laporan praktikum ekologi perairan kondisi fisikokimia ekosistem sungai

22
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN KONDISI FISIKOKIMIA EKOSISTEM SUNGAI (POLA LONGITUDINAL DAS SERAYU) Posted on 19 Desember 2014 by hikmatunalwiyah LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN KONDISI FISIKOKIMIA EKOSISTEM SUNGAI (POLA LONGITUDINAL DAS SERAYU) Oleh : HIKMATUN ALWIYAH H1H013005 Asisten : MUSLIKHA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Upload: pt-sasa

Post on 17-Jan-2017

33 views

Category:

Education


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan praktikum ekologi perairan kondisi fisikokimia ekosistem sungai

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN KONDISI FISIKOKIMIA EKOSISTEM SUNGAI (POLA LONGITUDINAL DAS SERAYU)Posted on 19 Desember 2014 by hikmatunalwiyah

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN

KONDISI FISIKOKIMIA EKOSISTEM SUNGAI (POLA LONGITUDINAL DAS SERAYU)

 

                      

 

Oleh :

HIKMATUN ALWIYAH    H1H013005

 

 

Asisten :

MUSLIKHA

 

 

 

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

Page 2: Laporan praktikum ekologi perairan kondisi fisikokimia ekosistem sungai

2014

 

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sungai yang cukup panjang, secara alami faktor fisika kimia air berbeda antara bagian hulu, tengah dan hilir. Perbedaan yang jelas adalah pada keadaan dasar sungai, yaitu berbatu, berpasir atau berlumpur, dan terkait dengan kecepatan arus sungai. Kecepatan arus juga berpengaruh terhadap kandungan oksigen terlarut di air. (Odum,1971).

Mempublikasikan konsep “River Continuum Concept” yang menyatakan bahwa karena adanya pengaruh ekosistem terestial,dari hulu ke hilir merupakan suatu continuum (perubahan dari hulu kehilir terjadi secara gradual). Perubahan gradual ini akan diikuti penyesuaian biotenya. Sehingga dapat diprediksi bahwa suatu struktur komunitas organisme akan berubah pula secara gradual dari hulu kehilir, dengan demikian setiap taksa akan memiliki zonasi tersendiri secara longitudinal. Di daerah sub tropikal, stude yang terkait dengan konsep ini telah banyak diteliti namun untuk daerah tropikal studi ini masih sangat langka. (Nugroho,2008)

Studi zona longitudinal fakto fisiko kimia di suatu sungai perlu dilakukan karena akan membantu interpreasi dari penggunaanya sebagai alat pemantau kualitas perairan dan manajemen ekosistem. Dalam bidang perikanannya sebagaii alat pemantau kualitas perairan dan manajemen ekosistem. Dalam bidang perikanan, karena faktor fisiko kimia merupakan faktor pembatas, maka informasi zonasi longitudinal akan dapaat digunakan sebagai pengelolaan sungai. (Nugroho, 2008).

Disungai Serayu dan anak-anak sungainya, sebagaimana sungailain didunia, secara alami terdapat gradienfaktor fisika kimia perairan dari hulu kehilir (longitudinal). Sebagai contoh dapat dikemukakan, temperatur, kondukifitas, nitrogen, phospat, lebar sungai, akan meningkat dari hulu kehillir secara gradual. Sebaliknya, oksigen terlarut, ukuran median substrat, kejernihan air, kecepataan arus, akan semakin menurun (Endri, et al, 2010).

Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah :

1. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran oksigen terlarut, kecepatan arus, konduktivitas, pH, temperatur, BOD, kejernihan air, dan substrat dasar

2. Untuk mengetahui kondisi fisikokimia ekosistem sungai (pola longitudinal sungai).

 

 

Page 3: Laporan praktikum ekologi perairan kondisi fisikokimia ekosistem sungai

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1. TINJAUAN PUSTAKA o Ekosistem

Ekosistem air yang terdapat di daratan secara umum dibagi dua, yaitu perairan lentik yang disebut juga dengan perairan tenang dan perairan lotik yang disebut juga perairan berarus deras. Perbedaan utama antara dua perairan lotik dan perairan lentik adalah kecepatan arus. Perairan lentik mempunyai kecepatan arus yang lembut serta terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang lama, sementara perairan lotik umumnya mempunyai kecepatan arus yang tinggi, disertai perpindahan massa air yang berlangsung dengan cepat (Barus, 2001).

Sungai

Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air bagi daerah di sekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan. Perairan sungai mempunyai komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk ekosistem yang saling mempengaruhi. Komponen ekosistem sungai akan terintegrasi satu sama lainnya membentuk suatu aliran energi yang akan mendukung stabilitas ekosistem tersebut (Endri, 2010).

