laporan praktikum
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kualitas pangan adalah parameter pembeda produk pangan terhadap produk pangan
lainnya yang mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk tersebut. Salah satu
parameter yang sangat menentukan mutu pangan adalah mutu/komposisi kimia produk
(Andarwulan dkk, 2011). Mutu kimia tersebut sangat berkaitan dengan nilai gii produk
pangan. Beberapa komponen kimia suatu bahan pangan antara lain air, karbohidrat, abu,
protein, lemak dan vitamin.
Karbohidrat merupakan komponen bahan pangan yang berperan penting bagi tubuh
sebagai sumber energi utama dan serat makanan yang mempengaruhi proses fisiologi
tubuh. Analisis kimia suatu bahan pangan mutlak dipengaruhi oleh karakteristik bahan
yang nantinya akan menentukan metode terbaik dan tepat.
Sebagai salah satu komponen bahan pangan yang penting, maka dalam praktikum
ini akan dilaksanakan analisis karbohidrat. Pada analisis karbohidrat dilakukan analisis
gula reduksi dan analisis kadar pati dengan metode Nelson Somogy dan Hidrolisis
Asam.
B. TUJUAN
1. Mengetahui dan memahami cara analisis serta penentuan kadar gula reduksi
dengan metode Nelson Somogy
2. Mengetahui dan memahami cara analisis serta penentuan kadar pati dengan
metode Hidrolisis Asam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan komponen bahan pangan yang merupakan sumber utama
energi dan serat makanan yang mempengaruhi proses fisiologis tubuh. Karbohidrat
memiliki sifat fungsional seperti sebagai bahan pengisi, pengental, penstabil emulsi,
pengikat air, pembentuk flavor, aroma dan tekstur (Andarwulan dkk, 2011).
Karbohidrat adalah senyawa yang mengandung unsur-unsur: C, H dan O,
terutama terdapat didalam tumbuh-tumbuhan yaitu kira-kira 75%. Dinamakan
karbohidrat karena senyawa-senyawa ini sebagai hidrat dari karbon; dalam senyawa
tersebut perbandingan antara H dan O sering 2 berbanding 1 seperti air. Jadi C6H12O6
dapat ditulis C6(H2O)6, C12H22O11 sebagai C12(H2O)11 dan seterusnya, dan perumusan
empiris ditulis sebagai CnH2nOn atau Cn (H2O)n (Gaman dan Sherington, 1992).
Karbohidrat dibagi menjadi beberapa kelas atau golongan sesuai dengan sifat-
sifatnya terhadap zat-zat penghidrolisis. Karbohidrat atau gula dibagi menjadi empat
klas pokok: (Gaman dan Sherington, 1992).
1. Gula yang sederhana atau monosakarida, kebanyakan adalah senyawa
senyawa yang mengandung lima dan enam atom karbon. Karbohidrat yang
mengandung 6 karbon disebut heksosa. Gula yang mengandung 5 karbon disebut
pentosa. Kebanyakan gula sederhana adalah merupakan polihidroksi aldehida yang
disebut aldosa dan polihidroksi keton disebut ketosa.
2. Oligosakarida, senyawa berisi dua atau lebih gula sederhana yang
dihubungkan oleh pembentukan asetal antara gugus aldehida dan gugus keton dengan
gugus hidroksil. Bila dua gula digabungkan diperoleh disakarida, bila tiga diperoleh
trisakarida dan seerusnya ikatan penggabungan bersama-sama gula ini disebut ikatan
glikosida.
3. Polisakarida, di mana di dalamnya terikat lebih dari satu gula sederhana yang
dihubungkan dalam ikatan glikosida. Polisakarida meliputi pati, sellulosa dan
dekstrin.
4. Glikosida, dibedakan dari oligo dan polisakarida yaitu oleh kenyataan bahwa
mereka mengandung molekul bukan gula yang dihubungkan dengan gula oleh ikatan
glikosida.
