laporan kasus individu
TRANSCRIPT
TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
LAPORAN KASUS INDIVIDU
ASMA PADA ANAK
Disusun oleh:
Laili Khairani
H1A007033
Pembimbing:
dr. Eka Arie
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/
PUSKESMAS NARMADA
2013
BAB I
Pendahuluan
Asma merupakan penyakit respiratorik kronik yang paling sering ditemukan, terutama di
negara maju. Penyakit ini pada umumnya dimulai sejak masa anak-anak. Dilaporkan bahwa
sejak dua dekade terakhir prevalensi asma meningkat, baik pada anak-anak maupun dewasa.
Asma mempunyai dampak negatif pada kehidupan penderitanya, seperti menyebabkan tidak
masuk sekolah, keterbatasan kegiatan berolahraga, maupun aktivitas seluruh keluarga. Prevalensi
total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak). Prevalensi tersebut
sangat bervariasi, terdapat perbedaan antar negara bahkan di beberapa daerah suatu Negara.1
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu
tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di
Indonesia. Survei Kesehatan Rumah tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004
memperlihatkan asma masih menempati urutan ke 3 dari 10 penyebab kematian utama di
Indonesia dan prevalens penyakit asma berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 4%.2
Meskipun belum ada survei asma secara nasional di Indonesia, dari penelitian yang ada
menyimpulkan bahwa prevalens asma di daerah rural (4,3%) lebih rendah daripada di daerah
urban (6,5%) dan yang tertinggi adalah di kota besar seperti di Jakarta (16,4%).1
Jumlah ini dapat meningkat lebih besar mengingat asma merupakan penyakit yang
underdiagnosed. Sebagian besar atau 80 persen kematian justru terjadi di negara-negara
berkembang. Tingginya angka kematian akibat asma, banyak karena kontrol asma yang buruk.
Hal ini juga karena sikap pasien dan dokter yang sering kali meremehkan tingkat keparahannya.3
Dalam Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun (Riskesdas) 2007, prevalensi
penyakit asma di provinsi NTB sebesar 5,3% (kisaran: 1,8-7,2%), tertinggi di Lombok Tengah,
terendah di Kota Mataram (nasional 3,5%). Prevalensi penyakit asma cenderung semakin
meningkat sejalan dengan peningkatan umur, sedikit lebih tinggi perempuan daripada laki-laki
serta lebih tinggi pada kelompok yang tidak sekolah.
Serangan asma bervariasi mulai dari ringan sampai berat dan mengancam kehidupan.
Berbagai factor dapat menjadi pencetus timbulnya serangan asma, antara lain adalah olahraga
(exercise), allergen, infeksi, perubahan suhu yang mendadak atau pajanan terhadap iritan
respiratorik seperti asap rokok, dan lain-lain. Selain itu, berbagai factor turut mempengaruhi
tinggi rendahnya prevalensi asma di suatu tempat, misalnya usia, jenis kelamin, ras, sosio-
ekonomi, dan factor lingkungan. Factor-faktor tersebut dapat mempengaruhi prevalensi asma,
derajat penyakit asma, terjadinya serangan asma, berat ringannya serangan dan kematian akibat
penyakit asma.5
Pencegahan dan tindakan dini harus menjadi tujuan utama dokter, khususnya spesialis
anak dalam menangani anak asma. Pengendalian lingkungan, pemberian ASI ekslusif minimal 4
bulan, penghindaran makanan berpotensi alergenik, pengurangan pajanan terhadap tungau debu
rumah dan rontokan bulu binatang, telah terbukti mengurangi manifestasi alergi makanan dan
khususnya dermatitis atopi pada bayi.1
Asma merupakan salah satu jenis penyakit 10 terbanyak dalam kunjungan ke Puskesmas
Narmada. Pada tahun 2012, asma menempati peringkat ke-6 dalam kunjungan ke UGD
Puskesmas Narmada. Pada bulan Januari sampai dengan Desember 2012 penyakit asma
mencapai 400 kasus.4
Bila asma dapat dikendalikan, maka risiko kematian dapat dicegah. Karena gejala asma
tidak sering muncul, maka perlu diagnosa serta penanganan yang tepat. Penyakit asma tidak
dapat disembuhkan dengan obat-obatan yang ada karena obat tersebut hanya berfungsi
menghilangkan gejala. Namun, dengan mengontrol penyakit asma, penderita bisa bebas dari
gejala penyakit yang mengganggu.3
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1. Gambaran Penyakit Asma di Puskesmas Narmada
Berdasarkan Data Jumlah Kasus di Puskesmas, pada tahun 2012, penyakit asma
merupakan penyakit yang termasuk dalam 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Narmada tahun
2012.
Tabel 1. Data 10 Penyakit Terbanyak (Rawat Jalan dan Rawat Inap) Puskesmas Narmada
Bulan Januari-Desember 2012.
No Nama Penyakit Jumlah
1. ISPA 7589
2. Gastritis 3170
3. Penyakit otot dan jaringan sendi 3027
4. Hipertensi 2521
5. Penyakit kulit infeksi 1794
6. Asma 1673
7. Demam sebab lain 1494
8. Penyakit kulit alergi 1227
9. Diare 1203
10. Kecelakaan dan rudapaksa 628
Sumber : Data Rekapan SP2TP-LB1 Puskesmas Narmada 2012.
Dari data penderita asma tahun 2012 di Puskesmas Narmada, terbanyak ditemukan pada
usia 45-54 tahun sebanyak 480 kasus (28,6%), diikuti usia 20-40 tahun sebanyak 440 kasus
(26,3%), dan usia 60-69 tahun sebanyak 328 kasus (19,6%). Sedangkan untuk penderita asma
usia ≤14 tahun sebanyak 90 kasus (5,3%). Hal ini menunjukkan jumlah penderita asma anak di
wilayah Puskesmas Narmada juga cukup tinggi. Penelitian prevalens asma anak di beberapa
kota besar di Indonesia mendapatkan hasil yang bervariasi mulai dari 2,1% hingga 22,2%. 1
Prevalensi asma di Indonesia tahun 2002, dilaporkan oleh Kartasasmita di Bandung dari 2678
anak, kelompok usia 6-7 tahun 3,0%, dan dari 2836 anak kelompok usia 13-14 tahun 5,2%.
Rahajoe di Jakarta melaporkan kelompok usia 13-14 tahun sebanyak 1296 orang didapati
prevalensi 6,7%.8
Selama 3 tahun terakhir angka kejadian asma di Puskesmas Narmada dapat dilihat pada
grafik di bawah ini:
Gambar 1. Data Jumlah Penderita Asma (Rawat Inap dan Rawat Jalan) di Puskesmas
Narmada Tahun 2010-2012
2010 2011 2012
Jumlah Penderita Asma di Puskesmas Narmada 2177 968 1673
250
750
1250
1750
2250
Tabel 2. Data Jumlah Penderita Asma di Puskesmas Narmada Tahun 2010-2012
Jum
lah
Pend
erita
Sumber: Data Puskesmas Narmada Tahun 2010-2012
Dari tabel tersebut terjadi peningkatan kejadian asma pada tahun 2011 sebanyak 968 kasus
menjadi 1673 kasus pada tahun 2012. Berdasarkan pencatatan kasus baru pada tahun 2012,
didapatkan jumlah kasus asma sebanyak 17 kasus, dimana jumlah penderita laki-laki lebih
banyak dibandingkan perempuan.11
Penyakit asma juga merupakan 10 Penyakit terbanyak di ruang rawat inap dan UGD
Puskesmas Narmada. Jumlahnya dapat dilihat pada tabel 2 dan 3.
