keracunan pestisida pak
DESCRIPTION
Keracunan Pestisida PAKTRANSCRIPT
Keracunan Pestisida yang disebabkan oleh Pajanan
Akibat Kerja Hazirah binti Hashim*
Pendahuluan
Bahan kimia menjadi berbahaya bagi manusia, terutama, karena potensi toksisitasnya.
Toksisitas adalah kemampuan suatu bahan kimia atau zat untuk menyebabkan terjadinya
keracunan sehingga merusak suatu jaringan, organ, atau sistem tubuh. Berbeda dengan istilah
bahaya kerja, yang berarti setiap keadaan dalam lingkungan kerja yang berpotensi untuk
terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan akibat kerja.
Pestisida merupakan racun yang mempunyai nilai ekonomi bagi petani (economic
poisons). Diharapkan pestisida tersebut memiliki kemampuan membasmi organisme selektif
(target organisme), tetapi pada prakteknya pemakaian pestisida dapat menimbulkan bahaya
pada organism non target. Dampak negatit terhadap organism non target itu meliputi dampak
terhadap lingkungan berupa pencemaran, terdapatnya residu pestisida terhadap tanaman, serta
menimbulkan keracunan bahkan dapat menimbulkan kematian terhadap manusia. Pekerjaan
yang mempunyai resiko besar adalah petani penyemprot. Hal ini pada umumnya di sebabkan
kerna petani tidak mengetahui efek paparan pestisida, yaitu dapat menimbulkan efek
muskarinik dan nikotonik sebagai akibat terhambatnya kerja kolinesterase pada ujung saraf
perifer, ganglion dan otak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida antara lain umur,
jenis kelamin, pengetahuan, pengalaman, ketrampilan , pendidikan, pemakaian Alat
Pelindung Diri, status gizi dan praktek penanganan pestisida. Sedangkan dari sudut lain yang
harus diperhatikan adalah penyimpanan pestisida, pencampuran pestisida, penggunaan
pestisida dan pasca penggunaan pestisida.
*Alamat korespondensi: Universitas Kristen Krida Wacana, Jalan Arjuna Utara, No 6, Jakarta
11510. Email: [email protected]
1
Skenario
Sekelompok orang datang membawa seorang laki-laki yang pingsan ke puskesmas di
pinggiran kota. Ketika dokter akan memulai anamnesis, tiba-tiba datang lagi tiga orang dari
komunitas yang sama, masing-masing mengalami muntah-muntah, pusing dan pandangan
kabur.
Catatan tutor: komunitas tersebut merupakan sekelompok petani yang memakai pestisida
jenis baru di perkebunan mereka. Beberapa jenis pestisida diketahui berbahaya bagi susunan
saraf. TTV: frekuensi nadi 120x/menit, tekanan darah 80 mmHg per palpasi, laju pernafasan
28 x/menit. Akral teraba dingin. Pemeriksaan tiga orang lainnya menunjukkan hasil yang
cenderng serupa.
II. ANAMNESIS
Pasien yang datang dengan keluhan utama muntah-muntah, pusing dan pandangan kabur.
Anamnesis harus mencakup :
Identitas pasien : umur, pekerjaan, tempat tinggal
Sejak kapan gejala seperti diatas bermula?
Sudah berapa lama mengalami keluhan.
Pernahkah mengalami gejala seperti ini sebelum ini?
Apakah ada faktor yang memperberat keluhan?
Ahli keluarga atau teman sejawat ada keluhan yang sama atau tidak?
Terakhir kapan konsumsi makanan, jenis makanan dan dari mana sumber makanan.
Apakah punya riwayat penyakit hipertensi atau DM? Apakah ada pada ahli keluarga?
- Sekiranya ada apakah mendapat pengobatan dan terkontrol.
Buat pasien DM apakah mendapat insulin karena khawatir terjadi hipoglikemi.
Riwayat konsumsi obat yang lain-lain.
-Mengikut aturan atau tidak.
-Dosis sesuai atau tidak. Khawatir overdosis.
III. PEMERIKSAAN
A. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital :
2
-Suhu badan, frekuensi nadi dan napas, tekanan darah.
