lapkas tetanus
DESCRIPTION
tetanusTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani, yang merupakan obligat anaerob, gram positif
batang yang motil dan mudah bentuk endospora, ditandai dengan spasme otot yang
periodik dan berat. Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang
disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi
oleh Clostridium tetani. Spora Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh
melalui luka pada kulit oleh karena terpotong , tertusuk ataupun luka bakar serta pada
infeksi tali pusat (Tetanus Neonatorum).
Tetanus tersebar diseluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan
cakupan imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) yang rendah. Reservoir utama
kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini
dipeternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering ini dapat
bertebaran dimana-mana.
Selama 1998-2000, cedera akut atau tusukan akibat luka, laserasi, dan lecet
menyumbang 73% dari kasus dilaporkan tetanus pada rakyat AS yang bekerja dibidang
yang beresiko untuk terluka, tertusuk, atau lecet. Pada tahun 2001, diperkirakan 282.000
orang diseluruh dunia meninggal karena tetanus. Yang terbesar meliputi Asia, Afrika,
dan Amerika Selatan yang merupakan daerah tropis.
1
1.2. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah
“Bagaimana gambaran klinis dan penatalaksanaan serta perjalanan penyakit pasien yang
mengalami Tetanus?”
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini diantaranya:
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis Tetanus.
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran terhadap kasus Tetanus pada pasien
secara langsung.
3. Untuk memahami perjalanan penyakit Tetanus.
1.4. Manfaat Penulisan
Beberapa manfaat yang diharapkan dari penulisan laporan kasus ini diantaranya:
1. Memperkokoh landasan teoritis ilmu kedokteran di bidang ilmu penyakit
dalam, khususnya mengenai Tetanus.
2. Sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin mendalami lebih lanjut
topik– topik yang berkaitan dengan Tetanus.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tetanus
2.1.1. Definisi
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat.
Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan
tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium
tetani. Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Dan pada tahun 1890,
ditemukan toksin seperti strychnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin, yang
diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan mengaktivasi
derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari tetanus. Spora Clostridium tetani
biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena terpotong , tertusuk
ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat (Tetanus Neonatorum). (1)
2.1.2. Etiologi
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif yaitu Clostridium tetani. Bakteri
ini berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia
danjuga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa
tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau
bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita
tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin. Pada negara belum
berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus, bakteri masuk melalui tali pusat
sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus ini dikenal dengan nama tetanus
neonatorum. (4)
3
2.1.3. Patogenesis
Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada beberapa
level dari susunan saraf pusat, dengan cara :
a. Toksin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat
pelepasan acetyl-choline dari terminal nerve di otot.
b. Karakteristik spasme dari tetanus ( seperti strychnine ) terjadi karena toksin
mengganggu fungsi dari refleks sinaptik di spinal cord.
c. Kejang pada tetanus disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral
ganglioside.
d. Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System
(ANS ) dengan gejala: berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisitas,
takikardi, aritmia jantung, peninggian catecholamine dalam urine.
Kerja dari tetanospamin analog dengan strychnine, dimana ia mengintervensi
fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal dan menginhibisi
terhadap batang otak. Kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan
meningkatnya aktifitas dari neuron yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi
trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin
tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang
kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme
otot yang khas. (3)
Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:
1. Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik melalui sumbu silindrik dibawa ke
kornu anterior susunan saraf pusat
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri
kemudian masuk kedalam susunan saraf pusat.
4
2.1.4. Patologi
Toksin tetanospamin menyebar dari saraf perifer secara ascending bermigrasi
secara sentripetal atau secara retrogard mencapai sistem saraf pusat. Teori terbaru
berpendapat bahwa toksin juga menyebar secara luas melalui darah (hematogen) dan
jaringan/sistem limfatik. (3)
2.1.5. Gejala Klinis
Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama,
beberapa minggu). Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni:
1. Localized tetanus ( Tetanus Lokal )
Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada
daerah tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah
merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan,
bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progressif dan biasanya
menghilang secara bertahap. Localized tetanus ini bisa berlanjut menjadi
generalized tetanus, tetapi dalam bentuk yang ringan dan jarang
menimbulkan kematian. Bisajuga lokal tetanus ini dijumpai sebagai
prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama
dijumpai sesudah pemberian profilaksis antitoksin.
