kerangka konseptual dan teori pengukuran - kelompok 2
DESCRIPTION
Teori AkutansiTRANSCRIPT
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Teori Akuntansi
KERANGKA KONSEPTUAL DAN TEORI PENGUKURAN Resume Bab IV dan V Accounting Theory
RESUME BAB IV
KERANGKA KONSEPTUAL
Oleh:
Adhika Bibing Purwanto(1), Chandra Ari Nugroho(8), Dyah Ayu Pradnya Paramita(11), Kharisma
Baptiswan(17), dan Rudiansah Wisnu Indarto(24).
(Kelas X-D Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus STAN)
A. Peran Kerangka Konseptual
Peran dari kerangka konseptual adalah untuk menyediakan teori akuntansi yang terstruktur. FASB
mendefinisikan kerangka konseptual sebagai sistem yang logis mengenai tujuan dasar yang
berhubungan yang diharapkan dapat mengarah kepada standar yang konsisten dan menentukan sifat,
fungsi, dan batasan dari akuntansi dan pelaporan keuangan.
Beberapa akuntan mempertanyakan apakah kerangka konseptual benar-benar diperlukan.
Mereka beragumen bahwa menciptakan teori akuntansi umum melalui kerangka konseptual adalah
tidak perlu karena di masa lalu tidak ada teori akuntansi yang umum, sehingga saat ini pun tidak
diperlukan. Meskipun pernyataan ini benar dan profesi sejauh ini dapat bertahan tanpa konstruksi
teori yang formal, dan mungkin bisa saja keadaan ini dilanjutkan hingga sekarang, namun beberapa
masalah muncul karena ketidakberadaan teori umum.
Kerangka konseptual telah dikembangkan sejak 1980an di AS, Kanada, Inggris, Australia, dan IASB.
Sasarannya adalah untuk menyediakan kerangka yang logis dan berfungsi sebagai petunjuk yang akan
membimbing dan meningkatkan praktik akuntansi. Sehingga, cita-cita dari kerangka konseptual
adalah untuk mengurangi ketidakkonsistenan dalam praktik, membatasi potensi campur tangan
politik, dan memungkinkan pemahaman yang lebih baik akan kebutuhan pelaporan.
Keuntungan kerangka konseptual telah dirangkum oleh Australian standard setters seperti
tersebut di bawah ini:
a) kebutuhan pelaporan akan lebih konsisten dan logis karena mereka akan berasal dari konsep yang
sama,
b) penghindaran persyaratan pelaporan akan lebih sulit karena adanya ketentuan yang merangkul
semuanya,
c) badan yang menetapkan persyaratan akan lebih akuntabel atas tindakan mereka, pemikiran
dibalik persyaratan spesifik akan lebih eksplisit, seperti kompromi-kompromi yang mungkin
terkandung dalam standar akuntansi tertentu,
d) kebutuhan standar akuntansi spesifik akan berkurang untuk keadaan dimana aplikasi konsep yang
tepat belum jelas, sehingga dapat meminimalisir risiko terlalu banyak aturan,
e) para auditor akan mampu untuk memahami dengan lebih baik kebutuhan pelaporan keuangan
yang mereka hadapi,
f) penetapan persyaratan akan lebih ekonomis karena masalah tidak harus diperdebatkan ulang
berdasarkan sudut pandang yang berbeda.
B. Tujuan Kerangka Konseptual
Baik kerangka IASB maupun FASB mempertimbangkan bahwa tujuan utama dari pelaporan
keuangan adalah untuk mengkomunikasikan informasi keuangan kepada pengguna. Informasi ini
kemudian dipilih berdasarkan kegunaannya dalam proses pengambilan keputusan ekonomi. Tujuan
ini terlihat dapat tercapai melalui pelaporan informasi yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
berguna dalam pengambilan keputusan ekonomi,
berguna dalam menilai prospek arus kas,
mengenai sumber daya perusahaan dan mengakui adanya sumber daya tersebut serta
perubahannya.
Kerangka IASB dikembangkan mengikuti penetapan standar AS, yakni FASB. Pada periode 1987-
2000 FASB menerbitkan tujuh pernyataan konsep yang mencakup topic-topic antara lain sebagai
berikut:
tujuan pelaporan keuangan oleh perusahaan bisnis dan organisasi non-profit,
karakteristik kualitatif dari informasi akuntansi yang berguna,
elemen-elemen dari laporan keuangan,
kriteria untuk pengakuan dan pengukuran elemen-elemen,
penggunaan arus kas dan informasi nilai saat ini dalam pengukuran akuntansi.
