kokas fridi

Upload: aidil-fitriansyah

Post on 03-Jun-2018

220 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 8/12/2019 KOKAS FRIDI

    1/6

    TUG S M T KULI H B TUB RKOK S

    Disusun oleh :

    NAMA : SAFRI WAHDI

    NIM : 103 1111 052

    FAKULTAS TEKNIK

    JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

    UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG

    2014

  • 8/12/2019 KOKAS FRIDI

    2/6

    PEMBAHASAN

    KOKAS

    A. Sejarah KokasKokas digunakan orang-orang China pertama kali untuk pemanasan dan memasak

    sekurang-kurangnya pada abad kesembilan. Pada dekade pertama abad kesebelas, pandai

    besi China di lembah Sungai Kuning mulai menggunakan kokas untuk bahan bakar di

    tungku mereka, sebagai pemecahan masalah bahan bakar untuk wilayah yang jarang terdapat

    pepohonan di sana.

    Pada tahun 1603, Hugh Plat menyatakan bahwa batubara dapat dibakar dengan cara

    yang analog dengan cara pembakaran arang yang diproduksi dari kayu. Proses ini tidak

    dipraktekkan sampai tahun 1642, ketika kokas digunakan untuk memanggang ragi di

    Derbyshire.

    Pada tahun 1709, Abraham Darby I membangun tanur pembakaran kokas untuk

    menghasilkan besi cor. Kekuatan kokas yang besar membuat blast fu rnacedibangun lebih

    tinggi dan lebih besar. Selanjutnya, ketersediaan besi murah menjadi salah satu faktor yang

    menyebabkan terjadinya Revolusi Industri.

    Di Inggris pada tahun-tahun pertama lokomotif kereta api uap, kokas merupakan

    bahan bakar yang umum digunakan. Hal ini terutama karena didorong oleh peraturan

    perundang-undangan mengenai lingkungan. Setiap lokomotif diharuskan "mengkonsumsi

    asapnya sendiri" yang secara teknis tidak mungkin untuk dilakukan sampai mulai

    digunakannya fi rebox arch, namun membakar kokas rendah emisi asap dianggap memenuhi

    persyaratan. Namun, aturan ini diam-diam mulai diabaikan dan batubara yang lebih murahmenjadi bahan bakar umum, seiring dengan kereta api yang mulai diterma di kalangan

    masyarakat umum.

    Pada akhir abad 19, para penambang di bagian barat Pennsylvania, USA menyediakan

    batubara yang menjadi bahan baku untuk kokas. Pada tahun 1885, Rochester and Pittsburgh

    Coal and Iron Company mem bangun string oven kokas terpanjang di dunia di Walston,

    Pennsylvania, dengan 475 oven dan panjangnya 2 km (1,25 mil). Output mereka mencapai

    22.000 ton per bulan. The Minersville Coke Oven di Huntingdon County, Pennsylvania itu

    dicatatkan dalam Daftar Tempat Bersejarah Nasional USA pada tahun 1991.

    B.Pengertian KokasKokas merupakan hasil pirolisis dari bahan organik dengan kandungan karbon yang

    sangat tinggi yang mana setidaknya bagian di dalam kokas tersebut telah melewati fase cair

    atau kristal-cair selama proses karbonisasi dan terdiri dari karbon non-grafit. Kebanyakan

    bahan-bahan pembentuk kokas adalah karbon yang dapat berbentuk grafit. Struktur mereka

    adalah campuran dari tekstur optik dengan berbagai ukuran, dari isotropik optik hingga

    anisotropi (-200um diameter). (Bahan Bacaan OJT CE Meter). Kokas merupakan produk

    yang terbesar tonasenya hasil destilasi batubara.

    Kebutuhan akan kokas bergantung pada kebutuhan akan baja. Kira-kira 98 persen

    produksi ter batubara didapat dari tanur hasil sampingan. Dewasa ini, dengan banyaknya

    aromatik yang dihasilkan industri migas, hasil utama distilasi batubara beralih menjadi

  • 8/12/2019 KOKAS FRIDI

    3/6

    penyediaan kokas untuk industri baja. Walaupun kokas dapat juga dibuat dari migas, ada dua

    macam prosedur pengkokasan batubara, yaitu proses sarang tawon (bee hive) dan proses

    hasil samping (by product). Proses sarang tawon merupakan proses yang sangat kuno. Pada

    tabor hasil sampingan, muatan berupa batubara, yang campurannya diatur dengan teliti,

    dipanaskan dari dua sisi sehingga kalor mengalir ke tengah, dengan demikian menghasilkan

    kokas yang lebih kecil dan lebih padat dari yang dihasilkan pada tanur sarang tawon. (GeorgeT. Austin, 1985).