2. Cephalic tetanus
Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi
berkisar 1–2 hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di
India ), luka pada daerah muka dan kepala, termasuk adanya benda asing
dalam rongga hidung.
3. Generalized tetanus (Tetanus umum)
Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Trismus merupakan gejala utama
yang sering dijumpai ( 50 %), yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot
masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan
terjadinya kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa Risus
Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka, opistotonus
5
(kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring dan
otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianosis,
asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine,kompressi fraktur dan
pendarahan didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi
begitupun bisa mencapai 40 C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi,
tekanan darah tidak stabil dan dijumpai takikardi, penderita biasanya
meninggal. Diagnosa ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis.
4. Neonatal tetanus
Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat
sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh
proses pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat
yang telah terkontaminasi spora C.tetani, maupun penggunaan obat-obatan
untuk tali pusat yang telah terkontaminasi. Kebiasaan menggunakan alat
pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak steril,merupakan
faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus. (9)
Karakteristik dari tetanus :
1. Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7
hari. Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekuensinya.Setelah 2 minggu
kejang mulai hilang.
2. Biasanya didahului dengan ketegangan otot terutama pada rahang dari leher.
Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena
spasme otot masetter.
3. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( opistotonus , nuchal rigidity )
4. Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik ke
atas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .
5. Gambaran umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai
dengan eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap
baik. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan
sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada
anak ). (7)
6
2.1.6. Diagnosis
Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu
istirahat, berupa:
1. Gejala klinik : kejang tetanic, trismus, disfagia, risus sardonicus.
2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.
3. Kultur: C. tetani (+).
4. Laboratorium : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria. (10)
2.1.7. Diagnosis Banding
Untuk membedakan diagnosis banding dari tetanus tidak sulit dari pemeriksaan
fisik, laboratorium test (dimana cairan serebrospinal normal dan pemeriksaan darah
rutin normal atau sedikit meninggi, sedangkan SGOT, CPK dan serum aldolase sedikit
meninggi karena kekakuan otot-otot tubuh), serta riwayat imunisasi, kekakuan otot-otot
tubuh), risus sardonicus dan kesadaran yang tetap normal. (18)
Penyakit yang menyerupai gejala tetanus:
1. Meningitis bakterialis
2. Rabies
3. Poliomyelitis
4. Epilepsi
5. Ensefalitis
6. Keracunan strychnine
7. Efek samping fenotiazin
8. Abses peritonsiler(9)
7
2.1.8. Komplikasi
Komplikasi pada tetanus yang sering dijumpai: laringospasme, kekakuan otot-
otot pemapasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan atelektasis
serta kompresi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang. Selain itu bisa terjadi
rhabdomyolisis dan renal failure. (6)
2.1.9. Penatalaksanaan
A. Umum
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran
toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemapasan sampai pulih. Dan
tujuan tersebut dapat diperinci sbb :
1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa: membersihkan luka,
irigasi luka,
debridement luka (eksisi jaringan nekrotik), membuang benda asing dalam luka
serta kompres dengan H2O2, dalam hal ini penata laksanaan terhadap luka
tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan pemberian antibiotika. Sekitar luka
disuntik ATS.
2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan
membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan
personde atau parenteral.
3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap
penderita
4. Oksigen, pernapasan buatan dan trakeostomi bila perlu.
5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit. (10)
8
B. Obat- obatan
1. Antibiotik
Diberikan parenteral Peniciline 1,2 juta unit / hari selama 10 hari, IM.
Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit /
KgBB/12 jam secara IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap
peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40
mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis
terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan
dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari. Antibiotika ini
hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk toksin
yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika
broad spektrum dapat dilakukan. (16)
2. Antitoksin
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan
dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan
secara intravena karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of
globulin ", yang mana ini dapat mencetuskan reaksi alergi yang serius. Bila TIG
tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari
hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya adalah : 20.000 U
dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan
secara intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu 30-45 menit.
Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM pada daerah pada
sebelah luar.
3. Tetanus Toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan
pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang
berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan
sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai. (15)
9
Tabel 2.1. Petunjuk pencegahan tetanus pada keadaan luka
Riwayat
imunisasi
(dosis)
Luka bersih, kecil Luka lainnya
Tetanus
toksoid (TT)
Antitoksin Tetanus
toksoid (TT)
Antitoksin
Tidak
diketahui
Ya Tidak Ya Ya
0-1 Ya Tidak Ya Ya
2 Ya Tidak Ya Tidak *
3 atau lebih Tidak ** Tidak Tidak ** Tidak
*: kecuali luka > 24 jam
**: kecuali bila imunisasi terakhir > 5tahun
4. Antikonvulsan
Tabel 2.2. Jenis antikonvulsan
Jenis obat Dosis Efek samping
Diazepam 0,5-1,0 mg/kg
Berat badan/ 4 jam (IM)
Stupor, koma
Meprobamat 300-400 mg/ 4 jam (IM) Tidak ada
Klorpromasin 25-75 mg/ 4 jam (IM) Hipotensi
Fenobarbital 50-100 mg/ 4 jam (IM) Depresi pernapasan
10
2.1.10. Pencegahan
Seorang penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan ulangan
artinya dia mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus bila terjadi luka
sama seperti orang lainnya yang tidak pernah di imunisasi. Tidak terbentuknya
kekebalan pada penderita setelah ianya sembuh dikarenakan toksin yang masuk
kedalam tubuh tidak sanggup untuk merangsang pembentukkan antitoksin ( kaena
tetanospamin sangat poten dan toksisitasnya bisa sangat cepat, walaupun dalam
konsentrasi yang minimal, yang mana hal ini tidak dalam konsentrasi yang adekuat
untuk merangsang pembentukan kekebalan). (11)
11
Ada beberapa kejadian dimana dijumpai natural imunitas. Hal ini diketahui sejak
C. tetani dapat diisolasi dari tinja manusia. Mungkin organisme yang berada didalam
lumen usus melepaskan imunogenic quantity dari toksin. Ini diketahui dari toksin
dijumpai anti toksin pada serum seseorang dalam riwayatnya belum pernah di
imunisasi, dan dijumpai/adanya peninggian titer antibodi dalam serum yang
karakteristik merupakan reaksi secondary imune response pada beberapa orang yang
diberikan imunisasi dengan tetanus toksoid untuk pertama kali.
Dengan dijumpai natural imunitas ini, hal ini mungkin dapat menjelaskan
mengapa insiden tetanus tidak tinggi, seperti yang semestinya terjadi pada beberapa
negara dimana pemberian imunisasi tidak lengkap/ tidak terlaksana dengan baik.
Sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan
satu-satunya cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan dengan pemberian
imunisasi telah dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara pemberian
imunisasi aktif (DPT atau DT). (4)
2.1.11. Prognosis
Masa inkubasi neonatal tetanus berkisar antara 3 -14 hari, tetapi bisa lebih
pendek atau pun lebih panjang.
