laporan 10
TRANSCRIPT
Skenario 1
SAKIT MAG
Seorang laki-laki umur 35 tahun datang ke UGD dengan keluhan nyeri ulu hati seperti
rasa terbakar dan ditusuk-tusuk. Nyeri dirasa terutama terjadi pada malam hari atau dini pagi
hari. Bila pasien makan rasa sakit berkurang. Sakit seperti ini sudah dirasa kurang lebih 2
bulan, biasanya pasien membeli obat mag maka sakit agak mereda, namun dalam beberapa
hari ini dengan minum obat sakit tidak mereda. Dalam beberapa hari ini pasien juga merasa
demam, pusing, tidak nafsu makan dan merasa mual-mual. Ia tidak memperlihatkan
penurunan berat badan maupun melena. Dengan pemeriksaan fisik tidak tampak distensi
maupun massa, ada nyeri tekan epigastrium. Dokter menyarankan untuk pemeriksaan darah
rutin dan widal dan IgM salmonella.
Step 1.
Nyeri ulu hati : Sensasi nyeri atau perasaan tidak nyaman yang dirasakan
di daerah epigastrium atau diafragma.
Distensi : Peningkatan tekanan abdominal yang menghasilkan
peningkatan dinding perut atau terjadi peningkatan pada vesica urinaria pada saat
menampung urine.
Maag : Gejala penyakit yang merusak pertahanan di mukosa
lambung.
Igm Salmonella : Pemeriksaan untuk mendeteksi IgM seseorang terhadap salmonella
typhi.
Melena : Keluarnya feses hitam akibat diwarnai oleh darah yang
berubah (perubahan terjadi akibat adanya permasalahan pada bagian saluran
pencernaan atas).
Test widal : Suatu pemeriksaan serologi yang berarti bahwa hasil uji
widal positif menunjukkan bahwa seseorang pernah terinfeksi atau kontak dengan
kuman salmonella.
Step 2.
1. Apa saja yang menyebabkan nyeri ulu hati? Dan mengapa pasien merasakan rasa
terbakar dan ditusuk-tusuk?
2. Mengapa nyeri terasa hebat pada malam dan pagi hari?
3. Mengapa pada saat minum obat 2 bulan, pasien tidak sembuh?
4. Mengapa setelah makan nyerinya hilang?
5. Mengapa pasien demam, pusing, dan mual?
6. Kemungkinan obat apa yang dikonsumsi pasien?
7. Mengapa dokter menyarankan test darah rutin, widal, dan IgM Salmonella?
Step 3.
1. Penyebab nyeri ulu hati :
a) Gastritis : Proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung,
yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan
bakteri atau bahan iritan lain.
b) Ulkus duodenum : Ulserasi pada mukosa duodenal yang disebabkan oleh
peningkatan jumlah asam hidroklorik dalam duodenum. Faktor-faktor
penyebabnya termasuk faktor hereditas, stresor psikososial, dan obat-
obatan.
c) Ulkus Ventrikel : Ulserasi mukosa lambung yang disebabkan oleh rusaknya
barier pada mukosa, memungkinkan pencucian ulang asam hidroklorik.
Faktor penyebabnya termasuk pengobatan (aspirin dan indometasin), zat
kimiawi (tembakau dan alkohol), stres, dan faktor hereditas.
Penyebab rasa terbakar dan ditusuk-tusuk, karena proses pencernaan
makanan. Jadi, produksinya sesuai siklus, makan orang tersebut. Jika
seseorang makan teratur 3 kali sehari begitu juga dengan asam lambung
diproduksi pada jam-jam makan itu juga. Jika seseorang ini tidak makan pada
jam yang biasanya karena terlambat makan, asam lambung terlanjur
diproduksi dan tidak ada makanan yang dicerna, sehingga bisa melukai lapisan
lambung, pada saat melukai itulah terasa seperti terbakar dan ditusuk-tusuk.³
2. Sakit terjadi pada malam dan dini hari. Karena pada saat siang hari ketika anda
berdiri atau berjalan asam lambung akan naik, tetapi dengan adanya gravitasi asam
lambung kan turun otomatis. Hal ini dibantu dengan refleks menelan anda yang
membantu cairan lambung kembali ke asalnya, dan juga air liur mengandung
bikarbonat yang dapat menetralkan asam lambung. Bila malam hari, posisi berbaring
terlentang membuat cairan asam lambung naik pada malam hari juga refleks menelan
kita dan air liur kita berkurang, dan menyebabkan seing datang keluhan pada malam
hari. Bisa juga karena pada malam hari dimana HCL dan pepsin diproduksi
berlebihan pada waktu malam dan pagi hari.3
3. Pada saat mengobati juga harus diimbagi dengan pola hidup pada pasien. Pola
makan dan menejemen stress juga berpengaruh pada penderita gastritis. Tujuan
pengobatan gastritis adalah menetralkan asam lambung, mengurangi pengeluaran
asam lambung, mengurangi gejala-gejala akibat iritasi dinding lambung, memperbaiki
kondisi dinding lambung yang rusak akibat iritasi lambung dan meningkatkan aliran
darahj kelambung. Jadi mengapa pasien 2 bulan tidak merasa sembuh karena mungkin
tidak diimbangi dengan pola makan dan hidup sih pasien itu sendiri.3
4. Sakit berkurang pada saat makan karena HCL dan enzim digunakan untuk
mencerna makanan. Lambung memiliki motalitas khusus untuk gerakan dan
mencampur makanan yang dicernah dan cairan lambung, untuk membentuk cairan
padat yang dinamakan kimus. Kemudian dikosongkan keduodenum. Sel-sel lambung
setiap hari mensekresi 2500 ml cairan lambung yang mengandung berbagai zat,
diantaranya adalah HCL dan pepsinogen. HCL membunuh sebagian bakteri yang
masuk, membantu pencernaan protein, menghasilkan PH yang diperlukan pepsin
untuk mencerna protein serta merangsang empedu dan cairan pankreas. Asam
lambung cukup pekat untuk menyebabkan kerusakan jaringan.
