sudah sampai ke tingkat KabupatenBengkalis, yakni SK Bupati Bengkalis No.824 Tahun 2004. Pada saat Program Co-fishProject berlangsung pada tahun 2004, ada 9(sembilan) kelompok pengelola mangroveberbasis masyarakat yang mendapat legalitassampai ke tingkat Kabupaten Bengkalis,dimana 4 (empat) diantaranya berasal dariDesa Teluk Pambang, yaitu KelompokBelukap, Kelompok Perepat, KelompokBatu Limau Lelang dan Kelompok TunasHarapan.Pengurusan legalitas kelompok pengelolamangrove ini dirasa sangat penting, karenadengan legalitas ini kelompok diakuikeberadaannya sebagai kelompok pengelolayang resmi (berkekuatan hukum) Kelompokjuga sudah memiliki wilayah kelola berikutluasannya yang jelas, tidak ada sengketaterhadap lahan kelola karena kelompok sudahmendapatkan hak kelola lahan dari sangpemilik lahan, bahkan sudah ada yangmemiliki Anggaran Dasar dan AnggaranRumah Tangga (AD/ART) sebagai aturanmain kelompok.

Kini, kesadaran berkelompok untukmengelola mangrove oleh masyarakat sudahsemakin tinggi. Hampir di setiap komunitasmasyarakat sudah memiliki kelompokpengelolaan mangrove berbasis masyarakat

sendiri. Semangat ini muncul atas dasarberbagai alasan seperti sudah munculnyapemahaman bahwa ketika mangrove tumbuhdengan baik, maka ia akan mampumemainkan perannya sebagai kawasanbertelur, pembesaran, dan mencari makanbagi berbagai jenis ikan, udang, kepiting,kerang yang mempunyai nilaiekonomis,.desakan bahwa kondisi wilayahkampungnya yang sudah mulai terdegradasi,bahkan ada yang wilayah kampungnyaterancam tenggelam di masa mendatang olehabrasi pantai, resapan air asin dan banjir,kesadaran bahwa mereka tidak inginkampungnya menjadi terancam oleh abrasiyang ganas seperti wilayah lain. Ada jugayang memandang semangat dan keberhasilankelompok mangrove di daerah lain pantasditiru dan dikembangkan di daerah sendirikarena pada dasarnya setiap kampungmemiliki persoalan yang sama atasdeforestasi hutan mangrove danimplikasinya.

Namun ada juga alasan lain. Di Bengkalis dandi beberapa daerah lainnya di KabupatenBengkalis, adalah hal sudah biasa bahwakegiatan penataan kawasan pantai denganmenanam mangrove menghabiskan danayang bermilyar, sungguh fantastis. Namunpada akhirnya tidak jarang memberikan hasilyang memuaskan karena sama sekali jauh darikonsep pengelolaan hutan yang berbasiskanmasyarakat (community-based forestmanagement). Seperti proyek penanamanmangrove, dilakukan oleh perusahaanpemenang tender, kemudian dalampengerjaan di lapangan hanya melibatkansegelintir orang saja, tidak membibitkanvegetasi mangrove yang disesuaikan denganlingkungan tanam, pada masa penanamannyatidak ditanam pada lokasi tanam yang tepatpula. Seperti yang pernah terjadi di DesaTeluk Lancar pada tahun 2006, yangmempekerjakan beberapa orang dengan gajirendah, vegetasi mangrove yang ditanamhanya vegetasi bakau (Rhizophora spp.)dengan alasan sangat bernilai ekonomis

Page 41: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

34

sehingga menjanjikan produksi kayu di masamendatang, beberapa lokasi penanamannyaberada di kebun karet masyarakat, sedangkandari laporan masyarakat juga, bahwa sisabibit yang ada dibuang ke laut dan ditimbundi dalam tanah.

Sementara itu dengan adanya kelompokpengelola mangrove masyarakat, karenaberangkat dari kesadaran dan semangatswadaya kelompok, maka kegiatanrehabilitasi mangrove tetap terus berjalantanpa harus dengan dana yang berlimpah.Seperti contoh kelompok Perintis BakauDesa Teluk Pambang, kelompok denganrutin melakukan kegiatan pembibitan danpenanaman mangrove dengan dana yangsangat kecil untuk persiapan kegiatanrehabilitasi pinggir pantai. Begitu jugadengan kelompok Belukap dan Perepat yangterus melakukan penanaman mangrove diwilayah kelolanya. Dan hal yang sudahdipahami kelompok bahwa seben arnyapenanaman vegetasi mangrove tidakdipaksakan dari vegetasi bakau (Rhizophoraspp.) atau vegetasi lain yang bernilaiekonomis, tetapi harus dipahami bahwavegetasi mangrove tidak hanya bakau saja,tetapi masih banyak yang lain dan masing -masing vegetasi memiliki karakter hidupsehingga ketika melakukan reboisasi padasuatu lokasi tanam tentu harus disesuaikanvegetasi yang layak tumbuh berdasarkanmintakatnya secara alami. Nah, ini yangmasih banyak belum dipahami ketikakagiatan penanaman mangrove dijalankan

oleh perusahaan-perusahaan pemenangtender yang tidak dibekali pengetahuan. Inijadinya kalau aspek ekonomi lebihdikedepankan ketimbang pentingnya aspekekologi yang diperjuangkan. Hal yangpenting juga yang selalu dilakukan kelompokadalah kegiatan pasca penanaman, yaitupembersihan lahan dan melakukan tambalsulam pada bibit yang gagal hidup.

