laporan akhir - perpustakaan...
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR
PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATANBASIS DATA REGIONAL
Direktorat Pengembangan WilayahDeputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi DaerahKementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ BAPPENAS
2009
Laporan Akhir
PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN BASISDATA REGIONAL
DALAM RANGKA MENDUKUNG OTONOMI DAERAH
PENGARAH Ir. Max H. Pohan, CES, MA
PENANGGUNG JAWAB Ir. Arifin Rudiyanto M.Sc, Ph.D
TIM PENYUSUN Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA, Ph.D; Awan Setiawan, SE, MM, ME
Uke Mohammad Hussein, S.Si. MPP; Supriyadi, S.Si, MTP Rudi Alfian, SE; Yudianto, ST, MT, MPP; Agung Widodo, SP, MIDEC
Fidelia Silvana, SP, M.Int.Econ & F; Anang Budi Gunawan, SE Ika Retna Wulandary, ST
TIM AHLI Bambang Waluyanto, SE; Nana Mulyana, SP; Azis Faizal F, S.Kom
Tri Supriyana, ST; Setya Rusdianto, S.Si; Said Faisal Albar, ST Donny Yanuar; Cecep Supriyadi; Slamet Supriyanto, Vini Irawaty,
I Wayan tirtha Kusuma; Samudin; Suratno
TIM PENDUKUNG Anna Astuti; Eni Arni ; Sapto Mulyono
Komentar, saran dan kritik dapat disampaikan ke :
Direktorat Pengembangan Wilayah Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
Jl. Taman Suropati No. 2 Jakarta Pusat 10310 Telp/Fax. (021) 3193 4195
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan akhir yang berjudul ”Pengembangan dan Pemanfaatan
Basisdata Regional Dalam Rangka Mendukung Otonomi Daerah”.
Laporan akhir ini terdiri dari empat bab. Bab pertama tentang
justifikasi penelitian yang mencakup latar belakang, tujuan, sasaran, lingkup
pekerjaan, metode pelaksanaan dan keluaran. Tiga bab berikutnya tentang
pengembangan sistem database perencanaan pembangunan regional,
kumpulan model perhitungan dan indikator pembangunan wilayah, serta
pengembangan publikasi data dan informasi.
Namun, seperti kata pepatah “tidak ada gading yang tak retak”, tentu
laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan komentar, masukan, saran dan kritik yang membangun dalam
laporan akhir ini.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada mitra kerja, baik di
pusat maupun daerah, serta pihak-pihak terkait lainnya yang telah membantu
dalam penyusunan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat.
Jakarta, Desember 2009
Direktur Pengembangan Wilayah
Direktortat Pengembangan Wilayah, Bappenas i
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bapenas ii
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................... . I-1
1.2. Tujuan ................................................................................. . I-3
1.3. Sasaran ................................................................................ . I-3
1.4. Lingkup Pekerjaan dan Metode Pelaksanaan ..................... I-3
1.5. Keluaran yang Diharapkan ................................................. . I-5
BAB II METODOLOGI
2.1. Identifikasi Kebutuhan Data dan Studi Literatur …………. II-2
2.2. Pengumpulan dan Pengolahan data ………………………....... II-3
2.3. Pengembangan Aplikasi Penyajian data berbasis Web …. II-9
2.3.1 Muatan dan Tampilan Data ……………………………... II-11
2.3.2 Desain Antarmuka .................................................. II-12
2.3.3 Fitur Aplikasi .......................................................... II-13
2.3.4 Aplikasi Sistem ....................................................... II-17
BAB III MODEL ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH
3.1. Pembangunan Daerah Dalam Angka (PDDA) .…………….. III-1
3.2. Analisis Kesenjangan Antar Wilayah .………………………..... III-29
3.2.1 Fokus Substansi untuk Penyajian
Profil Kesenjangan Antar Wilayah …………………….. III-32
3.2.2 Metode Penyajian Profil Kesenjangan ..................... III-41
BAB IV PENGEMBANGAN PUBLIKASI DATA DAN INFORMASI
4.1. Penyusunan Buku Pembangunan Daerah Dalam Angka .. IV-1
4.2. Penyusunan Buku Analisis Kesenjangan Antar Wilayah ... IV-4
DAFTAR ISI
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas iii
Tabel Penjelasan Komponen dan teknologi dari Arsitektur SIMBADREG .......... II-15
Tabel Perkembangan Pembuatan Sistem Aplikasi SI Basis Data Regional ........... II-18
Tabel 3.1. Nilai maksimum dan minimum komponen IPM...................... III-5
Tabel 3.2. Nilai maksimum dan minimum komponen IPJ........................ III-8
Tabel 3.3. Jumlah komoditi makanan dan bukan makanan yang diguna-
kan dalam penentuan garis kemiskinan.................................... III-12
DAFTAR TABEL
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ketersediaan data dan informasi yang memadai akan memberikan dasar dan
arahan yang lebih akurat kepada perencana/pengambil kebijakan dalam
merumuskan kebijakan dan program pembangunan yang tepat, serta
memudahkan dalam mewujudkan sasaran pembangunan secara sistematik.
Sebaliknya proses perencanaan tanpa dukungan data dan informasi yang memadai
seringkali menghasilkan kebijakan dan program yang kurang tepat dalam
merespon berbagai permasalahan yang ada. Semakin berkembangnya dinamika
perkembangan wilayah yang kompleks akan memberikan implikasi terhadap
tuntutan dalam memahami permasalahan yang berkembang. Dengan demikian,
ketersediaan data secara lengkap dan mutakhir merupakan bagian penting bagi
institusi perencana.
Untuk mendukung kebutuhan tersebut, Direktorat Pengembangan Wilayah
(dahulu Direktorat Kewilayahan 1) sejak tahun 2006 telah mengembangkan
Sistem Informasi dan Data Base Pengembangan Regional yang mengolah dan
menyimpan data-data yang diperlukan dalam analisis pengembangan wilayah,
terutama terkait dengan tujuan utama untuk mengurangi kesenjangan
pembangunan antarwilayah. Setiap tahun data dan informasi ini dimutakhirkan
dengan data-data terbaru, baik data-data sekunder yang dikeluarkan oleh BPS
maupun departemen teknis/LPND terkait. Di samping itu, sejalan dengan
dinamika yang berkembang sistem basis data dan informasi ini juga terbuka
terhadap kemungkinan perluasan substansi data dan informasi sebagai penunjang
dalam perumusan kebijakan pembangunan wilayah. Pada konteks tersebut,
kegiatan pengembangan basis data saat ini disamping melakukan pemutakhiran
basis data yang ada, juga mendukung otonomi daerah, yaitu melalui
pengembangan basis data dalam unit analisis kabupaten/kota.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas I - 1
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Disamping kegiatan pengembangan basis data, kegiatan perencanaan
pembangunan suatu daerah memerlukan pertimbangan berbagai informasi, baik
internal maupun eksternal. Informasi internal adalah informasi yang spesifik
mengenai daerah yang bersangkutan, sedangkan informasi eksternal adalah
informasi pembanding dari daerah-daerah lain, termasuk di dalamnya informasi
keterkaitan antar daerah. Jika ditinjau dari kedalaman informasi untuk kebutuhan
perencanaan pembangunan, maka dapat digali informasi pada konteks
kesenjangan antarwilayah yang mencakup dimensi wilayah pulau, provinsi, dan
kabupaten/kota.
Informasi sebagaimana diuraikan di atas merupakan instrumen yang penting
dalam era otonomi karena akan memfasilitasi proses penyeimbangan, baik melalui
upaya internal tiap daerah dan kelompok masyarakat maupun melalui upaya
kerjasama antar daerah dan antar kelompok masyarakat. Berdasarkan informasi
tersebut, maka kita dapat menilai tingkat kecukupan kegiatan pembangunan yang
selama ini dilakukan, dan mengajukan berbagai alternatif kebijakan dan program
pembangunan yang diperlukan. Dengan demikian informasi semacam itu akan
mendorong sinergi pembangunan antar daerah dan masyarakat.
Selain itu, perumusan cakupan data dan informasi serta model pemanfaatannya
perlu diarahkan terhadap berbagai isu pembangunan yang berkembang saat ini
untuk memberikan manfaat bagi perencanaan pembangunan di daerah. Model
perencanaan pembangunan tersebut diharapkan dapat memberikan orientasi
dalam merumuskan berbagai kebijakan pembangunan daerah yang diperlukan.
Hasil kegiatan yang dilakukan di tahun 2009 menghasilkan beberapa output
diantaranya buku pembangunan daerah dalam angka tahun 2009, buku analisis
kesenjangan, buku peta kesenjangan dan buku triwulanan. Dalam
perkembangannya keempat buku tersebut harus dilakukan beberapa tambahan
dalam pemutahiran data dan informasi sehingga dapat lebih up date memberikan
informasi di tingkat pusat maupun di daerah.
Menindaklanjuti hal tersebut serta didukung dengan dinamika perkembangan
data dan informasi yang melaju cepat, maka perlu dilakukan tindakan untuk
memperkuat pengembangan basis data yang komprehensif khususnya dalam
mendukung otonomi daerah. Sementara dalam rangka pemanfaatan basis data,
akan dilakukan pemutakhiran buku Pembangunan Daerah Dalam Angka (PDDA,
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas I - 2
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
tahun 2009) sebagai pemutakhiran dari publikasi sebelumnya, dan penyusunan
Profil Kesenjangan Antardaerah yang diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam proses penyeimbangan pembangunan antar daerah.
1.2. Tujuan
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperkuat dukungan system database
wilayah dalam proses perencanaan pembangunan, baik perencanaan bentuk
kegiatan (sektor), perencanaan pembiayaan, maupun perencanaan distribusi
kegiatan secara spasial. Sedangkan tujuan Pengembangan dan Pemanfaatan Basis
Data Regional untuk:
1. Pemutakhiran basis data dan informasi tekstual maupun spasial untuk
mendukung perencanaan regional.
2. Pengembangan aplikasi penyajian data dan informasi.
3. Penyusunan dan penyebarluasan model pemanfaatan data dan informasi
untuk mendukung kapasitas perencanaan di daerah.
4. Penyusunan bahan publikasi tahun 2008
1.3. Sasaran
Sasaran Penerima Manfaat kegiatan Penyusunan Pengembangan dan
Pemanfaatan Basis Data Regional meliputi:
a. Penerima manfaat langsung: staf Perencana Direktorat Pengembangan
Wilayah, staf di lingkungan Kedeputian Pengembangan Regional dan
Otonomi Daerah, Staf Perencana Bappenas.
b. Penerima manfaat tidak langsung: Departemen Sektor, Pemerintah Daerah.
1.4. Lingkup Pekerjaan dan Metode Pelaksanaan
Lingkup Pekerjaan
Untuk menjalankan kegiatan Pengembangan dan Pemanfaatan Basis Data
Regional, akan meliputi lingkup pekerjaan sebagai berikut:
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas I - 3
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
a. Merumuskan cakupan kebutuhan pemutakhiran data dan informasi dan
identifikasi sumber data;
b. Pengumpulan data, integrasi data terkini ke dalam sistem basis data;
c. Kunjungan lapangan dalam rangka pengumpulan data dan mengidentifikasi
berbagai isu pembangunan di daerah;
d. Pengolahan dan analisis data;
e. Pemeliharaan dan pengembangan aplikasi penyajian data dan informasi;
f. Penyusunan publikasi PDDA;
g. Penyusunan profil kesenjangan antardaerah kab/kota;
h. Sosialisasi dan diseminasi model pemanfaatan data dan informasi untuk
mendukung kapasitas perencanaan di daerah. Kegiatan ini akan dilakukan
di beberapa provinsi terpilih yang mewakili untuk masing-masing pulau
besar yaitu Provinsi Kalimantan Selatan, DI. Yogyakarta, dan Bangka
Belitung;
i. Lokakarya;
j. Sosialisasi dan distribusi publikasi;
Metode Pelaksanaan:
a. Merumuskan cakupan kebutuhan data dan informasi yang dibutuhkan
(melalui proses evaluasi terhadap sistem yang sudah ada)
b. Pengumpulan data
c. Pengolahan dan Analisis Data
d. Integrasi data terkini ke dalam sistem basis data
e. Pengembangan aplikasi data retrieval.
Dalam rangka penyusunan dan sosialisasi hasil kegiatan ini, daerah yang
akan dikunjungi untuk masing-masing wilayah antara lain:, Kalimantan Selatan,
Bangka Belitung dan DI Yogyakarta.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas I - 4
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas I - 5
1.5. Keluaran yang Diharapkan
Melalui kegiatan ini diharapkan dapat diperoleh keluaran:
1. Terbangunnya basis data dan informasi mutakhir untuk mendukung
perencanaan regional.
2. Aplikasi penyajian data dan informasi yang telah dimutakhirkan.
3. Publikasi Buku PDDA tahun 2009.
4. Buku Profil Kesenjangan Antardaerah.
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
BAB II PENGEMBANGAN SISTEM BASISDATA
Pengembangan dan Pemanfaatan Basis Data Regional berorientasi terhadap
penguatan perencanaan pembangunan wilayah, sehingga agenda perluasan dan
pendalaman unit analisis data akan terus dikembangkan sejalan dengan
kebutuhan data dan informasi untuk perencanaan pembangunan. Kerangka
pendekatan dalam pengembangan basis data regional tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut:
Sumber Data: Pemutakhiran
SIMBAD REG
BPS Sektor
terkait Daerah Web Site
Pem
utakhiran
BASIS DATA
REGIONAL
INDIKATOR REGIONAL
ANALISIS
SET INDIKATOR KETIMPANGAN ANTAR DAERAH
SOSIALISASI/PUBLIKASI
Pendalaman Unit Analisis Data Kabupaten/Kota
PDDA
Kesenjangan
Antar Wilayah
PENGEMBANGAN DATA DAN INFORMASI DALAM RANGKA MENDUKUNG OTONOMI DAERAH
Berdasarkan kerangka pendekatan pengembangan basis data regional, tahapan
pelaksanaan yang akan dilakukan meliputi:
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 1
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
2.1.Identifikasi Kebutuhan Data dan Studi Literatur
Pendekatan dalam mengidentifikasi kebutuhan data yang relevan dapat dilakukan
melalui proses penyeleksian dari data yang tersedia secara reguler (data sekunder)
dari berbagai instansi pemerintah yang menjadi sumber data, dan melalui
identifikasi variabel dan indikator yang relevan dengan konteks perencanaan
wilayah. Beberapa instansi pemerintah yang terkait dengan kebutuhan data
diantaranya instansi yang bertugas secara langsung mengumpulkan data seperti
BPS, atau dari instansi sektor-sektor terkait lainnya seperti Departemen Pertanian,
Pekerjaan Umum (PU), Pendidikan Nasional, Kesehatan, Perhubungan, Lembaga
Bakosurtanal dan lembaga –lembaga pemerintah lainnya.
Untuk memperkaya identifikasi variabel dan indikator yang relevan, dilakukan
melalui adopsi beberapa rumusan indikator yang telah dikembangkan oleh
beberapa lembaga terkait, atau diturunkan dari rumusan kebijakan pembangunan
yang telah ditetapkan. Acuan tersebut adalah Handbook Penyelenggaraan
Pemerintahan dan Pembangunan Daerah, yang menjadi pedoman bersama oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam mengawal dan mengupayakan
pencapaian berbagai sasaran pembangunan yang telah ditetapkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009. Hasil identifikasi dari
rumusan indikator tersebut di atas, selanjutnya diintegrasikan dengan kebutuhan
data berdasarkan hasil diskusi dan konsultasi bersama dengan staf terkait
dilingkungan Bappenas.
Untuk mengoptimalkan kegiatan identifikasi kebutuhan data ini, akan dilakukan
melalui langkah-langkah kegiatan sebagai berikut:
1. Mapping data yang tersedia
2. Identifikasi kebutuhan pemutakhiran data
3. Lokakarya dengan stakeholders terkait
Kegiatan lokakarya dimaksudkan untuk mengkoordinasikan kebutuhan jenis data
dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan dari kegiatan pengembangan
dan pemanfaatan basis data regional. Dalam pelaksanaan kegiatan lokakarya
tersebut akan melibatkan berbagai pihak terkait terutama dilingkungan Bappenas.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 2
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
2.2. Pengumpulan dan pengolahan data
Basis Data adalah kumpulan dari item data yang saling berhubungan satu
dengan yang lainnya yang diorganisasikan berdasarkan sebuah skema atau
struktur tertentu, tersimpan di hardware komputer dan dengan software
untuk melakukan manipulasi untuk kegunaan tertentu.
