keracunan diazinon

30

Click here to load reader

Upload: taufik-abidin

Post on 15-Jun-2015

2.486 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: KERACUNAN DIAZINON

KERACUNAN DIAZINON

PENDAHULUAN

Racun merupakan suatu zat yang bekerja secara kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis

toksis selalu menyebabkan gangguan fungsi tubuh, yang dapat berakhir dengan penyakit

ataupun kematian. Sedangkan keracunan merupakan suatu keadaan dimana terjadi paparan

bahan toksik atau racun yang dapat melemahkan, atau bahkan membunuh suatu organisme

dengan kadar yang tidak semestinya.1,2,3

Sejak puluhan tahun yang lalu insektisida digunakan untuk membasmi bermacam-

macam hama yang dijumpai dalam kehidupan manusia, dengan penggunaan yang terus

meningkat. Namun seiring perkembangannya, penggunaan insektisida ini menimbulkan

berbagai dampak buruk dalam kehidupan manusia, salah satunya adalah menimbulkan

gangguan kesehatan, bahkan kematian pada manusia dan organisme lainnya. Kematian

akibat insektisida ini banyak dilaporkan akibat kecelakaan maupun penyalahgunaan, dalam

hal ini digunakan dalam kasus bunuh diri.1,4

Di antara semua jenis insektisida, golongan organofosfat yang paling umum

ditemukan di masyarakat, termasuk di Indonesia. Dari golongan organofosfat ini,

penggunaan Diazinon dan Malathion yang paling banyak digunakan. Insektisida ini masuk

ke dalam tubuh melalui kulit, saluran pencernaan dan saluran pernafasan, akan mengikat

enzim kholinesterase. Fungsi dari enzim kholinesterase ini adalah mengatur bekerjanya

saraf. Bila enzim yang berada dalam darah tersebut diikat, akan menimbulkan gejala-gejala

yang secara nyata tampak pada sistem biologis yang dapat menyebabkan kesakitan (salah

satunya kegagalan pernafasan akut) sampai kematian.2

Tujuan penggunaan insektisida sebenarnya adalah untuk membasmi serangga

pengganggu lahan pertanian dan rumah, seperti kecoa, kumbang, semut, lalat, kutu,

jangkrik, tempayak, dan lainnya. Namun kenyataannya organofosfat tidak spesifik

mematikan serangga, tetapi dapat menimbulkan keracunan atau mematikan organisme lain,

1

Page 2: KERACUNAN DIAZINON

sehingga penggunaan insektisida, terutama organofosfat juga dapat menimbulkan

keracunan pada manusia.

Dalam suatu studi kasus yang diadakan di Sumatra pada tahun 1993 terhadap petani

wanita, menemukan 87% menyemprotkan insektisida di rumahnya sebanyak dua kali

sehari. Lebih dari 75% menggunakan insektisida jenis organofosfat atau carbamate, dan

tercatat 21% yang menyemprotkan insektisida pada kebunnya mengalami tiga atau lebih

gejala keracunan. Tercatat kasus-kasus keracunan akibat insektisida sejumlah 500.000an

pada tahun 1972, dan diperkirakan meningkat menjadi 25.000.000an pada awal 1990.4 Dan

setiap tahunnya sekitar tiga ribu kasus yang merupakan kasus berat. Kejadian keracunan

karena insektisida yang berakibat kematian lebih tinggi daripada kematian akibat penyakit

infeksi pada negara-negara berkembang. Dalam hal ini mortalitas akibat keracunan

insektisida diakibatkan karena tertelannya zat tersebut dalam kasus bunuh diri.2

Mengingat luasnya penggunaan pestisida golongan organofosfat di masyarakat dan

cukup banyaknya kejadian keracunan baik karena penggunaannya dibidang pertanian

maupun akibat penyalahgunaan (bunuh diri ataupun pembunuhan) insektisida golongan

organofosfat, maka perlu untuk menjabarkan secara lebih spesifik mengenai pemeriksaan

patologi anatomi pada jenazah yang diduga keracunan organofosfat.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Toksikologi

2.1.1 Definisi

Toksikologi adalah bagian dari farmakologi yang mempelajari tentang efek buruk dari

bahan-bahan kimia pada lingkungan biologi.5 Dalam bidang forensik, toksikologi

mempelajari sumber, sifat, dan khasiat dari racun; gejala-gejala dan pengobatan pada kasus

keracunan; dan kelainan yang didapatkan akibat keracunan pada korban yang meninggal.

Sedangkan racun adalah bahan atau zat yang dalam jumlah relatif kecil bila masuk ke

dalam tubuh akan menimbulkan reaksi bio-kimiawi atau patofisiologik yang akan

menyebabkan penyakit atau kematian.1,3

2

Page 3: KERACUNAN DIAZINON

2.1.2 Penggolongan

Berdasarkan sumbernya, racun dapat terbagi menjadi racun yang berasal dari tumbuh-

tumbuhan, hewan, mineral, dan sintetik. Berdasarkan tempat ditemukannya, racun dapat

berasal dari lingkungan rumah tangga, lapangan pertanian, industri, laboratorium, alam

bebas, dan tempat-tempat pelayanan medis. Berdasarkan cara masuknya, racun

digolongkan menjadi racun yang masuk peroral atau ingesti, terhisap bersama udara

pernafasan atau inhalasi, penyuntikan, penyerapan melalui kulit yang sehat atau kulit yang

sakit, melalui anus atau vagina.1

Berdasarkan cara kerjanya, racun terbagi menjadi :

a. Racun yang bekerja lokal karena bersentuhan dengan racun yang hanya menimbulkan

kerusakan pada daerah yang dilaluinya. Racun ini dapat bersifat korosif, iritan, dan

anestetik.

