kriteria broad hill pada pjk

21
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner Salah satu penyakit jantung yang mengakibatkan kematian tertinggi di dunia adalah penyakit jantung koroner (PJK) atau juga disebut sindroma koroner akut (SKA). Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit utama yang dimulai dari pembuluh darah koroner yang didominasi oleh pembentukan aterosklerosis sehingga mengakibatkan penyempitan atau penyumbatan. Akibat adanya penyumbatan maka suplai energi kimiawi ke otot jantung berkurang, sehingga terjadilah gangguan keseimbangan antara suplai dan kebutuhan (Sitepoe, 1997). Penyebab penyakit jantung koroner oleh karena proses arterosklerosis. Arterosklerosis yaitu proses pengerasan dan penyempitan pembuluh darah arteri yang bersifat progresif dimana proses tersebut di mulai pada masa anak-anak. Arterosklerosis dan PJK mempunyai etiologi multifaktorial dengan patogenesis yang belum diketahui. Pada umumnya orang berpendapat bahwa ada hubungan kausal antara faktor-faktor kebiasaan diet, merokok, dan aktivitas fisik dengan PJK. Semua faktor yang menurut statistik dapat bersifat signifikan mendorong pembentukan arterosklerosis disebut faktor risiko PJK (Sitepoe, 1997). Menurut American Heart Association (AHA), faktor risiko dapat dibagi menjadi tiga golongan besar, antara lain: faktor risiko utama (mayor risk factor) seperti kolesterol darah yang abnormal, hipertensi dan merokok; faktor risiko tidak langsung (contributing risk factor) seperti diabetes melitus, kegemukan, tidak aktif dan strees; dan faktor risiko alami seperti keturunan, jender dan usia (Soeharto, 2001). Tingginya angka morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh penyakit jantung koroner karena sebagian besar masyarakat tidak mengetahui faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap timbulnya aterosklerosis dan akhirnya dapat mengakibatkan PJK. Perubahan pola dan gaya hidup juga berpengaruh terhadap timbulnya PJK. Oleh

Upload: andimarjuni

Post on 28-Nov-2015

170 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Kriteria hubungan asosiasi Broad Hill ini sering digunakan dalam pengkajian penyakit baik penyakit menular dan tidak menular seperti yang saya kaji Penyakit Jantung Koroner (PJK).

TRANSCRIPT

Page 1: Kriteria Broad Hill pada PJK

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Jantung Koroner

Salah satu penyakit jantung yang mengakibatkan kematian tertinggi di dunia

adalah penyakit jantung koroner (PJK) atau juga disebut sindroma koroner akut (SKA).

Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit utama yang dimulai dari pembuluh darah

koroner yang didominasi oleh pembentukan aterosklerosis sehingga mengakibatkan

penyempitan atau penyumbatan. Akibat adanya penyumbatan maka suplai energi kimiawi

ke otot jantung berkurang, sehingga terjadilah gangguan keseimbangan antara suplai dan

kebutuhan (Sitepoe, 1997).

Penyebab penyakit jantung koroner oleh karena proses arterosklerosis.

Arterosklerosis yaitu proses pengerasan dan penyempitan pembuluh darah arteri yang

bersifat progresif dimana proses tersebut di mulai pada masa anak-anak. Arterosklerosis

dan PJK mempunyai etiologi multifaktorial dengan patogenesis yang belum diketahui.

Pada umumnya orang berpendapat bahwa ada hubungan kausal antara faktor-faktor

kebiasaan diet, merokok, dan aktivitas fisik dengan PJK. Semua faktor yang menurut

statistik dapat bersifat signifikan mendorong pembentukan arterosklerosis disebut faktor

risiko PJK (Sitepoe, 1997).

Menurut American Heart Association (AHA), faktor risiko dapat dibagi menjadi

tiga golongan besar, antara lain: faktor risiko utama (mayor risk factor) seperti kolesterol

darah yang abnormal, hipertensi dan merokok; faktor risiko tidak langsung (contributing

risk factor) seperti diabetes melitus, kegemukan, tidak aktif dan strees; dan faktor risiko

alami seperti keturunan, jender dan usia (Soeharto, 2001).

Tingginya angka morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh penyakit

jantung koroner karena sebagian besar masyarakat tidak mengetahui faktor-faktor risiko

yang berpengaruh terhadap timbulnya aterosklerosis dan akhirnya dapat mengakibatkan

PJK. Perubahan pola dan gaya hidup juga berpengaruh terhadap timbulnya PJK. Oleh

Page 2: Kriteria Broad Hill pada PJK

2

sebab itu, perlu adanya upaya pengenalan dini terhadap penyakit jantung koroner dan

faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap PJK. Atas dasar itu hendaknya

pemerintah khususnya Dinas Kesehatan menggalakkan kampanye pencegahan PJK

dengan menghindari faktor-faktor risiko yang dapat di modifikasi. Masyarakat perlu juga

diberi kesempatan untuk belajar resusitasi jantung paru, agar dapat menolong penderita

yang mengalami henti jantung. Pertolongan yang cepat dan tepat terbukti dapat

menhindari serangan jantung yang fatal (Sitepoe., 1997).

Di negara-negara maju seperti Amerika dan Eropa, kematian (cause of death)

yang diakibatkan oleh penyakit jantung koroner menduduki rangking pertama setiap

tahun dan sepanjang tahun serta merupakan penyebab terbesar rawat inap di rumah sakit.

Di Amerika Serikat, setiap tahunnya 478.000 orang meninggal karena penyakit jantung

koroner, 1,5 juta orang mengalami serangan jantung dan sekitar 250.000 penderita

meninggal dalam 1 jam setelah serangan (ulfa; 2000).

Indonesia saat ini juga menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan

beragam. Tentu saja mulai dari infeksi klasik dan modern, penyakit degeneratif serta penr

yakit psikososial yang menjadikan Indonesia menghadapi “threeple burden disease”.

Namun tetap saja penyebab kematian terbesar adalah akibat penyakit jantung koroner

“the silence killer”. Tingginya angka kematian di Indonesia akibat penyakit jantung

koroner (PJK) mencapai 26%. Dalam 10 tahun terakhir angka tersebut cenderung

mengalami peningkatan. Pada tahun 1991, angka kematian akibat PJK adalah 16%,

kemudian di tahun 2001 angka tersebut melonjak menjadi 26,4%. Angka kematian akibat

PJK diperkirakan mencapai 53,3 per 100.000 penduduk di negara kita. Tingginya angka

tersebut mengakibatkan PJK sebagai penyebab kematian nomor satu (karyadi; 2002).

Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis RSUD Dr Kanujoso Djatiwibowo

khususnya di Poliklinik Jantung diperoleh data antara bulan Januari, Februari, Maret

2010 terdapat 380 pasien yang menjalani rawat jalan di poli jantung, dari jumlah tersebut

terdapat 68 pasien yang menderita penyakit jatung koroner atau sekitar 17,89%. Hal ini

menunjukkan tingginya angka morbiditas yang diakibatkan oleh penyakit jantung

koroner dibandingkan penyakit jantung lainnya.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

hubungan antara faktor-faktor risiko mayor terhadap timbulnya penyakit jantung koroner.

Page 3: Kriteria Broad Hill pada PJK

3

Penelitian ini berjudul “Hubungan Faktor Risiko Mayor Terhadap Penyakit Jantung

Koroner di Poliklinik Jantung RSUD Dr Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan”

Etiologi

Etilogi dari penyakit jantung koroner adalah akibat terjadinya ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen miokard. Ketidakseimbangan ini terjadi akbat : 1)

penyempitan arteri koroner, 2) penurunan aliran darah/curah jantung (cardiac out put), 3)

peningkatan kebutuhan oksigen di miokard, dan 4) spasme arteri koroner.

Tanda dan Gejala

Ada beberapa tanda dan gejala spesifik dari penyakit jantung koroner menurut Sitepoe

(1997), yaitu:

Nyeri

Lokasi pertama rasa sakit pada serangan jantung berperiode biasanya

dimulai di pertengahan atau sepertiga di atas tulang dada, bertepatan pada ruas

tulang iga ketiga dan keempat. Walaupun sumber pertama rasa sakit di daerah

tulang dada, dapat menyebar ke leher, rahang bawah, dan anggota gerak bagian

atas. Rasa sakit ini dapat hanya terjadi di daerah dada dan lengan kiri, tetapi

dapat pula menyebar ke lengan kanan dan kiri. Kualitas dari rasa sakit ini dapat

ringan parah dan sangat sakit dengan intensitas yang khusus seperti tercekik.

Rasanya seperti tertindih beban berat, dan tekanan, terjepit, dan tercekik di

daerah dada kiri sebagai permulaan rasa sakit. Waku serangan rasa sakit ada

yang di sebut noctural angina, yaitu serangan pada malam hari dalam keadaan

istirahat tanpa ada petunjuk sebelumnya dan juga serangan sesudah olahraga,

serangan bersifat terus-menerus yang mengakibatkan penderita harus memakan

obat-obatan bila terjadi serangan. Serangan jantung sesudah olahraga biasanya

kurang dari tiga menit, kadang-kadang sesudah istirahat beberapa menit serngan

datang lagi.serangan dalam keadaan istirahat dapat berlangsung 5-15 menit,

bahkansampai berjam-jam.

Keringat dingin

Biasanya keluar kringat dingin diikuti dengan sekujur tubuh menjadi

dingin. Keringat akan keluar sesudah ada rasa sakit di dada.

Page 4: Kriteria Broad Hill pada PJK

4

Lemah (fatigue)

Jika jantung tidak efektif memompa, maka aliran darah ke otot selama

melakukan aktifitas akan berkurang menyebabkan penderita merasa lemah dan

lelah. Untuk mengatasinya biasanya penderita mengurangi aktivitasnya secara

bertahap atau ingin beristirahat pada posisi duduk atau berdiri.

Sesak napas (dispnea)

Sesak napas merupakan gejala yang sering ditemukan pada gagal

jantung. Sesak merupakan akibat dari masuknya cairan kedalam udara di paru-

paru (kongesti pulmoner atau edema pulmoner). Rasanya seperti kekurangan

udara sementara saat menghembuskan nafas mengalami kesukaran.

Pucat

Wajah menjadi pucat akibat vasodilatasi darah dan rasa ketakutan.

Sakit kepala

Akibat kekurangan darah yang dipompa ke otak maka terjadi sakit kepala

yang ringan.

Denyut jantung meningkat (palpitasi)

Denyut jantung bertambah cepat, denyut nadi juga bertambah cepat,

tetapi tekanan denyut nadi menjadi lemah.

Mual dan muntah

Perasaan sakit di dada menjalar ke daerah ulu hati, juga merangsang

saraf sehingga terjadi rasa mual dan muntah.

Rasa takut (cemas)

Terjadi perasaan cemas dan takut, diikuti dengan muka menjadi pucat

pasi.

Komplikasi

Menurut Payne (1995), komplikasi-komplikasi akut yang terjadi pada minggu

pertama antara lain:

Page 5: Kriteria Broad Hill pada PJK

5

Irama-irama denyut jantung tidak normal ini cenderung terjadi pada suatu tahap

awal setelah terjadinya serangan jantung dan merupakan penyebab utama

kematian.

Tekanan darah rendah

Hal ini dapat terjadi karena denyut jantung tidak teratur karena kerusakan

otot jantung atau katup-katupnya, atau disebakan oleh obat-obatan yang

diberikan untuk menghilang rasa sakit pada waktu serangan jantung. Apabila

tekanan darah yang rendah terus bertahan terus, hal ini menunjukan adanya

kerusakan berat pada otot jantung tersebut dengan demikian menunjukan pula

kecilnya peluang hidup penderita tersebut.

Kegagalan jantung

Kegagalan jantung berkaitan dengan tekanan darah yang rendah, dan

merupakan kegagalan sebagian jantung untuk untuk memompa pasokan darah

secukupnya keseluruh tubuh.

Pengumpalan (Trombosis atau Emboli)

Trombosis pada otot betis di kaki atau di jantung dapat menyebabkan

serangan jantung. Penggumpalan ini dapat lepas dan mengapung ke aliran darah

(embolus), pada akhirnya dapat berhenti di paru-paru otak.