Penyusunan basis data digunakan untuk mengantisipasi masalah antara
lain :
1. Redundansi dan inkonsistensi data
2. Kesulitan mengakses data
3. Isolasi data untuk standarisasi
4. Keamanan data
5. Integrasi data
6. Independensi data
Beberapa alternative bentuk aplikasi penyajian data adalah sebagai berikut :
Data Retrieval, yakni aplikasi penyajian data yang digunakan
untuk menampilkan informasi (data) hasil-hasil olahan yang akan
dipakai oleh proses berikutnya. Output dari program ini tidak berupa
laporan yang langsung diberikan kepada user tetapi lebih bersifat
sebagai penyedia data untuk proses-proses yang lain.
Data Viewer, aplikasi penyajian data yang memudahkan
pembuatan query yang fleksibel dan sesuai dengan keinginan user.
Untuk memperoleh data atau informasi yang diinginkan, user dapat
memilih variabel-variabel dari sumber data yang diinginkan.
Web, aplikasi ini bertujuan untuk menyampaikan semua
data/informasi yang yang seharusnya dapat disampaikan kepada
user. Aplikasi ini sebagai bentuk dari publikasi yang menggunakan
teknologi internet/intranet yang berbasis data.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 3
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Lingkup kegiatan dalam pengembangan basis data antara lain meliputi :
1. Pengumpulan data, kegiatan ini dilakukan dengan memanfaatkan
ketersediaan data dari pusat maupun daerah secara berkelanjutan.
2. Pengolahan data, kegiatan pengolahan data dilakukan secara
sistematis dan berkesinambungan mengingat kualitas dan kuantitas
data yang berasal dari berbagai sumber mempunyai tingkat
keragaman yang tinggi. Secara diagramatis, proses pengolahan data
base dapat dilihat pada gambar berikut ini.
3. Penyeragaman format data, kegiatan ini dilakukan untuk
memudahkan dalam membuat analisa data secara cermat, tepat dan
efisien, mengingat bervariasinya tahun pembuatan data dan sifat
dari data itu sendiri.
4. Update data, kegiatan ini dilakukan untuk menghasilkan suatu
data/informasi yang akurat dan mutakhir.
5. Pemeliharaan data, pemeliharaan data merupakan kegiatan yang
harus dilakukan di dalam mendukung pengembangan sistem basis
data yang berkelanjutan.
6. Penyajian data, kegiatan ini menghasilkan suatu bentuk aplikasi
perangkat lunak yang dapat melakukan penyajian data dan informasi
secara mudah dan berkesinambungan.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 4
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Diagram Proses Pengolahan Data
Telah disebutkan pada penjelasan mengenai Database, bahwa ada 4
bagian proses utama dalam pengolahan data, yakni:
1. Proses pengumpulan data
Proses ini dimulai dengan pengecekan jenis data. Untuk data lunak
(soft-copy) dengan sangat mudah langsung dimasukkan ke dalam
database mentah. Sedangkan untuk data cetakan (hard copy) melalui
proses entry yang digambarkan sebagai berikut:
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 5
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
a) Data yang diperoleh dari sumber data masih berupa hard-copy
b) Dari data yang didapat perlu analisa variabel apa saja yang akan
dipakai untuk dapat dijadikan suatu tabel
c) Pembentukan struktur data dan aplikasi entry data
d) Pengisian data ke dalam tabel-tabel yang telah disiapkan didalam
aplikasi data entry.
e) Validasi data, sangat diperlukan untuk pengecekan isi data dari hasil
entry yang telah dilakukan, jika terjadi kesalahan maka harus
dilakukan perbaikan, jika tidak data tidak layak/tidak siap diolah.
Hasil dari proses entry data langsung dimasukkan ke dalam database
mentah dan siap untuk dilakukan proses pengolahan data selanjutnya.
2. Proses pengolahan data mentah
Pada pengolahan data mentah ada beberapa kegiatan yang harus
dilakukan untuk menghasilkan suatu data yang layak dipakai dalam
pengolahan data selanjutnya. Kegiatan-kegiatan tersebut digambarkan
seperti di bawah ini:
a. Data cleansing
Pada kegiatan ini terjadi suatu proses pembersihan/penyerasian
data menurut struktur data yang ada, agar pola kodefikasi yang ada
dapat distandarisasi dan lebih konsisten.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 6
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
b. Segmentasi
Kegiatan ini sebagai salah satu metode pengolahan data dalam hal
pemilahan data menjadi bagian-bagian tertentu sesuai dengan
tema agregasi yang diinginkan. Cara ini bermanfaat untuk melihat
pola/alur pengelompokan data yang lebih rinci.
c. Agregasi
Kegiatan ini adalah melakukan penghitungan variabel tertentu
untuk menghasilkan tingkatan yang lebih tinggi dari data.
Contohnya, dari tingkat data yang paling rendah (tingkat desa)
untuk mengetahui variabel pada tingkat tertentu, misalnya tingkat
kabupaten perlu dilakukan kegiatan agregasi ini.
Setelah data dianggap layak, maka dilakukan proses formatisasi data
tabel dimana dalam proses ini melakukan penyusunan data ke dalam
suatu format tabel yang telah ditetapkan, berawal dari penamaan tabel
sampai dengan penamaan variabel dan satuan yang dipakai dalam
variabel menurut prosedur yang berlaku pada database. Proses
formatisasi ini sangat diperlukan untuk menghindari kesalahpahaman
dalam penggunaan penamaan file, variabel dan satuan yang dipakai
pada tabel.
Kegiatan selanjutnya adalah memasukkan data hasil formatisasi data
tabel tersebut ke dalam database intermediate dan sekaligus juga
melakukan pencatatan dari keberadaan dan ketersediaan data yang ada.
Bila data yang telah melalui tahap pengolahan data mentah dianggap
tidak layak, maka dilakukan langkah pengkoordinasian kepada sumber
data bersangkutan, hal dilakukan untuk segera mendapat klarifikasi
agar data yang dianggap tidak layak tersebut dapat ditindak lanjuti
dengan cepat dan cermat.
Untuk melakukan proses data mentah di gunakan apliaksi SPSS, MS
Access, MS Excell dan SQL Server.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 7
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
3. Proses integrasi antara data intemediate dengan daftar
indicator
Proses integrasi data intermediate dengan daftar indikator dapat dilihat
pada gambar berikut.
Pada proses ini data yang akan diintegrasikan dengan daftar indikator
berasal dari database intermediate. Proses ini dimulai pada tahapan
kegiatan identifikasi data indikator dengan yang ada pada database
intermediate. Hasil dari identifikasi ini menghasilkan sutau keputusan
data mendukung/tersedia. Bila data dianggap tidak mendukung/
tersedia maka perlu dilakukan pencarian data untuk data yang
dimaksud, dan bila data itu dianggap mendukung/tersedia maka
dilakukan suatu proses analisis indikator yang bertujuan untuk
mendapatkan suatu bentuk perhitungan tabel menurut kaidah statistik
(index gini, proporsi, dll) sehingga data tersebut dapat memberikan
informasi yang luas.
Setelah melalui proses analisa indikator dan data dianggap layak maka
dilakukan proses selanjutnya yaitu perumusan indikator yang akan
menghasilkan suatu output untuk digunakan dalam melakukan kegiatan
analisa data. Ouput yang telah dikeluarkan khususnya data-data tabel
akan dimasukkan ke dalam Database Indikator.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 8
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
4. Pengumpulan Data
Tugas tenaga ahli basis data disini adalah membantu tenaga ahli
perencanaan wilayah dalam pengumpulkan data yang berasal dari
berbagai seumber penyedia data, antara lain :
a. Data dasar yang bersumber dari BPS seperti Podes, Susenas
b. Buku-buku publikasi yang dikeluarkan BPS
c. Data propinsi/kabupaten dalam angka yang bersumber dari BPS
atau pemerintah propinsi/kabupaten.
d. Data yang berasal dari publikasi Web Site dinas-dinas dab daerah
(propinsi/kabupaten.
5. Proses Validasi Data
Selain membantu pengumpulan data, Tenaga ahli basis data membantu
dalam proses validasi data dengan memberikan format baku pemasukan
data kepada para data entry. Format baku dibuat dengan menyesuaikan
kode wilayah yang dikeluarkan BPS.
Selain tersebut diatas, tenaga ahli basis data melakukan validasi data
secara langsung dengan melihat hasil kerjaan para data entry. Setalah
dianggap valid, data akan dimasukan/dikumpulkan kedalam folder data
mentah dimana nantinya akan diolah kembali dan disesuaikan dengan
idikator yang telah/akan disusun oleh tenaga ahli perencanaan wilayah.
2.3. Pengembangan aplikasi penyajian data berbasis Web
Simbadreg merupakan aplikasi yang dikembangkan oleh Direktorat
Pengembangan Wilayah, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Simbadreg memuat data-data yang terkait dengan pengembangan regional, baik di
tingkat nasional, propinsi, dan kab/kota.
Tujuan dari pengembangan Simbadreg diantaranya adalah:
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 9
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
1. Secara eksternal, SIMBADREG berperan sebagai sarana penyediaan data
pembangunan wilayah secara online.
2. Secara internal, SIMBADREG akan menjadi pendukung perencanaan dan
pengambilan keputusan.
3. Adanya sistem basisdata yang terpadu akan menjadi baseline bagi
pengembangan sistem-sistem lain di masa mendatang.
Pada saat ini, Simbadreg masih sebatas beroperasi sebagai Intranet di lingkungan
Direktorat Pengembangan Wilayah dan sedang menuju sebagai internet.
Evaluasi sistem lama (existing system) merupakan upaya penting dalam rangka
meletakkan dasar dalam mendefinisikan kebutuhan pengguna dan mendefinisikan
lingkungan (environment) bagi pengembangan sistem yang baru. Dengan
memahami kondisi yang ada maka diharapkan pengembangan sistem baru dapat
memenuhi kebutuhan baru dari pengguna. Seperti dinyatakan dalam kaidah
rekayasa perangkat lunak, pengembangan sistem baru dapat dilakukan apabila:
Perangkat lunak yang ada tidak sesuai lagi dengan kebutuhan pengguna
akibat adanya perubahan lingkungan dan teknologi.
Munculnya masalah-masalah atau mekanisme baru yang sebelumnya tidak
ada.
Berubahnya keinginan pemakai (user prefferences).
Simbadreg merupakan aplikasi yang dikembangkan oleh Direktorat
Pengembangan Wilayah, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Simbadreg memuat data-data yang terkait dengan pengembangan regional, baik di
tingkat nasional, propinsi, dan kab/kota.
Tujuan dari pengembangan Simbadreg diantaranya adalah:
1. Secara eksternal, SIMBADREG berperan sebagai sarana penyediaan data
pembangunan wilayah secara online.
2. Secara internal, SIMBADREG akan menjadi pendukung perencanaan dan
pengambilan keputusan.
3. Adanya sistem basisdata yang terpadu akan menjadi baseline bagi
pengembangan sistem-sistem lain di masa mendatang.
Pada saat ini, Simbadreg masih sebatas beroperasi sebagai Intranet di lingkungan
Direktorat Pengembangan Wilayah dan sedang menuju sebagai internet.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 10
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Evaluasi sistem lama (existing system) merupakan upaya penting dalam rangka
meletakkan dasar dalam mendefinisikan kebutuhan pengguna dan mendefinisikan
lingkungan (environment) bagi pengembangan sistem yang baru. Dengan
memahami kondisi yang ada maka diharapkan pengembangan sistem baru dapat
memenuhi kebutuhan baru dari pengguna. Seperti dinyatakan dalam kaidah
rekayasa perangkat lunak, pengembangan sistem baru dapat dilakukan apabila:
Perangkat lunak yang ada tidak sesuai lagi dengan kebutuhan pengguna
akibat adanya perubahan lingkungan dan teknologi.
Munculnya masalah-masalah atau mekanisme baru yang sebelumnya tidak
ada.
Berubahnya keinginan pemakai (user prefferences).
SIMBADREG yang dikembangkan pada tahun 2008 belum sepenuhnya memenuhi
kebutuhan baru bagi tim Direktorat Kewilayahan I, diantaranya:
Struktur basisdata dalam SIMBADREG tidak sesuai dengan data mentah
(raw data) yang dimiiliki oleh tim basisdata Direktorat Pengembangan
Wilayah
Sistem belum memberikan kemudahan bagi pengguna untuk mengakses
data yang tersedia.
Tidak tersedianya fasilitas untuk mengakses data dalam cakupan wilayah
yang lebih luas.
Fasilitas pencarian data (search tools) masih belum fleksibel untuk mencari
data dengan multi variable.
2.3.1. Muatan dan Tampilan Data
Data yang terkandung dalam Simbadreg dibedakan dalam 2 jenis data:
Data kuantitatif: merupakan data suatu variabel dalam suatu periode
tertentu (misal Jumlah Penduduk, Angka Kemiskinan, dan lain-lain).
Simbadreg memuat data kurang lebih 500 variabel.
Data Kualitatif/Data Deskriptif: merupakan data-data suatu wilayah
dalam bentuk deskripsi/teks. Contoh dari data kualitatif adalah profil suatu
daerah dan potensi daerah.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 11
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Sedangkan tampilan data dari Sistem Basisdata Regional, antara lain:
Tabulasi : Hasil pencarian data numerik ditampilkan dalam bentuk
tabulasi.
Grafik : Hasil pencarian data numerik ditampilkan dalam bentuk grafik.
Peta : Hasil pencarian data numerik ditampilkan dalam bentuk pewarnaan
dalam peta.
Deskripsi : Hasil pencarian data non-numerik ditampilkan dalam bentuk
teks/deskripsi.
2.3.2. Desain Antarmuka
Rancangan antarmuka yang akan digunakan dalam sistem ini dibagi dalam 2
tampilan, (1) Home dan (2) Retrieval. Untuk tampilan Home pada Gambar
2.3.2.A, terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu: bagian atas, bagian tengah, dan bagian
bawah. Bagian atas Hanya menampilkan Keterangan pemilik aplikasi, sedangkan
bagian tengah merupakan menu untuk mengakses data yang hanya ada pada , dan
bagian bawah memuat berita terkini.
Sedangkan TampilanRetrieval dapat dilihat pada Gambar 2.3.2.B.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 12
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Gambar 2.3.2.B. Retrieval
2.3.3. Fitur Aplikasi
Teknologi SI Basis Data Regional
Teknologi yang dipergunakan dalam pembangunan dan penguatan SI Basis Data
Regional adalah teknologi berbasis web dengan didukung oleh aplikasi
spasial/pemetaan. Teknologi web ini memiliki keunggulan-keunggulan sebagai
berikut:
Merupakan sistem terdistribusi yang menjangkau wilayah yang luas.
Implementasi dapat dilakukan pada intranet maupun ekstranet yang dapat
diakses oleh daerah-daerah. Sistem ini akan berperan penting dalam
meningkatkan aksesibilitas informasi.
Memungkinkan dilakukannya remote update oleh pengguna dimanapun dan
kapan saja secara online. Dengan demikian sistem ini meningkatkan
ketersediaan/avaliability data.
Mampu menampilkan informasi dalam bentuk isualisasi peta untuk melihat
sebaran data.
Informasi dapat ditampilkan dalam berbagai format, seperti : peta (map),
grafik (chart) dan Tabuler.
Mampu membagi sebaran data sesuai dengan kebutuhan pengguna.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 13
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 14
Dapat digunakan untuk melakukan berbagai analisis, seperti analisis trand,
analisis lintas kategori, statistik, analisis temporal (progress charting), dan
lain-lain.
Mampu melakukan interpolasi/regresi data secara linear maupun non linear
untuk kepentingan analisis.
Mampu menampilkan report dengan cara yang sesuai standart report
pengguna.
Arsitektur SI Basis Data Regional
Arsitektur SI Basis Data Regional yang dikembangkan dapat mencakup sistem
basis data, komponen peta, map server, aplikasi middleware maupun aplikasi
client (browser), secara digram alur arsitektur SI Basis Data Regional disajikan
pada gambar berikut:
Gambar Arsitektur SI Basis Data Regional
Adapun penjelasan tentang asrsitektur sistem secara jelas disajikan pada tabel
berikut ini :
BBAASSIISS DDAATTAA
MIDLEW ARE
MAP SERVER
PETA
WWEEBB
SSEERRVVEERR
BROWSER
APACHE
IE
C/PHP
HTTP REQUEST
MYSQL/ ODBC
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Tabel Penjelasan komponen dan teknologi dari Arsitektur
SIMDBADREG
No. Komponen Penjelasan Teknologi
1. Basis Data Sistem basis data merupakan kontainer
untuk semua data yang akan dimuat dan
ditampilkan dalam sistem. Data-data
tersbut meliputi data-data kewilayahan
yang bersumber dari berbagai instansi.