b. Racun yang bekerja sistemik, yang akan menuju organ-organ dalam tubuh setelah

masuk ke dalam darah.

c. Racun yang bekerja lokal dan sistemik.1

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Keracunan

Berat ringannya efek yang ditimbulkan dari racun yang masuk ke dalam tubuh dipengaruhi

oleh beberapa faktor seperti cara pemberian, keadaan tubuh, dan sifat racun itu sendiri. Dari

cara pemberian, racun paling cepat bekerja pada tubuh secara inhalasi, diikuti dengan

intravena, intamuskular, intraperitoneal, subkutan, peroral, dan paling lambat bila melalui

kulit yang sehat. Keadaan tubuh seseorang seperti umur, kesehatan, kebiasaan, dan

hipersensitivitas berpengaruh terhadap kerja dari racun tersebut. Sedangkan dari racun itu

sendiri tergantung dari besarnya dosis, konsentrasi, bentuk, durasi/waktu pemberian,

kombinasi adisi atau sinergisme, susunan kimia, dan antagonis.1

Keracunan dapat terjadi karena :

1. Disengaja, oleh orang lain (penganiayaan, pembunuhan), dan oleh diri sendiri

(penyalahgunaan obat, bunuh diri)

3

Page 4: KERACUNAN DIAZINON

2. Tidak sengaja atau kebetulan, misalnya kecelakaan industri atau rumah tangga,

kesalahan pengobatan, self medication, dan lainnya.3

2.1.4 Kriteria Diagnostik

Diagnosa keracunan didasarkan atas adanya tanda dan gejala yang sesuai dengan racun

penyebab. Kecurigaan akan keracunan dapat timbul pada anamnesa adanya kontak dengan

racun sebelum melakukan pemeriksaan yang menemukan racun atau sisa racun dalam

tubuh atau cairan tubuh korban, jika racun menjalar secara sistemik serta terdapatnya

kelainan pada tubuh korban, baik makroskopik maupun mikroskopik yang sesuai dengan

racun penyebab.1,3

2.2 Keracunan Insektisida

Insektisida adalah racun serangga yang banyak dipakai dalam pertanian, perkebunan, dan

dalam rumah tangga. Keracunan insektisida biasanya terjadi karena kecelakaan dan

percobaan bunuh diri, dan jarang sekali ditemukan pada kasus pembunuhan.3

2.2.1 Epidemiologi

Kontak terhadap insektisida saat ini sudah menjadi permasalahan kesehatan yang

mengglobal.WHO memperkirakan kejadian keracunan insektisida akut sebanyak 3.000.000

kasus setiap tahunnya, dengan angka kematian sejumlah 220.000 kasus. Mayoritas ibsiden

ini terjadi di negara-negara berkembang, terutama di Afrika, Asia, Amerika tengah, dan

Amerika Selatan. Di Amerika Tengah, misalnya, terjadi peningkatan insiden yang

bermakna dari tahun 1992 sampai tahun 2000, dengan angka kejadian keracunan insektisida

meningkat dari 6,3 per 100.000 populasi menjadi 19,3 per 100.000 populasi, dengan

kecepatan mortalitas yang meningkat dari 0,3 per 100.000 populasi menjadi 2,1 per

100.000 kasus.6

2.2.2 Penggolongan

Insektisida digolongkan menjadi

1. Hidrokarbon Terklorinasi.

4

Page 5: KERACUNAN DIAZINON

Golongan ini lambat diabsorpsi melalui saluran cerna. Jenis yang dalam bentuk bubuk

tidak diabsorpsi melalui kulit. Absorpsi dapat melalui pernafasan bila terpapar dengan

bentuk aerosol. Golongan ini merupakan stimulator SSP yang kuat dengan efek eksitasi

langsung pada neuron, yang mengakibatkan kejang-kejang dengan metabolisme yang

belum jelas. Kematian dapat terjadi akibat depresi pernafasan atau fibrilasi ventrikel.

2. Inhibitor Kolinesterase.

Golongan ini diabsorpsi secara cepat dan efektif melalui oral, inhalasi, mukosa, dan

kulit. Setelah masuk ke dalam tubuh, senyawa ini akan mengikat enzim

asetilkolinesterase (AChE) sehingga AChE menjadi inaktif dan terjadi akumulasi

asetilkoline.

Inhibitor Kolinesterase terbagi menjadi dua kelompok, yaitu:

- Organofosfat

- Karbamat 1

Dari tabel berikut dijabarkan senyawa-senyawa organofosfat yang sering digunakan.

