laporan pendahuluan he r26

18
LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMA ENSEFALOPATI Oleh : Nurul Qomariah (1301100045)

Upload: nurul-qomaria

Post on 08-Dec-2015

65 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Laporan Pendahuluan Hepatoma Ensefalopati

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pendahuluan He r26

LAPORAN PENDAHULUAN

HEPATOMA ENSEFALOPATI

Oleh :

Nurul Qomariah

(1301100045)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

DIII KEPERAWATAN MALANG

SEPTEMBER 2015

Page 2: Laporan Pendahuluan He r26

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian

Ensefalopati Hepatikum (Ensefalopati Sistem Portal, Koma Hepatikum) adalah suatu

kelainan dimana fungsi otak mengalami kemunduran akibat zat-zat racun di dalam darah,

yang dalam keadaan normal dibuang oleh hati (Kaplan LJ, McPartland K, Santora TA : 627-

8).

Ensefalopati hepatikum adalah suatu sindrom neuropsikiatri pada penderita penyakit

hati berat yang ditandai dengan kekacauan mental, tremor otot, dan flapping tremor

(asteriksis), yang dapat berlanjut pada keadaan koma dalam dan kematian (Adler DG,

Leighton JA : 2004).

Ensefalopati hepatik adalah suatu kompleks suatu gangguan susunan saraf pusat yang

dijumpai yang mengidap gagal hati. Kelainan ini ditandai oleh gangguan memori dan

perubahan kepribadian (Corwin., 2001).

B. Etiologi

Bahan-bahan yang diserap ke dalam aliran darah dari usus, akan melewati hati,

dimana racun-racunnya dibuang. Pada ensefalopati hepatikum, yang terjadi adalah:

1. Racun-racun ini tidak dibuang karena fungsi hati terganggu

2. Telah terbentuk hubungan antara sistem portal dan sirkulasi umum (sebagai akibat

dari penyakit hati), sehingga beberapa racun tidak melewati hati

3. Pembedahan bypass untuk memperbaiki hipertensi portal (shunt sistem portal) juga

akan menyebabkan beberapa racun tidak melewati hati. Apapun penyebabnya,

akibatnya adalah sampainya racun di otak dan mempengaruhi fungsi otak.

Bahan apa yang bersifat racun terhadap otak, secara pasti belum diketahui. Tetapi

tingginya kadar hasil pemecahan protein dalam darah, misalnya amonia, tampaknya

memegang peranan yang penting.

Pada penderita penyakit hati menahun, ensefalopati biasanya dipicu oleh :

1. Infeksi akut.

2. Pemakaian alkohol.

3. Terlalu banyak makan protein, yang akan meningkatkan kadar hasil pemecahan

protein dalam darah.

Page 3: Laporan Pendahuluan He r26

4. Perdarahan pada saluran pencernaan, misalnya karena varises esofageal, juga bisa

menyebabkan bertumpuknya hasil pemecahan protein, yang secara langsung bisa

mengenai otak.

5. Obat-obat tertentu, terutama obat tidur, obat pereda nyeri dan diuretik.

C. Klasifikasi

Stadium ensefalopati hepatic dapat dijabarkan sebagai berikut.

1) Stadium 1: Predromal

Sedikit perubahan kepribadian dan tingkah laku, termasuk penampilan yang

tidak terawatt baik, pandangan mata kosong, bicara tidak jelas, tertawa

sembarangan, pelupa, dan tidak mampu memusatkan pikiran, penderita mungkin

cukup rasional, hanya terkadang tidak kooperatif atau sedikit kurang ajar, afektif

hilang, eufori, depresi, apati.

Tingkat kesadaran somnolen, tidur lebih banyak dari bangun, letargi.

Tanda – tanda :

Asteriksis,

Kesulitan bicara,

Kesulitan menulis

2) Stadium 2: Koma ringan

Pengendalian sfingter kurang.kedutan otot generalisata dan asteriksis

merupakan temuan khas. Kebingungan, disorientasi, mengantuk Asteriksis, fetor

hepatic

3) Stadium 3: Koma mengancam

Terjadi kebingungan yang nyata dengan perubahan tingkah laku yang

mencolok. Penderita dapat tidur sepanjang waktu, bangun hanya dengan

rangsangan. Asteriksis, fetor hepatic, lengan kaku, hiperreflek, klonus, grasp dan

sucking reflek. (+++)

4) Stadium 4: Koma dalam

Penderita masuk ke dalam tingkat kesadaran koma sehingga muncul reflex

hiperaktif dan tanda babinky yang menunjukkan adanya kerusakan otak lebih lanjut.

