kecernaan nutrien metode acid insoluble ash dan … · sangat nyata meningkatkan konsumsi bahan...
TRANSCRIPT
KECERNAAN NUTRIEN METODE ACID INSOLUBLE ASH DAN PERFORMA DOMBA LOKAL YANG DIBERI Moringa oleifera
Lamk , Gliricidia sepium, DAN Artocarpus heterophyllus
SKRIPSI CONNY APRILIA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
ii
RINGKASAN
CONNY APRILIA. D24061961. 2010. Kecernaan Nutrien Metode Acid Insoluble Ash dan Performa Domba Lokal yang Diberi Moringa oleifera Lamk, Gliricidia sepium dan Artocarpus heterophyllus. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS. Pembimbing Anggota : Ir. Abdul Djamil Hasjmy, MS.
Indonesia sebagai negara tropis memiliki beragam jenis tanaman yang berpotensi sebagai bahan pakan ternak. Hijauan tropis seperti daun kelor (Moringa oleifera Lamk), daun gamal (Gliricidia sepium) dan daun nangka (Artocarpus heterophyllus) berpotensi sebagai bahan pakan ternak yang secara umum tersedia dimana-mana dan disukai ternak. Dari hasil kajian in vitro terhadap daun nangka, daun kelor, dan daun gamal yang telah dilakukan sebelumnya, menunjukkan bahwa hijauan tropis tersebut memiliki nilai koefisien cerna bahan kering, koefisien cerna bahan organik dan volatile fatty acid lebih tinggi dibandingkan dengan rumput, baik secara tunggal maupun dalam bentuk campuran. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pemberian hijauan tropis berupa Moringa oleifera Lamk, Gliricidia sepium dan Artocarpus heterophyllus terhadap konsumsi nutrien, kecernaan bahan kering dengan metode Acid Insoluble Ash, pertambahan bobot badan dan efisiensi pakan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2010 di laboratorium lapang B dan laboratorium nutrisi ternak perah Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan empat perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah R1 = ransum kontrol dengan 100% rumput lapang, R2 = 70% rumput lapang+30% kelor, R3 = 70% rumput lapang+30% gamal, R4 = 70% rumput lapang+30% nangka. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1993) untuk mengetahui perbedaan rataan peubah setiap perlakuan. Peubah yang diamati adalah konsumsi dan kecernaan nutrien, pertambahan bobot badan dan efisiensi pakan. Hasil analisis konsumsi bahan kering menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan menambah hijauan tropis berupa daun kelor, gamal dan nangka berpengaruh sangat nyata meningkatkan konsumsi bahan kering (BK) (P<0,01). Dari keseluruhan perlakuan, rata-rata konsumsi BK sekitar 555,88±56,81 g/e/h setara dengan BK 4% dari bobot badan. Konsumsi BK terendah terdapat pada domba yang diberi perlakuan R2 yaitu 501,69±0,64 g/e/h. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa konsumsi domba yang dipelihara sesuai dengan kebutuhannya. Konsumsi protein kasar (PK) pada keempat perlakuan menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01). Pada perlakuan R3, konsumsi PK tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain yaitu 77,80±2,52 g/e/h, diikuti oleh R4 sebesar 66,94±3,15 g/e/h dan R2 sebesar 54,48±0,15 g/e/h. Perlakuan yang diberikan juga menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata terhadap peningkatan konsumsi serat kasar (SK) (P<0,01). Konsumsi SK tertinggi terjadi pada domba yang diberi perlakuan R4 yaitu 161,30±6,13 g/e/h. Perlakuan penambahan hijauan tropis berupa daun kelor, gamal dan nangka menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) pada parameter kecernaan.
iii
Pertambahan bobot badan (PBB) domba tidak dipengaruhi oleh perlakuan, namun demikian penambahan 30% hijauan tropis cenderung meningkatkan 37,82% PBB dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Perlakuan penambahan hijauan tropis berupa daun kelor, gamal dan nangka tidak berpengaruh nyata terhadap efisiensi pakan dengan kisaran nilai 0,053-0,064. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemberian hijauan tropis berupa daun kelor, gamal dan nangka sangat nyata meningkatkan konsumsi bahan kering, protein kasar, serat kasar dan kecernaan bahan kering, namun tidak ada perbedaan pada nilai PBB dan efisiensi pakan.
Kata-kata Kunci : in vivo, domba, Moringa oleifera Lamk, Gliricidia sepium,
Artocarpus heterophyllus
iii
ABSTRACT
Nutrient Digestibility by Acid Insoluble Ash Method and Performans of Local Sheep Fed with Moringa oleifera Lamk, Gliricidia sepium and Artocarpus
heterophyllus
Aprilia, C., D. A. Astuti and A. D. Hasjmy
This experiment was aimed to evaluate nutrient utilization in local sheep fed tropical forages such as Moringa oleifera Lamk, Gliricidia sepium and Artocarpus heterophyllus. The treatments were : R1 (100% native grass), R2 (70% native grass + 30% Moringa oleifera Lamk), R3 (70% native grass + 30% Gliricidia sepium), R4 (70% native grass + 30% Artocarpus heterophyllus) with four replications. Parameters were dry matter nutrients intake (crude protein and crude fibre), nutrient digestibility, gain and feed efficiency. Design of this experiment was completely randomized design and for the means differences further analyzed by Duncan test. Results showed that treatments affected (P<0.01) on dry matter, crude protein, and crude fibre consumptions. However, the digestibility of dry matter was significant difference (P<0.05) compared to control. Gain and feed efficiency were same in all treatments. It is concluded that the addition 30% of tropical forages Moringa oleifera Lamk, Gliricidia sepium and Artocarpus heterophyllus could increase nutrients intake, and digestibility of dry matter while gain and feed efficiency were same in all treatments.
Keywords: in vivo, sheep, Moringa oleifera Lamk, Gliricidia sepium, Artocarpus heterophyllus
KECERNAAN NUTRIEN METODE ACID INSOLUBLE ASH DAN PERFORMA DOMBA LOKAL YANG DIBERI Moringa oleifera
Lamk , Gliricidia sepium, DAN Artocarpus heterophyllus
CONNY APRILIA
D24061961
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul : Kecernaan Nutrien Metode Acid Insoluble Ash dan Performa Domba Lokal yang Diberi Moringa oleifera Lamk , Gliricidia sepium, dan Artocarpus heterophyllus
Nama : CONNY APRILIA
NIM : D24061961
Menyetujui,
Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS) (Ir. Abdul Djamil Hasjmy, MS) NIP. 19611005 198503 2 001 NIP. 19460626 197412 1 001
Mengetahui: Ketua Departemen,
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
(Dr.Ir.Idat Galih Permana, M.Sc) NIP. 19670506 199103 1 001
Tanggal Ujian: 3 September 2010 Tanggal Lulus:
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 5 April 1989 di desa Bandarbaru sebagai
anak kedua dari tiga bersaudara, keluarga Bapak Hemat Gurusinga dan Ibu Yusni
Alemen Keriahen Munthe.
Pendidikan dasar penulis dimulai pada tahun 1994-2000 di SD Negeri No.
101843 Bandarbaru. Pada tahun 2000-2003 penulis melanjutkan pendidikan di SLTP
RK Delimurni Bandarbaru, kemudian dilanjutkan ke SMA Negeri 2 Kabanjahe
hingga lulus pada tahun 2006.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), dan pada tingkat dua penulis
diterima sebagai mahasiswa di Jurusan Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan.
Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif di berbagai organisasi
kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak
(HIMASITER) periode 2008/2009 sebagai anggota divisi Biro Khusus Magang, Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) sebagai
anggota komisi Diaspora, Asisten Dosen Mata Kuliah Agama Protestan pada tahun
2007/2008, serta aktif di beberapa kegiatan kepanitiaan intern maupun ekstern
kampus, yaitu Masa Perkenalan Fakultas (MPF), Retreat Angkatan 44 PMK IPB,
Pengurus Permata GBKP Bogor periode 2007/2009. Penulis berkesempatan magang
di Balai Embrio Ternak, Cipelang pada tahun 2008 dan pada tahun 2009 penulis
magang di PT. Gold Coin Indonesia Cabang Medan untuk memanfaatkan liburan.
Penulis juga berkesempatan menjadi peserta South East Asia Student Congress Part
II di Port Dickson, Malaysia dan peserta Hybrid South East Asia Summer Project di
Davao, Philippines pada tahun 2009 yang diselenggarakan oleh Lembaga Pelayanan
Mahasiswa Indonesia.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang terus berkarya hingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kecernaan Nutrien Metode
Acid Insoluble Ash dan Performa Domba Lokal yang Diberi Moringa oleifera
Lamk, Gliricidia sepium dan Artocarpus heterophyllus. Penulis menyadari bahwa
penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari doa dan dukungan berbagai pihak, oleh
karena itu penulis ucapkan terima kasih.
Skripsi ini disusun dengan harapan agar dapat menjadi salah satu pedoman
bagi peternak untuk memanfaatkan hijauan tropis khususnya daun kelor sebagai
bahan pakan ternak. Bagi akademisi, skripsi ini diharapkan menjadi bahan referensi
dalam pembuatan karya ilmiah. Skripsi ini dapat tersusun setelah melewati diskusi,
penelitian dan pembahasan yang melibatkan penulis, dosen pembimbing, serta
menggunakan literatur yang mendukung.
Penulis tidak terlepas dari kelemahan, oleh sebab itu apabila ada kesalahan
dalam penulisan penulis mohon maaf. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Terimakasih.