Berat ringannya penyakit dipengaruhi oleh beberapa faktor yang memperburuk:
- Masa inkubasi kurang dari 7hari
- Usia lebih muda dan usia lanjut
- Frekuensi kejang yang lebih tinggi
- Suhu tubuh yang tinggi
- Pengobatan yang terlambat
- Letak, jenis luka dan luas kerusakan jaringan
- Period of onset yang pendek
- Spasme otot pernapasan dan obstruksi saluran pernapasan(8)
12
BAB 3
CATATAN MEDIK PASIEN
Tanggal Masuk :31-12-2013
Co-ass I : ParvinaaCo-ass II : Suhana
Dokter Ruangan :Dr. Yessica
Dokter COW :
Dokter Kepala Ruangan :
Jam :22.00 WIBNo. RM :00.68.38.94
ANAMNESE PRIBADI
Nama : SuparmenUmur : 51 tahunJenis Kelamin : LelakiStatus Perkahwinan : MenikahPekerjaan : PetaniSuku : JawaAgama : IslamAlamat : Dusun Sumberjo Kel Perhiasan
ANAMNESE PENYAKITKeluhan Utama : Kejang
Telaah : Hal ini dialami OS ± 5 hari sebelum masuk rumah sakit, kejang bersifat hilang timbul. Frewenksi kejang ± 8 kali sehari. Kejang dipicu oleh cahaya dan suara. Os mengalami kaku kuduk (+) sejak ± 5 hari ini juga dan trismus (+) bisa membuka mulut ±3cm. Os tidak bias makan dan minum. Riwayat luka pada telapak kaki kanan (+), dialami os ± 1 bulan ini, dengan os mengetahui awal luka pada telapak kakinya tertusuk bamboo. Os tidak berobat untuk luka kakinya karena os sudah pernah ditusuk bambo juga beberapa tahun yang lalu. Os tidak mengalami demam.Riwayat demam (+). Demam bersifat naik turun dan demam turun dengan pemberian obat penurun panas. Mual muntah tidak dijumpai. Os mengalami batuk (+) pada saat ini. Sesak nafas tidak dijumpai. BAK (+) BAB (+) Normal. Sebelum os dirawat di RSUPHAM, os dirawat di rumah bidan, namun kejangnya tidak berhenti, lalu dirujuk ke RSUPHAM.
13
RPT : -
RPO : -
ANAMNESE ORGAN
Jantung Sesak nafas : (-) Edema : (-)
Angina Pektoris : (-) Palpilasi : (-)
lain-lain : (-)
Saluran Pernafasan Batuk-batuk : (+) Asma, bronkitis : (-)
Dahak : (-) Lain-lain : (-)
Saluran Pencernaan Nafsu makan : () Penurunan Berat badan : (+)
Keluhan menelan : (+) Keluhan Defekasi : (-)
Keluhan perut : (-) Lain-lain : (-)
Saluran Urogenital Sakit BAK : (-) BAK tersendat : (-)
Mengandung batu : (-) Keadaan Urin : cukup
Haid : (-) Lain-lain : (-)
Sendi dan Tulang Sakit Pinggang : (-) Keterbasan gerak : (+)
Kel. Persendian : (-) Lain-lain : (-)
Endokrin Haus/polidipsi : (-)Poliuri : (-)Polifagi : (-)
Gugup : (-)Perubahan suara : (-)Lain-lain : (-)
Syaraf Pusat Sakit kepala : (+) Hoyong : (-)Lain-lain : (-)
14
Darah dan P. darah Pucat : (-)Petechie : (-)
Perdarahan : (-)Purpura : (-)Lain-lain : (-)
Sirkulasi Claudicatio intermitten : (-) Lain-lain : (-)
ANAMNESE FAMILI : Tidak dijumpai
PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIKSTATUS PRESENS :Keadaan Umum Keadaan PenyakitSensorium : ApatisTekanan darah : 110/80 mmHgNadi : 84 x/i reg t/v : cukupPernafasan : 22 x/iTemperatur : 36.7oC
Pancaran Wajah : normalSikap paksa : -Refleks fisiologis : normalRefleks patologis : -
Keadaan Gizi :
=
Anemia (-). Ikterus (-). Dispnoe (-). Sianosis (-). Udem (-). Purpura (-). Turgor kulit : baik
TB : BB : BMI :
KEPALAMata : konjunktiva palpebra pucat (-/-), ikterus (-/-), pupil : isokor, ukuran Ø 3mm.
