kinetika_ivanna carissa_12.70.0050_e5

Upload: james-gomez

Post on 14-Jan-2016

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

cider merupakan salah satu produk fermentasi alkohol menggunakan yeast Saccharomyces cerevisiae. adapun pengamatan mengenai kinetika pertumbuhan sel yeast, antara lain menentukan jumlah sel dengan haemocytometer dan mengukur pH, absorbansi, dan total asam. pengujian ini dilakukan setiap 24 jam sekali dalam 5 hari inkubasi.

TRANSCRIPT

Acara IKINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR

laporan resmi praktikum teknologi fermentasi

Disusun oleh:Nama : Ivanna CarissaNIM : 12.70.0050Kelompok E5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

201520

1. 19

2. HASIL PENGAMATAN

2.1. Kinetika Fermentasi dalam Produksi Minuman VinegarHasil pengamatan kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Kinetika Fermentasi dalam Produksi Minuman VinegarKelompokPerlakuanWaktu MO tiap petakRata-rata/ MO tiap petakRata-rata/ MO tiap ccOD pHTotal Asam (mg/ml)

1234

E1Sari Apel + S. cerevisiaeN054675.52.2x1070.22193.508.640

N247586889084.753.39x1081.22403.439.216

N4811121415135.2x1070.92433.438.640

N7214565222361.44x1081.19903.829.024

N965516263332.51.3x1081.51893.4711.328

E2Sari Apel + S. cerevisiaeN0111211910.794.3x1070.18333.509.792

N248961947379.253.17x1081.00813.539.024

N488339504353.752.15x1081.55543.479.600

N722854192832.251.29x1081.90703.728.832

N9622231437249.6x1071.41503.4710.368

E3Sari Apel + S. cerevisiaeN01181312114.4x1070.17373.479.408

N244447474846.51.86x1081.02123.708.448

N48106104122137117.254.69x1081.09973.469.024

N723656544748.251.93x1081.44803.849.024

N965162514156x1070.38463.478.830

E4Sari Apel + S. cerevisiaeN0136647.252.9x1070.17983.479.216

N247251525156.252.26x1080.94433.539.024

N481318404328.51.14x1081.04063.459.216

N7281108145111111.254.45x1081.28703.619.408

N962730303229.751.19x1080.55483.439.024

KelompokPerlakuanWaktu MO tiap petakRata-rata/ MO tiap petakRata-rata/ MO tiap ccOD pHTotal Asam (mg/ml)

1234

E5Sari Apel + S. cerevisiaeN01014713114.4x1070.17143.469.600

N2497103965888.53.54x1081.12813.469.216

N4811487989097.253.89x1080.91643.209.216

N7255807055652.6x1081.06643.408.832

N966983857878.753.15x1080.52063.498.640

Keterangan : MO = mikroorganisme OD = optical density

Berdasarkan tabel pengamatan, dapat diketahui hasil pengamatan kinetika fermentasi dalam produk minuman vinegar yang terbuat dari jus apel Malang. Hasil pengamatan tersebut meliputi rata-rata mikroorganisme tiap petak, rata-rata mikroorganisme tiap cc, Optical Density(OD), pH, dan total asam. Perlakuan yang dilakukan adalah penambahan Saccharomyces cerevisiae pada sari apel tersebut, kemudian dilakukan pengamatan pada jam ke-0, 24, 48, 72, dan 96. Dari hasil pengamatan, diketahui semakin lama waktunya, semakin banyak jumlah mikroorganisme tiap petaknya. Dengan demikian, rata-rata mikrorganisme tiap petak dan rata-rata mikroorganisme tiap cc juga bertambah. Semakin lama waktunya, nilai OD diketahui berfluktuasi karena hasilnya meningkat dan menurun. Nilai pH juga berfluktuasi karena menurun dan meningkat. Rentang pH vinegar apel adalah 3,20-3,84, dimana pH yang paling asam pada kelompok E5 dan pH paling tidak asam pada kelompok E3. Sedangkan, nilai total asam memiliki rentang nilai antara 8,640 sampai 11,328 pada kelompok E1.

2.2. Grafik Kinetika Fermentasi dalam Produksi Minuman VinegarBerdasarkan hasil pengamatan di atas, dapat dibuat grafik mengenai hubungan antar parameter, antara lain hubungan antara OD dan waktu, hubungan antara jumlah sel dan waktu, hubungan antara jumlah sel dan pH, hubungan antara jumlah sel dan OD, serta hubungan antara jumlah sel dengan total asam.

2.2.1. Hubungan OD dan WaktuGrafik hubungan antara OD dan waktu dapat dilihat pada Grafik 1.

Grafik 1. Grafik Hubungan antara OD dan Waktu

Berdasarkan grafik di atas, diketahui bahwa hubungan antara absorbansi (OD) berfluktuasi dengan waktu. Pada kelompok E1, E3, E4, dan E5, mula-mula terjadi peningkatan pada jam ke-0 sampai jam ke-24, menurun sampai jam ke-48, kemudian meningkat kembali pada jam ke-72, dan akhirnya turun pada jam ke-96. Sedangkan pada kelompok E2, terjadi peningkatan sampai jam ke-72 dan mulai menurun pada jam ke-96. Dengan demikian, hubungan antara absorbansi dengan waktu tidak diketahui dengan jelas.