    Bila batubara dipirolisis atau di destilasi dengan memanaskannya tanpa kontak dengan

    udara, ia akan terkonversi menjadi zat padat, cair, dan gas. Dalam prakteknya, suhu tanur

    dijaga diatas 900 C, tetapi bisa juga berkisar antara 500 C sampai 1000 C. Produk

    utamanya (menurut beratnya) adalah kokas. Jika unit itu menggunakan suhu 450 C sampai

    700 C, proses tersebut disebut karbonisasi suhu rendah (low- temperature carbonization),

    sedangkan pada suhu diatas 900 C, disebut karbonisasi suhu tinggi (high- temperature

    carbonization). Kokas merupakan bahan baku dalam pembuatan anoda karbon yang akan

    digunakan dalam proses elektrolisis sebagai kutub positif. (Bahan bacaan OJT CE Meter).

    C. Jenis-Jenis KokasJenis-jenis kokas dapat dijabarkan sebagai berikut :

    a. Green Coke adalah hasil karbonisasi padatan yang utama yang dihasilkan dari pemanasan

    fraksi karbon pada temperatur dibawah 9000K (juga disebut kokas baku)

    b. Calcined Coke adalah kokas yang berasal dari minyak bumi atau kokas dari hasil

    pengolahan batubara dengan sebuah fraksi massa dari hidrogen kurang dari 0,1% berat.

    Kokas jenis ini dihasilkan melalui pemanasan dari Green Coke hingga suhu kira-kira 1600 K.

    c. Petroleum Coke adalah hasil karbonisasi dari fraksi didih karbon yang terbentuk dalam

    proses pengolahan minyak bumid. Coal Derived Pitch Coke adalah hasil karbonisasi padatan yang paling utama dalam

    industri yang dihasilkan dari coal-tar-pitch atau ter (aspal).

    e. Metallurgical Coke yang dihasilkan melalui karbonisasi batubara atau campuran batubara

    pada temperatur hingga diatas 1400 K untuk menghasilkan bahan karbon makroporos yang

    kuat.

    f. Delayed Coke adalah bentuk yang paling umum digunakan untuk hasil karbonisasi utama

    pada fraksi didih hidrokarbon melalui proses pemasakan kokas. Delayed Coke memiliki

    tingkat grafit yang lebih baik dibandingkan dengan kokas yang dihasilkan dengan proses lain

    bahkan dengan bahan dasar yang sama. Hasil utama dari delayed coke ini adalah sponge coke

    dan needle coke. Shot coke juga dihasilkan seperti timbunan bola dengan diameter 1-2 mm,

    tapi tidak memiliki nilai jual.g. Sponge Coke memiliki tekstur optik yang tak-terorientasi (tak-terarah) dan digunakan

    sebagai pengisi untuk elektroda pada industri aluminium.

    h. Needle Coke adalah bentuk umum yang digunakan untuk kokas jenis khusus dengan

    tingkat grafit yang tinggi yang dihasilkan dari struktur mikrokristal yang dimilikinya. (Harry

    Marsh, 1989)

    D. Pengotor Kokas Dan PengaruhnyaKualitas dan bahan-bahan dari green coke sangat erat hubungannya dengan sumber

    bahan mentah dan proses pemasakan kokas. Umumnya minyak mentah yang berasal dari

    Cina mengandung sulfur dan vanadium yang rendah tapi tinggi kandungan kalsium, silikon,dan nikel. 70% sulfur dan 90% dari pengotor logam terkonsentrasi dalam green coke. Yang

  • 8/12/2019 KOKAS FRIDI

    4/6

    menarik perhatian bagi para pengguna petroleum coke adalah kadar pengotor di dalamnya

    dan struktur fisika dari kokas tersebut. Pengotor tersebut dapat terbentuk dari elemen-elemen

    yang terikat secara kimia dalam membentuk kokas. Molekul-molekul seperti sulfur,

    vanadium, dan nikel. Kotoran (impurities) tersebut juga dapat terbentuk dari elemen-elemen

    yang memang ada di dalam kokas tersebut seperti silikon, besi, natrium, dan kalsium.

    1. Sulfur : adalah elemen yang paling umum dijumpai di dalam minyak mentah. Jumlahsulfur dalam petroleum coke sangat diperhatikan bagi para pengguna. Konsentrasi yang

    tinggi di dalam kokas yang membentuk anoda dapat menyebabkan masalah lingkungan pada

    produksi anoda karena semua sulfur tersebut dilepaskan dalam bentuk SO2/SO3 ke atmosfer.

    2. Vanadium : terkandung di dalam minyak mentah dan residunya hampir secara kuantitatif

    ditemukan sebagai senyawa kompleks purin di dalam kokas. Jumlah vanadium yang ada

    sangat diperhatikan dalam pembuatan anoda karena konsentrasi yang tinggi meningkatkan

    reaktifitas udara pada anoda. Dalam produksi aluminium (proses peleburan) vanadium

    dikurangi dan ditemukan, sebagai pengotor dalam logam tersebut.

