konstruksi baja iirepository.ub.ac.id/4491/1/ahmad habibi.pdf · dan ibu emma yuliani, st., mt.,...
TRANSCRIPT
ANALISA SEBARAN KUALITAS AIR PADA WADUK SUTAMI
DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM WASP 7.1
SKRIPSI
TEKNIK PENGAIRAN KONSENTRASI SISTEM INFORMASI SUMBER
DAYA AIR
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
Memperoleh gelar SarjanaTeknik
AHMAD HABIBI
NIM. 105060407111012
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2017
ii
RINGKASAN
Ahmad Habibi. (2017). Analisa Sebaran Kualitas Air Pada Waduk Sutami
Dengan Menggunakan Program WASP 7.1 . Jurusan Pengairan, Fakultas Teknik,
Universitas Brawijaya, Malang. Dosen Pembimbing: Bapak Ir.Moh. Sholichin., Ph.D.
dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D..
Selama satu dekade terakhir terutama pada tahun 2004 silam telah terjadi
pencemaran serius di perairan waduk Sutami, dimana limbah organik dari
pembuangan limbah industri serta limbah domestik yang tinggi, sehingga melebihi
baku mutu yang diperbolehkan. BOD limbah industri yang seharusnya 50-150 mg/l.
Namun faktanya, sebagian besar industri membuang limbah lebih dari 1.000 mg/l.
Bahkan sebuah pabrik tapioka, BOD-nya 10.441 mg/l. Begitu juga peternakan babi,
yang mencapai 10.551 mg/L. Tingginya nilai BOD ini berpengaruh besar terhadap
pengurangan KOT (Kandungan Oksigen Terlarut) serta menyebabkan mengendapnya
bahan pencemar di dasar bendungan dan terbentuknya kondisi anoksik di perairan
sehingga tercipta kondisi yang sangat sesuai untuk pertumbuhan populasi bakteri serta
pada umumnya ikan akan mati jika kandungan oksigen dalam air lebih rendah dari 1,5
miligram per liter (mg/l).
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan Status mutu air di Waduk Sutami
ditinjau dari peruntukannya. Penentuan status mutu air di Waduk Sutami dilakukan
pada stasiun monitoring terdekat, yaitu Stasiun Monitoring Waduk Sutami Hulu,
Stasiun Monitoring Waduk Sutami Tengah dan Stasiun Monitoring Waduk Sutami
Hilir, dimana pada tiap stasiunnya terdapat 2 sampai 3 titik pemantauan pada
kedalaman tertentu. Dengan menggunakan program software WASP 7.1 bertujuan
untuk menganalisa kualitas air permukaan seperti misalnya waduk sungai, danau, atau
telaga. WASP 7.1 merupakan pengembangan dari program sebelumnya (WASP 6)
yang digunakan untuk menganalisa dan memprediksi kualitas air terkait dengan
fenomena alam maupun polutan yang dibuat oleh manusia dalam berbagai macam
penentuan manajemen polusi air.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, Hasil dari permodelan WASP 7.1
sangat bervariasi, diantaranya ada yang tercemar ringan, tercemar sedang dan
tercemar berat untuk peruntukan kelas 2. Parameter DO merupakan suatu parameter
yang jika nilai konsentrasi parameter menurun menyatakan tingkat pencemaran
meningkat. Kadar parameter DO yang terendah mulai dari tahun 2005 sampai 2010
adalah 4,66 mg/l pada bulan Oktober tahun 2006 di Stasiun Monitoring Waduk
Sutami Hilir Kedalaman 3 (10 m). Kadar parameter NH3-N yang tertinggi mulai dari
tahun 2005 sampai 2010 adalah 0,378 mg/l pada akhir tahun 2009 di Stasiun
Monitoring Waduk Sutami Hilir Kedalaman 3 (10m). Kadar parameter BOD yang
tertinggi mulai dari tahun 2005 sampai 2010 adalah 7,917 mg/l pada akhir tahun 2006
di Stasiun Monitoring Waduk Sutami Hilir Kedalaman 2 (5 m). Konsentrasi polutan
pada waduk berbanding lurus dengan debit inflow yang masuk, karena merupakan
inflow polutan. Pola sebaran polutan yang lebih banyak terkonsentrasi di bagian
tengah waduk. Karena dipengaruhi oleh kecepatan aliran dan kedalaman waduk.
Kata kunci : Mutu Air, WASP 7.1, Polutan Pencemaran Air, Pola Sebaran Polutan,
Waduk Sutami
SUMMARY
Ahmad Habibi. (2017). Water Quality Distribution Analysis of Sutami Reservoir Using WASP
Program 7.1. Department of Watering, Faculty of Engineering, Universitas Brawijaya, Malang.
Supervisor: Mr. Ir.Moh. Sholichin., Ph.D. and Mrs. Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.
During the last decade, especially in 2004, there has been serious contamination in the
waters of the Sutami reservoir, where organic waste from industrial waste disposal and domestic
waste is high, thus exceeding the permissible quality standards. BOD of industrial waste that
should be 50-150 mg / l. But in fact, most industries dispose waste more than 1,000 mg / l. Even
a tapioca factory, its BOD is 10.441 mg / l. So does the pig farm, which reaches 10,551 mg / L.
The high value of BOD has a significant effect on the reduction of KOT (Dissolved Oxygen
Content) as well as causing precipitation of pollutants at the base of the dam and the formation
of anoxic conditions in the waters so as to create conditions that are very suitable for the growth
of bacterial populations and in general the fish will die if the oxygen content in water low from
1.5 milligrams per liter (mg / l).
This study aims to determine the status of water quality in the Sutami Reservoir in
terms of its designation. Determination of water quality status in Sutami Reservoir is done at the
nearest monitoring station, namely Monitoring Station of Reservoir of Upper Sutami, Central
Sutami Reservoir Monitoring Station and Monitoring Station of Sutami Hilir Reservoir, where at
each station there are 2 to 3 monitoring points at certain depth. Using the WASP 7.1 software
program aims to analyze surface water quality such as river, lake, or lake reservoirs. WASP 7.1
is a development of the previous program (WASP 6) used to analyze and predict water quality
associated with natural phenomena and pollutants made by humans in a variety of water
pollution management determinations
From the result of the research, it can be concluded that the result of WASP 7.1
modeling is very varied, such as lightly polluted, moderately polluted and heavily polluted for
the designation of class 2. The DO parameter is a parameter that if the parameter concentration
value decreases the level of pollution increases. The lowest levels of DO parameters from 2005
to 2010 were 4.66 mg / l in October 2006 in the Depth 3 Sutami Downstream Reservoir
Monitoring Station (10 m). The highest NH3-N parameter content from 2005 to 2010 was 0.378
mg / l at the end of 2009 at the Sutami Hilir Reservoir Monitoring Station Depth 3 (10m). The
highest parameter of BOD from 2005 to 2010 was 7.917 mg / l at the end of 2006 at Sutami Hilir
Reservoir Monitoring Station Depth 2 (5 m). The concentration of pollutants in the reservoir is
directly proportional to incoming inflow inflow, because it is a pollutant inflow. The more
concentrated pollutant distribution patterns are concentrated in the center of the reservoir. It is
influenced by the flow velocity and the depth of the reservoir.
Keywords: Water Quality, WASP 7.1, Water Pollutant, Polluted Pattern, Sutami Reservoir
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, petunjuk dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan proposal
usulan skripsi dengan judul “Analisa Sebaran Kualitas Air Pada Waduk Sutami
Dengan Menggunakan Program WASP 7.1”.
Penyusunan proposal usulan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus
ditempuh oleh mahasiswa Teknik Pengairan Universitas Brawijaya untuk memenuhi
sebagian persyaratan mengajukan skripsi. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ayah, Ibu dan Saudara-saudaraku, terima kasih atas semangat dan perhatian serta
dukungan material dan spiritual.
2. Bapak Ir. Moh. Sholichin., Ph.D. dan Ibu Emma Yuliani, ST., MT., Ph.D.. selaku
Dosen Pembimbing yang telah dengan sabar membimbing saya dalam proses
pengerjaan Proposal Usulan Skripsi ini.
3. Bapak Dr. Eng. Donny Harisuseno, ST., MT. Serta Bapak Dian Sisinggih, ST., MT.
Ph.D selaku Dosen Penguji.
4. Teman dan seluruh saudara Pengairan angkatan 2010 yang telah membantu dukungan
baik moril maupun materil.
Dalam penyusunan proposal usulan skripsi ini penulis sadar bahwa masih banyak
kekurangan yang perlu diperbaiki sehingga saran dan kritik yang membangun sangatlah
diperlukan. Jika ada kelebihan dari proposal usulan skripsi ini semata-mata datangnya dari
Allah SWT dan jika ada kekurangan semata-mata datangnya dari penulis. Akhirnya,
penulis ucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat. Amin.
Malang, 28 Agustus 2017
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Identifikasi Masalah 4
1.3 Batasan Masalah 6
1.4 Rumusan Masalah 7
1.5 Tujuan dan Manfaat 7
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Umum 9
2.2 Waduk 9
2.3. Proses Pencemaran Air 10
2.4. Sumber-sumber Pencemaran Air 11
2.5. Standar Kualitas Air 12
2.6. Klasifikasi Eutrofikasi 13
2.7. Indikator Potensial yang Harus Dikontrol 17
2.8. Parameter Analisa Kualitas Air 17
2.8.1. Parameter Fisika 18
2.8.1.1. Padatan Total 18
2.8.1.2. Warna 18
2.8.1.3. Bau 19
2.8.1.4. Suhu 19
2.8.2. Parameter Kimia 19
2.8.2.1. Biological Oxygen Demand (BOD) 19
2.8.2.2. Dissolved Oxygen (DO) 19
2.8.2.3. Chemical Oxygen Demand (COD) 20
2.8.2.4. pH 20
2.8.2.5. Senyawa Anorganik 20
2.8.2.6. Senyawa Organik 20
2.8.3. Parameter Biologi 21
iii
2.9. Water Quality Analysis Simulation Program Versi 7.1 21
2.9.1. Dasar Permodelan Kualitas Air 21
2.9.2. Persamaan Umum Keseimbangan Massa 22
2.9.3. Jaringan Sistem Permodelan 24
2.9.4. Skema Transportasi Sistem 26
2.9.5. Proses-proses Transportasi 27
2.9.6. Geometri Hidrolik 29
2.9.7. Oksidasi Carbonaceous 33
2.9.8. Nitrifikasi 35
2.9.9. Denitrifikasi 35
` 2.9.10. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO) 35
2.9.11. Reaerasi 36
2.9.12. Gambaran dari Eutrofikasi WASP 7.1 40
2.9.13. Siklus Fosfor 40
2.9.14. Siklus Nitrogen…………………………………………………..40
2.9. Definisi Toolbar 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Deskripsi Daerah Studi 57
3.2. Sistematika Pengerjaan Skripsi 60
3.2.1. Pengumpulan Data 60
3.2.2. Langkah-langkah Penyelesaian Masalah Studi 61
3. 3. Implementasi WASP 7.1 62
3.4. Simulasi WASP 7.1 64
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Daerah Penelitian………………………………………………………....67
4.1.1. Umum…………………………………………...........................................67
4.1.2. Industri di Sekitar Daerah Penelitian…………………..............................67
4.1.3. Lokasi Detail Stasiun Monitoring Penelitian………………………...……68
4.2. Pengolahan Data…………………………………………………………………...69
4.2.1. Data Kualitas Air……………………………………………………..,…...70
4.2.2. Data Pola Operasi Waduk…………………………………………………71
iv
4.2.3.Data Klimatologi…………………………………………………………...74
4.2.4. Pembangunan Segmen…………………………………………………….74
4.3. Perhitungan Hidrolika……………………………………………………………...81
4.4. Simulasi Pemodelan……………………………………………………………….82
4.4.1. Simulasi WASP 7.1…………………………………………………..........82
4.4.2. Tahapan Simulasi Program WASP 7.1…………………………………....83
4.4.2.1. Penentuan Jenis Aliran dan Tahapan Waktu Permodelan………....83
4.4.2.2. Pemasukkan Data Input………………………………………………….84
4.4.2.2.1. Segmentasi……………………………………………………....84
4.4.2.2.2. Faktor Skala Parameter Segmen…………………………………85
4.4.2.2.3. Exchange………………………………………………………...85
4.4.2.2.4. Flows……………………………………………………….........86
4.4.2.2.5. Boundaries……………………………………………………….87
4.4.2.2.6. Loads……………………………………………………….. …..88
4.4.2.2.7. Kostanta………………………………………………………….88
4.4.2.3. Simulasi Model………………………………………………………….89
4.5. Pembahasan Hasil Pemodelan……………………………………………………..89
4.5.1. Data Mutu Air DO (Dissolved Oxygen)………………………………….123
4.5.2. Data Mutu Air NH3_N………………………………………………..…..123
4.5.2. Data Mutu BOD…….……………………………………………………124
4.6. Kelebihan da Kekurangan WASP 7.1……………………………………………124
4.6.1. Kelebihan Program WASP 7.1…………………………………………..124
4.6.2. Kekurangan Program WASP 7.1………………………………………...124
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan……………………………………………………………………….125
5.2. Saran……………………………………………………………………………...125
DAFTAR PUSTAKA
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Metoda Riding dan Rast 3
Tabel 2.1. Kategori Status Trofik Wetzel’s 13
Tabel 2.2. Kriteria Klasifikasi Status Trofik untuk Perairan Danau dan Waduk 14
Tabel 2.3. Kategori Status Trofik Danau menurut Metode UNEP-ILEC 15
Tabel 2.4. Kategori Status Trofik Danau Menurut Metode Carlson 16
Tabel 2.5. Comparison of Hydraulics Exponents 32
Tabel 2.6. Koefisien Reaerasi Pada 20°C 39
Tabel 4.1. Data Kualitas Air Stasiun Monitoring Waduk Sutami Tahun 2005…...70
Tabel 4.2. Data Pola Operasi Waduk Sutami Tahun 2005………………………...71
Tabel 4.3. Data Klimatologi Waduk Sutami 2005…………………………………73
Tabel 4.4. Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Kemarau Tahun 2005….......74
Tabel 4.5.Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Penghujan Tahun 2005……..75
Tabel 4.6.Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Kemarau Tahun 2006………75
Tabel 4.7.Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Penghujan Tahun 2006……..76
Tabel 4.8.Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Kemarau Tahun 2007………76
Tabel 4.9.Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Penghujan Tahun 2007……..77
Tabel 4.10.Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Kemarau Tahun 2008……..77
Tabel 4.11.Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Penghujan Tahun 2008……..78
Tabel 4.12.Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Kemarau Tahun 2009……..78
Tabel 4.13.Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Penghujan Tahun 2009……..79
Tabel 4.14.Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Kemarau Tahun 2010……..79
Tabel 4.15.Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Penghujan Tahun 2010……..80
Tabel 4.16.Perhitungan Kecepatan Aliran……………………………………….....81
Tabel 4.17 Hasil Simulasi WASP Pada Tahun 2005………………………………92
Tabel 4.18. Hasil Simulasi WASP Pada Tahun 2006………………………………95
Tabel 4.19. Hasil Simulasi WASP Pada Tahun 2007……………………………...98
Tabel 4.20. Hasil Simulasi WASP Pada Tahun 2008……………………………...101
Tabel 4.21. Hasil Simulasi WASP Pada Tahun 2009……………………………...104
Tabel 4.22. Hasil Simulasi WASP Pada Tahun 2010…………………………….107
Tabel 4.23. Rekapitulasi Amonia Pada Konstanta Data…………………………….121
Tabel 4.24. Rekapitulasi Nitrogen Pada Konstanta Data…………………………….121
vi
Tabel 4.25. Rekapitulasi Dissolved Oxygen (DO) Pada Konstanta Data………….122
Tabel 4.26. Rekapitulasi Biologycal Oxygen Demand Pada Konstanta Data………122
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Struktur Pemodelan Data Pada WASP 7.1 22
Gambar 2.2. Sistem Koordinasi Untuk Persamaan Kesetimbangan Massa 23
Gambar 2.3. Skema Segmentasi Model 25
Gambar 2.4. Distribusi Frekuensi Nilai Variabel Kualitas
yang Diteliti dan Dikalkulasi 26
Gambar 2.5. Tampilan Flow Option 28
Gambar 2.6. Tampilan Segmen 30
Gambar 2.7. Siklus CBOD pada Ekosistem Air 34
Gambar 2.8. Tampilan Layar Menu Utama……………………………………………41
Gambar 2.9. Tampilan Menu Open Project…………………………………………...42
Gambar 2.10. Tampilan Menu Eksekusi Model……………………………………….43
Gambar 2.11. Tampilan Menu WASP Post-Prosesso…………………………………44
Gambar 2.12. tampilan Menu Parametirisasi Model…………………………………..45
Gambar 2.13.Tampilan Menu Tahapan Waktu………………………………………..46
Gambar 2.14. Tampilan Menu Pengecekan Validitas Data Masukan…………………47
Gambar 2.15. Tampilan Menu Definisi Segmen………………………………………48
Gambar 2.16. Tampilan Menu Sistem Permodelan……………………………………49
Gambar 2.17. Tampilan Menu Skala Permodelan,,,,,,,,,,,,,,,,…………………………..50
Gambar 2.18. Tampilan Menu Data Konstan………………………………………….51
Gambar 2.19. Tampilan Menu Muatan Limbah……………………………………….52
Gambar 2.20. Tampilan Menu Tahapan Waktu Data Lingkungan…………………... .53
Gambar 2.21. Tampilan Menu Data Dispersi………………………………………….54
Gambar 2.22. Tampilan Menu Data Debit……………………………………………..55
Gambar 3.1. Diagram Alir Pengerjaan Skripsi………………………………………...65
Gambar 4.1. Lokasi Stasiun Monitoring………………………………………………67
Gambar 4.2. Sketsa Lokasi Detail Stasiun Monitoring Penelitian…………………….68
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Air bersih merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi makhluk hidup, khususnya
manusia. Banyak kegiatan manusia sehari–hari yang menggunakan air, seperti mandi,
mencuci, makan, minum, dan lain-lain. Bahkan juga tidak sedikit pekerjaan atau mata
pencaharian yang sangat mengandalkan air, yakni usaha pertanian, perikanan, peternakan, dan
lain-lain. Oleh karena itu, sangat beralasan jika mengatakan air merupakan nyawa dari
kehidupan itu sendiri.
Jumlah air yang berada di bumi ini adalah sebesar 1,4 milyar km3, yang terdiri dari 97%
air laut, 2% es, 0,989% air tanah, 0,01% air permukaan dan 0,001% berupa uap. (CD.
Soemarto :1995). Dari data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah air yang biasa digunakan
untuk keperluan sehari–hari hanyalah sebagian kecil saja. Oleh sebab itu, penggunaan air
harus dilakukan dengan bijak dan harus memperhatikan keadaan sekitar. Seiring berjalannya waktu dan meningkatnya peradaban, jumlah penduduk, khususnya di
Indonesia semakin meningkat. Hal ini menyebabkan kebutuhan air baku juga akan semakin
meningkat. Selain berimbas pada kuantitas sumberdaya air, meningkatnya jumlah penduduk
juga akan berakibat pada menurunnya kualitas air yang ada. Ini disebabkan dengan adanya
disfungsi lahan yang berakibat tercemarnya sumberdaya air. Faktor Sumber Daya Manusia (SDM) negara-negara berkembang pada umumnya yang
kurang mempedulikan lingkungan disebabkan hanya fokus pada kegiatan ekonomi semata.
Masyarakat hanya fokus cara bagaimana dapat bertahan hidup ditengah segala keterbatasan
yang ada, dan tidak memperhatikan kualitas air yang mereka gunakan. Selama kebutuhan
akan air terpenuhi maka kualitas menjadi prioritas akhir yang diperhatikan. Dengan kata lain,
saat ini masyarakat lebih mementingkan kuantitas daripada kualitas air yang digunakan,
selama bagi mereka dirasa tidak menyebabkan sesuatu yang berarti dalam jangka waktu yang
singkat, seperti misalnya penyakit yang meyerang kulit. Akibatnya adalah pencemaran terus
menerus berlanjut tanpa adanya tindakan penanggulangan yang berarti. Pencemaran itu dapat
terjadi baik pada air permukaan maupun air tanah.
1
2
Waduk (reservoir, storage) adalah kolam tendon air buatan manusia sebagai akibat
dibangunnya bendungan disungai dengan ukuran yang besar (Soedibyo:1993). Suatu waduk
penampung atau waduk konservasi dapat menahan kelebihan air pada masa-masa aliran air
tinggi untuk digunakan selama masa-masa kekeringan. Waduk Sutami yang mempunyai arti
sangat penting dalam aspek sosial ekonomi dengan fungsi penyediaan air baku bagi PDAM,
pertanian, industri, tenaga listrik, dan pariwisata bagi masyarakat Kabupaten Malang dan
sekitarnya mengalami penurunan kualitas setiap tahun nya. Penyebabnya seperti yang telah
dijelaskan diatas, yakni pencemaran akibat limbah rumah tangga, industri, jasa, serta drainase
persawahan. Efek dalam waktu singkat pencemaran adalah misalnya penyakit yang menyerang kulit
akibat kandungan air yang buruk. Sedangkan efek dalam jangka waktu yang panjang adalah
kandungan berbahaya pada air yang dapat merusak sel-sel tubuh kita sehingga dapat
mengalami disfungsi kerja organ tubuh, misalnya air yang memiliki kadar kimiawi buruk
dapat menyebabkan disfungsi sistem pencernaan secara perlahan. Peningkatan kualitas air
merupakan wujud dari peningkatan kualitas kesehatan masyarakat. Dengan memperhatikan
air yang dikonsumsi oleh masyarakat maka akan tercipta suatu masyarakat yang bersih dan
sehat. Demikian halnya dengan fungsi keberadaan Waduk Sutami seperti yang telah
dijelaskan diatas, sehingga untuk pemenuhan fungsi tersebut agar optimal maka diperlukan
kegiatan pemantauan kondisi kualitas air secara berkelanjutan. Perkembangan teknologi yang semakin pesat ini membawa dampak positif bagi
peradaban manusia. Salah satunya adalah penggunaan komputer beserta program-
progaramnya (software) yang memudahkan penyelesaian sebagian masalah kehidupan sehari-
hari. Begitu juga dengan pemantauan masalah kualitas air waduk yang dapat dianalisa dengan
bantuan software, sehingga dapat menggambarkan kualitas air lebih akurat serta pada
akhirnya dapat menyelesaikan masalah dengan tepat dan benar. WASP 7.1 (Water Quality Analysis Program versi 7.1) adalah satu software yang
didesain untuk menganalisa kualitas air permukaan seperti misalnya waduk sungai, danau,
atau telaga. WASP 7.1 merupakan pengembangan dari program sebelumnya (WASP 6) yang
digunakan untuk menganalisa dan memprediksi kualitas air terkait dengan fenomena alam
maupun polutan yang dibuat oleh manusia dalam berbagai macam penentuan manajemen
polusi air. Program ini
3
adalah program modeling dinamis untuk system akuatik, termasuk kolom air dan bentos.
Prinsip dasar yang digunakan adalah kekekalan massa. Volume air dan parameter kualitas air
yang dipelajari prinsip penelusuran dan perhitungannya dalam jangka waktu dan ruang yang
lama menggunakan persamaan keseimbangan massa. Program hidrodinamik juga menjaga
momentum atau energi melalui ruang dan waktu. Program dasar menampilkan proses yang
dilakukan dalam banyak interval waktu yang meliputi adveksi,dispersi,muatan poin dan non
poin, serta pertukaran batas. Proses kualitas air ditampilkan dalam penelusuran kinetik baik
yang diambil dari referensi maupun yang ditulis sendiri oleh pengguna program ini. WASP
dibuat untuk memudahkan pergantian dari penelusuran kinetik ke bentuk keseluruhan untuk
membentuk pemodelan masalah yang lebih spesifik. WASP dibuat untuk pemodelan 2
macam kualitas air yaitu TOXI untuk polutan beracun dan EUTRO untuk kualitas air pada
umumnya (DO,BOD,eutrofokasi).
Eutrofikasi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yakni Eu= baik dan
Trophe = makanan. Kedua kata tersebut bila disatukan diartikan sebagai pemberi makanan
yang baik atau penyuburan. Proses penyuburan perairan waduk dan . Eutrofikasi alamiah
adalah eutrofikasi yang terjadi secara alamiah atau tanpa pengaruh aktifitas manusia,
sedangkan eutrofikasi cultural adalah eutrofikasi yang dipengaruhi oleh limbah penduduk,
limbah pertanian, limbah industry idan sebagainya.
