kesejahteraan dalam keluarga dengan wanita sebagai single...
TRANSCRIPT
KESEJAHTERAAN DALAM KELUARGA DENGAN WANITA
SEBAGAI SINGLE PARENT DI KELURAHAN GAGA
KOTA TANGERANG
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
ARNY CHRISTIKA PUTRINIM: 108054100005
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIALFAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA1434 H/2013 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Ciputat, 28 Maret 2013
Arny Christika Putri
i
ABSTRAK
Arny Christika Putri
Kesejahteraan dalam Keluarga Wanita Sebagai Single Parent Di Kelurahan
Gaga Kota Tangerang
Keluarga terdiri dari dua orang atau lebih yang direkat oleh ikatan darah, perkawinan, atau adopsi serta tinggal bersama yang mempunyai peraturan khusus untuk mengayomi anggota-anggotanya. Salah satu realita sosial yang ada disekitar kehidupan masyarakat adalah fenomena keadaan keluarga dengan salah satu orang tua saja atau biasa disebut dengan orang tua tunggal atau single parent. Menjalani status sebagai single parent menjadikan guncangan batin bagi wanita. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam keluarga yang mengakibatkan seseorang menjadi orang tua tunggal yang berarti akan membawa seseorang untuk beradapatasi dengan kondisi yang baru yakni penambahan peran dan serangkaian tugas-tugas ganda yang harus dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai bagaimana kesejahteraan dalam keluarga wanita sebagai single parent.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan dengan wawancara terbuka dan studi kepustakaan terhadap informan yang dipilih secara purposive(bertujuan). Informan yang diteliti adalah wanita yang kehilangan pasangannya akibat kematian.
Dari hasil penelitian ini bahwa kesejahteraan di setiap keluarga wanita sebagai single parent berbeda-beda. Pertama, kesejahteraan keluarga ibu S sebagai penjual bensin eceran, penyulam dan mengajar mengaji termasuk ke dalam Keluarga Sejahtera Tahap I karena dapat memenuhi kebutuhan makanan serta gizi yang tercukupi walaupun dengan lauk pauk sekedarnya, dapat memiliki pakaian yang berbeda dan dapat menjangkau pelayanan kesehatan yang sesuai dengan finansialnya. Kedua, kesejahteraan keluarga ibu R lebih baik karena termasuk ke dalam Keluarga Sejahtera Tahap II, selain dapat memenuhi kriteria Keluarga Tahap I, keluarga ibu R mempunyai penghasilan tetap, penghasilannya dapat disisihkan untuk tabungan serta dapat mengadakan rekreasi bersama keluarga.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah….. Tiada yang pantas penulis ucapkan selain puja dan syukur bagi Allah
SWT, yang telah menciptakan makhluk-Nya dengan penuh rasa cinta dan kasih serta
mengajarkan manusia untuk mencintai sesama hanya karena Allah semata. Salawat serta salam
kepada Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman yang telah membawa umatnya dari alam
kebodohan menuju alam ilmu pengetahuan.
Dengan selesainya skripsi yang berjudul “Kesejahteraan dalam Keluarga Wanita Sebagai
Single Parent di Kelurahan Gaga Kota Tangerang” merupakan salah satu wujud upaya penulis
dalam memberikan sedikit pengetahuan mengenai masalah kesejahteraan yang dihadapi wanita
yang berstatus sebagai single parent.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan. Besar harapan penulis kepada semua pihak untuk memberikan kritik dan
sarannya yang bertujuan membangun. Penulis juga sangat berharap penelitian ini berguna bagi
semua pihak yang menggeluti pelayanan untuk wanita pada umumnya dan kepada penulis
khususnya.
Begitu banyak halangan dan hambatan yang penulis hadapi menjadikan pelajaran yang
sangat berarti bagi penulis. Semua ini terwujud karena banyak dukungan dan motivasi yang
diberikan kepada penulis. Karenanya, sudah sepantasnya penulis mengucapkan terimah kasih
kepada:
1. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A selaku Pudek I, Bapak Drs. H.
iii
Mahmud Jalal, M.A selaku Pudek II, dan Bapak Drs. Study Rizal LK, M.A selaku
Pudek III.
2. Ibu Siti Napsiyah, MSW, selaku Ketua Prodi Kesejahteraan Sosial dan Bapak Ahmad
Zaky, M.Si selaku Sekretaris Prodi Kesejahteraan Sosial.
3. Ibu Ellies Sukmawati, M.Si selaku pembimbing yang telah meluangkan dan
mengorbankan waktunya untuk memberikan perhatian, bimbingan, arahan, kritik dan
saran yang bermanfaat serta motivasi yang sangat besar kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan dedikasinya sebagai pengajar yang
memberikan berbagai pengarahan, pengalaman serta bimbingan kepada penulis
selama masa perkuliahan.
5. Kedua orangtuaku tercinta yang telah mendidik, mendoakan, memberi kasih sayang
yang tak terhingga dan memberi dukungan dalam bentuk materi maupun imateri.
Maaf belum dapat mengukir senyum bangga di wajah kalian.
6. Kakakku tersayang, Artha dan istrinya Kak Kiki, mereka yang selalu mendoakan dan
memberikan semangat kepada penulis.
7. Yang selalu menjadi sahabat-sahabat baikkku, Adri, Winy, Monic, mama Icha, Prisca
dan juga D’Ladies (Vivi, Cicin, Ndut), terima kasih atas semangat dan doanya, terima
kasih atas semua waktu dan kenangan yang telah diberikan. Peluk cium untuk kalian.
8. Teman-teman senasib dan seperjuangan khususnya KESSOS 2008, Gozali, Ayat,
Badoy, Yati, Wilda, Kenni, Sam, Fery, Insan, Candra, Jo, Rahma dan Udin, dalam
iv
mencapai cita-cita di Jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Keep Fight!
9. Keluarga ibu S dan keluarga ibu R, selaku informan dalam penelitian ini yang telah
membantu dalam memberikan informasi untuk penelitian dalam rangka penyelesaian
skripsi ini.
10. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan, yang telah berpartisipasi dalam proses
penyusunan skripsi ini.
Pada akhirnya penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya. Hanya
ucapan inilah yang dapat penulis berikan, semoga Allah yang akan membalas kebaikan semua
pihak.
Jakarta, 28 Februari 2013
Penulis
Arny Christika Putri
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ………………………………………………………………….. iKATA PENGANTAR ……….…………………………………………….. iiDAFTAR ISI ………….………………………………………….………… vDAFTAR TABEL ………………….………………………………….…… viiDAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… viii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………… 1
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ………………. 11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………….. 11
D. Metodologi Penelitian ………………………………………… 12
E. Tinjauan Pustaka ……………………………………………... 18
F. Pedoman Penulisan Skripsi …………………………………... 19
G. Sistematika Penulisan ………………………………………… 19
BAB II : LANDASAN TEORI
A. Keluarga
1. Pengertian Keluarga ……………………………………… 21
2. Fungsi Keluarga …………………………………………... 24
B. Single Parent
1. Pengertian Wanita Single Parent …………………………. 25
2. Permasalahan dalam Keluarga Single Parent ……………. 28
C. Kesejahteraan
1. Pengertian Kesejahteraan ………………………………… 32
2. Pengertian Kesejahteraan Keluarga ………………………. 34
3. Tahapan dan Indikator Kesejahteraan Keluarga ………….. 36
vi
BAB III : PROFIL SUBYEK PENELITIAN
1. Profil Ibu S …………………………………………..………. 41
2. Profil Ibu R ……………………………………….....………. 48
BAB IV : TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA
A. Temuan Lapangan
A.1. Keluarga Ibu S ………………………………..………… 55
A.2. Keluarga Ibu R ………………………………..………... 72
B. Analisis Data
B.1. Keluarga Ibu S ………………………………..………… 82
B.2. Keluarga Ibu R ………………………..………………... 85
C. Tabel Analisis
C.1. Analisis Intra Kasus ……………………….…………… 88
C.2. Analisis Antar Kasus ……………………….…………... 90
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ……………………………….…………………. 95
B. Saran …………………………………..……………………... 97
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 99
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1………………………………………………………………………. 14
Tabel 1.2 …………………………………….………………….……………. 16
Tabel 4.1 ………………………………………………..……………………. 88
Tabel 4.2 …………………………………………..…………………………. 89
Tabel 4.3 ………………………………………..…………………………….90
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1………………………………………………….………………... 59
Gambar 4.2 ………………………………………………..…………………. 67
Gambar 4.3…………………………………………….……………………... 78
Gambar 4.4 …………………………………………..………………………. 80
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia dalam proses perkembangannya membutuhkan pasangan
hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang
diinginkannya. Perkawinan bisa mewujudkan suatu keluarga atau rumah
tangga yang bahagia. Keluarga dalam bahasa Sanskerta, yaitu "kulawarga";
"ras" dan "warga" yang berarti "anggota".1 Keluarga terdiri dari dua orang atau
lebih yang direkat oleh ikatan darah, perkawinan, atau adopsi serta tinggal
bersama yang mempunyai peraturan khusus untuk mengayomi anggota-
anggotanya. Karakteristik suatu keluarga berbeda, misalnya dalam hal
menyelesaikan permasalahan atau membuat peraturan yang berlaku dalam
keluarga tidak sama dengan keluarga yang lain. Keluarga juga merupakan
subsistem (unit) kelembagaan terkecil dalam sistem sosial yang lebih besar,
seperti masyarakat, bangsa, dan negara. Oleh karena itu tidak berlebihan
apabila ungkapan “Sumber kekuatan dan kesejahteraan suatu bangsa adalah
kekuatan dan kesejahteraan keluarga.”2
Dalam sebuah keluarga, suami-istri (ayah-ibu) dituntut untuk saling
pengertian satu dengan yang lain, suami harus mengerti keadaan istri,
demikian pula sebaliknya. Pada setiap anggota keluarga dilekatkan peran-
peran. Seperti seorang suami yang berperan sebagai kepala keluarga,
sedangkan seorang istri berperan sebagai ibu rumah tangga. Peran-peran
1 http://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga diakses pada 4 Juni 20122 Hendi Suhendi, Dkk. Pengantar Studi Sosiologi Keluarga. (Bandung: Pustaka Setia,
2001), h. 44
2
tersebut biasanya muncul karena ada pembagian tugas pada tiap anggotanya di
dalam rumah tangga. Suatu pekerjaan yang harus dilakukan dalam kehidupan
keluarga inilah yang disebut fungsi keluarga. Oleh karena itulah diperlukan
sikap saling pengertian satu dengan yang lain. Dengan adanya saling
pengertian, masing-masing pihak saling mengerti akan kebutuhan-kebutuhan,
saling mengerti akan kedudukan dan perannya masing-masing, sehingga
diharapkan keadaan keluarga dapat berlangsung dengan tenteram dan aman.
Keluarga adalah potensi menciptakan cinta dan kasih sayang.3 Seperti
pendapat Maslow, bahwa salah satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan
akan rasa kasih sayang, dan kebutuhan ini juga ingin mendapatkan
pemenuhannya.4
Dorongan untuk menerima rasa cinta dan memberikan rasa cinta tidak
hanya terdapat pada masa anak-anak ataupun pada masa remaja, tetapi pada
masa dewasapun kebutuhan itu ada dan ingin dipenuhinya. Mungkin hanya
manifestasinya yang nampak berbeda, tetapi secara hakiki hal itu tidak
berbeda. Demikian pula pada pasangan suami-istri, yang kadang-kadang rasa
cinta kasihnya dimanifestasikan dalam bentuk attention dari masing-masing
pihak. Masalah cinta juga dijelaskan dalam UU Perkawinan tahun 1974 pasal
33 yang berbunyi:
“Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia
dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.”
3 Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender (Malang: UIN-Malang Press,
2008), h. 384 E.B. Surbakti, Gangguan Kebahagian Anda dan Solusinya (Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2010), h. 18
3
Kebutuhan akan rasa kasih sayang menjadi mimpi buruk bagi istri
yang ditinggal mati suaminya. Perpisahan apapun namanya, terlebih dengan
orang yang kita cintai, pasti tak pernah kita harapkan. Apalagi harus berpisah
selamanya dengan suami. Kehilangan suami yang kita cinta yang dengannya
kita berbagi waktu mengarungi hidup dalam suka-duka, dalam tawa serta air
mata, tentu akan terasa sangat berat sekali, mungkin bagaikan kehilangan
separuh jiwa karena bukan hanya kehilangan cinta tetapi juga dukungan teman
berbagi. Bahkan jika mungkin kita ingin suami berada di sisi kita selamanya.
Tapi realitas kehidupan selalu mengajarkan kita, bahwa kematian itu
seringkali datang secara mengejutkan. Allah mengingatkan hal itu:
Artinya: "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji
kamu dengan kebaikan dan keburukan sebagai ujian (yang sebenar-
benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan (QS 21:35).”
Kematian itu akhir dari kehidupan. Kematian ini bukan yang biasa kita
pahami dan kita lihat sehari-hari sebagai hilangnya fungsi indra, punahnya
kemampuan beraktivitas dan lenyapnya kehidupan (fisik).5 Setiap orang
memiliki jam kehidupannya masing-masing. Satu ketika jam itu akan berhenti
berputar dan ia akan meninggal dunia. Itulah sebuah kehidupan yang
sekaligus sebuah misteri. Ada ungkapan Arab yang mengatakan, “segala
5 Muhammad Husain Thabathaba’i, Ada Apa Setelah Mati?: Pandangan Al-Qur’an,
Penerjemah Ahmad Hamid Alatas, (Jakarta: Misbah, 1991), h.13
4
sesuatu yang pasti akan terjadi, berarti dekat.” Kematian adalah kepastian,
maka mati adalah dekat, bahkan lebih dekat dari kemungkinan kamu jadi
orang kaya ataupun jadi sarjana.6 Kepastian akan datangnya kematian
merupakan takdir yang tidak dapat ditolak manusia karena kematian
merupakan sunnatullah yang berlaku pada tiap makhluk yang bernyawa.
Kelahiran dan kematian selalu ada dan tidak semua kita siap
menghadapi kematian atau peristiwa ditinggalkan oleh orang-orang yang kita
cintai. Namun bila makhluk hidup dilahirkan maka suatu saat nanti pasti ada
kematian. Kematian menurut Bastaman merupakan salah satu bentuk
keterpisahan seseorang dengan orang lain dimana kondisi tersebut dapat
menyebabkan penderitaan baik bagi orang yang akan mengalami kematian
maupun orang yang ditinggal mati.7 Dan kehilangan salah seorang anggota
keluarga karena kematian merupakan salah satu ujian terberat yang sulit untuk
diterima.8
Salah satu realita sosial yang ada disekitar kehidupan masyarakat
adalah fenomena keadaan keluarga dengan salah satu orang tua saja atau biasa
disebut dengan orang tua tunggal atau single parent. Single parent adalah
suatu fakta sosial untuk menyebut perempuan yang berperan ganda, sebagai
ibu dan sekaligus sebagai ayah. Fakta ini sebagai akibat dari sebuah
konsekwensi atas meninggalnya sang suami, atau disebabkan oleh
perceraian, atau berpisah karena suami merantau lama untuk mencari nafkah
6 Komaruddin Hidayat, Psikologi Kematian, (Jakarta: Hikmah, 2005), h. 137 Hanna Djumhana Bastaman, Meraih Hidup Bermakna: Kisah Pribadi Dengan
Pengalaman Tragis, (Jakarta: Paramadina, 1996), h. 1218 Andre Abdi Setiawan, Ya Tuhan Mengapa Kau Ambil Dia Dariku? Penghibur Bagi
Orang Berduka, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 61
5
dan tak kunjung kembali. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam keluarga
yang mengakibatkan seseorang menjadi orang tua tunggal yang berarti akan
membawa seseorang untuk beradapatasi dengan kondisi yang baru yakni
penambahan peran dan serangkaian tugas-tugas ganda yang harus dilakukan.
Dahulu keluarga merupakan struktur organisasi yang terkecil dalam
masyarakat meliputi ayah, ibu dan anak. Fenomena yang marak terjadi akhir-
akhir ini adalah kondisi keluarga yang tidak memiliki struktur keluarga
sebagaimana mestinya. Dalam artian sudah ada pergeseran dalam struktur
keluarga, yaitu adanya keluarga yang hanya orangtua tunggal dan anak seperti
ibu dan anak ataupun ayah dan anak.
Menjalani status sebagai orangtua tunggal menjadikan guncangan
batin bagi wanita. Rasa kehilangan akan selalu menyisakan guncangan yang
hebat bagi yang ditinggalkan. Penelitian para psikolog anak dan keluarga
membenarkan, betapa sulitnya kondisi seorang ibu di masa-masa pasca
perpisahan9. Mereka para ahli menuturkan, betapa pelik dan sukarnya para ibu
menjawab dan menjaga kondisi bahtera keluarga yang kehilangan
nakhodanya. Menyadari kenyataan tidak adanya pendamping hidup yang
mencarikan nafkah membuat wanita harus memikirkan semua tanggung jawab
dan masih saja hal ini mengakibatkan wanita yang ditinggal suami mengalami
shock dan terguncang jiwanya sehingga sulit baginya untuk menerima
kenyataan pahit tersebut. Tentu ini menjadi pukulan yang sangat berat bagi
istri dan anak-anaknya.
9 http://www.oocities.org/dynda_millenia/s13.htm diakses pada 10 April 2012
6
Sesungguhnya, memang sangat berat bagi seorang istri untuk
menangani tanggung jawab serius yang sewajarnya dipegang oleh seorang
suami atau ditangani bersama suami.10 Banyak keluarga yang menjadikan
suami sebagai satu-satunya tonggak utama pencari nafkah, sehingga
kepergiannya menghadap Allah mengancam runtuhnya pilar-pilar kekuatan
keluarga. Keluarga, anak serta istri menjadi kalang kabut karena tak tahu
harus kemana mencari uang untuk melanjutkan kehidupan yang masih
berlangsung hingga puluhan tahun ke depan.
Diperkirakan lebih banyak istri yang bertahan untuk terus sendiri dan
menjadi orangtua tunggal dibandingkan suami. Ini semua sangat dipengaruhi
oleh stereotip peran gender yang sangat memisahkan peran ibu sebagai
pengasuh anak yang utama dan peran ayah adalah pencari nafkah keluarga.
Jadi, masyarakat sering memandang adanya ketidakpantasan dan tidak mampu
bila ayah saja yang mengasuh anak-anak. Orang tua di mana hanya ibu saja
yang mengasuh dan membesarkan anak-anak mereka sendiri tanpa hadirnya
pasangan.
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional yang dilakukan oleh Biro Pusat
Statistik tahun 1994 (dalam Hapsari S. rini, 1999)11 menunjukan bahwa
jumlah wanita di Indonesia yang menjadi kepala rumah tangga karena bercerai
sebanyak 778.156 orang dan karena kematian suami berjumlah 3.681.568
orang (total 4.459.724). Sedangkan pada tahun 2004, berdasarkan data
Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (Pekka), terdapat
10 Benyamin Spock, Orangtua: Permasalahan & Upaya Mengatasinya. Penerjemah Maryam Noor ( Semarang: Dahara Publishing, 1991), h. 140
11 Hapsari, S. Rini. (1999). Coping dan Dukungan Sosial Orang Tua Tunggal dalam Pengasuhan Anak (Studi Kualitatif pada 5 Orang Tua Tunggal Wanita Disebabkan Oleh Kematian Suami). Depok: Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia
7
sedikitnya 40 juta jiwa di Indonesia yang kepala keluarga yang berstatus
janda. Ini berarti terjadi kenaikan jumlah orang tua tunggal wanita hampir
sepuluh kali lipat selama rentang waktu sepuluh tahun.
Tidaklah mudah bagi orang tua tunggal dalam menjalani kehidupannya
setelah kehilangan salah satu angogota keluarga yaitu suami, karena segala
sesuatu yang harus ditanggung sendiri. Perubahan-perubahan yang terjadi
dalam keluarga yang mengakibatkan seseorang menjadi orang tua tunggal
yang berarti akan membawa seseorang untuk beradapatasi dengan kondisi
yang baru yakni penambahan peran dan serangkaian tugas-tugas ganda yang
harus dilakukan. Keluarga dengan orang tua tunggal masih memiliki
serangkaian masalah. Goncangan ekonomi menjadi persoalan utama sebagian
besar istri yang di tinggal suami. Permasalahan ekonomi terutama terjadi jika
saat menikah ia tidak bekerja dan hanya mengandalkan penghasilan dari
suami. Ketika tiba-tiba ia kehilangan suami yang selama ini menopang
perekonomian keluarga para janda pun tidak memiliki pemasukan tetap.
Akibatnya, wanita-wanita yang menjadi janda sering dihadapkan pada
kesulitan ekonomi. Ia harus mencari uang untuk menghidupi keluarganya,
menambah beban seorang ibu yang bukan wanita karier. Itu baru
permasalahan di tinjau dari sudut ekonomi. Belum lagi ditinjau dari sudut
psikologi, betapa berat dan stressnya seorang istri dan anak-anak yang
ditinggal mendadak oleh suami dan ayah tercinta mereka dan kondisi ini
belum tentu pulih dalam hitungan hari bahkan bulan. Selain masalah ekonomi
dan psikologis, ada masalah praktis, masalah emosional, masalah kesepian,
masalah sosial, masalah pemeliharaan anak, masalah seksual, dan masalah
8
perubahan diri. Hal ini disebabkan karena hanya ada satu orang tua yang
membesarkan anak. Bila diukur dengan angka, mungkin lebih sedikit sifat
positif yang ada dalam diri suatu keluarga dengan satu orang tua dibandingkan
keluarga yang lengkap.
Orang tua tunggal ini menjadi lebih penting bagi anak dan
perkembangannya, karena orang tua tunggal ini tidak mempunyai pasangan
untuk saling menopang. Banyak tugas yang seharusnya menjadi kewajiban
pria, karena status single parent sekarang tugas tersebut beralih menjadi
kewajiban para wanita single parent. Sehingga wanita single parent
mempunyai status dan peran yang ganda yaitu bertindak sebagai ayah maupun
ibu untuk anak-anaknya. Multi status yang disebabkan wanita tersebut
mempunyai status sebagai kepala keluarga yang harus memenuhi segala
kebutuhan hidup rumah tangga, sekaligus status sebagai ibu yang bertanggung
jawab dalam mendidik dan menjaga anak-anaknya. Sedangkan multi peran
terjadi ketika wanita tersebut berada di lingkungan pekerjaaan, lingkungan
tempat tinggal yang mengharuskan ia berperan layaknya sebagai kepala
keluarga yaitu mencari nafkah, wakil dari keluarga dalam setiap kegiatan di
lingkungan rumah, mengambil sendiri setiap keputusan jika ada masalah
terjadi, dan sebagainya. Peran selanjutnya yaitu ketika menjadi seorang ibu
rumah tangga yang bertugas mengurus segala kepentingan baik untuk anak-
anak dan dirinya sendiri. Ada semacam kekhawatiran dalam keluarga dengan
orang tua tunggal dimana orang tua tersebut harus bekerja sekaligus
membesarkan anaknya. Seorang yang menjadi orang tua tunggal harus
memenuhi kebutuhan akan kasih sayang dan juga keuangan, berperan sebagai
9
ayah dan sekaligus ibu, serta mengendalikan kemarahan atau depresi yang
dialami oleh anaknya maupun dirinya sendiri. Orang tua yang demikian
mengalami masalah karena terkucil secara sosial dari kelompok orang tua
yang masih lengkap (berpasangan). Semuanya ini memperberat tugas sebagai
orang tua tunggal.
Kematian pasangan merupakan penyebab stress yang paling tinggi
skornya.12 Jika tidak diatasi hal ini bisa menyebabkan seseorang menjadi
stress dan mungkin saja melampiaskannya dalam tindakan bunuh diri karena
rasa kehilangan yang amat mendalam. Seperti kejadian yang terjadi di Tegal,
Jawa Tengah, seorang wanita diduga stress setelah sebulan lalu ditinggal mati
oleh suaminya dan mencoba bunuh diri dengan memanjat menara telepon
selular berketinggian 50 meter.13 Peristiwa ini membutuhkan penyesuaian
tersendiri terlebih ketika peristiwa ini terjadi dengan penyebab yang tidak
terduga dan dengan proses yang singkat. Tidak jarang masih ada diantara
mereka yang terpuruk dalam duka cita mendalam sehingga mengalami
gangguan psikologis.
Tak ada yang melarang seseorang untuk melampiaskan duka atas
sebuah musibah, apapun jenisnya. Perasaan duka adalah emosi yang wajar.
Termasuk menangisi kepergian suami untuk selamanya. Tetapi terus larut
dalam perasaan tanpa berpikir rasional dan proporsional bukanlah jalan
keluar. Masalah-masalah baru menyangkut kelangsungan keluarga perlu
12 http://female.kompas.com/read/2012/02/02/14392322/7.Penyebab.Stres.yang.Tertinggi
diakses pada 3 Mei 201213 http://www.indosiar.com/patroli/ditinggal-mati-suami-wanita-panjat-menara-50-
m_84804.html diakses pada 10 April 2012
10
segera dipikirkan agar denyut dan irama kehidupan keluarga kembali normal
dalam waktu yang tak terlalu lama.14
Kematian selalu terjadi setiap hari. Menurut buku data kematian dari
kelurahan Gaga, pada tahun 2011 ada 69 orang yang meninggal dunia, 39
orang di antaranya berjenis kelamin laki-laki dimana 19 orang meninggal pada
usia 20-50 tahun. Dan pada tahun 2012 terdapat 76 kematian, 55 orang
diantaranya adalah laki-laki dan 27 orang diantaranya meninggal pada usia
dibawah 50 tahun.
Melihat data tersebut, tentu menjadi perhatian masyarakat bagaimana
kondisi ekonomi sosial di daerah tersebut. Kelurahan Gaga merupakan salah
satu kelurahan yang berada di kota Tangerang. Kota Tangerang adalah sebuah
kota yang terletak di Provinsi Banten, Indonesia, tepat di sebelah barat kota
Jakarta, serta dikelilingi oleh Kabupaten Tangerang di sebelah selatan, barat,
dan timur. Tangerang merupakan kota terbesar di Provinsi Banten serta ketiga
terbesar di kawasan perkotaan Jabotabek setelah Jakarta.
Wilayah Tangerang khususnya kelurahan Gaga, mayoritas
penduduknya adalah PNS dan karyawan swasta, pengusaha kecil menengah,
pembantu rumah tangga, pedagang. Melihat kondisi perekonomian tersebut,
persoalan finansial pun menjadi salah satu pertimbangan ketika seorang
wanita harus menjadi kepala keluarga setelah meninggalnya seorang suami.
