kritis badar
TRANSCRIPT
BAB 1
MENAJEMEN KEPERAWATAN KRITIS
1.1. Definisi
kritis adalah suatau keadaan yang membutuhkan kemamapuan untuk
menyesuaikan situasi dengan kecepatan dan ketepatan yang tidak selalu
dibutukan pada situasi keperawatan lain, dimana keadaan ini juga
membutuhkan keahlian dalam penyatuan informasi membuat keputusan dan
membuat prioritas.
Kritis adalah penilaian dan evaluasi secara cermat dan hati-hati
terhadap suatu kondisi krusial dalam rangka mencari penyelesaian/jalan
keluar. Keperawatan kritis merupakan salah satu spesialisasi di bidang
keperawatan yang secara khusus menangani respon manusia terhadap
masalah yang mengancam hidup. Seorang perawat kritis adalah perawat
profesional yang bertanggung jawab untuk menjamin pasien yang kritis dan
akut beserta keluarganya mendapatkan pelayanan keperawatan yang optimal.
1.2. Konsep Pelayanan Kritis
1.2.1. Tujuan
Untuk mempertahankan hidup (maintaining life).
1.2.2. Langkah-langkah proses keperawatan
1. mengumpulkan informasi
2. menentukan dianosa keperawatan aktual dan potensial
3. mengidentifikasi hasil yang dapat diukur dan menggambarkan
respon pasien
4. mengembangkan intervensi individu yang betujuan mencapai
hasil
5. mengevaluasi kemajuan pasien
6. menilai rencana keperawatn didasarkan pada penggunaan proses
keperawatan
1
1.2.3. Pengkajian
Dilakukan pada semua sistem tubuh untuk menopang dan
mempertahankan sistem-sistem tersebut tetap sehat dan tidak terjadi
kegagalan.
1.2.4. Diagnosa keperawatan
Ditegakkan untuk mencari perbedaan serta mencari tanda dan gejala
yang sulit diketahui untuk mencegah kerusakan/ gangguan yang lebih
luas.
1.2.5. Perencanaan keperawatan
Ditujukan pada penerimaan dan adaptasi pasien secara konstan
terhadap status yang selalu berubah.
1.2.6. Intervensi
Ditujukan terapi gejala-gejala yang muncul pertama kali untuk
pencegahan krisis dan secara terus-menerus dalam jangka waktu yang
lama sampai dapat beradaptasi dengan tercapainya tingkat
kesembuhan yang lebih tinggi atau terjadi kematian.
1.2.7. Evaluasi
Dilakukan secara cepat, terus menerus dan dalam waktu yang lama
untuk mencapai keefektifan masing-masing tindakan/ terapi, secara
terus-menerus menilai kriteria hasil untuk mengetahui perubahan
status pasien. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pasien kritis
prioritas pemenuhan kebutuhan tetap mengacu pada hirarki kebutuhan
dasar Maslow dengan tidak meninggalkan prinsip holistik.
1.2.8. Kerangka kerja holistik
1. hierarki kebutuhan manusia
a. kreatifitas
b. nilai diri
c. harga diri
d. keamanan atau keselamatan
e. eliminasi
f. koordinasi
g. metabolisme
2
h. udara
i. pemeliharaan diri
j. perawat sebagai negoisator
2. suatu upaya untuk mengatasi lingkungan meliputi penghindaran
dimana seseorang menghindari situasi, peniadaan, dimana
pertahanan tubuh mencoba untuk merusak stresor, sering kali
menggunakan sistem lain dan adaptasi dimana seseorang
membuat respon yang cocok terhadap stress dan masih
memelihara status tetap bertahan.
3. Perawat keperawatan kritis sebagai advokat pasien, perawat harus
menghindari penambahan beban yang meningkatkan kebutuhan
untuk berinteraksi dan tidak mengembangkan adaptasi.
1.3. Isu Etik Dan Legal Pada Keperawatan Kritis
Perawat ruang intensif/kritis harus memberikan pelayanan
keperawatan yang mencerminkan pemahaman akan aspek etika dan legal
keperawatan yang mencerminkan pemahaman akan aspek etika dan legal
kesehatan. Perawat ruang kritis harus bekerja sesuai dengan aturan yang ada
(standar rumah sakit/standar pelayanan maupun asuhan keperawatan). Etik
ditujukan untuk mengukur perilaku yang diharapkan dari manusia sehingga
jika manusia tersebut merupakan suatu kelompok tertentu atau profesi
tertentu seperti profesi keperawatan, maka aturannya merupakan suatu
kesepakatan dari kelompok tersebut yang disebut kode etik.
Status pekerjaan sebagai seorang perawat rumah sakit ataupun bagian
dari staf paramedik tidak membuat perawat bisa menghindari tanggung jawab
dan kewajiban mematuhi hukum dalam setiap tindakan/pelayanan
keperawatan yang dilakukan. Kumpulan hukum/peraturan keperawatan yang
telah dikembangkan dikenal sebagai standar pelayanan keperawatan. Standar
pelayanan keperawatan ditentukan dengan pengambilan keputusan atas
tindakan profesional yang paling tepat dilakukan untuk mengatasi masalah
yang ada.
3
Kecenderungan trend dan isu keperawatan kritis ; Perkembangan
yang pesat di bidang teknologi dan pelayanan kesehatan cukup berkontribusi
dalam membuat orang tidak lagi dirawat dalam jangka waktu lama di rumah
sakit. Pasien yang berada di unit perawatan kritis dikatakan lebih sakit
dibanding sebelumnya. Sekarang ini banyak pasien yang dirawat di unit kritis
untuk waktu 5 tahun sudah dapat menjalani rawat jalan di rumah masing-
masing. Pasien unit kritis yang ada sekarang ini tidak mungkin bertahan
hidup di masa lalu dikarenakan buruknya sistem perawatan kritis yang ada.
Sudah direncanakan di beberapa rumah sakit akan adanya unit kritis yang
lebih besar dan kemungkinan mendapatkan pelayanan perawatan kritis di
rumah atau tempat-tempat alternatif lainnya. Perawat kritis harus tetap
memantau informasi terbaru dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki
untuk mengelola metode dan teknologi perawatan terbaru. Seiring dengan
perkembangan perawatan yang dilakukan pada pasien semakin kompleks dan
banyaknya metode ataupun teknologi perawatan baru yang diperkenalkan,
perawat kritis dipandang perlu untuk selalu meningkatkan pengetahuannya.
4
BAB 2
PENGKAJIAN KEPERAWATAN KRITIS
2.1. B1 Breath ( System Pernafasan )
2.1.1. Tehnik pengkajian fisik
Inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi adalah empat tehnik
yang digunakan perawat dalam pengkajian fisik untuk mengumpulkan
data objektif mengenai penyakit pasien secara kritis. Kondisi pasien
akan menentukan aspek pengkajian yang seharusnya dilakukan dan
perlunya pencegahan umum.
1. Inspeksi
Inspeksi menggunakan indera penglihatan, pendengaran
dan penciuman. Inspeksi umum dilakukan saat pertama kali
bertemu pasien. Suatu gambaran atau kesan umu menganai
keadaan yang dibentuk. Karakteristik yang menonjol atau berbeda
juga dicatat pada saat ini.
Pemeriksa kemudian maju ke suatu inspeksi local yang
berfokus pada suatu system tunggal atau bagian. Penggunaan alat
khusus membantu dalam inspesi local ini: sebagai contoh,
optalmoskop, otoskop, speculum dan nasoskop sering digunakan.
Hal pokok untuk diingat saat melakukan inspeksi meliputi
sebagai berikut:
a. Secara rutin menggunakan pendekatan sistematis, baik atau
pendekatan system, pendekatan dari kepala sampai ke kaki
sampai kombinasi dari keduanya.
b. Berlanjut dari anterior ke lateral ke posterior.
5
c. Selama inspeksi umum, perhatikan keadaan tubuh, perilaku,
cara bicara, aktivitas, motorik dan adanya beberapa
malformasi.
d. Observasi mengenai simetri, ukuran bentuk, warna, posisi,
gerakan dan abnormalitas perhatian difokuskan pada system
tunggal atau bagian.
2. Palpasi
Pemeriksa menggunakan indera peraba, meletakan tangan
pada bagian tubuh yang dapat dijangkau tangan. Hal yang
dideteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur, gerakan, vibrasi,
pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi dan sensasi.