Menurut Sulastri, dkk (2004) menggunakan metoda Riding dan Ras tuntuk
menentukan trofik Waduk Sutami di Malang, seperti terlihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1.Kriteria Klasifikasi Status Trofik Untuk Perairan dan Waduk (Ryding and
Rast, 1989)
Parameter Status Trofik
Oligotrofik Mesotrofik Eutrofik Hipereutrofik
Total Fosfor (ug/L)
Rata-rata 8,0 26,7 84,4 -
Kisaran 3,0 – 17,7 10,9 – 95,6 16,2 - 386 750 - 1200
Jumlah contoh (n) 21 21 71 -
Total Nitrogen (ug/L)
Rata-rata 661 753 1875 -
4
Parameter Status Trofik
Oligotrofik Mesotrofik Eutrofik Hipereutrofik
Kisaran 307- 1630 361 – 1387 393 – 6100 -
Jumlah contoh (n) 22 8 37 -
Kedalaman Secchi (m)
Rata-rata 9,9 4,2 2,45 -
Kisaran 5,4 – 28,3 1,5 – 8,1 1,5 – 7,0 0,4 – 0,5
Jumlah contoh (n) 13 20 70 -
Sumber: Sulastri, dkk. (2004)
1.2. Identifikasi Masalah
Bendungan Sutami (Bendungan Karangkates) berada pada Kali Brantas , 14 km di hilir
bendungan Segguruh dan 35 km disebelah selatan Kota Malang. Bendungan Sutami
dibangun dengan tujuan selain untuk pengendali banjir di Kabupaten Malang, pembangkit
tenaga listrik, pemberian air irigasi,perikanan darat, dan pariwisata, terutama adalah untuk
menyediakan pasokan air baku untuk wilayah Malang dan sekitarnya. Kualitas air Kali
Brantas sebagai sumber utama inflow utama di waduk ini juga mempengaruhi kualitas air
tampungan dan outflow yang pada akhirnya digunakan untuk berbagai keperluan masyarakat
tersebut. Secara umum limbah yang masuk ke sungai dapat dibagi menjadi dua macam, dari
sumber pencemaran yang dapat diketahui dengan pasti asalnya (Point-Sourcess Pollutant)
antara lain adalah daerah perumahan, perdagangan, perkantoran, dan industri. Termasuk
kategori ini adalah juga air limbah domestik dan air limbah industri. Limbah domestic
merupakan limbah yang berasal dari daerah perumahan, perkantoran, dan pertanian. Limbah
industri berasal dari kawasan industri, baik industri besar yang diwajibkan mengelola
limbahnya sebelum dibuang ke sungai maupun industri sedang dan industri kecil yang tidak
diwajibkan mengelola limbahnya terlebih dahulu. Dari sumber pencemar yang tidak dapat
diketahui dengan pasti asalnya (Non Point-Sourcess Pollutant) antara lain adalah kawasan
pertanian, perkebunan, dan areal hutan. Limbah pertanian adalah limbah yang berasal dari
lahan pertanian yaitu salah satunya yang disebabkan oleh proses pemberian pupuk peptisida.
Pembahasan pada tugas akhir ini adalah difokuskan pada analisa kadar BOD (Biologycal
Oxygen Demand), DO (Dissolved Oxygen), Nitrogen (N), dan
5
Phosphor (P) di Waduk Sutami Kabupaten Malang. BOD adalah jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh bakteri dalam menyeimbangkan zat-zat organik yang dapat dibusukkan
dibawah keadaan aerobik, DO adalah kadar oksigen terlarut dalam air, N adalah kadar
oksigen dalam air, dan P adalah kadar unsur Phosphor dalam air. Selama perjalanan umur
Waduk Sutami, tentunya resiko bencana dan masalah akan tetap menyertai keberadaan waduk
itu sendiri, seperti makin meningkatnya jumlah polutan yang masuk ke Waduk Sutami.
Pencemaran ini diakibatkan pembuangan limbah yang dibuang ke sungai dan juga akibat dari
limbah yang berasal dari lahan pertanian yaitu sawah yang akhirnya masuk kedalam waduk.
Kandungan kualitas air sebelumnya memasuki sawah (irigasi) dan setelahnya (drainasi) tentu
berbeda karena bermacam-macam proses yang terjadi di sawah.Menurut lembaga kajian
ekologi dan konservasi lahan basah, selama tiga tahun terakhir telah terjadi pencemaran serius
di perairan waduk Sutami, dimanalimbah organik dari pembuangan limbah industri serta
limbah domestik yang tinggi, sehingga melebihi baku mutu yang diperbolehkan. BOD
limbahindustri yang seharusnya 50-150 mg/l. Namun faktanya, sebagian besar industry
membuang limbah lebihdari 1.000 mg/l. Bahkan sebuah pabrik tapioka, BOD-nya 10.441
mg/l. Begitu juga peternakan babi, yang mencapai 10.551 mg/L. Tingginya nilai BOD ini
berpengaruh besar terhadap pengurangan KOT (Kandungan Oksigen Terlarut) serta
menyebabkan mengendapnya bahan pencemar di dasar bendungan dan terbentuknya kondisi
anoksik di perairan sehingga tercipta kondisi yang sangat sesuai untuk pertumbuhan populasi
bakteri serta pada umumnya ikan akan mati jika kandungan oksigen dalam air lebih rendah
dari 1,5 miligram per liter (mg/l)(http://www.terranet. or.id/tulisandetil, 26 April 2016).
Mutu air pada sumber air dapat ditentukan dari beberapa parameter diantaranya
parameter fisika, kimia dan biologis. Layak atau tidaknya air tampungan waduk yang akan
digunakan untuk konsumsi sehari-hari, tidak bisa hanya dilihat dari warna dan baunya yang
merupakan parameter fisika saja, melainkan perlu dilakukan penelitian tentang polutan yang
mana banyak terkandung parameter kimia dan biologi dalam air yang tercemar tersebut.
Monitoring mutu air di sungai Brantas dilakukan oleh beberapa pihak, salah satunya dari
pihak pemerintah yaitu Perum Jasa Tirta I. Perum Jasa Tirta I melakukan pemantauan
terhadap mutu air di sungai Brantas yang merupakan
6
sumber dari waduk Sutami secara rutin. Beberapa hasil monitoring yang telah dilakukan antara
lain adalah terdapat enam buah industri di kabupaten Malang yang membuang limbah langsung
kewaduk diantaranya PG. Kebonagung (gula), PT. Penamas (rokok), UD. Singkong Artha M. (tapioka), PT. Naga Mas (tapioka), PT. Babi
Sempulur (ternak babi), PT. Babi Delta (ternak babi).
Agar tidak terjadi permasalahan seperti yang terjadi pada waduk-waduk lain seperti
misalnya eutrofikasi di masa datang, maka perlu diadakan studi analisa kualitas air pada
Waduk Sutami. Dalam studi tugas akhir ini digunakan model simulasi WASP 7.1 untuk
menganalisa kondisi beban pencemar yang berada pada waduk atau tampungan sehingga
dapat mengetahui pola penyebaran polutan dan menentukan kondisi ideal sesuai standar yang
berlaku.
1.3. Batasan Masalah Pembahasan dalam penelitian ini difokuskan pada perbandingan parameter-parameter
kualitas air hasil uji sampel dari laboratorium dan yang dilakukan melalui perhitungan
statistika serta pola penyebaran masing-masing parameter. Batasan permasalahan yang
diambil adalah antara lain :
1. Daerah studi adalah Waduk Sutami yang aliran inflownya berasal dari Kali Brantas
yang merupakan Daerah Aliran Sungai (DAS). 2. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diambil dari hasil uji laboratorium
kualitas air Waduk Sutami. Pengambilan sampel dilakukan pada waduk bagian hulu,
tengah, dan hilir oleh Perum Jasa Tirta I dalam kurun waktu bulan Januari tahun
2004 sampai dengan bulan Desember tahun 2014 3. Acuan penentuan kualitas air waduk yang digunakan adalah Peraturan Pemerintah
No.82 tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air. 4. Parameter yang dikaji adalah :
a) Kandungan Oksigen Biologi (BOD) b) Kadar Oksigen Terlarut (DO) c) Nitrogen (N) d) Phosphor (P)
5. Perangkat lunak yang digunakan adalah Water Quality Analysis Simulation Program
versi 7.1 (WASP 7.1)
7
6. Tidak membahas penyusunan dasar program WASP 7.1 tetapi teori dasar
aplikasinya akan dijelaskan. 7. Proses kalibrasi hasil pemodelan mengacu pada data sekunder yang diambil dari
hasil uji laboratorium kualitas air Waduk Sutami. 8. Rumus-rumus yang dipakai dalam perhitungan ini dianggap sudah memenuhi
(universal) dan teruji kebenarannya berdasarkan metode ilmiah. 9. Tidak membahas analisa ekonomi akibat pencemaran. Hal ini dikarenakan studi ini lebih
ditekankan pada aspek pengaruh beban pencemaran terdahadap waduk.
1.4. RumusanMasalah Dari batasan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka permasalahan dalam
penyusunan skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah tingkat pencemaran di Waduk Sutami berdasarkan klasifikasi PP No.
82 Tahun 2001sesuaihasil WASP 7.1? 2. Bagaimanakah pola sebaran polutan DO, BOD, N, P, di Waduk Sutami pada musim
penghujan dan kemarau pada tahun 2005 sesuai hasil pemodelan WASP 7.1? 3. Berapakah total daya tampung beban pencemaran waduk Sutami?
1.5. Tujuan dan Manfaat Tujuan dilakukannya analisa aliran BOD, DO, N, P, pada Waduk Sutami ini adalah
untuk mengetahui pola sebaran BOD, DO, N, P , di Waduk Sutami. Dengan didapatkannya
pola sebaran BOD, DO, N, P, di waduk, maka tingkat pencemaran waduk akan dapat
diketahui dan dapat diambil suatu kesimpulan pada bagian waduk manakah yang berpotensi
untuk terjadi eutrofikasi. Hal itu dapat memudahkan tindakan preventif terhadap terjadinya
eutrofikasi pada Waduk Sutami. Manfaat yang dapat diambil dari penyusunan tugas akhir ini adalah dapat mengetahui
simulasi konsentrasi BOD, DO, N, P, di Waduk Sutami medio bulan Januari sampai bulan
Desember tahun 20005. Selain itu juga dapat memberikan gambaran mengenai aplikasi
program WASP 7.1 untuk analisa kualitas air badan air lainnya di massa yang akan datang.
8
Halaman Ini Sengaja Dikosogkan
9
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Umum
Kualitas Air adalah istilah yang menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air
untuk penggunaan tertentu, misalnya: air minum, perikanan, pengairan/irigasi, industri,
rekreasi dan sebagainya (Barus, 2003). Mutu dan karakteristik air ini ditunjukkan oleh
jenis dan sifat-sifat bahan-bahan yang terkandung didalamnya. Bahan-bahan tersebut,
dalam bentuk padat, cair, maupun gas, terlarut maupun tak terlarut, secara alamiah
mungkin sudah terdapat didalam air dan diperoleh selama air mengalami siklus
hidrologi. Dengan demikian mutu dan karateristik kualitas air ditentukan oleh kondisi
air itu berada.Aktivitas manusia dalam memanfaatkan Sumber Daya Air(SDA) dan
lingkungan dalam hal ini air waduk yg berasal dari sungai, seringkali menghasilkan
dampak pencemaran. Terlebih lingkungan juga tidak mempunyai kemampuan untuk
menangani masalah pencemaran air tersebut.Peduli kualitas air adalah mengetahui
kondisi air untuk menjamin keamanan dan kelestarian dalam penggunaannya. Kualitas
air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut.
Pengujian yang biasa dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, atau uji kenampakan
(bau dan warna) (Barus, 2003).
2.2 Waduk
Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan
cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang
https://ml.scribd.com/doc/118809688/waduk, 26 April 2016. Pembendungan sungai
menyebabkan adanya zona-zona yang secara longitudinal meliputi zona mengalir
(riverine), zona transisi, dan zona tergenang(lakustrin).Tiap zona menghasilkan
dinamika sifat fisik, kimiawi, dan biologi waduk yang spesifik (Wetzel,
2001).Jubaedah, (2006) menambahkan bahwa, perubahan sistem tergenang tersebut
diduga menyebabkan perubahan komposisi jenis dan populasi ikan. Waduk penampang
atau waduk konservasi dapat menahan kelebihan air pada masa-masa aliran air tinggi
dan untuk digunakan selama masa-masa kekeringan. Disamping itu waduk konservasi
ini juga dapat memperkecil kerusakan banjir di hilir waduk. Berapapun ukuran suatu
waduk atau apapun tujuan akhir dari pemanfaatan airnya, fungsi utama suatu waduk
adalah untuk menstabilkan aliran air, baik dengan cara pengaturan persediaan air yang
10
berubah-ubah pada suatu sungai alamiah, maupun dengan cara memenuhi kebutuhan
yang berubah-ubah dari para konsumennya (Linsley, 1985:143).
2.3 Proses Pencemaran Air
Pencemaran air merupakan proses berubahnya kualitas air akibat masuknya
bahan pencemar ke badan air. Bahan pencemar ini dapat berupa bahan padat maupun
bahan cair baik itu organik, maupun anorganik. Pada dasarnya proses pencemaran air ini
terdiri atas 4 tahap, yaitu :
1. Proses Degradasi
Pada tahap ini terjadi proses dekomposisi atau penguraian. Dalam proses ini
dibutuhkan oksigen, sehingga kadar oksigen terlarut dalam air akan cepat
berkurang dan menjadi 40% saja. Akibatnya air menjadi kotor dan keruh,
sehingga sinar matahari tidak dapat masuk kedalam air.
2. Proses Dekomposisi
Pada tahap ini oksigen terlarut akan turun dari 40% menjadi 0%. Apabila
pencemaran air tidak berlanjut, DO akan naik lagi sampai 40% sehingga
mungkin tidak ada ikan yang dapat hidup. Warna air akan menjadi keabu-abuan
atau lebih gelap dari tahap pertama. Suasana keracunan sudah mulai terlihat
sangat parah, sebaliknya mikroorganisme yang tergolong Organic Composer
mulai aktif memproses dekomposisi. DO akan meningkat lagi sedikit demi
sedikit bila proses dekomposisi berkurang. Bila pencemaran berlangsung terus
tanpa henti, maka proses dekomposisi berjalan cepat.
3. Proses Rehabilitasi
DO terlarut akan meningkat lebih besar. Kehidupan air secara mikroskopis
mulai terlihat, air lebih jernih dari tahapan sebelumnya. Jamur-jamur mulai
hilang dan Algae mulai tampak kembali.
4. Proses Penjernihan
Pada proses ini ditandai dengan meningkatnya oksigen terlarut secara maksimal
sampai jenuh. Hal ini terjadi antara lain akibat proses fontosintesia dan proses
pernafasan yang membebaskan oksigen dan terlarutnya oksigen dari atmosfer
kedalam air yang selanjutnya keadaan badan air akan pulih kembali.
11
2.4. Sumber-sumber Pencemaran Air
Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal.Salah satunya penyebab
pencemaran air adalah aktivitas manusia yang menciptakan limbah (sampah)
pemukiman atau limbah rumah tangga.Limbah pemukiman mengandung limbah
domestik yang berupa sampah organik dan sampah anorganik serta deterjen. Sampah
organik yaitu sampah yang dapat diuraikan atau dibusukkan oleh bakteri contoh: sisa
sayuran, buah-buahan, dan daun-daunan. Sampah anorganik ini tidak dapat diuraikan
oleh bakteri (non biodegrable) contoh: kertas, plastik, gelas atau kaca, kain, kayu-
kayuan, logam, karet, dan kulit.Selain sampah organik dan anorganik, deterjen
merupakan limbah pemukiman yang paling potensial mencemari air.Kenyatannya pada
saat ini hampir semua rumah tangga menggunakan deterjen.
Penyebab lainnya juga berasal dari limbah industri. Industri membuang berbagai
macam polutan ke dalam air antara lain: logam berat, toksin,minyak, nutrien, dan
padatan. Air limbah tersebut memiliki efek termal, terutama yang dikeluarkan oleh
pembangkit listrik, yang dapat juga mengurangi oksigen dalam air.Untuk mengetahui
tingkat pencemaran air dapat dilihat melalui besarnya kandungan O2 yang terlarut. Ada
dua cara yang digunakan untuk menentukan kadar oksigen dalam air, secara kimia
dengan COD (Chemical Oxygen Demand) dan BOD (Biochemical Oxygen
Demand)secara biologi. Makin besar harga BODsemakin tinggi pula tingkat
pencemarannya (sentra-edukasi, 2010).
Air limbah tersebut memiliki harga BOD yang tinggi, sehingga dapat diketahui
bahwa air tersebut telah tercemar limbah berat.Selain diakibatkan oleh limbah
pemukiman (rumah tangga) sumber atau penyebab pencemaran air juga disebabkan oleh
limbah pertanian dan di beberapa tempat tertentu diakibatkan oleh limbah
pertambangan.
Limbah pertanian berupa sisa, tumpahan ataupun penyemprotan yang berlebihan
misalnya dari pestisida dan herbisida. Begitu juga pemupukan yang berlebihan. Limbah
pestisida dan herbisida mempunyai sifat kimia yang stabil, yaitu tidak terurai di alam
sehingga zat tersebut akan mengendap di dalam tanah, dasar sungai, danau serta laut
dan selanjutnya akan mempengaruhi organisme-organisme yang hidup di dalamnya.
Pada pemakaian pupuk buatan yang berlebihan akan menyebabkan eutrofikasi pada
badan air/perairan terbuka.
Akibat dari pencemaran air :
12
Jika air disekitar lingkungan masyarakat tercemar, dapat mengakibatkan
(1) kekurangan sumberdaya air
(2) menjadi sumber penyakit
(3) terganggunya lingkungan hidup, ekosistem, dan keanekaragaman hayati
Limbah yang terus-menerus meningkat, akan mengakibatkan air semakin
tercemar dan akan sulit bagi masyarakat untuk mendapatkan air bersih karena air yang
tercemar akan meresap ke dalam tanah. Air tanah tersebut merupakan sumber dari air
sumur di rumah masyarakat, dan apabila masyarakat mengkonsumsi air tersebut akan
mengakibatkan penyakit. Air yang tercemar tidak hanya masuk dalam tanah, tetapi juga
mengalir pada sungai bahkan laut dan mengakibatkan terganggunya lingkungan hidup,
ekosistem, dan keanekaragaman hayati.
2.5. Standar Kualitas Air
Secara kimiawi, air adalah zat cair yang terbentuk oleh molekul Hidrogen dan
Oksigen dengan rumus kimiawi H2O. Dalam penggunaannya air untuk aktivitas
manusia misalnya untuk pertanian atau air minum harus disesuaikan dengan baku mutu
yang telah ditetapkan. Baku mutu air adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat
atau polutan terdapat dalam air, namun air tetap berfungsi sesuai dengan tujuan
penggunaannya semula. Baku mutu air buangan dibuat dalam standar air buangan
(effluent standart), yaitu karakteristik air yang diisyaratkan bagi air buangan yang akan
disalurkan ke sumber air, sawah, tanah, dan tempat lainnya, didalam penyusunannya
telah dipertimbangkan pengaruh terhadap pemanfaatan sumber air yang menampungnya
dan faktor ekonomis pengolahan air buangannya.
Untuk mengendalikan pencemaran lingkungan, khususnya pencemaran terhadap
air, maka telah ditetapkan penggolongan dan baku mutu air, yaitu Peraturan Pemerintah
No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air. Dalam peraturan tersebut terbagi dalam empat kelas dan parameter yang ditentukan
dibedakan yaitu secara fisik, bahan kimia anorganik, mikrobiologi, radioaktifitas, dan
bahan kimia organik. Berdasarkan keputusan tersebut, menurut peruntukannya air
digolongkan menjadi :
1. Air Kelas I
Air kelas I adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
13
2. Air Kelas II
Air kelas II adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana /
sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
3. Air Kelas III
Air kelas III adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang sama dengan kegunaan tersebut.
4. Air Kelas IV
Air Kelas IV adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
2.6.Klasifikasi Eutrofikasi
Eutrofikasi berasal dari bahasa Junani yang terdiri dari dua kata yakni Eu = baik
dan Trophe = makanan. Kedua kata tersebut bila disatukan diartikan sebagai pemberi
makanan yang baik atau penyuburan.Proses penyuburan perairan waduk dandanau dapat
terjadi secara alamiah atau kultural. Eutrofikasi alamiah adalah eutrofikasi yang terjadi
secara alamiah atau tanpa pengaruh aktifitas manusia, sedangkan eutrofikasi kultural
adalah eutrofikasi yang dipengaruhi oleh limbah penduduk, limbah pertanian, limbah
industri dan sebagainya.
Tabel 2.1.Kategori Status Trofk Wetzel’s
Tingkat Trofik
Fosfat Nitrogen PP Klorofil-a
Total Total
mg C/m 3
/hr mg/l
mg/l mg/l
Ultrotrofik 0,001-0,005 0,01-0,25 0,01-0,5
Oligotrofik 50-300 0,3-3
Oligomesotrofik 0,005-0,01 0,25-0,60 250-1000
Mesoeutrofik 0,01 - 0,03 0,50-1,1 2-15
Eutrofik > 1000 10-500
Hypertrofik 0,03-5 0,5-15
Sumber: Brahmana, dkk; PP: Produktifitas Primer. JLP. No. 28 Th. 8 - KW.II, 1993
14
Eutrofikasi disebabkan oleh proses meningkatnya kadar zat hara, terutama
parameternitrogen dan fosfor, pada air danau dan atau waduk. Wetzel (2001) membagi
tingkat eutrofikasi waduk atau danau dalam beberapa tingkatan yaitu :
mesotrofik,oligotrofik, eutrofik dan hypereutrofik (dystrofik). Waduk mesotrofik adalah
waduk yangkandungan nutrien dan produktivitasnya rendah.Umumnya waduk yang
umurnya masih mudatermasuk kategori tersebut.Waduk oligotrofik adalah waduk yang
kandungan nutrien danproduktivitasnya sedang.Jenis waduk tersebut sangat cocok
untuk perikanan dan pemanfaatanlainnya.Waduk eutrofik adalah waduk yang
kandungan nutrient dan produktivitasnya tinggi dankandungan oksigen pada lapisan
hipolimnion rendah.Waduk hypereutrofik adalah waduk yangmengandung banyak
material humus, kandungan oksigennya rendah, dan jumlah spesiesganggang sedikit
atau keanekaragaman hayati rendah.Sedangkan parameter dan tingkat trofikkategori
Wetzel’s selengkapnya terlihat pada Tabel 2.1.
Sedangkan Sulastri, dkk (2004) menggunakan metoda Riding dan Rast untuk
menentukan trofik Waduk Sutami di Malang, seperti terlihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Kriteria Klasifikasi Status Trofik untuk Perairan Danau dan Waduk
(Ryding&Rast,1989).
Parameter Status Trofik
Oligotrofik Mesotrofik Eutrofik Hipereutrofik
Total Fosfor (ug/L)
Rata-rata 8,0 26,7 84,4 -
Kisaran 3,0 – 17,7 10,9 – 95,6 16,2 - 386 750 – 1200
Jumlah contoh (n) 21 21 71 -
Total Nitrogen (ug/L)
Rata-rata 661 753 1875 -
Kisaran 307- 1630 361 – 1387 393 – 6100 -
Jumlah contoh (n) 22 8 37 -
Kedalaman Secchi (m)
Rata-rata 9,9 4,2 2,45 -
Kisaran 5,4 – 28,3 1,5 – 8,1 1,5 – 7,0 0,4 – 0,5
Jumlah contoh (n) 13 20 70 -
Sumber: Sulastri, dkk. (2004)
15
Dari berbagai kategori status trofik tersebut diatas, Kementerian Lingkungan
Hidupmenetapkan Pedoman Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2008), yang
terdiri empat kategori status trofik dari UNEP (Tabel 2.3.) berdasarkankadar unsur hara
dan kandungan biomasa atau produktivitasnya yaitu:
a) Oligotrofik, adalah status trofik air danau dan atau waduk yang mengandung
unsur hara dengan kadar rendah. Status ini menunjukkan kualitas air masih
bersifat alamiah belum tercemar dari sumber unsur hara nitrogen dan fosfor.
b) Mesotrofik, adalah status trofik air danau dan atau waduk yang mengandung
unsur hara dengan kadar sedang. Status ini menunjukkan adanya peningkatan
kadar Nitrogen dan Fosphor namun masih dalam batas toleransi, karena belum
menunjukkan adanya indikasi pencemaran air.
c) Eutrofik, adalah status trofik air danau atau waduk yang mengandung unsur hara
dengan kadar tinggi, status ini menunjukkan air telah tercemar oleh peningkatan
kadar nitrogen dan fosfor.
d) Hipereutrofik, adalah status trofik air danau atau waduk yang mengandung unsur
hara dengan kadar sangat tinggi, status ini menunjukkan air telah tercemar berat
oleh peningkatan kadar nitrogen dan fosfor.