Parameter Fisikokimia Perairan Sungai

Organisme yang dapat disesuaikan dengan kondisi sifat fisik-kimia yang akan mampu hidup. Penyebaran jenis dan hewan akkuatik ditentukan oleh kualitas lingkungan yang ada seperti sifat fisika, kimia, biologisnya. Kehidupan ikan disuatu perairan dipengaruhi oleh volume air mengalir, kecepatan arus, temperatur, pH dan konsentrasi oksigen terlarut (Barus,2001).

Page 4: Laporan praktikum ekologi perairan kondisi fisikokimia ekosistem sungai

Dissolved Oxygen (DO)

DO adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesa dan absorbsi atmosfer/udara. Semakin banyak jumlah DO maka kualitas air semakin baik. Jika kadar oksigen yang terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobic yang mungkin saja terjadi. Oksigen terlarut dibutuhkan untuk semua jasad hidup untuk pernafasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energy untuk pertumbuhan dan pembiakan. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organism yang hidup dalam perairan tersebut. Kadar oksigen dalam air akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurangnya dengan semakin tingginya salinitas (Odum, 1971).

Biological Oxygen Demand (BOD)

BOD merupakan suatu pendekatan analisis secara empiris global pada proses-proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi di dalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan bakteri untuk menguraikan (mengoksidasi) hampir semua zat organic terlarut dan sebagai zat-zat organic yang tersuspensi dalam air. ( Tantowi,2002).

Temperatur

Air mempunyai beberapa sifat unik yang berhubungan dengan panas yang secara bersama-sama mengurangi perubahan suhu sampai tingkat yang paling kecil. Suhu biasanya sangat dipengaruhi oleh banyak sedikitnya panas sinar matahari yang sampai menyentuh air. Umumnya suhu air di permukaan perairan Indonesia berkisar antara 28oC-310C. Sifat air yang terpenting adalah antara lain:

1. Panas jenis yang tinggi, satu gram kalori (gkal) panas diperlukan untuk menaikan suhu 1 derajat lebih tinggi (antara 150-160)

2. Kerapatan air yang tinggi terjadi pada suhu 4oC, diatas dan dibawah suhu tersebut air akan berkembang menjadi lebih ringan (Odum, 1996).

Derajat keasaman air (pH)

pH merupakan suatu indeks konsentrasi ion hydrogen dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan organism perairan, sehingga dapat dipergunakan sebagai petunjuk baik buruknya suatu perairan sebagai lingkungan hidup (Tantowi,2002).

Derajat keasaman berpengaruh sangat besar terhadap kehidupan hewan dan tumbuhan air serta mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia (Effendi, 2003). Derajat keasaman (pH) berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas, semakin tinggi pH, semakin tinggi alkalinitas dan semakin rendah kadar kandungan dioksida bebas (Sofiya,2010).

Lebar Sungai

Page 5: Laporan praktikum ekologi perairan kondisi fisikokimia ekosistem sungai

Lebar adalah jarak antara sisi yang kiri dengan sisi yang kanan. Lebar sungai sangatlah dipengaruhi oleh riparian vegetation yang menjaga terjadinya pengikisan (Angelier, 2003).

Kedalaman Sungai

Kedalaman adalah parameter fisika yang mendasar dan berpengaruh pada aspek lainnya seperti kejernihan air, suhu, dan kelarutan oksigen. Pada sungai dapat dijumpai tingkat yang lebih tua dari hulu ke hilir, perubahan lebih terlihat pada bagian atas aliran air, dan komposisi kimia berubah dengan cepat. Dan komposisi komunitas berubah sewajarnya yang lebih jelas jelas pada kilometer pertama dibanding lima puluh (50) kilometer terakhir (Odum, 1988).

Kejernihan Air

Penetrasi cahaya sering kali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air, membatasi zona fotosintesa di mana habitat akuatik di batasi oleh kedalaman. Kekeruhan, terutama bila disebabkan oleh lumpur dan partikel yang dapat mengendap pada dasar perairan, hal ini sering kali penting untuk dijadikan sebagai faktor pembatas. Sebaliknya, bila kekeruhan disebabkan oleh organisme, ukuran kekeruhan merupakan indikasi produktivitas. Kejernihan dapat diukur dengan alat yang amat sederhana yang disebut cakram secchi (dinamakan menurut penemunya A. Secchi seorang Italia yang memperkenalkannya pada tahun 1865). Cakram secchi adalah sebuah cakram putih bundar yang memiliki garis tengah kira-kira 20 cm yang cara kerjanya adalah dengan memasukan cakram secchi ke dalam air sampai tidak terlihat lagi perbedaan hitam dan putih dari permukaan air. Kedalaman itu disebut kejernihan cakram secchi yang dapat berkisar antara beberapa cm pada air yang amat keruh, sampai 40m pada air yang amat jernih (Odum, 1996).

