kortikosteroid pada penyakit kulit

39
BAB I PENDAHULUAN Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi klinis yang sangat luas. Kortikosteroid sering disebut sebagai life saving drug. Manfaat dari preparat ini cukup besar tetapi karena efek samping yang tidak diharapkan cukup banyak, maka dalam penggunaannya dibatasi termasuk dalam bidang dermatologi kortikosteroid merupakan pengobatan yang paling sering diberikan kepada pasien. 1,2 Kortikosteroid adalah derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini dapat mempengaruhi volume dan tekanan darah, kadar gula darah, otot dan resistensi tubuh. 3,4 Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Berbagai jenis kortikosteroid sintetis telah dibuat dengan tujuan utama untuk mengurangi aktivitas mineralokortikoidnya dan meningkatkan aktivitas antiinflamasinya, misalnya deksametason yang mempunyai efek antiinflamasi 30 kali lebih kuat dan efek retensi natrium lebih kecil dibandingkan dengan kortisol. Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topikal. Kortikosteroid topikal adalah obat yang digunakan di kulit pada tempat tertentu dan merupakan terapi topikal yang memberi pilihan untuk para 1

Upload: nerdwaldo

Post on 02-Feb-2016

68 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kortikosteroid pada penyakit kulit

TRANSCRIPT

Page 1: Kortikosteroid pada  Penyakit Kulit

BAB I

PENDAHULUAN

Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi klinis

yang sangat luas. Kortikosteroid sering disebut sebagai life saving drug. Manfaat dari

preparat ini cukup besar tetapi karena efek samping yang tidak diharapkan cukup

banyak, maka dalam penggunaannya dibatasi termasuk dalam bidang dermatologi

kortikosteroid merupakan pengobatan yang paling sering diberikan kepada pasien.1,2

Kortikosteroid adalah derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh

kelenjar adrenal. Hormon ini dapat mempengaruhi volume dan tekanan darah, kadar

gula darah, otot dan resistensi tubuh.3,4

Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar

yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Berbagai jenis kortikosteroid sintetis

telah dibuat dengan tujuan utama untuk mengurangi aktivitas mineralokortikoidnya

dan meningkatkan aktivitas antiinflamasinya, misalnya deksametason yang

mempunyai efek antiinflamasi 30 kali lebih kuat dan efek retensi natrium lebih kecil

dibandingkan dengan kortisol. Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat

dibagi dua yaitu kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topikal. Kortikosteroid

topikal adalah obat yang digunakan di kulit pada tempat tertentu dan merupakan

terapi topikal yang memberi pilihan untuk para ahli kulit dengan menyediakan

banyak pilihan efek pengobatan yang diinginkan, diantaranya termasuk

melembabkan kulit, melicinkan, atau mendinginkan area yang dirawat. 3,4,5

Sebagian besar khasiat yang diharapkan dari pemakaian kortikosteroid adalah

sebagai antiinflamasi, antialergi atau imunosupresif. Karena khasiat inilah

kortikosteroid banyak digunakan dalam bidang dermatologi. Dibidang dermatologi

pada umumnya lebih ditekankan sebagai obat antialergi. Terapi dengan obat ini

bukan merupakan terapi kausal melainkan terapi pengendalian atau paliatif saja,

kecuali pada insufisiensi korteks adrenal. Sejak kortikosteroid digunakan dalam

bidang dermatologi, obat tersebut sangat menolong penderita. Berbagai penyakit

yang dahulu lama penyembuhannya dapat dipersingkat, misalnya dermatitis,

penyakit berat yang dahulu dapat menyebabkan kematian, misalnya pemfigus, angka

1

Page 2: Kortikosteroid pada  Penyakit Kulit

kematiannya dapat ditekan berkat pengobatan dengan kortikosteroid, demikian pula

sindrom Stevens-Jhonson yang berat dan nekrolisis epidermal toksik.3,6

Pengobatan berbagai penyakit kulit dengan menggunakan kortikosteroid

sudah menjadi kegiatan sehari-hari di setiap poliklinik penyakit kulit. Sejak salap

hidrokortison asetat pertama kali dilaporkan penggunaannya oleh Sulzberger pada

tahun 1952, perkembangan pengobatan dengan kortikosteroid berjalan dengan pesat.

Semakin maju ilmu pengetahuan semakin banyak pula ditemukan berbagai jenis

kortikosteroid yang dapat digunakan dengan berbagai keunggulan dan efek samping

yang semakin sedikit. Hal ini berkat kemajuan dalam pengetahuan mengenai

mekanisme kerja serta pemahaman patogenesis berbagai penyakit, khususnya

mengenai peradangan kulit. Dengan berbagai kemajuan ini, pemakaian

kortikosteroid menjadi semakin rasional dan efektif.7

    

2

Page 3: Kortikosteroid pada  Penyakit Kulit

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.      Definisi

Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di

bagian korteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon adrenokortikotropik

(ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis. Hormon ini berperan pada banyak

sistem fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem

kekebalan tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan

protein, kadar elektrolit darah, serta tingkah laku.8

Kelenjar adrenal terdiri dari 2 bagian yaitu bagian korteks dan medulla,

sedangkan bagian korteks terbagi lagi menjadi 2 zona yaitu fasikulata dan

glomerulosa. Zona fasikulata mempunyai peran yang lebih besar dibandingkan zona

glomerulosa. Zona fasikulata menghasilkan 2 jenis hormon yaitu glukokortikoid dan

mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek

utamanya terhadap penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata,

sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti.