Tingkat kesadaran:
-Kompos mentis, somnolen
Sistem kardiopulmoner
- Curah jantung.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital: frekuensi nadi 120x/menit, tekanan darah 80 mmHg per
palpasi, laju pernafasan 28 x/menit. Akral teraba dingin
B. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dengan pemeriksaan lengkap:
urin, gula darah, cairan lambung, analisa gas darah, darah lengkap,
osmolalitas serum, elektrolit, urea N, kreatinin, glukosa, transaminase hati
EKG
Foto toraks/ abdomen
Skrining toksikologi untuk kelebihan dosis obat
Tes toksikologi kuantitatif.
IV. DIAGNOSIS
7 LANGKAH DIAGNOSIS OKUPASI
1. Diagnosis Klinis
a. Anamnesis
Riwayat penyakit : riwayat penyakit sekarang, dahulu dan keluarga
Riwayat perkerjaan : pada kasus ini pasien adalah seorang petani jadi harus
ditanyakan :
Sudah berapa lama bekerja sebagai petani.
Riwayat pekerjaan sebelumnya
Alat kerja apa saja yang digunakan di lapangan kerja
Bahan kerja yang digunakan , dalam kasus ini didapatkan pasien menggunakan
pestisida jenis baru. Jadi harus ditanyakan apakah jenis peptisida yang digunakan serta
sudah berapa lama terpapar dengan peptisida itu. Ditanyakan juga jenis peptisida
sebelumnya dan berapa lama juga paparan.
Apakah jenis tanaman yang diusahakan.
3
Dalam sehari bekerja berapa jam. Waktu lakukan penyemprotan peptisida sering berapa
lama.
Saat bekerja apakah ada merokok. Sekiranya ada ditanyakan sebelumnya cuci tangan apa
tidak.
Habis kerja apakah cuci tangan.
Saat menyiapkan dan menyemprot apakah memakai alat pelindung diri seperti masker
yang menutupi leher, sarung tangan karet dan berpakaian baju lengan panjang dan celana
panjang.
Pekerja lain adakah menderita gejala yang sama.
b. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital : tekanan darah, pulsed rate, frekuensi napas, suhu
Reaksi pupil
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan kadar kolinesterase di plasma dan sel darah merah : kurang 50% dari
nilai normal ( paparan ringan 20-50% dari nilai normal ; paparan moderate 10-
20% dari nilai normal ; paparan berat <10% dari normal.
Skrinning toksikologi pada urin : ditemukan insektisida
Pemeriksaan darah yang lain : FBC, serum kreatinin , glukosa darah, Arterial
blood gas.
Foto toraks
EKG
CT scan : sekiranya kesadaran menurun dan diagnosis belum pasti.
2. Pajanan yang Dialami
Pasien terpajan dengan zat kimia yaitu pestisida saat bekerja. pestisida bisa masuk
kedalam tubuh manusia melalui 2 cara yaitu:
1. Kontaminasi lewat kulit
Pestisida yang menempel di permukaaan kulit bisa meresap masuk ke dalam tubuh
dan timbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi lewat kulit merupakan kontaminasi paling
sering terjadi, meskipun tidak seluruhnya berakhir dengan keracunan akut. Lebih 90% kasus
keracunan di seluruh dunia disebabkan oleh kontaminasi lewat kulit.
2. Terhisap lewat hidung
4
Keracunan karena partikel pestisida atau butiran semprot yang terhisap lewat hidung
merupakan kasus kedua terbanyak setelah kontaminasi kulit. Partikel pestisida yang
menempel di selaput lendir hidung dan kerongkongan akan masuk ke dalam tubuh lewat kulit
hidung dan mulut bagian dalam.
Pestisida yang biasa digunakan para petani dapat digolongkan berdasarkan penggunaannya seperti berikut :
1. Insektisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas serangga seperti belalang, kepik, wereng, dan ulat. Insektisida juga digunakan untuk memberantas serangga di rumah, perkantoran atau gudang, seperti nyamuk, kutu busuk, rayap, dan semut. Contoh : basudin, basminon, tiodan, diklorovinil dimetil fosfat, diazinon, dll.
2. Fungisida adalah pestisida untuk memberantas/mencegah pertumbuhan jamur/cendawan seperti bercak daun, karat daun, busuk daun, dan cacar daun. Contohn: tembaga oksiklorida, tembaga (I) oksida, carbendazim, organomerkuri, dan natrium dikromat.
3. Bakterisida adalah pestisida untuk memberantas bakteri atau virus. Salah satu contoh bakterisida adalah tetramycin yang digunakan untuk membunuh virus CVPD yang menyerang tanaman jeruk. Umumnya bakteri yang telah menyerang suatu tanaman sukar diberantas. Pemberian obat biasanya segera diberikan kepada tanaman lainnya yang masih sehat sesuai dengan dosis tertentu.
4. Rodentisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas hama tanaman berupa hewan pengerat seperti tikus. Lazimnya diberikan sebagai umpan yang sebelumnya dicampur dengan beras atau jagung. Hanya penggunaannya harus hati-hati, karena dapat mematikan juga hewan ternak yang memakannya. Contoh : Warangan.
5. Nematisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas hama tanaman berupa nematoda (cacing). Hama jenis ini biasanya menyerang bagian akar dan umbi tanaman. Nematisida biasanya digunakan pada perkebunan kopi atau lada. Nematisida bersifat dapat meracuni tanaman, jadi penggunaannya 3 minggu sebelum musim tanam. Selain memberantas nematoda, obat ini juga dapat memberantas serangga dan jamur. Dipasaran dikenal dengan nama DD, Vapam, dan Dazomet.
6. Herbisida adalah pestisida yang digunakan untuk membasmi tanaman pengganggu (gulma) seperti alang-alang, rerumputan, eceng gondok, dll. Contoh: ammonium sulfonat dan pentaklorofenol.
Tabel 1. Klasifikasi Pestisida
Klasifikasi Bentuk Kimia Bahan Aktif Keterangan
5
1. Insektisida Botani
Carbamat
Organophosphat
Organochlorin
NikotinePyrethrineRotenonCarbarylCarbofuranMethiocorb
ThiocarbDichlorovosDimethoat
PalathionMalathion
DDTLindaneEldrinEndosulfangammaHCH
TembakauPyrtrum-toksik kontaktoksik sistemikbekerja pada lambungjuga moluskisidatoksik kontaktoksik kontak, sistemik
toksik kontaktoksik kontak
kontak, ingestipersistenkontak, ingestikontak, ingesti
Herbisida Aset anilidAmidaDiazinoneCarbamate
Triazine
Triazinone
AtachlorPropachlorBentazaoneChlorprophanAsulamAthrazinMetribuzineMetamitron
Sifat residu
Kontak
Toksin kontakFungisida Inorganik
Benzimidaz
Bordeaux mixtureCopper oxychloridMercurous chlorideSulfurThiabendazole
ProtektanProteoktan
Protektan, sistemik
Pada umumnya jenis pestisida yang biasa di gunakan adalah golongan organofosfat dan
karbamat, mengingat jenis dan golongan pestisida ini dapat mengurangi penguraian oleh
unsur alam. Namun demikian golongan ini sangat mudah terabsorbsi pada saluran cerna,
saluran pernapasan, atau melalui kulit.
Di indonesia peptisida yang sering digunakan adalah organophosphate. Organofosfat adalah
insektisida yang paling toksik di antara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan
keracunan pada manusia. Bila tertelan, meskipun hanya dalam jumlah sedikit, dapat
menyebabkan kematian pada manusia. Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase
6
dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim
tersebut secara normal menghidrolisis acetylcholine menjadi asetat dan kholin. Pada saat
enzim dihambat, mengakibatkan jumlah acetylcholine meningkat dan berikatan dengan
reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut
menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.
3. Hubungan Pajanan dengan Penyakit
Untuk melihat hubungan pajanan dengan adalah hubungan gejala dengan waktu kerja
dimana yang menyemprot pestisida tidak boleh terpapar melebihi 4-5 jam karena akan
menyebabkan timbul gejala intoksikasi pestisida. Setelah sudah tahu apakah jenis pestisida
yang digunakan jadi dilihat gejala-gejala keracunan apa saja yang bisa timbul kemudian
dilihat apakah sama dengan keluhan pekerja-pekerja.
Tabel 2. Klasifikasi Pestisida dan Gejala Keracunan yang Timbul
GOLONGAN
PESTISIDA
CARA BEKERJA GEJALA KERACUNAN YANG
TIMBUL
ORGANOKLORIN Mempengaruhi susunan syaraf
pusat terutama otak
Mual
sakit kepala tak dapat
berkonsentrasi.
pada dosis tinggi dapat
terjadi:
kejang-kejang
muntah
hambatan pernapasan
ORGANOFOSFAT menghambat aktivitas enzim
kolinesterase sakit kepala
pusing-pusing
lemah, pupil mengecil
gangguan penglihatan
sesak nafas,
mual, muntah
kejang pada perut
7
sesak pada dada
detak jantung menurun.