Tabel 2.1. Insektisida Golongan Organofosfat yang Terdaftar pada Environmental

Protection Agency of the United States of America

Insektisida Golongan Organofosfat

Acephate

Azinphos-methyl

Bensulide

Chlorethoxyphos

Chlorpyrifos

Coumaphos

Diazinon

Dichlorvos

Dicrotophus

Dimethoate

Isofenphos

Malathion

Methamidophos

Methidathion

Mevinphos

Naled

Phosmet

Profenofos

Propetamphos

Sulfotepp

5

Page 6: KERACUNAN DIAZINON

Disulfoton

Ethion

Ethoprop

Ethyl parathion

Fenamiphos

Fenitrothion

Fonofos

Sulprofos

Tebupirimiphos

Temephos

Terbufos

Tetrachlorvinphos

Tribufos

Trichlorfon

Sumber: Sullivan JB Jr., Blouse J (1992)6

Khusus dalam paper ini akan lebih difokuskan pada golongan organofosfat, khususnya

diazinon.

2.3 Diazinon

Diazinon termasuk ke dalam golongan organophosphat, yang merupakan suatu bahan kimia

yang efektif digunakan untuk membasmi serangga, yang bekerja dengan cara menghambat

enzim kolinesterase secara irreversibel, dimana enzim ini berfungsi dalam pemecahan

asetilkolin yang bersifat merangsang saraf otot.7

Diazinon digunakan secara luas untuk membasmi serangga dalam industri pertanian.

Zat ini juga efektif dalam membasmi serangga di dalam tanah dan ectoparasit seperti kutu

pada domba. Untuk penggunaan rumah tangga, diazinon juga efektif untuk membasmi

kecoa, semut, kutu karpet, dan serangga pada hewan piaraan. Nama dagang untuk diazinon

adalah Knox-Out, Dianon, atau Basudin.8

2.3.1 Struktur Komponen9

Senyawa diazinon merupakan thiophosphoric acid ester, yang diperkenalkan oleh Ciba-

Geigy pada tahun 1952 (sekarang dikenal dengan nama Novartis), yang merupakan sebuah

perusahaan kimia di Swiss. Diazinon memiliki rumus bangunan molekuler sebagai berikut.

Gambar 2.1 Struktur Kimia Diazinon

6

Page 7: KERACUNAN DIAZINON

Nama IUPAC Diethoxy-[(2-isopropyl-6-methyl-4-pyrimidinyl)oxy]-

thioxophosphorane

Nama lain O,O-Diethyl-O-(2-isopropyl-6-methyl-pyrimidine-4-

yl)phosphorothioate

Molecular formula C12H21N2O3PS

Molar mass 304.35 g/mol

Appearance Colorless to dark brown liquid

Data ini didapatkan pada kondisi standar (suhu 25 °C, dengan 100 kPa)

2.3.2 Keracunan Diazinon

Keracunan Diazinon merupakan pemaparan oleh bahan kimia yang digunakan untuk

membasmi serangga, yang mengakibatkan manusia yang terpapar mengalami gejala klinis

yang dapat berkembang menuju kematian.8,10

2.3.2.1 Patofisiologi

Secara umum, organofosfat merupakan insektisida yang paling toksik diantara pestisida

lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada manusia, dengan diazinon dan malathion

merupakan komponen organophosphat yang paling banyak digunakan. Efek sistemik yang

timbul pada manusia ataupun pada binatang percobaan yang terpapar, baik secara inhalasi,

oral, ataupun melalui kulit, terutama disebabkan oleh penghambatan enzim

asetilkolinesterase (AChE) oleh Diazoxon, senyawa metabolit aktif dari diazinon.11

Penghambatan enzim asetilkolinesterase (AChE) terjadi pada hubungan antara saraf

dan otot, serta pada ganglion sinap. Asetilkolin merupakan suatu neurotransmiter dari

7

Page 8: KERACUNAN DIAZINON

impuls saraf pada post-ganglionik, serabut saraf parasimpatik, saraf somatomotorik pada

otot bergaris, serat saraf pre-ganglionik baik parasimpatis dan simpatis serta sinap-sinap

tertentu pada susunan saraf. Secara normal, asetilkolin dilepaskan melalui perangsangan

pada saraf, yang kemudian akan diteruskan dari motor neuron ke otot volunter, misalkan

pada bronkus atau jantung. Asetilkolin yang dilepaskan tersebut kemudian akan dihidrolisa

menjadi kolin dan asam asetat oleh enzim asetilkolinesterase.11

Sebagai antikolinesterase organofosfat, diazinon menghambat AChE dengan

membentuk kompleks fosforilasi yang stabil, sehingga tidak mampu memecah asetilkoline

pada hubungan antara saraf dan otot, serta pada ganglion sinap, sehingga terjadi

penumpukan asetilkoline pada reseptorm asetilkolin, yang menyebabkan terjadinya

stimulasi yang berlebihan dan berkelanjutan pada serat-serta kolinergic pada parasimpatis

postganglionik, hubungan neuromuskular pada otot skeletal, dan hiperpolarisasi dan

desentisasi sel-sel pada sistem saraf pusat.11

Reaksi-reaksi yang terjadi dapat digolongkan menjadi :

1. Perangsangan terhadap parasimpatik postganglionik, yang berefek pada beberapa organ,

antara lain kontriksi pada pupil (miosis), perangsangan terhadap kelenjar (salivasi,

lakrimasi, dan rhinitis), nausea, inkontinensia urin, muntah, nyeri perut, diare,

bronkokontriksi, bronkospasme, peningkatan sekresi bronkus, vasodilatasi, bradikardia,

dan hipotensi.