Penulis,
Conny Aprilia
viii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ..................................................................................... i
ABSTRACT ........................................................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................ iv
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................ v
RIWAYAT HIDUP ............................................................................ vi
KATA PENGANTAR ........................................................................ vii
DAFTAR ISI ....................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xii
PENDAHULUAN .............................................................................. 1
Latar Belakang ........................................................................ 1 Tujuan ..................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 3
Domba Ekor Tipis ................................................................... 3 Pemanfaatan Pakan ................................................................. 4 Konsumsi Pakan Domba ............................................. 5 Kecernaan Pakan ......................................................... 5 Hijauan Tropis ........................................................................ 7 Daun Kelor .................................................................. 7 Daun Nangka .............................................................. 8 Daun Gamal ................................................................ 9 Pertambahan Bobot Badan ...................................................... 10 Efisiensi Pakan ........................................................................ 11
MATERI DAN METODE .................................................................. 12
Lokasi dan Waktu ................................................................... 12 Materi ...................................................................................... 12 Alat .............................................................................. 12 Bahan .......................................................................... 12 Prosedur .................................................................................. 13 Pemeliharaan Ternak .................................................. 13 Peubah yang Diamati .............................................................. 13 Konsumsi Bahan Kering Ransum ............................... 13 Kecernaan Bahan Kering Ransum .............................. 13 Metode AIA (Acid Insoluble Ash) .............................. 14
ix
Pertambahan Bobot Badan .......................................... 14 Efisiensi Pakan ............................................................ 15 Rancangan ............................................................................... 15 Analisa Data ............................................................................ 15
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 16
Konsumsi Nutrien Domba ...................................................... 16 Konsumsi Bahan Kering ............................................. 18 Konsumsi Protein Kasar ............................................. 19 Konsumsi Serat Kasar ................................................. 21 Kecernaan Bahan Kering ........................................................ 22 Pertambahan Bobot Badan ...................................................... 23 Efisiensi Pakan ........................................................................ 25
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 27
Kesimpulan ............................................................................. 27 Saran ....................................................................................... 27
UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 29
LAMPIRAN ........................................................................................ 32
x
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Kandungan Nutrien Rumput, Kelor, Gamal dan Nangka ............ 13
2. Kandungan Nutrien Ransum Domba yang Diberi Perlakuan ........ 16
3. Konsumsi Nutrien Domba yang Diberi Perlakuan ........................ 17
4. Kecernaan Bahan Kering Ransum dengan Metode AIA ............... 22
5. Rataan Pertambahan Bobot Badan dan Efisiensi Pakan ................ 24
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Moringa oleifera Lamk .................................................................. 7
2. Artocarpus heterophyllus ............................................................... 9
3. Gliricidia sepium ........................................................................... 10
4. Kurva Pertumbuhan Sigmoid pada Domba ................................... 11
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Hasil Analisis Ragam Konsumsi Bahan Kering ............................ 33
2. Uji Jarak Duncan Konsumsi Bahan Kering ................................... 33
3. Hasil Analisis Ragam Konsumsi Protein Kasar ............................ 33
4. Uji Jarak Duncan Konsumsi Protein Kasar ................................... 33
5. Hasil Analisis Ragam Konsumsi Serat Kasar ................................ 33
6. Uji Jarak Duncan Konsumsi Serat Kasar ....................................... 34
7. Hasil Analisis Ragam Kecernaan Bahan Kering ........................... 34
8. Uji jarak Duncan Kecernaan Bahan Kering .................................. 34
9. Hasil Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan ......................... 34
10. Hasil Analisis Ragam Efisiensi Pakan ........................................... 34
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daging domba merupakan sumber protein hewani. Populasi domba dan
kambing di Indonesia saat ini mencapai 26.127.731 ekor, terdiri atas domba
sebanyak 10.471.991 ekor dan kambing 15.655.740 ekor. Data populasi yang
dipublikasikan Direktorat Jenderal Peternakan (2009) menunjukkan bahwa sentra
peternakan domba di Indonesia berada di daerah Jawa Barat. Jumlah domba yang
tercatat di Jawa Barat pada tahun 2009 mencapai 5.524.209 ekor, sedangkan
kambing sebanyak 1.488.152 ekor.
Rataan pertambahan bobot badan harian domba lokal adalah sebesar 50-100
g/e/h. Produktivitas domba sangat dipengaruhi oleh pakan dan kandungan nutrien
yang tersedia. Hijauan tropis merupakan jenis pakan yang biasa diberikan oleh
peternak tradisional mengingat hijauan tropis tersedia di alam dan mudah didapat.
Hijauan tropis terdiri atas dua jenis, yaitu rumput dan legum. Rumput dan legum
mengandung nutrien yang digunakan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhannya.
Cherney dan Allen (1995) mengemukakan bahwa legum biasanya mengandung
protein yang lebih tinggi dan serat kasar yang lebih rendah daripada rumput pada
fase pertumbuhan yang sama dan dapat menjadi sumber pakan yang baik.
Keunggulan ternak ruminansia adalah dapat memanfaatkan serat kasar yang
dimakannya menjadi hasil produksi seperti daging, susu dan bulu. Daun nangka,
kelor dan gamal termasuk hijauan tropis yang berpotensi memenuhi kebutuhan
nutrien domba yang tersedia dan digunakan peternak sebagai pakan ternak.
Indonesia sebagai negara tropis memiliki beragam jenis tanaman yang
berpotensi sebagai bahan pakan ternak. Hijauan tropis seperti daun kelor (Moringa
oleifera Lamk), daun gamal (Gliricidia sepium) dan daun nangka (Artocarpus
heterophyllus) berpotensi sebagai bahan pakan ternak yang secara umum tersedia
dimana-mana dan disukai ternak. Selain itu, hijauan tropis tersebut dapat dipakai
sebagai bahan substitusi yang diharapkan mampu menekan biaya produksi dan tidak
bersaing dengan kebutuhan manusia. Dari hasil kajian in vitro terhadap beberapa
hijauan tropis yang telah dilakukan sebelumnya, menunjukkan bahwa daun nangka,
daun kelor, dan daun gamal memiliki nilai koefisien cerna bahan kering, koefisien
cerna bahan organik dan volatile fatty acid lebih baik dibandingkan dengan Leucaena
2
leucocephala, Pennisetum purpureum, Musa sapientum, Melastoma malabathricum,
Dillenia suffruticosa, Brachiaria decumbens, Sapium baccatum, dan Cyperus
kyllinga. (Januarti, 2009).
Nangka merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari India dan
menyebar ke daerah tropis termasuk Indonesia. Daun nangka memiliki protein dan
serat kasar yang dapat memenuhi kebutuhan domba untuk hidup pokok serta disukai
oleh ternak. Hijauan tropis lain yang memiliki kandungan nutrien yang baik adalah
kelor. Kelor merupakan tanaman obat yang memiliki kandungan protein yang tinggi
dan kandungan kimia berupa alkaloid moringin, moringenin, dan asam amino yang
berbentuk aspartat, asam glutamate, alanin, valin, leusin, isoleusin, histidin, lisin,
arginin, venillalanin, triptofan, sistin dan metionin (Syamsuhidayat dan Hutapea,
1991). Kelor juga mengandung makro elemen seperti potassium, kalsium,
magnesium, sodium dan fosfor serta mikro elemen seperti mangan, seng dan besi.
Hijauan lain yang biasa digunakan peternak adalah gamal. Gamal dapat tumbuh pada
tanah-tanah tandus dan gersang, pada tanah berbatu dan dapat tumbuh di daerah
kering. Daun gamal merupakan salah satu bahan makanan yang mempunyai kualitas
yang cukup tinggi, serta disukai oleh ternak baik daun, ranting maupun bunganya
(Mathius, 1984).
Kajian tentang berbagai hijauan tropis yang biasa diberikan oleh peternak
tradisional masih belum memperhatikan imbangan yang tepat, sehingga akan
berdampak pada proses pencernaan. Penggunaan metode Acid Insoluble Ash (AIA)
dalam evaluasi kecernaan ditujukan agar penggunaan dapat diaplikasikan di tingkat
peternak lokal.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi hijauan tropis berupa Moringa
oleifera Lamk, Gliricidia sepium dan Artocarpus heterophyllus terhadap nilai
kecernaan nutrien dengan metode Acid Insoluble Ash, pertambahan bobot badan dan
efisiensi pakan pada domba lokal.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Domba Ekor Tipis
Populasi domba di Indonesia selama lima tahun terakhir mengalami kenaikan
sebesar 25,75%. Berdasarkan data sementara Direktorat Jenderal Peternakan tahun
2009 diketahui bahwa populasi domba di Indonesia sebesar 10.471.991 ekor. Jumlah
ini tersebar di pulau Jawa sebesar 9.699.547 ekor, Sumatera sebesar 641.666 ekor,
Kepulauan Bangka Belitung sebesar 128 ekor, Kalimantan sebesar 9.622 ekor, Nusa
Tenggara Timur sebesar 63.719 ekor, Nusa Tenggara Barat sebesar 29.857 ekor,
Sulawesi sebesar 9.039 ekor, Maluku sebesar 18.222 ekor, Papua sebesar 127 ekor
dan Bali sebesar 64 ekor. Data tersebut menunjukkan bahwa penyebaran ternak
domba di tiap daerah tidak merata, populasi ternak domba sebagian besar terpusat di
pulau Jawa. Hal ini disebabkan jaringan, sarana dan prasarana di pulau Jawa lebih
berkembang sehingga peluang agribisnis peternakan di pulau Jawa jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah lain.
Pencapaian bobot badan domba yang tinggi merupakan tujuan pemeliharaan.
Jumlah nutrien yang dikonsumsi domba adalah faktor penentu yang berpengaruh
terhadap pemanfaatan nutrien dan performa domba. Domba dikatakan tumbuh
apabila terjadi peningkatan berat hidup sampai mencapai berat tertentu sesuai dengan
kapasitas tubuhnya. Soeparno (1994) mendefinisikan pertumbuhan sebagai
perubahan ukuran yang meliputi perubahan bobot hidup, bentuk dimensi linier dan
komposisi tubuh termasuk perubahan organ-organ dan jaringan tersebut berlangsung
secara gradual hingga tercapai ukuran dan bentuk karakteristik masing-masing organ
dan jaringan tersebut.
Di Indonesia, domba dikelompokkan menjadi (1) domba ekor tipis (Javanese
thin tailed), (2) domba ekor gemuk (Javanese fat tailed), dan (3) domba Priangan
atau domba Garut (Salamena, 2003).
