kontribusi industrialisasi pedesaan terhadap …
TRANSCRIPT
KONTRIBUSI INDUSTRIALISASI PEDESAAN
TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI
MASYARAKAT DESA
(Studi Kasus Desa Benda Kecamatan Cicurug Kabupaten
Sukabumi Provinsi Jawa Barat)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S. Sos)
Disusun oleh :
Risna Siti Rahmah
11140540000014
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2018
i
ABSTRAK
Risna Siti Rahmah
Kontribusi Industrialisasi Pedesaan terhadap Kehidupan
Sosial Ekonomi Masyarakat Desa (Studi Kasus Desa Benda
Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa
Barat)
Industrialisasi pedesaan merupakan sebuah langkah
transformasi masyarakat agraris ke masyarakat industri. Tujuan
industialisasi pedesaan mendorong laju pertumbuhan
pembangunan di pedesaan. Dengan industrialiasi masyarakat desa
bisa memanfaatkan sebagai sumber pendapatan, kesempatan
kerja baru, meningkatkan tenaga kerja dan usaha, mengendalikan
urbanisasi dan mengurangi kemiskinan di pedesaan.
Penelitian ini dilakukan di Desa Benda Kecamatan Cicurug
Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Jenis penelitian ini merupakan
penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Berdirinya
industri di Desa Benda menimbulkan beragam perubahan. Selain
itu dengan berdirinya industri di pedesaan juga memberikan
kontribusi dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat desa.
Pertanyaan penelitian ini adalah (1) Bagimana kontribusi
industrialisasi pedesaan terhadap kehidupan sosial ekonomi
masyarakat desa dan (2) Apa faktor pendukung, penghambat, dan
respons masyarakat dari industrialisasi.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kontribusi dari
industrialisasi pedesaan terhadap kehidupan sosial ekonomi
masyarakat desa adalah lapangan pekerjaan, penghasilan
masyarakat, peluang usaha, kebutuhan sehari-hari, modal kerja,
kegiatan sosial masyarakat, dan sarana umum. Kontribusi
tersebut merupakan bentuk CSR dan kontribusi secara tidak
langsung dari adanya industri. Adapun faktor pendukung
industrialisasi adalah lokasi yang strategis, jumlah penduduk, dan
UMK rendah, serta yang menjadi faktor penghambat
industrialisasi adalah infrastruktur dan Sumber Daya Manusia
(SDM) rendah.
Kata Kunci: Kontribusi, Industrialisasi, Sosial Ekonomi
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan nikmat yang tak
terhitung. Berkat kuasa-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik. Shalawat beserta Salam semoga tercurahkan
kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam serta
kepada para keluarganya dan sahabatnya atas teladan yang baik,
sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi dengan lancar.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat guna
mendapatkan gelar Sarjana Sosial (S. Sos) di Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril
maupun materil. Maka penulis mengucapkan terimakasih yang
tak terhingga kepada:
1. Kedua orang tua, Abi Sukandi dan Umi Nurjanah atas
segala perhatian, kasih sayang, semangat, motivasi, dan
do’a kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan
skripsi.
2. Bapak Dr. Arif Subhan, M.A. sebagai Dekan Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta.
Bapak Suparto, M.Ed., sebagai Wakil Dekan Bidang
Akademik. Ph.D. Ibu Dr. Roudhonah, M.Ag. sebagai
Wakil Dekan Bidang Administrasi, dan Bapak Dr.
iii
Suhaimi, M.Si. sebagai Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan.
3. Ibu Wati Nilamsari, M. Si. sebagai Ketua Jurusan
Pengembangan Masyarakat Islam UIN Jakarta dan
Bapak Hudri, M.Ag. sebagai Sekretaris Jurusan
Pengembangan Masyarakat Islam.
4. Bapak Dr. Tantan Hermansah, M.Si. sebagai dosen
pembimbing yang telah meluangkan waktu dan
memberikan arahan dengan sangat baik sehingga skripsi
ini dapat diselesaikan.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Jakarta. Khususnya Jurusan
Pengembangan Masyarakat Islam yang telah
memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi
penulis.
6. Bagian Tata Usaha (TU) Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Jakarta yang telah membuatkan surat-
surat pengantar untuk penelitian di lapangan.
7. Bapak Riki Rachman, S. Sos sebagai Kepala Desa
Benda yang telah memberikan izin penelitian di Desa
Benda. Serta seluruh staff pegawai di Desa Benda yang
telah membantu, mengarahkan, dan memberikan data-
data yang menunjang penulisan skripsi.
8. Para ketua RT, Ketua RW, dan Kepala Dusun (Kadus)
di Desa Benda yang telah meluangkan waktu,
memberikan banyak informasi, dan mengizinkan
melakukan wawancara dengan masyarakat.
iv
9. Informan masyarakat Desa Benda yang telah
meluangkan waktu dan memberikan banyak informasi
terkait penelitian.
10. Pihak perusahaan, khususnya Bapak Irwan Setiawan
sebagai HRD Legal Manager yang telah meluangkan
waktu dan memberikan banyak informasi mengenai
industialisasi pedesaan.
11. Sahabat penulis Kusnandi ANT III yang telah
menemani, mengantarkan selama penelitian di lapangan
dan memberikan banyak informasi terkait penelitian.
12. Teman-teman PMI 2014, Yuyun, Mia, Asmar, Alfi,
Syifa, Zia, Firoh, Dwi, Azhar, Iqbal, Syahrul, Rizal,
Hendri, Basyid, Hasyim, Aldi, Barizqi, Reza, Ilmam
yang telah memberikan dukungan, do’a, dan motivasi
kepada penulis.
13. Teman-teman Kosan Desta, Silmi, Azmi yang selalu
menemani menyusun skripsi dan memberikan dukungan
kepada penulis.
14. Sahabat-sahabat Ponpes Darussyifa Al-Fithrah Zia,
Ulul, Deby, Lusi, Fatimah, Rifa, Latifah, Gina, Ifda,
Sarah, Ade, Shara, Amanda, Nikmah, Dea yang selalu
memberikan do’a kepada penulis.
15. Sahabat seperjuangan Yuyun Yunena yang selalu
menemani di masa-masa kuliah dan menyusun skripsi.
16. Teman-teman FORSA UIN Jakarta.
v
17. Serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan
satu persatu, peneliti mengucapkan terimakasih atasa
bantuan dan informasi yang terkait penelitian.
Semoga semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan skripsi ini mendapat balasan kebaikan dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat baik bagi penulis, pemerintah desa, masyarakat desa,
dan acuan bagi peneliti lainnya yang hendak menulis skripsi.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Ciputat, 25 November 2018
Penulis
Risna Siti Rahmah
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .............................................................. ix
DAFTAR SINGKATAN ........................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................ 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................ 5
D. Manfaat Penelitian ...................................................... 6
E. Metodologi Penelitian ................................................. 6
F. Tinjauan Pustaka ......................................................... 19
G. Sistematika Penulisan ................................................. 22
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Definisi Kontribusi ...................................................... 23
B. Industrialisasi
1. Definisi Industrialisasi .......................................... 24
2. Tujuan Industrialisasi ............................................ 26
3. Jenis Industri ......................................................... 28
4. Faktor Pendukung dan Penghambat Industri ........ 31
C. Teori Pembangunan W.W. Rostow ............................. 32
D. Kehidupan Sosial Ekonomi ......................................... 36
E. Respons Masyarakat .................................................... 38
vii
F. Masyarakat Desa
1. Masyarakat ............................................................ 39
2. Desa ....................................................................... 40
3. Masyarakat Desa ................................................... 42
BAB III GAMBARAN UMUM DESA BENDA
A. Sejarah Desa Benda ..................................................... 46
B. Kondisi Geografis ....................................................... 47
C. Kondisi Demografi ...................................................... 50
D. Kondisi Industri ........................................................... 58
BAB IV TEMUAN LAPANGAN
A. Kontribusi Industrialisasi terhadap Kehidupan Sosial
Ekonomi Masyarakat Desa .......................................... 63
B. Faktor Pendukung, Penghambat, dan Respons Masyarakat
dari Industrialisasi Pedesaan ........................................ 73
BAB V PEMBAHASAN
A. Kontribusi Industrialisasi terhadap Kehidupan Sosial
Ekonomi Masyarakat Desa ......................................... 82
B. Faktor Pendukung, Penghambat, dan Respons Masyarakat
dari Industrialisasi Pedesaan ....................................... 95
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................. 104
B. Implikasi ...................................................................... 107
C. Saran ............................................................................ 108
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1: Informan Desa Benda ............................................. 14
Tabel 2.1: Jenis Industri dalam Tahapan Pembangunan Industri
Prioritas ..................................................................................... 29
Tabel 3.1: Pembagian Luas Wilayah Desa Benda .................... 48
Tabel 3.2: Batas-batas Administratif Desa Benda ................... 48
Tabel 3.3: Jarak dan Waktu Tempuh dari Desa Benda ............ 49
Tabel 3.4: Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ....... 51
Tabel 3.5: Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia ....................... 51
Tabel 3.6: Jumlah Penduduk Berdasarkan Kewarganegaraan . 54
Tabel 3.7: Jumlah Kelahiran dan Kematian di Desa Benda ..... 54
Tebel 3.8: Migrasi Penduduk Desa Benda ............................... 54
Tabel 3.9: Mata Pencaharian Penduduk Desa Benda ............... 55
Tabel 3.10: Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Benda .......... 57
Tabel 3.11: Jumlah Perusahaan Industri Menurut Klasifikasi di
Setiap Desa Kecamatan Cicurug .............................................. 58
Tabel 3.12: Tenaga Kerja Menurut Desa Di Kecamatan Cicurug
................................................................................................... 61
Tabel 4.1: Jenis Industri di Desa Benda ................................... 69
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1: Peta Desa Benda .................................................. 49
Gambar 3.2: Gambar Desa Benda ............................................ 50
Gambar 3.3: Piramida Penduduk Desa Benda ......................... 53
x
DAFTAR SINGKATAN
PDB : Produk Domestik Bruto
BPS : Badan Pusat Statistik
BPMPT : Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
PAD : Pendapatan Asli Daerah
CSR : Coorporate Social Responsibility
UMK : Upah Minimum Kabupaten/Kota
UMR : Upah Minimum Regional
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat-surat
Lampiran 2 Dokumentasi
Lampiran 3 Hasil Observasi
Lampiran 4 Pedoman Wawancara
Lampiran 5 Daftar Informan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelaksanaan pembangunan di Indonesia telah berhasil
mengubah struktur perekonomian secara drastis. Aspek penting
dalam transformasi struktur perekonomian Indonesia salah
satunya adalah peranan sektor industri (Salam dan Fadilah 2009,
49). Sektor industri merupakan sektor utama dalam
perekonomian Indonesia. Sektor industri merupakan penyumbang
terbesar dalam pembentukan PDB Indonesia (Banowati 2013,
172).
Mengenai pembangunan tersebut, proses industrialisasi di
Indonesia merefleksikan secara jelas bahwa strategi
pembangunan selama ini adalah strategi pembangunan yang
menumpukan pertumbuhan ekonomi sebagai fokus utama
pembangunan yaitu memaksimalkan produksi nasional. Faktor
utama pembangunan dalam strategi pembangunan ini adalah
faktor modal dan teknologi (Salam dan Fadilah 2009, 50).
Industrialisasi merupakan posisi sentral ekonomi
masyarakat modern dan merupakan motor penggerak dalam
kesejahteraan dan mobilitas perorangan. Industri sangat penting
sebagai dasar pembangunan (Siska 2013, 479). Perkembangan
industri dalam masyarakat tidak bisa dihindari dalam kehidupan.
Manusia sebagai makhluk sosial berkreasi dalam
mempertahankan kehidupannya. Perkembangan industri
mempengaruhi kehidupan masyarakat sehingga banyak
2
menimbulkan perubahan, baik perubahan perilaku, psikologis
masyarakat serta perubahan secara fisik. Perilaku masyarakat dari
tradisional menjadi masyarakat modern atau industri, dimana
kehidupannya memerlukan kehidupan serba cepat, terukur, dan
rasional (Nurayati dan Khitam 2015, 8).
Industrialisasi tidak hanya berkembang di daerah perkotaan,
saat ini industrialisasi juga berkembang pesat di daerah pedesaan.
Salah satunya adalah Desa Benda Kecamatan Cicurug Kabupaten
Sukabumi Provinsi Jawa Barat.
Jawa Barat merupakan salah satu Provinsi di Indonesia
yang berada di Pulau Jawa. Menurut data Kementerian
Perindustrian Republik Indonesia, Jawa Barat merupakan
provinsi dengan jumlah industri terbanyak.
“Dari 74 kawasan industri yang tersebar di
Indonesia, 40 diantaranya berlokasi di Jabar. Dari sisi
luasan wilayah, dari 31.000 ha luas industri di Tanah
Air, 23.000 ha diantaranya berada di Jabar.”
(Kemenperin 2018)
Pembangunan ekonomi di Jawa Barat kontribusi terbesar
diperoleh dari sektor industri pengolahan. Sektor industri
pengolahan merupakan lapangan usaha terbesar kedua yang
banyak menyerap tenaga kerja selain pertanian. Menurut data
Pusdalisbang Jawa Barat.
“Pada Tahun 2005, di Jawa Barat terdapat 3.278
industri besar dengan jumlah tenaga kerja terserap
1.817.571, dengan total investasi sebesar 1.035.571,63
juta rupiah. Sementara itu jumlah industri kecil
menengah sebanyak 195.465 dengan jumlah tenaga
3
kerja 2.148.684, dengan total investasi 3.447.947,59
juta rupiah.” (Pusdalisbang Jawa Barat 2008)
Sementara itu pada tahun 2007 data dari Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat,
perkembangan industri besar masih tetap sama berjumlah 3.278
dengan jumlah tenaga kerja yang diserap hanya sedikit bertambah
sebanyak 1.817.950. Sementara untuk jumlah industri kecil
menengah di Jawa Barat mengalami peningkatan menjadi
198.743 dengan jumlah tenaga kerja 3.966.634. Industri kecil
menengah Kabupaten Sukabumi merupakan jumlah industri
terbanyak dengan jumlah 15.178 dengan tenaga kerja yang
diserap sebanyak 198.035 (Pusdalisbang Jawa Barat 2008).
Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu kabupaten di
wilayah Jawa Barat. Tersedianya bahan baku yang melimpah dan
dukungan potensi sumber daya manusia yang banyak,
menjadikan sektor Industri Kecil Menengah (IKM) di Kabupaten
berkembang cukup pesat beberapa tahun belakangan ini.
Sementara data industri di Kabupaten Sukabumi dari Badan
Penenaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kabupaten
Sukabumi.
“Potensi Industri besar di wilayah Kabupaten
Sukabumi berjumlah 121 unit usaha dengan menyerap
tenaga kerja sebanyak 30.001 orang dan jumlah sentra
industri kecil sebanyak 241 sentra yang tersebar di
seluruh wilayah Kabupaten Sukabumi sedangkan untuk
potensi Industri Kecil Menengah dan Industri Rumah
Tangga di wilayah Kabupaten Sukabumi sebanyak
18.778 unit usaha dengan menyerap tenaga kerja
4
sebanyak 61.061 orang.” (BPMPT Kab. Sukabumi
2017)
Salah satu kecamatan di Kabupaten Sukabumi yang
menjadi kawasan industri adalah Kecamatan Cicurug yang
terletak di sebelah utara Kabupaten Sukabumi, yang berbatasan
langsung dengan Kabupaten Bogor. Di Kecamatan Cicurug
terdapat 41 industri berskala besar, 23 industri berskala sedang,
116 industri berskala kecil, dan 655 industri rumah tangga (BPS
Kab Sukabumi 2017).
Desa Benda, merupakan sebuah desa yang terletak di
Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi. Di desa ini telah
berdiri industri besar sejak tahun 1989. Semenjak itu telah banyak
bermunculan industri baru, baik industri skala kecil, sedang, dan
besar. Saat ini tercatat industri berskala kecil sebanyak 15,
industri berskala sedang sebanyak 20, industri berskala besar
sebanyak 13, dan industri rumah tangga sebanyak 161 (BPS Kab
Sukabumi 2017).
Kehadiran industri tersebut tentu saja membawa beragam
perubahan pada kondisi masyarakat. Selain itu, keberadaan
industri tentu memberikan kontribusi terhadap kehidupan sosial
ekonomi masyarakat desa. Dengan banyaknya industri di Desa
Benda tentunya berkontribusi bagi masyarakat desa setempat
terutama terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat desa.
Oleh karena itu, menarik untuk dikaji lebih lanjut mengenai
kontribusi industrialisasi pedesaan terhadap kehidupan sosial
ekonomi masyarakat desa. Maka, penelitian ini berjudul
5
KONTRIBUSI INDUSTRIALISASI PEDESAAN
TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI
MASYARAKAT DESA (Studi Kasus Masyarakat Desa
Benda Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi Provinsi
Jawa Barat).
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Agar penulisan tidak meluas maka peneliti membatasi
masalah hanya pada kontribusi terhadap kehidupan sosial
ekonomi masyarakat Desa Benda sejak berdirinya industri-
industri di Desa Benda. Serta yang menjadi faktor pendukung dan
penghambat, dan respons masyarakat dari industrialiasasi.
Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana kontribusi industrialisasi pedesaan terhadap
kehidupan sosial ekonomi masyarakat Desa Benda ?
2. Apa faktor pendukung, penghambat, dan respons
masyarakat dari industrialisasi pedesaan ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kontribusi industrialisasi pedesaan
terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat Desa
Benda.
2. Untuk mengetahui faktor pendukung, penghambat, dan
respons masyarakat dari industrialisasi pedesaan.
6
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi
para pihak yang berminat maupun yang terkait masalah
industrialisasi pedesaan, sebagai berikut:
1. Manfaat Akademis
Penelitian ini bermanfaat sebagai proses belajar bagi
peneliti dalam menganalisis kontribusi industrialisasi
pedesaan terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat
desa, dan dapat memberikan informasi bagi penelitian
sejenis.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini semoga bermanfaat untuk pemahaman
masyarakat mengenai pembangunan di pedesaan,
khususnya industrialisasi pedesaan. Bagi pemerintah
penelitian ini dapat menjadi masukan dalam merumuskan
pedoman dan kebijakan untuk pembangunan khususnya
industri di pedesaan. Dan juga bagi manajemen industri
penelitian ini dapat memberi gambaran mengenai keadaan
industrialisasi pedesaan sehingga bagi para pihak yang
berperan dalam industri dapat dijadikan basis perencanaan
maupun tindakan dalam membangun industri di pedesaan.
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian mengenai kontribusi industrialisasi
pedesaan di Desa Benda menggunakan penelitian studi kasus.
7
Studi kasus merupakan uraian dan penjelasan yang menyeluruh.
Penjelasan tersebut mengenai berbagai aspek seorang individu,
suatu kelompok, suatu komunitas, satu program atau situasi
sosial. Penelitian studi kasus merupakan penelitian yang berupaya
menelaah dan mencari data yang relevan dan mencari data
sebanyak mungkin mengenai subjek yang diteliti (Mulyana 2010,
201).
Studi kasus (case study) termasuk salah satu jenis penelitian
kualitatif. Jenis penelitian studi kasus memfokuskan secara
intensif pada satu objek tertentu yang mempelajarinya sebagai
suatu kasus. Penelitian ini dimaksudkan untuk mempelajari
secara intensif tentang latar belakang masalah keadaan dan posisi
suatu peristiwa yang sedang berlangsung saat ini serta interaksi di
lingkungan sosial tertentu yang bersifat apa adanya. Penelitian
studi kasus dapat meneliti individu, kelompok, institusi atau
masyarakat (Gunawan 2013, 112).
Penelitian studi kasus adalah studi yang mendalam
mengenai unit sosial tertentu. Hasil penelitiannya bisa
memberikan gambaran yang luas dan mendalam mengenai unit
sosial tertentu. Menurut Danim dalam Gunawan bahwa penelitian
studi kasus, subjek yang diteliti relatif terbatas, namun variabel-
variabel dan fokus yang diteliti sangat luas dimensinya (Gunawan
2013, 112).
Studi kasus merupakan studi yang mendalam hanya pada
kelompok orang atau peristiwa. Teknik studi kasus merupakan
sebuah deskripsi terhadap individu. Penelitian studi kasus seperti
puzzle yang harus dipecahkan. Ada tiga langkah dasar
8
menggunakan studi kasus yaitu, pengumpulan data, analisis, dan
menulis. Penggunaan studi kasus bagi para peneliti adalah bahwa
kasus yang diteliti harus memiliki masalah yang harus
dipecahkan. Peneliti dapat memahami apa masalahnya, dan
memungkinkan dikembangkan suatu analisis untuk memecahkan
masalah tersebut (Bungin 2007, 132).
Case study merupakan satu metodologi penelitian yang
menggunakan bukti empiris untuk membuktikan apakah suatu
teori dapat diimplementasikan pada suatu kondisi atau tidak.
Case study didefinisikan sebagai pendekatan penelitian yang
melakukan eksplorasi suatu fenomena dan penelitian konteksnya
dengan menggunakan data dari berbagai sumber (Herdiansyah
2012, 76).
Fokus utama case study adalah menjawab permasalahan
penelitian yang dimulai dengan kata tanya bagaimana atau
mengapa. Case study digunakan untuk meneliti peristiwa atau
fenomena terkini dan masih berlangsung. Peneliti tidak dapat
mengendalikannya (tidak seperti dalam penelitian eksperimen)
dan mungkin saja semua kejadian yang diamati terjadi dalam
waktu yang bersamaan (Herdiansyah 2012, 76).
Dalam kehidupan sehari-hari semua peristiwa, kejadian,
dan manusia yang terlibat di dalamnya membentuk kompleksitas
yang mungkin sangat tidak rapi. Kondisi itulah yang menjadi
fokus utama case study. Case study bertujuan menggunakan bukti
empiris untuk memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan
(Herdiansyah 2012, 76).
9
Menurut Yin, VanWynsberghe, Khan, Creswell dalam
(Gunawan 2013, 125-130) karakteristik penelitian studi kasus
sebagai berikut: (1) menempatkan objek penelitian sebagai kasus;
(2) memandang kasus sebagai fenomena yang bersifat
kontemporer; (3) dilakukan pada kondisi kehidupan sebenarnya;
(4) menggunakan berbagai sumber data; (5) menggunakan teori
sebagai acuan penelitian.
2. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan
kualitatif. Penelitian dengan pendekatan kualitatif adalah
penelitian yang memfokuskan analisis proses dari proses berpikir
secara induktif yang berkaitan dengan dinamika hubungan
antarfenomena yang diamati, dan menggunakan logika ilmiah.
Penelitian kualitatif juga menggunakan data dari kuantitatif untuk
mendukung data kualitatif. Namun, pendekatan kualitatif lebih
ditekankan pada kedalaman berpikir formal dari peneliti dalam
menjawab permasalahan yang dihadapi (Gunawan 2013, 80).
Pendekatan kualitatif merujuk pada konsep “mutu” yang
berarti kualitas. Artinya penelitian kualitatif lebih menekankan
kepada kualitas atau bersifat mutu. Pendekatan kualitatif
berupaya menemukan kebenaran dalam wilayah-wilayah konsep
mutu. Mutu dapat bermakna sebagai segala komponen atau faktor
yang karena kelengkapan unsurnya serta keterkaitannya satu
sama lain sehingga menunjukkan kekuatan dari komponen
tersebut (Farihah 2006, 37).
