[konflik] perebutn kashmir antra india n pakistan
TRANSCRIPT
Tanggal : 27 September 2010
Tugas Kelompok : Konflik
Mata Kuliah : Studi Konflik dan Perdamaian Internasional
KONFLIK INDIA-PAKISTAN
MEMPEREBUTKAN WILAYAH KASHMIR
Oleh :
Kelompok I
Andi Husnul Hatimah (E13108002)
Sitti Marwah (E13108006)
Astuti (E13108254)
Srinilam Iwarezki Astha (E13108260)
Ahmad Gilang Massagonie (E13108274)
JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2010
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Ketika kolonial inggris masih berkuasa di Asia selatan, status
pemerintahan wilayah terbagi dalam dua kategori. Yang pertama yaitu British
India, dimana seluruh wilayah kategori ini berada dibawah kekuasaan Inggris.
Yang kedua yaitu Princely State, dimana seluruh wilayah kategori ini mengakui
Inggris sebagai kekuasaan tertinggi (Paramount Power) tetapi wilayah-wilayah
tersebut pada dasarnya independen, bebas menyelenggarakan urusan sendiri
kecuali dalam aspek pertahanan, politik luar negeri dan komunisasi.
Menjelang berakhirnya kekuasaan kolonial Inggris, wakil tertinggi
pemerintah Inggris di India, mengeluarkan dekrit bahwa dengan berakhirnya
kekuasaan Inggris dan hapusnya Paramounty Doctrine, penguasa Princely State
harus menentukan status wilayahnya akan bergabung dengan India atau Pakistan,
dengan mempertimbangkan kedekatan geografis, kesamaan budaya, struktur dan
tingkat kemajuan ekonomi, serta demografi wilayah masing-masing.
Pada 15 Agustus 1947, ketika masa kolonial Inggris berakhir di India
maka India menjadi sebuah negara merdeka dan Pakistan berdiri sebagai sebuah
negara baru di Asia Selatan. Pembagian wilayah antara India dan Pakistan
didasarkan pada prinsip Partition, yang pada intinya menyatakan bahwa wilayah
yang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu akan bergabung dengan India.
Sedangkan wilayah yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam akan
bergabung dengan Pakistan.
Prinsip Partition tidak dapat berjalan dengan baik ketika ada tiga wilayah
yang memiliki perbedaan keinginan antara masyarakat dengan penguasa. Tiga
wilayah itu adalah Junagadh, Hyderabad, dan Kashmir. Pada akhirnya
permasalahan Junagadh dan Hyderabad dapat terselesaikan dengan mengadakan
pelaksanaan referendum. Tetapi permasalahan wilayah Kashmir malah menjadi
berlarut-larut yang menjadikan perebutan wilayah antara India dan Pakistan.
Jika mengacu pada sistem partisi dimana wilayah yang mayoritas
masyarakatnya beragama Islam akan bergabung dengan Pakistan, sedangkan
wilayah yang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu akan bergabung dengan
India. Maka Kashmir yang merupakan masyarakatnya beragama Islam, akan
menjadi bagian integral dari Pakistan. Tetapi perlu diingat pula, akan adanya
Instrument of Accession yang ditandatangani oleh Maharaja Singh, dimana
Kashmir akan masuk ke dalam bagian integral India sebagai syarat permohonan
bantuan militer dari India.
Hal itulah yang melatarbelakangi kelompok kami mengambil judul
Konflik India-Pakistan memperebutkan wilayah Kashmir.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apakah yang mendorong India dan Pakistan memperebutkan
wilayah Kashmir?
2. Bagaimana peranan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam menyelesaikan
perebutan wilayah Kashmir oleh India dan Pakistan?
Kerangka Pemikiran
Konflik adalah sebuah pertentangan alamiah yang dihasilkan baik oleh
individu, kelompok/organisasi maupun negara yang akibat keikutsertaannya
dalam satu aktivitas satu sama lain dan diantara mereka saling memiliki perbedaan
baik dari segi persepsi, nilai kepercayaan maupun tujuan.
Perang dan konflik bersenjata dapat ditemui hampir dalam tiap belahan
dunia, mulai dari benua Afrika, Asia, Amerika, hingga Eropa, yang masih saja
terjadi hingga saat ini. Seperti yang dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja
bahwa sejarah manusia hampir tidak pernah bebas dari peperangan. Selama 3400
tahun sejarah tertulis, umat manusia hanya mengenal 250 tahun perdamaian. Hal
ini berarti perang merupakan salah satu hal yang sama tuanya dengan sejarah
umat manusia.