Pada daerah sungai terdapat 2 macam zona aliran air, zona itu adalah zona air deras dan zona air tenang. Zona air deras adalah zona dimana daerah aliran sungai yang dangkal dan biasanya terletak pada hulu sungai. Arus tersebut berfungsi untuk membuat dasar sungai bersih dari endapan dan materi lainnya. Oleh karena itu daerah pada hulu sungai memiliki tingkat kecerahan yang tinggi. Sedangkan pada zona air tenang adalah bagian sungai yang dalam yang kecepatan arusnya telah berkurang, maka lumpur dan materi yang berada dalam air cenderung mengendap pada dasar perairan, sehingga memiliki tingkat kecerahan yang rendah. Zona ini biasanya terdapat pada hilir sungai (Odum, 1996).

Kecepatan Arus

Arus merupakan faktor fisika yang mempengaruhi keberadaan dan distribusi organisme perairan dari suatu habitat tempat hidupnya. Arus adalah faktor utama yang membuat kehidupan antara kolam, danau dan perairan mengalir (sungai) menjadi berbeda dan mengatur perbedaan di beberapa tempat dari suatu perairan mengalir. Sehinggga, arus amat penting dipertimbangkan sebagai faktor pembatas. Kecepatan arus ditentukan oleh kemiringan, kekasaran, kedalaman dan kelebaran dasar dari suatu sungai (Odum, 1996).

Pada daerah sungai terdapat 2 macam zona aliran air, zona itu adalah zona air deras dan zona air tenang. Zona air deras adalah zona dimana daerah aliran sungai tersebut memliki kedalaman

Page 6: Laporan praktikum ekologi perairan kondisi fisikokimia ekosistem sungai

yang dangkal, kecepatan aus yang cepat dan biasanya terletak pada hulu sungai yang dipengaruhi oleh kemiringan dan topografinya. Sedangkan pada zona air tenang adalah bagian sungai yang dalam yang kecepatan arusnya telah berkurang, maka lumpur dan materi yang berada dalam air cenderung mengendap pada dasar perairan, sehingga dasarnya lunak. Zona ini biasanya terdapat pada hilir sungai (Odum, 1996).

Substart Dasar

Substrat dasar adalah kondisi dasar dari perairan yang menjadi tempat tinggal bagi benthos dan menjadi kisaran toleransi bagi beberapa makhluk hidup. Setiap ekosistem tergantung dan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor tempat, waktu dan masing-masing membentuk basis-basis perbedaan diantara ekosistem itu sendiri sebagai pencerminan sifat-sifat yang khas (Odum, 1996). Substrat dasar termasuk faktor yang mempengaruhi keberadaan organisme. Substrat ini merupakan bagian dasar perairan yang terdiri dari batuan besar, kerikil lumpur, tanah liat berpasir. Substrat dasar berupa batu besar, kerikil biasanya banyak ditemukan didaerah hulu yang ditempati oleh banyak organisme. Hal ini disebabkan oleh bentuk topografi dari sungai tersebut, dimana arus deras biasanya membawa endapan-endapan pada dasar sungai. Sedangkan substrat dasar yang berupa lumpur, tanah liat berpasir biasanya ditemukan didaerah hilir yang ditempati oleh sedikit organism. (Siahaan, 2011).

Konduktivitas dan Salinitas

Konduktivitas air yang baik bagi kehidupan suatu mahluk hidup di perairan yaitu di bawah 400μs. Konduktivitas perairan yang melebihi atau diatas 400μs mahluk hidup atau organisme yang hidup di perairan akan stress dan akan mati. Jika di perairan sungai terdapat banyak partikel maka hantaran listrik tinggi (Barus,2001).

Skor Fisik Habitat

Skor fisik habitat adalah nilai dari kondisi yang terdapat pada suatu lingkungan habitat sungai tertentu. Dari nilai fisik tersebut dapat diperoleh bagaimana kondisi pada lingkungan tersebut, apakah lingkungan tersebut dalam keadaan Sub optimal, optimal, marginal atau buruk bagi organisme yang hidup didalamnya maupun yang ada disekitar sungai tersebut. Untuk dapat mendeskripsikan berapa skor fisik habitat dari suatu ekosistem dapat menggunakan tabel Barbour dan Stribling tahun 1991.