Monosakarida
Monosakarida adalah kelompok karbohidrat yang paling sederhan. Dari segi
strukturnya monosakarida mengandung 3-6 atom karbon. Dengan demikian,
monosakarida ada yang disebut triosa, tetrosa, pentosa dan heksosa yang secara
berturut-turut mengandung 3,4,5, dan 6 atom karbon. Ditinjau dari gugus
fungsionalnya, monosakarida ada yang mengnadung gugus aldehida atau karbonil (-
C=O) pada C1 atau gugus keton (-C=O) pada C2. Gula yang memiliki gugus
karbonil disebut aldosa (misalnya glukosa dan galaktosa), sedangakn yang memiliki
gugus keton disebut ketosa (misalnya fruktosa). (Andarwulan, dkk, 2011).
Gula-gula sederhana, terutama yang memiliki gugus karbonil (seperti glikuosa
dan galaktosa), dapat teroksidasi membentuk gugus karboksil dan mereduksi
komponen lainnya. Gula-gula seperti ini disebut dengan gula pereduksi (reducng
sugar). Analisis penetapan gula diantaranya ada yang berdasarkan pada kemampuan
gula pereduksi untuk mereduksi komponen lain, seperti pada metode Lane-Eynon
dan metode Somogyi. ( Andarwulan, dkk, 2011).
Oligosakarida
Dalam alam, oligosakarida yang paling berlimpah adalah disakarida sukrosa dan
fruktosa. Sukrosa (gula meja) terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dimana mereka
disintesis dari D-glukosa dan D-fruktosa. Suatu ikatan glikosidik antara C-1
anomerik dari α-D-glukosa dan C-2 anomerik dari β-D-fruktosa menghubungkan
kedua monosakarida melalui suatu jembatan oksigen, menghasilkan suatu ikatan-α-
(1-2). Laktosa, karbohidrat dari susu mamalia , terdiri dari D-galaktosa dan D-
glukosa. Dalam disakarida ini, ikatan glikosidik antara C-1 anomerik dari β-D-
galaktosa dan C-4 non anomerik dari D-glukosa merupakan β-(1-4). (Nuri
Andarwulan, dkk, 2011).
Maltosa dan selabiosa merupakan dua disakarida yang tidak terdapat secara
alamiah tetapi secara komersial masing-masing merupakan produk degradasi dari zat
tepung dan selulosa. Disakarida dapat dihidrolisis dengan asam atau enzim
membentuk molekul monosakarida penyusunnya.(Gaman dan Sherington, 1992).
Polisakarida (Pati)
Polisakarida merupakan karbohidrat yang terbentuk dari banyak sakarida sebagai
monomernya. Rumus umum polisakarida yaitu C6(H10O5)n. Salah satu contoh
oligosakarida adalah pati. Pati merupakan salah satu jenis polisakarida yang
diekstrak dari tanaman sperti beras, jagung, ketela pohon, ubi jalar, sagu, dsb
(Andarwulan dkk, 2011).
Pati tersusn oleh dua kelompok makromolekul, yaitu amilosa dan amilopektin.
Kedua makromolekul ini sangat berperan penting terhadap sifat fisik, kimia dan
fungsional pati.amilosa dan amilopektin disusun oleh monomer α-D-glukosa yang
berikatan satu sama lain melalui ikatan glikosida. Perbandingan antara amilosa dan
amilopektin berbeda-beda untuk sumber pati yang berbeda. Pati dalam bahan pangan
terdapat dalam bentuk granula, yaitu tempat dimana amilosa dan amilopektin berada.
Granula pati berbeda-beda ukuran dan bentuknya, tergantung sumber atau asal
patinya. Granula pati memiliki sifat birefringence, yaitu sifat yang
mampumerefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga terlihat kontras gelap terang yang
tampak sebagai warna biru-kuning (Andarwulan, dkk, 2011).
B. Analisis kadar gula reduksi
Riana
C. Analisis kadar pati
Kandungan pati dalam bahan pangan dapat ditentukan dengan cara volumetrik.
Total pati dapat ditentukan dengan cara menghidrolisis pati secara sempurna menjadi
glukosa dengan perlakuan asam yang akan memecah ikatan glikosida yang
menghubungkan antar glukosa. (Andarwulan dkk, 2011)
Contoh analisis kadar pati menurut Sudarmadji dkk (2010) yakni sampel
ditimbang 2-5 gram berupa bahan padat yang telah dihaluskan atau bahan cair dalam
gelas piala 250 ml, ditambahkan 50 ml aquades dan aduk selama 1 jam. Suspendi
disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan aquades sampai volume filtrat 250
ml. filtrate ini mengandung karbohidrat yang larut dan dibuang. Residu dipindahkan
secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam Erlenmeyer dengan pencucian 200ml
aquades dan ditambahkan 20 ml HCl ± 25% (berat jenis 1,125), ditutup dengan
pendingin balik dan dipanaskan diatas penangas air mendidih selama 2,5 jam.