2. Efek nicotinik, terjadi akibat penimbunan asetilkolin pada hubungan otot skeletal dan

simpatism preganglionik. Gejal-gejala yang muncul seperti muscular fasciculations,

kelemahan, midriasis, takikardia, dan hipertensi.

3. Efek pada sistem saraf pusat terjadi akibat penimbunan asetilkolin pada tingkat

cortical, subcortical, dan spinal, terutama pada korteks serebral, hipocampus, dan sistem

motorik ekstrapiramidal. Gejala-gejalanya seperti depresi pernafasan, cemas, insomnia,

nyeri kepala, lemas, gangguan mental, gangguan konsentrasi, apatis, mengantuk,

ataksia, tremor, konvulsi, dan koma.10,11

4. Hambatan aktivitas AChE berhubungan dengan stres oksidatif pada sel darah. Jika

antioksidan dalam tubuh tidak mampu menangani radikal bebas yang terbentuk akibat

8

Page 9: KERACUNAN DIAZINON

terhambatnya AChE, radikal bebas ini akan merusak sel-sel, dan menyebabkan

terjadinya stres oksidatif.12

5. Efek toxic Diazinon juga terjadi pada sel hati, dimana Diazinon juga meningkatkan

pelepasan glukosa ke darah dengan jalan mengaktifkan glikogenolisis dan

glukoneogenesis, sehingga menjadi predisposisi terjadinya Diabetes Mellitus.12

2.3.2.2 Tanda dan Gejala Klinik

Diazinon diabsorbsi melalui cara yang bervariasi, baik melalui kulit yang terluka, mulut,

dan saluran pencernaan serta saluran pernafasan. Melalui saluran pernafasan gejala timbul

dalam beberapa menit. Bila terhirup dalam konsentrasi kecil dapat hanya menimbulkan

sesak nafas dan batuk. Melalui mulut atau kulit umumnya membutuhkan waktu lebih lama

untuk menimbulkan tanda dan gejala. Pajanan yang terbatas dapat menyebabkan akibat

terlokalisir. Penyerapan melalui kulit yang terluka dapat menimbulkan keringat yang

berlebihan dan kedutan (kejang) otot pada daerah yang terpajan saja. Pajanan pada mata

dapat menimbulkan gajala berupa miosis atau pandangan kabur saja. 1,4,11

Keracunan diazinon dapat menimbulkan variasi reaksi keracunan. Tanda dan gejala

dihubungkan dengan hiperstimulasi asetilkolin yang persisten atau depresi yang diikuti oleh

stimulasi saraf pusat maupun perifer. Tanda dan gejala awal keracunan adalah stimulasi

berlebihan kolinergik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi

miosis, gangguan perkemihan, diare, defekasi, eksitasi, dan salivasi. Efek yang terutama

pada sistem respirasi yaitu bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi

bronkus. Dosis menengah sampai tinggi terutama terjadi stimulasi nikotinik pusat daripada

efek muskarinik (ataksia, hilangnya refleks, bingung, sukar bicara, kejang disusul paralisis,

pernafasan Cheyne Stokes dan coma). Penumpukan asetilkolin pada susunan saraf pusat

menyebabkan tegang, ansietas, insomnia, gelisah, sakit kepala, emosi tidak stabil, neurosis,

mimpi buruk, apatis, bingung, tremor, kelemahan umum, ataxia, konvulsi, depresi

pernafasan dan koma. Pada umumnya gejala timbul dengan cepat dalam waktu 6 – 8 jam,

tetapi bila pajanan berlebihan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit. Bila

gejala muncul setelah lebih dari 6 jam,ini bukan keracunan organofosfat karena hal

tersebut jarang terjadi.4,11

9

Page 10: KERACUNAN DIAZINON

Kematian akibat keracunan diazinon umumnya berupa kegagalan pernafasan. Hal ini

disebabkan karena adanya oedem paru, bronkokonstriksi, kelumpuhan otot-otot pernafasan,

kelumpuhan pusat pernafasan, peningkatan sekresi bronkus, dan depresi saraf pusat yang

kesemuanya itu akan meningkatkan kegagalan pernafasan. Aritmia jantung seperti hearth

block dan henti jantung lebih sedikit ditemukan sebagai penyebab kematian.11

Komplikasi keracunan selalu dihubungkan dengan neurotoksisitas lama dan

organophosphorus-induced delayed neuropathy (OPIDN). Sindrom ini berkembang dalam

8 – 35 hari sesudah pajanan terhadap organofosfat. Gejala yang timbul berupa kelemahan

progresif dimulai dari tungkai bawah bagian distal, kemudian berkembang kelemahan pada

jari dan kaki berupa foot drop.4,11

2.3.2.3 Pengobatan1

Pada keracunan akut, tindakan yang bisa diberikan adalah sebagai berikut.

Tindakan darurat

1. Berikan sulfas atropin dalam dosis tinggi

2. Lakukan pernafasan buatan dan berikan oksigen, namun hindari pernafasan dari mulut

ke mulut.

3. Cuci kulit yang terkontaminasi dengan air dan sabun, dilakukan sebelum munculnya

gejala atau setelah gejala-gejala terkontrol dengan atropin.