10
Penelitian kualitatif bertujuan mengembangkan konsep
sensitivitas pada masalah. Penelitian ini berupaya menjelaskan
kenyataan yang berkaitan dengan teori dan mengembangkan
pemahaman akan satu atau lebih dari fenomena atau peristiwa
yang dihadapi. Penelitian kualitatif biasanya mengungkapkan
permasalahan dalam kehidupan kerja organisasi pemerintah,
swasta, kemasyarakatan, kepemudaan, perempuan, olahraga, seni,
dan budaya. Sehingga dapat dijadikan sebagai kebijakan
kesejahteraan bersama (Gunawan 2013, 80-81)
Penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang dimaksudkan
untuk memahami fenomena yang dilami oleh masyarakat
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain
secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata
dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong 2007, 7).
Dalam penelitian kualitatif, akan terjadi tiga kemungkinan
terhadap “masalah” yang dibawa peneliti dalam penelitian.
Pertama “masalah” yang dibawa oleh peneliti tetap, artinya
sebelum dimulai penelitian dan setelah selesai penelitian masalah
yang diteliti sama sehingga sejak awal hingga akhir penelitian
tidak berubah. Kedua, “masalah” yang dibawa peneliti setelah
memasuki penelitian berkembang yaitu memperluas dan
memperdalam masalah yang telah disiapkan. Ketiga “masalah”
yang dibawa peneliti lapangan berubah total, sehingga harus
“ganti” masalah (Sugiyono 2014, 205).
11
3. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Benda Kecamatan Cicurug
Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat.
b. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama enam bulan terhitung mulai
bulan Mei 2018 sampai dengan November 2018. Untuk
penelitian di lapangan dilakukan selama dua bulan mulai bulan
Juli 2018 sampai September 2018.
4. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini menggunakan sumber
data sebagai berikut:
a. Data primer, data yang diperoleh langsung dari
informan atau narasumber. Data yang diperoleh berupa
hasil dari observasi, baik itu dari apa yang dilihat dan
didengar, serta dari hasil wawancara mendalam dengan
informan. Data primer pada penelitian ini didapat dari
hasil wawancara dengan Pemerintah Desa, Pihak
Industri, masyarakat desa, dan masyarakat desa yang
bekerja di sektor industri.
b. Data sekunder, data sekunder yang diperoleh peneliti
berasal dari buku-buku, company profile, dokumen
pemerintah, data pemerintah yang dipublikasikan
melalui internet, jurnal, artikel,dan internet yang
dianggap relevan oleh peneliti.
12
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian ini
adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik
pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data
yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono 2014,
224).
Penelitian studi kasus bisa menggunakan berbagai macam
metode. Mulai dari wawancara (riwayat hidup), pengamatan,
penelaahan dokumen, hasil survei, dan data apapun untuk
menguraikan suatu kasus secara terinci. Dengan mempelajari
semaksimal mungkin seorang individu, suatu kelompok, atau
suatu kejadian, peneliti bertujuan memberikan pandangan yang
lengkap dan mendalam mengenai subjek yang diteliti (Mulyana
2010, 201).
Adapun teknik pengumpulan data yang akan digunakan
dalam penelitan ini adalah:
a. Wawancara
Wawancara merupakan percakapan yang dimaksudkan
untuk memperoleh informasi atau memiliki tujuan tertentu.
Percakapan tersebut dilakukan oleh dua pihak, yakni
pewawancara (interviewer) dan terwawancara (interviewee).
Pewawancara adalah orang yang mengajukan pertanyaan
sedangkan terwawancara adalah orang yang memberikan jawaban
dari pertanyaan tersebut (Moleong 2008, 186).
Salah satu metode wawancara adalah wawancara
mendalam. Wawancara mendalam secara umum merupakan
13
proses memperoleh informasi untuk tujuan penelitian dengan cara
tanya jawab antara pewawancara dan informan. Wawancara yang
dilakukan bisa menggunakan pedoman atau tidak. Wawancara
dilakukan kepada informan yang terlibat dalam kehidupan sosial
yang relatif lama. Dengan demikian, ciri khusus wawancara
mendalam adalah keterlibatan dalam kehidupan informan
(Bungin 2007, 111).
Informan adalah orang yang diwawancarai oleh
pewawancara. Informan memberikan informasi atau keterangan
mengenai objek yang diteliti. Informan adalah orang yang
diperkirakan menguasai dan memahami data, informasi, ataupun
fakta dari suatu objek penelitian (Bungin 2007, 111).
Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan
kepada beberapa pihak. Untuk memperoleh data yang akurat
wawancara dalam penelitian ini dilakukan kepada:
1) Pemerintah Desa Benda
Wawancara kepada pemerintah Desa Benda dilakukan agar
mendapatkan data yang valid dan akurat mengenai perkembangan
industri di Desa Benda serta kontribusi industrialisasi terhadap
kehidupan sosial ekonomi masyarakat desa. Pada saat di lapangan
peneliti melakukan wawancara dengan Bapak HS sebagai Kasi
Pemerintahan di Desa Benda.
2) Masyarakat Desa Benda
Wawancara dilakukan kepada masyarakat Desa Benda yang
bekerja di sektor non-industri. Wawancara ini dilakukan kepada
ketua RT, ketua RW untuk mendapatkan informasi mengenai
14
perkembangan industri dan kontribusi industri kepada
masyarakat.
3) Masyarakat Desa Benda yang bekerja di sektor industri
Wawancara dilakukan kepada sembilan orang kepada
masyarakat Desa Benda yang bekerja di sektor industri yang
tersebar di Desa Benda. Wawancara ini dilakukan untuk
mengetahui bagaimana kontribusi yang dirasakan setelah bekerja
di sektor indsustri terhadap kehidupan sosial ekonominya.
4) Pihak Industri di Desa Benda
Peneliti melakukan wawancara dengan pihak industri yang
ada di Desa Benda. Pertama peneliti melakukan wawancara
dengan salah satu pihak industri berskala besar di Desa Benda.
Kedua peneliti melakukan wawancara dengan pelaku industri
rumah tangga sebanyak dua orang. Wawancara dengan pihak
industri, khususnya industri berskala besar bertujuan untuk
mengetahui kontribusi apa saja yang diberikan untuk masyarakat
desa benda, baik itu berupa CSRnya ataupun kontibusi secara
tidak langsung dari keberadaan industri.
Untuk lebih jelasnya berikut daftar informan wawancara:
Tabel 1.1: Informan Desa Benda
No Informan Jumlah (orang)
1. Pemerintah Desa Benda 1
2. Masyarakat Desa Benda 12
3. Masyarakat Desa yang bekerja di
sektor industri
9
4. Pihak Industri Besar 1
15
5. Pelaku Industri Rumah Tangga 2
Jumlah 25
b. Observasi
Metode pengumpulan data selanjutnya yang juga digunakan
adalah observasi. Observasi juga termasuk dalam metode
penelitian kualitatif. Observasi atau pengamatan adalah kegiatan
yang dilakukan dengan menggunakan pancaindra mata sebagai
alat indra utamanya. Selain alat indra mata, pengamatan juga bisa
menggunakan pancaindra lainnya seperti telinga, penciuman,
mulut, dan kulit. Maka dari itu observasi merupakan kemampuan
seseorang menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja
pancaindra mata serta dibantu dengan pancaindra lainnya.
Peneliti yangmelakukan pengamatan tidak hanya menggunakan
mata saja, tetapi mengaitkan apa yang dilihatnya dengan apa yang
dihasilkan dari pancaindra lainnya, seperti apa yang didengar, apa
yang dirasakan dari sentuhan, apa yang dicium dari
penciumannya, apa yang dicicipi (Bungin 2007, 118).
Metode pengumpulan data observasi adalah pengumpulan
data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui
pengamatan dan pengindraan. Suatu kegiatan pengamatan bisa
dikategorikan sebagai pengumpulan data jika memiliki kriteria
berikut. (1) pengamatan dalam penelitian telah direncanakan
secara matang; (2) pengamatan harus berkaitan dengan tujuan
penelitian yang telah ditetapkan; (3) pengamatan dicatat secara
sistematik dan dihubungkan dengan proporsi umum dan
dipaparkan untuk menarik perhatian (Bungin 2007, 118).
16
Derajat pengamatan dalam penelitian ini adalah observasi
terus terang. Dalam hal ini, peneliti dalam melakukan penelitian
menyatakan terus terang kepada sumber data, nara sumber,
bahwa sedang melakukan penelitian. Jadi mereka yang diteliti
mengetahui sejak awal sampai akhir tentang aktivitas peneliti.
Tetapi dalam suatu saat peneliti juga tidak berterus terang atau
tersamar dalam observasi, hal ini untuk menghindari jika suatu
data yang dicari merupakan data yang masih dirahasiakan.
Kemungkinan jika berterus terang, maka peneliti tidak akan
diizinkan melakukan observasi (Moleong 2008, 176).
Peneliti melakukan observasi berulang kali meliputi kondisi
tempat penelitian, aktifitas yang dilakukan masyarakat Desa
Benda, aktfitas masyarakat yang bekerja di sektor industri pada
saat berangkat dan pulang kerja. Peneliti juga melakukan
observasi di semua wilayah rukun warga (RW) yang ada di Desa
Benda untuk mengetahui persebaran dan letak industri yang ada
di Desa Benda.
c. Studi Dokumentasi
Dokumen merupakan salah satu bentuk atau alat yang
digunakan untuk mengumpulkan data. Dokumen merupakan
sebuah catatan yang berisi pernyataan tertulis yang disusun oleh
seseorang, pemerintah atau lembaga sebagai data tertulis
mengenai profil atau untuk keperluan pengujian suatu peristiwa.
Dokumen memiliki fungsi sebagai sumber data, bukti, informasi
alamiah, dan membuka kesempatan memperluas pengetahuan
terhadap yang diteliti (Sedarmayanti dan Syarifudin 2011, 85).
17
Studi dokumen adalah salah satu metode pengumpulan data
kualitatif dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen
yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang
subjek. Studi dokumentasi merupakan salah satu cara yang dapat
dilakukan peneliti kualitatif untuk mendapatkan gambaran dari
sudut pandang subjek melalui suatu media tertulis dan dokumen
lainnya yang ditulis atau dibuat langsung oleh subjek yang
bersangkutan (Moleong 2008, 180).
Dalam penelitian ini peneliti studi dokumen yang
digunakan peneliti dalam pengumpulan data adalah dokumen
pemerintah desa, dokumen pemerintah daerah, dokumen BPS,
serta dokumen dari pihak industri.
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah teknik
analisis data yang bersifat deskriptif-kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang akan menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis, data tersebut bisa dari orang-
orang dari perilaku yang diamati (Moleong 2008, 3).
Tahapan analisis data merupakan sebuah proses memilih
dari beberapa sumber maupun masalah yang sesuai dari
penelitian yang dilakukan (Sedarmayanti dan Syarifudin 2011,
166). Tesch dalam (Sedarmayanti dan Syarifudin 2011, 166)
analisis data dibutuhkan agar peneliti mampu mengembangkan
atau memperluas kategori-kategori dan dapat dijadikan sebagai
perbandingan untuk menemukan sesuatu yang mendasar dan
memberi gambaran apa adanya.
18
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan
teknik analisis data deskriptif. Dimana berupa uraian-uraian atau
penjelasan, pemaran dari data yang telah didapatkan. Baik dari
sumber data primer maupun sumber data sekunder.
7. Pemeriksaan Keabsahan Data
Pemeriksaan keabsahan data yang digunakan triangulasi
dengan sumber. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data
itu untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data
itu. Triangulasi yang paling banyak digunakan adalah
pemeriksaan melalui sumber lainnya (Moleong 2008, 330).
Denzin dalam (Moleong 2008, 330) mendefiniksan triangulasi
sebagai gabungan atau kombinasi berbagai metode yang dipakai
untuk mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandang
dan perspektif yang berbeda. Menurutnya triangulasi meliputi
empat hal, yaitu: (1) triangulasi metode; (2) triangulasi antar-
peneliti (jika peneliti dilakukan secara berkelompok; (3)
triangulasi sumber data, dan (4) triangulasi teori.
Menurut Patton dalam (Moleong 2008, 330-331) triangulasi
dengan sumber artinya membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui
waktu dan alat yang berbeda. Hal tersebut dapat dicapai dengan
jalan (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil
wawancara; (2) membandingkan apa yang dikatakan orang di
depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi; (3)
membandingkan apa yang dikatakan tentang situasi penelitian
19
dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu; (4) membandingkan
keadaan dan perspektif orang seperti rakyat biasa, orang
berpendidikan, orang berada, orang pemerintahan; (5)
membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan. Dalam penelitian ini pemeriksaan keabsahan data
adalah dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan
hasil wawancara. Selain itu peneliti juga melakukan pemeriksaan
keabsahan data dengan membandingkan hasil wawancara dengan
dokumen yang berkaitan.
F. Tinjauan Pustaka
Sebagai bahan perbandingan dan bahan kajian dalam
penulisan skripsi ini, maka ada beberapa penelitian yang sudah
dilakukan sebelumnya. Ada beberapa hal yang membedakan
penelitian sebelumnya dengan penelitian ini, berikut beberapa
penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya:
Pertama, skripsi yang berjudul “Pengaruh Industrialisasi
Pedesaan Terhadap Taraf Hidup Masyarakat di RW 01 dan RW
09 Desa Benda Kec. Cicurug Kab. Sukabumi Prov. Jawa Barat”.
Ditulis oleh Rajib Ghandi, Program Studi Sains Komunikasi
Pengembangan Masyarakat pada tahun 2011. Masalah penelitian
yang dibahas dalam skripsi ini adalah (1) sejauhmana pengaruh
dampak industri terhadap respon masyarakat, dan (2) sejauhmana
respon masyarakat terhadap taraf hidup masyarakat. Perbedaan
dengan skripsi yang peneliti tulis adalah mulai dari metode
penelitian yang digunakan, metode penelitian yang digunakan
kuantitatif dan masalah penelitiannya pun berbeda. Namun,
20
lokasi penelitian dilakukan di lokasi yang sama dengan peneliti,
yaitu di Desa Benda hanya dilakukan di tahun yang berbeda.
Kedua, skripsi yang berjudul “Dampak Industrialisasi
Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa (Studi
Kasus: Dampak PT Inalum Terhadap Warga Desa Lalang
Kecamatan Medang Deras”. Ditulis oleh Novi Khairani, Program
Studi Sosiologi Universitas Sumatera Utara (USU) pada tahun
2009. Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah (1)
bagaimana dampak industrialisasi terhadap kehidupan sosial
masyarakat Desa Lalang, dan (2) bagaimana dampak
industrialisasi terhadap kondisi ekonomi masyarakat Desa
Lalang. Persamaan skripsi ini dengan peneliti adalah metodologi
yang digunakan, metodologi yang digunakan pendekatan
kualitatif dan membahas kehidupan sosial ekonomi. Namun,
perbedaannya skripsi tersebut membahas dampak dan peneliti
membahas kontribusi.
Ketiga, skripsi yang berjudul “Dampak Industri Terhadap
Perubahan Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Desa Tobat
Kecamatan Balaraja Tangerang Banten”. Ditulis oleh Akhmad
Asep Erista, Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2014. Masalah
yang diteliti dalam skripsi ini adalah (1) bagaimana dampak
adanya industri terhadap kehidupan sosial masyarakat setempat;
(2)bagaimana dampak perkembangan industri terhadap ekonomi
masyarakat Desa Tobat yang terjadi akibat industri. Perbedaan
skripsi tersebut dengan skripsi peneliti adalah skripsi tersebut
membahas perubahan sosial dari adanya industri sementara
21
peneliti membahas mengenai kontribusi. Namun memiliki
kesamaan bahasannya mengenai sosial ekonomi.
Keempat, skripsi yang berjudul “Pengaruh Industrialisasi
dan Pondok Pesantren Nahdjussalam Terhadap Budaya Politik
Masyarakat Kampung Panyawungan”. Skripsi ini ditulis oleh
Mohamad Romdoni, Program Studi Komunikasi dan Penyiaran
Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2010. Pada
skripsi ini masalah yang diteliti adalah pengaruh industrialisasi
terhadap budaya politik masyarakat dan pengaruh pondok
pesantren terhadap budaya politik masyarakat Panyawungan.
Skripsi tersebut tidak hanya membahas pengaruh dari adanya
industri saja, namun juga membahas pengaruh dari adanya
Pondok Pesantren. Selain itu, masalah yang diteliti mengenai
budaya politik masyarakat.
Kelima, skripsi yang berjudul “Industrialisasi di Pedesaan
dan Perubahan Struktur Masyarakat Petani di Desa Pasawahan
Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi Jawa Barat”. Ditulis
oleh Dewi Vivi Vanadiani, Program Studi Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat IPB pada tahun 2011. Masalah yang
diteliti adalah (1) bagaimana hubungan industri di pedesaan dan
perubahan struktur masyarakat petani pada hubungan kerja
pertanian; (2) bagaimana hubungan industri di pedesaan dan
perubahan struktur masyarakat petani pada jenis mata
pencaharian; (3) bagaimana hubungan industri di pedesaan dan
perubahan struktur masyarakat petani pada mobilitas sosial; (4)
bagaimana hubungan industri di pedesaan dan perubahan struktur
masyarakat petani pada pola relasi sosial.
22
G. Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan skripsi sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas latar belakang masalah, batasan dan rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini membahas mengenai teori-teori yang terkait dengan
penelitian ini, yang terdiri dari teori mengenai kontribusi,
industrialisasi, repons masyarakat, kehidupan sosial ekonomi,
teori pembangunan WW Rostow, masyarakat desa.
BAB III GAMBARAN UMUM DESA BENDA
Bab ini membahas mengenai gambaran umum Desa Benda, mulai
dari letak geografis, gamabaran umum mengenai demografi,
kondisi sosial ekonomi, dsb.
BAB IV TEMUAN LAPANGAN
Bab ini membahas mengenai temuan lapangan, yaitu kontribusi
industrialisasi pedesaan terhadap kehidupan sosial ekonomi
masyarakat Desa Benda. Faktor pendukung, penghambat, dan
respons mayarakat.
BAB V PEMBAHASAN
Bab ini membahas analisis dari temuan lapangan di Bab IV yang
dikaitkan dengan teori.
BAB VI PENUTUP
Bab ini membahas mengenai kesimpulan, implikasi dan saran
dari hasil dan temuan yang didapatkan dalam penelitian.
23
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Kontribusi
Kontribusi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
berarti sumbangan, bantuan, iuran (Tim Penyusun Kamus Pusat
Bahasa 2007, 432). Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
susunan W.J.S. Poerwadarminta kontribusi memiliki arti
sumbangan, berkontribusi berarti mempunyai kontribusi,
mempunyai andil (Poerwadarminta 2014, 730). Sedangkan dalam
Kamus Ilmiah Populer memiliki arti sumbangan atau sokongan
(Hamid, 309).
Kontribusi menurut Dany H, kontribusi bermakna suatu
bentuk bantuan oleh individu maupun kelompok lain (Dany 2006,
264). Kontribusi dalam hal ini tidak terbatas pada aspek materi
saja, karena kontribusi memiliki perspektif luas sesuai paradigma
kajian sosiologis dalam penerapannya di kehidupan sehari-hari.
Dalam industrialiasi pedesaan kontribusi memiliki makna
sumbangan, bantuan, dan pelibatan industri di pedesaan. Dalam
penelitian ini kontribusi yang diteliti khususnya dalam hal
kehidupan sosial ekonomi masyarakat desa. Jadi kontribusi
industrialisasi pedesaan bagaimana dengan hadirnya industri bisa
memberikan kontibusi terhadap kehidupan sosial ekonomi
masyarakat desa. Kontribusi apa saja yang didapatkan atau
dirasakan masyarakat desa dari kehadiran industri di pedesaan.
Baik kontribusi langsung dari industri maupun secara tidak
langsung dari keberadaan industri di Desa Benda.
24
B. Industrialisasi
1. Definisi Industrialisasi
Industrialisasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) memiliki makna usaha menggalakkan industri di suatu
negara, pengindustrian. Sedangkan makna dari industri itu sendiri
adalah kegiatan memproses atau mengolah barang dengan
mengunakan sarana dan peralatan (Departemen Pendidikan
Nasional 2008, 534). Jadi industrialiasasi usaha menggalakkan
adanya pengolahan barang dengan menggunakan sarana dan
peralatan. Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
susunan W.J.S. Poerwadarminta industrialisasi adalah usaha
untuk menghidupkan industri supaya menjadi pokok untuk
penghidupan negara (Poerwadarminta 2014, 444).
Aliminsyah dan Padji mendefinisikan industrialisasi
(industrialization) adalah proses perkembangan teknologi,
dengan bantuan ilmu pengetahuan yang diterapkan, yang
memiliki ciri melakukan produksi dalam jumlah banyak dengan
menggunakan mesin baik untuk alat produksi maupun benda
konsumsi. Hasil produksi dipasarkan secara luas. Industrialiasasi
terdapat tenaga kerja khusus dengan adanya pembagian kerja.
Industrialisasi juga membawa dampak adanya urbanisasi yang
meningkat (Aliminsyah dan Padji 2005, 77).
Menururt B.N. Marbun industrialiasi adalah proses
pembentukan dan pengembangan industri di sebuah negara atau
wilayah. Dalam proses pembentukan dan pengembangan sering
kali merupakan sebuah fungsi secara geografis. Industrialisasi
pada awalnya berdiri di “persimpangan” transportasi: pelabuhan,
25
jalan-jalan kereta api yang penting atau persimpangan jalan.
Kemudian berdirilah zona industri atau wilayah industri. Di
negara-negara maju industri tidak lagi mencakup pembangunan
tetapi lebih banyak cerobong asap dan pabrik. Pada saat ini
industri yang ada adalah industri dengan teknologi canggih dan
bersih. Industri yang ada lebih bersifat padat modal daripada
padat karya. Namun, di negara-negara berkembang industri
“kuno” masih tetap dipertahankan dan masih tetap berlangsung
(Marbun 2005, 102).
Menurut UU Nomor 3 tahun 2014 industri adalah seluruh
bentuk kegiatan yang mengolah bahan baku atau memanfaatkan
sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang
mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi (Keppres
2014, 2). Rahardjo dalam Rasu, Benu, dan Manginsela
industrialiasasi dianggap sebagai motor penggerak dalam
pembangunan ekonomi. Industrialiasi sebagai pintu masuk kearah
kesejahteraan (Rasu, Benu, dan Manginsela 2017, 100).
Pengertian sederhana menurut Lenski dalam Lauer,
industrialisasi adalah pembangunan ekonomi melalui
transformasi sumber daya dan kuantitas energi yang digunakan.
Pada masyarakat agraris sumber energi utamanya adalah tenaga
manusia dan tenaga hewan (Lauer 2003, 411).
Jika masyarakat agraris menggunakan tenaga hewan dan
manusia, maka pada masyarakat industri mesin yang digunakan.
Masyarakat industri merupakan masyarakat yang memproduksi
barang menggunakan mesin dan bahan bakar sebagai energi
26
utama. Dengan industrialisasi dunia terlihat kecil, banyak
terjadinya mobilisasi (Nurdin dan Abrori 2006, 43).
Teknologi industri telah menaikkan standar hidup 15% dari
masyarakat dunia. Pada umumnya masyarakat industri akan
bekerja sesuai dengan latar pendidikannya. Sebagaimana yang
dibutuhkan industri. Dengan kata lain, pembagian kerja menjadi
lebih spesifik. Industrialisasi selain menghasilkan hal yang positif
juga dapat membawa dampak negatif. Masyarakat yang berjuang
untuk meningkatkan taraf hidupnya akan berkompetisi, saling
bersaing, dana akhirnya muncul individualisme (Nurdin dan
Abrori 2006 , 43).