Prototip untuk golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan

glukokortikoid alam. Terdapat juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon,

triamsinolon, dan betametason.3,9

Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya

terhadap keseimbangan air dan elektrolit menimbulkan efek retensi Na dan deplesi

K, sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Oleh

karena itu mineralokortikoid jarang digunakan dalam terapi. Prototip dari golongan

ini adalah desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak mempunyai khasiat

anti-inflamasi yang berarti, kecuali 9 α-fluorokortisol, meskipun demikian sediaan

ini tidak pernah digunakan sebagai obat anti-inflamasi karena efeknya pada

keseimbangan air dan elektrolit terlalu besar. Berdasarkan cara penggunaannya

kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid

topikal.1,3,9

2.      Farmakologi

3

Page 4: Kortikosteroid pada  Penyakit Kulit

Semua hormon steroid sama-sama mempunyai rumus bangun

siklopentanoperhidrofenantren 17-karbon dengan 4 buah cincin yang diberi label A

– D (Gambar 1). Modifikasi dari struktur cincin dan struktur luar akan

mengakibatkan perubahan pada efektivitas dari steroid tersebut. Atom karbon

tambahan dapat ditambahkan pada posisi 10 dan 13 atau sebagai rantai samping yang

terikat pada C17. Semua steroid termasuk glukokortikosteroid mempunyai struktur

dasar 4 cincin kolestrol dengan 3 cincin heksana dan 1 cincin pentana.2,3,9,11

 Hormon steroid adrenal disintesis dari kolestrol yang terutama berasal dari

plasma. Korteks adrenal mengubah asetat menjadi kolestrol, yang kemudian dengan

bantuan enzim diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid dengan 21 atom karbon

dan androgen lemah dengan 19 atom karbon. Sebagian besar kolesterol yang

digunakan untuk steroidogenesis ini berasal dari luar (eksogen), baik pada keadaan

basal maupun setelah pemberian ACTH.9

Dalam korteks adrenal kortikosteroid tidak disimpan sehingga harus

disintesis terus menerus. Bila biosintesis berhenti, meskipun hanya untuk beberapa

menit saja, jumlah yang tersedia dalam kelenjar adrenal tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan normal. Oleh karenanya kecepatan biosintesisnya disesuaikan dengan

kecepatan sekresinya. Berikut adalah tabel yang menunjukkan kecepatan sekresi dan

kadar plasma kortikosteroid terpenting pada manusia.1,9

Tabel 1.kecepatan dan kadar kortikosteroid plasma

Kecepatan sekresi

dalam keadaaan

optimal (mg/hari)

Kadar plasma

(μg/100ml)

Jam 08.00 Jam 16.00

Kortisol 20 16 4

Aldosteron 0,125 0,01 -

Pada pemeriksaan sampel dengan tes saliva sebanyak 4 kali dalam satu hari

yaitu sebelum sarapan pagi hari, siang, sore hari dan pada malam hari sebelum tidur.

Pada pagi hari kadar kortisol yang paling tinggi dibandingkan waktu lainnya yang

membuat orang menjadi lebih semangat dalam menjalani aktivitasnya. Orang yang

sehat pengeluaran kortisol mengikuti kurva dimana dapat dibuat grafik mulai

4

Page 5: Kortikosteroid pada  Penyakit Kulit

menurunnya kadar kortisol hingga kadar terendah yaitu pada pukul 11 malam

dibuktikan dengan seseorang yang dapat beristirahat dengan cukup.12

3.      Mekanisme Kerja

Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein.

Molekul hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di

jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini mengalami

perubahan bentuk, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin.

Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis

protein ini merupakan perantara efek fisiologis steroid. Pada beberapa jaringan,

misalnya hepar, hormon steroid merangsang transkripsi dan sintesis protein spesifik;

pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan fibroblas hormon steroid merangsang

sintesis protein yang sifatnya menghambat atau toksik terhadap sel-sel limfoid, hal

ini menimbulkan efek katabolik.1,3,9,11

Gambar 1. Skema fisiologis kortisol

5

Page 6: Kortikosteroid pada  Penyakit Kulit

Gambar 2. Gambaran mekanisme kerja kortikosteroid 13

Metabolisme kortikosteroid sintetis sama dengan kortikosteroid alami.

Kortisol (juga disebut hydrocortison) memiliki berbagai efek fisiologis, termasuk

regulasi metabolisme perantara, fungsi kardiovaskuler, pertumbuhan dan imunitas.

Sintesis dan sekresinya diregulasi secara ketat oleh sistem saraf pusat yang sangat

sensitif terhadap umpan balik negatif yang ditimbulkan oleh kortisol dalam sirkulasi

dan glukokortikoid eksogen (sintetis). Pada orang dewasa normal, disekresi 10-20

mg kortisol setiap hari tanpa adanya stres. Pada plasma, kortisol terikat pada protein

dalam sirkulasi. Dalam kondisi normal sekitar 90% berikatan dengan globulin-2

(CBG/ corticosteroid-binding globulin), sedangkan sisanya sekitar 5-10% terikat

lemah atau bebas dan tersedia untuk digunakan efeknya pada sel target. Jika kadar

plasma kortisol melebihi 20-30%, CBG menjadi jenuh dan konsentrasi kortisol bebas

bertambah dengan cepat. Kortikosteroid sintetis seperti dexametason terikat dengan

albumin dalam jumlah besar dibandingkan CBG.1

Waktu paruh kortisol dalam sirkulasi, normalnya sekitar 60-90 menit, waktu

paruh dapat meningkat apabila hydrocortisone (prefarat farmasi kortisol) diberikan

dalam jumlah besar, atau pada saat terjadi stres, hipotiroidisme atau penyakit hati.

Hanya 1% kortisol diekskresi tanpa perubahan di urin sebagai kortisol bebas, sekitar

20% kortisol diubah menjadi kortison di ginjal dan jaringan lain dengan reseptor

mineralokortikoid sebelum mencapai hati. Perubahan struktur kimia sangat

6

Page 7: Kortikosteroid pada  Penyakit Kulit

mempengaruhi kecepatan absorpsi, mula kerja dan lama kerja juga mempengaruhi

afinitas terhadap reseptor, dan ikatan protein. Prednison adalah prodrug yang dengan

cepat diubah menjadi prednisolon bentuk aktifnya dalam tubuh.1

Kortisol dan analog sintetiknya dapat mencegah atau menekan timbulnya

gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik, atau alergen. Secara

mikroskopik obat ini menghambat fenomena inflamasi dini yaitu edema, deposit

fibrin, dilatasi kapiler, migrasi leukosit ke tempat radang dan aktivitas fagositosis.

Selain itu juga dapat menghambat manifestasi inflamasi yang telah lanjut yaitu

proliferasi kapiler dan fibroblast, pengumpulan kolagen dan pembentukan sikatriks.