Sedangkan IASB menyatakan bahwa kerangka kerja harus:
menjelaskan tujuan dari laporan keuangan,
mengidentifikasikan karakteristik kualitatif yag membuat informasi dalam laporan keuangan
berguna,
menjelaskan elemen-elemen dasar dari laporan keuangan dan konsep pengakuan dan
pengukuran dalam pelaporan keuangan.
C. Pengembangan Kerangka Konseptual
Pengenmbangan kerangka konseptual dipengaruhi oleh dua isu utama, yakni (1) pendekatan
Prinsip versus Aturan dan (2) Informasi untuk pengambilan keputusan dan pendekatan Teori-
Keputusan
1. Prinsip Versus Peraturan
Kerangka Konseptual memiliki peran penting dalam proses penentuan Standar. Kerangka akan
menyediakan acuan batasan-batasan dalam mengembangkan standar. Namun, kadangkala
Standar yang disusun lebih mengacu pada peraturan yang ada. Contohnya ada pada IAS 39. Selain
IAS 39, beberapa standar lain juga lebih mengacu kepada peraturan, seperti Lease, Employee
Benefits, Financial Asset, Governments Grants, Subsidiaries and Equity Accounting. Namun
standar-standar ini ternyata populer. Hal ini karena standar tersebut dapat dibandingkan dengan
peraturan yang ada sehingga memudahkan verifikasi auditor dan regulator.
Pada tahun 2002, SOX Act memerintahkan SEC melakukan kajian terkait penggunaan Prinsip
dalam penyusunan Standar. Hasilnya adalah bahwa Standar harus memakai pendekatan Prinsip
dan memiliki karakteristik sebagai beriku:
a. Berdasar pada Kerangka Konseptual yang selalu dikembangkan
b. Menyatakan tujuan Standar
c. Menyediakan detail dan struktur yang detail sehingga standar dapat diterapkan secara
konsisten
d. Minimalisir penggunaan pengecualian
e. Menghindari Percentage Test yang memungkinkan tercapainya kepatuhan teknis tapi tidak
sesuai dengan tujuan Standar.
f. Pengembangan kerangka konseptual merupakan proses yang rumit dan panjang. Baru-baru
ini, perhatian para penuntut standar terfokus kepada pengembangan kerangka konseptual
karena dua alasan. Alasan pertama adalah sebagai respon atas kejatuhan korporasi pada
tahun 2001-2002 di AS, FASB telah menginstruksikan untuk mengambil pendekatan
berorientasi tujuan dalam pembuatan standar alih-alih menggunakan pendekatan berbasis
aturan. Kerangka konseptual dianggap penting dalam penyediaan prinsip pokok yang akan
digunakan dalam standar berbasis tujuan. Alasan kedua adalah, IASB dan FASB memulai
proyek konvergensi pada 2002 untuk mengurangi perbedaan antara GAAP Amerika dengan
standar IASB. Tujuan yang lebih jauh lagi, dapat diperdebatkan bahwa standar harusnya
berbasis kepada kerangka konseptual umum. Dikarenakan adanya perbedaan antara
kerangka IASB dan FASB sebelumnya, proyek pengembangan kerangka konseptual bersama
dimulai tahun 2004. Penelitian saat ini lebuh memfokuskan kepada tujuan dan karakteristik
kualitatif dari pelaporan keuangan. Pemilih telah mengungkapkan bermacam pandangan atas
topic ini. Kerangka yang perlahan-lahan akan muncul akan merefleksikan sampai tingkat mana
para pihak dengan pandangan yang berbeda mengenai pelaporan keuangan akan mampu
untuk berkompromi dalah hal kepentingan harmonisasi akuntansi.
2. Informasi untuk pengambilan keputusan dan Pendekatan Teori Keputusan
Dalam dunia bisnis, Para pemegang saham membutuhkan informasi mengenai kinerja modal yang
ditanamkannya. Informasi ini menjadi pertimbangan penting dalam akuntansi. Mana saja
informasi yang harus ditampilkan agar pemegang saham dapat mengambil keputusan. Untuk
banyak orang, penekanan pada pengambilan keputusan berarti mengimplikasikan penggunaan
Nilai Sekarang. Nilai Sekarang relevan karena yang terdekat dengan Masa Depan dan masih
berdasar pada kenyataan.
Pendekatan Teori Keputusan berguna untuk menguji apakah akuntansi telah berjalan
sebagaimana mestinya. Teori ini harusnya menjadi blueprint dalam pengembangan sistem.