2.2.2. Hubungan Jumlah Sel dan WaktuGrafik hubungan antara jumlah sel dan waktu dapat dilihat pada Grafik 2.

Grafik 2. Hubungan antara Jumlah Sel dan Waktu

Berdasarkan grafik di atas, diketahui hubungan antara jumlah sel dan waktu berfluktuasi. Hal ini dikarenakan terjadi peningkatan dan penurunan jumlah sel yang tidak teratur. Pada kelompok E1, jumlah sel awalnya meningkat sampai jam ke-24, menurun drastis pada jam ke-48, kemudian meningkat pada jam ke-72, dan akhirnya menurun sedikit pada jam ke-96. Pada kelompok E2, jumlah sel awalnya meningkat sampai jam ke-24, kemudian menurun perlahan sampai jam ke-96. Pada kelompok E3, jumlah sel meningkat sampai jam ke-48, kemudian menurun drastis pada jam ke-2, dan menurun kembali pada jam ke-96. Pada kelompok E4, jumlah sel meningkat sampai jam ke-24, menurun pada jam ke-48, kemudian meningkat dan menurun drastis pada jam ke-72 dan ke-96. Pada kelompok E5, jumlah sel meningkat drastis pada jam ke-24 dan meningkat sedikit pada jam ke-48, kemudian menurun pada jam ke-72, dan akhirnya meningkat kembali pada jam ke-96. Dengan demikian, hubungan antara jumlah sel dengan waktu tidak diketahui secara jelas.

2.2.3. Hubungan Jumlah Sel dan pHGrafik hubungan antara jumlah sel dan pH dapat dilihat pada Grafik 3.

Grafik 3. Hubungan antara Jumlah Sel dan pH

Berdasarkan grafik di atas, diketahui hubungan antara jumlah sel dengan pH. Pada kelompok E1, nilai pH berflutuasi karena ada penurunan dan peningkatan pada kisaran pH 3,43-3,82. Pada kelompok E2, nilai pH berfluktuasi pada kisaran pH 3,47-3,72. Pada kelompok E3, nilai pH berluktuasi pada kisaran pH 3,47-3,84. Pada kelompok E4, nilai pH berfluktuasi pada kisaran pH 3,43-3,61. Dan pada kelompok E5, nilai pH menurun dan meningkat. Oleh karena itu, hubungan antara jumlah sel dan pH tidak diketahui secara jelas.

2.2.4. Hubungan Jumlah Sel dan ODGrafik hubungan antara jumlah sel dan OD dapat dilihat pada Grafik 4.

Grafik 4. Hubungan antara Jumlah Sel dan OD

Berdasarkan grafik di atas, diketahui hubungan antara jumlah sel dan OD. Pada kelompok E1, E4, dan E5, nilai OD berfluktuasi. Pada kelompok E2, nilai OD meningkat dan menurun. Pada kelompok E3, juga terjadi hal yang sama. Dengan demikia, hubungan antara jumlah sel dan OD tidak diketahui dengan jelas.

2.2.5. Hubungan Jumlah Sel dan Total AsamGrafik hubungan antara jumlah sel dan total asam dapat dilihat Grafik 5.

Grafik 5. Hubungan antara Jumlah Sel dan Total Asam

Berdasarkan grafik di atas, diketahui hubungan antara jumlah sel dan total asam. Pada kelompok E1, semakin tinggi jumlah sel, total asam juga meningkat. Pada kelompok E2, semakin tinggi nilai asam, jumlah sel menurun. Pada kelompok E3, E4, dan E5 tidak diketahui hubungannya dengan jelas. Hal ini dikarenakan nilai total asam berfluktuasi.

3. PEMBAHASAN

Menurut Timotius (1982), proses fermentasi adalah proses metabolisme menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron terakhir. Berdasarkan jenis substratnya, fermentasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu fermentasi karbohidrat dan fermentasi senyawa nitrogen organik. Menurut Winarno et al. (1980), proses fermentasi dapat berlangsung disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme fermentasi, dimana mikroorganisme tersebut memecah gula menjadi alkohol dan karbon dioksida. Perbedaan substrat, jenis mikroorganisme, dan proses metabolismenya menyebabkan hasil fermentasi juga berbeda. Bahan-bahan pangan yang mengandung sumber karbon dan nitrogen dapat dimanfaatkan sebagai media fermentasi. Menurut Fardiaz (1992), kondisi yang aerob membantu yeast dalam mengkonversi gula menjadi karbon dioksida dan etil alkohol. Menurut Atlas (1984), yeast Saccharomyces banyak digunakan dalam pembuatan minuman-minuman beralkohol dengan mengkonversi gula menjadi alkohol.