Domba ekor tipis merupakan domba asli Indonesia dan dikenal sebagai
domba lokal, domba kampung, atau domba kacang karena tubuhnya yang kecil.
Domba ini banyak dijumpai di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Karakteristik
domba lokal diantaranya bertubuh kecil, lambat dewasa, berbulu kasar, tidak
seragam, dan hasil daging relatif sedikit. Pola warna bulunya sangat beragam, dari
bercak putih, cokelat, hitam, hingga warna polos putih dan hitam. Ekor pada domba
4
lokal umumnya pendek dengan ukuran panjang rata-rata 19,3 cm, lebar pangkal ekor
5,6 cm, dan tebal 2,7 cm. Bobot dewasa dapat mencapai 30-40 kg pada jantan dan
20-25 kg pada betina dengan persentase karkas berkisar antara 44%-49 % (Purbowati
et al., 2005).
Domba ekor tipis merupakan domba prolifik dimana dalam dua tahun
mampu beranak sebanyak tiga kali pada kondisi pemeliharaan yang baik dengan tipe
kelahiran tunggal, kembar dua dan kembar tiga. Rata-rata bobot lahir domba dengan
tunggal adalah 2,6 kg, kelahiran kembar dua adalah 1,8 kg dan kelahiran kembar tiga
adalah 1,2 kg. Domba ekor tipis termasuk ternak yang telah lama dipelihara oleh
peternak karena domba ini memiliki toleransi tinggi terhadap bermacam-macam
hijauan pakan ternak serta daya adaptasi yang baik terhadap berbagai keadaan
lingkungan sehingga memungkinkan dapat hidup dan berkembangbiak sepanjang
tahun (Purbowati et al., 2005).
Pemanfaatan Pakan
Nutrien yang masuk kedalam tubuh ternak dimanfaatkan untuk hidup pokok,
produksi dan reproduksi. Menurut Haryanto dan Djajanegara (1993) kebutuhan
nutrien domba di Indonesia dengan bobot badan 20 kg dan pertambahan bobot badan
100 g/e/h adalah energi tercerna 2,55 Mkal/e/h, energi metabolis 2,09 Mkal/e/h,
protein total 143,9 g/e/h, dan protein tercerna 107,8 g/e/h.
Menurut NRC (1985) kebutuhan nutrien untuk hidup pokok pada domba
dengan bobot badan 10-20 kg adalah BK 500-1000 g/e/h, energi tercerna 940
Kal/e/h, energi metabolis 765 Kal/e/h, dan protein kasar 30 g/e/h.
Mc Donald et al.(2002) menyatakan bahwa nutrien adalah semua unsur atau
senyawa kimia dalam pakan yang menunjang kebutuhan pokok, pertumbuhan, laktasi
dan reproduksi. Hewan mendapatkan pakan dengan tujuan nutrien yang berbentuk
molekul besar akan dicerna atau dihidrolisis lebih dulu menjadi komponen zat
makanan utama yang siap diserap sebagai asam amino dari protein atau glukosa dari
karbohidrat. Pemecahan nutrien terjadi di dalam saluran pencernaan melalui gerakan
mekanik dan aktivitas enzim. Komponen nutrien diserap dinding sel saluran
pencernaan yang selanjutnya memasuki dan diangkut melalui sistem peredaran darah
menuju berbagai organ tubuh. Di dalam organ, nutrien dimetabolisme khususnya
5
dalam jaringan dan sel. Hasil metabolis tersebut digunakan untuk hidup pokok,
pembentukan daging, susu, telur dan wol, tenaga dan reproduksi. Oleh sebab itu,
ternak memerlukan nutrien untuk menghasilkan performa produksi yang tertinggi.
Konsumsi Pakan Domba
Konsumsi adalah faktor esensial yang merupakan dasar untuk hidup pokok
dan menentukan produksi. Tingkat konsumsi ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor
yang kompleks yang terdiri dari hewan, makanan yang diberikan dan lingkungan
tempat hewan tersebut dipelihara. Konsumsi merupakan faktor yang penting dalam
menentukan jumlah dan efisiensi produktifitas ruminansia, dan ukuran tubuh ternak
sangat mempengaruhi konsumsi pakan. Konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah
pakan yang dimakan oleh ternak; zat makanan yang dikandungnya akan digunakan
untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok maupun keperluan produksi ternak
(Tillman et al., 1991). Menurut Haryanto dan Djajanegara (1993) domba di
Indonesia yang memiliki bobot badan 20 kg mengkonsumsi pakan sebanyak 4% dari
bobot badan. Konsumsi pakan dipengaruhi oleh palatabilitas, level energi, protein
dan konsentrasi asam amino, komposisi hijauan, temperatur lingkungan,
pertumbuhan dan laktasi dan ukuran metabolis tubuh. Secara umum konsumsi dapat
meningkat dengan semakin meningkatnya berat badan, karena pada umumnya
kapasitas saluran pencernaan meningkat dengan semakin meningkatnya berat badan
sehingga mampu menampung pakan dalam jumlah lebih banyak.
Kecernaan Pakan
Jalur pencernaan ruminansia diawali melalui mulut, faring, esophagus, perut,
usus halus, sekum, usus besar, rektum dan diekskresikan melalui anus (Campbell et
al., 2003). Karakteristik ternak ruminansia dalam memakan hijauan yaitu dengan
sedikit mengunyah, mencampur dengan saliva untuk melumasinya kemudian
langsung menelan. Pakan tersebut bergerak ke esophagus menuju rumen kemudian
bergerak menuju retikulum membentuk pakan menjadi bolus. Setelah kapasitas
lambung tercukupi ternak berhenti makan dan mencari tempat yang nyaman untuk
merebahkan diri yang kemudian proses ruminasi dimulai (Campbell et al., 2003).
Proses ruminasi meliputi regurgutasi, resalivasi, remastikasi dan penelanan kembali
6
dari materi ingesta rumen pertama. Kontraksi rumen menggerakkan massa pakan
(bolus) menuju kardia (untuk keluar melewati esophagus) dan bergerak secara
peristaltik menuju mulut. Kemudian bolus dikunyah kembali dan disalivasi dengan
lebih lambat. Proses ruminasi berlangsung 8 jam per hari, sodium bicarbonate yang
terdapat dalam saliva berfungsi untuk menjaga pH rumen agar tetap netral
(Cunningham et al., 2005).
Kecernaan pakan adalah bagian pakan yang tidak diekskresikan dalam feses
dan selanjutnya dapat diasumsikan sebagai bahan yang diserap oleh ternak. Selisih
antara zat makanan yang dikandung dalam bahan makanan dengan zat makanan yang
ada dalam feses merupakan bagian zat makanan yang dicerna. Kecernaan pakan
biasanya dinyatakan dalam dasar bahan kering dan apabila dinyatakan dalam
persentase maka disebut koefisien cerna (Tillman et al., 1991).
Evaluasi kecernaan pada ternak ruminansia dapat dilakukan dengan beberapa
teknik, yaitu in vitro, in sacco, dan in vivo. Menurut Makkar (2002) teknik in vitro
merupakan teknik evaluasi pakan dengan menggunakan cairan rumen sebagai media
fermentasi dengan menggunakan tabung yang dikondisikan mirip dengan keadaan
sebenarnya di dalam rumen. Teknik ini sering digunakan karena memberikan hasil
yang cepat dengan cara yang murah dan jumlah sampel yang digunakan relatif
sedikit. Teknik in sacco adalah mengevaluasi pakan dengan memasukkan sampel ke
dalam tubuh ternak dengan menggunakan kantong nilon. Teknik ini mampu
menghemat waktu, tenaga dan biaya namun proses fisiologis masih berlangsung
secara sempurna. Teknik in vivo merupakan teknik evaluasi pakan dengan
melakukan percobaan langsung kepada ternak. Evaluasi pakan dengan teknik in vivo
dapat dilakukan dengan metode total collection dan acid insoluble ash (AIA). Total
collection yaitu teknik evaluasi pakan dengan mengoleksi pengeluaran hasil
metabolisme pakan dalam feses maupun urin. Metode AIA adalah teknik evaluasi
pakan dengan abu sebagai indikator menghitung kecernaan (Thonney et al., 1985).
Teknik evaluasi pakan menggunakan metode AIA lebih praktis dalam mengoleksi
feses dan dapat diaplikasikan di lapang oleh peternak tradisional.
Tingkat kecernaan zat makanan dipengaruhi oleh spesies ternak, bentuk fisik
ransum, jumlah bahan makanan yang diberikan, komposisi ransum dan pengaruh
terhadap perbandingan dari zat makanan lainnya (Anggorodi, 1979). Faktor yang
7
mempengaruhi kecernaan pakan adalah umur ternak, jumlah pakan, pengolahan
pakan, komposisi pakan, dan rasio komposisi. Selain itu, adanya aktivitas
mikroorganisme dalam saluran pencernaan sangat mempengaruhi kecernaan karena
mikroorganisme seperti protozoa dan bakteri akan membantu proses pencernaan
pakan secara fermentatif di dalam rumen (Wilson et al., 1998). Kambing, domba,
rusa, sapi, kerbau memiliki keragaman spesies bakteri dan protozoa yang hampir
sama.
Hijauan Tropis
Daun Kelor
Kakengi et al. (2005) menyatakan bahwa daun kelor memiliki protein yang
lebih tinggi dari lamtoro. Daun kelor dapat mensubstitusi lamtoro sebagai pakan
ternak yang multiguna. Bagi ternak ruminansia daun kelor memiliki palatabilitas
yang baik dan memiliki kandungan protein yang tinggi. Daun dan biji kelor
digunakan pula oleh manusia sebagai sayuran yang kaya akan karoten dan asam
askorbat. Kelor merupakan sumber provitamin A, vitamin B dan C, mineral terutama
zat besi.
Gambar 1. Moringa oleifera Lamk (Plantamor, 2010)
Klasifikasi tanaman kelor menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (1991)
adalah sebagai berikut.
