kriteria broad hill pada pjk
DESCRIPTION
Kriteria hubungan asosiasi Broad Hill ini sering digunakan dalam pengkajian penyakit baik penyakit menular dan tidak menular seperti yang saya kaji Penyakit Jantung Koroner (PJK).TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Jantung Koroner
Salah satu penyakit jantung yang mengakibatkan kematian tertinggi di dunia
adalah penyakit jantung koroner (PJK) atau juga disebut sindroma koroner akut (SKA).
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit utama yang dimulai dari pembuluh darah
koroner yang didominasi oleh pembentukan aterosklerosis sehingga mengakibatkan
penyempitan atau penyumbatan. Akibat adanya penyumbatan maka suplai energi kimiawi
ke otot jantung berkurang, sehingga terjadilah gangguan keseimbangan antara suplai dan
kebutuhan (Sitepoe, 1997).
Penyebab penyakit jantung koroner oleh karena proses arterosklerosis.
Arterosklerosis yaitu proses pengerasan dan penyempitan pembuluh darah arteri yang
bersifat progresif dimana proses tersebut di mulai pada masa anak-anak. Arterosklerosis
dan PJK mempunyai etiologi multifaktorial dengan patogenesis yang belum diketahui.
Pada umumnya orang berpendapat bahwa ada hubungan kausal antara faktor-faktor
kebiasaan diet, merokok, dan aktivitas fisik dengan PJK. Semua faktor yang menurut
statistik dapat bersifat signifikan mendorong pembentukan arterosklerosis disebut faktor
risiko PJK (Sitepoe, 1997).
Menurut American Heart Association (AHA), faktor risiko dapat dibagi menjadi
tiga golongan besar, antara lain: faktor risiko utama (mayor risk factor) seperti kolesterol
darah yang abnormal, hipertensi dan merokok; faktor risiko tidak langsung (contributing
risk factor) seperti diabetes melitus, kegemukan, tidak aktif dan strees; dan faktor risiko
alami seperti keturunan, jender dan usia (Soeharto, 2001).
Tingginya angka morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh penyakit
jantung koroner karena sebagian besar masyarakat tidak mengetahui faktor-faktor risiko
yang berpengaruh terhadap timbulnya aterosklerosis dan akhirnya dapat mengakibatkan
PJK. Perubahan pola dan gaya hidup juga berpengaruh terhadap timbulnya PJK. Oleh
2
sebab itu, perlu adanya upaya pengenalan dini terhadap penyakit jantung koroner dan
faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap PJK. Atas dasar itu hendaknya
pemerintah khususnya Dinas Kesehatan menggalakkan kampanye pencegahan PJK
dengan menghindari faktor-faktor risiko yang dapat di modifikasi. Masyarakat perlu juga
diberi kesempatan untuk belajar resusitasi jantung paru, agar dapat menolong penderita
yang mengalami henti jantung. Pertolongan yang cepat dan tepat terbukti dapat
menhindari serangan jantung yang fatal (Sitepoe., 1997).
Di negara-negara maju seperti Amerika dan Eropa, kematian (cause of death)
yang diakibatkan oleh penyakit jantung koroner menduduki rangking pertama setiap
tahun dan sepanjang tahun serta merupakan penyebab terbesar rawat inap di rumah sakit.
Di Amerika Serikat, setiap tahunnya 478.000 orang meninggal karena penyakit jantung
koroner, 1,5 juta orang mengalami serangan jantung dan sekitar 250.000 penderita
meninggal dalam 1 jam setelah serangan (ulfa; 2000).
Indonesia saat ini juga menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan
beragam. Tentu saja mulai dari infeksi klasik dan modern, penyakit degeneratif serta penr
yakit psikososial yang menjadikan Indonesia menghadapi “threeple burden disease”.
Namun tetap saja penyebab kematian terbesar adalah akibat penyakit jantung koroner
“the silence killer”. Tingginya angka kematian di Indonesia akibat penyakit jantung
koroner (PJK) mencapai 26%. Dalam 10 tahun terakhir angka tersebut cenderung
mengalami peningkatan. Pada tahun 1991, angka kematian akibat PJK adalah 16%,
kemudian di tahun 2001 angka tersebut melonjak menjadi 26,4%. Angka kematian akibat
PJK diperkirakan mencapai 53,3 per 100.000 penduduk di negara kita. Tingginya angka
tersebut mengakibatkan PJK sebagai penyebab kematian nomor satu (karyadi; 2002).
Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis RSUD Dr Kanujoso Djatiwibowo
khususnya di Poliklinik Jantung diperoleh data antara bulan Januari, Februari, Maret
2010 terdapat 380 pasien yang menjalani rawat jalan di poli jantung, dari jumlah tersebut
terdapat 68 pasien yang menderita penyakit jatung koroner atau sekitar 17,89%. Hal ini
menunjukkan tingginya angka morbiditas yang diakibatkan oleh penyakit jantung
koroner dibandingkan penyakit jantung lainnya.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
hubungan antara faktor-faktor risiko mayor terhadap timbulnya penyakit jantung koroner.
3
Penelitian ini berjudul “Hubungan Faktor Risiko Mayor Terhadap Penyakit Jantung
Koroner di Poliklinik Jantung RSUD Dr Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan”
Etiologi
Etilogi dari penyakit jantung koroner adalah akibat terjadinya ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen miokard. Ketidakseimbangan ini terjadi akbat : 1)
penyempitan arteri koroner, 2) penurunan aliran darah/curah jantung (cardiac out put), 3)
peningkatan kebutuhan oksigen di miokard, dan 4) spasme arteri koroner.