Metode palpasi meliputi palapsi ringan, palpasi dalam,
pengkajian nyeri lepas, ballottement dan gelombang cairan. Untuk
mulai melakukan urutan, mulai dengan palpasi ringan dan
dilanjutkan ke palpasi dalam. Selalu melakukan pada daerah yang
nyeri tekan terakhir. Hal ini dapat berakibat kekakuan volunteer
pada otot-otot dan mempegaruhi palpasi lebih lanjut.
a. Palpasi ringan
Dengan permukaan telapak tangan dan tangan sejajar
dengan kulit, tekan dengan hati-hati dengan kedalaman 1-2 cm,
gerakan bantalan jari dengan gerakan memutar. Rasakan
seluruh area yang nyeri tekan, nyeri,, kekakuan spasme otot,
krepitasi dan edema.
b. Palpasi dalam
Palpasi tangan tunggal dilakukan dengan sisi telapak
tangan pada kulit. Dengan gerakan menekan ke bawah,
bantalan jari ditekan 4 sampai 5 cm. Kuatkan palpasi dengan
kedua tangan. Permukaan tangan diletakkan pada kulit. Jari
tangan kedua melakukan tekanan pada sendi interpalangeal
6
tangan pertama. Gerakan ke bawah dan ke depan dilakukan
pada kedalaman 4 sampai 5 cm. bila massa terpalpasi, catat
lokasi, ukuran, bentuk, konsistensi, permukaan tekstur,
mobilitas, nyeri tekan, dan pulsasi.
c. Nyeri Lepas
Tekan dengan perlahan dan kuat kulit di atas abdomen
dengan jari, kemudiian lepaskan jari dengan cepat. Pelepasan
yang tiba-tiba ini akan menyebabkan suatu nyeri yang tajam
pada daerah inflamasi. Nyeri lepas merupakan tanda positif
pada inflamasi peritoneal.
3. Perkusi
Perkusi meliputi pengetukkan permukaan tubuh untuk
menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam penentuan
densitas, lokasi, ukuran dan posisi struktur di bawahnya.
Menggunakan pendekatan sistematis, pemeriksa melakukan
perbandingan bilateral pada bunyi, yang dapatkan dari area
dengan resonan tinggi ke area pekak. Perkusi langsung, tidak
langsung dan kepalan tangan merupakan metode perkusi yang
paling umum.
4. Auskultasi
Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang
ditimbulkan oleh bermacam-macam organ dan jaringan tubuh.
Dengan auskultasilangsung, telinga ditekankan pada permukaan
tubuh di mana bunyi dapat didengar. Auskultasi perantara
meliputi penggunaan alat bantu untuk menemukan bunyi-bunyi
tubuh. Instrument yang dipilih untuk auskultasi adalah stetoskop.
Karena tujuan dari stetoskop adalah untuk mencegah
masuknya bunyi ekstra, pokok berikut ini yang seharusnya
diingat:
7
Pertahankn selang pendek, tidak lebih dari 12 sampai 14 inci.
Diameter yang baik untuk bagian internal adalah 1/8 inci.
Bagian telinga seharusnya cukup rapat dalam telinga untuk
menghalangi bunti berisik.
a. Bel
1) Auskultasi bunyi frekwensi rendah seperti murmur.
2) Menempatkan bel dengan ringan di atas permukaan tubuh.
Terlalu kuat menekan akan menarik kulit, blikkan bel ke
diafragma.
b. Diafragma
1) Auskultasi bunyi frekwensi tinggi seperti pada paru-paru.
2) Lakukan tekanan kuat pada kulit.
3) Bel dan diafragma pediatric dapat membuat bunyi lebih
baik pada anak kurus atau kerempeng.
4) Untuk auskultasi yang lebih baik, berikan jeli cair pada
diafragma.
2.1.2. Pemeriksaan Diagnostik
Tes diagnostic memvalidasi riwayat keperawatan awal,
menguji hasil dari pengkajian fisik dan merupakan data yang paling
objektif dalam proses pengkajian. Pertimbangkan hal berikut ini
menggunakan tes atau prosedur diagnostic:
1. Nilai normal sehubungan dengan tes atau prosedur.
2. Variasi individual nilai prosedur atau tes yang dihasilkan dari
proses penyakit atau tingkat perkembangan pasien (seperti:
penyakit paru obsrtuksi kronik, proses penuaan, jenis kelamin).
3. Tujuan dari tes atau prosedur.
4. Faktor yang mempengaruhi hasil laboratorium (contoh: obat-
obatan, diet, tehnik pengumpulan).
5. Kebenaran, keabsahan dan spesifikasi dari tes atau prosedur.
6. Keuntungan, kerugian dan keterbatasan es atau prosedur.
7. Implikasi keperawatan
8
8. Waktu terjadi, biaya pada pasien dan waktu pemulihan.
9. Kemampuan pasien untuk mentoleransi pengkajain atau prosedur.
10. Kemungkinan terjadi kesalahan dalam prosedur pengumpulan
atau kerusakan alat.
2.1.3. Pengkajian Pernafasan
1. Riwayat Pasien
Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien dengan penyakit pernapasan
biasanya meiputi satu dari lima tanda atau gejala utama yakni :
nyeri dada, dispnea, batuk, sputum, atau hemoptisis. Riwayat yang
rinci berhubungan dengan tiap bagian yang memberikan data
dasar yang komprehensif pada perencanaan keperawatan pasien.
a. Nyeri dada
1) Serangan dan lamanya
a) Konstan
b) Hilang timbul
2) Lokasi dan penyebarannya
3) Karkter dan beratnya
a) Rasa dipukul
b) Tertembak
c) Tajam
4) Factor yang meringankan
a) Obat-obatan
b) Aktivitas
5) Kejadian yang berhubungan
a) Trauma
b) Makanan
9
6) Tanda dan gejala yang meyertai
a) Batuk
b) Hemoptisis
c) Dispnea
d) Mual,muntah
e) Diaforesis
f) Takikardi
g) Demam
b. Dispnea
1) Serangan dan lamanya
a) Tiba-tiba atau tersembunyi
b) Akut atau kronik
c) Konstan atau hilag timbul
2) Factor yang meringankan dan memperburuk
a) Posisi tubuh
b) Aktivitas
c) Obat-obatan
d) Waktu per hari
3) Tanda dan gejala yang menyertai
a) Batuk
b) Mengi
c) Nyeri dada
d) Diforesis
c. Batuk
1) Serangan dan lamanya
2) Perubahan sekarang dan frekuensi atau kehebtan
3) Kararter :
4) Nada
5) Waktu:
6) Factor yang meringankan
7) Factor yang memperburuk
10
8) Tanda an gejala yang menyertai
Dispnea
d. Sputum
1) Serangan dan lamanya
2) Volume
3) Waktu perhari
4) Karakter :
5) Ada atau tidaknya darah
6) Fktor yng meringankan dan memperburuk
Obat-obtan
e. Hemoptisis
1) Serangan dan lamanya
2) Frekuensi dan jumlahnya
3) Karakter
a) Darah Nyata
b) Bercampur sedikit darah
c) Garis-garis darah
d) Hematest
4) Perbedaan dari menatemesis
a) Hemoptisis (pengeluaran arah atau spuum bercaampur
darah) : alkalin, berbusa dan disertai dengan sptum.
b) Hematemesis (muntah darah) : asam, drah gelap dan
mungki berisi partikel makanan.
5) Pemeriksan nasofaring sebagai sumber kemungkinan.
2. Riwayat Medis
Penyakit pernafasan, operasi atau perawatan di rumah
sakit sebeluny :
a. Asma
b. Pneumonia
c. Tuberkulosis
11
d. Penyakit jamur
e. Alergi
f. Trauma
3. Riwayat Kelurga
a. Kanker paru-paru
b. Emfisema
c. Asma
d. Tuberkolosis
e. Alergi
4. Riwayat Sosial
Riwayat merokok ( masa lalu dan msa kini)
5. Riwayat Pekerjaan Ata Lingkungan
a. Terpanjan kimia iritan
b. Debu
c. Asap
d. Asbes
e. Rokok
12
2.1.4. Hasil pemeriksaan fisik pada B1 (pernafasan)
Pengkajian Hasil pada orang
dewasa
Hasil pada usia lanjut
Inspeksi
Observasi penampilan
umum
Tingkat kesadaran
Status mental
Inspeksi konfigurasi torak.
Catat:
1. Diameter
anteroposterior (AP)
dalam proporsi
terhadap diameter
lateral
2. Postur, posisi tulang
belakang, lengkung iga,
dan simetri scapula
3. Simetrisitas ekspansi
Orientasi terhadap
orang, tempat dan
waktu, respon tetap
terhadap situasi.
1. Rasio diameter AP
torak terhadap lateral
secara normal 1:2
sampai 5:7
2. Tulang belakang
tampak luruk tanpa
deviasi lateral,
sudut kostal
biasanya kurang
dari 90 derajat, iga
melengkung pada
kurang lebih 45
derajat.