Sedemikian tuanya sejarah perang hingga seorang ahli hukum, Quency
Wright melakukan studi dan menyimpulkan bahwa kapan sebenarnya perang itu
pertama kali terjadi, tidak dapat ditemukan. Quency Wright mengategorikan
empat tahapan perkembangan sejarah perang, yaitu: perang yang dilakukan oleh
binatang (by animals); perang yang dilakukan oleh manusia primitif (by primitive
men); perang yang dilakukan oleh manusia yang beradab (by civilized men); dan
perang yang menggunakan teknologi modern (by men using modern).
Berlarut-larutnya masalah perebutan wilayah Kashmir antara India dan
Pakistan, sesungguhnya tidak terlepas dari kepentingan nasional (national
interest) negara yang bersengketa. Kepentingan nasional merupakan alasan
ataupun dasar sebuah negara dalam menjalani komunikasi, interaksi, kebijakan di
dunia internasional. Sehingga setiap kebijakan maupun keputusan yang diambil
suatu negara pasti akan berlandaskan dengan kepentingan nasional negaranya.
Kepentingan nasional merupakan alasan ataupun dasar sebuah negara
dalam menjalani komunikasi, interaksi, kebijakan di dunia internasional. Konsep
kepentingan nasional yang dijalani sebuah negara juga didasarkan untuk mencapai
power negara demi untuk melindungi dan mempertahankan keamanan negaranya.
Menurut Hans J Morgenthau, konsep kepentingan nasional adalah usaha suatu
negara untuk meraih power, karena power merupakan kunci suatu negara untuk
mengendalikan negara lain.
Menurut konsep liberalisme bahwa suatu permasalahan atau konflik akan
dapat diselesaikan apabila aktor yang terlibat tidak hanya negara melainkan perlu
adanya keterlibatan institusi yang melampui negara. Hal tersebut diperlukan
karena terkadang permasalahan antar negara tidak dapat diselesaikan oleh negara
yang berkaitan. Keterlibatan aktor non-negara juga diperlukan karena berada di
posisi netral dan tidak memiliki kepentingan sendiri dalam suatu permasalahan.
Dengan adanya keterlibatan dari institusi diyakini bahwa suatu
permasalahan dapat diselesaikan dengan menggunakan pendekatan hukum
internasional, organisasi internasional, serta demokratisasi. Sehingga para aktor
yang terlibat dapat saling membantu dan bekerjasama untuk menciptakan
keamanan bersama dan tatanan dunia berdasarkan hukum, integrasi dan organisasi
internasional.
Dalam upaya untuk menyelesaikan suatu permasalahan maka yang dapat
dilakukan yaitu dengan menggunakan jalur diplomasi, agar permasalahan tersebut
dapat diselesaikan dengan cara-cara yang damai tanpa menggunakan tindakan
kekerasan. Berdasarkan pelaksanaannya, diplomasi dapat terbagi menjadi :
First track diplomacy: diplomasi resmi yang dilakukan oleh aktor negara
dalam mencapai kepentingan nasionalnya. Diplomasi biasanya dapat
dilakukan oleh presiden, para diplomat, maupun pejabat-pejabat
pemerintah lainnya.
Second track diplomacy: diplomasi informal yang dilakukan oleh aktor
non-negara, yang melibatkan berbagai aktor sesuai dengan bidangnya,
seperti para profesional, rakyat sipil, akademisi, organisasi non-
pemerintah, dan juga juga media massa.
Multitrack diplomacy: diplomasi total dengan menggunakan dua kekuatan
penuh, yakni first tarck diplomacy atau second track diplomacy.
Diplomasi total bertujuan agar meningkatkan peran publik dalam
menjalankan misi diplomasi pemerintah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Faktor-Faktor Apakah Yang Mendorong India Dan Pakistan
Memperebutkan Wilayah Kashmir
Kashmir adalah negeri berpenduduk muslim mayoritas. Sekitar 85 % dari
delapan juta penduduknya beragama Islam. Wilayah seluas 222.236 kilometer
tersebut terletak di wilayah jantung Asia, diapit oleh China di sebelah timur,
India di selatan, Pakistan dan Afghanistan di barat, serta CIS di utara. Pada
awalnya, negeri ini dikenal dengan sebutan “Surga Dunia atau Taman Musim
Abadi”, karena keindahan alamnya yang mempesona. Kekayaan alam Kashmir ini
sedikitnya memberikan pemasukan devisa sekitar 400 juta dolar per tahun dari
para pelancong.
