konstruksi baja iirepository.ub.ac.id/4491/1/ahmad habibi.pdf · dan ibu emma yuliani, st., mt.,...

139
ANALISA SEBARAN KUALITAS AIR PADA WADUK SUTAMI DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM WASP 7.1 SKRIPSI TEKNIK PENGAIRAN KONSENTRASI SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA AIR Diajukan untuk memenuhi persyaratan Memperoleh gelar SarjanaTeknik AHMAD HABIBI NIM. 105060407111012 UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK MALANG 2017

Upload: others

Post on 01-Dec-2020

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

ANALISA SEBARAN KUALITAS AIR PADA WADUK SUTAMI

DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM WASP 7.1

SKRIPSI

TEKNIK PENGAIRAN KONSENTRASI SISTEM INFORMASI SUMBER

DAYA AIR

Diajukan untuk memenuhi persyaratan

Memperoleh gelar SarjanaTeknik

AHMAD HABIBI

NIM. 105060407111012

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS TEKNIK

MALANG

2017

Page 2: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

ii

RINGKASAN

Ahmad Habibi. (2017). Analisa Sebaran Kualitas Air Pada Waduk Sutami

Dengan Menggunakan Program WASP 7.1 . Jurusan Pengairan, Fakultas Teknik,

Universitas Brawijaya, Malang. Dosen Pembimbing: Bapak Ir.Moh. Sholichin., Ph.D.

dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D..

Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi

pencemaran serius di perairan waduk Sutami, dimana limbah organik dari

pembuangan limbah industri serta limbah domestik yang tinggi, sehingga melebihi

baku mutu yang diperbolehkan. BOD limbah industri yang seharusnya 50-150 mg/l.

Namun faktanya, sebagian besar industri membuang limbah lebih dari 1.000 mg/l.

Bahkan sebuah pabrik tapioka, BOD-nya 10.441 mg/l. Begitu juga peternakan babi,

yang mencapai 10.551 mg/L. Tingginya nilai BOD ini berpengaruh besar terhadap

pengurangan KOT (Kandungan Oksigen Terlarut) serta menyebabkan mengendapnya

bahan pencemar di dasar bendungan dan terbentuknya kondisi anoksik di perairan

sehingga tercipta kondisi yang sangat sesuai untuk pertumbuhan populasi bakteri serta

pada umumnya ikan akan mati jika kandungan oksigen dalam air lebih rendah dari 1,5

miligram per liter (mg/l).

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan Status mutu air di Waduk Sutami

ditinjau dari peruntukannya. Penentuan status mutu air di Waduk Sutami dilakukan

pada stasiun monitoring terdekat, yaitu Stasiun Monitoring Waduk Sutami Hulu,

Stasiun Monitoring Waduk Sutami Tengah dan Stasiun Monitoring Waduk Sutami

Hilir, dimana pada tiap stasiunnya terdapat 2 sampai 3 titik pemantauan pada

kedalaman tertentu. Dengan menggunakan program software WASP 7.1 bertujuan

untuk menganalisa kualitas air permukaan seperti misalnya waduk sungai, danau, atau

telaga. WASP 7.1 merupakan pengembangan dari program sebelumnya (WASP 6)

yang digunakan untuk menganalisa dan memprediksi kualitas air terkait dengan

fenomena alam maupun polutan yang dibuat oleh manusia dalam berbagai macam

penentuan manajemen polusi air.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, Hasil dari permodelan WASP 7.1

sangat bervariasi, diantaranya ada yang tercemar ringan, tercemar sedang dan

tercemar berat untuk peruntukan kelas 2. Parameter DO merupakan suatu parameter

yang jika nilai konsentrasi parameter menurun menyatakan tingkat pencemaran

meningkat. Kadar parameter DO yang terendah mulai dari tahun 2005 sampai 2010

adalah 4,66 mg/l pada bulan Oktober tahun 2006 di Stasiun Monitoring Waduk

Sutami Hilir Kedalaman 3 (10 m). Kadar parameter NH3-N yang tertinggi mulai dari

tahun 2005 sampai 2010 adalah 0,378 mg/l pada akhir tahun 2009 di Stasiun

Monitoring Waduk Sutami Hilir Kedalaman 3 (10m). Kadar parameter BOD yang

tertinggi mulai dari tahun 2005 sampai 2010 adalah 7,917 mg/l pada akhir tahun 2006

di Stasiun Monitoring Waduk Sutami Hilir Kedalaman 2 (5 m). Konsentrasi polutan

pada waduk berbanding lurus dengan debit inflow yang masuk, karena merupakan

inflow polutan. Pola sebaran polutan yang lebih banyak terkonsentrasi di bagian

tengah waduk. Karena dipengaruhi oleh kecepatan aliran dan kedalaman waduk.

Kata kunci : Mutu Air, WASP 7.1, Polutan Pencemaran Air, Pola Sebaran Polutan,

Waduk Sutami

Page 3: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

SUMMARY

Ahmad Habibi. (2017). Water Quality Distribution Analysis of Sutami Reservoir Using WASP

Program 7.1. Department of Watering, Faculty of Engineering, Universitas Brawijaya, Malang.

Supervisor: Mr. Ir.Moh. Sholichin., Ph.D. and Mrs. Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.

During the last decade, especially in 2004, there has been serious contamination in the

waters of the Sutami reservoir, where organic waste from industrial waste disposal and domestic

waste is high, thus exceeding the permissible quality standards. BOD of industrial waste that

should be 50-150 mg / l. But in fact, most industries dispose waste more than 1,000 mg / l. Even

a tapioca factory, its BOD is 10.441 mg / l. So does the pig farm, which reaches 10,551 mg / L.

The high value of BOD has a significant effect on the reduction of KOT (Dissolved Oxygen

Content) as well as causing precipitation of pollutants at the base of the dam and the formation

of anoxic conditions in the waters so as to create conditions that are very suitable for the growth

of bacterial populations and in general the fish will die if the oxygen content in water low from

1.5 milligrams per liter (mg / l).

This study aims to determine the status of water quality in the Sutami Reservoir in

terms of its designation. Determination of water quality status in Sutami Reservoir is done at the

nearest monitoring station, namely Monitoring Station of Reservoir of Upper Sutami, Central

Sutami Reservoir Monitoring Station and Monitoring Station of Sutami Hilir Reservoir, where at

each station there are 2 to 3 monitoring points at certain depth. Using the WASP 7.1 software

program aims to analyze surface water quality such as river, lake, or lake reservoirs. WASP 7.1

is a development of the previous program (WASP 6) used to analyze and predict water quality

associated with natural phenomena and pollutants made by humans in a variety of water

pollution management determinations

From the result of the research, it can be concluded that the result of WASP 7.1

modeling is very varied, such as lightly polluted, moderately polluted and heavily polluted for

the designation of class 2. The DO parameter is a parameter that if the parameter concentration

value decreases the level of pollution increases. The lowest levels of DO parameters from 2005

to 2010 were 4.66 mg / l in October 2006 in the Depth 3 Sutami Downstream Reservoir

Monitoring Station (10 m). The highest NH3-N parameter content from 2005 to 2010 was 0.378

mg / l at the end of 2009 at the Sutami Hilir Reservoir Monitoring Station Depth 3 (10m). The

highest parameter of BOD from 2005 to 2010 was 7.917 mg / l at the end of 2006 at Sutami Hilir

Reservoir Monitoring Station Depth 2 (5 m). The concentration of pollutants in the reservoir is

directly proportional to incoming inflow inflow, because it is a pollutant inflow. The more

concentrated pollutant distribution patterns are concentrated in the center of the reservoir. It is

influenced by the flow velocity and the depth of the reservoir.

Keywords: Water Quality, WASP 7.1, Water Pollutant, Polluted Pattern, Sutami Reservoir

Page 4: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat, petunjuk dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan proposal

usulan skripsi dengan judul “Analisa Sebaran Kualitas Air Pada Waduk Sutami

Dengan Menggunakan Program WASP 7.1”.

Penyusunan proposal usulan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus

ditempuh oleh mahasiswa Teknik Pengairan Universitas Brawijaya untuk memenuhi

sebagian persyaratan mengajukan skripsi. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan

banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayah, Ibu dan Saudara-saudaraku, terima kasih atas semangat dan perhatian serta

dukungan material dan spiritual.

2. Bapak Ir. Moh. Sholichin., Ph.D. dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. selaku

Dosen Pembimbing yang telah dengan sabar membimbing saya dalam proses

pengerjaan Proposal Usulan Skripsi ini.

3. Bapak Dr. Eng. Donny Harisuseno, ST., MT. Serta Bapak Dian Sisinggih, ST., MT.

Ph.D selaku Dosen Penguji.

4. Teman dan seluruh saudara Pengairan angkatan 2010 yang telah membantu dukungan

baik moril maupun materil.

Dalam penyusunan proposal usulan skripsi ini penulis sadar bahwa masih banyak

kekurangan yang perlu diperbaiki sehingga saran dan kritik yang membangun sangatlah

diperlukan. Jika ada kelebihan dari proposal usulan skripsi ini semata-mata datangnya dari

Allah SWT dan jika ada kekurangan semata-mata datangnya dari penulis. Akhirnya,

penulis ucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat. Amin.

Malang, 28 Agustus 2017

Penulis

Page 5: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Identifikasi Masalah 4

1.3 Batasan Masalah 6

1.4 Rumusan Masalah 7

1.5 Tujuan dan Manfaat 7

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Umum 9

2.2 Waduk 9

2.3. Proses Pencemaran Air 10

2.4. Sumber-sumber Pencemaran Air 11

2.5. Standar Kualitas Air 12

2.6. Klasifikasi Eutrofikasi 13

2.7. Indikator Potensial yang Harus Dikontrol 17

2.8. Parameter Analisa Kualitas Air 17

2.8.1. Parameter Fisika 18

2.8.1.1. Padatan Total 18

2.8.1.2. Warna 18

2.8.1.3. Bau 19

2.8.1.4. Suhu 19

2.8.2. Parameter Kimia 19

2.8.2.1. Biological Oxygen Demand (BOD) 19

2.8.2.2. Dissolved Oxygen (DO) 19

2.8.2.3. Chemical Oxygen Demand (COD) 20

2.8.2.4. pH 20

2.8.2.5. Senyawa Anorganik 20

2.8.2.6. Senyawa Organik 20

2.8.3. Parameter Biologi 21

Page 6: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

iii

2.9. Water Quality Analysis Simulation Program Versi 7.1 21

2.9.1. Dasar Permodelan Kualitas Air 21

2.9.2. Persamaan Umum Keseimbangan Massa 22

2.9.3. Jaringan Sistem Permodelan 24

2.9.4. Skema Transportasi Sistem 26

2.9.5. Proses-proses Transportasi 27

2.9.6. Geometri Hidrolik 29

2.9.7. Oksidasi Carbonaceous 33

2.9.8. Nitrifikasi 35

2.9.9. Denitrifikasi 35

` 2.9.10. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO) 35

2.9.11. Reaerasi 36

2.9.12. Gambaran dari Eutrofikasi WASP 7.1 40

2.9.13. Siklus Fosfor 40

2.9.14. Siklus Nitrogen…………………………………………………..40

2.9. Definisi Toolbar 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Deskripsi Daerah Studi 57

3.2. Sistematika Pengerjaan Skripsi 60

3.2.1. Pengumpulan Data 60

3.2.2. Langkah-langkah Penyelesaian Masalah Studi 61

3. 3. Implementasi WASP 7.1 62

3.4. Simulasi WASP 7.1 64

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Daerah Penelitian………………………………………………………....67

4.1.1. Umum…………………………………………...........................................67

4.1.2. Industri di Sekitar Daerah Penelitian…………………..............................67

4.1.3. Lokasi Detail Stasiun Monitoring Penelitian………………………...……68

4.2. Pengolahan Data…………………………………………………………………...69

4.2.1. Data Kualitas Air……………………………………………………..,…...70

4.2.2. Data Pola Operasi Waduk…………………………………………………71

Page 7: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

iv

4.2.3.Data Klimatologi…………………………………………………………...74

4.2.4. Pembangunan Segmen…………………………………………………….74

4.3. Perhitungan Hidrolika……………………………………………………………...81

4.4. Simulasi Pemodelan……………………………………………………………….82

4.4.1. Simulasi WASP 7.1…………………………………………………..........82

4.4.2. Tahapan Simulasi Program WASP 7.1…………………………………....83

4.4.2.1. Penentuan Jenis Aliran dan Tahapan Waktu Permodelan………....83

4.4.2.2. Pemasukkan Data Input………………………………………………….84

4.4.2.2.1. Segmentasi……………………………………………………....84

4.4.2.2.2. Faktor Skala Parameter Segmen…………………………………85

4.4.2.2.3. Exchange………………………………………………………...85

4.4.2.2.4. Flows……………………………………………………….........86

4.4.2.2.5. Boundaries……………………………………………………….87

4.4.2.2.6. Loads……………………………………………………….. …..88

4.4.2.2.7. Kostanta………………………………………………………….88

4.4.2.3. Simulasi Model………………………………………………………….89

4.5. Pembahasan Hasil Pemodelan……………………………………………………..89

4.5.1. Data Mutu Air DO (Dissolved Oxygen)………………………………….123

4.5.2. Data Mutu Air NH3_N………………………………………………..…..123

4.5.2. Data Mutu BOD…….……………………………………………………124

4.6. Kelebihan da Kekurangan WASP 7.1……………………………………………124

4.6.1. Kelebihan Program WASP 7.1…………………………………………..124

4.6.2. Kekurangan Program WASP 7.1………………………………………...124

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan……………………………………………………………………….125

5.2. Saran……………………………………………………………………………...125

DAFTAR PUSTAKA

Page 8: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Metoda Riding dan Rast 3

Tabel 2.1. Kategori Status Trofik Wetzel’s 13

Tabel 2.2. Kriteria Klasifikasi Status Trofik untuk Perairan Danau dan Waduk 14

Tabel 2.3. Kategori Status Trofik Danau menurut Metode UNEP-ILEC 15

Tabel 2.4. Kategori Status Trofik Danau Menurut Metode Carlson 16

Tabel 2.5. Comparison of Hydraulics Exponents 32

Tabel 2.6. Koefisien Reaerasi Pada 20°C 39

Tabel 4.1. Data Kualitas Air Stasiun Monitoring Waduk Sutami Tahun 2005…...70

Tabel 4.2. Data Pola Operasi Waduk Sutami Tahun 2005………………………...71

Tabel 4.3. Data Klimatologi Waduk Sutami 2005…………………………………73

Tabel 4.4. Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Kemarau Tahun 2005….......74

Tabel 4.5.Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Penghujan Tahun 2005……..75

Tabel 4.6.Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Kemarau Tahun 2006………75

Tabel 4.7.Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Penghujan Tahun 2006……..76

Tabel 4.8.Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Kemarau Tahun 2007………76

Tabel 4.9.Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Penghujan Tahun 2007……..77

Tabel 4.10.Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Kemarau Tahun 2008……..77

Tabel 4.11.Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Penghujan Tahun 2008……..78

Tabel 4.12.Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Kemarau Tahun 2009……..78

Tabel 4.13.Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Penghujan Tahun 2009……..79

Tabel 4.14.Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Kemarau Tahun 2010……..79

Tabel 4.15.Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Penghujan Tahun 2010……..80

Tabel 4.16.Perhitungan Kecepatan Aliran……………………………………….....81

Tabel 4.17 Hasil Simulasi WASP Pada Tahun 2005………………………………92

Tabel 4.18. Hasil Simulasi WASP Pada Tahun 2006………………………………95

Tabel 4.19. Hasil Simulasi WASP Pada Tahun 2007……………………………...98

Tabel 4.20. Hasil Simulasi WASP Pada Tahun 2008……………………………...101

Tabel 4.21. Hasil Simulasi WASP Pada Tahun 2009……………………………...104

Tabel 4.22. Hasil Simulasi WASP Pada Tahun 2010…………………………….107

Tabel 4.23. Rekapitulasi Amonia Pada Konstanta Data…………………………….121

Tabel 4.24. Rekapitulasi Nitrogen Pada Konstanta Data…………………………….121

Page 9: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

vi

Tabel 4.25. Rekapitulasi Dissolved Oxygen (DO) Pada Konstanta Data………….122

Tabel 4.26. Rekapitulasi Biologycal Oxygen Demand Pada Konstanta Data………122

Page 10: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Struktur Pemodelan Data Pada WASP 7.1 22

Gambar 2.2. Sistem Koordinasi Untuk Persamaan Kesetimbangan Massa 23

Gambar 2.3. Skema Segmentasi Model 25

Gambar 2.4. Distribusi Frekuensi Nilai Variabel Kualitas

yang Diteliti dan Dikalkulasi 26

Gambar 2.5. Tampilan Flow Option 28

Gambar 2.6. Tampilan Segmen 30

Gambar 2.7. Siklus CBOD pada Ekosistem Air 34

Gambar 2.8. Tampilan Layar Menu Utama……………………………………………41

Gambar 2.9. Tampilan Menu Open Project…………………………………………...42

Gambar 2.10. Tampilan Menu Eksekusi Model……………………………………….43

Gambar 2.11. Tampilan Menu WASP Post-Prosesso…………………………………44

Gambar 2.12. tampilan Menu Parametirisasi Model…………………………………..45

Gambar 2.13.Tampilan Menu Tahapan Waktu………………………………………..46

Gambar 2.14. Tampilan Menu Pengecekan Validitas Data Masukan…………………47

Gambar 2.15. Tampilan Menu Definisi Segmen………………………………………48

Gambar 2.16. Tampilan Menu Sistem Permodelan……………………………………49

Gambar 2.17. Tampilan Menu Skala Permodelan,,,,,,,,,,,,,,,,…………………………..50

Gambar 2.18. Tampilan Menu Data Konstan………………………………………….51

Gambar 2.19. Tampilan Menu Muatan Limbah……………………………………….52

Gambar 2.20. Tampilan Menu Tahapan Waktu Data Lingkungan…………………... .53

Gambar 2.21. Tampilan Menu Data Dispersi………………………………………….54

Gambar 2.22. Tampilan Menu Data Debit……………………………………………..55

Gambar 3.1. Diagram Alir Pengerjaan Skripsi………………………………………...65

Gambar 4.1. Lokasi Stasiun Monitoring………………………………………………67

Gambar 4.2. Sketsa Lokasi Detail Stasiun Monitoring Penelitian…………………….68

Page 11: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

viii

Page 12: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Air bersih merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi makhluk hidup, khususnya

manusia. Banyak kegiatan manusia sehari–hari yang menggunakan air, seperti mandi,

mencuci, makan, minum, dan lain-lain. Bahkan juga tidak sedikit pekerjaan atau mata

pencaharian yang sangat mengandalkan air, yakni usaha pertanian, perikanan, peternakan, dan

lain-lain. Oleh karena itu, sangat beralasan jika mengatakan air merupakan nyawa dari

kehidupan itu sendiri.

Jumlah air yang berada di bumi ini adalah sebesar 1,4 milyar km3, yang terdiri dari 97%

air laut, 2% es, 0,989% air tanah, 0,01% air permukaan dan 0,001% berupa uap. (CD.

Soemarto :1995). Dari data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah air yang biasa digunakan

untuk keperluan sehari–hari hanyalah sebagian kecil saja. Oleh sebab itu, penggunaan air

harus dilakukan dengan bijak dan harus memperhatikan keadaan sekitar. Seiring berjalannya waktu dan meningkatnya peradaban, jumlah penduduk, khususnya di

Indonesia semakin meningkat. Hal ini menyebabkan kebutuhan air baku juga akan semakin

meningkat. Selain berimbas pada kuantitas sumberdaya air, meningkatnya jumlah penduduk

juga akan berakibat pada menurunnya kualitas air yang ada. Ini disebabkan dengan adanya

disfungsi lahan yang berakibat tercemarnya sumberdaya air. Faktor Sumber Daya Manusia (SDM) negara-negara berkembang pada umumnya yang

kurang mempedulikan lingkungan disebabkan hanya fokus pada kegiatan ekonomi semata.

Masyarakat hanya fokus cara bagaimana dapat bertahan hidup ditengah segala keterbatasan

yang ada, dan tidak memperhatikan kualitas air yang mereka gunakan. Selama kebutuhan

akan air terpenuhi maka kualitas menjadi prioritas akhir yang diperhatikan. Dengan kata lain,

saat ini masyarakat lebih mementingkan kuantitas daripada kualitas air yang digunakan,

selama bagi mereka dirasa tidak menyebabkan sesuatu yang berarti dalam jangka waktu yang

singkat, seperti misalnya penyakit yang meyerang kulit. Akibatnya adalah pencemaran terus

menerus berlanjut tanpa adanya tindakan penanggulangan yang berarti. Pencemaran itu dapat

terjadi baik pada air permukaan maupun air tanah.

1

Page 13: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

2

Waduk (reservoir, storage) adalah kolam tendon air buatan manusia sebagai akibat

dibangunnya bendungan disungai dengan ukuran yang besar (Soedibyo:1993). Suatu waduk

penampung atau waduk konservasi dapat menahan kelebihan air pada masa-masa aliran air

tinggi untuk digunakan selama masa-masa kekeringan. Waduk Sutami yang mempunyai arti

sangat penting dalam aspek sosial ekonomi dengan fungsi penyediaan air baku bagi PDAM,

pertanian, industri, tenaga listrik, dan pariwisata bagi masyarakat Kabupaten Malang dan

sekitarnya mengalami penurunan kualitas setiap tahun nya. Penyebabnya seperti yang telah

dijelaskan diatas, yakni pencemaran akibat limbah rumah tangga, industri, jasa, serta drainase

persawahan. Efek dalam waktu singkat pencemaran adalah misalnya penyakit yang menyerang kulit

akibat kandungan air yang buruk. Sedangkan efek dalam jangka waktu yang panjang adalah

kandungan berbahaya pada air yang dapat merusak sel-sel tubuh kita sehingga dapat

mengalami disfungsi kerja organ tubuh, misalnya air yang memiliki kadar kimiawi buruk

dapat menyebabkan disfungsi sistem pencernaan secara perlahan. Peningkatan kualitas air

merupakan wujud dari peningkatan kualitas kesehatan masyarakat. Dengan memperhatikan

air yang dikonsumsi oleh masyarakat maka akan tercipta suatu masyarakat yang bersih dan

sehat. Demikian halnya dengan fungsi keberadaan Waduk Sutami seperti yang telah

dijelaskan diatas, sehingga untuk pemenuhan fungsi tersebut agar optimal maka diperlukan

kegiatan pemantauan kondisi kualitas air secara berkelanjutan. Perkembangan teknologi yang semakin pesat ini membawa dampak positif bagi

peradaban manusia. Salah satunya adalah penggunaan komputer beserta program-

progaramnya (software) yang memudahkan penyelesaian sebagian masalah kehidupan sehari-

hari. Begitu juga dengan pemantauan masalah kualitas air waduk yang dapat dianalisa dengan

bantuan software, sehingga dapat menggambarkan kualitas air lebih akurat serta pada

akhirnya dapat menyelesaikan masalah dengan tepat dan benar. WASP 7.1 (Water Quality Analysis Program versi 7.1) adalah satu software yang

didesain untuk menganalisa kualitas air permukaan seperti misalnya waduk sungai, danau,

atau telaga. WASP 7.1 merupakan pengembangan dari program sebelumnya (WASP 6) yang

digunakan untuk menganalisa dan memprediksi kualitas air terkait dengan fenomena alam

maupun polutan yang dibuat oleh manusia dalam berbagai macam penentuan manajemen

polusi air. Program ini

Page 14: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

3

adalah program modeling dinamis untuk system akuatik, termasuk kolom air dan bentos.

Prinsip dasar yang digunakan adalah kekekalan massa. Volume air dan parameter kualitas air

yang dipelajari prinsip penelusuran dan perhitungannya dalam jangka waktu dan ruang yang

lama menggunakan persamaan keseimbangan massa. Program hidrodinamik juga menjaga

momentum atau energi melalui ruang dan waktu. Program dasar menampilkan proses yang

dilakukan dalam banyak interval waktu yang meliputi adveksi,dispersi,muatan poin dan non

poin, serta pertukaran batas. Proses kualitas air ditampilkan dalam penelusuran kinetik baik

yang diambil dari referensi maupun yang ditulis sendiri oleh pengguna program ini. WASP

dibuat untuk memudahkan pergantian dari penelusuran kinetik ke bentuk keseluruhan untuk

membentuk pemodelan masalah yang lebih spesifik. WASP dibuat untuk pemodelan 2

macam kualitas air yaitu TOXI untuk polutan beracun dan EUTRO untuk kualitas air pada

umumnya (DO,BOD,eutrofokasi).

Eutrofikasi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yakni Eu= baik dan

Trophe = makanan. Kedua kata tersebut bila disatukan diartikan sebagai pemberi makanan

yang baik atau penyuburan. Proses penyuburan perairan waduk dan . Eutrofikasi alamiah

adalah eutrofikasi yang terjadi secara alamiah atau tanpa pengaruh aktifitas manusia,

sedangkan eutrofikasi cultural adalah eutrofikasi yang dipengaruhi oleh limbah penduduk,

limbah pertanian, limbah industry idan sebagainya.