Pada saat makan tidak terasa sakit, karena bagian-bagian cairan lambung mengandung
mukus yang merupakan pelindung dari lambung.4
5. Pasien merasa demam,pusing dan mual.
Karena pasien merasa demam bisa juga karena bakteri atau kuman yang
terkontaminasi, kuman selanjutnya masuk keusus halus lalu kepembuluh darah,
didalam pembuluh darah kuman dibawa oleh sel darah putih menuju hati, limpa, dan
sumsum tulang (dimana pada sumsum tulang bakteri bertambah banyak padsa organ-
organ ini lalu kepembuluh darah. Dan pada saat itulah penderita akan merasa demam.
Terjadi pusing juga berhubungan dengan gangguan lambung dan pencernaan
yang terluka. Meningkatnya asam lambung menyebabkan gangguan juga pada arah
peredaran jalan darah. Sehingga suplai darah mengalami hambatan. Terutama zat gizi
yang dibawa oleh darah sangat berguna pada bagian organ atas terutama otak.
Makanya pada saat berkurangnya suplai dan stress maka akan menyebabkan rasa
pusing dan mual. 2
6. Kemungkinan obat yang dikonsumsi pasien adalah “Obat Antasida”
Karena antasida fungsinya yaitu untuk menetralkan asam lambung (HCL) dan
juga mengikat asam lambung.
Namun dampak buruknya yaitu, apabila obat berinteraksi dengan berat
molekul dan jumlah muatan logam dan akibatnya zat-zat tersebut tidak bisa diserap
oleh lambung.
7. Dokter menyarankan pemeriksaan darah rutin, test widal, dan Igm salmonella.
Pemeriksaan darah rutin,
Alasannya :
Mendeteksi adakah kelaian hematologi seperti anemia atau leukimia.
Diagnosis penyakit infeksi dengan melihat kenaikan atau penurunan
jumlah leukosit dan hitung jenisnya.
Deteksi penyakit perdarahan dengan kuantitas dan kualitas trombosit.
Test widal,
Alasannya :
Untuk mengetahui antibodi spesifik terhadap bakteri salmonella, widal
(+) artinya ada zat antibodi terhadap bakteri salmonella, dan karena
seseorang pernah kontak atau terinfeksi dengan kuman tersebut akibat
infeksi salmonella, penderita membuat antibodi atau aglutinin :
Aglutinin O (berasal dari tubuh kuman).
Aglutinin H (berasal dari flagel kuman).
Dari aglutinin tersebut ditemukan titernya untuk diagnosa curiga tifus
meningkat.
Uji Igm Salmonella,
Test aglutinasi kompotitif semi kuantitatif sederhana dan cepat (±2
menit). Test ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena
hanya mendeteksi antibodi Igm. Test ini lebih sensitif dan spesifik
dibandingkan uji widal.4
STEP 4 SKEMA
Nyeri ulu hati seperti di bakar dan ditusuk-tusuk.
Kambuh pada saat malam dan pagi hari.
Step 6 Sasaran Belajar
Laki-laki 35 tahun
Dagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Diagnosis Sementara
Pemeriksaan penunjang
Obat maag
Sakit tidak berkurang
Demam Pusing Nafsu makan
menurun Mual
BB tidak turun. Distensi urun (-) Massa (-) Nyeri tekan epigastrium (+)
DD
Test darah rutin. Test widal. Test Igm Salmonella.