Di Kashmir ada tiga agama dan wilayah berbeda. Di Lembah Kashmir, 98
persen penduduknya Muslim. Di Jammu, 60 persen penduduknya beragama
Hindu dan di Ladakh, 49 persen penduduknya beragama Budha. Orang Kashmir
selalu bangga dengan keragaman budaya, tradisi, dan agama mereka. Disana,
umat Hindu, Kristen, Budha, dan Muslim hidup bersama dalam kerukunan.
Bahkan Gandhi memuji bangsa Kashmir karena sifat dasar mereka yang cinta
damai dan bahkan menyebut Kashmir sebagai “sinar harapan dalam kegelapan”.
Letak Kashmir yang terletak di wilayah terpencil utara India telah
membuat wilayah ini dapat menikmati status nya sebagai daerah otonomi yang
cukup panjang hingga tahun 1586. Pada periode itu, Kashmir mengatur dirinya
sendiri layaknya sebuah Negara. Dalam masa tersebut berbagai agama datang silih
beganti (Hindu,Budha,Islam) dan hidup berdampingan secara damai di Kashmir.
Gelombang kedatangan agama yang terakhir ke dalam wilayah Kashmir yaitu
Negara islam, membuat mayoritas penduduk Kashmir memeluk agama islam.
Surga dunia yang sangat terkenal dengan keindahan alamnya tersebut kini
berubah menjadi neraka dunia, lautan api dan darah, serta menjadi ladang
pembantaian. Hal ini disebabkan oleh adanya perselisihan berkepanjangan oleh
india-pakistan yang dilatarbelakaingi oleh adanya konflik agama antara muslim
dan hindu namun pada akhirnya merambah pada bidang piloitik ekonomi dan
militer.
Dalam hal agama wajar jika Kashmir menginginkan untuk bergabung dengan
Pakistan jika kembali merujuk kepada prinsip partition yang menyatakan bahwa
wilayah yang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu akan bergabung dengan
India. Sedangkan wilayah yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam akan
bergabung dengan Pakistan. Selain itu Masalah Kashmir yang berlarut larut
hingga kini pada awalnya bersumber dari perlakuan tidak adil terhadap
masyarakatnya dan penindasan yang dilakukan pemerintahan hindu dogra di
Kashmir.
Perlakuan India terhadap kaum Muslim Kashmir, tak ubahnya seperti
perlakukan Israel terhadap kaum muslim Palestina, yakni represif total. Kampanye
anti kelompok Islam semakin meningkat di seluruh India. “Usir, Bakar dan
Bunuh” dan “India orang Hindu” adalah semboyan setiap orang Hindu di India
yang ditujukan kepada golongan muslim. Target mereka adalah ingin
memusnahkan kelompok-kelompok muslim dari wilayah itu. Kashmir memang
telah menjadi kantung dendam dan kebencian yang sudah berkerak. India semakin
bersikukuh untuk mencengkeramkan kuku penjajahannya di Kashmir. Sementara
Mujahidin Kashmir tampaknya tak akan surut melakukan perlawanan.
Permusuhan antara India dan Kashmir ini telah melahirkan banyak
korban. Pemerintah India (Hindu) melakukan pemusnahan terhadap bangsa
Kashmir secara sistematis melalui penculikan, penahanan, penyiksaan,
pemerkosaan, pembunuhan, pembakaran dan pengrusakan. Berdasarkan sumber
yang dapat dipercaya, antara Januari 1990 sampai Desember 1992, 26.000 orang
Kashmir yang terbunuh oleh tentara India, 60.000 orang yang terluka ringan dan
berat. Selain itu, sekitar 4000 lebih wanita diperkosa, 200 wanita meinggal, 1700
orang dibakar hidup-hidup, 9000 rumah dibakar dan dihancurkan, serta 40.000
orang dipenjarakan di kamp-kamp yang didirikan di berbagai tempat di Kashmir
dan di sini posisi Pakistan sepertinya ingin menjadi The Mother Land bagi kaum
muslimin yang tersingkir dari India, akibat tindakan politk golongan Hindu.