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan diatas,
maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang akan dituangkan
dalam skripsi dengan judul : “KESEJAHTERAAN DALAM KELUARGA
14 Maurice Balson, Bagaimana Menjadi Orangtua Yang Baik. Penerjemah M. Arifin,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1987), h. 164
11
WANITA SEBAGAI SINGLE PARENT DI KELURAHAN GAGA
KOTA TANGERANG.”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian, maka batasan masalah
dalam penelitian ini adalah tentang kesejahteraaan dalam hal
ekonomi keluarga wanita single parent.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang peneliti kemukakan,
maka untuk mempermudah pembahasan dan efektifitas pencapaian tujuan
peneliti perlu dirumuskan masalah dari penelitian adalah “Bagaimana
kesejahteraan ekonomi dalam keluarga wanita sebagai single parent?”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah mendeskripsikan bagaimana kesejahteraan ekonomi
dalam keluarga wanita sebagai single parent.
2. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian yang dilakukan, diharapkan dapat memberikan
berbagai manfaat:
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi ilmu Kesejahteraan Sosial dalam hal kesejahteraan dalam
keluarga wanita single parent.
12
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan menjadi masukan yang berguna serta sumber
motivasi bagi wanita single parent untuk tetap survive dalam
melanjutkan kehidupan. Dan bagi masyarakat dapat dijadikan masukan
agar dapat memberikan dukungan kepada wanita sebagai single parent.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode dan Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif. Menurut Creswell dalam J.R. Raco, pendekatan kualitatif adalah
pendekatan untuk membangun pernyataan pengetahuan berdasarkan
perspektif-konstruktif (misalnya, makna-makna yang bersumber dari
pengalaman individu, nilai-nilai sosial dan sejarah, dengan tujuan untuk
membangun teori atau pola pengetahuan tertentu), atau berdasarkan
perspektif partisipatori (misalnya: orientasi terhadap politik, isu,
kolaborasi, atau perubahan), atau keduanya.15
Pendekatan kualitatif ini peneliti gunakan untuk menelusuri dan
mendapatkan gambaran tentang kesejahteraan dalam keluarga wanita
single parent dengan beberapa pertimbangan, yaitu pendekatan kualitatif
ini bersifat luwes, tidak terlalu mendalam, tidak lazim dalam
mendefinisikan suatu konsep, serta memberi kemungkinan bagi
perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar,
15 J.R. Raco. Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya.
(Jakarta: Grasindo, 2010), h.17
13
menarik dan unik bermakna di lapangan.16 Dipilihnya pendekatan
kualitatif ini juga adalah untuk memungkinkan peneliti memahami gejala-
gejala yang sebagaimana dialami oleh informan dan memahami proses-
proses yang terjadi pada diri informan tersebut.
Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian ini adalah deskriptif
karena kegiatan penelitian ini mendeskripsikan secara terperinci tentang
gejala dan fenomena yang diteliti. Penelitian deskriptif adalah salah satu
jenis penelitian yang tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap
mengenai setting sosial atau hubungan antara fenomena yang diuji.17
Sehingga dengan menggunakan penelitian deskriptif ini, peneliti berusaha
untuk mendeskripsikan kondisi kesejahteraan dalam keluarga wanita
sebagai single parent.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi Kelurahan Gaga RW 15
Tangerang. Pemilihan lokasi tersebut didasari oleh adanya keingintahuan
penulis terhadap bagaimana kesejahteraan ekonomi dalam keluarga wanita
single parent di daerah tersebut, selain itu kelurahan Gaga berada di Kota
Tangerang yang merupakan kota terbesar di Provinsi Banten serta ketiga terbesar
di kawasan perkotaan Jabotabek setelah Jakarta. Alasan lainnya, lokasi
penelitian yang cukup padat penduduk ini memiliki kondisi perekonomian
yang beragam dimana mayoritas perempuannya bekerja.
16 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif (Jakarta:PT Grafindo Persada,
2003), Cet. Ke-2, h. 39.17 http://id.wikipedia.org/wiki/Penelitian_deskriptif diakses pada 3 Mei 2012
14
Waktu penelitian dimulai bulan Agustus 2012 s/d Februari 2013.
Tabel 1.1
No. Tahapan Waktu
1 Pengajuan judul Januari
2 Seminar proposal Februari
3 Bimbingan pertama Maret
4 Penentuan informan Agustus
5 Wawancara September – Februari 2013
3. Teknik Pemilihan Informan
Patton mengatakan bahwa pengambilan sampel pada penelitian
kualitatif harus berdasarkan masalah dan tujuan penelitian.18 Maka dalam
penelitian ini teknik pemilihan informan yang digunakan adalah purposive
sampling yang memberikan keleluasaan kepada peneliti dalam menyeleksi
informan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Purposive sampling adalah
teknik sampling yang dilakukan dengan cara mengambil subyek bukan
didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya
tujuan tertentu.19 Karakteristik subyek penelitian yang akan diteliti adalah:
a. Wanita berusia sekitar 30-50 tahun.
Pada wanita usia dewasa madya ini, kematian pasangan dinilai sebagai
peristiwa dimana terjadi pada saat yang tidak biasa yang akan
memunculkan krisis pada diri individu.
18 E.K. Poerwandari, Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia, (Depok:
LPSP3, 2005), h. 4519 Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 30
15
b. Wanita yang sudah menikah dan kehilangan pasangannya akibat
kematian yang secara tiba-tiba.
Kematian pasangan yang mendadak menyebabkan penyesuaian diri
dan reaksi emosional yang lebih buruk karena seorang janda tidak
memiliki kesempatan untuk terlebih dahuku menanggulangi masalah
ekonomi, emosional, finansial, dan sebagainya.
c. Mempunyai anak dari hasil pernikahannya.
Wanita yang menjadi kepala rumah tangga setelah kematian suaminya
akan mengalami kesulitan dalam mengatur urusan rumah tangga,
bekerja dan membagi waktu dengan anak-anaknya.
Dalam pelaksanaan di lapangan guna pengumpulan data, pemilihan informan
dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti didalam
memperoleh data. Jadi yang menjadi kepedulian bagi peneliti kualitatif adalah
tuntasnya perolehan informasi dengan keragaman variasi yang ada, bukan
banyaknya sampel sumber data.20 Yang penting disini bukan jumlah informan
melainkan potensi dari setiap kasus untuk memberikan pemahaman teoritis yang
lebih baik mengenai aspek yang dipelajari. Poerwandari mengatakan bahwa fokus
penelitian kualitatif menekankan pada kedalaman dan proses maka penelitian
kualitatif cenderung dilakukan dengan jumlah informan yang sedikit.21 Sehingga
dalam penelitian ini penulis mengambil 2 (dua) keluarga untuk diteliti karena
jumlah tersebut telah memenuhi karakteristik subyek penelitian yang telah
ditentukan. Dan informan terdiri dari:
20 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 5721 E.K. Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia, (Depok:
LPSP3, 2005), h. 39
16
Tabel 1.2
No. Informan Usia
1 a. Ibu S
b. Keluarga Ibu S :
Orangtua (Ibu H)
Anak (A)
43 tahun
66 tahun
17 tahun
2 a. Ibu R
b. Keluarga Ibu R :
Mertua (Ibu SR)
Adik (Ibu W)
35 tahun
58 tahun
30 tahun
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diinginkan, maka peneliti
menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
a. Wawancara
Wawancara atau interview adalah sebuah proses memperoleh
sebuah keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab
sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau
orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan responden
atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan
pedoman (guide) wawancara.22
Informasi diperoleh dengan mengajukan pertanyaan terbuka
(opened question) karena melalui pertanyaan ini, peneliti dapat
22 Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Prenada Media group, 2005), h. 126
17
mengetahui pendapat subjek secara langsung.23 Sesuai dengan tujuan
penelitian, wawancara kualitatif digunakan bila peneliti bermaksud
untuk mengetahui makna-makna subjektif yang dipahami individu
berkenaan dengan topik yang diteliti dan bermaksud melakukan
eksplorasi terhadap isu tersebut.24
b. Pengamatan
Pengamatan merupakan metode pertama yang digunakan dalam
melakukan penelitian ilmiah, pengamatan berarti pencatatan sistematik
terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki.25 Oleh karena itu
peneliti melakukan pengamatan secara langsung.
Teknik pengamatan dengan mengamati sendiri atau mengalami
secara langsung peristiwanya. Kemudian mencatat langsung peristiwa
yang terjadi pada keadaan sebenarnya, pengamat sebagai pemeranserta
sehingga data yang didapat dengan mudah diperoleh dikarenakan
informan sudah mengetahui pengamatan yang dilakukan pengamat.
c. Studi Kepustakaan
Hal ini digunakan untuk memperoleh data yang tidak
diperbolehkan dengan observasi dan interview, tetapi hanya
diperbolehkan dengan cara melakukan penelusuran data dengan
menelaah buku, jurnal, surat kabar, majalah, internet, modul-modul
23 R.K., Yin, Case Study Research: Design and Methods. (California: SAGE
Publications,Inc., 1994) , h. 7924 E.K. Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia, h. 5225 Lexy, J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif , (Bandung : PT Remaja Rosdakarya),
h. 176
18
pelatihan dan sumber lainnya yang berkaitan dengan apa yang sedang
diteliti oleh penulis.
5. Teknik Analisa Data
Analisa data kualitatif, menurut Bogdan & Biklen dalam Moleong,
adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.26 Ini merupakan proses penyederhanaan
data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca. Tujuan utama dari analisa
data ialah untuk meringkaskan data dalam bentuk yang mudah dipahami
dan mudah ditafsirkan, sehingga hubungan antara masalah penelitian dapat
dipelajari dan diuji.27
6. Teknik Keabsahan Data
Untuk memeriksa keabsahan data, penulis menggunakan teknik
triangulasi. Teknik triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan
pengecekan atau pembanding terhadap data tersebut.
E. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan tinjauan atas kepustakaan (literatur) yang
berkaitan dengan topik pembahasan penelitian yang dilakukan pada penelitian
skripsi ini. Tinjauan pustaka digunakan sebagai acuan untuk membantu dan
26 Lexy, J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif , h. 24827 Kasiram, Metodologi Penelitian: Refleksi Pengembangan Pemahaman dan
Penguasaan Metodologi Penelitian, Cetakan I, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), h. 128
19
mengetahui dengan jelas penelitian skripsi ini. Penelitian skripsi ini disusun
dan dianalisa berdasarkan beberapa buku yang menjelaskan teori-teori yang
sesuai dengan judul yang penulis bahas serta data yang ditemukan di
lapangan.
Penulis menggunakan literatur berupa skripsi yang membahas tentang
“Manajemen Stres Wanita yang Ditinggal Mati Pasangannya” nama peneliti:
Ka’sa Humayyah Jurusan Psikologi, penelitian menitikberatkan kepada
manajemen stres single parent.
Dari skripsi di atas, penulis menemukan perbedaan dengan penelitian
yang penulis lakukan. Jika pada literatur yang menjadi rujukan lebih
menekankan pada segi manajemen stres single parent, maka dalam penelitian
ini penulis membahas mengenai kesejahteraan keluarga wanita single parent.
F. Pedoman Penulisan Skripsi
Teknik penulisan yang dilakukan dalam skripsi ini merujuk pada buku
pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang
diterbitkan CeQDA (Center for Quality Development and Assurance)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007
sebagai pedoman penulisan skripsi ini
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan skripsi ini, secara sistematis
penelitiannya dibagi ke dalam lima bab, yang terdiri dari sub-sub bab. Adapun
sistematikanya sebagai berikut:
20
BAB I PENDAHULUAN
Di dalamnya peneliti menguraikan latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metode penelitian, dan sistematika penelitian
skripsi.
BAB II KAJIAN TEORI
Pada bab ini mengemukakan mengenai pengertian keluarga,
pengertian single parent, permasalahan yang dihadapi
wanita single parent dan pengertian kesejahteraan.
BAB III PROFIL SUBYEK PENELITIAN
Pada bab ini membahas mengenai biodata lengkap dari
subyek penelitian.
BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA
Pada bab ini menjelaskan mengenai hasil pengamatan dan
wawancara terkait tingkat kesejahteraaan dalam keluarga
wanita single parent.
BAB V PENUTUP
Merupakan bab penutup yang berisi saran dan kesimpulan
dari pembahasan semua permasalahan yang ada dalam
skripsi sebagai bentuk hasil dari analisa dalam penelitian
penulis.
21
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan sebuah grup yang terbentuk dari perhubungan
laki-laki dan wanita, perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama
untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak.1 Keluarga adalah unit
sosial terkecil dalam masyarakat, atau suatu organisasi bio-psiko-sosio-
spiritual dimana anggota keluarga terkait dalam suatu ikatan khusus untuk
hidup bersama dalam ikatan perkawinan dan bukan ikatan yang sifatnya
statis dan membelenggu dengan saling menjaga keharmonisan hubungan
satu dengan yang lain atau hubungan silaturahim.2 Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia disebutkan “Keluarga”: ibu bapak dengan anak-anaknya,
satuan kekerabatan yang sangat mendasar di masyarakat.3 Sebagai
kelompok sosial, keluarga terdiri dari sejumlah individu yang memiliki
hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab di
antara individu tersebut. Keluarga merupakan sebuah institusi terkecil di
dalam masyarakat yang berfungsi sebagai wahana untuk mewujudkan
kehidupan yang tentram, aman, damai dan sejahtera dalam suasana cinta
dan kasih sayang diantara anggotanya.4 Anggota keluarga saling peduli
satu sama lain dengan saling mendukung dan penuh kasih sayang.
1 Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h.2212 J. Goode, William, Sosiologi Keluarga, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 393 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Kedua, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 4714 Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, h. 37
22
Menurut psikologi, keluarga bisa diartikan sebagai dua orang yang
berjanji hidup bersama yang memiliki komitmen atas dasar cinta,
menjalankan tugas dan fungsi yang saling terkait karena sebuah ikatan
batin atau hubungan perkawinan yang kemudian melahirkan ikatan
sedarah, terdapat pula nilai kesepahaman, watak, kepribadian yang satu
sama lain saling mempengaruhi walaupun terdapat keragaman, menganut
ketentuan norma, adat, nilai yang diyakini dalam membatasi keluarga dan
yang bukan keluarga.5
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari
suami-istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu
dan anaknya, demikian yang dinyatakan dalam UU No. 10 tahun 1992
Pasal 1 Ayat 10.6 Sedangkan menurut Bailon dan Maglaya yang dikutip
oleh Setiadi, keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung
karena hubungan darah, perkawinan dan adopsi, dalam satu rumah tangga
berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan menciptakan serta
mempertahankan suatu budaya.7 Dalam buku Setiadi juga, WHO
menambahkan keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling
berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan.8 Anggota-
anggota keluarga ditandai dengan hidup bersama dibawah satu atap dan
merupakan susunan satu rumah tangga. Sekarang rumah tangga semakin
kecil ukurannya, umunya dibatasi oleh suami istri anak atau dengan satu
anak, dua atau tiga anak.
5 Ibid h. 386 Marjuki dan Umi Ratih Santoso, Indikator Ketahanan Sosial Keluarga, (Jakarta:
Departemen Sosial RI, 2006), h. 127 Setiadi, Konsep & Proses Keperawatan Keluarga, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), h. 38 Ibid h. 2
23
Menurut Ali ciri-ciri keluarga di Indonesia adalah:9
1. Mempunyai ikatan keluarga yang sangat erat yang dilandasi
oleh semangat kegotong-royongan.
2. Merupakan satu kesatuan utuh yang dijiwai oleh nilai budaya
ketimuran yang kental yang mempunyai tanggung jawab
besar.
3. Umumnya dipimpin oleh suami sebagai kepala rumah tangga
yang dominan dalam mengambil keputusan walaupun
prosesnya melalui musyawarah dan mufakat.
4. Sedikit berbeda antara yang tinggal di pedesaan dan di
perkotaan, keluarga di pedesaan masih bersifat tradisional,
sederhana, saling menghormati satu sama lain dan sedikit
sulit menerima inovasi baru.
Berdasarkan beragam definisi diatas maka keluarga dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu keluarga secara psiklogis dan secara
biologis. Secara psikologis, keluarga dapat diartikan sebagai sekumpulan
orang yang hidup dan tinggal bersama di bawah satu atap dan masing-
masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga saling
mempengaruhi dan memperhatikan. Sedangkan keluarga secara biologis
menunjukkan ikatan keluarga antara ayah, ibu dan anak yang berlangsung
secara terus menerus karena adanya hubungan darah yang tidak dapat
dihapuskan.
9 Z. Ali. Pengantar Keperawatan Keluarga. (Jakarta: EGC, 2006), h. 43
24
2. Fungsi Keluarga
Menurut Paul B. Horton dan L. Hunt yang dikutip Catur Wahyudi
dan Umi Chayatin, keluarga memiliki fungsi-fungsi10 sebagai berikut:
1. Fungsi pengaturan seksual, dimana keberadaan keluarga merupakan
wahana bagi manusia dan masyarakat untuk mengatur dan
mengorganisasikan pemenuhan kebutuhan seksualnya.
2. Fungsi reproduksi, artinya adanya keluarga akan dapat menghasilkan
keturunan atau anak sehingga memenuhi hajat pengasuhan.
3. Fungsi sosialisasi, yakni merupakan upaya memberikan pemahaman
nilai pada anak dan pembentukan sikap anak kedalam alam
kedewasaan melalui pendidikan anak sehingga dapat melakukan
fungsinya secara baik dalam masyarakat.
4. Fungsi afeksi, yang berarti keluarga merupakan wahana untuk
menumpahkan kebutuhan perasaan kasih sayang atau cinta di antara
anggota keluarga.
5. Fungsi penentuan status, artinya keberadaan keluarga akan
memberikan jaminan tentang status sosial, baik yang bersifat
pewarisan status maupun melalui proses pengupayaan status.
6. Fungsi perlindungan, artinya adanya keluarga akan memberikan
manfaat perlindungan baik yang bersifat fisik, ekonomis dan psikis
bagi seluruh anggota keluarga.
10 Catur Wahyudi dan Umi Chayatin. Motivasi Menjadi Orangtua Tunggal (Single
Parenthood) Diperkotaan dan Pola Pengaturan Peran dalam Keluarga. Laporan Penelitian Judul Studi Kajian Wanita tahun anggaran (1998/1999). Universitas Merdeka Malang
25
7. Fungsi ekonomis, dimana keberadaan keluarga dipandang sebagai unit
ekonomi dasar, sebagai wahana untuk membangun kerjasama tim di
dalam keluarga guna menghasilkan sesuatu.
H. Abu Ahmadi menambahkan bahwa fungsi keluarga bukan
merupakan fungsi yang tunggal tetapi jamak, secara sederhana dapat
dikemukakan bahwa tugas orangtua adalah:11
1. Menstabilisasi situasi keluarga, dalam arti stabilisasi ekonomi
rumah tangga
2. Mendidik anak
3. Pemeliharaan psikis dan fisik keluarga, termasuk kehidupan
religius
Fungsi-fungsi keluarga di atas, semuanya memegang peranan
penting dalam keluarga, terutama dalam meningkatkan kesejahteraan
individu yang menjadi anggota keluarganya. Maka hendaknya pelaksanaan
fungsi-fungsi keluarga ini disertai dengan suasana yang baik serta fasilitas
yang memadai.
B. Single Parent
1. Pengertian Wanita Single Parent
Wanita yang telah menikah dan tinggal oleh pasangannya dikenal
dengan istilah “janda”. Papalia et al. mengatakan bahwa kehidupan
menjanda/menduda merupakan salah satu tantangan emosional terbesar
yang harus dihadapi manusia dalam hidupnya.12 Kamus Besar Bahasa
Indonesia mendefinisikan janda sebagai wanita yang tidak bersuami lagi,
11 Abu, Ahmadi. Psikologi Sosial, h. 4412 Papalia, D.E, Olds, S.W. & Feldman, R.D. Human Development (9th ed.), (New York:
McGrawhill, Inc., 2004), h. 91
26
baik karena bercerai maupun karena ditinggal mati.13 Sedangkan menurut
Lopata, janda diartikan sebagai “…a woman who had been married and
whoe husband has died.”14
Single parent atau orangtua tunggal menurut Dwiyani adalah orang
yang mengasuh anak sendirian, entah karena sudah tidak memiliki
pasangan (bercerai, meninggal, atau tidak menikah) atau yang sudah
memiliki pasangan tetapi terpisah oleh jarak karena berbagai sebab, seperti
bekerja atau belajar.15
Sedangkan menurut Pudjibudo dalam buku Sofyan S. Willis,
mengungkapkan bahwa single parent adalah seseorang yang menjadi
orangtua tunggal karena pasangannya meninggal dunia, bercerai dan juga
seseorang yang memutuskan untuk memiliki anak tanpa adanya ikatan
perkawinan.16
Menurut Sager, dkk, yang dikutip John Kotre and Elizabeth Hall,
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan orang tua tunggal adalah orang
tua yang secara sendirian membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran,
dukungan atau tanggung jawab pasangannya.17
Menjadi single parents bukanlah hal yang mudah, ada berbagai
kesulitan dan masalah yang harus dihadapi oleh mereka yang menjadi
single parents, baik pria maupun wanita. Sering kali menjadi single
13 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1990), h. 8514 H.Z., Lopata, Current Widowhood: Myths and Realitis, (California: SAGE
Publications, Inc, 1996), h. 15515 Dwiyani, V. Jika Aku Harus Mengasuh Anakku Seorang Diri, (Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2009), h. 1516 Sofyan S. Willis, Konseling Keluarga, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 3717 John Kotre and Elizabeth Hall, Seasons Of Life: The Dramatic Journey From Birth To
Death, (United States Of America: The University Michigan Press, 1997), h. 344
27
parents bagi seorang wanita adalah hal yang tersulit hal ini sejalan dengan
pendapat Bell dalam buku Sara McLanahan, secara sosial maupun
psikologis, peran sebagai janda memang lebih menyulitkan dari pada
peran sebagai duda. Hal ini disebabkan:18
a. Perkawinan biasanya lebih penting bagi wanita dari pada pria,
sehingga akhir dari suatu perkawinan dirasakan oleh wanita sebagai
akhir dari peran dasarnya sebagai istri.
b. Janda kurang memiliki keberanian, baik secara pribadi maupun sosial
untuk menikah lagi, sehingga mereka cenderung tidak menikah lagi.
c. Janda lebih mengalami kesulitan keuangan dari pada duda.
d. Wanita secara sosial kurang agresif, dan mereka lebih membatasi
kehidupan sosialnya dibandingkan pria.
e. Lebih banyak janda dibandingkan duda, sehingga kesempatan untuk
mengubah status melalui pernikahan kembali lebih sulit bagi janda dari
pada duda.
Berdasarkan beberapa definisi dan penjelasan di atas, maka dapat
disimpulkan pengertian single parent wanita adalah seorang wanita yang
suaminya sudah meninggal atau tinggal sendiri tanpa kehadiran
pasangannya dan membesarkan anak-anaknya dengan sendirian.
18 Sara McLanahan, Growing Up With A Single Parents : What Hurts, What Helps,
(United States of America: Harvard University Press, 1996), h. 71
28
2. Permasalahan dalam Keluarga Single Parent
Ada beberapa permasalahan yang akan berkembang dalam
keluarga orangtua tunggal (wanita single parents) seperti yang dinyatakan
oleh Binger:19
a. Mengalami penurunan pendapatan
Perubahan yang terjadi mengharuskan ia hidup sendiri dan tanpa
pendamping yang dapat memberikan uang tambahan kepadanya maka
pendapatan seorang wanita orangtua tunggal akan mengalami
penurunan.
b. Mendapatkan tambahan peran sebagai orangtua
Sebagai individu yang hidup tanpa suami/istri atau pendamping,
orangtua tunggal harus harus menggantikan peran orang yang tidak ada
lagi disampingnya untuk anak-anaknya agar mereka tidak kehilangan
figur dari ayah/ibu yang meninggalkan mereka karena itu orangtua
tunggal akan mengalami tambahan peran yaitu sebagai pengganti
ayah/ibu.
c. Mendapatkan sikap dan support yang negatif dari masyarakat
Orangtua tunggal terutama wanita banyak mendapatkan fitnah juga
kurangnya simpati serta pengertian dari masyarakat. Ini menyebabkan
orangtua tunggal lebih memilih untuk hidup individual.
d. Seorang ayah/ibu orangtua tunggal mengalami perubahan dalam
hubungannya dengan anak-anak mereka.
19 Jerry Bigner, Parent Child Relations: An Introduction To Parenting, (New York:
MacMillan Publishing Co., Inc., 1999), h. 57
29
Setelah kepergian pasangannya, orangtua tunggal akan mengalami
perubahan hubungan terhadap anak-anak mereka, terkadang mereka
harus menjadi sosok seorang ibu/ayah anak-anak mereka karena
tanggung jawab sebagai orangtua bagi anak-anaknya.
Pengaruh pasca kematian atau perceraian terhadap keluarga adalah
sebagai berikut:20
1) Ketidakseimbangan jiwa, sebagian orang yang ditinggal mati dapat
mengalami penderitaan semacam; depresi, suka berkhayal, kegelisahan
dan sebagainya.
2) Problem perasaan, ia bisa menjadi sensitif dan mudah menangis,
dengki pada orang lain, malu dan rendah diri, dingin dan pesimis,
terlalu senang dan tertawa berlebihan, merasa berdosa atas perbuatan
sendiri, dan berbagai gangguan emosional lainnya.
3) Menimbulkan kesulitan, sebagian anak lantaran tak mampu
menanggung beban derita, menjadi sering mencari-cari alasan, suka
mengada-ada, sering marah-marah, suka melawan dan menbantah.
4) Kerusakan akhlak, pasca kematian atau pasca perceraian dapat
menimbulkan perubahan pada akhlak dan etika anak sehingga muncul
berbagai sikap dan perbuatan tidak terpuji.
5) Menimbulkan berbagai kelainan, seperti mengigau, berjalan-jalan saat
tidur, gugup dan tergesa-gesa, pelupa, bengong, was-was dan
seterusnya.