Menurut Sulastri, dkk (2004) menggunakan metoda Riding dan Ras tuntuk

menentukan trofik Waduk Sutami di Malang, seperti terlihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1.Kriteria Klasifikasi Status Trofik Untuk Perairan dan Waduk (Ryding and

Rast, 1989)

Parameter Status Trofik

Oligotrofik Mesotrofik Eutrofik Hipereutrofik

Total Fosfor (ug/L)

Rata-rata 8,0 26,7 84,4 -

Kisaran 3,0 – 17,7 10,9 – 95,6 16,2 - 386 750 - 1200

Jumlah contoh (n) 21 21 71 -

Total Nitrogen (ug/L)

Rata-rata 661 753 1875 -

Page 15: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

4

Parameter Status Trofik

Oligotrofik Mesotrofik Eutrofik Hipereutrofik

Kisaran 307- 1630 361 – 1387 393 – 6100 -

Jumlah contoh (n) 22 8 37 -

Kedalaman Secchi (m)

Rata-rata 9,9 4,2 2,45 -

Kisaran 5,4 – 28,3 1,5 – 8,1 1,5 – 7,0 0,4 – 0,5

Jumlah contoh (n) 13 20 70 -

Sumber: Sulastri, dkk. (2004)

1.2. Identifikasi Masalah

Bendungan Sutami (Bendungan Karangkates) berada pada Kali Brantas , 14 km di hilir

bendungan Segguruh dan 35 km disebelah selatan Kota Malang. Bendungan Sutami

dibangun dengan tujuan selain untuk pengendali banjir di Kabupaten Malang, pembangkit

tenaga listrik, pemberian air irigasi,perikanan darat, dan pariwisata, terutama adalah untuk

menyediakan pasokan air baku untuk wilayah Malang dan sekitarnya. Kualitas air Kali

Brantas sebagai sumber utama inflow utama di waduk ini juga mempengaruhi kualitas air

tampungan dan outflow yang pada akhirnya digunakan untuk berbagai keperluan masyarakat

tersebut. Secara umum limbah yang masuk ke sungai dapat dibagi menjadi dua macam, dari

sumber pencemaran yang dapat diketahui dengan pasti asalnya (Point-Sourcess Pollutant)

antara lain adalah daerah perumahan, perdagangan, perkantoran, dan industri. Termasuk

kategori ini adalah juga air limbah domestik dan air limbah industri. Limbah domestic

merupakan limbah yang berasal dari daerah perumahan, perkantoran, dan pertanian. Limbah

industri berasal dari kawasan industri, baik industri besar yang diwajibkan mengelola

limbahnya sebelum dibuang ke sungai maupun industri sedang dan industri kecil yang tidak

diwajibkan mengelola limbahnya terlebih dahulu. Dari sumber pencemar yang tidak dapat

diketahui dengan pasti asalnya (Non Point-Sourcess Pollutant) antara lain adalah kawasan

pertanian, perkebunan, dan areal hutan. Limbah pertanian adalah limbah yang berasal dari

lahan pertanian yaitu salah satunya yang disebabkan oleh proses pemberian pupuk peptisida.

Pembahasan pada tugas akhir ini adalah difokuskan pada analisa kadar BOD (Biologycal

Oxygen Demand), DO (Dissolved Oxygen), Nitrogen (N), dan

Page 16: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

5

Phosphor (P) di Waduk Sutami Kabupaten Malang. BOD adalah jumlah oksigen yang

dibutuhkan oleh bakteri dalam menyeimbangkan zat-zat organik yang dapat dibusukkan

dibawah keadaan aerobik, DO adalah kadar oksigen terlarut dalam air, N adalah kadar

oksigen dalam air, dan P adalah kadar unsur Phosphor dalam air. Selama perjalanan umur

Waduk Sutami, tentunya resiko bencana dan masalah akan tetap menyertai keberadaan waduk

itu sendiri, seperti makin meningkatnya jumlah polutan yang masuk ke Waduk Sutami.

Pencemaran ini diakibatkan pembuangan limbah yang dibuang ke sungai dan juga akibat dari

limbah yang berasal dari lahan pertanian yaitu sawah yang akhirnya masuk kedalam waduk.

Kandungan kualitas air sebelumnya memasuki sawah (irigasi) dan setelahnya (drainasi) tentu

berbeda karena bermacam-macam proses yang terjadi di sawah.Menurut lembaga kajian

ekologi dan konservasi lahan basah, selama tiga tahun terakhir telah terjadi pencemaran serius

di perairan waduk Sutami, dimanalimbah organik dari pembuangan limbah industri serta

limbah domestik yang tinggi, sehingga melebihi baku mutu yang diperbolehkan. BOD

limbahindustri yang seharusnya 50-150 mg/l. Namun faktanya, sebagian besar industry

membuang limbah lebihdari 1.000 mg/l. Bahkan sebuah pabrik tapioka, BOD-nya 10.441

mg/l. Begitu juga peternakan babi, yang mencapai 10.551 mg/L. Tingginya nilai BOD ini

berpengaruh besar terhadap pengurangan KOT (Kandungan Oksigen Terlarut) serta

menyebabkan mengendapnya bahan pencemar di dasar bendungan dan terbentuknya kondisi

anoksik di perairan sehingga tercipta kondisi yang sangat sesuai untuk pertumbuhan populasi

bakteri serta pada umumnya ikan akan mati jika kandungan oksigen dalam air lebih rendah

dari 1,5 miligram per liter (mg/l)(http://www.terranet. or.id/tulisandetil, 26 April 2016).

Mutu air pada sumber air dapat ditentukan dari beberapa parameter diantaranya

parameter fisika, kimia dan biologis. Layak atau tidaknya air tampungan waduk yang akan

digunakan untuk konsumsi sehari-hari, tidak bisa hanya dilihat dari warna dan baunya yang

merupakan parameter fisika saja, melainkan perlu dilakukan penelitian tentang polutan yang

mana banyak terkandung parameter kimia dan biologi dalam air yang tercemar tersebut.

Monitoring mutu air di sungai Brantas dilakukan oleh beberapa pihak, salah satunya dari

pihak pemerintah yaitu Perum Jasa Tirta I. Perum Jasa Tirta I melakukan pemantauan

terhadap mutu air di sungai Brantas yang merupakan

Page 17: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

6

sumber dari waduk Sutami secara rutin. Beberapa hasil monitoring yang telah dilakukan antara

lain adalah terdapat enam buah industri di kabupaten Malang yang membuang limbah langsung

kewaduk diantaranya PG. Kebonagung (gula), PT. Penamas (rokok), UD. Singkong Artha M. (tapioka), PT. Naga Mas (tapioka), PT. Babi

Sempulur (ternak babi), PT. Babi Delta (ternak babi).

Agar tidak terjadi permasalahan seperti yang terjadi pada waduk-waduk lain seperti

misalnya eutrofikasi di masa datang, maka perlu diadakan studi analisa kualitas air pada

Waduk Sutami. Dalam studi tugas akhir ini digunakan model simulasi WASP 7.1 untuk

menganalisa kondisi beban pencemar yang berada pada waduk atau tampungan sehingga

dapat mengetahui pola penyebaran polutan dan menentukan kondisi ideal sesuai standar yang

berlaku.

1.3. Batasan Masalah Pembahasan dalam penelitian ini difokuskan pada perbandingan parameter-parameter

kualitas air hasil uji sampel dari laboratorium dan yang dilakukan melalui perhitungan

statistika serta pola penyebaran masing-masing parameter. Batasan permasalahan yang

diambil adalah antara lain :

1. Daerah studi adalah Waduk Sutami yang aliran inflownya berasal dari Kali Brantas

yang merupakan Daerah Aliran Sungai (DAS). 2. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diambil dari hasil uji laboratorium

kualitas air Waduk Sutami. Pengambilan sampel dilakukan pada waduk bagian hulu,

tengah, dan hilir oleh Perum Jasa Tirta I dalam kurun waktu bulan Januari tahun

2004 sampai dengan bulan Desember tahun 2014 3. Acuan penentuan kualitas air waduk yang digunakan adalah Peraturan Pemerintah

No.82 tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran

Air. 4. Parameter yang dikaji adalah :

a) Kandungan Oksigen Biologi (BOD) b) Kadar Oksigen Terlarut (DO) c) Nitrogen (N) d) Phosphor (P)

5. Perangkat lunak yang digunakan adalah Water Quality Analysis Simulation Program

versi 7.1 (WASP 7.1)

Page 18: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

7

6. Tidak membahas penyusunan dasar program WASP 7.1 tetapi teori dasar

aplikasinya akan dijelaskan. 7. Proses kalibrasi hasil pemodelan mengacu pada data sekunder yang diambil dari

hasil uji laboratorium kualitas air Waduk Sutami. 8. Rumus-rumus yang dipakai dalam perhitungan ini dianggap sudah memenuhi

(universal) dan teruji kebenarannya berdasarkan metode ilmiah. 9. Tidak membahas analisa ekonomi akibat pencemaran. Hal ini dikarenakan studi ini lebih

ditekankan pada aspek pengaruh beban pencemaran terdahadap waduk.

1.4. RumusanMasalah Dari batasan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka permasalahan dalam

penyusunan skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah tingkat pencemaran di Waduk Sutami berdasarkan klasifikasi PP No.

82 Tahun 2001sesuaihasil WASP 7.1? 2. Bagaimanakah pola sebaran polutan DO, BOD, N, P, di Waduk Sutami pada musim

penghujan dan kemarau pada tahun 2005 sesuai hasil pemodelan WASP 7.1? 3. Berapakah total daya tampung beban pencemaran waduk Sutami?

1.5. Tujuan dan Manfaat Tujuan dilakukannya analisa aliran BOD, DO, N, P, pada Waduk Sutami ini adalah

untuk mengetahui pola sebaran BOD, DO, N, P , di Waduk Sutami. Dengan didapatkannya

pola sebaran BOD, DO, N, P, di waduk, maka tingkat pencemaran waduk akan dapat

diketahui dan dapat diambil suatu kesimpulan pada bagian waduk manakah yang berpotensi

untuk terjadi eutrofikasi. Hal itu dapat memudahkan tindakan preventif terhadap terjadinya

eutrofikasi pada Waduk Sutami. Manfaat yang dapat diambil dari penyusunan tugas akhir ini adalah dapat mengetahui

simulasi konsentrasi BOD, DO, N, P, di Waduk Sutami medio bulan Januari sampai bulan

Desember tahun 20005. Selain itu juga dapat memberikan gambaran mengenai aplikasi

program WASP 7.1 untuk analisa kualitas air badan air lainnya di massa yang akan datang.

Page 19: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

8

Halaman Ini Sengaja Dikosogkan

Page 20: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

9

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Umum

Kualitas Air adalah istilah yang menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air

untuk penggunaan tertentu, misalnya: air minum, perikanan, pengairan/irigasi, industri,

rekreasi dan sebagainya (Barus, 2003). Mutu dan karakteristik air ini ditunjukkan oleh

jenis dan sifat-sifat bahan-bahan yang terkandung didalamnya. Bahan-bahan tersebut,

dalam bentuk padat, cair, maupun gas, terlarut maupun tak terlarut, secara alamiah

mungkin sudah terdapat didalam air dan diperoleh selama air mengalami siklus

hidrologi. Dengan demikian mutu dan karateristik kualitas air ditentukan oleh kondisi

air itu berada.Aktivitas manusia dalam memanfaatkan Sumber Daya Air(SDA) dan

lingkungan dalam hal ini air waduk yg berasal dari sungai, seringkali menghasilkan

dampak pencemaran. Terlebih lingkungan juga tidak mempunyai kemampuan untuk

menangani masalah pencemaran air tersebut.Peduli kualitas air adalah mengetahui

kondisi air untuk menjamin keamanan dan kelestarian dalam penggunaannya. Kualitas

air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut.

Pengujian yang biasa dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, atau uji kenampakan

(bau dan warna) (Barus, 2003).

2.2 Waduk

Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan

cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang

https://ml.scribd.com/doc/118809688/waduk, 26 April 2016. Pembendungan sungai

menyebabkan adanya zona-zona yang secara longitudinal meliputi zona mengalir

(riverine), zona transisi, dan zona tergenang(lakustrin).Tiap zona menghasilkan

dinamika sifat fisik, kimiawi, dan biologi waduk yang spesifik (Wetzel,

2001).Jubaedah, (2006) menambahkan bahwa, perubahan sistem tergenang tersebut

diduga menyebabkan perubahan komposisi jenis dan populasi ikan. Waduk penampang

atau waduk konservasi dapat menahan kelebihan air pada masa-masa aliran air tinggi

dan untuk digunakan selama masa-masa kekeringan. Disamping itu waduk konservasi

ini juga dapat memperkecil kerusakan banjir di hilir waduk. Berapapun ukuran suatu

waduk atau apapun tujuan akhir dari pemanfaatan airnya, fungsi utama suatu waduk

adalah untuk menstabilkan aliran air, baik dengan cara pengaturan persediaan air yang

Page 21: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

10

berubah-ubah pada suatu sungai alamiah, maupun dengan cara memenuhi kebutuhan

yang berubah-ubah dari para konsumennya (Linsley, 1985:143).

2.3 Proses Pencemaran Air

Pencemaran air merupakan proses berubahnya kualitas air akibat masuknya

bahan pencemar ke badan air. Bahan pencemar ini dapat berupa bahan padat maupun

bahan cair baik itu organik, maupun anorganik. Pada dasarnya proses pencemaran air ini

terdiri atas 4 tahap, yaitu :

1. Proses Degradasi

Pada tahap ini terjadi proses dekomposisi atau penguraian. Dalam proses ini

dibutuhkan oksigen, sehingga kadar oksigen terlarut dalam air akan cepat

berkurang dan menjadi 40% saja. Akibatnya air menjadi kotor dan keruh,

sehingga sinar matahari tidak dapat masuk kedalam air.

2. Proses Dekomposisi

Pada tahap ini oksigen terlarut akan turun dari 40% menjadi 0%. Apabila

pencemaran air tidak berlanjut, DO akan naik lagi sampai 40% sehingga

mungkin tidak ada ikan yang dapat hidup. Warna air akan menjadi keabu-abuan

atau lebih gelap dari tahap pertama. Suasana keracunan sudah mulai terlihat

sangat parah, sebaliknya mikroorganisme yang tergolong Organic Composer

mulai aktif memproses dekomposisi. DO akan meningkat lagi sedikit demi

sedikit bila proses dekomposisi berkurang. Bila pencemaran berlangsung terus

tanpa henti, maka proses dekomposisi berjalan cepat.

3. Proses Rehabilitasi

DO terlarut akan meningkat lebih besar. Kehidupan air secara mikroskopis

mulai terlihat, air lebih jernih dari tahapan sebelumnya. Jamur-jamur mulai

hilang dan Algae mulai tampak kembali.

4. Proses Penjernihan

Pada proses ini ditandai dengan meningkatnya oksigen terlarut secara maksimal

sampai jenuh. Hal ini terjadi antara lain akibat proses fontosintesia dan proses

pernafasan yang membebaskan oksigen dan terlarutnya oksigen dari atmosfer

kedalam air yang selanjutnya keadaan badan air akan pulih kembali.

Page 22: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

11

2.4. Sumber-sumber Pencemaran Air

Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal.Salah satunya penyebab

pencemaran air adalah aktivitas manusia yang menciptakan limbah (sampah)

pemukiman atau limbah rumah tangga.Limbah pemukiman mengandung limbah

domestik yang berupa sampah organik dan sampah anorganik serta deterjen. Sampah

organik yaitu sampah yang dapat diuraikan atau dibusukkan oleh bakteri contoh: sisa

sayuran, buah-buahan, dan daun-daunan. Sampah anorganik ini tidak dapat diuraikan

oleh bakteri (non biodegrable) contoh: kertas, plastik, gelas atau kaca, kain, kayu-

kayuan, logam, karet, dan kulit.Selain sampah organik dan anorganik, deterjen

merupakan limbah pemukiman yang paling potensial mencemari air.Kenyatannya pada

saat ini hampir semua rumah tangga menggunakan deterjen.

Penyebab lainnya juga berasal dari limbah industri. Industri membuang berbagai

macam polutan ke dalam air antara lain: logam berat, toksin,minyak, nutrien, dan

padatan. Air limbah tersebut memiliki efek termal, terutama yang dikeluarkan oleh

pembangkit listrik, yang dapat juga mengurangi oksigen dalam air.Untuk mengetahui

tingkat pencemaran air dapat dilihat melalui besarnya kandungan O2 yang terlarut. Ada

dua cara yang digunakan untuk menentukan kadar oksigen dalam air, secara kimia

dengan COD (Chemical Oxygen Demand) dan BOD (Biochemical Oxygen

Demand)secara biologi. Makin besar harga BODsemakin tinggi pula tingkat

pencemarannya (sentra-edukasi, 2010).

Air limbah tersebut memiliki harga BOD yang tinggi, sehingga dapat diketahui

bahwa air tersebut telah tercemar limbah berat.Selain diakibatkan oleh limbah

pemukiman (rumah tangga) sumber atau penyebab pencemaran air juga disebabkan oleh

limbah pertanian dan di beberapa tempat tertentu diakibatkan oleh limbah

pertambangan.

Limbah pertanian berupa sisa, tumpahan ataupun penyemprotan yang berlebihan

misalnya dari pestisida dan herbisida. Begitu juga pemupukan yang berlebihan. Limbah

pestisida dan herbisida mempunyai sifat kimia yang stabil, yaitu tidak terurai di alam

sehingga zat tersebut akan mengendap di dalam tanah, dasar sungai, danau serta laut

dan selanjutnya akan mempengaruhi organisme-organisme yang hidup di dalamnya.

Pada pemakaian pupuk buatan yang berlebihan akan menyebabkan eutrofikasi pada

badan air/perairan terbuka.

Akibat dari pencemaran air :

Page 23: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

12

Jika air disekitar lingkungan masyarakat tercemar, dapat mengakibatkan

(1) kekurangan sumberdaya air

(2) menjadi sumber penyakit

(3) terganggunya lingkungan hidup, ekosistem, dan keanekaragaman hayati

Limbah yang terus-menerus meningkat, akan mengakibatkan air semakin

tercemar dan akan sulit bagi masyarakat untuk mendapatkan air bersih karena air yang

tercemar akan meresap ke dalam tanah. Air tanah tersebut merupakan sumber dari air

sumur di rumah masyarakat, dan apabila masyarakat mengkonsumsi air tersebut akan

mengakibatkan penyakit. Air yang tercemar tidak hanya masuk dalam tanah, tetapi juga

mengalir pada sungai bahkan laut dan mengakibatkan terganggunya lingkungan hidup,

ekosistem, dan keanekaragaman hayati.

2.5. Standar Kualitas Air

Secara kimiawi, air adalah zat cair yang terbentuk oleh molekul Hidrogen dan

Oksigen dengan rumus kimiawi H2O. Dalam penggunaannya air untuk aktivitas

manusia misalnya untuk pertanian atau air minum harus disesuaikan dengan baku mutu

yang telah ditetapkan. Baku mutu air adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat

atau polutan terdapat dalam air, namun air tetap berfungsi sesuai dengan tujuan

penggunaannya semula. Baku mutu air buangan dibuat dalam standar air buangan

(effluent standart), yaitu karakteristik air yang diisyaratkan bagi air buangan yang akan

disalurkan ke sumber air, sawah, tanah, dan tempat lainnya, didalam penyusunannya

telah dipertimbangkan pengaruh terhadap pemanfaatan sumber air yang menampungnya

dan faktor ekonomis pengolahan air buangannya.

Untuk mengendalikan pencemaran lingkungan, khususnya pencemaran terhadap

air, maka telah ditetapkan penggolongan dan baku mutu air, yaitu Peraturan Pemerintah

No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran

Air. Dalam peraturan tersebut terbagi dalam empat kelas dan parameter yang ditentukan

dibedakan yaitu secara fisik, bahan kimia anorganik, mikrobiologi, radioaktifitas, dan

bahan kimia organik. Berdasarkan keputusan tersebut, menurut peruntukannya air

digolongkan menjadi :

1. Air Kelas I

Air kelas I adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air

minum, dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan

kegunaan tersebut.

Page 24: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

13

2. Air Kelas II

Air kelas II adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana /

sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan tawar, peternakan, air untuk mengairi

pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang

sama dengan kegunaan tersebut.

3. Air Kelas III

Air kelas III adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk

pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk pertanaman, dan atau

peruntukan lain yang sama dengan kegunaan tersebut.

4. Air Kelas IV

Air Kelas IV adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi

pertanaman, dan atau peruntukan lain mempersyaratkan mutu air yang sama

dengan kegunaan tersebut.

2.6.Klasifikasi Eutrofikasi

Eutrofikasi berasal dari bahasa Junani yang terdiri dari dua kata yakni Eu = baik

dan Trophe = makanan. Kedua kata tersebut bila disatukan diartikan sebagai pemberi

makanan yang baik atau penyuburan.Proses penyuburan perairan waduk dandanau dapat

terjadi secara alamiah atau kultural. Eutrofikasi alamiah adalah eutrofikasi yang terjadi

secara alamiah atau tanpa pengaruh aktifitas manusia, sedangkan eutrofikasi kultural

adalah eutrofikasi yang dipengaruhi oleh limbah penduduk, limbah pertanian, limbah

industri dan sebagainya.

Tabel 2.1.Kategori Status Trofk Wetzel’s

Tingkat Trofik

Fosfat Nitrogen PP Klorofil-a

Total Total

mg C/m 3

/hr mg/l

mg/l mg/l

Ultrotrofik 0,001-0,005 0,01-0,25 0,01-0,5

Oligotrofik 50-300 0,3-3

Oligomesotrofik 0,005-0,01 0,25-0,60 250-1000

Mesoeutrofik 0,01 - 0,03 0,50-1,1 2-15

Eutrofik > 1000 10-500

Hypertrofik 0,03-5 0,5-15

Sumber: Brahmana, dkk; PP: Produktifitas Primer. JLP. No. 28 Th. 8 - KW.II, 1993

Page 25: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

14

Eutrofikasi disebabkan oleh proses meningkatnya kadar zat hara, terutama

parameternitrogen dan fosfor, pada air danau dan atau waduk. Wetzel (2001) membagi

tingkat eutrofikasi waduk atau danau dalam beberapa tingkatan yaitu :

mesotrofik,oligotrofik, eutrofik dan hypereutrofik (dystrofik). Waduk mesotrofik adalah

waduk yangkandungan nutrien dan produktivitasnya rendah.Umumnya waduk yang

umurnya masih mudatermasuk kategori tersebut.Waduk oligotrofik adalah waduk yang

kandungan nutrien danproduktivitasnya sedang.Jenis waduk tersebut sangat cocok

untuk perikanan dan pemanfaatanlainnya.Waduk eutrofik adalah waduk yang

kandungan nutrient dan produktivitasnya tinggi dankandungan oksigen pada lapisan

hipolimnion rendah.Waduk hypereutrofik adalah waduk yangmengandung banyak

material humus, kandungan oksigennya rendah, dan jumlah spesiesganggang sedikit

atau keanekaragaman hayati rendah.Sedangkan parameter dan tingkat trofikkategori

Wetzel’s selengkapnya terlihat pada Tabel 2.1.

Sedangkan Sulastri, dkk (2004) menggunakan metoda Riding dan Rast untuk

menentukan trofik Waduk Sutami di Malang, seperti terlihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kriteria Klasifikasi Status Trofik untuk Perairan Danau dan Waduk

(Ryding&Rast,1989).

Parameter Status Trofik

Oligotrofik Mesotrofik Eutrofik Hipereutrofik

Total Fosfor (ug/L)

Rata-rata 8,0 26,7 84,4 -

Kisaran 3,0 – 17,7 10,9 – 95,6 16,2 - 386 750 – 1200

Jumlah contoh (n) 21 21 71 -

Total Nitrogen (ug/L)

Rata-rata 661 753 1875 -

Kisaran 307- 1630 361 – 1387 393 – 6100 -

Jumlah contoh (n) 22 8 37 -

Kedalaman Secchi (m)

Rata-rata 9,9 4,2 2,45 -

Kisaran 5,4 – 28,3 1,5 – 8,1 1,5 – 7,0 0,4 – 0,5

Jumlah contoh (n) 13 20 70 -

Sumber: Sulastri, dkk. (2004)

Page 26: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

15

Dari berbagai kategori status trofik tersebut diatas, Kementerian Lingkungan

Hidupmenetapkan Pedoman Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2008), yang

terdiri empat kategori status trofik dari UNEP (Tabel 2.3.) berdasarkankadar unsur hara

dan kandungan biomasa atau produktivitasnya yaitu:

a) Oligotrofik, adalah status trofik air danau dan atau waduk yang mengandung

unsur hara dengan kadar rendah. Status ini menunjukkan kualitas air masih

bersifat alamiah belum tercemar dari sumber unsur hara nitrogen dan fosfor.

b) Mesotrofik, adalah status trofik air danau dan atau waduk yang mengandung

unsur hara dengan kadar sedang. Status ini menunjukkan adanya peningkatan

kadar Nitrogen dan Fosphor namun masih dalam batas toleransi, karena belum

menunjukkan adanya indikasi pencemaran air.

c) Eutrofik, adalah status trofik air danau atau waduk yang mengandung unsur hara

dengan kadar tinggi, status ini menunjukkan air telah tercemar oleh peningkatan

kadar nitrogen dan fosfor.

d) Hipereutrofik, adalah status trofik air danau atau waduk yang mengandung unsur

hara dengan kadar sangat tinggi, status ini menunjukkan air telah tercemar berat

oleh peningkatan kadar nitrogen dan fosfor.