Ponsioen dalam Ayuningtias dan Murdianto menjelaskan
bahwa industrialisasi pada dasarnya adalah proses kerja
menggunakan teknologi. Pemanfaatan teknologi menjadikan
proses produksi menjadi efisien. Selain itu, industrialisasi bisa
menjadi pemicu terjadinya perubahan sosial. Industrialiasasi
sebagai salah satu dari strategi modernisasi (Ayuningtias dan
Murdianto 2017, 145).
2. Tujuan Industrialiasasi
Tambunan, Djaini dalam Ayuningtias dan Murdianto,
industrialiasasi pedesaan sebuah langkah memajukan masyarakat
agraris ke masyarakat industri. Tujuan industialisasi pedesaan
mendorong laju pertumbuhan pembangunan di pedesaan dengan
industrialiasi masyarakat desa bisa menjadikan sebagai sumber
pendapatan, kesempatan kerja baru, meningkatkan tenaga kerja
27
dan usaha, mengendalikan urbanisasi dan mengurangi
kemiskinan di pedesaan (Ayuningtias dan Murdianto 2017, 145).
Menurut Eva Banowati pembangunan industri bertujuan
memperbaiki struktur perekonomian Indonesia. Realisasinya
adalah pembangunan industri memberikan dampak yang
menguntungkan antara lain: (1) terbukanya lapangan kerja,
semakin banyak industri yang dibangun membuka kesempatan
kerja bagi masyarakat; (2) terpenuhinya kebutuhan masyarakat;
(3) pendapatan masyarakat meningkat; (4) menghemat devisa
negara; (5) mendorong untuk berpikir maju bagi masyarakat; (6)
terbukanya usaha-usaha lain diluar bidang industri; (7)
pendundaan usia pernikahan (Banowati 2013, 188-189).
Menurut Tulus T.H. Tambuhan Indonesia harus
mengembangkan industri nasional yang kuat. Ada beberapa
alasan mengapa Indonesia harus mengembangkan industri
nasional yang kuat. Pertama, jumlah penduduk Indonesia yang
banyak dan terus bertambah setiap tahun dengan laju yang pesat,
ekonomi Indonesia harus tumbuh pesat untuk menciptakan
kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Kedua, industri dibutuhkan untuk mengolah sumber daya alam
yang ada di Indonesia menjadi barang-barang setengah jadi atau
jadi. Ketiga, industri adalah sumber terpenting dari
perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan dan juga sumber
utama peralihan teknologi dari sektor tersebut ke sektor-sektor
ekonomi lainnya. Keempat, dengan memiliki industri nasional
yang kuat Indonesia bisa mengurangi ketergantungan pada impor
(Tambunan 2012, iv-v).
28
F. Gunawan Suratmo dalam Siska menjelaskan bahwa sejak
awal perencanaan pembangunan suatu proyek atau industri sudah
memiliki tujuan meningkatkan sosial ekonomi. Jadi dari
keberadaan proyek atau industri harus memberikan dampak yang
positif bagi masyarakat, terutama bagi masyarakat setempat.
Selain itu pula berdampak bagi Provinsi, Nasional, hingga
Internasional (Siska 2013, 483).
Dalam Keppres No 3 Tahun 2014 perindustrian
diselenggarakan dengan tujuan (Keppres 2014, 5): (1)
mewujudkan industri nasional sebagai pilar dan penggerak
perekonomian nasional; (2) mewujudkan kedalaman dan
kekuatan struktur industri; (3) mewujdukan industri yang
mandiri, berdaya saing, dan maju serta industri hijau; (4)
mewujudkan kepastian berusaha, persaingan, yang sehat, serta
mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh suatu
kelompok atau perorangan yang merugikan masyarakat; (5)
membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja;
(6) mewujudkan pemerataan pembangunan industri ke seluruh
wilayah Indonesia; (7) meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat secara adil.
3. Jenis Industri
Perusahaan atau usaha industri adalah suatu usaha yang
melakukan kegiatan ekonomi, menghasilkan barang dan jasa,
berada dalam wilayah tertentu, dan mempunyai catatan
administrasi, serta ada orang yang bertanggung jawab atas usaha
tersebut. Perusahaan industri terbagi dalam empat golongan: (1)
29
Industri Besar, yaitu industri yang memiliki tenaga kerja 100
orang atau lebih; (2) Industri Sedang, yaitu industri yang
memiliki tenaga kerja 20-99 orang; (3) Industri Kecil, yaitu
industri yang memiliki tenaga kerja 5-19 orang; (4) Industri
Rumah Tangga, yaitu industri yang memiliki tenaga kerja 1-4
orang (BPS 2016).
Permen Perindustrian No. 30 Tahun 2017, jenis industri
adalah bagian dari cabang industri yang mempunyai ciri khusus
yang sama atau hasilnya bersifat akhir dalam proses produksi
yang ditetapkan sesuai kelompok dalam Klasifikasi Baku
Lapangan Usaha Indonesia lima digit (Kemenperin 2017, 2).
Adapun jenis industri yang menjadi prioritas dikembangkan
tahun 2015-2035 sebagai berikut (Kemenperin 2015, 27-35):
Tabel 2.1: Jenis Industri dalam Tahapan Pembangunan
Industri Prioritas
No Industri Prioritas Jenis Industri
1. Industri Pangan Industri Pengolahan Ikan; Industri
Pengolahan Susu; Industri Bahan
Penyegar; Industri Pengolahan
Minyak Nabati; Industri Pengolahan
Buah-Buahan dan Sayuran; Industri
Tepung; Industri Gula Berbasis Tebu.
2. Industri Farmasi,
Kosmetik, dan Alat
Kesehatan
Industri Farmasi dan Kosmetik;
Industri Alat Kesehatan.
3. Industri Tekstil, Industri Tekstil; Industri Kulit dan
30
Kulit, Alas Kaki,
dan Aneka
Alas Kaki; Industri Furnitur dan
Barang Lainnya dari Kayu; Industri
Plastik, Pengolahan Karet, dan barang
dari karet.
4. Industri Alat
Transportasi
Industri Kendaraan Bermotor;
Industri Kereta Api; Industri
Perkapalan; Industri Kedirgantaraan.
5. Industri
Elektronika dan
Telematika/ICT
Industri Elektronika; Industri
Komputer; Industri Peralatan
Komunikasi.
6. Industri
Pembangkit Energi
Industri Alat Kelistrikan
7. Industri Barang
Modal, Komponen,
Bahan Penolong,
dan Jasa Industri
Industri Mesin dan Perlengkapan;
Industri Komponen; Industri Bahan
Penolong; Jasa Industri
8. Industri Hulu Agro Industri Oleofood; Industri
Oleokimia; Industri Kemurgi; Industri
Pakan; Industri Barang dari Kayu;
Industri Pulp dan Kertas.
9. Industri Logam
Dasar dan Bahan
Galian Bukan
Logam
Industri Pengolahan dan Pemurnian
Besi dan Baja Dasar; Industri
Pengolahan dan Pemurnian Logam
Dasar Bukan Besi; Industri Logam
Mulia, Tanah Jarang (Rare Eath), dan
Bahan Bakar Nuklir; Industri Bahan
31
Galian non logam.
10. Industri Kimia
Dasar Berbasis
Migas dan
Batubara
Industri Petrokimia Hulu; Industri
Kimia Organik; Industri Pupuk;
Industri Resin Sintetik dan Bahan
Plastik; Industri Karet Alam dan
Sintetik; Industri Barang Kimia
Lainnya
Sumber: Pusat Komunikasi Publik Kemenperin 2015
Industri padat karya menjadi pengembangan industri
prioritas dari pemerintah. Hal ini dikarenakan industri padat
karya mampu menyerap banyak tenaga kerja yang besar. Saat ini
industri prioritas menyumbang sepertiga industri di Tanah Air.
Kontribusi yang diberikan industri padat karya sebesar 30%
dalam perumbuhan industri nasional. Ada 108.000.000 juta
tenaga kerja yang bekerja pada industri pengolahan di Indonesia.
Sekitar 14.600.000 bekerja di sektor industri padat karya, seperti
tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, furnitur, makanan dan
minuman, serta industri kecil dan menengah (Kemenperin).
4. Faktor Pendukung dan Penghambat Industri
Menurut Eva Banowati industri yang kokoh dibutuhkan
adanya visi yang jauh ke depan. Maka gambaran pembangunan
industri yang diinginkan bisa lebih jelas. Adapun faktor yang
mendukung dan menghambat industrialisasi adalah sebagai
berikut (Banowati 2013, 186-187):
a. Faktor pendukung pembangunan industri di Indonesia
32
1) Indonesia kaya sumber daya alam.
2) Letak geografis yang menguntungkan.
3) Tersedia pasar di dalam negeri.
4) Jumlah tenaga kerja yang banyak.
5) Tersedia berbagai sarana dan prasarana industri.
6) Tersedia energi listrik dan air yang cukup.
7) Iklim usaha yang menguntungkan.
8) Banyak melakukan berbagai kerjasama dengan
negara-negara lain dalam hal modal, teknologi, dan
lain-lain.
b. Faktor penghambat pembangunan industri di Indonesia
1) Penguasaan teknologi yang masih kurang.
2) Modal yang dimiliki relatif rendah.
3) Sarana dan prasarana yang dibutuhkan belum
tersedia merata di seluruh Indonesia.
4) Mutu barang yang dihasilkan masih kalah bersaing
dengan negara lain.
5) Jenis produk tertentu bahan bakunya masih
menggantungkan datau didatangkan dari negara
lain.
C. Teori Pembangunan W.W Rostow
Rostow merupakan seorang ekonom yang terkenal dengan
karya klasiknya “The Stage of Economic Growth.” Menurut
Rostow dalam (Murodi dan Nilamsari 2007, 28-29) menyatakan
bahwa ada lima tahap pembangunan ekonomi, yaitu mulai dari
33
masyarakat tradisional, pra kondisi tinggal landas, tinggal landas,
dan dicapai dalam tahap kematangan pertumbuhan, dan terakhir
konsumsi massa tinggi.
Rostow dalam Martono memandang bahwa pembangunan
pada Negara Dunia Ketiga diperlukan untuk mencapai
modernisasi. Pendekatan W. W Rostow mengarah kepada teori
ekonomi pembangunan. Tahapan pembangunan Dunia Ketiga
diperlukan waktu yang panjang. Tahap-tahap yang dikembangkan
berdasarkan studi di negara-negara berkembang. Tahapan
tersebut adalah sebagai berikut (Martono 2012, 61-62):
1. Masyarakat Tradisional (traditional society). Pada
tahap masyarakat tradisional ditandai dengan
pembangunan. Tahap masyarakat tradisional, perubahan
sosial berjalan lambat. Proses produksi belum maksimal
dikarenakan kemampuan masyarakat tradisional dalam
mengakses ilmu pengetahuan dan teknologi cukup
berkembang.
2. Pra Kondisi Tinggal Landas (the preconditions for take
off). Tahap pra kondisi tinggal landas gagasan mengenai
kemajuan ekonomi sudah mulai tumbuh. Perkembangan
seperti pendidikan, kewirausahaan, dan institusi yang
dapat memobilisasi modal. Selain itu, tahap ini banyak
pengusaha, perluasan pasar, dan pembangunan pada
sektor industri.
3. Tinggal Landas (the take off). Tahap tinggal landas
pertumbuhan ekonomi mulai tinggi, teknologi-teknologi
34
baru sudah mulai diakses, pertumbuhan modal bagi
perluasan industri.
4. Pematangan pertumbuhan (the drive to maturity). Pada
tahap ini memiliki ciri-ciri ada 10% sampai 20%
pendapatan nasional digunakan untuk investasi.
Pemanfaatan teknologi menjadi kompleks, dan sektor
industri bergerak kearah industri berat.
5. Konsumsi Massa Tinggi (high consumption). Pada
tahap ini memiliki ciri-ciri sektor industri mulai
mengkhususkan pada produksi barang konsumsi dan
penyedian jasa. Pada tahap ini kebutuhan dasar adalah
memberikan pelayanan dan fokus pada kesejahteraan
masyarakat.
Rostow dalam (Suwarsono 1994, 17) menjelaskan diantara
dua kutub tradisional dan konsumsi massa yang tinggi, ada
tahapan yang dianggap kritis, yaitu tahap tinggal landas. Rostow
melihat pembanguan di Dunia ketiga dengan menggunakan
kiasan tersebut. Pertama, ketika berada ada tahapan tradisional
Negara Dunia Ketiga mungkin hanya mengalami sedikit
perubahan sosial. Kemudian perlahan negara tersebut mengalami
perubahan. Hal tersebut bisa disebabkan karena mulai tumbuh
wirausahawan, perluasan pasar, pembangunan industri.
Perubahan ini masih dianggap sebagai pra kondisi mencapai
tahapan berikutnya. Walaupun pertumbuhan ekonomi mulai
nampak, saat bersamaan telah terjadi penurunan mortalitas, selain
angka pertumbuhan penduduk tinggi. Akibatnya untuk
35
mempertahankan dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang
otonom dan berkelanjutan (Sel-sustained economi growth) kecil.
Hal ini dikarenakan jumlah penduduk tinggi dalam batas-batas
tertentu menyerap surplus ekonomi yang dihasilkan.
Rostow dalam Suwarsono menyatakan jika sebuah negara
hendak mencapai pertumbuhan ekonomi yang otonom dan
berkelanjutan. Negara harus memiliki struktur ekonomi tertentu.
Negara harus mampu memobiliasasi kemampuan modal dan
sumber daya alam sehingga mampu mencapai 10% dari
pendapatan nasionalnya. Jika tidak, pertumbuhan ekonomi yang
akan dicapai tidak akan mengimbangi pertumbuhan penduduk
(Suwarsono 1994, 16).
Cara Negara Dunia Ketiga mampu memperoleh
sumberdaya yang diperlukan, khususnya sumber daya modal
untuk mencapai tingkat investasi produktif yang tinggi adalah
sebagai berikut. Rostow dalam (Murodi dan Nilamsari 2007, 30):
1. Dana untuk investasi dapat digali dengan cara
pemindahan sumber dana secara radikal atau melalui
berbagai kebijakan pajak.
2. Dana investasi yang berasal dari lembaga keuangan
seperti bank, pasar uang dan modal, obligasi
pemerintah, yang dibuat bertujuan memindahkan dana
nasional yang terpendam untuk kegiatan produktif.
3. Dana investasi dapat juga diperoleh mellaui
perdagangan internasional. Pendatan devisa dari
kegiatan ekspor dapat digunakan untuk mendatangkan
teknologi asing dan peralatannya.
36
4. Dana investasi yang diperoleh dari investasi langsung
modal asing untuk ditanam seperti, pembangunan
prasarana dan pembukaan tambang, dan sektor
produktif lainnya.
Faktor penentu untuk mencapai tahapan tinggal landas dan
pertumbuhan ekonomi yang otonom dan berkelanjutan adalah
pemilikan kemampuan untuk melakukan investasi 10% dari
pendapatan nasional. Rostow menjelaskan bahwa investasi
produktif untuk tahap awal diprioritaskan pada sektor industri.
Sektor industri dianggap paling menguntungkan dan paling tidak
akan merambat ke sektor lain (Suwarsono 1994, 17).
Ketika pertumbuhan ekonomi sudah otonom, tahap
kematangan pertumbuhan telah tercapai. Tahapan ini ditandai
dengan pesatnya perluasan kesempatan kerja, pendapatan
nasional meningkat, peningkatan permintaan konsumen, dan
pembentukan pasar domestik yang tangguh. Kemudian tahap
akhir ini sebagai tahap konsumsi massa tinggi (Suwarsono 1994,
17).
D. Kehidupan Sosial Ekonomi
Kehidupan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal
dari kata hidup yang berarti masih terus ada, bergerak, dan
bekerja sebagaimana mestinya (Departemen Pendidikan Nasional
2008, 496). Pengertian dari kehidupan adalah cara (keadaan, hal)
hidup (Departemen Pendidikan Nasional 2008, 497).
37
Sosial dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
berkenaan dengan masyarakat dan perlu adanya komunikasi
dalam usaha menunjang pembangunan ini; suka memperhatikan
kepentingan umum (suka menolong, menderma, dsb) (Tim
Penyusun Kamus Pusat Bahasa 2007, 1085). Istilah sosial dalam
ilmu sosial memiliki makna yang berbeda. Ada yang mengartikan
sosial sebagai objek, sehingga memiliki makna masyarakat.
Sedangkan sosial dalam Departemen Sosial, sosial merupakan
kegiatan sosial yang dilakukan. Kegiatan yang dilakukan untuk
mengatasi masalah kesejahteraan, seperti tuna susila, tuna wisma,
dan lain-lain (Supardan 2009, 27).
Ekonomi sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesian
adalah ilmu mengenai asas-asas produksi, distribusi, dan
pemakaian barang-barang serta kekayaan (seperti hal keuangan,
perindustrian, dan perdagangan); pemanfaatan uang, tenaga,
waktu, dan sebagainya yang berharga; tata cara kehidupan
perekonomian (suatu negara); urusan keuangan rumah tangga
(organisasi negara) (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa 2007,
287).
Jadi dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
kehidupan sosial ekonomi merupakan suatu cara manusia atau
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan untuk
melangsungkan hidupnya. Dalam memenuhi kebutuhannya
dimana ada interaksi masyarakat terjadi, didalamnya ada proses
kegiatan ekonomi yaitu perindustrian, perdagangan, dan lain
sebagainya, serta selalu memperhatikan kepentingan masyarakat.
38
E. Respon Masyarakat
Respon dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
memiliki arti tanggapan, reaksi, jawaban (Departemen
Pendidikan Nasional 2008). Sedangkan makna dari reaksi itu
sendiri adalah suatu kegiatan (aksi, protes) yang timbul akibat
suatu gejala atau suatu peristiwa, aksi juga bisa bermakna
tanggapan (respons) terhadap suatu aksi, dan perubahan yang
terjadi karena bekerjanya suatu unsur. (Departemen Pendidikan
Nasional 2008, 1150)
Menurut Farida Hamid dalam Kamus Ilmiah Populer
respon berarti reaksi, jawaban, reaksi balik (Hamid, 550). Adapun
dalam kamus psikologi respon (responce) memilki beberapa
pengertian. Pertama, proses otot atau kelenjar yag muncul oleh
suatu perangsang. Kedua, suatu jawaban, yaitu suatu jawaban
dari pertanyaan tes atau kuesioner. Ketiga, sebarang tingkah laku,
baik tingkah laku yang terlihat maupun yang tersembunyi
(Chaplin 2006, 432). Jadi secara umum respon itu berarti
tanggapan, reaksi, jawaban.
Menurut Alisuf Sabri secara umum tanggapan berarti
bayangan atau kesan kenangan dari apa yang pernah kita amati
atau kenali. Selama tanggapan-tanggapan itu berada dalam bawah
sadar disebut tanggapan latent, sedangkan tanggapan yang berad
dalam kesadaran kita adalah tanggapan aktuil (Sabri 1993, 60).
Masyarakat bisa diartikan kelompok-kelompok manusia
yang sangat terkait oleh sistem-sistem, adat istiadat, serta hukum-
hukum khas yang hidup bersama saling berinteraksi dan memiliki
prasarana untuk mencapai tujuan bersama (Adi 2001, 34). Secara
39
sosiologis masyarakat atau society dapat diartikan sebagai
kelompok individu-individu yang mempunyai beberapa
persamaan kepentingan dan tujuan. Kemudian proses terjadinya
masyarakat karena adanya interaksi yang dilakukan oleh
individu-individu (Koendjoroningrat 2000, 25).
Jadi respon masyarakat adalah tanggapan, jawaban, reaksi,
penerimaan masyarakat dari suatu kegiatan, fenomena atau
peristiwa, baik tanggapan atau reaksi postif maupun negatif.
Dalam penelitian ini jadi respon mayarakat adalah bagaimana
tanggapan, reaksi, serta penerimaan masyarakat dengan hadirnya
industrialisasi pedesaan di desa tersebut.
F. Masyarakat Desa
1. Masyarakat
Masyarakat dapat diartikan sekelompok manusia yang
sangat terkait oleh sistem-sistem, adat istiadat, serta hukum-
hukum khas yang hidup bersama saling berinteraksi dan memiliki
prasarana untuk mencapai tujuan bersama (Adi 2001, 34). Secara
sosiologis masyarakat atau society dapat diartikan sebagai
sekelompok individu-individu yang mempunyai beberapa
persamaan, kepentingan, dan tujuan. Kemudian proses terjadinya
masyarakat karena adanya interaksi yang dilakukan oleh
individu-individu (Koendjoroningrat 2000, 25).
Beberapa ahli dalam (Soekanto 2013, 22) mencoba
mendefinisikan masyarakat (society) seperti berikut ini: Maclver
dan Page mengatakan bahwa masyarakat merupakan suatu sistem
dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerja sama
40
antara berbagai kelompok. Masyarakat merupakan jalinan dari
hubungan sosial dan masyarakat selalu berubah.
Ralph Linton mendefiniskan masyarakat sebagai kelompok
manusia yang hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga
mereka dapat mengatur diri mereka sendiri dan menganggap
sebagai kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan
dengan jelas. Selo Soemardjan mendefiniskan masyarakat adalah
orang-orng yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan
(Soekanto 2013, 22).
Menurut Soerjono Soekanto masyarakat mencakup
beberapa unsur. Adapun unsur tersbut adalah (1) masyarakat
merupakan manusia yang hidup bersama. Tidak ada ukuran
mutlak berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi,
secara teoritis minimal dua orang yang hidup bersama; (2)
berkumpul dalam waktu yang cukup lama; (3) mereka menyadari
bahwa mereka sebuah kesatuan; (4) suatu sistem hidup bersama.
Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan karena
setiap manusia merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya
(Soekanto 2000, 22).
2. Desa
Definisi desa banyak didefinisakan oleh para ahli, sehingga
sampai saat ini belum ada kesepakatan umum tentang keberadaan
masyarakat desa. Istilah desa dapat merujuk pada arti yang
berbeda-beda tergantung dari sudut pandang mana dibicarakan.
Secara umum, desa memiliki tiga unsur: (1) Wilayah dan letak,
yang berarti sebagai tanah yang meliputi luas, lokasi, dan batas-
41
batasnya yang merupakan lingkungan geografis; (2) penduduk,
yang meliputi jumlah, struktur umur, struktur mata pencaharian,
serta pertumbuhannya; (3) tata kehidupan, meliputi corak atau
pola-pola kehidupan, dan ikatan warga desa (Setiadi dan Kholip
2011, 842-843).
Definisi desa secara resmi yang tertuang dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1979, desa didefinisikan sebagai suatu
wilayah yang ditempati sejumlah penduduk sebagai kesatuan
masyarakat, termasuk kesatuan masyarakat hukum, yang
mempunyai organisasi, yang mempunyai organisasi pemerintahan
terendah dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri, dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Itulah definisi desa secara administrasi pemerintah
(Setiadi dan Kholip 2011, 837).
Desa secara umum berarti tempat tinggal manusia yang
terletak di luar kota dan masyarakat berjiwa agraris. Dalam arti
lain desa dapat diartikan suatu bentuk kesatuan administratif yang
serupa dengan kelurahan, desa dipimpin oleh kepala desa atau
lurah. Definisi lain dari desa yang dilihat sebagai tempat tinggal
atau pemukiman adalah daerah dengan masyarakat yang hidup
berkumpul dan hidup bersama dimana mereka menggunakan
lngkungan sebagai tempat mempertahankan, melangsungkan, dan
mengembangkan kehidupan mereka. (Daldjoeni 2014, 49-50)
Definisi tersebut tersirat adanya tiga unsur: penduduk,
tanah, bangunan, karena masing-masing unsur akan mengalami
perubahan, maka desa sebagai pola pemukiman atau tempat
tinggal bersifat dinamis. Secara geografis definisi tersebut dapat
42
dikatakan bahwa manusia sebagai penghuni desa selalu
melakukan adaptasi spatial dan ekologis sesuai kegiatannya yang
berjiwa agraris. (Daldjoeni 2014, 50)
Menurut Sutardjo Kartohadikusumo dalam Daldjoeni
definisi desa secara administratif dapat diartikan sebagai suatu
kesatuan hukum yang mengatur masyarakat bertempat tinggal
dan memiliki kekuasaan untuk mengatur pemerintahannya sendiri
(Daldjoeni 2014, 50). Adapun Bintarto dalam (Setiadi dan Kolip
2011, 838) mendefinisikan desa sebagai perwujudan atas
kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang
terdapat disuatu daerah dan terdapat hubungan serta timbal balik
dengan daerah lain.