3. Dinding dada harus
Waspadai adanya
peningkatan
kegelisahan ansietas
atau peubahan pada
status mental.
1. Pada atropi otot
pernapasan,
diameter AP klien
berhubungan
dengan diameter
lateral dapat
meningkat pada
usia lanjut sampai
rasio 1:3
2. Perhatikan adanya
deformitas struktur
seperti barrel chest,
kiposis, dada
berbentuk corong,
atau dada merpati.
13
dada.
4. Gerakan dada dalam
hubungannya dengan
frekuensi,irama,kedala
man, panjangnya dan
amplitudo.
5. Kaji terhadap reaksi
area interkostal dan
penggunaan otot
tambahan.
bergerak simetris
4. Waktu inspirasi dan
ekspirasi biasanya
rasio 1:1, frekuensi
pernafasan kurang
lebih 12-20 kali
permenit, irama
mantap, dan
kadang-kadang
nafas dalam, bunyi
nafas harusnya
tidak terdengar
pada jarak lebih
besar dari beberapa
cm dari mulut.
5. Tak ad tonjolan
retraksi, atau
gerakan aktif harus
observasi
3. Ekspansi unilateral
pada inspirasi dapat
mengindikasikan
ppleuritis, fibrosis
pleura, atau
atelektasis massif,
penurunan ekspansi
pada satu sisi dapat
mengindikasikan
fraktur iga, emboli
paru, efusi pleura
atau nyeri.
4. Usia lanjut dapat
mengalamai rasio
1:3 untuk
abnormalitas pola
nafas, karena
perubahan pada
konfigurasi dada,
usia lanjut dapat
mengalami
penurunan
kedalaman
pernapasan.
5. Retraksi selama
inspirasi
menunjukkan
inpendans terhadap
14
6. Evaluasi kulit bibir dan
membrane mukosa
mengenai warna.
7. Kaji kuku mengenai
warnanya dan kuku
tubuh.
8. Inspeksi trakea
mengenai posisi.
Pemeriksaan
abnormalitas
berdasarkan riwayat
dan inspeksi
6. Tergantung pada
ras, kulit biasanya
pink keputihan atau
bayangan
kecoklatan.
7. Sudut normal kuku
terhadap dasar
adalah 160 derajat
8. Trakea harud di
garis tengah
aliran udara ;
retraksi hebat tiba-
tiba terjadi pada
obstruksi trakeal ;
tonjolan pada
ekspirasi terjadi
bila ada obstruksi
terhadap aliran
udara.
6. Warna biru keabu-
buan menunjukkan
sianosis
7. Sudut luas pda
penyakit paru
obstruktif kronik
(ppok) dan kanker
paru dengan
penurunan suplai
oksigen.
8. Defiasi lateral
menunjukkan
massa, pneumo
thoraks spontas,
atau efusi pleura.
Bila kiposis ada
trakea sedikt
defiasi.
15
Palpasi
1. Palpasi leher terhadap
a. Defiasi trakea
b. Massa leher
c. Pembesaran
kelenjar limfa
2. Palpasi massa otot, dan
tulang toraks :
a. Bengkak
b. Nyeri massa
c. Pulsasi
d. Krepitasi
1. Trakea harus di
garis tengah tanpa
teraba massa leher
atau pembesaran
nodul.
2. Otot harus terasa
kuat dan halus; tak
ada nyeri tekan,
nyeri,
massa,tonjolan
pulsasi atau
krepitasi harus
terasa.
1. Deviasi lateral pada
tingkat klavikula
dapat menunjukkan
massa lebih tinggi
pada leher, ada
perubahan etak
trakea dan
mediastinum sisi
berlawanan pada
efusi pleural atau
pneumotoraks
spontan, defiasi
trakea pada sisi
ipsilateral (sisi yang
sama (terjadi
atelktasis).
2. Pembengkakan,
nyeri atau gerakan
tak biasanya pada
dada menunjukkan
pleuritis atau
fraktur iga; lokasi
nyeri tekan pada
titik area yang
diduga adalah
superficial dan
berasal dalam kulit
atau jringan
subkutan, krrepitasi
16
3. Kaji ekspansi dinding
dada ; perhatikan
gerakan ibu jari dan
simetrisitas tangan
4. Pengkajian secara
sitematis pada terhadap
taktil fremitus.
3. Perbedaan dari ibu
jari harus simetris
dan harus terpisah
dari 3 sampai 5 cm
4. taktil fremitus sama
secara bilateral
dengan meningkat
pada dekat bronkus
besar.
mungkin
terobservasi pada
pneumotorak dan
jaringan sekitar
trakeostomi.
3. Perbedaan asimetris
menunjukkan
bahwa satu paru
tidak ekspansi
secara lengkap
seperti yang
lainnya,
kemungkinan
diakibatkan adnya
fraktur iga.
4. Fibrasi yang dapat
diraba menurun
intensitasnya pada
orang usia lanjut ;
peningkatan
fremitus diduga
terjadi konsolidasi
paru yang
disebabkan oleh
pengisian cairan
atau pemadatan
struktur.
17
1. Palpasi toraks
Tujuan pemeriksaaan palpasi rongga dada bertujuan untuk :
a. Untuk melihat adanya kelainan pada dinding toraks. Kelainan
yang mungkin didapatkan pada pemeriksaan ini seperti nyeri
tekan, adanya empisiema subkutan.
b. Menyatakan adanya tanda tanda penyakit paru dan memeriksa
1) Gerakan dinding toraks anterior/ekrusi pernafasan :
a) Letakkan kedua tangan pada dada klien, sehingga
kedua ibu jari pemeriksa terletak di garis tegah d atas
sternum.
b) Ketika klien mengambil nafas dalam kedua ibu jari
tangan harus bergerak secara simetris dan terpisah satu
sama lain minimal 5cm. Ekspansi yang berkurang pada
satu sisi menunjukkan adanya lesi pada sisi tersebut.
2) Ekspansi dada posterior
a) Letakkan kedua tangan dengan lembut pada dinding
dada dengan jari-jari lurus menempel pada kedua sisi
dada.
b) Ibu jari tangan kakna dan kiri harus bertemu d garis
tengah dan harus agak terangkat dari diding dada
sehingga dapat bergerak bebas sesuai irama
pernafasan.
c) Ekspansi lobus bawah dinilai dari arah belakang
dengan palpasi. Beberapa hal mengenai ekspansi lobus
atas dan medial mungkin ditemukan bila manuver
tersebut di ulangi pada dada depan, tetapi lebih baik
dengan inspeksi.
3) Getaran suara (fermitus vokal) :
getaran yang terasa oleh tangan pemeriksa yang d
letakkan pada dada saat mengucapkan kata-kata. Hasil
yang ditemukan adalah pengertian tentang sifat fisik
transmisi suara melalui paru dapat membantu dalam
18
menginterpretasikan temuan temuan. Udara bukan
pengantar bunyi yang baik namun benda padat (jaringan)
dalah penghantar yang baik karena jaringan mempunyai
elastisitas dan tidak menggumpal menjadi massa non
resonan. Dengan demikian peningkatan jaringan padat
perunit volume paru akan meredamkan bunyi.
Klien denga empisema yang menyebabkan
rupturnya alveoli dan terperangkapnya udara hampir tidak
menunjukkan taktil fremitus. Klien dengan konsolidasi
lobus paru akibat pneumonia akan mengalami peningkatan
taktil fremitus di atas lobus tersebut. Udara dalam rongga
pleural tidak akan menghantarkan bunyi.
2. Perkusi toraks
Perkusi menentukan dinding dada dan sruktur di
bawahnya dalam gerakan menghasilkan vibrasi taktil dan dapat di
terdengar. Perkusi di atas permukaan skapula atau iga akan
mengeluarkan suara pekak dan hanya membingungkan temuan.
Perkusi pada struktur padat seperti hepar atau daerah konsolidasi
paru menimbulkan nada yang redup. Perkusi pada daerah yang
berisi cairan seperti efusi pleura menimbulkan nada pekak.
Perkusi pada paru yang normal menimbulkan nada sonor dan
perkusi pada sturuktur yang berongga seperti usus atau
pneumotorak menimbulkan nada hipersonor. Temuan dari perkusi
toraks adalah kepekakan di atas paru terjadi ketika jaringan paru
yang terisi oleh udara di gantikan oleh cairan atau jaringan padat.
Contohnya termasuk pneumonia lobaris di mana terjadi
konsolidasi akibat akumulasi cairan, darah, jaringan fibrosa, sel-
sel, atau tumot dalam spasium pleural. Pneumo torak
menghasilakan bunyi timpani atau bunyi seperti drum, sementara
emfisema di anggap berbunyi hipersonan.