Gagal jantung kongesti

Gagal jantung kongesti merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi

miokardium. Gagal jantung kiri merupakan komplikasi mekanis yang paling

sering terjadi setelah infark miokardium, yaitu pada sekitar 50% kasus. Gagal

jantung kiri dapat berkembang menjadi gagal jantung kanan akibat meningkatnya

tekanan vaskular paru-paru hingga membebani ventrikel kanan.selain tak

langsung melalui pembuluh paru-paru tersebut, disfungsi ventrikel kanan melalui

fungsi anatomis dan biokimiawinya.

Syok kardiogenik

Syok kardiogenik diakibatkan oleh disfungsi nyata ventrikel kiri setelah

menglami infark yang masif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri.

Page 6: Kriteria Broad Hill pada PJK

6

Insiden syok kardiogenik adalah 10-15% sedangkan kematian yang

diakibatkanya mencapai 80-90%.

Pencegahan penyakit jantung koroner

Tindakan pengobatan yang penting pada aterosklerosis koroner adalah

pencegahan primer pada penyakit itu sendiri. Pencegahan penyakit perlu dilakukan

karena banyak alasan:

Penyakit ini secara klinis baru terlihat nyata setelah suatu masa laten yang lama

dengan perkembangan penyakit yang tidak bergejala pada awal masa dewasa.

Tidak ada terapi kuratif untuk penyakit aterosklerosis koroner. Begitu penyakit

ini diketahui secara klinis, maka terapi hanya paliatif untuk mengurangi akibat

dan konsekuensi klinis dan untuk memperlambat perkembangan penyakit.

Konsekuensi penyakit aterosklerosis koroner dapat sangat berbahaya. Infark

miokardium sering terjadi tanpa ataua sedikit peringatan terlebih dahulu, insiden

kematian tinggi. Lebih dari separuh kasus kematian yang berkaiatan dengan

infark miokardium terjadi pada jam-jam pertama infark, sebelum pasien dirawat

di rumah sakit.

Aterosklerosis koroner merupakan salah satu penyebab utama kematian di

Amerika Serikat, menurut American Heart Association sekitar 524.000 kematian

disebabkan oleh infark miokardium pada tahun 1986.

Pengendalian faktor resiko sedini mungkin agaknya dapat mencegah

aterigenesis atau memperlambat penyakit sedemikain rupa sehingga jumlah

mortalitas dan morbiditas dapat dikurangi. Yang harus ditekankan adalah

pendidikan kesehatan dan deteksi sedini mungkin, serta pengendalian faktor

resiko, bukan pengobtan akibat klinis dari penyakit yang sudahterjadi.

Menurut Sitepoe (1997), cara pencegahan penakit jantung koroner antara lain:

Mencegah sebab penyakit jantung dan faktor yang mendorong terjadinya

penyakit jantung.

Pengobatan terhadap penderita penyakit jantung.

Pencegahan kepada penderita yang telah sembuh dari penyakit jantung.

Untuk mencegah berulang kembali serangan penyakit jantung, sebaiknya dipergunakan

obat-obatan yang bersifat aksi obat berkepanjangan. Bagi penderita yang telah sembuh

Page 7: Kriteria Broad Hill pada PJK

7

dari bedah pintas koroner diperlukan pengobatan sesuai dengan petunjuk dokter, yaitu

dimulai dari yang sangat sederhana. Untuk diet diperlukan pengurangan dan kolesterol,

makan yang kenyang tetap jadwal waktu makan diperpanjang. Dilarang merokok, minum

kopi, dan minum alkohol. Bila dijumpai adanya tekanan darah tinggi kurangi garam.

Pencegahan sebab penyakit dan mengurangi faktor risiko PJK, yaitu perubahan

sosio-ekonomi, dan pola hidup dari masyarakat. Pendekatan yang dikemukakan berkaitan

dengan upaya mengurangi seluruh faktor risiko penyakit jantung.

Pendekatan melalui nutrisi

Menghindari minum alkohol yang berlebihan, makanlah makanan yang

berserat dan buah-buahan. Bukan hanya itu saja, makanan yang bersumber dari

hewani perlu juga dibatasi pemakaiannya. Konsumsilah daging dengan rendah

lemak dan ikan. Batasi juga pemakaian daram dalam bahan makanan yang

dikonsumsi.

Mengurangi rokok

Masyarakat dianjurkan untuk mulai berhenti merokok dengan berbagai

cara, antara lain berhenti atau mengurangi merokok, mengganti rokok dengan

bahan lain yang bersifat substitusi rokok seperti kembang gula. Merokok dapat

menyebabkan kekakuan pembuluh darah, bukan saja pembuluh darah jantung

tetapi juga pembuluh darah kaki.

Mencegah peningkatan tekanan darah

Sebagai pencegahan penyakit darah tinggi perlu dilakukan pemeriksaan

darah dan tindakan penanganannya. Apabila menderita penyakit darah tinggi,

konsumsi garam perlu dikurangi. Minum alkohol jangan berlebihan, gerak badan

teratur, dan pertahankan berat badan yang stabil dan normal.

Pencegahan menjadi penderita diabetes

Penyakit diabetes mengakibatkan kadar gula darah meningkat.

Pencegahan penyakit diabetes dilakukan melalui pemberian obat-obatan,

berolahraga, dan berdiet.

Page 8: Kriteria Broad Hill pada PJK

8

Mencegah peningkatan kadar lipida (kolesterol) dalam darah

Pencegahan peningkatan kadar kolesterol di dalam darah diutamakan

melalui pemeriksaan kadar kolesterol dalam darah. Apabila dijumpai

peningkatan kadar kolesterol dalam darah yang jauh melampaui batas tindakan

pengobatan diperlukan pencegahan yang lain. Bagi yang mengalami peningkatan

sedikit saja tanpa diobati, tetapi pendekatan dengan diet dan berolahraga yang

teratur serta menghindari semua faktor yang dapat meningkatkan kadar kolesterol

di dalam. Hal-hal yang dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah, yaitu:

1) memakan makanan yang mengandung asam lemak jenuh yang berlebihan, 2)

memakan makanan mengandung asam lemak tidak jenuh ganda berbentuk trans

yang berlebihan, 3) memakan makanan berkalori tinggi dengan jumlah yang

berlebihan, 4) kurang bergerak, 5) kegemukan, 6) merokok.

Pencegahan kegemukan

Pada anak-anak pencegahan kegemukan dimulai sedini mungkin untuk

menghindari diri dari penyakit jantung setelah mencapai usia lanjut. Pencegahan

kegemukan dilakukan dengan berdiet diikuti dengan berolahraga.

