laporan praktikum analisa pangan - protein

27
1. PENDAHULUAN 1.1. Deskripsi Acara Pada hari Jumat, 1 November 2013, kloter B melakukan praktikum analisa pangan dengan materi “Protein” di Laboratorium Ilmu Pangan. Praktikum dimulai pukul 15.00 hingga pukul 22.00. Bahan yang digunakan adalah bakso ikan So Good” dan bakso ikan “Ranesa Brand”. Pada hari pertama hal yang dilakukan adalah dekstruksi protein. Kemudian dilanjutakan pada hari Sabtu, 2 November 2013 dengan tahap destilasi dan titrasi. Asisten dosen yang mendampingi praktikum ini adalah Chrysentia Archinitta L.M., Debby Natalie, Kartika, dan Yes’se. 1.2. Tujuan Praktikum Tujuan dari pratikum ini adalah mengetahui proses pengujian protein dengan metode Kjeldahl serta untuk membandingkan kandungan protein pada masing- masing bahan yang diuji dengan kandungan protein yang tertera pada kemasan dan SNI. 1

Upload: yeremia-adi-wijaya

Post on 23-Oct-2015

466 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

laporan praktikum analisa pangan universitas katolik soegijapranata semarang bab protein dengan menggunakan metode Kjeldahl.

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan praktikum analisa pangan - protein

1. PENDAHULUAN

1.1. Deskripsi Acara

Pada hari Jumat, 1 November 2013, kloter B melakukan praktikum analisa pangan

dengan materi “Protein” di Laboratorium Ilmu Pangan. Praktikum dimulai pukul 15.00

hingga pukul 22.00. Bahan yang digunakan adalah bakso ikan “So Good” dan bakso

ikan “Ranesa Brand”. Pada hari pertama hal yang dilakukan adalah dekstruksi protein.

Kemudian dilanjutakan pada hari Sabtu, 2 November 2013 dengan tahap destilasi dan

titrasi. Asisten dosen yang mendampingi praktikum ini adalah Chrysentia Archinitta

L.M., Debby Natalie, Kartika, dan Yes’se.

1.2. Tujuan Praktikum

Tujuan dari pratikum ini adalah mengetahui proses pengujian protein dengan metode

Kjeldahl serta untuk membandingkan kandungan protein pada masing- masing bahan

yang diuji dengan kandungan protein yang tertera pada kemasan dan SNI.

1

Page 2: Laporan praktikum analisa pangan - protein

2. MATERI METODE

2.1. Materi

2.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah labu dekstruksi, alat dekstruksi, alat

destilasi Kjeldahl, buret, statif, pipet volume, pipet tetes, pompa pilleus, timbangan,

gelas arloji, dan erlenmeyer.

2.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sampel bakso ikan “So Good” dan

bakso ikan “Ranesa Brand”, K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, Na2S2O3, asam borat 4%,

NaOH, HCl 0,1 N, aquadestilata, dan indikator methyl red blue.

2.2. Metode

Tabung dekstruksi dicuci dengan HCl dan dibilas dengan aquades. 0,5 gram sampel

halus dimasukkan dalam tabung dekstruksi dan ditambah 7 gram K2SO4, 0,35 gram

HgO, dan 15 ml H2SO4 pekat. Kemudian didestruksi selama 3 jam. Setelah itu

ditambahkan campuran NaOH dan Na2S2O3 sebanyak 70 ml dan asam borat 4%

sebanyak 25 ml. Kemudian dimasukan ke dalam alat destilasi Kjeldahl. Larutan

didestilasi selama 3 menit. Pada saat itu disiapkan juga erlenmeyer 250 ml untuk

menangkap destilat. Kemudian ditetesi 3 tetes methyl red blue dalam destilat. Terkahir

dititrasi dengan HCl 0,1N hingga bewarna ungu muda / merah muda.

Kadar protein dihitung dengan rumus :

% Ν =ml HCl (sampel−blanko)berat sampel (g )x 1000

× Ν HCl × 14 , 008× 100%

% P = % Ν × faktor konversi

2

Page 3: Laporan praktikum analisa pangan - protein

3. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengukuran analisa kadar protein dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Analisa Kadar Protein

Kel BahanBerat Sampel

(gr)Vol HCl (ml) % N % Protein

B1Bakso Ikan “So Good”

0,5000 6,0000 1,6810 10,5063

B2Bakso Ikan “So Good”

0,5000 6,8000 1,9051 11,9069

B3Bakso Ikan “So Good”

0,5000 7,2000 2,0172 12,6075

B4Bakso Ikan

“Ranesa Brand”

0,5000 6,8000 1,9051 11,9069

B5Bakso Ikan

“Ranesa Brand”

0,5000 6,0000 1,6810 10,5063

B6Bakso Ikan

“Ranesa Brand”

0,5000 7,2000 2,0172 12,6075

Dari Tabel 1. dapat dilihat kadar protein yang terukur pada masing – masing bahan.