20 Ali Qaimi, Single Parent Peran Ganda Ibu dalam Mendidik Anak, (Bogor: Cahaya,
2003) h. 62-63
30
Hurlock mengemukakan beberapa masalah yang umumnya
dihadapi oleh janda berusia dewasa muda dan pertengahan, yaitu:21
a. Masalah ekonomi
Beberapa janda mempunyai situasi keuangan yang lebih baik daripada
waktu mereka masih hidup berkeluarga, tetapi mereka ini merupakan
perkecualian, karena di luar kenyataan umum. Karena inflasi yang
terus meningkat, apa yang diterima oleh janda secara turun-temurun
jauh kurang memadai untuk memenuhi kebutuhan mereka. Walaupun
seorang janda memulai untuk bekerja pada usia madya, biasanya dia
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang biasa dilakukan.
b. Masalah sosial
Karena kehidupan sosial di antara orang yang berusia madya adalah
sama seperti kehidupan orang dewasa muda, yaitu berorientasi pada
pasangan, seorang janda segera akan menemukan dirinya bahwa tidak
ada tempat untuknya apabila dia ada di antara pasangan yang menikah,
kecuali hal itu terjadi karena ada undangan dari para janda atau duda
untuk bergabung dalam kegiatan sosial dan untuk berpasangan dengan
mereka.
c. Masalah keluarga
Apabila masih mempunyai anak yang tinggal serumah, maka seorang
janda harus memainkan peran ganda yaitu sebagai ayah dan ibu dan
harus menghadapi berbagai masalah yang timbul dalam keluarga tanpa
pasangan. Di samping itu janda juga sering menghadapi masalah yang
21 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1999), h. 361
31
berhubungan dengan anggota keluarga dari pihak suami, khususnya
anggota yang tidak menyenanginya menjadi istri suaminya semasa
hidup.
d. Masalah praktis
Mencoba untuk menjalankan hidup rumah tangga sendirian, setelah
terbiasa dibantu oleh suami dalam banyak hal menjadikan banyak
masalah rumah tangga yang harus dihadapi seorang janda, terkecuali
dia mempunyai anak yang dapat membantu mengatasi berbagai
masalah tersebut atau memang dia mempunyai kemampuan untuk
mengatasinya. Karena itu mau tidak mau dia harus mengupah orang
luar, yang dengan demikian berarti menambah ketegangan terhadap
ketegangan yang sudah ada yang disebabkan oleh pendapatan yang
terbatas.
e. Masalah seksual
Karena keinginan seksual tidak terpenuhi, janda yang terbiasa
menikmati kenikmatan seksual selama hidup dalam tahun-tahun
perkawinannya, sekarang dia merasa frustasi dan tidak terpakai.
Beberapa janda mencoba mengatasi masalah kebutuhan seksual ini
dengan melakukan hubungan gelap dengan pria bujangan atau pria
yang sudah menikah, hidup bersama tanpa nikah atau dengan menikah
lagi. Sedang sebagian lagi tetap tenggelam dalam perasaan frustasi
atau melakukan masturbasi.
32
f. Masalah tempat tinggal
Di mana seorang janda akan tinggal, biasanya bergantung pada dua
kondisi. Pertama, status ekonominya dan kedua apakah dia mempunyai
seseorang yang bisa diajak tinggal bersama. Kebanyakan janda
terpaksa harus merelakan rumahnya karena kondisi ekonominya tidak
memungkinkan untuk merawatnya. Dalam kasus seperti ini mereka
harus pindah ke bagian rumah yang lebih kecil atau tinggal bersama
anaknya yang sudah nikah.
C. Kesejahteraan
1. Pengertian Kesejahteraan
Dalam membahas kesejahteraan, tentu harus diketahui dahulu
tentang pengertian sejahtera. Sejahtera menurut W.J.S Poerwadarimta
adalah aman, sentosa, dan makmur. Sehingga arti kesejahteraan itu
meliputi kemanan, keselamatan dan kemakmuran.22 Sedangkan
kesejahteraan adalah hal atau keadaan sejahtera, aman, selamat, dan
tentram.23
Kesejahteran merupakan sejumlah kepuasaan yang diperoleh
seseorang dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang diterima. Namun
demikian tingkatan dari kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang
bersifat relatif karena tergantung dari besarnya kepuasaan yang diperoleh
dari hasil mengkonsumsi pendapatan tersebut.24 Berbeda lagi dengan
22 W.J.S. Poerwadarimta, Pengertian Kesejahteraan Manusia, (Bandung: Mizan 1996), h.
12623 Depdiknas, 2001:101124 Mongid, Gerakan Pembangunan Keluarga Sejahtera, (Jakarta: Kantor Menteri Negara
Kependudukan/Badan Koordinasi Keluarga Berencana, 1996) , h. 31
33
Rambe yang dikutip Mongid, menjelaskan kesejahteraan sebagai suatu tata
kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi
rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin yang
memungkinkan setiap warganegara untuk mengadakan usaha-usaha
pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial sebaik-baiknya bagi diri,
rumah tangga serta masyarakat.25 Sedangkan menurut Bubolz dan Sontag,
kesejahteraan merupakan terminologi lain dari kualitas hidup (quality of
human life), yaitu suatu keadaan ketika terpenuhinya kebutuhan dasar serta
terealisasikannya nilai-nilai hidup.26
Kesejahteraan dapat diukur dari beberapa aspek kehidupan:27
1) Dengan melihat kualitas hidup dari segi materi, seperti kualitas rumah,
bahan pangan dan sebagainya
2) Dengan melihat kualitas hidup dari segi fisik, seperti kesehatan tubuh,
lingkungan alam, dan sebagainya
3) Dengan melihat kualitas hidup dari segi mental, seperti fasilitas
pendidikan, lingkungan budaya, dan sebagainya
4) Dengan melihat kualitas hidup dari segi spiritual, seperti moral, etika,
keserasian penyesuaian, dan sebagainya.
Menurut Drewnoski dalam buku Bintarto dan Surastopo
Hadisymarno, ia melihat konsep kesejahteraan dari tiga aspek. Pertama
dengan melihat pada tingkat perkembangan fisik (somatic status), seperti
25 Ibid26 M.M. Bubolz and M. Suzanne Sontag, Human Ecology Theory. Dalam Boss,
Doroherty, LaRossa, Schumm, & Steinmetz. Sourcebook of Family Theories and Methods. A Contextual Approach. (New York and London: Plenum Press, 1993), h. 419
27 Bintarto dan Surastopo Hadisumarno, Metode Analisa Geografi, (Jakarta: LP3ES, 1979), h. 41
34
nutrisi, kesehatan, harapan hidup, dan sebagianya. Yang kedua dengan
melihat pada tingkat mentalnya, (mental/educational status) seperti
pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya. Sedangkan yang ketiga dengan
melihat pada integrasi dan kedudukan sosial (social status).28
Kesejahteraan juga bisa dibedakan menjadi lahiriyah atau fisik dan
batiniyah. Namun, mengukur kesejahteraan, terutama kesejahteraan batin
atau spiritual, bukanlah hal yang mudah. Kesejahteraan yang bersifat lahir
yang bisa dikenal dengan kesejahteraan ekonomi lebih mudah diukur
daripada kesejahteraan batin. Ukuran kesejahteraan lebih kompleks dari
kemiskinan. Kesejahteraan harus dapat memenuhi fisik, psikologis, sosial
dan kerohanian.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan kesejahteraan
adalah harapan dan tujuan hidup setiap orang untuk dapat memenuhi seluruh
kebutuhan jasmani dan rohani dari keluarga sesuai dengan tingkat hidup
masing-masing keluarga itu sendiri.
2. Pengertian Kesejahteraan Keluarga
Konsep keluarga sejahtera dalam kamus istilah Kependudukan,
KB, Keluarga Sejahtera adalah keadaan keluarga yang kebutuhan jasmani,
rohani dan sosialnya terpenuhi secara optimal.29 Keluarga sejahtera adalah
keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu
memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak, bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang selaras, serasi,
28 Ibid 29 Kamus istilah Kependudukan, KB, Keluarga Sejahtera, h. 41
35
dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan
lingkungan.30
Indikator kesejahteraan masyarakat, dimana keluarga atau rumah
tangga sebagai unit terkecil, memang sulit dirumuskan secara terperinci.
Kesejahteraan keluarga tidak hanya menyangkut kemakmuran atau diukur
hanya dengan kecukupan materi saja, melainkan juga harus secara
keseluruhan sesuai dengan ketentraman yang berarti dengan kemampuan
itulah dapat menuju keselamatan dan ketentraman hidup. Seseorang yang
sejahtera hidupnya adalah orang yang terpelihara kesehatannya, cukup
sandang, pangan, serta hak-hak asasinya terlindungi oleh norma agama,
norma hukum dan norma susila.31 Menurut World Health Organization
(WHO) (Santamarina I 2002) yang dikutip Thomas Soebroto, terdapat
lima kategori kesejahteraan (quality of life atau individual well-being),32
yaitu fisik, psikologis, tingkat kemandirian, sosial, spiritual.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan, keluarga sejahtera adalah
terciptanya suatu keadaan yang harmonis yang dapat terbentuk dengan
mampu terpenuhinya kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak,
serta memiliki hubungan yang selaras, serasi, dan seimbang antar anggota
dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.
30 Thomas Soebroto, Tanya Jawab Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 Tentang
Perkembangan Kependudukan & Perkembangan Keluarga Sejahtera, (Semarang: Dahara Prize, 1993), h. 16
31 Badan Penasehat Perkawinan Perselisihan dan Perceraian (BP4), Membina Keluarga Bahagia Sejahtera, (Jakarta: 1998), h.5
32Lukman Soetrisno, Kemiskinan, Perempuan dan Pemberdayaan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 55
36
3. Tahapan dan Indikator Kesejahteraan Keluarga
Menurut Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN, tahapan
keluarga sejahtera terdiri dari:33
1) Prasejahtera
Keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara
minimal atau belum seluruhnya terpenuhi seperti: spiritual, pangan,
sandang, papan, kesehatan dan KB.
2) Sejahtera I
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara
minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya
seperti kebutuhan akan pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga,
interaksi lingkungan tempat tinggal, dan transportasi.
3) Sejahtera II
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan
kebutuhan sosial psikologisnya tetapi belum dapat memenuhi
kebutuhan pengembangan, seperti kebutuhan untuk menabung dan
memperoleh informasi.
4) Sejahtera III
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial
psikologis dan pengembangan, tetapi belum dapat memberikan
sumbangan yang teratur bagi masyarakat atau kepedulian sosialnya
belum terpenuhi seperti sumbangan materi, dan berperan aktif dalam
kegiatan masyarakat.
33 Kamus istilah Kependudukan, KB, Keluarga Sejahtera, h. 38
37
5) Sejahtera III plus
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial
psikologis dan pengembangan, dan telah dapat memberikan
sumbangan yang teratur dan berperan aktif dalam kegiatan
kemasyarakatan atau memiliki kepedulian sosial yang tinggi.
Indikator Keluarga Sejahtera pada dasarnya berangkat dari pokok
pikiran yang terkandung didalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1992.
Terdapat 23 indikator yang menggambarkan tingkat pemenuhan kebutuhan
dasar keluarga, kebutuhan sosial psikologis dan kebutuhan pengembangan
keluarga.
Atas dasar pemikiran di atas, maka indikator dan kriteria keluarga
sejahtera yang ditetapkan adalah sebagai berikut :34
1) Keluarga Pra Sejahtera
Adalah keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih
dari 5 kebutuhan dasarnya (basic needs). Sebagai keluarga
Sejahtera I, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan,
papan, sandang dan kesehatan.
2) Keluarga Sejahtera Tahap I
Adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya secara minimal yaitu:
a. Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing
anggota keluarga.
34 Ibid
38
b. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 (dua) kali
sehari atau lebih.
c. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda
untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian.
d. Bagian yang terluas dari lantai rumah bukan dari tanah.
e. Bila anak sakit atau pasangan usia subur ingin ber KB dibawa
kesarana/petugas kesehatan.
3) Keluarga Sejahtera tahap II
Yaitu keluarga - keluarga yang disamping telah dapat memenuhi
kriteria keluarga sejahtera I, harus pula memenuhi syarat sosial
psikologis 6 sampai 14 (a – n) yaitu :
a. Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur.
b. Paling kurang, sekali seminggu keluarga menyediakan
daging/ikan/telur sebagai lauk pauk.
c. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel
pakaian baru per tahun.
d. Luas lantai rumah paling kurang delapan meter persegi tiap
penghuni rumah.
e. Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam
keadaan sehat.
f. Paling kurang 1 (satu) orang anggota keluarga yang berumur
15 tahun ke atas mempunyai penghasilan tetap.
g. Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa
membaca tulisan latin.
39
h. Seluruh anak berusia 5 - 15 tahun bersekolah pada saat ini.
i. Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga yang masih pasangan
usia subur memakai kontrasepsi (kecuali sedang hamil)
4) Keluarga Sejahtera Tahap III
Yaitu keluarga yang memenuhi syarat 1 sampai 14 dan dapat pula
memenuhi syarat 15 sampai 21, syarat pengembangan keluarga
yaitu:
a. Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama.
b. Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk
tabungan keluarga.
c. Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan
kesempatan itu dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar
anggota keluarga.
d. Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat
tinggalnya.
e. Mengadakan rekreasi bersama diluar rumah paling kurang 1
kali/6 bulan.
f. Dapat memperoleh berita dari surat kabar/TV/majalah.
g. Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi
yang sesuai dengan kondisi daerah setempat.
5) Keluarga Sejahtera Tahap III Plus
Keluarga yang dapat memenuhi kriteria I sampai 21 dan dapat pula
memenuhi kriteria 22 dan 23 kriteria pengembangan keluarganya
yaitu:
40
a. Secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela
memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam
bentuk materiil.
b. Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus
perkumpulan/yayasan/institusi masyarakat.
6) Keluarga Miskin
Adalah keluarga Pra Sejahtera alasan ekonomi dan KS - I karena
alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih
indikator yang meliputi:
c. Paling kurang sekali seminggu keluarga makan
daging/ikan/telor.
d. Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling
kurang satu stel pakaian baru.
e. Luas lantai rumah paling kurang 8 M2 untuk tiap penghuni.
7) Keluarga miskin sekali
Adalah keluarga Pra Sejahtera alasan ekonomi dan KS - I karena
alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih
indikator yang meliputi:
b. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 kali sehari
atau lebih.
c. Anggota keluarga memiliki pakaian berbeda untuk dirumah,
bekerja/sekolah dan bepergian.
d. Bagian lantai yang terluas bukan dari tanah.
41
BAB III
PROFIL SUBYEK PENELITIAN
Pada bab ini akan penulis uraikan bagaimana gambaran umum subyek
penelitian berdasarkan panduan assesment biopsikososial spiritual. Subyek yang
dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini adalah para wanita single parent
yang suaminya telah meninggal dunia secara mendadak. Subyek penelitian ini
berjumlah dua keluarga. Penelitian ini dilakukan di rumah responden yang
masing-masing beralamat di Kp. Pulo RT. 01 RW 15 No. 52, Kelurahan Gaga,
Tangerang dan Kp. Pulo RT. 02 RW.15 No. 33, Kelurahan Gaga, Tangerang yang
dimulai dari bulan Agustus 2012.
Nama-nama subyek dalam penelitian ini sengaja penulis samarkan dengan
menggunakan inisial huruf, sehingga kerahasiaan subyek penelitian dapat
terpenuhi, sebagaimana yang diisyaratkan dalam etika penelitian.
1. Keluarga Ibu S
a. Biologi
Ibu S lahir di Jakarta 16 Maret, 43 tahun yang lalu. Ibu S memiliki
tinggi sekitar 165 cm dengan berat 63 kg, berkulit sawo matang, bertubuh
tinggi dan agak gemuk serta bermata bulat. Dengan rambut panjang
sepunggung, berwarna hitam dan selalu dikuncir. Sehari-hari ibu S
menggunakan bahasa Indonesia dengan logat betawi yang sangat kental.
b. Psikologi
Ketika awal akan diwawancarai, Ibu S terlihat sedikit kaku dan
sempat meminta agar pertanyaan yang diajukan penulis tidak terlalu sulit
untuk dijawab.
42
“…pertanyaannya jangan susah-susah ya, Ny…takut ngga bisa jawab, hehe…”1
Awal wawancara Ibu S terlihat sedikit canggung dan malu, hal itu
terlihat ketika penulis mengeluarkan tape recorder, ibu S mengira itu
kamera dan berujar untuk tidak difoto.
“…jangan pake difoto ya, malu udah tua ntar rusak kameranya…”2
Tetapi gerakan tubuh ibu S terlihat tenang dan pandangan matanya
pun fokus pada penulis. Pada saat menjawab pertanyaan tentang awal
perkenalan dan kematian suaminya, ibu S merendahkan volume suaranya
dan beberapa kali terlihat ibu S menahan airmatanya yang hampir menetes
dengan mengusapnya memakai punggung tangan.
Ibu S menikah pada usia 18 tahun yang terpaut 4 tahun dengan
suaminya. Setelah menikah ibu S tinggal dengan orangtuanya dan tidak
lama kemudian membangun rumah sendiri tepat di depan rumah milik
orangtuanya. Ibu S sempat hamil tetapi mengalami keguguran hingga dua
kali. Baru di usia ketiga tahun pernikahannya, ibu S dikaruniai seorang
putri dan tiga tahun kemudian putri kedua ibu S lahir dengan selamat,
seperti yang tertera pada kutipan wawancara sebagai berikut :
“…sempet keguguran 2 kali, belum ada 4 bulan udah keguguran. Baru pas 3 tahun nikah dikasih anak cewek terus yang kedua cewek juga jaraknya 3 tahun ama kakaknya…”3
Hingga pada tahun 2010, ibu S harus kehilangan suami sekaligus
ayah dari anak-anaknya.Kematian suami ibu S disebabkan penyakit
1 Wawancara pribadi dengan ibu S pada tanggal 25 September 20122 Ibid3 Ibid
43
jantung. Sebelumnya suami ibu S tidak memiliki riwayat penyakit apapun.
Namum beberapa hari sebelum suaminya meninggal, suami ibu S demam
dan badannya lemas, seperti yang tertera pada kutipan wawancara sebagai
berikut :
“…waktu dibawa kerumah sakit sih katanya jantung tapi ngga punya riwayat sakit jantung, keliatannya sehat-sehat aja jarang sakit paling kalo sakit panas atau mau pilek…”4
Ibu S merasa terkejut dan tidak percaya tiba-tiba suami yang
dicintainya pergi untuk selamanya, seperti yang tertera pada kutipan
wawancara sebagai berikut :
“...ya gimana ya? Saya mah shock ga percaya, saya kira dia cuma pingsan aja kan dia abis mandi masih pake handuk tau-tau pas keluar dari kamar mandi langsung jatuh pingsan gitu aja. Langsung saya teriak minta tolong trus dibawa ke dokter ternyata dijalan dia udah ga ada. Orang jempol kakinya digigit aja dia bangun. Kaki ama tangannya udah pada dingin…”5
Ibu S mencoba menahan rasa sedihnya, berusaha tegar dan kuat di
depan anak-anaknya. Walau saat itu hatinya terasa pedih kehilangan sosok
orang yang amat sangat dicintainya, seperti yang tertera pada kutipan
wawancara sebagai berikut :
“…dibilang sedih banget sih pasti namanya ditinggal selamanya, mendadak gitu tapi saya mah kuatin aja namanya juga takdir. Saya juga kasian kalo liat anak-anak jadi tegar udah ikhlasin aja…”6
Ibu S adalah wanita yang kuat dan tegar. Dikarenakan lulusan
SLTA ini merupakan anak pertama dari 8 (delapan) bersaudara. Ayahnya
merupakan seorang tukang jahit dan ibunya sebagai seorang ibu rumah
tangga. Sejak kecil, ibu S sudah diajarkan untuk hidup mandiri dan tidak
4 Wawancara pribadi dengan ibu S pada tanggal 25 September 20125 Ibid6 Ibid
44
dimanjakan, seperti yang diungkapkan oleh orangtua ibu S pada kutipan
wawancara sebagai berikut:
“…dia mah anaknya ngga cengeng dari kecil. Mungkin karna anak pertama jadi tegas, sama ade-adenya juga tegas…”7
Sebagai anak pertama, ibu S selalu bertanggung jawab kepada
adik-adiknya. Layaknya seorang kakak, ibu S selalu menjaga dan
mengajak adiknya bermain sepulang sekolah. Sejak kecil, ibu S dikenal
sebagai anak yang ramah kepada siapa saja. Maka tidak heran jika beliau
memiliki banyak teman di lingkungannya, seperti yang disampaikan oleh
orangtua ibu S pada kutipan wawancara sebagai berikut:
“…anaknya baik ngga suka macem-macem, kalo main suka ngajak adenya. Maklum kita kan anaknya banyak jadi dia suka saya suruh jagain ade-adenya. Anaknya pendiem tapi banyak temennya mungkin karna dia ramah dari kecil siapa aja di ajak main…”8
c. Sosial
Hubungan ibu S dengan keluarga besarnya cukup dekat. Maklum
saja karena rumah ibu S dengan saudara-saudaranya terletak berdekatan,
seperti yang diungkapkan oleh orangtua ibu S dalam kutipan wawancara
sebagai berikut:
“…itu rumah udah punya dia, dulu kan udah saya bagi-bagi tanahnya buat dia ama ade-adenya jadi pada ngumpul dah disini kalo lebaran jadi ga usaha jauh-jauh orang rumahnya pada hadap-hadapan gini…”9
Bukan hanya karena lokasi rumah yang saling berdekatan tetapi
juga adanya rasa kepedulian antar sauadara membuat ibu S selalu
mendapat dukungan, baik itu materil maupun imateril, dari saudara-
7 Wawancara pribadi dengan ibu H (orangtua ibu S) pada tanggal 26 September 20128 Ibid9 Ibid
45
saudara kandungnya sejak kematian suaminya, seperti yang diungkapkan
oleh orangtua ibu S yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai beikut:
“…Kadang-kadang ade-adenya juga pada bantu kok, ada yang ngasih uang jajan ke anak-anaknya, ada yang kadang bayarin listriknya kalo lebaran om-omnya pada beliin anak-anaknya baju juga…”10
Selain dukungan dari keluarganya, lingkungan Ibu S tinggal pun
masih sangat menjunjung tinggi sistem kekeluargaan dan gotong royong.
Dimana lingkungan tempat tinggalnya tersebut semua warganya masih
saling peduli dan tolong menolong dalam segala hal, salah satunya
kepedulian terhadap anak yatim, seperti yang tertera dalam kutipan
wawancara sebagai berikut:
“…disini tiap hari minggu dimintain beras plerek, itu siapa aja yang mau mintain, biasanya digilir orangnya tiap minggu. Ntar berasnya itu dibeli sama yang mintain itu, harganya seliter empat ribu, nah uangnya itu dikumpulin buat ntar santunan anak yatim…”11
d. Spiritual
Terlahir di dalam keluarga yang berasal dari suku Betawi asli yang
sederhana dan cukup agamis. Ajaran agama pun tidak lupa selalu
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari keluarganya. Itu yang membuat
ibu S ikhlas menerima kenyataan kepergian suaminya yang mendadak
untuk selamanya, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai
berikut:
“...dari kecil udah diajarin ngaji, belajar agama udah dari bocah…”12
10 Wawancara pribadi dengan ibu H (orangtua ibu S) pada tanggal 26 September 201211 Wawancara pribadi dengan ibu S pada tanggal 25 September 201212 Ibid
46
Hal itu juga dibenarkan oleh orangtua ibu S, seperti yang tertera
dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“…Untungnya dia orangnya pinter ngaji dari kecil semua anak-anak saya ama bapaknya udah dibiasain diajarin ngaji, pokoknya kalo soal agama nomor satu deh…”13
Kehidupan ibu S dari kecil sudah dikenalkan dengan ajaran agama.
Hal itu pula yang membuat ibu S cukup tegar dalam menerima kematian
suaminya yang cukup tiba-tiba. Ibu S paham betul bahwa jodoh, rezeki
dan maut ada di tangan Yang Maha Kuasa, seperti yang tertera dalam
kutipan wawancara sebagai berikut:
“…dari kecil udah belajar agama percuma kalo ngga diterapin. Namanya ditinggal selamanya pasti sedih ada rasa ngga terima tapi ini kan takdir, saya ngga bias nolak…”14
Kehidupan ibu S dari kecil sudah dikenalkan dengan ajaran agama.
Maka ketika sudah berkeluarga, ibu S dan almarhum suaminya pun sudah
menerapkan ajaran-ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari agar anak-
anaknya terbiasa, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai
berikut:
“…dari masih kecil, anak-anak udah dibiasain bapaknya buat salat sama ngaji kalo abis magrib. Sebisa mungkin kita terapin di rumah biar jadi kebiasaan anak-anak sampe ntar gede…”15
Senada dengan yang diungkapkan anak ibu S, seperti dalam
kutipan wawancara berikut:
“...dari kecil udah di ajarin salat sama bapak kalo abis magrib juga mamak diajarain ngaji baca iqra, ngga pernah di paksa sih tapi tapi karna udah dari kecil diajarin jadi kebiasaan sampe sekarang.
13 Wawancara pribadi dengan ibu H (orangtua ibu S) pada tanggal 26 September 201214 Wawancara pribadi dengan ibu S pada tanggal 25 September 201215 Ibid
47
Apalgi saya yang dari SD sampe sekarang sekolahnya sekolah agama...”16
Ibu S dan suaminya juga membuka pengajian untuk anak-anak.
Dulu ketika suaminya masih ada, suaminya yang mengajarkan anak-anak
tersebut, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“…udah lama banget waktu bapaknya masih ada yang ngajar bapaknya tapi sekarang saya dibantu ma ade ipar saya kadang-kadang anak pertama saya yang bantu ngajar iqra. dulu kan disini ngga ada pengajian kayak sekarang makanya bapaknya pengen ngajarin anak-anak kecil disini biar bisa ngaji…”17
Setiap hari rabu ibu S juga aktif mengikuti pengajian majelis ta’lim
di masjid dekat rumahnya. Selain itu ibu S juga sering diminta mengisi
pengajian di beberapa majelis ta’lim yang tidak jauh dari daerah
rumahnnya, seperti yang diungkapkan orangtua ibu S dalam kutipan
wawancara sebagai berikut:
“...dia ikut pengajian kalo hari rabu. Kadang-kadang dia juga sering di suruh ngisi pengajian baca al-qur’an...”18
Karena sejak kecil ibu S sudah dikenalkan pada ajaran agama
sehingga ajaran-ajaran agama itu pun selalu melekat dan selalu diterapkan
pada kehidupan sehari-harinya. Begitu pula ketika sudah menikah dan
mempunyai anak, ibu S sudah mengenalkan anak-anaknya pada ajaran-
ajaran agama. Dan tidak hanya aktif mengikuti dan mengisi beberapa
majelis ta’lim tetapi ibu S juga membuka pengajian untuk anak-anak
dirumahnya.
16 Wawancara pribadi dengan ibu A (anak Ibu S) pada tanggal 29 September 201217 Wawancara pribadi dengan ibu S pada tanggal 25 September 201218 Wawancara pribadi dengan ibu H (orangtua ibu S) pada tanggal 26 September 2012
48
2. Keluarga Ibu R
a. Biologi
Ibu R lahir 35 tahun yang lalu di Jakarta 29 Juli. Memiliki tinggi
sekitar 162cm dan berat 55kg dengan kulit sawo matang, mata lebar
(belo). Memiliki rambut hitam ikal yang panjangnya sebahu. Ibu R sehari-
hari menggunakan bahasa Indonesia yang terkadang sedikit terdengar
dialek betawi.
b. Psikologi
Pertama kali diwawancarai, sikap ramah dan hangat sudah terasa
dari ibu R yang menawarkan minuman kepada penulis dan memberikan
cemilan yang sudah disediakan.
Ketika diminta menjadi informan dalam penelitian ini, awalnya ibu
R sempat menolak dengan alasan tidak bisa menjawab.