Dengan tingkatan data, yaitu: nasional,
propinsi dan kabupen.
MySQL atau
sistem basis data
lain yang
menggunakan
ODBC
2. Peta Digital Peta dasar dengan standar ESRI dalam
format SHP
ESRI format SHP
3. Map Server Map server memungkinkan peta digital
dapat diakses melalui web. Map server
berfungsi untuk mengkonversi
koordinat-koordinat spasial maupun
menyediakan fasilitas-fasilitas yang
umum dipakai dala sistem informasi
GIS.
Map Sever 1.0
4. Middleware Aplikasi middleware menghubungkan
antara web server dengan komponen-
komponen yang lebih dasar, serperti
map server, peta dan basis data
PHP, C
5. Web Server Web server merupakan komponen yang
melayani secara langsung permintaan
data dari pengguna mengakses bagian-
bagian yang mendasar, seperti basis
data, peta dan lain sebagainya
Apache 2.x
6. Browser Browser merupakan aplikasi pada klien
yang digunakan secara langsung oleh
pengguna pada komputer masing-
masing.
Internet Explorer
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 15
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 16
INTERNET
SERVER & BASISDATA
STAF BAPENAS
INTRANETLAN
RAHDAEBAPENAS
PIMPINANRETRIEVE/ UPDATE
RETRIEVE/ UPDATE
TAHAP SELANJUTNYA
PUBLIK
RETRIEVE
RETRIEVE/ UPDATE
TAHAP INI
Tipologi Jaringan SI Basis Data Regional
Tipologi jaringan/komuikasi data pada SI Basis Data Regional menggunakan
skema intranet/ ekstranet, yang meliputi dua bagian penting, yaitu:
Server; bagian ini terdiri dari sistem basis data, sistem aplikasi middleware,
peta digital dan web server, yang merupakan jantung dasi sistem. Jaringan
ini dipasang di jaringan Direktorat Kewilayahan I- Bappenas dan
berkomunikasi satu sama lain melalui intranet.
Klient (browser); bagian ini tersebar di berbagai tempat di Bappenas dan
bisa diakses secara internet oleh daerah-daerah yang berfungsi untuk
mengambil data/informasi dari server maupun memperbaharui data dalam
sistem basis data. Untuk klien yang berada dalam satu gedung ataupun LAN
Bappenas dapat menggunakan Intranet. Sedangkan untuk klien yang berada
di daerah-daerah dapat menggunakan internet.
Gambar Tipologi Jaringan/Komunikasi Data
Peta Dasar dan Data Sekunder
Peta dasar yang digunakan dalam SI Basis Data Regional adalah peta digital batas
wilayah yang berasal dari Bakosurtanal mulai dari wilayah regional, propinsi,
hingga kota/kabupaten. Sistem aplikasi akan memberikan penawaran sebagai
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
indikator terhadap permintaan/query data tertentu. Sebagai hasilnya pada peta
(batas wilayah) akan tampil warna yang berbeda untuk menunjukan sebaran data.
Untuk data sekunder ditempatkan dalam basis data terpisah, yang oleh aplikasi
akan di-query sesuai dengan permintaan pengguna. Dengan menempatkan pada
basis data terpisah, data sekunder akan fleksibel dan memungkinkan
dilakukannya perubahan atau pembaharuan data secara efisien.
Tabel Peta Dasar dan Data Sekunder
Aspek Deskripsi
Peta dasar Peta wilayah regional, propinsi hingga kedalam sampai
dengan kabupaten/kota
Data sekunder Terdapat dalam basis data terpisah (MySQL/ODBC),
yang struktur dan format data maupun sisnya
ditentukan pada saat analisis sistem.
2.3.4. Aplikasi Sistem
Setelah melalui lima tahap terdahulu, tahap berikutnya realisasi pembuatan SI
Basis Data Regional. Pembuatan SI Basis Data Regional dimulai setelah kerangka
logis dan format data SI Basis Data Regional disepakati bersama dalam Lokakarya
Terbatas Desain SI Basis Data Regional. Ada dua tahapan penting dalam
pembuatan SI Basis Data Regional, yaitu : pembuatan aplikasi sistem dan entry
data.
A. Pembuatan Aplikasi Sistem
Pembuatan aplikasi sistem menitikberatkan pada custominasi interval & Legent,
pewarnaan peta, tabuler, grafik dan model analisis sederhana. Secara umum pada
akhir bulan Nopember aplikasi secara prinsif sudah selesai. Secara jelas
pembuatan aplikasi disajikan pada tabel berikut:
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 17
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Tabel Perkembangan Pembuatan Sistem Aplikasi SI Basis Data
Regional
No. Kategori Aplikasi Status
Perkembangan
1. Sistem Instalasi (MySql, PHP, Apache, Aplikasi SI
Basis Data dan PHP MyAdmin Selesai
1. Customisasi Interval & Legend
Penetapan default interval & legend secara
otomatis (dari range statitistik)
Customisasi interval secara bebas oleh user
Customisasi warna legend secara bebas oleh
user
Selesai
Selesai
Selesai
2. Pewarnaan Peta
Berdasarkan default
Berdasarkan customisasi interval baru
Selesai
Selesai
3. Tabuler
Hasil tabuler dapat di-sorting (ASC/DESC)
Hasil tabuler dapat disimpan ke excel
Selesai
Selesai
4. Grafik
Berdasarkan sorting
Pie ditambahkan legend
Selesai
Selesai
5. Searching Membandingkan 3 wilayah Selesai
6. Model Analisis sederhana
Tren
Regresi linier dan non linier
Ekstrapolasi
Selesai
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 18
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Entry Data
Seiring dengan pembuatan aplikasi SI Basis Data Regional, untuk melihat
beroperasinya berbagai aplikasi yang telah dibuat diperlukan pengisian data-data
kewilayahan (entri data) dalam basisdata. Data-data kewilayahan yang diperlukan
terdiri : demografi, ekonomi, pelayanan dasar, ketenagakerjaan, kemiskinan,
prasarana dan lingkungan. Sedangkan rentang waktu data-data tersebut mulai
tahun 1995 sampai dengan 2005 (sepuluh tahun). Adapun mekanisme entry data
secara umum dijelaskan pada gambar berikut :
Gambar Mekanisme Entri Data SI Basis Data Regional
Beban Keseluruhan : 400 wilayah x 100 varibel x 10
Data yang tersedia dari tahun 1995 s/d 2005
MEKANISME ENTRI DATA
Raw Data (exel, dbf, fdf, doc)
Konversi ke exel format khusus
Konversi ke txt (tab delimiter)
Isert ke database
2.3.4. Pemanfaatan Aplikasi Sistem
Pengertian mendasar dari pemanfaatan aplikasi adalah proses atau cara yang
dilakukan pengguna untuk mendapatkan informasi sesuai kebutuhannya masing-
masing. Informasi tersebut merupakan keluaran atau output dari aplikasi.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 19
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
1. Sistem aplikasi ini memungkinkan pengguna untuk memilih informasi sesuai
kebutuhannya dengan fasilitas built-in query dan filtering (mendukung
logical parameter dan multi-standard SQL).
Gambar built-in query dan filtering
2. Hasil dari query database tersebut ditampilkan dalam bentuk data tabuler,
chart/grafik, dan peta, dan untuk selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk
keperluan analisis dan pengambilan keputusan.
Gambar Tampilan Tabular
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 20
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Gambar Tampilan Chart/Grafik
Gambar Tampilan Peta
3. File CSV atau txt dapat digunakan untuk memperbaharui data
secara remote/jarak jauh, sehingga memungkinkan daerah-daerah untuk
melakukan pembaharuan data secara online tanpa harus menyerahkan data
secara fisik ke pusat.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 21
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Gambar 2.3.3.F. Data Admin
Hasil dari pengembangan aplikasi penyajian data dapat dijelaskan seperti dibawah
ini :
A. Modul Client
1. Halaman Depan
Halaman ini merupakan tampilan awal yang akan diakses pertama kali oleh
pengguna. Pada halaman ini terdapat menu-menu menuju fitur-fitur utama
aplikasi.
2. Modul Statistik
Modul ini berfungsi untuk mengakses data kuantitatif, kualitatif, serta analisis
sederhana, baik pada lingkup nasional, provinsi, atau kab/kota. Berikut adalah
penjelasan masing-masing sub-modul.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 22
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Data Kuantitatif
Sub modul Kuantitatif dipergunakan untuk mengakses data-data
kuantitatif, baik lingkup nasional, provinsi, maupun kab/kota. Sub-modul
ini terdiri dari dua bagian:
(1) Bagian sebelah kiri terdiri dari form untuk menentukan kriteria-
kriteria pemilihan data, atau lazim disebut filter data.
(2) Bagian kanan adalah ruang untuk menampilkan data hasil pencarian.
Pada kondisi awal (default), ruang sebelah kanan ini akan
menampilkan data-data kuantitatif nasional. Dan selanjutnya akan
berganti dengan data-data sesuai yang anda inginkan.
Output Tabel
Bila anda memilih tipe output “Tabel”, maka data keluaran dari
aplikasi ini akan ditampilkan dalam bentuk tabel/tabulasi/grid.
Begitu anda selesai memilih filter data pada form sebelah kiri, silakan
anda menekan tombol proses. Selanjutnya anda akan dibawa pada
form yang lebih detail, yakni kombinasi antara variabel dan tahun
yang datanya tersedia.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 23
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Output Grafik
Bila anda memilih tipe output “Grafik”, maka data keluaran dari
aplikasi ini akan ditampilkan dalam bentuk grafik/chart.
Begitu anda selesai memilih filter data pada form sebelah kiri, silakan
anda menekan tombol proses. Selanjutnya anda akan dibawa pada
daftar variabel yang datanya tersedia.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 24
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Output Peta
Bila anda memilih tipe output “Peta”, maka data keluaran dari aplikasi
ini akan ditampilkan dalam bentuk peta/Map. Tetapi fasilitas ini
hanya untuk lingkup data propinsi dan kab/kota. Lingkup nasional
tidak bias ditampilkan dalam bentuk peta.
Begitu anda selesai memilih filter data pada form sebelah kiri, silakan
anda menekan tombol proses. Selanjutnya anda akan dibawa pada
daftar variabel yang datanya tersedia.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 25
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Data Kualitatif
Sub modul ini dipergunakan untuk mengakses data-data kualitatif, baik
lingkup nasional, provinsi, maupun kab/kota. Data kualitatif adalah data-
data non numerik, biasanya dalam bentuk indeks, atau peringkat, atau
kondisi tertentu. Misalnya ‘baik’, ‘cukup’, ‘buruk’, ‘meningkat’, ‘menurun’,
dan lain sebagainya.
Sub-modul ini terdiri dari dua bagian:
(1) Bagian sebelah kiri terdiri dari form untuk menentukan kriteria-kriteria
pemilihan data, atau lazim disebut filter data.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 26
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
(2) Bagian kanan adalah ruang untuk menampilkan data hasil pencarian.
Analisis
Sub-modul ini adalah fasilitas untuk melakukan analisis sederhana (rasio),
yakni melakukan perbandingan antar variabel selama variabel-variabel
tersebut masih dalam lingkup data, cakupan wilayah, jenis nilai, dan
sumberdata yang sama.
3. Modul Profil Daerah
Modul profil daerah menampilkan data dan informasi khusus pada suatu
daerah tertentu, provinsi ataupun kabupaten/kota. Data yang ditampilkan
terdiri dari dua bagian, yakni data kuantitatif dan data deskriptif. Oleh karena
itu modul ini juga dibagi ke dalam dua sub-modul, yakni sub-modul “Data
wilayah” (untuk menampilkan data-data kuantitatif) dan sub-modul “Deskripsi
Wilayah” (untuk menampilkan informasi deskriptif/tekstual).
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 27
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Data Wilayah
Sub modul Data Wilayah berfungsi untuk menampilkan data kuantitatif
suatu wilayah, lingkup provinsi atau kabupaten/kota. Sub-modul ini
tidak jauh berbeda dengan sub-modul Kuantitatif, tetapi sub-modul
Data Wilayah hanya menangani satu wilayah saja.
(1) Bagian sebelah kiri terdiri dari form untuk menentukan kriteria-
kriteria pemilihan data, atau lazim disebut filter data.
(2) Bagian kanan adalah ruang untuk menampilkan data hasil
pencarian.
Deskripsi Wilayah
Sub modul Deskripsi Wilayah berfungsi untuk menampilkan data
deskriptif suatu wilayah, lingkup provinsi atau kabupaten/kota.
(1) Bagian sebelah kiri terdiri dari form untuk menentukan kriteria-
kriteria pemilihan data, atau lazim disebut filter data.
(2) Bagian kanan adalah ruang untuk menampilkan data hasil
pencarian.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 28
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
4. Publikasi
Modul Publikasi digunakan untuk menampilkan arsip-arsip publikasi
(makalah, literatur, hasil kajian, dan publikasi lainnya) dari direktorat-
direktorat di lingkungan Bappenas, khususnya Direktorat Pengembangan
Wilayah. Halaman publikasi dibagi menjadi dua bagian. Bagian kiri adalah
form pencarian data, dan sebelah kanan adalah hasil pencarian, seperti gambar
di bawah ini.
5. Info Regional
Modul Info Regional berfungsi untuk menampilkan berita/ news/informasi
rutin yang disampaikan oleh Direktorat Pembangunan Wilayah atau
direktorat-direktorat lain di lingkungan Bappenas. Halaman info dibagi
menjadi dua bagian. Bagian kiri adalah form pencarian data, dan sebelah
kanan adalah hasil pencarian, seperti gambar di bawah ini.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 29
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
B. Modul Administrator
1. Otorisasi
Akses untuk mengubah data hanya diberikan setelah melewati proses Otorisasi.
Anda diharuskan login, seperti terlihat pada gambar di bawah. Data apa yang
boleh anda ubah tergantung pada tingkat otorisasi yang anda miliki. Isilah User
Name dan Password dengan benar. Username dan password bersifat case
sensitive.
2. Daftar Staf
Staf adalah petugas yang diberi wewenang untuk mengelola aplikasi ini. Sub
modul ini berfungsi untuk menambah, mengubah, dan menghapus staf.
Penambahan, pengubahan, dan penghapusan data staf hanya dapat dilakukan oleh
administrator.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 30
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
3. Wilayah
Modul ini diperuntukkan untuk mengelola data master Pulau, Provinsi, dan
Kabupaten/Kota.
Berikut gambar tampilan pengelolaan data Pulau.
Berikut gambar tampilan pengelolaan data Provinsi dan Kabupaten/Kota
4. Variabel
Modul ini untuk menambah, mengubah, dan menghapus kategori, subkategori,
dan variabel.
Tampilan submodul “Kategori” seperti terlihat di bawah ini.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 31
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Tampilan submodul “Sub Kategori” seperti terlihat di bawah ini.
Tampilan submodul “Variabel” seperti terlihat di bawah ini.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 32
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Tampilan submodul “Satuan” seperti terlihat di bawah ini.
Tampilan submodul “Sumberdata” seperti terlihat di bawah ini.
5. Data Kauntitatif
Modul ini untuk memutakhirkan data kuantitatif, baik pada lingkup nasional,
provinsi, dan kab/kota.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 33
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
6. Data kualitatif
Modul ini untuk memutakhirkan data kualitatif, baik pada lingkup nasional,
provinsi, dan kab/kota.
7. Profil Daerah
Modul ini digunakan untuk memperbaharui data profil Provinsi dan Kabupaten.
Profil Provinsi
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 34
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 35
Pada Group Menu PROFIL DAERAH, pilih menu “Profil Provinsi”. Dibawah
ini adalah tampilan submenu ini.
Profil Kabupaten/kota
Pada Group Menu PROFIL DAERAH, pilih menu “Profil Kab/Kota”. Menu
“Add” digunakan untuk menambah data profil Kab/Kota.
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
BAB III
MODEL ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH
3.1. Pembangunan daerah Dalam Angka (PDDA)
Beberapa indikator pembangunan, model perhitungan, analisis data dan
indikator pembangunan wilayah yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja
pembangunan suatu wilayah ádalah sebagai berikut:
1). Indikator Kependudukan
Kepadatan Penduduk (Population Density)
Kepadatan penduduk adalah banyaknya penduduk suatu satuan luas,
misalnya banyaknya penduduk per kilometer persegi.