Napas penderita akan mengeluarkan bau apek yang manis (fetor hepatikum). Fetor

Page 4: Laporan Pendahuluan He r26

hepatikum merupakan tanda prognosis yang buruk dan intensitas baunya sangat

berhubungan dengan derajat kesadarannya. Fetor hepatic, tonus otot hilang (++++)

D. Manifestasi Klinis

Pada keadaan akut seperti pada hepatitis fulminan, ensefalopati hepatic dapat timbul

dengan cepat dan berkembang menjadi koma akibat gagal hati akut. Pada penyakit sirosis,

perkembangannya berlangsung lebih lambat.

1. Ensefalopati hepatikum akut (Fulminant hepatic failure)

Ditemukan pada pasien hepatitis virus akut, hepatitis toksik obat (halotan,

acetaminophen), perlemakan hati akut pada kehamilan, kerusakan parenkim hati

fulminan tanpa factor presipitasi. Perjalanan penyakitnya eksplosif ditandai dnegan

delirium, kejang dan edem otak. Edem serebral kemungkinan akibat perubahan

permeabilitas sawar otak dan inhibisi neuronal (Na+ dan K+) ATP –ase, serta

perubahan osmolar karena metabolism ammonia. Dengan perawatan intensif angka

kematian masih tinggi sekitar 80%.

2. Ensefalopati hepatikum kronik

Perjalanan penyakit perlahan dan dipengaruhi factor pencetus yaitu azotemia,

analgetik, sedative, perdarahan gastrointestinal, alkalosis metabolic, kelebihan

protein, infeksi, obstipasi, gangguan keseimbangan cairan, dan pemapakaian diuretic.

Page 5: Laporan Pendahuluan He r26

E. Pathway

Hepatitis Virus Alkohol Kolestatis Kronik Toksis dari Sirosis hati

B dan C obat

Peradangan sel hepar

Hepatoma

Inflamasi pada hepar

Kapula hati merenggang

Hepatomegali

Perasaan tidak nyaman di abdomen

Nyeri

Anoreksia

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi

Percabangan pembuluh hepatik dan aliran darah pada aorta

Hipertensi portal

Asites

Ekspansi paru terganggu

Pola nafas tidak efektif

Gangguan metabolisme vitamin

Sintesis vitamin A, B kompleks, B12 melalui hati menurun

Produksi eritrosit menurun

Anemia

Penurunan kekuatan dan ketahanan otot

Defisit perawatan diri

Gangguan pembentukan empedu

Lemak tidak dapat diemulsikan dan tidak dapat diserap oleh usus

Peristaltic meningkat

Diare

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

Page 6: Laporan Pendahuluan He r26

F. Pemeriksaan Penunjang

1) Elektro Ensefalografi.

Dengan pemerikasaan EEG terlihat peninggian amplitude dan menurunnya jumlah

sikllus gelombang per detik. Terjadi penurunan frekuensi dari gelombang normal

Alfa (8 – 12Hz)

Tingkat ensefalopati Frekuensi gelombang EEG: frekuensi gelombang Alfa.

Tingkat 0 8,5 – 12 siklus per detik

Tingkat I 7 – 8 siklus per detik

Tingkat II 5 – 7 siklus per detik

Tingkat III 3 – 5 siklus per detik

Tingkat IV 3 siklus per detik atau negative

2) Pemeriksaan Kadar Amonia Darah.

Tingkat ensefalopati Kadar ammonia darah dalam µg/dl

Tingkat 0 < 150 Tingkat 1 151 – 200 Tingkat 2 201 – 250 Tingkat 3 251 – 300

Tingkat 4 > 300.

G. Penatalaksanaan Medis

Terlebih dahulu harus diperhatikan apakah EH tersebut terjadi primer atau sekunder akibat

factor pencetus.

Prinsip penatalaksanaan :

1) Mengobati penyakit dasar hati

Jika dasar penyakit adalah hepatitis virus, maka dilakukan terapi hepatitis virus. Jika

telah terjadi sirosis berat (dekompensata) umumnya terapi ini sulit dilakukan,

karena seluruh parenkim hati telah rusak dan digantikan oleh jaringan fibrotic,

terapi terakhir adalah transplantasi hati.

2) Mengidentifikasi dan menghilangkan factor – factor pencetus.