Aktivitas kelompok

Hingga saat ini, banyak aktivitas pengelolaankawasan mangrove yang sudah dilakukanoleh kelompok-kelompok mangrove, baikyang sifatnya swadaya kelompok maupunprogram/proyek yang bekerja sama denganLembaga Swadaya Masyarakat (LSM) daninstansi pemerintah.

Kegiatan yang pernah dilakukan antara lainPenanaman mangrove jenis Rhizophora spp.oleh Kelompok Bumi Hijau bekerja samadengan Dinas Kehutanan Provinsi Riau.Kemudian Rehabilitasi Hidrologi Mangroveyang dilakukan oleh Kelompok Belukap danKelompok Perepat, rehabilitasi sistem Rileyyang dilakukan oleh Kelompok Bumi Hijaudan Kelompok Perintis Bakau. Seluruhkegiatan dilakukan bekerjasama denganLembaga Swadaya Masyarakat (LSM)Laksana Samudera, Yayasan Akar RumputLaut (YARL) dan Mangrove Action Project –Indonesia pada tahun 2005-2007.

Page 42: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

35

Kegiatan kelompok masyarakat di kawasan mangrove

Kegiatan yang bersifat swadaya kelompokjuga sudah banyak dilakukan, sepertimelakukan kegiatan penanaman mangrovemulai dari persiapan bedeng, persemaiandalam polibag dan pemindahan ke arealtanam. Ada juga kelompok yang melakukanpenanaman secara langsung tanpamenggunakan polibag. Begitu juga dengankegiatan pembersihan lahan dan perawatanterutama sekali pada vegetasi yang baruditanam. Selanjutnya aktivitas pengawasanyang dilakukan secara berkala oleh kelompokterhadap kegiatan-kegiatan ilegal yang dapatmengancam keseimbangan lingkunganmangrove di kawasan kelola kelompokmasing-masing, seperti penebangan pohonbakau (Rhizophora spp.) oleh buruh panglungarang, penebangan untuk kayu teki,penebangan kayu sesup (Lumnitzera spp.)untuk bahan gading-gading kapal dansebagainya.

Saat ini, kelompok pengelola mangrovecukup terbantu karena aktivitas penebanganbakau yang menyokong destruksi lingkunganmangrove sudah berhenti karena pemerintahKabupaten Bengkalis tidak memperpanjangperizinan usaha industri arang (panglongarang).

Begitu juga dengan kegiatan kampanyelingkungan. Kegiatan kampanyepenyelamatan hutan mangrove sudah pernahdilakukan kelompok-kelompok mangroveDesa Teluk Pambang, seperti penyebaranslogan-slogan kampanye yang ditempelkan dipapan informasi yang tersedia tersebar diDesa Teluk Pambang. Pengalaman lain,kelompok Belukap pernah melakukanujicoba penangkaran buah tanah (jenis faunakerang-kerangan) di habitat hidupnya didalam hutan mangrove. Buah tanah dapathidup dan berkembang dengan baik apabilaberada pada kawasan mangrove yang tumbuh

Page 43: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

36

dan terjaga dengan baik. Buah tanah tidakbisa hidup di kawasan mangrove yang rusak.Fakta ini yang dikampanyekan olehKelompok Belukap terhadap para pencaribuah tanah dari masyarakat suku Akit (sukuasli) di bengkalis tentang pentingnya menjagahutan mangrove karena kalau tidak, tentuakan mengancam mata pencaharian merekayang bergantung pada hutan mangrove.

Hal yang menarik, gebrakan yang telahdilakukan oleh Kelompok Belukap, denganprogram kerjanya membangun MangroveEducation Tourism (Wisata PendidikanMangrove) di wiilayah kelola kelompok.Sebagai tahap awal, program ini dipandangcukup berhasil. Mangrove Education Tourismdipersiapkan sebagai kegiatan luar sekolahbagi para pelajar baik tingkat SekolahMenengah Pertama (SMP) maupun SekolahMenengah Atas (SMA). Mangrove EducationTourism memberikan kesempatan bagi parapelajar untuk terjun langsung di kawasanmangrove, dimana pelajar diperkenalkansecara umum tentang kehidupan alamiahmangrove, diperkenalkan beragam jenismangrove, fauna mangrove, terutama yangbernilai ekonomis. Selain itu tentu merekadibekalkan pengetahuan mengenaipentingnya keseimbangan lingkunganmangrove dipertahankan karena fungsiekologis dan ekonomis, dan diberikesempatan untuk melakukan penanamanbibit mangrove yang tersedia ke lokasi tanamyang sudah dipersiapkan oleh kelompokBelukap. Sampai saat ini lokasi MangroveEducation Tourism sudah dikunjungi olehbeberapa sekolah yang ada di KabupatenBengkalis. Mangrove Education Tourism inimerupakan kerjasama antara kelompokBelukap dengan LSM Bahtera Melayu,diperbantukan oleh tim teknis MAP-Indonesia melalui program Generasi Hijau.

