laporan mata
DESCRIPTION
laporan mataTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN MATA
EROSI KORNEA ET CAUSA TRAUMA TAJAM
Disusunoleh :
KELOMPOK 2
AdistiIrdaFebriyani H2A011002
Billy Gustomo H2A011012
Dimas WahyuPangestito H2A011017
Linda Faradhita H2A011026
MahasihArianiNugraheni H2A011028
MiftakhunNissa H2A011029
Pembimbing :dr. Wahyu Ratna, Sp.M
KepaniteraanUmum
FakultasKedokteran
UniversitasMuhammadiyah Semarang
2015
PENDAHULUAN
Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat
diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea. Trauma tumpul kornea dapat
menimbulkan kelainan kornea mulai dari erosi kornea sampai laserasi kornea.
Bilamana lesi terletak dibagian sentral, dapat mengakibatkan pengurangan
ketajaman penglihatan. Benda asing dan abrasi di kornea menyebabkan nyeri dan
iritasi yang dapat dirasakan sewaktu mata dan kelopak digerakkan. Pada trauma
tumpul mata,kornea diperiksa untuk mencari apakah terdapat kehilangan lapisan
epitel (abrasi), laserasi dan benda asing. Abrasi kornea merupakan terkikisnya
lapisan kornea (epitel) oleh karena trauma pada bagian superfisial mata. Abrasi
kornea umumnya sembuh dengan cepat dan harus diterapi dengan salep antibiotik
dan pelindung mata. 1,2
Terdapat 2 kategori erosi kornea yaitu erosi superfisial, hanya sebatas
lapisan epitel saja dan erosi profunda yang terjadi hingga membran descemen
tanpa disertai ruptur pada membran tersebut. Erosi dapat diakibatkan oleh karena
benda asing, lensa kontak, pengusap pipi untuk make-up, ranting kayu dan
tertusuknya mata oleh jari.2
CATATAN MEDIS
MAHASISWA KEPANITRAAN UMUM
ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. Tugino
Tempat, tanggal lahir : Semarang, 5 Juli 1952 (63
Tahun)
Jenis kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Bongsan, RT 4/RW 3,
Semarang Barat
Pekerjaan : Pensiun
Pendidikan terakhir : SMA
No. RM Irja / Irna : -
Tanggal masuk RS : -
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis. Tanggal 9 April 2015, Jam 11.00
a. Keluhan Utama : mata mengganjal
Onset : sejak 1 hari yang lalu
Lokasi : mata sebelah kanan
Kualitas : mata mengganjal, sampai
terasa nyeri cekot-cekot
Kuantitas : saat membuka mata, terasa
nyeri
Faktor memperberat : jika terkena sinar,
pasien merasakan silau
Faktor memperingan : sudah di beri obat dari
dokter, nyeri membaik, mata merah berkurang
Gejala penyerta : mata merah, nerocos, nyeri,
perih, pandangan kabur (-), secret (-), sakit kepala
(-), bengkak
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 1 hari SMRS, tanggal 8 April 2015 pasien
mengeluh mata sebelah kanan mengganjal. Awalnya
mata kanan pasien terkena kuku tangan
cucunya.Rasa mengganjal disertai nyeri cekot-cekot,
mata merah, perih, dan nerocos.Pasien tidak
mengeluh pandangan kabur dan keluar lodok pada
mata kanan maupun mata kiri.Saat terkena cahaya
mata sebelah kanan terasa silau. Pasien sudah
memeriksakan ke dokter spesialis mata 5 jam
setelah kejadian. Saat ini keluhan sudah membaik.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kacamata : pasien memakai kacamata baca
Riwayat DM : terdapat riwayat DM
Riwayat Hipertensi : terdapat riwayat hipertensi
Riwayat operasi mata : disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
e. Riwayat sosial ekonomi :
Pembiayaan di tanggung BPJS
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 9 April 2015 pukul 11.00 WIB di
Polimata RS. Roemani
1. Keadaan umum : baik
2. Kesadaran : compos mentis
3. Vital Sign
TD :120/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit isi dan tegangan cukup
RR : 22 kali/ menit
Suhu : 37,5o C
4. Status Gizi
Berat badan : -
Tinggi badan : -
BMI : -
Kesan : -
5. Status Internus
Kulit : ikterik (-),
Kepala : kesan mesosefal,
Hidung : deformitas (-), anemis (-), edema (-), jejas (-),
nyeri tekan (-), sekret (-),
Telinga :kemerahan preaurikula(-), edema (-) vistul (-),
nyeri tarik (-) nyeri ketokok mastoid (-)
Mulut :sianosis (-), bibir kering (-), mukosa kering (-),
lidah kotor (-), palatum hiperemis (-), arkus faring
hiperemis (-), faring hiperemis (-), tonsil hiperemis
(-).
