kestabilan emosi
DESCRIPTION
jagalh emosi muTRANSCRIPT
. Kestabilan Emosi
1. Pengertian Emosi
Pengertian emosi akan membawa permasalahan yang sangat komplek. Banyak psikolog yang
merumuskan emosi secara bervariasi dengan orientasi teoritis yang berbeda-beda (Chaplin,
1999). Ahmadi (1983) mendefinisikan emosi dengan suatu keadaan kerohanian atau peristiwa
kejiwaan yang kita alami dengan senang atau tidak senang dengan hubungan dalam peristiwa
yang dikenal dan bersifat subjektif. Albin (1986) merumuskan emosi sebagai perasaan yang
begitu hebat dan menuntut untuk diungkapkan. Meichati (1983) berpendapat bahwa emosi
merupakan pengalaman batin yang timbul untuk melengkapi arti pengalaman bagi seseorang,
dan disertai kegiatan fisik. Muhana (2000) menjelaskan bahwa emosi adalah perasaan yang
bergerak atau intensitasnya cukup kuat yang sebagian besar stimulusnya berasal dari luar diri
atau eksteren. Begitu kuatnya intensitas dari emosi, sehingga sering mengganggu fiingsi
kendali rasio terhadap perilaku.
Menurut Mahmud (1990), defimsi emosi itu bennacam-macam, emosi dapat berarti "suatu
keadaan yang bergejolak", "gangguan keseimbangan", atau "respon kuat dan tak beraturan
terhadap setimulus". Ada satu hal yang sama dari defimsi tersebut yaitu adanya
penyimpangan dari keadaan normal pada keadaan emosional. Beberapa pendapat para ahli
tentang emosi, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu perasaan yang sangat mendalam,
kuat, bersifat subjektif, dan keadaan emosi akan memungkinkan gejolak jasmaniah.
Timbulnya emosi lebih disebabkan dari rangsangan luar diri atau eksternal. Perubahan yang
ada pada organisme merupakan perubahan yang disadari.
2. Fungsi Emosi dan Pengaruhnya
Keadaan emosi seseorang akan mempengaruhi sikap dan prilaku orang tersebut. Keadaan
emosi seseorang dapat dilihat dari ekspresinya. Misalnya kalau orang yang mengalamai
ketakutan mukanya akan menjadi pucat, jantungnya berdebar-debar, dan ketika orang dalam
keadaan senang wajahnya akan ceria. Jadi adanya perubahan-perubahan kejasmaniahan
sebagai rangkaian dari emosi yang dialami oleh individu yang bersangkutan. Akal dan emosi
akan mempengaruhi setiap tingkah laku manusia. Dalam situasi tertentu, emosi kadang
kadang menghambat prilaku, tapi kadang-kadang emosi sangat mendukung semangat prilaku.
Seseorang yang selalu mengalami kegagalan maka ia akan menjadi murung, sedih dan apatis,
akan tetapi kegagalan tersebut kadang-kadang dapat memdorong seseorang
untuk bersemangat meraih cita-citanya (Meichati, 1983). Goleman (1998)
menyatakan bahwa semua emosi pada dasarnya dorongan untuk bertindak
terhadap rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan
secara berangsur-angsur.
Hurlock (1995) memberikan penjelasan mengenai emosi berdasarkan
pengaruh dan fungsinya. Emosi menambah rasa nikmat terhadap pengalaman
sehari-hari, bahkan emosi seperti kemarahan dan ketakutan juga menambah
rasa nikmat bagi kehidupan dengan memberikan suatu kegembiraan.
Kenikmatan tersebut biasanya muncul oleh akibat yang menyenangkan. Emosi
juga bisa menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan. Emosi merupakan
suatu bentuk komunikasi, melalui perubahan mimik wajah dan fisik yang
menyertai emosi. Emosi merupakan sumber penilaian diri orang lain dan sosial.
Menilai orang dari cara orang lain mengekpresikan emosinya dan emosi apa
saja yang dominan. Emosi mempengaruhi interaksi sosial, semua emosi baik
yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan mendorong dalam
interaksi sosial.