Sementara dari pihak India, mereka sangat berkepentingan terhadap
penguasaan Kashmir. Sebab, dari segi politik, sejak dulu India selalu berambisi
untuk menjadi Tuan Di Asia Selatan. Bahkan dalam mitos Hindu, India adalah
Tuhan, kepalanya Kashmir dan Tibet, tangan kirinya terbentang sampai ke
Indonesia dan tangan kanannya sampai ke kepulauan Maurycus, sementara
kakinya di laut India, samping Srilangka. Oleh karena itu, wilayah-wilayah
tersebut merupakan wilayah-wilayah suci bagi umat Hindu. Apalagi adanya
perjanjian Instrument of Accesion yang disetujui dan ditandatangani oleh
Maharaja Hari Singh pada saat meminta bantuan India pada pemberontakan
Poonch yang terjadi pada bulan oktober 1947.
Melihat penjelasan di atas maka dari faktor internal India maupun
Pakistan merasa paling berhak menjadikan wilayah Kashmir sebagai bagian
integrasinya karena memiliki arti strategis dari segi ekonomi karena Kashmir
memiliki SDA yang cukup besar. Secara politik, konflik Kashmir akan
berpengaruh pada kondisi politik dalam negeri dan dalam bidang militer kondisi
geografis Kashmir yang sangat menguntungkan bagi sistem pertahanan. Hal ini
akan menguntungkan bagi kepentingan nasional India dan Pakistan. Pakistan
sendiri mengklaim bahwa secara komposisi agama yang mayoritas adalah Islam,
kondisi geografik serta harapan rakyatnya Kashmir menjadi bagian dari Pakistan,
sedangkan India berpendapat bahwa Kashmir adalah bagian dari integrasinya
berdasakan perjanjian assesi dengan penguasa Jammu Kashmir saat itu Maharaja
Harry Singh, namun Pakistan beranggapan bahwa pejanjian tersebut adalah tidak
sah. Akibat dari sikap kedua Negara yang hanya menojolkan ego masing-masing
mengakibatkan kedua negara terlibat perang terbuka pada tahun 1947, 1965 dan
1971 dan membawa kedua negara terlibat dalam persaingan senjata.
Selain itu, Potensi alam Kashmir pun seolah jadi bahan rebutan. Di
Kashmir memiliki enam aliran sungai yang berguna sebagai perairan irigasi yaitu
Chenab, Jhelum, Indus, Sutlej, Beas dan Ravi. Apabila Pakistan menguasai
Kashmir, ada kekhawatiran dari India akan sungai-sungai tersebut tidak akan
mengairi India sehingga India akan menjadi padang tandus, begitupun sebaliknya
bagi pakistan Di Kashmir terdapat tiga sungai besar yang sangat menentukan
kondisi perairan di Pakistan. Sungai-sungai tersebut mengairi sekitar 20 juta akre
tanah Pakistan, yang ditumbuhi padi, gandum, tebu, kapas, dan lain-lainnya.
Sehingga apabila Pakistan menguasai Kashmir maka Pakistan tidak perlu
khawatir akan terjadinya krisis air di negara, seperti yang terjadi pada tahun 1948,
1952 dan 1958 dimana India menghentikan aliran sungai ke Pakistan.
Oleh karena itu, Kashmir merupakan kunci ketahanan pangan Pakistan
karena apabila sungai-sungai tersebut tidak mengairi Pakistan maka yang terjadi
adalah masyarakat Pakistan kemungkinan bisa saja dilanda kelaparan dan
pemerintah Pakistan juga tidak dapat melakukan ekspor bahan-bahan pangan.
Hal itulah yang menyebabkan Sampai sekarang pun wilayah Kashmir
belum bisa benar-benar di katakan damai dari konflik, konflik yang bermula tidak
lama ketika kedua Negara merdeka ini, yaitu pada tahun 1948 ini sekarang sudah
berumur lebih dari 52 tahun. Beberapa perundingan kerap di lakukan menteri luar
negeri atau para petinggi Negara india dan Pakistan. Namun seperti yang sudah di
tuliskan di atas. Konflik ini belum menemukan titik temu. Karena masalah yang
sudah menjalar ke berbagai bidang aspek masyarakat.
Dampak konflik Kashmir di antaranya :
1. Timbul gerakan separatisme yang menginginkan Kashmir merdeka.
2. Rakyat Kashmir ingin memisahkan diri dari India karena merasa tersiksa
atas perilaku tentara India.
