laporan praktikum densitas
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUMKIMIA FISIKA
PERCOBAAN 1PENENTUAN KERAPATAN DAN BOBOT JENIS
NAMA : NATALIA SHINTADEVINIM : H31108008KELOMPOK : I (SATU)HARI / TGL PERCOBAAN : KAMIS, 2 SEPTEMBER 2010ASISTEN : TIUR MAULI
LABORATORIUM KIMIA FISIKAJURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap zat yang ada di muka bumi ini memiliki karakteristik tersendiri.
Karakter-karakter tersebut berbeda dari segi fisik maupun segi kimia. Sifat fisik
adalah sifat zat yang dapat diamati secara langsung, misalnya cairan, padat atau
gas, serta sifat yang dapat diukur seperti massa, volume, warna dan sebagainya.
Sifat kimia meliputi sifat zat yang tidak dapat diamati secara langsung, misalnya
kelarutan zat, kerapatan dan lain- lain.
Keadaan bahan secara keseluruhan dapat dibagi menjadi zat gas, fluida,
dan padat. Zat padat cenderung mempertahankan bentuknya sementara fluida
tidak mempertahankan bentuknya dan gas mengembang menempati semua
ruangan tanpa memperdulikan bentuknya. Fluida termasuk materi yang mengalir
yang digunakan dalam hubungan antara cairan dengan gas. Teori fluida sangat
kompleks, sehingga penelusurannya dimulai dari yang paling dasar yakni dalam
penentuan kerapatan dan bobot jenis.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa karakteristik suatu zat
berbeda satu dengan yang lain. Demikian pula dengan kerapatan, yang juga
merupakan suatu sifat zat, berbeda untuk setiap zat. Sebagai contoh minyak dan
air ketika dicampur tercipta 2 fasa karena kerapatannya berbeda. Selain itu,
peristiwa mengapung, melayang dan tenggelam, merupakan kejadian lazim kita
lihat yang dipengaruhi oleh perbandingan bobot jenis zat-zat tersebut. Untuk
mengetahui cara mengukur bobot jenis dan kerapatan pada beberapa sampel
dengan menggunakan neraca westphalt dan piknometer, maka dilakukanlah
percobaan penentuan kerapatan dan bobot jenis ini.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Untuk mengetahui cara pengukuran kerapatan dan bobot jenis suatu
larutan dengan menggunakan beberapa metode pengukuran.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kerapatan dan
bobot jenis dari aquadest, metanol, dan gliserol dengan menggunakan neraca
westphalt dan piknometer.
1.3 Prinsip Percobaan
Mengukur dan menghitung kerapatan dan bobot jenis beberapa zat yaitu
aquadest, metanol dan gliserol dengan menggunakan neraca westphalt dan
piknometer, serta membandingkan dengan kerapatan dan bobot jenis sesuai teori.
1.4 Manfaat Percobaan
Manfaat dari percobaan ini adalah kita dapat mengetahui bagaimana cara
penentuan kerapatan dan bobot jenis dengan menggunakan neraca westphalt dan
piknometer, dan orang lain dapat mengetahui besarnya kerapatan dan bobot jenis
dari suatu zat. Pengaplikasian densitas atau kerapatan dalam kehidupan sehari-hari
misalnya untuk mengukur daya apung suatu zat dalam cairan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Keadaan bahan secara keseluruhan secara mudah dapat dibagi menjadi zat
padat dan fluida. Zat padat cenderung tegar dan mempertahankan bentuknya,
sementara fluida tidak mempertahankan bentuknya tetapi mengalir. Fluida meliputi
cairan, yang mengalir dibawah pengaruh gravitasi sampai menempati daerah
terendah yang mungkin dari penampungnya, dan gas, yang mengembang mengisi
penampungnya tanpa peduli bentuknya. Perbedaan antara zat padat dan cairan tidak
tajam. Walaupun es dianggap sebagai zat padat, aliran sungai es sangat dikenal.
Demikian pula kaca, dan bahkan batu dibawah tekanan yang besar, cenderung
mengalir sedikit untuk periode waktu yang panjang (Petrucci, 1999).