Divisi : Spermatozoa
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Brassicales
8
Suku : Moringaceae
Marga : Moringa
Jenis : Moringa oleifera Lamk
Nama Umum : Kelor
Nama Daerah : Murong, Barunggae, Kelor, Marungga (Sumatera)
Kelor, Maronggi (Jawa)
Batang pohon kelor berbentuk ramping, memiliki daun yang dapat meranggas
dan merupakan tanaman tahunan dengan tinggi mencapai 10 m. Cabang tumbuhan
kelor tumbuh menjuntai dengan cabang dan batang yang mudah patah serta
dilindungi oleh kulit batang seperti gabus. Daun tanaman kelor merupakan daun
majemuk berwarna hijau pucat, memiliki panjang tangkai 30-60 cm, panjang daun
1,3-2 cm dengan lebar daun berkisar 0,3-0,6 cm. Bagian tepi daun berbentuk elips
dengan bagian tengah yang lebih lebar (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
Tanaman kelor dapat tumbuh dengan cepat dan dapat mencapai tinggi 4 meter pada
tahun pertamanya dan mampu menghasilkan buah pada tahun yang sama (Folkard
dan Shutherland, 1996).
Pada umumnya bunga tanaman kelor memiliki aroma yang wangi, berwarna
putih atau putih kekuningan dengan diameter 2,5 cm, memiliki benang sari (bunga
jantan) berjumlah 5 buah dengan warna kuning, putik (bunga betina) tanaman kelor
memiliki bentuk seperti pendulum, berwarna coklat memiliki panjang 30-120 mm,
dengan lebar 1,8 mm. Setiap bunga betina memiliki bakal buah sebanyak 20 buah.
Selain itu, tanaman kelor memiliki buah yang kedua ujungnya meruncing serta
memiliki lekuk buah sebanyak 9 buah, sedangkan biji tanaman kelor memiliki 3 buah
sayap dikedua sisinya (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
Daun Nangka
Nangka merupakan tanaman buah berupa pohon dan penyebarannya di
daerah tropis sudah menyeluruh seperti Indonesia. Tanaman ini memiliki beberapa
nama daerah yaitu nongko (Jawa), lumasa atau malasa (Lampung) dan nangka
(Sunda). Beberapa nama asing antara lain jacfruit (Inggris), Kapiak (Papua Nugini),
liangka (Filipina) dan khanum menurut bahasa Thailand (Prihatman, 2000). Daun
nangka dapat digunakan sebagai hijauan makanan ternak. Daun ini memiliki PK
9
15.9%, ADF 38.4%, NDF 49.6% dan tanin 6.1 mg/g BK (Baba et al., 2002).
Klasifikasi dan morfologi nangka adalah sebagai berikut.
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Urticales
Suku : Moraceae
Marga : Artocarpus
Jenis : Artocarpus heterophyllus
Nama Umum : Nangka
Gambar 2. Artocarpus heterophyllus (Plantamor, 2010)
Januarti (2009) melaporkan bahwa A. heterophyllus memiliki kandungan
protein kasar sebesar 15,08% dan serat kasar sebesar 19,64%. Bila dibandingkan
dengan hijuan lain seperti Pennisetum purpureum, A. heterophyllus memiliki
kandungan protein kasar yang lebih tinggi tetapi kandungan serat kasarnya lebih
rendah. Kedua hijauan ini memiliki kandungan tannin yang sama, namun A.
heterophyllus memiliki kandungan saponin yang lebih tinggi. Rendahnya kandungan
serat kasar dan tingginya saponin pada A. heterophyllus menyebabkan hijauan ini
dapat didegradasi lebih mudah daripada P. purpureum.
Daun Gamal
Gamal (Gliricidia sepium) merupakan legum pohon dengan ketinggian
mencapai 5-15 m, tipe daunnya majemuk sederhana dan memiliki bunga berbentuk
kupu-kupu berwarna putih dan merah jambu. Tandan perbungaan panjangnya 2-12
10
cm, muncul dibawah ketiak daun, terutama pada daun-daun yang telah gugur.
Kelopak daun berwarna hijau kemerahan, sedangkan daun mahkota berwarna merah
jambu keputihan atau ungu (Mathius, 1984).
Sebagai pakan, daun gamal mengandung 3%-15% protein, 13%-30% serat
kasar, 6% abu, sedikit karoten dengan kecernaan berkisar antara 48%-77% serta
NDF 45%, ADF 34%. Zat yang kurang menguntungkan dalam tanaman ini adalah
adanya faktor antinutrisi dengan kandungan flavanol 1%-3,5% dan 3%-5% fenol,
kandungan tersebut dapat mengganggu selera ternak. Untuk beberapa ternak seperti
kuda dan tikus, tanaman ini merupakan racun tapi tidak untuk sapi dan kambing
(Mathius, 1984).
Gambar 3. Gliricidia sepium
(Plantamor, 2010)
Pertambahan Bobot Badan
Salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan ialah
dengan pengukuran pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan yang
diperoleh dari percobaan pada ternak merupakan hasil metabolisme nutrien yang
dikonsumsi. Makin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak akan diikuti dengan
pertambahan bobot badan yang lebih tinggi.
Menurut Haryanto dan Djajanegara (1993), pertambahan bobot badan harian
domba di Indonesia dengan bobot badan 20 kg adalah 100 g/e/h. Menurut NRC
(1985) pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
konsumsi pakan, jenis ternak, umur, keadaan genetis, lingkungan, kondisi fisiologis
ternak dan tata laksana. Pertambahan bobot badan harian (PBBH) dipengaruhi oleh
konsumsi dan kecernaan pakan (Parakkasi, 1999).
11
Pertumbuhan pada domba terjadi secara perlahan, kemudian lebih cepat dan
akhirnya kembali perlahan atau berhenti sama sekali. Pola tersebut menghasilkan
kurva pertumbuhan yang berbentuk sigmoid (berbentuk S).
Gambar 4. Kurva Pertumbuhan Sigmoid pada Domba (Ensminger, 2002)
Efisiensi Pakan
Efisiensi pakan merupakan perbandingan antara pertambahan bobot badan
yang dihasilkan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi. Efisiensi penggunaan pakan
dapat dilihat dari besar kecilnya nilai konversi. Semakin kecil nilai konversi, maka
semakin efisien ternak dalam menggunakan pakan tersebut untuk produksi daging.
Menurut Elia (2005), nilai konversi merupakan gambaran dari efisiensi penggunaan
pakan oleh ternak. Nilai efisiensi pakan menunjukkan banyaknya PBB yang
dihasilkan dari satu kilogram pakan. Efisiensi pakan pada ruminansia dipengaruhi
oleh kualitas pakan, kecernaan dan efisiensi pemanfaatan gizi dalam proses
metabolisme di dalam jaringan tubuh ternak. Menurut Anggorodi (1979) faktor-
faktor yang mempengaruhi efisiensi pakan diantaranya adalah laju perjalanan ransum
di dalam saluran pencernaan, bentuk fisik bahan makanan dan komposisi nutrien
pakan.
12
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah dan
Laboratorium Lapang B, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi,
Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor, selama
2 bulan pengamatan.
Materi
Alat
Alat-alat yang digunakan di kandang domba adalah tempat pakan, tempat
minum, timbangan kapasitas 125 kg dan 5 kg. Alat-alat yang digunakan di
laboratorium adalah eksikator, oven 105oC, tanur, seperangkat alat analisa protein
dan serat kasar serta alat analisa AIA, timbangan Mettler PJ360 DeltaRange dengan
kapasitas 300 g.
Bahan
Penelitian ini menggunakan 16 ekor domba lokal jantan lepas sapih dengan
rataan bobot awal domba 12,56±1,41 kg yang dipelihara di dalam kandang individu.
Pakan yang digunakan adalah rumput lapang dan tiga jenis hijauan tropis
yaitu daun kelor (Moringa oleifera Lamk), daun gamal (Gliricidia sepium) dan daun
nangka (Artocarpus heterophyllus). Pemilihan daun tersebut didasarkan pada hasil
penelitian awal secara in vitro dan in sacco. Pakan diberikan tiga kali sehari yaitu
pukul 06.30 WIB, 11.30 WIB dan 16.30 WIB dengan pemberian hijauan tropis
sesuai perlakuan masing-masing terlebih dahulu kemudian secara bertahap diberikan
rumput lapang. Air minum diberikan ad libitum.
13
Tabel 1. Kandungan Nutrien Rumput, Kelor, Gamal dan Nangka
Keterangan : Hasil analisis Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi IPB, 2010 *Januarti, 2009
Prosedur
Pemeliharaan Ternak
Ternak dipelihara dalam kandang individu selama 2 bulan. Minggu pertama
sebagai masa adaptasi pakan (preliminary). Pemberian pakan (BK) 5% dari bobot
badan Air minum diberikan ad libitum. Pakan ditimbang pada sore hari untuk
pemberian hari berikutnya. Penimbangan bobot badan dilakukan sebanyak dua kali,
yaitu pada awal dan akhir pemeliharaan.
Peubah yang Diamati
Konsumsi Bahan Kering Ransum
Konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang dimakan oleh
ternak, dimana zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi
kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi hewan tersebut (Tillman et al., 1991).
Konsumsi diartikan juga sebagai banyaknya pakan yang bisa dimakan oleh ternak
selama 24 jam. Pengukuran jumlah konsumsi dilakukan dengan mengurangi jumlah
pakan yang diberikan dengan sisa pakan pada keesokan harinya.
Konsumsi BK = Jumlah pakan yang diberikan (BK) - Sisa (BK)
Kecernaan Bahan Kering Ransum
Data feses diperlukan untuk melakukan pengukuran kecernaan. Koleksi feses
dilakukan selama 5 hari berturut-turut pada akhir penelitian. Feses diambil langsung
dari dalam rektum. Pengambilan sampel feses dimulai pagi, siang, dan sore secara
kualitatif dan hari terakhir dilakukan koleksi feses setiap 3 jam sekali. Sampel feses
dari setiap ekor domba diambil sebanyak 8 - 10 butir kemudian dikeringkan di bawah
Nutrien Hijauan Tropis
Rumput Kelor Gamal Nangka*
Bahan Kering (%) 24,4 12,79 32,32 39,25
Protein Kasar (%BK) 8,2 22,74 20,54 15,08
Serat Kasar (%BK) 31,7 8,55 15,86 19,64
14
matahari sebelum dibawa ke laboratorium. Berat sampel ditimbang sebelum dan
setelah dikeringkan. Selama periode pemberian pakan, sampel pakan diambil untuk
dianalisis proksimat. Pada akhir percobaan sampel feses yang sudah kering dari
setiap percobaan digabungkan kemudian digiling dan dianalisis proksimat di Pusat
Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi.