Rasio Anak-Wanita (Child-Women Ratio)
Rasio anak-wanita adalah rata-rata banyaknya anak di bawah usia lima
tahun per 1.000 wanita usia subur (15-49 tahun).
Rasio Jenis Kelamin (Sex Ratio)
Rasio jenis kelamin adalah perbandingan antara jumlah penduduk pria dan
jumlah penduduk wanita pada suatu daerah dan pada waktu tertentu, yang
biasanya dinyatakan dalam banyaknya penduduk pria per 100 wanita.
Rata-rata Pertumbuhan Penduduk (Population Growth)
Rata-rata pertumbuhan penduduk adalah angka yang menunjukkan tingkat
pertambahan penduduk per tahun dalam jangka waktu tertentu. Angka ini
dinyatakan sebagai persentase dari penduduk dasar.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development
Index (HDI)
Komponen IPM adalah usia hidup (longevity), pengetahuan (knowledge),
dan standar hidup layak (decent living). Usia hidup diukur dengan angka
harapan hidup atau e0 yang dihitung menggunakan metode tidak langsung
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 1
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
(metode Brass, varian Trussel) berdasarkan variabel rata-rata anak lahir
hidup dan rata-rata anak yang masih hidup.
Komponen pengetahuan diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata
lama sekolah yang dihitung berdasarkan data Susenas KOR. Indikator
angka melek huruf diperoleh dari variabel kemampuan membaca dan
menulis, sedangkan indikator rata-rata lama sekolah dihitung dengan
menggunakan dua variabel secara simultan; yaitu tingkat/kelas yang
sedang/pernah dijalani dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan.
Komponen standar hidup layak diukur dengan indikator rata-rata konsumsi
riil yang telah disesuaikan. Sebagai catatan, UNDP menggunakan indikator
PDB per kapita riil yang telah disesuaikan (adjusted real GDP per capita)
sebagai ukuran komponen tersebut karena tidak tersedia indikator lain
yang lebih baik untuk keperluan perbandingan antar negara.
Tahapan penghitungan indikator konsumsi riil per kapita yang telah
disesuaikan adalah sebagai berikut:
- Menghitung pengeluaran konsumsi per kapita dari Susenas Modul (=A)
- Mendeflasikan nilai A dengan IHK ibukota propinsi yang sesuai (=B)
- Menghitung daya beli per unit (=PPP/unit). Metode penghitungan sama
seperti metode yang digunakan International Comparison Project (ICP)
dalam menstandarkan nilai PDB suatu negara. Data dasarnya yang
digunakan adalah data harga dan kuantum dari suatu basket komoditi
yang terdiri dari nilai 27 komoditi yang diperoleh dari Susenas Modul
(Tabel 1)
- Membagi nilai B dengan PPP/unit (=C)
- Menyesuaikan nilai C dengan formula Atkinson sebagai upaya untuk
memperkirakan nilai marginal utility dari C
Penghitungan PPP/unit dilakukan dengan rumus:
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 2
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
jjij
jji
QP
E
unitPPP),(),9(
),(
/
dimana
E(i,j) : pengeluaran untuk komoditi j di propinsi ke-1
P(9,j) : harga komoditi j di DKI Jakarta
Q(i,j) : Jumlah komoditi j (unit) yang dikonsumsi di propinsi ke-1
Unit kuantitas rumah dihitung berdasarkan indeks kualitas
rumah yang dibentuk dari tujuh komponen kualitas tempat
tinggal yang diperoleh dari Susenas KOR. Ketujuh komponen
tersebut diberi skor sebagai berikut:
- Lantai: keramik, marmer, atau granit =1, lainnya = 0
- Luas lantai per kapita 10 m2 = 1, lainnya = 0
- Dinding: tembok =1, lainnya = 0
- Atap: kayu/sirap, beton =1, lainnya = 0
- Fasilitas penerangan: listrik =1, lainnya = 0
- Fasilitas air minum: leding =1, lainnya = 0
- Jamban: milik sendiri =1, lainnya = 0
- Skor awal untuk setiap rumah =1
Indeks kualitas rumah merupakan penjumlahan dari skor yang dimiliki
oleh suatu rumah tinggal dan bernilai antara 1 sampai dengan 8. Kuantitas
dari rumah yang dikonsumsi oleh suatu rumah tangga adalah Indeks
Kualitas Rumah dibagi 8. Sebagai contoh, jika suatu rumah tinggal yang
mempunyai Indeks Kualiats Rumah = 6, maka kuantitas rumah yang
dikonsumsi oleh rumah tangga tersebut adalah 6/8 atau 0,75 unit.
Rumus Atkinson yang digunakan untuk penyesuaian rata-rata konsumsi riil
secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 3
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
C(I)*= C(i) jika C(i) Z
= Z + 2(C(i) - Z)(1/2) jika Z < C(i) 2Z
= Z + 2(Z)(1/2) + 3(C(i) - 2Z)(1/3) jika 2Z < C(i) 3Z
= Z + 2(Z)(1/2) + 3(Z)(1/3) + 4(C(i) - 3Z)(1/4) jika 3Z < C(i) 4Z
dimana
C(i) = konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan dengan PPP/unit (hasil
tahapan 5)
Z = threshold atau tingkat pendapatan tertentu yang digunakan sebagai
batas kecukupan yang ditetapkan secara arbiter secara Rp.547.500,-
per kapita setahun atau Rp. 1500 per kapita per hari
Rumus penghitungan IPM dapat disajikan sebagai berikut:
IPM = 1/3 [X(1) + X(2) + X (3)]
(1)
dimana:
X(1) = Indeks harapan hidup
X(2) = Indeks pendidikan = 2/3 (indeks melek huruf) +1/3 (indeks rata-rata
lama sekolah)
X(3) = Indeks standar hidup layak
Indeks komponen IPM merupakan perbandingan antara selisih nilai suatu
indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai maksimum dan nilai
minimum indikator tersebut. Rumusnya dapat disajikan sebagai berikut:
Indeks X(i) = [ X(i) - X(i)min] / [ X(i)maks - X(i)min]
(2)
dimana
X(i) : Indikator ke-i (i =1,2,3)
X(i)maks : Nilai maksimum X(i)
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 4
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
X(i)min : Nilai minimum X(i)
Tabel 3.1. Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM
Komponen IPM
(=X(i))
Nilai
maksimum
Nilai
minimum
Catatan
(1) (2) (3) (4)
Angka Harapan
Hidup
Angka Melek
Huruf
Rata-rata lama
sekolah
Konsumsi per
kapita yang
disesuaikan
85
100
15
732.720 a)
25
0
0
300.000 b)
Standar UNDP
Standar UNDP
Standar UNDP
UNDPmenggunak
an PDB/kapita riil
yang disesuaikan
Catatan:
a) Proyeksi pengeluaran riil/unit/tahun untuk propinsi yang memiliki
angka tertinggi (Jakarta) pada tahun 2018 setelah disesuaikan dengan
formula Atkinson. Proyeksi mengasumsikan kenaikan 6.5 persen
selama kurun 1993-2018
b) Setara dengan dua kali garis kemiskinan untuk propinsi yang memiliki
angka terendah tahun 1990 di daerah pedesaan (Sulawesi Selatan)
Indeks Pembangunan Jender (IPJ)
IPJ (Gender-related Development Index atau GDI) maupun IDJ (Gender
Empowerment Measure atau GEM) seperti halnya IPM, merupakan indeks
komposit yang terdiri dari sejumlah komponen. Tetapi berbeda dengan
IPM, IPJ maupun IDJ memeperhitungkan ekstensi ketidaksamaan aversi
(inequality aversion) yang ditunjukkan oleh parameter . Sebagai suatu
parameter menunjukkan elastisitas marjinal valuasi sosial terhadap suatu
pencapaian, dan memperlihatkan kecepatan turunnya nilai marginal akibat
kenaikan pencapaian.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 5
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Untuk menghitung IPJ terlebih dahulu dihitung nilai Xede. Nilai tersebut
menunjukkan ukuran capaian yang terdistribusikan secara sama (equally
distributed equivalent anbievement). Xede merupakan suatu tingkat capaian
yang sama antar jenis kelamin (Xf = Xede dan Xm = Xede ) dari masing-
masing komponen, dihitung menggunakan persamaan:
(Xede = Pf Xf (1-) + Pm Xm (1-)) 1/ (1-) (3)
dimana
Xf : menunjukkan capaian perempuan
Xm : menunjukkan capaian laki-laki
Pf : Proporsi penduduk perempuan
Pm : Proporsi penduduk laki-laki
: Ekstensi ketidaksamaan aversi yang ditetapkan = 2
Khusus untuk komponen indeks distribusi pendapatan dihitung dengan
tahapan sebagai berikut:
- Menghitung rasio upah wanita terhadap upah laki-laki di sektor non
pertanian (Wf)
- Menghitung upah rata-rata (W) dengan rumus:
W = Aecf (Wf) + Aecm .(1) (4)
Dimana:
Aecf : Proporsi tenaga kerja (aktif secara ekonomi) wanita
Aecm : Proporsi tenaga kerja (aktif secara ekonomi) laki-laki
Wf : Rasio upah wanita di sektor pertanian
- Menghitung rasio upah masing-masing jenis kelamin terhadap upah
rata-rata (W) (=R)
- Menghitung sumbangan pendapatan (IncS) untuk masing-masing jenis
kelamin dengan rumus:
IncS = Aec(f/m). R(f/m) (5)
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 6
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 7
- Menghitung proporsi sumbangan pendapatan (% IncS) untuk masing-
masing jenis kelamin dengan rumus:
% IncS = IncS(f/m)/P(f/m) (6)
- Menghitung proporsi Xede dari % IncS (=Xede (Inc))
- Menghitung indeks distribusi pendapatan (IdisInc) dengan rumus:
IdisInc = [(Xede(inc).PPP) – PPPmin]/[PPPmks – PPPmin] (7)
Akhirnya angka IPJ dapat dihitung menggunakan persamaan:
IPJ = 1/3 [(Xede(1) +Xede (2) + IdisInc] (8)
dimana:
Xede (1): Xede angka harapan hidup
Xede (2) : Xede pendidikan
IdisInc : Indeks distribusi pendapatan
Sumber data yang digunakan untuk menghitung IPJ sama dengan sumber data
IPM. Data upah yang diperlukan untuk menghitung Xede standar hidup layak
dalam IPJ maupun IDJ digunakan data Sakernas .
Tahapan dan Ilustrasi Penghitungan IPJ
Penghitungan IPJ dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
- Menghitung indeks setiap komponen menggunakan persamaa (2) untuk
masing-masing jenis kelamin dengan batasan maksimum dan minimum
seperti dalam Tabel 3.
- Menghitung nilai Xede dari hasil penghitungan indeks pada tahap
pertama menggunakan persamaan (3)
- Menghitung IPJ menggunakan persamaan (8)
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Tabel 3.2. Nilai maksimum dan Minimum Komponen IPJ
Nilai
Maksimum
Nilai
Minimum
Indikator
Komponen
IPM [X(1)] L P L P
Catatan
Angka
Harapan
Hidup
52.5 87.5 22.
5
27.5 Standar UNDP
Angka Melek
Huruf
100.
0
100.
0
0.0 0.0 Standar UNDP
Rata-rata lama
sekolah
15.0 15.0 0.0 0.0 Standar UNDP
Konsumsi per
kapita
732.720
300.000
UNDP
menggunakan
GDP/kapita riil yang
disesuaikan
Catatan:
a) Proyeksi pengeluaran riil/unit/tahun untuk propinsi yang memiliki angka
tertinggi (Jakarta) pada tahun 2018 setelah disesuaikan dengan formula
Atkinson. Proyeksi mengasumsikan kenaikan 6.5 persen selama kurun
1993-2018
b) Setara dengan dua kali garis kemiskinan untuk propinsi yang memiliki
angka terendah tahun 1990 di daerah pedesaan (Sulawesi Selatan)
Indeks Pemberdayaan Jender
Komponen IDJ terdiri dari Indeks keanggotaan DPR (parlemen), Indeks
pengambilan keputusan dan Indeks distribusi pendapatan. Untuk
menghitung IDJ terlebih dahulu dihitung XEDEP yaitu indeks untuk setiap
komponen berdasarkan EDEP (Equally Distributed Equivalent Percentage),
dengan persamaan (3). Penghitungan distribusi pendapatan dalam IDJ
sama persis dengan yang dilakukan dalam IPJ. Sebagai catatan, UNDP
dalam menghitung indeks distribusi pendapatan untuk IDJ menggunakan
PDB per kapita yang belum disesuaikan.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 8
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Indeks masing-masing komponen IDJ merupakan hasil bagi antara XEDEP
dengan 50. Angka 50 merupakan rasio jenis kelamin yang dianggap “ideal”
bagi anggota parlemen, tenaga kepemimpinan dan ketatalaksnaan, atau
tenaga profesional dan teknisi.
Unsur pengambil keputusan (PK) adalah Tenaga Kepemimpinan dan
Ketatalaksanaan, dan Tenaga Profesional dan Teknisi. Dalam IDJ nasional
IPK merupakan indeks dari gabungan dua indeks masing-masing
komponen PK. Penggabungan dua jenis jabatan dalam IDJ nasional
semata-mata dilakukan untuk menghidari kesalahan klasifikasi (akibat
kesalahan persepsi responden) terhadap kedua jenis jabatan tersebut. Data
komponen PK menggunakan data Sensus Penduduk 1990 dan Susenas 1996
sementara data keanggotaan DPR menggunakan data dari Lembaga
Pemilihan Umum.
Rumus Penghitungan IDJ
Penghitungan IDJ dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
IDJ = 1/3 [Ipar + IPK + IdsInc] ………………………………… (9)
di mana:
Ipar : Indeks keanggotaan parleman (DPR)
IPK : Indeks pengambil keputusan
IdsInc : Indeks distribusi pendapatan
Indeks Kemiskinan Manusia (IKM)
IKM mengombinasikan dimensi-dimensi kemiskinan yang dianggap paling
mendasar yang direfleksikan dalam tiga indikator deprivasi yaitu hidup
singkat, pendidikan rendah dan ketiadaan akses terhadap sumber daya dan
pelayanan dasar. Hidup singkat, diukur dengan “probbabilitas penduduk
meninggal sebelum mencapai umur tepat 40 tahun (=P1)’ yang dinyatakan
dalam persen. Tahapan pertama penghitung P1 adalah dengan menyusun
model life table varian Coale-Demeny (Trussel) yang menggunakan data e0
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 9
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 10
dengan tahun rujukan 1990 dan 1995. Berdasarkan model tersebut dihitung
40q0 menggunakan persamaan (10 -140) / 10.
Pendidikan rendah diukur dengan persentase penduduk dewasa yang buta
huruf (=P2). P2 dihitung berdasarkan data Sensus Penduduk dan Supas
untuk penduduk yang berumur 15 tahun ke atas. Ketiadaan akses terhadap
sumber daya dan pelayanan dasar (=P3), untuk mengindikasikan hal
tersebut digunakan:
- Persentase penduduk yang tidak memiliki akses terhadap sumber air
bersih (=P31). P31 didefinisikan sebagai persentase rumah tangga yang
memiliki sumber air minum bukan leding, pompa, atau sumur dengan
jarak ke tempat pembuangan kotoran kurang dari 10 m. Data yang
digunakan adalah data Susenas.
- Persentase penduduk yang tidak memiliki akses ke fasilitas kesehatan
(=P32). P32 didefinisikan sebagai persentase penduduk yang tinggal
berjarak 5 km atau lebih untuk menjangkau fasilitas kesehatan. Sumber
data P32 sama dentan sumber data P31.
- Persentase anak di bawah lima tahun yang berstatus gizi kurang (=P33),
merupakan persentase balita berstatus gizi kurang atau sedang. Data P33
juga bersumber dari Susenas.
Rumus Penghitungan IKM
IKM = [1/3 (P31 + P32 + P33)] 1/3
di mana: P3 = 1/3 (P31+ P32 + P33)
Ukuran Perkembangan IPM
Untuk mengukur kecepatan perkembangan IPM dalam suatu kurun waktu
digunakan reduksi Shortfall per tahun (annual reduction in shortfall).
Untuk ini secara sederhana menunjukkan perbandingan antara capaian yang
telah ditempuh dengan capaian yang masih harus ditempuh untuk mencapai
titik ideal (IPM=100). Prosedur penghitungan reduksi shortfall IPM (=r)
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
n
ideal
ini
IPMIPM
xIPMIPMr
/1
)
(
100(
di mana:
IPMt : IPM pada tahun t
IPMt + n : IPM pada tahun t + n
IPM ideal : 100
Sebagai catatan, rumus tersebut menghasilkan angka dalam persentase.