4. lakukan bilas lambung. Bila gejala-gejala keracunan belum muncul, bilas dengan air

hangat, atau induksi muntah dengan sirup ipekak.

5. berikan laksatif Magnesium sulfat 25 gr dalam 1 gelas air. Dalam kasus ini Castrol oil

merupakan kontra indikasi karena mempermudah racun untuk melarut.

6. Berikan antidote: Sulfas Atropin 2 mg IM, dan diulang tiap 3-6 menit sampai timbul

gejala atropinisasi (wajah merah, mulut kering, dilatasi pupil, dan nadi cepat).

Pertankan dengan pemberian atopin ulang sebagnyak 12mg dalam 2 jam pertama.

Pemberian yang terputus akan menimbulkan gagal nafas. Dosis untuk anak-anak

sebesar 0,04mg/kgBB. Bila menimbulkan takikardia berat, diganti dengan propanolol.

7. Berikan Kolinesterase reaktivator seperti Paralidoksin (Protopam, piridin-2-aldoksin-

metoklorida, 2-PAM) 1 gr dalam larutan aquades secara I.V. perlahan-lahan, dan

10

Page 11: KERACUNAN DIAZINON

dapat diulang setelah 30 menit bila pernafasan belum membaik. Dapat diberikan

sebanyak 2x dalam 24 jam. Kolinesterase aktivator harus diberikan secepatnya setelah

atropinisasi penuh karena dapat menimbulkan aging phenomenon, yaitu ikatan

insektisida dengan AChE yang telah mengalami dealkilasi, sehingga dengan

kolinesterase aktivator sudah tidak bisa melepaskan ikatan tersebut. Hal ini berbahaya

karena atropin tidak memperbaiki paralisis otot-otot pernafasan.

Tindakan Umum

1. Sekret pada jalan nafas dikeluarkan dengan postural drainase atau dengan kateter

penyedot.

2. Hindari pemakaian morfin, aminofilin, barbiturat, fenotiazin, dan obata-obat lain yang

dapat menimbulkan depresi pernafasan.

3. Untuk kejang dapat diatasi dengan anti kejang.

Pada keracuna akut, saat kritis adalah 4-6 jam pertama, sehingga diperlukan pengobatan

yang tepat.

Keracunan kronik dapat diketahui dengan pengukuran kadar AChE dalam darah. Bila

ada indikasi (keracunan ringan), maka korban dapat diberikan istirahat dan hindari kontak

dengan insektisida.

2.3.2.4 Pemeriksaan Pada Jenazah

Pada korban yang meninggal akibat keracunan diazinon atau senyawa organofosfat lainnya,

pada otopsi akan dijumpai tanda-tanda sebagai berikut:

Pemeriksaan Luar

1. Busa atau buih putih kemerahan dari hidung atau mulut, yang kadang tercium bau

pelarut insektisida tersebut, yaitu minyak tanah.

2. Kuku dan jari tampak sianosis

3. Pakaian terkadang berbau minyak tanah, jika sebelumnya korban muntah.

Pemeriksaan Dalam

1. Pada permukaan rongga torak dan abdomen biasanya tercium bau minyak tanah,

terutama waktu membuka lambung, usus, bronkus dan paru

11

Page 12: KERACUNAN DIAZINON

2. Pada beberapa kasus, paru-paru akan tampak mengalami odem, dan berbuih yang

dapat dilihat dengan memasukkan ke dalam air. Bintik-bintik perdarahan pada pleura

tampak konstan, terutama pada daerah hipostatik, yang mana akan menampakkan

gambaran kolap pada pleura.

3. Penelitian Limaye tahun 1966, menyebutkan tanda-tanda yang tampak pada sistem

gastrointestinal antara lain tampak warna kehitaman pada usus, adanya darah dalam

usus, kongesti pada mukosa usus dengan bintik-bintik perdarahan pada lapisan

submukosa usus, dan bisa juga terjadi erosi dan perlukaan pada usus.

4. Adanya cairan yang berminyak dalam lambung atau usus5. Tidak ditemukan kelainan organ yang spesifik, tetapi terkadang terdapat edema paru,

dilatasi kapiler dan kongesti organ-organ visera.11

Pemeriksaan Patologi Anatomi

Beberapa sumber, ada yang mengatakan tidak ditemukannya perubahan spesifik dari organ

pada manusia ataupun pada binatang percobaan yang mendapat paparan organofosfat,

namun sumber lain mengatakan adanya gambaran yang spesifik dari organ pada manusia

ataupun pada binatang percobaan yang mendapat paparan senyawa tersebut.

Berikut ditampilkan perubahan–perubahan yang terjadi pada organ-organ baik manusia

ataupun binatang percobaan yang mendapat paparan organofosfat.11

1. Gambaran Patologi Anatomi pada Sistem Saraf

Berdasarkan otopsi yang dilakukan Limaye tahun 1966 pada korban yang mengalami

keracunan diazinon ditemukan adanya tanda-tanda perdarahan serta kongesti pada

spinal, dilatasi pembuluh darah serta perdarahan pada otak.

2. Gambaran Patologi Anatomi pada Sistem Renal

Boyd dan Carsky tahun 1969 melaporkan dari hasil percobaan terhadap tikus percobaan

yang mendapat paparan diazinon secara bertahap dari 50 samapi 700 mg/kg/hari,

didapatkan adanya tubular swelling, kongesti pada kapiler loop henle, kongesti pada

kortikomedulari, nefritis kronis, atropi tubuler, serta fibrosis pada glomerolus.