Kecernaan pakan diukur dengan menggunakan metode Acid Insoluble Ash
(AIA) menurut Van Keulen dan Young (1977). Sampel feses dan pakan yang telah
dianalisis proksimat digunakan untuk menghitung kecernaan bahan kering dan
nutrien lain (protein dan serat). Analisis abu dilakukan dengan menggunakan tanur
(suhu 600oC) yang diikuti dengan pencucian dengan asam hidroklorat dan kemudian
diabukan kembali. Selisih kadar abu sebelum dan sesudah pencucian adalah indikator
abu yang tak terlarut dalam asam yang dapat digunakan sebagai bagian yang tak
tercerna.
Metode AIA (Acid Insoluble Ash)
Sebanyak 2 g sampel diabukan pada suhu 600oC. Abu dimasukkan dalam
gelas piala, ditambah 25 ml HCl 2N dan dididihkan hingga volume awal menjadi
kurang lebih setengahnya. Kemudian abu disaring ke dalam crucible (yang sudah
diketahui bobotnya). Endapan dicuci dengan air suling panas (85-100oC) sampai
bebas asam. Hasil saringan diabukan lagi. Timbang berat abu yang tidak larut dalam
asam. Analisis ini dikerjakan untuk sampel feses dan pakan.
Hasil persen AIA digunakan untuk menghitung kecernaan bahan kering
dengan perhitungan sebagai berikut.
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan domba dapat diketahui dengan penimbangan bobot
hidup pada awal dan akhir pemeliharaan.
15
Efisiensi Pakan
Efisiensi pakan merupakan perbandingan antara pertambahan bobot badan
yang dihasilkan dengan jumlah ransum yang dikonsumsi. Nilai efisiensi pakan
merupakan gambaran penggunaan dan kualitas pakan pada domba.
Rancangan
Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat
perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah R1 = Ransum
Kontrol 100% rumput lapang, R2 = 70% rumput lapang + 30% kelor, R3 = 70%
rumput lapang + 30% gamal, R4 = 70% rumput lapang + 30% nangka. Model
matematis yang digunakan sebagai berikut :
Y ij = µ + τi + εij
Keterangan :
Y ij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = nilai rataan umum
τi = pengaruh perlakuan ke-i
εij = galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
i = perlakuan yang diberikan
j = ulangan dari masing-masing perlakuan
Analisa Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA yang
dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1993) untuk mengetahui perbedaan
rataan peubah setiap perlakuan.
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Nutrien Domba
Kandungan nutrien ransum domba pada masing-masing perlakuan yang
didasarkan pada formula pemberian pakan skala peternakan semi intensif terlihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Domba yang Diberi Perlakuan
Keterangan: R1 = 100% Rumput Lapang R2 = 70% Rumput Lapang + 30% Kelor R3 = 70% Rumput Lapang + 30% Gamal R4 = 70% Rumput Lapang + 30% Nangka
Ransum yang terdiri dari 100% rumput (R1, perlakuan kontrol) memiliki
kandungan protein kasar sebesar 8,2% yang berarti bahwa apabila diberikan pada
domba ad libitum maka hanya dapat menyumbang protein dalam jumlah yang kurang
dari kebutuhan. Kandungan serat kasar yang terdapat pada R1 sebesar 31,7% yang
artinya cukup untuk memenuhi kebutuhan serat bagi ternak ruminansia. Pada
perlakukan R2, R3 dan R4 dengan penambahan 30 % kelor, gamal dan daun nangka
maka kandungan protein kasar meningkat menjadi masing-masing 12,56%, 11,90%
dan 10,26%, sementara kandungan serat kasar ransum menjadi lebih rendah
dibandingkan dengan kontrolnya. Meningkatnya kadar protein ransum dengan
penambahan hijauan tropis tersebut disebabkan oleh tingginya kandungan protein
daun kelor, gamal dan nangka yang masing-masing sebesar 22,74%, 20,54% dan
15,08%. Daun nangka memiliki kandungan serat kasar yang paling tinggi
dibandingkan hijauan tropis lainnya yaitu sebesar 19,64%, namun lebih rendah
dibandingkan serat kasar pada rumput lapang yang besarnya 31,7%.
Menurut NRC (1985) kebutuhan protein dan TDN untuk domba dengan
bobot badan sekitar 10-15 kg dan pertambahan bobot badan 50-100 g/h adalah
16,2%-17,4% dan 71%-73%. Sedangkan Haryanto dan Djajanegara (1993)
menyatakan bahwa kebutuhan protein ransum domba sebesar 14%-15% dengan TDN
Nutrien Perlakuan
R1 R2 R3 R4
Bahan Kering (%) 24,4 20,92 26,78 28,86
Protein Kasar (%BK) 8,2 12,56 11,90 10,26
Serat Kasar (%BK) 31,7 24,76 26,95 28,08
17
sebesar 45%-63%. Peran protein dalam ransum adalah disamping untuk
pertumbuhan juga untuk mengganti sel yang rusak, sedangkan kehadiran serat dalam
ransum ruminansia mampu memberikan kontribusi sebagai sumber energi bagi
ternak melalui proses pemecahan di dalam rumen dengan bantuan enzim pemecah
serat yang dihasilkan oleh mikroba.
Pakan merupakan unsur yang sangat menentukan dalam pertumbuhan,
reproduksi, dan kesehatan ternak. Pemberian pakan yang baik adalah sesuai dengan
kebutuhan nutrien tubuh domba yang digunakan dalam proses metabolismenya.
Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak harus sesuai dengan kebutuhan ternak
tersebut. Parakkasi (1999) menegaskan bahwa konsumsi pakan merupakan faktor
penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan
mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar zat makanan dalam
pakan untuk memenuhi hidup pokok dan produksi. Konsumsi pakan sangat
dipengaruhi oleh palatabilitas, kualitas ransum, bentuk fisik ransum, umur ternak,
status faal ternak dan kesehatan.
Penambahan 30% daun kelor, gamal dan nangka pada perlakuan R2, R3 dan
R4 mengakibatkan kenaikan konsumsi bahan kering dan nutrien dengan sangat
nyata (P<0,01). Konsumsi nutrien domba yang diberi perlakuan terlihat pada Tabel
3.
Tabel 3. Konsumsi Nutrien Domba yang Diberi Perlakuan (g/e/h)
Keterangan: R1 = 100% Rumput Lapang R2 = 70% Rumput Lapang + 30% Kelor R3 = 70% Rumput Lapang + 30% Gamal R4 = 70% Rumput Lapang + 30% Nangka
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).
Konsumsi nutrien yang bervariasi ditentukan oleh sifat fisik dan kandungan
nutrien masing-masing hijauan tropis serta palatabilitas. Penambahan 30% daun
Perlakuan Konsumsi Nutrien (g/e/h)
Bahan kering Protein Kasar Serat Kasar
R1 506,30 ± 28,84b 41,52 ± 2,37d 160,50 ± 9,14a
R2 501,69 ± 0,64b 54,48 ± 0,15c 137,79 ± 0,05b
R3 610,75 ± 17,61a 77,80 ± 2,52a 158,03 ± 4,32a
R4 604,76 ± 24,52a 66,94 ± 3,15b 161,30 ± 6,13a
18
gamal dan nangka dapat meningkatkan konsumsi bahan kering sebesar 20,63% dan
19,45%, konsumsi serat kasar sebesar 1,54% dan 0,50% dibandingkan dengan
kontrol. Konsumsi protein pada domba yang diberi penambahan 30% daun kelor,
gamal dan nangka masing-masing 31,21%, 87,38%, dan 61,22% dibandingkan
dengan perlakuan kontrol.
Konsumsi Bahan Kering
Konsumsi adalah faktor esensial yang merupakan dasar untuk hidup pokok
dan menentukan produksi. Tingkat konsumsi ternak juga dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang kompleks yang terdiri dari hewan, makanan yang diberikan dan
lingkungan tempat hewan tersebut dipelihara. Konsumsi merupakan faktor yang
penting dalam menentukan efisiensi produktifitas ternak. Dalam menentukan
konsumsi pada ternak ruminansia didasarkan pada bahan kering, hal ini disebabkan
kandungan air dari berbagai macam bahan pakannya sangat bervariasi. Menurut
NRC (1985) kebutuhan bahan kering untuk hidup pokok pada domba dengan bobot
badan 10-20 kg adalah sebesar 500-1000 g/e/h atau 4% -5% dari bobot badan.
Hasil penelitian pada Tabel 3 menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan
menambah hijauan tropis berupa daun kelor, gamal dan nangka berpengaruh sangat
nyata meningkatkan konsumsi bahan kering (P<0,01). Dari keseluruhan perlakuan,
rata-rata konsumsi bahan kering sekitar 555,88±56,81 g/e/h atau setara dengan
konsumsi bahan kering 4,5% dari bobot badan.
Kandungan nutrien ransum yang terdapat pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
bahan kering terendah terdapat pada R2, hal ini mendukung rendahnya konsumsi
bahan kering pada domba yang diberi perlakuan R2. Konsumsi bahan kering domba
yang mendapat perlakuan R2 (70% rumput+30% kelor) setara dengan penelitian
yang dilakukan Hermawan (2009) yaitu domba dengan bobot tubuh rata-rata
19,06±1,46 kg mengkonsumsi bahan kering sebesar 503,71±23,81 g/e/h. Konsumsi
bahan kering paling tinggi terdapat pada domba yang diberi perlakuan R3 diikuti R4
dan R1. Konsumsi bahan kering pada perlakuan R3 paling tinggi dibandingkan
perlakuan yang lain karena pakan yang diberikan memiliki kandungan bahan kering
cukup tinggi dan palatabilitas terhadap daun gamal yang tinggi pula.