Hal ini karena efeknya yang besar terhadap konsentrasi, distribusi dan fungsi leukosit

perifer dan juga disebabkan oleh efek supresinya terhadap cytokyne dan chemokyne

imflamasi serta mediator inflamasi lipid dan glukolipid lainnya. Inflamasi, tanpa

memperhatikan penyebabnya, ditandai dengan ekstravasasi dan infiltrasi leukosit

kedalam jaringan yang mengalami inflamasi. Peristiwa tersebut diperantarai oleh

serangkaian interaksi yang komplek dengan molekul adhesi sel, khususnya yang

berada pada sel endotel dan dihambat oleh glukokortikoid. Sesudah pemberian dosis

tunggal glukokortikoid dengan masa kerja pendek, konsentrasi neutrofil meningkat ,

sedangkan limfosit, monosit dan eosinofil dan basofil dalam sirkulasi tersebut

berkurang jumlahnya. Perubahan tersebut menjadi maksimal dalam 6 jam dan

menghilang setelah 24 jam. Peningkatan neutrofil tersebut disebabkan oleh

peningkatan aliran masuk ke dalam darah dari sum-sum tulang dan penurunan

migrasi dari pembuluh darah, sehingga menyebabkan penurunan jumlah sel pada

tempat inflamasi.1

                        Glukokortikoid juga menghambat fungsi makrofag jaringan dan sel penyebab

antigen lainnya. Kemampuan sel tersebut untuk bereaksi terhadap antigen dan

mitogen diturunkan. Efek terhadap makrofag tersebut terutama menandai dan

membatasi kemampuannya untuk memfagosit dan membunuh mikroorganisme serta

menghasilkan tumor nekrosis factor-a, interleukin-1, metalloproteinase dan activator

plasminogen. Selain efeknya terhadap fungsi leukosit, glukokortikoid mempengaruhi

reaksi inflamasi dengan cara menurunkan sintesis prostaglandin,leukotrien dan

platelet-aktivating factor. 1

7

Page 8: Kortikosteroid pada  Penyakit Kulit

Gambar 3. Gambar mekanisme inflamasi 14

Efek katabolik dari kortikosteroid bisa dilihat pada kulit sebagai gambaran

dasar dan sepanjang penyembuhan luka. Konsepnya berguna untuk memisahkan efek

ke dalam sel atau struktur-struktur yang bertanggungjawab pada gambaran klinis ;

keratinosik (atropi epidermal, re-epitalisasi lambat), produksi fibrolas mengurangi

kolagen dan bahan dasar (atropi dermal, striae), efek vaskuler kebanyakan

berhubungan dengan jaringan konektif vaskuler (telangiektasis, purpura), dan

kerusakan angiogenesis (pembentukan jaringan granulasi yang lambat). Khasiat

glukokortikoid adalah sebagai anti radang setempat, anti-proliferatif, dan

imunosupresif. Melalui proses penetrasi, glukokortikoid masuk ke dalam inti sel-sel

lesi, berikatan dengan kromatin gen tertentu, sehingga aktivitas sel-sel tersebut

mengalami perubahan. Sel-sel ini dapat menghasilkan protein baru yang dapat

membentuk atau menggantikan sel-sel yang tidak berfungsi, menghambat mitosis

(anti-proliferatif), bergantung pada jenis dan stadium proses radang. Glukokotikoid

juga dapat mengadakan stabilisasi membran lisosom, sehingga enzim-enzim yang

dapat merusak jaringan tidak dikeluarkan.3,11

Glukokortikoid topikal adalah obat yang paling banyak dan tersering dipakai.

Efektifitas kortikosteroid topikal bergantung pada jenis kortikosteroid dan penetrasi.

Potensi kortikosteroid ditentukan berdasarkan kemampuan menyebabkan

vasokontriksi pada kulit hewan percobaan dan pada manusia. Jelas ada hubungan

8

Page 9: Kortikosteroid pada  Penyakit Kulit

dengan struktur kimiawi. Kortison, misalnya, tidak berkhasiat secara topikal, karena

kortison di dalam tubuh mengalami transformasi menjadi dihidrokortison, sedangkan

di kulit tidak menjadi proses itu. Hidrokortison efektif secara topikal mulai

konsentrasi 1%. Sejak tahun 1958, molekul hidrokortison banyak mengalami

perubahan. Pada umumnya molekul hidrokortison yang mengandung fluor

digolongkan kortikosteroid poten. Penetrasi perkutan lebih baik apabila yang dipakai

adalah vehikulum yang bersifat tertutup. Di antara jenis kemasan yang tersedia yaitu

krem, gel, lotion, salep, fatty ointment (paling baik penetrasinya). Kortikosteroid

hanya sedikit diabsorpsi setelah pemberian pada kulit normal, misalnya, kira-kira 1%

dari dosis larutan hidrokortison yang diberikan pada lengan bawah ventral

diabsorpsi. Dibandingkan absorpsi di daerah lengan bawah, hidrokortison diabsorpsi

0,14 kali yang melalui daerah telapak kaki, 0,83 kali yang melalui daerah telapak

tangan, 3,5 kali yang melalui tengkorak kepala, 6 kali yang melalui dahi, 9 kali

melalui vulva, dan 42 kali melalui kulit scrotum. Penetrasi ditingkatkan beberapa kali

pada daerah kulit yang terinfeksi dermatitis atopik ; dan pada penyakit eksfoliatif

berat, seperti psoriasis eritodermik, tampaknya sedikit sawar untuk penetrasi.2,3,11

Efektivitas kortisteroid bisa akibat dari sifat immunosupresifnya. Mekanisme

yang terlibat dalam efek ini kurang diketahui. Beberapa studi menunjukkan bahwa

kortikosteroid bisa menyebabkan pengurangan sel mast pada kulit. Hal ini bisa

menjelaskan penggunaan kortikosteroid topikal pada terapi urtikariapigmentosa.