3. Konflik Kashmir juga memaksa India dan Pakistan berlomba
mengembangkan nuklir.
4. Keterlibatan negara luar seperti AS, China, Rusia.
5. Ketidakstabilan keamanan kawasan Asia selatan
B. Peranan Perserikatan Bangsa-Bangsa Dalam Menyelesaikan Perebutan
Wilayah Kashmir Oleh India Dan Pakistan
Setelah pemberontakan rakyat Kashmir terhadap pemerintahnya berubah
menjadi perang terbuka antara India dan Pakistan. Setelah perang tersebut
berakhir, India dan Pakistan sepakat mengadakan Pertemuan Lahore pada 2
November 1947, yang dihadiri oleh Gubernur Jenderal Pakistan Mohammad Ali
Jinnah dan Gubernur Jenderal India Lord Mounbatten. Salah satu hasil pertemuan
tersebut adalah akan melaksanakan referendum dibawah pengawasan PBB.
Setelah hasil pertemuan tersebut dilaporkan kepada Perdana Menteri India
Jawaharlal Nehru dan Perdana Menteri Pakistan Liquat Ali Khan, kedua negara
pun menyetujuinya. Dan sejak itu pula lah masalah Kashmir menjadi
permasalahan dunia internasional. Sehingga pada tanggal 20 januari 1948, Dewan
Keamanan PBB membentuk United Nation Comission for India and Pakistan
(UNCIP), selain itu diputuskan pula bahwa india-pakistan harus menarik pasukan,
berhenti perang, mengembalikan pengungsi, membebaskan tahanan politik serta
secepatnya melakukan referendum atas kasusu Kashmir. Pada 13 Agustus 1948,
UNCIP mengeluarkan resolusi yang menyatakan bahwa "Pemerintah India dan
pemerintah Pakistan menegaskan kembali bahwa status masa depan Jammu-Kashmir
akan ditentukan sesuai dengan kehendak rakyat dan untuk mencapai tujuan tersebut, atas
penerimaan Perjanjian Genjatan Senjata, kedua pemerintah menyetujui untuk memulai
konsultasi dengan Komisi untuk menentukan syarat-syarat yang adil, seimbang, bebas
dan terjamin". Namun resolusi ini pun gagal dilakukan sehingga pada tanggal pada 5
Januari 1949, PBB kembali mengeluarkan resolusi yang menyebutkan bahwa "the
question of accession of the state of Jammu and Kashmir to India or Pakistan will
be decided through the democratic method of a free and impartial plebiscite.
Resolusi tersebut juga menyatakan untuk penarikan pasukan Pakistan dari
Kashmir, mengukuhkan hak tentara India dalam mempertahankan Kashmir, dan
segera melaksanakan referendum di Kashmir secara independen.
Kasus perebutan wilayah Kashmir yang berlaru-larut memutuskan PBB
untuk mencoba pendekatan baru, yaitu dengan mengirimkan perwakilan PBB ke
India dan Pakistan untuk mencari solusi yang dapat disepakati oleh kedua negara.
Perwakilan PBB yang pertama, yaitu DK PBB Presiden Jenderal AG L
McNaughton yang membawa sebuah proposal yang menyarankan agar kedua
negara melakukan demiliterisasi Kashmir untuk memastikan bahwa proses
referendum tidak akan memihak salah satu negara. Namun, proposal tersebut
ditolak oleh India.
Kemudian, tahun 1950 PBB mengutus Sir Owen Dixon bertemu dengan
pejabat India dan Pakistan untuk kembali mencari solusi. Sir Owen Dixon juga
membawa proposal yang menyarankan agar pelaksanaan referendum hanya
dilakukan di daerah yang bermasalah (Valley of Kashmir), dan wilayah lainnya
menentukan keputusan sendiri untuk bergabung dengan India atau Pakistan.
Proposal yang dikenal dengan Dixon Plan” juga mendapat penolakan dari India
dan Pakistan.
Agar India dan Pakistan menyetujui proposal yang diajukan PBB, maka
dikirim kembali perwakilan PBB, yaitu Frank Graham untuk menyelesaikan
konflik dalam waktu tiga bulan. Setelah melewati jangka waktu yang ditentukan,
belum juga ditemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan
Kashmir. Namun pada 30 Maret 1951, PBB membentuk pasukan keamanan
militer untuk mencegah terjadinya perang di daerah perbatasan Kashmir, India
dan Pakistan.