1. Anamnesa
2. Pemeriksaan Fisik
3. Diagnosa banding ( gastritis, ulkus duodeni dan demam thypoid)
4. Diagnosa Pasti, Ulkus duodeni dengan demam thypoid
i. Etiologi
ii. Manifestasi klinis
iii. Patofisiologi
iv. Penatalaksaan
v. Pencegahan
Step 7 Pembahasan Masalah
1. Anamnesa
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, bangsa, suku, tempat tinggal, pekerjaan dan
riwayat sosial ekonomi.
b. Riwayat penyakit sekarang
Kapan timbul nyeri ? nyerinya bertahap atau mendadak ?
Nyeri seperti apa ? apakah berdenyut, membakar, tertusuk?
Nyeri terus menerus atau hilang timbul ?
Apakah ada demam tinggi ?
Apakah nyeri bersifat kolik (bertambah atau berkurang dalam satu siklus)
Dimana letak nyeri ? adakah penjalaran ? adakah menjalar sampai ke
punggung?
Apakah ada yang memeperberat nyeri atau memicu nyeri ?
Apakah yang mengurangi nyeri ?
Adakah gejala penyerta ? seperti muntah, mual, refluk asam, diare, nyeri
punggung, sesak nafas, perdarahan GI, disuria atau hematuria?
Adakah perubahan kebiasaan BAB? Adakah pendarahan pada BAB?
Adakah penurunan berat badan yang drastis?
c. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pernah menderita nyeri yang sama sbelumnya?
Bagaimana dengan riwayat pengobatannya ? apakah sudah pernah ke dokter?
Apakah pernah diberi antasida dan sejenisnya?
apakah pernah dilakukan perawatan lama?
Apakah ada riwayat demam thypoid atau ulkus duodenum sebelumnya?
d. Riwayat penyakit keluarga ?
Adakah keluarga yang menderita hal yang sama?
e. Riwayat sosial ekonomi
Apakah hobi saudara?
Apakah menggunakan kartu asuransi atau biaya sendrir?
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Periksan kesadaran : Apakah compos mentis (normal) atau tidak?
Periksa berat badan dan tinggi badan : Apakah kurus, gemuk, gizi kurang, gizi baik
Keadaan kulit : adakah pucat (anemia), kuning (ikterus), hipopigmentasi (vitiligo)
b. Vital Sign
Tekanan Darah : Apakah normal (120/80) atau tidak?
Nadi : bagaimana frekuensinya normal (60-100x/menit) atau tidak? Bagaimana
iramanya teratur (regular) atau tidak teratur (ireguler)? Bagaimana derajat denyutnya
teraba kuat atau lemah?
Hitung jumlah pernapasan : apakah normal (12-14x/menit) atau tidak?
Suhu tubuh : apakah normal (370 C) atau tidak?
c. Inspeksi
Permukaan dinding perut : datar, cembung atau cekung ?
Kulit dinding perut : erupsi, ikterus, spider angioma, venectasi, striae,
pigmentasi, tumor, cicatrix, gambaran dan gerakan usus.
Bentuk perut : simitris atau asimetris, perut bentuk katak atau tidak.
d. Auskultasi
Diperiksa bunyi khusus (peristaltik) yaitu normal, melemah sampai
menghilang atau mengeras sampai terdengar suara logam (metalic sound).
Peristaltik normal kira kira tiap 2-5 detik. Bising usus normal sekitar 5-35
kali permenit.
Succusion splash : dapat ditemukan pada abdomen yang distensi akibat
adanya gas dan cairan didalam suatu organ yang mengalami obatruksi.
Pemeriksaan meletakkan stetoskope diatas abdomen sementara
mengunjangkan dari sisi ke sisi. Adanya bunyi percikan biasanya
menunjukan distensi lambung atau kolon.
e. Perkusi
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi adanya distensi gas, cairan atau massa
padat.
Timpani merupakan bunyi perkusi yang paling sering ditemukan pada
abdomen. Bunyi timpani disebabkan adanya gas dalam lambung, usus halus
dan kolon.
f. Palpasi
Palpasi abdomen dilakukan dnegan cara palpasi ringan dan palpasi dalam.
Palpasi ringan digunakan untuk menentukan nyeri tekan dan daerah spasme
otot dan rigiditas. Rigiditas adalah spasme involunter otot –otot perut dan
menunjukan iritasi peritoneum.
Palpasi dalam : palpasi ini digunakan untuk menentukan ukuran organ dan
adnaya massa dalam abdomen yang abnormal.
3. Diagnosa Banding
Demam Thypoid Ulkus duodenal Ulkus Lambung Gastritis
Insidensi :
Pada anak – anak
dan dewasa
Insiden
Usia 30-60 tahun
Pria: wanita 3:1
Terjadi lebih sering
daripada ulkus
lambung
Insiden
Biasanya 50 tahun
lebih
Pria:wanita 2:1
Insiden
usia 20-50 tahun
Pria : wanita 4 : 1
Tanda dan gejala:
Minggu 1 :
- Demam,
pusing, nyeri
kepala,
anoreksia,
mual muntah.