Giatkan berolahraga

Strategi untuk menggalakkan aktivitas fisik (olahraga) selama hidup

dilakukan melalui pendididkan dan mempersiapkan sarana dan prasarana. Bagi

kehidupan di desa memperpanjang aktivitas fisik di dalam pekerjaan akan lebih

memberikan aktivitas jasmani. Bagi masyarakat perkotaan perlu diberikan

kesempatan aktivitas fisik (berolahraga) dengan cara berjalan kaki setiap hari di

dalam menunaikan tugas dan berbagai cara olahraga yang lain. Menurut Tabrani

(1995), gerakan jantung yang pernah sakit oleh karena penyempitan maupun oleh

karena penyumbatan jantung koroner dan untuk mencegah terjadinya serangan

jantung terutama pada orang-orang yang memiliki faktor yang mempercepat

terjadinya penyempitan pembuluh darah jantung.

Hindari minum alkohol berlebihan

Alkohol yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kolesterol di dalam

darah dan juga hipertensi sehingga memberikan risiko tinggi terhadap penyakit

jantung.

Page 9: Kriteria Broad Hill pada PJK

9

Hindari menggunakan kopi secara berlebihan

Meminum kopi yang berlebihan dapat meningkatkan kerja otot dan

penyempitan pembuluh darah yang akan memberikan risiko menjadi penderita

penyakit jantung.

Hindari stress

Stress berkaitan dengan sosial dan lingkungan, tetapi memberikan risiko

terhadap penyakit jantung. Hingga saat ini belum ada rekomendasi yang

diberikan bagaimana menghindari stress secara umum. Menurut Tabrani (1995),

ketegangan jiwa (stress) dapat dihindari dengan cara 1) kembalikan segala

persoalan kepada Allah Maha Pencipta, 2) mengubah arah teropong yang tadinya

setiap hari melihat kedalam tubuh dengan berbagi keluhan, berbagai penyakit

serta ramuan-ramuan keluhannya, berbalik mengarahkan teropong ke luar

sehingga hidup ini di isi dengan diibaratkan lautan, bukanlah yang tampak dari

luar hanya gelombang-gelombang prestasi yang tinggi, 3) memberikan kreasi dan

arti hidup yang berarti sehingga kita dapat menghindari diri dari hal-hal yang

rutin. Kebosanan adalah malapetaka dari segala macam penyakit sedangkan

kreasi adalah penyedap masakan dari kehidupan.

Pemakaian oral kontrasepsi

Pada wanita usia subur jarang dijumpai penderita penyakit jantung

koroner disebabkan adanya hormon estrogen yang merupakan payung

pelindungnya. Sesudah usia menopause, hormon estrogen yang diproduksi

berkurang sehingga mulai dapat terkena serangan penyakit jantung.

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan iskemia miokardium adalah memperbaiki ketidakseimbangan

antara kebutuhan miokardium akan oksigen dan suplai oksigen. Pemulihan keseimbangan

oksigen dapat dicapai dengan dua mekanisme, yaitu:

Pengurangan kebutuhan oksigen

Dibagi menjadi dua, yaitu pengurangan kerja jantung secara

farmakologis dan pengurangan kerja secara fisik. Pengurangan kerja secara

farmakologis meliputi penggunaan obat-obatan seperti nitrogliserin, penghambat

beta adrenergik, digitalis, diuretik, vasodilator, sedatif, dan antagonis kalsium.

Page 10: Kriteria Broad Hill pada PJK

10

Sedangkan pengurangan kerja jantung secara fisik meliputi tirah baring dan

lingkungan yang tenang.

Peningkatan suplai oksigen

Peningkatan suplai oksigen dengan cara pemberian oksigen,

nitrogliserin, vasopresor, antiaritmia, antikoagulan, dan agen fibrinolitik serta

antagonis kalsium.

Apabila dengan kedua mekanisme pengobatan penyakit jantung koroner

di atas tidak berhasil maka dilakukan tindakan operasi pada penderita penyakit

jantung koroner dengan cara balonisasi dan bedah pintas koroner.

Faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi

Faktor-faktor risiko penyakit jantung koroner (PJK), dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

Peningkatan kolesterol

Terdapat hubungan langsung antara risiko PJK dan kadar kolesterol

darah. Kolesterol merupakan campuran antara lemak baik (HDL) dan jahat

(LDL). Pemeriksaan kadar kolesterol dikelompokkan menjadi kolesterol total

(jumlah LDL dan HDL), dan trigliserida. Kolesterol ditranspor dalam darah

dalam bentuk lipoprotein, 75% merupakan lipoprotein densitas rendah (low

density lipoprotein/LDL) dan 20% merupakan lipoprotein densitas tinggi (high

density lipoprotein/HDL). Kadar kolesterol LDL yang rendah memiliki peran

yang baik pada PJK dan terdapat hubungan timbal balik antara kadar HDL dan

insidensi PJK (Gray, 2005) Nilai normal kolesterol dalam darah, yaitu: total

kolesterol 150-250 mg/dl, HDL 30-65 mg/dl, LDL 60-150 mg/dl dan trigliserida

50-300 mg/dl. Apabila terjadi kenaikan kadar kolesterol di dalam darah maka

kemungkinan menjadi penderita PJK dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan

dengan seseorang yang memiliki kadar kolesterol normal (Sitepoe, 1997).

Hipertensi

Resiko PJK secara langsung berhubungan dengan tekanan darah.

Tekanan darah tinggi ditandai oleh hasil pengukuran yang sama dengan atau

diatas 140/90 mmHg. Pria dengan tekanan diastolik yang normal (<80) dan

tekanan sistolik yang meningkat (140) memiliki risiko kematian kardiovaskuler

meningkat 2,5 kali lebih tinggi dibandingkan orang dengan tekanan darah sistolik

normal (<120). Untuk setiap penurunan tekanan darah sistolik sebesar 5 mmHg

risiko PJK berkurang sekitar 16%. Golongan yang rentan menjadi penderita

Page 11: Kriteria Broad Hill pada PJK

11

darah tinggi (predisposing factor) merupakan keturanan dari penderita tekanan

darah tinggi. Menurut Tabrani (1997) hubungan antara tekanan darah tinggi

dengan fungsi jantung adalah: darah tinggi menyebabkan kakunya pembuluh

darah jantung sehingga lebih mempercepat terjadinya penempelan lemak yang

akan mempersempit pembuluh darah jantung dan jantung harus bekerja lebih

kuat untuk mengatasi tahanan yang di sebabkan oleh tekanan darah tinggi. Darah

tinggi yang lama akan mempercepat penyempitan pembuluh darah jantung

disamping menimbulkan penyempitan pembuluh darah ginjal dan pembuluh

darah otak.