 

 

MATERI DAN METODE o Materi

Alat

Page 7: Laporan praktikum ekologi perairan kondisi fisikokimia ekosistem sungai

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah termometer, kertas pH, botol Winkler, tali rafia, keping secchii, pipet ukur, labu erlenmeyer. thermometer, kertas pH, rolling meter, tongkat penduga yang telah diberi skala panjang.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah MnSO4, KOH-KI, H2SO4 pekat, amilum dan Na2S2O3.

Metode

Parameter Fisika-Kimia meliputi, Oksigen terlarut (OD), pengukuran Biological Oxygen Demand (BOD), temperatur, derajat keasaman air (pH), lebar sungai, kedalaman, kejernihan air, substrat dasar, kecepatan arus, dan skor fisik habitat.

Dissolved Oxygen (DO)

Air diambil menggunakan botol winkler sebanyak 250ml tanpa ada gelembung. Kemudian ditambahkan berturut-turut larutan MnSO4 dan KOH-KI masing-masing sebanyak 1ml dengan menggunakan pipet ukur atau jarum suntik. Biarkan sesaat sampai endapan terbentuk. Setelah itu, H2SO4 pekat ditambahkan kedalam botol lalu dikocok sampai endapan larut. Larutan tersebut diambil sebanyak 100ml dan dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer. Larutan dititrasi dengan Na2S2O3 sampai larutan bewarna kuning muda. Ditambahkan 10 tetes indikator amilum hingga bewarna biru. Larutan dititrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 sampai warna biru hilang.

Dihitung dengan rumus :

Oksigen terlarut = x p x q x 8

Keterangan :

p = volume larutan Na2S2O3

q = normalitas larutan

8 = bobot setara larutan

Pengukuran Biological Oxygen Demand (BOD) (MetodeWinkler)

Sampel dimasukkan ke dalam botol winkler volume 250 ml sampai penuh. Botol winkler pertama segera diperiksa kandungan oksigennya, sedangkan botol kedua diinkubasi selama selama 5 hari dengan suhu 20oC kemudian setelah diinkubasi, diperiksa kandungan oksigennya.

BOD dapat dihitung dengan rumus :

 

Page 8: Laporan praktikum ekologi perairan kondisi fisikokimia ekosistem sungai

BOD =

Keterangan :

A0 : Oksigen terlarut sampel pada nol hari

A5 : Oksigen terlarut sampel pada lima hari

S0 : Oksigen terlarut blanko pada nol hari

S5 : Oksigen terlarut blanko pada lima hari

T : Persen perbandingan antara A0 : S0

P : Derajat pengenceran

Pengukuran Temperatur

Termometer dicelupkan pada perairan, tunggu beberapa menit sampai pengukuran angka stabil. Kemudian dilakukan pengukuran di tiga titik lalu dirata-ratakan.

Pengukuran Derajat keasaman air (pH)

Pengukuran pH dilakukan dengan cara mencelupkan kertas pH kedalam air. Kemudian, samakan warna kertas pH yg telah dicelupkan ke air dengan skala pH yang tercantum.

Pengukuran Lebar Sungai

Dalam menentukan lebar dari sungai yang diamati digunakan estimasi (pendugaan) secara visual

Pengukuran Kedalaman Sungai

Dilakukan pengukuran pada tiap 2 meter lebar sungai dengan tongkat penduga yang telah diberi skala panjang.

Pengukuran Kejernihan air

Keping sechii dimasukan ke dalam air. Diukur kedalaman sampai batas antara hitam dan putih tidak dapat di bedakan. Jika dasar sungai masih dapat di bedakan catat kedalaman sampai dasar tersebut.

Pengukuran Kecepatan Arus

Pengukuran kecepatan arus menggunakan metode apung. Botol yang berisi air setengah atau sepertiga dari ukuran botol kemudian di ikat dengan tali rafia sepanjang 10 meter. Setelah diikat

Page 9: Laporan praktikum ekologi perairan kondisi fisikokimia ekosistem sungai

botol tersebut dilemparkan ke sungai. Catat waktu yang dibutuhkan botol tersebut untuk hanyut dibawa oleh arus sungai sejauh 10 meter.

 

Pengukuran Substart Dasar

Substrat di estimasi menggunakan tabel Barbaur dan stribing, dan dilakukan perhitungan skor fisik habitat setiap stasiun pengamatan. Diestimasi secara visual persentasi bagian dasar sungai yang tertutup lumpur, pasir, kerikil, batu.