Tabel 2.3. Kategori Status Trofik Danau menurut Metode UNEP-ILEC

Status Trofik

Kadar Rata-

rata Kadar Rata-rata

Kadar Rata-

rata Kecerahan

Total N (pg/1) Total P (pg/1) Khiorofil-a Rata-rata

(pg/1) (m)

Oligotrofik <650 <10 < 2.0 >10

Mesotrofik <750 < 30 < 5.0 >4

Eutrofik >1900 < 100 < 15 >2.5

Hyperetrofik > 1900 >100 > 200 <2.5

Sumber: Pedoman pengelolaan ekosistem danau, KLH 2009, Modifikasi OECD 1982.

Menurut UNEP-IETC/ILEC (2001), fosfor membatasi proses eutrofikasi jika

kadar nitrogenlebih dari delapan kali kadar fosfor, sementara nitrogen membatasi proses

eutrofikasi jikakadarnya kurang dari delapan kali kadar fosfor. Sedangkan Goldman &

Horne (1983) menyatakanbahwa bila rasio N dan P lebih besar dari 12, maka sebagai

faktor pembatas adalah unsur Fosfor,sedangkan rasio N dan P lebih kecil dari 7, maka

Page 27: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

16

sebagai pembatas adalah senyawa N. Rasio Ndan P yang berada antara 7 dan 12

menandakan bahwa N dan P bukan sebagai faktor pembatas(non-limiting factor).

Pedoman pengelolaan danau juga memberikan alternatif lain penentuan status

trofik daribeban limbah yang mengandung unsur hara yang masuk air waduk atau

danau, yaitu melaluiMetoda Carlson, seperti terlihat pada Tabel 2.3.dan persamaan

sebagai berikut:

TSI-TP = 14,42 x Ln[TP] + 4,15

TSI-Klorofil-a = 30,6 + 9,81 x Ln[Khlorofil-a]

TSI-SD = 60 – 14,41 x Ln[Secchi]

Rata-rata TSI = (TSI-P + TSI-Cl-a + TSI-SD)/3

Dimana :

TSI-TP : trofik Status Indeks untuk Total Fosfor, dalam ug/L

TSI-Klorofil-a : nilai Trofik Status Indeks untuk klorofil-a, dalam ug/L

TSI-SD : nilai Trofik Status Indeks untuk kedalaman cakram Sechi, dalam meter.

Hasil perhitungan rata-rata nilai Trofik Status Indeks dibandingkan dengan

status trofik seperti terlihat pada Tabel 2.4.sehingga diketahui tingkat status trofik danau

atau waduk .

Tabel 2.4. Kategori Status Trofik Danau menurut Metode Carlson

TSI (Rata-rata) Status Trofik Keterangan

< 30 Ultraoligotrof Air jernih, kadar unsur hara sangat rendah

30-40 Oligotrof Air jernih, kadar unsur hara rendah

40-50 Mesotrof Kecerahan air sedang, kadar unsur hara sedang

50-60 Eutrof ringan Penurunan kecerahan air, kadar unsur hara meningkat

60-70 Eutrof sedang Marak alga (Microcystis) kandungan unsur hara tinggi

70-80 Eutrof berat Marak alga dan pertumbuhan gulma air secara

cepat, kadar unsur hara sangat tinggi

> 80 Hypereutrof Marak alga, keadaan perairan dalam kondisi anoxia

yang menyebabkan kematian ikan secara massal,

kadar unsur hara sangat tinggi

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup (2009)

Page 28: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

17

2.7.Indikator Potensial yang Harus Dikontrol

Eutrofikasi perairan danau dapatterjadi secara alami atau natural eutrophication dan

secara kultural atau cultural eutrophication.Eutrofikasi alami terjadi karena adanya

proses alami yang menimbulkan proses eutrofikasiperairan. Sedangkan aktivitas

manusia menyebabkan terjadinya proses peningkatan unsur haradi perairan, sehingga

terjadi eutrofikasi kultural. Sedangkan proses masuknya zat hara keperairan waduk dan

danau dapat melalui input sungai yang tercemar oleh zat hara maupun darilapisan tanah

yang mengandung unsur hara dan tererosi masuk ke perairan waduk dan danau.

Pencemaran tersebar (diffuse source) adalah zat pencemar yang terbawa akibat

limpasan hujan juga menjadi penyebab terjadinya pencemaran waduk dan danau.

Machbub,dkk (2003)menjelaskan bahwa sumber pencemaran tersebar di antaranya

berasal dari : (1) emisi zatpencemar tersebar yang masuk ke badan air akibat peristiwa

meterologi; (2) emisi timbulanlimbah yang tersebar pada suatu lahan dan masuk ke air

permukaan maupun terinfiltrasi ke airtanah; (3) emisi pencemar tersebar yang sulit

dimonitor dan dikendalikan dari sumber asal; (4)emisi zat pencemar akibat kondisi

geologis lahan yang tergerus; (5) emisi zat pencemar tersebar dari suatu kegiatan yang

menghasilkan partikel tersuspensi, zat hara, bakteri patogen dan senyawa beracun.

Machbub, dkk (2003) mengemukakan bahwa terjadinya eutrofikasi di suatu

perairan danaudan waduk dapat dideteksi melalui berbagai indikator, yaitu: (1)

menurunnya konsentrasioksigen terlarut di zona hipolimninion; (2) meningkatnya zat

hara yaitu nitrogen dan fosforbadan air; (3) menurunnya transparansi perairan, serta (4)

meningkatnya padatan tersuspensi,terutama yang mengandung bahan organik.

Indikator-indikator tersebut merupakan tandaumum, namun pemantauan paramater

kualitas air tetap harus dilakukan, terutama parameterterkait dengan proses eutrofikasi.

2.8.Parameter Analisa Kualitas Air

Adanyakemampuan air untuk melarutakan bahan-bahan padat, mengabsorbsi

gas-gas dan bahan cair lainnya menjadikan semua air alam mengandung mineral-

mineral dan zat-zat lain dalam larutan. Parameter pencemar air merupakan indikator

yang memberikan indikasi atau petunjuk terhadap terjadinya pencemaran air. Sehingga

dengan adanya indikator ini pencemaran air dapat diketahui. Indikator bahan

pencemaran air dibagi menjadi tiga golongan, yaitu parameter fisik, parameter kimia,

Page 29: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

18

serta parameter biologi. Banyak parameter yang dapat dianalisis pada air, terutama bila

air telah tercemar.

2.8.1. Parameter Fisika

2.8.1.1.Padatan Total

Padatan total adalah jumlah zat padat yang tertinggal, apabila air buangan

dipanaskan atau diuapkan pada suhu 103C s/d 105C. Padatan ini terdiri dari padatan

tersuspensi, padatan koloidal, dan padatan terlarut. Padatan tersuspensi, merupakan

padatan dengan ukuran lebih besar dari 1 mikron, dapat mengendap sendiri tanpa

bantuan zat tambahan (koagulan), meskipun dalam waktu sedikit lama.

Padatan koloidal, merupakan padatan dengan ukuran antara 1 milimikron sampai

1 mikron, tidak dapat mengendap tanpa bantuan koagulan. Kekeruhan air buangan

antara lain disebabkan adanya partikel-partikel koloidal. Padatan terlarut, merupakan

padatan dengan ukuran lebih kecil dari 1 milimikron, terjadi dari senyawa organik atau

anorganik yang dalam larutan berupa ion-ion.

Bahan padat ini dapat mengembang atau mengendap dan dapat membentuk

tumpukan lumpur yang berbau bila dibuang ke sungai. Sekitar 40% dari bahan padat

yang ada pada air limbah berada dalam keadaan terapung.

Beberapa bagian dari bahan padat terapung ini akan mengendap cepat sekali,

tetapi yang berukuran koloidal akan mengendap perlahan-lahan atau sama sekali tidak

mengendap. Bahan padat yang terendapkan adalah bahan padat yang dapat diambil

dengan cara pengendapan.

2.8.1.2. Warna

Warna dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Warna pada air

disebabkan oleh adanya partikel hasil pembusukan bahan organik, ion-ion metalalam

(besi dan mangan), plankton, humus, buangan industri, dan tanaman air. Adanya oksida

besi menyebabkan air berwarna kemerahan, sedangkan oksida mangan menyebabkan air

berwarna kecoklatan atau kehitaman. Kadar besi sebanyak 0,3 mg/l dan kadar mangan

sebanyak 0,05 mg/l sudah cukup dapat menimbulkan warna pada perairan. Kalsium

karbonat yang berasal dari daerah berkapur menimbulkan warna kehijauan pada

perairan.Bahan-bahan organik, misalnya tanin, lignin, dan asam humus yang berasal

dari dekomposisi tumbuhan yang telah mati menimbulkan warna kecoklatan.

Page 30: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

19

2.8.1.3. Bau

Bau dalam air limbah biasanya menandakan adanya produksi gas yang berbau

seperti hodrogen sulfida. Gas ini timbul dari hasil penguraian zat organik dan substance

yang mengandung belerang atau senyawa sulfat dalam kondisi kekurangan oksigen

2.8.1.4. Suhu

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari

permukaan laut (altitude), waktu, sirkulasi udara, penutupan awan, aliran, serta

kedalaman. Perubahan suhu mempengaruhi proses fisika, kimia, dan biologi badan air.

Suhu berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan.Peningkatan suhu

mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, volatilisasi, serta

menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air (gas O2, CO2, N2, CH4, dan

sebagainya). Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi

bahan organik oleh mikroba.Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di

perairan adalah 20oC – 30

oC.Pada umumnya, suhu dinyatakan dengan satuan derajat

Celcius (oC) atau derajat Fahrenheit (

oF).

2.8.2. Parameter Kimia

Parameter kimia yang biasanya digunakan untuk mengukur derajat pencemaran

air buangan antara lain adalah BOD, DO, COD, Ph, senyawa anorganik, senyawa

organik.

2.8.2.1.1. Biological Oxygen Demand(BOD)

Adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang

diperlukanoleh mikroorganisme (biasanyabakteri) untuk mengurai atau

mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik. Besaran BOD biasanya

dinyatakan dalam satuan ppm, artinya kebutuhan oksigen dalam miligram yang

dipergunakan untuk menguraikan zat pencemar yang terdapat dalam satu liter buangan.

Air bersih yang mempunyai nilai BOD kurang dari 1 mg/1 atau 1 ppm, jika nilai BOD

diatas 4 ppm, air dikatakan tercemar.

2.8.2.2.Dissolved Oxygen (DO)

Dissolved Oxygen (DO) adalah kandungan oksigen yang ada atau terlarut dalam

air. DO ini sewaktu-waktu diperlukan oleh bakteri-bakteri aerobik untuk menetralisir

Page 31: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

20

bahan-bahan organik di dalam air. Oksigen terlarut ini digunakan sebagai tanda derajat

pengotoran limbah yang ada. Semakin besar oksigen terlarut, maka menunjukkkan

derajat pengotoran yang realtif kecil. Nilai konsentrasi DO ini berbanding terbalik

dengan nilai konsentrasi BOD.

2.8.2.3.Chemical Oxygen Demand(COD)

Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk

mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air.Hal ini karena bahan or

ganik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium

bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat, sehingga segala

macam bahan organik, baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit urai,

akan teroksidasi. Dengan demikian, selisih nilai antara COD dan BOD memberikan

gambaran besarnya bahan organik yang sulit urai yang ada di perairan. Bisa saja nilai

BOD sama dengan COD, tetapi BOD tidak bisa lebih besar dari COD. Jadi COD

menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada. Besaran COD dinyatakan dalam

satuan ppm atau miligram per liter.

2.8.2.4.pH

Konsentrasi ion Hidrogen merupakan parameter penting untuk kualitas air

maupun air limbah. Kadar yang baik adalah kadar yang masih memungkinkan

kehidupan biologis di dalam air berjalan baik. Air limbah dengan konsentrasi yang tidak

netral akan menyulitkan proses biologis, sehingga mengganggu proses penjernihannya.

Air limbah dikatakan bersifat asam apabila Ph 1 s/d 7, dikatakan alkalis apabila Ph 7 s/d

14, dan dikatakan netral apabila pH sekitar 7.

2.8.2.5.Senyawa Anorganik

Senyawa anorganik sangat beragam, pada umumnya berupa alkali, asam dan

garam-garam. Zat-zat tersebut dapat menyebabkan kondisi air buangan bersifat alkalis,

asam atau netral dengan kadar elektrolit tinggi.

2.8.2.6.Senyawa Organik

Senyawa organik pada umumnya merupakan gabungan unsur, karbon, hidrogen,

oksigen, dan juga mungkin unsur nitrogen dan belerang.

2.8.3. Parameter Biologi

Page 32: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

21

Mikroorganisme dalam air limbah dapat membantu proses pengolahan sendiri

(self purification). Namun bila mikroorganisme dalam air limbah tidak sesuai dengan

ketentuan yang ada, justru menimbulkan gangguan bagi lingkungan. Berdasarkan

kemampuan mikroorganisme untuk menimbulkan gangguan terhadap lingkungan, maka

mikroorganisme dikelompokkan menjadi 2 golongan :

1. Mikroorganisme pathogen, seperti bakteri coli, virus hepatitis, salmonella dan lain –

lainnya.

2. Mikroorganisme non-pathogen, seperti protista dan algae (Sugiharto, 1987:35).

2.9. Water Quality Analysis Simulation Program Versi 7.1

2.9.1. Dasar Permodelan Kualitas Air

WASP 7.1 adalah sistem kompartemen dinamis yang dapat digunakan untuk

menganalisa masalah kualitas air yang bervariasi pada berbagai macam bentuk perairan,

seperti aliran air, danau, waduk, sungai, muara, dan perairan pantai. Persamaan-

persamaan yang telah dipecahkan dengan WASP 7.1. didasarkan pada prinsip utama

keseimbangan massa. Prinsip ini membutuhkan adanya catatan untuk massa dari setiap

konstituen kualitas air yang sedan diteliti. WASP 7.1 melacak konstituen dari setiap

kualitas air mulai dari titik awal masukan spasial dan temporal hingga titik akhir

pengeluaran, konservasi massa dalam ruang dan waktu. Untuk menfungsikan

perhitungan keseimbangan massa ini, data masukan WASP 7.1 harus memenuhi tujuh

karakteristik penting :

Kontrol simulasi dari hasil keluaran

Pembagian sistem

Transportasi adveksi dan dispersi

Konsentrasi batas

Pemusatan dan penyebaran muatan polutan

Parameter kinetik, konstanta, dan fungsi waktu

Konsentrasi awal

Data masukan tersebut, bersama dengan persemaan keseimbangan total umum

WASP 7.1 dan persamaan kimia kinetik yang spesifik, menjelaskan satu kesatuan

persamaan kualitas air yang terperinci. Persamaan-persamaan tersebut dikombinasikan

secara numerik oleh WASP 7.1 saat simulasi sedang berlangsung. Pada interval cetakan

Page 33: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

22

pengguna tertentu, WASP 7.1 menyimpan nilai-nilai dari seluruh variabel tampilan

untuk mendaptkan informasi berikutnya oleh program post-processor. Berikut ini

adalah struktur pemodelan data dalam WASP 7.1

Gambar 2.1. Struktur Permodelan Data Pada WASP 7.1.

(Sumber : Introduction to WASP, 2005: 8)

2.9.2. Persamaan Umum Keseimbangan Massa

Sebuah persamaan kesetimbangan massa untuk beberapa parameter pokok

terlarut di badan air harus dapat menjelaskan secara menyeluruh terhadap material yang

masuk dan keluar melalui muatan yang langsung dan tersebar, transport secara

menyebar, informasi fisika, kimiawi, dan biologi. Mempertimbangkan sistem koordinat

yang ditunjukkan pada persamaan 2-1 dimana koordinat X dan Y berada pada bidang

horizontal dan koordinat Z berada pada bidang vertikal.

Page 34: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

23

Gambar 2.2. Sistem Koordinasi Untuk Persamaan Kesetimbangan Massa

(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s

Manual,2005:5-2)

Persamaan integral dan diferensial kesetimbangan massa untuk volume fluida adalah

(

(

(

(

)

(

)

( (2-1)

Dimana :

C = Konsentrasi parameter kualitas air (mg/L atau g/m3)

t = Waktu (hari)

UxUyUz = Kecepatan longitudinal, lateral, vertikal (m/hari)

ExEyEz = Koefisien penyebaran secara longitudinal, vertikal, dan

transversal (m2/hari)

SL = Jumlah tingkat muatan tersebar maupun langsung (gr/m3/hari)

SB = Jumlah tingkat muatan batas yaitu aliran hulu, hilir, tanaman

air, dan atmosfir (gr/m3/hari)

Page 35: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

24

SK = Jumlah tingkat transformasi kinetik (gr/m3/hari)

Dengan memperluas volume kontrol yang sangat kecil menjadi segmen-segmen

gabungan yang lebih besar, dan dengan menetapkan transportasi, pemasukan beban, dan

parameter transformasi yang tepat, WASP mengimplementasikan bentuk finite different

dari persamaan 2-1.Namun demi ketepatan dan kejelasan, pengembangan bentuk

persamaaan keseimbangan total yang memiliki sedikit perbedaan hanya akan menjadi

pencapaain satu dimensi. Dengan memperhatikan kemiripan vertikal dan lateralnya, kita

dapat menggabungkan y dan z untuk mendapatkan persamaan 2-2.

(

(

) ( (2-2)

Dimana :

A = Luasan potongan melintang (m2)

Persamaan ini menunjukkan adanya tiga kelas utama darim proses kualitas air

transportasi (tahap 1), pemuatan beban (tahap 2) dan transformasi (tahap 3)

2.9.3. Jaringan Sistem Permodelan

Jaringan sistem adalah satu kesatuan volume kontrol yang telah dikembangkan,

atau segmen-segmen yang keseluruhannya memberikan penjelasan tentang konfigurasi

fisik bentuk perairan. Seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.2 jaringan tersebut

membagi bentuk perairan baik lateral, vertikal, juga longitudinal. Segmen-segmen

benthic dapat juga dsertakan bersama segmen-segmen kolom air. Jika sistem kualitas air

dihubungkan dengan sistem hidrodinamik, maka segmen-segmen kolom air harus

sejajar dengan cabang hidrodinamik. Dalam tiap segmen, konsentrasi konstituen

kualitas air dihitung. Sedangkan rata-rata transportasi konstituen kualitas air

dikalkulasikan di seberang sirkuit yang menghubungkan segmen-segmen di sekitarnya.

Page 36: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

25

Gambar 2.3. Skema Segmentasi Model

(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s

Manual,2005:5-4)

Keterangan :

Tipe segmen pada WASP 7.1 dapat dipilih salah satu dari 4 tipe yaitu :

Epilimion (air permukaan)

Lapisan hipolimion (air tanah)

Lapisan benthos bagian atas

Lapisan benthos bagian bawah

Tipe segmen ini berperan penting dalam sedimentasi bagian dasar dan beberapa

proses transformasi tertentu. Spesifikasi batas vertikal segmen sangat penting saat

cahaya harus berpindah dari satu segmen ke segmen berikutnya pada badan air, atau

pada saat butiran butiran terkubur atau tererosi dari dasar permukaan. Volume segmen

dan waktu simulasi berkaitan secara langsung. Apabila salah satu meningkat atau

berkurang, maka yang lainnya harus menyesuaikan(berbanding lurus) untuk menjamin

stabilitas dan keakuratan perhitungan. Dimensi tiap segmen bervariasi dan lebih

ditetapkan oleh skala ruang dan waktu permasalahan yang dianalisa dari karakteristik

air atau polutan pada tiap segmen.

Page 37: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

26

Memperkirakan nilai ekstrim konsentrasi lebih sulit daripada meperkirakan nilai

rerata. Pada gambar 2.4. mengilustrasikan ciri-ciri distribusi frekuensi yang diprediksi

oleh 3 model skala waktu dan sebuah distribusi yang diamati dari sampel secara teliti,

dimana data sampel tadi telah diplot dikertas probabilitas. Garis lurus menunjukan

distribusi normal. Pengurangan tahapan waktu dan dimensi segmen memungkinkan

untuk simulasi distribusi frekuensi yang lebih baik. Peningkatan dalam kemampuan

memprediksi ini bagaimanapun juga memerlukan peningkatan resolusi data input pula.

Gambar 2.4. .Distribusi Frekuensi Nilai variabel Kualitas yang Diteliti dan Dikalkulasi

(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s

Manual,2005:5-6)

Bila dasar dari masalah telah diketahui, maka perubahan sementara bentuk

perairan dan pemuatan beban harus diperhatikan. Pada umumnya, jangka waktu sistem

haruslah kurang dari variasi waktu variabel-variabel kontrol yang penting. Pada

beberapa kasus, pembatasan seperti ini dapat dipermudah dengan menghitung rata-rata

masukan dengan periode variasinya.

2.9.4. Skema Transportasi Sistem

Transportasi meliputi adveksi dan dispersi (penyebaran) konstituen-konstituen

kualitas air. Adveksidan dispersi dalam WASP masing-masing dibagi menjadi 6 tipe

yang berbeda atau bidang. Bidang transportasi yang pertama meliputi alirean

Page 38: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

27

adveksidan campuran yang terdispersi dalam kolom air. Aliran adveksi membawa

konstituen-konstituen kualitas air hilir bersama dengan air dan menjadi penyebab terjadi

pengenceran instream. Dispersi menyebabkan percampuran dan pengenceran lebih

lanjut antara area berkonsentrasi tinggi dengan area berkonsentrasi rendah.

Bidang transportasi yang kedua mengkhuskan pada pergerakan air pori-pori

dalam lapisan permukaan sedimen. Konstituen kualitas air terlarut dibawa melalui

lapisan air permukaan oleh aliran air pori-pori dan ditukar antara lapisan permukaan dan

kolom air oleh difusi air pori-pori.

Bidang transportasi ketiga, keempat, dan kelima mengkhususkan pada

transportasi polutan partikel dengan pengendapan, resuspensi, dan sedimentasi zat

padat. Konstituen-konstituen kualitas air yang diserap menjadi partikel-partikel padat

disalurkan diantara kolom air dan lapisan permukaan sedimen. Pengguna dapat

mendefinisikan ketiga bidang zat padat sebagai bentuk pecahan, seperti pasir, endapan

lumpur, dan tanah liat, atau sebagai zat padat anorganik,fitoplakton, dan organik.

Bidang transportasi keenam adalah berupa penguapan atau curah hujan dari atau

menuju segmen air permukaan. Sebagian besar file transportasi, seperti kecepatan aliran

atau pengendapan, harus dispesifikasikan pada kumpulan file masukan WASP.

2.9.5. Proses-proses Transportasi

Kolom,air adveksi mengalir dan secara langsung mengontrol transportasi

polutan terlarut dan partikel pada banyak bentuk perairan. Sebagai tambahan, perubahan

kecepatan dan kedalaman yang dihasilkan dari aliran variabel dapat mempengaruhi

proses-proses kinetik seperti rearasi,volatilisasi,dan fotolosis. Sebuah langkah awal

yang penting pada penelitian sistem apapun adalah dengan menjelaskan dan

mensimulasikan adveksi kolom air dengan tepat. Dalam WASP 7.1, aliran kolom air

adalah masukan melalui transportasi bidang satu. Pola sirkulasi dapat dijelaskan (pilihan

aliran 1 dan 2) atau mensimulasikan oleh sebuah sistem hidrodinamik seperti

DYNHYD.

Untuk aliran dekskriptif, WASP 7.1 melacak tiap-tiap aliran air yang terpisah

yang telah ditetapkan dari keadaan aslinya menjadi jaringan sistem. Untuk setiap aliran

air, menanmbahkan kontinuitas atau fungsi renspons unit aliran dan fungsi waktu harus

ditambahkan. Fungsi waktu menjelaskan aliran air yang berubah sewaktu-waktu. Fungsi

Page 39: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

28

kontinuitas menjelaskan respons unit aliran yang berbeda-beda dalam jaringan tersebut

aliran antar segmen yang sebenarnya, yang dihasilkan dari aliran air, adalah produk dari

fungsi waktu dan fungsi kontinuitas. Pada aliran Net Flow Option (pada gambar 2.5).

WASP 7.1. menghitung keseluruhan aliran pada satu segmen antar muka untuk

menentukan arah aliran akhir, dan kemudian menggerakkan massa ke satu arah. Pada

Gross Flow Option, WASP 7.1. menggerakkan massa aliran akhir secara independen.

Sebagai contoh, jika aliran-aliran yang berlawanan ditentukan pada percabangan WASP

7.1 aka menggerakkan massa ke kedua arah.