Tabel 2. Data Jumlah Penderita Asma di Ruang Rawat Inap Puskesmas Narmada Bulan
Januari-Desember Tahun 2010-2012
No Tahun Jumlah
1. 2010 24
2. 2011 36
3. 2012 26
Sumber : Data Rawat Inap Puskesmas Narmada Tahun 2010-2012
Tabel 3. Data Jumlah Penderita Asma di UGD Puskesmas Narmada Bulan Januari-
Desember Tahun 2010-2012
No. Tahun Jumlah
1. 2010 341
2. 2011 442
3. 2012 595
Sumber: Data UGD Puskesmas Narmada Tahun 2010-2012
Table 4. Data Jumlah Penderitas Asma anak di Puskesmas Narmada bulan Januari –
Desember Tahun 2012
No. Bulan Jumlah Penderita
1. Januari 12
2. Februari 9
3. Maret 13
4. April 17
5. Mei 2
6. Juni 4
7. Juli 5
8. Agustus 9
9. September 5
10. Oktober 8
11. November 4
12. Desember 7
Sumber: Data Puskesmas Narmada tahun 2012
jan feb mar aprl mei jun jul ags sep okt nov des0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
jumlah Penderita
Berdasarkan data yang didapatka dari Puskesmas Narmada pada tahun 2012, Asma pada
anak paling tinggi terjadi pada bulan april dengan 17 kasus (17, 89 %), kemudian diikuti pada
bukan maret dengan jumlah 13 kasus (13,68 %), dilanjutkan bukan Januari 12 kasus (12,63 %),
bulan februari dan bulan agustus dengan masing-masing 9 kasus (9,47 %), bulan oktober 8 kasus
(8,42 %), desember 7 kasus (7,36 %), September 5 kasus (5,26 %), November dan mei 4 kasus
(4,21 %), yang terakhir bulan mei 2 kasus (2,1 %).
2.2. Konsep Penyakit Asma
2.2.1. Definisi Asma
Definisi asma yang lengkap yang menggambarkan konsep inflamasi sebagai dasar
mekanisme terjadinya asma dikelurkan oleh GINA. Asma didefinisikan sebagai gangguan
inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast,
eosinofil, dan limfosi T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode wheezing
berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari.
Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan saluran respiratorik yang luas namun
bervariasi, yang paling tidak sebagian bersifat reversible baik secara spontan maupun dengan
pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas saluran respiratorik terhadap
berbagai rangsangan.1
Pedoman Nasional Asma Anak juga menggunakan definisi yang praktis dalam bentuk
definisi operasional yaitu wheezing dan/atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut: timbul
secara episodic dan/atau kronik, cenderung pada malam/dini hari (nocturnal), musiman, adanya
factor pencetus diantaranya aktivitas fisis, dan bersifat reversible baik secara spontan maupun
dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lainnya pada pasien/keluarganya,
sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan.1
2.2.2. Faktor Resiko
Berbagai factor resiko dapat mempengaruhi terjadinya serangan asma, kejadian asma, berat
ringannya penyakit, serta kematian akibat penyakit asma. Beberapa factor tersebut sudah
disepakati oleh para ahli, sedangkan sebagian lain masih dalam penelitian.5
a. Jenis Kelamin
Menurut laporan dari beberapa penelitian didapatkan bahwa prevalensi asma pada anak
laki-laki sampai usia 10 tahun adalah 1,5 samapi 2 kali lipat anak perempuan, namun,
dari benua Amerika dilaporkan bahwa belakangan ini tidak ada perbedaanprevalens asma
antara anak laki-laki (51,1 per 1000) dan perempuan (56,2 per 1000).
b. Usia
Umumnya, pada kebanyakan kasus asma persisten, gejala seperti asma pertama kali
timbul pada usia muda, yaitu pada beberapa tahun pertama kehidupan.
c. Riwayat atopi
Adanya atopi berhubungan dengan meningkatnya resiko asma persisten dan beratnya
asma. Eksema persisten berhubungan pula dengan gejala asma persisten. Menurut
Buffum dan Settipane, anak dengan eksema dan uji kulit positif menderita asma berat.
Terdapat juga laporan bahwa anak dengan mengi persisten dalam kurun waktu 6 tahun
pertama kehidupan mempunyai kadar IgE lebih tinggi daripada anak yang tidak pernah
mengalami mengi, pada usia 9 bulan. Beberapa laporan menunjukkan bahwa sensitisasi
alergi terhadap allergen inhalan, susu, telur, atau kacang pada tahun pertama kehidupan,
merupakan predictor timbulnya asma.
d. Lingkungan
Adanya allergen di lingkungan hidup anak meningkatkan resiko pemyakit asma. Allergen
yang sering mencetuskan penyakit asma antara lain adalah serpihan kulit binatang
piaraan, tungau debu rumah, jamur dan kecoa.
e. Ras
Menurut laporan dari Amerika Serikat, didapatkan bahwa prevalensi asma dan kejadian
serangan asma pada ras kulit hitam lebih tinggi daripada kulit putih.
f. Asap rokok
Prevalen asma pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi daripada anak yang tidak
terpajan asap rokok. Risiko terhadap asap rokok sudah dimulai sejak janin dalam
kandungan, umumnya berlangsung terus setelah anak dilahirkan, dan menyebabkan
meningkatnya resiko. Pada anak yang terpajan asap rokok, kejadian eksaserbasi lebih
tinggi, anak lebih sering tidak masuk sekolah, dan umumnya fungsi faal parunya lebih
buruk daripada anak yang tidak terpajan.
g. Outdoor air pollution
Beberapa partikel di udara seperti debu jalan raya, nitrat dioksida, karbon monoksida,
atau SO2, diduga berperan pada penyakit asma, meningkatkan gejaa asma, tetapi belum
didapatkan bukti yang disepakati. Pada anak-anak yang cepat terpajan dengan lingkungan
tersebut, kejadian asma rendah. Prevalens asma paling rendah pada anak yang di tahun
pertama usianya kontak dengan kandang binatang dan pemerah susu.
h. Infeksi respiratorik
Beberapa penelitian mendapatkan adanya hubungan terbalik antaraatopi (termasuk asma)
dengan infeksi respiratori. Penelitian di Jerman melaporkan adanya penurunan prevalensi
asma sebanyak 50% pada anak usia 7 tahun yang saat bayi sering mengalami rhinitis.
Sebenarnya hubungan antara infeksi respiratorik dengan prevalens asma masih
merupakan kontroversi. Namun, hal ini tidak berlaku pada infeksi respiratory syncytial
virus (RSV) di usia dini yang mengakibatkan infeksi saluran napas bawah. Infeksi RSV
merupakan factor risiko yang bermakna untuk terjadinya mengi di usia 6 tahun.
2.2.3. Patofisiologi dan Patogenesis
Pada sekitar tahun 1970, asma diartikan sebagai sumbatan jalan napas yang timbul
mendadak, dan akan membaik secara spontan atau dengan pengobatan. Mekanisme utama
timbulnya gejala asma diakibatkan hiperreaktivitas bronkus, sehingga pengobatan utama asma
adalah untuk mengatasi bronkospasme. 1,3
Konsep terkini yaitu asma merupakan suatu proses inflamasi kronik yang khas,
melibatkan dinding saluran respiratorik, menyebabkan terbatasnya aliran udara dan peningkatan
reaktivitas saluran napas. Gambaran khas adanya inflamasi saluran respiratorik adalah aktivasi
eosinofil, sel mast, makrofag, dan sel limfosit T pada mukosa dan lumen saluran respiratorik.