“…yah, Ny jangan saya napa, ntar saya ngga ngerti lagi…”19
Akan tetapi setelah penulis menjelaskan maksud dan tujuan
penulis, ibu R akhirnya bersedia untuk menjadi informan dalam penelitian
ini.
“…boleh dah, tapi jangan susah-susah nanyanya ya, saya malu…”20
Awal wawancara berlangsung, ibu R kelihatan sedikit tegang dan
agak kaku. Ibu R berkali-kali membetulkan posisi duduknya. Terlebih
ketika penulis mengeluarkan tape recorder dan alat-alat wawancara.
19 Wawancara pribadi dengan Ibu R pada tanggal 1 Oktober 201220 Ibid
49
Namun, ketika pertanyaan yang penulis ucapkan mengalir seperti
mengobrol biasa, ibu R terlihat lebih rileks. Ibu R juga mempunyai
konsentrasi yang cukup tinggi, hal ini terlihat dari dengan cepatnya ibu R
merespon pertanyaan dan sesekali ketika menjawab pertanyaan ibu R
memegangi bibirnya dan merapikan uraian rambutnya.
Ketika penulis mulai mengarahkan pertanyaan kepada ibu R
tentang suaminya yang telah meninggal, ibu R terlihat sering mengusap
wajahnya dengan kedua tangannya. Emosi ibu R juga tidak terlalu terlihat
karena ibu R lebih menundukkan kepalanya saat menjawab pertanyaan
mengenai masa lalunya atau hal yang bersifat pribadi. Walaupun begitu,
ibu R tetap antusias menceritakan proses perkenalannya dengan sang
suami hingga melahirkan anaknya.
Ibu R menikah pada usia 24 tahun dan terpaut hanya 1 tahun
dengan suaminya. Setelah menikah ibu R tinggal di rumah mertuanya dan
setelah pembagian warisan milik orangtua suaminya, ibu S pindah ke
rumah yang menjadi bagian dari suaminya yang letaknya hanya beberapa
meter saja dari rumah mertuanya. Tidak lama setelah pernikahannya, ibu R
hamil dan dikaruniai seorang putri.
“…waktu itu emang ngga ditunda, pengen cepet-cepet punya anak. Namanya orang nikah pasti tujuannya punya anak…”21
Pernikahan yang belum begitu lama sudah sangat terasa bahagia
dan lengkap dengan kehadiran putri pertamanya yang cantik. Layaknya
keluarga bahagia lainnya, kelahiran anak dalam keluarganya sangat
menambah kebahagiannya. Hari-hari keluarga kecil tersebut selalu diisi
21 Wawancara pribadi dengan Ibu R pada tanggal 1 Oktober 2012
50
dengan tawa riang sang buah hati. Ibu R sengaja ingin segera memiliki
anak karena menurutnya kebahagiaan keluarga akan terasa lebih lengkap
jika ada seorang anak.
“…punya anak jadi rame rumah. Senenglah kita, keluarga jadi terasa lengkap. Ada anak jadi bisa terhibur kalo cape…”22
Tapi kebahagiaan keluarga kecil tersebut tidak berlangsung lama.
Ketika suatu hari sang suami tiba-tiba jatuh sakit dan diharuskan dirawat
di rumah sakit karena penyakit maagnya yang ternyata sudah kronis.
“…dia ngga pernah ngeluh sakit mungkin ditahan kali ya. Palingan sering masuk angin minta dikerokin. Dia emang kalo makan suka telat, kalo udah cape pulang kerja belum makan langsung aja tidur…”23
Dan setelah kurang lebih selama seminggu menjalani perawatan,
akhirnya suami ibu R menyerah dan membiarkan takdir memisahkan
mereka untuk selamanya.
“…waktu itu dirumah sakit belum ada seminggu, baru 5 atau 6 hari gitu udah ngga ada…”24
Kematian suaminya yang mendadak menjadi cobaan berat bagi ibu
R saat itu. Rasa tidak percaya akan kematian suaminya yang begitu saja
terjadi seolah-olah bagai mimpi buruk yang menghampiri ibu R.
“…kita mah waktu itu masih kayak ngga percaya, masih ngerasanya mimpi. Orang sakitnya juga ngga ketahuan eh tau-tau udah parah aja…”25
Anak pertama dari tiga bersaudara ini lahir dari keluarga yang
berkecukupan. Sang ayah berprofesi sebagai mandor dan ibunya seorang
22 Wawancara pribadi dengan Ibu R pada tanggal 1 Oktober 201223 Ibid24 Ibid25 Ibid
51
ibu rumah tangga namun untuk menambah kebutuhan hidup anak-
anaknya, sang ibu berjualan sayur. Ibu R merupakan sosok seorang kakak
yang sangat peduli dan menyayangi kedua adiknya. Ia juga seorang anak
yang patuh kepada kedua orangtuanya, seperti yang diungkapkan adik ibu
R dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“…dia orangnya mah gampang bertemen ma siapa aja jadi temennya banyak dulu. Dia ngga pernah berantem ama emak…”26
Ibu R dididik oleh orangtuanya untuk tidak menjadi anak yang
lemah dan manja. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, ibu R selalu
menyempatkan membantu ibunya menyiapkan dagangan sayurnya di
sebuah lapak yang berada tidak jauh dari rumahnya. Ia juga terkadang
membantu ibunya menyiapkan sarapan untuk dirinya dan adik-adiknya,
seperti yang diungkapkan adik ibu R dalam kutipan wawancara sebagai
berikut:
“…waktu kecil dia yang paling sering bantuin emak dorongin gerobak ke tempat jualan sayurnya. Kadang-kadang dia juga yang buatan sarapan kalo mau berangkat sekolah buat saya ma abang saya…”27
c. Sosial
Hidup bermasyarakat berarti saling peduli dengan apa yang terjadi
dilingkungan sekitar tempat tinggalnya. Tinggal di daerah dengan beragam
suku tidak berarti rasa kepeduliaan luntur. Kepedulian antar sesama itulah
yang hingga sekarang ini masih terjadi dilingkungan tempat tinggal ibu R,
seperti yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
26 Wawancara pribadi dengan ibu W (adik Ibu R) pada tanggal 6 Oktober 201227 Ibid
52
“…disini mah orang-orangnya saling bantu. Ada orang sakit aja kita pada patungan nengokin, orang lahiran operasi juga ditengokin. Rasa kekeluargaannya masih ada ngga kayak orang komplek yang pada masing-masing. Kalo ada yang meninggal disini dimintain dua ribu per rumah terus juga dimintain beras…”28
Begitu pula yang disampaikan orangtua ibu R seperti dalam
kutipan wawancara berikut:
“...disini kan ada sumbangan dana sosial kalo misalnya ada yang meninggal atau apa, itu saya kasih tau ke dia biar ikut bayar tiap bulannya kan namanya hidup bermasyarakat biar jarang kumpul tapi bukan berarti ngga peduli...”29
d. Spiritual
Ibu R lahir dari orangtua yang asli Betawi. Orangtua ibu R tidak
terlalu menerapkan ajaran agama dalam keseharian keluarganya. Tetapi
orangtua ibu R sudah mengenalkan salat dan membaca iqra ketika ibu R
masih kecil. Dan mulai beranjak dewasa serta sudah mengerti tentang
kewajiban seorang muslim, orangtua ibu R tidak terlalu memaksakan
anak-anaknya tentang ajaran agama yang dulu pernah dikenalkan, sepeti
yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai berikut:.
“...emak ama bapak ngga terlalu agamis banget sih. Waktu kecil mah diajarin salat ama baca iqra tapi udah agak gedean dikit ya udah ngga dipaksain harus gini harus gimana, kan udah gede udah pada tahu mana yang bener mana yang dosa...”30
Hal senada juga diungkapkan oleh adik ibu R, seperti yang tertera
dalam kutipan wawancara berikut:
“…waktu kecil sih diajarin salat ama emak trus di ajarin ngaji juga tapi ngga pernah dipaksain sih makin ke sini…”31
28 Wawancara pribadi dengan Ibu R pada tanggal 1 Oktober 201229 Wawancara pribadi dengan Ibu SR (mertua Ibu R) pada tanggal 1 Oktober 201230 Wawancara pribadi dengan Ibu R pada tanggal 1 Oktober 201231 Wawancara pribadi dengan Ibu W (adik ibu R) pada tanggal 6 Oktober 2012
53
Semenjak kematian suaminya, ibu R lebih mendekatkan diri
kepada Allah. Ibu R selalu menyempatkan diri untuk membaca yasin
setiap kamis malam setelah selesai salat maghrib. Ibu R juga berusaha
untuk salat malam, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai
berikut:
“...kalo malem jum’at abis salat magrib saya sempetin baca qur’an. Kadang juga saya usahain buat salat malem kalo pas kebangun...”32
Pendidikan agama pun juga diberikan ibu R kepada anaknya.
Setiap sore anak ibu R mengaji di sebuah TPA yang letaknya tidak jauh
dari rumah, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“...anak saya dari masuk sekolah udah saya masukin ngaji juga sorenya, ga jauh ko dari sini. Dia kalo berangkat sendiri naik sepeda...”33
Jadi ibu R berusaha lebih mendekatkan diri lagi kepada Allah sejak
kematian suaminya dan ibu R juga sudah memperkenalkan ajaran agama
kepada anaknya seja kecil.
32 Wawancara pribadi dengan Ibu R pada tanggal 1 Oktober 201233 Ibid
54
BAB IV
TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA
A. Temuan Lapangan
Single parent merupakan gambaran seorang wanita tangguh. Segala hal
berkenaan rumah tangga ditanggung sendiri. Mulai dari membereskan rumah,
mencari nafkah keluarga, semua dilakoni sendiri. Dalam posisi ini, seorang wanita
diharuskan untuk bisa berperan ganda, menjadi ibu sekaligus ayah bagi anak-
anaknya. Tugas pun menjadi semakin besar; yang mengasuh, membesarkan, dan
mendidik anak-anak, juga harus menjadi tulang punggung keluarga dalam mencari
nafkah. Semua ini bukanlah hal yang mudah, apalagi ketika sebelumnya ia sama
sekali tidak terbiasa menjalani kehidupan berat karena selama ini sudah terpenuhi
suaminya ketika masih bersama.
Setelah meninggalnya kepala keluarga, seorang istri harus berperan sebagai
kepala keluarga, dimana salah satu peran yang harus dijalankan adalah sebagai
pencari nafkah bagi anak-anaknya dan penyedia kebutuhan dasar bagi keluarga
seperti kebutuhan akan pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan soial. Berdasarkan data
yang diambil dari informan, sebagian besar single parent harus bertindak
menggantikan suami yang telah meninggal dengan berusaha menyediakan kebutuhan
dasar keluarganya.
Namun ditengah banyaknya aspek yang harus dipenuhi, seorang wanita single
parent harus tetap menjadikan keluarganya sejahtera dengan berbagai kondisi.
Kemandirian wanita single parent dalam membangun kembali keluarganya setelah
55
kematian suami sangatlah tidak mudah. Dapat dibayangkan manakala perempuan
tidak memiliki keterampilan dan secara psikologis tidak memiliki kemandirian harus
berperan sebagai single parent yang harus menafkahi diri bahkan anaknya.
Ketidakberdayaan itulah yang memberi kemungkinan apa saja untuk bekerja mencari
penghasilan guna menyejahterakan keluarganya. Mewujudkan sebuah keluarga
sejahtera bukanlah hanya kewajiban bagi keluarga yang utuh anggotanya, tetapi juga
bagi keluarga wanita single parent.
A.1. Gambaran Umum Keluarga Ibu S
Kepergiaan sang suami untuk selamanya merubah keadaan dalam
keluarga ibu S. Sudah hampir 2 tahun Ibu S menjalani kehidupannya sebagai
single parent. Perbedaan menjalani kehidupan tanpa didampingi suami dan
harus menggantikan peran sang suami sangat dirasakan oleh ibu S, seperti yang
tertera dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“…ya kalo dulu apa-apa berdua sekarang sendiri. Dulu suami yang kerja cari makan sama buat anak-anak sekolah sekarang saya yang puter otak buat cari duit…”1
Kebutuhan ekonomi Ibu S sebelum kematian suaminya tercukupi tetapi
setelah kepala keluarga sekaligus pencari nafkah utama dalam keluarga tersebut
meninggal, keadaan ekonomi keluarga ini menjadi carut-marut. Apalagi suami
ibu S hanya bekerja sebagai staf kelurahan, seperti yang tertera dalam kutipan
wawancara sebagai berikut:
“...waktu masih ada bapaknya sih cukup-cukup aja biar gajinya ngga gede tapi kebutuhan rumah ama sekolah anak cukup, tapi pas bapaknya
1 Wawancara pribadi dengan Ibu S pada tanggal 25 September 2012
56
meninggal kan ngga ada pemasukan lagi apalagi bapaknya bukan PNS jadi ngga dapet uang pensiun paling santunan kematian...”2
Dari kutipan wawancara di atas, sebelum suaminya meninggal, keluarga
ibu S tidak mengalami masalah ekonomi.
Tetapi sebagai single parent dengan dua orang anak yang masih
membutuhkan banyak biaya, ibu S berjuang keras untuk tetap dapat menghidupi
keluarganya. Berbagai cara dilakukannya untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangga termasuk sekolah anak-anaknya, seperti yang tertera dalam kutipan
wawancara sebagai berikut:
“…pinter-pinter nyimpen uang aja, kadang kan anak-anak suka dapet santunan anak yatim biasanya uangnya dikasih saya buat simpenan nanti keperluan mereka sekolah. Listrik kadang dibantu sama ade. Kadang saya juga suka disuruh ngisi pengajian, uangnya lumayan dah. Omnya juga kadang suka kasih uang jajan, trus omnya yang di peninggilan kalo abis gajian pasti kasih jatah ke anak-anak. Alhamdulillah ada aja sih yang bantu, rezeki mah udah ada yang ngatur…”3
Jadi, dukungan dari keluarga besar yang didapatkan ibu S dapat sedikit
meringankan kesulitan ekonominya.
Berbagai cara dilakukan ibu S untuk dapat bertahan hidup dan dapat
terus menafkahi anak-anaknya, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara
sebagai berikut:
“…saya usaha kecil-kecilan aja, jualan bensin sama nyulam. Ngga gede sih tapi paling ga buat jajan ma sekolah anak-anak bisalah…”4
Tidak adanya pengalaman dalam bekerja dan faktor usia yang sudah
tidak muda lagi membuat ibu S hanya mengandalkan berbagai usaha kecil-
2 Wawancara pribadi dengan Ibu S pada tanggal 25 September 20123 Ibid4 Ibid
57
kecilannya agar tetap dapat menyekolahkan anak-anaknya, seperti yang tertera
dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“…udah tua gini mau kerja apa lagian saya ga punya pengalaman kerja. Kalo mau buka usaha bingung mau usaha apa, saya ngga ada jiwa bisnisnya. Warung disini udah banyak, mau jualan nasi uduk juga udah banyak yang dagang…”5
Jadi, tidak adanya pengalaman bekerja merupakan salah satu faktor
penghambat ibu S untuk dapat mandiri.
Kesulitan ekonomi merupakan permasalahan utama yang dirasakan ibu
S setelah kehilangan pencari nafkah utama dalam keluarga, seperti yang tertera
dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“…dibilang susah sih ya kita mah pas-pasan sekarang. Kalo dulu kan tiap bulan pasti dapet dari suami, sekarang pendapatannya ngga tentu. Udah bisa buat makan ama sekolahin anak aja itu bersyukur…”6
Dari penuturan di atas, setidaknya saat ini walaupun kesulitan ekonomi
tetapi ibu S masih berusaha untuk mencukupinya guna kebutuhan sekolah anak-
anaknya.
Penghasilannya yang tidak menentu membuat ibu S harus pintar-pintar
mengutamakan kebutuhan yang harus didahulukan, seperti yang tertera dalam
kutipan wawancara sebagai berikut:
“…kalo pagi ada yang beli bensin duitnya buat sangu anak-anak dulu masalah buat belanja mah ntar-ntar…”7
5 Wawancara pribadi dengan ibu S pada tanggal 25 September 20126 Ibid7 Ibid
58
Pendapatannya sekarang memang tidak sebanding dengan penghasilan
suaminya ketika dulu masih ada, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara
sebagai berikut:
“…kalo bensin mah ga tentu kadang sehari bisa Rp. 20.000-an kadang lebih. Kalo nyulam kan saya dapetnya seminggu sekali kadang bayarnya telat, bisa 2 minggu baru dibayar itu juga ga gede-gede amat, satu sulaman dapet Rp.10.000…”8
Walaupun untung yang didapat dari berjualan bensin dan menyulam
tidak seberapa tetapi ibu S tidak mempunyai banyak pilihan untuk
berwirausaha, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“...mau jualan juga kan modalnya ngga punya, uang santunan kematian bapaknya juga ngga banyak lagian udah abis buat sekolah anak-anak kemarin, ini sisanya saya buat modal jual bensin aja kan disini ngga ada yang jual bensin. Buat nambah-nambah ya saya nyulam kebetulan waktu itu di tawarin orang komplek. Kalo nyulam kan bisa disambi sambil jagain bensin..”9
Jadi, ibu S memanfaatkan uang yang tersisa untuk membuka usaha yang
belum ada di sekitar rumahnya.
Banyak kendala yang terkadang harus dihadapi oleh ibu S ketika
membeli bensin, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“...kalo beli bensin pake derijen sekarang agak susah kan udah dilarang paling kalo boleh kita ngasih ke orang pom bensinnya, untung ngga seberapa udah tekor duluan. Paling saya akalin beli bensinnya pake motor ade ipar saya, kan itu tangkinya agak gede jadi muat banyak. Tapi kalo bensin lagi langka kayak waktu itu juga susah nyarinya kadang kalo ngga dapet ya kita ngga jualan...”10
8 Wawancara pribadi dengan ibu S pada tanggal 25 September 20129 Ibid10 Ibid
59
Dari penuturan diatas, berjualan bensin terkadang mengalami kesulitan
ketika BBM langka yang membuat ibu S harus tidak berdagang sampai ibu S
bisa mendapatkan bensin lagi.
Untungnya ibu S tidak hanya mengandalkan pemasukan dari berjualan
bensin saja, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“...biar nyulam saya sambi tapi penghasilannya lumayan, ngga bisa dibilang lebih gede sih dari jualan bensin kan kalo nyulam saya dapetnya seminggu sekali terus ngambil sulamannya juga ngga bisa banyak-banyak dibatesin sama orangnya ya paling sih saya bisa dapet 30ribu seminggu...”11
Jadi, penghasilan dari menyulam setidaknya dapat menjadi tambahan
pemasukan untuk ibu S.
Gambar 4.1. Teras rumah ibu S
Selain berjualan bensin dan menyulam, sudah sejak lama keluarga ibu S
membuka pengajian untuk anak-anak. Di teras rumahnya ibu S biasa mengajar
mengaji anak-anak saat malam. Disana bisa menampung 15 lebih orang anak
11 Wawancara pribadi dengan Ibu S pada tanggal 25 September 2012
60
dan pengajian tersebut tidak pernah memaksakan bayaran, seperti yang tertera
dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“...kita sih ngga mintain duit tapi anak-anaknya pada bayar sendiri. ya seikhlasnya sih ada yang 5000 ribu ada juga yang ngasih 10.000ribu...”12
Dan secara tidak langsung membuka pengajian tersebut juga menjadi
salah satu pemasukan yang bisa didapat ibu S, seperti yang tertera dalam
kutipan wawancara sebagai berikut:
“...dibilang ngebantu sih iya lumayanlah, saya kan ngajar sekitar 20orang hampir semuanya ngasih ko tapi saya ngga pernah ngarepin. Terus saya juga private-in ngaji ada 2 orang dibayarnya perbulan 50ribu...”13
Dari kutipan tersebut, ada pemasukan tambahan yang didapatkan ibu S
dari keahliannya mengaji.
A pun sebagai anak mengerti betul kondisi ekonomi keluarganya saat
ini. Ia pun membantu ibunya dengan menjual beberapa makanan kecil.
Makanan kecil tersebut ia taruh di teras rumahnya ketika malam agar anak-anak
yang mengikuti pengajian di rumahnya bisa membeli, seperti yang tertera dalam
kutipan wawancara sebagai berikut:.
“...kadang suka kasian ama mamak. Makanya jual snack gitu buat anak-anak yang ngaji. Ntar uangnya kan bisa buat jajan disekolah...”14
Jadi dari kutipan di atas, jiwa kemandirian anak-anak ibu S pun tumbuh
demi membantu perekonomian keluarganya.
12 Wawancara pribadi dengan Ibu S pada tanggal 25 September 201213 Ibid14 Wawancara pribadi dengan A (anak Ibu S) pada tanggal 29 September 2012
61
Dari beberapa pendapatan ibu S, pemasukan dari berjualan bensin
merupakan pendapatan yang di andalkan untuk kebutuhan sehari-harinya,
seperti yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“...kalo lebih gede sih ya dari jualan bensin kan dapetnya setiap hari kalo sehari bisa jual 3-4 botol kan lumayan dapet 20ribu-an, kalo dari ngajar ngaji paling cuma 100ribu itu juga dapetnya sebulan sekali, nyulam sekarang udah jarang-jarang kalo lagi bahannya dateng aja baru ngambil...”15
Sejak kecil ibu S sudah terbiasa mandiri. Ibu S selalu berusaha
melakukan semuanya sendiri. Namun jika ada yang tidak bisa ibu S kerjakan,
biasanya ibu S meminta tolong pada adik laki-lakinya atau orang lain, seperti
yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“…saya sih kalo bisa dilakuin sendiri ya saya kerjain tapi kalo kerjaan laki kayak benerin genteng atau benerin pompa biasanya saya suruh ade saya atau manggil tukang…”16
Pekerjaan apapun dilakukan ibu S sendiri tanpa bantuan orang lain
terkecuali pekerjaan itu tidak mampu diatasinya atau dikerjakan dengan tenaga
perempuan.
Tetapi dengan keadaannya yang sekarang, faktor kesehatan anak-
anaknya tetap diperhatikan oleh ibu S. Jika ibu S dan keluarganya sakit
biasanya mereka mengkonsumsi obat-obatan warung tetapi jika dirasa tidak ada
perubahan biasanya ibu S dan anak-anaknya berobat ke seorang mantri
kesehatan, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
15 Wawancara pribadi dengan Ibu S pada tanggal 25 September 201216 Ibid
62
“…kalo cuma pilek doang sih minum obat warung tapi kalo udah parah baru ke pak Wayan, itu kayak mantri kesehatan gitu dah, dirumahnya buka praktek gitu…”17
Ibu S merasa sudah cocok jika berobat ke tempat mantri kesehatan
tersebut, walaupun itu bukanlah klinik 24 jam tetapi obat-obatan yang diberikan
lebih baik daripada di puskesmas, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara
sebagai berikut:
“…itu pak Wayan juga kayak klinik 24 jam juga sih trus obatnya juga ngga mahal kalo ke puskesmas saya males antrinya udah gitu obatnya suka ngga cocok…”18
Dari kutipan wawancara di atas walaupun sudah ada sarana kesehatan,
seperti puskesmas tidak membuat ibu S beralih dari mantri kesehatan yang
sudah mejadi langganan keluarganya dalam pengobatan.
Begitu pula dengan anak-anak ibu S yang sudah biasa diajak berobat ke
mantri kesehatan, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara dengan anak
ibu S sebagai berikut:
“...sama mamak kalo sakit dibawa ke pak Wayan, biasanya sih kalo udah minum obat dari sana agak mendingan...”19
Dari kutipan tersebut, kedua anaknya pun merasa cocok berobat ke
mantri kesehatan tersebut.
Dan walaupun hidup dalam keadaan yang sederhana namun ibu S
berusaha untuk memperhatikan nutrisi untuk keluarganya. Ibu S mengusahakan
17 Wawancara pribadi dengan ibu S pada tanggal 25 September 201218 Ibid19 Wawancara pribadi dengan A (anak Ibu S) pada tanggal 29 September 2012
63
untuk selalu menyediakan makanan yang dibutuhkan untuk masa pertumbuhan
anak-anaknya, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“…biar sekarang udah ngga kayak dulu tapi kalo makanan sih saya selalu usahain yang bergizi. Lagian anak-anak juga makannya ngga susah kok apa yang ada di meja ya dimakan…”20
Jadi dari kutipan wawancara diatas, kebutuhan akan makanan bergizi
selalu disediakan dalam setiap menu makanan yang dihidangkan untuk anak-
anaknya.
Namun harga daging sapi yang semakin hari semakin melonjak
membuat ibu S tidak terlalu sering mengkonsumsi daging sebagai lauk-pauk
untuk makanan sehari-harinya. Ibu S hanya sering mengkonsumsi lauk pauk
yang harganya sesuai dengan keuangannya, seperti yang tertera dalam kutipan
wawancara sebagai berikut:
“…kalo ayam ngga terlalu sering, dalam seminggu paling ikan bandeng ama ikan kembung kadang-kadang lebih sering telor tapi kalo daging sapi mah kadang-kadang aja paling sebulan sekali juga belum tentu sih apalagi sekarang harga daging lagi naik …”21
Dari kutipan tersebut, kebutuhan akan protein dalam menu keluarga
terpenuhi walaupun hanya dengan lauk pauk sederhana.
Sedangkan kualitas beras yang digunakan untuk makan sehari-hari
termasuk kualitas beras yang sedang dan tidak terlalu mahal. Karena menurut
ibu S rasa beras itu akan tertutupi dengan lauk-pauk yang dihidangkan, seperti
yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
20 Wawancara pribadi dengan ibu S pada tanggal 25 September 201221 Ibid
64
“…beras mah biasanya saya beli dari beras plerek yang dimintain kalo hari minggu itu lho, itu juga kalo pas saya yang kebagian jatah mintain,kalo ngga ya saya beli paling yang seliter 6.000 atau 7.000-an. Buat saya beras mahal atau ngga juga ngga terlalu berasa kalo udah dimakan ama lauk atau sambel…”22
Jadi, harga dan kualitas beras yang dikonsumsi keluarga ibu S tidak
mempengaruhi rasa beras tersebut ketika sudah dimasak menjadi nasi.
Sedangkan untuk buah-buahan, ibu S terkadang memetiknya di halaman
rumahnya yang cukup banyak ditumbuhin pohon buah. Sementara untuk
kebutuhan nutrisi dari susu, anak-anaknya sudah sejak lama tidak lagi
meminumnya, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“…kalo mangga depan rumah saya berbuah mah tinggal metik, hahaha…. jarang sih beli buah. Pepaya ada pohonnya depan rumah emak tinggal metik, sawo saya juga punya pohonnya, pohon duit aja yang saya ngga punya, hahaha… Kalo susu anak-anak saya udah ngga pada minum susu dari lama, udah pada kagak doyan…”23
Dari kutipan wawancara diatas, tidak hanya asupan nutrisi saja tetapi
asupan vitamin yang terdapat dari buah juga diperhatikan untuk keluarganya.