D. Kritik Terhadap Kerangka Konseptual
Perkembangan kerangka konseptual menuai banyak kritik di AS, Australia, dan negara-negara
lainnya. Banyak pihak mengkritik kerangka konseptual sebelumnya dan meminta dokumen kerangka
kerja yang baru. Kritik yang signifikan terhadap pernyataan konseptual sebelumnya meliputi:
pengukuran berdasarkan aturan yang tidak spesifik, logika yang berputar, tidak ada persetujuan
sebelumnya dalam hal tujuan, dan definisi dari elemen-elemen tidak berfungsi serta tidak
menyediakan pedoman dalam praktik akuntan.
Pihak lainnya berdebat mengenai pentingnya kritik tersebut. Ada dua pendekatan yang dapat
digunakan dalam analisis ini, yakni kritik ilmiah, serta deskriptif dan non-operasional. Mereka
berargumen bahwa persetujuan sebelumnya adalah tidak penting dan dapat mengarah pada
pengambilan keputusan mekanik. Logika dan definisi yang salah dan kurang tepat dapat
mengindikasikan bahwa akuntansi baru berada pada tahap pre-science.
Asumsi Ontological and Epistemological
Kritik lebih lanjut berfokus pada asumsi ontologis dan epistemologis. Akuntansi tidak akan pernah
netral dan tidak berbias. Terlepas dari itu, netral dan tidak berbias telah didefinisikan sebagai ‘kualitas
informasi yang menghindarkan pengguna untuk menarik kesimpulan berdasarkan kebutuhan
tertentu, hasrat, atau prasangka dari penyedia informasi tersebut. Solomons mengartikan bebas dari
bias sebagai ‘pembuatan peta keuangan’. Akuntansi adalah peta keuangan yang mana semakin baik
peta tersebut, semakin merepresentasikan kompleksitas fenomena yang dipetakan.
Lebih jauh lagi, struktur proyek kerangka konseptual mengandung beberapa kemiripan dengan
pendekatan hypothetico-deductive. Pendekatan ini mempengaruhi asumsi epistemologis dan
metodologis mengenai ‘tes kebenaran’. Asumsi juga dibuat mengenai karakteristik perilaku dan cara
seseorang berhubungan dengan yang lain dan dalam kelompok sosial. Horngren menyatakan bahwa
seseorang memiliki karakteristik yang membatasi kegunaan dari kerangka konseptual… Hampir setiap
orang menyatakan dia ingin kerangka konseptual, namun kerangka konseptual mereka bukan milik
anda.
Circularity of Reasoning
Seperti yang kita ketahui, tujuan dari kerangka konseptual adalah sebagai pedoman untuk praktik
akuntan sehari-hari. Hal ini mengindikasikan bahw akuntan setidaknya mengikuti satu jalan. Kerangka
kerja FASB berusaha untuk mematahkan, atau membenarkan penalaran melingkar ini dengan
merujuk kepada gagasan personal akuntansi yang memiliki informasi dan pengetahuan yang cukup
dan memadai untuk menentukan dan menginterpretasikan laporan keuangan. Namun, tetap saja
tidak menyediakan pedoman bagaimana hal ini dapat diraih.
An Unscientific Discipline
Akuntansi sebagai ilmu sosial adalah dua arah dan tidak memiliki tujuan dan eksistensi yang
terpisah dari para akuntan. Pada tahun 1981 Stamp menyatakan bahwa hingga kita meyakini dalam
pikiran kita tentang alamiah dari akuntansi, sia-sia bagi investor untuk menginvestasikan sumber daya
yang besar untuk mengembangkan kerangka konseptual untuk mendukung standar akuntansi. Stamp
mempertimbangkan bahwa akuntansi lebih dekat kepada hukum dibandingkan dengan ilmu fisika,
karena baik akuntansi dan profesi legal berhubungan dengan konflik antara kelompok pengguna yang
berbeda dengan tujuan dan kepentingan yang berbeda pula.
Positive Research
Beberapa pihak berargumen bahwa pasar saham tidak dapat dibodohi oleh teknik akuntansi yang
kreatif, penilaian asset dan kewajiban adalah bukan isu utama, dan pasar relatif efisien dalam bentuk
semi-strong. Lebih jauh lagi, mereka yang berpendapat bahwa riset akuntansi positif dan kerangka
konseptual sedang dalam konflik seringkali mengabaikan bukti-bukti yang menyatakan pasar modal
tidak sepenuhnya efisien. Meskipun mereka efisien, fakta bahwa pasar merespon secara langsung
terhadap informasi secara efisien atau bahwa individu atau kelompok tidak dapat membuat investasi,
pinjaman, penawaran, atau keputusan membeli yang tidak tepay. Jika kerangka konseptual dapat
meyakinkan bahwa kelompok tersebut menerima informasi yang berguna, hal tersebut merupakan
tujuan yang berguna.