Proses inflamasi ini terjadi meskipun asmanya ringan atau tidak bergejala.5
Pada banyak kasus terutama pada anak dan dewasa muda, asma dihubungkan dengan
manifestasi atopi melalui mekanisme IgE-dependent. Pada populasi diperkirakan faktor atopi
memberikan kontribusi pada 40% penderita asma anak dan dewasa.5
Reaksi imunologik yang timbul akibat paparan dengan alergen pada awalnya
menimbulkan fase sensitisasi. Akibatnya terbentuk IgE spesifik oleh sel plasma. IgE melekat
pada reseptor Fc pada membran sel mast dan basofil. Bila ada rangsangan berikutnya dari
alergen serupa, akan timbul reaksi asma cepat (immediate asthma reaction). Terjadi degranulasi
sel mast dan dilepaskan mediator-mediator seperti histamin, leukotrien C4 (LTC4), prostaglandin
D2 (PGD2), tromboksan A2 dan tryptase. Mediator-mediator tersebut menimbulkan spasme otot
bronkus, hipersekresi kelenjar, edema, peningkatan permeabilitas kapiler, disusul dengan
akumulasi sel eosinofil. Gambaran klinis yang timbul adalah serangan asma akut. Keadaan ini
akan segera pulih kembali serangan asma hilang dengan pengobatan.8
Gambar 2. Patogenesis Asma (GINA)
Mediator inflamasi yang berperan merupakan mediator inflamasi yang meningkatkan
proses keradangan, mempertahankan proses inflamasi. Mediator inflamasi tersebut akan
membuat kepekaan bronkus berlebihan, sehingga bronkus mudah konstriksi, kerusakan epitel,
penebalan membrana basalis dan terjadi peningkatan permeabilitas bila ada rangsangan spesifik
maupun non spesifik. Secara klinis, gejala asma menjadi menetap, penderita akan lebih peka
terhadap rangsangan. Kerusakan jaringan akan menjadi irreversibel bila paparan berlangsung
terus dan penatalaksanaan kurang adekuat.3,8
Sejalan dengan proses inflamasi kronik, perlukaan epitel bronkus merangsang proses
reparasi saluran respiratorik yang menghasilkan perubahan struktural dan fungsional yang
menyimpang pada saluran respiratorik yang dikenal dengan istilah remodeling atau repair. Pada
proses remodeling yang berperan adalah sitokin IL4, TGF beta dan Eosinophil Growth Factor
(EGF). TGF beta merangsang sel fibroblast berproliferasi, epitel mengalami hiperplasia,
pembentukan kolagen bertambah. Akibat proses remodeling tersebut terjadi pelepasan epitel
yang rusak, jaringan membrana basalis mukosa menebal (pseudothickening), hiperplasia
kelenjar, edema submukosa, infiltrasi sel radang dan hiperplasia otot. Perubahan semacam ini
tidak memberikan perbaikan klinis, tetapi mengakibatkan penyempitan lumen bronkus yang
persisten dan memberikan gambaran klinis asma kronis.5,8
Gambar 3. Proses Inflamasi dan Remodelling pada Asma
Menurut paradigma yang lampau, proses remodeling terjadi akibat kerusakan epitel
bronkus yang disebabkan oleh proses inflamasi kronis. Sehingga apabila obat antiinflamasi tidak
diberikan sedini mungkin sebagai profilaksis, maka inflamasi berlangsung terus dan obstruksi
saluran napas menjadi irreversibel dan proses remodeling bertambah hebat. Pada penelitian
terhadap anak dengan riwayat keluarga atopi yang belum bermanifestasi sebagai asma ternyata
ditemukan infiltrasi eosinofil dan penebalan lamina retikularis. Hal ini mencurigakan bahwa
proses remodeling telah terjadi sebelum atau bersamaan dengan proses inflamasi. Apabila
intervensi dini diberikan segera setelah gejala asma timbul, bisa jadi tindakan kita telah terlambat
untuk mencegah terjadinya proses remodeling.5
Pafisiologi
Inflamasi saluran napas yang ditemukan pada pasien asma diyakini merupakan hal yang
mendasari gangguan fungsi. Respon terhadap inflamasi pada mukosa saluran napas pasien asma
ini menyebabkan hiperreaktifitas bronkus yang merupakan tanda utama asma. Pada saat terjadi
hiperreaktivitas saluran napas sejumlah pemicu dapat memulai gejala asma. Pemicu ini meliputi
respon hipersensitivitas tipe 1 (dimedisi 1gE) terhadap alergen debu rumah dan serbuk sari yang
tersensitisasi, iritan seperti udara dingin, polutan atau asap rokok, infeksi virus, dan aktivitas
fisik/olahraga. Hiperreaktivitas saluran napas akan menyebabkan obstruksi saluran napas
menyebabkan hambatan aliran udara yang dapat kembali secara spontan atau setelah pengobatan.
Proses patologis utama yang mendukung obstruksi saluran napas adalah edema mukosa,
kontraksi otot polos dan produksi mukus. Obstruksi terjadi selama ekspirasi ketika saluran napas
mengalami volume penutupan dan menyebabkan gas di saluran napas terperangkap. Bahkan,
pada asma yang berat dapat mengurangi aliran udara selama inspirasi. Sejumlah karakteristik
anatomi dan fisiologi memberi kecenderungan bayi dan anak kecil terhadap peningkatan risiko
obstruksi saluran napas antara lain ukuran saluran napas yang lebih kecil, recoil elastic paru
yang lebih lemah, kurangnya bantuan otot polos saluran napas kecil, hiperplasia kelenjar mukosa
relatif dan kurangnya saluran ventilasi kolateral (pori cohn) antar alveolus.5
2.2.5. Diagnosis dan Klasifikasi
Penegakan diagnosis asma didasarkan pada anamnesis, tanda-tanda klinik dan pemeriksaan
tambahan.17
1. Pemeriksaan anamnesis keluhan episodik batuk kronik berulang, mengi, sesak dada,
kesulitan bernafas,
2. Faktor pencetus (inciter) dapat berupa iritan (debu), pendinginan saluran nafas, alergen
dan emosi, sedangkan perangsang (inducer) berupa kimia, infeksi dan alergen.
3. Pemeriksaan fisik sesak nafas (dyspnea), mengi, nafas cuping hidung pada saat inspirasi
(anak), bicara terputus putus, agitasi, hiperinflasi toraks, lebih suka posisi duduk. Tanda-
tanda lain sianosis, ngantuk, susah bicara, takikardia dan hiperinflasi torak,
4. Pemeriksaan uji fungsi paru sebelum dan sesudah pemberian metakolin atau
bronkodilator sebelum dan sesudah olahraga dapat membantu menegakkan diagnosis
asma
Asma sulit didiagnosis pada anak di bawah umur 3 tahun. Untuk anak yang sudah besar (>6
tahun) pemeriksaan fungsi paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederhana dengan
peak flow meter atau yang lebih lengkap dengan spirometer, uji yang lain dapat melalui
provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, latihan (exercise), udara kering dan dingin, atau
dengan NaCl hipertonis. Penggunaan peak flow meter merupakan hal penting dan perlu
diupayakan, karena selain mendukung diagnosis, juga mengetahui keberhasilan tata laksana
asma, selain itu dapat juga menggunakan lembar catatan harian sebagai alternative.8
Klasifkasi asma sangat diperlukan karena berhubungan dengan tatalaksana lanjutan (jangka
panjang). GINA membagi asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan
pemeriksaan laboratorium.menjadi 4 klasifikasi yaitu asma intermiten, asma persisten, ringan,
asma persisten sedang, dan asma persisten berat.8,17
Table 4. Klasifikasi derajat asma pada anak1
Parameter klinis,
kebutuhan obat, dan
faal paru
Asma episodic Jarang Asma episodic Sering Asma Persisten
1. Frekuensi
serangan
< 1x / bulan > 1 x / bulan Sering
2. Lama serangan < 1 minggu > 1 minggu Hampir sepanjang
tahun, tidak ada
remisi.