Selain kesehatan, pendidikan anak-anaknya juga merupakan faktor
penting yang diperhatikan ibu S. Sebagai orangtua, ibu S berkeinginan
menyekolahkan anak-anaknya hingga ke perguruan tinggi akan tetapi dengan
pendapatannya sekarang yang kurang, ibu S hanya sanggup membiayai kedua
anaknya hingga jenjang SMA, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara
sebagai berikut:
“…saya cuma sanggup sampe SMA aja nyekolahinnya. Tahu sendiri biaya masuk kuliah mahal biarin dah dia kerja dulu kalo mau sambil
22 Wawancara pribadi dengan ibu S pada tanggal 25 September 201223 Ibid
65
kuliah kan bisa bayar sendiri ntarnya, kalo cuma kasih uang saku aja sih bisa tapi kalo beli buku beli ini mah saya ngga sanggup, yang penting saya bisa sekolahin sampe kelar SMA aja dulu…”24
Jadi, ibu S menyadari kebutuhan anak-anaknya tentang pendidikan
walaupun dengan keadaan ekonominya yang pas-pasan.
Setiap orangtua pasti menginginkan anak-anaknya mendapatkan
pendidikan yang bagus dan berkualitas, begitu juga dengan ibu S tetapi menurut
ibu S pendidikan yang bagus dan berkualitas tidak harus mahal. Selama anak-
anaknya bisa mendapatkan kurikulum yang sesuai standar dan layak, seperti
yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“…yang gede sih dapet sekolah negeri, kalo yang namanya negeri mah menurut saya pasti udah bagus aja udah gitu gratis lagi. Saya sih usahain anak-anak dapet sekolah negeri biar biayanya ngga mahal-mahal, emang sih sekolah bagus kan ngga mesti mahal kalo swasta kan takut banyak pungutan. Kalo dulu masih ada bapaknya sih saya ngga terlalu pusing tapi sekarang saya yang penting anak bisa sekolah aja. Yang kecil kemaren ngga dapet negeri jadi saya masukin di sekolah swasta yang yayasan islam gitu biayanya agak terjangkau sih. Menurut saya selama kurikulum sekolahnya memenuhi standar, pasti sekolahnya berkualitas…”25
Menurut wawancara di atas, pentingnya akan standar kurikulum
pendidikan dipahami betul oleh ibu S meskipun dengan keadaan ekonomi
keluarganya yang minimal.
Sebagai anak, A pun tidak memaksakan kehendaknya untuk
melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi, ia memahami betul keadaan
keluarganya saat ini, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara dengan anak
ibu S sebagai berikut:
24 Wawancara pribadi dengan ibu S pada tanggal 25 September 201225 Ibid
66
“...pengennya sih lanjut kuliah tapi kasian mamak kalo harus biayain kuliah, kan kuliah mahal mending kerja dulu sambil ngumpulin duit buat bantuin mamak...”26
Dari kutipan wawancara tersebut, ternyata anak-anak ibu S pun memiliki
motivasi yang besar untuk dapat melanjutkan pendidikannya.
Kebutuhan dasar lainnya seperti baju, bukanlah kebutuhan pokok yang
harus segera dipenuhi oleh Ibu S. Biasanya anak-anak ibu S mendapatkan jatah
baju baru yang dibelikan oleh tante atau omnya. Sedangkan ibu S sendiri tidak
terlalu memikirkan baju baru selama masih memiliki baju yang bagus dan
masih pantas dipakai, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai
berikut:
“...kalo saya mah udah ngga mikirin beli baju, baju-baju saya masih banyak dilemari, masih bagus kok banyak juga yang jarang di pake jadi kalo belum butuh banget ngapain beli. Kalo anak-anak tuh kalo lebaran sih pasti punya baju baru dibeliin Ncing-nya. Kadang juga kalo tahun ajaran baru sih kalo bajunya masih bagus ya ngga beli tapi kalo udah jelek ya saya beliin tapi lebih seringnya sih udah kekecilan atau warnanya udah buluk...”27
Jadi, kebutuhan akan sandang bukanlah kebutuhan utama yang harus
diutamakan oleh Ibu S.
26 Wawancara pribadi dengan A (anak Ibu S) pada tanggal 29 September 201227 Wawancara pribadi dengan Ibu S pada tanggal 25 September 2012
67
Gambar 4.2. Rumah Ibu S
Untuk masalah tempat tinggal, setelah suaminya meninggal, ibu S tetap
menempati rumahnya sendiri bersama kedua anaknya. Rumah yang sudah
dimiliki sebelum suaminya meninggal itu didapatkan dari tanah warisan
orangtua ibu S dan dibangun oleh suami ibu S tidak lama setelah mereka
menikah, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“...tetep tinggal di rumah, itu kan rumah saya sendiri, dulu tanahnya warisan dari babah trus ngga lama nikah kita bangun rumah dah. Lumayan sih luasnya 100 m² kan saya anak perempuan jadi jatahnya lebih dikit...”28
Hal senada juga diungkapkan orangtua ibu S dalam kutipan wawancara
sebagai berikut:
“...itu rumah udah punya dia, dibangun ngga lama abis dia nikah...”29
Jadi, ibu S tidak memiliki masalah untuk tempat tinggal karena tidak
perlu lagi menyewa rumah atau menumpang di rumah orangtuanya.
28 Wawancara pribadi dengan Ibu S pada tanggal 25 September 201229 Wawancara pribadi dengan Ibu H (orangtua ibu S) pada tanggal 26 September 2012
68
Setelah kematian suaminya, tidak hanya kehidupan ekonomi
keluarganya saja yang berubah tetapi psikologis ibu S sekeluarga juga
mengalami goncangan karena ibu S dan anak-anaknya merasa sangat terpukul.
Namun ibu S tidak mau berlarut-larut. Ibu S menghilangkan stresnya dengan
mengikuti pengajian majelis ta’lim di lingkungan rumahnya, seperti yang tertera
dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“...saya terpukul banget waktu itu, tapi saya ngga mau terus-terusan begini akhirnya lebih rajin lagi ikut pengajian deket rumah...”30
Begitu pula yang dirasakan anak-anak ibu S, mereka tidak hanya
kehilangan sosok ayah tetapi juga sahabat tempat mereka bertanya dan bertukar
cerita, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara dengan anak ibu S sebagai
berikut:
“...suka iri sih kalo ngeliat temen yang bapaknya masih ada. Dulu kalo urusan sekolah kan apa-apa bapak yang ngurusin. Ade saya dulu kan deket banget ama bapak, manja ama bapaknya...”31
Rasa kehilangan ibu S setelah kematian suaminya sampai saat ini masih
dirasakan. Dulu berbagai hal selalu diceritakan dan berbagi bersama suaminya.
Rasa kehilangan pun sampai saat ini masih dirasakan ibu S, seperti yang tertera
dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“...ya pasti itu mah, apalagi kalo ada rapat disekolah anak-anak. Biasanya kan yang datang bapaknya tapi sekarang saya. Biasanya kalo ada apa-apa yang di ajak cerita bapaknya tapi sekarang udah ga bisa...”32
30 Wawancara pribadi dengan Ibu S pada tanggal 25 September 201231 Wawancara pribadi dengan A (anak Ibu S) pada tanggal 29 September 201232 Wawancara pribadi dengan Ibu S pada tanggal 25 September 2012
69
Dari kutipan wawancara diatas, berbagi peran dan tugas kini sudah tidak
dapat lagi dilakukan oleh ibu S setelah kematian suaminya karena kini semua
harus dilakukan seorang diri.
Perasaan kehilangan pun juga dirasakan oleh anak ibu S, seperti dalam
kutipan wawancara berikut ini:
“...ya kerasa beda sekarang apalagi kalo malem rumah ko jadi sepi kadang jadi keinget sama bapak, apalagi dirumah cewek semua jadi agak gimana gitu tapi untung rumah deket sama sodara-sodara jadi ngga terlalu khawatir sih...”33
Jadi, tidak hanya kehilangan sosok ayah yang begitu dekat dengan anak-
anak tetapi juga seorang pelindung dan pemberi rasa aman di dalam keluarga.
Ketika awal suaminya meninggal, anak-anak ibu S sempat tidak mau
tidur di rumah dan memilih tidur di rumah neneknya yang letaknya hanya di
sebrang rumah, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“…pas awal-awal bapaknya meninggal, anak-anak sempet ga mau tidur di rumah mungkin masih keinget kali ya jadi mereka milih tidur di rumah Nyainya aja. Jadi tukeran gitu, saya suruh ade saya yang nemenin kalo malem anak-anak tidur di rumah Nyai…”34
Dari kutipan tersebut, terlihat ada rasa kehilangan yang membuat anak-
anak ibu S menghindari kenangan yang dapat meningatkan kembali pada
ayahnya.
Anak ibu S pun mengatakan hal serupa, seperti yang tertera dalam
kutipan wawancara sebagai berikut:
33 Wawancara pribadi dengan A (anak Ibu S) pada tanggal 29 September 201234 Wawancara pribadi dengan Ibu S pada tanggal 25 September 2012
70
“...pas awal bapak baru meninggal, kita sempet ngga mau tidur di rumah, tidurnya di rumah Nyai. Ngga kenapa-kenapa sih cuma kalo di rumah jadi keinget bapak terus...”35
Tapi rasa kehilangan yang dialami ibu S tidak lantas membuat ibu S
menjadi pribadi yang berubah drastis, seperti yang diungkapkan oleh orangtua
ibu S dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“...ngga ada yang berubah sih sama dia, cuma awal-awal aja pas suaminya baru meninggal, agak lebih pendiem kan emang dia orangnya pendiem tapi waktu itu lebih pendiem lagi keliatan kayak ada yang dipikirin gitu. Cuma lama-lama ya biasa lagi tapi kalo ngebahas suaminya pasti masih nangis...”36
Hal tersebut juga dibenarkan oleh anak ibu S, seperti yang tertera dalam
kutipan wawancara sebagai berikut:
“...Kalo mamak, ngga ada yang berubah banget sih malah keliatan lebih tegar dari sebelumnya, lebih kuat sekarang mungkin karna harus ngehidupin kita kali ya, waktu awal bapak ngga ada sih nangis tapi ngga ampe yang gimana gitu malah Nyai ama Ncing yang sempet pingsan...”37
Dari kutipan tersebut, kehilangan seorang suami justru membuat ibu S
lebih kuat lagi untuk tetap menjalankan hidup bersama kedua anaknya.
Tidak hanya kehidupan ekonomi dan psikologis yag berubah tetapi
kematian suaminya juga memepengaruhi kehidupan sosial keluarga ibu S. Ibu S
termasuk orang yang ramah terhadap orang lain. Setelah kematian suaminya ibu
S membatasi pergaulannya agar tidak terjadi fitnah atau hal-hal lainnya. Tetapi
ibu S tetap aktif mengikuti kegiatan di lingkungan rumahnya, termasuk
pengajian di sebuah majelis ta’lim sekitar rumahnya dan beberapa majelis ta’lim
35 Wawancara pribadi dengan A (anak Ibu S) pada tanggal 29 September 201236 Wawancara pribadi dengan Ibu H (orangtua ibu S) pada tanggal 26 September 201237 Wawancara pribadi dengan A (anak Ibu S) pada tanggal 29 September 2012
71
yang dekat daerah rumahnya, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara
sebagai berikut:
“…ya sekarang sih agak dibatesin aja takut kalo ada omongan macem-macem. Tapi masih tetep bergaul sih saya masih rajin ikut pengajian-pengajian juga ko…”38
Dari kutipan di atas, perubahan status membuat ibu S harus bisa
membatasi pergaulannya.
Begitu pula dengan anak-anak ibu S yang tetap menjalani hari-harinya
seperti biasa, walaupun terkadang ada rasa minder dengan status barunya
sebagai anak yatim, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai
berikut:
“...tetep biasa aja sih main sama temen-temen tapi kadang suka ngerasa minder aja gitu, kadang suka gimana gitu kan sekarang jadi anak yatim jadi suka agak ngerasa beda aja ma yang lain...”39
Jadi walaupun anak ibu S merasa sedikit minder dengan status barunya
tetapi tidak menghalanginya untuk bersosialisasi dengan siapa pun.
Untuk hubungan ibu S dengan masyarakat dan lingkungan sekitar
tempat tinggalnya, ibu S selalu berusaha aktif mengikuti berbagai kegiatan yang
ada di lingkungan tempat tinggalnya, seperti yang diungkapkan orangtua ibu S
dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“...dia orangnya aktif ga bisa diem di rumah. Sebulan sekali kan ibu-ibu disini kerja bakti pasti dia ikut, kalo ada orang hajatan diminta tolong dia juga pasti mau apalagi kalo tetangga deket pasti langsung dateng bantuin tanpa disuruh. Disini juga kalo ada orang sakit atau habis lahiran
38 Wawancara pribadi dengan Ibu S pada tanggal 25 September 201239 Wawancara pribadi dengan A (anak Ibu S) pada tanggal 29 September 2012
72
pasti ibu-ibunya pada patungan nengokin, kalo dia lagi ada duit pasti suka ngikut..”40
Dari kutipan tersebut, kepedulian sosial ibu S cukup tinggi walaupun
dengan keadaan yang cukup sederhana.
Anak-anak ibu S pun terkadang ikut terlibat dalam berbagai acara yang
diadakan di lingkungan tempat tinggalnya, seperti yang diungkapkan anak ibu S
dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“...kadang sih kalo ada acara 17an disuruh jadi panitianya, sekarang sih karna sering di ajakin buat ikut acara-acara remaja disini, kalo lagi ngga banyak tugas sekolah atau urusan di sekolah sih ikut, kadang ikutan pengajian remaja sebulan sekali atau kalo ada acara baksos ma anak-anak remaja sini ya ikut...”41
Jadi dari kutipan di atas, anak ibu S selalu menyempatkan diri untuk
mengikuti kegiatan-kegiatan dimasyarakat.
A.2. Gambaran Umum Keluarga Ibu R
Keadaan ekonominya tidak bisa dibilang lebih baik jika dibandingkan
ketika suaminya masih hidup. Untuk saat ini yang ada dipikiran ibu R hanya
melakukan yang terbaik untuk putri satu-satunya, seperti yang tertera dalam
kutipan wawancara sebagai berikut:
“…saya sih selalu usahain yang terbaik buat dia. Anak satu-satunya, saya cari duit juga buat dia-dia juga, ga buat siapa-siapa…”42
Ibu R berusaha untuk melanjutkan hidup dan mencari pekerjaan demi
membiayai kebutuhan dirinya dan anaknya, seperti yang tertera dalam kutipan
wawancara sebagai berikut:
40 Wawancara pribadi dengan Ibu H (orangtua ibu S) pada tanggal 26 September 201241 Wawancara pribadi dengan A (anak Ibu S) pada tanggal 29 September 201242 Wawancara pribadi dengan ibu R pada tanggal 1 Oktober 2012
73
“…setelah bapaknya ngga ada saya coba ngelamar ke sana kemari minta di cariin kerja ma temen sampe akhirnya ada yang nawarin ya udah lumayan buat nyambung hidup…”43
Pekerjaan apapun dilakukan selama itu halal dan dapat menghasilkan
uang, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“…waktu awal-awal kerja jadi tukang bersih-bersih di kantor, cleaning service gitu namanya juga cuma lulusan SMA. Saya mikirnya yang penting bisa kerja yang halal terus dapet uang. Terus ngga lama saya pindah dah sekarang kerja di asuransi…”44
Sebelum kematian suaminya, ibu R tidak memiliki masalah ekonomi.
Walaupun dulu suaminya hanya bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik tetapi
penghasilan suaminya itu dirasa sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan
keluarga kecil mereka, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai
berikut:
“…dulu suami saya biar jadi buruh tapi gajinya ngga kecil-kecil amat makanya saya ngga kerja. Pas suami saya meninggal ya terpaksa saya cari kerja buat biaya hidup...”45
Walaupun merasa kerepotan karena harus mengurus anaknya yang
masih membutuhkan perhatian dan juga harus bekerja tetapi ibu R tetap
berusaha semaksimal mungkin demi masa depan anaknya, seperti yang tertera
dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“…waktu bapaknya meninggal kan anak masih kecil belum sekolah paling yang agak repot beli susunya aja makanya saya kepikiran buat kerja soalnya saya mikirin sekolah anak apalagi waktu itu dia mau masuk TK…”46
43 Wawancara pribadi dengan ibu R pada tanggal 1 Oktober 201244 Ibid45 Ibid46 Ibid
74
Ketika awal bekerja, gaji ibu R memang terbilang tidak terlalu besar
tetapi paling tidak cukup untuk menutupi kebutuhan sehari-harinya, seperti
yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“…ngga gede sih kerja gituan mah gajinya pas, pas buat makan pas buat bayar sekolah pas butuh duit ada, hahaha….waktu jadi CS sih cuma 1juta sekarang mah gedean dikit sebulan 1,5juta kadang kalo ada lemburan ya lumayan bisa dapet hampir 2jutalah…”47
Untuk saat ini setelah memiliki pekerjaan dengan penghasilan yang tetap
setiap bulannya, keadaan ekonomi keluarga ini sudah mulai membaik. Ibu R
tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya tetapi juga dapat
membiayai sekolah putri semata wayangnya, seperti yang tertera dalam kutipan
wawancara sebagai berikut:
“…waktu awal suami saya meninggal sempet takut juga ntar ke depannya gimana kalo saya ngga kerja. Tapi sekarang ya Alhamdulillah-lah dibilang berkecukupan ya ngga juga sih tapi biar gaji saya ngga gede ya paslah buat hidup sehari-hari sama anak saya…”48
Saat ini ibu R hanya mengandalkan penghasilan dari gajinya yang
sekarang tanpa ada pemasukan tambahan, seperti yang tertera dalam kutipan
wawancara sebagai berikut:
“…ngga ada, saya cuma hidup dari ngandelin gaji saya tapi kadang omnya suka ngasih sih duit buat jajan anak tapi ngga sering. Kalo makan juga kadang-kadang anak saya makan tempat neneknya jadi jarang masak dirumah palingan kalo saya libur aja atau anak minta dimasakin apa jadi ngga terlalu boros juga sih…”49
Sejak dulu ibu R sudah belajar mandiri maka ketika berumah tangga, ibu
R melakukan semua pekerjaan rumah sendiri tanpa meminta bantuan orang lain.
47 Wawancara pribadi dengan ibu R pada tanggal 1 Oktober 201248 Ibid49 Ibid
75
Tetapi jika ada pekerjaan yang tidak bisa ibu R lakukan sendiri maka biasanya
ibu R meminta tolong pada orang lain, seperti yang tertera dalam kutipan
wawancara sebagai berikut:
“…apa-apa saya biasanya ngerjain sendiri. Dulu kalo betulin rumah baru minta tolong sama orang, kan bapaknya juga jarang dirumah kalo pas ada bapaknya sih ya dikerjain sendiri…”50
Jadi kematian suaminya membuat ibu R menjadi lebih mandiri. Usianya
yang terbilang masih muda tidak menyulitkan ibu R untuk mencari pekerjaan
walau hanya berijazahkan SMA. Ibu R tidak memilih-milih pekerjaan selama
pekerjaan itu halal dan dapat membiayai kebutuhan sehari-harinya. Walaupun
gajinya tidak besar tetapi saat ini kebutuhan ibu R dan anaknya cukup
terpenuhi.
Untuk pendidikan anaknya sementara ini ibu R tidak terlalu memikirkan
akreditas sekolah tersebut. Yang ibu R utamakan adalah jarak sekolah dengan
rumahnya, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“…saya mah taunya yang penting dia sekolah, kalo masih SD gini yang saya utamain sih jaraknya. ntar kalo mau SMP dia sih udah minta sekolah dimana. Yang pasti sih saya cari tau dululah sekolahnya gimana tapi kalo dia minta ditempat yang mahal mah saya jujur aja ngga mungkin sangguplah, yang standar-standar ajalah sekolahnya…”51
Dari kutipan di atas, saat ini jarak rumah ke sekolah merupakan hal yang
diutamakan.
50 Wawancara pribadi dengan ibu R pada tanggal 1 Oktober 201251 Ibid
76
Statusnya sebagai single parent bukanlah penghalang untuk
membesarkan dan menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi, seperti
dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“...syukur-syukur saya mampu kuliahin dia biar jadi anak pinter tapi yang pasti sih saya harus sekolah dia mape SMA jangan sampe putus di tengah jalan...”52
Dari penuturan tersebut, sampai saat ini ibu R tidak mengalami masalah
dalam membiayai pendidikan anaknya selama biaya pendidikan sekolah
anaknya masih dalam jangkauan keadaan ekonominya.
Perubahan ekonomi keluarganya tidak menjadikan ibu S menghiraukan
kesehatan keluarganya. Aspek kesehatan keluarganya selalu diperhatikan ibu R.
Tidak jarang jika hanya sakit ringan, ibu R hanya membeli obat di warung
tetapi jika sakitnya membutuhkan penanganan yang cukup serius, biasanya ibu
R akan pergi ke klinik 24 jam, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara
sebagai berikut:
“…Palingan kalo sakit saya ke 24 jam kalo ke puskesmas obatnya suka ngga manjur. Tapi kalo cuma sakit flu doang sih beli obat aja di warung kalo udah parah ngga sembuh-sembuh baru dah ke dokter…”53
Jadi bagi ibu R kesehatan keluarga merupakan hal yang penting, jika
obat-obat warung tidak mampu menyembuhkan penyakit keluarganya maka ibu
R sekeluarga akan pergi berobat ke klinik 24 jam.
52 Wawancara pribadi dengan ibu R pada tanggal 1 Oktober 201253 Ibid
77
Ibu R juga selalu memperhatikan pertumbuhan anaknya sehingga ibu R
selalu berusaha memberikan makanan yang bergizi bagi anaknya, seperti yang
tertera dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“...Kalo saya mah ngga suka daging-dagingan gitu paling saya makannya ikan baru mau, kalo anak saya sih apa aja dimakan. Ngga pasti sih dalam seminggu makan daging palingan kalo beli makan di luar lagi pengen makan ayam baru beli, apalagi anak saya sukanya ayam bakar. Tapi dalam seminggu mah bisa 3-4 kali makan ayam atau ikan. Kalo lagi males keluar paling nyeplok telor. Apalagi kalo lebaran haji, aduh sampe blenger saya ngeliatnya. Pasti kita kan kebagian daging tuh, anak saya pasti minta dibikin sate, berhari-hari daging mulu tuh...”54
Selain memperhatikan makanan anaknya, ibu R juga memperhatikan
asupan gizi dari buah serta susu, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara
sebagai berikut:
“...kalo saya mah ngga pernah minum susu, anak saya paling kalo minum susu beli di warung yang kardusan harga 2.000 ribu. Buah sih ngga sering tapi kalo pulang kerja di jalan lagi ada buah bagus sih saya beli, paling belinya mangga ma jeruk...”55
Nutrisi keluarga juga menjadi perhatian ibu R. Dalam seminggu ibu R
sekeluarga mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi. Anak ibu R pun
masih meminum susu yang masih dibutuhkan dalam pertumbuhannya.
Sedangkan untuk pakaian karena bukan merupakan kebutuhan utama
sehingga ibu R tidak terlalu sering membeli pakaian baru, seperti dalam kutipan
wawancara berikut :
“...baju mah paling kalo lebaran aja beli, kalo masih ada yang bisa dipake ya ngga usah beli mending buat beli yang kebutuhan yang lain.
54 Wawancara pribadi dengan ibu R pada tanggal 1 Oktober 201255 Ibid
78
Tapi kadang kalo ke pasar malem ama anak dia suka minta kalo ada baju yang lucu atau baju yang ada gambar yang dia lagi suka...”56
Jadi jika itu bukan kebutuhan yang mendesak, ibu R lebih memilih
mengalihkan uangnya untuk membeli keperluan lain yang lebih penting tetapi
dalam sethun ibu R pasti membeli pakaian baru untuk keluarganya.
Gambar 4.3. Rumah Ibu R
Setelah menikah ibu R menempati rumah yang sudah diberikan kepada
suaminya sebagai bagian warisan dan sampai saat ini ibu R dan anaknya tetap
menempati rumah tersebut, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara
sebagai berikut:
“...ini kan dulu bagiannya suami saya jadi ya sekarang tetep tinggal disini. Sempet mau balik lagi ke rumah emak sih tapi ngga boleh katanya di suruh disini aja kan ini ntarnya juga buat anak saya...”57
Hal tersebut juga dibenarkan oleh mertua ibu R, seperti yang tertera
dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
56 Wawancara pribadi dengan ibu R pada tanggal 1 Oktober 201257 Ibid
79
“…saya mah suruh dia tinggal di situ aja itu kan rumah hak suaminya ya buat dia-dia juga lah ngapain pindah orang itu warisan bagian suaminya ntar kan buat anaknya juga kalo dah gede...”58
Jadi saat ini rumah yang ditempati merupakan rumah warisan yang
menjadi bagian suaminya yang kini tetap ditinggali oleh ibu R dan anaknya.
Kematian suaminya yang begitu mendadak tidak hanya merubah
keadaan ekonomi keluarga ibu R tetapi juga psikologis beliau dan anaknya.
Tetapi pernah kehilangan orang yang sangat dicintainya, tidak membuat ibu R
terus menerus terlarut dalam kesedihan yang mendalam, kehidupan ibu R saat
ini dirasa sudah cukup bahagia. Ibu R juga tidak berniat untuk menjadi single
parent selamanya, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai
berikut:
“...ya kalo ada jodoh mah saya mau aja, kasian juga liat anak ngga punya bapak kayak temen-temen sekolahnya...”59
Dari penuturan di atas walau pernah kehilangan orang yang sangat
dicintainya tidak membuat ibu R trauma atau berusaha umenutup diri untuk
menemukan pengganti ayah anaknya yang telah tiada.
Di awal kematian suaminya, ibu R merasa tertekan dan stres. Ibu R
merasa tidak bisa mengurus anaknya dengan baik tanpa suaminya, seperti yang
tertera dalam kutipan wawancara dengan mertua ibu R sebagai berikut:
“...waktu awal-awal sih dia sempet keliatan stres, dia ngomong mulu ama saya ntar gimana ya, Mak mana anak masih kecil lagi. Saya bilang aja, ngga usah dipikirin ntar Mak bantuin sekolahin anak lo...”60
58 Wawancara pribadi dengan ibu SR (mertua ibu R) pada tanggal 5 Oktober 201259 Wawancara pribadi dengan ibu R pada tanggal 1 Oktober 201260 Wawancara pribadi dengan ibu SR (mertua ibu R) pada tanggal 5 Otober 2012
80
Namun ibu R tidak mau terus menerus dalam perasaan tertekan. Ibu R
berusaha berpikir positif terhadap apa yang Allah takdirkan kepadanya dan
berpasrah diri, seperti yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“...ya berpikir positif aja deh sama semua ujian yang di kasih saya ikhlasin semuanya, yang penting saya harus bisa ngedidik anak sampe jadi orang yang berguna...”61
Jadi walaupun ketika awal kematian suaminya, ibu R sempat merasa
sedih dan cemas tetapi kematian suaminya dianggap sebuah ujian oleh ibu R
sehingga ibu R berpikir positif dan mengikhlaskan semua yang terjadi.