Sedangkan pada penelitian Harris dan Hoison tahun 1981, menunjukkan tidak

ditemukannya perubahan yang spesifik terhadap ginjal tikus percobaan yang telah

mendapat paparan 100 mg/kg/hari organofosfat (diazinon). Penelitian Hartman tahun

12

Page 13: KERACUNAN DIAZINON

1997 pada binatang percobaan, menunjukkan tidak adanya kelainan secara mokroskopis

maupun mikroskopis pada ginjal tikus yang terpapar 11,6 mg/m3 diazinon dalam waktu

enam jam per hari selama tiga minggu.11

3. Gambaran Patologi Anatomi pada Hepar

Pada hati dapat ditemukan adanya gambaran dilatasi hati (Limaye 1966). Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Lox dan Davis tahun 1983, paparan organofosfat pada

tikus percobaan, didapatkan gambaran droplet lemak pada sel hepatosit setelah 7 hari

paparan. Akumulasi lemak ini dapat dihasilkan dari terganggunya metabolisme pada sel

retikulo endoplasma, peningkatan metabolisme lemak dari jaringan perifer, atau

kegagalan pelepasan lipoprotein dari sel hati. Otopsi pada anjing percobaan yang telah

diberi paparan 10 mg/kg/hari organofosfat (diazinon), yang dilakukan oleh Earl tahun

1971, menunjukkan adanya atropi pada sel parenkim hati, perlemakan hati, serta

pemisahan pada sel-sel hati. Pada anjing percobaan yang mendapat paparan diazinon

sebanyak 20 mg/kg/hari, dari otopsi didapatkan adanya sirosis hati yang berat, nekrosis

lokal (fokal), infiltrasi jaringan fibrosis, inflamasi sel hepar, kongesti sel hepatosit dan

pemisahan sel-sel hepatosit. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan Kirchner tahun

1991, pada tikus percobaan yang mendapat paparan diazinon 12 mg/kg/hari selama 98

minggu, tidak ditemukan tanda-tanda perubahan secara makroskopis ataupun secara

mikroskopis pada hati tikus percobaan tersebut. Penelitian Hartman tahun 1997 pada

binatang percobaan, menunjukkan tidak adanya kelainan secara makroskopis maupun

mikroskopis pada hati tikus yang terpapar 11,6 mg/m3 diazinon secara inhalasi dalam

waktu enam jam per hari selama tiga minggu.11

4. Gambaran Patologi Anatomi pada Paru

Penelitian Poklis tahun 1980, menunjukkan adanya edema pada paru-paru, pelebaran

pembuluh darah vena paru pada otopsi jenazah seorang wanita berusia 54 tahun yang

diduga keracunan diazinon secara oral, dan tanda-tanda pneumonitis yang luas pada

paru-paru binatang percobaan yang terpapar 50 -70 mg/kg diazinon. Namun, pada

penelitian Harris dan Holson tahun 1981 menyatakan tidak adanya perubahan

makroskopis maupun mikroskopis pada paru-paru binatang percobaan akibat terpapar

diazinon sampai 100 mg/kg/hari pada usia 6 sampai 8 hari kehamilan.11

13

Page 14: KERACUNAN DIAZINON

5. Gambaran Patologi Anatomi pada Sistem Kardiovaskuler

Gambaran pada jantung kanan yang terpaparan oleh organogosfat tampak pembuluh

darah mengalami dilatasi. Penelitian Limaye tahun 1966, menunjukkan terjadinya

kongesti jantung dan pembuluh darah jantung pada otopsi 76 kasus keracunan diazinon

yang mana juga tampak adaya Soft flabby heart dengan perdarahan yang nyata pada

pericardium dan epicardium, bintik-bintik perdarahan serta cloudy swelling dan

hiperemi pada pemeriksaan histopatologi jantung. Pada penelitian Harris dan Holson

tahun 1981, menyatakan tidak adanya perubahan makroskopis maupun mikroskopis

pada jantung binatang percobaan akibat terpapar diazinon sampai 100 mg/kg/hari.

Tampak bintik-bintik perdarahan pada daerah perikardial. Jantung kanan mengalami

pelebaran (dilatasi) dan vena mengalami pembengkakan.11

6. Gambaran Patologi Anatomi pada Sistem Gastrointestinal

Penelitian Boyd dan Carsky tahun 1969, menyebutkan adanya tanda-tanda kongesti

lamina propia pada usus halus dan adanya nekrosis serta perdarahan pada sebagian

lambung dan juga pilorus serta tanda-tanda inflamasi usus halus pada tikus percobaan.

Penelitian Earl tahun 1971, menyebutkan adanya efek terhadap sistem gastrointestinal

anjing percobaan yang diberikan diazinon selama 8 bulan. Efek-efek tersebut antara lain

tampak pecahnya dinding duodenum, penebalan dinding duodenum, kongesti dan atau

perdarahan pada usus halus dan kolon, peritonitis serta terjadi robekan pada pilorus.