3. Intensitas
Serangan
Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat
4. Di antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
malam
5. Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
6. Pemeriksaan fisik
diluar serangan
Normal (tidak
ditemukan serangan)
Mungkin terganggu
(ditemukan kelianan)
Tidak pernah normal
7. Obat pengendali Tidak perlu Perlu Perlu
8. Uji faal paru
(diluar serangan)
PEF/FEV1 > 80% PEF/FEV1 60-80% PEF/PEV1 < 60%
Variabilitas 20-30%
9. Variabilitas faal
paru (bila ada
serangan)
Variabilitas > 15% Variabilitas > 30% Variabilitas > 50%
2.2.6. Tatalaksana1,5,8
Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya potensi
tumbuh kembang anak secara optimal. Secara lebih rinci tujuan yang ingin dicapai adalah:
1. Pasien dapat menjalani aktivitas normal, termasuk bermain dan berolahraga.
2. Sesedikit mungkin angka absensi sekolah.
3. Gejala tidak timbul siang ataupun malah hari.
4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok.
5. Kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan.
6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin timbul terutama
yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.
GINA membagi tatalaksana serangan asma menjadi dua, yaitu tatalaksana di Rumah dan
di Rumah Sakit. Tatalaksana di rumah dilakukan oleh pasien (atau orang tuanya) sendiri di
rumah. Hal ini dapat dilakukan oleh pasien yang sebelumnya telah menjalani terapi dengan
teratur dan mempunyai pendidikan yang cukup. Pada panduang pengobatan di rumah, disebutkan
bahwa terapi awal adalah β-agonis kerja cepat sebanyak 2 kali dengan selang waktu 20 menit.
Bila belum ada perbaikan, segera mencari pertolongan ke dokter atau sarana kesehatan.
Gambar. 5 Tatalaksana di Rumah Sakit dapat dilakukan dengan bagan sebagai berikut:
Tatalaksana medikamentosa
Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat
pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika
serangan timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada gejala lagi maka obat ini tidak
digunakan lagi. Kelompok kedua adalah obat ppengendali, yang sering disebut sebagai obat
pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu
inflamasi respiratorik kronik.5
Asma Episodik Jarang
Asma episodic jarang cukup diobati dengan obat pereda berupa bronkodilator β-agonis
hirupan kerja pendek (Short Acting β2-Agonis, SABA) atau golongan santin kerja cepat bila
perlu saja, yaitu jika ada gejala/serangan.
Konsesnsus Internasional III dan juga Pedoman Asma Anak seperti telah terlihat dari
klasifikasi asmanya tidak menganjurkan pemberian antiinflamasi sebagai obat pengendali untuk
asma ringan. Jadi secara tegas PNAA tidak menganjurkan pemberian obat controller pada Asma
Intermiten, dan baru memberikannya pada Asma Persisten Ringan (derajat 2 dari 4) berupa anti-
inflamasi yaitu steroid hirupan dosis rendah, atau kromoglikat hirupan.5
Asma Episodik Sering
Jika penggunaan β-agonis hirupan sudah lebih dari 3x perminggu (tanpa menghitung
penggunaan praaktivitas fisis), atau serangan sedang/berat terjadi lebih dari sekali dalam sebulan,
maka penggunaan anti-inflamasi sebagai pengendali sudah terindikasi. Pada awalnya anti-
inflamasi tahap pertama yang digunakan adalah kromoglikat, dengan dosis minimum 10 mg 2-4
kali perhari. Obat ini diberikan selama 6-8 minggu, kemudian dievaluasi hasilnya. Jika asma
sudah terkendali, pemberian kromoglikat dapat dikurangi menjadi 2-3 kali perhari.1
Tahap pertama obat pengendali adalah pemberian steroid hirupan dosis rendah yang
biasanya cukup efektif. Obat steroid hirupan yang sudah sering digunakan pada anak adalah
budesonid, sehingga digunakan sebagai standar. Dosis rendah steroid hirupan adalah setara
dengan 100-200 µg/hari budesonid (50-100 µg/hari flutikason) untuk anak berusia kurang dari
12 tahun, dan 200-400 µg/hari budesonid (100-200 µg/hari flutikason) untuk anak berusia di atas
12 tahun. 1
Asma Persisten
Dosis pemberian steroid yang masih dianggap aman adalah setara budesonid 400 µg/hari.
Di atas itu dilaporkan adanya pengaruh sistemik minimal, sedangkan dengan dosis 800 µg/hari
agaknya mulai berpengaruh terhadap poros HPA (hipotalamus-hipofisis-adrenal) sehingga dapat
berdampak pada pertumbuhan.1
Setelah pemberian steroid hirupan dosis rendah tidak mempunyai respons yang baik,
diperlukan terapi alternative pengganti yaitu meningkatkan steroid menjadi dosis medium atau
tetap steroid hirupan dosis rendah ditambah dengan LABA (Long Acting β-2 Agonist) atau
ditambahkan theophylline Slow Release (TSR) atau ditambahkan Anti Leukotriene Receptor
(ALTR). Yang dimaksud medium adalah setara dengan 200-400 µg/hari budesonid (100-200
µg/hari flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan 400-600 µg/hari budesonid
(200-300 µg/hari flutikason) untuk anak berusia di atas 12 tahun.1
2.2.7. Pencegahan5
Pencegahan pada asma terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu pencegahan primer,
sekunder, dan tersier. Pencegahan primer bertujuan untuk mencegah terjadinya sanitisasi pada
bayi yang belum tersensitisasi. Pencegahan primer ini dapat dilakukan prenatal atau pascanatal.
Pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah terjadinya inflamasi/asma pada bayi/anak yang
sudah tersensitisasi. Pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah terjadinya inflamasi/asma
pada bayi/anak yang sudah tersensitisasi. Pencegahan tersier bertujuan mencegah terjadinya
serangan akut atau eksaserbasi pada bayi/anak asma.
Beberapa langkah penanganan asma pada anak adalah sebagai berikut:
1. Pemberian edukasi pada pasien dan keluarganya tentang asma
2. Penilaian dan pemantauaan derajat asma.
3. Penghindaran terhadap factor resiko
4. Pembuatan rencana tatalaksana jangka panjang.
5. Menatalaksana eksaserbasi atau serangan
6. Follou-up secara teratur.
Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah mencegah terjadinya sensitisasi pada bayi atau anak yang
mempunyai risiko untuk menjadi asma di kemudian hari yang dimaksud dengan risiko adalah
banyak/anak dengan atopi, baik pada salah satu ataupun kedua orangtuanya. Langkah pertama
adalah mengenali adanya factor risiko untuk terjadinya asma di kemudian hari yaitu dengan
mengenali orang tua dengan atopi. Beberapa contoh pencegahan primer yang dapat dilakukan,
yaitu:
a. Penghindaran yang dianjurkan adalah terhadap lingkungan, terutama indoor pollutants.