Paul H. Landis dalam (Setiadi dan Kolip 2011, 838)
mengemukakan bahwa desa merupakan wilayah yang jumlah
penduduknya kurang dari 2.500 jiwa. Adapun ciri-ciri desa
sebagai berikut: (1) memiliki pergaulan hidup saling mengenal
satu sama lain; (2) memiliki perasaan yang sama tetang kesukaan
terhadap kebiasaan; (3) cara berusaha (ekonomi) mayoritas
adalah agraris yang berhubungan dengan alam.
3. Masyarakat Desa
Menurut Elly M. Setiadi dan Usman kolip, para ahli
sosiologi lebih memusatkan perhatiannya masyarakat desa
“sebagai unit sosial,” yaitu kelompok individu yang hidup
menetap di daerah tertentu. Wilayah administrasinya mencakup
tanah pertanian yang kadang-kadang dikuasai bersama. Adapun
Bintarto dalam Elly dan Usman memberikan batasan desa sebagai
43
perwujudan atas kesatuan geografi, social, ekonomi, politik, dan
kultural yang terdapat di daerah tersebut serta memiliki hubungan
dan timbal balik dengan daerah lain (Setiadi dan Kholip 2011,
838).
Ciri-ciri kehidupan masyarakat desa menurut N. Daldjoeni
adalah sebagai berikut (Daljoeni 2014, 55):
a) Desa dan masyarakatnya berhubungan erat dengan alam.
Khususnya iklim, karena yang nampak pada permusiman,
hal ini seolah-olah mengatur kegiatan masyarakat dalam
bertani.
b) Masyarakat desa merupakan satu unit sosial atau unit kerja.
Jumlah penduduk relatif rendah dan struktur ekonomi
umumnya agraris. Namun lambat laun karena pengaruh
kota, pendidikan formal desa mengalami perubahan. Dalam
hal tersebut dapat dikatakan desa mengalami proses
perubahan, dapat dilihat dari ciri-ciri kota seperti perubahan
secara fisik, ekonomi maupun budaya.
c) Masyarakat desa membentuk suatu paguyuban atau
menurut sosiologi suat Gemeinschaft, dimana ikatan
kekeluarga erat. Sementara itu proses sosial, perubahannya
yang dimaksud berjalan lambat. Kontrol kemasyarakatan di
desa masih ditentuka oleh adat, moral, dan hukum informal.
Uraian ciri-ciri desa tersebut menggambarkan desa yang
dikenal sejak lama. Namun, konsep desa perlu ditinjau kembali
sesuai dengan perkembangan masa. Bintarto dalam Daldjoeni
menggambarkan desa sekarang, masyarakat desa sekarang
44
semakin terbuka pemikirannya. Selain itu, ekonomi dan
pendidikan juga mengalami kemajuan. Selama ini desa berfungsi
sebagai pensuplai material dan tenaga kerja. Dalam
perkembangannya desa mengalami keberhasilan pembangunan
dan akan menjadi self sufficing village atau swasembada.
(Daljoeni 2014, 56)
Adapun ciri-ciri kehidupan masyarakat pedesaan di
Indonesia menurut (Sajogyo dan Sajogyo 2002, 24-31) sebagai
berikut:
a) Konflik dan persaingan. Masyarakat desa tinggal di tempat
yang berdekatan dengan orang-orang tetangga, hidup
berdekatan dengan orang-orang kesempatan pertengkaran
sangat banyak dan peristiwa konflik dari keadaan atau
peristiwa sering terjadi.
b) Kegiatan bekerja. Bekerja keras merupakan cara untuk
bertahan hidup dalam masyarakat pedesaan di Indonesia.
Namun, menurut Hoselitz dalam Sajogyo dan Sajogyo,
untuk membangun suatu masyarakat yang ekonominya
terbelakang itu harus menyediakan suatu sistem perangsang
untuk menarik aktivitas masyarakat.
c) Sistem tolong menolong. Tolong menolong merupakan
tenaga bantuan dalam pekerjaan yang tidak dibayar tapi
diminta dari warga desa. Dalam hal ini kompensasinya
bukan bagian dari hasil pekerjaan, juga bukan upah, tetapi
tenaga bantuan.
d) Gotong royong. Aktivitas bekerjasama antara masyarakat
desa untuk menyelesaikan satu kegiatan yang berguna bagi
45
kepentingan umum. Aktivitas sosial tersebut biasa disebut
“kerja bakti.”
e) Jiwa gotong royong. Jiwa gotong royong diartikan sebagai
peranan rela terhadap sesama masyarakat. Sikap pengertian
terhadap kebutuhan umum dinilai lebih baik dari kebutuhan
individu.
f) Musyawarah dan Jiwa Musyawarah. Keputusan-keputusan
yang diambil harus mencocokkan banyak pendapat dan
menintegritaskan pendapat. Musyawarah harus ada
kekuatan tokoh-tokoh yang dianggap berpengaruh dalam
masyarakat.
46
BAB III
GAMBARAN UMUM DESA
A. Sejarah Desa Benda
Desa Benda merupakan salah satu desa yang terletak di
Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Desa
Benda dibentuk pada masa Pemerintahan Hindia Belanda dengan
nama Desa Cicurug Kolot. Desa Cicurug Kolot diambil dari nama
kampung, yaitu Kampung Lembur Kolot. Dimana kampung
tersebut merupakan asal usul penduduk asli Desa Benda.
Sedangkan letak Kecamatan Cicurug terletak di Bojoned dengan
nama camatnya R.A.A. Surya Danuningrat.
Kepala Desa pertama Desa Cicurug Kolot adalah Wirya.
Pada masa pemerintahannya tahun 1896 terjadi jual beli lahan
dan hibah di Desa Cicurug kolot. Pada tahun 1913 Desa Cicurug
Kolot dipindahkan ke Kampung Bangkong Reang dan berubah
nama menjadi Desa Benda.
Dari cerita tokoh masyarakat atau sesepuh di Desa Benda,
asal mula nama Desa Benda diambil dari dua macam asal usul.
Pertama, nama Benda diambil dari nama sebuah pohon. Pada
zaman dahulu di Desa Benda banyak terdapat pohon benda, yaitu
sejenis pohon kluwih timbul atau sukun. Pohon yang terbesar
terdapat di Kp. Benda, sehingga nama daerah tersebut menjadi
Benda. Kedua, asal mula dinamakan Desa Benda adalah
masyarakat Desa Benda hampir seluruhnya adalah pejuang
kemerdekaan. Para pejuang kemerdekaan banyak mengalami
bentrokan dan konflik dengan Belanda, sehingga keluar istilah
47
dalam bahasa daerah nga-ben dengan Belanda. Nga-ben memiliki
arti perang atau gulat dengan Belanda. Nama Benda diambil dari
ujung kata tersebut “ben”, sehingga didapat nama Benda.
Sumber penghasilan masyarakat Desa Benda sebelum
berdirinya industri-industri di Desa Benda adalah dari sektor
peternakan, perkebunan palawija. Setelah itu mulai berdiri
industri batako, yang menjadikan masyarakat Desa Benda sebagai
produsen batako yang cukup banyak disamping sektor palawija
dan sektor peternakan.
Pada tahun 1989 mulai didirikan PT Hae Wae di Desa
Benda, yang merupakan industri besar pertama yang berdiri di
Desa Benda. Sejak saat itulah mulai banyak industri di Desa
Benda, mulai dari industri besar, industri sedang atau menengah,
industri kecil, dan industri rumah tangga.
B. Kondisi Geografis
Desa Benda adalah desa yang terletak di Kecamatan
Cicurug Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. Secara
geografis Desa Benda berada disebelah utara dari pusat
Pemerintahan Kabupaten Sukabumi. Desa Benda terdiri dari 4
Dusun, 11 Rukun Warga (RW), dan 47 Rukun Tetangga (RT).
Desa Benda merupakan salah satu desa dari 13 desa yang
ada di Kecamatan Cicurug dengan topografi daerah perbukitan
198,959 Ha/m2
dan dataran rendah 132,64 Ha/m2. Desa Benda
memiliki ketinggian 475 meter diatas permukaan laut (mdpl)
dengan curah hujan rata-rata 5.748 mm/tahun. Suhu udara
minimum di Desa Benda 17o C dan maksimum 31
oC.
48
Desa Benda memiliki luas wilayah sekitar 331,99 Ha/m2,
adapun pembagian luas sebagai berikut:
Tabel 3.1: Pembagian Luas Wilayah Desa Benda
Lahan/Wilayah Luas (Ha) Ket
Tanah Sawah 16,500
Tanah Kering 133,689
Bangunan/Pekarangan 69,850
Jumlah 331,99
Sumber: BPS Kab. Sukabumi 2017
Desa Benda memiliki batas-batas wilayah administratif
sebagai berikut:
Tabel 3.2: Batas-batas Administratif Desa Benda
Batas Wilayah Ket
Sebelah Utara Desa Wates Jaya Kec. Cigombong Kab.
Bogor
Sebalah Timur Area Kehutanan Gunung Gd.
Pangrango
Sebelah Selatan Desa Tenjo Ayu dan
Desa Naggerang
Kec. Cicurug
Sebelah Barat Desa Kutajaya Kec. Cicurug
Sumber: Data Desa Benda
Adapun jarak dan waktu tempuh dari Desa Benda ke
Kecamatan, Ibu Kota Kabupaten, Ibu Kota Provinsi, dan Ibu Kota
Negara adalah sebagai berikut.
49
Tabel 3.3: Jarak dan Waktu Tempuh dari Desa Benda
Jarak Waktu Tempuh
Kecamatan 2,5 km 15 menit
Ibu Kota Kabupaten 57,5 km 3 s/d 4 jam
Ibu Kota Provinsi 129 km 7 s/d 8 jam
Ibu Kota Negara 90 km 4 s/d 5 jam
Sumber: Data Desa Benda
Berikut adalah peta Desa benda yang menggambarkan
batas-batas wilayah Desa Benda.
Sumber: Data Desa Benda
Gambar 3.1: Peta Desa Benda
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa Desa Benda
berbatasan langsung dengan Kabupaten Bogor, lebih tepatnya
Kecamatan Cigombong. Adapun gambar keseluruhan Desa
Benda yang diambil dari Google Earth nampak bagaimana luas
50
wilayah Desa Benda. Berikut gambar Desa Benda secara
keseluruhan.
Sumber:Google Earth
Gambar 3.2: Gambar Desa Benda
C. Kondisi Demografi
Desa Benda Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi
merupakan salah satu desa dari 13 desa yang ada di Kecamatan
Cicurug. Luas wilayah Desa Benda sekitar 333 Ha/m2. Desa
Benda terdiri dari 4 Dusun, 11 Rukun Warga (RW), dan 47
Rukun Tetangga (RT). Desa Benda memiliki jumlah penduduk
sebanyak 15.274 jiwa dengan kepadatan rata-rata 45/Ha.
Penduduk Desa Benda merupakan penduduk terbanyak
kedua di Kecamatan Cicurug setelah Desa Kuta Jaya yang
memiliki penduduk 17.625 jiwa. Desa Benda terdapat 4.186
kepala keluarga (KK) dengan rata-rata jiwa per rumah tangga
sebanyak 4 jiwa.
51
Mengenai kondisi demografi Desa Benda terdapat jumlah
penduduk berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk
berdasarkan usia serta piramida penduduknya, jumlah migrasi in
dan migrasi out di Desa Benda, serta informasi mengenai jumlah
kelahiran dan kematian di Desa Benda. Selain itu, terdapat
jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian, dan berdasarkan
pendidikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.4: Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah
(Jiwa) Laki-laki Perempuan
7.779 7.495 15.274
Sumber: Data Desa Benda
Dari jumlah penduduk 15.274 jiwa, di Desa Benda terdapat
4.186 kepala keluarga (KK) dengan rata-rata jiwa per rumah
tangga sebanyak 4 jiwa dan kepadatan rata-rata 45/Ha.
Selanjutnya jumlah penduduk berdasarkan usia di Desa Benda
adalah sebagai berikut.
Tabel 3.5: Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia
Kelompok
Umur
Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki Perempuan
0-4 thn 407 391 798
5-9 thn 566 524 1.090
10-14 thn 763 695 1.458
15-19 thn 657 670 1.327
20-24 thn 686 670 1.356
52
25-29 thn 654 714 1.368
30-34 thn 782 746 1.528
35-39 thn 668 698 1.366
40-44 thn 655 631 1.286
45-49 thn 514 468 982
50-54 thn 406 402 808
55-59 thn 354 341 695
60-64 thn 263 255 518
65 + 404 209 613
Jumlah 7.779 7.495 15.274
Sumber: Data Desa Benda
Dari jumlah penduduk berdasarkan usia dapat diketahui
jumlah penduduk terbanyak terdapat pada usia 30-34 tahun
dengan jumlah penduduk 1.528. Selanjutnya jumlah penduduk
dengan jumlah yang banyak juga di usia 10-14 tahun dengan
jumlah penduduk 1.458 jiwa. Jika dilihat jumlah penduduk
berdasarkan usia dari usia 15-44 tahun jumlah penduduk di usia
tersebut relatif banyak, artinya penduduk Desa Benda lebih
banyak penduduk di usia produktif. Namun, jumlah penduduk
yang berusia 65 tahun keatas juga lebih banyak daripada usia 60-
64 tahun. Jumlah penduduk yang paling sedikit adalah kelompok
usia 60-64 tahun dengan jumlah 518 jiwa. Usia penduduk 0-4
tahun lebih sedikit dari usia 5-14 tahun, artinya tingkat fertilitas
di Desa Benda rendah. Jika jumlah penduduk desa benda
digambarkan dalam model piramida penduduk adalah sebagai
berikut.
53
PIRAMIDA PENDUDUK DESA BENDA
KECAMATAN CICURUG KABUPATEN SUKABUMI
Gambar 3.3: Piramida Penduduk Desa Benda
Jika dilihat dari bentuknya, piramida penduduk Desa Benda
berbentuk sarang tawon kuno. Bentuk piramida ini dikenal
dengan bentuk sarang tawon kuno (old fashioned beehive).
Piramida ini biasanya terdapat pada negara yang mengalami
penurunan kelahiran dan kematian yang cukup lama. Dasar dari
piramida terlihat jumlah kelahiran begitu rendah. Karakteristik
yang dimiliki piramida ini yaitu umur median sangat tinggi,
dengan rasio ketergantungan yang sangat rendah (Adioetomo dan
Samosir 2010, 34-35).
Dari bentuk piramida penduduk, penduduk Desa Benda
memang lebih banyak pada usia 30-34 tahun dengan jumlah
penduduk 1.528 jiwa. Selanjutnya ciri penduduk menurut bentuk
1000 500 0 500 1000
0-4 THN5-9 THN
10-14 THN15-19 THN20-24 THN25-29 THN30-34 THN35-39 THN40-44 THN45-49 THN50-54 THN55-59 THN60-65 THN
> 65 THN
Perempuan
Laki-laki
54
piramida penduduk termasuk dalam ciri konstriktif (contrictive).
Ciri konstriktif ini adalah bagian piramida kecil dan sebagian
besar penduduk masih berada dalam kelompok umur muda
(Adioetomo dan Samosir 2010, 36).
Tabel 3.6: Jumlah Penduduk Berdasarkan Kewarganegaraan
Warga Negara Jumlah (Jiwa)
WNI 15.274
WNA -
Jumlah 15.274
Sumber: Data Desa Benda
Tabel 3.7: Jumlah Kelahiran dan Kematian di Desa Benda
Laki-laki Perempuan Jumlah
Kelahiran 25 22 47
Kematian 53 33 86
Sumber: BPS Kab. Sukabumi 2017
Tabel 3.8: Migrasi Penduduk Desa Benda
Migrasi Laki-laki Perempuan Jumlah
Migrasi In 167 179 346
Migrasi Out 179 184 363
Sumber: BPS Kab. Sukabumi 2017
Sebagian besar masyarakat Desa Benda mendapatkan
penghasilan dari bidang industri. Hal ini dikarenakan terdapat
beberapa industri yang ada di Desa Benda dan sekitarnya.
Mayoritas masyarakat di Desa Benda saat ini bekerja di pabrik-
55
pabrik yang ada di Desa Benda dan sekitarnya. Untuk lebih
jelasnya berikut mata pencaharian masyarakat di Desa Benda.
Tabel 3.9: Mata Pencaharian Penduduk Desa Benda
No Nama Pekerjaan Jumlah (Jiwa)
1. Bidan 4
2. Buruh Harian Lepas 1.488
3. Buruh Nelayan/Perikanan 1
4. Buruh Tani/Perkebunan 850
5. Dokter 2
6. Guru 45
7. Imam Mesjid 36
8. Juru Masak 1
9. Karyawan Swasta 3.089
10. Kepala Desa 1
11. Polisi 7
12. Mekanik 9
13. Mengurus Rumah Tangga 2.303
14. Dukun Melahirkan 7
15. Pedagang 178
16. PNS 84
17. Pelajar/Mahasiswa 2.261
18. Penata Rambut 1
19. Penata Rias 5
20. Pensiunan 43
21. Penyiar Radio 3
22. Perangkat Desa 11
56
23. Petani/Pekebun 26
24. Supir 93
25. TNI 4
26. Tukang Batu 112
27. Tukang Gigi 13
28. Tukang Kayu 24
29. Tukang Cukur 2
30. Tukang Jahit 25
31. Tukang Las/Pandai Besi 5
32. Ustadz/Mubaligh 26
33. Wartawan 3
34. Wiraswasta 52
35. Anggota DPRD Kab/Kota 2
36. Pekerjaan Lainnya 421
37. Belum/Tidak Bekerja 4.037
Jumlah 15.274
Sumber: Data Desa Benda
Masyarakat Desa Benda paling banyak bermatapencaharian
sebagai karyawan swasta dari sebuah perusahaan atau pabrik
yang ada di Desa Benda. Walaupun sudah menjadi kawasan
industri, masyarakat Desa Benda ternyata masih ada yang
bermatapencaharian sebagai buruh tani atau buruh perkebunan.
Jumlah petani dan buruh tani di Desa Benda masih banyak, yaitu
berjumlah 850 jiwa. Selain itu masyarakat yang bekerja sebagai
buruh lain juga masih banyak, seperti buruh harian lepas ada
57
1.488 jiwa yang bekerja sebagi buruh harian lepas. Masyarakat
yang tidak atau belum bekerjapun masih banyak ada 4.037 orang
yang belum dan tidak bekerja.
Selanjutnya tingkat pendidikan masyarakat yang ada di
Desa Benda sangat bervariatif. Berikut tingkat pendidikan
penduduk Desa Benda.
Tabel 3.10: Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Benda
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa)
1. Tidak/Belum Sekolah 1.522
2. Belum Tamat SD 1.699
3. Tamat SD/Sederajat 3.838
4. SLTP/Sederajat 3.797
5. SLTA/Sederajat 3.578
6. Diploma I/II 183
7. Diploma III/Sarjana Muda 322
8. D IV/S1 312
9. S2 23
Jumlah 15.274
Sumber: Data Desa Benda
Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Benda bervariatif.
Pendidikan terakhir Masyarakat Desa Benda masih banyak yang
hanya tamat SD/Sederajat, ada 3.838 orang. Selanjutnya banyak
masyarakat yang tamat di tingkat SLTP sebanyak 3.797 orang
dan SLTA sebanyak 3.578 orang. Walaupun demikian ada
sebagaian masyarakat yang tingkat pendidikannya sudah sampai
S1 dan S2.
58
D. Kondisi Industri
Desa Benda saat ini sudah menjadi salah satu wilayah
industri yang ada di Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi.
Pada tahun 1989 awal mula berdirinya pabrik di Desa Benda
yatitu PT Hae Wae yang merupakan industri yang memproduksi
garment. Sejak saat itulah banyak pabrik-pabrik didirikan di Desa
Benda.
Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Sukabumi sampai
dengan tahun 2017 sudah tercatat terdapat 13 industri besar, 20
industri sedang, 15 industri kecil, dan 161 industri rumah tangga
dengan beranekaragam jenis usaha (BPS Kab Sukabumi 2017,
52). Jika dibandingkan dengan desa-desa lain yang ada di
Kecamatan Cicurug, industri-industri lebih banyak berada di
Desa Benda, baik industri besar, industri sedang, industri kecil,
dan industri rumah tangga. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 3.11: Jumlah Perusahaan Industri Menurut Klasifikasi
di Setiap Desa Kecamatan Cicurug
Desa
Industri
Besar Sedang Kecil Rumah
Tangga
Mekarsari 1 - 25 25
Nyangkowek 2 - 5 6
Purwasari 2 - 20 30
Caringin 1 - 2 9
Bangbayang - - 11 36
59
Cisaat - - 1 37
Tenjolaya 1 - 1 6
Pasawahan 3 - 4 16
Cicurug - 2 24 10
Nanggerang 2 - 2 3
Tenjoayu 14 - 3 16
Benda 13 20 15 161
Kutajaya 5 1 3 300
Jumlah 41 23 116 655
Sumber: BPS Kab. Sukabumi 2017
Berdasarkan data tersebut yang dikutip dari BPS Kabupaten
Sukabumi 2017, jumlah industri di Kecamatan Cicurug ada 41
jumlah industri besar, 23 industri sedang, 116 industri kecil, dan
655 industri rumah tangga (BPS Kab Sukabumi 2017, 52). Jika
dibandingkan desa-desa yang ada di Kecamatan Cicurug jumlah
industri yang ada di Desa Benda lebih banyak baik industri besar,
sedang, kecil, dan rumah tangga.
Untuk mengetahui perkembangan industri di Desa Benda
peneliti melakukan wawancara terhadap pihak terkait seperti
pemerintah desa, tokoh masyarakat, masyarakat setempat,
masyarakat yang bekerja di sektor industri, serta pihak
perusahaan.
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan ada beberapa
perbedaan pendapat mengenai perkembangan industri di Desa
Benda. Baik mengenai industri yang pertama berdiri hingga
kapan industri pertama berdiri di Desa Benda. Namun, pada
60
umumnya lebih banyak yang mengatakan bahwa industri yang
pertama berdiri di Desa Benda adalah PT. Hae Wae pada 1989.
Desa Benda sebelum menjadi kawasan industri, pada
awalnya adalah lahan perkebunan dan industri batako. Batako
merupakan salah satu jenis material bangunan. Informasi ini
disampaikan oleh beberapa pihak mulai dari pemerintah desa,
tokoh masyarakat, dan masyarakat Desa Benda.
“iya dulu disini pabrik batako sama perkebunan karet,
tapi sekarang pabrik batako uda ngak ada....” (Wawancara
dengan Bapak HS, 2018)
Peneliti pertama kali mendapatkan informasi tersebut dari
pihak pemerintah desa. Untuk mencari informasi lebih dalam
peneliti juga melakukan wawancara dengan tokoh masyarakat
setempat seperti Ketua RW, Ketua RT, serta wawancara dengan
masyarakat setempat. Hal selaraspun demikian diungkapkan oleh
beberapa warga.
