kecap_ivanna carissa_12.70.0050_e5

26
FERMENTASI SUBSTRAT PADAT FERMENTASI KECAP LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Nama : Ivanna Carissa NIM : 12.70.0050 Kelompok E5 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN Acara

Upload: james-gomez

Post on 12-Sep-2015

11 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kecap merupakan hasil fermentasi kacang kedelai atau kacang-kacang lainnya yang berupa cairan berwarna coklat atau hitam. proses pembuatan kecap terdiri dari fermentasi koji, fermentasi moromi, pemasakan, dan pembotolan. adapun pengujian yang dilakukan pada kecap antara lain warna, rasa, aroma, dan kekentalan.

TRANSCRIPT

Acara IIIFERMENTASI SUBSTRAT PADAT FERMENTASI KECAP

laporan resmi praktikum teknologi fermentasi

Disusun oleh:Nama : Ivanna CarissaNIM : 12.70.0050Kelompok E5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

16

201517

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan mengenai uji sensori dari kecap dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik KecapKel.PerlakuanAromaRasaWarnaKekentalan

E10,5% inokulum++++++

E20,75% inokulum+++++++++

E30,75% inokulum+++++++

E41% inokulum++++++++

E51% inokulum++++++++

Keterangan :AromaRasa KekentalanWarna+: Kurang kuatKurang manis Kurang kentalKurang hitam++ : KuatManis KentalHitam+++: Sangat kuatSangat manis Sangat kentalSangat hitam

Berdasarkan hasil pengamatan di atas dapat diketahui karakteristik kecap meliputi aroma, rasa, kekentalan, serta warna. Masing-masing kelompok memiliki perlakuan yang berbeda-beda, antara lain 0,5% inokulum, 0,75% inokulum, dan 1% inokulum. Pada aroma, kecap yang dihasilkan kelompok E2 dan E4 memiliki aroma yang sangat kuat, dan diikuti dengan kelompok E5 dengan aroma kuat, lalu kelompok E1 dan E4 dengan aroma kurang kuat. Pada rasa, kecap yang dihasilkan kelompok E5 dan E3 memiliki rasa yang sangat manis, dan diikuti kelompok E1 dan E2 dengan rasa manis, lalu kelompok E4 dengan rasa kurang manis. Pada warna, kecap yang dihasilkan kelompok E1, E2, dan E5 memiliki warna hitam, dan diikuti kelompok E3 dan E4 dengan warna kurang hitam. Dan pada kekentalan, kecap yang dihasilkan kelompok E4 memiliki kekentalan yang sangat kental, dan diikuti oleh kelompok E2 dan E3 dengan cukup kental, lalu kelompok E1 dan E5 dengan kekentalan yang kurang.

2. 3. PEMBAHASAN

Menurut Rahman (1992), kecap adalah produk fermentasi kedelai hitam atau kacang-kacangan lainnya yang tergolong sebagai makanan tradisional, dimana kecap memiliki penampakan berwarna coklat hingga hitam. Kecap dapat berperan untuk menambah flavor dan warna pada daging, sayuran, ikan, dan makanan lain. Berdasarkan kekentalannya, kecap dibedakan menjadi dua macam, yaitu kecap manis dan kecap asin. Menurut Santoso (1994), perbedaan dari kedua jenis kecap tersebut adalah konsentrasi atau jumlah yang ditambahkan. Jika gula yang ditambahkan dalam jumlah banyak, akan dihasilkan kecap manis. Sedangkan, penggunaan gula yang sedikit akan menghasilkan kecap asin. Menurut Rahman (1992), kecap sering digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai penyedap makanan. Rasa sedap tersebut timbul karena terdapat asam glutamat dalam kondisi bebas pada kecap. Berdasarkan teori dari Astawan & Astawan (1991), kualitas kecap dipengaruhi oleh varietas kedelai yang digunakan, lama fermentasi dalm larutan garam, dan kemurnian biakan kapang yang digunakan. Organisme yang terlibat dalam proses fermentasi kecap ada bermacam-macam, seperti kapang, bakteri, dan khamir, dimana organisme tersebut bersifat alami dalam proses fermentasi kecap. Selama proses fermentasi kapang atau dalam larutan garam, ada peningkatan pada total nitrogen terlarut, padatan terlarut, dan gula reduksi. Selain itu, pH kecap akan naik menjadi 4,9 sampai 5,0. Menurut Moehyi (1992), kedelai adalah sumber protein nabati yang baik karena mengandung protein sebesai 35%. Kedelai juga mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan dalam tubuh.