Gambar 4.4. Rumah Ibu R tampak dari depan
Letak rumah ibu R dan mertuanya pun berdekatan sehingga ibu R tidak
merasa khawatir ketika meninggalkan anaknya untuk bekerja karena jika ibu R
bekerja, putri semata wayangnya selalu dititipkan pada ibu mertuanya, seperti
yang tertera dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“…untungnya rumah mertua cuma disebrang jadi saya tenang ngga khawatir kalo ninggal anak kerja. Anak saya dititipin sama neneknya…”62
61 Wawancara pribadi dengan ibu R pada tanggal 1 Oktober 2012
81
Dari penuturan diatas, kedekatan jarak rumahnya dengan rumah mertua
membuat ibu R merasa tenang dan aman jika harus meninggalkan anakanya
untuk bekerja.
Suaminya meninggal ketika usia ibu R masih relatif muda.
Kekhawatiran itu yang membuat ibu R membatasi pergaulannya terutama
dengan lawan jenis. Untuk menghindari adanya fitnah dari para tetangga-
tetangganya maka ibu R menjaga jarak dengan lebih sering menghabiskan
waktu bersama anak dan keluarganya, seperti yang tertera dalam kutipan
wawancara sebagai berikut:
“…waktu suami saya meninggal kan saya masih muda. Tau sendiri kalo yang namanya janda pasti pikiran orang negatif aja makanya saya sih batesin aja bergaul ma laki-laki. Mending saya ngabisin waktu nemenin anak main kasian sering saya tinggal kerja…”63
Kesibukan ibu R pun membuatnya jarang ada di rumah. Hanya ketika
libur saja ibu R bisa aktif mengikuti kegiatan di lingkungannya, seperti yang
tertera dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“...paling kalo malem doang ada di rumah kalo hari biasa. Tapi kalo hari libur pasti ada di rumah saya ikut arisan RT ma ibu-ibu kalo minggu pertama...”64
Jadi dari penuturan di atas, ibu R tetap menyempatkan bersosialisasi
ditengah kesibukannya bekerja.
62 Wawancara pribadi dengan ibu R pada tanggal 1 Oktober 201263 Ibid64 Ibid
82
B. Analisis Data
B.1. Tingkat Kesejahteraan Dalam Keluarga Wanita Sebagai Single
Parents/Keluarga Ibu S
Beberapa janda mempunyai situasi keuangan yang lebih baik
daripada waktu mereka masih hidup berkeluarga. Hilangnya peran pencari
nafkah yang selama ini diperankan oleh suami dan tidak adanya
pengalaman bekerja dan faktor usia ibu S yang terbilang sudah cukup tua
menyulitkan ibu S untuk mencari pekerjaan. Walaupun seorang janda
memulai untuk bekerja pada usia madya, biasanya dia tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup yang biasa dilakukan. Ini merupakan masalah
umum yang biasa terjadi pada keluarga dengan wanita sebagai single
parent. Karena kematian kepala keluarga membuat seorang istri harus
menggantikan tugas-tugas seorang kepala keluarga yaitu ayah untuk
mencari nafkah dan memenuhi segala kebutuhan anak dan istrinya, belum
lagi tidak adanya pengalaman bekerja membuat ibu S harus berpikir
bagaimana caranya mendapatkan uang untuk kebutuhan sehari-hari.
Dengan keterbatasan kemampuan dan usia yang dimilikinya, ibu S hanya
terpikir untuk berjualan bensin dan menyulam walaupun begitu
pendapatannya tidak menentu dan tidak sebesar ketika suaminya masih
ada.
Melihat aspek kesehatan, ibu S sekeluarga berobat pada seorang
mantri kesehatan. Pelayanan kesehatan yang digunakannya disesuaikan
dengan kondisi finansial karena harga obat yang terbilang murah dan
83
obatnya yang cocok. Melihat indikator keluarga sejahtera tentang
kesehatan, bila anak sakit atau pasangan usia subur ingin ber KB dibawa
kesarana/petugas kesehatan, maka keluarga ibu S memenuhi indikator
tersebut karena mantri kesehatan walaupun bukan seorang dokter spesialis
tetapi mantri kesehatan dapat mengobati beberapa penyakit yang tidak
terbilang penyakit berat.
Dari temuan lapangan yang didapatkan pada keluarga ibu S dengan
keadaannya sekarang ibu S hanya mampu membiayai sekolah anak-
anaknya hingga jenjang SMA saja. Itupun ibu S berusaha agar anak-
anaknya mendapatkan sekolah negeri agar mendapatkan biaya murah atau
bahkan gratis. Dengan keadaan yang sedikit sulit, ibu S berusaha untuk
memenuhi aspek pendidikan walaupun tidak mencapai jenjang perguruan
tinggi, namun paling tidak mengupayakan sampai SMA. Seperti yang kita
ketahui pemerintah mencanangkan 9 tahun wajib belajar65, jika mengikuti
program pemerintah tersebut berarti ibu S sudah memenuhi kewajibannya
sebagai orangtua untuk menyekolahkan anak-anaknya hingga sekolah
menegah.
Harga daging yang mahal diganti dengan ikan, telor dan ayam yang
dikonsumsinya 2-3 kali dalam seminggu, ini sesuai dengan indikator dan
kriteria keluarga sejahtera yaitu paling kurang, sekali seminggu keluarga
menyediakan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk. Untuk masalah tempat
65 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar
Pasal 1 Ayat 2
84
tinggal, rumah sederhana yang ditinggali bersama anak-anaknya jika dilihat
sudah memenuhi dari indikator dan kriteria rumah yang ideal untuk
keluarga sejahtera yang minimal luas lantai rumah paling kurang delapan
meter persegi tiap penghuni rumah dan bagian lantai yang terluas bukan
dari tanah.
Kematian suami berarti hilang pula peran ayah sebagai suami dari
istri dan anak – anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik,
pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai
anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari
lingkungannya66 karena suaminya bukan hanya sosok ayah yang dekat
dengan anak-anaknya tetapi juga seorang ayah yang bertanggung jawab
karena walaupun sibuk bekerja tetapi masih menyediakan waktu untuk
urusan sekolah anak-anaknya, belum lagi kematian kepala keluarga
membuat rasa aman dalam keluarga ibu S menjadi sedikit berkurang
dikarenakan sekarang tidak ada lagi laki-laki dalam keluarga ibu S yang
dapat memberi rasa aman dan melindungi keluarga.
Bagaimana orang itu hidup, bagaimana cara bersosialisasi dengan
masyarakat, bagaimana menyelesaikan masalah, dan semua hal lain yang
berkaitan langsung dengan kehidupan kita adalah karena faktor keluarga.
Disinilah keluarga mempunyai peranan untuk mempertahankan budaya-
budaya tersebut. Karena keluarga merupakan kelompok terkecil bagi
66 John W. Santrock, Perkembangan Anak, Edisi Ketujuh, Jilid dua, Jakarta: Erlangga, 2007,
hal 194
85
seorang individu, yang dapat dijadikan panutan dan tuntunan untuk
individu tersebut. Dengan status baru yang disandangnya, ibu S tetap
melaksanakan fungsi sosial tersebut walaupun harus membatasi diri agar
tidak menimbulkan fitnah, begitu pula dengan anak-anak ibu S yang
walaupun merasakan sedikit rasa minder tetapi tetap bersosialisasi dengan
baik.
Jika seharusnya seorang kepala keluargalah yang selalu ikut terlibat
dalam kegiatan masyarakat di lingkugan tempat tinggal untuk tetap
menjaga hubungan baik dengan lingkungan tempat tinggalnya maka
dengan tidak adanya kepala keluarga, anggota keluarga lainnyalah yang
harus menggantikannya untuk tetap bermasyarakat dengan lingkungan
sekitar. Dimana lingkungan tempat tinggal ibu S masih menganut sistem
gotong royong dan kekeluargaan yang membuat ibu S sekeluarga selalu
berpartisipasi dalam setiap acara atau kesempatan.
B.2. Tingkat Kesejahteraan Dalam Keluarga Wanita Sebagai Single
Parents/Keluarga Ibu R
Salah satu dari beberapa permasalahan yang akan berkembang
dalam keluarga orangtua tunggal (wanita single parent) adalah penurunan
pendapatan. Hilangnya peran pencari nafkah yang selama ini diperankan
oleh suami dan tidak adanya pengalaman bekerja tentu menyulitkan ibu R.
Perubahan yang terjadi mengharuskan ia hidup sendiri dan tanpa
pendamping yang dapat memberikan uang tambahan kepadanya maka
pendapatan seorang wanita orangtua tunggal akan mengalami penurunan.
86
Ibu R kini berperan sebagai pencari nafkah untuk menghidupi
keluarganya, belum adanya pengalaman bekerja tidak membuat ibu R
berputus asa untuk mencari pekerjaan guna memenuhi kebutuhan
keluarganya dan kini pekerjaannya walaupun tidak memiliki penghasilan
yang sangat besar tetapi paling tidak sudah cukup untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangganya untuk saat ini.
Ibu R selalu berusaha memenuhi kebutuhan dasar keluarganya.
Dari makanan yang bergizi serta nutrisi yang dibutuhkan anaknya selalu
dipenuhi. Aspek pendidikan pun tidak luput dari perhatian ibu R walau
sekarang anaknya masih mengeyam pendidikan dasar tetapi ibu R akan
berusaha untuk memenuhi program wajib belajar yang dicanangkan
pemerintah bahkan jika mampu ia akan menyekolahkan anaknya hingga
jenjang perguruan tinggi. Dari segi kesehatan pun merupakan hal yang
penting bagi ibu R karena jika ada anggota keluarganya yang sakit dan
tidak kunjung sembuh dengan mengkonsumsi obat-obatan warung maka
akan segera di bawa berobat ke sarana kesehatan seperti klinik 24 jam.
Walaupun tidak terlalu sering membeli pakaian baru tetapi ibu R dan
keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, berpergian atau
sekolah. Rumah yang ditempatinya pun saat ini dapat dikatakan layak
karena telah memenuhi indikator kesejahteraan yang mengharuskan luas
lantai rumah paling kurang 8 M2 untuk tiap penghuni. Bagian rumahnya
yang terluas pun bukan dari tanah tetapi hampir seluruh ruangan di
rumahnya sudah dikeramik.
87
Kehilangan sosok suami bagi istri dan sosok seorang ayah bagi
anak menyebabkan hilangnya fungsi keluarga. Salah satunya untuk
memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman pada anggota keluarga.
Semua anggota keluarga harus saling melindungi antara satu sama lain agar
tercipta rasa aman dan tentram karena keluarga adalah tempat yang paling
aman untuk berlindung tetapi kematian suami membuat fungsi keluarga
tersebut kurang berfungsi karena bagaimana pun seorang kepala
keluargalah yang dapat menjadi pelindung anggota keluarganya dan
memberikan rasa aman dan tentram dalam sebuah keluarga maka ibu R pun
tidak menutup hati untuk dapat mencari kembali sosok pria yang dapat
memberikan perlindungan dan rasa aman tersebut, tidak hanya untuk
dirinya tetapi juga anaknya yang masih memerlukan figure seorang ayah.
Seorang kepala keluarga adalah contoh ideal perilaku sosial dan
budaya yang akan ditiru oleh anggota keluarganya. Sehingga anggota
keluarganya mampu berinteraksi dalam lingkungan sosialnya secara baik
dengan teman atau masyarakat sekitar. Dan sejak kematian suaminya, ibu
R-lah yang mau tidak mau harus menjadi contoh ideal tersebut untuk
anaknya. Tetapi dengan status barunya sebagai seorang single parent atau
masyarakat lebih menyebutnya janda maka ibu R harus tetap menjaga dan
membatasi pergaulannya terutama dengan lawan jenis.
Lingkungan merupakan tempat anggota keluarga untuk
bersosialisasi dan dapat ikut serta dalam mengikuti kegiatan masyarakat
bagi individu yang bersangkutan untuk menyiapkan diri hidup di tengah-
88
tengah masyarakat. Sosialisasi dengan lingkungan diperlukan sebagai
sarana untuk menumbuhkan kesadaran diri bahwa kita tidak hidup
sendirian dan membutuhkan orang lain karena itu walaupun jarang di
rumah karena kesibukannya bekerja tetapi ibu R menyempatkan diri untuk
bergaul dan berkumpul dengan lingkungan sekitar tempat tinggalnya.
C. Tabel Analisis
C.1. Analisis Intra Kasus
4.1 Tabel Analisa Intra Kasus Ibu S
Teori Kondisi Sebelum
Kematian Suami
Kondisi Sesudah
Kematian Suami
Fungsi keluarga Fungsi sosialisasi dan
fungsi perlindungan
dalam keluarga berjalan
dengan baik dan setiap
anggota melaksanakan
peran sesuai fungsinya
masing-masing.
Fungsi sosialisasi yang
biasa dijalankan oleh
sang suami harus
digantikan oleh Ibu S
tetapi Ibu S harus
membatasi diri dengan
status baru yang
disandangnya, sedangkan
fungsi perlindungan
hilang bersamaan dengan
kematian sang suami
yang juga kepala
keluarga.
Permasalahan dalam
keluarga single parent
Keadaan ekonomi
keluarga Ibu S ketika
sang suami yang juga
pencari nafkah utama
Ketika sang suami
meninggal dunia terjadi
perubahan terutama
dalam masalah ekonomi
89
masih ada tidak
mengalami masalah dan
tidak ada kekurangan
dalam membiayai
kebutuhan keluarga
sehari-hari.
yang mengalami
penurunan pendapatan
dikarenakan Ibu S tidak
memiliki penghasilan
tetap.
Indikator kesejahteraan Ketika sang suami masih
ada, keluarga Ibu S
cukup sejahtera dan
termasuk dalam indikator
Keluarga Sejahtera Tahap
III.
Kematian sang suami
membuat kesejahteraan
keluarga Ibu S jadi
menurun, sehingga
banyak indikator dalam
Keluarga Sejahtera
Tahap III tidak dapat lagi
dipenuhi, seperti
mempunyai penghasilan
tetap dan dapat
menyisihkan penghasilan
untuk tabungan keluarga
4.2 Tabel Analisis Intra Kasus Ibu R
Teori Kondisi Sebelum
Kematian Suami
Kondisi Sesudah
Kematian Suami
Fungsi keluarga Sebelum kematian sang
suami, semua fungsi
keluarga dapat berjalan
dengan baik terutama
fungsi sosialisasi dan
perlindungan.
Kematian suaminya
membuat Ibu R harus
menggantikan semua
peran sang suami dalam
fungsi keluarga, terutama
fungsi sosialisasi dan
perlindungan.
90
Permasalahan dalam
keluarga single parent
Kehidupan rumah tangga
Ibu R ketika suaminya
masih ada cukup baik,
pendapatan suaminya
dapat memenuhi
kebutuhan keluarganya
dan sang suami dapat
menjalankan perannya
sebagai ayah serta
pencari nafkah dengan
baik.
Menurunnya pendapatan
dan adanya tambahan
peran sebagai orangtua
harus dirasakan oleh Ibu
R sejak kematian
suaminya, ditambah lagi
Ibu R saat itu tidak
memiliki pekerjaan yang
dapat menompang
kehidupannya serta anak
semata wayangnya.
Indikator kesejahteraan Kesejahteraan keluarga
Ibu R cukup terpenuhi
beberapa indikator
Keluarga Sejahtera Tahap
III dapat terpenuhi.
Menurunnya pendapat
keluarga Ibu R
berdampak pada
kesejahteraan keluarga
yang juga harus
mengalami penurunan,
namun setelah
mendapatkan pekerjaan
membuat
kesejahteraannya
membaik.
C.2. Analisis Antar Kasus
4.3 Tabel Analisis Antar Kasus
Teori Keluarga Ibu S Keluarga Ibu R
Fungsi keluarga Kematian suami berarti
hilang pula peran ayah
sebagai suami dari istri
Kehilangan sosok suami
bagi istri dan sosok
seorang ayah bagi anak
91
dan anak anak, berperan
sebagai pencari nafkah,
pendidik, pelindung, dan
pemberi rasa aman,
sebagai kepala keluarga,
sebagai anggota dari
kelompok sosialnya serta
sebagai anggota
masyarakat dari
lingkungannya karena
suaminya bukan hanya
sosok ayah yang dekat
dengan anak-anaknya
tetapi juga seorang ayah
yang bertanggung jawab
karena walaupun sibuk
bekerja tetapi masih
menyediakan waktu
untuk urusan sekolah
anak-anaknya, belum lagi
kematian kepala keluarga
membuat rasa aman
dalam keluarga ibu S
menjadi sedikit berkurang
dikarenakan sekarang
tidak ada lagi laki-laki
dalam keluarga ibu S
yang dapat memberi rasa
aman dan melindungi
menyebabkan hilangnya
fungsi keluarga. Salah
satunya untuk
memberikan kasih
sayang, perhatian, rasa
aman pada anggota
keluarga. Semua anggota
keluarga harus saling
melindungi antara satu
sama lain agar tercipta
rasa aman dan tentram
karena keluarga adalah
tempat yang paling aman
untuk berlindung tetapi
kematian suami membuat
fungsi keluarga tersebut
kurang berfungsi karena
bagaimana pun seorang
kepala keluargalah yang
dapat menjadi pelindung
anggota keluarganya dan
memberikan rasa aman
dan tentram dalam
sebuah keluarga maka ibu
R pun tidak menutup hati
untuk dapat mencari
kembali sosok pria yang
dapat memberikan
perlindungan dan rasa
92
keluarga. aman tersebut, tidak
hanya untuk dirinya
tetapi juga anaknya yang
masih memerlukan figure
seorang ayah.
Permasalahan dalam
keluarga single parent
Karena kematian kepala
keluarga membuat
seorang istri harus
menggantikan tugas-
tugas seorang kepala
keluarga yaitu ayah untuk
mencari nafkah dan
memenuhi segala
kebutuhan anak dan
istrinya, belum lagi
tidak adanya
pengalaman bekerja
membuat ibu S harus
berpikir bagaimana
caranya mendapatkan
uang untuk kebutuhan
sehari-hari. Dengan
keterbatasan
kemampuan dan usia
yang dimilikinya, ibu S
hanya terpikir untuk
berjualan bensin dan
menyulam walaupun
begitu pendapatannya
Perubahan yang terjadi
mengharuskan ibu R
hidup sendiri dan tanpa
pendamping yang dapat
memberikan uang
tambahan kepadanya
maka pendapatan seorang
wanita orangtua tunggal
akan mengalami
penurunan. Ibu R kini
berperan sebagai
pencari nafkah untuk
menghidupi
keluarganya, belum
adanya pengalaman
bekerja tidak membuat
ibu R berputus asa
untuk mencari
pekerjaan guna
memenuhi kebutuhan
keluarganya dan kini
pekerjaannya walaupun
tidak memiliki
penghasilan yang
93
tidak menentu dan
tidak sebesar ketika
suaminya masih ada.
sangat besar tetapi
paling tidak sudah
cukup untuk memenuhi
kebutuhan rumah
tangganya untuk saat
ini.
Indikator kesejahteraan Penghasilan yang tidak
tetap membuat keluarga
Ibu S harus berobat ke
seorang mantri
kesehatan sesuai
dengan kondisi
finansialnya. Kondisi
keuangannya pun
berdampak pada
pendidikan anak-
anaknya, ibu S hanya
mampu membiayai
sekolah anak-anaknya
hingga jenjang SMA
saja. Itupun ibu S
berusaha agar anak-
anaknya mendapatkan
sekolah negeri agar
mendapatkan biaya
murah atau bahkan
gratis. Harga daging
yang mahal diganti
dengan ikan, telor dan
Pelayanan kesehatan
yang dijangkau keluarga
ibu R cukup baik,
setidaknya ibu R dapat
berobat ke klinik 24
jam. Ibu R selalu
berusaha memenuhi
kebutuhan dasar
keluarganya. Dari
makanan yang bergizi
serta nutrisi yang
dibutuhkan anaknya
selalu dipenuhi. Aspek
pendidikan pun tidak
luput dari perhatian
ibu R walau sekarang
anaknya masih
mengeyam pendidikan
dasar tetapi ibu R akan
berusaha untuk
memenuhi program
wajib belajar yang
dicanangkan
94
ayam yang
dikonsumsinya 2-3 kali
dalam seminggu, ini
sesuai dengan indikator
dan kriteria keluarga
sejahtera yaitu paling
kurang, sekali seminggu
keluarga menyediakan
daging/ikan/telur sebagai
lauk pauk. Untuk
masalah tempat tinggal,
rumah sederhana yang
ditinggali bersama anak-
anaknya jika dilihat
sudah memenuhi dari
indikator dan kriteria
rumah yang ideal untuk
keluarga sejahtera yang
minimal luas lantai
rumah paling kurang
delapan meter persegi
tiap penghuni rumah dan
bagian lantai yang terluas
bukan dari tanah.
pemerintah bahkan
jika mampu ia akan
menyekolahkan
anaknya hingga
jenjang perguruan
tinggi. Walaupun tidak
terlalu sering membeli
pakaian baru tetapi ibu R
dan keluarga memiliki
pakaian yang berbeda
untuk di rumah,
berpergian atau sekolah.
Rumahnya pun dapat
dikatakan layak karena
telah memenuhi
indikator kesejahteraan
yang mengharuskan luas
lantai rumah paling
kurang 8 M2 untuk tiap
penghuni. Bagian
rumahnya yang terluas
pun bukan dari tanah
tetapi hampir seluruh
ruangan di rumahnya
sudah dikeramik.
95
BAB V
PENUTUP
Pada pembahasan bab akhir ini, penulis akan menguraikan kesimpulan dan
saran. Kesimpulan berisi gambaran umum hasil penelitian, sedangkan saran berupa
masukan-masukan yang sekiranya dapat diperhatikan oleh pihak-pihak yang terkait
dengan persoalan kesejahteraan wanita single parent.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dalam penelitian yang mengacu pada
pertanyaan dalam rumusan masalah di bab sebelumnya, diperoleh kesimpulan
bahwa dari 2 keluarga wanita single parent yang dijadikan responden terdapat
perbedaan dalam kesejahteraan keluarganya setelah kematian pasangannya.
1. Keluarga ibu S
Setelah kematian suaminya ibu S mengalami masalah ekonomi yang
berdampak pada kesejahteraan keluarganya. Tidak adanya pengalaman
bekerja membuat ibu S memilih berwirausaha kecil-kecilan untuk bertahan
hidup dan walaupun dengan penghasilan yang pas-pasan ibu S tetap bisa
memenuhi 5 kebutuhan dasar keluarganya seperti kebutuhan akan pengajaran
agama, sandang, pangan, papan dan kesehatan. Seluruh anggota keluarga ibu
S makan lebih dari 2 kali dalam sehari dan dengan lauk pauk yang cukup
bergizi, seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk
beraktifitas seperti sekolah dan bepergian, rumah yang ditempatinya pun
96
walaupun sederhana tetapi sudah milik sendiri, dan ibu S sekeluarga pun
mampu berobat ke petugas kesehatan walaupun itu seorang mantra kesehatan.
Kesejahteraan keluarga ibu S dapat terbantu dengan adanya faktor
pendukung dari keluarga besarnya. Keluarga besar ibu S mempunyai peran
yang cukup besar dalam kesejahteraan keluarga ibu S, mereka yang terkadang
memberikan uang jajan kepada anak-anak ibu S, membelikan baju baru ketika
hari lebaran. Dan keluarga ibu S dapat dikategorikan ke dalam keluarga
Sejahtera Tahap I karena telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara
minimal.
2. Keluarga ibu R
Setelah kematian suaminya, ibu R menjadi lebih mandiri karena
walaupun tidak ada pengalaman dalam bekerja tetapi ibu R tetap berusaha
untuk mencari pekerjaan. Meskipun kematian suaminya sempat membuat
keadaan ekonomi keluarga ibu R tergoncang tapi itu tidak berlangsung lama
setelah ibu R mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang tetap setiap
bulannya. Keluarga ibu R sudah mampu memenuhi kebutuhan dasar dan juga
kebutuhan sosial psikologis. Dalam seminggu keluarga ibu R menyediakan
lauk pauk yang bergizi dan susu sebagai tambahan, keluarga ibu R juga
mempunyai pakaian baru minimal sekali dalam setahun, ketika sakit ibu R
dapat berobat ke klinik dokter 24 jam, setiap bulannya juga ibu R secara
teratur mampu membayar dana sosial masyarakat. Dan keluarga Ibu R dapat
dikategorikan dalam Keluarga Sejahtera Tahap II karena selain dapat
97
memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, dapat pula memenuhi syarat
sosial psikologis keluarganya.
B. Saran
Berdasarkan dari hasil penelitian beserta kesimpulan yang telah dijelaskan
dalam skripsi ini, maka dengan ini akan penulis uraikan saran-saran yang
berhubungan dengan hasil penelitian yang telah penulis lakukan.
1. Pemerintah, terutama di setiap daerah harus lebih memperhatikan dan
peduli terhadap permasalahan yang dihadapi wanita single parent,
salah satunya dengan mendata jumlah wanita single parent secara
berkala. Pemerintahan kota Tangerang juga diharapkan agar
menyiapkan modal untuk membantu single parent memulai suatu
usaha terutama bagi mereka yang belum memiliki pekerjaan.
2. Untuk mengatasi masalah ekonomi, wanita single parent
membutuhkan kesempatan untuk mengembangkan atau memanfaatkan
talentanya dalam kegiatan-kegiatan produktif.
3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti permasalahan
single parent lebih dalam lagi dengan memanfaatkan penelitian studi
kasus dan langsung memberikan layanan untuk membantu
terentaskannnya masalah yang dihadapi single parent. Single Parent
juga diharapkan dapat mengkonsultasikan permasalahannya kepada
konselor keluarga sehingga permasalahan yang dialami dapat
98
terentaskan dan single parent dapat menjalani Kehidupan Efektif
Sehari-hari (KES).
99
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Ahmadi, Abu. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta, 2007
Ali, Z. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC, 2006
Badan Penasehat Perkawinan Perselisihan dan Perceraian (BP4). Membina Keluarga
Bahagia Sejahtera. Jakarta: 1998
Balson, Maurice. Bagaimana Menjadi Orangtua Yang Baik. Penerjemah M. Arifin.