Pengukuran Konduktivitas dan Salinitas

Dengan menggunakan conductivitymeter ukurlah daya hantar listrik dan salinitas perairan.

Pengukuran Skor Fisik Habitat

Menggunakan Tabel Barbour dan Stribling, lakukan perhitungan skor fisik habitat tiap stasiun pengamatan.

Tabel 1. Kriteria Penilaian Kondisi Fisik Habitat Barbour dan Stribling

Habitat parameter

Optimal

SKOR: 20

Suboptimal

SKOR: 15

Marginal

SKOR: 10

Poor

SKOR: 5

Substrat dasar

Lebih dari 60% dasar perairan terdiri atas   kerikil, batu, cadas dengan porsi yang kurang lebih sama.

30-60% dari dasar perairan berupa bebatuan atau cadas didominasi oleh salah satu kelas ukuran tersebut.

10-30% merupakan salah satu materi yang besar tetapi lumpur atau pasir

70-90% mendominasi substrat dasar.

Substrat didominasi oleh lumpur dan pasir kerikil dan materi yang besar <10%.

Kekomplek

kan habitat

Berbagai macam tipe kayu pohon, cabang, tumbuhan akuatik, terdapat pada segmen sungai membentuk habitat yang bervariasi. Segmen sungai tertutup kanopi.

Substrat cukup bervariasi. Segmen sungai cukup terlindungi.

Habitat didominasi 1 atau 2 macam substrat, Tumbuhan tepi yang dinaungi segmen sungai sedikit.

Habitat monoton pasir dan lumpur menyebabkan habitat tidak bervariasi.

Page 10: Laporan praktikum ekologi perairan kondisi fisikokimia ekosistem sungai

Kualitas bagian menggenang

25% dari bagian yang menggenang sama atau lebih lebar dari setengah lebar sungai, kedalaman >1m.

<5% bagian yang menggenang kedalamannya >1m dan lebih ½ lebar sungai. Umumnya bagian yang dalam ini lebih kecil dari setengah sungai dan kedalamannya > 1m.

 

<1% bagian yang menggenang kedalamannya >1m dan lebih lebar sungai bagian yang menggenang ini mungkin sangat dalam/ dangkal. Habitat tidak bervariasi.

Bagian yang menggenang kecil dan dangkal bahkan mungkin tidak terdapat bagian yang menggenang.

Kestabilan tepi sungai

Tidak pernah ada bukti-bukti bahwa tempat tersebut pernah terjadi erosi atau berpotensi erosi.

Jarang terjadi bagian tepi yang gugur, kemungkinan gugur ada tetapi rendah.

Bagian tepi ada ynag mengalami erosi pada saat banjir.

Bagian tepi tidak stabil, sering terjadi erosi.

 

Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 2-3 November 2014 di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Di Sungai Serayu Banjarnegara dengan tempat Cowakan semar, Kembangan, Mandiraja, Mrican, Singomerto, Prigi, Garung, Kejajar.

Analisis Data

Parameter yang digunakan pada praktikum yaitu mengukur oksigen terlarut (DO), BOD, Konduktivitas, pH, Temperatur, Kecepatan arus, Lebar sungai, Kecerahan sungai, Kedalaman sungai, Skor fisik habitat, dan tipe substrat.

 

 

 

 

 

 

Page 11: Laporan praktikum ekologi perairan kondisi fisikokimia ekosistem sungai

 

1. HASIL DAN PEMBAHASAN o Hasil Pengamatan Kondisi Fisikokimia Ekosistem Sungai (Pola Longitudinal

Das Serayu)

Tabel 2. Kondisi Fisikokimia Ekosistem Sungai (Pola Longitudinal DAS Banjaran).

 

StasiunTemp

(OC)

Kec.

arus

(m)

pH

Lebar sungai

(m)

O2 BOD Tipe subs trat

Skor fisik habitat

Keda laman (m)

Kece rahan

Konduktivity (mmhos)

Kejajar 24 0,63-0,77 7 6,5 7 2.2

Pasir kerikil batu

65 23 8,30 97

Garung 22 0,62-0,71 7 17 5 1.9 batu 80 60 22,5 99

Prigi 27 0,30-1,66 6 32 6,4 1.3

batu, pasir,

lumpur

55 35,67 34 102

Singomerto 26,3 0,298 7 50 7 2.1 berbatu 65 50,8 50,8 116

Mrican 26 0,357 6 18 5,3 3.4 batu dan kerikil 60 88,3 41 160

Mandiraja 28,3 0,67-1,67 7 85 6 1.9 kerikil,

batu 55 40 28,5 114

Kembangan 27,2 0,595 7 44 5,6 2.7 berbatu 63 50,9 50,9 110Cowakan Semar 29 0,1-

0,2 7 32 5,2 2.6 lumpur, pasir 50 45,5 20 124

 