The Conceptual Framework as a Policy Document
Dalam pengukuran dan pengkomunikasian kenyataan, para akuntan memerankan peran penting
dalam menciptakan realitas. Metode tertentu dan asumsi methodologis juga mendominasi akuntansi,
yang mengarah kepada generalisasi dan riset empiris berskala besar. Model riset seperti ini
mengabaikan level mikro praktik akuntan yang mungkin memerlukan kondisi spesifik dalam
pendekatan pemecahan masalah.
Alternatif lain untuk melihat kerangka konseptual baik sebagai ilmu pengetahuan atau secara
secara deduktif berasal dari model normatif adalah mempertimbangkannya sebagai model kebijakan.
Ijiri membedakan antara model normatif dan kebijakan, bahwa model normatif berdasarkan asumsi
tertentu mengenai tujuan yang harus disajikan, sedangkan model kebijakan adalah berdasarkan nilai
pertimbangan dan opini.
Jika kita dapat menerima bahwa kerangka konseptual akan berkembang menjadi pengertian
akuntansi saat ini, hal tersebut juga merupakan hasil dari proses sosial dan institusional. Hal ini juga
yang menyebabkan Hines percaya bahwa proyek gabungan IASB/FASB akan gagal. Tujuan yang tertulis
menyatakan akan merangkul kenyataan dan realita. Suksesnya profesi akuntansi dinilai berlawanan
dengan tujuan ini. Solusi atas kontroversi akuntansi akan selalu ditentukan oleh interaksi sosial dan
merupakan situasi yang spesifik.
Professional Values and Self-Preservation
Beberapa pihak melihat kerangka konseptual sebagai dokumen kebijakan berbasis nilai-nilai
professional dan kepentingan pribadi. Oleh karena itu mereka dipandang sebagai cerminan dari
keinginan politik dari kelompok yang dominan, yang didominasi oleh nilai-nilai professional.
Motivasinya adalah untuk meningkatkan kekuatan ekonomi melalui perilaku monopoly-seeking. Lebih
jauh lagi, setelah memperoleh kekuasaan sosial, profesi akuntansi berusaha menempatkan posisinya
dan berusaha untuk memanipulasi regulasi publik. Kerangka konseptual, sebagai respon,
membuktikan adanya dugaan dari logika teori sebagai praktik dasar sehingga dapat mengurangi
kritik. Ada beberapa bukti, yang oleh karenanya, eksistensi dari proyek kerangka konseptual telah
meningkatkan level perdebatan konseptual pada proses lobi saat penetapan standar. Lebih jauh lagi,
kerangka konseptual juga menyediakan pedoman untuk menghadapi masalah yang belum dibahas
dalam standar akuntansi.
Hines berargumen bahwa kemampuan profesi akuntansi untuk memperoleh legitimasi sebagai
profesi akan dinilai oleh masyarakat. Lebih lanjut lagi Hines berpendapat bahwa praktik akuntansi
seringkali dilihat oleh masyarakat sebagai tidak lebih dari koleksi arbitrasi dari metode yang tidak
berhubungan, selanjutnya legitimasi sosial dari profesi akan menderita. Fakta bahwa upaya untuk
membangun suatu kerangka konseptual mungkin dapat berujung pada kegagalan tidaklah penting.
Eksistensi dari badan pembuat standar beranggotakan para professional dalam teori akuntansi dan
praktiknya, bersama dengan kerangka konseptual, akan menyediakan profesi akuntansi legitimasi
yang berkelanjutan.
E. Kerangka Konseptual untuk Standar Audit
Percobaan pertama untuk menyatakan teori umum secara komprehensif dilakukan oleh Mautz
dan Sharaf pada tahun 1961. Mautz dan Sharaf mencoba untuk menyediakan landasan teori untuk
ilmu yang mana pada saat itu terutama dianggap sebagai latihan praktis.Secara fundamental, Mautz
dan Sharaf melihat audit bukan sebagai subdivisi dari akuntansi, tetapi sebagai ilmu berbasis logika.
Hal ini mengarahkan kita pada kesimpulan bahwa auditor bukan secara alami dibatasi kepada
verifikasi informasi akuntansi.
Teori audit awal menitikberatkan peran logika dan konsep kunci seperti independensi auditor dan
pengumpulan bukti. Namun, Knechel beragumen bahwa pada 1990an, perumusan proses dan
struktur audit berada dalam tekanan dari klien untuk biaya audit yang lebih rendah dan nilai yang
lebih besar. Terdapat pergeseran dari uji substantive menuju ke penekanan yang lebih besar pada
pertimbangan risiko audit, khususnya kepada peran risiko bisnis klien. Audit atas risiko bisnis
menekankan dampak dari ancaman atas model bisnis klien dari faktor eksternal dan akibat risiko
kecurangan dan kesalahan dalam laporan keuangan. Kritikus berpendapat bahwa audit atas risiko
bisnis adalah sebuah upaya untuk pembenaran pekerjaan audit yang lebih sedikit dan konsultasi yang
lebih banyak.