Refleks cahaya direk (+/+) / indirek (+/+), kesan : normalLain-lain : -
Telinga : tidak ada kelainanHidung : tidak ada kelainan Mulut : Lidah : tidak ada kelainan
Gigi/geligi : tidak ada kelainanTonsil/faring : tidak ada kelainan
LEHERStruma : tidak membesar, tingkat : (-)Pembesaran kelenjar limfe : (-)Posisi trakea : medial. TVJ : R-2cmH2OKaku kuduk (+), lain-lain : trismus (+) ±3cmTORAKS DEPAN
15
InspeksiBentuk : simetris fusiformisPergerakan : simetris kesan: normalPalpasiNyeri tekan : (-)Fremitus suara : SF kiri = kanan kesan : normalIktus : (-)
PerkusiParu
Batas Paru – Hati R/A: : ICR V/VI linea midklavikularis dekstraPeranjakan : -
JantungBatas atas jantung : ICR III sinistraBatas kiri jantung : ICR V Linea Mid Clavicularis Sinistra Batas kanan jantung : Linea parasternal dextra
AuskultasiParu
Suara pernafasan : VesikulerSuara tambahan : -
JantungM1 > M2, P2 >P1, A2 > A1, desah sistolik (-), tingkat : - desah diastolik (-), lain-lain : -HR : 84 x/i, reguler, intensitas : cukup.
TORAKS BELAKANGInspeksi : simetris fusiformisPalpasi : Stem Fremitus kiri = kanan , kesan : normalPerkusi : sonor pada kedua lapangan paruAuskultasi : SP = vesikuler ST = (-)
ABDOMENInspeksiBentuk : simetrisGerakan lambung/usus : peristaltic (+) normal Vena kolateral : (-)Caput medusae :Palpasi
16
Dinding abdomen : soepelHati
Pembesaran : -Permukaan : rataPinggir : tumpulNyeri tekan : (-)
LimpaPembesaran : (-), Schuffner 2, Haecket 4
Ginjal Ballotement : (-) Lain-lain : (-)
Uterus / Ovarium : Tidak dilakukan pemeriksaanTumor : Tidak dilakukan pemeriksaan
PerkusiPekak Hati : (+) timpaniPekak beralih : (-)
AuskultasiPeristaltik usus : peristaltik (+), kesan : normalLain-lain : (-)
PinggangNyeri ketok sudut kostovertebra : (-)
INGUINAL : tidak dilakukan pemeriksaanGENITALIA LUAR : tidak dilakukan pemeriksaan
PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT) : tidak dilakukan pemeriksaan
ANGGOTA GERAK ATAS ANGGOTA GERAK BAWAH
Deformitas sendi : -Lokasi : -Jari tabuh : -Tremor ujung jari : -Telapak tangan sembab : -Sianosis : -Eritema palmaris : -Lain-lain : luka pada kaki kanan
UdemA. femoralisA. tibialis posteriorA. dorsalis pedisRefleks APRRefleks KPRRefleks fisiologisRefleks patologisLain-lain : gangren
Kiritdp tdptdptdptdptdptdptdptdp
Kanantdptdptdptdptdptdptdptdptdp
17
PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTINDarah Kemih Tinja
Hb : 13,50 g/dlLekosit : 13,29 x103/mm3
LED : tidak diperiksaEritrosit : 4,43 x106/mm3
Ht : 39.50 %Hitung Jenis : Neutrofil 76,90 % Limfosit 17,80 % Monosit 5,00% Eosinofil 0,10 % Basofil 0.200 %
Warna : kuning jernihReduksi : -Protein : -Bilirubin : -Urobilinogen : +
SedimenEritrosit :0-1 /lpbLekosit : >30 /lpbSilinder : -Epitel : 0-2 /lpb
Warna : tdpKonsistensi : tdpEritrosit : tdpLekosit : tdpAmuba/kista : tdp
Telur cacing : tdpAskaris : tdpAnkilostoma : tdpTrichuris : tdpKremi : tdp
RESUMEANAMNESIS KU: kejang
Telaah: Hal ini dialami OS ± 5 hari sebelum masuk rumah sakit, kejang bersifat hilang timbul. Frewenksi kejang ± 8 kali sehari. Kejang dipicu oleh cahaya dan suara. kaku kuduk (+) sejak ± 5 hari dan trismus (+) ±3cm. Riwayat luka pada telapak kaki kanan (+), dialami os ± 1 bulan ini, dengan os mengetahui awal luka pada telapak kakinya tertusuk bamboo. Demam (-) Riwayat demam (+).Os mengalami batuk (+) pada saat ini. BAK (+) BAB (+) Normal. Sebelumnya os dirawat di rumah bidan, namun kejangnya tidak berhenti, lalu dirujuk ke RSUPHAM.