Yanfang (2010) juga mengungkapkan bahwa kecap dibedakan menjadi dua macam berdasarkan waktu aging-nya. Kecap dengan larutan garam tinggi memiliki waktu agingselama 180 hari dan larutan garam yang digunakan sebesar 20%. Kecap dengan larutan garam rendah memiliki waktu agingselama 15 hari dengan konsentrasi garam 15%. Perbedaan dari kedua jenis kecap tersebut adalah pada kecap dengan konsentrasi larutan garam rendah memiliki siklus produksi yang pendek atau singkat, sehingga biaya produksinya rendah. Sedangkan, kecap dengan konsentrasi larutan garam tinggi memiliki rasa yang lebih enak dibandingkan kecap dengan konsentrasi larutan garam rendah.

Menurut Rolling & Verseveld (1996), kecap adalah makanan pelengkap yang terkenal di wilayah Asia Tenggara, Cina, dan Jepang. Pembuatan kecap terdiri dari fase padat pada bahan mentah oleh jamur, lalu diikuti fermentasi larutan garam. Pada fermentasi dalam larutan garam, terdapat bakteri asam laktat Tetragenococcus halophila. Kacang kedelai mengandung 20% gula dan karbohidrat, seperti sukrosa, melibiosa, serta rafinosa. Kecap merupakan produk fermentasi yang memiliki kandungan senyawa flavororganik, yaitu ester, alkohol, asam, fenol, serta heterosiklik.

Menurut Sumague et al. (2008), kecap merupakan cairan berwarna coklat terang hingga hitam dengan aroma seperti daging dan memiliki rasa asin, yang dihasilkan dari kedelai dengan atau tanpa gandum, serta telah melewati dua tahapan fermentasi, antara lain fermentasi koji dan fermentasi moromi. Sedangakn menurut Wu et al.(2010), fermentasi koji melibatkan campuran kedelai dan inokulasi dari Aspergillus oryzae. Selama fermentasi koji berlangsung, Aspergillus oryzaeakan menghasilkan enzim protease, amilase, dan enzim lainnya. Enzim-enzim tersebut akan menghidrolisa kedelai menjadi bentuk yang lebih sederhana, seperti enzim proteolitik mengubah protein kedelai menjadi peptida dan asam amino, sedangkang enzim amilase menghidrolisa pati menjadi gula sederhana. Nutrien yang dihasilkan dari hidrolisa tersebut akan digunakan oleh bakteri selama tahap fermentasi moromi. Astawan & Astawan (1991) menambahkan bahwa fermentasi koji disebut juga dengan fermentasi kapang.

Wu et al.(2010) mengatakan campuran kedelai dan inokulum disimpan dalam wadah tertutup di bawah sinar matahari selama 3-4 bulan pada tahapan fermentasi moromi. Dalam tahapan ini, terdapat tiga macam mikroorganisme yang sangat berperan penting dalam menghasilkan kecap yang baik. Pediococcus halophilus yang menggunakan gula sederhana untuk metabolisme dan mengubahnya menjadi asam laktat dan asam asetat. Yeast Zygosaccharomyces rouxii dan spesies Candida mengubah sisa gula menjadi etanol dan beberapa komponen flavor minor. Zygosaccharomyces rouxii juga akan mengolah etanol pada kondisi aerob dan anaerob. Konsentrasi etanol akan sebanding dengan peningkatan jumlah sel yeast pada fermentasi moromi. Sedangkan, spesies Candida akan menghasilkan aroma pada kecap dengan memproduksi komponen fenolik, seperti 4-ethyl-guaiacol. Kecap yang baik harus mengandung 1,0-1,65% total nitrogen (b/v); 2,0-2,5% etanol; dan 17-19% sodium klorida (b/v) dengan 45% total nitrogen dalam bentuk peptida sederhana dan 45% lainnya adalah asam amino. Astawan & Astawan (1991) menambahkan bahwa fermentasi moromi disebut juga dengan fermentasi bakteri.

