kel 6 - fasilitas pajak

26
MANAJEMEN PERPAJAKAN FASILITAS PAJAK DISUSUN OLEH : ANDRE KURNIAWAN RENAL RIFAL SIXNALDI PUTRA PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI

Upload: andre-kurniawan

Post on 25-Jan-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

scribd

TRANSCRIPT

Page 1: Kel 6 - Fasilitas Pajak

MANAJEMEN PERPAJAKAN

FASILITAS PAJAK

DISUSUN OLEH :

ANDRE KURNIAWAN

RENAL RIFAL

SIXNALDI PUTRA

PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ANDALAS

2015

Page 2: Kel 6 - Fasilitas Pajak

A. Pendahuluan 1. Latar belakang dan Tujuan Fasilitas Pajak

Terdapat banyak cara yang ditempuh suatu negara dalam menarik investasi sebagai pemicu roda perekonomian. Kemudahan perizinan, kepastian hukum, ketersediaan infrastruktur, dan kebijakan fiskal dapat menjadi salah saktu faktor pertimbangan investor untuk berinvestasi di Indonesia. Kebijakan fiskal yang ditansformasikan dalam seperangkat peraturan perpajakan yang mendukung iklim investasi. Penarikan pajak yang tinggi dan eksesif dapat mengurangi kemampuan ekonomis investor sehingga investor dapat mencari alternatif negara lain untuk berinvestasi. Dengan berbagai paket fasilitas yang ditawarkan, diharapkan geliat investasi semakin meningkat sehingga pertumbuhan ekonomi mengalami percepatan.

2. Definisi Fasilitas Pajak

Istilah fasilitas perpajakan sudah memiliki makna khusus dalam tata hukum perpajakan Indonesia. Yang difahami sebagai fasilitas perpajakan adalah kemudahan atau perlakuan khusus terhadap Wajib Pajak tertentu atau Objek Pajak tertentu dengan kriteria tertentu. Sebagai contoh, Pemerintah memberikan fasilitas Pajak Penghasilan berupa pembebasan pajak selama masa pajak tertentu (tax holiday) bagi industri-industri tertentu yang memenuhi syarat. Ada banyak fasilitas perpajakan yang dikenal dalam sistem perpajakan Indonesia dan dengan tujuan yang beragam.

Istilah fasilitas perpajakan itu sendiri tidak dikenal di negara-negara lain, istilah yang lazim digunakan di negara lain untuk perlakuan khusus dimaksud adalah insentif (tax incentives). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fasilitas sendiri diartikan sarana untuk melancarkan pelaksanaan fungsi atau kemudahan, sedangkan insentif ialah tambahan penghasilan (uang, barang, dsb) yg diberikan untuk meningkatkan gairah kerja; uang perangsang sehingga lebih tepat memang menggunakan istilah fasilitas perpajakan, bukan insentif pajak.

3. Jenis-Jenis Fasilitas Perpajakan a. Fasilitas Pajak PPh Badan

Ialah fasilitas yang diberikan kepada WP Badan. Misalnya, Pengusaha real estat yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, wajib membayar sendiri PPh Final Pasal 4 ayat (2) yang terutang sebesar 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan tersebut (yaitu nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan).

b. Fasilitas Pajak PPN/PPnBM

Ialah fasilitas perpajakan yang diberikan terkait kewajiban PPN. Misalnya Pengusaha realestat yang melakukan penyerahan tanah dan/atau bangunan wajib memungut PPN sebesar 10% dari harga jual (yaitu nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak) dan memungut PPnBM sebagai pungutan tambahan di samping PPN sebesar 20%

2

Page 3: Kel 6 - Fasilitas Pajak

dari harga jual atas penyerahan tanah dan/atau bangunan yang termasuk kelompok hunian mewah.

Namun demikian pengusaha realestat yang melakukan penyerahan bangunan yang memenuhi kriteria Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana maupun Rumah Susun Sederhana yang perolehannya secara tunai ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, Perumahan Lainnya, serta Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI) yang perolehannya dibiayai melalui kredit kepemilikan rumah bersubsidi atau tidak bersubsidi mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN secara otomatis tanpa adanya persyaratan SKB (Surat Keterangan Bebas).

c. Fasilitas PPN KMS (Kegiatan Membangun Sendiri)

Pengusaha realestat dapat dikenakan PPN atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan oleh pembeli kaveling di dalam kawasan realestat dengan tarif 10% x 40% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau yang dibayarkan untuk membangun sendiri, tidak termasuk harga perolehan tanah

Namun demikian pengusaha realestat tidak akan dikenakan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri apabila melakukan hal-hal sebagai berikut :

1) Pada saat ditandatanganinya Surat Pemesanan Tanah/Surat Perjanjian Pra Jual Beli/Perjanjian Pra Jual Beli/Akte Jual Beli atas transaksi penjualan tanah kaveling, pembeli tanah kaveling wajib mengisi dan menandatangani formulir Surat Pernyataan Kesanggupan Membayar Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri yang diberikan oleh pihak realestat

2) Pengusaha realestat wajib melaporkan transaksi penjualan tanah kaveling kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tanah kaveling berada dengan mengirimkan tembusan formulir Surat Pernyataan Kesanggupan Membayar Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri paling lambat satu bulan sejak tanggal penandatanganan formulir.

B. Fasilitas Perpajakan dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

1. Jangka Waktu Pemenuhan Kewajiban bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu.

Dengan adanya peraturan pada pasal 9 ayat (3a) UU KUP yang berbunyi “Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan surat ketetapan dan surat putusan pajak dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) bulan “, maka ada kemudahan yang diterima bagi WP usaha kecil dan WP di daerah tertentu.