Setelah dingin, dinetralkan dengan larutan NaOH 45% dan diencerkan sampai
volume 500 ml, kemudian disaring. Penentuan kadar gula dinyatakan sebagai
glukosa dari filtrate yang diperoleh. Penentuan glukosa seperti pada penentuan gula
reduksi. Berat glukosa dikalikan 0,9 merupakan berat pati.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. ALAT DAN BAHAN
Alat :
Pipet ml
Shaker
Erlenmeyer
Autoklaf
Timbangan
Kertas saring
Alumuniumfoil
Labu takar 500 ml
Penangas air
Sentrifuse
pH meter
Labu ulir
Bahan :
tepung beras putih
tepung tapioca
tepung terigu
tepung maiena
tepung sagu
tepung beras ketan
aquades
HCl 25%
Arsenomolibdat
NAOH 45%
Reagen nelson
Air suling
B. PROSEDUR KERJA
Penentuan Larutan Kurva Standar
Dibuat larutan glukosa standar (10 mg glukosa anhidrat dalam 10 ml aquades)
Dilakukan 6 x pengenceran sehingga diperoleh larutan glukosa dengan
konsentrasi 2, 4, 6, 8 dan 10 mg/100ml
Disiapkan 7 tabung reaksi, masing-masing diisi dengan 1ml larutan glukosa
standar, dan 1 ml air suling pada tabung reaksi ke 7 sebagai blangko
Ditambahkan 1ml reagen nelson pada tiap tabung reaksi dan dipanaskan pada
penangas air selama 20 menit
Tabung diambil dan didinginkan dengan air sampai suhu tabung reaksi ± 25°C
Ditambahkan 7ml air suling, digojog sampai homogeny
OD ditera dengan panjang gelombang 540 nm
Dibuat kurva standar hubungan antara glukosa dan OD
Analisis Kadar Pati Metode Hidrolisis Asam
Sampel dihomogenkan
Sampel ditimbang seberat 5gram, diencerkan sampai 50 ml, dishaker selama 1
jam, kemudian disaring dengan kertas saring sehingga diperoleh residu yang
nantinya dicuci dengan aquades 200 ml
Residu dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambah 20 ml HCl 25%, ditutup
alumunium foil dan diberi lubang.
Dimasukan autoklaf selama 2,5 jam kemudian didinginkan hinga suam-suam
kuku, pH diatur hingga netral (7) dengan HCl 25% untuk menurunkan pH dan
NaOH 45% untuk menaikkan pH.