3.1. Fermentasi Koji (Fermentasi Kapang)

Gambar 1. Perebusan Kacang KedelaiHal pertama yang dilakukan adalah kedelai sebanyak 500 gram direndam dalam air selama satu malam. Selama proses perendaman, kacang kedelai harus terendam dalam air. Menurut Rahayu et al.(1993), tujuan dari perendaman ini adalah untuk menghidrasi air ke dalam biji, sehingga biji kedelai menjadi lunak dan waktu pemasakan kedelai menjadi lebih cepat atau singkat. Setelah biji kedelai mekar, biji kedelai dibuang kulit arinya dan direbus selama 30 menit hingga kedelai matang. Menurut Tortora et al.(1995), tujuan dari perebusan kedelai adalah untuk merusak protein inhibitor, melunakkan biji kedelai, dimana protein mengalami pemecahan namun tidak berarti mengalami kerusakan, serta menginaktifkan zat-zat antinutrisi dan menghilangkan bau langu. Selain itu, proses perebusan ini juga dapat membunuh bakteri yang terdapat pada permukaan kedelai, sehingga jumlah mikroorganisme pada kedelai menurun.

Setelah perebusan, kacang kedelai ditiriskan hingga kering. Penirisan ini bertujuan untuk menurunkan suhu kedelai hingga mendekati suhu normal, yaitu sekitar 35-400C. Pada range suhu tersebut, jamur dapat tumbuh secara optimal. Jika suhu kedelai masih sangat panas, bibit jamur yang akan dibiakkan justru akan mati. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Santoso (1994). Selain itu, kedelai harus dipastikan masih agak lembab. Menurut Atlas (1984), kondisi kedelai yang agak lembab akan memudahkan jamur untuk tumbuh di permukaannya, sehingga jamur dapat mengakumulasi beberapa enzim termasuk proteinase dan amilase.Gambar 2. Penirisan Kacang Kedelai

Langkah selanjutnya adalah kedelai diletakkan dan diratakan dalam besek berukuran besar yang telah dialasi dengan daun pisang. Setelah itu, kedelai ditambahkan dengan inokulum komersial untuk tempe dengan jumlah yang berbeda-beda, yaitu 0,5% (kelompok A1); 0,75% (kelompok A2 dan A3); dan 1% (kelompok A4 dan A5) dari total berat kedelai. Kemudian, tampah ditutup dan diinkubasi selama 3 hari. menurut Astawan & Astawan (1991), kapang yang berperan dalam proses fermentasi kecap, antara lain Aspergillus oryzae, Aspergillus soyae, Aspergillus niger dan Rhizopus sp, sedangkan bakteri yang penting dalam fermentasi kecap adalah Lactobacillus delbruckii dan ragi Hansenula sp.

Gambar 3. Penginokulasian Kacang Kedelai

Menurut Kasmidjo (1990), fermentasi koji dilakukan dengan meletakkan bahan yang telah diinokulasi ke dalam nampan dari bambu yang berlubang-lubang atau stainless steel. Hal ini bertujuan agar udara dapat masuk karena fermentasi jamur terjadi pada kondisi aerob. Kondisi lingkungan selama proses fermentasi berlangsung harus dijaga, baik suhu, aerasi, dan kadar air untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme kontaminan, seperti Mucor sp. Menurut Astawan & Astawan (1991), proses inkubasi selama 3 hari dalam proses pembuatan kecap bertujuan agar proses fermentasi kapang dapat berlangsung secara sempurna. Jika proses fermentasi kapang terlalu cepat, kapang hanya menghasilkan sedikit enzim dan mengakibatkan jumlah enzim tidak mencukupi untuk menghasilkan komponen-komponen yang dapat menimbulkan reaksi penting. Dan jika proses fermentasi terlalu lama, enzim yang dihasilkan akan semakin banyak, sehingga cita rasa yang dihasilkan akan menjadi kurang baik.