Dalam Pasal 7 PMK Nomor 242/PMK.03/2014 disebutkan bahwa Wajib Pajak usaha kecil terdiri dari Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan. Wajib Pajak orang pribadi usaha kecil harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

Wajib Pajak orang pribadi; dan

menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

Wajib Pajak badan usaha kecil harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

Wajib Pajak badan tidak termasuk BUT; dan menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan denga

3

Page 4: Kel 6 - Fasilitas Pajak

pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

Untuk mendapatkan perpanjangan jangka waktu pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak usaha kecil atau Wajib Pajak di daerah tertentu harus mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu pelunasan kepada Direktur Jenderal Pajak, paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran dengan menggunakan surat permohonan perpanjangan jangka waktu pelunasan.

Dalam hal Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, pelunasan atas jumlah pajak yang masih harus dibayar dilakukan paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3a) Undang-Undang.

2. Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu

Dengan adanya peraturan pada Pasal 17C ayat (1) UU KUP yang berbunyi “Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk

Pajak Pertambahan Nilai”. Dari peraturan yang telah dibuat ini, pertanyaannya adalah bagaimana cara Wajib Pajak (WP) menjadi WP kriteria tertentu agar WP dapat menikmati fasilitas yang diberikan oleh DJP ?

Dalam PMK Nomor 74/PMK.03/2012 disebutkan bahwa untuk dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu, Wajib Pajak harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan, meliputi :

1) penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan selama 3 (tiga) Tahun Pajak terakhir yang wajib disampaikan sampai dengan akhir tahun sebelum tahun penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu dilakukan tepat waktu;

2) penyampaian Surat Pemberitahuan Masa yang terlambat dalam tahun terakhir sebelum tahun penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu untuk Masa Pajak Januari sampai November tidak lebih dari 3 (tiga) Masa Pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut;

3) seluruh Surat Pemberitahuan Masa dalam tahun terakhir sebelum tahun penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu untuk Masa Pajak Januari sampai November telah disampaikan; dan

4) Surat Pemberitahuan Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud pada huruf b telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Masa Pajak berikutnya.

b. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak. Yang dimaksud dengan tidak mempunyai tunggakan pajak adalah keadaan Wajib Pajak pada tanggal 31 Desember tahun sebelum penetapan sebagai Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu.

c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, dengan ketentuan :

1) Laporan Keuangan yang diaudit harus disusun dalam bentuk panjang (long form report) dan

4

Page 5: Kel 6 - Fasilitas Pajak

menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal bagi WP yang wajib menyampaikan SPT Tahunan.

2) Pendapat Akuntan atas Laporan Keuangan yang diaudit ditandatangani oleh Akuntan Publik yang tidak sedang dalam pembinaan lembaga pemerintah pengawas Akuntan Publik.

d. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

Penetapan sebagai WP dengan kriteria tertentu dilakukan berdasarkan permohonan dari WP atau sberdasarkan kewenangan DJP secara jabatan. Batas waktu pengajuan permohonan WP diajukan paling lambat tanggal 10 Januari pada tahun penetapan WP dengan kriteria tertentu.

Penerbitan keputusan atas WP dengan kriteria tertentu dan pemberitahuan secara tertulis dilakukan paling lambat tanggal 20 Februari pada tahun penetapan WP dengan kriteria tertentu. Apabila sampai dengan tanggal 20 Februari pada tahun penetapan DJP tidak memberikan keputusan, permohonan WP, maka dianggap disetujui dan DJP menerbitkan Keputusan mengenai penetapan WP dengan kriteria tertentu.

WP yang telah memenuhi persyaratan sebagai WP dengan kriteria tertentu dan sudah melakukan permohonan sebagai WP dengan kriteria tertentu, akan memperoleh beberapa keuntungan atau mendapatkan fasilitas yang diberikan DJP, yaitu:

1) Mendapatkan perlakuan khusus untuk mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak PPh dan PPN.

2) Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, dapat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk beberapa Masa Pajak sekaligus dengan syarat pembayaran seluruh pajak yang wajib dilunasi menurut Surat Pemberitahuan Masa tersebut dilakukan sekaligus paling lama dalam Masa Pajak yang terakhir, dan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa selain PPh Pasal 25 untuk beberapa Masa Pajak sekaligus dengan syarat pembayaran untuk masing-masing Masa Pajak dilakukan sesuai batas waktu untuk Masa Pajak yang bersangkutan.

3. Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu.

Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu diatur dalam Pasal 17D UU KUP dan PMK Nomor : 198/PMK.03/2013 Tentang Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Bagi Wajib Pajak Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu. Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak meliputi:

a. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi;

b. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);

c. Wajib Pajak badan yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah); atau

d. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Selain memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud di atas, pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak harus didasarkan pada analisis risiko yang mempertimbangkan perilaku dan kepatuhan Wajib Pajak yang dapat berupa:

5

Page 6: Kel 6 - Fasilitas Pajak

a. kepatuhan penyampaian Surat Pemberitahuan; b. kepatuhan dalam melunasi utang pajak; dan

c. kebenaran Surat Pemberitahuan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak sebelum-sebelumnya.

4. Wajib Pajak yang Menggunakan Pencatatan

Dalam Pasal 28 UU KUP disebutkan bahwa Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Pencatatan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas meliputi peredaran atau penerimaan bruto dan penerimaan penghasilan lainnya. Sedangkan bagi mereka yang semata-mata menerima penghasilan dari luar usaha dan pekerjaan bebas, pencatatannya hanya mengenai penghasilan bruto, pengurang, dan penghasilan neto yang merupakan objek Pajak Penghasilan. Di samping itu, pencatatan meliputi pula penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.