3) Mengurangi produksi ammonia :

Mengurangi asupan protein makanan

Antibiotik Neomycin : adalah antibiotic yang bekerja local dalam saluran

pencernaan merupakan obat pilihan untuk menghambat bakteri usus. Dosis

4x 1 – 2 g/hari (dewasa) atau dengan Rifaximin (derivate Rimycin) dosis :

1200mg per hari selama 5 hari dikatakan cukup efektif.

Laktulosa : berfungsi menurunkan pH feses setelah difermentasi menjadi

asam organic oleh bakteri kolon. Kadar pH yang rendah menangkap NH3

Page 7: Laporan Pendahuluan He r26

dalam kolon dan merubahnnya menjadi ion ammonium yang tidak dapat

diabsorbsi usus, selanjutnya ion ammonium diekskresikan dalam feses.

Dosis 60 – 120 ml per hari: 30 – 50 cc per jam hingga terjadi diare ringan.

Lacticol (beta galaktosa sorbitol) dosis : 0,3 – 0,5 gram / hari.

Pengosongan usus dengan Lavement 1 – 2 kali per hari : dapat dipakai

katartik osmotic seperti MgSO4 atau laveman (memakai larutan laktulosa

20% atau larutan neomysin 1 % sehingga didapat pH asam = 4 )

Membersihkan saluran cerna bagian bawah.

Upaya suportif III dan IV perlu perawatan supportif yang intensif :

perhatikan posisi berbaring, bebaskan jalan nafas, pemberian oksigen,

pasang kateter foley untuk balance cairan. Jika terdapat rupture varises

esophagus pasang NGT untuk mengalirkan darah.

Page 8: Laporan Pendahuluan He r26

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas: meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, tanggal MRS, dll.

2. Riwayat Kesehatan

a. Kesehatan sekarang merupakan keluhan yang dirasakan pasien saat MRS.

b. Kesehatan sebelumnya merupakan keluhan atau suatu penyakit yang timbul

sebelum gejala sekarang dating. Misalnya riwayat kontak dengan zat-zat

toksik ditempat kerja atau selama melakukan aktivitas rekreasi. Pajanan

dengan obat-obatan potensial bersifat hepatotoksik atau dengan obat-obat

anastesi umum dicatat dan dilaporkan.

c. Kesehatan Keluarga meliputi Status mental dikaji melalui anamnesis dan

interaksi lain dengan pasien; orientasi terhadap orang, tempat dan waktu harus

diperhatikan. Kemampuan pasien untuk melaksanakan pekerjaan atau kegiatan

rumah tangga memberikan informasi tentang status jasmani dan rohani.

Disamping itu, hubungan pasien dengan keluarga, sahabat dan teman sekerja

dapat memberikan petunjuk tentang kehilangan kemampuan yang terjadi

sekunder akibat penggunaan alcohol dan sirosis. Distensi abdomen serta

meteorismus (kembung), perdarahan gastrointestinal, memar dan perubahan

berat badan perlu diperhatikan.

3. Pemeriksaan Labolatorium

a. Hematologi :

Hemoglobin, hematokrit, hitung lekosit-eritrosit-trombosit, hitung jenis

lekosit.

Jika diperlukan : Faal pembekuan darah.

Biokimia darah :

Uji faal hati : Transaminase, bilirubin, elektroforesis protein, kolesterol,

fosfatase alkali

Uji faal ginjal : Urea nitrogen (BUN), kreatinin serum

Kadar amonia darah.

Atas indikasi : HBsAg, Anti-HCV, AFP, elektrolit, analisis gas darah

b. Urine dan tinja rutin.

c. Pemeriksaan lain (tidak rutin ) : EEG, CT Scan dll.

4. Pemeriksaan Fisik

Page 9: Laporan Pendahuluan He r26

a. Status kesehatan umum : keadaan umum lemah, tanda-tanda vital.

b. Kepala : normo cephalic, simetris, pusing, benjolan tidak ada, rambut tumbuh

merata dan tidak botak, rambut berminyak, tidak rontok.

c. Mata: alis mata, kelopak mata normal, konjuktiva anemis (+/+), pupil isokor

sclera agak ikterus (-/ -), reflek cahaya positif, tajam penglihatan menurun.

d. Telinga : sekret, serumen, benda asing, membran timpani dalam batas normal.

e. Hidung: deformitas, mukosa, secret, bau, obstruksi tidak ada, pernafasan

cuping hidung tidak ada.

f. Mulut dan faring : bau mulut, stomatitis (-), lidah merah merah mudah,

kelainan lidah tidak ada.

g. Leher : simetris, kaku kuduk tidak ada.

h. Thoraks :

- Paru: gerakan simetris, retraksi supra sternal (-), retraksi intercoste (-),

perkusi resonan, rhonchi -/-, wheezing -/-, vocal fremitus dalam batas normal.