Setelah netral, larutan diambil sebanyak 1 ml, dilakukan pengenceran (100x dan
1000x), diambil 1ml dari tiap pengenceran dan ditambahkan reagen nelson
Dipanaskan diatas penangas air selama 20 menit, didinginkan, ditambah 1 ml
arsenomolibdat dan digojog
Ditambah 7ml aquades, diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm
Penentuan Gula Reduksi
Riana
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. DATA PENGAMATAN
Tabel pengamatan kurva standar larutan glukosa
Konsentrasi Larutan (mg/ml) Absorbansi
0 0
0,2 0,171
0,4 0,332
0,6 0,495
0,8 0,648
1,0 0,699
a = 0,027
b = 0,727
Kurva standar larutan glukosa
0 0.2 0.4
0.600000000000001 0.8 1
00.10.20.30.40.50.60.70.8
Konsentrasi Larutan
Abso
rban
si
Tabel pengamatan kadar pati
Bahan
(tepung)
Absorbansi Absorbansi – Blanko Berat
Sampel (g)FP 100x FP 1000x FP 100x FP 1000x
Maizena 0,229 0,971 0,1 0,842 5,0
Sagu 0,961 0,542 0,832 0,413 5,0
Terigu 1,188 0,206 1,055 0,077 10,0
Beras putih 1,022 0,259 0,893 0,13 10,011
Tapioka 2,7 0,39 2,571 0,261 5,0
Beras Ketan 0,792 0,239 0,663 0,11 10,0086
Perhitungan kadar pati
Dengan persamaan regresi : y = a + bx
1. Tepung Maizena
y = a + bx
0,842 = 0,027 + 0,0727x
χ = 0,842 – 0,027 = 1,12 mg/ml
0,727
Kadar pati = χ · FP x 0,9 x 100 %
berat sampel
= 1,12 x 1000 x 0,9 x 100% = 20,16 %
5000
2. Tepung Sagu
y = a + bx
0,413 = 0,027 + 0,0727x
χ = 0,413 – 0,027 = 0,53 mg/ml
0,727
Kadar pati = χ · FP x 0,9 x 100 %
berat sampel
= 0,53 x 1000 x 0,9 x 100% = 9,54 %
5000
3. Tepung Beras Putih
y = a + bx
0,130 = 0,027 + 0,0727x
χ = 0,130 – 0,027 = 0,14 mg/ml
0,727
Kadar pati = χ · FP x 0,9 x 100 %
berat sampel
= 0,14 x 1000 x 0,9 x 100% = 1,26 %
10011
4. Tepung Tapioka
y = a + bx
0,261 = 0,027 + 0,0727x
χ = 0,261 – 0,027 = 0,32 mg/ml
0,727
Kadar pati = χ · FP x 0,9 x 100 %
berat sampel
= 0,32 x 1000 x 0,9 x 100% = 5,76 %
5000
5. Tepung Beras Ketan
y = a + bx
0,110 = 0,027 + 0,0727x
χ = 0,110 – 0,027 = 0,114 mg/ml
0,727
Kadar pati = χ · FP x 0,9 x 100 %
berat sampel
= 0,114 x 1000 x 0,9 x 100% = 1,025 %
10008,6
6. Tepung Terigu
y = a + bx
0,077 = 0,027 + 0,0727x
χ = 0,077 – 0,027 = 0,07 mg/ml
0,727
Kadar pati = χ · FP x 0,9 x 100 %
berat sampel
= 0,07 x 1000 x 0,9 x 100% = 0,63 %
10000
Tabel pengamatan penentuan gula reduksi
Riana
Perhitungan penentuan gula reduksi
Riana
B. PEMBAHASAN
Penentuan Kurva Standar Larutan Glukosa
Untuk mengetahui kadar gula reduksi sampel yang dianalisis maka Menurut
Wiley dan Sons (2001) harus dibuat kurva standar yang menggambarkan hubungan
antara konsentrasi gula reduksi dengan Optical Density atau absorbansi.
Standar yang digunakan dalam pembuatan kurva standar adalah glukosa
anhidrat. Penentuan standar glukosa anhidrat sebagai standar didasarkan pada tujuan
analisis yang dilakukan yaitu analisis gula reduksi sehingga standar yang digunakan
harus digunakan adalah standar gula reduksi. Glukosa anhidrat merupakan salah satu
contoh gula reduksi.
Pada pembuatan kurva standar, dibuat larutan dlukosa anhidrat pada berbagai
konsentrasi yang kemudian diuji dengan metode Nelson Somogy. Konsentrasi
glukosa anhidrat yang digunakan sebagai standar adalah 0 mg/ml, 0,02 mg/ml, 0,04
mg/ml, 0,06 mg/ml, 0,08 mg/ml, dan 0,10 mg/ml. Dengan demikian dapat diketahui
absorbansi gula reduksi pada berbagai konsentrasi tersebut. Berdasarkan hasil
pengukuran absorbansi standar diperoleh hasil absorbansi glukosa anhidrat pada
konsentrasi di atas berturut-turut: 0; 0,171; 0,332; 0,495; 0,468; dan 0,699. Hasil
absorbansi standar yang diukur tersebut dapat digunakan untuk membuat persamaan
kurva standar. Berdasarkan perhitungan diperoleh persamaan kurva standar Y=
0,027+ 0,727X dengan Y sebagai absorbansi dan X menyatakan konsentrasi glukosa
anhidrat.