“dulu itu semua perkebunan, perkebunan karet... dulu
kebanyakan percetakan batako sih...” (Wawancara dengan
Bapak JP, 2018)
“kalau dulu sebelum ada industri pabrik adanya batako,
pabrik batako cuma kaya home industry gitu, setelah
perkembangan zaman kebanyakan pabrik, semua daerah
disini banyak investor yang masuk...” (Wawancara dengan
Bapak OJ, 2018)
“...masih tanah disini dulu kan disini tempat galian buat
teras batako... bapak juga kan waktu dulu kerja di pabrik
batako, lumayan lama juga tahun 1990-1997 lagi bagus-
bagusnya lah produksi batako.” (Wawancara dengan Bapak
Bad, 2018)
61
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan dapat diketahui
bahwa pada awalnya industri yang ada di Desa Benda mulai dari
industri batako. Kemudian semakin berkembang dengan berdiri
industri-industri besar di Desa Benda.
Jenis industri yang ada di Desa Benda mayoritas adalah
industri garment. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah
tenaga kerja yang bekerja pada industri sandang yang ada di Desa
Benda. Berdasarkan data BPS Kabupaten Sukabumi 2017 di
Kecamatan Cicurug ada 19.322 tenaga kerja yang bekerja di
industri sandang, 5.007 tenaga kerja yang bekerja di industri
pangan, dan 510 tenaga kerja pada industri lainnya. Sedangkan
jumlah tenaga kerja di Desa Benda ada 9.850 di industri sandang
(BPS Kab Sukabumi 2017, 51). Berikut data jumlah tenaga kerja
di Kecamatan Cicurug yang bekerja di bidang industri.
Tabel 3.12: Tenaga Kerja Menurut Desa Di
Kecamatan Cicurug
Desa Jumlah Tenaga Kerja Industri
Sandang Pangan Lainnya
Mekarsari - 1.211 -
Nyangkowek 60 2.261 -
Purwasari 630 21 -
Caringin - 62 -
Bangbayang - - -
Cisaat - - -
Tenjolaya - 72 -
Pasawahan 22 800 500
62
Cicurug - - -
Nanggerang 480 - -
Tenjoayu 5.700 - -
Benda 9.850 - -
Kutajaya 3.270 580 -
Jumlah 19.322 5.007 510
Sumber: BPS Kab. Sukabumi 2017
63
BAB IV
TEMUAN LAPANGAN
A. Kontibusi Indutrialisasi Pedesaan terhadap Kehidupan
Sosial Ekonomi Masyarakat Desa
1. Lapangan Pekerjaan
Peneliti melakukan wawancara terhadap pemerintah desa,
masyarakat yang bekerja di sektor industri, dan pihak perusahaan.
Dari hasil wawancara tersebut bahwa masyarakat Desa Benda
mayoritas bekerja di sektor industri.
Peneliti melakukan wawancara dengan salah satu pihak
perusahaan. Pihak perusahaan juga mengatakan bahwa secara
nyata industri akan membuka kesempaan kerja bagi masyarakat.
“...didirikan pabrik ini tentu komersial ya, tapi
tentunya dengan adanya pabrik ini diharapkan
perusahaan mampu menampung banyak sekali tenaga
kerja atau pengangguran, untuk tenaga kerja yang siap
kerja...” (Wawancara dengan Bapak IS, 2018)
Jenis industri di Desa Benda mayoritas industri garment.
Industri garment merupakan industri yang berorientasi padat
karya. Industri padat karya banyak menyerap tenaga kerja dalam
jumlah besar (Wawancara dengan Bapak IS, 2018). Hal ini
disampaikan oleh salah satu pihak perusahaan besar di Desa
Benda.
“...perusahaan mampu menampung banyak sekali
tenaga kerja atau pengangguran, untuk tenaga kerja
yang siap kerja... masuk industri padat karya. Secara di
Indonesia ini kalau kita kategorikan industri itu ada
64
dua, satu padat karya kedua padat modal. Kalau padat
karya konotasinya itu satu mesin satu orang, jadi mesin
tidak akan jalan tanpa manusia, manusia tidak akan
jalan tanpa mesin. Kalau padat modal yang kita tahu
adalah high-tech yang dimana pabriknya besar
karyawannya sedikit....” (Wawancara dengan Bapak IS,
2018)
Dengan berdirinya industri di Desa Benda. Masyarakat aktif
mencari informasi mengenai lowongan pekerjaan tersebut.
Informasi mengenai lowongan pekerjaan juga melibatkan peran
kepemudaan di lingkungan tersebut. Jika terdapat lowongan
pekerjaan kepemudaan merekomendasikan masyarakat yang
belum bekerja, tentunya yang memenuhi persyaratan untuk
bekerja (Wawancara dengan Bapak JP, 2018).
“...iya sekarang gini kan setiap ada lowongan dari
pabrik dikasih tahu ke lingkungan, kita rekomendasikan
nih siapa orangnya...” (Wawancara dengan Bapak Mar,
2018)
Kontribusi adanya industri di Desa Benda tentu membuka
lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Masyarakat yang bekerja di
sektor industri terus mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan
ada industri baru yang didirikan di Desa Benda. Selain itu,
perusahaan yang melakukan pelebaran pabrik juga membutuhkan
tenaga kerja baru. (Wawancara dengan Bapak HS, 2018).
Walaupun Desa Benda sudah menjadi kawasan industri.
Namun masyarakat yang belum dan tidak bekerja masih banyak.
“...orang luar juga orang jauh-jauh ada disini yang
kerjanya, kalau semua orang sini mungkin ngak ada
65
yang pengangguran...” (Wawancara dengan Bapak Jak,
2018)
“...masih banyak rata-rata usia anak baru lulus pasti
tiap tahun juga ada kan baru lulus sedangkan di pabrik
kan lowongannya masih dibatasi kadang ngak punya
skill ngak bisa masuk...” (Wawancara dengan Bapak
Mar, 2018)
Selain itu masyarakat yang belum bekerja di usia produktif
lebih banyak laki-laki dari pada perempuan. Hal ini dikatakan
oleh beberapa informan.
“...perempuan rata-rata yang kerja di pabrik laki-laki
mah jarang jadi masih lumayan banyak aja yang
nganggur...” (Wawancara dengan Bapak UK, 2018)
“...sekarang sih laki-laki yang banyak nganggur...
pengangguran perempuan udah jarang...” (Wawancara
dengan Bapak HS, 2018)
Jika dilihat dari data Desa Benda, jumlah masyarakat yang
belum dan tidak bekerja di Desa Benda ada 4.037 orang (lihat
Tabel 3.9).
2. Penghasilan Masyarakat
Setelah berbicara mengenai bekerja di sektor industri,
bekerja berkaitan dengan mendapat penghasilan. Dari hasil
wawancara yang dilakukan dengan pekerja industri, mereka
mengatakan penghasilan bekerja di sektor industri bisa memenuhi
kebutuhan hidup.
“Jadi waktu dulu pertama kali ada pabrik di Desa
Benda buka lowongan kerja terus coba masuk kerja di
66
pabrik ya lumayan penghasilannya...” (Wawancara
dengan Ibu YM, 2018)
“...ya cukuplah untuk keluarga mah, bisa 5 sampai 6
lah...” (Wawancara dengan Bapak DS, 2018)
“...kalau saya mau pulang jam berapa aja ngak
diitung lembur, kira-kira 5 juta lah perbulannya...”
(Wawancara dengan Bapak WS)
Dari wawancara yang telah dilakukan dengan sembilan
informan pekerja industri, yang bekerja pada posisi yang
beragam. Peneliti dapat mengetahui rata-rata penghasilan
masyarakat yang bekerja di sektor industri garment, rata-rata
penghasilan diatas UMK Kabupaten Sukabumi. Penghasilan
tersebut selama 8 jam bekerja ditambah dengan lembur. Namun
pada posisi tertentu penghasilan terebut sudah bersih tidak
dihitung lembur. Hal selaraspun dikatakan oleh Pemerintah Desa.
“...kalau dulu si pendapatan tiap bulannya ngak tentu
karena kerjanya serabutan. Kalau dari tani, kebun gitu
kan ngak tetap setiap bulannya, tapi setelah adanya
pabrik lumayan lah tiap bulannya dapat penghasilan
tetap. Kalau tanpa lembur UMR/UMK dapet lah kalau
lembur bisa dapat 4-5 juta tiap bulannya.” (Wawancara
dengan Bapak HS, 2018)
Dari wawancara yang dilakukan dalam satu keluarga
anggota keluarga yang bekerja di sektor industri lebih dari satu.
Sehingga kebutuhan keluarga terpenuhi.
“anak saya kerja yang paling gede... tanggungan
berkurang satu...” (Wawancara dengan Bapak WS,
2018)
67
Kebutuhan keluarga bisa terpenuhi dikarenakan dalam satu
keluarga lebih dari satu orang yang bekerja di sektor industri.
Penghasilan yang didapatkan dari bekerja di sektor industri juga
bisa mencukupi kebutuhan hidup karena penghasilan minimal
UMK Kabupaten Sukabumi. Belum lagi ditambah dengan usaha
sampingan. Jadi kehidupan sosial ekonomi bisa terpenuhi dari
bekerja di pabrik dan usaha sampingan (Wawancara dengan Ibu
ES, 2018).
Namun, ada beberapa informan yang belum terpenuhi
kebutuhan keluarga. Walaupun bekerja di sektor industri.
“Belum, sebenernya kalau terpenuhi belum. Jadi
kerja di pabrik hanya mempertahankan hidup saja,
kalau untuk meningkatkan belum. Jadi ibaratnya tambal
sulam saja, kadang ngak bisa untuk memenuhi
kebutuhan semuanya. Jadi kadang suka minjem uang ke
orang lain karena kita kan punya jaminan punya gaji
bulanan. Sekarang anak sekolah untuk ongkos kan
setiap hari...” (Wawancara dengan Ibu AS, 2018)
Dari penghasilan yang didapatkan rata-rata digunakan untuk
keperluan biaya pendidikan, kebutuhan harian rumah tangga, ada
pula yang menggunakan untuk membangun atau merenovasi
rumah.
“Kebutuhan sehari-hari seperti makan, biaya anak
sekolah. Kebutuhan pokok bisa terpenuhi.”
(Wawancara dengan Ibu ES, 2018)
“...kita buat sekolah ya, bikin rumah lah segala
macem... kalau buat kita mah cukup ya tergantung kita
yang baginya, uang 7 juta itu buat makan lah, pengen
motor lah, ke depannya juga pengen apa pasti ada lah”
(Wawancara dengan Ibu TTN, 2018
68
3. Peluang Usaha
Kontribusi dari adanya industri di Desa Benda secara tidak
langsung membuka peluang usaha bagi masyarakat. Banyaknya
pekerja dari luar Desa Benda membuka peluang usaha sebagai
penyedia barang dan jasa bagi masyarakat pendatang.
Berdirinya industri di Desa Benda secara tidak langsung
masyarakat juga memiliki peluang usaha, seperti usaha makanan,
rumah sewa, dan lain sebagainya. Pihak perusahaan mengizinkan
masyarakat yang berjualan di depan pabrik. (Wawancara dengan
Bapak IS, 2018)
Hal selaraspun dikatakan oleh pemerintah desa.
“...positifnya warga jadi ada peluang usaha seperti
dagang, buat kontrakan atau kos-kosan itu kan
banyak.... kebanyakan orang Benda juga sengaja buat
kontrakan disini. Tapi kalau yang jualan itu rata-rata
orang sini...” (Wawancara dengan Bapak HS, 2018)
Masyarakat Desa Benda juga mengatakan bahwa adanya
industri masyarakat bisa membuka usaha baru. Ada banyak
peluang usaha.
“..respons masyarakat dari banyaknya industri ya
alhamdulillah karena dengan adanya industri
perekonomian terangkat lah ya, buka kontrakan,
anaknya banyak yang masuk kerja, bisa ikut jualan
juga, ada peluang usaha lah kaya yang jualan di depan
pabrik...” (Wawancara dengan Bapak DS, 2018)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, peluang usaha dari
adanya industri adalah usaha sewa rumah (kontrakan), usaha jasa
69
angkutan, usaha warung makan. Berikut data dari Desa Benda
mengenai jenis usaha yang ada di Desa Benda.
Tabel 4.1: Jenis Usaha di Desa Benda
Jenis Usaha Jumlah (unit) Tenaga Kerja
Rumah/Warung Makan 10 27
Toko/Kios/Warung 182 182
Pedagang Keliling 178 178
Jasa angkutan 45 45
Sumber: Data Desa Benda
Selain jenis usaha tersebut (Tabel 4.1) masyarakat juga
membuka usaha sewa rumah atau kontrakan. Dari setiap wilayah
yang terdapat industri, tentu banyak masyarakat yang
menyewakan rumah atau kontrakan.
“...yang punya tanah luas dibuat kos-kosan atau
kontrakan buat yang kerja di pabrik-pabrik... uh banyak
ada kurang lebih 500 pintu...” (Wawancara dengan
Bapak JP, 2018)
“...itu jelas, dari setiap perusahaan juga ada
karyawan dari luar daerah, apalagi deket sini 1 RT
hampir 100 pintu kontrakan, bisa lebih...” (Wawancara
dengan Bapak Pur, 2018)
4. Kebutuhan Sehari-hari
Peneliti melakukan wawancara dengan masyarakat Desa
Benda yang tinggal sekitar pabrik. Salah satu industri garment
memberikan bantuan untuk anak yatim, lansia, dan janda berupa
uang tunai setahun dua kali. Kemudian ada pula industri yang
70
memberikan berupa sembako secara rutin setiap bulan
(Wawancara dengan Bapak DS, 2018).
“...semacam bantuan untuk jompo, janda, yatim itu
setahun dua kalau... ada nih itu rutin tiap bulan dalam
satu bulan misalkan dikasih 13 orang nanti berputar
bulan ini siapa siapa jadi semua kebagian...”
(Wawancara dengan Bapak DS, 2018)
“...kalau kontribusi untuk masyarakat ada setahun
dua kali menjelang bulan ramadhan atau setelah hari
raya..” (Wawancara dengan Bapak Pur, 2018)
“...kadang-kadang ada sembako kita datang kesana
dipanggil, janda, anak yatim suka ada sumbangan
kesini...” (Wawancara dengan Bapak WS, 2018)
Selanjutnya bantuan yang diberikan salah satu perusahaan
peternakan hampir sama dengan bantuan yang diberikan
perusahaan lain berupa barang konsumsi. Bantuan tersebut
berupa salah satu bahan pokok.
“...terus ada yang berbentuk barang, telur... setiap
mau puasa itu pembagian telur terus kalau mau hari
raya... kalau di kilo sih engga, pokoknya sesuai
kebutuhan aja dan seseuai jumlah aja langsung disuply,
terus kalau ada yang meninggal dikasih satu peti.”
(Wawancara dengan Bapak AF, 2018)
“...mau idul fitri lebaran itu ngasih telur semua
warga... kita kan lihatnya yang deket kalau yang
jaraknya deket ke proyek ayam baunya agak kena itu
dapetnya 2 kilo, kalau rata-rata yang jauh sekilo...”
(Wawancara dengan Bapak UMN 2018)
Penelti kemudian menanyakan hal tersebut kepada
pemerintah desa. Hal selaraspun dikatakan oleh pemerintah desa.
71
“...Ada, paling CSR hanya untuk masyarakat tapi
ngak semua dapet cuman orang-orang sekitar pabrik itu
aja dan buat orang-orang yang kurang mampu seperti
lansia, janda dan sebagainya, dan itu cuma hanya
sembako....” (Wawancara dengan Bapak HS, 2018)
5. Modal Kerja
Kotribusi dari salah satu industri tidak hanya berupa
kebutuhan pokok dan uang tunai. industri tersebut berkontribusi
dalam pengadaan mesin jahit untuk pelatihan menjahit bagi
masyarakat. Hal ini tentu saja membantu masyarakat agar
memiliki kemampuan menjahit. Jadi ketika industri
membutuhkan tenaga kerja bagian menjahit, masyarakat sudah
siap bekerja (Wawancara dengan Bapak RH, 2018).
Pemberian mesin jahit tentu sebagai modal kerja bagi
masyarakat.
“...emang kadang-kadang dari pabrik saya kemarin
ngeliat ada buat kemajuan masyarakatnya sumbangan
untuk belajar mesin, mesin jahit supaya kalau udah bisa
mesin jahit, jahit, kalau ngak bisa jahit masa kita
masukin kerja... semacan latihan gitu ke desa mesinnya
dari perusahaan, ini mesin buat training orang Benda
kalau misalnya udah bisa nanti ditampung dulu masuk
kerja. Jadi nantinya kalau enak kalau misal perusahaan
dari mana dia udah bisa jahit, cara mengurangi
pengangguran lah supaya dia bisa kerja...” (Wawancara
dengan Bapak WS, 2018)
6. Kegiatan Sosial Masyarakat
Dari hasil wawancara tersebut peneliti juga menemukan
salah satu wilayah yang terdapat industri mendapatkan kontribusi
72
bagi lingkungan. Bahwa kontribusi dari adanya industri adalah
untuk kegiatan sosial masyarakat.
“...perbulan ada yang buat lingkungan ya kisaran
dua juta buat satu RW dan nanti kan dibagikan ke
masing-masing RT, kan ada 4 RT plus 1 RW ya kita
bagi lima, masing-masing buat KAS...” (Wawancara
dengan Bapak Pur, 2018)
“Kalau Idul Adha suka kurban buat masyarakat
sekitar...” (Wawancara dengan Ibu AS, 2018)
Pada saat penelitian peneliti mendapat kesempatan
melakukan wawancara dengan salah satu pihak perusahaan
berskala besar. Kemudian peneliti menanyakan kontribusi sosial
dari perusahaan kepada masyarakat.
“...tiap bulan ada kontribusi ke RT, saya tidak mau
menyebutkan angkanya tapi setiap RT dapet...”
(Wawancara dengan Bapak IS, 2018)
7. Sarana Umum
Peneliti juga melakukan wawancara dengan masyarakat di
sekitar perusahaan peternakan. Industri tersebut merupakan
industri jenis petenakan, baik itu peternakan sapi maupun
peternakan ayam.
Kontribusi dari perusahaan berkontribusi untuk pengadaan
air bersih. Ketika sudah masuk musim kemarau, air bersih sulit
didapatkan. Perusahaan tersebut memperbolehkan masyarakat
sekitar untuk mengambil air bersih di pabrik mereka.
(Wawancara dengan Bapak UMN, 2018)
“...terus untuk saat ini kan kita kekeringan jadi
proyek ayam sama proyek sapi menyediakan air bersih
73
buat warga masyarakat disini... itu dibuat satu titik
dibuka keran dari perusahaan terus masyarakat bebas
ngambil air disitu...” (Wawancara dengan Bapak AF,
2018)
“...Alhamdulillah sekarang musim kemarau ya air
tiap hari ngambilin air di proyek sapi...” (Wawancara
dengan Bapak UMN, 2018)
B. Faktor Pendukung, Penghambat, dan Respons
Masyarakat dari Industrialisasi Pedesaan
1. Faktor Pendukung
a. Lokasi yang Strategis
Berdirinya industri di Desa Benda menjadikan Desa Benda
sebagai kawasan industri di Kabupaten Sukabumi. Desa Benda
Kecamatan Cicurug terletak di bagian utara Kabupaten
Sukabumi. Desa Benda dianggap sebagai lokasi yang strategis
karena berbatasan langsung dengan Kabupaten Bogor. Hal ini
disampaikan oleh pihak perusahaan dan pemerintah desa
mengenai berdirinya industri di Desa Benda.
“Kalau saya selaku HRD Manager tidak tahu pasti.
Tetapi, kalau saya bicara selaku HRD Professional
pintar yang punya pabrik, dia mengambil posisi persis
diperbatasan antara Bogor dan Sukabumi...”
(Wawancara dengan Bapak IS, 2018)
“...ya mungkin Desa Benda karena wilayahnya
perbatasan dengan Bogor...” (Wawancara dengan
Bapak Mar, 2018)
b. Jumlah Penduduk
Berdirinya industri tentu secara nyata membuka lapangan
pekerjaan bagi masyarakat. Terlebih perusahaan biasanya
74
memprioritaskan penduduk asli wilayah tersebut sebagai tenaga
kerja.
“...ya mungkin pertama tenaga kerjanya banyak di
sini. Terutama kan perempuan dulu tamat SMP aja bisa
kerja di pabrik asal mau....” (Wawancara dengan Bapak
HS, 2018)
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa jenis industri di
Desa Benda mayoritas adalah industri garment. Industri garment
berorientasi industri padat karya yang membutuhkan banyak
tenaga kerja. Hal ini tentu saja dengan berdirinya industri tersebut
akan menyerap banyak tenaga kerja. Tenaga kerja diutamakan
masyarakat sekitar yang tinggal di Desa Benda (Wawancara
dengan Bapak IS, 2018).
c. Upah Kerja Rendah
Faktor pendukung lainnya yang menjadi alasan mengapa
didirikan industri di Desa Benda adalah upah kerja yang rendah.
Berdirinya industri di Desa Benda selain hanya lokasi yang
strategis dan sebagai penyedia tenaga kerja adalah upah yang
rendah. Dapat diketahui Upah Minimum Regional (UMR)
Kabupaten Sukabumi relatif rendah dibandingkan daerah lainnya
di Jawa barat yang jadi kawasan industri. (Wawancara dengan
Bapak HS, 2018).
Hal tersebut juga dikatakan oleh salah satu pihak
perusahaan skala besar di Desa Benda.
“...pintar yang punya pabrik, dia mengambil posisi
persis diperbatasan antara Bogor dan Sukabumi. Kita
tahu UMK Bogor dan Sukabumi beda jauh, di
75
Sukabumi hanya sekitar dua koma lima juta sedangkan
Bogor sudah tiga juta lebih. Jadi yang punya pabrik
sangat smart sekali...” (Wawancara dengan Bapak IS,
2018)
2. Faktor Penghambat
a. Infrastruktur
Secara nyata dalam industrialisasi tentu ada Faktor
penghambat. Faktor penghambat dalam industrialiasi menjadi
kendala bagi perusahan.
“Kendalanya banyak karena pemerintah daerah
dalam hal ini setiap tahun mempunyai padangan yang
berbeda, mungkin lima tahun kesana ayo investor
masuk dipermudah dipermudah, karyawannya juga
masih melimpah ruah, begitu sekarang sudah
mendekati apa namanya dikatakan industri ya
dipersulit, pengetatan terhadap dokumen-dokumen atau
izin-izin mendirikan misalnya amdalalin, lingkungan
hidup, kemudian lalu lintas amdalalin, analisa dampak
lalu lintas sulit sekarang....” (Wawancara dengan Bapak
IS, 2018)
Kemudian mereka mengatakan bahwa salah satu faktor
penghambat dari industrialisasi juga mengenai infrastruktur yang
tidak memadai. Infrastruktur yang dimaksud adalah jalan. Sejak
awal industri berdiri hingga sekarang tidak ada pembangunan
jalan baru. Sementara peningkatan kendaraan semakin
meningkat. Namun saat ini sudah dibangun jalan tol diharapkan
memudahkan dalam proses industrialisasi (Wawancara dengan
Bapak IS, 2018).
Beberapa informan juga mengatakan dampak negatif dari
adanya industri adalah kemacetan. Namun, masyarakat justru
76
mengatakan bahwa kemacetan disebabkan oleh kendaraan umum
dan penjemput yang berhenti sembarangan.