Tanda dan Gejala
Ada beberapa tanda dan gejala spesifik dari penyakit jantung koroner menurut Sitepoe
(1997), yaitu:
Nyeri
Lokasi pertama rasa sakit pada serangan jantung berperiode biasanya
dimulai di pertengahan atau sepertiga di atas tulang dada, bertepatan pada ruas
tulang iga ketiga dan keempat. Walaupun sumber pertama rasa sakit di daerah
tulang dada, dapat menyebar ke leher, rahang bawah, dan anggota gerak bagian
atas. Rasa sakit ini dapat hanya terjadi di daerah dada dan lengan kiri, tetapi
dapat pula menyebar ke lengan kanan dan kiri. Kualitas dari rasa sakit ini dapat
ringan parah dan sangat sakit dengan intensitas yang khusus seperti tercekik.
Rasanya seperti tertindih beban berat, dan tekanan, terjepit, dan tercekik di
daerah dada kiri sebagai permulaan rasa sakit. Waku serangan rasa sakit ada
yang di sebut noctural angina, yaitu serangan pada malam hari dalam keadaan
istirahat tanpa ada petunjuk sebelumnya dan juga serangan sesudah olahraga,
serangan bersifat terus-menerus yang mengakibatkan penderita harus memakan
obat-obatan bila terjadi serangan. Serangan jantung sesudah olahraga biasanya
kurang dari tiga menit, kadang-kadang sesudah istirahat beberapa menit serngan
datang lagi.serangan dalam keadaan istirahat dapat berlangsung 5-15 menit,
bahkansampai berjam-jam.
Keringat dingin
Biasanya keluar kringat dingin diikuti dengan sekujur tubuh menjadi
dingin. Keringat akan keluar sesudah ada rasa sakit di dada.
4
Lemah (fatigue)
Jika jantung tidak efektif memompa, maka aliran darah ke otot selama
melakukan aktifitas akan berkurang menyebabkan penderita merasa lemah dan
lelah. Untuk mengatasinya biasanya penderita mengurangi aktivitasnya secara
bertahap atau ingin beristirahat pada posisi duduk atau berdiri.
Sesak napas (dispnea)
Sesak napas merupakan gejala yang sering ditemukan pada gagal
jantung. Sesak merupakan akibat dari masuknya cairan kedalam udara di paru-
paru (kongesti pulmoner atau edema pulmoner). Rasanya seperti kekurangan
udara sementara saat menghembuskan nafas mengalami kesukaran.
Pucat
Wajah menjadi pucat akibat vasodilatasi darah dan rasa ketakutan.
Sakit kepala
Akibat kekurangan darah yang dipompa ke otak maka terjadi sakit kepala
yang ringan.
Denyut jantung meningkat (palpitasi)
Denyut jantung bertambah cepat, denyut nadi juga bertambah cepat,
tetapi tekanan denyut nadi menjadi lemah.
Mual dan muntah
Perasaan sakit di dada menjalar ke daerah ulu hati, juga merangsang
saraf sehingga terjadi rasa mual dan muntah.
Rasa takut (cemas)
Terjadi perasaan cemas dan takut, diikuti dengan muka menjadi pucat
pasi.
Komplikasi
Menurut Payne (1995), komplikasi-komplikasi akut yang terjadi pada minggu
pertama antara lain:
5
Irama-irama denyut jantung tidak normal ini cenderung terjadi pada suatu tahap
awal setelah terjadinya serangan jantung dan merupakan penyebab utama
kematian.
Tekanan darah rendah
Hal ini dapat terjadi karena denyut jantung tidak teratur karena kerusakan
otot jantung atau katup-katupnya, atau disebakan oleh obat-obatan yang
diberikan untuk menghilang rasa sakit pada waktu serangan jantung. Apabila
tekanan darah yang rendah terus bertahan terus, hal ini menunjukan adanya
kerusakan berat pada otot jantung tersebut dengan demikian menunjukan pula
kecilnya peluang hidup penderita tersebut.
Kegagalan jantung
Kegagalan jantung berkaitan dengan tekanan darah yang rendah, dan
merupakan kegagalan sebagian jantung untuk untuk memompa pasokan darah
secukupnya keseluruh tubuh.
Pengumpalan (Trombosis atau Emboli)
Trombosis pada otot betis di kaki atau di jantung dapat menyebabkan
serangan jantung. Penggumpalan ini dapat lepas dan mengapung ke aliran darah
(embolus), pada akhirnya dapat berhenti di paru-paru otak.
Gagal jantung kongesti
Gagal jantung kongesti merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi
miokardium. Gagal jantung kiri merupakan komplikasi mekanis yang paling
sering terjadi setelah infark miokardium, yaitu pada sekitar 50% kasus. Gagal
jantung kiri dapat berkembang menjadi gagal jantung kanan akibat meningkatnya
tekanan vaskular paru-paru hingga membebani ventrikel kanan.selain tak
langsung melalui pembuluh paru-paru tersebut, disfungsi ventrikel kanan melalui
fungsi anatomis dan biokimiawinya.
Syok kardiogenik
Syok kardiogenik diakibatkan oleh disfungsi nyata ventrikel kiri setelah
menglami infark yang masif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri.
6
Insiden syok kardiogenik adalah 10-15% sedangkan kematian yang
diakibatkanya mencapai 80-90%.
Pencegahan penyakit jantung koroner
Tindakan pengobatan yang penting pada aterosklerosis koroner adalah
pencegahan primer pada penyakit itu sendiri. Pencegahan penyakit perlu dilakukan
karena banyak alasan:
Penyakit ini secara klinis baru terlihat nyata setelah suatu masa laten yang lama
dengan perkembangan penyakit yang tidak bergejala pada awal masa dewasa.
Tidak ada terapi kuratif untuk penyakit aterosklerosis koroner. Begitu penyakit
ini diketahui secara klinis, maka terapi hanya paliatif untuk mengurangi akibat
dan konsekuensi klinis dan untuk memperlambat perkembangan penyakit.
Konsekuensi penyakit aterosklerosis koroner dapat sangat berbahaya. Infark
miokardium sering terjadi tanpa ataua sedikit peringatan terlebih dahulu, insiden
kematian tinggi. Lebih dari separuh kasus kematian yang berkaiatan dengan
infark miokardium terjadi pada jam-jam pertama infark, sebelum pasien dirawat
di rumah sakit.