Gambar 2.5. Tampilan Flow Option

(Sumber : WASP 7.1, 2006:4)

Persamaan Kontinuitas:

(2-3)

Persamaan Momentum;

( (2-4)

Dimana ;

Q = debit (m3

/det)

A = luasan panampang melintang (m3)

Page 40: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

29

g = percepatan grafitasi (m/det3)

= kemiringan dasar saluran

= kemiringan energi

Persamaan manning digunakan untuk menggambarkan gaya gesek sebagai suatu fungsi

dari kecepatan air dan jari-jari hidrolik, yaitu

Sf =

dimana ; (2-5)

n = angka kekasaran manning

v = kecepatan air (m/det)

R = jari-jari hidrolik (m)

Untuk menyederhanakan persamaan momentum, So dapat diasumsi sama dengan St .

jari-jari hidrolik didapatkan dari luasan potongan melintang dibagi dengan lebar

penampang (B). Subtitusi kedalam persamaan manning dan menata ulang persamaan

menjadikan debit sebagai sebuah fungsi dari kemiringan dasar saluran, luasan potongan

melintang, dan lebar penampang. Hal itu dapat ditunjukkan dalam persamaan berikut ;

Q =

S01/2

(2-6)

Subtitusi persamaan ini kedalam persamaan kontiunuitas dan membedakkan nilai A

terhadap waktu menjadikan sebuah persamaan turunan kinematis, yaitu ;

Q

B-1

= 0 (2-7)

Dimana ;

B = 3/5 = (

3/5 (2-8)

WASP 7.1. menyelesaikan persamaan aliran kinematis untuk tiap segmen dalam sebuah

jaringan aliran menggunakan 4 langkah aliran Runga – Kutta.

2.9.6. Geometri Hidrolik

Dekskripsi yang tepar pada segmen geometri sebagi fungsi dari syarat-syarat

debit aliran air menjadi hal yang penting dalam menggunakan WASP 7.1.untuk

Page 41: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

30

membuat simulasi tentang sungai. Untuk aliran jenis ke-3, kecepatan dan kedalaman

dihitung dengan menggunakan model hidrodinamik dan kemudian dibaca oleh WASP

7.1. Sedangkan untuk debit aliran jenis ke-1 dan ke-2, satu set koefisien pelepasan

hidrolik dapat dimasukkan kedalam gambar 2.6, yang menggambarkan hubungan antara

kecepatan, kedalaman dan debit aliran air pada segmen yang berbeda.

Gambar 2.6. Tampilan Segmen

(Sumber : WASP 7.1, 2006:12)

Metode ini mengikuti implementasi QUAL2E (Brown and Barnwell, 1987).

Pada WASP 7.1. segmen kecepatan dan kedalaman hanya digunakan untuk menghitung

tingkat rearasi dan penguapan/volatilisasi yang tidak digunakan pada pola transport.

Keadaan dimana koefisien-koefisien pelepasan menghasilkan kedalaman dan

kecepatan dari arus aliran berdasarkan pada penelitian empiris tentang hubungan antara

debit aliran dengan kecepatan dan kedalaman arus air (Leopold dan Maddox, 1953).

Koefisien-koefisien ini bermanfaat hanya pada saat penghitungan reaerasi dan

volatilisasi. Penghitungan kecepatan tidak digunakan pada saat arus bergerak dan tidak

akan mempengaruhi simulasi pencatatan. Persamaan-persamaan dibawah ini

menghubungkan kecepatan, lebar penampang saluran air dan kedalaman dengan debit

aliran air melalui serangkaian fungsi-fungsi :

Persamaan koefisien kecepatan

(2-9)

Persamaan koefisien kedalaman

(2-10)

Persamaan lebar penampang

Page 42: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

31

(2-11)

Dimana ;

D = Rata-rata kedalaman, dalam satuan meter

B = Rata-rata lebar penampang saluran air, dalam satuan meter

a,b,c,d,e,f = koefisien empiris atau eksponen

Untuk mendapatkan luas areal maka digunakan sebuah fungsi yang mengalikan rata-rata

lebar penampang saluran air (B) dengan rata-rata kedalaman air (D),

(2-12)

Kemudian dilanjutkan dengan fungsi berikut :

( ( ( ( (2-13)

Sehingga hubungan koefisiean-koefisien tersebut dapat disimpulkan dengan fungsi

berikut :

(2-14)

(2-15)

WASP hanya membutuhkan spesifikasi dari hubungan antara kecepatan aliran,

Persamaan 2-9 dan kedalaman air, persamaan 2-10. Sedangkan koefisien-koefisien pada

persamaan 2-11 secara implisit telah ditentukan oleh persamaan 2-14 dan persamaan 2-

15. Hal tersebut diatas dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata dengan beberapa

catatan, pada sebuah sampel saluran air khusus, koefisien-koefisien ( dan

eksponen-eksponen ( dapat diambil dari persamaan Manning. Sebagai contoh,

jika sebuah sampel saluran air diasumsikan berbentuk segi empat, maka lebar

penampang saluran air ( bukan merupakan fungsi debit aliran ( . Eksponen dalam

penampang tersebut ( bernilai (0,00) sehingga koefisiennya ( adalah lebar

penampang segi empat dari saluran air itu sendiri ( . Dengan catatan bahwa radius

hidrolis( kira-kira sama dengan kedalaman air ( untuk penampang debit alira yang

lebih luas dan bahwa persamaan yang berlaku: sehingga koefisien-koefisien

pelepasan untuk sampel penampang segi empat akan diperoleh angka 0,4 unutk

kecepatan dan 0,6 untuk lebar penampang.

Page 43: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

32

Leopold et al. (1964) mencatat bahwa saluran air di daerah beriklim lembang

cenderung berpenampang segi empat yang diakibatkan oleh tanah padat yang

membentuk lereng curam di sisi aliran air sedangkan tanah gembur membentuk lereng

yang lebih landai, hampir tidak membentuk tepian sungai.

Tabel 2.5. Comparison of Hydraulics Exponents

Tabel 2.5. membandingkan eksponen-eksponen hidrolis penampang saluran air

berbentuk segi empat dengan file penelitian Leopold et al. (1964). Dapat disimpulkan

rata-rata eksponen kecepatan cenderung tetap untuk semua penampang saluran air.

Perbedaan yang mencolok terlihat pada penurunan nilai dari eksponen kedalaman air

dan seperti halnya peningkatan nilai dari dari eksponen lebar penampang. Hal ini karena

perubahan penampang sungai/aliran air dari lereng curam tanah/padat di sisi sungai

hingga lereng landai tanah gembur di daerah kering.

Pada kumpulan-kumpulaan air seperti kolam, danau, dan bendungan, kecepatan

dan kedalaman air mungkin tidak mempengaruhi fungsi debit aliran air. Pada kasus

tersebut kedua eksponen, kecepatan dan kedalaman, (b dan f) dapat dinyatakan dengan

nol (0,00). Karena Q berpangkat nol sama dengan bernilai satu (1,0), maka koefisien

dan c adalah kecepatan dan kedalaman itu sendiri, sehingga dapat ditulis : Jika b = 0,0

maka = V dan jika d = 0,0 maka c = D. Bila eksponen kedalaman sama dengan nol

maka WASP 7.1 akan menyesuaikan segmen kedalaman dengan segmen volume

dengan asumsi sesuai dengan sisi-sisi segi empat.

Untuk simulasi pada sungai atau aliran di daerah khusus, koefisien dan eksponen

hidrolis harus ditentukan terlebih dahulu. Brown dan Barnwell (1987) menganjurkan

agar memperkirakan terlebih dahulu eksponen-eksponen hidrolis (b dan d), dan

kemudian mengukur keofisien-koefisien hidrolis ( dan c) untuk meneliti kevepatan

Page 44: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

33

dan kedalaman air.Eksponen-eksponen tersebut dapat dipilih berdasarkan pada

pengamatan terhadap bentuk saluran air yang tercantum pada file survey awal. Jika

penampang saluran air cenderung berbentuk segi empat dengan tepian vertikal, maka set

eksponen yang kedua. Sedangkan jika debit air mengalir d daerah kering dengan tipikal

tanah yang gembur dan tepian yang landai, mak set eksponen terakhir merupakan

anjuran yang sangat tepat/

2.9.7. Oksidasi Carbonaceous

Sejarah panjang aplikasi terutama terfokus pada penggunaan BOD sebagai

pengukur kuantitas material yang memerlukan oksigen dan tingkat oksidasinya sebagai

reaksi kinetis pengontrol. Ini terbukti cocok pada air yang menerima kombinasi

heterogen antara lain sampah organik dari rumah tangga dan industri karena ukuran

agregat efek potensialnya merupakan sebuah penyederhanan yang mengurangi masalah

yang komplek menjadi salah satu dimensi yang mudah dikendalikan.

Oksidasi material Carbonaceous adalah reaksi BOD klasik. Didalamnya, model

ini menggunakan CBOD yang paling akhir sebagai indikator kebutuhan oksigen yang

akuivalen unutk material Carbonaceous. Sumber utama CBOD, selain buatan manusia

dan penyerapan dari alam, adalah karbon fitoplankton detrial, yang dihasilkan dari alga

yang mati.

Rumus kinetik untuk oksidasi Carbonaceous dalam EUTRO memiliki tiga

persyaratan: batas konstanta, batas koreksi suhu, dan batas koreksi DO rendah. Ketiga

persyaratan mewakili penurunan tingkat oksidasi aerob seiring level DO mendekati 0.

Konstanta setengah kejenuhan (KBOD) yang mewakili level DO saat tingkat oksidasi

berkurang hingga stengahnya dapat dispesifikasikan. Angka aslinya adalah 0, yang

memungkinkan reaksi ini berlanjut sepenuhnya bahkan saat dibawah kondisi aerob.

Perbandingan langsung antara data BOD, dan output model tidak dapat dibuat

menggunakan CBOD internal yang dihitung EUTRO, karena pengukurandapat

dipengaruhi oleh respirasi alga dan menurunnya karbon alga. Oleh sebab itu harus

dilakukan koreksi pada model penghitungan interna CBOD sehingga mendapatkan

perbandingan yang valid dengan pengukuran di lapangan. Ini menghasilkan variabel

baru, yang dikenal dengan botol BOD2, yang dihitung dengan persamaan 2-16 dimana:

Botol BOD5 = CS(1-e-5kdbot

)+

C1 (1-e

-5knbot)+ocC4(1-e

-5k1R) (2-16)

Page 45: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

34

Dimana :

Cs = CBOD yang dihitung internal, mg/L

Cl = NH5 yang dihitung internal, mg/L

C4 = biomassa fitoplankton dalam satuan karbon, mg/L

aoc = rasio oksigen dan karbon 33/12 mg 02/mg C

Kdbot = konstanta tinkat deoksigenisasi “botol” laboratorium, hari-1

Knbot = konstanta tingkat nitrifikasi “botol” laboratorium, hari-1

KIR = konstanta tingkat respirasi alga pada 20oC, hari

-1

Persamaan 2-16 dapat memberikan perkiraan rendah dari botol BOD yang diteliti

karena tidak memasukkan koreksi bagi penurunan karbon alga detrial, yang nantinya

tergantung pada jumlah fitoplankton yang mati. Konstanta tingkat nitrifikasi

laboratorium yang asli adalah 0, mencerminkan penggunaan pencegah nitrifikasi.

Gambar 2.8. Siklus CBOD pada Ekosistem Air

(Sumber : WASP 7.1, 2006:10)

Page 46: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

35

2.9.8. Nitrifikasi

Oksigen yang terus berkurang dapat terjadi karena terjadinya nitrifikasi.

NH3 + 2O2 NO3 + H2O + H+

(2-17)

Oleh karena itu untuk setiap miligram amonia nitrogen yang dioksidasikan, 2 (32/14)

mg oksigen yang dikonsumsi.

Proses kinetik unutk nitrifikasi dalam EUTRO memiliki tiga istilah : konstanta

tingkatan urutan pertama, istilah koreksi suhu, dan istilah koreksi DO rendah. Istilah

ketiga mewakili penurunan tingkat nitrifikasi aerob seiring level DO mendekati 0.

Konstanta dapat dispesifikasikan setengah kejenuhan KNIT, yang mewakili level DO

saat tingkat nitrifikasi berkurang hingga setengahnya. Angka aslinya adalah 0, yang

memungkinkan reaksi ini berlanjut sepenuhnya bahkan saat di bawah kondisi anaerob

2.9.9. Denitrifikasi

Saat kondisi DO rendah, reaksi denitrifikasi memberikan tempat untuk CBOD.

5CH2O + 5H2O + 4NO3 + 4H+ 5CO2 + 2N2+ 12 H2O (2-18)

Oleh karena itu 5/4 (12/14) mg karbon dikonsumsi, setiap berkurang 1 mg nitrat

nitrogen, dimana mengurangi CBOD sebanyak 5/4 (12/14) (32/12) mg. Denitrifikasi

tidak menyebabkan pengurangan yang signifikan dalam kolom air, tapi penting ketika

mensimulasikan kondisi bentuk anaerob.

Proses kinetik untuk denitrifikasi dalam EUTRO memiliki tiga syarat : syarat

pertama batas konstanta (dengan perbandingan stoikometri yang tepat), syarat koreksi

seiring level DO mendekati 0. Konstanta setengah kejenuhan (KN03), yang mewakili

level DO saat tingkat denitrifikasi berkurang hingga setengahnya dapat dispesifikasikan.

Angka aslinya adalah 0, yang mencegah reaksi ini pada tingkat DO berapapun.

2.9.10. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO)

Oksigen terlarut (DO) merupakan satu dari beberapa variabel yang penting di

dalam menganalisa kualitas air. Konsentrasi rendah secara langsung mempengaruhi ikan

dan merubah keseimbangan kesehatan ekologi. Karena DO dipengaruhi oleh banyak

parameter dari kualitas air lainnya, maka hal ini merupakan indikasi yang sensitif dari

kesehatan akuatik air (ekosistem air).

Page 47: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

36

DO telah dijadikan contoh selama kurang lebih 70 tahun. Persamaan tetap dasar

dikembangkan dan digunakan olaeh Streeter dan Phelps (1925) pada persamaan 2-19.

Perkembangan dan aplikasi berikutnya telah menambah istilah-istilah lain terhadap

persamaan dasarnya dan menyediakan analisa dengan variabel waktu.

= Kl Lt - K2 Dt (2-19)

Dimana,

Dt = Kekurangan oksigen terlarut pada waktu t

K1 = Konstanta laju pelepasan oksigen

K2 = Konstanta laju reaerasi

Lt = sisa CBOD tahap pertama pada waktu t

2.9.11. Reaerasi

Pada proses penyerapan oksigen (reaerasi) yang diserap oleh air dipergunakan

untuk menggantikan DO yang dikonsumsi dalam mendegradasi DOD air. Namun

meskipun reaeasi berlangsung tidak menjamin DO meningkat, hal ini mungkin

disebabkan karena kecepatan deoksigenasi lebih cepat dari pada proses reaerasi.

Kekurangan oksigen dibawah titi jenuh air, akan membuat air kembali terisi

udara melalui reaerasi atmosferik. Koefisien tingkat reaerasi merupakan sebuah fungsi

dari kecepatan air rata-rata, kedalaman, angin, dan suhu. EUTRO bisa menetapkan

sebuah konstanta tunggal tingkat reaerasi, konstanta tingkat reaerasi variabel-ruang,

atau membolehkan model untuk menghitung variabel reaerasinya berdasarkan arus atau

angin. Hasil penghitungannya tergantung pada angka reaerasi yang disebabkan oleh

arus angin manapun yang lebih besar.

Berdasarkan metode Covar (covar,1976). Penghitungan EUTRO dipengaruhi

proses reaerasi. Metode tersebut merumuskan reaerasi sebagai fungsi dari kecepatan dan

tiga rumus yakni, Owen, Churchill or O’Connor-Dobbins,respectively.

Kqj (20C) = 5,349vj0,67

Dj-1,85

(2-20)

Kqj (20C) = 5,049vj0,97

Dj-1,65

(2-21)

atau

Page 48: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

37

Kqj (20C) = 3,930vj0,5

Dj-1,5

(2-22)

dimana,

Kqj = nilai koefisien aliran yang mempengaruhi reaerasi pada suhu 20C

(hari-1

)

Vj = kecepatan air rata-rata pada segmen (m/det)

Dj = kedalaman rata-rata segmen (m)

Secara otomatis rumus Owen dipilih untuk segmentasi dengan kedalaman

dibawah 2 feet (0,6096 m), sedangkan rumus Chuchill or O’Cnnor-Dobbins dipilih

dengan mempertimbangkan faktor kedalaman dan kecepatan air. Kedalaman segmen

yang lebih dalam, arus yang lebih lambat menggunakan rumus O’Cnnor-Dobbins dan

untuk kedalaman yang dangkal dan arus yang deras menggunakan rumus Churchill.

Temperatur air dalam segmen yang digunakan untuk menyesuaikan aliran induksi

kg(20) untuk standar formula.

Kqj (T) = Kqj20C ӨT-20

(2-23)

Dimana,

T = temperatut air, C

Kqj (t) = nilai koefisien aliran yang mempengaruhi reaerasi pada suhu sekitar

(hari-1

)

Ө = koefisien temperatur

Menurut O’Connor (1983) angin dipastikan mempengaruhi reaerasi. Berikut ini

perhitungan reaerasi sebagai fungsi dari kecepatan angin, udara, temperatur air dan

kedalaman segmen dengan menggabungkan tiga rumus.

Kwj =

(

(

Cd(100.W) (2-24)

Kwj = [(TERM1.100W)-1

) + (TERM2.W)-1

)]-1

(2-25)

Dimana,

Page 49: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

38

TERM1 = (

(

Cd

TERM2 = (

Cd)

1/2

atau,

Kwj =

(

Cd)

1/2 100W (2-26)

Dimana,

Kwj = nilai koefisien angin yang mempengaruhi reaerasi (hari-1

)

W = kecepatan angin dalam 10 cm dibawah permukaan (m/det)

Өa = koefisien temperatur

Ta = temperatur udara (C)

ńa = kerapatan udara, a fungsi dari Ta (g/cm3)

ńw = kerapatan air (1,0 g/cm3)

Va = kekentalan udara, a fungsi dari T (cm2/det)

Vw = kekentalan air, a fungsi dari T (cm2/det)

Dow = disfusitas (kebauran) oksigen dalam air, a fungsi dari T

(cm2/det)

ȇ = koefisien von Karman’s (0,4)

V1 = kecepatan geser peralihan, set dari 9-10. 10 untuk skala kecil,

tengah dan besar (m/det)

VC = kecepatan geser kritis, set dari 22-11. 11 untuk skala kecil,

tengah dan besar (m/det)

Ze = ekuivalen kekasaran, set dari 0,25-0,35. 0,35 untuk skala kecil,

Tengah dan besar (m/det)

ZO = kekasaran efektif, a fungsi dari Ze, Ȃ, Cd, Vt, Va, dan W (cm)

Page 50: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

39

ȅ = inverse of Reynold’s number, set dari 10-3. 3 untuk skala kecil,

tengah dan besar

à = nondimensional coefficient, set dari 10-6,5. 6,5 unutk skala

kecil, tengah dan besar

ÃU = nondimensional coefficient, a fungsi dari Ã, Cd, Vc, Cd dan W

Cd = drag coefficient, a fungsi dari ze, Ã, va, ȇ, vt dan W

Persamaan 2-24 digunakan untuk kecepatan angin lebih dari 6m/det. Persamaan

2-26 digunakan untuk kecepatan angin diatas 20 m/det. Persamaan 2-25 digunakan

untuk kecepatan angin antara 6 m/det hingga 20 m/det. Kejenuhan DO, CS, merupakan

determinasi sebagai suatu fungsi dari temperatur dalam K dan salinitas (kadar garam),

S dalam mg/L (APHA,1985).

InCs = -139,34 + (1,3737. 105)TK

-1 – (6,6423.10

7) TK

-2

+ (1,2438. 10

10) TK

-3 – (8,6219.10

11)TK

-4

-0,5545 S (0,031929 – 19,428TK-1

+ 386,3 TK-2

) (2-26)

Nilai-nilai koefisien reaerasi secara umum ditampilkan pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.6. Koefisien Reaerasi pada 20C

No Jenis Badan Air Nilai (per hari)

1 Kolam kecil 0,05-0,10

2 Sungai dengan aliran lambat 0,10-0,15

3 Danau besar 0,10-0,15

4 Sungai besar 0,15-0,30

5 Sungai besar aliran cepat 0,30-0,50

6 Jeram 0,50

Sumber : Teknik Sumber Daya Air Jilid II

2.9.12. Gambaran dari Eutrofikasi WASP 7.1

Pengayaan nutrisi ini, Eutrofikasi, dan proses penipisan DO disimulasikan

menggunakan program EUTRO. Beberapa proses kimia-fisika dapat mempengaruhi

transportasi (penyaluran) dan interaksi/ hubungan antar nutrisi, fitoplankton, materi

Page 51: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

40

karbon, dan oksigen terlarut dalam lingkungan air. EUTRO mensimulasikan reaksi

transformasi dan transportasi samapai delapan variabel tetap.Variabel itu dapat

dipertimbangkan sebagai empat sistem yang saling mempengaruhi;kinetik fitoplankton,

siklus fosfor, dan siklus keseimbangan oksigen terlarut (dissolved oxygen balance).

Persamaan keseimbangan massa WASP 7.1 umumnya dibahas oleh setiap veriabel

tetap.

2.9.13. Siklus Fosfor

Fosfor organik yang terurai (DIP) berinteraksi dengan fosfor anorganik melalui

sebuah mekanisme sorption-desorption. DIP diambl oleh fitoplankton untuk

pertumbuhan, dan digabungkan menjadi biomassa fitoplankton. Fosfor dikembalikan

dari kelompok biomassa fitoplankton menjadi fosfor organik khusus lalu terurai dan

menjadi fosfor organik malalui respirasi endogen dan kematian yang tidak ganas (no

predatory). Fosfor organik diubah menjadi fosfor anorganik terlarut pada tingkat

mineralisasi yang tergantung pada temperature.

2.9.14. Siklus Nitrogen

Kinetik dari spesies nitrogen pada dasarnya sama dengan sistem fosfor. Amonia

dan nitrat diambil oleh fitoplankton untuk tumbuh dan diolah menjadi biomassa

fitoplankton. Dasar dimana setiap amonia dan nitrat diambil sebagai sebuah fungsi dari

konsentrasinya yang relatif pada keseluruhan nitrogen organik (amonia dan nitrat)

tersedia. Nitrogen dikembalikan kelompok biomassa fitoplankton pada nitrogen khusus

dan terurai pada amonia melalui respirasi endogen dan kematian non predatory.

Nitrogen organik diubah menjadi amonia pada tingkat mineralisasi yang tergantung

pada temperatur, dan amonia kemudian diuah menjadi nitarat pada tingkat nitritifikasi

yang tergantung pada oksigen dan temperatur. Nitrat mungkin diubah menjadi gas

nitrogen tanpa oksigen pada tingkat denitrifikasi yang tergantung pada temperatur dan

oksigen.

2.10. Definisi Toolbar

Bila pertama kali masuk kedalam program WASP 7.1 maka akan muncul toolbars

yang berfungsi untuk mengarahkan pilihan dan pemasukan data kedalam program. Jika

icon toolbarsmuncul namun tidak berwarna, maka hal tersebut menandakan bahwa

fungsi tersebut belum tersedia. Tampilan layar meu utama terlihat pada gambar berikut

Page 52: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

41

Gambar 2.8. Tampilan Layar Menu Utama

(Sumber : WASP 7.1, 2006:3)

icon memerintahkan program untuk membuat file baru.

icon ini membolehkan pembangkitan file model input yang sebelumnya telah

dibuat.

Page 53: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

42

Gambar 2.9. Tampilan Menu Open Project

(sumber : Water Quality Analysis Simulation Program

(WASP6.0)_User’smanual,2005:3-7)

icon ini untuk memerintahkan menyimpan file kedalam disk.

icon ini menjalankan model yang tepat berdasarkan data input yang telah

dimasukkan.

icon ini hanya muncul saat program eksekusi sedang berlangsung. Tombol ini

dapat ditekan untuk menghentikan simulasi yang sedang berlangsung.