Selain itu, rumus tersebut dapat pula digunakan untuk mengukur kesepatan
perubahan komponen IPM.
2). Kemiskinan
Pengertian Garis Kemiskinan
Jumlah dan persentase penduduk miskin dihitung berdasarkan tingkat
pengeluaran perkapitanya. Mereka yang memiliki tingkat pengeluaran lebih
rendah dari garis kemiskinan (GK) dikategorikan miskin. Garis kemiskinan,
yang merupakan standar kebutuhan dasar tersebut terdiri dari atas dua
komponen, yaitu batas kecukupan makanan dan non-makanan. GK ini pada
prinsipnya adalah suatu standar minimum yang diperlukan oleh seseorang
untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Dengan perkataan lain, GK adalah
nilai pengeluaran untuk minimum makanan dan bukan makanan per kapita
per bulan.
Batas kecukupan (standar minimum) untuk makanan yang secara memadai
harus dikonsumsi oleh seseorang ditetapkan mengacu pada rekomendasi
dari Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 1978, yaitu setara dengan
nilai konsumsi makanan yang menghasilkan energi 2.100 kalori per orang
per hari. Nilai rupiah dari pengeluaran makanan tersebut dihitung
berdasarkan harga dari suatu paket komoditi makanan yang dikonsumsi
oleh penduduk yang hidup sedikit di atas garis kemiskinan (yang disebut
Reference Population). Paket tersebut terdiri atas 52 komoditi. Pemilihan
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 11
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
paket komoditi makanan ditentukan atas dasar persentase rumahtangga
yang mengkonsumsi komoditi tersebut, serta dengan mempertimbangkan
volume kalori yang terkandung dan kewajaran sebagai komoditi esensial.
Pemilihan paket komoditi makanan tidak membedakan antara yang di
perkotaan dan di perdesaan. Perbedaan nilai pengeluaran untuk komoditi-
komoditi makanan terpilih antara penduduk perkotaan dan perdesaan
mencerminkan perbedaan volume dan harga dari setiap komoditi makanan
terpilih, disamping kualitasnya. Pendekatan ini berlaku untuk tahun 1993
sampai sekarang. Sebelum tahun 1993 batas kecukupan makanan
ditentukan dari rata-rata harga kalori yang dikonsumsi oleh reference
population. Dikalikan 2.100. Tabel 2.3, berikut menyajikan ringkasan
metodologi yang digunakan BPS.
Tabel 3.3. Jumlah Komoditi Makanan dan bukan Makanan yang
Digunakan dalam Penetuan Garis Kemiskinan
Jumlah Komoditi
Garis
Kemiskinan
1990 atau sebelumnya
***)
1993 1996 1998
sampai
sekarang
Perkotaan Perdesaan K D K D K D
Makanan
Non-
makanan
-
14
-
12
52
46*)
52
46*)
52
43*)
52
41*)
52
27
52
25
*) Jenis komoditi (untuk tahun lainnya jumlah sub kelompok pengeluaran
**) Setelah dikelompokkan lagi menyesuaikan paket 1998 makan menjadi 35 sub
kelompok pengeluaran (diperkotaan ) dan 24 (diperdesaan)
***) Untuk tahun 1990 dan sebelumnya, standar makanan dihitung dari 2.100 x
Harga Kalori
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 12
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan
Pengukuran kemiskinan dengan menggunakan Head Count Index masih
belum cukup menggambarkan kemiskinan karena hanya jumlah penduduk
miskin saja yang diperhitungkan. Padahal kelompok penduduk miskin yang
berada di bawah garis kemiskinan tersebut perlu dilihat lebih jauh tentang
seberapa jauh tingkat keparahannya. Berdasarkan rumusan yang diajukan
oleh Foster-Greer-Thorbecke (FGT), hal ini dapat diukur dari tingkat
kedalaman/ jurang kemiskinannya (Poverty Gap Index) dan tingkat
keparahannya (Poverty Severity Index) pada kelompok miskin tersebut.
Ketiga pengukuran tingkat kemiskinan ini terangkum di dalam rumusan
sebagai berikut.
q
i
iz
z
yy
nP
1
1
dimana:
α = 0, 1, 2
z = Garis kemiskinan
yz = Rata-rata pendapatan individu sebesar Garis Kemiskinan
yi = Rata-rata pendapatan individu miskin (di bawah garis kemiskinan)
(i = 1, 2, ..., q), yi < yz.
q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan
n = Jumlah penduduk
Berdasarkan formula di atas, faktor yang ada di dalam kurung adalah
proporsi kurangnya pendapatan orang miskin terhadap Garis Kemiskinan
itu sendiri, atau dapat diartikan sebagai jarak atau jauhnya seorang individu
dari garis kemiskinan, yang distandarisasikan oleh nilai Garis Kemiskinan
itu sendiri.
Proporsi (faktor di dalam kurung) tersebut dipangkatkan dengan koefisien
α yang bisa bernilai 0 sampai dengan (tak terhingga). Berdasarkan nilai q
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 13
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
tersebut, menunjukkan ada sebanyak q orang miskin, maka ada sebanyak q
nilai proporsi yang telah dipangkatkan tersebut. Selanjutnya nilai dari
penjumlahan tersebut dibagi dengan jumlah total individu/ jumlah
penduduk (atau proporsi tersebut dikalikan dengan 1/n).
Jika α = 0 maka rumus FGT index tersebut menjadi :
n
qP 0
yang dapat diartikan sebagai jumlah orang miskin (q) dibagi dengan total
jumlah penduduk (n). Ukuran kemiskinan ini dikenal dengan nama
headcount ratio.
Jika α = 1 diperoleh Poverty Gap Index (P1) :
Angka poverty gap ratio tersebut merupakan persentase rata-rata
kekurangan pendapatan penduduk miskin terhadap garis kemiskinan.
Formula tersebut di atas dihitung berdasarkan rasio antara jumlah uang
yang dibutuhkan untuk menanggulangi kemiskinan tersebut (poverty gap)
dengan total pendapatan dari seluruh individu/ jumlah penduduk masing-
masing sebesar nilai Garis Kemiskinan.
Dengan formula P1 ini sudah mengakomodasi tingkat keparahan
kemiskinan.
α = 2 diperoleh Poverty Severity (FGT) Index (P2) :
Ukuran kemiskinan ini diusulkan untuk digunakan oleh Foster, Greer dan
Thorbecke. Berdasarkan formula tersebut dapat menangkap tingkat
keparahan relatif dari kemiskinan, lebih baik dibandingkan dengan formula
P1.
z
q
iiz
ny
yyP
1
1
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 14
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Gini Ratio
Indeks Gini atau Ratio Gini adalah koefisien yang berkisar antara 0 sampai
1, yang memberikan gambaran tentang kadar kemerataan atau kesenjangan
distribusi pendapatan suatu wilayah. Jika nilai dari indeks tersebut semakin
besar (mendekati 1), memberikan isyarat bahwa tingkat distribusi yang
terjadi semakin senjang. Sedangkan jika nilai indeks tersebut semakin
mengecil (mendekati 0) maka distribusi pendapatan di wilayah tersebut
semakin merata. Angka Ratio Gini dapat ditaksir secara visual langsung
dari kurva Lorenz, yaitu perbandingan luas area yang terletak di antara
kurva Lorenz dan diagonal terhadap luas area segitiga OBC. Semakin
melengkung kurva Lorenz maka luas area yang dibagi akan semakin besar
(ratio gininya akan semakin besar pula). Formula penghitungan Ratio Gini
adalah sebagai berikut:
Keterangan:
IG = Indeks Gini
F(x) = Fungsi yang menggambarkan persentasependapatan penduduk
berdasarkan persentase jumlah penduduk yang ada
2
1
2
2 )( z
q
iiz
yn
yyP
)1(1
1
jj
k
jjPIG
Keterangan:
IG = Indeks Gini
P = peluang;
= persen kumulatif pendapatan; P=n/k
n = jumlah contoh dengan nilai sama
k = contoh total
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 15
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Indeks Williamson
Indeks Williamson (CVw) salah satu analisis yang digunakan untuk
mengukur ketimpangan pendapatan regional, khususnya pendapatan
dalam pengertian indikator PDRB per kapita.
Y
n
nxYY
CVp
pp
w
Keterangan:
CVw = Weighted coefficient of variation
np = Jumlah penduduk di provinsi p
n = Total Jumlah Penduduk di seluruh provinsi
= PDRB per kapita di provinsi p pY
= Rata-rata PDRB per kapita seluruh provinsi Y
3). Ketenagakerjaan
Angkatan Kerja (Labour Force)
Angkatan kerja adalah mereka yang berumur 15 tahun ke atas dan selama
seminggu yang lalu mempunyai pekerjaan, baik yang bekerja maupun yang
sementara tidak bekerja karena suatu sebab, seperti sedang menunggu
panenan atau cuti. Di samping itu, mereka yang tidak mempunyai
pekerjaan tetapi sedang mencari pekerjaan/mengharapkan dapat pekerjaan
juga termasuk dalam kelompok angkatan kerja.
Bekerja (Working)
Bekerja adalah melakukan kegiatan/pekerjaan paling sedikit satu
jam berturut-turut selama seminggu yang lalu dengan maksud untuk
memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau
keuntungan. Pekerja keluarga yang tidak dibayar termasuk kelompok
penduduk yang bekerja.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 16
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 17
Bukan Angkatan Kerja (Not in Labour Force)
Bukan angkatan kerja adalah mereka yang berumur 10 tahun ke atas
dan selama seminggu yang lalu hanya bersekolah, mengurus rumah
tangga atau lainnya, serta tidak melakukan suatu kegiatan yang
dapat dimasukkan dalam kategori bekerja, sementara tidak bekerja,
atau mencari pekerjaan.
Jumlah Jam Kerja Seluruh Pekerjaan (Total Working Hours)
Jam kerja adalah jumlah kerja mereka yang bekerja (tidak termasuk
jam kerja istirahat resmi dan jam kerja yang digunakan untuk hal-hal
di luar pekerjaan) selama seminggu yang lalu.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (Labor Force Participation
Rate)
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) merupakan persentase jumlah
angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja. Indikator ini menunjukkan
persentase penduduk yang membutuhkan pekerjaan (aktif secara
ekonomis).
Formula perhitungan TPAK adalah sebagai berikut:
Data yang digunakan untuk mengolah variabel ini berasal dari Susenas.
Angka Beban Tanggungan (Dependency Ratio)
Variabel ini digunakan untuk mengetahui tingkat ketergantungan
penduduk usia tidak produktif terhadap penduduk usia produktif, atau
untuk mengetahui tingkat beban tanggungan penduduk usia produktif
terhadap penduduk usia tidak produktif. Secara kuantitatif angka beban
tanggungan adalah angka yang menyatakan perbandingan antara penduduk
%100XKerjaUsiaPendudukJumlah
KerjaAngkatanJumlahTPAK
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 18
usia tidak produktif (di bawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas) dengan usia
produktif (antara 15 sampai 64 tahun) dikalikan 100.
Formula perhitungan Angka Beban Tanggungan adalah sebagai berikut:
Secara kasar angka ini dapat digunakan sebagai indikator ekonomi dari
suatu negara apakah tergolong maju atau bukan. Sebagai contoh, jika angka
beban tanggungannya 87, berarti tiap 100 orang yang produktif harus
menanggung 87 orang yang tidak produktif.
Data yang digunakan untuk mengolah variabel ini berasal dari Susenas.
Tingkat Pengangguran Terbuka (Open Unenployment Rate)
Variabel ini digunakan untuk mengetahui tingkat pengangguran terbuka di
kalangan angkatan kerja, yaitu merupakan perbandingan antara jumlah
pencari kerja dengan jumlah angkatan kerja. Angkatan kerja (labour force)
sendiri didefinisikan sebagai mereka yang berumur 10 tahun ke atas dan
selama seminggu yang lalu mempunyai pekerjaan, baik yang bekerja
maupun yang sementara tidak bekerja karena suatu sebab, seperti sedang
menunggu panenan atau cuti. Di samping itu, mereka yang tidak
mempunyai pekerjaan tetapi sedang mencari pekerjaan/mengharapkan
dapat pekerjaan juga termasuk dalam kelompok angkatan kerja.
Formula yang digunakan untuk menghitung Tingkat Pengangguran
Terbuka (Ppk) adalah:
Data yang digunakan untuk mengolah variabel ini berasal dari Susenas
tahun 1996 dan 1999.
% 100X ProduktifUsia Penduduk Jumlah
Produktif Usia Tidak Penduduk Jumlahn TanggungaBebanAngka
% 100X Kerja AngkatanJumlah
KerjaPencari Jumlah Ppk
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Setengah Bekerja (Under Employment)
Variabel ini menyajikan jumlah dan persentase penduduk yang termasuk
dalam klasifikasi setengah bekerja. Penduduk yang tergolong setengah
bekerja adalah mereka yang bekerja kurang dari 35 jam kerja selama
seminggu.
Formula yang digunakan untuk menghitung tingkat penduduk setengah
bekerja (Pb) adalah:
% 100XbekerjayangpendudukJumlah
semingguselama jam 35 bekerja yangpendudukJumlah
Pb
Data yang digunakan untuk mengolah variabel ini berasal dari Susenas.
Pekerja Sektor Informal
Variabel ini menyajikan jumlah dan persentase penduduk yang bekerja
pada sektor informal. Sektor informal adalah sektor-sektor ekonomi yang
kegiatannya tidak teregistrasi secara resmi. Data yang digunakan untuk
mengolah variabel ini berasal dari Susenas tahun 1996 dan 1999.
4). Variabel Kesehatan
Angka Harapan Hidup pada Waktu Lahir (Life Expectancy at
Birth)
Angka harapan hidup pada waktu lahir adalah suatu perkiraan rata-rata
lamanya hidup sejak lahir (dalam tahun) yang akan dicapai oleh penduduk.
Data yang digunakan berasal dari olahan BPS tahun 1996 dan 1999.
Keluhan Kesehatan (Health Complaints)
Keluhan kesehatan adalah keadaan seseorang yang merasa terganggu oleh
kondisi kesehatan, kejiwaan, kecelakaan, atau hal lain. Seseorang yang
menderita penyakit kronis dianggap mempunyai keluhan kesehatan
walaupun pada waktu survai (satu bulan terakhir) yang bersangkutan tidak
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 19
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 20
kambuh penyakitnya. Data yang digunakan untuk mengolah variabel ini
berasal dari Susenas tahun 1996 dan 1999 dan hasil olahan Biro Pusat
Statistik tahun 1996 dan 1999.
Rata-rata Lama Sakit (Length of Illness)
Indikator ini menggambarkan tingkat intensitas yang dialami penduduk.
Selain itu indikator ini menggambarkan besarnya kerugian yang dialami
penduduk karena penyakit yang diderita. Semakin besar nilai indikator ini
semakin tinggi tingkat intensitas penyakit yang diderita penduduk dan
semakin besar kerugian yang dialami.
Formula yang digunakan untuk menghitung rata-rata lama sakit (Rls) ini
adalah sebagai berikut:
Data yang digunakan untuk mengolah variabel ini berasal dari Susenas
tahun 1996 dan 1999 dan hasil olahan Biro Pusat Statistik.
Angka Kematian Bayi/Infant Mortality Rate (IMR)
Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator yang penting dalam
menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Angka tersebut dinyatakan dengan jumlah kematian bayi selama satu tahun
per 1000 kelahiran pada tahun yang sama.
Sumber data yang dapat digunakan: Sensus Penduduk, Supas dan Susenas
Catatan:
30
1
30
11
ii
iii
s
S
L*S
SakityangPendudukJumlah
SakitMenderitayangPendudukHariOrangJumlahR
10001
XttahunselamakelahiranJumlah
ttahunselamatahundibawahbayikematianJumlahIMR
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 21
Nilai normatif: < 40 Hard rock (“batu karang keras”), artinya IMR yang
kurang dari 40 sangat sulit diupayakan penurunannya; 40-70
Intermediate rock (“batu karang sedang”), artinya IMR antara 40-70 sulit
untuk diturunkan; >70 Sohx rock (“batu karang lunak”), artinya IMR
yang lebih besar dari 70 mudah untuk diturunkan. Kategorisasi ini
berkaitan dengan kemudahan penurunan IMR. Sebagai contoh, lebih
mudah menurunkan IMR yang masih di atas 70 dibandingkan
menurunkan IMR yang sudah lebih rendah dari 40.