Menurut Gaman & Sherrington (1994), yeast Saccharomyces cerevisiae dapat memetabolisme karbohidrat menjadi alkohol dan gas karbon dioksida, dimana proses ini disebut dengan fermentasi alkohol. Fermentasi alkohol berlangsung pada kondisi anaerob, dimana tidak terdapat oksigen. Enzim pada yeast yang berperan dalam proses fermentasi gula menjadi etanol dan karbon dioksida adalah enzim zymase. Meskipun fermentasi dilakukan tanpa oksigen sama sekali, pemecahan gula oleh yeast dapat lebih sempurna dengan keberadaan oksigen (Winarno et al., 1980). Kondisi lingkungan yang terdapat oksigen disebut kondisi aerob. Menurut Rahman (1992), reaksi fermentasi dapat digambarkan sebagai berikut.

C6H12O6 (karbohidrat) 2 C2H5OH (alkohol) + 2 CO2 (karbon dioksida)

Menurut Arpah (1993), beberapa faktor yang mempengaruhi fermentasi, antara lain pH, oksigen, suhu, sumber nutrisi, dan jenis yeast yang digunakan. Proses fermentasi terdiri dari dua tahapan, yaitu fermentasi utama dan fermentasi lanjutan. Pada fermentasi utama, terjadi perubahan gula menjadi alkohol, karbon dioksida, dan kalori oleh yeast. Sedangkan, pada fermentasi lanjutan, terjadi proses peragian dengan menggunakan sisa ekstrak, tingkat kejenuhan oksigen meningkat, dan produk yang dihasilkan lebih jernih. Menurut Fardiaz (1992), kisaran Aw pada yeastsedikit berbeda karena dipengaruhi oleh pH, ketersediaan oksigen, suhu, nutrisi substrat, dan keberadaan senyawa penghambat. Sedangkan, suhu optimal bagi pertumbuhan khamir adalah 25-300C dan suhu maksimal adalah 37-470C

Cider berasal dari proses fermentasi alkohol oleh yeast/khamir dan merupakan minuman beralkohol. Menurut Ranganna (1978), cider adalah minuman berkadar alkohol rendah yang berasal dari sari buah atau bahan lainnya yang mengandung pati dengan atau tanpa penambahan gula oleh khamir. Menurut Noguiera et al.(2008), proses fermentasi cider dapat terkontrol dengan mengurangi biomassa di dalamnya, melalui proses penyaringan. Selain itu, proses penyaringan juga dapat menurunkan jumlah kematian sel yeast. Menurut Dolge et al.(2012), cideradalah minuman fermentasi yang terbuat dari jus apel. Dalam pembuatan cider, ada dua macam metode yang dapat dilakukan. Metode pertama dapat disebut juga dengan metode tradisional, dimana tidak terdapat penambahan gula dan CO2, dan ciderberasal dari pengepresan apel cider. Cideryang dihasilkan dari metode ini dapat disebut dengan natural cider. Sedangkan, metode kedua dengan menggunakan jus konsentrat apel atau apel segar dan ditambah dengan gula dan CO2, serta dilakukan adanya proses stabilisasi. Cideryang dihasilkan dari metode ini disebut sparkling cider. Menurut Realita & Debby (2010), sari apel akan terfermentasi saat gula pada apel diubah menjadi etil alkohol dan karbon dioksida oleh yeast. Dalam pembuatan cider, terdapat dua tahapan. Tahapan pertama, ragi mengubah gula menjadi alkohol. Dan tahapan kedua, bakteri asam laktat mengubah asam malat menjadi karbon dioksida.

Pada praktikum ini, cideryang akan dibuat adalah natural cider yang tanpa penambahan gula. Menurut Realita & Debby (2010), prinsip pembuatan cider adalah sama, dimana semua jenis buah yang mengandung gula dalam jumlah yang cukup dapat digunakan untuk membuat cider. Namun, varietas apel dapat mempengaruhi kualitas cideryang dihasilkan. Dalam kulit apel, terdapat banyak senyawa yang berkontribusi terhadap rasa sari apel, sehingga dalam pembuatan cidertidak perlu dikupas kulitnya. Menurut Ferreira et al.(2006), kandungan gula dalam buah apel dapat digunakan oleh yeast untuk proses fermentasi. Adapun beberapa faktor yang menentukan keberhasilan dalam proses fermentasi, antara lain konsentrasi gula, suhu, konsentrasi O2, dan jenis yeast.

Menurut Dolge et al.(2012), jenis dan konsentrasi komponen aromatik pada cider yang berperan dalam aroma cideritu sendiri. Aroma dari cider berasal dari buah apel, dimana varietas apel, komponen senyawa yang dihasilkan oleh yeast, dan komponen senyawa yang dihasilkan pada proses ageing berpengaruh. Komponen-komponen aromatik tersebut adalah ester, alkohol, asam lemak, aldehid, keton, terpene, dan lactone. Fermentasi alkohol menghasilkan etanol dan gliserol sebagai produk utamanya, kemudian ester. Ester yang dimaksud adalah etil asetat. Apel juga mengandung polifenol yang berperan dalam kualitas sensori cider. Kandungan polifenol dipengaruhi oleh varietas apel, iklim, tingkat kematangan, penyimpanan, dan pengolahan.