- Gangguan
Tanda dan gejala
- Hipersekresi asam
lambung
- Berat badan tak
berkurang, bahkan
dapat bertambah
- Nyeri terjadi 2-3
jam setelah
Tanda dan gejala
- Normal sampai
hiposekresi asam
lambung
- Penurunan berat
badan dapat terjadi
- Nyeri terjadi ½
sampai 1 jam setelah
Tanda dan gejala
- Hipersekresi asam
lambung
- Terjadi penurunan
berat badan
- Nyeri dapat terjedi
sebelum maupun
setelah makan
saluran cerna
berupa diare
Minggu 2:
- Gejala lebih
jelas
- Demam
- Bradikardi
- Lidah
berselaput
(kotor)
- Hepato
spenolmegali
- Meterorismus
Demam :
Minggu 1 : berangsur
angsur
Minggu 2 : kontinue
Minggu 3: berangsur
angsur
Pemeriksaan lab :
Tes widal 1/200
Pemeriksaan darah
tepi:
Leukopeni,
trombositopeni,
anemia, limfositosis
makan; sering
terbangun dari
tidur antara jam 1
dan 2 pagi.
- Makan makanan
menghilangkan
nyeri
- Dapat mual,
muntah tidak
umum
- Hemoragi jarang
terjadi
dibandingkan
ulkus lambung
tetapi bila ada
milena lebih
umum daripada
hematemesis.
- Lebih mungkin
terjadi perforasi
daripada ulkus
lambung.
makan; jarang
terbangun pada
malam hari; dapat
hilang dengan
muntah.
- Makan makanan
tidak membantu dan
kadang
meningkatkan nyeri.
- Muntah umum
terjadi
- Hemoragi lebih
umum terjadi
daripada ulkus
duodenal,
hematemesis lebih
umum terjadi
daripada melena.
- Jarang terbangun
pada malam hari
- Makanan dapat
membantu
menghilangkan
nyeri
- Mual dan muntah
sering terjadi
- Hemoragi lebih
umum terjadi
4. Ulkus duodeni dengan demam Thypoid
A. DEMAM TIFOID
i. Etiologi demam tifoid
Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever.
Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai
gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatip, tidak
membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut
getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di
dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu
600C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi.
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman.
Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin.
Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.
2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari
kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap
formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol
3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat
melindungi kuman terhadap fagositosis.
Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan
pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut agglutinin. (1)
ii. Patofisiologi demam tifoid (2)
Makanan yang terkontaminasi
salmonella thypi
Tahan asam lambung Lumen usus
Berkembang biak di makrofag
Fagositosis oleh makrofag
Berkembang biak di lamina propia
Menembus sel epitelial terutama
sel M
Memeiliki respon IgA , namun kurang baik ,
salmonellla thypi berkembang baik
iii. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi rata-rata bervariasi antara 7 – 20 hari, dengan masa inkubasi terpendek 3
hari dan terpanjang 60 hari. Dikatakan bahwa masa inkubasi mempunyai korelasi dengan
jumlah kuman yang ditelan, keadaan umum/status gizi serta status imunologis penderita.
Bakterimia 1 asimtomatik
Ductus thoracicus
KGB mesenterika
Plaque payeri di ileum distal
Meninggalkan sel fagosit
Masuk ke organ RE
Setelah meninggalkan sel
fagosit
Bakterimia II
feses
Berkembang biak di lumen usus
Kantong empedu
hatiBekembang di RES
Tanda dan gejala sistemik
Walaupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, secara garis besar gejala-gejala
yang timbul dapat dikelompokkan :
- Demam satu minggu atau lebih.
- Gangguan saluran pencernaan
- Gangguan kesadaran
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada
umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare,konstipasi. Pada
pemeriksaan fisik, hanya didapatkan suhu badan yang meningkat.
Setelah minggu kedua, gejala/ tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten,
lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung mungkin disertai ganguan
kesadaran dari yang ringan sampai berat. Demam yang terjadi pada penderita anak tidak
selalu tipikal seperti pada orang dewasa, kadang-kadang mempunyai gambaran klasik
berupa stepladder pattern, dapat pula mendadak tinggi dan remiten (39 – 41oC) serta dapat
pula bersifat ireguler terutama pada bayi yang tifoid kongenital. Lidah tifoid biasanya
terjadi beberapa hari setelah panas meningkat dengan tanda-tanda antara lain, lidah
tampak kering, dilapisi selaput tebal, di bagian belakang tampak lebih pucat, di bagian
ujung dan tepi lebih kemerahan.Bila penyakit makin progresif, akan terjadi deskuamasi
epitel sehingga papilla lebih prominen. Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu
pertama dan awal minggu kedua. Merupakan suatu nodul kecil sedikit menonjol dengan
diameter 2 – 4 mm, berwarna merah pucat serta hilang pada penekanan. Roseola ini
merupakan emboli kuman yang didalamnya mengandung kuman salmonella, dan terutama
didapatkan di daerah perut, dada, kadang-kadang di bokong, ataupun bagian fleksor
lengan atas.