Tabel 2.3. Kategori Status Trofik Danau menurut Metode UNEP-ILEC
Status Trofik
Kadar Rata-
rata Kadar Rata-rata
Kadar Rata-
rata Kecerahan
Total N (pg/1) Total P (pg/1) Khiorofil-a Rata-rata
(pg/1) (m)
Oligotrofik <650 <10 < 2.0 >10
Mesotrofik <750 < 30 < 5.0 >4
Eutrofik >1900 < 100 < 15 >2.5
Hyperetrofik > 1900 >100 > 200 <2.5
Sumber: Pedoman pengelolaan ekosistem danau, KLH 2009, Modifikasi OECD 1982.
Menurut UNEP-IETC/ILEC (2001), fosfor membatasi proses eutrofikasi jika
kadar nitrogenlebih dari delapan kali kadar fosfor, sementara nitrogen membatasi proses
eutrofikasi jikakadarnya kurang dari delapan kali kadar fosfor. Sedangkan Goldman &
Horne (1983) menyatakanbahwa bila rasio N dan P lebih besar dari 12, maka sebagai
faktor pembatas adalah unsur Fosfor,sedangkan rasio N dan P lebih kecil dari 7, maka
16
sebagai pembatas adalah senyawa N. Rasio Ndan P yang berada antara 7 dan 12
menandakan bahwa N dan P bukan sebagai faktor pembatas(non-limiting factor).
Pedoman pengelolaan danau juga memberikan alternatif lain penentuan status
trofik daribeban limbah yang mengandung unsur hara yang masuk air waduk atau
danau, yaitu melaluiMetoda Carlson, seperti terlihat pada Tabel 2.3.dan persamaan
sebagai berikut:
TSI-TP = 14,42 x Ln[TP] + 4,15
TSI-Klorofil-a = 30,6 + 9,81 x Ln[Khlorofil-a]
TSI-SD = 60 – 14,41 x Ln[Secchi]
Rata-rata TSI = (TSI-P + TSI-Cl-a + TSI-SD)/3
Dimana :
TSI-TP : trofik Status Indeks untuk Total Fosfor, dalam ug/L
TSI-Klorofil-a : nilai Trofik Status Indeks untuk klorofil-a, dalam ug/L
TSI-SD : nilai Trofik Status Indeks untuk kedalaman cakram Sechi, dalam meter.
Hasil perhitungan rata-rata nilai Trofik Status Indeks dibandingkan dengan
status trofik seperti terlihat pada Tabel 2.4.sehingga diketahui tingkat status trofik danau
atau waduk .
Tabel 2.4. Kategori Status Trofik Danau menurut Metode Carlson
TSI (Rata-rata) Status Trofik Keterangan
< 30 Ultraoligotrof Air jernih, kadar unsur hara sangat rendah
30-40 Oligotrof Air jernih, kadar unsur hara rendah
40-50 Mesotrof Kecerahan air sedang, kadar unsur hara sedang
50-60 Eutrof ringan Penurunan kecerahan air, kadar unsur hara meningkat
60-70 Eutrof sedang Marak alga (Microcystis) kandungan unsur hara tinggi
70-80 Eutrof berat Marak alga dan pertumbuhan gulma air secara
cepat, kadar unsur hara sangat tinggi
> 80 Hypereutrof Marak alga, keadaan perairan dalam kondisi anoxia
yang menyebabkan kematian ikan secara massal,
kadar unsur hara sangat tinggi
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup (2009)
17
2.7.Indikator Potensial yang Harus Dikontrol
Eutrofikasi perairan danau dapatterjadi secara alami atau natural eutrophication dan
secara kultural atau cultural eutrophication.Eutrofikasi alami terjadi karena adanya
proses alami yang menimbulkan proses eutrofikasiperairan. Sedangkan aktivitas
manusia menyebabkan terjadinya proses peningkatan unsur haradi perairan, sehingga
terjadi eutrofikasi kultural. Sedangkan proses masuknya zat hara keperairan waduk dan
danau dapat melalui input sungai yang tercemar oleh zat hara maupun darilapisan tanah
yang mengandung unsur hara dan tererosi masuk ke perairan waduk dan danau.
Pencemaran tersebar (diffuse source) adalah zat pencemar yang terbawa akibat
limpasan hujan juga menjadi penyebab terjadinya pencemaran waduk dan danau.
Machbub,dkk (2003)menjelaskan bahwa sumber pencemaran tersebar di antaranya
berasal dari : (1) emisi zatpencemar tersebar yang masuk ke badan air akibat peristiwa
meterologi; (2) emisi timbulanlimbah yang tersebar pada suatu lahan dan masuk ke air
permukaan maupun terinfiltrasi ke airtanah; (3) emisi pencemar tersebar yang sulit
dimonitor dan dikendalikan dari sumber asal; (4)emisi zat pencemar akibat kondisi
geologis lahan yang tergerus; (5) emisi zat pencemar tersebar dari suatu kegiatan yang
menghasilkan partikel tersuspensi, zat hara, bakteri patogen dan senyawa beracun.
Machbub, dkk (2003) mengemukakan bahwa terjadinya eutrofikasi di suatu
perairan danaudan waduk dapat dideteksi melalui berbagai indikator, yaitu: (1)
menurunnya konsentrasioksigen terlarut di zona hipolimninion; (2) meningkatnya zat
hara yaitu nitrogen dan fosforbadan air; (3) menurunnya transparansi perairan, serta (4)
meningkatnya padatan tersuspensi,terutama yang mengandung bahan organik.
Indikator-indikator tersebut merupakan tandaumum, namun pemantauan paramater
kualitas air tetap harus dilakukan, terutama parameterterkait dengan proses eutrofikasi.
2.8.Parameter Analisa Kualitas Air
Adanyakemampuan air untuk melarutakan bahan-bahan padat, mengabsorbsi
gas-gas dan bahan cair lainnya menjadikan semua air alam mengandung mineral-
mineral dan zat-zat lain dalam larutan. Parameter pencemar air merupakan indikator
yang memberikan indikasi atau petunjuk terhadap terjadinya pencemaran air. Sehingga
dengan adanya indikator ini pencemaran air dapat diketahui. Indikator bahan
pencemaran air dibagi menjadi tiga golongan, yaitu parameter fisik, parameter kimia,
18
serta parameter biologi. Banyak parameter yang dapat dianalisis pada air, terutama bila
air telah tercemar.
2.8.1. Parameter Fisika
2.8.1.1.Padatan Total
Padatan total adalah jumlah zat padat yang tertinggal, apabila air buangan
dipanaskan atau diuapkan pada suhu 103C s/d 105C. Padatan ini terdiri dari padatan
tersuspensi, padatan koloidal, dan padatan terlarut. Padatan tersuspensi, merupakan
padatan dengan ukuran lebih besar dari 1 mikron, dapat mengendap sendiri tanpa
bantuan zat tambahan (koagulan), meskipun dalam waktu sedikit lama.
Padatan koloidal, merupakan padatan dengan ukuran antara 1 milimikron sampai
1 mikron, tidak dapat mengendap tanpa bantuan koagulan. Kekeruhan air buangan
antara lain disebabkan adanya partikel-partikel koloidal. Padatan terlarut, merupakan
padatan dengan ukuran lebih kecil dari 1 milimikron, terjadi dari senyawa organik atau
anorganik yang dalam larutan berupa ion-ion.
Bahan padat ini dapat mengembang atau mengendap dan dapat membentuk
tumpukan lumpur yang berbau bila dibuang ke sungai. Sekitar 40% dari bahan padat
yang ada pada air limbah berada dalam keadaan terapung.
Beberapa bagian dari bahan padat terapung ini akan mengendap cepat sekali,
tetapi yang berukuran koloidal akan mengendap perlahan-lahan atau sama sekali tidak
mengendap. Bahan padat yang terendapkan adalah bahan padat yang dapat diambil
dengan cara pengendapan.
2.8.1.2. Warna
Warna dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Warna pada air
disebabkan oleh adanya partikel hasil pembusukan bahan organik, ion-ion metalalam
(besi dan mangan), plankton, humus, buangan industri, dan tanaman air. Adanya oksida
besi menyebabkan air berwarna kemerahan, sedangkan oksida mangan menyebabkan air
berwarna kecoklatan atau kehitaman. Kadar besi sebanyak 0,3 mg/l dan kadar mangan
sebanyak 0,05 mg/l sudah cukup dapat menimbulkan warna pada perairan. Kalsium
karbonat yang berasal dari daerah berkapur menimbulkan warna kehijauan pada
perairan.Bahan-bahan organik, misalnya tanin, lignin, dan asam humus yang berasal
dari dekomposisi tumbuhan yang telah mati menimbulkan warna kecoklatan.
19
2.8.1.3. Bau
Bau dalam air limbah biasanya menandakan adanya produksi gas yang berbau
seperti hodrogen sulfida. Gas ini timbul dari hasil penguraian zat organik dan substance
yang mengandung belerang atau senyawa sulfat dalam kondisi kekurangan oksigen
2.8.1.4. Suhu
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari
permukaan laut (altitude), waktu, sirkulasi udara, penutupan awan, aliran, serta
kedalaman. Perubahan suhu mempengaruhi proses fisika, kimia, dan biologi badan air.
Suhu berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan.Peningkatan suhu
mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, volatilisasi, serta
menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air (gas O2, CO2, N2, CH4, dan
sebagainya). Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi
bahan organik oleh mikroba.Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di
perairan adalah 20oC – 30
oC.Pada umumnya, suhu dinyatakan dengan satuan derajat
Celcius (oC) atau derajat Fahrenheit (
oF).
2.8.2. Parameter Kimia
Parameter kimia yang biasanya digunakan untuk mengukur derajat pencemaran
air buangan antara lain adalah BOD, DO, COD, Ph, senyawa anorganik, senyawa
organik.
2.8.2.1.1. Biological Oxygen Demand(BOD)
Adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang
diperlukanoleh mikroorganisme (biasanyabakteri) untuk mengurai atau
mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik. Besaran BOD biasanya
dinyatakan dalam satuan ppm, artinya kebutuhan oksigen dalam miligram yang
dipergunakan untuk menguraikan zat pencemar yang terdapat dalam satu liter buangan.
Air bersih yang mempunyai nilai BOD kurang dari 1 mg/1 atau 1 ppm, jika nilai BOD
diatas 4 ppm, air dikatakan tercemar.
2.8.2.2.Dissolved Oxygen (DO)
Dissolved Oxygen (DO) adalah kandungan oksigen yang ada atau terlarut dalam
air. DO ini sewaktu-waktu diperlukan oleh bakteri-bakteri aerobik untuk menetralisir
20
bahan-bahan organik di dalam air. Oksigen terlarut ini digunakan sebagai tanda derajat
pengotoran limbah yang ada. Semakin besar oksigen terlarut, maka menunjukkkan
derajat pengotoran yang realtif kecil. Nilai konsentrasi DO ini berbanding terbalik
dengan nilai konsentrasi BOD.
2.8.2.3.Chemical Oxygen Demand(COD)
Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk
mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air.Hal ini karena bahan or
ganik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium
bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat, sehingga segala
macam bahan organik, baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit urai,
akan teroksidasi. Dengan demikian, selisih nilai antara COD dan BOD memberikan
gambaran besarnya bahan organik yang sulit urai yang ada di perairan. Bisa saja nilai
BOD sama dengan COD, tetapi BOD tidak bisa lebih besar dari COD. Jadi COD
menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada. Besaran COD dinyatakan dalam
satuan ppm atau miligram per liter.
2.8.2.4.pH
Konsentrasi ion Hidrogen merupakan parameter penting untuk kualitas air
maupun air limbah. Kadar yang baik adalah kadar yang masih memungkinkan
kehidupan biologis di dalam air berjalan baik. Air limbah dengan konsentrasi yang tidak
netral akan menyulitkan proses biologis, sehingga mengganggu proses penjernihannya.
Air limbah dikatakan bersifat asam apabila Ph 1 s/d 7, dikatakan alkalis apabila Ph 7 s/d
14, dan dikatakan netral apabila pH sekitar 7.
2.8.2.5.Senyawa Anorganik
Senyawa anorganik sangat beragam, pada umumnya berupa alkali, asam dan
garam-garam. Zat-zat tersebut dapat menyebabkan kondisi air buangan bersifat alkalis,
asam atau netral dengan kadar elektrolit tinggi.
2.8.2.6.Senyawa Organik
Senyawa organik pada umumnya merupakan gabungan unsur, karbon, hidrogen,
oksigen, dan juga mungkin unsur nitrogen dan belerang.
2.8.3. Parameter Biologi
21
Mikroorganisme dalam air limbah dapat membantu proses pengolahan sendiri
(self purification). Namun bila mikroorganisme dalam air limbah tidak sesuai dengan
ketentuan yang ada, justru menimbulkan gangguan bagi lingkungan. Berdasarkan
kemampuan mikroorganisme untuk menimbulkan gangguan terhadap lingkungan, maka
mikroorganisme dikelompokkan menjadi 2 golongan :
1. Mikroorganisme pathogen, seperti bakteri coli, virus hepatitis, salmonella dan lain –
lainnya.
2. Mikroorganisme non-pathogen, seperti protista dan algae (Sugiharto, 1987:35).
2.9. Water Quality Analysis Simulation Program Versi 7.1
2.9.1. Dasar Permodelan Kualitas Air
WASP 7.1 adalah sistem kompartemen dinamis yang dapat digunakan untuk
menganalisa masalah kualitas air yang bervariasi pada berbagai macam bentuk perairan,
seperti aliran air, danau, waduk, sungai, muara, dan perairan pantai. Persamaan-
persamaan yang telah dipecahkan dengan WASP 7.1. didasarkan pada prinsip utama
keseimbangan massa. Prinsip ini membutuhkan adanya catatan untuk massa dari setiap
konstituen kualitas air yang sedan diteliti. WASP 7.1 melacak konstituen dari setiap
kualitas air mulai dari titik awal masukan spasial dan temporal hingga titik akhir
pengeluaran, konservasi massa dalam ruang dan waktu. Untuk menfungsikan
perhitungan keseimbangan massa ini, data masukan WASP 7.1 harus memenuhi tujuh
karakteristik penting :
Kontrol simulasi dari hasil keluaran
Pembagian sistem
Transportasi adveksi dan dispersi
Konsentrasi batas
Pemusatan dan penyebaran muatan polutan
Parameter kinetik, konstanta, dan fungsi waktu
Konsentrasi awal
Data masukan tersebut, bersama dengan persemaan keseimbangan total umum
WASP 7.1 dan persamaan kimia kinetik yang spesifik, menjelaskan satu kesatuan
persamaan kualitas air yang terperinci. Persamaan-persamaan tersebut dikombinasikan
secara numerik oleh WASP 7.1 saat simulasi sedang berlangsung. Pada interval cetakan
22
pengguna tertentu, WASP 7.1 menyimpan nilai-nilai dari seluruh variabel tampilan
untuk mendaptkan informasi berikutnya oleh program post-processor. Berikut ini
adalah struktur pemodelan data dalam WASP 7.1
Gambar 2.1. Struktur Permodelan Data Pada WASP 7.1.
(Sumber : Introduction to WASP, 2005: 8)
2.9.2. Persamaan Umum Keseimbangan Massa
Sebuah persamaan kesetimbangan massa untuk beberapa parameter pokok
terlarut di badan air harus dapat menjelaskan secara menyeluruh terhadap material yang
masuk dan keluar melalui muatan yang langsung dan tersebar, transport secara
menyebar, informasi fisika, kimiawi, dan biologi. Mempertimbangkan sistem koordinat
yang ditunjukkan pada persamaan 2-1 dimana koordinat X dan Y berada pada bidang
horizontal dan koordinat Z berada pada bidang vertikal.
23
Gambar 2.2. Sistem Koordinasi Untuk Persamaan Kesetimbangan Massa
(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s
Manual,2005:5-2)
Persamaan integral dan diferensial kesetimbangan massa untuk volume fluida adalah
(
(
(
(
)
(
)
( (2-1)
Dimana :
C = Konsentrasi parameter kualitas air (mg/L atau g/m3)
t = Waktu (hari)
UxUyUz = Kecepatan longitudinal, lateral, vertikal (m/hari)
ExEyEz = Koefisien penyebaran secara longitudinal, vertikal, dan
transversal (m2/hari)
SL = Jumlah tingkat muatan tersebar maupun langsung (gr/m3/hari)
SB = Jumlah tingkat muatan batas yaitu aliran hulu, hilir, tanaman
air, dan atmosfir (gr/m3/hari)
24
SK = Jumlah tingkat transformasi kinetik (gr/m3/hari)
Dengan memperluas volume kontrol yang sangat kecil menjadi segmen-segmen
gabungan yang lebih besar, dan dengan menetapkan transportasi, pemasukan beban, dan
parameter transformasi yang tepat, WASP mengimplementasikan bentuk finite different
dari persamaan 2-1.Namun demi ketepatan dan kejelasan, pengembangan bentuk
persamaaan keseimbangan total yang memiliki sedikit perbedaan hanya akan menjadi
pencapaain satu dimensi. Dengan memperhatikan kemiripan vertikal dan lateralnya, kita
dapat menggabungkan y dan z untuk mendapatkan persamaan 2-2.
(
(
) ( (2-2)
Dimana :
A = Luasan potongan melintang (m2)
Persamaan ini menunjukkan adanya tiga kelas utama darim proses kualitas air
transportasi (tahap 1), pemuatan beban (tahap 2) dan transformasi (tahap 3)
2.9.3. Jaringan Sistem Permodelan
Jaringan sistem adalah satu kesatuan volume kontrol yang telah dikembangkan,
atau segmen-segmen yang keseluruhannya memberikan penjelasan tentang konfigurasi
fisik bentuk perairan. Seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.2 jaringan tersebut
membagi bentuk perairan baik lateral, vertikal, juga longitudinal. Segmen-segmen
benthic dapat juga dsertakan bersama segmen-segmen kolom air. Jika sistem kualitas air
dihubungkan dengan sistem hidrodinamik, maka segmen-segmen kolom air harus
sejajar dengan cabang hidrodinamik. Dalam tiap segmen, konsentrasi konstituen
kualitas air dihitung. Sedangkan rata-rata transportasi konstituen kualitas air
dikalkulasikan di seberang sirkuit yang menghubungkan segmen-segmen di sekitarnya.
25
Gambar 2.3. Skema Segmentasi Model
(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s
Manual,2005:5-4)
Keterangan :
Tipe segmen pada WASP 7.1 dapat dipilih salah satu dari 4 tipe yaitu :
Epilimion (air permukaan)
Lapisan hipolimion (air tanah)
Lapisan benthos bagian atas
Lapisan benthos bagian bawah
Tipe segmen ini berperan penting dalam sedimentasi bagian dasar dan beberapa
proses transformasi tertentu. Spesifikasi batas vertikal segmen sangat penting saat
cahaya harus berpindah dari satu segmen ke segmen berikutnya pada badan air, atau
pada saat butiran butiran terkubur atau tererosi dari dasar permukaan. Volume segmen
dan waktu simulasi berkaitan secara langsung. Apabila salah satu meningkat atau
berkurang, maka yang lainnya harus menyesuaikan(berbanding lurus) untuk menjamin
stabilitas dan keakuratan perhitungan. Dimensi tiap segmen bervariasi dan lebih
ditetapkan oleh skala ruang dan waktu permasalahan yang dianalisa dari karakteristik
air atau polutan pada tiap segmen.
26
Memperkirakan nilai ekstrim konsentrasi lebih sulit daripada meperkirakan nilai
rerata. Pada gambar 2.4. mengilustrasikan ciri-ciri distribusi frekuensi yang diprediksi
oleh 3 model skala waktu dan sebuah distribusi yang diamati dari sampel secara teliti,
dimana data sampel tadi telah diplot dikertas probabilitas. Garis lurus menunjukan
distribusi normal. Pengurangan tahapan waktu dan dimensi segmen memungkinkan
untuk simulasi distribusi frekuensi yang lebih baik. Peningkatan dalam kemampuan
memprediksi ini bagaimanapun juga memerlukan peningkatan resolusi data input pula.
Gambar 2.4. .Distribusi Frekuensi Nilai variabel Kualitas yang Diteliti dan Dikalkulasi
(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s
Manual,2005:5-6)
Bila dasar dari masalah telah diketahui, maka perubahan sementara bentuk
perairan dan pemuatan beban harus diperhatikan. Pada umumnya, jangka waktu sistem
haruslah kurang dari variasi waktu variabel-variabel kontrol yang penting. Pada
beberapa kasus, pembatasan seperti ini dapat dipermudah dengan menghitung rata-rata
masukan dengan periode variasinya.
2.9.4. Skema Transportasi Sistem
Transportasi meliputi adveksi dan dispersi (penyebaran) konstituen-konstituen
kualitas air. Adveksidan dispersi dalam WASP masing-masing dibagi menjadi 6 tipe
yang berbeda atau bidang. Bidang transportasi yang pertama meliputi alirean
27
adveksidan campuran yang terdispersi dalam kolom air. Aliran adveksi membawa
konstituen-konstituen kualitas air hilir bersama dengan air dan menjadi penyebab terjadi
pengenceran instream. Dispersi menyebabkan percampuran dan pengenceran lebih
lanjut antara area berkonsentrasi tinggi dengan area berkonsentrasi rendah.
Bidang transportasi yang kedua mengkhuskan pada pergerakan air pori-pori
dalam lapisan permukaan sedimen. Konstituen kualitas air terlarut dibawa melalui
lapisan air permukaan oleh aliran air pori-pori dan ditukar antara lapisan permukaan dan
kolom air oleh difusi air pori-pori.
Bidang transportasi ketiga, keempat, dan kelima mengkhususkan pada
transportasi polutan partikel dengan pengendapan, resuspensi, dan sedimentasi zat
padat. Konstituen-konstituen kualitas air yang diserap menjadi partikel-partikel padat
disalurkan diantara kolom air dan lapisan permukaan sedimen. Pengguna dapat
mendefinisikan ketiga bidang zat padat sebagai bentuk pecahan, seperti pasir, endapan
lumpur, dan tanah liat, atau sebagai zat padat anorganik,fitoplakton, dan organik.
Bidang transportasi keenam adalah berupa penguapan atau curah hujan dari atau
menuju segmen air permukaan. Sebagian besar file transportasi, seperti kecepatan aliran
atau pengendapan, harus dispesifikasikan pada kumpulan file masukan WASP.
2.9.5. Proses-proses Transportasi
Kolom,air adveksi mengalir dan secara langsung mengontrol transportasi
polutan terlarut dan partikel pada banyak bentuk perairan. Sebagai tambahan, perubahan
kecepatan dan kedalaman yang dihasilkan dari aliran variabel dapat mempengaruhi
proses-proses kinetik seperti rearasi,volatilisasi,dan fotolosis. Sebuah langkah awal
yang penting pada penelitian sistem apapun adalah dengan menjelaskan dan
mensimulasikan adveksi kolom air dengan tepat. Dalam WASP 7.1, aliran kolom air
adalah masukan melalui transportasi bidang satu. Pola sirkulasi dapat dijelaskan (pilihan
aliran 1 dan 2) atau mensimulasikan oleh sebuah sistem hidrodinamik seperti
DYNHYD.
Untuk aliran dekskriptif, WASP 7.1 melacak tiap-tiap aliran air yang terpisah
yang telah ditetapkan dari keadaan aslinya menjadi jaringan sistem. Untuk setiap aliran
air, menanmbahkan kontinuitas atau fungsi renspons unit aliran dan fungsi waktu harus
ditambahkan. Fungsi waktu menjelaskan aliran air yang berubah sewaktu-waktu. Fungsi
28
kontinuitas menjelaskan respons unit aliran yang berbeda-beda dalam jaringan tersebut
aliran antar segmen yang sebenarnya, yang dihasilkan dari aliran air, adalah produk dari
fungsi waktu dan fungsi kontinuitas. Pada aliran Net Flow Option (pada gambar 2.5).
WASP 7.1. menghitung keseluruhan aliran pada satu segmen antar muka untuk
menentukan arah aliran akhir, dan kemudian menggerakkan massa ke satu arah. Pada
Gross Flow Option, WASP 7.1. menggerakkan massa aliran akhir secara independen.
Sebagai contoh, jika aliran-aliran yang berlawanan ditentukan pada percabangan WASP
7.1 aka menggerakkan massa ke kedua arah.