KARBAMAT Menghambat aktivitas enzim
kolinesterase, tetapi reaksinya
reversibel dan lebih banyak
bekerja pada jaringan, bukan
dalam darah atau plasma
Tanda- tanda keracunan
umumnya lambat sekali baru
terlihat
Tabel 3. Efek muskarinik, nikotinik dan saraf pusat pada toksisitas organofosfat.
Efek Gejala
1. Muskarinik
Berkembang lebih
awal, 12-24 jam
setelah ingesti.
D Diare
U Urinasi
M Miosis (absent pada 10% kasus)
B Bronchorrhoe/bronkospasme/bradikardi
E Emesis (muntah)
L lacrimasi
S salivation dan Hipotensi
(DUMBELS)
2. nikotinik Pegal-pegal, lemah
Tremor
Paralysis
Dyspnea
Tachicardia
2. 3. sistem saraf
pusat
Bingung, gelisah, insomnia, neurosis
Sakit kepala
Emosi tidak stabil
Bicara terbata-bata
Kelemahan umum
Convulsi
Depresi respirasi dan gangguan jantung
Koma
8
4. Pajanan Cukup Besar
Bagi ingin menilai apakah pajanan cukup besar atau tidak dengan dilihat
kenyataannya. Jadi harus memahami bagaimana proses penyakit dengan melihat
patofisiologinya dan komplikasi yang bias terjadi.
Patofisiologi
Insektisida ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan enzim
asetilkolinesterase. Enzim ini secara normal menghancurkan asetilkolin yang dilepaskan oleh
susunan saraf pusat, gangglion autonom, ujung-ujung saraf parasimpatis, dan ujung-ujung
saraf motorik. Hambatan asetilkolinesterase menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar
asetilkolin pada tempat-tempat tersebut. Asetilkholin itu bersifat mengeksitasi dari neuron –
neuron yang ada di post sinaps, sedangkan asetilkolinesterasenya diinaktifkan, sehingga tidak
terjadi adanya katalisis dari asam asetil dan kholin. Terjadi akumulasi dari asetilkolin di
sistem saraf tepi, sistem saraf pusat, neuromuscular junction dan sel darah merah, Akibatnya
akan menimbulkan hipereksitasi secara terus menerus dari reseptor muskarinik dan nikotinik.
Komplikasi
Komplikasi keracunan selalu dihubungkan dengan neurotoksisitas lama dan
Organophosphorus – Induceddeleyed Neuropathy ( OPIDN ). Sindrom ini berkembang dalam
8 – 35 hari sesudah pajanan terhadap organofosfat. Kelemahan progresif dimulai dari tungkai
bawah bagian distal, kelemahan pada jari dan kaki berupa food drop. Kehilangan sensori
sedikit terjadi serta refleks tendon dihambat.
Epidemiologi
Keracunan pestisida adalah masalah skala besar, terutama di negara-negara
berkembang. Sebagian besar perkiraan mengenai tingkat keracunan pestisida telah didasarkan
pada data dari penerimaan pasien di rumah. Perkiraan terbaru oleh kelompok tugas WHO
menunjukkan bahwa mungkin ada 1 juta kasus keracunan yang tidak disengaja. Di samping
itu terdapat 2 juta orang dirawat di rumah sakit akibat usaha bunuh diri dengan pestisida, dan
hal ini mencerminkan hanya sebagian kecil dari masalah yang sebenarnya.. Atas dasar survei
yang dilaporkan sendiri keracunan ringan dilakukan di kawasan Asia, diperkirakan bahwa
mungkin ada sebanyak 25 juta pekerja pertanian di negara berkembang menderita sebuah
episode dari keracunan setiap tahun .Di Kanada pada tahun 2007 lebih dari 6000 kasus
9
keracunan pestisida akut. Untuk memperkirakan jumlah keracunan pestisida kronis di seluruh
dunia sangat sulit.
5. Faktor Individu
Faktor individu merupakan faktor yang sulit diubah dan bisa menjadi sebab terjadinya
gejala penyakit. Jadi dilihat status kesehatan fisik sekiranya ada masalah alergi. Hygiene
perorangan juga harus diperhatikan seperti apakah pasien membasuh tangan setelah
mengendalikan bahan-bahan beracun. Pasien yang makan tanpa basuh tangan menyebabkan
kontaminasi pada diri sendiri karena pestisida diserap di usus dengan sempurna dan apabila
pulang dirumah dapat menyebabkan keracunan pada ahli keluarga yang lain karena pestisida
mudah kontaminasi lewat kulit.