Para kritikus juga berargumentasi bahwa audit atas risiko bisnis bukan hanya untuk membenarkan
dorongan untuk menjual jasa konsultasi, tetapi juga dapat mengarah kepada adanya skandal
akuntansi, seperti Enron. Kritik ini menyiratkan bahwa auditor salah menggunakan metode audit atas
risiko bisnis sebagai pembenaran atas perilaku oportunis. Para pembuat kebijakan sudah bertindak
melalui Sarbanes-Oxley Act (2002) di AS dan the CLERP 9 Revisions to the Australian Corporations Act
untuk membatasi kesempatan untuk auditor menyediakan jasa konsultasi kepada klien da nada bukti
peningkatan penekanan deteksi kecurangan pada tahun 2000an. Knechel juga menyarankan untuk
meningkatkan fokus kepada pengendalian internal klien audit.
RESUME BAB V
TEORI PENGUKURAN
Oleh:
Adhika Bibing Purwanto(1), Chandra Ari Nugroho(8), Dyah Ayu Pradnya Paramita(11), Kharisma
Baptiswan(17), dan Rudiansah Wisnu Indarto(24).
(Kelas X-D Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus STAN)
A. Definisi Pengukuran
Pengukuran dapat didefinisikan sebagai penentuan angka yang mewakili sifat – sifat dari suatu
sistem berdasarkan hukum yang mengatur sifat – sifat tersebut. Sistem yang dimaksud dari
pengertian diatas adalah objek yang diukur, misalnya meja dan kursi. Sifat dari suatu sistem atau objek
adalah panjang, lebar, tinggi, massa dan lain sebagainya.
Suatu objek dinyatakan telah mengalami proses pengukuran bilamana pengertian semantik
(definisi operasional) yang menetapkan angka pada suatu objek mampu menunjukan korelasi antara
objek yang diukur dengan hubungan matematis.
Dalam akuntansi yang menjadi objek pengukuran adalah transaksi ekonomi dan pengelolaan
sumber daya ekonomi dalam suatu kesatuan usaha. Hasil pengukuran akhir adalah profit.
B. Skala Pengukuran
Setiap penukuran memiliki suatu skala yang berfungsi untuk memberi arti pada objek
pengukuran. Terdapat empat skala pengukuran yaitu:
1. Skala nominal
Skala nominal menetapkan angka pada objek pengukuran. Penetapan angka ini bertujuan untuk
memberi identitas atau klasifikasi. Contoh dari skala nominal adalah nomor punggung pemain
sepak bola.
2. Skala ordinal
Skala ordinal memberi peringkat pada objek pengukuran. Contoh penggunaan skala ordinal
adalah pemeringkatan hasil tes. Skor tes akan menentukan peringkat masing-masing siswa.
Kelemahan dari skala ordinal adalah ketidakmampuan untuk menunjukan secara jelas perbedaan
antara masing-masing peringkat.
3. Skala interval
Skala interval memiliki kemampuan pengukuran yang lebih baik daripada skala ordinal. Skala ini
selain mampu menunjukan peringkat dapat juga memberi informasi yang jelas terkait perbedaan
peringkat dengan jelas. Contoh skala interval adalah temperatur Celcius. Kita mengetahui bahwa
suhu dapat berubah dan perubahan tersebut dapat diukur melalui alat pengukur suhu. Jika suhu
30 dan 25 dibandingkan, maka kita dengan jelas dapat memastikan nilai perbedaan suhu tersebut
yaitu 5.
4. Skala rasio
Skala rasio memiliki kondisi sebagai berikut:
Peringkat obejk pengukuran diketahui;
Interval antar objek pengukuran diketahui;
Titik mula pengukuran diketahui.
Contoh skala rasio dalam akuntansi adalah penggunaan dolar untuk mewakili biaya dan nilai. Jika
aset A biayanya $ 10.000 dan asset B biaya $ 20.000, kita dapat menyatakan bahwa biaya B dua
kali lipat A. 0 poin ada, karena tidak adanya 0 menunjukkan biaya atau nilai, seperti 0 untuk
panjang berarti tidak panjang sama sekali.