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kandungan protein pada masing – masing

sampel, baik bakso ikan “So Good” maupun bakso ikan “Ranesa Brand” tidak terlalu

berbeda jauh. Kadar N berkisar antara 1% - 2%, sedangkan kadar protein yang terukur

berkisar antara 10% – 12 %. Kadar N dan kadar protein tertinggi ada pada kelompok B3

dan B6 yakni 2,0172% dan 12,6075%.

Jika disajikan dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Grafik 1.

3

Page 4: Laporan praktikum analisa pangan - protein

4

Grafik 1. Hasil Pengamatan Analisa Protein

B1 Bakso Ikan "So Good"

B2 Bakso Ikan "So Good"

B3 Bakso Ikan "So Good"

B4 Bakso Ikan "Ranesa

Brand"

B5 Bakso Ikan "Ranesa

Brand"

B6 Bakso Ikan "Ranesa

Brand"

0

2

4

6

8

10

12

14

% N% Protein

Dari grafik di atas dapat dilihat kadar N dan kadar protein pada masing – masing

sampel. Dapat dilihat bahwa jika kadar N tinggi, maka kadar protein juga semakin

tinggi. Hal ini menandakan bahwa %N berbanding lurus dengan % protein. Dapat

dilihat antara masing – masing kelompok perbedaan kadar N maupun protein tidak

terlalu berbeda satu sama lain. Begitu pula dengan kadar N dan kadar protein antara

bakso ikan “So Good” dengan bakso ikan “Ranesa Brand” juga tidak berbeda terlalu

jauh.

Page 5: Laporan praktikum analisa pangan - protein

4. PEMBAHASAN

Menurut Winarno (1993) protein tersusun dari rantai asam-asam amino yang berbeda

dan diikat oleh ikatan peptida. Unsur yang menyusun protein adalah C, H, O, dan N.

Dalam tubuh protein berfungsi untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan

jaringan yang ada.

Pada praktikum ini sampel yang digunakan adalah bakso ikan, maka protein yang ada

adalah protein hewani. Hal ini sesuai dengan DeMan (1997) yang mengatakan bahwa

sumber protein berasal dari hewan (hewani) dan tumbuhan (nabati). Protein hewani

dapat diperoleh dari daging, telur, dan susu. Sedangkan protein nabati dapat diperoleh

dari daun, serealia, dan biji-bijian dan biji-minyak.

Protein memiliki sifat amfoter. Menurut Winarno (1997) sifat amfoter ini menyebabkan

protein dapat bereaksi dengan asam dan basa dan dapat mengatur keseimbangan asam –

basa dalam tubuh. Protein sangat penting dalam tubuh, karena merupakan komponen

terbesar setelah air. Bagian seperti hati dan daging sekitar 50% dari berat keringnya

tersusun dari protein.

Menurut Sudarmadji et al (1989) analisa protein dalam bahan makanan memiliki tujuan

untuk:

mengukur kandungan protein dalam bahan makanan

menentukan kualitas protein

menelaah protein sebagai salah satu bahan kimia misalnya secara biokimiawi,

fisiologis, reologis, ensimatis, dan telaah lain yang lebih mendasar.

Menurut Nielsen (1998) penentuan jumlah protein dalam bahan pangan dapat dilakukan

secara langsung dan tidak langsung (peneraan empiris). Penentuan cara langsung dapat

dilakukan dengan pemisahan, pemurnian atau penimbangan protein. Cara langsung

hasilnya tepat, tapi sulit dilakukan, waktu lama, butuh ketrampilan tinggi, dan mahal.

Cara tidak langsung atau peneraan empiris dilakukan dengan penentuan kandungan N

5

Page 6: Laporan praktikum analisa pangan - protein

6

dalam bahan. Cara ini ditemukan oleh Kjeldahl. Hasil pengukurannya disebut sebagai

kadar protein kasar (crude protein).

Dalam praktikum ini dilakukan analisis protein dengan cara Kjeldahl. Cara Kjeldahl

dapat dibagi menjadi dua cara, yaitu makro dan semimikro. Cara makro Kjeldahl

digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar, misalnya 1 - 3 gram.