5. Sunset Policy

a. Dasar Hukum Pelaksanaan Sunset Policy

Peraturan yang menjadi landasan hukum sunset policy, antara lain:1. Pasal 37 A Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 2. Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66/PMK.03/2008 stdd PMK Nomor 12/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Penyampaian atau Pembetulan Surat Pemberitahuan, dan Persyaratan Wajib Pajak Yang Dapat Diberikan Penghapusan Sanksi Administrasi Dalam Rangka Penerapan Pasal 37A UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 28 Tahun 2007

4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 27/PJ/2008 stdd Perdirjen 13/PJ/2009 tentang Tata Cara Penyampaian, Pengadministrasian, serta Penghapusan Sanksi Administrasi Sehubungan dengan Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Untuk Tahun Pajak 2007 dan Sebelumnya, dan Sehubungan dengan Pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi atau Wajib Pajak Badan Untuk Tahun Pajak Sebelum Tahun Pajak 2007

5. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-33/PJ/2008 tentang Tata Cara Pemberian NPWP, Penerimaan dan Pengolahan SPT Tahunan PPh, Penghapusan Sanksi Administrasi, Penghentian Pemeriksaan, dan Pengadministrasian Laporan Terkait dengan Pelaksanaan Pasal 37A Undang-Undang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan

6. surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-34/PJ/2008 tentang Penegasan Pelaksanaan Pasal 37A Undang-Undang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Beserta Ketentuan Pelaksanaannya

b. Pengantar Sunset Policy

6

Page 7: Kel 6 - Fasilitas Pajak

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 s.t.t.d.d. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) memberikan kewenangan kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk menghimpun data perpajakan dan mewajibkan instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak lainnya untuk memberikan data kepada Direktorat Jenderal Pajak. Ketentuan ini memungkinkan Direktorat Jenderal Pajak mengetahui ketidakbenaran pemenuhan kewajiban perpajakan yang telah dilaksanakan oleh masyarakat. Untuk menghindari masyarakat dari pengenaan sanksi perpajakan yang timbul apabila masyarakat tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya secara benar, Direktorat Jendral Pajak (DJP) di tahun 2008 ini memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk memulai memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela dan melaksanakannya dengan benar. Sehingga Direktorat Jendral Pajak (DJP) membuat suatu kebijakan yang hanya berlaku dalam satu tahun, yaitu mulai dari 1 Janurai 2008 sampai 31 Desember 2008 yang disebut dengan “Sunset Policy”.

Sunset Policy adalah kebijakan pemberian fasilitas perpajakan, yang berlaku hanya di tahun 2008, dalam bentuk penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga yang diatur dalam Pasal 37A UU KUP. Pihak-pihak yang dapat memanfaatkan Sunset Policy adalah:

1. Orang Pribadi yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang dalam tahun 2008 secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak 2007 dan tahun-tahun pajak sebelumnya paling lambat 31 Maret 2009.

2. Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang telah memiliki NPWP sebelum tahun 2008, yang menyampaikan pembetulan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2006 dan tahun-tahun pajak

sebelumnya untuk melaporkan penghasilan yang belum diperhitungkan dalam pelaporan SPT Tahunan PPh yang telah disampai kan.

Kebijakan Sunset Policy bersifat khusus yang hanya berlaku dalam jangka waktu terbatas, sehingga beberapa ketentuan umum KUP tidak berlaku. Ketentuan umum yang tidak berlaku tersebut seperti Undang-Undang KUP Pasal 8 ayat 1 yaitu :

1) Pembatasan jangka waktu 2 (dua) tahun untuk pembetulan SPT tahun PPh

2) Persyaratan belum dilakukan pemeriksaan

Yang menjadi konsep dasar sunset policy adalah prinsip Self Assessment, yaitu Wajib Pajak mendaftarkan diri, menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Dengan kata lain pemerintah dalam hal ini aparat pajak tidak lagi menetapkan jumlah pajak terutang, tetapi berfungsi untuk melakukan pembinaan, sosialisasi, penelitian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan. Hal ini dimaksudkan agar dapat menggerakkan peran serta semua lapisan subjek pajak dalam meningkatkan penerimaan dalam negeri. Untuk itu Wajib Pajak diberi kemudahankemudahan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sunset Policy di sini hadir sebagai fasilitas/kemudahan yang diberikan kepada Wajib Pajak/Subjek Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.

Dengan pertimbangan animo masyarakat yang cenderung ramai memanfaatkan Sunset Policy pada akhir tahun 2008, maka Direktur jendral Pajak mengeluarkan kebijakan perpanjangan yaitu sampai 28 Februari 2009 untuk Wajib Pajak Pribadi dan 31 Maret 2009 untuk Wajib Pajak Badan. Sunset Policy adalah kebijakan pemberian fasilitas perpajakan, yang berlaku hanya di tahun 2008, dalam bentuk penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga.

7

Page 8: Kel 6 - Fasilitas Pajak

c. Teknis Sunset Policy

Ketentuan sunset policytercantum dalam Undang-undang KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 37A, perubahan ketiga atas undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang ketentuan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Menteri Keungan Nomor 66/PMK.03/2008, dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 27/PJ/2008 sebagai mana telah diubah dengan peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2008, serta Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-33/PJ/2008 tanggal 27 Juni 2008.

Ketentuan Sunset Policy bagi Wajib Pajak Baru dan Wajib Pajak Lama

Dalam Undang-undang KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 37A Sunset Policy bisa dimanfaatkan oleh Wajib Pajak baru dan Wajib Pajak lama. Adapun ketentuan bagi Wajib Pajak tersebut yaitu:

1) Wajib Pajak Baru.

Wajib Pajak Orang Pribadi yang memperoleh NPWP secara sukarela dalam tahun 2008 (Wajib Pajak baru) yang memanfaatkan fasilitas sunset policy diberikan penegasan lebih lanjut yaitu sebagai berikut :

1. Wajib Pajak Baru yang menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak 2007 atau tahun pajak dan sebelumnya dalam kurun waktu mulai tanggal 1 Januari 2008 sampai dengan 31 Maret 2009 diberikan fasilitas Sunset Policy.