Gambar 2.5. Tampilan Flow Option
(Sumber : WASP 7.1, 2006:4)
Persamaan Kontinuitas:
(2-3)
Persamaan Momentum;
( (2-4)
Dimana ;
Q = debit (m3
/det)
A = luasan panampang melintang (m3)
29
g = percepatan grafitasi (m/det3)
= kemiringan dasar saluran
= kemiringan energi
Persamaan manning digunakan untuk menggambarkan gaya gesek sebagai suatu fungsi
dari kecepatan air dan jari-jari hidrolik, yaitu
Sf =
dimana ; (2-5)
n = angka kekasaran manning
v = kecepatan air (m/det)
R = jari-jari hidrolik (m)
Untuk menyederhanakan persamaan momentum, So dapat diasumsi sama dengan St .
jari-jari hidrolik didapatkan dari luasan potongan melintang dibagi dengan lebar
penampang (B). Subtitusi kedalam persamaan manning dan menata ulang persamaan
menjadikan debit sebagai sebuah fungsi dari kemiringan dasar saluran, luasan potongan
melintang, dan lebar penampang. Hal itu dapat ditunjukkan dalam persamaan berikut ;
Q =
S01/2
(2-6)
Subtitusi persamaan ini kedalam persamaan kontiunuitas dan membedakkan nilai A
terhadap waktu menjadikan sebuah persamaan turunan kinematis, yaitu ;
Q
B-1
= 0 (2-7)
Dimana ;
B = 3/5 = (
3/5 (2-8)
WASP 7.1. menyelesaikan persamaan aliran kinematis untuk tiap segmen dalam sebuah
jaringan aliran menggunakan 4 langkah aliran Runga – Kutta.
2.9.6. Geometri Hidrolik
Dekskripsi yang tepar pada segmen geometri sebagi fungsi dari syarat-syarat
debit aliran air menjadi hal yang penting dalam menggunakan WASP 7.1.untuk
30
membuat simulasi tentang sungai. Untuk aliran jenis ke-3, kecepatan dan kedalaman
dihitung dengan menggunakan model hidrodinamik dan kemudian dibaca oleh WASP
7.1. Sedangkan untuk debit aliran jenis ke-1 dan ke-2, satu set koefisien pelepasan
hidrolik dapat dimasukkan kedalam gambar 2.6, yang menggambarkan hubungan antara
kecepatan, kedalaman dan debit aliran air pada segmen yang berbeda.
Gambar 2.6. Tampilan Segmen
(Sumber : WASP 7.1, 2006:12)
Metode ini mengikuti implementasi QUAL2E (Brown and Barnwell, 1987).
Pada WASP 7.1. segmen kecepatan dan kedalaman hanya digunakan untuk menghitung
tingkat rearasi dan penguapan/volatilisasi yang tidak digunakan pada pola transport.
Keadaan dimana koefisien-koefisien pelepasan menghasilkan kedalaman dan
kecepatan dari arus aliran berdasarkan pada penelitian empiris tentang hubungan antara
debit aliran dengan kecepatan dan kedalaman arus air (Leopold dan Maddox, 1953).
Koefisien-koefisien ini bermanfaat hanya pada saat penghitungan reaerasi dan
volatilisasi. Penghitungan kecepatan tidak digunakan pada saat arus bergerak dan tidak
akan mempengaruhi simulasi pencatatan. Persamaan-persamaan dibawah ini
menghubungkan kecepatan, lebar penampang saluran air dan kedalaman dengan debit
aliran air melalui serangkaian fungsi-fungsi :
Persamaan koefisien kecepatan
(2-9)
Persamaan koefisien kedalaman
(2-10)
Persamaan lebar penampang
31
(2-11)
Dimana ;
D = Rata-rata kedalaman, dalam satuan meter
B = Rata-rata lebar penampang saluran air, dalam satuan meter
a,b,c,d,e,f = koefisien empiris atau eksponen
Untuk mendapatkan luas areal maka digunakan sebuah fungsi yang mengalikan rata-rata
lebar penampang saluran air (B) dengan rata-rata kedalaman air (D),
(2-12)
Kemudian dilanjutkan dengan fungsi berikut :
( ( ( ( (2-13)
Sehingga hubungan koefisiean-koefisien tersebut dapat disimpulkan dengan fungsi
berikut :
(2-14)
(2-15)
WASP hanya membutuhkan spesifikasi dari hubungan antara kecepatan aliran,
Persamaan 2-9 dan kedalaman air, persamaan 2-10. Sedangkan koefisien-koefisien pada
persamaan 2-11 secara implisit telah ditentukan oleh persamaan 2-14 dan persamaan 2-
15. Hal tersebut diatas dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata dengan beberapa
catatan, pada sebuah sampel saluran air khusus, koefisien-koefisien ( dan
eksponen-eksponen ( dapat diambil dari persamaan Manning. Sebagai contoh,
jika sebuah sampel saluran air diasumsikan berbentuk segi empat, maka lebar
penampang saluran air ( bukan merupakan fungsi debit aliran ( . Eksponen dalam
penampang tersebut ( bernilai (0,00) sehingga koefisiennya ( adalah lebar
penampang segi empat dari saluran air itu sendiri ( . Dengan catatan bahwa radius
hidrolis( kira-kira sama dengan kedalaman air ( untuk penampang debit alira yang
lebih luas dan bahwa persamaan yang berlaku: sehingga koefisien-koefisien
pelepasan untuk sampel penampang segi empat akan diperoleh angka 0,4 unutk
kecepatan dan 0,6 untuk lebar penampang.
32
Leopold et al. (1964) mencatat bahwa saluran air di daerah beriklim lembang
cenderung berpenampang segi empat yang diakibatkan oleh tanah padat yang
membentuk lereng curam di sisi aliran air sedangkan tanah gembur membentuk lereng
yang lebih landai, hampir tidak membentuk tepian sungai.
Tabel 2.5. Comparison of Hydraulics Exponents
Tabel 2.5. membandingkan eksponen-eksponen hidrolis penampang saluran air
berbentuk segi empat dengan file penelitian Leopold et al. (1964). Dapat disimpulkan
rata-rata eksponen kecepatan cenderung tetap untuk semua penampang saluran air.
Perbedaan yang mencolok terlihat pada penurunan nilai dari eksponen kedalaman air
dan seperti halnya peningkatan nilai dari dari eksponen lebar penampang. Hal ini karena
perubahan penampang sungai/aliran air dari lereng curam tanah/padat di sisi sungai
hingga lereng landai tanah gembur di daerah kering.
Pada kumpulan-kumpulaan air seperti kolam, danau, dan bendungan, kecepatan
dan kedalaman air mungkin tidak mempengaruhi fungsi debit aliran air. Pada kasus
tersebut kedua eksponen, kecepatan dan kedalaman, (b dan f) dapat dinyatakan dengan
nol (0,00). Karena Q berpangkat nol sama dengan bernilai satu (1,0), maka koefisien
dan c adalah kecepatan dan kedalaman itu sendiri, sehingga dapat ditulis : Jika b = 0,0
maka = V dan jika d = 0,0 maka c = D. Bila eksponen kedalaman sama dengan nol
maka WASP 7.1 akan menyesuaikan segmen kedalaman dengan segmen volume
dengan asumsi sesuai dengan sisi-sisi segi empat.
Untuk simulasi pada sungai atau aliran di daerah khusus, koefisien dan eksponen
hidrolis harus ditentukan terlebih dahulu. Brown dan Barnwell (1987) menganjurkan
agar memperkirakan terlebih dahulu eksponen-eksponen hidrolis (b dan d), dan
kemudian mengukur keofisien-koefisien hidrolis ( dan c) untuk meneliti kevepatan
33
dan kedalaman air.Eksponen-eksponen tersebut dapat dipilih berdasarkan pada
pengamatan terhadap bentuk saluran air yang tercantum pada file survey awal. Jika
penampang saluran air cenderung berbentuk segi empat dengan tepian vertikal, maka set
eksponen yang kedua. Sedangkan jika debit air mengalir d daerah kering dengan tipikal
tanah yang gembur dan tepian yang landai, mak set eksponen terakhir merupakan
anjuran yang sangat tepat/
2.9.7. Oksidasi Carbonaceous
Sejarah panjang aplikasi terutama terfokus pada penggunaan BOD sebagai
pengukur kuantitas material yang memerlukan oksigen dan tingkat oksidasinya sebagai
reaksi kinetis pengontrol. Ini terbukti cocok pada air yang menerima kombinasi
heterogen antara lain sampah organik dari rumah tangga dan industri karena ukuran
agregat efek potensialnya merupakan sebuah penyederhanan yang mengurangi masalah
yang komplek menjadi salah satu dimensi yang mudah dikendalikan.
Oksidasi material Carbonaceous adalah reaksi BOD klasik. Didalamnya, model
ini menggunakan CBOD yang paling akhir sebagai indikator kebutuhan oksigen yang
akuivalen unutk material Carbonaceous. Sumber utama CBOD, selain buatan manusia
dan penyerapan dari alam, adalah karbon fitoplankton detrial, yang dihasilkan dari alga
yang mati.
Rumus kinetik untuk oksidasi Carbonaceous dalam EUTRO memiliki tiga
persyaratan: batas konstanta, batas koreksi suhu, dan batas koreksi DO rendah. Ketiga
persyaratan mewakili penurunan tingkat oksidasi aerob seiring level DO mendekati 0.
Konstanta setengah kejenuhan (KBOD) yang mewakili level DO saat tingkat oksidasi
berkurang hingga stengahnya dapat dispesifikasikan. Angka aslinya adalah 0, yang
memungkinkan reaksi ini berlanjut sepenuhnya bahkan saat dibawah kondisi aerob.
Perbandingan langsung antara data BOD, dan output model tidak dapat dibuat
menggunakan CBOD internal yang dihitung EUTRO, karena pengukurandapat
dipengaruhi oleh respirasi alga dan menurunnya karbon alga. Oleh sebab itu harus
dilakukan koreksi pada model penghitungan interna CBOD sehingga mendapatkan
perbandingan yang valid dengan pengukuran di lapangan. Ini menghasilkan variabel
baru, yang dikenal dengan botol BOD2, yang dihitung dengan persamaan 2-16 dimana:
Botol BOD5 = CS(1-e-5kdbot
)+
C1 (1-e
-5knbot)+ocC4(1-e
-5k1R) (2-16)
34
Dimana :
Cs = CBOD yang dihitung internal, mg/L
Cl = NH5 yang dihitung internal, mg/L
C4 = biomassa fitoplankton dalam satuan karbon, mg/L
aoc = rasio oksigen dan karbon 33/12 mg 02/mg C
Kdbot = konstanta tinkat deoksigenisasi “botol” laboratorium, hari-1
Knbot = konstanta tingkat nitrifikasi “botol” laboratorium, hari-1
KIR = konstanta tingkat respirasi alga pada 20oC, hari
-1
Persamaan 2-16 dapat memberikan perkiraan rendah dari botol BOD yang diteliti
karena tidak memasukkan koreksi bagi penurunan karbon alga detrial, yang nantinya
tergantung pada jumlah fitoplankton yang mati. Konstanta tingkat nitrifikasi
laboratorium yang asli adalah 0, mencerminkan penggunaan pencegah nitrifikasi.
Gambar 2.8. Siklus CBOD pada Ekosistem Air
(Sumber : WASP 7.1, 2006:10)
35
2.9.8. Nitrifikasi
Oksigen yang terus berkurang dapat terjadi karena terjadinya nitrifikasi.
NH3 + 2O2 NO3 + H2O + H+
(2-17)
Oleh karena itu untuk setiap miligram amonia nitrogen yang dioksidasikan, 2 (32/14)
mg oksigen yang dikonsumsi.
Proses kinetik unutk nitrifikasi dalam EUTRO memiliki tiga istilah : konstanta
tingkatan urutan pertama, istilah koreksi suhu, dan istilah koreksi DO rendah. Istilah
ketiga mewakili penurunan tingkat nitrifikasi aerob seiring level DO mendekati 0.
Konstanta dapat dispesifikasikan setengah kejenuhan KNIT, yang mewakili level DO
saat tingkat nitrifikasi berkurang hingga setengahnya. Angka aslinya adalah 0, yang
memungkinkan reaksi ini berlanjut sepenuhnya bahkan saat di bawah kondisi anaerob
2.9.9. Denitrifikasi
Saat kondisi DO rendah, reaksi denitrifikasi memberikan tempat untuk CBOD.
5CH2O + 5H2O + 4NO3 + 4H+ 5CO2 + 2N2+ 12 H2O (2-18)
Oleh karena itu 5/4 (12/14) mg karbon dikonsumsi, setiap berkurang 1 mg nitrat
nitrogen, dimana mengurangi CBOD sebanyak 5/4 (12/14) (32/12) mg. Denitrifikasi
tidak menyebabkan pengurangan yang signifikan dalam kolom air, tapi penting ketika
mensimulasikan kondisi bentuk anaerob.
Proses kinetik untuk denitrifikasi dalam EUTRO memiliki tiga syarat : syarat
pertama batas konstanta (dengan perbandingan stoikometri yang tepat), syarat koreksi
seiring level DO mendekati 0. Konstanta setengah kejenuhan (KN03), yang mewakili
level DO saat tingkat denitrifikasi berkurang hingga setengahnya dapat dispesifikasikan.
Angka aslinya adalah 0, yang mencegah reaksi ini pada tingkat DO berapapun.
2.9.10. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO)
Oksigen terlarut (DO) merupakan satu dari beberapa variabel yang penting di
dalam menganalisa kualitas air. Konsentrasi rendah secara langsung mempengaruhi ikan
dan merubah keseimbangan kesehatan ekologi. Karena DO dipengaruhi oleh banyak
parameter dari kualitas air lainnya, maka hal ini merupakan indikasi yang sensitif dari
kesehatan akuatik air (ekosistem air).
36
DO telah dijadikan contoh selama kurang lebih 70 tahun. Persamaan tetap dasar
dikembangkan dan digunakan olaeh Streeter dan Phelps (1925) pada persamaan 2-19.
Perkembangan dan aplikasi berikutnya telah menambah istilah-istilah lain terhadap
persamaan dasarnya dan menyediakan analisa dengan variabel waktu.
= Kl Lt - K2 Dt (2-19)
Dimana,
Dt = Kekurangan oksigen terlarut pada waktu t
K1 = Konstanta laju pelepasan oksigen
K2 = Konstanta laju reaerasi
Lt = sisa CBOD tahap pertama pada waktu t
2.9.11. Reaerasi
Pada proses penyerapan oksigen (reaerasi) yang diserap oleh air dipergunakan
untuk menggantikan DO yang dikonsumsi dalam mendegradasi DOD air. Namun
meskipun reaeasi berlangsung tidak menjamin DO meningkat, hal ini mungkin
disebabkan karena kecepatan deoksigenasi lebih cepat dari pada proses reaerasi.
Kekurangan oksigen dibawah titi jenuh air, akan membuat air kembali terisi
udara melalui reaerasi atmosferik. Koefisien tingkat reaerasi merupakan sebuah fungsi
dari kecepatan air rata-rata, kedalaman, angin, dan suhu. EUTRO bisa menetapkan
sebuah konstanta tunggal tingkat reaerasi, konstanta tingkat reaerasi variabel-ruang,
atau membolehkan model untuk menghitung variabel reaerasinya berdasarkan arus atau
angin. Hasil penghitungannya tergantung pada angka reaerasi yang disebabkan oleh
arus angin manapun yang lebih besar.
Berdasarkan metode Covar (covar,1976). Penghitungan EUTRO dipengaruhi
proses reaerasi. Metode tersebut merumuskan reaerasi sebagai fungsi dari kecepatan dan
tiga rumus yakni, Owen, Churchill or O’Connor-Dobbins,respectively.
Kqj (20C) = 5,349vj0,67
Dj-1,85
(2-20)
Kqj (20C) = 5,049vj0,97
Dj-1,65
(2-21)
atau
37
Kqj (20C) = 3,930vj0,5
Dj-1,5
(2-22)
dimana,
Kqj = nilai koefisien aliran yang mempengaruhi reaerasi pada suhu 20C
(hari-1
)
Vj = kecepatan air rata-rata pada segmen (m/det)
Dj = kedalaman rata-rata segmen (m)
Secara otomatis rumus Owen dipilih untuk segmentasi dengan kedalaman
dibawah 2 feet (0,6096 m), sedangkan rumus Chuchill or O’Cnnor-Dobbins dipilih
dengan mempertimbangkan faktor kedalaman dan kecepatan air. Kedalaman segmen
yang lebih dalam, arus yang lebih lambat menggunakan rumus O’Cnnor-Dobbins dan
untuk kedalaman yang dangkal dan arus yang deras menggunakan rumus Churchill.
Temperatur air dalam segmen yang digunakan untuk menyesuaikan aliran induksi
kg(20) untuk standar formula.
Kqj (T) = Kqj20C ӨT-20
(2-23)
Dimana,
T = temperatut air, C
Kqj (t) = nilai koefisien aliran yang mempengaruhi reaerasi pada suhu sekitar
(hari-1
)
Ө = koefisien temperatur
Menurut O’Connor (1983) angin dipastikan mempengaruhi reaerasi. Berikut ini
perhitungan reaerasi sebagai fungsi dari kecepatan angin, udara, temperatur air dan
kedalaman segmen dengan menggabungkan tiga rumus.
Kwj =
(
(
Cd(100.W) (2-24)
Kwj = [(TERM1.100W)-1
) + (TERM2.W)-1
)]-1
(2-25)
Dimana,
38
TERM1 = (
(
Cd
TERM2 = (
Cd)
1/2
atau,
Kwj =
(
Cd)
1/2 100W (2-26)
Dimana,
Kwj = nilai koefisien angin yang mempengaruhi reaerasi (hari-1
)
W = kecepatan angin dalam 10 cm dibawah permukaan (m/det)
Өa = koefisien temperatur
Ta = temperatur udara (C)
ńa = kerapatan udara, a fungsi dari Ta (g/cm3)
ńw = kerapatan air (1,0 g/cm3)
Va = kekentalan udara, a fungsi dari T (cm2/det)
Vw = kekentalan air, a fungsi dari T (cm2/det)
Dow = disfusitas (kebauran) oksigen dalam air, a fungsi dari T
(cm2/det)
ȇ = koefisien von Karman’s (0,4)
V1 = kecepatan geser peralihan, set dari 9-10. 10 untuk skala kecil,
tengah dan besar (m/det)
VC = kecepatan geser kritis, set dari 22-11. 11 untuk skala kecil,
tengah dan besar (m/det)
Ze = ekuivalen kekasaran, set dari 0,25-0,35. 0,35 untuk skala kecil,
Tengah dan besar (m/det)
ZO = kekasaran efektif, a fungsi dari Ze, Ȃ, Cd, Vt, Va, dan W (cm)
39
ȅ = inverse of Reynold’s number, set dari 10-3. 3 untuk skala kecil,
tengah dan besar
à = nondimensional coefficient, set dari 10-6,5. 6,5 unutk skala
kecil, tengah dan besar
ÃU = nondimensional coefficient, a fungsi dari Ã, Cd, Vc, Cd dan W
Cd = drag coefficient, a fungsi dari ze, Ã, va, ȇ, vt dan W
Persamaan 2-24 digunakan untuk kecepatan angin lebih dari 6m/det. Persamaan
2-26 digunakan untuk kecepatan angin diatas 20 m/det. Persamaan 2-25 digunakan
untuk kecepatan angin antara 6 m/det hingga 20 m/det. Kejenuhan DO, CS, merupakan
determinasi sebagai suatu fungsi dari temperatur dalam K dan salinitas (kadar garam),
S dalam mg/L (APHA,1985).
InCs = -139,34 + (1,3737. 105)TK
-1 – (6,6423.10
7) TK
-2
+ (1,2438. 10
10) TK
-3 – (8,6219.10
11)TK
-4
-0,5545 S (0,031929 – 19,428TK-1
+ 386,3 TK-2
) (2-26)
Nilai-nilai koefisien reaerasi secara umum ditampilkan pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.6. Koefisien Reaerasi pada 20C
No Jenis Badan Air Nilai (per hari)
1 Kolam kecil 0,05-0,10
2 Sungai dengan aliran lambat 0,10-0,15
3 Danau besar 0,10-0,15
4 Sungai besar 0,15-0,30
5 Sungai besar aliran cepat 0,30-0,50
6 Jeram 0,50
Sumber : Teknik Sumber Daya Air Jilid II
2.9.12. Gambaran dari Eutrofikasi WASP 7.1
Pengayaan nutrisi ini, Eutrofikasi, dan proses penipisan DO disimulasikan
menggunakan program EUTRO. Beberapa proses kimia-fisika dapat mempengaruhi
transportasi (penyaluran) dan interaksi/ hubungan antar nutrisi, fitoplankton, materi
40
karbon, dan oksigen terlarut dalam lingkungan air. EUTRO mensimulasikan reaksi
transformasi dan transportasi samapai delapan variabel tetap.Variabel itu dapat
dipertimbangkan sebagai empat sistem yang saling mempengaruhi;kinetik fitoplankton,
siklus fosfor, dan siklus keseimbangan oksigen terlarut (dissolved oxygen balance).
Persamaan keseimbangan massa WASP 7.1 umumnya dibahas oleh setiap veriabel
tetap.
2.9.13. Siklus Fosfor
Fosfor organik yang terurai (DIP) berinteraksi dengan fosfor anorganik melalui
sebuah mekanisme sorption-desorption. DIP diambl oleh fitoplankton untuk
pertumbuhan, dan digabungkan menjadi biomassa fitoplankton. Fosfor dikembalikan
dari kelompok biomassa fitoplankton menjadi fosfor organik khusus lalu terurai dan
menjadi fosfor organik malalui respirasi endogen dan kematian yang tidak ganas (no
predatory). Fosfor organik diubah menjadi fosfor anorganik terlarut pada tingkat
mineralisasi yang tergantung pada temperature.
2.9.14. Siklus Nitrogen
Kinetik dari spesies nitrogen pada dasarnya sama dengan sistem fosfor. Amonia
dan nitrat diambil oleh fitoplankton untuk tumbuh dan diolah menjadi biomassa
fitoplankton. Dasar dimana setiap amonia dan nitrat diambil sebagai sebuah fungsi dari
konsentrasinya yang relatif pada keseluruhan nitrogen organik (amonia dan nitrat)
tersedia. Nitrogen dikembalikan kelompok biomassa fitoplankton pada nitrogen khusus
dan terurai pada amonia melalui respirasi endogen dan kematian non predatory.
Nitrogen organik diubah menjadi amonia pada tingkat mineralisasi yang tergantung
pada temperatur, dan amonia kemudian diuah menjadi nitarat pada tingkat nitritifikasi
yang tergantung pada oksigen dan temperatur. Nitrat mungkin diubah menjadi gas
nitrogen tanpa oksigen pada tingkat denitrifikasi yang tergantung pada temperatur dan
oksigen.
2.10. Definisi Toolbar
Bila pertama kali masuk kedalam program WASP 7.1 maka akan muncul toolbars
yang berfungsi untuk mengarahkan pilihan dan pemasukan data kedalam program. Jika
icon toolbarsmuncul namun tidak berwarna, maka hal tersebut menandakan bahwa
fungsi tersebut belum tersedia. Tampilan layar meu utama terlihat pada gambar berikut
41
Gambar 2.8. Tampilan Layar Menu Utama
(Sumber : WASP 7.1, 2006:3)
icon memerintahkan program untuk membuat file baru.
icon ini membolehkan pembangkitan file model input yang sebelumnya telah
dibuat.
42
Gambar 2.9. Tampilan Menu Open Project
(sumber : Water Quality Analysis Simulation Program
(WASP6.0)_User’smanual,2005:3-7)
icon ini untuk memerintahkan menyimpan file kedalam disk.
icon ini menjalankan model yang tepat berdasarkan data input yang telah
dimasukkan.
icon ini hanya muncul saat program eksekusi sedang berlangsung. Tombol ini
dapat ditekan untuk menghentikan simulasi yang sedang berlangsung.
43
Gambar 2.10. Tampilan Menu Eksekusi Model
(sumber : Water Quality Analysis Simulation Program
(WASP6.0)_User’smanual,2005:3-41)
icon ini menampilkan grafik hasil permodelan
44
Gambar 2.11. Tampilan Menu WASP Post-Prosesso
(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s
Manual,2005:4-44)
45
Gambar 2.12. tampilan Menu Parametirisasi Model
(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s
Manual,2005:3-12)
icon ini sebagai parameterisasi model
46
Gambar 2.13.Tampilan Menu Tahapan Waktu
(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s
Manual,2005:3-31)
icon ini untuk data input tahapan waktu
47
Gambar 2.14. Tampilan Menu Pengecekan Validitas Data Masukan
(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s
Manual,2005:3-39)
icon untuk mengecek validitas data masukan
48
Gambar 2.15. Tampilan Menu Definisi Segmen
(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s
Manual,2005:3-17)
icon untuk definisi segmen model
icon untuk definisi sistem model
49
Gambar 2.16. Tampilan Menu Sistem Permodelan
(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s
Manual,2005:3-15)
icon ini untuk faktor skala parameter segmen
50
Gambar 2.17. Tampilan Menu Skala Permodelan
(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s
Manual,2005:3-23)
icon ini untuk definisi waktu pemasukan limbah
51
Gambar 2.18. Tampilan Menu Data Konstan
(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s
Manual,2005:3-35)
icon ini untuk mendefinisikan waktu pemasukan limbah
52
Gambar 2.19. Tampilan Menu Muatan Limbah
(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s
Manual,2005:3-29)
icon ini untuk definisi waktu dan lingkungan
53
Gambar 2.20. Tampilan Menu Tahapan Waktu Data Lingkungan
(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s
Manual,2005:3-33)
icon ini untuk masukan data dispersi
54
Gambar 2.21. Tampilan Menu Data Dispersi
(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s
Manual,2005:3-24)
icon ini untuk memasukkan data aliran
55
Gambar 2.22. Tampilan Menu Data Debit
(Sumber:Water Quality Analysis Simulation Program(WASP6.0)_User’s
Manual,2005:3-26)
icon ini untuk tahapan waktu kondisi batas
56
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
57
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Deskripsi Daerah Studi
Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-
kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan
Surabaya. Sungai Brantas memiliki panjang sekitar ±320 km. Sungai Brantas mempunyai arti
yang sangat penting dalam aspek sosial ekonomi dengan fungsi penyediaan air baku bagi
PDAM, pertanian, industri, tenaga listrik, dan pariwisata bagi masyarakat Jawa Timur.