Cara semimakro digunakan untuk contoh ukuran kecil (kurang dari 300 mg) dan bahan

yang homogen. Prinsip cara Kjeldahl menurut Nielsen (1998) adalah protein dan

komponen organik dalam sampel dipecah dengan asam sulfat menggunakan katalis.

Total nitrogen organik akan diubah menjadi amonium sulfat. Hasil tahap pemecahan ini

akan dinetralisasi dengan alkali dan didestilasi dalam larutan asam borat. Anion borat

kemudian dititrasi dengan asam standard, yang dirubah menjadi nitrogen dalam sampel.

Hasil dari analisis ini disebut protein kasar (crude protein) karena nitrogen yang terukur

juga berasal dari komponen non protein. Cara ini akan baik jika nitrogen diasumsikan

dalam bentuk N-N dan N-O pada sampel jumlahnya tidak terlalu besar. Kekurangan

analisis Kjeldahl adalah purin, pirimidin, vitamin, asam amino besar, kreatina ikut

terukur sebagai nitrogen protein. Meskipun demikian menurut Winarno (1997), cara ini

masih dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein makanan.

Metode Kjeldahl terdiri dari tiga tahap yaitu :

1. Destruksi

Sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat ( H2SO4 ) untuk merubah sampel menjadi

unsur – unsurnya. Nitrogen akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk mempercepat

proses ditambahkan katalisator yaitu campuran Na2SO4 dan HgO ( 20 : 1 ). Tetapi

Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4 karena dengan penambahan

katalisator tersebut akan menaikkan titik didih asam sulfat sehingga destruksi berjalan

lebih cepat. Suhu destruksi antara 370 – 410 °C. Proses destruksi dianggap selesai jika

larutan menjadi jernih atau tidak berwarna (Sudarmadji et.al., 1989).

2. Distilasi

Ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai

alkalis dan dipanaskan. Agar tidak terjadi superheating, pemercikan caira, atau

gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan Zn. Ammonia akan dibebaskan dan

Page 7: Laporan praktikum analisa pangan - protein

7

ditangkap larutan asam standar. Asam standar yang digunakan adalah asam klorida atau

asam borat 4% dalam jumlah berlebih. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih

maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP. Destilasi berakhir bila semua

ammonia sudah terdestilasi sempurna yang ditandai dengan destilat tidak bereaksi basis.

3. Titrasi

Jika menggunakan asam klorida, maka sisa asam klorida dititrasi dengan NaOH standar

(0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan warna larutan menjadi merah muda dan tidak

hilang selama 30 detik jika menggunakan indikator PP. Jumlah ekuivalen nitrogen

merupakan selisih jumlah titrasi blanko dengan sampel.

% N =ml NaOH ( blanko - sampel )berat sampel (gr ) x 1000

x N NaOH x 14,008 x 100 %

Jika menggunakan asam borat, banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia

diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N dengan indikator BCG + MR.

Akhir titrasi adalah perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda. Selisih

jumlah titrasi sampel dan blanko merupakan jumlah ekuivalen nitrogen.

% N =ml HCl ( blanko - sampel )berat sampel (gr ) x 1000

x N HCl x 14,008 x 100 %

Setelah diperoleh % N menurut Sudarmadji (1996) kadar protein dihitung dengan

mengalikan dengan faktor pengali yang tergantung dari persentase N yang menyusun

protein dalam bahan pangan. Menurut Sudarmadji et al., (1989) untuk campuran

senyawa protein yang belum diketahui komposisi unsur penyusunnya secara pasti,

dipakai faktor perkalian 6,25 (100/16). Jika telah diketahui komposisinya secara pasti,

maka dipakai faktor perkalian yang lebih tepat. Contohnya faktor perkalian biji – bijian

adalah 6,25; gandum, mie, dan roti adalah 5,70; kacang tanah adalah 5,46; susu adalah

6,38; dan gelatin adalah 5,55.