Jakarta: Bumi Aksara, 1987
Bastaman, Hanna Djumhana. Meraih Hidup Bermakna: Kisah Pribadi Dengan
Pengalaman Tragis. Jakarta: Paramadina, 1996
Bigner, Jerry. Parent Child Relations: An Introduction To Parenting. New York:
MacMillan Publishing Co., Inc., 1999
Bintarto dan Hadisumarno, Surastopo. Metode Analisa Geografi. Jakarta: LP3ES,
1979
Bubolz, M.M. and M. Suzanne Sontag, Human Ecology Theory. Dalam Boss,
Doroherty, LaRossa, Schumm, & Steinmetz. Sourcebook of Family Theories
and Methods. A Contextual Approach. New York and London: Plenum Press,
1993
Bungin, Burhan. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Cet. Ke-2, Jakarta:PT Grafindo
Persada, 2003
Bungin, Burhan. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media group, 2005
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Kedua. Jakarta: Balai Pustaka, 1996
Hendi, Suhendi, Dkk. Pengantar Studi Sosiologi Keluarga. Bandung: Pustaka Setia,
2001
Hidayat, Komaruddin. Psikologi Kematian. Jakarta: Hikmah, 2005
Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga, 1999
100
Kamus Istilah Kependudukan, KB, Keluarga Sejahtera,. Jakarta: Kantor Menteri
Negara Kependudukan/BKKN, 1997
Kasiram. Metodologi Penelitian: Refleksi Pengembangan Pemahaman dan
Penguasaan Metodologi Penelitian. Malang: UIN-Malang Press, 2008
Kotre, John and Hall, Elizabeth. Seasons Of Life: The Dramatic Journey From Birth
To Death. United States Of America: The University Michigan Press, 1997
Lopata, H.Z. Current Widowhood: Myths and Realitis. California: SAGE
Publications, Inc, 1996
Marjuki dan Santoso, Umi Ratih. Indikator Ketahanan Sosial Keluarga. Jakarta:
Departemen Sosial RI, 2006
McLanahan, Sara. Growing Up With A Single Parents : What Hurts, What Helps.
United States of America: Harvard University Press, 1996
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2000
Mongid. Gerakan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Jakarta: Kantor Menteri
Negara Kependudukan/Badan Koordinasi Keluarga Berencana, 1996
Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender. Malang: UIN-Malang
Press, 2008
Papalia, D.E, Olds, S.W., & Feldman, R.D. Human Development (9th ed.). New York:
McGrawhill, Inc., 2004
Poerwandari, E.K. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Depok:
LPSP3, 2005
Poerwadarimta, W.J.S. Pengertian Kesejahteraan Manusia. Bandung: Mizan 1996
Qaimi, Ali. Single Parent Peran Ganda Ibu Dalam Mendidik Anak. Bogor: Cahaya,
2003
Raco. J.R. Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya.
Jakarta: Grasindo, 2010
Setiadi. Konsep & Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008
101
Setiawan, Andre Abdi. Ya Tuhan Mengapa Kau Ambil Dia Dariku? Penghibur Bagi
Orang Berduka. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009
Soebroto, Thomas. Tanya Jawab Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 Tentang
Perkembangan Kependudukan & Perkembangan Keluarga Sejahtera.
Semarang: Dahara Prize, 1993
Soetrisno, Lukman. Kemiskinan, Perempuan dan Pemberdayaan. Yogyakarta:
Kanisius, 1997
Spock, Benyamin. Orangtua: permasalahan & upaya mengatasinya. Penerjemah
Maryam Noor. Semarang: Dahara Publishing, 1991
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2009
Suharsimi, Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta, 2002
Surbakti, E.B. Gangguan Kebahagian Anda dan Solusinya. Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2010
Thabathaba’I, Muhammad Husain. Ada Apa Setelah Mati?: Pandangan Al-Qur’an,
Penerjemah Ahmad Hamid Alatas. Jakarta: Misbah, 1991
V, Dwiyani. Jika Aku Harus Mengasuh Anakku Seorang Diri. Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2009
Wahyudi, Catur dan Umi Chayatin. Motivasi Menjadi Orangtua Tunggal (Single
Parenthood) Diperkotaan dan Pola Pengaturan Peran dalam Keluarga.
Laporan Penelitian Judul Studi Kajian Wanita tahun anggaran (1998/1999).
Universitas Merdeka Malang
William, J. Goode. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Bumi Aksara, 1995
Willis, Sofyan S. Konseling Keluarga. Bandung: Alfabeta, 2011
Yin, R.K.. Case Study Research: Design and Methods. California: SAGE
Publications,Inc., 1994
INTERNET
http://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga diakses pada 4 Juni 2012
http://www.oocities.org/dynda_millenia/s13.htm diakses pada 10 April 2012
102
http://female.kompas.com/read/2012/02/02/14392322/7.Penyebab.Stres.yang.Terting
gi diakses pada 3 Mei 2012
http://www.indosiar.com/patroli/ditinggal-mati-suami-wanita-panjat-menara-50-
m_84804.html diakses pada 10 April 2012
http://id.wikipedia.org/wiki/Penelitian_deskriptif diakses pada 3 Mei 2012
SKRIPSI
Isnani, Ida. “Perbedaan Rasa Percaya Diri Dalam Bersosialisasi Terhadap
Masyarakat Antara Istri Dan Janda.” Skripsi S1 Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010
Rini, Hapsari, S. “Coping dan Dukungan Sosial Orang Tua Tunggal dalam Pengasuhan
Anak (Studi Kualitatif pada 5 Orang Tua Tunggal Wanita Disebabkan Oleh
Kematian Suami).” Skripsi S1 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
Lampiran 1
PERNYATAAN KESEDIAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ibu S
Usia : 43 tahun
Agama : Islam
Jumlah Anak : 2 orang
Alamat : Kp. Pulo Jl. H. Marjuki RT. 001 RW. 015, Kelurahan Gaga, Kecamatan Larangan, Tangerang
Menyatakan bahwa:
1. Saya bersedia menjadi responden penelitian yang dilakukan oleh saudari Arny Christika Putri.
2. Saya percaya data saya terjamin kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian semata.
3. Karena rasa kepercayaan ini, saya akan tuliskan data saya pada lembar berikutnya.
Tangerang, September 2012
Interviewee Interviewer
( ) (Arny Christika P.)
Lampiran 2
PERNYATAAN KESEDIAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ibu R
Usia : 35 tahun
Agama : Islam
Jumlah Anak : 1 orang
Alamat : Kp. Pulo Jl. H. Marjuki RT. 002 RW. 015, Kelurahan Gaga, Kecamatan Larangan, Tangerang
Menyatakan bahwa:
1. Saya bersedia menjadi responden penelitian yang dilakukan oleh saudari Arny Christika Putri.
2. Saya percaya data saya terjamin kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian semata.
3. Karena rasa kepercayaan ini, saya akan tuliskan data saya pada lembar berikutnya.
Tangerang, Oktober 2012
Interviewee Interviewer
( ) (Arny Christika P.)
Lampiran 3
PEDOMAN PENGAMATAN
Nama : Ibu S
Tempat / Tanggal : Tempat tinggal ibu S / 25 September 2012
1. Mengamati keadaan/bangunan tempat tinggal ibu S
Rumah ibu S memiliki luas keseluruhan 100 meter. Rumah tersebut
memiliki teras yang luasnya kurang lebih 20 meter, memiliki pagar rumah,
beratapkan genteng dari tanah liat, cat tembok berwarna hijau muda dan
berlantaikan keramik dengan warna yang senada dengan cat temboknya.
Rumah ibu S memiliki 2 ruang kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang
keluarga, 1 ruang dapur, 1 ruang meja makan, 1 ruang kamar mandi dan 1 ruang
untuk gudang. Di ruang tamu terdapat sofa yang terlihat masih cukup bagus, di
ruang keluarga terdapat sebuah televisi dan lemari berukuran sedang yang terlihat
sudah agak lama karena ada beberapa bagian yang sudah lapuk termakan rayap.
Di kamar utama yang ditempati ibu S terdapat sebuah tempat tidur yang
cukup luas dengan sebuah lamri pakaian pintu dua. Sedangkan di kamar yang
ditempati kedua putri ibu S terdapat 1 spring bed berukuran kecil yang dilengkapi
meja belajar dan lemari pintu dua.
Ruang belakang terdapat 1 dapur yang terdapat kompor gas 2 kg dan rak
untuk menaruh piring dan gelas. Ruang kamar mandi berlantaikan keramik
berwarna cokelat dan temboknya pun juga dikeramik dengan warna yang senada.
Lampiran 4
PEDOMAN PENGAMATAN
Nama : Ibu R
Tempat / Tanggal : Tempat tinggal ibu R / 1 Oktober 2012
1. Mengamati keadaan/bangunan tempat tinggal ibu R
Rumah ibu R memiliki luas keseluruhan 100 meter. Rumah tersebut
memiliki teras yang luasnya kurang lebih 10 meter, memiliki pagar rumah yang
sudah agak berkarat, beratapkan genteng dari tanah liat, cat tembok berwarna
kuning gading yang catnya sudah terlihat kotor karena sudah lama tidak dicat
kembali dan berlantaikan keramik dengan warna merah agak tua.
Rumah ibu S memiliki 3 ruang kamar tidur, 1 ruang tamu, , 1 ruang dapur,
1 ruang meja makan dan 1 ruang kamar mandi. Di ruang tamu terdapat sofa yang
terlihat sudah tua karena ada beberapa bagian sofa yang sudah robek dan terdapat
sebuah televisi.
Di kamar utama yang ditempati ibu R terdapat sebuah tempat tidur yang
cukup luas dengan sebuah lemari pakaian pintu dua. Sedangkan di kamar yang
ditempati putrid ibu R terdapat tempat tidur kecil yang diatasnya terdapat
beberapa boneka dan terdapat lemari pakaian pintu dua dan meja belajar.
Sedangkan kamar ketiga dibiarkan kosong untuk kamar tamu yang terdapat satu
buah tempat tidur dari kayu dengan lemari pakaian berukuran kecil.
Lampiran 4
Ruang belakang terdapat dapur dengan kompor gas 2 kg dan rak untuk
menaruh piring dan gelas. Ruang kamar mandi berlantaikan keramik berwarna
biru muda dan temboknya pun juga dikeramik dengan warna yang senada.
Lampiran 5
PEDOMAN WAWANCARA
1. Latar belakang subyek
a. Bagaimana kehidupan anda sewaktu masih kecil hingga dewasa dalam
lingkungan keluarga anda?
b. Bagaimana orangtua anda?
c. Bagaimana latar belakang pendidikan anda?
d. Bagaimana latar belakang pernikahan anda?
2. Kematian pasangan
a. Apa penyebab kematian suami anda?
b. Apa yang anda rasakan saat suami anda sudah meninggal dunia?
3. Masalah-masalah yang dihadapi wanita single parent setelah kematian
pasangan
a. Masalah ekonomi
b. Masalah kesehatan
c. Masalah sosial
4. Kesejahteraan Keluarga
a. Bagaimana anda memenuhi kebutuhan dasar keluarga?
b. Bagaimana pendidikan anak-anak anda?
c. Bagaimana anda memenuhi kebutuhan psikologis anda sekeluarga?
Lampiran 6
Nama : Ibu S
Hari : Selasa, 25 September 2012
A : Peneliti
B : Informan
A : Kita mulai wawancaranya ya?
B : pertanyaannya jangan susah-susah ya, Ny…takut ngga bisa jawab, hehe… jangan pake difoto ya, malu udah tua ntar rusak kameranya
A : anda berapa bersaudara?
B : saya anak pertama dari 8 saudara
A : bagaimana kehidupan anda ketika masih kecil?
B : biasa-biasa aja kayak anak-anak lainnya tapi karna saya banyak adenya jadi ya main sambil jagain ade juga
A : berapa lama anda menikah?
B : kurang lebih udah 23 tahun
A : apa penyebab kematian suami anda?
B : waktu dibawa kerumah sakit sih katanya jantung
A : apa memang punya riwayat sakit jantung sebelumnya?
B : ga tuh almarhum keliatannya sehat-sehat aja jarang sakit paling kalo sakit panas atau mau pilek
A : Apa yang anda rasakan saat suami anda meninggal dunia?
B : ya gimana ya? Saya mah shock ga percaya, saya kira dia cuma pingsan aja kan dia abis mandi masih pake handuk tau-tau pas keluar dari kamar mandi langsung jatuh pingsan gitu aja. Langsung saya teriak minta tolong trus dibawa ke dokter ternyata dijalan dia udah ga ada. Orang jempol kakinya digigit aja dia bangun. Kaki tangannya udah pada dingin
A ; Apa anda merasa kehilangan setelah kematian suami anda?
Lampiran 6
B : dibilang sedih banget sih pasti namanya ditinggal selamanya, mendadak gitu tapi saya mah kuatin aja namanya juga takdir. Kadang juga kasian kalo liat anak-anak jadi tegar aja
A : bagaimana kondisi rumah tangga anda sebelum kematian suami?
B : ya kayak keluarga lainnya aja, normal-normal aja kalo berantem mah pasti pernah, wajar tapi ga ampe gimana-gimana gitu ributnya
A : apa masih sering mengingat suami?
B ; kadang sih masih sering keinget apalagi kalo malem pas mau tidur
A : Apa yang anda lakukan saat teringat suami?
B : dilupain aja gitu, ngerjain apa gitu atau ga dibawa tidur biar lupa
A : Apakah anda sudah bisa menerima kenyataan bahwa suami anda sudah meninggal dunia?
B : udah diikhlasin. Walaupun saya terpukul banget waktu itu, tapi saya ngga mau terus-terusan begini akhirnya lebih rajin lagi ikut pengajian deket rumah
A : Apakah anda merasakan kehilangan setelah kematian suami anda?
B : ya pasti itu mah, apalagi kalo ada rapat disekolah anak-anak. Biasanya kan yang datang bapaknya tapi sekarang saya. Biasanya kalo ada apa-apa yang di ajak cerita bapaknya tapi sekarang udah ga bisa
A : Apa yang anda rasakan saat suami anda meninggal dunia?
B : kayak ga percaya aja gitu, shock kayak ga beneran. Orang tadinya ga kenapa-kenapa. Cuma lagi panas aja badannya, tau-tau pas bias mandi pingsan, itu waktu pingsan masih pake handuk.
A : Apakah anda bisa menerima kejadian itu saat diberitahu?
B : yang tahu dia pingsan kan saya, langsung saya teriak minta tolong terus dicariin taksi. Di dalam taksi jempolnya digigit aja udah ga bereaksi pas dibawa ke rumah sakit kata dokter udah ga ada
A : Apa yang kemudian anda lakukan?
B : lemes banget dengernya pas tahu almarhum meninggal tapi saya cuma bisa nangis aja
A : Apakah anda sudah mulai melakukan kegiatan anda seperti sebelum suami andameninggal dunia?
Lampiran 6
B: beberapa hari sih sempet ga mau keluar rumah paling di kamar aja tapi setelah itu ya udah kembali kayak biasa
A : bagaimana perkenalan anda dengan suami?
B : kenal waktu main voli antar kampung
A : berapa lama masa pacaran anda dengan suami?
B : 6 tahunan
A : apa yang paling anda ingat tentang suami anda?
B ; mmm, almarhum tuh orangnya sabar banget ga pernah marah. Ngomong keras aja ga penah sama saya sama anak-anak
A : apa ada keinginan untuk menikah lagi?
B : nggalah saya udah ga niat nikah lagi, udah tua udah ga laku
A : dipernikahan anda ini, punya berapa anak?
B : ada 2. Dulu sempet keguguran 2 kali, belum ada 4 bulan udah keguguran. Baru pas 3 tahun nikah dikasih anak cewek terus yang kedua cewek juga jaraknya 3 tahun ama kakaknya
A : Bedanya berapa tahun?
B : yang pertama udah kelas 3 SMA, yang kedua kelas 3 SMA
A : apa ada kesulitan membesarkan anak-anak seorang diri?
B : susah-susah gampang sih, kalo dulu anak-anak bandel atau kenapa-kenapa ceritanya sama suami kalo sekarang paling langsung ngomong ke anaknya
A : perbedaan apa yang paling terlihat sebelum dan sesudah suami meninggal?
B : apa ya?! (berpikir sejenak) ya kalo dulu apa-apa berdua sekarang sendiri. Dulu suami yang kerja cari makan sama buat anak-anak sekolah sekarang saya yang puter otak buat cari duit.
A : bagaimana anda bertahan hidup dengan anak-anak?
B : saya usaha kecil-kecilan aja, jualan bensin sama nyulam. Ga gede sih tapi paling ga buat jajan ma sekolah anak-anak bisalah. waktu masih ada bapaknya sih cukup-cukup aja biar gajinya ngga gede tapi kebutuhan rumah ama sekolah anak cukup, tapi pas bapaknya meninggal kan ngga ada pemasukan lagi apalagi bapaknya bukan PNS jadi ngga dapet uang pensiun paling santunan kematian
A : kenapa tidak mencoba melamar pekerjaan atau buka usaha?
Lampiran 6
B : hahaha….. udah tua gini mau kerja apa lagian saya ga punya pengalaman kerja. Kalo mau buka usaha bingung mau usaha apa, saya ngga ada jiwa bisnisnya. Warung disini udah banyak, mau jualan nasi uduk juga udah banyak yang dagang. mau jualan juga kan modalnya ngga punya, uang santunan kematian bapaknya juga ngga banyak lagian udah abis buat sekolah anak-anak kemarin, ini sisanya saya buat modal jual bensin aja kan disini ngga ada yang jual bensin. Buat nambah-nambah ya saya nyulam kebetulan waktu itu di tawarin orang komplek. Kalo nyulam kan bisa disambi sambil jagain bensin
A : apakah setelah kematian suami ada kesulitan ekonomi?
B : dibilang susah sih ya kita mah pas-pasan sekarang. Kalo dulu kan tiap bulan pasti dapet dari suami, sekarang pendapatannya ga tentu. Udah bisa buat makan ama sekolahin anak aja itu bersyukur. Kalo pagi ada yang beli bensin duitnya buat sangu anak-anak dulu masalah buat belanja mah ntar-ntar
A : sehari berapa pendapatan anda dari jualan bensin dan menyulam?
B ; kalo bensin mah ga tentu kadang sehari bisa Rp. 20.000-an kadang lebih. Kalo nyulam kan saya dapetnya seminggu sekali kadang bayarnya telat, bisa 2 minggu baru dibayar itu juga ga gede-gede amat, satu sulaman dapet Rp.10.000
A : Kendala apa yang anda rasakan ketika berjualan bensin?
B : kalo beli bensin pake derijen sekarang agak susah kan udah dilarang paling kalo boleh kita ngasih ke orang pom bensinnya, untung ngga seberapa udah tekor duluan. Paling saya akalin beli bensinnya pake motor ade ipar saya, kan itu tangkinya agak gede jadi muat banyak. Tapi kalo bensin lagi langka kayak waktu itu juga susah nyarinya kadang kalo ngga dapet ya kita ngga jualan
A : biasanya bisa nyelesein berapa sulaman dalam sehari?
B : kan kita sulamannya ngambil di orang komplek dijatahin gitu kalo dapet juga kadang dibagi-bagi ma yang lain kalo lagi dapetnya dikit ya buat kita sendiri, kadang seminggu dapet Rp. 30.000. Sehari mah bisa selesai tapi kan kita di sambi ngerjainnya jadi kadang satu sulaman bisa ampe 2 hari paling lama. biar nyulam saya sambi tapi penghasilannya lumayan, ngga bisa dibilang lebih gede sih dari jualan bensin kan kalo nyulam saya dapetnya seminggu sekali terus ngambil sulamannya juga ngga bisa banyak-banyak dibatesin sama orangnya ya minimal sih saya bisa dapet 30ribu seminggu. kalo lebih gede sih ya dari jualan bensin kan dapetnya setiap hari kalo sehari bisa jual 3-4 botol kan lumayan dapet 20ribu-an, kalo dari ngajar ngaji paling cuma 100ribu itu juga dapetnya sebulan sekali, nyulam sekarang udah jarang-jarang kalo lagi bahannya dateng aja baru ngambil
A : jadi bagaimana anda mengatur biaya kebutuhan rumah tangga termasuk sekolah anak-anak?
Lampiran 6
B ; pinter-pinter nyimpen uang aja, kadang kan anak-anak suka dapet santunan anakyatim biasanya uangnya dikasih saya buat simpenan nanti keperluan mereka sekolah. Listrik kadang dibantu sama ade. Kadang saya juga suka disuruh ngisi pengajian, uangnya lumayan dah. Omnya juga kadang suka kasih uang jajan, trus omnya yang di peninggilan kalo abis gajian pasti kasih jatah ke anak-anak. Alhamdulillah ada aja sih yang bantu, rezeki mah udah ada yang ngatur
A : Apa kegiatan anda sehari-hari?
B : beresin rumah kalo pagi abis itu jagain bensin sambil nyulam. Kalo selasa, rabu ma kamis saya ikut majelis ta’lim trus malemnya ngajar anak-anak ngaji di rumah
A : sudah berapa lama anda membuka pengajian anak-anak di rumah?
B : udah lama banget waktu bapaknya masih ada yang ngajar bapaknya tapi sekarang saya dibantu ma ade ipar saya kadang-kadang anak pertama saya yang bantu ngajar iqra. dulu kan disini ngga ada pengajian kayak sekarang makanya bapaknya pengen ngajarin anak-anak kecil disini biar bisa ngaji.
A : pengajian itu dipungut biaya atau gratis?
B : kita sih ngga mintain duit tapi anak-anaknya pada bayar sendiri. ya seikhlasnya sih ada yang 5000 ribu ada juga yang ngasih 10.000 ribu
A : Apakah uang dari bayaran mengaji tersebut membantu perekonomian keluarga anda?
B : dibilang ngebantu sih iya lumayanlah, saya kan ngajar sekitar 20 orang hampir semuanya ngasih ko tapi saya ngga pernah ngarepin kan emang niat awalnya dulu cuma buat bantuin anak-anak sini biar pada bisa ngaji baca al-qur’an. Terus saya juga private-in ngaji ada 2 orang dibayarnya perbulan 50rb
A : bagaimana dengan kesehatan anda sekeluarga? kalau sakit pergi berobat kemana?
B : kalo cuma pilek doank sih minum obat warung tapi kalo udah parah baru ke pak Wayan kayak mantri kesehatan gitu dah
A : pak Wayan itu dokter atau apa?
B : dokter sih bukan tapi kayak mantri kesehatan gitu dah, dirumahnya buka praktek gitu
A : kenapa anda memilih berobat kesana?
B : udah biasa sih dari dulu suami ama keluarga saya sakit juga kesana, udah cocok kalo berobat disana
A : kenapa ngga berobat klinik 24 jam atau puskesmas?
Lampiran 6
B : itu pak Wayan juga kayak klinik 24 jam juga sih trus obatnya juga ngga mahal kalo ke puskesmas saya males antrinya udah gitu obatnya suka ngga cocok
A : kalau berobat ke RS?
B : hahaha…kemahalan lagipula ada yang deket ngapain jauh-jauh kalo udah parah banget tuh baru ke rumah sakit. tapi alhamdulillah sih saya jarang sakit ampe yang segitunya. Paling-paling sakitnya flu ma panas aja, kayak kemarin noh saya batuk ngga sembuh-sembuh. Anak-anak juga alhamdulillah jarang sakit.
A : Bagaimana dengan pendidikan anak-anak?
B : sekolahnya mah lancar-lancar aja. Paling lagi pusing mikirin biaya ujiannya nih, dua-duanya ujian. Yang kecil kan 3 SMP, yang gede 3 SMA. Om-omnya sih pasti bantu tapi kalo saya bisa sendiri kenapa mesti nunggu ditolong orang, iya kan?
A ; Apa mereka mendapat pendidikan yang berkualitas?
B : yang gede sih dapet sekolah negeri, kalo yang namanya negeri mah menurut saya pasti udah bagus aja sih, gratis lagi. Saya sih usahain anak-anak dapet sekolah negeri biar biayanya ngga mahal-mahal, sekolah bagus kan ngga mesti mahal kalo swasta kan takut banyak pungutan. Kalo dulu masih ada bapaknya sih saya ngga terlalu pusing tapi sekarang saya yang penting anak bisa sekolah aja. Yang kecil kemaren ngga dapet negeri jadi saya masukin di sekolah swasta yang yayasan islam gitu biayanya agak terjangkau sih. Menurut saya selama kurikulum sekolahnya memenuhi standar, pasti sekolahnya berkualitas
A : Apakah setelah lulus SMA anak pertama anda akan melanjutkan ke perguruan tinggi?
B : pengennya dia sih gitu tapi kita kan ga ada biaya. Saya cuma sanggup sampe SMA aja nyekolahinnya. Tahu sendiri biaya masuk kuliah mahal biarin dah dia kerja dulu kalo mau sambil kuliah kan bisa bayar sendiri ntarnya, kalo cuma kasih uang saku aja sih bisa tapi kalo beli buku beli ini mah saya ngga sanggup. Bagaimanapun namanya orangtua pasti wajib nyekolahin anaknya, biar sekarang saya cari duit sendiri tetep sekolah anak prioritas nomor satu tapi mau gimana lagi penghasilan saya juga ngga pasti, yang penting saya bisa sekolahin sampe kelar SMA aja dulu
A : Bagaimana dengan makanan sehari-hari anda sekeluarga?
B : biar sekarang udah ngga kayak dulu tapi kalo makanan sih saya selalu usahain yang bergizi. Lagian anak-anak juga makannya ngga susah ko apa yang ada di meja ya dimakan
A : Apa dalam seminggu anda mengkonsumsi daging?
Lampiran 6
B : kalo ayam ngga terlalu sering, dalam seminggu paling ikan bandeng ama ikan kembung kadang-kadang lebih sering telor tapi kalo daging sapi mah kadang-kadang aja paling sebulan sekali juga belum tentu sih apalagi sekarang harga daging lagi naik
A : Apa anda dan sekeluarga sering membeli buah-buahan dan susu?
B : kalo mangga depan rumah saya berbuah mah tinggal metik, hahaha…. jarang sih beli buah. Pepaya ada pohonnya depan rumah emak tinggal metik, sawo saya jugapunya pohonnya, pohon duit aja yang saya ngga punya, hahaha… Kalo susu anak-anak saya udah ngga pada minum susu dari lama, udah pada kagak doyan
A : Bagaimana dengan kualitas beras yang anda sekeluarga konsumsi?
B : beras mah biasanya saya beli dari beras plerek yang dimintain kalo hari minggu itu lho, itu juga kalo pas saya yang kebagian jatah maintain, kalo ngga ya saya beli paling yang seliter 7.000-an. Buat saya beras mahal atau ngga juga ngga terlalu berasa kalo makannya pake lauk atau sambel
A : Beras plerek itu apa?
B : disini tiap hari minggu dimintain beras plerek, itu siapa aja yang mau mintain, biasanya digilir orangnya tiap minggu. Ntar berasnya itu dibeli sama yang mintain itu, harganya seliter empat ribu, nah uangnya itu dikumpulin buat ntar santunan anak yatim
A : Apa anda dan keluarga sering pergi rekreasi?
B : arisan keluarga kan setahun sekali kita suka liburan kemana gitu, biasanya sih pas akhir-akhir tahun kadang pas liburan anak sekolah, biasanya sih kalo ngga ke tempat wisata kayak ragunan, cibodas ya ke ciater, taman safari yang pas tahun kemaren kita ke puncak
A : Apakah rumah yang anda tinggali sekarang milik pribadi/sewa?