Najati (2000) menjelaskan fungsi dan pengaruh emosi, diantaranya
adalah emosi takut yang mendorong untuk menghindar dari berbagai bahaya
yang mengancam. Emosi marah mendorong untuk mempertahankan diri dan
beijuang untuk menjaga kelangsungan hidup. Emosi cinta merupakan landasan
keterpautan hati antara dua jenis dan ketertarikan antara satu sama lainnnya,
guna tetap terpeliharanya kelangsungan hidup umat manusia. Menurut Schneiders (Dalam
Sa'adah 1997) menyatakan bahwa reaksi emosi mempunyai sifat psikofisik dan sosial.
Misalnya, seseorang yang sedang marah akan merasa terganggu ketenangan batinnya. Hal ini
mempengaruhi proses fisik dan mentalnya, yang selanjutnya akan mempengaruhi prilakunya,
sehingga ia tidak dapat menyesuaikan diri dengan realitas. Berdasarkan pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa emosi sangat berfungsi dan mempengaruhi dalam kehidupan manusia.
Pengaruh emosi lebih terasa apabila manusia dihadapkan pada situasi lingkungan di
sekitarnya.
Fungsi dari emosi itu bisa menjadikan pengendali perilaku tetapi kadang juga bisa jadi
penguat perilaku. Akan tetapi emosi juga bisa membuat individu lari dari kenyataan.
3. Perkembangan Emosi
Hurlock (1980) memaparkan bahwa kemampuan untuk bereaksi seseorang secara emosional
sudah ada pada bayi yang baru lahir. Gejala pertama perilaku emosional ialah keterangsangan
umum terhadap stimulus yang kuat. Keterangsangan yang berlebih-lebihan ini tercemin
dalam aktivitas yang banyak pada bayi yang baru lahir. Meskipun demikian, pada saat lahir,
bayi tidak memperlihatkan reaksi yang secara jelas dapat dinyatakan sebagai emosi yang
spesifik. Hal senada juga diutarakan oleh Meichati (1983) bahwa sejak dilahirkan manusia
sudah mengembangkan perilaku emosi. Individu akan melakukan penyesuaian diri, atau
mengembangkan emosinya telah berkembang berdasarkan pengalamannya. Menurut Young
(Agustina, 1982) bahwa tingkat perkembangan emosi
terdiri dari tiga tingkatan yaitu:
a. Tingkatan deferensiasi. Pada mulanya emosi bukan terperinci, baru setelah individu ketika
menerima rangsangan, maka ia mulai mengadakan reaksi yang cocok dengan ransangan
tersebut. Ia akan menangis bila ada stimulus yang membuat ia tidak nyaman. Pengalaman-
pengalaman tersebut sangat diperlukan guna membedakan antara stimulus yang
menyenangkan dan stimulus yang tidak menyenangkan. Pada perkembangan ini juga terdapat
perkembangan aspek-aspek kehendak, otot-otot motorik,ingatan, kemampuan berfikir dan
bersosialisasi. Pada tahapan ini reaksi emosi sudah nampak jelas apabila individu sedang
marah, sakit, takut dan benci.
b. Tingkat Integrasi. Pada tingkatan ini ditandai dengan makin
terdiferensiasinya aspek-aspek emosi, dengan berbagai rangsangan yang
membantu mempercepat deferensiasi emosi. Lalu dengan pengalaman
individu teijadilah integrasi antara emosi dengan aspek-aspek yang lain,
emosi memberi arti dan warna bagi kehidupan individu dan individu
menemukan bentuk kepribadiannya.
c. Tingkat stabil. Pada tingkat ini emosi individu dapat dikatakan telah stabil
baik ditinjau dari kwalitasnya maupun kwantitasnya. Emosi yang ada pada
anak belum stabil baru setelah dewasa emosi akan stabil.