Density is mass per unit volume. The metric unit is therefore kilograms
per cubic meter, kg/m3, or the more usual expressions, grams per cubic centimeter,
g/cm3, grams per milliliter, g/ml. An earlier expression of density is specific
gravity. The unit is obsolete and should no longer be used. The following
explanation is offered as a guide (Brescia, dkk., 1975):
Specific gravity= density of a given substancedensity of a standard substance
The temperatures of both substance must be specified; they are frequently, but not
always, the same. For solids and liquids the standard substance is usually water;
for gases it is usually air, or sometimes hydrogen. Thus, the specific gravity of
carbon tetrachloride, 1,59420˚/40˚, means that the density of this liquid at 200C is
1.594 times as great as the density of water at 40C. Since the density of water at
40C is 1.0000 g/ml, the specific gravity х˚/4˚ is numerically equal to the density in
grams per milliliter at x˚ (Brescia, dkk., 1975).
Kerapatan atau densitas adalah massa per satuan. Satuan umumnya adalah
kilogram per meter kubik, atau ungkapan yang umum, gram per sentimeter
kubik, atau gram per milliliter. Pernyataan awal mengenai kerapatan adalah bobot
jenis. Satuannya sudah kuno dan sebaiknya tidak dipakai lagi. Penjelasan berikut
diberikan sebagai petunjuk (Brescia, dkk., 1975):
Bobot Jenis=densitas zat yangdiberikan /diukurdensitas zat standar
Suhu kedua zat harus ditentukan, keduanya sering sama tapi tidak selalu
sama. Untuk padatan dan cairan zat standarnya biasanya air; untuk gas biasanya
udara atau kadang-kadang hidrogen. Demikian dengan bobot jenis karbon
tetraklorida, 1,59420˚/40˚, artinya densitas cairan pada 20OC memiliki densitas 1,594
kali sebesar densitas air pada 4OC. Karena densitas air pada 40C adalah 1,0000
g/ml, bobot jenisх˚/4˚ adalah sama dengan densitas dalam satuan gram per milliliter
pada x˚ (Brescia, dkk., 1975).
Rapatan merupakan salah satu sifat intensif. Kerapatan relatif atau gravitasi
tertentu, adalah rasio dari kerapatan (massa dari suatu satuan volume) suatu zat
dengan densitas bahan referensi tertentu. Bobot biasanya berarti densitas relatif
terhadap air. Istilah "kepadatan relatif" sering lebih disukai dalam penggunaan
ilmiah modern (Petrucci, 1999).
Kerapatan berubah dengan perubahan temperatur (dalam banyak kasus,
kerapatan menurun dengan kenaikan temperatur, karena hamper semua substansi
mengembang ketika dipanaskan). Konsekuensinya, temperatur harus dicatat
dengan nilai kerapatannya. Sebagai tambahan, tekanan gas harus spesifik (Stoker,
1993).
Ratio kerapatan sebuah zat terhadap kerapatan air dinamakan berat jenis
zat itu. Berat jenis adalah bilangan berdimensi yang sama dengan besarnya
kerapatan ini bila dinyatakan dalam gram per centimeter kubik (atau dalam
kilogram per liter). Berat jenis suatu zat dapat diperoleh dengan membagi
kerapatannya dengan 103 kg/m3. Dalam sistem satuan di Amerika, kerapatan berat
(yang didefenisikan sebagai ratio berat sebuah benda terhadap volumenya)
seringkali digunakan. Kerapatan berat adalah hasil kali kerapatan ρ dengan
percepatan gravitasi g : ρ.g = w/V= mg/ V (Tipler, 1998).
Bobot jenis 1 dm3 zat apabila bobot relatif 1 dm3 air pada 15OC di ambil
sama dengan 1. Secara numerik bobot jenis sama atau boleh dikatakan sama
dengan rapatan apabila rapatan zat dinyatakan dalam satuan kilogram per dm3
(Pudjaatmaka, 2004).
Dalam praktek, bobot jenis ditentukan dengan cara membandingkan bobot
zat pada volume tertentu dengan bobot air pada volume yang sama pada suhu
kamar (T oC) sehingga bobot jenis menurut definisi lama diberikan nama lain
yaitu kerapatan atau densitas (d) atau sering diberi lambing dt4. Bobot jenis
menurut definisi baru diberi nama gravitasi spesifik (specific gravity), Stg. Untuk
mencari harga dt4, harga St
g yang diperoleh dari hasil pengukuran dikalikan dengan
harga dtaq yakni kerapatan atau densitas air pada suhu kamar, T oC (Taba, dkk.,
2010).