Mata Pencaharian Alternatif (MPA)Boleh dikatakan bahwa saat ini KelompokBelukap Desa Teluk Pambang menjadi

barometer keberhasilan bagi kelompokpengelola mangrove yang ada di KecamatanBantan Kabupaten Bengkalis. Selain terusmenjalankan aktivitas rutin di wilayahkelolanya, memiliki program kerja yangberjalan, kelompok ini memiliki beragamMata Pencaharian Alternatif (MPA) sebagaiunit usahanya, antara lain usaha perabot,produksi Virgin Coconut Oil (VCO) Assyura,yang dikelola oleh Kelompok Assyura, istridari anggota kelompok mangrove, produksikerupuk ubi dan kerupuk lainnya. Sekarangsedang melakukan ternak lebah untukmenghasilkan madunya. Kegiatan MPA inidimaksud tidak hanya memberikanpemasukan alternatif bagi anggota kelompoktapi hasil MPA juga dialokasikan untukkegiatan rehabilitasi dan pengawasan wilayahkelola mangrove.

Pada saat kunjungan para pelajar ke MangroveEducation Tourism, para ibu dari KelompokAssyura – merupakan unit kelompokBelukap yang memproduksi VCO dankerupuk ubi dan kerupuk lainnya –berkesempatan mempromosikan danmenjual produknya kepada para pengunjungyang notabene adalah para pelajar, kepalasekolah dan majlis guru perwakilan sekolah.Melalui Pemerintah Kabupaten Bengkalis,produk-produk yang dihasilkan olehkelompok Assyura sudah dipromosikansampai ke tingkat nasional.Kini tidak hanya kelompok Belukap saja yangmelakukan diversifiksi MPA, kelompok lainseperti Bumi Hijau dan kelompok lainnyajuga mulai melakukan penangkaran lebahuntuk memperoleh madunya di hutan bakau.

Forum Kelompok PengelolaMangrove dan Sumberdaya PesisirBengkalis (KPM – SDP Bengkalis)

Sebuah tanda bahwa semangat ‘sadarlingkungan’ mulai menggelora di masyarakatKecamatan Bantan. Aktivitas-aktivitas yangtelah dilakukan Kelompok Mangrove yang

Page 44: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

37

ada di Desa Teluk Pambang mampumembangkitkan semangat kelompok-kelompok lama bentukan program Co -FishProject untuk aktif lagi dan bertambahnyakelompok mangrove yang baru di KecamatanBantan yang didirikan dengan dasarpemikiran yang positif. Semangat ini diikutipula keinginan setiap anggota kelompokuntuk memiliki kelompok pengelolamangrove berbasis masyarakat yang solid,atas dasar bahwa keberhasilan dalammengelola lingkungan bukan hanya dominasisatu atau dua kelompok mangrove saja,tetapi semua kelompok harus mampu menirukesuksesan kelompok lain, karena sejatinyadi setiap wilayah dihadapkan pada persoalanlingkungan yang nyaris sama, seperti abrasipantai, rembesan air asin, banjir dankerusakan mangrove yang disebabkan olehpenebangan liar untuk produksi arang bakaudan kayu teki.

Untuk itulah, kelompok mangrove yang adadi Kecamatan Bantan bersepakat membentuksuatu forum mangrove yang diberi namaForum Kelompok Pengelola Mangrove danSumberdaya Pesisir Bengkalis (KPM – SDPBengkalis). Forum ini diprakarsai olehkelompok pengelola mangrove KecamatanBantan bekerja sama dengan Yayasan Bumi

Pesisir, Yayasan Laksana Samudera danMangrove Action Project – Indonesia.Forum ini diharapkan mampu menjadijembatan yang menghubungkan antarkelompok yang ada, dan antara kelompokdengan instansi pemerintah dan swasta.Dalam kegiatan lokakarya yang pernahdilakukan di Desa Teluk Pambang padatanggal 10 september 2007 yang dihadirilangsung oleh Direktur Eksekutif MAP,Alfredo Quarto, forum ini sudah membahasmengenai filosofi tentang mengapa mangrovedipertahankan eksistensinya bagi lingkungandunia, persoalan lingkungan yang dialamiwilayah masing-masing kelompok, berbagipengalaman tentang aktivitas yng pernahdilakukan kelompok, kampanye lingkungan,membahas program kerja kelompok yangberhubungan dengan kegiatan rehabilitasi,pengawasan, pendidikan, penelit ian danMata Pencaharian Alternatif (MPA) danpentingnya membangun komunikasi dansoliditas antar kelompok pengelolamangrove. Yang paling hebat adalah ide yangmulai akan diusung forum mangrove inikepada pemerintah kabupaten yangmemperjuangkan pendidikan mangrovesebagai salah satu muatan lokal untuk sekolahdi Kabupaten Bengkalis. Semoga berhasil!