Aterosklerosis koroner merupakan salah satu penyebab utama kematian di
Amerika Serikat, menurut American Heart Association sekitar 524.000 kematian
disebabkan oleh infark miokardium pada tahun 1986.
Pengendalian faktor resiko sedini mungkin agaknya dapat mencegah
aterigenesis atau memperlambat penyakit sedemikain rupa sehingga jumlah
mortalitas dan morbiditas dapat dikurangi. Yang harus ditekankan adalah
pendidikan kesehatan dan deteksi sedini mungkin, serta pengendalian faktor
resiko, bukan pengobtan akibat klinis dari penyakit yang sudahterjadi.
Menurut Sitepoe (1997), cara pencegahan penakit jantung koroner antara lain:
Mencegah sebab penyakit jantung dan faktor yang mendorong terjadinya
penyakit jantung.
Pengobatan terhadap penderita penyakit jantung.
Pencegahan kepada penderita yang telah sembuh dari penyakit jantung.
Untuk mencegah berulang kembali serangan penyakit jantung, sebaiknya dipergunakan
obat-obatan yang bersifat aksi obat berkepanjangan. Bagi penderita yang telah sembuh
7
dari bedah pintas koroner diperlukan pengobatan sesuai dengan petunjuk dokter, yaitu
dimulai dari yang sangat sederhana. Untuk diet diperlukan pengurangan dan kolesterol,
makan yang kenyang tetap jadwal waktu makan diperpanjang. Dilarang merokok, minum
kopi, dan minum alkohol. Bila dijumpai adanya tekanan darah tinggi kurangi garam.
Pencegahan sebab penyakit dan mengurangi faktor risiko PJK, yaitu perubahan
sosio-ekonomi, dan pola hidup dari masyarakat. Pendekatan yang dikemukakan berkaitan
dengan upaya mengurangi seluruh faktor risiko penyakit jantung.
Pendekatan melalui nutrisi
Menghindari minum alkohol yang berlebihan, makanlah makanan yang
berserat dan buah-buahan. Bukan hanya itu saja, makanan yang bersumber dari
hewani perlu juga dibatasi pemakaiannya. Konsumsilah daging dengan rendah
lemak dan ikan. Batasi juga pemakaian daram dalam bahan makanan yang
dikonsumsi.
Mengurangi rokok
Masyarakat dianjurkan untuk mulai berhenti merokok dengan berbagai
cara, antara lain berhenti atau mengurangi merokok, mengganti rokok dengan
bahan lain yang bersifat substitusi rokok seperti kembang gula. Merokok dapat
menyebabkan kekakuan pembuluh darah, bukan saja pembuluh darah jantung
tetapi juga pembuluh darah kaki.
Mencegah peningkatan tekanan darah
Sebagai pencegahan penyakit darah tinggi perlu dilakukan pemeriksaan
darah dan tindakan penanganannya. Apabila menderita penyakit darah tinggi,
konsumsi garam perlu dikurangi. Minum alkohol jangan berlebihan, gerak badan
teratur, dan pertahankan berat badan yang stabil dan normal.
Pencegahan menjadi penderita diabetes
Penyakit diabetes mengakibatkan kadar gula darah meningkat.
Pencegahan penyakit diabetes dilakukan melalui pemberian obat-obatan,
berolahraga, dan berdiet.
8
Mencegah peningkatan kadar lipida (kolesterol) dalam darah
Pencegahan peningkatan kadar kolesterol di dalam darah diutamakan
melalui pemeriksaan kadar kolesterol dalam darah. Apabila dijumpai
peningkatan kadar kolesterol dalam darah yang jauh melampaui batas tindakan
pengobatan diperlukan pencegahan yang lain. Bagi yang mengalami peningkatan
sedikit saja tanpa diobati, tetapi pendekatan dengan diet dan berolahraga yang
teratur serta menghindari semua faktor yang dapat meningkatkan kadar kolesterol
di dalam. Hal-hal yang dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah, yaitu:
1) memakan makanan yang mengandung asam lemak jenuh yang berlebihan, 2)
memakan makanan mengandung asam lemak tidak jenuh ganda berbentuk trans
yang berlebihan, 3) memakan makanan berkalori tinggi dengan jumlah yang
berlebihan, 4) kurang bergerak, 5) kegemukan, 6) merokok.
Pencegahan kegemukan
Pada anak-anak pencegahan kegemukan dimulai sedini mungkin untuk
menghindari diri dari penyakit jantung setelah mencapai usia lanjut. Pencegahan
kegemukan dilakukan dengan berdiet diikuti dengan berolahraga.
Giatkan berolahraga
Strategi untuk menggalakkan aktivitas fisik (olahraga) selama hidup
dilakukan melalui pendididkan dan mempersiapkan sarana dan prasarana. Bagi
kehidupan di desa memperpanjang aktivitas fisik di dalam pekerjaan akan lebih
memberikan aktivitas jasmani. Bagi masyarakat perkotaan perlu diberikan
kesempatan aktivitas fisik (berolahraga) dengan cara berjalan kaki setiap hari di
dalam menunaikan tugas dan berbagai cara olahraga yang lain. Menurut Tabrani
(1995), gerakan jantung yang pernah sakit oleh karena penyempitan maupun oleh
karena penyumbatan jantung koroner dan untuk mencegah terjadinya serangan
jantung terutama pada orang-orang yang memiliki faktor yang mempercepat
terjadinya penyempitan pembuluh darah jantung.
Hindari minum alkohol berlebihan
Alkohol yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kolesterol di dalam
darah dan juga hipertensi sehingga memberikan risiko tinggi terhadap penyakit
jantung.
9
Hindari menggunakan kopi secara berlebihan
Meminum kopi yang berlebihan dapat meningkatkan kerja otot dan
penyempitan pembuluh darah yang akan memberikan risiko menjadi penderita
penyakit jantung.