 

 

4.2 Pembahasan

Dissolved Oxygen (DO)

Bedasarkan data pengamatan yang telah diperoleh stasiun yang memiliki nilai kandungan oksigen terlarut paling tinggi adalah pada stasiun Kejajar dan Singometro yaitu 7. Sedangkan

Page 12: Laporan praktikum ekologi perairan kondisi fisikokimia ekosistem sungai

stasiun yang paling rendah kandungan oksigen terlarutnya adalah pada stasiun Garung yaitu 5. Semakin banyak jumlah DO maka kualitas air semakin baik. Dari hasil di atas sungai di stasiun Kejajar, Prigi, Singomerto, Mrican, Mandiraja, Kembangan dan Cowakan Semar memili DO diatas 5 yang mengidikasikan tingkat pencemaran yang tinggi. Sedangkan pada stasiun Garung memiliki nilai DO diatas 5 yang berarti tingkat pencemaran rendah.

Tingkat pencemaran berdasarkan DO menurut Effendi (2003), dapat dilihat pada Table :

Tingkat Pencemaran

ParameterDO BOD

Rendah > 5 0 – 10Tinggi 0 – 5 10 – 20Sedang 0 25

Pada stasiun garung merupakan stasiun dengan nilai DO terendah, hal itu di sebabkan oleh banyaknya tumpukan sampah bendungan dekat dengan PLTA. Semakin banyak sampah maka semakin banyak mikroorganisme yang hidup maka semakin banyak pula oksigen yang dibutuhkan untuk melakukan proses metabolisme. Menurut Effendi (2003), Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut.

Gambar 1. Dissolved Oxygen (DO) sungai serayu

Biological Oxygen Demand (BOD)

Kriteria pencemaran berdasarkan nilai BOD5 yaitu konsentrasi BOD5 < 2,90 mg/l tergolong perairan yang tidak tercemar, konsentrasi BOD5 3,00 – 5,00 mg/l menandakan perairan berada dalam kondisi tercemar ringan, konsentrasi BOD5 5,00 – 14,00 mg/l tergolong perairan tercemar sedang dan konsentrasi BOD5 > 15,00 mg/l mengindikasikan perairan berada dalam kondisi tercemar berat (Endri et al, 2010).

Gambar 2. BOD Sungai Serayu

Berdasarkan hasil yang didapatkan dan dibandingkan dengan referensi yang ada, sungai Mrican merupakan perairan yang tercemar ringan karena memiliki BOD sebesar 3,4 mg/l. Sedangkan sungai lain termasuk kedalam sungai yang tidak tercemar karena nilai BOD-nya kurang dari 2,90 mg/l.

Temperatur

Hasil praktikum menunjukkan bahwa temperatur di setiap sungai berbeda-beda. Temperatur tertinggi pada sungai Cowakan Semar dan Mandiraja yaitu 290C dan 28,30C temperatur terendah

Page 13: Laporan praktikum ekologi perairan kondisi fisikokimia ekosistem sungai

pada sungai garung yaitu 220C. Hal ini disebabkan oleh lokasi sungai yang terletak di dataran tinggi dan jarang mendapatkan sinar matahari yang banyak. Ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang menyatakan bahwa temperatur sangatlah dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang sampai pada air sungai. Temperatur yang stabil dalam perairan adalah 25°C-30°C. Temperatur optimum yang layak untuk kehidupan organisme yaitu 25°C-28°C. (Irwan,1992).

Gambar 3. Temperatur sungai serayu

Menurut Effendi (2003), suhu dari suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitute), ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman. Suhu air di permukaan di Indonesia umumnya berkisar 23 – 31° C. Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari.

Derajat keasaman air (pH)

Hasil praktikum menunjukkan bahwa pH memiliki nilai  6-7 yang berarti bahwa kondisi airnnya netral sehingga dapat memungkinkan ikan untuk hidup. Semakin tinggi nilai ph semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebasnya.

Gambar 4. pH sungai serayu

Berdasarkan standar baku mutu air dalam PP Nomor 82 Tahun 2001, nilai pH yang sesuai untuk sungai berkisar 6-9. Boyd (1990) menyatakan bahwa nilai pH berubah sepanjang hari akibat proses fotosintesis tumbuhan air yang menurunkan CO2 pada siang hari sehingga mengakibatkan pH meningkat. Nilai pH dalam perairan dapat menggambarkan tingkat produktivitas perairan, yaitu pH 5,5-6,5 dikatakan tidak produktif; pH 6,5-7 dikatakan produktif; dan pH 7,5-8,5 dikatakan sangat produktif (Nugroho, 2008).