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
6. Status Oftalmologis
Okuli Dextra Okuli Sinistra
20/40 Visus 20/30
Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan
Tumbuh normal, madarosis (-) Supersilia Tumbuh normal, madarosis -
(-)
Trikiasis (-), diskiasis (-) Silia Trikiasis (-), diskiasis (-)
Pergerakan bola mata bebas
kesegalaarahdan ortofori
Bulbus Okuli Pergerakan bola mata bebas
kesegalaarahdan ortofori
hiperemis (-), edema (-), Lesi (-),
nyeri (-), masa (-), spasme (+)
Palpebra
Superiordan
Inferior
hiperemis (-), edema (-), Lesi
(-), nyeri (-), masa (-),
spasme (+)
Hiperemis (-), lesi(-), edema (-),
anemis (-) corpus alienum (-), cobble
stone (-), injeksi silier (-), folikel (-),
secret (-)
Konjungtiva
palpebra
Hiperemis (+), lesi(-), edema
(-), anemis (-) corpus
alienum (-), cobble stone (-),
injeksi silier (-), folikel (-),
secret (-)
Hiperemis (-), anemis (-), corpus Konjungtiva Hiperemis (-), anemis (-),
alienum (-), cobble stone (-),folikel
(-), secret (-)
forniks corpus alienum (-), cobble
stone (-),folikel (-), secret (-)
Edema (-), injeksi silier (-), injeksi
konjungtiva (-)
Konjungtiva
Bulbi
Edema (-), injeksi silier (-),
injeksi konjungtiva (-)
Hiperemis (-), Ikterik (-) Sclera Hiperemis (-), Ikterik (-)
Jernih(+), neovaskularisasi (-), ulkus
(-),sikatrik (-), sensibilitas (-),
kelengkungan kornea : konsentris,
bulat, licin, kontinue , infiltrat (-)
Kornea Jernih (+), neovaskularisasi
(-), ulkus (-),sikatrik (-),
sensibilitas (-),
kelengkungan kornea :
konsentris, bulat, licin,
kontinue, infiltrat (-)
Jernih (+), kedalaman cukup ¼
bayangan iris, tindal efek (-), hifema
(-), hipopion(-).
COA Jernih (+), kedalaman cukup
kedalaman cukup
¼bayanganiris, tindal efek
(-), hifema (-), hipopion (-).
Neovaskularisais (-), Kripte normal
(+), sinekia anterior (-), sinekia
posterior (-)
Iris Neovaskularisais (-), Kripte
normal (+), sinekia anterior
(-), sinekia posterior (-)
Bentuk bulat sentral reguler, Reflek
pupil direk dan indirek(+), Ukuran 3
mm
Pupil Bentuk bulat sentral reguler,
Reflek pupil direk dan
indirek (+), Ukuran 3 mm
Jernih (+) Lensa Jernih (+)
Tidak dilakukan Fundus Reflek Tidak dilakukan
Tdig (+) normal Tekanan Bola
Mata
Tdig (+) normal
Defekberwarnahijaupadakorneaperife Tesfluorescens (-)
r lateral(+)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan pemeriksaan fundukopi. Didapatkan hasil tes fluoresin
yaitu Defek epitel kecil yang memberikan warna hijau pada
tempat erosi.
V. RESUME
Pasien laki – laki datang ke RS Roemani Semarang pada tanggal 8
April 2015 jam 12.00 WIB. Pasien mengeluh mata sebelah kanan
mengganjal setelah terkena kuku tangan cucu pasien. Rasa
mengganjal disertai nyeri, mata merah, blefarospasme,
lakrimasi, dan terdapat fotofobia.Tidak terdapat sekret.