Pada pasien TB biasanya akan didapatkan bunyi resonan
atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru
19
yang disetai komplikasi efusi pleura akan didapatkan suara redup
sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai dengan banyaknya
akumulasi dirongga pleura.
3. Auskultasi
Auskultasi sangat berguna untuk mengkaji aliran udara
melalu percabangan bronkial dan mengevaluasi adanya cairan atau
obstruksi padat dalam struktur paru.untuk menentukan kondisi
paru,pemeriksa melakukan auskultasi bunyi nafas nrmal,bunyi
nafas tambahan dan bunyi nafas suara.
Prosedur mencakup pemeriksaan yang menyeluruh pada
toraks posterior,anterior,dan lateral adalah sebagai berikut :
a. Bagian diafragma,stetoskop diletakkan dengan kuat menekan
dinding dada ketike klien bernafas melalui mulut secara
perlahan dan dalam.
b. Bagian dada yang berhubungan diauskultasi dengan sistematis
dari apeks ke bagian dasar dan sepanjang garis midaksila untuk
menilai sekmen-sekmen paru.
c. Urutan auskultasi dan posisi klien sama seperti pada
pemeriksaan perkusi.
d. Pentng untuk mendengarkan dua kali inspirasi dan ekspirasi
penuh pada kedua lokasi anatomi untuk memastikan
interprentasi valid dari bunyi yang didengar.
e. Nafas dalam berulag dapat mengakibatkan gejala hiperventilasi
dan dapat dihindari dengan meminta klien beristirahat dan
bernafas dengan normal satu atau dua kali selama pemeriksaan.
f. Bunyi nafas
1) Bunyi vesicular
Bunyi vesikular terdenga sebagai bunyi yang
tenang,bernada rendah,mempunyai fase inspirasi
panjang,dan fase eksprasi yang singkat. Bunyi ini
normalnya terdengar diseluruh bidang paru kecuali diatas
20
sternum dan diantara skapula. Bunyi bronkial biasanya
terdengar lebih keras dan dengan nada lebih tinggi
dibandingkan dengan bunyi vesikuler. Dalam
perbandingan,fase ekspirasi lebih panjang dibandingkan
fase inspirasi. Bunyi bronkial terdengar diatas trakea. Bunyi
bronkovasikuler terdengardiatas bronkus besar,secara
spesifik bunyi ini dapat didengar antara skapula dan pada
kedua sisi sternum. Bunyi nafas bronkovesikuler
mempunyai puncak sedang. Hasil yang ditemukan adalah
bunyi bronkial dan bronkovesikular yang terdengar
disemua tempat di paru menandakan keadaan patologi.
Bunyi ini biasanya menunjukkan area yang mengalami
konsolidasi pada paru dan menimbulkan evaluasi lebih
lanjut. Kualitas dan intensitas bunyi nafas ditentukan
selama auskultasi. Jika aliran udara menurun akibat
atelektasis atau efusi pleura memisahkan saluran udara dari
stetoskop,maka bunyi nafas akan menghilang atau tidak
terdengar. Sebagai contoh,bunyi nafas pada klien dengan
emfisema samar dan seringkali tidak terdengar.
2) Mengi
Adalah bunyi berirama kontinue yang durasinya
lebih lama dibandingkan dengan krekels (cracles). Bunyi
ini dapat terdengar selama inspirasi, ekspirasi atau
terdengar pada keduanya. Bunyi ini dihasilkan akibat udara
melewati jalan nafas yang sempit atau tersumbat sebagian.
Ostruksi seringkali terjadi akibat ekskresi atau udim. Bunyi
yang sama ini juga terdengar pada asma dan banyak proses
yang berkaitan dengan bronkokonstriksi. Mengi dapat
dihilngkan dengan cara membatukkannya.
Mengi merupakan petunjuk yang buruk untuk
menunjukkan berat ringannya obstruksi jalan nafas. Pada
obstruksi jalan nafas berat,mengi dapat menghilang karena
21
ventilasi sangat rendah sehingga kecepatan aliran udara
berkurang dibawah tingkat kritis yang diperlukan untuk
menimbulkan bunyi nafas. Obstruksi bronkus yang
menetap akibat karsinoma paru cenderung mengakibatkan
mengi yang telokalisasi atau yang unilateral yang memiliki
nada tunggal yang musikal (monofonik) dan tidak
menghilang dengan batuk.
3) Ronkhi (rales)
Adalah bunyi yang berlainan non kontinue yang
terjadi akibat penundaan jalan nafas yang tertutup. Rales
halus dapat terdengar pada akhir inspirasi dan brasal dari
alveoli,secara khas terdengar pada klien dengan pneumonia
intersisial atau fibrosis.
4) Bronkhofoni
Menggambarkan resonan vokal yang lebih
mendalam dan lebih jelas dibandingkan bunyi normal.
2.2. B2 Bleed ( Sistem Sirkulasi )
Pemeriksaan Fisik Jantung
2.2.1. Persiapan alat, pemeriksa dank lien
Alat-alat yang diperlukan dalam melakukan pemeriksaan fisik
jantung antara lain : stetoskop, dua peperangan yang cukup. Beberapa
hal yang perlu diperhatikan sebelum pemeriksaan dilakukan adalah :
cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan pemeriksaan, jaga privasi
klien, jelaskan tahapan prosedur yang akan dilaksanakan.
2.2.2. Pemeriksaan fisik jantung
1. Inspeksi dan palpasi jantung
Anjurkan klien untuk berbaring, jika klien mengeluh sesak
atur posisi klien semi fowler. Inspeksi dan palpasi area aorta dan
pulmonal dengan cara menempatkan telapak tangan pemeriksa
22
diatas interkostal kedua, rasakan pulsasi atau dorongan pada tangan
pemeriksa dan observasi adanya denyutan. Pada keadaan normal
tidak ada denyutan, walaupun pada beberapa individu mengalami
denyutan aorta.
Inspeksi dan palpasi area tricuspid terhadap denyutan,
normalnya pulsasi tidak akan dirasakan pada tangan pemeriksa.
Palpasi dilanjutkan kebagian apeks jantung, pemeriksa akan
merasakan pulsasi lembut pada setiap denyut jantung. Hentikan
pemeriksaan bila klien mengeluh sakit disekitar dada.
2. Perkusi jantung
Bantu klien untuk posisi berbaring, tempatkan jari tangan
nondominan pemeriksa pada interkostal ke lima digaris aksila kiri
depan, ketukan jari tangan dominan dan dengarkan resonansi hasil
ketukan, karna ketukan diatas daerah paru. Lanjutkan perkusi di
interkostal kelima kesebelah kiri sternum, maka suara ketukan
akan berubah menjadi “dullness” karean perkusi dilakukan diatas
jantung
3. Auskultasi jantung
Banntu klien posisi duduk, jika tidak mampu minta klien
untuk berbaring. Tempatkan stetoskop diatas interkostal kedua
batas sternum kanan, akan terdengar bunyi jantung 2 aorta.
Pindahkan diafraghma stetoskop bergeser kebatas sternum kiri
maka pemeriksa akan mendengar bnyi jantung 2 pulmonal.
Tempattkan stetoskop diatas interkostal kelima lineal sternalis kiri
akan erdengar bunyi jantung 1 trikuspid dan pada interkostal
kelima linea medioklavikula kiri akan terdengar bunyi jantung 1
bikuspid. Tempatkanlah bel stetoskop pada daerah yang sama
sperti saat sebelumnya, maka pemeriksa akan mendengarkan suara
yang lebih halus mulai dengan mendengarkan S3, S4 atau murmur.
23
2.3. B3 Brain ( Sistem Persarafan )
Pemeriksaan Sistem Persarafan
2.3.1. Persiapan alat, klien dan pemeriksa
Alat-alat yang diperlukan dalam pemeriksaan ini adalah:
reflek hamer, garpu tala, kapas dan lidi kapas, jarum steril, spatel
lidah, dua tabung reaksi berisipanas dan dingin, benda-benda tang
dapat dikenali klien, zat-zat yang beraroma tajam, zat-zat yang berasa
(asin, manis, pahit dan asam), baju periksa dan sarung tangan.
Jelaskan kepada klien setiap tahapan pemeriksaan yang akan
dilakukan, jaga privasi klien dan pastikan keadaan ruang periksa
nyaman.
Untuk Pemeriksa:
Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan, sesuaikan urutan
pemeriksaan dengan keadaan umum klien, mulailah pemeriksaan fisik
sejak awal awal kontak dengan klien dan gunakan general precaution,
metode yang digunakan cepalo kaudral atau distal ke proksimal.