“...dari segi kemacetan memang luar biasa. Kalau
pagi anak sekolah bisa kesiangan, nanti kalau jemput
juga penuh ini motor di lingkungan masyarakat ya
perusahaan tidak menyediakan lahan parkir untuk yang
jemput karyawan nah itu jadi permasalahan juga bagi
saya... jadi kan dari depan sini aktivitas warga jadi
terganggu” (Wawancara dengan Bapak Pur, 2018)
b. Sumer Daya Manusia Rendah
Sumber daya manusia yang rendah merupakan faktor
penghambat dari industrialisasi. Walaupun banyak industri
berdiri di Desa Benda, namun masyarakat sekitar yang bekerja
harus memiliki keahlian dan juga tingkat pendidikan.
“...untuk warga sendiri susah untuk masuk dengan
SDM yang kurang karena disini kan banyak yang SD,
SMP sedangkan perusahaan ditekankan harus SMA itu
kan jadi hambatan juga sebenernya buat masyarakat
disini bener-bener susah...” (Wawancara dengan Bapak
Pur, 2018)
Pihak perusahaan mengutamakan tenaga kerja dari wilayah
sekitar perusahaan. Namun, pekerja yang memiliki keahlian yang
dibutuhkan perusahaan atau sudah siap bekerja dengan skill yang
dimiliki. Selain itu perusahaan juga menetapkan minimal
pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) (Wawancara dengan
Bapak IS, 2018).
Pada awal berdiri industri di Desa Benda masyarakat
dengan pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD) sudah bisa
bekerja. Namun, saat ini industri menerima pekerja dengan
77
pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas (SMA). Kecuali
untuk posisi jahit minimal SMP sudah bisa bekerja. Tetapi
masyarakat yang sudah memiliki pengalaman bekerja di sektor
industri bisa diterima bekerja walaupun pendidikan terakhirnya
Sekolah Dasar (Wawancara Ibu TTN, 2018).
Namun peneliti mendapatkan informasi dari informan yang
bekerja di sektor industri. Pekerja tersebut bekerja sebagai chief
produksi walaupun pendidikan terakhirnya Sekolah Dasar.
“...kalau saya sih SD Cuma kan skill itu kita kan dari
bawah ngeliat skill bagus-bagus gitu pasti diangkat...
pengalaman kita jadi kalau ijazah itu kan dipabrik itu
bukan yang penting skillnya. Oh ini SD ngak bisa?
Ngak, pengalaman kerjanya berapa tahun terus bagian
apa langsung gitu jadi ngak nilai pendidikan. Kecuali
untuk bagian yang lain untuk bagian QC kan itu
pendidikannya minimal SMA ya kalau buat jahit sama
helper sih untuk tahun yang lalu SD bisa tapi untuk
tahun sekarang sih minimal SMP...” (Wawancara
dengan Ibu TTN, 2018)
3. Respons Masyarakat
a. Respons Masyarakat terhadap Industrialisasi
Untuk mengetahui respons masyarakat peneliti melakukan
wawancara dengan pemerintah desa, salah satu pihak perusahan,
tokoh masyarakat, serta masyarakat Desa Benda. Respons
masyarakat terhadap industrialiasasi tentu saja beragam.
“...ya setuju-setuju aja... ya selama ini ngak ada ya
karena memang prosedurnya ditempuh sesuai, izin
lingkungan, izin masyarakat, warga dulu ya kan,
tahapan-tahapannya dilalui sesuai dengan permintaan
warga, kan disini juga ada persetujuan warga juga, buat
IMB dan sebagainya kan berdasarkan izin
78
lingkungannya dulu...” (Wawancara dengan Bapak Pur,
2018)
Pemerintah Desa Benda mengatakan bahwa pada umumnya
masyarakat menerima adanya industri di Desa Benda. Hal ini bisa
dilihat sejak awal industri berdiri di Desa Benda tidak pernah ada
masalah antara masyarakat dan pihak industri. Keberadaan
industri diterima oleh masyarakat Desa Benda karena secara
nyata membuka kesempatan bekerja di sektor industri. Selain itu,
dengan adanya industri ada peluang usaha bagi masyarakat yang
memiliki modal. Walaupun masyarakat menerima tentu saja ada
dampak negatif dari adanya indsutri. Beberapa kegiatan
masyarakat terganggu seperti kemacetan. Namun, pada umumnya
masyarakat merespons dengan baik adanya industri di Desa
Benda. (Wawancara dengan Bapak HS, 2018)
Salah satu pihak perusahaan juga mengatakan bahwa
tanggapan masyarakat sangat variatif. Selama industri beroperasi
di Desa Benda tidak pernah terjadi masalah yang menimbulkan
dengan masyarakat. Justru dengan adanya industri masyarakat
sekitar bisa bekerja di sektor industri. Pendapatan Asli Daerah
(PAD), pendapatan masyarakat meningkat. Selain itu, secara
tidak langsung masyarakat juga memiliki peluang usaha, seperti
usaha makanan, rumah sewa, dan lain sebagainya. Pihak
perusahaan mengizinkan masyarakat yang berjualan di depan
pabrik. (Wawancara dengan Bapak IS, 2018)
Respons masyarakat yang menerima adanya industri di
Desa Benda paling banyak karena membuka lapangan pekerjaan.
79
Secara nyata adanya industri di Desa Benda membuka
kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar.
“...mereka semua menerima karena apa ya kalau
dibilang itu anak-anaknya juga bisa bekerja kalau
dibilang ya menerima. Kalau anak-anak yang masih
produktif masih bisa lah bagi perempuan cuma yang itu
ya dia kalau anak laki-laki yang sulit...” (Wawancara
dengan Bapak OJ, 2018)
Selain itu, ada masyarakat yang memberikan tanggapan
bahwa adanya industri masyarakat lebih sadar akan pendidikan.
Masyarakat pernah putus sekolah kembali melanjutkan
pendidikannya.
“...ya disini juga yang putus sekolah adakan ini juga
paket, yang SD depan itu ada paket A, paket B, paket
C... Sabtu Minggu aja...” (Wawancara dengan Bapak
OJ, 2018)
Namun, ada juga masyarakat yang merespons adanya
industri menimbulkan masalah baru. Hal ini karena berdampak
terhadap lingkungan.
“...setelah ada pabrik jadi susah air kalau sudah
musim kemarau, kebutuhan air bersih susah,
masyarakat disini susah air...” (Wawancara dengan
Ibu AS, 2018)
b. Respons Masyarakat terhadap Masyarakat
Pendatang
Setelah berdiri industri Desa Benda menjadi wilayah padat
penduduk. Hal ini dikarekan banyak pendatang di Desa Benda.
Penduduk yang datang ke Desa Benda mayoritas untuk mencari
80
pekerjaan di sektor industri. Jumlah masyarakat pendatang yang
bekerja di sektor industri sama banyak dengan masyarakat Desa
Benda. (Wawancara dengan Bapak HS, 2018)
Dari hasil wawancara dengan masyarakat Desa Benda,
informan merespons masyarakat pendatang dengan beragam.
“...biasa aja ngak ada masalah kebetulan kan kita
mayoritas muslim jadi ngak ada masalah, justru ada
sumbangsihnya dari pendatang ada kontribusinya... ya
saya sih bersyukur maksudnya banyak kontribusi yang
memang mereka berikan karena disini juga dari segi
keamanan bagus lah...” (Wawancara dengan Bapak Pur,
2018)
“...alhamdulillah kalau hubungan ya baik lah, kan
ada juga yang non-muslim kalau ada PHBI aja
dilibatkan... bahkan kalau tidak dilibatkan dia suka
nanya kenapa saya tidak diikutkan. alhamdulillah baik
ya, setiap pendatang ikut berpartisipasi setiap ada
kegiatan di sini, toleransi juga ya sama warga beda
agama....” (Wawancara dengan Bapak Mar, 2018)
Namun, disamping adanya peluang usaha bagi masyarakat
sebagai penyedia jasa bagi pendatang. Beberapa masyarakat juga
menganggap adanya pendatang justru mengurangi kesempatan
kerja bagi masyarakat Desa Benda.
“...kalau ngak ada pendatang mungkin masyarakat
disini pada kerja disitu semua dikarenakan banyak
orang dari luar itu pendatang jadi disini banyak yang
nganggur...” (Wawancara dengan Bapak Jak, 2018)
Selain itu, dengan adanya pendatang beberapa informan
juga mengatakan sering terjadi tindakan kriminalitas. Walaupun
81
bukan berarti pendatang yang melakukan tindakan tersebut.
kadang ada orang lain dari luar yang memanfaatkan kesempatan.
“...kalau menurut bapak ada enak nya ada ngaknya,
ada positifnya ada negatifnya juga. Ya kalau negatifnya
kalau ada ribut-ribut antara yang pendatang sama
penduduk asli, RT yang repot, kalau ada pencurian juga
dulu kan jarang pencurian kalau sekarang karena siang
hari sepi ada aja gitu pencurian...” (Wawancara dengan
Bapak UK, 2018)
82
BAB V
PEMBAHASAN
A. Kontribusi Indutrialisasi Pedesaan terhadap Kehidupan
Sosial Ekonomi Masyarakat Desa
Analisis mengenai kontribusi indusrialiasasi pedesaan
terhadap kehidupan sosial ekonomi menggunakan analisis
deskriptif. Sehingga pembahasan yang disajikan berupa uraian
dan pemaran. Berdirinya industri di Desa Benda menimbulkan
beragam perubahan. Selain itu dengan berdirinya industri di
pedesaan juga memberikan kontribusi dalam kehidupan sosial
ekonomi masyarakat desa.
Proses industrialisasi yang terjadi di Desa Benda terjadi
secara bertahap. Berdasarkan teori pembangunan W.W Rostow
dalam (Martono 2012, 61-62), bahwa ada lima tahap
pembangunan ekonomi. Mulai dari tradisional hingga konsumsi
massa tinggi. Dalam industrialisasi pedesaan di Desa Benda, pada
awalnya masyarakat desa Benda bermatapencaharian sebagai
petani. Artinya sebelum menjadi masyarakat industri, masyarakat
desa Benda merupakan masyarakat tradisonal yang bekerja
sebagai petani.
Tahap pembangunan ekonomi yang kedua adalah pra
kondisi tinggal landas. Pada tahap ini ditandai dengan kemajuan
ekonomi sudah mulai tumbuh. Tahap ini banyak pengusaha,
perluasan pasar, dan pembangunan pada sektor industri. Tahap
pembangunan ekonomi selanjutnya ditandai dengan berdirinya
83
industri batako, sejenis industri rumah tangga. Masyarakat desa
benda dari petani berkembang menjadi pencetak batako.
Tahap pembangunan ekonomi yang ketiga adalah tinggal
landas. Tahap tinggal landas ditandai dengan pertumbuhan
ekonomi mulai tinggi, teknologi-teknologi baru sudah mulai
diakses, pertumbuhan modal bagi perluasan industri. Kemudian
tahap pembangunan ekonomi di Desa Benda mulai berkembang
dengan berdirinya industri skala besar di Desa Benda. PT. Hae
Wae merupakan industri skala besar pertama yang berdiri di Desa
Benda, sejak saat itulah masyarakat Desa Benda mulai beralih
bekerja di sektor industri. Hal ini tentu menimbulkan perubahan
terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat Desa Benda.
Tahap pembangunan ekonomi selanjutnya adalah
pematangan pertumbuhan. Tahap ini kegiatan ekonomi tumbuh
secara terus-menerus. Industri modern berkembang kearah
industri padat modal. Setelah berdiri industri besar sejak saat itu
mulai berdiri industri-industri lainnya mulai dari industri skala
kecil, menengah, dan skala besar. Industri yang terdapat di Desa
Benda terus bertambah, hal ini tentu saja kegiatan ekonomi
tumbuh secara terus-menurus. Walaupun industri yang ada di
Desa Benda semuanya masih berorientasi kepada padat karya,
namun di sebagian wilayah Kecamatan Cicurug mulai berdiri
industri yang berorientasi padat modal.
Tahap terakhir dari tahap pembangunan menurut W.W.
Rostow adalah tahap konsumsi tinggi. Tahap ini ditandai dengan
sektor industri mulai mengkhususkan pada produksi barang
konsumsi dan penyedian jasa. Pada tahap ini kebutuhan dasar
84
adalah memberikan pelayanan dan fokus pada kesejahteraan
masyarakat. Desa Benda saat ini sudah menjadi salah satu
kawasan industri di Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi.
Masyarakat Desa Benda saat ini mayoritas bekerja di sektor
industri. Penghasilan yang didapatkan dari bekerja di sektor
industri dinilai bisa memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan
primer, sekunder, dan tersier masyarakat bisa dipenuhi dari hasil
bekerja di sektor industri.
Industrialiasasi seperti yang dikemukakan oleh Eva
Banowati (Banowati 2013, 188), berdirinya industri tentu akan
menguntungkan bagi masyarakat. Hal ini berkaitan dengan
kontribusi industrialisasi bagi kehidupan sosial ekonomi
masyarakat desa. Kontibusi seperti sudah dijelaskan
(Poerwadarminta 2014, 730) berarti bantuan, sumbangan,
pelibatan. Kontribusi industrialisasi pedesaan bagaimana dengan
hadirnya industri bisa memberikan kontibusi terhadap kehidupan
sosial ekonomi masyarakat desa. Kontribusi tersebut merupakan
bentuk dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Ada pula
kontribusi yang secara tidak langsung dirasakan masyarakat dari
keberadaan industri.
Berikut kontribusi yang dirasakan masyarakat dari
kehadiran industri:
1. Lapangan Pekerjaan
Kontribusi industri berupa terbukanya lapangan pekerjaan
seolah menjadi salah satu unggulan yang diberikan pihak industri
kepada masyarakat. Membuka lapangan pekerjaan, seolah
mengurangi pengangguran yang ada di Desa Benda.
85
Hal ini juga dikemukakan Eva Banowati (Banowati 2013,
186), pembangunan industri membuka kesempatan kerja.
semakin banyak industri yang dibangun semakin banyak
kesempatan kerja bagi masyarakat. Keberadaan industri di Desa
Benda secara nyata membuka kesempatan kerja bagi masyarakat
sekitar. Masyarakat Desa Benda mayoritas bekerja di sektor
industri. Hal ini mengkonfirmasi yang dikatakan beberapa
narasumber. Semua informan mengatakan bahwa dengan
berdirinya industri membuka lapangan pekerjaan bagi
masyarakat. Hal ini juga dibuktikan dengan jumlah masyarakat
yang bekerja sebagai karyawan swasta di sektor industri yang
tersebar di wilayah Desa Benda. Bisa dilihat pada (Tabel 3.9).
Kesempatan bekerja di sektor industri juga terus meningkat.
Hal ini dikatakan oleh Bapak IS, bahwa perusahaan terus
melakukan pelebaran pabrik. Sehingga membutuhkan banyak
pekerja baru. Selain itu, industri di Desa Benda banyak industri
berskala besar. Industri yang ada mayoritas industri garment yang
berorientasi padat karya. Industri padat karya merupakan industri
yang memberikan kontribusi besar bagi pembangunan karena
banyak menyerap tenaga kerja (Kemenperin).
Seperti yang disampaikan pihak industri Bapak IS, industri
padat karya membutuhkan banyak pekerja. Hal ini tentu
membuka peluang bagi masyarakat untuk bekerja di sektor
industri. Namun, tentunya masyarakat yang sudah siap bekerja
dalam artian memiliki skill. Masyarakat menjadi lebih aktif dalam
mencari informasi pekerjaan. Hal tersebut mengkonfimasi yang
dikatakan informan Bapak WS bahwa informasi mengenai
86
pekerjaan dikelola oleh kepemudaan setempat. Baik kepemudaan
di tingkat RT, RW, dan di tingkat Desa.
Walaupun dengan berdirinya industri membuka lapangan
pekerjaan, tidak menutup kemungkinan pengangguran masih
banyak di Desa Benda. Pada (tabel 3.9) masyarakat masih ada
yang belum bekerja di usia produktif. Dari data tersebut tercatat
ada 4.037 orang yang belum dan tidak bekerja. Hal ini
mengkonfirmasi yang dikatakan Bapak OJ bahwa masyarakat
setempat sulit untuk bekerja di sektor industri. Hal ini
dikarenakan beberapa hal, mulai dari faktor usia, faktor
pendidikan, faktor keahlian.
Rata-rata perusahaan membatasi usia yang bekerja di sektor
industri maksimal usia tiga puluh lima tahun. Tentu yang
mempunyai kesempatan ini adalah masyarakat yang masih
berusia dibawah tiga puluh tahun. Usia tersebut biasanya adalah
masyarakat yang baru selesai menyelesaikan pendidikan di
tingkat Sekolah Menengah Atas atau di tingkat Sekolah Tinggi.
Hal tersebut dikonfirmasi oleh Ibu TTN, bahwa saat ini
pihak industri menerima pekerja dengan pendididikan terakhir
Sekolah Menengah Atas. Kecuali pada posisi sewing (jahit)
pendidikan minimal SMP. Namun jika memiliki pengalaman
bekerja di sektor industri dengan keahlian yang dimilki bisa
bekerja walaupun pendidikan terakhinrnya rendah.
2. Penghasilan Masyarakat
Bekerja erat kaitannya degan penghasilan. Seperti yang
dikatakan Eva Banowati (Banowati 2013, 186), bahwa dengan
87
adanya industri pendapatan masyarakat meningkat. Penghasilan
masyarakat yang bekerja di sektor industri memang meningkat
setiap tahun. Hal ini dikarenakan masyarakat yang bekerja di
sektor industri mendapatkan pengahasilan minimal sesuai dengan
UMK.
Keputusan Gubernur tentang Upah Minimum
Kabupaten/Kota di Daerah Jawa Barat tercantum dalam
Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 561 Tahun 2017 (Better
Work 2017, 1). Berdasarkan keputusan gubernur tersebut, Upah
Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Kabupaten Sukabumi
sebesar Rp. 2.583.556,63 (Better Work 2017, 3). Masyarakat
yang bekerja di sektor industri jika bekerja delapan jam sehari
dalam lima hari minimal mendapatkan penghasilan UMK
Sukabumi sebesar RP. 2.583.556,63. Rata-rata pendapatan
tersebut merupakan penghasilan dengan bekerja selama sepuluh
jam sehari. Kecuali posisi security, penghasilan tersebut
mengikuti besaran UMK Kabupaten Sukabumi dan penghasilan
bersih sesudah dipotong administrasi lainnya. Serta jabatan
seperti supervisor dan chief bekerja melebihi delapan jam sehari
tidak dihitung lembur.
Adapun dari penghasilan kerja tersebut rata-rata masyarakat
menggunakan penghasilan tersebut untuk:
a. Biaya Pendidikan
Dari beberapa informan pekerja industri yang masih
memiliki anak usia sekolah, mereka menggunakan penghasilan
dari kerja untuk keperluan pendidikan anaknya. Hal ini
mengkonfirmasi yang dikatakan beberapa informan seperti Ibu
88
AS, Ibu ES, Ibu TTN, Bapak WS, Bapak RH, Bapak Pur dan
Bapak DS. Penghasilan dari bekerja sebagian digunakan untuk
keperluan sekolah anak. Keperluan sekolah anak menyangkut
biaya SPP perbulan, uang jajan dan ongkos angkutan setiap hari,
biaya buku, biaya ujian, biaya alat tulis.
Biaya yang dikeluarkan untuk SPP rata-rata sebesar Rp.
50.000 sampai Rp. 150.000 untuk tingkat SMA. Sedangkan untuk
tingkat SD dan SMP rata-rata tidak membayar biaya SPP. Biaya
yang dikeluarkan untuk uang jajan dan ongkos sangat bervariatif
mulai dari Rp. 5.000 sampai dengan Rp. 30.000 setiap hari. Biaya
yang dikeluarkan untuk keperluan sekolah lainnya biaya alat
tulis, biaya buku, dan biaya ujian.
Tidak hanya itu, beberapa pekerja industri yang tidak tamat
sekolah melanjutkan kembali pendidikannya dengan mengikuti
Paket A, Paket B, dan Paket C. Hal ini dapat mengkonfirmasi
yang dikatakan Bapak OJ, bahwa banyak masyarakat yang
mengambil program Paket A, Paket B, dan Paket C. masyarakat
yang belajar setiap hari Sabtu dan Minggu.
b. Membangun/ Merenovasi Rumah
Penghasilan masyarakat yang bekerja di sektor industri ada
digunakan untuk membangun atau merenovasi rumah. Hal ini
mengkonfirmasi yang dikatakan oleh Ibu TTN. Bahwa dari
sebagain penghasilannya digunakan untuk membangun dan
memperbaiki rumah mereka.
Ibu TTN bekerja sebagai chief produksi di salah satu
garment di Benda. Dari sebagian pengahasilannya yang
89
didapatkan minimal Rp. 7.000.000/bulan Ibu TTN digunakan
untuk membangun atau rumah.
c. Kebutuhan Harian Rumah Tangga
Semua informan yang bekerja di sektor industri
mengatakan bahwa dari penghasilan yang diperoleh digunakan
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kebutuhan sehari-hari
tersebut merupakan kebutuhan pokok baik itu sandang, dan
pangan. Kebutuhan pangan menyangkut kebutuhan makan yang
dibeli dalam bentuk sembako. Kebutuhan lainnya dari kebutuhan
rumah tangga seperti untuk membayar listik, air, kebutuhan untuk
kesehatan, dan lain-lain.
Menurut BPS pendapatan masyarakat diukur dengan
pengeluaran selama satu bulan. Rata-rata pengeluaran per kapita
sebulan adalah biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi semua
anggota rumah tangga selama sebulan dibagai dengan banyaknya
anggota rumah tangga. Pengeluaran untuk konsumsi makan
dihitung selama seminggu terakhir, sedangkan konsumsi bukan
makan dihitung sebulan dan setahun terakhir. Baik konsumsi
makan maupun bukan makan selanjutnya dikonversikan ke dalam
pengeluaran rata-rata sebulan. (BPS Kab. Sukabumi 2017, 84)
Sementara rata-rata pengeluaran perkapita sebulan tahun
2017 untuk makanan Rp. 468.854,- dan bukan makanan Rp.
333.850,-. Jadi rata-rata pengeluaran perkapita sebulan tahun
2017 adalah Rp. 802.704,- (BPS Kab. Sukabumi 2017, 82)
Penghasilan masyarakat yang bekerja di sektor industri
rata-rata sudah melebihi dari UMK Kabupaten Sukabumi. Hal ini
90
dikonfirmasi oleh pekerja industri yang dalam satu keluarga,
anggota keluarga yang bekerja di sektor industri lebih dari satu.
Sehingga kebutuhan keluarga terpenuhi. Walaupun ada informan
yang mengatakan bahwa bekerja di sektor industri tidak serta
merta meningkatkan kesejahteraan, hanya sebatas bisa bertahan
untuk kebutuhan sehari-hari saja. Peneliti melihat hal ini
dikarenakan jumlah tanggungan yang ada dalam keluarga.
Sementara pencari nafkah utama hanya bergantung pada satu
orang saja.
3. Peluang Usaha
Selain itu, kontribusi dari adanya industri di Desa Benda
secara tidak langsung membuka peluang usaha bagi masyarakat.
Banyaknya pekerja dari luar Desa Benda membuka peluang
usaha sebagai penyedia barang dan jasa bagi masyarakat
pendatang. Seperti dikemukakan oleh Eva Banowati (Banowati
2013, 186), berdirinya industri terbukanya usaha-usaha lain diluar
bidang industri. Usaha merupakan suatu unit ekonomi yang
melakukan aktivitas yang bertujuan menghasilkan barang dan
jasa untuk dijual atau ditukar dengan barang lainnya dan ada
seseorang atau lebih yang bertanggung jawab dan punya
kewenangan untuk mengelola usaha tersebut (BPS 2016).