Lebar Sungai

Berdasarkan Dari data grafik lebar sungai pada sungai Serayu dari hilir ke hulu memiliki perbedaan, semakin ke hilir lebar sungainya semakin besar dibandingkan pada bagian hulu. Hal ini mungkin disebabkan oleh bentuk topografi, substrat dasar, erosi dan arus sungai yang membawa endapan dari dasar sungai tersebut. Data tersebut sesuai dengan tinjauan pustaka yang diperoleh. (Macan, 1978). Hasil praktikum menunjukan bahwa stasiun yang memiliki lebar sungai yang paling besar adalah pada sungai Mandiraja dengan lebar 85 m. Dan stasiun yang memiliki lebar sungai yang paling kecil adalah pada sungan Kejajar yaitu 6,5 m.

Gambar 5. Lebar sungai serayu

 

Kedalaman Sungai

Page 14: Laporan praktikum ekologi perairan kondisi fisikokimia ekosistem sungai

Hasil praktikum menunjukkan sungai Mrican merupakan sungai yang terdalam yaitu 88,3 m dan sungai yang terdangkal pada sungai Kejajar yaitu 23 m. kedalaman di sungai serayu pada setiap stasiun bervariasi, disebabkan oleh adanya perbedaan suatu substrat dasar, kecepatan arus dan topografi dari sungai tersebut. Berdasarkan data yang telah kami peroleh, aliran sungai yang berada pada bagian hulu memiliki kedalaman yang lebih rendah dibandingkan dengan bagian hilir yang memiliki kedalaman yang dalam. Data tersebut sesuai dengan tinjauan pustaka yang didapat.

Gambar 6. Kedalaman sungai serayu

Kejernihan Air

Kejernihan berhubungan erat dengan penetrasi cahaya. Penetrasi cahaya sering kali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air, membatasi zona fotosintesa di mana habitat akuatik di batasi oleh kedalaman dan kekeruhan, terutama bila disebabkan oleh lumpur dan partikel yang dapat mengendap pada dasar perairan, hal ini sering kali penting untuk dijadikan sebagai faktor pembatas. Sebaliknya, bila kekeruhan disebabkan oleh organisme, ukuran kekeruhan merupakan indikasi produktivitas (Odum, 1994).

Hasil praktikum menunjukkan bahwa sungai dengan kecerahan tertinggi pada sungai Kembangan yaitu 50,9 dan kecerahan terendah pada sungai Kejajar yaitu 8,30.

Gambar 7. Kejernihan air sungai serayu

Kecepatan Arus

Hasil praktikum menunjukkan sungai Mandiraja memiliki kecepatan arus tertinggi yaitu 0,67-1,67 m/s dan sungai Cowakan sungai memiliki kecepatan arus terendah yaitu 0,1-0,2 m/s. Kecepatan arus penting diamati sebab menurut Angelier (2003) merupakan faktor pembatas kehadiran organisme didalam sungai. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan odum bahwa zona air dearas memiliki kecepatan arus yang besar dan berada pada hulu sungai. Stasiun kembangan berada di hilir sungai. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Pertama sungai kembangan memiliki kedalam yang dangkal hal itu sesuai dengan pernyataan odum bahwa arus dipengaruhi oleh kedalaman. Selain itu pada saat pengukurun sedang terjadi hujan yang mengakibatkan kenaikan massa air yang menyebabkan betambahnya kecepatan air di bagian hilir.

Gambar 8. Kecepatan arus sungai serayu

Substart dasar

Substart dasar adalah kondisi dasar dari perairan yang menjadi tempat tinggal bagi benthos dan menjadi kisaran toleransi bagi beberapa makhluk hidup. Setiap ekosistem tergantung dan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor tempat, waktu dan masing-masing membentuk basis-basis perbedaan diantara ekosistem itu sendiri sebagai pencerminan sifat-sifat yang khas (Odum, 1994).

Page 15: Laporan praktikum ekologi perairan kondisi fisikokimia ekosistem sungai

Hasil praktikum menunjukkan bahwa substrat dasar di sungai Kejajar adalah berpasir, kerikil, batu, substrat dasar di sungai Garung, Singomerto dan Kembangan adalah batu, substrat dasar di sungai Prigi adalah batu, berpasir, berlumpur, substrat dasar di sungai Mrican dan Mandiraja adalah batu dasn kerikil, dan substrat dasar di sungai Cowakan Semar adalah lumpur dan pasir.