Hindari stress
Stress berkaitan dengan sosial dan lingkungan, tetapi memberikan risiko
terhadap penyakit jantung. Hingga saat ini belum ada rekomendasi yang
diberikan bagaimana menghindari stress secara umum. Menurut Tabrani (1995),
ketegangan jiwa (stress) dapat dihindari dengan cara 1) kembalikan segala
persoalan kepada Allah Maha Pencipta, 2) mengubah arah teropong yang tadinya
setiap hari melihat kedalam tubuh dengan berbagi keluhan, berbagai penyakit
serta ramuan-ramuan keluhannya, berbalik mengarahkan teropong ke luar
sehingga hidup ini di isi dengan diibaratkan lautan, bukanlah yang tampak dari
luar hanya gelombang-gelombang prestasi yang tinggi, 3) memberikan kreasi dan
arti hidup yang berarti sehingga kita dapat menghindari diri dari hal-hal yang
rutin. Kebosanan adalah malapetaka dari segala macam penyakit sedangkan
kreasi adalah penyedap masakan dari kehidupan.
Pemakaian oral kontrasepsi
Pada wanita usia subur jarang dijumpai penderita penyakit jantung
koroner disebabkan adanya hormon estrogen yang merupakan payung
pelindungnya. Sesudah usia menopause, hormon estrogen yang diproduksi
berkurang sehingga mulai dapat terkena serangan penyakit jantung.
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan iskemia miokardium adalah memperbaiki ketidakseimbangan
antara kebutuhan miokardium akan oksigen dan suplai oksigen. Pemulihan keseimbangan
oksigen dapat dicapai dengan dua mekanisme, yaitu:
Pengurangan kebutuhan oksigen
Dibagi menjadi dua, yaitu pengurangan kerja jantung secara
farmakologis dan pengurangan kerja secara fisik. Pengurangan kerja secara
farmakologis meliputi penggunaan obat-obatan seperti nitrogliserin, penghambat
beta adrenergik, digitalis, diuretik, vasodilator, sedatif, dan antagonis kalsium.
10
Sedangkan pengurangan kerja jantung secara fisik meliputi tirah baring dan
lingkungan yang tenang.
Peningkatan suplai oksigen
Peningkatan suplai oksigen dengan cara pemberian oksigen,
nitrogliserin, vasopresor, antiaritmia, antikoagulan, dan agen fibrinolitik serta
antagonis kalsium.
Apabila dengan kedua mekanisme pengobatan penyakit jantung koroner
di atas tidak berhasil maka dilakukan tindakan operasi pada penderita penyakit
jantung koroner dengan cara balonisasi dan bedah pintas koroner.
Faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi
Faktor-faktor risiko penyakit jantung koroner (PJK), dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
Peningkatan kolesterol
Terdapat hubungan langsung antara risiko PJK dan kadar kolesterol
darah. Kolesterol merupakan campuran antara lemak baik (HDL) dan jahat
(LDL). Pemeriksaan kadar kolesterol dikelompokkan menjadi kolesterol total
(jumlah LDL dan HDL), dan trigliserida. Kolesterol ditranspor dalam darah
dalam bentuk lipoprotein, 75% merupakan lipoprotein densitas rendah (low
density lipoprotein/LDL) dan 20% merupakan lipoprotein densitas tinggi (high
density lipoprotein/HDL). Kadar kolesterol LDL yang rendah memiliki peran
yang baik pada PJK dan terdapat hubungan timbal balik antara kadar HDL dan
insidensi PJK (Gray, 2005) Nilai normal kolesterol dalam darah, yaitu: total
kolesterol 150-250 mg/dl, HDL 30-65 mg/dl, LDL 60-150 mg/dl dan trigliserida
50-300 mg/dl. Apabila terjadi kenaikan kadar kolesterol di dalam darah maka
kemungkinan menjadi penderita PJK dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan
dengan seseorang yang memiliki kadar kolesterol normal (Sitepoe, 1997).
Hipertensi
Resiko PJK secara langsung berhubungan dengan tekanan darah.
Tekanan darah tinggi ditandai oleh hasil pengukuran yang sama dengan atau
diatas 140/90 mmHg. Pria dengan tekanan diastolik yang normal (<80) dan
tekanan sistolik yang meningkat (140) memiliki risiko kematian kardiovaskuler
meningkat 2,5 kali lebih tinggi dibandingkan orang dengan tekanan darah sistolik
normal (<120). Untuk setiap penurunan tekanan darah sistolik sebesar 5 mmHg
risiko PJK berkurang sekitar 16%. Golongan yang rentan menjadi penderita
11
darah tinggi (predisposing factor) merupakan keturanan dari penderita tekanan
darah tinggi. Menurut Tabrani (1997) hubungan antara tekanan darah tinggi
dengan fungsi jantung adalah: darah tinggi menyebabkan kakunya pembuluh
darah jantung sehingga lebih mempercepat terjadinya penempelan lemak yang
akan mempersempit pembuluh darah jantung dan jantung harus bekerja lebih
kuat untuk mengatasi tahanan yang di sebabkan oleh tekanan darah tinggi. Darah
tinggi yang lama akan mempercepat penyempitan pembuluh darah jantung
disamping menimbulkan penyempitan pembuluh darah ginjal dan pembuluh
darah otak.