Merokok

Sekitar 2,4% kematian akibat PJK pada laki-laki dan 11% pada

perempuan disebabkan kebiasan merokok. Orang yang tidak merokok dan tinggal

bersama perokok (perokok pasif) memiliki peningkatan risiko sebesar 20-30%

dibandingkan dengan orang yang tinggal dengan bukan perokok. Risiko

terjadinya PJK akibat merokok berkaitan dengan dosis dimana orang yang

merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari memiliki risiko sebesar dua

hingga tiga kali lebih tinggi daripada populasi umum untuk mengalami kejadian

koroner mayor. Peran rokok dalam patogenesis PJK merupakan hal yang

kompleks, diantaranya timbulnya aterosklerosis, peningkatan trombogenesis dan

vasokontriksi (termasuk spasme arti koroner), peningkatan tekanan darah dan

denyut jantung, provokasiaritma jantung, peningkatan suplai oksigen serta

penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Dua unsur asap tembakau yang

paling penting menimbulkan kerusakan pada jantung adalah nikotin dan karbon

monoksida (CO). Gas CO, mendorong peningkatan resiko PJK melalui kelainan

otot jantung dan gangguan darah melalui peningkatan kadar karbosihemoglobin

(COHb). Afinitas CO terhadap hemoglobin meningkat 200-250 kali lipat

dibandingkan dengan oksigen (O2). Hal ini mengakibatkan kadar oksigen di

dalam darah turun secara drastis disebut hipoksia. Akibatnya jaringan tubuh juga

kekurangan oksigen, apabila mengenai jaringan otak akan menyebabkan

gangguan susunan syaraf pusat (encelophaty). Apabila mengenai jantung dan

darah disebut gangguan kardiovaskuler. Kadar COHb didalam tubuh dijadikan

parameter terhadap ringan beratnya gangguan kardiovaskuler dalam tubuh.

Dengan kadar COHb 5% risiko menjadi penderita PJK 21,1 kali dibandingkan

COHb 3%. Sedangkan nikotin bukan hanya bersifat menyempitan pembuluh

Page 12: Kriteria Broad Hill pada PJK

12

darah melainkan juga dapat mendorong percepatan pembekuan pembuluh darah.

Merokok dengan kadar nikotin yang tinggi dapat mengakibatkan peningkatan

detak jantung, peningkatn tekanan darah sistolik dan diastolik dalam keadaan

istirahat sehingga kebutuhan oksigen juga meningkat. Mekanisme kerja nikotin

terhadap jantung melalui norepinepherine yang merangsan katekolamine didalam

darah. Bahan kimia ini akan merangsang chemoreseptor pada pembuluh darah

dan mengakibatkan peningkatan detak jantung, tekanan sistolik dan diastolik,

yang selanjutnya akan mempengaruhi otot jantung. Jumlah CO dan nikotin yang

diserap tergantung pada jumlah rokok yang diisap dan apakah asapnya dihirup

atau tidak. Biasanya rokok dibakar pada salah satu ujungnya. Ujung yang lain

diletakan diantara bibir kemudian asapnya diisap melalui mulut. Asap rokok

dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni mainstreem smoke atau asap yang

dihirup melalui mulut dan sidestreem smoke atau asap rokok yang dikebulkan ke

udara, berasal dari rokok. Komposisi asap rokok, baik mainstream maupun

sidestream smoke sebenarnya serupa hanya berada pada kuantum yang berbeda.

Jenis rokok, berat tembakau, jenis tembakau yang digunakan dan bahan

tambahan rokok akan mempengaruhi kuantum bahan kimia asap rokok. Filter

dapat digunakan untuk mengurangi partikel debu dan asap rokok. Filter dapat

digunakan baik pada rokok putih, kretek maupun rokok pipa. Filter dapat

merunkan prevalensi beberapa jenis penyakit akibat merokok, tetapi pengaruh

rokok terhadap PJK tidak mengalami perubahan. Resiko terjadinya PJK akibat

merokok turun menjadi 50% setlah satu tahun berhenti merokok dan menjadi

normal setelah 4 tahun berhenti (Gray, 2005).

Obesitas

Obesitas erat kaitannya dengan faktor risiko-PJK yang lain seperti

hipertensi, hiperlipidemia, kadar kolesterol HDL yang rendah, serta gangguan

toleransi glukosa maupun hiperinsulinisme. Freedman DS dkk. mendapatkan

bahwa penambahan obesitas pada orang muda diikuti dengan peninggian profil

lipoprotein aterogenik. Tershakovec AM dkk. melaporkan bahwa peninggian

lemak tubuh berhubungan dengan peningkatan usia. Peninggian kadar kolesterol

darah mengawali perkembangan dari peninggian lemak tubuh. Peninggian lemak

tubuh berhubungan dengan peninggian tekanan darah dan kadar insulin. Cresnata

JL dkk. melaporkan bahwa obesitas bukan suatu faktor independen tetapi

Page 13: Kriteria Broad Hill pada PJK

13

merupakan faktor risiko yang tidak langsung terhadap terjadinya aterosklerosis

melalui hipertensi, hiperlipidemia dan diabetes mellitus.

Telah lama diketahui bahwa kepribadian tipe A, rasa percaya diri kurang,

kecemasan dan depresi secara konsisten berhubungan dengan PJK. Hasil

penelitian yang dilakukan untuk melihat adanya pengaruh stres terhadap

kepribadian tipe A pada anak mengungkapkan bahwa faktor-faktor dalam

lingkungan keluarga mungkin penting dalam pembentukan kepribadian anak.