Yang dimaksud indoor pollutants adalah asap rokok, debu rumah yang mungkin
mengandung banyak tungau debu rumah dan lain-lain.
b. Pemberian ASI saja yang lama ( ≥ 4 bulan) dapat mengurangi resiko asma di kemudian
hari. ASI merupakan factor proteksi terhadap terjadinya asma.
c. Berdasarkan hasil penelitian dilaporkan pemberian antibiotic pada awal kehidupan dapat
meningkatkan kejadian asma.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah mencegah terjadinya asma/inflamasi pada seorang anak
yang sudah tersensitisasi. Secara klinis hal ini telah dibuktikan dengan menggunakan obat
antihistamin. Pada early treatment of the atopic child (ETAC), pemberian cetirizine selama 18
bulan pada anak dengan dermatitis atopi yang orangtuanya atopi, dapat mencegah terjadinya
asma sebanyak 50% bila anak tersebut hanya alergi terhadap debu rumah dan serbuk sari.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah mencegah terjadinya serangan pada seorang anak yang sudah
menderita asma. Kita menyadari bahwa serangan asma dapat terjadi akibat adanya factor
pencetus. Pencegahan terhadap hal tersebut merupakan salah satu langkah pencegahan tersier.
Factor lain yang dapat menyebabkan serangan asma adalah gagalnya terapi jangka panjang.
Yang dimaksud dengan terapi jangka panjang adalah pemberian obat pengendali (controller)
berupa kortikosteroid, baik yang diberikan tersendiri ataupun kombinasi dengan β-agonis kerja
panjang atau antileukotrient.
BAB III
Laporan Kasus
3.1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. I
Umur : 2 tahun 1 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Majeti, Narmada
Suku : Sasak
Agama : Islam
Waktu Pemeriksaan : 1 Mei 2013
Ayah Ibu
Nama Aq. I Aq. R
Umur 25 tahun 23 tahun
Pendidikan SMA SMP
Pekerjaan Koperasi Pedagang
3.2. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Puskesmas Narmada dengan dikeluhan mengalami sesak nafas. Pasien
dikeluhkan mengalami sesak nafas sejak 1 hari sebelum datang ke Puskesmas. Pasien dikeluhkan
sesak sering dirasakan ketika malam hari dan pagi hari ketika cuaca dingin dan saat malam hari.
Pasien dikeluhkan saat sesak sering disertai dengan suara nafas berbunyi ngik-ngik (mengi). Ibu
Pasien mengaku pasien sering mengalami hal serupa sejak pasien berumur 1 bulan dan dirasa
bertambah berat akhir-akhir ini. Pasien juga mengeluh batuk berdahak yang timbulnya
bersamaan dengan sesak, dahak berwarna putih dan dikeluhkan sulit untuk keluar, darah (-).
demam (-). Pilek (+). Dikeluhakn ibu Pasien dalam 2 minggu, dapat mengalami sesak 1 kali, dan
dalam sebulan dapat mengalami ≥ 2 kali sesak pada malam hari.
Saat timbulnya sesak, pasien sangat rewel dan sangat mengganggu aktivitas serta nafsu
makan pasien menurun.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien terakhir mengalami sesak pada bulan lalu dan sampai membuat pasien dibawa ke
UGD Puskesmas Narmada untuk dilakukan Nebulisasi.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Kakek pasien dari ayah mengalami riwayat sesak dan sering kambuh, riwayat penyakit
epilepsi (-) jantung (-), ginjal (-).
Riwayat Pengobatan:
Ibu pasien mengaku tidak meminum obat-obatan lain selain obat asma yang diberikan.
Ibu pasien mengaku pernah beberapa kali mengalami sesak nafas yang berat yang
membuat pasien harus ke IGD dan dilakukan nebulisasi.
Ibu pasien mengaku minum obat dari puskesmas apabila pasien batuk pilek.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan :
Riwayat sakit selama ibu pasien hamil (-), ANC rutin di posyandu. Pasien merupakan
anak kedua, lahir spontan ditolong bidan, lahir langsung menangis, berat badan lahir 2800
gram dan panjang badan 51 cm. Riwayat kuning / biru setelah lahir (-).
Riwayat nutrisi :
Pasien diberikan ASI ekslusif sampai usia 6 bulan dan setelah itu mulai diberikan
makanan pendamping. Pasien diberikan minum ASI hanya sampai usia 9 bulan, dan setelah
itu pasien hanya diberikan susu Formula (SGM). Karena keterbatasan biaya, pasien hanya
diberikan susu formula hanya sampai usia 1 tahun. Dan sampai saat ini pasien makan nasi 3
kali sehari dan minum diberikan air putih.
Riwayat vaksinasi :
Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap dan sampai saat
ini pasien rutin dibawa ibunya untuk menimbangkan berat badannya di Posyandu setiap
bulannya.
Ikhtisar Keluarga:
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
Pasien tinggal di rumah di Dasan Majeti, Narmada. Anggota keluarga inti pasien dapat
dilihat pada skema di atas.
Riwayat Lingkungan, Sosial, Ekonomi
Pasien tinggal bertujuh dirumah bersama tiga kakak tirinya dan kedua orang tuanya.
Ayah pasien bekerja sebagai pegawai koprasi dan ibu pasien berjualan di rumah dengan
penghasilan perbulan kira-kira Rp 800.000 – Rp. 1.000.000
Ayah pasien seorang perokok, dalam sehari dapat menghabiskan 6 batang rokok. Ayah
pasien merokok terkadang di dalam rumah, dan pasien kadang-kadang digendong saat ayah
pasien sedang merokok.
Anak II Anak V
Aq. I Iq. R
Anak I Anak IV
Isteri I
Anak III
Rumah pasien terdiri dari dua kamar tidur, satu ruang tamu sekaligus ruang keluarga, satu
kamar mandi yang letaknya di luar lingkungan rumah, dan dapur kecil diluar rumah. Luas
rumah pasien ± 6 meter x 10 meter. Dinding menggunakan tembok, atap rumah terbuat dari
genteng dan lantai dari semen. Jendela di rumah pasien jarang dibuka sehingga sirkulasi
udara di dalam rumah menjadi tidak lancar. Rumah pasien dengan rumah tetangga pasien
depan dan belakang berdekatan, yaitu dengan jarak kurang lebih 1,5 meter. Dapur terdapat di
luar rumah dan ibu pasien di rumah memasak dengan menggunakan kompor minyak tanah.
Pasien mendapatkan air untuk kebutuhan sehari-harinya berasal dari air Sumur dan sumber
air Narmada. Air yang dikonsumsi dengan menggunakan air gallon dari sumber air Narmda.
Dan dari air itupula digunakan untuk mandi, mencuci dan keperluan rumah tangga lainnya.
3.3. PEMERIKSAAN FISIK (2 Mei 2013)
Status Present :
KU : Sedang
Kes : CM
RR : 40 x/menit, tipe : abdominotorakal
HR : 108 x/menit, lemah, teratur.
T ax : 36,5 oC.