Mekanisme sebenarnya dari efek anti-inflamasi sangat kompleks dan kurang

dimengerti. Dipercayai bahwa kortikosteroid menggunakan efek anti-inflamasinya

dengan menginhibisi pembentukan prostaglandin dan derivat lain pada jalur asam

arakidonik. Mekanisme lain yang turut memberikan efek anti-inflamasi

kortikosteroid adalah menghibisi proses fagositosis dan menstabilisasi membran

lisosom dari sel-sel fagosit. 2,3,11

4.      Klasifikasi

Meskipun kortikosteroid mempunyai berbagai macam aktivitas biologik,

umumnya potensi sediaan alamiah maupun yang sintetik ditentukan oleh besarnya

efek retensi natrium dan penyimpanan glikogen di hepar atau besarnya khasiat anti-

9

Page 10: Kortikosteroid pada  Penyakit Kulit

inflamasinya. Sediaan kortikosteroid sistemik dapat dibedakan menjadi tiga golongan

berdasarkan masa kerjanya, potensi glukokortikoid, dosis ekuivalen dan potensi

mineralokortikoid. 1,2,5,6,9

Tabel 2. Perbandingan potensi relatif dan dosis ekuivalen beberapa sediaan kortikosteroid15

Keterangan:

* hanya berlaku untuk pemberian oral atau IV.

S = kerja singkat (t1/2 biologik 8-12 jam)

I  = intermediate, kerja sedang (t1/2 biologik 12-36 jam)

L = kerja lama (t1/2 biologik 36-72 jam)

                  Pada tabel diatas terlihat bahwa triamsinolon, parametason, betametason, dan

deksametason tidak mempunyai efek mineralokortikoid. Hampir semua golongan

kortikosteroid mempunyai efek glukokortikoid. Pada tabel ini obat disusun menurut

kekuatan (potensi) dari yang paling lemah sampai yang paling kuat. Parametason,

betametason, dan deksametason mempunyai potensi paling kuat dengan waktu paruh

36-72 jam. Sedangkan kortison dan hidrokortison mempunyai waktu paruh paling

10

Page 11: Kortikosteroid pada  Penyakit Kulit

singkat yaitu kurang dari 12 jam. Harus diingat semakin kuat potensinya semakin

besar efek samping yang terjadi.5

Efektifitas kortiksteroid berhubungan dengan 4 hal yaitu vasokonstriksi,

(antimitosis) antiproliferatif, immunosupresif dan antiinflamasi. Steroid topikal

menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah di bagian superfisial dermis, yang akan

mengurangi eritema. Kemampuan untuk menyebabkan vasokontriksi ini biasanya

berhubungan dengan potensi anti-inflamasi, dan biasanya vasokontriksi ini

digunakan sebagai suatu tanda untuk mengetahui aktivitas klinik dari suatu agen.

Kombinasi ini digunakan untuk membagi kortikosteroid topikal mejadi 7 golongan

besar, diantaranya Golongan I yang paling kuat daya anti-inflamasi dan

antimitotiknya (super poten). Sebaliknya golongan VII yang terlemah (potensi

lemah).2

Tabel 3. Penggolongan kortikosteroid topikal berdasarkan potensi klinis :2,3,6,11

Klasifikasi Nama Dagang Nama Generik

11

Page 12: Kortikosteroid pada  Penyakit Kulit

Golongan 1: (super poten)

Golongan II: (potensi tinggi)

Golongan III: (potensi tinggi)

Golongan IV: (potensi medium)

Diprolene ointmentDiprolene AF creamPsorcon ointmentTemovate ointmentTemovate creamOlux foamUltravate ointmentUltravate cream

Cyclocort ointmentDiprosone ointmentElocon ointmentFlorone ointmentHalog ointmentHalog creamHalog solutionLidex ointmentLidex creamLidex gelLidex solutionMaxiflor ointmentMaxivate ointmentMaxivate creamTopicort ointmentTopicort creamTopicort gel

Aristocort A ointmentCultivate ointmentCyclocort creamCyclocort lotionDiprosone creamFlurone creamLidex E creamMaxiflor creamMaxivate lotionTopicort LP creamValisone ointment

Aristocort ointmentCordran ointmentElocon creamElocon lotionKenalog ointmentKenalog creamSynalar ointment

0,05% betamethason dipropionate

0,05% diflorasone diacetate0,05% clobetasol propionate

0,05% halobetasol propionate

0,1% amcinonide0,05% betamethasone dipropionate0,01% mometasone fuorate0,05% diflorasone diacetate0,01% halcinonide

0,05% fluocinonide

0,05% diflorasone diacetate0,05% betamethasone dipropionate

0,25% desoximetasone

0,05% desoximetasone

0,1% triamcinolone acetonide0,005% fluticasone propionate0,1 amcinonide

0,05% betamethasone dipropionate0,05% diflorosone diacetate0,05% fluocinonide0,05% diflorosone diacetate0,05% betamethasone dipropionate0,05% desoximetasone0,01% betamethasone valerate

0,1% triamcinolone acetonide0,05% flurandrenolide0,1% mometasone furoate

0,1% triamcinolone acetonide

0,025% fluocinolone acetonide

12

Page 13: Kortikosteroid pada  Penyakit Kulit

Golongan V: (potensi medium)

Golongan VI: (potensi medium)

Golongan VII: (potensi lemah)

Westcort ointment

Cordran creamCutivate creamDermatop creamDiprosone lotionKenalog lotionLocoid ointmentLocoid creamSynalar creamTridesilon ointmentValisone creamWestcort cream

Aclovate ointmentAclovate creamAristocort creamDesowen creamKenalog creamKenalog lotionLocoid solutionSynalar creamSynalar solutionTridesilon creamValisone lotion

Obat topical dengan hidrokortison,  dekametason, glumetalone, prednisolone, dan metilprednisolone

0,2% hydrocortisone valerate

0,05% flurandrenolide0,05% fluticasone propionate0,1% prednicarbate0,05% betamethasone dipropionate0,1% triamcinolone acetonide0,1% hydrocortisone butyrate

0,025% fluocinolone acetonide0,05% desonide0,1% betamethasone valerate0,2% hydrocortisone valerate

0,05% aclometasone

0,1% triamcinolone acetonide0,05% desonide0,025% triamcinolone acetonide

0,1% hydrocortisone butyrate0,01% fluocinolone acetonide

0,05% desonide0,1% betamethasone valerate

5.    Penggunaan Klinik

Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat

pilihan untuk suatu penyakit kulit. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid topikal

bersifat paliatif dan supresif terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan

pengobatan kausal. Biasanya pada kelainan akut dipakai kortikosteroid dengan

potensi lemah contohnya pada anak-anak dan usia lanjut, sedangkan pada kelainan

subakut digunakan kortikosteroid sedang contonya pada dermatitis kontak alergik,

dermatitis seboroik dan dermatitis intertriginosa. Jika kelainan kronis dan tebal