Sebagai sumber air, Sungai Brantas disamping dimanfatkan airnya untuk irigasi, juga
merupakan tempat pembuangan limbah cair, baik industri, pertanian, peternakan maupun
rumah tangga. Air sungai yang tercemar akan menimbulkan masalah, baik bagi manusia
maupun lingkungan sekitarnya. Limbah di Sungai Brantas akhir-akhir ini cukup
memprihatinkan sehingga perlu diadakannya penanganan secara serius demi kelangsungan
Sungai Brantas sendiri dan demi kepentingan masyarakat umum di sekitar sungai. Selama
perjalanan umur Waduk Sutami, tentunya resiko bencana dan masalah akan tetap menyertai
keberadaan waduk itu sendiri, seperti bencana banjir susulan dari sungai - sungai bagian hulu
Waduk Sutami yang terjadi pada tahun 2002, kebocoran tubuh bendungan, masalah sedimen
semakin meningkat, dan semakin meningkatnya jumlah polutan yang masuk ke Waduk
Sutami. Pencemaran yang terakhir terjadi di Waduk Sutami adalah pada tahun 2005 atau
tepatnya pada tanggal 4 September 2005, dan terjadi 3 kali pada tahun tersebut. Pencemaran
ini diakibatkan pembuangan limbah cair dari sejumlah industri langsung ke anak - anak
sungai Kali Brantas, sehingga mengakibatkan dampak matinya ikan - ikan di Waduk Sutami
sebagai akibat menurunnya derajat kadar Oksigen Demand (02) dari tingkat normal 3 ml/liter
menjadi 0.9 ml/liter serta terjadinya blooming algae yang muncul kepermukaan air dan
adanya penurunan pH (derajat keasaman air), serta bau menyengat yang mengganggu
kegiatan masyarakat di sekitar waduk. (Kittradge, 1942).
Kabupaten Malang terletak pada 112 035`10090`` sampai 112``57`00`` Bujur Timur
(BT). 7044`55011`` sampai 8026`35045`` Lintang Selatan (LS). Dengan luas wilayah
3.530,65 km2
dan jumlah penduduk 2.764.969 jiwa . Serta wilayah administrasi terdapat 33
kecamatan, 12 kelurahan, 378 desa. Batas – batas wilayah administrasi dari Kabupaten
Malang adalah sebagai berikut:
58
Batas utara : Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Mojokerto
Batas selatan : Samudera Indonesia
Batas barat : Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Kediri
Batas timur : kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Lumajang
Waduk Sutami merupakan salah satu waduk terbesar pada Daerah Aliran Sungai (DAS)
Brantas hulu. Lokasi penelitian berada di Kabupaten Malang. Tepanya berada di wilayah
Malang Selatan. Bendungan Sutami (Bendungan Karangkates) terletak di Desa Karangkates,
Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang. Lokasi bendungan berada pada Kali Brantas,
14km di hilir Bendungan Sengguruh dan 35 km di selatan Kota Malang. Pembangunan
Bendungan Sutami dilaksanakan mulai tahun 1961 sampai tahun 1972.
Menurut Perum Jasa Tirta (2007), Waduk Sutami selesai dibangun pada tahun 1972
dan memiliki luas genangan air sebesar 15 km2
dengan kapasitas 17.000.000 m3
serta
memiliki terowongan sepanjang 1,5 km yang dihubungkan dengan Waduk Lahor . Waduk
Sutami memiliki beberapa peran, yaitu : sebagai pengendali banjir, pembangkit listrik
(PLTA) dengan daya 3 x 35.000 kWh (488 juta kWh/tahun), penyediaan air irigasi 24 m3/dt
pada musim kemarau (seluas 34.000 ha), pengembangan perikanan darat dan pariwisata.
Waduk Sutami terletak ±300m dpl, dengan bentuk memanjang alur sungai Brantas. Bagian
tepi perairan waduk sedikit curam dengan kedalaman maksimum di daerah bendungan sekitar
70 m. Air waduk terutama berasal dari hulu sungai Brantas dan sungai Lesti yang
cukup banyak mengandung pasir dan lumpur. Daerah pinggiran waduk di sebelah selatan
adalah pegunungan kapur yang berhutan dan di sebelah utara adalah pemukiman penduduk.
Waduk Sutami yang bentuknya memanjang ini mempunyai banyak teluk di sebelah kanan-
kirinya. Fluktuasi permukaan perairannya cukup tinggi yaitu antara 20 - 25 m setiap
tahunnya. Waduk Sutami memiliki kapasitas maksimum sebesar 343.000.000 m3, kapasitas
efektif 253.000.000 m3
dan memiliki daerah terendam 1.500 ha serta daerah pengaliran seluas
2.050 km2.
Data teknis Bendungan Sutami adalah sebagai berikut :
1. Bendungan Utama / Main Dam
Tipe : Timbunan batu dengan inti tanah
Volume : 6.156.000 m3
Tinggi : 100,00 m
Panjang puncak : 823,50 m
Lebar puncak : 13,70 m
59
Lebar dasar : 400,00 m
Elevasi puncak : El. 279,00 m
Elevasi dasar : El. 179,00 m
2. Waduk
Daerah Aliran Sungai : 2.050 km2
Daerah terendam : 15,00 km2
Kapasitas maksimum : 343.000.000 m3 (data tahun 1972)
175.000.000 m3 (data tahun 2005)
Kapasitas efektif : 253.000.000 m3 (data tahun 1972)
146.000.000 m3 (data tahun 2005)
Muka Air Tinggi : El. 272,50 m
Muka Air Rendah : El. 246,00 m (untuk turbin)
El. 242,00 m (untuk irigasi)
Muka Air Banjir : El. 277,00 m
Debit masuk rata – rata : 55,20 m3/det
Debit banjir rencana : 1.600,00 m3/det
Erosi lahan DAS rencana : 0,18 mm/tahun
3. Terowong Pengelak / Diversion Tunnel
Panjang : 604,00 m
Diameter Inlet : 5,50 m
Diameter Outlet : 8,00 m
4. Pelimpah / Spillway
Tipe : Pelimpah bebas dan pelimpah berpintu
Panjang saluran : 460,00m
El. ambang pelimpah tanpa pintu : El. 272,50 m
Lebar ambang pelimpah tanpa pintu : 50,00 m
Elevasi ambang pelimpah berpintu : El. 267,00 m
Lebar ambang pelimpah berpintu : 10,00 m
Kapasitas : 1.600,00 m3/det
Panjang jembatan beton : 12,00 m
Lebar jembatan beton : 9,30 m
Panjang jembatan baja : 22,00 m
Lebar jembatan baja : 9,30 m
5. Pintu Spillway
60
- Jumlah : 1 buah
- Tipe : Simple girder
- Ukuran : 10 x 5,8 m
- Motor : 380 V ; 7,5 kW
3.2.Sistematika Pengerjaan Studi
3.2.1. Pengumpulan Data
Seluruh data yang digunakan dalam pengerjaan studi ini diperoleh dari Perum Jasa
Tirta I, termasuk data sekunder kualitas air yang sebelumnya telah diuji pada Laboratorium
Kaulitas Air Perum Jasa Tirta I. Data-data yang diperlukan untuk studi ini sesuai dengan
batasan dan rumusan masalah pada Bab I adalah sebagai berikut :
1. Peta digital. Meliputi :
Peta topografi daerah studi skala 1:25.000
2. Data teknis Waduk Sutami, meliputi :
a. Data inflow
b. Data outflow
c. Data elevasi
d. Data pola operasi waduk
e. Data morfologi waduk
f. Lengkung kapasitas Waduk
3. Data Hidrologi, Meliputi :
Data debit bulanan pada musim kemarau dan musim penghujan. Untuk data musim
penghujan menggunakan data bulan Desember sampai bulan Juni tahun 2005
Sedangkan untuk data musim kemarau menggunakan data bulan Juli sampai bulan
Desember tahun 2005
4. Data Klimatologi. Meliputi :
a. Data temperatur udara
b. Data evaporasi
c. Data kecepatan angin
d. Data radiasi sinar matahari
5. Data sekunder parameter kualitas air badan sungai yang meliputi :
a. Kandungan Biologycal Oxygen Demand (BOD)
b. Kadar Oksigen yang dilepaskan (DO)
c. Nitrogen (N)
61
d. Phospor (P)
e. Temperatur air
3.2.2. Langkah-langkah Penyelesaian Masalah Studi
1. Pembangunan model jaringan ( Networking model ).
Pada studi ini, lokasi studi seluas 15,00 km2
dibagi menjadi 7 segmen. Hal ini
bertujuan untuk memperoleh gambaran terperinci akan lokasi studi, memudahkan
monitiring, dan yang terpenting yaitu memudahkan pelaksanaan simulasi yang
diinginkan
2. Menyiapkan data-data untuk input data yang diatur dan diolah sedemikian rupa
sehingga sesuai dengan format yang diminta program WASP 7.1 agar dapat bekerja
dengan baik pada saat menjalankan program simulasinya. Data-data tersebut adalah :
a. Data debit inflow
b. Data parameter kualitas air
c. Data penampang per segmen yang didapat dari peta topografi/profil topografi
d. Data elevasi waduk
e. Data kecepatan aliran per segmen
f. Data temperatur udara
g. Data kecepatan angin
h. Data radiasi sinar matahari
i. Data evaporasi
3. Melakukan simulasi permodelan dengan menggunakan program WASP 7.1 untuk
parameter BOD, DO, N dan P dengan dasar teori dan asumsi yang telah ditetapkan
serta pembandingan data sekunder lapangan dengan data hasil simulasi.
4. Membuat rancangan permodelan atau metodologi permodelan, yaitu kalibrasi dan
verifikasi. Dalam kalibrasi dan verifikasi ini dilakukan pengecekan tentang koefisien-
koefisien alam yang dipakai dalam model WASP 7.1 dan mencocokkan hasil model
dengan hasil pengukuran dan uji Laboratorium Kualitas Air Perum Jasa Tirta I,
sehingga diperoleh kesesuaian antara hasil model dengan data sekunder uji
laboratorium kualitas air.
5. Melakukan identifikasi hasil permodeln terhadapa pola sebaran polutasn BOD. DO,
N, P, dan musim kemarau dan musim hujan. Melakukan tinjauan secara keseluruhan
yang digunakan untuk mengambil kesimpulan.
3.3. Implementasi WASP 7.1
62
Subbab ini menjelaskan bagaimana implementasi program WASP 7.1 yaitu :
1. Menampilkan peta lokasi studi
2. Membuat input file WASP
a. Membuat file WASP yang baru dengan format (.wif)
b. Setelah file baru terbentuk maka seluruh tombol akan aktif. Tekan tombol save
kemudian tentukan nama file dan direktori tempat menyimpan file.
3. Memasukkan data input
a. Kontrol Simulasi
Pada tombol Data Set tentukan deskripsi daerah studi, tipe model, waktu awal dan
akhir simulasi, tipe hidrodinamik model, pemodelan volume dasar waduk.
b. Tahapan Waktu
Pada tombolTime Step tentukan durasi waktu simulasi
c. Interval Cetak Hasil
pada tombol Print Interval tentukan waktu dan jumlah hasil perhitungan yang
akan dicetak
d. Segmentasi
Pada tombol Segmen properties terdapat 4 tombol network.
1. Pada menu Segments menentukan deksripsi masing-masing segmen yang
terdiri atas nama segmen, volume, kedalaman, dimensi, dan data-data lainnya
nerdasarkan analisa penampang melintang dari peta topografi
2. Pada menu parameters menetukan parameter spesifik lingkungan segmen
yang mendukung simulasi. Apabila tidak dibutuhkan, maka isi dengan nilai
nol.
3. Pada menu Initial Concentrations menentukan kondisi awal pada masing-
masing segmen berdasarkan data lapangan
4. Pada menu Fraction Dissolved menentukan nilai padatan terlarut ke nol,
sedangkan untuk nilai polutan terlarut tidak perlu diisi dengan nilai satu,
karena nilainya akan dihitung dan ditempatkan secara otomatis oleh model
melalui simulasi.
e. Sistem
Pada menu System Properties tentukan parameter-parameter yang akan
disimulasikan denghan memilih Simulaed atau Bypassed. Kemudian tentukan nilai
63
konsentrasi maksimum masing-masing parameter yang dikaji.Tentukan pula
faktor skala dengan nilai 1.
f. Parameter
Pilih parameter-parameter yang akan disimulasikan dengan memberi tanda silang.
Nilai dekrispsi parameter yang sebelumnya telah dimasukkan di menu Segment
tidak akan dihitung jika parameter yang akan disimulasikan tidak dipilih di menu
ini. Masukkan nilai faktor skala yang dinginkan, tetapi biasanya menggunakan
nilai 1.
g. Konstanta
Pada tombol pick list pilih konstanta-konstanta yang digunakan. Kemudian
tentukan nilai data konstan.
h. Muatan langsung
Pada menu ini pilih parameter-parameter yang akan disimulasikan kemudian
tentukan nilai dan interval waktunya.
i. Fungsi Waktu Kinetis
Pilih fungsi waktu yang akan digunakan, kemudian tentukan nilainya.
j. Pertukaran Penyebaran
Pada menu field pilih segmen air pori. Kemudian masukkan nama fungsi
penyebaran, segmen, luasan segmen (m2). Jarak antar segmen (m). Interval waktu,
dan nilainya. Satuan aliran yang digunakan disini adalah m2/dt.
k. Aliran Advektive
Menentukan jenis aliran dengan memilih aliran permukaan. Lalu tentukan pula
nama aliran, segmen, nilai fraksi aliran, serta interval waktunya. Satuan aliran
yang digunakan disini adalah m3/dt.
l. Kondisi Batas
Pada parameter-parameter yang telah dipilih unutk disimulasikan, tentukan nilai
kondisi batas (mg/L) dan interval waktunya.
m. Pemilihan Variabel Output
Menentukan parameter-parameter yang akan ditampilkan pada WASP post-
processor dan file CSV eksternal. File eksternal ini akan otomatis terbentuk dalam
Microsoft Office Excel unutk masing-masing parameter yang telah dipilih.
4. Melakukan simulasi dengan menekan tombol rxcute button.
5. Melihat hasil proses eksekusi pada file CSV yang sbelumnya telah terbentuk pada
Microsoft Office Excel
64
6. WASP Post-prosessor
a. Menampilkan hasil simulasi dengan membuka output file dengan format (*.BMD)
b. Memilih menu plot x/y kemudian pilih parameter dan segmen yang akan
ditampilkan
c. Tekan “OK” untuk menampilkan grafik hasil simulasi.
7. Analisa hasil simulasi pada tiap-tiap segmen, berapa besar konsentrasi kualitas air
(Nitrogen dan Phospor) pada waduk Sutami dan juga apakah kualitas airnya masih
dalam tahap aman atau tidak sesuai standar yang berlaku.
3.4. Simulasi WASP 7.1.
Dari hasil pengolahan data penampang melintang masing-masing segmen maka
mendapatkan profil aliran yang kemudian dimasukkan sebagai sumber data bersama data-
data yang lain kedalam WASP 7.1. Data-data ini dimasukkan sesuai dengan rumusan masalah
studi, yang meliputi :
1. Simulasi model 1
Data yang digunakan adalah data kualitas air pada musim hujan tahun 2005 sserta
data penampang melintang dengan elevasi muka air rerata musim tersebut. Dari
simulasi ini akan didapatkan hasil sebaran polutan pada musim hujan.
2. Simulasi Model II
Data yang digunakan adalah data kualitas air pada musim kemarau tahun 2005 serta
ada penampang melintang dengan elevasi muka air rerata musim tersebut. Dari
simulasi ini akan didapatkan hasil sebaran polutan pada musim kemarau dan
perbandingan hasil dengan simulasi model 1.
65
Mulai
Data DebitPenampang
Waduk
Data
Klimatologi
Data
Geometri
Data
Topografi
Pemodelan / model
Networking
Pembuatan Input
File (.wif)
Pemasukan Data Input
Running Simulasi WASP 7.1
Pembacaan Hasil Running pada file csv dan
tampilan grafik pada WASP Post-processor
Kalibrasi DO dan BOD
Apakah Mendekati Hasil
Pematauan
Running Skenario
Verifikasi dan
Validasi
Hasil Analisa
Selesai
Pri
nt
Inte
rval
Seg
men
tasi
Muat
an L
engkung
Var
iabel
Outp
ut
Fungsi
Wak
tu
Konst
anta
Par
amet
er
Sis
tem
Kontr
ol
Sim
ula
si
Tah
apan
Wak
tu
Exch
ange
Ali
ran A
dvec
tive
Kondis
i B
atas
ya
Apabila
Error >10%
PP.Kualitas Air No.82
Tahun 2001
Tidak
Apabila
Error <10%
Data
kualitas air
Gambar 3.1. Diagram Alir Pengerjaan Skripsi
66
Halaman ini sengaja dikosongkan
67
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Daerah Penelitian
4.1.1. Umum
Waduk Sutami yang merupakanwaduk nasional kedua yang dibangun oleh
Departemen Pekerjaan Umum setelah waduk Jatiluhur di Purwakarta, Jawa Barat.
Waduk yang diresmikan Presiden Soeharto pada tahun 1977 ini terletak di desa
Karangkates, kecamatan Sumber Pucung, kabupaten Malang. Waduk ini mempunyai
luas permukaan 15 km2 dan kedalaman maksimum 31 meter. Daerah pengumpulan air
pada waduk ini mencakup 2050 km2. Volume Air yang bisa di tampung waduk Sutami
ini adalah 343.000.000 m3, serta mempunyai ketinggian permukaan 297 meter. Debit
pada waduk Sutami ini mencapai 24 m3/detik pada musim kemarau,waduk ini bisa
menjamin ketersediaan pasokan air untuk irigasi 34.000 hektar sawah di wilayah hilir
sepanjang tahun.
4.1.2. Industri di Sekitar Daerah Penelitian
Pada hulu daerah penelitian terdapat beberapa industri yang mempengaruhi
tercemarnya air yang masuk ke waduk
Gambar4.1.Lokasi Studi dan Industri yang Ada di Sekitar Hulu Daerah
Penelitian.
4.1.3. Lokasi Detail Stasiun Monitoring Penelitian
Penelitian yang dilakukan di waduk Sutami ini menggunakan 3 stasiun
monitoring, dimana tiap setiap stasiun monitoring terdapat 3 titik kedalaman yang di
ambil sampelnya, diantaranya adalah
a) Stasiun Monitoring Waduk Sutami Hulu terdapat 2 titik kedalaman yaitu kedalaman
1 (0,3 m) dan kedalaman 2 (4 m).
b) Stasiun Monitoring Waduk Sutami Tengah terdapat 3 titik kedalaman yaitu
kedalaman 1 (0,3 m), kedalaman 2 (5 m), dan kedalaman 3 (10 m).
c) Stasiun Monitoring Waduk Sutami Hilir terdapat 3 titik kedalaman yaitu kedalaman
1 (0,3 m), kedalaman 2 (5 m), dan kedalaman 3 (10 m).
Sketsa detail lokasi daerah penelitian beserta titik-titik kedalaman seperti yang
dijelaskan di atas dapat dilihat pada gambar 4.2.
Gambar 4.2. Sketsa Lokasi Detail Stasiun Monitoring Penelitian
69
4.2.Pengolahan Data
WASP 7.1 adalah sistem kompartemen dinamis yang dapat digunakan untuk
menganalisa masalah kualitas air yang bervariasi pada berbagai macam bentuk perairan,
seperti aliran air, danau, waduk, sungai, muara, dan perairan pantai. Persamaan-
persamaan yang telah dipecahkan dengan WASP 7.1. didasarkan pada prinsip utama
keseimbangan massa. Prinsip ini membutuhkan adanya catatan untuk massa dari setiap
konstituen kualitas air yang sedan diteliti. WASP 7.1 melacak konstituen dari setiap
kualitas air mulai dari titik awal masukan spasial dan temporal hingga titik akhir
pengeluaran, konservasi massa dalam ruang dan waktu. Untuk menfungsikan
perhitungan keseimbangan massa ini, data masukan WASP 7.1 harus memenuhi tujuh
karakteristik penting :
Kontrol simulasi dari hasil keluaran
Pembagian sistem
Transportasi adveksi dan dispersi
Konsentrasi batas
Pemusatan dan penyebaran muatan polutan
Parameter kinetik, konstanta, dan fungsi waktu
Konsentrasi awal
Data masukan tersebut, bersama dengan persemaan keseimbangan total umum WASP
7.1 dan persamaan kimia kinetik yang spesifik, menjelaskan satu kesatuan persamaan
kualitas air yang terperinci. Persamaan-persamaan tersebut dikombinasikan secara
numerik oleh WASP 7.1 saat simulasi sedang berlangsung. Pada interval cetakan
pengguna tertentu, WASP 7.1 menyimpan nilai-nilai dari seluruh variabel tampilan
untuk mendaptkan informasi berikutnya oleh program post-processor. Berikut ini
adalah struktur pemodelan data dalam WASP 7.1
Pola Pengerjaan tugas akhir “ Analisa Sebaran Kualitas Air pada Waduk Sutami
dengan Menggunakan Program WASP 7.1” ini metode analisa yang dilakukan yaitu
menggunakan Metode Analisa Pemodelan.Program ini adalah program
modellingdinamis untuk sistem akuatik, termasuk kolom air dan bentos. Prinsip dasar
yang digunakan adalah kekekalan massa. Volume air dan parameter kualitas air yang
dipelajari prinsip penelusuran dan perhitungannya dalam jangka waktu dan ruang yang
lama menggunakan persamaan keseimbangan massa. Program hidrodinamik juga
menjaga momentum atau energi melalui ruang dan waktu. Program dasar menampilkan
70
proses yang dilakukan dalam banyak interval waktu yang meliputi
adveksi,dispersi,muatan poin dan non poin, serta pertukaran batas. Proses kualitas air
ditampilkan dalam penelusuran kinetik baik yang diambil dari referensi maupun yang
ditulis sendiri oleh pengguna program ini. WASP dibuat untuk memudahkan pergantian
dari penelusuran kinetik ke bentuk keseluruhan untuk membentuk pemodelan masalah
yang lebih spesifik. WASP dibuat untuk pemodelan 2 macam kualitas air yaitu TOXI
untuk polutan beracun dan EUTRO untuk kualitas air pada umumnya
(DO,BOD,eutrofokasi). Seperti tersebut diatas maka pada analisa dan pengolahan data
dalam bab ini akan dibahas secara berurutan sebagai berikut :
1.Pengolahan data
2.Simulasi Pemodelan
3Pembahasan
4.Evaluasi Hasil Pemodelan
Program WASP 7.1 pemodelan EUTRO membutuhkan beberapa data masukan yang
saling terkait. Seluruh data masukan tersebut akan dibahas pada subbab berikut :
4.2.1. Data Kualitas Air
Data kualitas air yang digunakan adalah data BOD, DO, data polutan nitrogen (N),
Phospor (P), dalam periode tahun 2005. Data ini adalah data sekunder yang diambil
terlebih dahulu di Laboratorium Kualitas Air Perum Jasa Tirta I Malang dari tiga titik
pantau bagian hulu, tengah, hilir Waduk Sutami. Dari data sekuder , secara umum dapat
digambarkan kandungan nitrogen (N) dan Phospor (P) dalam keadaan normal, bahkan
relative kecil dibandingkan dengan standar kualitas air yang berlaku yaitu
PP.No.82.Tahun2001. Pemodelan dalam studi ini menggambarkan sebaran polutan
tersebut dalam waduk berdasarkan segmentasi yang telah dilakukan. Berikut adalah data
sekuder kualitas air waduk Sutami pada masing-masing musim beserta tahunnya. Data-
data kualitas air lainnya ditampilkan pada lampiran.