2.3.2. Tahapan pemeriksaan sistem persarafan
1. Status mental
Atur posisi klien, mintalah klien untuk duduk di sisi
tempat tidur. Amati cara berpakaian klien, postur tubh, ekspresi
wajah dan kemampuan bicara, intonasi, keras lembut, pemilihan
kata dan kemudahan dalam merespon pertanyaan. Gunakanlah
patokan Glasgow Coma Scale (GCS) untuk menilai kesadaran
klien. Tanyakan waktu, tanggal, tempat dan alasan berkunjung,
kaji kemampuan klien dalam berhitung dan mulailah dengan
perhitungan yang sederhana. Kaji kemampuan klien untuk
berpikir abstrak.
24
2. Pengkajian tingkat kesadaran dengan menggunakan GCS
Area pengkajian meliputi: respon mata, respon motorik
dan respon verbal. Total pengkajian bernilai 15, kondisi koma
apabila bernilai kurang dari 7.
a. Pengkajian respon mata
Respon spontan (nilai 4), dengan perintah verbal (nilai
3), dengan rangsang nyeri (nilai 2) dan tidak berespon (nilai 1)
b. Pengkajian respon motorik
1) Berespon dengan perintah (nilai 6)
2) Dengan stimulsai nyeri, mampu menunjukan lokasi nyeri
(nilai 5)
3) Fleksi dan menarik (nilai 4)
4) Postur dekortisasi: bahu abduksidan rotasi interna, fleksi
pergelangan tangan dan tinju mengepal (nilai 3)
5) Postur deserebrasi: bahu abduksi dan rotasi interna,
ekstensi lengan bawah, fleksi pergelangan tangan dan tinju
mengepal (nilai 2)
6) Tidak berespon (nilai 1)
c. Pengkajian respon verbal
1) Pembicaraan terorientasi (nilai 5)
2) Disorientasi pembicaraan (nilai 4)
3) Penggunaan kata-kata tidak tepat (nilai 3)
4) Bunyi suara tidak dipahami (nilai 2)
5) Tidak berespon (nilai 1)
25
2.3.3. Pengkajian Saraf Kranial
1. Fungsi saraf kranial I (N Olvaktorius)
Fungsi ini dikaji dengan cara meminta klien untuk
menutup kedua mata dan satu lubang hidung. Dekatkan sumber
bau ke lubang hidug yang terbuka dan mintalah klien untuk
menyebutkan bau yang diciumnya. Lakukan langkah yang sama
pada lubang yang sama pada lubang yang lainnya.
2. Fungsi saraf kranial II (N.Optikus)
Fungsi ini dikaji dengan cara klien untuk membaca
majalah, amati cara dan jarak membaca klien. Periksa penglihatan
klien dengan mengunakan snelle chart.
3. Fungsi saraf kranial III,IV,VI (N.Okulomotoris, Troklear, dan
abdusen)
Yaitu dengan cara mengamati adanya edema pada kelopak
mata, hipermis konjungtiva, ptosis pada kelopak mata. Periksalah
reaksi pupil terhadap cahaya dan amatilah ada tidaknya
perdarahan pada pupil. Periksa gerakan bola mata dengan
mengunakan patokan cardinal point yaitu : lateral, lateral atas,
medial atas, medial bawah dan lateral bawah.
4. Dikaji saraf kranial v (N. Trigeminus)
Dikaji engan cara sentuhkan gulungan tipis kapas kekulit
wajah pada area mandbula, maksila dan frontal. Mintalah klien
untuk menyebutkan daerah yang disentuh, tentunya kedua mata
klien tertutup ( ter bara) . Sentuhkan ujung benda tajam dan
tumpul secara bergantian pada area wajah dan mintalah klien
membedakan tajam tumpul (tes nyeri). Sentuhkan tabung reaksi
panas dan dingin secara bergantian dan mintalah klien untuk
menyebutkan panas dan dingin dengan mata tertutup (tes suhu).
26
Mintalah klien untuk mengatupkan bibir dan merapatkan gigi.
Mintalah klien untuk membuka dan menutup mulut, minta klien
untuk melakukan gerakan mengunyah.
5. Fungsi saraf Kranial vVII (N Fasialis )
Dikaji dengan cara mencelupkan kapas ke dalam air garam
dan sentuhkan sebagian depan lidah. Minta klien untuk
menyebutkan rasa zat tersebut. Ulangi pemeriksaan dengan zat-zat
lainnya dan mintalah klien untuk menyebutkan rasanya. Mintalah
klien untuk menutup mata kuat-kuat untuk mengembungkan pipi
dan pemeriksa mencoba untuk menekan pipi klien.
6. Fungsi saraf kranial VIII (N.Vestibulokoklear)
Dikaji dengan cara melakukan Romberg tes pada klien
utnk menutup mata da berdiri beberapa menit. Amati
keseimbangan klien saat berdiri
7. Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan vagus)
Dikaji dengan cara inta klien untuk membuka mulut dan
mengatakan “ya” amato gerakan palatum dan ovula. Normalnya
palatum lunak ovula sedikit terangkat. Sentuhlah dinding
belakang faring dengan aplikator, amati gerakan faring. Minta
klien untuk menelan sedikit air lalu amatilah reflek menelan klien
8. Fungsi saraf kranial XI (N. Asesoris)
Dikaji dengan cara meminta klien untuk menaikkan kedua
bahu dan pemeriksaan menahan bahu klien untuk menoleh
kesalah atu sisi dan pemeriksa mencoba untu menahan kepala
klein (otot sternokledo mastoid)
27
9. Fungsi saraf kranial XII ( N. Hipoglosus)
Dikaji dengan cara memeriksa gerakan lidah baik kekiri,
kanan dan kedepan. Minta klien untuk mendorong lidah satu pipi.
2.3.4. FUNGSI MOTORIK
1. Pengkajian motorik kasar dan keseimbangan
Mintalah klien untuk berjalan sepanjang 10 meter bolak
balik. Normalnya postur tubuh tegak, berjalan tanpa bantuan,
lengan dapat digoyangkan dan dapat mempetahankan
keseimbangan. Minta klien untuk berjalan mengikuti garis lurus
dengan menempelkan ibu jari telapak kaki yang ada di belakang
ke tumit telapakyang ada di depannya. Minta klien untuk berjalan
berjinjit, minta klien klien untuk berjalan dengan betumpu pada
tumit.
2. Untuk mengetahui keseimbangan klien
Lakukan Romberg tes. Mintalah klien berdiri beberapa
menit dan klien diminta untuk menutup matanya. Amati
keseimbangan klien normalnya klien mampu mempertahankan
posisi tegak (Romberg tes negatif)
3. Pengkajian motorik halus pada ekstermitas
Lakukanlah tes jari dan hidung yaitu dengan cara
menyentuh jari dan hidung secara bergantian dengan
menggunakan jari-jari, posisi mata dalam keadaan tertutup.
Normalnya klien dapat menyentuh jari dan hidung secara teratur.
Lakukan tes supinasi dan pronasi pada lutut. Mintalah
klien duduk dan meletakkan telapak tangannya di atas paha,
gerakan tangan klien pronasi dan supinasi secara bergantian.
Normalnya klien mampu melakukan berulang-ulang dan tepat.
Lakukan tes koordinasi tangan, yaitu dengan meminta
klien untuk merapatkan jari-jari tangannya supaya saling
bersebtuhan pada posisi tengah.
28
4. Tes Heel to Shin
Aturlah klien dalam posisi supinasi. Mintalah klien untuk
mengangkat salah satu tungkai bawah kemudian minta klien untuk
menggesekan tumit tungkai yang diangkat pada tungkai lain dari
telapak kaki sampai lutut.
2.3.5. FUNGSI SENSORIK
1. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengevaluasi respon klien
terhadap stimulus. Pemeriksa harus selalu menanyakan kepada
klien jenis stimulus yang diberikan dan lokasi pemberian stimulus.
2. Sentuhlah beberapa bagian tubuh klien (tangan, wajah, tungkai)
denagn menggunakan kapas. Minta klien untuk menyebutkan “ya”
jika dapat merasakannya dan katakan “tidak” jika klien tidak
merasakan sentuhan yang diberikan.
3. Sentuhlah klien pada beberapa bagian tubuhnya dengan
menggunakan aplikator tajam dan tumpul dan mintalah klien
untuk menyebutkan tajam atau tumpul setiap kali pemeriksa
menyentuh aplikator tersebut ke bagian tubuh klien.
4. Gerakanlah garputala dan tempatkan pada beberapa penonjolan
tulang, minta klien merasakan getaran garputala yang diberikan.
Untuk mengidentifikasi kemampuan klien dalam mengenali objek
tanpa melihatnya. Mintalah kien menyebutkan barang yang
diberikan pemeriksa dengan kondisi mata klien tertutup.