Yunita (2008) melaporkan bahwa domba yang diberi pakan campuran ransum
komplit mengkonsumsi bahan kering sebesar 768,41±68,42 g/e/h. Konsumsi bahan
19
kering pada penelitian ini lebih rendah daripada hasil penelitian Yunita (2008)
namun dapat memenuhi kebutuhan bahan kering domba dan konsumsi bahan kering
domba yang diberi penambahan daun kelor, gamal dan nangka lebih baik
dibandingkan kontrol. Palatabilitas cukup tinggi terhadap semua perlakuan yang
diberikan, namun kandungan nutrien masing-masing perlakuan sangat bervariasi
sehingga konsumsi nutrien khususnya bahan kering berbeda pada setiap perlakuan.
Tingkat konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, selain spesies hewan,
kualitas dan palatabilitas pakan dan lingkungan juga dipengaruhi faktor daya
tampung rumen yang terbatas (Mulyono, 2004). Menurut Parakkasi (1999), pakan
yang berkualitas baik tingkat konsumsinya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
pakan berkualitas rendah. Mathius (1984) melaporkan bahwa domba yang diberi
legum mendapat asupan nutrien yang lebih baik dibandingkan rumput. Haryanti
(2005) melaporkan bahwa domba lokal jantan dengan bobot badan 12-17 kg yang
diberi campuran 80% rumput dan 20% legum pohon berupa angsana, gamal,
kaliandra, lamtoro dan turi mengkonsumsi bahan kering sekitar 123-398,5 g/e/h.
Konsumsi Protein Kasar
Protein kasar merupakan unsur penting dalam tubuh hewan dan diperlukan
terus menerus untuk memperbaiki sel dalam proses sintesis. Protein berfungsi
sebagai zat pembangun atau pertumbuhan, zat pengatur dan mempertahankan daya
tahan tubuh (NRC, 1985).
Rataan konsumsi protein kasar harian untuk masing-masing perlakuan R2, R3
dan R4 berturut-turut meningkat sebesar 31,21%, 87,38% dan 61,22% dibandingkan
dengan perlakuan kontrolnya. Konsumsi protein kasar pada keempat perlakuan
menunjukkan peningkatan yang sangat nyata (P<0,01). Pada perlakuan R3, konsumsi
protein kasar tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain kemudian diikuti
oleh perlakuan R4 dan R2. Hal ini disebabkan oleh kandungan protein kasar yang
tinggi pada R3 (11,90%). Gamal memiliki kandungan protein yang tinggi (20,54%)
dan konsumsi bahan kering yang tinggi pula, sehingga mendukung tingginya
konsumsi protein kasar pada domba yang diberi perlakuan R3. Pada perlakuan
penambahan 30% kelor (R2), total konsumsi protein lebih rendah dari perlakuan R4
padahal R2 memiliki kandungan protein kasar paling tinggi dibandingkan semua
20
perlakuan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan konsumsi bahan kering pada R4 yang
lebih tinggi 20,54% dibandingkan dengan R2.
Nilai konsumsi protein kasar pada perlakuan kontrol setara dengan nilai
kebutuhan protein kasar untuk hidup pokok yang disarankan Haryanto dan
Djajanegara (1993) bahwa domba dengan bobot hidup 14 kg membutuhkan protein
kasar 33,2 g/e/h. Sedangkan kebutuhan protein kasar untuk tumbuh dan hidup pokok
adalah 112-152 g/e/h. Untuk ketiga perlakuan penambahan 30% hijauan tropis
menunjukkan adanya peningkatan konsumsi 1,6 kali (R2), 2,3 kali (R3) dan 2,0 kali
(R4) dibandingkan dengan rekomendasi kebutuhan protein kasar untuk hidup pokok.
Terpenuhinya nilai konsumsi protein kasar dikarenakan kualitas pakan campuran
rumput dengan hijauan tropis berupa daun kelor, gamal dan nangka cukup
berkualitas.
Manurung (1995) menyetujui bahwa penggunaan hijauan leguminosa pohon
sebagai suplemen ransum ruminansia dapat meningkatkan konsumsi protein.
Penambahan daun kelor, gamal dan nangka yang memiliki protein tinggi dapat
meningkatkan konsumsi protein kasar pada domba. Pada perlakuan R1 konsumsi
protein kasar terendah yaitu 41,52 g/e/h. Rendahnya konsumsi protein kasar pada R1
disebabkan oleh ransum rumput lapang 100% yang memiliki kandungan protein
terendah sebesar 8,2% dan konsumsi bahan kering terendah pula. Kondisi konsumsi
protein hijauan tersebut masih berada pada kisaran normal yang direkomendasikan
NRC (1985) yaitu 30 g/e/h untuk hidup pokok, namun konsumsi protein belum
memenuhi kebutuhan protein yang direkomendasikan sebesar 112-152 g/e/h untuk
pertambahan bobot badan sebesar 50-100 g/e/h .
Hasil penelitian Winugroho dan Widiawati (2009) menyarankan untuk
mengefisiensikan penggunaan pakan oleh ternak, maka ternak yang mengkonsumsi
pakan dengan kandungan protein tinggi perlu diimbangi dengan pemberian pakan
sumber serat sebagai penghasil energi. Ketepatan imbangan pakan sumber protein
dan hijauan sumber serat sangat menentukan efisiensi penggunaan nutrien oleh
ternak yang selanjutnya akan mempengaruhi produksi ternak.
21
Konsumsi Serat Kasar
Konsumsi serat kasar yang tinggi akan dimanfaatkan sebagai sumber VFA
melalui fermentasi di rumen hewan ruminansia, namun semakin tinggi porsi hijauan
dengan serat kasar yang tinggi, akan meningkatkan sifat keambaan, yang pada
akhirnya akan menguragi total konsumsi bahan kering. Hasil dari analisis statistik
pada Tabel 3 menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata dari perlakuan
terhadap peningkatan konsumsi serat kasar (P<0,01).
Konsumsi serat kasar tertinggi terjadi pada domba yang diberi perlakuan R4
dan R3 karena pada perlakuan ini domba mengkonsumsi bahan kering paling banyak
dan kandungan serat kasar ransum juga cukup tinggi dibandingkan dengan yang
lainnya. Pada perlakuan R2 konsumsi serat kasar nyata lebih rendah dibandingkan
dengan kedua perlakuan penambahan hijauan tropis yang lain, hal ini disebabkan
kandungan serat kasar pada R2 yang paling rendah (24,76%) dan konsumsi bahan
kering yang rendah pula.
Menurut Sulastri (2009), konsumsi serat kasar domba yang diberi ransum
dengan proporsi 70% hijauan dan 30% konsentrat berkisar antara 179,38-240,39
g/e/h. Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian ini yang
menunjukkan konsumsi serat kasar pada perlakuan R1, R2, R3 dan R4 berkisar
antara 137,79 – 161,30 g/e/h. Hal ini disebabkan karena jenis hijauan yang diberikan
memiliki kandungan serat yang bervariasi khususnya daun kelor hanya mengandung
serat kasar sebesar 8,55%.
Serat kasar terdiri atas selulosa, hemiselulosa dan lignin. Fraksi serat kasar
dapat diukur berdasarkan kelarutannya dalam larutan-larutan detergen, yaitu
menggunakan analisis Van Soest (Tillman et al., 1991). Fraksi yang tidak larut
adalah lignoselusosa. Fraksi Acid Detergen Fiber (ADF) dibagi menjadi fraksi
selulosa dan lignin. Kandungan fraksi ADF hijauan pakan erat hubungannya dengan
manfaat bahan makanan bagi ternak. Bila kadar lignin tinggi dalam bahan makanan,
maka koefisien cerna bahan makanan tersebut menjadi rendah. Hijauan tropis seperti
nangka, gamal dan kaliandra memiliki fraksi ADF yang bervariasi antara 45,71%-
65,62% (Januarti, 2009).
Mikroba yang terdapat dalam rumen membantu proses pencernaan serat kasar
pada proses fermentasinya. Serat kasar yang berasal dari pakan masuk kedalam
22
rumen ternak kemudian difermentasi menjadi VFA dan diserap untuk mencukupi
ketersediaan energi untuk pertumbuhan. Meskipun demikian, konsumsi serat kasar
tertinggi bukan berarti akan menghasilkan pertumbuhan dan produksi terbaik karena
serat kasar berupa lignin bersifat menurunkan daya cerna (Wilson et al., 1998).
Kecernaan Bahan Kering
Kecernaan bahan kering merupakan jumlah pakan yang diserap oleh tubuh
hewan atau jumlah pakan yang tidak dieksresikan dalam feses (McDonald et al.,
2002). Perlakuan penambahan hijauan tropis berupa daun kelor, gamal dan nangka
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap nilai kecernaan bahan
kering. Data kecernaan bahan kering dapat dilihat pada Tabel 4. Data kecernaan pada
perlakuan R1 menunjukkan adanya variasi yang besar, yang ditunjukkan dari nilai
deviasinya. Hal ini disebabkan adanya keragaman dari umur dan genetik domba yang
berasal dari UP3-Jonggol.
Tabel 4. Kecernaan Bahan Kering Ransum dengan Metode AIA
Perlakuan Kecernaan Bahan Kering (%)
R1 61,82 ± 6,93b
R2 69,73 ± 0,43a
R3 62,54 ± 2,31b
R4 63,16 ± 1,76b
Keterangan: R1 = 100% Rumput Lapang R2 = 70% Rumput Lapang + 30% Kelor R3 = 70% Rumput Lapang + 30% Gamal R4 = 70% Rumput Lapang + 30% Nangka
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).
Adapun domba yang diberi perlakuan R2 memiliki nilai kecernaan yang
nyata lebih tinggi 12,80% dibandingkan dengan kontrol sedangkan R3 dan R4 tidak
berbeda nyata dengan kontrol karena hanya berbeda 1,16% dan 2,17% dari kontrol.