Bila anak-anak mengambil alih kepribadian tipe A tersebut, maka dikemudian

hari mereka akan termasuk pada kelompok berisiko tinggi untuk menderita PJK.2

Supargo A dkk. melaporkan bahwa pola prilaku tipe A dan stres mempunyai

hubungan dengan penyakit jantung koroner. Studi Framingham menunjukkan

meskipun seseorang tidak mempunyai factor risiko PJK lainnya, tetapi ia

menunjukkan tipe kepribadian A dan stress psikososial yang tidak terselesaikan

akan terkena juga PJK.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan singkat diatas, maka dapat ditarik rumusan masalah yang

terkait dengan hal yang akan kita bahas yaitu :

1. Apa saja kriteria hubungan asosiasi menurut Broad Hill ?

2. Bagaimana penyakit jantung koroner (PJK) sebagai penyakit tidak menular terkait

dengan kriteria hubungan asosiasi menurut Broad Hill ?

C. Metode Penulisan

Pada penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode study kepustakaan

yakni dengan membaca berbagai sumber yang relevan dan mencari materi tersebut lewat

buku dan internet.

D. Tujuan Pembahasan

Berdasarkan pemaparan dari rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang

hendak dicapai meliputi :

1. Mengetahui lebih jauh tentang kriteria-kriteria hubungan asosiasi menurut Broad

Hill.

2. Memahami kriteria hubungan asosiasi Broad Hill pada penyakit Jantung Koroner.

Page 14: Kriteria Broad Hill pada PJK

14

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kriteria Hubungan Asiosia Broad Hill

Hubungan asosiasi dalam bidang epidemiologi adalah hubungan keterikatan atau

saling pengaruh antara dua atau lebih variable, dimana hubungan tersebut dapat bersifat

hubungan sebab akibat maupun yang bukan sebab akibat.

Ada banyak ahli atau pakar yang berpendapat mengenai hubungan asosiasi ini, salah

satunya adalah hubungan asosiasi menurut Broadford Hill atau lebih dikenal dengan

Broad Hill. Dalam kajiannya, Broad Hill mengemukakan bahwa ada 9 kriteria asosiasi.

Kriteria asosiasi yang dikemukakan oleh Broad Hill lebih menekankan pada criteria

kausalitas (hubungan sebab akibat). Hill membuat criteria dari suatu factor sehingga

factor tersebut dapat dikatakan sebagai factor yang mempunyai hubungan kausal.

Criteria tersebut adalah :

1. Kekuatan Asosiasi

Semakin kuat asosiasi, maka semakin sedikit hal tersebut dapat merefleksikan

pengaruh dari factor-faktor etiologis lainnya. Criteria ini membutuhkan juga presisi

statistic (pengaruh minimal dari kesempatan) dan kekakuan metodologis dari kajian-

kajian yang ada terhadap bias (seleksi, informasi,dan kekacauan).

2. Konsistensi

Replikasi dari temuan oleh investigator yang berbeda, dalam tempat yang

berbeda, dengan memakai metode berbeda dan kemampuan untuk menjelaskan

dengan meyakinkan jika hasilnya berbeda.

3. Spesifisitas

Ada hubunngan yang melekat antara spesifisitas dan kekuatan yang mana

semakin akurat dalam mendefinisikan penyakit dan penularannya, semakin kuat

hubungan yang diamati tersebut. Tetapi fakta bahwa satu agen berkontribusi terhadap

penyakit-penyakit beragam bukan merupakan bukti yang melawan peran dari setiap

penyakit. Misal : pada kanker paru, merokok diprediksi sebagai penyebab kanker

paru

4. Hubungan Temporal

Page 15: Kriteria Broad Hill pada PJK

15

Kemampuan untuk mendirikan kausa dugaan bahkan pada saat efek sementara

diperkirakan. Pertama adalah bukaan, kemudian penyakit. Terkadang sangat sulit

untuk mendokumentasikan rangkaian, terutama jika ada tundaan yang panjang antara

bukaan dan penyakit, penyakit subklinis, bukaan (misalnya perlakuan) yang

membawa manifestasi awal dari penyakit. Misal : kasus kanker paru-paru sebagian

besar didahului oleh merokok.

5. Efek Dosis Respon

Perubahan yang meningkat dalam konjungsi dengan perubahan kecocokan dalam

penularan verifikasi terhadap hubungan dosis respon konsisten dengan model

konseptual yang dihipotesakan. Misal : data menunjukkan bahwa jumlah rokok yang

dihisap penderita berbanding lurus dengan risiko terjadinya kanker paru. Semakin

banyak rokok yang dihisap semakin besar risiko kanker paru.

6. Biologic plausibility (masuk akal)

Lebih siap untuk menerima kasus dengan hubungan yang konsisten dengan

pengetahuan dan keyakinan kami secara umum. Telah jelas bahwa kecenderungan ini

memiliki lubang-lubang kosong, tetapi akal sehat selalu saja membimbing kita. Misal

: estrogen dan kanker endometrial, estrogen dan kanker payudara, kontrasepsi oral

dan kanker payudara.

7. Koherensi bukti-bukti

Bagaimana semua observasi dapat cocok dengan model yang dihipotesakan

untuk membentuk gambaran yang koheren? Misal : kesimpulan merokok dapat

menyebabkan kanker paru-paru berdasarkan teori biologi dan proses perjalanan

penyakit.

8. Bukti eksperimen

Demonstrasi yang berada dalam kondisi yang terkontrol merubah kausa bukaan

untuk hasil yang merupakan nilai yang besar, beberapa orang mungkin,

mengatakannya sangat diperlukan, untuk menyimpulkan kausalitas.

9. Analogi

Lebih siap lagi untuk menerima argumentasi-argumentasi yang menyerupai

dengan yang kami dapatkan. Apakah pernah ada situasi yang serupa di masa lalu?

(misalnya rubella, thalidomide selama kehamilan). Pengecualian bagi temporalitas,

tidak ada kriteria yang absolut, karena asosiasi kausal dapat sangat lemah, relatif non-

spesifik, diobservasi tidak konsisten, dan dalam konflik dengan pengungkapan

pemahaman biologis. Tetapi, setiap kriteria yang memperkuat jaminan kami dalam

Page 16: Kriteria Broad Hill pada PJK

16

mencapai penilaian kausalitas. Beberapa dari kriteria (misalnya, koherensi, tahapan

biologis, spesifisitas, dan mungkin juga kekuatan) dapat dirumuskan dalam bentuk

isu yang lebih umum dari konsistensi data yang diobservasi dengan model

hipotesisasi etiologis (biasanya biologis). Sebagai contoh, tahapan biologis tidak

harus monoton, seperti dalam kasus dosis radiasi tinggi yang mana akan mengarah

kepada pembunuhan sel-sel dan karena itu menurunkan kemungkinan perkembangan

tumor. Serupa dengan itu, spesifisitas dapat dipakai pada situasi-situasi tertentu tetapi

tidak untuk situasi lain, tergantung pada proses patofisiologis yang dihipotesiskan.