C. Pengoperasian Skala
Salah satu alasan untuk membahas skala adalah bahwa aplikasi matematika tertentu
diperbolehkan hanya untuk jenis skala yang berbeda. Skala rasio memungkinkan untuk semua operasi
aritmatika dasar penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, aljabar, geometri analitik,
kalkulus, dan metode statistik. Sebuah skala rasio tetap invarian (tetap) atas seluruh transformasi
ketika dikalikan dengan sebuah konstanta. Sebagai contoh misalnya:
X’ = cX
Apabila X dapat menggambarkan semua titik-titik pada skala tertentu, dan setiap titik dikalikan
dengan kontanta c, maka hasil skala X’ juga menjadi skala rasio. Alasannya adalah karena struktur
skalanya adalah invarian kiri.
Urutan peringkat titik-titiknya tidak berubah
Rasio titik-titik tidak berubah
Titik nol tidak berubah
Hal ini berarti apabila kita mengukur panjang atau luas ruangan yang ternyata hanya 400 yang
kemudian didubah menjadi 400 cm menjadi 4 m dengan mengalikan tetapan 1/100, sehingga kita
dapat memastikan panjang ruangan tidak berubah, sekalipun angka yang menjelaskan panjang telah
mengalami perubahan. Cara seperti ini sama dengan yang dilakukan pada bab tujuh terutama yang
berkaitan dengan konversi biaya historis, misalnya $ 100.000 dari semua peralatan berdasarkan skala
dolar nominal dan daya beli berdasarkan skala dollar dengan mengalikan tetapan misalnya 130/100,
sehingga menjadi $ 120.000. Jumlah yang $ 120.000 adalah tetap dianggap masih biaya historis.
Dengan adanya invarian skala dapat memudahkan kita untuk mengetahui kejadian atau peristiwa
dimana teori atau ketentuan yang berlaku pada dasarnya adalah sama, meskipun skalanya dinyatakan
dalam unit-unit yang berbeda, misalnya dengan sentimeter hingga meter atau dari nominal dollar
hingga dollar konstant. Perubahan invarian skala rasio akan mengalami perubahan keutuhan bentuk
keumuman hubungan variabel-variabel yang sama.
Tanpa invarian, mustahil dapat diketahui bahwa X dua kali panjangnya dari Y apabila diukur
dalam sentimeter, padahal ukuran yang sebenarnya tiga kali lebih paanjang apabila diukur dalam
ukuran meter. Dalam akuntansi, skala untuk biaya sekarang adalah varian dari biaya historis, sebab
sifat-sifatnya yang diukur berbeda. Apabila mesin A diukur atau dinilai berdasarkan historis, maka
akan menjadi $ 110.000. Uji pengukuran dan dollar digunakan pada kedua kasus meski skalanya
berbeda dikarenakan varian. Dengan melakukan perubahan dari skala dollar nominal menjadi daya
beli skala dollar untuk sifat yang sama (biaya historis atau biaya sekarang) dengan sendirinya akan
mengabaikan invarian yang terstruktur.
Dengan menerapkan skala interval, maka tidak semua operasi ilmu hitung dapat dilakukan. Selain
pengurangan dapat dilakukan dikaitkan dengan adanya bilangan-bilangan tertentu pada skala dan
interval. Karena itu, perkalian dan pembagian tidak dapat dilakukan apabila mengacu pada bilangan-
bilangan tertentu, kecuali hanya pada interval. Penyebabnya adalah karena kondisi invarian tersebut.
Skala interval juga merupakan invarian pada saat transformasi linear terbentuk.
X’ = cX + b
Dengan adanya perubahan skala interval, maka sangat penting untuk mengukur atau mengetahui
sifat-sifat khusus dan skala interval lainnya untuk mengukur sifat-sifat yang sama sebagaimana yang
dilakukan dengan mengalikan setiap titik skala pertama X dengan konstanta c namun dengan
menambahkannya pada konstanta b. Cara seperti ini dilakukan pada b karena terdapat titik nol
absolut pada skala interval. Misalnya perubahan dari temperatur Celsius ke temperatur Fahrenheit,
kita dapat mengalikan setiap derajat, misalnya 9/5 kemudian baru menambahkan 32, untuk 9/5 dapat
juga digunakan karena utilitas skala selsius 100 derajat dianggap bertentangan dengan 1u0 derajat
untuk Fahrenheit dan 32 dapat ditambahkan karena adanya titik beku untuk skala berikutnya.