13

Page 14: Kortikosteroid pada  Penyakit Kulit

dipakai kortikosteroid potensi kuat contohnya pada psoriasis, dermatitis atopik,

dermatitis dishidrotik, dan dermatitis numular.2,3,6,11

      Pada dermatitis atopik yang penyebabnya belum diketahui, kortikosteroid

dipakai dengan harapan agar remisi lebih cepat terjadi. Yang harus diperhatikan

adalah kadar kandungan steroidnya. Dermatosis yang kurang responsif terhadap

kortikosteroid ialah lupus eritematousus diskoid, psoriasis di telapak tangan dan kaki,

nekrobiosis lipiodika diabetikorum, vitiligo, granuloma anulare, sarkoidosis, liken

planus, pemfigoid, eksantema fikstum. Erupsi eksematosa biasanya diatasi dengan

salep hidrokortison 1%. Pada penyakit kulit akut dan berat serta pada eksaserbasi

penyakit kulit kronik, kortikosteroid diberikan secara sistemik.2,3,11

      Pada pemberian kortikosteroid sistemik yang paling banyak digunakan adalah

prednison karena telah lama digunakan dan harganya murah. Bila ada gangguan

hepar digunakan prednisolon karena prednison dimetabolisme di hepar menjadi

prednisolon. Kortikosteroid yang memberi banyak efek mineralkortikoid jangan

dipakai pada pemberian long term (lebih daripada sebulan). Pada penyakit berat dan

sukar menelan, misalnya toksik epidermal nekrolisis dan sindrom Stevens-Jhonson

harus diberikan kortikosteroid dengan dosis tinggi biasa secara intravena. Jika masa

kritis telah diatasi dan penderita telah dapat menelan diganti dengan tablet

prednison.6

Pengobatan kortikosteroid pada bayi dan anak harus dilakukan dengan lebih

hati-hati. Penggunaan pada anak-anak memiliki efektifitas yang tinggi dan sedikit

efek samping terhadap pemberian kortikosteroid topikal dengan potensi lemah dan

dalam jangka waktu yang singkat. Sedangkan pada bayi memiliki risiko efek

samping yang tinggi karena kulit bayi masih belum sempurna dan fungsinya belum

berkembang seutuhnya. Secara umum, kulit bayi lebih tipis, ikatan sel-sel

epidermisnya masih longgar, lebih cepat menyerap obat sehingga kemungkinan efek

toksis lebih cepat terjadi serta sistem imun belum berfungsi secara sempurna Pada

bayi prematur lebih berisiko karena kulitnya lebih tipis dan angka penetrasi obat

topikal sangat tinggi.2,11 Pada geriatri memiliki kulit yang tipis sehingga penetrasi

steroid topikal meningkat. Selain itu, pada geriatric juga telah mengalami  kulit yang

atropi sekunder karena proses penuaan. Kortikosteroid topikal harus digunakan

secara tidak sering, waktu singkat dan dengan pengawasan yang ketat.1,2  

14

Page 15: Kortikosteroid pada  Penyakit Kulit

 Kortikosteroid topikal tidak seharusnya dipakai sewaktu hamil kecuali

dinyatakan perlu atau sesuai oleh dokter untuk wanita yang hamil. Pada kasus

kelahiran prematur, sering digunakan steroid untuk mempercepat kematangan paru-

paru janin (standar pelayanan). Percobaan pada hewan menunjukkan penggunaan

kortikosteroid pada kulit hewan hamil akan menyebabkan abnormalitas pada

pertumbuhan fetus. Percobaan pada hewan tidak ada kaitan dengan efek pada

manusia, tetapi mungkin ada sedikit resiko apabila steroid yang mencukupi di

absorbsi di kulit memasuki aliran darah wanita hamil terutama pada penggunaan

dalam jumlah yang besar, jangka waktu lama dan steroid potensi tinggi. Analisis

yang baru saja dilakukan memperlihatkan hubungan yang kecil tetapi penting antara

kehamilan terutama trisemester pertama dengan bimbing sumbing. Kemungkinannya

1 % dapat terjadi cleft lip atau cleft palate saat penggunaan steroid selama

kehamilan. Kortikosteroid sistemik yang biasa digunakan pada saat kehamilan adalah

prednison dan kortison. Sedangkan untuk topikal biasa digunakan hidrokortison dan

betametason. Begitu juga pada waktu menyusui, penggunaan kortikosteroid topikal

harus dihindari dan diperhatikan. Belum diketahui dengan pasti apakah steroid

topikal diekskresi melalui ASI, tetapi sebaiknya tidak digunakan pada wanita sedang

menyusui.1,2,16

Kortikosteroid dapat menyebabkan gangguan mental bagi penggunanya.

Rata-rata dosis yang dapat menyebabkan gangguan mental adalah 60 mg/hari,

sedangkan dosis dibawah 30 mg/hari tidak bersifat buruk pada mental penggunanya.

Bagi pengguna yang sebelumnya memiliki gangguan jiwa dan sedang menggunakan

pengobatan kortikosteroid sekitar 20% dapat menginduksi timbulnya gangguan

mental sedangkan 80% tidak.17

6.      Dosis dan Mekanisme Pemberian

Pada saat memilih kortikosteroid topikal dipilih yang sesuai, aman, efek

samping sedikit dan harga murah, disamping itu ada beberapa faktor yang perlu di

pertimbangkan yaitu jenis penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit yaitu

stadium penyakit, luas/tidaknya lesi, dalam/dangkalnya lesi dan lokalisasi lesi. Perlu

juga dipertimbangkan umur penderita3,11

15

Page 16: Kortikosteroid pada  Penyakit Kulit

Steroid topikal terdiri dari berbagai macam vehikulum dan bentuk dosis.