Menurut Nielsen (1998) metode Kjeldahl memiliki beberapa keuntungan, seperti :

Dapat diaplikasikan untuk semua tipe pangan

Mudah

Page 8: Laporan praktikum analisa pangan - protein

8

Murah

Akurat

Sedangkan beberapa kekurangannya adalah :

Mengukur nitrogen organik total

Tidak seakurat metode biuret

Reagennya korosif

4.1. Metode dan Reagen

Tabung dekstruksi dicuci dengan HCl dan dibilas dengan aquades. 0,5 gram sampel

halus dimasukkan dalam tabung dekstruksi dan ditambah 7 gram K2SO4, 0,35 gram

HgO, dan 15 ml H2SO4 pekat. Kemudian didestruksi selama 3 jam. Sampel yang

digunakan adalah sampel halus. Hal ini tepat karena menurut Tranggono & Sutardi

(1990) proses penghancuran / penghalusan tidak merubah sifat dan kimia sampel. Selain

itu tujuannya adalah supaya produk yang mengandung sedikit cairan berubah menjadi

produk yang memiliki massa yang kurang padat.

Penambahan asam sulfat pekat dilakukan dalam ruang asam dan harus memakai masker

serta sarung tangan. Hal ini karena asam sulfat pekat sangat berbahaya. Tahap ini

disebut tahap destruksi. Tahap destruksi bertujuan untuk memecah bahan pangan

menjadi unsur-unsurnya. Hal ini sesuai dengan Sudarmadji et al., (1989) yang

mengatakan bahwa sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat (H2SO4) untuk merubah

sampel menjadi unsur – unsurnya.

Digunakan asam sulfat pekat karena asam sulfat mampu memecah unsur dalam bahan

pangan dan mengikat unsur N agar membentuk ammonium sulfat jika bereaksi dengan

asam sulfat. K2SO4 dan HgO berfungsi sebagai katalisator yang bertujuan untuk

mempercepat proses destruksi. Hal ini sesuai dengan Sudarmadji et al., (1989) yang

mengatakan bahwa penambahan katalisator akan meningkatkan titik didih asam sulfat

sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Setiap 1 gram K2SO4 akan menaikkan titik didih

3 0C. Suhu destruksi sekitar 370 – 410 °C. Menurut Sudarmadji et al., (1996)

Page 9: Laporan praktikum analisa pangan - protein

9

penambahan HgO akan menyebabkan amonium sulfat bereaksi dengan merkuri oksida

dan membentuk senyawan kompleks.

Menurut Sudarmadji et al., (1989) selama proses destruksi reaksi yang terjadi adalah:

HgO + H2SO4 HgSO4 + H2O

2HgSO4 Hg2SO4 + SO2 + 2On

Hg2SO4 + 2H2SO4 2Hg2SO4 + 2H2O + SO2

(CHON) + On + H2SO4 CO2 + H2O + (NH4)2SO4

Setelah itu ditambahkan campuran NaOH dan Na2S2O3 sebanyak 70 ml dan asam borat

4% sebanyak 25 ml. Hal ini sesuai dengan Sudarmadji et al., (1996) yang mengatakan

bahwa penambahan Na2S2O3 berfungsi untuk memecah senyawa kompleks merkuri -

ammonia menjadi ammonium sulfat. Dengan begitu nitrogen akan terpisah dari merkuri

dan dapat mengikat ammonium. Penambahan NaOH berfungsi untuk membebaskan

proses pemecahan amonium sulfat menjadi amonia (NH3). Dengan penambahan NaOH

maka reaksi yang terjadi adalah reaksi netralisasi. Penambahan asam borat 4% juga

sesuai dengan Sudarmadji et al. (1996) yang mengatakan bahwa penambahan asam

borat bertujuan untuk menangkap ammonia. Menurut Daintith (1999) asam borat adalah

berbagai asam yang mengandung boron dan oksigen. Asam borat berupa padatan putih

atau dan warna yang larut dalam air dan etanol.

Kemudian dimasukan ke dalam alat destilasi Kjeldahl. Larutan didestilasi selama 3

menit. Menurut Sudarmadji et al., (1989) selama proses destilasi terjadi reaksi :

(NH4)2SO4 + 2 NaOH 2 NH3 + Na2SO4 + 2 H2O

NH3 + H3BO3 NH4 + H2BO3-

(asam borat) (ion borat)

Pada saat itu disiapkan juga erlenmeyer 250 ml untuk menangkap destilat. Kemudian

ditetesi 3 tetes methyl red blue dalam destilat. Methyl red blue merupakan zat warna

organik. Methyl red blue berubah dari merah dibawah pH 4,4 menjadi kuning di atas pH

Page 10: Laporan praktikum analisa pangan - protein

10

6 pada suhu 25oC (Daintith, 1999 ). Terakhir dititrasi dengan HCl 0,1N hingga bewarna

ungu muda / merah muda. Menurut Sudarmadji et al., (1989) warna ungu yang

dihasilkan merupakan kondensasi antara amonia, ninhidrin tereduksi, dan ninhidrin

yang membentuk persenyawaan kompleks. Pembentukan senyawa berwarna antara

asam amino dengan ninhidrin banyak dipakai sebagai dasar analisa kuantitatif ataupun

kualitatif asam amino dan protein.