Merokok
Sekitar 2,4% kematian akibat PJK pada laki-laki dan 11% pada
perempuan disebabkan kebiasan merokok. Orang yang tidak merokok dan tinggal
bersama perokok (perokok pasif) memiliki peningkatan risiko sebesar 20-30%
dibandingkan dengan orang yang tinggal dengan bukan perokok. Risiko
terjadinya PJK akibat merokok berkaitan dengan dosis dimana orang yang
merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari memiliki risiko sebesar dua
hingga tiga kali lebih tinggi daripada populasi umum untuk mengalami kejadian
koroner mayor. Peran rokok dalam patogenesis PJK merupakan hal yang
kompleks, diantaranya timbulnya aterosklerosis, peningkatan trombogenesis dan
vasokontriksi (termasuk spasme arti koroner), peningkatan tekanan darah dan
denyut jantung, provokasiaritma jantung, peningkatan suplai oksigen serta
penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Dua unsur asap tembakau yang
paling penting menimbulkan kerusakan pada jantung adalah nikotin dan karbon
monoksida (CO). Gas CO, mendorong peningkatan resiko PJK melalui kelainan
otot jantung dan gangguan darah melalui peningkatan kadar karbosihemoglobin
(COHb). Afinitas CO terhadap hemoglobin meningkat 200-250 kali lipat
dibandingkan dengan oksigen (O2). Hal ini mengakibatkan kadar oksigen di
dalam darah turun secara drastis disebut hipoksia. Akibatnya jaringan tubuh juga
kekurangan oksigen, apabila mengenai jaringan otak akan menyebabkan
gangguan susunan syaraf pusat (encelophaty). Apabila mengenai jantung dan
darah disebut gangguan kardiovaskuler. Kadar COHb didalam tubuh dijadikan
parameter terhadap ringan beratnya gangguan kardiovaskuler dalam tubuh.
Dengan kadar COHb 5% risiko menjadi penderita PJK 21,1 kali dibandingkan
COHb 3%. Sedangkan nikotin bukan hanya bersifat menyempitan pembuluh
12
darah melainkan juga dapat mendorong percepatan pembekuan pembuluh darah.
Merokok dengan kadar nikotin yang tinggi dapat mengakibatkan peningkatan
detak jantung, peningkatn tekanan darah sistolik dan diastolik dalam keadaan
istirahat sehingga kebutuhan oksigen juga meningkat. Mekanisme kerja nikotin
terhadap jantung melalui norepinepherine yang merangsan katekolamine didalam
darah. Bahan kimia ini akan merangsang chemoreseptor pada pembuluh darah
dan mengakibatkan peningkatan detak jantung, tekanan sistolik dan diastolik,
yang selanjutnya akan mempengaruhi otot jantung. Jumlah CO dan nikotin yang
diserap tergantung pada jumlah rokok yang diisap dan apakah asapnya dihirup
atau tidak. Biasanya rokok dibakar pada salah satu ujungnya. Ujung yang lain
diletakan diantara bibir kemudian asapnya diisap melalui mulut. Asap rokok
dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni mainstreem smoke atau asap yang
dihirup melalui mulut dan sidestreem smoke atau asap rokok yang dikebulkan ke
udara, berasal dari rokok. Komposisi asap rokok, baik mainstream maupun
sidestream smoke sebenarnya serupa hanya berada pada kuantum yang berbeda.
Jenis rokok, berat tembakau, jenis tembakau yang digunakan dan bahan
tambahan rokok akan mempengaruhi kuantum bahan kimia asap rokok. Filter
dapat digunakan untuk mengurangi partikel debu dan asap rokok. Filter dapat
digunakan baik pada rokok putih, kretek maupun rokok pipa. Filter dapat
merunkan prevalensi beberapa jenis penyakit akibat merokok, tetapi pengaruh
rokok terhadap PJK tidak mengalami perubahan. Resiko terjadinya PJK akibat
merokok turun menjadi 50% setlah satu tahun berhenti merokok dan menjadi
normal setelah 4 tahun berhenti (Gray, 2005).
Obesitas
Obesitas erat kaitannya dengan faktor risiko-PJK yang lain seperti
hipertensi, hiperlipidemia, kadar kolesterol HDL yang rendah, serta gangguan
toleransi glukosa maupun hiperinsulinisme. Freedman DS dkk. mendapatkan
bahwa penambahan obesitas pada orang muda diikuti dengan peninggian profil
lipoprotein aterogenik. Tershakovec AM dkk. melaporkan bahwa peninggian
lemak tubuh berhubungan dengan peningkatan usia. Peninggian kadar kolesterol
darah mengawali perkembangan dari peninggian lemak tubuh. Peninggian lemak
tubuh berhubungan dengan peninggian tekanan darah dan kadar insulin. Cresnata
JL dkk. melaporkan bahwa obesitas bukan suatu faktor independen tetapi
13
merupakan faktor risiko yang tidak langsung terhadap terjadinya aterosklerosis
melalui hipertensi, hiperlipidemia dan diabetes mellitus.
Telah lama diketahui bahwa kepribadian tipe A, rasa percaya diri kurang,
kecemasan dan depresi secara konsisten berhubungan dengan PJK. Hasil
penelitian yang dilakukan untuk melihat adanya pengaruh stres terhadap
kepribadian tipe A pada anak mengungkapkan bahwa faktor-faktor dalam
lingkungan keluarga mungkin penting dalam pembentukan kepribadian anak.
Bila anak-anak mengambil alih kepribadian tipe A tersebut, maka dikemudian
hari mereka akan termasuk pada kelompok berisiko tinggi untuk menderita PJK.2
Supargo A dkk. melaporkan bahwa pola prilaku tipe A dan stres mempunyai
hubungan dengan penyakit jantung koroner. Studi Framingham menunjukkan
meskipun seseorang tidak mempunyai factor risiko PJK lainnya, tetapi ia
menunjukkan tipe kepribadian A dan stress psikososial yang tidak terselesaikan
akan terkena juga PJK.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan singkat diatas, maka dapat ditarik rumusan masalah yang
terkait dengan hal yang akan kita bahas yaitu :
1. Apa saja kriteria hubungan asosiasi menurut Broad Hill ?
2. Bagaimana penyakit jantung koroner (PJK) sebagai penyakit tidak menular terkait
dengan kriteria hubungan asosiasi menurut Broad Hill ?
