keterlambatan pelaporan dalam akuisisi oleh pt nippon
TRANSCRIPT
KETERLAMBATAN PELAPORAN DALAM AKUISISI OLEH
PT NIPPON INDOSARI CORPINDO TBK
(Studi Atas Putusan KPPU No 07/KPPU-M.2018)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
Rahmat Fadhil
NIM : 11150480000131
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 M / 20020 H
i
KETERLAMBATAN PELAPORAN DALAM AKUISISI OLEH
PT NIPPON INDOSARI CORPINDO TBK
(Studi Atas Putusan KPPU No 07/KPPU-M.2018)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
Rahmat Fadhil
NIM : 11150480000131
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 M / 20020 H
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Rahmat Fadhil. NIM 11150480000131. KETERLAMBATAN PELAPORAN
DALAM AKUISISI OLEH PT NIPPON INDOSARI CORPINDO TBK (
STUDI ATAS PUTUSAN KPPU NOMOR 07/KPPU-M/2018). Skripsi
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tahun 2010 M/ 1441 H, x + 77 Halaman + 3
Halaman daftar pustaka
Studi ini bertujuan untuk menganalisis ketidak sesuaian sanksi denda yang
dijatuhkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha pada perkara keterlambatan
pelaporan akuisisi saham oleh PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk dengan nomor
perkara yaitu 07/KPPU-M/2018. Perbedaaan penjatuhan sanksi denda yang
dijatuhkan oleh majelis komisi pengawas persaingan usaha dengan peraturan
perundang-undangan tentunta menjadi keputusan yang tidak sah dan sangat
merugikan. Tetapi dalam menjalankan tugasnya komisi pengawas persaingan
usaha diberi kebebasan untuk menentukan jumlah sanksi denda yang akan
dijatuhkan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang didapat didalam
persidangan dan hasil penyelidikan. Komisi pengawas persaingan usaha dalam
meberikan sanksi dalam perkara persaingan usaha harus berdasrkan
pertimbangan-pertimbangan atau alasan yang kuat dan logis dalam putusan yang
dikeluarkannya.
Tipe penelitian ini adalah penelitian hukum dengan pendekatan Yuridis
Normatif, dikatan demikian karena dalam penelitian ini digunakan cara-cara
pendekatan terhadap masalah dengan meninjau dari segi peraturan perundang-
undangan yang berlaku atau melakukan penelitian dari bahan pustaka yang ada.
Data yang digunakan adalah data sekunder yang berupa bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa terlapor dalam kasus ini
yaitu PT. Nippon Inosari Corpindo Tbk diputuskan oleh majelis komisi pengawas
persaingn usaha bersalah dan membayar denda sebesar Rp 2.800.000.000,00 ( dua
miliar delapan ratus juta rupiah). Meskipun tidak sesuai dengan apa yang
ditetapka oleh peraturan untuk setiap hari keterlambatannya, Komisi Pengawas
Persaingan Usaha sebagai instansi yang berwenang menyelesaikan perkara
persaingan usaha diberikan kewenangan seluas-luasnya untk menetapkan denda
yang sesuai denagn pertimbangan-pertimbangan yang jelas yang didapat oleh
majelias dari penyelidikan dan kesaksian dalam persidangan.
Kata kunci: Keterlambatan pelaporan akuisis saham, sanksi denda,
pengambilalihan saham, Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Pembimbing Skripsi : Dra. Ipah Parihah, M.H.
Daftar Pustaka : Tahun 1983 sampai tahun 2018
vi
KATA PENGANTAR
حي م حمن الر الر بسم الل
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang
telah meberikan rahmat dan hidayahnya kepada peneliti dalam penyusunan skripsi
yang berjudul KETERLAMBATAN PELAPORAN DALAM AKUISIS
OLEH PT NIPPON INDOSARI CORPINDO TBK (STUDI ATAS
PUTUSAN KPPU NOMOR 07/KPPU-M/2018), sehingga peneliti dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini sampai akhir. Salawat dan salam semoga
tetap tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi
Wasallam, semoga kita semua mendapatkan syafa;atnya di akhirat kelak. Aamiin.
Pencapaian ini tidak akan terwujud tanpa pertolongan dan kemudahan
yang diberikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan dan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung
kepada peneliti. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa
hormat peneliti mengucapkan terimakasih yang sebanyaknya kepada yang
terhormat:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A., Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum
dan Drs.Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini
3. Dra.Ipah Parihah M.H. Pembimbing skripsi dan pambimbing akademik
yang telah bersedia untuk meluangkan waktu untuk, pikiran, dan tenaga
vii
untuk memberikan arahan,saran dan motivasi serta kesabaran dalam
membimbing peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Kepala Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta dan kepala Perpustakaan Nasional yang telah mengizinkan dan
memberikan fasilitas serta kemudahan dalam melakukan peminjaman dan
pencarian bahan, data-data dan referensi yang dibutuhkan oleh penulis
untuk menyelesaikan skripsi.
5. Kepada kedua orang tua penulis ibu Asnimar dan ayah Iswandi yang
selalu memberikan dorongan, semangat, dan masukan terhadap penulis.
6. Pihak-pihak lain yang telah memberikan kontribusi kepada peneliti dalam
penyelesaian skripsi ini
Demikian ucapan terima kasih ini, semoga Allah memberikan
balasan yang sebanding dengan apa yang telah diberikan oleh para pihak
yang telah membantu dan berbaik hati dalam penyususnan skripsi ini dan
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Jakarta, Juli 2020
Rahmat Fadhil
viii
DAFTAR ISI
COVER ........................................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA SKRIPSI ........................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ............. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 7
D. Metode Penelitian ................................................................ 8
E. Sistematika Pembahasan ...................................................... 11
BAB II PENGAMBILALIHAN SAHAM DAN PENANAMAN
MODAL
A. Kerangka Konsep ............................................................... 13
B. Kerangka Teori................................................................... 22
C. Tinjauan (Review) Hasil Studi Terdahulu .......................... 27
BAB III NOTIFIKASI KE KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN
USAHA
A. Profil Komisi Pengawas Persaingan Usaha ......................... 32
ix
B. Tugas Dan Wewenang KPPU .............................................. 35
C. Bentuk-Bentuk Sanksi Menurut Undang-Undang ............... 37
D. Sanksi Keterlambatan Pelaporan Ke KPPU ........................ 39
BAB IV SANKSI KETERLAMBATAN PELAPORAN AKUISISI KE KPPU
A. Kronologi Kasus .................................................................. 41
B. Jawaban Para Pihak ............................................................ 43
C. Pertimbangan Majelis Komisi ............................................. 47
D. Putusan Majelis KPPU......................................................... 49
E. Syarat Dan Prosedur Konsultasi Dan Pemberitahuan.......... 50
F. Analisis Putusan ................................................................... 59
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Hasil Penelitian ................................................ 74
B. Rekomendasi ........................................................................ 76
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 78
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mereka melakukan
interaksi sosial yang mana salah satunya adalah dengan berdagang atau
berbisnis. Dalam memulai sebuah bisnis tidaklah mudah karena harus melihat
faktor-faktor yang membuat bisnis itu berkembang dan berpotensi
menghasilkan keuntungan yang sebesar mungkin. Faktor yang perlu
diperhatikan adalah pangsa pasar dan produk yang dijual. Tanpa
memperhatikan kedua faktor tersebut bisa di katakan sebuah bisnis akan sulit
untuk dipasarkan bahkan kegagalan yang ujungnya pada kebangkrutan.
Prakteknya, banyak para pengusaha menguasai pangsa pasar yang
sangat besar sehingga terjadi praktik monopoli dimana pihak lain tidak bisa
untuk melakukan kegiatan usaha yang sama karena satu pasar yang besar telah
di kuasai oleh satu pihak. Tentu hal ini sangat dikhawatirkan oleh para pihak
yang mempunyai modal usaha yang kecil, karena mereka tidak akan mampu
bersaing dengan para pengusaha yang memiliki modal besar dan memiliki
pangsa pasar yang besar.
Secara makro, saat ini kecenderungan banyak negara menganut pasar
bebas, dimana pelaku usaha secara bebas dapat memenuhi kebutuhan
konsumen dengan memberikan produk yang beragam sekaligus efisien.
Kebebasan pasar dalam sistem ini tidak jarang membuat pelaku usaha
melakukan perbuatan yang membentuk struktur pasar yang bersifat
monopolistik atau oligopolistik. Dalam konteks itulah, peran negara hadir
sebagai penengah dan pelurus. Dengan kata lain kehadiran hukum peraingan
usahasebagai penengah antara ekonomi pasar bebas dan peran negara dalam
ekonomi sangat di butuhkan1
Di Negara Republik Indonesia, dibentuklah sebuah undang-undang
yang mengatur tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak
1Mustafa Kamal Rokan, hukum persaingan usaha, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 1.
2
sehat, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Undang-undang ini juga
mengamanatkan berdirinya sebuah lembaga yang berwenang dalam
melakukan pengawasan dan monitoring terhadap pelaku usaha dalam
melakukan kegiatan usahanya agar tidak terjadi tindakan monopoli. Lembaga
iniberdiri setelah di sahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yaitu komisi
pengawas persaingan usaha atau KPPU.
Berdasarkan Pasal 1 angka 18 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999
komisi pengawas persaingan usaha adalah komisi yang dibentuk untuk
mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak
melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. KPPU
adalah lembaga yang tepat untuk menyelesaikan persoalan persaingan usaha
yang mempunyai peran multifunction dan keahlian sehingga dianggap mampu
menyelesaikan dan mempercepat proses penangan perkara2. Selain melakukan
pengawasan terhadap praktik monopoli dan penguasaan pasar secara besar,
KPPU juga berwenang dalam mengawasi aksi korporasi berupa merger,
peleburan, akuisisi. Dan oleh karena itu KPPU memiliki kewenangan yang
sangat luas meliputi wilayah eksekutif,yudikatif,legislatif, dan konsultatif3
Dalam penelitian ini peneliti melihat sudut pandang persaingan usaha
dari segi akuisisi oleh suatu perusahaan terhadap perusahaan lain yang
memiliki kaitan terhadap produk yang mereka buat. Menurut Pasal 1 angka 11
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Peseroan Terbatas (PT),
akuisisi adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau
orang perorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan
beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut4. Menurut Agus Darjanto
merumuskan akuisisi sebagai tindakan pengambilalihan (take over)
kepemilikan suatu perseroan melalui saham perseroan tersebut. Pengambil
alihan kepemilikan itu adala proses pembelian saham perseroan terakuisisi (
acquired company) oleh perseroan pengakuisisi ( acuiring company) sehingga
2Mustafa Kamal Rokan, hukum persaingan usaha,... h. 276. 3Mustafa Kamal Rokan, hukum persaingan usaha,... h. 276. 4Zainal Asikin, pengantar hukum perusahaan, (Jakarta: prenada media group, 2016), h. 118.
3
perseroan itu memiliki jumlah mayoritas dalam kepemilikn saham5. Banyak
alasan yang mendasari perusahaanmelakukan akuisisi atau pengambilalihan
saham, alasan tersebut dapat bersifat karena banyaknya keuntungan jika
melakukan akuisisi atau pengambilalihan saham, dapat juga untuk
memperbesar perusahaan, atau dapat juga untuk mengurangi biaya
pengeluaran suatu perusahaan6.
Dalam melakukan aksi korporasi berupa akuisisi, suatu badan hukum
atau orang perseorangan diharuskan untuk melakukan pemberitahuan (
notification) kepada komisi pengawas persaingan usaha agar tidak terjadi
tindakan monopoli yang dapat merugikan pengusaha lain. Keharusan ini
sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat yang berbunyi:
Penggabungan badan usaha, peleburan badan usaha, atau
pengmbil alihan saham perusahaan lain yang berakibat nilai
ase dan/atau nilai penjualannya melbihi jumlah tertentu wajib
diberitahukan secara tertulis kepada komisi paling lama 30 (
tiga puluh ) hari kerja sehjak tanggal telah berlaku efektif
secara yuridis penggabungan badan usaha, peleburan badan
usaha, atau pengambil alihan saham perusahaan.
Perusahaan yang wajib untuk melakukan pelaporan dalam kegiatan
pengambil alihan adalah dengan ketentuan sebagaimana yang tercantum
dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang
berbunyi
Jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)
terdiri atas:
a. Nilai aset sebesar Rp. 2.500.000.000.000,00 ( dua triliun
lima ratus miliar rupiah); dan/atau
5AbdulkadirMuhammad, hukum perusahaan indonesia,(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2010), h. 361. 6Heni Ulfa Yuliatin Aminah, Jurnal et al., Tinjauan Yuridis Keterlambatan Melakukan
PemberitahuanPengambilalihansaham pt. austindo nusantara jaya rent olehpt. mitra pinastika
mustika ditinjau dari undang-undang no.5tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli
danpersaingan usaha tidak sehat(Studi Putusan No.09/KPPU-M/2012).
4
b. Nilai penjualan sebesar Rp. 5.000.000.000.000,00 ( lima
triliun rupiah)
Pasal tersebut mengatur perihal kewajiban pemberitahuan oleh
perusahaan non perbankan yang memiliki nilai aset dan nilai penjualan
sebesar yang tersebut di atas. Sedangkan untuk perusahaan yang begerak
dibidang perbakan maka diatur dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-undang Nomor
5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat yang berbunyi.
Bagi pelaku usaha dibidang perbankan kewajiban
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis sebagaimana
dimaksud pada Ayat (1) berlaku jika nilai aset melebihi
Rp20.000.000.000.000,00 (dua puluh triliun rupiah).
Pemberitahuan yang dilakukan oleh para pelaku usaha pada dasarnya
terdapat 2 yaitu pemberitahuan yang dilakukan di awal sebelum terjadinya
akuisisi dan pemberitahuan yang dilakukan diakhir setelah terjadinya akuisisi.
Pemberitahuan yang dilakukan di awal hanya bersifat volunteer yaitu dimana
para pelaku usaha melaporkan ke komisi pengawas persaingan usaha hanya
secara sukarela, namun pelaporan atau pemberitahuan yang dilakukan setelah
terjadinya pengambil alihan bersifat mandatori yaitu dimana para pelaku usaha
wajib melapor atau memberitahu kepada komisi persaingan uasaha setelah
terjadinya pengambil alihan.
Para pelaku usaha wajib melaporkan kepada komisi pengawas persaingan
usaha paling lambat 30 hari setelah efektif secara yuridis. Efektif secara
yuridis adalah ketika dikeluarkannya surat ketetapan oleh kementrian hukum
dan ham atas perubahyan anggaran dasar suatu perusahaan yang diambil alih
oleh suatu badann hukum atau perseorangan. Dalam kasus yang saya teliti ini
perusahaan yang melakukan pengambil alihan merupakan perusahaan
penanaman modal asing sehingga perusahaan yang melakukan penanaman
modal asing juga harus melakukan pendaftaran kepada Badan Koordinasi
Penanaman Modal.
5
Pada kasus yang Peneliti bahas adalah permasalahan keterterlambatan
dalam melakukan pemberitahuan kepada komisi pengawas persaingan usaha
yang di lalukan oleh pihak PT Nippon Indosari Corpindo Tbk. Pihak PT
Nippon Indosari Corpindo melakukan pengambil alihan terhadap saham PT
Prima Top Boga sebesar Rp31.499.722.800,00 (tiga puluh satu miliar empat
ratus sembilan puluh sembilan juta tujuh ratus duapuluh dua ribu delapan ratus
rupiah). Atas pengambil alihan saham tersebut PT Nippon Indosari Corpindo
sebagai pemilik saham mayoritas terhadap PT Prima Top Boga.
Aksi korporasi tersebut mewajibkan PT Nippon Indosari Corpindo untuk
melakukan pemberitahuan kepada komisi pengawas persaingan usaha sejak
tanggal efektif yuridis berlaku. Dalam hal ini tanggal berlaku yuridisnya
adalah setelah di tetapkannya surat keputusan dari Mentri Hukum Dan Ham
pada tanggal 9 februari 2018. Pihak PT Nippon Indosari Corpindo Tbk sudah
harus melaporkan paling lambat pada tanggal 23 maret 2018. Namun pihak PT
Nippon Indosari Corpindo baru melakukan pelaporan pada tanggal 29 maret
2019.
Hasil analisis dari tim analisis komisi pengawas persaingan usaha
menyatakan bahwa pihak PT Nippon Indosari Corpindo Tbk telah terlambat
dalam melakukan pemberitahun yaitu selama 4 hari. Namun pihak PT Nippon
Indosari Corpino Tbk melakukan bantahan dengan menyatakan bahwa sebagai
perusahaan yang penanaman modal asing harus melakukan pendaftaran
terlebih dahulu ke BKPM. Setelah melakukan pendaftaran maka barulah
berlaku efektif yuridis dari pengambil alihan saham PT Prima Top Boga
tersebut. Namun dari pihak BKPM mereka menyatakan bahwa BKPM tidak
mengatur tentang efektif yuridis. Maka oleh karena itu majelis komisi tetap
menyatakan bahwa pihak PT Nippon Indosari Corpindo Tbk tetap terlambat
melakukan pemberitahuan karena tanggal berlaku efektif yuridis adalah
setelah di terbitkannya SK kementrian hukm dan ham. Maka pihak dari PT
Nippon Indosari Corpindo Tbk tetap terlambat selama 4 hari.
Keterlambatan pelaporan tersebut membuat majelis komisi menjatuhkan
sanksi berupa denda kepada pihak PT Nippon Indosari Corpindo Tbk sebagai
6
terlapor sebagnyak 2.800.000.000 ( dua miliar delapan ratus juta rupiah)
namun di dalam aturan yang berlaku yaitu di dalam pasal 6 peraturan
pemerintah nomor 57 tahun 2010 menyatakan bahwa
Dalam hal Pelaku Usaha tidak menyampaikan
pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 ayat (1) dan ayat (3), Pelaku Usaha dikenakan sanksi
berupa denda administratif sebesar Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) untuk setiap hari keterlambatan, dengan
ketentuan denda administratif secara keseluruhan paling
tinggi sebesar Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar
rupiah).