B. Penyakit Jantung Koroner (PJK) sebagai penyakit tidak menular terkait dengan

kriteria hubungan asosiasi menurut Broad Hill

a. Kekuatan Asosiasi

Kombinasi beberapa faktor risiko misalnya obesitas, aktivitas fisik yang kurang, dan

kepribadian tipe A dapat mendorong terjadinya kelainan aterosklerosis yang sangat

memungkinkan terjadinya PJK.

b. Konsistensi

Hal ini dimaksudkan dengan adanya konsistensi dari hasil penelitian yang dilakukan

oleh beberapa penelitian di berbagai tempat dengan situasi yang berbeda pada

populasi yang berbeda. Walaupun dilakukan oleh orang atau penelitian yang berbeda,

hasil penelitian mereka tetap diharapkan serupa, konsistensi dari PJK pada artikel

sebelumnya adalah :

Penyakit Jantung Koroner yang timbul akibat penyempitan pada arteri koronaria.

Penyebab terbanyak dari penyempitan tersebut adalah aterosklerosis yang merupakan

suatu kelainan yang terdiri atas fibrolipid dalam bentuk plak yang menonjol atau

penebalan pada tunika intima dan pada bagian dalam tunika media. Proses

aterosklerosis sudah dimulai pada masa kanak-kanak dan menjadi nyata secara klinik

pada kehidupan dewasa.

Di Amerika Serikat, setiap tahunnya 478.000 orang meninggal karena penyakit

jantung koroner, 1,5 juta orang mengalami serangan jantung dan sekitar 250.000

penderita meninggal dalam 1 jam setelah serangan(ulfa; 2000).

Page 17: Kriteria Broad Hill pada PJK

17

Tingginya angka kematian di Indonesia akibat penyakit jantung koroner (PJK)

mencapai 26%. Dalam 10 tahun terakhir angka tersebut cenderung mengalami

peningkatan. Pada tahun 1991, angka kematian akibat PJK adalah 16%, kemudian di

tahun 2001 angka tersebut melonjak menjadi 26,4%. Angka kematian akibat PJK

diperkirakan mencapai 53,3 per 100.000 penduduk di negara kita. Tingginya angka

tersebut mengakibatkan PJK sebagai penyebab kematian nomor satu (karyadi; 2002).

C. Spesifisitas

Kriteria yang memerlukan spesifitas yaitu suatu kausa yang menimbulkan satu efek,

bukan banyak efek. Pendapat ini sering digunakan untuk menyangkal interpretasi

kausa dari eksposur untuk menghubungkan banyaknya efek yang muncul. Sebagai

contoh “Dengan mencari alasan untuk membebaskan merokok sebagai penyebab

penyakit jantung koroner (PJK)”. Dengan beranggapan bahwa merokok dapat

memberikan eksposur yang luas dan juga filter pada rokok yang dapat digunakan

untuk mengurangi partikel debu dan asap rokok yang juga dapat menurunkan

prevalensi akibat merokok, tetapi pengaruh rokok terhadap PJK tidak mengalami

perubahan.

D. Temporalitas

Contoh dari temporalitas terkait dengan PJK yaitu : Salah satu penyebab PJK adalah

Kegemukan (Obesitas) namun sebelum terjadinya obesitas biasanya didahului

dengan hiperlipidemia yang merupakan peningkatan kadar kolesterol serum melebihi

265 mg/dL (6,85 mmol/L). namun bukan berarti bahwa hiperlipidemia yang

menyebabkan obesitas. Makanya obesitas dan hiperlipidemia sama-sama merupakan

penyebab PJK.

E. Efek Dosis Respon

Jika dosis atau besarnya keterpaparan oleh unsur itu dinaikkan maka resiko untuk

terjadinya suatu penyakit sangat besar. Misalkan keterkaitan Efek Dosis Respon pada

PJK yaitu “Risiko terjadinya PJK akibat merokok berkaitan dengan dosis dimana

orang yang merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari memiliki risiko sebesar

dua hingga tiga kali lebih tinggi daripada populasi umum untuk mengalami kejadian

koroner mayor atau dengan kata lain Semakin banyak rokok yang dihisap

semakin besar risiko PJK.

F. Biologic plausibility (masuk akal)

Page 18: Kriteria Broad Hill pada PJK

18

Plausibilitas (diterima akal) merupakan hipotesis yang masuk akal secara

biologis, suatu perhatian yang penting namun jauh dari objektifitas atau absolute.

Misalnya “Pada umumnya orang berpendapat bahwa ada hubungan kausal antara faktor-

faktor kebiasaan diet, merokok, dan aktivitas fisik dengan PJK. Semua faktor yang

menurut statistik dapat bersifat signifikan mendorong pembentukan arterosklerosis

disebut faktor risiko PJK (Sitepoe, 1997). Yang pada umumnya mereka belum mengenal

bahwa arterosklerosis yang merupakan suatu kelainan yang terdiri atas fibrolipid dalam

bentuk plak yang menonjol atau penebalan pada tunika intima dan pada bagian dalam

tunika media sehingga menjadi penyebab utama yang menghubungkan sehingga PJK

dapat terjadi.

Terjadinya aterosklerosis melalui hipertensi, hiperlipidemia dan diabetes

mellitus. Diabetes Melitus misalnya, tidak pernah terbayangkan bahwa diabetes mellitus

dapat menyebabkan penyempitan pada arteri koronaria (aterosklerosis).Diabetes mellitus

diawali dari obesitas atau seseorang yang kelebihan karbohidrat dan lemak yang

mengakibatkan terjadinya penyempitan pada pembuluh darah begitupun pada arteri

koronaria.