2. Wajib Pajak Baru yang membetulkan SPT Tahun PPh untuk tahun pajak 2007 atau tahun pajak 2007 dan sebelumnya dalam kurun waktu mulai tanggal 1 Januari 2008 sampai dengan 30 juni 2008 diberikan fasilitas sunset policy.

3. Wajib Pajak Baru yang membetulkan SPT tahunan PPh untuk tahun pajak 2007 atau tahun pajak 2007 dan sebelumnya dalam kurun waktu mulai tanggal 1 Juli 2008 sampai dengan 31 Desember 2008, diberikan fasilitas sunset policy atas pembetulan yang pertama kali. Namun, apabila pembetulan SPT Tahunan PPh dilakukan terhadap SPT Tahunan PPh (SPT Lama) yang telah disampaikan dalam kurun waktu mulai tanggal 1 Juli 2008 sampai dengan 31 desember 2008, Pembetulan SPT, Tahunan PPh tersebut tidak memperoleh fasilitas sunset policy.

2) Wajib Pajak Lama

Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP sebelum tanggal 1 Januari 2008 (Wajib Pajak Lama) yang memanfaatkan sunset policy diberikan penegasan, yaitu:

1. Wajib Pajak Lama yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Wajib pajak badan atau Wajib Pajak Orang Pribadi untuk tahun pajak 2006 dan/atau tahun-tahun pajak sebelumnya dalam kurun waktu mulai tanggal 1 Januari 2008 sampai dengan 31 Desember 2008 yang menyatakan kurang bayar dan sekarang di perpanjang sampai dengan 26 Februari 2009, diberikan fasilitas sunset policy.

2. Wajib Pajak Lama yang membetulkan SPT Tahunan PPh WP badan atau WP orang pribadi untuk tahun pajak 2006 dan/atau tahun-tahun pajak sebelumnya dalam kurun waktu mulai tanggal 1 Januari 2008 sampai dengan 31 Juni 2008 menyatakan kurang bayar, diberikan fasilitas sunset policy.

3. Wajib Pajak lama yang membetulkan SPT Tahunan WP badan atau WP orang pribadi untuk tahun

8

Page 9: Kel 6 - Fasilitas Pajak

pajak 2006 dan/atau tahun-tahun pajak sebelumnya dalam kurun waktu mulai tanggal 1 Juli 2008 sampai dengan 31 desember 2008, pembetulan SPT Tahunan PPh tersebut tidak memperoleh fasilitas sunset policy.

3) Wajib Pajak yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan

Wajib Pajak memberitahukan ke KPP domisili dalam waktu paling lama tanggal 22 Agustus 2008 atau paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah SP3 diperlihatkan kepada wajib pajak. Dalam hal Wajib Pajak yang diperiksa untuk seluruh jenis pajak (all taxes) membetulkan SPT Tahunan PPh WP Badan atau WP Orang Pribadi, dan SPT untuk jenis pajak lainnya tidak ada yang menyatakan lebih bayar, pemeriksaan untuk jenis pajak tersebut dihentikan, kecuali :

1) Jika Pajak Penghasilan WP Badan atau WP Orang Pribadi yang terutang berdasarkan temuan pemeriksaan yang didukung oleh bukti yang akurat/konkrit (bukan hasil ekualisasi, pengujian arus piutang, pengujian arus utang dan sebagaimya). Sampai dengan saat Wajib Pajak membetukan SPT Tahunan PPh WP Badan atau WP Orang Pribadi lebih besar daripada Pajak Penghasilan yang terutang menurut pembetulan SPT Tahunan WP Badan atau WP orang pribadi, maka pemeriksaan dilanjutkan setelah mendapat persetujuan dari atasan langsung kepada Unit Pelaksanaan Pemeriksaan; atau

2) Jika terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan, maka pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti dengan mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan.

Temuan pemeriksaan tersebut hanya menyangkut temuan pemeriksaan yang terkait dengan pemeriksaan atas SPT Tahunan PPh WP Badan atau WP Orang Pribadi. Dengan demikian, temuan pemeriksaan atas pemeriksaan untuk jenis pajak lainnya tidak dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melanjutkan pemeriksaan. Usulan pemeriksaan bukti permulaan dilakukan dengan tetap memperhatikan kebijakan Pemeriksaan Bukti Permulaan.

Dalam hal SPT Tahunan PPh WP Badan atau WP Orang Pribadi sedang dilakukan pemeriksaan, tetapi SPT untuk jenis pajak lainnya tidak diperiksa, dan Wajib Pajak manfaatkan sunset policy, pemeriksaan tersebut dihentikan dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dalam huruf (A), sedangkan dalam hal SPT Tahunan PPh WP badan atau WP Orang Pribadi tidak sedang dilakukan pemeriksaan tetapi SPT untuk jenis pajak lainnya sedang diperiksa, dan Wajib Pajak memanfaatkan sunset policy, pemeriksaan ditindaklanjuti sebagai berikut.

1. Jika terdapat pemeriksaan atas SPT jenis pajak lainnya yang menyatakan lebih bayar (misalnya SPT Masa PPN lebih bayar), pemeriksaan atas SPT lebih bayar tersebut dilanjutkan tanpa dilakukan dengan pembetulan SPT Tahunan PPh WP badan atau WP Orang Pribadi.

2. Jika terdapat pemeriksaan atas SPT jenis pajak lainnya yang menyatakan tidak lebih bayar, pemeriksaan untuk jenis pajak lainnya tersebut dihentikan, kecuali:

a. Terdapat indikasi pidana di bidang perpajakan, maka pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti dengan mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan; atau

b. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) terkait dengan pemeriksaan atau SPT jenis

9

Page 10: Kel 6 - Fasilitas Pajak

pajak lainnya telah disampaikan kepada Wajib Pajak, maka pemeriksaan tetap dilanjutkan sampai dengan penerbitan laporan Hasil Pemeriksaan dan Nota Penghitungan.