5. Lakukan grapesia tes dengan cara pemeriksa menulis huruf atau
angka ditelapak tangan klien dan mintalah klien untuk
menyebutkan tulisan tersebut, tentunya mata klien dalam keadaan
tertutup.
29
2.3.6. FUNGSI REFLEK
1. Pemeriksaan reflek biasanya dilakukan paling akhir, klien
biasanya dalam posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak
memungkinkan.
Evaluasi respon reflek klien dengan menggunakan skala 0-4:
a. Skala 0 (tidak ada respon)
b. Skala 1 (berkurang)
c. Skala 2 (normal)
d. Skala 3 (lebih dari normal)
e. Skala 4 (hiperaktif)
2. Pemeriksaan reflek bisep
Di identifikasi dengan cara minta klien untuk duduk
rileksdan meletakan kedua lengan di atas paha. Letakan ibu jari
tangan nondominan di atas tendon bisep, pukulkan reflek hamer
ke ibu jari tangan nondominan pemeriksa. Inspeksi adanya
kontraksi otot bisep.
3. Reflek triseps
Diidentifikasi dengan cara mintaklien untuk duduk,
pegang tangan klien dengan tangan nondominan pemeriksa,
pukulkan reflek hamer pada prosesus olekranon dan amati
kontraksi oto triseps ekstensi siku.
4. Reflek brakhioradialis
Dapat diidentifikasi dengan meminta klien untuk duduk
dan meletakkan tangan di atas paha dalam pronasi. Pukulkan
reflek hamer di atas tendon pergelangan tangan, amati fleksi
supinasi dari klien.
30
5. Reflek patela
Dapat diidentifikasi dengan cara minta klien duduk dengan
lutut fleksi menjuntai, palpasi lokasi patela (bagian anterior
patela), pukulkan reflek hamer pada bagian tersebut dan amati
kontraksi otot kudriseps.
6. Reflek achiles
Reflek ini dapat dikaji dengan cara memegang telapak
kaki kliendengan tangan nondominan pemeriksa. Pukul tendon
achiles dengan bagian tumpul reflek hamer dan amati plantar
fleksi telapak kaki.
7. Reflek plantar
Reflek inidikaji dengan cara meminta klien dalan posisi
supinasi dan kedua tungkai bawah sedikit eksternal rotasi,
stimulasi telapak kaki klien dengan ujung tajam dari tumit ke arah
luar telapak kaki. Amati gerakan kaki (normal jika gerak plantar
fleksi jari-jari kaki).
8. Reflek abdomen
Dikaji dengan klien tetap dalam posisi supinasi tanpa
mengenakan baju. Sentuhkan ujung tajam reflek hamer ke kulit
bagian abdomen muali dari arah lateral ke bagian umbilikal.
Amati kontarksi otot abdomen.
2.4. B4 Blader ( Sistem urogenital )
Pemeriksaan Genital Pria Dan Wanita
2.4.1. Persiapan alat, klien dan pemeriksa
Persiapan yang dilakukan untuk melakukan pemeriksaan fisik
pada bagian genital berbeda dengan pemeriksaan fisik pada bagian
31
tubuh lainnya, adapun persiapan klien dan peralatan yang dilakukan
antara lain :
1. Jelaskanlah kepada klien tentag tujuan pemeriksaan dan setip
tahapan pemeriksaan fisik yang akan dilakukan.
2. Jaga privasi klien atas dilakukannya pemeriksaan fisik bagian
genital.
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan pemeriksaan
dilakukan.
4. Gunakanlah peralatan yang berkaitan dengan general precaution
(sarung tangan, masker)
5. Pastikan ruangan yang digunakan cukup terang saat dilakukan
pemeriksaan.
Untuk laki-laki pemeriksaan dilakukan dalam posisi berdiri
atau berbaring. Untuk wanita pmeriksaan dilakukan dengan meminta
klien dalam posisi litotomi.
1. Peralatan tambahan pada pemeriksaan genital wanita : speculum
wanita, kapas steril, lubrikan, forcep, fiksasi sitologi, media
kultur, gelas objek, vermin tangan, normal saline dan potassium
hidroksida.
2. Pada wanita sebelum dilakukan pemeriksaan fisik minta klien
untuk buang air kecil lebih dahulu.
2.4.2. Tahapan pemeriksaan fisik genital
1. Pemeriksaan fisik genital pria
Inspeksi dilakukan secara menyeluruh pada bagian
inguinal, kemudian lanjutkan kebagian kulit sekitar genital,
distribusi rambut, bentuk dan ukuran penis dan skrotum. Rambut
genital pada umumnya terlihat lebih kasar sama dengan rambut
yang tumbuh disekitar aksila. Inspeksi warna penis : warna merah
muda, coklat atau hitam. Inspeksi adanya lesi, nodul, bengkak,
posisi lubang genital. Jika klien tidak disirkumsisi minta klien
untuk menarik kulit ujung penisnya secara hati-hati dan
32
perhatikan kulitnya. Apabila terjadi kerusakan, lakukan
pemeriksaan kultur dan kemungkinan adanya penyakit gonorrhea.
Inspeksi skrotum dengan meminta klien untuk memegang
penisnya dan meminta klien untuk memegang penisnya dan
meminta klien untuk mengangkatnya kesalah satu arah, lihat san
amati kesimetrisan skrotum. Skrotum pada kondisi normal
biasanya tidak simetris karena penis kiri lebih rendah dari testis
kanan. Kulit skrotumm lebih gelap disbanding dengan kulit
bagian genital lainnya. Palpasi secara hati-hati penis dengan
menggunakan ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah. Penis dalam
kondisi normal teraba lunak, perhatikan adnya bengkak, nodul,
indurasi atau temuan tidak normal lainnya. Palpasi kedua testis
dengan menggunakan dua jari dan bedakan konsistensi, ukuran
dan respon terhadap tekanan. Testis dalam kondisi normal sama
dalam konsistensi, teratur, pergerakan bebas dan sangat sensitive
terhadap tekanan. Palapasi pada lokasi hernia normalnya adanya
tonjolan.
2. Pemeriksaan fisik genital wanita
Klien diminta untuk berbaring, kemudian atur posisi klien
kedalam posisi litotomi dan anjurkan klien untuk rileks. Inspeksi
kulit genital dan distribusi rambut. Inspeksi labia mayora, pada
anak-anak labia mayora terlihat datar, tetapi karena pengaruh
estrogen pada ornag dewasa terjadi penumpukan lemak. Inspeksi
labia minora akan terlihat berwarna lebih gelap dibandingkan
dengan labia mayora.
Amati klitoris, mulai dari bentuk, ukuran dan letakk dalam
vagina. Inspeksi servik dan vagina dengan speculum normalnya
tulang servik bulat, servik berwarna merah muda ukuran 2-3 cm,
permukaaan lembut dan utuh.
Palpasi genital eksternal dengan menggunakan satu tangan
untuk membuka labia dan tangan lainnya digunakan untuk
mempalpasi labia mayora dan minora. Labia pada kondisi normal
33
teraba lunak dengan tekstur yang homogeny. Palpasi area lain
termasuk ukuran konsistensi, mobilitas dan tenderness.Palapasi
perineum dan otot vagina introitus apabila ada peradangan atau
pengeluaran cairan pada lubang uretra, lakukan palapasi kelenjar
skene. Normalnya tidak dapat dipalpasi dan tidak ada aliran.
Palapasi kelenjar bartholin, normalnya tidak nyeri saat dipalpasi.
Lakukan pemeriksaan otot pelvis dengan cara masukkan jari
telunjuk dan tengah kedalam vagina, anjurkan klien untuk
kontraksi vagina. Normalnya kekuatan otot lebih lemah pada
multipara dari nulipara dan tidak ada penonjolan. Palpasi kelenjar
getah bening inguinal, normalnya tidak ada pelebaran dan tidak
ada nyeri.
2.5. B5 Bowel ( Sistem pencernaan )
2.5.1. Pemeriksaan Fisik Abdomen
1. Persiapan alat, klien dan pemeiksa
Peralatan yang disiapkan : baju periksa, selimut, stetoskop,
penggarois, meteran, sarung tangan, lampu periksa dan botol
specimen. Pemeriksa mencuci tangan, menjelaskan prosedur yang
akan dilakukan, anjurkan klien untuk berkemih, apabila
diperlukan urin ditampung. Anjurkan klien untuk mengendurkan
otot-otot abdomen dengan cara mengambil nafas dalam beberapa
kali, gunakan universal precaution, jika ada keluhan nyeri pada
salah satu bagian abdomen maka periksa daerah nyeri pada urutan
terakhir.