Page 54: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

43

Gambar 2.10. Tampilan Menu Eksekusi Model

(sumber : Water Quality Analysis Simulation Program

(WASP6.0)_User’smanual,2005:3-41)

icon ini menampilkan grafik hasil permodelan

Page 55: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

44

Gambar 2.11. Tampilan Menu WASP Post-Prosesso

(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s

Manual,2005:4-44)

Page 56: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

45

Gambar 2.12. tampilan Menu Parametirisasi Model

(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s

Manual,2005:3-12)

icon ini sebagai parameterisasi model

Page 57: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

46

Gambar 2.13.Tampilan Menu Tahapan Waktu

(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s

Manual,2005:3-31)

icon ini untuk data input tahapan waktu

Page 58: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

47

Gambar 2.14. Tampilan Menu Pengecekan Validitas Data Masukan

(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s

Manual,2005:3-39)

icon untuk mengecek validitas data masukan

Page 59: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

48

Gambar 2.15. Tampilan Menu Definisi Segmen

(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s

Manual,2005:3-17)

icon untuk definisi segmen model

icon untuk definisi sistem model

Page 60: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

49

Gambar 2.16. Tampilan Menu Sistem Permodelan

(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s

Manual,2005:3-15)

icon ini untuk faktor skala parameter segmen

Page 61: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

50

Gambar 2.17. Tampilan Menu Skala Permodelan

(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s

Manual,2005:3-23)

icon ini untuk definisi waktu pemasukan limbah

Page 62: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

51

Gambar 2.18. Tampilan Menu Data Konstan

(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s

Manual,2005:3-35)

icon ini untuk mendefinisikan waktu pemasukan limbah

Page 63: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

52

Gambar 2.19. Tampilan Menu Muatan Limbah

(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s

Manual,2005:3-29)

icon ini untuk definisi waktu dan lingkungan

Page 64: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

53

Gambar 2.20. Tampilan Menu Tahapan Waktu Data Lingkungan

(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s

Manual,2005:3-33)

icon ini untuk masukan data dispersi

Page 65: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

54

Gambar 2.21. Tampilan Menu Data Dispersi

(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s

Manual,2005:3-24)

icon ini untuk memasukkan data aliran

Page 66: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

55

Gambar 2.22. Tampilan Menu Data Debit

(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s

Manual,2005:3-26)

icon ini untuk tahapan waktu kondisi batas

Page 67: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

56

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

Page 68: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

57

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Deskripsi Daerah Studi

Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-

kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan

Surabaya. Sungai Brantas memiliki panjang sekitar ±320 km. Sungai Brantas mempunyai arti

yang sangat penting dalam aspek sosial ekonomi dengan fungsi penyediaan air baku bagi

PDAM, pertanian, industri, tenaga listrik, dan pariwisata bagi masyarakat Jawa Timur.

Sebagai sumber air, Sungai Brantas disamping dimanfatkan airnya untuk irigasi, juga

merupakan tempat pembuangan limbah cair, baik industri, pertanian, peternakan maupun

rumah tangga. Air sungai yang tercemar akan menimbulkan masalah, baik bagi manusia

maupun lingkungan sekitarnya. Limbah di Sungai Brantas akhir-akhir ini cukup

memprihatinkan sehingga perlu diadakannya penanganan secara serius demi kelangsungan

Sungai Brantas sendiri dan demi kepentingan masyarakat umum di sekitar sungai. Selama

perjalanan umur Waduk Sutami, tentunya resiko bencana dan masalah akan tetap menyertai

keberadaan waduk itu sendiri, seperti bencana banjir susulan dari sungai - sungai bagian hulu

Waduk Sutami yang terjadi pada tahun 2002, kebocoran tubuh bendungan, masalah sedimen

semakin meningkat, dan semakin meningkatnya jumlah polutan yang masuk ke Waduk

Sutami. Pencemaran yang terakhir terjadi di Waduk Sutami adalah pada tahun 2005 atau

tepatnya pada tanggal 4 September 2005, dan terjadi 3 kali pada tahun tersebut. Pencemaran

ini diakibatkan pembuangan limbah cair dari sejumlah industri langsung ke anak - anak

sungai Kali Brantas, sehingga mengakibatkan dampak matinya ikan - ikan di Waduk Sutami

sebagai akibat menurunnya derajat kadar Oksigen Demand (02) dari tingkat normal 3 ml/liter

menjadi 0.9 ml/liter serta terjadinya blooming algae yang muncul kepermukaan air dan

adanya penurunan pH (derajat keasaman air), serta bau menyengat yang mengganggu

kegiatan masyarakat di sekitar waduk. (Kittradge, 1942).

Kabupaten Malang terletak pada 112 035`10090`` sampai 112``57`00`` Bujur Timur

(BT). 7044`55011`` sampai 8026`35045`` Lintang Selatan (LS). Dengan luas wilayah

3.530,65 km2

dan jumlah penduduk 2.764.969 jiwa . Serta wilayah administrasi terdapat 33

kecamatan, 12 kelurahan, 378 desa. Batas – batas wilayah administrasi dari Kabupaten

Malang adalah sebagai berikut:

Page 69: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

58

Batas utara : Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Mojokerto

Batas selatan : Samudera Indonesia

Batas barat : Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Kediri

Batas timur : kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Lumajang

Waduk Sutami merupakan salah satu waduk terbesar pada Daerah Aliran Sungai (DAS)

Brantas hulu. Lokasi penelitian berada di Kabupaten Malang. Tepanya berada di wilayah

Malang Selatan. Bendungan Sutami (Bendungan Karangkates) terletak di Desa Karangkates,

Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang. Lokasi bendungan berada pada Kali Brantas,

14km di hilir Bendungan Sengguruh dan 35 km di selatan Kota Malang. Pembangunan

Bendungan Sutami dilaksanakan mulai tahun 1961 sampai tahun 1972.

Menurut Perum Jasa Tirta (2007), Waduk Sutami selesai dibangun pada tahun 1972

dan memiliki luas genangan air sebesar 15 km2

dengan kapasitas 17.000.000 m3

serta

memiliki terowongan sepanjang 1,5 km yang dihubungkan dengan Waduk Lahor . Waduk

Sutami memiliki beberapa peran, yaitu : sebagai pengendali banjir, pembangkit listrik

(PLTA) dengan daya 3 x 35.000 kWh (488 juta kWh/tahun), penyediaan air irigasi 24 m3/dt

pada musim kemarau (seluas 34.000 ha), pengembangan perikanan darat dan pariwisata.

Waduk Sutami terletak ±300m dpl, dengan bentuk memanjang alur sungai Brantas. Bagian

tepi perairan waduk sedikit curam dengan kedalaman maksimum di daerah bendungan sekitar

70 m. Air waduk terutama berasal dari hulu sungai Brantas dan sungai Lesti yang

cukup banyak mengandung pasir dan lumpur. Daerah pinggiran waduk di sebelah selatan

adalah pegunungan kapur yang berhutan dan di sebelah utara adalah pemukiman penduduk.

Waduk Sutami yang bentuknya memanjang ini mempunyai banyak teluk di sebelah kanan-

kirinya. Fluktuasi permukaan perairannya cukup tinggi yaitu antara 20 - 25 m setiap

tahunnya. Waduk Sutami memiliki kapasitas maksimum sebesar 343.000.000 m3, kapasitas

efektif 253.000.000 m3

dan memiliki daerah terendam 1.500 ha serta daerah pengaliran seluas

2.050 km2.

Data teknis Bendungan Sutami adalah sebagai berikut :

1. Bendungan Utama / Main Dam

Tipe : Timbunan batu dengan inti tanah

Volume : 6.156.000 m3

Tinggi : 100,00 m

Panjang puncak : 823,50 m

Lebar puncak : 13,70 m

Page 70: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

59

Lebar dasar : 400,00 m

Elevasi puncak : El. 279,00 m

Elevasi dasar : El. 179,00 m

2. Waduk

Daerah Aliran Sungai : 2.050 km2

Daerah terendam : 15,00 km2

Kapasitas maksimum : 343.000.000 m3 (data tahun 1972)

175.000.000 m3 (data tahun 2005)

Kapasitas efektif : 253.000.000 m3 (data tahun 1972)

146.000.000 m3 (data tahun 2005)

Muka Air Tinggi : El. 272,50 m

Muka Air Rendah : El. 246,00 m (untuk turbin)

El. 242,00 m (untuk irigasi)

Muka Air Banjir : El. 277,00 m

Debit masuk rata – rata : 55,20 m3/det

Debit banjir rencana : 1.600,00 m3/det

Erosi lahan DAS rencana : 0,18 mm/tahun

3. Terowong Pengelak / Diversion Tunnel

Panjang : 604,00 m

Diameter Inlet : 5,50 m

Diameter Outlet : 8,00 m

4. Pelimpah / Spillway

Tipe : Pelimpah bebas dan pelimpah berpintu

Panjang saluran : 460,00m

El. ambang pelimpah tanpa pintu : El. 272,50 m

Lebar ambang pelimpah tanpa pintu : 50,00 m

Elevasi ambang pelimpah berpintu : El. 267,00 m

Lebar ambang pelimpah berpintu : 10,00 m

Kapasitas : 1.600,00 m3/det

Panjang jembatan beton : 12,00 m

Lebar jembatan beton : 9,30 m

Panjang jembatan baja : 22,00 m

Lebar jembatan baja : 9,30 m

5. Pintu Spillway

Page 71: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

60

- Jumlah : 1 buah

- Tipe : Simple girder

- Ukuran : 10 x 5,8 m

- Motor : 380 V ; 7,5 kW

3.2.Sistematika Pengerjaan Studi

3.2.1. Pengumpulan Data

Seluruh data yang digunakan dalam pengerjaan studi ini diperoleh dari Perum Jasa

Tirta I, termasuk data sekunder kualitas air yang sebelumnya telah diuji pada Laboratorium

Kaulitas Air Perum Jasa Tirta I. Data-data yang diperlukan untuk studi ini sesuai dengan

batasan dan rumusan masalah pada Bab I adalah sebagai berikut :

1. Peta digital. Meliputi :

Peta topografi daerah studi skala 1:25.000

2. Data teknis Waduk Sutami, meliputi :

a. Data inflow

b. Data outflow

c. Data elevasi

d. Data pola operasi waduk

e. Data morfologi waduk

f. Lengkung kapasitas Waduk

3. Data Hidrologi, Meliputi :

Data debit bulanan pada musim kemarau dan musim penghujan. Untuk data musim

penghujan menggunakan data bulan Desember sampai bulan Juni tahun 2005

Sedangkan untuk data musim kemarau menggunakan data bulan Juli sampai bulan

Desember tahun 2005

4. Data Klimatologi. Meliputi :

a. Data temperatur udara

b. Data evaporasi

c. Data kecepatan angin

d. Data radiasi sinar matahari

5. Data sekunder parameter kualitas air badan sungai yang meliputi :

a. Kandungan Biologycal Oxygen Demand (BOD)

b. Kadar Oksigen yang dilepaskan (DO)

c. Nitrogen (N)

Page 72: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

61

d. Phospor (P)

e. Temperatur air

3.2.2. Langkah-langkah Penyelesaian Masalah Studi

1. Pembangunan model jaringan ( Networking model ).

Pada studi ini, lokasi studi seluas 15,00 km2

dibagi menjadi 7 segmen. Hal ini

bertujuan untuk memperoleh gambaran terperinci akan lokasi studi, memudahkan

monitiring, dan yang terpenting yaitu memudahkan pelaksanaan simulasi yang

diinginkan

2. Menyiapkan data-data untuk input data yang diatur dan diolah sedemikian rupa

sehingga sesuai dengan format yang diminta program WASP 7.1 agar dapat bekerja

dengan baik pada saat menjalankan program simulasinya. Data-data tersebut adalah :

a. Data debit inflow

b. Data parameter kualitas air

c. Data penampang per segmen yang didapat dari peta topografi/profil topografi

d. Data elevasi waduk

e. Data kecepatan aliran per segmen

f. Data temperatur udara

g. Data kecepatan angin

h. Data radiasi sinar matahari

i. Data evaporasi

3. Melakukan simulasi permodelan dengan menggunakan program WASP 7.1 untuk

parameter BOD, DO, N dan P dengan dasar teori dan asumsi yang telah ditetapkan

serta pembandingan data sekunder lapangan dengan data hasil simulasi.

4. Membuat rancangan permodelan atau metodologi permodelan, yaitu kalibrasi dan

verifikasi. Dalam kalibrasi dan verifikasi ini dilakukan pengecekan tentang koefisien-

koefisien alam yang dipakai dalam model WASP 7.1 dan mencocokkan hasil model

dengan hasil pengukuran dan uji Laboratorium Kualitas Air Perum Jasa Tirta I,

sehingga diperoleh kesesuaian antara hasil model dengan data sekunder uji

laboratorium kualitas air.

5. Melakukan identifikasi hasil permodeln terhadapa pola sebaran polutasn BOD. DO,

N, P, dan musim kemarau dan musim hujan. Melakukan tinjauan secara keseluruhan

yang digunakan untuk mengambil kesimpulan.

3.3. Implementasi WASP 7.1

Page 73: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

62

Subbab ini menjelaskan bagaimana implementasi program WASP 7.1 yaitu :

1. Menampilkan peta lokasi studi

2. Membuat input file WASP

a. Membuat file WASP yang baru dengan format (.wif)

b. Setelah file baru terbentuk maka seluruh tombol akan aktif. Tekan tombol save

kemudian tentukan nama file dan direktori tempat menyimpan file.

3. Memasukkan data input

a. Kontrol Simulasi

Pada tombol Data Set tentukan deskripsi daerah studi, tipe model, waktu awal dan

akhir simulasi, tipe hidrodinamik model, pemodelan volume dasar waduk.

b. Tahapan Waktu

Pada tombolTime Step tentukan durasi waktu simulasi

c. Interval Cetak Hasil

pada tombol Print Interval tentukan waktu dan jumlah hasil perhitungan yang

akan dicetak

d. Segmentasi

Pada tombol Segmen properties terdapat 4 tombol network.

1. Pada menu Segments menentukan deksripsi masing-masing segmen yang

terdiri atas nama segmen, volume, kedalaman, dimensi, dan data-data lainnya

nerdasarkan analisa penampang melintang dari peta topografi

2. Pada menu parameters menetukan parameter spesifik lingkungan segmen

yang mendukung simulasi. Apabila tidak dibutuhkan, maka isi dengan nilai

nol.

3. Pada menu Initial Concentrations menentukan kondisi awal pada masing-

masing segmen berdasarkan data lapangan

4. Pada menu Fraction Dissolved menentukan nilai padatan terlarut ke nol,

sedangkan untuk nilai polutan terlarut tidak perlu diisi dengan nilai satu,

karena nilainya akan dihitung dan ditempatkan secara otomatis oleh model

melalui simulasi.

e. Sistem

Pada menu System Properties tentukan parameter-parameter yang akan

disimulasikan denghan memilih Simulaed atau Bypassed. Kemudian tentukan nilai

Page 74: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

63

konsentrasi maksimum masing-masing parameter yang dikaji.Tentukan pula

faktor skala dengan nilai 1.

f. Parameter

Pilih parameter-parameter yang akan disimulasikan dengan memberi tanda silang.

Nilai dekrispsi parameter yang sebelumnya telah dimasukkan di menu Segment

tidak akan dihitung jika parameter yang akan disimulasikan tidak dipilih di menu

ini. Masukkan nilai faktor skala yang dinginkan, tetapi biasanya menggunakan

nilai 1.

g. Konstanta

Pada tombol pick list pilih konstanta-konstanta yang digunakan. Kemudian

tentukan nilai data konstan.

h. Muatan langsung

Pada menu ini pilih parameter-parameter yang akan disimulasikan kemudian

tentukan nilai dan interval waktunya.

i. Fungsi Waktu Kinetis

Pilih fungsi waktu yang akan digunakan, kemudian tentukan nilainya.

j. Pertukaran Penyebaran

Pada menu field pilih segmen air pori. Kemudian masukkan nama fungsi

penyebaran, segmen, luasan segmen (m2). Jarak antar segmen (m). Interval waktu,

dan nilainya. Satuan aliran yang digunakan disini adalah m2/dt.

k. Aliran Advektive

Menentukan jenis aliran dengan memilih aliran permukaan. Lalu tentukan pula

nama aliran, segmen, nilai fraksi aliran, serta interval waktunya. Satuan aliran

yang digunakan disini adalah m3/dt.

l. Kondisi Batas

Pada parameter-parameter yang telah dipilih unutk disimulasikan, tentukan nilai

kondisi batas (mg/L) dan interval waktunya.

m. Pemilihan Variabel Output

Menentukan parameter-parameter yang akan ditampilkan pada WASP post-

processor dan file CSV eksternal. File eksternal ini akan otomatis terbentuk dalam

Microsoft Office Excel unutk masing-masing parameter yang telah dipilih.

4. Melakukan simulasi dengan menekan tombol rxcute button.

5. Melihat hasil proses eksekusi pada file CSV yang sbelumnya telah terbentuk pada

Microsoft Office Excel

Page 75: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

64

6. WASP Post-prosessor

a. Menampilkan hasil simulasi dengan membuka output file dengan format (*.BMD)

b. Memilih menu plot x/y kemudian pilih parameter dan segmen yang akan

ditampilkan

c. Tekan “OK” untuk menampilkan grafik hasil simulasi.

7. Analisa hasil simulasi pada tiap-tiap segmen, berapa besar konsentrasi kualitas air

(Nitrogen dan Phospor) pada waduk Sutami dan juga apakah kualitas airnya masih

dalam tahap aman atau tidak sesuai standar yang berlaku.

3.4. Simulasi WASP 7.1.

Dari hasil pengolahan data penampang melintang masing-masing segmen maka

mendapatkan profil aliran yang kemudian dimasukkan sebagai sumber data bersama data-

data yang lain kedalam WASP 7.1. Data-data ini dimasukkan sesuai dengan rumusan masalah

studi, yang meliputi :

1. Simulasi model 1

Data yang digunakan adalah data kualitas air pada musim hujan tahun 2005 sserta

data penampang melintang dengan elevasi muka air rerata musim tersebut. Dari

simulasi ini akan didapatkan hasil sebaran polutan pada musim hujan.

2. Simulasi Model II

Data yang digunakan adalah data kualitas air pada musim kemarau tahun 2005 serta

ada penampang melintang dengan elevasi muka air rerata musim tersebut. Dari

simulasi ini akan didapatkan hasil sebaran polutan pada musim kemarau dan

perbandingan hasil dengan simulasi model 1.

Page 76: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

65

Mulai

Data DebitPenampang

Waduk

Data

Klimatologi

Data

Geometri

Data

Topografi

Pemodelan / model

Networking

Pembuatan Input

File (.wif)

Pemasukan Data Input

Running Simulasi WASP 7.1

Pembacaan Hasil Running pada file csv dan

tampilan grafik pada WASP Post-processor

Kalibrasi DO dan BOD

Apakah Mendekati Hasil

Pematauan

Running Skenario

Verifikasi dan

Validasi

Hasil Analisa

Selesai

Pri

nt

Inte

rval

Seg

men

tasi

Muat

an L

engkung

Var

iabel

Outp

ut

Fungsi

Wak

tu

Konst

anta

Par

amet

er

Sis

tem

Kontr

ol

Sim

ula

si

Tah

apan

Wak

tu

Exch

ange

Ali

ran A

dvec

tive

Kondis

i B

atas

ya

Apabila

Error >10%

PP.Kualitas Air No.82

Tahun 2001

Tidak

Apabila

Error <10%

Data

kualitas air

Gambar 3.1. Diagram Alir Pengerjaan Skripsi

Page 77: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

66

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 78: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

67

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Daerah Penelitian

4.1.1. Umum

Waduk Sutami yang merupakanwaduk nasional kedua yang dibangun oleh

Departemen Pekerjaan Umum setelah waduk Jatiluhur di Purwakarta, Jawa Barat.

Waduk yang diresmikan Presiden Soeharto pada tahun 1977 ini terletak di desa

Karangkates, kecamatan Sumber Pucung, kabupaten Malang. Waduk ini mempunyai

luas permukaan 15 km2 dan kedalaman maksimum 31 meter. Daerah pengumpulan air

pada waduk ini mencakup 2050 km2. Volume Air yang bisa di tampung waduk Sutami

ini adalah 343.000.000 m3, serta mempunyai ketinggian permukaan 297 meter. Debit

pada waduk Sutami ini mencapai 24 m3/detik pada musim kemarau,waduk ini bisa

menjamin ketersediaan pasokan air untuk irigasi 34.000 hektar sawah di wilayah hilir

sepanjang tahun.

4.1.2. Industri di Sekitar Daerah Penelitian

Pada hulu daerah penelitian terdapat beberapa industri yang mempengaruhi

tercemarnya air yang masuk ke waduk

Gambar4.1.Lokasi Studi dan Industri yang Ada di Sekitar Hulu Daerah

Penelitian.

Page 79: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

4.1.3. Lokasi Detail Stasiun Monitoring Penelitian

Penelitian yang dilakukan di waduk Sutami ini menggunakan 3 stasiun

monitoring, dimana tiap setiap stasiun monitoring terdapat 3 titik kedalaman yang di

ambil sampelnya, diantaranya adalah

a) Stasiun Monitoring Waduk Sutami Hulu terdapat 2 titik kedalaman yaitu kedalaman

1 (0,3 m) dan kedalaman 2 (4 m).

b) Stasiun Monitoring Waduk Sutami Tengah terdapat 3 titik kedalaman yaitu

kedalaman 1 (0,3 m), kedalaman 2 (5 m), dan kedalaman 3 (10 m).

c) Stasiun Monitoring Waduk Sutami Hilir terdapat 3 titik kedalaman yaitu kedalaman

1 (0,3 m), kedalaman 2 (5 m), dan kedalaman 3 (10 m).

Sketsa detail lokasi daerah penelitian beserta titik-titik kedalaman seperti yang

dijelaskan di atas dapat dilihat pada gambar 4.2.

Gambar 4.2. Sketsa Lokasi Detail Stasiun Monitoring Penelitian

Page 80: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

69

4.2.Pengolahan Data

WASP 7.1 adalah sistem kompartemen dinamis yang dapat digunakan untuk

menganalisa masalah kualitas air yang bervariasi pada berbagai macam bentuk perairan,

seperti aliran air, danau, waduk, sungai, muara, dan perairan pantai. Persamaan-

persamaan yang telah dipecahkan dengan WASP 7.1. didasarkan pada prinsip utama

keseimbangan massa. Prinsip ini membutuhkan adanya catatan untuk massa dari setiap

konstituen kualitas air yang sedan diteliti. WASP 7.1 melacak konstituen dari setiap

kualitas air mulai dari titik awal masukan spasial dan temporal hingga titik akhir

pengeluaran, konservasi massa dalam ruang dan waktu. Untuk menfungsikan

perhitungan keseimbangan massa ini, data masukan WASP 7.1 harus memenuhi tujuh

karakteristik penting :

Kontrol simulasi dari hasil keluaran

Pembagian sistem

Transportasi adveksi dan dispersi

Konsentrasi batas

Pemusatan dan penyebaran muatan polutan

Parameter kinetik, konstanta, dan fungsi waktu

Konsentrasi awal

Data masukan tersebut, bersama dengan persemaan keseimbangan total umum WASP

7.1 dan persamaan kimia kinetik yang spesifik, menjelaskan satu kesatuan persamaan

kualitas air yang terperinci. Persamaan-persamaan tersebut dikombinasikan secara

numerik oleh WASP 7.1 saat simulasi sedang berlangsung. Pada interval cetakan

pengguna tertentu, WASP 7.1 menyimpan nilai-nilai dari seluruh variabel tampilan

untuk mendaptkan informasi berikutnya oleh program post-processor. Berikut ini

adalah struktur pemodelan data dalam WASP 7.1

Pola Pengerjaan tugas akhir “ Analisa Sebaran Kualitas Air pada Waduk Sutami

dengan Menggunakan Program WASP 7.1” ini metode analisa yang dilakukan yaitu

menggunakan Metode Analisa Pemodelan.Program ini adalah program

modellingdinamis untuk sistem akuatik, termasuk kolom air dan bentos. Prinsip dasar

yang digunakan adalah kekekalan massa. Volume air dan parameter kualitas air yang

dipelajari prinsip penelusuran dan perhitungannya dalam jangka waktu dan ruang yang

lama menggunakan persamaan keseimbangan massa. Program hidrodinamik juga

menjaga momentum atau energi melalui ruang dan waktu. Program dasar menampilkan

Page 81: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

70

proses yang dilakukan dalam banyak interval waktu yang meliputi

adveksi,dispersi,muatan poin dan non poin, serta pertukaran batas. Proses kualitas air

ditampilkan dalam penelusuran kinetik baik yang diambil dari referensi maupun yang

ditulis sendiri oleh pengguna program ini. WASP dibuat untuk memudahkan pergantian

dari penelusuran kinetik ke bentuk keseluruhan untuk membentuk pemodelan masalah

yang lebih spesifik. WASP dibuat untuk pemodelan 2 macam kualitas air yaitu TOXI

untuk polutan beracun dan EUTRO untuk kualitas air pada umumnya

(DO,BOD,eutrofokasi). Seperti tersebut diatas maka pada analisa dan pengolahan data

dalam bab ini akan dibahas secara berurutan sebagai berikut :

1.Pengolahan data

2.Simulasi Pemodelan

3Pembahasan

4.Evaluasi Hasil Pemodelan

Program WASP 7.1 pemodelan EUTRO membutuhkan beberapa data masukan yang

saling terkait. Seluruh data masukan tersebut akan dibahas pada subbab berikut :

4.2.1. Data Kualitas Air

Data kualitas air yang digunakan adalah data BOD, DO, data polutan nitrogen (N),

Phospor (P), dalam periode tahun 2005. Data ini adalah data sekunder yang diambil

terlebih dahulu di Laboratorium Kualitas Air Perum Jasa Tirta I Malang dari tiga titik

pantau bagian hulu, tengah, hilir Waduk Sutami. Dari data sekuder , secara umum dapat

digambarkan kandungan nitrogen (N) dan Phospor (P) dalam keadaan normal, bahkan

relative kecil dibandingkan dengan standar kualitas air yang berlaku yaitu

PP.No.82.Tahun2001. Pemodelan dalam studi ini menggambarkan sebaran polutan

tersebut dalam waduk berdasarkan segmentasi yang telah dilakukan. Berikut adalah data

sekuder kualitas air waduk Sutami pada masing-masing musim beserta tahunnya. Data-

data kualitas air lainnya ditampilkan pada lampiran.