6. Faktor Lain di Luar Pekerjaan
Hobi
Kebiasaan buruk : merokok, tidak hygiene
Pajanan di rumah
Pekerjaan sambilan
7. Diagnosis Okupasi
Sebagian penyakit terkait pestisida memiliki tanda dan gejala yang mirip dengan kondisi
medis umum, seperti pada gejala keracunan, sehingga riwayat lingkungan dan pekerjaan
yang lengkap dan rinci sangat penting untuk mendiagnosis dengan benar sebuah keadaan
keracunan pestisida. Pertanyaan skrining tambahan tentang pekerjaan pasien dan
lingkungan rumah juga dapat menunjukkan apakah ada potensi keracunan pestisida.
Jika seseorang terpapar secara teratur menggunakan pestisida karbamat danorganofosfat, penting untuk dilakukan pengujian kadar enzim Cholinesterase sebagai data awal. Cholinesterase adalah enzim yang penting dari sistem saraf. Dan terdapat kelompok-
10
kelompok kimia yang mampu membunuh hama juga berpotensi berbahaya atau bahkan dapat membunuh manusia melalui mekanisme penghambat enzim cholinesterase, salah satunya adalah golongan pestisida. Jika seseorang telah memiliki tes awal dan kemudian tersangka keracunan, kita dapat mengidentifikasi tingkat masalah dengan perbandingan tingkat cholinesterase saat ini dengan kadar cholinesterase pada data awal. Hal ini sangat bermanfaat untuk mendiagnosis keracunan pestisida terkait kerja pada pekerja beresiko.
Umumnya gejala keracunan organofosfat atau karbamat baru akan dilihat jikaaktivitas kolinestrase darah menurun sampai 30%. Namun penurunan sampai 50% pada
pengguna pstisida diambil sebagai batas, dan disarankan agar penderita menghentikan pekerjaan yang berhubungan dengan pestisida.
Diagnosis keracunan dilakukan berdasarkan terjadinya gejala penyakit dan sejarah
kejadiannya yang saling berhubungan. Pada keracunan yang berat , pseudokholinesterase
dan aktifits erytrocyt kholinesterase harus diukur dan bila kandungannya jauh dibawah
normal,kercaunan mesti terjadi dan gejala segera timbul.
V. PENATALAKSANAAN
Semua insektisida bentuk cair dapat diserap melalui kulit dan usus dengan
sempurna. Jenis yang paling sering menimbulkan keracunan di Indonesia
adalah golongan organofosfat dan organoklorin. Golongan karbamat efeknya
mirip efek organofosfat, tetapi jarang menimbulkan kasus keracunan.
Tindakan gawat darurat:
1. Buat saluran udara.
2. Pantau tanda-tanda vital.
3. Berikan pernapasan buatan dengan alat dan beri oksigen.
4. Berikan atropin sulfat 2 mg secara i.m, ulangi setiap 3 – 8 menit sampai gejala
keracunan parasimpatik terkendali.
5. Berikan larutan 1g pralidoksim dalam air secara i.v, perlahan-lahan, ulangi
setelah 30 menit jika pernapasan belum normal. Dalam 24 jam dapat diulangi
2 kali. Selain pralidoksim, dapat digunakan obidoksim (toksogonin).
6. Sebelum gejala timbul atau setelah diberi atropine sulfat, kulit dan selaput
lendir yang terkontaminasi harus dibersihkan dengan air dan sabun.
7. Jika tersedia Naso Gastric Tube, lakukan bilas lambung dengan air dan berikan
sirup ipeca supaya muntah.
Tindakan umum:
1. Sekresi paru disedot dengan kateter.
11
2. Hindari penggunaan obat morfin, aminofilin, golongan barbital, golongan
fenotiazin dan obat-obat yang menekan pernapasan.
Keracunan kronik:
Jika keracunan melalui mulut dan kadar enzim kolinesterase menurun, maka
perlu dihindari kontak lebih lanjut sampai kadar kolinesterase kembali normal.
VI. PENCEGAHAN
Setiap orang yang dalam pekerjaannya sering berhubungan dengan pestisida seperti
petani penyemprot, harus mengenali dengan baik gejala dan tanda keracunan pestisida.
Tindakan pencegahan lebih penting daripada pengobatan. Sebagai upaya pencegahan
terjadinya keracunan pestisida sampai ke tingkat yang membahayakan kesehatan, orang yang
berhubungan dengan pestisida harus dapat memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Memilih Pestisida
Memilih bentuk atau formulasi pestisida juga sangat penting dalam penggunaan pestisida.