Tabel 4.1 Data Kualitas Air Stasiun Monitoring Waduk Sutami Tahun 2005
TGL JAM BOD COD PH TSS SULFIDA DO
06/01/05 11:30 19.3 mg/l 69.3 mg/l 6.9 mg/l 0.206 mg/l 7.4 mg/l
20/01/05 10:20 11.4 mg/l 44.3 mg/l 8.1 mg/l <0,011 mg/l 15 mg/l
02/02/05 9:45 9.2 mg/l 36.4 mg/l 8 mg/l <0,011mg/l 12.1 mg/l
16/02/05 10:45 10.8 mg/l 33.2 mg/l 8.1m g/l <0,011 mg/l 18.5 mg/l
02/03/05 11:20 17.5 mg/l 57.4 mg/l 8.9 mg/l 60.8 mg/l <0,011 mg/l 20 mg/l
17/03/05 11:55 7.7 mg/l 13.4 mg/l 8.8 g/l 28.9 mg/l 0.057 mg/l 17.1 mg/l
71
TGL JAM BOD COD PH TSS SULFIDA DO
06/04/05 10:20 33.3 mg/l 109.4 mg/l 8.8 mg/l 131.7 mg/l 11.8 mg/l
20/04/05 10:25 6.2 mg/l 16.3 mg/l 7.4 mg/l 13.8 mg/l 9.1 mg/l
04/05/05 10:50 8.7 mg/l 16.4 mg/l 7.4 mg/l 6.3 mg/l 12.2 mg/l
18/05/05 10:40 3.7 mg/l 11.4 mg/l 7.7 mg/l 13.7 mg/l 8.1 mg/l
01/06/05 10:45 4.2 mg/l 14 mg/l 7.9 mg/l 6.6 mg/l 8.9 mg/l
15/06/05 12:30 3.9 mg/l 5.9 mg/l 7.5 mg/l 5.8 mg/l 9.6 mg/l
01/07/05 11:05 9.8 mg/l 20.8 mg/l 7.1 mg/l 22.1 mg/l 11.1 mg/l
20/07/05 10:55 4.1 mg/l 10.4 mg/l 7.5 mg/l 26.4 mg/l 10.6 mg/l
03/08/05 10:55 12.5 mg/l 26.5 mg/l 7.4 mg/l 18.8 mg/l 16.5 mg/l
15/08/05 10:40 3.3 mg/l 15.5 mg/l 6.6 mg/l 33.7 mg/l 7 mg/l
07/09/05 11:20 5.7 mg/l 16.8 mg/l 6.8 mg/l 15.5 mg/l 7.8 mg/l
21/09/05 10:50 8.1 mg/l 15.8 mg/l 6.8 mg/l 19.3 mg/l 8.1 mg/l
12/10/05 10:30 6 mg/l 11.9 mg/l 6.8 mg/l 20.9 mg/l 7.8 mg/l
26/10/05 11:30 6.5 mg/l 14.9 mg/l 7.1 mg/l 21.6 mg/l 7.1 mg/l
16/11/05 10:15 6.6 mg/l 24.8 mg/l 6.8 mg/l 24.9 mg/l 3.8 mg/l
23/11/05 10:45 3.5 mg/l 16.4 mg/l 7 mg/l 10.6 mg/l 3.2 mg/l
07/12/05 10:53 5.1 mg/l 19.6 mg/l 7.1 mg/l 23.8 mg/l 7.4 mg/l
19/12/05 10:20 3.1 mg/l 14.1 mg/l 6.9 mg/l 26.9 mg/l 6.1 mg/l
Sumber : Jasa Tirta I
4.2.2. Data Pola Operasi Waduk
Data yang digunakan dalam studi adalah debit inflow rerata bulanan waduk Sutami dari
musim penghujan dan musim kemarau dari periode tahun 2005 serta elevasi muka
air.Dalam hal ini data yang diperoleh dari Perum Jasa Tirta I dalam bentuk data
sekunder.Data-data pola operasi waduk lainnya pada lampiran.
72
Tabel 4.2. Data Pola Operasi Waduk Sutami Tahun 2005
Tahun / Bulan /
Dekade
Musim Hujan/Kemarau 2005
Januari Pebruari Maret April
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Elevasi
Muka
Air (m)
Pola 264.20 265.60 267.00 267.70 268.40 269.20 269.80 270.20 270.60 271.10 271.50 271.80
Aktual 262.93 264.10 266.08 266.92 267.99 268.84 269.29 270.03 270.27 270.59 271.09 271.42
Debit
Inflow
(m3/det)
Pola 80.40 78.10 83.10 100.80 92.70 88.90 97.50 95.40 87.00 79.50 80.40 80.10
Aktual 81.29 82.28 65.65 56.50 126.66 114.23 122.23 95.70 108.45 123.76 112.65 69.84
Debit
Outflow
(m3/det)
Pola 68.44 67.22 72.32 94.67 86.12 79.01 91.57 91.18 82.92 73.88 75.91 76.73
Aktual 86.53 73.94 48.55 46.73 106.60 100.08 115.53 90.33 110.18 114.42 109.31 67.84
Tahun / Bulan /
Dekade
Musim Hujan/Kemarau 2005
Mei Juni Juli Agustus
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Elevasi
Muka
Air (m)
Pola 272.0 272.25 272.50 271.94 271. 83 271.80 271.56 271.06 270.58 270.14 269.53 268.81
Aktual 271.73 271.94 272.27 272.12 272.21 271.99 271.61 271.11 270. 03 269.63 269.25 268.82
Debit
Inflow
(m3/det)
Pola 65.80 54.90 55.20 39.60 40.90 41.00 36.80 32.40 31.50 30.60 28.60 26.90
Aktual 61.23 46.68 44.05 45.09 45.51 74.20 58.70 63.09 45.08 37.91 34.77 34. 32
Debit
Outflow
(m3/det)
Pola 63.55 51.70 52.29 42.80 42.20 41. 30 39.50 38.00 36.40 35..60 34.80 33.40
Aktual 57.79 47.50 39.84 46.64 44.46 74. 33 63.43 69.88 57.92 43.45 38.94 38.24
73
Tahun / Bulan /
Dekade
Musim Hujan/Kemarau 2005
September Oktober November Desember
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Elevasi
Muka
Air (m)
Pola 268.19 267. 36 266.40 265.91 264. 31 262.89 260.63 260. 36 260.07 260.90 261.50 262.50
Aktual 268.26 267. 37 266.40 265.69 264. 35 262.99 260.64 259.77 259..58 260.95 261.43 262.09
Debit
Inflow
(m3/det)
Pola 27.10 26.60 27.70 34.40 28.20 33.70 36.20 53.90 58. 30 57.50 55.52 68.65
Aktual 30.73 30.73 42.80 31.66 69. 30 52.03 44.87 42.82 66.88 81.05 115.40 132.56
Debit
Outflow
(m3/det)
Pola 33.20 34.10 36.10 38.60 40.60 42.90 50.90 55.60 60.10 51.89 51.78 63.66
Aktual 36.96 44. 39 53.07 38.81 78.12 65. 39 61.65 48.61 65.94 71. 23 110.44 127.62
Sumber: Perum Jasa Tirta I
74
4.2.3. Data Klimatologi
Data klimatolotgi yang digunakan adalah temperature udara, kecepatan air, penguapan
atau evaporasi serta radiasi sinar matahari pada waduk Sutami.Data ini didapat dari
stasiun Klimatologi yang dikelola oleh Perum Jasa Tirta I.
Tabel 4.3. Data Klimatologi Waduk Sutami 2005
Bulan / Tahun Temperatur Penguapan
Kecepatan
Angin
(ºC) (mm) m/detik)
Januari 2005 23.40 4.63 0.118
Februari 2005 22.2 4.65 0.115
Maret 2005 23.0 4.3 0.09
April 2005 23.20 4.5 0.14
Mei 2005 23.60 4.2 0.08
Juni 205 24.0 3.8 0.116
Juli 2005 23.50 3.5 0.117
Agustus 2005 23.0 4.2 0.115
Sepmteber 2005 22.40 4.2 0.11
Oktober 2005 22.20 3.8 0.11
Nopember 2005 22.80 3.6 0.19
Desember 2005 22.60 4.3 0.118
Sumber : Perum Jasa Tirta I
4.2.4 Pembangunan Segmen
Pembangunan Segmen berasal dari Peta Topografi untuk mendapatkan area
waduk yang dijadikan lokasi studi.Dari peta ini pula dapat dilakukan segmentasi waduk
menjadi bagian – bagian yang sesuai mudah untuk memperoleh hasil yang tepat.Oleh
karena itu menggunakan AutoDesk Land agar memudahkan memperoleh data-data
topografi masing-masing segmen.Seperti elevasi, luas area, serta bentuk cross section
nya. Proses analisa nya adalah sebagai berikut :
1. Pembuatan peta topografi
Pembuatan peta topografi merupakan pembangunan file data digital berupa garis
kontur, dimana dalam studi ini adalah berada dalam tampungan Waduk Sutami.
2. Penentuan Segmen
Penentuan segmen dilakukan setelah peta topografi terbentuk.software WASP
7.1 dapat melakukan segmentasi hingga banyak segmen serta tidak ada batasan
mengenai antar jarak segmen.Dalam studi ini terbetuk 7 segmen dari peta
topografi.
3. Analisa segmen
75
Analisa segmen dilakukan untuk masing-masing segmen dan dari hasil analisa itu
mendapatkan data-data seperti luas penampang, volume yang nantinya akan
berpengaruh pada penyebara polutan. Program WASP 7.1 mengasumsikan bahwa
segmen berpenampang segi empat sehingga untuk volume masing-masing segmen
adalah luas area permukaan dikalikan dengan tinggi muka air. Sedangkan jarak antar
segmen diambil dari as masing-masing segmen ke segmen berikutnya
Berikut ini contoh perhitungan analisa segmen Waduk Sutami pada segmen I :
a. Dari data pola operasi Waduk Sutami, diketahui elevasi muka air rerata pada
musim kemarau adalah ± 265,55m
b. Elevasi dasar saluran berdasarkan peta topografi Waduk Sutami ± 179,0m
c. Tinggi muka air (h) = 265,55-179,0 = 86,55m
d. Jarak antar section 1 dengan section 2 (L) adalah 151,454
e. Volume = A x h
= 38.480 x 86,55
= 3330476 m³
Berikut ini hasil dari perhitungan pemodelan masing-masing segmen pada musim
kemarau dan musim penghujan pada tahun 2005 yang ada dibawah ini :
Tabel 4.4. Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Musim Kemarau Tahun 2005
Elevasi
Muka
Air (m)
Elevasi
Dasar
(m) h (m) jarak (m) A (m²) V (m³)
265.55 179.00 86.550 38,480 3,330,476
265.55 159.00 106.550 151.454 134,072 14,285,340
265.55 139.00 126.550 265.487 289,433 36,627,706
265.55 119.00 146.550 363.008 449,393 65,858,544
265.55 109.00 156.550 530.901 694,423 108,711,947
265.55 109.00 156.550 230.068 595,687 93,254,837
265.55 109.00 156.550 537.241 761,647 119,235,907
Sumber : Hasil Perhitungan
76
Tabel 4.5.Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Musim Penghujan Tahun 2005
Elevasi
Muka
Air
Elevasi
Dasar
(m) h (m) jarak (m) A (m²) V (m³)
269.55 179.00 90.545 38,480
3,484,205
269.55 159.00 110.545 151.454 134,072
14,820,956
269.55 139.00 130.545 265.487 289,433
37,783,989
269.55 119.00 150.545 363.008 449,393
67,653,869
269.55 109.00 160.545 530.901 694,423
111,486,167
269.55 109.00 160.545 230.068 595,687
95,634,608
269.55 109.00 160.545 537.241 761,647
122,278,688
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 4.6. Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Musim Kemarau Tahun 2006
Elevasi
Muka Air
Elevasi
Dasar
(m) h (m) jarak (m) A (m²) V (m³)
264.47 179.00 85.470 38,480 3,288,917
264.47 159.00 105.470 151.454 134,072 14,140,543
264.47 139.00 125.470 265.487 289,433 36,315,119
264.47 119.00 145.470 363.008 449,393 65,373,199
264.47 109.00 155.470 530.901 694,423 107,961,970
264.47 109.00 155.470 230.068 595,687 92,611,495
264.47 109.00 155.470 537.241 761,647 118,413,327
Sumber : Hasil Perhitungan
77
Tabel 4.7. Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Musim Penghujan Tahun 2006
Elevasi Muka
Air
Elevasi Dasar
(m) h (m)
jarak
(m) A (m²) V (m³)
269.85 179.00 90.849 38,480
3,495,921
269.85 159.00 110.849 151.454 134,072
14,861,774
269.85 139.00 130.849 265.487 289,433
37,872,106
269.85 119.00 150.849 363.008 449,393
67,790,684
269.85 109.00 160.849 530.901 694,423
111,697,581
269.85 109.00 160.849 230.068 595,687
95,815,962
269.85 109.00 160.849 537.241 761,647
122,510,567
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 4.8. Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Musim Kemarau Tahun 2007
Elevasi Muka
Air
Elevasi
Dasar (m) h (m)
jarak
(m) A (m²) V (m³)
264.76 179.00 85.761 38,480
3,300,120
264.76 159.00 105.761 151.454 134,072
14,179,572
264.76 139.00 125.761 265.487 289,433
36,399,376
264.76 119.00 145.761 363.008 449,393
65,504,023
264.76 109.00 155.761 530.901 694,423
108,164,124
264.76 109.00 155.761 230.068 595,687
92,784,906
264.76 109.00 155.761 537.241 761,647
118,635,051
Sumber : Hasil Perhitungan
78
Tabel 4.9. Tabel Perhitungan Analisa Segmen pada Musim Penghujan Tahun 2007
Elevasi Muka
Air
Elevasi Dasar
(m) h (m)
jarak
(m) A (m²) V (m³)
268.12 179.00 89.116 38,480
3,429,200
268.12 159.00 109.116 151.454 134,072
14,629,308
268.12
139.00
129.116
265.487
289,433
37,370,262
268.12 119.00 149.116 363.008 449,393
67,011,486
268.12 109.00 159.116 530.901 694,423
110,493,528
268.12 109.00 159.116 230.068 595,687
94,783,106
268.12 109.00 159.116 537.241 761,647
121,189,955
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 4.10. Perhitungan Analisa Segmen pada Musim Kemarau 2008
Elevasi Muka
Air
Elevasi Dasar
(m) h (m)
jarak
(m) A (m²) V (m³)
266.45 179.00 87.448 38,480
3,365,044
266.45 159.00 107.448 151.454 134,072
14,405,781
266.45 139.00 127.448 265.487 289,433
36,887,713
266.45 119.00 147.448 363.008 449,393
66,262,248
266.45 109.00 157.448 530.901 694,423
109,335,770
266.45 109.00 157.448 230.068 595,687
93,789,963
266.45 109.00 157.448 537.241 761,647
119,920,120
Sumber : Hasil Perhitungan
79
Tabel 4.11. Perhitungan Analisa Segmen pada Musim Penghujan 2008
Elevasi Muka
Air
Elevasi Dasar
(m) h (m)
jarak
(m) A (m²) V (m³)
270.59 179.00 91.594 38,480
3,524,567
270.59 159.00 111.594 151.454 134,072
14,961,583
270.59 139.00 131.594 265.487 289,433
38,087,572
270.59 119.00 151.594 363.008 449,393
68,125,232
270.59 109.00 161.594 530.901 694,423
112,214,540
270.59 109.00 161.594 230.068 595,687
96,259,418
270.59 109.00 161.594 537.241 761,647 123,077,572
Tabel 4.12. Perhitungan Analisa Segmen pada Musim Kemarau 2009
Elevasi Muka
Air
Elevasi Dasar
(m) h (m)
jarak
(m) A (m²) V (m³)
265.69 179.00 86.692 38,480
3,335,928
265.69 159.00 106.692 151.454 134,072
14,304,333
265.69 139.00 126.692 265.487 289,433
36,668,709
265.69 119.00 146.692 363.008 449,393
65,922,208
265.69 109.00 156.692 530.901 694,423
108,810,323
265.69 109.00 156.692 230.068 595,687
93,339,226
265.69 109.00 156.692 537.241 761,647
119,343,807
Sumber : Hasil Perhitungan
80
Tabel 4.13. Perhitungan Analisa Segmen pada Musim Penghujan 2009
Elevasi Muka
Air
Elevasi Dasar
(m) h (m)
jarak
(m) A (m²) V (m³)
270.08 179.00 91.081 38,480
3,504,814
270.08 159.00 111.081 151.454 134,072
14,892,759
270.08 139.00 131.081 265.487 289,433
37,938,997
270.08 119.00 151.081 363.008 449,393
67,894,544
270.08 109.00 161.081 530.901 694,423
111,858,070
270.08 109.00 161.081 230.068 595,687
95,953,632
270.08 109.00 161.081 537.241 761,647
122,686,593
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 4.14. Perhitungan Analisa Segmen pada Musim Kemarau 2010
Elevasi Muka
Air
Elevasi
Dasar (m) h (m)
jarak
(m) A (m²) V (m³)
266.45 179.00 87.448 38,480
3,365,044
266.45 159.00 107.448 151.454 134,072
14,405,781
266.45
139.00
127.448
265.487
289,433
36,887,713
266.45 119.00 147.448 363.008 449,393
66,262,248
266.45 109.00 157.448 530.901 694,423
109,335,770
266.45 109.00 157.448 230.068 595,687
93,789,963
266.45 109.00 157.448 537.241 761,647
119,920,120
Sumber : Hasil Perhitungan
81
Tabel 4.15. Perhitungan Analisa Segmen pada Musim Penghujan 2010
Elevasi Muka
Air
Elevasi Dasar
(m) h (m)
jarak
(m) A (m²) V (m³)
270.59 179.00 91.594 38,480
3,524,567
270.59 159.00 111.594 151.454 134,072
14,961,583
270.59 139.00 131.594 265.487 289,433
38,087,572
270.59 119.00 151.594 363.008 449,393
68,125,232
270.59 109.00 161.594 530.901 694,423
112,214,540
270.59 109.00 161.594 230.068 595,687
96,259,418
270.59 109.00 161.594 537.241 761,647
123,077,572
Sumber : Hasil Perhitungan
4.3. Perhitungan Hidrolika
Perhitungan hidrolika yang dibutuhkan dalam aplikasi program WASP7.adalah
menggunakan profil aliran pada masing-masing segmen yang mempengaruhi pola
sebaran polutan dengan mengetahui jumlah debit, elevasi muka air serta bentuk
penampang yang didapat dari pengolahan peta topografi, maka akan dapat dihitung
kecepatan aliran masing-masing segmen. Perhitungan kecepatan aliran antar segmen
pada waduk dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
V = Q /A (4-1)
Dimana : Q : Debit Inflow Waduk (m³/ dtk)
A : Luas Area ( m²)
Untuk perhiitunga kecepatan aliran pada cross sectionpada musim kemarau di segmen I
Adalah sebagai berikut :
A = 711000( m²)
Q = 126,66 (m³/ dtk)
82
V = Q /A
= 126,66 / 711000
= 0,0033 m/s
Untuk perhitugan pada segmen yang lain, pada musim kemarau akan ditabelkan pada
tabel dibawah ini :
Tabel 4.16.Perhitungan Kecepatan Aliran
Segmen A Q V
m² m³/detik m/s
1.00 711,000 126.66 0.0033
2.00 930,000 132.56 0.0010
3.00 667,000 163.72 0.0006
4.00 950,000 66.68 0.0001
5.00 680,000 136.98 0.0002
6.00 845,000 217.98 0.0004
7.00 764,000 214.17 0.0003
Sumber: Hasil Perhitugan
4.4. Simulasi Permodelan
4.4.1. Simulasi WASP7.1
Dari hasil pengolahan data penampang melintang pada masing-masing segmen
maka akan didapatkan profil aliran yang kemudian dimasukkan sebagai sumber data
bersama data-data yang lain kedalam WASP7.1 data ini dimasukkan sesuai dengan
rumusan masalah studi yang meliputi :
1. Simulasi model 1
Data yang digunakan adalah data kualitas air pada musim hujan tahun 2005
sserta data penampang melintang dengan elevasi muka air rerata musim tersebut.
Dari simulasi ini akan didapatkan hasil sebaran polutan pada musim hujan.
2. Simulasi Model II
Data yang digunakan adalah data kualitas air pada musim kemarau tahun 2005
serta ada penampang melintang dengan elevasi muka air rerata musim tersebut.
Dari simulasi ini akan didapatkan hasil sebaran polutan pada musim kemarau
dan perbandingan hasil dengan simulasi model 1.
83
4.4.2. Tahapan Simulasi Program WASP7.1
Dalam proses pemodelan dengan menggunakan program WASP7.1 ini didapat
4 tahapan utama yaitu :
1. Penentuan Jenis Aliran dan Tahapan Waktu Pemodelan
2. Pemasukkan Input Data
3. Simulasi Model
4. Pembacaan Hasil Simulasi
4.4.2.1. Penentuan Jenis Aliran dan Tahapan Waktu Pemodelan
1. Jenis Aliran
Tampilan ini berisi mengenai informasi proyek pemodelan. Pada simulasi imi jenis
aliran yang digunakkan adalah Gross Flow dimana Wasp7.1 menggerakkan massa
aliran akhir secara indepeden. Kemdian tipe pemodelan yang digunakkan EUTRO
dimana sesuai dengan tujuan studi ini yaitu sebaran polutan untuk mengetahui tingkat
eutrofikasi pada waduk Sutami
Gambar 4.1. Penentuan Jenis Aliran dan Tipe Pemodelan
84
2.Tahapan Waktu Pemodelan
Tahapan waktu simulasi yang diguakkan dalam studi ini adalah 0.1 hari
sehingga didapatkan hasil yang lebih akurat.Sedangkan untuk tahapan waktu hasil
tampilan digunakkan 30 hari agar dapat memudahkan kalibrasi, dimana data sekunder
kualitas air yang tersedia dalam bentuk data bulanan.
4.4.2.2. Pemasukkan Data Input
Dalam memasukkan data input, terdapat beberapa tahapan, yaitu:
4.4.2.2.1. Segmentasi
Segmentasi dalam WASP.7.1 komponen spasial yang merupakkan software
WASP7.1 yang menentukkan pengaturan persamaan data input. Dalam hal ini
segmentasi berisi empat tabel tentang informasi segmen
1.Definisi Segmen
Defiisi segmen ini menampilkan informasi tentang geometri segmen yang lebih
detail. Dalam studi ini terdapat tujuh segmen,yaitu segmen 1 sampai segmen 7.
penentuan segmen ini didasarkan pada topografi waduk Sutami dan titik pantau kualitas
air.
2. Fraksi Terlarut
Sebagai tambahan untuk konsetrasi kimia, fraksi terlarut pada permulaan
pemodelan harus ditentukan terlebih dahulu untuk masing-masing segmen.Dalam studi
ini seluruh fraksi terlarut dimasukkan dengan nilai 1.
85
Gambar 4.2. Tampilan Segmentasi
4.4.2.2.2. Faktor Skala Parameter Segmen
Pada tampilan ini berisi tentang pilihan parameter yang akan disimulasikan
sekaligus faktor skala yang digunakan. Dalam studi ini seluruh faktor skala yang
digunakan adalah 1.
4.4.2.2.3. Exchange
Dalam tampilan ini berisi empat tabel kompleks yang berisi tetang informasi
pertukaran polutan pada masing-masing segmen. Apabla yang dismulasikan hanya
konsentrasi polutan dan disperse padatan pada badan air, maka hanya memberikan
informasi pada tabel surface water. Namun jika menyimulasikan polutan terlarut
bersama dengan dasar saluran, maka yang digunakan adalah tabel surface water dan
pore water.Dalam studi studi ini yang digunakan adalah surface water, dan parameter
yang digunakan inflow debit yang berubah tiap bulan
86
Gambar 4.3. Tampilan Exchange
4.4.2.2.4. Flows
Cara kerja tampilan flowsini hampir sama dengan Exchange.perbedaannya
terdapat enam proses transport yang dapat dipilih. Dalam studi, proses yang dipilih
adalah surface water dengan memasukkan debit iflow waduk dan evaporasi dengan
memasukkan nilai eveporasi berdasarkan data klimatologi.
87
Gambar 4.4. Tampilan Flows
4.4.2.2.5. Boundaries
Boundaries atau segmen batas adalah keadaan segmen ketika menerima segala
perubahan dari luar jaringan pemodelan. Misalnya berupa debit inflow atau debit
outflow, segmen batas ini otomatis ditentukan oleh program WASP7.1 saat pola aliran
ditentukan. Dalam studi ini segmen batas berada sebelum segmen 1 dan setelah segmen
7.
88
4.4.2.2.6. Loads
Dalam table ini, nilai data yang dimasukkan adalah data konsentrasi parameter
masing-masing segmen. Pengisian data hanya dilakukan pada parameter yang akan
disimulasikan dalam permodelan. Apabila ingin melihat hasil yang ditimbulkan jika
nilai konsetrasi muatan lebih besar dua kali data awal, maka factor skala diubah menjadi
dua.Dalam pemodelan imi semua factor skala mengguakan angka satu.
