laporan miktek 1
DESCRIPTION
miktek 1TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUMMIKROTEKNIK TUMBUHAN
PERCOBAAN I
PEMBUATAN PREPARAT MELINTANG DENGAN METODE PARAFIN
NAMA : JUNIATI BINTI LUKMAN
NIM : H41111310
KELOMPOK : III B
HARI/ TGL PERC. : RABU/ 11 SEPTEMBER 2013
ASISTEN : RISPA YEUSY ANGELIZA
LABORATORIUM BOTANI JURUSAN BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Jaringan dalam bahasa Perancis adalah "tissue" yang pertama kali
digunakan oleh Bichat seorang ahli anatomi dan fisiologi dari Perancis yang
terkesan oleh ragam anyaman yang dijumpainya sewaktu mendeteksi tubuh.
Observasi mikroskop pada jaringan yang berbeda memastikan bahwa satuan
terkecil dari jaringan dibentuk oleh sel, sel inilah merupakan struktur terkecil yang
membentuk tubuh manusia,hewan dan tumbuhan (Lianury, 2000).
Metode umum untuk mempelajari jaringan diantaranya metode beku,
metode seloidin, metode parafin, metode pananaman rangkap. Metode parafin
banyak digunakan karena hampir semua matriks jaringan dapat dipotong baik bila
menggunakan metode ini. Kelebihan metode parafin diantaranya irisan dapat jauh
lebih tipis dibandingkan dengan menggunakan metode beku atau metode seloidin.
Irisan-irisan yang bersifat seri dapat dikerjakan dengan mudah bila menggunakan
metode ini dan prosesnya jauh lebih cepat dibandingkan dengan metode seloidin.
Metode pembuatan preparat terlebih dahulu dilakukan sebelum mempelajari
hitologi tanaman (Widjajanto dan Susetyoadi, 2001).
Metode pembuatan preparat dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu
preparat segar, preparat utuh (whole mount) dan preparat yang dilakukan dengan
proses penanaman (embedding). Pembuatan preparat segar dilakukan dengan
pembuatan sayatan tipis melintang dan diletakkan pada gelas objek kemudian
diwarnai. Pembuatan preparat utuh merupakan metode pembuatan preparat
sampel secara utuh biasanya untuk tanaman dengan ukuran kecil. Tahapan untuk
preparat ini terdiri atas fiksasi bertahap, penggunaan silol berseri, pewarnaan,
inkubasi, dehidrasi dan perekatan ke gelas preparat kemudian dilakukan
penutupan. Proses pembuatan preparat embedding terdiri atas gelatin embedding,
parafin embedding, nitrocellulose embedding, double embedding, dan embedding
pada plastik (Widjajanto dan Susetyoadi, 2001).
Berdasarkan teori diatas maka dilakukanlah percobaan tentang pembuatan
preparat dengan metode parafin.
I.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui cara pembutan preparat
pada batang tanaman jagung Zea mays dengan menggunakan metode paraffin.
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan ini dilakukan pada hari Rabu, 11 September 2013, pada pukul
14.00 – 16.30 WITA, bertempat di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tumbuhan secara morfologi terdiri atas unit sel yang dilindungi oleh
dinding, dan masing-masing sel dengan mengadakan kesatuan dengan adanya
substansi antar sel. Di dalam tubuh tumbuhan sel-sel ini terdapat dalam kelompok
yang secara struktural dan fungsional berbeda dengan kelompok sel yang lain.
Kelompok-kelompok sel-sel tersebut dikenal dengan jaringan (Amanda, 2007).
Sel tumbuhan mempunyai bentuk, ukuran dan struktur yang bervariasi.
Struktur sel rumit, namun demikian semua sel mempunyai persamaan dalam
beberapa segi dasar. Jaringan yang menyusun tumbuh-tumbuhan terdiri dari
jaringan muda dan dewasa. Jaringan-jaringan ini dapat ditemukan pada bagian
akar, batang dan daun tumbuhan. Jaringan ini dapat dilihat dengan membuat suatu
preparat penampang dari bagian-bagian tumbuhan. Untuk memlihat adanya
jaringan pada tumbuhan dengan menggunakan metode parafin maka dilakukanlah
percobaan kali ini (Sumardi, 2002).