Peluang usaha yang ada dari adanya industri seperti yang
dikatakan oleh beberapa informan adalah usaha rumah sewa atau
kos, usaha rumah atau warung makan, usaha angkutan, dan usaha
lainnya yang dibutuhkan masyarakat pendatang. Jenis usaha di
Desa Benda (Tabel 4.1).
91
Dari setiap wilayah yang terdapat industri atau perusahaan,
pasti banyak terdapat rumah sewa atau kos-kosan. Semenjak desa
Benda menjadi kawasan industri banyak masyarakat dari luar
wilayah desa Benda bahkan dari luar Kabupaten Sukabumi
mencari pekerjaan di Desa Benda. Tentu saja banyaknya
karyawan dari luar daerah membuka kesempatan masyarakat desa
Benda membuka usaha rumah sewa atau kos-kosan. Namun, dari
informasi yang diperoleh pemilik rumah sewa atau kos-kosan
tidak hanya masyarakat setempat. Masyarakat dari luar daerahpun
sudah banyak yang menderikan rumah sewa atau kos-kosan di
Desa Benda. Dengan berdirinya industri di Desa Benda tentu
menarik para pemilik modal untuk membuka usaha di Desa
Benda.
Selain itu, peluang usaha yang banyak dilakukan seperti
pedagang keliling yang berjualan di depan pabrik dan masyarakat
yang membuka kios atau warung (tabel 4.1). Usaha tersebut juga
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang yang
digunakan sehari-hari, baik bagi masyarakat pendatang ataupun
masyarakat Desa Benda.
Selanjutnya usaha jasa angkutan atau transportasi. Usaha
jasa angkutan yang paling banyak diminati adalah angkutan ojek.
Dari hasil wawancara yang dilakukan pekerja industri biasanya
membayar sewa ojek untuk jangka waktu yang lama, misalkan
membayar jasa ojek untuk satu bulan. Jasa angkutan ojek ini
diminati karena kondisi kemacetan yang parah saat jam masuk
dan pulang kerja. Untuk mengantisipasi keterlambatan bekerja
biasaya masyarakat lebih memilih untuk menggunakan ojek.
92
Begitu juga ketika jam pulang kerja sudah banyak motor di
sepanjang jalan untuk menjemput karyawan yang bekerja. Hal
ini tentu menimbulkan kemacetan yang sangat parah. Pada saat
observasi peneliti melihat kemacetan terjadi bisa sampai dua jam
lamanya.
Dengan berdirinya industri secara tidak langsung membuka
peluang usaha bagi masyarakat. Namun, peluang usaha tersebut
hanya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat yang memiliki modal
untuk usaha. Jadi walaupun ada peluang usaha karena adanya
industri tidak semua masyarakat bisa membuka usaha. Nyatanya
usaha hanya dilakukan bagi masyarakat yang memiliki modal
saja dan justru menarik para pemilik modal dari luar daerah untuk
membuka usaha di Desa Benda. Hal ini mengkonfirmasi yang
dikatakan Bapak OJ, bahwa peluang usaha kontrakan hanya bagi
mereka yang memiliki modal saja.
4. Kebutuhan Sehari-hari
Salah satu kontribusi yang dirasakan berupa pemenuhan
kebutuhan sehari-hari. Kebutuhan pokok berupa kebutuhan
sandang, pangan, dan papan. Kontribusi yang diberikan untuk
memenuhi kebutuhan pangan. Bantuan yang diberikan dari
beberapa perusahaan berupa kebutuhan sembako. Hal ini
mengkonfirmasi yang dikatakan oleh Bapak HS, Bapak WS,
Bapak OJ, dan Bapak DS bahwa dari perusahaan memberikan
sembako baik yang secara rutin setiap bulan maupun hanya
menjelang Hari Raya.
93
Masyarakat menggunakan sembako untuk konsumsi makan
sehari-hari. Sebelum berdiri industri di Desa Benda masyarakat
tentu harus membeli kebutuhan pangan untuk konsumsi makan
sehari-hari. Setelah berdiri industri di Desa Benda masyarakat
mendapat bantuan berupa sembako yang menunjang untuk
konsumsi makan setiap hari. Artinya dengan adanya industri
membantu masyarakat bisa menghemat untuk membeli
kebutuhan pangan. Dengan diberikan bantuan berupa sembako
tersebut mengurangi pengeluaran untuk biaya makan sehari-hari.
Walaupun yang memberikan secara rutin setiap bulan baru satu
perusahaan.
Hal ini mengkonfirmasi yang dikatakan oleh beberapa
narasumber. Beberapa narasumber mulai dari pihak industri,
pihak pemerintah desa, dan masyarakat desa mengatakan bahwa
pihak perusahaan memberikan bantuan berupa sembako. Seperti
beberapa perusahaan garment memberikan sembako.
Sementara itu selain memberikan sembako sebagai
kebutuhan pangan, salah satu industri peternakan ayam
memberikan bantuan berupa telur. Hal ini mengkonfirmasi yang
dikatakan Bapak AF dan Bapak UMN, masyarakat yang tempat
tinggalnya dekat perusahaan peternakan tersebut diberikan
jumlah lebih banyak karena merasakan dampaknya langsung.
Sementara jika ada masyarakat yang meninggal dunia diberikan
satu peti telur dari perusahaan peternakan ayam telur tersebut.
Hal ini tentu membantu masyarakat dalam memenuhi kehidupan
sehari-hari untuk konsumsi makan.
94
5. Modal Kerja
Kontribusi yang diberikan pihak perusahaan sangat
beragam. Seperti yang diberikan salah satu perusahaan yaitu
pemberian mesin jahit. Kontribusi yang diberikan dalam bentuk
mesin jahit tentu menjadi salah satu modal kerja bagi masyarakat.
Pemberian mesin jahit dimaksudkan melatih masyarakat desa
Benda untuk meningkatkan kemampuannya dalam menjahit agar
bisa diterima bekerja di perusahaan garment yang ada di Desa
Benda.
Industri yang ada di Desa Benda mayoritas adalah industri
garmen. Posisi yang banyak dibutuhkan adalah pada bagian
sewing (menjahit). Jadi pemberian mesin jahit bisa menjadi
modal kerja bagi masyarakat. Jika terdapat lowongan pekerjaan
pada posisi menjahit maka dengan mudah bisa bekerja pada
industri garmen yang ada di Desa Benda. Hal ini dikatakan oleh
Bapak WS dan Bapak RH, bahwa pihak industri yang
memberikan bantuan berupa mesin jahit dimaksudkan untuk
melatih masyarakat agar memiliki skill.
6. Kegiatan Sosial Masyarakat
Kotribusi yang diberikan dari pihak industri selain berupa
barang seperti mesin jahit dan sembako juga berupa uang tunai.
Uang tunai yang diberikan dari pihak perusahaan diberikan untuk
kegiatan masyarakat. Seperti salah satu perusahaan yang
memberikan bantuan berupa uang tunai setiap bulan untuk
wilayah letak perusahaan tersebut. Hal ini mengkonfirmasi yang
dikatakan oleh Bapak Pur, bahwa setiap bulan industri tersebut
95
memberikan uang tunai tersebut untuk lingkungan. Dana tersebut
disimpan dalam kas RW dan kas RT.
Kemudian dana yang diberikan tersebut digunakan untuk
kegiatan yang ada di masyarakat. Seperti Peringatan Hari Besar
Islam, kegiatan Memperingati Kemerdekaan Indonesia, dan
kegiatan masyarakat lainnya. Jadi dengan adanya industri tersebut
bisa menunjang kegiatan masyarakat dari bantuan yang diberikan.
7. Sarana Umum
Sejak berdiri industri banyak perubahan yang terjadi di
Desa Benda. Salah satunya juga perubahan lingkungan dan
perubahan secara fisik. Hal ini seperti dikatakan oleh beberapa
narasumber, bahwa semenjak berdiri industri masyarakat cukup
kesulitan memperoleh air bersih. Terutama pada saat musim
kemarau. Namun, beberapa pihak perusahaan memberikan
tunjangan sarana umum berupa pengadaan air bersih.
Pada saat musim kemarau salah satu perusahaan yang ada
berkontribusi untuk pengadaan air bersih. Ketika sudah masuk
musim kemarau, air bersih sulit didapatkan. Perusahaan
peternakan tersebut memperbolehkan masyarakat sekitar untuk
mengambil air bersih di pabrik mereka.
B. Faktor Pendukung, Penghambat, dan Respons
Masyarakat dari Industrialisasi Pedesaan
1. Pendukung: Lokasi, Jumlah Penduduk dan UMK
Faktor pendukung dari industrialiasasi adalah lokasi yang
strategis, jumlah penduduk yang banyak, dan upah kerja yang
96
rendah. Hal ini juga dikemukakan Eva Banowati sebagai faktor
pendukung industrialisasi (Banowati 2013, 186).
Eva Banowati mengemukakan bahwa letak geografis yang
menguntungkan menjadi faktor pendukung pembangunan industri
(Banowati 2013, 186). Lokasi yang strategis dianggap sebagai
salah satu faktor pendukung industrialiasi di Desa Benda. Hal ini
dikarenakan lokasi Desa Benda yang strategis memudahkan
proses distribusi. Desa Benda dilintasi jalan negara dan memiliki
waktu tempuh ke Jalan Tol Jagorawi hanya sekitar tiga puluh
sampai tiga puluh lima menit. Apalagi saat ini di Sukabumi sudah
terdapat akses jalan tol yang memudahkan untuk proses distribusi.
Berdirinya industri di Desa Benda juga merupakan
berdasarkan Perda Kabupaten Sukabumi No. 22 Tahun 2012.
Menurut Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Sukabumi No: 22
Tahun 2012. Kawasan industri diperuntukan bagi industri besar
terdiri dari kawasan industri Ciambar, kawasan industri
Cikembar, kawasan industri Gunungguruh, kawasan industri
Palabuanratu, kawasan industri Purabaya, kawasan industri
Cibitung, dan Kawasan industri Tegalbuled. (Perda Kab.
Sukabumi 2012, 75)
Industri di luar kawasan industri diarahkan tersebar di
beberapa kecamatan. Salah satunya adalah Kecamatan Cicurug,
Kecamatan Cicurug diperuntukan bagi industri Air Minum Dalam
Kemasan (AMDK) dan minum ringan, industri garmen,
komponen eloktronik, industri boneka, industri rambut palsu,
dengan luas paling tinggi 170 hektar. (Perda Kab. Sukabumi
2012, 77)
97
Jenis industri di Desa Benda memang lebih banyak garment
dan komponen eloktronik. Tentunya ini berdasarkan Perda
Kabupaten Sukabumi No. 22 Tahun 2012. Bahwa industri di
Kecamatan Cicurug diperuntukan bagi jenis industri tersebut.
Selanjutnya yang menjadi faktor pendukung industrialiasasi
adalah jumlah penduduk yang banyak. Eva Banowati juga
mengemukakan bahwa salah satu faktor pendukung pembanguan
industri adalah tenaga kerja yang banyak (Banowati 2013, 186).
Dapat diketahui pada (Tabel 3.4 & Tabel 3.5), bahwa jumlah
penduduk desa Benda merupakan jumlah penduduk terbanyak
kedua di Kecamatan Cicurug. Jumlah penduduk yang banyak
membuka kesempatan untuk menjadi tenaga kerja di perushaan.
Keberadaan industri di Desa Benda sebagian besar investor
berasal dari luar negeri. Berdirinya industri di Desa Benda tentu
bukan karena ketersediaan bahan baku sebagai sarana produksi.
Sumber bahan baku diimpor dari luar negeri, begitu juga dengan
produk yang dihasilkan diekspor keluar negeri dan tidak
dipasarkan di Indonesia. Jadi pemilihan Desa Benda bisa saja
sebagai lokasi yang dianggap strategis dan sebagai penyedia
tenaga kerja.
Berdirinya industri di Desa Benda selain hanya lokasi yang
strategis dan sebagai penyedia tenaga kerja adalah upah yang
rendah. Dapat diketahui Upah Minimum Regional (UMR)
Kabupaten Sukabumi relatif rendah dibandingkan daerah lainnya
di Jawa barat yang jadi kawasan industri.
Besaran Upah Minimum Kabupaten/Kota ditetapkan oleh
Gubernur. Keputusan Gubernur tentang Upah Minimum
98
Kabupaten/Kota di Daerah Jawa Barat tercantum dalam
Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 561 Tahun 2017 (Better
Work 2017, 1). Berdasarkan keputusan gubernur tersebut, Upah
Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Kabupaten Sukabumi
sebesar Rp. 2.583.556,63 (Better Work 2017, 3).
Sementara itu Upah Minimum Kabupaten (UMK) di
Kabupaten Bogor sebesar RP. 3.483.667,39 (Better Work 2017,
3). Padahal Desa Benda berbatasan langsung dengan Kabupaten
Bogor. Namun, selisih upah minimumnya hampir Rp. 1.000.000.
2. Penghambat: SDM dan Infrastruktur
Selain terdapat faktor pendukung industrialisasi, ada pula
faktor penghambat industrialisasi. Seperti dikemukakan oleh Eva
Banowati (Banowati 2013, 187). Salah satu penghambat
industrialisasi adalah sarana dan prasarana yang dibutuhkan
belum tersedia merata di seluruh Indonesia. Hal ini
mengkonfirmasi yang dikatakan oleh pihak perusahaan Bapak IS,
yang menjadi faktor penghambat industralisasi adalah
infrastuktur yang tidak memadai dan sumber daya manusia yang
rendah. Narasumber lainnyapun mengatakan hal tersebut, Bapak
HS dan Bapak Pur.
Infrastuktur yang dimaksud adalah jalan utama yang dilalui
kendaraan. Letak perusahaan rata-rata berada di tepi jalan utama.
Sebelum berdiri industri sampai berdiri industri jalan di Desa
Benda sama. Sementara semenjak berdiri industri jumlah
kendaraan semakin meningkat. Terlebih ditambah dengan
kendaraan dari pabrik seperti truk besar yang melintas di jalan
99
utama setiap hari. Semua kendaraan perusahaan yang ada di
Kecamatan Cicurug melakukan distribusi melalui jalan utama.
Tentu saja akan menimbulkan kemacetan. Infrstuktur jalan
dianggap sebagai faktor penghambat dari industrialisasi.
Pada saat melakukan observasi peneliti juga melihat kondisi
jalan macet ketika jam masuk dan keluar kerja. Peneliti melihat
kemacetan disebabkan karena letak perusahaan tepat di depan
jalan utama. Selain itu, kemacetan juga disebabkan angkutan
umum dan penjemput yang membawa motor berhenti di sekitar
jalan utama.
Kemacetan terjadi pada jam masuk kerja mulai pukul 06.30
sampai jam 08.00 serta jam pulang kerja mulai pukul 16.00
sampai pukul 18.00. Kemacetan ini terjadi sepanjang jalan raya
Cicurug sampai dengan Kecamatan Cigombong Kabupaten
Bogor.
Selanjutnya faktor penghambat dari industrialisasi adalah
Sumber Daya Manusia (SDM) yang rendah. Hal ini dikemukakan
Dickennson (Dickenson 2014, 252) Di Negara berkembang
memiliki keterbatasan tenaga kerja ahli untuk industri.
Rendahnya tingkat pendidikan umum masyarakat mempersulit
pemakaian mesin dan teknologi modern. Sementara tingkat
kebutuhan semakin tinggi sementara keahlian tidak dimiliki.
Desa Benda memiliki jumlah penduduk 15.274 jiwa.
Jumlah usia produktif di Desa Benda dari usia 15-64 tahun ada
11.234 (Tabel 3.5). Usia produktif merupakan usia antara 15
sampai 64 tahun (BPS 2016). Namun jika dilihat dari tingkat
pendidikan masyarakat di Desa Benda (Tabel 3.10) tingkat
100
pendidikan masyarakat masih rendah, masyarakat lebih banyak
tamat SD/sederajat. Jumlah masyarakat tamat SD/sederajat
sebanyak 3.838, tamat SLTP/sederajat sebanyak 3.797, dan tamat
SMA/sederajat sebanyak 3.578.
Sumber daya manusia yang rendah merupakan faktor
penghambat dari industrialisasi. Walaupun banyak industri
berdiri di Desa Benda, namun masyarakat sekitar yang bekerja
harus memiliki keahlian dan juga tingkat pendidikan terakhir
Sekolah Menengah Atas (SMA).
3. Respon Masyarakat: Dinamis
Selanjutnya bagaimana respons masyarakat terhadap
industrialisasi. Menurut Chaplin secara umum respons itu berarti
tanggapan, reaksi, jawaban (Chaplin 2006, 432). Berdirinya
industri di Desa Benda tentu mendapatkan respons yang beragam
dari masyarakat. Respons masyarakat berarti tanggapan dari suatu
fenomena, baik tanggpan positif maupun negatif. Dalam
penelitian ini jadi respons mayarakat adalah bagaimana
tanggapan, reaksi, serta penerimaan masyarakat terhadap
industrialisasi pedesaan di desa Benda.
Hal ini dikatakan oleh pemerintah desa, pihak perusahan,
tokoh masyarakat, serta masyarakat Desa Benda. Respons
masyarakat terhadap industrialiasasi tentu saja beragam. Pertama,
respons masyarakat terhadap industialisasi. Kedua, respons
masyarakat terhadap pendatang. Hal ini dikarenakan setelah
menjadi kawasan industri banyak masyarakat dari luar desa
Benda melakukan migrasi ke Desa Benda.
101
Respons masyarakat yang menerima adanya industri di
Desa Benda paling banyak karena membuka lapangan pekerjaan.
Secara nyata adanya industri di Desa Benda membuka
kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar. Seperti teori yang
dikemukanan Eva Banowati (Banowati 2013, 186). Masyarakat
yang menerima industrialisasi di Desa Benda karena bekerja di
sektor industri dan mendapatkan penghasilan yang bisa
memenuhi kebutuhan hidup.
Selain itu, masyarakat yang juga menerima berdirinya
industri di Desa Benda adalah masyarakat yang memiliki usaha
semenjak industri di Desa Benda. Masyarakat yang memiliki
modal bisa membuka usaha baik itu usaha rumah sewa, kios, jasa
angkutan, dan lain-lain. Usaha tersebut tentunya sesuai dengan
kebutuhan masyarakat terutama masyarakat pendatang.
Dari pernyataan salah satu pihak perusahaan yang
mengatakan bahwa masyarakat respons masyarakat beragam.
Namun masyarakat bisa dikatakan menerima dengan baik karena
selama industri beroperasi tidak pernah terjadi masalah yang
menimbulkan dengan masyarakat. Selain itu dengan adanya
industri di Desa Benda, pendapatan asli daerah (PAD) semakin
meningkat. Hal ini juga dibuktikan dengan kontribusi adanya
industri atau perusahaan bagi masyarakat sekitar.
Tanggpan lainnya dari informan yang mengatakan bahwa
saat ini tingkat kesadaran masyarakat terhadap pendidikan
meningkat. Seperti yang sudah dibahas diatas bahwa pihak
perusahaan sudah menetapkan pendidikan minimal untuk bekerja
di sektor industri adalah SMA. Hal inilah yang membuat
102
masyarakat sudah peduli untuk memperhatikan pendidikannya.
Mengkonfirmasi yang dikatakan Bapak OJ bahwa masyarakat
yang putus sekolah kembali melanjutkan pendidikannya dengan
sekolah Paket A, Paket B, dan Paket C.
Dapat diketahui bahwa respons masyarakat terhadap
industrialisasi beragam. Namun, pada umumnya masyarakat
menerima adanya industri di Desa Benda. Hal ini dikarenakan
selama ada industri di Desa Benda tidak pernah terjadi masalah
antara pihak industri dan masyarakat. Masyarakat menerima
kehadirdan industri karena berkontribusi terhadap kehidupan
sosial ekonomi masyarakat desa.
Selain masyarakat yang menerima tentu ada masyarakat
yang merespons berdirinya industri menimbulkan masalah baru.
Masalah yang ditimbulkan biasanya berkaitan dengan masalah
lingkungan. Seperti yang dikatakan informan bahwa sejak berdiri
industri masyarakat kesulitan air bersih saat musim kemarau. Hal
ini dikarenakan pihak industri juga membutuhkan pasokan air
yang banyak. Pihak industri menggunakan alat-alat yang
memadai untuk pasokan air. Sementara masyarakat menggunakan
sarana yang seadaanya.
Semenjak industri berdiri di Desa Benda membawa banyak
perubahan masyarakat desa. Dengan berdirinya industri di Desa
Benda banyak masyarakat dari luar daerah melakukan migrasi ke
Desa Benda. Hal ini tentu saja untuk mendapat kesempatan
bekerja di sektor industri.
Menurut Rusli dalam Salam dan Amir, migrasi erat
kaitannya dengan mobilitas penduduk dan perekonomian.
103
Seorang yang melakukan migrasi tentu ada faktor pendorong dan
penarik ditempat tujuan (Salam & Amir 2009, 36).
Dalam hal ini tentu erat kaitannya dengan peluang bekerja
di sektor industri. Hal ini disampaikan oleh beberapa informan,
bahwa Desa Benda semenjak menjadi kawasan industri banyak
penduduk dari luar daerah yang datang dan tinggal di Desa
Benda. Tentu saja masyarakat Desa Benda memiliki respons yang
beragam terhadap masyarakat pendatang.
Dari segi perekonomian adanya pendatang, masyarakat
memiliki peluang usaha untuk menyediakan barang dan jasa.
Kebutuhan akan barang dan jasa para pendatang bisa dipenuhi
oleh masyarakat asli Desa Benda. Namun, disamping adanya
peluang usaha bagi masyarakat sebagai penyedia jasa bagi
pendatang. Beberapa masyarakat juga menganggap adanya
pendatang justru mengurangi kesempatan kerja bagi masyarakat
Desa Benda. Seharusnya perusahaan memprioritaskan penduduk
asli wilayah tersebut sebagai tenaga kerja.
104
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdirinya industri di Desa Benda sejak tahun 1989 telah
menimbulkan beragam perubahan dalam kehidupan sosial
masyarakat desa. Selain itu dengan berdirinya industri di
pedesaan juga memberikan kontribusi dalam kehidupan sosial
ekonomi masyarakat desa. Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan mengenai kontribusi industrialisasi pedesaan terhadap
kehidupan sosial ekonomi masyarakat Desa Benda dapat
disimpulkan:
1. Kontribusi Industrialisasi terhadap Kehidupan Sosial
Ekonomi Masyarakat Desa
Berikut kontribusi yang dirasakan dari keberadaan industri
di Desa Benda:
a. Lapangan Pekerjaan
Kontribusi adanya industri di Desa Benda tentu membuka
lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Masyarakat yang bekerja di
sektor industri terus mengalami peningkatan. Berdirinya industri
di Desa Benda dapat mengurangi pengangguran di Desa Benda.
b. Penghasilan Masyarakat
Penghasilan masyarakat yang bekerja di sektor industri
rata-rata sudah melebihi dari UMK Kabupaten Sukabumi dari
UMK Kabupaten Sukabumi sebesar Rp. 2.583.556,63. Dari
penghasilan yang diperoleh digunakan untuk biaya pendidikan,
105
membangun atau merenovasi rumah, dan memenuhi kebutuhan
harian rumah tangga.
c. Peluang Usaha
Selain itu, kontribusi dari adanya industri di Desa Benda
secara tidak langsung membuka peluang usaha bagi masyarakat.
Banyaknya pekerja dari luar Desa Benda membuka peluang
usaha sebagai penyedia barang dan jasa bagi masyarakat
pendatang.
d. Kebutuhan Sehari-hari
Sebelum berdiri industri di Desa Benda masyarakat tentu
harus membeli kebutuhan untuk konsumsi makan sehari-hari.