Setelah dibuat kurva standar gula reduksi, selanjutnya kurva standar tersebut
dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi sampel dan kadar gula reduksi
sampel. Dari hasil absorbansi sampel pada 2 jenis pengenceran, hanya pengenceran
1000x yang nilai absorbansinya berada pada rentang absorbansi standar. Nilai
absorbansi sampel pada pengenceran 1000x untuk tepung maizena 0,842; tepung
sagu 0,413; tepung beras putih 0,13; tepung tapioka 0,261; tepung beras ketan 0,11;
dan tepung terigu 0,077.
. Sedangkan pada pengenceran 100x nilai absorbansi yang diukur terlalu tinggi
jika dibandingkan dengan standar yang dibuat yaitu hanya 0; dan 0,699. Dengan
demikian absorbansi yang dipilih untuk menentukan kadar gula reduksi sampel
adalah absorbansi sampel pada pengenceran 1000x.
Analisis Kadar Pati
Analisis kadar pati pada praktikum ini menggunakan berbagai jenis tepung.
Yakni tepung beras putih, tepung tapioka, tepung terigu, tepung maizena, tepung
sagu, dan tepung beras ketan. Tepung yang akan dianalisis ditimbang sebanyak
5gram. Namun, karena menyesuaikan dengan labu erlenmeyer yang ada, beberapa
kelompok menggunakan berat tepung 10gram. Sampel kemudian diencerkan hingga
menjadi 50 ml untuk berat sampel awal 5gram, dan 100 ml untuk berat sampel awal
10gram. Sampel yang telah dilarutkan tersebut selanjutnya dipindahkan ke
erlenmeyer untuk memudahkan proses selanjutnya karena jika tetap dilakukan di
dalam labu ukur maka reaksi akan sulit dan memang kegunaan dari labu ukur hanya
untuk melarutkan sampel sampai tepat 50 ml atau 100 ml.
Sampel kemudian dishaker selama 1 jam. Tujuan dari shaker ini adalah untuk
memisahkan komponen bahan berdasarkan berat jenisnya. Komponen yang berat
jenisnya lebih besar akan lebih dulu mengendap. Sampel yang telah dishaker
kemudian disaring menggunakan kertas saring untuk memisahkan filtrate dan
residunya. Pada praktikum ini, yang diambil adalah residunya untuk dianalisis kadar
pati yang terdapat dalam tepung sampel. Setelah didapatkan, residu kemudian dicuci
menggunakan aquades sebanyak 200 ml hingga air sisa pencucian menjadi bening.
Residu kemudian dimasukka ke dalam Erlenmeyer secara kuantitatif dan
ditambahkan dengan 20ml HCl 25% kemudian ditutup dengan alumuniumfoil dan
diberi lubang. Hingga tahap ini, metode praktikum serupa dengan literatur oleh
Sudarmadji dkk (2010). Sampel dalam Erlenmeyer kemudian dimasukkan ke dalam
autoklaf selama 2,5 jam.
Setelah itu, sampel didinginkan dengan air mengalir hingga suhunya turun
(suam-suam kuku). Sampel lalu diatur pHnya hingga netral. Penetralan dilakukan
dengan penambahan HCl 25% untuk menurunkan pH dan menggunakan NaOH
untuk menaikkan pHnya. Pada praktikum ini terdapat 3 tingkatan konsentrasi NaOH,
yaitu tingkat 1, 2 dan 3 dimana NaOH tingkat 3 adalah yang paling pekat. Tujuan
dilakukan penetralan pH ini adalah agar tdak terjadi kerusakan pati secara terus
menerus.
Ketika pH telah netral, kemusian masing-masing sampel diambil 1ml untuk
kemudian pada masing-masing sampel dilakukan pengenceran 100x dan 1000x.
Pengenceran 100x dilakukan dengan mencampurkan 1 ml filtrat dengan akuades
sampai tepat 100ml. Pengenceran 1000x dilakukan dengan mencampurkan 1 ml
filtrat dengan akuades sampai tepat 1000ml. Pengenceran dilakukan untuk mengatur
variasi konsentrasi senyawa target (pati) dalam tiap ml larutan. Hal ini akan
berpengaruh terhadap hasil pembacaan absorbansi. Semakin besar pengenceran maka
konsentrasi gula reduksinya semakin rendah sehingga absorbansinya pun semakin
rendah. Hasil absorbansi yang sesuai dan masuk pada rentang absorbansi standar lah
yang digunakan.