Kegagalan-kegagalan yang dialami, tidak membuat PBB menyerah untuk
menyelesaikan persengketaan Kashmir. Berbagai cara dilakukan kembali untuk
menemukan solusi yang benar-benar dapat disepakati oleh India dan Pakistan.
Oleh karena itu, pada tahun 1957 PBB kembali mengirim perwakilannya, yaitu
Gunnar Jarring, namun mengalami kegagalan pula.
Setelah usaha-usaha memaksa India untuk menaati resolusi PBB tidak
pernah terwujud, maka pada tahun 1957, Pakistan mencoba kembali mengangkat
isu Kasmir ke PBB, yang kemudian hasilnya adalah PBB menolak ratifikasi
Instrument of Accession, namun hasil tersebut ditolak India. Resolusi tersebut juga
mengulangi resolusi sebelumnya yang menyatakan bahwa masa depan Kashmir
harus diputuskan sesuai kehendak rakyat melalui cara-cara yang demokratis
dengan melaksanakan referendum yang bebas dan tidak memihak di bawah
pengawasan PBB.
Pada tahun 1962, Dewan Keamanan PBB berusaha melakukan hak veto
namun hal tersebut gagal. Upaya PBB dalam menyelesaikan masalah ini terlihat
melemah ketika dikeluarkannya resolusi tahun 1964 yang menyatakan bahwa
permasalahan Kashmir antara India dan Pakistan sebaiknya diselesaikan dahulu
secara bilateral. Berbagai resolusi yang dikeluarkan tidak juga menyelesaikan
permasalahan Kashmir. Bahkan India dan Pakistan kembali terlibat perang
terbuka pada tahun 1965 dan tahun 1971, yang mengakibatkan ratusan ribu
korban jiwa, korban terluka dan tertangkap.
Merujuk pada resolusi PBB tahun 1964 yang menyatakan bahwa konflik
ini diselesaikan secara bilateral maka Ada beberapa perundingan yang sudah
dilakukan antara india-pakistan demi mencari jalan damai dan menurunkan
egoisme masing-masing dan menciptakan kehidupan yang aman diantaranya
sebagai berikut. Yang pertama kali pada dekade tahun 2000-an, perundingan yang
dilakukan dengan mempertemukan petinggi Negara India dan Pakistan yang pada
saat itu adalah Presiden Pakistan Pervez Musharraf dengan Perdana Menteri India
Manmohan Singh. Yang pada saat itu di tengahi oleh mentri luar negeri amerika
serikat Collin Powell dalam kunjungan nya ke asia selatan.
Lalu pada januari 2004 kedua Negara melalui perwakilannya bertemu
melakukan perundingan. Setelah lima tahun tak mau berkunjung ke Pakistan dan
lebih dari dua tahun tak sudi berbicara dengan pemimpin negara tetangga itu, pada
tanggal 3 Januari tahun 2004, Perdana Menteri India Atal Behari Vajpayee
menapakkan lagi kakinya di Pakistan. Resminya, ia datang untuk menghadiri
pertemuan puncak (Konferensi Tingkat Tinggi) tahunan Asosiasi Kerja Sama
Regional Asia Selatan (SAARC) di Islamabad. Namun, tujuan pokok
sesungguhnya adalah memulai kembali usaha perdamaian India-Pakistan yang
buntu sejak pertemuan puncak bilateral di Agra (India), Juli 2001, di mana para
pemimpin kedua negara yang berseteru itu gagal mencapai kesepakatan damai.
Pada tanggal 5 Januari, sehari setelah dimulainya KTT SAARC, Perdana
Menteri (PM) Vajpayee dan Presiden Pakistan Pervez Musharraf melakukan
pertemuan bilateral. Ini merupakan pertemuan historis, yang merupakan langkah
awal dimulainya kembali usaha perdamaian di antara kedua negara utama di Asia
Selatan itu. Pertemuan ini membuahkan kejutan yang menyegarkan, yaitu berupa
kesepakatan di antara kedua pemimpin untuk memulai dialog menyeluruh, yang
akan dimulai pada bulan Februari. Vajpayee dan Musharraf berkeyakinan bahwa
proses perundingan itu dapat menyelesaikan konflik kashmir yang sudah
berlangsung lebih dari setengah abad.