Formulasi pestisida yang bagainana yang harus kita pilih, apakah cairan, butiran, atau bentuk
lainnya. Kalau dilihat dari bahaya pelayangan di udara, pestisida berbentuk butiran paling
sedikit kemungkinannya untuk melayang. Pestisida yang berbentuk cairan, bahaya
pelayangannya lebih kecil jika dibandingkan dengan pestisida berbentuk tepung. Disamping
itu pertimbangan lain dalam memilih formulasi pestisida adalah alat yang akan digunakan
untuk menyebarkan pestisida tersebut. Bila kita memiliki alat penyemprot tentunya kita lebih
tepat menggunakan pestisida berbentuk cairan Emulsible Concentrate (EC), Wettable Powder
(WP), atau Soluble Powder (SP). Apabila tidak ada alat sama sekali, kita pilih pestisida yang
berbentuk butiran.
b. Alat Yang Digunakan dalam Aplikasi Pestisida
Alat yang digunakan dalam aplikasi pestisida tergantung formulasi yang digunakan.
Pestisida yang berbentuk butiran (granula) untuk menyebarkan tidak membutuhkan alat
khusus, cukup dengan ember atau alat lainnya yang bisa digunakan untuk menampung
pestisida tersebut dan sarung tangan agar tangan tidak berhubungan langsung dengan
pestisida. Pestisida berwujud cairan Emulsible Concentrate (EC) atau bentuk tepung yang
dilarutkan Wettable Powder (WP) atau Soluble Powder (SP) memerlukan alat penyemprot
untuk menyebarkan. Sedangkan pestisida yang berbentuk tepung hembus bisa digunakan alat
12
penghembus. Pestisida berbentuk fumigant dapat diaplikasikan dengan alat penyuntik pohon
kelapa untuk jenis insektisida yang digunakan memberantas penggerek batang. Alat
penyemprot yang biasa digunakan yaitu penyemprot gendong, pengabut bermotor tipe
gendong (Power Mist Blower and Duster), mesin penyemprot tekanan tinggi (High Pressure
Power Sprayer), dan jenis penyemprot lainnya. Penggunaan alat penyemprot ini disesuaikan
dengan kebutuhan terutama yang berkaitan dengan luas areal pertanian sehingga pemakaian
pestisida menjadi efektif.
c. Teknik dan Cara Aplikasi
Teknik dan cara aplikasi ini sangat penting diketahui oleh pengguna pestisida, terutama
untuk menghindarkan bahaya pemaparan pestisida terhadap tubunya, orang lain dan
lingkungannya. Ada beberapa petunjuk dan teknik serta cara aplikasi pestisida yang diberikan
oleh pemerintah yaitu:
1. Gunakanlah pestisida yang telah terdaftar dan memperoleh izin dari menteri Pertanian R.I
Jangan sekali-sekali menggunakan pestisida yang belum terdaftar dan memperoleh izin.
2. Pilihlah pestisida yang sesuai dengan hama atau penyakit tanaman serta jasad sasaran
lainnya yang akan dikendalikan, dengan cara lebih dahulu membaca keterangan kegunaan
pestisida dalam label pada wadah pestisida.
3. Belilah pestisida dalam wadah asli yang tertutup rapat dan tidak bocor juga tidak rusak,
dengan label asli yang berisi keterangan lengkap dan jelas, jangan membeli dan
menggunakan pestisida dengan label dalam bahasa asing.
4. Bacalah semua petunjuk yang tercantum pada label pestisida sebelum bekerja dengan
pestisida itu.
5. Lakukanlah penakaran, pengenceran atau pencampuran pestisida di tempat terbuka atau
dalam ruangan dalam ventilasi baik.
6. Pakailah sarung tangan dan gunakanlah wadah, alat pengaduk dan alat penakar khusus
untuk pestisida.
7. Gunakanlah pestisida sesuai dengan takaran yang dianjurkan. Jangan menggunakan
pestisida dengan takaran yang berlebihan atau kurang karena dapat mengurangi
keefektifannya.
8. Periksalah alat penyemprot dan usahakanlah supaya dalam keadaan baik, bersih dan tidak
bocor.
9. Hindarkanlah pestisida terhirup melalui pernafasan atau terkena kulit, mata, mulut dan
pakaian.