Untuk pemeriksaan bukti permulaan dilakukan dengan tetap memperhatikan kebijakan Pemeriksaan Bukti Permulaan.

d. Apakah Sunset Policy Termasuk Dalam Kategori Tax Amnesty?

Pada saat menjalankan kampanye kebijakan Sunset Policy kepada para pengusaha di Jakarta, Dirjen Pajak Darmin Nasution mengungkapkan bahwa Sunset Policy bukan merupakan pengampunan pajak (tax amnesty), karena jaminan dan kepastian pengampunan pajak lebih tinggi, serta wajib pajak sudah pasti tidak akan diperiksa, sedangkan Sunset Policy hanya berupa penghapusan sanksi pajak. Terkait pengampunan pajak (Hutagaol, John, 2007, 27) menyatakan bahwa:

“Pengampunan Pajak (tax amnesty) merupakan kebijakan pemerintah di bidang perpajakan yang memberikan penghapusan pajak yang seharusnya terutang dengan membayar tebusan dalam jumlah tertentu yang bertujuan untuk memberikan tambahan penerimaan pajak dan kesempatan bagi Wajib Pajak yang tidak patuh (tax evaders) menjadi Wajib Pajak yang patuh (honest taxpayers) sehingga diharapkan akan mendorong peningkatan kepatuhan sukarela Wajib Pajak (taxpayers voluntary compliance) di masa yang akan datang.”

Dari pengertian pengampunan pajak tersebut dapat disimpulkan bahwa pengampunan pajak cakupannya lebih luas dibandingkan dengan Sunset Policy, karena Sunset Policy hanya terkait dengan penghapusan sanksi administrasi perpajakan saja. Dalam menjalankan kebijakan pengampunan pajak di banyak negara, sering mengalami kegagalan karena pemerintah tidak memiliki kesiapan yang matang baik persiapan, pelaksanaan maupun pascapelaksanaan tax amnesty, hal ini dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran pemerintah dalam menjalankan kebijakan Sunset Policy. Kegiatan pasca kebijakan Sunset Policy yang dicanangkan oleh pemerintah adalah law enforcement dan pembinaan kepada Wajib Pajak.

e. Tinjauan atas Pemanfaatan Sunset Policy oleh Subjek Pajak/Wajib Pajak

Ada cukup banyak penelitian yang mencoba menemukan pengaruh penerapan Sunset Policy ini terhadap sisi WP utamanya terkait upaya peningkatan kesadaran membayar atau melapor pajak sesuai dengan ketentuan formal yang berlaku. Berikut adalah 2 hasil penelitian yang bisa menggambarkan tinjauan Sunset Policydarisudit pandang dan perilaku Wajib Pajak.

1. Menurut Priyo Ari Hadi sebagimana penelitian yang dilakukannya pada 167 responden di Kota Salatiga pada tahun 2009 menghasilkan kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:

- Sunset Policy dapat meningkatkan kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak;

- Sunset Policy mempengaruhi secara positif pengetahuan dan pemahaman wajib pajak akan peraturan perpajakan; dan

- Sunset Policy mempengaruhi secara positif faktor persepsi yang baik akan efektifitas sistem perpajakan yang ada.

2. Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Soraya pada tahun 2010 dengan objek KPP Pratama Cilandak menghasilkan kesimpulan-kesimpulan berikut ini:

- penerapan sunset policy di KPP Jakarta Cilandak sudah cukup menurut persepsi Wajib Pajak

10

Page 11: Kel 6 - Fasilitas Pajak

Orang Pribadi; - kepatuhan formal Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Jakarta Cilandak cukup tinggi; dan

- penerapan kebijakan sunset policy memberikan pengaruh terhadap kepatuhan formal wajib pajak pada KPP Jakarta Cilandak sebesar 49,3%. Sedangkan sisanya yaitu sebesar

50,7% dijelaskan variabel lain di luar variabel penerapan kebijakan sunset policy, seperti kemauan Wajib Pajak itu sendiri, compliance cost, kejelasan peraturan perpajakan, dan sikap dari aparat pajak.

Di samping dua hal tersebut di atas, dalam tesisnya, Mira Novana Ardani (2010) menjelaskan bahwa terdapat keraguan dari sisi Wajib Pajak yang membuat sebagian besar dari Wajib Pajak enggan memanfaatkan fasilitas Sunset Policy ini. Keraguan tersebut antara lain:

1. Wajib Pajak masih menunggu dikeluarkannya kebijakan Pengampunan Pajak (Tax Amnesty), karena jaminan dan kepastian Pengampunan Pajak lebih tinggi daripada Sunset Policy. Pada kebijakan Pengampunan Pajak Wajib Pajak sudah pasti tidak akan diperiksa, sementara itu Sunset Policy hanya memberikan penghapusan sanksi pajak jika Wajib Pajak memperbaiki surat pemberitahuan tahunannya. Padahal menurut Dirjen Pajak dalam kondisi saat ini, pengampunan pajak tidak dimungkinkan karena membutuhkan pembahasan mendalam atas kategori pengampunannya, terutama untuk pidana pajak. Kebijakan ini juga sangat sensitif dan kental muatan politisnya sehingga sulit diterapkan di Indonesia pada saat itu.