Keterlambatan Pelaporan yang dilakukan oleh pihak PT Nippon
Indosari Corpindo Tbk menurut pendapat peneliti seharusnya dikenakan
sanksi denda administratif sebesar 4.000.000.000 (empat milyar rupiah).
Namun majelis komisi memutuskan dengan sanksi denda sebesar
2.800.000.000 (dua milyar delapan ratus juta rupiah). Karena itu penulis ingin
meneliti tentang kenapa majelis komisi memutuskan memberikan sanksi
denda sebesar 2.800.000.000 (dua milyar delapan ratus juta rupiah) bukan
sebesar 4.000.000.000 (empat milyar rupiah). sebagaimana yang diatur oleh
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010.
Studi ini merasa perlu menelitinya dimana penelitian ini merupakan
hal yang baru atau belum pernah diteliti yang hasilnya dituangkan dalam judul
proposal yang berjudul “ KETERLAMBATAN PELAPORAN DALAM
AKUISISI OLEH PT. NIPPON INDOSARI CORPINDO TBK. ( Studi Kasus
Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 07/KPPU-M/2018)
B. Indentifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi masalah
Dari pemaparan di atas terdapat berbagai masalah yang dapat
diidentifikasi, yang pada gilirannya akan diteliti sesuai batasan
kemampuan dalam studi ini, masalah yang dapat di identifikasi, yaitu:
a. Kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan yang akan
melakukan akuisisi
b. Bentuk-bentuk sanksi atas keterlambatan pelaporan akuisisi
7
c. Syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum akuisisi
d. Kewajiban yang harus dipenuhi perusahaan asing dalam akuisisi
e. Lembaga-lembaga yang berwenang atas aksi korporasi akuisisi
f. Faktor yang mempengaruhi sanksi denda administrasi oleh KPPU
g. Mekanisme penetapan sanksi denda oleh KPPU
h. Mekanisme eksekusi terhadap penjatuhan sanksi denda oleh KPPU
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan dari apa yang telah peneliti identifikasi, karena begitu
luas cakupan penelitian ini, maka kajian ini hanya akan dibatasi pada
perihal penjatuhan sanksi denda administratif yang tidak sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010, yang mana juga dibatasi
pada studi kasus Putusan Komisi Pengawaas Persaingan Usaha Nomor
07/KPPU-M/2018.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah
dijabarkan sebelumnya yaitu penjatuhan sanksi denda administratif yang
tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010, maka
masalah tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian
sebagai berikut
a. Bagaimana putusan KPPU terhadap keterlambatan pemberitahuan oleh
PT Nippon Indosari Corpindo Tbk?
b. Bagaiamana putusan diuji dengan peraturan perundang-undangan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini secara umum sebagi berikut :
a. Untuk memahami pertimbangan hukum oleh majelis komisi dalam
memutus penetapan sanksi administratif terhadap PT Nippon Indosari
corpindo tbk
8
b. Untuk memahami faktor yang dapat menyebabkan nilai jumlah sanksi
denda tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku
2. Manfaat Penelitian
Selain tujuan yang ingin dicapai diatas, ada beberapa hal yang
merupakan manfaat dari studi ini diantaranya:
a. Manfaat Teoritis
1) Dapat menambah pengetahuan dan khazanah keilmuan tentang
bagaiaman KPPU dalam menepkanj jumlah denda yang sanksikan
kepada pihak yang berperkara
2) Sebagai acuan untuk memperdalam penelitian berikutnya terkait
penetapan besaran denda administratif oleh KPPU.
b. Manfaat Praktis
1) Menambah pengetahuan bagi masyarakat khususnya para pelaku
usaha dalam hal terjadinya sengketa yang melibatkan KPPU.
2) Menjadi bahan masukan bagi penegak hukum agar menerapkan
hukum yang berlaku demi kelancaran bisnis di Indonesia.
D. Metode Penelitian
1. Tipe penelitian
Penelitian merupakan suatu sarana yang digunakan untuk
mengungkapkan sesuatu yang masih menjadi perdebatan,keraguan,
keambiguan, dan ketidak jelasan dalam tujuannya untuk pengembangan
ilmu pengetahuan maupun untuk perkembangan teknologi. Penelitian
bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis dan
konsisten terhadap suatu permasalahan.
Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah
pedekatan yuridis normatif dan empiris sebagai bahan pendukung dalam
penelitian dengan cara menelaah semua peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan masalah hukum yang sedang di telitiserta putusan-
putusan yang ada. Tipe penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang
9
difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma
dalam hukum positif7. Sedangkan tipe penelitian yuridis empiris adalah
penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi
ketentuanhukum normatif secara in action pada setiap peristiwa hukum
tertentu yang terjadi dalam masyarakat8
2. Pendekatan Penelitian
Sehubungan dengan penelitian ini bersifat yuridis normatif maka
pendekatan yuridis ini digunakan untuk meneliti peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan masalah yang sedang dibahas yaitu
tentang permasalahan yang berkaitan dengan putusan majelis KPPU,
sedangkan pendekatan normatif digunakan untuk meneliti permasalahan
yang berkaitan dengan konsep-konsep hukum.
Pendekatan lain yang digunakan adalah pendekatan perundang-
undangan ( statue approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-
undang dan regulasi yang bersangkut paut debgan isu hukum yang sedang
di tangani9. Selain itu juga menggunakan pendekatan Study kasus ( case
study) merupakan suatu study terhadap kasus tertentu dari berbagai aspek
hukum10
Dalam penelitian ini peneliti juga menggunakan pendekatan
konseptual yaitu pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan
doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum11 yang mana
pendekatan yang berdasarkan data dari lapangan baik berupa wawancara
atau data lainnya yang bersumber dari lapangan.
3. Jenis Penelitian
7JohnnyIbrahim, Teori dan MetodologiPenelitian Normatif, (Malang: Bayumedia
Publishing, 2006), h. 295. 8,AbdulkadirMuhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, ( Bandung: Citra Aditya bakti,
2004) h. 134. 9Petter Mahmud Marzuk, Penelitian Hukum, ( Jakarta: Kencana, 2005), h. 133. 10Petter Mahmud Marzuk, Penelitian Hukum,... h. 134. 11Petter Mahmud Marzuk, Penelitian Hukum,... h. 135.
10
Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian
Kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang temuan-temuannya
tidak diperoleh melalui prosedur statistic atau bentuk hitungan12.
4. Sumber data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber data sekunder yaitu
seumber data yang bersumber dari:
a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif
artinya mempunyai otoritas13 yang bersumber dari:
1) Undang-Undang No 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Pratek
Monopoli Dan Persaingan Tidak Sehat
2) Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010
3) Kode etik majelis
4) Peraturan komisi
5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang tidak memiliki kekuatan
yang mengikat tetapi membahas atau menjelaskan topik terkait
penelitian14 yaitu:
1) Buku-buku tentang KPPU
2) Buku tentang perseroan terbatas
3) Buku-buku tentang pedoman hakim
4) Buku tentang aturan kppu
5. Prosedur Pengumpulan Sumber Data
Untuk mengumpulkan data peneliti terlebih dahulu membaca putusan-
putusan yang terkait dengan putusan KPPU atas pengambil alihan
perseroan terbatas yang dilakukan oleh PT Nippon Indosari Corpindo Tbk.
Selain itu peneliti juga mengumpulkan data yang bersumber dari undang-
12Anselm Staruss dan, Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kulaitatif,
(Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2009) h. 4. 13Petter Mahmud Marzuk, Penelitian Hukum,... h. 181. 14Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: raja Grafindo Persada,
2003), h. 13.
11
undang dan buku-buku yang di peroleh dari studi pustaka berdasarkan
teori-teori yang sudah ada.
6. Pengolahan Dan Analisis Bahan Hukum
Sebagai penelitian yang bersifat yuridis normatif , peneliti melakukan
kegiatan penelitian bedasarkan undang-undang dan pustaka dan juga
dengan menganalsis berdasarkan kasus berdasarkan permasalahan yang
diangakat oleh peneliti yaitu yang terkait dengan bahan-bahan hukum.
Penelitian bahan hukum melalui pustaka dilakukan dengan menganalisisi
terhadapa bahan-bahan hukum yang telah terkumpul sesuai dengan
permasalahan yang di angkat. Dalam teknik analisis yang diperlukan
adalah deskripsi yang menguraikan kondisi hukum yang ada dalam
permasalahan yang diangkat.Selanjutnya dilakukan penafsiran untuk
menghasilkan penjelasan yang benar dan jelas tentang hukum yang
memilki hubungan dengan masalah penelitian.
7. Metode penulisan
Penyusunan penelitian ini menggunakan metode penulisan yang sesuai
dengan sistematika penulisan yang ada pada buku pedoman penulisan
skripsi,fakultas syariah dan hukum UIN syarif hidayatullah jakarta tahun
2017.
E. Sistematika Pembahasan
Penyusunan sistematika pembahasan ini berdasarkan ketentuan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.Pembahasan ini dibagi
dalam 5 pokok pembahasan yang dibagi dalam tiap bab. Berikut adalah
bagian-bagian pembahasan dalam skripsi ini.
BAB I PENDAHULUAN
membahas latar belakang masalah, identifikasi batasan dan
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
kajian(review) studi terdahulu, kerangkakonseptual dan
kerangka teoritik, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
12
BAB II PENGAMBILALIHAN SAHAM DAN PENANAMAN
MODAL
membahas tentang penjabaran dan keterkaitan antara
masalah dengan kerangka teori yang mana teori berguna
untuk menganalisa masalah yang diteliti oleh peneliti. Bab
ini juga akan membahas tentang kerangka konseptual yang
merupakan bagian dari penulisan ini.
BAB III NOTIFIKASI KE KOMISI PENGAWAS
PERSAINGAN USAHA
dibagi kedalam beberapa fokus pembahasan diantaranya
adalah pengertian pengambil alihan, profil KPPU, tugas dan
wewenang KPPU, bentuk-bentuk sanksi oleh KPPU, sanksi
keterlambatan pelaporan pengambilalihan saham ke Komisi
Pengawas Persaingan Usaha,
BAB IV SANKSI KETERLAMBATAN PELAPORAN
AKUISISI KE KPPU
Berisi kronologi kasus, argumentasi para pihak, putusan
majelis komisi, mekanisme pelaporan pengambilalihan,
peleburan, dan penggabungan, analisis terhadap putusan
KPPU tentang keterlambatan pelaporan oleh perusahaan
pengambil alih yaitu PT Nippon Indosari Corpindo Tbk
yang mana putusannya tidak sesuai dengan aturan yang
berlaku serta hal yang berkaitan denagn faktor yang
mempengaruhi kenapa majelis komisi memutuskan tidak
sesuai dengan regulasi yang ada.
BAB V PENUTUP
membahas mengenai kesimpulan dan rekomendasi
berdasarkan hasil penelitian dari peneliti
13
BAB II
PENGAMBILALIHAN SAHAM DAN PENANAMAN MODAL
A. Kerangka Konseptual
1. Dasar Hukum
Dasar hukum adalah norma hukum atau ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan atau dasar
bagi setiap penyelenggaraan atau tindakan hukum oleh subyek
hukum baik orang perorangan atau badan hukum1
Komisi pengawas persaingan usaha atau yang lebih dikenal
sebagai KPPU adalah sebuah lembaga yang berwenang dalam
menegakkan aturan tentang persaingan usaha. KPPU dalam
menegakkan aturan harus berdasarkan kepada peraturan perundang-
undnagan yang berlaku. Di Indonesia aturan tersebut diatur dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Peraturan ini di buat
bertujuan agar tidak terjadi praktik-praktik perdagangan yang
dilarang yang dapat merugikan pihak lain atau pengusaha lain.
Dalam peraturan ini terdapat aturan aturan yang melarang tindakan
monopoli, oligopoli, kartel dan perbuatan-perbuatan yang
merugikan pihak lain dalam dunia perdagangan. Peraturan
perundang-undangan ini pula yang mengamanatkan berdirinya
komisi pengawas persaingan usaha.
Akuisisi diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas. Dalam undang-undang ini diatur tahap-
tahap pelaksanaan akuisisi dan juga syarat-syarat yang harus
dipenuhi oleh perusahaan yang mengakuisisi atau yang diakuisisi.
Selain itu proses akuisisi juga diatur dalam Undang-Undang Nomor
1 Rosul Padri, Pengertian Dasar Hukum, Bentuk dasar hukum, dan
perbedaannya,(https://suara1996.blogspot.com/2019/01/pengertian-dasar-hukum-bentuk-dasar.
html diakses pada tanggal 20 juli 2020 jam 4.07 wibb).
14
5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat. Undang-undang ini mengatur tentang akuisisi
supaya tidak terjadi tindakan monopoli yang dilakukan oleh para
pelaku usaha sehingga dapat merugikan pihak lain sebagaimana
yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 Pasal
28 ayat (2) yang berbunyi
Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham
perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Kegiatan akuisis merupakan aksi korporasi yang dapat
mengakibatkan tindakan monopoli. Kegiatan itu terjadi yaitu
apabila suatu perusahaan atau perorangan dapat menguasai suatu
pangsa pasar tertentu yang dapat mengakibatkan suatu proses
produksi dari hulu hingga hilir suatu produk yang dihasilkan oleh
perusahaan berasal dari perusahaan yang sama atau dari anak-anak
perusahaan tersebut. Kegiatan ini tentu dapat menyebabkan suatu
proses produksi yang lebih murah sehingga dapat mempengaruhi
suatu pangsa pasar. Jika suatu pasar sudah dipengaruhi oleh pelaku
usaha yang memiliki nilai produk lebih murah tentu dapat
mengakibtakan susahnya pelaku usaha lain untuk ikut dalam
kegiatan usaha yang sama. Maka kehadiran Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999 sangat dibutuhkan. Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 selanjutnya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No
57 tahun 2010
2. Keterlambatan
Pengertian keterlambatan menurut Ervianto adalah sebagai
waktu pelaksanaan yang tidak dimanfaatkan sesuai dengan rencana
kegiatan sehingga menyebabkan satu atau beberapa kegiatan
15
mengikuti menjadi tertunda atau tidak diselesaikan tepat sesuai
jadwal yang telah direncanakan2.
Keterlambatan dalam pelaporan akuisisi adalah keterlambatan
yang dilakukan oleh pihak yang melakukan akuisisi terhadap suatu
perusahaan kepada pihak yang berwenang dan mengawasi suatu
aksi korporasi yaitu komisi pengawas persaingan usaha atau KPPU.
Keterlambatan pelaporan berarti lewatnya batas waktu yang telah
ditentukan untuk melaksanakan pelaporan atas suatu tindakan
perusahaan. Keterlambatan ini bisa disebabkan oleh lalainya suatu
perusahaan terhadap waktu yang telah ditentukan atau bisa jadi
karena kesalahan informasi yang didapat oleh suatu perusahaan.
Waktu yang diberikan untuk melakukan pelaporan kepada para
pelaku usaha yang melakukan suatu tindakan yang wajib dilaporkan
kepada KPPU adalah selama 30 hari. Apabila suatu perusahaan
melakukan pelaporan dalam tenggang waktu yang diberikan maka
perusahaan tersebut memenuhi aturan yang ditentukan, namun
apabila para pelaku usaha terlambat dalam melakukan pelaporan
maka akan dikenakan sanksi yang telak di tetapkan oleh undang-
undang dan peraturan perundang-undangan lainnya.
3. Akuisisi
Menurut Pasal 1 angka (11) Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas, yang dimaksud dengan
pengambilalihan atau akuisis adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk
mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya
pengendalian atas perseroan tersebut. Akuisisi menurut Summer N.
Levine yaitu semua transaksi yang terjadi antara dua pihak, di mana
pihak pembeli pada akhirnya mendapatkan dan menjadi pemilik
sebagian besar atau seluruh kekayaan dari pihak penjual3
2 https://text-id.123dok.com/document/4zpdp2m0z-pengertian-keterlambatan-
penyebab-keterlambatan.html diakses pada hari kamis tanggal 17 oktober 2019 jam 09.20 wibb 3 Guru pendidikan, Pengertian Akuisisi Menurut Para Ahli Terlengkap,
(https://seputarilmu.com/2020/03/akuisisi-menurut-para-ahli.html di akses pada 21 juli 2020 jam
12.31)
16
Pengambilalihan atau akuisisi mengakibatkan berubahnya
kepemilikan saham mayoritas dalam suatu perusahaan yang dalam
arti lain bertukarnya kepemilikan atas perusahaan yang di akuisis.
Pengambilalihan saham oleh badan hukum atau orang perseorangan
dapat dilakukan terhadap saham yang telah ditempatkan atau disetor
oleh pemilik saham mayoritas sebelumnya kepada perusahaan.
Pengambilalihan dapat juga dilakukan terhadap saham yang belum
dikeluarkan atau yang akan dikeluarkan oleh perusahaan.
4. Pemberitahuan
Pemberitahuan atau pengumuman adalah sesuatu yang
dikatakan seseorang atau lembaga secara resmi atau tindakan
memberikan informasi tentang sesuatu4. Peberitahuan adalah suatu
tindakan atau perbuatan yang dilakukan ubtuk memberikan
informasi kepada suatu pihak bahwa telah terjadi suatu tindakan
yang dilakukan oleh pihak yang memberikan pemberitahuan.
Pemberitahuan akuisisi adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh
suatu badan hukum perusahaan atau orang perorangan kepada pihak
yang berwenang atas tindakan hukum yang dilakukan oleh para
pelaku usaha atau orang peroangan terhadap perusahaan yang lain
berupa akuisisi. Pemberitahuan ini wajib dilakukan oleh orang
perorangan atau badan hukum perusahaan kepada komisi pengawas
persaingan usaha agar tidak terjadi kegiatan-kegiatan yang dapat
merugikan pihak lain.
Masa waktu yang diberikan oleh undang-undang untuk
melakukan pemberitahuan kepada komisi pengawas persaingan
usaha adalah selama 30 hari setelah tanda efektif yuridis di
4 Arum Sutrisni Putri, Pengumuman: Pengertian, Fungsi, Ciri, Struktur dan Cara
Penulisan,( https://www.kompas .com/skola/read/2020/01/18/160000269/pengumuman--
pengertian-fungsi-ciri-struktur-dan-cara-penulisan?page=all Diakses pada tanggal 20 juli 2020 jam
4.14 wibb).