Tipe irisan melintang atau longitudinal kurang tertampilkan dengan baik
pada preparat karena pada saat pengeblokan, terkadang spesimen tidak berada di
tempat yang diinginkan. Beberapa faktor yang menunjuang keberhasilan tipe
irisan adalah fiksasi, dehidrasi, penjernihan, perembesan dan pengeblokan parafin
serta pewarnaan. Khususnya pada saat penentuan larutan fiksatif yang akan
digunakan, perembesan parafin dalam spesimen dan penggunaan zat warna yang
sesuai dengan karakteristik tumbuhan specimen (Anda, 2004).
Dalam pembuatan preparat hendaknya dipahami karakteristik tanaman
yang akan diambil sebagai spesimen. Karakteristik tersebut dapat berdasarkan atas
pengelompokan jenis batang, termasuk dalam herba atau berkayu kemudian
dilanjutkan berdasarkan penentuan tumbuhan tersebut tergolong dalam
angiospermae atau gymnospermae dan selanjutnya tumbuhan itu tergolong dalam
tumbuhan dikotil atau monokotil. Perbedaan karakteristik tumbuhan yang akan
diambil sebagai spesimen menentukan larutan fiksatif dan zat warna yang akan
digunkan dalam pembuatan preparat (Widjajanto dan Susetyoadi, 2001).
Karakteristik tumbuhan yang akan diambil spesimennya juga menentukan
waktu pada tahap-tahap pemrosesan. Misalnya waktu yang berlebih pada suatu
tahap pengecatan akan mengakibatkan suatu warna menjadi terlalu gelap dan
mungkin warna lainnya menjadi kurang atau bahkan hilang. Keberhasilan
pembuatan preparat permanen ini tergantung pada lima tahap yang utama yaitu
fiksasi, dehidrasi, penjernihan, perembesan dan pengeblokan parafin serta
pewarnaan. Larutan fiksatif yang dipilih, perembesan parafin yang bagus dan zat
warna yang akan digunakan menentukan keberhasilan preparat irisan (Setjo,
2004).
Fungsi batang yaitu untuk mendukung bagian tumbuhan di atas tanah,
selain itu juga sebagian alat transportasi yaitu jalan pengangkutan air dan zat
makanan dari akar kedaun dan jalan pengangkutan hasil amilasi dari daun ke
bagian lain, baik yang berada di bawah maupun diatas tanah. Struktur batang
tumbuhan berpembuluh sangat bervariasi.Pada batang monokotil tidak
mengalami pertumbuhan sekunder karena tidak memiliki cambium. Pada batang
monokotil terdapat: xilem, floem, rongga protoxilem, seludang serat ikatan
pembuluh, dan tersebar dalam empulur (Firza, 2011).
Gambar 1. Penampang melintang batang Zea mays dengan perbesaran 40 x 10Sumber: http://firza-zone.blogspot.com
Di antara berkas-berkas pengangkut tersebut dikelilingi oleh jaringan
parenkim. Daerah parenkim kortek banyak ditemukan variasi sel parenkim baik
sebagai parenkim penimbun, sel batu ataupun parenkim kelenjar. Selain terdapat
parenkim, dalam pengamatan pada bagian batang juga terdapat kolenkim angular
(kolenkim sudut): penebalan dinding sel terdapat pada sudut sel dan memanjang
mengikuti sumbu sel. Adanya jaringan penangkut makanya tumbuhan dapat
berdiri tegak dan batangnya keras (Firza, 2011).
Preparat awetan jaringan tumbuhan adalah salah satu media pembelajaran
biologi yang sangat efektif. Dengan latar belakang seperti di atas, maka
diharapkan kita dapat mengamati dan melihat preparat dengan menggunakan
metode parafin dengan pewarnaan tunggal (Amanda, 2007).
Sel tumbuhan mempunyai bentuk, ukuran dan struktur yang bervariasi.
Struktur sel rumit, namun demikian semua sel mempunyai persamaan dalam
beberapa segi dasar. Jaringan yang menyusun tumbuh-tumbuhan terdiri dari
jaringan muda dan dewasa. Jaringan-jaringan ini dapat ditemukan pada bagian
akar, batang dan daun tumbuhan. Jaringan ini dapat dilihat dengan membuat suatu
preparat penampang dari bagian-bagian tumbuhan (Amanda, 2007).