2. Adanya kekhawatiran masyarakat bahwa Sunset Policy tidak memberikan kepastian hukum. Hal ini berkenaan dengan adanya anggapan bahwa apabila pemerintahan berganti maka bisa saja ketentuan Pasal 37A UU KUP tersebut dicabut dan Wajib Pajak bisa diperiksa lagi atas data yang sudah dilaporkan. Kekhawatiran ini seharusnya tidak perlu terjadi, karena kalaupun nanti dibuat Undang-undang Pajak baru, sesuai dengan asas hukumnya Undang-undang tidak boleh berlaku surut (retroaktif).Oleh karena itu, kebijakan Sunset Policy merupakan kebijakan yang sudah final. Wajib Pajak tidak perlu khawatir akan diperiksa lagi. Dengan kata lain, kebijakan Sunset Policy yang dilandasi ketentuan Pasal 37A UU Nomor 28/2007 tersebut sudah mempunyai kekuatan hukum yang pasti, di samping itu kebijakan ini juga sangat legitimate karena telah melalui proses diskusi cukup panjang dan persetujuan DPR., pelaksanaannya pun dikawal dengan sejumlah peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Dirjen Pajak yang telah diterbitkan guna memberi kepastian bagi Wajib Pajak. Jelas sekali Sunset Policy 2008 ditempatkan pada posisi sangat strategis dan serius dilaksanakan oleh pemerintah. Hal itu juga menjamin bahwa seandainya terjadi pergantian pejabat sekalipun, tidak akan mengubah garis kebijakan yang telah ditetapkan.

3. Adanya kekhawatiran dari Wajib Pajak bahwa Sunset Policy adalah “jebakan” dari Pemerintah, sehingga kemudian Wajib Pajak akan lebih mudah untuk diperiksa karena datanya sudah terkumpul dengan baik. Sebenarnya kebijakan Sunset Policymerupakan bentuk kepercayaan Direktorat Jenderal Pajak terhadap Wajib Pajak, sehingga pemerintah sama sekali tidak bermaksud untuk menjebak Wajib Pajak karena ketentuan/peraturan perundang-undangan

perpajakan dibuat untuk memberikan kepastian hukum dan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Yang terpenting adalah Wajib Pajak harus jujur dan benar dalam mengisidan melaporkan SPT atau Pembetulan SPT. Perlu pula diingat bahwa Direktorat Jenderal Pajak tidak dapat menggunakan data dan/atau informasi yang terdapatdalam SPT Tahunan PPh yang disampaikan oleh Wajib Pajak dalam rangka memanfaatkan fasilitas Sunset Policytersebut untuk menerbitkan Ketetapan Pajak atas jenis pajak lainnya. Jadi, Wajib Pajak pada

11

Page 12: Kel 6 - Fasilitas Pajak

dasarnya akan dilindungi sepanjang WajibPajak telah membetulkan SPT Tahunan PPh, dan menyampaikan SPT Tahunan PPhsesuai keadaan yang sebenarnya.

4. Adanya pengaruh atas anggapan yang pesimistis dari beberapa kalangan terhadap kebijakan Sunset Policy. Ekonom Iman Sugema misalnya, justru menanggapi miring kebijakan tersebut. Direktur International Center for Applied Finance and Economics (Inter-CAFE) Institut Pertanian Bogor ini mengatakan, tanpa pengawasan ketat, Sunset Policy hanya menimbulkan masalah. Menurutnya, petugas pajak tetap harus bisa menelaah laporan yang diberikan Wajib Pajak dengan baik. Jika disalahgunakan, maka kejahatan perpajakan akan lebih sulit terdeteksi, Serupa dengan Iman, Guru Besar Hukum Keuangan Negara Universitas Indonesia, Arifin Soeria Atmadja mengatakan kebijakan ini rawan disalahgunakan oleh para Wajib Pajak besar. Selain itu, sistem ini diragukan keefektifannya dalam menjaring Wajib Pajak besar, karena kesadaran hukum Wajib Pajak dan aparat pajak di Indonesia masih rendah.

Keraguan-keraguan yang timbul di atas pada dasarnya adalah dampak dari kurang gencarnya kegiatan sosialisasi dari Direktorat Jenderal Pajak terkait Sunset Policy ini. Informasi mengenai Sunset Policy tidak terdistribusi dengan baik dan lengkap ke seluruh lapisan Wajib Pajak di seluruh negeri. Akibatnya ada begitu banyak Wajib Pajak yang tidak mengetahui apa itu Sunset Policy dan bagaimana cara pemanfaatan Sunset Policy bisa menguntungkan mereka.

Lalu, untuk menjawab pertanyaan apakah kebijakan Sunset Policy efektif untuk diterapkan kembali saat ini, diperlukan beberapa penelitian dan evaluasi terkait dengan kebijakan Sunset Policy, terutama karena bebrapa pertimbangan sebagai berikut:

1. Sunset Policy tidak sustainable secara jangka panjang.

Hal ini sebenarnya telah digambarkan sebelumnya bahwa Sunset Policy memang memiliki dampak yang fantastis secara jangka pendek, namun demikian secara jangka panjang masih dalam tanda tanya besar. Tingkat kepatuhan mungkin dapat ditingkatkan secara instan dalam wujud semakin banyak Wajib Pajak yang mendaftarkan diri dan melaporkan SPT-nya, namun sekali lagi hal tersebut hanya sementara. Di masa depan ketika telah lewat periode Sunset, Wajib Pajak tersebut akan pasif kembali. Tanpa law enforcement dan sosialisasi yang memadai dan menyeluruh, tingkat kepatuhan Wajib Pajak ini akan jatuh kembali.

2. Adanya kekhawatiran bahwa Sunset Policy hanya akan dimanfaatkan oleh Wajib Pajak besar. Alasan ini terus menjadi buah bibir seputar Sunset Policy. Banyak pihak yang beranggapan bahwa

Sunset Policy nantinya hanya akan dimanfaatkan oleh Wajib Pajak besar. Sementara Wajib Pajak kecil yang sesungguhnya merupakan target utama dari kebijakan ini justru tidak tersentuh. Hal ini serupa dengan pernyataan Arifin Soeria Atmaja, Guru Besar Hukum Keuangan Negara Universitas Indonesia yang mengungkapkan kekhawatirannya terhadap

kemungkinan disalahgunakannya fasilitas ini oleh Wajib Pajak besar dan kegagalan fasilitas ini dalam menjaring Wajib Pajak menengah ke bawah.

f. Simpulan

Berdasarkan deskripsi mengenai Sunset policy dan proses pelaksanaanya, diperoleh beberapa kesimpulan, antara lain:

12

Page 13: Kel 6 - Fasilitas Pajak

1. Sunset Policy adalah kebijakan pemberian fasilitas perpajakan, yang berlaku hanya di tahun 2008 dan diperpanjang hingga 28 Februari 2009, dalam bentuk penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 37A UU KUP;

2. Sunset Policy bukan merupakan bagian dari Tax Amnesty. Sunset Policy berada pada lingkup yang sangat kecil, yaitu hanya meliputi penghapusan sanksi administrasi, sementara Tax Amnesty berada pada lingkup yang jauh lebih luas, meliputi pengampunan atas seluruh kewajiban perpajakan, baik dalam bentuk pokok pajak, maupun sanksi atas pajak yang terutang.