17
keluarkan oleh pihak kemenkumham. Apabila suatu perusahaan
terlambat dalam melakukan pemberitahuan makan akan dikenakan
sanksi sesuai yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
5. KPPU
Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah lembaga
independen yang dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. KPPU bertanggungjawab
kepada Presiden5. Menurut Pasal 1 angka (18) Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat Komisi Pengawas Persaingan Usaha
adalah komisi yang dibentuk untuk mengawasi pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Komisi ini dibentuk berdasarkan amanat dari Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 yang tujuannya sebagai pengawas terhadap
perilaku dan tindakan para pelaku usaha dalam menjalankan
kegiatan usahanya agar tidak terjadi perbuatan atau kegiatan-
kegiatan yang dapat merugikan para pelaku usaha atau pelaku pasar
lainnya dan juga para konsumen.
6. Perusahaan
Menurut Abdul Kadir Muhammad, pengertian perusahaan
adalah tempat terjadinya kegiatan produksi dan berkumpulnya
semua faktor produksi. Berdasarkan tinjauan hukum, istilah
“Perusahaan” mengacu pada badan hukum dan pembuatan badan
usaha menjalankan usahanya6.
5 Wikipedia, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, (https://id.wikipedia.org/wik
i/Komisi_Pengawas_Persaingan_ Usaha diakses pada tanggal 20 juli 2020 jam 4.19 wibb). 6Maxmanroe, Pengertian Perusahaan,unsur-unsur, jenis dan contoh perusahaan
(https://www.maxmanroe.com/vid/bisnis/pengertian-perusahaan.html diakses pada hari kamis tanggal 17 oktober 2019 jam 11.16 wibb.
18
Pengertian perusahaan menurut Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan Pasal 1 huruf b adalah
setiap bentuk usaha yang tetap dan terus menerus dan yang
didirikan, bekerja serta berpendudukan dalam wilayah
Negara Republik Indonesia dengan tujuan memperoleh keuntungan
dan atau laba.
7. Putusan
Putusan merupakan ketetapan yang diberikan oleh hakim atau
pihak yang berwenang atas suatu perkara yang mana putusan
tersebut memberikan kepastian akhir atas suatu permasalahan atau
perkara yang sedang terjadi. Keputusan dikeluarkan berdasarkan
fakta-fakta yang telah diperlihatkan di dalam persidangan.
Putusan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam
bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka
untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara7
8. Penanaman Modal Asing
Menurut Pasal 1 angka (3) Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengungkapkan
bahwa Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal
untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang
dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan
modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan
penanam modal dalam negeri.
Perusahaan penanaman modal asing merupakan perusahaan
yang mana sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh asing.
dengan dimilikinya seluruh atau sebagian saham oleh asing maka
pemilik modal harus patuh pada peraturan yang mengatur tentang
penanaman modal asing. Menurut Salim H.S. dan Budi Sutrisno
banyaknya keuntungan yang didapat oleh Indonesia dari penanam modal
7https://jojogaolsh.wordpress.com/2010/10/12/pengertian-dan-macam-macam
-putusan/ diakses pada hari kamis tanggal 17 oktober 2019 jam 11.28 wibb.
19
asing membuat negara semakin tergantung dengan keberadaan penanam
modal asing, terutama dalam hal pembangunan ekonomi Indonesia.8
9. Aset
Menurut Munawir pengertian aset adalah sarana atau sumber
daya yang memiliki nilai ekonomis yang mampu menunjang
perusahaan dalam harga perolehnnya atau nilai wajarnya harus
diukur secara objektif9.
Aset merupakan bagian terpenting dalam sebuah perusahaan.
Tanpa adanya aset bisa jadi sebuah perusahaan tidak bisa
melakukan kegiatannya dengan baik atau tidak bisa memproduksi
produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Aset pada
dasarnya masuk kedalam bagian yang sangan di perhitungkan dalam
melakukan akuisis. Nilai aset yang dimiliki oleh suatu perusahaan
sangat mempengaruhi nilai akuisisi suatu perusahaan.
10. Saham
Saham adalah satuan nilai atau pembukuan dalam berbagai
instrumen finansial yang mengacu pada bagian kepemilikan sebuah
perusahaan. Dengan menerbitkan saham, memungkinkan
perusahaan-perusahaan yang membutuhkan pendanaan jangka
panjang untuk 'menjual' kepentingan dalam bisnis - saham - dengan
imbalan uang tunai. Menurut Tjiptono Darmaji dan Hendy M.
Fakhrudin “Saham dapat didefinisikan sebagai tanda atau pemilikan
8 Eva larasari, Pengertian Penanaman Modal Asing (Pma), Penanaman Modal
Dalam Negeri (Pmdn), Dan Joint Venture, (https://evalarasati10.wordpress.com/2015/04/08
/pengertian-penanaman-modal-asing-pmapenanaman-modal-dalam-negeri-pmdn-dan-joint-
venture/ diakses pada tanggal 20 juli 2020 jam 4.24 wibb). 9 Wahyu setiawan, 10 Definisi Aset Menurut Para Ahli Dan Institusi Secara
Lengkap,(https://akuntanmuslim.com/definisi-aset diakses pada tanggal 20 juli 2020 jam 4.31
wibb).
20
seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan
terbatas. Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan
bahwa pemilik kertas adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan
surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa
besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut10
Dalam melakukan aksi korporasi berupa akuisisi, para pihak
baik badan hukum atau orang perorangan akan mengambilalih
kepemilikan saham mayoritas suatu perusahaan. Dengan
diambilalihnya saham mayortas suatu perusahaan maka kepemilikan
saham akan berpindah dari pemilik lama ke pemilik yang baru.
Ketentuan saham mayoritas adalah dengan memiliki jumlah saham
terbesar pada suatu perusahaan dibanding pemilik saham lainnya.
11. Efektif Yuridis
Efektif adalah hubungan antara keluaran dengan tujuan atau
sasaran yang harus dicapai. Kegiatan operasional dikatan efektif
apabila kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan11.
Menurut Plato Yuridis adalah seperangkat peraturan peraturan yang
tersusun dengan baik dan teratur dan bersifat mengikat hakim dan
masyarakat.12
Efektif yuridis adalah dimana suatu perusahaan secara sah telah
mendapatkan dasar hukum dalam melakukan kegiatannya atau atas
tindakan yang dilakukan tersebut. Dan berlaku sejak aturan hukum
tersebut diterbitkan.
10 Marioandi, pengertian saham menurut para ahli, (https://marioandi.blogspot
.com/2019/01/pengertian-saham-menurut-para-ahli.html diakses pada tanggal 20 juli 2020 jam
4.36 wibb). 11 Dosenpendidikan, efektif adalah, (https://www.dosenpendidikan.co.id/efektif-
adalah/ diakses pada tanggal 20 juli 2020 jam 4.42 wibb).
12 Pengertianaja, Pengertian Yuridis Menurut Para Ahli, (http://pengertianaja.
blogspot.com/2018/02/pengertian-yuridis-menurut-para-ahli.html diakses pada tanggal 20 juli
2020 jam 4.44 wibb).
21
Ketentuan tentang efektif yuridis adalah ketika telah
dikeluarkannya atau disahkannya status perusahaan oleh pihak yang
berwenang yang dalam ketentuan ini adalah Kementrian Hukum
Dan Ham Republik Indonesia. Terhitung dari hari dikeluarkannya
dasar hukum suatu perusahaan maka semenjak itu pulalah
berlakuknya efektif yurudis suatu perusahaan.
12. Terlapor
Terlapor adalah pihak atau badan hukum yang telah melanggar
aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh KPPU dan dilakukan
sidang atas perbuatan yang melanggar hukum tersebut. Jadi terlapor
adalah orang yang dilaporkan. Dari laporan itu polisi melakukan
penyelidikan apakah benar ada tindak pidana atau tidak13
13. Denda
Denda adalah bentuk hukuman yang melibatkan uang yang harus
dibayarkan dalam jumlah tertentu. Jenis yang paling umum adalah
uang denda. Denda adalah bentuk hukuman yang berupa keharusan
membayar dalam bentuk uang karena melanggar aturan, undang-
undang, dan sebagainya14
14. Tenggat Waktu
Tenggat atau batas waktu adalah istilah yang digunakan untuk
menentukan batas akhir melakukan sesuatu15. Tenggat waktu adalah
istilah yang digunakan untuk menentukan batas akhir melakukan
13Kartini Laras Makmur, Ini Bedanya Terlapor, Tersangka, Terdakwa, dan
Terpidana, (https://www.hukumonline .com/berita/baca/lt5a05720c51f4e/ini-bedanya-terlapor--
tersangka--terdakwa--dan-terpidana. diakses pada tanggal 20 juli 2020 jam 4.47 wibb).
14 Digilibunila, babII, (http://digilib.unila.ac.id/5788/16/BAB%20II.pdf diakses pada
tanggal 20 juli 2020 jam 4.50 wibb) 15Wikipedia, tenggat, ( https://id.wikipedia.org/wiki/Tenggat diakses pada tanggal 20
juli 2020 jam 5.06 wibb).
22
pemberitahuan atas tindakan yang dilakukan oleh seorang atau
badan hukum.
B. Kerangka Teori
1. Teori Kepastian Hukum
Menurut Hans Kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma.
Norma adalah pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya”
atau das sollen, dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa
yang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dan aksi
manusia yang deliberative. Undang-Undang yang berisi aturan-
aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah
laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama
individu maupun dalam hubungannya dengan masyarakat. Aturan-
aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau
melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan
pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum16
Teori ini dapat menjadi acuan dalam menyelesaikan masalah yang
sedang di bahas karena dalam mengambil putusan seharusnya hakim
harus mengacu kepada undang-undang yang berlaku.
2. Teori Keadilan
Menurut Thomas Hobbes, suatu perbuatan dikatakan adil apabila
telah didasarkan pada perjanjian-perjanjian tertentu Yang telah
disepakati. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa keadilan
atau rasa keadilan baru dapat tercapai saat adanya kesepakatan antara
dua pihak yang berjanji. Perjanjian disini diartikan dalam wujud yang
luas tidak hanya sebatas perjanjian dua pihak yang sedang
mengadakan kontrak bisnis, sewa-menyewa, dan lain-lain. Melainkan
perjanjian disini juga perjanjian jatuhan putusan antara hakim dan
16Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana, 2008), h.158.
23
terdakwa, peraturan perundangundangan yang tidak memihak pada
satu pihak saja tetapi saling mengedepankan kepentingan dan
kesejahteraan publik17. Perkataan Thomas hobbes bisa juga di artikan
secara sederhanya yaitu apabila seseorang yang berbuat berdasarkan
perjanjian yang disepakatinya bisa dikatakan adil. Teori keadilan ini
oleh Prof. Dr. Notonegoro, S.H. ditambahkan dengan adanya keadilan
legalitas atau keadilan hukum, yaitu suatu keadaan dikatakan adil jika
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku
Teori Keadilan Menurut Aristoteles
Dalam teorinya, Aristoteles mengemukakan lima jenis perbuatan
yang dapat digolongkan adil. Kelima jenis keadilan yang dikemukakan
oleh Aristoteles itu adalah sebagai berikut:
1) Keadilan Komutatif
Keadilan komutatif adalah perlakuan terhadap seseorang dengan
tidak melihat jasa-jasa yang telah diberikannya.
2) Keadilan Distributif
Keadilan distributif adalah perlakuan terhadap seseorang sesuai
dengan jasa-jasa yang telah diberikannya.
3) Keadilan Kodrat Alam
Keadilan kodrat alam adalah memberi sesuatu sesuai dengan yang
diberikan oleh orang lain kepada kita.
4) Keadilan Konvensional
17Muhammad Syukri Albani Nasution, Hukum dalam Pendekatan Filsafat,
(Kencana: Jakarta, 2017), h. 217-218.
24
Keadilan Konvensional adalah kondisi jika seorang warga negara
telah menaati segala peraturan perundang-undangan yang telah
dikeluarkan.
5) Keadilan Perbaikan
Perbuatan adil menurut perbaikan adalah jika seseorang telah
berusaha memulihkan nama baik orang lain yang telah tercemar.
Misalnya, orang yang tidak bersalah maka nama baiknya harus
direhabilitasi.
Teori Keadilan Menurut Plato
Ada dua teori keadilan yang dikemukakan oleh Plato, yaitu sebagai
berikut:
1) Keadilan Moral
Suatu perbuatan dapat dikatakan adil secara moral apabila telah
mampu memberikan perlakuan yang seimbang (selaras) antara hak
dan kewajibannya.
2) Keadilan Prosedural
Suatu perbuatan dikatakan adil secara prosedural jika seseorang
telah mampu melaksanakan perbuatan adil berdasarkan tata cara yang
telah ditetapkan.
Dalam memutuskan suatu perkara seharusnya seorang hakim harus
melihat kepada teori keadilan yaitu dimana seorang hakim harus
memutuskan berdasarkan aturan yang telah berlaku sebagimana yang
telah disebutkan oleh para ahli di atas. Teori keadilan dapat menajadi
acuan dalam melakukan penelitian terhadap maslah yang sedang di
teliti oleh peneliti.
25
3. Teori Disparitas
Disparitas menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
perbedaan. Disparitas hukum adalah perbedaaan yang terdapat
ketidaksamaan dalam mendapatkan keadilan dengan yang lainnya.
Teori ini tentu sangat berbeda dengan asas persamaan di depan hukum
( equity before the law).
Teori disparitas jika dilihat sangat berbeda dengan asas persamaan
di depan hukum (equity before the law). Perbedaan yang dapat kita
lihat adalah dimana asas persamaan di depan hukum diterapkan atau
diberlakukan terhadap setiap pelaku pelanngaran hukum baik secara
formil ataupun materil. Teori disparitas berlaku ketika hakim
menjatuhkan sanksi terhadap para pelaku pelanggar hukum yang tentu
saja sangat berbeda bagi setiap pelakunya. Perbedaan ini terjadi tentu
saja berdasarkan pertimbangan situasi, kondisi, dan efek yang
diberikan atas hukuman tersebut.
Disparitas adalah kebebasan yang diberikan undang-undang
kepada majelis komisi untuk memutuskan perkara sesuai dengan
ketentuan walaupun putusan tersebut bisa saling berbeda antara satu
perkara dengan perkara lain.18
Perbedaan sanksi administrasi terhadap para pelaku usaha tentu
hal yang sangat wajar, karena semuanya berdasarkan pertimbangan
terhadap fakta dan sikap dari para pelaku usaha itu sendiri. Sifat
kooperatif dari para pelaku usaha menjadi bahan pertimbangan bagi
majlis hakim dalam menjatuhkan sanksi suatu perkara yang sedang di
sidangkan.
4. Teori Efektifitas Hukum
18 Izmi Amalia, Disparitas sanksi denda KPPU atas keterlambatan notofokasi
akuisisi saham ( perbandingan kasus PT Japfa dengan LG Internasional), Skripsi mahasiswa UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 26.
26
Efektivitas Hukum adalah kesesuaian antara apa yang diatur
dalam hukum pelaksanaanya. Bisa juga karena kepatuhan masyarakat
kepada hukum karena adanya unsur memaksa dari hukum. Hukum
dibuat oleh otoritas berwenang adakalanya bukan abstraksi nilai dalam
masyarakat. Jika demikian, maka terjadilah hukum tidak efektif, tidak
bisa dijalankan, atau bahkan atas hal tertentu terbit pembangkangan
sipil. Dalam realita kehidupan masyarakat, seringkali penerapan
hukum tidak efektif, sehingga wacana ini menjadi perbincangan
menarik untuk dibahas dalam prespektif efektivitas hukum19
Adapun apabila kita melihat efektivitas dalam bidang hukum,
Achmad Ali berpendapat bahwa ketika kita ingin mengetahui sejauh
mana efektivitas dari hukum, maka kita pertama-tama harus dapat
mengukur “sejauh mana aturan hukum itu ditaati atau tidak ditaati”.
Lebih lanjut Achmad Ali pun mengemukakan bahwa pada umumnya
faktor yang banyak mempengaruhi efektivitas suatu perundang-
undangan adalah profesional dan optimal pelaksanaan peran,
wewenang dan fungsidari para penegak hukum, baik di dalam
menjelaskan tugas yang dibebankanterhadap diri mereka maupun
dalam menegakkan perundang-undangan tersebut.20
Menurut Soerjono Soekanto efektif adalah taraf sejauh mana
suatu kelompok dapat mencapai tujuannya. Hukum dapat dikatakan
efektif jika terdapat dampak hukum yang positif, pada saat itu hukum
19 Septi Wahyu Sandiyoga, 2015, “Efektivitas Peraturan Walikota Makassar Nomor
64 Tahun 2011 tentang Kawasan Bebas Parkir di Lima Ruas Bahu Jalan Kota Makassar”,
Skripsi Universitas Hasanuddin Makassar, h.11.
20 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan (Jakarta: Kencana,
2010), h. 375.
27
mencapai sasarannya dalam membimbing ataupun merubah perilaku manusia
sehingga menjadi perilaku hukum.21
Menurut Soerjono Soekanto ukuran efektivitas pada elemen pertama
adalah22:
1. Peraturan yang ada mengenai bidang-bidang kehidupan tertentu sudah
cukup sistematis.
2. Peraturan yang ada mengenai bidang-bidang kehidupan tertentu sudah
cukup sinkron, secara hierarki dan horizontal tidak ada pertentangan.
3. Secara kualitatif dan kuantitatif peraturan-peraturan yang mengatur
bidang-bidang kehidupan tertentu sudah mencukupi.
4. Penerbitan peraturan-peraturan tertentu sudah sesuai dengan
persyaratan yuridis yang ada
C. Tinjauan (Review) Hasil Studi Terdahulu
1. AKUISISI SAHAM PERUSAHAAN DAN IMPLIKASI DALAM
PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DITINJAU DARI UU.NO 5
TAHUN 1999 (Studi Putusan KPPU Nomor.09/KPPU-l/2009 Tentang
Akuisisi Saham Oleh PT. Carrefour Indonesia Terhadap PT. Alfa
Retailindo) oleh Daniel Perananta Sirait mahasiswa fakultas hukum
universitas sumatera utara23.