Yeastyang digunakan dalam pembuatan cider ini adalah Saccharomyces cerevisiae. Menurut Volk & Wheeler (1993), Saccharomyces cerevisiae sudah sering digunakan dalam pembuatan minuman. Saccharomyces cerevisiae ini tergolong khamir murni, dimana dapat berkembangbiak secara seksual dengan membentuk askospora. Menurut Rahman (1992), Saccharomyces cerevisiae juga dapat menfermentasi glukosa dalam buah dan hasil pemecahan pati menjadi alkohol dan karbon dioksida. Tingkat kekeruhan substrat menunjukkan aktivitas dari Saccharomyces cerevisiae. Pada proses fermentasi alkohol, terjadi perubahan pada bahan yang banyak mengandung pati karena terdapat proses sakarifikasi pati oleh enzim amilase dan dilanjutkan fermentasi alkohol oleh khamir. Cider yang berasal dari fermentasi sari buah apel mengandung alkohol sekitar 6,5-8%. Menurut Sharma & Caralli (1998), fermentasi alkohol adalah proses dekomposisi heksosa menjadi etanol dan karbon dioksida pada kondisi anaerobik. Yeast yang memfermentasi gula menghasilkan larutan dengan kandungan alkohol sebesar 10-15%. Minuman beralkohol tinggi dapat membunuh yeastdi dalamnya. Menurut Galaction et al.(2010), semakin tinggi kandungan etanol yang dihasilkan, jumlah substrat akan semakin menurun. Hal ini mempengaruhi pertumbuhan yeast, sehingga jumlah yeast akan berkurang seiring menipisnya substrat. Menurut Okpokwasili (2005), ada hubungan antara kecepatan pertumbuhan spesifik () dengan konsentrasi substrat, yaitu kecepatan pertumbuhan akan maksimum saat konsentrasi substrat tinggi.

Menurut Wang et al.(2004), jenis gula mempengaruhi proses fermentasi alkohol. Jus apel mengandung gula, yaitu fruktosa, glukosa, dan sukrosa, dimana kandungan fruktosa tertinggi dalam jus apel 70%. Penambahan Saccharomyces cerevisiae dalam pembuatan cider bertujuan untuk mempercepat katalisis dan menyempurnakan konversi gula menjadi lakohol tanpa menyebabkan pembentukan off-flavor. Namun, kandungan frukstosa tinggi dapat menimbulkan konsentrasi residu menjadi tinggi dan akan menimbulkan off-taste pada produk akhir. Hal tersebut dapat terjadi karena Saccharomyces lebih menyukai glukosa (glucophilic), sehingga proses pemecahan frukstosa berjalan lambat.

Menurut Canbas et al.(2007), temperatur dapat mempengaruhi kinetika pertumbuhan sel Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae dapat hidup lebih pada suhu 250C dibandingkan suhu 180C. Selain itu, semakin tinggi suhu, semakin cepat pertumbuhan dan pengkonversian sumber karbon yang berlangsung. Namun, peningkatan suhu hanya sampai pada suhu 270C, sehingga suhu di atas 270C akan menyebabkan pertumbuhan sel yeast tidak baik.

Dalam penghitungan jumlah sel, ada dua metode yang dapat dilakukan, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penghitungan jumlah sel secara langsung dapat dilakukan dengan haemocytometer dan mikroskop (Pigeau et al., 2007). Menurut Chen & Chiang (2011), haemocytometeradalah alat untuk menghitung sel pada konsentrasi rendah secara cepat. Alat ini diletakkan di atas spesimen pentas (tempat objek) dan digunakan untuk menghitung jumlah suspensi sel. Seiring berjalannya waktu fermentasi, jumlah sel akan semakin meningkat dan pada titik tertentu mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan pertumbuhan telah mencapai tingkat maksimal (fase stationer). Sedangkan, metode penentuan jumlah sel secara tidak langsung dapat dilakukan dengan mengukur tingkat kekeruhan larutan menggunakan spektrofotometer. Menurut Fardiaz (1992), hukum Lambert-Beer dapat membantu dalam menentukan intensitas cahaya yang ditransmisikan dan diabsorbansi oleh suatu larutan. Rasio intensitas yang diteruskan (I) dengan intensitas cahaya mula-mula (I0) disebut dengan persen transmitansi (%T). Nilai %T akan menurun seiring dengan tingkat kekeruhan suatu suspensi. Hal ini dapat dijabarkan dengan rumus, antara lain sebagai berikut.A = log (I0/It) = log(I0/It) = log T = abc