3. Berdasarkan sejumlah penelitian yang telah dilakukan, Sunset Policy berkorelasi positif terhadap peningkatan tingkat kepatuhan Wajib Pajak serta penerimaan Negara. Hal ini didukung oleh beberapa penelitian yang menghasilkan kesimpulan yang serupa. Hanya saja dampak yang ditimbulkan ini hanya bersifat jangka pendek, dan secara jangka panjang kebijakan ini gagal dalam mempertahankan tingkat kepatuhan Wajib Pajak untuk tetap tinggi.

4. Sunset Policy ini memiliki banyak keuntungan yang dapat dimanfaatkan oleh Wajib Pajak/Subjek Pajak. Akan tetapi tantangan dalam proses sosialisasi kepada masyarakat luas dianggap kurang maksimal. Akibatnya, muncul berbagai macam keraguan yang seharusnya tidak terjadi apabila proses sosialisasi dapat berjalan optimal.

C. Fasilitas Perpajakan dalam Pajak Penghasilan

1. Investment Allowance untuk Penanaman Modal Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah Tertentu.

Dasar Hukum :

a. Pasal 31A UU PPh

b. PP 1 No 2007 stdtd PP 52 no 2011 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu

c. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 144/PMK.011/2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu

Alasan :

Dalam rangka lebih meningkatkan kegiatan investasi langsungguna mendorong pertumbuhan ekonomi, serta untukpemerataan pembangunan dan percepatan pembangunan,perlu diberikan insentif PPh bagi WP yang melakukan kegiatanusaha di bidang usaha tertentu dan/atau daerah tertentu.

Untuk :WP badan berbentuk PT atau koperasi yang melakukanpenanaman modal pada:

a. 52 bidang usaha pada Lampiran I atau; b. 77 bidang usaha di daerah tertentu pada Lampiran II dalam PP 52/2011

WP sebagaimana dimaksud di atas termasuk WP yangtelah memiliki izin penanaman modal

13

Page 14: Kel 6 - Fasilitas Pajak

sebelum berlakunyaPP Nomor 52 Tahun 2011, dengan syarat:

a. rencana penanaman modal minimal Rp1 Triliun; dan b. belum beroperasi secara komersial pada saat PP52/2011 berlaku.

Bentuk Fasilitas

Investment allowance 30% dari jumlah Penanaman Modalyang dibebankan selama 6 tahun, masing-masing sebesar5%;

Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat;

Tarif PPh 10% atas dividen kepada Subjek Pajak LuarNegeri, atau tarif yang lebih rendah menurut P3B; dan

Kompensasi kerugian 5 s.d 10 tahun dengan ketentuan: a. penanaman modal di kawasan industri dan kawasanberikat; b. tenaga kerja Indonesia minimal 500 orang selama 5tahun berturut-turut; c. pengeluaran infrastruktur ekonomi dan sosial di lokasiusaha minimal Rp10 miliar;

d. biaya litbang di dalam negeri untuk pengembanganatau efisiensi produk minimal 5% dari investasi dalamjangka waktu 5 tahun; dan/atau

e. menggunakan bahan baku dan/atau komponen hasilproduksi dalam negeri minimal 70% sejak tahun ke-4.

2. Fasilitas untuk Kegiatan Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan

Dasar Hukum :

a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu

b. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 21/PMK.011/2010 Tentang Pemberian Fasilitas Perpajakan Dan Kepabeanan Untuk Kegiatan Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan

Alasan :

Dengan semakin berkurangnya cadangan energi yang berasaldari fosil, maka diperlukan inovasi penggunaan energi terbarukanuntuk menjamin tersedianya pasokan energi yang berkelanjutan.Indonesia sangat berpotensi untuk memanfaatkan energiterbarukan seperti panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari,aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhulapisan laut. Oleh karena itu, insentif Pajak Penghasilan diperlukanuntuk mendukung pemanfaatan sumber energi terbarukan yangmemerlukan investasi yang sarat teknologi serta memiliki risikoyang tinggi.

Untuk : WP yang melakukan kegiatan pemanfaatan Sumber EnergiTerbarukanFasilitas :

- Investment allowance 30% dari jumlah Penanaman Modal, selama 6 tahun.

- penyusutan dan amortisasi yang dipercepat;

- tarif PPh 10% atas dividen kepada subjek pajak luarnegeri, atau tarif yang lebih rendah menurut P3B; dan

- kompensasi kerugian 5 s.d 10 tahun dengan ketentuan: 14

Page 15: Kel 6 - Fasilitas Pajak

a. tambahan 1 tahun: penanaman modal di kawasanindustri dan kawasan berikat;

b. tambahan 1 tahun: tenaga kerja Indonesia minimal500 orang selama 5 tahun berturut-turut;

c. tambahan 1 tahun: pengeluaran infrastrukturekonomi dan sosial di lokasi usaha minimal Rp10

a. Miliar;

d. tambahan 1 tahun: biaya litbang di dalam negeriuntuk pengembangan atau efisiensi produk minimal5% dari investasi dalam jangka waktu 5 tahun;dan/atau

e. e. tambahan 1 tahun: menggunakan bahan bakudan/atau komponen hasil produksi dalam negeriminimal 70% sejak tahun ke-4.

- Dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor atasimpor barang berupa mesin dan peralatan, baik dalamkeadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuksuku cadang.

3. Tax Holiday untuk Industri Pionir

Dasar Hukum :

a. PP 94 Nomor 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan

b. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 192/PMK.011/2014 Tentang Perubahan Atas PMK-130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan

Alasan :

Penanaman modal mempunyai peran penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan serta meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional. Untuk mendorong investasi di Indonesia, Pemerintah Indonesia melalui kebijakan fiskalnya memberikan fasilitas di bidang perpajakan berupa tax holiday bagi industri pionir yang diberikan lebih promotif dibandingkan dengan fasilitas yang diberikan oleh negara lain.

Untuk :

Wajib Pajak (WP) badan baru atau yang berdiri paling lama 12 bulan sebelum 15 Agustus 2011, dengan syarat:

a. merupakan industri pionir, yaitu Industri logam dasar, pengilangan minyak bumi dan/atau kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam, permesinan, sumberdaya terbarukan, dan/atau peralatan komunikasi;

b. investasi minimal Rp1 Triliun; c. menempatkan dana di perbankan Indonesia minimal 10% dari total rencana investasi.

Dengan mempertimbangkan kepentingan daya saing industri nasional dan nilai strategis dari kegiatan usaha tertentu, Menteri Keuangan dapat memberikan fasilitas untuk industri pionir lainnya

Fasilitas

15

Page 16: Kel 6 - Fasilitas Pajak

a. Pembebasan PPh Badan (tax holiday) 5 s.d 10 Tahun, sejak dimulainya produksi komersial. b. Pengurangan PPh Badan 50% selama 2 tahun setelah periode tax holiday.

c. Dengan mempertimbangkan kepentingan daya saing industri nasional dan nilai strategis dari kegiatan usaha tertentu, Menteri Keuangan dapat memberikan fasilitas dengan jangka waktu lebih panjang.

4. Penurunan Tarif PPh bagi Perseroan Terbuka

Dasar hukum :

a. UU PPh Pasal 17 2b

b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2013 Tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri Yang Berbentuk Perseroan Terbuka

c. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 238/PMk.03/2008 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Dan Pengawasan Pemberian Penurunan Tarif Bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri Yang Berbentuk Perseroan Terbuka

Alasan :

Dalam rangka meningkatkan peranan pasar modal sebagaisumber pembiayaan dunia usaha dan untuk mendorongpeningkatan jumlah perseroan terbuka serta peningkatankepemilikan publik pada perseroaan terbuka, diperlukan fasilitasPPh bagi WP badan dalam negeri yang berbentuk PerseroanTerbuka.

Untuk :WP badan dalam negeri yang berbentuk Perseroan Terbuka, dengan syarat:

b. Minimal 40% dari keseluruhan saham disetor dan diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;

c. Saham tersebut dimiliki paling sedikit oleh 300 pihak;

d. Masing-masing pihak hanya boleh memiliki saham kurang dari 5% dari keseluruhan saham yang disetor; dan

e. Ketentuan tersebut harus dipenuhi dalam waktu minimal 183 hari dalam jangka waktu 1 tahun pajak.

Fasilitas ini dimanfaatkan dengan cara self-assessment pada saat penyampaian SPT PPh WP badan, yaitu dengan:

a. Melampirkan surat keterangan dari Biro Administrasi Efek berupa formulir X.H.1-6 sebagaimana diatur dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor X.H.1 untuk setiap tahun pajak terkait;

b. Mencantumkan nama WP, NPWP, Tahun Pajak, serta menyatakan bahwa ketentuan tersebut dipenuhi dalam waktu paling singkat 6 bulan dalam jangka waktu 1 tahun pajak.

Bentuk Fasilitas :

Penurunan tarif PPh sebesar 5% lebih rendah dari tarif tertinggi PPh WP badan dalam negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh.

Pengurangan 50% Tarif PPh bagi Wajib Pajak Badan

16

Page 17: Kel 6 - Fasilitas Pajak

Dasar hukum :

a. UUPPh Pasal 31E

b. SE 66 tentang Penegasan atas Pelaksanaan Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

Alasan :

Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang didukung oleh pelaku usaha kecil dan menengah, diperlukan insentif PPh berupa pengurangan tarif PPh kepada pelaku usaha dengan skala usaha yang terbatas. - WP badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50 Miliar.

Peredaran bruto dalam hal ini, yaitu penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, meliputi:

a. Penghasilan yang dikenai PPh bersifat final; b. Penghasilan yang dikenai PPh tidak bersifat final; dan c. Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.

Fasilitas :Pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif WP badan dalam negeri yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 Miliar.

Fasilitas ini dimanfaatkan dengan cara self-assessment pada saat penyampaian SPT Tahunan PPh WP badan. Dengan demikian, WP tidak perlu menyampaikan permohonan fasilitas.

17

Page 18: Kel 6 - Fasilitas Pajak

DAFTAR PUSTAKA

Booklet Direktorat Jenderal Pajak. “Seputar Sunset Policy”.

Direktorat Jenderal Pajak. 2008. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 34/PJ/2008 tentang Penegasan Pelaksanaan Pasal 37A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Beserta Ketentuan Pelaksanaannya.

Karim, Azizah. 2010. “Persepsi Wajib Pajak Terhadap Penghapusan Sanksi Administrasi Berupa Bunga pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Ilir Barat di Palembang”. Dimuat dalam Majalah Ilmiah Volume 11 No.3, 2010.

Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta: Sekretariat Negara.

Soraya. 2010. “Penerapan Sunset Policy dalam Meningkatkan Kepatuhan Formal Wajib Pajak

Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cilandak. Bandung: Universitas Komputer Indonesia.

18