Pada metode kjeldahl ini reagen-reagen yang digunakan banyak yang bersifat basa dan

asam. Selain itu banyak proses pemanasan yang dilakukan. Menurut Winarno (1997)

hal ini tepat karena protein sangat mudah sekali terdenaturasi dan terurai menjadi

molekul-molekul yang lebih kecil karena adanya asam dan basa.

Kadar protein dihitung dengan rumus :

% Ν =ml HCl (sampel−blanko)berat sampel (g )x 1000

× Ν HCl × 14 , 008× 100%

% P = % Ν × faktor konversi

Hal ini sesuai dengan Sudarmadji (1996) yang megntakan bahwa kadar protein dihitung

dengan mengalikan dengan faktor pengali yang tergantung dari persentase N yang

menyusun protein dalam bahan pangan. Pada proses penghitungan digunakan faktor

konversi 6,25. Hal ini sesusai dengan Sudarmadji et al., (1989) yang mengatakan bahwa

untuk campuran senyawa protein yang belum diketahui komposisi unsur penyusunnya

secara pasti, dipakai faktor perkalian 6,25 (100/16).

Berdasarkan jurnal dari Damuringrum (2003) langkah kerja dan reagen yang digunakan

tepat. Pada jurnal juga digunakan K2SO4, HgO, H2SO4 untuk proses destruksi . Untuk

proses destilasi digunakan alat destilasi Kjeldahl, H3BO3, dan campuran NaOH dan

Na2S2O3. Akhir dari proses ini juga dilakukan titrasi. Artinya langkah kerja dan reagen

yang dilakukan telah sesuai.

Page 11: Laporan praktikum analisa pangan - protein

11

4.2. Hasil Analisa

Dari Tabel 1. dapat dilihat kadar protein yang terukur pada masing – masing bahan.

Berdasarkan informasi gizi pada kemasan bakso ikan “So Good” memiliki kadar protein

23%. Sedangkan informasi gizi pada kemasan bakso ikan “Ranesa Brand” memiliki

kadar protein 4,41%. Pada pengukuran kadar protein, yang terukur berkisar antara 10%

– 12 %. Maka dari hasil ini dapat dikatakan bahwa informasi nilai gizi dengan hasil

pengukuran kadar protein tidak cocok. Menurut Sudarmadji et al. (1989)

ketidakcocokan hasil ini dapat disebabkan karena sulitnya analisa kadar protein, banyak

protein hidrofilik yang terikat kuat dalam air pada sampel. Hal ini menyebabkan

nitrogen tidak bisa berubah menjadi amonium sulfat, akibatnya hasilnya tidak akurat.

Dapat juga disebabkan karena uap air dari udara sekitar, sehingga semakin banyak

protein yang larut air.

Selain itu dapat disebabkan karena ada senyawa lain yang terhitung sebagai protein. Hal

ini sesuai dengan Nielsen (1998) yang mengatakan bahwa hasil pengukuran uji Kjeldahl

dinyatakan sebagai protein kasar (crude protein) karena ada senyawa nitrogen non

protein yang juga terukur. Apalagi produk yang digunakan merupakan produk

komersial yang pasti menggunakan berbagai macam bahan tambahan makanan yang

dapat terukur sebagai protein.

Jika dibandingkan dari hasil analisa yang terukur, antara bakso ikan “So Good” dengan

bakso ikan “Ranesa Brand” tidak terjadi perbedaan kadar protein yang terlalu jauh.

hasil dari B1 sama dengan B5, B2 sama dengan B4, dan B3 sama dengan B6. Hal ini

menunjukkan bahwa pada produk komersil kadar protein yang ada pada bakso ikan

cenderung sama. Berdasarkan SNI 01-3819-1995 tentang Baso Ikan kandungan protein

pada bakso ikan minimal 9%. Dari kedua sampel yang diukur kadar proteinnya antara

10 – 12 %. Maka kedua sampel ini memenuhi standar SNI.

Page 12: Laporan praktikum analisa pangan - protein

5. KESIMPULAN

Protein terdiri dari unsur C, H, O, dan N.

Pengukuran kadar protein dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.

Kadar protein dalam bahan makanan dapat diukur secara tidak langsung, salah

satunya dengan metode Kjeldahl.