    3. Nikel : terkandung di dalam minyak mentah dan seperti vanadium hampir secara

    kuantitatif dapat ditemukan di dalam kokas. Layaknya vanadium, nikel akan berakhir di

    dalam aluminium.4. Natrium : terjadi sebagai kontaminan dalam produksi minyak mentah. Jika ini tidak

    dihilangkan maka natrium akan berakhir di dalam kokas. Sodium (natrium) memiliki dampak

    terhadap reaktifitas karboksi dari anoda.

    5. Besi : terjadi sebagai kontaminan yang masuk kedalamnya dan seperti vanadium dan nikel

    yang akan berakhir sebagai pengotor dalam aluminium.

    6. Kalsium : muncul sebagai senyawa organik maupun anorganik. Senyawa anorganik ada

    dalam bentuk CaCl2, CaCO3 dan CaSO4, sementara senyawa organik Ca terikat kepada

    asam naftenik dan asam fenolik. Ca memiliki dampak negatif terhadap reaktifitas CO2 dari

    kokas. (L iu F engqin, 2004).

    Memproduksi kokas dari bahan baku dengan konsentrasi aspal dan resin yang tinggi

    akan menghasilkan kokas dengan konsentrasi pengotor yang tinggi pula seperti sulfur dan

    vanadium, menjadikan kokas tersebut tidak sesuai lagi peruntukkannya dalam produksi

    batangan anoda. Sebuah bahan baku dengan kandungan molekul aromatik yang tinggi, seperti

    residu vakum dengan kira-kira 50% berat karbon aromatik, menghasilkan kokas yang sesuai

    untuk elektroda pada proses aluminium. Membuat kokas dari bahan baku dengan kandungan

    karbon aromatik yang tinggi akan menghasilkan sebuah kokas dengan kualitas yang baik,

    yang dikenal sebagai needle coke.

    E.Kegunaan Lain Dari KokasBerdasarkan pada jenis yang akan diproduksi dan kadar pengotor yang spesifik yang

    ada dalam hasil akhir, petroleum coke pada dasarnya digunakan untuk tiga jenis pekerjaan.

    Jenis pekerjaan ini dapat diklasifikasikan sebagai bahan bakar, elektroda, dan metalurgi.

    Klasifikasi yang keempat masih relatif baru digunakan, yaitu gasifikasi, yang masih dalam

    tahap evaluasi bagi perusahaan-perusahaan tapi tidak memberikan hasil yang cukup

    signifikan pada saat ini.

    1. Penggunaan sebagai bahan bakar

    Penggunaan petroleum coke sebagai bahan bakar umumnya masuk kepada dua

    kategori, bahan bakar untuk pembangkit tenaga uap dan bahan bakar untuk pabrik semen.

    Untuk penggunaan ini, kokas biasanya dicampur dengan batubara bitumen atau digunakan

    dalam kombinasi dengan minyak atau gas. Pada umumnya, kokas sebagai bahan bakar

    digunakan dalam kombinasi dengan batubara bitumen memiliki keuntungan sebagai berikutdisamping batubara bitumen itu sendiri :

  • 8/12/2019 KOKAS FRIDI

    5/6

    1. Grinding (penggilingan).Kokas lebih mudah untuk digiling daripada batubara bitumen,

    dihasilkan dengan biaya penggilingan yang lebih murah dan tidak perlu perawatan yang

    lebih.

    2. Nilai Pemanasan (Heating Value).Nilai pemanasan dari petroleum coke adalah lebih dari

    14.000 Btu/lb, dibandingkan dengan 9000 sampai 12.500 Btu/lb untuk batubara.

    3. Kandungan abu.Kandungan abu yang sangat rendah (kurang dari 0,5 persen berat) darikokas menghasilkan biaya pengolahan yang lebih murah.

    2. Penggunaan Untuk ElektrodaKadar sulfur yang rendah, sponge coke dengan kadar logam yang rendah, setelah

    proses kalsinasi, dapat digunakan untuk membuat anoda pada industri aluminium. Industri

    aluminium merupakan industri satu-satunya yang mengkonsumsi kokas paling banyak. Untuk

    setiap pon dari aluminium yang dihasilkan melalui proses peleburan hampir lb dari kokas

    hasil kalsinasi yang digunakan. Needle coke merupakan petroleum coke yang paling banyak

    dipesan yang dihasilkan dari bahan aromatik dengan kandungan sulfur yang rendah.