Tabel 4.1 Data Kualitas Air Stasiun Monitoring Waduk Sutami Tahun 2005

TGL JAM BOD COD PH TSS SULFIDA DO

06/01/05 11:30 19.3 mg/l 69.3 mg/l 6.9 mg/l 0.206 mg/l 7.4 mg/l

20/01/05 10:20 11.4 mg/l 44.3 mg/l 8.1 mg/l <0,011 mg/l 15 mg/l

02/02/05 9:45 9.2 mg/l 36.4 mg/l 8 mg/l <0,011mg/l 12.1 mg/l

16/02/05 10:45 10.8 mg/l 33.2 mg/l 8.1m g/l <0,011 mg/l 18.5 mg/l

02/03/05 11:20 17.5 mg/l 57.4 mg/l 8.9 mg/l 60.8 mg/l <0,011 mg/l 20 mg/l

17/03/05 11:55 7.7 mg/l 13.4 mg/l 8.8 g/l 28.9 mg/l 0.057 mg/l 17.1 mg/l

Page 82: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

71

TGL JAM BOD COD PH TSS SULFIDA DO

06/04/05 10:20 33.3 mg/l 109.4 mg/l 8.8 mg/l 131.7 mg/l 11.8 mg/l

20/04/05 10:25 6.2 mg/l 16.3 mg/l 7.4 mg/l 13.8 mg/l 9.1 mg/l

04/05/05 10:50 8.7 mg/l 16.4 mg/l 7.4 mg/l 6.3 mg/l 12.2 mg/l

18/05/05 10:40 3.7 mg/l 11.4 mg/l 7.7 mg/l 13.7 mg/l 8.1 mg/l

01/06/05 10:45 4.2 mg/l 14 mg/l 7.9 mg/l 6.6 mg/l 8.9 mg/l

15/06/05 12:30 3.9 mg/l 5.9 mg/l 7.5 mg/l 5.8 mg/l 9.6 mg/l

01/07/05 11:05 9.8 mg/l 20.8 mg/l 7.1 mg/l 22.1 mg/l 11.1 mg/l

20/07/05 10:55 4.1 mg/l 10.4 mg/l 7.5 mg/l 26.4 mg/l 10.6 mg/l

03/08/05 10:55 12.5 mg/l 26.5 mg/l 7.4 mg/l 18.8 mg/l 16.5 mg/l

15/08/05 10:40 3.3 mg/l 15.5 mg/l 6.6 mg/l 33.7 mg/l 7 mg/l

07/09/05 11:20 5.7 mg/l 16.8 mg/l 6.8 mg/l 15.5 mg/l 7.8 mg/l

21/09/05 10:50 8.1 mg/l 15.8 mg/l 6.8 mg/l 19.3 mg/l 8.1 mg/l

12/10/05 10:30 6 mg/l 11.9 mg/l 6.8 mg/l 20.9 mg/l 7.8 mg/l

26/10/05 11:30 6.5 mg/l 14.9 mg/l 7.1 mg/l 21.6 mg/l 7.1 mg/l

16/11/05 10:15 6.6 mg/l 24.8 mg/l 6.8 mg/l 24.9 mg/l 3.8 mg/l

23/11/05 10:45 3.5 mg/l 16.4 mg/l 7 mg/l 10.6 mg/l 3.2 mg/l

07/12/05 10:53 5.1 mg/l 19.6 mg/l 7.1 mg/l 23.8 mg/l 7.4 mg/l

19/12/05 10:20 3.1 mg/l 14.1 mg/l 6.9 mg/l 26.9 mg/l 6.1 mg/l

Sumber : Jasa Tirta I

4.2.2. Data Pola Operasi Waduk

Data yang digunakan dalam studi adalah debit inflow rerata bulanan waduk Sutami dari

musim penghujan dan musim kemarau dari periode tahun 2005 serta elevasi muka

air.Dalam hal ini data yang diperoleh dari Perum Jasa Tirta I dalam bentuk data

sekunder.Data-data pola operasi waduk lainnya pada lampiran.

Page 83: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

72

Tabel 4.2. Data Pola Operasi Waduk Sutami Tahun 2005

Tahun / Bulan /

Dekade

Musim Hujan/Kemarau 2005

Januari Pebruari Maret April

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

Elevasi

Muka

Air (m)

Pola 264.20 265.60 267.00 267.70 268.40 269.20 269.80 270.20 270.60 271.10 271.50 271.80

Aktual 262.93 264.10 266.08 266.92 267.99 268.84 269.29 270.03 270.27 270.59 271.09 271.42

Debit

Inflow

(m3/det)

Pola 80.40 78.10 83.10 100.80 92.70 88.90 97.50 95.40 87.00 79.50 80.40 80.10

Aktual 81.29 82.28 65.65 56.50 126.66 114.23 122.23 95.70 108.45 123.76 112.65 69.84

Debit

Outflow

(m3/det)

Pola 68.44 67.22 72.32 94.67 86.12 79.01 91.57 91.18 82.92 73.88 75.91 76.73

Aktual 86.53 73.94 48.55 46.73 106.60 100.08 115.53 90.33 110.18 114.42 109.31 67.84

Tahun / Bulan /

Dekade

Musim Hujan/Kemarau 2005

Mei Juni Juli Agustus

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

Elevasi

Muka

Air (m)

Pola 272.0 272.25 272.50 271.94 271. 83 271.80 271.56 271.06 270.58 270.14 269.53 268.81

Aktual 271.73 271.94 272.27 272.12 272.21 271.99 271.61 271.11 270. 03 269.63 269.25 268.82

Debit

Inflow

(m3/det)

Pola 65.80 54.90 55.20 39.60 40.90 41.00 36.80 32.40 31.50 30.60 28.60 26.90

Aktual 61.23 46.68 44.05 45.09 45.51 74.20 58.70 63.09 45.08 37.91 34.77 34. 32

Debit

Outflow

(m3/det)

Pola 63.55 51.70 52.29 42.80 42.20 41. 30 39.50 38.00 36.40 35..60 34.80 33.40

Aktual 57.79 47.50 39.84 46.64 44.46 74. 33 63.43 69.88 57.92 43.45 38.94 38.24

Page 84: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

73

Tahun / Bulan /

Dekade

Musim Hujan/Kemarau 2005

September Oktober November Desember

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

Elevasi

Muka

Air (m)

Pola 268.19 267. 36 266.40 265.91 264. 31 262.89 260.63 260. 36 260.07 260.90 261.50 262.50

Aktual 268.26 267. 37 266.40 265.69 264. 35 262.99 260.64 259.77 259..58 260.95 261.43 262.09

Debit

Inflow

(m3/det)

Pola 27.10 26.60 27.70 34.40 28.20 33.70 36.20 53.90 58. 30 57.50 55.52 68.65

Aktual 30.73 30.73 42.80 31.66 69. 30 52.03 44.87 42.82 66.88 81.05 115.40 132.56

Debit

Outflow

(m3/det)

Pola 33.20 34.10 36.10 38.60 40.60 42.90 50.90 55.60 60.10 51.89 51.78 63.66

Aktual 36.96 44. 39 53.07 38.81 78.12 65. 39 61.65 48.61 65.94 71. 23 110.44 127.62

Sumber: Perum Jasa Tirta I

Page 85: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

74

4.2.3. Data Klimatologi

Data klimatolotgi yang digunakan adalah temperature udara, kecepatan air, penguapan

atau evaporasi serta radiasi sinar matahari pada waduk Sutami.Data ini didapat dari

stasiun Klimatologi yang dikelola oleh Perum Jasa Tirta I.

Tabel 4.3. Data Klimatologi Waduk Sutami 2005

Bulan / Tahun Temperatur Penguapan

Kecepatan

Angin

(ºC) (mm) m/detik)

Januari 2005 23.40 4.63 0.118

Februari 2005 22.2 4.65 0.115

Maret 2005 23.0 4.3 0.09

April 2005 23.20 4.5 0.14

Mei 2005 23.60 4.2 0.08

Juni 205 24.0 3.8 0.116

Juli 2005 23.50 3.5 0.117

Agustus 2005 23.0 4.2 0.115

Sepmteber 2005 22.40 4.2 0.11

Oktober 2005 22.20 3.8 0.11

Nopember 2005 22.80 3.6 0.19

Desember 2005 22.60 4.3 0.118

Sumber : Perum Jasa Tirta I

4.2.4 Pembangunan Segmen

Pembangunan Segmen berasal dari Peta Topografi untuk mendapatkan area

waduk yang dijadikan lokasi studi.Dari peta ini pula dapat dilakukan segmentasi waduk

menjadi bagian – bagian yang sesuai mudah untuk memperoleh hasil yang tepat.Oleh

karena itu menggunakan AutoDesk Land agar memudahkan memperoleh data-data

topografi masing-masing segmen.Seperti elevasi, luas area, serta bentuk cross section

nya. Proses analisa nya adalah sebagai berikut :

1. Pembuatan peta topografi

Pembuatan peta topografi merupakan pembangunan file data digital berupa garis

kontur, dimana dalam studi ini adalah berada dalam tampungan Waduk Sutami.

2. Penentuan Segmen

Penentuan segmen dilakukan setelah peta topografi terbentuk.software WASP

7.1 dapat melakukan segmentasi hingga banyak segmen serta tidak ada batasan

mengenai antar jarak segmen.Dalam studi ini terbetuk 7 segmen dari peta

topografi.

3. Analisa segmen

Page 86: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

75

Analisa segmen dilakukan untuk masing-masing segmen dan dari hasil analisa itu

mendapatkan data-data seperti luas penampang, volume yang nantinya akan

berpengaruh pada penyebara polutan. Program WASP 7.1 mengasumsikan bahwa

segmen berpenampang segi empat sehingga untuk volume masing-masing segmen

adalah luas area permukaan dikalikan dengan tinggi muka air. Sedangkan jarak antar

segmen diambil dari as masing-masing segmen ke segmen berikutnya

Berikut ini contoh perhitungan analisa segmen Waduk Sutami pada segmen I :

a. Dari data pola operasi Waduk Sutami, diketahui elevasi muka air rerata pada

musim kemarau adalah ± 265,55m

b. Elevasi dasar saluran berdasarkan peta topografi Waduk Sutami ± 179,0m

c. Tinggi muka air (h) = 265,55-179,0 = 86,55m

d. Jarak antar section 1 dengan section 2 (L) adalah 151,454

e. Volume = A x h

= 38.480 x 86,55

= 3330476 m³

Berikut ini hasil dari perhitungan pemodelan masing-masing segmen pada musim

kemarau dan musim penghujan pada tahun 2005 yang ada dibawah ini :

Tabel 4.4. Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Musim Kemarau Tahun 2005

Elevasi

Muka

Air (m)

Elevasi

Dasar

(m) h (m) jarak (m) A (m²) V (m³)

265.55 179.00 86.550 38,480 3,330,476

265.55 159.00 106.550 151.454 134,072 14,285,340

265.55 139.00 126.550 265.487 289,433 36,627,706

265.55 119.00 146.550 363.008 449,393 65,858,544

265.55 109.00 156.550 530.901 694,423 108,711,947

265.55 109.00 156.550 230.068 595,687 93,254,837

265.55 109.00 156.550 537.241 761,647 119,235,907

Sumber : Hasil Perhitungan

Page 87: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

76

Tabel 4.5.Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Musim Penghujan Tahun 2005

Elevasi

Muka

Air

Elevasi

Dasar

(m) h (m) jarak (m) A (m²) V (m³)

269.55 179.00 90.545 38,480

3,484,205

269.55 159.00 110.545 151.454 134,072

14,820,956

269.55 139.00 130.545 265.487 289,433

37,783,989

269.55 119.00 150.545 363.008 449,393

67,653,869

269.55 109.00 160.545 530.901 694,423

111,486,167

269.55 109.00 160.545 230.068 595,687

95,634,608

269.55 109.00 160.545 537.241 761,647

122,278,688

Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.6. Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Musim Kemarau Tahun 2006

Elevasi

Muka Air

Elevasi

Dasar

(m) h (m) jarak (m) A (m²) V (m³)

264.47 179.00 85.470 38,480 3,288,917

264.47 159.00 105.470 151.454 134,072 14,140,543

264.47 139.00 125.470 265.487 289,433 36,315,119

264.47 119.00 145.470 363.008 449,393 65,373,199

264.47 109.00 155.470 530.901 694,423 107,961,970

264.47 109.00 155.470 230.068 595,687 92,611,495

264.47 109.00 155.470 537.241 761,647 118,413,327

Sumber : Hasil Perhitungan

Page 88: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

77

Tabel 4.7. Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Musim Penghujan Tahun 2006

Elevasi Muka

Air

Elevasi Dasar

(m) h (m)

jarak

(m) A (m²) V (m³)

269.85 179.00 90.849 38,480

3,495,921

269.85 159.00 110.849 151.454 134,072

14,861,774

269.85 139.00 130.849 265.487 289,433

37,872,106

269.85 119.00 150.849 363.008 449,393

67,790,684

269.85 109.00 160.849 530.901 694,423

111,697,581

269.85 109.00 160.849 230.068 595,687

95,815,962

269.85 109.00 160.849 537.241 761,647

122,510,567

Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.8. Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Musim Kemarau Tahun 2007

Elevasi Muka

Air

Elevasi

Dasar (m) h (m)

jarak

(m) A (m²) V (m³)

264.76 179.00 85.761 38,480

3,300,120

264.76 159.00 105.761 151.454 134,072

14,179,572

264.76 139.00 125.761 265.487 289,433

36,399,376

264.76 119.00 145.761 363.008 449,393

65,504,023

264.76 109.00 155.761 530.901 694,423

108,164,124

264.76 109.00 155.761 230.068 595,687

92,784,906

264.76 109.00 155.761 537.241 761,647

118,635,051

Sumber : Hasil Perhitungan

Page 89: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

78

Tabel 4.9. Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Musim Penghujan Tahun 2007

Elevasi Muka

Air

Elevasi Dasar

(m) h (m)

jarak

(m) A (m²) V (m³)

268.12 179.00 89.116 38,480

3,429,200

268.12 159.00 109.116 151.454 134,072

14,629,308

268.12

139.00

129.116

265.487

289,433

37,370,262

268.12 119.00 149.116 363.008 449,393

67,011,486

268.12 109.00 159.116 530.901 694,423

110,493,528

268.12 109.00 159.116 230.068 595,687

94,783,106

268.12 109.00 159.116 537.241 761,647

121,189,955

Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.10. Perhitungan Analisa Segmen pada Musim Kemarau 2008

Elevasi Muka

Air

Elevasi Dasar

(m) h (m)

jarak

(m) A (m²) V (m³)

266.45 179.00 87.448 38,480

3,365,044

266.45 159.00 107.448 151.454 134,072

14,405,781

266.45 139.00 127.448 265.487 289,433

36,887,713

266.45 119.00 147.448 363.008 449,393

66,262,248

266.45 109.00 157.448 530.901 694,423

109,335,770

266.45 109.00 157.448 230.068 595,687

93,789,963

266.45 109.00 157.448 537.241 761,647

119,920,120

Sumber : Hasil Perhitungan

Page 90: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

79

Tabel 4.11. Perhitungan Analisa Segmen pada Musim Penghujan 2008

Elevasi Muka

Air

Elevasi Dasar

(m) h (m)

jarak

(m) A (m²) V (m³)

270.59 179.00 91.594 38,480

3,524,567

270.59 159.00 111.594 151.454 134,072

14,961,583

270.59 139.00 131.594 265.487 289,433

38,087,572

270.59 119.00 151.594 363.008 449,393

68,125,232

270.59 109.00 161.594 530.901 694,423

112,214,540

270.59 109.00 161.594 230.068 595,687

96,259,418

270.59 109.00 161.594 537.241 761,647 123,077,572

Tabel 4.12. Perhitungan Analisa Segmen pada Musim Kemarau 2009

Elevasi Muka

Air

Elevasi Dasar

(m) h (m)

jarak

(m) A (m²) V (m³)

265.69 179.00 86.692 38,480

3,335,928

265.69 159.00 106.692 151.454 134,072

14,304,333

265.69 139.00 126.692 265.487 289,433

36,668,709

265.69 119.00 146.692 363.008 449,393

65,922,208

265.69 109.00 156.692 530.901 694,423

108,810,323

265.69 109.00 156.692 230.068 595,687

93,339,226

265.69 109.00 156.692 537.241 761,647

119,343,807

Sumber : Hasil Perhitungan

Page 91: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

80

Tabel 4.13. Perhitungan Analisa Segmen pada Musim Penghujan 2009

Elevasi Muka

Air

Elevasi Dasar

(m) h (m)

jarak

(m) A (m²) V (m³)

270.08 179.00 91.081 38,480

3,504,814

270.08 159.00 111.081 151.454 134,072

14,892,759

270.08 139.00 131.081 265.487 289,433

37,938,997

270.08 119.00 151.081 363.008 449,393

67,894,544

270.08 109.00 161.081 530.901 694,423

111,858,070

270.08 109.00 161.081 230.068 595,687

95,953,632

270.08 109.00 161.081 537.241 761,647

122,686,593

Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.14. Perhitungan Analisa Segmen pada Musim Kemarau 2010

Elevasi Muka

Air

Elevasi

Dasar (m) h (m)

jarak

(m) A (m²) V (m³)

266.45 179.00 87.448 38,480

3,365,044

266.45 159.00 107.448 151.454 134,072

14,405,781

266.45

139.00

127.448

265.487

289,433

36,887,713

266.45 119.00 147.448 363.008 449,393

66,262,248

266.45 109.00 157.448 530.901 694,423

109,335,770

266.45 109.00 157.448 230.068 595,687

93,789,963

266.45 109.00 157.448 537.241 761,647

119,920,120

Sumber : Hasil Perhitungan

Page 92: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

81

Tabel 4.15. Perhitungan Analisa Segmen pada Musim Penghujan 2010

Elevasi Muka

Air

Elevasi Dasar

(m) h (m)

jarak

(m) A (m²) V (m³)

270.59 179.00 91.594 38,480

3,524,567

270.59 159.00 111.594 151.454 134,072

14,961,583

270.59 139.00 131.594 265.487 289,433

38,087,572

270.59 119.00 151.594 363.008 449,393

68,125,232

270.59 109.00 161.594 530.901 694,423

112,214,540

270.59 109.00 161.594 230.068 595,687

96,259,418

270.59 109.00 161.594 537.241 761,647

123,077,572

Sumber : Hasil Perhitungan

4.3. Perhitungan Hidrolika

Perhitungan hidrolika yang dibutuhkan dalam aplikasi program WASP7.adalah

menggunakan profil aliran pada masing-masing segmen yang mempengaruhi pola

sebaran polutan dengan mengetahui jumlah debit, elevasi muka air serta bentuk

penampang yang didapat dari pengolahan peta topografi, maka akan dapat dihitung

kecepatan aliran masing-masing segmen. Perhitungan kecepatan aliran antar segmen

pada waduk dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

V = Q /A (4-1)

Dimana : Q : Debit Inflow Waduk (m³/ dtk)

A : Luas Area ( m²)

Untuk perhiitunga kecepatan aliran pada cross sectionpada musim kemarau di segmen I

Adalah sebagai berikut :

A = 711000( m²)

Q = 126,66 (m³/ dtk)

Page 93: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

82

V = Q /A

= 126,66 / 711000

= 0,0033 m/s

Untuk perhitugan pada segmen yang lain, pada musim kemarau akan ditabelkan pada

tabel dibawah ini :

Tabel 4.16.Perhitungan Kecepatan Aliran

Segmen A Q V

m² m³/detik m/s

1.00 711,000 126.66 0.0033

2.00 930,000 132.56 0.0010

3.00 667,000 163.72 0.0006

4.00 950,000 66.68 0.0001

5.00 680,000 136.98 0.0002

6.00 845,000 217.98 0.0004

7.00 764,000 214.17 0.0003

Sumber: Hasil Perhitugan

4.4. Simulasi Permodelan

4.4.1. Simulasi WASP7.1

Dari hasil pengolahan data penampang melintang pada masing-masing segmen

maka akan didapatkan profil aliran yang kemudian dimasukkan sebagai sumber data

bersama data-data yang lain kedalam WASP7.1 data ini dimasukkan sesuai dengan

rumusan masalah studi yang meliputi :

1. Simulasi model 1

Data yang digunakan adalah data kualitas air pada musim hujan tahun 2005

sserta data penampang melintang dengan elevasi muka air rerata musim tersebut.

Dari simulasi ini akan didapatkan hasil sebaran polutan pada musim hujan.

2. Simulasi Model II

Data yang digunakan adalah data kualitas air pada musim kemarau tahun 2005

serta ada penampang melintang dengan elevasi muka air rerata musim tersebut.

Dari simulasi ini akan didapatkan hasil sebaran polutan pada musim kemarau

dan perbandingan hasil dengan simulasi model 1.

Page 94: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

83

4.4.2. Tahapan Simulasi Program WASP7.1

Dalam proses pemodelan dengan menggunakan program WASP7.1 ini didapat

4 tahapan utama yaitu :

1. Penentuan Jenis Aliran dan Tahapan Waktu Pemodelan

2. Pemasukkan Input Data

3. Simulasi Model

4. Pembacaan Hasil Simulasi

4.4.2.1. Penentuan Jenis Aliran dan Tahapan Waktu Pemodelan

1. Jenis Aliran

Tampilan ini berisi mengenai informasi proyek pemodelan. Pada simulasi imi jenis

aliran yang digunakkan adalah Gross Flow dimana Wasp7.1 menggerakkan massa

aliran akhir secara indepeden. Kemdian tipe pemodelan yang digunakkan EUTRO

dimana sesuai dengan tujuan studi ini yaitu sebaran polutan untuk mengetahui tingkat

eutrofikasi pada waduk Sutami

Gambar 4.1. Penentuan Jenis Aliran dan Tipe Pemodelan

Page 95: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

84

2.Tahapan Waktu Pemodelan

Tahapan waktu simulasi yang diguakkan dalam studi ini adalah 0.1 hari

sehingga didapatkan hasil yang lebih akurat.Sedangkan untuk tahapan waktu hasil

tampilan digunakkan 30 hari agar dapat memudahkan kalibrasi, dimana data sekunder

kualitas air yang tersedia dalam bentuk data bulanan.

4.4.2.2. Pemasukkan Data Input

Dalam memasukkan data input, terdapat beberapa tahapan, yaitu:

4.4.2.2.1. Segmentasi

Segmentasi dalam WASP.7.1 komponen spasial yang merupakkan software

WASP7.1 yang menentukkan pengaturan persamaan data input. Dalam hal ini

segmentasi berisi empat tabel tentang informasi segmen

1.Definisi Segmen

Defiisi segmen ini menampilkan informasi tentang geometri segmen yang lebih

detail. Dalam studi ini terdapat tujuh segmen,yaitu segmen 1 sampai segmen 7.

penentuan segmen ini didasarkan pada topografi waduk Sutami dan titik pantau kualitas

air.

2. Fraksi Terlarut

Sebagai tambahan untuk konsetrasi kimia, fraksi terlarut pada permulaan

pemodelan harus ditentukan terlebih dahulu untuk masing-masing segmen.Dalam studi

ini seluruh fraksi terlarut dimasukkan dengan nilai 1.

Page 96: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

85

Gambar 4.2. Tampilan Segmentasi

4.4.2.2.2. Faktor Skala Parameter Segmen

Pada tampilan ini berisi tentang pilihan parameter yang akan disimulasikan

sekaligus faktor skala yang digunakan. Dalam studi ini seluruh faktor skala yang

digunakan adalah 1.

4.4.2.2.3. Exchange

Dalam tampilan ini berisi empat tabel kompleks yang berisi tetang informasi

pertukaran polutan pada masing-masing segmen. Apabla yang dismulasikan hanya

konsentrasi polutan dan disperse padatan pada badan air, maka hanya memberikan

informasi pada tabel surface water. Namun jika menyimulasikan polutan terlarut

bersama dengan dasar saluran, maka yang digunakan adalah tabel surface water dan

pore water.Dalam studi studi ini yang digunakan adalah surface water, dan parameter

yang digunakan inflow debit yang berubah tiap bulan

Page 97: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

86

Gambar 4.3. Tampilan Exchange

4.4.2.2.4. Flows

Cara kerja tampilan flowsini hampir sama dengan Exchange.perbedaannya

terdapat enam proses transport yang dapat dipilih. Dalam studi, proses yang dipilih

adalah surface water dengan memasukkan debit iflow waduk dan evaporasi dengan

memasukkan nilai eveporasi berdasarkan data klimatologi.

Page 98: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

87

Gambar 4.4. Tampilan Flows

4.4.2.2.5. Boundaries

Boundaries atau segmen batas adalah keadaan segmen ketika menerima segala

perubahan dari luar jaringan pemodelan. Misalnya berupa debit inflow atau debit

outflow, segmen batas ini otomatis ditentukan oleh program WASP7.1 saat pola aliran

ditentukan. Dalam studi ini segmen batas berada sebelum segmen 1 dan setelah segmen

7.