Status Gizi
Berat badan : 8,5 kg Panjang badan : 83 cm Lingkar Kepala : 47 cm
Indeks gizi : BB/U = -2 SD s/d -3SD
TB/U = -2 SD s/d +2SD
BB/TB = -3SD
Status General :
o Kepala dan Leher :
- Bentuk : normocephali, UUB menutup.
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), pupil isokor, refleks pupil
(+/+), edema palpebra (-/-)
- THT : telinga : struktur dan ukuran telinga normal, otorhea (-)
Hidung : napas cuping hidung (-), rinorhea (-)
Tenggorok : faring hiperemis (-)
- Mulut : bibir sianosis (-), lidah dan mukosa mulut normal, palatum normal
- Leher : Pembesaran KGB servikal (-), Pembesaran KGB Supraklavikula (-),
Pembesaran KGB aksiler (-)
Thorax :
• Inspeksi : Retraksi suprasternal (-), retraksi subcostal (+), pergerakan dinding dada
simetris, deformitas(-).
• Palpasi : Fremitus vokal N (simetris kanan-kiri).
• Perkusi : Pulmo: sonor pada seluruh lapang paru.
• Auskultasi : Pulmo : bronves +/+, rh -/-, wh +/+
Cor : S1S2, tunggal, reguler, gal (-), murmur (-)
Abdomen :
• Inspeksi : Distensi (-)
• Auskultasi : BU (+) N
• Palpasi : Supel, Hepar/Lien tidak teraba, nyeri tekan (-) seluruh lapang abdomen
• Perkusi : Timpani
Ekstermitas :
Clubbing finger (-)
Tungkai Atas Tungkai bawah
Kanan Kiri Kanan Kiri
Akral dingin - - - -
Edema - - - -
Kulit :
Ikterus (-), pustula (-), Petekie (-)
Urogenital :
Tidak dievaluasi.
3.4. DIAGNOSIS
Asma Bronkial
3.5. DIAGNOSTIK BANDING
-
3.6. RENCANA TERAPI
Nebulizer : NaCl 1 : 2
Ambroxol syr 3 x ½ Cth
CTM 3 x 0,5 mg
Salbutamol
Paracetamol syr k/p ½ cth
3.7. PROGNOSIS
Bonam
3.8. KIE
KIE yang dapat diberikan pada pasien dan keluarganya berupa:
1. Seluk beluk asma. Selain itu penting memahami sifat-sifat dari penyakit asma:
Bahwa penyakit asma tidak bisa sembuh secara sempurna.
Bahwa penyakit asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu saat oleh karena faktor
tertentu bisa kambuh lagi.
Bahwa kekambuhan penyakit asma minimal bisa dijarangkan dengan pengobatan
jangka panjang secara teratur.
2. Membantu pasien mengenali intensitas dan frekuensi gejala guna menentukan
klasifikasi asma yang dialami dan untuk memonitor asma sendiri.
3. Mengenali dan menghindari pencetus asma, seperti:
Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kecoa, kucing, jamur dll). Upaya
yang dapat dilakukan untuk menghindarinya:
Mengganti alas tidur karpet dengan kasur busa, mencuci sarung bantal, selimut
setiap 2 minggu, mengatur barang-barang di dalam kamar dengan rapi, barang-
barang yang jarang dipakai (seperti baju bekas, mainan, buku, dll) diatur dengan
rapi di luar kamar, lantai di pel setiap hari, membersihkan langit-langit kamar,
membersihkan kamar setiap hari, barang-barang di dalam kamar seperti tv, radio,
dan kipas angin dibersihkan, jendela harus sering dibuka agar ruangan tidak
menjadi lembab.
Alergen diluar ruangan (tepung sari bunga, jamur, binatang). Upaya yang dapat
dilakukan untuk menghindarinya:
Tidak memelihara binatang yang memiliki bulu lebat dan mudah rontak serta
berusaha menghindari kontak dengan binatang tersebut, membersihkan halaman
dari rumput-rumput liar.
Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut,
susu sapi, telur). Hindari memakan makanan instan, makanan yang tampak
mencolok warnanya, makanan laut, telur dan makanan-makanan yang terbuat dari
telur.
Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dan lain-lain). Upaya
yang dapat dilakukan untuk menghindarinya:
Menghindari memakai parfum terutama yang berbau tajam, semprotan nyamuk
ataupun pengharum ruangan.
Asap rokok dari perokok aktif dan pasif. Upaya yang dapat dilakukan untuk
menghindarinya:
Tidak berada di dekat orang yang merokok.
Polusi udara di luar dan di dalam ruangan.Upaya yang dapat dilakukan untuk
menghindarinya:
Tidak berada di dekat orang yang memasak, terutama jika menggunakan kayu
bakar, mengganti sepenuhnya penggunaan kayu bakar dengan kompor,
menghindari bau makanan yang merangsang (tumisan), menggunakan
masker/penutup hidung jika sedang berkendara/bekerja.
Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktifitas
tertentu. Hindari aktiftas berlebihan atau bekerja berlebihan.
Keadaan udara : polusi, perubahan hawa mendadak, dan hawa yang lembab. Upaya
yang dapat dilakukan untuk menghindarinya:
memakai masker guna melindungi dari hawa lembab dan debu.
Infeksi saluran pernapasan. Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindarinya:
menjaga kebugaran, tidak berada di dekat orang yang flu, segera berobat bila sakit
panas (infeksi), apalagi bila disertai dengan batuk dan pilek.
4. Merencanakan pengobatan jangka panjang, dengan pemberian obat-obatan pengontrol
dan pelega serta meminum obat-obatan tersebut secara teratur.
5. Mengatasi serangan asma dengan tepat dengan mengenal tanda serangan akut
(bertambahnya gejala batuk, sesak, dan mengi) dan tanda perburukan asma
(peningkatan asma malam, kebutuhan obat meningkat, aktivitas menurun).
6. Memeriksakan diri dengan teratur guna memonitoring perkembangan penyakit.
Deteksi dini pada keluarga penderita asma juga perlu dilakukan, sehingga apabila ada
anggota keluarga yang memiliki gejala serupa, dianjurkan untuk segera berobat ke
puskesmas.
7. Menjaga kebugaran dan olahraga
3.9. Determinan Masalah Kesehatan
SERANGAN ASMA
LINGKUNGANPERILAKU
PELAYANANKESEHATAN
Alergen di dalam dan di luar rumahPerubahan cuacaKurang Ventilasi dalam rumah
Kurangnya upaya sosialisasi pengendalian asma Kurangnya kerja sama tenaga kesehatan dengan pasien
Kurangnya kesadaran menjaga kebersihan rumah dan lingkunganTidur beralaskan karpet dan tikarFaktor makanan (bahan pengawet dan makanan berwarna, sering minum es)Tidak teratur minum obat
GENETIK
Faktor genetik dari Kakek pasien
BAB IV
Penelusuran Kasus
4.1. Dasar Pemilihan Kasus
Penyakit asma semula dianggap bukan masalah serius di Indonesia. Namun, angka
morbiditas dan mortalitasnya terus meningkat baik di dunia maupun di Indonesia maka
penanganan penyakit ini perlu mendapat perhatian serius. Survei Kesehatan Rumah tangga
(SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004 memperlihatkan asma masih menempati urutan
ke 3 dari 10 penyebab kematian utama di Indonesia dan prevalens penyakit asma berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan sebesar 4%. 2
Pada Laporan Hasil Riskesdas NTB 2007, prevalensi penyakit asma di provinsi NTB
sebesar 5,3% (kisaran: 1,8-7,2%) dimana Kabupaten Lombok Barat menempati urutan ketiga
yaitu sebesar 5,7%. Kondisi tersebut termasuk tinggi dibandingkan dengan prevalensi penyakit
asma secara nasional yang sebesar 3,5%. Pada hasil Riskesdas tersebut, ditemukan juga
prevalensi asma tinggi pada kelompok yang tidak sekolah dan ditemukan lebih banyak di desa
dibandingkan di kota.3
Asma termasuk dalam 10 penyakit terbanyak dalam kunjungan ke Puskesmas Narmada.