Pemberian dizinon 1,25 mg sampai 10 mg/kg/hari pada babi percobaan selama 8 bulan,

menunjukkan adanya gangguan sistem gastrointestinal pada pemeriksaan secara

histopatologi, yaitu penebalan dinding jejenum, perlukaan pada duodenum, dan terjadi

erosi pada lapisan otot dan serosa. Penelitian Harris dan Holson tahun 1981,

menunjukkan adanya perdarahan pada mukosa usus, kongesti serta erosi pada mokosa

usus kelinci yang mati akibat terpapar diazinon 100 mg/kg/hari. Sedangkan pada

penelitian Singh tahun 1988 dan penelitian Barnes tahun 1988 menyatakan tidak adanya

kelainan yang spesifik pada sistem gastrointestinal yang ditemukan pada tikus

percobaan yang telah diberikan diazinon sebanyak 12 mg/kg/hari selama 98 minggu.

7. Gambaran Patologi Anatomi pada Sistem Limporetikuler

14

Page 15: KERACUNAN DIAZINON

Percobaan pada tikus yang mendapat paparan diazinon selama 13 minggu, tidak

ditemukan adanya perubahan yang spesifik pada spleen tikus tersebut.11

Pemeriksaan Laboratorium 1

Untuk pemeriksaan ini diperlukan sampel yang diambil dari darah, jaringan hati, limpa,

paru-paru, dan lemak badan. Untuk penentuan kadar AChE dalam darah dan plasma dapat

dilakukan dengan cara tintometer (Edson) dan paper-strip (Acholest)

Cara Edson, berdasarkan perubahan pH darah

Gambar 2.2. Reaksi Pemecahan ACh

Caranya adalah dengan mengambil darah korban, dan menambahkan indikaor brom-timol-

biru, didiamkan, dan setelah beberapa saat akan terjadi perubahan warna. Warna tersebut

dibandingkan dengan warna standar pada comparator disc, maka dapat ditentukan kadar

AChE dalam darah.

Tabel 2.2 Kadar AChE dalam Darah

% Aktifitas AChE Darah Interpretasi

75%-100% dari normal Tidak ada keracunan

50%-75% dari normal Keracunan ringan

25%-50% dari normal Keracunan

0%-25% dari normal Keracunan berat

Cara Acholast

Caranya dengan mengambil darah korban, dan meneteskan pada kertas Acholast bersamaan

dengan kontrol serum darah normal. Pada kertas Acholast sudah terdapat ACh dan

indikator. Kemudian dicatat waktu perubahan warna pada kertas tersebut. Perubahan warna

harus sebanding dengan perubahan warna pembanding (serum normal), yaitu warna kuning

telur.

15

Page 16: KERACUNAN DIAZINON

Jika waktu yang dikeluarkan kurang dari 18 menit, tidak ada keracunan. Jika 20-35

menit, termasuk dalam keracunan ringan. Jika 35-150 menit, termasuk keracunan berat.

Untuk pemeriksaan toksikologik dilakukan dengan cara sebagai berikut.

Kristalografi. Bahan yang dicurigai berupa sisa makanan atau minuman, muntahan, dan isi

lambung dimasukkan ke dalam gelas beker, kemudian dipanaskan dalam pemanas air

sampai kering, kemudian dilarutkan dalam aceton dan disaring dengan kertas saring. Filtrat

yang didapat diteteskan ke dalam gelas arloji dan dipanaskan sampai kering, kemudian

dilihat di bawah mikroskop. Bila terbentuk kristal-kristal seperti sapu, berarti termasuk ke

dalam golongan hidrokarbon terklorinasi.

Kromatografi Lapisan Tipis (TLC). Kaca berukuran 20 cm x 20 cm dilapisi dengan

absorben gel silikat atau dengan aluminium oksida, lalu dipanaskan ke dalam oven dengan

suhu 110oC selama 1 jam. Filtrat yang akan diperiksa (hasil ekstraksi dari darah atau

jaringan korban, disertai dengan tetesan lain yang telah diketahui golongan, jenis, dan

konsentrasinya sebagai pembanding. Ujung kaca TLC dicelupkan ke dalam pelarut

(biasanya dengan Hexan), namun celupan tidak boleh mengenai tetesan tersebut di atas.

Dengan daya kapilaritas, maka pelarut akan ditarik ke atas sambil melarutkan filtrat-filtrat

tadi. Setelah itu kaca TLC dikeringkan, lalu disemprot dengan reagen Faladium klorida

0,5% dalam HCl pekat, kemudian dengan Difenilamin 0,5% dalam alkohol. Jika ditemukan

warna hitam (gelap) berarti golongan hidrokarbon terklorinasi. Jika ditemukan warna hijau

dengan dasar dadu berarti golongan organofosfat.

Untuk menentukan jenis dalam golongannya, dapat dilakukan dengan menentukan

R.f. masing-masing bercak, dengan rumus sebagai berikut.

Gambar 2.3 Rumus Rf

Angka yang didapatkan, dicocokkan dengan standar, sehingga jenisnya dapat ditentukan.

Selain pemeriksaan di atas, dapat pula dilakukan pemeriksaan dengan cara

Spektrofotometri dan Kromatografi gas

16

Page 17: KERACUNAN DIAZINON

SIMPULAN

1. Racun merupakan zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik, yang

dalam dosis toksik menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian.