Penolong Persalinan Bayi oleh Tenaga Medis (%) / Birth
Attended by Paramedies (%)
Indikator ini adalah persentase persalinan yang ditolong oleh tenaga
terdidik seperti dokter, bidan, dan tenaga medis lainnya. Indikator ini
digunakan untuk menggambarkan tingkat kemajuan pelayanan kesehatan
terutama pada saat kelahiran dimana resiko kematian yang amat tinggi.
Sumber data yang dapat digunakan: Susenas
Status Gizi Balita
Klasifikasi status gizi balita ditentukan oleh indeks berat badan menurut
umur berdasarkan Baku Harvard. Ada empat kategori untuk status gizi
balita yaitu: kategori gizi buruk, kurang, sedang dan baik. Batas ambang
(cut-off points) untuk keempat kategori tersebut adalah:
a. Gizi buruk : dibawah 60 persen baku
b. Gizi kurang : 60 s.d 69.9 persen baku
c. Gizi sedang : 70 s.d 79.9 persen baku
d. Gizi baik : 80 persen baku ke atas
Sumber data yang dapat digunakan: Susenas
%100,
XseluruhnyapersalinanJumlah
lainnyamedisdanbidandokter
tenagaditolongyangpersalinanJumlah
PERS
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 22
Penduduk yang mengalami keluhan kesehatan (%)
Indikator ini menggambarkan status kesehatan masyarakat secara umum.
Sumber data yang dapat digunakan Susenas.
5). Pendidikan
Angka Melek Huruf (Literacy Ratio)
Angka melek huruf adalah ukuran persentase penduduk usia sepuluh tahun
ke atas yang bisa membaca dan menulis. Formula yang digunakan untuk
menghitung angka melek huruf adalah sebagai berikut.
Data digunakan untuk mengolah variabel ini berasal dari Susenas.
Angka Partisipasi Pendidikan Murni
Angka partisipasi pendidikan murni (APM) adalah angka perbandingan
antara banyaknya murid dari jenjang pendidikan tertentu dengan
banyaknya penduduk usia sekolah pada jenjang yang sama, dinyatakan
dalam persen. Formula yang digunakan untuk menghitung APM adalah
sebagai berikut:
100% X Ataske Tahun10Usia Penduduk Jumlah
Baca TulisBisa yang Ataske Tahun10Usia Penduduk HurufkAngka Mele
100% X Tahun12 - 7Usia Penduduk Jumlah
SD MuridJumlahSDAPM
100% X Tahun15 - 13Usia Penduduk Jumlah
SLTP MuridJumlahSLTPAPM
%100tan
XpendudukJumlah
kesehakeluhanmengalamiyangpendudukJumlahPs
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 23
Data yang digunakan untuk mengolah variabel ini berasal dari Susenas .
Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan adalah pendidikan formal
tertinggi yang berhasil ditamatkan. Indikator ini adalah persentase
penduduk berusia 10 tahun ke atas yang minimal berpendidikan SD. Angka
yang diperoleh digunakan untuk mengetahui tingkat kualitas pendidikan
penduduk dengan menggunakan pendidikan dasar sebagai batasan
minimal. Dengan demikian semakin besar penduduk berpendidikan SD ke
atas semakin tinggi kualitas pendidikan penduduk. Data yang digunakan
untuk mengolah variabel ini berasal dari Susenas
Putus Sekolah / Drop Out Rate
Angka Putus Sekolah dibagi menurut tiga kelompok umur yaitu kelompok
umur 7-15, 16-18 dan 19-24 tahun. Masing-masing kelompok tersebut
menunjukkan usia sekolah pada setiap jenjang pendidikan (dasar,
menengah dan tinggi).
Sumber data yang dapat digunakan: registrasi Depdikbud, Sensus
Penduduk, Supas dan Susenas
6). Ekonomi Daerah
Location Quotient (LQ)
Pada dasarnya sektor-sektor dalam perekonomian dapat dibagi ke dalam
dua sektor besar, yaitu sektor basis dan non basis. Sektor basis adalah
sektor-sektor yang mampu memenuhi kebutuhan daerah sendiri, bahkan
100% X Tahun18 - 16Usia Penduduk Jumlah
SLTA MuridJumlahSLTA APM
%100XikeumurkelompokpendudukJumlah
sekolahputusyangikeumurkelompokmenurutpendudukJumlahAPS i
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
dapat mengekspor barang dan jasanya ke luar daerah. Sedangkan sektor
non basis adalah sektor-sektor yang hanya mampu memenuhi kebutuhan
daerahnya sendiri, bahkan harus mengimpor dari luar daerah.
Salah satu pendekatan yang digunakan untuk menentukan sektor-sektor
basis ini adalah pendekatan Location Quotient atau sering disingkat .
merupakan indikator awal untuk menentukan posisi surplus/defisit
suatu daerah dalam hal konsumsi/produksi tertentu. Formula adalah
sebegai berikut :
LQ
LQ
LQ
iR
R
iN
N
SS
LQS
S
dimana:
iRS : jumlah PDRB sektor i suatu daerah
RS : jumlah total PDRB pada suatu daerah
iNS : jumlah PDB sektor i pada wilayah nasional
NS : jumlah total PDB pada wilayah nasional
Ada tiga kondisi yang dapat dicirikan dalam perhitungan dengan metode
pada suatu wilayah, yaitu: LQ
Jika nilai LQ > 1, menunjukkan sektor tersebut disamping dapat
memenuhi kebutuhannya sendiri, juga memberikan peluang untuk
diekspor ke wilayah lainnya. Dapat dikatakan pula bahwa wilayah
tersebut terspesialisasi pada sektor yang bersangkutan (sektor tersebut
merupakan sektor basis).
Jika nilai LQ = 1, menunjukkan sektor tersebut hanya dapat memenuhi
kebutuhan wilayah itu sendiri.
Jika nilai LQ < 1, menunjukkan bahwa sektor tersebut tidak cukup
memenuhi kebutuhan wilayahnya sendiri, sehingga wilayah tersebut
harus mengimpor dari wilayah lain. Dapat dikatakan juga bahwa
wilayah tersebut tidak terspesialisasi pada sektor yang bersangkutan.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 24
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Pembahasan mengenai model basis ekonomi diarahkan untuk memahami
bagaimana suatu wilayah sebagai bagian dari suatu wilayah yang lain dapat
terbentuk dan berbagai aktifitas yang menyertai dari pembentukan dan
pengisian kota. Analisis tersebut dapat juga dijadikan sebagai landasan bagi
analisis pengembangan sektor di suatu wilayah.
Pertumbuhan PDRB
Pertumbuhan PDRB agregat digunakan untuk melihat prestasi ekonomi
suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Dalam pengembangan Profil
Ekonomi Daerah ini kurun waktu yang digunakan terdiri dari dari dua
periode, yaitu periode 1994-1996 dan 1996-1998. Untuk dapat mengetahui
pertumbuhan ekonomi daerah secara riil, maka penghitungan
pertumbuhan menggunakan data PDRB agregat atas dasar harga konstan
1993 yang telah menghilangkan pengaruh perubahan harga dan inflasi.
Nilai PDRB yang diolah dibagi dalam nilai PDRB migas dan non-migas.
Pertumbuhan ekonomi dihitung dengan menggunakan formula sebagai
berikut:
R = %1001
12 x
xx
Keterangan:
R = Nilai pertumbuhan PDRB
x1 = Data PDRB pada awal tahun kajian
x2 = Data PDRB pada akhir tahun kajian
Catatan:
Nilai pertumbuhan dinyatakan dalam rentang dua tahun, bukan rata-
rata per tahun. Hal ini dimaksudkan untuk membandingkan kinerja
ekonomi dalam dua periode yaitu periode tahun 1994-1996 dan 1996-1998
(saat terjadi krisis ekonomi). Rentang waktu pertumbuhan ini selanjutnya
digunakan dalam pengolahan variabel data yang lain.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 25
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 26
Pertumbuhan Nilai Tambah Sektoral
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berjumlah sembilan sektor.
Untuk lebih menyederhanakan dalam proses penghitungan pertumbuhan
sektoralnya, maka dilakukan pengelompokan yang disusun menurut versi
Bank Dunia (tahun 1970-an), dengan pengelompokan sebagai berikut:
• Sektor pertanian.
• Sektor industri, terdiri dari sektor pertambangan dan penggalian;
industri manufaktur, listrik, gas dan air minum; dan sektor bangunan.
• Sektor jasa, terdiri dari sektor perdagangan, hotel dan restoran;
transportasi dan komunikasi; bank dan lembaga keuangan lainnya; dan
jasa-jasa lainnya.
Berdasarkan pengelompokan tersebut, dihitung pertumbuhan masing-
masing sektor untuk melihat pergeseran setiap sektor pada periode 1994-
1996 dan periode 1996-1998.
Penghitungan pertumbuhan sektoral tersebut menggunakan formula
sebagai berikut:
Keterangan:
Ri = Nilai pertumbuhan sektor i
Xi1= Data sektor i pada awal kajian
Xi2= Data sektor i pada akhir kajian
Kontribusi Sektoral PDRB
Data yang digunakan untuk kontribusi sektoral PDRB adalah PDRB
sektoral tahun 1994, 1996, dan 1998 dengan sektor sesuai hasil
pengelompokan, yaitu: sektor pertanian, industri, dan sektor jasa.
Kontribusi setiap sektor terhadap jumlah total PDRB ditujukan untuk
melihat sektor yang memberikan kontribusi terbesar pada tahun 1994,
Ri = %1001
12
i
ii
x
xx
K o n t r i b u si S e k t o r i = %100× PDRBtotal Nilai
sektor iNilai
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
1996, dan 1998. Penentuan besarnya kontribusi sektoral dihitung dengan
formula berikut ini:
Keunggulan Sektoral Metode Shift-Share
Analisis shift-share biasanya dilakukan dengan metode perbandingan
performance pertumbuhan antara suatu daerah dengan daerah yang lebih
besar. Kegunaan metode ini adalah untuk mengetahui kinerja
perekonomian, pergeseran struktur, posisi relatif sektor-sektor ekonomi
dan sektor-sektor yang unggul dalam suatu wilayah.
Analisis shift-share membagi perubahan atau pertumbuhan kinerja
ekonomi kabupaten/kota dalam tiga komponen, yaitu:
a. Komponen pertumbuhan ekonomi propinsi (Rpt) yang mengukur
perubahan kinerja ekonomi pada perekonomian yang dirujuk dalam hal
ini propinsi.
b. Komponen pertumbuhan keunggulan sektoral propinsi (Rps) yang
mengukur perbedaan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi propinsi
dengan pertumbuhan ekonomi agregat propinsi. Apabila komponen
pada salah satu sektor propinsi bernilai positif, berarti bahwa sektor
tersebut berkembang dalam perekonomian propinsi tersebut.
Sebaliknya bila negatif, sektor tersebut menurun kinerjanya.
c. Komponen pertumbuhan keunggulan sektoral kabupaten (Rks) yang
mengukur kinerja sektor-sektor kabupaten terhadap sektor-sektor yang
sama pada perekonomian tingkat propinsi. Apabila komponen pada
salah satu sektor bernilai positif, maka daya saing sektor kabupaten
meningkat dibandingkan sektor yang sama dalam skala propinsi dan
apabila negatif maka terjadi fenomena sebaliknya.
Untuk mengetahui total pertumbuhan sektoral kabupaten (Rkt), maka
ketiga komponen di atas dijumlahkan. Secara lebih sederhana dapat
dituliskan dengan formula sebagai berikut:
Rkt = Rpt + Rps + Rks
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 27
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 28
Masing-masing komponen pertumbuhan tersebut dapat dijelaskan dengan
formula sebagai berikut:
Keterangan:
P1 = PDRB agregat propinsi pada akhir tahun kajian
P0 = PDRB agregat propinsi pada awal tahun kajian
P1i = PDRB sektor i dalam skala propinsi pada akhir tahun kajian
P0i = PDRB sektor i dalam skala propinsi pada awal tahun kajian
K1i = PDRB sektor i dalam skala kabupaten pada akhir tahun kajian
K0 = PDRB sektor i dalam skala kabupaten pada awal tahun kajian
Data sektoral PDRB dalam penghitungan shift-share menggunakan tiga klasifikasi
sektor, yaitu: pertanian, industri, dan jasa. Komponen-komponen pertumbuhan
dianalisis dengan menggunakan dua periode waktu, yaitu periode waktu tahun
1994-1996 dan 1996-1998. Dengan demikian pertumbuhan dihitung dalam
rentang dua tahun. Dari kedua periode waktu tersebut akan dibandingkan
pertumbuhan komponen ekonomi di setiap kabupaten/kota dan dapat juga dilihat
pada tingkat propinsi.
R p t =
0
01
P Total
P TotalP Total
Rps = 0
01
0
0i
1
P Total
P Total P Total
PSektor
PSektor PSektor
i
i
R k s = i
0
i0
i1
i0
i0
i1
PSektor
PSektor PSektor
KSektor
KSektor KSektor
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
3.2. Analisis kesenjangan antarwilayah
Rangkaian berbagai penelitian tentang kesenjangan ditandai oleh tonggak-tonggak
temuan. Kuznets (1954) tercatat sebagai salah satu peneliti awal dalam meneliti
kesenjangan. Penelitian kesenjangan di berbagai negara secara cross-sectional dan
menemukan pola U terbalik. Kuznets menyimpulkan bahwa pendapatan rata-rata
perkapita pada awal perkembangan negara masih rendah, dan tingkat kesenjangan
juga rendah. Ketika pendapatan rata-rata naik, maka kesenjangan juga meningkat.
Kemudian ketika pendapatan rata-rata naik lebih tinggi, maka kesenjangan akan
turun kembali.
Penelitian yang dilakukan oleh Williamson (1966) menekankan pada kesenjangan
antarwilayah di dalam negara. Williamson menghubungkan kesenjangan
pendapatan rata-rata antarwilayah dengan berbagai faktor termasuk tingkat
urbanisasi suatu wilayah.
Di samping pola dan faktor penentu kesenjangan, peneliti juga mengamati proses
terjadinya kesenjangan. Myrdal (1957) melakukan penelitian tentang sistem
kapitalis yang menekankan kepada tingkat keuntungan bagi suatu wilayah yang
memberikan harapan tingkat keuntungan tinggi akan berkembang menjadi pusat-
pusat perkembangan kesejahteraan. Di sisi lain, wilayah-wilayah dengan harapan
tingkat keuntungan yang rendah tidak akan berkembang sehingga terjadi
kesenjangan. Teori efek polarisasi menjelaskan kesenjangan antarwilayah yang
meningkat karena berpindahnya faktor produksi dari wilayah yang terbelakang ke
wilayah yang lebih maju. Sebaliknya terdapat teori yang menjelaskan proses yang
berlawan arah, yaitu teori efek penetesan yang menjelaskan penyebaran faktor
produksi dari suatu wilayah yang telah maju ke wilayah yang belum maju karena
di wilayah yang telah maju terjadi eksternalitas negatif yang makin besar.
Dalam penelitian lain, kesenjangan juga dikaitkan dengan faktor alam, yaitu
tingkat kekayaan sumber daya alam suatu wilayah. Sedangkan penelitian lain
menyebutkan bahwa urbanisasi, sebagai akibat dari kesenjangan perdesaan dan
perkotaan, merupakan proses menuju suatu bentuk tertentu dari keseimbangan.
Guna memberikan gambaran perkembagan terakhir tentang penelitian
kesenjangan, berikut ini disampaikan tinjauan singkat dari beberapa hasil
penelitian.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 29
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Zhicheng Liang (2005) menjelaskan mengenai pola hubungan perkembangan
sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi yang berimplikasi pada disparitas
antarwilayah di China khususnya kesenjangan wilayah pesisir dan daratan.
Penelitian ini berusaha mengeksplorasi bagaimana keadaan perekonomian makro
di China pasca diberlakukannya dualisme sistem ekonomi China (lebih bersifat
kapitalis untuk wilayah pesisir dan sosialis untuk wilayah daratan). Kesimpulan
dari penelitian ini menunjukkan bahwa perkembangan sektor keuangan secara
signifikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah pesisir, tapi tidak
memberi dampak pada wilayah daratan, dan fakta ini diperburuk oleh lemahnya
pertumbuhan sektor keuangan di wilayah daratan yang secara kontekstual
semakin memperburuk disparitas antara wilayah pesisir dan wilayah daratan di
China. Penelitian tersebut menggunakan data Produk Domestik Regional Bruto
provinsi di China, dan melihat tingkat kesenjangan berdasarkan indeks Gini.