Pada tahun 2012, asma menempati peringkat ke-6 dalam kunjungan ke Puskesmas Narmada
sebanyak 1673 kasus, sedangkan asma juga termasuk dalam 10 penyakit terbanyak kunjungan
UGD dan rawat inap.
Penyakit asma tidak dapat disembuhkan akan tetapi penderita dapat sembuh dalam arti
asmanya terkontrol. Bila tidak, akan mengganggu kualitas hidup penderita yang menyebabkan
kehilangan waktu sekolah dan kehilangan jam kerja. Disamping itu penderita harus mampu
meminimalkan faktor-faktor pemicu penyakit tersebut seperti keadaan lingkungan dimana kita
berada dan perilaku.
Sementara di Indonesia faktor pemicu asma baik di desa maupun di kota masih sangat
tinggi antara lain dari asap kebakaran hutan, asap kendaraan bermotor dan asap atau debu
industri. Disamping itu perilaku merokok, pemakaian bahan kimia (obat anti nyamuk, parfum
dll) dan menjamurnya makanan produk massal industri yang mengandung pewarna, pengawet
dan vetsin (MSG) memberi kontribusi yang bermakna pada penyakit ini.2 Oleh karen itu,
pengetahuan tentang penyakit asma perlu diketahui masyarakat umum, sehingga ikut membantu
untuk meminimalisasi faktor pencetus asma bagi penderitanya. Terapi pencegahan yang teratur
adalah kunci untuk mengontrol asma. Meski asma merupakan penyakit kronik dan seumur hidup
butuh perawatan rutin untuk dapat hidup normal dan aktif. Penatalaksanaan asma yang tepat,
termasuk kerja sama antara perawat dan pasien serta keluarganya, terbukti dapat memberikan
hasil yang baik dan tercapainya asma kontrol.
4.2. Dokumentasi Penelusuran Kasus
Gambar rumah dari depan Gambar Samping Kanan Rumah
Gambar samping kiri Rumah dan tetangga Kamar keluarga dan sekaligus tempat berjualan
Kamar keluarga dan jualan ibu pasien Kamar tidur
Dapur yang terletak di luar rumah Kamar mandi dan sumber air yang digunakan
Denah Rumah
Kamar IKamar II
Ruang Keluarga
Teras
Dapur
Sumur dan Tempat mandi
BAB V
Pembahasan
A. Aspek Klinik
Pembahasan Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik
Pada kasus ini, pasien adalah seorang anak perempuanberusia 2 tahun 1 bulan
datang dengan keluhan sesak nafas. Pasien dikeluhkan mengalami sesak nafas sejak 1
hari sebelum datang ke Puskesmas. Pasien dikeluhkan sesak sering dirasakan ketika
malam hari dan pagi hari ketika cuaca dingin dan saat malam hari. Pasien dikeluhkan
saat sesak sering disertai dengan suara nafas berbunyi ngik-ngik (mengi). Ibu Pasien
mengaku pasien sering mengalami hal serupa sejak pasien berumur 1 bulan dan dirasa
bertambah berat akhir-akhir ini. Pasien juga mengeluh batuk berdahak yang timbulnya
bersamaan dengan sesak, dahak berwarna putih dan dikeluhkan sulit untuk keluar,
darah (-). demam (-). Pilek (+). Dikeluhakn ibu Pasien dalam 2 minggu, dapat
mengalami sesak 1 kali, dan dalam sebulan dapat mengalami ≥ 2 kali sesak pada
malam hari. Saat timbulnya sesak, pasien sangat rewel dan sangat mengganggu
aktivitas serta nafsu makan pasien menurun.
Berdasarkan anamnesis tersebut pasien ini sesuai dengan gejala klinis asma
bronchiale eksaserbasi akut. Sesak yang disertai dengan batuk berdahak yang sulit
keluar, dan disertai dengan wheezing. Terdapat riwayat paparan faktor resiko yaitu
asap rokok, udara dingin, dan lingkungan kamar tempat tidur yang lembap.
Diagnosis tersebut diperkuat dari pemeriksaan fisik. Dari keadaan umumnya
pasien tampak sangat sesak. Dari tanda-tanda vital didapatkan nadi 108x/menit,
frekuensi nafas 40 x/menit, dan suhu 36,5 derajat celcius. Dari pemeriksaan thorax
didapatkan penggunaan otot bantu nafas serta suara wheezing pada kedua lapang paru.
Pembahasan diagnosis
Dari anamnesis dan pemeriksaan penunjang maka diagnosis asma
bronchiale eksaserbasi akut derajat berat dapat ditegakkan dalam katagori
probable case yaitu diagnosis dapat ditegakkan dari gejala klinis lengkap atau
hampir lengkap.
A. Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat
Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktor-faktor
utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup
sehat yang diperkenalkan oleh H. L. Blum mencakup 4 faktor yaitu faktor genetik
(keturunan), perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat, faktor lingkungan
(sosial ekonomi, fisik, politik) dan faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan
kualitasnya).
Dari paradigma tersebut, seluruh faktor tersebut berperan dalam terjadinya penyakit
asma, namun yang paling berperan penting adalah interaksi antara faktor penderita
berupa genetika dan faktor lingkungan. Faktor penderita di sini merupakan
predisposisi individual dalam pembentukan atau perlindungan penyakit asma,
sedangkan faktor lingkungan di sini berperan dalam pembentukan asma individu yang
peka (pemicu), menyebabkan gejala berkelanjutan (pemacu), dan pencetus serangan
asma. Penyakit asma menjadi masalah di mayarakat disebabkan oleh karena faktor-
faktor berikut :
1. Faktor Genetika
Telah diterima secara umum bahwa ada kontribusi herediter pada etiologi asma,
terdapat multiple chromosomal region yang berisi gen-gen yang memberi kontribusi
asma. Kadar serum IgE yang tinggi telah diketahui ada hubungan dengan kromosom
5q, 11q, dan 12q. Secara klinik ada hubungan kuat antara hiperresponsif saluran nafas
dengan peningkatan kadar IgE dan terdapat bukti yang menunjukkan coinheritance
dari gen untuk atopi dan hiperreaktif saluran nafas dijumpai pada kromosom yang
sama.
Asma pada anak lebih sering dijumpai pada anak laki-laki tetapi menjadi berlawanan
ketika pubertas dan dewasa. Prevalensi secara keseluruhan lebih banyak wanita
dibanding pria. Di Amerika ras kulit hitam diketahui mempunyai resiko tinggi
terhadap asma tanpa memandang sosialekonomi dan pendidikan. Insiden asma di
negara berkembang diperkirakan tinggi karena faktor lingkungan yang sama
pentingnya seperti faktor genetik.
2. Faktor Lingkungan
Alergen di dalam dan luar rumah
Dari beberapa studi epidemiologi telah menunjukkan korelasi antara paparan
alergen dan prevalensi asma dan perbaikan asma bila paparan alergen menurun.