Untuk tekhnik pemeriksaan dimulai dari inspeksi,
auskultasi, perkusi dan palpasi. Pemeriksa berdiri disebelah kanan
klien.
2. Tahapan pemeriksaan abdomen
a. Inspeksi abdomen
Atur posisi klien dengan posisi supin, letakkan satu
bantal dibawah lutut, tutupi dada klien dengan baju periksa,
hanya dibuka daerah abdomen. Letakkan selimut pada daerah
34
pubis dan tutup daerah kaki. Visualisasi garis horizontal dan
vertikal yang membagi abdomen ke dalam 4 kuadran dan 9
region. Visualisasi organ/struktur yang ada dibawah.
Observasi bentuk dan kesimetrisan abdomen.
Observasi adanya tonjolan atau massa dan terlihat adanya
distensi kandung kemih. Apabila distensi, lakukan pengukuran
lingkar perut. Observasi lokasi umbilikus, kondisinya dan
kebersihannya. Observasi kulit abdomen, adanya luka, striae,
pembesaran vena, lecet atau kemerahan, Adanya ostomi(lokasi
dan karakteristiknya). Observasi pergerakan abdomen (pilsasi
atau gelombang peristaltik).
b. Auskultasi abdomen
Gunakan diafragma stetoskop untuk mendengarkan
bising usus, mulai auskultasi pada daerah abdomen kuadran
kanan bawah, dengarkan karakter dan frekuensi suara, hitung
bising usus selama 60 detik, normalnya bising usus terdengar
tiap 5-20 detik atau 3-12x/menit. Pada kondisi normal bising
usus tidak terdengar, hopoperistaltik bila bising usus 1x/menit
dan hiperperistaltik bila bising usus 20x/menit.
Gunakan bel stetoskop untuk mendengar vaskuler dan
friction rub daerah abdomen, arteri, iliaka, dan femoralis.
Letakkan bel stetoskop pada daerah sejajar dengan garis
midklavikula disamping aorta diatas umbilikus. Umumnya
tidak ada yang terdengar. Friction rub disebabkan oleh dua
organ yang bersentuhan/bergesekan atau organ yang
bergesekan dengan peritoneum. Friction rub didalam abdomen
biasanya menunjukkan adanya tumor, insfeksi atau
peritonitits.
35
c. Perkusi dan palpasi abdomen
Pertahankan posisi supin, gunakan tangan nondominan
sebagai bantalan ketukan tangan dominan sebagai pengetuk,
kemudian lakukan perkusi pada 4 kuadran abdomen. Adapun
suara hasil perkusi pada abdomen antara lain :
Timpani : suara yang keras diatas lambung dan
intestin.
Dullness : terdengar diatas hati, limfa & kandung
kemih yang distensi.
Hiperesonan : lebih keras dari timpani dan terdengar pada
intestin yang distensi.
Flat : suara halus, pendek terdengar diatas
otot,tulang dan massa tumor.
Lanjutkan perkusi pada hepar, perkusi abdomen
untuk menentukan batas atas dan bawah atau tinggi hepar.
Mulai perkusi pada daerah setinggi umbilikus bergerak
keatas sepanjang garis midklavikula kanan.
Suara pertama terdengar adalah timpani, bila suara
berubah menjadi dullness pemeriksa dapat
mengidentifikasi batas bawah hepar dan berilah tanda
dengan pena. Perkusi kearah ICS ke-4 sepanjang garis
midklavikula kanan, suara pertama terdengar adalah
resonan karena perkusi didaerah paru, lalu dilanjutkan
kearah bawah sampai terdengar dullness yang menandakan
batas bawah hepar dan beri tanda dengan pena. Lalu
lakukan pengukuran batas atas sampai batas bawah hepar.
Ukur hepar pada garis midsternum kurang lebih 4-9 cm.
1) Perkusi selanjutnya adalah perkusi limfa, untuk
menentukan ukuran dan lokasi limfa. Perkusi pada sisi
kiri abdomen ke posterior sampai garis midaksila
( slenik dullness) biasanya terdengar dari ICS ke-^
36
sampai 10. Palpasi dan perkusi kandung kemih untuk
mengetahui lokasi serta isinya, lakukan perkusi diatas
suprapubik, jika kandung kemih terisi penuh maka
yang terdengar suara redup.
Atur posisi klien menjadi posisi membelakangi
pemeriksa, palpasi sudut kostovertebra kiri dan amati
reaksi klien, lakukan palpasi pada sudut kostovertebra
kanan.
2) Untuk perkusi ginjal, letakkan telapak tangan
nondominan diatas sudut kostovertebra, lakukan
perkusi/ tumbukan dengan menggunakan kepala
tangan dominan.
3) Untuk mengetahui kondisi hepar, lakukan palpasi
dengan meletakkan tangan kiri dibawah dada tepatnya
pada iga terakhir, minta klien untuk rileks, letakkan
tangan kanan diatas abdomen kuadran kanan bawah,
kemudian tekan abdomen sepanjang batas lengkung
tulang rusuk, saat abdomen ditekan anjurkan klien
untuk menarik nafas dalam. Secara normal hepar tidak
akan terpalpasi, kecuali pada klien yang kurus, bila
teraba maka tepi hepar akan terasa halus dan tidak ada
keluhan nyeri.
4) Untuk palpasi limfa, letakkan tangan kiri dibawah
lengkung rusuk sebelah kiri, tangan kanan menekan
abdomen untuk memindahkan posisi limfa ke anterior.
Tekan ujung jari-jari kanan kedalam batas tulang rusuk
ke kiri ke arah klien bersamaan dengan itu minta klien
untuk menarik nafas dalam. Limfa pada orang normal
tidak akan teraba kecuali ada pembesaran yang jelas.
37
2.5.2. Pemeriksaan Fisik Rektosigmoid
1. Persiapan alat, klien dan pemeriksa
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan, Jaga privasi klien
dengan memasitka ruangan yang tertutup selama pemeriksaan
berlangsung. Ajarkan klien untuk melakukan teknik relaksasi dan
tarik nafas dalam yang akan digunakan saat pemeriksaan.
Gunakan pelindung tubuh (general precaution) seperti sarung
tangan, masker dan penutup badan pemeriksa. Cuci tangan ,
masker dan penutup badan pemeriksa dilakukan. Siapkan alat-alat
terdiri dari cairan lubrikan, penlight, bahan untukpemeriksaan
feses dan penerangan yang cukup.
2. Tahapan pemeriksaan fisik rektosigmois
Aturlah klien dalam posisi miring atau sims ( kedua
lututnya ditekuk) lalu mulailah inspeksi daerah rektosigmoid
dengan membuka secara perlahan-lahan bokong dengan kedua
tangan untuk memeriksa a us dan jaringan sekitarnya. Lihat dan
amatilah, kulit di sekitar anus akan terlihat lebih gelap
dibandingkan daerah sekitarnya.
Kemudian inspeksi dilanjutkan ke daerah perinial yang
terlihat lembab dengan ditumbuhi sedikit rambut, lihat dan amati
adaya luka atau lecet, scar, inflamasi, abses perirectal, hemoroid
eksternal, fistula, tumor dan bahkan inspeksi.
Untuk tekhnik palpasi, pemeriksaan dimulai dengan
membuka bokong dengan tangan nondominan. Jika terlihat
spingter meregang minta klien untuk rileks sampai spingter
terlihat relaksasi. Nyeri atau perdarahan yang bisa terjadi bisa
dihindari dengan pemberian analgesik sebelum dilakukan
pemeriksaan. Oleskan lubrikan pada sarung tangan saat
melakukan palpasi pada daerah anal dengan perlahan sampai anal
38
terbuka, masukkan secara perlahan jari telunjuk pada saluran anal
mengarah ke umbulikus saat spingter relaksasi. Mintalah klien
untuk manahan spingter pada saat jari pemeriksa sedang
mengukur kekuatan otot spingter. Pada kondisi normal saluran
anal tersebut pendek dari pinggiran anal sampai pinggiran
anorektal kurang lebih 3 cm, sama halnya dari ujung jari sampai
interfalang. Palpasi bagian subkutan dan spingter eksternal dengan
memutar jari telunjuk untuk memeriksa otot yang berbentuk
cincin dan identifikasikan adanya garis spingter. Lakukan palpasi
dalam dari spingter internal dengan melaluin spingter eksternal
dan jaringan sekitarnya untuk mengkaji otot levatorani, palpasi
bagian lateral dan bagian posterior dengan cara menyentuh
dinding rektal yang satu dengan dinding rektal yang lain.
Palpasi mukosa saluran anal dari adanya tumor dan polip.