Disamping itu menurut Hurlock (1980) menambahkan bahwa pada
tahap perkembangan emosi juga sangat dipengaruhi oleh harapan-harapan
orang tua dan masyarakat. Perbedaan cara mengungkapkan emosi pria dan
wanita juga karena perbedaan harapan tersebut.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa emosi itu
berkembang sejak bayi, walaupun pada masa itu emosi ditampilkan dengan
belum tampak jelas. Pada perkembangan selanjutnya emosi individu akan
berkembang sesuai tingkatan yaitu tingkat deferensiasi, lalu tingkat integrasi
dan yang terakhir tingkat stabil.
4. Pengertian Kestabilan Emosi
Menurut Khalid (1994) emosi dikatakan stabil apabila ekspresi emosi
ditampilkan dengan konstruktif dan tidak membahayakan, interpretasi yang
obyektif terhadap suatu peristiwa dan membiasakan diri menghadapi segala
tantangan dan menciptakan jalan keluar. Menurut Najati (2000) bahwa
kestabilan emosi adalah tidak berlebih-lebihan dalam pengungkapan emosi,
karena emosi yang diungkapkan secara berlebih-lebihan bisa membahayakan
kesehatan fisik dan psikis manusia.
Hurlock (1980) berpendapat bahwa kestabilan emosi memiliki
beberapa kriteria-kriteria. Pertama, yaitu emosi yang secara sosial dapat
diterima oleh lingkungan sosial. Individu yang emosinya stabil dapat
mengontrol ekspresi erposi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial atau
dapat melepaskan dirinya dari belenggu energi mental maupun fisik yang
selama ini terpendam dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungan
sosialnya. Kedua, pemahaman diri. Individu yang punya emosi stabil mampu
belajar mengetahui besarnya kontrol yang diperlukan untuk memuaskan
kebutuhan-kebutuhannya, serta menyesuaikan diri dengan harapan-harapan
sosial, bersikap empati yang tinggi terhadap orang lain. Ketiga, penggunaaan
kecermatan mental. Individu yang stabil emosinya mampu menilai situasi
secara cermat sebelum memberikan responnya secara emosional. Kemudian
individu tersebut mengetahui cara yang tepat untuk bereaksi terhadap situasi
tersebut.
Abbas ( 1997 ) berpendapat bahwa emosi dikatakan menuju ketingkat
stabil ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:
a. Adanya organisasi dan integrasi dari semua aspek emosi.
Individu akan mampu secara penuh mengekspresikan segala bentuk emosi
baik yang positif maupun yang negatif.
b. Emosi menjadi bagian integral dari keseluruhan kepribadian.
Individu memiliki sistem emosi yang profesional dalam keseluruhan
struktur pribadinya
c. Individu dapat menyatakan emosinya secara tepat dan wajar.
A1 Hasyim (1999) mengungkapkan bahwa orang yang stabil emosinya
adalah orang yang bisa menstabilkan atau menyeimbangkan antara kebutuhan
fisik dan psikis. Manusia tidak hanya terdiri dari tubuh dan pikiran saja namun
juga memiliki jiwa yang bergairah, semangat yang mendorongnya untuk
*
mengangkat dirinya dengan mencurahkan diri untuk beribadah mencari ridllo
Allah dan takut akan azab-Nya.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
kestabilan emosi adalah keadaan emosi seseorang yang diperlihatkan dengan
sikap yang sesuai dengan harapan sosial, tidak berlebih-lebihan dalam
mengekspresikan emosi serta bisa menyeimbangkan antara kebutuhan fisik dan
psikis. Berdasar kesimpulan diatas bahwa orang yang stabil emosinya adalah
orang yang bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Ketika dihadapkan
pada suatau permasalahan, tidak mengekspresikan emosinya dengan berlebihlebihan
seperti berteriak sekencang-kencangnya, memukul, dan marah-marah.
Orang stabil emosinya bisa menyeimbangkan antara kebutuhan fisik dan psikis.