Dari tiap seri pengenceran diambil 1ml sampel dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Sampel lalu ditambah dengan reagen Nelson sebanyak 1 ml. Reagen Nelson
terdiri dari Nelson A dan Nelson B dengan perbandingan 25:1. Nelson A terbuat dari
campuran Na2CO3 anhidrat, Na2SO4, K-Na Tartarat dan Na bikarbonat. Sedangkan
Nelson B terbuat dari campuran CuSO4 dan H2 SO4. Senyawa-senyawa yang
terdapat dalam reagensia Nelson tersebut yang akan bereaksi dengan senyawa target.
Setelah ditambahkan reagen Nelson selanjutnya dilakukan pemanasan
menggunakan penangas air selama ±20 menit. Pemanasan dilakukan untuk
mempercepat terjadinya reaksi. Menurut Sundari (2009), salah satu faktor yang
mempengaruhi laju reaksi kimia adalah suhu. Semakin tinggi suhu maka kecepatan
laju reaksi meningkat.
Setelah pemanasan selanjutnya dilakukan pendinginan dengan air mengalir.
Pendinginan bertujuan untuk adanya komponen larutan yang rusak. Kemudian
ditambahkan 1 ml arsenomolibdat lalu digojog juga ditambahkan 7 ml akuades.
Penggojogan dilakukan untuk mencampurkan dan menghomogenkan campuran.
Penambahan arsenomolibdat tersebut bertujuan untuk mereaksikan cupro oksida
yang dihasilkan dengan arsenomolibdat sehingga membentuk molibdenum yang
berwarna biru.
Intensitas warna biru yang dihasilkan diukur dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 540 nm. Oleh karena itu dilakukan pengukuran absorbansi pada
setiap pengenceran. Secara teori, semakin banyak jumlah total gula maka intensitas
warna biru semakin tinggi sehingga hasil absorbansinya juga tinggi. Dari hasil
pengukuran diperoleh data absorbansi pada pengenceran 100x dan 1000x pada
masing-masing jenis tepung semakin kecil pada pengenceran 1000x. Hasil tersebut
sesuai dengan teori dimana semakin besar pengenceran maka absorbansinya semakin
rendah karena jumlah total glanya semakin sedikit.
Data hasil absorbansi sampel tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk
menghitung kadar pati pada sampel. Dari hasil absorbansi sampel pada 2 jenis
pengenceran, hanya pengenceran 1000x yang nilai absorbansinya berada pada
rentang absorbansi standar. Dengan demikian absorbansi yang dipilih untuk
menentukan kadar pati pada sampel adalah absorbansi sampel pada pengenceran
1000x. Dari hasil perhitungan kadar pati dengan mengalikan kadar total gula dengan
faktor konversi 0,9 diperoleh kadar pati pada tepung maizena 20,16%, tepung sagu
9,54%, tepung beras putih 1,26%, tepung tapioka 5,76%, tepung beras ketan 1,025%,
dan tepung terigu 0,63%.
Penentuan Gula Reduksi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Analisis kadar pati tepung-tepungan menggunakan metode hidrolisis asam.
Hasil analisis kadar pati menghasilkan kadar pati pada tepung maizena 20,16%,
tepung sagu 9,54%, tepung beras putih 1,26%, tepung tapioka 5,76%, tepung
beras ketan 1,025%, dan tepung terigu 0,63%.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Andarwulan, Nuri, Feri Kusnandar, dan Dian Herawati. 2011. “Analisis Pangan”. Jakarta: Dian Rakyat.
Gaman, P.M. dan K.B. Sherington. 1992. Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Biologi. Yogyakarta: UGM Press
Sudarmadji, Slamet, Bambang Haryono dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty.
Sundari. 2009. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi”. Handbook Kimia Analitik. Jakarta: MM Press.
Wiley, John dan Sons. 2001. “Colorimetric Quantification of Carbohydrates”. Current Protocols in Food Analytical Chemistry (2001) E1.1.1-E1.1.8.
Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.