Palpasi daerah koksigis dengan menggunakan pemeriksaan
bimanual jari telunjuk dan ibu jari, pemeriksaan dengan
menggunakan jari mampu mencapai kedalaman 6-10 cm. Untuk
palpasi dinding rektal rektum putarjari telunjuk ke sisi rektum
dimana tulang iskia dan sakrotuberus akan dapat diidentifikasikan.
Untuk mengidentifikasi kelenjar prostat, lakukan palpasi dinding
anterior dan rektum sehingga akan teridentifikasi ukuran,
tederness, mobilitas dan konsistensi kelenjar prostat.
2.6. B6 Bone ( Sistem Tulang dan persendian )
Pemeriksaan fisik sistem muskuluskletal
2.6.1. Persiapan klien dan pemeriksaan
Informasikan kepada klien tahapan pemeriksaan fisik yang
akan dilakukan,klien laki-laki gunkan celana pendek yang elastis,
untuk klien wanita, anjurkan klien untuk mengunkan bra cukup kuat
dan nyaman.
39
2.6.2. Tahapan Pemeriksaan
Inspeksi dan Palpasi
Inspeksi klien mulai dari cara berdiri, berjalan, kemudian saat
bergerak, kemampuan untuk bergerak, kemampuan untuk bergantian
posisi dan ketidak nyamanan klien saat bergerak.
Inspeksi pergerakan kepala di mulai degan melihat
kesimetrisaan tot temporal,lakukan palpasi pada otot tempomandibula
saat klien diminta menutup dan membuka mulut.
1. Untuk menguji kekuatan ROM sendi dibagian wajah, minta klien
untuk membuka dan menutup mulutnya, kemudian klien diminta
untuk mengerakkan dag dari satu sisi yang lainnya.
2. Untuk menguji kekuatan otot daerah wajah, palpasi otot
masseter saat klien mengunyah, kemudian minta klien
untuk mengatup mulut dan pemeriksaan mencoba untuk
membukannya.
Inspeksi kesimetrisan pergerakan leher, minta klien untuk
menyetuh dagu ke dada, kemudian minta ekstensikan kepala kea
rah belakang sesuai dengan kemampuannya. Minta klien untuk
memiringkan kepala kea rah bahu dengan saraf bahu tidak
terangkat.
Inspeksi dan palpasi bahu dengan menguji ROM bahu,
minta klien untuk ekstensikan ke dua tangan kemudian hiper
ekstensikan ke dua tangan kearah belakang. Untuk menguji
kekuatan otot bahu, minta klien mengangkat kedua bahu dan
pemeriksa berusaha menekan bahu klien
Inspeksi siku saat melakukan fleksi dan ekstensi. Palpasi
ekstensor ulna, olecranon dan adanya tenderness. Untuk
mengetahui ROM sikut. Putar tangan sehingga menghasilkan
40
gerakan supinasi dan pronasi. Minta klien untuk membuka jari-jari
tangan seperti kipas.kepalkan tangan klien dan minta klien untuk
menempelkan ibu jari dengan kelingking.
Inspeksi kesimetrisan kedua paha. Palpasi kedua paha,
kestabilan, tenderness dan adanya krepitasi. Untuk menguji ROM ,
minta klien untuk menguji kaki dengan posisi supin dan
ekstensikan lutut. Inspeksi lutut dari kesulitan bergerak dan
bengkak, palpasi sendi lutut,. Untuk menuji ROM , minta klien
untuk menekuk lutut, merenggangkan lutut.
Inspeksi tumit da kaki, baik itu pososo, jumlaj dan
kelengkapan dari jari-jari. Palpasi sendi tumit, tendon achiles,
metatarsal dan falang. Untuk menguji ROM , minta klien untuk
menempatkan kaki klien dengan posisis berdiri. Minta klien untuk
berdiri dengan telapak kaki miring. Minta klien untuk memutarkan
pergolangan kaki.
Ukuran derajat kekuatan otot yaitu :
1. Skala 0 : Kekuatan 0% dari kekuatan normal, adanya paralisis
komplet
2. Skala 1 : Kekuatan 10 dari kekuatan otot, tidak ada pergerakan,
kontraksi otot dapat dilihat dari palpasi
3. Skala 2 : Kekuatan 25% dari ekuatan normal, otot dapat
bergerak melawan gravitasi dengan dibantu.
4. Skala 3: Kekuatan 50% dari kekuatan normal, otot dapat
bergerak melawan gravitasi
5. Skala 4 : 75% dari kekuatan normal,gerak normal melawan
gravitasi dan mampu menahan dari pemeriksaan secara penuh.
41
TINGKAT KEKUATAN OTOT
0 Paralisis total atau tidak ditemukan adanya kontraksi
pada otot.
1 Kontraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari
tonus otot yang dapat diketahui dengan palpasi dan tidak
dapat menggerakkan sendi.
2 Otot hanya mampu menggerakkan persendian tetapi
kekuatannya tidak dapat melawan pengaruh gravitasi.
3 Selain dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat
melawan pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat terhadap
tahanan yang diberikan oleh pemeriksa.
4 Kekuatan otot seperti pada tingkat 3 disertai dengan
kemampuan otot terhadap tahanan yang ringan.
5 Kekuatan otot normal.
BAB 3
42
CONTOH PENGKAJIAN KASUS
3.1. GGK
Body Systems
1. Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala : nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk
dengan/tanpa sputum, kental dan banyak,
Tanda ; takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif
dengan atau tanpa sputum.
2. Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada
atau angina dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.
Tanda : Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki,
telapak tangan, Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik,
friction rub perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan,
kuning.kecendrungan perdarahan.
3. Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran : Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai
koma.
4. Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder)
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan
pekat, tidak dapat kencing.
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria
atau anuria.
5. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
43
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva
dan Diare
6. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk
saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada
kulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak,
sendi keterbatasan gerak sendi.
3.2. Syock
Body system :
1. Pernafasan (B1 : Breathing )
Gejala : dispne, napas cuping hidung, sesak,pusing,akral
dingin,keringatan,lemah,takikardi.
Tanda : tens ¿ 90, takhipnoe, dispnoe, RR > 22 x/menit.
2. Cardiovascular (B2 : B leeding)
Gejala : pucat,pandangan kabur, mukosa kering.
Tanda : kecendrungan perdarahan.
3. Persyarafan B3 : Brain)
Kesadaran : disorientasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma.
4. Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4: Bladder)
Gejala : warna urine kuning tua dan pekat. Tidak dapt kencing atau
kencing menetes, penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi..
Tanda : perubahan warna urine, ( pekat, merah, coklat, berawan) oliguria
atau anuria.
5. Pencernaan- Eliminasi Alvi (B5 : Bowel)
Peningkatan HCL,konstipasi.
6. Tulang-otot-integumen (B6 : Bone)
44
Gejala : kram otot, nyeri kaki, pucat.
Tanda : turgor kulit buruk, CRT 2 detik.
3.3. IMA
Body system
1. Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala :
a. dispnea tanpa atau dengan kerja
b. dispnea nocturnal
c. batuk dengan atau tanpa produksi sputum
d. riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
a. peningkatan frekuensi pernafasan
b. nafas sesak / kuat
c. pucat, sianosis
d. bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
e. Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
f. RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
g. Ronchi, krekles
h. Ekspansi dada tidak penuh
i. Penggunaan otot bantu nafas
2. Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah
tekanan darah, diabetes mellitus.
Tanda :
a. Tekanan darah
Dapat normal / naik / turun. Perubahan postural dicatat dari tidur
sampai duduk atau berdiri
b. Nadi
45
Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)
c. Bunyi jantung
Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal
jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel
d. Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
e. Friksi ; dicurigai Perikarditis
f. Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
g. Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema
umum,krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel
h. Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
3. Persyarafan (B 3 : Brain)
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau
istrahat )
a. Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan
dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin
(meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
b. Lokasi :
Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke
tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium,
siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
c. Kualitas :
“Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat
d. Intensitas :
Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling
buruk yang pernah dialami.
46
e. Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi,
diabetes mellitus , hipertensi, lansia. Tanda : perubahan mental,
kelemahan .
4. Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder)
5. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Tanda : normal, bunyi usus menurun.
6. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
Kelemahan dan kelelahan
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,
perubahan berat badan
47
DAFTAR PUSTAKA
Hudak & Gallo (1997). Kepeawatan Kritis. Pendekatan Holistik. Edisi IV. Vol 1.
Jakarta. EGC
Dossey, B. M., Cathie E.G., Cornelia V. K. (1992). Critical care nursing: body-
mind- spirit. (3rd ed.). Philadelphia: J. B. Lippincott Company
Emergency Nurses Association. (2000). Emergency Nursing Core Curriculum.
(5th ed.). Philadelphia: W.B. Saunders Company
48