Pada perlakuan R2 meskipun konsumsi bahan kering tidak terlalu tinggi, tetapi
tampaknya ketersediaan nutrien yang dikonsumsi memiliki kualitas yang cukup baik
sehingga berpengaruh pada nilai kecernaannya. Rendahnya kandungan antinutrisi
pada daun kelor mendukung nilai kecernaan yang tinggi. Jumlah bahan kering yang
tercerna untuk masing-masing perlakuan adalah 313, 350, 382, dan 382 g/e/h untuk
23
R1, R2, R3 dan R4, yang artinya jumlah nutrien yang tercerna untuk perlakuan
penambahan hijauan tropis meningkat 37 g/e/h untuk R2 dan 69 g/e/h untuk R3 dan
R4 dibandingkan dengan kontrol.
Kajian kecernaan secara in vitro dan in sacco untuk berbagai hijauan tropis
menunjukkan bahwa hijauan kelor baik sebagai pakan tunggal, dicampur dengan
rumput lapang maupun dicampur dalam bentuk ransum menunjukkan hasil yang
lebih baik dibanding hijauan tropis lain yang berupa Leucaena leucocephala,
Pennisetum purpureum, Musa sapientum, Melastoma malabathricum, Dillenia
suffruticosa, Brachiaria decumbens, Sapium baccatum, dan Cyperus kyllinga
(Januarti, 2009). Nilai kecernaan domba yang diberi perlakuan dengan penambahan
30% daun kelor, gamal dan nangka lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan
kontrol karena kualitas rumput lebih rendah dibandingkan dengan R2, R3 dan R4.
Nilai kecernaan bahan kering setara dengan yang dilaporkan oleh Firdus et al.
(2004), yakni sebesar 54,32%-61,87% untuk kecernaan bahan kering domba yang
diberi leguminosa (dengan metoda koleksi total). Pengukuran kecernaan nutrien
dengan metode AIA lebih praktis dibandingkan dengan metode koleksi total, karena
dalam pengambilan sampelnya cukup kualitatif dengan frekuensi waktu setiap 2-6
jam sekali. Abu yang larut dalam asam digunakan sebagai indikator dalam
menghitung kecernaan pakan. Van Keulen dan Young (1977) berpendapat bahwa
hasil perhitungan kecernaan nutrien dengan metode AIA sama dengan pengukuran
kecernaan nutrien metode koleksi total, namun lebih praktis untuk digunakan.
Thonney et al. (1985) yang meneliti kecernaan bahan kering menggunakan metode
AIA juga menyatakan hal serupa bahwa pengukuran kecernaan nutrien dengan
metode AIA lebih mudah digunakan dibandingkan dengan indikator kecernaan
lainnya.
Pertambahan Bobot Badan
Salah satu faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan adalah
konsumsi pakan. Hal ini sangat terkait dengan nutrien yang terkandung dalam pakan
dan tingkat kecernaan pakan tersebut. Ransum yang memiliki nilai nutrien tinggi dan
tingkat palatabilitas yang baik dapat dengan cepat meningkatkan pertambahan bobot
24
badan ternak selama penggemukan. Rataan pertambahan bobot badan harian domba
pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan Pertambahan Bobot Badan dan Efisiensi Pakan Domba
Perlakuan Pertambahan Bobot Badan
(kg/ekor/60hari) Efisiensi Pakan Domba
R1 1,75±0,29 0,057±0,013
R2 2,65±0,47 0,064±0,018
R3 2,88±0,48 0,053±0,015
R4 2,85±0,51 0,053±0,015
Keterangan: R1 = 100% Rumput Lapang R2 = 70% Rumput Lapang + 30% Kelor R3 = 70% Rumput Lapang + 30% Gamal R4 = 70% Rumput Lapang + 30% Nangka
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata
terhadap pertambahan bobot badan domba. Ada kecenderungan rataan penambahan
bobot badan 37,82% lebih tinggi untuk perlakuan penambahan hijauan tropis
dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Astuti dan Sastradipradja (1999)
menyatakan bahwa domba yang hanya diberi rumput saja dan dipelihara dalam
kandang mempunyai rata-rata pertambahan bobot badan sekitar 3 kg/e/60 hari atau
50 g/e/h, sedangkan yang digembalakan dan hanya makan rumput saja mempunyai
pertambahan bobot badan rata-rata 2,75 kg/e/60 hari atau setara dengan 45,83 g/e/h.
Domba yang dipelihara dengan kandang individu dengan penambahan daun kelor,
gamal dan nangka pada penelitian ini memiliki pertambahan bobot badan yang sama
dengan domba yang digembalakan dan hanya diberi rumput saja.
Jumlah dan kemampuan ternak mencerna pakan yang dikonsumsi
mempengaruhi banyaknya nutrien yang diserap tubuh untuk pertumbuhan. Domba
yang mendapat perlakuan R3 dan R4 memiliki pertambahan bobot badan paling
tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah nutrien yang dicerna lebih tinggi
dibandingkan R1. Hasil perhitungan menunjukkan jumlah bahan kering yang
tercerna untuk perlakuan R3 dan R4 sekitar 382 g/e/h. Domba jantan lepas sapih
yang dipelihara berada pada tahap pertumbuhan yang cukup baik. Bobot badan
domba akan terus bertambah seiring bertambahnya usia dengan pemeliharaan yang
baik dan pemberian pakan yang memenuhi kebutuhan.
25
Efisiensi Pakan
Efisiensi pakan merupakan perbandingan antara pertambahan bobot badan
yang dihasilkan dengan jumlah ransum yang dikonsumsi. Efisiensi penggunaan
pakan dapat dilihat dari besar kecilnya nilai konversi. Semakin kecil nilai konversi,
maka semakin efisien ternak dalam menggunakan pakan tersebut untuk produksi
daging.
Menurut Elia (2005), nilai konversi merupakan gambaran dari efisiensi
penggunaan pakan oleh ternak. Nilai efisiensi didefinisikan sebagai besarnya
penggunaan ransum terhadap banyaknya pertambahan bobot badan yang dihasilkan
dari satu satuan tertentu. Efisiensi ransum pada ruminansia dipengaruhi oleh kualitas
ransum, kecernaan dan efisiensi pemanfaatan nutrient dalam proses metabolisme
jaringan tubuh ternak. Rataan efisiensi pakan dapat dilihat pada Tabel 5.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa efisiensi penggunaan nutrien secara
nyata tidak dipengaruhi oleh perbedaan perlakuan ransum. Hal ini berarti bahwa
dengan pemberian 30% hijauan tropis pada ransum domba tidak menunjukkan
adanya perbedaan efisiensi pemanfaatan pakan untuk pertumbuhan. Ada
kecenderungan perbaikan pemanfaatan pakan domba yang mendapat perlakuan R2
sebesar 12,28% dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Pada perlakuan R3 dan R4
walaupun nilai pertambahan bobot badannya lebih besar, namun kurang efisien
dalam pemanfaatan nutriennya, karena nilai efisiensi pakannya 7,02% lebih rendah
dari kontrol. Domba yang diberi 30% hijauan tropis berupa daun kelor
mengkonsumsi nutrien sesuai dengan kebutuhannya. Nutrien yang dikonsumsi
kemudian dicerna dalam tubuh hingga menghasilkan pertambahan bobot badan yang
lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Nilai kecernaan domba yang diberi daun
kelor paling tinggi dibandingkan hijauan tropis yang lain yaitu sebesar 69,73%.
Kandungan protein yang tinggi, vitamin dan mineral yang terkandung dalam daun
kelor meningkatkan performa domba yang mengkonsumsinya, walaupun daun kelor
mengandung tanin 0,15%, saponin 5%, phytat 3,1% dan asam amino esensial
bersulfur (Soliva et al., 2005).
Gamal memiliki antinutrisi berupa tanin 0,51%, saponin 4,91%, kumarin dan
HCN (Januarti, 2009). Zat antinutrisi tersebut mempengaruhi proses pemanfaatan
nutrien gamal. Pemanfaatan nutrien daun nangka juga dipengaruhi oleh keberadaan
26
zat antinutrisi. Nangka mengandung antinutrisi berupa tanin sebesar 0,4% dan
saponin sebesar 5,97%. Penambahan hijauan tropis berupa daun kelor sebagai pakan
domba memiliki nilai efisiensi pakan yang paling baik dibandingkan daun gamal dan
daun nangka.
Menurut Anggorodi (1979) faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi
ransum diantaranya adalah laju perjalanan ransum di dalam saluran pencernaan,
bentuk fisik bahan makanan dan komposisi nutrien ransum.
27
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian hijauan tropis berupa Moringa oleifera Lamk, Gliricidia sepium,
dan Artocarpus heterophyllus dapat meningkatkan konsumsi bahan kering, protein
kasar, serat kasar dan nilai kecernaan bahan kering dengan pengukuran metode Acid
Insoluble Ash. Pertambahan bobot badan dan efisiensi pakan tidak berbeda pada
semua perlakuan.
Saran
Penambahan 30% hijauan tropis berupa Moringa oleifera Lamk, Gliricidia
sepium, dan Artocarpus heterophyllus dalam ransum sangat disarankan untuk domba
penggemukan dan reproduksi.
28
UCAPAN TERIMAKASIH
Segala pujian, hormat dan kemuliaan hanya bagi Tuhan Yesus Kristus yang
telah menyertai penulis dalam studi hingga dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Kecernaan Nutrien Metode Acid Insoluble Ash dan Performa Domba
Lokal yang Diberi Moringa oleifera Lamk, Gliricidia sepium dan Artocarpus
heterophyllus. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Dewi Apri Astuti,
MS. sebagai pembimbing utama dalam proses penyelesaian skripsi yang telah sabar
membimbing, memotivasi dan membuka wawasan penulis hingga skripsi ini selesai.