Limpa umumnya membesar dan sering ditemukan pada akhir minggu pertama dan
harus dibedakan dengan pembesaran karena malaria. Pembesaran limpa pada demam
tifoid tidak progresif dengan konsistensi lebih lunak. Rose spot, suatu ruam makulopapular
yang berwarna merah dengan ukuran 1 – 5 mm, sering kali dijumpai pada daerah
abdomen, toraks, ekstremitas dan punggung pada orang kulit putih, tidak pernah
dilaporkan ditemukan pada anak Indonesia. Ruam ini muncul pada hari ke 7 – 10 dan
bertahan selama 2 -3 hari. (2)
iv. Penatalaksanaan demam tifoid
Pengobatanantibiotik merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya patogenesis
infeksi Salmonella typhi berhubungan dengan keadaan bakteriemia.Obat-obat
antimikroba yang sering digunakan antara lain :
- Kloramfenikol
Dosis yang dianjurkan ialah 50 – 100 mg/kgBB/hari, selama 10 – 14 hari. Untuk
neonatus, penggunaan obat ini sebaiknya dihindari, dan bila terpaksa, dosis tidak boleh
melebihi 25 mg/kgBB/hari, selama 10 hari.
- Tiamfenikol
Komplikasi hematologi pada penggunaan Tiamfenikol jarang dilaporkan. Dosis oral
dianjurkan 50 – 100 mg/kgBB/hari, selama 10 – 14 hari.
- Kotrimoksasol
Dapat digunakan untuk kasus yang resisten terhadap kloamfenikol, penyerapan di usus
cukup baik, dan kemungkinan timbulnya kakambuhan pengobatan pengobatan lebih kecil
dibandingkan kloramfenikol. Kelemahannya ialah dapat terjadi skin rash (1 – 15%),
sindrom Steven Johnson, agranulositosis, trombositopenia, anemia megaloblastik,
hemolisis eritrosit terutama pada penderita G6PD,Dosis oral yang dianjurkan adalah 30 –
40 mg/kgBB/hari. Sulfametoksazoldan 6 – 8 mg/kgBB/hari untuk Trimetoprim, diberikan
dalam 2 kali pemberian,selama 10 – 14 hari.
- Ampisilin dan Amoksisilin
Dapat digunakan pada kasus yang resisten terhadap Kloramfenikol. Kelemahannya dapat
terjadi skin rash (3 – 18%), dan diare (11%). Ampisilin mempunyai daya anti bakteri
yang sama dengan Ampisilin, terapi penyerapan peroral lebih baik sehingga kadar oabat
yang tercapai 2 kalilebih tinggi, dan lebih sedikit timbulnya kekambuhan (2 – 5%) dan
karier (0 – 5%).Dosis yang dianjurkan adalah : Ampisilin 100 – 200 mg/kgBB/hari,
selama 10 – 14 hari. Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari, selama 10 – 14 hari. Pengobatan
demam tifoid yang menggunakan obat kombinasi tidak memberikan keuntungan yang
lebih baik bila diberikan obat tunggal.
- Seftriakson
Dosis yang dianjurkan adalah 50 – 100 mg/kgBB/hari, tunggal atau dalam2 dosis iv.
- Sefotaksim
Dosis yang dianjurkan adalah 150 – 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3- 4dosis iv.
- Siprofloksasin
Dosis yang dianjurkan adalah 2 x 200 – 400 mg oral pada anak berumur lebih dari 10
tahun
v. Pencegahan demam tifoid
- Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar
tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat
dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin
tifoid, yaitu :
a. Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum
selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini kontraindikasi
pada wanita hamil, ibu menyusui, demam, sedang mengkonsumsi antibiotik . Lama
proteksi 5 tahun.
b. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K
vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol preserved).
Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 – 12 tahun 0,25 ml dan anak 1 – 5 tahun 0,1 ml
yang diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah demam, nyeri
kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat suntikan. Kontraindikasi demam,hamil
dan riwayat demam pada pemberian pertama.
c. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan secara
intramuscular dan booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil,
menyusui, sedang demam dan anak umur 2 tahun.
Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik, orang yang
terpapar dengan penderita karier tifoid dan petugas laboratorium/mikrobiologi
kesehatan.
Mengkonsumsi makanan sehat agar meningkatkan daya tahan tubuh, memberikan
pendidikan kesehatan untuk menerapkan prilaku hidup bersih dan sehat dengan cara
budaya cuci tangan yang benar dengan memakai sabun, peningkatan higiene makanan
dan minuman berupa menggunakan cara-cara yang cermat dan bersih dalam
pengolahan dan penyajian makanan, sejak awal pengolahan, pendinginan sampai
penyajian untuk dimakan, dan perbaikan sanitasi lingkungan.
- Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit secara dini
dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat.
Pencegahan sekunder dapat berupa :
a. Penemuan penderita maupun carrier secara dini melalui penigkatan usaha
surveilans demam tifoid.
b. Perawatan umum dan nutrisi
Penderita demam tifoid, dengan gambaran klinis jelas sebaiknya dirawat di rumah
sakit atau sarana kesehatan lain yang ada fasilitas perawatan.
Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk mencegah
komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi. Bila klinis berat, penderita harus
istirahat total. Bila penyakit membaik, maka dilakukan mobilisasi secara bertahap,
sesuai dengan pulihnya kekuatan penderita.
Nutrisi pada penderita demam tifoid dengan pemberian cairan dan diet.
Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral.
Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada komplikasi penurunan
kesadaran serta yang sulit makan. Cairan harus mengandung elektrolit dan kalori yang
optimal.
Sedangkan diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah
serat untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita tifoid biasanya
diklasifikasikan atas : diet cair, bubur lunak, tim dan nasi biasa.
c. Pemberian anti mikroba (antibiotik)
Anti mikroba (antibiotik) segera diberikan bila diagnosa telah dibuat. Kloramfenikol
masih menjadi pilihan pertama, berdasarkan efikasi dan harga. Kekurangannya adalah
jangka waktu pemberiannya yang lama, serta cukup sering menimbulkan karier dan
relaps.
Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada wanita hamil, terutama pada trimester III
karena dapat menyebabkan partus prematur, serta janin mati dalam kandungan. Oleh
karena itu obat yang paling aman diberikan pada wanita hamil adalah ampisilin atau
amoksilin.
- Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi keparahan akibat
komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit demam tifoid sebaiknya
tetap menerapkan pola hidup sehat, sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan dapat
terhindar dari infeksi ulang demam tifoid.
Pada penderita demam tifoid yang carier perlu dilakukan pemerikasaan laboratorium
pasca penyembuhan untuk mengetahui kuman masih ada atau tidak.
B. ULKUS DUODENALIS
i. Etiologi Ulkus duodenalis
- Infeksi bakteri H. pylori
Dalam lima tahun terakhir, ditemukan paling sedikit 75% pasien ulkus peptikim menderita
infeksi kronis pada bagian akhir mukosa lambung, dan bagian mukosa duodenum oleh
bakteri H. pylori. Sekali pasien terinfeksi, maka infeksi dapat berlangsung seumur hidup
kecuali bila kuman diberantas dengan pengobatan antibacterial. Lebih lanjut lagi, bakteri
mampu melakukan penetrasi sawar mukosa, baik dengan kemampuan fisiknya sendiri untuk
menembus sawar maupun dengan melepaskan enzim – enzim pencernaan yang mencairkan
sawar. Akibatnya, cairan asam kuat pencernaan yang disekresi oleh lambung dapat
berpenetrasi ke dalam jaringan epithelium dan mencernakan epitel, bahkan juga jaringan –
jaringan di sekitarnya. Keadaai ini menuju kepada kondisi ulkus peptikum (Sibernagl, 2007).
- Peningkatan sekresi asam
Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum di bagian awal duodenum, jumlah
sekresi asam lambungnya lebih besar dari normal, bahkan sering dua kali lipat dari normal.
Walaupun setengah dari peningkatan asam ini mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri,
percobaan pada hewan ditambah bukti adanya perangsangan berlebihan sekresi asam
lambung oleh saraf pada manusia yang menderita ulkus peptikum mengarah kepada sekresi
cairan lambung yang berlebihan (Guyton, 1996). Predisposisi peningkatan sekresi asam
diantaranya adalah factor psikogenik seperti pada saat mengalami depresi atau kecemasan
dan merokok.
- Konsumsi obat-obatan
Obat – obat sepertiOAINS/obat anti-inflamasi nonsteroid seperti indometasin, ibuprofen,
asam salisilat mempunyai efek penghambatan siklo-oksigenase sehingga menghambat
sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat secara sistemik termasuk pada epitel lambung
dan duodenum. Pada sisi lain, hal ini juga menurunkan sekresi HCO3- sehingga memperlemah
perlindungan mukosa (Sibernagl, 2007). Efek lain dari obat ini adalah merusak mukosa local
melalui difusi non-ionik ke dalam sel mukosa. Obat ini juga berdampak terhadap agregasi
trombosit sehingga akan meningkatkan bahaya perdarahan ulkus (Kee, 1995).