STATUS PRESENS Keadaan Umum: Baik/Sedang/BurukKeadaan Penyakit : Ringan/Sedang/BeratKeadaan Gizi: Kurang/Normal/Berlebih
18
PEMERIKSAAN FISIK Mata : Anemis (-/-) Ikterik (-/-)T/H/M/L : tidak ada kelainanThoraks : I: Simetris fusiformis P: SF kiri = kanan kesan :normal P: sonor pada kedua lapangan paru A: vesikuler
Abdomen : I : Simetris P: Soepel P: Timpani A: Peristaltik usus (+)Ekstremitas superior : tidak ada kelainan Ekstremitas inferior : lupa pada tengah kaki kanan (+)
Laboratorium Rutin Darah:
Kemih: normal
Tinja: tdp
Diagnosa Banding 1)Tetanus
2) Meningitis
3) Encephalitis
Diagnosa Sementara Tetanus
Penatalaksanaan Aktivitas: tirah baring Diet: Diet sonde via Ngt 1800 kaloriTindakan suportif: IVFD Dextrose 0.5% + 5 ampul diazepam 20 gtt/I Medikamentosa:
Inj Diazepam1 ampul extra jika kejang
ATS inj terapeutik 10 000 unit
Metrnidazole drips 500mg/6 jam
GV luka –konsul bedah
19
Rencana Penjajakan Diagnostik/Tindakan Lanjut1. Darah lengkap/ darah rutin 6. 2. PL, RFT, LFT, Elektrolit 7. 3. Konsul bedah vascular 8. 4. Albumin 9.
Hasil Laboratorium Tanggal 31-12-2013
Darah lengkap :
Hb : 13,60 g% (N : 11-15,5)
Eritrosit : 4,43 x 106/mm3 ((N : 4,20-4,57)
Leukosit : 13,20 x 103/mm3 ((N : 4,5-11)
Trombosit : 205 x 103/mm3 ((N : 150-450)
MCV : 89,20 fL (85-95)
MCH : 30,50 pg (28-32)
MCHC : 34,20 g% (33-35)
RDW : 14,30 % (11,6-14,8)
Hitung jenis :
Neutrofil : 76,90 % (37-80)
Limfosit : 17,80 % (20-40)
Monosit : 5,00% (2-8)
Eosinofil : 0,10 % (1-6)
Basofil : 0,200 % (0-1)
Neutrofil Absolut : 10,22 10 6 μL / (2,7-6.5)
Limfosit Absolut : 2,36 10 6 μL (1,5-3,5)
Monosit Absolut : 0,67 10 6 μL (0,2-0,5)
Eosinofil Absolut : 0,01. 10 6 μL (0-0.16)
Basofil Absolut : 0,03 10 6 μL (0-1
20
Ginjal
Ureum : 69.70 mg/dl (<50)
Kreatinin : 1.37 mg/dl (0.7–1.20)
Elektrolit
Natrium :143 mEq/L (135-155)
Kalium : 4.0 mEq/L (3.6-5.5)
Klorida :116 mEq/L (96-106)
21
22
01-01-14 Kejang
(+)
Sens: apatis ,
TD: 120/80mmHg,
HR: 82x/i,
RR: 18 x/i
T : 37.0 °C
PD : kepala mata
anemis (+) ikterik (+)
Thorax sp – vesikuler
st – (-)
abdomen:soepel
H/L/R ttb peristaltic
(+) normal
eks sup :tidak ada
kelainan
eks inf : luka pada
telapak kaki kanan
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
ATS inj Terapeutik
10.000 unit (-)
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Anjuran : GV bedah
02/01/14 Kejang
(+)
Sens: apatis ,
TD: 120/80mmHg,
HR: 82x/i,
RR: 18 x/i
T : 37.0 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
ATS inj Terapeutik
10.000 unit (-)
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Anjuran : GV bedah, inj
ceftriaxone 1gr/12jam,
23
03/01/2014
Kejang (+) Sens: apatis ,
TD: 110/80mmHg,
HR: 80x/i,
RR: 22 x/i
T : 37.2 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
ATS inj Terapeutik
10.000 unit (-)
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Inj Ceftriaxone
1gr/12jam/1hr
24
04/01/2014
Kejang (+) Sens: apatis,
TD: 100/80mmHg,
HR: 88x/i,
RR: 22 x/i
T : 37.5 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
ATS inj Terapeutik
10.000 unit (-)
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Inj Ceftriaxone
1gr/12jam/1hr
Rencana : penyuntikan
ATS hari ini 7 ampul.