Berat ringannya keracunan dipengaruhi oleh cara masuk, umur, kondisi tubuh,

kebiasaan, idiosinkrasi, alergi, dan waktu pemberian.

2. Keracunan dapat terjadi akibat usaha bunuh diri, pembunuhan, ataupun kecelakaan

Yang terpenting pada penegakan diagnosis keracunan adalah menemukan racun atau

sisa racun dalam tubuh atau cairan tubuh korban, dan adanya kontak dengan racun.

3. Keracunan insektisida biasanya terjadi karena kecelakaan dan percobaan bunuh diri,

dan digolongkan menjadi Hidrokarbon Terklorinasi dan Inhibitor Kolinesterase, yang

Organofosfat dan Karbamat.

4. Diazinon termasuk ke dalam golongan organophosphat, yang merupakan bahan kimia

yang efektif digunakan untuk membasmi serangga. Efek yang timbul pada manusia

akibat terpapar pada senyawa ini, baik secara inhalasi, oral, ataupun melalui kulit.

Diazinon bekerja sebagai antikolinesterase organofosfat yaitu dengan menghambat

AchE. Kematian keracunan Diazinon umumnya berupa kegagalan pernafasan dan

aritmia jantung.

5. Pengobatan untuk keracunan akut, diberikan sulfas atropin dan dilanjutkan dengan

pemberian kolinesterase reaktivator. pemberian harus diberikan dengan cepat

mengingat masa kritis dalam 4-6 jam pertama. Untuk keracunan kronis dapat diketahui

dengan penentuan kadar AChE dalam darah.

6. Pemeriksaan pada jenasah, meliputi pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam, dan

pemeriksaan tambahan. Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan buih putih kemerahan

dari hidung atau mulut dengan bau pelarut insektisida tersebut (minyak tanah), kuku

dan jari tampak sianosis. Pada pemeriksaan dalam, secara umum tidak ditemui kelainan,

tetapi dapat ditemukan bau minyak tanah pada rongga torak dan abdomen, dan edema

organ-organ dalam. Pada pemeriksaan tambahan dilakukan pemeriksaan toksikologi

dan penentuan kadar AChE dalam darah atau plasma.pemeriksaan toksikologi

menggunakan jaringan hati, limpa, paru-paru, lemak badan, isi muntahan atau sisa

17

Page 18: KERACUNAN DIAZINON

makanan yang dicerna, dan darah, yang umumnya menggunakan cara kristalografi dan

kromatografi lapisan tipis. Sedangkan untuk menentukan kadar AChE dalam darah dan

plasma, dapat menggunakan cara tintometer (Edson) dan paper strip (Acholest).

DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto, Arif, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta; Bagian Kedokteran

Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1999.

2. Benbrook, C.M.. How Do We Live with the Use of Chemicals to Feed the World.

In: Symposium Annual Meeting of the AAAS, Can We Feed The World Without

Poisoning the Earth. Washington DC; February 19, 2005. Available from:

http://www.biotech-info.net. AAAS_2005.htm. Acessed: May 21th, 2008

3. Sampurna, Budi & Samsu, Zulhasmar. Peranan Ilmu Forensik dalam Penegakan

Hukum. Jakarta; 2003.

4. Gagnon, M. Diazinon. George Washington University School of Public Health;

PubH 243. 2001

5. Katzung, B.G & Trevor, A.J. Introduction to Toxicology in: Pharmacology,

Examination and Board Review. 6th ed. United States of America; Lange Medical

Book/McGraw Hill. 2002.

6. Jaga, Kushik & Dharmani, Chandrabhan. Sources of Exposure to and Public Health

Implications of Organophosphate Pesticides in: Rev Panam Salud Publica/Pan AmJ

Public Health. Vol 14(3). 2003.

7. Busby, A. et al. The In Vivo Quantitation of Diazinon, Chlorpyrifos, and Their

Major Metabolites in Rat Blood for the Refinement of a Physiologically-Based

Pharmacokinetics/Pharmacodynamic Models. In: U.S. Department of Energy

18

Page 19: KERACUNAN DIAZINON

Journal of Undergraduated Research. Vol. 10. 2004 .Available from:

http://www.scied.science.doe.gov. Acessed: May 21th, 2008

8. Buffin, D.. Diazinon. in: Pesticides News. No. 49. September 2000. p.20. Available

at: http://www.pan-uk.org/search/index.html. Acessed: May 21th,2008

9. Wikipedia.. Diazinon. in: Wikipedia, the Free Encyclopedia. U.S.; Wikimedia

Foundation, Inc. 2008. Available at: http://en.wikipedia .org/wiki/ Diazinon.

Acessed: May 21th, 2008

10. Kamanyire, R. & Karalliedde, L. In-Depth Interview, Organophosphate Toxicity

and Occupational Exposure. in: Occupational Medicine. Vol.54. p. 69-75. 2004.

11. CDC. Diazinon. 2004.. Available from: http://www.atsdr.cdc.gov/ toxprofiles/tp86-

c3.pdf Accessed : May 23th, 2008

12. Teimori, F, et al. Alteration of Hepatic Cells Glucose Metabolism as a Non-

cholinergic Detoxication Mechanism in Counteracting Induced Oxidative Stress. In:

Human & Experimental Toxicology. Vol.25. p.697-703. 2006. Available at:

www.sagepublications.com. Acessed : May 21th, 2008

19