- Stres fisik
Stres fisik yang disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal
napas, gagal ginjal, dan kerusakan susunan saraf pusat (Lewis, 2000). Bila kondisi stress fisik
ini berlanjut, maka kerusakan epitel akan meluas dan kondisi ulkus peptikum menjadi lebh
parah
ii. Manifestasi Ulkus duodenallis
Memiliki periode remisi dan periode eksaserbasi menjadi tenang berminggu minggu
atau berbulan bulan kemudian terjadi eksaserbasi bebrapa minggu.Nyeri pada bagian
epigatrium, nyeri seperti terbakar, rasa lapar, rasa sakit dan tidak nyaman yang mengganggu
dan tidak terkolalisir, biasanya 90 menit sampai 3 jam post prandial. Nyeri dapat berkurang
sesudah makan dan minum susu serta antasida.
Nyeri timbul dimalam hari sampai dini hari jam 3 dini hari yang dpat membangunkan
pasien.Nyeri menjalar ke punggung perlu diwaspadai adanya penentrasi tukak ke pankreas
sehingga nyeri yang muncul dan menetap mengenai seluruh tubuh perut perlu diwaspadai
adanya perforasi.Tinja berwarna ter perlu waspada perdarahan tukak.
Tukak duodenum didapatkan adanya alarm symptom :
- Umur lebih dari 45 tahun
- Adanya perdarahan hematemesis dan melena
- BB menurun lebih dari 10 %
- Anoreksi dan cepet kenyang
- Riwayat tukak peptik
- Muntah dan presisten
- Anemia yang tidak diketahui penyebabanya. (2)
iii. Patofisiologi Ulkus duodenum
a. Hellycobacter Pylori
Kuman hellycobacter pylori terdapat dipermukaan epitel yang dapat ditembus oleh sel
epitel, kemudian akan terjadi infeksi yang dibantu oleh adhesin untuk melekat dipermukaan
epitel, sehingga merusak mukosa dengan sejumlah zat yang dapat menimbulkan gastritis
akut.
Karena infeksi respon tubuh untuk menginfiltrasi hellycobacter pylori dengan
mengeluarkan sel PMN atau limfosit yang berfungsi untuk menginfiltrasi mukosa secara
intensif dengan mengeluarkan IL8, gama interferon alfa, TNF dan reaksi imun yang timbul,
yang akan menyebabkan kerusakan sel sel epitel gastroduodenal lebih parah sehingga
hellycobacter pylori tidak berhasil diinfiltrasi yang menyebabkan gastritis kronik.
Hellycobacter pylori berkoloni mengeluarkan sitokin yang merusak epitel
gastroduodenale (Vac A gen) kemudian berubah menjadi Cag A gen. hellycobacter pylori
juga merusak enzim urease ( memecah urease dalam lambung menjadi amonia yang toksik
terhadap sel epitel), protease dan fosfolipase ( menenkan sekresi mukus, sehingga daya tahan
mukus menjadi lemah), merusak lapisan yang kaya akan lipid pada apikal sel epitel dan
melalui kerusakan sel ini, asam lambung berdifusi yang menyebabkan nekrosis dan akhirnya
menjadi tukak peptik.
Hellycobacter pylori terkonsentrasi diantrum predominat gastritis yang menyebabkan
kerusakan sel D, sel D yang berfungsi untuk mengeluarkan somatostatin untuk
mengendalikan produksi gastrin. Apabila sel D rusak maka hormon gastrin meningkan yang
merangsang sel parietal sehingga asam lambung meningkat dan masuk keduodenum sehingga
keasaman dupdenum tinggi yang menyebabkan duodenitis kronik berlanjut menjadi tukak
peptik.
Karena asam lambung meningkat, gastrik bermetaplasia dan menjadi tempat yang
cocok untuk hidup hellycobacter pylori dan asam, yang menyebabkan keasaman duodenum,
sehingga menekan produksi mukus dan bikarbonat yang menyebabkan daya tahan mukosa
menurun berlanjut menjadi tukak duodenalis. (2)
b. OAINS dan ASA( Asethil Salysilat Acid)
Keduanya merusak struktur pada gatroduodenal, usus halus dan usus besar brupa
inflamasi, ulserasi dan proliferasi.
OAINS bekerja dengan menghinbitor COX dari asam arakidonat. Asam arakidonat
berfungsi untuk menekan prostaglandin dan protasiklin yang berfungsi untuk :
Memlihari keutuhan mukosa
Proliferasi dari sel epitel
Sekresi mukosa bikarbonat menjadi imunosit mukosa dan sekresi basal dari
asam lambung
COX terbagi atas dua golongan, COX 1 pentung untuk prostaglandin dari asam
arakidonat yang berfungsi sebagai house keeping dari Gastroduodenal. COX 2 berfungsi
untuk menekan proses inflamasi.
Kerusakan mukosa akibat OAINS dan ASA :
- Menurunkan sekresi mukus dan bikarbonat
- Terganggunya sekresi asam dan proliferasi sel mukosa
- Aliran darah terhambat dan kerusakan mikrovaskuler agen kerja sama platetelt
daan mekanisme koagulasi.