5. Faktor- faktor yang mempengaruhi kestabilan emosi
Menurut Hurlock (1995) faktor yang mempengaruhi kestabilan emosi
adalah:
a. Fisik
Kalau seseorang dalam kondisi sehat secara jasmani maka akan cenderung
untuk tidak mudah marah dan cepat tersinggung. Individu akan merasa
nyaman dan tentram dalam kondisi jasmaniahnya yang sehat. Tapi individu
menjadi cepat marah dan cepat tersinggung bila ada salah satu angota
badanya kurang sehat secara medis. Hal ini disebabkan karena ada sesuatu
kekurangan yang dirasakan oleh individu, dan hal ini membuat individu
merasa tidak nyaman
b. Kondisi lingkungan. *
Adalah kondisi lingkungan tempat individu berada. Lingkungan yang bisa
menerima kehadiran individu dan individu mudah diterima pada lingkungan
tersebut akan membuat individu mengalami kestabilan dalam emosi. Akan
tetapi bila lingkungan tidak bisa menerima kehadiran individu maka
individu merasa tidak dianggap oleh lingkungan dan hal ini menyebabkan
individu merasa tidak berhargai dan terhina.
c. Faktor pengalaman.
Melalui pengalaman individu bisa mengetahui bagaiman anggapan orang
lain tentang berbagai bentuk ungkapan emosi. Individu akan mempelajari
bagaimana cara mengungkapkan emosi yang bisa diterima oleh lingkungan
sosial dan bagaimana ungkapan emosi yang tidak diterima. Hal ini berkaitan
dengan kondisi norma budaya setempat. Individu harus bisa mampu
mempelajari kondisi lingkungan tempat dia berada. Antara satu daerah
dengan daerah yang lain tidak sama adat istiadatnya.
Afiatin dkk (1994) berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi
kestabilan emosi adalah faktor lingkungan dan individu. Faktor lingkungan
berkaitan dengan pengaruh lingkungan tempat individu tinggal, baik
lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial masyarakat. Faktor individu
berkaitan dengan masalah pertumbuhan fisik biologis.
Menurut Bastaman (2001) faktor yang mempengaruhi kestabilan emosi
adalah individu itu sendiri. Suatu tindakan-tindakan terencana untuk
mengembangkan potensi pribadi. Untuk itu diperlukan pemanfaatan prinsipprinsip
pelatihan. Pelatihan ini pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan
untuk lebih menyadari berbagi keunggulan dan kelemahan pribadi, baik yang
berupa potensial maupun yang sudah teraktualisasi misalnya, kemampuan yang
dimiliki, ketrampilan, sikap, sifat, keinginan. Pada hal yang demikian yang
bisa menumbuh kembangkan hal-hal yang positif serta mengurangi dan
menghambat hal-hal yang negatif.
Menurut Najati (2000) bahwa faktor yang mempengaruhi kestabilan
emosi itu terletak pada diri individu itu sendiri, yaitu faktor keimanan pada
Allah SWT. Individu yang benar-benar beriman hanya takut pada Allah saja,
ia tidak takut mati ataupun musibah. Individu akan bisa mengendalikan
amarahnya, menahan kesedihan, selain itu mempunyai sikap merendahkan diri.
Orang yang selalu ingat akan mati dia akan selalu melakukan perbuatan
kebajikan baik kepada Allah ataupun kepada sesama manusia {Hablum
Minallah Wa Hablum Mmannas i) sebab individu punya keyakinan bahwa
segala amal perbuatan akan ada balasanya dihadapan Tuhan dihari pembalasan
kelak. Juga orang yang stabil emosinya bila tertimpa suatu musibah dia akan
mengatakan bahwa semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya
pula {Innalillahi Wa Innailaihi Roji'un)., dan individu akan menyerahkan
segala urusanya hanya kepada Tuhan setelah individu berusaha dengan
sungguh-sungguh.
Faktor lain yang menyebabkan emosi stabil adalah lewat pemahaman
terhadap makna A1 Quran. Orang yang memahami makna A1 Quran akan
teijadi proses kontrol diri {self control) yang kuat, menggelorakan perasaan,
kemantapan diri, menggugah kesadaran {self consciousness) dan proses
pembelajaran atau menajamkan wawasan. (Najati, 2000).
Beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kestabilan emosi
dipengaruhi oleh faktor pribadi dan faktor lingkungan. Faktor pribadi meliputi
hal-hal yang berkaitan secara langsung dengan individu itu sendiri seperti:
pengalaman, pelatihan, keyakinan terhadap hal-hal yang diyakini itu benar, dan
pemahaman terhadap makna A1 Quran. Sedangkan faktor lingkungan meliputi
lingkungan keluarga serta lingkungan sosial.
6. Kestabilan Emosi Remaja
a. Pengertian remaja
Kata remaja berasal dari kata latin yaitu adolescere (kata bendanya
adolecentia yang berarti remaja). Istilah ini juga bisa diartikan sebagai suatu
yang tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock 1980). Menurut
Kartono (1992) bahwa masa pada adolesensi ini teijadi proses pematangan
yang berlangsung secara lambat dan teratur. Pada periode tersebut seseorang
banyak melakukan introspeksi, dan mencari sesuatu kedalam diri sendiri
sehingga ia akhirnya menemukan aku-nya, dalam artian menemukan
harmoni baru antara sikap kedalam diri sendiri dengan sikap keluar pada
dunia obyektif.
Menurut Hurlock (1980) bahwa awal masa remaja dimulai dari umur
13 tahun sampai umur 18 tahun yaitu usia matang secara hukum. Masa
remaja merupakan pejiode yang sangat singkat. Darajat (1993) berpendapat
bahwa permulaan masa remaja dimulai dengan kegoncangan yang di tandai
dengan haid (menstruasi) bagi anak perempuan dan mimpi basah pada pada
pria. Kejadian tesebut teijadi kira-kira remaja menginjak usia 15 tahun.
Bahwa masa remaja dikenal sebagai masa transisi dari masa anak
menuju masa dewasa. Remaja mengalami perubahan pada sejumlah aspek
perkembangan baik fisik maupun psikologis, emosi, mental, sosial maupun
moral. Perubahan-perubahan tersebut menuntut remaja mengadakan
perubahan besar dalam sikap dan perilaku sesuai dengan tujuan
perkembangan dengan cara yang adaptif.
Haditono (1999) berpendapat bahwa dalam perkembangan
kepribadiannya remaja mempunyai arti yang khusus, namun begitu, masa
remaja mempunyai tempat yang tidak jelas dalam rangkaian proses
perkembangan seseorang. Ia tidak termasuk golongan anak tetapi ia pula
term as uk golongan orang dewasa. Remaja masih belum mampu menguasai
fungsi fisik maupun psikis. Ditinjau dari segi tersebut mereka termasuk
golongan anak-anak. Mereka masih haras menemukan tempat dalam
masyarakat.
Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masa remaja
adalah masa untuk tumbuh menjadi dewasa dan proses ini beijalan dengan
lambat dan teratur. Masqa peralihan ini mempunyai arti kusus pada diri
remaja. Karena pada masa itu tidak adanya kejelasan dalam proses
perkembangan seseorang. Melalui intropeksi diri, remaja bisa menemukan
jati diri. *
b. Perubahan-perubahan Pada Remaja
Pada masa remaja teijadi perabahan-perahan yang saling
mempengaruhi. Teijadinya perubahan yang satu bisa mempengaruhi
terhadap perubahan yang lainya. Tingkat perubahan dalam sikap dan
perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat dengan perubahan pada
fisik. Selama awal remaja ketika perubahan fisik teijadi dengan pesat,
perubahan perilaku dan sikap juga berkembang dengan pesat. Jikalau
perubahan fisik menurun maka perubahan sikap dan perilaku juga menurun.
Adapun perubahan-perubahan itu antara lain meningginya emosi, perubahan
pada fisik, perubahan minat dan peran, perubahan pola perilaku dan yang
terakhir remaja berubah pada sikap ambivalen terhadap perubahan.
Meningkatnya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan
fisik dan psikologis yang terjadi, karena perubahan emosi biasanya tejadi
lebih cepat selama masa awal remaja. Maka meningginya emosi lebih
menonjol pada masa awal periode akhir masa remaja.