Page 45: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

38

Bagian TigaTINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DAN

LANGKAH-LANGKAH PERUMUSANKEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE

Kebijakan Terkait Pengelolaan HutanMangrove

Dalam sejarahnya, kebijakan terkaitpengelolaan mangrove yang cukup pentingdimulai dengan dikeluarkannya SuratKeputusan Bersama Menteri Pertanian danMenteri Kehutanan NomorKB.555/264/Kpts/4/1984 dan Nomor082/Kpts-II/1984, tanggal 30 April 1984.Di dalam surat keputusan terebut diantaranya disebutkan bahwa lebar sabuk hijauhutan mangrove adalah 200 m. SuratKeputusan Bersama ini dibuat selain dengantujuan utamanya untuk memberikanlegitimasi terhadap perlindungan hutanmangrove, juga dibuat untuk men yelaraskanperaturan mengenai areal perlindunganhutan mangrove di antara instansi -instansiyang terkait. Surat Keputusan Bersama inilebih lanjut dijabarkan oleh DepartementKehutanan dengan mengeluarkan SuratEdaran Nomor 507/IV-BPHH/1990 yang diantaranya berisi penentuan lebar sabuk hijaupada hutan mangrove, yaitu selebar 200 m disepanjang pantai dan 50 m di sepanjang tepisungai. Penentuan lebar sabuk hijausebagaimana disebutkan di atas lebihdikuatkan lagi dengan Keputusan PresidenNo. 32 tahun 1990 tentang PengelolaanKawasan Lindung. Dalam Keppres tersebutditetapkan bahwa perlindungan terhadapsempadan pantai dilakukan untuk melindungiwilayah pantai dari kegiatan yang menggangukelestarian fungsi pantai, di mana kriteriasempadan pantai yang dimaksud adalahdaratan sepanjang tepian yang lebarnya

proporsional dengan bentuk dan kondisipantai, minimal 100 meter dari titik pasangtertinggi ke arah darat.

Selain ketetapan tersebut di atas, berdasarkanhasil kajian ekologis disarankan lebar sabukhijau pada kawasan pantai berhutanmangrove minimal selebar 130 dikalikannilai rata-rata perbedaan antara air pasangtertinggi dan terendah tahunan diukur dariair surut terndah ke arah darat. Misalnyapada suatu kawasan pantai berhutanmangrove, nilai rata-rata selisih antarapasang tertinggi dan surut terrendah tahunansebesar 1,5 meter, maka lebar sabuk hijauyang harus dipertahankan (sempadan pantai)adalah 130 x 1,5 meter = 195 meter.Peraturan berikutnya dikeluarkan olehKementerian (LH dan Kehutanan ), yaknidalam bentuk Surat Keputusan Nomor677/1999 (direvisi tahun 2001 sbg. SK31/2001) yang isinya antara lain tentangkoperasi masyarakat yang bisa mengontrakhutan selama 25 tahun dengan persetujuanpihak pemerintah yang berkewenangansesudan rencana pengelolaan disepakatibersama. Dengan demikian, menjadi jelasbahawa masyarakat sesungguhnya secarabersama bisa mengelola sebuah kawasanmangrove untuk tujuan meningkatkankesejahteraan mereka.

Kebijakan tertinggi terkait denganpengelolaan mangrove diatur dalam UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentangKehutanan. Di dalam Undang Undangtersebut disebutkan bahwa mangrovemerupakan ekosistem hutan, dan oleh karena

Page 46: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

39

itu, maka pemerintah bertanggungjawabdalam pengelolaan yang berasaskan manfaatdan lestari, kerakyatan, keadilan,kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan(Pasal 2). Landasan hukum ini sebenarnyasudah cukup kuat bagi pemerintah untuksegera bertindak menangani degradasi yangterjadi pada hutan mangrove. Terlebih lagi,Pemerintah Indonesia dengan Undang-undang No. 5 Tahun 1994 telah meratifikasiKonvensi Keanekaragaman Hayati(Convention on Biological Biodivercity) yangmana salah satu pasalnya mensyaratkanbahwa setiap negara yang meratifikasikonvensi ini wajib membentuk/membangunsistem kawasan konservasi untukkeanekaragaman hayati (pasal 8). Dalampasal itu juga disebutkan bahwa setiap negarayang meratifikasi harus mengakui,menghormati, melestarikan dan memeliharapengetahuan, inovasi dan kegiatan -kegiatanasli masyarakat setempat, yang terkandung didalam kehidupan mereka yang relevandengan upaya konservasi dan pemanfaatankeanekaragaman hayati secara lestari;mempromosikan aplikasinya secara lebih luasdan meningkatkan peranserta para pihak;serta mendorong terwujudnya kesetaraandalam berbagi manfaat/keuntungan daripemanfaatan kawasan konservasi. Dengandemikian, Pemerintah Indonesia harusmenggeser paradigma dalam mengelolasumber daya alam sebagai konsekuensi logisdiratifikasinya Konvensi KeanekaragamanHayati. Pergeseran paradigma tersebutantara lain meliputi hal-hal sebagai berikut.1. Memandang kawasan yang dilindungi

yang semula semata-mata sebagaikawasan perlindungan keanekaragamanhayati menjadi kawasan perlindungankeanekaragaman hayati yang mempunyaifungsi sosial-ekonomi jangka panjangyang mendukung pembangunanmasyarakat secara berkelanjutan.