Dalam industri kimia, pengukuran gravitasi spesifik dinyatakan dalam
bilangan – bilangan tertentu seperti (Taba, dkk., 2010) :
1. Dalam industri soda digunakan derajat twadel (oTw)
2. Dalam industri asam sulfat digunakan derajat Baume (oBe)
oBe = 130 -
140Sq (bila Sg larutan > Sg air)
oBe =
145Sq - 130 (bila Sg larutan < Sg air)
3. Dalam industri minyak digunakan derajat API (oAPI)
oAPI =
141Sq - 131,5
4. Dalam industri gula digunakan derajat Brix (oBrix)
oBrix =
400Sq - 400
Alat penentuan bobot jenis selain piknometer, neraca Westphalt, dan
aerometer adalah neraca Hidrostatik, neraca Reimenn, untuk
menentukan/mengetahui berat jenis zat cair; neraca Ephin, untuk mengukur zat
cair; neraca Qeimann, untuk mengukur zat cair saja (karena telah memiliki benda
padat yang tak bisa diganti dengan zat padat (Raharjo, 2008).
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aquadest, metanol dan
gliserol, tissue roll dan sabun.
3.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah neraca Westphalt,
piknometer 25 mL, termometer 100OC , gelas kimia 100 mL, neraca analitik.
3.3 Prosedur percobaan
3.3.1 Neraca Westphalt
Gelas ukur diisi secukupnya dengan aquadest sampai batas skala atas,
kemudian suhu aquadest diukur dengan menggunakan termometer dan suhunya
dicatat. Lalu penyelam dimasukkan ke dalam gelas ukur yang berisi aquadest
tersebut dan lengan neraca diatur sedemikian rupa sehingga penyelam berada
kurang lebih 2 cm dari permukaan cairan. Kemudian anting-anting diletakkan
pada skala lengan tunggal sedemikian rupa sehingga neraca Westphal menjadi
setimbang dan angka skala yang terdapat anting-anting tersebut dibaca mulai dari
anting yang terbesar sampai anting yang terkecil. Selanjutnya gelas ukur diisi
dengan contoh, masing-masing metanol dan gliserol. Sebelum gelas diisi dengan
contoh yang berbeda maka terlebih dahulu gelas dicuci dan dikeringkan terlebih
dahulu. Begitu juga dengan penyelam harus terlebih dahulu dibilas dengan
aquadest dan dikeringkan.
3.3.2 Piknometer
Piknometer yang akan digunakan terlebih dahulu dibersihkan dan
dikeringkan kemudian ditimbang dengan menggunakan neraca analitik. Setelah
itu piknometer tersebut diisi dengan aquadest sampai tanda garis kemudian bagian
luar dikeringkan dengan tissue, lalu diimpitkan (ditutup dengan termometer) dan
dicatat suhunya. Lalu piknometer yang berisi aquadest ditimbang. Selanjutnya
piknometer dibersihkan dan dikeringkan lalu diisi dengan contoh masing-masing
metanol dan gliserol. Contoh-contoh tersebut diisi ke dalam piknometer, dicatat
suhunya dan ditimbang.
4.2 Perhitungan
4.2.1 Neraca Westphalt
Berat anting I = 0,1 gram
Berat anting II = 0,01 gram
Berat anting III = 0,001 gram
Berat anting IV = 0,0001 gram
a. Aquadest
Berat anting Ia = 0,1 x 8 = 0,8
Berat anting Ib = 0,1 x 4 = 0,4
Berat anting III = 0,001 x 5 = 0,005 +
Stg = 1,205
dtaq ( 30,40C) = 0,9955 g/cm3
dt4 = St
g x dtaq ( 30,40C)
= 1,205 x 0,9955 g/cm3
= 1,1996 g/cm3
b. Metanol
Berat anting Ia = 0,1 x 8 = 0,8
Berat anting Ib = 0,1 x 4 = 0,4
Berat anting III = 0,001 x 3 = 0,003 +
Stg = 1,203
dtaq ( 28,90C) = 0,9959 g/cm
dt4 = St
g x dtaq ( 28,90C)
= 1,203 x 0,9959 g/cm3 = 0,1981 g/cm3
c. Gliserol
Anting Ia = 0,1 x 8 = 0,8
Anting Ib = 0,1 x 4 = 0,4
Anting III = 0,001 x 7 = 0,007
Anting IV = 0,0 00 1 x 5 = 0,0 005 +
Stg = 1,2075
dtaq ( 30,3 0C) = 0,9955 g/cm3
dt4 = St
g x dtaq ( 30,3 0C)