Salvadore Barrios dan Eric Strobl (2006) menuliskan laporan penelitian mengenai
hubungan antara kesenjangan antarwilayah dengan pembangunan ekonomi.
Penelitian ini menggunakan data Produk Domestik Bruto di negara-negara Uni
Eropa yang diolah dengan metoda ekonometrik untuk menjelaskan pola hubungan
antara PDB dengan kesenjangan antarwilayah yang berbentuk kurva huruf U
terbalik. Hasil penelitian ini memberikan bukti kuat bahwa untuk negara-negara
yang tergabung dalam Uni Eropa memilki pola kesenjangan wilayah yang
berbentuk kurva huruf “U” terbalik. Temuan ini sejalan dengan temuan Kuznets.
Temuan lain dari penelitian ini membuktikan bahwa variabel yang berkaitan
dengan kebijakan penggabungan ekonomi negara Uni Eropa antara lain struktur
anggaran negara dan desentralisasi fiskal dan mekanisme redistribusi jaminan
sosial memberi dampak terhadap kesenjangan antarwilayah.
Penelitan unik yang dilakukan oleh Diego Andre de Assumcao (2005) mencoba
mengeksplorasi peran pengetahuan masyarakat sebagai faktor utama dalam
mengurangi kesenjangan antarwilayah di Brazil. Dalam laporan penelitian, mereka
memaparkan berbagai alternatif untuk sosialisasi pengetahuan kepada masyarakat
melalui berbagai saluran atau kanal informasi. Penelitian ini juga dikaitkan
dengan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Brazil. Tujuan
Pembangunan Milenium tersebut digunakan sebagai indikator untuk
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 30
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
memperlihatkan perkembangan Brazil dalam peningkatan kesejahteraan dan
pengetahuan masyarakat untuk mengurangi kesenjangan wilayah.
Penelitian kesenjangan antardaerah di India yang relatif baru dilakukan oleh B.
Bhatacharya dan A Sakthivel (2004). Penelitian ini menganalisis kesenjangan
wilayah yang terjadi di India. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data Produk Domestik Bruto, Produk Domestik Regional Bruto, dan pendapatan
perkapita sebagai dasar analisis statistik deskiptif untuk menjelaskan kinerja
pertumbuhan wilayah dan perubahan struktur wilayah-wilayah di India.
Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa pembangunan industri di India
berjalan secara cepat dan terpusat di wilayah-wilayah dengan infrastruktur
memadai. Pola pembangunan seperti ini semakin mempertajam kesenjangan
antarwilayah di India. Temuan lainnya adalah adanya korelasi negatif antara
pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan pendapatan. Hal ini secara berantai
menimbulkan suatu masalah yang simultan, yaitu beban wilayah yang berat
dengan jumlah penduduk tinggi dan pendapatan yang rendah sehingga
mendorong migrasi ke wilayah lain yang lebih maju. Di sisi lain, masalah yang
terjadi di wilayah tujuan adalah tidak meratanya tingkat pendidikan yang
menyebabkan timbulnya masalah sosial pengangguran yang mengarah pada
meningkatnya kriminalitas.
Penelitian lain yang relevan dengan desentralisasi dilakukan oleh Christian
Lessmann (2006). Ia meneliti mengenai hubungan desentralisasi fiskal dengan
kesenjangan wilayah. Penelitian ini mengunakan beberapa data statistik ekonomi
17 negara OECD yang diolah melalui analisis statistik deskriptif. Penelitian ini
menghasilkan temuan bahwa negara dengan tingkat desentralisasi fiskal yang
tinggi memiliki kesenjangan wilayah yang rendah. Kewenangan dan otonomi lokal
terhadap kapasitas fiskal wilayah yang besar akan dapat mengurangi kesenjangan.
Namun, hasil temuan ini hanya berlaku bagi negara-negara maju saja. Bagi negara
berkembang dan miskin, desentralisasi mungkin akan menyebabkan semakin
tajamnya kesenjangan antarwilayah. Hal ini disebabkan masih tingginya tingkat
korupsi dan lemahnya kapasitas pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber
daya dan pelayanan publik.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 31
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 32
3.2.1. Fokus Substansi Untuk Penyajian Profil Kesenjangan
Antarwilayah
Bertitik tolak dari fakta kesenjangan kesejahteraan masyarakat dan kesenjangan
output regional yang terjadi antardaerah, maka profil kesenjangan antarwilayah
diarahkan untuk menggambarkan kedua komponen tersebut, serta menunjukkan
hubungan dari keduannya. Output regional menggunakan pendekatan wilayah
(area approach), sementara kesejahteraan masyarakat (community welfare)
menggunakan pendekatan rumah tangga (household approach). Output regional
dan kesejahteraan masyarakat ini, pada hakikatnya merupakan dua hal yang
berbeda, bahkan patut dipertanyakan dalam kontek sebagai berikut:
Apakah ada kaitan antara kekayaan daerah (regional prosperity)
dengan kesejahteraan masyarakat (community welfare) di suatu
daerah?.
Apakah suatu tingkat kekayaan daerah yang tinggi juga akan
berdampak pada tingginya kesejahteraan masyarakat di daerah
tersebut?
Pada dasarnya output regional merupakan sumber dari pengeluaran individu pada
suatu daerah sebagai mana konsep PDB nasional (Y). Dimana, Y selanjutnya bisa
diderivasi dengan mengurangkan dan menambahkannya dengan beberapa faktor,
yang akan menghasilkan pendapatan yang siap dibelanjakan oleh penduduk
(disposable income) dengan notasi (Yd). Yd yang dibelanjakan disebut konsumsi
(C), dan Yd yang tidak dibelanjakan disebut tabungan/saving (S), sehingga Yd = C
+ S. Sebagian dari pengeluaran konsumsi itu dialokasikan untuk kebutuhan
mendapatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan. Pendidikan dan kesehatan
inilah yang pada gilirannya akan meningkatkan human capability dalam jangka
panjang untuk mampu men-generate disposable income. Secara singkat
demikianlah siklus antara output regional dan community welfare1.
1 Aspirasi Terhadap Ketidakmerataan; Disparitas Regional dan Konflik Vertikal Di Indonesia
Project INS/99/002 – Policy Support for Sustainable Social Economic Recovery, United Nations Support Facility for Indonesian Recovery ,Februari 2001
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Untuk mengetahui beberapa indikator yang relevan menunjukkan ukuran
kesejahteraan, dan output regional tersebut akan dijabarkan melalui konsep
tentang kesejahteraan dan output regional.
3.2.1.1. Konsep tentang Kesejahteraan
Sejahtera mempunyai pengertian yang sangat mirip dengan pengertian kepuasan
hidup. Kepuasan hidup merupakan fungsi/bergantung kepada pemenuhan
kebutuhan materil maupun immateril dengan komposisi yang spesifik untuk tiap
individu atau kelompok. Ada pendapat yang menyatakan bahwa kepuasan tersebut
bisa diukur, bahkan ada juga yang berpendapat bahwa di samping bisa diukur
untuk setiap individu dan kelompok bisa juga diperbandingkan antara individu
atau kelompok. Tetapi di lain pihak ada juga yang berpendapat bahwa kepuasan
tidak bisa diukur.
Pengertian mengenai kesejahteraan dalam hal ini bertumpu kepada
wacana/pembahasan mengenai tingkat kepuasan seperti di atas, akan tetapi
berorientasi kepada pengertian parsial dan lebih spesifik lagi terbatas untuk
menunjukkan komponen-komponen kesejahteraan yang dianggap penting. Ada
berbagai upaya untuk menunjukkan/mengukur komponen-komponen yang
dianggap penting tersebut, yang dikenal cukup luas antara lain: Pendekatan
Kebutuhan Dasar (Basic Needs Approach/BNA), Indeks Mutu Hidup (Physical
Quality of Life Index/PQLI), dan Indeks Pembangunan Manusia (Human
Development Index/HDI).
Berbagai indikator kesejahteraan telah dikembangkan sebagai dasar dalam
mengamati pola kesenjangan kesejahteraan masyarakat antardaerah. Pada
mulanya studi mengenai kesenjangan kesejahteraan antardaerah umumnya
menggunakan indikator output ekonomi rata-rata perkapita sebagai proksi
terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. Kritik terhadap
penggunaan indikator tersebut adalah berkaitan dengan isu mengenai
ketidaktentuan atau ketidakpastian hubungan antara output ekonomi suatu
wilayah dengan tingkat kesejahteraan masyarakat wilayah tersebut. Suatu wilayah
mempunyai output ekonomi tinggi, namun tingkat kesejahteraan masyarakat
wilayah itu mungkin saja rendah. Dalam konteks ini pemahaman tentang
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 33
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
kesejahteraan wilayah (place prosperity) tidak sama dengan kesejahteraan
masyarakat wilayah (people prosperity). Perbedaan ini sering dikaitkan dengan
”pembangunan di daerah” dan ”pembangunan daerah”. Di samping itu,
penggunaan indikator output ekonomi rata-rata perkapita juga dianggap
menyederhanakan pengertian kesejahteraan. Kesejahteraan menyangkut berbagai
dimensi sehingga kurang tepat untuk disederhanakan menjadi satu dimensi
gabungan atau komposit ekonomi saja. Berbagai studi mencoba untuk
menggunakan indikator dalam mengukur perkembangan kesejahteraan
masyarakat. Penggunaan indikator komposit menghadapi tantangan dari segi
penerimaan secara luas. Tanpa penerimaan secara luas, maka hasil suatu studi
sulit untuk diperbandingkan dengan hasil studi lainnya.
Berbagai studi terdahulu, mengukur kesenjangan berdasarkan formulasi yang
diturunkan dari kurva distribusi Lorenz. Dengan formulasi tertentu, kurva
distribusi Lorenz digunakan untuk menghitung indeks kesenjangan Gini,
Williamson, Theil, dan sebagainya. Saat ini penggunaan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) sebagai indikator
kesejahteraan memperoleh penerimaan secara luas di seluruh dunia, bahkan telah
memperoleh penerimaan pada tingkat daerah. Oleh sebab itu, penelitian ini
menggunakan indeks pembangunan manusia sebagai acuan untuk menentukan
tingkat kesejahteraan dalam bentuk ranking kesejahteraan suatu negara atau
daerah. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah publikasi Bada
Pusat Statistik, baik data Survei Sosial Ekonomi Nasional, Produk Domestik
Regional Bruto maupun data lainnya.
Penelitian ini bertujuan untuk memetakan pola perkembangan dan kesenjangan
antardaerah dengan menggunakan IPM sebagai indikator utama. Deskripsi
tentang pola perkembangan dan kesenjangan antardaerah sangat penting untuk
memahami daerah-daerah yang perlu memperoleh perhatian khusus dalam
perumusan kebijakan. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis keterkaitan pola
perkembangan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut dengan variabel-
variabel pembentuk IPM dan variabel-variabel lain yang relevan. Berbagai studi
telah memperluas eksplorasi dengan memperhitungkan berapa lama yang
diperlukan oleh suatu negara atau suatu daerah untuk mencapai tingkat
kesejahteraan tertentu.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 34
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Salah satu motivasi yang melatarbelakangi penelitian ini adalah bagaimana bisa
menyampaikan dan menyebarkan informasi tentang perkembangan dan
kesenjangan kesejahteraan secara luas. Oleh sebab itu, indikator kesejahteraan
yang digunakan harus mudah dipahami, komunikatif dan merangsang
keterlibatan dalam pembahasan. Hal ini dianggap penting karena perencanaan
pembangunan dewasa ini umumnya menggunakan pendekatan partisipatif.
Dengan pertimbangan tersebut, penelitian ini menggunakan formulasi sederhana,
nilai maksimum dan minimum, serta rata-rata hitung, serta tabel dan grafik yang
diharapkan bisa membantu kejelasan informasi mengenai perkembangan dan
kesenjangan kesejahteraan masyarakat daerah di Indonesia.
Perumusan dan Penjelasan Indikator
Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan suatu indikator komposit
tunggal yang diharapkan mampu merangkum beberapa dimensi utama
pembangunan manusia yang dinilai mencerminkan status kemampuan dasar
penduduk. Dimensi-dimensi utama itu adalah dimensi pendidikan, kesehatan, dan
ekonomi.
Indikator dan variabel yang menyusun Indeks Pembangunan Manusia ini adalah
variabel-variabel yang menunjukan kualitas sumber daya manusia dalam beberapa
dimensi-dimensi utama yaitu dimensi ekonomi, dimensi kesehatan, dan dimensi
pendidikan, yaitu sebagai berikut:
Indikator Ekonomi : Variabel yang dipakai dalam indikator ini adalah
Konsumsi/kapita disesuaikan (ribuan rupiah).
Indikator Kesehatan : Variabel yang dipakai dalam indikator ini adalah
Angka Harapan Hidup (tahun).
Indikator Pendidikan : Variabel yang dipakai dalam indikator ini adalah
Angka Melek Huruf (%) dan Rata-rata Lama Sekolah
(tahun).
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 35
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 36
Angka Harapan Hidup pada Waktu Lahir (Life Expectancy at
Birth)
Angka harapan hidup pada waktu lahir adalah suatu perkiraan rata-rata
lamanya hidup sejak lahir (dalam tahun) yang akan dicapai oleh
penduduk. Data yang digunakan berasal dari olahan BPS tahun 1996 dan
1999.
Angka Melek Huruf (Literacy Ratio)
Angka melek huruf adalah ukuran persentase penduduk usia sepuluh
tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis. Formula yang digunakan
untuk menghitung angka melek huruf adalah sebagai berikut.
Data digunakan untuk mengolah variabel ini berasal dari Susenas tahun
1996 dan 1999 dan hasil olahan Biro Pusat Statistik tahun 1996 dan
1999.
2) Rata-rata Pengeluaran per Kapita Riil yang Disesuaikan
(Adjusted Real per Capita Expenditure)
Komponen standar hidup layak diukur dengan indikator rata-rata konsumsi
riil yang telah disesuaikan. Data yang ditampilkan merupakan hasil
pengolahan Biro Pusat Statistik (BPS), terutama berdasarkan data Susenas.
Sumber Data yang digunakan dalam penyusunan Indeks Pembanguanan
Manusia ini adalah data dari Susenas olahan Biro Pusat Statistik (BPS).
Rumus penghitungan IPM dapat disajikan sebagai berikut:
IPM = 1/3 [X(1) + X(2) + X (3)]
Keterangan:
X(1) = Indeks harapan hidup
100% X Ataske Tahun10Usia Penduduk Jumlah
Baca TulisBisa yang Ataske Tahun10Usia Penduduk Hurufk Angka Mele
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 37
X(2) = Indeks pendidikan = 2/3 (indeks melek huruf) +1/3 (indeks rata-
rata lama sekolah)
X(3) = Indeks standar hidup layak
Indeks komponen IPM merupakan perbandingan antara selisih nilai suatu
indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai maksimum dan nilai
minimum indikator tersebut. Rumusnya dapat disajikan sebagai berikut:
Indeks X(i) = [ X(i) - X(i)min] / [ X(i)maks - X(i)min]
Keterangan:
X(i) = Indikator ke-i (i =1,2,3)
X(i)maks = Nilai maksimum X(i)
X(i)min = Nilai minimum X(i)
Nilai maksimum dan nilai minimum indikator X(i) disajikan pada tabel
berikut.
3. Kemiskinan
Angka kemiskinan dihitung berdasarkan jumlah penduduk yang berada di
bawah garis kemiskinan (poverty line) dengan menggunakan indikator head
count index. Data yang digunakan untuk menghitung jumlah penduduk
miskin adalah tingkat pengeluaran per kapita dari hasil Survai Sosial
Ekonomi Nasional (Susenas), sedangkan Garis Kemiskinan menggunakan
standar kebutuhan yang terdiri atas komponen kecukupan makanan dan
non-makanan.
Komponen IPM (=X(i))
Nilai Maksimum
Nilai Minimum Catatan
Angka Harapan Hidup Angka Melek Huruf Rata-rata lama sekolah Konsumsi per kapita yang disesuaikan
85 100 15
732.720 a)
1332.720 c)
25 0 0
300.000 b)
900.000 d)
Standar UNDP Standar UNDP Standar UNDP UNDP menggunakan PDB/kapita riil yang disesuaikan
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Batas kecukupan untuk makanan dihitung berdasarkan nilai konsumsi yang
setara dengan energi sebanyak 2.100 kalori per orang per hari (Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi : 1978), atau bundel konsumsi yang terdiri atas 52
komoditi tanpa membedakan antara yang di perkotaan dan di perdesaan.