Hal pertama yang dilakukan dalam pembuatan cideradalah sebanyak 250 ml sari apel Malang dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan disterilisasikan selama 30 menit. Menurut Potter & Hotchkiss (1995), sterilisasi bertujuan untuk membunuh mikroba yang tidak diinginkan dalam sari apel. Setelah itu, sari apel ditambah dengan 30 ml biakan yeastsecara aseptis. Menurut Hadieoetomo (1993), teknik aseptis dapat mencegah pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan, sehingga pertumbuhan yang terjadi adalah mikroba yang dipindahkan saja. Dengan kata lain, mencegah adanya kontaminasi pada sari apel. Kemudian, dilakukan penginkubasian selama 5 hari pada suhu ruang (25-300C) dengan perlakuan shaker (penggoyangan). Menurut Winarno et al. (1984), perlakuan shakerbertujuan untuk meningkatkan laju alir udara agar laju alir O2 tidak terhambat. Pertumbuhan yeast akan optimal dengan adanya O2. Menurut Said (1987), perlakukan shakerjuga dapat berperan sebagai agitasi, sehingga suspensi sel mikroba dan medium nutrien menjadi homogen. Selama proses inkubasi, dilakukan pengambilan sampel sebanyak 30 ml secara aseptis setiap 24 jamnya. Hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan sel yeast. Pengujian dilakukan dengan mengukur OD, menggunakan haemocytometer, mengukur pH dan total asam.

Gambar 1. Pembuatan Sari Buah Apel

Menurut Hadioetomo (1993), haemocytometeradalah ruang hitung yang terdiri dari petak-petak kecil yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah sel di bawah mikroskop. Pada umumnya, alat ini digunakan untuk menghitung jumlah sel berukuran besar, seperti sel darah merah, dan sel dengan densitas >104 sel/ml. Menurut Chen & Chiang (2011), haemocytometer terdiri dari dua ruang hitung dengan kedalaman tertentu, dimana terdapat kotak-kotak berukutan mikroskopik yang tergoren pada permukaan kaca di masing ruangan. Setiap 4x4 kotak dibatasi dengan 3 garis, sehingga dalam satu kotak terdiri dari 16 kotak kecil. Kotak-kotak tersebut dapat membantu dalam menghitung jumlah sel dan volume spesifik cairan. Pengujian sampel dengan haemocytometerdilakukan pada N0, N24, N48, N72, dan N96.

Gambar 2. Hasil Haemocytometer kelompok E5Pengujian sampel yang kedua adalah uji total asam yang juga dilakukan pada N0, N24, N48, N72, dan N96. Pengujian ini dilakukan dengan metode titrasi. Sebanyak 10 ml sampel dititrasi dengan larutan NaOH 0,1N, dimana sampel telah ditambah indikator PP sesaat sebelum dititrasi. Titik akhir titrasi adalah ketika warna sampel berubah menjadi coklat tua, seperti teh. Adapun rumus yang digunakan dalam penentuan total asam, antara lain sebagai berikut.Total Asam =

Gambar 3. Hasil Titrasi Cider

Pengujian sampel yang ketiga adalah pengukuran pH pada N0, N24, N48, N72, dan N96 dengan menggunakan pHmeter. Sampel yang digunakan dalam pengukuran pH adalah sebanyak 10 ml. Selain itu, dilakukan penentuan OD dengan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm. Pengujian ini juga dilakukan pada N0, N24, N48, N72, dan N96. Menurut Jomdecha & Prateepasen (2006), OD (Optical Density) kultur yeast adalah penentuan jumlah sel yeast yang terdapat pada larutan sampel. Nilai OD menunjukkan banyaknya sinar yang dapat diteruskan oleh kultur cair. Menurut Ewing (1985), spektrofotometer adalah seperangkat alat untuk menentukan penyerapan radiasi oleh larutan. Absorbansi merupakan nilai konstan dari intensitas penyerapan yang dipengaruhi oleh konsentrasi, tebal media, dan intensitas penyinaran (Wilford, 1987). Sedangkan menurut Fox (1991), absorbansi dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihan larutan, sehingga semakin keruh dan pekat suatu larutan, nilai absorbansi semakin tinggi.

Hasil pengamatan menunjukkan semakin banyak jumlah sel, nilai OD semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan teori Pelezar & Chan (1976), dimana semakin banyak massa sel dalam suatu suspensi, sinar yang tersebar akan semakin banyak. Dengan demikian, nilai OD berbanding lurus dengan jumlah sel. Menurut Jomdecha & Prateepasen (2006), pertumbuhan sel yeast mulanya berjalan lambat karena sel beradaptasi pada lingkungan media yang baru. Kemudian, volume sel akan membesar dan metabolisme meningkat, tetapi poliferasi sel berlangsung lambat. Dalam siklus pertumbuhan mikroorganisme, fase ini disebut dengan fase lag. Setelah fase lag tercapai, pertumbuhan sel semakin cepat karena sel telah beradaptasi dan substrat makanan dapat cepat masuk ke dalam sel. Oleh sebab itu, pertumbuhan sel yeast meningkat. Fase ini disebut dengan fase eksponensial. Hasil pengamatan menunjukkan nilai OD tertinggi sebesar 1,907 pada kelompok E2 dan nilai OD terendah sebesar 0,1714 pada kelompok E5.