    Penggunaan utama dari needle coke yang dkalsinasi adalah pada pembuatan elektroda grafit

    untuk dapur elektrik pada industri baja. (Robert A. Meyers, 1986)

    Pada dasarnya, anoda prapanggang untuk produksi aluminium terdiri dari

    sekurangkurangnya 65% petroleum coke, 20% batang anoda yang didaur ulang, dan 15%

    coal tar pitch sebagai perekat. Bahan dasar lainnya juga digunakan, atau masih digunakan,

    sebagai contoh cairan kokas, kokas dari batubara, dan pitch minyak bumi. Dikarenakan

    jumlahnya yang relatif kecil, tidak ada satu pun dari bahan ini yang sangat mempengaruhi

    dalam produksi anoda. Petroleum coke yang digunakan untuk pembuatan anoda yang

    berkualitas dihasilkan dari fraksi minyak berat (heavy residual) dari minyak mentah, melalui

    sebuah proses yang dikenal dengan istilah delayed coking. Viskositas dari cairan hidrokarbon

    yang terbentuk pada proses melalui fase transisi dari cairan ke bentuk padat diperoleh dengan

    cara cracking, dehidrogenasi, dan polimerisasi. Kokas yang baru atau green coke yang

    dihasilkan belum sesuai sebagai kokas pengisi di dalam elektroda. Kokas ini merupakan

    sebuah amorf, struktur yang sangat lemah, termasuk di dalam jenisnya 8 15 % berat

    merupakan hidrokarbon yang mudah menguap. Kokas ini juga memiliki reaktifitas yang

    tinggi dan konduktivitas listrik yang lemah. Sebagai proses lanjutan green coke tadi

    dilakukan pemanasan yang ditujukan menjadi kokas pengisi dalam elektroda, proses tersebut

    dikenal sebagai kalsinasi. Selama proses kalsinasi hingga mencapai suhu 13500C, kokas

    mengecil hingga kira-kira 1014 % berat dan kandungan senyawa volatil berkurang sampai

    0,5% berat. Senyawa-senyawa yang mudah menguap ini dilepaskan sebagai gas, seperti CH4,

    C2H6, H2, H2S, dan CH3SH. Kualitas kokas yang dihasilkan dari kalsinasi dikendalikan

    oleh komposisi kimia dari bahan baku sebagaimana parameter operasional selama proses

    coking dan kalsinasi. (Markus W. Meyer, 1996)3. Penggunaan metalurgiPetroleum coke dengan kandungan sulfur yang rendah (2.5% berat atau kurang) dapat

    digunakan dalam metalurgi besi ketika dicampurkan dengan batubara yang rendah

    kemampuan menguapnya. Petroleum coke yang digunakan dalam penuangan besi atau untuk

    pembuatan baja meningkatkan bahan-bahan dari batubara melalui penurunan jumlah zat yang

    mudah menguap dan meningkatkan nilai rata-rata pemanasan. Kandungan logam dalam

    kokas tidak menjadi masalah dalam industri metalurgi. (Robert A. Meyers, 1986)

    F.Produksi KokasKandunagan volatil dari batubara -termasuk air, gas batubara, dan batu bara-tar

    didorong keluar karena dipanggang dalam tungku atau oven pengap pada suhu setinggi2.000 C (3.600 F) meskipun biasanya sekitar 1.000-1.100 C ( 1832-2012 F).

  • 8/12/2019 KOKAS FRIDI

    6/6

    Fasilitas paling modern oven kokas tetap menghasilkan "produk sampingan". Saat ini,

    hidrokarbon volatil juga dimanfaatkan, setelah pemurnian, dalam proses pembakaran yang

    terpisah untuk menghasilkan energi. Tungku kokas (oven) membakar gas hidrokarbon yang

    dihasilkan oleh proses pembuatan kokas mengakibatkan terjadinya proses karbonisasi.

    Batubara bitumen harus memenuhi seperangkat kriteria untuk digunakan sebagaikokas batubara, ditentukan oleh teknik uji batubara tertentu. Termasuk diantaranya kadar air,

    kadar abu, sulfur, kandungan volatil, tar, dan plastisitas. Pengujian ini ditargetkan untuk

    menghasilkan kokas dengan kekuatan yang sesuai (umumnya diukur oleh coke strength after

    reaction(CSR). Pengujian lainnya juga dipertimbangkan, termasuk untuk memastikan coke

    tidak menggelembung terlalu banyak selama produksi dan menghancurkan oven melalui

    tekanan dinding yang berlebihan.Semakin besar zat terbang (volatil) dalam batubara, semakin

    banyak byproduk diproduksi. Umumnya tingkat 26-29% zat terbang dalam campuran

    batubara dianggap baik untuk tujuan mendapatkan kokas. Jadi jenis batubara lain bisa

    dicampur secara proporsional untuk mencapai tingkat volatil yang dapat diterima sebelum

    proses produksi kokas dimulai.