Salep (ointments) ialah bahan berlemak atau seperti lemak, yang pada suhu kamar

berkonsistensi seperti mentega. Bahan dasar biasanya vaselin, tetapi dapat pula

lanolin atau minyak. Jenis ini merupakan yang terbaik untuk pengobatan kulit yang

kering karena banyak mengandung pelembab. Selain itu juga baik untuk pengobatan

pada kulit yang tebal contoh telapak tangan dan kaki. Salep mampu melembabkan

stratum korneum sehingga meningkatkan penyerapan dan potensi obat. Krim adalah

suspensi minyak dalam air. Krim memiliki komposisi yang bervariasi dan biasanya

lebih berminyak dibandingkan ointments tetapi berbeda pada daya hidrasi terhadap

kulit. Banyak pasien lebih mudah menemukan krim untuk kulit dan secara kosmetik

lebih baik dibandingkan ointments. Meskipun itu, krim terdiri dari emulsi dan bahan

pengawet yang mempermudah terjadi reaksi alergi pada beberapa pasien. Lotion

(bedak kocok) tediri atas campuran air dan bedak, yang biasanya ditambah dengan

gliserin sebagai bahan perekat, lotion mirip dengan krim. Lotion terdiri dari agents

yang membantu melarutkan kortikosteroid dan lebih mudah menyebar ke kulit.

Solution tidak mengandung minyak tetapi kandungannya terdiri dari air, alkohol dan

propylene glycol. Gel komponen solid pada suhu kamar tetapi mencair pada saat

kontak dengan kulit. Lotion, solution, dan gel memiliki daya penyerapan yang lebih

rendah dibandingkan ointment tetapi berguna pada pengobatan area rambut contoh

pada daerah scalp dimana lebih berminyak dan secara kosmerik lebih tidak nyaman

pada pasien.2,6

Pada umumnya dianjurkan pemakaian salep 2-3 x/hari sampai penyakit

tersebut sembuh. Perlu dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis. Takifilaksis ialah

menurunnya respons kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat yang

berulang-ulang berupa toleransi akut yang berarti efek vasokonstriksinya akan

menghilang, setelah diistirahatkan beberapa hari efek vasokonstriksi akan timbul

kembali dan akan menghilang lagi bila pengolesan obat tetap dilanjutkan. Lama

pemakaian kortikosteroid topikal sebaiknya tidak lebih dari 4-6 minggu untuk steroid

potensi lemah dan tidak lebih dari 2 minggu untuk potensi kuat.2,3,9

Ada beberapa cara pemakaian dari kortikosteroid topikal, yakni :3,11

1.      Pemakaian kortikosteroid topikal poten tidak dibenarkan pada bayi dan anak.

16

Page 17: Kortikosteroid pada  Penyakit Kulit

2.      Pemakaian kortikosteroid poten orang dewasa hanya 40 gram per minggu,

sebaiknya jangan lebih lama dari 2 minggu. Bila lesi sudah membaik, pilihlah salah

satu dari golongan sedang dan bila perlu diteruskan dengan hidrokortison asetat 1%.

3.     Jangan menyangka bahwa kortikosteroid topikal adalah obat mujarab (panacea)

untuk semua dermatosis. Apabila diagnosis suatu dermatosis tidak jelas, jangan pakai

kortikosteroid poten karena hal ini dapat mengaburkan ruam khas suatu dermatosis.

Tinea dan scabies incognito adalah tinea dan scabies dengan gambaran klinik tidak

khas disebabkan pemakaian kortikosteroid.

                        Pada pengobatan berbagai dermatosis dengan kortikosteroid, bila telah

mengalami perbaikan dosisnya diturunkan berangsur-angsur agar penyakitnya tidak

mengalami eksaaserbasi, tidak terjadi supresi korteks kelenjar adrenal dan sindrom

putus obat. Jika terjadi supresi korteks kelenjar adrenal, penderita tidak dapat

melawan stress. Supresi terjadi kalau dosis prednison meebihi 5 mg per hari dan

kalau lebih dari sebulan. Pada sindrom putus obat terdapat keluhan lemah, lelah,

anoreksia dan demam ringan yang jaranng melebihi 39ºC. 6

            Penggunaan glukokortikoid jangka panjang yaitu lebih dari 3 sampai 4

minggu perlu dilakukan penurunan dosis secara perlahan-lahan untuk mencari dosis

pemeliharaan dan menghindari terjadi supresi adrenal. Cara penurunan yang baik

dengan menukar dari dosis tunggal menjadi dosis selang sehari diikuti dengan

penurunan jumlah dosis obat.

Untuk mencegah terjadinya supresi korteks kelenjar adrenal kortikosteroid

dapat diberikan selang sehari sebagai dosis tunggal pada pagi hari (jam8), karena

kadar kortisol tertinggi dalam darah pada pagi hari. Keburukan pemberian dosis

selang sehari ialah pada hari bebas obat penyakit dapat kambuh. Untuk

mencegahnya, pada hari yang seharusnya bebas obat masih diberikan kortikosteroid

dengan dosis yang lebih rendah daripada dosis pada hari pemberian obat. Kemudian

perlahan-lahan dosisnya diturunkan. Bila dosis telah mencapi 7,5 mg prednison,

selanjutnya pada hari yang seharusnya bebas obat tidak diberikan kortikosteroid lagi.

Alasannya ialah bila diturunkan berarti hanya 5 mg dan dosis ini merupakan dosis

fisiologik. Seterusnya dapat diberikan selang sehari.6  

Tabel 4. Berbagai penyakit yang dapat diobati dengan kortikosteroid beserta

dosisnya:1,6

17

Page 18: Kortikosteroid pada  Penyakit Kulit

Nama penyakit Macam kortikosteroid dan dosisnya sehari

DermatitisErupsi alergi obat ringanSJS berat dan NETEritrodermiaReaksi lepraDLEPemfigoid bulosaPemfigus vulgarisPemfigus foliaseusPemfigus eritematosaPsoriasis pustulosaReaksi Jarish-Herxheimer

Prednison 4x5 mg atau 3x10mgPrednison 3x10 mg atau 4x10 mgDeksametason 6x5 mgPrednison 3x10 mg atau 4x10 mgPrednison 3x10 mgPrednison 3x10 mgPrednison 40-80 mgPrednison 60-150 mgPrednison 3x20 mgPrednison 3x20 mgPrednison 4x10 mgPrednison 20-40 mg

Dosis yang tertulis ialah dosis patokan untuk orang dewasa menurut

pengalaman, tidak bersifat mutlak karena bergantung pada respons penderita. Dosis

untuk anak disesuaikan dengan berat badan / umur. Jika setelah beberapa hari belum

tampak perbaikan, dosis ditingkatkan sampai ada perbaikan.6

7. Sediaan Kortikosteroid Topikal

Berbagai variasi sediaan kortikosteroid tersedia untuk penggunaan topikal

pada terapi penyakit inflamasi okular. Diantaranya yaitu :

1. Deksametason .

Deksametason diformulasi dalam bentuk suspensi 0,1 % alkohol, solusi

sodium phospat dan salaf 0,05 %. Ini merupakan topikal steroid yang paling

poten. Yang mempunyai posisi yang bersamaan dalam meningkatkan resiko

efek yang merugikan dari kondisi mata yang tidak menguntungkan.