Page 99: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

88

4.4.2.2.6. Loads

Dalam table ini, nilai data yang dimasukkan adalah data konsentrasi parameter

masing-masing segmen. Pengisian data hanya dilakukan pada parameter yang akan

disimulasikan dalam permodelan. Apabila ingin melihat hasil yang ditimbulkan jika

nilai konsetrasi muatan lebih besar dua kali data awal, maka factor skala diubah menjadi

dua.Dalam pemodelan imi semua factor skala mengguakan angka satu.

Gambar 4.6. Tampilan Boudaries

4.4.2.2.7. Konstanta

Pada table ini berisi data-data kosentrasi tentang masing-masing parameter yang

akan dsimulasikan. Nilai konstanta ini akan digunakan untuk seluruh jaringan selama

pemodelan. Untuk data konsentrasi lainnya apabila dibutuhkan tapi kita tidak

menentukan nilainya maka program akan secara otomatis menentukan nilainya. Dalam

studi ini data konstan yang digunakan adalah elevasi tampungan diatas permukaan

laut±128,00 m dimana merupakan elevasi dasar terendah dari waduk.Nilai koefisien

reaksi maupun koefisien alam pada WASP7.1 merupakan koefisien yang didapat dari

hasil pemodelan Muara Potomac di Amerika Serikat. Berikut adalah contoh tabel

konstan:

Page 100: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

89

Gambar 4.7. Tampilan Data Konstanta

4.4.2.3. Simulasi Model

Setalah proses memasukkan data telah selesai, maka tahap selanjutnya adalah

dengan proses eksekusi model (running) proses ini akan mengumpulkan informasi data

masukan yang dibutuhkan dalam proses simulasi. Apabila data tambahan yang

dibutuhkan tidak tersedia, maka program akan secara otomatis menentukan nilainya.

Jika terdapat data yang tidak sesuai maka proses ini tidak akan berhasil, dan akan

menunjukkan kesalahan yang terjadi sehingga dapat dilakukan koreksi data. Proses ini

telah berhasil jika dalam tampilan muncul “Results File Closed”.

4.5. Pembahasan Hasil Pemodelan

Dari hasil pengumpulan dan analisa data sekunder polutan yang masuk kedalam

Waduk Sutami berasal dari limbah domestk. Seperti limbah pertanian, perhutanan, dan

llimbah pemukiman penduduk. Inflow polutan Waduk Sutami dkategorkan sebagai

point sourcekarena berasal dari satu saluran yang sama berdasarkan data sekunder yang

diambil dan dianalisa oleh Perum Jasa Tirta I, secara umum kosentrasi polutan DO,

BOD, N, P. masih berada dalam batas normal meskipun pernah terjadi eutrofikasi yang

parah di Waduk Sutami sesuai dengan PP. NO, 81 Tahun 2001. Berdasarkan hasil

pemodelan, secara keseluruhan parameter kualitas air ini pada musim kemarau

mengalami penurunan. Karena hal ini berhubungan dengan debit inflow waduk yang

Page 101: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

90

juga merupakan inflow polutan mengalami penurunan jika dibandingkan pada musim

penghujan .

Page 102: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

91

Gambar 4.8. Tampilan Hasil Simulasi

Page 103: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

92

Tabel 4.17 Hasil Simulasi WASP Pada Tahun 2005

Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR DO Kelas II

(mg/l) (mg/l) (%) (≥ 4 mg/l)

06/01/05 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 12.483 12.577 0.746 Memenuhi

15/06/05 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 6.533 6.638 1.569 Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 8.442 8.342 1.185 Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 5.705 5.855 2.562 Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 5.633 5.722 1.544 Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 5.550 5.739 3.296 Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 5.567 5.546 0.374 Memenuhi

01/07/05 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 7.458 7.373 1.151 Memenuhi

19/12/05 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 6.258 6.348 1.405 Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 9.092 9.139 0.520 Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 7.158 7.213 0.751 Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 5.633 5.717 1.458 Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 6.600 6.648 0.715 Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 4.675 4.655 0.428 Memenuhi

Page 104: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

93

Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR BOD Kelas II

(mg/l) (mg/l) (%) (≤ 3mg/l)

06/01/05 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 6.437 6.436 0.013 Tidak Memenuhi

15/06/05 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 4.542 4.543 0.037 Tidak Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 6.075 6.108 0.532 Tidak Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 3.300 3.212 2.677 Tidak Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 4.367 4.311 1.279 Tidak Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 3.392 3.321 2.088 Tidak Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 3.033 3.057 0.763 Tidak Memenuhi

01/07/05 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 6.492 6.453 0.603 Tidak Memenuhi

19/12/05 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 4.768 4.727 0.856 Tidak Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 4.458 4.383 1.682 Tidak Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 4.133 4.111 0.540 Tidak Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 2.825 2.770 1.941 Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 3.467 3.403 1.827 Tidak Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 2.867 2.824 1.483 Memenuhi

Page 105: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

94

Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR NH3 Kelas II

(mg/l) (mg/l) (%) (0 mg/l)

06/01/05 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 0.106 0.110 3.019 Tidak Memenuhi

15/06/05 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 0.070 0.065 7.111 Tidak Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 0.065 0.069 5.347 Tidak Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 0.067 0.073 9.279 Tidak Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 0.078 0.094 17.065 Tidak Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 0.065 0.066 1.783 Tidak Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 0.037 0.036 1.002 Tidak Memenuhi

01/07/05 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 0.101 0.110 7.895 Tidak Memenuhi

19/12/05 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 0.122 0.110 9.349 Tidak Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 0.049 0.043 13.311 Tidak Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 0.054 0.056 3.438 Tidak Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 0.076 0.075 1.089 Tidak Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 0.086 0.091 5.659 Tidak Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 0.092 0.088 4.567 Tidak Memenuhi

Sumber : Hasil Perhitungan

Page 106: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

95

Tabel 4.18. Hasil Simulasi WASP Pada Tahun 2006

Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR DO Kelas II

(mg/l) (mg/l) (%) (≥ 4 mg/l)

06/01/06 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 10.133 10.384 2.410 Memenuhi

15/06/06 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 6.383 6.422 0.601 Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 6.908 7.018 1.560 Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 6.117 5.930 3.049 Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 5.950 5.845 1.770 Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 6.783 6.762 0.320 Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 5.967 5.928 0.648 Memenuhi

01/07/06 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 6.367 6.170 3.082 Memenuhi

19/12/06 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 5.600 5.609 0.169 Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 7.033 7.128 1.328 Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 5.942 5.867 1.250 Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 5.350 5.206 2.684 Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 5.717 5.686 0.542 Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 4.650 4.665 0.327 Memenuhi

Page 107: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

96

Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR BOD Kelas II

(mg/l) (mg/l) (%) (≤ 3mg/l)

06/01/06 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 8.925 8.661 2.961 Tidak Memenuhi

15/06/06 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 3.900 4.026 3.125 Tidak Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 3.542 3.447 2.677 Tidak Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 3.683 3.578 2.857 Tidak Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 2.883 2.873 0.370 Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 3.642 3.589 1.440 Tidak Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 2.942 3.067 4.082 Tidak Memenuhi

01/07/06 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 4.833 4.794 0.822 Tidak Memenuhi

19/12/06 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 3.850 3.986 3.420 Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 7.875 7.917 0.534 Tidak Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 5.608 5.662 0.943 Tidak Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 4.575 4.543 0.696 Tidak Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 5.600 5.638 0.672 Tidak Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 4.433 4.410 0.522 Tidak Memenuhi

Page 108: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

97

Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR NH3 Kelas II

(mg/l) (mg/l) (%) (0 mg/l)

06/01/06 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 0.054 0.060 10.419 Tidak Memenuhi

15/06/06 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 0.047 0.046 3.269 Tidak Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 0.080 0.069 14.029 Tidak Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 0.037 0.040 8.411 Tidak Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 0.044 0.046 6.284 Tidak Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 0.042 0.042 0.000 Tidak Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 0.024 0.028 11.266 Tidak Memenuhi

01/07/06 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 0.113 0.104 7.356 Tidak Memenuhi

19/12/06 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 0.136 0.111 18.191 Tidak Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 0.295 0.309 4.434 Tidak Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 0.108 0.117 7.677 Tidak Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 0.133 0.126 5.072 Tidak Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 0.224 0.189 15.700 Tidak Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 0.202 0.199 1.501 Tidak Memenuhi

Sumber : Hasil Perhitungan

Page 109: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

98

Tabel 4.19. Hasil Simulasi WASP Pada Tahun 2007

Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR DO Kelas II

(mg/l) (mg/l) (%) (≥ 4 mg/l)

06/01/07 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 6.983 6.936 0.683 Memenuhi

15/06/07 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 6.133 6.199 1.062 Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 6.650 6.602 0.716 Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 5.458 5.424 0.626 Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 4.500 4.528 0.614 Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 5.317 5.301 0.286 Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 4.808 4.778 0.627 Memenuhi

01/07/07 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 6.983 6.963 0.289 Memenuhi

19/12/07 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 5.908 5.967 0.981 Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 7.150 7.170 0.275 Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 5.825 5.865 0.682 Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 4.950 4.990 0.797 Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 7.642 7.632 0.132 Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 7.517 7.613 1.268 Memenuhi

Page 110: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

99

Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR BOD Kelas II

(mg/l) (mg/l) (%) (≤ 3mg/l)

06/01/07 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 6.475 6.459 0.246 Tidak Memenuhi

15/06/07 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 4.225 4.204 0.495 Tidak Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 6.050 6.048 0.028 Tidak Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 2.883 2.841 1.476 Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 2.742 2.688 1.974 Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 4.442 4.485 0.957 Tidak Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 2.417 2.471 2.187 Memenuhi

01/07/07 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 5.158 5.201 0.812 Tidak Memenuhi

19/12/07 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 4.308 4.321 0.299 Tidak Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 4.658 4.600 1.242 Tidak Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 3.758 3.787 0.765 Tidak Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 4.050 4.083 0.804 Tidak Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 5.742 5.679 1.097 Tidak Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 5.725 5.679 0.809 Tidak Memenuhi

Page 111: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

100

Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR NH3 Kelas II

(mg/l) (mg/l) (%) (0 mg/l)

06/01/07 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 0.032 0.025 21.249 Tidak Memenuhi

15/06/07 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 0.050 0.049 2.146 Tidak Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 0.077 0.070 9.458 Tidak Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 0.029 0.029 0.000 Tidak Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 0.012 0.012 0.000 Tidak Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 0.187 0.241 22.298 Tidak Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 0.366 0.373 1.850 Tidak Memenuhi

01/07/07 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 0.168 0.176 4.554 Tidak Memenuhi

19/12/07 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 0.165 0.133 19.697 Tidak Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 0.133 0.108 18.462 Tidak Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 0.148 0.129 12.915 Tidak Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 0.138 0.130 5.324 Tidak Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 0.363 0.378 3.915 Tidak Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 0.354 0.378 6.232 Tidak Memenuhi

Sumber : Hasil Perhitungan

Page 112: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

101

Tabel 4.20. Hasil Simulasi WASP Pada Tahun 2008

Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR DO Kelas II

(mg/l) (mg/l) (%) (≥ 4 mg/l)

06/01/08 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 7.633 7.646 0.169 Memenuhi

15/06/08 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 6.617 6.655 0.576 Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 8.100 8.088 0.154 Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 6.267 6.323 0.896 Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 5.983 5.958 0.418 Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 6.083 6.087 0.055 Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 5.758 5.742 0.289 Memenuhi

01/07/08 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 6.983 7.028 0.640 Memenuhi

19/12/08 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 7.075 7.129 0.760 Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 6.867 6.914 0.688 Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 6.133 6.117 0.271 Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 5.183 5.234 0.969 Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 6.533 6.560 0.414 Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 5.017 5.015 0.036 Memenuhi

Page 113: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

102

Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR BOD Kelas II

(mg/l) (mg/l) (%) (≤ 3mg/l)

06/01/08 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 4.621 4.659 0.823 Tidak Memenuhi

15/06/08 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 2.915 2.846 2.357 Tidak Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 4.604 4.623 0.401 Tidak Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 4.588 4.623 0.762 Tidak Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 3.563 3.524 1.084 Tidak Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 4.525 4.573 1.040 Tidak Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 2.875 2.896 0.735 Tidak Memenuhi

01/07/08 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 3.825 3.819 0.169 Tidak Memenuhi

19/12/08 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 3.775 3.744 0.822 Tidak Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 4.350 4.361 0.247 Tidak Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 4.113 4.103 0.242 Tidak Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 4.163 4.157 0.139 Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 4.271 4.288 0.389 Tidak Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 3.483 3.502 0.539 Memenuhi

Page 114: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

103

Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR NH3 Kelas II

(mg/l) (mg/l) (%) (0 mg/l)

06/01/08 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 0.094 0.087 7.405 Tidak Memenuhi

15/06/08 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 0.131 0.120 8.813 Tidak Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 0.055 0.055 0.000 Tidak Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 0.084 0.096 12.545 Tidak Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 0.087 0.101 14.610 Tidak Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 0.090 0.103 12.165 Tidak Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 0.043 0.045 5.574 Tidak Memenuhi

01/07/08 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 0.308 0.282 8.223 Tidak Memenuhi

19/12/08 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 0.205 0.197 3.919 Tidak Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 0.177 0.166 5.926 Tidak Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 0.251 0.273 8.071 Tidak Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 0.279 0.316 11.481 Tidak Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 0.260 0.259 0.571 Tidak Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 0.195 0.242 19.221 Tidak Memenuhi

Sumber :Hasil perhitungan

Page 115: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

104

Tabel 4.21. Hasil Simulasi WASP Pada Tahun 2009

Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR DO Kelas II

(mg/l) (mg/l) (%) (≥ 4 mg/l)

06/01/09 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 6.983 6.936 0.683 Memenuhi

15/06/09 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 6.133 6.199 1.062 Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 6.650 6.602 0.716 Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 5.458 5.424 0.626 Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 4.500 4.528 0.614 Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 5.317 5.301 0.286 Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 4.808 4.778 0.627 Memenuhi

01/07/09 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 6.983 6.963 0.289 Memenuhi

19/12/09 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 5.908 5.967 0.981 Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 7.150 7.170 0.275 Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 5.825 5.865 0.682 Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 4.950 4.990 0.797 Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 7.642 7.632 0.132 Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 7.517 7.613 1.268 Memenuhi

Page 116: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

105

Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR BOD Kelas II

(mg/l) (mg/l) (%) (≤ 3mg/l)

06/01/09 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 6.475 6.459 0.246 Tidak Memenuhi

15/06/09 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 4.225 4.204 0.495 Tidak Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 6.050 6.048 0.028 Tidak Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 2.883 2.841 1.476 Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 2.742 2.688 1.974 Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 4.442 4.485 0.957 Tidak Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 2.417 2.471 2.187 Memenuhi

01/07/09 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 5.158 5.201 0.812 Tidak Memenuhi

19/12/09 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 4.308 4.321 0.299 Tidak Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 4.658 4.600 1.242 Tidak Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 3.758 3.787 0.765 Tidak Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 4.050 4.083 0.804 Tidak Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 5.742 5.679 1.097 Tidak Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 5.725 5.679 0.809 Tidak Memenuhi

Page 117: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

106

Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR NH3 Kelas II

(mg/l) (mg/l) (%) (0 mg/l)

06/01/09 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 0.032 0.025 21.249 Tidak Memenuhi

15/06/09 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 0.050 0.049 2.146 Tidak Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 0.077 0.070 9.458 Tidak Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 0.029 0.029 0.000 Tidak Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 0.012 0.012 0.000 Tidak Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 0.187 0.241 22.298 Tidak Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 0.366 0.373 1.850 Tidak Memenuhi

01/07/05 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 0.168 0.176 4.554 Tidak Memenuhi

19/12/05 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 0.165 0.133 19.697 Tidak Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 0.133 0.108 18.462 Tidak Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 0.148 0.129 12.915 Tidak Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 0.138 0.130 5.324 Tidak Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 0.363 0.378 3.915 Tidak Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 0.354 0.378 6.232 Tidak Memenuhi

Sumber : Hasil Perhitungan

Page 118: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

107

Tabel 4.22. Hasil Simulasi WASP Pada Tahun 2010

Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR DO Kelas II

(mg/l) (mg/l) (%) (≥ 4 mg/l)

06/01/2010 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 7.633 7.646 0.169 Memenuhi

15/06/2010 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 6.617 6.655 0.576 Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 8.100 8.088 0.154 Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 6.267 6.323 0.896 Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 5.983 5.958 0.418 Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 6.083 6.087 0.055 Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 5.758 5.742 0.289 Memenuhi

01/07/2010 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 6.983 7.028 0.640 Memenuhi

19/12/2010 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 7.075 7.129 0.760 Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 6.867 6.914 0.688 Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 6.133 6.117 0.271 Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 5.183 5.234 0.969 Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 6.533 6.560 0.414 Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 5.017 5.015 0.036 Memenuhi

Page 119: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

108

Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR BOD Kelas II

(mg/l) (mg/l) (%) (≤ 3mg/l)

06/01/2010 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 4.621 4.659 0.823 Tidak Memenuhi

15/06/2010 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 2.915 2.846 2.357 Tidak Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 4.604 4.623 0.401 Tidak Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 4.588 4.623 0.762 Tidak Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 3.563 3.524 1.084 Tidak Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 4.525 4.573 1.040 Tidak Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 2.875 2.896 0.735 Tidak Memenuhi

01/07/2010 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 3.825 3.819 0.169 Tidak Memenuhi

19/12/2010 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 3.775 3.744 0.822 Tidak Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 4.350 4.361 0.247 Tidak Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 4.113 4.103 0.242 Tidak Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 4.163 4.157 0.139 Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 4.271 4.288 0.389 Tidak Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 3.483 3.502 0.539 Memenuhi

Page 120: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

109

Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR NH3 Kelas II

(mg/l) (mg/l) (%) (0 mg/l)

06/01/2010 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 0.094 0.087 7.405 Tidak Memenuhi

15/06/2010 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 0.131 0.120 8.813 Tidak Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 0.055 0.055 0.000 Tidak Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 0.084 0.096 12.545 Tidak Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 0.087 0.101 14.610 Tidak Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 0.090 0.103 12.165 Tidak Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 0.043 0.045 5.574 Tidak Memenuhi

01/07/2010 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 0.308 0.282 8.223 Tidak Memenuhi

19/12/2010 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 0.205 0.197 3.919 Tidak Memenuhi

3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 0.177 0.166 5.926 Tidak Memenuhi

4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 0.251 0.273 8.071 Tidak Memenuhi

5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 0.279 0.316 11.481 Tidak Memenuhi

6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 0.260 0.259 0.571 Tidak Memenuhi

7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 0.195 0.242 19.221 Tidak Memenuhi

Page 121: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

110

Gambar 4.9. Hasil Simulasi Parameter DO Tahun 2005

Gambar 4.10. Hasil Simulasi Parameter BOD Tahun 2005

0

2

4

6

8

10

12

1. H

ulu

Ke

dal

aman

I(0

,3m

)

2. H

ulu

Ke

dal

aman

II(4

m)

3. T

enga

hK

ed

alam

an I

(0,3

m)

4. T

enga

hK

ed

alam

an II

(5m

)

5. T

enga

hK

ed

alam

an II

I(1

0m

)

6. H

ilir

Ke

dal

aman

I(5

m)

7. H

ilir

Ke

dal

aman

II(1

0m

)

Parameter DO (mg/l)

Musim Kemarau

Musim Hujan

Musim

Kemarau

Musim

Hujan

Ko

nse

ntr

asi

DO

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

NH3

Musim Hujan

Ko

nse

ntr

asi

NH3

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

DO

Musim

Kemarau

Musim Hujan

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

1. H

ulu

Ked

alam

an I

(0,3

m)

2. H

ulu

Ked

alam

an II

(4

m)

3. T

enga

h K

ed

alam

an I

(0,3

m)

4. T

enga

h K

ed

alam

an II

(5

m)

5. T

enga

h K

ed

alam

an II

I(1

0m

)

6. H

ilir

Ked

alam

an I

(5m

)

7. H

ilir

Ked

alam

an II

(1

0m

)Parameter BOD (mg/l)

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

Musim Hujan

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

NH3

Musim Hujan

Ko

nse

ntr

asi

NH3

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

DO

Musim

Kemarau

Musim Hujan

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

NH3

Musim Hujan

Ko

nse

ntr

asi

NH3

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

Musim

Kemarau

Musim Hujan

Page 122: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

111

Gambar 4.11. Hasil Simulasi Parameter NH3 Tahun 2005

Gambar 4.12. Hasil Simulasi Parameter DO Tahun 2006

0,000

0,020

0,040

0,060

0,080

0,100

0,120

0,140

1. H

ulu

Ked

alam

an I

(0,3

m)

2. H

ulu

Ked

alam

an II

(4

m)

3. T

enga

h K

ed

alam

an I

(0,3

m)

4. T

enga

h K

ed

alam

an II

(5m

)

5. T

enga

h K

ed

alam

an II

I(1

0m

)

6. H

ilir

Ked

alam

an I

(5m

)

7. H

ilir

Ked

alam

an II

(1

0m

)

Parameter NH3 (mg/l)

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

NH3

Musim Hujan

Ko

nse

ntr

asi

NH3

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

NH3

Musim

Kemarau

Musim Hujan

0

2

4

6

8

10

12

1. H

ulu

Ked

alam

an I

(0,3

m)

2. H

ulu

Ked

alam

an II

(4

m)

3. T

enga

h K

ed

alam

an I

(0,3

m)

4. T

enga

h K

ed

alam

an II

(5

m)

5. T

enga

h K

ed

alam

an II

I(1

0m

)

6. H

ilir

Ked

alam

an I

(5m

)

7. H

ilir

Ked

alam

an II

(1

0m

)

Parameter DO (mg/l)

Musim Kemarau

Musim Hujan

Ko

nse

ntr

asi

DO

Musim

Kemarau

Musim Hujan

Ko

nse

ntr

asi

DO

Musim

Kemarau

Musim Hujan

Page 123: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

112

Gambar 4.13. Hasil Simulasi Parameter BOD Tahun 2006

Gambar 4.14. Hasil Simulasi Parameter NH3 Tahun 2006

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

1. H

ulu

Ked

alam

an I

(0,3

m)

2. H

ulu

Ked

alam

an II

(4

m)

3. T

enga

h K

ed

alam

an I

(0,3

m)

4. T

enga

h K

ed

alam

an II

(5m

)

5. T

enga

h K

ed

alam

an II

I(1

0m

)

6. H

ilir

Ked

alam

an I

(5m

)

7. H

ilir

Ked

alam

an II

(1

0m

)

Parameter BOD (mg/l)

Musim Kemarau

Musim Hujan

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

Musim Hujan

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

0,000

0,050

0,100

0,150

0,200

0,250

0,300

0,350

1. H

ulu

Ked

alam

an I

(0,3

m)

2. H

ulu

Ked

alam

an II

(4

m)

3. T

enga

h K

ed

alam

an I

(0,3

m)

4. T

enga

h K

ed

alam

an II

(5m

)

5. T

enga

h K

ed

alam

an II

I(1

0m

)

6. H

ilir

Ked

alam

an I

(5m

)

7. H

ilir

Ked

alam

an II

(1

0m

)Parameter NH3

Musim Kemarau

Musim Hujan

Musim

Kemarau

Musim Hujan

Ko

nse

ntr

asi

NH3

Page 124: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

113

Gambar 4.14. Hasil Simulasi Parameter DO Tahun 2007

Gambar 4.15. Hasil Simulasi Parameter BOD Tahun 2007

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

1. H

ulu

Ked

alam

an I

(0,3

m)

2. H

ulu

Ked

alam

an II

(4

m)

3. T

enga

h K

ed

alam

an I

(0,3

m)

4. T

enga

h K

ed

alam

an II

(5m

)

5. T

enga

h K

ed

alam

an II

I(1

0m

)

6. H

ilir

Ked

alam

an I

(5m

)

7. H

ilir

Ked

alam

an II

(1

0m

)

Parameter DO (mg/l)

Musim Kemarau

Musim Hujan

Musim

Kemarau

Musim Hujan

Ko

nse

ntr

asi

DO

0

1

2

3

4

5

6

7

1. H

ulu

Ked

alam

an I

(0,3

m)

2. H

ulu

Ked

alam

an II

(4

m)

3. T

enga

h K

ed

alam

an I

(0,3

m)

4. T

enga

h K

ed

alam

an II

(5m

)

5. T

enga

h K

ed

alam

an II

I(1

0m

)

6. H

ilir

Ked

alam

an I

(5m

)

7. H

ilir

Ked

alam

an II

(1

0m

)

Parameter BOD (mg/l)

Musim Kemarau

Musim Hujan

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

Musim Hujan

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

Page 125: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

114

Gambar 4.16. Hasil Simulasi Parameter NH3 Tahun 2007

Gambar 4.17. Hasil Simulasi Parameter DO Tahun 2008

0,000

0,050

0,100

0,150

0,200

0,250

0,300

0,350

0,400

1. H

ulu

Ked

alam

an I

(0,3

m)

2. H

ulu

Ked

alam

an II

(4

m)

3. T

enga

h K

ed

alam

an I

(0,3

m)

4. T

enga

h K

ed

alam

an II

(5m

)

5. T

enga

h K

ed

alam

an II

I(1

0m

)

6. H

ilir

Ked

alam

an I

(5m

)

7. H

ilir

Ked

alam

an II

(1

0m

)

Parameter NH3 (mg/l)

Musim Kemarau

Musim Hujan

Ko

nse

ntr

asi

NH3

Musim

Kemarau

Musim Hujan

0

2

4

6

8

10

12

1. H

ulu

Ked

alam

an I

(0,3

m)

2. H

ulu

Ked

alam

an II

(4

m)