Menurut Wang et al. (2004), pengukuran nilai asbsorbansi berdasarkan tingkat kekeruhan larutan, dimana tingkat kekeruhan ini mempengaruhi jumlah cahaya yang dapat melewati larutan tersebut. Pertumbuhan yeast yang meningkat menyebabkan cider semakin keruh. Semakin besar nilai absorbansi (OD) menunjukkan jumlah sel yeast semakin banyak. Namun, pada hasil yang diperoleh, terjadi fluktuasi dimana semakin tinggi jumlah, sebagian nilai OD meningkat dan ada yang menurun. Kesalahan ini dapat terjadi karena pembersihan kuvet yang kurang bersih, kesalahan penempatan kuvet, ada gelembung udara pada larutan, ketidaksesuaian panjang gelombang dengan yang tertera di alat, serta penyiapan larutan sampel dan larutan blanko kurang sempurna. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan pembacaan spektrofotometer menjadi kurang tepat. Hal ini sesuai dengan teori Pomeranz & Meloan (1994). Adapun penyebab lainnya, yaitu suspensi tidak homogen, dimana sel yeast mengendap di dasar tabung, sehingga yang terukur pada spektrofotometer dan haemocytometer hanya sedikit.

Menurut Fardiaz (1992), pertumbuhan mikroorganisme dimulai pada fase lag, kemudian fase logaritmik. Pada fase logaritmik, pertumbuhan sel sangat cepat. Setelah itu, pertumbuhan menurun pada fase pertumbuhan diperlambat. Kemudian, sel berada pada fase stasioner, dimana jumlah sel yang hidup kurang lebih sama dengan jumlah sel yang mati. Dan terakhir adalah fase kematian, dimana terjadi penurunan jumlah sel secara drastis. Berikut grafik dari pertumbuhan mikroorganisme.

Berdasarkan hasil pengamatan, semakin lama waktu akan menghasilkan jumlah sel yang semakin banyak. Hal ini sesuai dengan teori Shafaghat et al.(2009), dimana pertumbuhan Saccharomycesd cerevisiae menunjukkan semakin lama proses fermentasi, konsentrasi sel semakin tinggi dan pada fase stasioner konsentrasi sel mulai menurun. Pada kelompok E1, jumlah sel awalnya meningkat sampai jam ke-24, menurun drastis pada jam ke-48, kemudian meningkat pada jam ke-72, dan akhirnya menurun sedikit pada jam ke-96. Pada kelompok E2, jumlah sel awalnya meningkat sampai jam ke-24, kemudian menurun perlahan sampai jam ke-96. Pada kelompok E3, jumlah sel meningkat sampai jam ke-48, kemudian menurun drastis pada jam ke-2, dan menurun kembali pada jam ke-96. Pada kelompok E4, jumlah sel meningkat sampai jam ke-24, menurun pada jam ke-48, kemudian meningkat dan menurun drastis pada jam ke-72 dan ke-96. Pada kelompok E5, jumlah sel meningkat drastis pada jam ke-24 dan meningkat sedikit pada jam ke-48, kemudian menurun pada jam ke-72, dan akhirnya meningkat kembali pada jam ke-96. Pada kelompok E5, grafik pertumbuhan sel hampir mirip dengan grafik pertumbuhan mikroorganisme yang seharusnya.

Jumlah sel tertinggi dihasilkan oleh kelompok E4 yaitu 145 pada jam ke-72. Dan jumlah sel terendah dihasilkan oleh kelompok E1 dan E4 yaitu 4 pada jam ke-0. Secara keseluruhan, jumlah sel tertinggi semua kelompok diperoleh pada jam ke-48. Hal ini sesuai dengan teori Triwahyuni et al. (2012), dimana yeastmengalami percepatan pertumbuhan pada jam ke-24 sampai 48. Dan fase eksponensial yeastterjadi setelah jam ke-48. Selama percepatan pertumbuhan, yeast akan membutuhkan sumber gula yang banyak untuk pertumbuhannya. Dan saat jumlah gula semakin sedikit, yeast akan kehilangan kemampuan untuk fermentasi karena penurunan energi seluler secara cepat. Jika energi berkurang, sel akan berhenti bertumbuh dan produksi alkohol menurun. Proses fermentasi setelah melewati jam ke-48, sel berada pada fase stasioner, dimana terjadi penurunan jumlah sel akibat ketersediaan gula mulai menurun. Selain itu, sel yeast mulai mengalami kematian. Adapula beberapa kelompok yang kurang sesuai jumlah selnya. Hal ini dapat disebabkan oleh ketidatelitian praktikan dalam menghitung jumlah sel.