C. Solusi
Konflik Kashmir bukan hanya menjadi perhatian dari India dan pakistan
saja tetapi konflik ini bisa menjadi suatu bentuk titik perpecahan di regional Asia
Selatan. Melihat situasi konflik yang hingga saat ini masih belum menemukan
titik terang akan berakhir seperti apa, banyak kemungkinan yang bisa terjadi.
Konflik bisa menjadi semakin parah dengan semakin tegang dan kukuhnya kedua
belah pihak atas pendiriannya masing-masing. Kedua, seandanyainya pertemuan-
pertemuan dan perundingan belakangan ini menuai respon positif dan mencapai
titik terang diplomasi kedua belah pihak, kemungkinan kehancuran total Kashmir
dalam mimpi buruk bisa segera diperbaiki.
Kedua belah pihak tentunya semakin menyadari bahwa situasi dunia saat
ini semakin tidak mendukung konflik yang telah terjadi sekian lama ini. Akan
sangat rentang bagi kedua negara untuk tetap bertikai di tengah suasana
percaturan politik global yang semakin rumit dan mulai menunjukkan berbagai
geliat yang unik seperti pertumbuhan China, Bangkitnya ASEAN, situasi Iran,
tegangnya Korea Utara, dan merosotnya Amerika. Kedua negara harus mulai
memikmirkan peta politik masing-masing negara dengan tidak fokus lagi terhadap
konflik, sebab dalam geografi politik, tetangga selain merupakan lawan setiap saat
juga adalah benteng pertahanan bagi negara.
Selain itu, perselisihan kedua negara tentunya berdampak terhadap kondisi
regional dan koalisi dalam kawasan Asia Selatan. Serta tidak boleh diabaikan
yaitu kondisi psikologi, ekonomi, dan ketahanan nasional masing-masing negara
tentunya ikut dipengaruhi.
Meskipun berbagai jalan telah ditempuh untuk menyelesaikan konflik ini,
menurut kami jalan yang harus ditempuh yaitu menganalisa Kashmir sseharusnya
berada di mana, kecenderungannya berada di mana, secara politik dia memilih ke
mana, dan berbagai kemungkinan negara yang dipilihnya dan tidak dipilihnya pun
harus dipertimbangkan.
Berdasarkan data kami, bahwa begitu banyak kejahatan perang yang
dilakukan India untuk mendapatkan Kashmir seperti antara Januari 1990 sampai
Desember 1992, 26.000 orang Kashmir yang terbunuh oleh tentara India, 60.000
orang yang terluka ringan dan berat. Selain itu, sekitar 4000 lebih wanita
diperkosa, 200 wanita meinggal, 1700 orang dibakar hidup-hidup, 9000 rumah
dibakar dan dihancurkan, serta 40.000 orang dipenjarakan di kamp-kamp yang
didirikan di berbagai tempat di Kashmir. Hal ini tentunya sudah cukup menjadi
pegangan bagi PBB untuk menetapkan Kashmir sebagai bagian dari Pakistan.
Sebab pencaplokan yang berusaha dilakukan India nyatanya tidak membawa
manfaat apa-apa bagi kedua negara.
Solusi ini tentu saja tidak akan diterima dengan lapang oleh India, tetapi
PBB harus mampu mengetukkan palunya dengan tegas dan meyakinkan India
akan segala konsekuensi dari konflik ini. Sebab India harus menyadari, meskipun
Kashmir akhirnya jatuh ke tangannya, Kashmir tidak pernah jadi miliknya
seutuhnya, dan kekuasaannya terhadap Kashmir adalah kekuasaan yang sangat
rentan karena Kashmir bisa sewaktu-waktu memutuskan untuk lepas ataupun
direbut kembali.
Sebaliknya, kami menyarankan, India sebaiknya diberi keistimewaan
dalam hal hasil alam Kashmir, sebab hal ini menjadi salah satu foktor pendorong
India sangat menginginkan Kashmir. Kami mengajukan solusi perjanjian
pengelolaan bersama khusus sumber daya alam vital seperti sungai dan
kesempatan investasi, serta berbagai peluang ekonomi bagi India di Kashmir
dengan tetap di bawah kekuasaan pemerintah Pakistan. Bukankah ekonomi adalah
senjata terkuat dunia saat ini???