Kondisi invarian dapat juga menunjukkan bahwa kita dapat mengalikan dan membaginya apabila
ada keterkaitan dengan interval, meski operasi-operasi ilmu hitung seperti ini tidak dapat digunakan
untuk bilangan-bilangan tertentu pada skala. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh berikut:
X’ = x + 10
Kondisi invarian menunjukkan bahwa kita dapat mengalikan dan membaginya apabila ada
kaitannya dengan interval. Meski operasi ilmu hitung seperti ini tidak dapat digunakan untuk
bilangan-bilangan tertentu pada skala. Untuk lebih jelasnya, perhatikan berikut:
X’ = Y + 10
Misalkan objek pada point 3 dan 6 ada pada skala X, maka akan dapat berubah menjadi skala
X’, sehingga kita dapat memperoleh bilangan 13 dan 16. Meski demikian rasio 13 dan 16 tidak sama
dengan rasio 3 dan 6 karena adanya penambahan konstant. Adanya pengalian dan pembagian
(misalnya, rasio) adalah karena tidak dapat dilakukan pada bilangan-bilangan tertentu. Karena itu,
apabila Robyn memperoleh 90 poin pada hasil ujian akuntansinya dan Maria memperoleh 45 point,
namun kita tidak dapat menyimpulkan bahwa Robyn mengetahui point-point tersebut adalah dua
kali lebih banyak dari point atau yang dilakukan Maria terutama yang ada kaitannya dengan materi
ujian. Hal ini disebabkan tidak adanya titik nol natural pada ujian terutama untuk yang tidak ada
kaitannya dengan “tanpa pengetahuan”. Sekalipun siswa memperoleh “0” pada ujian, namun tidak
berarti kita tidak dapat menyimpulkan bahwa siswa yang bersangkutan tidak mempunyai wawasan
atau pengetahuan sama sekali tentang permasalahan yang sesungguhnya. Mengacu pada contoh
tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa Robyn telah lulus ujian, sebaliknya Maria tidak lulus dalam
ujian, meski demikian kita tidak dapat melakukan campur tangan secara komparatif banyaknya
pengetahuan dikaitan dengan nilai yang dilakukan. Seperti halnya apabila varian kuantitas misalnya
$ 5000 lebih disukai, ketimbang dengan varian bulanan terdahulu yang $ 10.000 yang lebih disukai.
Selain itu, kita juga tidak dapat menyimpulkan bahwa penggunaan material dalam bulan ini hanya ½
sama efisiennya pada bulan-bulan terdahulu.
Dengan skala interval, tidak semua operasi aritmatika yang diperbolehkan. Penambahan dan
pengurangan dapat digunakan berkaitan dengan angka tertentu pada skala serta interval. Namun,
perkalian dan pembagian tidak dapat digunakan dengan mengacu pada angka tertentu, hanya untuk
interval. Alasannya karena kondisi invarian. Dengan skala ordinal, operasi aritmetika tidak dapat
digunakan. Kita tidak dapat menambah, mengurangi, mengalikan atau membagi angka-angka atau
interval pada skala. Sehingga, skala ordinal menyampaikan informasi yang terbatas.
D. Jenis-jenis Pengukuran
1. Pengukuran Fundamental
Pengukuran fundamental merupakan pengukuran dimana angka-angka dapat diterapkan pada
benda dengan mengacu pada hukum alam dan tidak bergantung pada pengukuran variabel
apapun. Seperti panjang, hambatan listrik, nomor, dan volume merupakan hal-hal yang dapat
diukur. Sebuah skala rasio bisa diformulasikan pada tiap-tiap benda sebagai hukum dasar yang
dihubungkan dengan pengukuran yang berbeda (jumlah) pada benda-benda yang sudah ada.
Seperti dijelaskan di muka, sifat yang mendasar dalam pengukuran adalah yang berkaitan dengan
penjumlahan karena dapat dengan mudah diketahui hal-hal yang secara fisik dengan operasi
aritmatik atau ilmu hitung. Sebagai contoh, penjumlahan panjang objek X pada panjang objek Y
dapat disamakan dengan operasi penempatan dua balok pada kedua ujungnya, meski hanya satu
balok yang sama panjang seperti halnya dengah X dan yang lainnya juga sama panjang seperti Y.
Secara fisik kita dapat menentukan berapa total panjang X dan Y.
2. Pengukuran Turunan
Pengukuran turunan merupakan pengukuran yang bergantung dari pengukuran dua atau lebih
benda lain. Contohnya adalah pengukuran kepadatan, yang bergantung pada pengukuran massa
dan volume. Operasi pengukuran yang dilakukan bergantung pada hubungan yang sudah
diketahui dengan sifat-sifat mendasar lainnya. Adanya hubungan seperti ini didasarkan pada teori
empiris yang disepakati dikaitkan dengan sifat-sifat tertentu dengan sifat-sifat lainnya. Dalam
akuntansi misalnya, contoh pengukuran turunan adalah pendapatan, pendapatan diturunkan dari
penjumlahan dan pengurangan atas pendapatan dan pengeluaran.