Banyak cara dalam pembuatan preparat jaringan tumbuhan, diantaranya
adalah dengan metode parafin. Metode ini sekarang banyak digunakan, karena
hampir semua macam jaringan dapat dipotong dengan baik bila menggunakan
metode ini. Kelebihan metode ini adalah irisan yang dihasilkan jauh lebih tipis
dari pada menggunakan metode beku atau metode seloidin. Dengan metode beku,
tebal irisan rata-rata diatas 10 mikron, tapi dengan metode parafin tebal irisan
dapat mencapai rata-rata 6 mikron. Irisan-irisan yang bersifat seri dapat dikerjakan
dengan mudah bila menggunakan metode ini. Prosedurnya jauh lebih cepat
dibandingkan dengan metode seloidin. Namun metode parafin juga memiliki
kelemahan yaitu jaringan menjadi keras, mengerut dan mudah patah. Jaringan-
jaringan yang besar tidak dapat dikerjakaan, bila menggunakan metode ini.
Sebagian besar enzim-enzim akan larut dengan metode ini (Praptomo, 2010).
Metode pembuatan preparat tetap menjadi sesuatu yang penting dari
semua metode histologi yang ada. Pada saat ini telah banyak perubahan dalam
memeriksa sampel kering dan tidak menggunakan gelas penutup. Penggunaan
pisau untuk memotong juga telah mengalami modifikasi alat dengan adanya alat
mikrotom. Spencer microtomes telah dapat digunakan dengan baik untuk
memotong dalam metode histologi (Johansen 1940).
Proses pembuatan preparat dengan metode parafin terdiri dari beberapa
langkah, yaitu fiksasi, pencucian, dehidrasi, infiltrasi, embedding, pengirisan,
penempelan, pewarnaan, dan penutupan. Langkah awal yang dilakukan dalam
pembuatan preparat dengan metode parafin adalah proses fiksasi. Formalin-aceto-
alcohol dapat digunakan sebagai bahan yang memberikan fiksasi sempurna karena
larutan ini dapat mempertahan sifat-sifat asal dinding sel (Johansen 1940).
Setelah tahap fiksasi selesai, dilanjutkan dengan pencucian dan dehidrasi.
Proses pencucian dilakukan untuk menghilangkan reagen yang masih ada pada
obyek. Cairan yang digunakan dalam proses pencucian ini tergantung pada reagen
yang digunakan sebelumnya. Hampir semua larutan pengencer terutama yang
mengandung chromic acid dapat dicuci dengan air, jika proses pencucian dengan
air mengalir sulit dilakukan, maka dapat dilakukan dengan air dalam jumlah besar
dan dilaksanakan berulang kali. Proses pencucian dengan menggunakan larutan
jumlahnya harus sama dengan larutan fiksasi (Johansen 1940).
Proses dehidrasi merupakan pengambilan air dari jaringan. Jika proses
pencucian dilakukan dengan air maka proses dehidrasi dilakukan dengan 5%
etanol pada air dan diteruskan dengan 11, 18, dan 30% etanol. Perendaman setiap
dua jam pada masing-masing larutan sudah cukup untuk proses dehidrasi.
Bagaimanapun jika proses pencucian dilakukan dengan alkohol diatas 70% perlu
digunakan xilol, kloroform, atau larutan essensial setelah proses dehidrasi pertama
yang diikuti dengan alkohol absolut. Komposisi larutan yang digunakan untuk
proses dehidrasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi larutan pada proses dehidrasi
Persentasi alkohol pada larutan 50% 70% 85% 95% 100%
Air 50 30 15 - -
Etanol 95% 40 50 50 45 -
Tertier butil alcohol 10 20 35 55 75
Etanol 100% - - - - 25
Sumber: Johansen 1940
Setelah tahap dehidrasi selesai dilanjutkan dengan infiltrasi. Pada tahap ini
dilakukan proses transfer dari butil alkohol ke parafin sedikit demi sedikit.
Transfer bahan pada campuran yang sama pada minyak parafin dan Tertier Butil
Alkohol dilakukan selama 1 jam. Botol kecil diisi 3/4 penuh dengan cairan
Parowax dan didiamkan sampai cairan tersebut mulai mengeras namun jangan
sampai menjadi beku. Setelah obyek tenggelam campuran minyak parafin,
parowax, dan alkohol diganti dengan dengan cairan yang baru. Pergantian cairan
parafin yang baru dilakukan tiap 6 jam sekali sebanyak 3 kali (Johansen 1940).