Gambar 4.6. Tampilan Boudaries
4.4.2.2.7. Konstanta
Pada table ini berisi data-data kosentrasi tentang masing-masing parameter yang
akan dsimulasikan. Nilai konstanta ini akan digunakan untuk seluruh jaringan selama
pemodelan. Untuk data konsentrasi lainnya apabila dibutuhkan tapi kita tidak
menentukan nilainya maka program akan secara otomatis menentukan nilainya. Dalam
studi ini data konstan yang digunakan adalah elevasi tampungan diatas permukaan
laut±128,00 m dimana merupakan elevasi dasar terendah dari waduk.Nilai koefisien
reaksi maupun koefisien alam pada WASP7.1 merupakan koefisien yang didapat dari
hasil pemodelan Muara Potomac di Amerika Serikat. Berikut adalah contoh tabel
konstan:
89
Gambar 4.7. Tampilan Data Konstanta
4.4.2.3. Simulasi Model
Setalah proses memasukkan data telah selesai, maka tahap selanjutnya adalah
dengan proses eksekusi model (running) proses ini akan mengumpulkan informasi data
masukan yang dibutuhkan dalam proses simulasi. Apabila data tambahan yang
dibutuhkan tidak tersedia, maka program akan secara otomatis menentukan nilainya.
Jika terdapat data yang tidak sesuai maka proses ini tidak akan berhasil, dan akan
menunjukkan kesalahan yang terjadi sehingga dapat dilakukan koreksi data. Proses ini
telah berhasil jika dalam tampilan muncul “Results File Closed”.
4.5. Pembahasan Hasil Pemodelan
Dari hasil pengumpulan dan analisa data sekunder polutan yang masuk kedalam
Waduk Sutami berasal dari limbah domestk. Seperti limbah pertanian, perhutanan, dan
llimbah pemukiman penduduk. Inflow polutan Waduk Sutami dkategorkan sebagai
point sourcekarena berasal dari satu saluran yang sama berdasarkan data sekunder yang
diambil dan dianalisa oleh Perum Jasa Tirta I, secara umum kosentrasi polutan DO,
BOD, N, P. masih berada dalam batas normal meskipun pernah terjadi eutrofikasi yang
parah di Waduk Sutami sesuai dengan PP. NO, 81 Tahun 2001. Berdasarkan hasil
pemodelan, secara keseluruhan parameter kualitas air ini pada musim kemarau
mengalami penurunan. Karena hal ini berhubungan dengan debit inflow waduk yang
90
juga merupakan inflow polutan mengalami penurunan jika dibandingkan pada musim
penghujan .
91
Gambar 4.8. Tampilan Hasil Simulasi
92
Tabel 4.17 Hasil Simulasi WASP Pada Tahun 2005
Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR DO Kelas II
(mg/l) (mg/l) (%) (≥ 4 mg/l)
06/01/05 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 12.483 12.577 0.746 Memenuhi
15/06/05 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 6.533 6.638 1.569 Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 8.442 8.342 1.185 Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 5.705 5.855 2.562 Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 5.633 5.722 1.544 Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 5.550 5.739 3.296 Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 5.567 5.546 0.374 Memenuhi
01/07/05 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 7.458 7.373 1.151 Memenuhi
19/12/05 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 6.258 6.348 1.405 Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 9.092 9.139 0.520 Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 7.158 7.213 0.751 Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 5.633 5.717 1.458 Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 6.600 6.648 0.715 Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 4.675 4.655 0.428 Memenuhi
93
Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR BOD Kelas II
(mg/l) (mg/l) (%) (≤ 3mg/l)
06/01/05 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 6.437 6.436 0.013 Tidak Memenuhi
15/06/05 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 4.542 4.543 0.037 Tidak Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 6.075 6.108 0.532 Tidak Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 3.300 3.212 2.677 Tidak Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 4.367 4.311 1.279 Tidak Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 3.392 3.321 2.088 Tidak Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 3.033 3.057 0.763 Tidak Memenuhi
01/07/05 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 6.492 6.453 0.603 Tidak Memenuhi
19/12/05 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 4.768 4.727 0.856 Tidak Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 4.458 4.383 1.682 Tidak Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 4.133 4.111 0.540 Tidak Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 2.825 2.770 1.941 Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 3.467 3.403 1.827 Tidak Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 2.867 2.824 1.483 Memenuhi
94
Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR NH3 Kelas II
(mg/l) (mg/l) (%) (0 mg/l)
06/01/05 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 0.106 0.110 3.019 Tidak Memenuhi
15/06/05 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 0.070 0.065 7.111 Tidak Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 0.065 0.069 5.347 Tidak Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 0.067 0.073 9.279 Tidak Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 0.078 0.094 17.065 Tidak Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 0.065 0.066 1.783 Tidak Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 0.037 0.036 1.002 Tidak Memenuhi
01/07/05 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 0.101 0.110 7.895 Tidak Memenuhi
19/12/05 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 0.122 0.110 9.349 Tidak Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 0.049 0.043 13.311 Tidak Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 0.054 0.056 3.438 Tidak Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 0.076 0.075 1.089 Tidak Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 0.086 0.091 5.659 Tidak Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 0.092 0.088 4.567 Tidak Memenuhi
Sumber : Hasil Perhitungan
95
Tabel 4.18. Hasil Simulasi WASP Pada Tahun 2006
Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR DO Kelas II
(mg/l) (mg/l) (%) (≥ 4 mg/l)
06/01/06 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 10.133 10.384 2.410 Memenuhi
15/06/06 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 6.383 6.422 0.601 Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 6.908 7.018 1.560 Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 6.117 5.930 3.049 Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 5.950 5.845 1.770 Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 6.783 6.762 0.320 Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 5.967 5.928 0.648 Memenuhi
01/07/06 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 6.367 6.170 3.082 Memenuhi
19/12/06 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 5.600 5.609 0.169 Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 7.033 7.128 1.328 Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 5.942 5.867 1.250 Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 5.350 5.206 2.684 Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 5.717 5.686 0.542 Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 4.650 4.665 0.327 Memenuhi
96
Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR BOD Kelas II
(mg/l) (mg/l) (%) (≤ 3mg/l)
06/01/06 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 8.925 8.661 2.961 Tidak Memenuhi
15/06/06 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 3.900 4.026 3.125 Tidak Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 3.542 3.447 2.677 Tidak Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 3.683 3.578 2.857 Tidak Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 2.883 2.873 0.370 Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 3.642 3.589 1.440 Tidak Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 2.942 3.067 4.082 Tidak Memenuhi
01/07/06 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 4.833 4.794 0.822 Tidak Memenuhi
19/12/06 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 3.850 3.986 3.420 Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 7.875 7.917 0.534 Tidak Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 5.608 5.662 0.943 Tidak Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 4.575 4.543 0.696 Tidak Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 5.600 5.638 0.672 Tidak Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 4.433 4.410 0.522 Tidak Memenuhi
97
Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR NH3 Kelas II
(mg/l) (mg/l) (%) (0 mg/l)
06/01/06 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 0.054 0.060 10.419 Tidak Memenuhi
15/06/06 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 0.047 0.046 3.269 Tidak Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 0.080 0.069 14.029 Tidak Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 0.037 0.040 8.411 Tidak Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 0.044 0.046 6.284 Tidak Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 0.042 0.042 0.000 Tidak Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 0.024 0.028 11.266 Tidak Memenuhi
01/07/06 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 0.113 0.104 7.356 Tidak Memenuhi
19/12/06 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 0.136 0.111 18.191 Tidak Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 0.295 0.309 4.434 Tidak Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 0.108 0.117 7.677 Tidak Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 0.133 0.126 5.072 Tidak Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 0.224 0.189 15.700 Tidak Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 0.202 0.199 1.501 Tidak Memenuhi
Sumber : Hasil Perhitungan
98
Tabel 4.19. Hasil Simulasi WASP Pada Tahun 2007
Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR DO Kelas II
(mg/l) (mg/l) (%) (≥ 4 mg/l)
06/01/07 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 6.983 6.936 0.683 Memenuhi
15/06/07 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 6.133 6.199 1.062 Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 6.650 6.602 0.716 Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 5.458 5.424 0.626 Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 4.500 4.528 0.614 Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 5.317 5.301 0.286 Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 4.808 4.778 0.627 Memenuhi
01/07/07 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 6.983 6.963 0.289 Memenuhi
19/12/07 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 5.908 5.967 0.981 Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 7.150 7.170 0.275 Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 5.825 5.865 0.682 Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 4.950 4.990 0.797 Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 7.642 7.632 0.132 Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 7.517 7.613 1.268 Memenuhi
99
Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR BOD Kelas II
(mg/l) (mg/l) (%) (≤ 3mg/l)
06/01/07 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 6.475 6.459 0.246 Tidak Memenuhi
15/06/07 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 4.225 4.204 0.495 Tidak Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 6.050 6.048 0.028 Tidak Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 2.883 2.841 1.476 Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 2.742 2.688 1.974 Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 4.442 4.485 0.957 Tidak Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 2.417 2.471 2.187 Memenuhi
01/07/07 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 5.158 5.201 0.812 Tidak Memenuhi
19/12/07 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 4.308 4.321 0.299 Tidak Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 4.658 4.600 1.242 Tidak Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 3.758 3.787 0.765 Tidak Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 4.050 4.083 0.804 Tidak Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 5.742 5.679 1.097 Tidak Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 5.725 5.679 0.809 Tidak Memenuhi
100
Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR NH3 Kelas II
(mg/l) (mg/l) (%) (0 mg/l)
06/01/07 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 0.032 0.025 21.249 Tidak Memenuhi
15/06/07 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 0.050 0.049 2.146 Tidak Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 0.077 0.070 9.458 Tidak Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 0.029 0.029 0.000 Tidak Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 0.012 0.012 0.000 Tidak Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 0.187 0.241 22.298 Tidak Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 0.366 0.373 1.850 Tidak Memenuhi
01/07/07 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 0.168 0.176 4.554 Tidak Memenuhi
19/12/07 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 0.165 0.133 19.697 Tidak Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 0.133 0.108 18.462 Tidak Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 0.148 0.129 12.915 Tidak Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 0.138 0.130 5.324 Tidak Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 0.363 0.378 3.915 Tidak Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 0.354 0.378 6.232 Tidak Memenuhi
Sumber : Hasil Perhitungan
101
Tabel 4.20. Hasil Simulasi WASP Pada Tahun 2008
Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR DO Kelas II
(mg/l) (mg/l) (%) (≥ 4 mg/l)
06/01/08 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 7.633 7.646 0.169 Memenuhi
15/06/08 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 6.617 6.655 0.576 Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 8.100 8.088 0.154 Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 6.267 6.323 0.896 Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 5.983 5.958 0.418 Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 6.083 6.087 0.055 Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 5.758 5.742 0.289 Memenuhi
01/07/08 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 6.983 7.028 0.640 Memenuhi
19/12/08 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 7.075 7.129 0.760 Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 6.867 6.914 0.688 Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 6.133 6.117 0.271 Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 5.183 5.234 0.969 Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 6.533 6.560 0.414 Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 5.017 5.015 0.036 Memenuhi
102
Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR BOD Kelas II
(mg/l) (mg/l) (%) (≤ 3mg/l)
06/01/08 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 4.621 4.659 0.823 Tidak Memenuhi
15/06/08 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 2.915 2.846 2.357 Tidak Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 4.604 4.623 0.401 Tidak Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 4.588 4.623 0.762 Tidak Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 3.563 3.524 1.084 Tidak Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 4.525 4.573 1.040 Tidak Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 2.875 2.896 0.735 Tidak Memenuhi
01/07/08 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 3.825 3.819 0.169 Tidak Memenuhi
19/12/08 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 3.775 3.744 0.822 Tidak Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 4.350 4.361 0.247 Tidak Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 4.113 4.103 0.242 Tidak Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 4.163 4.157 0.139 Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 4.271 4.288 0.389 Tidak Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 3.483 3.502 0.539 Memenuhi
103
Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR NH3 Kelas II
(mg/l) (mg/l) (%) (0 mg/l)
06/01/08 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 0.094 0.087 7.405 Tidak Memenuhi
15/06/08 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 0.131 0.120 8.813 Tidak Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 0.055 0.055 0.000 Tidak Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 0.084 0.096 12.545 Tidak Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 0.087 0.101 14.610 Tidak Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 0.090 0.103 12.165 Tidak Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 0.043 0.045 5.574 Tidak Memenuhi
01/07/08 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 0.308 0.282 8.223 Tidak Memenuhi
19/12/08 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 0.205 0.197 3.919 Tidak Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 0.177 0.166 5.926 Tidak Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 0.251 0.273 8.071 Tidak Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 0.279 0.316 11.481 Tidak Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 0.260 0.259 0.571 Tidak Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 0.195 0.242 19.221 Tidak Memenuhi
Sumber :Hasil perhitungan
104
Tabel 4.21. Hasil Simulasi WASP Pada Tahun 2009
Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR DO Kelas II
(mg/l) (mg/l) (%) (≥ 4 mg/l)
06/01/09 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 6.983 6.936 0.683 Memenuhi
15/06/09 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 6.133 6.199 1.062 Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 6.650 6.602 0.716 Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 5.458 5.424 0.626 Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 4.500 4.528 0.614 Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 5.317 5.301 0.286 Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 4.808 4.778 0.627 Memenuhi
01/07/09 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 6.983 6.963 0.289 Memenuhi
19/12/09 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 5.908 5.967 0.981 Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 7.150 7.170 0.275 Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 5.825 5.865 0.682 Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 4.950 4.990 0.797 Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 7.642 7.632 0.132 Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 7.517 7.613 1.268 Memenuhi
105
Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR BOD Kelas II
(mg/l) (mg/l) (%) (≤ 3mg/l)
06/01/09 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 6.475 6.459 0.246 Tidak Memenuhi
15/06/09 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 4.225 4.204 0.495 Tidak Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 6.050 6.048 0.028 Tidak Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 2.883 2.841 1.476 Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 2.742 2.688 1.974 Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 4.442 4.485 0.957 Tidak Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 2.417 2.471 2.187 Memenuhi
01/07/09 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 5.158 5.201 0.812 Tidak Memenuhi
19/12/09 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 4.308 4.321 0.299 Tidak Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 4.658 4.600 1.242 Tidak Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 3.758 3.787 0.765 Tidak Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 4.050 4.083 0.804 Tidak Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 5.742 5.679 1.097 Tidak Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 5.725 5.679 0.809 Tidak Memenuhi
106
Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR NH3 Kelas II
(mg/l) (mg/l) (%) (0 mg/l)
06/01/09 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 0.032 0.025 21.249 Tidak Memenuhi
15/06/09 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 0.050 0.049 2.146 Tidak Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 0.077 0.070 9.458 Tidak Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 0.029 0.029 0.000 Tidak Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 0.012 0.012 0.000 Tidak Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 0.187 0.241 22.298 Tidak Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 0.366 0.373 1.850 Tidak Memenuhi
01/07/05 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 0.168 0.176 4.554 Tidak Memenuhi
19/12/05 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 0.165 0.133 19.697 Tidak Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 0.133 0.108 18.462 Tidak Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 0.148 0.129 12.915 Tidak Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 0.138 0.130 5.324 Tidak Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 0.363 0.378 3.915 Tidak Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 0.354 0.378 6.232 Tidak Memenuhi
Sumber : Hasil Perhitungan
107
Tabel 4.22. Hasil Simulasi WASP Pada Tahun 2010
Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR DO Kelas II
(mg/l) (mg/l) (%) (≥ 4 mg/l)
06/01/2010 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 7.633 7.646 0.169 Memenuhi
15/06/2010 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 6.617 6.655 0.576 Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 8.100 8.088 0.154 Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 6.267 6.323 0.896 Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 5.983 5.958 0.418 Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 6.083 6.087 0.055 Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 5.758 5.742 0.289 Memenuhi
01/07/2010 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 6.983 7.028 0.640 Memenuhi
19/12/2010 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 7.075 7.129 0.760 Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 6.867 6.914 0.688 Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 6.133 6.117 0.271 Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 5.183 5.234 0.969 Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 6.533 6.560 0.414 Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 5.017 5.015 0.036 Memenuhi
108
Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR BOD Kelas II
(mg/l) (mg/l) (%) (≤ 3mg/l)
06/01/2010 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 4.621 4.659 0.823 Tidak Memenuhi
15/06/2010 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 2.915 2.846 2.357 Tidak Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 4.604 4.623 0.401 Tidak Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 4.588 4.623 0.762 Tidak Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 3.563 3.524 1.084 Tidak Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 4.525 4.573 1.040 Tidak Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 2.875 2.896 0.735 Tidak Memenuhi
01/07/2010 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 3.825 3.819 0.169 Tidak Memenuhi
19/12/2010 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 3.775 3.744 0.822 Tidak Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 4.350 4.361 0.247 Tidak Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 4.113 4.103 0.242 Tidak Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 4.163 4.157 0.139 Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 4.271 4.288 0.389 Tidak Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 3.483 3.502 0.539 Memenuhi
109
Waktu Segmen Data Lapangan Hasil Simulasi KR NH3 Kelas II
(mg/l) (mg/l) (%) (0 mg/l)
06/01/2010 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 0.094 0.087 7.405 Tidak Memenuhi
15/06/2010 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 0.131 0.120 8.813 Tidak Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 0.055 0.055 0.000 Tidak Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 0.084 0.096 12.545 Tidak Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 0.087 0.101 14.610 Tidak Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 0.090 0.103 12.165 Tidak Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 0.043 0.045 5.574 Tidak Memenuhi
01/07/2010 1. Waduk Sutami Hulu Kedalaman I (0,3m) 0.308 0.282 8.223 Tidak Memenuhi
19/12/2010 2. Waduk Sutami Hulu Kedalaman II (4m) 0.205 0.197 3.919 Tidak Memenuhi
3. Waduk Sutami Tengah Kedalaman I (0,3m) 0.177 0.166 5.926 Tidak Memenuhi
4. Waduk Sutami Tengah Kedalaman II (5m) 0.251 0.273 8.071 Tidak Memenuhi
5. Waduk Sutami Tengah Kedalaman III (10m) 0.279 0.316 11.481 Tidak Memenuhi
6. Waduk Sutami Hilir Kedalaman I (5m) 0.260 0.259 0.571 Tidak Memenuhi
7. Waduk Sutami Hilir Kedalaman II (10m) 0.195 0.242 19.221 Tidak Memenuhi
110
Gambar 4.9. Hasil Simulasi Parameter DO Tahun 2005
Gambar 4.10. Hasil Simulasi Parameter BOD Tahun 2005
0
2
4
6
8
10
12
1. H
ulu
Ke
dal
aman
I(0
,3m
)
2. H
ulu
Ke
dal
aman
II(4
m)
3. T
enga
hK
ed
alam
an I
(0,3
m)
4. T
enga
hK
ed
alam
an II
(5m
)
5. T
enga
hK
ed
alam
an II
I(1
0m
)
6. H
ilir
Ke
dal
aman
I(5
m)
7. H
ilir
Ke
dal
aman
II(1
0m
)
Parameter DO (mg/l)
Musim Kemarau
Musim Hujan
Musim
Kemarau
Musim
Hujan
Ko
nse
ntr
asi
DO
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
NH3
Musim Hujan
Ko
nse
ntr
asi
NH3
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
DO
Musim
Kemarau
Musim Hujan
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1. H
ulu
Ked
alam
an I
(0,3
m)
2. H
ulu
Ked
alam
an II
(4
m)
3. T
enga
h K
ed
alam
an I
(0,3
m)
4. T
enga
h K
ed
alam
an II
(5
m)
5. T
enga
h K
ed
alam
an II
I(1
0m
)
6. H
ilir
Ked
alam
an I
(5m
)
7. H
ilir
Ked
alam
an II
(1
0m
)Parameter BOD (mg/l)
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
Musim Hujan
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
NH3
Musim Hujan
Ko
nse
ntr
asi
NH3
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
DO
Musim
Kemarau
Musim Hujan
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
NH3
Musim Hujan
Ko
nse
ntr
asi
NH3
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
Musim
Kemarau
Musim Hujan
111
Gambar 4.11. Hasil Simulasi Parameter NH3 Tahun 2005
Gambar 4.12. Hasil Simulasi Parameter DO Tahun 2006
0,000
0,020
0,040
0,060
0,080
0,100
0,120
0,140
1. H
ulu
Ked
alam
an I
(0,3
m)
2. H
ulu
Ked
alam
an II
(4
m)
3. T
enga
h K
ed
alam
an I
(0,3
m)
4. T
enga
h K
ed
alam
an II
(5m
)
5. T
enga
h K
ed
alam
an II
I(1
0m
)
6. H
ilir
Ked
alam
an I
(5m
)
7. H
ilir
Ked
alam
an II
(1
0m
)
Parameter NH3 (mg/l)
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
NH3
Musim Hujan
Ko
nse
ntr
asi
NH3
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
NH3
Musim
Kemarau
Musim Hujan
0
2
4
6
8
10
12
1. H
ulu
Ked
alam
an I
(0,3
m)
2. H
ulu
Ked
alam
an II
(4
m)
3. T
enga
h K
ed
alam
an I
(0,3
m)
4. T
enga
h K
ed
alam
an II
(5
m)
5. T
enga
h K
ed
alam
an II
I(1
0m
)
6. H
ilir
Ked
alam
an I
(5m
)
7. H
ilir
Ked
alam
an II
(1
0m
)
Parameter DO (mg/l)
Musim Kemarau
Musim Hujan
Ko
nse
ntr
asi
DO
Musim
Kemarau
Musim Hujan
Ko
nse
ntr
asi
DO
Musim
Kemarau
Musim Hujan
112
Gambar 4.13. Hasil Simulasi Parameter BOD Tahun 2006
Gambar 4.14. Hasil Simulasi Parameter NH3 Tahun 2006
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1. H
ulu
Ked
alam
an I
(0,3
m)
2. H
ulu
Ked
alam
an II
(4
m)
3. T
enga
h K
ed
alam
an I
(0,3
m)
4. T
enga
h K
ed
alam
an II
(5m
)
5. T
enga
h K
ed
alam
an II
I(1
0m
)
6. H
ilir
Ked
alam
an I
(5m
)
7. H
ilir
Ked
alam
an II
(1
0m
)
Parameter BOD (mg/l)
Musim Kemarau
Musim Hujan
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
Musim Hujan
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
0,000
0,050
0,100
0,150
0,200
0,250
0,300
0,350
1. H
ulu
Ked
alam
an I
(0,3
m)
2. H
ulu
Ked
alam
an II
(4
m)
3. T
enga
h K
ed
alam
an I
(0,3
m)
4. T
enga
h K
ed
alam
an II
(5m
)
5. T
enga
h K
ed
alam
an II
I(1
0m
)
6. H
ilir
Ked
alam
an I
(5m
)
7. H
ilir
Ked
alam
an II
(1
0m
)Parameter NH3
Musim Kemarau
Musim Hujan
Musim
Kemarau
Musim Hujan
Ko
nse
ntr
asi
NH3
113
Gambar 4.14. Hasil Simulasi Parameter DO Tahun 2007
Gambar 4.15. Hasil Simulasi Parameter BOD Tahun 2007
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1. H
ulu
Ked
alam
an I
(0,3
m)
2. H
ulu
Ked
alam
an II
(4
m)
3. T
enga
h K
ed
alam
an I
(0,3
m)
4. T
enga
h K
ed
alam
an II
(5m
)
5. T
enga
h K
ed
alam
an II
I(1
0m
)
6. H
ilir
Ked
alam
an I
(5m
)
7. H
ilir
Ked
alam
an II
(1
0m
)
Parameter DO (mg/l)
Musim Kemarau
Musim Hujan
Musim
Kemarau
Musim Hujan
Ko
nse
ntr
asi
DO
0
1
2
3
4
5
6
7
1. H
ulu
Ked
alam
an I
(0,3
m)
2. H
ulu
Ked
alam
an II
(4
m)
3. T
enga
h K
ed
alam
an I
(0,3
m)
4. T
enga
h K
ed
alam
an II
(5m
)
5. T
enga
h K
ed
alam
an II
I(1
0m
)
6. H
ilir
Ked
alam
an I
(5m
)
7. H
ilir
Ked
alam
an II
(1
0m
)
Parameter BOD (mg/l)
Musim Kemarau
Musim Hujan
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
Musim Hujan
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
114
Gambar 4.16. Hasil Simulasi Parameter NH3 Tahun 2007
Gambar 4.17. Hasil Simulasi Parameter DO Tahun 2008
0,000
0,050
0,100
0,150
0,200
0,250
0,300
0,350
0,400
1. H
ulu
Ked
alam
an I
(0,3
m)
2. H
ulu
Ked
alam
an II
(4
m)
3. T
enga
h K
ed
alam
an I
(0,3
m)
4. T
enga
h K
ed
alam
an II
(5m
)
5. T
enga
h K
ed
alam
an II
I(1
0m
)
6. H
ilir
Ked
alam
an I
(5m
)
7. H
ilir
Ked
alam
an II
(1
0m
)
Parameter NH3 (mg/l)
Musim Kemarau
Musim Hujan
Ko
nse
ntr
asi
NH3
Musim
Kemarau
Musim Hujan
0
2
4
6
8
10
12
1. H
ulu
Ked
alam
an I
(0,3
m)
2. H
ulu
Ked
alam
an II
(4
m)
3. T
enga
h K
ed
alam
an I
(0,3
m)
4. T
enga
h K
ed
alam
an II
(5
m)
5. T
enga
h K
ed
alam
an II
I(1
0m
)
6. H
ilir
Ked
alam
an I
(5m
)
7. H
ilir
Ked
alam
an II
(1
0m
)Parameter DO (mg/l)
Musim Kemarau
Musim Hujan
Musim
Kemarau
Musim Hujan
Ko
nse
ntr
asi
DO
Ko
nse
ntr
asi
DO
Musim
Kemarau
Musim Hujan
Ko
nse
ntr
asi
DO
Musim
Kemarau
Musim Hujan
115
Gambar 4.18. Hasil Simulasi Parameter BOD Tahun 2008
Gambar 4.19. Hasil Simulasi Parameter NH3 Tahun 2008
0
1
2
3
4
5
6
7
1. H
ulu
Ked
alam
an I
(0,3
m)
2. H
ulu
Ked
alam
an II
(4
m)
3. T
enga
h K
ed
alam
an I
(0,3
m)
4. T
enga
h K
ed
alam
an II
(5m
)
5. T
enga
h K
ed
alam
an II
I(1
0m
)
6. H
ilir
Ked
alam
an I
(5m
)
7. H
ilir
Ked
alam
an II
(1
0m
)
Parameter BOD (mg/l)
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
Musim Hujan
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
Musim Hujan
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
Musim Hujan
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
0,000
0,050
0,100
0,150
0,200
0,250
0,300
0,350
1. H
ulu
Ked
alam
an I
(0,3
m)
2. H
ulu
Ked
alam
an II
(4
m)
3. T
enga
h K
ed
alam
an I
(0,3
m)
4. T
enga
h K
ed
alam
an II
(5m
)
5. T
enga
h K
ed
alam
an II
I(1
0m
)
6. H
ilir
Ked
alam
an I
(5m
)
7. H
ilir
Ked
alam
an II
(1
0m
)
Parameter NH3
Musim Hujan
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
NH3
Musim
Kemarau
Musim Hujan
Ko
nse
ntr
asi
NH3
116
Gambar 4.20. Hasil Simulasi Parameter DO Tahun 2009
Gambar 4.21. Hasil Simulasi Parameter BOD Tahun 2009
0,000
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
9,000
1. W
adu
k Su
tam
i Hu
luK
ed
alam
an I
(0,3
m)
2. W
adu
k Su
tam
i Hu
luK
ed
alam
an II
(4
m)
3. W
adu
k Su
tam
i Ten
gah
Ke
dal
aman
I (0
,3m
)
4. W
adu
k Su
tam
i Ten
gah
Ke
dal
aman
II (
5m
)
5. W
adu
k Su
tam
i Ten
gah
Ke
dal
aman
III (
10
m)
6. W
adu
k Su
tam
i Hili
rK
ed
alam
an I
(5m
)
7. W
adu
k Su
tam
i Hili
rK
ed
alam
an II
(1
0m
)
Parameter DO (mg/l)
06/01/07 15/06/07
01/07/07 19/12/07
Musim
Kemarau
Musim Hujan
Ko
nse
ntr
asi
DO
0
1
2
3
4
5
6
7
1. H
ulu
Ked
alam
an I
(0,3
m)
2. H
ulu
Ked
alam
an II
(4
m)
3. T
enga
h K
ed
alam
an I
(0,3
m)
4. T
enga
h K
ed
alam
an II
(5m
)
5. T
enga
h K
ed
alam
an II
I(1
0m
)
6. H
ilir
Ked
alam
an I
(5m
)
7. H
ilir
Ked
alam
an II
(1
0m
)Parameter BOD (mg/l)
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
Musim Hujan
Musim
Kemarau
Musim Hujan
Ko
nse
ntr
asi
DO
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
Musim Hujan
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
117
Gambar 4.20. Hasil Simulasi Parameter NH3 Tahun 2009
Gambar 4.21. Hasil Simulasi Parameter DO Tahun 2010
0,000
0,050
0,100
0,150
0,200
0,250
0,300
0,350
0,400
1. H
ulu
Ked
alam
an I
(0,3
m)
2. H
ulu
Ked
alam
an II
(4
m)
3. T
enga
h K
ed
alam
an I
(0,3
m)
4. T
enga
h K
ed
alam
an II
(5m
)
5. T
enga
h K
ed
alam
an II
I(1
0m
)
6. H
ilir
Ked
alam
an I
(5m
)
7. H
ilir
Ked
alam
an II
(1
0m
)
Parameter NH3 (mg/l)
Musim Kemarau
Musim Hujan
Musim
Kemarau
Musim Hujan
Ko
nse
ntr
asi
NH3
Ko
nse
ntr
asi
NH3
Musim
Kemarau
Musim Hujan
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1. H
ulu
Ked
alam
an I
(0,3
m)
2. H
ulu
Ked
alam
an II
(4
m)
3. T
enga
h K
ed
alam
an I
(0,3
m)
4. T
enga
h K
ed
alam
an II
(5
m)
5. T
enga
h K
ed
alam
an II
I(1
0m
)
6. H
ilir
Ked
alam
an I
(5m
)
7. H
ilir
Ked
alam
an II
(1
0m
)
Parameter DO (mg/l)
Musim Kemarau
Musim Hujan
Musim
Kemarau
Musim Hujan
Ko
nse
ntr
asi
DO
118
Gambar 4.22. Hasil Simulasi Parameter BOD Tahun 2010
Gambar 4.23. Hasil Simulasi Parameter NH3 Tahun 2010
0
1
1
2
2
3
3
4
4
5
5
1. H
ulu
Ked
alam
an I
(0,3
m)
2. H
ulu
Ked
alam
an II
(4
m)
3. T
enga
h K
ed
alam
an I
(0,3
m)
4. T
enga
h K
ed
alam
an II
(5m
)
5. T
enga
h K
ed
alam
an II
I(1
0m
)
6. H
ilir
Ked
alam
an I
(5m
)
7. H
ilir
Ked
alam
an II
(1
0m
)
Parameter BOD (mg/l)
Musim Kemarau
Musim Hujan
Ko
nse
ntr
asi
BO
D
Musim
Kemarau
Musim Hujan
0,000
0,050
0,100
0,150
0,200
0,250
0,300
0,350
1. H
ulu
Ked
alam
an I
(0,3
m)
2. H
ulu
Ked
alam
an II
(4
m)
3. T
enga
h K
ed
alam
an I
(0,3
m)
4. T
enga
h K
ed
alam
an II
(5m
)
5. T
enga
h K
ed
alam
an II
I(1
0m
)
6. H
ilir
Ked
alam
an I
(5m
)
7. H
ilir
Ked
alam
an II
(1
0m
)Parameter NH3
Musim Kemarau
Musim HujanMusim Hujan
Musim
Kemarau
Ko
nse
ntr
asi
NH3
119
4.6. Kalibrasi Permodelan
Kalibrasi adalah menentukan kebenaran konvensional penunjukkan alat melalui cara
perbandingan dengan standar ukurnya yang tertelusur ke standar Nasional/Internasional.