Pada pemeriksaan fisik kesadaran compos mentis,
keadaan umum pasien baik, tanda vital dan status internus
dalam batas normal.Pada pemeriksaan status oftalmologis
visus OD adalah 20/40, OS 20/ 30. Pemeriksaan segmen
anterior dalam batas normal. Defek epitel kecil terlihat
jelas pada saat dilakukan tes fluoresin, yang memberikan
warna hijau, pada tempat erosi. Erosi berukuran 2 mm,
terletak di kornea superfisialis perifer lateral
VI. DAFTAR MASALAH
MasalahAktif MasalahPasif
Mata kanan mengganjal
Nyeri
Mata merah
Visus turun
Fotofobia
Tampak defek epitel kornea
dengan tes fluoresin
-
VII. RENCANA PENGELOLAAN
a. Diagnosis : Erosis kornea et trauma tajam
b. Diferensial Diagnosis : keratitis Superfisial
c. Terapi : kloramfenikol 0,5% tetes mata
d. Monitoring :
Mata ditutup dengan kasa
Monitoring keteraturan minum obat dan penggunaan tetes mata
Monitoring efek samping obat
e. Edukasi :
Jelaskan penyakitnya
Minum obat secara teratur
Memelihara dan menjaga kebersihan mata
Kontrol terartur dan rutin ke dokter
Jelaskan tetang komplikasi yang akan terjadi bila tidak terartur dan
rutin kedokter
VIII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam :
OD : ad bonam
OS : ad bonam
Quo ad Sanam:
OD : ad bonam
OS : ad bonam
Quo ad cosmeticam:
OD : dubia ad bonam
OS : ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kornea
1. Anatomi
Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan,
berukuran 11 - 12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki
indeks refraksi 1,37. Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara
dengan 43,25 dioptri (D) dari total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia.
Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueus
humor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata. Sebagai
tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea
adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf
terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan
konjungtiva. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 µm, diameter
horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm.3
2. Histologi
Secara histologis, lapisan sel kornea terdiri dari lima lapisan, yaitu
lapisan epitel, lapisan Bowman, stroma, membran Descemet, dan lapisan
endotel.3
Permukaan anterior kornea ditutupi epitel berlapis gepeng tanpa
lapisan tanduk dan tanpa papil. Di bawah epitel kornea terdapat membran
limitans anterior (membran Bowman) yang berasal dari stroma kornea
(substansi propia). Stroma kornea terdiri atas berkas serat kolagen paralel
yang membentuk lamella tipis dan lapisan-lapisan fibroblas gepeng dan
bercabang. Permukaan posterior kornea ditutupi epitel kuboid rendah dan
epitel posterior yang juga merupakan endotel kornea. Membran Descemet
merupakan membran basal epitel kornea dan memiliki resistensi yang
tinggi, tipis tetapi lentur sekali.4,5
3. Perdarahan dan Persarafan
Kornea mendapat nutrisi dari pembuluh-pembuluh darah limbus,
humor aqueous, dan air mata. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari
cabang pertama (ophthalmichus) dan nervus kranialis trigeminus. Saraf
trigeminus ini memberikan sensitivitas tinggi terhadap nyeri bila kornea
disentuh.3,5
4. Fisiologi Kornea
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang
dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan
oleh strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi
atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh
“pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan
endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting
daripada epitel.
Kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh lebih
parah daripada kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel
menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya,
kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea lokal
sesaat yang akan meghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi.
Penguapan air dari lapisan air mata prekorneal menghasilkan
hipertonisitas ringan pada lapisan air mata tersebut. Hal ini mungkin
merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea superfisial
dan membantu mempertahankan keadaan dehidrasi.
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-
lemak dapat melalui epitel utuh dan substansi larut-air dapat melalui
stroma yang utuh. Agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan
larut-air sekaligus.
Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya
mikroorganisme kedalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera, stroma
yang avaskular dan membran Bowman mudah terkena infeksi oleh
berbagai macam organisme, seperti bakteri, virus, amuba, dan jamur.6
Adapun faktor-faktor yang sering menyebabkan kelainan pada
kornea adalah:7
a. Dry eye
Kelainan ini muncul ketika lapisan air mata mengalami defisiensi
sehingga tidak dapat memenuhi batas-batas kecukupan, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif, yang kemudian diikuti dengan keluhan
subjektif. Kekurangan cairan lubrikasi fisiologis merupakan faktor
yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi mikroba pada mata.
b. Defisiensi vitamin A
Kelainan kornea oleh karena defisiensi vitamin A dapat
menyebabkan kekeringan yang menggambarkan bercak Bitot yang
warnanya seperti mutiara yang berbentuk segitiga dengan pangkal di
daerah limbus. Bercak Bitot seperti ada busa di atasnya. Bercak ini
tidak dibasahi oleh air mata dan akan terbentuk kembali bila dilakukan
debridement. Terdapat dugaan bahwa bentuk busa ini merupakan
akibat kuman Corynebacterium xerosis. Hipovitamin A ini juga dapat
menyebabkan keratomalasia dan tukak kornea dimana akan terlihat
kornea nekrosis dengan vaskularisasi ke dalamnya.
c. Abnormalitas ukuran dan bentuk kornea
Abnormalitas ukuran dan bentuk kornea yang terjadi adalah
mikrokornea dan megalokornea. Mikrokornea adalah suatu kondisi
yang tidak diketahui penyebabnya, bisa berhubungan dengan gangguan
pertumbuhan kornea fetal pada bulan ke-5. Selain itu bisa juga
berhubungan dengan pertumbuhan yang berlebihan dari puncak
anterior optic cup yang meninggalkan sedikit ruang bagi kornea untuk
berkembang. Mikrokornea bisa berhubungan dengan autosomal
dominan atau resesif dengan prediksi seks yang sama, walaupun
transmisi dominan lebih sering ditemukan. Megalokornea adalah
suatu pembesaran segmen anterior bola mata. Penyebabnya bisa
berhubungan dengan kegagalan optic cup untuk tumbuh dan anterior
tip menutup yang meninggalkan ruangan besar bagi kornea untuk
untuk diisi.
d. Distrofi kornea
Deposit abnormal yang disertai oleh perubahan arsitektur kornea,
bilateral simetrik dan herediter, tanpa sebab yang diketahui. Proses
dimulai pada usia bayi 1-2 tahun dapat menetap atau berkembang
lambat dan bermanisfestasi pada usia 10-20 tahun. Pada kelainan ini
tajam penglihatan biasanya terganggu dan dapat disertai dengan erosi
kornea.
e. Trauma kornea
Trauma kornea bisa disebabkan oleh trauma tumpul, luka penetrasi
atau perforasi benda asing. Kemungkinan kontaminasi jamur atau
bakteri harus diingat dengan kultur untuk bakteri dan jamur diambil
pada saat pemeriksaan pertama jika memungkinkan. Trauma tumpul
kornea dapat menimbulkan aberasi, edema, robeknya membran
Descemet dan laserasi korneoskleral di limbus.
Trauma penetrasi merupakan keadaan yang gawat untuk bola mata
karena pada keadaan ini kuman akan mudah masuk ke dalam bola
mata selain dapat mengakibatkan kerusakan susunan anatomik dan
fungsional jaringan intraokular.
Perforasi benda asing yang terdapat pada kornea dapat
menimbulkan gejala berupa rasa pedas dan sakit pada mata. Keluhan
ini mungkin terjadi akibat sudah terdapatnya keratitis atau tukak pada
mata tersebut.
B. Erosi Kornea
1. Definisi
Merupakan keadaan terkelupasnyaepitel kornea yang dapat
diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea. Dalam waktu yang
pendek epitel sekitarnya dapat bermigrasi dengan cepat dan menutupi
defek epitel tersebut.7
2. Etiologi
Trauma kornea dapat disebabkan karena:
a. trauma tumpul
b. luka penetrasi atau perforasi benda asing
c. trauma tajam
3. Manifestsi klinik
Segera sesudah trauma, mata terasa sakit, juga pada setiap mengedip,
disertai lakrimasi, fotopobia, blefarospasme, tajam penglihatan menurun
Pada tempat erosi, tampak kornea lebih tipis, warna iris di belakang
erosi, terlihat lebih hitam. Defek epitel yang jelas bila dilakukan tes
fluorescein, yang memberikan warna hijau, pada tempat erosi. Flourensein
akan mewarnai membrane basal epitel yang defek dan dapt memperjelas
kebocoran aqueous akibat luka tembus (uji seidel positif),. Pola goresan
vertical di kornea mengisyaratkan adanya benda asing terbenam
dipermukaan konjungtiva tarsalis palpebral superior.8,9
Kadang – kadang mata sukar sekali dibuka sehingga pemeriksaan
mendapat hambatan. Dalam hal ini dapat diberikan anestesi local untuk
mempermudah pemeriksaan, tetapi harus dibatasi pemakaiannya, karena
dapat memperhambat epitelisasi. Harus waspada juga tehadap infeksi
akibat herpes simpleks, karenanya periksa juga sensibilitas kornea di mana
pada herpes simpleks terhada penurunan sensibilitas kornea.8
Penderita dengan erosi kornea harus sering dikontrol untuk
memperhatikan adanya regresi dan progresifitas defek epitel.9
4. Tatalaksana
Defek epitel kornea ringan diterapi dengan salep antibiotic dan balut
tekan (pressure patch) untuk mengimobilisasi palpebrae. Pada pengeluaran
benda asing, dapat diberikan anestesik topical dan digunakan sebuah spud
(alat pengorak) atau jarum berukuran kecil untuk mengeluarkan benda
asingnya.