= 1,2075 x 0,9955 g/cm3
= 1,2021 g/cm3
4.2.2 Piknometer
a.. Aquadest
Bobot piknometer + aquadest = 54,8797 g
Bobot piknometer kosong = 32,0956 g _
Bobot aquadest = 22,7841 g
Bobot aquadest 22,7841 gSt
g = = = 1 Bobot aquadest 22,7841 g
dtaq ( 30,150C) = 0,9956 g/cm3
dt4 = St
g x dtaq ( 30,150C)
= 1 x 0,9956 g/cm3
= 0,9956 g/cm3
b. Metanol
Bobot piknometer + metanol = 50,0979 g
Bobot piknometer kosong = 32,0956 g _
Bobot metanol = 18,0023 g
Bobot metanol 18,0023 gSt
g = __________________ = = 0,7901 Bobot aquadest 22,7841 g
dtaq ( 29,40C) = 0,9958 g/cm3
dt4 = St
g x dtaq ( 29,40C)
= 0,7901 x 0,9958 g/cm3
= 0,7868 g/cm3
d. Gliserol
Bobot piknometer + gliserol = 55,4707 g
Bobot piknometer kosong = 32,0956 g _
Bobot gliserol = 23,3751 g
Bobot gliserol 23,3751 gSt
g = _____________________ = = 1,0259 Bobot aquadest 22,7841 g
dtaq ( 30,1 0C) = 0,9956 g/cm3
dt4 = St
g x dtaq ( 30,1 0C)
= 1,0259 x 0,9956 g/cm3
= 1,0214 g/cm3
4.3 Pembahasan
Penentuan kerapatan dan bobot jenis suatu zat dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode pengukuran misalnya neraca westphalt dan
piknometer yang masing-masing dalam penggunaannya memiliki prinsip dan cara
yang berbeda-beda. Tetapi keduanya digunakan dalam fluida atau cairan, yang
kemudian dibandingkan dengan kerapatan air pada suhu tertentu.
Dalam percobaan ini digunakan neraca westphalt dan piknometer untuk
menentukan bobot jenis dan kerapatan aquadest, metanol dan gliserol.
Penggunaan neraca Westphalt didasarkan pada daya dorong dari zat cair yang
akan ditentukan bobot jenisnya. Daya doron ke atas dari zat cair itu sendiri
dianggap sama dengan bobot jenisnya. Sedangkan penggunaan piknometer
didasarkan pada penimbangan berat bersih dari zat cair untuk menentukan bobot
jenisnya.
Pada penentuan bobot jenis dengan menggunakan neraca Westphalt, gelas
ukur yang dipakai harus dibersihkan dan dibilas dengan cairan yang akan diukur,
dalam hal ini cairan yang akan diukur massa jenisnya adalah aquadest, metanol
dan gliserol, agar yang terukur adalah murni zat yang diinginkan. Sebelum
mengukur bobot jenis cairan tersebut, harus diukur suhunya terlebih dahulu agar
hasil yang diperoleh teliti karena kerapatan berubah dengan adanya perubahan
suhu. Kemudian saat memasukkan penyelam diatur sedemikian rupa agar tidak
menyentuh dinding gelas ukur serta penyelamnya harus berada 2 cm dari dasar
gelas ukur. Hal ini bertujuan agar tidak mengganggu hasil pengukuran nantinya.
Setelah itu, anting diletakkan pada lengan tunggal neraca Westphalt sedemikian
rupa mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil untuk mendapatkan
kesetimbangan.
Pada penentuan bobot jenis dengan menggunakan piknometer, piknometer
yang dugunakan harus dibersihkan. Sebelum piknometer ditimbang kosong,
piknometer harus sudah benar-benar kering agar bobot yang diperoleh benar-
benar merupakan bobot piknometer. Setelah piknometer ditimbang kosong,
kemudian dimasukkan cairan yang akan diukur (aquadest, metanol dan gliserol)
sampai benar-benar penuh dan diimpitkan (ditutup) agar tidak terbentuk
gelembung udara yang dapat mempengaruhi bobot cairan. Setelah itu, bagian luar
piknometer dikeringkan dengan tissue agar tidak mengganggu berat cairan yang
ada dalam piknometer. Sebelum ditimbang, terlebih dahulu dicatat suhu cairan.
Setelah itu piknometer dan cairan ditimbang dan dicatat hasilnya.