2. Prednisolon

Prednisolon tersedia dalam bentuk 0,12 % atau suspensi asetat 1 %, 0,12 %,

0,5 % atau solusi sodium phospat 1 % dan salaf phospat 25 %. Meskipun

sediaan phospate dengan daya larut bifasik , mempunyai penetrasi terbaik

kedalam kornea yang intak ( dengan menggunakan kendaraan phospat ) yang

larut dalam air . Perbedaan ini tidak cukup bermakna ketika terjadi inflamasi

intra okuler. Derajat penetrasinya tergantung kepada sejumlah konsentrasi

dan frekuensi. Lebih lanjut suspensi memerlukan dengan seksama

18

Page 19: Kortikosteroid pada  Penyakit Kulit

percampuran untuk menjamin konsentrasi steroid maksimal, yang masing –

masing dihantarkan, memperkenalkan masalah potensial, yang membuat

solusi lebih baik pada praktisi klinis. Bioavaibilitas dan potensi dari

prednisolon tidak hanya membuatnya sebagai zat anti inflamasi yang

mujarab, tetapi juga meningkatkan dosis keteragantungan dan toksisitas

okular.

3. Fluorometholon dan medrison

Fluorometholon (FML) (0,1 % atau 0,25 % ) dan medrison (HMS) (1,0 % )

tersedia dalam bentuk sediaan suspensi mata. Fluorometholon (FML) juga

tersedia dalam bentuk sediaan salaf 0,1 % . Obat ini mempunyai efek anti

inflamasi yang kuat dan mempunyai pengaruh yang sedikit terhadap

kerusakan mata yang berhubungan dengan pemakaian kortikosteroid (katarak

dan glaukoma).

4. Medoxyprogesteron

Medoxyprogesteron tidak tersedia dalam bentuk sediaan obat mata, tetapi

tersedia untuk obat – obatan rumah sakit dalam bentuk parenteral. ( 0,1 % ).

Secara nyata obat ini berguna untuk terapi ulkus perifer, inflamasi, penyakit

mata luar, karena obat ini tidak hanya menurunkan infamasi, tetapi juga

menurunkan produksi dari kolagenase, dan mempunyai pengaruh yang sedikit

dalam mengurangi produksi kolagenase dibandingkan steroid lain. Obat ini

mempunyai potensi yang kurang dibandingkan 0,12 % prednisolon.4.8.9.10

8. Efek Samping

Pada penggunan kortikosteroid topikal efek samping dapat terjadi apabila :

1. Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.

2. Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau

penggunaan sangat oklusif.

19

Page 20: Kortikosteroid pada  Penyakit Kulit

Efek samping yang tidak diinginkan adalah berhubungan dengan sifat

potensiasinya, tetapi belum dibuktikan kemungkinan efek samping yang terpisah dari

potensi, kecuali mungkin merujuk kepada supresi dari adrenokortikal sistemik.

Dengan ini efek samping hanya bisa dielakkan sama ada dengan bergantung pada

steroid yang lebih lemah atau mengetahui dengan pasti tentang cara penggunaan,

kapan, dan dimana harus digunakan jika menggunakan yang lebih paten. Secara

umum efek samping dari kortikosteroid topikal termasuk atrofi, striae atrofise,

telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis setempat,

hipopigmentasi, dermatitis peroral.

Beberapa penulis membagi efek samping kortikosteroid kepada beberapa

tingkat yaitu:

     

Efek Epidermal

Ini termasuk :

1. Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik

dermal, suatu penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan

pendataran dari konvulsi dermo-epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan

penggunaan tretinoin topikal secara konkomitan.

2. Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan.

Komplikasi ini muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid

intrakutan.

      Efek Dermal

Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Ini

menyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah akan

menyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan

intradermal yang terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu blot

hemorrhage. Ini nantinya akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata, yang

terlihat seperti usia kulit prematur.

Efek Vaskular

Efek ini termasuk :

20

Page 21: Kortikosteroid pada  Penyakit Kulit

1. Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkan

vasokontriksi pada pembuluh darah yang kecil di superfisial.

2. Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh

darah yang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan

edema, inflamasi lanjut, dan kadang-kadang pustulasi.

Terjadi efek samping bergantung pada dosis, lama pengobatan macam

kortikosteroid. Pada pendek (beberapa hari/minggu) umumnya tidak terjadi efek

samping yang gawat. Sebaliknya pada pengobatan jangka panjang (beberapa

bulan/tahun) harus diadakan tindakan untuk mencegah terjadi efek tersebut, yaitu :6

- Diet tinggi protein dan rendah garam

- Pemberian KCl 3 x 500 mg sehari untuk orang dewasa,jika terjadi defisiensi K

- Obat anabolik ACTH diberikan 4 minggu sekali, yang biasanya kami berikan

ialah ACTH sintetik yaitu synacthen depot sebanyak 1 mg (qoo IU). Pada

pemberian kortikosteroid dosis tinggi dapat diberikan seminggu sekali

- Antibiotik perlu diberikan jika dosis prednison melebihi 40 mg sehari

- Antasida

Kontraindikasi pada kortikosteroid terdiri dari kontraindikasi mutlak dan

relatif. Pada kontraindikasi absolut, kortikosteroid tidak boleh diberikan pada

keadaan infeksi jamur yang sistemik, herpes simpleks keratitis, hipersensitivitas

biasanya kortikotropin dan preparat intravena. Sedangkan kontraindikasi relatif

kortikosteroid dapat diberikan dengan alasan sebagai life saving drugs.