Konduktivitas dan Salinitas

Konduktivitas bertambah dengan jumlah yang sama dengan bertambahnya salinitas sebesar 0,01, temperatur sebesar 0,01 dan kedalaman sebesar 20 meter. Secara umum, faktor yang paling dominan dalam perubahan konduktivitas di air adalah temperatu. Salinitas sungai yang semakin kearah laut akan menigkat, hal ini menyebabkan distribusi salinitas di hulu sungai, muara hingga ke arah laut menunjukkan nilai yang cenderung naik. (Nugroho. 2008).

Gambar 9. Konduktivitas sungai serayu

4.2.11. Skor Fisik Habitat

Hasil praktikum menunjukkan bahwa skor fisik habitat tertinggi terdapat di sungai Garung yaitu 80, sedangkan skor fisik habitat terendah terdapat di sungai Cowakan Semar yaitu 50. Dalam penentuan skor fisik habitat tersebut ditentukan dengan melihat habitat parameternya berupa substrat dasar, kekomplekan habitat, kualitas bagian yang menggenang dan kestabilan tepi sungai. Skor fisik habitat yang paling tinggi terdapat pada stasiun sungai Garung.

Gambar 10. Skor fisik habitat sungai serayu

 

 

 

1. KESIMPULAN DAN SARAN o Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh berdasarkan hasil pengamatan Kondisi Fisikokimia Ekosistem Sungai Serayu (Pola Longitudinal Sungai) adalah sebagai berikut:

1. Pengamatan kondisi fisikokimia ekosistem Sungai Serayu berdasarkan pola Longitudinal dapat dilakukan dengan pengukuran indikator : oksigen terlarut (DO), BOD, temperatur, pH, lebar sungai, kedalaman, kejernihan air, substrat dasar, kecepatan arus, konduktivitas dan salinitas, serta skor fisik habitat.

2. Faktor fisikokimia yang menunjukkan pola Longitudinal sungai adalah DO, BOD, kedalaman, temperatur, pH, substrat dasar, kecepatan arus, kejernihan air, lebar sungai, konduktivitas, salinitas, dan skor fisik habitat.

o Saran

Page 16: Laporan praktikum ekologi perairan kondisi fisikokimia ekosistem sungai

1. Diharapkan asisiten selalu mengawasi dan membimbing praktikan dalam praktikum, sehingga praktikum dapat terselesaikan dengan lancar.

2. Pada praktikum Ekologi Perairan ini seharusnya pemerintah harus menindak lanjuti tentang pencemaran limbah di DAS Serayu.

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Angelier E. 2003. Ecology of streams and rivers. Science publisher,inc., Enfield & plymouth.

Barus, T, A. 2001. Limnologi : Ekosistem Sungai dan Danau. Fakultas MIPA   USU MEDAN.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisus.Yogyakarta. 258 hal.

Eko Harsono. 2010. Evaluasi Kemampuan Pulih Diri Oksigen Terlarut Air Sungai Citarum Hulu. Jurnal Limnotek. Vol 17.

Endri, et al, 2010. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas

Irwan, Zoer’aini Djamal. 1992. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem Komunitas dan Lingkungan. Bandung : Bumi Aksara.

Macan TT. 1978. Freshwater Ecology. London : Longman

Nugroho, S.P. 2008. Analisis Kualitas Air Danau Kaskade Sebagai Sumber Imbuhan Waduk Resapan di Kampus UI Depok. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. 10. 99-105

Nybakken, W. J. (1992). Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT Gramedia.

Odum, E, P. 1994. Dasar-Dasar Ekologi. Terj. T. Samingan & B. Sriganono Yogyakarta : Edisi ketiga. Gajah Mada University-Press. Hal 412.

Odum, E.P 1998. Dasar Ekologi. (terjemahan) edisi 3. Gajah Mada Univ. Press: Yogyakarta.

Odum, P. E. 1971. Fundamental of Ecology. W. B. Sanders Company and Toppan Company Ltd. London.

Page 17: Laporan praktikum ekologi perairan kondisi fisikokimia ekosistem sungai

Siahaan, R.,A. Indawan, D. Shoedarma, dan L.B. Prasetyo.2011. Kualitas Air Sungai Cisadane,Jawa Barat-Banten. Jurnal Ilmiah Sains, 11. 268-273.

Sofiya, dkk. 2010. Biology of Freshwater Pollution, Third Edition, Longman Group UK Limited, UK

Tantowi, Y. Sofiya. 2002. Pemantauan Kualitas Air yang Baik dan Efisien Kasus              Studi Sungai Citarum. Bul Pusair 11 (37) : 21-33