Dalam skripsi ini daniel perananta sirait membahas tentang akuisisi
saham yang dilakukan oleh PT carrefour indonesia terhadap PT alfa
retailindo yang mana melihat implikasi dari persaingan usaha tidak sehat
atas akuisis tersebut. Secara singkatnya bahwa skripsi daniel peranata
21 Soerjono Soekanto,Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi (Bandung: CV. Ramadja
Karya, 1988), h. 80.
22 Soerjono Soekanto,Penegakan Hukum (Bandung: Bina Cipta, 1983), h. 80. 23Daniel ParanataSirait,Skripsi akuisisi saham perusahaan dan implikasi
dalampersaingan usaha tidak sehat ditinjaudari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999(Studi
Putusan KPPU Nomor.09/KPPU-L/2009 tentang akuisisi sahamoleh pt. carrefour
indonesiaterhadap pt. alfa retailindo) mahasiswa fakultas hukum universitas sumetara
utara.
28
sirait ini melihat apakah terjadi persaingan usaha tidak sehat berdasarkan
undang-undang nomor 5 tahun 1999 atas akuisisi saham PT alfa retailindo
oleh PT carrefour indonesia.
Persamaannya adalah sama-sama membahas yang berkaitan
dengan akusisi atau pengambil alihan saham yang dilakukan oleh suatu
badan hukum terhadap sebuah perusahaan.
Perbedaan dengan tulisan penelitian penulis adalah penulis
meneliti putusan majelis komisi atas keterlambatan pemberitahuan yang
dilakukan oleh PT Nippon Indosari Corpindo tbk atas akuisisi saham PT
Prima Top Boga yang mana putusannya tidak sesuai dengan undang-
undang yang berlaku.
2. KETERLAMBATAN PEMBERITAHUAN KEPADA KPPU ATAS
PENGAMBILALIHAN SAHAM PT. SUBAFOOD PANGAN JAYA
OLEH PT. BALARAJA BISCO PALOMA DALAM PERSPEKTIF
HUKUM PERSAINGANUSAHA (Studi Kasus: Putusan Mahkamah
Agung Nomor 95 K/Pdt.Sus-Kppu/2015) Oleh Grace Intan Permatasari
mahasiswa fakultas hukum universitas slamet riyadi surakarta24.
Dalam tulisan di atas grace intan permata sari membahas
keterlambatan pemberitahuan yang dilakukan oleh PT Balaraja Bisco
Paloma atas pengambilalihan saham subafood pangan jaya kepada KPPU.
Dalam hal ini terlapor mengajukan keberatan kepada mahkamah agung
namun di tolak oleh majelis hakim.
Persamaanya adalah sama sama membahas tentang keterlambatan
pemberitahuan oleh badan hukum yang mengambil alih
perusahaan.Perbedaannya dengan masalah yang dibahas oleh penulis
adalah objek bahasan yang mana penulis membahas keterlambatan
24Grace Intan Permatasari,keterlambatan pemberitahuan kepada kppu
ataspengambilalihan saham pt. subafood pangan jaya oleh pt.balaraja bisco paloma
dalam perspektif hukum persainganusaha(studi kasus: putusan mahkamah agung nomor
95 k/pdt.sus-kppu/2015), mahasiswa fakultas hukum universitas slamet riyadi surakarta.
29
pemberitahuan oleh PT Nippon Indosari Corpindo Tbk sedangkan dalam
tulisan grace adalah PT Balaraja Bisco Paloma.
3. Analisis Hukum Terhadap Kewajiban Pemberitahuan Pengambilalihan
Saham Perusahaan Kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha : Studi
Kasus Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 09/KPPU-
M/2012 oleh Diyana Theresia Berlian Siagian mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Indonesia25
Dalam skripsi di atas oleh diyana theresia berlian membahas tentang
keterlambatan pemberitahuan yang dilakukan oleh PT Mitra Pinastika
Mustika dan di jatuhi sanksi administrasi oleh majelis KPPU denda
sebesar 4.600.000.000. terlapor juga terbukti terlambat dalam melakukan
pelaporan dan harus melaksanakan putusan majelis komisi.
Persamaanya adalah sama sama membahas tentang keterlambatan
pemberitahuan oleh badan hukum yang mengambil alih
perusahaan.Perbedaannya dengan masalah yang dibahas oleh penulis
adalah objek bahasan yang mana penulis membahas keterlambatan
pemberitahuan oleh PT nippon indosari corpindo tbk sedangkan dalam
tulisan diyana adalah PT Mitra Pinastika Mustika.
4. Jurnal Merger, akusisi dan konsolidasi dalam perspektif hukum persaingan
usaha oleh Paulus Aluk Fajar Dwi Santo26.
Pada jurnal ini membahas tentang keharusan marger, akuisisi, dan
konsolidasi di atur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Jurnal
ini juga membahas tentang perbedaan penggunaan istilah dalam peraturan
yang dibuat oleh masing- masing lembaga yang berwenang dalam
pengawasan aksi korporasi.
25Diyana Theresia Berlian Siagian danDitha Wiradiputra Analisis Hukum
terhadap Kewajiban Pemberitahuan PengambilalihanSaham Perusahaan kepada Komisi
Pengawas Persaingan Usaha : StudiKasus Putusan Komisi Pengawas Persaingan
UsahaNomor 09/KPPU-M/2012,mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 26Paulus Aluk Fajar Dwi Santo,Merger, akusisi dan konsolidasi dalam perspektif hukum
persaingan usaha, (Jurnal Binus business review vol. 2 no. 1 mei 2011), h. 423-433.
30
Persamaan dengan penelitian penulis adalah sama-sama membahas
masalah akuisisi yang diatur dalam Undanh-Undang Nomor 5 Tahun
1999. Perbedaan dengan skrispi penulis adalah saya membahas tentang
keterlambatan pelaporan yang dilakukan oleh suatu perusahaan atas
akuisisi yang mana sanksinya tidak sesuai dengan aturan perundang-
undangan yang ada.
5. Jurnal Pertanggungjawaban Hukum atas Keterlambatan Pemberitahuan
Akuisisi Asing kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha oleh
Muchamad Arifin27.
Pada jurnal ini mengkaji mengenai kewenangan KPPU dalam
kasus keterlambatan pemberitahuan atas tindakan akuisisi saham
perusahaan Woongjin yang dilakukan oleh Toray Materials. Akuisisi
tersebut dilakukan oleh perusahaan asing yang tidak berkedudukan di
Indonesia, sehingga tindakan akuisisi tersebut dilakukan di luar wilayah
hukum Negara Republik Indonesia.
Persamaan dengan penelitian penulis adalah sama-sama membahas
tentang masalah keterlambatan pelaporan atas akuisisi suatu perusahaan.
Perbedaan dengan skripsi saya adalah dari objek yang dibahas. Penulis
membahas keterlambatan pelaporan oleh PT Nippon Indosari Corpindo
Tbk atas akuisisi PT Prima Top Boga.
6. Artikel ilmiah tinjauan yuridis keterlambatan melakukan pembertitahuan
pengambilalihan saham PT. Austindo Nusantara Jaya Rent oleh pt. Mitra
Pinastika Mustika ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat(Studi Putusan No.09/KPPU-M/2012) oleh Heni Ulfa Yuliatin
27Muchamad Arifin, Pertanggungjawaban Hukum atas Keterlambatan Pemberitahuan
Akuisisi Asing kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha, ( jurnal Lex Renaissance No. 2 VOL.
2 JULI 2017), h. 259 – 277.
31
Aminah, Ikarini Dani Widiyanti, Nuzulia Kumala sari Hukum Perdata
Ekonomi, Fakultas Hukum, Universitas Jember (UNEJ)28.
Pada artikel ini membahas keterlambatan pelaporan atas
pengambilalihan saham PT Austindo Nusantara Jaya Rent oleh PT Mitra
Pinastika Mustika.Persamaan dengan penelitian penulis yaitu sama-sama
membahas keterlambatan pelaporan akuisisi. Perbedaaan pada skripsi
penulis membahas tentang keterlambatab pelaporan atas pengambil alihan
saham PT Prima Tob Boga oleh PT Nippon Indosari Corpindo Tbk.
28Aminah,Heni Ulfa Yuliatin, Ikarini Dani Widiyanti, Nuzulia Kumala sari, tinjauan
yuridis keterlambatan melakukan pembertitahuan pengambilalihan saham pt. Austindo nusantara
jaya rent oleh pt. Mitra pinastika mustika ditinjau dari undang-undang no.5 tahun 1999 tentang
larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat (Studi Putusan No.09/KPPU-
M/2012), (Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2014).
32
BAB III
TUGAS DAN WEWENANG KPPU DALAM
SENGKETA PERSAINGAN USAHA DAN PARA
PELAKU USAHA
A. Profil KPPU
Komisi pengawas persaingan usaha atau KPPU merupakan sebuah
lembaga yang dibentuk berdasarkan Amanat atau perintah dari Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli Dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai lembaga yang bertugas dan
berwenang melaksanakan perintah yang diberikan oleh undang-undang
tersebut.
KPPU adalah lembaga yang bersifat indepenent, dimana dalam
menangani, memutuskaan dan melakukan penyelidikan suatu perkara
persaingan usaha tidak dapat dipengaruhi oleh pihak manapun, baik itu
pemerintah maupun pihak yang memiliki Kepentingan (conflict of
interes)1. Dalam melaksanaan tugasnya Komisi Pengawas Persaingan
Usaha bertanggung jawab kepada Presiden sebagai kepala negara,
berhubungan komisi pengawas persaingan usaha juga melaksanakan
sebagian tugas-tugas pemerintah negara dalam melaksanakan undang-
undang2.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha merupakan lembaga negara
komplementer (state auxiliary organ) yang dibentuk diluar konstitusi yang
membantu pelaksanaan tugas lembaga negara pokok atau disebut juga
lembaga quasi3. KPPU merupakan lembaga quasi judicial yang
mempunyai wewenang eksekutorial terhadap putusan terhadapa kasus
persaingan usaha.
1 Hermansyah, Pokok-Pokok hukum Persaingan Usaha Di Indonesiai, (Jakarta: Kencana,
2008), h. 73. 2 Rachmadi Usaman, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2004), h. 100. 3 Abdul Rahman, hukum persaingan usaha, ( Sleman: deepublish,2018), h. 304.
33
Jika dibandingkan dengan lembaga negara komplementer ( state
auxiliary organ) lainnya, seperti KPK maka terdapat persamaan dan
perbedaan. Beberapa persamaan keduanya adalah, kedua komisi ini sama-
sama dibentuk berdasarkan undang-undang. Sejalan dengan pemikiran
jimly asshidiqie, kedua komisi ini berbeda dalam hal kedudukan. KPK
disebut sebagai komisi negara yang independent berdasakan konstitusi
atau yang memiliki constitutional importance. Hal ini dikarenakan
walaupun KPK dibentuk berdasarkan UU, namun keberadaanya
berdasarkan pasal 24 ayat (3) UUD NRI 1945. Sedangkan KPPU
merupakan lembaga independen lainnya yang dibentuk berdasarkan
undang-undang perbedaaan yang lain berkaitan dengan latar belakang
pembentukan kedua lembaga ini4.
Alasan pembentukan komisi pengawas persaingan usaha dapat di
kemukakan secara filosofis dan sosiologis. Alasan filosofis dari
pembentukannya yaitu dalam mengawasi pelaksanaan suatu aturan hukum
diperlukan suatu lembaga yang mendapatkan kewenangan dari negara (
pemerintah dan rakyat ). Dengan mendapat kewenangan dari negara
diharapakan lembaga tersebut dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya
dan independent5.
Adapun alasan sosiologisnya yaitu menurunnya citra pengadilan
dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara, serta beban perkara
pengadilan yang sudah menumpuk. Alasan lainnya dunia usaha
memerlukan penyelesaina yang cepat dan proses pemeriksaan yang
bersifat rahasia6.
Sebenarnya penegakan hukum persaingan usaha dapat saja
dilakukan oleh kepolisian, kejaksaaan, dan pengadilan. Meskipun
pengadilan umumnya merupakan tempat penyelesaian perkara yang resmi
dibentuk oleh negara, namun untuk hukum persaingan usaha, pada
tingakat pertama penyelesaian sengketa antar pelaku usaha tidak dilakukan
4 Abdul Rahman, Hukum Persaingan Usaha, ( Sleman: deepublish,2018), h. 305. 5 Rachmadi Usaman, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia..., h. 99. 6 Rachmadi Usaman, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia..., h. 99.
34
oleh pengadilan. Alasan yang dapat dikemukakan adalah karena hukum
persaingan usaha membutuhkan orang yang spesialis yang mengerti latar
belakang dan mengerti betul tentang seluk beluk bisnis dalam rangka
menjaga mekanisme pasar. Institusi yang menyelesaikan sengketa
persaingan usaha harus beranggotakan orang yang tidak hanya belakang
hukum tapi juga ekonomi dan bisnis7.
Keanggotaan komisi pengawas persaingan usaha minimim
berjumlah 9 orang, termasuk ketua dan wakil ketua yang merangkap
sebagai anggota. Dalam pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 dinyatakan bahwa “komisi terdiri atas seorang ketua yang
merangkap anggota, seorang wakil yang merangkap anggota,dan
sekurang-kurangnya tujuh orang anggota” dari sini dapat diartikan bahwa
jumlah anggota boleh lebih dari 7 orang atau paling sedikit berjumlah 7
orang. Dengan ditambahkan ketua dan wakil ketua jumlah anggota komisi
persaingan usaha berjumlah paling sedikit 9 (sembilan) orang8.
Susunan organisasi komisi pengawas persaingan usaha terdiri atas
anggota komis dan sekretariat. Anggota komis pengawas persaingan usaha
wajib melaksanakan tugas dengan berdasarkan pada asas keadilan dan
perlakuan, serta wajib mematuhi tata tertib yang telah disusun oleh komisi
pengawas persaingan usaha9
Dalam menjalankan tugasnya Komisi pengawas persaingan usaha
tidak dapat melakukan beberapa tindakan yang bisa dilakukan karena tidak
ada wewenang yang diberikan kepada komisi pengawas persaingan usaha.
Dengan tidak adanya wewenang ini maka Undang-Undang menunjuk
institusi lain yang memiliki wewenang untuk membantu melakukan
tindakan eksekotur yang mana KPPU tidak memiliki wewenang di
dalamnya, seperti contohnya adalah dalam melakukan penyitaan maka
dengan ini KPPU menyerahkan pelaksanaannya kepada Pengadilan Negri.
7 Dr. Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia Dalam Teori Dan
Praktik Serta Penerapan hukumnya, ( Jakarta: Kencana, 2012), h. 540. 8 Rachmadi Usaman, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia,... h. 101. 9 Rachmadi Usaman, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia,... h. 104.
35
Dan berapa contoh lainnya yang mana karena ketidak adanya wewenang
ini membuat KPPU tidak bisa melaksanakan tugas dan wewenangnya
secara mandiri.
B. Tugas dan Wewenang KPPU
Pasal 35 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 menentukan bahwa
tugas KPPU adalah sebagai berikut10:
1. Melakukan penilaian terhadapa pejanjian yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan atau peraingan usaha tidak sehat
2. Melakukan penilaian terhadapa kegiatan usaha dan atau tindakan
pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat
3. Melakukan penilaian terhadap atau atau tidak adanya penyalahan
posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat
4. Mengambil tindakan sesuai degan wewenang komisi sebagaimana
diatur dalam pasal 36
5. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah
yang berkaitan dengan praktik monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat.
6. Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
7. Memberikan laporan sevara berkala atas hasil kerja komisis kepada
Presiden dan DPR
Dalam menjalankan tugas-tugasanya tersebut, pasal 36 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 memberi wewenang kepada Komisi
pengawas persaingan Usaha Untuk11:
1. Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang
dugaan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat
10 Abdul Rahman, hukum persaingan usaha, ( Sleman: deepublish,2018), h. 307. 11 Abdul Rahman, hukum persaingan usaha,… h. 307.
36
2. Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau
tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
3. Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan
praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehatyang
dilaporkan oleh masyarakat atau pelaku usaha atau yang ditemukan
komisi sebagai hasil penelitiannya.
4. Menyimpulkan hasil penelitian dan atau pemeriksaan tentang ada atau
tidak adanya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
5. Memagggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanngaran
terhadapa ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
6. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang
dianggap mengetahui pelanggaran ketentuan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999
7. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi,
saksi ahli, atau setiap orang yang dimaksud dalam nomor 5 dan 6
tersebut di atas yang tidak bersedia memenuhi panggilan komisi
8. Meminta keterangan dari instansi pemerintah dalam kaitannya dengan
penyelidikan dan atau pemeriksaan teradap pelaku usaha yang
melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
9. Mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen dan atau alat
bukti lain untuk keperluan penyelidikan dan atau pemeriksaan.
10. Memutuskan dan menetapkan ada atau atau tidaknya kerugian di pihak
usaha lain atau masyarakat
11. Memberitahukan keputusan komisi kepada pelaku usaha yang diduga
melakukan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
12. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku
usaha yang melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999
37
C. Bentuk-Bentuk Sanksi
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terdapat 3 (Tiga)
Jenis sanksi yang dapat di jatuhkan oleh Komisi Pengawas Persaingan
Usaha kepada para pelaku usaha yang melanggar ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yaitu:
1. Sanksi Administratif
Pada Pasal 47 menagtur jenis- jenis sanksi administratif yang di
jatuhkan oleh Komis pengawas persaingan usaha kepada para pelaku
usaha berupa:
a. Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan
administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan
Undang-undang ini.
b. Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
berupa:
1) Penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 sampai dengan Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16; dan
atau
2) Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi
vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14; dan atau
3) Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan
yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau
menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan
masyarakat; dan atau
4) Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan
penyalahgunaan posisi dominan; dan atau
5) Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan
badan usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28; dan atau
6) Penetapan pembayaran ganti rugi; dan atau
38
7) Pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp
25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
Komisi dapat menjatuhkan sanksi administratif tersebut
secara kumulatif ataupun alternatif. Keputusan mengenai bentuk
sanksi tergantung pada pertimbangan Komisi dengan melihat
situasi dan kondisi masing masing kasus12
2. Sanksi Pidana Pokok
Pada Pasal 48 komis pengawas persaingan usaha diberi
wewenag untuk menjatuhkan sanksi pidana kepada para pelaku usaha
yang melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun
1999 berupa:
a. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan
Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan
Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp
25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-
tingginya Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), atau
pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
b. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8,
Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-
undang ini diancam UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN
1999 25 pidana denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000.000,00 (
lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00
(dua puluh lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti
denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
c. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini
diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 5.000.000.000,00
12 Dr. Andi Fahmi Lubis, SE, ME dkk, Hukum Persaingan Usaha¸( Jakarta:
KPPU, 2017), h. 407.