Pada percobaan dengan menggunakan neraca Westphalt, diperoleh bobot
jenis aquadest adalah 1,205 dan kerapatannya 1,1996 g/cm3, bobot jenis metanol
1,203 dan kerapatannya 1,1981 g/cm3 serta bobot jenis gliserol 1,2075 dan
kerapatannya 1,2021 g/cm3. Sedangkan menurut teori, kerapatan aquadest adalah
1,0 g/cm3, metanol 0,7913 g/cm3 dan gliserol 1,1261 g/cm3. Dari data tersebut
dapat dilihat adanya perbedaan kerapatan antara hasil yang diperoleh melalui
praktek dan secara teori. Hal ini mungkin disebabkan karena pada saat
pengukuran, penyelam seringkali menyentuh dinding sehingga mempengaruhi
hasil pengukuran.
Pada percobaan dengan menggunakan piknometer, diperoleh bobot jenis
aquadest adalah 1 dan kerapatannya 0,9956 g/cm3, bobot jenis metanol adalah
0,7901 dan kerapatannya 0,7868 g/cm3 serta bobot jenis gliserol adalah 1,0259
dan kerapatannya 1,2014 g/cm3. Sedangkan menurut teori, kerapatan aquadest
adalah 1,0 g/cm3, metanol 0,7913 g/cm3 dan gliserol 1,1261 g/cm3. Dari data
tersebut dapat dilihat adanya perbedaan kerapatan antara hasil yang diperoleh
melalui praktek dan secara teori. Pada pengukuran kerapatan aquadest dan
metanol, hasil yang diperoleh tidak terlalu jauh dengan teori, tetapi pada gliserol
terdapat perbedaan yang cukup jauh antara praktek dan teori. Hal ini disebabkan
karena pada saat melakukan pengukuran, piknometer yang digunakan tidak dalam
keadaan yang benar-benar kering sehingga yang terukur bukan hanya bobot cairan
yang akan dicari kerapatannya melainkan cairan lain yang melengket di dalam dan
luar piknometer. Selain itu, factor eksternal juga berpengaruh besar, dalam hal ini
yang menjadi factor eksternalnya adalah suhu.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Hasil pengukuran yang diperoleh dengan menggunakan neraca Westphalt
dari pengolahan data, yakni kerapatn aquadest, metanol dan gliserol berturut-turut
adalah 1,1996 g/cm3; 1,1981 g/cm3; 1,2021 g/cm3, sedangkan bobot jenis dari
aquadest, metanol dan gliserol berturut-turut adalah 1,205 gram, 1,203 gram dan
1,2075 gram.
Hasil pengukuran yang diperoleh dengan menggunakan piknometer dari
pengolahan data, yakni kerapatn aquadest, metanol dan gliserol berturut-turut
adalah 0,9956 g/cm3; 0,7868 g/cm3; 1,0214 g/cm3, sedangkan bobot jenis dari
aquadest, metanol dan gliserol berturut-turut adalah 1,0 gram, 0,7901 gram dan
1,0259 gram.
5.2. Saran
5.2.1 Untuk Laboratorium
Sebaiknya alat-alat yang rusak segera diganti atau diperbaiki agar praktikum
dapat berjalan lancar. Untuk percobaan, sebaiknya bukan hanya cairan metanol
dan aseton saja yang digunakan tetapi cairan-cairan lainnya sehingga
pengetahuan praktikan bertambah.
5.2.2 Untuk Asisten
Supaya lebih baik dalam mengarahkan jalannya praktikan sehingga
terlaksanakan dengan tepat waktu. Dan kalau bisa dijelaskan lagi secara mendetail
tentang bagaimana aplikasi dari percobaan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Brescia, Arents dan Meislich, 1975, Fundamental Chemistry, New York.
Petrucci R. H ,1999,Kimia Dasar Prinsip dan Teori Modern, Erlangga, Jakarta.
Pudjaatmaka A. H. dan Qodratillah, M. T, 2004, Kamus Kimia, Balai Pustaka, Jakarta.
Raharjo S. J., 2008, BeratJenis, (Online), (http://Sjraharjo.wordpress.com/ kimia_fisik, diakses tanggal 24 Februari 2010).
Stoker H. S., 1993, Introduction to Chemical Principles, Macmillan Publishing Company, New York.
Tipler, 1998, Fisika Untuk Sains dan Teknik, Erlangga, Jakarta.
Taba P., Zakir M. dan Fauziah St., 2010, Penuntun Praktikum Kimia Fisika, Laboratorium Kimia Fisika Jurusan Kimia-UNHAS, Makassar.