Setelah berdiri industri di Desa Benda masyarakat mendapat
bantuan berupa sembako yang menunjang untuk konsumsi makan
setiap hari. Artinya dengan adanya industri membantu
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangan. Dengan
diberikan bantuan berupa sembako tersebut mengurangi
pengeluaran untuk biaya makan sehari-hari.
e. Modal Kerja
Kontribusi yang diberikan dalam bentuk mesin jahit tentu
menjadi salah satu modal kerja bagi masyarakat. Pemberian
mesin jahit dimaksudkan melatih masyarakat desa Benda untuk
meningkatkan kemampuannya dalam menjahit agar bisa diterima
bekerja di perusahaan garmen yang ada di Desa Benda.
f. Kegiatan Sosial Masyarakat
Kontribusi yang diberikan juga berupa uang tunai.
Kemudian dana yang diberikan tersebut digunakan untuk
kegiatan yang ada di masyarakat.
106
g. Sarana Umum
Pada saat musim kemarau ada perusahaan yang juga
berkontribusi untuk pengadaan air bersih. Ketika sudah masuk
musim kemarau, air bersih sulit didapatkan. Salah satu
perusahaan memperbolehkan masyarakat sekitar untuk
mengambil air bersih di pabrik mereka.
2. Faktor Pendukung, Penghambat, dan Respons
Masyarakat dari Industrialisasi Pedesaan
a. Faktor Pendukung
Faktor pendukung dari industrialiasasi adalah lokasi yang
strategis, jumlah penduduk yang banyak, dan upah kerja yang
rendah. Keberadaan industri di Desa Benda sebagian besar
investor berasal dari luar negeri. Berdirinya industri di Desa
Benda bukan karena ketersediaan bahan baku. Sumber bahan
baku diimpor dari luar negeri, begitu juga dengan produk yang
dihasilkan diekspor keluar negeri dan tidak dipasarkan di
Indonesia. Jadi pemilihan Desa Benda bisa saja sebagai lokasi
yang dianggap strategis, sebagai penyedia tenaga kerja, serta
UMK Kabupaten Sukabumi yang rendah. Dapat diketahui Upah
Minimum Regional (UMR) Kabupaten Sukabumi relatif rendah
dibandingkan daerah lainnya di Jawa barat yang jadi kawasan
industri.
b. Faktor Penghambat
Faktor penghambat industralisasi adalah infrastuktur yang
tidak memadai dan sumber daya manusia yang rendah.
Infrastuktur yang dimaksud adalah jalan utama yang dilalui
107
kendaraan. Letak perusahaan rata-rata berada di tepi jala utama.
Sehingga sering terjadi kemacetan. Walaupun banyak industri
berdiri di Desa Benda, namun masyarakat sekitar yang bekerja
harus memiliki keahlian dan juga tingkat pendidikan.
c. Respons Masyarakat: Dinamis
Selanjutnya bagaimana respons masyarakat teradap
industrialisasi. Pertama, respons masyarakat terhadap
industialisasi. Kedua, respons masyarakat terhadap pendatang.
respons masyarakat terhadap industrialisasi beragam. Namun,
pada umumnya masyarakat menerima adanya industri di Desa
Benda. Hal ini dikarenakan selama ada industri di Desa Benda
tidak pernah terjadi konflik antara pihak industri dan masyarakat.
Masyarakat menerima kehadirdan industri karena berkontribusi
terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat desa.
Respons masyarakat terhadap pendatang juga beragam.
Masyarakat menrima adanya pendatang karena dari segi
perekonomian adanya pendatang, masyarakat memiliki peluang
usaha untuk menyediakan barang dan jasa. Namun, beberapa
masyarakat juga menganggap adanya pendatang justru
mengurangi kesempatan kerja bagi masyarakat Desa Benda.
B. Implikasi
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti
melihat adanya implikasi yang dapat dijadikan bahan
pertimbangan dalam menentukan kebijakan sehubungan dengan
kontribusi yang diberikan perusahaan terhadap kehidupan sosial
ekonomi. Maka, peneliti dapat berimplikasi beberapa hal berikut:
108
1. Bagi pihak perusahaan di Desa Benda, kontribusi yang
diberikan pihak perusahaan melalui CSR sudah berjalan
dengan baik, namun CSR tersebut belum merata
dirasakan oleh semua masyarakat Desa Benda. Hal
tersebut diharapkan dapat terus ditingkatkan tidak
hanya warga sekitar perusahaan tetapi menyeluruh ke
seluruh masyarakat Desa Benda.
2. Bagi Pemerintah Desa Benda, komunikasi yang baik
antara pihak pemerintah desa dengan pihak perusahaan
sudah baik membangun kersajasama yang baik dalam
mensejahterakan masyarakat Desa Benda.
3. Bagi masyarakat Desa Benda, dengan adanya kontribusi
yang diberikan perusahaan untuk masyarakat
diharapkan dapat membantu mensejahterakan dan
memenuhi kebutuhan hidup.
C. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti
memberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi Pihak Perusahaan, masih banyak yang harus
diperhatikan dalam industrialisasi di pedesaan. Pihak
perusahaan memperhatikan keluhan masyarakat terkait:
kesempatan kerja di prioritaskan bagi masyarakat
setempat, pemerataan kontribusi yang diberikan bagi
semua masyarakat desa karena masyarakat juga
merasakan dampaknya.
109
2. Bagi BPS Kabupaten Sukabumi, pihak BPS Kabupaten
Sukabumi alangkah lebih baiknya pengambilan data
selalu disesuaikan dengan pemerintah terendah karena
banyak data statistik yang berbeda dengan data desa.
Salah satu data yang janggal adalah mengenai jumlah
industri dari tahun sebelum-sebelumnya hingga 2017
jumlah industri tidak berubah.
3. Bagi masyarakat, hendaknya memanfaatkan kontribusi
yang diberikan perusahaan dengan bijak
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Adioetomo, Sri Moertiningsih dan Omas Bulan Samosir. 2010.
Dasar-Dasar Demografi. Jakarta: Salemba Empat.
Aliminsyah dan Padji. 2015. Kamus Istilah Manajemen.
Bandung: CV YRAMA WIDYA.
Banowati, Eva. 2013. Geografi Indonesia. Yogyakarta: Penerbit
Ombak.
Bungin, M. Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi,
Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya.
Jakarta: KENCANA.
Daldjoeni, N. 2014. Geografi Kota dan Desa. Yogyakarta:
Ombak.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Dickenson, JP. C.G. 2014. Geografi Negara Berkembang.
Terjemahan Suharyono. Yogyakarta: Ombak.
Farihah, Ipah. 2006. Buku Panduan Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Jakarta: UIN Jakarta Press.
Gunawan, Imam. 2013. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan
Praktik. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif
untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
J. P. Chaplin. 2006. Kamus Lengkap Psikologi. Terjemahan
Kartini karton. jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Lauer, Robert H. 2003. Perspektif Tentang Perubahan Sosial.
Terjemahan Alimandan S. U. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Marbun, B. N. 2005. Kamus Manajemen. Jakarta: Anggota
IKAPI.
Moleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif Edisi
Revisi. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.
Murodi & Wati Nilam Sari. 2007. Buku Ajar Sosioogi
Pembngunan. Jakarta: Fakultas Dawah dan Komunikasi
UIN Jakarta
Nurdin, Amin dan Ahmad Abrori. 2006.. Mengerti Sosiologi:
Pengantar untuk Memahami Konsep-konsep Dasar.
Jakarta: UIN Jakarta Press.
Nurhayati, Cucu & Husnul Khitam. 2015. Sosiologi Industri.
Tangerang Selatan: UIN Jakarta Press.
Poerwadarminta, W.J.S. 2014. Kamus Umum Bahasa Indonesia
Edisi 3 Cet XII. Jakarta: Balai Pustaka.
Salam, Syamsir & Amir Fadillah. 2009. Sosiologi Pembangunan:
Pengantar Studi Pembangunan Lintas Sektoral. Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta.
Sajogyo dan Pudjiwati Sajogyo. 2002. Sosiologi Pedesaan:
Kumpulan Bacaan. Yogyakarta: UGM Press.
Sedarmayanati dan Syarifudin Hidayat. 2011. Metodologi
Penelitian. Bandung: CV Mandar Maju.
Setiadi, Elly M dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi:
Pemahaman fakta dan Gejala Permasalahan Sosial Teori,
Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta: KENCANA.
Soekanto, Soerjono. 2000. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:
Rajawali Pers.
Soetrisno, Loekman. 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan
R&D Cet ke-20. Bandung: ALFABETA.
Supardan, Dadang. 2009. Pengantar Ilmu Sosial sebuah Kajian
Pendekatan Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2004. Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Artikel dan Jurnal
Andreas Rasu, Noortje Marsellanie Benu, Elsje Pauline
Manginsela. “Dampak Industri PT. Global Coconut
Terhadap Masyarakat di Desa Radey, Kecamatan Tenga,
Kabupaten Minahasa Selatan” Agri-SosioEkonomi Unsrat,
ISSN 1907-4298, Volume 13 Nomor 1, Januari 2017: 99-
112.
Siska. “Dampak Industri Batubara Terhadap Sosial Ekonomi
Masyarakat di Sekitar Desa Jembayan Kecamatan Loa Kulu
Kabupaten Kutai Kertanegara.” eJournal Administrasi
Negara, Volume 1, No. 2, 2013: 479-493.
BPMPT Kab. Sukabumi, “Peluang Investasi Sektor Industri
Kabupaten Sukabumi,” artikel diakses pada 11 Januari
2018 dari http://investasi.sukabumikab.go.id/industri.html.
Kemenperin Republik Indonesia, “Jabar Jantung Industri
Nasional,” artikel diakses pada 11 Januari 2018 dari
http://www.kemenperin.go.id/artikel/9664/Jabar-Jantung-
Industri-Nasional.html.
Kemenperin Republik Indoneisa, “Industri Padat Karya Jadi
Prioritas,” artikel diakses pada 20 Oktober 2018 dari
http://www.kemenperin.go.id/5313/Industri-Padat-Karya-
Jadi-prioritas.html.
Dokumen Pemerintah
BPS Kabupaten Sukabumi. 2017. Kecamatan Cicurug Dalam
Angka 2017. Sukabumi: BPS Kabupetan Sukabumi.
______. 2018. Kecamatan Cicurug Dalam Angka 2018.
Sukabumi: BPS Kabupaten Sukabumi. Dipublikasikan.
______. 2017. Statistik Kesejahteraan Rakyat Kabupaten
Sukabumi 2017: BPS Kabupaten Sukabumi.
Dipublikasikan.
______. 2017. Kabupaten Sukabumi Dalam Angka 2017.
Sukabumi: BPS Kabupaten Sukabumi. Dipublikasikan.
Pusdalisbang Jawa Barat. 2008. Jawa Barat Dalam Angka 2008.
Bandung: Pusdalisbang Jawa Barat. Dipublikasikan.
.
Pemerintah Desa Benda. Profil Desa Benda 2017.
Pusat Komunikasi Publik Kementrian Perindustrian. 2015.
Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-
2035. Jakarta: Kementrian Perindustrian. Dipublikasikan.
Undang-undang, Keputusan Pemerintah, Peraturan
Pemerintah, dan Peraturan Daerah
Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561/Kep.1065-
Yanbangsos/2017.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014
Tentang Perindustrian.
Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor
30/M-IND/PER/7/2017 tentang Jenis Industri Dalam
Pembinaan Direktorat Jenderal dan Badan di Lingkungan
Kementrian Perindustrian.
Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi Nomor: 22 Tahun 2012
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Sukabumi Tahun 2012-2032.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
DOKUMENTASI
Kondisi depan industri saat pulang kerja
Kondisi depan industri sebelum pulang kerja
Proses Wawancara
Pedagang depan Industri
Lampiran 3
CATATAN OBSERVASI
No Tanggal Mengamati Objek Observasi Deskripsi
1. 20 Juli 2018 Lokasi Kantor Desa Benda
Kondisi lingkungan di
Desa Benda
Kantor Desa Benda terletak di jalan
utama yang menghubungkan Kabupaten
Sukabumi dengan Kabupaten Bogor.
Di dekat Kantor Desa Benda terdapat
perusahaan garment, begitu juga di
sebrang kantor desa terdapat dua
perusahaan garment.
Kondisi lingkungan Desa Benda pada
siang hari terlihat sepi, mulai pukul
15.00 kemacetan mulai terjadi hingga
pukul 18.00
2. 23 Juli 2018 Industri Wilayah RW 02 Wilayah RW 02 berbatasan langsung
dengan Kecamatan Cigombong
Kabupaten Bogor, di RW 02 peneliti
melihat terdapat satu perusahaan yang
masih beroperasi.
3. 25 Juli 2018 Industri Wilayah RW 11 Di Wilayah RW 11 peneliti melihat
terdapat dua industri skala besar.
Kemacetan terjadi pada saat karyawan
pulang bekerja sekitar pukul 16.00
Peneliti melihat kemacetan bukan hanya
disebabkan oleh karyawan yang pulang
bekerja tetapi juga karena angkutan
umum yang berhenti disepanjang
kawasan pabrik serta kendaraan
bermotor yang menjemput karyawan.
Ditambah lagi dengan banyaknya
pedagang
4. 25 Juli 2018 Industri Wilayah RW 07 Di wilayah RW 07 terdapat dua
perusahaan, di wilayah RW 07 kawasan
industri terlihat sepi walaupun di sore
hari, tidak terlihat sama sekali ada
karyawan yang keluar masuk pabrik.
5. 27 Juli 2018 Industri Wilayah RW 01 Di Wilayah RW 01 terdapat dua industri
yaitu satu perusahaan garment dan satu
perusahaan gas LPG. Salah satu industri
terlihat sangat sepi, sedangkan di depan
pabrik garment yang letaknya di depan
jalan utama terlihat sangat ramai, mulai
pukul 15.00 mulai terjadi kemacetan
panjang sampai ke Kecamatan
Cigombong.
6. 1 Agustus
2018
Kawasan
Pertanian
Wilayah RW 06 dan
RW 03
Setelah mendapat informasi dari
beberapa pihak, desa Benda masih
terdapat kawasan pertanian yaitu di
wilayah RW 06 dan RW 03. Namun
pada saat melakukan observasi peneliti
melihat di RW 03 ada bangunan pabrik
yang belum selesai. Di Kawasan RW 06
merupakan kawasan pertanian. Peneliti
melihat ada kantor bertulisakan Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango,
daerah di RW 06 terkenal dengan
sebutan Bodogol.
7. 5 Agsustus
2018
Industri Wilayah RW 08 Di RW 08 memang tidak terdapat
industri tetapi bagian belakang salah satu
perusahaan masuk kedalam wilayah RW
08. Namun banyak terdapat kontrakan di
wilayah ini
8. 9 Agustus
2018
Industri Wilayah RW 05 dan
RW 10
Letak RW 05 dan RW 10 berdekatan, di
RW 10 terdapat perusahaan peternakan
ayam dan RW 05 terdapat perusahaan
peternakan sapi. Lokasi di RW ini masih
banyak terdapat lahan kosong. Di
wilayah ini berbatasan dengan Desa
Tenjo Ayu
9. 13 Agustus
2018
Industri Wilayah RW 09 Di wilayah ini menurut beberapa
informasi yang diperoleh merupakan
tempat industri pertama berdiri di Desa
Benda. Namun, sekarang sudah berubah
nama menjadi Perusahaan lain. Kondisi
industri di wilayah RW 09 sangat sepi
karena letaknya jauh dari jalan utama.
Sehingga tidak dilalui kendaraan umum.
Lampiran 4
PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA
Kontribusi Industialisasi Pedesaan Terhadap Kehidupan
Sosial Ekonomi Masyarakat Desa
Tujuan : Menggali informasi mengenai sejarah dan kontribusi
industri di Desa Benda
Informan : Pihak Perusahaan
1. Sejak apan didirikannya Perusahaan ini di Desa Benda ?
2. Siapa awal mula pendiri perusahaan ini ?
3. Apa tujuan didirikannya Perusahaan ini?
4. Produk apa saja yang di produksi disini?
5. Mengapa memilih Desa Benda sebagai tempat didirikannya
pabrik Perusahaan?
6. Bagaimana tanggapan masyarakat sekitar tentang adanya
Perusahaan di Desa Benda?
7. Apa saja kendala Perusahaan dalam mendirikan pabrik di Desa
Benda ?
8. Apakah pihak Perusahaan lebih mengutamakan pekerja yang
berasal dari Desa Benda ?
9. Berapa jumah keseluruhan karyawan di Perusahaan ini?
10. Bagaimana pembagian jam kerja karyawan di perusahaan
ini?
11. Fasilitas apa saja yang didapatkan karyawan dari
perusahaan?
12. Apa saja kontribusi Perusahaan terhadap kehidupann
sosial ekonomi masyarakat sekitar khususnya masyarakat Desa
Benda ?
13. Apakah bantuan tersebut diberikan kepada seluruh
masyarakat Desa Benda ?
14. Sudah maksimalkah kontribusi yang diberikan pabrik
kepada masyarakat ?
PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA
Kontribusi Industialisasi Pedesaan Terhadap Kehidupan
Sosial Ekonomi Masyarakat Desa
Tujuan : Menggali informasi mengenai perkembangan industri
di Desa Benda
Informan : Pemerintah Desa
1. Sejak kapan Desa Benda menjadi salah satu kawasan industri
di Kecamatan Cicurug ?
2. Bagaimana awal perkembangan industri di Desa Benda ?
3. Adakah faktor tertentu yang mendukung berkembangnya
industri di Desa Benda ?
4. Bagaimana respons masyarakat dengan adanya industri
tersebut ?
5. Jenis industri apa saja yang terdapat di Desa Benda ?
6. Bagaimana kondisi Desa Benda sebelum dan sesudah adanya
industri baik secara fisik, sosial, ekonomi?
7. Sejauhmana masyarakat memanfaatkan adanya industri di
Desa Benda ?
8. Apakah Industri di Desa Benda memberikan kontribusi bagi
masyarakat Desa Benda ?
9. Kontribusi seperti apa yang dirasakan dengan hadirnya
industri di Desa Benda ?
10. Timbal balik seperti apa yang diberikan industri kepada
Desa Benda ?
11. Apakah dengan hadirnya industri membuka lapangan
kerja baru ?
12. Apakah Masyarakat ikut bekerja di sektor industri ?
Berapa persentase masyarakat yang bekerja di bidang industri
? apakah jumlahnya mengalami peningkatan atau pengurangan
?
13. Pada posisi mana sajakah biasanya masyarakat desa
Benda bekerja di bidang industri ?
14. Apakah sejak adanya industri pengangguran di Desa
Benda berkurang ?
15. Sejak adanya industri, apakah jumlah penduduk Desa
Benda mengalami peningkatan? Jika terjadi peningkatan,
apakah karena adanya pendatang yang bekerja di industri?
Darimana pendatang itu berasal?
16. Bagaimana kemudian masyarakat menanggapi hadirnya
pendatang dari luar Desa Benda ?
PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA
Kontribusi Industialisasi Pedesaan Terhadap Kehidupan
Sosial Ekonomi Masyarakat Desa
Tujuan : Menggali informasi mengenai kondisi kehidupan
sosial ekonomi masyarakat industri di Desa Benda
Informan : Pekerja Industri
1. Apakah anda setuju dengan kehadiran industri di Desa Benda
?
2. Bagaimana pandangan saudara dengan adanya industri di Desa
Benda ?
3. Mengapa memilih bekerja di pabrik tersebut ?
4. Sudah berapa lama bekerja di pabrik tersebut ?
5. Pada bagian atau bertindak sebagai apa di pabrik tersebut?
6. Apakah status tenaga kerja anda di pabrik tersebut ?
7. Berapa gaji yang didapatkan dari pabrik tersebut ?
8. Fasilitas apa yang anda dapatkan dari perusahaan tersebut ?
9. Berapa jam sehari anda bekerja ?
10. Apakah ada anggota keluarga lain yang bekerja ?
11. Berapa penghasilan dari anggota keuarga lainnya ?
12. Selain bekerja di pabrik, apakah ada pekerjaan sampingan
atau usaha lainnya ?
13. Berapa penghasilan dari pekerjaan sampingan atau usaha
yang dilakukan ?
14. Dari penghasilan yang didapatkan digunakan untuk
kebutuhan apa saja ?
15. Bagaimana kehidupan sosial ekonomi keluarga anda
sebelum dan sesudah adanya industri ?
16. Sudah terpenuhikah berbagai kebutuhan keluarga ?
17. Dampak apa saja yang dirasakan setelah adanya industri
(Positif dan Negatif) ?
18. Apakah pihak perusahaan memberikan
kontribusi/sumbangan kepada masyarakat ?
PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA
Kontribusi Industialisasi Pedesaan Terhadap Kehidupan
Sosial Ekonomi Masyarakat Desa
Tujuan : Menggali informasi mengenai perkembangan industri
dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Desa Benda
Informan : Masyarakat Desa Benda
1. Sudah berapa lama menetap di Desa Benda ?
2. Dapatkah menceritakan perkembangan industri di Desa
Benda?
3. Apa pekerjaan masyarakat yang paling banyak di Desa Benda?
4. Apakah dengan adanya industri di Desa Benda membuka
lapangan pekerjaan baru ?
5. Apakah ada perubahan pekerjaan pada masyarakat desa (dulu
dan sekarang) ?
6. Desa Benda kini sudah menjadi salah satu kawasan industri,
bagaimana tanggapannya?
7. Bagaimana pula tanggapan dengan adanya pendatang ke Desa
Benda ?
8. Apakah adanya pendatang mempengaruhi kehidupan sosial
ekonomi masyarakat lokal ?
9. Bagaimana hubungan antara masyarakat lokal dengan
pendatang ke Desa Benda ?
10. Bagaimana respons masyarakat dengan hadirnya industri
di Desa Benda?
11. Dampak apa saja yang dirasakan setelah adanya industri
di Desa Benda ?
12. Bagaimana kehidupan sosial ekonomi sebelum dan
sesudah adanya industri ?
13. Kontribusi apa saja yang diberikan pabrik bagi
masyarakat Desa Benda ?
Lampiran 5
DAFTAR INFORMAN
No Nama Pekerjaan Tanggal
Wawancara
1. Bapak Sut - 25 Juli 2018
2. Bapak HS Pemerintah Desa 26 Juli 2018
3. Bapak JP Wiraswasta 26 Juli 2018
4. Bapak UK Wiraswasta 26 Juli 2018
5. Bapak OJ Wiraswasta 2 Agustus 2018
6. Bapak DS Karyawan Swasta 5 Agustus 2018
7. Ibu AS Karyawan Swasta 5 Agustus 2018
8. Bapak WS Karyawan Swasta 5 Agustus 2018
9. Bapak Mar Wiraswasta 11 Agustus 2018
10. Bapak Pur Karyawan Swasta 12 Agustus 2018
11. Bapak RH Karyawan Swasta 19 Agustus 2018
12. Bapak Bad - 19 Agustus 2018
13. Bapak HB Petani 19 Agustus 2018
14. Bapak AF Wiraswasta 21 Agustus 2018
15. Bapak UMN Wiraswasta 28 Agustus 2018
16. Bapak Jak - 29 Agustus 2018
17. Bapak IS HRD Legal Manager 31 Agustus 2018
18. Bapak NJ Security 2 September 2018
19. Ibu HR Karyawan Swasta 2 September 2018
20. Ibu TTN Karyawan Swasta 2 September 2018
21. Bapak Ate Buruh Harian Lepas 2 September 2018
22. Ibu ES Karyawan Swasta 11 September 2018
23. Ibu Har Wiraswasta 12 Septemebr 2018
24. Bapak Hid Wiraswasta 12 September 2018
25. Ibu YM Karyawan Swasta 12 September 2018