Menurut Damtew (2012), semakin lama waktu fermentasi, nilai absorbansinya juga akan semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil secara keseluruhan, dimana seiring bertambahnya waktu, nilai OD semakin meningkat. Hal ini juga sesuai dengan teori Jamdecha & Prateepasen (2006), dimana semakin lama waktu inkubasi, sel yeast yang bertunas atau membelah diri juga semakin banyak. Semakin banyak jumlah sel, nilai OD semakin tinggi. Namun, ada saat dimana jumlah sel mengalami penurunan, sehingga nilai OD juga menurun. Hal ini dapat disebabkan oleh perlakuan shaker yang kurang sempurna. Menurut Rahman (1992), kecepatan shaker harus diatur agar gerakannya membuat media bergolak, sehingga terjadi aerasi. Jika shaker tidak berjalan baik, terjadi penghambatan dalam laju transfer udara. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae kurang optimal. Ketidaksesuaian hasil tersebut dapat disebabkan oleh tidak adanya perlakuan pengadukan pada sampel sebelum diuji, sehingga banyak sel yang mengendap dan tidak terambil.

Menurut Galaction et al. (2010), perubahan gula menjadi alkohol dan CO2 melibatkan organisme fermentatif selama proses fermentasi berlangsung. Jumlah alkohol yang semakin meningkat, maka substrat yang tersedia semakin menurun. Hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan sel yeast, dimana jumlah sel akan berkurang seiring dengan menipisnya jumlah substrat. Menurut Triwahyuni et al.(2012), yeast mengalami percepatan pertumbuhan pada jam ke-24 dan jam ke-48, dimana pH juga semakin meningkat akibat produksi alkohol. Dan pada jam ke-96, jumlah sel yeast menurun karena jumlah substrat mulai menipis. Pada titik tertentu, alkohol yang dihasilkan semakin tinggi dan dapat membunuh yeast. Hal ini kurang sesuai dengan hasil, dimana penurunan dan peningkatan jumlah sel tiap kelompok tidak menentu seiring meningkatnya pH. Ketidaksesuaian ini dapat disebabkan oleh kesalahan praktikan dalam mengukur pH, dimana angka yang terbaca oleh praktikan pada pHmeter belum menunjukkan hasil yang sesungguhnya.

Menurut Galaction et al.(2010), seiring berjalannya proses fermentasi, total asam akan semakin rendah akibat alkohol yang dihasilkan. Nilai pH yang tinggi menghasilkan total asam yang renah. Ketika total asam terlalu rendah, terjadi penurunan jumlah sel karena substrat yang digunakan oleh yeast berkurang sedikit demi sedikit. Berdasarkan hasil pengamatan, terjadi peningkatan dan penurunan jumlah sel yang tidak menentu seiring meningkatnya total asam. Kesalahan ini dapat disebabkan oleh praktikan yang melakukan titrasi berbeda tiap pengujian, sehingga persepsi warna coklat tua yang menandakan titik akhir titrasi berbeda-beda.

Sebelum titrasi

4. KESIMPULAN

Berdasarkan jenis substratnya, fermentasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu fermentasi karbohidrat dan fermentasi senyawa nitrogen organik. Proses fermentasi dapat berlangsung disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme fermentasi, dimana mikroorganisme tersebut memecah gula menjadi alkohol dan karbon dioksida. Saccharomyces cerevisiae dapat memetabolisme karbohidrat menjadi alkohol dan gas karbon dioksida, proses ini disebut dengan fermentasi alkohol. Beberapa faktor yang mempengaruhi fermentasi, antara lain ph, oksigen, suhu, sumber nutrisi, dan jenis yeast yang digunakan. Cider berasal dari proses fermentasi alkohol oleh yeast/khamir dan merupakan minuman beralkohol. Berdasarkan metode pembuatan cider, cider dibedakan menjadi dua, yaitu natural ciderdan sparkling cider. Sterilisasi bertujuan untuk membunuh mikroba yang tidak diinginkan dalam sari apel. Perlakuan shakerbertujuan untuk meningkatkan laju alir udara agar laju alir O2 tidak terhambat. Penentuan jumlah sel dilakukan menggunakan alat haemocytometer. Pertumbuhan mikroorganisme terdiri dari fase lag, fase log, fase stasioner, dan fase kematian. Yeast mengalami percepatan pertumbuhan pada jam ke-24 sampai 48. Yeastmengalami fase stasioner pada jam ke-48. Pertumbuhan yeast yang meningkat menyebabkan cider semakin keruh. Peningkatan nilai OD menunjukkan semakin banyak jumlah sel. Peningkatan ph menunjukkan kadar alkohol semakin tinggi. Ketika total asam terlalu rendah, jumlah sel mengalami penurunan. Kandungan alkohol yang dihasilkan yeast dapat membunuh yeast.

Semarang, 10 Juli 2015Asisten dosen:-Bernardus DanielIvanna Carissa-Metta Meliani12.70.0050-Chaterine Meilani

5. DAFTAR PUSTAKA

Arpah, M. (1993). Pengawasan Mutu Pangan. Tarsito. Bandung.

Atlas, R. M. ( 1984 ). Microbiology Fundamental and Applications. Mac Millard Publishing Company. New York.

Canbas, Ahmet; Aysun Sener and M.Umit Unal. (2007). The Effect of Fermentation Temperature on the Growth Kinetics of Wine Yeast Species. Turk J Agric for 31, 349-354.

Chen, Y. W. and Chiang, P. J. (2011). Automatic Cell Counting for Hemocytometers through Image Processing. World Academy of Science, Engineering and Technology 58.