39
(lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda
selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
3. Pidana Tambahan
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang
Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48
dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. Pencabutan izin usaha; atau
b. Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan
pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan
direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan
selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan
timbulnya kerugian pada pihak lain.
D. Sanksi Keterlambatan atau Tidak Menyampaikan Pemberitahuan
Dalam hal pelaku usaha tidak memenuhi kewajiban untuk
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atas merger yang telah
memenuhi syarat, maka komisi berwenang menjatuhkan sanksi sesuai
ketentuan pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2010 berupa
denda administratif sebesar Rp. 1.000.000.000.- ( Satu Miliar Rupiah)
untuk setiap hari keterlambatan, dengan ketentuan denda administratif
secara keseluruhan paling tinggi sebesar Rp. 25.000.000.000.- ( dua puluh
lima miliar rupiah)13.
Selain itu komisi pengawas persaingan usaha juga bisa
memberikan sanksi administratif sesuai pasal 4 ayat 1 Peraturan
Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 yang mengacu kepada pasal 47 ayat (2)
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 yaitu berupa14:
1. Penetapan pembatalan perjanjian
13 Dr. Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia Dalam Teori Dan
Praktik Serta Penerapan hukumnya, ( Jakarta: Kencana, 2012), h. 536. 14 Dr. Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia Dalam Teori Dan
Praktik Serta Penerapan hukumnya,… h. 536.
40
2. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi
vertikal
3. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan
yang terbukti menimbulkan praktik monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat
4. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalah
gunaan posisi dominan
5. Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan
badan usaha dan pengambil alihan
6. Penetapan ganti rugi
7. Pengenaaan den da serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000.- (
satu miliar rupuah) dan setinggin-tingginya Rp
25.000.000.000.- ( dua puluh lima miliar rupiah)
Komisi pengawas persaingan usaha akan melakkan monitoring
terhadap para pelaku usaha yang melakukan merger atau akusisi bersama
institusi terkait. Namun apabila dalam waktu 30 hari tidak melakukan
pelaporan maka komisi pengawas persaingan usaha akan melakukan
sanksi denda keterlambatan kepada para pelaku usaha sesuai dengan yang
tela ditentukan15.
15 Dr. Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia Dalam Teori Dan
Praktik Serta Penerapan hukumnya,… h. 537.
41
BAB IV
Sanksi Keterlambatan Pelaporan Akuisisi Ke KPPU
A. Kronologi Kasus
Pada bab ini peneliti akan melakukan pemaparan terhadap
timbulnya perbedaan penetapan sanksi yang diberikan oleh majelis komis
pengawas persaingan usaha yang mana disini peneliti melihat kepada
peraturan perundang-undangan yang dilanggar yaitu Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 jo Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun
2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan
Pengambilalihan Saham.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merupaka sebuah
lembaga pemerintah yang lahir atau timbul karena amanat Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli Dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sebagai lembaga negara yang mendapat
amanat dari undang-undang maka komisi pengawas persaingan usaha
mendapatkan wewenang untuk menjatuhkan sanksi kepada para pelaku
usaha yang mana melakukan pelanggaran terhadap aturan yang berlaku
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Bentuk-bentuk sanksi yang
diatur dalam Pasal 45 sampai Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999. Sedangkan untuk ketentuan jumlah denda diatur dalam Pasal 47
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Di pasal tersebut menjelaskan
bahwa ketentuan denda terlambat melakukan pelaporan adalah Rp
1.000.000.000.- ( satu miliar rupiah) perhari keterlambatan dengan
ketentuan denda maksimal adalah Rp 25.000.000.000.- ( dua puluh lima
milia rupiah.
Komisi pengawas persaingan usaha dalam perkara ini berwenang
menajtuhkan sanksi kepada pelaku usaha telah memutus perkara Nomor
07/KPPU-M/2018 tentang dugaan pelanggaran Pasal 29 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat Jo. Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun
42
2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan
Pengambilalihan Saham. PT. Prima Top Boga yang diambilalih oleh PT
Nippon Indosari Corpindo Tbk, yang dalam kasus ini sebagai terlapor. PT
Nippon Indosari corpindo Tbk sendiri merupakan perusahaan penanaman
modal asing yang beralamat di wisma GKBI, jl. Jend. Sudirman No. 28,
RT 14/RW 1 Bendungan Hilir Kecamatan Tanah Abang, Kota jakarta
Pusat Daerah Khusus Ibukota jakarta.
Terlapor yang dalam kasus ini yaitu PT. Nippon Indosari Corpindo
Tbk terbukti secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 29
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 jo Pasal 5 Peraturan pemerintah
Nomor 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan
Usaha dan Pengambilalihan saham. Majlis hakim Komisi pengawas
persaingan Usaha menghukum kepada terlapor membayar denda sebesar
Rp 2.800.000.000,- ( dua miliar delapan ratus juta rupiah ) karena
terlambat melakukan pelaporan pengambil alihan saham kepada komisi
pengawas persaingan usaha selama 4 hari kerja.
Berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang belaku
yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada Pasal 47 huruf G
menyatakan bahwa “pengenaan denda serendah-rendahnya Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp
25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah)” selanjutnya ketentuan
ini diperjelas dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010
yang menyatakan bahwa “Dalam hal Pelaku Usaha tidak menyampaikan
pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan
ayat (3), Pelaku Usaha dikenakan sanksi berupa denda administratif
sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk setiap hari
keterlambatan, dengan ketentuan denda administratif secara keseluruhan
paling tinggi sebesar Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar
rupiah)”.
Berdasarkan pernyataan di atas terdapat perbedaaan yang terjadi
atas putusan komisi pengawas persaingan usaha terhadap pelaku usaha
43
yang secara sah dan terbukti melakukan pelanggaran atas pasal 29
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 jo Peraturan Pemerintah Nomor 57
Tahun 2010 yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Apabila dilihat kedalam peraturan perundang-undangan dapat kita
temukan bahwa sebenarnya tela diatur ketentuan menjatuhkan sanksi
denda kepada para pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-
undang anti monopoli tersebut, yaitu di dalam undang-undang telah di
tetapkan batas-batas denda yang yang diberikan paling sedikit Rp
1.000.000.000.- ( satu miliar rupiah ) dan paling banyak Rp
25.000.000.000.- ( dua puluh lima miliar rupiah ) yang mana aturan ini di
perjelas lebih lanjut dengan ketentuan denda keterlambatan sebanyak Rp
1.000.000.000.- ( satu miliar rupiah ) untuk setiap hari keterlambatannya.
Dapat kita garis bawahi bahwa di aturan tersebut mengatakan bahwa setiap
hari keterlambatan. Apabila suatu perusahaan terlambat melakukan
pelaporan atas akuisisi saham kepada komisi pengawas persaingan usaha
selama 4 hari maka seharusnya perusahaan tersebut dikenakan denda
sebanyak 4 miliar rupiah. Tetapi dalam putusan yang di jatukan kepada
PT. Nippon Indosari corpindo Tbk tidak sesuai dengan yang seharusnya
yaitu sebanyak Rp 4.000.000.000,- ( empat miliar rupiah ) selama 4 (
empat ) hari keterlambatan tapi hanya sebanyak Rp 2.800.000.000,- ( dua
miliar delapan ratus juta rupiah )
B. Jawaban Para Pihak
PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk sebagai terlapor dalam kasus
keterlambatan pelaporan pengambilalihan saham yang mereka lakukan dan
telah mendapatkan surat teguran dari komisi KPPU di dalam persidangan
memberikan pembelaan terhadap kasus yang sedang mereka hadapi,
pembelaan merekaadalah sebagai berikut:
1. PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk sebagai Terlapor mengakui secara
benar dan meyakinkan telah melakukan pengambilalihan saham atas
44
32.051 (tiga puluh dua ribu lima puluh satu) lembar saham PT Prima
Top Boga (PTB) dengan penerbitan lembar saham baru di dalam PTB
yang diambilalih dengan penyetoran modal senilai
Rp31.499.722.800,00 (tiga puluh satu miliar empat ratus sembilan
puluh sembilan juta tujuh ratus dua puluh dua ribu delap an ratus
rupiah) sebagaimana telah dituangkan dalam Akta Pernyataan
Keputusan pemegang saham Prima Top Boga Nomor 12 tanggal 24
Januari 2018, yang dibuat oleh Notaris Budiono Widjaja, S.H; 2.2
Terlapor juga telah menerima Surat Direktorat Merger KPPU Nomor
116/DC.2/S/III/2018 tanggal 07 Maret 2018 perihal himbauan
pemberitahuan akuisis
2. Terlapor sebagai pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha di
Indonesia sangat menghormati pengawasan dan penegakan hukum
yang dilakukan oleh Komisi untuk menciptakan persaingan usaha
yang sehat dan mengawasi segala tindakan Pelaku Usaha (termasuk
Terlapor) agar sesuai dengan prinsip Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan usaha Tidak
Sehat. Oleh karena itu Terlapor telah melakukan kewajiban
pemberitahuan terkait dengan Pengambilalihan saham (A kuisisi) PTB
oleh Terlapor kepada komisi sesuai dengan ketentuan yang diwajibkan
Pas al 29 Undang Undang Nomor 5 tahun 1999 jo. pasal 5 Peraturan
Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 pada tanggal 29 Maret 2018, yaitu
melalui surat tanggapan Nomor 0213/HO/LGL/III/2008 dan Formulir
Pemberitahuan kepada Komisi tertanggal 28 Maret 2018, dan
pemberitahuan tersebut tidak terlambat;
3. PT. Nippon Indosari Corpindo dalam melakukan proses
pengambilalihan saham PTB, sebagai perusahaan terbuka senantiasa
memperhatikan, menghormati dan wajib mematuhi peraturan-
peraturan yang berlaku di Indonesia yang sifatnya kumulatif, yaitu
sebagai berikut:
45
a. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas yaitu:
1) Terlapor telah mengumumkan perihal rencana atas
pengambilalihan saham PTB di harian terbit tanggal 25
November 2017
2) PTB telah melakukan permohonan persetujuan perubahan
dasarn ya kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia dan mendapatkan keputusan pada tanggal
9 Februari 2018, berdasarkaan keputusan Menkumham nomor
AHU-0003152.AH.01.02 tentang persetujuan Perubahan
Anggaran Dasar Perseroan Terbatas PT Prima Top Boga, yang
juga menyangkut perubahan pemegang saham PT Prima Top
Boga. Adapun PT Prima Top Boga, masih berkewajiban
mendapatkan salinan persetujuan Badan Koordinasi
Penanaman Modal (selanjutnya disebut BKPM) atas adanya
perubahan pendaf taran penanaman modal asing terkait
perubahan susunan pemegang sahamnya
b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
Peraturan OJK bahwa atas rencana pengambilalihan saham PTB
tersebut, Terlapor juga telah melaporkannya kepada OJK dan Bursa
Efek Indonesia, melalui surat Terlapor Nomor 096/FCS/L/XI/2017
tanggal 27 November 2017 sesuai dengan ketentuan Peraturan OJK
Nomor 31/POJK.04/2015 tentang keterbukaan atas Informasi atau
Fakta Material oleh Perusahaan Publik
c. Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal, khu susnya Pasal 25 ayat (4) yang petikan isinya sebagai
berikut “Perusahaan Penanaman Modal yang akan melakukan
kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dari instansi yang menyelidiki
kewenangan, kecuali ditentukan lain dalam undang undang
46
d. Peraturan Kepala BKPM Nomor 13 Tahun 2017 tentang
pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Fasilitas Penanaman
Modal, Pasal 21 ayat (3) dan ayat (4) Walaupun PT Prima Top
Boga telah memperoleh persetujuan Menkumham, sebagai
perusahaan yang berstatus sebagai PMAA, PT Prima Top Boga
wajib untuk mendapat persetujuan lebih dahulu dari BKPM atas
adanya perubah an pendaftaran penanaman modal asing terkait p
erubahan susunan pemegang sahamnya. Tanpa Pers etujuan dari
BKPM tersebut, maka pengambilalihan saham PT Prima Top Boga
oleh Terlapor tidak dapat dinyatakan telah berlaku efektif secara
yuridis. PT Prima Top Boga telah mendapatkan persetujuan dari
BKPM sebagaimana terdapat dalam surat Pendaftaran Penanaman
Modal Asing Nomor 469/1/PI_PB/PMA/201 8 tanggal 1 Maret
2018. Hal mana pendaftaran Penanaman Modal tersebu t
merupakan bagian yang tidak terpisahkan atas izin prinsip Nomor
227/1/IP/PMA/2014 tanggal 27 Januari 2014 jo. perubahan terakhir
Nomo r 3758/1/IP-PB/PMA/2017 tanggal 17 Oktober 2017;
e. Undang undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dan peraturan
pelaksanaannya
4. Berdasarkan ketentuan tersebut maka Terlapor menyatakan kepada
majelis telah menyampaikan pemberitahuan kepada Komisi sesuai
dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan
5. Berdasarkan kepada pemberitahuan sebagaimana yang telah Terlapor
sampaikan kepada Komisi KPPU, Terlapor hingga kini belum
menerima tanggapan dari pihak komisi perihal penilaian Komisi atas
transaksi pengambilalihan Terlapor atas saham PT Prima Top Boga;
47
6. PT.Nippon Indosari Corpindo Tbk sebagai Terlapor menerima Surat
Panggilan Nomor 4 41/KPPU/MK-PP/X/2018 tanggal 15 Oktober
2018 dari Komisi yang intinya berisi adanya Perkara Nomor 07/KPPU
-M /2018 tentang dugaan Pelanggaran Pasal 29 Undang Nomor 5
tahun 1999 jo pasal 5 PP 57 Tahun 2010 terkait dengan
Pengambilalihan Saham (Akuisisi) PT Prima Top Boga oleh Terlapor
7. Berdasarkan kepada surat panggilan tersebut Terlapor telah menindak
lanjuti Surat Panggilan tersebut dan hadir pada tanggal 22 Oktober
2018 serta menerima Salinan Laporan Keterlambatan Pemberitahuan
yang dibuat oleh Investigator KPPU (LKP)
8. Pihak PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk setelah mempelajari salinan
LKP tersebut, menyatakan keberatan atas dugaan yang dituduhkan
dalam Perkara Nomor 07/KPPU-M/2018 tentang Dugaan Pelanggaran
Pasal 29 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 jo. Pasal 5
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 terkait Keterlambatan
Pemberitahuan Pengambilalihan Saham (A kuisisi) PT Prima Top
Boga oleh Terlapor
C. Pertimbangan Majelis Komisi
Setelah melihat fakta dan hasil penyelidikan yang dilakukan oeh
komisi pengawas persaingan usaha maka majelis melakukan
pertimbangan-pertimbangan yang menjadi alasan penentuan sanksi
terhadap terlapor atas kasus yang sedang dihadapinya. Pertimbangan
majelis komisi antara lain:
1. Majelis komisi memberikan pertimbangan berdasarkan Pasal 36 huruf
(d) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Komisi KPPU berwenang
menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada
atau tidaknya praktek monopoli dan atau persai ngan usaha tidak sehat
yang sedang diperkarakan
48
2. Berdasarkan Pasal 43 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Komisi wajib memutuskan telah terjadi atau tidak terja di pelanggaran
terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 selambat –lambatnya
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak selesainya pemeriksaan lanjutan.
3. Majelis Komisi mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan sanksi
yang akan diberikan kepada terlapor antara lain:
a. Pihak terlapor sangat lambat dalam merespon surat pemberitahuan
yang telah dikirimkan oleh komisi dengan Nomor
116/DC.2/S/III/2018 perihal untuk melakukan pemberitahuan
atau notifikasi atas terjadinya pengambilalihan saham (akuisisi);
b. Pihak terlapor sampai dengan akhir pemeriksaan dan setelah
memperoleh keterangan dari pihak BKPM, Kemenkumham, dan
Ahli Hukum Persaingan Usaha, Terlapor tetap tidak mengakui
pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomo 5 Tahun 1999 jo.
Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010;
c. PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk sebagai Perusahaan Publik
yang beroperasi di Indonesia sudah seharusnya mengetahui
peraturan-peraturan terkait kegiatan Merger dan Akuisisi yang
berlaku di Indonesia, seperti:
1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
2) Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 tentang
Penggabungan, Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan
saham
3) Peraturan Kom isi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun
2012 tentang Pedoman Pengenaan Denda Keterlambatan
Pemberitahuan Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan
Pengambilalihan Saham Perusahaan
49
4. Majelis Komisi juga mempertimbangkan hal-hal yang meringankan
sanksi yang diberikan kepada terlapor, yaitu:
a. Terlapor bersikap kooperatif selama proses Sidang berlangsung
atas kasus keterlambatan pelaporan pengambilalihan saham yang
di adili oleh Majelis Komisi;
b. Terlapor belum pernah dihukum karena melanggar Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat semenjak terlapor beroperasi
menjalankan usahanya.
c. Terlapor dalam menyelenggarakan usahanya di sektor industri
pengolahan pangan memberikan nilai tambah bagi perekonomian
Indonesia.