25
05/01/2014
Kejang (+)
berkurang,
cekukan (+)
Sens: apatis ,
TD: 110/80mmHg,
HR: 88x/i,
RR: 24 x/i
T : 37.4 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
ATS inj Terapeutik
10.000 unit
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Inj Ceftriaxone
1gr/12jam/1hr
CPZ 1 ×25g (bila
cekukan)
GV luka
26
06/01/2014
Kejang (+)
Berkurang,
cekukan (+)
Sens: apatis ,
TD: 110/80mmHg,
HR: 88x/i,
RR: 20 x/i
T : 36.8 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
ATS inj Terapeutik
10.000 unit
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Inj Ceftriaxone
1gr/12jam/1hr
CPZ 1 ×25g (bila
cekukan)
Anjuran cek RFT,
elektrolit, LFT lengkap
27
07/01/2014
Kejang (+) Sens: apatis ,
TD: 100/80mmHg,
HR: 84x/i,
RR: 22 x/i
T : 36.9 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
ATS inj Terapeutik
10.000 unit
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Inj Ceftriaxone
1gr/12jam/1hr
28
08/01/2014
Kejang (+)
Muntah (-) batuk (+)
Sens: apatis ,
TD: 110/80mmHg,
HR: 88x/i,
RR: 20 x/i
T : 37.4 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
ATS inj Terapeutik
10.000 unit
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Inj Ceftriaxone
1gr/12jam/1hr
GV luka
29
09/01/2014
Kejang (+)
berkurang,
muntah (+)
batuk (+)
Sens: apatis ,
TD: 110/80mmHg,
HR: 84x/i,
RR: 20 x/i
T : 37.9 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Inj Ceftriaxone
1gr/12jam/1hr
IVFD Aminofusin L600
30
10/01/2014
Kejang (-)
Muntah(-)
batuk (+)
Sens: apatis ,
TD: 100/80mmHg,
HR: 88x/i,
RR: 22 x/i
T : 37.4 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Inj Ceftriaxone
1gr/12jam/1hr
31
11/01/2014
Kejang (-)
muntah (-)
batuk (+)
Sens: CM,
TD: 110/80mmHg,
HR: 88x/i,
RR: 20 x/i
T : 37.4 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Inj Ceftriaxone
1gr/12jam/1hr
32
12/01/2014
Kejang (-)
muntah (-)
batuk (-)
Sens: CM ,
TD: 100/80mmHg,
HR: 86x/i,
RR: 22 x/i
T : 37.8 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Inj Ceftriaxone
1gr/12jam/1hr
33
13/01/2014
Kejang (-)
muntah (-)
batuk (-)
Sens: CM,
TD: 110/80mmHg,
HR: 88x/i,
RR: 22 x/i
T : 37.5 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Inj Ceftriaxone
1gr/12jam/1hr
34
14/01/2014
Kejang (-)
muntah (-)
batuk (-)
Sens: CM,
TD: 110/80mmHg,
HR: 84x/i,
RR: 20 x/i
T : 37.8 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Inj Ceftriaxone
1gr/12jam/1hr
35
15/01/2014
Kejang (-)
muntah (-)
batuk (-)
Sens: CM,
TD: 110/80mmHg,
HR: 88x/i,
RR: 22 x/i
T : 37.5 °C
Tetanus
Tirah baring
NGT dan kateter
terpasang
O2 1-2L
Diet sonde via NGT
IVFD D 5% + 5 mpul
diazepam 20gtt/I mikro
Inj Diazepam extra k/p
bila kejang
Drip Metronidazole
500mg/6jam
Inj novalgin 1 amp (k/p)
PCT 3 × 500mg
Inj Ceftriaxone
1gr/12jam/1hr
BAB 4KESIMPULAN
36
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat.
Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan
tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium
tetani.
Penegakkan diagnosa tetanus dilakukan bertahap mulai dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Pemeriksaan yang paling penting disini berdasarkan gejala klinis, yaitu: kejang, trismus,
disfagia, dan risus sardonicus. Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai CPK meninggi
serta dijumpai myoglobinuria.
Terapi untuk tetanus dapat berupa: antibiotik parenteral (Peniciline 1,2 juta unit / hari selama 10 hari IM), antitoksin (Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis 3000-6000 U), tetanus toksoid (IM), dan antikonvulsan
DAFTAR PUSTAKA
37
1. Adams. R.D,et al : Tetanus in :Principles of Neurology,McGraw-Hill,ed 1997,
1205-1207.
2. Behrman.E.Richard : Tetanus, chapter 193, edition 15 th, Nelson, W.B.Saunders
Company, 1996, 815 -817.
3. Feigen. R.D : Tetanus .In : Bchrmlan R.E, Vaughan V C , Nelson W.E , eds.
Nelson Textbook of pediatrics, ed. 13 th, Philadelphia, W.B Saunders Company,
1987, 617 - 620.
4. Glickman J, Scott K.J, Canby R.C: Infectious Disese, Phantom notes
medicine ,ed. 6 th, Info Acces and Distribution Ltd, Singapore,1995, 53-55.
5. Gilroy, John MD, et al :Tetanus in : Basic Neurology, ed.1.982, 229-230
6. Harrison: Tetanus in :Principles of lnternal Medicine, volume 2, ed. 13 th,
McGrawHill. Inc,New York, 1994, .577-579.
7. Hendarwanto: llmu Penyakit Dalam, jilid 1, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 1987,
49- 51.
8. Hamid,E.D, Daulay, AP, Lubis, CP, Rusdidjas, Siregar H : Tetanus Neonatorum
in babies Delivered by Traditional Birth Attendance in Medan, Vol. 25,
Paeditrica Indonesiana, Departement of Child Health, Medical School
University of lndonesia, Sept-Okt 1985, 167 -174.
9. Krugman Saaul, Katz L.. Samuel, Gerhson AA, Wilfert C ; Infectious diiseases
of children, ed. 9 th, St Louis, Mosby, 1992, 487-490
10. Lubis, CP: Management of Tetanus in Children, Paeditricaa Indonesiana, vol.33,
Depart. Of Child Health, Medical School, University of Indonesia, Sept-Okt
1993, 201-208.
11. Lubis, CP :Tetanus Neonatorum dan anak, Diktat Kuliah Ilmu Kesehatan Anak,
Peny. lnfeksi, bag II, Balai Penerbit FK USU, Medan, 1989, 21-40.
12. Menkes, JH: Textbook of child Neurology, in Tetanus Neonatorun, ed. 3 th, Lea
and Frebringer, Philadelphia, 1985, 521-522.
13. Peter. G. Red Book, Report of the committee on infectious diseases, ed.24 th,
American Academy of Pediatrics, 1997, 518-519.
14. Scheld, Michael W. Infection of the central nervous system, Raven Press Ltd,
New York, 1991, 603 -620..
38
15. Srikiatkhachord Anaan, dkk ; Tetanus , Arbor Publishing Coorp.
Neurobase,1993, 1- 13.
16. Samuels, AM. Tetanus, Maanual of Neurologic Therapeutic, ed. 2 nd, Ljttle
Brown, and Company, Boston, 1978, 387-390.
17. Scaletta, T A. Schaider, JJ. Infection prophylaxjs, Emergent Management of
Trauma, 1 th ed, McGrawhill, Toronto, 1996, 437-438.
18. Simon, Roger.P.MD, et. all : Tetanus in: Clinical Neurology, ed 1989,Appleton
and Lange,USA, 141-142.
19. Wegwood, RJ .Davis, DS. Ray, GC. Kelley, Vc: Infections of Children, 2 nd ed,
Philadelphia, 1982, 626-636.
39