Setelah itu dilakukan proses penanaman dengan memasukkan obyek
dalam parafin cair ke dalam kotak/cetakan. Setelah itu dibiarkan dalam air selama
setengah jam sampai dingin. Suhu parafin harus benar-benar diperhatikan, apabila
pendinginan parafin terlalu lambat akan menyebabkan terbentuknya kristal dan
meyebabkan cetakan banyak terdapat bercak putih dan tidak dapat dilakukan
pengirisan. Setelah proses penanaman selesai dan parafin telah dingin dan keras
akan dilakukan proses pengirisan dengan menggunakan mikrotom. Setelah itu
dilakukan proses penempelan pita yang telah dipotong ke dalam gelas obyek dan
diberi beberapa tetes air (Johansen 1940).
Pewarnaan merupakan pemberian warna pada sampel dan bisa dilakukan
pada gelas obyek. Proses ini dilakukan untuk memudahkan dalam melihat
jaringan pada tumbuhan. Pewarnaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan
satu pewarna atau beberapa kombinasi warna disesuaikan dengan tujuan
pengamatan. Sebagai contoh apabila pewarnaan ditujukan untuk melihat selulosa
pada dinding sel maka dapat digunakan aniline blue, Fast-green, CFC, Light
green, dan Congo red. Untuk melihat protein dapat digunakan safranin,
sedangkan untuk lemak dapat dengan sudan III dan lain-lain. (Kiernan 1990).
Sebelum proses pewarnaan ini dilakukan parafin harus dihilangkan
terlebih dahulu dari obyek. Untuk melakukan proses ini dapat digunakan xilol dan
campuran xilol dengan etanol. Sebelum diberi pewarna gelas preparat dibilas
terlebih dahulu dengan akuades. Kemudian gelas preparat dicelup ke dalam
pewarna sesuai dengan tujuan pewarnaan. Setelah pencelupan dalam larutan
pewarna selesai dilakukan dehidrasi dengan alkohol 35, 70, dan 95%. Setelah
proses pewarnaan selesai dilanjutkan dengan penutupan. Proses penutupan ini
dapat dilakukan dengan menggunakan perekat seperti entelan (Canada Balsam)
dan ditutup dengan coverslip. Setelah itu preparat dapat disimpan dengan suhu
tidak boleh melebihi60 EC (Johansen 1940).
Mikrotom adalah mesin untuk mengiris spesimen biologi menjadi bagian
yang sangat tipis untuk pemeriksaan mikroskop. Beberapa mikrotom
menggunakan pisau baja dan digunakan untuk mempersiapkan sayatan jaringan
hewan atau tumbuhan dalam histologi (Chryse, 2011).
Mikrotom tangan merupakan mikrotom dengan bentuk paling sederhana.
Alat ini biasa digunakan di laboratorium sekolah untuk membuat sayatan
spesimen yang tipis sekali (kurang lebih 20), supaya dapat dilihat di bawah
mikroskop. Misalnya sayatan daun, batang, akar, dan sebagainya (Chryse, 2011).
Alat ini terbuat dari logam berbentuk seperti klos benang yang berongga di
tengah. Di dalam rongga terdapat sebuah ulir yang bagian atasnya rata dan bagian
bawahnya melekat atau bersatu dengan dasar alat itu. Bila dasar alat itu diputar
dari kiri atau ke kanan, maka bidang ulir bagian atas yang rata itu akan bergerak
ke atas atau ke bawah dengan interval 20 tiap putaran. Rongga tersebut adalah
tempat untuk meletakkan benda yang akan disayat tipis, biasanya dibalut lilin atau
gabus (Chryse, 2011).
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah botol sampel, botol
balsam, erlenmeyer, tabung ukur, pipet tetes, pipet skala, pinset, silet dan
penggaris.
III.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini antara lain, batang
jagung Zea mays, alkohol 96%, xylol, formalin, parafin, asam asetat glacial,
aquadest, kubus ukuran 3x3 cm, dan tissue.
III.3 Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada percobaan ini, adalah sebagai berikut:
I. Pembuatan Larutan FAA
1. Dibuat larutan FAA yang terdiri dari campuran larutan alkohol 96%
sebanyak 90 mL, asam asetat glasial sebanyak 5 mL, dan formalin
sebanyak 5 mL.
II. Pengenceran Alkohol Bertingkat
1. Dilakukan pengenceran bertingkat mulai dari alkohol 96% dengan rumus
pengenceran : V1M1 = V2M2.