Endotel vaskuler menyebakan vasodilatsi prostaglandin E dan I yang befungsi menghambat
COX 1 yang menyebabkan nekrosis epitel, COX 2 yang menyebakan peningkatan leukosit
PMN pada endotel vaskuler duodenum yang menyebabkan statis microvaskular iskhemik
yang menyebabkan ulkus duodenum.(2)
iv. Penatalaksanaan ulkus duodenum
a. Sucralfate.
Cara kerjanya adalah dengan membentuk selaput pelindung di dasar ulkus untuk
mempercepat penyembuhan. Sangat efektif untuk mengobati ulkus peptikum dan merupakan
pilihan kedua dari antasid. Sucralfate diminum 3-4 kali/hari dan tidak diserap ke dalam darah,
sehingga efek sampingnya sedikit, tetapi bisa menyebabkan sembelit.
b. Antagonis H2
Contohnya adalah cimetidine, ranitidine, famotidine dan nizatidine. Obat ini
mempercepat penyembuhan ulkus dengan mengurangi jumlah asam dan enzim pencernaan di
dalam lambung dan duodenum. Diminum 1 kali/hari dan beberapa diantaranya bisa diperoleh
tanpa resep dokter. Pada pria cimetidine bisa menyebabkan pembesaran payudara yang
bersifat sementara dan jika diminum dalam waktu lama dengan dosis yang tinggi bisa
menyebabkan impotensi. Perubahan mental (terutama pada penderita usia lanjut), diare, ruam,
demam dan nyeri otot telah dilaporkan terjadi pada 1% penderita yang mengkonsumsi
cimetidine. Jika penderita mengalami salah satu dari efek samping tersebut diatas, maka
sebaiknya cimetidine diganti dengan antagonis H2 lainnya. Cimetidine bisa mempengaruhi
pembuangan obat tertentu dari tubuh (misalnya teofilin untuk asma, warfarin untuk
pembekuan darah dan phenytoin untuk kejang).
c. Penghambat pompa proton ( Omeprazole , Lansoprazole , Rabeprazole ,
Esomeprazole , Pantoprazole) Merupakan obat yang sangat kuat menghambat pembentukan
enzim yang diperlukan lambung untuk membuat asam. Obat ini dapat secara total
menghambat pelepasan asam dan efeknya berlangsung lama.
Terutama efektif diberikan kepada penderita esofagitis dengan atau tanpa ulkus esofageal dan
penderita penyakit lainnya yang mempengaruhi pembentukan asam lambung (misalnya
sindroma Zollinger-Ellison).
d. Antibiotik.
Digunakan bila penyebab utama terjadinya ulkus adalah Helicobacter pylori.
Pengobatan terdiri dari satu macam atau lebih antibiotik dan obat untuk mengurangi atau
menetralilsir asam lambung. Yang paling banyak digunakan adalah kombinasi bismut
subsalisilat (sejenis sucralfate) dengan tetracyclin dan metronidazole atau amoxycillin ,
Clarithromycin. Kombinasi efektif lainnya adalah omeprazole dan antibiotik. Pengobatan
ini bisa mengurangi gejala ulkus, bahkan jika ulkus tidak memberikan respon terhadap
pengobatan sebelumnya atau jika ulkus sering mengalami kekambuhan.
e. Misoprostol.
Digunakan untuk mencegah ulkus gastrikum yang disebabkan oleh obat-obat anti
peradangan non-steroid. Obat ini diberikan kepada penderita artritis yang mengkonsumsi
obat anti peradangan non-steroid dosis tinggi. Tetapi obat ini tidak digunakan pada semua
penderita artritis tersebut karena menyebabkan diare (pada 30% penderita). (1)
v. Pencegahan ulkus duodenum
- Mengatur pola makan dan pola hidup
- Menghindari merokok dan alkohol
- Penggunaan obat-obatan secara wajar, hindari obat-obatan mengandung aspirin
- Istirahat cukup, hindari stres
DAFTAR PUSTAKA
1. Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal. Jakarta : Salemba
Medika.
2. W.Sudoyo, Ari. Et_al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III dan I. Jakarta : FKUI.
2007
3. Anf Mansjoer. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Jakarta : Media Aesculapius.
4.Misna diarly. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna : Gastritis, Infeksi Mycobacteria
pada Ulcer Gastrointestinal . Jakarta : Pustaka Populer Obor.
LAPORAN TUTORIAL
KELOMPOK 2
SKENARIO 1 “ SAKIT MAG”
Tutor : dr.Wijayanti
Hari I : Moderator : Ani Suryani
Sekretaris : Agri Shafrion D
Hari II : Moderator : Juliardi
Sekretaris : Nur Fitri W
Anggota :
Agri Shafrion D (H2A011004)
Ani Suryani (H2A011008)
Dhian Nurul K (H2A011016)
Ita Purwanti (H2A011024)
Juliardi (H2A011025)
Nur Fitri W (H2A011033)
Ray Subandriya (H2A011037)
Sinta Tri C (H2A011042)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2013