3. Pengukuran Formal
Ini adalah tipe pengukuran dalam ilmu sosial dan akuntansi, menggunakan definisi yang dibangun
secara acak untuk dihubungkan dengan hal-hal yang dapat diamati dengan pasti (variabel) pada
konsep yang telah ada, tanpa perlu teori terkonfirmasi untuk mendukung hubungan tersebut.
Sebagai contoh, dalam akuntansi kita tidak tahu bagaimana cara untuk mengukur konsep
keuntungan secara langsung. Kita mengasumsikan variabel pendapatan, laba, beban, dan
kerugian dihubungkan dengan konsep keuntungan dan bagaimana pun bisa digunakan untuk
mengukur keuntungan secara tidak langsung. Untuk mengukur validitas pengukurannya, ilmuwan
sosial berusaha menghubungkan hal-hal yang dipelajari dengan variabel lain untuk melihat
manfaatnya. Contohnya, jika kita ingin mengukur kemampuan aritmatik orang, kita mungkin
memilih untuk menguji mereka dalam suatu tes aritmatik. Bagaimana pun, tidak ada teori empiris
untuk menilai tes yang kita lakukan, dan kita membuat asumsi ketika kita membangun skala
pengukuran. Kita dapat memprediksikan bahwa pada kebanyakan orang, yang mempunyai nilai
tes yang tinggi juga akan berprestasi dalam kuliah matematika.
E. Keandalan dan Akurasi
Sebenarnya tidka ada pengukuran yang bebas sama sekali dari kesalahan kecuali kalkulasi
matematis. Sumber kesalahan bisa jadi dari salah satu atau beberapa penyebab sebagai berikut:
Operasi pengukuran dinyatakan kurang tepat.
Pengukur melakukan kesalahan
Kesalahan pada instrumen pengukuran
Lingkungan
Atribut yang ada tidak bersih.
Karena ada saja kesalahan, maka dalam pengukuran harus ditentukan batasan kewajaran sebuah
kesalahan masih dianggap wajar dan diperhitungkan sebagai kondisi yang dianggap benar.
Pengukuran yang dapat diandalkan
Keandalan dalam pengukuran sering dikaitkan dengan presisi. Presisi yang dimaksud adalah
sehubungan dengan:
Derajat kemurnia sebuah operasi atau kinerjanya
Kesepakatan akan suatu hasil dalam penggunaan yang berulang dari operasi pengukuran saat
diterpkan pada sebuah properti yang diberikan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa keandalan pengukuran berhubungan dengan presisi yang
mana sebuah properti tertentu diukur menggunakan seperangkat operasi yang disediakan.
Pengukuran Akurat
Sekalipun pengukuran menghasilkan nilai yang dapat diandalkan, bisa jadi tidak menghasilkan
ukuran yang akurat. Masalah yang utama ialah begitu banyaknya pengukuran nilai yang benar yang
tidakdiketahui. Untuk menentukan akurasi dalam akuntasi, ktia perlu tahu atribut apa saja yang
seharusnya diukur untuk dapat mencapai pengukuran yang diinginkan. Tujuan akuntasi salah satunya
adalah kegunaan dari informasi. Oleh karena itu, akurasi pengukuran berhubungan dengan
pandangan prakmatis, yaitu kegunaan, meskipun para akuntan tidak sepenuhnya setuju pada standar
yang spesifik dan kuantitatif yang diterapkan. Sehingga kita mencatat, bagaimanapun juga,
pengulangan dari sebuah operasi tidaklah memastikan keakurasian.
F. Pengukuran Dalam Akuntansi
Pengukuran dalam akuntasi dibagi dalam kategori dari asal pengukuran modal dan laba. Dalam
perkembangannya, didapati dua pengembangan penting dalam pengaturan pada standar akuntansi
internasional yang dibuat IASB yang ditandai dengan adanya standar seperti IAS 39/AASB
139(Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran dan Proyek Agenda IASB: Melaporkan Laba
Komprehensif(Pelaporan Kinerja). Yang pertama, pengukuran laba dan pengakuan pendapatan harus
terhubung dengan pengakuan berdasarkan waktu. Dan yang kedua, pendekatan nilai wajar
seharusnya diadopsi sebagai prinsip pengukruan kerja. Oleh karena itu pada tahun 2005 prinsip
pengukuran lebih difokuskan pada perubahan nilai aset dan liabilitas dibandingkan dengan
penyelesaian proses pengumpulan pendapatan. Intinya, perubahan nilai wajar dari aset dan liabilitas
harus diakuai dengan segera ketika hal tersbut terjadi da dilaporkan dalam komponen laba. kemudian,
fokus tersebut telah bergeser menuju konsep penilaian, dengan keutamaan neraca, penyimpanan
informasi bernilai yang relevan, dan pengguna utama laporan keuangan.