Terimakasih kepada Ir. Abdul Djamil Hasjmy, MS. sebagai dosen pembimbing
akademik dan pembimbing anggota dalam proses penyelesaian skripsi penulis yang
memberikan arahan dan pelajaran kehidupan. Terimakasih kepada Dr. Ir. Didid
Diapari MS. sebagai dosen pembahas seminar hasil penelitian, Ir. Afton Attabany,
MSi. dan Ir. Lilis Khotijah, MS. sebagai dosen penguji dalam sidang dan
Nurrochmah Kumalasari, SPt, MSi. sebagai panitia sidang yang telah memberikan
banyak saran menyempurnakan skripsi ini.
Terimakasih kepada bapak dan mamak yang telah menjadi orangtua terbaik
di dunia, mendukung penulis dalam segala hal, menjadi teladan dan mengajarkan
penulis untuk berjuang dalam setiap keadaan. Kepada Kak ua dan Andes yang terus
mendukung dan mendoakan, terimakasih banyak. Teman-teman seperjuangan di
INTP 43 terimakasih untuk kebersamaannya, khususnya Desra, Nono, Amer, Fanny,
dan teman penelitian Adi dan Aini mari membangun bangsa Indonesia melalui ilmu
yang kita punya. Terimakasih untuk teman KTB Tim KK Bang Yosia, Bang Bremin,
Gandi, Ade, Fitri, Kak Mila, Mbak Tina sekeluarga, Emta, Leni, Kak Morin, Rospita,
Jenita, Putri, Desi dan semua teman permata terimakasih untuk hari-hari yang dilalui
bersama dan mari memenuhi panggilan kita sebagai generasi penerus bangsa.
Penulis mohon maaf karena tidak bisa menyebutkan satu persatu pihak yang
telah membantu dalam doa, dana dan daya dalam proses perjuangan meraih gelar
Sarjana Peternakan. Tuhan memberkati kita semua.
Bogor, Agustus 2010
Penulis
29
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia Pustaka Media, Jakarta.
Astuti, D. A & D. Sastradipradja. 1999. Energy metabolism in relation to grazing activity in growing priangan sheep as affected by rations. Indonesian Journal of Tropical Agriculture 9(1): 1-5.
Baba, A. S. H., F. B. Castro, and E. R. Ørskov. 2002. Partioning of energy and degradability of browse plants in vitro and the implicantios of blocking the effects of tannin by the addition of polyethylene glycol. Animal Feed Science and Technology 95(1-2):93-94.
Campbell, J. R., M. D. Kenealy & K. L. Campbell. 2003. Animal Sciences. 4th Edition. McGraw-Hill, New York.
Cherney, J. H & V. G. Allen. 1995. Forages in a Livestock System. Vol. 1. An Introduction to Grassland Agriculture. Iowa State University Press, Ames.
Cunningham, M., M. A. Latour & D. Acker. 2005. Animal Science and Industry. Prentice Hal, New Jersey.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2009. Buku Statistik 2009. http://www.ditjennak.go.id/t-bank.asp. [8 Agustus 2010]
Elia, I. 2005. Penampilan domba yang dikandangkan dengan pakan kombinasi tiga macam rumput (Brachiaria humidicola, Brachiaria decumbens, dan rumput alam) di UP3 Jonggol. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ensminger, M. E. 2002. Sheep & Goat Science. Interstate Publishers, Inc, Danville.
Firdus, D. A. Astuti & E. Wina. 2004. Pengaruh kondisi fisik kaliandra dan campurannya dengan gamal segar terhadap konsumsi dan kecernaan nutrien pada domba. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 9(1): 12-16.
Folkard & Shutherland. 1996. The Multi Purpose Wonder-Tree. Artikel. http://www.treesforlife.org/project/default.en.asp. [20 Februari 2010]
Haryanti, N. P. 2005. Hubungan fermentabilitas dan kecernaan beberapa legum pohon dengan penyerapan mineral Ca dan P pada domba lokal jantan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Haryanto, B & A. Djajanegara. 1993. Pemenuhan Kebutuhan Zat-zat Makanan Ternak Ruminansia Kecil. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Hermawan, M. U. 2009. Performa produksi domba ekor tipis jantan pada berbagai level substitusi kulit singkong terhadap rumput dalam ransum. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
30
Januarti, R. 2009. Total produksi gas dan degradasi berbagai hijauan tropis pada media rumen domba yang diberi pakan mengandung saponin dan tanin. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kakengi, A. M. V., M. N. Shem, S. V. Sarwatt & T. Fujihara. 2005. Can Moringa oleifera be used as a protein supplement for ruminants?. J. Anim. Sci. 18(1):42-47.
Makkar, H. P. S. 2002. Recent Advances in the In vitro Gas Method for Evaluation of Nutritional Quality of Feed Resources. Animal Production and Health Section, International Atomic Energy Agency. Vienna, Austria.
Manurung, T. 1995. Penggunaan hijauan leguminosa pohon sebagai sumber protein ransum sapi potong. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 1 (3) : 143-148.
Mathius, I. W. 1984. Hijauan gliricidia sebagai pakan ternak ruminansia. Wartazoa 1(4):19-23.
McDonald, P., Edwards, R. A. & Greenhalgh, J. F. D. 2002. Animal Nutrition. 6th edition. Longman Scientific and Technical, New York.
Mulyono. 2004. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Cetakan 2. Penebar Swadaya, Jakarta.
National Research Council (NRC). 1985. National Requirements of Sheep. 6th Revised Ed. National Academy of Science, Washington D. C.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Plantamor, 2009. Informasi species. www. plantamor.com [20 Januari 2009]
Prihatman, K. 2000. Nangka (Artocarpus heterophyllus Lam). http://www.ristek.go.id. [15 Oktober 2009]
Purbowati, E., C. I. Sutrisno, E. Baliarti, S. P. S. Budhi & W. Lestariana. 2005. Tumbuh kembang karkas dan komponen karkas domba lokal jantan yang dipelihara di pedesaan. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/semnas/pro05-70.pdf. [15 Agustus 2010]
Salamena, J. F. 2003. Strategi Pemuliaan Ternak Domba Pedaging di Indonesia. Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702). Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Soliva, C.R., M. Kreuzer, N. Foidl, G. Foidl, A. Machmüller dan H.D. Hess. 2005. Feeding value of whole and extracted Moringa oleifera leaves for ruminants
31
and their effects on ruminal fermentation in vitro. Jurnal Animal Feed Science and Technology 118:1-2.
Sulastri, S. 2009. Pengaruh penggunaan ampas tempe dalam ransum terhadap kecernaan nutrien domba lokal jantan. Skripsi. Universitas Sebelas Maret, Solo.
Steel R. G. D & Torrie J. H. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik. Gramedia Pustaka Media, Jakarta.
Syamsuhidayat, S. S & J. R. Hutapea, 1991. Inventaris Tanaman Obat (1). Depkes RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta.
Thonney, M. L, B. A. Palhof, M. R. DeCarlo, D. A. Ross, N. L. Firth, R. L. Quaas, D. J. Perosio, D. J. Duhaime, S. R. Rollins, & A. Y. M. Nour. 1985. Source of variation of dry matter digestibility measured by the acid insolube ash marker. J. Dairy. Sci. 68: 661-668.
Tillman A. D. H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, & S. Lebdosukojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Van Keulen, J & B. A. Young. 1977. Evaluation of acid insoluble ash as a natural marker in ruminant digestibility studies. J. Anim. Sci. 44: 282-287.
Wilson, R. C., T. R. Overton and J. H. Clark. 1998. Effect of Yucca schidigera extract and soluble protein on performance of cows and concentrations or urea nitrogen in plasma and milk. J. Dairy Sci. 81:1022-1027
Winugroho, M & Y. Widiawati. 2009. Keseimbangan nitrogen pada domba yang diberi daun leguminosa sebagai pakan tunggal. Buletin Ilmu Peternakan dan Perikanan 13(1):6-13.
Yunita. 2008. Performa domba jantan lokal dengan perlakuan pakan yang berbeda selama dua bulan penggemukan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
LAMPIRAN
33
Lampiran 1. Hasil Analisis Ragam Konsumsi Bahan Kering
SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01 Perlakuan 3 43181,82 14393,94 33,03 3,49 5,95 Error 12 5229,20 435,77 Total 15 48411,02 Keterangan: SK = sumber keragaman
db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 2. Uji Jarak Duncan Konsumsi Bahan Kering
Perlakuan N Subset
1 2 R2 4 501,69 R1 4 506,30 R4 4 604,76 R3 4 610,75
Lampiran 3. Hasil Analisis Ragam Konsumsi Protein Kasar
SK db JK KT F F0,05 F0,01 Perlakuan 3 2947,92 982,64 179,49 3,49 5,95 Error 12 65,69 5,47 Total 15 3013,61
Lampiran 4. Uji Jarak Duncan Konsumsi Protein Kasar
Perlakuan N Subset
1 2 3 4 R1 4 41,52 R2 4 54,48 R4 4 66,94 R3 4 77,80
Lampiran 5. Hasil Analisis Ragam Konsumsi Serat Kasar
SK db JK KT F F0,05 F0,01 Perlakuan 3 1495,08 498,36 14,26 3,49 5,95 Error 12 419,28 34,94 Total 15 1914,36
34
6. Uji Jarak Duncan Konsumsi Serat Kasar
Perlakuan N Subset
1 2 R2 4 137,79 R3 4 158,03 R1 4 160,50 R4 4 161,30
Lampiran 7. Hasil Analisis Ragam Kecernaan Bahan Kering
SK db JK KT F F0,05 F0,01 Perlakuan 3 160,11 53,37 3,77 3,49 5,95 Error 12 169,91 14,16 Total 15 330,02 Lampiran 8. Uji Jarak Duncan Kecernaan Bahan Kering
Perlakuan N Subset
1 2 R1 4 61,82 R3 4 62,54 R4 4 63,16 R2 4 69,73
Lampiran 9. Hasil Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan
SK db JK KT F F0,05 F0,01 Perlakuan 3 0,19 0,06 0,18 3,49 5,95 Error 12 4,25 0,35 Total 15 4,44
Lampiran 10. Hasil Analisis Ragam Efisiensi Pakan
SK db JK KT F F0,05 F0,01 Perlakuan 3 0,000 0,00 0,47 3,49 5,95 Error 12 0,003 0,00 Total 15 0,003