Luka harus diperiksa setiap hari untuk mencari tanda – tanda infeksi
sampai luka sembuh sempurna.
Larutan anestesi topical jangan pernah diberikan kepada pasien untuk
dipakai ulang setelah cedera kornea, karena hal ini memperlambat
penyembuhan, menutupi kerusakan lebih lanjut, dan dapat menyebabkan
pembentukan jaringan parut kornea yang permanen, yang secara klinis
menyerupai tamplan ulkus infeksi. Pemakainan steroid harus dihindari bila
masih ada defek epitel.9
Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas.
Untuk mencegah nfeksi bakteri diberikan antibiotika sepert antibiotika
spectrum luas Neosporin, kloramfenikol dan sulfasetamid tetes mata.
Akibat rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar maka diberikan
sikloplegik aksi – pendek seperti tropikamida. Pasien akan merasa lebih
tertutup bila dibebat tekan selama 24 jam. Erosi yang kecil biasanya akan
tertutup kembali setelah 48 jam.7
PEMBAHASAN
Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang
dapat diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea. Dalam waktu
yang pendek epitel sekitarnya dapat bermigrasi dengan cepat dan menutupi
defek epitel tersebut.
Dari anamnesis didapatkan informasi pasien mengeluhkan mata
sebelah kanan terasa sakit, juga pada setiap mengedip, disertai lakrimasi,
fotopobia, blefarospasme. Dari pemeriksaan fisik didapatkan penurunan
visus pada mata sebelah kanan. Dari pemeriksaan penunjang dengan
fluorensi ditemukan defek kornea berwarna hijau pada kornea dekstra
perifer lateral.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, dapat ditegakkan diagnosis bahwa pasien mengalami erosi
kornea et causa trauma tajam. Pada pasien ini di berikan terapi
farmakologi: sikloplegia untuk mengurangi rasa sakit dan
mengistirahatkan matanya, antibiotika tetes, untuk mencegah timbulnya
infeksi sekunder, dan nonfarmakologi: memberikan penutup mata sebelah
kanan, agar pertumbuhan epitel tidak terganggu oleh kedipan.
DAFTAR PUSTAKA
1. James, Bruce. Trauma : Oftamologi edisi kesembilan. Jakarta:
Erlangga. 2006.
2. Vaughan, Daniel,G. Trauma : Oftamologi Umum edisi ke-14. Jakarta:
Widya Medika. 2000.
3. Riordan-Eva,p. Anatomi & Embriologi Mata. In: Vaughann, Ausbury.
Oftalmologi Umum edisi 17. Jakarta: EGC. 2010.
4. Eroschenko VP. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional
edisi 11. Jakarta: EGC. 2010.
5. Hollwich, F. Oftalmologi Edisi kedua. Jakarta: Binarupa Aksara. 1993.
6. Biswell, R. Kornea. In: Vaughan, Asbury. Oftalmologi Umum Edisi
17. Jakarta: EGC. 2010.
7. Ilyas, sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi keempat. Jakarta: Badan
penerbit fakultas kedokteran universitas Indonesia. 2012.
8. Wijana, nana. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Abadi tegal. 1993.
9. Augsburger, james. Trauma Mata & Orbita. In: Vaughan D.
Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC. 2010.