C. Metode Penulisan
Pada penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode study kepustakaan
yakni dengan membaca berbagai sumber yang relevan dan mencari materi tersebut lewat
buku dan internet.
D. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan pemaparan dari rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang
hendak dicapai meliputi :
1. Mengetahui lebih jauh tentang kriteria-kriteria hubungan asosiasi menurut Broad
Hill.
2. Memahami kriteria hubungan asosiasi Broad Hill pada penyakit Jantung Koroner.
14
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kriteria Hubungan Asiosia Broad Hill
Hubungan asosiasi dalam bidang epidemiologi adalah hubungan keterikatan atau
saling pengaruh antara dua atau lebih variable, dimana hubungan tersebut dapat bersifat
hubungan sebab akibat maupun yang bukan sebab akibat.
Ada banyak ahli atau pakar yang berpendapat mengenai hubungan asosiasi ini, salah
satunya adalah hubungan asosiasi menurut Broadford Hill atau lebih dikenal dengan
Broad Hill. Dalam kajiannya, Broad Hill mengemukakan bahwa ada 9 kriteria asosiasi.
Kriteria asosiasi yang dikemukakan oleh Broad Hill lebih menekankan pada criteria
kausalitas (hubungan sebab akibat). Hill membuat criteria dari suatu factor sehingga
factor tersebut dapat dikatakan sebagai factor yang mempunyai hubungan kausal.
Criteria tersebut adalah :
1. Kekuatan Asosiasi
Semakin kuat asosiasi, maka semakin sedikit hal tersebut dapat merefleksikan
pengaruh dari factor-faktor etiologis lainnya. Criteria ini membutuhkan juga presisi
statistic (pengaruh minimal dari kesempatan) dan kekakuan metodologis dari kajian-
kajian yang ada terhadap bias (seleksi, informasi,dan kekacauan).
2. Konsistensi
Replikasi dari temuan oleh investigator yang berbeda, dalam tempat yang
berbeda, dengan memakai metode berbeda dan kemampuan untuk menjelaskan
dengan meyakinkan jika hasilnya berbeda.
3. Spesifisitas
Ada hubunngan yang melekat antara spesifisitas dan kekuatan yang mana
semakin akurat dalam mendefinisikan penyakit dan penularannya, semakin kuat
hubungan yang diamati tersebut. Tetapi fakta bahwa satu agen berkontribusi terhadap
penyakit-penyakit beragam bukan merupakan bukti yang melawan peran dari setiap
penyakit. Misal : pada kanker paru, merokok diprediksi sebagai penyebab kanker
paru
4. Hubungan Temporal
15
Kemampuan untuk mendirikan kausa dugaan bahkan pada saat efek sementara
diperkirakan. Pertama adalah bukaan, kemudian penyakit. Terkadang sangat sulit
untuk mendokumentasikan rangkaian, terutama jika ada tundaan yang panjang antara
bukaan dan penyakit, penyakit subklinis, bukaan (misalnya perlakuan) yang
membawa manifestasi awal dari penyakit. Misal : kasus kanker paru-paru sebagian
besar didahului oleh merokok.
5. Efek Dosis Respon
Perubahan yang meningkat dalam konjungsi dengan perubahan kecocokan dalam
penularan verifikasi terhadap hubungan dosis respon konsisten dengan model
konseptual yang dihipotesakan. Misal : data menunjukkan bahwa jumlah rokok yang
dihisap penderita berbanding lurus dengan risiko terjadinya kanker paru. Semakin
banyak rokok yang dihisap semakin besar risiko kanker paru.
6. Biologic plausibility (masuk akal)
Lebih siap untuk menerima kasus dengan hubungan yang konsisten dengan
pengetahuan dan keyakinan kami secara umum. Telah jelas bahwa kecenderungan ini
memiliki lubang-lubang kosong, tetapi akal sehat selalu saja membimbing kita. Misal
: estrogen dan kanker endometrial, estrogen dan kanker payudara, kontrasepsi oral
dan kanker payudara.
7. Koherensi bukti-bukti
Bagaimana semua observasi dapat cocok dengan model yang dihipotesakan
untuk membentuk gambaran yang koheren? Misal : kesimpulan merokok dapat
menyebabkan kanker paru-paru berdasarkan teori biologi dan proses perjalanan
penyakit.
8. Bukti eksperimen
Demonstrasi yang berada dalam kondisi yang terkontrol merubah kausa bukaan
untuk hasil yang merupakan nilai yang besar, beberapa orang mungkin,
mengatakannya sangat diperlukan, untuk menyimpulkan kausalitas.
9. Analogi
Lebih siap lagi untuk menerima argumentasi-argumentasi yang menyerupai
dengan yang kami dapatkan. Apakah pernah ada situasi yang serupa di masa lalu?
(misalnya rubella, thalidomide selama kehamilan). Pengecualian bagi temporalitas,
tidak ada kriteria yang absolut, karena asosiasi kausal dapat sangat lemah, relatif non-
spesifik, diobservasi tidak konsisten, dan dalam konflik dengan pengungkapan
pemahaman biologis. Tetapi, setiap kriteria yang memperkuat jaminan kami dalam
16
mencapai penilaian kausalitas. Beberapa dari kriteria (misalnya, koherensi, tahapan
biologis, spesifisitas, dan mungkin juga kekuatan) dapat dirumuskan dalam bentuk
isu yang lebih umum dari konsistensi data yang diobservasi dengan model
hipotesisasi etiologis (biasanya biologis). Sebagai contoh, tahapan biologis tidak
harus monoton, seperti dalam kasus dosis radiasi tinggi yang mana akan mengarah
kepada pembunuhan sel-sel dan karena itu menurunkan kemungkinan perkembangan
tumor. Serupa dengan itu, spesifisitas dapat dipakai pada situasi-situasi tertentu tetapi
tidak untuk situasi lain, tergantung pada proses patofisiologis yang dihipotesiskan.