Sementara itu untuk komoditas non-makanan dari Garis kemiskinan tahun
1993 ditetapkan berdasarkan 46 jenis komoditi baik di perkotaan maupun
di perdesaan, sedangkan untuk jenis non-makanan dari Garis Kemiskinan
tahun 1996 ditetapkan berdasarkan 43 jenis untuk perkotaan dan 41 jenis
untuk di perdesaan. Berdasarkan garis kemiskinan (individu/rumah
tangga) dapat disaring seberapa banyak orang/rumah tangga yang masuk di
bawah garis ini. Data yang digunakan untuk mengolah variabel ini berasal
dari hasil Susenas tahun 1999 dan hasil olahan Biro Pusat Statistik (BPS).
3.2.1.2. Konsep Pendapatan Regional
Untuk merepresentasikan pendapatan regional, digunakan parameter output
regional (pendekatan produksi) yang sangat terkait dengan area tertentu, dalam
hal ini kabupaten/kota digunakan sebagai satuan terkecil. Data yang digunakan
ialah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut kabupaten/kota. Dalam
hal ini, PDRB menunjukkan total nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh
perekonomian suatu daerah (kabupaten/kota) selama satu tahun. Data yang
digunakan berasal dari regional account menurut kabupaten/kota yang mulai
dipublikasikan oleh BPS secara konsisten sejak tahun 1993. Selanjutnya digunakan
nilai PDRB per kapita untuk menunjukkan nilai output dibagi jumlah penduduk di
area tersebut. Semakin tinggi nilai PDRB per kapita berarti semakin tinggi
kekayaan daerah (region prosperity) di daerah tersebut, dengan kata lain nilai
PDRB per kapita dianggap merefleksikan tingkat kekayaan daerah.
Metode pengukuran kesenjangan regional, digunakan indeks Theil, indeks L dan
CVw (CV Williamson). Indeks Theil dan L bisa didekomposisi, dimana
ketimpangan total sama dengan penjumlahan dari ketimpangan ‘dalam’ grup dan
ketimpangan ‘antar’ grup. Sementara yang terakhir, CVw (CV Williamson)
terkenal dan populer digunakan untuk mengukur ketimpangan pendapatan
regional, khususnya pendapatan dalam pengertian indikator PDRB per kapita.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 38
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Perumusan dan Penjelasan Indikator
1. Pendapatan per Kapita
Pendapatan per kapita didekati dari angka PDRB (Produk Domestik Regional
Bruto) per kapita, yaitu perhitungan PDRB di suatu kabupaten/kota dibagi
oleh populasi kabupaten/kota tersebut. Formulasi untuk menghitung
pendapatan per kapita adalah:
KotaKabupaten/ Penduduk Jumlah
KotaKabupaten/ PDRBNilai Perkapita Pendapatan
Data yang digunakan untuk mengolah variabel ini berasal dari buku PDRB
Kabupaten dan Kota serta Kabupaten dalam Angka.
2. Perhitungan Indeks:
a) Theil Indeks merupakan analisis dekomposisi regional (regional
decomposition analysis), ketimpangan “dalam” provinsi (within provinces
inequality) dan ketimpangan “antar” propinsi atau between provinces
inequality .
Misalkan penduduk dikelompokkan secara eksklusif menurut propinsi dan
kabupaten, maka indeks Theil dan L didefinisikan sebagai:
Dimana:
Yij = Total pendapatan di propinsi i, grup j
Y = Total pendapatan untuk Indonesia (����Yij)
Yij = Rata-rata pendapatan di propinsi i, grup j
Y = Rata-rata pendapatan untuk Indonesia
nij = penduduk di propinsi i, grup j
n = Total penduduk Indonesia (����nij)
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 39
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Indeks Theil dan L bisa didekompisisi menjadi komponen dalam grup dan
antar grup sebagai berikut:
Ketimpangan total = Ketimpangan dalam grup + ketimpangan antar grup
Dimana:
Yi adalah pendapatan total di propinsi, Y adalah rata-rata pendapatan di propinsi
i, dan ni adalah jumlah penduduk di propinsi i. Tw dan Lw adalah komponen
dalam grup dari indeks Theil dan L dan didefinisikan sebagai rata-rata tertimbang
komponen dalam grup Ti dan Li, penimbangnya adalah proporsi pendapatan
untuk Theil dan proporsi penduduk untuk L. TB dan LB adalah komponen antar
grup dari indeks Theil dan L, yang murni mengukur ketimpangan karena
perbedaan rataan pendapatan antar propinsi.
b. CVw (CV Williamson)
Indeks Williamson merupakan pendekatan untuk mengukur derajat
ketimpangan antar wilayah berdasarkan PDRB perkapita. Formula ini pada
dasarnya sama dengan coefficient of variation (CV) biasa dimana standar
deviasi dibagi dengan rataan. Williamson (1965) memperkenalkan CV ini
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 40
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
dengan menimbangnya dengan proporsi penduduk, yang disebut CVw..
Formulanya adalah sebagai berikut:
Dimana:
CVw = Weighted coefficient of variation
ni = Penduduk di daerah i
n = Penduduk total
Yi = PDRB perkapita di daerah i
Y= Rata-rata PDRB perkapita untuk semua daerah
3.2.2. Metode Penyajian Profil Kesenjangan.
Kesenjangan berarti suatu gambaran terhadap fakta (kondisi) yang tidak
homogen, yang di dalamnya terdapat perbedaan-perbedaan yang membutuhkan
perhatian. Atas dasar pengertian tersebut, penyusunan profil kesenjangan
antardaerah dimaksudkan untuk memberi gambaran fakta-fakta perbedaan
perkembangan kondisi hasil pembangunan antardaerah, juga terkandung
informasi mengenai perbandingan antardaerah yang maju dan tertinggal.
Kondisi kesenjangan antarwilayah ini akan dilakukan melalui pendekatan analisis
data dengan perhitungan indeks yang sudah lajim digunakan, dan dibangun
melalui pendekatan pengolahan dan teknik penyajian data. Penyajian dengan cara
ini diharapkan akan lebih memberikan informasi yang lebih utuh baik secara
kuantitatif maupun dimensi ruangnya. Dalam Profil Kesenjangan Kesejahteraan
Masyarakat Antardaerah ini lingkup unit-unit yang akan diperbandingkan dipilih
sedemikian rupa sehingga akan menunjukkan:
1. Kesenjangan antardaerah
Kesenjangan bentuk ini adalah komparatif antardaerah (kabupaten/kota)
yang disajikan dalam suatu pengamatan yang agregat terhadap seluruh
kabupaten/kota yang ada di wilayah Indonesia.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 41
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
2. Kesenjangan antardaerah dalam kelompok terdefinitif (cluster
pada wilayah Pulau, propinsi, pulau, dsb.)
Dalam bentuk ini kesenjangan dilihat dalam suatu lingkup wilayah yang
terdefinitif seperti kesenjangan antardaerah dalam lingkup satu propinsi,
satu pulau, dan lainnya. Misalnya kesenjangan antardaerah
(kabupaten/kota) dalam suatu propinsi, kesenjangan antardaerah
(kabupaten/kota) di Pulau Jawa, dan sebagainya.
Untuk menggambarkan keberbandingan melalui pendekatan di atas, akan
disajikan melalui format sebagai berikut:
• Peta-peta, menunjukkan suatu informasi yang bersifat spasial.
• Grafik, berisi ilustrasi hasil pengolahan data tabular seperti perankingan
kabupaten dan kota berdasarkan olahan suatu variabel. Grafik ini juga untuk
menggambarkian nilai-nilai ekstrim seperti grafik 10 kabupaten/kota
tertinggi dan 10 kabupaten/kota terendah dan mengambarkan perbandingan
antara kabupaten/kota tertinggi dengan kabupaten terendah seperti grafik
perbandingan 10 kabupaten/kota tertinggi dengan 10 kabupaten/kota
terendah.
• Diagram Pencar (Scatter Plot), berisi pemetaan kondisi dan kedudukan
kota/kabupaten dilihat dari dua atau tiga aspek variabel yang saling terkait
dan dinilai mampu memberikan makna yang lebih berarti.lihat Box 1.
• Tabular dan perankingan yaitu penyajian data-data dengan menggunakan
tabel yang merupakan hasil penghitungan baik dengan menggunakan teknik
analisis statistik deskriptif maupun teknik analisis lain yang relevan,
dilengkapi dengan peringkat kota/kabupaten dalam skala nasional dan
propinsi berdasarkan variabel yang diolah yang mengukur keterbandingan
antar kabupaten/kota.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 42
Laporan Akhir : Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2009
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas III - 43
BOKS 1.
KETERANGAN SALIB SUMBU
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00VARIABEL 1
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
11.00
VAR
IAB
EL 2
Kuadran IKuadran II
Kuadran III Kuadran IV
Nilai
Rat
a-ra
ta V
aria
bel
1
Nilai Rata-rata Variabel 2
Variabel 1 merupakan variabel yang dipertimbangkan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap variabel 2, dan variabel 2 dapat merupakan variabel output, outcome atau impact.
Kuadran I: merupakan kelompok provinsi yang berada di atas rata-rata niai variabel 1 dan 2.
Kuadran II: merupakan kelompok provinsi yang berada di atas rata-rata variabel 2, dan berada di bawah rata-rata variabel 1.
Kuacran III: merupakan kelompok provinsi yang berada di bawah rata-rata niai variabel 1 dan 2.
Kuadran IV: merupakan kelompok provinsi yang berada di bawah rata-rata variabel 2, dan berada di atas rata-rata variabel 1.
Laporan Akir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas IV - 1
4.1. Penyusunan Buku Pembangunan Daerah dalam Angka (PDDA)
tahun 2009.
Kegiatan pengembangan data dan informasi sebagai bagian dari introduksi
pemanfaatan data diarahkan untuk melakukan pemutakhiran Pembangunan
Daerah Dalam Angka (PDDA). Penyusunan PDDA tersebut telah mulai
dikembangkan sejak tahun 1999, dan terus dikembangkan setiap tahun. Cakupan
data dan informasi buku PDDA berisi kompilasi data dan uraian singkatnya,
sehingga dapat memudahkan bagi para perencana untuk memperoleh gambaran
data dan informasi yang dibutuhkan.
Laporan PPDA ini merupakan satu elemen dari rangkaian suatu sistem
informasi bagi perumusan kebijakan pembangunan daerah yang menjembatani
antara kebijakan dengan fakta-fakta pendukungnya. Dengan demikian, melalui
Buku PDDA dan pengembangan basis data dengan perangkat data reterievelnya
akan memfasilitasi proses perumusan kebijakan dan program pembangunan
daerah.
Lingkup Materi PDDA
Penyusunan Buku PDDA, dikembangkan sejalan dengan ketersediaan data
dan berbagai masukan dari para perencana, dengan kedalaman data dan informasi
disajikan pada lingkup data nasional, per pulau dan data per propinsi.
Berdasarkan data dan informasi yang tersedia, outline buku PDDA tahun 2009
meliputi materi pembahasan sebagai berikut:
BAB 1. GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI WILAYAH
1.1. Geografis
1.2. Administrasi Wilayah
BAB IV PENGEMBANGAN
PUBLIKASI DATA DAN INFORMASI
Laporan Akir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
BAB 2. KONDISI FISIK DAN LINGKUNGAN
2.1. Kondisi Iklim
2.2. Sumberdaya Alam
2.2.1. Air
2.2.2. Lahan dan Hutan
2.2.3. Energi
2.2.4. Perikanan dan Kelautan
BAB 3. SOSIAL, EKONOMI PENDUDUK
3.1. Kependudukan
3.1.1. Jumlah Dan Laju Pertumbuhan Penduduk
3.1.2. Persebaran dan Kepadatan Penduduk
3.1.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, dan Tipe
Daerah
3.2. Ketenagakerjaan
3.2.1. Angkatan Kerja
3.2.2. Penduduk Bekerja
3.2.3. Pengangguran Terbuka
3.3. Kesehatan
3.4. Pendidikan
3.5. Kemiskinan
3.6. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 4. PEREKONOMIAN DAERAH
4.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
4.1.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha
4.1.2. PDRB Menurut Penggunaan
4.2. Penanaman Modal dan Investasi
4.2.1. Penanaman Modal Dalam Negeri ( PMDN )
4.2.2. Penanaman Modal Asing ( PMA )
4.3. Perdagangan Ekspor dan Impor
4.3.1. Ekspor
4.3.2. Impor
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas IV - 2
Laporan Akir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
4.4. Monenter dan Perbankan
4.4.1. Kredit Perbankan
4.4.2. Nilai Tukar Petani
4.4.3. Indeks Harga Konsumen (IHK)/Inflasi
4.5. Perkembangan Produksi dan Sektor Unggulan Daerah
4.5.1. Tanaman Pangan dan Palawija
4.5.2. Tanaman Perkebunan
4.5.3 Peternakan
4.5.4. Perikanan
4.5.4.1. Perikanan Tangkap
4.5.4.2. Perikanan Budidaya
4.6. Keuangan Daerah
4.5.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
4.5.2. Dana Perimbangan
4.6.3 Kapasitas Fiskal daerah
BAB 5. PRASARANA WILAYAH
5.1. Jaringan Irigasi
5.2. Prasarana Transportasi
5.2.1. Prasarana Transportasi Darat
5.2.2. Prasarana Transpotasi Laut
5.2.3. Prasarana Transportasi Udara
5.3. Kelistrikan
5.4. Sumber Air Bersih
BAB 6. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP
6.1. Bencana Alam
6.2. Lingkungan
6.3. Hutan dan Lahan
6.3.1. Lahan Kritis
6.3.2. Laju Deforestasi
6.3.3. Alih Fungsi Sawah dan Hutan
6.3.4. Kebakaran Lahan dan Hutan
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas IV - 3
Laporan Akir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
4.2. Penyusunan Buku Profil Kesenjangan Antar Wilayah tahun 2009.
Pembangunan daerah, terkait erat dengan penyelenggaraan pembangunan
sektoral nasional di daerah dan pembangunan dalam dimensi kewilayahan. Dua
aspek pembangunan tersebut menjadikan aktivitas pembangunan daerah sejalan
dengan tujuan pencapaian sasaran-sasaran sektoral nasional di daerah dan tujuan
pengintegrasian pembangunan antarsektor di dalam satu wilayah. Dalam
perspektif tersebut, untuk merealisasikan tujuan-tujuan pembangunan di atas,
fungsi dan peran Pemerintah Daerah menjadi sangat penting, terutama dalam era
desentralisasi dan otonomi daerah dewasa ini. Berdasarkan perkembangan
pembangunan daerah selama ini, isu utama pembangunan daerah adalah masih
adanya kesenjangan pembangunan antardaerah, seperti antara Jawa –
luar Jawa, antarpulau, antar provinsi termasuk antarwilayah perkotaan –
perdesaan.
Laporan analisis kesenjangan antar wilayah 2oo9 berisikan informasi tentang
kesenjangan dilihat dari faktor sosial dan ekonomi baik penduduk maupun daerah
serta kondisi infrastruktur di masing – masing wilayah sebagai salah satu
indikator dalam mengukur kesenjangan wilayah.
Lingkup Materi Buku Profil Kesenjangan Antarwilayah tahun 2009
Lingkup buku analisis kesenjanga antar wilayah tahun 2009 dapat dilihat
dalam susunan dibawah ini :
I. P E N D A H U L U A N
1.1. latar belakang
1.2. Tujuan Penyusunan Profil Kesenjangan Antarwilayah
BAB II KONSEP KESENJANGAN ANTARWILAYAH
2.1. Penelitian kesenjangan
2.2.Fokus Substansi Untuk Penyajian Profil Kesenjangan Antarwilayah
2.2.1. Konsep Tentang Kesejahteraan
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas IV - 4
Laporan Akir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas IV - 5
2.2.2. Konsep Pendapatan Regional
2.3. Metode Penyajian Profil Kesenjangan.
III. DINAMIKA KESENJANGANANTARWILAYAH
3.1. Kesenjangan Kesejahteraan Masyarakat
3.1.1. Kesenjangan pencapaian pendidikan antarwilayah
3.1.2. Kesenjangan Kondisi Kesehatan
3.1.3. Kesenjangan Pendapatan Masyarakat Antarwilayah
3.1.4. Kesenjangan IPM Antarwilayah
3.2. Kesenjangan Pendapatan Regional
3.3. Keterkaitan Kesejahteraan Masyarakat Dengan Kekayaan Daerah