2. Penentuan kebijakan yang semula top-down menjadi bottom-up.

3. Pengelolaan berbasis pemerintahmenjadi pengelolaan berbasismultistakeholders dan atau berbasismasyarakat lokal.

4. Pelayanan pemerintah dari birokratisnormatif menjadi profesional-responsif-fleksibel-netral; tata pemerintahan darisentralistik menjadi disentralistik; sertaperan pemerintah dari provider menjadienabler dan fasilitator.

5. Beban pengelolaan yang semuladitanggung pemerintah menjadi bebanbersama antara pemerintah danpenerima manfaat.

Itikad baik pemerintah dalam menggeserparadigma pengelolaan hutan sudah tampakantara lain dari dikeluarkannya PeraturanMenteri Kehutanan Nomor P. 19/Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi PengelolaanKawasan Suaka Alam (KSA) dan KawasanPelestarian Alam (KPA). Dalam peraturantersebut ditegaskan bahwa KolaborasiPengelolaan KSA dan KPA merupakankegiatan atau penanganan suatu masalahdalam rangka membantu meningkatkanefektivitas pengelolaan KSA dan KPA secarabersama dan sinergis oleh para pihak atasdasar kesepahaman dan kesepakatan bersamasesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 1). Adapunyang dimaksud dengan para pihak adalahmereka yang memiliki minat, kepedulian,atau kepentingan dengan upaya konservasiKPA dan KSA, antara lain lembagapemerintah pusat dan lokal, masyarakatsetempat, LSM, BUMN, BUMD, swastanasional, perorangan maupun masyarakatinternasional, perguruan tinggi, lembagapendidikan, dan lembaga ilmiah. Maksuddari kolaborasi pengelolaan KSA dan KPAadalah untuk membantu meningkatkanefektivitas dan kemanfaatan KSA dan KPAbagi kesejahteraan masyarakat (pasal 2);sedangkan tujuannya adalah terwujudnyavisi, misi, dan langkah-langkah strategisdalam mendukung, memperkuat, dan

Page 47: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

40

meningkatkan penfelolaan KSA dan KPAsesuai dengan kondisi fisik, sosial, budaya,dan aspirasi setempat.

Dalam melaksanakan pengelolaan kawasanmangrove perlu meletakkan perspektif atauparadigma yang nantinya akan dijadikanpijakan dalam berpikir dan bertindak.Adapun perspektif pengelolaan kolaboratifdapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Pengelolaan hutan mangrove padatingkat lokal dengan cara-cara yangsesuai dengan cara-cara lokal.

2. Melibatkan sejumlah keputusan-keputusan pemerintah yang berkenaandengan pelibatan masyarakat lokal dalampengelolaan hutan mangrove.

3. Pengelolaan sumberdaya hutan yangmelibatkan berbagai pihak yangberkepentingan dalam kawasan yangsama.

4. Pengelolaan hutan mangrove yangmengkaitkan secara simultan tujuan-tujuan lingkungan, ekonomi, dan sosial -budaya.

Strategi dan Mekanisme untukImplemenatasi Kebijakan PengelolaanMangroveMeskipun Indonesia telah mengartikulasikankebijakan kehutanan yang terancang baik,tantangan yang substansial masih terdapatdalam implementasinya. Kelangkaan sumberdaya, minimnya kepentingan politik,lemahnya ketegasan hukum, korupsi,kelemahan kelembagaan, minimnya staf yangberkemampuan sesuai bidangnya, kurangnyapenerimaan kebutuhan untuk partisipasimasyarakat, kurangnya pengalamanmasyarakat, dan ketidakcukupan strukturoperasional menjadikan halangan bagiimpelementasi kebijakan secara efektif.Selama dekade terakhir, perubahan utamadalam strategi implementasi di seluruh Asia-Pasifik berpusat pada penggantian

pengelolaan kehutanan secara terpusatdengan praktik-praktik kehutananpartisipatoris. Banyak negara bergerakmenuju ke arah ini, namunperkembangannya secara umum berjalandengan lamban.