B. Penyakit Jantung Koroner (PJK) sebagai penyakit tidak menular terkait dengan
kriteria hubungan asosiasi menurut Broad Hill
a. Kekuatan Asosiasi
Kombinasi beberapa faktor risiko misalnya obesitas, aktivitas fisik yang kurang, dan
kepribadian tipe A dapat mendorong terjadinya kelainan aterosklerosis yang sangat
memungkinkan terjadinya PJK.
b. Konsistensi
Hal ini dimaksudkan dengan adanya konsistensi dari hasil penelitian yang dilakukan
oleh beberapa penelitian di berbagai tempat dengan situasi yang berbeda pada
populasi yang berbeda. Walaupun dilakukan oleh orang atau penelitian yang berbeda,
hasil penelitian mereka tetap diharapkan serupa, konsistensi dari PJK pada artikel
sebelumnya adalah :
Penyakit Jantung Koroner yang timbul akibat penyempitan pada arteri koronaria.
Penyebab terbanyak dari penyempitan tersebut adalah aterosklerosis yang merupakan
suatu kelainan yang terdiri atas fibrolipid dalam bentuk plak yang menonjol atau
penebalan pada tunika intima dan pada bagian dalam tunika media. Proses
aterosklerosis sudah dimulai pada masa kanak-kanak dan menjadi nyata secara klinik
pada kehidupan dewasa.
Di Amerika Serikat, setiap tahunnya 478.000 orang meninggal karena penyakit
jantung koroner, 1,5 juta orang mengalami serangan jantung dan sekitar 250.000
penderita meninggal dalam 1 jam setelah serangan(ulfa; 2000).
17
Tingginya angka kematian di Indonesia akibat penyakit jantung koroner (PJK)
mencapai 26%. Dalam 10 tahun terakhir angka tersebut cenderung mengalami
peningkatan. Pada tahun 1991, angka kematian akibat PJK adalah 16%, kemudian di
tahun 2001 angka tersebut melonjak menjadi 26,4%. Angka kematian akibat PJK
diperkirakan mencapai 53,3 per 100.000 penduduk di negara kita. Tingginya angka
tersebut mengakibatkan PJK sebagai penyebab kematian nomor satu (karyadi; 2002).
C. Spesifisitas
Kriteria yang memerlukan spesifitas yaitu suatu kausa yang menimbulkan satu efek,
bukan banyak efek. Pendapat ini sering digunakan untuk menyangkal interpretasi
kausa dari eksposur untuk menghubungkan banyaknya efek yang muncul. Sebagai
contoh “Dengan mencari alasan untuk membebaskan merokok sebagai penyebab
penyakit jantung koroner (PJK)”. Dengan beranggapan bahwa merokok dapat
memberikan eksposur yang luas dan juga filter pada rokok yang dapat digunakan
untuk mengurangi partikel debu dan asap rokok yang juga dapat menurunkan
prevalensi akibat merokok, tetapi pengaruh rokok terhadap PJK tidak mengalami
perubahan.
D. Temporalitas
Contoh dari temporalitas terkait dengan PJK yaitu : Salah satu penyebab PJK adalah
Kegemukan (Obesitas) namun sebelum terjadinya obesitas biasanya didahului
dengan hiperlipidemia yang merupakan peningkatan kadar kolesterol serum melebihi
265 mg/dL (6,85 mmol/L). namun bukan berarti bahwa hiperlipidemia yang
menyebabkan obesitas. Makanya obesitas dan hiperlipidemia sama-sama merupakan
penyebab PJK.
E. Efek Dosis Respon
Jika dosis atau besarnya keterpaparan oleh unsur itu dinaikkan maka resiko untuk
terjadinya suatu penyakit sangat besar. Misalkan keterkaitan Efek Dosis Respon pada
PJK yaitu “Risiko terjadinya PJK akibat merokok berkaitan dengan dosis dimana
orang yang merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari memiliki risiko sebesar
dua hingga tiga kali lebih tinggi daripada populasi umum untuk mengalami kejadian
koroner mayor atau dengan kata lain Semakin banyak rokok yang dihisap
semakin besar risiko PJK.
F. Biologic plausibility (masuk akal)
18
Plausibilitas (diterima akal) merupakan hipotesis yang masuk akal secara
biologis, suatu perhatian yang penting namun jauh dari objektifitas atau absolute.
Misalnya “Pada umumnya orang berpendapat bahwa ada hubungan kausal antara faktor-
faktor kebiasaan diet, merokok, dan aktivitas fisik dengan PJK. Semua faktor yang
menurut statistik dapat bersifat signifikan mendorong pembentukan arterosklerosis
disebut faktor risiko PJK (Sitepoe, 1997). Yang pada umumnya mereka belum mengenal
bahwa arterosklerosis yang merupakan suatu kelainan yang terdiri atas fibrolipid dalam
bentuk plak yang menonjol atau penebalan pada tunika intima dan pada bagian dalam
tunika media sehingga menjadi penyebab utama yang menghubungkan sehingga PJK
dapat terjadi.
Terjadinya aterosklerosis melalui hipertensi, hiperlipidemia dan diabetes
mellitus. Diabetes Melitus misalnya, tidak pernah terbayangkan bahwa diabetes mellitus
dapat menyebabkan penyempitan pada arteri koronaria (aterosklerosis).Diabetes mellitus
diawali dari obesitas atau seseorang yang kelebihan karbohidrat dan lemak yang
mengakibatkan terjadinya penyempitan pada pembuluh darah begitupun pada arteri
koronaria.
Begitupun pada stress psikososial tampaknya turut berperan dalam munculnya
PJK. Rosenman dan Friedman telah mempopulerkan hubungan menarik antara pola
tingkah laku tipe A dengan aterosklerosis yang dipercepat. Kepribadian tipe A
memperlihatkan persaingan yang sangat kuat, ambisius, agresif, dan merasa diburu
waktu. Sudah diketahui bahwa stress menyebabkan pelepasan katekolamin, tetapi masih
dipertanyakan apakah stress memang bersifat aterogenik atau hanya mempercepat
serangan. Teori bahwa aterosklerosis disebabkan oleh stres dapat merumuskan pengaruh
neuroendoktrin terhadap dinamika sirkulasi, lemak serum dan pembekuan darah.