Gambar 4. Hasil Inkubasi Selama 3 Hari (dari kiri ke kanan:E1, E2, E3, E4, dan E5)

Setelah penginkubasian selama 3 hari, permukaan kedelai akan tampak miselium yang berwarna putih. Menurut Santoso (1994), kedelai yang diselimuti dengan miselium jamur tersebut disebut dengan koji. Perbedaan jumlah ragi yang digunakan antar kelompok mempengaruhi banyak-sedikitnya miselium yang tumbuh. Semakin banyak jumlah ragi yang ditambahkan, semakin banyak miselium yang terbentuk di permukaan kedelai. Menurut Samugue et al. (2008), beberapa spesies Bacillus dapat mengkontaminasi kecap pada tiap tahap fermentasi dalam pembuatan kecap, terutama pada tahap fermentasi koju. Bacillus subtilisdapat mengkontaminasi koji dan tumbuh bersama dengan kapang koji pada suhu yang tinggi, dan Bacillus pumilusjuga dapat mengkontaminasi koji. Kontaminasi dapat terjadi bila kondisinya mendukung untuk pertumbuhan mikroorganisme kontaminan, kondisi lingkungan yang kurang bersih, adanya kontaminasi setelah pemanasan, bahan baku mengandung mikroba yang tinggi, dan peralatan yang kurang bersih. Selain itu, semakin tinggi suhu inkubasi dan semakin lama waktu inkubasi, kecap cenderung semakin mudah untuk terkontaminasi dan rusak. Menurut Kasmidjo (1990), pengaturan kondisi selama fermentasi, yaitu suhu, aerasi, dan kadar air, yang kurang tepat dapat menyebabkan kontaminasi mikroorganisme perusak, misalnya Mucor sp.

3.2. Fermentasi Moromi (Fermentasi Bakteri)Pada tahapan ini, koji dipotong-potong dan dikeringkan dalam dehumidifier selama 2-4 jam. Menurut Peppler & Perlman (1979), proses pengeringan tersebut bertujuan untuk menurunkan kadar air dalam kedelai, sehingga dapat menghambat pertumbuhan jamur yang masih hidung. Hal ini dikarenakan jamur tidak dapat tumbuh tanpa air. Menurut Rahayu et al.(1993), proses pengeringan juga bertujuan untuk memudahkan penghilangan kapang yang melekat pada permukaan kedelai. Setelah kedelai dikeringkan, kedelai dimasukkan ke dalam toples plastik dan ditambah dengan larutan garam 20%. Kedelai kemudian direndam selama 1 minggu. Selama proses perendaman, campuran kedelai dan larutan garam harus dijemur dan diaduk selama 30 menit setiap harinya.

Gambar 5. Proses Pemotongan Koji Sebelum Pengeringan

Menurut Tortora et al.(1995), perendaman dalam larutan garam bertujuan untuk menimbulkan rasa asin dan sebagai medium selektif yang dapat mencegah pertumbuhan mikroba berbahaya, namun khamir dan bakteri yang berperan dalam pembentukan cita-rasa masih dapat tumbuh. Bakteri tersebut tergolong dalam bakteri halofilik yang dapat membentuk flavor khas. Selain itu, perendaman dalam larutan garam juga dapat mengekstraksi senyawa-senyawa sederhana hasil hidrolisis pada fermentasi koji. Sedangkan, tahap pengadukan yang dilakukan setiap hari bertujuan untuk menghomogenkan larutan garam dan memberikan udara untuk merangsan pertumbuhan khamir dan bakteri. Menurut Wu et al.(2010), pengadukan berfungsi sebagai aerasi yang dapat memperngaruhi hasil akhir dari kecap. Aerasi dapat membantu proses pematangan pada kecap, serta kecap yang diberi udara mengandung komponen aroma yang lebih tinggi. Hal tersebut dikarenakan suplai udara dapat memperpanjang waktu produksi 4-ethyl-guaiacol pada fermentasi kecap. Bila tingkat aerasi rendah, proses perubahan dan produksi flavor pada kecap berlangsung sangat lambat, sehingga kecap yang dihasilkan memiliki unripe flavor.

Gambar 6. Penambahan Larutan Garam ke dalam Koji Kering

Menurut Astawan & Astawan (1991), warna larutan kecap akan berubah karena terjadi reaksi browning antara gula pereduksi dengan gugus amino dari protein pada fermentasi moromi. Selain itu, pertumbuhan khamir dan bakteri akan menghasilkan cita rasa yang khas. Hal ini sesuai dengan teori Tortora et al. (1995). Menurut Kasmidjo (1990), fermentasi oleh bakteri akan menghasilkan asam-asam organik, seperti asam asetat, asam laktat, asam suksinat, dan asam fosfat, yang berperan dalam pembentukan cita rasa, warna, dan daya simpan. Sedangkan, khamir akan menghasilkan 4-etilguakol, 4-etilfenol dan 2-fenil etanol yang berperan dalam pembentukan cita rasa kecap. Menurut Wu et al.(2010), kualitas kecap ditentukan dari pH, konsentrasi etanol, dan kandungan nitrogen pada kecap selama fermentasi moromi.