2. Dilakukan pengenceran alkohol 90% yang dimana diencerkan dari alkohol
96% dengan volume aquadest yang digunakan yaitu 6,25 dan volume
alkohol yaitu 93,75.
3. Dilakukan pengenceran alkohol 80% yang dimana diencerkan pula dari
alkohol 96% dengan volume aquadest yang digunakan 16,67 dan volume
alkohol yaitu 83,33.
4. Dilakukan lagi pengencaran alkohol 70% yang dimana diencerkan pula
dari alkohol 96% dengan volume aquadest yang digunakan 27,09 dan
volume alkohol yaitu 72,91.
III. Pembuatan Preparat Permanen
1. Dilakukan fiksasi menggunakan FAA (Formalin-Asam asetat-Alkohol)
selama 30 menit yang bertujuan untuk mengawetkan semua struktur sel
sehingga sedapat mungkin berada dalam keadaan sama atau hampir sama
dengan pada waktu masih hidup.
2. Dilakukan dehidrasi dengan alkohol bertingkat 70%, 80%, 90%, dan 96%
masing-masing 10 menit. Dehidrasi ini bertujuan untuk menarik air keluar
dari jaringan dan akan digantikan dengan alkohol.
3. Selanjutnya, tahap dealkoholisasi dengan menggunakan alkohol-xylol
perbandingan 3:1, 1:1, 1:3 masing-masing 10 menit. Dealkoholisasi
bertujuan untuk menarik alkohol keluar dari jaringan dan digantikan
dengan xylol.
4. Dilakukan penjernihan sebanyak 2 kali yaitu xylol I (xylol murni)selama
10 menit dan xylol II (campuran xylol-parafin 9:1) selama 10 menit.
Penjernihan ini dilakukan untuk menarik sisa alkohol yang masih terdapat
dalam jaringan.
5. Kemudian dilakukan infiltrasi menggunakan parafin murni selama 5
menit. Infiltrasi ini bertujuan untuk mengganti campuran xylol/parafin
dengan parafin murni.
6. Terakhir, dilakukan penanaman/embedding menggunakan parafin yang
padat di dalam kubus kertas yang berukuran 3x3 cm.
DAFTAR PUSTAKA
Amanda. 2007. Membuat Preparat Melintang Dengan Metode Parafin. http://monocotil.blogspot.com. Diakses pada tanggal 12 September 2013.
Anda, Yudianto. 2004. Pembuatan Preparat dengan Metode Parafin.http://www.asosiasipoliteknik.or.id . Diakses pada tanggal 13 September 2013
Chryse. 2011. Mikrotom. http://www.wikipedia.com. Diakses pada tanggal 13 September 2013.
Firza. 2011. Batang Zea mays. http://firza-zone.blogspot.com. Diakses pada tanggal 13 September 2013.
Johansen 1940. Plant Microtechnique. McGraw-Hill Book Company Inc., New York.
Kiernan. 1990. Histological and Histochemical Methods. Pergamon Press, Kanada
Lianury, Robby N. 2000. Histologi. Universitas Hasanuddin Press, Makassar.
Praptomo. 2010. Pembuatan Preparat Parafin Jaringan Tumbuhan (Mikroteknik). http://www.nagkoyo.com. Diakses pada tanggal 12 September 2013.
Setjo, Susetyoadi. 2004. Anatomi Tumbuhan. Universitas Negeri Malang Press, Malang
Sumardi, I. dan Pudjoarinto, A., 2002. Struktur Perkembangan Tumbuhan. Universitas Hasanuddin Press, Makassar.
Widjajanto dan Susetyoadi Setjo. 2001. Mikroteknik Tumbuhan. Universitas Negeri Malang Press, Malang.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Hasil percobaan ini didapati bahwa proses pembuatan preparat yang
sempurna terdiri dari proses fiksasi, dehidrasi, D-alkoholisasi, penjernihan,
infiltrasi, dan penanaman. Namun pada saat praktikum preparat melintang dari
batang jagung tidak dapat dilihat karena tidak adanya pisau mikotom dan paraffin
yang akan digunakan dalam proses infiltrasi tidak mencair sehingga yang
dilakukan hanya sampai pada tahap penjernihan.
V.2 Saran
Sebaiknya alat-alat dalam laboratorium lebih diperhatikan serta dalam
kondisi yang baik untuk menunjang jalannya proses praktikum.