Begitupun pada stress psikososial tampaknya turut berperan dalam munculnya

PJK. Rosenman dan Friedman telah mempopulerkan hubungan menarik antara pola

tingkah laku tipe A dengan aterosklerosis yang dipercepat. Kepribadian tipe A

memperlihatkan persaingan yang sangat kuat, ambisius, agresif, dan merasa diburu

waktu. Sudah diketahui bahwa stress menyebabkan pelepasan katekolamin, tetapi masih

dipertanyakan apakah stress memang bersifat aterogenik atau hanya mempercepat

serangan. Teori bahwa aterosklerosis disebabkan oleh stres dapat merumuskan pengaruh

neuroendoktrin terhadap dinamika sirkulasi, lemak serum dan pembekuan darah.

G. Koherensi bukti-bukti

Bagaimana semua observasi dapat cocok dengan model yang dihipotesakan untuk

membentuk gambaran yang koheren? Misal : kesimpulan merokok dapat

menyebabkan PJK “Peran rokok dalam patogenesis PJK merupakan hal yang

kompleks, diantaranya timbulnya aterosklerosis, peningkatan trombogenesis dan

vasokontriksi (termasuk spasme arti koroner), peningkatan tekanan darah dan denyut

jantung, provokasiaritma jantung, peningkatan suplai oksigen serta penurunan kapasitas

pengangkutan oksigen. Dua unsur asap tembakau yang paling penting menimbulkan

Page 19: Kriteria Broad Hill pada PJK

19

kerusakan pada jantung adalah nikotin dan karbon monoksida (CO). Gas CO, mendorong

peningkatan resiko PJK melalui kelainan otot jantung dan gangguan darah melalui

peningkatan kadar karbosihemoglobin (COHb). Afinitas CO terhadap hemoglobin

meningkat 200-250 kali lipat dibandingkan dengan oksigen (O2). Hal ini mengakibatkan

kadar oksigen di dalam darah turun secara drastis disebut hipoksia. Akibatnya jaringan

tubuh juga kekurangan oksigen, apabila mengenai jaringan otak akan menyebabkan

gangguan susunan syaraf pusat (encelophaty). Apabila mengenai jantung dan darah

disebut gangguan kardiovaskuler. Kadar COHb didalam tubuh dijadikan parameter

terhadap ringan beratnya gangguan kardiovaskuler dalam tubuh. Dengan kadar COHb

5% risiko menjadi penderita PJK 21,1 kali dibandingkan COHb 3%. Sedangkan nikotin

bukan hanya bersifat menyempitan pembuluh darah melainkan juga dapat mendorong

percepatan pembekuan pembuluh darah. Merokok dengan kadar nikotin yang tinggi dapat

mengakibatkan peningkatan detak jantung, peningkatn tekanan darah sistolik dan

diastolik dalam keadaan istirahat sehingga kebutuhan oksigen juga meningkat.

Mekanisme kerja nikotin terhadap jantung melalui norepinepherine yang merangsan

katekolamine didalam darah. Bahan kimia ini akan merangsang chemoreseptor pada

pembuluh darah dan mengakibatkan peningkatan detak jantung, tekanan sistolik dan

diastolik, yang selanjutnya akan mempengaruhi otot jantung.”

H. Bukti Eksperimen

Kausa harus mendapat dukungan bukti dari percobaan dari populasi manusia sendiri.

Pada PJK misalnya hubungannya dengan Hipertensi “Tekanan darah tinggi ditandai oleh

hasil pengukuran yang sama dengan atau diatas 140/90 mmHg. Tershakovec AM dkk.

melaporkan bahwa peninggian lemak tubuh berhubungan dengan peningkatan usia.

Peninggian kadar kolesterol darah mengawali perkembangan dari peninggian lemak

tubuh. Peninggian lemak tubuh berhubungan dengan peninggian tekanan darah dan kadar

insulin.

I. Analogis

Pengertian yang lebih luas sekalipun dapat diturunkan dari analogi yang berdasar pada

daya imajinasi para ilmuwan yang dapat menemukan analogi dimana saja. Sebaiknya,

analogi memberikan suatu sumber hipotesis-hipotesis yang lebih seksama tentang

asosiasi-asosiasi dalam studi: tidak adanya analogi seperti itu hanya mencerminkan tidak

adanya imajinasi atau pengalaman, bukan kepalsuan dari hipotesis. Contohnya PJK

sering dianalogikan dengan penyakit Aterosklerosis.

Page 20: Kriteria Broad Hill pada PJK

20

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil uraian isi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Hubungan Asosiasi adalah hubungan keterikatan atau saling pengaruh antara dua

atau lebih variable, dimana hubungan dapat bersifat hubungan sebab-akibat

maupun yang bukan sebab akibat

2. Broadford Hill merupakan salah seorang pakar Epidemiologi terkenal yang

merumuskan tentang 9 kriteria dari hubungan asosiasi, yaitu : kekuatan

asosiasi,konsistensi,spesifisitas,hubungan temporal, efek dosis respon, biologic

plausibility, koherensi bukti-bukti, bukti eksperimen,analogi.

3. Kriteria hubungan asosiasi Broad Hill ini sering digunakan dalam pengkajian

penyakit baik penyakit menular dan tidak menular seperti yang saya kaji

Penyakit Jantung Koroner (PJK).

B. Saran

Dari pemaparan isi makalah diatas menunjukkan bahwa dalam mengkaji suatu

penyakit tidak harus selalu dilihat dari sudut pandang biologi saja namun juga harus

dikaji menurut sudut oandang ilmu lain seperti ilmu epidemiologi dalam hal ini biasa

dengan menggunakan 9 kriteria hubungan asosiasi menurut Broad Hill. Namun perlu

diketahui bahwa kesembilan kriteria tersebut semua hampir memiliki kesamaan yang

sulit untuk dibdakan satu sama lainnya, untuk itu diperlukan kehati-hatian dalam

penggunaannya agar tujuan akhir yang di harapkan dapat tercapai.

Page 21: Kriteria Broad Hill pada PJK

21

DAFTAR PUSTAKA

Bustan, 2000, Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Jakarta, PT. Rineka Cipta

Bustan, 2002, Pengantar Epidemiologi, Jakarta, PT. Rineka Cipta

Notoatmojo, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip Prinsip Dasar, Jakarta, PT.

Rineka Cipta

Entjang, 2000, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti

Vaughan, Morrow, 1993, Panduan Epidemiologi Bagi Pengelolaan Kesehatan

Kabupaten, Bandung, ITB