Gambar 7. Pengadukan dan Aerasi 3.3. Penambahan Bumbu pada Pembuatan KecapSetelah fermentasi moromi selama 1 minggu, kedelai ditekan untuk mendapatkan air kedelai dan disaring untuk menghilangkan ampasnya. Sebelum dilakukan pemasakan, bumbu-bumbu yang akan digunakan disiapkan terlebih dahulu, antara lain 20 gram kayu manis, 3 gram ketumbar, 1 jentik laos, 1 biji pekak, dan 1 kg gula jawa. Dalam hal ini, adapun bumbu lain yang ditambahkan pada masing-masing kelompok, antara lain 1 gram cengkeh untuk kelompok E1 dan E2, 1 buah daun sereh untuk kelompok E3 dan E5, serta 1 buah pala untuk kelompok E5. Menurut Amalis (2008), penambahan pekak, kayu manis, laos, dan ketumbar berfungsi untuk memberikan aroma dan rasa yang khas dalam pembuatan kecap. Menurut Kasmidjo (1990), penambahan gula jawa bertujuan untuk memberikan rasa manis, warna coklat karamel, dan viskositas yang tinggi. Warna coklat yang dihasilkan disebabkan adanya reaksi Maillard antara gula pereduksi dengan asam-asam amino dari kedelai. Gula yang terkandung dalam kecap adalah glukosa, galaktosa, maltosa, xilosa, arabinosa, dan komponen gula alkohol, yaitu gliserol dan manitol.

Gambar 8. Proses Penyaringan dan Pemasakan Kecap

Proses pemasakan kecap dimulai dengan memasukkan 750 ml air dan 250 ml air kedelai ke dalam panci yang sudah dipanaskan. Setelah itu, diaduk hingga cukup merata dan ditambahkan gula jawa. Kemudian, ditambahkan bumbu-bumbu lainnya dan diaduk sampai kecap mengental. Menurut Santoso (1994), kecap harus sering diaduk selama proses pemasakan. Pemasakan kecap selesai saat kecap tidak terbentuk buih lagi dan sudah mencapai tingkat kekentalan yang diinginkan.

Gambar 9. Proses Pemasakan Kecap

Setelah proses pemasakan kecap selesai, kecap ditempatkan dalam wadah yang bersih untuk diuji aroma, rasa, warna, dan kekentalannya. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam praktikum ini sudah sesuai dengan teori Astawan & Astawan (1991) bahwa tahapan pembuatan kecap adalah fermentasi koji, fermentasi moromi dalam larutan garam, penambahan gula jawa dan bumbu lainnya, serta pembotolan.

Berdasarkan hasil pengamatan, kecap E2 dan E4 memiliki aroma yang sangat kuat, kecap E5 memiliki aroma yang kuat, dan kecap E1 dan E3 memiliki aroma yang kurang kuat. Menurut Astawan & Astawan (1991), bau atau aroma spesifik kecap ditentukan oleh jenis bumbu yang ditambahkan. Selain itu, hasil pemecahan komponen gizi menjadi komponen yang lebihs sederhana oleh enzim yang dihasilkan kapang selama proses fermentasi juga mempengaruhi cita rasa pada kecap. Menurut Tortora et al.(1995), aroma kecap disebabkan adanya reaksi kimiawi yang terjadi selama proses pemanasan, sehingga dihasilkan komponen nitrogen, antara lain kadaverin, putersin, arginin, histidin, dan amonia. Saat komponen-komponen tersebut membentuk senyawa garam dengan asam glutamat, akan dihasilkan flavor yang enak. Selain itu, penambahan ragi juga berkontribusi dalam pembentukan aroma kecap. Semakin banyak ragi yang ditambahkan, aroma kecap semakin kuat. Hal ini dikarenakan mikroorganisme mendegradasi senyawa kompleks dan menghasilkan senyawa-senyawa volatil selama proses fermentasi berlangsung (Apriyanto, 2004).