D. Putusan Majelis komisi
Berdasarkan kepada tanggapan para pihak dan pertimbangan-
pertimbangan hasil penyelidikan oleh komisi pengawas persaingan usaha
yang telah disebutkan sebelumnya maka majlis komisi memutuskan
perkara pelanggaran yang dilakukan oleh PT Nippon Indosari corpindo
tersebut sebagai berikut
1. Majelis berdasarkan pertimbangan yang telah disebutkan menyatakan
PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk terbukti secara sah dan
meyakinkan melanggar Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 jo. Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010
2. Majelis komisi Menghukum PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk
membayar denda sebesar Rp2.800.000.000,00 (Dua Miliar Delapan
Ratus Juta Rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran
pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan
Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui Bank Pemerintah
50
dengan kode penerimaan 425812 (Pendapatan Denda Pelanggaran di
Bidang Persaingan Usaha)
3. Majelis Memerintahkan Terlapor untuk melaporkan dan
menyerahkan salinan bukti pembayaran denda tersebut ke KPPU
sebagai bukti bahwa terlapor telah menjalankan kewajibannya.
E. Syarat dan Prosedur Konsultasi dan Pemberitahuan
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan para pelaku
usaha yang melakukan pengambilalihan wajib melakukan pemberitahuan
kepada komisi paling lambat 30 ( tiga puluh ) hari sejak tanggal
pengambilalihan berlaku efektif secara yuridis. Tetapi dalam Pasal 10
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 memberikan hak kepada
pelaku usaha untuk melakukan Konsultasi kepada Komisi secara sukarela
baik secara tertulis maupun lisan sebelum melaksanakan Pengambilalihan.
Dengan demikian pengawasan atas pengambilalihan dilakukan oleh Komisi
dalam dua bentuk, yaitu
1. Pemberitahuan
2. Konsultasi.
Konsultasi berarti penilaian merger dan akuisisi dilakukan sebelum
merger dan akuisisi terjadi (pre-closing notification), sedangkan
pemberitahuan dilakukan setelah merger dan akuisisi terjadi (post-closing
notification).1Untuk lebih jelas tentang pemberitahuan dan konsultasi
berikut adalah penjabarannya:
1. Pemberitahuan
1 Farid Nasution, Konsultasi vs Pemberitahuan Merger dan Akuisisi Kepada KPPU
(https://www.kompasiana.com/ffnst/550fdc71813311d238bc5fa6/konsultasi-vs-pemberitahuan-
merger-dan-akuisisi-kepada-kppu diakses pada tanggal 20 juli 2020 jam 5.31 wibb).
51
Pemberitahuan adalah pengawasan setelah Pengambilalihan
dilaksanakan (post-evaluation). Artinya, setelah para pelaku usaha
melakukan pengambilalihan saham, maka perusahaan hasil
Pengambilalihan melakukan pemberitahuan kepada Komisi.
a. Syarat Pemberitahuan
Pelaku Usaha wajib untuk melakukan pemberitahuan
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan kepada
Komisi dalam hal memenuhi ketentuan:
1) Batasan Nilai
Batasan Nilai untuk melakukan pemberitahuan Penggabungan,
Peleburan danPengambilalihan kepada Komisi adalah apabila:
a) Nilai aset badan usaha hasil penggabungan atau peleburan
atau pengambilalihan melebihi Rp2.500.000.000.000,00 (dua
triliun lima ratus miliar rupiah); atau
b) nilai penjualan (omzet) badan usaha hasil penggabungan
atau peleburan atau pengambilalihan melebihi
Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah);
Sedangkan jika dua atau lebih pihak yang melakukan
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan bergerak di
bidang perbankan, pelaku usaha wajib melakukan pemberitahuan
kepada Komisi apabila nilai aset badan usaha hasil penggabungan
atau peleburan atau pengambilalihan melebihi
Rp20.000.000.000.000,00 (dua puluh triliun rupiah).
Jika salah satu pihak yang melakukan Penggabungan,
Peleburan dan Pengambilalihan bergerak di bidang perbankan dan
pihak lain bergerak bukan di bidang perbankan, pelaku usaha
wajib melakukan Pemberitahuan kepada Komisi apabila nilai aset
badan usaha hasil penggabungan atau peleburan atau
52
pengambilalihan melebihi Rp Rp2.500.000.000.000,00 (dua triliun
lima ratus miliar rupiah).
2) Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan antar
perusahaan yang tidak terafiliasi
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan secara sederhana
adalah tindakan pelaku usaha yang mengakibatkan:
a) Terciptanya konsentrasi kendali dari beberapa pelaku usaha
yang sebelumnya independen kepada satu pelaku usaha atau
satu kelompok pelaku usaha; atau
b) Beralihnya suatu kendali dari satu pelaku usaha kepada pelaku
usaha lainnya yang sebelumnya masing-masing independen
sehingga menciptakan konsentrasi pengendalian atau
konsentrasi pasar.
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan diantara
perusahaan yang terafiliasi tidak merubah struktur pasar dan
kondisi persaingan yang telah ada, sehingga tidak memenuhi
kriteria Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan
sebagaimana dimaksud dalam Pedoman ini.
Berdasarkan penjelasan Pasal 7 Peraturan Pemerintah
Nomor 57 Tahun 2010, yang dimaksud dengan“terafiliasi” adalah:
a). hubungan antara perusahaan, baik langsung maupun
tidak langsung, mengendalikan atau dikendalikan oleh
perusahaan tersebut;
b). hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan,
baik langsung maupun tidak langsung, oleh pihak yang
sama; atau jika perusahaan menambah kepemilikan saham
di suatu perusahaan sehingga berakibat perusahaan
tersebut menjadi pengendali, maka penambahan
kepemilikan saham tersebut wajib dinotifikasikan kepada
Komisi.
53
3) Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan pada
perusahaan patungan/Joint Venture (JV)
.JV pada intinya adalah bentuk usaha bersama yang dilakukan
oleh dua perusahaan atau lebih. JV merupakan tindakan dua
perusahaan atau lebih yang memiliki tingkat pengendali yang
sama untuk menciptakan perusahaan baru.Dalam hal terjadi
perubahan pengendali baik dari nilai saham dan/atau jumlah
pengendali pada perusahaan JV yang dikarenakan adanya
tindakan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan, maka
tindakan tersebut tidak dikecualikan dari PP 57 Tahun
2010.Namun dalam hal dua atau lebih perusahaan menciptakan
perusahaan JV tanpa melalui proses Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan, maka tindakan/aksi korporasi tersebut tidak
wajib dinotifikasi atau dilaporkan kepada Komisi.
b. Waktu Pemberitahuan
Pelaku usaha harus melakukan pemberitahuan paling lambat
30 (tiga puluh) hari sejak tanggal Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan telah berlaku efektif secara yuridis. Tanggal
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan berlaku efektif
secara yuridis adalah:
1). Untuk Badan Usaha yang berbentuk perseroan terbatas,
sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 133 Undang-
Undang Nomor. 40 Tahun 2007 pada bagian
penjelasan adalah tanggal:
a). Persetujuan menteri atas perubahan anggaran dasar
dalam terjadi Penggabungan;
b). Pemberitahuan diterima menteri baik dalam hal
terjadi perubahan anggaran dasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang
54
Nomor 40 Tahun 2007 maupun yang tidak disertai
perubahan anggaran dasar; dan
c). Pengesahan menteri atas akta pendirian perseroan
dalam hal terjadi peleburan.
2). Jika salah satu pihak yang melakukan Penggabungan,
Peleburan dan Pengambilalihan adalah perseroan terbatas
dan pihak lain adalah perusahaan non-perseroan
terbatas, maka pemberitahuan dilakukan paling lambat
30 (tiga puluh) hari sejak tanggal ditandatanganinya
pengesahan Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan oleh para pihak. Adapun tanggal
pengesahan adalah tanggal efektif suatu badan usaha
bergabung atau melebur dan beralihnya kepemilikan
saham di perusahaan yang diambil alih (closing date);
3). Kemudian khusus untuk pengambilalihan saham yang
terjadi di bursa efek, maka pemberitahuan dilakukan
paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat
keterbukaan informasi pengambilalihan saham perseroan
terbuka.
Komisi akan melakukan penilaian terhadap perusahaan hasil
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan tersebut untuk
memberikan pendapat terhadap ada atau tidaknya dugaan praktik
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
c. Prosedur Pemberitahuan
1) Pelaku usaha yang memenuhi syarat Pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada poin 1 di atas, wajib
memberitahukan secara tertulis kepada Komisi dalam jangka
waktu paling lama 30 hari (tiga puluh) hari kerja.
2) Pelaku usaha yang wajib melakukan Pemberitahuan adalah:
55
a) Pelaku usaha hasil Penggabungan;
b) Pelaku usaha Pengambilalih saham;
c) Pelaku usaha hasil Peleburan.
3) Pemberitahuan tersebut dilakukan secara tertulis oleh Pelaku
usaha hasil Penggabungan, Peleburan Badan Usaha atau
Pengambilalihan Saham dengan cara mengisi formulir M1
untuk penggabungan badan usaha, formulir K1 untuk peleburan
badan usaha, dan formulir A1 untuk pengambilalihan saham
perusahaan.
4) Formulir pemberitahuan wajib disertai dengan dokumen-
dokumen yang telah dipersyaratkan serta dokumen lain yang
dianggap perlu oleh Komisi.
5) Komisi menerbitkan tanda terima pemberitahuan dan
mempelajari kelengkapan formulir serta dokumen yang
dipersyaratkan.
6) Komisi berhak untuk meminta dokumen tambahan dari
pelaku usaha dalam hal dipandang perlu untuk melakukan
penilaian.
7) Pelaku usaha yang telah melakukan Pemberitahuan, wajib
melengkapi formulir dan dokumen yang dipersyaratkan
dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja
sejak tanggal Tanda Terima Pemberitahuan, atau menyerahkan
Surat Pernyataan Kesanggupan Melengkapi Dokumen
Pemberitahuan yang diserahkan kepada Komisi. Jika pelaku
usaha tidak melengkapi kekurangan dokumen yang
dipersyaratkan tersebut sampai batas waktu 30 hari atau
melebihi batas waktu kesanggupan melengkapi dokumen
Pemberitahuan, maka akan dikenakan denda keterlambatan
melakukan Pemberitahuan.
56
2. Konsultasi atas Rencana Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, para pelaku usaha diberikan kesempatan untuk melakukan
konsultasi ke komisi bagi perusahaan yang akan melakukan
pengambilalihan saham, peleburan, atau penggabungan. Tujuan dari
konsultasi ini adalah agar para pelaku usaha tidak mengalami
kerugian yang besar atas penggabungan, peleburan dan
pengambilalihan yang nantinya ditolak oleh komisi yang menurut
komisi berpostensi terjadinya paktik monopoli dan persaingan tidak
sehat.
Konsultasi pada intinya bukan lah suatu kewajiban bagi para
pelaku usaha apabila ingin melakukan penggabungan, peleburan, dan
pengambilalihan. Konsultasi dilakukan secara sukarela. Berbeda
dengan pemberitahuna yang mana setiap pelaku usaha wajib
melakukan pemberitahuan kepada komisi paling lambat 30 hari
setelah penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan efektif secara
yuridis. Selain itu pihak komisi juga tidak akan mengubah penilaian
terhadap perusahaan yang melakukan peleburan, penggabungan, dan
pengambilalihan pada waktu pemberitahuan apabila pelaku usaha
melakukan konsultasi terlebuh dahulu sebelum melakukan
penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan.
a. Syarat Konsultasi
Pelaku Usaha dapat melakukan Konsultasi Penggabungan,
Peleburan dan Pengambilalihan kepada Komisi dalam hal
memenuhi ketentuan:
1) Dokumen Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan
tertulis
57
Pelaku usaha dapat melakukan Konsultasi
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan kepada
Komisi selama telah terdapat kesepakatan tertulis antar
pelaku usaha yang akan melakukan Penggabungan, Peleburan
dan Pengambilalihan, misalnya berupa Memorandum of
Understanding (MoU), Letter of Intent (LoI), atau perjanjian
dalam bentuk lainnya.
2) Batasan Nilai
Batasan Nilai untuk melakukan pemberitahuan Penggabungan,
Peleburan dan Pengambilalihan kepada Komisi adalah apabila:
a) nilai aset badan usaha hasil penggabungan atau
peleburan atau pengambilalihan melebihi
Rp2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar
rupiah); atau
b) nilai penjualan (omzet) badan usaha hasil
penggabungan atau peleburan atau pengambilalihan
melebihi Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah); atau
Sedangkan jika dua atau lebih pihak yang melakukan
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan bergerak di
bidang perbankan, pelaku usaha dapat melakukan Konsultasi
kepada Komisi apabila nilai aset badan usaha hasil
penggabungan atau peleburan atau pengambilalihan melebihi
Rp20.000.000.000.000,00 (dua puluh triliun rupiah). Jika salah
satu pihak yang melakukan Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan bergerak di bidang perbankan dan pihak lain
bergerak bukan di bidang perbankan, pelaku usaha dapat
melakukan Konsultasi kepada Komisi apabila nilai aset badan
usaha hasil penggabungan atau peleburan atau pengambilalihan
melebihi Rp Rp2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus
58
miliar rupiah). Ketentuan mengenai tata cara perhitungan nilai
aset dan nilai penjualan untuk pemberitahuan berlaku juga
terhadap tata cara perhitungan nilai aset dan nilai penjualan
untuk konsultasi.
3) Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan antar
perusahaan yang tidak terafiliasi
Ketentuan mengenai Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan antarperusahaan yang tidak terafiliasi dalam
pemberitahuan berlaku juga terhadap ketentuan mengenai
Penggabungan,Peleburan dan Pengambilalihan antarperusahaan
yang tidak terafiliasi dalam konsultasi.
b. Waktu Konsultasi
Konsultasi dapat dilakukan kepada Komisi setelah
proses Due Dilligence. Oleh karena itu, Konsultasi dapat
dilakukan pada tahap apapun sebelum Penggabungan, Peleburan
dan Pengambilalihan selesai dilaksanakan. Namun, Komisi
mendorong Pelaku usaha untuk melakukan Konsultasi sedini
mungkin kepada Komisi dengan mempertimbangkan kepastian
transaksi dari pihak- pihak yang akan melakukan
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan serta
memperhitungkan jangka waktu penilaian Konsultasi.
c. Prosedur Konsultasi
1). Pelaku usaha yang memenuhi syarat Konsultasi
sebagaimana dimaksud pada poin 1 di atas, dapat melakukan
Konsultasi, baik secara tertulis maupun lisan kepada Komisi.
2). Konsultasi secara tertulis dilakukan oleh seluruh Pelaku
usaha yang akan melakukan penggabungan atau peleburan
atau oleh pelaku usaha pengambilalih, dengan cara mengisi
59
formulir M2 untuk penggabungan badan usaha, formulir K2
untuk peleburan badan usaha, dan formulir A2 untuk
pengambilalihan saham perusahaan.
3) Formulir Konsultasi wajib disertai dengan dokumen-
dokumen yang telah dipersyaratkan serta dokumen lain yang
dianggap perlu oleh Komisi.
4) Komisi menerbitkan tanda terima konsultasi dan
mempelajari kelengkapan formulir serta dokumen yang
dipersyaratkan.
5) Formulir dan dokumen yang telah dinyatakan lengkap oleh
Komisi akan ditindaklanjuti dengan proses Penilaian Awal.
Dimulainya proses Penilaian Awal diberitahukan secara
tertulis oleh Komisi kepada Pelaku usaha.
6) Komisi berhak untuk meminta dokumen tambahan dari
pelaku usaha dalam hal dipandang perlu untuk melakukan
penilaian
F. Analisis Putusan
Melakukan akuisisi terhadap suatu saham perusahaan lain oleh suatu
badan usaha merupakan hal yang wajar dan sering terjadi di dalam dunia
bisnis. Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk dari aksi korporasi yang
bertujuan memberkan keuntungan bagi perusahaan yang melakukan
pegambil alihan saham yang mana dapat meringankan beban operasional
dan beban lain yang memberatkan suatu perusahaan. Pengambilalihan
saham juga dapat memberikan untung bagi konsumen yang menggunakan
produk suatu perusahaan karena dapat membrikan harga yang lebih murah
dan produk yang tersedia komplit dalam satu paket produk suatu
60
perusahaan. Namun disisi lain pengambil alihan saham dapat menimbulkan
persaingan usaha yang tidak sehat.
Munculnya persaingan usaha yang tidak sehat tersebut dapat
merugikan pihak-pihak pelaku usaha yang memiliki modal kecil. Efek
negatif dari pada akusisi yaitu tercptanya konsentrasi pasar yang dapat
menimbulkan aspek neatif bagi persaingan tidak sehat di pasar, yaitu dapat
menyebabkan harga produk semakin tinggi, yang pada gilirannya kekuatan
pasar besar yang akan mengancam pelaku usaha kecil2.
Dengan dilakukannya pengambilalihan saham oleh suatu
perusahaan makan berarti perusahaan pengambilalih adalah pemilik dari
perusahaan yang di ambilalih dan juga sebagai pengendali dalam setiap
asset-aset perusahaan yang di ambil alih. Pengambil alihan saham
perusahaan lain tantu akan memperbesar wilayah jangkauan pasar suatu
perusahaan dan mengurangi pelaku usaha lain yang bersaing dalam pasar
tersebut dikarenakan terjadinya pengambil alihan saham.
Berkurangnya pelaku usaha dipasar maka akan memperbesar
peluang oleh para pelaku usaha besar untuk melakukan perjanjian-
perjanjian yang tidak sehat dengan pelaku usaha lainnya. Perjanjian antara
pelaku usaha, baik yang dilakukan secara eksplisit, maupun implisit
biasanya berkisar pada perjanjian dalam hal penentuan harga, margin,
kegiatan promosi, pangsa pasar, kuantitas produksi dan alokasi pasar atau
konsumen3.
Untuk mencegak terjadinya kegiatan persaingan usaha yang tidak
sehat dalam satu pasar maka pengambilalihan saham diatur didalam hukum
persaingan usaha yang berlaku di Indonesia. Hukum persaingan usaha
mewajibkan kepada setiap perusahaan yang akan melakukan kegiatan
penambilalihan saham untuk melakukan pemberitahuan (Notification)
2 Suyud Margono, Hukum anti Monopoli (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 130. 3 Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia ( Jakarta: Sinar Grafika,2013),
h. 634.
61
kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha baik sebelum melakukan
pengambilalihan – konsultasi yang tidak wajib tapi bisa berpengaruh-
maupun setelah melakukan pengambilalihan saham yang hukumnya wajib.