Indonesia mengatur pengelolaan hutandengan memberikan tanggung jawabpengelolaan pada agen-agen pemerintah danberusaha untuk menerapkan kontrol yangtegas pada akses hutan. Jumlah populasipesisir di Indonesia yang besar, serta sistemtradisional yang bergantung pada aksesumum ke hutan, sering bersinggungandengan kebijakan. Secara garis besar, hal iniyang mengarahkan pada kegagalan untukberhadapan dengan tujuan pengelolaan hutanoleh pemerintah, tentunya pada pihak-pihakyang berhubungan dengan konservasi dankeberlangsungan programnya. Meskipunkatanya Indonesia telah memulaibereksperimen dengan sistem partisipatoris,daerah masih menggunakan pendekatanpaternalistik yang kuat dalam pengelolaanhutan. Sebagian besar pengelolaan hutandaerah di Indonesia didominasi oleh agen-agen pemerintah dan pegawai pemerintah,seperti yang terjadi di Segara Anakan. Hal inimenunjukkan derajat tinggi akan skeptisismeterhadap masyarakat di daerah dalampengelolaan hutan secara berkelanjutan,meskipun terdapat banyak bukti bahwamasyarakat lokal adalah pengelola yangterbaik untuk hutan mangrove. Dalam hal inikita bisa belajar dari Jaring Halus di SumateraUtara.Selain itu pemahaman yang utuh pada nilai-nilai ekonomi dan ekologi yang berperanpada hutan mangrove, yang merupakan asetpesisir yang benar-benar vital, masih kurang.Kesadaran yang kurang akan nilai implisithutan mangrove telah menggiring padamaraknya konversi mangrove untuk tambakudang, pabrik arang, dan belakangan untukperkebunan kelapa sawit. Usaha ekonomiberjangka pendek ini membutuhkan biaya

Page 48: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

41

yang cukup tinggi dan sesungguhnya tidakmemberikan kontribusi yang memadai bagikesejahteraan masyarakat setempat dannegara. Hanya segelintir orang saja yangdiuntungkan. Seharusnya DepartemenKeuangan didesak untuk menghitung danmembuat laporan ringkas tentang kerugianekonomis akibat konversi hutan mangrovepada penggunaan yang lain. Departemen inijuga selayaknya dilibatkan pada pembuatankebijakan pengelolaan kawasan mangrove dimasa mendatang.Hutan mangrove, sebagaimana halnyasumber daya alam lainnya, sedang mengalamitekanan akibat pengaruh globalisasi ekonomidan industri. Mangrove di Indonesia yangdapat dikatakan sebagai mangrove terluas didunia kini sedang sakit akibat dikonversimenjadi tambak. Pola peng-konversi-antersebut bermula dari Jawa, lalu Sumatera,Papua, Kalimantan, dan Sulawesi. Nyaristidak ada satu pun kawasan mangrove yangselamat dari terjangan tambak. Hanyabeberapa saja, salah satunya di Desa JaringHalus Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.Masyarakat desa tersebut memiliki hutandesa yang ditumbuhi mangro ve seluas57,789 hektar. Hutan desa yang ditumbuhitidak kurang dari 19 spesies mangrove itudikelola dengan sangat baik melaluiperaturan adat yang disepakati bersama olehwarga desa; sedangkan ribuan hektarmangrove di sekitarnya yang dikelola negarajustru rusak karena tambak dan perusahaanarang. Jaring Halus adalah contohpengelolaan kawasan mangrove yang murnidikelola oleh masyarakat. Indonesianampaknya harus belajar dari desa kecil inidalam mengelola mangrove. Secarakebetulan, perangkat perundangan yangdimiliki republik ini sangat mendukung bagiupaya-upaya kolaborasi pengelolaan hutan.Dalam situasi ini, sangat strategis bila cara-cara pengelolaan lokal (Hutan Desa JaringHalus) diadaptasi untuk mengelola hutannegara yang rusak.

Segara Anakan adalah salah satu cermin yangmenunujukkan kegagalan pemerintah dalammengelola kawasan mangrove. Minatpemerintah terhadap Segara Anakan diawalidengan kasus kiriman tanah dari Pulau Jawayang dibawa sungai-sungai yang bermuara diSegara Anakan sejak tahun 1980-an.Sedimentasi ini membuat ekosistem SegaraAnakan mengalami perubahan menjadibentuk ekosistem lain. Masyarakatmembutuhkan alternatif penghidupan yanglain, akan tetapi kebijakan yang diterapkanpemerintah untuk mengelola kawasanmangrove di Segara Anakan tidakmendukung keinginan masyarakat.

Bengkalis adalah salah satu contoh menarik dimana warga desa mendapat legitimasi dariBupati untuk mengelola hutan mangrovesecara mandiri dan berkelanjutan. Padabagian dua telah diceritakan bagaimanaproses itu berlangsung dan aksi-aksi apa sajayang sudah dilakukan oleh masyarakat didalam kawasan kelola, seperti rehabilitasidan pengembangan matapencaharianalternatif.

Dari Sulawesi Utara kita bisa belajarbagaimana inisiatif pemerintah mampumendorong masyarakat dan stakeholders lainuntuk berupaya mengelola mangrove secaraberkelanjutan. Pada awal tahun 2002Kabupaten Minahasa telah mensahkan PerdaNo.2 tentang Pengelolaan SumberdayaWilayah Pesisir Terpadu BerbasisMasyarakat. Perda ini telah mendorongberbagai pihak untuk melakukan aksi-aksimangrove yang melibatkan partisipasimasyarakat, salah satunya di Desa Tiwoho.Pelaksanaan aksi tersebut ternyata tidakterlepas dari campur tangan pihak asing.Selain dampak positif, ada juga beberapadampak negatif yang muncul lebih karenakurangnya komonikasi antar pihak-pihakyang terlibat.