13
10. Apabila ada luka pada kulit, tutuplah luka tersebut dengan baik sebelum bekerja dengan
perban. Pestisida lebih mudah terserap melalui kulit yang terluka.
11. Selama menyemprot pakailah alat pengaman, berupa masker penutup hidung dan mulut,
sarung tangan, sepatu boot, dan jaket atau baju berlengan panjang.
12. Jangan menyemprot melawanan dengan arah angin.
13. Waktu yang baik untuk penyemprotan adalah pada waktu terjadi aliran udara naik (thermik)
yaitu antara pukul 08.00-11 WIB atau sore hari pukul 15-18.00 WIB. Penyemprotan terlalu
pagi atau terlalu sore mengakibatkan pestisida yang menempel pada bagian tanaman akan
terlalu lama mengering mengakibatkan tanaman yang disemprot keracunan.
14. Peyemprot segera mandi dengan bersih menggunakan sabun dan pakaian yang digunakan
segera dicuci.
15. Jangan makan dan minum atau merokok pada saat melakukan penyemprotan.
16. Alat penyemprot segera dibersihkan setelah selesai digunakan. Air bekas cucian sebaiknya
dibuang ke lokasi yang jauh dari sumber air dan sungai.
d. Tempat menyimpan Pestisida
Tempat menyimpan pestisida biasa berupa almari atau peti khusus atau biasa juga
ruangan khusus yang tidak mudah dijangkau anak-anak atau hewan piaraan. Bila perlu
tempat penyimpanan ini dikunci kemudian letakkan tempat penyimpanan ini jauh dari tempat
bahan makanan, minuman, dan sumber api. Peletakan pestisida tidak dianjurkan di gudang
bahan makanan. Usahakan tempat pestisida mempunyai ventilasi yang cukup, tidak terkena
matahari langsung, dan tidak terkena air hujan agar pestisida tidak rusak.
e. Mengelola wadah Pestisida
Pestisida harus tetap tersimpan dalam wadah atau bungkus aslinya yang memuat label
atau keterangan mengenai penggunaannya. Dengan demikian bila ata keracunan akan
digunakan lagi petujukya masih jelas. Wadah tidak bocor dan tertutup rapat. Bila terkena uap
air atau zat asam, pestisida bias rusak dan tidak efektif lagi. Pindahkan isi bila wadah bocor
ke tempat yang merek dagangnya sama dengan petunjuk yang masih jelas. Bila tidak ada,
pindahkan ke tempat lain yang tertutup rapat dengan menuliskan keterangan mengenai merek
dagangnya, bahan aktifnya, kegunaannya, dan cara penggunaanya. Wadah pestisida yang
sudah tidak berguna dirusak agar tidak dimanfaatkan untuk keperluan lain atau dengan cara
mengubur wadah tersebut jauh dari sumber air.
14
f. Pencucian alat-alat aplikasi
Proses pencucian alat setelah penggunaan pestisida dapat menyebabkan lingkungan
sekitar pencucian alat terpapar pestisida. Walaupun proses pencucian alat-alat aplikasi pada
umumnya sangat jarang menimbulkan kasus keracunan, karena produk yang terkena telah
mengalami pengenceran oleh air yang digunakan untuk mencuci alat-alat tersebut, namun
harus diperhatikan perlakuan terhadap wadah dan alat penyemprot pestisida.
1. Bekas wadah pestisida harus dirusak agar tidak dimanfaatkan untuk keperluan lain.
2. Wadah bekas pestisida harus ditanam jauh dari sumber air.
3. Alat penyemprot segera dibersihkan setelah selesai digunakan. Air bekas cucian
sebaiknya dibuang ke lokasi yang jauh dari sumber air dan sungai.
4. Penyemprot segera mandi dengan bersih menggunakan sabun dan pakaian yang telah
digunakan segera dicuci.
g. Alat Pelindung Diri (APD)
Berdasarkan Keputusan Dirjen P2PL Depkes RI Nomor 31-I/PD.03.04.LP Tahun 1993
tentang perlengkapan alat pelindung diri minimal yang harus digunakan berdasarkan jenis
pekerjaan dan klasifikasi pestisida, beberapa jenis APD yang harus digunakan untuk
penyemprotan di luar gedung antara lain : (a) pelindung kepala (topi/caping); (b) pelindung
muka atau pelindung pernapasan (masker); (c) pelindung badan (baju lengan panjang dan
celana panjang yang terusan maupun yang terpisah; (d) pelindung tangan (sarung tangan);
dan (e) pelindung kaki (sepatu boot yang berlaras panjang, terbuat dari karet, tidak mudah
robek dan tidak mudah mengkerut).