Tujuan dari diwajibkannya pemberitahuan akuisis ini adalah supaya pihak
komisi pengawas persaingan usaha dapat melakukan analisa atau penilaian
apakah kegiatan pengambilalihan saham persebut dapat menyebabkan
persaingan usaha tidak sehat atau tidak. Apabila menimbulkan persaingan
usaha yang tidak sehat tentu akan dijatuhkan sanksi.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum, majelis
komisi KPPU sebagai lembaga yang diberi tugas mengawal dan mengawasi
penegakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 memiliki kemandirian
dan kebebasan yang seluas-luasnya untuk memutuskan perkara dan
menjatuhkan sanksi terhadap perkara persaingan usaha yang sedang
ditanganinya. Majelis komisi KPPU memiliki wewenag menjatuhkan
sanksi tingkat pertama sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 36 huruf
(1).
Kewenangan yang dimiliki majelis komisi KPPU dalam
menjatuhkan sanksi yang seluasnya tentu memberikan ruang bagi majelis
KPPU untuk menjatuhkan sanksi yang berbeda-beda bagi setiap perkara
yang sedang ditanganinya. Dengan adanya ruang untuk menatuhkan sanksi
yang berbeda-beda tersebut tentu akan membuat majelis KPPU akan lebih
objekctif dalam menajtuhkan sanksi terhadap perkara yang sedang
ditangani sesuai dengan kondisi dan pertimbangan-pertimbangan yang
terdapat dilapangan. Namun tentu akan menimbulkan rasa ketidakadilan
yang yang muncul dalam pikiran masyarakat yang seharusnya setiap
putusan harus sama berdasarkan undang-undang. Tetapi dalam perkara
hukum perbedaaan putusan adalah hal yang biasa dan bisa terjadi
tergantung dari perkara yang di hadapkan kepada terlapor dan factor-faktor
yang mempengaruhi dari perkara tersebut.
62
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi majelis komisi KPPU
dalam menjatuhkan sanksi terhadap perkara yang sedang ditanganinya dan
besaran denda yang dijatuhkan adalah
1. Faktor yang berasal dari penegak hukum atau majelis yang menangani
perkara.
Sebagai lembaga yang diamanatkan oleh Undang Undang Nomor 5
Tahun 1999 dalam menangani perkara yang berkaitan dengan
persaingan usaha dan tindakan monopoli maka majelis komisi KPPU
memiliki wewenang dalam menjatuhkan sanksi kepada para pelaku
usaha yang dalam perkara tersebut melanggar aturan-aturan yang
terdapat dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Majelis komisi
KPPU dalam hal ini memiliki wewenang untuk menganalisa dan
menilai terhadap perkara tersebut dan nilai positif dan negatif yang
diberikan oleh perusahaan semenjak perusahaan tersebut menjalankan
usahanya. Penilain-penilaian tersebut tentunya dapat mempengaruhi
majelis Komisi KPPU atau para penegak hukum dalam menjatuhkan
sanksi denda atau sanksi administratif terhadap terlapor. Bahkan
didalam undang-undang sendiri ditentukan nilai batas bawah dan nilai
batas atas terhadap sanksi denda yang bisa di putuskan oleh majelis
komisi yang tentu menjatuhkan nilai denda yang paling tepat dan
sesuai dengan penilaian-penilaian.
Majelis komisi KPPU berdasarkan teori keadilan substantif juga
dapat mengabaikan undang-undang yang tidak memberi rasa keadilan,
tetapi tetap berpedoman pada formal-prosedural undang-undang yang
sudah memberi rasa keadilan sekaligus menjamin kepastian hukum4.
2. Berdasarkan mekanisme KPPU dalam menentukan besaran sanksi
denda yang berpedoman pada Peraturan KPPU Nomor 4 tahun 2009
tentang pedoman tindakan administratif sesuai ketentuan pasal 47
4 Izmi Amalia, Disparitas sanksi denda KPPU atas keterlambatan notofokasi akuisisi
saham ( perbandingan kasus PT Japfa dengan LG Internasional), Skripsi mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 65.
63
Undang-Undang nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan usaha tidak sehat.
a. Penentuan besaran nilai dasar
Dalam hal ini KPPU dalam menentukan sanksi denda
dengan melakukan penghitungan nilai penjualan lalu menentukan
nilai dasar denda. Nilai penjualan dishitung berdasarkan nilai
keseluruhan dari penjualan pada tahun sebelum pelanggaran
dilakukan. Adapun nilai denda terkait dengan proporsi nilai
penjualan yang akan bergantung dari tingkat pelanggara yang
nantinya akan dikalikan dengan jumlah tahun pelanggaran5
b. Penyesuaian terhadap besaran nilai denda
Dalam memperhitungkan denda, KPPU disini akan melakukan
penyesuaian dengan mempertimbangkan beberapa hal yang
memberatkan dan beberapa hal yang meringankan. Hal-hal yang
memberatkan dan hal-hal yang meringankan tersebut diantaranya:
Hal-hal yang memberatkan
Nilai dasar dapat ditambahkan ketika KPPU menemukan Hal-hal
yang memberatkan, Sebagai berikut:
1) Apabila terlapor melanjutkan atau mengulangi pelanggaran
yang sama ketika KPPU menemukan bahwa terlapor
melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, maka nilai
dasar akan ditambah sampai 100% untuk setiap pelanggaran
yang dilakukan.
2) Menolak diperiksa, menolak memberikan informasi yang
diperlukan dalam penyidikan dan/atau pemeriksaan, atau
menghambat proses penyelidikan dan/atau pemeriksaan.
3) Bagi pemimpin atau penggagas dari pelanggaran, KPPU akan
memberikan perhatian khusus terhadap langkah-langkah yang
5 Susanti Adi Nugroho, hukum Persaingan Usaha DI Indonesia ( Jakarta:
Kencana,2012), h. 582.
64
dilakukan oleh penggagas dalam peranannya menekan atau
mengancam pihak lain
Hal-Hal yang meringankan
Nilai dasar yang dapat dikurangi apabila KPPU menemukan hal-
hal yang meringankan sebagai berikut:
1) Terlapor memberikan bukti bahwa dia telah menghentikan
tindakan pelangaran segera setelah KPPU melakukan
penyelidikan
2) Terlapor menunjukkan bukti bahwa pelanggaran tersebut
dilakukan secara tidak sengaja
3) Terlapor menunjukkan bukti bahwa keterlibatannya adalah
minimal
4) Terlapor bersikap baik dan kooperatif dalam proses
penyelidikan dan/atau pemeriksaan
5) Apabila tindakan tesebut merupakan perintah perundang-unda
ngan atau persetujuan instansi yang berwenang
6) Adanya pernyataan kesediaan untuk melakukan perubahan
perilaku dari pelaku usaha6
3. Tambahan denda sebagai penjara
KPPU akan memberikan perhatian khusus kepada kebutuhan untuk
menjamin bahwa denda mengandung efek penjara cukup. Karena pada
dasarnya tujuan dari denda salah satunya untuk memberikan
peringatan terhadap pelaku usaha agar mematuhi aturan hukum yang
ada. KPPU dalam hal ini bias saja menambahkan sanksi denda yang
dikenakan pada pihak terlapor yang memiliki turnover yang melebihi
besar dari penjualan barang dan jasa yang terkait dengan pelanggaran.
KPPU akan juga mempertimbangkan kebutuhan untuk menambahkan
denda dengan tujuan untuk melebihi jumlah dari keuntungan yang
6 Susanti Adi Nugroho, hukum Persaingan Usaha DI Indonesia,… h. 584.
65
diperoleh dari tindakan pelanggaran yang dimungkinkan untuk
diperhitungkan nilainya7
4. Rentang nilai denda
Jumlah akhir dari besaran denda dalam keadaan apapun, tidak boleh
melebihi Rp 25.000.000.000,-, tetapi dalam hal ini KPPU dapat
menjatuhkan denda dibawah aturan yang ada yaitu denda dibawah Rp
1.000.000.000,-, jikan jumlah perhitungan denda kurang dari Rp
1.000.000.000,-, dengan mempertimbangkan aspek keadilan maka
denda dapat dikenakan dan dibenarkan oleh hukum atau diganti
dengan bentuk sanksi lainnya.8
Tujuan dari diberikannya denda adalah agar para pelaku usaha
mendapatkan pelajaran dari pelanggaran-pelanggaran yang telah
mereka lakukan, maka KPPU bisa saja memberikan denda dibawah
dari aruran yang ditentukan oleh undang-undang karena melihat dari
aspek apakah pelaku dengan diberikannya denda tersebut pelaku usaha
dapat melanjutkan usahanya atau malah mematikan usahanya. Apabila
penjatuhan denda malah mematikan usaha dari pelaku usaha
penjatuhan denda dibawah 1 miliar bias dilakukan mengingat pelaku
usaha juga sebagai penyumbang dari pendapatan Negara.
5. Kemampuan untuk membayar
KPPU juga dalam hal ini mempertimbangkan kemampuan finansial
dari pada pelaku dalam membayar denda. Berdasarkan permintaan
pihak terlapor, KPPU dapat mempertimbangkan kemampuan
membayar dari terlapor pada konteks social dan ekonomi tertentu.
Penguranan akan diberikan secara individu berdasar pada bukti
objectif, yaitu bila denda tersebut akan berakibat pada bangkrutnya
perusahaan. Karena sudah jelas esensi dari pemberian sanksi terhadap
terlapor tentunya tidak untuk mematikan usaha tersebut. Bahkan dalam
hal ini KPPU bisa memberikan alternatif yang mana selain membayar
7 Susanti Adi Nugroho, hukum Persaingan Usaha DI Indonesia,… h. 585. 8 Susanti Adi Nugroho, hukum Persaingan Usaha DI Indonesia,… h. 585.
66
denda bias saja pemberian hukuman digantikan dengan bentuk
lainnya.9
Berdasarkan factor-yang disebutkan diatas kenapa KPPU bias
memberika sanksi denda yang berbeda dari peratutan perundang-undangan
yang berlaku, alas an ekonomi juga menjadi pertimbangan oleh majelis
KPPU. Factor ini dikarenakan para pelaku usaha merupakan penggerak
ekonomi bagi Negara kita dan juga sebagai pemberi pemasukan untuk
Negara. Apabila suatu perusahaan diberikan sanksi yang berat sehingga
tidak dapat melanjutkan kegiatannya lagi tentu akan mempengaruhi
perekonomian dan pemasukan kas Negara dan tentu juga lapangan kerja
yang tersedia. Dengan alasan tersebut maka KPPU menatuhkan sanksi
berdasarkan analisa dan penilaian sehingga penjatuhan sanksi bisa tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dalam hal
ini KPPU tidak terikat dengan aturan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Melihat kepada kasus PT. Nippon Indosari Corpindo, yang mana
dalam kasus ini majelis KPPU menjatuhkan hukuman tidak sesuai dengan
pedoman peraturan perundang-undangan. Dalam kasus ini pihak PT. Nippon
Indoasri corpindo dijatuhi hukuman denda sebanyak 2.8 miliar rupiah untuk
empat hari keterlambatan. Seharusnya jika berpedoman kepada peraturan
perundang-undangan maka denda yang seharusnya adalah sebanyak 4 miliar
rupiah.
Apabila dilihat dari alasan kenapa PT. Nippon Indosari Corpindo
telat dalam melakukan pelaporan setelah melakukan akuisisi atau
pengambilalihan saham PT Prima Top Boga adalah karena PT Nippon
Indosari Corpindo merupakan Perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh
asing atau dalam arti lain perusahaan penanaman modal asing. Sebagai
perusahaan penanaman modal asing pihak PT Nippon Indosari Corpindo
9 Susanti Adi Nugroho, hukum Persaingan Usaha DI Indonesia,… h. 586.
67
mengatakan bahwa mereka terlebih dahulu harus menerima izin dari pihak
BKPM untuk selanjutnya baru melakukan pelaporan kepada KPPU. Dalam
persidangan majelis menghadirkan pihak dari BKPM terkait dengan alasan
pihak PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk telat dalam melakukan pelaporan.
Dalam persidangan pihak BKPM mengatakan bahwa mereka tidak memilki
kewajiban untuk mengeluarkan perizinan terkait dengan pelaporan atas
akusisi atau pengambialihan saham kepada KPPU. Pelaporan harus
dilakukan oleh pihak yang melakukan pengambilalihan saham yaitu selama
paling lambat 30 hari setelah keluarnya keputusan Kementrian Hukum dan
Ham tentang efektif yuridisnya pengambilalihan saham tersebut.
Berdasarkan kepada kasus PT Nippon Indosari Corpindo Tbk dengan
Nomor perkara 07/KPPU-M/2018 dapat kita analisis pertimbangan-
pertimbangan yang dilakukan oleh majelis komisi terhadap keterlambatan
pelaporan yang dilakukan oleh PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk atas
pengambilalihan saham PT. Prima Top Boga. Pertimbangan-pertimbangan
majelis komisi sebelum memutuskan perkara tentang kasus PT Nippon
Indosari Corpindo Tbk adalah
Pertama, majelis komisi berdasarkan Pasal 36 huruf (d) Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 memiliki hak dan wewenag dalam
menyimpulkan hasil dari penilaian dan penyelidikan dan atau pemeriksaan
terhadap PT Nippon Indosari corpindo Tbk yang telah dilakukan oleh
komisi Pengawas Persaingan usaha atas keterlambatan pelaporan atas
pengambilalihan sahan yang dilakukan oleh PT Nippon Indsari Corpindo
Tbk terhadap PT Prima Top Boga. Kesimpulan yang diberikan oleh majelis
berdasarkan kepada hasil penyelidikan oleh komisi, hasil dari keterangan
terlapor, hasil dari keterangan saksi dan juga hasil dari keterangan instansi-
instansi yang berwenag dalam hal ini
Majelis komisi dalam perkara ini harus memberikan putusan paling
lambat 30 hari setelah pemeriksaan lanjutan telah selesai dilakukan. Tujuan
68
diberikannya batas waktu adalah agar perkara ini tidak memakan waktu
yang lama untuk menyelesaikannya agar para pelaku usaha dapat
menyelesaikan kewajiban yang harus mereka penuhi dan kembali
melanjutkan kegiatan usaha yang mereka lakukan agar usaha yang mereka
lakukan tidak terhenti sehingga tetap bisa menggerakkan perekonomian
Negara.
Kedua, pada bagian ini majelis komisi memberikan pertimbangan-
pertimbangan terhadap hal-hal yang bisa memberatkan sanksi yang bisa
diterima oleh terlapor yang dalam kasus ini yaitu PT. Nippon Indosari
Corpindo Tbk karena erlambat dalam melakukan pelaporan pengambilalihan
saham Pt prima Top Boga. Hal-hal yang memberatkan terlapor dalam kasus
ini adalah
1. Bahwa dalam kasus pengambilalihan saham ini terlapor yaitu PT
Nippon Indosari corpindo tbk sangan terlambat dalam merespon surat
pemberitahuan yang di layangkan oleh komisi kepada terlapor agar
melakukan pemberitahuan kepada komisi karena telah melakukan
pengambilalihan saham. Tapi dalam pembelaannya terlapor
menyatakan bahwa terlapor adalah adalah perusahaan pananaman
modal asing dan harus mendapatkan persetujuan dari BKPM terlebih
dahulu baru dinyatakan sah atau efektif secara yuridis sehingga
menurut terlapor tidak ada keterlambatan dalam pemberitahuan.
2. Pada bagian yang bisa memberatkan sanksi terlapor yang kedua adalah
dimana majelis menghadirkan pihak dari lembaga yang berwenangi,
dan ahli yang mana tujuannya menjelaskan tentang aturan-aturan
berdasarkan lembaga tersebut seperti dari BKPM, kemenkumham.
Sebelumnya dalam keterangan terlapor bahwa terlapor merupakan
perusahaan penanaman modal asing harus mendapatkan persetujuan
dari BKPM. Setelah mendapatkan persetujuan barulah
pengambilalihan efektif secara yuridis dan mulai masuk wajib lapor
kepada komisi KPPU.
69
Dalam persidangan ini pihak BKPM menyatakan bahwa mereka
tidak memiliki wewenang dan tidak menjadi patokan untuk ketentuan
efektif yuridis terhadap ketentuan pengambilalihan saham yang
dilakukan terlapor meskipun terlapor mrupakan perusahaan
penanaman modal asing. Karena menurut BKPM mereka hanya
berwenang memberikan izin terhadap penanaman modal asing dan
bukan menentukan efektif yuridis.
Di dalam persidangan juga dikatan menurut ahli bahwa tidak ada
perbedaan efektif yuridis dari perusahaan penanaman modal asing
(PMA) dengan perusahaan penanaman modal dalam negeri (PMDN).
Tidak adanya perbedaan ini menurut ahli karena setiap perusahaan
asing yang ingin melakukan kegiatan usaha atau menanamkan modal
di Indonesia harus dalam bentuk perseroan terbatas (PT) sehingga
aturannya berlaku sama yaitu undang-undang tentang perseroan
terbatas (PT) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007.
Tetapi didalam persidangan ini pihak terlapor yaitu PT. Nippon
Indosari Corpindo Tbk tetap tidak mersa bersalah atau terlambat dalam
melakukan kewajiban laporan kepada komisi KPPU sehingga majelis
komisi mempertimbangkan bahwa hal ini memperberat sanksi
terhadap terlapor.
3. Pada bagian pemberatan yang ketiga majelis menyatakan bahwa
seharusnya sebagai perusahaan publik PT. Nippon Indosari corpindo
sudah seharusnya mengetahui semua aturan perundang-undangan yang
mengatur terkait dengan merger dan pengambilalihan saham. Sebagai
perusahaan besar dan juga sebagai perusahaan asing yang melakukan
kegiatan usaha seharusnya PT. Nippon Indosari corpindo Tbk memang
harus mengetahui seluk-beluk tentang peraturan yang berlaku di
Indonesia mengingat Indonesia adalah Negara hukum sehingga setiap
kegiatan korporasi berdasarkan dengan hukum yang berlaku.