BAB III
KESIMPULAN
Perebutan wilayah Kashmir merupakan dampak disintegrasi India yang
melahirkan negara Pakistan. Andai saja pada masa lalu, umat Hindu India tidak
bersikap diskriminatif dan menerima keberadaan umat Islam di India mungkin
tidak akan ada disintegrasi India yang kemudian menimbulkan perebutan wilayah
Kashmir. Tetapi, dalam hal ini tidak dapat menyalahkan sejarah dan berdirinya
Pakistan. Pembentukan negara Pakistan dianggap perlu karena kalau tidak, akan
membuat umat Islam di India merasa terkekang dan tidak dapat hidup dengan
aman dan layak.
Yang harus dipahami adalah secara teoritis, jika mengacu pada sistem
partisi dimana wilayah yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam akan
bergabung dengan Pakistan, sedangkan wilayah yang mayoritas masyarakatnya
beragama Hindu akan bergabung dengan India. Maka Kashmir yang merupakan
masyarakatnya beragama Islam, akan menjadi bagian integral dari Pakistan.
Tetapi perlu diingat pula, akan adanya Instrument of Accession yang
ditandatangani oleh Maharaja Singh, dimana Kashmir akan masuk ke dalam
bagian integral India sebagai syarat permohonan bantuan militer dari India.
Sejak tahun 1948, permasalahan ini telah melibatkan PBB. Sebagai
organisasi tertinggi di dunia, PBB telah berkali-kali mengeluarkan resolusi untuk
melaksanakan referendum. Tetapi hingga akhir tahun 1977, referendum tidak
pernah dilakukan. Sejak adanya Perjanjian Simla, perjuangan Kashmir lebih
mengarah kepada nasionalisme Kashmir dimana menuntut kemerdekaan sebagai
sebuah negara yang berdiri sendiri tanpa bergabung dengan India ataupun
Pakistan. Hal itu dikarenakan salah satu isi perjanjian Simla adalah segala
permasalahan antara India dan Pakistan akan diselesaikan secara bilateral.
Pada akhirnya keterlibatan, usaha dan peran PBB sepertinya terasa sia-sia
dan tidak dihargai karena referendum yang telah diputuskan oleh PBB, tidak
pernah dilaksanakan oleh India dan Pakistan. Padahal keterlibatan PBB
merupakan atas permintaan India dan Pakistan sendiri. Perjanjian Simla yang
disepakati India dan Pakistan, secara tidak langsung membuat melemahnya posisi
resolusi PBB dimata pemerintah serta rakyat India dan Pakistan.
Sebenarnya resolusi PBB memiliki kekuatan di atas Perjanjian Simla
tetapi dengan kekalahan perang yang diterima membuat Pakistan tidak dapat
berbuat apa-apa. PBB sebagai organisasi internasional tertinggi dan berdasarkan
Piagam PBB, seharusnya PBB bisa lebih bertindak maupun menekan India dan
Pakistan untuk melaksanakan referendum. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh
PBB misalkan dengan memberi sangsi kepada India dan Pakistan, misalkan
dengan memberi sangsi atau memblokade India dan Pakistan.
Apabila PBB sebagai organisasi internasional tertinggi tidak dapat
menyelesaikan kasus perebutan wilayah Kashmir antara India dan Pakistan yang
telah terjadi selama puluhan tahun, maka keberadaan dan kegunaan PBB menjadi
dipertanyakan. Bila PBB tidak dapat menyelesaikan suatu konflik yang terjadi di
dunia maka tidak menutup kemungkinan cita-cita dunia yang menginginkan
perdamaian tidak akan terwujud, karena tidak menutup kemungkinan pula jika
aktor-aktor negara akan memilih jalan perang untuk menyelesaikan permasalahan
atau konflik yang sedang dihadapi negaranya.
Oleh karena itu, PBB harus berani bersikap tegas kepada India dan
Pakistan untuk mematuhi solusi-solusi yang diberikan PBB. Diharapkan pula
aktor-aktor non-negara lainnya seperti SAARC dan UNHCR, dapat mendesak
India dan Pakistan untuk membuka diri dan menerima bantuan serta solusi yang
diberikan oleh PBB.
DAFTAR PUSTAKA
Fakih, Mansour.2002.Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi.Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Hendropriyono, A. M., 2009, Terorisme Fundalisme Kristen, Yahudi, Islam, Kompas: Jakarta
Kompas.2007.India, Bangkitnya Raksasa Baru Asia.Jakarta:Penerbit Kompas
Backman, Michael.2008.Asia Future Shock.Jakarta:Ufuk Press