- Jantung: batas jantung normal, bunyi s1 dan s2 tunggal, gallop (-), mumur

(-), capillary refill time 2 – 3 detik.

i. Abdomen : nyeri pada kuadran kanan atas.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri b.d. pembesaran hepar, perasaan tidak nyaman pada abdomen

2. Pola nafas tidak efektif b.d. ekspansi paru terganggu

3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi b.d. anoreksia

4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d. peristaltik usus meningkat

5. Deficit perawatan diri b.d. penurunan kelmahan dan ketahanan otot

C. Rencana Tindakan Keperawatan

No.

DX

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria

Hasil

Intervensi

1. Nyeri b.d. pembesaran

hepar, peraasaan tidak

nyaman pada abdomen

Setelah dilakukan

tindakan perawatan

selama … x 24 jam,

pasien tidak mengalami

diaphoresis, nadi dapat

- Pertahankan tirah

baring ketika pasien

mengalami gangguan

rasa nyaman pada

Page 10: Laporan Pendahuluan He r26

kembali normal 60-100

x/menit, nafsu makan

meningkat.

abdomen.

· Berikan

antipasmodik dan

sedatif seperti yang

diresepkan.

· Kurangi asupan

natrium dan cairan

jika diinstruksikan.

2. Pola nafas tidak efektif

b.d. ekspansi paru

terganggu

Setelah dilakukan

tindakan perawatan

selama … x 24 jam,

tidak terdapat PCH,

dapat melakukan

pernafasan secara

normal tanpa otot bantu

nafas, RR kembali

normal 16-24 x/menit.

Mandiri :

·      Awasi frekuensi,

kedalaman, dan upaya

pernafasan

·     Pertahankan

kepala tempat tidur

tinggi, posisi miring.

Kolaborasi :

·     Berikan tambahan

O2sesuai indikasi

3. Gangguan pemenuhan

kebutuhan nutrisi b.d.

anoreksia

Setelah dilakukan

tindakan perawatan

selama … x 24 jam,

bising usus dapat

kembali normal 5-35 x /

menit, tonus otot

kembali kuat,

konjungtiva kembali

normal, bibir tidak

kering.

Mandiri :

·      Ukur masukan

diet harian dengan

jumlah kalori.

·     Dorong pasien

untuk makan semua

makanan / makanan

tambahan.

·     Berikan makan

sedikit dan sering.

Kolaborasi :

·     Awasi

pemeriksaan

laboratorium, contoh

glukosa serum,

Page 11: Laporan Pendahuluan He r26

albumin, total protein,

ammonia.

- Berikan obat sesuai

indikasi, contoh :

tambahan vitamin,

tiamin, besi, asam

folat

4. Gangguan keseimbangan

cairan dan elektrolit

Setelah dilakukan

tindakan perawatan

selama … x 24 jam,

nadi dapat kembali

normal 60-100 x/menit,

tidak terjadi kelemahan,

suhu tubuh dapat

kembali normal.

Mandiri :

·      Ukur masukan

dan keluaran, catat

keseimbangan positif

(pemasukan >

pengeluaran).

Timbang berat badan

tiap hari, dan catat

peningkatan lebih

dari 0,5 kg/hari.

·      Ukur lingkar

abdomen

·      Dorong untuk

tirah baring bila ada

asites.

·      Berikan

perawatan mulut

sering; kadang-

kadang beri es batu

(bila puasa)

Kolaborasi :

·      Awasi albumin

serum dan elektrolit

(khususnya kalium

dan natrium).

·      Batasi natrium

Page 12: Laporan Pendahuluan He r26

dan cairan sesuai

indikasi.

·      Berikan albumin

bebas garam atau

plasma ekspander

sesuai ekspansi

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik,

Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Evelyn C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT Gramedia,

Jakarta.

Gallo, J.J (1998). Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Aliha Bahasa James Veldman. EGC.

Jakarta

Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta.

Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta : EGC

Nugroho.W. (2000). Keperawatan Gerontik. Gramedia. Jakarta

Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan. (1996). Asuhan Keperawatan

Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan , Jakarta, Depkes.

Tuti Pahria, dkk, (1993). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem

Persyarafan, Jakarta, EGC