Dari segi rasa, kecap E3 dan E5 memiliki rasa yang sangat kuat, kecap E1 dan E2 memiliki rasa yang kuat, dan kecap E4 memiliki rasa yang kurang kuat. Perbedaan ini dapat disebabkan karena bumbu-bumbu yang digunakan masing-masing kelompok berbeda, sehingga aroma yang dihasilkan juga berbeda. Selain itu, jumlah ragi yang digunakan mempengaruhi rasa pada kecap. Menurut Amalia (2008), semakin tinggi persentase ragi, asam amino yang dihasilkan akan semakin banyak. Asam amino tersebut berkontribusi pada rasa umami.

Dari segi warna, kecap E1, E2, dan E3 memiliki warna yang hitam, sedangkan kecap E3 dan E4 memiliki warna yag kurang hitam. Tingkat warna hitam pada kecap dapat berasal dari fermentasi moromi. Menurut Astawan & Astawan (1991), warna larutan kecap akan berubah karena adanya reaksi browning antara gula pereduksi dengan gugus amino dari protein selama proses fermentasi moromi. Selain itu, penambahan ragi yang semakin banyak akan memberikan warna kecap yang semakin hitam. Namun, hasil yang diperoleh kurang sesuai dengan teori yang ada. Hal ini dapat dikarenakan fermentasi moromi tidak dilakukan secara bersamaan dan dalam kondisi yang berbeda pula, sehingga memungkinkan hasil yang diperoleh juga berbeda. Selain itu, ada kemungkinan terjadi kesalahan pada panelis dalam membandingkan warna kecap. Hal ini dikarenakan pengujian warna kecap dilakukan secara manual, dimana tingkat kesalahannya cukup besar.

Dari segi kekentalan, kecap E4 sangat kental, kecap E2 dan E3 cukup kental, sedangkan kecap E1 dan E5 kurang kental. Hal ini dapat dikarenakan lamanya proses pemasakan kecap. Menurut Santoso (1994), proses pemasakan dapat dihentikan apabila sudah tidak terbentuk buih lahi dan sudah mencapai tingkat kekentalan yang diinginkan. Tiap kelompok memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai tingkat kekentalan, sehingga waktu pemanasan tiap kelompok juga berbeda. Adapun besar-kecilnya api kompor yang digunakan juga mempengaruhi tingkat kekentalan kecap. Hal ini dikarenakan kompor yang digunakan berbeda tiap kelompoknya, sehingga besar-kecilnya api juga berbeda.

Gambar 10. Kecap yang dihasilkan masing-masing kelompok

Menurut Feng et al.(2013), kecap adalah produk fermentasi yang memiliki komponen flavor organik bersifat volatil, antara lain alkohol, ester, fenol, asam, dan heterosiklik. Komponen flavor berupa asam amino dan asam organik merupakan indikator penting dalam evaluasi kualitas kecap. Komponen flavor sangat berpengaruh terhadap tipe flavor dan jenis kecap. Menurut Yanfang & Wenyi (2009), karakteristik flavor yang terbentuk pada kecap tergantung pada proses produksi, seperti bahan baku, jenis fermentasi, dan strainyang digunakan. Tahapan utama yang mempengaruhi pembentukan flavor kecap adalah perlakuan panas pada bahan baku, fermentasi koji, fermentasi moromi termasuk aging, dan pasteurisasi.