VII. PENGELOLAAN
1. Pemeriksaaan Kesihatan (MCU)
Dilakukan pemeriksaan kesihatan meliputi 3 tahap yaitu:
Awal :
Yaitu sebelum berkerja bagi memastikan pekerja yang mahu berkerja di bagian
pertanian orangnya sehat.
Berkala :
Pengukuran dan evaluasi meliputi pemeriksaan kesehatan petani, utamanya yang
terpapar dengan agrikimia atau pestisida dan memeriksa apakah terjadi perubahan
anatomi tubuh akibat dari factor ergonomic kerja yang tidak diperhatikan.
15
Dilakukan pemeriksaan kesehatan berkala setiap satu tahun sekurang-kurangnya
sekali
Khusus
2. Pelayanan Kesehatan
Untuk membangun kualitas kesehatan dan produktivitas petani diperlukan
kemampuan atau kapasitas pengelolaan program. Kemampuan pemerintah dalam
mengelolah tenaga kerja khususnya petani perlu melibatkan kemampuan
profesionalisme tenaga ahli seperi dokter, perawat, dan petugas kesehatan
masyarakat.
Pelayanan kesehatan yang harus dilakukan adalah secara :
Promotif :
- Edukasi pada para petani bahawa gejala seperti pusing,mual, dan lemah yang
sering dianggap biasa dan tidak memudaratkan adalah merupakan gejala
tersering keracunan peptisida masyarakat dan memerlukan terapi khusus.
- Penyuluhan pada ahli keluarga dan juga para pekerja tentang pestisida agar
mereka dapat memberikan pertolongan pertama pada korban.
Preventif
- Memberi pelatihan dan pemahaman terhadap masalah kesehatan sebagai
modal awal maupun kesehatan yang berkenaan dengan pekerjaan harus dikelola
secara tepat.
- Alat pelindung diri (APD)
Kuratif
Rehabilitatif
3. Pemeriksaan Lingkungan Kerja
Masalah kesehatan dan keselamatan kerja petani bukan hanya memperhatikan
factor risiko yang ada dalam pekerjaannya, namun juga harus menjangkau tingkat
kesehatan sebagai modal awal untuk bekerja. Untuk itu program penyediaan air
16
bersih, perumahan sehat juga mendukung tingkat kesehatan dan kesejahteraan
petani.
VIII. KESIMPULAN
Pestisida adalah bahan-bahan kimia yang tidak terlepas dari penggunaannya untuk
mengendalikan hama dan jasad pengganggu lainnya. Pestisida tidak saja membawa dampak
yang positif terhadap peningkatan produk pertanian, tapi juga membawa dampak negatif
terhadap lingkungan disekitarnya. Pengarahan dan penggunaan yang lebih tepat kepada para
penggunaan dalam hal pemberian dosis, waktu aplikasi, cara kerja yang aman, akan
mengurangi ketidakefisienan penggunaan pestisida pada lingkungan dan mengurangi sekecil
mungkin pencemaran yang terjadi.
Di masa yang akan datang diharapkan penggunaan pestisida akan berkurang dan lebih
selektif dan didukung oleh adanya penemuan-penemuan baru yang lebih efektif dalam
mengatasi gangguan dari jasad pengganggu ini.
IX. DAFTAR PUSTAKA
1. Suma’mur. Pendahuluan,Gangguan kesehatan dan daya kerja,Penyakit akibat kerja.
Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Jakarta: Penerbit CV Sagung
Seto; 2009. h. 1-6, 81-102.
2. Ladou J,editor. Current occupational and environmental medicine. 4th ed. New York :
The McGraw Hill companies; 2007.p.719-24.
3. Levy BS, Wegman DH, Baro SL, Sokas RK. Ocuupational and environmental health.
5th ed. Philadelphia : Lippincot williams and wilkins; 2006.p.415-17.
4. Jonathan G. At a glance, anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta:Penerbit Erlangga;
2007.h.116.
5. Sudoyo WA, Setiohadi W, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S.. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.1583-1681.
17
6. RubensteinD, Wayne D, Bradley J. Kedokteran klinis. Edisi ke-6. Jakarta: Erlangga
Medical Series; 2005.h.68-88.
7. Neal MJ. At a glance, farmakologi medis. Edisi ke-5. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2005.h.42-3.
18