Alergen indoor yang penting adalah kutu busuk, alergen hewan (anjing, kucing,
dan tikus), kecoak, jamur, debu dari bahan asbes yang dijadikan atap rumah.
Alergen yang di luar rumah terutama dari pohon, debu di sekitar rumah, polusi
udara di sekitar rumah. Dengan aktivitas sehari-hari pasien yang berada di
dalam dan luar rumah dapat memudahkan pasien untuk terjadinya kekambuhan
asma. Rumah yang sempit dan padat, atap dari asbes, dinding dari anyaman
bambu, asap dari kayu bakar, serta cuaca dingin sangat berperan pada
munculnya serangan asma pada pasein ini.
Pemicu di tempat kerja
Paparan alergen di tempat bekerja seperti debu, polusi udara, beratnya
pekerjaan yang dilakukan. Pada kasus ini, pekerjaan pasien yang sangat erat
berhubungan dengan debu dapat menjadi pemicu munculnya serangan asma.
Sosio-ekonomi rendah
Pasien termasuk dalam keluarga dengan sosio-ekonomi yang rendah. Hal ini
dapat menyebabkan ketidakmampuan pasien maupun keluarga pasien untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga pasien terkadang tidak memikirkan
kualitas makanan yang dipilih.
3. Perilaku
Bekerja terlalu berat
Aktivitas pasien yang berat selalu memicu munculnya serangan asma. Saat ini,
pasien tidak dapat bekerja terlalu berat. Sedikit saja terlalu bert, maka pasien
langsung mendapat serangan asma.
Perilaku merokok
Asap rokok merupakan salah satu alergen yang dapat memicu munculnya asma.
Pada kasus ini, pasien selama ini merokok menggunakan rokok filter sebanyak
kurang lebih 1 bungkus rokok perhari.
Keteraturan meminum obat kontroler
Obat kontroler adalah obat yang dikonsumsi setiap hari untuk membuat asma
dalam keadaan terkontrol terutama melalui efek anti inflamasi. Pasien
sebelumnya mengatakan kalau obat yang diberikan tidak dimunum secara
teratur, hanya bila serangan asma muncul baru pasien meminum obat tersebut.
Hal ini menyebabkan asma pasien sulit dalam keadaan terkontrol.
4. Pelayanan Kesehatan
Membangun kerja sama pasien dan tenaga kesehatan penting dalam pengelolaan
asma yang efektif. Tujuan kerja sama adalah untuk membuat pasien asma
memperoleh pengetahuan, kepercayaan, dan keterampilan untuk mengambil peran
utama dari penatalaksanaan asmanya. Kerja sama dibentuk dan diperkuat ketika
pasien dan tenaga kesehatan mendiskusikan dan menyetujui tujuan pengobatan,
membangun rencana pengobatan termasuk memonitor asmanya sendiri oleh
pasien dan evaluasi secara periodik. Edukasi menjadi bagian yang penting, dari
edukasi akan memberikan informasi yang penting bagi pasien mengenai :
- Diagnosis
- Pencegahan gejala dan serangan asma
- Monitoring asma kontrol
- Tanda asma yang memburuk dan tindakan yang diambil
- Bagaimana dan kapan mencari pertolongan medik
BAB VI
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 faktor utama yang mempengaruhi
asma pada pasien ini adalah faktor genetik, perilaku, lingkungan, dan pelayanan kesehatan.
Dalam hal ini, dari faktor genetik yaitu didalam keluarga pasien terdapat keturunan asma dari
kakek pasien, faktor perilaku terkait pencegahan dari terpapar alergen atau pemicu
munculnya serangan asma, faktor lingkungan yaitu lingkungan rumah yang sempit dan
tingginya paparan alergen indoor maupun outdoor, serta faktor yankes mengenai hubungan
kerja sama pasien dan tenaga kesehatan yang belum maksimal.
B. Saran
- Perlunya peningkatan hubungan kerja sama tenaga kesehatan dan pasien yang berperan
penting dalam pencegahan kekambuhan asma, terutama edukasi mengenai faktor resiko yang
dapat memicu timbulnya asma.
- Perlunya pengetahuan petugas mengenai asma kontrol sehingga diharapkan pasien dengan
asma terkontrol buruk bisa mendapatkan penanganan yang tepat.
Daftar Pustaka
1. Rahajoe dkk. 2004. Asma Anak. UKK Pulmonologi PP IDAI: Jakarta.
2. Sihombing M, Alwi Q, Nainggolan O. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Penyakit Asma Pada Usia ≥10 Tahun di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2007). J Respir
Indones.
3. BKKBN-NAD. 2009. Penyakit Asma, Kontrol Teratur, Cegah Kekambuhan. BKKBN-NAD:
Banda Aceh. (Accessed : Kamis, 29 April 2013 on
http://www.bkkbn.go.id/Webs/Konsultasi.php).
4. Puskesmas Narmada. 2012. Daftar 10 Penyakit Terbanyak di Puskesmas Narmada. PKM
Narmada : Narmada.
5. Rahajoe dkk. 2010. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama. Ikatan Dokter Anak
Indonesia: Jakarta.
6. Tim Penyusun. 2012. Data Rekapan SP2TP-LB1 Jenis Penyakit Januari-Desember 2012.
Narmada: Puskesmas Narmada.
7. Tim Penyusun. 2011. Data Rekapan 10 Penyakit Terbanyak Puskesmas Narmada Tahun
2010. Narmada: Puskesmas Narmada
8. GINA Reports. 2009. Global Strategy for Asthma Management and Prevention.(updated
2009 page 22). Available from: www.ginasthma.org
9. Tim Penyusun. 2012. Data Rekapan 10 Penyakit Terbanyak Puskesmas Narmada Tahun
2011. Narmada: Puskesmas Narmada.
10. Tim Penyusun. 2013. Data Rekapan Surveilans Terpadu Penyakit Tidak Menular Berbasis
Puskesmas (Kasus Baru) Januari-Desember 2012. Narmada: Puskesmas Narmada.
11. Tim Penyusun. 2011. Data Rekapan 10 Penyakit Terbanyak Rawat Inap Puskesmas Narmada
Tahun 2010. Narmada: Puskesmas Narmada.
12. Tim Penyusun. 2012. Data Rekapan 10 Penyakit Terbanyak Rawat Inap Puskesmas Narmada
Tahun 2011. Narmada: Puskesmas Narmada.
13. Tim Penyusun. 2013. Data Rekapan 10 Penyakit Terbanyak Rawat Inap Puskesmas Narmada
Tahun 2012. Narmada: Puskesmas Narmada.
14. Tim Penyusun. 2011. Data Rekapan 10 Penyakit Terbanyak UGD Puskesmas Narmada
Tahun 2010. Narmada: Puskesmas Narmada.
15. Tim Penyusun. 2012. Data Rekapan 10 Penyakit Terbanyak UGD Puskesmas Narmada
Tahun 2011. Narmada: Puskesmas Narmada.
16. Tim Penyusun. 2013. Data Rekapan 10 Penyakit Terbanyak UGD Puskesmas Narmada
Tahun 2012. Narmada: Puskesmas Narmada.
17. Depkes RI. 2009. Pedoman Pengendalian Asma. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
18. Yunus, Faisal. 1996. Penatalaksanaan Asma Bronkial Masa Kini (pg. 4; 7-9). Jakarta:
Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.