Damtew, W; S.A. Emire; A.B. Aber. (2012). Evaluation of Growth Kinetics and Biomass Yield Efficiency of Industrial Yeast Strains. Scholars Research Library. Ethiopia.

Dolge, R. R.; Z. Kruma; and D. Karklina. (2012). Aroma Composition and Polyphenol Content of Ciders Available in Latvian Market. World Academy of Science, Engineering and Technology 67.

Ewing, G.W. (1985).Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Growhill Book Company. USA

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Ferreira et al. (2006). The Effect of Copper and High Sugar Concentration on Growth Fermentation Efficiency and Volatile Acidity Production of Different Commercial Wine Yeast Strains. Australian Journal of Grape and Wine Research. South Africa.

Fox, P. F. (1991). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.

Galaction, Anca-Irina; Anca-Marcela Lupasteanu and Dan Cascaval. (2010). Kinetic Studies on Alcoholic Fermentation Under Substrate Inhibition Conditions Using a Bioreactor with Stirred Bed of Immobilized Yeast Cells. The open Systems Biology Journal,3,9-20.

Gaman, P. M. & K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hadioetomo, R. S. (1993). Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. PT Gramedia Pustaka. Jakarta.

Jomdecha, C. and Prateepasen, A. (2006). The Research of Low-Ultrasonic Energy Affects to Yeast Growth in Fermentation Process. Asia-Pacific Conference on NDT, 5th 10th Nov 2006, Auckland, New Zealand.

Nogueira, A; J.M.Le Quere; P.Gestin; A.Michel; G.Wosiacki and J.F.Drilleau. (2008). Slow Fermentation in French Cider Processing due to Partial Biomass Reduction. J.Inst.Brew.114(2),102-110.

Okpokwasili, G. C. & C.O. Nweke. (2005). Microbial Growth and Substrate Utilization Kinetics. African Journal of Biotechnology. Nigeria.

Pelezar, Michael J. & Chan. E.C.S. (1976). Turbidimetric Measurement of Plant Cell Culture Growth. Massachussets : MIT.

Pigeau et al. (2007). Concentration Effect of Riesling Icewine Juice on Yeast Performance and Wine Acidity. Journal of Applied Microbiology. Canada.

Pomeranz,Y. & C. E. Meloan. (1994). Food Analysis Theory and Practice. John Wiley and Sons, Inc. New York.

Potter. N.N. & Hotchkiss.J.H. (1995). Food Science 5th.Chapman &Hall.inc. NewYork.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Ranganna. (1978). Analysis of Fruit and Vegetable Product. The AVI Publ. Co. Inc.

Realita, Tita dan M. Sumanti, Debby. 2010. Teknologi Fermentasi. Penerbit : Widya Padjajaran. Bandung.

Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Shafaghat et al. (2009). Growth Kinetics and Ethanol Productivity of Saccharomyces cerevisiae PTCC 24860 on Various Carbon Sources. World Applied Sciences Journal. Iran.

Sharma, J.L. & S. Caralli. (1998). A Dictionary of Food & Nutritions. CBS Publishers & Distributors. New Delhi.Timotius, K. H. (1982). Mikrobiologi Dasar. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.

Triwahyuni, E.; N. Ariani; H. Hendarsyah; T. Idiyanti. (2012). The Effect Of Dry Yeast Saccharomyces cereviceae Concentration On Fermentation Process For Bioethanol Production From Palm Oil Empty Fruit Bunches. Proceeding of ICSEEA 31 34.

Volk, W.A. & M.F. Wheeler. (1993). Mikrobiologi Dasar Edisi Kelima Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

Wang, D.; Y. Xu; J. Hu; and G. Zhao. (2004). Fermentation Kinetics of Different Sugars by Apple Wine Yeast Saccharomyces cerevisiae. Journal of the Institute of Brewing 110(4), 340346.

Wilford, L. D. R. (1987). Chemistry for First Examinations. Blackie. London.Winarno, F. G.; S. Fardiaz & D. Fardiaz. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F. G.; S. Fardiaz & D. Fardiaz. (1984). Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

6. 7. LAMPIRAN

7.1. Perhitungan Perhitungan Kelompok E1Rumus:Perhitungan rata-rata/ MO tiap cc

Volume petak = 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm= 0,00025 mm3= 0,00000025 cc= 2,5 x 10-7 cc

Perhitungan total asamTotal Asam =

Perhitungan Rata-rata / MO tiap ccN0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamN0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam = mg/ml

Perhitungan Kelompok E2Perhitungan Rata-rata / MO tiap ccN0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamN0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam = mg/ml

Perhitungan Kelompok E3Perhitungan Rata-rata / MO tiap ccN0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamN0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam = mg/ml

Perhitungan Kelompok E4Perhitungan Rata-rata / MO tiap ccN0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamN0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam = mg/ml

Perhitungan Kelompok E5Perhitungan Rata-rata / MO tiap ccN0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamN0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam =mg/ml

7.2. Jurnal (Abstrak) 7.3. Laporan Sementara