IV.2 Pembahasan
Percobaan ini mengenai pembuat preparat dengan menggunakan batang
dari tanam jagung Zea mays dengan metode parafin. Langkah pertama yang
dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan serta larutan-larutan yang digunkan
dalam percobaan ini. Alat yang digunakan yaitu botol sampel, botol balsam,
erlenmeyer, tabung ukur, pipet tetes, pipet skala, pinset, silet dan penggaris.
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini antara lain, batang jagung Zea
mays setebal 2 mm secara melintang, alkohol bertingkat 70%, 80%, 90%, dan
96%, xylol, formalin, parafin, asam asetat glacial, aquadest, kubus ukuran 3x3
cm, dan tissue.
Batang dari tanaman tersebut dipotong secara melintang dengan ketebalan
2 mm. Selanjutnya difiksasi menggunakan larutan FAA (Formalin, Asam asetat
glacial dan alkohol 96%) selama 30 menit, dengan tujuan untuk menjaga atau
mengawetkan seluruh stuktur sel sehingga sedapat mungkin berada dalam
keadaan sama atau hampir sama dengan keadaan aslinya pada waktu masih hidup,
pemberian larutan FAA bertujuan untuk mempercepat penetrasi alkohol dan asam
asetat ke dalam jaringan agar pematian dan fiksasi dapat berjalan dengan cepat,
serta merupakan larutan yang stabil dan pengawet yang baik. Lalu potongan
batang tersebut direndam selama 30 detik di dalam botol berisi aquadest untuk
mencuci larutan FAA pada batang tersebut.
Kemudian di dehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat yang
dimulai dari konsentrasi 70%, 80%, 90%, dan 96% masing-masing selama 10
menit, tujuan tahap dehidrasi dengan menggunakan alkohol secara bertingkat agar
jaringan dapat beradaptasi dengan jumlah alkohol yang digunakan untuk
menyerap kandungan air dalam jaringan jagung tersebut keluar dan mencegah
terjadinya lisis pada sel dalam jaringan jagung tersebut.
Dilakukan tahap dealkoholosasi yang menggunkan perbandingan xilol :
alcohol yaitu 1:3, 1:1, dan 3:1 masing-masing selama 10 menit, dengan tujuan
mengeluaran alkohol dari jaringan tersebut juga maksimal sehingga larutan xilol
inilah yang nantinya dapat terikat langsung dengan parafin dan agar jaringan
jagung tersebut dapat beradaptasi. Perbandingan pada pencampuran alkohol
dengan xilol bertujuan agar sel tidak kaget ketika dilakukan penambahan larutan
lain sehingga mencegah kerusakan pada sel.
Tahap berikutnya adalah penjernihan dengan menggunakan xilol murni
yaitu xilol I dan xilol II masing-masing 10 menit, dengan tujuan pemberian xilol I
agar jaringan betul-betul bebas dari alkohol sehingga hanya ada xilol yang tersisa
dan dilanjutkan perendaman xilol II dengan menggunakan perbandingan xilol :
parafin yaitu 1 : 9 selama 10 menit, dengan tujuan untuk menghilangkan xilol dari
jaringan. Kemudian melakukan infiltrasi dengan menggunakan parafin murni,
infiltrasi I dengan paraffin cair dilakukan untuk mencelupkan jaringan jagung
selama 30 detik, ini dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan kandungan
xilol secara maksimum serta untuk merekatkan jaringan dan infiltrasi II untuk
mencetak kedalam box kecil yang sudah disediakan, hal tersebut dilakukan agar
jaringan dapat dengan mudah terpotong tanpa merusak jaringan batang tersebut.
Kemudian dilakukan pengirisan dengan menggunakan mikrotom.
Pada percobaan yang telah dilakukan ini hanya sampai pada tahap
penjernihan karena paraffin yang ingin digunakan tidak dapat mencair serta alat
mikotom tidak dapat digunakan.
Kelebihan dari pembuatan preparat dengan metode parafin adalah lebih
tipis dari irisan yang lain dengan ketebalan dapat mencapai rata-rata 6 mikron ,
bertahan lama, dan metode pembuatannya cepat. Adapun kekurangannya yaitu
mudah patah dan mengerut karena jaringan sudah kering, enzim-enzim dalam
jaringan sudah larut, dan jaringan-jaringan yang besar tidak dapat dikerjakan
dengan menggunakan metode ini.