Demikianlah beberapa contoh kasus yangmenunjukkan pada kita tentang berbagaitingkat partisipasi masyarakat dalam

Page 49: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

42

pengelolaan mangrove, muali dari yangpartisipasinya rendah (seperti Segara Anakan)hingga yang partisipasinya tinggi (sepertiJaring Halus). Adapun Tiwoho dan Bengkalis

berada di antaranya. Dari kedua kawasan itu,khususnya Bengkalis, kita bisa belajar prosespengelolaan mangrove yang berbasismasyarakat.

Berdasarkan hasil kajian kasus dan kebijakan yang ada di Indonesia, maka dapat dirumuskan modelperumusan kebijakan sebagai berikut.

KebijakanPengelolaanMangrove

Tindakan

Strategi

Analisis/Kajian

Zonasilintas batas

Aksi-aksi kolaboratif:rehabilitasi, pengembangan

matapencaharian alternatif, dll

Membuatwadah bersama

Evaluasi

Evaluasidampaktindakan

Membenahipenguasaandan akses

RefleksiMeletakkanperspektif/paradigma

Merumuskannaskah

akademis

Kajian situasi danmasalah

Identifikasistakeholders

Page 50: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

43

Demikianlah, model perumusan kebijakanmerupakan sebuah proses analisis – strategi –tindakan – evaluasi. Daur tersebutmerupakan tahap-tahap permusuan kebijakanyang dapat diterapkan dalam tingkat manapun, mulai dari tingkat desa hingga nasional.Tahap-tahap tersebut bukan harga mati dantidak selalu harus menunggu tahapsebelumnya selesai. Beberapa tahap bisaberjalan bersamaan mengikuti situasi dankondisi di lapangan.

Dalam studi kasus dalam buku ini, jugadengan membaca beberapa kasus di tempatlain, LSM cukup strategis dalam mengambilperan membentuk media atau forum yangrepresentatif di tingkat masyarakat yangdapat menjamin tersalurkannya aspirasimasyarakat lokal, seperti yang di lakukanYayasan Kelola di Tiwoho dan ESP-USAIDdi Jaring Halus. Berikut ini adalah bagan dariproses koordinasi untuk pembentukan wadahbersama.

Sebagaimana diuraikan di atas, wadahtersebut harus dibangun di atas pondasi(konsep dasar) yang kuat. Jika demikianadanya, maka pengelolaan kawasanmangrove yang dapat mendatangkan manfaatbagi bersama tidak mustahil akan tercapai.Proses ini ibarat sebuah rumah, dibangun

mulai dari bawah (pondasi), lalu bagiantubuh yang mewadahi beragam kepentingan,dan terakhir atap yang dapat menaungi danbermanfaat bagi mereka yang hidup didalamnya, seperti nampak dalam gambar dibawah ini.

WadahBersama

Dinas

PemerintahKabupaten

Masyarakat(Kepala desa, kepala adat, tokoh masyarakat,

profesional, pegawai, wakil lelaki, wakil perempuan,pedagang, pengusaha, guru, pemuda, pemudi, dll)

Pemerintah Provinsi

LSMGaris koordinasi

Garis fasilitasi

Pemerintah Pusat

Page 51: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

44

Inklusif– Partisipatif - Transparan

WadahBersama:pemerintah,

masyarakat, danpelaku bisnis

Mangrove yangbermanfaat bagibanyak pihak dan

lestari

Bagian tubuh terdiri atas pemerintah,masyarakat, dan pelaku bisnis;pembangunannya difasilitasi olehPemerintah dan LSM

Bagian pondasi dibangun olehkonsesnsus, rasa saling percaya, dandikuatkan dengan komitmen

Bagian atap (tujuan/manfaat)

Page 52: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

45

REFERENSI

Abdon Nababan.2003. Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat Adat,Tantangan danPeluang. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).

Arif Satria, dkk. 2002. Menuju Desentralisasi Kelautan. Kerjasama Pusat Kajian Agraria IPB,Partnership for governance reform in Indonesia dan PT Pustaka Cidesindo. Jakarta

Bestari Raden dan Abdon Nababan.2003. Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Adat: AntaraKonsep dan Realitas. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).

Brown, Benjamin, 2006. Lima Tahap Rehabilitasi Mangrove: Petunjuk Teknis Rehabilitasi HidrologiMangrove. Yayasan Akar Rumpul Laut/Mangrove Action Project. Yogyakarta.

Budiati Prasetiamartati.2003. Pengelolaan Pesisir Berbasis Masyarakat.Program Studi PengelolaanSumber Daya Pesisir dan Lautan, IPB.

Dahuri, R. 2000. Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan Untuk Kesejahteraan Rakyat (KumpulanPemikiran). Kerjasama LISPI dengan Ditjen P3K, DKP. Jakarta.