Kortikosteroid diberikan disertai dengan monitor yang ketat pada keadaan hipertensi,

tuberculosis aktif, gagal jantung, riwayat adanya gangguan jiwa, positive purified

derivative, glaucoma, depresi berat, diabetes, ulkus peptic, katarak, osteoporosis,

kehamilan.18

BAB III

KESIMPULAN

21

Page 22: Kortikosteroid pada  Penyakit Kulit

Kortikosteroid merupakan pengobatan yang paling sering diberikan kepada

pasien. Kortikosteroid adalah derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh

kelenjar adrenal.. Kortikosteroid terbagi kepada dua golongan utama yaitu

glukokortikoid dan mineralokortikoid.1,2,3,10

Berdasarkan potensi klinisnya dibedakan ke dalam beberapa golongan yaitu

super poten, potensi tinggi, potensi medium, dan potensi lemah. Kortikosteroid

bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein yang mana terjadi induksi

sintesis protein yang merupakan perantara efek fisiologis steroid. Efek katabolik dari

kortikosteroid bisa dilihat pada kulit sebagai gambaran dasar dan sepanjang

penyembuhan luka serta mengurangi akses dari sejumlah limfosit ke daerah

inflamasi yaitu di daerah yang menghasilkan vasokontriksi.

Efek klinis dari kortikosteroid topikal berhubungan dengan empat hal yaitu :

vasokontriksi, efek anti-proliferasi, immunosupresan, dan efek anti-inflamasi.1,2,3,10

Dari pengalaman klinis dapat diajukan minimal 6 prinsip terapi yang perlu

diperhatikan sebelum obat kortikosteroid digunakan: (1) Untuk tiap penyakit pada

tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan trial and error, dan harus dievaluasi

dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit. (2) Suatu dosis tunggal besar

kortikosteroid umumnya tidak berbahaya. (3) Penggunaan kortikosteroid untuk

beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi spesifik, tidak membahayakan kecuali

dengan dosis sangat besar. (4) Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau

lebih hingga dosis melebihi dosis substitusi, insidens efek samping dan efek letal

potensial akan bertambah. (5) Kecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan

kortikosteroid bukan merupakan terapi kausal ataupun kuratif tetapi hanya bersifat

paliatif karena efek anti-inflamasinya. (6) Penghentian pengobatan tiba-tiba pada

terapi jangka panjang dengan dosis besar, mempunyai resiko insufisiensi adrenal

yang hebat dan dapat mengancam jiwa pasien.9

Efek samping dapat terjadi apabila penggunaan kortikosteroid topikal yang

lama dan berlebihan serta pada potensi kuat atau sangat kuat atau penggunaan sangat

oklusif. Dapat dibagi beberapa tingkat yaitu efek epidermal, dermal, dan vaskular.

Efek samping lokal yang terjadi meliputi atrofi, telangiektasis, striae atrofise,

22

Page 23: Kortikosteroid pada  Penyakit Kulit

purpura, dermatosis acneformis, hipertrikosis setempat, hipopigmentasi, dan

dermatitis perioral.3,10

DAFTAR PUSTAKA

23

Page 24: Kortikosteroid pada  Penyakit Kulit

1. Abidin Taufik. Oral Corticosteroid. 2009. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/13461798/Oral-Kortikosteroid

2. Freeberg. M. Irwin, Eisen. Z. Atrhur, Wolff. Klaus, dkk. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Volume II B. Sixth Edition. Newyork; Mc Graw-Hill Medical Publishing Division. 2003; 2381-2387, 2322-2327

3. Maftuhah. Husni, Abidin. Taufik, Oral Kortikosteroid. 2009. Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/13461799/kortikosteroid-topikal

4. Sutarman Putu Ngakan, Roma Julius. Pengaruh Kortikosteroid Terhadap Sistem Imun. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedoteran Universitas Hasanuddin Rumah Sakit Ujumg Pandang. Cermin Dunia Kedokteran No.85;1993. Diunduh dari http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PengaruhKortikosteroid085.pdf/13PengaruhKortikosteroid085.html

5. Sularsito Adi Sri Dr, dkk. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Erupsi Obat Alergik. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 1995; 23-26

6. Djuanda. A, Hamzah. M, Aisah. S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima, Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007; 337-347

7. Agusni Indropo. Mekanisme Kerja Kortikosteroid Topikal. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Soetomo. Surabaya; 2001. Diunduh dari http://ojs.lib.unair.ac.id/index.php/bipkk/article/viewFile/191/191

8. Doctorology Indonesia. Kortikosteroid dan Efek Sampingnya. 2009. http://doctorology.net/?p=61

9. Ganiswarna G Sulistia. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta : Balai penerbit FKUI, 1995 ; 484-500

10. Polito Andrea; Aboab Jérôme; Annane Djillali, PhD. Adrenal insufficiency in sepsis.  2009.Diunduhdari http://infoomega3.wordpress.com/2008/05/17/omega-3-3/

11. Ashari Irwan. Kortikosteroid Topikal. 2009. Diunduh dari http://irwanashari.blogspot.com/2009/02/kortikosteroid-topikal.html

24

Page 25: Kortikosteroid pada  Penyakit Kulit

12. Stress, Insomnia and the Adrenal Glands (Cortisol and DHEA). 2009. Diunduh dari http://www.nutritionalmedicine.org.uk/phdi/p1.nsf/supppages/franklin?opendocument&part=6

13. http://img.medscape.com/fullsize/migrated/550/721/apt550721.fig1.gif

14. http://www.microbiologybytes.com/iandi/1b.html

15. E health links. Synthetic Glucocoticoids. 2009. Diunduh dari http://www.endotext.org/adrenal/adrenal14/ch01s02.html

16. Hati-hati, Obati Penyakit Kulit pada Anak. Agustus 2003. Diunduh dari http://www.kompas.com

17. Hall W.C Richard, M.D. Psychiatric Adverse Drug Reactions:Steroid Psychosis. 2009. Diunduh dari http://www.janela1.com/vh/docs/v0002511.htm

18. Corticosteroid. 2009. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1063590-treatment

25