Daradjat (1993) berpendapat bahwa masa remaja adalah masa
perubahan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada
masa remaja mengalami pertumbuhan disegala bidang. Mereka bukan lagi
anak-anak, baik bentuk badan, sikap, cara berfikir, dan bertindak, tapi bukan
pula orang remaja yang telah matang. Tidak ubahnya masa ini merupakan
*
suatu jembatan penghubung antara masa tenang yang selalu bergantung
kepada pertolongan dan perlindungan orang tua dan lingkungan sekitar,
dengan menuju masa berdiri sendiri, bertanggung jawab dan berfikir
matang.
Untuk perubahan emosi ini, remaja harus mendapatkan bimbingan
dan pengarahan dalam penyesuaian dengan lingkungan agar bisa diterima
oleh linkungan sekitar. Remaja akan belajar mengatasi dan mengontrol
emosinya. Tentu saja dalam hal ini remaja harus bisa mengambil hikmah
atas kejadian-kejadian yang ada untuk dijadikan pedoman.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa prubahan-perubahan
pada masa remaja teijadi dengan sangat pesat dan saling mempengaruhi
antara peruhan yang satu dengan perubahan yang lainya. Peruhan ini teijadi
disegala bidang baik fisik maupun psikis. Masa remaja merupakan masa
anak-anak yang selalu tergantung dengan yang lainnya menuju pada masa
mandiri, oleh karena itu pada masa remaja harus mendapatkan bimbingan
agar sesuai dan bisa diterima oleh lingkungan.
Pola Emosi Pada Remaja
Pola emosi pada masa remaja hampir sama dengan pola emosi pada
masa kanak-kanak. Perbedaanya terletak pada rangsangan dan derajat yang
membangkitkan emosi, kususnya pada pengendalian dalam mengungkapkan
emosi (Hurlock, 1980)
Hurlock (1980) mengungkapkan bahwa pola emosi yang teijadi pada
remaja tidak lagi mengungkapkan marahnya dengan cara menggunakan
amarah yang meledak-ledak, dengan menggerutu, tidak mau bicara, atau
mengkritik orang dengan suara keras. Pengungkapan emosi pada remaja
dilakukan dengan melihat situasi dan kondisi agar bisa diterima dengan
lingkungan sosial. Sikap dan perilaku remaja yang sudah stabil emosinya
tersebut dikarenakan remaja mampu mengabaikan banyak rangsangan yang
tadinya dapat menimbulkan ledakan emosi. Remaja seharusnya sudah sudah
dapat menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara
emosional. Ia tidak lagi bereaksi tanpa berfikir terlebih dahulu..
Menurut Daradjat (1993.), bahwa remaja merasa bahwa dirinya telah
dewasa dan dapat berfikir logis. Mereka mengharap atau menginginkan
perhatian dan tanggapan orang lain, baik dari orang tua, guru, maupun sosial
masyarakat agar mereka dihargai dan diperlakukan seperti orang dewasa.
Hal ini di tunjukan dengan perhatian mereka terhadap masyarakat sangat
besar, bahkan mereka kadang-kadang berkorban besar untuk mendapatkan
perhatian tersebut.
Sikap dan prilaku remaja yang sudah matang tersebut, karena remaja
mengabaikan bayak rangsangan yang tadinya dapat menimbulkan ledakan
emosi. Remaja dapat menilai situasi secara cermat sebelum bereaksi. Ia
tidak lagi bereaksi tanpa berfikir sebelumnya (Hurlock, 1995)
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengungkapan emosi
merupakan hal yang sangat mempengaruhi remaja, sehingga kasalahan atau
kebenaran dalum pengungkapan emosi ini akan berdampak dalam
kehidupan remaja. Secara teoritis emosi pada seorang remaja sudah
terkendalikan, kondisi ini karena remaja sudah bisa mengabaikan hal-hal
yang membuat ledakan emosi. dan juga karena remaja sudah bisa
mengendalikan emosinya agar bisa diterima oleh lingkungan dengan cara
merasa bahwa dirinya sudah dewasa yang bisa berfikir logis.