Metode Kjeldahl dibagi menjadi 3 tahap, yaitu destruksi, distilasi, dan titrasi.

Hasil pengukuran metode Kjeldahl disebut protein kasar (crude protein) karena

nitrogen non protein juga ikut terukur.

K2SO4 dan HgO berfungsi sebagai katalisator yang membantu mempercepat proses

destruksi karena akan meningkatkan titik didih asam sulfat.

Penambahan campuran NaOH dan Na2S2O3 adalah untuk memecah senyawa

kompleks merkuri - ammonia menjadi amonium sulfat.

Kandungan protein pada bakso ikan “So Good” dan bakso ikan “Ranesa Brand”

sama yaitu antara 10,5063% sampai 12,6075%.

Kadar protein pada bakso ikan menurut SNI 01-3819-1995 tentang Baso Ikan

adalah minimal 9%.

Kadar protein bakso ikan “So Good” dan bakso ikan “Ranesa Brand” memenuhi

SNI.

Semarang, 11 November 2013

Praktikan Asisten Dosen :

Christoper Jaya Pradipta 10.70.0124

Anastasia Stella Angelina 12.70.0007

Matius Inda Tatontos 12.70.0062

Yeremia Adi W. 12.70.0152 Debby Natalie

12

Page 13: Laporan praktikum analisa pangan - protein

6. DAFTAR PUSTAKA

Daintith, J. (1999). Kamus Lengkap kimia. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Damuringrum, A. A. (2003). Mempelajari Karakteristik Bakso Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Dengan Penambahan Bubuk Flavor Dari Ekstrak Kepala Udang Windu (Penaeus monodon). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

DeMan, J. .M. ( 1997 ). Kimia Makanan. Edisi Kedua. ITB. Bandung.

Nielsen, S. S. (1998). Food Analysis, 2nd Ed . Aspen Publishers, Inc. Gaithersburg Maryland-USA.

Standar Nasional Indonesia – SNI. (1995). SNI 01-3819-1995 : Baso Ikan. Dewan Standardisasi Nasional – DSN

Sudarmadji, S; B. Haryono & Suhardi (1989). Prosedur untuk Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

Sudarmadji, S; B, Haryono & Suhardi. (1996). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Tranggono & Sutardi, (1990). Biokimia dan Teknologi Pascapanen. PAU Pangan dan

Gizi. UGM. Yogyakarta.

Winarno, F. G. (1993). Pangan Gizi, Teknologi, dan Konsumen. PT Gramedia. Jakarta.

Winarno, F. G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Puataka Utama. Jakarta.

13

Page 14: Laporan praktikum analisa pangan - protein

7. LAMPIRAN

7.1. Perhitungan

Rumus :

% Ν =ml HCl (sampel−blanko)berat sampel (g )x 1000

× Ν HCl × 14 , 008× 100%

% P = % Ν × faktor konversi

B1

% Ν = 6 , 0000−00 , 5000 x1000

× 0,1 × 14 ,008× 100 %=1 , 6810%

% P = 1 ,6810 × 6 ,25=10 ,5063 %

B2

% Ν = 6 ,8000−00 ,5000 x1000

× 0,1 × 14 ,008× 100 %=1 ,9051 %

% P = 1 , 9051 × 6 , 25=11 ,9069%

B3

% Ν = 7 ,2000−00 , 5000 x1000

× 0,1 × 14 , 008× 100%=2, 0172%

% P = 2 ,0172 × 6 ,25=12 ,6075 %

B4

% Ν = 6 ,8000−00 ,5000 x1000

× 0,1 × 14 ,008× 100 %=1 ,9051 %

% P = 1 , 9051 × 6 , 25=11 ,9069%

B5

% Ν = 6 , 0000−00 , 5000 x1000

× 0,1 × 14 ,008× 100 %=1 , 6810%

14

Page 15: Laporan praktikum analisa pangan - protein

15

% P = 1 ,6810 × 6 ,25=10 ,5063 %

B6

% Ν = 7 ,2000−00 , 5000 x1000

× 0,1 × 14 , 008× 100%=2, 0172%

% P = 2 , 0172 × 6 , 25=12 ,6075 %

7.2. Foto Kemasan

7.2.1. Bakso Ikan “So Good”

Kadar protein yang tertera pada kemasan adalah 23%.

7.2.2. Bakso Ikan “Ranesa Brand”

Kadar protein yang tertera pada kemasan adalah 4,41%.

7.3. SNI

7.4. Laporan sementara