Kalibrasi bisa dilakukan dengan membandingkan suatu standar yang terhubung dengan
standar nasional maupun internasional bahan – bahan acuan tersertifikasi, serta mengikuti
petunjuk didalam ISO/IEC 17025:2005.
Pada umumnya kalibrasi merupakan proses untuk menyesuaikan keluaran atau indikasi
dari suatu perangkat pengukuran agar sesuai dengan besaran dari standar yang digunakan
dalam akurasi tertentu, contohnya adalah dalam analisa pola sebaran polutan yang terjadi pada
Waduk Sutami selama periode tahun 2005-2010. Pengujian kalibrasi menggunakan uji 2
populasi data Uji T. Dari tabel diatas hasil simulasi WASP dan Kalibrasi data-data parameter
yang dapat diperoleh dengan cara merubah data-data pada tabel konstanta. Agar hasil simulasi
WASP 7.1 dapat mendekati hasil lapangan yang diperoleh dari data sekuder parameter kualitas
air Perum Jasa Tirta I. Berikut ini contoh dari langkah-langkah memperoleh data-data agar hasil
simulasi mendekati data lapangan:
Gambar 4.24. Tampilan Hasil Konstanta Data Amonia Pada Tahun 2005
120
Gambar 4.25. Tampilan Hasil Konstanta Data Nitrogen Pada Tahun 2005
Gambar 4.26. Tampilan Hasil Konstan Data Dissolved Oxygen Pada Tahun 2005
121
Gambar 4.27. Tampilan Hasil Konstanta Data BOD Pada Tahun 2005
Tabel 4.23. Rekapitulasi Amonia Pada Konstanta Data
Konstanta Data Jumlah Minimum Maksimum
Nitrification Rate Constant @20 °C (per day) 0.15 0 10
Nitrification Temperature Coefficient 1.08 0 1.07
Half Saturation Constant for Nitrification Oxygen Limit
(mg O/L) 1 0 2
Minimum Temperature for Nitrification Reaction, deg C 0 0 20
Ammonia Partition Coefficient to Water Column Solids,
L/kg 0 0 1000
Ammonia Partition Coefficient to Bentic Solids, L/kg 0 0 1000
Tabel 4.24. Rekapitulasi Nitrogen Pada Kostanta Data
Konstanta Data Jumlah Minimum Maksimum
Dissolved Organic Nitrogen Mineralization Rate Constant
@20 °C (per day) 0.005 0 1.08
Dissolved Organic Nitrogen Mineralization Temperature
Coefficient 1.02 0 1.08
Organic Nitrogen Decay Rate Constant in Sediments @20
°C (per day) 0.1 0 0.0004
Organic Nitrogen Decay in Sediment Temperature
Coefficient 1.08 0 1.08
Fraction of Phytoplankton Death Recycled to Organic
Nitrogen 0.8 0 1
Sumber: Hasil Perhitungan
122
Tabel 4.25. Rekapitulasi Dissolved Oxygen Demand (DO)
Pada Konstanta Data
Konstanta Data Jumlah Minimum Maksimum
Waterbody Type Used for Wind Driven Reaeration Rate 0 0 3
Calc Reaeration Option (0=Covar, 1=O'Connor, 2=Owens,
3=Churchill, 4=Tsivoglou) 0 0 4
Global Reaeration Rate Constant @ 20 °C (per day) 0 0 10
Elevation above Sea Level (meters) used for DO Saturation 0 0 15000
Reaeration Option (Sums Wind and Hydraulic Ka) 0 0 1
Minimum Reaeration Rate, per day 0 0 24
Maximum Allowable Calculate Reaeration Rate, per day 0 0 100
Theta -- Reaeration Temperature Correction 0 0 1.03
Oxygen to Carbon Stoichiometric Ratio 2.67 0 2.67
Use (1 - On, 0 - Off) Total Depth of Vertical Segments in
Reaeration Calculation 0 0 1
Light Threshold at Bottom to Inhibit SOD (ly/Day) 0 0 800
Tabel 4.26. Rekapitulasi Biologycal Oxygen Demand
(BOD) Pada Konstanta Data
Konstanta Data Jumlah Minimum Maksimum
BOD (1) Decay Rate Constant @20 °C (per day) 0.05 0 5.6
BOD (1) Decay Rate Temperature Correction Coefficient 1.02 0 1.07
BOD (1) Decay Rate Constant in Sediments @20 °C (per day) 0.004 0 0.0004
BOD (1) Decay Rate in Sediments Temperature Correction
Coefficient 1.08 0 1.08
BOD (1) Half Saturation Oxygen Limit (mg O/L) 1 0 0.5
Fraction of Detritus Dissolution to BOD (1) 0 0 1
Fraction of BOD (1) Carbon Source for Denitrification 0 0 1
Sumber: Hasil Perhitungan
Dari tabel di atas didapatkan hasil yang menunjukan bahwa nilai pemodelan tiap
masing-masing simulasi memiliki hasil bacaan mendekati kondisi di lapangan. Dengan
mencoba mengisi data pada konstan data dengan tujuan memperoleh data simulasi mendekati
data lapangan. Pada tabel konstan berisi data-data yang akan disimulasikan.Nilai konstan akan
digunakan untuk seluruh jaringan selama pemodelan. Untuk data konstan lainnya apabila
dibutuhkan tapi kita tidak menentukan nilainya maka secara otomatis program akan
menentukan nilainya. Dari hasil perhitungan dan pemodelan dari tabel diatas dimulai pada
tahun 2005 konsetrasi DO menjadi patokan awal terhadap segmen-segmen lain dalam tempo
waktu yang berbeda. Berikut ini penjelasan dari hasil simulasi WASP7.1 dari tahun 2005-
2010. Hasil dari permodelan WASP 7.1 sangat bervariasi, diantaranya ada yang tercemar
ringan, tercemar sedang dan tercemar berat untuk peruntukan kelas 2. Status mutu air yang
tercemar berat disebabkan oleh tingginya akumulasi pembuangan limbah organik yang
123
berasal dari limbah industri dan limbah domestik di sekitar waduk Sutami. Beberapa industri
membuang limbahnya ke sungai dan langsung masuk ke waduk Sutami diantaranya PG.
Kebonagung (gula), PT. Penamas (rokok) danUD. Singkong Artha M. (tapioka). Dimana
limbah dari ketiga industri di atas merupakan limbah yang mengandung organik tinggi.
Berdasarkan hasil permodelan konsentrasi DO pada grafik 4.9 tersebar hampir merata
Diseluruh area waduk pada bagian hulu,tengah. Dan hilir waduk.Namun ketika pada musim
kemarau pada tahun 2005 terjadi kenaikan konsentrasi DO dibagian hulu waduk. Lalu pada
musim penghujan konsentrasi DO cenderung lebih dominan daripada musim kemarau pada
bagian tengah serta hilir waduk hal ini karena konsentrasi polutan pada terjadi pada bagian
tengah serta hilir waduk sehingga membutuhkan oksigen terlarut lebih besar dalam proses
dekoposisi. Secara umum konsentrasi DO pada tahun 2005 masih dapat memenuhi standar
baku mutu air kelas II yaitu >4mg/l.
Berikutnya untuk konsetrasi BOD pada grafik 4.10 pada tahun 2005 hasil permodelan
menunjukkan pada musim kemarau polutan BOD mengalami peningkatan pada bagian tengah
waduk dikarenakan akumulasi polutan berkumpul pada bagian tengah waduk. Sedangkan
pada musim penghujan konsetrasi polutan BOD mengalami penurunan pada bagian hulu
hingga bagian hilir waduk oleh karena itu tidak memenuhi standar baku mutu kualitas air
kelas II yaitu <3 mg/l. sedangkan untuk konsetrasi polutan NH3-N berdasarkan hasil
permodelan grafik 4.11. mengalami peningkatan pada musim penghujan di bagian hulu
hingga bagian hilir waduk justru pada musim kemarau kosentrasi NH3-N mengalami
penurunan sehingga tidak memenuuhi standar baku mutu kelas II < 0 mg/l. Untuk pembacaan
hasil simulasi pada tahun-tahun selanjutnya dapat dilihat diatas.
4.5.1. Data Mutu Air DO (Dissolved Oxygen)
Parameter DO merupakan suatu parameter yang jika nilai konsentrasi parameter
menurun menyatakan tingkat pencemaran meningkat. Kadar parameter DO yang terendah
mulai dari tahun 2005 sampai 2010 adalah 4,66 mg/l pada bulan Oktober tahun 2006 di
Stasiun Monitoring Waduk Sutami Hilir Kedalaman 3 (10 m). Sedangkan baku mutu air
parameter DO untuk peruntukan kelas dua sesuai PP. RI no.82 tahun 2001adalah >4 mg/l atau
lebih besar dari 4 mg/l. Maka kadar parameter DO terendah yang terkandung di waduk
Sutami masih memiliki nilai yang rawan untuk baku mutu air yang ditetapkan. Data
parameter DO mulai tahun 2005 sampai tahun 2010 selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran.
4.5.2.Data Mutu Air NH3-N (Amonia Bebas)
Kadar parameter NH3-N yang tertinggi mulai dari tahun 2005 sampai 2010 adalah
0,378 mg/l pada akhir tahun 2009 di Stasiun Monitoring Waduk Sutami Hilir Kedalaman 3
124
(10m). Sedangkan baku mutu air parameter NH3-N untuk peruntukan kelas dua sesuai PP. RI
no.82 tahun 2001 adalah 0 mg/l. Maka kadar parameter NH3-N tertinggi yang terkandung di
waduk Sutami memebihi baku mutu air yang ditetapkan. Data parameter NH3-N mulai tahun
2005 sampai tahun 2010 selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran
4.5.3.Data Mutu Air BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Kadar parameter BOD yang tertinggi mulai dari tahun 2005 sampai 2010 adalah 7,917
mg/l pada akhir tahun 2006 di Stasiun Monitoring Waduk Sutami Hilir Kedalaman 2 (5 m).
Sedangkan baku mutu air parameter BOD untuk peruntukan kelas dua sesuai PP. RI no.82
tahun 2001 Lampiranadalah 3 mg/l. Maka kadar parameter BOD tertinggi yang terkandung di
waduk Sutami memebihi baku mutu air yang ditetapkan. Data parameter BOD mulai tahun
2005 sampai tahun 2010 selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran.
4.6. Kelebihan dan Kekurangan Program WASP 7.1
Dari simulasi model program WASP;7.1 terdapat kelebihan serta kekurangan atara
lain sebagai berikut :
4.6.1. Kelebihan program WASP7.1
1. Dapat digunakan atau diaplkasikan kedalam semua badan air dalam tingkat kesulitan
tertentu.
2. Dapat memodelkan hampir seluruh permasalahan kualitas air contohnya seperti eutrofkasi.
3. Skala waktu data lebih fleksibel, misalnya dapat menggunakan data jam-jaman sampai data
tahunan
4. Menggunakan data metrik yang merupakan data satuan yang digunakan di Indonesia
sehingga tidak perlu melakukan konversi satuan.
5, Hasil dari interval tampilan dapat diatur sehingga dapat diketahui hasilnya dalam rentang
waktu yang berbeda.
4.6.2. Kekurangan Program WASP7.1
1. Bentuk penampang diasumsikan sebagai segi empat sehingga kurang akurat untuk
mendapatkan profil aliran pada masing-masing segmen.
2. Tampilan hasil keluaran 2D, dan 3D tidak ikut disertakan dalam program ini sehingga hasil
keluaran hanya berbentuk 1D.
125
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan batasan masalah, rumusan masalah, dan setelah diadakan analisa serta
pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Konsentrasi polutan pada waduk berbanding lurus dengan debit inflow yang
masuk, karena merupakan inflow polutan. Hal ini ditunjukkan dari perbandingan
hasil simulasi pada saat musim hujan dan musim kemarau, hal ini ditunjukkan
dengan konsentrasi polutan pada musim penghujan lebih besar daripada saat musim
kemarau.
2. Pola sebaran polutan yang lebih banyak terkonsentrasi di bagian tengah waduk.
Karena dipengaruhi oleh kecepatan aliran dan kedalaman waduk. Sehingga untuk
usaha preventif terhadap eutrofikasi dapat difokuskan pada bagian tengah waduk.
Pada bagian tengah waduk juga dapat diperkirakan merupakan area yang
mendapatkan penyinaran sinar matahari yang cukup untuk proses dekomposisi
poloutan secara aerobik.
3. Secara umum, kualitas air Waduk Sutami masih relatif baik karena masih
memenuhi standar kualitas air PP No.81 Tahun 2001. Namun polutan N yang
masih berbentuk NH3 dan NO3 yang tidak terdeteksi menunjukkan limbah organik
dalam waduk belum teroksidasi dengan baik. Limbah organik teroksidasi dengan
baik jika mengandung NO3 dan sedikit mengandung NH3. Dalam Hal ini proses
pembusukan limbah pada kondisi aerobik Waduk Sutami tidak berjalan dengan
baik.
5,2. Saran
Saran yang dapat diberkan oleh penyusun, sebagai akhir dari studi ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk mendapatkan hasil simulasi yang baik, diperlukan data-data yang lengkap
serta akurat. Mengenai data-data dalam program WASP7.1 ini data yang diperlukan
antara lain seperti data kualitas air, peta topografi, atau data echosounding
penampang, data klimatologi.
126
2. Agar proses pembusukkan limbah organic aerobic dapat berjalan dengan baik maka
diperlukan adanya pengendalian limbah organik yang masuk mengalir kedalam
sungai sebagai inflow dari waduk
3. Untuk industri yang membuang limbahnya langsung ke sungai Brantas yang
merupakan sumber masukan waduk Sutami diupayakan mengolah limbahnya
terlebih dahulu sesuai baku mutu air sebelum akhirnya di buang ke sungai.
4. Melakukan pemantauan kualitas air secara rutin serta melakukan penelitian
eutrofikasi dengan lermbaga penelitian seperti perguruan tinggi terkait, serta
lembaga lain yang berwenang.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2001. Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 Tentang Pengelohan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta: Departemen
Kesehatan
Anonim. 2006 Water Quality Analysis Simulation Program (WASP) Version 7.1
Athens, Georgia : Watershed and Water Quality Modellig Technical Support
Center US EPA Office of Research Development National Exposure
Research Laboratory Ecosystems Research Division.
Barus T. A. 2003. Pengantar Limnologi. Jurusan Biologi FMIPA USU. Medan
Bohn, H.L, B.L. McNeal, and G.A. O’Connor. 1983. Soil Chemistry Second
Edition A Willey Interscience Publication, New York
Brahmana, dkk,1993, PP: Produktifitas Primer. Jurnal Litbang Pengairan. 28( 8),
Puslitbang Pengairan, Bandung
Brown, L.C., and Barnwell, T.O. 1987. The Enhaced Stream Water Quality
Models QUAL2E and QUAL2E-UNCAS, EPA/600/3-87-007, U.S.
Environmental Protection Agency, Athens, GA, 189 pp.
Covar. 1976. Reweighted Minimum Covariance Determinant (RMCD)
http://statistik.studentjournal.ub.ac.id
(Diakses tanggal 10 Maret 2014)
Goldman,C.R dan Horn, A.J.,1994. Limnology. 2 nd . Mc Graw Hill.Inc
Jubaedah, I. 2006. Pengelolaan Waduk Bagi Kelestarian dan Keanekaragaman
Hayati Ikan. Jakarta: Jurnal Penyuluhan Pertanian Vol.1 No.1, Mei 2006
Kementerian Lingkungan Hidup, 2003. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 114/2003 tentang Pedoman Pengkajian untuk Menetapkan Kelas Air
Kementerian Lingkungan Hidup, 2009. Peraturan Meneter Lingkungan Hidup
Nomor : 8/2009 Tentang Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan
Waduk
L.B. Leopold and Maddox, 1978. Water in Enviromental Planning. W.H.
Freeman and Company, New York.
Leopold et al. 1964. Klafikasi Sungai.
http://www.galeripustaka.com/2013/03/klasifikasi-sungai.html
(Diakses tanggal 9 Maret 2014).
Linsley, Ray K dan Franzini, J.B. 1996. Teknik Sumber Daya Air II. Edisi Ketiga.
Terjemahan Djoko Sasongko. Jakarta: Erlangga.
Machbub,B., Fulazzaky, M.A., Brahmana, S. dan.Yusuf, I.A., 2003.
“Eutrophication of Lakes and Reservoir and Its Restoration in Indonesia”.
Jurnal Litbang Pengairan Vol.17(50) , Puslitbang Pengairan, Bandung.
Peavy, Howard S., Rowe, Donald R, and G. Tchobanologlous. 1986.
Enviromental Engineering. Singapore: Mc Grow Hill Book Company.
Ryding, S and W. Rast 1989. The control of eutrophication of lakes andreservoirs.
T he Parthenon Publishing Group,New Jersey.
Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: Universitas
Indonesia (UI-Press).
Sulastri, Ami A Meutia dan Tri Suryono, 2004. Blooming Algae Dinoflagelata
Ceratium hirudinella di Waduk Karangkates, Malang Jawa Timur.,
Proseding Kolokium Puslitbang SDA, Bandung.
Soedibyo, 1993. Teknik Bendungan. Jakarta: Pradnya Paramitha.
Soemarto C.D. 1995. Hidrologi Teknik. Surabaya: Usaha Nasional.
UNEP-IETC-ILEC, 2001. Lakes and Reservoir Water Quality: The Impact of
Eutrophication, Shiga-Japan. Vol.3, ISBN: 4-906356-31-1
Wetzel, R.G. 2001. Limnology 4th
. W.B. Saunders. Co. Philadelphia,Pensylvania
Wool, Tim A, Robert B, Ambrose, James L, Martin, Edward A. 2002 Water
Quality Analysis Simulation Program ( WASP) Version 6.0. Atalanta,
Georgia: US Enviromental Protection Agency-Region 4.