G. Koherensi bukti-bukti
Bagaimana semua observasi dapat cocok dengan model yang dihipotesakan untuk
membentuk gambaran yang koheren? Misal : kesimpulan merokok dapat
menyebabkan PJK “Peran rokok dalam patogenesis PJK merupakan hal yang
kompleks, diantaranya timbulnya aterosklerosis, peningkatan trombogenesis dan
vasokontriksi (termasuk spasme arti koroner), peningkatan tekanan darah dan denyut
jantung, provokasiaritma jantung, peningkatan suplai oksigen serta penurunan kapasitas
pengangkutan oksigen. Dua unsur asap tembakau yang paling penting menimbulkan
19
kerusakan pada jantung adalah nikotin dan karbon monoksida (CO). Gas CO, mendorong
peningkatan resiko PJK melalui kelainan otot jantung dan gangguan darah melalui
peningkatan kadar karbosihemoglobin (COHb). Afinitas CO terhadap hemoglobin
meningkat 200-250 kali lipat dibandingkan dengan oksigen (O2). Hal ini mengakibatkan
kadar oksigen di dalam darah turun secara drastis disebut hipoksia. Akibatnya jaringan
tubuh juga kekurangan oksigen, apabila mengenai jaringan otak akan menyebabkan
gangguan susunan syaraf pusat (encelophaty). Apabila mengenai jantung dan darah
disebut gangguan kardiovaskuler. Kadar COHb didalam tubuh dijadikan parameter
terhadap ringan beratnya gangguan kardiovaskuler dalam tubuh. Dengan kadar COHb
5% risiko menjadi penderita PJK 21,1 kali dibandingkan COHb 3%. Sedangkan nikotin
bukan hanya bersifat menyempitan pembuluh darah melainkan juga dapat mendorong
percepatan pembekuan pembuluh darah. Merokok dengan kadar nikotin yang tinggi dapat
mengakibatkan peningkatan detak jantung, peningkatn tekanan darah sistolik dan
diastolik dalam keadaan istirahat sehingga kebutuhan oksigen juga meningkat.
Mekanisme kerja nikotin terhadap jantung melalui norepinepherine yang merangsan
katekolamine didalam darah. Bahan kimia ini akan merangsang chemoreseptor pada
pembuluh darah dan mengakibatkan peningkatan detak jantung, tekanan sistolik dan
diastolik, yang selanjutnya akan mempengaruhi otot jantung.”
H. Bukti Eksperimen
Kausa harus mendapat dukungan bukti dari percobaan dari populasi manusia sendiri.
Pada PJK misalnya hubungannya dengan Hipertensi “Tekanan darah tinggi ditandai oleh
hasil pengukuran yang sama dengan atau diatas 140/90 mmHg. Tershakovec AM dkk.
melaporkan bahwa peninggian lemak tubuh berhubungan dengan peningkatan usia.
Peninggian kadar kolesterol darah mengawali perkembangan dari peninggian lemak
tubuh. Peninggian lemak tubuh berhubungan dengan peninggian tekanan darah dan kadar
insulin.
I. Analogis
Pengertian yang lebih luas sekalipun dapat diturunkan dari analogi yang berdasar pada
daya imajinasi para ilmuwan yang dapat menemukan analogi dimana saja. Sebaiknya,
analogi memberikan suatu sumber hipotesis-hipotesis yang lebih seksama tentang
asosiasi-asosiasi dalam studi: tidak adanya analogi seperti itu hanya mencerminkan tidak
adanya imajinasi atau pengalaman, bukan kepalsuan dari hipotesis. Contohnya PJK
sering dianalogikan dengan penyakit Aterosklerosis.
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil uraian isi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Hubungan Asosiasi adalah hubungan keterikatan atau saling pengaruh antara dua
atau lebih variable, dimana hubungan dapat bersifat hubungan sebab-akibat
maupun yang bukan sebab akibat
2. Broadford Hill merupakan salah seorang pakar Epidemiologi terkenal yang
merumuskan tentang 9 kriteria dari hubungan asosiasi, yaitu : kekuatan
asosiasi,konsistensi,spesifisitas,hubungan temporal, efek dosis respon, biologic
plausibility, koherensi bukti-bukti, bukti eksperimen,analogi.
3. Kriteria hubungan asosiasi Broad Hill ini sering digunakan dalam pengkajian
penyakit baik penyakit menular dan tidak menular seperti yang saya kaji
Penyakit Jantung Koroner (PJK).
B. Saran
Dari pemaparan isi makalah diatas menunjukkan bahwa dalam mengkaji suatu
penyakit tidak harus selalu dilihat dari sudut pandang biologi saja namun juga harus
dikaji menurut sudut oandang ilmu lain seperti ilmu epidemiologi dalam hal ini biasa
dengan menggunakan 9 kriteria hubungan asosiasi menurut Broad Hill. Namun perlu
diketahui bahwa kesembilan kriteria tersebut semua hampir memiliki kesamaan yang
sulit untuk dibdakan satu sama lainnya, untuk itu diperlukan kehati-hatian dalam
penggunaannya agar tujuan akhir yang di harapkan dapat tercapai.
21
DAFTAR PUSTAKA
Bustan, 2000, Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Jakarta, PT. Rineka Cipta
Bustan, 2002, Pengantar Epidemiologi, Jakarta, PT. Rineka Cipta
Notoatmojo, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip Prinsip Dasar, Jakarta, PT.
Rineka Cipta
Entjang, 2000, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti
Vaughan, Morrow, 1993, Panduan Epidemiologi Bagi Pengelolaan Kesehatan
Kabupaten, Bandung, ITB