4. 5. KESIMPULAN

Kecap adalah hasil fermentasi kacang kedelai atau kacang-kacangan lainnya yang menghasilkan cairan berwarna coklat hingga hitam. Kecap dibedakan menjadi dua, antara lain kecap manis dan kecap asin. Proses pembuatan kecap melalui dua tahapan, yaitu fermentasi koji dan fermentasi moromi. Koji adalah kedelai yang ditumbuhi miselium jamur berwarna putih. Semakin banyak ragi yang ditambahkan, miselium yang dihasilkan juga semakin banyak. Perendaman kedelai bertujuan untuk menghidrasi air ke dalam biji, sehingga biji kedelai menjadi lunak dan waktu pemasakan kedelai menjadi lebih cepat. Pemasakan kedelai bertujuan untuk merusak protein inhibitor, melunakkan biji kedelai, menginaktifkan zat-zat antinutrisi, dan menghilangkan bau langu. Suhu optimal pertumbuhan jamur adalah 35-400C. Pengeringan koji bertujuan untuk memudahkan penghilangan kapang yang melekat pada permukaan substrat. Perendaman dalam larutan garam bertujuan untuk menimbulkan rasa asin dan sebagai medium selektif yang dapat mencegah pertumbuhan mikroba berbahaya. Pengadukan bertujuan untuk menghomogenkan larutan garam dan memberikan udara untuk merangsang pertumbuhan khamir dan bakteri. Warna larutan kecap akan berubah selama fermentasi moromi karena reaksi Maillard antara gula pereduksi dengan gugus amino dari protein kedelai. Penambahan pekak, kayu manis, laos, dan ketumbar berfungsi untuk memberikan aroma dan rasa yang khas pada kecap. Penambahan gula jawa bertujuan untuk memberikan rasa manis, warna coklat karamel, dan viskositas yang tinggi. Adanya aroma pada kecap dikarenakan reaksi kimiawi yang terjadi selama pemanasan sehingga dihasilkan komponen nitrogen. Semakin banyak ragi yang ditambahkan maka aroma kecap semakin kuat dan warna kecap semakin hitam. Tingkat warna hitam pada kecap dipengaruhi oleh lamanya proses pemasakan dan besar-kecilnya api. Kualitas kecap dipengaruhi oleh varietas kedelai yang digunakan, lama fermentasi dalam larutan garam, dan kemurnian biakan kapang yang digunakan.

Semarang, 9 Juli 2015Asisten Dosen:-Abigail Sharon Effendy-Frisca Melia

Ivanna Carissa12.70.0050

6. 7. DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Tika. (2008). Pengaruh Karakteristik Gula Merah dan Proses Pemasakan Terhadap Mutu Organoleptik Kecap Manis. [Skripsi].

Apriyantono, Anton, Gono Dewi Yulianawati. (2004). Perubahan Komponen Volatil selama Fermentasi Kecap. Jurnal Teknol dan Industri Pangan. Vol XV p 100-112.

Astawan, M. & Astawan W. M. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pressindo.

Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Application. Collier Mcmillan Inc. New York.

Feng, J.; Xiao-Bei Zhan; Zhi-Yong Zheng; Dong Wang; Li-Min Zhang; and Chi-Chung Lin. (2013). New Model for Flavour Quality Evaluation of Soy Sauce. Czech J. Food Sci. Vol. 31, 2013, No. 3: 292305.

Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe : mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

Moehyi, S. (1992). Penyelenggaraan Makanan Institusi & Jasa Boga. Penerbit Bhratara. Jakarta.

Peppler, H.J. & Perlman, D. (1979). Microbial Technology, fermentation Technology. Academic Press. San Fransisco.

Rahayu, E.; R. Indrati; T.utami; E. Harmayani & M.N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi Food & Nutition. Collection. PAU Pangan & Gizi. Yogyakarta.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Rolling, W. F and Verseveld, H. W. (1996). Characterization of Tetragenococcus halophila Population in Indonesian Soy Mash (Kecap) Fermentation. Applied and Environmental Microbiology p. 1203-1207.

Santoso, H.B. (1994). Kecap dan Taoco Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.

Sumague, M. J. V.; Reynaldo C. Mabesa; Erlinda I. Dizon; Ernesto V. Carpio; and Ninfa P. Roxas. (2008). Predisposing Factors Contributing to Spoilage of Soy Sauce by Bacillus circulans. Philippine Journal of Science 137 (2): 105-114.

Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.

Wu, Ta Yeong, Mun Seng Kan, Lee Fong Siow and Lithnes Kalaivani Palniandy. (2010). Effect of temperature on moromi fermentation of soysauce with intermittent aeration. African Journal of Biotechnology Vol. 9(5), p. 702-706.

Yanfang, Z. (2010). Biochemical Changes in Low-Salt Solid-State Fermented Soy Sauce. African Journal of Biotechnology Vol. 9(48), pp. 8215-8221.

Yanfang, Z. and Tao Wenyi. (2009). Flavor and Taste Compounds Analysis in Chinese Solid Fermented Soy Sauce. African Journal of Biotechnology Vol. 8 (4), pp. 673-681.

8. 9. LAMPIRAN

9.1. Laporan Sementara9.2. Jurnal (Abstrak)