Berdasarkan kepada pertimbangan majelis komisi yang
memberatkan sanksi terlapor yaitu PT. Nippon Indosari Corpondo Tbk
70
dapat dilihat bahwa terlapor tidak melakukan konsultasi terlebih
dahulu sebelum melakukan pengambilalihan saham kepada KPPU
sehingga terjadi salah pengertian terhadap undag-undang yang berlaku.
Bisa juga dalam kasus ini pihak telapor tidak mempelajari secara
terperinci dan tidak memahami terlebih dahulu tentang aturan yang
berlaku di BKPM tentang penanaman modal asing dan aturan tentang
larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, dan
aturan yang mengatur tentang perseroan terbatas.
Badan hukum atau perorangan yang akan melakukan kegiatan
usaha di Indonesia seharusnya memahami dan mempelajari terlebih
dahulu tentang aturan hukum yang berkaitan dengan usaha mereka,
atau bisa juga melakukan konsultasi kepada lembaga-lembaga yang
terkait. Tujuannya adalah agar kegiatan usaha yang dijalankan oleh
pelaku usaha tersebut berjalan sesuai dengan aturan hukum yang
berlaku di Indonesia. Apabila usaha tersbut berjalan secara illegal
makan akan merugikan banyak pihak dan tentunya juga bisa
mempengaruhi kegiatan ekonomi di Indonesia.
Ketiga, pada bagian pertimbangan yang meringankan sanksi dari
pihak terlapor majelis komisi memberikan tiga point yang
meringankan
1. Point pertama adalah majelis menilai kalau pihak telapor
bersikap kooperatif dalam melakukan persidangan. Sikap
kooperati ini bisa juga dinilai bahwa pihak terlapor sangan
mengahargai proses hukum yang sedang berlangsung dan juga
pihak terlapor bertanggung jawab terhadap pelanggaran yang
telah dilakukannya sehingga menjadi nilai tambah untuk
meringankan sanksi oleh majelis komisi.
2. Terlapor belum pernah dihukum karena melanggar Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999. Alasan ini bisa menjadi
pertimbangan majelis komisi bahwa pihak terlapor bukanlah
pihak yang suka melakukan pelanggaran atau membuat
71
permasalahan. Apabila sutau perusahaan pernah mendapatkan
hukuman bisa jadi hal tersebut menjadi nilai pemberat atas
sanksi yang diberikan.
3. Terlapor dalam menyelenggarakan usaha memberikan nilai
tambah bagi perekonomian Negara. Sebagai perusahaan public
dan perusahaan yang besar tentu memberikan dampak yang
sangan besar bagi perekonomian Negara. Dampak-dampak
yang bisa kita lihat dari hadirnya perusahaan tersebut adalah
terbukanya lapangan kerja bagi para masyarakan Indonesia.
Dengan adanya lapangan kerja bagi masyarakat maka akan
menggerakkan roda perekonomian Negara karena dengan
adanya kerja maka akan ada uang untuk memenuhi kebutuhan
hidup dan juga keinginan dari masyarakat itu sendiri. Dengan
berputarnya roda perekonimian dengara maka perekonomian
suatu Negara akan tumbuh dan berkembang. Dampak lainnya
adalah pemasukan bagi Negara melalui pajak. Dengan
dibayarkannya pajak maka kas Negara akan memiliki uang
sehingga roda pemerintahan akan berjalan dan fasilitas Negara
seperti jalan, bandara, dan lain lain akan terus meningkat.
Berdasarkan pertimbangan dari majelis komisi tersebut maka majelis
komis memutuskan sanksi yang akan diberikan kepada terlapor yaitu PT.
Nippon Indosari Corpindo Tbk sebagai berikut
1. Majelis komisi menyatakan bahwa terlapor secara sah dan meyakinkan
telah melanggar Pasal 29 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 jo
pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010.
Putusan pertama ini berdasarkan kepada pertimbangan hakim
setelah melihat dan mendengar keterangan dari pihak BKPM,
Kemenkumham, dan ahli hukum persaingan usaha dan juga keterangan
dari terlapor yang menyatakan bahwa terlapor adalah perusahaan
penanaman modal asing dan harus menunggu izin dari BKPM.
72
Keterangan terlapor pun telah dibantah oleh pihak BKPM dan
menyatakan tidak memiliki wewenang dalam hal penetapan efektif
yuridis, sedangkan menurut ahli bahwa undang-undang mengatur
perusahaan penanaman modal asing dan perusahaan penanaman modal
dalam negeri sama karena baik perusahaan asing maupun dalam negri
harus berbentuk perseroan terbatas (PT) yang diatur oleh undang-
undang perseroan terbatas.
2. Majelis komisi menghukum terlapor dengan membayar denda sebesar
Rp 2.800.000.000,00 ( dua miliar delapan ratus juta rupiah) yang
disetor kedalam kas Negara.
Berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 jo
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa
setiap keterlabatan pelaporan makan didenda sebanyak Rp
1.000.000.000 ( satu miliar rupiah) perhari keterlambatan. PT Nippon
Indosari Corpindo Tbk telah terlambat melakukan pelaporan sebanyak
4 hari yang seharusnya dijatuhkan denda sebanyak Rp 4.000.000.000 (
empat miliar Rupiah). Sebagaimana yang penulis sebelumnya bahwa
majelis mempunyai wewenang yang tidak terikat dengan undang-
undang yang artinya majelis bisa menjatuhkan sanksi kepada terlapor
berdasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan yang telah di periksa
dan diselidik oleh komisi. Tujuan dari kebebasan yang dimiliki oleh
majelis menurut pendapat penulis adalah supaya para pelaku usaha
yang melakukan pelanggaran tidak mengalami kehancuran sehingga
menutup kegiatan usaha mereka. Apabila ditutup kegiatan usaha
mereka tentu juga akan berpengaruh kepada perekonomian Negara.
Factor kooperatif yang menjadi pertimbangan hakim bisa menjadi
alasan diringankannya jumlah denda yang harus dibayarkan oleh
terlapor. Kooperatif dalam persidangan menjadi salah satu alasan
untuk diringankannya suatu hukuman di dalam pengadilan manapun
bahkan dalam pengadilan pidana. Menurut penulis sikap kooperatif
73
bisa ditinkan sebagai pengakuan bahwa kita bersalah dan menghargai
proses hukum yang berlaku sehingga hukuman kita dikurangkan.
3. Putusan ketiga dari majelis adalah terlapor untuk melaporkan dan
menyerahkan salinan bukti pembayaran denda ke KPPU
Pada putusan ini majelis memastikan bahwa terlaor benar-benar
telah melakukan kewajibannya untuk membayar denda dengan
menyerahkan bukti ke KPPU
Penjatuhan sanksi oleh majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha
kepada PT Nippon Indosari Corpindo Tbk jika ditelaah berdasarkan teori
efektifitas hukum maka penerapan sanksi oleh majelis komisi pengawas
persaingan usaha sudah efektif secara hukum. Alasan kenapa sanksi
tersebut telah efektif secara hukum adalah karena sanksi yang dijatuhkan
oleh majelis komisi tidak bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku
di Indonesia. Meskipun dalam peraturan pemerintah menyatakan bahwa
untuk setiap hari keterlambatannya didenda sebesa 1 miliar rupiah, namun
komisi dapat memutuskan sanksi denda yang sesuai dengan kasus yang
sedang tangani berdasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan. Majelis
komisi juga diberi kewenanga yang bebas untuk menjatuhkan sanksi sesuai
dengan perimbangan hasil penyelidikan dan ketrangan saksi yang tujuannya
adalah agar tidak memberatkan para pelaku usaha.
Sanksi denda yang dijatuhkan oleh majelis komisi kepada terlapor pun
dalam kasus ini berada dalam rentang sanksi denda yang diperbolehkan.
Rentang sanksi denda yang diatur oleh undang-undang adalah satu miliar
rupiah untuk sanksi denda paling rendah dan dua puluh lima miliar rupiah
untuk sanksi denda yang paling maksimal. Majelis dalam kasus ini
menjatuhkan denda sebesar Rp. 2.800.000.000,- ( dua miliar delapan ratus
juta rupiah) yang masih berada dalam rentang sanksi denda berdasarkan
kepada pertimbangan yang telah diberikan oleh majelis hakim. jadi
peraturan perundang-undangan tentang persaingan usaha sudah efektif
pelaksanaannya di Indonesia.
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat
ditarik kesimpulan
1. Putusan Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha atas kasus
keterlambatan Pelaporan Pengambilalihan saham Oleh PT. Nippon
Indosari Corpindo Tbk adalah
a) Menyatakan bahwa Terlapor terbukti secara sah dan
meyakinkan melanggar Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 jo. Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun
2010
b) Menghukum Terlapor membayar denda sebesar
Rp2.800.000.000,00 (Dua Miliar Delapan Ratus Juta Rupiah)
yang harus disetor ke Kas Negara seb agai setoran pendapatan
denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja
Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui Bank Pemerintah
dengan kode penerimaan 425812 (Pendapatan Denda
Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha).
c) Memerintahkan Terlapor untuk melaporkan dan menyerahkan
salinan bu kti pembayaran denda tersebut ke KPPU.
2. Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam menjatuhkan
Putusan terhadap kasus yang sedang ditangani selalu berpedoman
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Setiap putusan pasti merujuk kepada peraturan yang ada, tetapi
majelis KPPU diberi kebebasan untuk menentukan sendiri putusan
bagi para terlapor berdasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan
yang didapat dari dalam persidangan. Tujuannya supaya tidak
75
memberatkan bagi para pelaku usaha sehingga usahanya tetap bisa
berjalan.
Pada kasus PT Nippon Indosari Corpindo Tbk, majelis
menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 2.800.000.000,- ( dua miliar
delapan ratus juta rupiah ). Sanksi ini lebih ringan dari yang
seharusnya yaitu sebesar Rp 4.000.000.000 ( empat miliar rupiah ).
Alasan majelis menjatuhkan sanksi lebih kecil dari yang
seharusnya adalah karena dalam pertimbangannya majelis melihat
sikap kooperatif dari terlapor dan juga terlapor sebagai penggerak
perekonomian Negara.
Putusan majelis pada kasus ini pun tidak melanggar
peraturan perundang-undangan yang berlaku karena dalam
peraturannya menetapkan sanksi denda paling sedikit adalah
sebanyak Rp. 1.000.000.000 ( satu miliar rupiah ) dan paling
banyak Rp 25.000.000.000 ( duapuluh lima miliar rupiah )
sehingga putusan ini masih dalam koridor hukum yang berlaku
namun diringankan berdasarkan pertimbangan hakim.
Jika diuji dengan teori efektifitas maka penerapan sanksi
denda yang dijatuhkan oleh majelis komisi pengawas persaingan
usaha terhadap PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk atas
keterlambatan pelaporan akuisisi berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, maka peraturan perundang-
undangan mengenai pengambilalihan saham selama ini sudah
efektif.
Alasan kenapa bisa dikatakan efektif adalah karena
peraturan perundang-undangan telah memberi dampak positif
terhadap pelanggaran-pelanggaran dibidang persaingan usaha.
Banyak para pelaku usaha yang telah dijatuhkan sanksi
memberhentikan kegiatan pelanggaran terhadap peraturan
76
persaingan usaha yang mereka lakukan. Meskipun dalam tahap
pelaksanaan atau eksekusi atas putusan sanksi dari majelis KPPU
tidak berjalan maksimal karena terkendala wewenang dalam hal
eksekusi putusan.
B. Rekomendasi
Berdasarkan pembahasan penelitian dan analisi permasalahan yang
telah diuraikan pada bab sebelumnya, penulis memberikan beberapa
rekomendasi terhadapa permasalahan yang terjadi dan kepada para pihak
yang terkait agar tidak terjadi lagi permasalahan yang tentu merugikan
para pihak. Rekomendasi yang akan diberikan oleh penulis adalah sebagai
berikut:
1. Dalam peraturan perundang-undangn seharusnya diwajibkan
kepada para pelaku usaha untuk melakukan konsultasi terlebih
dahulu sebelum melakukan penggabungan, peleburan, dan
pengambilalihan saham. Tujuannya adalah agar tidak
terjadinya salah informasi dan salah analisa hukum.
2. Melakukan evaluasi atau revisi terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku dimana lebih dijelaskan tentang
perusahaan penanaman modal asing yang berkegiatan usaha di
Indonesia agar tidak terjadi kesalahan informasi
3. Lebih memperjelas fungsi dari lembaga-lembaga yang
berkaitan dengan penanaman modal asing di Indonesia atau
mungkin bisa jadi dengan system satu pintu sehingga tidak
terjadi simpang siur.
4. Memberikan wewenang kepada komisi pengawas persaingan
usaha untuk melakukan eksekusi sendiri terhadap putusan yang
mereka lakukan sehingga proses pelaksanaan nya lebih efisien
dan juga komisi pengawas persaingan usaha dalam fugsinya
77
sebagai pelaksana undang-undang tentang persaingan usaha
bisa lebih efektif mulai dari tahap awal sampai akhir.
5. Menyediakan satu wadah konsultasi bagi para pelaku ekonomi
yang dalam wadah tersebut terdapat unsur-unsur yang komplit.
78
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ali, Achmad,, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan (Jakarta: Kencana,
2010)
Asikin, Zainal, Pengantar Hukum Perusahaan, ( Jakarta: prenada media grup,
2016)
Elips,Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia. (Jakarta:
Elips, 1999)
Hermansyah, Pokok Pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta:
kencana,2009)
Margono, Suyud, Hukum anti Monopoli (Jakarta: Sinar Grafika, 2009)
Marzuki, Peter Mahmud, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana, 2008)
Meyliana,Devi. Hukum Persaingan Usaha. (Malang: Setara Press, 2013)
Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perusahaan Indonesia, ( Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti,2010)
Nadapdap, Binoto,Hukum Perseroan Terbatas (Berdasarkan Undang-Undang No
40 Tahun 2007), (Jakarta:permata aksara, 2013)
Nugroho, Susanti Adi, hukum Persaingan Usaha DI IndonesiaI (Jakarta:
Kencana), 2012
Rahman, Abdul, hukum persaingan usaha, ( Sleman: deepublish,2018)
Rokan, Mustafa Kamal, Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: rajawali Pers, 2012)
Sirait,Ningrum Natasya.Hukum Persaingan di Indonesia. (Medan: Pustaka
Bangsa Press, 2004)
79
Siswanto,Arie. Hukum Persaingan Usaha. (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002)
Soekanto, Soerjono, Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi (Bandung: CV.
Ramadja Karya, 1988)
Soekanto, Soerjono, Penegakan Hukum, (Bandung: Bina Cipta, 1983)
Sulaiman, Abdul Rasyid,Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori Dan Contoh
Kasus, (jakarta: kencana,2011)
Usman, Rachmadi, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia ( Jakarta: Sinar
Grafika,2013)
Widjaja,Rai. Hukum Perusahaan. (Jakarta: Megapoin, 2000)
Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999Tentang Larangan Praktik Monopoli Dan
Persaiingan Usaha Tidak Sehat
Peraturan pemerintah Nomor 57 tahun 2010Tentang Penggabungan Atau
Peleburan Badan Usahadan Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang
Dapatmengakibatkan Terjadinya Praktik Monopolidan Persaingan Usaha
Tidak Sehat
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2012Tentang
Pedoman Pengenaan Denda Keterlambatan Pemberitahuan Penggabungan
Atau Peleburan Badan Usaha Dan Pengambilalihan Saham Perusahaan
Peraturan komisi pengawas persaingan usaha Nomor 3 tahun 2012 Tentang
Perubahan kedua atas peraturan komisi pengawas persaingan usaha nomor
13 tahun 2010 tentang pedoman pelaksanaan tentang penggabungan atau
peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham perusahaan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat
Skripsi
80
Skripsi akuisisi saham perusahaan dan implikasi dalam persaingan usaha tidak
sehat ditinjau dari uu.no 5 tahun 1999 (studi putusan kppu nomor.09/kppu-l/2009
tentang akuisisi saham oleh pt. carrefour indonesia terhadap pt. alfa retailindo)
oleh daniel paranata sirait mahasiswa fakultas hukum universitas sumetara utara
keterlambatan pemberitahuan kepada kppu atas pengambilalihan saham pt.
subafood pangan jaya oleh pt.balaraja bisco paloma dalam perspektif hukum
persaingan usaha (studi kasus: putusan mahkamah agung nomor 95 k/pdt.sus-
kppu/2015) oleh grace intan permatasari mahasiswa fakultas hukum universitas
slamet riyadi surakarta
Analisis Hukum terhadap Kewajiban Pemberitahuan Pengambilalihan Saham
Perusahaan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha : Studi Kasus Putusan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 09/KPPU-M/2012 oleh Diyana
Theresia Berlian Siagian dan Ditha Wiradiputra mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Indonesia
Disparitas sanksi denda KPPU atas keterlambatan notofokasi akuisisi saham (
perbandingan kasus PT Japfa dengan LG Internasional) oleh Izmi Amalia
mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Islam negeri syarif Hidayatullah
Septi Wahyu Sandiyoga, “Efektivitas Peraturan Walikota Makassar Nomor 64 Tahun 2011
tentang Kawasan Bebas Parkir di Lima Ruas Bahu Jalan Kota Makassar”, Skripsi Universitas
Hasanuddin Makassar
Jurnal dan Artikel Ilmiah
Paulus Aluk Fajar Dwi Santo, Merger, akusisi dan konsolidasi dalam perspektif
hukum persaingan usaha,(Jurnal Binus business review vol. 2 no. 1 mei 2011)
hlm 423-433
81
Muchamad Arifin,Pertanggungjawaban Hukum atas Keterlambatan
Pemberitahuan Akuisisi Asing kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha, (
jurnal Lex Renaissance No. 2 VOL. 2 JULI 2017) hlm 259 – 277
Heni Ulfa Yuliatin Aminah, Ikarini Dani Widiyanti, Nuzulia Kumala sari,
tinjauan yuridis keterlambatan melakukan pembertitahuan pengambilalihan
saham pt. Austindo nusantara jaya rent oleh pt. Mitra pinastika mustika ditinjau
dari undang-undang no.5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat (Studi Putusan No.09/KPPU-M/2012), (Artikel
Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2014)