Frans Maramis. 2002.Sistem Terpadu Berbasis Masyarakat Sebagai Konsep Pengelolaan PesisirDan Laut Sulawesi Utara. Manado Post

Gunarto Latama dkk.,2002. Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat Di IndonesiaProgram Pasca Sarjana IPB

Kusumastanto, T. 2003. Peluang, tantangan dan Arah Pengelolaan Sumberdaya Kelautan di EraDesentralisasi. Makalah disampaikan pada Pelatihan ICZPM. Kerjasama PKSPL-IPBdengan Ditjen P3K,DKP. Bogor

Laksono, P. M., dkk., 2000. Bibliografi Beranotasi tentang Pola Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan.Badan Pengendalian Dampak Lingkungan dan Pusat Studi Asia Pasifik UGM.Yogyakarta.

Mirsa, D. N., 1982. “Current Management Concepts in Forestry”. Dalam E. G. Hallsworth (ed.).Social-economic Effects and Constraints in Tropical Forest management. John Wiley & Sons.Singapore.

Nikijuluw, V.P.H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. P3R dan PT Pustaka Cidesindo.Jakarta.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 19/Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi PengelolaanKawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA).

Purnomowati, R. 2003. Menuju Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat. Makalahdisampaikan pada Pelatihan ICZPM. Kerjasama PKSPL-IPB dengan Ditjen P3K,DKP.Bogor

Ridwan Lasabuda.2003. Pengelo laan Sumberdaya Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat (suatutuntutan di era otonomi daerah). Program Pascasarjana/S3. Institut Pertanian Bogor

Seto, H., D.Mamonto, E.Tololiu, I.Husen dan M.Karame. 2003. Belajar Dari Hikmah. MemahamiModel Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa (PMPD) Melalui Pengalaman DiKelurahan Manado Tua II, Desa Raprap, Desa Basaan dan Desa Basaan I-JICA Pilot ProjectSite. Kerjasama BAPPEDA Provinsi Sulawesi Utara dan JICA. Manado

Page 53: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

_________________________________KEBIJAKAN UNTUK MANGROVE

46

SK Bersama Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Nomor 677/1999 (direvisi menjadi SK31/2001).

Suporaharjo (Ed.), 2005. Manajemen Kolaborasi: Memahami Pluralisme Membangun Konsensus. PustakaLATIN. Bogor.

Surat Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Kehutanan NomorB.555/264/Kpts/4/1984 dan Nomor 082/Kpts-II/1984 tanggal 30 April 1984.

Tulungen, J.J. 2000. Pelibatan Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir BerbasisMasyarakat Di Sulawesi Utara. Makalah disampaikan dalam seminar dan talk showPeluang dan Tantangan di Era Baru Kelautan Indonesia, Marine Techno and Fisheries2000. Kerjasama SEAWATCH Indonesia-BPPT dan HIMITIKA FPIK-IPB

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun1994 tentang RatifikasiConvention on Biological Biodivercity.Wahyono, A.,I.G.P.Antariksa, M.Imron, R.Indrawasih dan Sudiyono. 2001. Pemberdayaan

Masyarakat Nelayan. Media Pressindo. Yogyakarta.

Webb, L. J., 1982. “The Human Face in Forest Management”. Dalam E. G. Hallsworth (ed.).Social-economic Effects and Constraints in Tropical Forest management. John Wiley & Sons.Singapore.

Widi A. Pratikto. Sambutan Direktur Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada peluncuranproyek pengelolaan dan rehabilitasiterumbu karang dan pemantapan proyek pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautJakarta, 28 September 2004. Departemen Kelautan dan Perikanan RepublikIndonesia.

Wiersum, K. Freek. 1990. “International Experiences in Social Forestry”. Dalam Social Forestry inIndonesia. Food and Agriculture Organization of the United nations. Bangkok.

http://www.dephut.go.id/INFORMASI/RRL/STS_Mangrove.HTM. Kebijakan Hutan Mangrovedi Indonesia.

http://www.dephut.go.id/INFORMASI/RRL/STS_Mangrove.HTM. Status Kepemilikan Lahanpada Kawasan Pantai dan Hutan Mangrove.

Page 54: Kebijakan untuk MANGROVE - cmsdata.iucn.orgcmsdata.iucn.org/...development_bahasa_indonesia72_dpi__email_.pdf · Reproduksi publikasi ini dilakukan untuk keperluan pendidikan dan

Banyak-banyaklah berjalan dan melihat,Niscaya Engkau akan lebih bijaksana dalam berpikir dan bertindak.

MANGROVE ACTION PROJECT - INDONESIAJl. Kaliurang Km 5 Gg Sitisonya 1BYogyakarta, INDONESIA 55281Tel +62 7490493

The World Conservation Union (IUCN)Ecosystem & Livelihoods Group Asia4/1 Adams Avenue, Colombo 4,SRI LANKAPh: + +94 11 2559634/35 ext. 207+ +94 11 2559636 (direct)+ +94 77 3868637 (mobile)Fax: ++94 11 2559637