B : Alhamdulillah udah rumah sendiri, dulu tanahnya warisan dari babah trus ngga lama nikah kita bangun rumah dah. Lumayan sih luasnya 100 m² kan saya anak perempuan jadi jatahnya lebih dikit
A : di rumah tinggal sama anak-anak aja?
B : iya sekarang mah bertiga aja. Tapi waktu awal-awal bapaknya meninggal, anak-anak sempet ga mau tidur di rumah, masih suka keinget kali ya ma bapaknya makanya tiap malem tidurnya di tempat nyai-nya (nenek).jadi kamar anak ditempatin adik saya sama istrinya cuma sekarang udah ngga lagi.
A : apa anda sekeluarga sering membeli baju baru?
Lampiran 6
B : kalo saya mah udah ngga mikirin beli baju, baju-baju saya masih banyak dilemari, masih bagus kok banyak juga yang jarang di pake jadi kalo belum butuh banget ngapain beli. Kalo anak-anak tuh kalo lebaran sih pasti punya baju baru dibeliin Ncing-nya. Kadang juga kalo tahun ajaran baru sih kalo bajunya masih bagus ya ngga beli tapi kalo udah jelek ya saya beliin tapi lebih seringnya sih udah kekecilan atau warnanya udah buluk
A : bagaimana anda mengenalkan anak-anak pada ajaran islam?
B : dari kecil saya udah diajarin ngaji, belajar agama udah dari bocah jadi anak-anak juga udah saya biasain buat salat sama ngaji kalo abis magrib. Sebisa mungkin kita terapin di rumah biar jadi kebiasaan anak-anak sampe ntar gede
A : bagaimana dengan kehidupan sosial anda setelah kematian suami?
B : ya sekarang sih agak dibatesin aja takut kalo ada omongan macem-macem. Tapi masih tetep bergaul sih saya masih rajin ikut pengajian-pengajian juga ko
A : Bagaimana dengan masalah praktis?
B : saya sih kalo bisa dilakuin sendiri ya saya kerjain tapi kalo kerjaan laki kayak benerin geneteng atau benerin pompa biasanya saya suruh ade saya atau manggil tukang
Lampiran 7
Nama : Ibu H
Waktu : Rabu, 26 September 2012
A : Peneliti
H : Informan
A : Bagaimana kehidupan Ibu S ketika masih kecil?
H : Anaknya baik ngga suka macem-macem, kalo main suka ngajak adenya. Maklum kita kan anaknya banyak jadi dia suka saya suruh jagain ade-adenya. Anaknya pendiem tapi banyak temennya mungkin karna dia ramah dari kecil siapa aja di ajak main
A : Bagaimana prestasi Ibu S ketika masih sekolah?
H : biasa aja sih ngga yang terlalu menonjol tapi kalo olahraga dia suka banget, dulu tuh dia sering tanding voli kemana-mana. Anaknya kuat gitu dia kayak bocah laki, temennya juga banyak. Tapi dia anaknya nurut sih biar kata capek abis tanding voli, ngga pernah bolos sekolah.
A : Bagaimana pendapat anda tentang suami ibu S?
H : suaminya sabar banget, ngga pernah dia marah. Seumur-umur dia jadi mantu saya ngga pernah liat dia marahin anaknya. Makanya pas dia meninggal saya ngga percaya ampe pingsan
A : Bagaimana kehidupan ibu S setelah kematian suaminya?
H : saya liatnya dia tegar banget, nangis sih pas suaminya meninggal tapi keliatannya ikhlas banget. Tapi ngga ada yang berubah sih sama dia, cuma awal-awal aja pas suaminya baru meninggal, agak lebih pendiem kan emang dia orangnya pendiem tapi waktu itu lebih pendiem lagi keliatan kayak ada yang dipikirin gitu. Cuma lama-lama ya biasa lagi tapi kalo ngebahas suaminya pasti masih nangisSaya mikirin ntar dia gimana, mana anak-anaknya masih pada sekolah. Dia juga ngga kerja, ngga punya pengalaman kerja juga. Untungnya dia orangnya pinter ngaji dari kecil semua anak-anak saya ama bapaknya udah dibiasain diajarin ngaji, pkoknya kalo soal agama nomor satu deh. Jadi dia suka disuruh ngisi pengajian, kan lumayan bayarannya. Waktu itu juga di ajakin ama orang buat nyulam, dari yang tadinya dia ngga bisa lama kelamaan akhirnya bisa. Terus iseng jualan bensin ecer kan disini pom bensin mesti jalan jauh ke depan terus dulu ada yang jual tapi sekarang udah ngga jadi dia gantiin jual bensin.
Lampiran 7
A : Bagaimana Ibu S memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya mulai dari kebutuhan dasar sampai pendidikan anak-anaknya?
H : ya dari itu jualan bensin ma nyulam kalo yang pasti. Kadang-kadang ade-adenya juga pada bantu kok, ada yang ngasih uang jajan ke anak-anaknya, ada yang kadang bayarin listriknya kalo lebaran om-omnya pada beliin anak-anaknya baju juga. Terus anaknya juga suka dapet santunan anak yatim, itu uangnya dikasih ke mamaknya katanya disuruh tabung buat bayar sekolah. Untung anak-anaknya juga ngerti, dikasih sangu berapa aja juga ngerti
A : Bagaimana dengan tempat tinggal ibu S?
B : itu rumah udah punya dia, dibangun ngga lama abis dia nikah, dulu kan udah saya bagi-bagi tanahnya buat dia ama ade-adenya jadi pada ngumpul dah disini kalo lebaran jadi ga usaha jauh-jauh orang rumahnya pada hadap-hadapan gini
A : bagaimana kegiatan sehari-hari ibu S?
H : ya paling sehari-hari dia jagain dagangan bensinnya sambil nyulam, terus dia ikut pengajian kalo hari rabu. Kadang-kadang dia juga sering di suruh ngisi pengajian baca al-qur’an
A : bagaimana hubungan ibu S dengan lingkungan sekitar?
H : dia orangnya aktif ga bisa diem di rumah. Sebulan sekali kan ibu-ibu disini kerja bakti pasti dia ikut, kalo ada orang hajatan diminta tolong dia juga pasti mau apalagi kalo tetangga deket pasti langsung dateng bantuin tanpa disuruh. Disini juga kalo ada orang sakit atau habis lahiran pasti ibu-ibunya pada patungan nengokin, kalo dia lagi ada duit pasti ngikut
Lampiran 8
Nama : A
Waktu : Sabtu, 29 September 2012
A : Peneliti
B : Informan
A : bagaimana perasaan kehilangan seorang ayah?
B : ya sedih, suka iri sih kalo ngeliat temen yang bapaknya masih ada. Dulu kalo urusan sekolah kan apa-apa bapak yang ngurusin. Ade saya dulu deket banget ama bapak, manja ama bapaknya
A : perubahan psikologis apa yang dialami anda sekeluarga setelah kematian ayah?
B : perubahan apa ya? mmm…kalo ade sih sekarang jadi lebih pendiem aja, dulu kan dia orangnya agak cerewet dan lebih rame gitu tapi sekarang agak berubah jadi pendiem sih. Kalo mamak, ngga ada yang berubah banget sih malah keliatan lebih tegar dari sebelumnya, lebih kuat sekarang mungkin karna harus ngehidupin kita kali ya, waktu awal bapak ngga ada sih nangis tapi ngga ampe yang gimana gitu malah Nyai ama Ncing yang sempet pingsan.
A : apa meninggalnya ayah mengganggu anda untuk bersosialisasi?
B : tetep biasa aja sih main sama temen-temen tapi kadang suka ngerasa minder aja gitu, kadang suka gimana gitu kan sekarang jadi anak yatim jadi suka agak ngerasa beda aja ma yang lain
A : bagaimana hubungan dengan lingkungan?
B : kadang sih kalo ada acara 17an disuruh jadi panitianya, sekarang sih karna sering di ajakin buat ikut acara-acara remaja disini, kalo lagi ngga banyak tugas sekolah atau urusan di sekolah sih ikut, kadang ikutan pengajian remaja sebulan sekali atau kalo ada acara baksos ma anak-anak remaja sini ya ikut
A : Apakah sering merasa kesepian setelah kematian ayah?
B : ya kerasa beda sekarang apalagi kalo malem rumah ko jadi sepi kadang jadi keinget sama bapak, apalagi dirumah cewek semua jadi agak gimana gitu tapi untung rumah deket sama sodara-sodara jadi ngga terlalu khawatir sih. emang pas awal bapak baru meninggal, kita sempet ngga mau tidur di rumah, tidurnya di rumah Nyai. Ngga kenapa-kenapa sih cuma kalo di rumah jadi keinget bapak terus
A : bagaimana dengan masalah kesehatan? Kalau sakit berobat kemana?
Lampiran 8
B : sama mamak kalo sakit dibawa ke pak Wayan, biasanya sih kalo udah minum obat dari sana agak mendingan
A : sekarang kan udah kelas 3 SMA, mau ngelanjutin kuliah?
B : pengennya sih lanjut kuliah tapi kasian mamak kalo harus biayain kuliah, kan kuliah mahal mending kerja dulu sambil ngumpulin duit buat bantuin mamak
A : bagiamana kondisi ekonomi keluarga saat ini?
B : yang pasti sih udah ngga kayak waktu masih ada bapak, sekarang yang cari uang mamak itu juga penghasilannya ngga pasti. Kadang suka kasian ama mamak. Makanya jual snack gitu buat anak-anak yang ngaji. Ntar uangnya kan bisa buat jajan disekolah
A : apa sering pergi liburan sekeluarga?
B : kalo liburan mah jarang-jarang paling kalo pas arisan keluarga setahun sekali suka liburan kemana gitu, kalo ngga ya di rumah aja paling kalo ada temen atau ade suka ngajakin jalan atau minta temenin kemana gitu, kalo sama mamak mah jarang sekeluarga, ngga punya motor juga trus kalo pake angkot kan boros ongkosnya kalo sama temen kan dia yang bawa motor, kita cuma nebeng aja
A : Bagaimana dengan ajaran agama di rumah?
B : dari kecil udah di ajarin salat sama bapak kalo abis magrib juga mamak diajarain ngaji baca iqra, ngga pernah di paksa sih tapi tapi karan udah dari kecil diajarin jadi kebiasaan sampe sekarang. Apalgi saya yang dari SD sampe sekarang sekolahnya sekolah agama kadang juga disuruh mamak buat ngajar ngaji anak-anak kalo, ncang ngga bisa bantuin ngajar.
Lampiran 9
Nama : Ibu R
Hari : Senin, 1 Oktober 2012
A : Peneliti
B : Informan
A : anda berapa bersaudara?
B : saya anak pertama dari 3 bersaudara, ade saya yang satu laki yang bungsu cewek
A : bagaimana kehidupan anda ketika masih kecil?
B : ngga gimana-gimana, waktu kecil ya sekolah main paling gitu aja tapi kalo pagi sambil berangkat sekolah bantuin emak dorong gerobaknya, beresin dagangannya di lapak tempat biasa jualan sayur baru dah abis itu berangkat ke sekolah
A : berapa lama anda menikah?
B : belum lama sih sekitar 5 tahunan
A : apa penyebab kematian suami anda?
B : maagnya udah parah terus larinya ke liver deh
A : apa memang punya riwayat sakit sebelumnya?
B : dia ngga pernah ngeluh sakit mungkin ditahan kali ya. Palingan sering masukangin minta dikerokin. Dia emang kalo makan suka telat, kalo udah cape pulang kerjabelum makan langsung aja tidur. Masuk rumah sakit baru 5 atau 6 hari gitu trus ngga ada
A : bagaimana kondisi rumah tangga anda sebelum kematian suami?
B : damai-damai aja sih
A : apa masih sering mengingat suami?
B ; kalo waktu awal-awal sih masih sering keinget tapi sekarang kan udah lama banget bapaknya meninggal
A : Apa yang anda lakukan saat teringat suami?
Lampiran 9
B : ya paling cuma bisa doain aja biar tenang disana. kalo malem jum’at abis salat magrib saya sempetin baca qur’an. Kadang juga saya usahain buat salat malem kalo pas kebangun
A : Apakah anda sudah bisa menerima kenyataan bahwa suami anda sudah meninggal dunia?
B : ya udahalah, udah lama gini pasti udah diikhlasin. Waktu awal-awal sih sempet bingung, stress. Yang saya pikirin anak saya, gimana kalo ngga ada bapaknya. ya berpikir positif aja deh sama semua ujian yang di kasih, yang penting saya harus bisa ngedidik anak sampe jadi orang yang berguna
A : Apakah anda merasakan kehilangan setelah kematian suami anda?
B : namanya suami meninggal pasti ada rasa kehilangan gimanapun juga
A : Apa yang anda rasakan saat suami anda meninggal dunia?
B : kita mah waktu itu masih kayak ngga percaya, masih ngerasanya mimpi. Orang sakitnya juga ngga ketahuan eh tau-tau udah parah aja
A : Apakah anda bisa menerima kejadian itu saat diberitahu?
B : harus bisalah kita mau kayak gimana juga kan ga bisa hidup lagi
A : Apa yang kemudian anda lakukan?
B : sedih, nangis itu mah pasti wajar namanya juga kehilangan orang yang kita sayang
A : Apakah anda sudah mulai melakukan kegiatan anda seperti sebelum suami anda meninggal dunia?
B : ya ngga langsung sih tapi beberapa hari sempet diem dirumah aja
A : bagaimana perkenalan anda dengan suami?
B : dia kan bisa dibilang tetangga, jatuh cintanya mah ngga jauh-jauh
A : berapa lama masa pacaran anda dengan suami?
B : setahun lebih ada kali
A : apa yang paling anda ingat tentang suami anda?
B ; kalo ngeliat muka anak jadi inget suami soalnya mukanya mirip kayak bapaknya
A : apa ada keinginan untuk menikah lagi?
Lampiran 9
B : ya kalo ada jodoh mah saya mau aja, kasian juga liat anak ngga punya bapak kayak temen-temen sekolahnya
A : dipernikahan anda ini, punya berapa anak?
B : itu cuma satu aja. Waktu itu emang ngga ditunda, pengen cepet-cepet punya anak. Namanya orang nikah pasti tujuannya punya anak. Punya anak jadi rame rumah. Senenglah kita, keluarga jadi terasa lengkap. Ada anak jadi bisa terhibur kalo cape
A : apa ada kesulitan membesarkan anak seorang diri?
B : dibilang susah sih susah-susah gampang apalagi waktu itu anak masih kecil masih butuh bapaknya
A : perbedaan apa yang paling terlihat sebelum dan sesudah suami meninggal?
B : ya paling dulu apa-apa bapaknya, yang kerja bapaknya.
A : bagaimana anda bertahan hidup?
B : setelah bapaknya ngga ada saya coba ngelamar ke sana kemari minta di cariin kerja ma temen sampe akhirnya ada yang nawarin ya udah lumayan buat nyambung hidup
A : Anda kerja apa?
B : waktu awal-awal kerja jadi tukang bersih-bersih di kantor, cleaning service gitu. Saya mikirnya yang penting bisa kerja yang halal terus dapet uang. Terus ngga lama saya pindah dah sekarang kerja di asuransi
A : apa ada pikiran untuk membuka usaha saja?
B : modalnya ga ada lagian mau usaha apa saya ga punya jiwa dagang
A : apakah setelah kematian suami ada kesulitan ekonomi?
B ; sulit sih pasti yang namanya kepala keluarga dan pencari nafkahnya ilang pasti kita mah kerepotan
A : jadi bagaimana anda mengatur biaya kebutuhan rumah tangga?
B ; waktu bapaknya meninggal kan anak masih kecil belum sekolah paling yang agak repot beli susunya aja makanya saya kepikiran buat kerja soalnya saya mikirin sekolah anak apalagi waktu itu dia mau masuk TK
A : kira-kira berapa pendapatan anda sebulan?
B : ngga gede sih kerja gituan mah gajinya pas, pas buat makan pas buat bayar sekolah pas butuh duit ada, hahaha….waktu jadi CS sih cuma 1juta sekarang mah
Lampiran 9
gedean dikit sebulan 1,5juta kadang kalo ada lemburan atau dapet bonus ya lumayan bisa dapet hampir 2jutaan lah
A : apa ada pemasukan lain?
B : ngga ada, saya cuma hidup dari ngandelin gaji saya tapi kadang Omnya suka ngasih sih duit buat jajan anak tapi ngga sering. Kalo makan juga kadang-kadang anak saya makan tempat neneknya jadi jarang masak dirumah palingan kalo saya libur aja atau anak minta dimasakin apa jadi ngga terlalu boros juga sih
A : jika dibandingkan dengan ketika suami anda masih hidup, bagaimana keadaan ekonomi anda sekarang?
B : dibilang lebih baik sih juga ngga ya, dulu suami saya juga gajinya ngga gede atau lebih dari saya ko, sama aja sih menurut saya bedanya dulu suami yang kerja sekarang saya, gitu aja
A : bagaimana dengan pendidikan anak anda?
B : saya sih selalu usahain yang terbaik buat dia. Anak satu-satunya, saya cari duit juga buat dia-dia juga, ga buat siapa-siapa.
A : Bagaimana dengan kualitas pendidikan anak anda?
B : saya mah taunya yang penting dia sekolah, kalo masih SD gini yang saya utamain sih jaraknya. ntar kalo mau SMP dia sih udah minta sekolah dimana. Yang pasti sih saya cari tau dululah sekolahnya gimana tapi kalo dia minta ditempat yang mahal mah saya jujur aja ngga mungkin sangguplah, yang standar-standar ajalah sekolahnya. Syukur-syukur saya mampu kuliahin dia biar jadi anak pinter tapi yang pasti sih saya harus sekolah dia mape SMA jangan sampe putus di tengah jalan
A : Bagimana dengan kesehatan keluarga anda? Kalau sakit pergi berobat kemana?
B : Palingan kalo sakit saya ke 24 jam kalo ke puskesmas obatnya suka ngga manjur. Tapi kalo cuma sakit flu doang sih beli obat aja di warung kalo udah parah ngga sembuh-sembuh baru dah ke dokter
A : Apa anda dan sekeluarga sering mengkonsumsi buah dan susu?
B : kalo saya mah ngga pernah minum susu, anak saya paling kalo minum susu beli di warung yang kardusan harga 2.000 ribu. Buah sih ngga sering tapi kalo pulang kerja di jalan lagi ada buah bagus sih saya beli, paling belinya mangga ma jeruk
A : apa kegiatan anda sehari-hari?
B : senin ampe jumat saya kerja, sabtu juga kadang saya suka masuk. Sebelum berangkat kerja biasanya saya anterin anak ke sekolah dulu ntar dia pulangnya sendiri. Ntar siangnya dia makan tempat neneknya paling saya tinggalin duit aja kalo
Lampiran 9
dia mau makan. Kalo malem makan malem saya biasanya beli mateng. Hari libur ngga kemana-mana palingan kalo anak ngajakin pergi atau jalan-jalan ya saya ikutin dah maunya.
A : Apa dalam seminggu anda sekeluarga mengkonsumsi daging?
B : Kalo saya mah ngga suka daging-dagingan gitu paling saya makannya ikan baru mau, kalo anak saya sih apa aja dimakan. Ngga pasti sih dalam seminggu makan daging palingan kalo beli makan di luar lagi pengen makan ayam baru beli, apalagi anak saya sukanya ayam bakar. Kalo lagi males keluar paling nyeplok telor. Apalagi kalo lebaran haji, aduh sampe blenger saya ngeliatnya. Pasti kita kan kebagian daging tuh, anak saya pasti minta dibikin sate, berhari-hari daging mulu tuh
A ; Apa anda sekeluarga sering pergi rekreasi?
B : jalan-jalan mah paling kalo anaknya ngajak, kalo ngga ke ITC cuma buat liat-liat aja makan di McD atau kayak kemaren dia ngajakin berenang. Kadang sih pergi berdua aja ama anak tapi kalo abis lebaran gitu biasanya baru dah kita pergi rame-rame nyewa mobil
A : bagaimana kehidupan keagamaan keluarga anda ketika kecil?
B : emak ama bapak ngga terlalu agamis banget sih. Waktu kecil mah diajarin salat ama baca iqra tapi udah agak gedean dikit ya udah ngga dipaksain harus gini harus gimana, kan udah gede udah pada tahu mana yang bener mana yang dosa
A : Apakah rumah yang anda tinggali sekarang milik pribadi/sewa?
B : ini kan dulu bagiannya suami saya jadi ya sekarang tetep tinggal disini. Sempet mau balik lagi ke rumah emak sih tapi ngga boleh katanya di suruh disini aja kan ini ntarnya juga buat anak saya
A : di rumah tinggal sama siapa?
B :.cuma berdua aja sama anak
A : bagaimana anak anda kalo anda pergi bekerja?
B : untungnya rumah mertua cuma disebrang jadi saya tenang ngga khawatir kalo ninggal anak kerja. Anak saya dititipin sama neneknya
A : bagaimana dengan kehidupan sosial anda setelah kematian suami?
B : waktu suami saya meninggal kan saya masih muda. Tau sendiri kalo yang namanya janda pasti pikiran orang negatif aja makanya saya sih batesin aja bergaul ma laki-laki. Mending saya ngabisin waktu nemenin anak main kasian sering saya tinggal kerja
A : bagaimana hubungan anda dengan lingkungan sekitar?
Lampiran 9
B : saya di rumah kalo sore aja itu juga kalo ngga lembur. Tapi kalo hari libur pasti ada di rumah saya ikut arisan RT ma ibu-ibu kalo minggu pertama. disini mah orang-orangnya saling bantu. Ada orang sakit aja kita pada patungan nengokin, orang lahiran operasi juga ditengokin. Rasa kekeluargaannya masih ada ngga kayak orang komplek yang pada masing-masing. Kalo ada yang meninggal disini dimintain dua ribu per rumah terus juga dimintain beras
A : bagaimana dengan masalah praktis di rumah?
B : apa-apa saya biasanya ngerjain sendiri. Dulu kalo betulin rumah baru minta tolong sama orang, kan bapaknya juga jarang dirumah kalo pas ada bapaknya sih ya dikerjain sendiri
Lampiran 10
Nama : Ibu SR
Waktu : Jum’at, 5 Oktober 2012
A : Peneliti
SR : Informan
A : setelah suaminya meninggal, dimana ibu R dan anaknya tinggal?
SR : saya mah suruh dia tinggal di situ aja itu kan rumah hak suaminya ya buat dia-dia juga lah ngapain pindah orang itu warisan bagian suaminya ntar kan buat anaknya juga kalo dah gede
A : apa rasa kehilangan suami terlihat jelas dalam diri ibu R?
SR : waktu awal-awal sih dia sempet keliatan stress, dia ngomong mulu ama saya ntar gimana ya, Mak mana anak masih kecil lagi. Saya bilang aja, ngga usah dipikirin ntar Mak bantuin sekolahin anak lo
A : Bagaimana dengan keadaan ekonominya sekarang?
SR : ya abis suaminya meninggal, dia nyari kerja. Waktu pertama dia dimasukin temennya jadi tukang bersih-bersih terus udah dapet berapa bulan dia pindah, nah sekarang dia kerja di asuransi gitu sih katanya yang nyari nasabah apa apa gitu
A : bagaimana kehidupan bermasyarakat di lingkungan tempat tinggalnya?
SR : dia kan kerja jadi jarang di rumah kalo nengokin orang sakit dia belom pulang ya paling saya wakilin ntar uangnya biasanya dititipin ke saya tapi kalo arisan dia mah ngikut kan arisan kalo hari minggu dia di rumah
A : bagaimana dengan kepedulian terhadap lingkungannya?
SR : disini kan ada sumbangan dana sosial kalo misalnya ada yang meninggal atau apa, itu saya kasih tau ke dia biar ikut bayar tiap bulannya kan namanya hidup bermasyarakat biar jarang kumpul tapi bukan berarti ngga peduli dong
A : bagaimana dengan kehidupan spiritual dalam keluarga ibu R?
SR : Dia sih sebelum suaminya meninggal juga rajin salat tapi setelah suaminya meninggal kalo saya liat lebih sering salatnya sunahnya. Kalo malem jum’at biasanya abis magrib saya denger dia baca yasin. Anaknya juga dari kecil udah dia masukin TPA jadi kalo pagi anaknya sekolah ntar sore ngaji
Lampiran 11
Nama : Ibu W
Waktu : Sabtu, 6 Oktober 2012
A : Peneliti
W : Informan
A : Bagaimana sosok ibu R menurut anda?
W : dia orangnya mah gampang bertemen ma siapa aja jadi temennya banyak dulu. Dia yang paling jarang berantem ama emak. Waktu kecil dia yang paling sering bantuin emak dorong gerobak ke tempat jualan sayurnya. Kadang-kadang dia juga yang buatan sarapan kalo mau berangkat sekolah buat saya ma abang saya
A : dukungan apa yang diberikan ketika suami ibu R meninggal?
W : saya sih cuma bisa bilang ikhlasin aja. dianya juga keliatan tegar sih walaupun emang nangis terus pas suaminya disemayamin di rumah. Tadinya ama emak mau di suruh balik aja ke rumah tapi ama mertuanya suruh tetep tinggal di sana.
A : bagaimana dengan masalah tempat tinggal ibu R?
W : dia udah punya rumah, itu rumah yang ditempatin kan bagian warisan suaminya
A : Bagaimana dengan keadaan ekonomi ibu R saat ini?
W : dia sempet curhat pas berapa hari abis suaminya meninggal kan saya di suruh nemenin tidur beberapa hari disana. dia bingung gimana ntar anaknya mana dia ngga kerja, ya udah saya suruh aja cari kerjaan ngga usah mikirin anaknya, ada emak ama saya terus mertuanya juga ada bisalah ntar dititipin. Saya bilang kerja apa aja, jagain kantin juga ngga apa-apa yang penting ada pemasukan buat makan sehari-hari paling ngga tapi waktu itu dia masih berat ninggalin anaknya. Pertama kerja sih dia jadi tukang bersih-bersih di kantor apa gitu trus pindah di asuransi ampe sekarang. Sekarang sih dia dibilang cukup ya cukup kayaknya, dia jarang ko minta duit ama emak atau minjem ke saya
A : Bagaimana dengan kesehatan keluarga ibu R?
W : dia orangnya jarang sakit, anaknya juga ngga terlalu sering paling kalo sakit diminumin obat warung tapi kalo emang ngga sembuh-sembuh dia ke dokter biasanya sih ke 24 jam di depan sana.
A : bagaimana dengan kehidupan spiritual anda dan ibu R ketika kecil?
Lampiran 11
W : waktu kecil sih diajarin salat ama emak trus di ajarin ngaji juga tapi ngga pernah dipaksain sih makin ke sini. kalo dia kan emang dari dulu rajin salatnya, waktu kecil dia mah ngga perlu dipaksa-paksa buat salat. Nah sekarang sih kayaknya semenjak suaminya ngga ada dia jadi makin rajin salat sunahnya, anaknya juga sekarang dimasukin TPA.