3. T

enga

h K

ed

alam

an I

(0,3

m)

4. T

enga

h K

ed

alam

an II

(5

m)

5. T

enga

h K

ed

alam

an II

I(1

0m

)

6. H

ilir

Ked

alam

an I

(5m

)

7. H

ilir

Ked

alam

an II

(1

0m

)Parameter DO (mg/l)

Musim Kemarau

Musim Hujan

Musim

Kemarau

Musim Hujan

Ko

nse

ntr

asi

DO

Ko

nse

ntr

asi

DO

Musim

Kemarau

Musim Hujan

Ko

nse

ntr

asi

DO

Musim

Kemarau

Musim Hujan

Page 126: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

115

Gambar 4.18. Hasil Simulasi Parameter BOD Tahun 2008

Gambar 4.19. Hasil Simulasi Parameter NH3 Tahun 2008

0

1

2

3

4

5

6

7

1. H

ulu

Ked

alam

an I

(0,3

m)

2. H

ulu

Ked

alam

an II

(4

m)

3. T

enga

h K

ed

alam

an I

(0,3

m)

4. T

enga

h K

ed

alam

an II

(5m

)

5. T

enga

h K

ed

alam

an II

I(1

0m

)

6. H

ilir

Ked

alam

an I

(5m

)

7. H

ilir

Ked

alam

an II

(1

0m

)

Parameter BOD (mg/l)

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

Musim Hujan

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

Musim Hujan

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

Musim Hujan

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

0,000

0,050

0,100

0,150

0,200

0,250

0,300

0,350

1. H

ulu

Ked

alam

an I

(0,3

m)

2. H

ulu

Ked

alam

an II

(4

m)

3. T

enga

h K

ed

alam

an I

(0,3

m)

4. T

enga

h K

ed

alam

an II

(5m

)

5. T

enga

h K

ed

alam

an II

I(1

0m

)

6. H

ilir

Ked

alam

an I

(5m

)

7. H

ilir

Ked

alam

an II

(1

0m

)

Parameter NH3

Musim Hujan

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

NH3

Musim

Kemarau

Musim Hujan

Ko

nse

ntr

asi

NH3

Page 127: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

116

Gambar 4.20. Hasil Simulasi Parameter DO Tahun 2009

Gambar 4.21. Hasil Simulasi Parameter BOD Tahun 2009

0,000

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

9,000

1. W

adu

k Su

tam

i Hu

luK

ed

alam

an I

(0,3

m)

2. W

adu

k Su

tam

i Hu

luK

ed

alam

an II

(4

m)

3. W

adu

k Su

tam

i Ten

gah

Ke

dal

aman

I (0

,3m

)

4. W

adu

k Su

tam

i Ten

gah

Ke

dal

aman

II (

5m

)

5. W

adu

k Su

tam

i Ten

gah

Ke

dal

aman

III (

10

m)

6. W

adu

k Su

tam

i Hili

rK

ed

alam

an I

(5m

)

7. W

adu

k Su

tam

i Hili

rK

ed

alam

an II

(1

0m

)

Parameter DO (mg/l)

06/01/07 15/06/07

01/07/07 19/12/07

Musim

Kemarau

Musim Hujan

Ko

nse

ntr

asi

DO

0

1

2

3

4

5

6

7

1. H

ulu

Ked

alam

an I

(0,3

m)

2. H

ulu

Ked

alam

an II

(4

m)

3. T

enga

h K

ed

alam

an I

(0,3

m)

4. T

enga

h K

ed

alam

an II

(5m

)

5. T

enga

h K

ed

alam

an II

I(1

0m

)

6. H

ilir

Ked

alam

an I

(5m

)

7. H

ilir

Ked

alam

an II

(1

0m

)Parameter BOD (mg/l)

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

Musim Hujan

Musim

Kemarau

Musim Hujan

Ko

nse

ntr

asi

DO

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

Musim Hujan

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

Page 128: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

117

Gambar 4.20. Hasil Simulasi Parameter NH3 Tahun 2009

Gambar 4.21. Hasil Simulasi Parameter DO Tahun 2010

0,000

0,050

0,100

0,150

0,200

0,250

0,300

0,350

0,400

1. H

ulu

Ked

alam

an I

(0,3

m)

2. H

ulu

Ked

alam

an II

(4

m)

3. T

enga

h K

ed

alam

an I

(0,3

m)

4. T

enga

h K

ed

alam

an II

(5m

)

5. T

enga

h K

ed

alam

an II

I(1

0m

)

6. H

ilir

Ked

alam

an I

(5m

)

7. H

ilir

Ked

alam

an II

(1

0m

)

Parameter NH3 (mg/l)

Musim Kemarau

Musim Hujan

Musim

Kemarau

Musim Hujan

Ko

nse

ntr

asi

NH3

Ko

nse

ntr

asi

NH3

Musim

Kemarau

Musim Hujan

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

1. H

ulu

Ked

alam

an I

(0,3

m)

2. H

ulu

Ked

alam

an II

(4

m)

3. T

enga

h K

ed

alam

an I

(0,3

m)

4. T

enga

h K

ed

alam

an II

(5

m)

5. T

enga

h K

ed

alam

an II

I(1

0m

)

6. H

ilir

Ked

alam

an I

(5m

)

7. H

ilir

Ked

alam

an II

(1

0m

)

Parameter DO (mg/l)

Musim Kemarau

Musim Hujan

Musim

Kemarau

Musim Hujan

Ko

nse

ntr

asi

DO

Page 129: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

118

Gambar 4.22. Hasil Simulasi Parameter BOD Tahun 2010

Gambar 4.23. Hasil Simulasi Parameter NH3 Tahun 2010

0

1

1

2

2

3

3

4

4

5

5

1. H

ulu

Ked

alam

an I

(0,3

m)

2. H

ulu

Ked

alam

an II

(4

m)

3. T

enga

h K

ed

alam

an I

(0,3

m)

4. T

enga

h K

ed

alam

an II

(5m

)

5. T

enga

h K

ed

alam

an II

I(1

0m

)

6. H

ilir

Ked

alam

an I

(5m

)

7. H

ilir

Ked

alam

an II

(1

0m

)

Parameter BOD (mg/l)

Musim Kemarau

Musim Hujan

Ko

nse

ntr

asi

BO

D

Musim

Kemarau

Musim Hujan

0,000

0,050

0,100

0,150

0,200

0,250

0,300

0,350

1. H

ulu

Ked

alam

an I

(0,3

m)

2. H

ulu

Ked

alam

an II

(4

m)

3. T

enga

h K

ed

alam

an I

(0,3

m)

4. T

enga

h K

ed

alam

an II

(5m

)

5. T

enga

h K

ed

alam

an II

I(1

0m

)

6. H

ilir

Ked

alam

an I

(5m

)

7. H

ilir

Ked

alam

an II

(1

0m

)Parameter NH3

Musim Kemarau

Musim HujanMusim Hujan

Musim

Kemarau

Ko

nse

ntr

asi

NH3

Page 130: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

119

4.6. Kalibrasi Permodelan

Kalibrasi adalah menentukan kebenaran konvensional penunjukkan alat melalui cara

perbandingan dengan standar ukurnya yang tertelusur ke standar Nasional/Internasional.

Kalibrasi bisa dilakukan dengan membandingkan suatu standar yang terhubung dengan

standar nasional maupun internasional bahan – bahan acuan tersertifikasi, serta mengikuti

petunjuk didalam ISO/IEC 17025:2005.

Pada umumnya kalibrasi merupakan proses untuk menyesuaikan keluaran atau indikasi

dari suatu perangkat pengukuran agar sesuai dengan besaran dari standar yang digunakan

dalam akurasi tertentu, contohnya adalah dalam analisa pola sebaran polutan yang terjadi pada

Waduk Sutami selama periode tahun 2005-2010. Pengujian kalibrasi menggunakan uji 2

populasi data Uji T. Dari tabel diatas hasil simulasi WASP dan Kalibrasi data-data parameter

yang dapat diperoleh dengan cara merubah data-data pada tabel konstanta. Agar hasil simulasi

WASP 7.1 dapat mendekati hasil lapangan yang diperoleh dari data sekuder parameter kualitas

air Perum Jasa Tirta I. Berikut ini contoh dari langkah-langkah memperoleh data-data agar hasil

simulasi mendekati data lapangan:

Gambar 4.24. Tampilan Hasil Konstanta Data Amonia Pada Tahun 2005

Page 131: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

120

Gambar 4.25. Tampilan Hasil Konstanta Data Nitrogen Pada Tahun 2005

Gambar 4.26. Tampilan Hasil Konstan Data Dissolved Oxygen Pada Tahun 2005

Page 132: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

121

Gambar 4.27. Tampilan Hasil Konstanta Data BOD Pada Tahun 2005

Tabel 4.23. Rekapitulasi Amonia Pada Konstanta Data

Konstanta Data Jumlah Minimum Maksimum

Nitrification Rate Constant @20 °C (per day) 0.15 0 10

Nitrification Temperature Coefficient 1.08 0 1.07

Half Saturation Constant for Nitrification Oxygen Limit

(mg O/L) 1 0 2

Minimum Temperature for Nitrification Reaction, deg C 0 0 20

Ammonia Partition Coefficient to Water Column Solids,

L/kg 0 0 1000

Ammonia Partition Coefficient to Bentic Solids, L/kg 0 0 1000

Tabel 4.24. Rekapitulasi Nitrogen Pada Kostanta Data

Konstanta Data Jumlah Minimum Maksimum

Dissolved Organic Nitrogen Mineralization Rate Constant

@20 °C (per day) 0.005 0 1.08

Dissolved Organic Nitrogen Mineralization Temperature

Coefficient 1.02 0 1.08

Organic Nitrogen Decay Rate Constant in Sediments @20

°C (per day) 0.1 0 0.0004

Organic Nitrogen Decay in Sediment Temperature

Coefficient 1.08 0 1.08

Fraction of Phytoplankton Death Recycled to Organic

Nitrogen 0.8 0 1

Sumber: Hasil Perhitungan

Page 133: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

122

Tabel 4.25. Rekapitulasi Dissolved Oxygen Demand (DO)

Pada Konstanta Data

Konstanta Data Jumlah Minimum Maksimum

Waterbody Type Used for Wind Driven Reaeration Rate 0 0 3

Calc Reaeration Option (0=Covar, 1=O'Connor, 2=Owens,

3=Churchill, 4=Tsivoglou) 0 0 4

Global Reaeration Rate Constant @ 20 °C (per day) 0 0 10

Elevation above Sea Level (meters) used for DO Saturation 0 0 15000

Reaeration Option (Sums Wind and Hydraulic Ka) 0 0 1

Minimum Reaeration Rate, per day 0 0 24

Maximum Allowable Calculate Reaeration Rate, per day 0 0 100

Theta -- Reaeration Temperature Correction 0 0 1.03

Oxygen to Carbon Stoichiometric Ratio 2.67 0 2.67

Use (1 - On, 0 - Off) Total Depth of Vertical Segments in

Reaeration Calculation 0 0 1

Light Threshold at Bottom to Inhibit SOD (ly/Day) 0 0 800

Tabel 4.26. Rekapitulasi Biologycal Oxygen Demand

(BOD) Pada Konstanta Data

Konstanta Data Jumlah Minimum Maksimum

BOD (1) Decay Rate Constant @20 °C (per day) 0.05 0 5.6

BOD (1) Decay Rate Temperature Correction Coefficient 1.02 0 1.07

BOD (1) Decay Rate Constant in Sediments @20 °C (per day) 0.004 0 0.0004

BOD (1) Decay Rate in Sediments Temperature Correction

Coefficient 1.08 0 1.08

BOD (1) Half Saturation Oxygen Limit (mg O/L) 1 0 0.5

Fraction of Detritus Dissolution to BOD (1) 0 0 1

Fraction of BOD (1) Carbon Source for Denitrification 0 0 1

Sumber: Hasil Perhitungan

Dari tabel di atas didapatkan hasil yang menunjukan bahwa nilai pemodelan tiap

masing-masing simulasi memiliki hasil bacaan mendekati kondisi di lapangan. Dengan

mencoba mengisi data pada konstan data dengan tujuan memperoleh data simulasi mendekati

data lapangan. Pada tabel konstan berisi data-data yang akan disimulasikan.Nilai konstan akan

digunakan untuk seluruh jaringan selama pemodelan. Untuk data konstan lainnya apabila

dibutuhkan tapi kita tidak menentukan nilainya maka secara otomatis program akan

menentukan nilainya. Dari hasil perhitungan dan pemodelan dari tabel diatas dimulai pada

tahun 2005 konsetrasi DO menjadi patokan awal terhadap segmen-segmen lain dalam tempo

waktu yang berbeda. Berikut ini penjelasan dari hasil simulasi WASP7.1 dari tahun 2005-

2010. Hasil dari permodelan WASP 7.1 sangat bervariasi, diantaranya ada yang tercemar

ringan, tercemar sedang dan tercemar berat untuk peruntukan kelas 2. Status mutu air yang

tercemar berat disebabkan oleh tingginya akumulasi pembuangan limbah organik yang

Page 134: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

123

berasal dari limbah industri dan limbah domestik di sekitar waduk Sutami. Beberapa industri

membuang limbahnya ke sungai dan langsung masuk ke waduk Sutami diantaranya PG.

Kebonagung (gula), PT. Penamas (rokok) danUD. Singkong Artha M. (tapioka). Dimana

limbah dari ketiga industri di atas merupakan limbah yang mengandung organik tinggi.

Berdasarkan hasil permodelan konsentrasi DO pada grafik 4.9 tersebar hampir merata

Diseluruh area waduk pada bagian hulu,tengah. Dan hilir waduk.Namun ketika pada musim

kemarau pada tahun 2005 terjadi kenaikan konsentrasi DO dibagian hulu waduk. Lalu pada

musim penghujan konsentrasi DO cenderung lebih dominan daripada musim kemarau pada

bagian tengah serta hilir waduk hal ini karena konsentrasi polutan pada terjadi pada bagian

tengah serta hilir waduk sehingga membutuhkan oksigen terlarut lebih besar dalam proses

dekoposisi. Secara umum konsentrasi DO pada tahun 2005 masih dapat memenuhi standar

baku mutu air kelas II yaitu >4mg/l.

Berikutnya untuk konsetrasi BOD pada grafik 4.10 pada tahun 2005 hasil permodelan

menunjukkan pada musim kemarau polutan BOD mengalami peningkatan pada bagian tengah

waduk dikarenakan akumulasi polutan berkumpul pada bagian tengah waduk. Sedangkan

pada musim penghujan konsetrasi polutan BOD mengalami penurunan pada bagian hulu

hingga bagian hilir waduk oleh karena itu tidak memenuhi standar baku mutu kualitas air

kelas II yaitu <3 mg/l. sedangkan untuk konsetrasi polutan NH3-N berdasarkan hasil

permodelan grafik 4.11. mengalami peningkatan pada musim penghujan di bagian hulu

hingga bagian hilir waduk justru pada musim kemarau kosentrasi NH3-N mengalami

penurunan sehingga tidak memenuuhi standar baku mutu kelas II < 0 mg/l. Untuk pembacaan

hasil simulasi pada tahun-tahun selanjutnya dapat dilihat diatas.

4.5.1. Data Mutu Air DO (Dissolved Oxygen)

Parameter DO merupakan suatu parameter yang jika nilai konsentrasi parameter

menurun menyatakan tingkat pencemaran meningkat. Kadar parameter DO yang terendah

mulai dari tahun 2005 sampai 2010 adalah 4,66 mg/l pada bulan Oktober tahun 2006 di

Stasiun Monitoring Waduk Sutami Hilir Kedalaman 3 (10 m). Sedangkan baku mutu air

parameter DO untuk peruntukan kelas dua sesuai PP. RI no.82 tahun 2001adalah >4 mg/l atau

lebih besar dari 4 mg/l. Maka kadar parameter DO terendah yang terkandung di waduk

Sutami masih memiliki nilai yang rawan untuk baku mutu air yang ditetapkan. Data

parameter DO mulai tahun 2005 sampai tahun 2010 selengkapnya dapat dilihat pada

Lampiran.

4.5.2.Data Mutu Air NH3-N (Amonia Bebas)

Kadar parameter NH3-N yang tertinggi mulai dari tahun 2005 sampai 2010 adalah

0,378 mg/l pada akhir tahun 2009 di Stasiun Monitoring Waduk Sutami Hilir Kedalaman 3

Page 135: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

124

(10m). Sedangkan baku mutu air parameter NH3-N untuk peruntukan kelas dua sesuai PP. RI

no.82 tahun 2001 adalah 0 mg/l. Maka kadar parameter NH3-N tertinggi yang terkandung di

waduk Sutami memebihi baku mutu air yang ditetapkan. Data parameter NH3-N mulai tahun

2005 sampai tahun 2010 selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran

4.5.3.Data Mutu Air BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Kadar parameter BOD yang tertinggi mulai dari tahun 2005 sampai 2010 adalah 7,917

mg/l pada akhir tahun 2006 di Stasiun Monitoring Waduk Sutami Hilir Kedalaman 2 (5 m).

Sedangkan baku mutu air parameter BOD untuk peruntukan kelas dua sesuai PP. RI no.82

tahun 2001 Lampiranadalah 3 mg/l. Maka kadar parameter BOD tertinggi yang terkandung di

waduk Sutami memebihi baku mutu air yang ditetapkan. Data parameter BOD mulai tahun

2005 sampai tahun 2010 selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran.

4.6. Kelebihan dan Kekurangan Program WASP 7.1

Dari simulasi model program WASP;7.1 terdapat kelebihan serta kekurangan atara

lain sebagai berikut :

4.6.1. Kelebihan program WASP7.1

1. Dapat digunakan atau diaplkasikan kedalam semua badan air dalam tingkat kesulitan

tertentu.

2. Dapat memodelkan hampir seluruh permasalahan kualitas air contohnya seperti eutrofkasi.

3. Skala waktu data lebih fleksibel, misalnya dapat menggunakan data jam-jaman sampai data

tahunan

4. Menggunakan data metrik yang merupakan data satuan yang digunakan di Indonesia

sehingga tidak perlu melakukan konversi satuan.

5, Hasil dari interval tampilan dapat diatur sehingga dapat diketahui hasilnya dalam rentang

waktu yang berbeda.

4.6.2. Kekurangan Program WASP7.1

1. Bentuk penampang diasumsikan sebagai segi empat sehingga kurang akurat untuk

mendapatkan profil aliran pada masing-masing segmen.

2. Tampilan hasil keluaran 2D, dan 3D tidak ikut disertakan dalam program ini sehingga hasil

keluaran hanya berbentuk 1D.

Page 136: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

125

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan batasan masalah, rumusan masalah, dan setelah diadakan analisa serta

pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Konsentrasi polutan pada waduk berbanding lurus dengan debit inflow yang

masuk, karena merupakan inflow polutan. Hal ini ditunjukkan dari perbandingan

hasil simulasi pada saat musim hujan dan musim kemarau, hal ini ditunjukkan

dengan konsentrasi polutan pada musim penghujan lebih besar daripada saat musim

kemarau.

2. Pola sebaran polutan yang lebih banyak terkonsentrasi di bagian tengah waduk.

Karena dipengaruhi oleh kecepatan aliran dan kedalaman waduk. Sehingga untuk

usaha preventif terhadap eutrofikasi dapat difokuskan pada bagian tengah waduk.

Pada bagian tengah waduk juga dapat diperkirakan merupakan area yang

mendapatkan penyinaran sinar matahari yang cukup untuk proses dekomposisi

poloutan secara aerobik.

3. Secara umum, kualitas air Waduk Sutami masih relatif baik karena masih

memenuhi standar kualitas air PP No.81 Tahun 2001. Namun polutan N yang

masih berbentuk NH3 dan NO3 yang tidak terdeteksi menunjukkan limbah organik

dalam waduk belum teroksidasi dengan baik. Limbah organik teroksidasi dengan

baik jika mengandung NO3 dan sedikit mengandung NH3. Dalam Hal ini proses

pembusukan limbah pada kondisi aerobik Waduk Sutami tidak berjalan dengan

baik.

5,2. Saran

Saran yang dapat diberkan oleh penyusun, sebagai akhir dari studi ini adalah

sebagai berikut :

1. Untuk mendapatkan hasil simulasi yang baik, diperlukan data-data yang lengkap

serta akurat. Mengenai data-data dalam program WASP7.1 ini data yang diperlukan

antara lain seperti data kualitas air, peta topografi, atau data echosounding

penampang, data klimatologi.

Page 137: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

126

2. Agar proses pembusukkan limbah organic aerobic dapat berjalan dengan baik maka

diperlukan adanya pengendalian limbah organik yang masuk mengalir kedalam

sungai sebagai inflow dari waduk

3. Untuk industri yang membuang limbahnya langsung ke sungai Brantas yang

merupakan sumber masukan waduk Sutami diupayakan mengolah limbahnya

terlebih dahulu sesuai baku mutu air sebelum akhirnya di buang ke sungai.

4. Melakukan pemantauan kualitas air secara rutin serta melakukan penelitian

eutrofikasi dengan lermbaga penelitian seperti perguruan tinggi terkait, serta

lembaga lain yang berwenang.

Page 138: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2001. Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 Tentang Pengelohan

Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta: Departemen

Kesehatan

Anonim. 2006 Water Quality Analysis Simulation Program (WASP) Version 7.1

Athens, Georgia : Watershed and Water Quality Modellig Technical Support

Center US EPA Office of Research Development National Exposure

Research Laboratory Ecosystems Research Division.

Barus T. A. 2003. Pengantar Limnologi. Jurusan Biologi FMIPA USU. Medan

Bohn, H.L, B.L. McNeal, and G.A. O’Connor. 1983. Soil Chemistry Second

Edition A Willey Interscience Publication, New York

Brahmana, dkk,1993, PP: Produktifitas Primer. Jurnal Litbang Pengairan. 28( 8),

Puslitbang Pengairan, Bandung

Brown, L.C., and Barnwell, T.O. 1987. The Enhaced Stream Water Quality

Models QUAL2E and QUAL2E-UNCAS, EPA/600/3-87-007, U.S.

Environmental Protection Agency, Athens, GA, 189 pp.

Covar. 1976. Reweighted Minimum Covariance Determinant (RMCD)

http://statistik.studentjournal.ub.ac.id

(Diakses tanggal 10 Maret 2014)

Goldman,C.R dan Horn, A.J.,1994. Limnology. 2 nd . Mc Graw Hill.Inc

Jubaedah, I. 2006. Pengelolaan Waduk Bagi Kelestarian dan Keanekaragaman

Hayati Ikan. Jakarta: Jurnal Penyuluhan Pertanian Vol.1 No.1, Mei 2006

Kementerian Lingkungan Hidup, 2003. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup

Nomor 114/2003 tentang Pedoman Pengkajian untuk Menetapkan Kelas Air

Kementerian Lingkungan Hidup, 2009. Peraturan Meneter Lingkungan Hidup

Nomor : 8/2009 Tentang Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan

Waduk

L.B. Leopold and Maddox, 1978. Water in Enviromental Planning. W.H.

Freeman and Company, New York.

Leopold et al. 1964. Klafikasi Sungai.

http://www.galeripustaka.com/2013/03/klasifikasi-sungai.html

(Diakses tanggal 9 Maret 2014).

Page 139: KONSTRUKSI BAJA IIrepository.ub.ac.id/4491/1/Ahmad Habibi.pdf · dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi pencemaran

Linsley, Ray K dan Franzini, J.B. 1996. Teknik Sumber Daya Air II. Edisi Ketiga.

Terjemahan Djoko Sasongko. Jakarta: Erlangga.

Machbub,B., Fulazzaky, M.A., Brahmana, S. dan.Yusuf, I.A., 2003.

“Eutrophication of Lakes and Reservoir and Its Restoration in Indonesia”.

Jurnal Litbang Pengairan Vol.17(50) , Puslitbang Pengairan, Bandung.

Peavy, Howard S., Rowe, Donald R, and G. Tchobanologlous. 1986.

Enviromental Engineering. Singapore: Mc Grow Hill Book Company.

Ryding, S and W. Rast 1989. The control of eutrophication of lakes andreservoirs.

T he Parthenon Publishing Group,New Jersey.

Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: Universitas

Indonesia (UI-Press).

Sulastri, Ami A Meutia dan Tri Suryono, 2004. Blooming Algae Dinoflagelata

Ceratium hirudinella di Waduk Karangkates, Malang Jawa Timur.,

Proseding Kolokium Puslitbang SDA, Bandung.

Soedibyo, 1993. Teknik Bendungan. Jakarta: Pradnya Paramitha.

Soemarto C.D. 1995. Hidrologi Teknik. Surabaya: Usaha Nasional.

UNEP-IETC-ILEC, 2001. Lakes and Reservoir Water Quality: The Impact of

Eutrophication, Shiga-Japan. Vol.3, ISBN: 4-906356-31-1

Wetzel, R.G. 2001. Limnology 4th

. W.B. Saunders. Co. Philadelphia,Pensylvania

Wool, Tim A, Robert B, Ambrose, James L, Martin, Edward A. 2002 Water

Quality Analysis Simulation Program ( WASP) Version 6.0. Atalanta,

Georgia: US Enviromental Protection Agency-Region 4.